hubungan budaya patriarki dan pemahaman informasi kb...

10
162 Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB dengan Kepesertaan Kontrasepsi Kirani Herawati, Windhu Purnomo Departemen Biostatistika dan Kependudukan FKM UNAIR Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Jl. Mulyorejo Kampus C Unair Surabaya 60115 Alamat korespondensi: Kirani Herawati Email: [email protected] Departemen Biostatistika dan Kependudukan FKM UNAIR Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Kampus C Unair Mulyorejo Surabaya 60115 ABSTRACT Nowadays, Indonesia still reaches a high population growth. Kelurga Bencana (KB) still has interference, which are the CPR (Contraceptive Prevalence Rate) is not achieved as indicator target, low understanding of KB information and traditional patriarchal family culture. This study was an observational analytic study with cross sectional design. The populations of this study were 104 fisherman’s wives aged (15-30 years old) living in Puskesmas Trajeng Pasuruan city, preciseness in Ngemplakrejo village. The simple random sampling was used to get 64 people as the sample data. The independent variables in this study were income rate, patriarchal culture, and understanding of the family planning information.. Data were analyzed using multiple logistic regression. Based on the result of data analysis, the variables which have a meaningful relation to the usage of contraception by fishermen’s wives were patriarchal culture (p=0,031, PR=5,128), whereas no significant variable is the understanding of family planning information. Fishermen’s wive civilized patriarchy and low income have a high risk for not participating to used contraception. Keywords: contraception of fisherman’s wives, patriarchal culture, family planning information ABSTRAK Angka pertumbuhan penduduk di Indonesia masih tinggi. Upaya dengan program Keluarga Berencana (KB) sampai saat ini masih mengalami hambatan, yaitu belum tercapainya CPR (Contraceptive Prevalence Rate) sesuai dengan target indikator, pemahaman informasi KB masyarakat yang kurang, dan faktor budaya keluarga tradisional patriarki. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi penelitian adalah istri nelayan usia (15-30 tahun) yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Taajeng tepatnya di Kelurahan Ngemplakrejo sebesar 104 orang, dengan teknik simple random sampling didapatkan sampel sebanyak 64 orang. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendapatan, budaya patriarki dan pemahaman informasi KB. Analisis data menggunakan multiple logistic regression. Hasil analisis data yaitu variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan kepesertaan kontrasepsi pada istri nelayan adalah budaya patriarki (p=0,031, PR=5,128), sedangkan variabel yang tidak signifikan adalah pemahaman informasi KB. Istri nelayan yang berbudaya patriarki dan berpendapatan rendah mempunyai risiko yang tinggi untuk tidak ikut kontrasepsi. Kata Kunci: kontrasepsi pada istri nelayan, budaya patriarki, pemahaman informasi KB PENDAHULUAN Negara Indonesia dilihat dalam situasi dan kondisi di bidang kependudukan saat ini kualitasnya masih memprihatinkan. Angka pertumbuhan penduduk di Indonesia masih tinggi dengan jumlah 237,64 juta jiwa penduduk rata- rata jumlah kelahirannya yang dapat mencapai 4,5 juta jiwa per tahun. Laju pertumbuhan naik sekitar 31% per tahun dan tingkat kelahiranpun dapat mencapai 2,6 per wanita (BPS, 2010). Upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk yaitu program KB. Program tersebut sudah digalakkan sejak tahun 1970. Program KB

Upload: dangdat

Post on 13-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jbk315e72b322full.pdf · Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Istri Nelayan

162

Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB dengan Kepesertaan Kontrasepsi

Kirani Herawati, Windhu PurnomoDepartemen Biostatistika dan Kependudukan FKM UNAIR

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Jl. Mulyorejo Kampus C Unair Surabaya 60115

Alamat korespondensi: Kirani Herawati

Email: [email protected] Departemen Biostatistika dan Kependudukan FKM UNAIR

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Kampus C Unair Mulyorejo Surabaya 60115

ABSTRACTNowadays, Indonesia still reaches a high population growth. Kelurga Bencana (KB) still has interference, which are the CPR (Contraceptive Prevalence Rate) is not achieved as indicator target, low understanding of KB information and traditional patriarchal family culture. This study was an observational analytic study with cross sectional design. The populations of this study were 104 fisherman’s wives aged (15-30 years old) living in Puskesmas Trajeng Pasuruan city, preciseness in Ngemplakrejo village. The simple random sampling was used to get 64 people as the sample data. The independent variables in this study were income rate, patriarchal culture, and understanding of the family planning information.. Data were analyzed using multiple logistic regression. Based on the result of data analysis, the variables which have a meaningful relation to the usage of contraception by fishermen’s wives were patriarchal culture (p=0,031, PR=5,128), whereas no significant variable is the understanding of family planning information. Fishermen’s wive civilized patriarchy and low income have a high risk for not participating to used contraception.

Keywords: contraception of fisherman’s wives, patriarchal culture, family planning information

ABSTRAKAngka pertumbuhan penduduk di Indonesia masih tinggi. Upaya dengan program Keluarga Berencana (KB) sampai saat ini masih mengalami hambatan, yaitu belum tercapainya CPR (Contraceptive Prevalence Rate) sesuai dengan target indikator, pemahaman informasi KB masyarakat yang kurang, dan faktor budaya keluarga tradisional patriarki. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi penelitian adalah istri nelayan usia (15-30 tahun) yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Taajeng tepatnya di Kelurahan Ngemplakrejo sebesar 104 orang, dengan teknik simple random sampling didapatkan sampel sebanyak 64 orang. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendapatan, budaya patriarki dan pemahaman informasi KB. Analisis data menggunakan multiple logistic regression. Hasil analisis data yaitu variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan kepesertaan kontrasepsi pada istri nelayan adalah budaya patriarki (p=0,031, PR=5,128), sedangkan variabel yang tidak signifikan adalah pemahaman informasi KB. Istri nelayan yang berbudaya patriarki dan berpendapatan rendah mempunyai risiko yang tinggi untuk tidak ikut kontrasepsi.

