hukum transendental; argumentasi hukum …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/pen....

73
1 1 HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM MENGGUNAKAN NORMA-NORMA AGAMA DI PENGADILAN NEGERI PURWOREJO Penulis Drs. Badwan, M.Ag Farkhani, S.HI., S.H., M.H

Upload: vankiet

Post on 01-May-2019

239 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

1

1

HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM MENGGUNAKAN NORMA-NORMA AGAMA

DI PENGADILAN NEGERI PURWOREJO

Penulis

Drs. Badwan, M.Ag

Farkhani, S.HI., S.H., M.H

Page 2: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

2

2

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt dan shalawat serta salam semoga tetap

tercurah kepada Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat dan

pengikutnya sampai akhir zaman.

Kajian keilmuan di bidang hukum, berjalan dan beriring dengan

perkembangan keilmuan secara umum dalam dunia global. Ia bergerak

mengikuti siklus pergerakan keilmuan secara umum, ada saat dimana ia

muncul, berkembang dan tegak di atas permukaan keilmuan, terkadang

pula tertutupi oleh tren kemajuan dan perkembangan keilmuan dalam

sektor lain. Dalam keilmuan hukum berlaku pula falsifikasi, dekontruksi

maupun rekonstruksi dan bahkan pula ia berkutat dalam satu tren

kemudian bergerak secara evolutif menuju kejenuhan terhadap tren yang

dianggapnya sudah tidak lagi kompatibel terhadap kebutuhan dan

pergeseran kehidupan masyarakat.

Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan

pewacanaan ilmu hukum. Positivisme hukum yang pernah jaya dan

diagungkan mulai dikritisi karena berbagai kegagapan dan kegagalan

dalam mewujudkan cita-cita hukum. Berdasarkan pada argumentasi ini,

ditopang semakin goyahnya positivisme menuju post positivisme

(bermula dari gerakan modernisme menuju post modernisme) serta

keinginan untuk mengkaji pada apa yang disebut hukum yang

berkeindonesiaan, muncullah berbagai macam tawaran wacana atau

pradigma keilmuan dalam ilmu hukum, sebut saja hukum progresif,

hukum non-sistemik, hukum profetik, hukum ala al-takwil al-ilmi dan

hukum transendental.

Page 3: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

3

3

Penelitian ini mencoba memperbincang hukum transendental,

yakni suatu ajaran hukum yang bersumber pada nilai-nilai suci yang

terkandung dalam ragam kitab suci yang ada pada agama-agama dunia

(yang diakui di Indonesia) yang selanjutnya diobjektifikasi dalam ranah

realitas hukum yang dihadapi, yang diharapkan menghasilkan satu

produk hukum yang bernilai ilahiyah sekaligus kompatibel bagi

perkembangan kehidupan manusia, yang sudah barang tentu, salah satu

hasilnya tercermin dalam ragam argumentasi hukum yang dilakukan oleh

para pembelajar hukum, termasuk hakim-hakim pada sistem peradilan

yang berlaku di Indonesia.

Oleh karenanya dalam buku ini, kajian-kajian yang ada

didalamnya adalah berkenaan dengan apa yang dimaksud dengan hukum

transendental dan bagaimana mula perbincangan hukum transendental

ini terlacak. Kemudian bagaimana aplikasi dan prospek hukum

transendatal itu dalam ranah realitas hukum, salah satunya dipergunakan

dalam argumentasi hukum yang biasa dipakai oleh hakim dalam

memutuskan sebuah perkara. Untuk melihat perbincangan tersebut,

secara spesifik, buku ini mengkaji salah satu Putusan Pengadilan Negeri

Purworejo (Putusan Nomor: 61/Pid.B/2011/PN.Pwr). Dari sana, kita

dapat melihat bagaimana pradigma berfikir hakim yang mencoba

menerapkan hukum transendental dalam putusan pengadilannya.

Akhirnya, penulis bersyukur kepada Allah Swt yang memberikan

kekuatan untuk menyelesaikan buku kecil ini, selanjutnya selaku penulis

mengharap adanya koreksi dari berbagai pihak terutama para pembaca

yang insya Allah akan kami jadikan sebagai bahan revisi buku pada

kesempatan yang akan datang. Selamat membaca dan terima kasih.

Penulis

Drs. Badwan, M.Ag

Farkhani, S.HI., S.H., M.H

Page 4: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

4

4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………

DAFTAR ISI ..……………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………

A. Gerak dan Arah Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia...

B. Norma Agama Sebagai Sumber Hukum Transendenta..........

BAB II HUKUM TRANSENDENTAL DAN ARGUMENTASI HUKUM

DALAM PUTUSAN HAKIM ....................................……

A. Hukum Transendental ........................ …………………….......

B. Akaar Diskursus Hukum Transendental …………………………..

C. Argumentasi Hakim dalam Putusan Hakim ...................................

D. Implementasi Hukum Transendental Sebagai Argumentasi Hukum

dalam Putusan Hakim ................................................................

BAB III KABUPATEN PURWOREJO DAN PENGADILAN NEGERI

PURWOREJO ..............................................................................

A. Sekilas Kabupaten Purworejo ..........................................................

B. Pengadilan Negeri Purworejo ..........................................................

BAB IV PARADIGMA BERFIKIR HUKUM HAKIM PENGADILAN

NEGERI PURWOREJO DALAM PUTUSAN NOMOR:

61/Pid.B/2011/PN.Pwr....................................................................

A. Paradigma Berfikir Hukum ............................................................

B. Analisis Paradigma Berfikir Hukum Hakim Pengadilan Negeri

Purworejo dalam Putusan Nomor 61/Pid.B/2011/PN.Pwr......

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………

Page 5: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

5

5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Gerak dan Arah Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia

Gerak dan wacana hukum, dalam perkembangannya terus

mengalami perubahan dan pergeseran. Bermula dari kajian tentang

filsafat alam yang berkembang pada zaman Yunani Kuno, kemudian

dengan kehadiran Socrates, Plato dan Aristoteles filsafat yang semula

hanya memperbincangkan perdebatan diseputar penciptaan alam

kemudian bergeser pada problem keseharian hidup manusia atau situasi

manusiawi (Otje Salman S, 2012: 2). Pada masa ini, alam dimana manusia

itu tinggal dianggap sebagai suatu kekuasaan yang mengancam manusia.

Oleh karenanya perlu ada orang yang mampu menghadapi alam sebagai

sesuatu yang penuh misteri dan sakral itu dan sebab manusia itu juga

hidup dalam alam, maka manusia pun dianggap sesuatu yang

mengandung misteri juga (Theo Huijber, 1982: 19).

Socrates, Plato dan Aristoteles mencoba merubah paradigma

masyarakakat Yunani Kuno yang religio primitif, menjadi lebih realitis

dan rasionalis dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar

tentang tujuan hidup. Ajaran yang dibawakan oleh tiga filosof guru dan

murid jelas merubah alam pemikiran manusia yang sebelumnya bahwa

kehidupan itu berjalan sebagai suatu keharusan alamiah saja menjadi

lebih manusiawi. Bermula dari pemikiran mereka, lalu muncul pemikiran

tentang hukum. Sebab pemikiran awal yang muncul adalah tentang

filsafat alam, maka aliran hukum yang pertama muncul adalah aliran

filsafat hukum alam, kemudian seiring perkembangan zaman muncul

aliran-aliran hukum lainnya seperti positifisme, utulitarianisme, aliran

hukum wahyu dan lain-lain. Diantara aliran-aliran itu ada dominasi

Page 6: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

6

6

dalam penerapan hukum ada pula yang berhenti dalam tataran makna

dan hanya berlaku dalam kurun waktu yang pendek kemudian berhenti

dalam diskursus ilmu pengetahuan hukum.

Dari banyaknya aliran pemikiran hukum pada masa klasik sampai

pada post modernisme, Stanley L. Poulsen dan Shidarta membaginya

dalam dua model aliran hukum yang pembagian tersebut berangkat dari

pola hubungan antara hukum, fakta dan moral; pertama hukum yang

menyatu dengan fakta (reductive thesis) dan terpisah dari fakta (normativity

thesis). Kedua, hukum menyatu dengan moral (morality thesis) dan terpisah

dari moral (separability thesis). Dari pola ini Poulsen tidak merinci pada

banyak aliran-aliran pemikiran dalam hukum, ia hanya melampirkan tiga

aliran pemikiran hukum, yaitu; aliran hukum kodrat (natural law theory),

aliran legisme hukum ala Kelsenian (Klesen’s pure theory of law) dan aliran

realisme hukum (empirico-positivist theory of law) (Shidarta dalam Absori

dkk, 2017: 4).

Pada masa dasa warsa terakhir, muncul ragam tawaran pemikiran

hukum baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Di dalam negeri

muncul aliran hukum progresif yang diinisiasi oleh begawan hukum dari

Universitas Dipenogoro Semarang, Satjipto Raharjo, hukum non sistemik

yang dipelopori oleh Anthon F. Susanto seorang dosen Fakultas Hukum

Universitas Pasundan Bandung, di Univesitas Islam Indonesia (UII)

Yogyakarta muncul ide penafsiran hukum al-ta’wil al-ilmi yang berawal

dari model pembacaan teks dengan model bayani, burhani dan irfani-nya

Syed Hossein Naser, di Univeritas Muhammadiyah Surakarta dan

Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta muncul ide hukum profetik.

Ilmu Hukum Profetik yang digaungkan di UII Yogyakarta belum

memiliki arah pemikiran yang jelas, sementara Ilmu Hukum Profetik yang

dikembangkan di UM Surakarta, oleh Kelik Wardiono dikembangkan

dengan meminjam pola pemikiran Ilmu Sosial Profetik yang dikenalkan

Page 7: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

7

7

oleh Kuntowijoyo (Absori dkk, 2015, dan Kelik Wardiono, 2016) dan

akhir-akhir ini Universitas Muhammadiyah Surakarta sedang gencar

menyebarkan wacana hukum transendental. Istilah wacana hukum

langitan juga pernah dilontarkan oleh Anthon F. Susanto yang ditulisnya

dalam sebuah buku kecil yang dikhususkan untuk mengkritisi wacana

hukum profetik yang kedua buku tersebut dilaunching pada acara

Konferensi Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI) ke-5 di Universitas

Muhammadiyah Surakarta (Anthon F. Susanto, 2015). Terakhir adalah

istilah hukum langit dari prosiding disertasi Muhyar Fanani (2008) yang

menjelaskan upaya nasionalisasi hukum Islam dan Islamisasi hukum

nasional.

Munculnya wacana pemikiran hukum yang beyond

postmodernisme di Indonesia itu tidak lain adalah bermula pada

kegagalan legal positifisme hukum dalam memecahkan persoalan-

persoalan kontemporer hukum yang sesungguhnya tidak an sich

membutuhkan kepastian hukum dan legalitas atas segala perbuatan

hukum, baik yang bersifat onrechtsmatigedaad maupun yang

zaakwarneming. Kasus-kasus seperti pencurian biji kakao oleh nenek

Minah, semangka afkiran oleh Kholil dan Basar, sandal jempit oleh pelajar

SMK di Palu, kayu bakar oleh nenek Asyani, pisang batu oleh kakek Klijo

Sumarto, minyak kayu putih oleh nenek Hasnah, piring oleh nenek

Rasminah, penebang pohon Mangrove oleh Busri dan beberapa kasus

semisal lainnya berbanding terbalik oleh kasus pembakaran hektaran

hutan di Riau, dan korupsi menjadi bukti nyata ketidakmampuan

positifisme hukum dalam menciptakan tujuan hukum diantara keadilan,

kemanfaatan dan kepastian hukum.

Mengubah arah pemikiran hukum dari para penegak hukum di

Indonesia bukan urusan semudah membelah pisang. Penancapan alur

fikir legal positifisme sangat panjang, dimana awal masa munculnya

Page 8: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

8

8

pemikiran hukum legal formalisme pada tahun 1650 M, Belanda melalui

VOC-nya dan pemerintahan kolonialnya telah menancapkan kuku

imperialisme besarta tatanan nilai-nilai (norma dan teori) hukum, hingga

masa akhir kejayaan paham teori ini (awal abad 19) Belanda masih tetap

bercokol di Bumi Indonesia. Masa tanam dan internalisasi norma dan

produk hukum kolonial yang positifistik ini jelas telah mengurat akar, dan

sangat sulit dihilangkan dalam sejarah perkembangan hukum di

Indonesia, maka dapat saja dipahami mengapa hakim-hakim itu

mayoritas terkungkung dan nyaman terjebak dalam lingkaran legal

formalistik yang positifitik, rasionalistik dan empiristik (Farkhani dan Evi

Aryani, 2016: 31).

Legal formalistik yang positifistik, seusungguhnya tidak begitu

buruk bilamana konsistensi dalam menjalankan hukum untuk keadilan

dan kepastian hukumnya diterapkan secara adil kepada siapapun, prinsip

atau azas equal before the law dipegangi dengan teguh oleh seluruh

penegak hukum.

Ketidakkonsistenan yang selama ini diperlihatkan membuat

pesimistis terhadap sistem hukum dan peradilan selama ini. Realitas yang

kasat mata mempertontonkan para penegak hukum menjadi sangat

cekatan, tegas dan mantap memproses hukum pada para terdakwa dari

kalangan masyarakat kaum proletar, membunyikan peraturan

perundang-undangan dan sedikit berkreasi bila kasusnya di publish dan di

blow up oleh berbagai media massa, baik cetak dan elektronik dan diikuti

oleh aksi demontrasi dari kalangan mahasiswa, lembaga swadaya

masyarakat dan aksi solidaritas lainnya. Sementara pada kasus-kasus

yang melibatkan politisi, birokrat, selebriti, penguasa dan pemilik modal,

kebenaran dan keadilan hukum diperdagangkan (Farkhani dan Evi

Aryani, 2016: 32). Equality before the law hanya menjadi mimpi buruk bagi

para pencari keadilan hukum dari masyarakat proletar.

Page 9: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

9

9

Zaman terus bergerak dan berubah, ilmu pengetahuan terus

dikembangkan, kesenjangan antara idealita dan kehidupan praksis terus

didekatkan dalam semua sisi kehidpan manusia, termasuk dalam hal

pemikiran ilmu hukum dan penerapannya dalam kasus perkasus. Para

hakim sebagai benteng terakhir penegakan hukum, mulai ada yang berani

membuka diri, menggali ilmu, nilai dan norma yang dapat dipedomani

sebagai sumber hukum. Norma adat, norma kesopanan, norma kesusilaan

dan norma agama mulai lebih sering dilirik, dijadikan bahan hukum guna

tercapainya keadilan hukum sedekat mungkin dengan keadilan yang

sesungguhnya.

Terkhusus dengan norma agama, hakim yang hidup dalam negara

Indonesia yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa dan dalam setiap irah-

irah putusannya tercantum “Demi Keadilan yang berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa”, menjadikan hakim sebagai “wakil” Tuhan di muka

bumi untuk penegakan keadilan bagi seluruh manusia. Artinya bahwa

setiap putusan yang hakim keluarkan harus benar-benar dapat dipastikan

bahwa putusannya itu dapat dipertangungjawabkan dihadapan Tuhan

Yang Maha Esa.

Dalam sejarah putusan pengadilan di Indonesia, sunguh telah ada

hakim yang memiliki pemikiran bahwa hakim adalah “wakil” Tuhan.

Nama Bismar Siregar (dalam posisi sebagai judex facti) menjadi rujukan

utama sebagai salah satu hakim yang paling sering menggunakan

argumentasi yang berlandaskan norma-norma agama dalam setiap

putusannya. Beliau menjadi hakim yang paling berani melawan aras

hukum yang menjadi ideologi hukum para hakim pada umumnya.

Norma-norma agama, terutama ajaran dalam al-Quran dan Injil sering

kali beliau jadikan sebagai argumentasi untuk jatuhnya putusan dalam

akhir sebuah persidangan. Hal ini menunjukan bahwa norma hukum

transendental dapat pula dijadikan sebagai bahan pertimbangan sebagai

Page 10: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

10

10

argumentasi hukum dalam putusan pengadilan, dan sangat mungkin ada

peluang untuk menjadikannya sebagai norma hukum nasional.

Setelah era Bismar Siregar, sulit didapatkan hakim yang

menggunakan norma agama menjadi salah satu argumentasi dalam

memutuskan perkara dalam persidangan, bukan berarti tidak ada. Akhir-

akhir ini muncul putusan hukum yang semisal dengan apa yang pernah

dilakukan oleh Bismar Siregar. Dalam sebuah persidangan pada perkara

pembunuhan berencana di Pengadilan Negeri Purworejo, majlis hakim

yang diketuai oleh Purnawan Narsongko, S.H., dengan hakim anggota

Alex. TMH. Pasaribu, S.H. dan Mardiana Sari, S.H., M.H., menggunakan

norma-norma agama sebagai salah satu argumentasi pemberian hukuman

pada terdakwa Adriawan bin Subarjo.

Penelitian ini mencoba untuk mengkaji putusan hukum hakim

Pengadilan Negeri Purworejo dalam menggunakan norma agama sebagai

argumen hukum untuk pemberian hukuman pada terdakwa, dan bertolak

dari persoalan ini juga akankah semakin terbuka dan berani para penegak

hukum untuk menggunakan norma hukum transendental sebagai norma

hukum yang keberlakuannya diakui secara terbuka dan menasional.

B. Norma Agama Sebagai Sumber Hukum Transendental

Ilmu modern yang bercorak rasional positifistik dianggap bukan

segala-galanya, sebab alam kehidupan manusia tidak melulu yang bersifat

wadag dan dapat ditangkap oleh rasio manusia yang memiliki

keterbatasan. Rasionalisasi yang dipegangteguhi oleh positifisme jelas

akan sangat terbata-bata untuk memperbincangkan segala hal yang

bersifat batiniyah. Sebab positifisme erat terkait dengan tangkapan

indrawi dan bukti empirik. Akal manusia dijadikan sebagai alat ukur

terhadap suatu problem dengan jawaban pasti; logis dan tidak logis.

Page 11: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

11

11

Menurut Absori (dalam Absori dkk, 2017: 14-15), pemikiran

transendental berkaitan dengan pemahaman yang menempatkan ilmu

pada jangkauan yang lebih luas melampaui batas-batas normatif kaidah

ilmu yang bersifat rasional. Binkai ilmunya bersifat metafisik,

supranatural dan sering kali irasional. Immanuel Kant memaknai

transendental sebagai sebuah pemahaman yang melampaui batas-batas

pengalaman. Menurut kaum Skolastik, transendental dipahami bersifat

superkategoris, yakni mencakup segala hal yang lebih luas dari

kategorisasi tradisional, baik dalam bentuk, potensi dan aksi.

Transendental mampu mengungkap ciri universal dan adiindrawi dari

yang ada yang ditangkap melalui intuisi yang melampaui pengalaman

apapun. Transendental menunjukkan eksistensi melalui akumulasi

kegiatan berfikir, kesadaran dan dunia (Lorens Bagus, 1996: 1118-1122).

Roger Garaudy, memaknai transendental dalam tiga perspektif;

pertama, pengakuan ketergantungan manusia kepada Sang Pencipta,

kedua, pengakuan terhadap kontinuitas dan ukuran bersama antar Tuhan

dan manusia dan ketiga, mengakui keunggulan norma-norma mutlak

yang melampaui akal manusia (M. Fahmi, 2005: 97). Dari pemahaman ini

semua, diyakini bahwa agama, spiritual, etika dan moral sebagai bagian

dari transendensi dalam kehidupan manusia.

Agama (penuh muatan transendensi) diyakini sebagai suatu sistem

nilai dan ajaran memiliki fungsi yang jelas dan pasti untuk

pengembangan kehidupan umat manusia yang lebih beradab dan

sejahtera. Dalam perspektif ajaran dan sejarah, agama apa pun turun ke

dunia untuk memperbaiki moralitas manusia, dari kebiadaban menuju

manusia bermoral. Di dalam agama terdapat nilai-nilai transenden berupa

iman, kepercayaan kepada Tuhan, serangkaian ibadah ritual dan petunjuk

kehidupan manusia sebagai manifetasi kepercayaan dan kepatuhan

kepada Sang Pencipta. Menurut Abd A’la (dalam Adi Sulistyono, 2008: 2),

Page 12: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

12

12

transendensi agama bersifat fungsional, bukan sekadar untuk kehidupan

akhirat yang bersifat ekskatologis murni dan terpisah dari kehidupan

sekarang. Namun hal itu juga berfungsi praktis dan applicable untuk

kehidupan dunia.

Agama sebagai petunjuk hidup yang didalammnya tertera banyak

norma, termasuk norma yang bermuatan hukum, dapat dijadikan sebagai

sumber hukum dan dapat pula dijadikan sebagai argumen hukum dalam

mempertimbangan pemberian hukuman bagi pelanggar hukum. Bermula

dari pemahaman ini kemudian muncul istilah hukum transendental yang

sedang dikembangwacanakan oleh para sarjana hukum di Universitas

Muhammadiyah Surakarta. Konsep hukum transendental tercipta setelah

mengelaborasi; (1) berbagai pemahaman dari para sarjana tentang

transendental, (2) introdusir Spiritual Intellegence-nya Danar Zohar dan

Ian Marshall yang diyakininya sebagai The Ultimate Intellegence, (3)

konsep Emotional Spiritual Quotient-nya Ari Ginanjar Agustian dan (4)

konsep hukum yang membahagiakannya Satjipto Rahardjo diperolehlah

pemahaman bahwa yang dimaksud dengan hukum transendental adalah

hukum yang mendasarkan pada nilai dan norma luhur agama, spiritual,

etik dan moral untuk mengatur perilaku tutur dan tingkah laku

masyarakat hukum agar tercipta kehidupan yang harmoni,

mensejahterakan dan membahagiakan lahir dan batin. Hukum

transendental juga tidak hanya menghendaki konten hukumnya tetapi

juga pada sikap para penegak hukumnya yang menginternalisasi nilai-

nilai transendensi.

Argumentasi hukum sifatnya wajib bagi hakim dalam setiap

pemberian hukuman kepada pelanggar hukum. Keberadaannya di

pastikan ada pada setiap putusan pengadilan pada saat mengakhiri

persidangan. Dalam Terminologi Hukum (Rahuhandoko, 1996: 67), istilah

‘argument’ diartikan sebagai berusaha mempercayakan orang lain dengan

Page 13: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

13

13

mengajukan alasan-alasan. Dalam Kamus Filasafat (Rakhmad, 1995: 22-

23), ‘argument’ dari bahasa Latin ‘arguere’ yang berarti menjelaskan alasan-

alasan (bukti) yang ditawarkan untuk mendukung atau menyangkal

sesuatu. Adapun hukum secara ringkas diartikan sebagai aturan.

Sehingga dapat dimakna bahwa yang dimaksud dengan argumentasi

hukum adalah alasan-alasan yang dianggap logis yang memuat norma-

norma hukum yang bertujuan meyakinkan pihak lain atas alasan yang

dikemukakan. Argumentasi hukum yang biasa dijadikan pertimbangan

pemberian putusan bagi hakim meliputi unsur-unsur legal justice, moral

justice dan social justice.

Aspek-aspek yang termasuk dalam moral justice adalah falsafah

humanisme, psikologi, pendidikan dan agama. Aspek (norma) agama

sangat jarang diungkap secara tegas dalam putusan-putusan hakim

pengadilan, terkhusus pengadilan negeri dan lebih khusus pada kasus

pidana.

Page 14: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

14

14

BAB II

HUKUM TRANSENDENTAL DAN

ARGUMENTASI HUKUM DALAM PUTUSAN HAKIM

A. Hukum Transendental

Kebebasan beragama (religious freedom) menjadi salah satu bagian

terpenting dalam kluster hak asasi manusia. Dalam sejarah pembentukan

dan perubahan konstitusi di Indonesia, klausul kebebasan beragama tidak

pernah hilang, bahkan mengalami penguatan dari waktu ke waktu dan

semakin diperhatikan keberadaannya. Sebab sangat urgennya hak

kebebasan beragama (religious freedom) dimasukan dalam klasifikasi

sebagai non-derogable right - hak lainnya; hak atas hidup (freedom to life),

hak bebas dari penyiksaan (rights to be free from torture), hak bebas dari

perbudakan (rights to be free from slavery), hak bebas dari penahanan

karena gagal memenuhi perjanjian (utang), hak bebas dari pemidanaan

yang berlaku surut, hak atas kebebasan berfikir, keyakinan dan agama-,

artinya hak kebebasan beragama adalah hak yang tidak boleh dikurangi

dalam kondisi apapun (bencana, darurat ataupun perang) (Ifdhal Kasim,

2001: xii-xiii). Hak non-derogable right ini juga secara tegas tertuang dalam

UUD 1945 pasal 28 huruf I ayat 1.

Kebebasan beragama (religious freedom) tidak boleh dikurangi,

hanya diperbolehkan dilakukan pembatasan dengan alasan-alasan yang

dibenarkan dan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.

Adapun keterangan yang dimaksud dengan pembatasan adalah

sebagiamana terangkum dalam;

1. Konvensi internasional hak sipil dan politik yan telah diratifikasi

melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2005 dalam pasal 18 ayat 3

yang berbunyi; “kebebasan untuk menjalankan agama atau

Page 15: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

15

15

kepercayaannya seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan hukum,

yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan atau

moral masyarakat atau hak dan kebebasan mendasar orang lain”.

2. Deklarasi hak asasi manusia PBB (DUHAM) terangkum dalam

pasal 29 ayat 2; “dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-

kebebasannya, setiap orang harus tunduk hanya pada pembatasan-

pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang yang tujuannya

semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang tepat

terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk

memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban dan

kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis”.

3. Deklarasi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

Berdasarkan Agama dan Kepercayaan (Declaration on the

Elimination of All Forms of Intolerance and of Discrimination Based on

Religion and Belief) tahun 1981, pada pasal 1 Ayat 3; “Setiap orang

berhak atas kehidupan, kebebasan dan keamanan pribadi”.

4. Konvensi Hak-Hak Anak Persyarikatan Bangsa-Bangsa (Convention

on the Rights of the Child), terdapat dalam pasal 14 ayat 3; “kebebasan

untuk menyatakan agama seseorang atau kepercayaan seseorang, dapat

tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan seperti yang ditentukan oleh

undang-undang dan yang diperlukan untuk melindungi keselamatan

umum, ketertiban umum, kesehatan atau kesusilaan atau hak-hak atau

kebebasan-kebebasan dasar orang lain”.

Komponen-komponen yang menjadi pembatasan dari hak

kebebasan beragama yang tercantum dalam berbagai konvensi dan

deklarasi internasional itu, kemudian dijadikan bahan untuk menyusun

pasal 28 huruf j UUD 1945; (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi

manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.(2) Dalam menjalankan dan melindungi hak asasi dan kebebasannya,

Page 16: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

16

16

setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-

undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan

yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan

ketetiban umum.

Berkenaan dengan hal tersebut, ada perdebatan yang cukup

menarik antar hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK No.

140/PUU-VII/2009 berkenaan dengan penodaan agama, yang berpusat

pada dua titik pemahaman dalam memahami kebebasan beragama dalam

secara forum internum (sikap batiniyah) dan forum eksternum (sikap

lahiriyah) (Suparman Marzuki, 2013: 200-203).

Berkaitan dengan persolan ini, mendasarkan pada UUD 1945 pasal

28 huruf I ayat 1, sangat mungkin melahirkan kebebasan berfikir dan

berpendapat yang berdasarkan pada pemahaman atas keyakinan agama

seseorang. Oleh karena tidak dapat disangkal bila kemudian ditemukan

pemikiran-pemikiran dari para cerdik cendikia yang berkompeten di

bidangnya masing-masing, ada kalanya mengikutsertakan pemahaman

atau keilmuan yang berkaitan dengan agama pada persoalan yang sedang

diperbincangkan atau bahkan menjadi landasan argumentasi dalam

pandangan-pandangannya, baik secara tertulis maupun lisan.

Dalam ranah hukum, penyampaian argumentasi atau pendapat

pribadi yang dikaitkan pada persoalan hukum yang sedang dihadapi bisa

saja terjadi; apakah berasal dari para pihak yang bersengketa, terdakwa,

kuasa hukum, penuntut umum bahkan dari hakim itu sendiri dalam

pertanyaan-pertanyaan di persidangan sampai pada argumentasi hukum

dalam putusannya.

Argumentasi yang mendasarkan pada hak kebebasan beragama

termasuk didalamnya menggunakan diktum-diktum ajaran agama dalam

kehidupan, biasa digunakan dengan istilah norma agama. Norma agama

Page 17: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

17

17

adalah norma luhur dan adi luhung, atau ia adalah norma yang

melampaui batas-batas rasionalitas (rasionalisme) yang didukung oleh

kemampuan daya tangkap dan daya tampung panca indera manusia

(empirisme). Selanjutnya nilai atau norma tersebut dikenal dengan istilah

transendental.

Pengenalan istilah transendental sejatinya telah lama, yakni suatu

pola pemikiran yang terlahir dari phythagorianisme yang mempengaruhi

pemikiran Plato dan para pengikutnya serta kaum Neoplatonis, dan terus

diperbincangkan dalam zaman Skolastik serta beberapa sarjana

mewacanakannya sebagai anti tesis dari wacana yang telah popoler dan

berkembang sebelumnya. Diantara tokoh yang mengangkat tesis ini

adalah Immanuel Kant.

Tesis Kant (trancendental philosophy) tentang hal ini bermula dari

perdebatan antara paham rasionalisme dan empirisme, khususnya

rasionalisme G.W. Leibniz (1646-1716), dan empirisme David Hume (1711-

1776). Kritik Kant berkenaan dua paham yang saling beroposisi

melahirkan satu tesis baru yang “melampaui” batas-batas paradigma

yang dipergunakan oleh dua paham tersebut. Kant tidak terpuaskan oleh

argumentasi-argumentasi yang digunakan oleh rasionalisme yang lebih

mengandalkan pada hasil pemikiran rasio semata. Ia menentang jargon

yang diusung oleh Rene Descrtates “cogito erga sum” (saya berfikir maka

saya ada”. Pemikiran Descrates ini seolah-olah tidak ada jalan pemikiran

dan keilmuan kecuali dengan cara mengeksploitasi kemampuan pikir

manusia. Ketidaksetuajuan Kant terhadap empirisme juga terlihat nyata,

ia tidak sepakat atau tidak terpuaskan dengan argumentasi kaum

empirisme yang menyatakan bahwa satu satunya sumber pengetahuan

adalah pengalaman inderawi, atau dengan kata lain bahwa sesuatu dapat

dikatakan ilmu kebenaran yang dipancarkan dari ilmu itu dapat

ditangkap dan dibuktikan secara nyata oleh indera manusia.

Page 18: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

18

18

Kritik Immanuel Kant terhadap rasionalisme dan empirisme ini

sebab keduanya tidak mampu atau mengeluarkan segala sesuatu atau

pengetahuan yang berasal dari sumber yang berada di luar rasia dan

inderawi, misalkan memperbincangkan tentang Tuhan dan jiwa (ruh).

Pemikiran Kant yang berkecenderungan bersifat metafisis memang

mengalami pertentang-pertentangan dalam zamannya, namun

pemikirannya sampai saat ini tidak hilang bahkan menjadi jalan lain

(alternatif) atas kebuntuan-kebuntuan dari ilmu yang terpapar

rasionalisme dan empirisme. Transendentalisme menjadi tren baru di fase

post modernisme.

Begitu pula dalam ranah hukum, kejenuhan terhadap ragam

produk dan pemikiran hukum yang bersifat rasional dan empiri mulai

diragukan karena ketidakmampuannya untuk melahirkan keadilan dan

rasa keadilan masyarakat yang menjadi subyek dari hukum itu sendiri.

Hukum yang bersifat transendental mulai diangkat sebagai upaya lain

untuk menerobos kekakuan-kekakuan hukum yang selama ini menjadi

persoalan pelik dan selalu debatable, terutama dalam ranah law enforcment

dari produk-produk hukum yang lebih mengunggulkan kepastian

hukum.

Transendental, dalam bahasa Inggris ‘transcendent’, berasal dari

bahasa Latin ‘trancender’. Trans bermakna seberang, atas, melampaui dan

scender bermakna memanjat. Dari arti bahasa ini, muncul beberapa

pengertian tentang makna istilah dari transendental; 1) sesuatu yang lebih

tinggi, unggul, agung, melampaui, superlatif, 2) melampaui apa yang

dalam pengalaman, 3) berhubungan dengan apa yang selamanya

melampaui pemahaman terhadap pengalaman biasa dan penjelasan

ilmiah, 4) tidak tergantung dan sendiri.

Dari penjelasan awal muncul wacana transendentalia pada abad

pertengahan, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan

Page 19: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

19

19

transendental adalah sesuatu yang berada di luar batas kemampuan dan

pengalaman-pengalaman yang berawal dari eksploitasi ruang rasio dan

inderawi manusia, ia adalah sesuatu yang tinggi, agung, suci, dan unggul,

metafisis dan sangat mungkin bersifat ilahiyah.

Bila pengertian ini diterapkan pada ranah hukum, disebut sebagai

hukum transendantal, secara sederhana adalah hukum yang tidak hanya

terpaku pada produk-produk hukum yang argumentasi dan tafsirnya

yang terpancang pada segala apa yang dapat ditangkap oleh logika

hukum yang rasionalistik empiristik, tetapi melampaui batas-batas itu

yang bersifat metafisis dan ilahiyah. Sebab dalam ranah hukum, produk

hukum akan selalu terkait dengan sumber hukumnya dan idea of law,

maka jalur yang paling singkat dan mudah untuk menemukan dan

memahaminya adalah dalam norma-norma agama yang tersimpan rapih

dalam diktum-diktum ajaran agama dalam masing-masing kitab suci

agama. Selanjutnya lebih mudah menyebutnya sebagai norma dan/atau

nilai agama. Singkatnya hukum transendental adalah objektifikasi norma

dan/atau nilai agama menjadi hukum bagi manusia.

