i. pendahuluan - bappeda.temanggungkab.go.id · tanaman tembako pertama ditanam di desa kemloko,...

71
1 I. PENDAHULUAN Diawali dari keberhasilan H. Djamhari membuat rokok dari tembakau yang diracik dengan cengkeh untuk mengobati batuk, maka semakin banyak orang yang meggunakan rokok semacam itu. Bagi Nitisemito, kegemaran orang mengisap rokok yang mengandung cengkeh ditangkap sebagai peluang bisnis sehingga didirikanlah pabrik di Kudus yang memproduksi rokok semacam itu, yang kemudian popular disebut dengan rokok kretek. Gambar 1. Nitisemito, pelopor industri rokok kretek Indonesia Sejak itu konsumsi rokok kretek terus bertambah, bahkan melampaui konsumsi rokok putih yang lebih dahulu menjadi produk utama perusahaan. Seiring dengan perkembangan tersebut, kebutuhan bahan baku juga terus meningkat, utamanya bahan baku berupa tembakau. Hal yang unik dan bahkan menjadi faktor kekuatan rokok kretek adalah tembakau yang digunakan lebih dari 86% berupa tembakau lokal yang dihasilkan dari berbagai daerah di Indonesia. Tentang racikan dalam rokok kretek, untuk menghasilkan mutu dan rasa yang spesifik diperlukan bermacam-macam tembakau dengan komposisi tertentu. Salah satu yang sangat besar perannya dalam racikan rokok kretek adalah tembakau temanggung.Karena perannya sebagai pemberi rasa dan aroma pada rokok kretek, maka tembakau temanggung disebut sebagai tembakau lauk. Sebagian besar industri rokok kretek menggunakan tembakau temanggung sebagai bahan racikannya.

Upload: hoangtu

Post on 02-Jul-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

I. PENDAHULUAN

Diawali dari keberhasilan H. Djamhari membuat rokok dari tembakau yang

diracik dengan cengkeh untuk mengobati batuk, maka semakin banyak orang yang

meggunakan rokok semacam itu. Bagi Nitisemito, kegemaran orang mengisap

rokok yang mengandung cengkeh ditangkap sebagai peluang bisnis sehingga

didirikanlah pabrik di Kudus yang memproduksi rokok semacam itu, yang kemudian

popular disebut dengan rokok kretek.

Gambar 1. Nitisemito, pelopor industri rokok kretek Indonesia

Sejak itu konsumsi rokok kretek terus bertambah, bahkan melampaui

konsumsi rokok putih yang lebih dahulu menjadi produk utama perusahaan. Seiring

dengan perkembangan tersebut, kebutuhan bahan baku juga terus meningkat,

utamanya bahan baku berupa tembakau. Hal yang unik dan bahkan menjadi faktor

kekuatan rokok kretek adalah tembakau yang digunakan lebih dari 86% berupa

tembakau lokal yang dihasilkan dari berbagai daerah di Indonesia.

Tentang racikan dalam rokok kretek, untuk menghasilkan mutu dan rasa

yang spesifik diperlukan bermacam-macam tembakau dengan komposisi tertentu.

Salah satu yang sangat besar perannya dalam racikan rokok kretek adalah

tembakau temanggung.Karena perannya sebagai pemberi rasa dan aroma pada

rokok kretek, maka tembakau temanggung disebut sebagai tembakau lauk.

Sebagian besar industri rokok kretek menggunakan tembakau temanggung sebagai

bahan racikannya.

2

Pada awalnya tembakau temanggung diusahakan di beberapa wilayah

tertentu, terutama di lereng Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro.Masing-masing

wilayah menghasilkan mutu dengan ciri tertentu (Mamat, 2006), sehingga dikenal

pembagian sebagai berikut. Tembakau Lamuk merupakan mutu terbaik, dihasilkan

di lereng utara dan timur G. Sumbing. Tembakau Lamsi mutunya di bawah Lamuk,

juga berasal dari lereng utara dan timur G. Sumbing. Tembakau Paksi berasal dari

lahan tegal di lereng utara dan timur G. Sindoro. Tembakau Toalo berasal dari

lereng barat dan selatan G. Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan.

Tembakau Kidul berasal dari lereng timur G. Sumbing yang berbatasan dengan

penghasil tembakau Lamsi dan Tionggang/sawah. Tembakau Tionggang/sawah

dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara G. Sindoro. Tembakau

Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di G. Prahu.

Tembakau temanggung memiliki mutu khas yang sangat dibutuhkan untuk

bahan baku rokok kretek. Karena kebutuhannya semakin bertambah, sedangkan

ketersediannya terbatas, maka industri rokok saling “berebut” sehingga harga

tembakau rajangan temanggung menjadi sangat mahal. Sebagai perbandingan,

harga tembakau di luar Temanggung sekitar Rp.30.000,-/kg sampai Rp.50,000,-/kg,

sedangkan di Temanggung harga tembakau mutu rendah yang berasal dari daun

bawah harganya sekitar Rp. 40.000,- sampai Rp. 50.000,-. Tembakau rajangan

temanggung yang berasal dari daun yang posisinya lebih tinggi menghasilkan mutu

lebih tinggi dengan harga lebih tinggi pula sehingga dapat mencapai Rp. 125.000,-

sampai Rp. 150.000,- Daun pucuk dapat menghasilkan mutu spesifik yang disebut

„tembakau Srinthil‟, pada tahun 2009 harganya dapat mencapai Rp.500.000,-/kg

sampai Rp.700.000,-/kg.

Nilai ekonomi yang tinggi menjadi faktor penting yang menyebabkan petani

dan Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung memiliki perhatian besar terhadap

tembakau temanggung. Bila produksi tembakau temanggung setiap tahun antara

10.000 ton – 12.000 ton dan harga rata-rata antara Rp. 80.000,-/kg sampai

Rp.100.000,-/kg, maka nilai transaksinya dapat mencapai Rp. 1,2 trilyun. Nilai

tersebut besarnya lebih tinggi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten Temanggung tahun anggaran 2012.

Kebutuhan tembakau Srinthil untuk industri rokok kretek hanya sedikit.

Akan tetapi untuk merk rokok tertentu sangat dibutuhkan karena dapat memberikan

3

rasa dan aroma dengan mutu tertentu. Harga yang sangat mahal mendorong para

oportunis untuk membuat Srinthil tiruan yang hampir mirip dengan Srinthil asli.

Informasi dari sumber di Temanggung menyebutkan bahwa untuk membuat Srinthil

tiruan tersebut tembakau yang diperam diberi perlakuan khusus, antara lain diberi

minyak entok (Cairina scutulata), pewarna dan aroma. Sepintas Srinthil yang

dihasilkan sangat mirip dalam hal warna, tekstur dan kilapnya, demikian juga

aromanya. Akan tetapi setelah disimpan beberapa waktu, Srinthil tiruan tersebut

akan terdeteksi. Hal tersebut tidak hanya merugikan industri rokok yang

membelinya, tetapi yang lebih parah adalah merugikan petani yang benar-benar

menghasilkan Srinthil.

Tembakau Srinthil merupakan produk spesifik yang dihasilkan oleh satu

komunitas masyarakat di suatu wilayah tertentu dengan agroekologi tertentu dan

cara budidaya yang diwariskan secara turun temurun. Srinthil tidak dapat dihasilkan

di luar masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Sebagai produk spesifik, tembakau

Srinthil di Kabupaten Temanggung layak memperoleh pengakuan dan perlindungan

berupa Indikasi Geografis yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 15 tahun

2001 tentang Merek dan Petunjuk Pelaksanaannya diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka masyarakat

pertembakauan di Kabupaten Temanggung yang tergabung dalam Masyarakat

Perlindungan Indikasi Geografis Tembakau Srinthil Temanggung (MPIG-TST) dan

didukung oleh Pemerintah Kabupaten Temanggung mengajukan permohonan

sertifikat Indikasi Geografis Tembakau Srinthil Temanggung.

4

II. SEJARAH

Tembakau Srinthil merupakan produk spesifik dan merupakan bagian dari

produk tembakau rajangan di Kabupaten Temanggung. Oleh karena itu sejarah

tentang Srinthil tidak dapat terlepas dari sejarah tembakau temanggung secara

keseluruhan.

2.1. Tembakau Temanggung

Dokumentasi dan sejarah tentang tembakau temanggung secara tertulis

sulit ditemukan. Sejarah dan asal usul tembakau temanggung dapat ditelusuri

berdasarkan legenda yang ada di masyarakat Kabupaten Temanggung, khususnya

yang ada di wilayah pertanaman tembakau. Secara ilmiah asal usul tembakau

temanggung dapat ditelusuri dari masuknya tembakau ke Indonesia yang kemudian

menyebar ke berbagai daerah. Pada bagian ini diuraikan tentang sejarah tembakau

temanggung dan tembakau Srinthil.

2.1.1. Legenda Tembakau Temanggung

Tembakau temanggung memiliki legenda yang bertahan dan

berkembang di masyarakat Temanggung sampai saat ini. Selain itu tembakau

temanggung juga dapat ditelusuri dari beberapa sumber tentang tembakau secara

umum dan sumber lain yang memiliki kaitan dengan tembakau temanggung.

Sejarah tembakau temanggung varietas Kemloko digali dari Bapak

Subakir, Kepala Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung.

Sumber lain yang diacu adalah tulisan Nizar Anwar tanggal 14 Juli 2012

(http://marnendra.blogspot.com/2012/07/legenda-tembakau-Srinthil.html).

Pada awal berdirinya Kerajaan Demak, Sunan Kudus memimpin Pondok

Pesantren Glagahwangi di Kudus. Pada saat itu datang seorang pemuda etnis Cina

bernama Ma Kuw Kwan yang berguru kepada Sunan Kudus. Sunan Kudus

memberi nama sang murid tersebut Syarif Hidayat. Di antara kesembilan santri

Sunan Kudus, Ma Kuw Kwan merupakan murid yang paling tinggi ilmunya.

Karena dikejar-kejar oleh prajurit Kerajaan Capiturang yang dipimpin oleh

Gagaklodra, Ma Kuw Kwan melarikan diri, kemudian berguru kepada Sunan

Kalijaga. Untuk menghilangkan jejak, Ma Kuw Kwan menggunakan nama samaran

5

Jaka Teguh. Berbagai ilmu diajarkan oleh Sunan Kalijaga, selain ilmu agama

dijarkan juga cara bercocok tanam serta olah kanuragan, termasuk ilmu untuk

terbang. Ilmu kanuragan diajarkan agar dapat digunakan untuk menjaga diri selama

melakukan perjalanan.

Setelah ilmu yang diberikan dirasa cukup, Sunan Kalijaga menugaskan

Ma Kuw Kwan menyebarkan agama di daerah Kedu. Ma Kuw Kwan menetap di

Desa Pendang dan menyebarkan agama Islam. Sesuai petunjuk Sunan Kalijaga,

Ma Kuw Kwan mengajarkan agama melalui kegiatan bertani dengan banyak

memberikan contoh. Setiap tiba waktu dhuhur di sawah, Ma Kuw Kwan tak segan-

segan meminta air dari warga untuk berwudu. Setelah itu melakukan sholat di

tempat terbuka agar dilihat oleh banyak orang.

Melihat hal tersebut, banyak orang yang penasaran sehingga

menanyakan apa yang dilakukan oleh Ma Kuw Kwan. Dengan sabar Ma Kuw Kwan

menjelaskan bahwa yang dilakukan tersebut adalah berdoa memohon berkah dari

Yang Maha Kuasa agar diberi hasil panen yang melimpah. Warga tidak langsung

mengikuti apa yang dilakukan oleh Ma Kuw Kwan, akan tetapi pada saat hasil

panen melimpah banyak warga yang meminta diajari sholat. Akhirnya Ma Kuw

Kwan banyak memperoleh pengikut dan memeluk agama Islam. Ma Kuw Kwan

makin disegani sebagai pemimpin agama yang mengajari cara bertani. Para

pengikutnya memberikan julukan Ki Ageng Kedu. Walaupun banyak pengikutnya

yang tetap menyebut nama aslinya yaitu Ki Ageng Ma Kuw Kwan. Lidah Jawa

lebih mudah menyebutkan sebagai Ki Ageng Makukuhan.

Ketenaran Ki Ageng Makukuhan dan kesuburan tanah Kedu sampai

terdengar oleh Sunan Kudus.Sunan Kudus mengutus salah satu santrinya yang

bernama Bramanti dan membawakan bibit padi Rajalele dan Cempa serta bibit

tanaman yang kelak dikenal sebagai tanaman tembakau.Setelah sampai di Kedu

dan menyerahkan bibit dari Sunan Kudus, Bramanti tidak mau kembali ke Pondok

Pesantren Glagahwangi, tetapi memilih mengabdi kepada Ki Ageng Makukuhan.Ki

Ageng Makukuhan menugaskan kepada Bramanti untuk mengerjakan tanah di

Desa Balongan atau Mbalong di daerah Parakan, sambil menyebarkan agama

Islam.Seperti Ki Ageng Makukuhan, Bramanti juga cepat mendapatkan banyak

pengikut sehingga oleh para pengikutnya diberi gelar Ki Ageng Parakan.

6

Seiring dengan waktu, lahan pertanian yang dikelola Ki Ageng

Makukuhan semakin luas, padi Rajalele dan Cempa digemari dan banyak ditanam

masyarakat karena pulen dan rasanya enak. Pada saat musim kemarau lahan

ditanami dengan tanaman tembakau. Pada suatu hari terdapat orang sakit dan

meminta obat kepada Ki Ageng Makukuhan. Ki Ageng Makukuhan mengambil

bunga tanaman tembakau sebagai obat. Ternyata orang yang diobati dengan bunga

tersebut dapat sembuh sehingga terucap dari orang tersebut kata “iki tambaku”

(Jawa) yang berarti ini obatku.

Kata tambaku kemudian dijadikan nama tanaman yang ditanam oleh Ki

Ageng Makukuhan. Kata “iki” dihilangkan sehingga tinggal kata “tambaku” yang

kemudian berubah menjadi “tembako”, sering disingkat menjadi “mbako”. Biji

tanaman tembako pertama ditanam di Desa Kemloko, sehingga nama tembakau

tersebut terkenal menjadi varietas tembakau Kemloko.

Pada saat Ki Ageng Makukuhan sedang menanam tembakau, utusan

Sunan Kudus datang dan menyampaikan pesan agar Ki Ageng Makukuhan

melaporkan perkembangan penyebaran agama Islam di Kedu dan hasil panen bibit

yang diberikan. Ternyata bibit tembakau yang belum ditanam masih banyak,

sehingga Ki Ageng menyelesaikan menanam agar bibit tidak layu dan mati. Karena

merasa terlambat maka Ki Ageng Makukuhan tidak lewat jalan darat, tetapi terbang

menggunakan ilmu yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga.

