hubungan kondisi sanitasi dan persoonal hygiene ibu dengan kejadian diare pada balita

84
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Saat ini indonesia menerapkan paradigma sehat yang merupakan paradigma pembangunan kesehatan. Paradigma ini merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat proaktif. Prioritas utama pada paradigma sehat menekankan kepada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) (Depkes RI, 2008). Peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata (Depkes RI, 2008). 1

Upload: nurhayani-lubis

Post on 14-Jan-2017

415 views

Category:

Health & Medicine


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

nasional. Saat ini indonesia menerapkan paradigma sehat yang merupakan

paradigma pembangunan kesehatan. Paradigma ini merupakan upaya untuk lebih

meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat proaktif. Prioritas utama pada

paradigma sehat menekankan kepada upaya pelayanan peningkatan kesehatan

(promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) (Depkes RI, 2008).

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

terwujud melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang

ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan

sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang

bermutu, secara adil dan merata (Depkes RI, 2008).

Dalam rangka meningkatkan kesehatan di dunia dibentuklah Sustainable

Development Goals (SDG’s) yang merupakan kelanjutan dari program Millenium

Development Goal’s (MDG’s). Adapun tujuan dari SDG’s terdiri dari 8 tujuan

pembangunan millenium dan 17 tujuan global. Salah satu dari tujuan

pembangunan millenium adalah menurunkan angka kematian anak yaitu dengan

cara mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak dibawah usia lima tahun

(Anonim, 2015).

Berdasarkan data WHO tahun 2010, pada Weekly Morbidity and Mortality

Report (WMMR) IDP husting and crisis affected districts, Kyberpakhtunkhwa,

1

Page 2: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

2

Pakistan, dilaporkan bahwa dari semua jumlah kunjungan pasien 12% diantaranya

adalah kasus penyakit diare dan dari semua jumlah kunjungan pasien 23%

diantaranya adalah balita, dimana yang menderita penyakit diare adalah 9% dari

semua jumlah kunjungan pasien balita.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, insiden dan

period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5 %

dan 7,0 %. Lima provinsi dengan insiden maupun period prevalen diare tertinggi

adalah Papua, Sulawesi Selatan, Aceh, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah.

Insiden diare balita di Indonesia adalah 6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden

diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi

Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%). Di Sumatera Utara insiden rate diare sebesar

4,9 % terjadi penurunan sebesar 3,9% dari tahun 2007. Karakteristik diare balita

tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki (5,5%),

tinggal di daerah pedesaan (5,3%).

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih

tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen

Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada

tahun 2000 insidens rate penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik

menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan

tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga

masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB

di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR

Page 3: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

3

2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756

orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi

KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73

orang (CFR 1,74 %) (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun

2015 angka kesakitan diare di Kota Medan sebanyak 22.952 jiwa, angka ini turun

dari tahun 2014 sebanyak 25.575 jiwa (12.364 laki-laki dan 13.211 perempuan).

Dengan mengevaluasi data ini dapat disimpulkan bahwa angka kesakitan diare

dari tahun 2014 ke 2015 mengalami penurunan.

Profil Kesehatan di Puskesmas Medan Belawan tahun 2015, penyakit diare

menempati urutan kedua dalam sepuluh penyakit terbesar setelah ISPA (Infeksi

Saluran Pernafasan Akut) dengan kasus sebanyak 1205 kasus. Pada tahun 2015

jumlah balita yang terkena diare pada balita di kelurahan Belawan I sebanyak 315

jiwa.

Penyakit diare dapat disebabkan beberapa faktor seperti sanitasi dasar dan

personal hygiene ibu. Menurut Mahfazah (2013), bahwa penyakit diare memiliki

hubungan erat dengan kurang tersedianya sarana air bersih, sarana pembuangan

tinja, sarana tempat pembungan sampah, sarana pembuangan air limbah dan

personal hygiene ibu. Faktor-faktor tersebut berhubungan langsung dengan

kondisi lingkungan dan perilaku perorangan sehingga jika keduanya saling

berinteraksi maka penyebaran penyakit diare semakin terus berkembang.

Kampung Nelayan Sebrang Lingkungan XII Kelurahan Belawan I

Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu lingkungan yang terletak di

Page 4: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

4

seberang laut tepatnya 700 meter dari permukaan. Lokasi yang terletak di

seberang laut menyebabkan kurangnya akses air bersih pada masyarakat sehingga

dalam memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat hanya mengharapkan air sumur

bor yang terbatas.

Berdasarkan data dari Kepala Lingkungan Kampung Nelayan Sebrang

Lingkungan XII bahwa dari 2250 jiwa dengan 565 Kepala Keluarga (KK)

terdapat hanya sebanyak 40 sumur bor yang menjadi sumber air bersih. Hal ini

menggambarkan akses air bersih yang terbatas sehingga dapat menyebabkan

risiko terjadinya penyakit diare. Menurut Cita (2014), menyatakan bahwa ada

hubungan antara kondisi sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare.

Kampung Nelayan Sebrang juga belum memiliki sarana tempat

pembuangan sampah rumah tangga yang memenuhi syarat. Menurut Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan

Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga, Pengelolaan sampah

dibagi menjadi dua kegiatan yaitu pengurangan sampah dan penangan sampah.

Sampah yang tidak ditangani dengan baik seperti pemilahan, pengumpulan,

pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah akan menimbulkan

penyakit-penyakit seperti diare. Menurut Sudasman (2014), menyatakan bahwa

ada hubungan antara pengelolaan sampah rumah tangga dengan kejadian diare.

Menurut Ketua Program Water, Sanitation dan Hygiene (WASH) dari

UNICEF Indonesia Dr. Aidan Cronin (2015), menyatakan bahwa sekitar 88%

angka kematian anak akibat diare disebabkan oleh kesulitan mengakses air bersih

dan keterbatasan sistem sanitasi. Saat ini 63 juta penduduk di Indonesia masih

Page 5: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

5

Buang Air Besar Sembarangan seperti di sungai dan laut. Kondisi ini sesuai

dengan Kampung Nelayan Sebrang yaang sebagian besar penduduknya masih

menggunakan WC cemplung sebagai sarana pembuangan tinja dan langsung

terbuang ke laut. Menurut Saragi (2014), menyatakan bahwa ada hubungan sarana

pembuangan tinja dengan kejadian diare. Kebiasaan ini menyebabkan terjadinya

penyebaran penyakit-penyakit seperti diare. Hal ini mulai dari tinja yang terinfeksi

mencemari tanah atau air permukaan yang terkontaminasi bibit penyakit yang

berasal dari tinja diminum oleh manusia, tinja yang terinfeksi dihinggapi kecoa

atau lalat kemudian hinggap pada makanan atau alat-alat makan (piring, sendok

dan gelas) (Depkes RI, 2006).

Selain sanitasi dasar faktor penyebab diare juga salah satunya adalah

personal hygiene ibu dalam menangani balita. Wardhani (2010) menyebutkan

dalam hasil penelitiannya bahwa erat kaitannya personal hygiene dengan diare

sebagai agen pembawa penyakit. Perilaku ibu juga berkontribusi meningkatkan

kasus diare pada balita. Ibu merupakan orang terdekat dengan balita yang

mengurus segala keperluan balita seperti mandi, menyiapkan dan memberi

makanan/minuman. Perilaku ibu yang tidak hygiene antara lain seperti tidak

mencuci tangan sebelum memberi makan anak, tidak mencuci bersih peralatan

masak dan makan, tidak mencuci tangan setelah buang air besar (BAB) dan

sebelum memasak. Hal tersebut dapat menyebabkan balita terkena diare.

Berdasarkan pantauan awal yang dilakukan penulis di lokasi penelitian

status personal hygiene warga di sekitar lokasi penelitian dapat dikatakan masih

rendah, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit

Page 6: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

6

diare pada anak balita, masih tingginya jumlah keluarga yang memiliki WC yang

tidak memenuhi syarat kesehatan dan masih ada sejumlah keluarga yang biasa

buang air besar di laut ketika surut. Sementara itu warga masih menggunakan

jamban cemplung tempat membuang kotoran manusia langsung ke laut yang

dapat mencemari air yang digunakan sehari-hari sehingga meningkatkan resiko

penyebaran penyakit diare pada masyarakat.

