hubungan fase tanah, batas atterberg, dan klasifikasi tanah

18
BAB II HUBUNGAN FASE TANAH, BATAS ATTERBERG, DAN KLASIFIKASI TANAH 1. KOMPONEN TANAH Tanah terdiri dari mineral dan partikel batuan dalam berbagai ukuran dan bentuk dan ini dikenal dengan dengan bagian padat pada tanah. Ruang antara partikel padat disebut pori atau void. Void ini berisi udara, air atau keduanya. Gambar 2.1 menjukkan komponen tanah. Gambar 2.1 Rangka Tanah yang terdiri dari Partikel solid dan Void. 2. KOMPONEN TANAH Jika void terisi penuh air maka tanah disebut tanah jenuh. Sebaliknya, jika terisi sebagian air, maka tanah menjadi tanah tidak jenuh. Solid, udara dan air adalah tiga fase dari tanah. Untuk

Upload: adhitya-kuswantoro

Post on 01-Jan-2016

176 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

BAB II

HUBUNGAN FASE TANAH, BATAS ATTERBERG, DAN

KLASIFIKASI TANAH

1. KOMPONEN TANAH

Tanah terdiri dari mineral dan partikel batuan dalam berbagai ukuran dan bentuk dan ini dikenal

dengan dengan bagian padat pada tanah. Ruang antara partikel padat disebut pori atau void. Void

ini berisi udara, air atau keduanya. Gambar 2.1 menjukkan komponen tanah.

Gambar 2.1 Rangka Tanah yang terdiri dari Partikel solid dan Void.

2. KOMPONEN TANAH

Jika void terisi penuh air maka tanah disebut tanah jenuh. Sebaliknya, jika terisi sebagian air,

maka tanah menjadi tanah tidak jenuh. Solid, udara dan air adalah tiga fase dari tanah. Untuk

Page 2: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

mengerti properti mekanik dari tanah, kita harus mampu mengkuantifikasi volume dan berat

ketiga fase yang sistematisnya ditunjukkan dalam Gambar Fase Tanah (Gambar 2.2) berikut.

Gambar 2.2 Diagram Fase Tanah

Dimana:

ms, mw, ma = massa solid, air, dan udara.

Ws, Ww, Wa = berat solid, air, dan udara.

Vs, Vw, Va = volume solid, air, dan udara.

gs, gw, ga = kepadatan solid, air, dan udara.

Wt, Vt = total berat tanah dan total volume tanah

Vv = volume void.

2.2 Pengertian Dasar

Berat jenis :

𝛾𝑏 =π‘Šπ‘‡

𝑉𝑇 atau 𝛾𝑏 =

π‘šπ‘‡π‘”

𝑉𝑇 (2.1)

Berat jenis kering

Page 3: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

𝛾𝑠 =π‘Šπ‘ 

𝑉𝑠 atau 𝛾𝑠 =

π‘šπ‘ π‘”

𝑉𝑠 (2.2)

Berat jenis air

𝛾𝑀 = πœŒπ‘€π‘” (2.3)

Berat jenis jenuh

π›Ύπ‘ π‘Žπ‘‘ =π‘Šπ‘ π‘Žπ‘‘

π‘‰π‘ π‘Žπ‘‘ atau π›Ύπ‘ π‘Žπ‘‘ =

π‘šπ‘ π‘Žπ‘‘ 𝑔

π‘‰π‘ π‘Žπ‘‘ (2.4)

Kadar air

𝑀 =π‘Šπ‘€

π‘Šπ‘  atau 𝑀 =

π‘šπ‘€

π‘šπ‘  (2.5)

Rasio Void : rasio volume void terhadap volume solid tanah.

𝑒 =𝑉𝑣

𝑉𝑠 (2.6)

Porositas : rasion volume void terhadap total volume tanah.

𝑛 =𝑉𝑉

𝑉𝑠𝑇× 100% (2.7)

Derajat kejenuhan: volume air pada void, persentase total volume void pada tanah basah.

π‘†π‘Ÿ =𝑉𝑀 Γ—100%

𝑉𝑠 (2.8)

Berat jenis solid 𝐺𝑠 =πœŒπ‘ 

πœŒπ‘€=

π‘šπ‘ 

π‘‰π‘ πœŒπ‘€ π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’

𝛾𝑠

𝛾𝑀=

π‘Šπ‘ 

𝑉𝑠𝛾𝑀 (2.9)

Berat jenis solid tanah tipikal 2.6 – 2.80.

2.2 Pengujian Laboratorium

Pengujian laboratorium dan uji lapangan dapat dilakukan untuk mengukur parameter geoteknis

tanah. Beberapa property dasar dan cara pengukurannya akan dijelaskan pada bagian di bawah

ini:

Page 4: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

2.2.1 Kadar air

Kadar air diukur dengan dengan mengambil sampel tanah, menimbangnya dengan berat m, lalu

mengeringkannya dalam oven dengan temperature 105 C dalam periode 24 jam, lalu

menimbannya kembali dengan berat md. Massa air didapatkan dari pengurangan m dari md.

Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus 2.5. Pengukuran kadar air juga dapat

dilakukan dengan microwave pada periode yang singkat. Cara penggunaannya diatur pada

standar ASTM.

2.2.2. Berat Jenis Bulk

Berat jenis bulk diukur dengan mengambil sampel tanah, menimbangnya dengan berat mg.

Volume, Vg pada sample tanah dapat diukur dengan beberapa teknik. Cara yang paling umum

dengan metode Sand Cone, dimana tanah yang diukur, digantikan dengan material pasir yang

diketahui berat jenis. Gambar 2.2 menunjukkan cara melakukan sandcone. Ketika mg dan Vg

diketahui, g dapat dihitung dengan rumus 2.1.

Gambar. 2.2. Sand Cone

2.2.3. Berat Jenis Kering

Berat jenis kering ditentukan sama dengan cara pengukuran berat jenis bulk. Kecuali sampelnya

dikeringkan dalam oven untuk mengukur kadar airnya. Sampel ditimbang dengan berat ms.

Page 5: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

Volume, Vs, diukur dengan cara yang sama seperti metode Sandcone. Ketika ms dan Vs

diketahui, g dengan rumus 2.2.

2.2.4. Spesific Gravity

Specific Gravity diukur dengan mengukur berat sample tanah yang sudah dikeringkan, ms,

kemudian dimasukkan dalam pycnomemter, Vs. G dapat dihitung dengan rumus 2.9.

3. DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI TANAH

Tanah dibagi dalam dua kategori, tanah berbutir halus dan tanah berbutir kasar. Tanah berbutir

kasar diukur dengan analisa ukuran butiran dan analisa Atterberg limit untuk tanah berbutir halus.

Kedua analisa ini merupakan alat bagi insinyur geoteknik untuk mengklasifikasi tanah.

3.1. Ukuran Butiran dan Distribusi Ukuran Butiran

Perilaku mekanis tanah berbutir dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, distribusi dan kepadatan

relative dari partikel-partikelnya.

3.2. Ukuran butir

Ukuran butiran tanah sangat beragam, mulai dari bongkahan (boulder) atau kerakal yang

berukuran ratusan millimeter hingga partikel lempung yang berukuran ribuan millimeter. Tabel

3.1 menunjukkan klasifikasi tanah berdasarkan ukuran partikelnya.

Tabel 3.1 Klasifikasi Partikel Tanah

Page 6: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

3.1.2. Bentuk butiran

Insinyur geoteknik harus dapat menerangkan secara kualitatif tanah dari bentuk butirannya.

Gambar 3.1 menunjukkan 4 klasifikasi bentuk butiran tanah dalam geoteknik.

Gambar 3.1. Bentuk Butiran Tanah.

Page 7: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

3.1.3. Distribusi Ukuran Butiran

Distribusi ukuran butiran tanah ditentukan memlalui pengujian standard distribusi ukuran

partikel tanah. Pengujian ini dilakukan dengan penyaring tanah kering pada satu set saringan

dengan ukuran yang bervariasi, dari saringan atas hingga saringan bawah. Jika massa tanah

diketahui, persentase tanah tertahan pada masing-masing saringan dapat diketahui dari

penimbangan tanah yang tertahan setelah diayak.

Distribusi ukuran butiran diplot pada grafik logaritmik pada Gambar 3.2. Tanah tergradasi baik

adalah tanah yang variasi ukuran partikelnya dalam rentang panjang, sedangkan tanah tergradasi

buruk adalah tanah yang rentang variasi ukuran partikelnya didominasi ukuran tanah tertentu.

Tanah yang seragam, adalah tanah yang rentang partikelnya kecil.

Koefisien untuk menghitung distribusi ukuran butiran tanah adalah:

Koefisien Keseragaman, 𝐢𝑒 =𝐷60

𝐷10 (3.1)

Dimana: D60 adalah ukuran butiran yang 60%-nya lolos saringan

D10 adalah ukuran butiran yang 10%-nya lolos saringan.

Cu adalah ukuran keseragaman tanah. Jika Cu = 1 maka tanah tersebut hanya memiliki

satu ukuran saja. Jika Cu β‰₯ 15 maka tanah tersebut tergradasi baik.

Page 8: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

Gambar 3.2. Tipikal Distribusi Ukuran Butiran Tanah.

Koefisien Kurvature, 𝐢𝑐 = 𝐷30

2

𝐷10𝐷60

Jika Cc antara 1 dan 3 maka tanah tergradasi baik dengan syarat Cu > 4 untuk kerikil dan Cu > 6

untuk pasir. Butiran tanah 10% pada tanah akan mengontrol permeabilitas, olehnya itu D10

dikenal pula sebagai ukuran efektif. Untuk mengukur partikel lebih kecil dari 0.075 mm, maka

dilakukan hydrometer test yang dapat menentukan distribusi ukuran butiran pada tanah lanau dan

lempung. Metode ini bergantung pada sedimentasi dan Hukum Stoke/

3.2. Batas Atterberg

Metode ini dirintis oleh A. Atterberg (1911) dan A. Casagrande (1932). Batas Atterberg dan

indeks konsistensinya sangat berguna untuk mengukur karakteristik partikel tanah. Batas

Atterberg berangkat dari konsep tanah berbutir halus dapat eksis pada empat kondisi tergantung

pada kadar airnya. Tanah akan solid ketika kering. Ketika ditambah air, tanah akan menjadi

Page 9: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

semisolid, plastic dan likuid (Gambar 3.3). Dari kadar airnya maka aka nada batas-batas seperti

batas liquid, batas plastis dan batas susut.

Gambar 3.2. Batas Atterberg.

3.2.1 Batas Liquid

Batas liquid, wL, atau LL, adalah kadar air pada tanah yang berfase plastis ke cair sebagaimana

ditentukan melalui pengujian batas liquid. Pengujian dilakukan dengan alat Casagrande dimana

sample tanah 250 gr tanah yang lolos saringan 0.425 mm dan dikuring selama 12 jam.

Gambar 3.4. Alat Casagrande untuk Mengukur Batas Liquid.

Page 10: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

Alat Casagrande terdiri dari mangkuk tembaga yang terhubungkan dengan handel.

Mekanismenya adalah handel diputar sehingga mangkuk terangkat 10 mm dan jatuh pada dasar

karet. Casagrande mendefinisikan batas liquid sebagai kadar air pada standar tanah yang

ditorehkan bertemu sepanjang 13 mm pada 25 ketukan. Pada prakteknya, sulit menentukan kadar

air secara akurat, namun Casagrande menemukan cara memplot kadar air pada logaritma ketukan

untuk empat percobaan. Kurva flownya sebagaimana pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Penentukan batas Liquid dengan Kurva Flow.

3.2.2. Batas Plastis

Batas plastis, wL atau PL adalah kadar air pada tanah yang berubah dari fase kering ke fase

plastis sebagaimana ditentukan melalui pengujian batas plastis. Pengujian ini dimuai dari

mempersiapkan contoh tanah dan dikuring sama seperti pada pengujian batas liquid. Beberapa

bagian dari sampel tanah diambil lalu dipilin untuk dibentuk seperti batang kawat/benang. Batas

plastis didefenisikan sebagai kadar air ketika benang tanah tersebut pecah pada diameter 3 mm

sebelum pecah.

Page 11: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

Gambar 3.6. Pengujian Batas Plastis

3.2.3 Batas Susut

Batas susut, ws, adalah transisi antara fase semi solid dan fase solid suatu tanah. Batas susut

didefenisikan sebagai kadar air pada tanah yang volumenya pada titik terendah ketika

mongering. Susut Linier, LS adalah memendeknya panjang sampel tanah yang dihitung sebagai

persentase dari panjang sebelumnya ketika tanah mengering. Pengujian batas susut dilakukan

dengan menempatkan tanah pada mould, meratakannya lalu mendiamnkannya hingga

mengering.

𝐿𝑆 = 1 βˆ’π‘π‘Žπ‘›π‘—π‘Žπ‘›π‘” π‘ π‘’π‘‘π‘’π‘™π‘Ž β„Ž π‘šπ‘’π‘›π‘”π‘’π‘Ÿπ‘–π‘›π‘”

π‘π‘Žπ‘›π‘—π‘Žπ‘›π‘” π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™ 100% (3.3)

Gambar 3.7. Mould Susut Linear

3.2.4. Indeks Konsistensi

Page 12: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

Properti tanah yang paling penting dalam pengujian Batas Atterberg adalah Indeks Plastisitas, PI,

yang didefenisikan sebagai:

𝑃𝐼 = 𝑀𝐿 βˆ’ 𝑀𝑃 (3.4)

Indeks Kecairan, LI, didefenisikan sebaga

𝐿𝐼 =π‘€πΏβˆ’π‘€π‘ƒ

𝑃𝐼 (3.5)

Dimana w adalah kadar air pada sampel tanah.

Jika LI < 0 maka tanah akan beperikalu getas ketika mengalami geser.

Jika 0 < LI < 1 maka tanah akan berprilaku plastika ketika mengalami geser.

Jika LI β‰₯ 1 maka tanah akan sangat viscous ketika geser

3.5. Aktifitas Lempung

Aktifitas lempung berhubungan dengan air yang ditarik oleh permukaan tanah. Ketebalan tanah

lempung yang menarik air adalah konstan dan tidak dipengaruhi oleh mineral lempung/ Lapisan

penarik air sangat mempengaruhi derajat ekspansifitas tanah, atau reaktifitas tanah lempung.

Skempton (1953) mengartikannya sebagai aktifitas, A, sebagai berikut:

𝐴 =𝑃𝐼

%π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π‘‘π‘Žπ‘›π‘Ž β„Ž π‘™π‘œπ‘™π‘œπ‘  2 π‘š (3.6)

Jika A < 0.75 lempung tidak aktif

Jika0.75 < A< 1.25 lempung normal

Jika A>1.25 lempung aktif

Page 13: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

4. SISTEM KLASIFIKASI UNIFIED SOIL (USCS)

Sistem klasifikasi yang menggunakan analisa ukuran butiran dan Batas Atterberg dapat

digunakan untuk memahami perilaku mekanis tanah. USCS adalah sistem klasifikasi tanah yang

populer digunakan. USCS menggunakan empat kategori: coarse-grained soils: bongkahan,

kerakal, kerikil dan pasir; fine-grained soil: lanau dan lempung; organic soil dan peat. Masing-

masing tanah diberi dua kode huruf. Huruf pertama menandakan jenis tanah, huruf kedua

menandakan gradasinya atau kandungan butiran halusnya untuk kasus tanah berbutir kasar, atau

plastisitas pada kasus tanah berbutir halus. Kode huruf diterangkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Kode USCS

Kode huruf kedua, W, P, M, dan C digunakan pada tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir), dan L

dan H digunakan untuk tanah berbutir halus (lanau dan lempung) termasuk tanah organik.

Sebagai contoh, GW adalah Gravel (kerikil) bergradasi baik, SP adalah sand (pasir) bergradasi

buruk, GM adalah kerikil berlanau, SC adalah pasir berlempung, dan ML adalah lanau

berplastisitas rendah, CH adalah lempung berplastisitas tinggi, Ol adalah tanah organik

berplastisitas rendah dan Pt adalah tanah peat.

Prosedur klasifikasi tanah dalam kategori diaas diatur secara detail pada Tabel 4.2, dan Flow

chart sistem klasifikasi diterangkan pada Gambar 4.1.

Page 14: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

4.4. Plastisitas

Tanah memiliki plastisitas rendah jika wL ≀ 35%, medium jika 35% ≀ wL ≀ 50%, dan

berplastisitas tinggi jika wL > 50%.

Untuk menentukan apakah sampel tanah adalah lanau, lempung atau tanah organik, kita harus

memplot Batas Atterberg pada Chart Plastisitas Casagrande, Gambar 4.2 dan Tabel 4.2. Jika plot

di atas A-line, didefenisikan lempung, dan jika dibawah A-line dikategorikan lanau atau tanah

organik. Perbedaan antara lanau dan tanah organik tergantung pada bau dan warna tanah. Tanah

organik memiliki bau yang agak kurang sedap dan berwarna gelap.

Gambar 4.2. Chart Plastisitas Casagrande.

4.2. Klasifikasi Kedua Tanah

Page 15: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

Jika antara 45% dan 55% sampel tanah tertahan pada 0.075 mm atau 2.36 mm saringan maka

tanah termasuk butiran kasar dan juga halus (SC atau CL). Jika butir tertahan kasar lebih banyak

dari dari 12% kandungan halus, kode huruf kedua bisa saja M atau C. Apakah M atau C

tergantung dari plot Batas Atterberg pada Chart Plastisitas. Contoh: kerikil dengan 12%

lempung diberi kode GC atau Clayey Gravel.

Jika antara 5% dan 12% butiran halus,. tanah diberi kode W atau P, tergantung ukuran butiran

tanah dan koefisiennya. Contoh, kerikil gradasi baik dengan 8% lempung diberi kode GC atau

Clayey Gravel.

Jika kandungan butiran halusnya kurang dari 5%, tanah diberi kode huruf W atau P, tergantung

distribusi ukuran butiran dan koefisiennya. Contoh, kerikil bergradasi baik dengan lempung

kurang dari 5% diberi kode GW atau Kerikil bergradasi baik dengan tras lempung.

Aturan ini sama dengan tanah berbutir halus. Sebagai contoh, tanah lanau dengan plastisitas

tinggi dengan > 12% dan <50% akan diberi kode MH, lanau kepasiran. Sebaliknya, jika

memiliki 3% pasir, akan diberi kode MH, lanau dengan plastisitas tinggi dengan trase pasir.

Page 16: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah

Gambar 4.2. Flow Chart USCT.

Tabel 4.2. USCS

Page 17: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah
Page 18: Hubungan Fase Tanah, Batas Atterberg, Dan Klasifikasi Tanah