hubungan pekerja anak dengan pencapaian … · 12 jumlah dan persentase status kegiatan anak di...

88
HUBUNGAN PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN PENDIDIKAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA ZAHRA FIRDAUSI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

Upload: vothuy

Post on 21-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HUBUNGAN PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN

PENDIDIKAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH

TANGGA

ZAHRA FIRDAUSI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan Pekerja

Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah

Tangga” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Zahra Firdausi

NIM I34120034

ABSTRAK

ZAHRA FIRDAUSI. Hubungan Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga. Di bawah bimbingan EKAWATI SRI

WAHYUNI dan DINA NURDINAWATI.

Pekerja Anak menjadi kondisi dilematis mengenai peran mereka sebagai generasi

penerus bangsa yang harus mendapatkan pendidikan yang layak disamping

keharusan mereka bekerja untuk membantu ekonomi rumah tangga. Penelitian ini

dilakukan untuk menganalisis hubungan antara anak yang bersekolah sambil

bekerja dengan anak yang hanya bersekolah, dilihat dari capaian pendidikan dan

tingkat kesejahteraan rumah tangganya. Pendekatan yang digunakan adalah

pendekatan kuantitatif dengan metode survei menggunakan instrumen kuesioner

dan didukung oleh data kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Hasil

penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pencapaian pendidikan dan

tingkat kesejahteraan rumah tangga dengan status anak sebagai pekerja anak. Anak

yang bekerja cenderung memiliki capaian pendidikan yang rendah dan dengan

tingkat kesejahteraan rumah tangga yang juga rendah dibandingkan dengan anak

yang hanya bersekolah.

Kata kunci: pekerja anak, pencapaian pendidikan, tingkat kesejahteraan rumah

tangga

ABSTRACT

ZAHRA FIRDAUSI. Relation between Child Labor and Educational

Achievement, and Household’s Welfare. Supervised by EKAWATI SRI

WAHYUNI and DINA NURDINAWATI.

Child Labor is a dilemma because on one side children should get decent education

while on the other side is necessary work to helped household’s economic. The

Purpose of this research is to identify the relations between children as a child

labor and children who study to educational achievement and household’s welfare.

The research use is quantitative approach with survey that using quesionaire and

supported by qualitative approach with in-depth interviews. The research shows

that that educational achievement and household’s welfare level has relations with

the children as a child labor. Child labor tend to have lower educational

achievement and household’s welfare than the children that just as a student.

Keyword: child labor, educational attainment, household’s welfare level

HUBUNGAN PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN

PENDIDIKAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH

TANGGA

ZAHRA FIRDAUSI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

berjudul “Hubungan Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat

Kesejahteraan Rumah Tangga” dengan lancar, tanpa hambatan dan rintangan yang

berarti.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Ekawati Sri

Wahyuni, MS dan Ibu Dina Nurdinawati, Msi selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti serta sabar menghadapi

penulis dalam proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada keluarga penulis Bapak Eka Firdaus, Ibu Aan

Mardiah, Miqdad Firdaus, Hana S Firdausi dan Miftah S Firdaus, juga kepada

teman-teman penulis Ridho, Aden, Nensi, Dinda, Ferdhian, Delys, Suhaila, Efriska,

Dara, Enggal, Shifa, Nanda, Abed, Vany dan teman-teman KPM 49 yang telah

membantu dan menyemangati penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi

penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Bogor, Juli 2016

Zahra Firdausi

13

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Pekerja Anak 5

Kondisi Pekerja Anak di Indonesia 6

Pekerja Anak dan Pendidikan 7

Hubungan Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Pekerja Anak

dan Pendidikan

7

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga 8

Kerangka Pemikiran 9

Hipotesis Penelitian 10

PENDEKATAN LAPANG 11

Metode Penelitian 13

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Teknik Pengumpulan Data 13

Teknik Penentuan Responden dan Informan 14

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 14

Definisi Operasional 16

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21

Sejarah Desa 21

Kondisi Geografis 21

Kondisi Demografi 22

Kondisi Sosial dan Ekonomi 23

Sarana dan Prasarana 23

KARAKTERISTIK RESPONDEN 27

Golongan Umur 27

Jenis kelamin 29

Status Kegiatan Anak 30

KONDISI PENDIDIKAN DAN PEKERJA ANAK DI DESA

LINGKUNGPASIR

34

Gambaran Umum Pendidikan dan Pekerja anak di Desa

Lingkungpasir

34

Jam Kerja Anak 39

Pendapatan Pekerja Anak 40

GAMBARAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PEKERJA

ANAK

41

Jumlah Anggota Rumah Tangga 43

Pendidikan Kepala Rumah Tangga 43

Pekerjaan Kepala Rumah Tangga 45

Kesejahteraan Rumah Tangga 46

PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN PENDIDIKAN DAN

TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA

47

Pencapaian Pendidikan Pekerja Anak 48

Status Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat

Kesejahteraan Rumah Tangga

49

Pengaruh Upah Pekerja Anak Bagi Kesejahteraan Rumah Tangga 51

PENUTUP 53

Simpulan 54

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN 58

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL

1 Peubah dan indikator anggota rumah tangga 16

2 Peubah dan indikator karakteristik pekerja anak 17

3 Peubah dan indikator pencapaian pendidikan anak 18

4 Peubah dan indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui

pengukuran skor taraf hidup rumah tangga)

19

5 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di

Desa Lingkungpasir tahun 2015

22

6 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa

Lingkungpasir tahun 2015

22

7 Jumlah sumber daya sosial budaya di Desa Lingkungpasir tahun

2015

23

8 Jumlah Sarana dan Prasaran yang ada di Desa Lingkungpasir tahun

2015

24

9 Jumlah uraian sumber daya alam yang terdapat di Desa

Lingkungpasir tahun 2015

25

10 Jumlah dan persentase umur responden di Desa Lingkungpasir

tahun 2015

27

11 Jumlah dan persentase jenis kelamin responden di Desa

Lingkungpasir tahun 2015

28

12 Jumlah dan persentase status kegiatan anak di Desa Lingkungpasir

tahun 2016

29

13 Jumlah dan persentase responden terhadap kehadiran di sekolah di

Desa Lingkungpasir tahun 2016

34

14 Jumlah dan persentase responden dengan kemampuan menerima

pelajaran di sekolah Desa Lingkungpasir tahun 2016

35

15 Jumlah dan persentase jenis pekerjaan pekerja anak di Desa

Lingkungpasir tahun 2016

37

16 Jumlah dan persentase jam kerja pekerja anak di Desa

Lingkungpasir tahun 2016

38

17 Jumlah dan presentase pendapatan pekerja anak di Desa

Lingkungpasir tahun 2016

39

18 Jumlah dan persentase jumlah angota rumah tangga (ART)

responden Desa Lingkungpasir tahun 2016

41

19 Jumlah dan persentase pendidikan kepala rumah tangga responden

di Desa Lingkungpasir tahun 2016

42

20 Jumlah dan persentase jenis pekerjaan kepala rumah tangga

responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016

43

21 Jumlah dan persentase tingkat pendapatan rumah tangga

responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016

45

22 Jumlah dan persentase hubungan antara status kegiatan anak yaitu

sebagai pekerja anak dengan pencapaian pendidikan di Desa

Lingkungpasir tahun 2016

47

23 Jumlah dan persentase hubungan antara status kegiatan anak yaitu

sebagai pekerja anak dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga

di Desa Lingkungpasir tahun 2016

49

24 Analisis taraf hidup rumah tangga responden di Desa

Lingkungpasir tahun 2016

50

25 Korelasi antara status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan

pencapaian pendidikan dan taraf hidup rumah tangga di Desa

Lingkungpasir tahun 2016

50

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 11

2 Status kegiatan anak sebagai pekerja anak 30

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Bogor,

Provinsi Jawa Barat

57

2 Daftar responden 58

3 Hasil reduksi data kualitatif berdasarkan topik terkait di Desa

Lingkungpasir

59

4 Dokumentasi Penelitian 61

5 Contoh raport sekolah anak-anak di Desa Lingkungpasir 64

6 Olahan data menggunakan SPSS 65

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pekerja anak adalah masalah sosial yang telah menjadi isu dan agenda

global bangsa-bangsa di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Pada tahun (2009) data

Organisasi Buruh Internasional (ILO) menunjukan, jumlah pekerja anak di dunia

mencapai sekitar 200 juta jiwa. Dari jumlah itu, 75% berada di Afrika, 7% di

Amerika Latin, dan 18% di Asia.Di Indonesia, diperkirakan terdapat 2.4 juta

pekerja anak. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 pada BPS (2011)

terdapat 2.7 juta anak berumur 10-15 tahun pada 33 provinsi di Indonesia, meliputi

117.996 jiwa di antaranya merupakan pekerja anak..

Menurut Todaro (2003) Pekerja anak seringkali menjadi masalah serius di

negara-negara berkembang, ketika anak di bawah usia 14 tahun bekerja, waktu

bekerja mereka telah menggantikan waktu mereka untuk belajar di sekolah.

Berkaitan dengan hal tersebut tingkat kesehatan para pekerja anak lebih buruk bila

dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja. Dalam UU Nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang

berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat

izin orang tua dan hanya bekerja maksimal 3 jam sehari.

Basu dan Tzannatos (2003) menyatakan bahwa sudah sangat jelas, rumah

tangga mengirim anak mereka untuk bekerja hanya saat mereka terdorong karena

kondisi mereka terjerat dalam kemiskinan. Menurut BKKBN (2011) terdapat enam

indikator sebuah keluarga atau rumah tangga dikatakan sejahtera, salah satunya

adalah anak dalam keluarga yang berusia 7-15 tahun diwajibkan untuk bersekolah.

Anak-anak yang merupakan masa depan bangsa menyebabkan Indonesia tidak akan

maju jika anak-anak Indonesia tidak memperoleh haknya untuk mendapatkan

pendidikan yang layak Pendidikan akan menyiapkan sumber daya manusia untuk

membangun Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.

Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dengan sengaja

diselenggarakan untuk membantu perkembangan kepribadian dan kemampuan

setiap anak agar kelak dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan hidupnya di masa

yang akan datang. Di satu sisi terdapat pertentangan mengenai keharusan anak

bekerja untuk memperoleh kesejahteraan karena kondisi ekonomi keluarganya

dengan hak seorang anak untuk mengenyam pendidikan yang layak dan hanya

fokus pada pendidikan demi masa depannya, namun ternyata sebanyak 81,8%

pekerja anak juga bersekolah. Realitas menunjukkan bahwa kemiskinan orangtua

membuat anak kehilangan kesempatan dan hak untuk memperoleh pendidikan.

Salah satu fenomena pekerja anak ditemukan di Desa Lingkungpasir.

Terdapat anak-anak usia sekolah yang bekerja membantu orang tua hingga anak-

anak tersebut mengorbankan waktu sekolah dan bermain. Hal ini dibuktikan saat

anak-anak tersebut bekerja membantu orang tua, dalam satu hari penuh mereka

hanya akan bekerja dan tidak pergi ke sekolah. Oleh karena itu peneliti tertarik

untuk mengetahui bagaimana hubungan status anak sebagai pekerja anak dengan

pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga di Desa

Lingkungpasir Kecamatan Cibiuk Kabupaten Garut.

2

Perumusan Masalah

Pada penelitian sebelumnya Usman dan Nachrowi (2004) mengatakan

bahwa anak-anak terjun ke dunia kerja dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu yang terdapat dalam diri, sedangkan

faktor eksternal merupakan hal-hal di luar diri anak yang menarik anak untuk

bekerja. Keputusan seorang anak untuk bekerja terkait erat dengan status ekonomi

keluarga. Pada penelitian sebelumnya, Nandi (2006) mengatakan bahwa

kemiskinan merupakan akar permasalahan dari persoalan pekerja anak, namun

kemiskinan bukan satu-satunya alasan dari munculnya pekerja anak. Status pekerja

anak itu sendiri juga mencegah anak-anak dari memperoleh keterampilan dan

pendidikan yang mereka butuhkan untuk masa depan yang lebih baik. Secara tidak

langsung, kondisi seperti inilah yang akan melanggengkan rantai kemiskinan itu

sendiri. Dalam penelitian ini, dapat dirumuskan masalahnya adalah bagaimana

karakteristik sosial ekonomi pekerja anak di desa?

Pada penelitian sebelumnya Guarcello, Lyon, dan Rosati (2008)

menyatakan bahwa status kegiatan anak sebagai pekerja anak dipandang merugikan

kemampuan anak untuk masuk dan bertahan dalam sekolah, dan membuat anak-

anak sulit untuk memperoleh manfaat pendidikan dari kegiatan belajar mengajar di

sekolah. Kegiatan anak-anak yang bekerja sekaligus bersekolah mempengaruhi

persentase kehadiran anak di sekolah. Menurut Chandra (2014) kendala utama bagi

pendidikan semua anak adalah status sebagai pekerja anak. Bekerja penuh waktu

membuat anak-anak tidak dapat mengembangkan proses berpikir yang lebih baik.

Kesehatan dan keselamatan anak juga rentan saat berada di tempat kerja, juga

kondisi emosional anak yang tidak baik karena seringkali mendapat perlakuan

buruk saat bekerja. Dalam penelitian ini selanjutnya dapat dirumuskan masalah

yaitu bagaimana hubungan status kegiatan anak (pekerja anak dan anak yang

hanya bersekolah) dengan pencapaian pendidikan?

Pada penelitian sebelumnya Nandi (2006) menyatakan bahwa keluarga

miskin terpaksa mengerahkan sumber daya keluarga untuk secara kolektif

memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi demikian mendorong anak-anak yang belum

mencapai usia untuk bekerja, terpaksa harus bekerja. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa anak-anak yang bekerja ternyata bukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri,

melainkan justru untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Salah

satu indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga menurut BKKBN (2011) adalah

semua anak usia 7-15 tahun dalam keluarga harus mengenyam pendidikan dan tidak

memiliki status lain yang dapat mengganggu pendidikannya sehingga anak tidak

sejahtera, sehingga dapat dirumuskan masalahnya adalah bagaimana pengaruh

upah pekerja anak terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga pekerja anak?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan-

permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu:

1. Menganalisis karakteristik sosial ekonomi pekerja anak di desa

2. Menganalisis hubungan status anak sebagai pekerja anak dan anak yang hanya

bersekolah dilihat dari capaian pendidikan

3

3. Menganalisis pengaruh upah pekerja anak terhadap tingkat kesejahteraan

rumah tangga pekerja anak

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak

yang berminat maupun pihak yang terkait dengan masalah pekerja anak di suatu

wilayah. Secara spesifik penelitian ini memiliki manfaat dan dapat digunakan oleh

berbagai pihak di antaranya sebagai berikut:

1. Bagi akademisi

Penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber informasi mengenai hubungan

pekerja anak dengan pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah

tangga, serta menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu,

diharapkan pula dapat menambah khasanah dalam kajian ilmu pengetahuan

kependudukan, khususnya pada fokus perhatian peningkatan kualitas pendidikan

dan kesejahteraan pekerja anak di pedesaan.

2. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat

mengenai pentingnya pendidikan bagi masyarakat desa khususnya pekerja anak

mengingat pembangunan suatu daerah dilihat dari kualitas sumber

dayamanusianya.

4

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Pekerja Anak

Tiga teori yang melatarbelakangi keberadaan pekerja anak menurut Irwanto (1995)

pertama, teori budaya. Menurut teori tersebut bahwa dalam budaya tertentu anak memang

diharapkan menimba pengalaman bekerja dari orang dewasa sejak usia muda. Kedua, teori

kemiskinan, faktor mendasar terjadinya fenomena anak bekerja adalah kemiskinan.

Kemiskinan itulah yang harus menjadi sasaran intervensi bahwa keadaan ini memang tidak

dapat dipungkiri. Penghasilan orang tua dari anak yang bekerja sangat minim dan banyak

di antaranya merupakan orang tua tunggal yang kepala keluarganya wanita. Ketiga, teori

ekonomi, teori ini menyatakan bahwa perhitungan ekonomis rasional merupakan motivasi

yang utama yang melatarbelakangi persoalan pekerja anak. Pertimbangan akan tingginya

ongkos karena peluang yang hilang untuk memperoleh penghasilan karena terus untuk

menyekolahkan anak merupakan faktor pendorong utama.

Definisi

Menurut Subri (2003) menyatakan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang

melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya atau untuk orang lain, dengan

membutuhkan sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan maupun tidak.

Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa

pekerja anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak boleh

dipekerjakan dengan syarat mendapat izin orang tua dan hanya bekerja maksimal 3 jam

sehari.

Faktor Bekerja Anak

Menurut Rizkiantoi R, Muflikhati I, Hermawati N (2013) motivasi anak terjun ke

dunia kerja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah segala

sesuatu yang terdapat dalam diri, sedangkan faktor eksternal merupakan hal-hal di luar

yang menarik anak untuk bekerja. Keputusan seorang anak untuk bekerja terkait erat

dengan status ekonomi keluarga menurut Usman dan Nachrowi (2004).

Kemiskinan memainkan peran utama dalam munculnya pekerjaan anak. Rumah

tangga yang tergolong menengah ke bawah akan sangat mungkin untuk mengirim anaknya

bekerja demi membantu ekonomi keluarga. Menurut Ben (1994) pendapatan penghasilan

yang sangat rendah mengartikan bahwa semua anggota keluarga termasuk anak-anak harus

berpartisipasi dalam pemenuhan kebutuhan keluarga agar dapat bertahan hidup.

Kemiskinan rumah tangga ini dapat dilihat melalui tingkat kesejahteraan rumah tangga

tersebut yang dapat diamati melalui pengeluaran atau pendapatan per kapita rumah tangga

tersebut.

Menurut Priyambada (2002) walaupun kemiskinan adalah faktor yang penting

dalam mempengaruhi keputusan keluarga akan timbulnya pekerja anak, itu bukanlah faktor

tunggal, faktor lainnya adalah akses pendidikan. Alternatif bila anak tidak bekerja adalah

sekolah, namun jika orangtua tidak mampu membayar biaya pendidikan (termasuk

transportasi ke sekolah, uang jajan, uang buku, dll), anak-anak tidak dapat bersekolah dan

harus bekerja untuk keluarga atau untuk orang lain, selanjutnya adalah norma dan sikap

sosial.

Stigma masyarakat mengenai pekerja anak berbeda di tiap masyarakat. Masyarakat

yang memiliki stigma rendah, orangtua tidak akan terpengaruh oleh tekanan tetangga untuk

menyekolahkan anak-anak mereka dan mereka tetap akan mempekerjakan anak-anaknya.

