hubungan o2, ph terhadap nitrat dan pospat 2013
TRANSCRIPT
SKRIPSI 2013 Page 1
Universitas Trunojoyo Madura
HUBUNGAN SUHU, OKSIGEN TERLARUT DAN pH PERAIRAN
TERHADAP KONSENTRASI NITRAT DAN FOSFAT
DI MUARA SUNGAI WONOREJO, GUNUNG ANYAR SURABAYA
Oleh :
M. Nur Khasanudin
08.03.4.1.1.00004
(Indah Wahyuni Abida, S.Pi., M.Si dan Prof. Dr. Ir. Muhammad Zainuri, M.Sc)
ABSTRAK
Melimpahnya kandungan nitrat dan fosfat memberi dampak negatif terhadap
ekosistem perairan muara dan laut, salah satunya menyebabkan blooming alga yang
dapat mengakibatkan kematian masal pada ikan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan suhu, oksigen terlarut dan pH perairan terhadap konsentrasi
nitrat dan fosfat pada musim hujan dan kemarau di muara sungai Wonorejo
kecamatan Gunung Anyar Surabaya. Penelitian menggunakan metode
spektrofotometri, dengan panjang gelombang 885 nm pada fosfat dan 410 nm pada
nitrat. Untuk mengetahui hubungan parameter suhu, oksigen terlarut dan pH perairan
terhadap konsentrasi nitrat dan fosfat, dilakukan uji lanjutan menggunakan metode
regresi linier sederhana, dengan menggunakan software SPSS dan Microsoft Excel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara suhu, oksigen terlarut
dan pH terhadap nitrat dan fosfat, serta terdapat perbedaan sebaran nitrat dan fosfat
antar stasiun di musim hujan dan kemarau.
PENDAHULUAN
Nitrat (NO3-) ion anorganik alami yang merupakan bagian dari siklus nitrogen
sangat penting bagi tumbuhan, karena tumbuhan membutuhkan nitrat sebagai zat
nutrisi untuk tumbuh dan berkembang (Alaerts dan Santika, 1987). Nutrien lain yang
diperlukan untuk pertumbuhan produsen di perairan adalah fosfat. Keberadaan fosfat
sangat penting karena berfungsi dalam pembentukan protein dan proses metabolisme
bagi organisme (Boyd, 1982).
Suhu dapat meningkatkan viskositas, reaksi kimia dan evaporasi. Selain itu,
penurunan pada kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2 dan CH4 juga disebabkan
oleh meningkatnya suhu suatu perairan (Haslam, 1995). Parameter kimia perairan
lainnya yang mempengaruhi kandungan nitrat dan fosfat di perairan adalah derajat
keasaman (pH). Menurut Hetty et al (2005), apabila pH di suatu perairan semakin
mendekati basa maka akan berpengaruh pada konsentrasi nitrat, karena nitrat akan
cenderung lebih tinggi bila dalam keadaan basa. Pada fosfat juga sama seperti nitrat
bila pH mendekati basa maka akan cenderung lebih tinggi konsentrasinya (Masduqi,
2004). Menurut Jorgensen (1990), oksigen terlarut (DO) juga sangat berperan dalam
konsentrasi nitrat, yaitu rendahnya kadar oksigen terlarut, maka besar kemungkinan
pada suatu perairan akan mengalami denitrifikasi yaitu reduksi nitrat menjadi nitrit
(NO2-).
SKRIPSI 2013 Page 2
Universitas Trunojoyo Madura
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan tanggal 23 dan 30 Nopember 2011 pada musim
hujan, sedangkan di musim kemarau pada tanggal 13 dan 20 Juni 2012, stasiun
penelitian berada di sepanjang muara sungai Wonorejo kecamatan Gunung Anyar
hingga pantai timur Surabaya. Pengambilan sampel dilakukan di tiga stasiun, yaitu
stasiun 1 di dermaga perahu, stasiun 2 di estuari dan stasiun 3 berlokasi di pantai.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Sampel air yang telah diambil kemudian dianalisa di laboratorium Ilmu
Kelautan , Universitas Trunojoyo Madura. Analisa Nitrat dan Fosfat menurut APHA,
AWWA, WPCP (1992).
Menghitung hasil adsorbansi nitrat dengan rumus :
NO3= 1000 x As x Cst x Vst
Vs x (Ast x Ab)
Dimana:
As = Adsorbansi sampel, Ast = Adsorbansi standar, Ab = Adsorbansi blangko,
Vs = Volume sampel (10 ml), Vst = Volume standar (10 ml), dan Cst =
Konsentrasi standar
Menghitung hasil adsorbansi fosfat dengan rumus :
PO4 = (As – Ab) x F
F = 3
Ast – Ab
Dimana :
As = Absorbansi sampel, Ast = Absorbansi standar, Ab = Absorbansi blanko,
F = Faktor korelasi
SKRIPSI 2013 Page 3
Universitas Trunojoyo Madura
284,80
389,04 392,08
20,18 21,29 19,06
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
1 2 3
Nit
rat
(mg/
l)
Stasiun
Musim hujan
Musim kemarau
Data sekunder yang mendukung adalah salinitas, suhu, pH, kecerahan, angin,
pasang surut dan arus. Pengukuran parameter salinitas, suhu, pH, oksigen terlarut dan
kecerahan dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel air. Sampel air yang
terambil kemudian dianalisa di laboratorium kelautan, Universitas Trunojoyo
Madura. Untuk parameter oseanografi angin, arus dan pasang surut diperoleh dari
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) stasiun maritim, Tanjung
Perak, Surabaya.
Analisa mengenai hubungan suhu, oksigen terlarut dan pH terhadap nitrat dan
fosfat dilakukan menggunakan metode regresi linier sederhana dengan software SPSS
dan Microsoft Excel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 2. Grafik rata-rata nitrat antar stasiun
Hasil rata-rata konsentrasi nitrat musim hujan lebih tinggi daripada musim
kemarau. Pada saat musim hujan, air hujan yang turun ke sungai akan membawa
nitrat dari daratan menuju sungai kemudian ke laut yang dapat menambah kadar
nitrat pada air sungai dan laut sehingga menyebabkan konsentrasi nitrat di musim
hujan lebih tinggi dari musim kemarau.
Intensitas suplai bahan organik yang masuk ke perairan sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain besarnya limpasan atau debit sungai, luas catchment
area (daerah tangkapan hujan), curah hujan, dan intensitas penggunaan bahan organik
(P dan N) di daratan (Seyhan, 1977; Lihan et al, 2008; Chazottes et al, 2008).
Selanjutnya Davies (2004) mengemukakan bahwa besarnya jumlah unsur hara dalam
aliran sungai tergantung pada curah hujan, luas daerah aliran sungai (DAS), dan
intensitas penduduk pada daerah aliran sungai. Faktor lain yang mempengaruhi
besaran suplai bahan organik ke perairan yaitu kondisi musim. Pada musim
penghujan jumlah suplai nutrien besar dan pada musim kemarau jumlah suplai
nutrien kecil (Lihan et al, 2008).
SKRIPSI 2013 Page 4
Universitas Trunojoyo Madura
109.0909
248.4848
369.697
460.5263
529.6053
414.4737
y = -13.585x + 769.64 R² = 0.0433
0
100
200
300
400
500
600
28 29 30 31 32 33 34 35 36
Nit
rat (
mg/
l)
Suhu (⁰C)
Nopember 2011
Nitrat
Linear (Nitrat)
38.88 41.11 36.88
1.482 1.482 1.249
y = -14.068x + 432.83 R² = 0.4969
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
26 28 30 32
Nit
rat (
mg/
l)
Suhu (⁰C)
Juni 2012
Nitrat
Linear (Nitrat)
Gambar 3. Grafik hubungan suhu terhadap konsentrasi nitrat
Melihat dari Gambar 3 di atas hasil uji regresi linier sederhana pada hubungan
suhu terhadap nitrat bulan Nopember 2011, diperoleh korelasi dari kedua variabel
sebesar 0,208. Sedangkan pada bulan Juni 2012 menghasilkan korelasi dari kedua
variabel sebesar 0,705. Jadi semakin tinggi suhu di perairan maka konsentrasi nitrat
akan menurun, namun suhu di bulan Nopember 2011 hanya memiliki hubungan
sebesar 4,33% terhadap konsentrasi nitrat di perairan, dan sisanya dipengaruhi oleh
faktor lain. Pada data suhu bulan Juni 2012 menunjukkan hubungan suhu terhadap
nitrat sebesar 49,69%, dan 50,31% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Nilai F pada hubungan suhu terhadap nitrat bulan Nopember 2011 sebesar
0,181 dengan p.sig = 0,692. Hasil pengujian hipotesis tolak H1 dan terima H0, karena
nilai p.sig > 0,05 maka tidak terdapat hubungan erat antara suhu terhadap konsentrasi
nitrat di bulan Nopember 2011. Model regresi yang diperoleh yaitu Y= 769,641 −
13,585X, R2 = 0,0433. Pada Juni 2012 semakin tinggi suhu maka konsentrasi nitrat
akan menurun. Selain itu dari uji regresi linier ini diperoleh nilai F sebesar 3,950
dengan p.sig = 0,118, yaitu lebih besar dari 0,05 sehingga tidak terdapat hubungan
erat antara suhu terhadap konsentrasi nitrat di bulan Juni 2012. Model regresi yang
diperoleh yaitu Y= 432,834 − 14,068X, R2 = 0,4969.
Menurut Haslam (1995), suhu sangat berpengaruh terhadap konsentrasi nitrat
di perairan, karena suhu yang tinggi akan menyebabkan laju metabolisme semakin
tinggi. Semakin tingginya laju metabolisme fitoplankton dapat menyebabkan nitrat
terserap oleh fitoplankton semakin banyak sehingga nitrat yang terukur semakin
kecil.
SKRIPSI 2013 Page 5
Universitas Trunojoyo Madura
109.0909
248.4848
369.697
460.5263
529.6053
414.4737 y = 129.36x - 58.651
R² = 0.4297
0
100
200
300
400
500
600
1 3 5
Nit
rat
(mg/
l)
Oksigen terlarut (mg/l)
Nopember 2011
Nitrat
Linear (Nitrat)
Gambar 4. Grafik hubungan oksigen terlarut terhadap konsentrasi nitrat
Pada Gambar 4, diketahui bahwa hubungan korelasi antara kedua variabel
pada bulan Nopember 2011 sebesar 0,655, sedangkan nitrat bulan Juni 2012 adalah
sebesar 0,653. Hasil perhitungan data bulan Nopember 2011 juga menghasilkan R-
square sebesar 42,97%, artinya bahwa oksigen terlarut memiliki hubungan terhadap
konsentrasi nitrat sebesar 42,97%, dan 50,03% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Sedangkan bulan Juni 2012 R-square yang dihasilkan adalah 42,67%, artinya bahwa
oksigen terlarut memiliki hubungan terhadap konsentrasi nitrat sebesar 42,67%, dan
57,33% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Dari uji regresi linier pada data oksigen terlarut terhadap nitrat bulan
Nopember 2011 diperoleh nilai F sebesar 3,013 dengan p.sig = 0,158, yaitu lebih
besar dari 0,05 maka tolak H1 dan terima H0, sehingga tidak terdapat hubungan erat
antara oksigen terlarut terhadap konsentrasi nitrat di bulan Nopember 2011. Model
regresi yang diperoleh yaitu Y= -58,651 + 129,364X, R2 = 0,4297. Pada bulan Juni
2012 diperoleh nilai F sebesar 2,978 dengan p.sig = 0,160. > 0,05 sehingga tidak
terdapat hubungan erat antara oksigen terlarut terhadap konsentrasi nitrat. Model
regresi yang diperoleh yaitu Y= -16,127 + 38,598X, R2 = 0,4267.
Pada Gambar 4 menunjukkan, bahwa semakin tinggi kadar oksigen terlarut
maka konsentrasi nitrat juga akan tinggi. Menurut Jorgensen (1990), oksigen terlarut
(DO) juga sangat berperan dalam konsentrasi nitrat, karena dengan kondisi rendahnya
kadar oksigen terlarut, maka besar kemungkinan pada suatu perairan akan mengalami
denitrifikasi yaitu reduksi nitrat menjadi nitrit (NO2-).
SKRIPSI 2013 Page 6
Universitas Trunojoyo Madura
109.0909
248.4848
369.697
460.5263
529.6053
414.4737 y = 191.49x - 989.87
R² = 0.6231
0
100
200
300
400
500
600
6 7 8
Nit
rat
(mg/
l)
pH
Nopember 2011
Nitrat
Linear (Nitrat)
38.88 41.11
36.88
1.482 1.482 1.249
y = -39.279x + 318.05 R² = 0.4273
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
7 7.5 8
Nit
rat
(mg/
l)
pH
Juni 2012
Nitrat
Linear (Nitrat)
0,325 0,232 0,465
3,958
6,397
4,337
0
1
2
3
4
5
6
7
1 2 3
Fosf
at (
mg/
l)
Stasiun
Musim hujan
Musim kemarau
Gambar 5. Grafik hubungan pH terhadap konsentrasi nitrat
Gambar 5 menunjukkan, bahwa pada bulan Nopember 2011 korelasi antara
kedua variabel sebesar 0,789. Selain itu memiliki R-square sebesar 62,31%, dan
37,69% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain, yang artinya pH memiliki hubungan
sebesar 62,31% terhadap konsentrasi nitrat. Pada uji ini diperoleh nilai F sebesar
6,613 dengan p.sig = 0,62, yaitu lebih besar dari 0,05, sehingga tidak terdapat
hubungan erat antara pH terhadap konsentrasi nitrat. Model regresi yang di peroleh
yaitu Y= -989,874 + 191,486X, R2 = 0,6231.
Pada bulan Juni 2012, nilai korelasi antara kedua variabel sebesar 0,654.
Selain itu diperoleh R-square sebesar 42,73% dan 57,27% lainnya dipengaruhi oleh
faktor lain. Uji diperoleh nilai F sebesar 2,985 dengan p.sig = 0,159 lebih besar dari
0,05 sehingga tidak terdapat hubungan erat antara pH terhadap konsentrasi nitrat.
Model regresi yang diperoleh yaitu Y= 318,049 − 39,279X, R2 = 0,4273.
Menurut Hendersen dan Markland (1987), pH dapat mempengaruhi nitrat
karena dapat membantu proses nitrifikasi. Nitrifikasi yaitu oksidasi ammonia menjadi
nitrit dan nitrat yang dilakukan oleh bakteri aerob, nitrifikasi akan berjalan secara
optimum pada saat kondisi pH 8 dan akan menurun pada pH < 7.
Gambar 6. Grafik rata-rata konsentrasi fosfat tiap stasiun di dua musim
Hasil rata-rata konsentrasi fosfat musim kemarau lebih tinggi dari musim
penghujan, kemungkinan karena pada saat musim hujan, air hujan yang turun ke
SKRIPSI 2013 Page 7
Universitas Trunojoyo Madura
0.007895 0.007895 0.148421
0.64359
0.45641
0.782051
y = -0.0784x + 2.7313 R² = 0.3025
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
27 32 37
Fosf
at (
mg/
l)
Suhu (⁰C)
Nopember 2011
Fosfat
Linear (Fosfat)
4.416
9.795
4.175
3.5 3
4.5
y = -0.6959x + 25.31 R² = 0.0848
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
27 28 29 30 31 32
Fosf
at (
mg/
l)
Suhu (⁰C)
Juni 2012
Fosfat
Linear (Fosfat)
sungai akan menambah debit air sungai lalu mengalir ke laut, sehingga terjadi
pengenceran pada air sungai dan laut yang akan mengakibatkan konsentrasi fosfat di
musim hujan lebih rendah dari musim kemarau. Hasil penelitian Muchtar (2000),
menunjukkan, bahwa kandungan fosfat pada muara dan pantai akan lebih tinggi pada
saat musim kemarau.
Gambar 7. Grafik hubungan suhu terhadap konsentrasi fosfat
Gambar 7 pada grafik data bulan Nopember 2011 diperoleh korelasi dengan
variabel sebesar 0,550, sedangkan pada Juni 2012 diperoleh nilai korelasi 0,291. Nilai
R-square korelasi pada Nopember 2011 sebesar 30,25%, yang berarti suhu memiliki
hubungan terhadap konsentrasi fosfat sebesar 30,25% dan 69,75% sisanya
dipengaruhi oleh faktor lain. Pada data bulan Juni 2012 diperoleh nilai R-square
sebesar 8,48%, yang artinya suhu memiliki hubungan terhadap konsentrasi fosfat
sebesar 8,48% dan 91,52% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Analisa data pada bulan Nopember 2011 diperoleh nilai F sebesar 1,735
dengan p.sig = 0,258 lebih besar dari 0,05, artinya tolak H1 dan terima H0 sehingga
tidak terdapat hubungan erat antara suhu terhadap konsentrasi fosfat. Model regresi
yang diperoleh yaitu Y = 2,731 − 0,078X, R2
= 0,3025. Pada bulan Juni 2012,
menghasilkan nilai F sebesar 0,371 dengan p.sig = 0,576 lebih besar dari 0,05,
artinya H1 ditolak sehingga tidak terdapat hubungan erat antara suhu terhadap
konsentrasi fosfat. Model regresi yang diperoleh yaitu Y= 25,310 − 0,696X, R2 =
0,0848.
Jadi semakin meningkat suhu perairan, maka konsentrasi fosfat pada perairan
tersebut cenderung menurun. Menurut Stum dan Morgan (1981), suhu dapat
mempengaruhi proses dan keseimbangan reaksi kimia yang terjadi dalam air.
SKRIPSI 2013 Page 8
Universitas Trunojoyo Madura
0.007895 0.007895 0.148421
0.64359
0.45641
0.782051 y = 0.4791x - 3.025
R² = 0.8188
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
6 6.5 7 7.5 8
Fosf
at (
mg/
l)
pH
Nopember 2011
Fosfat
Linear (Fosfat)
Gambar 8. Grafik hubungan oksigen terlarut terhadap konsentrasi fosfat
Gambar 8 menunjukkan pada bulan Nopember 2011, bila kadar oksigen
dalam air semakin tinggi maka konsentrasi fosfat akan meningkat. Korelasi antara
kedua variabel adalah 0,752. R-square = 56,55%, artinya oksigen terlarut memiliki
hubungan terhadap konsentrasi fosfat di perairan sebesar 56,55% dan 43,45% sisanya
dipengaruhi oleh faktor lain. Uji ini menghasilkan nilai F sebesar 5,206 dengan p.sig
= 0,085 lebih besar dari 0,05 sehingga terima H0, maka tidak terdapat hubungan erat
antara oksigen terlarut terhadap konsentrasi fosfat. Model regresi yang diperoleh
yaitu Y = - 0,696 + 0,324X, R2
= 0,5655. Pada bulan Juni 2012, korelasi antara kedua
variabel adalah 0,005. Nilai R-square dalam uji ini sebesar 0,00%, menggambarkan
pengaruh sebesar 0,00%, atau keeratan hubungan sangat lemah dan sisanya
dipengaruhi faktor lain.
Hasil uji regresi linier sederhana diperoleh nilai F sebesar 0,000 dengan
p.sig = 0,993 lebih besar dari 0,05 sehingga tolak H1 dan terima H0, artinya tidak
terdapat hubungan erat antara oksigen terlarut terhadap konsentrasi fosfat. Model
regresi yang diperoleh yaitu Y = 4,868 + 0,032X, R2 = 0,000. Menurut Riyanto et al
(2000), pada umumnya fosfat dapat mempengaruhi keberadaan oksigen terlarut.
Melimpahnya fosfat di perairan dapat mengakibatkan pertumbuhan ganggang yang
tidak terbatas atau red tide, sehingga dapat mengurangi oksigen terarut dalam
perairan.
Gambar 9. Grafik hubungan pH terhadap konsentrasi fosfat
SKRIPSI 2013 Page 9
Universitas Trunojoyo Madura
Hasil uji statistik regresi linier diperoleh korelasi sebesar 0,905; R-square
sebesar 81,88%, artinya hubungan pH terhadap konsentrasi fosfat Nopember 2011
sebesar 81,8%, dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai F yang diperoleh
sebesar 18,074 dengan p.sig = 0,013 lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak dan
terima H1, artinya terdapat hubungan erat antara pH dengan konsentrasi fosfat.
Model regresi yang diperoleh yaitu Y = - 3,025 + 0,479X, R2 = 0,8188.
Pada bulan Juni 2012, korelasi antara kedua variabel adalah 0,170; R-square =
2,9% artinya pH memiliki hubungan dengan konsentrasi fosfat sebesar 2,9%, dan
97,1% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai F yang diperoleh sebesar 0,119
dengan p.sig = 0,747 lebih besar dari 0,05, artinya tidak terdapat hubungan erat antara
pH terhadap konsentrasi fosfat, Model regresi yang diperoleh yaitu Y = -4,393 +
1,225X, R2
= 0,029. Hasil penelitian meunjukkan, bahwa jika pH di perairan tinggi
maka konsentrasi fosfat juga akan tinggi. Masduqi (2004), menyatakan, bahwa bila
pH mendekati basa maka fosfat akan cenderung lebih tinggi konsentrasinya.
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan suhu, oksigen
terlarut dan pH dengan konsentrasi nitrat maupun fosfat, di muara sungai Wonorejo
kecamatan Gunung Anyar Surabaya. Konsentrasi nitrat lebih tinggi pada musim
hujan dibandingkan musim kemarau. Nitrat lebih tinggi pada lokasi semakin ke arah
muara pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau nitrat cenderung lebih
tinggi di stasiun 2 kemudian diikuti stasiun 1 dan selanjutnya stasiun 3. Konsentrasi
fosfat perairan cenderung lebih tinggi di musim kemarau, konsentrasi fosfat lebih
tinggi di stasiun 2 diikuti stasiun 3 dan stasiun 1 pada musim kemarau. Pada musim
hujan fosfat lebih tinggi di stasiun 3, kemudian diikuti stasiun 1 dan selanjutnya
stasiun 2.
SARAN
Agar penelitian ini lebih optimal sebaiknya dalam pengambilan data nitrat dan
fosfat dilakukan selama dua bulan pada tiap musimnya, dan perlu dilakukan
penelitian terhadap air hujan di lokasi penelitian, karena diduga hujan asam juga
dapat mempengaruhi kadar pH pada perairan sungai dan laut. Pengambilan sampel
sebaiknya dilakukan pada waktu pasang dan surut agar data nitrat dan fosfat lebih
optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. dan Santika, S.S.1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
APHA, AWWA and WPCP. 1992. Standard Method for Examination of Water and
Waste Water. Fifteenth Edition. Byrd Prepress and R.R. Donnelly abd Sons,
USA. 1134 p.
Boyd, C.E. 1982. Water Quqlity in warm water fish Pond. Fourth printing Auburn
SKRIPSI 2013 Page 10
Universitas Trunojoyo Madura
University Agricultural Experiment Station Auburn Alabama, USA.
Chazottes, V. Reijmer, JJG. Cordier , E. (2008). Sediment characteristics in reef
areas influenced by eutrophication-related alterations of benthic communities
and bioerosion processes.Marine Geology 250(1-2): 114-127.
Davies, P., 2004. Nutrien Processes And Chlorophyll In The Estuary And Plume Of
The Gulf Of Papua. Continental Shelf Research 24, 2317-2341
Haslam, S.M. 1995. River Pollution, an Ecological Perspective. Belhaven Press.
London UK.
Hendersen Seller, B. and H.R. Markland, 1987. Decaying Lakes, The Origin and
Control of Cultural Eutrophication. John Wiley & Sons. Britain.
Hetty, J. Pasaribu , Deny Hartono, Raimond Praptana, dan Tjandra Setiadi.2005.
Biodegradasi Urea dalam Reaktor Sharon® : Pengaruh waktu tinggal cairan
dan pH In Prosiding seminar nasional rekayasa kimia dan proses ; 2005
Bandung, Indonesia. Departemen Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung.
E-5-5.
Jorgensen, S.E. 1990. Lake Management. Pergamond Press Ltd. Oxford Great
Britain.
Lihan, T., S.-I. Saitoh, 2008. Satellite Measured Temporal And Spatial Variability Of
The Tokachi River plume. Estuarine, Coastal and Shelf Science 78(2):
237-249.
Masduqi, A. 2004. Penurunan Senyawa Fosfat dalam Air Limbah Buatan dengan
Proses Adsorpsi menggunakan Tanah Haloisit. [tesis]. Bandung: Program
Studi Teknik Lingkungan, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.
Muchtar, M. 2000. Karakteristik Oksigen dan Zat Hara Fosfat, Nitrat di perairan
Memberamo Irian Jaya Bulan Mei – Juni 1999 dan Agustus 2000. [tesis]
Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Riyanto H, Indarjo A, Muslim 2000. Problem Eutrofikasi dan Dominasi Fitoplankton
di Muara Sungai Demakan Jepara. [tesis] Semarang: Universitas Diponegoro
Semarang.
Seyhan, E. 1977. Fundamental of Hidrology. Geografisch Institut de Rijksuniversiteit
te Utrecht.
Stum, W. and Morgan. 1981. Aquatic Chemistry: an Introduction Emphasizing
Chemical Equalibra in Natural Water. John Wiley & Sons, Inc. Canada.