Sesampai di Pondok Pesantren Glagahwangi, Ki Ageng Makukuhan tidak

langsung turun, tetapi berputar-putar mengelilingi masjid untuk mencari tempat

yang aman untuk mendarat. Mengetahui hal tersebut Sunan Kudus mengira Ki

Ageng Makukuhan memamerkan ilmunya. Maka Sunan Kudus mengutus santrinya

untuk melemparkan nyiru (tampah; Jawa) yang berada didekatnya.Ki Ageng tidak

menghindar tetapi menaiki nyiru tersebut sehingga Sunan Kudus marah melihat

kelakuan muridnya tersebut. Dengan menahan marah Sunan Kudus melempar

dengan kerikil sehingga Ki Ageng jatuh. Ki Ageng Makukuhan merasa malu dan

memohon maaf sambil menjelaskan duduk persoalannya.Akhirnya Sunan Kudus

dapat memaklumi dan memaafkan Ki Ageng Makukuhan.

Pada malam harinya Ki Ageng Makukuhan melaporkan perkembangan

pe-nyebaran agama yang dilakukan. Dilaporkan juga bahwa bibit padi yang ditanam

sangat disukai oleh masyarakat. Sebaliknya tembakau yang ditanam rasanya

7

kurang enak dan harganya kurang baik. Oleh karena itu Ki Ageng Makukuhan

memohon petunjuk Sunan Kudus agar dapat menghasilkan tembakau yang baik.

Sunan Kudus bersedia membantu murid kesayangannya tersebut mencarikan

lokasi yang tepat untuk bercocok tanam tembakau.

Untuk mencari lokasi tersebut Sunan Kudus cukup dengan mengambil

rigen (Jawa), yaitu anyaman bambu berbentuk segi empat berukuran sekitar 2m x

1m, kemudian melemparkan ke arah Kedu. Selanjutnya dijelaskan bahwa lokasi di

sekitar jatuhnya rigen tersebut merupakan daerah yang sangat sesuai untuk

menanam tembakau. Ternyata rigen tersebut jatuh di lereng G. Sumbing dan tanah

tempat jatuhnya rigen tersebut melesak (legok; Jawa). Oleh karena itu tempat

tersebut dinamakan Legoksari, yang kemudian berkembang menjadi Desa

Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung

Sunan Kudus juga menjelaskan bahwa bila pada malam hari tanah

tempat tembakau ditanam seperti memancarkan sinar, maka tembakaunya akan

menghasil-kan kualitas sangat istimewa. Sampai sekarang petani di wilayah

tersebut tetap mempercayai bila suatu malam lahannya kejatuhan ndaru rigen yang

memancarkan cahaya, maka tembakau di lahan tersebut akan menghasilkan mutu

istimewa.

Mulailah Ki Ageng Makukuhan membuka lahan di lereng G. Sumbing dan

G. Sindoro untuk menanam tembakau. Pada saat pertama kali mulai menanam

tembakau, Ki Ageng Makukuhan mengajak warga sekitar untuk bersama-sama

berkumpul di lahan untuk diajari menanam tembakau. Sebelum mengajarkan cara

menanam tembakau, Ki Ageng Makukuhan mengadakan selamatan berupa jajan

pasar, buah-buahan dan kopi kental, minuman kegemaran Ki Ageng Makukuhan. Ki

Ageng Makukuhan memimpin doa, memohon kepada Yang Maha Kuasa agar

tembakau yang mereka tanam hasilnya memuaskan. Hal tersebut sengaja

dilakukan sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam. Sampai saat ini warga

di daerah tersebut masih tetap melestarikan acara wiwit sebelum tanam seperti

contoh yang diberikan oleh Ki Ageng Makukuhan.

Sebelum panen Ki Ageng Makukuhan juga mengadakan selamatan.

Sampai sekarang masyarakat juga masih melestarikannya dengan menyajikan

semua kegemaran Ki Ageng Makukuhan berupa tumpeng robyong terbuat dari

ketan hitam berbentuk kerucut menyerupai gunung. Tumpeng tersebut dilengkapi

8

dengan lauk-pauk berupa ingkung ayam, pepes teri, telur dadar dan tahu – tempe

goreng. Tidak lupa jajan pasar, buah-buahan dan kopi kental tanpa gula kegemaran

Ki Ageng Makukuhan. Ritual selamatan tersebut dihadiri oleh semua warga, laki-

perempuan, tua-muda. Warga menyebutnya sebagai among tebal.

Bila diperhatikan, tembakau yang ditanam di tanah kering (tegal) bila

dirajang hasilnya berbeda dengan tembakau yang ditanam di sawah. Selain itu

tembakau tegal yang kejatuhan ndaru rigen bila dirajang akan menggumpal

berwarna coklat kehitaman sampai hitam, warga menyebutnya sebagai tembakau

Srinthil, karena saat dirajang menghasilkan gumpalan-gumpalan. Tembakau Srinthil

memiliki kualitas dan rasa istimewa sehingga harganya juga istimewa.Namun

demikian, ndaru rigen tidak setiap tahun datang, selain itu tidak semua lokasi dapat

kejatuhan ndaru rigen, bahkan tidak setiap tahun ndaru rigen jatuh di tempat yang

sama. Oleh karena itu tidak semua tembakau menjadi Srinthil.

Sampai saat ini masyarakat sangat menghormati Ki Ageng Makukuhan.

Penghormatan tersebut ditunjukkan antara lain pada setiap musim tembakau,

sebelum musim tanam banyak petani tembakau yang berziarah ke makam Ki

Ageng Makukuhan di Kedu. Selain itu menurut Badil (2011), setiap tahun sebelum

tanam dan sebelum panen petani tetap melakukan upacara seperti disebutkan di

atas sebagai rasa syukur atau memanjatkan doa terkait dengan tembakau.

2.1.2. Kajian Asal-Usul Tembakau Temanggung

Kajian asal-usul tembakau temanggung berasal dari penelusuran

berbagai sumber yang kemudian dirangkai untuk mencari benang merahnya. Hal ini

dilakukan karena tidak ada pustaka atau sumber tertulis khusus tentang sejarah dan

asal-usul tembakau temanggung yang dapat digunakan sebagai acuan.

Berdasarkan referensi yang ada, genus Nicotiana merupakan salah satu

anggota famili Solanaceae, pusat sebaran genetiknya adalah Amerika Selatan,

kemudian tersebar ke Amerika Utara, Australia dan Pasifik Selatan (Goodspeed,

1954). Genus ini memiliki anggota 4 subgenus, salah satunya adalah Tabacum.

Subgenus Tabacum terdiri atas 6 spesies, salah satu di antaranya adalah tabacum

(Smith, 1979). Tembakau yang dibudidayakan saat ini sebagian besar adalah

spesies Nicotiana tabacum L. Berdasarkan studi genetik dan sitologi menunjukkan

9

bahwa spesies N. Tabacum merupakan hasil persilangan secara allotetraploid

antara N. sylvestris dan N. tomentosiformis (Legg dan Smeeton,1999).

Menurut Goodspeed (1954), penyebaran Nicotiana sangat dipengaruhi

oleh 3 faktor utama, yaitu: (1) sebagai bahan ritual atau kenikmatan, (2) transportasi

benih yang kadang-kadang sampai ke tempat yang sangat jauh, dan (3)

kecenderungan sejumlah spesies untuk menempati tanah-tanah yang terlantar.

Dua spesies Nicotiana yang memiliki nilai ekonomi penting adalah N. tabacum dan

N. rustica. Keduanya banyak dibudidayakan di Amerika Utara dan Selatan serta di

Hindia Barat yang beriklim tropis sampai subtropis, antara 60o Lintang Utara sampai

45o Lintang Selatan.

Orang-orang Portugis dan Spanyol memiliki peran penting dalam

penyebaran tembakau ke berbagai daerah di dunia. Introduksi tembakau ke India

terjadi sekitar tahun 1605 sehingga berkembang menjadi komoditas penting di

negara terebut. Penyebaran ke Cina dan Jepang terjadi sekitar pertengahan abad

ke 16. Introduksi tembakau ke Indonesia diperkirakan terjadi pada periode yang

sama (Akehurst, 1983).

Tembakau pertama kali dimasukkan ke Jawa sekitar tahun 1600 oleh

orang-orang Portugis. Hal ini dikemukakan oleh botanis De Candolle seperti dikutip

oleh Van der Reijden (1931). Sebutan tembakao, mbako atau bako yang biasa

diguna-kan di Jawa lebih sesuai dengan istilah tabacco atau tumbacco dalam

bahasa Portugis. Asal-usulnya tidak tercatat dengan baik, tetapi benihnya diduga

berasal dari Meksiko, dibawa ke Filipina melalui Lautan Pasifik kemudian menyebar

ke seluruh Asia. Pada tahun 1609 orang-orang Spanyol mulai menanam tembakau

di pulauJawa menggunakan N. tabacum var. fructicosa (Comes dalam Hamid,

1973).

Pada tahun 1650 tanaman tembakau telah ditanam oleh rakyat di

berbagai tempat, terutama dieks Karesidenan Kedu (Temanggung, Wonosobo,

Magelang, Bagelen), Malang dan Priangan. Pada tahun 1830 benih tembakau juga

didatangkan dari Manila dan dicoba di Karawang dan Pasuruan. Tahun 1845

pertanaman tembakau semakin luas, terutama di Karesidenan Rembang dan

Semarang. Selain itu tembakau berkembang juga di daerah Banten, Cirebon, Tegal,

Surabaya dan Pasuruan.

10

Pada tahun 1870-1875 beberapa daerah yang dikenal sebagai sentra

penting tembakau adalah Kediri, Malang, Besuki, Rembang, Probolinggo,

Lumajang, Kedu dan Banyumas. Berdasarkan catatan, varietas yang ditanam

adalah keturunan dari hibrida tembakau Manila dan Havana yang didatangkan pada

tahun 1830 dengan tembakau yang telah lama ditanam dan berkembang di

Indonesia.

Mengingat materi yang ditanam adalah hibrida seperti disebutkan di

atas, maka akan terjadi segregasi sehingga terbentuk genotipa-genotipa yang

sangat beragam. Selama beratus generasi akan terjadi juga seleksi alami dan

adaptasi di berbagai lingkungan yang berbeda. Dalam pembentukan jenis-jenis liar

atau strain-strain liar, Sumarno (2012) menyatakan ada beberapa faktor yang

berperan, antara lain: (1) keberadaan atau okupasi spesies di wilayah tersebut

sudah sangat lama, (2) iklim dan lingkungannya kondusif untuk terjadinya

perkembangan dan persilangan alam intra spesies, (3) lingkungan spesifik yang

membentuk timbulnya strain-strain yang beradaptasi secara spesifik, dan (4)

lingkungan yang kondusif untuk terjadinya mutasi alam.

Karena berbagai faktor yang berpengaruh terhadap hibrida-hibrida

tersebut, maka saat ini dapat dijumpai tembakau yang berbeda-beda di berbagai

daerah di Indonesia, baik berbeda secara morfologi, fisiologi, produksi maupun

kualitasnya. Melalui proses tersebut di atas maka terbentuklah berbagai tipe

tembakau lokal spesifik seperti yang ada pada saat ini. Masing-masing tipe

tembakau lokal memiliki ciri umum tertentu, sedangkan dalam tipe terdapat variasi

sifat tertentu yang dapat menjadi penciri varietas. Demikian juga tembakau yang

berkembang di wilayah Kedu, diperkirakan menyebar ke berbagai daerah

sekitarnya, termasuk ke Desa Kemloko yang berada di Kabupaten Temanggung.

Pada awalnya tembakau yang berkembang di Temanggung, Wonosobo

dan Magelang disebut sebagai tembakau Kedu. Untuk membedakan produk yang

ber-beda-beda, terutama tembakau dari lereng G. Sumbing dan G. Sindoro yang

terletak di Kabupaten Temanggung maka tembakau dari Kabupaten Temanggung

disebut sebagai tembakau temanggung. Tembakau yang berasal dari Muntilan,

Magelang, Wonosobo dan sebagainya disebut sesuai dengan daerah asalnya. Akan

tetapi tembakau dari sekitar Temanggung lebih sering disebut sebagai tembakau

temanggungan.

11

2.2. Tembakau Srinthil

Tembakau temanggung diolah menjadi tembakau rajangan. Mutu yang

di-peroleh dipengaruhi oleh posisi daun pada batang, semakin tinggi posisi

daunnya, semakin tinggi juga mutunya. Makin tinggi posisi daunnya, makin tinggi

juga kadar nikotinnya.

Gambar 2. Di lahan pada ketinggian di atas 800 m dpl

berpotensi menghasilkan tembakau Srinthil

Selain posisi daun, ketinggian tempat penanaman juga sangat besar

penga-ruhnya terhadap mutu yang dihasilkan. Tembakau temanggung ditanam di

lahan dengan ketinggian antara 600 m dpl hingga 1.600 m dpl. Perbedaan

ketinggian tempat berpengaruh besar terhadap umur tanaman tembakau. Semakin

tinggi tempatnya, umur tanaman menjadi semakin panjang. Semakin panjang

umurtanaman tembakau, maka waktu untuk mengakumulasi nikotin dalam daun

juga menjadi semakin panjang. Keadaan tersebut mempengaruhi kadar nikotin

dalam daun tembakau.

Tembakau yang disebut dengan Srinthil hanya dapat terjadi di daerah

dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat dapat

menghasilkan Srinthil. Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil Srinthil,

mutu istimewa tersebut hanya dapat terjadi bila cuaca selama musim tanam

12

tembakau sangat kering. Pada kondisi demikian daun yang berpotensi menjadi

mutu Srinthil, dapat diketahui setelah diperam 5 hari. Ciri-ciri daun tersebut adalah

berubah warna menjadi coklat kehitaman, tumbuhnya puthur (semacam hifa jamur

berwarna kuning, Gambar 3) dan mengeluarkan cairan serta aroma seperti alkohol.

Daun tembakau yang diperam tersebut tidak busuk, bila dirajang tidak

menghasilkan struktur seperti serat, tetapi menjadi hancur menggumpal, bila telah

kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.

Beberapa peneliti pasca panen mengamati pada tembakau yang sedang

diperam tersebut tumbuh beberapa macam mikroorganisme semacam jamur yang

berwarna kuning yang oleh petani disebat sebagai puthur kuning. Usaha untuk

membuat mutu Srinthil dengan memanfaatkan mikroorganisme tersebut (setelah

diisolasi, inokulasi dan disemprotkan) tidak berhasil, karena mikroorganisme

tersebut tidak berkembang.Berdasarkan informasi dari para penghasil Srinthil,

varietas yang dapat menjadi Srinthil adalah Kemloko, Kemloko 1 dan Kemloko 2.

Sedangkan daerah-daerah yang biasa menghasilkan Srinthil adalah Desa

Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto,

Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.

Gambar 3. Puthur kuning pada daun tembakau Srinthil

13

III. PEMOHON

Pemohon Indikasi Geografis Tembakau Srinthil Temanggung adalah

Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Tembakau Srinthil Temanggung

atau disingkat sebagai MPIG-TST, yang didirikan berdasarkan Surat Keputusan

Bupati Temanggung No. 050/485 Tahun 2013 tertanggal 24 Juni 2013 (Lampiran 5).

