i. pendahuluan a. sejarah pendirianfri2016.uny.ac.id/sites/fri2016.uny.ac.id/files/2. laporan... ·...

60
1 I. PENDAHULUAN A. Sejarah Pendirian Forum Rektor Indonesia yang kemudian disingkat dengan FRI adalah tempat berkumpulnya para intelektual dan Rektor di berbagai universitas di Indonesia. FRI secara resmi didirikan pada tanggal 7 November 1998 di Bandung. Hari itu adalah bersamaan dengan diadakan pertemuan Rektor se-Indonesia yang bertempat di Sasana Budaya Ganesha ITB Bandung. Pada pertemuan itu dihasilkan lima kesepakatan sebagai berikut: pertama, para rektor akan selalu bersama dengan mahasiswa dalam gerakan reformasi murni sebagai kekuatan moral dan intelektual, dan arena itu para rektor akan membela para mahasiswa yang tertindas dan terlanggar hak azasinya. Kedua, para rektor meminta ABRI memberikan perlindungan kepada para mahasiswa yang menjalankan perannya sebagai kekuatan moral dan intelektual dalam menggerakkan reformasi yang murni dan berkesinambungan. Ketiga, pemilihan umum hendaknya dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil; dan civitas akademika bersedia menjadi pemantau yang independen dalam

Upload: ngongoc

Post on 05-Mar-2018

217 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

1

I. PENDAHULUAN

A. Sejarah Pendirian

Forum Rektor Indonesia yang kemudian disingkat

dengan FRI adalah tempat berkumpulnya para intelektual

dan Rektor di berbagai universitas di Indonesia. FRI

secara resmi didirikan pada tanggal 7 November 1998 di

Bandung. Hari itu adalah bersamaan dengan diadakan

pertemuan Rektor se-Indonesia yang bertempat di Sasana

Budaya Ganesha ITB Bandung.

Pada pertemuan itu dihasilkan lima kesepakatan

sebagai berikut: pertama, para rektor akan selalu

bersama dengan mahasiswa dalam gerakan reformasi

murni sebagai kekuatan moral dan intelektual, dan arena

itu para rektor akan membela para mahasiswa yang

tertindas dan terlanggar hak azasinya. Kedua, para rektor

meminta ABRI memberikan perlindungan kepada para

mahasiswa yang menjalankan perannya sebagai kekuatan

moral dan intelektual dalam menggerakkan reformasi

yang murni dan berkesinambungan. Ketiga, pemilihan

umum hendaknya dilakukan secara langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur dan adil; dan civitas akademika

bersedia menjadi pemantau yang independen dalam

2

usaha membangkitkan kepercayaan masyarakat nasional

dan internasional. Keempat, perlunya independensi

yudikatif terhadap eksekutif agar semua keputusan-

keputusan, peraturan-peraturan, perundang-undangan

dan Keputusan Presiden yang bertentangan semangat

reformasi dihapus secara tuntas, terutama produk-produk

hukum yang berkaitan/menjurus dengan terjadinya

korupsi, kolusi dan nepotisme. Kelima, perlunya

reformasi budaya yang diawali oleh reformasi pendidikan

secara komprehensif dan berkesinambungan, untuk

melancarkan reformasi yang menyeluruh.

B. Para Ketua FRI

1. Pendiri sekaligus Ketua FRI 1998 Prof. Drs. Ir. Lilik Hendrajaya, M.Sc., Ph.D (Rektor institut Teknologi Bandung 1997-2001)

2. Ketua FRI 1999 Prof. Dr. K Sukardika, SP., MK (Rektor Universitas Udayana 1997 – 2001)

3. Ketua FRI 2000 Prof. Dr. Thoby Mutis (Rektor Universitas Trisakti 1998-2002)

4. Ketua FRI 2001-2002 Prof. Dr. Ir. Radi A.Gany (Rektor Universitas Hasanuddin 1997-2006)

3

5. Ketua FRI 2002-2003 Prof. Ir. Eko Budihardjo, M.Sc (Rektor Univ. Diponegoro 1998-2002 & 2002-2006) 6. Ketua FRI 2003-2004 Prof. Dr. Zulkifli Husin, M.Sc (Rektor Universitas Bengkulu 1995-2005)

7. ketua FRI 2004-2005 Prof. Dr. H. Marlis Rahman, M.Sc (Rektor Univ. Andalas 1997-2001 dan 2001-2006)

8. Ketua FRI 2005-2006 Prof. Drs. Ec Wibisono Harjopranoto, MS (Rektor Universitas Surabaya 2003-2011)

9. Ketua FRI 2006-2007 Prof. Dr. Sofian Effendi (Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007)

10.Ketua FRI 2007-2008 Prof. dr. Ir. Djoko Santoso (Rektor ITB Bandung 2006-2010 & 2010-2014)

11.Ketua FRI 2008-2009 Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.ec (Rektor Univ. Islam Indonesia 2006-2010&2010-2014)

12.Ketua FRI 2009-2010 Prof. Chairil Effendy (Rektor Universitas Tanjung Pura 2011-2015)

13.Ketua FRI 2010-2012 Prof. Dr. Badiah Perizade, MBA (Rektor Universitas Sriwijaya 2011-2016)

4

14.Ketua FRI 2011-2012 Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, MS (Rektor Universitas Haluoleo 2012-2016)

15.Ketua FRI 2012-2013 Prof. Laode M Kamaluddin, M.Sc., M.Eng (Rektor Universitas Islam Sultan Agung 2009-2013) 16.Ketua FRI 2013-2014 Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS (Rektor Universitas Sebelas Maret 2011-2015)

17.Ketua FRI 2014-2015 Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H., M.Sc(C.T.M).,

Sp. A.(K) (Rektor Universitas Sumatera Utara)

18.Ketua FRI 2015-2016 Prof. Rohmat Wahab (Rektor Universitas Negeri Jogjakarta)

C. Dewan Pertimbangan FRI 2014-2015

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H., M.Sc (C.T.M)., Sp.A (K)

Rektor Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA Rektor Universitas Negeri Jogjakarta

4. Prof. Dwia Aries Tina NK., MA Rektor Universitas Hasanuddin

5

5. Prof. Dr. H. Suyatno, M.Pd Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka

6. Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, M.S Rektor Universitas Haluoleo

7. Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc Rektor Institut Pertanian Bogor

8. Prof. Sudharto P. Hadi, MES., Ph.D Rektor Universitas Diponegoro

9. Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si Rektor Universitas Pattimura Ambon

10.Prof. Dr. Hj. Badia Perizade, MBA Rektor Universitas Sriwijaya

11.Prof. Dr. Husain Alting Universitas Khairun Ternate

12.Prof. Dr. Muhadjir Effendy, MAP Rektor Universitas Muhammadiyah Malang

13.Prof. Dr. E. S Margianti, SE., MM Rektor Gunadarma

14.Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D Rektor Universitas Gadjah Mada