Dari data yang ada di atas penulis tertarik untuk mengetahui hubungan

sanitasi dasar dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada balita di

Kampung Nelayan Sebrang Lingkungan XII, Kelurahan Belawan I Kecamatan

Medan Belawan Kota Medan Tahun 2015.

1.2. Perumusan Masalah

Angka kesakitan diare di Kampung Nelayan Sebrang Lingkungan XII

Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Kota Medan menduduki

peringkat kedua setelah ISPA dengan jumlah 1205 jiwa dan terdapat 315 jiwa

pada balita. Penyakit ini merupakan penyakit yang berbasis lingkungan yang

sangat erat kaitannya dengan sanitasi dasar dan personal hygiene. Berdasarkan

permasalahan tersebut perlunya analisis akan hubungan sanitasi dasar dan

personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada balita di Kampung Nelayan

Sebrang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan.

Page 7: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

7

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Sanitasi Dasar dan Personal Hygiene Ibu

dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kampung Nelayan Sebrang Lingkungan

XII Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Kota Medan Tahun 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kondisi sanitasi dasar yang meliputi sarana air bersih,

sarana pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah, serta kondisi

sanitasi jamban.

2. Untuk mengetahui kejadian diare pada balita.

3. Untuk mengetahui hubungan sanitasi dasar dengan kejadian diare pada balita.

4. Untuk mengetahui hubungan personal hygiene ibu yang meliputi kebiasaan

mencuci tangan ibu setelah Buang Air Besar (BAB), kebiasaan mencuci

tangan sebelum pemberian makan pada balita, kebiasaan buang air besar pada

balita dengan kejadian diare.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk Dinas Kesehatan Kota Medan, sebagai data yang diperlukan untuk

kegiatan penyuluhan dalam rangka membangun sanitasi kesehatan

lingkungan serta membina partisipasi masyarakat dalam meningkatkan

perilaku hidup bersih dan sehat di Kampung Nelayan Sebrang.

2. Sebagai bahan masukan bagi petugas sanitasi puskesmas dalam rangka

peningkatan peran serta masyarakat untuk menjaga kesehatan lingkungan.

Page 8: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

8

3. Sebagai bahan informasi mengenai pentingnya sanitasi dasar, personal

hygiene di Kampung Nelayan Sebrang Kelurahan Belawan I Kecamatan

Medan Belawan Kota Medan Tahun 2015.

4. Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.

Page 9: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sanitasi

Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih

dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran

dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan

menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia (Mundiatun, 2015).

2.2 Sanitasi Dasar

Sanitasi dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku disengaja dalam

pembudayaan hidup bersih dengan maksud bersentuhan langsung dengan kotoran

dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga

dan meningkatkan kesehatan manusia (Manalu, 2012). Sanitasi dasar yang dapat

menyebabkan diare, antara lain :

1. Sarana air bersih.

2. Pembuangan kotoran manusia/tinja.

3. Pembuangan air limbah.

4. Pengelolaan sampah.

2.2.1 Sarana Air Bersih

Kualitas air sangat menentukan kesehatan manusia. Menurut laporan

United Nation Environtmental Program (UNEP) dalam buku Wiryono (2013),

setiap tahun jumlah balita yang meninggal karena penyakit yang berkaitan dengan

buruknya kualitas air mencapai 1,8 juta jiwa. Air merupakan kebutuhan yang

sangat penting bagi kehidupan manusia setelah udara. Dalam tubuh manusia

Page 10: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

10

sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa memiliki, sekitar 55-60%

berat badan terdiri dari air, anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%.

Dalam kehidupan sehari-hari air dipergunakan untuk keperluan mandi, mencuci,

memasak, membersihkan rumah, pelarut obat, dan pembawa bahan buangan

industri (Chandra, 2012). Sedangkan Menurut WHO bahwa manusia memerlukan

60-120 liter per hari. Sedangkan dinegara berkembang termasuk Indonesia

memerlukan air antara 30-60 liter per harinya.

Penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya

penyakit di masyarakat. Volume rata-tara kebutuhan air setiap individu perhari

berkisar 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi

bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat.

(Chandra, 2012).

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 tertuang dua

syarat penyediaan air bersih yaitu secara kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).

a. Syarat Kuantitas

Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung

kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Semakin banyak aktifitas yang dilakukan

maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia

diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian

yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter,

kebersihan rumah 31,4 liter (Slamet, 2002).

Page 11: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

11

b. Syarat Kualitas

Adapaun persyaratan kualitas air bersih meliputi :

1. Parameter Fisik

Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah tidak berwarna, tidak

berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya. Maka dari itu untuk mengenal syarat

fisik dikehidupan sehari-hari sangatlah tidak sukar.

2. Parameter Bakteriologis

Air bersih untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala

bakteri, terutama bakteri patogen. Sebagai indikator bateriologik adalah basil coli

(Escherichia coli). Apabila dijumpai basil coli dalam jumlah tertentu

menunjukkan air telah tercemar kotoran manusia maupun binatang.

3. Parameter Kimia

Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah

yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia dalam air,

akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia. Bahan-bahan atau zat

kimia yang terdapat dalam air idealnya antara lain adalah :

Tabel 2.1 Bahan kimia dalam air

Jenis Bahan Kadar yang dibenarkan (mg/l)Flour (F)Chlor (Cl)Arsen (As)Tembaga (Cu)Besi (Fe)Zat OrganikpH (Keasaman)CO2

1-1,52500,051,00,3106,5-9,00

Sumber : Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, hal 177

Page 12: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

12

Syarat sarana air bersih yang sehat adalah:

1. Jarak sumber air bersih dengan sumber pencemaran ≥ 10 meter.

2. Harus dijaga kebersihannya seperti tidak ada genangan air di sekitar

sumber air, tidak ada bercak-bercak kotoran, tidak berlumut pada

lantai/dinding.

3. Ember/gayung pengambil air harus tetap bersih dan tidak diletakkan di

lantai.

4. Kondisi fisik, air tidak berasa, tidak berbau, berwarna, tidak keruh

(Permenkes RI No.416 Tahun 1990).

2.2.1.1 Sumber Air Bersih

Menurut Kusnoputranto (1986) keperluan air sehari-hari dapat diperoleh

dari beberapa macam sumber diantaranya, air hujan, air permukaan, air tanah

1. Air Hujan

Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi murni yang

ketika turun dan melalui udara akan melarutkan benda-benda yang terdapat

diudara. Diantara benda-benda yang terlarut dari udara tersebut dapat berupa gas

karbondioksida, oksigen, nitrogen, jasad renik, dan debu.

2. Air Permukaan

Air permukaan merupakan salah satu sumber yang dapat dipakai untuk

bahan baku air bersih. Dalam menyediakan air bersih terutama untuk air minum,

dalam sumbernya perlu diperhatikan tiga segi yang penting yaitu : mutu air baku,

banyaknya air baku, dan kontinuitas air baku. Air permukaan yang meliputi

badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa, air terjun, dan

Page 13: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

13

sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan

bumi.

3. Air Tanah

Air tanah berasal dari air hujan yang yang jatuh ke permukaan bumi yang

kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan kedalam tanah dan mengalami

proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut,

didalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan

lebih murni dibandingkan dengan air permukaan.

2.2.1.2 Pengaruh Air Terhadap Kesehatan

Air yang tidak dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan dampak

negatif berupa penyakit bagi penggunanya, menurut (Kusnoputranto, 1986) air

berperan dalam memindahkan penyakit kepada manusia dengan empat cara yaitu :

1. Water Borne Disease

Kuman patogen dapat berada didalam air minum untuk manusia dan

hewan. Bila air yang mengandung kuman patogen ini terminum maka dapat

terjadi penyakit. Diantara penyakit-penyakit yang disebakan olehnya seperti

kholera, thypoid, hepatitis infeksiosa, dysentri basiler.

