hubungan kandungan protein dari gen esr1 … · under the direction of hasim and arief budi...

36
HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 DENGAN ORGANOGENESIS 16 VARIETAS LOKAL TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) CHANDRA RISDIAN PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Upload: phambao

Post on 14-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN

ESR1 DENGAN ORGANOGENESIS 16 VARIETAS

LOKAL TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

CHANDRA RISDIAN

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

Page 2: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

ABSTRAK

CHANDRA RISDIAN. Hubungan Kandungan Protein dari Gen ESR1 dengan

Organogenesis 16 Varietas Lokal Tembakau (Nicotiana tabacum L.). Dibimbing

oleh HASIM dan ARIEF BUDI WITARTO.

Studi tentang potensi organogenesis tembakau (Nicotiana tabacum L.) dan

hubungannya dengan kandungan protein dari gen ESR1 (Enhancer of Shoot

Regeneration 1) telah dilakukan. Potensi organogenesis ditentukan dari persentase

cakram daun yang dapat tumbuh tunas, persentase luas area permukaan yang

tumbuh tunas tiap cakram daun, dan jumlah tunas tiap cakram daun. Enam belas

varietas tembakau lokal telah dibuat cakram daun dan ditanam dalam media

induksi tunas (MS + BAP 1 ppm + NAA 0.1 ppm). Setelah 7 minggu hasilnya

menunjukkan bahwa dari tiap cakram daun dari 16 varietas tersebut semuanya

dapat tumbuh tunas (100%) dengan jumlah tunas rataan yang bervariasi. Varietas

Gewol Setiyeng menghasilkan persentase luas area permukaan yang tumbuh tunas

paling tinggi (92 %) sedangkan varietas Cetok menghasilkan persentase luas area

permukaan yang tumbuh tunas paling rendah (56 %). Varietas Gewol Setiyeng

juga tergolong dengan jumlah tunas tertinggi (43 tunas) sebaliknya varietas Deli

terendah (25 tunas). Hubungan antara persentase luas area permukaan yang

tumbuh tunas dengan jumlah tunas adalah linear dengan nilai R2

= 0.4423. Pita

protein terduga dari gen ESR1 sedikit lebih tebal pada varietas Gewol Setiyeng.

Page 3: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

ABSTRACT

CHANDRA RISDIAN. The Relation Between Content of Protein from ESR1

Gene and Organogenesis 16 Varieties of Local Tobacco (Nicotiana tabacum L.).

Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO.

Study about potential of organogenesis in tobacco (Nicotiana tabacum L.)

and its relation with contents of protein from gene ESR1 (Enhancer of Shoot

Regeneration 1) had been done. Potential of organogenesis was determined by

percentage of leaf discs producing shoots, percentage of surface area producing

shoots per leaf disc, and amount of shoots per leaf disc. Sixteen varieties of local

tobacco had been made to leaf discs and had been cultivated on shoot induction

medium (MS + BAP 1 ppm + NAA 0.1 ppm). After 7 weeks the result showed

that all of leaf discs from 16 varieties could produce shoots (100%) with various

average amounts of shoots. Gewol Setiyeng variety is the best in percentage of

surface area producing shoots per leaf disc (92%) meanwhile Cetok variety is the

lowest (56 %). Gewol Setiyeng variety is also the greatest amount in shoots

production per leaf disc (43 shoots) in the contrary variety Deli was the smallest

(25 shoots). Correlation between percentage of surface area producing shoots and

amount of shoots per leaf disc are linear with R2 = 0.4423. Protein putative band

from ESR1 gene expression in Gewol Setiyeng variety is rather thicker than Deli

variety.

Page 4: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN

ESR1 DENGAN ORGANOGENESIS 16 VARIETAS

LOKAL TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

CHANDRA RISDIAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

Page 5: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

Judul Skripsi : Hubungan Kandungan Protein dari Gen ESR1 dengan

Organogenesis 16 Varietas Lokal Tembakau

(Nicotiana tabacum L.)

Nama : Chandra Risdian

NIM : G44102011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. drh. Hasim, DEA Dr. Arief BudiWitarto, M.Eng

Ketua Anggota

Diketahui

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.

NIP 131473999

Tanggal Lulus :

Page 6: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

PRAKATA

Puji syukur penulis alamatkan kepada Allah SWT yang senantiasa

melimpahkan karunia kepada hamba-hamba-Nya dan shalawat serta salam tak

lupa kepada Rasulullah Muhammad SAW. Penulis sangat bersyukur sekali dapat

menyelasaikan karya ilmiah ini, yang berjudul Hubungan Kandungan Protein dari

Gen ESR1 dengan Organogenesis 16 Varietas Lokal Tembakau (Nicotiana

tabacum L.).

Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Kelompok

Penelitian Rekayasa Protein-LIPI, Cibinong, yang telah mengeluarkan dana untuk

penelitian ini, Dr. drh. Hasim, DEA. dan Dr.Arief Budi Witarto, M.Eng. sebagai

pembimbing, Desriani S.Si, M.Si yang telah banyak membantu penulis selama

mengejakan penelitian kultur jaringan tanaman serta karya tulis ini, Suwarti S.TP

yang telah membantu penulis dalam hal teknis pekerjaan analisis protein, ayah

dan ibu yang selalu memberikan semangat serta do’anya, Yulfan, Febri,

Bambang, Aris, Nanda, Firdaus, Anang, dan Aqwin yang telah membantu penulis

dalam menyelesaikan penelitian, analisis data serta menyelesaikan karya tulis ini.

Akhir kata, penulis sangat berharap bahwa penelitian ini dapat

memberikan kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan bagi pembacanya. Tak

ada gading yang tak retak, penulis yakin di dalam karya tulis ini masih terdapat

kekurangannya, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat

diharapkan.

Bogor, Januari 2007

Chandra Risdian

Page 7: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Nopember 1984 dari ayah

Yudiswan dan ibu Sumarni. Penulis merupakan putra pertama dari empat

bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bekasi dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis

memilih Program Studi Biokimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Kimia

Dasar II pada tahun ajaran 2003/2004, serta mata kuliah Biologi Dasar pada tahun

ajaran yang sama. Pada tahun 2006 penulis menerima penghargaan Indonesia

Sampoerna Best Student 2006, serta dipilih menjadi mahasiswa berprestasi

Departemen Biokimia dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

Page 8: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

DAFTAR ISI Halaman

DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix

PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

TINJAUAN PUSTAKA

Molecular farming ............................................................................... 1

Tanaman Tembakau ............................................................................. 2

Kultur Jaringan Tanaman ..................................................................... 3

Induksi Tunas ....................................................................................... 3

Potensi Organogenesis Tembakau ........................................................ 5

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ..................................................................................... 6

Metode ...............................................................................................

.............................................................................................................. 6

HASIL DAN PEMBAHASAN

JumlahTunas, Persentase Cakram Daun Yang Tumbuh Tunas dan

Persentase Area Permukaan Cakram Daun Tumbuh Tunas ................... 8

Analisis Protein Cakram Daun .............................................................. 11

SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14

LAMPIRAN ................................................................................................. 16

Page 9: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

DAFTAR TABEL Halaman

1 Protein-protein rekombinan bernilai tinggi yang dihasilkan tembakau dalam

usaha molecular farming ............................................................................... 2

2 Tembakau koleksi Laboratorium Rekayasa Protein-LIPI ............................. 6

3 Jumlah tunas dan persentase cakram daun yang tumbuh tunas dari 16

varietas lokal tembakau setelah 7 minggu ...................................................... 9

4 Data persentase luas area cakram daun tumbuh tunas dari 16 varietas lokal

setelah 7 minggu waktu inkubasi .................................................................... 11

5 Kelompok Duncan berdasarkan rataan jumlah tunas tiap cakram daun

yang terbentuk ................................................................................................. 12

DAFTAR GAMBAR Halaman

1 Mekanisme sinyal hormonal pada tanaman .................................................. 4

2 Macam-macam sitokinin ............................................................................. 4

3 Macam-macam auksin ................................................................................. 4

4 Reseptor sitokinin CRE1 .............................................................................. 4

5 Reseptor auksin ABP1 .................................................................................. 5

6 Grafik hubungan eksponensial antara jumlah tunas tiap eksplan daun

dengan persentase eksplan daun yang tumbuh tunas .................................... 5

7 Grafik hubungan eksponensial antara jumlah tunas yang tumbuh

dengan persentase luas area eksplan daun yang tumbuh tunas ..................... 5

8 Grafik hubungan antara jumlah tunas dengan persentase cakram daun

yang tumbuh tunas (%) ............................................................................... 10

9 Perbandingan tunas yang terbentuk antara varietas Gewol Setiyeng dengan

varietas Deli .............................................................................................. 10

10 Grafik hubungan antara jumlah tunas yang tumbuh dengan persentase luas

area eksplan daun yang tumbuh tunas ........................................................... 10

11 Perkembangan cakram daun tembakau ...................................................... 12

12 Elektroforegram total protein pada cakram daun ........................................ 13

13 Elektroforegram total protein cakram daun setelah sampel minggu I

diencerkan ................................................................................................. 13

14 Perbandingan pita protein terduga dari gen ESR1 pada varietas Gewol

Setiyeng dengan varietas Deli .................................................................... 14

Page 10: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

1 Komposisi larutan stok Media MS .............................................................. 17

2 Tahap-tahap kerja penelitian ....................................................................... 18

3 Tahap-tahap ekstraksi dan analisis protein .................................................. 19

4 Larutan stok SDS-PAGE ............................................................................ 20

5 Komposisi gel akrilamid 10% ..................................................................... 21

6 Data hasil uji RAL ANOVA ....................................................................... 22

7 Data hasil uji Duncan ................................................................................. 23

8 Kurva protein standar SDS PAGE ulangan I ............................................... 24

9 Kurva protein standar SDS PAGE ulangan II ............................................. 25

10 Data jumlah tunas dari 16 varietas lokal tembakau ..................................... 26

Page 11: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

PENDAHULUAN

Tembakau merupakan salah satu

tanaman komoditi di Indonesia. Tanaman ini

digunakan sebagai bahan baku pembuatan

rokok. Jenis tembakau di Indonesia antara lain

adalah tembakau deli, dan tembakau

temanggung. Perkembangan ilmu

pengetahuan menyebabkan tembakau bisa

dijadikan sarana untuk usaha molecular

farming di Indonesia.

Molecular farming adalah usaha

produksi protein rekombinan bernilai tinggi

pada tanaman. Kegiatan ini meliputi

penyisipan gen asing ke genom tanaman

(seperti gen penyandi serum albumin

manusia). Hasilnya kemudian dinamakan

tanaman transgenik (Niesing 2001). Dengan

molecular farming ini, tanaman tembakau bisa

direkayasa menjadi tanaman yang bernilai

tinggi karena mampu memproduksi protein-

protein bagi manusia.

Tembakau memiliki beberapa

kelebihan sehingga bisa dijadikan objek dalam

usaha molecular farming, yakni meliputi

sistem ekspresi tingkat tinggi untuk protein

asing, produksi biomassanya tinggi dan

merupakan tanaman nonpangan (Giddings et

al. 2000, Daniell et al. 2001, Maliga 2003).

Organogenesis tunas tembakau dari

eksplan daun adalah sistem regenerasi yang

sangat efektif yang digunakan untuk

transformasi tanaman (Horsch et al. 1985,

Svab & Maliga 1993).

Pembuatan tembakau transgenik

lokal memerlukan beberapa tahap, salah

satunya adalah mencari varietas bermutu baik

untuk ditransformasi. Parameter yang dilihat

diantaranya adalah respon menumbuhkan

tunas organogenesis meliputi persentase

bahan atau eksplan daun yang dapat

menumbuhkan tunas organogenesis,

persentase luas area permukaan yang dapat

menumbuhkan tunas tiap eksplan, serta

kemampuan untuk menumbuhkan tunas yang

banyak apabila diberi perlakuan oleh zat

penginduksi pertumbuhan tunas

organogenesis. Belum adanya informasi

penelitian yang melihat potensi organogenesis

dari tembakau varietas lokal menyebabkan

dilakukannya penelitan ini.

Tujuan dari penelitian adalah untuk

mengetahui potensi organogenesis tembakau

lokal berdasarkan kemampuan membentuk

tunas, serta membandingkan hasil analisis

kandungan protein dari gen ESR1 yang

merupakan gen pengatur jumlah tunas.

Hipotesis dari penelitian ini adalah

perbedaan genetik dan habitat asal dalam

suatu varietas tembakau akan mempengaruhi

potensi organogenesisnya, hipotesis yang

kedua adalah kandungan protein dari gen

ESR1 akan lebih banyak pada tembakau yang

lebih banyak tunasnya.

Penelitian ini dilakukan dari April sampai

September 2006 di Laboratorium Kelompok

Penelitian Rekayasa Protein - Pusat Penelitian

Bioteknologi LIPI (Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia), Cibinong. Penelitian

ini dibiayai oleh Kelompok Penelitian

Rekayasa Protein yang merupakan bagian dari

penelitian molecular farming pada tembakau.

TINJAUAN PUSTAKA

Molecular farming

Molecular farming adalah usaha

produksi protein rekombinan bernilai tinggi

pada tanaman. Kegiatan ini meliputi

penyisipan gen asing ke genom tanaman

(seperti gen penyandi serum albumin

manusia). Hasilnya kemudian dinamakan

tanaman transgenik. Adanya gen asing yang

tersisipkan pada genomnya menyebabkan

tanaman tersebut dapat memproduksi protein

dari gen asing tersebut, yang disebut dengan

protein rekombinan. Molecular farming

merupakan cara yang efektif untuk

memproduksi produk-produk farmasi dan

protein berguna lainnya dalam skala yang

besar (Niesing 2001).

Usaha molecular farming saat ini

sedang berkembang di Indonesia. Pada tahun

2004 telah dilakukan tranformasi gen

penyandi protein human erythropoietin

(hEPO) untuk penyakit anemia dan sialidase,

yakni pendiagnosis adanya sel kanker, ke

tembakau varietas Petit Havana SR1.

Penelitan tersebut kemudian diteruskan untuk

tembakau varietas lokal (Witarto 2005).

Kusnadi et al. (1997) menyatakan

bahwa biaya produksi protein rekombinan dari

tanaman bisa mencapai 10-50 kali lebih

rendah daripada memproduksi protein yang

sama dalam Escherichia coli. Selain dari

keuntungan ekonomis, ada beberapa

keuntungan lainnya yang dimiliki oleh

tanaman dalam memproduksi protein

rekombinan, atau yang lebih spesifik lagi

adalah protein yang berhubungan dengan

farmasi.

Menurut Daniell et al. 2001

keuntungan digunakannya tanaman sebagai

Page 12: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

sarana molecular farming antara lain adalah

(1) lebih ekonomis daripada menggunakan

sistem fermentasi atau bioreaktor yang

digunakan dalam industri, (2) telah

tersedianya teknologi untuk pemrosesan hasil

tanaman dalam skala yang besar, (3) protein

yang diproduksi pada tanaman lebih stabil

karena disimpan dalam ruangan intraseluler,

(4) jumlah produk rekombinan yang bisa

dihasilkan mendekati produksi skala industri,

dan (5) resiko terkontaminasi patogen dan

toksin manusia sangat kecil.

Sistem ekspresi pada sel hewan dapat

menghasilkan protein yang tepat, tetapi mahal

dan sensitif dengan perubahan lingkungan,

terutama saat dikultur untuk skala industri

(Fischer & Emans 2000, Fischer et al. 2000).

Pengendalian kondisi kultur yang ketat

diperlukan untuk menghasilkan produk yang

benar-benar murni (Giddings et al. 2000).

Kultur mikroba dan fungi lebih cepat

memproduksi protein, namun protein yang

diproduksinya nanti bisa tidak tepat,

disebabkan karena perbedaan penggunaan

kodon dan modifikasi pascatranslasi (Fischer

& Emans 2000, Fischer et al. 2000). Sintesis

protein, sekresi dan modifikasi pascatranslasi

untuk sel tanaman dan hewan hampir serupa,

hanya saja sedikit berbeda dalam glikosilasi

protein (Fischer et al. 2000). Sebagai

tambahan, produk dari tanaman transgenik

cenderung tidak terkontaminasi oleh patogen

hewan, toksin mikroba ataupun sekuens

onkogenik (Fischer & Emans 2000, Fischer et

al. 2000).

Beberapa tanaman yang telah

menghasilkan berbagai produk protein

rekombinan bernilai tinggi di antaranya adalah

tembakau (Human Protein C, Human

interferon- β, Human somatotropin, Human

serum albumin, Human erythropoietin), tomat

(Angiotensin-converting enzyme), Arabidopsis

(Human enkephalin), padi (Human α-1-

antitripsin), jagung (Human aprotinin), dan

kentang (Human lactoferrin) (Daniell et al.

2001). Penggunaan tanaman tembakau untuk

molecular farming sudah sangat banyak

digunakan sehingga sudah banyak protein

yang bernilai tinggi yang sudah dihasilkan

melalui usaha molecular farming ini. Jumlah

protein yang telah dihasilkan tiap tanaman

tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tanaman Tembakau

Genus Nicotiana adalah salah satu

divisi terbesar pada famili Solanaceae.

Goodspeed (1954) mengelompokkan 3

subgenera yakni (1) subgenus rustica, (2)

subgenus tabacum, (3) subgenus petunioides.

Selain dibagi menjadi 3 subgenera, genus

Nicotiana juga dibagi lagi menjadi 14 seksi

dan 66 spesies. Sejumlah 45 spesies berasal

dari Amerika Utara dan Amerika Selatan, 20

spesies merupakan berasal dari Australia dan

1 spesies sisanya berasal dari Afrika

(Margaret et al. 1991). Subgenus yang paling

banyak mengandung alkaloid nikotin adalah

subgenus tabacum (Durbin 1979).

Tembakau adalah genus tanaman

yang berdaun lebar, berasal dari daerah

Amerika Utara dan Amerika Selatan. Daun

dari tanaman ini sering digunakan sebagai

bahan baku rokok, baik dengan menggunakan

pipa maupun digulung dalam bentuk rokok

atau cerutu. Daun tembakau dapat pula

dikunyah atau dikulum, dan ada pula yang

menghisap tembakau melalui hidung.

Tembakau mengandung zat alkaloid nikotin,

sejenis neurotoksin yang sangat ampuh jika

digunakan pada serangga. Zat ini sering

digunakan sebagai bahan utama insektisida.

Tanaman tembakau pertama kali

masuk ke Indonesia kira-kira tahun 1630,

kemudian berkembang ke berbagai daerah di

Tabel 1 Protein-protein rekombinan bernilai tinggi yang dihasilkan tembakau dalam usaha

molecular farming (Daniell et al. 2001)

Protein yang dihasilkan Jumlah yang dihasilkan

Human Protein C < 0.01% total protein larut air

Human granulocyte-macrophage

colony-stimulating factor

Tidak dilaporkan

Human somatotropin 7.00% total protein larut air

Human erythropoietin < 0.01% total protein larut air

Human epidermal growth < 0.01% total protein larut air

Human interferon-β < 0.01% berat segar

Human serum albumin 0.02% total protein larut air

Human hemoglobin α,β 0.05% protein biji

Human heterotrimeric collagen < 0.01% berat segar

Angiotensin-converting enzyme Tidak dilaporkan

Glucocerebrosidase 1.00-10.00% total protein larut air

Page 13: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

Indonesia (Rochman & Suwarso 2000).

Tjitrosoepomo (1994 di dalam Basuki,

Rochman & Yulaikah 2000)

mengelompokkan tanaman tembakau ke

dalam tumbuhan obat-obatan, dengan

sistematika sebagai berikut : divisi

Spermatophyta; kelas Dicotyledoneae; famili

Solanaceae; genus Nicotiana; spesies

tabacum.

Tembakau memiliki beberapa

kelebihan sehingga bisa dijadikan objek dalam

usaha molecular farming, yakni meliputi

sistem ekspresi tingkat tinggi untuk protein

asing, produksi biomassanya tinggi dan

merupakan tanaman nonpangan (Giddings et

al. 2000, Daniell et al. 2001, Maliga 2003).