Selanjutnya MPIG-TST akan didaftarkan ke Notaris untuk menjadi Badan Hukum

yang dilengkapi dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanggaserta unit-

unit lainnya yang diperlukan.

Pengurus dan anggota MPIG-TST terdiri dari petani dan pengolah

tembakau Srinthil yang terdiri dari 45 kelompok tani yang beranggotakan 675 petani

di 8 Desa 3 Kecamatan, dengan luas areal sekitar 200 ha.Susunan organisasi

MPIG-TST saat ini sesuai dengan lampiran SK. pembentukannya adalah sebagai

berikut

Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Tembakau Srinthil Kabupaten Temanggung

I. Pelindung 1. Bupati Temanggung : Ketua 2. Wakil Bupati Temanggung : Wakil Ketua 3. Sekretaris Daerah

Kabupaten Temanggung : Sekretaris

II. Penasehat

1. Asisten Ekonomi, Pembangunan dan Kesra Setda

: Ketua

2. Kepala Bappeda : Sekretaris

3. Kepala Bapeluh : Anggota

4. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan

: Anggota

5. Kepala Dinas Perindagkop dan UMKM

: Anggota

6. Kepala Bagian Perekonomian Setda

:

Anggota

III. Pengurus

1. Subakir : Ketua

2. Heru : Wakil Ketua

3. Yamuhadi : Sekretaris

4. Sri Sulistyaningsih : Bendahara

14

5. Slamet : Wakil Sekretaris

6. Mustar : Seksi Pembudidayaan

7. Waldiyono : Seksi Pengendalian Penyakit

8. Sumaryo : Seksi Pengolahan Hasil

9. Imbuh : Seksi Pemasaran

10. Suamin : Seksi Pembinaan Sumber Daya Manusia

11. Sutopo : Koordinator Kecamatan Tlogomulyo

12. Kasdi : Koordinator Kecamatan Bulu

13. Haryono : Koordinator Kecamatan Tembarak

Seluruh anggota dan pengurus MPIG-TST memiliki kartu anggota

dengan bentuk seperti pada Gambar 4 :

Gambar 4. Kartu Anggota MPIG-Tembakau Srinthil Temanggung

Sekretariat MPIG-TST saat ini beralamat di : Dusun Lamuk, Desa

Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung.

KARTU ANGGOTA MPIG-TST

TEMBAKAU SRINTHIL TEMANGGUNG

----------------------------------------------------------------------------------

No : ..../MPIG-TST/....

Nama :

Alamat :

Jabatan :

Pekerjaan :

Temanggung, ............................., 2013

Ketua,

Subakir

15

IV. BUKU PERSYARATAN

Pengusulan Perlindungan Indikasi Geografis suatu produk membutuhkan

persyaratan-persyaratan tertentu serta pemahaman bagi masyarakat yang akan

mengusulkannya. Berkaitan dengan itu maka dilakukan sosialisasi di tiga lokasi

penghasil tembakau Srinthil, yaitu di Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Desa

Pagergunung, Kecamatan Bulu dan Desa Kemloko, Kecamatan Tembarak.

Sosialisasi diikuti oleh perwakilan petani dari 8 desa penghasil Srinthil. Narasumber

dalam sosialisasi tersebut adalah tim ahli indikasi geografis (Gambar 5).

Gambar 5. Dr. Ir. H. Riyaldi (tim ahli indikasi geografis) memberikan penjelasan kepada para petani tembakau di Desa Kemloko, Kecamatan Tembarak

Selain melakukan sosialisasi, tim juga membantu dalam penyusunan Buku

Persyaratan. Dalam menyusun buku persyaratan, tim melakukan pengumpulan

informasi menyangkut Kelompok Tani dan Masyarakat Pertembakauan, sejarah

pengembangan tembakau, adat istiadat yang terkait, budidaya, pengolahan dan

mutu tembakau Srinthil. Informasi juga dikumpulkan dari beberapa konsumen

tembakau perwakilan industri rokok besar yang ada di Temanggung. Selanjutnya

draf yang telah disusun didiskusikan dan dibahas bersama MPIG-TST, BAPPEDA,

Distanbunhut, Disperindagkop dan UMKM, Bapeluh, Bagian Perekonomian, Asisten

Ekonomi, Pembangunan dan Kesra serta Kepala Desa dan Camat lokasi penghasil

tembakau Srinthil (Gambar 6).

16

Gambar 6. Pembahasan draf Buku Persyaratan Indikasi Geografis Tembakau Srinthil Temanggung di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten

Temanggung

4.1. Nama Indikasi Geografis

Nama Indikasi Geografis yang dimohonkan pendaftarannya, adalah :

Tembakau Srinthil Temanggung

4.2 Nama Barang

Nama barang yang diusulkan untuk mendapat sertifikat Indikasi Geografis

tembakau Srinthil Temanggung adalah tembakau Srinthil yang diolah dari daun

tembakau yang dihasilkan dari Kabupaten Temanggung dan diproses menjadi

tembakau Srinthil di Kabupaten Temanggung.

4.3. Karakteristik Dan Kualitas Tembakau Srinthil Temanggung

Pada pembuatan sigaret keretek, tembakau dikelompokkan sebagai bahan

pemberi rasa atau “lauk” dan bahan pengisi atau „nasi‟. Tembakau rajangan

temanggung merupakan tembakau pemberi rasa atau lauk. Sebagai bahan pemberi

rasa, tembakau rajangan temanggung mempunyai posisi penting sehingga

mempunyai harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan tembakau jenis lain.

17

Gambar 7. Penampilan dan harga tembakau Srinthil temanggung

Mutu tembakau rajangan temanggung yang tertinggi adalah tembakau

Srinthil (Gambar 7). Oleh sebab itu petani tembakau temanggung setiap tahun

berharap dapat menghasilkan mutu Srinthil karena mempunyai harga yang tinggi,

melalui perbaikan teknik budidaya (terutama dalam penggunaan pupuk, perbaikan

cara panen dan pengolahan). Namun demikian juga terjadi upaya pemalsuan

melalui berbagai cara, antara lain dengan memberi pewarna dan bahan lainnya

yang dapat dikategorikan sebagai Non Tobacco Related Material (NTRM).

Mutu tembakau Srinthil Temanggung terdiri dari beberapa tingkatan yang

dimulai dari mutu E hingga K, namun demikian untuk mutu H, I, J dan K saat ini

sudah sulit dihasilkan. Karena mutu tertinggi tembakau Srinthil sulit dihasilkan,

maka petani yang dapat menghasilkan mutu H, I, J dan K seolah-olah mendapat

berkah atau ndaru rigen.

4.3.1. Fisik

Padilla dalam Abdallah (1970) mendefinisikan bahwa mutu tembakau adalah

gabungan dari sifat fisik, organoleptik dan kimia, yang menyebabkan tembakau

tersebut sesuai atau tidak untuk tujuan pemakaian tertentu. Mutu tembakau juga

didefinisikan sebagai gabungan semua sifat kimia dan organoleptik yang dapat

ditransformasi oleh perusahaan, pedagang atau perokok yang secara ekonomis dan

ditinjau dari rasa dapat diterima (Manuel Llanos Company, 1985).

Tso (1972) menyatakan bahwa mutu mempunyai sifat relatif, yang dapat

berubah karena pengaruh selera atau subyektifitas orang, waktu dan tempat.

Berdasarkan batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa mutu ditentukan

18

oleh perbedaan kepentingan masing-masing pihak sesuai dengan tujuan

berdasarkan aspek fisik, kimia, dan sensori. Penilaian karakteristik dan kualitas

tembakau Srinthil Temanggung secara fisik harus dilakukan bersamaan dengan

pengujian secara organoleptik.

4.3.2. Kimia

Penentuan keaslian, karakteristik dan kualitas produk tembakau Srinthil

Temanggung terutama dengan menggunakan indikator kandungan nikotin.

Kandungan kadar nikotin pada masing-masing mutu tembakau temanggung

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Mutu dan kadar nikotin tembakau temanggung

Mutu Nikotin (%) Panen ke- Organoleptik (warna, aroma dan pegangan)

A

B

C

D-E

E-F

F-K

2,33

2,16

2,38

5,42

4,58

6,97

I

II

III

III-IV

IV-V

V-VII

Hijau kekuningan, tidak ada aroma, ringan

Kuning kehijauan, sedikit aroma, ringan

Kuning, beraroma, minyak, agak tebal

Coklat, segar, berminyak, tebal “antep”

Coklat, segar, berminyak, tebal “antep”

Hitam, lebih segar, tebal, lebih “antep”

Keterangan : tembakau Srinthil Temanggung dimulai dari mutu E - K

Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada tahun 2013

terhadap contoh tembakau Srinthil Temanggung dari sepuluh daerah pengambilan

contoh ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05% sampai 7,58%

(Tabel 2).

19

Tabel 2. Hasil analisa kadar nikotin tembakau Srinthil dari beberapa daerah Temanggung

No Blok Lahan Desa Kadar nikotin (%)

01 02 03 04 05 06 07 08 09 10

Gongseng Tanggul Petung ngisor Ngelo ngisor Sekinjeng ndhuwur Nglempong ndhuwur Ngringin tengah Sekelenteng Puntukgong Tawang

Tlilir Kemloko Legoksari Legoksari Legoksari Legoksari Legoksari

Losari Kemloko

Tlilir

7,12 – 7,58 5,11 – 5,37 5,74 – 6,14 5,74 – 5,74 5,05 – 5,28 6,61 – 7,18 6,56 – 6,84 7,52 – 7,53 6,56 – 6,72 7,31 – 7,36

4.3.3. Organoleptik

Dalam transaksi jual beli, penentuan mutu dilakukan dengan uji sensori atau

organoleptik yang didasarkan pada kenampakan warna, pegangan, dan aroma.

Cara lain dalam penilaian mutu adalah dengan uji secara kimia, tetapi cara uji

tersebut masih belum ada kesepakatan tentang komponen kimia apa yang dapat

menggambarkan mutu tembakau Srinthil. Cara penilaian mutu dengan uji secara

kimia juga memerlukan waktu lama dan biaya yang cukup mahal, sedangkan

transaksi harus dilakukan secepatnya.

Penilaian mutu tembakau secara organoleptik dilakukan pada kondisi cahaya

matahari yang cukup, yaitu antara pukul 07.00 sampai 16.00 WIB. Jika pada saat

penilaian mutu kondisi cuaca mendung (kurang sinar) maka dapat menyulitkan

penetapan mutunya sehingga dapat merugikan penjual atau pembelinya.

Kriteria mutu yang dinilai terlebih dahulu adalah warna, meliputi warna dasar

(value) dan tingkat kecerahannya (chroma) yang ditentukan secara visual. Dari

warnanya tembakau dapat diperkirakan tingkat kemasakan daun sewaktu dipanen,

baik buruknya proses pemeraman, tingkat kemasakan daun pada saat dirajang,

sempurna atau tidaknya proses pengeringan, serta posisi daun pada batang. Warna

tembakau harus cukup cerah, jangan sampai kusam/”kusi”. Semakin tinggi mutu

tembakau, warnanya semakin cerah atau bercahaya.

Menurut LeCompte dalam Tso (1972) pada masing-masing tingkat mutu

tembakau Connecticut terdapat perbedaan kandungan jumlah pigmen, terutama

pigmen kuning dan hijau. Pada tembakau temanggung bermutu rendah yang

20

berasal dari daun posisi bawah berwarna hijau kekuningan cerah, makin tinggi

mutunya, warnanya menjadi semakin hitam berkilau sampai hitam nyamber lilen

(hitam berkilat).

Karena warna tembakau dapat berubah seiring dengan waktu, terutama

untuk posisi daun bawah sampai tengah, maka gudang-gudang pembelian

menghendaki proses jual beli dari petani dilakukan sesegera mungkin setelah

tembakau tersebut kering. Tembakau yang tidak segera dijual umumnya dihargai

sangat rendah karena grader (penilai mutu dari pabrikan) mengalami kesulitan

dalam menentukan status mutunya akibat terjadi perubahan warna.

Cara penilaian selanjutnya, tembakau dipegang (digenggam) untuk

mengetahui bodinya atau tingkat kesupelannya. Pengertian bodi menyangkut hal-

hal yang berkaitan dengan pegangan, yaitu ketebalan daun, keantepan,

kekenyalan, kelekatan, dan keberminyakan. Semakin supel atau berbodi, tembakau

semakin berisi, yaitu suatu keadaan yang menunjukan semakin baik mutu

tembakaunya. Beberapa petani melakukan manipulasi untuk memperbaiki tingkat

kesupelan tersebut dengan memberikan bahan aditif berupa gula (tepung gula).

Cara tersebut tidak dikehendaki oleh konsumen karena dapat merusak mutu

tembakau pada waktu fermentasi di gudang penyimpanan sebelum tembakau

tersebut diproses untuk rokok.

Setelah dilihat dan dipegang, kemudian dicium untuk mengetahui aromanya.

Semakin tinggi mutu tembakau aromanya semakin harum, antep, halus, gurih, dan

manis. Tembakau yang bermutu rendah ditandai dengan aroma yang tidak segar.

Menurut Tso (1972) kandungan gula dapat memberikan aroma yang harum pada

tembakau sehingga dapat memberikan rasa yang dikehendaki.

Dalam melakukan penilaian mutu disamping menggunakan penilaian

berdasarkan warna, pegangan dan aroma, beberapa grader kadang-kadang juga

membakar dan menghisap asapnya untuk lebih meyakinkan.

Keuntungan pengujian mutu secara sensori atau organoleptik adalah

mempercepat penyelesaian pekerjaan dan pengambilan keputusan. Sedangkan

kerugiannya, tidak terukur secara obyektif yang dapat dihayati pihak lain. Unsur

utama penentu mutu yang digunakan untuk pengujian sensori adalah warna,

pegangan, dan aroma. Ketiga unsur penentu mutu tersebut diduga erat kaitannya

dengan komponen kimia penyusun mutu. Menurut Tso (1972) dan Akehurst (1981)

21

warna, pegangan, dan aroma tembakau ditentukan oleh komponen kimianya,

antara lain pigmen, gula, nikotin, dan total volatile basis.

Tahap berikutnya adalah penilaian kemurnian tembakau untuk mengetahui

tembakau tidak tercampur dengan tipe tembakau lain maupun tercampur dengan

posisi daun tembakau yang lain. Setelah dilakukan penilaian kemudian ditetapkan

mutunya berdasarkan spesifikasi persyaratan mutu (Tabel 3).

Tabel 3. Spesifikasi Mutu tembakau Srinthil Temanggung (SNI :01-4101-1996, diolah).

