hukum perburuan

Upload: zyarhief-na-ziengkang

Post on 19-Jul-2015

89 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1. Pendahuluan Kebijakan perburuhan terbukti tidak pernah muncul tiba-tiba. Ia (baca: kebijakan) senantiasa dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu yang disusupkan dalam grand strategy kebijakan nasional (selective mirror thesis: hukum mencerminkan kepentingan pihak tertentu).

Trauma tiga paket kebijakan perburuhan ( UU No 21 Tahun 2000, UU No 13 Tahun 2003 dan UU No 2 Tahun 2004) belum usai, kini buruh harus lagi berhadapan dengan rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang merupakan kelanjutan dari UUK yang sudah bermasalah sejak awalnya.

Tiga Paket Kebijakan perburuhan tersebut dilatarbelakangi oleh program globalisasi Multi National Coorperation yang didirikan oleh Negara-negara kaya kapitalis di dunia. MNC inilah yang kita kenal antara lain sebagai IMF dan World Bank.

Dengan dalih mengentaskan kemiskinan, IMF menawarkan pemberian hutang kepada Indonesia dengan syarat Indonesia harus melakukan perubahan beberapa kebijakan agar lebih menguntungkan Negara-negara kapitalis tersebut.

Dalam salah satu pasal dalam Letter of Intent[2] dinyatakan bahwa Indonesia harus melakukan beberapa perubahan yang berkaitan dengan perburuhan, salah satunya adalah adanya flexibility labour market atau dalam bahasa awam dikenal dengan hubungan perburuhan yang bersifat fleksibel.

Following the major reform of the rights of association and union activity in 2000, modernization of complementary labor legislation relating to industrial relations has become a priority. A bill relating to labor protection has now been passed, and we are working closely with Parliament to ensure that the other bill in this area, on industrial dispute resolution, is enacted during the first half of 2003. We are working with labor and business to ensure that the laws strike an appropriate balance between protecting the rights of workers, including freedom of association, and preserving a flexible labor market[3]

Bagan berikut menunjukan beberapa pasal dalam 3 Paket Kebijakan yang tidak berpihak pada buruh

Isu

UU No 21 Tahun 2000

UU N0 13 Tahun 2003

UU No 2 Tahun 2004

Politik pecah belah buruh

Pasal 5 ayat (2) Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.

Pasal 119

(2) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pekerja/serikat buruh tetapi tidak memiliki jumlah dengan serikat anggota lebih dari 50% dari pekerja/serikat buruh jumlah seluruh lain hanya dalam satu pekerja/buruh di perusahaan Pasal 35 maka serikat pekerja/serikat perusahaan, karena tidak adanya persesuaian Setiap perselisihan antar buruh dapat mewakili pekerja/buruh dalam paham mengenai serikat pekerja/serikat perundingan dengan keanggotaan, buruh, federasi dan pengusaha apabila serikat konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang pelaksanaan hak, dan bersangkutan telah mendapat kewajiban pekerja/serikat buruh dukungan lebih 50% (lima keserikatpekerjaan. diselesaikan secara musyawarah oleh serikat puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh di perusahaan federasi dan konfederasi melalui pemungutan suara. serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan. Pasal 36 Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tidak mencapai kesepakatan, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi

Pasal 1 angka 5 Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat

serikat pekerja/serikat buruh diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengekangan Pasal 37 aktivitas serikat buruh Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bubar dalam hal :.... a. dinyatakan oleh anggotanya menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;

Pasal 137

Pasal 66 ayat (1)

Mogok kerja sebagai hak Hakim Ad-Hoc tidak dasar pekerja/buruh dan boleh merangkap serikat pekerja/serikat buruh jabatan sebagai :... dilakukan k. pengurus serikat secara sah, tertib, dan damai pekerja/serikat buruh sebagai akibat gagalnya atau pengurus organisasi perundingan. pengusaha.

b. perusahaan tutup atau menghentikan kegiatannya untuk selama-lamanya yang mengakibatkan putusnya hubungan kerja bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan setelah seluruh kewajiban pengusaha terhadap pekerja/buruh diselesaikan menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku; c. dinyatakan dengan putusan Pengadilan.

Tidak adanya Pasal 37 Jaminan Kerja (Job Security) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bubar dalam hal :....

Pasal 59 (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu,

Pasal 1 angka 2

a. dinyatakan oleh anggotanya menurut anggaran dasar dan Jika dilanggar tidak ada anggaran rumah tangga; sanksinya

Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundangundangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Pasal 4 ayat (1)

b. perusahaan tutup atau menghentikan kegiatannya untuk selama-lamanya yang mengakibatkan putusnya hubungan kerja bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan setelah seluruh kewajiban pengusaha terhadap pekerja/buruh diselesaikan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku; c. dinyatakan dengan putusan Pengadilan.

Dalam hal perundingan bipartit gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan

Pasal

melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.

Deregulasi perlindungan hak buruh

Pasal 38 1. Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c dapat membubarkan

Pasal 64 Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan

Pasal 1 angka 2

Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan serikat pekerja/serikat lainnya melalui perjanjian pelaksanaan atau buruh, federasi dan pemborongan pekerjaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan konfederasi serikat penyediaan jasa perundang-undangan, pekerja/serikat buruh pekerja/buruh perjanjian kerja, dalam hal: yang dibuat secara tertulis. peraturan per-usahaan, atau perjanjian kerja bersama. a. serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai asas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945; b. pengurus dan/atau anggota atas nama serikat pekerja/serikat buruh terbukti melakukan kejahatan terhadap keamanan negara dan dijatuhi pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap. 2. Dalam hal putusan yang dijatuhkan kepada para pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, lama hukumnya tidak sama, maka sebagai dasar gugatan pembubaran serikat pekerja/sserikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh digunakan putusan yang memenuhi syarat. 3. Gugatan pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diajukan oleh instansi pemerintah kepada pengadilan tempat serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan berkedudukan.

