hukum agraria-bahan ujian mid.doc

20
Hukum Agraria Perkembangan Hukum Agraria 1. Hukum Agraria Lama 2. Hukum Agraria Nasional Hukum Agraria Lama 1. Bersifat dualisme, baik pada hukum maupun hak-hak atas tanah 2. Tidak menjamin kepastian hukum; Agrarisce wet 1870--------- Asas domein 3. Diciptakan oleh Pemerintah Belanda Hukum agraria lama ada 2 periode 1. Penjajahan Belanda melahirkan Hk Agraria Administratif , yaitu AW 1870 2. Setelah Indonesia merdeka-------- masih berlaku AW 1870, krn pemerintah Indonesia belum punya peraturan sendiri Perubahan yg dilakukan; penghapusan tanah partikelir---------- UU No. 1 Tahun 1958 Hak Pemegang Tanah Partikelir 1. Hak untuk mengangkat/memberhentikan kepala desa 2. Hak untuk mendirikan pasar, sekolah 3. Hak untuk menyuruh tanam paksa 4. Hak untuk memungut pajak Hukum Agraria nasional melahirkan UUPA Pembaharuan hukum tanah nasional Unifikasi di bidang hukum dan hak atas tanah Menjamin kepastian hukum Pembaharuan Hukum tanah nasional Formil; UUPA berlaku bg setiap WNA, dibuat oleh DPR dan Pemerintah, menggunakan bahasa Indonesia, berlaku di Indonesia Materiil; bersumberkan pada hukum adat Menjamin Kepastian Hukum Peraturan dibuat secara tertulis dan dilaksanakan secara konsisten

Upload: yhamirahandayani

Post on 19-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Hukum Agraria

Hukum Agraria

Perkembangan Hukum Agraria1. Hukum Agraria Lama

2. Hukum Agraria NasionalHukum Agraria Lama

1. Bersifat dualisme, baik pada hukum maupun hak-hak atas tanah

2. Tidak menjamin kepastian hukum; Agrarisce wet 1870--------- Asas domein

3. Diciptakan oleh Pemerintah Belanda

Hukum agraria lama ada 2 periode

1. Penjajahan Belanda melahirkan Hk Agraria Administratif , yaitu AW 1870

2. Setelah Indonesia merdeka-------- masih berlaku AW 1870, krn pemerintah Indonesia belum punya peraturan sendiri

Perubahan yg dilakukan; penghapusan tanah partikelir---------- UU No. 1 Tahun 1958

Hak Pemegang Tanah Partikelir

1. Hak untuk mengangkat/memberhentikan kepala desa

2. Hak untuk mendirikan pasar, sekolah

3. Hak untuk menyuruh tanam paksa

4. Hak untuk memungut pajak

Hukum Agraria nasional melahirkan UUPA

Pembaharuan hukum tanah nasional

Unifikasi di bidang hukum dan hak atas tanah

Menjamin kepastian hukum

Pembaharuan Hukum tanah nasional

Formil; UUPA berlaku bg setiap WNA, dibuat oleh DPR dan Pemerintah, menggunakan bahasa Indonesia, berlaku di Indonesia

Materiil; bersumberkan pada hukum adat

Menjamin Kepastian Hukum

Peraturan dibuat secara tertulis dan dilaksanakan secara konsisten

Dilakukannya pendaftaran tanah--------kepastian hukum

Unifikasi hukum tanah nasional

1. Unifikasi hukum; UUPA dan Peraturan Pelaksanaannya berlaku bagi setiap WNI

2. Unifikasi hak-hak atas tanah------konversi

Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah

Hak bangsa Indonesia; Pasal 1 UUPA, aspek perdata dan publik

Hak Menguasai dari Negara; Pasal 2

Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat; Pasal 3 UUPA, aspek perdata dan publik

