hubungan morbiditas psikososial pada gangguan bipolar dengan gangguan kepribadian ambang pada pasien...

22
The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569 Hubungan morbiditas psikososial pada gangguan bipolar dengan gangguan kepribadian ambang pada pasien rawat jalan psikiatri: sebuah studi perbandingan Mark Zimmerman, William Ellison, Theresa A. Morgan, Diane Young, Iwona Chelminski dan Kristy Dalrymple Latar Belakang Morbiditas gangguan bipolar membuat kita perlu untuk meningkatkan deteksi dan pengenalan akan penyakit ini. Tidak ada tanggapan mengenai perlunya deteksi pada gangguan kepribadian ambang. Pengalaman klinik menunjukkan bahwa gangguan kepribadian ambang sama jeleknya dengan gangguan bipolar, namun tidak ada studi yang secara langsung membandingkan antara keduanya. Tujuan Untuk membandingkan level morbiditas psikososial dari pasien gangguan bipolar dengan gangguan kepribadian ambang. Metode Pasien diperiksa dengan wawancara semi-struktural. Kami membandingkan 307 pasien yang didiagnosis berdasarkan DSM-IV dengan gangguan kepribadian ambang tanpa gangguan bipolar dan 236 pasien dengan gangguan bipolar tanpa gangguan kepribadian ambang. Hasil 1

Upload: apriyanto-jacob

Post on 09-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

social

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Morbiditas Psikososial Pada Gangguan Bipolar Dengan Gangguan Kepribadian Ambang Pada Pasien Rawat Jalan Psikiatri

The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569

Hubungan morbiditas psikososial pada gangguan bipolar dengan

gangguan kepribadian ambang pada pasien rawat jalan psikiatri: sebuah

studi perbandingan

Mark Zimmerman, William Ellison, Theresa A. Morgan, Diane Young, Iwona Chelminski

dan Kristy Dalrymple

Latar Belakang

Morbiditas gangguan bipolar membuat kita perlu untuk meningkatkan deteksi dan

pengenalan akan penyakit ini. Tidak ada tanggapan mengenai perlunya deteksi pada

gangguan kepribadian ambang. Pengalaman klinik menunjukkan bahwa gangguan

kepribadian ambang sama jeleknya dengan gangguan bipolar, namun tidak ada studi yang

secara langsung membandingkan antara keduanya.

Tujuan

Untuk membandingkan level morbiditas psikososial dari pasien gangguan bipolar

dengan gangguan kepribadian ambang.

Metode

Pasien diperiksa dengan wawancara semi-struktural. Kami membandingkan 307

pasien yang didiagnosis berdasarkan DSM-IV dengan gangguan kepribadian ambang tanpa

gangguan bipolar dan 236 pasien dengan gangguan bipolar tanpa gangguan kepribadian

ambang.

Hasil

Pasien dengan gangguan kepribadian ambang lebih sedikit yang merupakan lulusan

universitas, didiagnosa dengan lebih banyak gangguan komorbid, lebih sering mempunyai

riwayat penggunaan zat, dilaporkan memiliki keinginan untuk bunuh diri pada waktu

evaluasi, lebih sering memiliki percobaan bunuh diri, dilaporkan memiliki fungsi sosial yang

lebih rendah dan dinilai memiliki skor Global Assessment of Functioning (GAF) lebih

rendah. Tidak ada perbedaan antara kedua grup pasien pada riwayat masuk rumah sakit

psikiatri atau waktu yang hilang untuk pekerjaan selama 5 tahun terakhir.

1

Page 2: Hubungan Morbiditas Psikososial Pada Gangguan Bipolar Dengan Gangguan Kepribadian Ambang Pada Pasien Rawat Jalan Psikiatri

The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569

Kesimpulan

Tingkat morbiditas psikososial pada gangguan kepribadian ambang dinilai sama

besarnya dengan (atau lebih besar daripada) yang dialami pasien dengan gangguan bipolar.

Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, keinginan untuk meningkatkan deteksi dan

penanganan dari gangguan kepribadian ambang mungkin sama pentingnya dengan

peningkatan pemahaman dan penanganan gangguan bipolar.

Peminatan

Tidak ada

Hak cipta

The Royal College of Psychiatrists 2015

Gangguan bipolar adalah suatu penyakit serius yang menimbulkan morbiditas

psikososial yang signifikan, berkurangnya kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan

dan mortalitas yang cukup hebat. Gangguan bipolar menyebabkan tingginya biaya kesehatan

masyarakat dan ekonomi,1,2 dan menempatkan beban bagi pasien dengan meningkatnya risiko

bunuh diri,3,4 dan terganggunya fungsi pekerjaan dan sosial yang nyata.5-7 Meskipun

penelitian yang telah dilakukan tidak terlalu banyak, namun gangguan kepribadian ambang

juga berkaitan dengan morbiditas psikososial yang cukup signifikan, berkurangnya kualitas

hidup yang berkaitan dengan kesehatan dan mortalitas yang cukup hebat.8,9 Beberapa tinjauan

pustaka telah mempelajari keterkaitan antara kedua gangguan ini.10-17 Karena tingginya

tingkat komorbiditas antara kedua gangguan ini dan kesamaan fenomenologi antara

keduanya, beberapa peninjau menyarankan bahwa gangguan bipolar harus dimasukkan ke

dalam spektrum payung bipolar, sedangkan beberapa lainnya mendukung kedua gangguan ini

tetap dipisahkan. Hal yang penting dari tinjauan-tinjauan ini adalah kurangnya studi yang

membandingkan antara pasien dengan gangguan bipolar dan gangguan kepribadian ambang.