2. Politik Ekonomi yang Mempengaruhi Kebijakan

Tiga paket Kebijakan perburuh memang bermasalah sejak awal, karena selain merupakan UU pesanan pihak asing, dalam proses pembuatannya pun tidak menempuh cara-cara yang demokratis. Akibatnya, substansi UUK pun memiliki banyak masalah di sana sini, masalahmasalah tersebut ada yang secara nyata telah dialami oleh pekerja adapula yang berpotensi menimbulkan masalah bagi pekerja.

Tiga Paket Kebijakan merupakan turunan/bagian dari UU PROPENAS (Program Pembangunan Nasional) yang menjadi program globalisasi Negara-negara kapitalis. UU Propenas memakai konsep yang diberikan oleh IMF, World Bank dan RDA (Regional Devolepment Agency) dengan dalih mengentaskan krisis ekonomi di Indonesia. Selain UU Propenas, kita bisa lihat juga Inpres 3/2006 betapa isi Inpres ini sangat mengabdi pada kepentingan pemodal. Inpres tersebut turunan dari RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Nasional 2005 - 2009 pemerintahan SBY-JK yang dalam BAB 23 tentang ketenaga kerjaan menyatakan bahwa untuk mengatasi problem pengangguran dan investasi maka harus dibuat kebijakan "pasar tenaga kerja yang Fleksibel".

Letter of Intent

UU Propernas, Inpres 3 Tahun 2006

3 Paket Kebijakan

RPP Pesangon

Revisi UUK

Salah satu contoh yang lain bagaimana sebuah kebijakan dipengaruhi politik pemerintah adalah Inpres 3 Tahun 2006 yang memuat agenda pemerintah melalui Menakertrans untuk melakukan revisi UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Sebagaimana dimuat dalam lampiran Inpres No 3 Tahun 2006 di bawah ini

Kebijakan A. Menciptakan Iklim Hubungan Industrial yang mendukung perluasan lapangan kerja.

Program 1. Mengubah UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Tindakan Keluaran Sasaran Waktu Penanggungjaw Menyusun draft Menteri Tenag Penyampaian Draft April 2006. perubah-an UU Kerja dan perubahan UU Ketenagakerjaan Transmigras Nomor 13 Tahun Nomor 13 Tahun 2003 2003 tentang terutama meliputi Ketenagakerjaan ke (Menakertran Keten-tuan mengenai: DPR. a. PHK, Pesangon dan Hak-hak Pekerja/Buruh lainnya; b. Perjanjian Kerja Bersama; c. Ketentuan Mengenai Pengupahan;

Kebijakan

Program

Tindakan d. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT); e. Penyerahan sebagian pekerjaan kepada pihak lain (outsourcing); f. Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA); g. Ketentuan mengenai istirahat panjang.

Keluaran

Sasaran Waktu Penanggungjaw

Menakertran2. Mengubah per- Penyusunan Draft aturan pelaksa- pera-turan pendukung naan UU Nomor (PP, Keppres dan 13 tahun 2003 Kepmen) Ketentuan tentang mengenai: Ketenagakerjaan. a. Perjanjian Kerja; b. Cuti Panjang; c. Uang Lembur;. Perubahan PP, Perpres dan Peraturan Menakertrans. Segera setelah perubahan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disahkan.

d. Outsourcing; e. Pengupahan;

f. Prosedur memperkerjakan TKA.

MenakertranB. Perlindungan Mengubah UU Menyusun draft dan penempatan No-mor 39 Tahun perubah-an UU Penyampaian draft Oktober 2006. perubahan UU

Kebijakan TKI di luar negeri

Program 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indo-nesia di Luar Negeri

Tindakan Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, terutama meliputi ketentuan mengenai:

Keluaran Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Per-lindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri ke DPR.

Sasaran Waktu Penanggungjaw

a. Menghilangkan syarat Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) wajib memiliki unit pelatihan kerja untuk mendapatkan Surat Izin PPTKIS. b. Pendidikan dan pela-tihan.

MenakertranC. Implementasi UU a. Melaksanakan Pelatihan. Penyelesaian Nomor 2 tahun pelatihan bagi calon berbagai 2004 tentang mediator, konsiliator, perselisihan Penyelesaian arbitrer dan hakim ad hubungan Perselisihan hoc. industrial secara Hubungan cepat, murah dan Industrial. berkeadilan. b. Membuat Sistem Tersedia Informasi yang informasi berisikan berbagai keputusan tentang tentang penyelesaian perselisihan hubungan penyelesaian industrial. perselisihan Berlanjut.

Berlanjut. Menakertran

hubungan

Kebijakan

Program

Tindakan

Keluaran

Sasaran Waktu Penanggungjaw

industrial.D. Mengubah UU/ Mempercepat Peraturan/Surat proses penerbitan Keputusan/Surat perizinan Edaran terkait. ketenagakerjaan

a. Menyederhanakan Perubahan Menkum & Maret prosedur pemberian UU/Peraturan/Surat HAM. visa dan izin tinggal Keputusan/Surat 2006. bagi investor/TKA: Edaran terkait. cukup mempunyai dua jenis ijin: IMTA dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan KITAS dari Kantor Imigrasi. b. Mempercepat Perubahan Menakertran proses : UU/Peraturan/Surat Keputusan/Surat Maret 2006. 1) Sertifikasi Edaran terkait. Komptensi Tenaga Kerja : dari 1 bulan menjadi 2 minggu. 2) Akreditasi Balai Latihan Kerja Luar Negeri : dari 23 hari menjadi 14 hari. 3) Akreditasi Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP): dari 23 hari menjadi 14 hari. 4) Akreditasi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD): dari 3 bulan menjadi 2 bulan. 5) Hubungan indus-trial: a) fasilitas pengesahan dari 10 hari menjadi 7 hari. b) fasilitas per-janjian kerja dari 7 hari menjadi 6 hari.

Kebijakan E. Penciptaan pasar tenaga kerja fleksibel dan produktif.

Program Pengembangan Bursa Kerja dan Informasi Pasar Kerja.

Tindakan

Keluaran

Sasaran Waktu Penanggungjaw

Pemberdayaan Bursa 1) Efektifitas Berlanjut. Kerja Online dan pelayanan penemmeningkatkan patan tenaga kerja. mekanisme pelaksanaan 2) Tersedianya pengelolaan Informasi informasi pasar Pasar Kerja. kerja, seperti lowongan dan pencari kerja yang optimal. F. Terobosan Mengubah UU Menyusun draft Penyampaian draft Agustus 2006. paradigma Nomor 15 Tahun perubahan UU Nomor perubahan pembangunan 1997 tentang 15 Tahun 1997 penyempurnaan UU transmigrasi Ketransmigrasian tentang Nomor 15 Tahun dalam rangka Ketransmigrasian, 1997 tentang perluasan terutama meliputi Ketransmigrasian lapangan kerja. ketentuan mengenai: ke DPR. a. Hal-hal yang berkaitan dengan otonomi daerah. b. Peran serta sektor swasta dalam program transmigrasi.

Menakertran

Menakertran

Kebijakan Upah Murah

Salah satu daya tarik yang digunakan pemerintah untuk menarik investor ke Indonesia adalah murahnya upah buruh Indonesia. Perusahaan-perusahaan transnasional seperti Nike, Adidas, GAP berdasarkan penelitian John Pigler selalu memilih Negara-negara maju dan berkembang sebagai tampat pembuatan barang produksi, dengan demikian biaya produksi data ditekan sedemikian rupa karena upah buruh di Negara maju dan berkembang rendah. Negara-negara berekembang tersebut adalah Cina, Indonesia, Vietnam, Thailand dan beberapa Negara lain di Asia dan Afrika.

Dari penelitian di atas, maka kita dapat melihat bahwa buruh murah sebagai daya tarik bagi investor bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga fenomena yang mendunia. Di salah satu

pabrik mainan anak-anak di Cina misalnya, membayar buruhnya dengan upah yang sangat murah.

Bagan di bawah ini membuktikan bagaimana

Tahun 2005 2006 2007

KHL menurut pemerintah Rp 759.953 Rp. 1.100.020 Rp 991.988.

UMP Rp 711.843 Rp 819.100 Rp 900.500

Kondisi ini menggambarkan betapa pemerintah senantiasa berupaya menekan upah buruh seminimal mungkin. Pertama, penghitungan UMP didasarkan pada standar kebutuhan hidup layak seorang pria lajang di , yang berarti berarti menghilangkan kebutuhan faktual buruh untuk juga memenuhi kebutuhan keluarganya. Kedua, pemerintah masih juga menetapkan UMP di bawah jumlah yang dihitung oleh Dewan Pengupahan yang notabene merupakan lembaga resmi yang ditunjuk oleh UU.

Di DKI Jakarta, secara nominal UMP memang naik sebesar 9,9 % . Namun kenaikan tersebut tetap tidak mendekatkan buruh pada kebutuhan hidup layak, karena selama tahun 2006 terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok. Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, pun mengakui kenaikan UMP dilakukan setelah mempertimbangkan inflasi tahun 2007 yang mencapai 7% dan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,6% sehingga kenaikan upah hanya bisa menutup biaya hidup yang semakin bertambah akibat kenaikan harga.[4] Dengan kata lain tidak terjadi peningkatan kesejahteraan buruh. Pemerintah tetap mempertahankan kondisi buruh yang dibayar di bawah kebutuhan hidup layaknya!

Belum selesai tentang besaran upah minimum yang menimbulkan permasalahan serius, UU Ketenagakerjaan versi pemerintah yang baru justru mengurangi besaran pesangon dan uang pensiun. Dengan argumentasi bahwa pesangon terlalu membebani pengusaha dan tidak adanya dasar ekonomi bahwa pengusaha masih harus menanggung kehidupan buruh ketika buruh tersebut tidak lagi bekerja untuk pengusaha tersebut. Di beberapa negara maju memang hak atas pesangon telah dihapus.

Penghilangan kewajiban pesangon dan uang pensiun dilakukan dengan menerapkan sistem kerja kontrak. Setelah masa kerja selesai, pengusaha tidak perlu memberikan uang pesangon kepada buruh. Masyarakat seringkali tidak peka bahwa sistem kerja kontak bukan hanya mengakibatkan tidak adanya kepastian kerja (job security) tetapi juga tidak adanya jaminan mendapatkan kebutuhan hidup layak.

Padahal pesangon dan/atau uang pensiun diharapkan sebagai jaring pengaman bagi buruh yang tidak lagi bekerja. Mengingat selama buruh tersebut bekerja, ia tidak mendapatkan upah yang mencukupi kebutuhan hidup layak bagi keluarganya, apalagi untuk tabungan hari tua. Uang pesangon dan/atau pensin inilah yang diharapkan menutupi kebutuhan buruh dan keluarganya setelah Ia tidak mampu lagi bekerja/ tidak produktif. Mengingat di Indonesia, negara tidak memberikan jaminan social bagi pengangguran, walaupun pengangguran tetap memberikan pajaknya buat negara. Tidak adil jika membandingkan Indonesia dengan negara maju yang telah menghapuskan aturan uang pesangon dan/pension tetapi memberikan jaminan social bagi warga negaranya yang tidak bekerja.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup layak seorang buruh, Pesangon dan uang pensiun bukanlah derma pengusaha tetapi merupakan uang penebusan dosa pengusaha yang tidak membayar buruhnya sesuai kebutuhan hidup layak.

SK Gubernur DKI Jakarta di atas memang tidak berdiri sendiri. SK Gubernur tersebut merupakan turunan dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) yang memuat guideline bagi seluruh kepala daerah di Indonesia dalam membuat kebijakan upah di daerahanya masingmasing.

Berdasarkan Permenaker No 17 Tahun 2005 Tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahap Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak terdapat beberapa komponen kebutuhan hidup layak untuk menghitung besar UMP. Komponen tersebut adalah makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi dan tabungan.

Salah satu contoh bagaimana Pemerintah menentukan besaran upah berdasarkan penghitungan kebutuhan yang sangat minimal adalah komponen untuk perumahan. Yang dimaksud dengan komponen perumahan adalah segala komponen kebutuhan tempat tinggal dan perangkatnya untuk 1 bulan yang terdiri dari:

Kebutuhan untuk perumahan Sewa kamar Dipan/tempat tidur Kasur dan bantal Seprei dan sarung bantal Meja dan kursi Lemari pakaian Sapu Perlengkapan makan 1. Piring makan 2. Gelas minum 3. Sendok dan garpu Ceret alumunium Wajan alumunium Panci alumunium Sendok masak Kompor minyak tanah Minyak tanah Ember plastik Listrik Bola lampu pijar/neon Air Bersih Sabun cuci

Kualitas Sederhana No.3 polos Busa Katun 1 meja/4 kursi Kayu sedang Ijuk sedang

Jumlah 1.00 1/48 1/48 2/12 1/48 1/48 2/12

Satuan 1 bulan Buah Buah Set Set Buah Buah

Polos Polos Sedang Ukuran 25 cm Ukuran 32 cm Ukuran 32 cm Alumunium 16 sumbu Eceran Isi 20 liter 450 watt 25 watt/15 watt Standar PAM Cream/deterjen

3/12 3/12 3/12 1/24 1/24 2/12 1/12 1/24 10.00 2/12 1.00 6/12 atau 3/12 2.00 1.50

Buah Buah Pasang Buah Buah Buah Buah Buah Liter Buah Bulan Buah Meter kubik Kg

Perhatikan daftar di atas, dengan dengan gaji yang sebesar UMP buruh hanya bisa menyewa kamar sederhana. Perhatikan pula jumlah perlengkapan rumah tangga yang jumlahnya ditulis dalam bentuk pecahan karena perlengkapan dihitung sesuai kebutuhan satu bulan. Secara ekstrim, karena UMP hanya mampu menutupi biaya untuk membeli dipan untuk satu orang sebanyak 1/48 buah maka seorang buruh dengan gaji UMP baru bisa membeli sebuah dipan untuk satu orang setelah bekerja 48 bulan atau 4 tahun! Inipun jika buruh tersebut adalah buruh laki-laki yang melajang, jika si buruh dengan gaji UMP tersebut adalah perempuan ataupun punya keluarga maka jika memiliki kebutuhan lain dengan gaji UMP tersebut tersebut si buruh harus tambal sulam untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, secara ekonomis buruh tersebut memerlukan waktu lebih dari 4 tahun untuk bias membeli sebuah dipan.

Sehingga menjadi mustahil seorang buruh mampu memiliki rumah sendiri, sebab berdasarkan data Perumnas terakhir harga rumah sangat sederhana adalah Rp 24 juta. Mari bandingkan dengan alokasi UMP untuk tabungan yaitu sebesar 2 % dari UMP (besar terakhir tahun 2007 sebesar Rp 900.500) yang jika dinominalkan sebesar Rp 18.100 untuk sebulan. Dengan kata lain, buruh lajang baru bisa membeli rumah sangat sederhana setelah bekerja 1333,3 bulan atau 111 tahun! karena tidak ada pengembang yang menyediakan cicilan kredit rumah sebesar Rp 18.000,00 per bulan. Begitulah nasib buruh di Indonesia, hamper mustahil memiliki rumah di negeri sendiri.

4.

Kondisi Dunia yang melatarbelakangi kebijakan perburuhan

TNC

Menurut PBB, pada tahun 1970 jumlah TNC adalah 7.000 buah. Di tahun 1997 TNC bertambah menjadi 44.000 buah dengan 280.000 afiliasi di seluruh dunia. Dari jumlah itu, hanya 200 TNC yang paling dominan.Data ini menunjukan bahwa TNC (baca: perwujudan neoliberalisme) semakin hari semakin berkembang. Dari banyaknya TNC yang bertambah terdapat 200 TNC saja yang memiliki keuntungan tertinggi yang membuat pemilik TNC tersebut memiliki kekayaan sama dengan kekayaan sebuah negara. Bahkan biaya yang dikeluarkan untuk mengelola sebuah TNC jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengelola suatu negara[5]. Misalnya uang yang dihabiskan di perusahaan garmen Walmart untuk pakaian dalam dan barang-barang diskon di tahuan 1997 senilai dengan PBD 163 negara. Dalam pengertian yang lebih ekstrim, sebuah TNC dapat membiayai hidup suatu negara. Sehingga tidak mustahil sebuah TNC membiayai negara untuk kepentingan pengelolaan TNC.

Lembaga Multinasional

IMF adalah lembaga yang didirikan pada tahun 1944 beranggota 184 negara. Didirikan untuk mendukung kerjasama moneter internasional keuangan, stabilitas nilai tukar uang dan

pengaturan, mendorong pembangunan ekonomi, memberikan pinjaman bagi Negara-negara yang membutuhkan. Dalam memberikan pinjaman, IMF dan Negara peminjam membuat ketentuanketentuan dalam perjanjian pinjam meminjam untuk mempengaruhi kebijakan ekonomi, social dan politik Negara peminjam.[6]

Sedangkan WTO adalah lembaga internasional yang didirikan pada tahun 1995 untuk mengurus masalah pengaturan perdagangan antar Negara dengan mengadakan perjanjian-perjanjian dengan Negara-negara dan parlemen. Tujuan utama WTO ialah untuk membantu para pengusaha penghasil barang/jasa, importir maupun maupun eksportir dalam menjalankan bisnis mereka.[7]

