hubungan konsentrasi pm dan karakteristik pekerja terhadap...
TRANSCRIPT
i
Hubungan Konsentrasi PM10 dan Karakteristik Pekerja
Terhadap Keluhan Subjektif Gangguan Pernapasan Akut Pada Petugas
di area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh:
YOLANDA MUTIARA CHRISTINA
NIM. 1112101000064
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
TAHUN 2017 M / 1438 H
ii
iv
v
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Maret 2017
YOLANDA MUTIARA CHRISTINA, NIM : 1112101000064
Hubungan Konsentrasi PM10 dan Karakteristik Pekerja Terhadap Keluhan
Subjektif Gangguan Pernapasan Akut pada Petugas di area Basement Parkir
Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
(xxvii+ 150 halaman, 12 tabel, 8 grafik, 2 diagram , 6 gambar, 4 bagan, 5
lampiran)
ABSTRAK
Partikulat berukuran 10 mikron (PM10) merupakan salah satu faktor determinan
penting terhadap timbulnya keluhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Selain itu,
karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin, lama paparan, masa kerja, status merokok,
penggunaan masker) juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya ISPA.
Salah satu pekerja yang berisiko terkena ISPA adalah petugas parkir dan keamanan di
gedung perkantoran dan perdagangan. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk
mengetahui hubungan antara konsentrasi PM10 dan karakteristik pekerja terhadap
keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada petugas di area parkir basement Mal
Blok M dan Poins Square tahun 2016.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional. Sampel pada penelitian ini ialah seluruh petugas parkir ataupun petugas
keamanan yang bertugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016 sejumlah 60 orang yang diambil menggunakan teknik proportionate random
sampling. Selain analisa univariat, analisa bivariat dilakukan dengan menggunakan uji
non parameterik Mann Whitney dan uji Chi-square dengan α = 0,05. Hasil menunjukkan
bahwa 70% petugas parkir maupun keamanan yang bertugas di kedua area basement
parkir Mal memiliki keluhan subjektif gangguan pernapasan akut. Pada α 5% terdapat
hubungan yang bermakna antara konsentrasi PM10 (p = 0,026), usia (p = 0,034),
penggunaan masker (p = 0,021), lama paparan (p = 0,052), dan masa kerja petugas (p =
0,011) dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan akut.
Disarankan pada perusahaan untuk mengaktifkan seluruh sistem Fresh Air Ducting
di setiap lantai basement parkir pada jam ramai kendaraan guna mendapatkan sirkulasi
vii
udara yang baik, melakukan pemeriksaan dan pembersihan blower atau komponen
lainnya secara berkala, memberlakukan job rotation pada seluruh lapisan petugas tanpa
terkecuali untuk meminimalisir paparan PM10, serta menerapkan batas maksimum jam
kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kata Kunci : ISPA, PM10, karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin, lama
paparan, masa kerja, status merokok, penggunaan masker), area
parkir basement.
Daftar Bacaan : 124 (1990-2016)
viii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduated Thesis, March 2017
YOLANDA MUTIARA CHRISTINA, NIM: 1112101000064
Relations Between The PM10 Concentration and Workers Characteristics to The
Subjective Complaints of Acute Respiratory Distress On Officers In The Mal
Blok M And Poins Square Basement Area In 2016
(xxvii + 150 pages, 12 tables, 8 graphs, 2 diagrams , 6 figures, 4 bagan, 5
attachments)
ABSTRACT
Particulate matter (PM10) is one of the important determinants of the onset
of the Acute Respiratory Infection (ARI) complaints. In addition, worker
characteristics (age, gender, length of exposure, length of employment, smoking
status, use of masks) is also a factor that can affect the incidence of ARI. The
purpose of this study was to determine the relationship between the concentration
of PM10 and the characteristics of workers to the subjective complaints of acute
respiratory distress to the workers at the Poins Square and Blok M Mall basement
parking area in 2016.
This study is a quantitative research with cross-sectional study design. The
samples in this research is all the parking attendants and security personnel who
duty in the basement area of Blok M Mall and Poins Square parking area in 2016,
with a number of 60 people were taken using proportionate random sampling
technique. Beside univariate, bivariate were analyzed using non parametric Mann
Whitney test and Chi-square test with α = 0.05. The results showed that 70% of
the parking attendants and security for both mall had subjective complaints of
acute respiratory distress. There is a significant relation between the concentration
of PM10 (p = 0.026), age (p = 0.034), use of masks (p = 0.021), length of exposure
(p = 0,052) and working period (p value = 0.011) with subjective complaints of
acute respiratory distress.
Its suggested for the company to turning whole Fresh Air Ducting system on
each floor of the basement parking in crowded situations of vehicles in order to
ix
get the good air circulation, conduct inspection and cleaning of the blower or
other components on a regular basis, imposed job rotation at all levels of workers
without exception to minimize exposure to PM10, apply a maximum limit of
working hour according local regulations.
Keyword : ARI, PM10, Workers Characteristic (age, gender, length of
exposure, length of employment, smoking status, use of masks), basement parking
area.
Bibliography : 124 (1990-2016)
x
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi
Nama Lengkap : Yolanda Mutiara Christina
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 10 Januari 1995
Agama : Islam
Alamat Rumah
: Jln. Moch Kahfi 1, Gg. H. Tohir II rt 003 rw 04,
Kelurahan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kode Pos
12620
Email : [email protected]
Telepon : 0896-8230-1152
Pendidikan Formal
1999 – 2000 : TK Islam Al-Hidayah Cilandak, Jakarta
2000 – 2006 : SD N 01 Cilandak Timur, Jakarta
2006 – 2009 : SMP N 56 Jakarta
2009 – 2012 : SMA N 49 Jakarta
2012 – 2017 : S1 Peminatan Kesehatan Lingkungan, Program
xi
Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
2007 – 2009
: Staff 2 Bidang Pengembangan Pendidikan OSIS
SMP N 56 Jakarta
2010 – 2011
: Anggota Library Lovers Club (LLC) SMA N 49
Jakarta
2012 – 2014
: Anggota Divisi Pengembangan Sumber Daya
Manusia (PSDM) Badan Eksekutif Mahasiswa
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2015
: Divisi Badan Pengawas Harian (BPH) Subdiv.
Bendahara Seminar Profesi Kesehatan
Lingkungan UIN Jakarta tahun 2015; “Combat
The Neglected Tropical Disease Towards
Filariasis-free Country by 2020”.
xii
2015 – 2016
: Anggota Pengurus Environmental Health Student
Association UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Divisi Komunikasi dan Media.
Pengalaman Kerja
2014 : Pengalaman Belajar Lapangan 1 dan 2 di RW 04
Wilayah Kerja Puskesmas Paku Alam Kota
Tangerang Selatan; Konsentrasi Penyakit
Tuberkulosis Paru
2016 : Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Bagian Instalasi
Sanitasi dan Pertamanan Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Fatmawati; Konsentrasi
Manajemen Pengolahan Limbah Cair RS
2017 : Program Internship, Dept. Life Administration,
PT Prudential Life Assurance (Maret – Juni)
xiii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah s.w.t. yang atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
“Hubungan Konsentrasi PM10 dan Karakteristik Pekerja Terhadap Keluhan
Subjektif Gangguan Pernapasan Akut Pada Petugas di Area Basement Parkir Mal
Blok M dan Poins Square Tahun 2016”. Pada penulisan skripsi ini, penulis
merasa masih banyak kekurangan baik teknis maupun materi mengingat akan
kemampuan penulis yang belum mencapai kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak sangat diharapkan bagi penulis demi kesempurnaan
proposal skripsi ini.
Dalam penulisan proposal skripsi ini, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini, khususnya kepada :
1. Orang tua saya Bapak Gokhing Tua Marisi Napitupulu dan Ibu R. Utami
yang selalu mendoakan dan mendukung baik segi mori; maupun materil
dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Kakek tercinta Almarhum R. Sapari Kartaatmadja yang selalu mendidik saya
dari waktu kecil hingga dewasa dengan penuh kasih sayang dan support yang
luar biasa.
3. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Prof. Dr. H. Arif Sumantri,
SKM, M.Kes
4. Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes., Ph.D
5. Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes., Ph.D selaku dosen Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan
skripsi ini.
6. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku dosen Pembimbing II yang juga
telah memberikan saran dan masukan dalam proses penyusunan skripsi ini.
xiv
7. Dosen penguji yaitu Ibu Yuli Amran, S.KM, M.KM, Bapak dr. Yuli
Prapancha Satar, MARS, Ph.D, dan Ibu Khadijah Azhar, M.KM yang telah
memberikan arahan dan masukan agar skripsi ini berjalan dengan baik.
8. Muhammad Luqman yang telah banyak membantu, memotivasi dan
mensupport seluruh tahapan dalam penyusunan skripsi ini.
9. Kak Nur Najmi Laila selaku laboran laboratorium HOC FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia mengawasi dan memberi arahan
selama proses turun lapangan berlangsung.
10. Bapak Agus Priyanto (HRD dan GA Manager) Mal Blok M dan Ibu Yayah
Nurmala (HRD) Poins Square yang telah memberikan izin untuk
dilakukannya penelitian ini serta selalu membantu dalam proses perizinan
pengambilan data.
11. Bapak Cecep Supriyatna, bapak Sorba Simbolon, bapak Tony, bapak
Makmun yang telah membantu dalam proses perizinan pengambilan data
pada petugas keamanan dan petugas parkir di Mal Blok M dan Poins Square.
12. Rekan-rekan petugas keamanan dan security parking Mal Blok M dan Poins
Square yang telah membantu dan bersedia untuk dijadikan sampel pada
penelitian ini.
13. Ika Nursyafitriany, Rr. Putri Annisya, Ofin Andina Putri, Yufa Zuriya, rekan
bimbingan Ibu Dewi dan Ibu Ela yang selalu mensupport, membantu proses
turlap dan bersedia berdiskusi terkait skripsi ini.
14. Sahabat se-perkuliahan “itik-itik” (Andini Septiani, Ika Nursyafitriany,
Nurazizah, Vira Rahmayanti, Tyas Widya Utami) yang selalu mendukung
agar skripsi ini cepat rampung.
15. Sahabat SMA “Nine” (Afifah, Annisol, Ayunda, Fadiah, Norin, Ratna, Reffi,
Tyas) yang selalu memberikan support dan motivasi agar bisa lulus segera di
tahun 2017 ini.
16. Sahabat masa kecil Icha dan Reni yang biarpun jarang bertemu namun selalu
mensupport dan memotivasi agar skripsi ini cepat selesai.
17. Rekan Kesling 2012 dan Kesmas 2012 yang saling memberikan semangat
dan arahan dalam diskusi- diskusi singkat selama penyusunan skripsi ini.
xv
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran serta
pencerahan khususnya bagi penulis, sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, aamiin.
Jakarta, Maret 2017
Yolanda Mutiara Christina
xvi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ x
KATA PENGANTAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xxi
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................ xxiii
DAFTAR DIAGRAM ........................................................................................ xxiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xxv
DAFTAR BAGAN ............................................................................................ xxvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxvii
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xxviii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................................... 8
1.4 Tujuan ....................................................................................................................... 9
1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 9
1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 9
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 10
1.5.1 Bagi Instansi Terkait ............................................................................. 10
1.5.2 Bagi Pekerja .......................................................................................... 10
1.5.3 Bagi Peneliti .......................................................................................... 10
1.5.4 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan .................................... 11
xvii
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................................ 11
BAB II ................................................................................................................... 13
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 13
2.1 Keluhan Subyektif Saluran Pernapasan .................................................................. 13
2.1.1 Pengertian Keluhan Subyektif Saluran Pernapasan .............................. 13
2.1.2 Sistem Pernapasan ................................................................................ 17
2.2 Infeksi Saluran Pernapasan Akut............................................................................. 23
2.2.1 Pengertian ISPA .................................................................................... 23
2.2.2 Klasifikasi dan Gejala ISPA ................................................................. 24
2.2.3 Diagnosis ISPA ..................................................................................... 25
2.2.4 Etiologi ISPA ........................................................................................ 25
2.2.4 Mekanisme Terjadinya ISPA ................................................................ 26
2.2.5 Epidemiologi ISPA di Indonesia .......................................................... 28
2.2.6 Faktor risiko ISPA ................................................................................ 29
2.3 Pencemaran Udara ................................................................................................. 42
2.4 Kerangka Teori ........................................................................................................ 47
BAB III ................................................................................................................. 50
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ................................ 50
3.1 Kerangka Konsep ..................................................................................................... 50
3.3 Definisi Operasional ................................................................................................ 51
3.4 Hipotesis Penelitian ................................................................................................ 54
BAB IV ................................................................................................................. 55
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 55
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................................................. 55
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................................... 55
xviii
4.3 Populasi dan Sampel ............................................................................................... 61
4.4 Pengumpulan Data .................................................................................................. 65
4.4.1 Data Primer ........................................................................................... 65
4.4.2 Instrumen Penelitian ............................................................................. 66
4.5 Uji validitas dan reliabilitas ..................................................................................... 71
4.6 Teknik Pengolahan Data ......................................................................................... 73
4.7 Analisis Data ............................................................................................................ 75
BAB V ................................................................................................................... 78
HASIL PENELITIAN ........................................................................................... 78
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................................ 78
5.1.1 Gambaran Umum Mal Blok M ............................................................. 78
5.1.2 Gambaran Umum Poins Square ............................................................ 80
5.2 Analisis Univariat ..................................................................................................... 82
5.2.1 Gambaran Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut Pada Petugas
di Area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square ..................... 82
5.2.2 Gambaran Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan ISPA Ringan
Pada Petugas Parkir Dan Keamanan Di Area Basement Parkir Mal Blok
M Dan Poins Square ............................................................................. 86
5.3 Analisis Bivariat ....................................................................................................... 97
5.3.1 Hubungan antara Konsentrasi PM10 dengan Keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan
Poins Square ......................................................................................... 98
5.3.2 Hubungan antara Usia Petugas dengan Keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan
Poins Square ......................................................................................... 99
5.3.3 Hubungan antara Variabel Independen Jenis Kelamin, Penggunaan
APD (Masker), Status Merokok, Lama Paparan, dan Masa Kerja
xix
dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada Petugas di
area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016 ..... 100
BAB VI ............................................................................................................... 103
PEMBAHASAN ................................................................................................. 103
6.1 Keterbatasan Penelitian ........................................................................................ 103
6.2 Distribusi Frekuensi Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut Pada Petugas di
Area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square ........................................... 104
6.3 Hubungan Konsentrasi PM10 dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut
pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square ................. 110
6.4 Hubungan antara Usia Petugas dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square ......... 119
6.5 Hubungan Penggunaan APD (Masker) dengan Keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins
Square ................................................................................................................... 121
6.6 Hubungan Status Merokok dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut
pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square ................. 124
6.7 Hubungan Lama Paparan dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut
pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square ................. 126
6.8 Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada
Petugas di area basment parkir Mal Blok M dan Poins Square ............................ 128
BAB VII .............................................................................................................. 130
PENUTUP ........................................................................................................... 130
7.1 Simpulan ....................................................................................................... 130
7.2 Saran .............................................................................................................. 131
7.3.1 Saran Bagi Perusahaan....................................................................... 131
7.3.2 Saran Bagi Petugas Parkir Maupun Petugas Kemanan ...................................... 133
7.3.3 Saran Bagi Peneliti Lain ..................................................................... 134
xx
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 135
LAMPIRAN ........................................................................................................ 147
xxi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Struktur dan Fungsi Sistem Pernapasan.................................... 21
Tabel 3.1 Definisi Operasional................................................................. 50
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Populasi Pada Masing-Masing Lokasi
Penelitian..................................................................................... 62
Tabel 4.2 Jumlah Sampel Pada Masing-Masing Area Kerja...................... 64
Tabel 5.1 Distribusi Konsentrasi PM10 di seluruh Area Parkir basement
Mal Blok M dan Poins Square.................................................... 86
Tabel 5.2 Distribusi Konsentrasi PM10 di masing-masing Area Basement
Parkir Mal Blok M dan Poins Square......................................... 87
Tabel 5.3 Distribusi Usia Petugas Parkir dan Keamanan di area
Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square........................ 88
Tabel 5.4 Distribusi Lama Merokok dan Rata-rata Jumlah Rokok Yang
Dihisap Per hari oleh Petugas..................................................... 92
Tabel 5.5 Hubungan antara Konsentrasi PM10 dengan Keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut pada Petugas di area basement
parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016..................... 97
Tabel 5.6 Hubungan antara Usia Petugas dengan Keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut pada Petugas di area basement
parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016..................... 98
Tabel 5.7 Hubungan antara jenis kelamin, penggunaan APD (masker),
status merokok, lama paparan, dan masa kerja dengan keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut pada petugas di area 99
xxii
basement parkir Mal Blok M dan Poins Square.........................
Tabel 6.1 Distribusi Konsentrasi PM10, Suhu Dan Kelembaban Udara
Berdasarkan Area Kerja Petugas................................................ 111
xxiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Distribusi Petugas dengan Keluhan Subjektif Gangguan
Pernapasan Akut berdasarkan Lokasi Kerja di area Basement
Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016.................. 81
Grafik 5.2 Distribusi Petugas dengan Keluhan Subjektif Gangguan
Pernapasan Akut Berdasarkan Profesi Kerja di Area
Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun
2016........................................................................................... 82
Grafik 5.3 Distribusi Petugas dengan Keluhan Subjektif Gangguan
Pernapasan Akut Berdasarkan Gejala Penyerta di area
Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun
2016........................................................................................... 84
Grafik 5.4 Distribusi Frekuensi Petugas berdasarkan Jenis Kelamin di
area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun
2016........................................................................................... 89
Grafik 5.5 Distribusi Frekuensi Petugas Berdasarkan Kebiasaan
Penggunaan Masker di area Basement Parkir Mal Blok M
dan Poins Square Tahun 2016............................................... 90
Grafik 5.6 Distribusi Frekuensi Petugas berdasarkan Status Merokok di
area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun
2016......................................................................................... 92
Grafik 5.7 Distribusi Frekuensi Petugas berdasarkan Lama Paparan di
area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun
2016......................................................................................... 94
Grafik 5.8 Distribusi Frekuensi Petugas berdasarkan Masa Kerja di area
Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun
2016........................................................................................... 96
xxiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 5.1 Distribusi Petugas berdasarkan Jenis Masker yang digunakan
di area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square
Tahun 2016............................................................................... 91
Diagram 5.2 Distribusi Frekuensi Petugas berdasarkan Derajat Merokok
Brinkman Index (BI) di area Basement Parkir Mal Blok M
dan Poins Square Tahun 2016................................................... 93
xxv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Layout denah lokasi A1 (area pengukuran P1) & A2 (area
pengukuran P2) (Mal Blok M)................................................. 56
Gambar 4.2 Layout denah lokasi B1 (area pengukuran P3) & B2 (area
pengukuran P4) (Mal Blok M)................................................. 57
Gambar 4.3 Layout lokasi area kerja basement B1 Poins
Square....................................................................................... 58
Gambar 4.4 Layout area kerja basement B2 poins square.......................... 59
Gambar 5.1 Peta Lokasi Mal Blok M.......................................................... 78
Gambar 5.2 Peta Lokasi Poins Square......................................................... 80
xxvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Jalur Migrasi ISPA................................................................................37
Bagan 2.2 Kerangka Teori Penelitian....................................................................38
Bagan 3.1 Kerangka Konsep.................................................................................49
Bagan 4.1 Alur Pengambilan Sampel....................................................................60
xxvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian....................................................................147
Lampiran 2 Informasi Tambahan...................................................................150
Lampiran 3 Hasil Uji Validitas.......................................................................152
Lampiran 4 Dokumentasi Turun Lapangan....................................................153
Lampiran 5 Hasil Uji Laboratorium Pengukuran PM10 dengan Haz-Dust EPAM
5000...........................................................................................155
xxviii
DAFTAR ISTILAH
ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut
PM10 : Particulate Matter ukuran ≤ 10µm
WHO : World Health Organization
ILO : International Labour Organization
PAK : Penyakit Akibat Kerja
NAAQS : National Ambient Air Quality Standards
OSHA : Occupational Safety And Health Administration
PEL : Permissible Exposure Limit
BMUA : Baku Mutu Udara Ambien
NAB : Nilai Ambang Batas
APD : Alat Pelindung Diri
NIOSH : National for Occupational Safety and Health
NMAM : NIOSH Manual of Analytical Methods
SNI : Standa Nasional Indonesia
MRT : Mass Rapid Transit
PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik
xxix
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dunia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut / ISPA merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penyakit menular dimana tercatat sebanyak 156 juta
kasus baru per tahunnya dan 96,7% kasus tersebut terjadi di negara berkembang
(Kemenkes, 2012). Di Indonesia sendiri, prevalensi kejadian ISPA sebesar 25%
dimana DKI Jakarta termasuk dalam sepuluh besar provinsi dengan prevalensi
ISPA tertinggi (Kemenkes, 2013). Lebih lanjut Depkes RI (2013) menyebutkan
bahwa ISPA masih menjadi salah satu penyebab utama kunjungan pasien di
Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%). Pada tahun 2015 persentase
penduduk yang memiliki keluhan kesehatan di Indonesia mencapai 30,35%
dimana DKI Jakarta memiliki persentase di atas rata-rata persentase nasional
yakni sebesar 33,39% yang mana keluhan seperti batuk (49,92%) dan pilek
(48,93%) masih menjadi keluhan utama (BPS, 2015).
Perjalanan penyakit ISPA dapat berlangsung hingga 14 hari. Meskipun
berlangsung dalam waktu yang singkat, bila tidak segera ditangani penyakit ini
akan mengarah kepada Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) (Blackler, Jones,
& Mooney, 2007). Pada lingkup pekerja, World Health Organization (WHO)
mencatat diantara Penyakit Akibat Kerja (PAK), PPOK seperti silikosis dan
pneumokoniosis memiliki proporsi antara 30%-50%. International Labour
Organization (ILO) juga mendeteksi bahwa setiap tahunnya terdapat 40.000 kasus
2
baru pneumokoniosis yang disebabkan oleh paparan debu di tempat kerja terjadi
di seluruh dunia (Abidin, Suwondo, & Suroto, 2015).
Salah satu faktor risiko terjadinya ISPA ialah pencemaran udara (Kemenkes,
Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut, 2011). Penelitian yang
dilakukan oleh Hermawan, Hananto & Lasut (2016), menemukan korelasi yang
sangat kuat (0,779) antara kenaikan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU)
dengan kasus ISPA. Berdasarkan lokasi terjadinya, pencemaran udara terbagi
menjadi pencemaran udara di luar ruangan (outdoor air pollution) dan
pencemaran udara di dalam ruang (indoor air pollution). Pencemaran udara dalam
ruang memiliki potensi menjadi masalah kesehatan yang sesungguhnya,
mengingat adanya paparan yang lebih besar dibandingkan dengan pencemaran
udara di luar ruang (Effendi & Makhfudli, 2009). WHO dalam Huboyo,
Istirokhatun, & Sutrisno (2016) menyatakan bahwa pencemaran udara dalam
ruang seribu kali lebih mampu mencapai paru-paru dibandingkan dengan
pencemaran udara luar ruang. Terdapat ± 3 juta kematian akibat polusi udara
setiap tahunnya, dimana 2,8 juta diantaranya akibat pencemaran udara dalam
ruang (Hidayat, 2012).
Pusat niaga/ perbelanjaan / mal merupakan salah satu tempat yang berisiko
terhadap terjadinya indoor air pollution. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Nukman. Dkk (2005), ditemukan bahwa di Jakarta, parameter pencemar udara
seperti partikulat matter ukuran ≤ 10 mikron (PM10) paling tinggi konsentrasinya
ditemukan pada tempat-tempat pusat perniagaan dibandingkan dengan kawasan
umum lainnya seperti terminal. Menurut Arief Rahardjo, Head of Research and
3
Advisory Cushman and Wakefield dalam Syailendra (2013), pertumbuhan mal di
Jakarta mencapai 3,9% tiap tahunnya. Hingga tahun 2013 kawasan Jakarta Selatan
merupakan penyumbang terbesar pertumbuhan mal yaitu sebesar 21,8% atau
sekitar 854.700 m2. Selain itu, wilayah Jakarta Selatan terbukti memiliki jumlah
pusat perbelanjaan atau mal yang paling banyak dibandingkan wilayah lainnya di
Provinsi DKI Jakarta yakni sebanyak 28 buah (28,6%). Dari jumlah tersebut,
terdapat ± 19 mal yang memiliki parkir basement. Poins Square dan Mal Blok M
merupakan kedua mal di wilayah Jakarta Selatan yang memiliki parkir basement
dan termasuk dalam 5 (lima) besar mal dengan jumlah kendaraan masuk tertinggi
di wilayah Jakarta Selatan. Kedua mal tersebut memiliki karakteristik yang sama
yakni sama-sama berlokasi di dekat terminal dan berlokasi didekat proyek MRT
yang sedang berlangsung pada tahun 2016 sehingga lalu lintas di kedua lokasi
tersebut cenderung padat dan konsentrasi pencemar akan semakin tinggi. Dilihat
dari kondisi tersebut maka diasumsikan bahwa kedua mal tersebut dapat memiliki
potensi cemaran debu lebih besar dibandingkan mal lainnya di wilayah Jakarta
Selatan.
Pesatnya pertumbuhan mal tentunya dapat meningkatkan daya konsumtif
masyarakat yang berdampak pada peningkatan jumlah pengunjung di setiap mal.
Dengan meningkatnya jumlah pengunjung tidak dipungkiri bahwa jumlah
kendaraan yang masuk dan keluar dari mal tersebut juga turut dapat mengalami
peningkatan. Lonjakan jumlah kendaraan tersebut berdampak pada meningkatnya
risiko terjadinya indoor air pollution pada area basement parkir mal.
4
Sayangnya, penggunaan basement (lantai bawah tanah) sebagai area parkir
indoor seringkali tidak memperhatikan kecukupan ventilasinya, sehingga
mengakibatkan terakumulasinya gas-gas pencemar pada area parkir basement.
Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Astuti (2010) yang menemukan
bahwa beban cemaran di parkir basement salah satu mal di Jakarta telah
melampaui baku mutu. Penelitian serupa dilakukan oleh Huboyo, Istirokhatun, &
Sutrisno (2016) di salah satu mal di kota Semarang yang menyatakan bahwa
konsentrasi polutan di area basement secara umum lebih besar dibandingkan di
upperground (lantai atas) dan parameter yang melebihi baku mutu ialah debu.
Dalam SNI 03-6572-2001 disebutkan bahwa ruang parkir bawah tanah (basement)
yang terdiri dari lebih dari satu lantai, gas buang mobil pada setiap lantai tidak
boleh mengganggu udara bersih pada lantai lainnya.
Petugas parkir merupakan kelompok pekerja yang berisiko terhadap indoor
air pollution yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada pekerja.
Terlebih apabila petugas tersebut bertugas pada parkir basement dimana ventilasi
udara sangat minim ditemukan sehingga zat polutan akan terakumulasi pada area
tersebut dan dapat dengan mudah terhirup yang kemudian mengiritasi saluran
napas. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 20 sampel petugas
parkir basement mal di wilayah Jakarta Selatan pada bulan Juni-Juli 2016,
didapatkan bahwa terdapat 18 (90%) orang petugas parkir yang memiliki keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut. Beberapa keluhan tersebut diantaranya ialah
suara serak yang disertai atau tanpa disertai demam (20%), batuk (39%), pilek
(17%), dan keluarnya cairan dari telinga tanpa disertai rasa sakit (24%).
5
Debu partikulat dengan ukuran aerodinamik ≤ 10 mikron (PM10) merupakan
salah satu faktor pencetus terjadinya ISPA (Yusnabeti, Wulandari, & Luciana,
2010). PM10 merupakan jenis partikulat yang dapat membahayakan dan paling
sering ditemukan akibat penggunaan kendaraan bermotor (WHO, 1996; Depkes
RI dalam Pudjiastuti, 2003). Pemakaian BBM dan BBG oleh kendaraan bermotor
dapat mengemisikan Suspended Particulate Matter (SPM) yang memiliki ukuran
beragam salah satunya PM10 (Nukman., dkk, 2005). Environmental Protection
Agency (EPA) menyebutkan bahwa paparan PM10 dapat menimbulkan efek pada
sistem pernafasan, kerusakan jaringan paru, iritasi mata, kanker, hingga kematian
dini. Smith (1996) memperkirakan kenaikan mortalitas sebesar 1,2-4,4% akibat
kenaikan per 10µg/m3 PM10 atau sekitar 2,3-3 juta per tahun. Di dunia, polusi
udara terkait partikulat menyebabkan kematian penyakit kardiopulmonal (3%),
kanker bronkus, kanker trakea serta kanker paru (5%) dan kematian anak akibat
infeksi pernapasan akut (1%). Secara keseluruhan diperkirakan 800.000 orang
mengalami kematian dini dan sekitar 6,4 juta orang kehilangan harapan hidup
akibat paparan debu partikulat (Nurjazuli, 2010). Beberapa penelitian juga
menyebutkan bahwa PM10 dapat meningkatkan risiko pekerja untuk terkena ISPA
(Yusnabeti, Wulandari, & Luciana, 2010; Yamani, 2013; Basti, 2014). Orangtua,
anak-anak, orang dengan penyakit paru kronis / PPOK seperti asma, emfisema
dan bronkhitis kronis sangat sensitif terhadap efek PM10 (EPA, 1995).
Berdasarkan data ISPU Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KEMENLH), didapatkan bahwa hingga bulan Oktober 2016 Provinsi DKI
Jakarta memiliki tingkat pencemaran udara dengan parameter PM10 paling tinggi.
6
Diantara lima kotamadya di Jakarta, Jakarta Selatan merupakan wilayah dengan
pencemaran PM10 yang masuk kedalam kategori tidak sehat (149). Tingginya
tingkat pencemaran debu PM10 sejalan dengan tingginya tingkat kepemilikan
kendaraan bermotor di DKI Jakarta yang berjumlah hingga 81,24%, diatas rata-
rata kepemilikan nasional (BPS, 2015).
Di samping cemaran debu partikulat PM10, beberapa faktor risiko lain seperti
karakteristik individu turut menyumbang terjadinya ISPA. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Noer dan Martiana (2013) menyebutkan bahwa
usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ISPA (p=0,017). Selain itu,
jenis kelamin juga termasuk dalam faktor risiko terjadinya ISPA seperti penelitian
yang dilakukan oleh Nelson dan William (2007) yang menyebutkan bahwa anak
dengan jenis kelamin laki-laki lebih rentan terkena ISPA mengingat kebutuhan
oksigen yang lebih besar dibandingkan perempuan. Karakteristik individu lainnya
yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA ialah masa kerja (Noer & Martiana,
2013; Yusnabeti, Wulandari, & Luciana, 2010), lama paparan terhadap polutan
(Kusnoputranto, 1995; Suma'mur, 1995; Febrianto, 2015; Nurgahaeni, 2004),
kebiasaan merokok (Suryo, 2010) dan penggunaan APD seperti masker (Fitriyani,
2011; Yusnabeti, Wulandari, & Luciana, 2010).
Oleh karena beberapa pertimbangan di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian terkait hubungan konsentrasi PM10 dan karakteristik pekerja
terhadap keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada petugas di area
basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016.
7
1.2 Rumusan Masalah
Prevalensi kejadian ISPA di Indonesia cenderung tidak kunjung menurun dari
tahun ke tahun. Sementara itu, DKI Jakarta termasuk dalam 10 besar provinsi
dengan prevalensi ISPA tertinggi dalam skala nasional. Petugas basement parkir
mal merupakan kelompok orang yang berisiko terhadap terjadinya ISPA pada
pekerja yang diakibatkan oleh paparan debu partikulat, mengingat kondisi
basement parkir mal yang sangat tertutup sehingga polutan akan terakumulasi
pada lokasi tersebut. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 20
sampel petugas basement parkir mal di wilayah Jakarta Selatan terdapat 18 (90%)
orang petugas parkir memiliki keluhan subjektif gangguan pernapasan akut.
Cemaran debu partikulat PM10 merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
ISPA. Berdasarkan data ISPU harian yang diambil pada bulan September dan
Oktober didapatkan bahwa cemaran PM10 tertinggi ialah berada pada wilayah
DKI Jakarta khususnya Jakarta Selatan. Di DKI Jakarta sendiri terdapat ± 19 buah
mal yang memiliki basement parkir. Bila dilihat dari jumlah kendaraan masuk per
hari, mal Blok M dan Poins Square merupakan kedua mal yang termasuk dalam 5
besar mal dengan jumlah kendaraan masuk tertinggi di wilayah Jakarta Selatan.
Disamping cemaran debu partikulat, karaktertistik pekerja juga dicurigai
memiliki pengaruh terhadap timbulnya keluhan ISPA pada pekerja. Karakteristik
tersebut diantaranya usia, lama paparan, masa kerja, kebiasaan merokok dan
penggunaan APD (masker). Berdasarkan beberapa pertimbangan diatas, peneliti
bermaksud untuk melakukan penelitian terkait hubungan konsentrasi PM10 dan
8
karakteristik pekerja terhadap keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada
petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016.
1.3 Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana gambaran keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada
petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016?
b. Bagaimana gambaran konsentrasi PM10 di area basement parkir Mal Blok
M dan Poins Square tahun 2016?
c. Bagaimana gambaran karakteristik individu (usia, jenis kelamin, lama
paparan, masa kerja, penggunaan APD masker dan kebiasaan merokok)
petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016?
d. Bagaimana hubungan antara konsentrasi PM10 terhadap keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut pada petugas di area basement parkir Mal Blok
M dan Poins Square tahun 2016?
e. Bagaimana hubungan antara karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin,
lama paparan, masa kerja, penggunaan APD masker dan kebiasaan
merokok) terhadap keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada
petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016?
9
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan konsentrasi PM10 dan karakteristik individu
terhadap keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada petugas di area
basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada
petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016.
b. Diketahuinya gambaran konsentrasi PM10 di area basement parkir Mal
Blok M dan Poins Square tahun 2016.
c. Diketahuinya gambaran karakteristik individu (usia, jenis kelamin, lama
paparan, masa kerja, penggunaan APD masker dan kebiasaan merokok)
petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016.
d. Diketahuinya hubungan antara konsentrasi PM10 terhadap keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut pada petugas di area basement parkir
Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016.
e. Diketahuinya hubungan antara karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin,
lama paparan, masa kerja, penggunaan APD masker dan kebiasaan
merokok) terhadap keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada
10
petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Instansi Terkait
a. Dapat berkontribusi dalam memberikan bahan pertimbangan bagi
pengambilan keputusan terkait upaya minimisasi cemaran debu PM10 pada
area basement parkir.
b. Dapat memberikan data terbaru terkait sebaran keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut pada petugas basement sehingga jika diperlukan dapat
menjadi bahan pertimbangan untuk dilakukannya upaya pencegahan yang
tepat.
1.5.2 Bagi Pekerja
Dapat menambah wawasan dan kesadaran petugas terkait dampak
cemaran debu PM10 bagi kesehatan dan faktor risiko yang mempengaruhi
ISPA ringan di lingkungan kerja mereka.
1.5.3 Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan peneliti dan mendapatkan kesempatan
untuk mengaplikasikan teori kesehatan lingkungan terkait pencemaran
udara.
11
1.5.4 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Dapat menjadi referensi tambahan kepada mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ataupun bagi peneliti selanjutnya
mengenai ISPA pada pekerja dan faktor risiko yang mempengaruhinya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsentrasi PM10 dan
karakteristik pekerja terhadap keluhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) ringan pada petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins
Square tahun 2016. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi peminatan
Kesehatan Lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di area
parkir basement mal Blok M dan Poins Square pada bulan Desember tahun
2016.
Populasi pada penelitian ini ialah seluruh petugas parkir dan petugas
keamanan yang bekerja di area parkir basement mal di dua mal di wilayah
Jakarta Selatan yaitu Poins Square dan mal Blok M yang berjumlah 89 orang.
Besar sampel pada penelitian ini ialah sebanyak 60 responden dengan 8 titik
sampel pengukuran berdasarkan area kerja petugas. Teknik pengambilan
sampel menggunakan proportionate random sampling. Responden akan
diwawancarai apakah mengalami keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut, dan bagaimana karakteristik individu pada responden. Kemudian
dilakukan pengukuran konsentrasi debu PM10 pada 8 titik di area kerja
petugas di parkir basement. Desain penelitian yang digunakan ialah cross
12
sectional analitik. Data yang digunakan merupakan data primer hasil
pengukuran konsentrasi PM10 dengan instrumen Hazard-Dust EPAM 5000
(Environmental Particulate Air Monitor) dan pengukuran suhu dan
kelembaban dengan instrumen thermohygrometer. Selain itu data primer juga
didapatkan melalui wawancara terkait keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut dan variabel karakteristik individu seperti lama paparan, masa kerja, usia,
jenis kelamin, status merokok, dan penggunaan APD seperti masker.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keluhan Subyektif Saluran Pernapasan
2.1.1 Pengertian Keluhan Subyektif Saluran Pernapasan
Data subyektif merupakan data yang didapatkan dari klien sebagai
suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut
tidak dapat ditentukan oleh tenaga medis seperti perawat ataupun lainnya
secara independen melainkan melalui suatu interaksi atau komunikasi
(Muttaqin, 2008). Maka dari itu, data subyektif merupakan data yang
diperoleh bukan berdasarkan hasil pengukuran, melainkan data yang
diperoleh berdasarkan interaksi tentang pendapat atau persepsi klien
(dalam hal ini penderita/pasien). Maka dari itu, keluhan subyektif dapat
diartikan sebagai sebuah keluhan yang dirasakan oleh penderita atau
pasien yang dirasakan berdasarkan persepsi orang tersebut.
Saluran pernapasan ialah organ mulai dari hidung sampai gelembung
paru (alveoli), beserta organ-organ disekitarnya seperti sinus, ruang telinga
tengah dan selaput paru (Depkes, Pedoman pemberantasan penyakit
infeksi saluran pernafasan akut untuk penanggulangan pneumonia pada
balita, 2002). Saluran pernapasan berfungsi untuk menghantarkan udara
dari dan menuju permukaan paru. Melalui definisi tersebut, maka keluhan
subyektif saluran pernapasan merupakan satu ata5t6u beberapa keluhan
yang dirasakan oleh penderita akibat adanya gangguan pada saluran
14
pernapasan yang meliputi hidung hingga ke alveoli tanpa adanya
pemeriksaan fisik atau observasi atau bentuk pengukuran lainnya yang
dilakukan oleh tenaga medis.
Menurut Muttaqin (2008) keluhan utama pada sistem pernapasan ialah
batuk, batuk berdarah, produksi sputum berlebih, sesak napas, dan nyeri
dada.
a. Batuk
Batuk merupakan suatu respon imunologi dari sistem pernapasan
bagian bawah terhadap benda asing yang masuk kedalam saluran
pernapasan. Refleks protektif ini timbul akibat adanya iritasi
percabangan trakeabronkial ataupun pada laring. Batuk juga
merupakan gejala yang paling umum dari gangguan saluran
pernapasan lainnya.
Beberapa allergen yang menimbulkan rangsangan batuk
diantaranya ialah akibat inhalasi debu, asap, serta benda-benda asing
kecil lainnya. Batuk juga dapat mengindikasikan adanya suatu proses
peradangan hingga tumor dalam sistem pernapasan.
Batuk bermula ketika suatu zat asing mencapai salah satu reseptor
batuk di hidung, tenggorokan atau dada. Reseptor tersebut kemudian
menyampaikan pesan ke saraf pusat bahwa terdapat benda asing
masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan dan selanjutnya
otak akan memberi perintah untuk batuk. Selanjutnya hidung
menghirup napas sementara epiglotis dan pita suara menutup rapat
15
sehingga udara terperangkap dalam paru-paru. Otot perut dan dada
kemudian berkontraksi dengan kuat sambil menekan sekat rongga
tubuh. Epiglotis dan pita suara akan terbuka dan udara yang
terperangkap tadi kemudian keluar sambil membantu mengeluarkan
benda asing tersebut (Junaidi, Penyakit Paru dan Saluran Napas,
2010).
Batuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu batuk berdahak dan
batuk kering. Batuk berdahak disebabkan karena adanya sekret pada
tenggorokan. Batuk ini terjadi karena adanya allergen seperti paparan
debu ataupun karena kelembaban berlebih. Sedangkan batuk kering
terjadi karena adanya iritasi pada tenggorokan sehingga timbul rasa
sakit namun tidak menghasilkan sekresi dahak.
b. Sesak napas
Sesak napas merupakan gejala yang paling sering ditemukan
lainnya disamping batuk. Sesak napas mengindikasikan bahwa
sedang adanya gangguan pada trakeobronkial, parenkim paru,
ataupun rongga pleura. Sesak napas terjadi akibat adanya peningkatan
kerja pernapasan akibat bertambahnya resistensi elastisitas paru
akibat pneumonia, atelaktasis, penyakit pleura, atau meningkatnya
resistensi nonelastisitas (emfisema, asma, bronkhitis). Beberapa
faktor yang dapat menyebabkan timbulnya sesak napas ialah faktor
psikis (keadaan emosi tertentu), faktor peningkatan kerja pernapasan
16
(biasa disebabkan karena adanya penyakit paru), otot pernapasan
yang abnormal (penyakit otot, berkurangnya fungsi mekanis otot).
c. Nyeri dada
Nyeri dada merupakan gejala yang timbul akibat adanya infeksi
pada pleura. Nyeri yang dirasakan seperti teriris benda tajam yang
kemudia diperberat oleh batuk, bersin, napas yang dalam/sesak napas.
d. Nyeri Tenggorokan
Sakit tenggorokan disebabkan karena adanya peradangan pada
tenggorokan karena adanya infeksi bakteri, virus atau alergen
lainnya. Tanda-tanda adanya sakit tenggorokan ialah adanya
kemerahan pada lapisan permukaan bagian tenggorokan dan
pembesaran pada kelenjar sekitar leher.
e. Pilek
Pilek merupakan reaksi yang timbul dari sistem immunologis
tubuh akibat adanya zat asing yang masuk pada saluran pernapasan
pertama (hidung). Respon imunologis tersebut keluar dari rongga
hidung berupa lendir berwarna bening untuk mengeluarkan zat asing
tersebut. Setelah 2-3 hari, lendir yang keluar berubah warna menjadi
putih atau kekuningan karena sel-sel kekebalan tubuh mulai
melawan. Kemudian lendir akan berubah kembali menjadi kehijauan
ketika bakteri /flora normal pada hidung kembali tumbuh. Terdapat
200 virus penyebab pilek dimana yang tersering ialah Rhinovirus
(khususnya pada orang dewasa) (Pujiarto, 2014).
17
2.1.2 Sistem Pernapasan
2.1.2.1 Definisi, Fungsi dan Komponen
Definisi sistem menurut Davis ialah kumpulan dari elemen-elemen yang
beroperasi bersama-sama untuk menyelesaikan suatu sasaran (Hutahaean,
2015). Pernapasan / respirasi merupakan serangkaian proses yang
menyebabkan pergerakan pasif oksigen (O2) dari atmosfer ke jaringan untuk
menunjang metabolisme sel, serta pergerakan pasif karbon dioksida (CO2)
yang merupakan produk sisa metabolisme dari jaringan ke atmosfer.
Sedangkan saluran pernapasan adalah saluran yang mengangkut udara antara
atmosfer dan alveolus. Maka dari itu, sistem pernapasan ialah sekumpulan
elemen yang bekerja bersama dalam mengangkut udara dari atmosfer ke
alveolus dengan tujuan memenuhi kebutuhan sel-sel tubuh akan oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari dalam tubuh ke atmosfer.
Fungsi pertama sistem pernapasan ialah untuk memperoleh O2 agar dapat
digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel
(Sherwood, 2001). Zat pencemar udara yang masuk ke lapisan bagian
troposfir bumi akan mudah terhirup terutama oleh manusia. Apabila terhirup,
hal tersebut dapat berpengaruh terhadap sistem pernapasan, sistem
kardiovaskuler, kulit, mata, dan selaput lendir. Pada sistem pernapasan, zat
pencemaram akan masuk melalui hidung, masuk ke tenggorokan (trakhea),
bronkhi, bronkhioli, hingga ke alveoli (Soemirat, 2011).
18
a. Hidung
Hidung ialah saluran pernapasan pertama yang dilalui oleh udara
ketika dihirup. Rongga hidung merupakan jalan masuk oksigen untuk
pernapasan, dan jalan keluar karbon dioksida serta uap air sisa
pernapasan. Di dalam rongga ini, udara yang masuk akan mengalami
tiga proses, yaitu proses filter / penyaringan, penghangatan, dan
pengaturan kelembapan (Mikrajuddin, Saktiyono, & Lutfi, 2007).
Ketika udara masuk melalui rongga hidung, udara akan disaring
terlebih dulu oleh rambut hidung dengan tujuan agar debu dan partikel
kotoran tidak masuk kedalam paru-paru. Proses penyaringan ini yang
umumnya menyebabkan rongga hidup menjadi kotor. Selanjutnya
udara akan dihangatkan oleh kapiler darah yang terdapat dalam
rongga hidung agar suhunya sesuai dengan suhu tubuh. Proses terakhir
ialah udara selanjutnya akan dilembapkan oleh lapisan lendir yang
terdapat dalam rongga hidung dengan tujuan agar kelembapannya
sesuai dengan kelembapan tubuh kita (Wasis & Irianto, 2008).
b. Silia / Cilia
Silia merupakan rambut-rambut halus yang berfungsi unuk
menyaring dan menahan kotoran yang masuk. Silia terletak pada
permukaan saluran napas dan dapat mengeluarkan mukus. Silia
bergerak lebih dari 1.000 kali per menit, sementara untuk silia yang
menggerakan lendir yang melapisi trakhea sekitar 0,5 cm – 1 cm per
19
menit. Paertikel yang terperangkap dalam lapisan mukus dikeluarkan
ke mulut kemudian selanjutnya ditelan (Pujiarto, 2014).
c. Faring
Faring merupakan saluran yang berupa tabung corong dengan
panjang 12,5-13 cm dan terletak dibelakang rongga hidung dan mulut.
Faring berfungsi sebagai jalan bagi udara dan makanan, serta terdapat
tonsil/amandel didalamnya (Mikrajuddin, Saktiyono, & Lutfi, 2007).
Di daerah faring dan sekitar hidung terdapat kelenjar limfoid yang
berfungsi memproduksi sel-sel imunitas (Pujiarto, 2014).
d. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan terdapat diantara faring dan
trakea. Didalamnya terdapat epigotis dan pita suara yang dapat
membuka dan menutup. Pada saat menelan makanan, epiglotis
menutup sehingga makanan tidak masuk ke tenggorokan melainkan
menuju kerongkongan.
e. Batang tenggorokan / trakea
Trakea merupakan sebuah saluran berongga yang memiliki dinding
dari cincin-cincin tulang rawan. Trakea mengandung lendir dan silia
yang berfungsi untuk menyaring debu dan bakteri yang masuk
bersama udara agar tidak masuk ke paru-paru. Sayangnya, polutan
seperti asap rokok dan udara dingin dapat mengganggu kerja silia
(Wasis & Irianto, 2008). Trakea memiliki dua cabang (bronkus)
20
dimana cabang pertama menuju paru-paru kiri, dan cabang lainnya
menuju paru-paru kanan (Mikrajuddin, Saktiyono, & Lutfi, 2007).
f. Cabang batang tenggorok (bronkus)
Bronkus merupakan percabangan antara trakea dengan paru-paru
kiri ataupun paru-paru kanan. Cabang bronkus dinamakan bronkiolus.
Rongga bronkiolus masih memiliki silia.Pada bronkiolus yang paling
ujjung dinamakan bronkiolus respirasi. Dimana pada bronkiolus
respirasi tersebut terdapat gelembung paru yang disebut alveoli.
Jumlah alveoli berkisar ± 300juta. Dinding alveoli sangatlah tipis dan
elastis serta terdiri dari satu lapis sel yang diliputi pembuluh darah
kapiler. Di dalam alveolilah tempat terjadinya pertukaran gas. Oksigen
diudara akan berdifusi kedalam darah, kemudian karbon dioksida dan
uap air dari darah berdifusi ke udara (Wasis & Irianto, 2008). Karena
alveoli merupakan tempat pertukaran gas, maka alveoli tidak
dilindungi oleh mukus dan silia. Sistem pertahanan pada alveoli ialah
menggunakan sel fagosit / makrofag alveoli. (Pujiarto, 2014).
g. Paru-paru / pulmo
Paru-paru terletak pada rongga dada bagian atas. Paru-paru terdiri
dari dua bagian (kanan-kiri). Paru-paru kanan terdiri dari tiga
gelambir, sedangkan paru-paru kiri terdiri dari dua gelambir.
Keduanya dibungkus dengan selaput tipis disebut pleura.
21
Tabel 2.1. Struktur dan Fungsi Sistem Pernapasan
Struktur Komponen Fungsi Umum
Saluran
pernapasan
bagian atas
Rongga hidung - Filtrasi / penyaring
- Penghangat
- Pelembab udara yang masuk Nasofaring
Orofaring
Saluran
pernapasan
bagian bawah
Laring - Saluran pernapasan yang
membawa dan mengonduksikan
oksigen ke alveoli Trakhea
Bronkhus
Alveoli
Sirkulasi
Pulmonal
Ventrikel kanan - Membawa darah yang belum
teroksigenasi menuju paru
- Membawa darah yang sudah
teroksigenasi untuk menuju
sirkulasi
Arteri Pulmonaris
Arteriol pulmonaris
Kapiler pulmonaris
Venula pulmonaris
Vena pulmonaris
Atrium kiri
Paru
Paru kanan 3 lobus - Merupakan gabungan antara
saluran pernapasan bagian bawah
dan sirkulasi pulmonaris. Paru kiri 2 lobus
Rongga pleura
Melapisi rongga dada
(pleura parietalis)
- Untuk mempermudah gerakan
kedua permukaan selama
pernapasan dan sebagai pemisah
antara paru dan rongga dada
- Pada orang normal, cairan di
rongga berkisar antara 1-20 ml
yang berguna sebagai pelumas
Menyelubungi setiap
paru (pleura viseralis)
Cairan pleura
Otot-otot
pernapasan
Otot inspirasi - Menyediakan mekanisme secara
fisik untuk proses respirasi, yaitu
mendorong masuk dan keluarnya
gas dari tubuh
Diafragma
Interkostalis eksterna
Stemokleidomastoideus
Serratus anterior
22
Pektoralis minor
Otot erektus pada tulang
belakang
Skalenes
Otot ekspirasi
Abdominalis
Interkostalis interna
Serratus posterior
anterior
Sumber: (Muttaqin, 2008)
2.1.2.2 Mekanisme pernapasan
Saat bernapas, terdapat dua mekanisme yang bekerja yakni mekanisme
inspirasi / penghirupan udara dan fase ekspirasi / penghembusan udara. pada
saat inspirasi otot-otot dada dan diafragma saling berkontraksi dan rongga
dada membesar, kemudian paru-paru menggembung, disitulah udara masuk
ke paru-paru. Setelah udara berada dalam paru-paru selama beberapa detik
selanjutnya diafragma dan otot-otot pernapasan berelaksasi dan rongga dada
kembali normal. Disitulah udara keluar dari paru-paru dan dinamakan fase
ekspirasi (Wijaya, 2008).
Ketika oksigen masuk ke tubuh, oksigen dalam alveolus akan berdifusi
menuju kapiler darah. Di kapiler darah, oksigen akan mengikat haemoglobin
kemudian dibawa ke jantung dan diedarkan ke seluruh tubuh. Sel-sel dalam
tubuh akan mengambil oksigen pada darah, dan darah akan menerima karbon
23
dioksida (CO2). Sebelum oksigen menuju jaringan, oksigen akan didifusikan
terlebih dulu dengan ke dalam cairan interstisial (cairan penghubungan antar
sel). Kemudian sel akan masuk ke jaringan dengan adanya perbedaan
tekanan. Karbon dioksida yang dikeluarkan berasal dari kapiler yang ada di
alveolus, dimana gas CO2 akan menembus mebran alveolus dan akhirnya
dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Kurang lebih sebanyak 250 mL
oksigen masuk ke dalam tubuh per menit dan karbon dioksida dieksresikan
sebanyak 250 mL dalam satu kali pernapasan (Karmana & Fitriana, 2007).
2.2 Infeksi Saluran Pernapasan Akut
2.2.1 Pengertian ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut / ISPA merupakan infeksi yang menyerang
salah satu bagian / lebih dari saluran napas mulai hidung sampai ke alveoli
termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga, pleura) (Kemenkes, Pedoman
Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut, 2011). Istilah ISPA meliputi
tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi merupakan
masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala. Saluran pernafasan
merupakan organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya
seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi saluran
pernapasan ini dikatakan akut apabila timbul satu atau beberapa gejala yang
dapat berlangsung hingga 14 hari (Depkes, 2006). ISPA akibat polusi ialah
ISPA yang disebabkan oleh faktor risiko polusi udara seperti asap rokok, asap
pembakaran rumah tangga, gas buang kendaraan bermotor dan industri,
24
kebakaran hutan damn lain-lain (Kemenkes, Pedoman Pengendalian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut, 2011).
2.2.2 Klasifikasi dan Gejala ISPA
Klasifikasi ISPA berdasarkan gejala yang timbul menurut Ditjen P2MPL
(2009) ialah dikelompokan kedalam tiga kategori yakni ISPA ringan , ISPA
sedang dan ISPA berat.
a. ISPA ringan: meliputi satu atau beberapa gejala seperti batuk (tanpa
pernapasan cepat < 40 kali / menit), pilek / keluarnya lendir dari rongga
hidung, serak (suara parau) yang disertai atau tanpa disertai demam (suhu
tubuh > 37oC), keluarnya cairan dari telinga tanpa rasa sakit.
b. ISPA sedang: gejala yang timbul meliputi satu atau beberapa gejala ringan
disertai gejala tambahan seperti suhu tubuh ≥ 39oc, pernapasan > 50 kali /
menit pada bayi usia ≤ 1 tahun, dan 40 kali / menit pada balita (usia 1-5
tahun), telinga mengeluarkan cairan disertai rasa sakit, kemerahan pada
tenggorokan, serta timbulnya suara mendengkur saat bernafas.
c. ISPA berat: gejala yang timbul meliputi gejala-gejala pada ISPA ringan
dan sedang ditambah dengan gejala tambahan seperti ada penarikan dada
ke dalam saat napas, kesadaran mulai menurun, nadi cepat ( ≥ 160 / menit)
serta sulit teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru
(sianosis), dehidrasi dan gelisah.
Sedangkan klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi terbagi menjadi dua,
ISPA atas, dan ISPA bawah Depkes (2005):
25
a. Infeksi Saluran Pernapasan atas Akut (ISPaA): infeksi yang menyerang
hidung hingga ke bagian faring. Seperti pilek, otitis media, dan faringitis,
rhinitis.
b. Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut (ISPbA): infeksi yang menyerang
mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai ke alveoli. Infeksi tersebut
dinamakan sesuai dengan organ saluran napas yang terinfeksi seperti
epiglotitis, laringotrakeitis, bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia.
2.2.3 Diagnosis ISPA
Gejala ISPA biasanya muncul kurang lebih 3 (tiga) hari setelah seseorang
terkena infeksi dan kemudian mereda setelah 7 – 12 hari atau hingga 14 hari.
Diagnosis ISPA ditegakkan oleh dokter dengan tahapan sebagai berikut (Krishna,
2013):
1. Mendengarkan keluhan yang dirasakan oleh penderita dan memeriksa
badan terutama daerah hidung dan tenggorokan.
2. Pemeriksaan swab hidung atau tenggorokan.
3. Pemeriksaan sputum atau dahak dapat dilakukan.
4. Pemeriksaan rontgent biasanya dilakukan apabila ada kecurigaan infeksi di
daerah sinus atau bila dicurigai ISPA tersebut tidak sembuh dan berlanjut
menginfeksi paru.
2.2.4 Etiologi ISPA
Menurut Depkes RI (2005) penyebab ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri,
virus dan ricketsia. Beberapa bakteri penyebab ISPA diantaranya ialah:
26
Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,
Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander. Sedangkan
untuk virus, terdiri dari: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus,
cytomegalovirus. Untuk jamur, seperti: Mycoplasma pneumoces dermatitides,
Coccidiodes immitis, Aspergillus, Candida albicans.
Sementara itu, penyebab ISPA lainnya adalah asap pembakaran bahan bakar.
Asap bahan bakar tentunya mengandung gas-gas beracun dan partikulat-partikulat
yang sangat halus yang mudah masuk dan terhirup oleh manusia dan akhirnya
masuk hingga ke paru-paru.
ISPA yang disebabkan oleh alergi dan virus biasanya menimbulkan gejala
rhinitis dengan gejala pada hidung seperti hidung berair, hidung tersumbat,
demam, bersin, kelelahan, sakit tenggorokan dan suara menjadi parau/serak.
Sedangkan ISPA yang disebabkan oleh bakteri biasanya menimbulkan faringitis
dengan gejala sakit tenggorokan tanpa gejala pilek dan bersin. Dan ISPA yang
disebabkan oleh jamur biasanya menimbulkan gejala sinusitis (Krishna, 2013).
Sinusitis ialah peradangan pada sinus paralis dengan gejala hidung tersumbat,
ingus berbau, dan sakit di daerah sinus yang terserang (Surdijani, Sumala, &
Sugiarti, 2008).
2.2.4 Mekanisme Terjadinya ISPA
Beberapa jenis bakteri, virus dan ricketsia penyebab ISPA dapat masuk ke
tubuh manusia melalui inhalasi baik melalui droplet ataupun melalui partikulat
inhalable seperti PM10. Mikroorganisme penyebab ISPA dapat melekat pada debu
27
ataupun pakaian sehingga media yang telah terinfeksi tersebut dapat
menghantarkan infeksi (Mandal, Wilkins, Dunbar, & White, 2008). Ketika debu
seperti PM10 terhirup dan masuk ke saluran pernapasan, ia akan menimbulkan
reaksi alergi pada salauran napas. Pada saluran napas bagian atas seperti rongga
hidung dan trakhea, debu ataupun partikulat lainnya akan dihadang oleh sistem
pertahanan mukosiliar. Apabila polutan tersebut terhirup dalam jumlah yang
banyak ataupun memapar secara terus-menerus, maka sistem pertahanan ini akan
terganggu. Penumpukan partikulat tersebut akan merusak dan mengiritasi sel-sel
epitel mukosa sehingga fungsi sel dan gerak silia akan terganggu (Sari, 2013).
Iritasi yang terjadi pada saluran napas bagian atas seperti rongga hidung, laring,
faring dapat menyebabkan bersin, batuk, faringitis, laringitis. Bila sel-sel epitel
mukosa terganggu maka akan menimbulkan sekresi lendir yang berlebih. Sekresi
lendir berlebih yang menumpuk tersebut selanjutnya menjadi media pembiakan
bakteri yang terbawa pada pertikulat tersebut sehingga selain menimbulkan
infeksi primer yang diakibatkan oleh virus namun juga menimbulkan infeksi
sekunder dari bakteri (Rahajoe et al dalam Fitriyani, 2011). Respon tubuh akibat
terganggunya fungsi mukosiliar ini ialah bersin, batuk, pilek, hingga demam.
Pada saluran napas bagian bawah, jumlah mukosiliar akan semakin
berkurang. Sehingga apabila mikroorganisme ataupun polutan berhasil lolos dari
saluran napas bagian atas maka dapat dengan mudah menginfeksi saluran napas
bagian bawah. Infeksi akibat polutan ataupun mikroorganisme yang terbawa
hingga ke saluran napas bagian bawah seperti bronkhus dan bronkhiolus akan
menyebabkan iritasi dan menimbulkan penumpukan sekret yang dapat
28
menyebabkan sesak napas bagi penderita. Iritasi tersebut juga menimbulkan reaksi
imulogi dan membangun jaringan parut sehingga saluran napas menjadi lebih
sempit dan timbul sesak.
Pada alveoli, sistem pertahanan yang dimiliki ialah makrofag. Bila terjadi
infeksi makrofag akan dimobilisasi melalui alveoli ke tempat lain. Apabila
partikulat yang sangat halus berhasil lolos hingga ke alveoli maka reaksi yang
serupa juga akan terjadi. Sekret yang menumpuk pada kantung pertukaran udara
tersebut akan sangat mengganggu proses bernapas sehingga timbul rasa sesak.
