hukum acara perdata

24
HUKUM ACARA PERDATA 1. Hukum Formil dan Hukum Materiil a. Hukum Perdata Materil Adalah hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak- pihak dalam hubungan perdata. Hukum materiil berkaitan dengan muatan atau isi dari hukum itu dan terkait dengan apa yang diatur oleh hukum itu. b. Hukum Perdata Formil (hukum acara perdata) Adalah hukum yang mengatur cara mempertahankan atau melaksanakan hak dan kewajiban para pihak dalam hubungan hukum perdata. Hubungan antara hukum perdata materil dengan hukum perdata formil adalah hukum perdata formil mempertahankan tegaknya hukum perdata materil jika ada yang melanggar perdata materil maka diselesaikan dengan perdata formil. Hukum perdata materiil yang ingin ditegakkan dengan hukum formil (Hukum Acara Perdata) meliputi peraturan 1

Upload: prima-annisa-widiastuti

Post on 29-Jun-2015

1.317 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUKUM ACARA PERDATA

HUKUM ACARA PERDATA

1. Hukum Formil dan Hukum Materiil

a. Hukum Perdata Materil

Adalah hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak dalam

hubungan perdata. Hukum materiil berkaitan dengan muatan atau isi dari

hukum itu dan terkait dengan apa yang diatur oleh hukum itu.

b. Hukum Perdata Formil (hukum acara perdata)

Adalah hukum yang mengatur cara mempertahankan atau melaksanakan

hak dan kewajiban para pihak dalam hubungan hukum perdata.

Hubungan antara hukum perdata materil dengan hukum perdata formil adalah

hukum perdata formil mempertahankan tegaknya hukum perdata materil jika

ada yang melanggar perdata materil maka diselesaikan dengan perdata formil.

Hukum perdata materiil yang ingin ditegakkan dengan hukum formil (Hukum

Acara Perdata) meliputi peraturan perundang-undangan seperti Burgerlijk

Wetbook (BW), Wvk, UU Pokok Agraria No.1 Tahun 1974, UU perkawinan, dan

lainnya serta peraturan hukum yang tidak tertulis berupa hukum adat atau

hukum kebiasaan yang hidup dalam suatu masyarakat.

1

Page 2: HUKUM ACARA PERDATA

c. Kekuasaan Kehakiman

Sebagaimana Pasal 24 ayat 1 UUD 1945, Kekuasaan Kehakiman adalah

kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

hukum dan keadilan. Sedangkan menurut UU No. 48 tahun 2009 pasal 1 ayat 1,

Kekuasan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik

Indonesia.

Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri dan bebas dari

campur tangan pihak-pihak di luar kekuasaan kehakiman untuk

menyelenggarakan peradilan demi terselenggaranya negara hukum

sebagaimana Pasal 3 ayat 2 UU No. 48 tahun 2009.

Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan

Peradilan yang berada di bawah dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan

peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha

negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. (Pasal 24 ayat 2 UUD 1945 jo.

Pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009). Peradilan dilakukan dengan asas peradilan

sederhana, cepat dan biaya ringan. Selain itu, di dalam memeriksa perkara dan

menjatuhkan putusan, hakim harus obyektif dan tidak boleh memihak.

Mahkamah Agung adalah Pengadilan negeri tertinggi di Indonesia. Mahkamah

Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan yang lain

menurut ketentuan yang ditetapkan dengan Undang-Undang. Mahkamah agung

ttidak memiliki wewenang untuk menguji undang-undang terhadap undang-

2

Page 3: HUKUM ACARA PERDATA

undang dasar tetapi hanya punya hak menguji undang-undang terhadap undang-

undang. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam suatu perkara dalam

melakukan upaya peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah

mempunya kekuatan hukum tetap kepada Mahkamah Agung.

Mahkamah Konstitusilah yang berwenang menguji undang-undang terhadap

undang-undang dasar dalam tingkat pertama dan terakhir dan memutus

sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh

UUD.

Peradilan yang memeriksa perkara perdata, peradilan perdata menjadi

wewenang peradilan umum. Sedangkan yang bertugas sebagai hakim sehari-hari

biasa untuk segala penduduk dalam tingkat pertama untuk memeriksa dan

memutus segala perkara yang dahulu diperiksa dan diputus oleh pengadilan

yang dihapuskan adalah hakim Pengadilan Negeri. Kekuasaan pengadilan dalam

perkara perdata meliputi semua sengketa tentang hak milik atau hak-hak yang

timbul karenanya hutang piutang atau hak-hak keperdataan lain.

Pejabat-pejabat pada pengadilan yaitu :

1. Hakim

Memeriksa dan mengadili perkara di persidangan.

2. Panitera

Menyelenggarakan administrasi perkara serta mengikuti semua sidang serta

musyawarah pengadilan dengan mencatat dengan teliti semua hal yang

dibicarakan dan terjadi secara relevan di persidangan.

3

Page 4: HUKUM ACARA PERDATA

3. Jurusita

Bertugas dalam sidang pengadilan melaksanakan perintah yang diberikan

ketua sidang.

d. Susunan Badan Peradilan

a. Dasar hukum badan peradilan di Indonesia adalah :

1. UUD 1945

2. UU Kekuasaan Kehakiman (UU No. 48 Tahun 2009)

3. UU Mahkamah Agung (UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004)

4. UU Mahkamah Konstitusi (UU No. 24 Tahun 2003)

5. UU Pengadilan Umum (UU No. 2 Tahun 1986 jo. UU No. 8 Tahun 2004)

6. UU Pengadilan Agama (UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No.3 Tahun 2006)

7. UU Pengadilan Tata Usaha Negara (UU No. 5 Tahun 1986 jo. UU No. 9 Tahun

2004)

8. UU Pengadilan Militer (UU No. 31 Tahun 1997)

b. Susunan Badan Peradilan di Indonesia

1. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang

melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan

4

Mahkamah Agung

Mahkamah Konstitusi

Pengadilan Umum

Pengadilan Agama

Pengadilan Tata Usaha

Negara

Pengadilan Militer

Page 5: HUKUM ACARA PERDATA

peradilan guna menegakan hukum dan keadilan. Susunan MK terdiri dari

seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap

anggota, serta 7 orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan

Keputusan Presiden. Hakim konstitusi harus memiliki syarat: memiliki

intergritas dan kepribadian yand tidak tercela; adil; dan negarawan yang

menguasai konstitusi ketatanegaraan

Dasar hukum:

- UUD 1945 Amandemen

- UU No. 24 Tahun 2003

Kewenangan:

- Pasal 24C (1) dan (2) UUD 1945 Amandemen

- Pasal 10 UU No. 24 Th. 2003

2. Mahkamah Agung

Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua

lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari

pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh yang lain. Susunan MA

terdirin dari Pimpinan, Hakim Anggota, dan Sekretaris MA. Pimpinan MA

terdiri dari seorang Ketua, dua Wakil Ketua, dan beberapa orang Ketua

Muda, yang kesemuanya dalah Hakim Agung dan jumlahnya paling

banyak 60 orang. Sedangkan beberapa direktur jenderal dan kepala

badan.

Dasar Hukum:

- UUD 45 Amandemen

- UU No.14 Th 85 jo UU No.5 Th 2004

Kewenangan:

- Pasal 24 A (1) UUD Amandemen

- Pasal 28-39 UU No. 14 Tahun 1985 jo UU No.5 Tahun 2004

5

Page 6: HUKUM ACARA PERDATA

(Menyelesaikan sengketa kewenangan, mengadili, Memeriksa

& memutus permohonan P.K, Uji materiil, Memberikan

pertimbangan hukum kpd presiden atas permohonan grasi dan

rehabilitasi).

3. Pengadilan Umum

Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum adalah salah satu pelaku

kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh

Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Dasar hukumnya UU No. 2

Tahun 1986 jo UU No 8 Tahun 2004. Pengadilan Umum terdiri dari :

a. Pengadilan Negeri (PN)

Pengadilan negeri merupakan organ kekuasaan kehakiman dalam

lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di Ibukota

Kabupaten/Kota, dan memiliki daerah hokum mencakup wilayah

Kabupaten/Kota tersebut. Kewenangan PN ada di Pasal 50 UU No. 2

Tahun 86.

b. Pengadilan Tinggi (PT)

Pengadilan tinggi merupakan organ kekuasaan kehakiman dalam

lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibukota Propinsi,

dan memiliki daerah hukum mencakup wilayah Propinsi. Kewenangan

PT ada di Pasal 51 UU No. 2 Tahun 86.

4. Pengadilan Agama

6

Page 7: HUKUM ACARA PERDATA

Pengadilan di Lingkungan Peradilan Agama

1) Pengadilan Agama

Pengadilan Agama adalah organ kekuasaan kehakiman dalam

lingkungan peradilan Agama yang berkedudukan di kotamadya atau

ibukota kebupaten meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten.

2) Pengadilan Tinggi Agama

Pengadilan Tinggi Agama merupakan pengadilan Tingkat Banding,

Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di ibukota prpinsi, dan

daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi.

Dasar hukum: UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006

Kewenangan Pengadilan Agama : Pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989 jo UU No.

3 Tahun 2006.

Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan

menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama

Islam di bidang :

a. perkawinan;

b. waris;

c. wasiat;

d. hibah;

e. wakaf;

f. Zakat;

g. infaq;

h. shadaqah; dan

i. Ekonomi syariah.

5. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

a. Pengadilan Tata Usaha Negara

Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan pengadilan tingkat

pertama. Susunan pengadilan terdiri atas Pimpinan, Hakim Anggota,

7

Page 8: HUKUM ACARA PERDATA

Panitera, dan Sekretaris; dan pemimpin pengadilan terdiri atas

seorang Ketua dan seoirang Wakil Ketua.

b. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN)

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang:

1. memeriksa dan memutuskan sengketa Tata Usaha Negara di

tingkat banding;

2. memeriksa dan memutuskan mengadili antara pengadilan Tata

Usaha Negara di dalam daerah hukumnya;

3. memeriksa , memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama

sengketa Tata Usaha Negara.

c. Pengadilan Militer

Pengadilan di Lingkungan Peradilan Militer didasarkan pada UU No. 31

Tahun 1997. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer adalah badan

yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan

Bersenjata, yang meliputi Pengadilan Meiliter, Pengadilan Militer Tinggi,

Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Meiliter Pertempuran.

a. Pengadilan Militer

Susunan persidangan Pengadilan Militer untuk memeriksa dan

memutuskan perkara pidana pada tingkat pertama adalah 1 orang

Hakim Ketua dan 2 orang Hakim Anggota yang dihadiri 1 orang Oditur

Militer/ Oditur Militer Tinggi dan dibantu 1 orang Panitera.

b. Pengadilan Militer Tinggi

Susunan persidangan Pengadilan Militer Tinggi untuk memeriksa dan

memutus perkara pidana pada tingkat pertama adalah 1 orang Hakim

Ketua dan 2 orang Hakim Anggota yang dihadiri 1 orang Oditur

Militer/ Oditur Militer Tinggi dan dibantu 1 orang Panitera.

8

Page 9: HUKUM ACARA PERDATA

c. Pengadilan Militer Utama

Susunan persidangan Pengadilan Militer Utama untuk memeriksa dan

memutus perkara sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjatapada

tingkat banding adalah 1 orang Hakim Ketua dan 2 orang Hakim

Anggota dan dibantu 1 orang Panitera.

d. Pengadilan Militer Pertempuran

Susunan persidangan Pengadilan Militer Pertempuran untuk

memeriksa dan memutus suatu perkara pidana adalah 1 orang Hakim

Ketua dengan beberapa Hakim Anggota yang keseluruhannya selalu

berjumlah ganjil, yang dihadiri 1 orang Oditur Militer/ Oditur Militer

Tinggi dan dibantu 1 orang Panitera.

e. Pengertian, Tujuan, Fungsi, dan Sumber Hukum Acara Perdata

a. Pengertian Hukum Acara Perdata

Pengertian hukum acara perdata menurut pendapat para ahli sebagai

berikut :

1. Abdul Kadir Muhammad

Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur proses

penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan (hakim), sejak

diajukan gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan hakim.1

2. Wirjono Projodikoro

Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan yang memuat cara

bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan

1 Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

9

Page 10: HUKUM ACARA PERDATA

dan cara bagaimana pengadilan harus bertindak satu sama lain untuk

melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.2

3. Sudikno Mertokusumo

Hukum Acara Perdata adalah :

- Peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin

ditaatinya hukum perdata materil dengan perantaraan hakim.

- Hukum yang mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan

hak, memeriksa sera memutusnya dan pelaksanan daripada

putusannya.3

4. Retnowulan Sutantio

Hukum Acara Perdata adalah Kesemua kaidah hukum yang

menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak

dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam

hukum perdata materiil.4

Jadi, Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur

bagaimana cara beracara perdata di pengadilan dengan proses yang

diawali dengan diajukannya gugatan hingga pelaksanaan putusan hakim

demi menjamin terwujud dan ditaatinya hukum perdata materiil menjadi

kenyataan.

b. Tujuan Hukum Acara Perdata

2 Wirjono Projodikoro, Hukum Acara di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1992.3 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta,1998, hlm.2.4 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2009, hlm. 1.

10

Page 11: HUKUM ACARA PERDATA

1. Mencegah jangan terjadi main hakim sendiri (eigenrichtig)

2. Mempertahanakan hukum perdata materiil

3. Menjamin dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat

Sehingga setiap orang dapat mempertahankan hak perdatanya

dengan sebaik-baiknya dan setiap orang yang melakukan pelanggaran

terhadap hukum perdata yang mengakibatkan kerugian terhadap

orang lain dapat dituntut melalui pengadilan.

c. Fungsi Hukum Acara Perdata

Fungsi hukum acara perdata yaitu mencegah terjadinya eigenrichting, sehingga

tuntutan hukum harus sesuai dengan prosedur (due process of law).

d. Sumber Hukum Acara Perdata5

Pada zaman Hindia Belanda:

a. (RV) Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering, disingkat R.V (Stb

1847 No. 52 dan Stb 1849 No. 63). Hukum Acara Perdata untuk

golongan Eropa (pedoman jika diperlukan) (reglement op de

Burgerlijk Rechtsvordering)=== golongan Eropa

b. HIR (Herzeine Indlandsch Reglement)===golongan Bumiputera daerah

Jawa dan Madura

c. RBg (Reglement voor de Buitengewesten)=== golongan Bumiputera

luar Jawa dan Madura.

Saat Ini:

5 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hlm.7

11

Page 12: HUKUM ACARA PERDATA

a. Het Herziene Indonesisch Reglement, disingkat H.I.R atau disebut

juga Reglement Indonesia yang diperbaharui, disingkat (R.I.B) Stb.

1941 No. 44. ketentuan ini berlaku untuk pengadilan di daerah Jawa

dan Madura.

b. Rechtsreglement Buitengewesten, disingkat R. Bg atau Reglement

untuk daerah seberang disingkat R.D.S Stb 1927 No.227. ketentuan

ini berlaku untuk daerah di luar Jawa dan Madura

c. Burgerlijk Wetboek (BW), Kitab Undang-undang Hukum Perdata ttg

pembuktian dan daluarsa

d. Wetboek van koop Handel en Faillissements Verordening (WvK),

Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Kepailitan.

e. UU No. 20 Tahun 1947, ketentuan yang mengatur tentang upaya

banding untuk daerah jawa dan Madura.

f. UU No. 14 Tahun 1970, ketentuan yang mengatur tentang upaya

banding untuk daerah Jawa dan Madura.

g. UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan PP No. 9 tahun 1975

tentang peraturan pelaksanaannya.

h. UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA yang sudah dirubah denhan UU

No. 5 tahun 2004 tentang MA.

i. UU No 4 Tahun 2004 tentang Pokok Kehakiman

j. UU No 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung

k. Yurisprudensi.

l. SEMA

m. Hukum Adat

n. Doktrin

12

Page 13: HUKUM ACARA PERDATA

d. Sejarah HIR6

Perancang H.I.R. adalah Ketua Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung

Tentara pada tahun 1846 di Batavia, yaitu Jhr. Mr. H.L. Wichers. Karena

beliau diberi tugas merencanakan sebuah Reglement tentang administrasi

polisi, acara perdata, dan acara pidana bagi golongan Indonesia oleh

Gubernur Jenderal Jan Jacob Rochussen tepatnya pada 5 Desember 1846.

Tahun 1847 rancangan selesai dibuat, tetapi J.J. Rochussen mengajukan

keberatan yaitu pada Pasal 432 ayat (2) yang membolehkan pengadilan yang

memeriksa perkara perdata untuk golongan Bumiputera menggunakan

hukum acara perdata diperuntukkan untuk golongan Eropa. Rancangan itu

terlalu sederhana karena tidak dimasukkannya lembaga-lembaga intervensi,

kumulasi gugatan, penjaminan dan rekes civil. Akhirnya ditambahkan suau

ketentuan penutup yang bersifat umum yang kini menjadi pasal 393 H.I.R.

yang termuat dalam bab ke 15.

Sebelum tanggal 5 April 1848 hukum acara perdata yang digunakan di

pengadilan Gubernemen bagi golongan Bumiputera untuk kota-kota besar di

Jawa adalah BrV (hukum acara bagi golongan Eropa). Untuk luar kota-kota

besar Jawa digunakan beberapa pasal dalam Stb 1819-20.

Pada tanggal 5 April 1948, rancangan winchers diterima oleh gubernur

Jenderal dan diumumkan dengan Stbl. 1848 No. 16 dengan sebutan Het

Inlands Reglement (I.R.) dan mulai berlaku pada tanggala 1 Mei 1848.

6 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, op.cit., hlm. 7

13

Page 14: HUKUM ACARA PERDATA

Setelah melakukan perubahan dan penambahan maka rancangan itu

ditetapkan dengan nama Inlandsch Reglement (IR) yang ditetapak dengan

Stb 1848-16 dan disahkan dengan firman Raja No. 93 pada tanggal 29

September 1849 dengan Stb 1849-63. Oleh karena pengesahan ini, sifat

H.I.R. menjadi Koninklijk besluit.

Tahun 1927 diberlakukan RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten)

yaitu hukum acara perdata bagi golongan Bumiputera luar Jawa dan Madura.

Sebelumnya berlaku peraturan tentang susunan Kehakiman dan

kebijaksanaan Pengadilan berupa Stb 1847 -23.

Pada Tahun 1941 terjadi perubahan nama I.R. menjadi HIR (Herzeine

Indlansch Reglement) dengan Stb 1941-44 yang berlaku untuk Jawa dan

Madura. Pada saat ini dengan Pasal 1 UUD 1945 yang telah diamandemen,

HIr dan RBg masih berlaku sampai saat ini. Setelah negara Indonesia

merdeka dengan terjemahan H.I.R. yang telah dilakukan, maka H.I.R. disebut

juga R.I.B. (Reglemen Indonesia Baru).

e. Asas-Asas Umum Hukum Acara Perdata7

1. Hakim Bersifat Menunggu

Prakarsa untuk mengajukan gugatan atau tuntutan hak diserahkan

sepenuhnya kepada yang berkepentingan. Jadi kalau tidak ada tuntutan

hak atau gugatan, maka tidak ada pengadilan perdata. Sehingga hakim

bersifat menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya.

2. Hakim Pasif7 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hlm. 10.

14

Page 15: HUKUM ACARA PERDATA

Hakim dalam memeriksa perkara perdata bersifat pasif, di mana ruang

lingkup/hal pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa

pada asasnya ditentukan oleh pihak-pihak yang berperkara dan bukan

oleh hakim.

Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa hakim sama sekali tidak aktif.

karena hakim selaku pemimpin sidang harus aktif, memimpin

pemeriksaan perkara.

3. Sifat Persidangan Yang Terbuka

Sidang pemeriksaan pengadilan pada asasnya terbuka untuk umum,

bahwa setiap orang dapat hadir dan mendengarkan pemeriksaan

dipersidangan. Bilamana hakim lupa mengucapkan sidang terbuka untuk

umum mengakibatkan putusan batal demi hukum. kecuali undang-

undang menentukan lain persidangan dapat dilakukan dalam pintu

tertutup.

4. Mendengarkan Kedua Belah Pihak

Dalam hukum acara perdata kedua belah pihak wajib diperlakukan sama,

tidak memihak dan didengar bersama-sama.

5. Putusan Harus Disertai Alasan

Semua putusan pengadilan harus memuat alasan dan dasar putusan

tersebut,memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-

undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang

dijadikan dasar untuk mengadili. Alasan-alasan yang dimaksud itu adalah

sebagai pertanggungjawaban hukum kepada rakyat, karena itu memiliki

15

Page 16: HUKUM ACARA PERDATA

nilai obyektif.

6. Berperkara Dikenakan Biaya

Untuk berperkara perdata dikenakan biaya. Mereka yang tidak mampu

membayar biaya perkara dapat mengajukan perkara dengan cuma-cuma.

7. Tidak ada keharusan mewakilkan

RIB tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain,

sehingga pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung di hadapan

para pihak yang langsung berkepentingan. Akan tetapi para pihak dapat

dibantu atau diwakili oleh kuasanya jika dikehendakinya.

16

Page 17: HUKUM ACARA PERDATA

DAFTAR PUSTAKA

------, UUD 1945 dan Amandemen, Fokusmedia, Bandung, 2009.

------, UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman, 2009.

Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdatadi Lingkungan Peradilan Umum, Pustaka Kartini, Jakarta,1988.

Retno Wulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2009.

R. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994.

R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Bandung, 1982.

R. Tresna, Komentar HIR, Pradnya Paramita, Jakarta, 2005.

Sudikno Mertokusumo, Hukum acara Perdata Indonesia, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 1998.

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1992.

17