Kultur Jaringan Tanaman

Kultur jaringan tanaman merupakan

teknik menumbuhkembangkan bagian

tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ

dalam kondisi aseptik secara in vitro (Yusnita

2003). Istilah in vitro digunakan untuk

menggambarkan lingkungan kultur yang steril

dan artifisial (Tisserat 1985). Tanaman yang

tumbuh dalam teknik kultur jaringan dengan

akar dan tunas yang sudah dapat dibedakan

disebut dengan planlet (Tisserat 1985).

Dengan teknik kultur jaringan ini, regenerasi

tanaman dari bagian tanaman lainnya dapat

dilakukan.

Regenerasi tanaman dengan kultur

jaringan tanaman dapat dilakukan dengan tiga

metode, yakni kultur embrio, embriogenesis

somatik, dan organogenesis. Kultur embrio

merupakan kultur yang menggunakan embrio

zigotik, salah satunya berasal dari biji.

Embriogenesis somatik merupakan teknik

yang memproduksi struktur mirip embrio

(misal: kalus) yang berasal dari sel somatik

(misal: daun, akar atau batang). Kalus

merupakan kumpulan sel-sel yang belum

terdeferensiasi. Organogenesis terjadi apabila

dari kalus tumbuh menjadi tunas atau tumbuh

tunas samping dari ujung-ujung bahan yang

dikulturkan, yang kemudian akan membentuk

akar juga (Tisserat 1985).

Bahan tanaman yang dikulturkan

secara in vitro lazim disebut dengan eksplan.

Umumnya bagian tanaman yang digunakan

sebagai eksplan adalah jaringan atau organ

meristematik (sedang tumbuh aktif). Jaringan

atau organ meristematik ini masih mampu

untuk memperbanyak selnya, sifat

totipotensinya masih tinggi, daya tahannya

masih baik dan sedikit mengandung

kontaminan (Tisserat 1985, Yusnita 2003).

Beberapa contoh bagian tanaman yang

digunakan sebagai eksplan adalah biji atau

bagian-bagian biji seperti aksis embrio atau

kotiledon, tunas pucuk, potongan batang atau

buku, potongan akar, potongan daun,

potongan umbi batang, umbi akar, empulur

batang, umbi lapis dengan sebagian batang

dan bagian bunga (Tisserat 1985, Yusnita

2003).

Selain memperhitungkan darimana

eksplan itu diambil, proses sterilisasi eksplan

harus diperhatikan juga. Sterilisasi eksplan

dapat menggunakan bahan-bahan seperti

etanol, NaOCl, Ca(OCl)2, Cl2, Br2, I2, HgBr2,

HgI2 HgCl2, dan Tween 20 (Dixon 1985,

Tisserat 1985).

Etanol merupakan pendenaturasi

protein dan perusak membran sel. Halogen

serta senyawanya merupakan oksidator kuat

yang dapat merusak komponen seluler.

Logam berat seperti Hg dapat mendenaturasi

protein. Tween 20 merupakan deterjen yang

dapat melarutkan membran sel (Pelczar &

Chan 1988). Bahan-bahan tersebut digunakan

dalam konsentrasi yang sedikit agar tidak

menyebabkan kematian eksplan juga.

Dibandingkan dengan perbanyakan

tanaman secara konvensional, perbanyakan

tanaman secara kultur jaringan mempunyai

beberapa kelebihan yaitu (1) memberikan

peluang besar untuk menghasilkan jumlah

bibit tanaman yang banyak dalam waktu

relatif singkat sehingga lebih ekonomis; (2)

tidak memerlukan tempat yang luas; (3) dapat

dilakukan sepanjang tahun tanpa bergantung

pada musim; (4) bibit yang dihasilkan lebih

sehat; dan (5) memungkinkan dilakukannya

manipulasi genetik (Yusnita 2003).

Selain kelebihannya, teknik kultur

jaringan mempunyai beberapa kelemahan

yaitu (1) dibutuhkannya biaya awal yang

relatif tinggi untuk laboratorium dan bahan

kimia; (2) dibutuhkan keahlian khusus untuk

melaksanakannya; (3) tanaman yang

dihasilkan berukuran kecil, aseptik dan

terbiasa hidup di tempat yang berkelembaban

tinggi sehingga memerlukan aklimatisasi ke

lingkungan eksternal (Yusnita 2003).

Induksi Tunas

Pada tahun 1957, Skoog dan Miller (di

dalam Yusnita 2003) mengemukakan bahwa

regenerasi tunas dan akar in vitro dikontrol

secara hormonal oleh ZPT (Zat Pengatur

Tumbuh) sitokinin dan auksin. Dengan

menggunakan eksplan empulur tembakau,

Skoog dan Miller (1957) mendemonstrasikan

Page 14: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

bahwa nisbah sitokinin dan auksin yang tinggi

mendorong pembentukan tunas, sedangkan

nisbah sitokinin dan auksin yang rendah

mendorong pembentukan akar. Jika diberikan

dalam jumlah yang seimbang, sitokinin dan

auksin akan mendorong pembentukan kalus.

Mekanisme kerja ZPT sama dengan

sistem transduksi hormon (Gambar 1). ZPT

dapat dikenali sel karena adanya reseptor

(penerima) pada membran sel. Pesan yang

dibawa ZPT akan diteruskan ke dalam sel

dengan bantuan caraka kedua, yakni IP3

(inositol 1,4,5-trifosfat) dan ion Ca2+

. Caraka

kedua kemudian akan menimbulkan respon

sel, salah satunya melalui pengaktifkan

protein kinase c (Salisbury FB & Ross CW

1995).

Zat pengatur tumbuh yang sering

digunakan berasal dari jenis sitokinin dan

auksin. Kerja sitokinin adalah merangsang

pertumbuhan tunas, sementara itu kerja auksin

adalah merangsang pembentukan akar. Jenis

sitokinin antara lain adalah kinetin,

isopentenil adenin (IPA), benziladenin purin

(BAP) dan thidiazuron (TDZ) (Gambar 2).

Jenis auksin antara lain adalah asam

indolbutarat (IBA), asam indolasetat (IAA)

dan asam L-naftalen asetat (NAA) (Gambar

3) (Dixon 1985, Salisbury FB & Ross CW

1995).

Gambar 1 Mekanisme sinyal hormonal pada

tanaman (Salisbury FB & Ross

CW 1995).

Inoue et al. pada tahun 2001

menemukan reseptor sitokinin yang

dinamakan CRE1 (Cytokinin Response 1).

CRE1 terdiri dari domain CHASE

(Cyclases/Histidine kinases

Associated

Sensory Extracellular) yang dihubungkan

dengan histidin kinase (Napier 2004).

Sedangkan reseptor auksin menurut Napier

(2004) dinamakan ABP1 (Auxin-Binding

Protein 1). Reseptor sitokinin dan auksin

tersebut ditampilkan dalam Gambar 4 dan 5.

Gambar 2 Macam-macam sitokinin.

Gambar 3 Macam-macam auksin.

Gambar 4 Reseptor sitokinin CRE1 (Napier

2004).

Page 15: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

Gambar 5 Reseptor auksin ABP1 (Napier

2004).

POTENSI ORGANOGENESIS

TEMBAKAU

Pada penelitian Li, Huang, Bass

(2003) terhadap tanaman genus Nicotiana,

terdapat hubungan eksponensial antara jumlah

tunas tiap eksplan daun dengan persentase

eksplan daun yang tumbuh tunas. Hubungan

ini memiliki persamaan: jumlah tunas =

14.7825×(persentase)0.05×exp[–0.2455×(100–

persentase)–2

(R 2=0.6415, P<0.0001. Kurva

dari persamaan ini dapat dilihat pada Gambar

6. Li, Huang, Bass (2003) membuat 4 kriteria

untuk menentukan potensi daya

organogenesis. Kriteria pertama adalah 80-

100% (beregenerasi tinggi), kedua adalah 50-

79% (beregenerasi moderat), ketiga adalah 1-

49% (beregenerasi rendah), dan keempat 0%

(tidak beregenerasi).

Witarto dan Desriani (2005) telah

meneliti 9 varietas tembakau lokal (Nicotiana

tabacum L.) dengan parameter jumlah tunas

yang tumbuh serta persentase luas area

permukaan eksplan daun yang tumbuh tunas

untuk dapat membedakan potensi

organogenesis dari 9 varietas tembakau lokal.

Jumlah tunas

Persentase (%)

Gambar 6 Grafik hubungan eksponensial

antara jumlah tunas tiap eksplan

daun dengan persentase eksplan

daun yang tumbuh tunas (Li,

Huang, Bass 2003).

Dari kedua parameter tersebut didapat

hubungan eksponensial dengan persamaan:

jumlah tunas = 1.1814e0.0305 x persentase

(R2

=

0.828). Grafik dari persamaan tersebut dapat

dilihat pada Gambar 7.

Walaupun mekanisme yang

mempengaruhi organogenesis tunas tidak

banyak diketahui, namun telah diidentifikasi

dan dikarakterisasi 2 tipe gen yang mengatur

organogenesis tunas. Tipe gen yang pertama

mengendalikan pembentukan tunas dari sel-

sel yang belum terdiferensiasi, sebagai contoh

adalah gen reseptor sitokinin CRE1. Gen

tersebut menyandikan protein histidin kinase

sehingga dapat memproduksi tunas ( Inoue et

al. 2001, Ueguchi et al. 2001). Tipe gen kedua

adalah yang mengendalikan jumlah tunas

yang tumbuh, contohnya adalah gen ESR1

(Enhancer of Shoot Regeneration 1). ESR1

menyandikan faktor transkripsi terduga (36.2

kDa) dan jika ekspresinya berlebih maka

dapat menginduksi tunas empat kali lebih

banyak dari kultur akar dibandingkan dengan

kontrolnya (Banno et al. 2001). Ekspresi gen

ESR1 diinduksi oleh sitokinin namun proses

sinyal yang secara pasti dari awal adanya

sitokinin hingga bisa mengaktifkan gen ESR1

belum diketahui (Banno et al. 2001).

Lebih lanjut menurut Witarto dan

Desriani (2005), tembakau varietas Gewol

Setiyeng (Jawa) memiliki potensi

organogenesis tertinggi kemudian varietas

Deli (Sumatera) memiliki potensi

organogenesis terendah. Perbedaan respon

atau potensi organogenesis ini kemungkinan

juga karena perbedaan habitat asalnya.

