hubungan antara distorsi kognitif dan perilaku ...eprints.ums.ac.id/68415/11/naskah...

14
HUBUNGAN ANTARA DISTORSI KOGNITIF DAN PERILAKU PROKRASTINASI TERHADAP TUGAS PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Oleh : SARI LESTARI F100140217 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018

Upload: others

Post on 12-Jan-2020

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

HUBUNGAN ANTARA DISTORSI KOGNITIF DAN PERILAKU

PROKRASTINASI TERHADAP TUGAS PADA MAHASISWA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I

pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Oleh :

SARI LESTARI

F100140217

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018

1

HUBUNGAN ANTARA DISTORSI KOGNITIF DAN PERILAKU

PROKRASTINASI TERHADAP TUGAS PADA MAHASISWA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Abstrak

Prokrastinasi terhadap tugas adalah perilaku yang tidak diharapkan dilakukan oleh

mahasiswa karena memiliki dampak yang cenderung negatif. Mahasiswa

diharapkan untuk memiliki sikap disiplin dan tanggung jawab akan tugas-tugas

kuliah sebagai kewajibannya agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara distorsi kognitif

dengan prokrastinasi terhadap tugas pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah

Surakarta. Sampel dari penelitian ini adalah 277 orang mahasiswa dari 10 fakultas

di UMS. Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah pengambilan sampel

acak distratifikasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode kuantitatif dengan menggunakan alat ukur skala prokrastinasi akademik

dan skala Automatic Thoughts Questionnaire. Teknik analisis data yang

digunakan adalah korelasi rank spearman dari spearman. Berdasarkan hasil

analisis data diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,455 dengan sig.

(1tailed) = 0,000; p < 0,01, yang artinya adalah ada hubungan positif yang sangat

signifikan antara distorsi kognitif dengan prokrastinasi terhadap tugas.

Sumbangan efektif distorsi kpgnitif terhadap prokrastinasi terhadap tugas

mahasiswa UMS adalah sebesar 20,7%, sehingga masih ada 79,3% faktor-faktor

lain yang berpengaruh terhadap prokrastinasi terhadap tugas mahasiswa UMS

selain faktor distorsi kognitif.

Kata kunci : prokrastinasi akademik, distorsi kognitif, mahasiswa

Abstract

Procrastination of tasks is behavior that is not expected to be done by students

because it has a negative impact. Students are expected to have a disciplined

attitude and responsibility for college assignments as an obligation to become a

good future generation. This study aims to determine a relationship between

cognitive distortion and procrastination against the task of students at the

Muhammadiyah University of Surakarta. The sample of this study was 277

students from 10 faculties at UMS. The sampling technique of this study was

stratified random sampling. The research method used in this study is a

quantitative method using an academic procrastination scale measuring tool and

the Automatic Thoughts Questionnaire scale. The data analysis technique used is

the Spearman rank correlation from Spearman. Based on the results of data

analysis obtained the value of the correlation coefficient (r) of 0.455 with sig.

(1tailed) = 0,000; p <0.01, which means that there is a very significant positive

relationship between cognitive distortion and procrastination against the task. The

effective contribution of the positive distortion to procrastination on UMS student

duties is 20.7%, so there are still 79.3% of other factors that influence

procrastination against UMS student assignments in addition to cognitive

distortion factors.

Keywords: academic procrastination, cognitive distortion, students

2

1. PENDAHULUAN

Pendidikan adalah kegiatan yang mengisi hari-hari manusia dari kecil hingga

beranjak besar, karena pentingnya pendidikan tidak hanya setahun atau dua tahun

bahkan pemerintah mewajibkan rakyatnya untuk mengikuti pendidikan formal

minimal 9 tahun. Pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting, karena dalam

pendidikan berbagai pengetahuan diajarkan, pendidikan formal ditempuh mulai

dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menegah atas, dan

perguruan tinggi (Jannah & Muis, 2014). Mahasiswa adalah penuntut ilmu yang

berada di jenjang perguruan tinggi, Handayani dan Abdullah (2016) menyatakan

bahwa mahasiswa merupakan seseorang yang berada pada tahap peralihan dari

masa remaja ke masa dewasa, pada masa peralihan tersebut banyak permasalahan

yang dihadapi termasuk juga masalah akademik, banyaknya kewajiban untuk

seorang mahasiswa seperti tugas, praktikum, dan tugas kelompok namun nilai

kedisiplinan sudah diserahkan pada masing-masing diri mahasiswa terkadang

akhirnya mereka justru ingin menghindari dan menunda tugas.