Hak-hak perorangan/individual; Pasal 4,9, 16

a. Hak-hak atas tanah

b. Hak jaminan atas tanah, Psl 57 UUPA

c. Hak atas tanah wakaf, psl 49 UUPA

Sistimatika Pengaturan Hak Penguasaan Atas Tanah

Hak Penguasaan Atas tanah sebagai lembaga hukum

HPAT sebagai hubungan hukum konkrit

Hak-hak penguasaan tanah sebagai lembaga hukum

Jika belum dihubungkan dengan bidang tanah tertentu dan pemegang hak tertentu, misalnya lembaga hak milik, meliputi;

a. memberi nama pada hak penguasaan atas tanah

b. menetapkan isinya, larangan, jangka waktu

c. mengenai subyeknya

d. mengenai tanahnya

Hak Milik; Hak penguasaan atas tanah yg terkuat

Subyek hak milik; orang perorangan (WNI), jangka waktu penguasaan tidak terbatas

Subyek hak guna bangunan; orang perorangan dan badan hukum indonesia

Subyek HGU, orang perorangan dan badan hukum indonesia

Hak-hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum konkrit;

Jika sudah dihubungkan dg suatu bidang tanah tertentu sebagai obyeknya dan seseorang/badan hukum sebagai pemegang haknya, misalnya HM, HGB, HGU, meliputi;

a. mengenai penciptaannya

b. mengenai pembebanannya

c. mengenai pemindahannya

d. mengenai hapusnya

e. mengenai pembuktiannya

Asas-Asas Hukum Agraria Nasional

Asas hak ulayat dan hukum adat; pasal 3

Asas hak menguasai dari negara; pasal 2

Asas fungsi sosial, pasal 6

Asas pembatasan hak; pasal 7

Asas produktif aktif; pasal 10

Asas persamaan hak, pasal 10

Asas usaha bersama, pasal 12

Asas pemanfaatan, pasal 12

Asas konversi, pasal 15

Hak Guna Usaha

Hak untuk mengusahakan tanah yg dikuasai oleh negara, dalam jangka waktu tertentu guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan

HGB diberikan untuk jangka waktu 25 tahun dan diperpanjang paling lama 25 tahun

HGB terjadi karena penetapan pemerintah

Subyek HGU

Warga negara Indonesia

Badan hukum yg didirikan menurut hukum Indonesia

Hapusnya HGU

Jangka waktunya berakhir

Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena sesuatu syarat tidak dipenuhi

Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir

Dicabut untuk kepentingan umum

Hak Guna Bangunan

Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yg bukan miliknya sendiri

HGB diberikan untuk jangka waktu 30 tahun, dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 tahun

HGB terjadi mengenai tanah yg dikuasai langsung oleh negara karena penetapan, dan mengenai tanah milik karena perjanjian

Hapusnya HGB

Jangka waktunya berakhir

Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir

Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir

Dicabut untuk kepentingan umum

Ditelantarkan

Tanahnya musnah

Hak Pakai

Hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yg dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yg memberi wewenang dan kewajiban yg ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yg berwewenang memberinya atau dg perjanjian dg pemiliknya, yg bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah

Untuk tanah negara, jangka waktu hak pakai adalah 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yg tidak ditentukan

Untuk tanah milik, hak pakai jangka waktunya 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang kembaliPENGERTIAN HUKUM AGRARIADANHUKUM TANAHA. Pengertian AgrariaIstilah agrarian berasal dari kata Akker (Bahasa Belanda), Agros (Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, Agger (Bahasa Latin) berarti tanah atau sebidang tanah, Agrarius (Bahasa Latin) berarti perladangan, persawahan, pertanian, Agrarian (Bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian.

Dalam Undang-undang No. Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, LNRI Tahun 1960 No.104-TLNRI No. 2043, disahkan tanggal 24 September 1960, yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tidak memberikan pengertian Agraria, hanya memberikan ruang lingkup agrarian sebagaimana yang tercantum dalam konsideran, pasal-pasal maupun penjelasannya. Ruang lingkup Agraria menurut UUPA meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya (BARAKA).

Ruang lingkup agraria menurut UUPA sama dengan ruang lingkup sumber daya agrarian/sumber daya alam menurut Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Ruang lingkup agraria/sumber daya agraria/sumber daya alam dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. BumiPengertian bumi menurut Pasal 1 ayat (4) UUPA adalah permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukaan bumi menurut Pasal 1 ayat (4) UUPA adalah tanah.