Gambar 7 Grafik hubungan eksponensial

antara jumlah tunas yang

tumbuh dengan persentase luas

area permukaan eksplan daun

yang tumbuh tunas (Witarto &

Desriani 2005).

Page 16: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah

biji dan planlet tembakau varietas lokal (Tabel

2), media MS (Murashige-Skoog, yaitu

sukrosa, unsur hara makro, unsur hara mikro,

NaFeEDTA, vitamin dan asam amino,

mioinositol), fitagel, ZPT seperti BAP dan

NAA, aluminium foil, plastik tahan panas,

koran atau kertas bekas, kertas saring, etanol

70 %, plastik parafilm, akuades, Tris-HCl,

EDTA, merkaptoetanol, akrilamida, N’N’-

bismethylene-acrilamide, SDS, bromphenol

blue, APS, Temed, asam asetat, etanol, dan

glisin.

Alat-alat yang digunakan adalah

autoklaf, sentrifus, microwave, alat-alat

elektroforesis, tabung mikro, magnetic stirer,

pengaduk magnet, freezer, autopipet, neraca

analitik, skalpel, pinset, kertas saring, sarung

tangan tahan panas, laminar air-flow, dan

seperangkat alat gelas.

Tabel 2 Tembakau koleksi Laboratorium

Rekayasa Protein-LIPI

Nama Varietas

Tembakau

Asal

Gobir Andong

Gewol Setiyeng

Gewol Kerincing

Gobir Kemloko

Gobir Koplo

Gobir Mustang

SR 1

Deli

Jawa

Andeh Gadang

Andong Kuning

Genjah Kenongo

Cetok

Koplo

Srintil

Ngablak + Koplo

Kerlaeng + Loncang

Kemloko Kecil

Kemloko Putih-Besar

Kemloko Wonosobo

Besar

Andong

Jawa

Jawa

Jawa

Jawa

Jawa

Jawa

Varietas

Internasional

Sumatera

Jawa

Sumatera

Jawa

Jawa

Jawa

Jawa

Jawa

Jawa

Jawa

Jawa

Jawa

Jawa

Jawa

Metode

Jumlah varietas tembakau lokal yang

digunakan adalah sebanyak 16 varietas. Daun

ketiga atau keempat dari pucuk dijadikan

eksplan dalam bentuk cakram, yakni daun

yang dipotong dengan ukuran 0.5 cm x 0.5

cm. Sebanyak 5 buah cakram daun tiap

varietas ditanam di media induksi tunas (MS +

1 ppm BAP + 0.1 ppm NAA) selama 3

minggu kemudian dipindahkan ke media baru

yang sama selama 4 minggu, sehingga total

waktu yang digunakan adalah 7 minggu.

Tunas yang tumbuh tiap cakram daun

dihitung, persentase cakram daun yang dapat

menumbuhkan tunas dihitung berdasarkan

perbandingan jumlah cakram daun yang

tumbuh tunas dengan cakram daun total yang

diinkubasi, sedangkan persentase luas area

permukaan cakram daun yang tumbuh tunas

dihitung berdasarkan perbandingan luas area

permukaan yang tumbuh tunas terhadap total

luas area permukaan cakram daun.

Data jumlah tunas yang tumbuh

dianalisis secara statistik dengan

menggunakan metode rancangan acak lengkap

(RAL) ANOVA dengan α=0.05 Perbedaan

pengaruh perlakuan diuji dengan uji lanjutan

Duncan. Data diolah dengan menggunakan

program SAS. Model umum rancangan

tersebut (Mattjik & Sumertajaya. 2000)

adalah:

ijiijY ελµ ++=

keterangan:

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan

ulangan ke-j,

µ = Pengaruh rataan umum,

L = Pengaruh perlakuan ke-i,

ξ = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan

ulangan ke-j.

Analisis kandungan protein yang

mengatur jumlah tunas (protein dari gen

ESR1) dilakukan dengan metode SDS-PAGE

sebanyak 2 ulangan dengan menggunakan

cakram daun dari varietas dengan jumlah

tunas tertinggi dan jumlah tunas terendah.

Cakram daun yang dianalisis adalah cakram

daun yang telah diinkubasi selama 1, 2, dan 3

minggu dalam media induksi tunas. Untuk

mendukung metode ini maka semua alat,

bahan dan pengerjaannya harus steril.

Sterilisasi Alat

Semua alat-alat seperti cawan petri,

kertas saring, spatula, skalpel, pinset dan

bahan yakni akuades disterilisasi terlebih

dahulu. Sterilisasi dilakukan di dalam autoklaf

yang berada di ruang preparasi. Sterilisasi

dilakukan selama 15 menit pada suhu 121 oC ,

1.5 atm. Petri dibungkus dengan koran dan

dimasukkan ke dalam plastik tahan panas.

Page 17: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

Kertas saring dipotong dengan ukuran kurang

lebih 6 x 6 cm dan dimasukkan ke dalam petri

ukuran besar untuk bersama-sama disterilisasi.

Spatula dan pinset dibungkus dengan

aluminium foil. Akuades dimasukkan ke

dalam botol ukuran 1 liter lalu ditutup dan

dari tutup hingga leher botol dilapisi dengan

aluminium foil. Mulut alat-alat gelas seperti

gelas ukur dan erlenmeyer ditutup dengan

aluminium foil.

Pembuatan dan Sterilisasi Media MS0

(Murashige-Skoog tanpa ZPT)

Media yang digunakan adalah media

MS0 (Murashige-Skoog tanpa ZPT). Media

dibuat sebanyak 1 liter, terdiri dari stok hara

makro 50 ml, stok hara mikro 2 ml, stok

NaFeEDTA 5 ml, stok vitamin dan asam

amino 5 ml, kemudian ditambahkan sukrosa

20 gram, mioinositol 0.1 gram, dan akuades

hingga volume campurannya 800 ml.

Campuran diatur pH-nya agar menjadi 5.8

dengan ditambahkannya beberapa tetes NaOH

1 N. Setelah itu ditera hingga 1000 ml dengan

akuades, dan ditambahkan fitagel sebanyak 3

gram.

Untuk membuat campuran agar

homogen, maka campuran yang telah dibuat

dididihkan dengan microwave. Dalam

keadaan panas, dengan menggunakan sarung

tangan tahan panas, campuran dituangkan 40-

50 ml ke dalam botol jar, ditutup lalu

disterilisasi dengan autoklaf 121 oC selama 15

menit. Media yang sudah steril lalu disegel

dengan plastik parafilm untuk mencegah

kontaminan masuk ke dalam botol.

Pembuatan dan Sterilisasi Media Induksi

Tunas

Media induksi tunas yang digunakan

adalah media MS (Murashige-Skoog)

ditambah 0.1 ppm NAA dan 1 ppm BAP.

Campuran diatur pH-nya agar menjadi 5.8

dengan ditambahkannya beberapa tetes NaOH

1 N. Setelah itu ditera hingga 1000 ml dengan

akuades dan ditambahkan fitagel sebanyak 3

gram.

Campuran kemudian dituangkan ke

dalam erlenmeyer kemudian ditutup dengan

aluminium foil lalu disterilisasi. Setelah steril

maka dituangkan secara aseptik sebanyak 20-

25 ml ke dalam petri yang steril di dalam

laminar air-flow.

Sterilisasi Permukaan Biji Tembakau

Sterilisasi permukaan biji tembakau

temanggung dilakukan secara aspetik di dalam

laminar air flow. Tangan pelaku disemprot

alkohol 70% terlebih dahulu. Biji tembakau

dituangkan ke dalam petri yang steril lalu

ditambahkan akuades steril secukupnya dan

digoyangkan selama 3 X 5 menit. Pemutih

pakaian 70 % kemudian ditambahkan ke

dalamnya, biji direndam dan digoyangkan

selama 30 menit setelah itu dibilas dengan

akuades steril 2 X 5 menit.

Biji yang sudah dibilas lalu

dikeringanginkan di atas kertas saring yang

steril kurang lebih selama 3-5 menit. Dengan

spatula yang steril lalu biji tersebut

dimasukkan ke dalam media yang telah

dibuat. Botol dan tutupnya disegel juga

dengan plastik parafilm. Biji yang sudah

ditanam di media lalu dikondisikan dalam

keadaan gelap dengan botol yang dibungkus

aluminium foil.

Induksi Tunas dari Eksplan Cakram Daun

Induksi tunas dari eksplan cakram daun

dilakukan dengan membuat potongan daun

kurang lebih berukuran 0.5 cm x 0.5 cm. Daun

diambil dari posisi kedua atau ketiga dari

pucuk plantlet lalu diinkubasi pada media

MS + 0.1 ppm NAA + 1 ppm BAP yang

dilakukan secara aseptik. Setelah berumur 3

minggu, eksplan dipindahkan ke media baru

yang sama komposisinya hingga 4 minggu.

Jadi, total waktu inkubasi adalah 7 minggu.

Perhitungan Jumlah Tunas, Persentase

Cakram Daun yang Tumbuh Tunas, dan

Persentase Luas Area Permukaan Cakram

Daun yang Tumbuh Tunas

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah

tunas yang terbentuk pada cakram daun,

persentase cakram daun yang tumbuh tunas

dan persentase luas area permukaan cakram

daun yang tumbuh tunas pada minggu ke-7.

Jumlah tunas dihitung secara manual.

Persentase cakram daun yang tumbuh tunas

dihitung dengan cara membandingkan jumlah

cakram daun yang dapat tumbuh tunas dengan

total cakram daun yang diinkubasi.

Penghitungan persentase luas area eksplan

daun yang tumbuh tunas dilakukan secara

semikuantitatif dengan membandingkan luas

cakram daun yang tumbuh tunas terhadap luas

keseluruhan permukaan cakram daun. Apabila

persentase tunas yang tumbuh adalah 80-100

Page 18: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

%, maka tingkat regenarasinya tinggi, 50-79

% memiliki tingkat regenerasi moderat, 1-49

% memiliki tingkat regenerasi rendah dan 0 %

tidak beregenerasi (Li, Huang & Bass 2003,

Witarto & Desraini 2005).