6

Faktor berikutnya adalah permintaan dari rumah tangga, pertanian keluarga atau usaha

keluarga. Banyak anak-anak yang bekerja untuk orangtua mereka, jika anak-anak

melakukan pekerjaan rumah tangga, maka orangtua mereka bisa bekerja di tempat lain

untuk menambah penghasilan. Faktor terakhir adalah permintaan dari usaha-usaha lain.

Anak-anak adalah tenaga kerja yang murah dan banyak jumlahnya sehingga banyak usaha-

usaha kecil yang suka mempekerjakan pekerja anak. Pekerja anak juga lebih mudah diatur

karena mereka lebih tidak mampu untuk mempertahankan hak dan kepentingan mereka

dibandingkan orang dewasa.

Menurut pendapat Suyanto yang dikutip oleh Endrawati (2013) menunjukan bahwa

selain tekanan kemiskinan, masih terdapat faktor-faktor lain yang mendorong anak-anak di

pedesaan cenderung atau terpaksa terlibat dalam kegiatan produktif bekerja, yaitu faktor

kultur atau budaya masyarakat atau juga disebut sebagai faktor tradisi, yang memandang

bahwa anak-anak yang sejak dini terbiasa bekerja, merupakan bagian dari proses sosialisasi

untuk melatih anak mandiri dan merupakan bentuk darma bakti anak kepada orang tua.

Kemungkinan anak yang bekerja juga sebagai bentuk pelarian dari beban pekerjaan di

rumah yang acapkali dipandang menjenuhkan, disamping mereka juga ingin merasakan

suasana yang lain seperti layaknya teman-temannya yang sudah bekerja di luar rumah

terlebih dahulu atas kemauan sendiri.

Dampak Pekerja Anak

Menurut Avianti dan Sihaloho (2013) anak-anak yang bekerja di industri kecil

berperan dalam menyumbangkan pendapatan kepada keluarganya baik secara langsung

maupun tidak langsung. Dengan bekerjanya seorang anak dalam keluarga, maka akan

mengurangi jumlah tanggungan keluarga tersebut. Namun di sisi lain bekerjanya seorang

anak juga berdampak pada tidak terpenuhinya hak mereka untuk mendapatkan pendidikan

yang layak serta hak-hak lain yang mestinya diperoleh anak-anak seusia mereka.

Menurut ILO (2009) anak yang telah memutuskan untuk terjun ke dunia kerja akan

memiliki motivasi yang rendah untuk melanjutkan sekolah. Anak yang ikut bekerja

memiliki peluang yang besar untuk juga berdampak pada kegagalan dan belajar dalam

waktu yang sama juga akan berdampak pada prestasi yang rendah. Irwanto (1995)

menyatakan bahwa keterlibatan anak dalam aktivitas ekonomi secara penuh didasarkan

pada trade of yang optimal. Anak-anak harus terpaksa meninggalkan bangku sekolah,

untuk bekerja penuh dalam rangka ikut meningkatkan pendapatan keluarga yang umumnya

sangat marginal. Bertambahnya anggota keluarga yang mencari nafkah, maka pendapatan

per kapita keluarga diharapkan naik meskipun anak harus meninggalkan bangku sekolah.

Kondisi Pekerja Anak di Indonesia

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 pada BPS (2011) terdapat 2.7 juta

anak berumur 10 -15 tahun pada 33 provinsi di Indonesia, meliputi 117.996 jiwa termasuk

pekerja anak. Menurut tingkat laju pertumbuhan penduduk, Provinsi Banten merupakan

Provinsi yang memilki laju pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 2.97%.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal

6 menyatakan bahwa wajib belajar diselenggarakan pada usia 7 sampai 15 tahun, hal ini

tentu bertentangan dengan terjadinya pekerja anak di Indonesia. Perkembangan pekerja

anak tahun 2002-2003 dapat dilihat berdasarkan hasil Survey Angkatan Kerja Nasional

yang diuraikan di bawah ini. Pada tahun 2002 terdapat 842.228 orang yang bekerja,

menurun menjadi sebesar 566.526 pada tahun 2003. Pekerja anak di perdesaan lebih

banyak dibandingkan di perkotaan.

7

Pekerja Anak dan Pendidikan

Anak-anak merupakan masa depan bangsa, Indonesia tidak akan maju jika anak-

anak Indonesia tidak memperoleh haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak

karena pendidikan akan menyiapkan sumber daya manusia untuk membangun Indonesia

menuju masa depan yang lebih baik. Pembangunan di Indonesia tidak akan berjalan dengan

sukses tanpa disertai dengan pembangunan di bidang pendidikan. Menurut Guarcello et al.

(2008) pekerja anak dipandang merugikan kemampuan anak untuk masuk dan bertahan

dalam sekolah, dan membuat anak-anak sulit untuk memperoleh manfaat pendidikan dari

kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan anak-anak yang bekerja sekaligus

bersekolah mempengaruhi presentase kehadiran anak di sekolah.

Menurut Fitdiarini dan Sugiharti (2008) Pekerja anak membawa pada suatu kondisi

dilematis, yaitu di satu pihak mereka sebagai generasi penerus bangsa yang harus

dipersiapkan sejak dini sebagai modal pembangunan, di pihak lain mereka terpaksa harus

bekerja atau memilih untuk bekerja karena kondisi ekonomi keluarganya dan yang nantinya

akan mempengaruhi perkembangan anak-anak tersebut, dapat menyebabkan mereka putus

sekolah, atau menyebabkan proses belajar di sekolah menjadi tidak efektif. Rendahnya

tingkat pendidikan pekerja anak disebabkan lantaran kurangnya kesadaran dari para

orangtua terhadap pentingnya arti pendidikan bagi anak. Anak-anak kurang dimotivasi

untuk bersekolah sehingga mereka malas untuk bersekolah ataupun melanjutkan sekolah

setelah lulus. Faktor lain yang menjadi alasan rendahnya pendidikan pekerja anak adalah

adanya anggapan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi tidak menjamin bagi seseorang

untuk mendapatkan pekerjaan yang layak serta uang yang banyak. Alasan lain yang

menyebabkan rendahnya pendidikan pekerja anak adalah faktor biaya, orangtua

berpenghasilan rendah sehingga kurang mampu untuk membiayai anak-anak mereka ke

jenjang yang lebih tinggi.

Menurut Putri (2015) berawal dari pendidikan orang tua yang rendah, adanya

keterbatasan ekonomi dan tradisi, maka banyak orang tua mengambil jalan pintas agar

anaknya berhenti sekolah dan lebih baik bekerja dengan alasan wanita tidak perlu sekolah

tinggi-tinggi, biaya pendidikan mahal, dan sekolah tinggi akhirnya hanya menjadi

pengangguran. Tingkat pendidikan yang rendah dan ketidakberdayaan ekonomi, membuat

orang tua cenderung berpikiran sempit terhadap masa depan anaknya sehingga tidak

memperhitungkan manfaat sekolah yang lebih tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan

anak di masa datang. Situasi tersebut yang pada akhirnya juga mendorong anak untuk

memilih menjadi pekerja anak.

Hubungan Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Pekerja Anak dan Pendidikan

Menurut Putri (2015) variabel pekerjaan kepala rumah tangga dibidang sektor

pertanian berhubungan dengan kecenderungan anak untuk bersekolah. Hal ini

menunjukkan bahwa anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor pertanian

memiliki probabilitas yang lebih rendah untuk bersekolah daripada anak yang kepala rumah

tangganya bekerja di sektor non pertanian. Variabel sektor pertanian berpengaruh secara

positif dan signifikan terhadap kecenderungan anak untuk bekerja, bersekolah dan bekerja,

tidak bersekolah dan tidak bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang kepala rumah

tangganya bekerja di sektor pertanian memilki probabilitas lebih tinggi untuk bekerja,

bersekolah dan bekerja, tidak bersekolah dan tidak bekerja daripada anak yang kepala

rumah tangganya bekerja di sektor non pertanian

Variabel pekerjaan kepala rumah tangga yaitu bidang formal berpengaruh secara

positif dan signifikan terhadap kecenderungan anak untuk bersekolah. Hal ini menunjukkan

8

bahwa anak yang kepala rumah tangganya bekerja di bidang formal memilki probabilitas

lebih tinggi untuk bersekolah dibandingkan dengan anak yang kepala rumah tangganya

bekerja di bidang informal. Bekerja di bidang formal umumnya lebih baik dibandingkan

dengan bekerja di bidang informal karena para kepala rumah tangga yang bekerja di sektor

formal biasanya dapat mencukupi kehidupan keluarganya sehingga tidak perlu menyuruh

anaknya untuk bekerja.

Variabel pendidikan kepala rumah tangga baik lulusan SMP, lulusan SMA, serta

lulusan Perguruan Tinggi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap

kecenderungan anak untuk bersekolah. Semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga,

maka akan cenderung untuk mendorong anaknya memiliki pendidikan yang tinggi juga,

karena pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin baik pula

pekerjaan yang didapatkan. Kepala rumah tangga dari anak yang memiliki pekerjaan yang

baik atau dapat dikatakan sebagai keluarga yang mapan tidak perlu menyuruh anaknya

untuk bekerja.

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

BPS (2011) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic

needs approach) agar sebuah keluarga dapat dikatakan sejahtera. Dengan pendekatan ini,

kurangnya kesejahteraan rumah tangga yang digambarkan sebagai kemiskinan dipandang

sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan.

Keluarga yang sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas

perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak,

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan

seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2009 dalam BKKBN 2011).

Menurut BKKBN (2011) terdapat enam indikator tahapan Keluarga Sejahtera I (KS

I) atau indikator”kebutuhan dasar keluarga” (basic needs), dari 21 indikator keluarga

sejahtera yaitu:

1. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.

Pengertian makan adalah makan menurut pengertian dan kebiasaan masyarakat

setempat, seperti makan nasi bagi mereka yang biasa makan nasi sebagai makanan

pokoknya (staple food), atau seperti makan sagu bagi mereka yang biasa makan sagu

dan sebagainya.

2. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan

bepergian.

Pengertian pakaian yang berbeda adalah pemilikan pakaian yang tidak hanya satu

pasang, sehingga tidak terpaksa harus memakai pakaian yang sama dalam kegiatan

hidup yang berbeda beda. Misalnya pakaian untuk di rumah (untuk tidur atau

beristirahat di rumah) lain dengan pakaian untuk ke sekolah atau untuk bekerja (ke

sawah, ke kantor, berjualan dan sebagainya) dan lain pula dengan pakaian untuk

bepergian (seperti menghadiri undangan perkawinan, piknik, ke rumah ibadah dan

sebagainya).

3. Rumah yang di tempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik.

Pengertian Rumah yang di tempati keluarga ini adalah keadaan rumah tinggal keluarga

mempunyai atap, lantai dan dinding dalam kondisi yang layak dihuni, baik dari segi

perlindungan maupun dari segi kesehatan.

4. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.

Pengertian sarana kesehatan adalah sarana kesehatan modern, seperti Rumah Sakit,

Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, Apotek, Posyandu, Poliklinik,

Bidan Desa dan sebagainya, yang memberikan obat obatan yang diproduksi secara

9

modern dan telah mendapat izin peredaran dari instansi yang berwenang (Departemen

Kesehatan/Badan POM).

5. Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi.

Pengertian Sarana Pelayanan Kontrasepsi adalah sarana atau tempat pelayanan KB,

seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, Apotek,

Posyandu, Poliklinik, Dokter Swasta, Bidan Desa dan sebagainya, yang memberikan

pelayanan KB dengan alat kontrasepsi modern, seperti IUD, MOW, MOP, Kondom,

Implan, Suntikan dan Pil, kepada pasangan usia subur yang membutuhkan (hanya

untuk keluarga yang berstatus Pasangan Usia Subur).

6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.

Pengertian Semua anak umur 7-15 tahun adalah semua anak 7-15 tahun dari keluarga

(jika keluarga mempunyai anak 7-15 tahun), yang harus mengikuti wajib belajar 9

tahun. Bersekolah diartikan anak usia 7-15 tahun di keluarga itu terdaftar dan aktif

bersekolah setingkat SD/sederajat SD atau setingkat SLTP/sederajat SLTP.

Kerangka Pemikiran

Status anak sebagai pekerja juga keharusannya untuk mendapatkan pendidikan,

membuat banyaknya anak-anak yang masih bersekolah tetapi juga bekerja demi memenuhi

kebutuhan dirinya dan membantu ekonomi keluarganya. Karakteristik keluarga menjadi

salah satu faktor munculnya pekerja anak.

Pekerjaan, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan terakhir orang tua dan tingkat

kesejahteraan rumah tangga berpengaruh terhadap status kegiatan anak yaitu untuk

bersekolah, atau bersekolah sambil bekerja, sehingga terdapat proses sosialisasi yang

terjadi di dalam keluarga yang mendasari cara pandang atau keputusan anak dalam hal

pendidikannya. Pekerja anak (buruh) adalah anak yang bekerja dan mendapatkan upah atas

pekerjaannya, sementara pekerja anak (rumah tangga) adalah anak yang bekerja tetapi tidak

mendapatkan upah (membantu orang tua). Pekerja anak dipandang merugikan dan

mempengaruhi prestasi akademik. Anak-anak yang menggabungkan pekerjaan dan

sekolah, mengakibatkan anak-anak ini meninggalkan sekolah sebelum waktunya untuk

bekerja.

Pendidikan bagi anak-anak tidak terkecuali pekerja anak harus tetap didapatkan

terlepas dari keharusan atau keinginan mereka untuk bekerja. Status kegiatan anak yang

bersekolah maupun anak yang bersekolah sambil bekerja mempengaruhi pencapaian

pendidikan mereka atau bahkan mereka harus sampai putus sekolah. Pekerja anak berasal

dari rumah tangga yang tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari. Upah yang diperoleh pekerja anak memiliki hubungan terhadap tingkat

kesejahteraan rumah tangga dari pekerja anak. Secara ringkas kerangka analisis disajikan

pada gambar di bawah ini.

10

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:

1. Diduga pencapaian pendidikan pekerja anak lebih rendah dibandingkan

dengan anak yang hanya bersekolah

2. Diduga upah pekerja anak mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah

tangga pekerja anak.

Karakteristik Rumah Tangga Anak:

a. Pekerjaan kepala rumah tangga

b. Pendidikan kepala rumah tangga

c. Jumlah anggota rumah tangga

d. Tingkat kesejahteraan rumah tangga

Status Kegiatan Anak

Hanya Bersekolah

Status Kegiatan Anak

Pekerja Anak

Pencapaian Pendidikan Anak

(Guarcello, Lyon, dan Rosati

2008):

a. Rencana pendidikan

b. Prestasi pendidikan

- kehadiran di sekolah

- kemampuan akademik

Kontribusi Upah

Pekerja Anak bagi

Kesejahteraan Rumah

Tangga

- Pengeluaran rumah

tangga

- Pendapatan riil

- Pendapatan total

Keterangan:

Berhubungan

Dijelaskan secara deskriptif

11

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang termasuk ke dalam

penelitian eksplanatori. Penelitian eksplanatori untuk menjelaskan hubungan kausal

antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Pendekatan yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung data kualitatif.

Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian

berupa kuesioner, sedangkan data kualitatif diperoleh melalui wawancara

mendalam dengan menggunakan pedoman pertanyaan kepada informan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk,

Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih dengan alasan di

lokasi tersebut terdapat banyak anak-anak usia sekolah yang masih aktif bersekolah

namun juga bekerja. Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan dimulai pada

bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2016 dengan kegiatan lapang pada bulan

Maret selama 3 minggu. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi,

kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan

perbaikan laporan penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara survei,

observasi, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden

maupun informan. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen

tertulis di kantor desa dan kantor kecamatan, BPS Kabupaten Bogor, data pada

Survei Pekerja Anak (SPA) serta buku, internet, jurnal-jurnal penelitian dan laporan

penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu juga termasuk data

monografi dan profil Desa Lingkungpasir.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner dan

pertanyaan terstruktur sebagai pedoman wawancara mendalam. Kuisioner

digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif, sementara data kualitatif

diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam menggunakan panduan

pertanyaan terstruktur. Kuisioner yang digunakan terbagi menjadi empat bagian.

Pertama kuisioner yang menanyakan mengenai karakteristik pekerja anak. Kedua,

mengenai karakteristik rumah tangga dari pekerja anak tersebut. Ketiga, kuisioner

yang menunjukkan mengenai pencapaian pendidikan anak dan Keempat mengenai

tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui pengukuran taraf hidup rumah tangga.

Uji kuisioner dilakukan untuk mengetahui apakah pertanyaan dapat ditangkap oleh

responden dan informan.

12

Teknik Penentuan Responden dan Informan

Subjek dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Responden

adalah orang yang memberikan informasi mengenai diri mereka sendiri sebagai

sumber data. Populasi dalam penelitian adalah seluruh anak di Desa Lingkungpasir.

Populasi sampelnya adalah anak-anak usia 7-15 tahun yang aktif bersekolah, dan

kerangka samplingnya adalah seluruh anak-anak usia 7-15 tahun yang memiliki

status sebagai pekerja anak dan masih aktif bersekolah di Desa Lingkungpasir,

Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Garut. Total responden dalam penelitian ini adalah

50, 30 responden diambil dari anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dan

20 responden diambil dari anak-anak yang hanya bersekolah. Unit analisis dalam

penelitian ini adalah individu. Setiap responden diwawancarai dengan

menggunakan kuisioner. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan

program komputer dengan software (perangkat lunak) Microsoft Excel 2013 dan

SPSS.

Pemilihan terhadap informan dilakukan secara sengaja (purposive) dan

jumlah minimalnya tidak ditentukan. Orang-orang yang dijadikan sebagai informan

dalam penelitian ini meliputi rumah tangga tempat anak tersebut tinggal, guru,

teman sekolah, rekan kerja anak, pemilik tempat kerja, serta berberapa masyarakat

desa yang memiliki pengetahuan dan informasi mengenai pekerja anak di Desa

Lingkungpasir.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil dari kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Data

dimasukan ke microsoft excel 2013 kemudian dilakukan pengkodean data. Setelah

pengkodean, selanjutnya data diolah dengan menggunakan software (Statistical

Program for Social Sciences) for Windows versi 2.3 dan Microsoft Exel 2013. Data

kuantitatif tersebut disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi

menggunakan software SPSS. Analisis hubungan dalam penelitian ini

menggunakan uji korelasi Chi Square.

Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian

data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses

pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara

mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk

mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak

perlu. Kedua ialah penyajian data dengan menyusun segala informasi dan data yang

diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah

laporan. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan

dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi.