Kami melihat adanya satu studi yang membandingkan antara pasien-pasien dengan gangguan

bipolar dengan gangguan kepribadian ambang diukur dengan beberapa indeks morbiditas

psikososial. Sebagai bagian dari proyek Methods to Improve Diagnostic Assessment and

Services (MIDAS) pulau RHODE, grup kami menemukan bahwa dibandingkan dengan

pasien depresi tanpa gangguan kepribadian ambang, pasien depresi dengan gangguan

kepribadian ambang dan pasien dengan gangguan bipolar secara signifikan lebih sering

2

Page 3: Hubungan Morbiditas Psikososial Pada Gangguan Bipolar Dengan Gangguan Kepribadian Ambang Pada Pasien Rawat Jalan Psikiatri

The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569

secara persisten tidak memiliki pekerjaan selama 5 tahun sebelum evaluasi.18 Tidak ada

perbedaan yang ditemukan antara pasien dengan depresi bipolar dan depresi dengan

gangguan kepribadian ambang. Pada laporan kedua dari proyek MIDAS, sekali lagi

difokuskan pada pasien yang sedang dalam episode depresi mayor pada waktu pemeriksaan,

pasien dengan gangguan bipolar tipe 2 lebih jarang memiliki keinginan bunuh diri, dinilai

lebih tinggi pada penilaian Global Assessment of Functioning (GAF) dan memiliki fungsi

sosial yang lebih baik dibandingkan dengan pasien depresi dengan gangguan kepribadian

ambang.19 Karenanya, kedua studi menyimpulkan bahwa morbiditas psikososial pada pasien

depresi dengan gangguan kepribadian ambang dinilai sama besarnya dengan atau lebih besar

daripada morbiditas psikososial pasien depresi bipolar.

Studi ini terbatas pada fraksi fraksi pasien yang didiagnosa dengan gangguan ini, dan

hanya terbatas pada beberapa variabel. Pada laporan dari proyek MIDAS, kami mempelajari

semua pasien dengan diagnosa gangguan bipolar atau gangguan kepribadian ambang (tidak

hanya mereka yang berada pada episode depresi) dengan indikator multipel dari morbiditas

psikososial, termasuk di dalamnya keinginan bunuh diri, riwayat masuk rumah sakit, fungsi

sosial dan global, pengenyaman pendidikan, morbiditas diagnostik dan tidak bekerjanya

mereka karena kelainan psikis. Kami memprediksi bahwa tingkatan morbiditas psikososial

pasien dengan gangguan kepribadian ambang akan sama besarnya dengan pasien dengan

gangguan bipolar.

Metode

Proyek MIDAS Pulau Rhode merepresentasikan integrasi dari metodologi penelitian

ke pelayanan rawat jalan berbasis-komunitas yang dikaitkan dengan pusat pendidikan

kedokteran. Suatu evaluasi diagnostik yang komprehensif dilakukan untuk penanganan.

Kelompok praktek privat ini kebanyakan memberlakukan pembayaran biaya medis bagi

individu dengan asuransi medis (termasuk Medicare namun bukan Medicaid) suatu

pembayaran berbasis servis, dan hal ini berbeda dengan klinik pelayanan rawat jalan

pelatihan residen yang lebih banyak melayani orang-orang dengan ekonomi rendah, tidak

memiliki asuransi dan pasien lainnya. Data pada sumber rujukan tercatat sebanyak 2000

pasien pada studi ini. Pasien-pasien ini kebanyakan dirujuk dari dokter layanan primer

(29.7%), psikoterapi (17.4%) dan anggota keluarga atau teman (17.7%). Institusi dewan

3

Page 4: Hubungan Morbiditas Psikososial Pada Gangguan Bipolar Dengan Gangguan Kepribadian Ambang Pada Pasien Rawat Jalan Psikiatri

The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569

komite peninjau Rumah Sakit Pulau Rhode telah menyetujui protokol penelitian ini dan

semua pasien diberikan informed consent tertulis.

Sampel yang diperiksa pada penelitian ini diambil dari 3800 pasien rawat jalan

psikiatri dan dievaluasi dengan wawancara diagnostik semi-struktural. Pasien diwawancarai

dengan pemberi diagnosa yang menggunakan versi yang dimodifikasi dari Structural Clinical

Interview for DSM-IV (SCID) dan gangguan kepribadian ambang dari Structured Intervied

for DSM-IV Personality (SIDP-IV).20,21 Kami mengekslusikan 83 pasien yang didiagnosa

dengan kedua diagnosa tersebut yaitu gangguan kepribadian ambang dan gangguan bipolar.

Gangguan kepribadian ambang tidak diperiksa pada awal proyek MIDAS, dan hal ini

menyebabkan eksklusi dari 12 pasien yang tadinya didiagnosa dengan gangguan bipolar

karena mereka mungkin memiliki gangguan kepribadian ambang. Hal ini menyebabkan

jumlah sampel yang tersisa sebanyak 307 pasien gangguan kepribadian ambang dan 236

pasien dengan gangguan bipolar (tipe 1, n = 92; tipe 2, n = 113; tidak tergolongkan, n = 31).

532 pasien terdiri atas 192 orang (35.4%) adalah pria dan 351 orang (64.6%) adalah wanita,

umur berkisar 18-75 tahun (rata-rata 34.8 tahun, s.d. = 12.1). Sekitar sepertiga partisipan

telah menikah (30.4%, n = 165); sisanya bujangan (41.9%, n = 228), cerai hidup (14.5%, n =

79), berpisah (5.2%, n = 28), janda/duda (0.4%, n = 2) atau telah hidup bersama seperti telah

menikah (7.6%, n = 41). Sekitar dua pertiga pasien mengenyam pendidikan lebih tinggi

daripada sekolah menengah atas (SMA) (69.6%, n = 378), meskipun hanya seperempat yang

lulus dari bangku kuliah empat tahun (24.5%, n = 133). Sampe terdiri dari 87.3% (n = 474)

ras kulit putih, 5.5% (n = 30) kulit hitam, 2.8% (n = 15) Hispanik, 1.1% (n = 6) Asia dan

3.3% (n = 18) berasal dari ras lainnya atau memiliki latar belakang etnis campuran.