Ekstraksi Protein Dari Cakram Daun

Sebagian eksplan cakram daun yang

berumur 1 minggu, 2 minggu, dan 3 minggu

diambil dan digerus dengan menggunakan

pestle di dalam tabung mikro bersamaan

dengan ditambahkan larutan bufer ekstraksi

(100mM Tris-HCl pH 7.6 yang mengandung

20% gliserol, 5 % β-merkaptoetanol, dan 4 %

sodium dodesilsulfat) untuk dihomogenkan

lalu disentrifus pada 15000 rpm dengan suhu

4 oC selama 20 menit. Supernatan yang

diperoleh diambil dan dipindahkan ke dalam

tabung mikro, kemudian disimpan dalam

freezer (-20 oC).

Analisis Protein dengan Elektroforesis

SDS-PAGE

Pembuatan gel dilakukan dengan

lebih dahulu menyiapkan cetakan gel berupa

dua lembar kaca yang dipisahkan dengan

spacer. Konsentrasi akrilamid yang digunakan

adalah 10 %. Larutan untuk Resolving gel

dimasukkan ke dalam cetakan gel sampai

batas tertentu, kemudian ditambahkan etanol

agar permukaan gel rata. Gel dibiarkan

mengeras, lalu etanol 70 % yang berada di

atas separating gel dibuang. Larutan untuk

Stacking gel yang telah dibuat dimasukkan ke

dalam cetakan yang telah dipasangi sisir

pelubang dan dibiarkan mengeras. Sisir

kemudian dilepaskan dengan gerakan vertikal

ke atas. Gel telah siap digunakan dan dipasang

pada alat elekroforesis.

Sampel hasil ekstraksi protein dipipet

ke dalam tabung mikro dan ditambahkan

loading buffer dengan perbandingan 4:1.

Campuran tersebut kemudian dipanaskan

dalam air mendidih selama 3-5 menit.

Masing-masing sampel serta protein

standar sebanyak 5 µl dimasukkan ke dalam

sumur-sumur yang terdapat pada gel. Alat

elektroforesis dihubungkan ke power supply

pada tegangan 110 V. Elektroforesis

kemudian dilanjutkan selama kurang lebih

120 menit hingga pewarna mencapai ujung

gel . Deteksi protein pada gel dilakukan

dengan pewarnaan gel menggunakan larutan

staining selama semalam. Kemudian gel

dicuci sebanyak 1 kali dengan larutan

destaning selama 30 menit. Gel kemudian

dipanaskan dalam air (95 oC) hingga pita

protein terlihat dengan intensitas memadai.

Penyimpanan gel dilakukan dengan

melapisinya dengan plastik.

Identifikasi dan analisis pola SDS-

PAGE dilakukan dengan pengamatan

pemisahan pita proteinnya. Protein target

ditentukan Rf-nya, kemudian bobot molekul

dari protein tersebut ditentukan berdasarkan

kurva standar log BM terhadap Rf dari protein

standar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini ada beberapa

varietas tembakau lokal yang belum ada

plantletnya sehingga harus ditumbuhkan

terlebih dahulu dari bijinya di dalam media

MS0 sehingga butuh waktu kurang lebih 6

minggu hingga plantletnya tersebut siap untuk

dijadikan eksplan cakram daun.

Pada awal penelitian, banyak sekali

cakram daun yang terkontaminasi bakteri dan

cendawan sehingga penelitian harus diulangi

lagi dengan hati-hati. Untuk menghindari

terjadinya kontaminasi maka alat dan bahan

yang digunakan harus dipastikan steril,

pengerjaannya juga harus steril misalnya saja

dengan menggunakan sarung tangan yang

sebelumnya diberikan alkohol atau dengan

menggunakan masker. Selain itu, wadah

inkubasi cakram daun sebaiknya jangan

terlalu banyak disentuh atau dipindahkan

karena plastik parafilm yang menyegelnya

mudah terbuka.

Jumlah cakram daun tiap varietas yang

digunakan adalah 5, karena jumlah ini sudah

cukup untuk memperkecil deviasi standar

walaupun pada penelitian Li, Huang, Bass

(2003) digunakan 10 cakram daun. Inkubasi

selama 7 minggu adalah waktu optimal untuk

organogenesis tunas dari cakram daun

berdasarkan hasil penelitian Li, Huang, Bass

(2003) dengan pemindahan ke media baru

yang sama setelah 3 minggu. Media induksi

tunas yang digunakan adalah MS + 1 ppm

BAP + 0.1 ppm NAA, media ini dapat

menginduksi tunas secara optimal dari cakram

daun varietas lokal yang telah dilakukan oleh

Witarto & Desriani (2005).

Jumlah Tunas, Persentase Cakram Daun

yang Tumbuh Tunas dan Persentase Luas

Area Permukaan Cakram Daun yang

Tumbuh Tunas

Hasil penelitian terhadap cakram daun

16 varietas tembakau lokal dalam media

Page 19: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

induksi tunas (MS + BAP 1 ppm + NAA 0.1

ppm) selama 7 minggu menunjukkan bahwa

tiap cakram daun dari 16 varietas tersebut

semuanya dapat tumbuh tunas (100%) dengan

jumlah tunas rataan yang berbeda pada tiap

varietas (Tabel 3).

Rataan jumlah tunas tiap cakram daun

memiliki respon yang beragam dari tiap

varietas. Rataan jumlah tunas di atas 40 terjadi

pada 2 varietas, rataan jumlah tunas 30-40

terjadi pada 8 varietas, dan rataan jumlah

tunas 20-30 terjadi pada 6 varietas. Dari ke-16

varietas lokal tersebut varietas Gewol

Setiyeng adalah varietas yang paling banyak

memiliki rataan jumlah tunas tiap cakram

daun berespon tunas, sedangkan varietas Deli

adalah varietas yang paling sedikit

membentuk tunas tiap cakram daun yang

berespon tunas. Varietas Gewol Setiyeng

berasal dari Jawa sedangkan varietas Deli

berasal dari Sumatera, dengan demikian

perbedaan habitat asal berpengaruh terhadap

pembentukan tunas secara organogenesis.

Varietas lokal menurut Tjitrosoepomo

(1994) merupakan spesies tabacum, pada

penelitian Li, Huang, Bass di tahun 2003,

spesies tabacum yang berasal dari Amerika

Selatan dengan nomor aksesi PI 552432 dan

PI 119208 memiliki potensi organogenesis

yang tinggi karena memiliki persentase

cakram daun yang tumbuh tunas sebesar

100%.

Hasil penelitian ini sesuai dengan

persamaan yang dihasilkan dalam penelitian

yang dilakukan oleh Li, Huang, Bass (2003).

Persamaan tersebut yaitu: jumlah tunas =

14.7825×(persentase)0.05

×exp[–0.2455×(100–

persentase)–2

. Grafik yang dihasilkan oleh Li,

Huang & Bass (2003) menunjukkan garis

yang vertikal jika jumlah tunas yang

dihasilkan lebih dari 20 tunas, dengan

persentase sebesar 100%. Jika data dari

penelitian ini dibuat grafik, maka grafik

tersebut akan vertikal karena jumlah tunas

yang dihasilkan di atas 20 tunas dan

persentase cakram daun yang tumbuh tunas

menujukkan nilai 100% semuanya (Gambar

8).

Perbedaan pada tembakau varietas

lokal tersebut hanya terbatas pada jumlah

tunas saja, namun di dalam pengamatan

ternyata terdapat perbedaan antar varietas

yang lain, yakni luas area permukaan yang

tumbuh tunas pada tiap cakram daun berbeda

(Gambar 9). Oleh karena itu, untuk

melakukan studi potensi organogenesis dari

sesama spesies Nicotiana tabacum, L

digunakan parameter persentase luas area

permukaan cakram daun yang tumbuh tunas

dan jumlah tunas.

Witarto dan Desriani (2005)

menggunakan kedua parameter ini untuk

melihat potensi organogenesis 9 varietas

tembakau lokal, didapat persamaan

eksponensial dengan persamaan: jumlah tunas

= 1.1814e0.0305 x persentase

(R2

= 0,828). Nilai R

yang tinggi yaitu 0,828 menunujukkan bahwa

kedua parameter tersebut dapat digunakan

Tabel 3 Jumlah tunas dan persentase cakram daun yang tumbuh tunas dari 16 varietas lokal

tembakau setelah 7 minggu

Varietas Rataan jumlah

tunas tiap

cakram daun

Persentase cakram

daun yang tumbuh

tunas (%)

Gewol Setiyeng 43 100

Kemloko Wonosobo Besar 40 100

Srintil 37 100

Kemloko Murni 35 100

Jawa 35 100

Koplo 34 100

Gewol Kerincing 31 100

Gobir Koplo 31 100

Genjah Kenongo 31 100

Andong 31 100

Gobir Andong 30 100

Cetok 30 100

Gobir Kemloko 29 100

Kemloko Putih Besar 28 100

Gobir Mustang 26 100

Deli 25 100

Page 20: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

untuk melakukan studi potensi organogenesis

pada spesies Nicotiana tabacum dengan

varietas yang berbeda-beda.

Penelitian dilakukan dengan

membandingkan luas area permukaan yang

tumbuh tunas terhadap total luas area

permukaan cakram daun, dan hasilnya dibuat

dengan satuan persentase. Witarto dan

Desriani (2005) juga mengelompokkan

potensi organogenesis ke dalam 4 golongan

berdasarkan persentase luas area ini, yaitu :

beregenerasi tinggi (80-100 %), beregenerasi

moderat (51-79 %), beregenerasi rendah (1-50

%) dan tidak beregenerasi (0 %).

Pada penelitian selama 7 minggu

inkubasi didapatkan 7 varietas lokal yang

tergolong tinggi potensi organogenesisnya

(80-100%) dan 9 varietas lokal yang tergolong

moderat (50-79%). Varietas Gewol Setiyeng

memiliki persentase rataan yang paling tinggi

(92%) di antara varietas lainnya sedangkan

varietas Cetok memiliki persentase rataan

yang paling rendah (56%), data selengkapnya

ditampilkan pada Tabel 4.