2. AirPengertian air menurut Pasal 1 ayat (5) UUPA adalah air yang berada di perairan pedalaman maupun air yang berada di laut wilayah Indonesia. Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, disebutkan bahwa pengertian air meliputi air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terfapat di atas maupun yang terdapat di laut.

3. Ruang AngkasaPengertian ruang angkasa menurut Pasal 1 ayat (6) UUPA adalah ruang di atas bumi wilayah Indonesia dan ruang di atas air wilayah Indonesia. Pengertian ruang angkasa menurut Pasal 48 UUPA, ruang di atas bumi dan air yang mengandung tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu.

4. Kekayaan alam yang terkandung di dalamnyaKekayaan alam yang terkandung di dalam bumi di sebut bahan, yaitu unsure-unsur kimia, mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan, termasuk batuan-batuan mulia yang merupakan endapan-endapan alam (Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan).

Pengertian agraria dalam arti sempit hanyalah meliputi permukaan bumi yang disebut tanah, sedangkan pengertian agraria dalam arti luas adalah meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Pengertian tanah yang dimaksudkan disini buka dalam pengertian fisik, melainkan tanah dalam pengertian yuridis, yaitu hak. Pengertian agraria yang dimuat dalam UUPA adalah pengertian UUPA dalam arti luas.

B. Pengertian Hukum AgrariaBoedi Harsono menyatakan Hukum Agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agraria merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum, yang masing-masaing mengatur hak-hak pengusaan sumber sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agraria. Kelompok berbagai bidag hukum tersebut terdiri atas:

1. Hukum Tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti permukaan bumi.

2. Hukum Air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air.

3. Hukum Pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian yang dimaksudkan oleh Undang-undang Pokok Petambangan.

4. Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air.

5. Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-unsur dalam Ruang Angkasa, mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan dalam Pasal 48 UUPA.

Hukum agraria dari segi objek kajiannya tidak hanya membahas tentang bumi dalam arti sempit yaitu tanah, akan tetapi membahas juga tentang pengarian, pertambangan, perikanan, kehutanan dan penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa.

C. Pembidangan dan Pokok Bahasan hukum AgrariaSecara garis besar, Hukum Agraria setelah berlakunya UUPA dibagi menjadi 2 bidang, yaitu:

1. Hukum Agraria Perdata (Keperdataan)Adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang bersumber pada hak perseorangan dan badan hukum yang memperbolehkan, mewajibkan, melarang diperlakukan perbuatan hukum yang berhubungan dengan tanah (objeknya).Contoh: jual beli, hak atas tanah sebagai jaminan hutang (Hak Tanggungan), pewarisan.

2. Hukum Agraria Administrasi (Administratif)Adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang member wewenang kepada pejabat dalam menjalankan praktek hukum Negara dan mengambil tindakan dari masalah-masalah agraria yang timbul.Contoh: pendaftaran tanah, pengadaan tanah, pencabutan hak atas tanah.

Sebelum berlakunya UUPA, Hukum Agraria di Hindia Belanda (Indonesia) terdiri atas 5 perangkat hukum, yaitu:

1. Hukum Agraria Adat

Yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah Hukum Agraria yang bersumber pada Hukum Adat dan berlaku terhadap tanah-tanah yang dipunyai dengan hak-hak atas tanah yang diatur oleh Hukum Adat, yang selanjutnya seiring disebut tanah adat atau tanah Indonesia.

2. Hukum Agraria Barat

Yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah Hukum Agraria yang bersumber pada Hukum Perdata Barat, khususnya yang bersumber kepada Boergerlijk Wetboek (BW).

3. Hukum Agraria Administratif

Yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan atau putusan-putusan yang merupakan pelaksanaan dari politik agraria pemerintah didalam kedudukannya sebagai badan penguasa.

4. Hukum Agraria Swapraja

Yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah Hukum Agraria yang bersumber pada peraturan-peraturan tentang tanah di daerah-daerah swapraja (Yogyakarta, Aceh), yang memberikan pengaturan tanah-tanah di wilayah daerah-daerah swapraja yang bersangkutan.