Dalam wawancara ini dimasukkan beberapa item dari Schedule for Affective

Disorders and Schizophrenia (SADS),22 di mana salah satunya memeriksa banyaknya waktu

yang tersita dari pekerjaan karena alasan psikiatri dalam 5 tahun belakangan. Item ini diberi

rating sebagai berikut: 0, tidak bekerja sama sekali karena diharapkan tidak datang bekerja

sama sekali (pensiun, mahasiswa, pekerja rumah tangga, sakit secara fisik atau karena sebab

lain yang tidak berkaitan dengan psikopatologi); 1, hampir tidak memiliki waktu sama sekali

atau tidak dapat bekerja namun tidak berkaitan dengan psikopatologi; 2, hanya beberapa hari

hingga 1 bulan; 3, hingga 6 bulan; 4, hingga 1 bulan; 5, hingga 2 tahun; 6, hingga 3 tahun; 7,

hingga 4 tahun; 8, hingga 5 tahun; 9, tidak bekerja sama sekali karena alasan yang berkaitan

dengan psikopatologi. Sekitar pertengahan jalan pada proyek ini kami mulai menanyakan

pasien apabila mereka telah menerima pembayaran kecacatan karena penyakit psikiatri

4

Page 5: Hubungan Morbiditas Psikososial Pada Gangguan Bipolar Dengan Gangguan Kepribadian Ambang Pada Pasien Rawat Jalan Psikiatri

The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569

mereka selama 5 tahun sebelum evaluasi. Informasi ini didapatkan dari 294 dari 543 pasien

yang termasuk dalam analisis kami (gangguan kepribadian ambang n = 160, gangguan

bipolar n = 134). Pertanyaan-pertanyaan mengenai waktu yang hilang untuk pekerjaan dan

disabilitas dimasukkan sejak awal wawancara, sebelum menanyakan hal-hal yang berkaitan

dengan gangguan terkait. Dari SADS kami juga memasukkan pertanyaan mengenai pikiran

ingin bunuh diri (nilai 0 hingga 6) dan fungsi sosial saat ini (nilai 0 sampai 7). Pada

wawancara SCID/SADS dimasukkan pertanyaan berupa riwayat percobaan bunuh diri dan

riwayat masuk rumah sakit psikiatri. Untuk percobaan bunuh diri, pasien dikelompokkan

kepada belum pernah mencoba, pernah mencoba satu kali dan pernah mencoba banyak kali.

Pembuat diagnosa merupakan ahli yang terlatih dan diawasi selama proyek untuk

meminimalisasi penyimpangan diagnosa. Termasuk didalamnya psikolog dengan PhD dan

asisten penelitian dengan lulusan universitas dalam bidang ilmu sosial atau ilmu biologi.

Asisten penelitian telah menerima pelatihan 3 hingga 4 bulan dan pada 20 wawancara

pertama mereka diawasi dan pada lebih dari 20 evaluasi mereka disupervisi. Para psikolog

hanya diobservasi 5 wawancara dan dilakukan supervisi serta observasi pada 15-20 evaluasi.

Selama pelatihan, penulis senior (M.Z) menemui masing-masing pembuat diagnosa untuk

melihat interpretasi masing-masing pertanyaan pada SCID. Selain itu juga selama pelatihan,

setiap wawancara ditinjau kembali setiap pertanyaan oleh pembuat diagnosa senior, dan oleh

M.Z. yang meninjau kasus dengan pewawancara. Pada akhir periode pelatihan, para pembuat

diagnosa diharapkan dapat memenuhi semua, atau hampir semua yang diharapkan oleh

pembuat diagnosa senior pada lima evaluasi berturut-turut. Selama proyek MIDAS

berlangsung, supervisi dilakukan terus menerus setiap minggu dengan diadakan pertemuan

yang melibatkan semua anggota tim. Sebagai tambahan, setiap kasus ditinjau kembali oleh

M.Z. Reliabilitasnya diperiksa dari 65 pasien. Sekumpulan desain wawancara digunakan di

mana satu pembuat diagnosa mengobservasi pembuat diagnosa lainnya yang sedang

melakukan wawancara, dan keduanya membuat rating mereka sendiri secara independen.

Reliabilitas untuk mendiagnosa gangguan bipolar (k = 0.75) dan gangguan kepribadian

ambang (k = 1.0) tergolong baik.

Analisa Statistik

Kelompok-kelompok tersebut dibandingkan dengan rata-rata uji t pada variabel yang

terdistribusi secara kontinyu. Untuk masing masing variabel dengan skala ordinal dan respons

5

Page 6: Hubungan Morbiditas Psikososial Pada Gangguan Bipolar Dengan Gangguan Kepribadian Ambang Pada Pasien Rawat Jalan Psikiatri

The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569

yang condong ke satu pihak, digunakan regresi ordinal (model odds proportional). Untuk

variabel kategori dibandingkan dengan statistik chi-square. Kami mengontrol variabel

demografik yang membedakan kelompok diagnostik dengan logistik berganda, ordinal atau

regresi analisis ordinaly least square.

Hasil

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok pasien dengan gangguan

kepribadian ambang memiliki jumlah yang cukup signifikan untuk wanita dibandingkan

dengan kelompok gangguan bipolar. Pasien dengan gangguan kepribadian ambang secara

signifikan lebih muda, mempunyai tingkat pendidikan yang lebih rendah dan cenderung tidak

menikah dibandingkan gangguan bipolar. Setelah dilakukan pengontrolan umur dan jenis

kelamin, pasien dengan gangguan kepribadian ambang ternyata secara signifikan tidak lulus

kuliah (OR = 0.37, Wald X2 = 21.1, P < 0.001) dan tidak menikah (OR = 0.65, Wald X2 =

4.3, P < 0.05).

Dibandingkan dengan pasien gangguan bipolar, pasien dengan gangguan kepribadian

ambang secara signifikan mempunai diagnosa aksis I elbih banyak. Pasien dengan gangguan

kepribadian ambang lebih signifikan mempunyai diagnosa tiga atau lebih gangguan aksis I

(diagnosa gangguan bipolar tidak dihitung pada pasiend dengan diagnosa gangguan bipolar).

Apablia gangguan bipolar dimasukkan ke dalam perhitungan diagnosa gangguan aksis I pada

pasien gangguan bipolar, maka pasien dengan gangguan kepribadian ambang tetap lebih

sering terdiagnosa dengan tiga atau lebih gangguan (79.5% v. 53.8%, X2 = 65.0, P < 0.001).

Pasien dengan gangguan kepribadian ambang secara signifikan mempunyai riwayat

penyalahgunaan alkohol dan penggunaan zat menurut DSM-IV. Rating GAF secara 6

Page 7: Hubungan Morbiditas Psikososial Pada Gangguan Bipolar Dengan Gangguan Kepribadian Ambang Pada Pasien Rawat Jalan Psikiatri

The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569

signifikan dirasakan lebih rendah pada pasien dengan gangguan kepribadian ambang, lebih

dari dua per tiga pasien dinilai 50 atau lebih rendah pada GAF, dibandingkan dengan kurang

dari setengah pasien gangguan bipolar.

Pasien dengan gangguan kepribadian ambang dilaporkan memiliki keinginan bunuh diri yang

lebih tinggi pada waktu evaluasi dan memiliki frekuensi percobaan bunuh diri yang lebih

banyak. (Tabel 2). Pasien dengan gangguan kepribadian ambang juga memiliki banyak

percobaan bunuh diri (24.1% v. 15.3%, X2 = 6.5, P < 0.01). Namun pasien dengan gangguan

kepribadian ambang lebih jarang masuk ke rumah sakit karena alasan psikiatri. Tidak ada

perbedaan pada kedua kelompok mengenai masalah waktu yang hilang untuk pekerjaan

selama 5 tahun terakhir (Tabel 2) dan kecenderungan tidak ada pekerjaan selama 5 tahun

sebelumnya berbeda namun tidak signifikan (8.1% untuk gangguan kepribadian ambang v.

11.5% untuk kelompok gangguan bipolar; X2 = 1.7, P = 0.24). Pasien dengan gangguan

bipolar lebih cenderung menerima santunan dana kesehatan psikis permanen selama 5 tahun

terakhir (20.9% v. 10.1%, X2 = 5.7, P < 0.05), di mana pasien dengan gangguan kepribadian

ambang dilaporkan menerima santunan dana temporer selama periode ini (19.0% v. 9.6%, X2

= 4.4, P < 0.05). Pasien dengan gangguan kepribadian ambang secara signifikan dilaporkan

cenderung terganggu fungsi sosialnya (Tabel 2).

Setelah melakukan pengaturan terhadap umur dan jenis kelamin, individu dengan

gangguan kepribadian ambang tetap memiliki skor GAF yang lebih rendah (ß = -5.3, t = 6.7,

P < 0.001), fungsi sosial yang lebih rendah (ß = 0.64, t = 5.9, P < 0.001) dan jumlah

gangguan aksis I yang lebih banyak (ß = 1.5, t = 9.0, P < 0.001) dibandingkan dengan mereka

yang memiliki gangguan bipolar. Pasien dengan gangguan kepribadian ambang tetap

memiliki kecenderungan untuk memiliki riwayat penyalahgunaan alkohol (OR = 2.32, Wald

7

Page 8: Hubungan Morbiditas Psikososial Pada Gangguan Bipolar Dengan Gangguan Kepribadian Ambang Pada Pasien Rawat Jalan Psikiatri

The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569

X^2 = 19.4, P < 0.001) dan penyalahgunaan zat (OR = 1.49, Wald X2 = 4.7, P = 0.03). Tidak

ada perbedaan signifikan antara kedua kelompok mengenai kecenderungan masuk rumah

sakit psikiatri (OR = 0.78, P = 0.17), tidak bekerja dalam waktu yang lama (OR = 0.87, P =

0.66) atau jumlah waktu pekerjaan yang hilang selama 5 tahun terakhir (ß = -0.06, t = 0.28, P

= 0.78). Individu dengan gangguan bipolar lebih sering menerima santunan dana kesehatan

permanen pada 5 tahun terakhir sebelum penilaian (OR = 0.50, P = 0.07), dimana mereka

dengan gangguan kepribadian ambang tetap secara signifikan menerima santunan kesehatan

temporer (OR = 2.4, P = 0.03). Mereka dengan gangguan bipolar juga tetap memiliki jumlah

kumulatif keinginan bunuh diri yang lebih besar (OR = 3.23, P < 0.001) dan percobaan bunuh

diri yang juga lebih besar (OR = 2.49, P = 0.002). Karenanya perbedaan demografik antara

kedua kelompok tidak membedakan hasil dari perbandingan morbiditas psikososial antara

kelompok gangguan kepribadian ambang dan kelompok gangguan bipolar.

Diskusi

Penelitian ini merupakan studi perbandingan pasien dengan gangguan kepribadian

ambang dengan gangguan bipolar. Kami menemukan tingkat keterbatasan pada pasien

dengan gangguan kepribadian ambang sama besarnya atau lebih besar dari yang dialami oleh

pasien dengan gangguan bipolar. Pasien-pasien dengan gangguan kepribadian ambang,

didiagnosa dengan lebih banyak gangguan komorbid, lebih banyak memiliki riwayat

gangguan penggunaan zat, dilaporkan lebih sering memiliki keinginan bunuh diri, lebih

sering memiliki riwayat percobaan bunuh diri, dilaporkan mempunyai fungsi sosial yang

lebih jelek dan memiliki GAF yang lebih rendah. Kelompok-kelompok tersebut tidak berbeda

dalam hal jumlah waktu tidak memiliki pekerjaan atau jumlah waktu tidak bekerja karena

alasan psikiatri; namun, pasien dengan gangguan bipolar lebih sering mendapatkan santunan

permanen dan pasien dengan gangguan kepribadian ambang lebih sering mendapatkan

santunan kesehatan temporer. Kemungkinan para pasien dengan gangguan kepribadian

ambang lebih sering mendapatkan konflik interpersonal yang berkaitan dengan pekerjaan,

atau mengalami perasaan yang meluap-luap dalam periode singkat karena sebab konflik lain

dari pekerjaan dan stres dalam kehidupan, yang menyebabkan mereka harus meninggalkan

pekerjaan sementara dan menghasilkan disabilitas temporer yang lebih tinggi. Meskipun

tingkat kecacatan kerja persisten dan kroniknya sama, pasien dengan gangguan bipolar lebih

berhasil mendapatkan santunan dana kesehatan dibandingkan pasien dengan gangguan

kepribadian ambang. Konsisten dengan hipotesis yang menyatakan bahwa gangguan bipolar 8

Page 9: Hubungan Morbiditas Psikososial Pada Gangguan Bipolar Dengan Gangguan Kepribadian Ambang Pada Pasien Rawat Jalan Psikiatri

The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569

lebih sering terfasilitasi dan mendapatkan santunan kesehatan, kami melaporkan bahwa

overdiagnosis gangguan bipolar, yang juga memiliki gangguan kepribadian ambang,23

berkaitan dengan penerimaan dana santunan kesehatan.24

Meskipun terdapat perbedaan klinis dan kesehatan masyarakat dari kedua penyakit

ini, namun nampaknya gangguan kepribadian ambang berada di bawah bayangan gangguan

bipolar. Literatur kebanyakan menunjukkan pentingnya gangguan bipolar dibandingkan

gangguan kepribadian ambang. Beberapa tinjauan pustaka, komentar-komentar dan berbagai

studi telah banyak dipublikasikan dan mengindikasikan bahwa gangguan bipolar kurang

banyak dikenali dan tidak terdiagnosa,25-32 di mana tidak ada literatur yang membahas

mengenai gangguan kepribadian ambang. Telah dilakukan penelusuran di PubMed dan

ternyata tidak ada sebuah artikelpun yang sudah dipublikasikan ditemukan mengenai

gangguan kepribadian ambang dan underdiagnosis (atau under-recognition) pada judul

halaman artikel. Konsisten dengan usaha untuk meningkatkan pengenalan akan gangguan

bipolar, beberapa skala telah dikembangkan untuk skrining gangguan bipolar,33-36 sebuah

badan penelitian besar telah terhimpun untuk memeriksa performa pengukuran-pengukuran

tersebut.37 Sebaliknya, hanya satu skala yang dikembangkan untuk skrining gangguan

kepribadian ambang,38 dan sedikit sekali studi yang telah memeriksa performanya. Gangguan

bipolar telah masuk ke dalam studi Global Burden of Disease, namun tidak dengan gangguan

kepribadian ambang.39

Meskipun gangguan kepribadian ambang tidak sepenuhnya diabaikan di literatur,

dibandingkan gangguan bipolar sangat sedikit artikel yang dipublikasikan pada jurnal-jurnal

psikiatri unggulan. Misalnya, sebuah penelusuran PubMed tanggal 17 Juni 2014 terhadap

judul artikel yang dipublikasikan sejak tahun 2000 di British Journal of Psychiatry

menunjukkan hasil lebih dari tiga kali lebih banyak judul gangguan bipolar dibandingkan

gangguan kepribadian ambang (86 v.26). Sebuah penelusuran National Institute of Health

Research Portfolio Online Reporting Tools menunjukkan bahwa jumlah pendanaan untuk

gangguan bipolar lebih dari 10 kali dibandingkan gangguan kepribadian ambang.40

Kurangnya pengenalan gangguan bipolar pada pasien depresi merupakan suatu masalah

klinik yang sangat signifikan. Orang yang didiagnosis dengan gangguan bipolar sering

mengalami tenggang waktu lebih dari 10 tahun dari awal mereka datang untuk mencari

penanganan awal dan akhirnya mendapat diagnosis yang benar.32 Penanganan dan implikasi

klinik dari kegagalan pengenalan gangguan bipolar pada pasien depresi termasuk kurangnya

peresepan obat-obat penstabil mood (mood stabilizer), termasuk risiko siklus yang meningkat

9

Page 10: Hubungan Morbiditas Psikososial Pada Gangguan Bipolar Dengan Gangguan Kepribadian Ambang Pada Pasien Rawat Jalan Psikiatri

The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569

dan meningkatnya biaya pelayanan kesehatan.41-43 Oleh karenanya, selama decade yang telah

lewat ada beberapa usaha yang dilakukan untuk mengenali gangguan bipolar pada pasien

depresi seperti yang telah ditunjukkan pada artikel-artikel sebelumnya.27,31,44-47 Kita dapat

bertanya apakah hal ini meningkatkan pengenalan akan gangguan bipolar, sebanyak yang

telah didanai oleh industry farmasi, yang berupaya meningkatkan diagnosis yang lebih akurat

dan pengenalan akan signifikansi kesehatan masyarakat mengenai gangguan kepribadian

ambang. Selain itu, konsekuensi potensi dari kampanye untuk meningkatkan pengenalan akan

gangguan bipolar telah menjadi penyebab overdiagnosisnya (dan overtreatment) pada pasien

dengan gangguan kepribadian ambang. Overdiagnosis gangguan bipolar hingga kelalaian

pada pasien gangguan kepribadian ambang mungkin menjadi masalah yang bahkan lebih

besar lagi di masa yang akan datang bila usaha untuk memperlebar batasan gangguan bipolar

dilakukan.48-50 Usaha ini dapat menyebabkan gangguan kepribadian ambang diletakkan di

bawah spektrum bipolar.10,51

Kelebihan dan kekurangan studi

Ada beberapa keterbatasan pada studi ini. Kekurangannya adalah studi ini

dilaksanakan pada satu pasien rawat jalan yang kebanyakan adalah ras kulit putih, wanita dan

memiliki asuransi kesehatan. Meskipun generalisasi dari studi tunggal sangatlah terbatas,

namun kelebihan studi ini adalah pasien-pasien tersebut dipilih berdasarkan kriteria inklusi

dan eksklusi. Proyek MIDAS memasukkan pasien dengan berbagai diagnosis dan tidak

memilih kasus murni berdiri sendiri, dan karenanya memiliki variasi yang lebih banyak, dan

merugikan berdasarkan konstruksi diagnosis. Kelebihan lain dari studi ini adalah penggunaan

pewawancara yang sangat terlatih yang mendiagnosa gangguan kepribadian ambang dan

gangguan mood dengan reliabilitas yang baik. Selain itu, didapatkan sampel dengan

karakteristik demografik yang terjamin. Juga, penting untuk mereplikasi hasil dari sampel

dengan berbagai karakteristik demografi pada populasi umum sebuah sampel epidemiologi

yang mungkin mempunyai implikasi yang lebih baik untuk kebijakan kesehatan masyarakat.

Wawancara mengenai lamanya tidak bekerja, jumlah percobaan bunuh diri dan masuk rumah

sakit sebelumnya berdasarkan laporan retrospektif pasien, bukannya observasi prospektif atau

melihat pekerjaan pasien dan catatan medis. Sangat mungkin bila pasien melakukan salah

estimasi mengenai jumlah waktu tidak bekerja, karena jumlah waktu tidak bekerja sangat

berkaitan dengan penyakit psikiatri atau jumlah masuk rumah sakit atau percobaan bunuh

10

Page 11: Hubungan Morbiditas Psikososial Pada Gangguan Bipolar Dengan Gangguan Kepribadian Ambang Pada Pasien Rawat Jalan Psikiatri

The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569

diri. Meskipun penelitian yang membandingkan ketidakhadiran berdasarkan pelaporan pasien

sendiri dengan catatan pekerjaan pasien telah ditemukan korelasi dengan derajat yang tinggi

dibandingkan pemeriksaannya,52 tidak ada studi yang memeriksa keakuratan dari laporan

pasien pribadi selama periode lebih dari 5 tahun. Suatu studi prospektif dari morbiditas

okupasional dan layanan kesehatan telah dijamin. Lebih dari itu, kami memeriksa ketidak

hadiran kerja, dan tidak mengevaluasi gangguan performa pada pekerjaan.

Akhirnya, beberapa orang mungkin tidak setuju untuk menyatukan pasien dengan

gangguan bipolar yang berbeda subtipenya ke dalam satu kelompok yang sama dan

membandingkannya dengan gangguan kepribadian ambang. Subtipe gangguan bipolar sangat

tergantung atas keparahan gangguan fungsinya; karena itu, sangat tidak layak untuk

membandingkan masing-masing subtipe gangguan bipolar dengan gangguan kepribadian

ambang dan kemudian mencoba menarik kesimpulan mengenai morbiditas psikososial yang

berkaitan dengan masing-masing gangguan. Selain itu, studi seperti studi Global Burden of

Disease mendeskripsikan morbiditas berkaitan dengan gangguan bipolar secara menyeluruh,

bukannya dipisah-pisah tiap subtipe.

Mark Zimmerman, MD, William Ellison, PhD, Theresa A. Morgan, PhD, Diane Young, PhD,

Iwona Chelminski, PhD, Kristy Dalrymple, PhD, Departemen Psikiatri dan Perilaku

Manusia, Fakultas Kedokteran Universitas Brown, Providence, Rhode Island, USA

Correspondence: Dr Mark Zimmerman, 146 West River Street, Providence, RI 02904, USA.

Email: [email protected]

Diterima tanggal 10 Juli 2014, Revisi akhir 7 Oktober 2014, diterima tanggal 2 November

2014

Daftar Pustaka

1 Bryant-Comstock L, Stender M, Devercelli G. Health care utilization and costs among privately insured

patients with bipolar I disorder. Bipolar Disord 2002; 4: 398–405.

2 Kent S, Fogarty M, Yellowlees P. A review of studies of heavy users of psychiatric services. Psychiatr Serv

1995; 46: 1247–53.