15.Prof. Dr. H. Wery Darta Taifur, SE., MA Rektor Universitas Andalas

16.Dr. Suriel S. Mofu, S.Pd., M.Ed., M.Phil Rektor Universitas Negeri Papua

17.Dr. Tanri Abeng, MBA Rektor Universitas Tanri Abeng

18.Prof. Dr. H. Mudjia Raharjo, M.Si Rektor Univ. Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

6

19.Prof. Dr. Niki Lukviarman, SE.Akt., MBA Rektor Universitas Bung Hatta

20.Prof. Ir.H. Sunarpi, Ph.D Rektor Universitas Mataram

21.Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, MM Rektor Universitas Bina Nusantara

22.Prof. Dr. I Wayan Rai S Rektor Institut Seni dan Budaya Tanah Papua

23.Prof. Dr. Kadarsah Suryadi Rektor Intitut Teknologi BandungT24.Dr. Rd Kusmanto Dir. Politeknik Sriwijaya (Ketua Asosiasi Politeknik) 25.Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag Rektor Universitas Islam Negeri Semarang

26.Laksamana Madya TNI Dr. Desi Albert Mamahit, M.Sc Rektor Universitas Pertahanan Indonesia

7

II. KONVENSI KAMPUS VIII & TEMU TAHUNAN XVII

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia dengan karakteristik sosial budaya

kemaritiman, bukanlah merupakan fenomena baru. Fakta

sejarah menunjukan bahwa fenomena kehidupan

kemaritiman, pelayaran dan perikanan beserta

kelembagaan formal dan informal yang menyertainya

merupakan kontinuitas dari proses perkembangan

kemaritiman Indonesia sejak zaman Sriwijaya dan

Majapahit (nusantara). Keperkasaan dan kejayaan nenek

moyang kita di laut haruslah menjadi penyemangat

generasi sekarang dan yang akan datang. Sejarah maritim

memiliki korelasi yang kuat dengan sejarah Indonesia.

Sebab wilayah Indonesia dahulu berkembang dari sektor

kemaritiman.

Mayoritas kerajaan di Nusantara yang bercorak

maritim menunjukkan bahwa kehidupan leluhur kita

amat tergantung pada sektor bahari. Baik dalam hal

pelayaran antar pulau, pemanfaatan sumber daya alam

laut, hingga perdagangan melalui jalur laut dengan

8

pedagang dari daerah lain maupun pedagang dari maca

negara.

Bentuk implementasinya masa kini, bukan hanya

sekedar berlayar, tetapi bagaimana bangsa Indonesia

dengan luas wilayahnya dua per tiga adalah lautan dapat

dimanfaatkan demi kesejahteraan pembangunan bangsa.

Maritim dalam arti luas mungkin saja dapat diartikan

sebagai segala sesuatu yang mempunyai kepentingan

dengan laut sebagai hamparan air asin yang sangat luas

yang menutupi permukaan bumi. Maritim, dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai berkenaan

dengan laut; berhubungan dengan pelayaran dan

perdagangan di laut.

Geoffrey Till dalam bukunya, Seapower, menyatakan

bahwa maritim ada kalanya dimaksudkan hanya

berhubungan dengan angkatan laut, kadang-kadang

diartikan juga sebagai angkatan laut dalam hubungannya

dengan kekuatan darat dan udara, kadang-kadang

diartikan pula sebagai angkatan laut dalam konteks yang

lebih luas yaitu dalam kaitannya dengan semua kegiatan

yang berhubungan dengan komersial dan penggunaan

nonmiliter terhadap laut. Bahkan, kadang-kadang istilah

9

maritim diartikan sebagai meliputi ketiga aspek di atas.

“Maritime” sendiri diartikan sebagai: “connected with the

sea, especially in relation to seafaring commercial or

military activity” atau “living or found in or near the sea”

atau “bordering on the sea”. Lebih jauh Geoffrey Till

mengatakan bahwa seapower bukan hanya tentang apa

yang diperlukan untuk dapat mengendalikan dan

memanfaatkan laut, tetapi juga merupakan kapasitas

untuk memengaruhi tingkah laku pihak lain atau sesuatu

yang dikerjakan orang di laut atau dari laut. Pengertian ini

mendefinisikan seapower dalam terminologi hasil, tujuan,

bukan cara.

Dilihat dari kepentingan nasional, memandang laut

dalam konteks posisi geografi adalah geopolitik yang

perlu dikembangkan. Hanya dengan mendefinisikan

kelautan secara tepat (baca: maritim), kita dapat merintis

jalan untuk turut mengambil keuntungan dari volume

perdagangan dunia yang melewati laut Indonesia, yang

konon mencapai angka fantastis yaitu US$ 1.500 triliun

dan akan bertambah pada masa yang akan datang.

Dilihat dari perspektif ketahanan Nasional bahwa

pengembangan kekuatan nasional untuk menghadapi

10

segala macam ancaman dan gangguan bagi kelangsungan

hidup bangsa harus dilakukan secara integral dengan

dimensi pembangunan di sektor kelautan. Lingkungan

laut atau maritim mempunyai lima dimensi yang saling

berhubungan meliputi: Pertama Dimensi Ekonomi.

Penggunaan laut sebagai media perhubungan,

transportasi dan perdagangan telah dimanfaatkan sejak

dahulu hinga sekarang, dan hampir 99,5 % pergerakan

roda perekonomian di dunia adalah melewati jalur laut,

volume muatan meningkat delapan kali sejak tahun 1945

dan kecenderungan semakin meningkat sampai sekarang.

Telah diyakini bahwa perdagangan lewat laut yang

terpadat adalah melalui Selat Malaka atau melalui jalur

alternatif ALKI I, II, III. Kedua, Dimensi Politik dimana

perubahan dimensi politik dari lingkungan maritim

berkembang sangat tajam semenjak tahun 1970-an. Bagi

sejumlah besar Negara pantai, khususnya bagi dunia

ketiga, perairan yang berbatasan dengan pantai

memberikan prospek satu-satunya untuk perluasan.

Tuntutan kedaulatan sering merupakan tindakan politik

untuk mendapatkan konsekuensi ekonomi daripada

sekedar perhitungan jangka panjang tentang untung dan

ruginya. Perselisihan atas perbatasan laut seringkali lebih

11

dimotivasi oleh simbol politik dari perhitungan biaya dan

manfaatnya. Ketiga, Dimensi Hukum. Basis dimensi

hukum dalam lingkungan maritim adalah Konvensi PBB

tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982).