Kata Kunci: kontrasepsi pada istri nelayan, budaya patriarki, pemahaman informasi KB

PENDAHULUAN

Negara Indonesia dilihat dalam situasi dan kondisi di bidang kependudukan saat ini kualitasnya masih memprihatinkan. Angka pertumbuhan penduduk di Indonesia masih tinggi dengan jumlah 237,64 juta jiwa penduduk rata-rata jumlah kelahirannya yang dapat mencapai

4,5 juta jiwa per tahun. Laju pertumbuhan naik sekitar 31% per tahun dan tingkat kelahiranpun dapat mencapai 2,6 per wanita (BPS, 2010).

Upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk yaitu program KB. Program tersebut sudah digalakkan sejak tahun 1970. Program KB

Page 2: Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jbk315e72b322full.pdf · Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Istri Nelayan

163 Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 4, No. 2 Desember 2015: 162–171

dilaksanakan untuk memenuhi hak-hak reproduksi, sehingga keluarga dapat mengatur waktu, jumlah, jarak kelahiran anak secara ideal sesuai dengan keinginan atau tanpa unsur paksaan dari pihak manapun (BKKBN, 2013).

Program KB berdasarkan profil pengendalian kuantitas penduduk Jawa Timur telah mencapai keberhasilan. Keberhasilan program KB selama ini ditandai dengan turunnya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP), turunnya Total Fertility Rate (TFR), serta meningkatnya Contraseptive Prevalence Rate (CPR) (BKKBN, 2013).

Jumlah angka pemakaian KB aktif terus meningkat sebanyak 33,7 juta dari target 28 juta, yang merupakan peserta KB aktif miskin dan naik sebesar 14,3 juta untuk KB aktif rentan lainnya (BKKBN, 2013). Hasil CPR di Jawa Timur untuk semua cara KB meningkat dari prevalensi (55,4%) pada SDKI 1991 menjadi (65,3%) pada SDKI 2012, sedangkan hasil CPR untuk cara KB yang modern dari prevalensi 53% menjadi 62,4% (BKKBN, 2014).

Kenaikan CPR di Jawa Timur menunjukkan bahwa kesadaran PUS untuk ikut kontrasepsi sudah semakin baik, namun untuk sebagian Kabupaten/ Kota di Jawa Timur belum mencapai target indikator nasional (70%) seperti yang terjadi di Kota Pasuruan, dengan CPR sebesar (68,37%) dari jumlah PUS sebesar 36.504 di tahun 2014 (Dinas Kesehatan Kota Pasuruan, 2014).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Pasuruan (2014), terdapat 2 dari 8 Puskesmas di Kota Pasuruan yang sudah mencapai target cakupan nasional. Wilayah kerja Puskesmas yang telah mencapai target yaitu Puskesmas Kebonsari (78,68%) dan Puskesmas Sekargadung (70,45%), sedangkan pencapaian puskesmas yang masih rendah yaitu wilayah kerja Puskesmas Trajeng (65,88%).

Wilayah kerja Puskesmas Trajeng membebani 4 Kelurahan yang berada di wilayah pesisir utara Kota Pasuruan. Mayoritas penduduknya memeluk agama Islam dan bermatapencaharian sebagai nelayan. Pelaksanaan program KB sampai saat ini masih mengalami hambatan meskipun telah dinyatakan berhasil.

Kendala dan hambatan program KB di wilayah kerja Puskesmas Trajeng salah satunya yaitu pengetahuan masyarakat mengenai

kontrasepsi masih rendah. Masih ditemui banyak PUS yang tidak memakai kontrasepsi, hal ini sesuai dengan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, bahwa sekitar 46% Pasangan Usia Subur (PUS) yang ditemui tidak ikut kontrasepsi (Mariana, 2010).

Puskesmas Trajeng diketahui tidak menetapkan target capaian pemakaian kontrasepsi di wilayah kerjanya, sehingga masih ditemui istri nelayan yang memiliki jumlah anak lebih dari dua dan jarak kehamilan yang dekat. Kendala ikut kontrasepsi terlebih terjadi pada masyarakat yang masih menjunjung tinggi budaya patriarki (Andini, 2012).

Budaya patriarki banyak terjadi di Indonesia yang memberikan posisi dan kekuasaan yang dominan terhadap laki-laki dibandingkan perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial budaya, ekonomi (Tedjo, 2009). Berdasarkan survey awal, terdapat 7 dari 10 istri nelayan yang menganut budaya patriarki, dengan proporsi 4 orang (80%) tidak ikut kontrasepsi, dan 3 orang (60%) ikut kontrasepsi. Sebanyak 7 orang (70%) mengatakan bahwa suamilah yang berperan besar untuk menentukan keikutsertaan KB, sedangkan 3 orang (30%) lainnya mengaku menjadi peserta KB atas keputusan dan inisiatif sendiri.

Hasil pengamatan dilapangan selain berkaitan dengan budaya patriarki juga menganalisis mengenai pemahaman informasi KB. Terdapat 7 orang (70%) yang mengaku kurang memahami informasi KB yang telah diperoleh melalui tenaga kesehatan, dan 3 orang (30%) sudah dapat menjelaskan informasi KB yang diperoleh secara tepat.

Masalah kepesertaan kontrasepsi dapat merupakan keputusan yang sulit bagi istri nelayan yang tinggal dengan kebudayaan patriarki, hal ini karena adanya ikut andil suami dalam keputusan berkontrasepsi. Masalah lainnya yaitu kurangnya pemahaman istri nelayan mengenai informasi KB yang didapatkan dari PLKB, kader, maupun petugas kesehatan di wilayah setempat.

Berdasarkan permasalahan dalam kepesertaan istri nelayan kontrasepsi, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara budaya patriarki dan pemahaman informasi KB dengan kepesertaan kontrasepsi pada Istri nelayan di wilayah kerja Puskesmas Trajeng Kota Pasuruan.

Page 3: Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jbk315e72b322full.pdf · Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Istri Nelayan

164Herawati dan Purnomo, Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian observational analitik. Desain studi yang digunakan adalah penelitian cross sectional, yang variabel bebas dan variabel terikatnya diukur pada saat bersamaan, dalam jangka waktu tertentu (Wahab, 2014).