Jujur diakui bahwa wacana ini belum begitu populer dalam

perkembangan ilmu hukum, tetapi telah ada dan mulai dilirik dalam

berbagai kesempatan dalam ranah hukum terutama pada aspek

argumentasi hukum dan ada pula produk-produk hukum di Indonesia.

B. Akar Diskursus Hukum Transendental

Diskursus mengenai hukum dan aliran hukum terus melaju dan

berkembang, dimulai ketika para filsuf memperbincangkan manusia dan

alam. Oleh karenanya pemikiran yang lahir pada masa awal –yang

diyakini sebagai- lahirnya filsafat adalah berkaitan dengan manusia, jiwa,

alam raya dalam satu lingkaran makro kosmos.

Page 20: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

20

20

Para ilmuan mengatakan bahwa orang yang pertama kali

memperbincangankan manusia dengan segala yang terkait dengan

kehidupannya adalah Socrates. Dia-lah yang mengangkat tema manusia

dengan segala seginya, termasuk bagaimana seharusnya manusia

berperilaku pada diri dan alam sekitarnya. Berperilaku disini bermakna

seharusnya manusia memposisikan diri sebagai organ makro kosmos

untuk tunduk pada aturan-aturan alamiah. Pemikiran utama Socrates ini

kemudian diperbincangkan dalam berbagai perspektif dan dari sini pula

diyakini perbincangan tentang filsafat hukum termasuk kategorisasi

aliran-aliran pemikiran hukum mulai berkembang. Pemikiran awal

tentang hukum ini kemudian masuk dalam kategori aliran pemikiran

hukum alam atau filsafat hukum alam.

Masa berikutnya adalah masa Plato. Plato adalah murid Socrates,

maka tidak heran bila pandangan filsafatnya (filsafat hukum) banyak

dipengaruhi oleh pemikiran Socrates. Tetapi perlu diketahui pula bahwa

Plato mengenal filsafat tidak hanya dari Socrates, ia juga belajar pada

filsuf-filsuf yang disebut sebagai filsuf pra sokratik, diantaranya Kratylos

dan Heraklietos. Plato juga belajar dari kaum Sofis, walaupun banyak

bertentangan dengan konsep relativisme moral kaum Sofis.

Dari hasil belajarnya, Plato memiliki idea filsafatnya sendiri. Ia

memulai bahwa apa yang ditangkap oleh indrawi adalah sebuah realitas

yang bisa dipertanggungjawabkan. Namun ia juga menyadari bahwa

alam inderawi senantiasa berada dalam perubahan, tidak tetap, tidak

sempurna, tidak abadi, majemuk dan puspa ragam (J.H. Rapar, 2001: 46).

Pemikiran Plato juga menjunjung dunia idea, dimana alam idea seringkali

tidak dapat ditangkap oleh alam inderawi. Untuk kepentingan keduanya,

perlu ada penghubung antar keduanya, dan Plato menyebutnya “jiwa”,

dalam bahasa lain adalah “ruh” (J.H. Rapar, 2001: 47). Dengan demikian,

jelas pengaruh Socrates sangat kental dalam pemikiran filsafatnya, yang

Page 21: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

21

21

tidak mau dengan serta merta meninggalkan ajaran gurunya yang

beraliran hukum alam. Sedangkan hukum alam menurut Otje Salman

(2002: 63) adalah hukum yang normanya berasal dari Tuhan Yang Maha

Esa, dari alam semesta dan dari akal budi manusia.

Berawal dari pemikiran filsafat Plato ini, penulis meyakini sebagai

cikal bakal aliran filsafat hukum positif (positifisme, realisme hukum).

Statemen ini semakin jelas pemikiran hukum Aristotels yang merupakan

murid langsung dari Plato. Otje Salman (2002: 64) menyebut Aristoteles

sebagai pemikir hukum yang pertama-tama membedakan antara hukum

alam dan hukum positif.

Perdebatan atau diskursus biner antara hukum alam dan hukum

positif terus berlanjut sampai pada masa jauh setelah zaman Yunani kuno,

diantaranya Thomas Aquinas dan Hugo Grotius sebagai filsuf hukum

yang lebih condong beraliran hukum alam walau dengan bahasan yang

lebih rinci dan klasifikasi kategoris yang mendasarkan pada asal sumber

pemikiran hukumnya. Aquinas mengatakan bila antara hukum positif

dengan hukum alam terjadi pertentangan, maka yang dimenangkan

adalah hukum alam. Adapun Grotius mengatakan bahwa hukum alam

adalah hukum yang riil dan sama dengan hukum positif (Otje Salman,

2002: 64-65).

Abad Pertengahan (18-19 M) adalah abad kejayaan pemikiran

positifisme –aliran hukum positif. Para penstudi hukum sepakat bahwa

pelopor aliran pemikiran hukum ialah John Austin (1790-1859) yang

berpendirian bahwa hukum adalah perintah dari penguasa. Hakikat

hukum sendiri menurut Austin terletak pada unsur “perintah” (command).

Hukum dipandang sebagai suatu sistem atau corpus yang tetap, logis, dan

tertutup. Pemikiran itu kemudian berkelindan dengan pemikir yang

serupa seperti August Comte (1798-1857) yang berpendapat bahwa perlu

adanya kepatian dari hukum untuk mengikuti perkembangan untuk

Page 22: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

22

22

mengatur roh manusia dan segala gejala hidup bersama dan itulah secara

mutlak. Comte juga hanya mau mengakui hukum yang dibuat oleh

negara.

Setelah dua tokoh itu, muncul Hans Kelsen (1881-1973) yang

mengusung teori hukum murni. Hans Kelsen semakin mempertegas

posisi dan kedudukan hukum positif di tengah menguatnya pemikiran

dan praktik negara modern. Dalam bukunya “The Pure Theory of Law”,

ia menyatkan “bahwa hukum itu harus dibersihkan dari anasir-anasir

yang tidak yuridis seperti etika, sosiologi, politik, sejarah, dan lain

sebagainya”. Selanjutnya menurut Kelsen bahwa orang menaati hukum

karena ia merasa wajib untuk menaatinya sebagai suatu kehendak negara.

hukum itu tidak lain merupakan suatu kaidah ketertiban yang

menghendaki orang menaatinya sebagaimana seharusnya.

Pada masa ini pergulatan antara hukum yang bersumber pada idea

Tuhan, kehendak alam dan akal budi manusia dan moral dengan hukum

adalah hukum yang dibuat oleh negara lebih banyak unggul yang

terakhir, kecuali pada negara-negara dibelahan Timur, terkhusus negara-

negara Islam yang berada dalam kekhilafahan Turki Utsmani. Sampai

pada persoalan ini John Gilisem dan Frits Gorle (dalam Anton F. Susanto,

2010: 74) menerangkan bahwa sejarah memperlihatkan hukum

berkembang dari apa yang kita kenal sebagai tatanan-tatanan hukum

yang primitif menjadi tatanan hukum yang modern. Perkembangan

selanjutnya menjadi semakin miris, karena melihat dunia hukum hanya

dari teleskop perundang-undangan belaka untuk kemudian menghakimi

peristiwa-peristiwa yang terjadi (Khudzaifah Dimyati, 2005: 60).

Aliran pemikiran hukum yang digjaya pada abad itu tentu saja

mempengaruhi alam pemikiran hukum di Indonesia. Sebab pada kurun

abad itu Indonesia di jajah oleh beberapa bangsa Eropa yang

menggunakan alam pemikiran positivisme (hukum) pada peraturan

Page 23: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

23

23

perundang-undangannya, terutama Belanda. Tentu saja dengan berbagai

argumentasi, terutama asas konkordasi, hukum yang mereka miliki

diterapkan begitu saja kepada negara jajahannya serta diperkuat dengan

pembelajaran ilmu hukum yang mendukung madzhab pemikiran hukum

yang berjaya pada masa itu. Baik dengan cara menyediakan sekolah-

sekolah hukum bagi pribumi di negara mereka dan/atau mendirikan

sekolah hukum di negeri jajahan.

Sebab perkembangan yang demikian itu, menjadi wajar hal itu juga

memperngaruhi alam pemikiran hukum di Indonesia. Oleh sebab itu

corak pemikiran hukum para sarjana hukum dan peraturan perundang-

undangan yang ada masyoritas bergenre positivisme. Tercermin jelas

pada penekanan aspek legalitas, lebih sering mengesamping aspek-aspek

moralitas, etika dan agama dalam praktek produksi dan penegakan

peraturan perundang-undangan. Sebagai penguat atas statemen dimuka,

sebagian kecil kasus yang sempat menjadi tranding topic pada beberapa

tahun terakhir tulisan ini dibuat, diantaranya; pencurian minyak angin,

pencurian biji kakao, ketumbar, sandal jepit, pisang dan beberapa kasus

lainnya dengan skema penanganan yang serupa, siapa yang berbuat

salah, ketangkap, pencocokan antara perbuatan dengan paraturan

perundangan dan vonis.

Skema pemidanaan dalam pola positivistik hukum

Fakta dan skema hukum yang terlihat tersebut menunjukkan

bahwa hukum itu tidak lain adalah yang terdapat dalam undang-undang,

Tangkap Pelanggar Hukum

Vonis Hukuman

Temukan Peraturannya

Page 24: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

24

24

dan bukan apa yang seharusnya, serta mengabaikan aspek moral, agama

dan sosial di masyarakat.

Selanjutkan sebab berbagai fakta yang terjadi dalam dunia ilmu

hukum dan hukum di Indonesia yang sangat terpengaruh oleh

positivisme hukum, menjadikan hukum di Indonesia terpenjara dalam

teks book peraturan perundang-undangan, mengabaikan terwujudnya cita

hukum yang hakiki, meninggalkan kekacauan dan ragam problema

dalam hukum baik dalam teks maupun implementasinya dalam law

enforcment.

Kegagalan positivisme hukum yang demikian massif itu

menimbulkan ragam kritik, yang intinya bahwa terjadinya kegagalan

hukum dalam memainkan peranan yang sejati adalah akibat penerapan

teori positivisme hukum dalam pembangunan hukum.

Dalam berapa kajian dan kritik yang dilakukan terhadap

positivisme hukum, termasuk terhadap penerapan positivisme hukum di

Indonesia datang dari para penganut penganut hukum responsif–sintesis

dari berbagai aliran hukum, terutama aliran Hukum Alam, Madzhab

Sejarah Hukum, Aliran Sociological Jurisprudence, Legal Realisme,

maupun Critical Legal Studies movement. Ilmu hukum modern mulai

digoyang, di geser ke berbagai lompatan wacana post modernisme yang

ingin membebaskan diri pada terkungkungan teks dan rasionalitas

empiris dalam berbagai ilmu yang selama ini diagungkan.

Hukum responsif (Philip Nonet dan Shilzinek) misalnya,

menganggap positivisme hukum itu sekedar menempatkan hukum di

sebuah ruang hampa, menjadi “aturan mati “sebagaimana yang tertera di

dalam kitab-kitab hukum. Positivisme hukum telah menjadikan hukum

itu sesuatu yang a sosial, padahal hukum itu diciptakan untuk manusia

demi tujuan sosial tertentu. Gerakan Critical Legal Studie, sebagai

diyakini oleh para penggeraknya –diantaranya Roberto M. Unger- bahwa

Page 25: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

25

25

produk hukum (perundang-undangan) sangat sarat dengan kepentingan

(politik), oleh karenanya setiap produk perundangan-undangan sangat

terbuka untuk dicurigai ada muatan kepentingan tertentu yang membuat

tujuan dari penciptaan hukum tidak tercapai.

Anton F Susanto dalam buku Ilmu Hukum Non Sitemik (2010)

menolak klaim bahwa hukum berada dalam wilayah rasional-dogmatik

dan statis yang dipegang erat oleh positivistik hukum, tetapi merupakan

wilayah yang senantiasa mengalami retakan dan rekahan sehingga setiap

saat akan muncul tatanan baru yang menggantikan tatanan lama dan

usang. Sementara Kelik Wardiono (2016) mencoba memberikan tawaran

wacana Hukum Profetik, dimana hukum seharus memperhatikan pula

nilai-nilai luhur yang bersifat moralitas tertinggi dan nilai-nilai nubuwat.

Walaupun apa yang ditawarkan oleh Kelik itu masih perlu pendalaman

atau penegasan apa sesungguhnya hukum profetik itu.

Paling mutakhir yang sedang dikembangkan dan terus diupayakan

penggaliannya adalah wacana hukum transendental. Absori (2016) dan

para sarjana hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta sedang gencar

menyuarakan aliran baru ini. Sebuah aliran yang berkeinginan mem-

breakdown-kan nilai-nilai ajaran ilahiyah yang tertampung dalam ragam

kitab suci untuk menjadi solusi atas ketidakberhasilan ragam ilmu hukum

yang dikembangkan berdasarkan pada rasio dan meta rasio manusia.

C. Argumentasi Hukum dalam Putusan Hakim

Dari perkembangan tawaran aliran hukum transendental ini, terus

disebarkan kepada para pemegang kepentingan atas tegaknya hukum

yang sering kali terlihat semakin tidak menentu arahnya, sering meleset

dari rel keadilan dan jauh dari rasa keadilan masyarakat.

Upaya-upaya untuk pembenahan untuk terciptanya hukum yang

ideal terus diupayakan, termasuk merubah mainset para penegak hukum

Page 26: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

26

26

dan menggunakan argumentasi hukum yang sebelumnya sangat terkotak

dalam idealita positivisme hukum. Terutama paradigma pemikiran

hukum para hakim sebagai benteng keadilan hukum yang terakhir.

Putusan-putusan pengadilan yang merupakan hasil karya pemikiran para

hakim, selama ini mayoritas didominasi pola pemikiran positivistik.

Argumentasinya lebih sering tertuju lebih banyak berlandaskan kitab-

kitab hukum (law in book law), sangat jarang mencari argumentasi hukum

berdasarkan pada norma-norma lain yang hidup dan diakui dalam sistem

hukum di Indonesia.

Andaipun ada, ujung-ujungnya hukum atau sanksi yang

diterapkan kembali lagi pada peraturan perundangan yang sudah ada,

sangat jarang yang hasil akhirnya out of the box dari positivisme.

Berkenaan dengan argumentasi hukum yang dapat saja dipakai

oleh siapa saja yang memiliki perkara atau kepentingan yang berkaitan

dengan hukum. Argumentasi hukum menjadi wajib untuk dikemukakan

agar pihak lain memahami persoalan yang sedang diperbincangkan atau

dihadapi.

Argumentasi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen

Pendidikan Nasional, 2015) bermakna “alasan untuk memperkuat atau

menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan”. Sedangkan dalam

Black Law Dictionary (2004: 327), kata argumentasi (argument) bermakna

sebuah pernyataan yang mencoba membujuk., biasanya digunakan dalam

menganalisis dan menunjukkan atau menolak kesimpulan yang

diinginkan, atas bantuan pembuat keputusan. Dalam Kamus Hukum

(Sudarsono, 1992: 36), istilah ‘argumen’ berarti sebagai alasan yang dapat

dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau

gagasan. Istilah argumentasi, diartikan sebagai pemberian alasan untuk

memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan.

Page 27: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

27

27

Berargumentasi berarti memberikan alasan untuk memperkuat atau

menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan.

Berdasar pada arti bahasa argumentasi, kemudian sambungkan

dengan kata hukum yang secara sederhana berarti norma atau peraturan

yang mengatur tingkah laku manusia untuk berbuat atau tidak berbuat,

maka makna dari frasa argumentasi hukum adalah alasan atau landasan

pijak norma atau peraturan yang digunakan untuk meyakinkan secara

logic dan yuridis pendapat hukumnya atau menolak pendapat atau

gagasan hukum orang lain. Kusnu Goesniadhie memberikan pengertian

argumentasi hukum adalah “alasan berupa uraian penjelasan yang

diuraikan secara jelas, berupa serangkaian pernyataan secara logis, untuk

memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan,

berkaitan dengan asas hukum, norma hukum dan peraturan hukum

konkret, serta sistem hukum dan penemuan hukum”.

Berbicara dan menggunakan argumentasi hukum dalam praktik,

tidak bisa dipisahkan dengan penalaran (logika) hukum dan penafsiran

(interpretasi) hukum. Penalaran (logika) secara terminologi adalah suatu

metode yang penilaian terhadap ketepatan penalaran yang dipakai untuk

suatu argumentasi, sedangkan teori argumentasi ialah cara untuk

mengkaji bagaimana menganalisis dan merumuskan suatu argumentasi

(secara tepat dan jelas), serta rasional yang kemudian diimplementasikan

dengan cara mengembangkan kriteria universal dan/atau kriteria yuridis

sebagai suatu landasan rasional argumentasi hukum (Feteris, E.T., 1994: 2).