5. Hukum Agraria Antar Golongan

Hukum yang digunakan untuk sengketa (kasus) agraria (tanah), maka timbulah Hukum Agraria Antar Golongan, yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang menentukan hukum manakah yang berlaku (Hukum Adat atau Hukum Barat apabila 2 orang yang masing-masing tunduk pada hukumnya sendiri-sendiri bersengketa mengenai tanah).

Kelima perangkat Hukum Agraria tersebut, setelah Negara Indonesia merdeka, atas dasar Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dinyatakan masih berlaku selama belum diadakan yang baru. Hanya saja Hukum Agraria Administratif yang tertuang dalam Agrarische Wet dan Agrarische Besluit tersebut diganti oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Hukum Agraria Administratif mengenai pemberian izin oleh pemerintah.

Dilihat dari pokok bahasannya (objeknya), Hukum Agraria Nasional dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Hukum Agraria dalam arti sempit

Haknya membahas tentang Hak Penguasaan Atas Tanah, meliputi hak bangsa Indonesia atas tanah, hak menguasai dari negara atas tanah, hak ulayat, hak perseorangan atas tanah.

2. Hukum Agraria dalam arti luas

Materi yang dibahas yaitu:

Hukum Pertambangan, dalam kaitannya dengan Hak Kuasa Pertambangan.

Hukum Kehutanan, dalam kaitannya dengan Hak Penguasaan Hutan

Hukum Pengairan, dalam kaitannya dengan Hak Guna Air

Hukum Ruang Angkasa, dalam kaitannya dengan Hak ruang Angkasa

Hukum Lingkungan Hidup, dalam kaitannya dengan tata guna tanah, Landreform

D. Pengertian Hukum Tanah

Effendi Perangin menyatakan bahwa Hukum Tanah adalah keseluruhan peraturan-peraturan hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah yang merupakan lembaga-lembaga hukum yang hubungan-hubungan hukum yang konkret.

Objek Hukum Tanah adalah hak penguasaan atas tanah. Yang dimaksud hak penguasaan atas tanah adalah hak yang berisi serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemenang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi criteria atau tolak ukur pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.

Hirarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional adalah:

1. Hak Bangsa Indonesia atas tanah

2. Hak menguasai dari Negara atas tanah

3. Hak ulayat masyarakat atas hukum adat

4. Hak-hak perseorangan, meliputi:

Hak-hak atas tanah

Wakaf tanah hak milik

Hak jaminan atas tanah (hak tanggungan)

Hak Milik atas satuan rumah susun

Dalam kaitannya dengan hubungan hukum antara pemegang hak dengan hak atas tanahnya, ada 2 macam asas dalam Hukum Tanah, yaitu:

1. Asas Accessie atas Asas PerletakanDalam asas ini, bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah merupakan satu kesatuan; bangunan dan tanaman tersebut bagian dari tanah yang bersangkutan. Hak ataa tanah dengan sendirinya, karena hukum meliputi juga pemilikan bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah yang dihaki, kecuali kalau ada kesepakatan lain dengan pihak yang membangun atau menanamnya.

2. Asas Horzontale scheiding atau Asas Pemisahan HorizontalDalam asas ini, bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah bukan merupakan bagian dari tanah. Hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang ada diatasnya.HUKUM DAN POLITIK AGRARIA KOLONIAL

A. Hukum Agraria KolonialDari segi masa berlakunya, Hukum Agraria di Indonesia di bagi menjadi 2, yaitu:

1. Hukum Agraria KolonialHukum Agraria ini berlaku sebelum Indonesia merdeka bahkan berlaku sebelum di undangkannya UUPA, yaitu tanggal 24 September 1960.

2. Hukum Agraria NasionalHukum Agraria ini berlaku setelah diundangkannya UUPA, yaitu tanggal 24 September 1960.

Hukum Agraria Kolonial terbagi menjadi 3 ciri yang dimuat dalam Konsideran UUPA dibawah Perkataan menimbang huruf b, c. dan d serta dimuat dalam Penjelasan Umum Anka I UUPA, yaitu:

Hukum Agraria yang masih berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah-pemerintah jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan kepentinga rakyat dan Negara di dalam menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini serta pembangunan semesta.

Hukum Agraria tersebut memiliki sifat dualisme, dengan berlakunya hukum adat, di samping Hukum Agraria yang didasarkan atas hukum barat.

Bagi rakyat asli Hukum Agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum.

Beberapa ketentuan yang menunjukan bahwa hukum dan kebijaksanaan agraria yang berlaku sebelum Indonesia merdeka disusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi Pemerintahan Hindia Belanda, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pada Masa Terbentuknya VOC (Vernidge Oost Indische Compaigne)VOC (1602-1799) didirikan sebagai badan perdagangan dengan maksud untuk menghindari/mencegah persaingan di antara pedagang Belanda, mendapat monopoli di Asia Selatan, membeli murah dan menjual mahal rempah-rempah sehingga memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.Beberapa kebijaksanaan politik pertanian yang sangat menindasa rakyat Indonesia yang ditetapkan oleh VOC, antara lain:

a. ContingentenPajak atas hasil pertanian harus diserahkan kepada penguasa colonial (kompeni). Petani harus menyerahkan sebagian dari hasil pertaniannya kepada kompeni tanpa dibayar sedikitpun.

b. Verplichte leverantenSuatu bentuk ketentuan yang diputuskan oleh kompeni dengan para raja tentang kewajiban menyerahkan seluruh hasil panen dengan pembayaran yang harganya juga sudah ditetapkan secara sepihak. Dengan ketentuan ini, rakyat tani benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak berkuasa atas apa yang mereka hasilkan.

c. RoerendienstenKebijaksanaan ini dikenal dengan kerja rodi, yang dibebankan kepada rakyat Indonesia yang tidak mempunyai tanah pertanian.

2. Pada Masa Pemerintahan Gubernur Herman Willem Daendles (1800-1811)Kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur Herman Willem Daendles adalah menjual tanah-tanah rakyat Indonesia kepada orang-orang Cina, Arab maupun bangsa Belanda sendiri. Tanah-tanah yang dijual itu dikenal dengan sebutan tanah partikelir. Tanah partikelir adalah tanah eigendom yang mempunyai sifat dan corak istimewa. Yang membedakan dengan tanah eigendom lainnya adalah adanya hak-hak pada pemiliknya yang bersifat kenegaraan yang disebut landheerlijke rechten atau hak pertuanan. Hak Pertuanan misalnya:

Hak untuk mengangkat atau mengesahkan pemilikan serta memberhentikan kepala-kepala kampung/desa;

Hak untuk menuntut keraj paksa (rodi) atau memungut uang pengganti kerja paksa dari penduduk;

Hak untuk mengadakan pungutan-pungutan baik yang berupa uang maupun hasil pertanian dari penduduk;

Hak untuk mendirikan pasar-pasar;

Hak untukmemungut biaya pemakaian jalan dan penyebrangan;

Hak untuk mengharuskan penduduk tiga hari sekali memotong rumput bagi keperluan tuan tanah, sehari dalam seminggu untuk menjaga rumah atau gudang-gudangnya dan sebagainya.

3. Pada Masa Pemerintahan Gubernur Thomas Stamford Raffles (1811-1816)Kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur Thomas Stamford Raffles adalah landrent atau pajak tanah.Beberapa ketentuan yang berkaitan dengan pajak tanah dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pajak tanah tidak langsung dibebankan kepada para petani pemilik tanah, tetapi ditugaskan kepada kepala desa. Para kepala desa diberi kekuasaan untuk menetapkan jumlah sewa yang wajib dibayar oleh tiap petani.

Kepala desa diberi kekuasaan penuh untuk mengadakan perubahan pada pemilikan tanah oleh para petani. Jika hal itu diperlukan guna memperlancar pemasukan pajak tanah. Dapat dikurangi jumlahnya atau dicabut penguasaannya jika petani yang bersangkutan tidak mau atau tidak mampu membayar pajak tanah yang ditetapkan baginya, tanah yang bersangkutan akan diberikan kepada petani lain yang sanggup memenuhinya.

Praktik pajak tanah menjungkirbalikan hukum yang mengatur pemilikan tanah rakyat sebagai akibat besarnya kekuasaan kepala desa. Seharusnya luas pemilikan tanahlah yang menentukan besarnya sewa yang wajib dibayar, tetapi dalam praktik pemungutan pajak tanah itu justru berlaku yang sebaliknya. Besarnya sewa yang sanggup dibayarlah yang menentukan luas tanah yang boleh dikuasai seseorang.

4. Pada Masa Pemerintahan Gubernur Johanes van den BoschPada tahun 1830 Gubernur Johanes van den Bosch menetapkan kebijakan pertanahan yang dikenal dengan sistem Tanam Paksa atau Cultuur Stelsel. Dalam sistem tanam paksa ini, petani dipaksa untuk menanam suatu jenis tanaman tertentu yang secara langsung maupun tidak langsung dibutuhkan oleh pasar internasional pada waktu itu. Hasil pertanian tersebut diserahkan kepada pemerintah kolonial tanpa mendapat imbalan apapun. Sedangkan rakyat yang tidak mempunyai tanah pertanian wajib menyerahkan tenaga kerjanya yaitu seperlima bagian dari masa kerjanya atau 66 hari untuk satu tahunnya.

Adanya monopoli pemerintah dengan sistem tanam paksa dalam lapangan pertanian telah membatasi modal swasta dalam lapangan pertanian besar. Di samping pada dasarnya para penguasa itu tidak mempunyai tanah sendiri yang cukup luasa dengan jaminan yang kuat guna dapat mengusahakan dan mengolah tanah dengan waktu yang cukup lama. Usaha yang dilakukan oleh pengusaha swasta pada waktu itu adalah menyewa tanah dari negara. Tanah-tanah yang bisa disewa adalah tanah-tanah negara yang masih kosong.

5. Pada Masa Pemerintahan Agrarische Wet Stb. 1870 No. 55Dengan berlakunya Agrarische Wet, politik monopoli (politik kolonial konservatif) dihapuskan dan diganti dengan politik liberal yaitu pemerintah tidak mencampuri di bidang usaha, pengusaha diberikan kesempatan dan kebebasan mengembangkan usaha dan modalnya di bidang pertanian di Indonesia.

Agrarische Wet merupakan hasil dari rancangan Wet (undang-undang) yang diajukan oleh Menteri Jajahan de Waal. Agrarische Wet diundangkan dalam Stb. 1870 No. 55, sebagai tambahan ayat-ayat baru pada Pasal 62 Regering Reglement (RR) Stb. 1854 No. 2. semula RR terdri dari 3 ayat. Dengan tambahan 5 ayat baru (ayat 4 sampai dengan ayat 1. Gubernur jendral tidak boleh menjual tanah.

2. Dalam tanah di atas tidak termasuk tanah-tanah yang tidak luas, yang tidak diperuntukan bagi perluasan kota dan desa serta pembangunan kegiatan-kegiatan usaha.

3. Gubernur jendral dapat menyewakan tanah menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Ordonansi. Tidak termasuk yang boleh disewakan tanah-tanah kepunyaan orang-orang pribumi asal pembukaan hutan, demikian juga tanah-tanah yang sebagai tempat pengembalaan umum atas dasar lain merupakan kepunyaan desa.

4. Menurut ketentuan yang ditetapkan dengan Ordonansi, diberikan tanah dengan Hak Erfpacht selam tidak lebih dari 57 tahun.

5. Gubernur jendral menjaga jangan sampai terjadi pemberian tanah yang melanggar hak-hak rakyat pribumi.

6. Gubernur jendral tidak boleh mengambil tanah-tanah kepunyaan rakyat asal pembukaan hutan yang dipergunakan untuk kepentingan sendiri, demikian juga dengan tanah sebagai tempat pengembalaan umum atau atas dasar lain merupakan kepunyaan desa, kecuali untuk kepentingan umum atas dasar Pasal 133 atau untuk keperluan penanaman tanaman-tanaman yang diselenggarakan atas perintah penguasa menurut peraturan-peraturan yang bersangkutan, semuanya dengan pemberian ganti kerugian yang layak.