Mutu

Jenis uji

Warna Pegangan/bodi/

Cekel

Aroma Posisi daun Kemur

nian

Keber

sihan

E Cokelat

kemerahan,

cokelat

kehitaman,

cerah

Tebal, ”antep”,

mantap,supel,

berminyak, lekat,

mudah ”ngempel”

Segar, sangat

harum, halus,

mantap, gurih,

dan manis

Atas s.d.

tengah atas

(Pronggolan

s.d.

tenggokan”)

Cukup Bersih

F Cokelat tua

kehitaman,

hitam

kecokelatan

cerah

Tebal, ”antep”,

mantap,supel,

berminyak, lekat,

mudah ”ngempel”

Segar, sangat

harum, halus dan

dalam, mantap

sekali, gurih, dan

manis

Atas

(Pronggolan”)

Murni Bersih

G Hitam sedikit

kemerahan,

cerah

Tebal, ”antep”,

mantap,supel,

berminyak, lekat,

mudah ”ngempel”

Segar, sangat

harum, halus dan

dalam, mantap

sekali, gurih, dan

manis

Atas

(Pronggolan”)

Murni Bersih

H Hitam

berkilau,

cerah

Tebal, ”antep”,

mantap, supel,

lebih berminyak,

lebih lekat, dan

lebih mudah

”ngempel”

Lebih segar,

sangat harum,

halus dan dalam,

mantap sekali,

gurih, manis

sekali

Atas

(Pronggolan”)

Murni Bersih

I Hitam

“nyamber

lilen” cerah

sekali

Tebal, ”antep”,

mantap, lebih

supel, lebih

berminyak, lebih

lekat, dan lebih

mudah ”ngempel”

Lebih segar,

sangat harum,

halus dan dalam,

mantap sekali,

gurih sekali,

manis sekali

Atas

(Pronggolan”)

Murni Bersih

K Hitam

“nyamber

lilen” cerah

sekali

Tebal, lebih

”antep”, lebih

mantap, lebih

supel, lebih

berminyak, lebih

lekat, dan lebih

mudah ”ngempel”

Lebih segar,

sangat harum,

lebih halus dan

dalam, mantap

sekali, gurih

sekali, manis

sekali

Atas

(Pronggolan”)

Murni Bersih

22

4.4. Kondisi Umum Wilayah

4.4.1. Administrasi

Kabupaten Temanggung berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo (sebelah

barat), Kabupaten Magelang (sebelah selatan dan timur), Kabupaten Kendal

(sebelah utara)dan Kabupaten Semarang (sebelah utara dan timur). Luas wilayah

Kabupaten Temanggung 87,065 km2 dan terdiri dari 20 kecamatan. Dari total luasan

tersebut sekitar 13.000 ha merupakan lahan tembakau.

Daerah penghasil tembakau temanggung mutu Srinthil terkonsentrasi di

beberapa desa di Kabupaten Temanggung, yaitu Desa Legoksari, Losari,

Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu,

Gedegan dan Kemloko (Gambar 8). Daerah-daerah tersebut memiliki posisi

geografis 7˚18˒30”S dan 110˚4˒0”E. Peta daerah pertanaman tembakau yang dapat

menghasilkan tembakau Srinthil terdapat pada Gambar 8 berikut :

Gambar 8. Peta administrasi lokasi penghasil tembakau mutu Srinthil

23

4.4.2 Geologi

Berdasarkan Peta Geologi Skala 1: 100.000 Lembar Magelang dan Lembar

Banjarnegara, wilayah penghasil tembakau temanggung mutu Srinthil memiliki jenis

batuan: Qsm (Batuan Gunung Api Sumbing). Batuan gunung api tersebut terdiri

dari andesit-augit-olivine. Formasi batuan ini tersebar di sebelah selatan kota

Temanggung dan Parakan, tepatnya dari puncak G. Sumbing sampai lereng bawah

G. Sumbing. Peta geologi daerah penghasil tembakau Srinthil terdapat pada

Gambar 9.

Gambar 9. Peta sebaran geologi di lokasi pengamatan penghasil Srinthil

24

4.4.3 Bentuk Lahan

Daerah penghasil tembakau mutu Srinthil terdiri dari dua bentuk lahan yang

terbagi menjadi lereng vulkan atas dan lereng vulkan tengah. Lereng vulkan atas

memiliki kerucut yang curam, pada umumnya mempunyai garis-garis kikisan yang

dalam, sedangkan pada lereng vulkan tengah memiliki kerucut vulkan yang tidak

terlalu curam dengan poladrainase radial. Proses pembentukan tanah di daerah

tersebut sangat dipengaruhi oleh bentuk lahan vulkanik yang memiliki sub grup

vulkanik berlapis, yaitu sistem gunung berapi dengan proses letusan berulang-ulang

sehingga terjadi pelapisan bahan piroklastik dan aliran lava. Peta peta sebaran

bentuk lahan tembakau penghasil mutu Srinthil terdapat pada Gambar 10.

Gambar 10. Peta sebaran bentuk lahan tembakau penghasil mutu Srinthil

25

4.4.4 Lereng

Daerah penghasil tembakau mutu Srinthil mempunyai kemiringan berombak

(3%-8%), bergelombang (8%-15%) dan berbukit (15%-30%). Peta sebaran lereng

lahan tembakau penghasil mutu Srinthil terdapat pada Gambar 11.

Gambar 11. Peta sebaran lereng lahan tembakau penghasil mutu Srinthil

4.4.5 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di daerah tembakau penghasil mutu Srinthil adalah

sebagai lahan kering, dengan pola tanam jagung-tembakau, bawang putih-

tembakau, atau lombok-tembakau. Peta penggunaan di lahan tembakau penghasil

mutu Srinthil terdapat pada Gambar 12

26

Gambar 12. Peta penggunaan di lahan tembakau penghasil mutu Srinthil

Secara umum kondisi topografi di Kecamatan Bulu adalah bergelombang,

berombak dan terjal. Lahan didominasi lahan kering dengan vegetasi yang dominan

adalah tembakau. Kondisi topografi di Kecamatan Tlogomulyo adalah

bergelombang, berombak, curam dan sangat curam. Kondisi topografi di kecamatan

Tembarak adalah bergelombang dan berbukit.

27

4.4.6.Ketinggian Lahan

Tembakau Srinthil hanya dihasilkan pada daerah pertanaman tembakau di

Kecamatan Bulu, Tembarak dan Tlogomulyo yang terletak pada ketinggian diatas

800meter dpl. Peta daerah pertanaman tembakau Srinthil berdasarkan batasan

ketinggian terdapat pada Gambar 13.

Gambar 13. Peta ketinggian tempat lahan tembakau penghasil mutu Srinthil

28

4.5. Identifikasi Tanah

4.5.1. Klasifikasi Tanah

Berdasarkan sistem Taksonomi Tanah (Soil Survei Staff,1998), maka daerah

penghasil tembakau mutu Srinthil I Kabupaten Temanggung (Desa Legoksari,

Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari dan Wonotirto) adalah daerah yang

dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik dan termasuk ordo Inceptisol. Jenis tanah

tersebut merupakan tanah muda dan mulai berkembang, memiliki penampang profil

dengan horison yang pembentukannya agak lambat sebagai alterasi bahan induk.

Ordo Inceptisol diklasifikasikan menjadi sub ordo Udepts Grup dengan

Dystrudepts, Sub Grup mulai dari Humic Dystrudepts, Humic Pssamentic

Dystrudepts, Lithic Dystrudepts, Humic Lithic Dystrudepts dan Typic Dystrudepts.

Umumnya, pada Inceptisols tersebut tidak dijumpai kenampakan adanya akumulasi

besi (Fe) dan mangan (Mn) sebagai proses reduksi-oksidasi. Peta sebaran jenis

tanah penghasil Srinthil terdapat pada Gambar 14.

29

Gambar 14. Peta sebaran jenis tanah penghasil Srinthil

4.5.2. Kondisi Tanah

4.5.2.1. Sifat Fisik Tanah

Sifat-sifat fisik tanah yang terkait dengan survei tanah untuk tanaman

tembakau penghasil Srinthil antara lain adalah sifat-sifat tanah yang diindikasikan

dengan parameter-parameter tekstur, struktur, konsistensi, permeabilitas, drainase,

berat isi, porositas dan kandungan air tersedia.

a. Tekstur

Tekstur tanah sentra tembakau temanggung penghasil mutu Srinthil terdiri atas lima

kelas tekstur yang tersebar yaitu pasir, lempung berpasir, pasir berlempung,

lempung berdebu, dan lempung. Peta sebaran tekstur lahan tembakau penghasil

mutu Srinthil terdapat pada Gambar 15.

30

Gambar 15. Peta sebaran tekstur lahan tembakau penghasil mutu Srinthil

b. Struktur

Lokasi survei yang terbentuk atas bahan induk abu vulkanik, secara umum

tersusun atas struktur tanah dengan bentuk gumpal membulat dalam ukuran kecil

sampai sedang dan perkembangannya mulai dari lemah sampai kuat.

c. Permeabilitas dan Drainase Tanah

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kelas permeabilitas

tanah di daerah pertanaman tembakau penghasil mutu Srinthil adalah mulai dari

sangat cepat sampai lambat, dengan kelas yang mendominasi adalah sedang.

Kelas ini berada pada daerah-daerah berlereng dengan tekstur tanah sedang

sampai halus pada berbagai tingkat penutupan lahan.

31

d. Berat Isi (BI)

Hasil pengamatan di lapangan menunjukan bahwa kondisi berat isi daerah

pertanaman tembakau penghasil tembakau Srinthil dikategorikan kedalam kelas

sedang dengan nilai 0,8 g cm-3 - 1,2 g cm-3. Peta sebaran nilai berat isi lahan

tembakau penghasil mutu Srinthil terdapat pada Gambar 16.

Gambar 16. Peta sebaran nilai berat isi lahan tembakau penghasil mutu Srinthil

e. Ketersediaan Air

Lahan tembakau penghasil mutu Srinthil mempunyai nilai ketersediaan air

dengan kisaran antara 0,16 cm3 - 0,25 cm3. Peta sebaran nilai ketersediaan air

lahan tembakau penghasil mutu Srinthil terdapat pada Gambar 17.

32

Gambar 17. Peta sebaran nilai ketersediaan air lahan tembakau penghasil mutu Srinthil

f. Porositas

Daerah penghasil tembakau mutu Srinthil mempunyai kisaran nilai porositas

antara 45 % – 55 %. Peta sebaran nilai porositas lahan tembakau penghasil mutu

Srinthil terdapat pada Gambar 18.

33

Gambar 18. Peta sebaran nilai porositas lahan tembakau penghasil mutu Srinthil

4.5.2.2 Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah memiliki komponen berupa pH, kandungan C-organik

tanah, Nitrogen, Phospor, kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa

a. pH

Sentra penghasil tembakau mutu Srinthil didominasi oleh tanah tanah

dengan kelas reaksi tanah agak masam (pH 5,5 – 6,5), sisanya mempunyai pH

sangat masam (pH <4,5) dan masam (pH 4,5 – 5,5).

34

Gambar 19. Peta sebaran pH tanah pada lahan tembakau penghasil mutu Srinthil

b. Kandungan C-Organik Tanah

Lahan-lahan sentra tembakau penghasil mutu Srinthil mempunyai kandungan

C organik dengan kisaran antara sangat rendah-tinggi antara 0,1% - 5%. Peta

sebaran kadar C organik lahan tembakau penghasil mutu Srinthil terdapat pada

Gambar 19.

35

Gambar 20. Peta sebaran kadar C-organik lahan tembakau penghasil mutu Srinthil

c. Nitrogen (N)

Dari hasil analisis lahan-lahan tembakau penghasil mutu Srinthil mempunyai

kadar N total pada kisaran sedang-tinggiantara 0,21% - 1,67%.

36

Gambar 21. Peta sebaran nilai N total lahan tembakau penghasil mutu Srinthil

d. Phospor (P)

Hasil analisis tanah menunjukan bahwa kadar phosphor pada lokasi lahan

penghasil tembakau Srinthil mempunyai kisaran rendah yaitu 1,77% - 3,57%. Peta

sebaran nilai p lahan tembakau penghasil Srinthil terdapat pada Gambar 22.

37

Gambar 22. Peta sebaran nilai P lahan tembakau penghasil Srinthil

e. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan parameter yang menunjukkan

potensi kesuburan tanah dalam hal ketersediaan unsur hara. Tanah yang memiliki

nilai KTK tinggi akan mampu menyediakan unsur hara yang lebih baik daripada

tanah dengan KTK rendah. Daerah penghasil tembakau mutu Srinthil mempunyai

nilai KTK pada kisaran antara rendah sampai sangat tinggi antara 5 me/100gr -

40me/100gr. Peta sebaran nilai kapasitas tukar kation lahan tembakau penghasil

mutu Srinthil terdapat pada Gambar 23.

38

Gambar 23. Peta sebaran nilai kapasitas tukar kation lahan tembakau penghasil mutu Srinthil

f. Kejenuhan Basa

Lahan-lahan tembakau penghasil mutu Srinthil mempunyai nilai kejenuhan

basa beragam mulai dari sangat rendah sampai sangat tinggi antara 24%-97%.

Basa-basa dapat dipertukarkan (K, Na, Ca, dan Mg) juga dianalisa guna

mengetahui persentase kejenuhan basa tanah (KB). Pada lokasi tembakau

penghasil mutu Srinthil mempunyai kadar Ca sangat beragam mulai dari rendah

sampai dengan tinggi antara 3,96 me/100gr -13,18 me/100gr, sedangkan nilai Mg

termasuk kategori berkisar mulai dari sangat rendah sampai dengan tinggi antara

0,17 me/100gr - 7,00me/100gr. Nilai Na rendahantara 0,34me/100gr - 0,42me/100gr

sedangkan nilai K beragam mulai dari sedang sampai tinggi antara 0,33 me/100gr -

0,94 me/100gr.

Peta sebaran nilai Ca, Mg, Na dan K pada lahan tembakau penghasil mutu

Srinthil terdapat pada Gambar 24.

39

Gambar 24. Peta sebaran nilai Ca, Mg, Na dan K pada lahan tembakau penghasil mutu Srinthil

40

Secara umum karakteristik lahan daerah penghasil tembakau Srinthil

disajikan pada Tabel berikut:

Tabel 4. Karakteristik Sifat Fisik Tanah pada Lahan Tembakau Penghasil Srinthil No Karakteristik Sifat Fisik Ukuran

1 Ordo Tanah Inceptisol

2 Tekstur Pasir-pasir berlempung

3 Berat Isi Sedang (0,8-1,2 gcm-3)

4 Ketersediaan Air 0,16-0,25 cm3cm-3

5 Porositas 45,76-55,04 %

Tabel 5. Karakteristik Sifat Kimia Tanah Penghasil Tembakau Srinthil

No Karakteristik Sifat Kimia

Ukuran

1 pH aktual 4,5 – 6,5

2 C-Organik Sangat rendah – tinggi (0,1 - 5%)

3 Nitrogen Sedang –tinggi (0,21 –1,67%)

4 Phospor Sangat Rendah (0 - 20%)

5 KTK Rendah - sangat tinggi (5 - >40 me/100g)

6 Kejenuhan Basa Sangat rendah - sangat tinggi (0 - >75%)

7 Ca Rendah – tinggi (2 - 20 me/100g)

8 Mg Sangat rendah – tinggi (0 - 8 me/100g)

9 Na Rendah (0,1 – 0,3 me/100g)

10 K Sedang – tinggi (0,3 - 1 me/100g)

4.6. Pengaruh lingkungan

Suatu produk merupakan hasil inovasi yang tidak dapat dilepaskan dari

interaksi berbagai faktor, termasuk dengan lingkungan. Faktor lingkungan yang

terkait dengan tembakau Srinthil dapat berupa faktor alam dan manusia. Selain itu

adat istiadat dan budaya lokal juga dapat memberi warna tersendiri.