Penalaran (logika) hukum yang diajukan dapat benar dan dapat

pula sesat. Benar, apabila ada korelasi logis antara premis dan konklusi

dan sesat, bila tidak ada korelasi logis antara premis dan konklusi. Oleh

sebab itu nalar yang baik dan benar perlu dilatih dengan berbagai metode

hingga ia menjadi sebuah keterampilan yang inhern pada pola pikir

Page 28: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

28

28

seseorang. Peran nalar yang baik dan benar, runut dan argumentatif

sangat penting perannya dalam memberikan argumentasi hukum.

Adapun interpretasi hukum lebih merupakan suatu teknik untuk

memahami norma hukum (peraturan perundangan)agar dapat

menangkap pesan yang hendak dicapai oleh norma yang ada. Karena

hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan adalah buah karya

manusia dan merupakan produk politik yang sarat akan kepentingan.

Walaupun kodifikasi tersebut telah diupayakan dengan sungguh-

sungguh detail-detailnya tetap saja tidak akan sempurna, tetap

menyisakan celah yang dapat dimanfaatkan oleh siapa saja agar terhindar

dari jerat hukum. Apalagi akselerasi dinamika perubahan dan kemajuan

kehidupan manusia selalu lebih cepat daripada hukum yang terkodifikasi

tersebut. Oleh sebab itu muncul model-model penafsiran (interpretasi)

hukum, kodifikasi hanya berfungsi sebagai pedoman agar ada kepastian

hukum. Jangankan hukum yang diproduk manusia, hukum yang

diturunkan Tuhan melalui kitab suci nabi-nabi-Nya ternyata

memunculkan pula metode-metode penafsiran.

Bertalian dengan penafsiran hukum tersebut, Wirjono Prodjodikoro

menegaskan bahwa segala hukum baik yang tertulis yang termuat dalam

pelbagai undang-undang, maupun yang tidak tertulis, yaitu berdasar atas

adat kebiasaan seperti hukum adat, selalu membuka kemungkinan

ditafsirkan secara bermacam-macam. Tergantung dari tafsiran inilah

sebetulnya bagaimana isi dan maksud sebenarnya dari suatu peraturan

hukum harus dianggap. Kalau diingat, bahwa pada akhirnya penafsiran

dari hakimlah yang mengikat kedua belah pihak, maka dapat dikatakan

bahwa hakim adalah perumus dari hukum yang berlaku. Dengan

demikian pekerjaan hakim mendekati sekali pekerjaan pembuat undang-

undang selaku pencipta hukum (judge made law) (Farkhani, 2014: 97-98).

Page 29: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

29

29

Interpretasi hukum hasil akhirnya adalah temuan hukum. Namun

demikian, norma hukum tidak dapat diinterpretasikan bila tidak

menggunakan alat yang disebut nalar hukum sebagaimana diterangkan di

atas.

Nalar hukum dan interpretasi hukum sebagai bahan utama

argementasi hukum harus benar-benar rasional. Argumentasi hukum

yang rasional mencakup tiga struktut

1. Struktur Logika:

Alur premis menuju pada konklusi dari suatu argumentasi harus

logis. Penalaran yg digunakan bisa berupa penalaran deduksi -

pendekatan UU - pendekatan precedence .

2. Struktur Dialektika:

Agar argumentasi tidak monoton, maka hrs diberikan sentuhan

dialektika, dan di dalam dialektika itu suatu argumentasi diuji,

terutama pada argumentasi prokontra.

3. Struktur Prosedural:

Dalam pemeriksaan pengadilan diatur oleh hukum formal yg

sekaligus merupakan rule of law dalam proses argumentasi dalam

penanganan perkara di pengadilan. Prosedur dialektika di

pengadilan diatur oleh hukum acara

(http://nanangsuprijadi.blogspot.co.id).

Putusan pengadilan diibaratkan sebagai karya ilmuah hakim.

Karena ia dapat dikatakan sebagai sebuah karya ilmiah, maka

argumentasi hukum yang dikemukakan oleh hakim sangat penting. Dari

argumentasi hukum itulah kualitas hakim dapat dinilai professionalitas,

akuntabiltas sekaligus integritasnya sebagai seorang hakim.

Argumentasi hukum juga merupakan pencerminan seorang hakim

(yuris) sampai mana ia mengetahui atau menguasai hukum itu sendiri.

Jadi para yuris haruslah memiliki suatu argumentasi hukum yang masuk

Page 30: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

30

30

akal atau sesuai dengan aturan dan rasional. Realitas di lapangan ada

kalanya para yuris yang ahli berargumen membawa argumentasi kearah

yang membingungkan untuk tujannya pribadi ataupun kepentingan

kelompoknya. Pada beberapa kasus terakhir lemahnya argumentasi

hukum dari para hakim bukan karena lemahnya intelektualitas, tetapi

lebih sering dipengaruhi oleh faktor eksternal yang membuat

independensi dan kemerdekaan hakim menjadi rusak.

Ada 2 (dua) jenis argumentasi hukum, argumentasi tertulis dan

lisan serta argumentasi internal dan eksternal. Dalam persoalan yang

sedang kita bahas, yang diperlukan adalah arumentasi tertulis dan

argumentasi lisan, dan lebih khusus argumnetasi hukum secara tertulis.

Argumentasi hukum tertulis adalah argumentasi hukum yang

dirumuskan secara tertulis. Di dalam materi argumentasi tertulis

terkandung makna penemuan hukum dan pembentukan hukum yang

dilandasi dengan ilmu hukum, prinsip-prinsip hukum, asas-asas hukum,

teori hukum dan falsafah hukum. Argumentasi tertulis merupakan

landasan untuk melakukan argumentasi lisan. Seorang atau beberapa

orang ahli hukum dapat melakukan artikulasi dan improvisasi dengan

mengacu kepada argumentasi tertulis. Oleh karena itu, argumentasi lisan

tidak boleh bertentangan dengan argumentasi tertulis. Argumentasi lisan

akan memperkaya dan memperjelas apa yang terkandung di dalam

argumentasi tertulis. (Tommy Hendra P., 2011).

D. Implementasi Hukum Transendental sebagai Argumentasi Hukum

dalam Putusan Hakim

Secara teoritis dan praktis, hakim adalah “wakil” Tuhan yang

diberi wewenang oleh undang-undang untuk menghukum siapa saja

yang telah nyata dan terbukti dalam sidang pengadilan sebagai orang

yang bersalah atas tindakan atau perbuatan melawan hukum yang

Page 31: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

31

31

dilakukannya. Adapun dalam persepsi masyarakat pada umumnya

tentang hakim adalah orang yang mengadili perkara di lembaga

peradilan, berpakaian toga hitam dan memiliki tingkat prestise yang baik

dalam strata sosial masyarakat pada umumnya. Hakim dipandang

sebagai orang “suci” karena kedudukannya dan pemahamannya terhadap

setiap persoalan hukum yang ada. Persepsi masyarakat tentang hakim

yang demikian itu tidak salah, akan tetapi memahami secara mendalam

tentang hakim sangat penting, terutama bagi para peminat ilmu hukum

(Farkhani dan Evi Ariyani, 2016: 41).

Pengertian hakim yang diberikan oleh para ahli memang tidak jauh

dari persoalan tersebut. Kata hakim secara khusus memiliki dua makna,

yaitu; 1) pembuat hukum, yang menetapkan, yang memunculkan dan

sumber hukum, 2) yang menemukan hukum, menjelaskan,

memperkenalkan, dan yang menyingkap hukum (Totok Jumantoro dan

Samsul Munir Amin, 2005: 76). Oleh sebab itu, hakim tidak boleh menolak

untuk memeriksa perkara dan mengadili perkara apapun, baik perkara

yang serta merta ia mengetahui hukum ataupun yang ia yakini belum ada

hukum yang mengaturnya. Mengadili dalam hal ini adalah serangkaian

tindakan hakim, untuk menerima memeriksa dan memutus perkara

pidana, perdata, tata usaha negara ataupun yang lainnya berdasarkan

asas bebas, jujur dan tidak memihak disidang pengadilan dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam pasal 1 ayat 9 KUHAP. Konklusinya,

hakim dianggap mengetahui aneka hukum (curialus novit). Jika aturan

hukum tidak ada ia harus menggalinya dengan ilmu pengetahuan

hukum, jika aturan hukum kurang jelas maka ia harus menafsirkannya.

Hakim sebagai pejabat negara dan penegak hukum wajib menggali,

mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang

hidup dalam masyarakat serta dalam mempertimbangkan hukuman yang

tepat pada setiap perkara yang dihadapinya. Ketentuan tersebut tertera

Page 32: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

32

32

jelas sebagai perintah UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman.

Tugas berat tersebut diperberat dengan kaharusan memulai

pembukaan setiap putusan hukum yang dikeluarkannya dengan klausul

“demi keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (pasal 2 {1}

UU No. 49 tahun 2009). Dari frase ini saja sudah dapat dikatakan bahwa

hakim adalah wakil Tuhan dalam menetapkan keadilan di dunia. Jadi

keadilan yang lebih utama yang harus ditegakkan bukan hukum

(kepastian hukum). Memang sesuai dengan pasal 1 ayat (1) dan pasal 2

ayat (2) menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dan peradilan adalah

menegakkan hukum dan keadilan. Tetapi asas kemerdekaan hakim dan

kebebasan hakim untuk berbeda pendapat dalam menilai dan memberi

putusan pada suatu dakwaan kasus. Disinilah ruang penegakkan keadilan

yang seharusnya menonjol.

Tidak mudah untuk menemukan keadilan, karena persepsi setiap

orang terhadap keadilan berbeda. Putusan yang dianggap hakim sebagai

suatu keadilan belum tentu akan terasa adil bagi para pihak yang

berperkara ataupun bagi masyarakat. Ditambah lagi dengan tak ada satu

kata sepakat untuk devinisi tentang keadilan. Lord Denning yang seorang

Hakim Agung Inggris pernah mengatakan bahwa “Justice is not something

you can see. It is not temporal but eternal. How does a man know what is justice.

It is not the product of his intellect but of his spirit” (dalam Farkhani dan Evi

Ariyani, 2016: 43-44).

Irah-irah putusan yang berbunyi “demi keadilan yang berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa” dan statemen Hakim Agung Inggris Lord

Denning menunjukkan bahwa hakim tidak boleh lepas dari spirit

transendental dalam memutuskan setiap perkara. Transendensi, menurut

Kontowijoyo (2006: 98) secara singkat dijelaskan sebagai implementasi

keimanan kepada Tuhan, dalam Islam dibahasakan sebagai tu’minuna

Page 33: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

33

33

billah (QS. Ali Imran: 110). Atau dapat pula diperlebar bahwa transendensi

adalah menempatkan nilai nilai agama pada kedudukan yang sentral dan

tinggi dalam ragam ilmu. Dalam ranah hukum dapat dimaknai bahwa

hukum transendental berisi nilai-nilai suci agama yang diimplementaskan

dalam produk hukum, termasuk didalamnya putusan pengadilan yang

dibuat oleh hakim.

Pemikiran ini merupakan reaksi atas ekses-ekses negatif yang

ditimbulkan oleh modernisasi dalam bidang ilmu sosial khusunya

(hukum) sehingga mendorong terjadinya gairah untuk menangkap

kembali alternatif-alternatif yang ditawarkan oleh agama untuk

menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan. Dalam bingkai

modernisasi yang selama ini berlangsung menempatkan menempatkan

manusia sebagai produk renaissance yang berakar pada rasio manusia.

Pusaran antroposentrisme menjadikan manusia sebagai pusat dunia,

manusia merasa cukup dengan dirinya sendiri dan melepaskan diri dari

nilai-nilai di luar dirinya (sekularisasi). Dari proyek ini selanjutnya adalah

menempatkan rasio manusia di atas segalanya, manusia

memproklamirkan dirinya sebagai penguasa diri dan alam raya.

Kesombongan rasio ini pada akhirnya manusia menjalani kehidupannya

tanpa makna, termasuk pada setiap produk yang dihasilkan dari rasionya.

Rasionalisasi miskin transendensi, miskin transendensi berati miskin

makna, mengesampingkan moralitas, terperangkap dalam penjara yang

tertangkap indera.

Nilai-nilai transendensi yang diadopsi dalam dunia hukum akan

menjadi dasar dari humanisasi dan liberasi manusia yang menjadi subyek

hukum. Transendensi hukum (hukum transendental) diharapkan akan

memberi arah kemana dan untuk tujuan apa humanisasi dan liberasi itu

dilakukan. Transendensi hukum di samping berfungsi sebagai dasar nilai

bagi praksis humanisasi dan liberasi, juga berfungsi sebagai kritik.

Page 34: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

34

34

Dengan kritik transendensi, kemajuan teknik dapat diarahkan untuk

mengabdi pada perkembangan manusia dan kemanusiaan, bukan pada

kehancurannya.

Dalam putusan hakim, dikenal istilah legal reasoning. Pengertian legal

reasoning digunakan dalam dua arti, yaitu dalam arti luas dan sempit.

Dalam arti luas, legal reasoning berkaitan dengan proses psikologi yang

dilakukan Hakim, untuk sampai pada keputusan atas kasus yang

dihadapinya. Studi legal reasoning dalam arti luas menyangkut aspek

psikologi dan aspek biographi. Legal reasoning dalam arti sempit, berkaitan

dengan argumentasi yang melandasi satu keputusan. (Golding, 1984: 1).

Legal reasoning atau argumentasi hukum keberadaannya adalah

wajib dalam setiap putusan pengadilan. Karena tidak mungin seorang

hakim atau juris pada umumnya, menghadapi persoalan hukum dalam

ruang hampa, pasti ada pijakan-pijakan yang akan dipilih untuk

menyusun logika argumentatif, menyesuaikan antara teks dengan

konteks. Hakim harus bertanggung jawab atas penetapan dan putusan

yang dibuatnya serta di dalam membuat pertimbangan hukum hakim

harus berdasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar

(pasal 68 A UU No. 49 Tahun 2009). Pada prakteknya, hakim lebih sering

berargumentasi hukum dengan hukum positif dengan simplikasi lebih

terjamin kepastian hukumnya.

Realita yang demikian walaupun mayoritas tidak berarti harus

diikuti untuk semua perkara hukum. Karena banyak juga kegagalan-

kegagalan yang ditimbulkan yang semata-mata mengacu pada hukum

positif sementara fakta tidak mesti sama persis dengan apa yang

diinginkan oleh hukum positif.

Marni Emmy Mustafa (www.pt-bandung.go.id) menegaskan bahwa

kepastian hukum tidak selalu menghasilkan keadilan. Mendiskusikan

kepastian hukum dalam bentuk "pro-contra" adalah tidak ada manfaatnya.

Page 35: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

35

35

Kepastian hukum mungkin saja berguna untuk memastikan seberapa jauh

nilai yang dapat diberikan terhadap kepastian hukum dalam kasus tertentu,

sebagaimana dihadapkan pada pertimbangan-pertimbangan lain yang

melemahkan nilai kepastian hukum. Argumentasi untuk kepastian hukum

dalam kasus yang berbeda satu sama lain akan beragam sesuai dengan

ukuran yang pada gilirannya akan berubah-ubah sesuai waktu dan tempat

terjadinya kasus tersebut. Berbagai alasan yuridis yang berbeda-beda akan

dipergunakan atau berbagai macam metoda penemuan hukum akan

diterapkan, agar di samping kepastian hukum, putusan akhir pengadilan

juga akan dilandaskan pada pertimbangan akan keadilan.

Oleh karenanya yang perlu diperhatikan oleh hakim adalah

kesesuaian antara fakta dengan norma, norma yang dimaksud tidak

hanya berhenti pada norma hukum saja akan tetapi dapat juga

mempertimbangkan norma moral, doktrin bahkan norma agama yang

transendental dan bersumber pada kitab suci agama. Pada posisi seperti

ini, hakim memainkan posisi kunci dalam penggunaan norma yang akan

dijadikan sebagai pertimbangan atau argumentasi hukum. Bahkan sangat

mungkin apa yang dilakukan oleh hakim akan lebih berarti dibandingkan

dengan sekedar membunyikan undang-undang atau peraturang

perundangan lainnya. Franken menegaskan bahwa pembentukan

pembentukan hukum oleh hakim dianggap sebagai suatu hal yang baik

karena hakim melakukan perumusan aturan-aturan sedemikian rupa

sehingga melalui perumusan tersebut juga ditetapkan fakta yang dalam

hal ini adalah fakta hukum hasil pemeriksaan mana dalam kasus tertentu

menjadi relevan dan kemudian putusan akhir akan mengalir darinya

sebagai satu cara penyelesaian konkret dari sengketa (Herlien Budiono,

2006: 267).

Berlandaskan pada pemaparan dimuka dan didukung oleh

Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan

Page 36: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

36

36

Undang-Undang No. 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum,

penggunaan agrgumentasi hukum yang bersifat transendental sungguh

sangat terbuka bagi hakim untuk semua level. Hingga seharusnya

mendorong untuk lahir hakim-hakim semacam Bismar Siregar yang

dikenal sangat kental argumentasi hukum transendentalnya dalam setiap

putusan yang dibuatnya.