20

25

30

35

40

45

90 100 110

Persentase (%)

Jumlah tunas

Gambar 8 Grafik hubungan antara rataan

jumlah tunas dengan persentase

cakram daun yang tumbuh tunas

(%).

Gambar 9 Perbandingan tunas yang terbentuk

antara varietas Gewol Setiyeng

dangan varietas Deli; tunas

ditunjukkan dengan tanda panah,

area cakram daun tidak tumbuh

tunas ditandai dengan lingkaran.

Persamaan grafik hubungan antara

jumlah tunas dan persentase luas area

permukaan cakram daun tumbuh tunas

menunjukkan nilai R2 yang kecil sekali

(0.4423), grafik ini tidak seperti apa yang

telah didapatkan oleh Witarto dan Desriani

(1995). Jika grafik ini dibuat eksponensial

maka nilai R2 yang diperoleh lebih rendah

yakni 0.4344. Untuk itu grafik hubungan

antara keduanya dibuat dengan hubungan

linear walaupun nilai R2 yang diperoleh kecil

sekali (Gambar 10).

Dari grafik tersebut titik yang paling

atas dan yang paling kanan menunjukkan

persentase dan jumlah tunas yang paling

tinggi (varietas Gewol Setiyeng), titik yang

paling bawah menunjukkan jumlah tunas yang

paling rendah (varietas Deli), dan titik yang

paling kiri menunjukkan persentase yang

paling rendah (varietas Cetok).

Grafik yang memiliki nilai R2 kecil ini

disebabkan karena faktor ukuran tunas yang

berbeda selama inkubasi 7 minggu. Sebagai

contoh adalah perbandingan varietas Deli

(jumlah tunas terendah) dan varietas Cetok

(persentase terendah). Walaupun jumlah tunas

varietas Deli sangat sedikit namun varietas

Deli memiliki ukuran tunas kecil dan sedang

sehingga area tumbuh tunasnya agak sedikit

besar dibandingkan varietas Cetok yang

memiliki jumlah tunas selisih 5 tunas lebih

banyak dari varietas Deli memiliki ukuran

tunas yang sangat kecil dan sedikit sehingga

terdapat area tumbuh tunas yang sempit.

y = 0,3175x + 7,4671

R2 = 0,4423

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

50 60 70 80 90 100

Persentase area (%)

Jumlah tunas

Gambar 10 Grafik hubungan antara jumlah

tunas yang tumbuh dengan

persentase luas area eksplan

daun yang tumbuh tunas.

Page 21: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

Analisis Protein Cakram Daun

Untuk analisis protein, perlu

dibandingkan varietas dengan jumlah tunas

yang berbeda nyata. Faktor jumlah tunas

dipilih karena telah diketahui protein yang

disandikan lebih banyak apabila jumlah

tunasnya juga banyak. Protein tersebut adalah

produk dari gen ESR1 (Enhancer of Shoot

Regeneration 1) yang ekspresinya diinduksi

oleh adanya sitokinin (Banno et al. 2001).

Faktor yang lainnya yaitu persentase

cakram daun yang tumbuh tunas tidak bisa

digunakan untuk membedakannya mengingat

semua varietas memiliki persentase 100%,

sedangkan faktor persentase luas area

permukaan yang tumbuh tunas belum dapat

diketahui protein apa yang berhubungan

dengannya.

Hasil analisis statistik rataan jumlah

tunas tiap cakram daun dengan ANOVA

tingkat kepercayaan 95% menunjukkan

bahwa nilai F hitung sebesar 6,87 dengan

peluang nyata sebesar 0,0001 (α=0.01).

Dengan hasil tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa rataan jumlah tunas tiap cakram daun

dengan varietas yang berbeda adalah berbeda

secara signifikan.

Uji Duncan sebagai uji lanjut untuk

mengelompokkan varietas dengan rataan

jumlah tunas tiap cakram daun menunjukkan

bahwa terdapat 5 kelompok Duncan, varietas

yang berada pada kelompok yang sama

menunjukkan rataan jumlah tunas tiap cakram

daun yang tidak berbeda secara signifikan

(Tabel 5).

Varietas yang memiliki potensi

organogenesis tinggi namun jumlah tunasnya

menurut uji Duncan seperti pada varietas

Genjah Kenongo yang memiliki persentase

luas area tumbuh tunas 92% namun dalam

kelompok Duncan tergolong kelompok C,D,E

dapat dijelaskan karena varietas tersebut

memiliki tunas yang kecil dengan ukuran

cakram daun yang kecil juga.

Dari kelompok-kelompok tersebut

diperoleh bahwa varietas Gewol Setiyeng dan

varietas Deli memiliki perbedaan yang sangat

signifikan, sehingga untuk analisis protein,

digunakan 2 varietas ini, namun cakram daun

yang dipilih adalah yang berumur 1 sampai 3

minggu, hal ini karena secara kasat mata

dalam tempo 3 minggu sudah ada perbedaan

yang signifikan terhadap respon

Tabel 4 Data persentase luas area cakram daun tumbuh tunas dari 16 varietas lokal setelah 7 minggu

waktu inkubasi

Varietas Rataan jumlah

tunas

Rataan

Persentase area

tumbuh tunas

(%)

Potensi

organogenesis

Keterangan

Gewol Setiyeng 43 92 Tinggi Tunas kecil, cakram

daun kecil

Srintil 37 92 Tinggi Tunas kecil

Genjah Kenongo 31 91 Tinggi Tunas kecil, cakram

daun kecil

Kemloko

Wonosobo Besar

40 89 Tinggi Tunas kecil + sedang

Gobir Koplo 31 84 Tinggi Tunas kecil + sedang

Jawa 35 83 Tinggi Tunas kecil + sedang

Kemloko Murni 35 81 Tinggi Tunas kecil + sedang

Andong 31 78 Moderat Tunas kecil + sedang

Gobir Mustang 26 76 Moderat Tunas kecil

Gobir Kemloko 29 73 Moderat Tunas kecil

Gewol Kerincing 31 73 Moderat Tunas sedang,

cakram daun besar

Gobir Andong 30 73 Moderat Tunas kecil

Koplo 34 70 Moderat Tunas kecil

Kemloko Putih

Besar

28 71 Moderat Tunas kecil + besar

Deli 25 67 Moderat Tunas kecil + sedang

Cetok 30 56 Moderat Tunas kecil

Page 22: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

Tabel 5 Kelompok Duncan berdasarkan

rataan jumlah tunas tiap cakram

daun yang terbentuk

Varietas Rataan

jumlah

tunas

Gewol Setiyeng 43.0 a

Kemloko Wonosobo Besar 40.0 a,b

Srintil 36.6 b,c

Jawa 35.4 b,c,d

Kemloko Murni 35.4 b,c,d

Koplo 34.6 b,c,d

Genjah Kenongo 31.2 c,d,e

Gobir Koplo 31.2 c,d,e

Andong 30.8 c,d,e

Gewol Kerincing 30.7 c,d,e

Cetok 30.4 c,d,e

Gobir Andong 30.0 d,e

Gobir Kemloko 29.0 d,e

Kemloko Putih Besar 27.8 e

Gobir Mustang 25.8 e

Deli 24.8 e

keterangan : huruf yang berbeda menyatakan

perbedaan yang nyata.

organogenesis di antara varietas tersebut.

Kemungkinan di tingkat molekuler juga

terdapat perbedaan yang signifikan sehingga

dijadikan landasan untuk pemilihan lama

inkubasi untuk kepentingan analisis protein

cakram daun sebagai respon terhadap

lingkungan tumbuhnya.

Tunas sudah muncul dari cakram daun

setelah 3 minggu. Dari minggu ke-1 hingga

minggu ke-2 terlihat bahwa ukuran cakram

daun membesar yang kemudian pada minggu

ke-3 muncul tunas dari sisi-sisi cakram daun

tembakau (Gambar 11). Pembesaran dan

pembentukan tunas ini merupakan respon

cakram daun ketika diberi tambahan ZPT

NAA dan BAP. NAA (Naphtalene Acetic

Acid) merupakan auksin sintetik yang cara

kerjanya sama dengan auksin alami. ZPT

lainnya yakni BAP (Benziladenin Purine)

merupakan sitokinin sintetik.

Auksin mempunyai efek membesarkan

sel, hal tersebut berawal dari meningkatnya isi

sel tetapi tidak diimbangi dengan

peningkatkan dinding sel sehingga terjadi

tekanan turgor dan hal ini akan mendorong

kerja enzim selulase memotong-motong

selulosa pada dinding primer hingga dinding

elastis dan sel membesar (Santoso & Nursandi

2003, Wattimena 1988).

Gambar 11 Perkembangan cakram daun.

Tembakau varietas Gewol

Setiyeng (atas) (a) minggu I,

(b) minggu II, dan (c) minggu

III dan Deli (bawah) (d)

minggu ke-1, (e) minggu ke-2,

dan (f) minggu ke-3. Tunas

ditunjukkan dengan lingkaran.

Selain membuat sel membesar, auksin

juga mempengaruhi jenis protein yang

terbentuk dan bekerja dengan sangat cepat.

Seperti auksin, sitokinin juga dapat

membesarkan sel dengan jalan mengganggu

enzim tertentu di dalam dinding sel (Salisbury

& Ross 1992). Namun, utamanya sitokinin

berperan memacu pertumbuhan tunas dengan

jalan pemacuan sitokinesis (pembelahan sel).

Sitokinin mendorong pembelahan sel dalam

biakan jaringan dengan cara meningkatkan

peralihan dari G2 ke mitosis (Salisbury &

Ross 1992).

Fase G2 merupakan fase pertumbuhan

sel sesudah replikasi DNA, pada fase ini sel

bersiap untuk membelah. Selain dengan

meningkatkan peralihan dari G2 ke mitosis,

sitokinin juga bekerja dengan cara

meningkatkan kestabilan mRNA, dan karena

itu mempercepat translasi pesan genetik

mereka menjadi protein (Salisbury & Ross

1992).

Salah satu syarat terpenting yang harus

dimiliki suatu tanaman untuk

dikembangankan dalam usaha molecular

farming adalah daya regenerasi dengan

metode kultur jaringan, karena pada

molecular farming digunakan metode kultur

jaringan untuk percepatan mendapatkan bibit

dengan jumlah besar dalam waktu sesingkat-

singkatnya. Organogenesis tunas dari eksplan

daun adalah yang umum digunakan baik

dalam regenerasi maupun transformasi

tembakau. Dari hasil ini, diketahui potensi

organogenesis dari 16 varietas lokal yang ada

di Indonesia, yang dapat dijadikan sebagai

landasan untuk molecular farming.

Mekanisme yang mempengaruhi

organogenesis tunas tidak banyak diketahui,

Page 23: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

namun telah diidentifikasi dan dikarakterisasi

2 tipe gen yang mengatur organogenesis tunas

pada Arabidopsis. Tipe gen yang pertama

mengendalikan pembentukan tunas dari sel-

sel yang belum terdiferensiasi, sebagai contoh

adalah gen reseptor sitokinin CRE1. Gen

tersebut menyandikan protein histidin kinase

sehingga dapat memproduksi tunas (Inoue et

al.2001, Ueguchi et al. 2001). Tipe gen kedua

adalah yang mengendalikan jumlah tunas

yang tumbuh, contohnya adalah gen ESR1

(Enhancer of Shoot Regeneration 1). ESR1

menyandikan faktor transkripsi terduga (36.2

kDa) dan jika ekspresinya berlebih maka

dapat menginduksi tunas empat kali lebih

banyak dari kultur akar dibandingkan dengan

kontrolnya (Banno et al. 2001).

Hasil analisis total protein dengan

SDS-PAGE menunjukkan pada minggu kedua

dan ketiga, konsentrasi protein berkurang,

karena selama inkubasi cakram daun

menyerap air, sehingga mempengaruhi berat

sampel saat akan dianalisis.

Urutan Sampel : M = Protein standar

1 = Total protein daun tembakau varietas Gewol Setiyeng minggu I

2 = Total protein daun tembakau varietas Gewol Setiyeng

minggu II

3 = Total protein daun tembakau varietas Gewol Setiyeng

minggu III

4 = Total protein daun tembakau varietas Deli minggu I

5 = Total protein daun tembakau varietas Deli minggu II

6 = Total protein daun tembakau varietas Deli minggu III

Gambar 12 Elektroforegram total protein

pada cakram daun.

Analisis diulang kembali dengan

mengencerkan sampel minggu I dari 0.6 %

(v/v) menjadi 0.2 % (v/v). Hasilnya

menunjukkan konsentrasi sampel minggu I

hampir sama dengan sampel minggu II dan

minggu III (Gambar 13).

Hasil analisis protein ESR1 dengan

SDS-PAGE ditunjukkan pada Gambar 14.

Sampel pada minggu I antara varietas Gewol

Setiyeng yang tumbuh tunas paling banyak

dengan varietas Deli yang tumbuh tunas

paling sedikit menunjukkan ketebalan pita

daerah protein ESR1 (ditunjukkan dengan

tanda panah) yang dimiliki varietas Gewol

Setiyeng agak sedikit lebih tebal dibanding

varietas Deli. Hasil ini lebih mendukung

penyebab mengapa varietas Gewol Setiyeng

dapat menumbuhkan tunas lebih banyak

dibandingkan dengan varietas Deli.

Urutan Sampel : M = Protein standar

1= Total protein daun tembakau varietas Gewol Setiyeng minggu I

2= Total protein daun tembakau varietas Deli minggu I

3= Total protein daun tembakau varietas Gewol Setiyeng

minggu II

4= Total protein daun tembakau varietas Deli minggu II

5= Total protein daun tembakau varietas Gewol Setiyeng

minggu III

6= Total protein daun tembakau varietas Deli minggu III

Gambar 13 Elektroforegram total protein

pada cakram daun setelah

sampel minggu I diencerkan.

kDa M 1 2 3 4 5

Page 24: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

Gambar 14 Perbandingan pita protein terduga

dari gen ESR1 pada varietas

Gewol Setiyeng dengan varietas

Deli. Urutan sampel dari kiri ke

kanan adalah protein standar,

varietas Gewol Setiyeng,

varietas Deli, pita protein

terduga dari gen ESR1

ditunjukkan dengan tanda panah.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari 16 varietas tembakau lokal,

varietas Gewol Setiyeng menghasilkan

persentase luas area permukaan yang tumbuh

tunas paling tinggi yaitu 92 %, sedangkan

varietas Cetok menghasilkan persentase luas

area permukaan yang tumbuh tunas paling

rendah yaitu 56 %. Varietas Gewol Setiyeng

tergolong dengan jumlah tunas tertinggi (43

tunas) dan varietas Deli terendah (25 tunas).

Hubungan antara persentase luas area

permukaan yang tumbuh tunas dengan jumlah

tunas tiap cakram daun memiliki nilai

R2=0.4423. Pada analisis protein, daerah yang

menunjukkan pita protein terduga dari gen

ESR1 sedikit lebih tebal pada varietas Gewol

Setiyeng. Saran untuk penelitian selanjutnya

adalah perlu dilakukan penelitian potensi

organogenesis terhadap varietas lokal lainnya

yang belum diteliti.

DAFTAR PUSTAKA

Banno H, Ikeda Y, Niu QW, Chua NH. 2001.

Over expression of Arabidopsis ESR1

induces initiation of shoot regeneration.

Plant Cell 13: 1609-1618.

Basuki S, Rochman F, Yulaikah S. 2000.

Biologi tembakau temanggung. Di

dalam: [Balittas] Balai Penelitian

Tembakau dan Tanaman Serat.

Tembakau Temanggung. Malang:

Balittas.

Daniell H, Streatfield SJ, Wycoff K. 2001.

Medical molecular farming: production

of antibodies, biopharmaceuticals and

edible vaccine in plants. Trends Plant

Sci 5:219-226.

Dixon RA. 1985. Isolation and maintenance

of callus and cell suspension cultures.

Di dalam: Dixon RA, editor. Plant Cell

Culture A Practical Approach. Oxford:

IRL Pr. hlm 1-4.

Durbin RD (ed). 1979. Nicotiana: procedures

for experimental use. USDA Tech Bull

1586.

Fischer R, Emans N. 2000. Molecular farming

of pharmaceutical proteins [Abstrak].

Transgenic Res 9:279-299.

Fischer R, Hoffmann K, Schillberg S, Emans

N. 2000. Antibody production by

molecular farming in plants [Abstrak].

J Biol Regul Homeost Agents 14:83-92.

Giddings G, Allison G, Brooks D, Carter A.

2000. Transgenic plants as factories for

biopharmaceuticals. Nat Biotechnol

18:1151-1155.

Goodspeed TH. 1954. The Genus Nicotiana.

Waltham, Mass: Chronica Botanica

Horsch RB. 1985. A simple and general

method for transferring genes into

plants [Abstrak]. Science 227:1229-

1231.

Inoue et al. 2001. Identification of CRE1 as a

cytokinin receptor from Arabidopsis

[Abstrak]. Nature 409:1060-1063.

Kusnadi A, Nikolov ZL, Howard JA. 1997.

Production of recombinant proteins in

transgenic plants: practical

considerations. Biotechnol Bioeng

56:473-484.

Li B, Huang W, Bass T. 2003. Shoot

production per responsive leaf explant

increases exponentially with explant

organogenic potential in Nicotiana

species. Plant Cell Rep 22:231-238.

Maliga P. 2003. Progress towards

commercialization of plastid

transformation technology. Trends

Biotechnol 21:20-28.

Margaret et al. 1991. Compendium of tobacco

diseases. Minnesota: APS Pr.

Page 25: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

Mattjik AA, Sumertajaya M. 2000.

Perancangan Percobaan. Bogor: IPB

Pr.

Napier R. 2004. Plant hormone binding site.

Annals of Botany 93:227-233.

Niesing B. 2001. Therapeutic drugs from

tobacco. [terhubung berkala].

http://www.fraunhofer.de/fhg/archiv/m

agazin/pflege.zv.fhg.de/english/publica

tions/df/df2001/magazine2_2001_22.p

df. [16 Maret 2006].

Pelczar MJ dan Chan ECS. 1986. Dasar-

Dasar Mikrobiologi. Volume ke-1.

Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo

SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI

Pr. Terjemahan dari: Elements of

Microbiology.

Rochman F, Suwarso. 2000. Kultivar lokal

temanggung dan usaha perbaikannya.

Di dalam : [Balittas] Balai Penelitian

Tembakau dan Tanaman Serat.

Tembakau Temanggung. Malang :

Balittas.

Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi

Tumbuhan . Volume ke-3. Lukman DR,

penerjemah; Bandung: ITB.

Terjemahan dari: Plant Physiology.

Santoso U, Nursandi F. 2003. Kultur Jaringan

Tanaman. Malang: UMM Pr.

Svab Z, Maliga P. 1993. High frequency

plastid transformation in tobacco by

selection for a chimeric aadA gene.

Proc Natl Acad Sci USA 90: 913-917.

Tisserat B. 1985. Embryogenesis,

organogenesis and plant regenration. Di

dalam: Dixon RA, editor. Plant Cell

Culture A Practical Approach. Oxford:

IRL Pr. hlm 79-105.

Tjitrosoepomo G. 1994. Taksonomi

Tumbuhan Obat-Obatan. Yogyakarta:

Gajah Mada University Pr.

Ueguchi C, Sato S, Kato T, Tabata S. 2001.

The AHK4 gene involved in the

cytokinin signaling pathway as a direct

receptor molecule in Arabidopsis

thaliana. Plant Physiol 42: 751-755.

[Abstrak].

Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tumbuh

Tanaman. Bogor: PAU Bioteknologi

IPB.

Witarto AB. 2005. Molecular farming pada

tembakau, protein bernilai tinggi untuk

terapetik dan diagnostik, human

erythropoietin dan sialidase. [terhubung

berkala]. http://www.biodiversity-

lipi.org/programmes/biotech/biotech_ar

ief.html - 4k -. [30 Maret 2006].

Witarto AB, Desriani. 2005. Potensi

organogenesis 9 tembakau varietas

lokal. Di dalam: Laporan Kerja

Tahunan Puslit Bioteknologi LIPI.