World Bank didirikan pada tahun 1944 dengan tujuan sebagai sumber keuangan vital membangun Negara-negara di dunia. Salah satu program yang dilakukan Wolrd Bank adalah memberikan pinjaman kepada Negara-negara miskin dengan bungan lunak, membantu Negaranegara peminjam dalam aspek pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dll. Tujuan World Bank ialah untuk menghapuskan kemiskinan dan keberlanjutan pembangunan. Dalam pemahaman Wolrd Bank, yang dimaksud dengan pembangunan yang berkelanjutan ialah pertumbuhan ekonomi, membangun iklim yang baik untuk investasi.iklim investasi yang baik dianggap mampu menjawab permasalahan kemiskinan di suatu negara.[8]

Dari uraian singkat di atas mengenai lembaga multinasional di atas, maka dapat terlihat bahwa tujuan didirikannya lembaga-lembaga tersebut ialah untuik mempermudah pengusaha dalam melebarkan sayap bisnisnya di seluruh dunia.

Bagaimana Lembaga Multinasional tersebut menguasai dunia?

IMF menguasai negara-negara yang dilanda krisis ekonomi lewat Program Penyesuaian Struktural (SAP=Structural Adjustment Program) dengan kontrak LOI (letter of intent). Dalam kontrak ini terdapat klausul-klausul dalam perjanjian konvensional yang memuat sejumlah hak dan kewajiban yang negara peminjam (debitur) dan lembaga yang memberi pinjaman (kreditur) .Indonesia menjadi pasien IMF sejak krisis 1997, dengan paket bantuan $ 43 milyar; juga program bail-out utang swasta (obligasi) yang sekarang berjumlah Rp 600 trilyun. Salah satu kewajiban yang harus dilakukan Indonesia sebagai negara peminjam ialah menyesuaikan beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia seperti UU Hak Kekayaan Intelektual, UU Sumber Daya Air, dll.[9]

Sedangkan WTO mendikte strategi dan program pembangunan di negara-negara berkembang lewat pinjaman proyek dan pinjaman program berdasarkan SAP Di Indonesia, sebagai ketua di CGI (Consultative Group on Indonesia) yang setiap tahun memberikan utang yang sekarang berjumlah $ 140 milyar. WTO adalah Organisasi Perdagangan Dunia yang mengikat secara hukum (legal binding) anggota-anggotanya untuk menjalankan liberalisasi perdagangan dan ekonomi sebesar-besarnya untuk kepentingan ekspansi ekonomi negara maju dan TNC. WTO menjadi super-kuat, karena perjanjian-perjanjiannya (agreements) memaksa negara Berkembang untuk membuka pasarnya seluas-luasnya, memaksa Investasi asing 100%, menghapus subsidi, menswastakan pelayanan publik, memonopoli pengetahuan.

Indonesia

Kondisi di atas menggambarkan bagaimana kondisi Indonesia sebagai bagian dari dunia dipengaruhi TNC dan MNC. Salah satu contoh, melalui Letter of Intent yang disepakati Indonesia dan IMF, Indonesia melakukan perubahan beberapa kebijakan di bidang ketenagakerjaan, investasi, sumber daya alam, dll yang intinya mempermudah investor masuk ke Indonesia. Namun sebagaimana diuraikan di atas, investasi tanpa batas negara merupakan agenda neoliberal yang membawa lebih banyak kesengsaraan daripada kesejahteraan.

Jika kebijakan Indonesia cenderung melindungi pengusaha, mengapa selalu pengusaha yang menutup perusahaannya di Indonesia? Opini yang dibangun pengusaha dan pemerintah ialah iklim investasi yang belum cukup baik sehingga masih perlu diperbaiki. Namun kasus tutupnya 3 (tiga) pabrik sepatu besar di Indonesia mematahkan opini tersebut.

Tutupnya PT Dong Joe, PT Tong Yang dan PT Spotec pada tahun 2006 ternyata bukanlah dikarenakan iklim investasi melainkan karena manajemen internal perusahaan. Hal tersebutpun diakui oleh Mari E. Pangestu.[10] Sedemikian kuatirnya Menperindag akan kepergian investor lain sehingga pasca penutupan 3 perusahaan sepatu tersebut, Menperidag melakukan pendekatan dengan buyers (investor) dan Aprisindo (Asosiasi Persepatuan Indonesia) untuk melakukan pertemuan dengan perbankan dan para pemasok mereka dan menjelaskan duduk persoalan ketiga kasus tersebut.[11] serta menjelaskan potensi bisnis persepatuan di dalam negeri dan upaya penyelamatan industri tersebut.

Utang PT Dong Jo Indonesia ke bank diperkirakan mencapai sekitar 30 juta dolar AS atau sekitar Rp 300 miliar, yang sebagian besar berasal dari Bank BRI (sekitar 25 juta dolar AS) dan sisanya dari bank lain. Sedangkan utang ke pemasok mencapai sekitar Rp 150 miliar. Berangkat dari kasus tersebut, ketika pemerintah berhadapan dengan buruh dan masyarakat lainnya, pemerintah mengusung isu perbaikan iklim investasi. Masalah perburuhan dianggap sebagai penyebab tidak baiknya iklim investasi.buruh dijadikan kambing hitam atas minimnya invetor yang menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini karena biaya untuk buruh dalam produksi dianggap lebih mudah dipangkas daripada biaya-biaya lainnya seperti pungli, bunga pinjaman bank yang tinggi, dll. Tetapi ternyata, pemerintahpun tak bisa menyembunyikan lagi bahwa penyebab utama buruknya iklim investasi bukanlah pada masalah perburuhan. Benarkan investor adalah jawaban atas masalah pengangguran? Pengusaha dan pemerintahjuga seringkali membangun opini bahwa investasi mampu menjadi jalan keluar masalah pengangguran di Indonesia. Dengan adanya perusahaan yang beroperasi di Indonesia maka akan banyak tenaga kerja yang terserap sehingga pengangguran semakin sedikit. Besarnya modal yang ditanam, ternyata tidak berbanding lurus dengan jumlah tenaga kerja yang diserap. PT. Sri Tang Lingga Indonesia (PT. STL) yang memiliki pabrik karet terbesar di Indonesia, dengan kapasitas produksi 108.000 ton per tahun, dan dana investasi sebesar 20 juta dolar AS (Rp 180 milyar) diperkirakan hanya akan menyerap 600 tenaga kerja.[12] Sedangkan pabrik kelapa sawit PT Hindoli A-Vargill Company dengan investasi Rp 82 milyar dan 12,2 juta dolar AS (Ro 110 milyar) hanya menyerap 200 tenaga kerja.[13] Dari kedua kasus tersebut, dapat terlihat bahwa jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha investor tidak signifikan. Namun, Keberadaan Menteri atau Presiden dalam peresmian pabrikpabrik menggambarkan bahwa dalam kondisi apapun, pemerintah lebih memihak kepada pengusaha. 5. Pemetaan Posisi Aktor yang Mempengarugi Kebijakan Perburuhan a. Keterlibatan Serikat Buruh, Pemerintah dan Masyarakat

Dalam proses pembuatan UUK, terdapat 14 akademisi dari 5 universitas negeri dari seluruh Indonesia[14] yang terlibat dalam perumusannya. Para akademisi inilah yang kemudian merekomendasikan beberapa ketentuan yang merugikan buruh antara lain: 1. adanya ketentuan hukum yang mendorong terlaksananya perundingan kolektif antara buruh dan pengusaha. 2. upah minimum merupakan jaring pengaman agar buruh dapat hidup cukup layak paling tidak pada garis kemiskinan 3. standardisasi penetapan upah minimum dengan menggunakan data kemiskinan.

4. pekerja kontrak tidak dibatasi untuk jenis pekerjaan tertentu saja tetap diserahkan pada kondisi actual pasar tenaga kerja 5. istirahat panjang diatur dalam UU namun pelaksanaanya diserahkan perundingan bipartid kedua belah pihak. 6. Jika upah terakhir pekerja cukup tinggi, maka besar pesangon bias lebih rendah dari UU.

Masih banyak lagi rekomendasi para akademisi yang kemudian mempegaruhi UUK yang berlaku saat ini. Namun jika diuraikan akan sangat panjang. Namun dari gambaran ini maka terlihat bagaimana keberpihakan para akademisi terhadap pengusaha yang melanggengkan pemiskinan terhadap buruh.

Dalam forum Tripartid Summit tanggal 19 Januari 2005 terjadi kesepakatan untuk mengkaji kembali berbagai peraturan perundang-undangan yang dirasakan dapat menghalangi penciptaan situasi yang kondusif bagi pemulihan ekonomi Indonesia.[15]

UUK yang sudah merugikan buruh, hendak diubah agar semakin merugikan buruh, menguntungkan pengusaha dan mengurangi peran pemerintah. Pada tahun 2006 terjadi aksi besar-besaran yang dilakukan oleh hampir seluruh buruh di Indonesia untuk menolak Revisi UUK yang akan diadakan pemerintah. Beberapa usulan pemerintah dalam revisi UUK adalah memangkan hak-hak buruh sebagai berikut:

Berikut ini usulan revisi pemerintah yang diusung pada saat itu :

1. Pasal 35 ayat 3 UUK DIHAPUS. Artinya perusahaan tidak punya lagi kewajiban memberikan perlindungan yang mencakup kesejahterahan, kesehatan dan keselamatan kerja. 2. Pasal 59 UUK lama tentang kontrak direvisi hingga SEMUA JENIS PEKERJAAN BISA DIKONTRAK dan waktu kontrak boleh 5 tahun. 3. Pasal 64, 65, 66 tentang Outsourcing dalam UUK akan diefektifkan hingga SELURUH JENIS PEKERJAAN BISA DI OUTSORCING! Ini jelas menambah jenis penindasan yang semakin memperburuk nasib kaum buruh. Outsorcing membuat buruh tidak berhadapan langsung dengan majikan tetapi yayasan penyalur tenaga kerja yang tidak ada hubungan dengan produksi dalam perusahaan. Akibatnya hubungan kerja menjadi tidak jelas termasuk ketidakjelasan pemenuhan hak-hak buruh. 4. Pasal 68 revisi UUK memperbolehkan anak berumur 15 tahun bekerja dan bahkan untuk pengecualian anak umur 13 tahun diperbolehkan bekerja. 5. CUTI PANJANG ATAU ISTIRAHAT PANJANG DIHAPUS.

6. Pasal 88 revisi UUK tentang upah : upah adalah jaring pengaman dan TIDAK mengacu pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tetapi didasarkan pada sektor industri/usaha terlemah. Artinya memberikan peluang untuk upah murah. 7. Pasal 142 tentang mogok, revisi UUK mempersulit atau lebih jelasnya dilarang karena bisa dianggap tidak sah dan buruh bisa dituntut, mulai di PHK hingga di tuntut ganti rugi! 8. Pasal 156 revisi UUK ayat 2, buruh yang mendapat PESANGON adalah buruh yang BERPENGHASILAN LEBIH RENDAH DARI PTKP (penghasilan tidak kena pajak) DIATAS ITU TIDAK DAPAT PESANGON. Nilai PESANGON tidak lagi maksimal 8 tahun tapi DIBATASI 6 TAHUN. Uang PENGHARGAAN MASA KERJA SETELAH BEKERJA 5 TAHUN ATAU KELIPATANNYA. 9. Pasal 162 revisi UUK, BURUH MENGUNDURKAN DIRI HANYA MENDAPAT 5% DARI NILAI PENGHARGAAN MASA KERJA 10. Pasal 164 revisi UUK, BURUH yang terkena EFISIENSI (pengurangan buruh) HANYA MENDAPAT 1X NILAI PESANGON, tidak lagi 2x pesangon/PMTK. 11. Pasal 166 revisi UUK, SANTUNAN KEMATIAN BAGI BURUH MENINGGAL yang tadinya mendapat 2x nilai pesangon dan penghargaan serta uang ganti kerugian, nilai ini akan DIKURANGI DANA SANTUNAN JAMSOSTEK. 12. pasal 167 PROGRAM PENSIUN DIHAPUSKAN

Saat itu serikat buruh secara masif turun ke jalan menolak revisi UUK yang akhirnya memang berhasil menggagalkan rencana pemerintah untuk merevisi UUK. Namun, dalam aksi mogok nasional seperti itu selalu ada buruh yang kemudian dikriminalisasi. Hal ini dikarenakan mogok yang diakui oleh buruh hanyalah mogok akibat gagalnya perundingan atas kepentingan yang ada d dalam tembok-tembok perusahaan Negara belum mengakui adanya hak buruh untuk mogok menolak kebijakan yang berkaitan dengan buruh.

Pada Mayday 2006, ketika serikat buruh melakukan haknya, terkadang anggota serikat buruh tersebut ditangkap, ditahan, diadili dan kemudian divonis bersalah. Sebagai contoh kasus anggota SPSI yang ditangani LBH Jakarta. Dalam aksi memperingati hari buruh mei 2006, ribuan anggota SPSI melakukan aksi di depan gedung DPR RI Jakarta. Dalam aksi tersebut ribuan buruh merubuhkan pagar gedung DPR. Tindakan perubuhan pagar tersebut didorong oleh kemarahan buruh terhadap DPR RI yang tidak menerima utusan SPSI untuk audiensi dengan DPR RI, setelah 2 jam di bawah terik matahari ribuan buruh melakukan aksi damai di depan gedung DPR.Akibat perubuhan pagar tersebut, 8 orang ditangkap dan ditahan dengan tuduhan pengrusakan barang (Pasal 406 KUHP) dan melawan perintah pejabat yang berwenang (Pasal 212KUHP).

Selama mengadvokasi para buruh Tim Advokasi Buruh 3 Mei berargumentasi bahwa tindakan perubuhan gedung DPR tersebut dilakukan dalam rangkaian aksi mogok serikat buruh. Sehingga tidak tepat jika 8 buruh orang tersebut dijerat tindak pidana yang sifatnya individual. Apalagi tindak pidana yang dijeratkan aalah tindak pidana yang di luar konteks perburuhan yaitu perusakan barang dan melawan perintah pejabat yang berwenang. Saat itu terdapat lebih dari ribuan orang buruh yang saling dorong mendorong karena ada sebagai kelompok buruh yang marah dengan tindakan DPR yang tidak mengacuhkan keberadaan mereka. Bahkan megaphone yang digunakan aparat untuk memerintahkan buruh untuk bubar saat itu, tidak terdengar dengan jelas karena ramainya situasi. Tidak tepat jika 8 orang buruh tersebut ditangkap, karena saat itu polisi menyaksikan ada ribuan buruh yang mendorong pagar hingga rubuh dan tidak membubarkan diri ketika ada perintah aparat.

Terdapat pelanggaran yang dilakukan aparat, mulai dari penangkapan yang terkesan asal tangkap, dan ketika ditangkap para buruh tersebut disuruh memegangi pagar DPR yang sudah rubuh kemudian difoto untuk dijadikan barang bukti juga intimidasi dari aparat selama berada di dalam, tahanan.

Kasus lainnya Terjadi di tangerang, ketika 9 orang buruh ditangkap karena mengajak buruh lainnya untuk aksi. Tidak ada surat penagkapan dengan alasan buruh terangkap tangan, padahal penangkapan dilakukan beberapa saat setelah peristiwa terjadi. saat itu, terdapat manipulasi

pelapor dan intimidasi dan penyiksaan terhadap para buruh yang dilakukan oknum kepolisian dan aparat Rutan. Bahkan salah seorang buruh tetap dipenjara ketika masa hukumannya telah habis.

Berdasarkan kedua kasus tersebut, dapat terlihat bahwa terkadang negara bersikap represif terhadap buruh ketika buruh menggunakan haknya sebagai bagian serikat buruh.aparat kepolisian yang mengamankan buruh ketika melakukan mogok justru nmenjadi pihak yang mengancam keamanan buruh Selain itu, buruh terbukti rentan terhadap kriminalisasi. Terutama di saat-saat memperingati hari buruh, selalu ada buruh yang ditangkap, ditahan, kemudian divonis bersalah. Negara terkadang melepaskan konteks penggunaan hak serikat buruh ketika menjerat seorang individu buruh.

Hal ini dikarenakan tidak diakuinya hak mogok nasional, UU 21 tahun 2000 hanya mengakui penggunaan hak mogok sebagai akibat gagalnya perundingan. Indonesia belum mengakui hak mogok buruh untuk melakukan perubahan kebijakan negara. Sehingga seringkali penggunaan hak mogok untuk mengubah kebijakan negara disamakan dengan aksi demonstrasi biasa.

Buruh bukan hanya mendapatkan tindaka represif dari negara, berupa penghalang-halangan penggunaan haknya untuk berserikat. 69 anggota dan Serikat Buruh Karya Utama (SBKU) di PT. PBS di Tangerang, di PHK dan tidak diberikan THR karena mendirikan serikat baru. Untuk menutupi indikasi anti union, pengusaha membiarkan serikat buruh lainnya ada di perusahaan. 69 anggota dan pengurus PT PBS mendirikan serikat buruh baru. Modus semacam ini memang seringkali dilakukan oleh pengusaha. Namun dengan menghalangi suatu serikat buruh dan mendukung serikat buruh lainnya terdapat beberapa implikasi berbahaya. Pertama, eksistensi serikat buruh menjadi tergantung pada like and dislike pengusaha. Kedua, kondisi demikian berpotensi menyebabkan konflik horisontal antara serikat buruh yang didukung dan tidak didukung pengusan. Ketiga, dalam kondisi konflik tersebut maka akan melemahkan gerakan serikat buruh.

Kehadiran pejabat Pemerintah, termasuk Presiden, dalam peresmian pabrik-pabrik adalah gambaran yang sederhana mengenai keberpihakan pemerintah pada pengusaha. Sangat tidak seimbang dengan sikap pemerintah yang sangat sulit bahkan cenderung menghindar untuk bertemu dengan buruh. Contoh dalam Mayday terbaru tahun 2007, meskipun sudah ada ribuan buruh yang mendatangi instana kepresidenan yang sudah menjadi agenda rutin namun presiden, wakilnya ataupun anggota jajaran kabinet yang bersedia menemui buruh yang menunggu di luar istana. b. Praktek ilegalisasi Serikat Buruh

Kewajiban untuk mencatatkan serikat buruh ke Disnaker memang membawa permasalahan tersendiri. Karena jika suatu serikat buruh belum atau tidak tercatat maka keberadaan serikat buruh tersebut tidak diakui. Akibanya, pengurus serikat buruh tersebut tidak dapat turut serta dalam pembuatan PKB, mewakili anggotanya dalam perselisihan hubungan industrial apalagi menjadi anggota tripartid daerah maupun nasional.

Namun, pencatatan tersebut seringkali bermasalah. Karena merupakan kewajiban serikat buruh di satu sisi dan kewenangan pejabat disnaker di sisi lain maka kerap terjadi penolakan pencatatan karena berbagai alas an antara lain: Dalam perusahaan yang sama telah ada serikat buruh, Anggaran Dasar belum sesuai dengan ketentuan,Tidak memenuhi persyaratan, Perusahaan keberatan, dll.

Berdasarkan data Depnakertrans terdapat lebih dari 140 lebih federasi dan konfederasi serikat buruh yang tercatat di seluruh Indonesia, pemerintah hanya melibatkan 2 konfederasi. Namun dalam Tripartid Nasional, hanya 2 Konfederasi yang diikutsertakan sebagai perwakilan seluruh buruh Indonesia.

Dalam proses pembuatan RPP Pesangon dan Jaminan PHK peristiwa berikut ini patut dicatat untuk mengevaluasi proses politik pembuatan. Pada tanggal 19 Juli 2007 ada 3 serikat buruh diundang oleh DEPHUMHAM melalui salah satu staf dan dibatalkan olehnya karena perintah atasan dengan alasan belum ada kata sepakat tentang konsep RPP antar departemen terkait. Tanggal 12 Juni kembali ada draft yang keluar dan hanya mengkosongkan salah satu pasal tentang nilai pesangon.

Dari 140 lebih federasi dan konfederasi serikat buruh yang tercatat di seluruh Indonesia, pemerintah kembali hanya melibatkan 2 konfederasi. Hal tersebut menggambarkan bahwa sebenranya tidak ada keterwakilan serikat buruh yang proporsional dalam proses pembuatan RPP. Proses yang demikian memiliki kelemahan lain yaitu tidak adanya pengawasan yang seimbang bahwa kedua RPP tersebut akan menjamin perlindungan terhadap buruh. Karena berdasarkan pengalaman beberapa kebijakan perburuhan, serikat-serikat buruh yang dilibatkan dalam pembuatan memiliki banyak kepentingan yang tidak berpihak kepada buruh.

[1] Makalah ini dibuat dalam rangka Pelatihan Dasar-Dasar Serikat Buruh bagi Pengurus dan Anggota Serikat Pekerja Riaupulp, Riaupaper, Riaupower, Riaufiber, Unigraha Hotel, PTI, PTSI. Pekanbaru, Riau, 1-2 September 2007.

[2] Salah satu dokumen yang harus ditandatangani Indonesia yang merupakan perjanjian untuk mendapatkan pinjaman dari IMF [3] Letter of Intent Indonesia 18 Maret 2003 dapat dilihat di http://www.imf.org/External/NP/LOI/2003/idn/01/index.htm

[4] http:/www.portalhr.com/beritahr/organisasi/detail.php?cid=1&id=464 [5] Uang yang dihabiskan di Wal-Mart untuk pakaian dalam dan barang-barang diskon di tahun 1997, senilai dengan PDB 163 negara Penjualan rokok Philip Morris lebih besar daripada PDB 148 negara. Penjualan 200 TNC di tahun 1997 sebesar 26% dari PDB dunia. Tenaga kerja di 200 TNC pada tahun 1997 hanya sebesar 0,74% dari total tenaga kerja seluruh dunia. Asset dari seluruh 100 Bank terbesar di dunia di tahun 1997 senilai $ 21,3 trilyun, atau setara dengan 73% kegiatan ekonomi dunia

[6] www.imf.org [7] www.wto.org [8] www.worldbank.org [9] Paket SAP dari Bank Dunia dan IMF untuk Indoensia a. Mengembalikan mekanisme pasar bebas sebagai penentu pembentukan harga barang dan jasa dan proses pengalokasian sumber-sumber ekonomi secara optimal (allocative efficiency) b. Swastanisasi seluas-luasnya. Berarti meminimalkan penguasaan pemerintah dalam asset ekonomi dan meminimalkan keterlibatan pemerintah dalam kegiatan ekonomi, termasuk dalam pembangunan prasarana publik c. Kebijakan moneter (pengetatan kredit dan pengenaan tingkat suku bunga yang relatif tinggi) dan fiskal (pengurangan atau penghapusan subsidi) yang kontraktif dengan tujuan mencegah inflasi

d. Penghapusan segala bentuk proteksi dan liberalisasi impor untuk menimbulkan daya saing dan efisiensi unit-unit ekonomi domestik, sesuai dengan ketentuan WTO e. Memperbesar dan memperlancar arus masuk investasi asing lewat fasilitas yang lebih luas dan liberal. Ketentuan yang membatasi pemilikan asing dihapuskan