Page 37: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

37

37

BAB III

KABUPATEN PURWOREJE DAN

PENGADILAN NEGERI PURWOREJO

A. Sekilas Kabupaten Purworejo

1. Letak Geografi dan Sejarah Singkat Kabupaten Purworejo

Kabupaten Purworejo merupakan salah satu Kabupaten di

Provinsi Jawa Tengah yang terletak antara 109°47’28’’ sampai

110°8’20” Bujur Timur dan antara 7°32’’ sampai 7° 54’’ Lintang

Selatan. Sebelah Utara Kabupaten Purworejo berbatasan dengan

Kabupaten Wonosobo dan Magelang dan sebelah selatan berbatasan

dengan Samudra Indonesia. Sebelah barat berbatasan dengan

Kabupaten Kebumen dan sebelah timur berbatasan dengan wilayah

Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya Kabupaten Kulonprogo.

Kabupaten Purworejo terbagi dalam 16 kecamatan dan 494

desa/kelurahan. Wilayah Kabupaten Purworejo pada tahun 2016

mempunyai luas 103.481 ha atau sekitar 3,18 persen dari luas Provinsi

Jawa Tengah. Lahan seluas 103.481 ha di Kabupaten Purworejo terdiri

dari 87.105 ha (84,18 persen) lahan pertanian dan 16.375 ha (15,82

persen) bukan lahan pertanian. Lahan pertanian yang ada digunakan

sebagai lahan sawah 30.225 ha (34,70 persen) dan bukan lahan sawah

56.880 ha (65,30 persen).

Page 38: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

38

38

Peta Kabupaten Purworejo

Wilayah Administrasi Kabupaten Purworejo terbagi dalam 16

Kecamatan. Wilayah tersebut terdiri dari 469 desa dan 25 kelurahan.

(Badan Pusat Statistik Kab. Purworejo, 2017: 3).

2. Sejarah Singkat Kabupaten Purworejo

Sejarah keberadaan Purworejo sebagai sebuah wilayah

administrasi pemerintahan dapat dilihat pada Prasasti Kayu Ara

Hiwang ditemukan di Desa Boro Wetan (Kecamatan Banyuurip), jika

dikonversikan dengan kalender Masehi adalah tanggal 5 Oktober 901.

Ini menunjukkan telah adanya pemukiman sebelum tanggal itu.

Bujangga Manik, dalam petualangannya yang diduga dilakukan pada

abad ke-15 juga melewati daerah ini dalam perjalanan pulang dari

Bali ke Pakuan. Sampai sekarang, kapan tepatnya tanggal ulang tahun

berdirinya Kabupaten Purworejo, masih jadi bahan perdebatan. Ada

yang berpatokan pada pada tanggal prasasti diatas, ada juga yang

berpatokan pada diangkatnya bupati Purworejo I pada 30 Juni 1830.

Pada masa Kesultanan Mataram hingga abad ke-19 wilayah ini lebih

dikenal sebagai Bagelen (dibaca /ba·gə·lɛn/). Saat ini Bagelen malah

hanya merupakan kecamatan di kabupaten ini.

Page 39: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

39

39

Setelah Kadipaten Bagelen diserahkan penguasaannya kepada

Hindia Belanda oleh pihak Kesultanan Yogyakarta (akibat Perang

Diponegoro), wilayah ini digabung ke dalam Karesidenan Kedu dan

menjadi kabupaten. Belanda membangun pemukiman baru yang

diberi nama Purworejo sebagai pusat pemerintahan (sampai sekarang)

dengan tata kota rancangan insinyur Belanda, meskipun tetap

mengambil unsur-unsur tradisi Jawa. Kota baru ini adalah kota tangsi

militer, dan sejumlah tentara Belanda asal Pantai Emas (sekarang

Ghana), Afrika Barat, yang dikenal sebagai Belanda Hitam dipusatkan

pemukimannya di sini. Sejumlah bangunan tua bergaya indisch masih

terawat dan digunakan hingga kini, seperti Masjid Jami' Purworejo

(tahun 1834), rumah dinas bupati (tahun 1840), dan bangunan yang

sekarang dikenal sebagai Gereja GPIB (tahun 1879). Alun-alun

Purworejo, seluas 6 hektare, konon adalah yang terluas di Pulau Jawa.

(Wikipedia, diakses 28 Agustus 2017).

3. Jumlah Penduduk dan Prosentasi Pemeluk Agama

Menurut Angka Proyeksi Sensus Penduduk Tahun 2010,

Penduduk Kabupaten Purworejo pada tahun 2016 berjumlah 712. 686

jiwa dengan komposisi 49,32 persen penduduk laki-laki dan 50,68

persen penduduk perempuan. Kabupaten Purworejo dengan luas

wilayah 1.034,82 km² maka kepadatan penduduk setiap km² sebesar

689. Laju pertumbuhan pada tahun 2016 sebesar 0,32 persen (Badan

Pusat Statistik Kab. Purworejo, 2017: 63).

Page 40: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

40

40

Persentase Penduduk Dirinci Menurut Agama yang Dianut Per

Kecamatan di Kabupaten Purworejo Tahun 2016

Kecamatan Islam Katolik Kristen Budha Hindu Lainnya Jumlah

Grabag 99.20 0.40 0.40 - - - 100

Ngombol 88.98 10.31 0.70 - 0.01 - 100

Purwodadi 96.84 1.40 1.70 0.05 0.01 - 100

Bagelen 96.33 1.00 1.10 1.55 0.02 - 100

Kaligesing 97.70 1.40 0.90 - - - 100

Purworejo 92.54 3.80 3.50 0.06 0.10 - 100

Banyuurip 97.38 1.10 1.50 - 0.02 - 100

Bayan 99.39 0.20 0.40 0.01 - - 100

Kutoarjo 93.98 2.60 3.30 0.08 0.01 - 100

Butuh 99.09 0.10 0.80 0.01 0.01 - 100

Pituruh 99.58 0.10 0.30 0.02 - - 100

Kemiri 99.60 0.10 0.30 - - - 100

Bruno 99.79 0.10 0.10 0.01 - - 100

Gebang 99.76 0.10 0.10 - 0.04 - 100

Loano 99.40 0.40 0.20 0.01 - - 100

Bener 99.70 0.10 0.20 - - - 100

Jumlah 97.28 1.46 1.16 0.08 0.02 0.00 100

Tahun

2015

97.28 1.46 1.16 0.08 0.02 0.03 100

Tahun

2014

97.46 1.45 0.96 0.11 0.01 0.08 100

Sumber: Kantor Kementerian Agama Kabupaten Purworejo

Page 41: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

41

41

Aktivitas ekonomi kabupaten ini bergantung pada sektor

pertanian dan perkebunan, di antaranya padi, jagung, ubi kayu dan

hasil palawija lain. Di tingkat Provinsi Jawa Tengah, Purworejo

menjadi salah satu sentra penghasil rempah-rempah (Bahasa Jawa:

empon-empon), yaitu: kapulaga, kemukus, temulawak, kencur, kunyit

dan jahe. Selain itu Purworejo dikenal sebagai sentra kelapa yang

produksinya selain dimanfaatkan sebagai kelapa sayur, juga diolah

menjadi gula merah dan minyak kelapa serta merupakan pusat

penghasil mlinjo. Disamping itu Purworejo juga pernah memiliki

produk unggulan di bidang peternakan dan perikanan.

Pengembangan kambing Etawa peranakan sampai pernah ekspor ke

Malaysia. Adapun di bidang industri, Kabupaten Purworejo tidak

banyak memiliki sentra industri dan yang ada tidak banyak menyerap

tenaga kerja. Begitupula dari sisi pariwisata, walaupun ada sebagian

daerahnya menghadap ke laut namun belum ada pantai yang bisa

dijual untuk tujuan pariwata yang menarik minat pelancong.

Destinasi pariwisata yang adapun tidak begitu terkenal sampai keluar

Purworejo (https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Purworejo).

Dilihat dari sisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

kondisi perekonomian Kabupaten Purworejo dalam kurun waktu

tahun 2005-2009, PDRB Kabupaten Purworejo atas harga berlaku

berturut-turut sebesar 2.951.647,48; 3.443.170,90; 4.094.294,69;

4.660.785,05 dan 5.328.179,09 juta rupiah atau meningkat tiap tahun

sebesar 14,21%. PDRB Perkapita atas dasar harga berlaku dalam

kurun waktu 2005-2009 adalah 4.812.345,86; 5.707.718,23; 6.478.747,52;

7.376.755,82; dan 8.098.565,72 rupiah atau tiap tahun naik sebesar

13,94%.

Jika PDRB perkapita tersebut diperbandingkan dengan beban

hidup masyarakat per tahun dapat dilihat dari selisih antara

Page 42: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

42

42

Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) dan Upah Minimum Regional

(UMR)/Upah Minimum Kabupaten (UMK). Pada tahun 2005-2009

standar UMK di Kabupaten Purworejo adalah Rp. 410.000,-; Rp.

460.000,-; Rp. 500.000,-; Rp. 555.000,-. Dan Rp. 643.000 Sedang untuk

KHM masyarakat Rp. 420.893,-; Rp. 545.308,-; Rp. 586.219,-; 623.319,-.;

623.319,- Perbandingan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) dan

Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten Purworejo Tahun

2005-2009 sebagaimana tersaji pada gambar 4.5 berikut

(bappeda.purworejokab.go.id).

B. Pengadilan Negeri Purworejo

Purworejo, sebagai wilayah administrasi yang tidak terlalu luas

dan dengan dominasi kehidupan masyarakat pedesaan yang cenderung

guyub dan rukun, tidak begitu banyak peristiwa hukum yang

menimbulkan aksi hukum (legal action) yang harus diselesaikan melalui

meja peradilan. Oleh karena tidak begitu banyak perkara yang masuk di

meja Pengadilan Negeri Purworejo, kelas PN Purworejo masuk kategori

1B.

Contoh Statistik Perkara di Bulan September 2017

No Klasifikasi Sisa

Bulan

Lalu

Perkara

Masuk

Putus Minutasi

Belum

Minutasi

Sisa

1 Gugatan 19 4 2 1 1 21

2 Permohonan 3 1 4 3 1 O

3 Kepailitan 0 0 0 0 0 0

4 Penundaan

Kewajiban

0 0 0 0 0 0

Page 43: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

43

43

Pembayaran Utang

5 Hak Kekayaan

intelektual

0 0 0 0 0 0

6 Pengadilan

Hubungan

Industrial

0 0 0 0 0 0

7 Perlawanan/Bantahan 0 0 0 0 0 0

8 Gugatan Sederhana 0 0 0 0 0 0

9 Pidana Biasa 36 6 11 4 7 30

10 Pidana Singkat 0 0 0 0 0 0

11 Pidana Cepat 0 31 31 31 0 0

12 Perkara Lalu-Lintas 0 2242 2242 2242 0 0

13 Pidana Anak 2 1 0 0 0 3

14 Pidana Praperadilan 0 0 0 0 0 0

Total 54

Sumber: pn-purworejo.go.id

1. Sejarah Singkat PN Purworejo

Pengadilan Negeri di Purworejo dahulu ada 2 (dua) yaitu

Pengadilan Negeri yang terletak di Purworejo dan Pengadilan Negeri

di Kutoarjo, Pada masa Mr. Wirjono Prodjodikoro menjadi Ketua

Pengadilan Negeri Purworejo oleh beliau Pengadilan Negeri Kutoarjo

dihapuskan dan dimasukkan dalam wilayah hukum Pengadilan

Negeri Purworejo. Daerahnya meliputi seluruh daerah tingkat II

Purworejo yang terdiri dari 16 (enam belas) kecamatan dan terdapat

496 (empat ratus sembilan puluh enam) desa, yang luas seluruhnya

104.137.788 Ha yang terdiri dari tanah darat dan dan tanah sawah.

Gedung Pengadilan Negeri Purworejo mempunyai 2 (dua)

kantor, Kantor lama terletak di Jalan Mayjend Sutoyo No.10

Page 44: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

44

44

Purworejo, dibangun pada zaman penjajahan Belanda di atas tanah

seluas 2142 M2. Keadaan gedung sudah tua dan kurang luas baik

untuk persidangan maupun tempat bekerja untuk para pegawai yang

bertambah jumlahnya. Pada Tahun Anggaran 1979/1980 Pengadilan

Negeri Purworejo pernah menerima DIP No.76/XIII/3/1979

tertanggal 25 Mei 1979 untuk pembelian tanah dan pembangunan

gedung kantor baru namun baru memperoleh tanahnya saja, sedang

pembangunan gedung kantor tersebut tidak dapat diselesaikan

karena :

a. Sumber dana yang diterima dari pusat sangat lambat

b. Setelah gambar diterima ternyata harus ada ketentuan dari Dinas

Pekerjaan Umum Magelang, bahwa untuk daerah Kedu Selatan

termasuk daerah gempa, sehingga gambar dari Cipta Karya tidak

disetujui sehingga harus dirubah konstruksi pondasinya.

c. Perubahan nama memakan waktu lama sehingga pada waktu

tendernya tidak ada rekanan yang mau melaksanakan dan untuk

merenovasi DIP-nya sudah tidak mungkin.

Pada Tahun Anggaran 1986/1987 Pengadilan Negeri Purworejo

telah menerima DIP No.096/XIII/3/1986 tertanggal 1 Maret 1986

untuk untuk pembangunan gedung kantor baru yang terletak dijalan

Tentara Pelajar KM.04 Purworejo, di atas tanah seluas 5000 M2 dan

luas bangunan 624 M2 serta pengerasan tempat parkir seluas 600

M2. Mengingat bertambahnya pegawai pada kantor Pengadilan

Negeri Purworejo, maka pengadilan Negeri Purworejo pada Tahun

Anggaran 1993/1994 mendapat DIP No.42/XIII/3/1993 tertanggal

17 Maret 1993 guna perluasan gedung kantor baru seluas 600 M2.

2. Wilayah Kompetensi Relatif PN Purworejo

Page 45: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

45

45

Pengadilan Negeri Purworejo merupakan salah satu pelaksana

kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum. Tugas pokok

Pengadilan Negeri Purworejo adalah sebagai berikut:

1. Mengadili, dan menyelesaikan perkara yang diajukan

kepadanya sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman.

2. Menyelenggarakan Administrasi Perkara dan Administrasi

Umum lainnya.

Pengadilan Negeri Purworejo masuk dalam wilayah hukum

Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, dengan luas wilayah kurang lebih

1034,82 Km2 yang terdiri dari 16 (enam belas) kecamatan dan 496

(empat ratus sembilan puluh enam) Desa / Kelurahan sebagai berikut:

1. Kecamatan Purworejo, terdiri dari 17 (tujuh belas) Desa /

Kelurahan yaitu:

2. Kecamatan Banyuurip, terdiri dari 27 (dua puluh tujuh) Desa

/ Kelurahan

3. Kecamatan Bayan, terdiri dari 26 (dua puluh enam) Desa /

Kelurahan

4. Kecamatan Bener, terdiri dari 28 (dua puluh delapan) Desa /

Kelurahan

5. Kecamatan Bruno, terdiri dari 18 (delapan belas) Desa /

Kelurahan

6. Kecamatan Butuh, terdiri dari 41 (empat puluh satu) Desa /

Kelurahan

7. Kecamatan Gebang, terdiri dari 25 (dua puluh lima) Desa /

Kelurahan

8. Kecamatan Grabag, terdiri dari 32 (tiga puluh dua) Desa /

Kelurahan

Page 46: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

46

46

9. Kecamatan Kaligesing, terdiri dari 21 (dua puluh satu) Desa

/ Kelurahan

10. Kecamatan Kemiri, terdiri dari 40 (empat puluh) Desa /

Kelurahan

11. Kecamatan Kutoarjo, terdiri dari 27 (dua puluh tujuh) Desa

/ Kelurahan

12. Kecamatan Loano, terdiri dari 21 (dua puluh satu) Desa /

Kelurahan

13. Kecamatan Ngombol, terdiri dari 57 (lima puluh tujuh) Desa

/ Kelurahan

14. Kecamatan Pituruh, terdiri dari 49 (empat puluh sembilan)

Desa / Kelurahan

15. Kecamatan Purwodadi, terdiri dari 40 (empat puluh) Desa /

Kelurahan

16. Kecamatan Purworejo, terdiri dari 25 (dua puluh lima) Desa

/ Kelurahan.

Struktur Organisasi

Page 47: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

47

47

Sebagaimana tradisi dalam kepemimpinan di lingkungan

Mahkamah Agung, termasuk didalamnya berkenaan dengan struktur

organisasi pada lembaga peradilan di seluruh Indonesia, struktur

organisasi di Pengadilan Negeri Purworejo juga terus berubah dari

waktu ke waktu bahkan dalam rentang waktu yang tidak lama.

Dalam struktur terbaru, wakil ketua FX. Heru Santoso, S.H., M.H, kini

posisinya digantikan oleh Sutarno, S.H., M.Hum.

Gedung Pengadilan Negeri Purworejo

C. Norma Agama dalam Putusan Hakim di Pengadilan Negeri

Purworejo

Hukum diciptakan untuk terciptanya keadilan dalam kehidupan,

bermanfaat bagi kehidupan dan menjamin adanya kepastian hukum.

Ketertiban, keadilan, kedamaian dan kesejahteraaan adalah core utama

dari terciptanya hukum, walaupun banyak yang abai terhadap tujuan

substansi hukum itu diciptakan. Demi terwujudnya tujuan penciptaan

hukum, maka perlu adanya sanksi (pidana, perdata atau lainnya).

Institusi yang diperlukan untuk tegaknya dan tercapainya tujuan

hukum adalah tersedianya lembaga peradilan yang independen dan

Page 48: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

48

48

bermartabat. Lembaga peradilan menjadi organ yang melaksanakan tugas

mengadili ragam pelangggaran hukum sesuai dengan kompetensi relatif

dan absolutnya. Aktor utama sekaligus benteng terakhir dari proses

penegakan hukumnya adalah hakim.

Hakim adalah pejabat yang memimpin persidangan. Ia yang

memutuskan hukuman bagi pihak yang dituntut. Hakim harus dihormati

di ruang pengadilan dan pelanggaran akan hal ini dapat menyebabkan

hukuman. Hakim biasanya mengenakan baju berwarna hitam. Sedangkan

menurut UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim

adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur oleh

undang-undang (pasal 31). Adapun yang dimaksud dengan kekuasaan

kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik

Indonesia (pasal 1).

Hakim disebut sebagai aparatur penegak hukum yang diberi

kedudukan tinggi dan wewenang oleh undang-undang diharapkan

memberikan putusan yang seadil-adilnya, memberi kepastian dan

manfaat hukum yang tepat untuk setiap kasus yang diajukan padanya.

Agar kedudukan hakim tetap pada pada posisinya yang mulia,

berbagai “rekayasa” agar kemuliaan hakim terjaga. Mulai dari sitem

seleksi calon hakim yang diperbaiki dari waktu ke waktu, ruang sidang

dan peraturan dalam ruang sidang yang dikondisikan sedemikian rupa,

kesejahteraan hakim diperhatikan, kemampuan dan professionalitasnya

terus ditingkatkan dan perilakunya diawasi. Namun hakim adalah

manusia yang sangat mungkin memiliki kelemahan, kekurangan dan

kesalahan. Pada posisi seperti itu ditangkap dengan jeli oleh para

perongrong hukum untuk menjadikan putusan hakim tidak berdiri di atas

kebenaran dan keadilan (Farkhani dan Evi Ariyani, 2016: 125-126).

Page 49: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

49

49

Soerjono Soekanto (1982: 51) mengatakan bahwa pada diri

seseorang memiliki faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karakter dan

kepribadiannya, yaitu;

1. Raw in put yaitu faktor-faktor individual dan latar belakang

kehidupan yang bersangkutan, misalnya pengaruh orang tua,

2. Instrumental in put yaitu faktor-faktor pendidikan formal, misalnya

pengaruh sekolah,

3. Environmental in put yaitu faktor-fakor yang berasal dari

lingkungan sosialnya secara luas.

Pendapat tersebut dikuatkan juga oleg Bismar Siregar (1986: 51), ia

mengatakan bahwa “kemandirian dan kebebasan hakim sangat

bergantung pada pribadinya dan kemandirian hakim bukan terletak pada

jaminan undang-undang tapi iman”.

Sebab begitu urgennya posisi hakim dalam penegakan hukum,

maka hakim diberikan kebebasan seluasnya untuk menggunakan norma

sebagai jaminan kemerdekaannya. Jaminan itu telah tertuang dalam

konstitusi pasal 24 UUD 1945 dan dipertegas dengan Undang-Undang

No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Kebebasan yang dimaksud dalam peraturan perundangan tersebut,

termasuk didalamnya kebebasan dalam menentukan argumentasi hukum

yang digunakan sebagai dasar pemberian hukum dalam putusan suatu

perkara hukum.

Begitupula dengan para hakim yang ada di Pengadilan Negeri

Purworejo, mereka memiliki kebebasan dalam membuat argumentas

hukum dalam setiap putusan-putusan pengadilan pada perkara yang

ditanganinya, termasuk menuangkan norma dari ajaran-ajaran agama

sebagai bagian dari argmentasi hukum dalam putusannya.

Setelah periode atau masa Bismar Siregar, tidak tampak mencolok

dalil-dalil hukum yang berasal dari norma jaran agama dipergunakan

Page 50: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

50

50

oleh hakim sebagai argumentasi hukumnya. Kelangkaan pasca masa

Bismar ini, seolah-olah menguatkan kembali pada pemikiran para hakim

aliran positivisme hukum dalam dunia peradilan di Indonesia,

mengesampingkan nilai ajaran agama sebagai norma.

Oleh karenanya kasus yang terjadi di Pengadilan Negeri Purworejo

yang mengutip banyak norma agama-agama yang berlaku di Indonesia

menjadi satu pertanda atau angin segar terbukanya kembali norma

hukum yang bersifat transendental mewarnai putusan-putusan

pengadilan di Indonesia, walaupun titik awal pusarannya dari pengadilan

“kecil” kelas 1B di sebuah kabupaten yang tidak begitu terkenal di pesisir

Jawa bagian Selatan. Putusan yang dimaksud adalah Putusan Nomor:

61/Pid.B/2011/PN.Pwr. dalam kasus “percobaan berencana secara

berbarengan dan percobaan pembunuhan”. Majelis Hakim yang terlibat

dalam pembuatan putusan tersebut adalah Alex T.M.H. Pasaribu, S.H.,

Mardiana Sari, S.H., M.H., sebagai Hakim Anggota dan Purnawan

Narsongko, S.H., sebagai Hakim Ketua.

Argumentasi hukum yang diintrodusir dari norma-norma ajaran

agama-agama dalam putusan tersebut sebagai berikut;

“Bahwa ditinjau dari aspek EDUKATIF dan AGAMIS/RELIGIUS DIMANA TERDAKWA TINGGAL dan DIBESARKAN seharusnya tidaklah membentuk tingkah laku negatif. Pada dasarnya, pendidikan yang dimiliki terdakwa (sampai pada kelas 2 SMEA) seharusnya tidak menjadikan diri terdakwa melakukan perbuatan dan tindakan yang negatif meskipun terdakwa memiliki keinginan untuk mencari pekerjaan akan tetapi dikarenakan terdakwa tidak memiliki ongkos untuk pergi ke Jakarta maka membuat diri terdakwa lepas kontrol dan berniat untuk melakukan pencurian guna mendapatkan ongkos guna mewujudkan keinginannya pergi ke Jakarta sehingga terdakwa melakukan pembunuhan dua orang umat manusia dan seorang yang diberikan kehidupan kedua oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga perbuatan PEMBUNUHAN yang dilakukan oleh terdakwa terhadap korban AGNES SRI HARYATI DAN SRI UNDARI dapat

Page 51: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

51

51

terungkap dengan cepat. Dimana perbuatan terdakwa tersebut bertentangan dengan norma dan ajaran pelbagai agama. Begitu pula dalam agama dan iman KATOLIK yang dianut oleh korban AGNES SRI HARYATI serta menurut agama KRISTEN PROTESTAN pembunuhan dilarang dalam KITAB KELUARAN 20:13 dan Injil Mateus 5: 21 yang berbunyi : “jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum.” Kemudian dalam agama HINDHU diatur dalam KITAB SUCI WEDA yaitu ATHARVAVEDA X:1:29 ditulis, bahwa : Jangan pernah membantai orang tidak bersalah, pembunuh orang yang tidak bersalah berkesudahan di dalam malapetaka, jangan membunuh manusia dan binatang bermanfaat.” Serta dalam Kitab SARASAMUSCCAYA pada CLOKA 141 disebutkan : “…Sekali-kali tidak pernah menyakiti mahluk lain, tidak mengikatnya, tidak membunuhnya…”. Di samping itu, khusus dari aspek agama ISLAM yang dianut oleh korban SRI UNDARI dan dimana terdakwa ANDRIAWAN Bin SUBARJO sebagai pemeluknya maka pembunuhan merupakan suatu dosa dan Agama Islam sendiri adalah Agama yang mengajarkan cinta kasih kepada sesama mahluk, mengajarkan perdamaian, kerja sama dalam 65 kebaikan, kerukunan dan persaudaraan antar sesama umat. Islam tidak mengajarkan kekerasan apalagi pembunuhan terhadap sesama Manusia yang merupakan hak Azasi Manusia. Khusus mengenai hak hidup yang merupakan hak Azasi Manusia yang harus dihormati dan dilindungi. Banyak ayat-ayat Al Qur’an yang melarang agar orang jangan melakukan pembunuhan terhadap orang lain kecuali atas dasar alasan yang sah. Misalnya terdapat dalam Al Qur’an Surah. Al-Isra 17:33 “Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sungguh kami telah memberi kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan .Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan”; dan perbuatan terdakwa yang telah melakukan pembunuhan kepada para korban sehingga apabila terdakwa menyesali akan perbuatan yang telah dilakukannya maka pintu ampunan terbuka bagi orang yang bertobat dimana menurut pandangan agama ISLAM terhadap dosa yang dilakukan umat manusia termaktub dalam AL-QUR’AN NURKARIM sebagai berikut: a. “Dan barang siapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya

Page 52: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

52

52

dia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Penyayang”. (AN NISAA 4 : 110) ; b. “Dan Allah tidak akan mengazab mereka, sedang engkau berada diantara mereka. Dan tidak (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka memohon ampun”. (AL ANFAAL 8 : 33) kemudian “Dan (juga) orang - orang yang bila berbuat keji atau zalim terhadap dirinya, mereka ingat kepada Allah, lalu mereka memohon ampun atas dosa-dosanya. Dan siapa lagi yang dapat mengampunkan dosa melainkan Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu, sedang mereka mengetahui”. (ALI IMRON 3 : 135). Selanjutnya menurut HADIST RIWAYAT TURMUDZI mengemukakan dalam HADIST SAHIHNYA, sebagaimana termuat dalam Buku terjemahan yang berjudul: “RIYADHUS SHALIHIN”, JILID 2, Karangan IMAM NAWAWI, Penerbit: PUSTAKA AMANI, JAKARTA, Halaman 668 dimana salah seorang sahabat Nabi Besar MUHAMMAD S.A.W. yang bernama ANAS RODHIALLAHU-ATAS NAMA telah meriwayatkan sebagai berikut : “Saya mendengar RASULULLAH S.A.W. bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: “Wahai Anak Adam selama kamu berdoa dan mengharap kepadaku niscaya Aku ampuni dosa yang telah kamu lakukan dan aku tidak memperdulikan berapa banyaknya. Wahai Anak Adam, seandainya dosa - dosamu bagaikan awan di langit, kemudian kamu minta ampun kepada-Ku niscaya Aku mengampunimu, dan Aku tidak memperdulikan berapa banyak dosamu. Wahai anak Adam, seandainya kamu datang kehadapan-Ku dengan membawa dosa se isi bumi, kemudian bertemu dengan AKU tanpa menyekutukan sesuatu apapun dengan-KU, niscaya AKU akan mengampuni dosa yang se isi bumi itu.” Berdasarkan pandangan terhadap sesuatu dosa yang diperbuat umat manusia, yaitu sesuai wahyu ALLAH dalam AL-QUR’AN dan HADIST 66 NABI MUHAMMAD S.A.W. sebagaimana dikemukakan di atas, maka dapat dikonklusikan menurut ajaran agama ISLAM bahwa pintu ampunan atas tobat umat manusia adalah mutlak milik ALLAH dan merupakan rahasia ALLAH, bahwa bagi hamba TUHAN, yaitu mahluk manusia yang telah melakukan perbuatan dosa, baik berupa dosa besar berupa perbuatan keji maupun dosa kecil, maka pintu tobat dan ampunan masih terbuka dihadapan ALLAH dengan syarat si hamba atau manusia itu sendiri dengan sungguh- sungguh bertawaduk dan menghadap kepada ALLAH SUBHAANAWA TA’ALLA untuk tidak mengulangi

Page 53: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

53

53

perbuatannya, serta tidak menyekutukan ALLAH kepada selain ALLAH, juga si hamba atau manusia tersebut dengan penyerahan diri secara mutlak berupa kepasrahan hati yang mutlak kepada ALLAH dan melaksanakan seluruh perintah ALLAH serta menjauhi segala larangan-NYA (Putusan Nomor: 61/Pid.B/2011/PN.Pwr. hal. 64-66)”

Page 54: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

54

54

BAB IV

PARADIGMA BERFIKIR HUKUM HAKIM PENGADILAN NEGERI

PURWOREJO DALAM PUTUSAN NOMOR: 61/Pid.B/2011/PN.Pwr.

A. Paradigma Berfikir Hukum

Thomas Khun (18 Juli 1922 – 17 Juni 1996), diyakini sebagai ilmuan

yang pertama kali memperkenalkan konsep paradigma. Walaupun

sebenarnya paradigma telah ada dalam setiap perkembangan dan

perbedaan cara pandangan ilmuan dalam mengupas soalan dalam ilmu

pengetahuan. Hanya saja kita harus mengakui bahwa Khun adalaah

orang yang pertama kali menyusun konsepsi paradigma dalam bukunya

yang berjudul The Structure of Scientific Revolutions.

Paradigma berasal dari bahasa Yunani klasik “paradeigma”, yang

berarti ‘pola atau model berpikir’. Sedangkan dalam bahasa Inggris

disebut “paradigm” dan bahasa Perancis “paradigme”, ia berasal dari

bahasa Latin ”para” dan deigma”. Para berarti disisi, disamping dan

“deigma” berarti contoh, pola, model. Sedangkan deigma dalam bentuk

kata kerja deiknynai berarti menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu.

Dengan begitu, secara epistimologis, paradigma berarti disisi model,

disamping pola atau disisi contoh. Paradigma berarti pula sesuatu yang

menampakkan pola, model atau contoh. Paradigma juga sinonim dengan

guiding principle, basic point of view atau dasar perspektif ilmu, gugusan

pikir, model, pola, kadang ada pula yang menyebutnya konteks. Secara

terminologi, paradigma berarti jalinan ide dasar beserta asumsi dengan

variabel-variabel idenya (Zumri Bestado Sjamsuar, 2009: 12).

Bernard S. Phillips dalam bukunya “Social Research: Strategy and

Tactics” (1971) mengatakan, “A paradigm is a set of assumptions, both stated

and unstated, which provides the basis on which scientific ideas rest.” Sementara

Page 55: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

55

55

Earl Babbie dalam buku “The Practice of Social Research” (2001)

menyatakan, “A paradigm is fundamental model or frame of reference we use to

organize our observations and reasoning.” (Shidarta dalam http://business-

law.binus.ac.id) Soetandyo Wignyosoebroto (https://soetandyo.wordpress.com)

memahami pradigma sebaga “suatu pangkal (an) atau pola berpikir yang

akan mensyarati kepahaman interpretatif seseorang secara individual

atau sekelompok orang secara kolektif pada seluruh gugus pengetahuan

berikut teori-teori yang dikuasainya”

Dari bebapa pengertian yang disampaikan oleh para ahli, dapat

dipahami bahwa paradigma merupakan cara, fondasi, titik tolak atau latar

pandang yang digunakan untuk melihat, menganalisis, meginterpretasi

terhadap suatu subyek kajian. Sebab paradigma yang digunakan maka

dapat saja terjadi saling menegasikan, saling memperkuat atau bahkan

memberikan tawaran alternatif yang sama sekali baru dari yang

sebelumnya.

Bila demikian adanya, maka sesungguhnya konsep paradigma itu

selalu berkelindan dari satu masa ke masa yang lain secara simultan

dengan pemikiran filosofis dan keilmiahan. Simultan berarti dapat

muncul dan dikembangkan bersamaan, berbarengan, tersurat, tersirat,

dan berkohesif dengan model pembentukan dan pengembangan asumsi,

postulat, asas, konsep, teori, dalil, dan logika yang dihasilkan oleh

pemikiran filosofis dan keilmiahan.

Menurut Shidarta (http://business-law.binus.ac.id) dalam pemikiran

ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan, kerap ditampilkan tiga kelompok

paradigma, yaitu positivisme, interpretif atau fenomenologi (terkadang

disebut dengan pospositivisme, naturalisme, atau konstruktivisme), dan

kritikal. Kaum positivis memandang objek ada di luar subjek. Oleh karena

realitas ada di luar diri si individu yang mengamati, maka diyakini akan

ada realitas objektif itu. Sebaliknya, penganut fenomenologi menyatakan

Page 56: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

56

56

realitas justru diciptakan oleh si subjek melalui interpretasi subjektif.

Kaum kritikal di sudut lain berpendapat bahwa realitas berada di antara

subjektivitas dan objektivitas. Realitas terjadi melalui ketegangan-

ketegangan antara subjek-subjek.