Aziz (2015) menemukan pada pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim

Malang terdapat mahasiswa yang memiliki kebiasaan menunda-nunda untuk

mengerjakan tugas, sehingga tidak bisa melakukan presentasi di kelas karena

tidak siap, terlambat mengumpulkan makalah, dan tidak menemui dosen, bahkan

terdapat mahasiswa yang masih tidak lulus di waktu yang seharusnya. Penelitian

yang dilakukan oleh Steel menemukan bahwa 80% sampai 95% mahasiswa

terlibat dalam penundaan, dan dari jumlah tersebut ada sekitar 75% yang

menganggap dirinya sebagai prokrastinator, artinya saat melakukan penundaan

mengerjakan tugasnya mahasiswa menyadari apa yang dilakukannya tetapi tetap

dilakukan terus menerus hingga menjadi sebuah kebiasaan dan dianggap wajar.

Rozental dkk (2017) menyatakan prokrastinasi dapat berdampak negatif

terhadap kualitas mata kuliah yang telah diterima dan kemampuan untuk

menyelesaikan masa kuliah, dan juga dapat menyebakan tekanan psikologis atau

stres. Jannah & Muis (2014) menyatakan prokrastinasi akademik mengakibatkan

tugas tidak terselesaikan atau bahkan tidak dikerjakan karena waktu yang

terlewatkan untuk melakukan hal yang tidak bermanfaat walaupun dikerjakan

3

hasilnya tidak maksimal lalu pasti akan menyebabkan performa akademik yang

rendah yaitu dalam produktivitas. Suijah dan Tjundjing (2007) menyebutkan

aspek-aspek prokrastinasi adalah ketepatan waktu, keyakinan terhadap

kemampuan diri, perasaan cemas, dan perbedaan antara keinginan dan tindakan

yang diwujudkan. Rebetez dkk (2015) menyebutkan tiga faktor penyebab

prokrastinasi adalah kognitif, emosi, dan motivasi. Ketiga faktor tersebut saling

berkaitan antara satu dengan yang lainnya seperti pendapat Burn (dalam

Rizkiakawati & Asiah, 2016) yaitu bahwa perasaan atau emosi seseorang dapat

dipengaruhi oleh pikiran atau kognitif seseorang lalu perasaan akan

mempengaruhi perilaku seseorang. Kognitif adalah proses berfikir pada manusia

terhadap dirinya, dan lingkungan sekitar nya, dalam proses berfikir tersebut dapat

terjadi kesalahan atau bias seperti pendapat Burn (dalam Rizkiakawati & Asiah,

2016) yaitu bahwa proses berfikir pada manusia yang tidak sesuai dengan

kenyataan yang ada dapat disebut kesalahan dalam berfikir atau distorsi kognitif.

Distorsi kognitif sering kali dimanifestasikan pada pikiran otomatis negatif seperti

pendapat Covin dkk (2011) yang menyebutkan bahwa dalam kognitif terdapat dua

hal yaitu core belliefs dan pikiran otomatis, core belliefs sebagai pusat dari

pemikiran seseorang dan pikiran negatif sebagai respon seseorang terhadap segala

hal yang dihadapinya, saat distorsi kognitif terjadi maka core belliefs dan pikiran

otomatis seseorang menjadi negatif sehingga perilaku juga menjadi negatif.

Lovrina dkk (2016) menyatakan bahwa proses kognitif setiap orang pada dasarnya

sama, namun terdapat beberapa faktor yang dapat membuatnya berbeda yaitu

karena pengaruh lingkungan sekitar, komunikasi dengan orang lain, dan

pengalaman. Jika seseorang mengalami distorsi kognitif terhadap dirinya maka

akan mengakibatkan timbulnya sikap skeptis lalu akan berdampak pada

rendahnya efikasi diri yang dapat menjadi penyebab timbulnya prokrastinasi

seperti tidak percaya diri dan memandang dirinya tidak mampu atau tidak bisa

(Tuckman, 1991 & Florensa dkk, 2016).

Helmond dkk (2014) menyatakan bahwa distorsi kognitif merupakan hal

yang penting dalam menjelaskan tentang masalah perilaku atau kebiasaan yang

bermasalah, seperti halnya prokrastinasi, Gustavson dkk (2016) telah menjelaskan

4

bahwa proses kognitif yang buruk pada seseorang dapat menyebabkan adanya

prokrastinasi.Penjelasan lebih lanjut diberikan oleh Covin dkk (2011) yang

menyebutkan bahwa pikiran otomatis dapat mempengaruhi emosi seseorang, jika

pikiran otomatis positif maka emosi akan muncul adalah emosi yang baik

sehingga perilaku yang dilakukan juga baik namun jika pikiran yang muncul

adalah pikiran yang negatif maka emosi yang akan muncul juga emosi yang buruk

sehingga perilaku yang dilakukan juga buruk, hal ini yang membuat seseorang

menganggap bahwa tugasnya membosankan atau sulit, maka yang terjadi adalah

seseorang akan mencari cara untuk melepaskan diri dari keadaan yang

menurutnya tidak menyenangkan itu. Hollon dan Kendall (1980) menyebutkan

aspek-aspek distorsi kognitif sebagai berikut persepsi penyesuaian pribadi dan

keinginan untuk perubahan, konsep diri negatif dan ekspektasi negatif, harga diri

rendah, menyerah atau tidak berdaya. Burn (1993) menyebutkan bahwa salah satu

hasil distorsi kognitif yang negatif yaitu all or nothing membuat seseorang

menjadi perfeksionis dan membuat seseorang melihat dunianya sebagai hitam

atau putih contohnya Pemikiran “Bila saya tidak begini maka saya bukan apa-apa

sama sekali” , kemudian Tuckman (1998) menyebutkan bahwa perfeksionisme

dapat menjadi dalah satu penyebab prokrastinasi pada seseorang. Pendapat yang

sama disampaikan oleh Weinstein (1987) yang menyebutkan bahwa distorsi

kognitif membuat seseorang memiliki optimisme yang nonrelistik yang membuat

seseorang akan melakukan prokrastinasi saat menghadapi tugas akademik.

Tujuan dari penelitaian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan

anatara distorsi kognitif dan perilaku prokrastinasi terhadap tugas, mengetahui

tingkat distorsi kognitif dalam perilaku prokrastinasi terhadap tugas, dan

mengetahui sumbangan efektif distorsi kognitif dalam perilaku prokrastinasi

terhadap tugas pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah : ada

hubungan positif antara distorsi kognitif dengan prokrastinasi terhadap tugas pada

mahasiswa UMS.

5

2. METODE

Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk

mengetahui keterkaitan antara distorsi kognitif mahasiswa UMS dengan

prokrastinasi terhadap tugas. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

mahasiswa yang terdaftar menjadi mahasiswa di universitas muhammadiyah

surakarta yang menurut laporan pada PDDIKTI tahun 2017/2018 berjumlah

29.086. Sampel penelitian yang digunakan oleh peneliti berjumlah 277 orang

menggunakan teknik pengambilan sampel acak distratifikasi.Metode yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan

instrumen penelitian berupa skala prokrastinasi akademik yang disusun oleh

Sentosa (2018) dan skala distorsi kognitif (Automatic Thoughts Questionnaire)

yang disusun oleh Hollon dan Kendall (1980). Skala prokrastinasi akademik

digunakan untuk mengukur apakah mahasiswa UMS melakukan prokrastinasi

terhadap tugas aspek yang digunakan meliputi : ketepatan waktu, keyakinan

terhadap kemampuan diri, perasaan cemas, dan perbedaan antara keinginan dan

tindakan yang diwujudkan (Suijah & Tjundjing, 2007). Jumlah aitem skala

prokrastinasi akademik ini sebanyak 23 butir yang terdiri dari 13 aitem favourable

dan 10 aitem unfafourable.. Hasil penilaian 3 orang Expert Judgement yang

dilakukan oleh Sentosa (2018) digunakan untuk menghitung validitas aitem

menggunakan rumus dari Aiken’s V menunjukkan nilai rata-rata validitas sebesar

0,793. Jika nilai V lebih besar 0,66 akan dinyatakan valid, maka dapat

disimpulkan bahwa seluruh aitem skala memiliki tingkat validitas yang signifikan

(Azwar, 2011). Koefisien reliabilitas Alpha skala prokrastinasi akademik adalah

0,632.

Skala Automatic Thoughts Questionnaire (ATQ) disusun oleh Hollon dan

Kendall (1980) dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh peneliti untuk

mengukur apakah distorsi kognitif terjadi pada mahasiswa UMS aspek yang

digunakan meliputi : Persepsi penyesuaian pribadi dan keinginan untuk

perubahan, konsep diri negatif dan ekspektasi negatif, harga diri rendah, menyerah

atau tidak berdaya. Jumlah aitem skala distorsi kognitif ini sebanyak 30 butir yang

kesemuanya adalah aitem favourable. Hasil penilaian 3 orang Expert Judgement

6

digunakan untuk menghitung validitas aitem menggunakan rumus dari Aiken’s V

menunjukkan nilai rata-rata validitas sebesar 0,84444. Jika nilai V lebih besar

0,66 akan dinyatakan valid, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh aitem skala

memiliki tingkat validitas yang signifikan (Azwar, 2011). Koefisien reliabilitas

Alpha skala prokrastinasi akademik adalah 0,951. Untuk menguji hipotesis dalam

penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik korelasi rank spearman dari

Spearman.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dengan teknik analisis

korelasi Rank Spearman dari Spearman yang dibantu dengan menggunakan

program SPSS 15.0 For Windows dapat diketahui nilai koefisien korelasi (r)

sebesar 0,455 dan sig. (2-tailed) = 0,000; p < 0,01 artinya ada hubungan positif

yang sangat signifikan antara distorsi kognitif dengan prokrastinasi terhadap tugas

(prokrastinasi akademik).. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Helmond dkk

(2014) yang menyatakan bahwa distorsi kognitif merupakan hal yang penting

dalam menjelaskan tentang masalah perilaku atau kebiasaan yang bermasalah,

seperti halnya prokrastinasi, kemudian pendapat Gustavson dkk (2016) yang

menjelaskan bahwa proses kognitif yang buruk pada seseorang dapat

menyebabkan adanya prokrastinasi.

Berdasarkan kategorisasi variabel prokrastinasi terhadap tugas mempunyai

rerata empirik (RE) sebesar 59,29 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 57,5 yang

berarti prokrastinasi terhadap tugas pada subjek penelitian tergolong sedang.

Kategorisasi variabel partisipasi distorsi kognitif mempunyai rerata empirik (RE)

sebesar 72,71 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 75 yang berarti distorsi pada

subjek penelitian tergolong sedang. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui

bahwa prokrastinasi terhadap tugas dan distorsi kognitif pada mahasiswa UMS

termasuk dalam kategori sedang, hal tersebut mengindikasikan adanya kesesuaian

hubungan antara kedua variabel dan sesuai dengan pendapat Weinstein (1987)

yang menyebutkan bahwa distorsi kognitif membuat seseorang memiliki

optimisme yang nonrealistik yang membuat seseorang akan melakukan

prokrastinasi saat menghadapi tugas akademik. Distorsi kognitif memiliki

7

sumbangan efektif (SE) terhadap variabel prokrastinasi akademik pada mahasiswa

UMS sebesar 20,7%. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih ada 79,3% faktor-

faktor lain yang berpengaruh terhadap berpengaruh terhadap prokrastinasi

akademik selain faktor distorsi kognitif. namun tidak diperhatikan dalam

penelitian ini. Beberapa faktor yang berkemungkinan dapat mempengaruhi

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prokrastinasi antara lain Faktor afeksi,

kognisi, dan psikomotorik, meskipun prokrastinasi terlihat sebagai masalah fisik

atau terlihat namun sebenarnya prokrastinasi adalah masalah yang terjadi pada

psikologis seseorang sehingga untuk memperbaikinya akan lebih efektif bila

dilakukan dari bagian internal seseorang yaitu psikologisnya (Handayani &

Abdullah, 2016).

Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa distorsi kognitif mempunyai

pengaruh terhadap prokrastinasi terhadap tugas pada mahasiswa UMS. Namun

ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain : Penelitian yang

dilakukan masih kurang mendalam sehingga kemungkinan masih terdapat banyak

data yang belum bisa diungkap oleh peneliti, Kurangnya batasan jumlah subjek

yang lebih spesifik pada setiap fakultas sehingga terdapat kesulitas saat

menganalisa hasil pengolahan data, Penelitian yang dilakukan sendiri membuat

peneliti hanya mendapat data 10 fakultas dari total 15 fakultas yang ada di

Universitas Muhammadiyah Surakarta sehingga terdapat 5 fakultas yang tersisa,

hal ini disebabkan kemampuan yang terbatas karena dilakukan seorang diri,

Kurangnya referensi dari penelitian sebelumnya karena masih jarang sekali yang

menggunakan variabel distorsi kognitif untuk menjadi objek penelitian di

Indonesia, Pemilihan mahasiswa sebagai subjek menyebabkan beberapa kesulitan

saat meminta kesediaan subjek untuk mengisi skala karena banyaknya kegiatan

yang harus mahasiswa lakukan.

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan

sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : Ada hubungan positif yang sangat

signifikan antara distorsi kognitif dengan prokrastinasi terhadap tugas

(prokrastinasi akademik). Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi distorsi

8

kognitif maka akan semakin tinggi pula prokrastinasi terhadap tugas

(prokrastinasi akademik). Sebaliknya, semakin rendah distorsi kognitif maka

akan semakin rendah pula prokrastinasi terhadap tugas (prokrastinasi akademik),

Tingkat prokrastinasi terhadap tugas (prokrastinasi akademik) mahasiswa UMS

pada penelitian ini tergolong sedang, begitu juga dengan tingkat distorsi kognitif

mahasiswa UMS yang juga tergolong sedang, Distorsi kognitif memiliki

sumbangan efektif (SE) terhadap variabel prokrastinasi akademik mahasiswa

UMS sebesar 20,70%. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih ada 79,3% faktor-

faktor lain yang berpengaruh terhadap prokrastinasi mahasiswa UMS akan tetapi

tidak diperhatikan dalam penelitian ini, Laki-laki lebih banyak melakukan

prokrastinasi dibanding perempuan hal ini dikarenakan Wanita dianggap lebih

serius dan lebih tekun dalam menyelesaikan masalah atau pun pekerjaan sampai

tuntas, dan teori sosialisasi peran jenis gender menyatakan wanita dalam

berorientasi lebih mematuhi peraturan dibandingkan mahasiswa pria, Mahasiswa

pada usia 18 tahun lebih banyak melakukan prokrastinasi karena usia tersebut

adalah usia peralihan dari masa remaja akhir ke masa dewasa awal sehingga

permasalahan yang dihadapi lebih banyak, Mahasiswa pada semester 2 dan pada

fakultas ilmu kesehatan, fakultas kedokteran, dan fakultas psikologi melakukan

prokrastinasi lebih banyak karena regulasi diri yang rendah dan desebabkan oleh

harapan-harapan tinggi dari orang-orang disekitarnya ataupun dari dirinya sendiri.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka saran-saran yang

dikemukakan sehubungan dengan hasil penelitian adalah :

Bagi para mahasiswa UMS untuk menghadapi berbagai tugas yang

diberikan kepada mereka dengan mencari informasi yang lebih banyak lagi

mengenai tugas yang diberikan, mempersiapkan tugas dengan matang, dan tidak

memiliki harapan yang terlalu tinggi untuk diri sendiri.

Bagi UMS disarankan untuk selalu memberikan dukungan baik sarana

maupun prasarana, verbal maupun perlakuan, dan motivasi pada mahasiswa serta

menghindari untuk memberikan harapan-harapan yang terlalu tinggi pada

mahasiswa.

9

Bagi keluarga disarankan untuk lebih memberikan kasih sayang, dan

membantu aktivitas-aktivitasnya yang dirasa sangat sulit lalu tidak menyampaikan

harapan-harapan yang terlalu tinggi pada mahasiswa.

Peneliti selanjutnya disarankan untuk memperhatikan variabel lain selain

distorsi kognitif yang diduga dapat mempengaruhi prokrastinasi akademik

mahasiswa UMS, lebih memperluas area penelitian jika memiliki waktu, tenaga

dan biaya yang mencukupi. Disarankan pula bagi peneliti lain untuk dapat

menggunakan metode lain selain kuantitatif sebagai metode untuk mengumpulkan

data supaya hasil yang diperoleh akan lebih mendalam. Berdasarkan saran-saran

tersebut diharapkan para peneliti selanjutnya dapat lebih mengembangkan

khasanah ilmu pengetahuan secara lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, R. (2015). Model perilaku prokrastinasi akademik mahasiswa pascasarjana.

Journal of Islamic Education, 1(2), 269-295

Azwar, S. (2011). Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Burns, R.B. (1993). Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan

Perilaku). Jakarta: Arcan

Covin, R., Dozois, D. J. A ., Ogniewicz, A., & Seeds, P. M. (2011). Measuring

cognitive errors: initial development of the cognitive distortions scale

(CDS). International Journal of Cognitive Therapy, 4(3), 297–322

Handayani, S. W. R. I., & Abdullah, A.(2016). Hubungan stres dengan

prokrastinasi pada mahasiswa. Psikovidya, 20 (1),32-38

Helmond, P., Overbeek, G., Brugman, D., & Gibbs, J. F. (2014). A meta-analysis

on cognitive distortions and externalizing problem behavior: associations,

moderators, and treatment effectiveness. Sage,doi:

10.1177/0093854814552842

Hollon, S. D., & Kendall, P. C. (1980). Cognitive self-statements in

depression:development of an automatic thoughts questionnaire. Cognitive

Therapy and Research, 4(4), 383-395

Jannah, M., & Tamsil, D. ( 2014). Prokrastinasi akademik (perilaku penundaan

akademik) mahasiswa fakultas ilmu pendidikan universitas negeri

surabaya. jurnal BK UNESA, 4(3), 1-8.

10

Lovrina, M., Hariyono., & Hanurawan, F (2016). Suasana batin siswa kelas vi sd

mengenai lingkungan fisik dan lingkungan sosial di lokalisasi ilegal.

Jurnal Pendidikan, 1(8), 1621—1625.

Rizkiawati, R., & Asiah, D. H. S. (2016). Mengatasi masalah distorsi kognitif

pada klien usia remaja dengan metode cognitive restructhing form. Social

Work Jurnal, 6(2), 154-272.

Rozental, A., Forsstr¨om, D., Lindner, P., Nilsson, S., M°artensson, L., Rizzo, A.,

... & Carlbring, P.(Ed). (2017). Treating procrastination using cognitive

behavior therapy: a pragmatic randomized controlled trial comparing

treatment delivered via the internet or in groups. [BETH 735].

doi:10.1016/j.beth.2017.08.002.

Rebetez, M. M. L., Rochat, L., & Linden, M. V. D., (2015). Cognitive, emotional,

and motivational factors related to procrastination: A cluster analytic

approach, 76, 1-6.

Sentosa, D. W. (2018) Prokrastinasi pada mahasiswa yang menempuh mata kuliah

ditinjau dari jumlah SKS dan praktikum yang siambil. Psikologi.

Psikologi. Universitas muhammadiyah surakarta

Surijah, E.A., Tjundjing, S. 2007. Mahasiswa Versus Tugas: Prokrastinasi

Akademik dan Conscientiousness. Anima. Vol. 22, No. 4, 352 – 374

Tuckman, B. W.(1991).The development and concurrent validity of the

procrastination scale. Educational and Psychological Measurement,DOI:

10.1177/0013164491512022

Tuckman, B. W. (1998). Using Tests As An Incentive To Motivate

Procrastination To Study. Journal of Experimental Education, 66 (2), 141-

147.

Weinstein, N.D. (1987). Unrelistic optimism about future life events. Journal of

Personality and Social Psychology. 39(5), 805-820.