Bogor: Puslit Bioteknologi LIPI

Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara

Memperbanyak Tanaman Secara

Efisien. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Page 26: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

16

LAMPIRAN

Page 27: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

17

Lampiran 1 Komposisi larutan stok Media MS

1 Stok Hara Makro

Nama bahan Konsentrasi akhir

(g/L)

Stok 20X dalam

1000 ml (g)

Pemakaian

NH4NO3 1.650 33.0

KNO3 1.900 38.0 50 ml stok/liter media

MgSO4 0.370 7.4

KH2PO4 0.170 3.4

CaCl2 0.440 8.8

2 Stok Hara Mikro

Nama bahan Konsentrasi akhir

(mg/L)

Stok 500X dalam 200

ml (mg)

Pemakaian

KI 0.830 83.0

H3BO3 6.200 620.0

MnSO4 .4H2O 22.300 2230.0 2 ml stok/liter

media

ZnSO4.7H2O 8.600 860.0

Na2MoO4.2H2O 0.250 25.0

CuSO4.5H2O 0.025 2.5

CoCl2.6H2O 0.025 2.5

3 Stok NaFeEDTA

Nama bahan Konsentrasi akhir

(mg/L)

Stok 200X dalam

100 ml (mg)

Pemakaian

NaFeEDTA 36,700 734 mg 5 ml/liter

4 Stok Vitamin dan Asam Amino

Nama bahan Kosentrasi akhir

(mg/L)

Stok 200X dalam

100 ml (mg)

Pemakaian

Asam nikotinat 0.5 10 5 ml stok/liter

media

Piridoksin HCl 0.5 10

Tiamin HCl 0.3 2

Glisin 3.0 60

Page 28: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

18

Lampiran 2 Tahap-tahap kerja penelitian

diambil daun kedua atau ketiga dari pucuk

dipotong berukuran 0.5 cm x 0.5 cm

ditanam di media induksi tunas

planlet tembakau

daun tembakau

cakram daun

pembentukan tunas

analisis statistik ekstraksi dan analisis

protein

Page 29: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

19

Lampiran 3 Tahap-tahap ekstraksi dan analisis protein

cakram daun (0.3 g) + bufer ekstraksi protein 0.6 ml

digerus

disentrifus 15000 rpm, 20 menit, 4 oC

Pelet (debris sel dan sel belum hancur)

Supernatan (protein larut air dan fraksi membran dengan protein membran)

Ekstrak protein 64 µL + loading bufer 16 µL

Dididihkan 5 menit

Sampel dipindahkan ke gel

Hubungkan ke alat elektroforesis dengan power supply 110 volt, diatur 30 mA,

selama 120 menit

Gel + pewarna (larutan staining)

Didiamkan 1 malam

Larutan staining diganti dengan larutan destaining

Didiamkan 30 menit

Larutan destaining dibuang, dan gel dipanaskan selama 60 menit untuk

menghilangkan warna yang tidak terikat protein.

Gel dikemas dalam plastik mika

Page 30: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

20

Lampiran 4 Larutan stok SDS-PAGE

1. 30 % Akrilamid

29.2 g akrilamid + 0.8 g N’N’-bis-metilen-akrilamid

Volume diatur hingga 100 ml, disimpan di tempat gelap, suhu 4 oC.

2. 1.5 M Tris-HCl (pH 8.8)

18.15 g basa Tris, pH diatur 8.8 dengan tambahan HCl.

Volume diatur hingga 100 ml, disimpan pada suhu 4 oC.

3. 0.5 M Tris-HCl (pH 6.8)

6.05 g basa Tris, pH diatur hingga 6.8 dengan tambahan HCl.

Volume diatur hingga 100 ml, disimpan pada suhu 4 oC.

4. 10 % SDS

10 g SDS dilarutkan dalam akuades hingga volumeya 100 ml.

5. 0.9 % APS (Ammonium Peroksida Sulfat)

0.09 g APS dilarutkan dalam 10 ml akuades, disimpan dalam 2 ml aliquot,

disimpan di freezer, dibiarkan mencair sebelum digunakan.

6. TEMED

7. Buffer elektroforesis stok 5x

15 g Tris-HCl + 72 g glisin + 5 g SDS.

Volume diatur hingga 1000 ml.

8. Loading buffer stok 3x

3 ml Tris-HCl 0,5 M (pH 6.8)

+ 0.3 ml EDTA 0,2 M

+ 3 ml 10 % SDS

+ 0.3 ml β-merkaptoetanol

+ 2.4 ml glisin

+ 3 ml akuades

9. Larutan resolving buffer

10 ml Tris-HCl 1.5 M (pH 8.8)

+ 0.4 ml SDS dan akuades 12. 4 ml.

10. Larutan stacking buffer

8 ml Tris-HCl 0,5 M (pH 6.8)

+ 0.3 ml SDS 10 % dan akuades 12 ml.

Page 31: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

21

Lampiran 5 Komposisi gel akrilamid 10 %

1. Resolving gel

a. Resolving buffer 5.00 ml

b. Akrilamid 30% 4.00 ml

c. APS 0.9% 1.00 ml

d. TEMED 0.01 ml

Total 10.01 ml

2. Stacking gel

a. Resolving buffer 1.456 ml

b. Akrilamid 30% 1.174 ml

c. APS 0.9% 0.300 ml

d. TEMED 0.004 ml

Total 2.934 ml

Page 32: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

22

Lampiran 6 Data hasil uji RAL ANOVA

Hasil Analisis Ragam - RAL

General Linear Models Procedure Class Level Information Class Levels Values VAR 16 1 2 3 4 5 6 8 9 b c d e h j k l Number of observations in data set = 76 Hasil Analisis Ragam - RAL General Linear Models Procedure Dependent Variable: TUNAS Jumlah tunas tiap cakram daun Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 15 1796.69122807 119.77941520 6.87 0.0001 Error 60 1045.46666667 17.42444444 Corrected Total 75 2842.15789474 R-Square C.V. Root MSE TUNAS Mean 0.632157 12.88561 4.17425975 32.39473684 Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F VAR 15 1796.69122807 119.77941520 6.87 0.0001 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F VAR 15 1796.69122807 119.77941520 6.87 0.0001

Page 33: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

23

Lampiran 7 Data hasil uji Duncan

General Linear Models Procedure Duncan's Multiple Range Test for variable: TUNAS NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate,

not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 60 MSE= 17.42444 WARNING: Cell sizes are not equal. Harmonic Mean of cell sizes= 4.615385 Number of Means 2 3 4 5 6 7 8 9 Critical Range 5.496 5.782 5.971 6.108 6.213 6.298 6.367 6.426 Number of Means 10 11 12 13 14 15 16 Critical Range 6.475 6.518 6.556 6.588 6.617 6.643 6.666 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N VAR A 43.000 5 2 A B A 40.000 5 k B B C 36.600 5 e B C B C D 35.400 5 h B C D B C D 35.400 5 9 B C D B C D 34.600 5 d C D E C D 31.200 5 b E C D E C D 31.200 5 5 E C D E C D 30.800 5 l E C D E C D 30.667 3 3 E C D E C D 30.400 5 c E D E D 30.000 3 1 E D E D 29.000 5 4 E E 27.800 5 j E E 25.800 5 6

E E 24.800 5 8

Page 34: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

24

Lampiran 8 Kurva protein standar SDS PAGE ulangan I

BM log BM Jarak geraknya pewarna (cm)

jarak geraknya pita (cm) Rf

94 1.973128 7.7 2.5 0.324675

67 1.826075 7.7 3.5 0.454545

43 1.633468 7.7 5.3 0.688312

30 1.477121 7.7 6.5 0.844156

20.1 1.303196 7.7 7.7 1

y = -0.9663x + 2.2826

R2 = 0.997

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Rf

Log BM

Page 35: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

25

Lampiran 9 Kurva protein standar SDS PAGE ulangan II

BM log BM Jarak geraknya pewarna (cm)

jarak geraknya pita (cm) Rf

94 1.973128 7.3 2 0.273973

67 1.826075 7.3 3 0.410959

43 1.633468 7.3 4.5 0.616438

30 1.477121 7.3 6.1 0.835616

20.1 1.303196 7.3 7.3 1

y = -0.8963x + 2.2049

R2 = 0.996

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Rf

log BM

Page 36: HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN DARI GEN ESR1 … · Under the direction of HASIM and ARIEF BUDI WITARTO. Study about potential of organogenesis in tobacco ( Nicotiana tabacum L.) and

26

Lampiran 10 Data jumlah tunas dari 16 varietas lokal tembakau

Varietas Minggu I Minggu III Minggu VII Keterangan

ulangan

jumlah tunas

ulangan

jumlah tunas

ulangan jumlah

tunas

Gobir

Andong

0,0,0,0,0 3,3,2 30,34,26 2 cakram daun

terkontaminasi

Gewol

Setiyeng

0,0,0,0,0 4,4,2,4,3 47,40,45,40,43

Gewol

Kerincing

0,0,0,0,0 6,5,1 32,34,26 2 cakram daun

terkontaminasi

Gobir

Kemloko

0,0,0,0,0 2,3,2,3,4 20,34,30,26,35

Gobir

Koplo

0,0,0,0,0 3,2,1,3,3 29,39,26,27,35

Gobir

Mustang

0,0,0,0,0 3,0,1,1,1 19,27,24,27,32

Deli 0,0,0,0,0 1,3,2,0,0 28,27,22,23,24

Jawa 0,0,0,0,0 2,1,5,5,4 34,39,35,37,32

Genjah

Kenongo

0,0,0,0,0 2,3,3,7,6 34,30,31,30,31

Cetok 0,0,0,0,0 3,4,2,4,2 33,29,36,34,20

Koplo 0,0,0,0,0 3,4,2,2,4 39,36,30,35,33

Srintil 0,0,0,0,0 2,5,4,3,2 33,38,42,35,35

Kemloko

Murni

0,0,0,0,0 5,4,5,5,7 38,35,34,34,36

Kemloko

Putih Besar

0,0,0,0,0 2,4,3,1,2 16,32,28,31,32

Kemloko

Wonosobo

Besar

0,0,0,0,0 3,2,5,6,6 40,38,42,41,39

Andong 0,0,0,0,0 4,5,5,3,2 31,33,28,35,27