3 Isometsa ET, Henriksson MM, Aro HM, Lonnqvist JK. Suicide in bipolar disorder in Finland. Am J

Psychiatry 1994; 151: 1020–4.

4 Angst F, Stassen HH, Clayton PJ, Angst J. Mortality of patients with mood disorders: follow-up over 34–38

years. J Affect Disord 2002; 68: 167–81.

11

Page 12: Hubungan Morbiditas Psikososial Pada Gangguan Bipolar Dengan Gangguan Kepribadian Ambang Pada Pasien Rawat Jalan Psikiatri

The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569

5 Ruggero CJ, Chelminski I, Young D, Zimmerman M. Psychosocial impairment associated with bipolar II

disorder. J Affect Disord 2007; 104: 53–60.

6 Kessler RC, Akiskal HS, Ames M, Birnbaum H, Greenberg P, Hirschfeld RM, et al. Prevalence and effects of

mood disorders on work performance in a nationally representative sample of U.S. workers. Am J Psychiatry

2006; 163: 1561–8.

7 Morgan VA, Mitchell PB, Jablensky AV. The epidemiology of bipolar disorder: sociodemographic, disability

and service utilization data from the Australian National Study of Low Prevalence (Psychotic) Disorders.

Bipolar Disord 2005; 7: 326–37.

8 Pompili M, Girardi P, Ruberto A, Tatarelli R. Suicide in borderline personality disorder: a meta-analysis. Nord

J Psychiatry 2005; 59: 319–24.

9 Zanarini MC, Jacoby RJ, Frankenburg FR, Reich DB, Fitzmaurice G. The 10-year course of social security

disability income reported by patients with borderline personality disorder and axis II comparison subjects. J

Pers Disord 2009; 23: 346–56.

10 Smith DJ, Muir WJ, Blackwood DH. Is borderline personality disorder part of the bipolar spectrum? Harv

Rev Psychiatry 2004; 12: 133–9.

11 Antoniadis D, Samakouri M, Livaditis M. The association of bipolar spectrum disorders and borderline

personality disorder. Psychiatr Q 2012; 83: 449–65.

12 Coulston CM, Tanious M, Mulder RT, Porter RJ, Malhi GS. Bordering on bipolar: the overlap between

borderline personality and bipolarity. Aust NZ J Psychiatry 2012; 46: 506–21.

13 Paris J. Borderline or bipolar? Distinguishing borderline personality disorder from bipolar spectrum

disorders. Harv Rev Psychiatry 2004; 12: 140–5.

14 Sripada CS, Silk KR. The role of functional neuroimaging in exploring the overlap between borderline

personality disorder and bipolar disorder. Curr Psychiatry Rep 2007; 9: 40–5.

15 Ghaemi SN, Dalley S, Catania C, Barroilhet S. Bipolar or borderline: a clinical overview. Acta Psychiatr

Scand 2014; 130: 99–108.

16 Bayes A, Parker G, Fletcher K. Clinical differentiation of bipolar II disorder from borderline personality

disorder. Curr Opin Psychiatry 2014; 27: 14–20.

17 Zimmerman M, Morgan TA. The relationship between borderline personality disorder and bipolar disorder.

Dialogues Clin Neurosci 2013; 15: 155–69.

18 Zimmerman M, Galione JN, Chelminski I, Young D, Dalrymple K, Ruggero CJ. Sustained unemployment in

psychiatric outpatients with bipolar disorder: frequency and association with demographic variables and

comorbid disorders. Bipolar Disord 2010; 12: 720–6.

19 Zimmerman M, Martinez JH, Morgan TA, Young D, Chelminski I, Dalrymple K. Distinguishing bipolar II

depression from major depressive disorder with comorbid borderline personality disorder: demographic,

clinical, and family history differences. J Clin Psychiatry 2013; 74: 880–6.

20 First MB, Spitzer RL, Gibbon M, Williams JBW. Structured Clinical Interview for DSM-IV Axis I Disorders

– Patient Edition (SCID-I/P, version 2.0). Biometrics Research Department, New York State Psychiatric

Institute, 1995.

21 Pfohl B, Blum N, Zimmerman M. Structured Interview for DSM-IV Personality. American Psychiatric Press,

1997.

12

Page 13: Hubungan Morbiditas Psikososial Pada Gangguan Bipolar Dengan Gangguan Kepribadian Ambang Pada Pasien Rawat Jalan Psikiatri

The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569

22 Endicott J, Spitzer RL. A diagnostic interview: the Schedule for Affective Disorders and Schizophrenia.

Arch Gen Psychiatry 1978; 35: 837–44.

23 Zimmerman M, Ruggero CJ, Chelminski I, Young D. Psychiatric diagnoses in patients previously

overdiagnosed with bipolar disorder. J Clin Psychiatry 2010; 71: 26–31.

24 Zimmerman M, Galione JN, Ruggero CJ, Chelminski I, Dalrymple K, Young D. Overdiagnosis of bipolar

disorder and disability payments. J Nerv Ment Dis 2010; 198: 452–4.

25 Angst J. Do many patients with depression suffer from bipolar disorder? Can J Psychiatry 2006; 51: 3–5.

26 Angst J, Azorin JM, Bowden CL, Perugi G, Vieta E, Gamma A, et al. Prevalence and characteristics of

undiagnosed bipolar disorders in patients with a major depressive episode: the BRIDGE Study. Arch Gen

Psychiatry 2011; 68: 791–8.

27 Bowden CL. Strategies to reduce misdiagnosis of bipolar depression. Psychiatr Serv 2001; 52: 51–5.

28 Ghaemi SN, Ko JY, Goodwin FK. ‘Cade’s disease’ and beyond: misdiagnosis, antidepressant use, and a

proposed definition for bipolar spectrum disorder. Can J Psychiatry 2002; 47: 125–34.

29 Ghaemi S, Sachs G, Chiou A, Pandurangi A, Goodwin F. Is bipolar disorder still underdiagnosed? Are

antidepressants overutilized? J Affect Disord 1999;

52: 135–44.

30 Hantouche EG, Akiskal HS, Lancrenon S, Allilaire JF, Sechter D, Azorin JM, et al. Systematic clinical

methodology for validating bipolar-II disorder: data in mid-stream from a French national multi-site study

(EPIDEP). J Affect Disord 1998; 50: 163–73.

31 Hirschfeld RM. Bipolar spectrum disorder: improving its recognition and diagnosis. J Clin Psychiatry 2001;

62 (suppl 14): 5–9.

32 Hirschfeld RM, Lewis L, Vornik LA. Perceptions and impact of bipolar disorder: how far have we really

come? Results of the national depressive and manic-depressive association 2000 survey of individuals with

bipolar disorder. J Clin Psychiatry 2003; 64: 161–74.

33 Angst J, Adolfsson R, Benazzi F, Gamma A, Hantouche E, Meyer TD, et al. The HCL-32: towards a self-

assessment tool for hypomanic symptoms in outpatients. J Affect Disord 2005; 88: 217–33.

34 Ghaemi SN, Miller CJ, Berv DA, Klugman J, Rosenquist KJ, Pies RW. Sensitivity and specificity of a new

bipolar spectrum diagnostic scale. J Affect Disord 2005; 84: 273–7.

35 Hirschfeld R, Williams J, Spitzer R, Calabrese J, Flynn L, Keck P, et al. Development and validation of a

screening instrument for bipolar spectrum disorder: the Mood Disorder Questionnaire. Am J Psychiatry

2000; 157: 1873–5.

36 Parker G, Fletcher K, Barrett M, Synnott H, Breakspear M, Hyett M, et al. Screening for bipolar disorder: the

utility and comparative properties of the MSS and MDQ measures. J Affect Disord 2008; 109: 83–9.

37 Zimmerman M, Galione J. Screening for bipolar disorder with the Mood Disorders Questionnaire: a review.

Harv Rev Psychiatry 2012; 19: 219–28.

38 Zanarini MC, Vujanovic AA, Parachini EA, Boulanger JL, Frankenburg FR, Hennen J. A screening measure

for BPD: the McLean Screening Instrument for Borderline Personality Disorder (MSI-BPD). J Pers Disord

2003; 17: 568–73.

39 Murray C, Lopez A. The Global Burden of Disease. Harvard University Press, 1996.

13

Page 14: Hubungan Morbiditas Psikososial Pada Gangguan Bipolar Dengan Gangguan Kepribadian Ambang Pada Pasien Rawat Jalan Psikiatri

The British Journal of Psychiatry (2015) 206, 1–5. doi: 10.1192/bjp.bp.114.153569

40 Zimmerman M, Gazarian D. Is research on borderline personality disorder underfunded by the National

Institute of Health? Psychiatry Res 2014; 220: 941–4.

41 Birnbaum HG, Shi L, Dial E, Oster EF, Greenberg PE, Mallett DA. Economic consequences of not

recognizing bipolar disorder patients: a cross-sectional descriptive analysis. J Clin Psychiatry 2003; 64:

1201–9.

42 Shi L, Thiebaud P, McCombs JS. The impact of unrecognized bipolar disorders for patients treated for

depression with antidepressants in the fee-for-services California Medicaid (Medi-Cal) program. J Affect

Disord 2004; 82: 373–83.

43 Matza LS, Rajagopalan KS, Thompson CL, de Lissovoy G. Misdiagnosed patients with bipolar disorder:

comorbidities, treatment patterns, and direct treatment costs. J Clin Psychiatry 2005; 66: 1432–40.

44 Manning JS, Haykal RF, Connor PD, Akiskal HS. On the nature of depressive and anxious states in a family

practice setting: the high prevalence of bipolar II and related disorders in a cohort followed longitudinally.

Compr Psychiatry 1997; 38: 102–8.

45 Hirschfeld RM, Vornik LA Recognition and diagnosis of bipolar disorder. J Clin Psychiatry 2004; 65 (suppl

15): 5–9.

46 Yatham LN. Diagnosis and management of patients with bipolar II disorder. J Clin Psychiatry 2005; 66

(suppl 1): 13–7.

47 Perugi G, Akiskal HS, Lattanzi L, Cecconi D, Mastrocinque C, Patronelli A, et al. The high prevalence of

’soft’ bipolar (II) features in atypical depression. Compr Psychiatry 1998; 39: 63–71.

48 Akiskal H, Bourgeois M, Angst J, Post R, Moller H, Hirschfeld R. Re-evaluating the prevalence of and

diagnostic composition within the broad clinical spectrum of bipolar disorders. J Affect Disord 2000; 59:

S5–30.

49 Angst J. The bipolar spectrum. Br J Psychiatry 2007; 190: 189–91.

50 Moller HJ, Curtis VA. The bipolar spectrum: diagnostic and pharmacologic considerations. Expert Rev

Neurother 2004; 4: S3–8.

51 Akiskal HS. Demystifying borderline personality: critique of the concept and unorthodox reflections on its

natural kinship with the bipolar spectrum. Acta Psychiatr Scand 2004; 110: 401–7.

52 Ferrie JE, Kivimaki M, Head J, Shipley MJ, Vahtera J, Marmot MG. A comparison of self-reported sickness absence with absences recorded in employers’ registers: evidence from the Whitehall II study. Occup Environ Med 2005; 62: 74–9.

14