4.6.1. Faktor alam

Wilayah kabupaten Temanggung yang dapat menghasilkan tembaku Srinthil

terletak di lereng G. Sumbing dengan ketinggian lebih dari 800 m dpl. Secara umum

daerah tersebut memiliki suhu lebih rendah dan air lebih terbatas dibanding daerah-

daerah yang letaknya lebih rendah, lebih-lebih pada musim kemarau. Tidak semua

jenis tanaman dapat hidup dan berkembang dengan baik.

Salah satu jenis tanaman yang dapat dibudidayakan dengan hasil yang baik

adalah tembakau. Karena air sangat terbatas, sejak ditanam, tembakau tidak pernah

41

disiram, walaupun demikian tanaman tembakau dapat tumbuh dengan baik. Alam

menyediakan embun di malam hari yang cukup untuk pertumbuhan tanaman

tembakau. Bahkan di tempat tertentu dapat dihasilkan tembakau dengan kualitas

sangat tinggi dan dengan nilai ekonomi sangat tinggi pula yang dikenal sebagai

tembakau Srinthil. Kualitas demikian tidak dapat diperoleh di tempat lain, lebih-lebih

di daerah yang letaknya lebih rendah.

Sentra utama penghasil tembakau mutu Srinthil mempunya rata-rata curah

hujan antara 20,7 mm – 27,7 mm per hari. Peta sebaran curah hujan harian lahan

tembakau penghasil mutu Srinthil disajikan pada Gambar 25.

Gambar 25. Peta sebaran curah hujan harian lahan tembakau penghasil mutu Srinthil

42

Tabel 6. Data curah hujan KabupatenTemanggung selama 6 tahun

Bulan

2008 2009 2010 2011 2012

CH (mm)

HH (hari)

CH (mm)

HH (hari)

CH (mm)

HH (hari)

CH (mm)

HH (hari)

CH (mm)

HH (hari)

Jan 304,6 18,43 412,5 20,8 260,6 22,63 178,2 18 345,5 19,6

Feb 247,5 19,3 305,1 19,5 283,2 18,75 153,3 14,22 295,3 18,89

Mar 329,4 20,18 219,7 14,4 308,3 19,1 280,7 20,75 127,8 11,22

Apr 0 0 101,3 12,57 258,1 15,4 229,2 19,75 156,1 13,29

Mei 0 0 134,8 11,88 344,6 18,9 153,3 13,75 145,3 8,38

Jun 0 0 44 4,86 156,7 10,38 19 2,14 79 4,11

Jul 0 0 4,6 1 106,6 11,75 35,9 4 15,5 1,67

Ags 63,64 4,89 10,1 2 110,9 11,13 4,6 1 0 0

Sep 10,09 1,6 3,9 1,67 270,4 17 15 2 6,3 1,5

Okt 123,4 12,38 52,45 5,57 256,1 15,13 157,3 11,63 84,2 8,13

Nop 220,3 18,33 128,1 12,38 261,6 17,38 221,6 19,63 265,4 12,75

Des 0 18,33 136,4 13 292,5 23 315,8 19,4 346,9 20,88

Juml 1298,9 113,44 1553 119,6 2910 200,55 1763,9 146,3 1867,3 120,4

Rerata 185,56 14,18 129,4 9,969 242,5 16,713 146,99 12,19 169,75 10,95

4.6.2. Faktor Manusia

Manusia dianugrahi kemampuan untuk berinteraksi dan menyesuaikan diri

dengan lingkungannya. Untuk bertahan hidup, manusia akan berusaha mengatasi

dan mengelola lingkungan agar dapat memberi manfaat sebesar-besarnya. Pada

kondisi alam seperti digambarkan di atas, petani mencoba berbagai tanaman yang

dapat dibudidayakan. Di antara berbagai tanaman yang dicoba, terdapat beberapa

yang dinilai cukup menguntungkan, yaitu bawang putih, cabe dan tembakau, akan

tetapi tembakau jauh lebih menguntungkan.

43

Gambar 26. Ketrampilan membudidayakan tembakau temanggung diperoleh dari pengalaman secara turun temurun

Ketrampilan membudidayakan tanaman tembakau merupakan ketrampilan

yang diperoleh secara turun temurun. Pengalaman dari waktu ke waktu menambah

keterampilan mereka sehingga hasil dan mutu yang diperoleh semakin baik.

Pengalaman juga mengajarkan pada mereka berbagai upaya untuk mengatasi

berbagai kendala, termasuk untuk mengatasi menurunnya kesuburan lahan.

Bagi generasi yang lebih muda, ketrampilan usaha tani tembakau selain dari

pengalaman mengikuti orang tua, juga diperoleh dari mengikuti pelatihan-pelatihan.

Sarana-sarana tersebut menjadi salah satu faktor pelestari budaya menanam

tembakau, khususnya dalam hal menghasilkan mutu Srinthil.

Petani tembakau temanggung umumnya tergabung dalam kelompok tani,

dengan anggota sekitar 10-40 orang. Dalam satu desa bisa terdapat satu atau lebih

Kelompok Tani. Dalam sistem MPIG-TST, pada setiap desa terdapat seorang

Koordinator yang mengkoordinir kelompok tani yang berada di desa tersebut.

Kelompok tani umumnya memiliki jadwal pertemuan tetap sekali dalam 3 bulan, atau

berdasarkan kebutuhan anggota. Pertemuan antar petani lebih sering dilakukan di

lahan pertanaman ketika melakukan proses budidaya tanaman tembakau atau saat

melakukan proses pengolahan tembakau.

4.6.3. Adat Istiadat dan Budaya

Setiap daerah penghasil Srinthil mempunyai kebiasaan dan adat istiadat

berbeda. Misalnya di Desa Legoksari, sampai saat ini masyarakat masih tetap

melestarikan ritual among tebal sebelum musim tanam tembakau dan wiwit pada

44

saat panen. Hal tersebut memiliki makna, bahwa segala sesuatu yang dilakukan

oleh manusia sangat ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu manusia

harus berdoa dan meminta kepada Yang Maha Kuasa agar apa yang dilakukan

mendapat perlindungan. Hasil yang diperoleh juga harus disyukuri karena semua

keberhasilan adalah atas berkah dari Yang Maha Kuasa. Ritual juga merupakan

perwujudan kebersamaan. Pada ritual sebelum tanam, memulai panen dan sesudah

panen selalu melibatkan semua warga yang dengan ikhlas membawa kebutuhan

untuk acara ritual tersebut.

Sebagai penghormatan kepada orang yang berjasa mengajarkan ilmu tentang

budidaya tembakau, saat ini para petani tetap mengingat jasa Ki Ageng Makukuhan.

Oleh karena itu setiap tahun menjelang musim tanam tembakau, banyak petani

melakukan ziarah ke makam Ki Ageng Makukuhan di Kedu. Hal semacam ini juga

dilakukan dibeberapa daerah di luar Temanggung, misalnya di Kabupaten

Sumedang. Setiap menjelang musim tanam tembakau, masyarakat tani melakukan

ritual serupa untuk menghormati Dewi Kedu.

4.7. Budidaya Tembakau Srinthil

Areal tembakau di Temanggung tersebar di 15 kecamatan (Anonim, 2012).

Topografi areal tembakau sangat beragam mulai dari datar, berbukit, sampai pada

lereng gunung dengan kemiringan 60% dengan ketinggian tempat antara 600-1500

m dpl. Jenis tanahnya regosol dan latosol dengan tekstur lempung, lempung

berpasir dan pasir, sedangkan lahannya berupa lahan kering/tegal, sawah tadah

hujan dan sawah irigasi. Adanya perbedaan lingkungan tumbuh tersebut

mengakibatkan munculnya produk dan varietas tembakau Temanggung yang

mempunyai ciri khusus.

Tembakau Srinthil sering terjadi hanya di beberapa lokasi tertentu, sedangkan

di lokasi tersebut juga tidak setiap tahun dapat terjadi Srinthil. Lokasi yang sering

menghasilkan Srinthil adalah Desa Tlilir, Kecamatan Tlogomulyo, Desa

Pagergunung, Kecamatan Bulu serta Desa Kemloko Kecamatan Tembarak.

Teknik budidaya yang biasa dilakukan oleh petani yang sering menghasilkan

Srinthil adalah sebagai berikut.

45

4.7.1. Varietas

Varietas Tembakau yang digunakan di Temanggung adalah tembakau

aromatis dan spesifik lokasi. Varietas lokal yang berkembang adalah varietas yang

telah mengalami adaptasi bertahun-tahun sehingga menghasilkan mutu tembakau

yang spesifik. Varietas yang berkembang dan banyak ditanam petani adalah

Kemloko/Gober genjah, Sitieng dan Gober dalem.

Seleksi dan pemurnian varietas lokal tembakau Temanggung telah

menghasilkan varietas unggul lokal yaitu Sindoro 1 dan Kemloko 1 yang telah

dilepas oleh Menteri Pertanian tahun 2001 dengan SK. No.112/Kpts/ TP.240/2/2001

tangal 8 Februari 2001 dan No. 114/Kpts/TP.240/2/2001 tangal 8 Februari 2001.

Kedua varietas terebut mempunyai daya hasil dan mutu lebih tinggi dibanding

varietas lokal yang lain (Rochman, 2001). Selanjutnya varietas ini diperbaiki/

ditingkatkan ketahanannya terhadap penyakit dan tahun 2005dilepas dengan nama

Kemloko 2 dan Kemloko 3 (SK. No. 309/Kpts/SR.120/8/2005 tangal 1 Agustus

2005 dan No. 310/Kpts/SR.120/8/2005 tangal 1 Agustus 2005). Keempat varietas

tersebut dapat menghasilkan tembakau Srinthil Temanggung, tetapi yang paling

potensial adalah Kemloko 1 dan Kemloko 2. Deskripsi masing-masing varietas

tersebut sebagai berikut.

46

Nama Varietas : Sindoro 1

Asal : Genjah Kemloko (lokal) Metode pemuliaan : Seleksi individu Species : Nicotiana tabacum L. Habitus : Silindris Tinggi tanaman : 136,92 - 171,44 cm Panjang Ruas : Panjang berganti;

5,57 - 7,49 cm Warna batang : Hijau Bulu batang : Berbulu Jumlah daun : 17,75 - 22,65 lembar Sudut daun : Tegak (28,77 - 45,23) Ujung daun : Runcing Tepi daun * : Licin, menggulung

(semua daun) Permukaan daun : Rata Tebal daun * : Tebal Warna daun : Hijau Phylotaxy * : 3/8 putar ke kiri Tangkai daun : Duduk, tidak bertangkai Sayap : Sempit licin Telinga : Lebar, memeluk batang Panjang daun : 38,08 - 46,02 cm Lebar daun : 18,76 - 22,74 cm Bentuk daun * : Lonjong, memanjang Indek daun : 0,493 Umur berbunga : 65,04 - 79,36 hst Warna mahkota bunga : Merah muda sampai merah Warna Kepala sari : Krem Bentuk buah : bulat telur Warna biji : Coklat Umur panen : 95 - 120 hst Potensi hasil : 747,42 - 970,88 Kg/ha Indek mutu : 43,52 - 52,26 Kadar nikotin : 3,39 - 8,21 % Kadar gula : 2,33 % Ketahanan terhadap : - Penyakit layu bakteri : Moderat tahan - Penyakit lanas : Sangat rentan - Penyakit nematoda : Rentan - Hama Aphis sp : Rentan

Gambar 27. Varietas Sindoro 1

47

Nama Varietas : Kemloko 1

Asal : Kemloko (lokal) Metode pemuliaan : Seleksi individu Species : Nicotiana tabacum L. Habitus : Piramid Tinggi tanaman : 145,23 - 174,01 Panjang Ruas : 4,69 - 6,81; makin keatas makin panjang Warna batang : Hijau Bulu batang : Berbulu Jumlah daun : 19,63 - 24,49 lembar Sudut daun : Tegak (35,25 - 56,75_o_) Ujung daun : Runcing Tepi daun * : Berombak, daun atas

tidak menggulung, daun bawah menggulung.

Permukaan daun : Rata, agak bergelombang Tebal daun * : Tipis Warna daun : Hijau Phylotaxy * : 3/8 puter ke kanan Tangkai daun : Duduk, tidak bertangkai Sayap : Sempit licin Telinga : Sempit, memeluk batang Panjang daun : 41,18 - 49,18 cm Lebar daun : 21,57 - 27,17 cm Bentuk daun * : Lonjong, lebar meruncing Indek daun : 0,482 Umur berbunga : 67,96 - 81,44 hst Warna mahkota bunga : Merah muda sampai

merah Warna kepala sari : Krem Bentuk buah : Bulat telur Warna biji : Coklat . Umur panen : 98 - 122 hari Potensi hasil : 787,82 - 1011,46 Kg/Ha Indek mutu : 37,34 - 47,18 Kadar nikotin : 3,75 - 8,65 % Kadar gula : 3,89 % Ketahanan terhadap : - Penyakit lanas : Tahan - Penyakit nematoda : Tahan - Penyakit layu bakteri : Rentan - Hama Aphis sp : Tahan

Gambar 28. Varietas Kemloko 1

48

Nama Varietas : Kemloko 2

Asal : Persilangan : Sindoro 1 x Coker 51 Metode pemuliaan : Back Cross 3 kali Species : Nicotiana tabacum Habitus : Silindris Tinggi tanaman (cm) : 134,77 – 149,57 Panjang ruas : Rapat Warna batang : Hijau Bulu batang : Berbulu Jumlah daun (produksi) : 18,43 – 21,10 Sudut daun : Tegak Ujung daun : Runcing Tepi daun : Berombak Permukaan daun : Rata Tebal daun : Tipis Warna daun : Hijau Phylotaxi * : 2/5 Tangkai daun : Duduk Sayap * : Sempit Telinga : Lebar Panjang daun (cm) : 47,52 – 51,77 Lebar daun (cm) : 22,32 – 25,95 Bentuk daun : Lonjong Indek daun : 0,501 – 0,502 Umur berbunga (hst) : 94,76 – 100,00 Warna mahkota bunga : Merah muda Warna kepala sari : Krem Bentuk buah : Bulat telur Warna biji : Coklat Umur panen (hst) : 120 – 140 Potensi hasil (ton/ha) : 0,704 + 0,28 ton/ha Indek mutu : 40,28 + 5,42 Indek tanaman : 28,38 + 12,81 Kadar nikotin (%) : 5,52 + 3,46 % Kadar gula (%) : 2,96 % (relatif sedang) Ketahanan terhadap penyakit : - Bakteri P. solanacearum : Tahan - Jamur P. nicotianane : - - Nematoda Meloidogyne spp: Tahan Keterangan : * Pembeda sifat antara Kemloko 2 dan Kemloko 3

Gambar 29. Varietas Kemloko 2

49

Nama Varietas : Kemloko 3

Asal : Persilangan : Sindoro 1 x Coker 51 Metode pemuliaan : Back Cross 2 kali Species : Nicotiana tabacum Habitus : Silindris Tinggi tanaman (cm) : 148,77 – 164,43 Panjang ruas : Rapat Warna batang : Hijau Bulu batang : Berbulu Jumlah daun : 18,90 – 21,97 Sudut daun : Tegak Ujung daun : Runcing Tepi daun : Berombak Permukaan daun : Rata Tebal daun : Tipis Warna daun : Hijau Phylotaxi * : 3/8 Tangkai daun : Duduk Sayap * : Lebar Telinga : Lebar Panjang daun (cm) : 37,57 – 49,15 Lebar daun (cm) : 20,99 – 24,96 Bentuk daun : Lonjong Indek daun : 0,505 – 0,508 Umur berbunga (hst) : 89,33 – 99,33 Warna mahkota bunga : Merah muda Warna kepala sari : Krem Bentuk buah : Bulat telur Warna biji : Coklat Umur panen (hst) : 119 – 139 Potensi hasil (ton/ha) : 0,695 + 0,16 ton/ha Indek mutu : 36,01 + 7,01 Indek tanaman : 25,50 + 9,49 Kadar nikotin (%) : 6,02 – 3,72 % Kadar gula (%) : 1,98 % (relatif sedang) Ketahanan terhadap penyakit : - Bakteri P. solanacearum : Sangat tahan - Jamur P. nicotianane : - - Nematoda Meloidogyne spp: Tahan

Keterangan : * Pembeda sifat antara Kemloko 2 dan Kemloko 3

Gambar 30. Varietas Kemloko 3

50

4.7.2. Sumber Benih

Benih yang digunakan harus berasal dari sumber yang jelas sehingga pada

saat penangkaran dapat dilakukan sertifikasi benih.

Standar mutu benih adalah :

a) Mutu Genetis : - Kemurnian tidak kurang dari 92% (kecampuran benih

varietas lain tidak lebih dari 8%).

- Benih tanaman lain tidak lebih dari 1%

b) Mutu Fisiologis : Daya berkecambah tinggi tidak kurang dari 80%.

c) Mutu Fisik : - Kadar air 6 – 7 %

- Kotoran tidak lebih dari 3%.

- Bebas serangan hama dan penyakit.

Standar mutu bibit adalah:

a) Varietas : Unggul lokal (Sindoro 1, Kemloko 1, Kemloko 2, Kemloko 3).

b) Umur bibit : 40 – 55 hari

c) Tinggi bibit : 5 - 12 cm

d) Jumlah daun : 4 – 6 lembar

4.7.3. Pesemaian dan bibit

Pesemaian dibuat berupa anjang-anjang/para-para, yaitu semacam bangku

yang terbuat dari bambu. Lebar anjang-anjang sekitar 1 m, ditopang beberapa tiang

penyangga setinggi sekitar 0,5 m dari tanah. Anjang-anjang juga dilengkapi dengan

tiang penyangga atappesemaian. Panjang anjang-anjang disesuaikan dengan

tempat yang tersedia.

Anjang-anjang diisi dengan tanah setebal sekitar 10 cm, di atas tanah ditutup

dengan pupuk kandang (lemi, Jawa) setebal sekitar 3 cm. Selanjutnya

permukaannya diratakan. Anjang-anjang yang telah ditutup campuran tanah dan

pupuk kandang tersebut dinamakan prapenan.

Sebelum benih disebar di atas prapenan, benih terlebih dahulu dicampur

dengan pupuk kandang yang telah kering, setiap 200 g benih dicampur merata

dengan sekitar 4 kg pupuk kandang kering. Campuran tersebut cukup untuk disebar

di empat prapenan seluas sekitar 100 m2. Setelah benih disebar, dilakukan

penyiraman, setelah itu dibiarkan tanpa disiram sampai bibit siap dicabut. Bibit mulai

dicabut pada umur 40 hari. Biasanya penanaman dilakukan sampai bibit berumur

55hari.

51

4.7.4. Pengolahan Tanah

Tanah diolah dengan menggunakan cangkul sedalam 30-40 cm dan dibalik

untuk membenam rerumputan dan gulma. Kemudian dibiarkan 2-3 minggu supaya

terjadi oksidasi dan terbentuk agregat baru dan rumput-rumputan yang dibenam

mengalami proses perombakan sehingga tidak merugikan tanaman.

Selanjutnya dibentuk guludan setinggi sekitar 30 cm, arah guludan agak

serong membentuk sudut + 35o dari arah lereng, agar air bisa tuntas dan dapat

mengurangi erosi. Panjang guludan disesuaikan dengan tingkat kemiringan.

Semakin curam kemiringan lahan, guludan dibuat lebih pendek dengan pembatas

saluran pemotong (teras gulud) yang membentuk sabuk gunung. Teras gulud ini

berfungsi sebagai penahan air limpasan permukaan guludan. Tingkat kemiringan

teras gulud sekitar 5-10% agar air mengalir dengan kecepatan rendah.

Setelah itu dibuat kowakan (lubang tanam) sesuai jarak tanam. Jarak tanam

yang dibuat oleh petani masih sangat bervariasi, yaitu berkisar (80-90)cm x (45-

70)cm. Pupuk kandang ditaruh di dalam kowakan, setelah itu disusul dengan

pemberian pupuk ZA. Kowakan ditutup kembali dengan tanah dan dibiarkan

beberapa hari tanpa disiram. Biasanya 5 hari kemudian dilakukan penanaman bibit.

4.7.5. Tanam dan Penyulaman

Bibit ditanam antara umur 40 – 45 hari, tetapi tidak jarang bibit yang ditanam

telah berumur 55 hari. Penyulaman dilakukan antara hari ke 5 - 10 setelah tanam.

Batas penyulaman terakhir dilakukan sampai umur 14 hari setelah tanam. Apabila

penyulaman dilakukan lebih dari 14 hari setelah tanam, maka pertumbuhan dan

kemasakan daun tidak seragam.

4.7.6. Pemeliharaan Tanaman

4.7.6.1. Pemupukan

Pupuk kandang diberikan sebagai pupuk dasar di kowakan, sebanyak 0,5kg

- 1kg pupuk kandang atau untuk setiap hektar dibutuhkan rata-rata 28 truk setara

15ton - 20 ton pupuk kandang. Setelah itu kowakan ditutup dengan tanah. Pupuk

kandang yang banyak digunakan berasal dari kotoran sapi yang diolah terlebih

dahulu menjadi kompos. Semakin banyak pupuk kandang sampai batas dosis

tertentu akan menyebabkan mutu tembakau yang dihasilkan semakin tinggi.

52

Penggunaan pupuk buatan terdapat variasi antar petani. Sebagian petani

menggunakan dosis sekitar 400 kg pupuk ZA, 450 kg pupuk majemuk NPK dan 150

kg KNO3. Pupuk ZAsebanyak 100 kg diberikan pada umur 7 hari dan sisanya pada

21 hari setelah tanam. Pupuk NPK dan KNO3 diberikan dua kali pada umur 3 dan

18 hari setelah tanam. Setiap selesai memupuk, lubang pupuk ditutup kembali

dengan tanah.Petani lain yang juga sering menghasilkan Srinthil ada juga yang

menggunakan dosis sekitar 400 kg ZA, 400 kg NPK dan 100 kg KNO3.

4.7.6.2. Dangir dan Bumbun

Pendangiran dan pembumbunan tanaman dilakukan paling sedikit 3 kali.

Pendangiran dan pembumbunan pertama dilakukansesudah pemupukan ZA kedua.

Pendangiran dan pembumbunan kedua dilakukan pada sekitar umur 35 hari. Dangir

dan bumbun ketiga dilakukan menjelang tanaman berbunga pada umur + 50 hari.

Setelah itu masih dapat dilakukan pendangiran lagi, terutama bila terlihat tanah

di sekitar pangkal batang memadat.

4.7.6.3. Pengendalihan Hama dan Penyakit utama

Karakter tembakau temanggung yang khas dan produksi yang terbatas

menyebabkan harganya mahal sehingga petani banyak yang menanam tembakau

secara intensif di lahan yang sama. Akibatnya terjadi penurunan kesuburan lahan

dan akumulasi patogen penyebab penyakit terutama yang bersifat soil borne disease

(penyakit tular tanah).

Penyakit tular tanah tersebut, lebih dikenal oleh masyarakat setempat

sebagai penyakit lincat. Patogen yang berasosiasi dengan penyakit lincat, yaitu

bakteri Ralstonia solanacearum dan nematoda puru akar (Meloidogyne spp.).

Menurut Dalmadiyo (2004) dan Aewiyanto (2009), sebagai penyebab utama

penyakit lincat adalah R. solanacearum ras I biovar III dan Meloidogyne incognita

ras 2, terutama pada ketinggian antara 800 – 1100 m dpl.

Kejadian penyakit lincat pada pertanaman tembakau erat kaitannya dengan

sistem budidaya yang sangat intensif yang dilakukan terus menerus selama

bertahun-tahun. Sistem pertanaman monokultur yang terus menerus cenderung

meningkatkan populasi mikroorganisme penghuni zona perakaran seperti patogen

tular tanah (Glandorf et al., 1993). Di lahan tegal patogen akan lebih lama bertahan

53

dibanding lahan sawah karena penggenangan dapat mematikan spora atau

klamidospora patogen tular tanah.

Gambar 31. Akar tanaman tembakau berbintil-bintil akibat terserang nematode puru akar yang disebabkan oleh Meloidogyn sp.

Patogen M. incognita dan R. Solanacaerum mempunyai banyak tanaman

inang (polifag), baik tanaman budidaya seperti tembakau, tomat, terung, cabai,

kacang tanah, kacang babi, jahe, dan pisang ambon, maupun gulma seperti rumput

teki, krokot, dan babadotan (Dalmadiyo, 2004). Untuk mengatasi penyakit lincat

antara lain adalah (a) rehabilitasi lahan, (b) peningkatan keanekaragaman budidaya

tanaman melalui rotasi atau tanaman sela, (c) penggunaan bibit sehat dari varietas

tahan/toleran, dan (d) penggunaan agensia hayati.

Rehabilitasi lahan dapat dilakukan dengan pengolahan tanah minimal dan

penggunaan tanaman penutup. Pengolahan tanah minimal merupakan salah satu

usaha mempertahankan kapasitas daya simpan air dan mempertahankan bahan

organik tanah; mengurangi erosi dan resiko kehilangan hara serta kerusakan

tanaman. Penggunaan tanaman penutup selain berfungsi sebagai penahan erosi,

juga bisa sebagai sumber bahan organik dan hara serta pakan ternak. Djajadi et al.

(1992) selama 3 tahun telah merintis sistem konservasi lahan dengan teras bangku

bidang miring dan penanaman Setaria, atau Flemingia congesta pada bibir teras.

Rotasi tanaman mampu mempertahankan kesuburan, dan kandungan

bahan organik tanah (Howard, 1996) serta mampu menurunkan penyakit terutama

yang disebabkan oleh patogen tular tanah. (Emmond dan Ledingham, 1972; Frank

dan Murphy, 1977; Scholte, 1987). Kebanyakan patogen hanya mempunyai kisaran

54

inang tertentu, oleh karena itu hampir semua jenis patogen bisa diperkecil

populasinya melalui rotasi tanaman.

Penggunaan bibit sehat yang berasal dari varietas tahan merupakan syarat

pertama agar tanaman tembakau tumbuh sehat dan mengurangi akumulasi patogen

di musim yang akan datang. Varietas yang ditanam, sebaiknya varietas yang tahan

atau agak tahan terhadap R. solanacearum dan Meloidogyne spp. Balittas telah

menghasilkan beberapa varietas tembakau temanggung yang bisa digunakan

seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Ketahanan varietas tembakau Temanggung terhadap R. solanacearum, dan Meloidogyne spp.

Varietas Ketahanan

Ralstonia solanacearum Meloidogyne spp.

Kemloko 1 Rentan Tahan

Sindoro 1 Moderat tahan Rentan

Kemloko 2 Tahan Tahan

Kemloko 3 Sangat tahan Tahan

Sumber: Rochman dan Yulaikah (2008)

4.7.6.4. Pemangkasan dan Wiwil

Pemangkasan dilakukan pada saat tunas bunga mulai mekar dengan

memotong bagian pucuk tanaman dan membuang daun bendera. Pangkas

dilakukan pada umur sekitar 70-100 hari. Makin tinggi tempatnya, makin lambat

pertumbuhan tanaman dan waktu pangkasnya. Rata-rata pangkasan dilakukan

pada umur 80 hari.

Pembuangan tunas ketiak atau sulang dlakukan agar pertumbuhan dan

perkembangan daun optimal. Pembuangan tunas ketiak atau wiwilan dilakukan

beberapa kali secara periodik. Pada umumnya petani tidak menggunakan zat kimia

penghambat tunas karena dianggap dapat merusak atau mengurangi mutu

tembakaunya.

55

4.8. Pengolahan Produk Tembakau Srinthil

Untuk menghasilkan tembakau Srinthil harus didukung dengan teknik

budidaya sesuai baku teknis serta kondisi cuaca yang sesuai selama pertumbuhan,

panen dan pascapanennya. Apabila kondisi cuaca selama pertumbuhan, panen, dan

pascapanen, yaitu antara bulan Mei hingga Oktober optimal (relatif kering dengan

sedikit hujan cukup untuk kebutuhan tanaman), maka peluang untuk menghasilkan

tembakau Srinthil menjadi semakin besar.Curah hujan yang semakin banyak

umumnya akan menyebabkan semakin turunnya kualitas tembakau yang dihasilkan.

Daun yang dapat menghasilkan mutu Srinthil adalah daun posisi tengah

hingga daun atas dari tanaman tembakau yang ditanam pada lahan dengan

ketinggian diatas 800 m dpl. Cara pengolahan tembakau Srinthil pada dasarnya

sama dengan cara pengolahan tembakau rajangan temanggung pada umumnya.

Hanya saja setelah pemeraman pada hari kelima muncul tanda-tanda tembakau

akan menjadi Srinthil, seperti tumbuhnya jamur berwarna kuning yang dikenal

sebagai puthur kuning, melunaknya jaringan daun disertai keluarnya cairan dan

aroma yang harum,adanya penurunan tinggi tumpukan tembakau yang diperam

(mimpes, Jawa) serta terjadinya retak-retak urat daun. Apabila tanda-tanda tersebut

muncul, maka pemeraman akandilanjutkan. Semakin tinggi potensi tembakau untuk

menjadi tembakau Srinthil mutu tertinggi dengan kelas mutu I atau K maka

pemeraman menjadi semakin lama.