Namun partikel tersebut juga dapat dicerna kembali ke bronkiolus akibat respon
sel imun protektif yang selanjutnya didorong ke saluran napas bagian atas
(Khairunnisa, 2014).
2.2.5 Epidemiologi ISPA di Indonesia
Hingga saat ini ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. ISPA merupakan penyakit penyebab morbiditas pertama di negara
maju, sedangkan pada negara berkembang meskipun angka morbiditasnya relatif
lebih kecil namun angka mortalitasnya lebih tinggi terutama disebabkan karena
ISPbA (ISPA bagian bawah) seperti pneumonia. Proporsi kasus ISPA di
Indonesia hingga tahun 2013 ialah sebesar 25%. Kematian balita tahun 2005
sebagian besar disebabkan karena pneumonia (23,6%) (Kemenkes, 2012). Data
susenas tahun 2006 melaporkan bahwa di Indonesia keluhan infeksi saluran
pernapasan akut seperti batuk dan pilek menjadi keluhan utama. Didukung dengan
data dari Depkes RI (2013) yang menyebutkan bahwa ISPA merupakan salah satu
29
penyebab kunjungan utama pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit
(15%-30%).
2.2.6 Faktor risiko ISPA
Selain virus, bakteri, ricketsia dan jamur, faktori yang dapat memicu
timbulnya ISPA ialah pencemaran udara. Kemenkes RI (2012) menyebutkan
bahwa beberapa faktor risiko ISPA yang dapat menyebabkan ISPA diantaranya
ialah asap rokok, asap pembakaran di rumah tangga, gas buang sarana
transportasi dan industri, kebakaran hutan, dan lain sebgainya. Menurut Hafsari,
Ramadhian, & Saftarina (2015), faktor risiko utama terjadinya ISPA ialah
karena adanya polusi, kondisi lingkungan yang buruk misalnya polutan udara,
kelembaban, kebersihan, musim, dan suhu. Faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi timbulnya gangguan saluran pernapasan pada pekerja ialah
kebiasaan merokok (Veronika, Santi, & Ashar, 2014). Sedangkan faktor
karakteristik individu yang menjadi faktor risiko ISPA diantaranya ialah usia,
jenis kelamin, perilaku merokok, masa kerja, lama pajanan dan penggunaan
masker yang berfungsi sebagai alat pelindung diri dari debu (Hafsari,
Ramadhian, & Saftarina, 2015).
A. Polusi Udara
Menurut Hendrik L. Bloom, lingkungan merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Kualitas udara
yang kotor akibat adanya pencemaran sangat erat hubungannya dengan
kejadian penyakit ISPA (Fitria dkk , 2008; Mundilarto & Istiyono, 2007).
30
Beberapa penelitian terdahulu terlah membuktikan adanya hubungan yang
signifikan antara konsentrasi ataupun keberadaan zat pencemar di udara
dengan kejadian ISPA (Yusnabeti, Wulandari, & Luciana, 2010;
Lindawaty, 2010).
a. Particulate Matter 10 / PM10
Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 54 tahun 2008 yang
diadopsi melalui US EPA (Environmental Protection Agency), partikulat matter
10 / PM10 merupakan padatan atau cairan di udara dalam bentuk asap ataupun
debu dan uap yang dapat tinggal di udara dalam waktu yang lama dan berukuran
kurang dari 10 mikron (2,5-10 mikron). Kedalaman yang dapat ditempuh
pertikulat yang ada dalam udara sangat tergantung pada ukuran aerodinamika
partikulat tersebut. Partikulat yang berukuran > 10 mikron akan tersaring oleh
silia pada hidung, trakhea dan bronkus. Sementara, partikulat dengan ukuran lebih
kecil (< 0,1 mikron) akan mudah masuk ke alveoli namun mudah keluar kembali.
Jadi, partikulat yang dapat tinggal di dalam paru-paru memiliki diameter antara 2-
5 mikron (Soemirat, 2011). Semakin kecil diameter aerodinamis, maka semakin
besar probabilitas suatu partikulat akan menembus saluran pernapasan. Partikulat
dengan diameter < 10µm memiliki proporsi lebih besar untuk mencapai alveoli
hingga sekitar 2 mm (Shofwati & Satar, 2009). Menurut Gertrudis (2010) PM10
merupakan iritan dan partikulat dengan risiko kesehatan terbesar diantara ukuran
partikulat lainnya. PM10 merupakan indikator yang paling cocok untuk
pengukuran tingkat pencemaran partikulat yang dikaitkan dengn efek terhadap
gangguan saluran pernapasan sehingga kadarnya harus tetap dijaga (Rudianto,
31
2013). Efek pajanan singkat / akut terhadap partikel ini diantaranya ialah dapat
mempengaruhi reaksi radang paru, ISPA ataupun gangguan pernapasan lainnya,
gangguan pada sistem kardiovaskular, iritasi mata, kanker hingga kematian
(Lindawaty, 2010; EPA, 1995).
Menurut EPA (1995), orang dengan penyakit paru kronis / PPOK seperti
asma, emfisema dan bronkhitis kronis sangat sensitif terhadap efek PM10. Penyakit
paru obstruktif kronik / PPOK merupakan sekelompok penyakit paru menahun
yang ditandai oleh peningkatan resistensi saluran pernapasan akibat penyempitan
lumen saluran pernapasan bagian bawah. Pada asma, obstruksi saluran pernapasan
dapat disebabkan karena alergi yang dapat menimbulkan spasme / kejang otot
polos sehingga saluran pernapasan mengalami penyempitan / konstriksi. Selain
itu, asma jugap dapat disebabkan karena adanya penyumbatan pada saluran
pernapasan karena adanya mukus berlebih dan sangat kental. Peradangan atau
edema pada saluran pernapasan juga dapat menyebabkan asma karena peradangan
ataupun penebalan dinding saluran pernapasan tersebut dapat menyebabkan
konstriksi pada jalan napas.
Bronkhitis kronik merupakan peradangan kronik pada saluran napas bagian
bawah yang biasanya diakibatkan karena adanya pajanan berulang akibat asap
rokok, polusi udara, ataupun alergen. Iritasi kronik tersebut menyebabkan adanya
penebalan pada dinding saluran napas bagian dalam yang mengakibatkan saluran
pernapasan menyempit. Selain itu, bronkhitis kronik juga ditandai dengan adanya
produksi mukus yang berlebih dan kental pada bronkus. Akibat adanya iritasi
kronik, maka mukus siliaris menjadi lumpuh dan mukuspun tidak sepenuhnya
32
dapat dikeluarkan dari bronkus. Akibat selanjutnya ialah infeksi bakteri yang
dikarenakan penumpukan mukus tersebut telah menjadi medium
perkembangbiakan bakteri yang optimal.
Emfisema merupakan suatu kondisi gangguan yang tak dapat diubah pada
saluran napas akibat rusaknya dinding alveolus. Secara normal, saluran
penghubung antara bronkiolus dengan alveolus membentuk struktur yang kuat
dan menjaga saluran pernapasan agar tetap terbuka sehingga jalan udara masuk
tidak terhambat. Namun pada emfisema, dinding alveoli mengalami kerusakan
sehingga bronkioli kehilangan struktur penyangganya. Akibatnya pada saat udara
akan dikeluarkan maka bronkioli akan mengerut. Emfisema dapat timbul akibat
pajanan berlebih akibat asap rokok atau iritan kimia lainnya (Anies, 2006).
b. Sumber PM10
Sumber PM10 dari aktifitas manusia / antropogenik ialah dari kendaraan
bermotor, hasil pembakaraan bahan bakar, dan proses industri (Lindawaty, 2010).
Serupa dengan yang disebutkan dalam US.EPA (2016) bahwa sumber langsung
yang berasal dari emisi diantaranya ialah lokasi konstruksi, jalanan beraspal,
lapangan, cerobong asap ataupun asap dari kebakaran. Sedangkan sumber alamiah
PM10 ialah dari aktivitas gunung berapi dan kebakaran hutan.
Lebih lanjut EPA menyebutkan bahwa sumber PM10 paling banyak berasal dari
pembakaran minyak bumi (38,6%), transportasi (25,4%), proses industri (25%),
dan lain-lain (11%) (Wright & Nebel, 2002). Harrison (1999) dalam bukunya
menyatakan bahwa penggunaan diesel dan petrol / bensin merupakan sumber
33
PM10 yang paling umum dan berkontribusi paling banyak terhadap timbulnya
PM10 di udara.
Secara lebih rinci US EPA (2004) menyebutkan sumber partikulat berdasarkan
ukuran diameternya, diantaranya sebagai berikut:
a. Partikel sangat halus /ultrafine (d ≤ 0,1µm) bersumber dari hasil
pembakaran, hasil reaksi SO2 dengan zat-zat organik di atmosfer serta
hasil proses kimia pada suhu tinggi.
b. Partikulat mode akumulasi (d= 0,1µm - 3 µm) bersumber dari hasil
pembakaran batu bara, minyak, bensin, solar dan kayu bakar, dan hasil
proses industri pada suhi tinggi (misal: peleburan logam atau proses
industri pabrik baja).
c. Partikulat Kasar / coarse particulate (d > 3 µm) bersumber dari
resuspensi partikulat industri, kegiatan konstruksi dan penghancuran,
pembakaran minyak dan batu bara yang tidak terkendali.
Sedangkan menurut Lange (2008), bila dikelompokkan berdasarkan jumlah
debu yang terpajan, dosis pajanan debu dikelompokkan menjadi beberapa bagian
yaitu debu total (total dust), debu terhirup (respirable dust), serta debu dosis
kumulatif (cumulative dust). Respirable dust merupakan jenis debu yang sangat
sering menimbulkan efek terhadap gangguan pernapasan karena ukuran
aerodinamiknya berkisar ≤ 10 mikron dengan ukuran aerodinamik rata-rata 4µm.
c. Mekanisme PM10 Masuk Ke Tubuh Manusia
34
Ketika manusia bernapas, PM10 di udara akan terbawa sampai masuk ke
saluran pernapasan manusia. Di dalam saluran tersebut partikel-partikel tersebut
akan berkumpul. Dengan ukuran yang sangat kecil maka partkel tersebut dapat
dengan mudah sampai ke alveoli. Partikel berukuran 5-30 µm akan mengendap
pada saluran pernapasan bagian atas seperti hidung dan tenggorokan. Sedangkan
partikel berdiameter 3-5 µm akan terkumpul di saluran pernapasan bagian bawah
seperti trakhea, bronkus dan bronkhiolus. Partikel dengan ukuran 1-3 mikron
mampu mencapai di permukaan alveoli. Sementara itu partikel dengan ukuran
0,5-1 mikron hingga di permukaan alveoli dan dapat menyebabkan firbrosis paru.
Dan partikel dengan ukuran lebih kecil yaitu 0,1-0,5 mikron dapat melayang di
permukaan alveoli. Pada saluran-saluran tersebutlah partikel akan mengendap dan
menimbulkan iritasi. Jika tidak, sistem pertahanan oleh mukosiliar akan
membawanya masuk terserap disaluran pencernaan. Partikel yang lebih halus lagi
dengan ukuran dibawah 1 µm dapat mencapai alveolus dengan mudah dan
tertimbun disana. Sementara dalam alveolus endapannya dapat diabsorpsi menuju
sistem sirkulasi maka dari itu paparan partikulat matter ini juga dapat
menimbulkan gangguan pada sistem kardiovaskular. Pada alveolus ini, sistem
pertahanan tubuh yang ada ialah sel-sel fagosit / makrofag yang dapat memakan
atau menghancurkan partikel tersebut (Widyastuti dalam Lindawaty, 2010).
Sementara itu partikel yang jauh lebih halus lagi akan keluar dari saluran
pernapasan saat nafas dihembuskan.
d. Nilai Ambang Batas / NAB PM10
35
Standar PM10 dalam udara ambien berdasarkan NAAQS / National Ambient Air
Quality Standards (2012) ialah 150µg / m3 (0,15 mg / m3). Sedangkan standar
occupational berdasarkan OSHA menyebutkan bahwa batas paparan yang
diizinkan pada tempat kerja / Permissible Exposure Limit (PEL) ialah sebesar
5000 µg / m3, ekivalen dengan 5 mg / m3.
Di Indonesia sendiri, standar yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup / Permenlh No. 12 tahun 2010 untuk Baku
Mutu Udara Ambien / BMUA Nasional ialah sebesar 150 µg / Nm3 (0,15 mg /
m3). Serupa dengan standar yang ditetapkan berdasarkan SK Gubernur DKI
Jakarta No. 54 tahun 2008 dan Permenkes No.48 tahun 2016 untuk parameter
debu respirable PM10 pada lingkungan kerja perkantoran ialah sebesar 150µg/m3
(0,15mg/m3).
e. Jalur Migrasi PM10 terhadap ISPA
Selain bakteri, virus, jamur, ricketsia, beberapa faktor pencetus
timbulnya penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) ialah faktor
pencemaran udara. Teori H. L. Blum menyatakan bahwa lingkungan
merupakan salah satu faktor penentu derajat kesehatan masyarakat, salah
satunya kualitas udara. Kualitas udara yang kotor akibat adanya pencemaran
sangat erat hubungannya dengan kejadian penyakit ISPA (Fitria dkk , 2008;
Mundilarto & Istiyono, 2007). Salah satu polutan yang paling sering
ditemukan dan dapat menimbulkan penyakit ISPA ialah PM10. Berdasarkan
beberapa penelitian disebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
36
antara konsentrasi PM10 terhadap timbulnya penyakit ISPA (Yusnabeti,
Wulandari, & Luciana, 2010; Yamani, 2013; Basti, 2014; Lindawaty, 2010).
PM10 memiliki sumber antropogenik berasal dari proses industri dan
penggunaan kendaraan bermotor (Lindawaty, 2010; US.EPA, 2016). PM10
berada di udara atmosfer yang kemudian dengan mudah dapat dihirup oleh
manusia. PM10 dengan ukuran 5-30 µm dapat terhirup dan tersaring di
hidung oleh mukosiliar ataupun dapat masuk hingga ke tenggorokan. Untuk
partikel berukuran 3-5 µm dapat masuk hingga trakhea, bronkhus, hingga
bronkhiolus. Pada saluran ini masih terdapat mukosiliar namun sudah
semakin berkurang jumlahnya. Sedangkan untuk partikel 1-3 µm dapat
masuk hingga alveolus. Di alveolus, sistem pertahanan mukosiliar sudah
tidak ada, maka dari itu zat-zat asing termasuk polutan PM10 dengan mudah
mengiritasi alveolus. Sistem pertahanan yang ada pada alveolus ialah sel-sel
makrofag.
Berdasarkan EPA (1995), orang dengan penyakit PPOK seperti asma,
emfisema, dan bronkhitis kronik sangat rentan terhadap PM10. Beberapa
faktor lingkungan yang mempengaruhi kualitas pencemaran udara
diantaranya ialah suhu udara, kelembaban, dan kecepatan angin. Setelah
masuk ke organ target, PM10 akan mengendap dan menyebabkan iritasi.
Selain itu iritasi pada beberapa organ tersebut dapat menyebabkan
timbulnya mukus / lendir berlebih pada organ target dan menyebabkan
sesak napas dan pilek. Iritasi yang terjadi juga dapat menyebabkan sakit
pada tenggorokan yang juga ditandai dengan batuk dan gejala ISPA lainnya.
37
Iritasi juga dapat menyebabkan adanya penebalan pada organ targe dan hal
tersebut juga dapat membuat penderita mengalami sesak napas dan semakin
rentan terhadap polutan lainnya ataupun penyakit saluran pernapasan
lainnya.
38
Bagan 2.1 Jalur Migrasi ISPA
Kelembaban
Kecepatan Angin
Suhu Udara
Usia
Masa Kerja
Lama Paparan
Keterangan:
Tidak Diteliti
Alami
Antropogenik
Kebakaran Hutan
Kendaraan Bermotor (bensin,
solar)
Proses Industri
PM10 Udara
5-30 µm
3-5 µm
1-3 µm
Mata
Sistem Kardiovaskuler
Saluran
Pernapasan
Hidung &
Tenggorokan
Trakhea, bronkhus,
bronkhiolus
Alveolus
Agen biologis: bakteri,
virus, ricketsia, jamur
Iklim Kerja
ISPA
(Infeksi Saluran
Pernapasan Akut)
Karakteristik
Individu
Perilaku
1. Kebiasaan
Merokok
2. Penggunaan
masker
Simpul 1: Sumber Simpul 2: Wahana
Lingkungan Simpul 3: Host /
Manusia
Simpul 4: Dampak
Kesehatan
Variabel Berpengaruh
Aktivitas gunung berapi
Kebakaran Hutan
39
B. Karakteristik Pekerja
a. Usia
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar / Riskesdas pada tahun 2013,
karakteristik penduduk dengan ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-
4 tahun (balita). Pada kelompok pekerja, penelitian yang dilakukan oleh Noer
& Martiana (2013) telah menyebutkan usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kejadian ISPA (p=0,017). Berdasarkan penelitiannya, pekerja
dengan usia ≥ 40 tahun memiliki risiko lebih besar untuk terkena ISPA. Hal
tersebut terjadi dikarenakan semakin bertambahnya usia seseorang maka
kerentanan terhadap efek paparan semakin meningkat. Semakin meningkat
usia seseorang, fungsi organ tubuh akan semakin menurun. Sejalan dengan
penelitian Daroham & Mutiatikum (2009), kelompok pekerja berusia diatas
15 tahun lebih banyak menderita sakit ISPA dibandingkan dengan umur
dibawah 15 tahun. Meskipun dalam range yang berbeda namun dibuktikan
bahwa semakin meningkatnya usia seseorang maka semakin meningkat pula
risiko seseorang terhadap ISPA. Diasumsikan bahwa seorang pekerja yang
semakin tua maka kapasitas vital parunya akan semakin menurun karena
adanya kemunduran fungsi organ sehingga lebih rentan terhadap paparan
polutan yang berakibat pada timbulnya gangguan pernapasan (Fitriyani,
2011).
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Departemen
Kesehatan RI, disebutkan bahwa faktor risiko ISPA terjadi pada anak yang
40
berjenis kelamin laki-laki (Khairunnisa, 2014). Hal yang serupa
disebutkan oleh Nelson & William (2007) dimana disebutkan bahwa risiko
laki-laki menderita ISPA lebih besar dibandingkan perempuan karena
kebutuhan oksigen laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. hal
Supraptini, Hananto, & Hapsari (2010) menyebutkan bahwa laki-laki lebih
berisiko terkena ISPA sebesar 1.038 kali dibandingkan perempuan. Laki-
laki juga memiliki lebih banyak aktivitas diluar rumah lebih banyak
dibandingkan perempuan sehingga cenderung mendapatkan pajanan yang
lebih besar terhadap agen penyakit (WHO, 2007).
c. Masa Kerja
Semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak dia terpapar oleh
behaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Hal tersebut
dibuktikan oleh Noer & Martiana (2013) (p=0,017) dan Yusnabeti,
Wulandari, & Luciana (2010) (p=0,010). Menurut Yusnabeti, Wulandari, dan
Luciana (2010), pekerja yang bekerja ≥ 10 tahun lebih berisiko terkena ISPA
dibandingkan dengan pekerja yang bekerja < 10 tahun. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Noer dan Martiana (2013).
d. Lama Paparan
Menurut Kusnoputranto (1995) salah satu faktor yang mempengaruhi
gangguan pernapasan ialah intensitas dan lama paparan. Serupa dengan
yang disampaikan oleh Suma'mur (1995) bahwa lama pajanan debu
merupakan faktor seseorang mengalami gangguan pernapasan. Hal
41
tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Febrianto (2015);
Nurgahaeni (2004); Yulaekah (2007).
Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, bekerja selama 7 jam / hari dan 40 jam / minggu
untuk 6 hari dalam seminggu. Sedangkan kerja selama 8 jam/hari dan 40
jam / minggu untuk 5 hari dalam seminggu.
e. Kebiasaan Merokok
Berdasarkan penelitian, didapatkan hubungan yang bermakna antara
pajanan asap rokok dengan kejadian ISPA. Menurut (Suryo, 2010)
kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko terjadinya ISPA hingga 2,2
kali. Yusnabeti, Wulandari, & Luciana (2010) menyebutkan bahwa rokok
dapat meningkatkan kelainan paru dimana iritasi yang persisten pada
saluran pernapasan akibat rokok dapat menyebabkan adanya perubahan
pada struktur jaringan paru-paru. Perubahan tersebut jika dibiarkan akan
menyebabkan perubahan fungsi paru dan menjadi dasar terjadinya
obstruksi paru menahun (PPOK). Menurut WHO, seseorang dapat
dikatakan sebagai perokok (aktif) apabila mereka merokok setiap hari
dalam waktu minimal 6 bulan hingga saat survei dilakukan (Depkes,
2004).
f. Penggunaan APD (masker)
Masker merupakan suatu alat pelindung diri yang fungsinya untuk
melindungi dari paparan polutan inhalable (yang mudah terhirup) seperti
debu / PM10. APD tidaklah sempurna dapat melindungi tubuh, tetapi akan
42
dapat mengurangi atau memperlambat tingkat pajanan yang terjadi (Odjak
Turnip dalam Fitriyani, 2011). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
kebiasaan penggunaan APD seperti masker merupakan faktor risiko
terjadinya ISPA akibat paparan debu. Yusnabeti, Wulandari, & Luciana
(2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat 43 pekerja yang
mengalami ISPA dan hampir semua pekerja tersebut tidak menggunakan
APD seperti masker. Dalam penelitiannya, Fitriyani (2011) menyebutkan
bahwa pekerja yang tidak menggunakan APD seperti masker akan
mempunyai peluang berisiko 3 kali lebih besar mengalami gejala ISPA
dibandingkan pekerja yang menggunakan APD.
N95 merupakan jenis masker yang direkomendasikan oleh NIOSH
untuk paparan partikulat PM10 (CDC, 2016). Kelas filter ini memiliki
spesifikasi yaitu untuk perlindungan terhadap paparan partikulat non-oil
dan 95% dapat menyaring partikulat hingga ukuran 0,3 mikron (NIOSH,
1996).
2.3 Pencemaran Udara
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup RI. No. KEP-03/MENKLH/II/1991, pencemaran udara didefinisikan
sebagai masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen
lain ke udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau
tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Pada umumnya pencemaran
43
udara dapat mengakibatkan gangguan bagi kesehatan sistem pernapasan, dan
organ penglihatan (Sumantri, Kesehatan lingkungan dan perspektif Islam, 2010).
Pencemaran Udara Dalam Ruang (PUDR) merupakan pencemaran udara yang
terjadi akibat masuknya / dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau
komponen lain ke udara ruang oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga
kualitas udara ruangan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Mengacu
pada Pergub DKI Jakarta No. 54 tahun 2008 yang dimaksud dengan ruangan yan
menjadi kawasan umum ialah ruangan tertutup yang dimanfaatkan oleh
masyarakat umum secara sendiri ataupun bersama-sama seperti ruangan parkir
kendaraan bermotor. Melalui peraturan tersebut dapat disimpulkan bahwa ruangan
parkir basement termasuk dalam kategori ruangan kawasan umum yang dikatakan
sebagai ruangan tertutup (indoor).
Pencemaran udara biasanya diawali dengan adanya emisi. Emisi merupakan
jumlah polutan yang dikeluarkan ke udara dalam satuan waktu (Sumantri,
Kesehatan lingkungan dan perspektif Islam, 2010). Emisi dapat bersumber dari
hasil proses alam maupun hasil kegiatan manusia (emisi antropogenik). Contoh
emisi yang bersumber dari kegiatan manusia ialah emisi hasil pembakaran bahan
bakar fosil seperti bensin. Umumnya jenis emisi ini seringkali ditemukan pada
penggunaan kendaraan bermotor. Suatu wilayah dimana memiliki jumlah
kepemilikan kendaraan bermotor yang sangat banyak, maka wilayah tersebut
dapat dikatakan berisiko terhadap pencemaran udara. Beberapa polutan yang
dikeluarkan dari emisi kendaraan bermotor diantaranya ialah karbon monoksida
44
(CO), Nitrogen oksida (NOx), Sulfur oksida (SOx), hidrokarbon, serta debu atau
partikel (Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan Ed. 3, 2004).
Manurut Sumantri (2015), pencemara udara terbagi atas dua jenis, pencemaran
primer, dan pencemaran sekunder.
a. Pencemaran Primer merupakan substansi pencemar yang ditimbulkan
langsung dari sumbernya. Beberapa contoh pencemar primer ialah
hidrokarbon, karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), sulfur
oksida (SOx), Amoniak (NH3), Nitrogen Oksida (NOx) dan Particulate
Matter / PM.
b. Pencemar sekunder merupakan substansi pencemar yang terbentuk dari
reaksi zat-zat pencemar primer di atmosfer. Contoh pencemar sekunder
ialah pembentukan ozon dan Proxy Acyl Nitrate (PAN).
Pencemaran udara khususnya yang bersumber dari kendaraan bermotor dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor iklim kerja. Beberapa diantaranya yaitu suhu
udara, kelembaban, arah dan kecepatan angin, topografi dan geografi (Wardhana,
1999).
1. Suhu udara
Suhu udara merupakan tingkat atau derajat kepanasan dari suatu benda
ataupun lingkungan. Suhu udara dinyatakan dalam satuan derajat celcius
Prawirawardoyo dalam Prasetyanto (2011). Penelitian yang dilakukan oleh
Yusnabeti, Wulandari, & Luciana (2010) menyebutkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kejadian ISPA dengan suhu ruang kerja
45
(p= 0,191). Semakin tinggi suhu udara maka udara akan semakin renggang
sehingga konsentrasi pencemar menjadi makin rendah. Sebaliknya pada
suhu rendah / dingin maka kondisi udara akan semakin padat dan
konsentrasi pencemar akan semakin tinggi (Depkes, Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, 1990). Namun demikian,
pada suhu udara yang tinggi juga dapat menyebabkan bahan pencemar
terutama partikel diudara menjadi kering dan ringan sehingga cenderung
untuk bertahan lebih lama di udara. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan No. 829 tahun 1999, suhu udara nyaman berkisar antara 18-
30oc. Sedangkan berdasarkan Pergub DKI Jakarta No. 54 tahun 2008
dikatakan bahwa batas aman suhu pada ruang perkantoran ialah berkisar
antara 23-28oC. Sementara itu, berdasarkan SNI 03-6572-2001 disebutkan
bahwa suhu pada lingkungan tropis untuk mendapatkan kondisi yang
nyaman ialah berkisar antara 22,8oC-25,8oC.
2. Kelembaban Udara
Kelembaban udara ialah jumlah kandungan uap air yang ada di dalam
udara yang dinyatakan dalam persentase. Pada kelembaban udara yang
tinggi kadar uap air di udara akan bereaksi dengan polutan di udara. Uap
air pada udara akan mengikat polutan di udara seperti debu dan kemudian
akan menangkap kembali partikel polutan lainnya sehingga beberapa
bahan pencemar tersebut akan membentuk partikel yang berukuran lebih
besar sehingga lebih mudah mengendap ke permukaan bumi oleh gaya
tarik bumi (Depkes RI, 1990). Disebutkan dalam Kepmenkes no. 1077
46
tahun 2011 tentang pedoman penyehatan udara dalam ruang rumah dimana
kelembaban yang dikatakan aman ialah berkisar antara 40-70%.
Sedangkan berdasarkan Permenkes No.48 Tahun 2016 disebutkan bahwa
kelembaban yang nyaman untuk ruang kerja seperti lobi ataupun koridor
ialah sebesar 30-70%. Sementara itu dalam SNI 03-6572-2001 disebutkan
bahwa untuk daerah tropis, kelembaban udara relatif yang dianjurkan ialah
berkisar antara 40%-50%.
3. Kecepatan Angin
Kecepatan angin berbanding terbalik dengan konsentrasi polutan di
udara. Apabila kecepatan angin lemah, maka polutan semakin menumpuk
pada suatu tempat dan mengakibatkan konsentrasi polutan lebih padat.
Selain itu, kecepatan angin yang rendah dalam arti udara tidak bergerak
memungkinkan terjadinya inversi. Inversi merupakan suatu keaaan dimana
udara dingin terperangkap oleh lapisan udara panas diatasnya sehingga
udara dingin tidak dapat bergerak keatas dan bercampur dengan udara
diatasnya. Hal tersebut menyebabkan polutan tidak dapat menyebar dan
terakumulasi pada satu tempat tersebut (Budianto, 2008). Sebaliknya
apabila kecepatan angin tinggi maka polutan tidak mempunyai waktu
cukup untuk untuk mengumpul karena akan semakin terbawa dan
menyebar ke beberapa tempat lainnya dan mengakibatkan konsentrasi
polutan pada suatu tempat menurun. Kecepatan angin diukur dengan
menggunakan anemometer dalam satuan meter/menit. Untuk kecapatan
47
aliran udara pada bangunan dibawah tanah disarankan agar tidak lebih
kecil dari 0,15 - 0,20 m/s (Reverente, Weetman, & Wongphanick, 1993).
2.4 Kerangka Teori
Beberapa faktor risiko terjadinya ISPA diantaranya ialah usia, jenis kelamin,
lama paparan, masa kerja, penggunaan APD seperti masker serta kebiasaan
merokok. Usia merupakan umur seseorang terhitung mulai ia dilahirkan hingga
orang tersebut ikut serta dalam penelitian ini. Usia merupakan salah satu faktor
risiko ISPA karena semakin bertambah usia seseorang maka fungsi organ-
organ tubuh semakin menurun, imunitas juga akan semakin melemah. Maka
dari itu orang dengan usia lanjut semakin rentan terhadap pencemaran dan
penyakit infeksius seperti ISPA (Noer & Martiana, 2013; Daroham &
Mutiatikum, 2009; Fitriyani, 2011). Sama halnya dengan orang dengan
kelompok usia muda seperti balita juga sangat rentan terhadap ISPA. hal
tersebut dikarenakan sistem pembentukan imun dan organ tubuh masih belum
sempurna sehingga lebih rentan terkena penyakit infeksi seperti ISPA.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Departemen Kesehatan RI
diperoleh bahwa anak berjenis kelamin laki-laki merupakan salah satu faktor
risiko ISPA (Khairunnisa, 2014). Hal yang serupa juga disampaikan oleh
Nelson dan William (2007) dan Supraptini dkk (2010).