Dalam melakukan pengolahan data, berikut penjelasan bagaimana data

pengolahan dan analisis data pada penelitian ini dilakukan:

1. Karakteristik Individu dan Rumah Tangga a. Golongan umur: Penggolongan umur menggunakan standar deviasi yang

digolongkan menurut golongan umur rendah, sedang, dan tinggi. Setiap

golongan akan dimasukkan kedalam kelompok sebagai penanda. Golongan

13

usia rendah adalah responden dengan usia <11 tahun yang akan

dikategorikan sebagai kelompok 1. Golongan sedang adalah responden

dengan usia 11-12 tahun dan dikategorikan sebagai kelompok 2, sedangkan

golongan Tua merupakan responden dengan usia lebih dari 12tahun.

b. Jenis Kelamin: Digolongkan kedalam dua golongan yaitu laki-laki dan

perempuan dengan kode golongan 1 untuk laki-laki dan 2 untuk perempuan

c. Status kegiatan anak Digolongkan kedalam dua golongan yaitu anak yang

memiliki status sebagai pekerja anak dengan kode golongan 1, dan golongan

2 untuk anak yang memiliki status hanya bersekolah.

d. Tingkat Pendidikan: Tingkat pendidikan diukur menggunakan

penggolongan berdasarkan variasi jenjang pendidikan responden

e. Jam kerja: Penggolongan jam kerja anak mengacu pada UU No.13 tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan. Golongan jam kerja dibagi menjadi 2,

rendah dan tinggi. Termasuk kedalam golongan jam kerja rendah apabila ≤3

jam, dan tergolong tinggi apabila jam kerja >3 jam.

f. Jumlah anggota rumah tangga: Jumlah anggota rumah tangga digolongkan

menjadi 3 golongan yaitu rendah, sedang dan tinggi diukur menggunakan

standar deviasi dari hasil dan rata-rata yang didapatkan dari penelitian ini.

2. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan diolah dengan menggunakan data pemasukkan dan

pengeluaran rumah tangga responden. Namun dalam penelitian ini yang

digunakan adalah data pengeluaran. Tingkat pengeluaran ini ditentukan

berdasarkan rumus yang menggunakan standar deviasi dan juga rata-rata dari

pengeluaran responden dan pengeluaran rumah tangga dalam penelitian ini.

Rumus telah terlampir dalam definisi operasional.

3. Tingkat Capaian Pendidikan Anak

Pada tingkat capaian pendidikan anak, ada dua komponen yang dilihat yaitu

rencana pendidikan dan prestasi pendidikan. Prestasi pendidikan meliputi

kehadiran di sekolah, dan performa pendidikan. Semua komponen akan

dianalisis menggunakan kuesioner. Dalam kuesioner akan diajukan beberapa

pertanyaan dan pilihan jawaban. Jumlah skoring sudah tertera pada definisi

operasional.

4. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

Pada tingkat kesejahteraan rumah tangga, terdapat dua komponen yang dilihat

yaitu kelompok pengeluaran dan kondisi perumahan dan lingkungan.

Kelompok pengeluaran digolongkan menjadi tiga golongan menurut standar

deviasi yaitu rendah, sedang dan tinggi. Rumus dan jumlah skoring sudah

tertera pada definisi operasional. Perumahan dan lingkungan juga digolongkan

menjadi tiga golongan yaitu kondisi kurang baik, sedang, dan baik. Komponen

tersebut diukur dari sejumlah pertanyaan dengan skor yang sudah tertera pada

definisi operasional.

14

Definisi Operasional

1. Karakteristik rumah tangga, yaitu ciri khas yang dimiliki oleh masing-

masing keluarga

Tabel 1 Peubah dan indikator anggota rumah tangga

Indikator Definisi Definisi

Operasional

Skala

Pengukuran

Jenis

Kelamin

Perbedaan fungsi, bentuk, dan

sifat biologi dalam upaya

meneruskan garis keturunan

1. Laki-laki

2. Perempuan Nominal

Tingkat

Pendidikan

Kepala

Rumah

Tangga

Tingkat pendidikan adalah

tahapan pendidikan yang

ditetapkan berdasarkan tingkat

perkembangan peserta didik.

Jenjang pendidikan formal

terdiri dari pendidikan dasar,

pendidikan menengah,

pendidikan tinggi

1. Rendah ≤ SD

2. Sedang = SMP

3. Tinggi = ≥

SMA

Ordinal

Jenis

Pekerjaan

Bidang pekerjaan kepala

keluarga

1. Petani

Lahan milik

sendiri

Lahan milik

keluarga

2. Buruh tani

3. Pegawai Swasta

4. Wirausaha

5. Ibu rumah

tangga

6. Lainnya

Pensiun

PRT

Nominal

Tingkat

Pendapatan

Jumlah pendapatan rumah

tangga selama sebulan dengan

satuan rupiah. Rata-rata hasil

(X) kerja berupa uang yang

diperoleh per bulan. Tingkat

pendapatan diukur sesuai data

di lapangan / emik

Pendapatan diukur melalui

kelompok pengeluaran karena

jumlah pengeluaran akan

menggambarkan dengan lebih

jelas mengenai keperluan

1. Rendah, jika

pendapatan ≤ x-

½ std

2. Sedang, jika

pendapatan x- ½

std < x < x + ½

std

3. Tinggi, jika

pendapatan ≥ x +

½ std

Ordinal

15

2. Karakteristik pekerja anak, ciri khas dari anak yang memiliki status sebagai

pekerja anak.

Tabel 2 Peubah dan indikator karakteristik pekerja anak

kebutuhan sehari-hari suatu

rumah tangga

Jumlah

anggota

rumah

tangga

Jumlah semua anggota rumah

tangga yang masih hidup

yang dimiliki oleh rumah

tangga

1. Rendah, jika

pendapatan ≤ x-

½ std

2. Sedang, jika

pendapatan x- ½

std < x < x + ½

std

3. Tinggi, jika

pendapatan ≥ x +

½ std

Ordinal

Indikator Definisi Definisi

Operasional

Skala

Pengukuran

Golongan

Umur

Lama waktu hidup pekerja

anak (dalam tahun) semenjak

dilahirkan sampai ulang tahun

terakhir

1. Rendah, jika

umur ≤ x- ½ std

2. Sedang, jika

umur x- ½ std <

x < x + ½ std

3. Tinggi, jika

umur ≥ x + ½

std

Ordinal

Jenis

Kelamin

Perbedaan fungsi, bentuk, dan

sifat biologi dalam upaya

meneruskan garis keturunan

1. laki-laki

2. Perempuan Nominal

Status

Kegiatan

Anak

Status yang membedakan anak

dilihat dari kegiatannya sehari-

hari

1. Pekerja anak

2. Hanya

bersekolah

Nominal

Tingkat

Pendidikan

Tingkat pendidikan menurut

UU Republik Indonesia No. 20

tahun 2003 tingkat pendidikan

atau sering disebut jenjang

pendidikan adalah tahapan

pendidikan yang ditetapkan

berdasarkan tingkat

perkembangan peserta didik.

Jenjang pendidikan formal

terdiri dari pendidikan dasar,

1. SD

2. SMP

Ordinal

16

1. Pencapaian Pendidikan Anak

Pencapaian pendidikan anak adalah proses belajar secara formal yang di

tempuh melalui sekolah yang memungkinkan anak mengembankan dirinya.

Pendidikan anak terdiri dari rencana pendidikan dan prestasi pendidikan

(kehadiran di sekolah dan kemampuan akademik) yang meliputi:

Tabel 3 Peubah dan indikator pencapaian pendidikan anak

Indikator Definisi Definisi

Operasional

Skala

Pengukuran

Rencana

Pendidikan

Peran penting pada tahap

awal proses manajemen

pendidikan, yang dijadikan

sebagai panduan bagi

pelaksanaan, pengendalian,

dan pengawasan

penyelenggaraan pendidikan

(Somantri 2014)

Diukur dari sejumlah

pertanyaan1 dengan skor

tertinggi 2 untuk masing-

masing pertanyaan, dan skor

tertinggi 3 untuk pertanyaan

yang memiliki 3 opsi pilihan

sehingga diperoleh

penggolongan sebagai berikut

1. Rencana

pendidikan

rendah (jumlah

skor 3-6)

2. Rencana

pendidikan

sedang (jumlah

skor 7-12)

3. Rencana

pendidikan tinggi

(jumlah skor 13-

19)

Ordinal

Prestasi

Pendidikan

Keunggulan anak dalam

pendidikan formal dan

pengembangan dirinya.

1. Prestasi

pendidikan anak

rendah (jumlah

skor 2-9)

2. prestasi

pendidikan anak

Ordinal

1Terlampir pada kuesioner.

pendidikan menengah,

pendidikan tinggi

Jam kerja

Waktu yang dicurahkan dalam

kurun waktu tertentu untuk

bekerja

(Mengacu pada UU No.13

Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan)

1. rendah ≤ 3 jam

2. tinggi > 3 jam Ordinal

Jenis

Pekerjaan

Jenis pekerjaan yang

dilakukan, termasuk ringan

atau berat dan memerlukan

keterampilan khusus atau

tidak

1. Buruh pabrik

2. Buruh tani

3. Pedagang

asongan

Nominal

17

Indikator Definisi Definisi

Operasional

Skala

Pengukuran

Diukur dari sejumlah

pertanyaan2 dengan skor

tertinggi 3 untuk masing-

masing pertanyaan, juga

mengacu pada lampiran

raport anak dan keterangan

dari guru sehingga diperoleh

penggolongan sebagai berikut

sedang (jumlah

skor 10-17)

3. Prestasi

pendidikan anak

tinggi (jumlah

skor 18-25)

Kehadiran

di sekolah

Presentase seorang anak hadir

dan mengikuti pembelajaran

di sekolah dari awal hingga

akhir jam pelajaran di sekolah

1. kehadiran

rendah

2. kehadiran

tinggi

Ordinal

Performa

Pendidikan

Performa seorang anak dalam

mengikuti pembelajaran di

sekolah

1. kemampuan

akademik rendah

2. kemampuan

akademik tinggi

Keterangan :

Wawancara

tenaga pendidik

Ordinal

2. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

Kondisi terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang

bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan

perawatan kesehatan (Suharto 2003)

Tabel 4 Peubah dan indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui

pengukuran skor taraf hidup rumah tangga)

Dengan demikian penggolongan taraf hidup dapat dirumuskan menjadi:

2Terlampir pada kuesioner

Indikator Definisi Definisi

Operasional

Skala

Pengukuran

Kelompok

Pendapatan

Semua biaya yg dibutuhkan

RT dalam memenuhi

kebutuhan hidup dalam

jangka waktu satu bulan

1. Rendah, jika

pendapatan ≤

x- ½ std

2. Sedang, jika

pendapatan x- ½

std < x < x + ½

std

Ordinal

18

taraf hidup rendah jika skor 2-10, taraf hidup menengah 11-19, dan taraf hidup

tinggi 20-29 sesuai dengan jmlah akumulasi skoring yang didapat pada kuesioner.

3 Terlampir pada kuesioner

3. Tinggi, jika

pendapatan ≥ x

+ ½ std

Pendapatan

Riil

Pendapatan yang diperoleh

rumah tangga diluar

pendapatan pekerja anak

selama satu bulan

Numerik

Pendapatan

Total

Pendapatan yang diperoleh

rumah tangga setelah

ditambahkan oleh

pendapatan pekerja anak

selama satu bulan

Numerik

Kontribusi

upah pekerja

anak

Pendapatan total dikurangi

pendapatan riil

Dibagi menjadi

3 golongan

1. Rendah, jika

umur ≤ x- ½ std

2. Sedang, jika

umur x- ½ std <

x < x + ½ std

3. Tinggi, jika

umur ≥ x + ½

std

Ordinal

Perumahan

dan

Lingkungan

Kondisi pemukiman dan

lingkungan yang dilengkapi

dengan sarana dan

prasarana sebagai hasil

upaya pemenuhan rumah

yang layak huni

Diukur dari sejumlah

pertanyaan3 dengan skor

tertinggi 3 untuk masing-

masing pertanyaan,

sehingga diperoleh

penggolongan sebagai

berikut

1. Kondisi

perumahan dan

lingkungan

kurang baik

(jumlah skor 2-

10)

2. Kondisi

perumahan dan

lingkungan

sedang (jumlah

skor 11-19)

3. Kondisi

perumahan dan

lingkungan baik

(jumlah skor 20-

29)

Ordinal

19

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Desa

Menurut data monografi tahun 2015, Desa Lingkungpasir adalah salah satu

desa yang berada di Kecamatan Cibiuk Kabupaten Garut. Desa Lingkungpasir yang

merupakan desa pemekaran dari Desa Majasari, yang berdiri sekitar 12 Februari

1979. Kecamatan Cibiuk sendiri merupakan pemekaran dari Kecamatan

Kadungora. Sebelum menjadi kecamatan, Cibiuk merupakan kamantren yang

mewilayahi lima desa meliputi Desa Cipareuan, Desa Cibiuk Kidul, Desa Cibiuk

Kaler, Desa Majasari, dan Desa Lingkungpasir. Kecamatan Cibiuk resmi menjadi

kecamatan sekitar tahun 1992.

Sejarah pemberian nama Desa Lingkungpasir diusulkan oleh para tokoh

masyarakat saat musyawarah. Nama lingkungpasir dipilih dengan alasan wilayah

desa pemekaran ini secara geografis terdiri dari banyak pasir-pasir atau “dilingkung

ku pasir-pasir”. Pasir-pasir yang ada di antaranya adalah pasir Naggoh, pasir

Tanggulun, pasir Rancak, pasir Terong, pasir Monggor, pasir Kukun, pasir Biung,

pasir Panglay. Pasir itu sendiri berarti bukit dalam bahasa sunda. Desa

Lingkungpasir secara geografis dikelilingi oleh bukit-bukit, maka namanya menjadi

Desa Lingkungpasir.

Kondisi geografis

Desa Lingkungpasir adalah salah satu desa yang berada di wilayah

Kecamatan Cibiuk Kabupaten Garut. Letak Geografis Desa Lingkungpasir berada

di wilayah Utara Kabupaten Garut. Desa Lingkungpasir memiliki ketinggian 697

m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata kisaran 27-29ᴼ C dan curah hujan rata-

rata/tahun mencapai 2000-3000 mm. Jarak tempuh ke Ibu kota Kecamatan sejauh

7 km dengan lama tempuh menggunakan sepeda motor sekitar 30

menit. Sedangkan jarak tempuh ke Ibu Kota Kabupaten (Garut) sejauh 37 km

dengan lama tempuh sekitar 75 menit. Jarak tempuh ke Ibu Kota Provinsi sejauh 58

km dengan lama tempuh sekitar 120 menit

Desa Lingkungpasir sebagian besar merupakan areal pertanian tanah darat/

kebun, sedangkan luas areal persawahan hanya sebagian kecilnya saja dari luas

areal Desa Lingkungpasir dan berada disetiap dusun. Sebagai daerah pertanian,

Desa Lingkungpasir memiliki komoditi andalan yaitu penghasil jagung dan

singkong paling besar untuk wilayah kecamatan Cibiuk. Hanya saja sampai saat ini

desa Lingkungpasir masih mempunyai kendala besar, yaitu belum adanya akses

jalan (jalan produksi) menuju daerah pertanian lainnya. Secara demografi keadaan

fisik Desa Lingkungpasir memiliki batas sebagai berikut

20

1. Sebelah Utara : Desa Cijolang Kec. Limbangan Kab. Garut

2. Sebelah Timur : Desa Majasari Kec. Cibiuk Kab. Garut

3. Sebelah Selatan : Desa Harumansari Kec. Kadungora Kab. Garut

4. Sebelah Barat : Desa Ciaro Kec. Nagreg Kab. Bandung

Kondisi Demografi

Data monografi Desa Lingkungpasir sampai dengan tahun 2015

menyatakan bahwa penduduk Desa Lingkungpasir adalah sebanyak 6639 jiwa.

Jumlah penduduk laki-laki 3332, dan jumlah penduduk perempuan 3237, dan

terdapat 1674 keluarga. Sebanyak 6569 beragama islam, 6553 merupakan etnis

sunda, dan 16 etnis jawa. Dari 6569 jiwa, 515 berusia 0-3 tahun, 423 berusia 4-6

tahun, 1308 berusia 7-19 tahun, 3025 berusia 20-56 tahun, 1193 berusia 57-75

tahun, dan 105 berusia lebih dari 76 tahun.Berikut rincian tingkat pendidikan

penduduk Desa Lingkungpasir

Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa

Lingkungpasir tahun 2015

Tingkat Pendidikan Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Buta huruf 18 0.88

Tidak tamat SD 491 7.47

SD 2762 40.98

SMP 2625 39.96

SMA 716 10.89

Perguruan Tinggi 42 0.03

Total 6569 100.00

Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015

Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa

Lingkungpasir tahun 2015

Jenis Pekerjaan Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Petani 2287 40,55

Buruh tani 1159 20,55

PNS 37 0,65

TNI 3 0,05

Polisi 71 1,25

Pegawai swasta 102 1,80

Pedagang/wirausaha 420 7,44

Tukang kayu 3 0,05

Lainnya 1557 27,61

Total 5639 100,00

Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015

21

Kondisi Sosial dan Ekonomi

Terdapat beberapa kelompok sosial dan budaya di Desa Lingkungpasir.

Berikut uraian sumber daya sosial budaya yang ada di Desa Lingkungpasir sejak

terbentuknya desa ini hingga sekarang.

Tabel 7 Jumlah sumber daya sosial budaya di Desa Lingkungpasir tahun 2015

No Uraian Sumber Daya Sosial Budaya Jumlah Satuan

1 Pencak silat 3 Grup

2 Calung 1 Grup

3 Rebana 4 Grup

4 Marawis 3 Grup

5 Qosidah modern 1 Grup

6 Gotong royong 12 RW

7 Pencinta alam 1 Kelompok

Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015

Kelompok sosial budaya yang nasih aktif berjalan di Desa Lingkungpasir

adalah kelompok marawis dan gotong royong. Kelompok marawis masih aktif

dilakukan oleh anak-anak setiap mereka pulang mengaji di masjid. Secara rutin 2

sampai 3 kali dalam satu minggu mereka berlatih marawis di halaman masjid.

Kelompok gotong royong juga masih aktif dilakukan di desa. Satu minggu sekali

pada hari jum’at para pemuda dan penduduk laki-laki di Desa Lingkungpasir

bergotong royong membersihkan jalanan agar lebih mudah dilalui.

Pada tahun 2013 Desa Lingkungpasir masih mencanangkan menjadi Desa

Pertanian. Kegiatan ekonomi masyarakat desa selama ini masih didominasi oleh

sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Komoditi yang menjadi unggulan

adalah tanaman jagung dan singkong yang merupakan jenis pertanian yang sampai

saat ini sangat diutamakan oleh sebagian besar masyarakat desa. Desa

Lingkungpasir merupakan salah satu desa penghasil jagung terbesar di wilayah

Kecamatan Cibiuk. Walaupun dari sisi keuntungan yang didapat oleh masyarakat

dari hasil pertanian jagung selama ini belum begitu bisa dirasakan karena selama

ini masyarakat masih menggunakan modal bandar atau pengusaha sehingga

hasilnya sangat ditentukan oleh kebijakan pengusaha atau bandar.