2. Water Washed Disease

Penularan dalam penyakit ini berkaitan erat dengan air bagi kebersihan

umum alat-alat terutama alat dapur dan makan serta kebersihan perorangan.

Dengan terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup, maka penyakit-

penyakit tertentu dapat dikurangi penularannya pada manusia. Kelompok penyakit

ini banyak didapatkan didaerah yang beriklim tropis.

Page 14: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

14

Peranan terbesar air bersih dalam cara penularan water washed disease

terutama berada didalam bidang hygiene dan sanitasi.

Kelompok penyakit yang sangat dipengaruhi oleh penularan cara ini sangat

banyak dan terbagi menjadi tiga kelompok yaitu :

1. Penyakit-penyakit infeksi saluran pencernaan seperti diare

Diare merupakan penyakit yang ditularkan melalui faecal oral. Maka dari

itu, penyakit diare dapat ditularkan melalui beberapa jalur, diantaranya air dan

peralatan dapur yang dicuci dengan air. Contoh penyakitnya berupa kholera,

thypoid, hepatitis infeksiosa dan dysentri basiler.

2. Penyakit infeksi kulit dan selaput lendir

Golongan penyakit ini sangat erat kaitannya dengan hygiene perorangan

yang buruk. Pada umumnya penyakit ini dapat diturunkan dengan menyediakan

air bagi kebersihan perorangan.

3. Penyakit-penyakit infeksi yang ditimbulkan oleh insekta parasit pada kulit dan

selaput lendir.

Kelompok penyakit ini sangat ditentukan oleh tersedianya air bersih untuk

hygiene perorangan yang ditujukan untuk mencegah investasi insekta parasit pada

tubuh dan pakaian. Insekta paraasit akan mudah berkembangbiak dan

menimbulkan penyakit bila kebersihan perorangan dan kebersihan umum tidak

terjamin. Parasit yang termasuk dalam kelompok ini adalah lice, Sarcoptes

scabieae, Typhus endemik, Louse borne relapsing fever.

3. Water Based Disease

Page 15: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

15

Penyakit yang ditularkan oleh bibit penyakit yang sebagian besar siklus

hidupnya di air seperti Schistosomiasis. Larva Schistosoma hidup di dalam keong-

keong air. Setelah waktunya larva ini akan mengubah bentuk menjadi Cercaria

dan menembus kulit (kaki) manusia yang berada di dalam air tersebut. Penyakit

ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit yang sebagian siklus

kehidupannya berhubungan dengan schistosomiasis.

4. Water Related Insects Vectors

Penyakit yang ditularkan melalui vektor penyakit  yang sebagian atau

seluruhnya perindukan hidupnya tergantung pada air misalnya Malaria, Demam

berdarah, Filariasis, Yellow fever, dan sebagainya.

Sedangkan menurut Slamet (2002), peran air dalam menularkan penyakit

meliputi:

1. Air sebagai penyebar mikroba pathogen 

2. Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit 

3. Jumlah air yang tersedia tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat

membersihkan dirinya dengan baik 

4. Air sebagai sarang hospes sementara penyakit.

2.2.2 Sarana Pembuangan Kotoran Manusia/Tinja

2.2.2.1 Pengertian Tinja

Tinja adalah buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus

sebagai sisa dari proses pencernaan makanan disepanjang sistem saluran

pencernaan (tractus digestifus) (H.M. Soeparman & Suparmin, 2002).

Page 16: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

16

Pembuagan tinja merupakan salah satu bagian penting dari kesehatan

lingkungan. Hampir disemua negara, pembuangan tinja yang layak merupakan

kebutuhan masyarakat yang paling mendesak. Pembuangan yang tidak baik dan

tidak saniter dari tinja manusia yang terinfeksi berperan dalam kontaminasi dari

air tanah dan sumber-sumber air bersih (H.M. Soeparman & Suparmin, 2002).

2.2.2.2 Sumber Tinja

Sumber tinja saat ini adalah bersumber dari manusia. Dalam hubungannya

dengan stratregi penanganan tinja, manusia sebagai sumber tinja dibedakan

menjadi dua macam, yaitu : manusia sebagai individu atau perorangan dan

manusia sebagai kelompok (H.M. Soeparman & Suparmin, 2002).

2.2.2.3 Transmisi penyakit dari tinja

Manusia adalah reservoir dari sebagian besar penyakit-penyakit dan hal

ini lambat laun akan menurunkan kesehatannya. Penyakit yang penularannya

melalui tinja (faecal borne infection) merupakan salah satu penyebab kematian

maupun cacat. Tetapi dari sebagian penyakit tersebut dapat dikendalikan melalui

sanitasi yang baik terutama pembungan tinja yang saniter dan memenuhi syarat

kesehatan. Transmisi penyakit dari orang sakit atau carier ke manusia sehat

melalui suatu mata rantai tertentu. Agar transmisi penyakit dapat berlangsung

diperlukan faktor-faktor sebagai berikut :

1. Agen penyebab (causative/etiological agent).

2. Reservoir atau sumber infeksi dari agen penyebab.

3. Cara menghindar dari reservoir.

4. Cara transmisi dari reservoir ke pejamu baru yang potensial.

Page 17: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

17

5. Cara masuk ke pejamu baru.

6. Pejamu yang rentan.

Gambar 2.1Transmisi penyakit melalui tinja

Sumber : (H.M. Soeparman & Suparmin, 2002)

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa tinja merupakan sumber

transmisi penyakit. Banyak cara yang dilalui oleh agen penyebab dari penyakit

dalam mencapai pejamu. Tergantung kepada kondisi dan situasi sehingga mata

rantai bisa berbeda-beda. Pemutusan rantai pencegahan merupakan salahsatu

tindakan agar tidak terjadinya sakit. Salah satu caranya adalah dengan cara

penyediaan jamban agar tinja dapat terisolasi sebagai sumber infeksi.

Tinja/Sumber Infeksi

Tanah

Serangga/Tikus

Tangan

Air

Makanan/sayuran/

buah

Pejamu baru

Sembuh

Mati

Cacat

Page 18: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

18

Gambar 2.2Pemutusan Mata Rantai Transmisi Penyakit Melalui Tinja

Sumber : (H.M. Soeparman & Suparmin, 2002)

Maka dari itu, akibat mata rantai penyakit oleh tinja perlu dilakukan

tindakan pencegahan agar penyakit tidak menular. Pencegahan itu memutuskan

mata rantai penyakit menggunakan rintangan sanitasi dan mengisolasi tinja

dengan jamban yang saniter. Rintangan sanitasi ini mencegah kontaminasi tinja

sebagai sumber infeksi.

2.2.2.4 Karakteristik Tinja

Menurut Azrul Azwar dalam buku H.M. Soeparman & Suparmin (2002),

perkiraan manusia menghasilkan tinja rata-ratanya setiap hari sekitar 83 gram.

R

I

N

T

A

N

G

A

N

S

A

N

I

T

A

S

I

AIR

TANGAN

Pejamu Terlindung

Tinja/ Sumber Infeksi

Page 19: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

19

Tabel 2.2 Perkiraan komposisi tinja tanpa air seniKomponen Kandungan (%)

AirBahan Organik (dari berat kering)Nitrogen (dari berat kering)Fosfor (Sebagai P2O5) (dari berat kering)Potasium (sebagai K2O) dari berat keringKarbon (dari berat kering)Kalsium (Sebagai CaO) (dari berat kering)C/N rasio (dari berat kering)

66-8088-975,0-7,03,0-5,41,0-2,540-554-55-10

Sumber : Gotaas (1956, hlm 35) dalam buku (H.M. Soeparman & Suparmin, 2002)

2.2.2.5 Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan

mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran

tersebut dalam suatu tempat tertentu tidak menjadi penyebab penyakit dan

mengotori lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995).

Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan

kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher

angsa yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk

membersihkannya (Proverawaty dan Rahmawaty 2012)

Penyediaan jamban merupakan salah satu upaya untuk mencegah

terjadinya penyakit. Ditinjau dari sanitasi lingkungan pembungan tinja yang tidak

saniter akan menyebabkan pencemaran lingkungan terutama pada tanah dan air.

Hal ini telah dikemukakan diatas bahwa pencemaran penyakit dapat melalui

media air yang tidak bersih.

Page 20: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

20

2.2.2.6 Jenis Jamban

Jamban yang baik adalah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan

memiliki kebutuhan air yang cukup dan berada di dalam rumah. Jamban/kakus

dapat dibedakan atas beberapa macam :

1. Jamban cubluk (Pit Privy)

Jamban yang tempat penampungan tinjanya dibangun dibawah tempat

injakan atau dibawah bangunan jamban. Fungsi dari lubang adalah mengisolasi

tinja sedemikian rupa sehingga tidak dimungkinkan penyebaran dari bakteri

secara langsung ke pejamu yang baru. Jenis jamban ini, kotoran langsung masuk

ke jamban dan tidak terlalu dalam karena akan mengotori air tanah, kedalamannya

sekitar 1,5-3 meter (Mashuri, 1994).

2. Jamban Empang (Overhung Latrine)

Jamban yang dibangun diatas empang, sungai ataupun rawa. Jamban

model ini ada yang kotorannya tersebar begitu saja, yang biasanya dipakai untuk

makanan ikan, ayam.

3. Jamban Kimia (Chemical Toilet)

model ini biasanya dibangun pada tempat-tempat rekreasi, pada

transportasi seperti kereta api dan pesawat terbang dan lain-lain. Disini tinja

disenfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda dan pembersihnya dipakai

kertas tissue (toilet paper). Jamban kimia sifatnya sementara, karena kotoran yang

telah terkumpul perlu di buang lagi.Jamban kimia ada dua macam, yaitu :

a. Tipe lemari (commode type)

b. Tipe tangki (tank type)

Page 21: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

21

c. Jamban Leher Angsa (Angsa Trine)

Jamban leher angsa adalah jamban leher lubaang closet berbentuk

lengkungan, dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai sumbat sehingga

dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-binatang kecil. jamban leher

angsa merupakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan (Warsito, 1996).

2.2.2.7 Syarat Jamban Sehat

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan

kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban tersebut sehat jika

memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : (Depkes RI, 1995)

1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak sumber air bersih ke penampungan

kotoran minimal 10 meter).

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.

3.Air seni, air pembersih dan penggelontoran tidak mencemari tanah disekitarnya.

4. Mudah dibersihkan, aman digunakan dan harus terbuat dari bahan-bahan yang

kuat dan tahan lama.

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang.

6. Luas ruangan cukup.

7. Ventilasi cukup baik.

8. Tersedia air dan alat pembersih.

9. Cukup penerangan.

Menurut WSP (2009) Jamban Sehat adalah fasilitas pembuangan tinja

yang sesuai syarat

1. Mencegah kontaminasi ke badan air.

Page 22: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

22

2. Mencegah kontak antara manusia dan tinja.

3. Membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga, serta binatang lainnya.

4. Mencegah bau yang tidak sedap.

5. Konstruksi dudukannya dibuat dengan baik, aman dan mudah dibersihkan.

2.2.3 Sarana Pembuangan Air Limbah

2.2.3.1 Pengertian Air Limbah

Air limbah aadalah sisa air yang dibuang berasal dari buangan rumah

tangga, industri, maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya

mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang sangat membahayakan kesehatan

manusia dan mengganggu lingkungan hidup (Adnani, 2011). Menurut Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, air limbah adalah sisa dari

suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari

rumah tangga (domestic) maupun (industry).

Air limbah rumah tangga terdiri dari 3 fraksi penting :

1. Tinja (faeces), berpotensi mengandung mikroba patogen.

2. Air seni (urine), umumnya mengandung Nitrogen dan Fosfor.

3. Grey Water, air bekas cucian dapur, mesin cuci, dan kamar mandi. Grey water

ini sering juga disebut dengan sullage.

Air limbah rumah tangga (sullage) adalah air limbah yang tidak

mengandung ekskreta manusia dan dapat berasal dari buangan kamar mandi,

dapur, air cuci pakaian, dan lain-lain yang mungkin mengandung

mikroorganisme patogen. Volume air limbah rumah tangga bergantung pada

volume pamakaian air penduduk setempat. Penggunaan air untuk keperluan

Page 23: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

23

sehari-hari mungkin kurang dari 10 liter per orang di daerah yang sumber

airnya berasal dari sumur pompa atau sambungan rumah sendiri, penggunaan

air dapat mendapat mencapai 200 liter per orang (Chandra, 2006).

Ada 5 cara pembuangan air limbah air limbah rumah tangga menurut

Chandra (2006), yaitu :

a. Pembuangan umum, yaitu melalui tempat penampungan air limbah yang

terletak di halaman

b. Digunakan untuk menyiram tanaman kebun

c. Dibuang ke lapangan peresapan

d. Dialirkan ke saluran terbuka

e. Dialirkan ke saluran tertutup atau selokan

Volume air limbah yang dihasilkan pada suatu masyarakat dipengaruhi

oleh beberapa faktor menurut Chandra (2012), antara lain:

a. Kebiasaan manusia. Semakin banyak orang menggunakan air semakin

banyak air limbah yang dihasilkan

b. Waktu. Air limbah yang dihasilkan bervariasi, di pagi hari manusia

cenderung menggunakan air dalam aktivitas sehari-hari. Akibatnya volume

air limbah yang dihasilkan meningkat daripada siang hari.

2.2.3.2 Dampak Buruk Air Limbah

Menurut (Mulia, 2005), air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat

menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa

dampak buruknya yaitu :

1. Gangguan Kesehatan

Page 24: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

24

Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan

penyakit bawaan (waterborne disease). Adakalanya air limbah yang tidak dikelola

dengan baik juga dapat menjadi sarang vektir penyakit (misalnya nyamuk, lalat,

kecoa, dan lain-lain)

2. Penurunan Kualitas Lingkungan

Air limbah yang langsung dibuang ke air permukaan dapat mengakibatkan

pencemaran air permukaan tersebut. Misalnya, bahan organik yang terdapat dalam

limbah bila dibuang langsung kesungai dapat menyebabkan penurunan kadar

oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) didalam sungai tersebut. Dengan demikian

akan menyebabkan kehidupan didalam air yang membutuhkan oksigen akan

terganggu, dalam hal ini akan mengurangi perkembangannya.

3. Gangguan Terhadap Keindahan

Air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan

perubahan warna pada badan air penerima. Walaupun tidak menimbulkan

gangguan kesehatan akan tetapi pigmen warna ini akan mengganggu estetika

keindahan.

4. Gangguan Terhadap Kerusakan Benda

Air limbah yang mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh bakteri

anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini akan mempercepat proses

perkaratan pada benda yang terbuat dari besi.

Sedangkan menurut Chandra (2012), bahwa air limbah yang tidak

menjalani pengolahan yang benar tentunya dapat menimbulkan dampak yang

tidak diinginkan. Dampak tersebut antara lain :

Page 25: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

25

1. Kontaminasi dan pencemaran pada permukaan dan badan-badan air yang

digunakan oleh manusia

2. Mengganggu kehidupan dalam air, mematikan hewan dan tumbuhan air

3. Menimbulkan bau (sebagai hasil dekomposisi zat anaerobik dan zat anorganik)

4. Menghasilkan lumpur yang dapat mengakibatkan pendangkalan air sehingga

terjadi penyumbatan yang dapat menimbulkan banjir.

Berdasarkan Depkes RI Tahun 1993, syarat SPAL yang sehat adalah:

1. Tidak mencemari sumber air bersih.

2. Tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang serangga/nyamuk.

3. Tidak menimbulkan bau.

4. Tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak

menyenangkan.

2.2.4 Sarana Pembuangan Sampah

2.2.4.1 Pengertian Sampah

Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak

dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan

manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sampah juga didefinisikan sebagai

sisa-sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat

(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008).