Lama paparan merupakan salah satu faktor yang juga dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan pernapasan (Kusnoputranto, 1995; Febrianto, 2015;
Suma'mur, 1995; Nurgahaeni, 2004; Yulaekah, 2007). Berdasarkan Undang-
48
Undang RI No. 132 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, bekerja selama 7
jam/hari dan 40 jam / minggu untuk 6 hari dalam seminggu sedangkan bekerja
selama 8 jam / hari dan 40 jam / minggu untuk 5 hari dalam seminggu.
Masa kerja merupakan lama kerja seseorang dalam satuan tahun. Semakin
lama seseorang bekerja maka semakin banyak pula paparan polutan yang ia
dapat pada tempat kerjanya. Bekerja selama ≥ 10 tahun lebih berisiko terkena
ISPA dibandingkan pekerja yang bekerja dibawah 10 tahun (Yusnabeti,
Wulandari, & Luciana, 2010; Noer & Martiana, 2013).
Masker merupakan suatu alat pelindung diri yang berfungsi untuk
melindungi pekerja dari paparan debu partikulat dan bau. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa kebiasaan penggunaan masker merupakan faktor risiko
terjadinya ISPA pada pekerja (Yusnabeti, Wulandari, & Luciana, 2010;
Fitriyani, 2011). Kebiasaan merokok juga memiliki hubungan yang bermakna
terhadap terjadinya ISPA. Rokok dapat menyebabkan kelainan paru akibat
iritasi yang persisten pada saluran napas akibat asap rokok sehingga lebih
rentan terserang penyakit ISPA (Yusnabeti, Wulandari, & Luciana, 2010).
ISPA dapat disebabkan oleh lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan ricketsia.
Sementara itu penyebab ISPA lainnya ialah akibat asap kendaraan bermotor,
pabrik dan sebagainya yang biasanya ditemukan dalam bentuk partikulat.
Berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa konsentrasi PM10 dalam
udara merupakan faktor risiko terjadinya ISPA (Basti, 2014; Yusnabeti,
Wulandari, & Luciana, 2010; Yamani, 2013). Seluruh agen penyebab ISPA
49
tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi iklim kerja seperti suhu, kelembaban,
arah dan kecepatan angin.
Karakteristik Individu
Pekerja:
- Usia
- Jenis Kelamin
- Lama Paparan
- Masa Kerja
- Penggunaan APD
(masker)
- Kebiasaan Merokok
Polutan
PM10 SO2
Agen Infeksius
Bakteri Virus Ricketsia
Iklim Kerja:
- Suhu
- Kelembaban
- Kecapatan Angin
Infeksi Saluran
Pernapasan Akut
(ISPA)
Bagan 2.2 Kerangka Teori
50
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,
selanjutnya didapatkan kerangka konsep untuk menjelaskan hubungan antar
variabel-variabel yang akan diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan konsentrasi PM10 dan karakteristik pekerja sebagai variabel
independen terhadap keluhan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) ringan
pada petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square sebagai
variabel dependen.
Variabel Independen Variabel Dependen
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Konsentrasi PM10
Keluhan Subjektif Gangguan
Pernapasan Akut
Karakteristik Pekerja:
- Usia
- Jenis Kelamin
- Lama Paparan
- Masa Kerja
- Penggunaan APD
(Masker)
- Status Merokok
51
3.3 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil Skala
Variabel Dependen
1. Keluhan subyektif
gangguan
pernapasan akut
Ada / tidaknya satu atau beberapa gejala ISPA
ringan yang dirasakan responden selama ≤ 14
hari yang meliputi batuk (tanpa pernafasan
cepat/sesak), pilek (keluarnya lendir dari
rongga hidung), serak (suara parau) disertai
atau tanpa disertai demam (> 37oC), keluarnya
cairan dari telinga tanpa rasa sakit (Ditjen
P2MPL, 2009).
Wawancara Kuesioner 1. Ya
2. Tidak Ordinal
Variabel Independent
2. Konsentrasi PM10 Jumlah banyaknya debu PM10 yang terkandung
di udara lingkungan kerja basement parkir
dalam satuan mg/m3
Pengukuran
langsung; Metode
gravimetri
Haz-Dust
EPAM
5000
mg/m3 Rasio
3. Karakteristik Pekerja
- Usia Lama hidup responden sejak lahir sampai
penelitian dilakukan dalam satuan tahun Wawancara Kuesioner Tahun Rasio
52
Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil Skala
- Jenis Kelamin Tanda fisik yang teridentifikasi pada responden
dan dibawa sejak dilahirkan
Wawancara Kuesioner 1. Laki-laki
2. Perempuan
Nominal
- Lama paparan Lamanya waktu responden terpapar ditempat
kerja basement selama seminggu dengan satuan
jam/minggu
Wawancara Kuesioner 1. > 40 jam/minggu
(TMS)
(Permenaker No. 13
tahun 2011)
2. ≤ 40 jam/minggu
(MS)
Ordinal
- Masa Kerja Lamanya waktu responden bekerja di area kerja
basement saat ini, terhitung sejak pertama kali
bekerja sampai penelitian dilakukan dalam
satuan tahun.
*Kategori masa kerja petugas dikelompokkan
berdasarkan nilai median karena data tidak
terdistribusi normal.
Wawancara Kuesioner 1. > 10 tahun
2. ≤ 10 tahun
Ordinal
- Penggunaan
APD (masker)
Tindakan berulang menggunakan masker
secara disiplin selama jam kerja Wawancara Kuesioner
1. Selalu memakai
2. Kadang-kadang
memakai
Ordinal
53
3. Tidak Pernah
Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil Skala
- Status
Merokok
Kategori merokok responden setiap harinya
baik saat bekerja maupun tidak bekerja yang
mengacu pada New
Zealand Ministry of Health, 2015.
**Responden dikatakan masih merokok apabila
dalam jangka waktu minimal 6 bulan terakhir
ia masih mengkonsumsi rokok (WHO dalam
Depkes, 2004).
Wawancara Kuesioner 1. Masih Perokok
2. Mantan Perokok
3. Bukan Perokok
Ordinal
54
3.4 Hipotesis Penelitian
a. Terdapat hubungan antara konsentrasi PM10 dengan keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut pada petugas di area basement parkir Mal Blok M
dan Poins Square tahun 2016
b. Terdapat hubungan antara karakteristik pekerja (jenis kelamin, usia, lama
paparan, masa kerja, status perokok, dan kebiasaan penggunaan APD /
masker) terhadap keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada petugas
di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016.
55
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik observasional dengan
rancangan studi cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
hubungan antara variabel bebas (pajanan) yaitu konsentrasi debu PM10
terhirup dan karakteritistik pekerja (usia, jenis kelamin, masa kerja, lama
paparan, penggunaan APD (masker), status merokok) dengan variabel terikat
(outcome) yaitu keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada petugas
parkir dan keamanan yang bertugas di area parkir basement Mal Blok M dan
Poins Square tahun 2016 dalam waktu yang bersamaan.
Desain studi cross sectional ialah desain studi yang bertujuan untuk
mempelajari dinamika hubungan dan mengetahui besarnya masalah antara
suatu pajanan dengan efek yang diukur dalam waktu yang bersamaan
sehingga mudah dilaksanakan, hemat biaya, waktu dan tenaga.
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di 2 (dua) buah
mal di wilayah Jakarta Selatan yaitu Poins Square dan Mal Blok M. Berikut
detail lokasi penelitian pada masing-masing mal:
a. Basement A1 (Mal Blok M)
b. Basement A2 (Mal Blok M)
c. Basement B1 (Mal Blok M)
d. Basement B2 (Mal Blok M)
56
e. Basement B1 (Poins Square) (Area kerja security)
f. Basement B1 (Poins Square) (Area kerja petugas parkir)
g. Basement B2 (Poins Square) (Area kerja petugas parkir)
h. Basement B2 (Poins Square) (Area kerja security)
57
a) Layout denah lokasi A1 (area pengukuran P1) & A2 (area pengukuran P2) (Mal Blok M)
Gambar 4.1 Layout denah lokasi A1 (area pengukuran P1) & A2
(area pengukuran P2) (Mal Blok M)
58
b) Layout denah lokasi B1 (area pengukuran P3) & B2 (area pengukuran P4) (Mal Blok M)
Gambar 4.2 Layout denah lokasi B1 (area pengukuran P3) & B2 (area pengukuran P4) (Mal Blok M)
59
c) Basement B1 (Poins Square)
Gambar 4.3 Layout lokasi area kerja basement B1 Poins Square
60
d) Basement B2 (Poins Square)
Gambar 4.4 Layout area kerja basement B2 Poins Square
61
4.3 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Alur Penentuan populasi dan pengambilan sampel dapat dilihat pada bagan
dibawah ini:
Populasi merupakan seluruh objek yang mungkin terpilih atau keseluruhan
ciri yang dipelajari (Nugroho, 2007). Populasi pada penelitian ini ialah
petugas parkir dan petugas keamanan yang bekerja di area basement parkir
Poins Square dan Mal Blok M tahun 2016 dengan jumlah populasi sebanyak
89 orang. Adapun populasi yang akan termasuk dalam penelitian ini harus
Total Populasi
N = 89
Eligible population
N = 72
Sampel minimum
n = 60
Wawancara Terstruktur
n = 60
Direct Measurement
n = 60
Analisis Univariat
n = 60
Analisis Bivariat
n = 60
Bagan 4.1 Alur Pengambilan Sampel
62
memiliki persamaan kriteria. Kriteria tersebut diantaranya ialah sebagai
berikut:
1. Kriteria inklusi:
- Merupakan petugas keamanan ataupun petugas parkir yang
bekerja di area basement parkir Mal Blok M dan Poins
Square
- Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini dengan
menandatangani inform concent
2. Kriteria eksklusi:
- Memiliki riwayat atau sedang menderita Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK), emfisema, bronkhitis kronik,
asma.
- Petugas yang bekerja mobile dari satu lantai basement ke
lantai basement lainnya atau ke area parkir lainnya.
Setelah melalui proses inklusi dan eksklusi, maka didapatkan jumlah
populasi menjadi 72 orang dimana populasi pada masing-masing area
kerja dapat digambarkan pada tabel dibawah ini:
63
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Populasi Pada Masing-Masing Lokasi Penelitian
No. Lokasi Penelitian Area Kerja Jumlah Populasi
1. Mal Blok M
Basement A1 17
Basement A2 11
Basement B1 6
Basement B2 6
2. Poins Square
Basement B1 (area
kerja security) 2
Basement B1 (area
kerja petugas parkir) 17
Basement B2 (area
kerja petugas parkir) 11
Basement B2 (area
kerja security) 2
Total 72 orang
b. Sampel
Sampel merupakan representasi atau wujud perwakilan dari sebuah
populasi (Kastawan & Harmein, 2004). Perhitungan besar sampel pada
penelitian ini menggunakan rumus uji hipotesis beda 2 proporsi Lemeshow et
al (1997) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
n : jumlah sampel
64
α : derajat kemaknaan yang ditetapkan peneliti. Dalam penelitian ini,
peneliti menentukan α = 0,05 sehingga Za-α/2 pada penelitian ini sebesar
1,96.
β : Kekuatan uji sebesar 80% sehingga Z1-β sebesar 0,84.
P1 : Proporsi responden dengan masa kerja > 10 tahun yang terkena ISPA
sebesar 62,1% (Noer & Martiana, 2013).
P2 : Proporsi responden dengan masa kerja ≤ 10 tahun yang terkena ISPA
25,0% (Noer & Martiana, 2013).
P : rata-rata proporsi 𝑃1+𝑃2
2 = 0,4355
n= {1,96√[2(0,4355)(1−0,4355)]0,84√[0,621(1−0,621)+0,25(1−0,25)]}2
(0,621−0,25)2
n= 27
Berdasarkan perhitungan besar sampel dengan rumus uji hipotesis beda
dua proporsi didapatkan bahwa besar sampel minimum yang dibutuhkan ialah
27 orang. Dikarenakan desain penelitian menggunakan desain studi cross
sectional maka besar sampel dikalikan 2 sehingga besar sampel
sesungguhnya sejumlah 54 orang. Dalam upaya untuk menghindari
responden drop out maka ditambahkan jumlah sampel sebanyak 10% dan
dibulatkan menjadi 60 orang.
Oleh karena terdapat jumlah petugas pada masing-masing area kerja yang
berbeda-beda, maka pada penelitian ini digunakan teknik proportionate
random sampling dalam pengambilan sampel. Setiap area kerja akan diambil
sampelnya dengan jumlah tertentu sesuai dengan perhitungan proporsi
65
terhadap minimal sampel pada penelitian ini, proporsi tersebut dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.2. Jumlah Sampel Pada Masing-Masing Area Kerja
No. Area Kerja Jumlah
Petugas
Jumlah sampel
(ni)
1. Basement A1 17 orang 14,166 ~ 14 orang
2. Basement A2 11 orang 9,166 ~ 9 orang
3. Basement B1 6 orang 4,999 ~ 5 orang
4. Basement B2 6 orang 4,999 ~ 5 orang
5. Basement B1 (area
kerja security) 2 orang 1,666 ~ 2 orang
6. Basement B1 (area
kerja petugas parkir) 17 orang 14,166 ~ 14 orang
7. Basement B2 (area
kerja petugas parkir) 11 orang 9, 166 ~ 9 orang
8. Basement B2 (area
kerja security) 2 orang 1,666 ~ 2 orang
Jumlah 72 orang 60 orang
Berdasarkan perhitungan diatas, maka didapatkanlah 60 petugas yang
akan dijadikan responden dalam penelitian ini.
4.4 Pengumpulan Data
4.4.1 Data Primer
Pada penelitian ini, jenis data yang digunakan ialah data primer.
Data primer didapatkan berdasarkan hasil wawancara untuk identitas
responden, variabel karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin, lama
66
paparan, masa kerja, status merokok, kebiasaan menggunakan masker)
dan variabel keluhan subjektif gangguan pernapasan akut. Selain itu, data
primer juga didapatkan melalui pengukuran langsung untuk variabel
konsentrasi PM10.
4.4.2 Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pengukuran langsung dan
wawancara. Instrumen penelitian yang digunakan diantaranya ialah
sebagai berikut:
a. Kuesioner penelitian yang digunakan mencakup pertanyaan dari 2
(dua) vaiabel yakni sebagai berikut:
1. Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut
Pada variabel keluhan subjektif gangguan pernapasan akut terdapat
5 buah pertanyaan dengan jawaban menggunakan sekala guttman
(“Ya atau Tidak”). Selanjutnya pada jawaban bernilai positif maka
diberi kode 2, dan untuk jawaban bernilai negatif diberi kode 1. Pada
item pertanyaan B1-B4 dengan kode 2 maka akan direcode dengan
skor 1, dan jawaban dengan kode 1 akan direcode menjadi skor 0.
Kemudian pada item pertanyaan B terkait lama dirasakannya
keluhan tersebut pada responden, jika responden menjawab ≤ 14 hari
/ ≤ 2 minggu maka diberi kode 1, dan sebaliknya bila responden
menjawab > 14 hari / > 2 minggu maka diberi kode 2. Selanjutnya
pada item B5 yang memiliki jawaban dengan kode 1 maka memiliki
skor 1, dan jawaban dengan kode 2 akan direcode menjadi skor 0.
67
2. Karakteristik Pekerja
Pada variabel ini terapat 4 (empat) buah pertanyaan dengan
jawaban menggunakan skala guttman yaitu pada item A7, C5, C8,
C12. Apabila responden menjawab pertanyaan dengan jawaban
bernilai positif (“Ya”) maka diberi kode 1 dan sebaliknya bila
menjawab pertanyaan dengan jawaban bernilai negatf (“tidak”) maka
diberi kode 2. Pada item A7 (jenis kelamin) jawaban perempuan
diberi kode 1, dan jawaban laki-laki diberi kode 2. Selain itu, pada
variabel ini juga ditemukan beberapa pertanyaan terbuka seperti
pada item pertanyaan A3, C1, C2, C3, C4, C6, C7, C9, C10, C11,
dan C13. Pada item pertanyaan C12, responden diberi kode 1 jika
menjawab “Selalu”, kode 2 jika menjawab “kadang-kadang”, dan
kode 3 untuk jawaban “Tidak pernah”.
b. Pengukuran konsentrasi PM10 ambien dengan menggunakan Hazard-
Dust EPAM 5000 (Environmental Particulate Air Monitor) dari
Laboratorium Kesehatan Lingkungan (HEN) FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan metode gravimetric (filter weight). Alat
ini memiliki sensitivitas 0,001-20,0 mg/m3. Jumlah titik pengukuran
ialah sebanyak 8 titik yang terbagi pada masing-masing area kerja,
sebagai berikut:
a. Basement A1 (Mal Blok M): (P1)
b. Basement A2 (Mal Blok M): (P2)
c. Basement B1 (Mal Blok M): (P3)
68
d. Basement B2 (Mal Blok M): (P4)
e. Basement 1 / B1 (Area kerja security) (Poins Square): (P5)
f. Basement 1 / B1 (Area kerja petugas parkir) (Poins Square):
(P6)
g. Basement 2 / B2 (Area kerja petugas parkir) (Poins Square):
(P7)
h. Basement 3 / B3 (Area kerja security) (Poins Square): (P8)
Dasar pengambilan 8 (delapan) titik pengukuran ini ialah
dilandaskan pada Kep/205/Bapedal/07/1996 dimana disebutkan bahwa
penetapan lokasi pemantauan udara ambien dapat didasarkan pada titik
nilai ekstrim ataupun pada kawasan kehidupan makhluk hidup. Dalam
hal ini yang dimaksud kawasan kehidupan makhluk hidup ialah kawasan
yang sering ditempati oleh populasi atau disebut dengan area kerja. Lama
pengukuran pada masing-masing titik ialah 1 jam untuk mendapatkan
nilai konsentrasi dalam 8 jam / hari kerja. Pertimbangan tersebut
mengacu pada standar pengukuran PM10 di lingkungan kerja oleh NIOSH
0600 Respirable Dust Sampling.
Dalam mengukur konsentrasi PM10 digunakan alat pengukuran
Hazard-Dust EPAM 5000 dimana cara kerja alat ini ialah sebagai
berikut:
1. Melakukan pengecekkan baterai sebelum digunakan.
69
2. Melakukan tes laju alir udara dengan cara memasang alat laju alir
udara (Flow Audit Meter) di kepala sensor EPAM-5000, tekan Run,
pilih Continue. Selanjutnya dilihat angka di alat tes laju alir udara
tersebut, jika bola kecil menunjukkan angkan 4 Lpm maka laju alir
udara alat masih stabil dan dapat digunakan.
3. Memasang tabung penghisap debu dengan ukuran kepala (size-
selective empactor) 10 mikron.
4. Melakukan Manual-Zero dengan cara:
- Tekan Enter
- Pilih special function – system options – extended options – size
select - 10µm
- Pilih special functions – system options – sample rate – 1 second
- Pilih special functions – system options – Extended Options -
Calibration Options – Manual-Zero
- Kemudian tunggu hingga 99 detik, dan menu utama akan
muncul setelah proses Manual-Zero selesai.
5. Melakukan pengukuran data dengan cara yang sama seperti yang
telah dijelaskan pada langkah 4 dimulai dari size select 10 mikron,
memilih sampel rate, menyesuaikan tanggal dan waktu
pengukuran, kemudian pada menu utama pilih Run-Continue.
6. Melihat hasil pengukuran dengan cara:
- Pilih review data – statistic – new tag
- Tulis angka urutan yang tertera pada alat
70
- Tekan enter, kemudian catat hasil nilai minimum, maksimum,
average, dan STEL.
5. Matikan alat dengan menekan tombol enter
c. Pengukuran suhu dan kelembaban dengan menggunakan alat
Termohigrometer dari Laboratorium Kesehatan Lingkungan (HEN)
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun prosedur penggunaan
alat tersebut ialah sebagai berikut:
1. Meletakkan alat di atas meja atau kursi
2. Perhatikan waktu saat mengukur suhu dan klembaban udara
selama 1 jam
3. Kemudian baca dan catat skala yang ditunjukkan, skala
kelembaban dibagian atas dan skala suhu di bagian tengah dengan
derajat celcius.
d. Pengukuran kecepatan angin dengan menggunakan anemometer
digital dari Laboratorium Kesehatan Lingkungan (HEN) FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Alat pengukuran ini memiliki tingkat
akurasi 0,5 m/s. Adapun prosedur penggunaan alat tersebut ialah:
- Memegang alat secara vertikal atau menaruhnya di atas
penyangga
- Tekan tombol ON/OFF pada alat
- Lakukan pengukuran selama 1 jam dengan mencatat hasil
pengukuran setiap 30 menit
71
- Tekan tombol HOLS untuk melihat hasil pengukuran,
kemudian catat nilai min, maks, dan rata-rata.
- Matikan alat kembali dengan menekan tombol ON/OFF.
e. Pengukuran keluhan subyektif ISPA ringan menggunakan kuesioner
yang berisikan item pertanyaan gejala ISPA ringan yang dirasakan
responden.
f. Pengukuran variabel karakteristik pekerja seperti usia, jenis kelamin,
perilaku merokok, lama paparan, masa kerja dan kebiasaan
penggunaan masker menggunakan kuesioner. Untuk status merokok
mengacu pada standar dari New Zealand Ministry of Health (2015)
yang membagi status perokok kedalam tiga kategori yaitu 1. Bukan
Perokok, 2. Mantan Perokok, 3. Masih Perokok, sedangkan derajat
merokok mengacu pada indeks brinkman dengan rumus sebagai
berikut:
Kategori Indeks Brikman (PDPI, 2000):
1. Perokok Ringan (1-199)
2. Perokok Sedang (200-599)
3. Perokok Berat (≥ 600)
4.5 Uji validitas dan reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada subjek yang memiliki
karakteristik hampir sama dengan subjek penelitian yang dituju yakni petugas
basement parkir mal. Adapun sampel pada uji validitas dan reliabilitas dalam
IB = jumlah rata-rata rokok yang dihisap (batang) x lama merokok (tahun)
72
penelitian ini ialah petugas basement parkir mal di Pondok Indah Mal 2.
Karakteristik mal tersebut serupa dengan lokasi penelitian bila ditinjau dari
beberapa aspek sebagai berikut:
- Berlokasi di wilayah Jakarta Selatan
- Memiliki jumlah pengunjung relatif sama yaitu 20.000-30.000
pengunjung/hari
- Memiliki Exhaust Fan sebagai tempat pertukaran udara di
parkir basement
- Memiliki kapasitas parkir 1.000-2.000 kendaraan bermotor
per-basement
Uji validitas dan reliabilitas ini dilakukan pada 20 orang responden
petugas parkir dan keamanan yang bekerja di wilayah basement parkir
Pondok Indah Mal 2, Jakarta Selatan. Adapun uji validitas yang digunakan
pada kuesioner penelitian ini ialah uji validitas isi (test content) yang
digunakan pada variabel berskala guttman seperti pada variabel keluhan ISPA
(B1-B5), dan karakteristik pekerja (A7, C5, C8, dan C12). Validitas isi / Test
Content digunakan untuk melihat respon responden saat menjawab
kuesioner. Masing-masing item pada kuesioner akan dinyatakan valid apabila
responden dapat dengan mudah menjawab pertanyaan tanpa adanya keraguan
dalam memahami maksud pertanyaan tersebut serta menjawab dengan durasi
73
waktu yang tepat dengan estimasi durasi menjawab yang telah ditetapkan
oleh peneliti. Hasil uji validitas ini didapatkan bahwa terdapat beberapa item
pertanyaan yang tidak valid seperti pada item pertanyaan B1 dan B5. Pada
beberapa item pertanyaan yang tidak valid selanjutnya dilakukan perbaikan
redaksi kata hingga item tersebut dinyatakan valid.
Untuk uji reliabilitas dengan variabel berskala guttman pada penelitian ini
dilakukan dengan uji Kuder Richardson formula 20 dan atau uji Cronbach
Alpha. Berdasarkan perhitungan rumus Cronbach Alpha didapatkan nilai r
hitung 0,637> 0,444 (r tabel) dan nilai rKR 20 sebesar 0,6366. Berdasarkan
hasil perhitungan tersebut didapatkan bahwa koefisien korelasi berada antara
0-1, suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel jika koefisien korelasinya >
koefisien korelasi r tabel.
4.6 Teknik Pengolahan Data
Data primer yang telah terkumpul selanjutnya akan dilakukan
pengolahan data secara statistik yang terdiri dari beberapa tahapan yang
harus dilakukan. Beberapa tahapannya ialah sebagai berikut:
a. Penyuntingan Data / editting: dilakukan dengan pemeriksaan kelengkapan
pengisian dan ketepatan data sebelum data dimasukkan ke pengolah data.
Kegiatan penyuntingan data dilakukan segera mungkin ketika berada di
lapangan.
b. Coding : Pengkodean data digunakan untuk mengklasifikasikan data serta
memberi kode untuk masing-masing jawaban di kuesioner.
74
c. Entry : Setelah data sudah dinyatakan lengkap dan layak untuk diolah,
selanjutnya dalah memasukkan data dalam software komputer. Data
dimasukkan dalam software disertai kode yang telah dibuat sesuai dengan
kategorinya masing-masing.
d. Scoring : Skoring dilakukan untuk memberikan skor terhadap variabel yang
sebelumnya telah di coding dimana skor 1 untuk kategori indeks dan skor 0
untuk kategori pembanding. Hasil skoring akhir pada masing-masing
variabel setelah seluruh data di entry ialah sebagai berikut:
a) Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut
Untuk mendapatkan skor total dari item pertanyaan B1-B5, maka
dilakukan compute pada kelima item pertanyaan tersebut. Setelah
didapatkan skor total dari kelima item tersebut maka dapat dibuat cut of
point dari variabel keluhan gangguan pernapasan akut. Variabel baru
dengan skor < 1 (atau 0) artinya tidak memiliki keluhan gangguan
pernapasan akut, dan variabel ≥ 1 artinya memiliki keluhan gangguan
pernapasan akut.
b) Karakteristik Pekerja
- Jenis Kelamin:
0. Perempuan, recode jika jawaban pada item pertanyaan A7 adalah 1.
Perempuan
1. Laki-laki, recode jika jawaban pada item pertanyaan A7 adalah 2.
Laki-laki
- Status “masih” merokok:
75
0. Tidak, jika jawaban pada item pertanyaan C5 adalah 2. Tidak
1. Ya, jika jawaban pada item pertanyaan C5 adalah 1. Ya
- Riwayat merokok:
0. Tidak, jika jawaban pada item pertanyaan C8 adalah 2. Tidak
1. Ya, jika jawaban pada item pertanyaan C8 adalah 1. Ya
- Kebiasaan menggunakan masker:
0. Tidak Pernah Memakai, jika jawaban pada item pertanyaan C12
adalah 3. Tidak Pernah
1. Kadang-kadang, jika jawaban pada item pertanyaan C12 adalah 2.
Kadang-kadang
2. Selalu, jika jawaban pada item pertanyaan C12 adalah 1. Selalu
e. Cleaning : kegiatan ini merupakan tahap akhir dari manajemen data. Pada
tahap ini, data yang telah diolah dalam software komputer diperiksa kembali
untuk memastikan tidak ada data yang salah atau missed sehingga data
tersebut siap untuk di analisis. Cara yang dilakukan ialah dengan melihat
tabel frekuensi dari setiap variabel independen maupun dependen kemudian
dilihat berapa jumlah data yang missed untuk selanjutnya di crosscheck
ulang.
4.7 Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk mendeskripsikan dari masing-masing
variabel dependen maupun independen yang diteliti menggunakan tabel
distribusi frekuensi. Variabel yang diikutsertakan dalam penelitian ini ialah
76
keluhan subjektif gangguan pernapasan akut, konsentrasi PM10, serta variabel
karakteristik individu pekerja meliputi usia, jenis kelamin, lama paparan,
masa kerja, penggunaan APD masker, serta kebiasaan merokok, serta faktor
lingkungan kerja (suhu dan kelembaban). Setelah diketahui nilai mean,
median,standar deviasi dan prosentasenya, maka dilakukan tabulasi silang
(crosstab) untuk melihat proporsi keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut pada petugas berdasarkan karakteristik individu dan konsentrasi debu
partikulat PM10 yang memajan di ke 8 titik area parkir basement.
b. Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Analisis uji bivariat menggunakan uji
chi-square untuk melihat hubungan antara dua variabel kategorik yaitu
keluhan subjektif gangguan pernapasan akut dengan lama paparan, keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut dengan penggunaan APD masker,
keluhan subjektif gangguan pernapasan akut dengan jenis kelamin, keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut dengan status merokok, dan keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut dengan masa kerja.
Dengan derajat kepercayaan (CI) 95%, jika nilai P value ≤ 0,05 maka
perhitungan secara statistik menunjukan terdapat hubungan bermakna antara
variabel dependen dengan variabel independen. Selain itu, untuk menguji
variabel numerik dan kategorik pada penelitian dilakukan uji normalitas data
terlebih dulu. Berdasarkan hasil uji normalitas Kolmogorov – Smirnov
didapatkan bahwa ketiga variabel numerik tidak terdistribusi normal,
77
sehingga analisis yang digunakan ialah Mann Whitney U Test. Variabel
numerik yang dilakukan uji ini ialah keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut dengan konsentrasi debu PM10 terhirup dan keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut dengan usia.
Analisis keeratan hubungan antara variabel dependen dan independen
menggunakan nilai Odds Ratio (OR). OR dengan nilai > 1 memiliki arti
bahwa variabel yang diteliti dapat meningkatkan risiko. Jika nilai OR = 1
maka variabel yang diteliti tidak memiliki hubungan dengan variabel
dependen. Sementara untuk OR<1 maka variabel yang diteliti memperkecil
risiko.
78
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 2 (dua) buah mal yang berlokasi di Jakarta
Selatan yakni Mal Blok M dan Poins Square. Kedua mal ini memiliki kesamaan
kriteria diantaranya ialah: 1) Memiliki kapasitas parkir 1000-2000 kendaraan
bermotor, 2) Memiliki rata-rata jumlah pengunjung ± 30000/hari, 3) berada pada
lokasi dekat terminal, busway, dan konstrusi Mass Rpid Transit / MRT.
5.1.1 Gambaran Umum Mal Blok M
Mal Blok M merupakan salah satu pusat perbelanjaan di bilangan Jakarta
Selatan yang berlokasi di Jl. Hasanudin, Melawai Jakarta Selatan. Mal ini berada
di sentra bisnis Jakarta Selatan dengan luas lahan 3,5 Ha yang memiliki konsep
mal yang menyatu dengan taman kota dan terminal bus. Mal ini berada dibawah
terminal bus dan terdiri atas dua lapis bangunan di bawah permukaan tanah
dengan luas 29746 m2 dimana area yang dipergunakan untuk area pertokokan
seluas 19070 m2.
79
Gambar 5.1 Letak Lokasi Mal Blok M (Jl. Hasanudin, Melawai, Jakarta
Selatan)
Fasilitas pada mal ini meliputi lobby terminal, area parkir gedung (basement
dan outdoor) emplasement, plaza dan taman. Area atas mal ini merupakan
kegiatan terminal transit bus kota yang dikenal dengan terminal bus Blok M
dengan 6 (enam) jalur bus yang sudah didesain sedemikian rupa sehingga bus-bus
yang masuk diatur dengan menggunakan sistem traffic Frist in First Out.
Terminal bus Blok M merupakan tujuan awal dan akhir dari route busway koridor
I (Blok M – Kota) dan terdapat fasilitas bus Damri Blok M – Bandara Soekarno
Hatta. Selain itu, mal ini juga terletak pada salah satu lokasi konstruksi stasiun
layang Mass Rapid Transit / MRT (Blok M – stasiun sisingamangaraja). Tidak
kurang dari 150.000 penumpang perhari yang menggunakan fasilitas bus tersebut
dan sebagian besar penumpang (± 30.000 orang / hari) mengunjungi mal ini setiap
harinya.
80
Dikarenakan lokasi mal ini berada di bawah terminal bus Blok M, maka
seluruh kegiatan berada di dalam basement. Gedung plaza yang terdapat di dalam
basement digunakan untuk tempat perbelanjaan dengan fasilitas indoor dan full
AC. Sementara itu, pada area parkir basement juga terdapat area kantor yang juga
tertutup dan full AC sehingga paparan dari asap kendaraan bermotor pada area
parkir basement dapat diminimalisir. Area parkir basement pada lokasi ini terdiri
dari 4 lantai yakni parkir basement A1, A2, A3 dan A4. Sedangkan kelompok
yang sangat berisiko terhadap paparan asap kendaraan bermotor pada area
tersebut ialah petugas keamanan dan petugas parkir yang bertugas di area tersebut.
5.1.2 Gambaran Umum Poins Square
Poins Square Shopping Mall and Apartment merupakan salah satu pusat
perbelanjaan di wilayah Jakarta Selatan. Mal ini berlokasi di Jl. R.A. Kartini No.
1, Lebak Bulus, Cilandak, RT.9/RW.7, Lb. Bulus, Cilandak, Kota Jakarta Selatan.
Mal yang berdiri pada lahan seluas 2,5 Ha telah dibangun di kawasan yang sangat
strategis. Gedung yang memiliki 15 lantai apartemen ini memiliki jam operasional
selama 24 jam.
81
Gambar 5.2 Letak Lokasi Poins Square Shopping Mall & Apartment (Jl. RA
Kartini, Cilandak, Jakarta Selatan)
Poins Square berada pada lokasi konstruksi Mass Rapid Transit / MRT
(Lebak Bulus) yang saat ini sedang dalam tahap pengerjaan. Selain itu, mal ini
juga berdekatan dengan terminal Lebak Bulus dan halte busway Lebak Bulus. Mal
ini memiliki rata-rata jumlah pengunjung ± 30000 orang/hari.
Jumlah lantai pada parkir basement di lokasi ini ialah sebanyak 3 (tiga) lantai
yang terdiri dari B1, B2 dan B3. Kapasitas parkir pada area ini ialah 1000-2000
kendaraan bermotor per-basement. Namun dikarenakan parkir basement B3 tidak
dibuka untuk umum melainkan hanya untuk parkir mobil karyawan, maka tidak
ada petugas parkir maupun keamanan yang bertugas di area tersebut sehingga
lokasi B3 tidak dijadikan lokasi sampling udara.
Meskipun terdapat office pada area basement B3, namun area tersebut
merupakan tepat indoor dengan fasilitas full AC sehingga paparan polutan pada
82
parkir basement kepada petugas kantor dapat diminimalisir. Sementara itu petugas
yang bekerja full time pada area mobilisasi kendaraan parkir di basement ialah
petugas parkir dan keamanan sehingga sangat berisiko terpapar asap kendaraan
bermotor.
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Gambaran Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut Pada
Petugas di Area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square
Dalam penelitian ini, seorang petugas dapat dikatakan memiliki keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut apabila petugas tersebut memiliki satu atau
beberapa gejala ISPA ringan yang telah dirasakan dalam kurun waktu satu
bulan terakhir terhitung hingga saat dilakukannya penelitian, yang kemudian
dirasakan ≤ 14 hari.
Grafik 5.1 Distribusi Petugas dengan Keluhan Subjektif Gangguan
Pernapasan Akut berdasarkan Lokasi Kerja di area Basement Parkir Mal
Blok M dan Poins Square Tahun 2016 (n=42)
59.5
40.5
70
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Mal Blok M Poins Square Total Keluhan
Ada Keluhan
83
Berdasarkan grafik 5.1, diketahui bahwa sebagian besar petugas parkir
maupun petugas keamanan yang bertugas di area basement parkir memiliki
keluhan subjektif gangguan pernapasan akut yakni sebanyak 42 orang (70%)
dari 60 orang petugas. Meskipun proporsi pada masing-masing lokasi hampir
merata, namun jika dilihat berdasarkan persentasenya maka proporsi keluhan
gangguan pernapasan akut pada responden di Mal Blok M lebih banyak
dibandingkan di Poins Square.
Jika dilihat berdasarkan profesi masing-masing petugas yang bekerja di
area basement parkir, berikut distribusi keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut yang ada:
Grafik 5.2 Distribusi Petugas dengan Keluhan Subjektif Gangguan
Pernapasan Akut Berdasarkan Profesi Kerja di Area Basement Parkir Mal
Blok M dan Poins Square Tahun 2016 (n=60)
Berdasarkan grafik 5.2, diketahui bahwa mayoritas petugas baik pada
kelompok petugas parkir maupun kelompok petugas keamanan yang bertugas
63.16
81.8
36.84
18.2
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Petugas Parkir Petugas Keamanan
Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan
84
di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square memiliki keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut. Namun bila dilihat distribusinya, keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut paling banyak ditemukan pada kelompok
petugas keamanan yakni sebanyak 18 orang (81,80%) dari 22 orang petugas
keamanan. Sementara pada petugas parkir ditemukan sebanyak 24 orang
(63,16%) dari 38 orang petugas parkir.
Menurut Ditjen P2MPL (2009) klasifikasi ISPA berdasarkan gejala yang
ditimbulkan ialah terbagi menjadi tiga kategori diantaranya ialah ISPA ringan,
ISPA sedang, dan ISPA berat. Dalam penelitian ini seorang petugas dikatakan
memiliki keluhan subjektif gangguan pernapasan akut apabila saat
diwawancarai terdapat keluhan berupa gejala-gejala yang tergolong kedalam
ISPA ringan, diantaranya ialah batuk, pilek (terdapat lendir pada rongga
hidung), serak (suara parau) disertai atau tanpa disertai demam, keluarnya
cairan dari telinga tanpa rasa sakit. Distribusi gejala-gejala tersebut pada
petugas parkir maupun keamanan di area basement parkir Mal Blok M dan
Poins Square ialah sebagai berikut:
85
Grafik 5.3 Distribusi Petugas dengan Keluhan Subjektif Gangguan
Pernapasan Akut Berdasarkan Gejala Penyerta di area Basement
Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016 (n=42)
Berdasarkan grafik 5.3 diketahui bahwa distribusi responden dengan
keluhan subjektif gangguan pernapasan akut berdasarkan gejala penyerta
hampir merata. Namun dapat dilihat keluhan yang paling banyak dirasakan
oleh petugas parkir maupun keamanan yang bertugas di area basement parkir
mal Blok M dan Poins Square ialah keluhan pilek / hidung tersumbat yakni
sebanyak 28 orang (66,70%) dari 42 orang yang memiliki keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut.
59.566.7
61.9
21.4
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Batuk (tanpa napas
cepat)
Pilek / hidung
tersumbat
Suara serak
disertai atau tanpa
disertai demam
Keluarnya cairan
dari telinga tanpa
rasa sakit
Proporsi pada masing-masing gejala
86
5.2.2 Gambaran Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan ISPA Ringan
Pada Petugas Parkir Dan Keamanan Di Area Basement Parkir Mal
Blok M Dan Poins Square
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ringan dapat muncul
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ialah faktor lingkungan dan
faktor karakteristik individu itu sendiri. Faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi kejadian ISPA ialah konsentrasi polutan di udara salah
satunya ialah Particulate Matter ukuran 10µ / PM10, sedangkan faktor
karakteristik individu yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA
diantaranya ialah usia, jenis kelamin, lama paparan, masa kerja, perilaku
penggunaan APD (masker), serta kebiasaan merokok.
1. Distribusi Konsentrasi PM10 di Mal Blok M dan Poins Square Tahun
2016
Data konsentrasi PM10 di lokasi penelitian diperoleh dari hasil
pengukuran dengan menggunakan alat Hazard Dust EPAM-5000.
Pengukuran konsentrasi dilakukan pada setiap titik area kerja petugas
parkir dan keamanan di lantai basement parkir dengan jumlah 8 (delapan)
titik pengukuran. Pengukuran konsentrasi PM10 dilakukan dalam waktu
dan posisi yang sama dengan pengukuran suhu dan kelembaban
lingkungan kerja yang menggunakan alat thermohygrometer.
Hasil pengukuran konsentrasi PM10 pada area basement parkir mal Blok
M dan Poins Square dapat dilihat pada tabel berikut:
87
Tabel 5.1 Distribusi Konsentrasi PM10 di seluruh Area Parkir
basement Mal Blok M dan Poins Square
Variabel Mean Median Min-Max 95% CI n
Konsentrasi
PM10
0,092 0,073 0,055-0,157 0,082-0,101 60
Berdasarkan hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov pada variabel
konsentrasi PM10 didapatkan nilai p value sebesar 0,000, yang artinya
bahwa data variabel usia petugas tidak terdistribusi normal (< 0,05).
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa konsentrasi PM10 di seluruh area
kerja parkir basement mal Blok M dan Poins Square memiliki rata-rata
sebesar 0,092 mg/m3 dan nilai tengah sebesar 0,073 mg/m3 dengan tingkat
kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 0,082-0,101. Konsentrasi
minimum yang didapat ialah sebesar 0,055 mg/m3 dan maksimum 0,157
mg/m3.
Sedangkan hasil pengukuran konsentrasi PM10 pada masing-masing
titik pengukuran dapat digambarkan pada tabel berikut:
88
Tabel 5.2 Distribusi Konsentrasi PM10 di masing-masing Area Basement
Parkir Mal Blok M dan Poins Square
Titik
Pengukuran Area Kerja
Konsentrasi PM10 (mg/m3)
Min-max AVG
P1 Parkir Basement A1 Mal Blok M 0,002-0,105 0,066
P2 Parkir Basement A2 Mal Blok M 0,047-0,280
0,157
P3 Parkir Basement B1 Mal Blok M 0,042-0,121
0,078
P4 Parkir Basement B2 Mal Blok M 0,025-0,361
0,119
P5 Parkir Basement B1 Poins Square (Area
Kerja Petugas Keamanan / Pintu Masuk
Basement)
0,002-0,238 0,068
P6 Parkir Basement B1 Poins Square (Loket
Keluar / Area Kerja Petuga Parkir) 0,002-0,519
0,055
P7 Parkir Basement B2 Poins Square (Area
Kerja Petugas Parkir) 0,011-1,220
0,115
P8 Parkir Basement B2 Poins Square (Area
Kerja Petugas Keamanan) 0,002-0,161 0,118
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan (dapat dilihat pada
tabel 5.2), diketahui bahwa konsentrasi PM10 pada masing-masing area
basement parkir berbeda. Pada basement parkir Mal Blok M, didapatkan
konsentrasi PM10 pada area A1 sebesar 0,066 mg/m3, area A2 sebesar
0,157 mg/m3, area B1 0,078 mg/m3, dan area B2 sebesar 0,119 mg/m3.
Sementara itu, konsentrasi PM10 pada basement parkir Poins Square di
area B1 (pintu masuk basement parkir) sebesar 0,068 mg/m3, area B1
(loket keluar basement) sebesar 0,055 mg/m3, area B2 (lokasi jaga petugas
89
parkir) sebesar 0,115 mg/m3, dan area B2 (lokasi jaga petugas keamanan)
sebesar 0,118 mg/m3. Dari ke delapan titik pengukuran didapatkan
konsentrasi PM10 tertinggi pada titik pengukuran P2 basement parkir Mal
Blok M. Sementara jika dilihat berdasarkan nilai tengah (0,073 mg/m3),
terdapat tiga lima titik yang berada di atas nilai media yakni pada are P2,
P3, P4, P7, dan P8.
2. Distribusi Frekuensi Usia Petugas di area Basement Parkir Mal Blok
M dan Poins Square Tahun 2016
Variabel usia pada penelitian ini diukur dengan menggunakan
kuesioner yang ditanyakan langsung kepada responden. Variabel ini
diukur dalam satuan tahun. Hasil pengukuran usia responden dapat dilihat
pada tabel 5.3 dibawah ini:
Tabel 5.3 Distribusi Usia Petugas Parkir dan Keamanan di area
Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
B
B
erdasarkan hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov pada variabel usia
didapatkan nilai p value sebesar 0,000, yang artinya bahwa data variabel
usia petugas tidak terdistribusi normal (< 0,05). Pada tabel 5.3, diketahui
bahwa usia seluruh petugas parkir dan keamanan pada area basement
parkir Mal Blok M dan Poins Square memiliki rata-rata 33 tahun dan nilai
Variabel Mean Median Min-Max 95% CI n
Usia 33,28 29 20-56 30,46-36,10 60
90
tengah 29 tahun dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang
30,46-36,10. Usia minimum petugas ialah 20 tahun sedangkan usia
maksimum petugas ialah 56 tahun.
3. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Petugas di area Basement Parkir
Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
Variabel jenis kelamin pada penelitian ini diukur dengan
menggunakan kuesioner yang ditanyakan langsung kepada responden.
Distribusi frekuensi jenis kelamin pada petugas dapat dilihat pada grafik
5.4 dibawah ini.
Grafik 5.4 Distribusi Frekuensi Petugas berdasarkan Jenis Kelamin di
area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016 (n=60)
Berdasarkan grafik 5.4 diatas, dapat diketahui bahwa mayoritas
petugas parkir ataupun keamanan yang bertugas di area basement parkir
mal Blok M dan Poins Square berjenis kelamin laki-laki yakni sebanyak
52 orang (86,7%) petugas dari 60 orang petugas.
13.3
86.7
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Perempuan Laki-laki
Proporsi responden berdasarkan jenis kelamin
91
4. Distribusi Frekuensi Penggunaan Masker pada Petugas di area
Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
Variabel penggunaan masker pada penelitian ini diukur melalui
kuesioner dengan menanyakan langsung kepada responden. Distribusi
frekuensi penggunaan masker pada responden dapat dilihat pada grafik
5.5.
Grafik 5.5 Distribusi Frekuensi Petugas Berdasarkan Kebiasaan
Penggunaan Masker di area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins
Square Tahun 2016 (n=60)
Berdasarkan grafik 5.6 diatas, diketahui bahwa distribusi responden
berdasarkan variabel penggunaan masker hampir merata pada kedua
kategori. Namun bila dilihat, lebih banyak petugas parkir maupun
keamanan yang bertugas di area basement parkir yang menggunakan
masker pada saat bertugas yakni sebanyak 34 orang (56,7%) petugas dari
60 orang, meskipun frekuensi penggunaannya hanya kadang-kadang saja.
43.3
56.7
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Tidak Menggunakan Menggunakan
Proporsi responden berdasarkan penggunaan masker
92
Berikut distribusi jenis masker yang biasa digunakan oleh petugas di
area basement parkir Mal Blok M dn Poins Square:
Diagram 5.1 Distribusi Petugas berdasarkan Jenis Masker yang
digunakan di area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square
Tahun 2016 (n=34)
Berdasarkan diagram 5.1, dapat diketahui bahwa dari 34 orang
petugas parkir ataupun keamanan yang telah terbiasa menggunakan
masker, terdapat 61,76% petugas terbiasa menggunakan jenis masker
medis.
5. Distribusi Frekuensi Status Merokok pada Petugas di area Basement
Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
Status merokok pada penelitian ini diukur melalui kuesioner yang
ditanyakan langsung kepada responden. Variabel ini diukur mengacu pada
standar New Zealand Ministry of Health (2015) yang membagi status
merokok kedalam tiga kategori; 1. Masih Perokok, 2. Bekas / mantan
38%
62%
Masker Kain Masker Medis
93
Perokok, 3. Bukan Perokok. Distribusi frekuensi status merokok pada
responden dapat dilihat pada grafik 5.6.
Grafik 5.6 Distribusi Frekuensi Petugas berdasarkan Status Merokok
di area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
(n=60)
Pada grafik diatas diketahui bahwa proporsi status perokok pada
petugas parkir maupun keamanan yang bekerja di area basement parkir
Mal Blok M dan Poins Square ialah 43,3% orang merupakan bukan
perokok. Dari total seluruh petugas yang merokok (masih merokok
ataupun mantan perokok) didapatkan distribusi lama merokok dan rata-
rata jumlah batang rokok yang dihisap per harinya sebagai berikut:
Tabel 5.4 Distribusi Lama Merokok dan Rata-rata Jumlah Rokok
Yang Dihisap Per hari oleh Petugas
No. Variabel Mean Median Min-Max 95% CI n
26.730
43.3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Masih Perokok Bekas Perokok Bukan Perokok
Proporsi responden berdasarkan status merokok
94
1. Lama
Merokok 11,41 8,50 2-30 8,42-14,40
34
2. jumlah batang
rokok perhari 9,85 11,00 2-20 7,88-11,82
34
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa lama merokok petugas
parkir maupun keamanan yang bertugas di area basement parkir mal Blok
M dan Poins Square memiliki nilai tengah sebesar 8,5 tahun dengan
tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang 8,42-14,40. Lama merokok
paling cepat ialah 2 tahun dan paling lama ialah 30 tahun.
Sementara itu, rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap per
harinya oleh petugas petugas parkir maupun keamanan yang bertugas di
area basement parkir mal Blok M dan Poins Square ialah 10 batang
dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang 8,42-14,40. Jumlah
batang rokok yang dihisap per hari oleh petugas paling sedikit ialah 2
batang, dan paling banyak ialah 20 batang.
Untuk melihat derajat merokok masing-masing petugas maka
digunakanlah Indeks Brinkman (IB). Indeks Brinkman didapatkan melalui
perhitungan rumus lama tahun merokok dikalikan dengan rata-rata jumlah
batang rokok yang dihisap perharinya. Berikut distribusi status / derajat
merokok pada petugas:
95
Diagram 5.2 Distribusi Frekuensi Petugas berdasarkan Derajat Merokok
Brinkman Index (BI) di area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square
Tahun 2016 (n=34)
Berdasarkan diagram 5.2 diketahui bahwa mayoritas petugas parkir
maupun keamanan yang bekerja di area basement parkir mal Blok M dan
Poins Square merupakan perokok ringan, yakni sebanyak 24 orang
(70,60%) petugas dari 34 orang petugas yang merupakan perokok ataupun
mantan perokok.
6. Distribusi Frekuensi Lama Paparan pada Petugas di area Basement
Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
Variabel lama paparan pada penelitian ini diukur dengan
menggunakan kuesioner yang ditanyakan langsung kepada responden
dengan satuan jam/minggu. Mengacu pada Surat Edaran Menteri Tenaga
Kerja No. 01 tahun 1997, variabel lama paparan pada penelitian ini
dikategorikan kedalam; 1. > 40 jam/minggu, 2. ≤ 40 jam/minggu.
Distribusi frekuensi lama paparan responden dapat dilihat pada grafik 5.8.
71%
29%Perokok Ringan (1-199)
Perokok Sedang (200-
599)
96
Grafik 5.7 Distribusi Frekuensi Petugas berdasarkan Lama Paparan di area
Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016 (n=60)
Untuk variabel lama paparan, dapat dilihat pada grafik 5.7 diatas,
diketahui bahwa mayoritas petugas parkir maupun keamanan yang bekerja
di area basement parkir mal Blok M dan Poins Square memiliki lama kerja
atau lama paparan > 40 jam/minggu yakni sebanyak 50 orang (83,3%)
petugas dari 60 orang.
7. Distribusi Frekuensi Masa Kerja pada Petugas di area Basement
Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
Variabel masa kerja pada penelitian ini diukur dengan menggunakan
kuesioner yang juga ditanyakan langsung kepada responden dalam satuan
tahun. Berdasarkan hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov didapatkan
nilai p 0,000 sehingga disimpulkan bahwa data masa kerja petugas tidak
terdistribusi normal (< 0,05). Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka
nilai median digunakan sebagai cut of point pada variabel ini dimana
diketahui bahwa nilai median pada variabel ini ialah 10 tahun. Sehingga
kategori masa kerja pada penelitian terbagi menjadi; 1. ≤ 10 tahun, 2. > 10
83.3
16.7
0
20
40
60
80
100
> 40jam/minggu ≤ 40 jam / minggu
Proporsi responden berdasarkan lama jam kerja
97
tahun. Distribusi frekuensi masa kerja pada responden dapat dilihat pada
grafik 5.8.
Grafik 5.8 Distribusi Frekuensi Petugas berdasarkan Masa Kerja di
area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
(n=60)
Berdasarkan grafik 5.8 diketahui bahwa sebagian besar petugas
parkir maupun keamanan yang bekerja di area basement parkir mal Blok
M dan Poins Square saat ini telah bekerja selama ≤ 10 tahun yaitu
sebanyak 37 orang (61,7%) dari 60 orang.
5.3 Analisis Bivariat
Pada penelitian ini, untuk mengetahui hubungan antara variabel jenis kelamin,
penggunaan masker, kebiasaan merokok, lama paparan, dan masa kerja terhadap
keluhan subjektif gangguan pernapasan akut digunakan analisis uji chi-square.
Sementara untuk mengetahui hubungan antara variabel usia dan konsentrasi PM10
terhadap keluhan subjektif gangguan pernapasan akut digunakan analisis uji non-
38.3
61.7
0
20
40
60
80
100
> 10 tahun ≤ 10 tahun
Proporsi responden berdasarkan masa kerja
98
parametrik Mann-Whitney dikarenakan data kedua variabel independent tersebut
tidak terdistribusi normal (P value < 0,05).
5.3.1 Hubungan antara Konsentrasi PM10 dengan Keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir
Mal Blok M dan Poins Square
Hubungan antara konsentrasi PM10 dengan Keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut pada petugas parkir maupun keamanan yang bertugas di area
basement parkir Mal Blok M dan Poins Square dapat dilihat pada tabel 5.12
dibawah ini.
Tabel 5.5 Hubungan antara Konsentrasi PM10 dengan Keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut pada Petugas di area basement
parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016 (n=60)
No. Variabel
Keluhan subjektif
gangguan pernapasan
akut
Frekuensi
(n)
Mean
Rank P Value
1. Konsentrasi
PM10
Ada Keluhan 42 33,74
0,026
Tidak Ada Keluhan 18 22,94
Pada tabel 5.5 diketahui bahwa rata-rata konsentrasi PM10 pada petugas
dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan akut lebih besar dari pada
petugas yang tidak memiliki keluhan subjektif gangguan pernapasan akut.
Selain itu, berdasarkan hasil uji statistik non parametrik Mann Whitney
didapatkan p value sebesar 0,026 (< 0,05) yang artinya pada α 5% ada
perbedaan rata-rata konsentrasi PM10 yang signifikan antara kelompok petugas
yang memiliki keluhan subjektif gangguan pernapasan akut dengan yang tidak.
99
5.3.2 Hubungan antara Usia Petugas dengan Keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M
dan Poins Square
Hubungan antara usia petugas dengan keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut pada petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins
Square dapat dilihat pada tabel 5.6 dibawah ini.
Tabel 5.6 Hubungan antara Usia Petugas dengan Keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok
M dan Poins Square Tahun 2016 (n=60)
No. Variabel
Keluhan subjektif
gangguan
pernapasan akut
Frekuensi
(n)
Mean
Rank P Value
1. Usia Ada Keluhan 42 33,62
0,034
Tidak Ada Keluhan 18 23,22
Pada tabel 5.6 diketahui bahwa rata-rata usia pada petugas parkir maupun
keamanan dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan akut lebih besar dari
pada petugas parkir maupun keamanan yang tidak memiliki keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut. Berdasarkan uji statistik non paramterik Mann
Whitney didapatkan p value sebesar 0,034 (< 0,05) sehingga dapat disimpulkan
pada α 5% ada perbedaan rata-rata usia yang signifikan antara kelompok
petugas parkir maupun keamanan yang memiliki keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut dengan kelompok petugas yang tidak memiliki keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut.
100
5.3.3 Hubungan antara Variabel Independen Jenis Kelamin, Penggunaan
APD (Masker), Status Merokok, Lama Paparan, dan Masa Kerja
dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada Petugas di
area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
Hubungan antara jenis kelamin, penggunaan APD (masker), kebiasaan
merokok, dan lama paparan dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut pada petugas di area basement parkir mal Blok M dan Poins Square
dapat dilihat pada tabel 5.7 dibawah ini.
Tabel 5.7 Hubungan antara jenis kelamin, penggunaan APD (masker),
status merokok, lama paparan, dan masa kerja dengan keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut pada petugas di area basement parkir Mal Blok
M dan Poins Square (n=60)
No. Variabel Kategori
Keluhan subjektif
gangguan
pernapasan akut Total OR
(95% CI)
P
Value Ya Tidak
n % n % n %
1.
Penggunaan
APD
(masker)
Tidak
Menggunakan 27 84,4 5 15,6 32 100 4,680
(1,397-15,68) 0,021
Menggunakan 15 53,6 13 46,4 28 100
2. Status
Merokok
Masih perokok 10 62,5 6 37,5 16 100
- 0,572
Mantan
Perokok 12 66,7 6 33,3 18 100
Bukan
Perokok 20 76,9 6 23,1 26 100
3. Lama
Paparan
>NAB (40
jam/minggu) 38 76 12 24 50 100 4,750
(1,146-19,69) 0,052
≤ NAB (40 4 40 6 60 10 100
101
jam / minggu)
4. Masa Kerja > 10 tahun 21 91,3 2 8,7 23 100 8,000
(1,632-39,21) 0,011
≤ 10 tahun 21 56,8 16 43,2 37 100
Hasil analisis statistik yang disajikan dalam tabel 5.7 menunjukkan bahwa
pada 42 orang petugas yang memiliki keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut terdapat 27 orang petugas (84,4%) petugas yang tidak terbiasa
menggunakan masker dan 15 orang (53,6%) petugas yang terbiasa
menggunakan masker. Berdasarkan hasil uji statistik chi square didapatkan p
value 0,021 (< 0,05), artinya pada α 5% terdapat hubungan yang bermakna
antara penggunaan masker dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan akut
pada petugas parkir maupun keamanan yang bertugas di area basement parkir
Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016. Hasil analisis keeratan hubungan
antara kedua variabel tersebut menunjukkan nilai OR 4,680 (95% CI; 1,397-
15,68) yang artinya petugas yang tidak terbiasa menggunakan masker saat
bekerja memiliki risiko 4,680 kali lebih besar terkena ISPA ringan
dibandingkan dengan petugas yang telah terbiasa menggunakan masker saat
bekerja.
Kemudian pada tabel 5.7, diketahui bahwa pada 42 orang petugas dengan
keluhan subjektif gangguan pernapasan akut terdapat 10 orang (62,5%) petugas
dengan status masih perokok, 12 orang (66,7%) petugas merupakan mantan
perokok, dan 20 orangp(76,9%) petugas bukan perokok. Berdasarkan hasil uji
statistik chi square didapatkan p value sebesar 0,572 (> 0,05) yang artinya
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status perokok dengan keluhan
102
subjektif gangguan pernapasan akut pada petugas parkir maupun keamanan
yang bertugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016.
Untuk variabel lama paparan didapatkan bahwa pada 42 orang petugas
yang memiliki keluhan subjektif gangguan pernapasan akut, terdapat 38 orang
(76%) petugas bekerja lebih dari 40 jam / minggu dan hanya 4 orang (40%)
petugas yang bekerja ≤ 40 jam / minggu. Hasil uji statistik chi square
menunjukkan p value 0,052 (> 0,05) yang artinya pada α 5% tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara lama paparan dengan keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut pada petugas parkir maupun keamanan yang
bertugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016.
Sedangkan pada variabel masa kerja diketahui bahwa pada 42 orang
petugas dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan akut, terdapat 21 orang
(91,3%) petugas yang telah bekerja >10 tahun sementara terdapat 21 orang
(56,8%) petugas yang bekerja ≤ 10 tahun. Hasil uji statistik chi square
menunjukkan p value 0,011 (> 0,05) yang artinya pada α 5% terdapat
hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut pada petugas parkir maupun keamanan yang
bertugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016.
Hasil analisis keeratan hubungan kedua variabel tersebut menunjukkan nilai
OR 8,000 (95% CI; 1,632-39,21) yang artinya petugas dengan masa kerja > 10
tahun memiliki risiko 8 kali lebih besar terkena ISPA ringan dibandingkan
petugas yang bekerja ≤ 10 tahun.
103
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
1. Pengukuran per-titik tidak dapat dilakukan dalam jam yang sama
dikarenakan keterbatasan jumlah alat yang akhirnya berdampak pada
tingkat suhu dan kelembaban pada area tersebut. Sementara, suhu dan
kelembaban merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
konsentrasi PM10 di udara, sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian
ini. Hal tersebut diminimalisir dengan mengambil rentang pengukuran di
seluruh titik pada jam-jam dengan jumlah kendaraan masuk yang padat.
2. Pada variabel status merokok tidak ditanyakan terkait jenis rokok apa yang
biasanya dikonsumsi. Sementara jenis rokok baik filter ataupun non-filter
memiliki besar pengaruh yang berbeda-beda terhadap timbulnya gangguan
pernapasan sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi hasil penelitian ini.
3. Pengukuran konsentrasi PM10 tidak dapat dilakukan pada saat weekend
dimana jumlah pengunjung dan kendaraan masuk lebih banyak
dibandingkan saat weekdays. Hal tersebut berdampak pada tingkat
konsentrasi PM10 yang didapat pada lokasi penelitian yang cenderung
lebih kecil dari Nilai Ambang Batas.
104
6.2 Distribusi Frekuensi Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut Pada
Petugas di Area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square
Menurut Kemenkes (2012) Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
merupakan penyakit infeksius yang menyerang saluran pernapasan mulai dari
hidung hingga ke alveoli serta organ adneksanya dan dapat berlangsung hingga
14 hari. ISPA dapat disebabkan oleh paparan bakteri, virus, ricketsia hingga
jamur. Selain itu, faktor lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, dan
polutan di udara lainnya turut memperparah dan dapat menyebabkan timbulnya
ISPA. Meskipun periode lamanya penyakit ini terbilang cepat, namun apabila
gejala-gejala yang timbul diabaikan maka dapat memperpanjang durasi sakit
dan dapat mengarah ke pneumonia, otitis media hingga Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) (Krishna, 2013).
Klasifikasi ISPA berdasarkan tingkat keparahannya ialah terbagi menjadi
ISPA ringan, ISPA sedang, dan ISPA berat. Gejala yang dapat timbul ketika
terkena ISPA ringan diantaranya ialah batuk (tanpa pernapasan cepat < 40
kali/menit), pilek (keluarnya cairan dari rongga hidung), serak (suara parau)
yang disertai atau tanpa disertai demam (suhu tubuh > 37oC), serta keluarnya
cairan dari telinga tanpa rasa sakit (Ditjen P2MPL, 2009). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mayoritas (70%) petugas parkir dan keamanan di area
basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016 memiliki keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut sesuai dengan gejala yang disebutkan oleh
Ditjen P2MPL (2009). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kasus ISPA
105
memang dapat ditemukan pada petugas yang bekerja di area parkir basement
mal.
Sebagaimana bila ditinjau dari segi fungsi dan kondisi area basement
parkir sendiri merupakan area dengan kondisi terisolasi dan merupakan tempat
berlalulalangnya kendaraan bermotor untuk parkir sehingga kualitas udara di
tempat tersebut dikhawatirkan dapat mengganggu kondisi kesehatan pekerja di
sana.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa petugas parkir maupun petugas
keamanan di area basement parkir mal merupakan petugas yang rentan terkena
ISPA ditunjukkan dengan proporsi keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut pada masing-masing petugas parkir (68,97%) dan keamanan (70,97%)
yang telah melebihi 50% dari total petugas. Meskipun proporsi keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut pada kedua mal hampir merata, namun
diketahui bahwa proporsi petugas di mal Blok M yang terkena ISPA ringan
lebih banyak dibandingkan dengan proporsi petugas yang memiliki keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut di Poins Square. Perbedaan tersebut dapat
disebabkan karena lebih tingginya rata-rata konsentrasi PM10 pada mal Blok
M dibandingkan dengan rata-rata konsentrasi PM10 pada Poins Square. Hal
tersebut dikarenakan terdapat beberapa sistem Exhaust Air Ducting (EAD) dan
Fresh Air Ducting (FAD) di area parkir basement mal Blok M yang dinyalakan
secara bergantian guna mengehemat listrik, sehingga sirkulasi udara dalam area
basement parkir tersebut kurang dibandingkan dengan sirkulasi udara pada
basement parkir Poins Square.
106
Kemudian bila dilihat dari segi profesi petugas, didapatkan bahwa
81,80% petugas keamanan memiliki keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut sementara proporsi keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada
petugas parkir sebanyak 63,16%. Meski selisih persentase tidak terlalu besar,
namun diperkirakan bahwa perbedaan ini dikarenakan proporsi petugas
keamanan (68,2%) yang memiliki usia diatas 29 tahun lebih besar
dibandingkan proporsi petugas parkir (31,6%) yang memiliki usia diatas 29
tahun. Sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Guyton & Hall (2008) yang
menyebutkan bahwa rata-rata pada usia 30-40 tahun seseorang akan
mengalami penurunan fungsi paru dimana kondisi tersebut akan bertambah
buruk dengan keadaan lingkungan yang berdebu dan faktor lainnya seperti
kebiasaan merokok dan lainnya. Didukung dengan teori yang dijelaskan oleh
Darmojo (2011) dimana dikatakan bahwa sistem respirasi sudah mencapai
kematangan pertumbuhan pada sekitar usia 20-25 tahun dan setelah itu akan
mulai menurun fungsinya mulai pada usia 30 tahun.
Berdasarkan distribusi gejala penyerta ISPA ringan, selanjutnya hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 59,5% petugas memiliki keluhan
batuk baik berdahak ataupun kering yang dirasakan tanpa pernapasan cepat.
Batuk merupakan suatu refleks protektif yang timbul akibat adanya iritasi
percabangan trakeabronkial ataupun pada laring. Batuk berdahak muncul
akibat adanya reaksi terhadap alergen atau virus yang masuk ke dalam
tenggorokan dan mengiritasi sel-sel epitel mukosa saluran napas sehingga
fungsi sel dan gerak silia akan terganggu (Sari, 2013). Batuk kering biasanya
107
timbul akibat adanya zat iritan yang masuk sehingga tidak menimbulkan
adanya sekret, ataupun muncul pada saat fase terakhir dari pilek yang
disebabkan oleh infeksi virus.
Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan terdapat 66,7% petugas
memiliki keluhan pilek / hidung tersumbat. Proporsi keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut terbanyak pada petugas ialah keluhan pilek / hidung
tersumbat. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena tingginya konsentrasi
PM10 pada beberapa area di basement parkir.
Sebagaimana diketahui bahwa organ pernapasan pertama yang dilalui
oleh udara yang dihirup seseorang ialah rongga hidung. Di dalam rongga
hidung, udara yang masuk akan mengalami tigas proses yakni filtrasi /
penyaringan dari partikulat debu dan lainnya, penghangatan dan pengaturan
kelembaban (Mikrajuddin, Saktiyono, & Lutfi, 2007). Proses filtrasi
mengandalkan rambut-rambut halus atau silia yang terletak pada permukaan
saluran napas yang dapat mengeluarkan mukus. Jika konsentrasi debu PM10
yang masuk atau terhirup dalam jumlah yang banyak dan secara terus-menerus,
maka sistem pertahanan pertama mukosiliar ini akan terganggu sehingga akan
terjadi penumpukan partikulat pada rongga hidung. Penumpukan tersebut
selanjutnya dapat mengiritasi sel-sel epitel mukosa sehingga fungsi sel dan
gerak silia makin terganggu (Sari, 2013).
Ketika sistem pertahanan sudah terganggu maka respon imunologis akan
keluar dari rongga hidung berupa lendir (mukus) dengan tujuan untuk
108
mengeluarkan zat asing tersebut (Pujiarto, 2014). Zat-zat yang sifatnya alergen
seperti debu, serbuk sari, bulu binatang peliharaan dapat memicu timbulnya
pilek atau disebut rhinitis alergi. Sedangkan pilek yang disebabkan oleh infeksi
virus biasa disebut selesma (common cold) dan influeza. Keduanya termasuk
dalam rhinitis virus namun memiliki jenis virus yang berbeda. Selesma biasa
diakibatkan oleh infeksi rhinovirus, sedangkan influeza disebabkan oleh virus
influeza. Keduanya memiliki gejala yang hampir mirip.
Dalam penelitian ini juga menunjukkan terdapat 61,9% petugas
mengeluhkan timbulnya suara serak / parau yang disertai atau tanpa disertai
demam. Suara serak dapat timbul akibat adanya iritasi atau peradangan pada
tenggorokan karena adanya infeksi bakteri, virus atau alergen lainnya.
Kemudian 21,4% petugas juga mengeluhkan keluarnya cairan dari telinga
tanpa rasa sakit. Keluarnya cairan dari telinga diakibatkan adanya sekret
berlebih pada rongga nasofaring (rongga di belakang lubang hidung) dan
menyebabkan fungsi tuba eustachius dapat terganggu sehingga terbentuk
cairan dalam rongga telinga tengah akibat refluks tersebut. Biasanya hal
tersebut diakibatkan karena flu / pilek dengan durasi yang lama atau adanya
radang tenggorokan yang menyebar melalui saluran eustachius (Hapsari,
2013).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil telaah daftar hadir petugas,
dimana didapatkan selama bulan Desember tahun 2016 terdapat 26 orang
petugas yang izin untuk tidak masuk karena sakit. Sejauh ini, penanganan
keluhan ISPA pada petugas bersifat kuratif. Dalam Permenaker no. 48 tahun
109
2016 dijelaskan bahwa penanganan penyakit di suatu perusahaan paling sedikit
meliputi pertolongan pertama pada penyakit dan mekanisme rujukan ke
fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan pengamatan dan wawancara,
diperoleh informasi bahwa pertolongan pertama pada penyakit (dalam hal ini
penggunaan kotak P3K) berada pada masing-masing unit kerja salah satunya
pada kantor pos keamanan. Sehingga apabila ada petugas yang mengalami
sakit ringan seperti diare, flu dan batuk dapat mengambil persediaan obat
dalam kotak P3K. Selanjutnya diatur dalam hasil Konvensi ILO No. 120
dimana disebutkan bahwa setiap badan, lembaga atau kantor jasa, atau
bagiannya yang tunduk pada konvensi No. 120 harus memelihara persediaan
obat atau pos P3K. Selain itu, seluruh petugas juga telah memiliki jaminan
kesehatan berupa kartu BPJS sehingga bila mereka merasa ada keluhan
terhadap kesehatan mereka maka kartu BPJS dapat dengan mudah mereka
gunakan.
Lebih lanjut dalam Permenaker No. 48 tahun 2016, dijelaskan bahwa
pencegahan penyakit di perkantoran / tempat kerja paling sedikit meliputi
pengendalian faktor risiko dan penemuan dini kasus penyakit serta penilaian
status kesehatan. Berdasarkan pengamatan didapatkan bahwa lokasi atau area
kerja petugas pada basement parkir di kedua mal yang dijadikan lokasi
penelitian sudah melakukan upaya pengendalian faktor risiko yakni
pengendalian teknis atau rekayasa dengan menggunakan exhaust air ducting
untuk udara keluar dan fresh air ducting untuk udara masuk. Selain itu, upaya
pengendalian risiko lainnya yang sudah diterapkan yakni pengendalian
110
administratif yaitu job rotation, namun upaya ini hanya dilakukan pada
beberapa petugas saja seperti kepala siaga ataupun kepala regu. Sehingga
diharapkan perusahaan dapat memberlakukan job rotation ini pada seluruh
petugas. Sementara itu upaya yang terakhir yaitu penggunaan alat pelindung
diri belum dapat difasilitasi oleh perusahaan. Oleh karena itu diharapkan
perusahaan dapat meyediakan masker untuk petugas guna meminimalisir
paparan debu partikulat PM10.
Sementara itu upaya lainnya seperti penemuan dini kasus penyakit dan
penilaian status kesehatan belum dapat dilakukan oleh perusahaan. Salah satu
dari upaya tersebut yaitu pemeriksaan kesehatan berkala paling sedikit
dilakukan 1 (satu) kali setahun. Berdasarkan hasil wawancara, upaya tersebut
pernah dilakukan namun tidak secara berkala dan sudah dilakukan dalam
waktu yang sangat lama. Untuk menghindari komplikasi ISPA menjadi
penyakit yang lebih serius seperti PPOK atau penurunan fungsi paru,
diharapkan perusahaan dapat menerapkan pemeriksaan kesehatan secara
berkala dalam waktu minimal 1 tahun sekali kepada seluruh petugas mengingat
banyaknya proporsi petugas yang memiliki keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut.
6.3 Hubungan Konsentrasi PM10 dengan Keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan
Poins Square
Kualitas udara yang kotor akibat adanya pencemaran sangat erat
hubungannya dengan kejadian penyakit ISPA (Fitria dkk , 2008; Mundilarto &
111
Istiyono, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Hermawan, Hananto & Lasut
(2016), menemukan korelasi yang sangat kuat (0,779) antara kenaikan Indeks
Standar Pencemaran Udara (ISPU) dengan kasus ISPA.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata konsentrasi PM10 di area kerja
basement parkir Mal Blok M dan Poins Square sebesar 0,092 mg/m3 dan memiliki
nilai tengah sebesar 0,073 mg/m3. Konsentrasi terkecil pada area kerja tersebut
sebesar 0,055 mg/m3 sementara konsentrasi terbesar ialah 0,157 mg/m3. Jika
dibandingkan dengan standar Baku Mutu Udara Ambien Nasional untuk
parameter PM10 sendiri masih terbilang aman karena batas yang ditentukan pada
udara ambien sebesar 0,150 mg/m3. Sementara hanya terdapat satu titik area kerja
yang memiliki konsentrasi diatas standar.
Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara konsentrasi PM10 dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada
responden. Hal tersebut dapat disebabkan karena standar baku mutu yang
digunakan merupakan standar baku mutu udara ambien yang artinya belum
spesifik menuju standar kualitas udara di area kerja basement. Mengingat kondisi
area basement yang sangat tertutup, terlebih hasil pengukuran suhu pada area
basement parkir menunjukkan angka yang telah melampaui standar sehingga akan
berpengaruh terhadap konsentrasi PM10 di area ini. Hasil peneltian ini sesuai
dengan penelitian lainnya yang menyatakan bahwa salah satu faktor risiko
terjadinya ISPA ialah polutan di udara (Fitria dkk , 2008; Mundilarto & Istiyono,
2007) yang khususnya ialah konsentrasi PM10 (Yusnabeti, Wulandari, & Luciana,
2010 (p = 0,045); Lindawaty, 2010 (p = 0,000).
112
Berdasarkan ukuran aerodinamiknya, PM10 merupakan partikulat pencemar
yang mudah tersuspensi dalam waktu yang cukup lama di udara sehingga
kecenderungan pekerja untuk menghirup udara yang mengandung partikulat ini
lebih besar dibandingkan partikulat dengan ukuran aerodinamik lainnya. Ketika
terhirup, partikulat akan mengiritasi sel epitel mukosiliar pada rongga hidung
sehingga menimbulkan respon imunologis berupa pengeluaran mukus (lendir)
yang dapat disebut rhinitis allergy. Ketika partikulat masuk ke organ lebih dalam
maka akan menimbulkan iritasi pada organ pernapasan lainnya dan menimbulkan
respon imunologis lainnya seperti batuk, sakit tenggorokkan hingga demam.
Kumpulan gejala tersebut merupakan gejala gangguan pernapasan akut.
Bila dianalisis berdasarkan area titik lokasi pekerja, didapatkan hasil
pengukuran konsentrasi PM10 dan faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi
yaitu suhu dan kelembaban udara sebagai berikut:
Tabel 6.1 Distribusi Konsentrasi PM10, Suhu Dan Kelembaban Udara
Berdasarkan Area Kerja Petugas
Titik
Pengukuran Area Kerja
Konsentrasi PM10
(mg/m3)
Suhu
(oC)
Kelembaban
(%)
P1 Parkir Basement A1 Mal
Blok M 0,066 31,98 53,0
P2 Parkir Basement A2 Mal
Blok M 0,157 38,46 45,3
P3 Parkir Basement B1 Mal
Blok M 0,078 31,75 51,5
P4 Parkir Basement B2 Mal
Blok M 0,119 30,90 49,5
P5
Parkir Basement B1 Poins
Square (Area Kerja
Petugas Keamanan / Pintu
0,068 33,35 47,3
113
Masuk Basement)
Titik
Pengukuran Area Kerja
Konsentrasi PM10
(mg/m3)
Suhu
(oC)
Kelembaban
(%)
P6
Parkir Basement B1 Poins
Square (Loket Keluar /
Area Kerja Petuga Parkir)
0,055 32,96 54,8
P7
Parkir Basement B2 Poins
Square (Area Kerja
Petugas Parkir)
0,115 32,47 45,3
P8
Parkir Basement B2 Poins
Square (Area Kerja
Petugas Keamanan)
0,118 34,15 41,3
Dari tabel diatas diketahui bahwa konsentrasi PM10 yang melebihi Nilai
Ambang Batas yang telah ditetapkan terdapat pada titik pengukuran P2. Setelah
dilakukan analisis lebih lanjut didapatkan bahwa pada area tersebut memiliki
derajat suhu udara area kerja paling tinggi (38,46oC) dibandingkan area kerja
lainnya. Meskipun memang seluruh area kerja jika dibandingkan dengan standar
yang telah ditetapkan melalui Permenkes No. 48 tahun 2016 (21-26oC) dan SNI
03-6572-2001 (22,8oC - 25,8oC) dapat dikatakan telah melampaui standar yang
ditetapkan. Sementara kelembaban pada beberapa area pengukuran juga telah
melampaui standar yang ditetapkan berdasarkan SNI 03-6572-2001 (40%-50%),
namun pada area pengukuran P2 masih terbilang aman.
Perbedaan tinggi / rendahnya suhu dan kelembaban udara pada masing-masing
area parkir basement dikarenakan sistem EAD dan FAD yang tidak stabil. Pada
saat dilakukan pengukuran di area dengan suhu dan konsentrasi tinggi seperti titik
P2, sistem Exhaust Air Ducting / EAD menyala namun untuk sistem Fresh Air
Ducting / FAD tidak menyala. Sehingga sirkulasi udara dari luar tidak dapat
114
masuk ke area ini, maka suhu menjadi lebih tinggi dan mengakibatkan partikulat
PM10 semakin aktif bergerak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Mikrajuddin,
Saktiyono, & Lutfi (2007) yang menjelaskan bahwa semakin tinggi suhu udara
maka gerakan partikel suatu zat akan semakin aktif. Partikel dalam wujud padat
seperti debu PM10 memiliki gerakan partikel yang terbatas hanya pada gerakan
ditempatnya (bergetar). Ketika suhu dinaikkan pada suhu tinggi maka gerakan
partikelnya akan semakin lincah sehingga akan lebih banyak tersuspensi di udara.
Hal tersebut mengakibatkan konsentrasi PM10 yang tertangkap akan semakin
tinggi. Apabila suhu udara terus dinaikkan maka pada suhu tertentu gaya tarik
antar partikel tidak dapat menahan partikel untuk tetap pada posisinya yang
akibatnya partikel akan bergerak bebas dan meninggalkan posisinya. Kondisi
tersebutlah yang mengakibatkan konsentrasi PM10 yang tertangkap pada suatu
area akan menjadi rendah. Diasumsikan bahwa partikulat dapat berpindah posisi
pada suhu panas jika dipengaruhi oleh kecepatan angin seperti pada udara
ambien. Namun hasil pengukuran kecepatan angin pada area kerja ini
menunjukkan nilai sebesar 0,0 m/s. Sehingga dalam penelitiannya ini, kecepatan
angin tidak dapat mempengaruhi konsentrasi PM10 pada lokasi penelitian.
Selain itu, konsentrasi PM10 pada penelitian ini juga dapat dipengaruhi oleh
kelembaban udara di area parkir basement. Hasil pengukuran kelembaban udara
menunjukkan bahwa area dengan konsentrasi PM10 tinggi (> 0,073 mg/m3
(median)) seperti pada titik P2, P4, P7, dan P8 memiliki kelembaban lebih rendah
dibandingkan pada area lainnya dan jika dibandingkan dengan standar SNI 03-
115
6572-2001 keempat area pengukuran tersebut memang masih terbilang aman,
sementara pada area lainnya dengan konsentrasi ≤ median (0,073 mg/m3)
didapatkan nilai kelembaban yang tinggi atau telah melampaui standar.
Hasil pengukuran tersebut sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Depkes RI
(1990) bahwa pada kelembaban udara yang tinggi kadar uap air di udara akan
bereaksi dengan polutan di udara. Uap air pada udara akan mengikat polutan di
udara seperti debu dan kemudian akan menangkap kembali partikel polutan
lainnya sehingga beberapa bahan pencemar tersebut akan membentuk partikel
yang berukuran lebih besar dan menjadi lebih mudah mengendap ke permukaan
bumi oleh gaya tarik bumi. Apabila partikel mengendap pada permukaan bumi
maka konsentrasi yang tertangkap pada udara suspensi akan semakin kecil.
Selain pengaruh suhu dan kelembaban area kerja, kepadatan jumlah kendaraan
yang parkir di masing-masing area tersebut juga kemungkinan dapat
mempengaruhi tingkat konsentrasi PM10. Penelitian yang dilakukan oleh Huboyo
dkk (2016) menemukan adanya peningkatan konsentrasi debu yang linier dengan
peningkatan jumlah kendaraan yang parkir di area basement Mal X Semarang.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, jumlah kendaraan yang parkir di area
konsentrasi rendah (P! Dan P3) jauh lebih sedikit dibandingkan pada area
konsentrasi tinggi (P2 dan P4). Hal tersebut dikarenakan lahan parkir pada area P3
dibatasi oleh area office sehingga sebagian area parkir di lantai tersebut dilarang
untuk digunakan. Sementara itu, area parkir P1 merupakan titik yang paling
116
dahulu dilakukan pengukuran di Mal Blok M, dimana mobilisasi kendaraan belum
terlalu ramai2dibandingkan pengukuran pada area titik lainnya.
Sedangkan hal yang berbeda terjadi di lokasi pengukuran Poins Square dimana
kepadatan kendaraan pada seluruh area parkir basement pada saat dilakukan
pengukuran sama rata. Sehingga faktor suhu dan kelembabanlah yang
menyebabkan adanya perbedaan konsentrasi pada masing-masing titik
pengukuran di Poins Square.
Dalam upaya pengendalian faktor risiko gangguan kesehatan yang dapat terjadi
pada petugas parkir maupun keamanan yang bekerja di area basement, kedua mal
yang dijadikan sampel penelitian telah melakukan upaya pengendalian teknis /
engineering control yakni berupa penggunaan Exhaust Air Ducting (EAD)dan
Fresh Air Ducting (FAD) yang telah terpasang di setiap lantai basement parkir.
Fungsi dari EAD itu sendiri ialah untuk membuang udara dari dalam lahan parkir
basement keluar area tersebut. Sedangkan FAD berfungsi untuk mengalirkan
udara dari luar untuk masuk ke dalam area basement parkir agar terjadi pertukaran
udara. Meskipun instalasi ducting ini telah berjalan, namun berdasarkan informasi
diketahui bahwa terdapat beberapa lantai area parkir basement pada satu mal yang
kondisi EAD dan FAD nya tidak digunakan secara berkala guna menghemat
aliran listrik sehingga sirkulasi udara pada area basement menjadi kurang.
Kemudian jika dilihat hasil pengukuran suhu didapatkan hasil yang telah
melampaui standar pada seluruh area pengukuran. Menurut Mikrajuddin,
Saktiyono, & Lutfi (2007) suhu udara yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi
polutan pada udara tersuspensi. Maka dari itu perlu dilakukan pengendalian untuk
117
menekan tingginya suhu pada area kerja basement parkir salah satunya melalui
penggunaan sistem ventilasi mekanik seperti Fresh Air Ducting dan Exhaust Air
Ducting secara aktif. Hasil Konvensi ILO No. 120 pasal 8 mengatur bahwa semua
bangunan-bangunan yang digunakan oleh pekerja-pekerja harus mempunyai
ventilasi yang cukup dan sesuai, bersifat alami ataupun buatan atau kedua-duanya
yang memberi udara segar (Suma’mur, 1996).
Lebih lanjut diatur dalam SNI 03-6572-2001 bahwa sistem ventilasi mekanik
harus bekerja terus menerus selama ruang tersebut dihuni. Selain berfungsi untuk
membuang udara kotor dari area basement parkir keluar, ventilasi mekanik juga
berfungsi untuk menstabilkan sirkulasi udara agar udara lebih sejuk dan nyaman.
Sebagaimana hal yang diatur dalam hasil Konvensi ILO No. 120 pasal 10 dimana
disebutkan bahwa suhu yang nyaman dan tetap harus dipertahankan dalam
bangunan yang dipergunakan oleh pekerja-pekerja (Suma’mur, 1996). Lebih
lanjut dalam SNI 03-6572-2001 ditentukan bahwa dengan temperatur ≥ 27oC
diperlukan kecepatan angin sebesar 0,35 m/s agar lingkungan menjadi lebih sejuk
dan nyaman. Artinya, untuk menekan suhu yang tinggi pada area kerja, maka
diperlukan kecepatan angin minimal 0,35 m/s pada area tersebut salah satunya
dengan memanfaatkan sistem ventilasi mekanik Fresh Air Ducting / FAD yang
telah terpasang dan digunakan secara aktif selama jam operasional basement
tersebut. Kemudian untuk nilai pertukaran udara / jam atau Air Change Ratio
(ACH) yang dianjurkan pada tempat parkir berdasarkan SNI tersebut ialah sebesar
6 ACH.
118
Selain itu, mengingat pola rotasi kerja pada petugas yang tidak fleksibel
dimana hanya beberapa petugas saja yang mendapatkan rotasi kerja dari basement
ke area lain, maka diharapkan perusahaan dapat memberlakukan job rotation pada
seluruh petugas sehingga paparan PM10 dengan jumlah besar pada area basement
parkir dapat diminimalisir. Penyediaan masker untuk petugas juga perlu dilakukan
untuk meminimalisisr paparan debu PM10 tersebut. Dalam hal ini masker dengan
standar respirator N95 merupakan jenis masker yang direkomendasikan oleh
NIOSH untuk paparan partikulat debu PM10 (CDC, 2016). N95 merupakan kelas
filter pada respirator yang direkomendasikan NIOSH dengan spesifikasi untuk
perlindungan terhadap paparan partikulat non-oil (N: Not resistant to oil) yang
95% dapat menyaring partikulat hingga ukuran 0,3 mikron (NIOSH, 1996).
Namun mengingat kondisi lahan parkir basement yang sangat tertutup (indoor)
dan dengan suhu di atas standar yang ditentukan, maka dikhawatiran pekerja akan
merasakan kesulitan untuk bernafas jika harus menggunakan masker jenis
tersebut. Seperti yang disebutkan oleh Washington State Department of Health
(2014) dan Ministry of Health Singapore ( 2016) bahwa masker N95 sebaiknya
digunakan hanya di luar ruangan dengan kadar oksigen minimal 19% (Setiadi,
2015). Sehingga pada kasus ini, disarankan untuk menggunakan surgical mask,
yang meskipun tidak 95% dapat menyaring partikulat ukuran ≤10 mikron namun
setidaknya dapat mengurangi paparan debu di lingkungan kerja. Alternatif lainnya
yang dapat dilakukan untuk meminimalisir konsentrasi debu di area basement
parkir ialah dengan meletakkan tanaman penjerap debu. Menurut hasil peneltian
Suchesdian (2013), selain bernilai estetika, tanaman hias jenis Heliconia, Pandan
119
Kuning, Rowelia Tegak, Sanseviera trifasciata / lidah mertua dan Kaca Piring
juga mampu menjerap debu yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Heliconia
mampu menjerap debu sebanyak 53,73 mg/hari dan merupakan tanaman dengan
tingkat serap paling tinggi diantara keempat jenis tanaman lainnya.
6.4 Hubungan antara Usia Petugas dengan Keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan
Poins Square
Usia merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi
timbulnya keluhan subjektif gangguan pernapasan akut. Usia dapat
mempengaruhi seseorang dalam aktivitas yang dilakukan pada kesehariannya.
Selain itu juga dapat mempengaruhi kondisi fungsi organ paru yang ditunjukkan
dengan nilai kapasitas vital parunya.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa rata-rata usia petugas parkir
maupun keamanan yang bekerja di area basement parkir Mal Blok M dan Poins
Square ialah 33 tahun dengan nilai tengah yaitu 29 tahun. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa rata-rata usia petugas yang memiliki keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut ialah 34 tahun sedangkan rata-rata usia pada petugas
tanpa keluhan subjektif gangguan pernapasan akut ialah sebesar 23 tahun.
Secara statistik didapatkan bahwa perbedaan tersebut signifikan sehingga
disimpulkan bahwa pada α 5% terdapat hubungan yang bermakna antara usia
dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan akut ( p value 0,034 < 0,05). Hal
tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Noer & Martiana
120
(2013) (p= 0,017) dan Daroham & Mutiatikum (2009) (p = 0,000). Fitriyani
(2011) menyebutkan bahwa seorang pekerja yang semakin tua maka kapasitas
vital parunya akan semakin menurun karena adanya kemunduran fungsi organ,
sehingga lebih rentan terhadap paparan polutan yang berakibat pada timbulnya
gangguan pernapasan.
Melalui teori tersebut maka diasumsikan bahwa semakin bertambahnya usia
seseorang maka kerentanan terhadap efek paparan akan semakin meningkat. Hal
tersebut juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas kesehariannya termasuk
kecenderungan untuk merokok yang dapat memperparah kondisi fungsi parunya.
Pada penelitian ini, didapatkan bahwa 44,4% petugas yang berusia diatas 29 tahun
(median) memiliki status masih merokok, sementara untuk kelompok petugas
dengan usia kurang dari 29 tahun dan yang masih merokok hanya sebesar 12%.
Terlebih bila dilihat berdasarkan derajat merokoknya, kelompok pekerja dengan
usia diatas 29 tahun yang merupakan perokok sedang sebanyak 40%, sementara
kelompok pekerja dengan usia dibawah 29 tahun yang merupakan perokok sedang
hanya sebesar 14%. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gold et al
(2005) yang menunjukkan bahwa adanya hubungan dosis-respon antara kebiasaan
merokok dengan rendahnya level FEV1/FVC dan FEF 25-75%. Hal ini
membuktikan bahwa dengan usia yang semakin tua, diperparah dengan kondisi
lingkungan seperti paparan polutan dan kebiasaan merokok maka akan
meningkatkan risiko seseorang untuk terkena gangguan pernapasan akut.
Selain itu, pada dasarnya pengaruh usia terhadap gangguan pernapasan juga
dipengaruhi oleh imunitas atau daya tahan tubuh seseorang. Menurut Mukono
121
(2003) pada usia 18-21 tahun pertumbuhan paru dan imunitas seseorang sedang
mencapai tingkat yang sangat baik, sehingga risiko untuk terkena gangguan
saluran pernapasan dan penyakit infeksi lainnya cenderung rendah. Didukung
dengan teori yang dijelaskan oleh Nelson & William (2007) yang mengungkapkan
bahwa risiko ISPA lebih tinggi dan rentan terjadi pada kelompok umur kurang
dari 1 tahun dan kelompok umur lebih dari 24 tahun. Pada usia kurang dari 1
tahun sistem kekebalan tubuh seseorang belum terbentuk sempurna, sementara
pada usia lebih dari 24 tahun aktivitas individu umumunya sering dilakukan di
luar rumah sehingga risiko terpapar udara yang mengandung agen infeksius lebih
tinggi.
6.5 Hubungan Penggunaan APD (Masker) dengan Keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal
Blok M dan Poins Square
Untuk mengurangi dampak bahaya kerja atau hazard terhadap seorang
pekerja terdapat beberapa cara untuk mengontrol bahaya tersebut yaitu dengan
mengontrol sumber, kontrol administratif dan penggunaan alat pelindung diri
(APD) (OSHA, 2003). APD merupakan suatu alat yang memiliki kemampuan
untuk melindungi seseorang dengan mengsiolasi sebagian atau seluruh tubuh dari
potensi hazard (Permenakertrans No. 8 tahun 2010). APD memang tidaklah dapat
melindungi tubuh dari paparan seutuhnya, namun dapat mengurangi atau
memperlambat tingkat pajanan yang terjadi (Odjak Turnip dalam Fitriyani, 2011).
Masker merupakan salah satu jenis APD yang fungsinya ialah untuk
melindungi sistem pernapasan (Kemenakertrans RI, 2010). Hasil penelitian
122
menunjukkan bahwa pada α 5% terdapat hubungan yang bermakna antara
penggunaan APD masker dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan akut
pada petugas parkir maupun keamanan di area basement parkir mal Blok M dan
Poins Square. Lebih lanjut penelitian ini menemukan bahwa petugas yang tidak
terbiasa menggunakan masker 4,7 kali lebih nerisiko terkena gangguan
pernapasan akut dibandingkan dengan petugas yang telah terbiasa menggunakan
masker. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani (2011) yang
menyatakan bahwa pekerja yang terpapar debu partikulat dan tidak terbiasa
menggunakan masker mempunyai peluang berisiko 3 kali lipat mengalami ISPA
dibandingkan dengan petugas yang tidak terbiasa menggunakan APD masker.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa masih terdapat 43,3% petugas
yang belum terbiasa menggunakan masker di area kerja. Hasil wawancara
mengungkapkan bahwa alasan mereka tidak menggunakan masker ialah karena
petugas merasa sedikit tidak nyaman ketika berhadapan dengan pengunjung mal
saat mereka sedang mengenakan masker. Menurut Pey dalam Sudiman (2005)
perilaku penggunaan APD seperti masker sangat dipengaruhi oleh sikap dari
pekerja sementara sikap pekerja tersebut akan sangat dipengaruhi oleh
pengetahuannya. Sementara itu, berdasarkan informasi lebih lanjut diketahui
bahwa hingga saat ini belum ada kajian atau edukasi kepada petugas terkait
pentingnya penggunaan masker dengan risiko kerja pada lahan basement parkir.
Sedangakan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 48 tahun 2016 diatur bahwa
perusahaan wajib melaksanakan peningkatan kesehatan kerja salah satunya ialah
dengan peningkatan pengetahuan kesehatan kerja. Sehingga diharapkan
123
perusahaan dapat memberikan kajian informasi dan edukasi (KIE) terkait
pentingnya penggunaan masker saat bekerja pada area berdebu dan dampak
kesehatan yang dapat timbul apabila terabaikan.
Jika dilihat distribusi jenis masker yang biasa digunakan oleh petugas,
diketahui bahwa 38,24% petugas menggunakan jenis masker kain dan 61,76%
petugas lainnya terbiasa menggunakan jenis masker medis / surgical mask.
Perbedaan proporsi tersebut menunjukkan adanya variasi penggunaan jenis
masker pada petugas. Hal tersebut dikarenakan masker yang digunakan oleh
petugas bukanlah didapat atau telah disediakan oleh perusahaan melainkan
kesadaran petugas untuk membeli sendiri. Persentase jenis masker medis lebih
banyak digunakan dikalangan petugas dikarenakan dari segi harga, masker medis
lebih murah untuk didapatkan dalam jumlah satuan, meskipun masker kain
terkesan lebih praktis dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama
namun sebagian petugas mengeluhkan penggunaan masker kain lebih
menimbulkan rasa pengap dan tidak nyaman terlebih jika digunakan pada suhu
yang panas.
Sementara itu, perlu diperhatikan bahwa alat pelindung diri seperti masker
harus sesuai dan adekuat untuk bahaya tertentu, resisten terhadap kontaminan
udara, dibersihkan dengan baik serta sesuai untuk pekerja yang memakainya
(Kusnoputranto H, 2000). Untuk paparan debu partikulat PM10, standar jenis
masker yang seharusnya digunakan ialah masker N95 karena masker ini 95%
mampu menyaring hingga ukuran partikel terkecil (0,3 mikron) (CDC, 2016).
Namun, mengingat kondisi parkir basement yang sangat tertutup dan hanya
124
mengandalkan sistem FAD untuk udara masuk terlebih dengan suhu lingkungan
di atas standar yang telah ditentukan, maka penggunaan masker jenis N95 tidak
diperuntukkan untuk digunakan oleh petugas di area ini. Dengan demikian,
perusahaan sebaiknya menyediakan APD masker medis / surgical mask sekali
pakai kepada petugas yang bekerja di area ini dengan tujuan untuk menghindari
adanya pemakaian berulang pada petugas seperti pada penggunaan masker kain
dan agar petugas merasa lebih nyaman menggunakannya.
6.6 Hubungan Status Merokok dengan Keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan
Poins Square
Rokok merupakan salah satu faktor risiko terhadap masalah gangguan
pernapasan (Nurussakinah, 2013). Status merokok dalam penelitian ini ialah
status konsumsi rokok setiap harinya oleh petugas baik saat bekerja maupun tidak
bekerja. Kategori status merokok pada penelitian ini mengacu pada standar yang
diberikan oleh New Zealand Ministry of Health (2015) yang mengkategorikan
status merokok kedalam 3 kategori yakni bukan perokok, mantan perokok, dan
masih perokok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya terdapat 26,7% petugas parkir
maupun keamanan di area parkir basement mal Blok M dan Poins Square masih
merokok, sementara 43,3% lainnya yaitu kelompok bukan perokok. Hasil analisis
bivariat menemukan bahwa pada α 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara status merokok dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada
petugas parkir ataupun petugas keamanan yang bertugas di parkir basement mal
125
Blok M dan Poins Square (p value 0,572 > 0,05). Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutra (2009) dan Khairunnisa (2014) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok
dengan kejadian ISPA pada pekerja. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan hasil penelitian Fitriyani (2011), Yusnabeti dkk (2010) dan (Naini, 2009).
Tidak terdapatnya hubungan yang bermakna antara status merokok dengan
keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada penelitian ini dapat dikarenakan
proporsi petugas yang hingga saat ini masih merokok hanya 26,7% dibandingkan
dengan yang bukan perokok sebesar 46,3%. Bila dilihat dari distribusi derajat
merokok berdasarkan Indeks Brinkman (IB) didapatkan bahwa 70,6% petugas
merupakan kelompok perokok ringan sementara untuk status perokok berat tidak
ditemukan sama sekali (0%). Hasil penelitian Nugraha (2012) menyebutkan
bahwa perokok berat mempunyai risiko 8 kali lebih besar untuk terkena PPOK
daripada perokok ringan. Adanya PPOK tentunya akan meningkatkan kerentanan
seseorang untuk terkena gangguan pernapasan lainnya karena fungsi paru sudah
menurun.
Penelitian lainnya menemukan bahwa nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE)
pada orang dengan derajat merokok berat lebih kecil dibandingkan nilai APE pada
orang dengan derajat merokok ringan (Santosa, Purwito, & Widjaja, 2004). Hal
tersebut dikarenakan pada perokok berat sudah banyak fungsi organ paru yang
terganggu yang dipengaruhi oleh lama waktu merokok dan jumlah batang rokok
per hari yang dikonsumsi, sehingga jalur napas mengalami penyempitan akibat
iritasi terus menerus pada saluran napas. Semakin kecil APE berarti saluran napas
126
menjadi lebih sempit dan kemampuan organ pernapasan untuk menjalankan
fungsinya semakin berkurang. Dengan demikian polutan atau agen infeksius yang
terhirup semakin sulit untuk dikeluarkan kembali melalui respon imunologis
seperti batuk atau bersin. Ketika polutann dan infeksius semakin banyak ter-
rentensi di saluran pernapasan maka timbul lah gangguan pernapasan lainnya dan
dapat menimbulkan infeksi sekunder.
6.7 Hubungan Lama Paparan dengan Keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan
Poins Square
Dalam menghitung suatu pajanan tertentu harus diperhitungkan faktor waktu
yaitu berapa lama masing-masing individu terpajan oleh zat tertentu (Kurniasari,
2013). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada α 5% terdapat hubungan
yang bermakna antara lama paparan dengan keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut pada petugas parkir maupun keamanan yang bertugas di
basement parkir Mal Blok M dan Poins Square (p value = 0,052). Hasil tersebut
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani (2011); Yusnabeti,
Wulandari, & Luciana (2010); Lindawaty (2010) yang menyakatakan terdapat
hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan ISPA.
Pada penelitian ini, terdapat 50 orang (83,3%) patugas yang bekerja > 40 jam
/ minggu dimana 52% dari total tersebut bekerja pada area kerja dengan
konsentrasi PM10 ≥ nilai median (0,073 mg/m3). Lamanya seseorang terpapar
polutan pada area kerja dapat memicu timbulnya gangguan kesehatan, terlebih
jika orang tersebut terpapar dengan konsentrasi polutan yang tinggi setiap harinya.
127
Sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Kusnoputranto (2000) bahwa dosis
suatu zat toksik akan meningkat dengan besarnya konsentrasi, lama, dan
seringnya pemaparan dan cara masuk ke dalam tubuh. Sehingga disimpulkan
bahwa timbulnya gangguan pernapasan akut pada pekerja selain dipengaruhi oleh
tingkat konsentrasi yang diterima per harinya selama jam kerja, namun juga
dipengaruhi dengan seberapa besar lama polutan tersebut memapar pekerja.
Jika dibandingkan proporsinya berdasarkan ada atau tidaknya keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut ditemukan bahwa proporsi petugas yang
bekerja lebih dari 40 jam/minggu dan memiliki keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut lebih banyak (76%) dibandingkan proporsi petugas yang
memiliki keluhan subjektif gangguan pernapasan akut namun dengan lama kerja
≤ 40 jam/minggu. Sehingga didapatkan nilai OR 4,750 (95% CI: 1,146-19,69)
yang artinya petugas yang bekerja > 40 jam / minggu memiliki peluang terkena
ISPA ringan sebanyak 4,75 kali lipat dibandingkan petugas yang bekerja ≤ 40 jam
/ minggu.
Dalam kasus ini diketahui bahwa meskipun seluruh pekerja telah bekerja
dalam waktu 8 jam / hari, namun jika dilihat dalam waktu jam per-minggu
didapatkan bahwa mayoritas petugas bekerja > 40 jam / minggu. Sehingga
diharapkan perusahaan dapat menerapkan jam kerja yang sesuai dengan yang
dianjurkan oleh Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01 tahun 1997 dimana
batas jam kerja ialah 8 jam / hari atau 40 jam / minggu.
128
6.8 Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut pada Petugas di area basment parkir Mal Blok M dan Poins Square
Dalam penelitian ini, masa kerja merupakan lama petugas bekerja di area
kerja basement saat ini terhitung sejak saat pertama kali ia bekerja sampai saat
penelitian dilakukan. Masa kerja merupakan salah satu faktor yang diduga dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan pernapasan akut pada pekerja.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pada α 5% terdapat hubungan
yang bermakna antara masa kerja dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut pada petugas parkir maupun keamanan yang bertugas di area basement parkir
mal Blok M dan Poins Square (p value < 0,05). Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusnabeti, Wulandari, & Luciana (2010)
(p=0,010); Noer & Martiana (2013) (p=0,017) yang menyatakan bahwa
kelompok pekerja yang telah bekerja > 10 tahun pada area dengan paparan debu
partikulat yang tinggi lebih berisiko terkena ISPA dibandingkan dengan pekerja
yang masa kerjanya ≤ 10 tahun.
Semakin lama petugas bekerja di suatu area kerja berdebu maka akan
semakin sering terpajan dan semakin banyak yang terhirup dari lingkungan kerja
tersebut (Suma'mur P, 2009). Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa
meskipun 61,7% petugas parkir maupun petugas keamanan bekerja ≤ 10 tahun,
namun jika dilihat proporsinya berdasarkan keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut mayoritas (91,3%) petugas yang bekerja > 10 tahun memiliki
keluhan subjektif gangguan pernapasan akut.
129
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa 52,17% petugas yang masa
kerjanya > 10 tahun bekerja pada area kerja dengan konsentrasi PM10 ≥
0,073mg/m3. Sehingga disimpulkan bahwa kelompok petugas tersebut memiliki
paparan yang lebih besar pada kondisi yang lebih rentan. Jika dilihat dari hasil uji
keeratan hubungan didapatkan bahwa petugas dengan masa kerja > 10 tahun
memiliki risiko 8 kali lebih besar dibandingkan petugas yang bekerja kurang dari
10 tahun. Hal ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Price & Wilson
(1995) bahwa pekerja yang berada pada lingkungan kerja dengan kadar debu
tinggi dalam waktu yang lama memiliki risiko tinggi terkena obstruksi sehingga
fungsi paru semakin menurun dan menjadi rentan terkena penyakit saluran napas
lainnya.
130
BAB VII
PENUTUP
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut:
1. Proporsi petugas parkir maupun keamanan yang bertugas di area basement
parkir mal Blok M dan Poins Square dan memiliki keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut ialah sebanyak 42 (70%) orang dengan keluhan
pilek / hidung tersumbat sebagai keluhan terbanyak (66,7%).
2. Konsentrasi PM10 pada area basement parkir mal Blok M dan Poins Square
memiliki nilai tengah sebesar 0,073 mg/m3.
3. Proporsi berdasarkan karakteristik individu petugas parkir maupun
keamanan yang bertugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins
Square ialah terdiri dari 86,7% laki-laki, 56,7% terbiasa menggunakan
masker, 43,3% bukan perokok, 83,3% bekerja selama > 40 jam / minggu,
61,7% memiliki masa kerja ≤ 10 tahun, dan rata-rata usia 33 tahun dengan
nilai tengah 29 tahun.
4. Ada perbedaan yang signifikan antara konsentrasi PM10 dengan keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut pada petugas yang bekerja di area
parkir basement mal Blok M dan Poins Square (p value ≤0,05).
131
5. Ada perbedaan yang signifikan antara usia petugas dengan keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut pada petugas yang bekerja di area parkir
basement mal Blok M dan Poins Square (p value ≤0,05).
6. Ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan masker dengan keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut pada petugas yang bekerja di area
parkir basement mal Blok M dan Poins Square (p value ≤0,05).
7. Ada perbedaan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan subjektif
gangguan pernapasan akut pada petugas yang bekerja di area parkir
basement mal Blok M dan Poins Square (p value ≤0,05).
8. Ada perbedaan yang signifikan antara lama paparan dengan keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut pada petugas yang bekerja di area
parkir basement mal Blok M dan Poins Square (p value ≤0,05).
9. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dan status
merokok, terhadap keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada
petugas yang bekerja di area parkir basement mal Blok M dan Poins Square
(p value > 0,05).
7.2 Saran
7.3.1 Saran Bagi Perusahaan
1. Pengendalian Teknis
- Mengaktifkan seluruh sistem Fresh Air Ducting (FAD) dan
sistem Exhaust Air Ducting (EAD) di setiap lantai basement
parkir pada kondisi ramai kendaraan (12.00-17.00) agar
132
suhu dan kelembaban tiap area basement parkir stabil dan
sirkulasi udara pada area tersebut dapat berjalan dengan
lancar (untuk menekan suhu yang tinggi ≥ 27oC pada area
kerja, maka diperlukan kecepatan angin minimal 0,35 m/s
dan pertukaran udara sebesar 6 ACH).
- Melakukan pemeriksaan dan pembersihan mesin blower
atau komponen air ducting lainnya secara berkala
- Meletakkan tanaman hias jenis Heliconia, Pandan Kuning,
Rowelia Tegak, Sanseviera trifasciata / lidah mertua dan
Kaca Piring di area basement parkir untuk menjerap debu
partikulat sehingga konsentrasi PM10 di area tersebut dapat
diminimalisir.
2. Pengendalian Administratif
- Memberlakukan job rotation pada seluruh petugas
keamanan dan parkir tanpa terkecuali agar paparan
konsentrasi debu PM10 pada area basement parkir dapat
diminimalisir.
- Menerapkan jam kerja yang sesuai dengan yang dianjurkan
oleh Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01 tahun 1997
dimana batas jam kerja ialah 8 jam / hari atau 40 jam /
minggu.
- Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala pada seluruh
lapisan petugas sebagaimana yang telah diwajibkan oleh
133
Menkes RI dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 48
tahun 2016 pasal 17 angka 3 poin b.
- Melakukan kajian dan edukasi terkait risiko kerja di area
parkir basement serta pentingnya penggunaan masker pada
area paparan debu tinggi.
3. Pengendalian Alat Pelindung Diri / APD
- Sesuai dengan Permenakertrans No. 08 Tahun 2010,
perusahaan diwajibkan melaksanakan manajemen APD di
tempat kerja yag meliputi penggunaan, perawatan dan
penyimpanan. Dalam hal ini APD yang dimaksud ialah
yang dapat melindungi petugas dari paparan debu yaitu
masker. Penggunaan masker dapat dilakukan pada petugas
yang bekerja pada area konsentrasi PM10 tinggi (≥ NAB).
Mengingat masker jenis N95 tidak sesuai digunakan pada
area tertutup / indoor maka sebaiknya perusahaan
menyediakan masker medis yang juga dimaksudkan agar
menghindari adanya pemakaian berulang pada petugas.
7.3.2 Saran Bagi Petugas Parkir Maupun Petugas Kemanan
1. Rutin melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti
mencuci tangan, mengkonsumsi buah dan sayur, melakukan
aktivitas fisik, dan tidak merokok untuk meningkatkan imunitas
dan memperkecil risiko terkena penyakit infeksi.
134
2. Selalu menggunakan masker terlebih pada area dengan risiko
paparan debu tinggi seperti basement parkir.
7.3.3 Saran Bagi Peneliti Lain
1. Diharapkan dapat menggunakan teknik pengukuran udara ambien
(24 jam) sehingga dapat dilihat waktu-waktu yang rentan dan
berisiko tinggi terhadap cemaran debu partikulat, sehingga
pengendalian cemaran dapat dilakukan lebih optimal.
2. Diharapkan dapat menggali pertanyaan lebih mendalam pada tiap-
tiap variabel karakteristik pekerja seperti pada variabel status
merokok agar dapat ditanyakan jenis rokok yang biasa dikonsumsi
responden, sehingga hasil penelitian lebih maksimal.
2. Diharapkan dapat menggunakan alat pengukuran yang lebih
optimal untuk melihat nilai debu terhirup pada masing-masing
pekerja seperti penggunaan alat Personal Dust Sampler (PDS).
135
Daftar Pustaka
Emporis Poin City of Indonesia. 2000. Dipetik 2016, dari Skyscraper City:
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1790639
Emporis Poin CIty of Indonesia. 2000. Dipetik 2016, dari Skyscraper City:
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1790639
Abidin, F., Suwondo, A., & Suroto. 2015. Hubungan Paparan Debu Asbes
Terhadap Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja Pembuat Asbes Di Area
Finishing Line Pt. X Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 3,
No.1, 364-374.
Adriskanda, Yunus, B., & Setiawan, F. 1997. Perbandingan nilai kapasitas difusi
paru antara orang yang terlatih dan tidak terlatih. Jurnal Respirologi
Indonesia, 17, 76-83.
Ahmadi, U. 2012. Dasar-dasar penyakit berbasis lingkungan. Jakarta: Rajawali
Press.
Anies. 2006. Waspada ancaman penyakit tidak menular, solusi pencegahan dari
aspek perilaku dan lingkungan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Arief, L. M. 2012. Local Exhaust Ventilation / Ventilasi Pengeluaran Setempat.
Astuti, S. K. 2010. Analisis Pembebanan Pencemaran Udara Akibat Emisi
Kendaraan Bermotor Pada Parkir Basement studi kasus Mall X. Skripsi
Program Studi Teknik Lingkungan UI.
Atmaja, A. S., & Ardyanto, D. 2007. Identifikasi kadar debu di lingkungan kerja
dan keluhan subyektif pernafasan tenaga kerja bagian finish mill. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, vol. 3, No.2, 161-172.
Basti, A. M. 2014. Kadar debu total dan gejala ISPA ringan pada pekerja
departemen pemintalan di Industri tekstil PT. Unitex, Tbk Bogor tahun
2014.
136
Blackler, L., Jones, C., & Mooney, C. 2007. Managing Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. England: John Wiley & Sons Ltd.
Badan Pusat Statistik (BPS) RI. 2015. Persentase Penduduk yang Mempunyai
Keluhan Kesehatan Selama Sebulan Terakhir menurut Provinsi, 2000-
2015. Dipetik Juli 2016, dari Badan Pusat Statistik:
http://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/921
BTS, B. C. 1997. BTS Guidelines for The Management of COPD. Thorax 52
(Suppl. 5), S1-S28.
Budianto, W. 2008. Analisis hubungan kualitas udara ambien dengan kejadian
penyakit ispa. Tesis Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia.
C.A, Ika Nugraha. 2012. Hubungan derajat merokok berdasarkan indeks
brinkman dengan derajat berat PPOK. Jurnal Profesi (Profesional Islami)
Vol.9.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), C. f. 2016. The National
Personal Protective Technologi Laboratory (NPPTL). Dipetik March
2017, dari Centers for Disease Control and Prevention CDC:
https://www.cdc.gov/niosh/npptl/topics/respirators/disp_part/respsource3h
ealthcare.html
Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
Damri, Ilza, M., & Afandi, D. 2016. Analisis paparan CO dan SO2 pada petugas
parkir di basement mall ska di kota pekan baru. Dinamika Lingkungan
Indonesia, vol. 3, no. 1, 48-56.
Darmojo, B. R. 2011. Buku Ajar Geriatic (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia) ed.4.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Daroham, N. E., & Mutiatikum. 2009. Penyakit ISP hasil Riskesdas di Indonesia.
Buletin Penelitian Kesehatan Supplement, 50-55.
137
Depkes RI. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI.2002. Etiologi ISPA dan Pneumonia. Dipetik 2016, dari
http://litbang.depkes.co.id
Depkes RI. 2002. Pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan
akut untuk penanggulangan pneumonia pada balita. Jakarta.
Depkes RI. 2003. Modul pelatihan bagi fasilitator kesehatan kerja. Jakarta:
Depkes.
Depkes RI. 2004. Kawasan Tanpa Rokok. Jakarta: Pusat Promkes Depkes RI.
Depkes RI. 2005. Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional dalam
Penanggulangan Pneumonia Balita tahun 2005-2009.
Depkes RI. 2006. Glosarium Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.
Dian, M. 2015. Hubungan Kualitas Udara Pencemar Dengan Jumlah Kasus Ispa
Di Kota Pekanbaru Tahun 2012-2014. Diploma Thesis OPT Perpustakaan
Unand.
Ditjen P2MPL Kemenkes RI. 2009. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit
ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita dalam Pelita VI.
Jakarta.
Effendi, F., & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
EPA, U. 1995. Particulate Matter (PM-10). Dipetik 2016, dari U.S Environmental
Protection Agency; AIRT Trends 1995 Summary:
https://www3.epa.gov/airtrends/aqtrnd95/pm10.html
Erita Agustin Hardiyanti. 2008. Indikator Perbaikan Kesehatan Lingkungan
Anak. Jakarta: EGC.
138
Febrianto, A. A. 2015. Hubungan antara paparan debu asap las (welding fume)
dan gas karbon monoksida (CO) dengan gangguan faal paru pada pekerja
bengkel las (Studi di kelurahan Ngagel Kecamatan Wonokromo Kota
Surabaya). Skripsi.
Fitria, L., Wulandari, R. A., Hermawati, E., & Susanna, D. 2008. Kualitas Udara
Dalam Ruang Perpustakaan Universitas x Ditinjau dari kualitas biologi,
fisik dan kimiawi. Makara Kesehatan Vol 12, No. 2.
Fitriyani. 2011. Pajanan PM10 terhadap kejadian gejala ispa pada pekerja
pergudangan semen di kotamadya Palembang. Tesis Universitas Indonesia
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Gertrudis, T. 2010. Hubungan antara kadar partikulat PM10 udara dalam rumah
tinggal dengan kejadian ispa disekitar pabrik semen PT Indocement
Citeurep. Tesis FKM UI.
Gibson, R. 1990. Principles of nutritional assesment. New York: Oxford
University Press.
Gold, D., Wang, X., & Wypij, D. 2005. Effect of cigarette smoking on lung
function in adolescent boys and girls. NEJM No. 13, 1-4.
Guyton, A., & Hall, J. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.11. Jakarta:
EGC.
Hafsari, D., Ramadhian, R., & Saftarina, F. 2015. Debu batu bara dan kejadian
infeksi saluran pernafasan akut pada pekerja pertambangan batu bara.
Majority, vol. 4, no. 9.
Hapsari, E. 2013. Kuping memerah dan Hangat Panas, mengapa ya? Dipetik
January 18, 2017, dari Republika.co.id:
http://www.republika.co.id/berita/konsultasi/dokter-kita/13/03/15/mjoslg-
kuping-memerah-dan-hangat-panas-mengapa-ya
139
Hermawan, A., Hananto, M., & Lasut, D. 2016. Peningkatan Indeks Standar
Pencemaran Udara (ISPU) dan kejadian gangguan saluran pernapasan di
kota Pekanbaru. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.15 No.2, 76-86.
Hidayat, S. 2012. Pengaruh Polusi Udara dalam Ruangan Terhadap Paru.
COntinuing Medical Education. Jakarta: Universitas Indonesia.
Huboyo, H. S., Istirokhatun, T., & Sutrisno, E. 2016. Kualitas Udara Dalam
Ruang di Daerah Parkir Basement dan Parkir Upperground (Studi Kasus di
Supermarket Semarang). Jurnal Presipitasi vol 13 no.1.
Hutahaean, J. 2015. Konsep sistem informasi, ed.1. Yogyakarta: Deepublish.
Junaidi, I. 2010. Penyakit Paru & Saluran Napas: Cara mudah mengetahui,
mencegah, dan mengobatinya. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Junaidi, I. 2010. Penyakit Paru dan Saluran Napas. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu
Populer.
Kemenkes RI. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
416/Menkes/Per/IX/1990. Jakarta.
Kemenkes RI. 1999. Keputusan Menteri Kesehatan No. 829/Menkes/SK/VII/1999
tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta: Depkes RI.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.
Kemenkes RI. 2012. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013.
140
Karmana, O., & Fitriana, R. 2007. Cerdas belajar Viologi untuk kelas XI Sekolah
menengah atas / madrasah aliyah program Ilmu Pengetahuan Alam jilid
2. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Kastawan, W., & Harmein, I. 2004. Statistik, ed. 3. Jakarta: Erlangga.
Khairunnisa, A. 2014. Hubungan antara pm10 dengan kejadian infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) pada pekerja industri mebel. Skripsi Universitas
Indonesia departemen kesehatan lingkungan FKM.
Krishna, A. 2013. Mengenali Keluhan Anda, Info Kesehatan Umum Untuk
Masyarakat. Informasi Medika.
Kurniasari, F. 2013. Analisis faktor lingkungan dengan kejadian infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) pada pekerja di industri pemotongan keramik dan
granit desa wanaherang, gunung putri, kabupaten Bogor tahun2013.
Skripsi Universitas Indonesia.
Kusnoputranto, H. 1995. Toksikologi Lingkungan. Jakarta: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Kusnoputranto, H. 2000. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Badan Penerbit
Kesehatan Masyarakat, FKM Universitas Indonesia, Dirjen Dikti,
Depdikbud.
Lindawaty. 2010. Partikulat (Pm10) Udara Rumah Tinggal Yang Mempengaruhi
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada Balita (Penelitian
Di Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan Tahun 2009-2010).
Tesis Universitas Indonesia.
Mandal, B., Wilkins, A. G., Dunbar, E. M., & White, R. T. 2008. Lecture Notes:
Penyakit Infeksi Ed. 6. Jakarta: Erlangga.
Mikrajuddin, Saktiyono, & Lutfi. 2007. IPA Terpadu SMP dan MTs untuk kelas
VIII semester 1 2A. Jakarta: Erlangga.
141
MRC, M. R. 1965. Definition and classification of chronic bronchitis for clinical
and epidemiological purposes. Lancet 1, 775-779.
Mukono, H. 2003. Pencemaran Udara dan pengaruhnya terhadap gangguan
saluran pernapasan. Surabaya: Airlangga University Press.
Mundilarto, & Istiyono, E. 2007. Seri IPA Fisika 3 SMP Kelas IX. Jakarta:
Quadra.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Naini, I. 2009. Pajanan debu kapuk (PM10) dengan kejadian ISPA pada pekerja
industri kapuk. SKripsi FKM UI.
Nelson, K. E., & William, C. F. 2007. Infectious disease epidemiology: Theory
and practice. Boston: Jones adn Bartlett.
NIOSH (The National Institute for Occupational Safety and Health). 1996.
NIOSH Guide to the Selection and Use of Particulate Respirators. Dipetik
March 2017, dari Centers for Disease Control and Prevention:
https://www.cdc.gov/niosh/docs/96-101/
Noer, R. H., & Martiana, T. 2013. Hubungan karakteristik dan perilaku pekerja
dengan gejala ISPA di pabrik asam fosfat dept. produksi III PT.
Petrokimia Gresik. The Indonesian Journal uf Occupational Safety and
Health Vol.2, No. 2, 130-136.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho, S. 2007. Dasar-dasar Metode Statistika. Jakarta: Grasindo.
Nukman, A., Rahman, A., Warouw, S., Setiadi, M. I., & Akib, C. R. 2005.
Analisis Manajemen Risiko Kesehatan Pencemaran Udara: Studi Kasus di
Sembilan Kota Besar Padat Transportasi. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.4,
270-289.
142
Nurgahaeni, F. S. 2004. Analisis Faktor Risiko Kadar Debu Organik di Udara
Terhadap Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Industri Penggilingan Padi
di Kabupaten Demak. Tesis Universitas Diponegoro.
Nurjazuli, O. S. 2010. Kapasitas fungsi paru pada pedagang kaki lima. J
Kesehatan Masyarakat Indonesia Vol 6 No 1.
Nurussakinah. 2013. Faktor risiko lingkungan fisik kerja terhadap kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada pekerja bagian material, cutting,
dan sewing industri Garmen PT. X tahun 2013. Skripsi Universitas
Indonesia.
OSHA, O. S. 2003. Personal Protective Equipment. Dipetik 2017, dari
https://www.osha.gov/Publications/3430indoor-air-quality-sm.pdf
Pawenang, E. T. 2001. Hubungan antara faktor meteorologi, kualitas udara
ambien, dan kejadian gangguan saluran pernapasan di kecamatan
pedurungan Semarang. Thesis UI.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, P. 2000. PPOK, tantangan dan pelaksanaan
di abad 21. Pertemuan Ilmiah Khusus 2000. PDPI.
Prasetyanto, N. 2011. Kadar H2S, NO2, dan debu pada peternakan ayam broiler
dengan kondisi lingkungan yang berbeda di kabupaten Bogor Jawa Barat.
Price, S., & Wilson, L. 1995)2. Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit
Bagian 2, Ed. 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Pudjiastuti, W. 2003. Debu sebagai bahan pencemar yang membahayakan
kesehatan kerja. Jakarta: Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI.
Pujiarto, P. S. 2014. Batuk pilek (common cold) pada anak.
Reverente, B., Weetman, D., & Wongphanick, M. 1993. Indoor air quality in
asia. Switzerland: Indoor Air International.
143
Roy M. Harrison. 1999. Understanding our environment, an introduction to
environmental, chemistry and pollution 3rd edition. Birmingham: The
Royal Society of Chemistry.
Rudianto. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala ispa pada balita di
5 posyandu desa taman sari kecamatan pangkalan karawang tahun 2013.
Santosa, S., Purwito, J., & Widjaja, J. T. 2004. Perbandingan nilai arus puncak
eskpirasi antara perokok dan bukan perokok. Jurnal Kedokteran
Maranatha Vol.3, No.2, 59-70.
Sari, N. 2013. Kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) ditinjau dari
pajanan PM10 dan karakteristik individu di lingkungan terminal kampung
rambutan Jakarta Timur tahun 2013. Skripsi Universitas Indonesia
Program Studi Kesehatan Masyarakat.
Setiadi. 2015. Fakta-fakta yang wajib anda ketahui dari masker N95. Dipetik
March 2017, dari Biosfer.info Membumi Merakyat:
http://www.biosfer.info/2015/10/fakta-fakta-yang-wajib-anda-ketahui.html
Setiawaty, N. H., Hiola, R. P., & Prasetya, E. 2014. Analisis Faktor Risiko
Kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut di kawasan industri di
kelurahan mandidir unet kecamatan mandidir kota bitung sulawesi utara.
Sherwood, L. 2001. Fomisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed. 2 (Human
Physiology: From cells to systems). Jakarta: EGC.
Shofwati, I., & Satar, Y. P. 2009. Hygiene Industri. Jakarta: Lembaga Penelitian,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sihombing, D. T., Lubis, H. S., & Mahyuni, E. L. 2013. Hubungan kadar debu
dengan fungsi paru pada pekerja proses press packing di usaha
penampungan butut kelurahan tanjung mulia hilir medan tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara.
144
Silitonga, E. 2010. Pencemaran Udara. Dipetik 2016, dari Digital Library USU:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16641/3/Chapter%20II.pd
f
Singapore Ministry of Health. 2016. FAQ: Use of masks and availability of
masks. Dipetik 2017, dari Ministry of Health Singapore:
https://www.moh.gov.sg/content/moh_web/home/pressRoom/Current_Issu
es/2014/haze/faq--use-of-masks-and-availability-of-masks.html
Smith, K. 1996. Indoor air pollution in developing countries: Growing evidence of
its role in the global disease burden. International Conference on Indoor
air quality and Climate. Nagoya, Japan: Tokyo, Institute of Public Health.
Soemirat, J. 2011. Kesehatan Lingkungan Revisi. Yoyakarta: Gajah Mada
University Press.
Stella Tinia Hasianna. 2011. Perawatan Respirasi oleh Caia Francis. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Suchesdian, N. Z. 2013. Kemampuan tanaman hias dalam menjerap debu yang
dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Skripsi Institut Pertanian Bogor.
Sudiman, D. R. 2005. Kombinasi debu kayu dan formaldehid terhadap penurunan
nilai fungsi paru (studi kasus di industri kayu lapis). Disertasi FKM
Universitas Indonesia.
Suma'mur. 1995. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: CV. Haji
Masagung.
Suma'mur. 1996. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: CV. Haji
Masagung.
Suma'mur, P. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).
Jakarta: Sagung Seto.
Sumantri, A. 2010. Kesehatan lingkungan dan perspektif Islam. Jakarta: Kencana.
145
Sumantri, A. 2015. Kesehatan Lingkungan edisi revisi. Prenada Media.
Supraptini, Hananto, M., & Hapsari, D. 2010. Faktor-faktor pencemaran udara
dalam rumah yang berhubungan dengan kejadian ispa pada balita di
indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan, 9(2), 1238-1247.
Surdijani, D., Sumala, & Sugiarti, A. 2008. Kumpulan soal: Be SMART Ilmu
Pengetahuan Alam. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Suryo, J. 2010. Herbal penyembuhan gangguan sistem pernapasan. Yogyakarta:
Bentang Pustaka.
Sutra, D. E. 2009. Hubungan antara pemajanan pm10 dengan gejala ispa pada
pekerja tambang Cipatat kab.bandung barat tahun 2009. Skripsi FKM UI.
Syailendra. 2013. Data Pertumbuhan Mal di Kawasan Jakarta. Dipetik 2016, dari
Tempo.co: https://m.tempo.co/read/news/2013/09/18/083514312/data-
pertumbuhan-mal-di-kawasan-jakarta
Umakaapa, M., Rahim, M. R., & Saleh, L. M. 2012. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja bagian produksi
industri tekstil CV Bagabs Kota Makassar.
US.EPA (United States, Environmental Protection Agency). 2016. Particulate
Matter (PM) Basics. Dipetik 2016, dari Environmental Protection Agency:
https://www.epa.gov/pm-pollution/particulate-matter-pm-basics#effects
Veronika, E., Santi, D. N., & Ashar, T. 2014. Analisis kadar PM10 dan CO serta
keluhan gangguan saluran pernafasan akut pada petugas dinas
perhubungan terminal amplas medan tahun 2014. Lingkungan dan
Kesehatan Kerja vol.3, No. 3.
Washington State Department of Health. 2014. Wildfire Smoke and Face Masks.
Diambil kembali dari www.doh.wa.gov/Portals/1/Documents/Pubs/334-
353.pd
146
Wardhana, W. 1999. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset.
Wardhana, W. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan Ed. 3. Yoyakarta:
Penerbit Andi.
Wasis, & Irianto, S. Y. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam Jilid 2 untuk SMP dan MTS
Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
World Health Organization (WHO). 2007. Addresing sex and gender in epidemic-
prone infection diseases. Dipetik January 2017, dari
http://www.who.int/csr/resources/publications/SexGenderInfectDis.pdf
World Health Organization (WHO). 1996. Recommended Health Based Limit in
Occupational Exposure to Selected Mineral Dust (Silica, Coal). Genewa.
Wijaya, A. 2008. Biologi VIII untuk sekolah menengah pertama dan MTs Kelas
VIII. Jakarta: Grasindo.
Wright, R., & Nebel, B. 2002. Environmental Science: Toward a sustainable
future. New Jersey: Pearson Education.
Yamani, A. Z. 2013. Tinjauan Ergonomi Terhadap Ambang Debu dan Gangguan
Pernapasan Pada Pekerja (studi kasus di industri penyulingan Minyak
atsiri cengkeh Samigaluh Kulonprogo).
Yulaekah, S. 2007. Paparan debu terhirup dan gangguan fungsi paru pada pekerja
industri batu kapur (studi di desa Mrisi kecamatan Tanggungharjo
kabupaten grobogan). Tesis.
Yusnabeti, Wulandari, R. A., & Luciana, R. 2010. PM10 dan infeksi saluran
pernapasan akut pada pekerja industri mebel. Makara Kesehatan vol 14,
No. 1, 25-30.
147
LAMPIRAN
148
Hari/Tanggal:_____________
Pewawancara:____________
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Konsentrasi PM10 dan Karakteristik Pekerja Terhadap Keluhan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut Ringan Pada Petugas di area Basement
Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Saya Yolanda Mutiara Christina, Mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai
hubungan konsentrasi PM10 dan karakteristik pekerja terhadap keluhan Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ringan pada petugas parkir / keamanan basement
mal Blok M dan Poins Square. Pengumpulan data ini digunakan sebagai salah
satu bahan dalam penyusunan skripsi peneliti.
Saya berharap saudara/i bersedia menjadi responden penelitian ini dengan
menjawab pertanyaan yang akan saya ajukan pada kuesioner ini dengan sejujur-
jujurnya. Informasi yang anda berikan akan saya jaga kerahasiaannya. Jika
anda bersedia dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah
disediakan.
Data Responden
1. Nomor Responden :____________________________
1. Nama Responden :____________________________
2. Tempat Bekerja :____________________________
Dengan ini bersedia menjadi responden pada studi pendahuluan penelitian ini.
Jakarta, 2016
Responden
149
Pewawancara:
Hari/Tanggal:
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Konsentrasi PM10 dan Karakteristik Pekerja Terhadap Keluhan
Subjektif Gangguan Pernapasan Akut Pada Petugas di area Basement Parkir
Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
A. Identitas Responden
Kode
(diisi oleh
peneliti)
A1 Nomor Responden: ( )
A2 Nama :_________________________ ( )
A3 Umur :
___/____/_______ (dd/mm/yyyy) ( )
A4 Alamat :__________________________
__________________________________________ ( )
A5 No. Telephone :______-______-_______- ( )
A6 Tempat Bekerja :___________________ ( )
A7 Jenis Kelamin : a. Perempuan
b. Laki-laki ( )
B. Keluhan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) ringan
Apakah anda memiliki keluhan gangguan pernafasan seperti dibawah ini dalam 1 bulan
terakhir? (Lingkari jawaban yang sesuai)
B1
Batuk (tanpa pernapasan cepat < 40 kali/menit /
tanpa disertai sesak)
(Tidak termasuk berdeham)
a. Ya
b. Tidak ( )
B2 Pilek (keluarnya lendir dari rongga hidung) a. Ya ( )
150
b. Tidak
B3 Suara serak (parau) yang disertai atau tanpa
disertai demam (>37oC)
a. Ya
b. Tidak ( )
B4 Keluarnya cairan dari telinga tanpa rasa sakit a. Ya
b. Tidak ( )
B5 Berapa lama anda merasakan keluhan-keluhan tersebut?
a. > 2 minggu
b. ≤ 2 minggu
( )
C. Karakteristik Pekerja (Lingkari jawaban yang perlu!)
C1 Berapa lama jam kerja anda di wilayah basement parkir dalam satu
hari?........jam/hari ( )
C2 Berapa hari dalam 1 (satu) minggu anda bekerja di tempat
ini?......hari/minggu ( )
C3 Sudah berapa lama anda bekerja sebagai petugas parkir / keamanan di
lantai basement parkir mal ini?...........tahun ( )
C4 Sejak tahun berapa anda bekerja sebagai petugas parkir/keamanan di
basement mal ini? ........... ( )
C5
Apakah anda merokok dalam (minimal) 6 bulan terakhir?
a. Ya
b. Tidak (Lanjut ke pertanyaan No. C8)
( )
C6 Sejak tahun berapa anda mulai merokok?........ ( )
C7 Rata-rata berapa batang rokok yang anda hisap perhari?......batang ( )
C8
Apakah anda memiliki riwayat merokok?
a. Ya
b. Tidak (Lanjut ke pertanyaan No. C12)
C9 Berapa umur anda ketika pertama kali merokok?.....tahun ( )
151
---Selesai---
C10 Berapa umur anda ketika berhenti / tidak merokok sama
sekali?.....tahun ( )
C11 Pada saat status anda masih perokok, berapa rata-rata jumlah batang
rokok yang anda hisap perhari?......batang
C12 Selama bekerja, apakah anda terbiasa menggunakan masker?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak Pernah (Selesai)
( )
C13 Masker jenis apa yang biasa anda gunakan untuk melindungi paparan
debu?
a. Masker kain
b. Masker medis (warna hijau)
c. Lainnya, sebutkan..............
( )
D. Hasil Pengukuran (diisi oleh peneliti)
D1 Konsentrasi debu PM10 terhirup = .............mg/m3
D2 Suhu =.............oC
D3 Kelembaban =............%
D4 Kecepatan Angin =............m/s
152
INFORMASI TAMBAHAN
1. Bronkhitis Kronik merupakan salah salah satu penyakit yang bila diabaikan
dapat mengarah pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Gejala yang
teramati meliputi batuk, dada terasa sesak dan retensi cairan dan hipersekresi
mukus yang hebat pada sebagian besar hari selama tiga bulan berturut-turut
selama dua tahun berurutan atau lebih (MRC, 1965).
2. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan suatu keadaan penyakit
yang dicirikan oleh obstruksi / terbatasnya aliran udara (penurunan FEV1 dan
rasio FEV1/FVC) yang tidak berubah secara bermakna setelah beberapa bulan
(BTS, 1997). Gejala yang umum ditemukan ialah peningkatan laju pernapasan,
sianosis, produksi sputum, edema perifer, penggunaan otot tambahan untuk
bernapas, kaheksia, kehilangan berat badan, mengi. Diagnosis ditegakkan
setelah dilakukannya uji fungsi paru dengan menggunakan spirometri dan laju
aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow, PEF) (Stella Tinia Hasianna,
2011). Hasil kunci yang didapat dari spirometri yang dapat mendukung
diagnosis PPOK adalah: 1) FEV1 kurang dari 80% nilai prediksi dan 2) rasio
FEV1/FVC kurang dari 70%.
3. Emfisema merupakan destruksi progesif pada alveolar dan kapiler yang
menyebabkan berkembangnya jalan napas dan ruang udara yang membesar
(Stella Tinia Hasianna, 2011). Gejala yang dirasakan meliputi napas pendek,
batuk dan mengi, penurunan kemampuan aktivitas fisik.
153
4. Asma merupakan suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan
peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara. Gejala yang dirasakan
berupa serangan sesak, mengi, dan batuk berulang (Junaidi, Penyakit Paru &
Saluran Napas: Cara mudah mengetahui, mencegah, dan mengobatinya, 2010).
154
Hasil Uji Validitas Kuesioner: - D = durasi pengerjaan sesuai estimasi – P = petugas memahami pertanyaan
Pertanyaan
Petugas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P
Karakteristik
Pekerja A7 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keluhan B1 √ √ √ X √ √ X X √ X √ √ √ √ √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ √ X √
Keluhan B2 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keluhan B3 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keluhan B4 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keluhan B5 √ √ √ √ X √ X √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Karakteristik
Pekerja C5 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Karakteristik
Pekerja C8 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Karakteristik
Pekerja C12 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
155
b) Sistem ducting pada basement parkir Mal Blok M
a) Pengukuran konsentrasi PM10
156
d) Pengukuran di area kerja petugas satpam Poins Square
c) Pengukuran di area kerja petugas parkir (loket
parkir) Poins Square
157
OUTPUT HASIL ANALISIS DATA
a. hasil uji reliabilitas Cronbach alpha
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
b. Analisis Univariat
1. Distribusi Keluhan ISPA Berdasarkan Gejala Penyerta
Keluhan ISPA ringan berupa batuk (dahak ataupun kering)
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 17 40.5 40.5 40.5
Ya 25 59.5 59.5 100.0
Total 42 100.0 100.0
Keluhan ISPA ringan berupa suara serak / parau disertai
atau tanpa disertai demam
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 16 38.1 38.1 38.1
Ya 26 61.9 61.9 100.0
Total 42 100.0 100.0
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based
on
Standardized
Items N of Items
.637 .638 9
Keluhan ISPA ringan berupa hidung tersumbat atau pilek
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 14 33.3 33.3 33.3
Ya 28 66.7 66.7 100.0
Total 42 100.0 100.0
158
Keluhan ISPA ringan berupa keluarnya cairan dari telinga
tanpa rasa sakit
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 33 78.6 78.6 78.6
Ya 9 21.4 21.4 100.0
Total 42 100.0 100.0
Keluhan ISPA Ringan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Ada 18 30.0 30.0 30.0
Ada 42 70.0 70.0 100.0
Total 60 100.0 100.0
2. Distribusi Keluhan ISPA ringan berdasarkan lokasi Petugas bekerja
Mal dimana tempat responden bekerja * Keluhan ISPA Ringan
Crosstabulation
Count
Keluhan ISPA
Ringan
Total Tidak Ada Ada
Mal dimana tempat
responden bekerja
Mal Blok M 8 25 33
Poins Square 10 17 27
Total 18 42 60
159
3. Distribusi Profesi Pekerja di area Basement Parkir
Profesi responden pada tempat kerja basement parkir
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Petugas Parkir 38 63.3 63.3 63.3
Satpam 22 36.7 36.7 100.0
Total 60 100.0 100.0
Profesi responden pada tempat kerja basement parkir * Keluhan ISPA Ringan
Crosstabulation
Count
Keluhan ISPA
Ringan
Total Tidak Ada Ada
Profesi responden pada
tempat kerja basement
parkir
Petugas Parkir 14 24 38
Satpam 4 18 22
Total 18 42 60
4. Distribusi Jenis Kelamin Responden
Jenis kelamin responden
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Perempuan 8 13.3 13.3 13.3
Laki-laki 52 86.7 86.7 100.0
Total 60 100.0 100.0
160
5. Variabel Usia Responden
Ranks
Keluhan
ISPA
Ringan N Mean Rank Sum of Ranks
Usia reponden terhitung
sejak tanggal dilahirkan
hingga pada saat
diwawancarai
Tidak Ada 18 23.22 418.00
Ada 42 33.62 1412.00
Total 60
Statistics
Usia reponden terhitung sejak
tanggal dilahirkan hingga pada
saat diwawancarai
N Valid 60
Missing 0
Mean 33.28
Median 29.00
Mode 21
Minimum 20
Maximum 56
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Usia reponden terhitung
sejak tanggal dilahirkan
hingga pada saat
diwawancarai
.203 60 .000 .885 60 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Test Statisticsa
Usia
reponden
terhitung
sejak tanggal
dilahirkan
hingga pada
saat
diwawancarai
Mann-Whitney U 247.000
161
6. Variabel Jenis Kelamin Responden
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jenis kelamin
responden * Keluhan
ISPA Ringan
60 100.0% 0 .0% 60 100.0%
Chi-Square Tests
Wilcoxon W 418.000
Z -2.117
Asymp. Sig. (2-
tailed) .034
a. Grouping Variable: Keluhan
ISPA Ringan
Jenis kelamin responden * Keluhan ISPA Ringan
Crosstabulation
Count
Keluhan ISPA
Ringan
Total Tidak Ada Ada
Jenis kelamin
responden
Perempuan 2 6 8
Laki-laki 16 36 52
Total 18 42 60
162
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .110a 1 .740
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .113 1 .737
Fisher's Exact Test 1.000 .550
Linear-by-Linear
Association .108 1 .742
N of Valid Casesb 60
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,40.
b. Computed only for a 2x2 table
7. Variabel Lama Paparan Responden
Kategori lama kerja * Keluhan ISPA Ringan Crosstabulation
Keluhan ISPA
Ringan
Total Tidak Ada Ada
Kategori lama
kerja
Kurang dari sama
dengan 40 jam / minggu
Count 6 4 10
Expected
Count 3.0 7.0 10.0
Lebih dari 40 jam /
minggu
Count 12 38 50
Expected
Count 15.0 35.0 50.0
Total Count 18 42 60
Expected
Count 18.0 42.0 60.0
Kategori lama kerja
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang dari sama
dengan 40 jam / minggu 10 16.7 16.7 16.7
Lebih dari 40 jam /
minggu 50 83.3 83.3 100.0
Total 60 100.0 100.0
163
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.143a 1 .023
Continuity Correctionb 3.571 1 .059
Likelihood Ratio 4.735 1 .030
Fisher's Exact Test .052 .033
Linear-by-Linear
Association 5.057 1 .025
N of Valid Casesb 60
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00.
b. Computed only for a 2x2 table
8. Variabel Masa Kerja Responden
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kategori
lama kerja (Kurang dari
sama dengan 40 jam /
minggu / Lebih dari 40
jam / minggu)
4.750 1.146 19.689
For cohort Keluhan
ISPA Ringan = Tidak
Ada
2.500 1.233 5.068
For cohort Keluhan
ISPA Ringan = Ada .526 .242 1.142
N of Valid Cases 60
164
Lama kerja responden di
bagian basement parkir
terhitung saat ia mulai
bekerja di lokasi tersebut
sampai pada saat
responden diwawancarai
dalam satuan tahun
.204 60 .000 .902 60 .000
a. Lilliefors Significance Correction
kategori masa kerja
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid <= 10 tahun 37 61.7 61.7 61.7
> 10 tahun 23 38.3 38.3 100.0
Total 60 100.0 100.0
Descriptives
Statistic Std. Error
Lama kerja responden
di bagian basement
parkir terhitung saat ia
mulai bekerja di lokasi
tersebut sampai pada
saat responden
diwawancarai dalam
satuan tahun
Mean 12.38 1.187
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 10.01
Upper Bound 14.76
5% Trimmed Mean 12.00
Median 10.00
Variance 84.478
Std. Deviation 9.191
Minimum 1
Maximum 33
Range 32
Interquartile Range 14
Skewness .672 .309
Kurtosis -.789 .608
165
kategori masa kerja * Keluhan ISPA Ringan
Crosstabulation
Count
Keluhan ISPA
Ringan
Total Tidak Ada Ada
kategori masa
kerja
<= 10 tahun 16 21 37
> 10 tahun 2 21 23
Total 18 42 60
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8.061a 1 .005
Continuity Correctionb 6.500 1 .011
Likelihood Ratio 9.098 1 .003
Fisher's Exact Test .008 .004
Linear-by-Linear
Association 7.927 1 .005
N of Valid Casesb 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,90.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kategori
masa kerja (<= 10 tahun / >
10 tahun)
8.000 1.632 39.212
For cohort Keluhan ISPA
Ringan = Tidak Ada 4.973 1.258 19.664
For cohort Keluhan ISPA
Ringan = Ada .622 .457 .846
N of Valid Cases 60
166
9. Variabel Penggunaan Masker Responden
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kebiasaan responden
menggunakan masker
di area kerja basement
setiap harinya *
Keluhan ISPA Ringan
60 100.0% 0 .0% 60 100.0%
Kebiasaan responden menggunakan masker di area kerja basement setiap harinya
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ya 28 46.7 46.7 46.7
Tidak 32 53.3 53.3 100.0
Total 60 100.0 100.0
Kebiasaan responden menggunakan masker di area kerja basement
setiap harinya * Keluhan ISPA Ringan Crosstabulation
Count
Keluhan ISPA Ringan
Total Tidak Ada Ada
Kebiasaan responden
menggunakan masker di
area kerja basement
setiap harinya
Ya (kadang-
kadang) 13 15 28
Tidak 5 27 32
Total 18 42 60
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.747a 1 .009
Continuity Correctionb 5.360 1 .021
Likelihood Ratio 6.893 1 .009
Fisher's Exact Test .012 .010
Linear-by-Linear
Association 6.635 1 .010
N of Valid Casesb 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,40.
b. Computed only for a 2x2 table
Jenis masker yang biasa dilakukan oleh responden pada area kerja
basement
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
167
Valid Tidak
memakai 26 43.3 43.3 43.3
Masker kain 13 21.7 21.7 65.0
Masker medis 21 35.0 35.0 100.0
Total 60 100.0 100.0
168
10. Variabel Kebiasaan Merokok Responden
Kebiasaan responden merokok dalam minimal 6 bulan terakhir
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Bukan
Perokok 26 43.3 43.3 43.3
Bekas Perokok 18 30.0 30.0 73.3
Masih
Merokok 16 26.7 26.7 100.0
Total 60 100.0 100.0
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Lama responden
merokok .212 34 .000 .861 34 .000
Jumlah batang rokok
yang dihisap responden
perharinya
.148 34 .056 .919 34 .015
a. Lilliefors Significance Correction Kat_IB
Frequen
cy
Percen
t
Valid
Percent
Cumulativ
e Percent
Vali
d
Perokok ringan
(1-199) 24 70.6 70.6 70.6
Perokok sedang
(200-599) 10 29.4 29.4 100.0
Total 34 100.0 100.0
169
Kebiasaan responden merokok dalam minimal 6 bulan terakhir * Keluhan ISPA
Ringan Crosstabulation
Keluhan ISPA
Ringan
Total Tidak Ada Ada
Kebiasaan responden
merokok dalam
minimal 6 bulan
terakhir
Bukan
Perokok
Count 6 20 26
Expected
Count 7.8 18.2 26.0
Bekas Perokok Count 6 12 18
Expected
Count 5.4 12.6 18.0
Masih
Merokok
Count 6 10 16
Expected
Count 4.8 11.2 16.0
Total Count 18 42 60
Expected
Count 18.0 42.0 60.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 1.117a 2 .572
Likelihood Ratio 1.129 2 .569
Linear-by-Linear
Association 1.045 1 .307
N of Valid Cases 60
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 4,80.
170
Descriptives
Statistic Std. Error
Jumlah konsentrasi
PM10 di udara tempat
responden bekerja
dalam satuan mg/m3
Mean .09165 .004710
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound .08222
Upper Bound .10108
5% Trimmed Mean .09006
Median .07300
Variance .001
Std. Deviation .036485
Minimum .055
Maximum .157
Range .102
Interquartile Range .052
Skewness .650 .309
Kurtosis -1.012 .608
Usia reponden terhitung
sejak tanggal dilahirkan
hingga pada saat
diwawancarai
Mean 33.28 1.410
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 30.46
Upper Bound 36.10
5% Trimmed Mean 32.87
Median 29.00
Variance 119.291
Std. Deviation 10.922
Minimum 20
Maximum 56
Range 36
Interquartile Range 22
Skewness .486 .309
Kurtosis -1.255 .608
171
11. Variabel Konsentrasi PM10
Descriptives
Statistic Std. Error
Jumlah konsentrasi
PM10 di udara tempat
responden bekerja
dalam satuan mg/m3
Mean .09165 .004710
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound .08222
Upper Bound .10108
5% Trimmed Mean .09006
Median .07300
Variance .001
Std. Deviation .036485
Minimum .055
Maximum .157
Range .102
Interquartile Range .052
Skewness .650 .309
Kurtosis -1.012 .608
Usia reponden terhitung
sejak tanggal dilahirkan
hingga pada saat
diwawancarai
Mean 33.28 1.410
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 30.46
Upper Bound 36.10
5% Trimmed Mean 32.87
Median 29.00
Variance 119.291
Std. Deviation 10.922
Minimum 20
Maximum 56
Range 36
Interquartile Range 22
Skewness .486 .309
Kurtosis -1.255 .608
172
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Jumlah konsentrasi
PM10 di udara tempat
responden bekerja
dalam satuan mg/m3
.242 60 .000 .819 60 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Ranks
Keluhan
ISPA
Ringan N Mean Rank Sum of Ranks
Jumlah konsentrasi
PM10 di udara tempat
responden bekerja
dalam satuan mg/m3
Tidak Ada 18 22.94 413.00
Ada 42 33.74 1417.00
Total 60
Test Statisticsa
Jumlah konsentrasi
PM10 di udara tempat
responden bekerja
dalam satuan mg/m3
Mann-Whitney U 242.000
Wilcoxon W 413.000
Z -2.231
Asymp. Sig. (2-
tailed) .026
a. Grouping Variable: Keluhan ISPA
Ringan
Statistics
Suhu udara di
tempat
responden
bekerja dalam
satuan derajat
celcius
Kelembaban
udara di
tempat
responden
bekerja dalam
satuan
persentase
Jumlah
konsentrasi
PM10 di
udara tempat
responden
bekerja dalam
satuan mg/m3
N Valid 60 60 60
Missing 0 0 0
Mean 33.2630 50.113 .09165
Median 32.4700 51.500 .07300
Std. Deviation 2.30704 4.1658 .036485
Minimum 30.90 41.3 .055
Maximum 38.46 54.8 .157
173
Crosstab antar variabel
Jenis kelamin responden * Lokasi responden bekerja pada titik pengukuran ke berapa Crosstabulation
Count
Lokasi responden bekerja pada titik pengukuran ke berapa T
o
t
a
l
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
Jenis kelamin
responden
Perempuan 0 1 1 1 1 4 0 0 8
Laki-laki 14 8 4 4 1 10 9 2 5
2
Total 14 9 5 5 2 14 9 2 6
0
kategori usia berdasarkan nilai median * Profesi responden pada tempat kerja
basement parkir Crosstabulation
Count
Profesi responden pada
tempat kerja basement parkir
Total
Petugas
Parkir Satpam
kategori usia
berdasarkan nilai
median
usia kurang dari sama
dengan 29 tahun 27 6 33
usia lebih dari 29 tahun 2 25 27
Total 29 31 60
174
Lokasi responden bekerja * kategori masa kerja Crosstabulation
Count
kategori masa kerja
Total <= 10 tahun > 10 tahun
Lokasi responden bekerja
pada titik pengukuran ke
berapa
P1 7 7 14
P2 5 4 9
P3 3 2 5
P4 3 2 5
P5 2 0 2
P6 10 4 14
P7 5 4 9
P8 2 0 2
Total 37 23 60