Produksi tembakau temanggung antara 700 kg/ha sampai 800 kg/ha. Dari

produksi tersebut apabila kondisi cuaca dan pemeliharaan tanaman mendukung

untuk munculnya mutu Srinthil yang dapat dihasilkan hanya sekitar 50kg/ha -

100kg/ha. Dari jumlah tersebut mutu Srinthil yang dihasilkan masih bervariasi, dari

mutu E sampai H atau I. Harga jual dari tembakau mutu Srinthil sangat dipengaruhi

oleh tingkat mutu yang dicapai, namun sampai saat ini harga masih sangat

ditentukan oleh pabrik rokok.

Bagan proses pengolahan tembakau Srinthil temanggung sejak pemeraman

sampai pengemasan terdapat pada Gambar berikut :

56

Gambar 32. Bagan proses pengolahan Tembakau Srinthil Temanggung

4.8.1. Kriteria Kemasakan Daun

Kriteria daun telah masak optimal dapat dilihat dari wujud fisik karena cara ini

cukup praktis sehingga lebih mudah dikerjakan, yaitu dengan melihat perubahan

warna daun dari hijau menjadi hijau kekuningan, kemudian permukaan daun

berubah menjadi berbentol-bentol (brontok, Jawa).

Perubahan warna daun dari hijau menjadi hijau kekuningan sebagai akibat

dari degradasi klorofil, diikuti dengan munculnya warna kuning dari karoten dan

santofil yang semula tertutup oleh keberadaan klorofil didalam sel. Secara fisik daun

yang telah masak dapat dibedakan dengan daun yang belum masak berdasarkan

kriteria sebagai berikut :

a. Pada daun atas dan daun pucuk, dauntelah berwarna kuning dengan bercak-

bercak seperti mosaik. Mosaik warna kuning sebenarnya adalah bagian lamina

Daun kesepuluh ke atas diperam

Hari ke 5 muncul puthur kuning

Pemeraman sampai hari ke 7 atau lebih

Perajangan

Pengeringan dengan penjemuran

Pengembunan dan penggulungan

Pengemasan dalam keranjang bambu

Pemberian label dan logo IG serta Kode Keterunutan Tembakau Srinthil Temanggung

Pemasaran

Hari ke 5 tidak muncul puthur kuning

Dirajang dan diproses menjadi

tembakau rajangan temanggung

bukan Srinthil

57

diantara tulang daun yang mengalami senescence (penuaan) lebih dahulu

dibanding bagian lain.

b. Kedudukan daun yang belum masak lebih tegak dibandingkan daun yang sudah

masak.

Semakin tinggi lokasi penanaman tembakau, proses kemasakan daunnya

memerlukan waktu lebih lama. Hal ini karena intensitas matahari dan suhu udara

yang rendah menyebabkan degradasi klorofil lebih lambat. Tembakau temanggung

varietas Kemloko yang ditanam pada ketinggian lebih dari 800 m dpl, panen pertama

baru dapat dimulai sekitar 90 hari setelah tanam, sedangkan lama panen sekitar 45-

60 hari.

Kemasakan daun juga dipengaruhi oleh kesuburan tanaman. Semakin subur

tanahnya menyebabkan kandungan klorofil dalam daun lebih tinggi sehingga umur

panen menjadi lebih lama. Kandungan klorofil yang tinggi menyebabkan degradasi

klorofil cenderung lebih lambat sehingga tenggang waktu panen pertama dan

berikutnya juga semakin panjang. Selain itu kemasakan daun juga sangat

dipengaruhi oleh varietasnya. Varietas merupakan pembawa karakteristik tanaman

termasuk kecepatan masaknya daun.

4.8.2. Panen

Daun yang dapat menghasilkan Srinthil adalah daun-daun atas, biasanya

daun kesepuluh keatas. Cara pemetikan dilakukan bertahap dengan memilih daun

yang tepat masak. Pemetikan dilakukan antara lima sampai tujuh kali dengan selang

waktu 2-7 hari. Setiap kali pemetikan dipetik 2-3 lembar daun, sehingga daun yang

berpotensi menjadi Srinthil adalah daun petikan kelima hingga ketujuh. Semakin

keatas jumlah daun yang dipetik setiap kali panen semakin banyak. Makin ke atas

posisi daun pada batang, makin panjang selang waktu pemetikannya. Hal tersebut

karena daun atas yang tebal mengandung banyak klorofil sehingga memerlukan

waktu degradasi yang lebih lama.

58

Gambar 33. Panen daun pucuk yang berpotensi menjadi Srinthil

Tingkat kemasakan dan posisi daun yang dipanen mempunyai kaitan erat

dengan mutu tembakau rajangan yang dihasilkan. Untuk memperoleh mutu yang

baik perlu dilakukanpemisahan posisi daun sejak pemetikan. Posisi daun pada

batang dan potensinya dalam menghasilkan kelas mutu disajikan pada table berikut.

Tabel .8. Posisi daun pada batang dan potensinya dalam menghasilkan kelas mutu

Posisi Daun Pada Batang Jml Daun (Lembar) Potensi Kelas Mutu

Koseran 2-3 A,B

Kaki 4-5 B,C,D

Tengah 6-8 D,E,F

Atas 4-5 F,G,H

Pucuk 4-5 H,I atau K

Keterangan : Mulai mutu E, disebut tembakau Srinthil Temanggung

Waktu pemetikan dilakukan antara pukul 09.00 sampai pukul 11.00 pagi atau

saat daun tembakau sudah terbebas dari embun yang menempel pada permukaan

daun.Pemetikan dapat juga dilakukan sore hari sekitar pukul 16.00 – 18.00 saat

intensitas sinar matahari sudah menurun. Daun yang masih basah akan mudah

memar, patah atau sobek. Gesekan pada saat pengangkutan akan memudahkan

daun menjadi lecet. Setelah daun dipetik segera dibawa ketempat teduh dan segera

diangkut ke tempat pemeraman.

59

4.8.3. Pemeraman

Pemeraman diawali dengan kegiatan sortasi sederhana yang dilakukan

dengan memisahkan daun kelewat masak dan kurang masak. Pemeraman

dilakukan dengan cara digulung dan diletakkan berdiri dengan pangkal daun

dibawah. Ada juga cara pemeraman yang dilakukan dengan menidurkan gulungan

daun tembakau tersebut dan ditumpuk 4-5 tingkatan gulungan.

Gambar 34. Pemeraman daun tembakau temanggung

Penggulungan diawali dengan menumpuk daun yang mempunyai warna yang

sama sebanyak 15 – 20 lembar, kemudian digulung ke arah ujung daun, dengan

diameter gulungan berkisar antara 10 – 12 cm. Gulungan diikat dengan

membungkus bagian pangkal gulungan dengan daun tembakau sejenis, kemudian

menusukkan ibu tulang daun ke pangkal gulungan daun tembakau.

Pemeraman bertujuan merubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai

coklat.Selain itu, pemeraman juga menjadi media perkembangbiakan mikro

organisme yang dikenal dengan nama puthur kuning. Pemeraman diteruskan jika

muncul tanda-bahwa tembakau menjadi Srinthil. Pemeraman merupakan proses

fermentasi di dalam daun yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Pemeraman

tembakau temanggung dilakukan secara alami dan hanya mengandalkan sumber

energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan

H2O ditambah energi.

Pemeraman dapat dilakukan di lantai rumah atau dibuatkan semacam rak

bertingkat jika daun tembakau yang akan diolah cukup banyak. Lantai diberi alas

tikar atau gedeg sehingga daun tembakau tidak kotor atau terkena suhu terlalu

60

dingin dari lantai.Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemeraman daun

tembakau temanggung adalah sebagai berikut:

a. Ruang tempat pemeraman harus tertutup, bebas sinar matahari atau sinar lampu

yang dapat meningkatkan suhu ruangan. Angin hendaknya tidak ada yang

masuk sehingga tembakau bebas dari terpaan angin.

b. Lantai tempat pemeraman harus bersih dan kering serta diberi alas tikar atau

gedeg. Jika lantai basah hendaknya diberi alas papan atau yang lain sehingga

daun tembakau bebas lembab dari tanah.

c. Setelah daun tembakau diatur di lantai atau pada rak pemeraman kemudian

ditutup tikar atau daun pisang dan jika membuka untuk pemeriksaan hendaknya

seperlunya saja.

d. Pemeraman dengan daun berdiri lebih baik karena mengurangi himpitan antara

daun berdiri yang dapat mengakibatkan kecepatan selesai pemeraman tidak

merata. Daun jangan ditumpuk karena selain menghimpit juga mengakibatkan

kenaikan suhu tembakau tidak merata.

4.8.4. Perajangan

Perajangan merupakan proses pengirisan daun tembakau setelah

diperam.Lebar rajangan tergantung potensi mutu Srinthilnya, semakin tinggi mutu

Srinthil maka rajangan semakin lebar.Bahkan untuk tembakau Srinthil mutu tertinggi

tidak perlu lagi dirajang sebab daun tembakau setelah diperam fisiknya menjadi

lumat (mlotrok).

Gambar 35. Alat perajang tradisional tembakau temanggung

61

Perajangan daun tembakau dilakukan dengan memasukkan gulungan daun

tembakau pada alat perajang yang terbuat dari kayu (jongkorajang, Jawa), kemudian

dilakukan pengirisan menggunakan pisau besar (gobang, Jawa). Tabel 9

menunjukan perkiraan ukuran rajangan berkaitan dengan mutu tembakau yang akan

dihasilkan.

Tabel 9. Perkiraan Mutu dan Ukuran Rajangan

Mutu Ukuran Rajangan (mm)

A,B,C,D 1 – 2

E, F, G 10 - 20

H, I, K Lebih dari 30/ menggumpal

A : terendah, K : tertinggi

4.8.5. Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk membebaskan sebagian besar kandungan air

sehingga tembakau tahan disimpan lama. Pengeringan juga penting untuk

menghentikan reaksi enzimatis. Sebelum dikeringkan daun tembakau yang telah

dirajang diatur di atas rigendengan ketebalan rajangan 2-3 cm.

Gambar 36. Pengeringan tembakau rajangan temanggung

Rigen yang digunakan di Temanggung terbuat dari bambu dengan ukuran

panjang 2,0 m - 2,5 m dan lebar 1,0 m - 1,2 m. Kapasitas setiap m2 rigen dapat

menampung antara 1 kg -1,5 kg tembakau rajangan atau untuk rigendengan ukuran

62

2,0 m x 1,0 m untuk 2 kg - 3 kg tembakau rajangan. Penjemuran dilakukan selama 1

sampai 2 hari

Selama penjemuran dilakukan pembalikan 2-3 kali agar pengeringan lebih

cepat dan merata. Cara membalik dengan menutup rigen yang berisi rajangan daun

tembakau menggunakan rigen kosong. Kemudian secara hati-hati dua rigen tersebut

dibalik, sehingga tembakau rajangan pindah ke rigen kosong. Pekerjaan pembalikan

dikerjakan oleh dua orang.

Untuk mengetahui tingkat kekeringan tembakau Srinthil biasanya dilakukan

dengan memegang dan meremas tembakau yang dijemur. Tembakau Srinthil yang

telah kering saat dipegang terasa kesat dan berminyak. Jika telah kering tembakau

beserta rigennya dimasukkan ke dalam rumah dan ditumpuk.Tembakau rajangan

yang sudah kering, diembunkan sampaicukup lemas dan dapat digulung. Diameter

gulungan sekitar 10 cm dan panjang antara 15 cm - 20 cm. Dari satu rigen biasanya

diperoleh 3-5 gulung. Semakin tinggi mutu tembakau Srinthil memerlukan proses

pengembunan lebih lama.

4.8.6. Pengemasan Produk

Tembakau Srinthil dikemas dalam keranjang bambu. Keranjang bambu

tersebut berukuran garis tengah 50 cm - 60 cm tinggi 60 cm - 70 cm. yang diberi

alas pelepah batang pisang (gedebog; Jawa) kering. Fungsi batang pisang tidak

hanya sebagai alas tetapi juga berfungsi sebagai pembungkus, khususnya pada

bagian atas keranjang sehingga isi keranjang mencapai 2x volume keranjangnya

sendiri.

Kriteria pengemasan tembakau Srinthil Temanggung antara lain sebagai

berikut :

a. Satu keranjang harus diisi tembakau Srinthil dengan mutu yang sama.

b. Setiap keranjang harus mempunyai ukuran yang sama.

4.9. Metode Pengawasan Produk

Pengawasan produk dimaksudkan untuk menjamin kebenaran dan keaslian

produk tembakau Srinthil yang dihasilkan. Pengawasan dilakukan secara internal

ataupun eksternal MPIG-TST.

63

4.9.1. Pengawasan Internal

Pengawasan internal dilakukan oleh masing masing petani dan pengolah

terhadap semua kegiatan yang dilakukannya dengan berpedoman pada standar

budidaya, panen, pengolahan dan pengemasan yang ditetapkan dalam Buku

Persyaratan ini.

Pengawasan internal juga dilakukan oleh kelompok tani kepada anggotanya,

oleh Koordinator Desa kepada kelompok tani dan oleh MPIG-TST kepada

Koordinator Desa dan kelompok tani

Khusus untuk pengawasan mutu tembakau Srinthil dilakukan pengawasan

oleh Tim Pengawas Mutu yang dibentuk oleh MPIG-TST. Tim Pengawas Mutu

berada pada tingkat MPIG-TST, pada tingkat Koordinator Desa dan pada tingkat

kelompok tani. Jumlah petugas Pengawas Mutu pada setiap tingkatannya minimal

berjumlah 3 orang. Petugas yang menjadi Pengawas Mutu harus memahami proses

kemunculan dan produksi tembakau Srinthil.

Pengawasanoleh Tim Pengawasan Mutu dilakukan sejak proses

kemunculan dan selama produksi tembakau Srinthil berlangsung, diawali dari

laporan petani pengolah tembakau yang menjadi anggota MPIG-TST terhadap

kemunculan jamur puthur kuning pada tembakau yang diperamnya kepada Ketua

Kelompok Tani. Selanjutnya berdasarkan laporan tersebut Ketua Kelompok Tani

menugaskan Tim Pengawas Mutu pada Kelompok Tani untuk memeriksa kebenaran

laporan tersebut serta memperkirakan banyaknya tembakau Srinthil yang akan

dihasilkan.

Daun tembakau yang mengandung jamur puthur kuning tersebut harus

benar berasal dari kebun petani yang menjadi anggota MPIG-TST. Apabila tidak

berasal dari kebun petani anggota MPIG-TST maka Srinthil yang akan dihasilkan

tidak dapat menggunakan tanda IG Tembakau Srinthil Temanggung.