Sampah diartikan sebagai benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan

dibuang atau sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau

sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, serta tidak terjadi

dengan sendirinya (Mubarak dan Chayatin, 2009).

Page 26: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

26

Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat karena dari sampah

tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bakteri

patogen) dan juga binatang serangga sebagai pemindah/penyebar penyakit

(vektor).

2.2.4.2 Jenis-Jenis Sampah

Menurut Slamet cit Suhartono (1998) sampah dibedakan berdasarkan sifat

biologis dan kimianya untuk mempermudah pengelolaannya, yaitu :

1. Sampah yang dapat membusuk (sisa makanan, daun, sampah kebun,

pertanian,dll).

2. Sampah yang tidak membusuk (kertas, plastik, karet, gelas, logam, dll).

3. Sampah yang berupa debu/abu.

4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan (sampah yang berasal dari industri

yang mengandung zat-zat kimia maupun zat fisis berbahaya).

2.2.4.3 Sumber-sumber Sampah

Menurut Adnani (2011) sumber sampah dibedakan menjadi enam besar

yaitu :

1. Sampah dari daerah pemukiman/sampah rumah tangga.

2. Sampah dari daerah perdagangan.

3. Sampah dari jalan raya.

4. Sampah dari industri.

5. Sampah dari daerah pertanian dan perkebunan.

6. Sampah dari tempat-tempat umum.

Menurut Entjang (2000), syarat tempat sampah yang baik adalah:

Page 27: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

27

1. Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kedap air dan tidak mudah rusak.

2. Mempunyai tutup, mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat

dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori

tangan.

3. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu

orang.

2.2.4.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Sampah

Sampah dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat

baik kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Slamet (2009), ada beberapa faktor

penting yang mempengaruhi jumlah sampah antara lain :

1. Jumlah Penduduk

Semakin banyak jumlah penduduk, maka semakin banya jumlah sampah

yang dihasilkan. Pengelolaan sampah ini berpacu dengan laju pertambahan jumlah

penduduk.

2. Keadaan Sosial Ekonomi

Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak

jumlah jumlah per kapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnyapun semakin

banyak bersifat tidak dapat membusuk.

3. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah,

karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan

produk manufaktur yang semakin beragam pula.

Page 28: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

28

2.2.4.5 Pengelolaan Sampah

Menurut Notoatmodjo (2007) cara-cara pengelolaan sampah antara lain :

a. Pengumpulan dan pengangkutan sampah

Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah

tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka harus

membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah.

Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut diangkut ke

tempat pembuangan sampah sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya ke tempat

penampungan akhir sampah (TPA).

b. Pemusnahan dan pengolahan sampah

Pemusnahan dan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan

melalui berbagai cara, antara lain :

1. Ditanam (landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah

kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.

2. Dibakar (inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di

dalam tungku pembakaran (incinerator).

3. Dijadikan pupuk (composting), yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk

(kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan

sampah lain yang dapat membusuk.

Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyediakan tempat bagi

vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang pengerat untuk mencari

makan dan berkembang biak dengan cepat sehingga dapat mengganggu kesehatan

manusia.

Page 29: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

29

2.2.4.6 Pengaruh Sampah Terhadap Kesehatan

Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek

yang langsung dan tidak langsung. Efek langsung disebabkan karena kontak

langsung dengan sampah tersebut. Misalnya, sampah yang mengandung kuman

patogen, sehingga dapat menimbulkan penyakit. Efek tidak langsung berupa

proses pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah yang dirasakan oleh

masyarakat. Selain itu eefek tidak langsung lainnya berupa penyakit bawaan

vektor yang berkembangbiak di dalam sampah. Sampah bila ditimbun

sembarangan dapat menjadi sarang lalat dan tikus (Slamet, 2009).

Lalat merupakan vektor dari berbagai macam penyakit saluran pencernaan

seperti: diare, typus, cholera, dan sebagainya. Sedangkan tikus disamping

merusak harta benda masyarakat sering juga membawa pinjal yang dapat

menyebarkan penyakit pes (Adnani, 2011).

Tabel 2.3 Penyakit yang Ditimbulkan Akibat SampahNama Penyakit Penyebab PenyakitBawaan lalat :Dysenterie basillarisDysenterie amoebicaTyphus abdominalisCholeraAscariasisAncylostomiasis

Shigella shigaeEntamoeba histolyticaSalmonella typhiVibrio choleraeA. lumbricoidesA. duodenale

Penyakit Bawaan Tikus/PinjalPestLeptospirosis icterohaemorrhagicaRat bite Fever

Pasteurella pestisLeptospira icterohaemorrhagicaSteptobacillus moniliformis

KeracunanMetanCarbon monoxida, dioxidaHidrogen sulfidaLogam berat, dstSumber : Benenso, A., 1970 (7) dalam buku (Slamet, 2009)

Page 30: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

30

2.3 Personal Hygiene

2.3.1 Pengertian Hygiene

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014), hygiene diartikan sebagai

ilmu tentang kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau

memperbaiki kesehatan. Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), personal

hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan

hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan yang

dilakukan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk

kesejahteraan fisik dan psikis. Terjaganya kebersihan seseorang akan berdampak

pada kesehatan individu tersebut sehingga tidak mudah terserang oleh penyakit.

Menurut Rezeki (2015), hygiene adalah usaha kesehatan preventif yang

menitikberatkan kegiatannya kepada usaha kesehatan individu, maupun usaha

kesehatan pribadi hidup manusia. Adapun maksud dari hygiene juga memelihara,

melindungi diri dari bahaya penyakit dan meningkatkan derajat kesehatan

sehingga tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan pada kesehatan individu.

Menurut Maharani dan Yusiana (2013), salah satu faktor penyebab diare

pada balita adalah makanan yang terkontaminasi dan umumnya karena higiene

perorangan yang buruk dalam pengolahan makanan yang dilakukan oleh pengasuh

balita khusunya ibu.

2.3.2 Pengertian Personal Hygiene

Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yang berarti Personalm yang

artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Personal hygiene adalah suatu

tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk

Page 31: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

31

kesejahteraan fisik dan psikis (Wartonah, 2004). Menurut Entjang dalam Saragi

(2014), bahwa maksud dari personal hygiene adalah upaya dari seseorang untuk

memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri.

Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan

kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Perawatan diri yang

kurang adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan

kebersihan untuk dirinya. Berbagai penyakit infeksi dan menular pada manusia

disebabkan oleh tingkat kebersihan diri yang kurang (Perry dan Potter, 2005).

2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Personal Hygiene

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), ada beberapa faktor yang

memengaruhi personal hygiene seperti:

a. Citra Tubuh (Body Image)

Gambaran individu terhadap dirinya sangat memengaruhi kebersihan diri.

Misalnya, karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli

terhadap kebersihannya.

b. Praktik Sosial

Interaksi sosial seseorang selama hidupnya dapat meningkatkan personal

hygiene. Selama masa kanak-kanak, anak mendapatkan praktik hygiene dari

orang tua seperti menggosok gigi sebelum tidur. Hal ini akan menjadi

kebiasaan yang berlanjut hingga dewasa.

c. Status Sosial Ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat

gigi, sampo dan alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk

Page 32: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

32

memperolehnya. Pada individu dengan ekonomi yang mampu akan ada

kesadaran untuk mandi minimal dua kali sehari karena fasilitas air bersih

yang tersedia dalam jumlah yang cukup.

d. Pengetahuan

Pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting karena pengetahuan

yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita

diabetes melitus yang harus selalu menjaga kebersihan kakinya.

2.3.4 Jenis-jenis Personal Hygiene

1. Kebersihan Kulit

Gambaran orang terhadap diri sendiri berasal dari cerminan kulitnya,

kebersihan kulit sangat erat kaitannya dengan kebersihan lingkungan, seperti

dari segi pola makan, kebersihan diri. Adapun hal-hal yang dapat

mempengaruhi kebersihan kulit, yaitu :

a. Menggunakan barang keperluan sehari-hari milik sendiri.

b. Mandi minimal 2 kali sehari.

c. Mandi memakai sabun.

d. Menjaga kebersihan pakaian.

e. Makanan yang bergizi terutama sayur dan buah.

f. Menjaga kebersihan lingkungan.