Kecenderungan dari penekanan hukum di laut sekarang

lebih banyak difokuskan pada masalah lingkungan hal

mana dapat berakibat pembatasan gerakan kapal dan

mengurangi hak Negara bendera, disamping itu ada

kebutuhan untuk penertiban lebih efektif atas rezim yang

ada khususnya yang berhubungan masalah perikanan dan

perdagangan narkoba secara illegal, Keempat Dimensi

Militer. Di laut dimensi militer selalu berkembang

mengikuti perkembangan teknologi, sehingga

profesionalisme Angkatan Laut suatu Negara selalu

dikaitkan dengan penguasaan dan penggunaan teknologi

yang mutakhir. Filosofi Angkatan Laut adalah "senjata

yang diawaki", berbeda dengan filosofi "manusia yang

dipersenjatai". Kelima, Dimensi Fisik yaitu pemahaman

terhadap lingkungan fisik menyeluruh dimana kekuatan

maritim akan beroperasi sangat penting, seperti kondisi

geografi, hidro oseanografi. Daerah Operasi kekuatan

maritim mulai dari perairan dalam laut bebas (Blue

Waters) ke perairan yang lebih dangkal (Green Waters)

12

sampai ke perairan pedalaman, muara dan sungai (Brown

Waters). Corong strategis berbatasan atau dimiliki oleh

negara-negara pantai yang berdekatan. Seperti selat

Malaka, dimiliki oleh Indonesia, Malaysia dan Singapura.

Oleh karena itu konsep "Joint Security" akan mudah

diterima dan diterapkan di antara negara-negara pantai

tersebut.

Dari berbagai dimensi tersebut diatas apabila

disinergikan secara baik maka akan dapat menciptakan

suatu kekuatan laut yang tangguh (seapower), dimana

parameternya mengarah pada tiga elemen operasional

yaitu unsur kekuatan militer (fighting instruments),

penggerak roda perekonomian di laut (merchant

shipping) dan pangkalan atau pelabuhan (bases).

Tahun 2014 merupakan tahun bahari, dimana sektor

kemaritiman menjadi sektor utama dalam pembangunan

nasional hal ini terlihat dengan kebijakan Presiden Joko

Widodo dengan adanya Menko Kemaritiman serta

nomenklatur Menteri Kelautan dan Perikanan. Pekerjaan

besar ini harus di dukung oleh semua komponen

masyarakat Indonesia untuk menjadikan Indonesia

sebagai Poros Maritim Dunia. Sektor kelautan dan

13

perikanan merupakan sektor yang belum terkelola

dengan optimal karena masih terfokus pada sektor

pertanian dan industri. Melalui agenda pertemuan Forum

Rektor Indonesia sebagai kaum intelektual setidaknya

dapat memberikan kajian, pemikiran dan agenda aksi

yang jelas terhadap pembangunan Nasional terutama

dalam bidang kemaritiman agar potensi kelautan dapat

dibangun dan dirancang berdasarkan kedaulatan rakyat.

Oleh sebab itu, Forum Rektor Indonesia merasa ikut

serta dan berperan untuk memberikan kontribusi

terbaiknya pada negara dan bangsa melalui

penyelenggaraan Konvensi Kampus XI dan Temu

Tahunan XVII Forum Rektor Indonesia Tahun 2015

dengan mengangkat Tema Besar “Menegakkan

Kedaulatan Indonesia sebagai Negara Kepulauan

menuju Negara Maritim Bermartabat”. Konvensi

Kampus dan Temu Tahunan FRI digelar pada tanggal 23

s.d. 25 Januari 2015 di Universitas Sumatera Utara (USU)

Medan. Pertemuan ini dihadiri 700 pimpinan perguruan

tinggi dari berbagai universitas, politeknik dan sekolah

tinggi di Indonesia baik negeri maupun swasta untuk

berdiskusi dan bertukar pikiran dalam pembangunan di

sektor kemaritiman demi masa depan kelautan Indonesia.

14

B. KEGIATAN

a. Konvensi kampus XI

Konvensi Kampus XI dilaksanakan di Gedung

Auditorium Kampus USU Medan pada 23 – 25 Januari

2015. Konvensi dilaksanakan guna mendikusikan serta

merumuskan topik yang diangkat bertemakan

“Menegakkan Kedaulatan Indonesia sebagai Negara

Kepulauan menuju Negara Maritim Bermartabat”.

Gubernur Sumut Ir. Gatot Pudjonugroho memberikan sambutan

Diawali dengan jamuan makan malam pada Jumat, 23

Januari 2015 yang bertempat di halaman Gedung

Auditorium USU. Acara tersebut dihadiri oleh Gubernur

Sumatera Utara Gatot Pudjonugroho, para Muspida

15

Sumatera Utara, peserta Forum Rektor yang hadir, dan

undangan lainnya.

Jamuan makan malam turut dimeriahkan oleh tarian-

tarian daerah Sumatera Utara yang dibawakan oleh Tim

Kesenian Bank Sumut dan Tim Kesenian Mahasiswa USU.

Gubernur Sumatera Utara memberikan sambutan

sekaligus membuka acara. Kegiatan malam itu ditutup

dengan pidato motivasi oleh MotivatorDr. H.C Ary

Ginanjar dengan tema “Revolusi Mental Menunjang

Indonesia Emas”.

Suasana jamuan makan malam

16

Kegiatan dilanjutkan pada Kamis, 25 Januari 2015 di

Gedung Auditorium Kampus USU. Diawali Registrasi

peserta sekaligus memilih komisi yang diminati.

Kemudian Undangan VIP disambut oleh Gordang

Sembilan alat musik khas Sumatera Utara. Acara dimulai

dengan Sambutan Selamat Datang Rektor USU Prof. Dr. dr.

Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

Dilanjutkan Sambutan Ketua Forum Rektor Indonesia

2014 Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS yang juga Rektor

Universitas sebelas Maret Solo. Sambutan Gubernur

Sumatera Utara Gatot Pudjonugroho serta Sambutan dari

Menko Bidang Kemaritiman Dr. Ir. Dwisuryo Indroyono Soesilo, M.Sc

17

Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Dr. Ir. Illah

Sailah MS yang mewakili Menteri Ristek dan Teknologi

sekaligus membuka acara.

Foto bersama Ketua FRI 2014, Wakil Gubernur dan, Gubernur Sumut, Menko Kemaritiman, Menteri Bappenas dan Rektor USU

Pembicara Kunci Pertama adalah Menteri PPN/Kepala

Bappenas Dr. Drs. Andrinof Achir Chaniago, M.Si.

Dilanjutkan dengan penyerahan plakat dan ULOS oleh

Rektor USU dan Ketua FRI 2014 kepada Kedua Pembicara

Kunci disertai penyerahan buku oleh Gubernur Sumatera

Utara kepada Menko Kemaritiman dan Menteri PPN.

18

Selanjutnya orasi oleh Bapak Dr. Ir. Dwisuryo

Indroyono Soesilo, M.Sc tentang Kemaritiman sebagai

Pembicara Kunci utama sekaligus memberikan sambutan.

Acara kemudian dilanjutkan dengan Panel Diskusi

dengan tema “Menegakkan Kedaulatan Indonesia Sebagai

Negara Kepulauan Menuju Negara Maritim yang

Bermartabat”.