Apabila daun tembakau yang memiliki puthur kuning tersebut memenuhi

ketentuan diatas, maka selanjutnya proses produksi sampai menghasilkan

tembakau Srinthil dipantau oleh Tim Pengawas Mutu Kelompok Tani.

Perkembangan proses, jumlah tembakau Srinthil yang dihasilkan dan identitas

pemilik tembakau dilaporkan oleh Tim Pengawas Mutu kepada Ketua Kelompok

Tani dan Koordinator Desa yang selanjutnya akan melaporkan kepada MPIG-TST,

Tim Pengawas Mutu Kelompok Tani akan merekomendasikan jumlah tanda

IG Tembakau Srinthil Temanggung yang akan diberikan kepada pemilik tembakau

64

Srinthil untuk dipasang pada kemasan tembakau Srinthil sesuai jumlah kemasan

tembakau Srinthil temanggung yang dihasilkan. Tim Pengawas Mutu Kelompok Tani

juga akan menyampaikan kode keterunutan yang akan dituliskan pada tanda IG

tersebut kepada MPIG-TST.

Tanda IG Tembakau Sinthil Temanggung dengan kode keterunutannya

hanya diproduksi oleh MPIG-TST, dan hanya akan dibuat sesuai dengan laporan

yang disampakan oleh Tim Pengawas Mutu Kelompok Tani melalui Ketua Kelompok

Tani. Pengecekan silang dapat dilakukan oleh MPIG-TST kepada Koordinator Desa.

Tanda IG Tembakau Srinthil Temanggung menyatakan bahwa produk dalam

kemasan tersebut adalah benar berisi tembakau Srinthil asli temanggung tanpa

menyebutkan kelas mutunya yang dapat bervariasi dari kelas mutu E hingga H atau

K. Penetapan kelas mutu dan harga jual selanjutnya dilakukan oleh pemilik

tembakau Srinthil bersama pembeli.

MPIG-TST akan mencatat data petani yang menghasil tembakau Srinthil,

jumlah yang dihasilkan dan kualitas mutu serta harga yang terjadi. Data ini akan

diolah untuk memantau perkembangan produksi dan harga tembakau Srinthil

temanggung untuk berbagai keperluan, termasuk pemberian penghargaan dari

Pembina kepada petani-petani yang menghasilkan tembakau Srinthil dengan

kuantitas dan kualitas yang terbaik.

Apabila dari pengawasan internal ditemukan adanya proses atau kualitas

yang tidak sesuai dengan standar yang terdapat dalam Buku Persyaratan ini, maka

MPIG-TST, Koordinator Desa dan Kelompok Tani melakukan pembinaan untuk

meningkatkan kemampuan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Apabila

perbaikan tidak dapat dilakukan, maka anggota yang melakukan pelanggaran

tersebut dikeluarkan dari keanggotaan MPIG-TST.

4.9.2. Pengawasan Eksternal

Pengawasan eksternal dilakukan oleh konsumen, pembina dan pemerhati

mutu tembakau Srinthil temanggung. Apabila hasil pengawasan eksternal

memperlihatkan adanya ketidak sesuaian mutu dari produk dengan tanda IG

Tembakau Srinthil Temanggung, maka hasil pengawasan disampaikan kepada

MPIG-TST atau kepada pembina MPIG-TST atau kepada Kepolisian RI atau kepada

Kementerian Hukum dan HAM untuk tindak lanjutnya,

65

Pengawasan eksternal juga dilakukan oleh Ditjen Hak dan Kekayaan

Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM minimal dua tahun sekali.

4.10. Keterunutan Produk

Keterunutan produk dimaksudkan sebagai kemampuan untuk melacak ulang

asal produk yang menggunakan tanda IG. Untuk itu disusun suatu kode yang

disebut Kode Keterunutan dengan memperhatikan alur proses produksi tembakau

Srinthil temanggung. Kode keterunutan dipasang pada label yang memuat tanda IG

yang berupa nama dan logo IG Tembakau Srinthil Temanggung. Kode Keterunutan

selain berfungsi untuk dapat melacak kembali asal produk yang ada dalamsuatu

kemasan untuk berbagai keperluan, juga dimaksudkan untuk mencegah atau

mengetahui terjadinya pemalsuan produk Tembakau Srinthil Temanggung.

Kode Keterunutan Tembakau Srinthil Temanggung merupakan kode rahasia

yang hanya dipahami oleh pengurus MPIG-TST secara terbatas. Kode Keterunutan

dapat diubah sewaktu waktu untuk mencegah pemalsuan. Kode Keterunutan

disusun sebagai berikut :

AA.BB.CC.DD.EE

AA = Nomor Urut Kelompok Tani

BB = Nomor urut petani dalam kelompok tani

CC = Tanggal panen

DD = Bulan panen

EE = Tahun panen

Kode Keterunutan : 14.08.02.07.13, dapat dibaca sebagai Produk tembakau

Srinthil Temanggung yang terdapat dalam kemasan adalah tembakau Srinthil yang

diproduksi oleh petani no urut 8 dari Kelompok Tani no urut 14, dipanen pada

tanggal 2 bulan Juli tahun 2013.

Kode Keterunutan wajib dipasang pada kemasan tembakau Srinthil

Temanggung yang menggunakan tanda IG Tembakau Srinthil Temanggung.

66

4.11. Logo Tembakau Srinthil Temanggung

Logo Tembakau Srinthil Temanggung adalah sebagai berikut :

Gambar 37. Logo tembakau Srinthil Temanggung

Pada logo ini terdapat :

1. Gambar dua gunung yang melambangkan G. Sumbing dan Sindoro

sebagai daerah penghasil tembakau Srinthil.

2. Gambar dua lembar daun tembakau yang melambangkan dua

waliullah,yaitu Sunan Kudus dan Ki Ageng Makukuhan yang

dipercaya menjadi perintis pengembangan tembakau di

Temanggung

3. Gambar keris Kebo Lajer yang menggambarkan bahwa tembakau

Srinthil merupakan warisan budaya bangsa.

4. Lingkaran kuning identik dengan cuaca cerah dan menggambar-kan

tembakau memberi kesejahteraan dari hulu sampai hilir.

5. Bentuk kotak logo melambangkan tembakau Srinthil dapat menjadi

sokoguru perekonomian di Kabupaten Temanggung.

6. Tulang daun sebelah kanan berjumlah tujuh (pitu, Jawa)yang dalam

bahasa Jawa menggambarkan pitulungan sebagai simbol kerukunan

/ gotong royong masyarakat.

7. Tulang daun tembakau sebelah kiri berjumlah sebelas (sewelas,

Jawa)yang dalam bahasa Jawa menggambarkan adanya

kawelasan / pertolongan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

8. Perpaduan antara warna merah, kuning, putih dan hitam

melambangkankeharmonisan manusia dengan alam.

67

9. Tulisan Tembakau Srinthil Temanggung, yang menyatakan bahwa

produk yang terdapat dalam kemasan tersebut adalah asli dan murni

Tembakau Srinthil Temanggung,

Dengan adanya Perlindungan Indikasi Geografis Tembakau Srinthil

Temanggung, maka penggunaan logo Tembakau Srinthil Temanggung hanya boleh

digunakan pada kemasan yang isinya adalah asli dan murni Tembakau Srinthil

Temanggung. Penyebutan kata Tembakau Srinthil Temanggung dalam produk

campuran sebagai bahan pencampur boleh dilakukan dengan menyebutkan secara

jelas prosentase kandungan Tembakau Srinthil Temanggung dalam produk tersebut.

Di luar PIG, penggunaan kata “Tembakau Temanggung” atau “Tembakau

Srinthil” tetap boleh dilakukan dan tidak merupakan pelanggaran

4.12. Rekomendasi Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung

Permohonan untuk memperoleh sertifikat Indikasi Geografis Tembakau

Srinthil Temanggung yang diusulkan oleh MPIG-TST didukung oleh Pemerintah

Daerah Kabupaten Temanggung. Dukungan tersebut disampaikan oleh Bupati

Temanggung melalui Surat Rekomendasi Bupati Nomor 050/11 tanggal 12 Juli

Tahun 2013 sebagaimana terdapat pada Lampiran 6.

68

V. PENUTUP

Tembakau Srinthil Temanggung merupakan produk spesifik lokasi, hanya

dapat dihasilkan di lokasi dengan ketinggian di atas 800 m dpl, terutama berasal dari

varietas Kemloko 1, Kemloko 2 dan Kemloko 3 yang dibudidayakan dengan cara

tertentu oleh masyarakat tani. Selain itu mutu Srinthil hanya dapat terjadi apabila

selama musim tembakau iklimnya kering dan pada daun tembakau yang diperam

tumbuh puthur kuning. Tembakau Srinthil bermutu tinggi berwarna coklat kehitaman

sampai hitam cerah dan memiliki aroma segar dan harum yang khas.

Tembakau Srinthil memiliki reputasi yang tinggi, dicerminkan dari harga-

nya yang sangat mahal, dapat mencapai lebih dari Rp. 400.000,-/kg. Reputasi yang

tinggi tersebut sempat terganggu karena terjadinya pemalsuan yang dilakukan oleh

sebagian kecil orang yang tidak bertanggung jawab dan hanya berorientasi

keuntungan sesaat. Selain merugikan petani penghasil, pemalsuan Tembakau

Srinthil Temanggung juga merugikan konsumen, yaitu industri rokok kretek.

Untuk mempertahankan reputasi Tembakau Srinthil Temanggung dan

mencegah terjadinya pemalsuan yang merugikan penghasil Tembakau Srinthil

Temanggung, para petani bersepakat membentuk wadah dengan nama Masyarakat

Indikasi Geografis Tembakau Srinthil Temanggung (MPIG-TST). Selanjutnya MPIG-

TST mengajukan permohonan untuk memperoleh Sertifikat Perlindungan Indikasi

Geografis untuk Tembakau Srinthil Temanggung. Permohonan ini juga didukung

oleh Pemerintah Kabupaten Temanggung melalui Surat Rekomendasi Bupati Nomor

050/11 tanggal 12 Juli Tahun 2013 sebagaimana terdapat pada Lampiran 6.

Permohonan ini dilengkapi dengan buku persyaratan permohonan

perlindungan indikasi geografis tembakau Srinthil Temanggung yang disusun sesuai

dengan format persyaratan yang telah ditetapkan. Harapannya adalah diperolehnya

sertifikat perlindungan geografis tembakau Srinthil Temanggung.

69

DAFTAR PUSTAKA

Abdallah, F. 1970. Can tobacco quality be measured.Lockwood Publishing Company, Inc., New York. 74pp.

Akehurt, B.C. 1983. Tobacco.Longman Group, Ltd. London.764pp. Anwar, N. 2012. Legenda Tembakau Srintil. (http://marnendra.blogspot.com/2012/07/

legenda-tembakau-srintil.html)

Aewiyanto, T., F. Yuniarsi, T. Martoredjo, G.Dalmadiyo. 2007. Direct selection of Fluorescent

Pseudomonad in the Field for Biocontrol of Lincat Disease of Tobacco. Journal of

Tropical Plant Pest and Diseases 7: 1411-1525.

Bamboo Congress and the VIth International Bamboo Workshop, San José, Costa Rica, 2-6 November 1998.

Choi, Y.K. 1975. Ecology of Azotobacter in Bamboo Forest Soil. Korean Medical Data Base. http://kmbase.medric.or.kr/Main.aspx?d=K BASE&m=VIEW&i=036481975013001000

Collins, W.K. and Hawks, Jr. S.N. 1993. Principles Of Flue-Cured Tobacco

Production. N.C.State University.

Ditjenbun.1974. Pedoman Bercocok Tanam Tembakau Burley.Direktorat Jendral

Perkebunan, Departemen Pertanian.

Ditjenbun. 1994. Pembangunan Perkebunan Dalam Pelita VI. Makalah pada Perte-

muan Komisi Penelitian Bidang Perkebunan, Maret 1994 di Jakarta.

Goodspeed, T.H. 1954. The genus Nicotiana: Origins, relationships and evolution of its Species in the lightof their distribution, morphology and cytogenetics. Waltham, Massachuset.

Hamid, Auzay. 1977. Inventarisasi tembakau asli Indonesia. Pemberitaan

Lembaga Penelitian Tanaman Industri, Bogor, Indonesia. Pembr. LPTI No. 14: 1-16.

Hartana, I. 1978. Budidaya Tembakau Cerutu, I Masa Pra Panen. Balai Penelitian

Perkebunan, Jember.

Joko-Hartono. 1994. Pengaruh lama pemeraman dan saat perajangan terhadap

mutu tembakau Madura. Bulettin Tembakau dan Serat, No. 03/06/1994.

------------. 1992. Tenggang waktu perajangan dengan penjemuran terhadap mutu

tembakau Madura. Pemberitaan Tembakau dan Tanaman Serat. Vol. 7 (1-2)

Januari-Juli.

70

Kumar, K.S.M., A.R. Alagawadi, V.C. Patil. 1998. Studies on microbial diversity and their activity in soil under bamboo plantation. Bamboo for sustainable development.

Proceedings of the Vth International.

Legg, P.D. and B.W. Smeeton. 1999. Breeding and Genetics. In Davis, D.L. and M.T. Nielsen (eds). Tobacco: Production, chemistryand technology, Backwell Science Ltd., Oxford.

Lembaga Tembakau Cabang Jateng. 1998. Evaluasi mutu tembakau rajangan temanggung

1998. Makalah pada Pertemuan Teknis Standar Contoh Tembakau Rajangan

Temanggung di Temanggung, Jawa Tengah, tanggal 27 Agustus 1998.

Manuel Llanos Company. 1985. The quality of tobacco and its physical and chemical

composition (I). Tabak Journal International. 6;485-486.

Puslitbangtri. 1992. 10 Tahun Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman

Industri (1982-1991) : Sumbangan Penelitian Dalam Perkebunan Rakyat.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.

Smith, H.H. 1979. The genus as a geneticresource. In Durbin, R.D. 1979. Nicotiana, procedurs for experimentals use. Technical Bulletin Number 1586. USDA.

SNI. 1996. Standar Nsional Indonesia-Tembakau rajangan temanggung, SNI: 01-4101-

1996. Dewan Standardisasi Nasional.

Stecher, P.G., M. Windholz, D.M. Leahy, L.G. Eaton. 1968. The Merk Indek, an

encyclopedia of chemicals and drugs. Merk & Co., Inc. Rahway, N.Y., USA.

Sumarno. 2012. Pusat asalspesies tanaman dan kekayaan plasma nutfah. Kementerian Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Tso, T.C. 1972. Physiology and biochemistry of tobacco plants. Dowden Hutchinson and

Ross, Inc., Stroudsburg. 393pp.

Wu, X. and X. Gu. 1998. A study on the effects of inoculating associated nitrogen-fixing

bacteria on moso bamboo seedlings. Bamboo for sustainable development. Proceedings of the Vth International Bamboo Congress and the VIth International Bamboo Workshop, San José,Costa Rica, 2-6 November 1998.

71