7. Tanah-tanah yang dipunyai oleh orang-orang pribumi dengan hak pakai pribadi yang turun temurun (yang dimaksudkan adalah hak milik adat) atas permintaan pemiliknya yang sah dapat diberikan kepadnya dengan hak eigendom, dengan pembatasan-pembatasan yang diperlukan sebagai yang ditetapkan dengan Ordonansi dan dicantumkan dalam surat eigendomnya, yaitu mengenai kewajibannya terhadap negara dan desa yang bersangkutan, demikian juga mengenai wewenagnya untuk menjualnya kepada bukan pribumi.

8. Persewaan atau serah pakai tanah oleh orang-orang pribumi kepada non-pribumi dilakukan menurut ketentuan yang diatur dengan Ordonansi.

6. Pada Masa Pemerintahan Agrarische Besluit Stb. No, 118Ketentuan-ketentuan Agrarische Wet pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam peraturan dan keputusan. Salah satu keputusan yang penting adalah apa yang dimuat dalam Koninklijk Besluit, yang kemudian dikenal dengan nama Agrarische Besluit, Stb. 1870 No. 118. Agrarische Besluit terdiri atas tiga bab, yaitu:

1. Pasal 1 7 tentang hak atas tanah

2. Pasal 8 8b tentang pelapasan tanah, dan:

3. Pasal 19 20 tentang peraturan campuran.

Pada Pasal 1 Agrarische Besluit memuat pernyataan yang dikenal dengan Domein Verklaring (pernyataan kepemilikan), yaitu dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan Pasal 2 dan 3 Agrarische Wet, tetap dipertahankan bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat mebuktikan hak eigendomnya, adalah domein (milik) negara.

Asas Domein (domein beginsel) atau pernyataan domein berdasarkan Pasal 20 Agrarische Besluit hanya diberlakukan di Jawa dan Madura. Dengan Stb. 1875 No. 119a, pernyataan domein itu diberlakukan juga untuk daerah luar Jawa dan Madura. [ernyataan yang dimuat dalam Stb. 1870 No. 118 dan Stb. 1875 No. 119a itu bersifat umum (Algemene Domein Verklaring). Di samping itu, juga ada pernyataan domein yang berlaku khusus (Speciale Domein Verklaring), yang berisi: semua tanah kosong dalam daerah pemerintahan langsung . adalah domein negaa, kecuali yang diusahakan oleh para penduduk asli dengan hak-hak yang bersumber pada hak pembukaan hutan. Mengenai tanah-tanah negara tersebut kewenangan untuk memutuskan pemberiannya kepada pihak lain hanya ada pada pemerintah, tanpa mengurangi hak yang sudah dipunyai oleh penduduk untuk membukanya.

Maksud pernyataan domein khusus tersebut adalah untuk menegaskan agar tidak ada keraguan bahwa satu-satunya penguasa yang berwenag untuk memberikan tanah-tanah yang dimaksudkan itu kepada pihak lain adalah pemerintah. Pernyataan domein khusu berlaku bagi daerah Sumatra diatur dalam Stb. 1874 No. 94f, Manado dalam Stb. 1877 No. 55, dan untuk Kalimantan Selatan/Timur dalm Stb. 1888 No. 58.

Dengan adanya pernyataan domein, maka tanah-tanah di Hindia Belanda (Indonesia) dibag menjadi dua jenis, yaitu:a. Vrijlands Domein atau tanah negara bebas, yaitu tanah yang di atasnya tidak ada hak penduduk bumi putera.b. Onvrijlands Domein atau tanah negara tidak bebas, yaitu tanah yang di atasnya ada hak penduduk maupun desa.

Dalam praktiknya Domein Verklaring mempunyai dua fungsi, yaitu:

1. Sebagai landasan hukum bagi pemerintah kolonial untuk dapat memberikan tanah dengan hak-barat seperti yang diatur dalam KUH Perdata, misalnya hak eigendom, hak opstal, hak erfpacht.

2. Untuk keperluan pembuktia kepemilikan, yaitu apabila negara berperkara, maka negara tidak perlu membuktikan hak eigendomnya atas tanah, tetapi pihak lainlah yang wajib membuktikan haknya.

Pada masa berlakunya Domein Verklaring terdapat hak atas tanah yang diciptakan oleh Pemerintah Hindia Belanda yang tidak termasuk ke dalam KUH Perdata. Hak atas tanah itu adalah Hak Agrarische Eigendom, yaitu hak yang berasal dari hak milik adat yang atas permohonan pemiliknya melalui suatu prosedur tertentu diakui keberadaannya oleh pengadilan. Hak ini diatur dalam Koninklijk Besluit Stb. 1872 No. 117 dan Stb. 1873 No. 38.

Pada masa berlakunya Agrarische Besluit, di Kesultanan Yogyakarta juga terdapat ketentuansemacam Domein Verklaring, yang dimuat dalam Rijksblad Yogyakarta tahn 1918 No. 16.

B. Politik Agraria KolonialPolitik agraria yang dimaksud di sini adalah kebijaksanaan agraria. Politik agraria adalah garis besar kebijaksanaan yang dianut oleh negara dalam usaha memelihara, mengawetkan, memperuntukan, mengusahakan, mengambil manfaat, mengurus dan membagi tanah dan sumber alam lainnya termasuk hasilnya untuk kepentingan kesejahteraan rakyat dan negara, yang bagi Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Dalam politi agraria kolonial adalah prinsip dagang, yaitu mendapatkan hasil bumi/bahan mentah dengan harga yang serendah mungkin, kemudian dijual dengan harga setinggi-tingginya

Sifat Dan Ruang Lingkup Pengaturan Hukum Agraria

Politik hukum pertanahan pada jaman HB dengan asas Domein dan Agrarische Wet ditujukan untuk kepentingan Pemerintah Jajahan dan Kaula Negara tertentu yang mendapat prioritas dan fasilitas dalam bidang penguasaan dan penggunaan tanah sedangkan golongan bumi putra kurang mendapatkan perhatian dan perlindungan.

Menurut Agrarische Wet pemerintah HB bertindak sama kedudukannya dengan orang, tampak adanya campur tangan pemerintah dalam masalah agraria pada umunya, sedangkan setelah Indonesia merdeka pemerintah bertindak selaku penguasa.

Hukum agraria Negara RI bertujuan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat untuk menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 45

(Pasal 33 ayat 3).[1]UU No. 5 Tahun 1960 mengatur:

1. Hubungan hukum antara bangsa Indonesia dengan BARA+K (bumi, air, ruang udara dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya) yang terkandung di dalamnya.

2. Hubungan hukum antara negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia dengan BARA+K yang terkandung di dalamnya.Atas dasar hak menguasai tersebut maka negara dapat:a. Menentukan bermacam-macam hak atas tanahb. Mengatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung di dalamnyac. Membuat perencanaan/planning mengenai penyediaan, peruntukan dan penggunaan BARA+K yang terkandung di dalamnya.d. Mencabut hak-hak atas tanah untuk keperluan kepentingan umum.e. Menerima kembali tanah-tanah yang:1) ditelantarkan2) dilepaskan3) subyek hak tidak memenuhi syaratf. Mengusahakan agar usaha-usaha di lapangan agraria diatur sedemikian rupa sehingga meningkatkan produksi dan kemakmuran rakyat.

Tujuan diberikannya hak menguasai kepada negara ialah: untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Hak negara untuk menguasai pada hakekatnya memberi wewenang kepada negara untuk: mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan BARA+K.

3. Hubungan antara orang baik sendiri-sendiri dan badan hukum dengan BARA+K yang terkandung di dalamnya.Yang dimaksud dengan hak atas tanah ialah: Hak yang memberikan wewenang untuk mempergunakan permukaan bumi atau tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk keperluan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut UU ini dan peraturan hukum lain yang lebih tinggi.[1] Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.