Panel Diskusi menghadirkan Pembicara antara lain;

Mantan KSAL Laksamana TNI (Purn) Dr. Marsetio, Rektor

IPB Bogor Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc, dan

Ketua FRI 2013 Prof. Dr. Laode M. Kamaluddin.

Laksamana TNI (Purn) Dr. Marsetio

19

Acara kemudian dilanjutkan dengan panel diskusi,

dengan menghadirkan narasumber, antara lain:

Komisi Ekonomi dan Lingkungan:

1. Rektor UNDIP Prof. Sudharto P. Hadi, MES, Ph.D

2. Rektor UNPATTI Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si.

3. Rektor UNSRI Prof. Dr. Hj. Badia Perizade, MBA

Rektor Universitas Bung Hatta Prof. Ninik Lukviarman

Komisi Hukum:

1. Rektor Universitas Bung Hatta Prof. Ninik

Lukviarman

20

Komisi Keamanan:

1. Rektor UNHAN Laks. Madya TNI Dr. Desi Albert

Mamahit, M.Sc

2. Rektor HANG TUAH Laksda TNI (Purn) Ir.

Sudirman, SIP, SE, MAP

3. Dekan FISIP Universitas Sumatera Utara Prof.

Badaruddin, M.Si

b. Rapat Tahunan FRI XVII

Rapat Temu Tahunan XVII merupakan rapat

pertemuan yang dihadiri oleh anggota Forum Rektor

Indonesia serta pimpinan perguruan tinggi lainnya yang

ada di Indonesia yang menjadi undangan. Agenda

utamanya adalah mendengarkan laporan

Pembicara Komisis Keamanan dengan tim perumus FRI USU

21

pertanggungjawaban oleh Ketua Forum Rektor Indonesia

tahun 2014 Prof. Ravik Karsidi, MS yang juga sebagai

Rektor Universitas Sebelas Maret Solo (UNS) dan telah

diterima oleh seluruh peserta yang hadir.

Kemudian dilanjutkan dengan agenda pemilihan

Ketua Forum Rektor tahun 2016 dengan kandidat tunggal

adalah Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Secara aklamasi Prof. Rohmat Wahab terpilih oleh para

peserta yang hadir. Dengan terpilihnya Ketua FRI 2016

maka acara selesai dengan sambutan dari Ketua FRI 2015

Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM),

Sp.A(K). Acara dilanjutkan dengan mendengarkan

Pimpinan Rapat Temu Tahunan FRI XVII 2015

22

sambutan penutupan oleh Walikota Medan H Dzulmi

Eldin di Gedung Auditorium Kampus USU.

c. Rekomendasi

Tahun 2015 merupakan tahun yang strategis bagi

pembangunan Indonesia. Tahun ini merupakan

penerapan pertama dari RPJMN 2015-2019 yang

diturunkan dari visi misi Presiden Joko Widodo dan Wakil

Presiden Jusuf Kalla “Nawa Cita” yang mencanangkan

kembali pentingnya pembangunan sektor kemaritiman.

Penegasan kembali terhadap pentingnya sektor

kemaritiman merupakan upaya mengembalikan semangat

Indonesia sebagai bangsa bahari yang sudah tersemai

sejak cukup lama, namun agak terlupakan. Berkaitan

Walikota Medan memberikan sambutan penutupan

23

dengan itu, maka Forum Rektor Indonesia

merekomendasikan hal-hal sebagai:

Pertama, sudah sejak lama entitas bangsa Indonesia

diyakini sebagai bagian dari peradaban maritim. Budaya

maritim sebenarnya telah meletakkan pondasi bangsa ini

sebagai bangsa kosmopolit dan lentur terhadap masuknya

beragam peradaban luar. Namun sudah cukup lama

entitas sebagai bangsa maritim dan lautan sudah mulai

terlupakan, sebaliknya selama ini paradigma

pembangunan Indonesia cenderung mengacu kepada

“budaya daratan”. Oleh sebab itu, kini saatnya spirit

kemaritiman dikembalikan dalam rangka mendukung

terwujudnya bangsa yang jaya dan maju.

Kedua, Indonesia sebagai negara maritim pada

hakekatnya adalah negara industri yang maju dengan

kemampuan perdagangan laut yang tidak tertandingi.

Kemampuan maritim ini pernah dicontohkan oleh

kerajaan Sriwijaya, Tidore, Ternate, Demak, dan

Majapahit di masa lalu, dimana penguasaan terhadap

samudra telah menjadikan perdagangan lintas bangsa

yang maju sehingga transaksi komoditi yang bernilai

ekonomi tinggi. Oleh karena itu konektivitas antara

wilayah (tol laut) adalah kebijakan yang tepat karena hal

24

tersebut dapat mendorong pertumbuhan industri

galangan kapal, pelabuhan, transportasi laut, mineral

lepas pantai, dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi

dan sosial kota-kota pantai yang dilintasi alur pelayaran

dengan rute tetap maupun pelayaran rakyat.

Ketiga, untuk mempercepat proses internalisasi dan

aplikasi budaya maritim perlu segera dirumuskan

kurikulum pendidikan kemaritiman dalam civic education

di pendidikan tingkat dasar dan menengah, serta

meningkatkan kecintaan tanah air mahasiswa yang

berbasis kemaritiman.

Keempat, kehadiran negara diperlukan dalam

menyuburkan pluralitas bangsa dan harus dikelola untuk

Para undangan yang hadir

25

mewujudkan bangsa yang besar agar menjadi kokoh

menapaki masa depannya.

Kelima, penerapan otonomi daerah dirasakan belum

menghasilkan penguatan demokrasi lokal. Partisipasi

rakyat di permukaan tampak menggeliat, tetapi

sesungguhnya masih lebih merupakan mobilisasi dari

patronase politik yang kian menguat di daerah. Tidak

dipungkiri di beberapa daerah telah melahirkan

pemimpin yang merakyat, berkarakter dan visioner,

tetapi ke depan diperlukan ruang yang lebih besar lagi

untuk menghasilkan pemimpin yang otentik di aras lokal

yang lebih baik.

Keenam, pertikaian elit politik yang sedang terjadi

akhir-akhir ini sungguh telah menggelisahkan masyarakat

luas. Oleh karena itu FRI meminta kepada semua

masyarakat untuk mencermati peristiwa ini dengan

obyektif, dan diharapkan kepada elit politik supaya

memperhatikan dengan sungguh-sungguh tentang

pentingnya persatuan karena tanpa kesatuan elit politik,

dikhawatirkan akan memicu ketidakstabilan politik yang

berakibat kepada kemunduran demokrasi dan rakyat

akan menjadi korban.

26

Ketujuh, pertikaian elit yang sedang berlangsung

pada saat ini harus segera dihentikan dan diminta

kembali ke cita-cita pendiri bangsa yaitu membawa

bangsa yang maju, sejahtera, dan bermartabat. Untuk itu

Presiden diharapkan segera membentuk tim khusus yang

independen untuk membantu memecahkan masalah

tersebut.

d. City Tour

Pada 25 Januari 2015, sebagai penutup rangkaian

kegiatan Konvensi VII dan Temu Tahunan XVII, diadakan

city tour dalam rangka kunjungan ke objek wisata yang

ada di kota Medan. Seluruh peserta yang mengikuti city

Menko Kemaritiman dan istri beserta pimpinan FRI

27

tour di jemput dari hotel. Perjalan diawali dengan

melakukan kunjungan ke Rahmat Galeri. Dilanjutkan

dengan mengunjungi Istana Maimun sebagai ikon kota

Medan.

Foto Bersama peserta city tour dengan Pemilik Rahmat Galeri Dr. Rahmatsyah

Peserta city tour berfoto dengan panitia dan mahasiswa pendamping

28

III. Naskah Akademik Menegakkan Negara Maritim Bermartabat

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara Kepulauan terluas di

dunia yang terdiri atas lebih dari 17.504 pulau dengan

13.466 pulau telah diberi nama. Sebanyak 92 pulau

terluar sebagai garis pangkal wilayah perairan Indonesia

ke arah laut lepas telah didaftarkan ke Perserikatan

Bangsa Bangsa. Indonesia memiliki garis pantai sepanjang

95.181 km dan terletak pada posisi sangat strategis

antara Benua Asia dan Australia serta Samudera Hindia

dan Pasifik. Luas daratan mencapai sekitar 2.012.402 km2

dan laut sekitar 5,8 juta km2 (75,7%), yang terdiri

2.012.392 km2 Perairan Pedalaman, 0,3 juta km2 Laut

Teritorial, dan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).

Sebagai Negara Kepulauan yang memiliki laut yang luas

dan garis pantai yang panjang, sektor maritim dan

kelautan menjadi sangat strategis bagi Indonesia ditinjau

dari aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, dan keamanan.

Meskipun demikian, selama ini sektor tersebut masih

kurang mendapat perhatian serius bila dibandingkan

dengan sektor daratan.

29

Era Presiden Joko Widodo dengan visi

pembangunan “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat,

Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong

Royong” memberikan harapan dan mengembalikan

semangat untuk membangun maritim dengan

memanfaatkan potensi sumberdaya alam kelautan.

Selanjutnya untuk mencapai visi tersebut diturunkan

misi: (1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu

menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian

ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim,

dan mencerminkan keperibadian Indonesia sebagai

Negara Kepulauan; (2) Mewujudkan masyarakat maju,

berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara

hukum; (3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif

dan memperkuat jati diri sebagai bangsa maritim; (4)

Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang

tinggi, maju dan sejahtera; (5) Mewujudkan bangsa yang

berdaya saing; (6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara

maritim yang mandiri maju, kuat dan berbasiskan

kepentingan nasional; (7) Mewujudkan masyarakat yang

berkeperibadian dalam kebudayaan.

30

Tiga dari tujuh misi tersebut berhubungan dengan

maritim dan posisi Indonesia sebagai Negara Kepulauan.

Karenanya, dalam Kabinet Kerja, Presiden Joko Widodo

membentuk Kementerian Koordinator Kemaritiman dan

Sumber Daya. Di samping visi dan misi tersebut, Presiden

juga mengetengahkan konsep “Poros Maritim” dan “Tol

Laut”. Penetapan prioritas pembangunan sektor maritim

ini sangat beralasan bila dilihat dari sudut sejarah bangsa.

Nenek moyang bangsa ini dikenal sebagai bangsa pelaut

atau bangsa bahari dan pernah jaya di laut di masa

sebelum kehadiran kolonialisme, melalui perdagangan

antar pulau. Budaya maritim menjadi bagian yang tak

terpisahkan dari kehidupan masyarakat, khususnya yang

terkait dengan maritim dan kelautan. Para nelayan dan

masyarakat pesisir, misalnya, memiliki kearifan lokal

dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya laut,

sehingga keberlanjutan sumber kehidupan mereka tetap

terjamin hingga ke anak cucu. Salah satu bukti warisan

budaya sebagai bangsa pelaut yang hingga kini masih ada

adalah Kapal Pinisi.

31

Laut, pesisir, dan sungai merupakan urat nadi yang

menjadi kekuatan bangsa ini sejak dulu. Di tiga wilayah ini

pelabuhan-pelabuhan besar dibangun yang diramaikan

dengan aktivitas pedagang dari berbagai pulau di

Nusantara dan dari belahan dunia. Hal itu membuat

perekonomian dan peradaban maju dan berkembang.

Kemampuan mengelola maritim itu disadari oleh Belanda,

karena itu Belanda mendesak pribumi menjauhi laut

menuju daratan hingga pegunungan. Sejak itu pertanian

daratan menjadi berkembang.

Potensi kelautan yang begitu besar seharusnya

dimanfaatkan untuk menyejahterakan masyarakat.

Namun, kenyataannya potensi itu belum dimanfaatkan

dengan optimal. Hal itu berkontribusi pada angka

kemiskinan yang masih tinggi. Sebagian di antaranya

adalah nelayan dan masyarakat pesisir terkait yang

tergolong kelompok paling miskin. Eksploitasi dan

kegiatan ilegal terhadap sumberdaya laut tanpa

memperhatikan keberlanjutan memperburuk tingkat

kesejahteraan dan kehidupan nelayan, khususnya nelayan

kecil dan nelayan tradisional. Pencurian ikan yang

dilakukan oleh nelayan asing, misalnya, di samping

mengurangi pendapatan nelayan, juga merugikan negara.

32

Pencemaran laut dan kerusakan mangrove dan terumbu

karang juga menambah masalah di sektor kelautan.

Selain masalah ekonomi dan lingkungan, masalah

yang juga muncul di sektor maritim dan kelautan adalah

masalah keamanan dan politik. Sebagai negara yang

berada pada perlintasan dua benua dan dua samudera,

Indonesia termasuk negara yang rawan dari sisi

keamanan laut, baik keamanan laut yang bersifat lokal,

nasional, maupun internasional. Perompakan di perairan

Indonesia masih sering terjadi, baik yang dilakukan oleh

orang Indonesia sendiri mupun orang asing, baik yang

ditujukan kepada kapal nelayan Indonesia, maupun

kepada kapal asing. Selain itu, persoalan pulau-pulau

terluar yang selama ini kurang mendapatkan perhatian

pemerintah juga menimbulkan persoalan politik, antara

lain tumpang tindih klaim kepemilikan beberapa pulau di

perbatasan oleh beberapa negara. Minimnya sumberdaya

manusia yang berkualitas, lemahnya penegakan hukum,

dan terbatasnya infrastruktur maritim dan kelautan

menambah rumit persoalan.

Terdapat empat permasalahan dalam konteks posisi

Indonesia sebagai Negara Kepulauan, yaitu: (1). Bangsa

Indonesia sampai saat ini belum memiliki kebijakan

33

nasional tentang pembangunan Negara Kepulauan yang

terpadu. Kebijakan yang ada selama ini hanya bersifat

sektoral, padahal pembangunan di Negara Kepulauan

memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi; (2).

Lemahnya pemahaman dan kesadaran tentang arti dan

makna Indonesia sebagai Negara Kepulauan dari segi

geografi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya; (3). Sampai

saat ini negara belum menetapkan batas-batas wilayah

perairan dalam. Padahal, wilayah perairan dalam mutlak

menjadi kedaulatan bangsa Indonesia. Artinya tidak boleh

ada satupun kapal asing boleh masuk ke perairan dalam

Indonesia tanpa izin; dan (4). Lemahnya pertahanan dan

ketahanan negara dari sisi matra laut yang mencakup: (a).

belum optimalnya peran pertahanan dan ketahanan laut

dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara; (b).

ancaman kekuatan asing yang ingin memanfaatkan

perairan ZEEI; (c). belum lengkapnya perangkat hukum

dalam implementasi pertahanan dan ketahanan laut; (d).

masih terbatasnya fasilitas untuk melakukan pengamanan

laut; (e). makin meningkatnya kegiatan terorisme,

perompakan, dan pencurian ikan di wilayah perairan laut

Indonesia; dan (f). masih lemahnya penegakan hukum

kepada pelanggar hukum.

34

Disadari bahwa untuk mengatasi berbagai masalah

yang terjadi tersebut bukan persoalan yang mudah dan

sederhana. Untuk itu, perubahan harus dilakukan, dan

saat inilah momentum yang tepat untuk memulai

perubahan, seiring dengan komitmen pemerintah untuk

melakukan pembangunan sektor maritim dan kelautan.

Oleh karena itu, kajian akademis terhadap sektor maritim

dan kelautan merupakan salah satu langkah yang tepat

untuk ditempuh dalam upaya membangun sektor maritim

dan kelautan yang komprehensif dan berkelanjutan.

B. Filosofis

Pelayaran dan perdagangan laut merupakan

keunikan masyarakat kuno yang ada di wilayah yang

dikenal sebagai Indonesia pada saat ini, karena hampir

sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah

dengan garis pantai memiliki tradisi pelayaran dan

perdagangan laut yang menyertainya sebagai salah satu

kegiatan ekonomi. Pelayaran dan perdagangan

menggerakkan dan menghidupkan laut. Hidup bersama

laut menjadikan nenek moyang memiliki karakter yang

egaliter dan terbuka. Laut menjadi tempat hidup dan

sumber orientasi kebudayaan. Di masa lalu laut juga

35

menjadi tempat pertahanan dengan kekuatan armada

yang tangguh.

Sisi lain dari laut yang memberikan peluang

kesejahteraan dan kemakmuran, sekaligus dapat menjadi

sumber pertikaian pada masa depan. Indonesia yang

memiliki ZEE yang terbentang seluas 2,7 juta km2 persegi,

masih mengalami kesulitan memanfaatkan wilayah

lautnya yang kaya dengan sumberdaya perikanan. Illegal,

Unregulated and Unreported fishing masih terjadi secara

luas, karena Indonesia belum mampu memperkuat

armada perikanan nasional dan belum mampu

mengawasi serta mengendalikan laut secara optimal.

Seharusnya, kalau Indonesia mampu memanfaatkan

potensi maritim dan kelautan, hal ini akan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan ekonomi nasional yang terus

berkembang akan makin bergantung pada potensi

ekonomi maritim dan kelautan. Negara harus mampu

mendayagunakan potensi ekonomi dan sumberdaya

pesisir dan lautan secara optimal dengan memperhatikan

aspek kelestarian dan keberlanjutan lingkungan. Oleh

36

karena itu, perlu perubahan paradigma pembangunan

ekonomi dari darat ke maritim dan kelautan.

Konsep kemaritiman dan kelautan merupakan

konsep yang multidimensi, yang meliputi dimensi

pertahanan keamanan, dimensi ekonomi dan lingkungan,

dan dimensi sosial budaya. Begitu juga lingkup hukum

yang mengaturnya tidak saja meliputi hukum nasional,

tetapi acapkali bersentuhan dengan hukum internasional.

Oleh karena itu, landasan hukum dalam pengembangan

hukum dan kebijakan kemaritiman dan kelautan harus

didasarkan pada produk-produk hukum yang kompleks

yang meliputi berbagai aspek kemaritiman tersebut.

C. Rekomendasi

Berdasarkan analisis dan pembahasan pada naskah

akademik, rekomendasi yang diberikan adalah :

Sosial Budaya

1) Mengembalikan laut sebagai salah satu agenda

pembangunan bangsa harus menjadi program dan

kegiatan yang berkesinambungan.

37

2) Menggali kearifan lokal untuk menumbuhkan

kecintaan terhadap kemaritiman dan kelautan.

3) Kebesaran Indonesia sebagai bangsa pelaut harus

digelorakan dalam kehidupan bermasyarakat ,

berbangsa dan bernegara.

4) Membangun karakter budaya maritim dan kelautan

melalui pendidikan formal dan informal.

Ekonomi dan Lingkungan

1) Pengelolaan wilayah pesisir dilakukan secara terpadu

dan berkelanjutan dengan membangun kemitraan

masyarakat dengan pemangku kepentingan, mulai dari

aspek pendanaan, bantuan teknis, manajemen,

penyediaan input, pemasaran produk perikanan,

hingga pengolahan produk perikanan yang terkait, baik

di pusat maupun di daerah.

2) Pembangunan sentra perikanan, pelabuhan nusantara,

pelabuhan perikanan dan armada perintis perlu

dipercepat dengan dukungan perencanaan tata ruang

wilayah maritim dan kelautan.

3) Reformasi bidang perbankan pada sektor pembiayaan

di bidang maritim dan kelautan dengan memberikan

38

perlakuan khusus kepada pelaku usaha maritim dan

kelautan, baik dalam hal tingkat suku bunga, waktu

pinjaman maupun agunan.

4) Dibutuhkan kebijakan fiskal yang berpihak kepada

sektor industri maritim dan kelautan dengan

memberikan tax holiday.

5) Dana pemberdayaan yang diberikan oleh pemerintah

pusat dapat juga dijadikan sebagai modal oleh

pemerintah daerah untuk mendirikan Bank

Perkreditan Rakyat (BPR), BPR Syariah, Baitul Maal

wat Tamwil.

6) Pengembangan kualitas dan kuantitas SDM dapat

dilakukan melalui pengembangan standar kompetensi

SDM di bidang kelautan, peningkatan dan penguatan

peran iptek, riset dan sistem informasi kelautan, serta

pengembangan lembaga pendidikan kemaritiman dan

kelautan.

7) Dalam rangka pengendalian perubahan iklim global,

diperlukan diplomasi dan lobi terhadap negara-negara

industri untuk melaksanakan komitmen perjanjian

internasional terkait dengan pengurangan emisi.

8) Terbangunnya badan logistik nasional yang

meningkatkan transportasi jasa kelautan.

39

Hukum

1) Pemerintah perlu melakukan harmonisasi terhadap

semua produk hukum yang terkait dengan perairan

yang meliputi: (1). pengaturan rezim wilayah perairan

meliputi Perairan Pedalaman, Perairan Kepulauan dan

Laut Teritorial serta Wilayah Jurisdiksi meliputi Zona

Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen sesuai dengan

UNCLOS 1982; (2). pengaturan kemaritiman meliputi

ketentuan pelayaran, kepelabuhanan, kepabeanan,

keimigrasian, karantina dan lain sebagainya dengan

melakukan penyesuaian terhadap berbagai

perkembangan berbagai regulasi dan protokol yang

dikeluarkan oleh IMO.

2) Mendorong percepatan pengintegrasian penyusunan

rencana tata ruang pulau, rencana tata ruang perairan

di setiap daerah provinsi, kabupaten/kota yang

diharmonisasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional.

3) Dalam rangka implementasi UNCLOS 1982 dibutuhkan

regulasi khusus yang mengatur tentang pendataan

hasil tangkap perikanan guna memperlihatkan

kemampuan Indonesia sebagai negara pantai dalam

40

memanfaatan secara penuh potensi sumber daya

perikanan yang ada di perairan ZEE Indonesia.

4) Dalam upaya diversifikasi usaha nelayan dari

perikanan tangkap yang sering terindikasi over fishing

ke perikanan budi daya, pemerintah perlu melakukan

kaji ulang terhadap keberadaan Hak Pengusahaan

Perairan Pesisir (HP3) yang telah dicabut oleh

Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor: 3/PUU–

VII/2010. Keberadaan HP3 perlu ditata ulang dengan

memberikan batasan luasan yang cukup dikelola di

tingkat Pemerintahan Desa. Dengan demikian Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 3014 tentang

Desa perlu direvisi dengan memasukkan substansi

tentang HP3 bagi desa-desa di Nusantara yang

memiliki wilayah perairan.

5) Pemerintah perlu mengkaji ulang keberadaan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang mengalihkan

kewenangan pengelolaan wilayah laut kepada

Pemerintah Provinsi dari Pemerintah Kabupaten/Kota,

sebab sejumlah Undang-undang masih memberikan

kewenangan pengelolaan laut kepada Pemerintah

Kabupaten/Kota seperti Undang-Undang Nomor 27

41

Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-pulau Kecil.

6) Masih terkait dengan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada sisi

yang lain implementasinya masih belum jelas dan ada

kesan tidak dijalankan dengan serius oleh Pemerintah.

Hal ini dibuktikan dengan belum terdelegasikannya

beban kerja yang bertambah di tingkat provinsi dengan

aspek pendanaan, managemen dan sumber daya.

Pemerintah Pusat dengan Visi Kemaritimannya yang

sangat kuat, baru menguatkan Instutusi di Tingkat

Pusat, sementara pada sisi yang lain instansi di daerah

masih belum dilibatkan secara optimal dan berada

dalam kebimbangan besar bagaimana menjalankan

semua kewenangan di bidang kelautan yang tadinya

dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

7) Pemerintah perlu mendorong percepatan penyusunan

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah

(RIPPDA) di Tingkat Daerah. Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011

tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

Nasional.

42

8) Keberadaan Bakamla perlu melibatkan Pemerintahan

Daerah yang masih belum mendapat tempat dalam

Struktur Bakamla sebagaimana diatur dalam Peraturan

Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan

Keamanan Laut.

9) Terkait dengan upaya meningkatkan kesejahteraan

nelayan, direkomendasikan agar perlindungan

terhadap nelayan melalui program asuransi perlu

diwujudkan dengan melibatkan kehadiran negara.

Keamanan

1) Masalah-masalah yang timbul dalam bidang keamanan

dapat diatasi dengan baik oleh Bangsa Indonesia, guna

mencapai suatu keadaan yang dinamakan ketahanan

nasional. Untuk mencapai keadaan tersebut, terdapat

suatu prosedur yang dinamakan geostrategi. Secara

umum, geostrategi merupakan upaya untuk

memperkuat ketahanan di berbagi bidang, yaitu bidang

ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, militer,

kehidupan beragama, dan pembangunan.

2) Dalam melakukan perundingan tapal batas dengan

sejumlah negara tetangga, Pemerintah melalui

kementerian dan instansi terkait perlu melakukan

43

upaya diplomasi dan pendekatan yang didukung oleh

ketersediaan data teritorial yang komprehensif guna

memenangkan daya tawar dalam berbagai

perundingan tapal batas.

3) Di samping masalah perbatasan dengan negara

tetangga, Pemerintah secepatnya melakukan tata batas

perairan dalam yang didukung dengan data geo-spatial

yang dibutuhkan bagi berbagai kegiatan perencanaan

baik di tingkat pusat maupun daerah.

4) Dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas keamanan

maritim dan kelautan, kelembagaan Bakamla perlu

secepatnya dilengkapi dengan alat-alat pertahanan

keamanan utamanya kapal-kapal patroli yang secara

merata berada pada berbagai kawasan perairan yang

rawan keamanan.

D. Kegiatan Pendukung Naskah Akademik

1. Workshop

Workshop diadakan di ruang IMT-GT – Gedung Biro

Rektor USU pada Kamis – Jumat tanggal 5 dan 6 Maret

2015. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai pendukung

penyusunan Naskah Akademik dalam rangka

Menegakkan Negara Maritim yang Bermartabat.

44

Tujuan dilakukannya kegiatan ini untuk menggali data

penyusunan dalam rangka kertas kerja naskah akademik

dengan judul “Menegakkan Negara Maritim yang

Bermartabat”.

Tema yang diangkat pada workshop tersebut

adalah “Membangun Sinergitas Ekonomi, Lingkungan,

Hukum, Budaya dan Keamanan Untuk Menegakkan

Negara Maritim yang Bermartabat”.

Narasumber dan tim perumus FRI USU

Peserta yang diundang adalah akademisi, pengusaha,

mahasiswa pascasarjana, LSM dan dinas yang terkait

dengan kemaritiman. Adapun Narasumber pada kegiatan

ini adalah:

45

a. Prof. Dr. Ir. Yusni Ikhwan Siregar, M.Sc (Guru Besar Faperika Universitas Riau) Menggali Potensi Sumber Daya Laut b. Prof. Dr. Rohmin Dahuri (Guru Besar IPB Bogor) Pembangunan Ekonomi Maritim c. Prof. Dr. Ramli, MS (Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU) Pemberdayaan Ekonomi Pesisir d. Prof. Dr. Etty R Agus, SH, LLM (Guru Besar Universitas Padjajaran) Penguatan Hukum Internasional Kelautan e. Prof. Dr. Ir. Budimawan (Guru Besar Unhas Makassar) Hukum dan Kebijakan Kemaritiman f. Prof. dr. Budu, Ph.D, Sp. M(K), M. MedEd (Wakil Rektor IV Unhas) Sinergitas Pengolahan Kemaritiman g. Prof. Dr. Gusti Asnan, MS (Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UNAND) Budaya Maritim Nusantara h. Prof. Dr. R. Hamdani Harahap (Guru Besar Fakultas ISIP USU) Aspek Antropologi Masyarakat Pesisir

46

Peserta Workshop

2. Focus Group discussion (FGD) Dengan Pelaku Usaha

Diskusi terbatas tim perumus naskah akademik USU

dengan pelaku usaha ini dimaksudkan untuk

mendiskusikan beberapa hal terutama dalam

meningkatkan proses aspek-aspek tertentu seper aspek

hukum, aspek ekonomi dan lingkungan dan juga dalam

aspek budaya maritim dan keamanan. Permasalahan

kredit kelautan, persoalan logistik serta world water di

wilayah Sumatera Utara. Pelaku usaha yang diundang

dalam acara ini adalah :

a. Telkom Jati Widagdo (Mendukung Logistik Kemaritiman)

47

b. Kepala Perwakilan BI Sumut Difi Ahmad Johansyah (Masalah kredit perikanan dan kelautan) c. Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia

Sumut Khairul Mahalli (Logistik kemaritiman dan permasalahannya) d. Serikat Nelayan Nusantara Edy Suhartono dan Hafizal

3. Focus Group Discussion (FGD) di Kota Tanjung Balai

Kegiatan ini dilaksanakan di Mess Pemprovsu Kota

Tanjung Balai pada Senin, 6 April 2015. Dihadiri oleh

antara lain; Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tanjung

Balai, Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Asahan,

Diskusi tim FRI USU dengan pelaku usaha di Sumut

48

Syahbandar Kota Tanjung Balai, HNSI Kota Tanjung Balai,

Lanal Kota Tanjung Balai/Kamla dan Polair Kota Tanjung

Balai. Diskusi Terbatas (FGD) di Tanjung Balai. Diskusi

yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Sumono, MS mengambil

tema Kemaritiman di Pantai Timur Sumatera Utara.

Selain mengadakan diskusi terbatas, rombongan tim

naskah akademik Kemartiman USU juga berkesempatan

mengunjungi pelabuhan Teluk Nibung dan pantai Panton

Bagan Asahan.

Diskusi peserta dari Kota Tg. Balai dan Kab. Asahan dengan tim FRI USU

49

4. Workshop Lanjutan Naskah Akademik

Untuk menjaring masukan, komentar dan perbaikan

guna finalisasi naskah akademis Menegakkan Negara

Maritim Bermartabat, Tim Perumus Forum Rektor

Indonesia melaksanakan Workshop Lanjutan

Menegakkan Negara Maritim Bermartabat.

Nama Kegiatan ini adalah Workshop Lanjutan

“Menegakkan Negara Maritim Bermartabat” Forum

Rektor Indonesia 2015 dengan tujuan untuk

menyempurnakan naskah akademik Menegakkan Negara

Maritim Bermartabat serta untuk meneguhkan kembali

kontribusi dan peran perguruan tinggi dalam menopang

Foto bersama peserta dengan tim perumus FRI

50

agenda Indonesia sebagai negara maritim dan Poros

Maritim Dunia. Peserta yang hadir antara lain akademisi

yang konsern dengan kelautan dan kemaritiman,

mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum, mahasiswa

Fisip dan Ilmu Budaya USU serta dari Dinas terkait.

Narasumber yang hadir antara lain:

a. Prof. Dr. Indrajaya (IPB Bogor) Ekonomi Lingkungan b. Prof. Dr. Bambang Purwanto, MA (UGM Jogjakarta) Sosial Budaya c. Dr. Sukanda, SH, LLM (UNAND Padang) Hukum

Foto bersama Rektor, Narasumber dan Ketua Tim Perumus

51

d. Laksamana Pertama Yudo Margono, SE (Danlantamal1) Keamanan

Workshop Lanjutan dilaksanakan pada 12 Oktober

2015 pukul 08.00–15.30, Ruang IMT-GT, Biro Rektor

Universitas Sumatera Utara.

Peserta Workshop Lanjutan

52

IV. PENUTUP

Guna menopang perwujudan Indonesia sebagai

negara maritim yang bermartabat, FRI sebagai

perkumpulan akademisi dan intelektual kampus telah

menyusun naskah akademis Menegakkan Negara Maritim

Bermartabat. Rangkaian kegiatan seperti workshop,

pengumpulan data lapangan dan diskusi terbatas dengan

akademisi, institusi pemerintah, organisasi non

pemerintah (ornop) nelayan, masyarakat pesisir,

penggerak ekonomi maritim, keamanan laut, dan nelayan.

Hasil rangkaian pengumpulan data ini dinarasikan dalam

draf naskah akademik “Menegakkan Negara Martim

Bermartabat”.

Draf Menegakkan Negara Maritim Bermartabat

memerlukan masukan dari akademisi, ornop nelayan,

instansi pemerintah dan masyarakat pesisir sebagai

upaya menjaring masukan, komentar dan perbaikan

untuk finalisasi naskah akademik.

53

LAMPIRAN

A. Nota Kesepahaman

54

55

56

57

B. Nama-nama Tim FRI USU 2015

a. Sekretaris Jenderal:

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH., MLI

b. Sekretariat:

1. Elvi Sumanti, ST., M.Hum

2. Hotma Karo-Karo, SE

3. Aggia Murni, SS., M.Si

4. Yetty Utami, SE

5. Rafika Suryani, SH

6. Hebertus F. Dicky, S.Kom

7. Vera Mariati, A.Md

8. Heri Syahputra Daulay, A.Md

9. Jumiati, A.Md

10.Junaedi

c. Ketua Tim Perumus:

Prof. Dr. Ir. Sumono, MS

Anggota: 1. Prof. Dr. Irmawati, M.Si, Psikologi

2. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si 3. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc 4. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si 5. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc 6. Prof. Dr. Maryani Cyccu Tobing, MS 7. Prof. Dr. Syaad Afifuddin, M.Si 8. Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si 9. Dr. Ir. Nazaruddin, MT 10. Dr. Budi Agustono, MS 11. Dr. Chairani Hanum, MS 12. Dr. Edy Ikhsan, SH., M.Hum 13. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum 14. Dr. Isfenti Sadalia, SE., ME 15. Dr. Agusmidah, SH., M.Hum 16. Dr. Sutarman 17. Arif, SH., M.Hum

18. Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec

58

C. Kliping

59

60