Masyarakat Desa Lingkungpasir mengalami kesulitan dalam mengangkut

hasil pertanian ketika musim panen tiba, baik ketika musim jagung, singkong dan

hasil pertanian lainnya. Kendala yang ditemukan sampai saat ini adalah belum ada

akses jalan (jalan produksi), sehingga ketika musim panen tiba masyarakat harus

mengeluarkan biaya ongkos angkut yang cukup besar. Karena masyarakat harus

mengangkut hasil pertaniannya dengan kuli panggul atau ojeg yang biayanya cukup

mahal. Pertumbuhan perekonomian desa masih didominasi oleh sektor pertanian

dan perkebunan serta sebagian kecil sektor peternakan. Selain mengolah pertanian

dan perkebunan masyarakat ada juga yang memelihara ternak ayam, itik, sapi,

kambing dan ikan, hanya saja jumlahnya belum banyak. Hal ini disebabkan karena

22

minimnya permodalan bagi masyarakat untuk dapat berusaha dalam bidang

peternakan ini.

Sarana dan Prasarana

Desa Lingkungpasir memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap

guna mendukung aktivitas dan juga kegiatan yang dilakukan oleh penduduk desa.

Sarana dan prasarana yang dimiliki Desa Lingkungpasir di antaranya adalah sarana

dan prasarana dalam bidang kesehatan, perekonomian, perhubungan,

pemerintahan, tempat peribadatan, dan pendidikan (pendidikan umum dan

pendidikan Islam).Berikut ini merupakan tabel yang menunjukan jumlah sarana dan

prasarana yang terdapat di Desa Lingkungpasir.

Tabel 8 Jumlah Sarana dan Prasaran yang ada di Desa Lingkungpasir tahun 2015

No Uraian Sumber Daya Pembangunan Jumlah Satuan

1 Prasarana umum

a. Jalan 5 Km

b. Jembatan 11 Unit

2 Prasarana Pendidikan Unit

a. Gedung Paud 5 Unit

b. Gedung TK 5 Unit

c. Gedung SD/MI 6 Unit

d. Gedung SMP 2 Unit

e. Taman Pendidikan Al-qur’an 3 Unit

3 Prasarana kesehatan

a. Posyandu 1 Unit

b. MCK umum 9 Unit

c. Sarana air bersih 1 Unit

d. Pustu 1 Unit

4 Prasarana ekonomi

a. BUMDES 1 Unit

5 Kelompok tani

a. Jumlah kelompok pertanian 13 Klp

b. Jumlah kelompok peternakan 2 Klp

c. Jumlah kelompok kehutanan 2 Klp

d. Jumlah kelompok wanita tani 1 Klp

6 Sarana umum

a. Masjid 9 Unit

b. Langgar 11 Unit

c. Pos KAMLING 7 Unit

Sumber: Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015

Berdasarkan tabel 8 kendala dalam hal sarana prasarana paling utama yang

dialami oleh Desa Lingkungpasir adalah jalanan yang rusak sehingga mengganggu

proses pendistribusian hasil panen dan transportasi, sehingga untuk distribusi, biaya

yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi. Sarana MCK umum yang terdapat di Desa

Lingkungpasir walaupun sudah cukup banyak namun kondisinya kurang baik.

23

Tabel 9 Jumlah uraian sumber daya alam yang terdapat di Desa Lingkungpasir

tahun 2015

No Uraian Sumber Daya Alam Volume Satuan

1 Luas Wilayah 502.07 Ha

2 Tanah carik desa 17.00 Ha

3 Komplek balai desa 0.14 Ha

4 Lahan Persawahan 35.15 Ha

5 Tanah kuburan 1.70 Ha

6 Pekarangan penduduk 65.30 Ha

7 Tanah wakaf 0.70 Ha

8 Mata air 6.00 Titik

9 Sungai 6.00 Titik

Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015

Desa Lingkungpasir dengan daerah curah hujan yang cukup tinggi

menjadikan daerah tersebut cukup subur untuk dijadikan lahan pertanian. Namun

kendala lain yang dirasakan adalah jalanan yang kurang baik sehingga menyulitkan

pendistribusian hasil pertanian. Lahan yang terdapat di desa ini juga masih luas dan

belum banyak digunakan untuk membangun perumahan.

KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN RUMAH TANGGA

Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi umur,

jenis kelamin, dan status kegiatan anak, sedangkan karakteristik rumah tangga

merupakan ciri khas yang dimiliki oleh masing-masing keluarga dan merupakan

gambaran spesifik mengenai rumah tangga responden. Pada penelitian ini

karakteristik rumah tangga terdiri dari jumlah anggota rumah tangga (ART),

Pendidikan kepala rumah tangga, jenis pekerjaan kepala rumah tangga, dan

pendapatan rumah tangga.

Golongan Umur

Salah satu yang diukur dari karakteristik responden adalah umur, meliputi

umur anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dan yang hanya bersekolah.

Umur merupakan lama waktu hidup individu (dalam tahun) semenjak dilahirkan

sampai ulang tahun terakhir. Dari hasil penelitian, diperoleh minimum umur

responden adalah 9 tahun, maksimal umur responden yang didapat adalah 15 tahun

dan diperoleh rata-rata umur yaitu sekitar 12-13 tahun. Umur responden tersebut

kemudian digolongkan menjadi tiga golongan. Berikut jumlah dan persentase

penggolongan umur responden.

Tabel 10 Jumlah dan persentase umur responden di Desa Lingkungpasir tahun

2015

Umur

(tahun)

Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Rendah (<11) 9 30,00 7 35,00

Sedang (11-12) 2 6,66 6 30,00

Tinggi (>12) 19 63,33 7 35,00

Total 30 100,00 20 100,00

Tabel 10 menunjukan dari keseluruhan responden yang berjumlah 50 orang,

16 orang berusia <11 tahun, 8 orang berusia 11-12 tahun, dan 26 orang berusia >12

tahun. Responden yang memiliki status sebagai pekerja anak banyak ditemukan

pada kisaran umur >12 tahun, namun yang banyak ditemukan sebagai pekerja anak

didominasi oleh responden yang berusia 15 tahun. Hampir tidak ditemukan anak-

anak usia di bawah 9 tahun yang bersekolah sambil bekerja. Tenaga pendidik yang

menjadi informan mengatakan bahwa anak-anak di desa ini dominan mulai

membantu orang tua mereka untuk bekerja pada saat anak-anak tersebut duduk

dibangku SD kelas 4 atau setara dengan umur 9 tahun atau lebih.

Hal ini menunjukan bahwa golongan umur yang banyak ditemukan pekerja

anak adalah pada umur anak-anak diatas 12 tahun terutama anak-anak usia 15

tahun, oleh karena itu umur responden ditentukan agar fokus kepada anak-anak

26

yang bersekolah dan berumur antara 7-15 tahun disamping data yang diperoleh

menunjukkan bahwa anak-anak yang bersekolah sekaligus bekerja memang banyak

ditemukan di golongan umur tersebut.

“Di sini, anak-anak yang sering bolos sekolah untuk bantu

bapak ibunya kebanyakan dikelas 3 sd neng. Umur segitu

soalnya udah bisa diajak bantu-bantu” (ML, 25 Tahun, Wali

kelas murid kelas 3 SD)

Responden dengan umur di bawah 9 tahun tidak tertutup

kemungkinannya untuk menjadi pekerja anak jika umurnya sudah bertambah

nanti. Semakin besar anak, orang tua mempunyai anggapan bahwa mereka

sudah bisa dipercayai untuk membantu pekerjaan orang tua..

Jenis Kelamin

Jenis kelamin juga merupakan hal yang dilihat dari karakteristik responden

pada penelitian ini. Jenis kelamin merupakan perbedaan fungsi, bentuk, dan sifat

biologi dalam upaya meneruskan garis keturunan. Berikut tabel yang menunjukan

jumlah dan persentase laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini.

Tabel 11 Jumlah dan persentase jenis kelamin responden di Desa Lingkungpasir

tahun 2015

Jenis kelamin Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Laki-laki 20 66.66 9 45.00

Perempuan 10 33.33 11 55.00

Total 30 100.00 20 100.00

Tabel 11 menunjukan Jenis kelamin untuk responden yang memiliki status

sebagai pekerja anak di dominasi oleh laki-laki dengan jumlah 20 orang dan 10

orang untuk jenis kelamin perempuan, sedangkan jenis kelamin untuk responden

yang hanya bersekolah didominasi oleh perempuan dengan jumlah 11 orang, dan 9

orang untuk jenis kelamin laki-laki. Kecenderungan responden laki-laki untuk

bekerja ataupun untuk bersekolah sambil bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan

responden perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki status

sebagai pekerja anak sebagian besar laki-laki dikarenakan pekerjaan yang mereka

lakukan tidak harus memiliki keahlian khusus selain fisik yang kuat, serta laki-laki

dianggap nantinya sebagai tulang punggung keluarga yang harus bekerja agar

kebutuhan hidup sehari-hari dapat terpenuhi.

Dalam penelitian yang dilakukan Pitriyan (2006) juga menyatakan bahwa

anak laki-laki lebih dominan sebagai pekerja dibandingkan dengan anak

perempuan. Orang tua di Desa Lingkungpasir pada dasarnya membiasakan anak-

27

anak mereka untuk terbiasa membantu orang tuanya untuk bekerja, terutama laki-

laki yang dianggap nantinya akan memiliki tanggung jawab yang lebih besar.

“si Aggi kan laki-laki terus udah gede,masa iya dia ga bantu

bapaknya di kebun. dia juga seneng kerja karena ya temen-temen

seumurannya juga pada kerja semua bantu ibu bapaknya” (Naeni, 47

Tahun, Ibu Rumah Tangga)

Sebagian besar warga di Desa Lingkungpasir masih memandang bahwa

anak-anak perempuan mereka tidak perlu untuk bersekolah hingga sampai ke

jenjang yang tinggi serta menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Mayoritas

warga Desa Lingkungpasir yang berjenis kelamin perempuan mengenyam

pendidikan terakhir hanya sampai sekolah dasar. Sudah cukup bagi mereka jika

anak mereka sudah bisa membaca dan menulis, dan jika usianya telah cukup untuk

membantu kedua orangtuanya.

Status Kegiatan Anak

Pada penelitian ini status kegiatan anak terbagi menjadi dua yaitu anak yang

memiliki status sebagai pekerja anak, dan anak yang memiliki status hanya

bersekolah. Anak yang memiliki status sebagai pekerja anak adalah anak usia

sekolah dan masih aktif bersekolah tetapi dalam kesehariannya anak tersebut juga

bekerja, sedangkan anak yang hanya bersekolah adalah anak usia sekolah dan aktif

bersekolah serta dalam kesehariannya anak tersebut tidak bekerja. Berikut jumlah

dan persentase status kegiatan anak pada penelitian ini.

Tabel 12 Jumlah dan persentase status kegiatan anak di Desa Lingkungpasir tahun

2016

Status Kegiatan Anak Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Pekerja anak 30 60,00

Hanya bersekolah 20 40,00

Total 50 100,00

Jumlah keseluruhan responden pada penelitian ini sebanyak 50 orang,

dengan 30 orang adalah anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dan

bersekolah, dan 20 orang anak yang memiliki status hanya bersekolah. Status

kegiatan anak ini menunjukan hubungan masing-masing dengan pencapaian

pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga responden yang akan

dijelaskan pada penelitian ini. Dari 30 anak yang memiliki status sebagai pekerja

anak, akan dibedakan menjadi dua jenis pekerja anak dilihat dari status pekerjaan

dan upah yang diterima yaitu sebagai pekerja buruh atau pekerja keluarga.

28

Gambar 2 Status pekerjaan dari pekerja anak di Desa Lingkungpasir

Pekerja anak (buruh) adalah mereka yang bekerja pada orang lain, baik

diberi imbalan dalam bentuk upah atau dalam bentuk lain sesuai dengan hasil

kerjanya, sementara pekerja anak (keluarga) adalah mereka yang bekerja pada

orang tua, keluarga, atau membantu pekerjaan orang tua dengan diberi imbalan

ataupun tidak. 20 anak yang memiliki status hanya bersekolah akan dijadikan

sebagai kelompok pengontrol mengenai bagaimana status anak sebagai pekerja

anak memilki hubungan dengan pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan

rumah tangga.

Bentuk pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja anak (buruh) salah satunya

adalah mengepress karet silk untuk digunakan pada tabung gas elpiji. Dalam satu

hari mereka akan bekerja dengan jam kerja sekitar 8 jam dalam sehari dengan upah

Rp 40.000–50.000/hari, sedangkan pekerja anak (keluarga) terbagi menjadi

beberapa jenis pekerjaan tergantung juga dari jenis pekerjaan orangtuanya.

Beberapa dari pekerja keluarga membantu orang tuanya di kebun sehabis pulang

sekolah atau seharian penuh saat musim panen musim panen, sebagian pekerja

keluarga membantu orang tuanya dengan berjualan saat jam istirahat di sekolah,

menjaga ternak, dan menggunting olahan karet silk dengan bahan yang diperoleh

dari home industry yang diambil oleh pekerja anak (keluarga) tersebut setiap

harinya saat pulang sekolah.

Anak-anak yang hanya bersekolah di Desa Lingkungpasir pada

kenyataannya tidak hanya bersekolah saja. Setelah pulang sekolah, banyak dari

anak tersebut yang memiliki tugas di rumah yang membebani meskipun tetap saja

mereka lakukan karena hal itu merupakan perintah dari orang tua masing-masing,

salah satu contohnya adalah mengasuh adik. Anggota keluarga dalam jumlah

banyak di Desa Lingkungpasir menyebabkan banyaknya tanggungan dalam satu

keluarga, sehingga orang tua yang memiliki anak-anak yang masih kecil sementara

mereka harus bekerja sehingga anak yang lain dalam keluarga tersebut dibebankan

untuk mengasuh adik kecilnya.

Pekerja anak

(buruh)33%

Pekerja anak

(keluarga)67%

PEKERJA ANAKPekerja anak (buruh) Pekerja anak (keluarga)

29

“Saya main sambil bawa-bawa adek teh, soalnya kan bapak kerja

terus ibu sibuk ngurus rumah sama jaga warung” (RN, 13 tahun)

Hal ini sudah biasa terjadi di desa pada setiap keluarga dengan anak-anak

yang banyak dan masih memiliki anak kecil, anak-anak terbiasa membantu orang

tua untuk mengasuh adiknya sambil melakukan kegiatan lain. Hal yang sudah

menjadi kebiasaan tersebut secara tidak langsung sebenarnya membebani kegiatan

sehari-hari mereka. Sepulang sekolah anak tersebut mengasuh adiknya sambil

bermain dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk belajar selama di rumah.

Mayoritas warga Desa Lingkungpasir tidak memiliki toilet pribadi di rumah

mereka, sehingga mereka menggunakan MCK umum yang telah disediakan

pemerintan desa. Jarak yang cukup jauh dari rumah warga ke MCK umum

membuat warga seringkali menimba air dan menampungnya di rumah untuk

kepeerluan memasak dan lainnya. Orang tua meminta anak-anak mereka untuk

menimba sebelum atau sesudah mereka sekolah dan hal tersebut dianggap cukup

membebani kegiatan mereka sehari-hari.

KONDISI PENDIDIKAN DAN PEKERJA ANAK DI DESA

LINGKUNGPASIR

Gambaran Umum Pendidikan dan Pekerja anak di Desa Lingkungpasir

Pada data kondisi pendidikan yang diperoleh dari monografi Desa

Lingkungpasir tahun 2015, sebanyak 18 orang masih buta huruf dan 491 orang

bahkan tidak menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD). Kesadaran penduduk

desa terhadap pendidikan masih rendah, meskipun sarana dan bangunan untuk

sekolah sudah cukup memadai. Di Desa Lingkungpasir, terdapat 6 bangunan

Sekolah Dasar (SD) dan 2 bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP), sementara

untuk bangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) belum tersedia di desa tersebut.

Penduduk di Desa Lingkungpasir sebagian besar hanya menyekolahkan

anak-anaknya hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP), namun banyak juga

anak-anak yang sudah malas untuk bersekolah dan memilih berhenti sebelum

mereka duduk di bangku SMP. Orang tua mereka juga tidak melarang mereka untuk

tetap melanjutkan sekolah asalkan mereka tetap membantu pekerjaan orang tua.

Berikut jumlah dan persentase golongan pendidikan anak yang menjadi responden

di Desa Lingkungpasir.

Tabel 13 Jumlah dan persentase golongan pendidikan responden di Desa

Lingkungpasir tahun 2016

Golongan

Pendidikan

Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

SD 11 36.67 13 65.00

SMP 19 63.33 7 35.00

Total 30 100.00 20 100.00

Berdasarkan tabel 13 anak-anak yang memiliki status sebagai pekerja anak

banyak ditemukan pada golongan pendidikan jenjang SMP. Hal tersebut

dikarenakan pada jenjang yang lebih tinggi dan dengan usia yang semakin

bertambah menjadikan mereka sudah diperbolehkan untuk bekerja dengan

anggapan bahwa usia mereka telah cukup untuk membantu orang tua dengan

bekerja atau membantu meringankan pekerjaan orang tua.

Di Desa Lingkungpasir, permasalahan yang paling mencolok selain kondisi

pendidikannya yang masih rendah, adalah pembangunan infrastrukturnya yaitu

jalan yang cukup buruk sehingga hampir semua rencana pembangunan desa

difokuskan hanya kepada pembangunan infrastruktur. Pak Wawan selaku sekretaris

desa menyampaikan bahwa memang ada program tahunan yang dikhususkan untuk

menangani masalah kesejahteraan dan pendidikan di Desa Lingkungpasir, namun

saat ini masih difokuskan pada yang lebih prioritas yaitu pembangunan jalan.

32

Prioritas permasalahan utama di Desa Lingkungpasir menurut aparat desa

yaitu kondisi jalan yang sangat buruk dan penerangan yang kurang memadai di

sepanjang jalan menyebabkan warga desa lingkungpasir tidak berani bepergian jauh

saat malam hari. Pembangunan infrastruktur jalan yang di prioritaskan dijadikan

alasan mengapa persoalan mengenai pendidikan di Desa Lingkungpasir dianggap

tidak terlalu penting untuk ditangani dalam jangka waktu dekat.

“Saya bingung neng sama orang desa. Katanya sih program

utama untuk sekarang itu benerin jalan. Padahal itu dari dulu

neng, tapi jalanan sampe sekarang masih aja jelek. Pendidikan

kan padahal dasar pembangunan juga neng. kalau warga desa

pendidikannya rendah, kan pembangunan apapun di desa juga

jadi gak maju-maju akhirnya” (ML, 24 tahun).

Sudah terdapat bangunan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah

pertama (SMP) di Desa Lingkungpasir dan anak-anak bisa bersekolah tanpa

membayar uang gedung dan iuran setiap bulan. Hampir semua anak di desa sudah

bersekolah meskipun hanya sampai jenjang SMP karena di desa belum terdapat

gedung sekolah untuk SMA. Sebagian besar anak-anak berhenti dan tidak

melanjutkan sekolahnya setelah lulus dari sekolah menengah pertama, kemudian

membantu pekerjaan orang tua atau pergi keluar desa untuk mencari pekerjaan.

Hanya beberapa orang tua dari anak-anak di Desa Lingkungpasir yang sadar akan

pentingnya pendidikan dan tetap menyekolahkan anaknya meskipun jarak dari desa

ke sekolah cukup jauh dan dengan kondisi jalan yang kurang baik, meskipun di

Desa Lingkungpasir untuk mengenyam pendidikan di jenjang SD dan SMP tidak

dipungut biaya, namun masih banyak sekali anak-anak yang bersekolah, tetapi

tingkat kehadirannya di sekolah sangat rendah. Berikut tabel yang menunjukan

jumlah dan persentase kehadiran anak di sekolah.

Tabel 14 Jumlah dan persentase responden terhadap kehadiran di sekolah di Desa

Lingkungpasir tahun 2016

Kehadiran di

sekolah

Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Rendah 21 70.00 9 45.00

Tinggi 9 30.00 11 55.00

Total 30 100.00 20 100.00

Tabel 14 menunjukan bahwa sebanyak 21 dari 30 anak yang memiliki status

sebagai pekerja anak memiliki tingkat kehadiran di sekolah yang rendah karena

pernah atau sering membolos tanpa alasan yang jelas dibandingkan dengan anak

yang berstatus hanya bersekolah. Sebanyak 70% pekerja anak pernah membolos

sekolah dengan berbagai macam alasan, sedangkan hanya sekitar 45% dari jumlah

anak yang hanya bersekolah yang pernah membolos.

33

Anak yang memiliki status sebagai pekerja anak juga cenderung mudah

kelelahan saat harus bekerja dan bersekolah, meskipun waktu kerja berbeda dengan

waktu untuk bersekolah dan responden mengaku bahwa jam kerja tidak

mengganggu kegiatan lainnya, namun secara tidak langsung mempengaruhi

aktifitas lainnya.

“Saya masuk sekolah terus kok teh, tapi kadang suka enggak kalau

lagi capek, lagian telat bangun juga terus terlambat deh pasti, jadi

yaudah di rumah aja sekalian istirahat” (AS, 14 tahun)

Alasan anak sering tidak masuk sekolah selain kelelahan adalah karena

orang tua mereka juga tidak menegur dan memperbolehkan. Salah satu responden

bernama imam seringkali tidak masuk sekolah karena membantu orang tuanya di

kebun, terutama saat musim panen tiba. Orang tua responden tidak melarangnya

ketika responden tidak masuk sekolah, asalkan responden membantu orang tuanya.

“Imam kan anak saya satu-satunya teh, lalaki. kalau bukan dia yang

bantuin saya, terus siapa lagi?” (Kaba, 48 tahun, buruh tani)

Namun beberapa dari mereka juga ada yang menjadikan alasan tidak masuk

ke sekolah karena harus membantu orang tua bekerja. Namun pada kenyataannya

mereka hanya malas untuk pergi sekolah, serta banyak juga anak-anak di Desa

Lingkungpasir tidak masuk sekolah atau membolos dengan alasan yang tidak jelas.

Guru dan wali kelas sudah mencoba mencari tahu dari teman-teman sekelas atau

bertanya langsung kepada orang tua, tetapi banyak dari orang tua mengaku tidak

tahu alasan mengapa anak mereka malas-malasan untuk bersekolah dan tidak

menganggap hal itu adalah sebuah masalah selama anak-anak mereka masih

membantu mereka bekerja. Beberapa dari orang tua mengaku anaknya berpamitan

untuk berangkat sekolah tetapi tidak berada di sekolah pada hari yang sama. Setelah

diselidiki, beberapa anak-anak memang membolos sekolah tanpa sepengetahuan

orang tua mereka.

“Kata teman sekelasnya dia gak masuk karena bantu bapaknya di

kebon, tapi waktu saya mau pulang kerumah sebentar, saya lihat lagi

pada asik nongkrong di warung” (Asep, 52 tahun, guru)

Selain dari persentase kehadiran di sekolah, kemampuan anak menerima

pelajaran juga memiliki hubungan dengan status kegiatan anak tersebut. Dengan

status anak sebagai pekerja anak dan anak yang hanya bersekolah, terdapat

perbedaan dalam capaian pendidikannya dan dapat dilihar dari kemampuannya

dalam menerima pelajaran saat di sekolah. Berikut tabel yang akan menunjukan

jumlah dan persentase responden dengan kemampuannya dalam menerima

pelajaran di Desa Lingkungpasir.

34

Tabel 15 Jumlah dan persentase responden dengan kemampuan menerima pelajaran

di sekolah Desa Lingkungpasir tahun 2016

Kemampuan

menerima

pelajaran

Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Kurang

mampu

22 73,33 7 35,00

Mampu 8 26,67 13 65,00

Total 30 100,00 20 100,00

Berdasarkan tabel 14 dan tabel 15 kondisi pendidikan di Desa

Lingkungpasir dapat dilihat bahwa anak yang memiliki status sebagai pekerja anak

sebanyak 70% atau sekitar 21 dari 30 anak memiliki tingkat kehadiran yang rendah

di sekolah atau seringkali membolos dengan alasan yang tidak jelas. Anak yang

memiliki status sebagai pekerja anak juga kurang mampu dalam menerima

pelajaran disekolah jika dibandingkan dengan anak yang hanya bersekolah.

Sebanyak 73% pekerja anak kurang mampu menerima pelajaran dibandingkan

dengan sebanyak 35% anak yang hanya bersekolah juga kurang mampu.

“Saya sering ngantuk teh kalau dikelas, abisnya saya ketinggalan

banyak materi jadi saya bingung, yaudah jadi tidur aja deh” (MS, 15

tahun).

Ketertinggalan materi dalam pelajaran menyebabkan anak malas untuk

memperhatikan pelajaran selama dikelas. Tidak ada kebijakan khusus di sekolah

bagi anak-anak yang bekerja dan juga tidak ada hukuman atau peraturan apapun

yang melarang murid-murid untuk membolos sekolah dengan alasan bekerja atau

membantu orang tua. Hal ini seperti sudah lumrah terjadi di desa ini. Kesulitan

menerima pelajaran tidak ditanggapi lebih jauh oleh wali kelas dari masing anak-

anak tersebut. Pihak sekolah diwakili oleh guru pernah mencoba bertanya kepada

beberapa orang tua dari pekerja anak yang seringkali membolos sekolah serta

memiliki kesulitan dalam menerima pelajaran, namun orang tua selalu mengatakan

bahwa anak-anak tersebut pada dasarnya malas untuk pergi ke sekolah dan lebih

memilih membantu orang tua mereka bekerja.

“Kadang suka males teh merhatiin guru, omongannya saya gak

ngerti. Mendingan nanti minta dijelasin temen aja jadi lebih ngerti”

(SN, 12 tahun).

Desa Lingkungpasir memiliki banyak anak-anak yang terbiasa bekerja

membantu pekerjaan orang tuanya. Banyak dari mereka justru meninggalkan

sekolah dan akhirnya hanya bekerja meneruskan pekerjaan orang tuanya. Tidak

ada penanggulangan khusus mengenai banyaknya pekerja anak di Desa

Lingkungpasir oleh aparat desa. Aparat desa tidak mengakui bahwa banyak sekali

anak-anak yang bekerja dan pada akhirnya berhenti untuk melanjutkan pendidikan

mereka namun pak Wawan mengaku mengenal beberapa orang tua yang memiliki

35

anak yang bekerja. Menurut pak Wawan orang tua dari anak yang memiliki status

sebagai pekerja anak memperbolehkan mereka bekerja hanya untuk meringankan

pekerjaan orang tua sebagai bentuk bakti, bukan untuk membantu

perekonomiannya.

“Banyak di sini mah neng, anak-anak yang suka ikut bapaknya ke

kebon, tapi itu abis pulang sekolah kok neng, jadi gak ganggu

rutinitas sekolah mereka” (Wawan, 45 tahun, Sekretaris desa)

Pada kenyataannya terdapat home industry milik warga di Desa

Lingkungpasir kampung Cihanja yang mempekerjakan anak-anak usia sekolah

untuk membuat karet silk yang nantinya akan digunakan untuk tabung gas elpiji.

Motivasi bekerja mereka bermacam-macam dan usianya masih di bawah 18 tahun

serta masih aktif bersekolah. Beberapa dari anak-anak hanya ke pabrik untuk

mengambil bahan karet yang telah jadi dan mengguntingnya untuk kemudian

dikembalikan dan mendapat upah sesuai berapa banyak yang telah mereka gunting,

beberapa anak lagi berjualan di sekolah dan beberapanya membantu orang tua

mereka di kebun. Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak tersebut sudah

dijelaskan sebelumnya pada karakteristik responden, namun berikut rincian jumlah

dan persentase jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak di Desa

Lingkungpasir.

Tabel 16 Jumlah dan presentase jenis pekerjaan pekerja anak di Desa Lingkungpasir

tahun 2016

Jenis pekerjaan Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Buruh pabrik 20 66,67

Buruh tani 8 26,67

Pedagang asongan 2 6,67

Total 30 100,00

Berdasarkan tabel 16 sebanyak 30 orang dari responden yang memiliki

status sebagai pekerja anak dibagi menjadi tiga bagian menurut jenis pekerjaannya.

Terdapat 20 anak yang tergolong sebagai pekerja buruh pabrik, dan 8 anak

tergolong kedalam pekerja buruh tani, dan 2 anak tergolong kedalam pedagang

asongan. Pekerja buruh adalah anak-anak yang bekerja pada orang lain dan dibayar

atau diupah sesuai jerih payahnya, sedangkan pekerja keluarga atau rumah tangga

adalah anak-anak yang bekerja membantu pekerjaan orang tuanya dengan diberikan

imbalan ataupun tidak.

Pekerjaan yang dilakukan oleh para pekerja buruh di Desa Lingkungpasir

adalah membuat karet silk untuk tabung gas elpiji. Setelah pulang sekolah mereka

pergi ke rumah seorang warga yang memiliki rumah produksi karet silk dan warga

tersebut mempekerjakan orang berbagai golongan usia, salah satunya adalah anak

usia sekolah untuk membuat karet silk. Sebagian dari mereka yang bekerja di home

industry menggunting karet silk yang dibawa dari pabrik ke rumah untuk

36

diserahkan kembali jika telah selesai digunting-gunting. Bahan karet silk yang telah

digunting dihargai Rp2000 - 3000 per plastik sesuai dengan kesanggupan mereka

menyelesaikannya dalam kurun waktu satu hari.

Jam Kerja Anak

Anak-anak yang memiliki status sebagai pekerja anak memiliki jam kerja

atau biasa disebut sebagai waktu yang dicurahkan dalam kurun waktu tertentu untuk

bekerja. Dari hasil penelitian, ditemukan minimal jam kerja yang dimiliki

responden adalah 2 jam per hari, dan maksimal jam kerja 8 jam per hari, dan rata-

rata jam kerja responden adalah 5 jam per hari. Kemudian jam kerja responden

digolongkan menjadi dua golongan. Berikut adalah jumlah dan persentase jam kerja

dari pekerja anak di Desa Lingkungpasir

Tabel 17 Jumlah dan persentase jam kerja pekerja anak di Desa Lingkungpasir

tahun 2016

Rata-rata jam kerja

(per hari)

Pekerja anak

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Rendah (≤3 jam) 10 33,33

Tinggi (>3 jam) 20 66,67

Total 30 100,00

Jam kerja anak digolongkan menjadi 2 golongan yaitu rendah dan tinggi.

Jam kerja yang tergolong rendah adalah jika anak bekerja dalam kurun waktu ≤3

jam, dan tergolong tinggi dengan kurun waktu >3 jam. 10 orang pekerja anak

tergolong jam kerja rendah dan 20 orang sisanya tergolong jam kerja tinggi.

Pekerja anak yang tergolong memiliki jam kerja yang tinggi adalah anak-

anak dengan jenis pekerjaan sebagai pekerja anak (buruh). Dalam satu hari, mereka

bekerja 8 jam sehari setelah pulang sekolah. Mereka bekerja dimulai dari pukul

16.00 WIB sampai dengan selesai. Pekerja dibagi menjadi dua shift, shift pagi dan

shift malam. Karena shift pagi anak-anak harus sekolah, maka mereka mengambil

shift malam agar tidak mengganggu kegiatan sekolah mereka. Sebagian besar

pekerja anak bekerja 4-5 hari dalam satu minggu tergantung dari kemauan mereka

sendiri.

Pekerja anak yang tergolong memiliki jam kerja rendah adalah anak-anak

yang memiliki jenis pekerjaan sebagai pekerja anak (keluarga) yaitu bekerja pada

keluarga atau membantu pekerjaan orang tuanya yang sebagian besar adalah buruh

tani. Sebagian dari mereka bekerja untuk mendapatkan tambahan uang saku atau

orang tua mereka membiasakan mereka untuk bekerja dan tidak memberi mereka

upah karena bekerja membantu orang tua dianggap sebagai melatih anak untuk

terbiasa bekerja dan kelak meneruskan pekerjaan orang tuanya.

37

Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, disebutkan

bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak

boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat izin dari orang tua dan bekerja

maksimal 3 jam sehari. Hal ini membuktikan bahwa meskipun anak-anak telah

mendapat izin bekerja dari orang tua mereka, jam kerja mereka yang lebih dari 3

jam seharusnya dijadikan pertimbangan dan menjadi alasan yang kuat untuk

mencegahnya melakukan pekerjaan tersebut karena secara langsung maupun tidak

akan mempengaruhi kegiatannya sehari-hari.

Pendapatan Pekerja Anak

Pendapatan adalah jumlah uang yang diperoleh dari hasil kerja seorang

individu dalam kurun waktu tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, pendapatan

pekerja anak dalam satu hari paling kecil adalah Rp2.000 per hari dan pendapatan

paling besar adalah Rp5.000 per hari dengan rata-rata pendapatannya sebesar

Rp14.285 per hari. Pendapatan pekerja anak digolongkan menjadi tiga golongan

berdasarkan rata-rata pendapatan yang diperoleh dari keseluruhan jumlah pekerja

anak, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berikut rincian jumlah dan persentase dari

pendapatan pekerja anak.

Tabel 18 Jumlah dan persentase pendapatan pekerja anak per hari di Desa

Lingkungpasir tahun 2016

Pekerja Anak

Golongan Pendapatan (Rp/hari) Total

Rendah

(≤5000)

Sedang

(10000 –

15000)

Tinggi

(≥ 25000)

N % N % N % N %

Buruh pabrik - - 10 33,33 10 33,33 20 66,66

Buruh tani 3 10,00 5 16,67 8 26,67

Pedagang asongan 1 3,33 1 2 6,66

Total 30 100,00

Golongan pendapatan tergolong rendah adalah jika pendapatan di bawah

Rp5.000, tergolong sedang jika pendapatan di antara Rp10.000–15.000, dan

tergolong tinggi jika pendapatan lebih dari Rp25.000. Sebanyak 10 orang pekerja

anak termasuk kedalam golongan yang memiliki pendapatan rendah, 10 orang

memiliki pendapatan sedang, dan 7 orang sisanya tergolong memiliki pendapatan

yang tinggi. Sumbangan pekerja anak untuk ekonomi keluarganya tidak kecil.

Pendapatan pekerja anak dengan golongan rendah banyak ditemukan pada pekerja

anak dengan jenis pekerjaan sebagai buruh tani dan pedagang asongan.

Khaerunnisa pemilik home industry karet silk tempat anak-anak bekerja

memberi upah kepada mereka sekitar Rp40.000-50.000 per hari dengan waktu 8

jam bekerja. Tidak ada perekrutan dan pemberhentian khusus. Semua anak-anak

bekerja dengan kemauan mereka sendiri dan akan diberhentikan jika sering tidak

38

masuk kerja tanpa alasan yang jelas karena masih banyak anak lainnya yang

bersedia menggantikan mereka bekerja dan tidak dapat di rekrut karena

keterbatasan alat produksi. Saat bekerja, selain mendapatkan upah, mereka diberi

jatah makan siang (bagi shift pagi) dan makan malam (bagi shift malam) juga

makanan ringan dan uang rokok (bagi yang merokok).

“Anak-anak seneng kerja di sini karena dapet makan selain upah dari

kerjaan mereka neng. Gapapa deh saya repot dikit masaknya

sekalian juga buat keluarga saya kok” (Khaerunnisa, 25 tahun,

pemilik home industry karet silk)

Banyak anak-anak yang bekerja karena kemauan sendiri dan pendapatan

dari hasilnya bekerja digunakan untuk keperluan pribadi. Alasan mereka bekerja

selain karena ingin mendapatkan uang dan bisa membeli kebutuhan sendiri, adalah

karena mereka senang bisa mendapat teman dan pengalaman baru. Awal mula

mereka bekerja juga karena ajakan dari teman-teman sekolahnya.

“Saya seneng teh kalau di tempat kerja. Banyak temen, bisa ngobrol

sambil kerja. kalau di rumah terus saya bosen. Ini juga saya kerja

karena ikutan temen-temen” (Dandi, 15 tahun)

Namun tidak sedikit juga anak-anak yang bekerja dan memberikan hasil

pendapatan mereka untuk membantu ekonomi keluarga. Hal tersebut biasanya

dikarenakan oleh jumlah anggota keluarga yang terlalu banyak sampai anak juga

harus ikut bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan juga sebagai bentuk

bakti mereka kepada orang tua.

“Saya udah dibiasain sama bapak ibu saya buat ikut kerja teh, adek

saya banyak, ya jadinya saya bantuin bapak ibu, paling enggak saya

gak minta uang jajan lagi dari bapak dan bisa jajanin adek saya

kadang-kadang” (AJ, 14 tahun, pekerja anak).

Membantu orang tua memang bagian dari kewajiban seorang anak sebagai

bentuk bakti dan pembiasaan yang baik dan perlu dilakukan sejak dini, namun hal

tersebut lebih tepat jika tidak sampai mengganggu kegiatan sehari-hari anak

terutama mengenai pendidikannya. Seorang anak memiliki hak untuk belajar dan

mengenyam pendidikan sebaik mungkin dan tidak melakukan kegiatan yang

sampai membebaninya.

GAMBARAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA

PEKERJA ANAK

Jumlah Anggota Rumah Tangga

Jumlah anggota rumah tangga adalah orang-orang yang masih hidup dan

tinggal satu atap dengan responden. Dari hasil penelitian, diperoleh jumlah anggota

rumah tangga minimal responden adalah 3 orang, jumlah maksimal anggota rumah

tangga responden adalah 11 orang, dan rata-rata jumlah anggota rumah tangganya

adalah 5-6 orang. Jumlah anggota rumah tangga digolongkan menjadi 3 golongan,

yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Anggota rumah tangga tergolong rendah apabila

anggotanya berjumlah 3-5 orang, tergolong sedang jika berjumlah 6-8 orang, dan

tergolong tinggi jika berjumlah 13-15 orang. Berikut rincian jumlah dan persentase

jumlah anggota rumah tangga responden.

Tabel 19 Jumlah dan persentase angota rumah tangga (ART) responden Desa

Lingkungpasir tahun 2016

Anggota Rumah

Tangga (ART)

Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

Rendah (<4) 5 16,66 5 25.00

Sedang (5-7) orang 20 66,66 15 75.00

Tinggi (>7 orang) 5 16,66 - -

Total 30 100.00 20 100.00

Tabel 19 menunjukkan bahwa di dalam rumah tangga dengan jumlah

anggota rumah tangga yang tinggi terdapat anak-anak yang memiliki status sebagai

pekerja anak, hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi jumlah ART maka

kecenderungan anak untuk ikut bekerja akan semakin besar. Kebutuhan rumah

tangga yang besar yang dimiliki sebuah rumah tangga mengharuskan anak-anak

membantu meringankan pekerjaan orang tuanya atau justru meringankan beban

ekonomi dengan ikut membantu menghasilkan uang demi memenuhi kebutuhan

sehari-hari.

Pendidikan Kepala Rumah Tangga

Pendidikan kepala rumah tangga adalah pendidikan terakhir yang

ditamatkan oleh kepala rumah tangga dari responden. Pendidikan kepala rumah

tangga digolongkan menjadi 3 golongan yaitu rendah, sedang, tinggi. Berikut

rincian jumlah dan persentase pendidikan kepala rumah tangga responden

40

Tabel 20 Jumlah dan presentase pendidikan kepala rumah tangga responden di Desa

Lingkungpasir tahun 2016

Pendidikan

Kepala

Rumah

Tangga

(KRT)

Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

SD 24 80.00 12 60.00

SMP 4 13.33 6 30.00

SMA 2 6.67 2 10.00

Total 30 100.00 20 100.00

Berdasarkan tabel 20 pendidikan kepala rumah tangga yang hanya sampai

SD tergolong rendah, hanya sampai SMP tergolong sedang, dan sampai SMA

tergolong tinggi. Terdapat 36 orang kepala rumah tangga responden yang memiliki

pendidikan tergolong rendah dengan 24 orang KRT dari anak yang memiliki status

sebagai pekerja anak dan 12 KRT dari anak yang hanya bersekolah, 10 orang

tergolong sedang dengan 4 orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja

anak dan 6 orang KRT dari anak yang hanya bersekolah, dan 4 orang sisanya

tergolong tinggi dengan 2 orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak

dan 2 orang KRT dari anak yang hanya bersekolah. Banyak dari pekerja anak yang

berasal dari keluarga yang kepala rumah tangganya memiliki pendidikan yang

tergolong rendah yaitu hanya sampai jenjang sekolah dasar (SD).

Pada penelitian sebelumnya tahun 2015, Putri mengatakan bahwa berawal

dari pendidikan orang tua yang rendah, adanya keterbatasan ekonomi dan tradisi,

maka banyak orang tua mengambil jalan pintas agar anaknya berhenti sekolah dan

lebih baik bekerja dengan alasan:

1. Wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi

Warga desa masih berpikiran bahwa anak-anak perempuan mereka tidak

perlu sekolah tinggi karena pada akhirnya hanya akan di rumah

mengurus rumah tangga dan mengasuh anak.

2. Biaya pendidikan mahal

Biaya sekolah untuk jenjang SD dan SMP di Desa Lingkungpasir sudah

dibebaskan, namun hal ini masih dijadikan alasan kenapa anak-anak

tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

3. Sekolah tinggi akhirnya jadi pengangguran

Berdasarkan pengalaman bahwa sekolah tidak menjamin pekerjaan,

yang membuat warga desa tidak terlalu memperdulikan pendidikan.

Tingkat pendidikan yang rendah dan ketidakberdayaan ekonomi, orang tua

cenderung berpikiran sempit terhadap masa depan anaknya sehingga tidak

memperhitungkan manfaat sekolah yang lebih tinggi dapat meningkatkan

41

kesejahteraan anak di masa datang. Situasi tersebut yang mendorong anak untuk

memilih menjadi pekerja anak.

“si Risa mah sekolahnya gak usah tinggi-tinggi gapapa neng. dia kan

anak cewek, biar aja bantu-bantu ibunya di rumah” (DA, 36 tahun,

buruh tani)

Hal ini menunjukkan bahwa kepala rumah tangga dengan pendidikan

rendah cenderung tidak terlalu mementingkan pendidikan bagi anak-anaknya

sehingga anak yang bersekolah sambil bekerja sama sekali bukan masalah bagi

mereka. Pendidikan yang rendah membuat KRT tidak dapat memiliki pekerjaan

yang baik dan mapan sehingga anak-anak mereka pada akhirnya secara langsung

maupun tidak, diharuskan untuk ikut bekerja.

Pekerjaan Kepala Rumah Tangga

Pekerjaan kepala rumah tangga dari responden di Desa Lingkungpasir

terdiri dari petani, buruh tani, pegawai swasta, wirausaha, ibu rumah tangga, dan

lainnya. Berikut rincian jumlah dan persentase pekerjaan kepala rumah tangga dari

responden.

Tabel 21 Jumlah dan persentase jenis pekerjaan kepala rumah tangga responden di

Desa Lingkungpasir tahun 2016

Pekerjaan Kepala

Rumah Tangga

(KRT)

Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Petani 2 6.67 - -

Buruh Tani 18 60.00 4 20.00

Pegawai Swasta 1 3.33 - -

Wirausaha 6 20.00 14 70.00

Ibu Rumah

Tangga

1 3.33 1 5.00

Lainnya (pension

dan PRT)

2 6.67 1 5.00

Total 30 100.00 20 100.00

Berdasarkan tabel 21 sejumlah 2 orang KRT dari anak yang berstatus

sebagai pekerja anak bekerja sebagai petani, 22 orang KRT bekerja sebagai buruh

tan dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak sebanyak 18 orang KRT dan anak

yang hanya bersekolah sebanyak 4 orang KRT. Bekerja sebagai pegawai swasta 1

orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak. Wirausaha 20 orang

KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak sebanyak 6 orang dan dari anak

yang hanya bersekolah sebanyak 14 orang KRT. Sebanyak 2 orang KRT berprofesi

sebagai ibu rumah tangga dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak sebanyak

1 orang dan dari anak yang hanya bersekolah 1 orang, dan 3 KRT lainnya dengan

2 KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak dan 1 KRT dari anak yang

42

hanya bersekolah. Pekerjaan kepala rumah tangga mempengaruhi kecenderungan

anak untuk bekerja terutama ketika kepala rumah tangga bekerja sebagai buruh tani.

Pada penelitian sebelumnya tahun 2008 menurut Fitdiarini resiko terhadap

munculnya pekerja anak pada keluarga petani lebih tinggi dibandingkan dengan

keluarga non-petani, dan hal ini sejalan dengan hasil secara deskriptif bahwa

sebagian besar (76,6%) pekerja anak bekerja pada sektor pertanian. Hal ini terjadi

karena untuk bisa memasuki pekerjaan pada sektor pertanian tidak dibutuhkan

keahlian yang bersifat khusus.

Orang tua atau kepala rumah tangga dengan pekerjaan berpenghasilan baik

dan hidup berkecukupan bahkan mapan, menjadikan anak dari keluarga tersebut

akan fokus untuk hanya bersekolah saja dan tidak perlu lagi ikut bekerja membantu

meringankan beban ekonomi keluarga.

“Daripada main, atau bolos sekolah karena males, ya mending saya

ajak ke kebon bantuin saya. Biar dia tau dan jadi biasa kan nanti kalau

sekolahnya udahan lulus, dia bisa bantuin saya”(SS, 40 tahun, buruh

tani)

Pekerjaan yang memiliki pendapatan yang baik di desa ini bukan berasal

dari pekerjaan di sektor pertanian meskipun Desa Lingkungpasir termasuk desa

dengan jagung sebagai komoditas unggulnya. Kepala rumah tangga yang bekerja

sebagai buruh tani yang justru paling banyak memiliki anak yang berstatus sebagai

pekerja anak. Karena penghasilan orang tua yang kurang mencukupi kebutuhan

sehari-hari, mereka memang sudah dibiasakan bekerja di kebun untuk membantu

orang tua dan agar sudah terbiasa nantinya untuk membantu di kebun.

Kesejahteraan Rumah Tangga

Pekerja anak didominasi oleh rumah tangga dengan kesejahteraan rumah

tangga yang tergolong rendah. Banyak dari rumah tangga yang tidak mampu

memenuhi kebutuhan sehari-hari menyebabkan anak harus ikut bekerja. Berikut

jumlah dan persentase status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan tingkat

kesejahteraan rumah tangga.

Tabel 22 Jumlah dan persentase status kegiatan anak yaitu sebagai pekerja anak

dengan tingkat kesejahteraan (diukur dengan taraf hidup) rumah tangga

di Desa Lingkungpasir tahun 2016

Status

Kegiatan

Anak

Golongan Skor Pencapaian Taraf

Hidup

Total

Rendah Sedang Tinggi

∑ % ∑ % ∑ % ∑ %

Pekerja

anak

15 50.00 11 36.77 4 13.33 30 100.00

Hanya

bersekolah

2 10.00 3 15.00 15 75.00 20 100.00

Total 17 34.00 14 28.00 19 38.00 50 100.00

43

Dari 30 anak yang memiliki status sebagai pekerja anak, sejumlah 15 anak

menunjukkan skor taraf hidup yang tergolong rendah, 11 anak menunjukkan skor

sedang, dan 4 anak menunjukkan skor tinggi. Dari jumlah 20 anak yang hanya

bersekolah, 2 di antaranya menunjukkan skor taraf hidup yang tergolong sedang, 3

di antaranya menunjukkan skor sedang, dan 15 sisanya menunjukkan skor tinggi

pada taraf hidup. Tabel 22 menunjukkan bahwa status anak sebagai pekerja anak

memiliki hubungan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangganya diukur dari taraf

hidup.

Rumah tangga dengan taraf hidup yang rendah mendominasi munculnya

pekerja anak. Hal ini menunjukan bahwa ketika suatu rumah tangga tidak dapat

memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan baik, maka anak-anak yang berasal

dari rumah tangga atau keluarga tersebut diharuskan ikut membantu orang tua

mereka dalam pekerjaannya atau justru ikut bekerja untuk meringankan beban

ekonomi rumah tangga terlepas apakah hal tersebut merupakan keinginan mereka

ataukah sebuah keharusan.

Pada kuisioner tingkat kesejahteraan yang diukur dengan taraf hidup,

tingkat pendapatan yang diukur menggunakan kelompok pengeluaran menunjukan

dengan jelas selisih antara pendapatan dan jumlah yang harus dikeluarkan untuk

kebutuhan sehari-hari. Banyak dari rumah tangga yang memiliki selisih lebih

banyak, harus berhutang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada setiap rumah

tangga tersebut, terdapat anak-anak yang berstatus sebagai pekerja anak

44

PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN PENDIDIKAN

DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA

Pencapaian Pendidikan Pekerja Anak

Status kegiatan anak sebagai pekerja anak mempengaruhi pencapaian

pendidikan yang meliputi performa pendidikan dan rencana pendidikannya dimasa

mendatang. Anak dengan status sebagai pekerja anak merupakan faktor rendahnya

capaian pendidikan anak di Desa Lingkungpasir. Berikut tabulasi silang antara

status kegiatan anak dan pencapaian pendidikan anak di Desa Lingkungpasir.

Tabel 23 Jumlah dan persentase status kegiatan anak yaitu sebagai pekerja anak

dengan pencapaian pendidikan di Desa Lingkungpasir tahun 2016

Status

Kegiatan

Anak

Golongan Skor Pencapaian Pendidikan Total

Rendah Sedang Tinggi

∑ % ∑ % ∑ % ∑ %

Pekerja

anak

20 66.77 6 20.00 4 13.33 30 100.00

Hanya

bersekolah

0 00.00 8 40.00 12 60.00 20 100.00

Total 20 40.00 14 28.00 16 32.00 50 100.00

Dari 30 anak yang memiliki status pekerja anak, sejumlah 20 anak

menunjukkan skor pencapaian pendidikan yang tergolong rendah, 6 anak

menunjukkan skor sedang, dan 4 anak menunjukkan skor tinggi. Sedangkan dari 20

anak yang hanya bersekolah, tidak terdapat anak dengan golongan capaian

pendidikan yang rendah, 8 di antaranya menunjukkan skor pencapaian pendidikan

tergolong sedang, dan 12 sisanya menunjukkan skor tinggi pada pencapaian

pendidikan. Status kegiatan anak sebagai pekerja anak mempengaruhi pencapaian

pendidikannya karena menurut tabel tabulasi silang tersebut, sebagian besar anak

dengan pencapaian pendidikan yang rendah dimiliki oleh anak yang berstatus

sebagai pekerja anak.

Pekerja anak dikatakan sebagai penghambat dari pencapaian pendidikan

dan berefek terhadap kemampuan anak untuk masuk dan bertahan di sekolah

(Chanda 2014). Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat kehadiran anak-anak yang

berstatus sebagai pekerja anak dan bagaimana sebagian besar dari mereka merasa

kesulitan menerima dan mengikuti pelajaran yang berlangsung di kelas. Banyak

dari mereka menyatakan bahwa ketika mereka sudah tertinggal materi pelajaran,

mereka akan merasa malas untuk mengejar ketertinggalan dan hanya akan duduk

diam dikelas. Beberapa dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak pernah

tinggal kelas dengan berbagai alasan. Alasan yang banyak ditemukan dari beberapa

anak yang pernah tinggal kelas adalah sakit dan merasa sudah tertinggal materi

dalam pelajaran di sekolah

46

“Iya teh, saya pernah tinggal kelas gara-gara sakit. Tapi saya

juga gak terlalu suka sekolah sih teh, ngebosenin. Mending kerja

bareng temen, ketemu temen, bisa ngobrol, main, lebih seru”

(AR, 15 tahun).

Salah satu pekerja anak pernah tinggal kelas dengan alasan sakit, namun

sampai saat ini responden masih bekerja sebagai pekerja buruh di home industry

milik teh Anis dengan jam kerja 8 jam dalam kurun waktu satu hari, dan 5 kali

dalam seminggu. Orang tua dari responden membiarkan begitu saja responden

tetap bekerja dan tidak melarang meskipun responden tersebut pernah sakit dan

tinggal kelas karena sakit. Selain sakit, alasan yang sering ditemukan saat

penelitian adalah anak-anak memang kurang meminati untuk bersekolah jika

mereka berfikir bahwa dengan bekerja mereka sudah bisa mempunyai uang sendiri

dan tidak perlu lagi susah-susah bersekolah.

Tidak semua anak dengan prestasi pendidikan yang baik selalu memiliki

performa yang baik saat disekolah. Prestasi yang baik pada akhirnya tidak akan

bertahan apabila seorang anak memiliki performa yang semakin buruk dalam hal

menerima materi pelajaran ataupun aktifitas selama dikelas. Hal ini terlihat pada

salah satu responden yang memiliki status sebagai pekerja anak. Nilai akademik

anak tersebut masih diatas rata-rata teman-teman sekelasnya, tetapi performa

pendidikan anak tersebut menurun secara perlahan. Penurunan performa

pendidikan dapat dilihat dari kehadiran anak tersebut di sekolah, juga akhlak dan

kepribadiannya menurut wali kelasnya dilihat dari lampiran penilaian setiap

semester yang diperoleh di tempatnya bersekolah. Hampir setiap hari anak tersebut

masuk kelas terlambat dan beberapa kali dalam satu semester tidak hadir di sekolah

tanpa alasan yang jelas.Jika dibiarkan, wali kelasnya mengatakan bahwa nilai

akademik anak tersebut perlahan juga dapat menurun.

Status Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan

Status anak sebagai pekerja anak memiliki hubungan yang erat dengan

capaian pendidikan anak tersebut yang kemudian menjadi alasan kuat munculnya

pekerja anak. Hasil pengujian status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan

pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraannya (diukur dengan taraf hidup

rumah tangga) dapat dilihat pada tabel korelasi berikut.

47

Tabel 24 Korelasi antara status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan

pencapaian pendidikan dan taraf hidup rumah tangga di Desa

Lingkungpasir tahun 2016

Status kegiatan anak

(pekerja anak)

Pencapaian

pendidikan

Koefisien p-value Koefisien p-value

Status kegiatan anak

(pekerja anak)

- - 0.610 0.020

Hasil pengujian dengan menggunakan uji korelasi Chi Square pada Tabel

24 menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara pekerja anak dengan

pencapaian pendidikan dengan nilai probabilitas sebesar 0.020 (p < 0,05) dengan

nilai koefisien sebesar 0,610. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja anak memiliki

hubungan korelasi yang moderat dengan pencapaian pendidikan. Hal ini juga

menunjukan bahwa terdapat hubungan nyata antara pekerja anak dengan tingkat

kesejahteraan rumah tangga yang (diukur dengan taraf hidup) dengan nilai

probabilitas sebesar 0.026 (p < 0.05) dengan nilai koefisien sebesar 0.594. Variabel

pencapaian pendidikan merupakan variabel dengan nilai koefisien korelasi yang

paling besar jika dibandingkan dengan variabel tingkat kesejahteraan rumah tangga.

Hal ini menunjukkan bahwa pekerja anak memiliki korelasi yang tinggi terhadap

pencapaian pendidikan.Pencapaian pendidikan yang rendah banyak ditemukan

pada anak-anak yang bersekolah sambil bekerja dibandingkan dengan anak-anak

yang hanya bersekolah.

Hasil pengujian dengan menggunakan uji Chi Square pada Tabel 24

menunjukan bahwa variabel pencapaian pendidikan memiliki hubungan nyata

terhadap pekerja anak dengan nilai koefisien sebesar 0.591 dengan nilai probabilitas

sebesar 0 (p < 0.05). Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk anak-

anak karena generasi yang baik akan tercipta dari generasi yang mengenyam

pendidikan dengan baik pula. Munculnya status anak yang tidak hanya bersekolah

tetapi juga bekerja secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi aktifitas

mereka terutama dibidang pendidikan. Anak-anak dengan status sebagai pekerja

anak mengakibatkan rendahnya pencapaian pendidikan anak tersebut.

Di Desa Lingkungpasir banyak terdapat anak-anak usia sekolah yang juga

bekerja mengaku tidak masalah bagi mereka bila mereka bekerja sekaligus

bersekolah. Namun pada kenyataannya, banyak dari pekerja anak tersebut menjadi

rendah performa pendidikannya dan penurunan kemampuan mereka menerima

pelajaran di kelas. Bahkan beberapa dari pekerja anak tersebut pernah tinggal kelas

karena sakit dan masih saja diperbolehkan bekerja oleh orang tuanya. Bersekolah

sekaligus bekerja jelas memberikan pengaruh negatif bagi prestasi akademiknya

disekolah dan rencana pendidikannya di masa mendatang.

48

Pengaruh Upah Pekerja Anak Bagi Kesejahteraan Rumah Tangga

Status anak sebagai pekerja anak mempengaruhi pencapaian

pendidikannya, namun rumah tangga dengan pekerja anak menaikan tingkat

kesejahteraan rumah tangga tersebut. Terdapat hubungan antara pendapatan rumah

tangga dengan upah pekerja anak. Berikut analisis taraf hidup dari rumah tangga

pekerja anak di Desa Lingkungpasir.

Tabel 25 Analisis taraf hidup rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun

2016

Responden Pendapatan riil -

Pengeluaran RT

(Rp)

Pendapatan total -

pengeluaran RT

(Rp)

kontribusi upah

pekerja anak bagi

kesejahteraan RT

(kali)

FH -157000 -67000 0.57

ZM -1000000 -450000 0.55

RA -1035000 -385000 0.62

AJ -1309000 -559000 0.57

GR -1520000 -620000 0.59

IN -1460000 -660000 0.54

SG -1234000 -334000 0.72

NNA -1505000 -305000 0.79

LH -382000 -270000 0.29

ST -960000 -410000 0.57

NR -895000 -780000 0.12

AS -320000 -200000 0.37

RW -660000 -540000 0.18

IM -640000 -300000 0.53

YF -1190000 -540000 0.54

DR -1518000 -318000 0.79

LS -1300000 -400000 0.69

RZ -455000 -350000 0.23

ZZ -55000 35000 1.63

AYW -462000 -342000 0.25

AMN -387000 -297000 0.23

LKM 9000 99000 10

AI -714000 -114000 0.84

AR -1013000 -113000 0.88

SY -290000 610000 3.1

AR -1033000 -133000 0.87

MSF -1283000 -283000 0.77

AN -900000 300000 1.33

IF -963000 237000 1.24

DA -643000 307000 1.47

49

Berdasarkan tabel 25 mengenai analisis taraf hidup rumah tangga pekerja

anak, peran pekerja anak dalam peningkatan taraf hidup keluarga cukup besar dan

ikut andil dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari rumah tangga. Pendapatan

rumah tangga riil jika tidak dibantu oleh pendapatan yang diperoleh anak-anak

mereka yang bekerja sangat kecil dan tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-

hari. Beberapa rumah tangga bahkan masih harus berhutang meskipun telah dibantu

oleh anak-anak mereka yang bekerja.

Pendapatan pekerja anak dalam rumah tangga menaikkan kesejahteraan

rumah tangganya. Setiap upah dari pekerja anak menaikkan kesejahteraan rumah

tangganya. Kontribusi minimum yang dihasilkan dari upah pekerja anak

menaikkan kesejahteraan rumah tangganya hingga 0.13 kali. Kontribusi

maksimumnya yaitu menaikan kesejahteran rumah tangga hingga 10 kali, dan rata-

rata kontribusi upah pekerja anak menaikan tingkat kesejahteraan rumah tangganya

sebanyak 1.06 kali. Kontribusi upah pekerja anak kemudian digolongkan menjadi

tiga golongan. Berikut tabel yang menggolongkan hasil kontribusi upah pekerja

anak bagi kesejahteraan rumah tangga pekerja anak.

Tabel 26 Jumlah dan persentase kontribusi upah pekerja anak bagi kesejahteraan

rumah tangga pekerja anak di Desa Lingkungpasir tahun 2016

kontribusi upah pekerja anak

bagi kesejahteraan rumah tangga

(per bulan)

Pekerja anak

Jumlah

(orang)

Presentase

(%)

Rendah (< 0.46 kali) 7 24,10

Sedang (0.46 – 1.04 kali) 17 58,60

Tinggi (> 1.05 kali) 5 17,20

Total 30 100,00

Penggolongan kontribusi upah pekerja anak dibagi menjadi dua golongan

yaitu rendah, dan tinggi. Kontribusi upah pekerja anak yang tergolong rendah

adalah dengan jenis pekerjaan sebagai pekerja keluarga, sedangkan kontribusi upah

pekerja anak yang tergolong tinggi didominasi oleh pekerja anak dengan jenis

pekerjaan sebagai pekerja buruh. Upah anak sebagai pekerja buruh tani tergolong

rendah sehingga kontribusinya pun rendah, sedangkan upah anak sebagai pekerja

buruh tergolong tinggi maka kontribusinya bagi kesejahteraan keluarganya pun

tinggi. Setiap satu rumah tangga pada kenyataannya lebih besar jumlah

pengeluarannya dibandingkan dengan pendapatan sehingga kontribusi upah pekerja

anak terhadap pendapatan keluarga meningkatkan kesejahteraan keluarganya4.

Berikut adalah tabulasi silang dari jenis pekerjaan anak terhadap kontribusi upah

pekerja anak bagi tingkat kesejahteraan rumah tangga.

4 Upah pekerja anak memiliki kontribusi nyata terhadap pendapatan total rumah tangga,

namun rumah tangga tersebut masih memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah karena

berada di bawah garis kemiskinan pedesaan di Jawa Barat menurut BPS yaitu Rp305.618

50

Tabel 27 Tabulasi silang antara jenis pekerjaan anak terhadap kontribusi upah

pekerja anak bagi tingkat kesejahteraan rumah tangga di Desa

Lingkungpasir tahun 2016

Jenis

pekerjaan

pekerja anak

Golongan kontribusi upah pekerja anak

bagi kesejahteraan rumah tangga

Total

Rendah Tinggi

∑ % ∑ % ∑ %

Pekerja

buruh pabrik

12 60.00 8 40.00 20 100.00

Pekerja

buruh tani

5 62.50 3 37,50 8 100,00

Pedagang

asongan

1 50.00 1 50.00 2 100.00

Total 18 60.00 12 40.00 30 100.00

Berdasarkan tabel 27 ditemukan bahwa kontribusi upah pekerja anak paling

rendah didominasi oleh pekerja anak dengan jenis pekerjaan sebagai buruh pabrik

dan kontribusi upah paling tinggi didominasi oleh anak dengan jenis pekerjaan

sebagai pedagang asongan. Kontribusi tidak hanya dilihat dari seberapa besar upah

yang mereka hasilkan namun bagaimana jumlah kontribusinya terhadap pendapatan

rumah tangga. Orang tua dari anak yang bekerja sebagai pedagang asongan

memiliki pendapatan yang sangat kecil sehingga kontribusi upah dari anak besar.

Kemiskinan pada akhirnya menjadi salah satu alasan dan penyebab dari

fenomena pekerja anak ini. Namun tanpa adanya pekerja anak, banyak juga rumah

tangga yang kesejahteraan rumah tangganya rendah tanpa kontribusi dari upah

pekerja anak. Anak-anak yang bekerja secara tidak langsung sudah tidak

mendapatkan kesejahteraan mereka sebagai anak-anak yang sebenarnya hanya

diwajibkan untuk mengenyam pendidikan. Di pedesaan, anak-anak yang bekerja

membantu orang tuanya memang tidak jarang ditemukan, bahkan anak yang

bekerja dijadikan alasan bahwa hal tersebut dianggap sebagai proses sosialisasi bagi

orang tua yang membiasakan anaknya bekerja dengan cara membantu pekerjaan

orang tua memang sudah lumrah di sana. Namun seharusnya pekerjaan yang

dilakukan anak-anak tersebut tidak boleh sampai membebani kegiatan sehari-

harinya dan mengesampingkan pendidikan. Permasalahan pekerja anak ini jika

dibiarkan berlanjut, akan menjadi akar dari masalah-masalah lainnya.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan pekerja anak dengan

pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga di Desa

Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, dapat diketahui bahwa dengan bekerjanya

seorang anak, berhubungan dengan tinggi rendahnya pencapaian pendidikan anak

tersebut yang meliputi prestasi pendidikan dan rencana pendidikannya, sedangkan

hubungannya dengan pekerja anak jika dilihat dari tingkat kesejahteraan rumah

tangga adalah bahwa munculnya pekerja anak di dasari salah satunya dengan

tingkat kesejahteraan keluarga yang rendah serta upah pekerja anak nyatanya

menyumbang pendapatan rumah tangga dan membantu meningkatkan

kesejahteraan rumah tangga itu sendiri.

Pencapaian pendidikan yang memiliki hubungan dengan pekerja anak

meliputi prestasi pendidikan dan rencana pendidikan. Hal tersebut diukur dengan

tingkat kehadiran anak disekolah dan performa pendidikan dilihat dari kemampuan

anak tersebut menerima pelajaran disekolah. Anak dengan status sebagai pekerja

anak memiliki prestasi dan rencana pendidikan yang rendah. Mereka seringkali

membolos karena bekerja atau sengaja tidak masuk dengan alasan bekerja. Waktu

kerja yang panjang menyebabkan sebagian dari pekerja anak seringkali terlambat

sekolah karena kelelahan setelah seharian bekerja. Meskipun jam kerja mereka

tidak sama dengan waktu mereka harus bersekolah, tetapi efek dari bekerjanya anak

tersebut mempengaruhi kemampuan anak tersebut masuk dan bertahan di sekolah.

Tingkat kesejahteraan rumah tangga memiliki hubungan dengan pekerja

anak dan diukur dengan bagaimana taraf hidup rumah tangganya. Rumah tangga

dengan tingkat taraf hidup yang rendah menjadi salah satu alasan munculnya

pekerja anak. Dalam suatu rumah tangga dengan taraf hidup yang rendah harus

mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari, sehingga anak-anak harus ikut andil

dalam membantu meringankan pekerjaan orang tua atau ikut bekerja demi

membantu beban ekonomi keluarga. Anak-anak yang bekerja cenderung tidak

melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dan fokus untuk hanya

bekerja karena membantu orang tuanya dan sudah terbiasa bekerja. Upah dari

pekerja anak nyatanya membantu dalam meningkatkan kesejahteraan rumah

tangganya.

52

Saran

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yang kaitannya dengan

munculnya pekerjaan anak terutama di pedesaan yakni:

1. Menyediakan program tutor sebaya atau belajar bersama sehingga pekerja anak

tidak merasa tertinggal dan semangat dalam mengikuti pelajaran.

2. Mengadakan penyuluhan mengenai pentingnya pendidikan bagi anak-anak

kepada orang tua.

3. Mengkategorikan kemunculan pekerja anak sebagai salah satu indikator keluarga

miskin

DAFTAR PUSTAKA

Avianti A, Sihaloho M. 2013. Peranan Pekerja Anak di Industri Kecil Sandal

terhadap Pendapatan Rumah Tangga dan Kesejahteraan Dirinya di Desa

Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jurnal

Sosiologi Pedesaan [Internet]. [diunduh 2015 0kt 10]. Terdapat pada:

http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/9386

[BKKBN]. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2011.

Indikator Kriteria Keluarga. [Internet]. [diunduh 2016 Jan 15]. Tersedia

pada:http://www.bkkbn-jatim.go.id/bkkbn-jatim/html/indikasi.htm.

[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2011. Hasil Sensus Penduduk 2010. [Internet].

[diunduh 2016 Jan 16]. Tersedia pada:

http://sp2010.bps.go.id/index.php/site?id=35&wilayah=jawa-timur.

Basu K, Tzannatos Z. 2003. The global child labor problem: what do we know and

what can we do?. CAE Working Paper[Internet]. [diunduh 2015 Des 20]; 3

(06). Tersedia pada: https://cae.economics.cornell.edu/Basu-

Tzannatos%2012.pdf.

Ben W. 1994. Children, work and ‘child labour’: changing responses to the

employment of children. Research Gate Publication[Internet]. [diunduh

2015 Des 28]. Tersedia pada:

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1467-.

Brown. Drusilla, K. Deardoff. Alan, V. Stern. Robert, M. 2003. The Determinants

of Child Labour: Theory and Evidence, OECD Social, France: Employment

and Migration Working Papers [Internet]. [diunduh 2016 Feb 14].

Chanda P. 2014. Impact of child domestic labour on children’s education, a case

study of lusaka city in Zambia. European Scientific Journal[Internet].

[diunduh 2015 Des 24]. Tersedia pada:

http://eujournal.org/index.php/esj/article/viewFile/4021/3832.

Endrawati N. 2011. Faktor penyebab anak bekerja dan upaya pencegahannya.

Jurnal Ilmu Hukum[Internet].[diunduh 2016 Jan 3]. Terdapat pada:

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/humanity/article/view/1393.

Fitdiarini N, Sugiharti L. 2008. Karakteristik dan pola hubungan determinan

pekerja anak di Indonesia. Penelitian Dinas Sosial [Internet]. [diunduh 2015

Okt 1]; 7 (1). Tersedia

pada:http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/01%20A4%20%20April%20

2008%20_10-15_.pdf.

Guarcello L, Lyon S, Rosati FC. 2008. Child labour and education for all: an issue

paper. rome. Understanding Children Work [Internet]. [diunduh 2016 Jan

11]. Tersedia

pada:http://www.ilo.org/ipec/Action/Education/ChildlabourandEducationf

orAll/lang--en/index.htm.

[ILO]. International labor Organization. 2009. Pekerja Anak di Indonesia 2009.

[Internet]. Dapat diunduh di: http://www.ilo.org/jakarta/whatwedo/

publications/lang--en/contLangid/docNameWCMS_123584/index.htm

Irwanto. 1995. Pekerja Anak di Tiga Kota Besar. Jakarta (ID): Unicef dan Pusat

Penelitian Unika Atma Jaya.

54

Nandi. 2006. Pekerja anak dan permasalahannya..GEA [Internet]. [diunduh 2015

Okt 13]; 6 (2). Tersedia pada:

NANDI/artikel%20jurnal/Artikel_di_Jurnal_GEA.pdf__Pekerja_Anak_da

n_Permasalahannya.pdf.

Priyambada A, Suryahadi A, Sumarto S. 2002. What Happened To Child Labor In

Indonesia During The Economic Crisis; The Trade-Of Between School And

Work. Jakarta (ID): SEMERU Working Paper.

Putri A. 2015. Pengaruh karakteristik individu dan rumah tangga terhadap

kecenderungan anak untuk bersekolah atau bekerja. Malang (ID). Jurnal

Ilmiah [Internet]. [diunduh 2015 Mar 10]. Tersedia pada:

www.ari.nus.edu.sg/docs/wps/wps13_207.pdf.

Rizkiantoi R, Muflikhati I, Hermawati N. 2013. Nilai ekonomi anak, motivasi,

dan self-esteem pekerja anak. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen

[Internet]. [diunduh 2015 Des 7]; 6 (03). Tersedia pada:

http://journal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/view/99.

Rosati FC, Rossi M. 2001. Children’s working hours, school enrolment, and

human capital accumulation. Understanding Children’s Work. [Internet].

[diunduh 2015 Des 8]. Tersedia pada:http://www.ucw-

project.org/attachment/workinghours_humancapital.pdf.

Subri, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif

Pembangunan. Jakarta. RajaGrafindo Persada.

Suharto E. 2003. Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial: Studi Karus Rumah

Tangga Miskin Di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kesejahteraan Sosial.

Todaro, Michael P, Smith SC. 2003. Economic Development. England: Pearson

Adison Wesley.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Usman H, Nachrowi N. 2004. Pekerja Anak di Indonesia: Kondisi, Determinasi,

dan Eksploitasi. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesi

LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Bogor,

Provinsi Jawa Barat

Utara : Desa Cijolang

Timur : Desa Majasari

Selatan : Desa Harumansari

Barat : Desa Ciaro, Kabupaten Bandung

57

Lampiran 2 Daftar responden No Nama Umur Status Kegiatan

1 Fathiya 14 Pekerja anak

2 Rizkia 9 Hanya bersekolah

3 Salsa Nur Alifa 9 Hanya bersekolah

4 Alfin 11 Hanya bersekolah

5 Nauval Hakul Yakin 11 Hanya bersekolah

6 Intan Nuraeni 9 Hanya bersekolah

7 Syahrul Gunawan 12 Hanya bersekolah

8 Najwa Nur Alia 11 Hanya bersekolah

9 Lola Hermalia 11 Pekerja anak

10 Ayu 9 Hanya bersekolah

11 Nara 10 Pekerja anak

12 Aep Saipullah 14 Pekerja anak

13 Rismawati Wulandari 12 Pekerja anak

14 Deden Deni Nurizki 12 Hanya bersekolah

15 Desti 11 Pekerja anak

16 Devita Rahayu 13 Hanya bersekolah

17 Siti Nur Laela Sari 12 Hanya bersekolah

18 Rizki 14 Pekerja anak

19 Zam Zam 15 Pekerja anak

20 Ayu Wandera 13 Pekerja anak

21 Aggi Marjan Nur Hakim 15 Pekerja anak

22 Luki Muhammad Akbar 14 Pekerja anak

23 Ahmad Ilyas 15 Pekerja anak

24 Ari 15 Pekerja anak

25 Surya kencana 15 Pekerja anak

26 Ade Rosadi 15 Pekerja anak

27 M. Sidqi Al-Faaz 15 Pekerja anak

28 Anjar Nugraha 15 Pekerja anak

29 Irfan 15 Pekerja anak

30 Duki Al-roza 14 Pekerja anak

31 Yana Ferdiansyah 13 Pekerja anak

32 Indri Mulyani 10 Pekerja anak

33 Sutrisno 10 Pekerja anak

34 Ranti laela 13 Pekerja anak

35 Rani Pitriyani 13 Hanya bersekolah

36 Linda Sadiyah 11 Pekerja anak

37 Ridan Maulana 12 Hanya bersekolah

38 Zainal Maulana 11 Pekerja anak

39 Risa Aulia 11 Pekerja anak

40 Asep Jam jam 14 Pekerja anak

41 AS-Syifatun Nafsiah 12 Hanya bersekolah

42 Gilang Ramadhan 11 Pekerja anak

43 Imam Nur Syafaat 12 Pekerja anak

44 Ihwan 15 Hanya bersekolah

45 Dea Permata 14 Hanya bersekolah

46 Dandi 15 Pekerja anak

47 Syaiful Jiliana Malik 12 Hanya bersekolah

48 Firman Amaludin 14 Hanya bersekolah

49 Rika Novita 13 Hanya bersekolah

50 Ahmad Faisal 15 Hanya bersekolah

58

Lampiran 3 Hasil reduksi data kualitatif berdasarkan topik terkait di Desa

Lingkungpasir

Umur : “Di sini, anak-anak yang sering bolos sekolah untuk bantu bapak ibunya

kebanyakan dikelas 3 sd neng. Umur segitu soalnya udah bisa diajak bantu-

bantu”(ML, 25 Tahun, Wali kelas murid kelas 3 SD)

Jenis kelamin :

“si Aggi kan laki-laki terus udah gede, masa iya dia ga bantu bapaknya di kebun.

dia juga seneng kerja karena ya temen-temen seumurannya juga pada kerja semua

bantu ibu bapaknya” (Naeni, 47 Tahun, Ibu Rumah Tangga)

Kondisi pendidikan di Desa Lingkungpasir

“saya masuk sekolah terus kok teh, tapi kadang suka enggak klo lagi capek, lagian

telat bangun juga terus terlambat deh pasti, jadi yaudah di rumah aja sekalian

istirahat” (AS, 14 tahun)

“Imam kan anak saya satu-satunya teh, lalaki. kalau bukan dia yang bantuin saya,

terus siapa lagi?” (Kaba, 48 tahun, buruh tani)

“Kata teman sekelasnya dia gak masuk karena bantu bapaknya di kebon, tapi waktu

saya mau pulang ke rumah sebentar, saya lihat lagi pada asik nongkrong di warung”

(Asep, 52 tahun, guru)

“saya sering ngantuk teh kalau dikelas, abisnya saya ketinggalan banyak materi

jadi saya bingung, yaudah jadi tidur aja deh” (MS, 15 tahun)

“kadang suka males teh merhatiin guru, omongannya saya gak ngerti. Mendingan

nanti minta dijelasin temen aja jadi lebih ngerti” (SN, 12 tahun).

“Banyak di sini mah neng, anak-anak yang suka ikut bapaknya ke kebon, tapi itu

abis pulang sekolah kok neng, jadi gak ganggu rutinitas sekolah mereka” (Wawan,

45 tahun, Sekretaris desa)

Pendapatan pekerja anak :

“Anak-anak seneng kerja di sini karena dapet makan selain upah dari kerjaan

mereka neng. Gapapa deh saya repot dikit masaknya sekalian juga buat keluarga

saya kok” (Khaerunnisa, 25 tahun, pemilik home industry karet silk)

“Saya seneng teh kalau di tempat kerja. Banyak temen, bisa ngobrol sambil kerja.

kalau di rumah terus saya bosen. Ini juga saya kerja karena ikutan temen-temen”

(Dandi, 15 tahun)

“Saya udah dibiasain sama bapak ibu saya buat ikut kerja teh, adek saya banyak,

ya jadinya saya bantuin bapak ibu, paling enggak saya gak minta uang jajan lagi

dari bapak dan bisa jajanin adek saya kadang-kadang” (AJ, 14 tahun, pekerja anak).

Pendidikan kepala rumah tangga :

59

“Si Risa mah sekolahnya gak usah tinggi-tinggi gapapa neng. dia kan anak cewek,

biar aja bantu-bantu ibunya di rumah” (DA, 36 tahun, buruh tani)

Pekerjaan kepala rumah tangga

“Daripada main, atau bolos sekolah karena males, ya mending saya ajak ke kebon

bantuin saya. Biar dia tau dan jadi biasa kan nanti kalau sekolahnya udahan lulus,

dia bisa bantuin saya” (SS, 40 tahun, buruh tani)

Hubungan pekerja anak dengan pencapaian pendidikan

“Daripada main, atau bolos sekolah karena males, ya mending saya ajak ke kebon

bantuin saya. Biar dia tau dan jadi biasa kan nanti kalau sekolahnya udahan lulus,

dia bisa bantuin saya” (SS, 40 tahun, buruh tani)

60

Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian

Lokasi tempat bekerja pekerja anak (buruh) di home industry tehAnis.

Pekerja anak (keluarga)

61

Kondisi perumahan dan lingkungan Desa Lingkungpasir

Lampiran 5 Contoh raport sekolah anak-anak di Desa Lingkungpasir

62

Lampiran 6 Olahan data menggunakan SPSS

Statistics

Gol_umur Jx Status Goljum_ART DidixXRT XerjaXRT Gol_pendapatan

N Valid 50 50 50 50 50 49 50

Missing 0 0 0 0 0 1 0

Gol_umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 7 14.0 14.0 14.0

2 17 34.0 34.0 48.0

3 26 52.0 52.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Jenis_Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 29 58.0 58.0 58.0

2 21 42.0 42.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Status

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 30 60.0 60.0 60.0

2 20 40.0 40.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Gol_jum_ART

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 10 20.0 20.0 20.0

2 35 70.0 70.0 90.0

3 5 10.0 10.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

DidikKRT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 3 36 72.0 72.0 72.0

4 10 20.0 20.0 92.0

5 4 8.0 8.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

63

KerjaKRT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 2 4.0 4.1 4.1

3 22 44.0 44.9 49.0

5 1 2.0 2.0 51.0

6 20 40.0 40.8 91.8

9 2 4.0 4.1 95.9

10 2 4.0 4.1 100.0

Total 49 98.0 100.0

Missing System 1 2.0

Total 50 100.0

Pengeluaran_Tot

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 10 20.0 20.0 20.0

2 36 72.0 72.0 92.0

3 4 8.0 8.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Gol_kehadirandisekolah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 30 60.0 60.0 60.0

2 20 40.0 40.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

gol_jamkerja_

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 10 20.0 33.3 33.3

2 20 40.0 66.7 100.0

Total 30 60.0 100.0

Missing System 20 40.0

Total 50 100.0

64

Gol_luas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 27 54.0 54.0 54.0

2 18 36.0 36.0 90.0

3 5 10.0 10.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Kerja_KRT * Status Crosstabulation

Status

Total 1 2

Kerja_KRT 2 Count 2 0 2

% within Kerja_KRT 100.0% 0.0% 100.0%

3 Count 18 4 22

% within Kerja_KRT 81.8% 18.2% 100.0%

5 Count 1 0 1

% within Kerja_KRT 100.0% 0.0% 100.0%

6 Count 6 14 20

% within Kerja_KRT 30.0% 70.0% 100.0%

9 Count 1 1 2

% within Kerja_KRT 50.0% 50.0% 100.0%

10 Count 2 1 3

% within Kerja_KRT 66.7% 33.3% 100.0%

Total Count 30 20 50

% within Kerja_KRT 60.0% 40.0% 100.0%

Gol_pendapatan * Status Crosstabulation

Status

Total 1 2

Gol_pendapatan 1 Count 15 1 16

% within Gol_pendapatan 93.8% 6.3% 100.0%

2 Count 11 5 16

% within Gol_pendapatan 68.8% 31.3% 100.0%

3 Count 4 14 18

% within Gol_pendapatan 22.2% 77.8% 100.0%

Total Count 30 20 50

% within Gol_pendapatan 60.0% 40.0% 100.0%

65

Didik_KRT * Status Crosstabulation

Status

Total 1 2

Didik_KRT 3 Count 24 12 36

% within Didik_KRT 66.7% 33.3% 100.0%

4 Count 4 6 10

% within Didik_KRT 40.0% 60.0% 100.0%

5 Count 2 2 4

% within Didik_KRT 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 30 20 50

% within Didik_KRT 60.0% 40.0% 100.0%

Goljum_ART * Status Crosstabulation

Status

Total 1 2

Goljum_ART 1 Count 12 14 26

% within Goljum_ART 46.2% 53.8% 100.0%

2 Count 15 6 21

% within Goljum_ART 71.4% 28.6% 100.0%

3 Count 3 0 3

% within Goljum_ART 100.0% 0.0% 100.0%

Total Count 30 20 50

% within Goljum_ART 60.0% 40.0% 100.0%

Status * Gol_taraf_hidup Crosstabulation

Gol_taraf_hidup

Total 1 2 3

Status 1 Count 15 11 4 30

% within Status 50.0% 36.7% 13.3% 100.0%

2 Count 2 3 15 20

% within Status 10.0% 15.0% 75.0% 100.0%

Total Count 17 14 19 50

% within Status 34.0% 28.0% 38.0% 100.0%

66

Status * Gol_skor_pendidikan Crosstabulation

Gol_skor_pendidikan

Total 1 2 3

Status 1 Count 20 6 4 30

% within Status 66.7% 20.0% 13.3% 100.0%

2 Count 0 8 12 20

% within Status 0.0% 40.0% 60.0% 100.0%

Total Count 20 14 16 50

% within Status 40.0% 28.0% 32.0% 100.0%

Symmetric Measures

Value

Approximate

Significance

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .610 .020

N of Valid Cases 50

67

Lampiran 2 Kuisioner

Nomor Responden

Hari, Tanggal Survei

Tanggal Entri Data

Kuesioner Penelitian

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016

I. Profil Responden

1 Nama :

2 Umur :

3 Jenis kelamin :

4 Status kegiatan anak : 1. Pekerja Anak (Buruh)

2. Pekerja Anak (Rumah Tangga)

3. Hanya Bersekolah

II. Keterangan Rumah Tangga

No.

Urut

ART

Nama anggota rumah

tangga (ART)

(Tulis siapa saja yang

biasanya tinggal dan

makan di rumah

tangga ini baik

dewasa, anak-anak

maupun bayi)

Hubungan

dengan

kepala

rumah

tangga

(kode)

Jenis kelamin

1. laki-laki

2. perempuan

1.

Umur

(tahun)

Pendidikan

tertinggi yang

ditamatkan

(kode)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

68

Kode kolom (3)

Hubungan dengan kepala rumah tangga:

1.Kepala rumah tangga

2.Istri/suami

3.Anak

4.Menantu

5.Cucu

6.Orangtua/mertua

7.Famili lain

8.Pembantu rumah tangga

Kode kolom (6)

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan:

1.Tidak/belumpernah bersekolah

2.Tidak tamatSD/MI

3.SD/MI

4.SMP/MTs

5.SMA/SMK/MA

6.Diploma I

7.Diploma II

8.Diploma III

9.Diploma IV/S1

III. Pencapaian Pendidikan

Rencana Pendidikan

5 Apakah anak mempunyai rencana

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang

lebih tinggi

a. Anak tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang

yang lebih tinggi atau putus sekolah

b. Anak belum mempunyai rencana untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih

tinggi

c. Anak sudah mempunyai rencana untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih

tinggi

6 Peringkat berapa yang ditargetkan anak

di semester depan

a. Tidak masuk 10 besar

b. 10 besar

c. 5 besar

7 Sejauh mana jenjang pendidikan yang

akan ditempuh anak

a. Sekolah Dasar (SD)

b. Sekolah Menengah Pertama (SMP)

c. Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK)

8 Bagaimana kualitas sekolah yang

diinginkan untuk menjadi sekolah anak

a. Biaya rendah dan memiliki kualitas pendidikan

yang minimal

b. Biaya sedang dan memiliki kualitas pendidikan

yang standar

c. Biaya tinggi dan memiliki kualitas pendidikan

diatas rata-rata

9 Jumlah tahun sekolah yang sudah

ditamatkan anak

a. 2 tahun

b. 4-6 tahun

c. lebih dari 6 tahun

10 Apakah anak diizinkan bersekolah jauh

dari keluarga untuk mendapatkan

pendidikan yang lebih baik

a. Tidak, Alasan….

b. Ya

Prestasi Pendidikan

69

11 Peringkat berapa anak bapak/ibu di

sekolah

a. tidak termasuk10 besar

b. 10 besar

c. 5 besar

12 Apakah anak bapak/ibu pernah mewakili

sekolah untuk mengikuti perlombaan

a. Ya, menang

b. Ya, kalah

c. Tidak pernah

13 Apakah anak rajin mengerjakan

pekerjaan rumah yang diberikan oleh

guru

a. Ya

b. Tidak

14 Kapan anak anda mengerjakan pekerjaan

rumah tersebut

15 Apakah anak anda mengalami kesulitan

menerima pelajaran di sekolah

a. Ya

b. Tidak

16 Apakah anak pernah membolos sekolah a. Ya

b. Tidak

17 Bagaimana presentase kehadiran anak di

sekolah

a. rendah

b. tinggi

18 Bagaimana rata-rata nilai (kognitif) anak

di sekolah

a. rendah

b. tinggi

Jika status kegiatan anak hanya bersekolah, pertanyaan cukup sampai di sini

IV. Pekerja Anak

19 Sejak usia berapa mulai bekerja :

20 Apakah responden bekerja karena kemauan

sendiri

: [ ] ya [ ] tidak

21 Berapa rata-rata jam kerja responden per hari :

22 Berapa hari dalam satu minggu responden

bekerja

23 Apakah responden bekerja untuk mendapatkan

upah dalam bentuk uang maupun barang

: [ ] ya [ ] tidak

24 Apakah responden menjalankan atau melakukan

beberapa macam usaha besar atau kecil, secara

perseorangan atau dengan rekan

: [ ] ya [ ] tidak

25 Apakah responden bekerja sebagai pekerja

rumah tangga untuk mendapatkan upah

: [ ] ya [ ] tidak

26 Apakah responden bekerja dan menjadi pekerja

rumah tangga tidak mendapat upah

: [ ] ya [ ] tidak

27 Berapa penghasilan yang didapatkan responden

dari bekerja (jika ada)

:

28 Apakah responden bekerja di tanah miliknya atau

milik rumah tangganya. (sawah, kebun,

membantu mengembangkan produksi)

: [ ] ya [ ] tidak

70

IV. Pekerja Anak

29 Apakah responden bekerja di bidang pertanian : [ ] ya [ ] tidak

30 Apakah responden bekerja di bidang non

pertanian

: [ ] ya [ ] tidak

31 Apakah responden pernah terluka saat bekerja : [ ] ya [ ] tidak

32 dari cedera tersebut, apakah mempengaruhi

aktifitas pekerjaan/sekolah responden

: [ ] ya [ ] tidak

33 Apakah pekerjaan responden menyita waktu

belajar atau bermain

: [ ] ya [ ] tidak

V. Taraf Hidup Rumah Tangga

No Pertanyaan/Pilihan Jawaban

34 Rata-rata pendapatan untuk kebutuhan hidup

sehari-hari, termasuk biaya untuk pendidikan,

kesehatan, kegiatan sosial, kegiatan

keagamaan, dan rekreasi rumahtangga

Bapak/Ibu setiap bulan selama Tahun 2015?

Rp

Kepala keluarga

Istri

Anak/ lainnya

Bantuan

35 Rata-rata pengeluaran total rumah tangga

(pendapatan responden dan anggota

rumahtangga lainnya) Bapak/Ibu setiap bulan

selama Tahun 2015 ini?

Rp

Makanan

Rokok

Bahan bakar (Solar, bensin, minyak tanah,

tabung gas, dll)

Pendidikan anak

Kesehatan

Pakaian

Listrik

Air

36 Kondisi bangunan yang bapak atau ibu tempati a. Tidak permanen

b. Semi Permanen

c. Permanen

37 Luas (m2) lahan pekarangan rumah (termasuk

luas rumah) yang bapak atau ibu tempati

sekarang

71

V. Taraf Hidup Rumah Tangga

38 Status rumah dan lahan pekarangan yang bapak

atau ibu tempati sekarang

a. sewa

b. menumpang

c. milik sendiri

39 Sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari

rumahtangga bapak/ibu

a. mata air

b. Sumur

c. PAM

40 Bahan bakar (energi) yang digunakan untuk

masak sehari-hari di rumahtangga bapak/ibu

a. arang/ kayu

b. gas/ minyak tanah

c. listrik

41 Jenis penerangan yang digunakan di

rumahtangga bapak/ibu

a. biogas

b. lampu minyak tanah

c. lampu listrik

42 Tempat ART bapak/ibu mandi dan buang air

besar sehari-hari

a. kamar mandi umum tanpa septic

tank

b. kamar mandi umum dengan septic

tank

c. kamar mandi sendiri tanpa septic

tank

d. kamar mandi sendiri dengan septic

tank

43 Kepemilikan dan jumlah barang berharga 1. mobil

2. sepeda motor

3. komputer/laptop

4. TV

5. Video player

6. lemari es

7. mesin cuci

Keterangan:

jika memiliki 0-1 kategori jumlah

skor 1

jika memiliki 2-3 kategori jumlah

skor 2

jika memiliki 3 atau lebih kategori

jumlah skor 3

44 Tempat bapak/ibu/ART bapak/ibu paling sering

berobat

a. puskesmas/pustu

b. dukun/ bidan/ mantri

c. dokter praktek/rumah sakit

45 Tingkat kesejahteraan/taraf hidup rumahtangga

menurut bapak/ibu sejak tahun 2011 sampai

sekarang

a. semakin menurun

b. tetap

c. semakin meningkat

72

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Ayah penulis

bernama Eka Firdaus dan Ibu penulis bernama Aan Mardiah. Adik penulis bernama

Miqdad Firdaus, Hana Solihah Firdausi dan Miftah Sidiq Firdaus. Penulis lahir di

Depok pada tanggal 18 Oktober 1993. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah

Dasar Muhammadiyah 01 Kukusan pada tahun 2005, SMPIT As-Syifa Boarding

School tahun 2008, Madrasah Aliyah Negeri 7 Jakarta tahun 2012. Setelah lulus

Sekolah Menengah Atas, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor

(IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan dan diterima sebagai mahasiswi di

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi

Manusia, Angkatan 2012/ 49.

Kegiatan penulis selama menempuh studi di IPB adalah menjadi pengurus

DPM-FEMA (Dewan Perwakilan Mahasiswa) selama satu tahun sebagai Anggota

Komisi I kepengurusan 2013-2014. Juga mengikuti berbagai kepanitiaan salah

satunya event bisnis yaitu IPB Business Festival. Beberapa kali menjuarai lomba

tulis puisi di IAC (IPB Art Contest) dan berpartisipasi aktif dalam setiap

kesempatan kegiatan menulis. Salah satu karya penulis sedang diterbitkan di buku

kumpulan puisi Forum Sastra Ilusi (FOSIL) oleh penerbit KAKAYE.