2. Kebersihan Rambut

Usaha kesehatan rambut dapat diperhatikan dengan beberapa hal, yaitu :

Page 33: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

33

a. Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang

kurangnya 2x seminggu.

b. Mencuci ranbut memakai shampoo atau bahan pencuci rambut lainnya.

c. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.

3. Kebersihan Gigi

Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan memberikan keindahan dan

kesehatan gigi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan gigi

adalah :

a. Menggosok gigi secara benar dan teratur dianjurkan setiap sehabis makan.

b. Memakai sikat gigi sendiri.

c. Menghindari makan-makanan yang merusak gigi.

d. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi.

e. Memeriksa gigi secara teratur.

4. Kebersihan mata

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan mata adalah :

a. Membaca di tempat yang terang.

b. Memakan makanan yang bergizi.

c. Istirahat yang cukup dan teratur.

d. Memakai peralatan sendiri dan bersih ( seperti handuk dan sapu tangan).

e. Memlihara kebersihan lingkungan.

5. Kebersihan telinga

Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah :

a. Membersihkan telinga secara teratur.

Page 34: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

34

b. Jangan membersihkan telinga dengan benda tajam.

6. Kebersihan Tangan dan Kuku

Kebersihan tangan dan kuku sangat penting bagi kesehatan pribadi.

Sebagaimana yang diketahui bahwa kebersihan tangan dan kuku yang kotor

dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan dapat menimbulkan berbagai

penyakit. Beberapa usaha dapat dilakukan seperti :

a. Membersihkan tangan sebelum makan.

b. Memotong kuku secara teratur.

c. Mencuci kaki sebelum tidur.

2.3.5 Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene

Dampak yang timbul jika seseorang tidak merawat diri dengan baik

maka akan terkena penyakit. Penyakit merupakan dampak dari kurangnya

personal hygiene pada seseorang. Berikut dampak yang sering timbul pada

masalah personal hygiene menurut Tarwoto dan Wartonah (2010):

1. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak

terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering

terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut,

infeksi pada mata dan telinga, serta gangguan fisik pada kuku.

2. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah

gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,

kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

Page 35: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

35

2.3.6 Kebiasaan Mencuci Tangan Dengan Sabun Setelah Buang Air Besar

Menurut Fathonah (2005), menyatakan bahwa pencucian tangan dengan

sabun sebagai pembersih, penggosokan dan pembilasan dengan air mengalir

akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung

mikroorganisme. Menurut Depkes RI (2007), mencuci tangan dengan sabun

sangat penting untuk bayi, anak-anak, penyaji makanan di restoran, atau

warung serta orang-orang yang merawat dan mengasuh anak. Orang yang

mengasuh anak setiap tangannya akan terkontak dengan feses, urine, dubur

setelah buang air besar (BAB). Maka dari itu tangan akan segera dicuci dengan

sabun agar terhindar dari kuman penyakit.

2.3.7 Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun Sebelum Makan

Cuci tangan belum menjadi budaya yang dilakukan masyarakat luas di

Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak masyarakat yang

mencuci tangan hanya dengan menggunakan air saja dan mencuci tangan

dengan sabun hanya dilakukan setelah makan. Mencuci tangan dengan sabun

merupakan tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari

menggunakan air bersih dan sabun oleh manusia agar memutuskan mata rantai

terjadinya suatu penyakit (Rompas, Tuda dan Ponidjan, 2013).

2.3.8 Kebiasaan Buang Air Besar

Buang Air Besar (BAB) yang tidak pada tempatnya akan mengakibatkan

penyebaran penyakit yang dibawa oleh vektor. Perilaku buang air besar yang

tidak sehat seperti buang air besar di sungai, laut saat ini masih banyak

dilakukan oleh masyarakat di negara berkembang. Menurut Kusnoputranto

Page 36: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

36

(2001), bahwa tempat-tempattersebut adalah tempat yang tidak layak dan tidak

sehat untuk buang air besar karena dapat menimbulkan masalah kesehatan

manusia.

2.4 Diare

2.4.1 Pengertian Diare

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan

konsistensi lembek sampai mencair, bahkan dapat berupa air saja dan

frekuensinya lebih dari tiga kali dalam satu hari ( Depkes RI, 2011). Diare

merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air

besar lebih dari biasanya (> 3 kali sehari) disertai dengan perubahan

konsistensi tinja menjadi cair atau lembek, dengan/tanpa darah dan/atau lendir

(Suraatmadja, 2010). Sedangkan menurut Irianto (2004), diare adalah suatu

kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair,

serta frekuensinya lebih dari 3 kali sehari.

2.4.2 Klasifikasi Diare

Menurut Irianto (2004), penyakit diare dapat dikelompokkan menjadi 2

jenis, yaitu diare akut dan diare kronik

a. Diare Akut

Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan

anak yang sebelumnya sehat. Biasanya diare ini berlangsung selama kurang

dari 14 hari.

Diare akut pada anak adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih

dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan

Page 37: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

37

atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Untuk

bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah

meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang

menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Akan tetapi, terkadang

pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi

konsistensinya cair, keadaan seperti ini sudah dapat disebut diare (Subagyo dan

Santoso, 2012).

b. Diare Kronik

Diare kronik adalah diare yang berlanjut selama 2 minggu atau lebih (>14

hari), dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama

masa diare tersebut.

2.4.3 Etiologi

Secara keseluruhan penyebab diare dibagi dalam dua kelompok yaitu diare

infeksius dan diare non infeksius. Penyebab infeksi utama timbulnya diare

umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar diare akut

oleh karena infeksi adalah non inflamatori dan inflamatori. Menurut World

Gastroenterology Organization global guidelines 2012, etiologi diare akut dibagi

atas tiga penyebab:

1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,

Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas

2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus

Page 38: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

38

3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,

Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis (World

Gastroenterology Organizsation, 2012).

2.4.4 Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya diare adalah kontaminasi lingkungan dan

meningkatnya paparan terhadap enteropatogen. Faktor risiko lainnya yaitu

anak-anak, defisiensi imunitas, measles, malnutrisi, dan pemberian ASI

eksklusif yang singkat serta tidak memadainya penyedian air bersih,

pencemaran air oleh tinja, kurangnya kebersihan lingkungan dan pribadi yang

buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara

penyapihan yang tidak baik (Subagyo dan Santoso, 2012).

Selain itu, lingkungan tempat tinggal mengambil peranan penting terhadap

kejadian diare. Sebuah studi yang dilakukan di Indonesia khususnya pada

masyarakat dengan sosioekonomi rendah pada tahun 2013 menunjukan adanya

hubungan higienitas makanan yang buruk yang disajikan oleh ibu kepada

anaknya menyebabkan terjadinya diare pada anak < 2 tahun (Agustina et al,

2013).

Ketersediaan air yang terkontaminasi serta kebersihan tangan pada orang

tua ataupun pengasuh menjadi faktor risiko terjadinya penyakit diare (Mattioli

et al, 2014).

2.4.5 Pencegahan Diare

Banyak faktor yang secara berhubungan langsung maupun tidak

langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare. Faktor pendorong

Page 39: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

39

tersebut terdiri dari faktor agent penjamu, faktor lingkungan dan faktor

perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya kerentanan

terhadap diare tersebut diantaranya adalah tidak mendapatkan ASI eksklusif

selama dua tahun pada balita, kurang gizi, penyakit campak dan

imunodefisiensi. Faktor lingkungan dan perilaku yang dapat menyebabkan

peningkatan kerentanan terhadap diare diantaranya adalah tidak memadainya

penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, pembuangan tinja tidak higenis,

kebersihan perorangan dan lingkungan yang tidak baik, serta pengolahan dan

penyimpanan makanan yang tidak semestinya.

Berdasarkan faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat

menjadi faktor pendorong terjadinya diare yang sudah dipaparkan di atas, berikut

ini pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare :

1. Pemberian ASI

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologi dengan adanya

antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan

terhadap diare pada bayi yang baru lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai

daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang

disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi-bayi yang disusui mencegah

tumbuhnya bakteri penyebab diare.

Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama

kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula

merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula

Page 40: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

40

biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga bisa mengakibatkan

terjadinya gizi buruk.

2. Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap

mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan

masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping

ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit

lain yang menyebabkan kematian.

Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan

pendamping ASI yang lebih baik yaitu :

a) Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi masih

meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan sewaktu anak

berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih sering (4 kali sehari)

setelah anak berumur 1 tahun, memberikan semua makanan yang dimasak

dengan baik 4-6 kali sehari dan meneruskan pemberian ASI bila mungkin.

b) Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian

untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang–

kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.

Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta

menyuapi anak dengan sendok yang bersih.

c) Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa makanan pada

tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan kepada

anak.

Page 41: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

41

3. Menggunakan Air Bersih yang Cukup

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur

fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan

atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan,

makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar.

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih

mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat

yang tidak mendapatkan air bersih.

Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan

menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai

dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:

a) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.

b) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan, membuat

lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber yang digunakan

serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan

air hujan dari sumber.

c) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan gunakan

gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air.

d) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan.

4. Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting

dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan

Page 42: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

42

sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum

menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan,

mempunyai dampak dalam kejadian diare.

5. Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan

jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap

penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban,

dan keluarga harus buang air besar di jamban.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh

seluruh anggota keluarga.

b) Bersihkan jamban secara teratur.

c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air

besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan

tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari

buang air besar tanpa alas kaki.

6. Membuang Tinja Bayi yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Hal

ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak

dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar, berikut hal-hal

yang harus diperhatikan:

a) Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun atau

kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus.

Page 43: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

43

b) Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih dan

mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas wadahnya atau

anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan seperti kertas koran atau

daun besar dan buang ke dalam kakus.

c) Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya.

7. Pemberian Imunisasi Campak

Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi

campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak

segera setelah berumur 9 bulan.

Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9

bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang

sedang menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari

penurunan kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus

mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah

penyakit TBC, imunisasi DPT untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis dan

tetanus, serta imunisasi polio yang berguna dalam pencegahan penyakit polio.

Pencegahan terhadap diare atau pencarian terhadap pengobatan diare pada

balita termasuk dalam perilaku kesehatan. Adapun perilaku kesehatan menurut

Notoatmodjo (2007) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus

atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan

dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).

Page 44: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

44

2. Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.

3. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan (health

seeking behavior)

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit dan atau kecelakaan.

4. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun sosial budaya, dan sebagainya. Untuk menilai baik atau tidaknya

perilaku kesehatan seseorang, dapat dinilai dari domain-domain perilaku.

Domain-domain tersebut adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dalam

penelitian ini domain sikap tidak dinilai, karena merupakan perilaku tertutup

(convert behavior). Perilaku tertutup merupakan persepsi seseorang terhadap

suatu stimulus, yang mana persepsi ini tidak dapat diamati secara jelas.

Sementara tindakan termasuk perilaku terbuka, yaitu respon seseorang

terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Hal ini dapat

secara jelas diamati oleh orang lain (Notoadmodjo, 2003).

P

Page 45: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

45

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.3Kerangka Konsep Penelitian

2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan sanitasi dasar dengan kejadian diare pada balita di Kampung

Nelayan Sebrang Lingkungan XII Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan

Belawan Kota Medan Tahun 2015.

2. Ada hubungan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada balita di

Kampung Nelayan Sebrang Lingkungan XII Kelurahan Belawan I Kecamatan

Medan Belawan Kota Medan Tahun 2015.

Sanitasi Dasar- Sarana Air Bersih- Sarana Sanitasi Jamban- Sarana Pembuangan Limbah

Rumah Tangga- Sarana Pembuangan

Sampah

Personal Hygiene- Kebiasaan Ibu Cuci Tangan

Setelah Buang Air Besar- Kebiasaan Ibu Cuci Tangan

Sebelum Memberi Makan- Kebiasaan Buang Air Besar

Diare Pada Balita

Page 46: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

46

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penilitian ini adalah penelitian survei bersifat deskriptif analitik dengan

rancangan cross sectional, yaitu untuk menggambarkan hubungan sanitasi dasar

dan personal higiene ibu dengan kejadian diare pada balita usia 12-59 bulan di

daerah Kampung Nelayan Sebrang Lingkungan XII Kelurahan Belawan I

Kecamatan Medan Belawan Kota Medan Tahun 2015.

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di daerah Kampung Nelayan Sebrang

Lingkungan XII Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Kota Medan

Tahun 2015. Alasan dilakukan penelitian di daerah ini karena belum dilakukan

penelitian dan tempat ini juga merupakan salahsatu daerah pinggiran kota medan

dan memiliki sanitasi lingkungan yang buruk.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai April 2016.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga yang

memiliki balita sebanyak 213 ibu rumah tangga yang berada di daerah Kampung

Nelayan Sebrang Lingkungan XII Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan

Belawan.

Page 47: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

47

3.3.2. Sampel

Sampel diambil menggunakan teknik simple random sampling. Besar

sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : (Lemeshow et

al.,1997)

n≥(Z

(1−α2)√Po(1−Po )+Z (1−β )√ pa (1−Pa ))

2

( Pa−Po )2

Keterangan :

n : besar sampel

Z1 : Nilai Deviasi normal pada tingkat kemaknaan = 0,05 Z

=1.96

Z1- : Kekuatan uji (ditetapkan peneliti) bila 10% Maka Z1- = 1,282

Po : Proporsi diare pada balita pada populasi yaitu: 0,09

Pa : Proporsi ibu yang memiliki balita yang diteliti yaitu : 0,29

Pa - Po : Selisih proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar = 0,2

n≥( 1, 96√0 , 09(1−0 ,09 )+1 ,282√0 , 29(1−0 , 29))2

(0 , 29−0 , 09)2

n≥(1 , 96√0 , 08+1 ,282√0 ,20 )2

(0,2 )2

n≥1 ,27170 ,04

n≥31 ,79

n≥32

Page 48: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

48

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus

diatas, maka diketahui jumlah sampel dari 213 Ibu didapat sampel sebanyak 32

responden.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data

primer dan data sekunder.

3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dengan wawancara

dan observasi meliputi kondisi sanitasi dasar, perilaku higiene ibu dan penyakit

diare dengan menggunakan instrumen (kuesioner) yang telah dipersiapkan oleh

penulis mengenai sarana air bersih, keberadaan jamban, sarana pembungan limbah

dan sarana pembuangan sampah sedangkan yang menjadi responden wawancara

adalah ibu rumah tangga yang memiliki balita berusia 12-59 bulan.

3.4.2 Data Sekunder

Data penelitian ini diperoleh dari puskesmas Kecamatan Medan Belawan,

Kelurahan, Dinas Kesehatan, buku, serta jurnal kesehatan yang terkait dengan

penelitian ini.

3.4.3 Teknik Pengumpulan Data

1. Melakukan wawancara kepada responden (ibu balita) yang bertempat di daerah

Kampung Nelayan Sebrang Lingkungan XII, Kelurahan Belawan I, Kecamatan

Medan Belawan Kota Medan mengenai kejadian diare pada balita dan personal

higiene ibu dengan menggunakan kuesioner.

Page 49: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

49

2. Melakukan observasi rumah responden mengenai sanitasi dasar berupa

ketersediaan sarana air bersih, keberadaan jamban, sarana pembuangan sampah

dan sarana pembuangan air limbah.

3. Melakukan wawancara mengenai personal higiene ibu yang meliputi kebiasaan

ibu cuci tangan setelah buang air besar, kebiasaan ibu cuci tangan sebelum

memberi makan balita.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel

Penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu :

1. Variabel Independen

Variabel independent dalam penelitian ini adalah kondisi sanitasi dasar

(sarana air bersih, keberadaan jamban, sarana saluran pembuangan air limbah,

sarana tempat pembuangan sampah) dan personal hygiene ibu (kebiasaan ibu cuci

tangan setelah buang air besar, kebiasaan ibu cuci tangan sebelum memberi

makan balita, kebiasaan buang air besar).

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kasus diare pada balita di

daerah Kampung Nelayan Sebrang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan

Belawan Kota Medan.

3.5.2 Definisi Operasional

1. Sanitasi dasar adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan

lingkungan yang sehat untuk menunjang kesehatan masyarakat, syarat

kesehatan lingkungan minimal, yang meliputi:

Page 50: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

50

a. Sarana air bersih adalah asal atau jenis air yang digunakan dalam keperluan

hidup sehari-hari seperti dari sumur, PDAM, maata air ataupun tadah hujan.

b. Kepemilikan jamban adalah sarana yang digunakan untuk buang air besar

yang dimiliki oleh responden seperti jamban cemplung, jamban leher angsa

dan lain-lain.

c. Sarana Tempat Pembuangan sampah adalah sarana/cara yang digunakan

untuk membuang sampah yang dihasilkan dari rumah tangga yang

memenuhi syarat.

d. Sarana Saluran Pembuangan Air Limbah adalah saluran air limbah rumah

tangga yang selanjutnya akan diolah/dialirkan ke tempat pembuangan untuk

mengurangi kontaminasi.

2. Personal hygiene adalah pemeliharaan diri untuk menjaga kebersihan dan

kesehatan diri dari penyakit diare, yang meliputi :

a. Kebiasaan cuci tangan dengan sabun setelah buang air adalah kebiasaan ibu

balita mencuci tangan dengan sabun yang disertai dengan air yang mengalir.

b. Kebiasaan cuci tangan dengan sabun sebelum makan adalah kebiasaan ibu

balita mencuci tangan dengan sabun disertai air yang mengalir secara benar

sebelum memberi makan balita.

c. Perilaku buang air besar adalah kebiasaan atau cara buang air besar setiap

hari.

3. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air

besar lebih dari biasanya (> 3 kali sehari) disertai dengan perubahan

konsistensi tinja menjadi cair atau lembek, dengan/tanpa darah dan/atau lendir.

Page 51: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

51

4. Balita adalah anak di bawah umur lima tahun diperoleh dari keterangan

responden atau berdasarkan Kartu Menuju Sehat atau catatan lahir.

3.6 Metode Pengukuran

1. Sarana Air Bersih

Ketersediaan air yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari yang

kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak.

Syarat sarana air bersih yang sehat adalah:

1. Jarak sumber air bersih dengan sumber pencemaran ≥ 10 meter.

2. Harus dijaga kebersihannya seperti tidak ada genangan air di sekitar sumber

air, tidak ada bercak-bercak kotoran, tidak berlumut pada lantai/dinding.

3. Ember/gayung pengambil air harus tetap bersih dan tidak diletakkan di

lantai.

4. Kondisi fisik, air tidak berasa, tidak berbau, berwarna, tidak keruh

(Permenkes RI No.416 Tahun 1990).

Hasil ukur : - Ya, jika memenuhi syarat sarana air bersih yang sehat.

- Tidak, jika tidak memenuhi syarat sarana air bersih yang sehat.

Cara Pengukuran : Observasi dan wawancara

2. Sarana Pembuangan Kotoran

Ketersediaan sarana pembuangan kotoran yaitu berupa tinja, air seni dan CO2

yang digunakan oleh keluarga yang memiliki balita dalam waktu

pemeriksaan/pengamatan langsung terhadap fisik. Berdasarkan Depkes RI Tahun

2004, syarat jamban yang sehat adalah:

Page 52: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

52

1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak

10-15 meter dari sumber air minum.

2. Konstruksi kuat.

3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak

mencemari tanah di sekitarnya.

4. Mudah dibersihkan dan aman penggunannya.

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna.

6. Cukup penerangan. Minimal 100 lux (Kepmenkes RI No.519 Tahun

2008).

7. Lantai kedap air.

8. Ventilasi cukup baik (Minimal 10% dari luas lantai).

9. Tersedia air dan alat pembersih.

Hasil ukur : - Ya, jika memenuhi syarat jamban yang sehat.

- Tidak, jika tidak memenuhi syarat jamban yang sehat.

Cara Pengukuran : Observasi dan wawancara

3. Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)

Ketersediaan tempat pembuangan sisa air yang berasal dari rumah tangga,

industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung

bahan-bahan atau zat-zat yang membahayakan bagi kesehatan manusia.

Berdasarkan Depkes RI Tahun 1993, syarat SPAL yang sehat adalah:

1. Tidak mencemari sumber air bersih.

2. Tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang serangga/nyamuk.

3. Tidak menimbulkan bau.

Page 53: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

53

4.Tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak

menyenangkan.

Hasil ukur : - Ya, jika memenuhi syarat SPAL yang sehat.

- Tidak, jika tidak memenuhi syarat SPAL yang sehat.

Cara Pengukuran : Observasi dan wawancara

4. Sarana Pembuangan Sampah

Keadaan tempat bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh

manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan

manusia dan dibuang sampah sementara dari aktifitas rumah tangga pada tempat

tinggal untuk diproses lebih lanjut. Menurut Entjang (2000), syarat tempat sampah

yang baik adalah:

4. Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kedap air dan tidak mudah

rusak.

5. Mempunyai tutup, mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan,

sangat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa

mengotori tangan.

6. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh

satu orang.

Hasil ukur : - Ya, jika memenuhi syarat tempat sampah yang sehat.

- Tidak, jika tidak memenuhi syarat tempat sampah yang sehat.

Cara Pengukuran : Observasi dan wawancara

Page 54: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

54

5. Personal Hygiene Ibu

Untuk mengetahui personal hygiene responden diajukan 11 (sebelas)

pertanyaan dari nomor 1-11 dengan item jawaban selalu, kadang-kadang, dan

tidak dengan skor tertinggi adalah 2. Jawaban selalu bernilai 2, jawaban kadang-

kadang bernilai 1 dan jawaban tidak bernilai 0. Berdasarkan jumlah nilai yang

diperoleh kemudian diklarifikasikan dalam 2 kategori yaitu :

1. Personal hygiene buruk apabila skor jawaban < 75% nilai keseluruhan atau

memperoleh skor < 16

2. Personal hygiene baik apabila skor jawaban > 75% nilai keseluruhan atau

memperoleh skor > 16 (Riduwan, 2007)

5. Diare

Hasil Ukur :

a. Diare, jika balita mengalami diare dalam satu bulan terakhir, tinja cair (lembek)

dengan/tanpa lendir dan darah dan frekuensinya lebih dari 3 kali dalam sehari.

b. Tidak diare, jika balita tidak mengalami diare dalam satu bulan terakhir, tinja

tidak cair (lembek) dengan/tanpa lendir dan darah dan frekuensinya tidak lebih

dari 3 kali dalam sehari.

Cara Pengukuran : Wawancara

3.7 Metode Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang

distribusi frekuensi masing-masing variabel independen yang meliputi

Page 55: Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita

55

sanitasi dasar (sarana air bersih, keberadaan jamban, sarana pembungan

limbah dan sarana pembuangan sampah) , personal hygiene ibu, serta variabel

dependen yaitu kasus diare pada balita 12-59 bulan. Data disajikan dalam

bentuk tabel distribuusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan untuk melihat hubungan

antara variabel dependen (kejadian diare pada balita) dan variabel independen

(sanitasi dasar, personal hygiene yang meliputi kebiasaan cuci tangan setelah

buang air besar ibu balita, kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita,

kebiasaan balita buang air besar serta sanitasi dasar yang meliputi sarana air

bersih, penyediaan jamban, sarana pembuangan air limbah dan sarana

pembuangan sampah). Dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis

berdasarkan tingkat signifikan (nilai α) sebesar 95%. Jika nilai p > α (0,05),

maka hipotesis penelitian (Ha) ditolak dan jika nilai p < α (0,05), maka

hipotesis penelitian (Ha) diterima.