Populasi penelitian adalah istri nelayan usia (15-30) tahun yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Trajeng, tepatnya di Kelurahan Ngemplakrejo sejumlah 104 orang. Penetapan Kelurahan Ngemplakrejo dipilih berdasarkan data pekerjaan di instrumen perkembangan wilayah, bahwa mata pencaharian masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Trajeng mayoritas adalah nelayan.

Besar sampel dihitung menggunakan rumus sampel untuk dua populasi. Sampel penelitian dilakukan dengan teknik simple random sampling. Hasil perhitungan diperoleh sebesar 64 responden, yang dalam penelitian ini terdiri dari 32 peserta KB dan 32 bukan peserta KB. Penelitian ini menggunakan inklusi berupa istri nelayan yang bersedia menjadi responden, usia antara (15-30) tahun, responden masih mempunyai suami, dan telah memiliki anak minimal 1.

Lokasi penelitian dilakukan di Kelurahan Ngemplakrejo. Variabel penelitian yang digunakan adalah kepesertaan kontrasepsi sebagai variabel terikat, budaya patriarki dan pemahaman informasi KB sebagai variabel bebas, dan pendapatan sebagai variabel perancu.

Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuisioner secara langsung oleh responden yang sebelumnya telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Teknik analisis data menggunakan Chi-Square Yate’s Correction dan Fisher’s Exact Test. Apabila hasil dari Chi-Square tersebut signifikansi (p<0,25), dilanjutkan dengan menggunakan regresi logistik berganda (Multiple Logistic Regression) dengan tingkat kepercayaan (α) sebesar 0,05.

HASIL

Karakteristik Responden

Tabel 1 menjelaskan bahwa karakteristik responden berdasarkan usia, persentase terbanyak

adalah istri nelayan dengan kelompok usia (21-25) tahun yaitu sebesar (51,6%), dibandingkan dengan usia (15-20) tahun sebesar (29,7%) dan usia (26-30) tahun sebesar (18,8%). Sedangkan untuk jumlah anak, persentase terbanyak adalah istri nelayan yang memiliki jumlah anak (1-2) yaitu sebesar (54,7%) dibandingkan dengan istri nelayan yang memiliki anak (3-4) sebesar (29,7%) dan istri nelayan yang memiliki anak (>4) sebesar (15,6%). Berdasarkan variabel pendapatan, sebagian besar istri nelayan memiliki pendapatan rendah (73,4%), dan yang berpendapatan tinggi hanya (26,6%).

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Istri Nelayan

Variabel Jumlah (n = 64) N %

Usia (tahun)15 - 20 21 - 25 26 - 30

193312

29,7 51,6 18,8

Jumlah anak hidup (anak)

1–2 3–4 > 4

351910

54,7 29,7 15,6

PendapatanRendah Tinggi

4717

73,4 26,6

Faktor yang Berhubungan dengan Kepesertaan Kontrasepsi

Analisis tabel kontingensi seperti dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa distribusi istri tidak ikut kontrasepsi berdasarkan pendapatan rendah sebesar (59,6%), dan istri nelayan yang ikut kontrasepsi sebesar (40,4%), sedangkan kelompok istri nelayan dengan pendapatan tinggi namun tidak ikut kontrasepsi sebesar (23,5%), dan istri nelayan yang ikut kontrasepsi sebesar (76,5%).

Kepesertaan kontrasepsi berdasarkan budaya patriarki menunjukkan bahwa yang tidak ikut kontrasepsi banyak dilakukan oleh istri nelayan yang berbudaya patriarki (60,9%), dibandingkan dengan yang tidak berbudaya patriarki (22,2%). Sedangkan untuk yang ikut kontrasepsi banyak

Page 4: Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jbk315e72b322full.pdf · Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Istri Nelayan

165 Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 4, No. 2 Desember 2015: 162–171

dilakukan istri nelayan berbudaya patriarki (77,8%) dibandingkan dengan yang berbudaya patriarki (56,3%) (Tabel 2).

Kepesertaan kontrasepsi berdasarkan pemahaman informasi KB menunjukkan bahwa istri nelayan yang tidak kontrasepsi lebih banyak dilakukan oleh kelompok pemahaman rendah (64,0%) dibandingkan dengan pemahaman sedang (53,6%) dan pemahaman tinggi (9,1%). Sedangkan yang ikut kontrasepsi mayoritas dilakukan oleh istri nelayan dengan pemahaman yang baik yaitu sebesar (90,9%) dibandingkan dengan kelompok pemahaman yang sedang (46,4%) dan kelompok pemahaman yang rendah (36,0%) (Tabel 2).

Berdasarkan Tabel 2 hasil analisis Chi-Square yang masuk sebagai kandidat Multiple Logistic Regression (MLR) untuk dianalisis kembali menggunakan uji regresi logistik berganda adalah variabel yang memiliki nilai signifikan p<0,25. Ketiga variabel bebas dalam penelitian ini masuk dalam kandidat MLR yaitu pendapatan nilai p = 0,024, budaya patriarki nilai p = 0,012, dan pemahaman informasi KB nilai p = 0,09. Ketiga variabel bebas dalam penelitian ini yang masuk kandidat Multiple Logistic Regression (MLR) selanjutnya dianalisis kembali menggunakan regresi logistik berganda.

Anal is is regres i logis t ik dengan menggunakan kategori pembanding ikut kontrasepsi dan dengan tingkat kemaknaan

0,05 secara statistik seperti Tabel 3 diperoleh hasil bahwa variabel pendapatan dan variabel budaya patriarki terbukti signifikan (p<0,05). Sedangkan untuk pemahaman informasi KB pada istri nelayan tidak signifikan (p>0,05).

Berdasarkan tabel 3, pendapatan terbukti secara statistik signifikan dengan nilai p = 0,011. Istri nelayan yang memiliki pendapatan rendah 0,126 kali lebih kecil dibandingkan dengan istri nelayan yang memiliki pendapatan tinggi dalam hal keikutsertaan kontrasepsi. Sehingga dalam penelitian ini semakin rendah pendapatan istri nelayan, maka risiko untuk tidak ikut kontrasepsi semakin besar.

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa istri nelayan yang tidak berbudaya patriarki signifikan dengan nilai p = 0,031 (Tabel 3). Istri nelayan yang tidak berbudaya patriarki 5,128 kali lebih besar untuk ikut kontrasepsi dibandingkan dengan istri nelayan yang berbudaya patriarki. Sehingga dalam penelitian ini budaya patriarki merupakan variabel dominan yang berhubungan dengan kepesertaan kontrasepsi pada istri nelayan.

Berdasarkan analisis statistik, dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa faktor yang memiliki hubungan dengan kepesertaan kontrasepsi pada istri nelayan adalah pendapatan dan budaya patriarki. Sedangkan pemahaman informasi KB tidak terdapat hubungan dengan kepesertaan kontrasepsi pada istri nelayan di wilayah kerja Puskesmas Trajeng Kota Pasuruan.

Tabel 2. Distribusi Kepesertaan Kontrasepsi pada Istri Nelayan Berdasarkan Pendapatan, Budaya Patriarki, dan Pemahaman Informasi KB

Variabel Kepesertaan Kontrasepsi Jumlah Nilai pKategori Tidak Ikut Ikut Serta n % n % n %

Pendapatan Rendah 28 59,6 19 40,4 47 100 0,024Tinggi 4 23,5 13 76,5 17 100

Jumlah 32 50 32 50 64 100 Budaya Patriarki 28 60,9 18 56,3 46 100 0,012

Tidak Patriarki 4 22,2 14 77,8 18 100Jumlah 32 50 32 50 64 100 Pemahaman

Informasi KBRendah 16 64,0 9 36,0 25 100 0,09Sedang 15 53,6 13 46,4 28 100Baik 1 9,1 10 90,9 11 100

Jumlah 32 50 32 50 64 100

Page 5: Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jbk315e72b322full.pdf · Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Istri Nelayan

166Herawati dan Purnomo, Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB

PEMBAHASAN

Hubungan Budaya Patriarki dengan Kepesertaan Kontrasepsi

Faktor budaya patriarki memiliki hubungan dengan kepesertaan kontrasepsi pada istri nelayan. Hasil penelitian ini sesuai dengan Andini (2012), bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara budaya keluarga tradisional dengan keputusan PUS menjadi akseptor KB yang memakai salah satu metode kontrasepsi di Kelurahan Babura Kecamatan Medan Sunggal.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa istri nelayan yang tidak berbudaya patriarki 5,128 kali lebih besar untuk ikut kontrasepsi dibandingkan dengan istri nelayan yang berbudaya patriarki. Penelitian ini sesuai dengan Kurniawati (2014), yang menyatakan bahwa budaya patriarki dalam keluarga tradisional merupakan faktor dominan yang menjadi alasan istri PUS untuk tidak ikut kontrasepsi.

Informasi yang didapat dari pengamatan lapangan, sebagian besar istri nelayan yang berbudaya patriarki dalam keputusannya untuk kontrasepsi masih ditentukan oleh suami. Hasil penelitian ini sejalan dengan Handayani dkk (2012), bahwa budaya patriarki menjadikan pria sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk memberi keputusan untuk kesehatan reproduksi keluarga, termasuk dalam pemakaian kontrasepsi.

Budaya patriarki yang secara satatistik memiliki hubungan dengan kepesertaan kontrasepsi pada istri nelayan dimungkinkan karena adanya faktor pendapatan. Istri nelayan yang menjadi akseptor KB akan menanggung sendiri biaya dalam menggunakan alat kontrasepsi yang dipilihnya, terutama jika akseptor KB tersebut mendapatkan kontrasepsi dari klinik kesehatan swasta (Sihombing, 2012).

Istri nelayan dalam penelitian ini dapat mengalami hambatan biaya untuk mendapatkan kontrasepsi, mengingat bahwa pendapatan yang diterima keluarga nelayan rendah. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Haryani (2008), yang menyatakan bahwa semakin rendah pendapatan seseorang, maka semakin tinggi pengaruh untuk memilih alat kontrasepsi.

Kebutuhan akan kesehatan reproduksi seperti pemakaian kontrasepsi akan di sesuaikan dengan kemampuan ekonomi yang dimiliki (Wasak, 2012). Hal ini diperkuat dengan pendapat Notoatmodjo (2007), bahwa keikutsertaan seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan, termasuk dalam keputusan memakai kontrasepsi akan dipengaruhi oleh penghasilan atau pendapatan yang dimiliki seseorang tersebut.

Berdasarkan analisis data, sebagian besar istri nelayan memiliki pendapatan rendah. Sebagian besar pendapatan penduduk pesisir

Tabel 3. Rangkuman Hasil Uji Regresi Logistik Ganda

Kategori Variabel Bebas B p-value Prevalence Risk(PR) 95% CI

Konstanta 5,169 0,002 175,723 -Pendapatan

Rendah -2,073 0,011* 0,126 0,126 - 0,025Tinggi Pembanding (reference group)

Budaya PatriarkiTidak patriarki 1,635 0,031* 5,128 1,160 - 22,662Patriarki Pembanding (reference group)

Pemahaman Informasi KBRendah 3,713 0,054Sedang 0,849 0,357Baik Pembanding (reference group)

Page 6: Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jbk315e72b322full.pdf · Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Istri Nelayan

167 Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 4, No. 2 Desember 2015: 162–171

yang bermatapencaharian sebagai nelayan dalam kesehariannya tidak menentu jumlahnya karena risiko bekerja yang bergantung pada cuaca (Indira, 2009). Pekerjaan sebagai nelayan ini umumnya dikerjakan laki-laki saja, sehingga keluarga nelayan umumnya identik dengan keluarga yang memiliki tingkat ekonomi rendah atau miskin (Wasak, 2012).

Menurut Handayani dkk (2012), berkaitan dengan pendapatan, keadaan ekonomi penduduk akan mempengaruhi kemajuan program KB, hal ini ada hubungannya pula dengan kemampuan penduduk untuk membeli alat kontrasepsi. Keluarga yang memiliki pendapatan cukup akan lebih mampu untuk mudah menerima, mengikuti, memakai, dan menjadikan kontrasepsi sebagai kebutuhan, sedangkan keluarga yang berpendapatan rendah menganggap kontrasepsi bukanlah suatu kebutuhan dan akan sulit untuk ikut kontrasepsi (Wahab, 2014)

Berdasarkan analisis data, ada hubungan antara pendapatan dengan kepesertaan kontrasepsi pada istri nelayan. Hasil penelitian ini sesuai dengan Rinda (2012), yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan dengan penggunaan metode kontrasepsi pada PUS.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Arliana (2013), bahwa faktor yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi hormonal yang menunjukkan kemaknaan secara statistik salah satunya adalah pendapatan keluarga. Namun penelitian ini berbeda dengan Mariana (2010), yang menyebutkan bahwa pendapatan tidak memiliki hubungan terhadap penggunaan kontrasepsi PUS.

Adanya hubungan pendapatan dengan penggunaan kontrasepsi berkaitan pula dengan analisis data dalam penelitian ini, bahwa istri nelayan di wilayah kerja Puskesmas Trajeng sebagian besar memilih metode kontrasepsi suntik. Distribusi kepesertaan kontrasepsi pada istri nelayan berdasarkan pilihan metode kontrasepsi dapat dilihat pada gambar 1.

Berdasarkan analisis data, istri nelayan menganggap metode suntik adalah metode yang praktis, murah, dan tidak banyak memberikan efek samping yang buruk, sehingga menjadikan KB suntik ini sebagai pilihan utama istri nelayan di Kelurahan Ngemplakrejo. Pemilihan metode

suntik KB juga berkaitan dengan kemudahan yang diberikan dari metode suntik, antara lain yaitu ketersediaan metode kontrasepsi suntik di pelayanan kesehatan seperti di Puskesmas dan bidan selalu banyak, mudahnya pemakaian karena peserta KB hanya diberikan obat cairan hormonal yang disuntikkan pada bagian tertentu tubuh seperti lengan atas, paha, atau bokong oleh tenaga medis (Arliana, 2014).

Pilihan metode kontrasepsi terbanyak kedua adalah metode pil, dan pemakaian untuk kontrasepsi lainnya seperti IUD, susuk atau implant dan MOW masih sangat sedikit. Hasil temuan ini sesuai dengan profil kesehatan Indonesia 2013, bahwa metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah metode suntik KB (46,87%) dan terbanyak kedua pil (24,54%). Menurut penelitian dari Noviyanti dkk (2012), terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan tentang KB hormonal dengan pemilihan KB hormonal jenis pil dan suntik di Wilayah Kerja Puskemas Cipageran Cimahi Utara.

Berdasarkan data, istri nelayan yang berbudaya patriarki namun tidak ikut serta kontrasepsi cenderung ingin memiliki anak laki-laki dibandingkan perempuan sebagai pewaris keluarga. Suami juga dominan untuk menentukan jenis kelamin dan jumlah anak yang diinginkan dalam keluarga.

Kirani Herawati dan Windhu Purnomo., Hubungan Budaya Patriarki dan … 177

pendapatan dengan penggunaan metode kontrasepsi pada PUS. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Arliana (2013), bahwa faktor yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi hormonal yang menunjukkan kemaknaan secara statistik salah satunya adalah pendapatan keluarga. Namun penelitian ini berbeda dengan Mariana (2010), yang menyebutkan bahwa pendapatan tidak memiliki hubungan terhadap penggunaan kontrasepsi PUS. Adanya hubungan pendapatan dengan penggunaan kontrasepsi berkaitan pula dengan analisis data dalam penelitian ini, bahwa istri nelayan di wilayah kerja Puskesmas Trajeng sebagian besar memilih metode kontrasepsi suntik. Distribusi kepesertaan kontrasepsi pada istri nelayan berdasarkan pilihan metode kontrasepsi dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Karakteristik Pilihan Metode

Kontrasepsi pada Istri Nelayan

Berdasarkan analisis data, istri

nelayan menganggap metode suntik adalah metode yang praktis, murah, dan tidak banyak memberikan efek samping yang buruk, sehingga menjadikan KB suntik ini sebagai pilihan utama istri nelayan di Kelurahan Ngemplakrejo. Pemilihan metode suntik KB juga berkaitan dengan kemudahan yang diberikan dari metode suntik, antara lain yaitu ketersediaan metode kontrasepsi suntik di pelayanan

kesehatan seperti di Puskesmas dan bidan selalu banyak, mudahnya pemakaian karena peserta KB hanya diberikan obat cairan hormonal yang disuntikkan pada bagian tertentu tubuh seperti lengan atas, paha, atau bokong oleh tenaga medis (Arliana, 2014).

Pilihan metode kontrasepsi terbanyak kedua adalah metode pil, dan pemakaian untuk kontrasepsi lainnya seperti IUD, susuk atau implant dan MOW masih sangat sedikit. Hasil temuan ini sesuai dengan profil kesehatan Indonesia 2013, bahwa metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah metode suntik KB (46,87%) dan terbanyak kedua pil (24,54%). Menurut penelitian dari Noviyanti dkk (2012), terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan tentang KB hormonal dengan pemilihan KB hormonal jenis pil dan suntik di Wilayah Kerja Puskemas Cipageran Cimahi Utara.

Berdasarkan data, istri nelayan yang berbudaya patriarki namun tidak ikut serta kontrasepsi cenderung ingin memiliki anak laki-laki dibandingkan perempuan sebagai pewaris keluarga. Suami juga dominan untuk menentukan jenis kelamin dan jumlah anak yang diinginkan dalam keluarga.

Terdapat dua tujuan utama program KB, yaitu demografis dan non-demografis. Tujuan demografis program KB yaitu terjadinya penurunan fertilitas dan terbentuknya pola budaya keluarga kecil, sedangkan tujuan non-demografisnya yaitu meningkatkan kesejahteraan penduduk yang merata dan berkeadilan (Dinas Kesehatan Provinsi Jatim, 2013).

Terjadi permasalahan jika keluarga dari nelayan dalam penelitian ini belum mendapatkan anak dengan jenis kelamin laki-laki, karena akan terus meningkatkan angka kelahiran sehingga cenderung mengarah ke terbentuknya keluarga besar. Hal tersebut dapat merupakan hambatan untuk program KB karena tidak sesuai dengan tujuan demografis KB. Penelitian ini sama halnya dengan Sadli (2008), yang

55%

26%

13%

3% 3%

suntik pilIUD susuk/implanMOW

Gambar 1. Karakteristik Pilihan Metode Kontrasepsi pada Istri Nelayan

Page 7: Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jbk315e72b322full.pdf · Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Istri Nelayan

168Herawati dan Purnomo, Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB

Terdapat dua tujuan utama program KB, yaitu demografis dan non-demografis. Tujuan demografis program KB yaitu terjadinya penurunan fertilitas dan terbentuknya pola budaya KELUARGA KECIL, SEDANGKAN TUJUAN NON-DEMOGRAFISNYA YAITU meningkatkan kesejahteraan penduduk yang merata dan berkeadilan (Dinas Kesehatan Provinsi Jatim, 2013).

Terjadi permasalahan jika keluarga dari nelayan dalam penelitian ini belum mendapatkan anak dengan jenis kelamin laki-laki, karena akan terus meningkatkan angka kelahiran sehingga cenderung mengarah ke terbentuknya keluarga besar. Hal tersebut dapat merupakan hambatan untuk program KB karena tidak sesuai dengan tujuan demografis KB. Penelitian ini sama halnya dengan Sadli (2008), yang menjelaskan bahwa adat kebiasaan masyarakat yang memberikan nilai lebih terhadap anak laki-laki dibandingkan perempuan dalam keluarganya dimungkinkan akan mempunyai jumlah anak yang banyak dan terbentuk keluarga besar.

Penelitian ini yang paling banyak menjadi responden adalah istri nelayan kelompok usia (21-25) tahun. Istri nelayan dalam penelitian ini berada pada kisaran usia subur yaitu (15-49) tahun yang merupakan usia sasaran program KB yang paling utama, karena usia pasangan masih aktif untuk melakukan hubungan seksual yang berisiko mengakibatkan kehamilan (Diworo, 2010). Namun, berkaitan dengan usia dan kontrasepsi, penelitian menurut Mariana (2010), menunjukkan bahwa usia tidak memiliki pengaruh terhadap penggunaan kontrasepsi.

Mayoritas istri nelayan yang menjadi responden memiliki jumlah anak (1-2). Jumlah anak hidup yang dimiliki saat ini dapat mempengaruhi keputusan PUS apakah ingin menambah anak lagi atau tidak. Hal ini berarti jumlah anak hidup dapat mendorong PUS dalam memutuskan untuk menggunakan kontrasepsi (Tedjo, 2009).

Berdasarkan distribusi responden, dalam penelitian ini usia yang masih tergolong muda dan jumlah anak yang dirasa masih sedikit dapat memberikan peluang kepada keluarga nelayan untuk menambah anak apabila keluarga nelayan tersebut berbudaya patriarki.

Hubungan antara Pemahaman Informasi KB dengan Kepesertaan Kontrasepsi

Penelitian ini didapatkan informasi bahwa istri nelayan dengan pemahaman tingkat rendah dan tingkat sedang tetap ikut serta kontrasepsi. Hal ini menunjukkan bahwa istri nelayan di lokasi penelitian sudah mengetahui dan mempunyai kesadaran tinggi untuk memakai kontrasepsi, meskipun pemahaman tentang KB masih kurang.

Penelitian ini sejalan dengan Diworo (2010), bahwa tingkat pengetahuan tidak berhubungan dengan keikutsertaan sebagai akseptor Keluarga Berencana di Rumah Sakit (KBRS). Berbeda dengan penelitian oleh Andini (2012), bahwa variabel yang memiliki hubungan dengan penggunaan metode kontrasepsi adalah pengetahuan, hal ini dikarenakan PUS yang memiliki pengetahuan tinggi mempengaruhi persepsi tentang kontrasepsi.

Analisis lebih dalam terhadap kepesertaan kontrasepsi yang menunjukkan bahwa istri nelayan masih memiliki pemahaman yang rendah dapat dilihat dari frekuensi kesalahan jawaban terbanyak dalam pertanyaan kuisioner. Pertanyaan paling banyak salah yaitu tentang siapa pelaku yang dapat ikut kontrasepsi (56,2%), jenis kontrasepsi yang efektif digunakan bagi pasangan yang tidak menginginkan punya anak lagi (50,0%), dan tindakan yang harus dilakukan istri nelayan apabila terjadi efek samping (46,8%).

Kesalahan dalam menjawab pertanyaan kuisioner yang berkaitan dengan siapa pelaku yang dapat memakai kontrasepsi diketahui dari sebagian besar istri nelayan yang menjawab jika kontrasepsi bisa digunakan hanya untuk istri saja. Pada pertanyaan jenis kontrasepsi untuk pasangan yang tidak ingin memiliki anak lagi, istri nelayan sebagian besar menjawab metode susuk/implantlah yang paling efektif. Kesalahan menjawab pertanyaan terbanyak ketiga, sebagian besar istri nelayan menjawab akan minum jamu tradisional jika terjadi efek samping dalam pemakaian kontrasepsi.

Berdasarkan hasil analisis data, terdapat responden yang tidak memakai kontrasepsi padahal pemahamannya terhadap informasi KB sudah baik. Hal ini menunjukkan bahwa

Page 8: Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jbk315e72b322full.pdf · Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Istri Nelayan

169 Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 4, No. 2 Desember 2015: 162–171

seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi belum menjamin seseorang tersebut bersikap sesuai dengan pengetahuan tinggi yang dimiliki.

M e n u r u t N o t o a t m o d j o ( 2 0 0 7 ) , ketidaksesuaian sikap dengan pengetahuan karena adanya sistem kepribadian, pengalaman, dan adat istiadat yang dipegang oleh individu. Pemahaman adalah pengetahuan tingkat kedua dalam domain kognitif setelah tingkat pengetahuan dasar yaitu “tau” atau “know”. Pengetahuan merupakan sesuatu yang mendasari seseorang berperilaku secara alamiah, sedangkan lingkungan pergaulan melalui pengetahuan yang didapatnya akan mendasari dalam mengambil keputusan rasional dan efektif untuk kesehatannya (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2007), semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik pula seseorang menelaah untuk berperilaku dan bertindak dalam mengatasi suatu hal khususnya yang berhubungan dengan kesehatannya. Tingkat pengetahuan seseorang merupakan dasar dari sikap dan perilaku dalam menerima atau menolak sesuatu hal yang akan dilakukan.

Munculnya sikap diawali dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai sesuatu hal yang baik (positif) atau tidak baik (negatif), kemudian diinternalisasikan ke dalam diri seseorang. Sesuatu yang telah diketahui tersebut akan berpengaruh pada perilaku. Akan tetapi seringkali dalam realitanya terdapat banyak faktor lain yang mempengaruhi seseorang, seperti pengetahuan, lingkungan sosial, situasi, atau kesempatan (Tedjo, 2009).

Manusia mempunyai banyak kognisi yaitu segala faktor seperti pengetahuan, pendapat, kepercayaan mengenai lingkungan, diri sendiri, maupun perilaku. Terjadi disonansi kognitif apabila dua dari kognisi tersebut secara psikologis inkonsisten. Demikian halnya pada penelitian ini, tidak adanya hubungan pemahaman dengan perilaku memakai kontrasepsi kemungkinan disebabkan karena adanya disonansi kognitif pada istri nelayan.

Teori perilaku menurut Lawrence Green (1980), bahwa perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat ditentukan oleh 3 faktor yaitu faktor predisposising atau sebagai faktor yang mempermudah seseorang untuk melakukan

perilaku, faktor enabling atau faktor yang memungkinkan dan faktor reinforcing atau faktor yang mendorong (Notoatmodjo, 2007).

Faktor yang berkaitan dengan tidak adanya hubungan antara pemahaman informasi KB dengan kepesertaan kontrasepsi pada istri nelayan dalam penelitian ini adalah faktor pendorong dari tokoh agama setempat yang dapat mempengaruhi perilaku berkontrasepsi. Terdapat pula faktor pelayanan fasilitas kesehatan KB yang diberikan oleh tenaga kesehatan maupun petugas lainnya, seperti PLKB dan Kader.

Masyarakat nelayan di wilayah penelitian seluruhnya beragama islam dan sangat menghormati serta menjunjung tinggi tokoh agama. Hal ini peran tokoh agama sangat penting untuk dapat bekerjasama dalam program KB, karena akseptor KB maupun calon akseptor KB memerlukan dukungan rohani yang hanya dapat diberikan oleh tokoh agama. Hasil penelitian ini diperkuat Notoatmodjo (2007), bahwa dukungan tokoh masyarakat atau tokoh agama menjadi faktor yang mendorong terjadinya perilaku seseorang untuk menentukan ikut atau tidaknya memakai kontrasepsi.

Berdasarkan temuan di lapangan, masyarakat nelayan mendapatkan pengetahuan kesehatan reproduksi dan KB dari petugas kesehatan, PLKB dan Kader, sehingga bukan hanya tokoh agama setempat yang berperan untuk memberikan informasi KB, tetapi juga dari fasilitas pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, PLKB dan Kader setempat.

Dukungan sosial dan sumber informasi KB dari tokoh agama, tenaga kesehatan, keluarga, maupun kerabat yang berpengalaman membuat masyarakat nelayan berpeluang untuk ikut kontrasepsi meskipun pemahaman informasi KB yang dimiliki rendah (Herawati, 2015). Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat nelayan berperilaku untuk ikut kontrasepsi karena adanya kepercayaan dan dorongan dari pihak lain.

Individu seperti suami atau istri, keluarga, orang tua, anak, teman, tetangga, tim kesehatan, dan konselor yang memberikan dukungan sosial untuk ber-KB secara rutin dapat mempengaruhi seseorang untuk ikut kontrasepsi. Individu – individu tersebut juga dapat menjadi panutan untuk memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya (Andini, 2012),

Page 9: Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jbk315e72b322full.pdf · Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Istri Nelayan

170Herawati dan Purnomo, Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, penelitian ini dapat disimpulkan bahwa alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh istri nelayan di wilayah kerja Puskesmas Trajeng adalah suntik KB yang merupakan jenis kontrasepsi non MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang). Faktor yang dapat berhubungan dengan kepesertaan kontrasepsi pada istri nelayan adalah pendapatan dan budaya patriarki. Budaya patriarki merupakan faktor dominan yang dapat berhubungan dengan kepesertaan kontrasepsi. Sedangkan faktor pemahaman informasi KB tidak berhubungan dengan kepesertaan kontrasepsi pada istri nelayan di wilayah kerja Puskesmas Trajeng Kota Pasuruan. Istri nelayan yang tidak berbudaya patriarki 5,128 kali lebih besar untuk ikut kontrasepsi dibandingkan dengan istri nelayan yang berbudaya patriarki.

Saran

Adapun saran dari penelitian ini adalah perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan menambahkan variabel lain yang belum diteliti untuk dianalisis, seperti tingkat pengetahuan kader dan peran tokoh agama yang memberi informasi KB sehingga dapat dievaluasi secara lebih luas dalam meningkatkan kepesertaan KB pada keluarga nelayan.

Perlu adanya inovasi dalam memberikan informasi KB bagi istri nelayan yang memiliki risiko besar untuk tidak kontrasepsi, yaitu istri nelayan yang memiliki pendapatan rendah dan istri nelayan yang menganut budaya patriarki di wilayah kerja Puskesmas Trajeng.

Perlunya melibatkan tokoh agama dalam pelaksanaan penyuluhan KB dan materi tambahan tentang nilai anak dan pengambilan keputusan yang tepat dalam pemakaian kontrasepsi.

PLKB, kader, dan tokoh agama perlu ditingkatkan perannya dalam memberikan informasi KB kepada masyarakat terkait dengan penjelasan siapa saja pelaku yang dapat ikut kontrasepsi, pemakaian metode kontrasepsi yang efektif, dan tindakan yang seharusnya dilakukan apabila terjadi efek samping dari pemakaian kontrasepsi.

DAFTAR PUSTAKA

Andini, A. 2012. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pasangan Usia Subur Menjadi Akseptor KB di Kelurahan Babura Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan Tahun 2012. Indonesian Journal of Public Health. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

Arliana, W., O., D. 2014. Faktor yang berhubungan dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Hormonal pada Akseptor KB di Kelurahan Pasarwajo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara Tahun 2013. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanudin Makassar.

BKKBN. 2013. Laporan Umpan Balik Hasil Pelaksanaan Sub Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Direktorat Pelaporan dan Statistika.

BKKBN. 2014. Angka Pemakaian Kontrasepsi (CPR) Nasional. www.bkkbn.go.id/kependudukan/Pages/DataSurvey?SDKI/Kesertaan_KB/CPR/Nasional.aspx (Sitasi 2 Desember 2014).

BPS. 2010. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta : BPS.

Dinas Kesehatan Kota Pasuruan. 2014. Laporan Pencapaian Peserta KB Aktif Berdasarkan Puskesmas di Kota Pasuruan. Pasuruan : Dinas Kesehatan Kota Pasuruan.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2013. Profil Pengendalian Kuantitas Penduduk Jawa Timur. Surabaya : DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR.

Diworo, K. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keikutsertaan Sebagai Akseptor Keluarga berencana di Rumah sakit Pada Pasien Pascapersalinan dan Pascakeguguran di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Jurnal Kesehatan. Yogyakarta: Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Sardjito.

Handayani, L., Suharmiati., Hariastuti, I., dan Latifah, C. 2012. Peningkatan Informasi Tentang KB: Hak Kesehatan Reproduksi yang Perlu Diperhatikan Oleh Program Pelayanan Keluarga Berencana. Buletin Penelitian Sistem kesehatan. Volume 15 Nomor 3 Juli 2012 : 289-297.

Haryani, D. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akseptor Keluarga Berencana Dalam Pemilihan Penggunaan Jenis Kontrasepsi Hormonal Di Kelurahan Prenggan, Kecamatan

Page 10: Hubungan Budaya Patriarki dan Pemahaman Informasi KB ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jbk315e72b322full.pdf · Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Istri Nelayan

171 Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 4, No. 2 Desember 2015: 162–171

Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta : Stikes Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Herawati, A., F. 2014. Hubungan antara Penerimaan dan Pemahaman Informasi KB dalam Pengendalian Kelahiran Anak Dikalangan Anggota Bhayangkari dan Keluarga Nelayan Pesisir di Kabupaten Donggala. Skripsi. Makassar: Pascasarjana Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

Herawati, K. 2015. Hubungan antara Faktor Budaya dan Pemahaman Informasi KB dengan Kepesertaan Memakai Kontrasepsi Istri Nelayan di Wilayah Kerja Puskesmas Trajeng Kota Pasuruan. Skripsi. Surabaya : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

Indira, Laksmi. 2009. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Kontrasepsi Yang Digunakan Pada Keluarga Miskin. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta : Sekjen Kementrian Kesehatan RI : 83

Kurniawati, Y. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur (PUS) Dalam Program Keluarga Berencana Di Kecamatan Pujud Kabupaten Rokan Hilir. Journal FISIP. Vol 1 Nomor 2 Oktober 2014.

Mariana. 2010. Pengaruh Faktor Pemudah, Pendukung Dan Kebutuhan Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Oleh Pasangan Usia Subur Di Kepenghuluan Bukit Damar Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Skripsi. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta: Rineka Cipta: 178.

Noviyanti., Astuti, I., dan Erniawati, S. 2012. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan KB Hormonal Jenis Pil Dan Suntik Pada Akseptor KB Hormonal Golongan Usia

Resiko Tinggi Di Puskesmas Cipageran Cimahi Utara Bulan Juli - Agustus 2010. e-journal Stikes Jendral A. Yani Cimahi. Cimahi : Stikes Jendral A. Yani.

Rinda, I . , M. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pendidikan dan Pendapatan Dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Pada PUS di Kecamatan Jenu Dan Kecamatan Jatirogo Kabupaten Tuban. Jurnal Online Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial UNESA. Volume 1 Nomor 2. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Sadli, S., Widyantoro, N., dan Kolibonso, R., S. 2008. Ringkasan Studi : Pemantauaan Status Kesehatan Seksual dan Kesehatan Reproduksi 6 Daerah di Indonesia. Jurnal Sekretariat Negara RI Jakarta: Yayasan Kesehatan Perempuan.

Sihombing, E., T., K. 2012. Pengaruh Jaminan Kesehatan Masyarakat Pelayanan Pertolongan Persalinan Terhadap Keikutsertaan Keluarga Berencana. Laporan Hasil Karya Tulis Ilmiah. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Tedjo, L., I., K. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Kontrasepsi Yang Digunakan Pada Keluarga Miskin. Tesis. Bandung: Sekolah Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran

Wahab, R., Fitriangga, A., Handini, M. 2014. Hubungan Antara Faktor Pengetahuan Istri Dan Dukungan Suami Terhadap Kejadian Unmet Need KB Pada Pasangan Usia Subur Di Kelurahan Siantan Tengah Kecamatan Pontianak Utara Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Universitas Tanjungpura. Kalimantan Barat : Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak.

Wasak, M. 2012 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan di Desa Kinabuhutan Kecamatan Likupang Barat. Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Pacific journal. Volume 1 Nomor 7 1339-J3*2ISS N1907-9672.