Pengelompokan paradigma sebagaimana yang disampaikan

Shidarta, serta perkembangannya dalam dunia ilmu pengetahuan sosial,

terjadi pula dalam ilmu pengetahuan hukum. Paradigma ilmu hukum

ikut terbawa dalam tren perkembangan ilmu pengetahuan secara umum.

Bila melihat tren dalam dasawarsa belakangan, mulai ada

kejengahan dari para ilmuan untuk terus mengusung ilmu-ilmu modern

yang lebih bersifat positivistik-rasional-empirik. Kajian-kajian keilmuan

yang bersifat post modernisme digalakkan, termasuk dalam cara pandang

yang digunakan (paradigma) di bidang ilmu hukum.

Paradigma transendental hukum kini sedang digalakan karena

melaihat tawaran-tawaran baru tentang cara pandang terhadap hukum

dianggap belum memuaskan. Loncatan paradigma hukum baru

berpindah dari rasionalis menuju relativis sebagaimana yang ditawarkan

oleh gerakan kritik legal studi yang dipopulerkan oleh Reberto M. Unger

dan Hukum Non-Sistemik yang disampaikan oleh Anton F. Susanto.

Paradigma hukum transendental hadir dengan maksud melampaui apa

yang sebelumnya ada, menjadi sintesa dari ekstrim kanan dan ekstrim kiri

dalam pemikiran hukum, yakni dengan mendasarkan pada norma agama

yang terkandung dalam kitab suci yang dihormati oleh setiap ilmuan

yang beragama.

Dalam sejarah putusan peradilan di Indonesia modern, cara

pandang atau paradigma transendental itu sebenarnya telah dilakukan,

namun hanya oleh segelintir orang dan diperjuangkan secara pribadi.

Untuk menghadirkan contoh ini adalah putusan-putusan pengadilan

yang hadir didalamnya Bismar Siregar. Itu pun, apa yang dilakukan oleh

Page 57: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

57

57

Bismar yang saat itu berperan sebagai hakim “judex factie” selalu

dikalahkan dalam jenjang peradilan lebih tinggi ketika putusannya

diajukan banding oleh terdakwa.

Kini paradigma hukum transendental sedang digalakan dan

disemai keseluruh pembelajar hukum, dan bersamaan dengan proses ini,

telah ada sebuah putusan pengadilan di Pengadilan Negeri Purworejo

yang memiliki jiwa yang sama sebagaimana pernah dilakukan oleh

Bismar Siregar, yakni pada PUTUSAN NOMOR: 61/Pid.B/2011/PN.Pwr.

B. Analisis Paradigma Berfikir Hukum Hakim Pengadilan Negeri

Purworejo dalam Putusan Nomor: 61/Pid.B/2011/PN.Pwr.

Sebagaimana telah disampaikan pada bab sebelumnya, bahwa

hukum tidak hadir dalam ruang hampa. Paling tidak anggapan secara

sosiologis membenarkan premis ini, sebab hukum tidak akan mungkin

berdaya guna apapun bila ia tidak hadir dalam komunitas masyarakat

dan memiliki keterkaitan dengan indivudu atau entitas tertentu yang

memiliki kewenangan untuk mendayagunakan hukum itu. Sebagai

contoh untuk memperkuat premis tersebut adalah kehadiran hukum

Islam yang bersumber pada kitab suci al-Qur’an, walaupun ia ciptaan

Tuhan tetapi Tuhan tidak menafikan bahwa hukum itu diperuntukan bagi

manusia, sehingga ia tidak menutup sama sekali terhadap budi, daya dan

karsa yang ada pada manusia. Abdullah Ahmed al-Na’im (2001: 214)

mengatakan: “....(hukum, pen) Islam tidak memulai dari lembaran putih

karena ia tidak hadir dalam ruang hampa keagamaan, ekonomi, sosial dan

politik...Islam merupakan kelanjutan dan kulminasi tradisi Ibrahimi.

Selain itu hukum Islam dalam syari’ah menerima dan memodifikasi

banyak aspek adat dan praktik Arab pra-Islam”.

Dari sisi hakim sebagai pejabat negara yang menjalankan fungsi

kekuasaan yudikatif dijamin oleh undang-undang untuk bebas dan

Page 58: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

58

58

mandiri dalam mengambil putusan, termasuk dalam menyampaikan

secara tertulis dan lisan argumentasi yang digunakannya. Dari sisi hakim

sebagai manusia biasa yang ada keterbatasan di dalam pribadinya tidak

akan dapat terlepas dart berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam

menjalankan funggsinya hakim tidak dapat bekerja sendiri. Hakim tidak

dapat terlepas dart organisasi peradilan, institusi lain termasuk dengan

terdakwa maupun masyarakat. Hakim bebas dari korektifa dan

rekomendasi baik dari eksekutif maupun pihak lain. Kebebasan dan

kemandirian ini segalanya tergantung pada pribadi hakim. Namun yang

perlu diingat adalah bahwa ketika putusan itu telah dibacakan dimuka

sidang, maka putusan itu telah menjadi milik publik. Mulai saat itulah

putusan hakim dapat dieksaminasi oleh siapapun untuk mengukur

seberapa profesionalnya ia, kapabilitas dan integritasnya, termasuk dari

sisi prosedur.

Berawal dari sinilah putusan pengadilan yang dibuat oleh hakim

dapat dianalisis pada konten putusan yang telah ia buat yang berarti pula

dapat dilihat paradigma berfikir hukum dari para hakim dalam mejelis

hakim yang menyidangkan suatu perkara.

Harus dipahami bahwa tugas hakim sungguh berat, terutama pada

saat akan mengambil putusan hukuman apa dan berapa lama atau berapa

banyak denda yang harus dibanyar, atau dalam menentukan kedudukan

hukum pada subyek hukum.

Putusan dalam ranah keilmuan hukum dianggap sebagai karya

ilmiah yang bisa saja dieksaminasi oleh pemerhati hukum (khalayak) dan

teman sejawat. Ketepatan hukum yang diambil akan mendatangkan

keadilan dan menenangkan rasa keadilan masyarakat, kesalahannya akan

mendatangkan caci maki dan sidang kode etik yang dapat saja berakibat

pada karir hakim terhenti. Tidak hanya itu, irah-irah “demi keadilan

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, menuntut hakim tidak hanya

Page 59: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

59

59

benar di hadapan manusia tapi benar pula di hadapan Tuhan Yang Maha

Pengadil. Artinya putusan yang hakim jatuhkan akan dipertimbangkan

pula di akherat kelak. Bagi hakim yang beragama, beban ini bukan beban

yang ringan, membawa tekanan tersendiri.

Dalam pandangan Hakim Agung Amerika Serikat, Oliver Wendell

Holmes Jr., tugas hakim sebagai pemutus perkara, bahwa memutus bukan

semata-mata proses silogisme matematis dan mekanis, namun sebuah

makna yang sangat luas “... the life of the law has not been logic; it is has been

experience. The felt necessities of the time, the prevalent moral and political

theories, institution of public policy avowed or unconscious, even the prejudices

which judges share with their fellow ....” Holmes juga mengatakan, “The law

embodies the story of a nation’s development through many centuries, and it can

not be dealt with as if it contained only the axioms and corollaries of a book of

mathematics”. Dengan demikian putusan hakim merupakan cermin dari

sikap, moralitas, penalaran dan banyak hal lainnya yang digambarkan

oleh Holmes sebagai pengalaman. Hal itu mengisyaratkan bahwa putusan

hakim akan sangat berwatak relativisme kultural, atau dengan mengambil

pandangan Tamanaha tentang “mirror thesis” maka putusan

merefleksikan seperti cermin dari si pemutusnya” (Komisi Yudisial, 2014:

7-8).

Sekalipun tugas hakim sangat berat, hakim tetaplah seorang

manusia biasa yaitu makhluk biologis, yang memiliki juga hak psikologis

yaitu untuk menjadi takut, berani, jujur, khilaf, dan lainnya. Fakta

sosiologisnya, tipologi hakim bermacam-macam, tak ada satu model

hakim yang menjadi model untuk penyeragaman karena hakim adalah

manusia, yang hanya bisa disergamkan dalam toga dan prosedur

beracara, pada titik ini kita dapat melihat hakim tidak hanya sebagai

seorang birokrat hukum semata (Abraham S. Blumberg, 1970), namun

juga sebagai manusia, yang terdiri dari berbagai variabel yang dapat

Page 60: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

60

60

melekat pada seorang hakim, seperti usia, latar belakang sosial, ras atau

etnis, agama, pendidikan, pengalaman, dan lain-lain yang keseluruhannya

memiliki peluang untuk turut menentukan bagaimana kecenderungan

seorang hakim untuk memutus (Komisi Yudisial, 2014: 9). Berkenaan

dengan tipologi hakim dalam memutus perkara, Satjipto Rahardjo (2003:

225) berpendapat paling tidak ada dua tipe hakim. Pertama, hakim yang

apabila memeriksa, terlebih dahulu menanyakan hati-nuraninya atau

mendengarkan putusan hati nuraninya dan kemudian mencari pasal-

pasal dalam peraturan untuk mendukung putusan tersebut. Kedua, hakim

yang apabila memutus terlebih dahulu berkonsultasi dengan kepentingan

perutnya dan kemudian mencari pasal-pasal utuk memberikan legitimasi

terhadap putusan perutnya.

Dalam ilmu Manajemen Kepemimpinan, Siagian (1991)

menyatakan bahwa ada aspek-aspek tertentu bersifat internal dan

eksternal yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan

(berlaku pla bagi hakim). Adapun aspek internal tersebut antara lain :

a. Pengetahuan

Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang secara langsung

maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap

pengambilan keputusan. Biasanya semakin luas pengetahuan

seseorang semakin mempermudah pengambilan keputusan.

b. Aspek kepribadian

Aspek kepribadian ini tidak nampak oleh mata tetapi besar

peranannya bagi pengambilan keputusan.

Aspek eksternal dalam pengambilan keputusan, antara lain :

a. Kultur

Kultur yang dianut oleh individu bagaikan kerangka bagi

perbuatan individu. Hal ini berpengaruh terhadap proses

pengambilan keputusan.

Page 61: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

61

61

b. Orang lain

Orang lain dalam hal ini menunjuk pada bagaimana

individu melihat contoh atau cara orang lain (terutama

orang dekat) dalam melakukan pengambilan keputusan.

Sedikit banyak perilaku orang lain dalam mengambil keputusan

pada gilirannya juga berpengaruh pada perilkau individu dalam

mengambil keputusan.

Arroba (1998) menyatakan ada beberapa hal yang dapat

mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang,

antara lain: 1) Informasi yang diketahui perihal permasalahan yang

dihadapi, 2) Tingkat pendidikan, 3) Personality, 4. Coping, dalam hal ini

dapat berupa pengalaman hidup yang terkait dengan permasalahan

(proses adaptasi), dan 5. Kultur.

Dilihat dari berbagai hal yang telah dibahas sebelumnya, sekali lagi

bahwa putusan hakim atau putusan pengadilan apabila telah ditulis dan

dibacakan dimuka sidang, setelahnya menjadi hak publik untuk dapat

mengaksesnya, termasuk pada Putusan Pengadilan Negeri Purworejo,

dalam hal ini Putusan Nomor: 61/Pid.B/2011/PN.Pwr.

Dalam Putusan Nomor: 61/Pid.B/2011/PN.Pwr., Majelis Hakim

yang terlibat dalam pembuatan putusan tersebut adalah Alex T.M.H.

Pasaribu, S.H., Mardiana Sari, S.H., M.H., sebagai Hakim Anggota dan

Purnawan Narsongko, S.H., sebagai Hakim Ketua. Dari identitas agama

dari majlis hakim, satu orang beragama katolik dan dua orang beragama

Islam. Walaupun hanya ada dua agama yang dianut oleh majlis hakim,

ternyata 3 (tiga) kitab suci agama besar di Indonesia diintrodusir sebagai

argumentasi hukum untuk memperkuat pemberian hukuman bagi

terdakwa.

Alex T.M.H. Pasaribu, S.H. yang beragama Katolik rupanya paham

betul bahan kejahatan pembunuhan di larang dalam agama yang

Page 62: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

62

62

dianutnya (bible). Dalam iman Kristen pembunuhan adalah perbuatan

yang dilarang. Majelis Hakim mengutip Kitab Keluaran 20:13 dan Injil

Mateus 5: 21 yang berbunyi : “jangan membunuh; siapa yang membunuh

harus dihukum.”

Sesungguhnya tidak hanya satu ayat yang berbicara tentang

pembunuhan, karena ditelisik pada bibel ada banyak ayat yang berbicara

tentang pidana pembunuhan, hanya saja yang paling umum dan tidak

menunjuk secara jelas hukuman apa yang akan dijatuhkan pada pelaku

kejahatan pembunuhan, diktum itulah yang paling mewakili.

Sementara itu ayat-ayat yang membahas tentang pidana

pembunuhan dengan jenis hukuman yang lebih jelas diantaranya; dalam

kitab Kejadian 9: 6 sangat jelas berkata: “Siapa yang menumpahkan darah

manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia

itu menurut gambar-Nya sendiri.” Dalam Bilangan 35: 16 disebutkan “Jika ia

membunuh seseorang dengan senjata besi, ia adalah pembunuh, dan ia harus

mati”.

Dalam firman kelima Perjanjian Lama melarang merampas

kehidupan dengan sengaja, dari seseorang yang tidak bersalah dan yang

tidak memberi perlawanan: “Jika seseorang memukul orang dengan

benda besi (atau dengan sebuah batu atau dengan benda kayu) supaya

mati dan orang itu mati, maka ia adalah seorang pembunuh. Pembunuh

itu akan dimatikan” (Bil 35: 16-18). Bahkan dikatakan: “jika ia dengan rasa

permusuhan memukul dia dengan tangannya, dan orang itu mati, maka ia

adalah seorang pembunuh; penebus (goel) darah harus mematikan

pembunuh itu”

Penyajian ayat-ayat tentang pembunuhan dalam Bibel di atas

adalah sebagian kecil saja dari banyak ayat yang berbicara tentang

pembunuhan dan balasan (hukuman) yang harus diberikan pada

Page 63: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

63

63

pembunuh. Oleh karenanya, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa

menurut Bibel (Injil) pembunuh dihukum bunuh pula.

Dari temuan banyaknya ayat yang berbicara tentang pembunuhan

dan sanksi hukumnya, kemudian dibandingkan dengan argmentasi

Mejelis Hakim yang salah satu diantara anggota Majelis Hakim itu

beragama Katolik dengan Bibel sebagai kitab sucinya, menunjukan

kurang mendalamnya Majelis Hakim dalam menggali norma (hukum)

transendental yang terkandung dalam kitab suci Injil.

Selain mengutip salah satu ayat dalam bibel, Mejelis Hakim juga

mengutip norma yang ada dalam agama Hindu argumentasi hukum

dalam putusannya, -padahal dalam Majelis Hakim itu tidak ada satupun

yang beragama Hindu, tepatnya dari kitab suci Weda yaitu Atharvaveda

X: 1: 29, bahwa: “Jangan pernah membantai orang tidak bersalah, pembunuh

orang yang tidak bersalah berkesudahan di dalam malapetaka, jangan membunuh

manusia dan binatang bermanfaat.” Serta dalam Kitab Sarasamusccaya pada

Cloka 141 disebutkan: “…Sekali-kali tidak pernah menyakiti mahluk lain, tidak

mengikatnya, tidak membunuhnya…”.

Dalam argumentasi berlandaskan norma transendental agama

Hindu, Majelis Hakim hanya menampilkan satu norma tentang larangan

membunuh, dengan tidak menampilkan melandaskan argumentasi pada

norma yang memuat tentang sanksi yang harus ditanggung. Padahal

perbuatan membunuh manusia di dalam ajaran Hindu dikategorikan

sebagai perbuatan kejam dengan sebutan sad atatayi dalam Kitab

Perundangan Majapahit disebut kejahatan astadusta. Dalam Kitab

Slokantara, 71: 32 dijelaskan “Orang yang membakar rumah, suka meracuni,

dukun jahat, pembunuh, pemerkosa perempuan, penghianat, keenam ini

dimasukan dalam golongan “Atatayi”. Karena kategorisasi kejahatan yang

kejam, dalam kitab Hindu lainnya, sanksi membunuh adalah dibunuh

sebagai karma (balasan) atas perbuatannya sekaligus sebagai penghapus

Page 64: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

64

64

dosa “… orang-orang yang telah melakukan pidana dan telah pula dihukum oleh

raja akan pergi ke surga karena telah bersih seperti halnya mereka yang telah

melakukan perbuatan yang bajik (Manawa Dharmasastra VIII.318).

Pada argumentasi yang berasal dari kitab suci agama Hindu juga,

hakim tidak begitu maksimal untuk menggali dan menemukan norma

transendental Hinduisme untuk perkara pembunuhan. Sekali lagi Majelis

Hakim hanya mengambil norma yang bersifat sangat umum. Ajaran

tentang Karma, yang bisa saja dikaitkan dalam peristiwa pembunuhan

dalam kasus ini seharusnya disampaikan sebagai argumentasi hukum

guna menunjukkan kepada terdakwa dan khalayak bahwa pembunuhan

apapun yang dilakukan oleh umat Hindu akan berakibat yang sama

padanya, hanya persoalan waktu, tempat dan cara saja si pembenuh akan

menerima karma matinya yang serupa di kemudian hari sebagaimana ia

melakukan hal yang sama kepada orang lain yang telah dibunuhnya.

Argumentasi hukum yang berasal dari norma transendental

hukum Islam adalah dengan memberikan penjelasan bahwa Islam adalah

agama damai dan perbuatan penghilangan nyawa tanpa hak adalah

perbuatan yang dilarang dalam Islam. Majelis Hakim mengutip al-Qur’an

Surah Al-Isra 17:33 “Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan

Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar. Dan

barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sungguh kami telah memberi kekuasaan

kepada walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam

pembunuhan. Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan”.

Selain itu Majelis Hakim juga menerangkan bahwa perbuatan terdakwa

yang telah melakukan pembunuhan kepada para korban sehingga apabila

terdakwa menyesali akan perbuatan yang telah dilakukannya maka pintu

ampunan terbuka bagi orang yang bertobat dimana menurut pandangan

agama Islam terhadap dosa yang dilakukan umat manusia termaktub

dalam al-Qur’an al-Karim sebagai berikut :

Page 65: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

65

65

a. “Dan barang siapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya

dirinya, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya dia

mendapati Allah Maha Pengampun lagi Penyayang”. (QS. Al-

Nisa, 4: 110) ;

b. “Dan Allah tidak akan mengazab mereka, sedang engkau berada

diantara mereka. Dan tidak (pula) Allah akan mengazab mereka,

sedang mereka memohon ampun”. (QS. Al-Anfal, 8: 33)

kemudian “Dan (juga) orang - orang yang bila berbuat keji atau

zalim terhadap dirinya, mereka ingat kepada Allah, lalu mereka

memohon ampun atas dosa-dosanya. Dan siapa lagi yang dapat

mengampunkan dosa melainkan Allah? Dan mereka tidak

meneruskan perbuatan keji itu, sedang mereka mengetahui”. (QS.

Ali Imran, 3: 135).

Selain mengutip beberapa ayat al-Qur’an, Majelis Hakim juga

mengutip hadits yang menerangkan tentang pertaubatan manusia dari

segala perbuatan dosa, yaitu hadits riwayat Turmudzi buku “Riyadhus

Shalihin”, Anas r.a. telah meriwayatkan sebagai berikut:

“Saya mendengar Rasulullah Saw.. bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: “Wahai Anak Adam selama kamu berdoa dan mengharap kepadaku niscaya Aku ampuni dosa yang telah kamu lakukan dan aku tidak memperdulikan berapa banyaknya. Wahai Anak Adam, seandainya dosa - dosamu bagaikan awan di langit, kemudian kamu minta ampun kepada-Ku niscaya Aku mengampunimu, dan Aku tidak memperdulikan berapa banyak dosamu. Wahai anak Adam, seandainya kamu datang kehadapan-Ku dengan membawa dosa seisi bumi, kemudian bertemu dengan AKU tanpa menyekutukan sesuatu apapun dengan-KU, niscaya AKU akan mengampuni dosa yang seisi bumi itu.”

Setelah mengutip beberapa ayat dan hadits, kemudian Majelis

Hakim menambahkan pandangannya terhadap perbuatan pembunuhan

itu dengan argumentasi sebagai berikut:

Page 66: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

66

66

“ Berdasarkan pandangan terhadap sesuatu dosa yang diperbuat umat manusia, yaitu sesuai wahyu Allah dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad Saw. sebagaimana dikemukakan di atas, maka dapat dikonklusikan menurut ajaran agama Islam bahwa pintu ampunan atas tobat umat manusia adalah mutlak milik Allah dan merupakan rahasia Allah, bahwa bagi hamba Tuhan, yaitu mahluk manusia yang telah melakukan perbuatan dosa, baik berupa dosa besar berupa perbuatan keji maupun dosa kecil, maka pintu tobat dan ampunan masih terbuka dihadapan Allah dengan syarat si hamba atau manusia itu sendiri dengan sungguh-sungguh bertawaduk dan menghadap kepada Allah Swt. untuk tidak mengulangi perbuatannya, serta tidak menyekutukan Allah kepada selain Allah, juga si hamba atau manusia tersebut dengan penyerahan diri secara mutlak berupa kepasrahan hati yang mutlak kepada Allah dan melaksanakan seluruh perintah Allah serta menjauhi segala larangan-Nya”.

Mendasarkan pada kitab suci al-Qur’an sebagai argumentasi

hukum transendentalnya, berbeda ketika merujuk pada dua kitab

sebelumnya (Injil dan Weda). Ayaut suci al-Qur’an yang dikutip oleh

Mejelis Hakim memberikan petunjuk yang jelas bahwa sanksi hukum

jarimah pembunuhan adalah dibunuh, dalam bahasa al-Qur’an yang

lainnya disebut qishash.

Dalam hal argumentasi hukum ini, 2 (dua) orang hakim yang

beragama Islam juga tidak melakukan pengkajian yang layak, seperti

mencoba mengkaji delik pembunuhan dalam perspektif Fiqh Jinayah.

Pengkajian terhadap jarimah pembunuhan dalam perspektif Fiqh Jinayah

akan terungkap hukuman apa yang layak, pantas dan kompatibel

terhadap pembunuhan yang telah dilakukan. Para hakim, sekali lagi

hanya mengutip dalil-dalil agama yang bersifat umum tanpa ada

keinginan untuk mengkajinya secara mendalam menurut kitab suci-kitab

suci yang dijadikan landasan sumber hukumnya.

Memperhatikan beberapa argumentasi hukum Mejelis Hakim yang

beberapa norma agama (transendental) sebagai bagian dari argumentasi

hukumnya, secara umum, paradigma berfikir hukum transendal yang

Page 67: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

67

67

dilakukan oleh hakim sudah dapat dikatakan baik sebagai sebuah

terobosan dan awal mula pembiasaan berargumentasi hukum dengan

memperhatikan norma lain di luar norma hukum positif.

Namun argumentasi hukum yang diantaranya mengintrodusir

norma hukum transendental dari Majelis Hakim terkesan hanya memilih

dan memilah norma hukum hukum agama (transendental) yang bersifat

umum. Dalam hal ini hanya memilih norma (diktum suci) agama

(transendental) mengenai larangan perbuatan membunuh tanpa disertai

dengan ancaman sanksi atas perbuatan yang dimaksud. Padahal di dalam

Bibel (Injil), Weda, al-Qur’an dan Hadits terdapat banyak diktum-diktum

suci yang menyebutkan sanksi atas kejahatan pembunuhan yang

dilakukan baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Adapun kasus yang

dihadapi dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang disengaja dengan

argumentasi pelaku pembunuhan (terpidana) telah mempersiapkan dan

membawa senjata tajam (golok) untuk digunakan sebagai alat

menghilangkan nyawa orang bila perbuatan jahatnya diketahui oleh

orang lain. Lebih dalam lagi, bahwa pembunuhan (penghilangan nyawa)

mengakibatkan 2 (dua) korban meninggal dunia dan 1 (satu) korban

terluka arah akibat perbuatan terdakwa.

Melihat pada fakta persidangan, tuntutan jaksa penuntut umum

dan alasan untuk meringankan hukuman terhadap pelaku oleh kuasa

hukum dan mempertimbangkan norma hukum positif diserta dengan

argumentasi hukum dan non hukum lainnya, Majelis Hakim

merumuskan perbuatan terdakwa sebagai perbuatan yang sesuai pasal

340 KUHP “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu

menghilangkan nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan direncanakan

(moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara

sementara selama-lamanya dua puluh tahun” jo pasal 65 ayat (1) KUHP

“dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai

Page 68: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

68

68

perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang

diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana”

dan ketiga primair pasal 338 KUHP “barangsiapa dengan sengaja merampas

nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling

lama lima belas tahun” jo pasal 53 ayat (1) KUHP “mencoba melakukan

kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan adanya permulaan

pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan

karena kehendaknya sendiri.

Berdasarkan legalitas KUHP di atas, dalam perkara Adriawan bin

Subarjo hakim menjatuhkan hukuman sebagaimana yang dituntut oleh

Jaksa Penuntut Umum (JPU), maka dalam hal ini argumentasi hukum

transendental dengan cara mengintrodusir norma agama sebagai bagian

dari argumentasi hukum dalam putusan belum atau tidak berpengaruh

apa-apa terhadap putusan yang dibuat oleh Majelis Hakim. Artinya

argumentasi hukum transendental yang tertuang dalam Putusan Nomor:

61/Pid.B/2011/PN.Pwr. belum menuntun Majelis Hakim untuk

menjatuhkan hukuman maksimal (hukuman mati) sebagaimana yang

tertera dalam pasal 340 KUHP.

Dari pembahasan atas konten argumentasi hukum transendental

Mejelis Hakim dalam Putusan Nomor: 61/Pid.B/2011/PN.Pwr,

paradigma berfikir hukum transendenntal pada para hakim yang terlibat,

pertama, baru sebatas argumentasi yang hanya menghiasai lembar-lembar

putusan pengadilan saja, belum sampai pada adanya pengaruh yang

cukup signifikan terhadap hasil akhir dari putusan hakim tersebut. Hal

tersebut dapat dipahami karena Majelis Hakim dalam perkara ini hanya

memilih dan memilah diktum suci yang bersifat umum terhadap larangan

perbuatan pidana tanpa menyertakan sanksi hukum apa yang layak

untuk perbuatan berupa kejahatan pembunuhan berencana, apa lagi

korbannya lebih dari satu orang meninggal dunia.

Page 69: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

69

69

Kedua, penyajian argumentasi hukum transendental berupa

pengampunan terhadap perbuatan dosa yang ada dalam 4 (empat)

diktum suci agama hanya sebatas sebagai pemberitahuan atau informasi

saja kepada terdakwa untuk menerima hukuman, belum sampai pada

upaya obyektifikasi terhadap diktum tersebut untuk aplikasinya dalam

realitas hukum yang dihadapi.

Pengkajian paradigma transendental hukum justru terjadi pada

daerah dimana hampir tidak ada kasus hukum yang menjadi sorotan

berita nasional (PN Purworejo), walaupun begitu ini adalah awal yang

menggembirakan untuk penyemaian hukum Indonesia yang

transendentalis.

Paradigma berfikir hukum transendental yang tertuang dalam

argumentasi hukum dalam putusan pengadilan ini, terjadi pada sebah

Pengadilan Negeri Purworejo dengan klasifikasi 1B. Sedangkan telah

menjadi maklum bahwa kelas pengadilan ini menunjukkan tidak begitu

banyak persidangan yang dilakukan oleh PN Purworejo, walaupun secara

kompetensi relatif, wilayah kekuasaan Kabupaten Purworejo cukup luas.

Kiranya dominasi wilayah pedesan yang mayoritas dengan tipologi rural

society yang guyub dan rukun menjadikan problematika atau sengketa

hukum tidak begitu banyak ditangani oleh PN Purworejo. Dari sisi

keragaman beragama, Islam mayoritas di seluruh wilayah kecamatan

yang ada dalam Kabupaten Purworejo.

Page 70: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

70

70

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku dan Jurnal

Abdullah Ahmed al-Na’im, 2001, Dekonstruksi Syari'ah: Wacana Kebebasan

Sipil, Hak Asasi Manusia dan Hubungan Internasioanl dalam

Islam, Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara.

Abraham S. Blumberg, 1970, Criminal Justice, Toronto: Burns and Mac

Eachem Ltd.

Absori dkk, 2017, Transendensi Hukum Prospek dan Implementasi,

Yogyakarta: Gentha Publishing.

Anton F. Susanto, 2015, Kritik Teks Hukum Ulasan dan Komentar Terhadap

“Wacana Hukum Langitan”, Bandung: Logos Publishing.

Anton F. Susanto, 2010, Ilmu Hukum non Sistemik, Fondasi Filsafat

Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia, Yogyakarta: Genta

Publishing.

Badan Pusat Statistik Kab. Purworejo, 2017, Kabupaten Purworejo dalam

Angka, Purworejo: Sekretariat Badan Pusat Statistik Kab.

Purworejo.

Bryan A. Garner, 2004, Black’s Law Dictionary Eight Edition, New York:

West Publising Co.

Departemen Pendidikan Nasional, 2015, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka.

Farkhani, 2014, Pengantar Ilmu Hukum Cetakan Keempat, Salatiga: STAIN

Salatiga Press.

Farkhani dan Evi Aryani, 2016, Hukum dan Wajah Hakim dalam Dinamika

Hukum Acara Peradilan, Surakarta: Pustaka Iltizam.

Page 71: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

71

71

Feteris, E.T., 1994, Redelijkheid in Jurisdische Argumentatie, Een Overzicht van

Theorieen Over Het Rechtvaardigen van Juridische

Beslissingen, W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle.

Herlien Budiono, 2006, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia,

Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia,

Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti

Ifdhal Kasim, 2001, Hak Sipil dan Politik, Jakarta: Elsam.

IPM. Ranuhandoko, 1996, Terminologi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Jalaluddin Rakhmad, 1995, Kamus Filsafat, Jakarta: Rosda Karya.

J.H. Rapar, 2001: Filsafat Politik: Plato Aristoteles Augustinus Machiavelli,

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kelik Wardiono, 2016, Paradigma Profetik Pembaruan Basis Epistimologi Ilmu

Hukum, Yogyakarta: Gentha Publishing.

Khudzaifah Dimyati, 2005, Teorisasi Hukum: Studi tentang Perkembangan

Pemikiran Hukum di Indonesia 1945-1990, cetakan keempat,

Surakarta: MuhammadiyahUniversity Press.

Komisi Yudisial, 2014, Kualitas Hakim dalam Putusan, Jakarta: Sekretaris

Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia.

Kuntowijoyo, 2006, Islam Sebagai Ilmu: Epistimologi, Metodologi dan Etika,

Yogyakarta: Tiara Wacana.

Loren Bagus, 1996, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia.

Martin P. Golding, 1984, Legal Reasoning, New York: Alfreda A. Knoff Inc.

M. Fahmi, 2005, Islam Transendental, Menelusuri Jejak-Jejak Pemikiran Islam

Kuntowijoyo, Yogyakarta: Pilar Religia.

Muhyar Fanani, 2008, Membumikan Hukum Langit Nasionalisasi Hukum

Islam dan Islamisasi Hukum Nasional Pasca Reformasi,

Yogyakarta: Tiara Wacana.

Otje Salman, 2012, Filsafat Hukum (Perkembangan dan Dinamika Masalah),

Bandung: Refika Aditama.

Page 72: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

72

72

Robert M. Unger, 2010, Teori Hukum Kritis Posisi Hukum dalam Masyarakat,

Bandung: Nusa Media.

Satjipto Rahardjo, 2003, Sisi-Sisi Lain dari Hukum Indonesia, Jakarta:

Kompas.

Soerjono Soekanto, 1982, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Rajawali.

Sondang P. Siagian, 1991, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku

Administrasi, Jakarta: Gunung Agung.

Sudarsono, 1992, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta.

Theo Huijbers, 1982, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta:

Kanisius.

Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, 2005, Kamus Ilmu Tasawuf,

Bukittinggi: IAIN Bukittinggi.

T. Arroba,1998, “Decision Making by Chinese –US”, Journal of Social

Psychology. Vol. 38.

Zumri Bestado Sjamsuar, 2009, Paradigma Manusia Surya, Membongkar

Mitos Parokhialitas Sumber Daya Manusia. Pontianak:

Yayasan Insan Cita.

Suparman Marzuki, 2013, “Pertarungan Antara Kuasa dan Tafsir”, Jurnal

Yudisial Vol. 6 No. 3 Desember 2013.

Tommy Hendra P, “Penafsiran, Penalaran dan Argumentasi Hukum”,

MMH, Jilid 40 No. 2 April 2011

.

B. Situs Internet

bappeda.purworejokab.go.id, diakses 28 September 2017

https://soetandyo.wordpress.com, diakses tanggal 19 Oktober 2017.

http://nanangsuprijadi.blogspot.co.id, diakses tanggal 9 Oktober 2017

http://business-law.binus.ac.id diakses tanggal 20 Oktober 2017

pn-purworejo.go.id diakses 29 September 2017

Shidarta dalam http://business-law.binus.ac.id, diakses tanggal 20 Oktober 2017.

Page 73: HUKUM TRANSENDENTAL; ARGUMENTASI HUKUM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4814/1/Pen. Hukum...Di Indonesia, proses seperti ini terasa pula dalam perkembangan pewacanaan ilmu

73

73

www.pt-bandung.go.id, diakses pada tanggal 28 Agustus 2017

wikipedia, diakses 28 Agustus 2017

C. Perundang-Undangan

Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang No. 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum,