hubungan dosis obat dan respons_kelompok 1

27
LAPORAN AKHIR PERCOBAAN III HUBUNGAN DOSIS OBAT DAN RESPONS, PENENTUAN INDEKS TERAPI DAN PENENTUAN LD 50 NAMA : Ayu Apriliani (078) Putri Raraswati (079) Ummi Habibah (080) Ayyu Widyazmara (081) Anggia Diani (082) Siti Nurrohmah (083) Adam Renaldi (090) HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : JUMAT, 17 APRIL 2015 ASISTEN :1. RURYNTA 2. TAZYNUL QARIAH LABORATORIUM FARMAKOLOGI DASAR FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN

Upload: ayu-apriliani

Post on 29-Sep-2015

253 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

kelompok 1

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR PERCOBAAN IIIHUBUNGAN DOSIS OBAT DAN RESPONS,PENENTUAN INDEKS TERAPI DAN PENENTUAN LD50

NAMA: Ayu Apriliani (078) Putri Raraswati (079) Ummi Habibah (080) Ayyu Widyazmara (081) Anggia Diani (082) Siti Nurrohmah (083) Adam Renaldi (090)HARI/TANGGAL PRAKTIKUM: JUMAT, 17 APRIL 2015ASISTEN:1. RURYNTA 2. TAZYNUL QARIAH

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DASARFAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS PADJADJARANJATINANGOR2015

17

Daftar isiDaftar isiiiI.Tujuan Percobaan1II.Prinsip Percobaan12.1.Indeks Teraoi12.2.Dosis Efektif Menengah1IIITeori Dasar1IV Alat dan Bahan5V Prosedur6VIData Pengamatan66.1Tabel Perlakuan Hasil66.2Perhitungan Pemberian Obat106.3Tabel Pengamatan10VIIPembahasan11VIIIKesimpulan16Daftar Pustaka17

Tujuan Percobaan Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa :1. Memahami hubungan dosis obat dan respons serta konsep indeks terapi dan implikasi-implikasinya.1. Memperoleh gambaran bagaimana merancang eksperimen untuk memperoleh ED50, LD50 dan menentukan indeks terapi.Prinsip Percobaan2.1Indeks terapi Indeks terapi adalah rasio antara dosis toksik dan dosis efektif atau menggambarkan keamanan relatif sebuah obat pada penggunaan biasa (Mycek, 2001).2.2Dosis Efektif menengah (ED50) Dosis Efektif menengah (ED50) suatu obat adalah jumlah yang akan menghasilkan intensitas efek yang diharapkan 50 % dari jumlah hewan percobaan. Dosis letal median (LD50) ialah jumlah yang akan menimbulkan kematian pada 50% dari hewan percobaan (Ansel, 1989).Teori DasarObat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dipergunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia. Berdasarkan kegunaannya dalam tubuh, obat dibedakan menjadi tiga, yaitu :1. Untuk menyembuhkan (teurapeutic).1. Untuk mencegah (prophylactic).1. Untuk diagnosis (diagnosic) (Syamsuni, 2006).

Dosis atau takaran obat adalah banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau diberikan kepada penderita atau pasien baik untuk obat luar maupun obat dalam. Pemilihan dan penetapan dosis suatu obat harus memperhatika beberapa factor yaitu :1. Factor penderita: meliputi umur, bobot badan, jenis kelamin, luas permukaan tubuh, toleransi, habituasi, adiksi dan sensitivitas serta kondii penderita.1. Factor obat: meliputi sifat kimia dan fisika obat, sifat farmakokinetik (ADME) dan jenis obat.1. Factor penyakit : meliputi sifat dan jenis penyakit serta kasus penyakt. (Syamsuni, 2006).Dosis terapeutik adalah dosis yang memiliki efek yang diharapkan yang merupakan alasan suatu obat diberikan. Dosis terapeutik dapat dinyatakan sebagai dosis minimal (dosis paling kecil yang masih memberika efek medis), dosis maksimal (dosis paling besar yang dapat memberikan efek medis), dan dosis optimal (dosis yang cukup tepat untuk memberikan efek medis). Sedangkan dosis letal adalah takaran obat yang dapat menyebabkan kematian. Dosis letalis terdiri atas :(a) LD 50: takaran atau dosis yang menyebabkan kematian pada 50% hewan percobaan.(b) LD 100 : takaran atau dosis yang menyebabkan kematian pada 100% hewan percobaan. Agar dosis yang diberikan dapat efektif dalam efek terapeutiknya maka besarnya dosis harus tepat sesuai dengan pasien dan kondisinya (Priharjo, 1995).Indeks terapi adalah rasio antara dosis yang menimbulkan kematian pada 50% dari hewan percobaan yang digunakan (LD50) dibagi dosis yang memberikan efek yang diteliti pada 50% dari hewan percobaan yang digunakan (ED50). Semakin besar indeks terapi obat semakin besar efek terapeutiknya . indeks terapi di rumuskan sebagai berikut :Indeks terapi = (Adnan, 2011).Hubungan dosis-respon merupakan konsep dasar dalam toksikologi. Pengertian dosis respon dalam toksikologi adalah proporsi dari sebuah populasi yang terpapar dengan suatu bahan dan akan mengalami respon spesifik pada dosis, interval waktu dan pemaparan tertentu. Hubungan dosis reaksi menentukan berapa persen dari suatu populasi (misalnya, sekelompok hewan percobaan) memberikan efek/reaksi tertentu terhadap dosis tertentu dari suatu zat. Hasilnya dapat digambarkan dalam diagram antara dosis dan jumlah individu dalam kelompok yang menunjukkan efek yang diinginkan. Banyaknya individu yang menunjukkan efek ini dengan demikian merupakan fungsi dosis. Pada kurva dengan gambar secara linier terhadap dosis, maka dosis yang menyebabkan 50 % individu memberikan reaksi, digunakan sebagai besaran bagi aktivitas (ED50) atau letalitas/kematian (LD50) dari senyawa yang diperiksa. (Lullmann, 2000).Fraksi reseptor diduduki oleh obat adalah fungsi dari konsentrasi obat. Sebagai konsentrasi obat meningkat, sebagian kecil semakin tinggi reseptor yang tersedia akan menjadi ditempati oleh obat sampai semua reseptor yang tersedia menjadi terikat. Sebuah ilustrasi dari hubungan antara konsentrasi obat dan hunian reseptor oleh obat ditunjukkan pada Gambar 1 (Kenakin, 1997).

Gambar 1. hubungan dosis-respons.Ketika diplot pada skala linier (panel kiri), hubungan dosis-respons yang hiperbolik, dan biasanya dapat baik dijelaskan oleh isoterm Langmuir mengikat. Pada konsentrasi tinggi respon mencapai maksimal karena kejenuhan reseptor tersedia oleh obat. Ketika diplot pada skala semi-log (logaritma dari konsentrasi obat vs efek, hubungan menjadi sigmoid (S-berbentuk). Semi-log plot metode yang disukai untuk merencanakan hubungan dosis-respons karena menjadi lebih mudah untuk secara akurat menentukan nilai EC50 (konsentrasi yang menghasilkan 50% dari respon maksimum) dengan menempatkannya pada bagian linier dari kurva (Kenakin, 1997).Untuk dapat menentukan secara teliti ED50 ataupun LD50 lazimnya dilakukan berbagai transformasi untuk memperoleh garis lurus. Salah satunya dengan menggunakan transfomasi logprobit. Dalam hal ini dosis yang digunakan ditransformasi menjadi logaritma dan persentase hewan yang memberikan respons ditransformasikan menjadi nilai probit. Grafik dosis-respon digambarkan, dengan cara pada kertas grafik log pada ordinat persentase hewan yang memberikan efek (hilang righting reflex atau kematian) pada dosis yang digunakan. Grafik dosis-respon digambarkan menurut pemikiran paling representative untuk fenomena yang diamati dengan memperhatikan sebesar titik-titik pengamatan. Hubungan terapi suatu obat dengan kurva dosis respon terdiri dari dua :1. Kurva dosis yang terjal Dengan dosis kecil menyebabkan respon obat yang cepat ( efektifitas obat besar) tetapi toksissitasnya besar.Rentang efek teurapeutiknya besar atau luas.2. Kurva dosis respon datar atau landai.Dosis yang diperlukan relative lebih besar untuk mendapatkan respon yang lebih cepat (efektifitas berkurang) tetapi toksisitasnya kecil.Rentang efek teurapeutiknya kecil atau sempit (Ana, 2006).Dalam percobaan dosis renspon ini digunakan obat Hipnotik Sedatif. obat Hipnotik Sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP) yang relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan respon terhadap rangsangan emosi dan menenangkan. Obat Hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.Obat hipnotika dan sedatif biasanya merupakan turunan Benzodiazepin. Beberapa obat Hipnotik Sedatif dari golongan Benzodiazepin digunakan juga untuk indikasi lain, yaitu sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas dan sebagai penginduksi anestesis (Ana, 2006).Alat dan BahanHewan percobaan : Mencit Jantan, bobot badan rata-rata 20-25 gBahan Obat : Phenobarbitalum, PGAAlat : Alat Suntik 1 ml, timbangan Hewan.Gambar Alat :

Timbangan Hewan Alat SuntikProsedur Mencit dibagi menjadi 4 kelompok dan masing-masing terdiri dari 5 ekor dan ditimbang masing masing bobotnya untuk ditentukan volume obatnya. Setiap mencit pada setiap kelompok diberi tanda supaya mudah dikenali. Obat diberikan secara per oral kepada setiap mencit dan setiap kelompok diberikan dosis yang meningkat, dosis yang diberikan yaitu 200 mg/kgBB, 300 mg/kgBB, 400 mg/kgBB, 800 mg/kgBB dan pada PGA sebagai kontrol negatif. Diamati dan dicatat jumlah mencit yang kehilangan Righting Reflex pada setiap kelompok dan nyatakan angka ini didalam presentase serta cacat pula jumlah mencit yang mati pada setiap kelompok tersebut. Kurva dosis respons digambarkan pada kertas grafik, yang dicantumkan pada absis dosis yang digunakan dan pada ordinat persentase hewan yang memberikan efek (Hilangnya Righting Reflex atau kematian) pada dosis yang digunakan. Dengan memperhatikan sebaran titik-titik pengamatan, digambarkan grafik dosis-respons yang menurut pemikiran saudara paling representatif untuk fenomena yang diamati. Turunkan dari grafik yang diperoleh ED50 Phenobarbital untuk menghilangkan Righting Reflex pada mencit yang lazimnya diniali sebagai saat mulai tidur dan bila ada juga LD50 nya.Data Pengamatan6.1Table perlakuan hasilNomor MencitPerlakuanHasil

1Mencit ditimbang untuk mengetahui berat badannyaBerat mencit 21 gram

Diberikan PGA secara peroral sebanyak 0,525 ml

Mengamati righting reflex dalam waktu 5,10,15,30,45 dan 60. Dalam semua waktu mencit menimbulkan righting reflex

2Mencit ditimbang untuk mengetahhui BBBB mencit 25,5 gram

Diberikan fenolbarbital 200mg/kg sebanyak 0,6375 ml secara peroral

Mengamati righting reflex dalam waktu 5,10,15,30,45 dan 60.

3Mencit ditimbang untuk mengetahhui BBBerat badan mencit 13,5 mg

Diberikan fenolbarbital 300mg/kg sebanyak 0,3375 ml secara peroral

Mengamati righting reflex dalam waktu 5,10,15,30,45 dan 60.Dalam semua waktu, mencit masih menimbulkan rightingreflex

4Mencit ditimbang untuk mengetahhui BBBerat badan mencit 23,5 gram

Diberikan fenolbarbital 400mg/kg sebanyak 0,5875 ml secara peroral

Mengamati righting reflex dalam waktu 5,10,15,30,45 dan 60.Dalam semua waktu mencit menimbulkan righting reflex, tetapi mencit dalam keadaan lemas

5Mencit ditimbang untuk mengetahhui BBBerat badan mencit 15,5 gram

Diberikan fenolbarbital 800mg/kg sebanyak 0,3875 ml secara peroralObat masuk seluruhnya

Mengamati righting reflex dalam waktu 5,10,15,30,45 dan 60.Pada waktu 5 mencit masih menimbulkan righting reflexDari waktu 10 mencit sudah dalam kondisi lemah dan tiidak menimbulkan righting reflex

2,3,4,5Melakukan dislokasi di bagian leherMencit mati

6.2Perhitungan pemberian obat. Rumus

Mencit 1 = Mencit 2 = Mencit 3 = Mencit 4 = Mencit 5 =

6.3Tabel pengamatanDosisKetWaktu

51015304560

Mencit 1PGA(control -)1++++++

2++++++

3++++++

4++++++

Mencit 2200mg/kg BB1++++++

2++++++

3++++++

4++++++

Mencit 3300mg/kg BB1++++++

2000000

3++++++

4+++-+-

Mencit 4400mg/kg BB1++++++

2++++--

3000000

4000000

Mencit 5800mg/kg BB1+-----

2++++--

3+++---

4++----

Keterangan: + = ada righting reflex- = tidak ada righting reflex0 = mati (bukan karena obat)PembahasanPercobaan kali ini yaitu bertujuan agar praktikan memahami dosis obat dan respons serta konsep indek terapi dan implikasi-implikasinya. Lalu agar dapat memperoleh gambaran bagaimana merancang eksperimen untuk memperoleh ED50, LD50, dan menentukan indeks terapi. Mencit dapat hidup mencapai umur 1-3 tahun tetapi terdapat perbedaan usiadari berbagai galur terutama berdasarkan kepekaan terhadap lingkungan dan penyakit mencit juga merupakan hewan yang belum terkena rabies. Mencit (MusMusculus )mempunyai sejarah yang panjang dan pesat dalam perjalanan hidupnya sebagai hewan percoabaan. Dengan demikian berbagai upaya seperti domestikasi, seleksi, pemuliaan dan rekayasa genetik dalam perkembanganbiakan telah diperoleh sifat-sifat khusus yang berguna untuk penelitian ilmiah.Dalam percobaan kali ini, digunakan mencit sebagai hewan percobaan. Selain dilihat dari sisi praktis, ekonomis, mudah berkembangbiak, dan mudah didapat, mencit dan tikus memiliki sifat genetik, biologis, serta beberapa karakteristik lainnya yang serupa dengan manusia. Banyak simptom pada manusia dapat terjadi pada mencit. Selain itu, anatomi, fisiologi, dan genetik mencit dan tikus mudah dipahami. Penelitian tentang obat-obatan dan keracunan banyak menggunakan hewan percobaan tikus dan mencit karena mudah diperiksa melalui organ-organ utama yang berperan, yaitu hati dan ginjal.Terdapat beberapa rute pemberian obat. Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh. Karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda, enzim-enzim, dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal ini menyebabkan jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda tergantung dari rute pemberian obat. Dari sisi anatomi, tikus dan mencit termasuk mamalia yang juga memiliki organ serta bagian tubuh yang serupa dengan manusia dalam konversi lebih kecil sehingga indikator keberhasilan dalam proses injeksi dapat dilihat lebih jelas dan aplikatif untuk farmakologi manusia. Hewan percobaan yang digunakan adalah lima ekor menci tjantan yang akan diberikan perlakukan yang sama namun dosis obat yang berbeda.Dalam praktikum kali ini lima ekor mencit jantan akan diberikan obat phenol barbital yang akan memberikan efek tertidur dengan dosis PGA, 200 mg/kg BB, 300 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 800 mg/kg BB. Pada saat mencit diberikan dosis PGA dengan cara oral, masih terjadi righting reflex di 5 menit setelah pemberial oral obat hingga 60 menit pun setelah pemberian obat secara oral mencit jantan tetap masih terjadi righting reflex. Righting reflex itu sendiri adalah reaksi tubuh pada hewanu ntuk kembali ke posisi semula sehingga kuku dan kakinya menempel ke tanah setelah sebelumnya diposisikan pada posisi terlentang. Hal tersebut diuji dengan cara mengangkat ekor mecit dan meletakkannya pada posisi terbalik.Yang kedua adalah dengan mengunakan larutan fenobarbital. Fenobarbital merupakan hipnotik-sedatif turunan barbiturate. Efek utama fenobarbital adalah depresi pada sistem saraf pusat. Efek ini dicapai dengan cara berikatan dengan komponen-komponen molekuler reseptor GABAA pada membran neuron sistem saraf pusat. Ikatan ini akan meningkatkan lama pembukaan kanal ion klorida yang diaktivasi oleh GABA. Pada konsentrasi tinggi, fenobarbital juga bersifat sebagai GABAmimetik dimana akan mengaktifkan kanal klorida secara langsung. Peristiwa ini menyebabkan masuknya ion klorida pada badan neuron sehingga potensial intra membran neuron menjadi lebih negative, sehingga ketika banyak clorida yang masuk akan menyebabkan efek hiperpolarisasi yang menjadikan pemakai akan terhipno. Pada percobaan ke-dua dilakukan dilakukan pada mencit yang memiliki bobot badan 23,5 gr dengan pemberian obat sebanyak 0,6375 ml sesusai perhitungan sedangkan pada mencit ke-tiga dengan bobot 13 gr diberikan obat sebanyak 0,2375 ml sesuai perhitungan. Pemberian obat dilakukan secara peroral dengan menggunakan suntikan yang berujung seperti sendok. Hasil praktikum yang diperoleh adalah pada mencit ke-dua obat fenobarbital pada dosis 200 mg/kg BB tidak memberika efek sama sekali pada percobaan di waktu 5, 10, 15, 30, 45, 60 menit. Parameter yang digunakan adalah righting reflex yang ditandai dengan adanyan keadaan spontan dari hewan untuk kembali ke posisi semula. Mungkin ini dikarenakan dosis yang diberikan adalah efektif dose yang tidak meninbulkan efek hipnotik pada mencit atau bisa juga dikarenakan oleh cara pemberian obat yang kurang maksimal dimana obat ada yang di keluarkan kembali oleh mulut mencit. pada mencit yang ketiga dengan pemberian dosis 300 mg/kg BB. Pada pemberian dosis ini mencit tidak mengalami efek lethal namun hanya memberikan respon diam dan lemas yang dimulai dari menit 30 -60 serta masih bisa untuk righting reflex. Pada dosis ini masih bisa di tolelir oleh tubuh mencit. namun pada percobaan yang dilakukan oleh kelompok lainnya ada yang menunjukkan pada menit 30 adalah negatif, 45 positif, dan 60 negatif. Hal ini kemungkinan terdapat kesalahan dalam percobaan yang seharusnya ketika mencit sudah mengalami dosis letal dan masih bisa untuk kembali righting reflex kemungkin untuk bisa letal lagi itu tidak ada karena pemberian obat yang hanya dilakukan sebanyak 1 kali. Dan pada kelompok lain juga terdapat hasil perlakuan mencit yang mati yang dimulai dari menit pertama namun buka disebabkan oleh pengeruh obat namun karena kesalahan perlakuan.Pada percobaan selanjutnya adalah dengan memberikan fenobarbital dengan kadar 400 mg/kg BB pada mencit, dimana berat badan mencit kali ini adalah 23,5 mg dan akan diberikan dosis sebanyak 0,5875 ml. Dari data pengamatan yang dihasilkan adalah mencit masih bisa melakukan righting reflex, yaitu suatu gerakan dimana mencit dapat kembali ke keadaan semula setelah badannya dibalikkan yang artinya mencit masih bisa bergerak bebas. Hal ini menandakan bahwa dengan dosis sebanyak 0,5875 ml tidak berpengaruh terhadap reseptor yang ada dalam tubuh mencit. Hal ini mungkin terjadi karena kadar biologis dan ketahanan mencit berbeda-beda terhadap dosis obat yang diberikan. Mungkin saja dengan dosis tersebut bisa berefek pada mencit yang lain atau bahkan bisa menyebabkan toksik pada mencit yang lain.Pada percobaan selanjutnya adalah dengan memberikan fenobarbital dengan kadar 800 mg/kg BB pada mencit, dimana berat badan mencit kali ini adalah 19,5 mg dan akan diberikan dosis sebanyak 0,4875 ml. Dari data pengamatan yang dihasilkan adalah pada 5 menit pertama, mencit masih bisa melakukan righting reflex yang artinya masih belum berefek pada reseptor yang ada pada tubuh mencit. Pada 5 menit kemudian yaitu pada 10 menit pertama, mencit sudah mulai merasakan efek dari zat fenobarbital yang ditandai dengan gerak-gerik mencit yang tidak beraturan dan kehilangan kesadaran serta sudah tidak bisa melakukan righting reflex lagi. Hal ini menandakan bahwa pada dosis tersebut dapat mempengaruhi reseptor pada tubuh mencit. Fenobarbital ini menempel atau bereaksi dengan suatu reseptor yaitu GABA (Gamma Acid Butirat Amina) atau Asam Gamma Amina Butirat. Dimana saat fenobarbital menempel, akan menyebabkan afinitas GABA meningkat dan akan terbukanya kanal tempat ion Cl- masuk. Dengan adanya afinitas GABA yang meningkat, menyebabkan kanal Cl- ini terbuka lebih lama dan menyebabkan banyaknya ion Cl- yang masuk. Jika hal ini terjadi maka akan menyebabkan hiperpolarisasi yang akan menjadikan kerja sel berkurang dan pada akhirnya akan menyebabkan ngantuk.Pada percobaan yang terakhir ini bisa dikatakan adalah dosis ED 50%, karena pada dosis ini dirasakan efeknya oleh mencit tanpa menyebabkan toksik atau kematian pada mencit

KesimpulanDosis Obat phenobarbital ada yang menimbulkan righting refleks dan tidak menimbulkan righting reflek pada hewan coba pada selang waktu yang berbeda. Karena tidak ada mencit yang mengalami kematian karena dosis oabt , maka dosis letal tidak ditemukan pada percobaan ini sehingga index terapi tidak dapat ditentukan.

Daftar PustakaAdnan. 2011. Farmakologi. Tersedia di http://kesmasunsoed.com/2011/02/ pengantar-farmakologi.html [diakses tanggal 18 April 2015].Ana. 2006. Obat Sedatif dan Hipnotik. Tersedia di http://medicastore.com /apotikonline/obat_saraf_otot/obat_bius.html [diakses tanggal 18 April 2015]Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi ke-4. Jakarta: UI-Press.Kenakin, T. 1997. Pharmacologic Analysis of Drug-Receptor Interaction. 3rd Edition. Lippincott : Raven.Lullmann, Heinz, dkk..2000. Color Atlas of Pharmacology 2ndedition. New York: Thieme Stuttgart.Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya Medika.Priharjo, R. 1995. Teknik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGCSyamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan hitungan farmasi. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC