hubungan antara derajat merokok dengan fungsi …scholar.unand.ac.id/49854/26/skripsi full text -...

102
HUBUNGAN ANTARA DERAJAT MEROKOK DENGAN FUNGSI KOGNITIF PENDERITA SKIZOFRENIA Skripsi Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran Oleh IHSIANI NADHIFA NIM: 1510311031 Pembimbing 1. dr. Taufik Ashal, SpKJ 2. dr. Rauza Sukma Rita. PhD FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2019

Upload: others

Post on 29-Dec-2019

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HUBUNGAN ANTARA DERAJAT MEROKOK DENGAN

FUNGSI KOGNITIF PENDERITA SKIZOFRENIA

Skripsi

Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai

Pemenuhan Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan

Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh

IHSIANI NADHIFA

NIM: 1510311031

Pembimbing

1. dr. Taufik Ashal, SpKJ

2. dr. Rauza Sukma Rita. PhD

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2019

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

i

HUBUNGAN ANTARA DERAJAT MEROKOK DENGAN FUNGSI

KOGNITIF PENDERITA SKIZOFRENIA

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

ii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

iv

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI OLEH PEMBIMBING

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

v

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena

atas nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, skripsi yang berjudul “Hubungan antara

Derajat Merokok dengan Fungsi Kognitif Penderita Skizofrenia” dapat diselesaikan

dengan baik. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memperoleh gelar Sarjana

Kedokteran (S. Ked) di program pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas.

Selama penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Dr.dr. Wirsma Arif

Harahap, SpB (Onk) dan Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas.

2. Pembimbing I, dr. Taufik Ashal, Sp. KJ, dan Pembimbing II, dr. Rauza

Sukma Rita, PhD, yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan,

masukan, serta meluangkan waktu untuk berdiskusi hingga penyusunan

skripsi ini selesai.

3. Penguji skripsi, Dr.dr. Amel Yanis, SpKJ(K), dr. Ilmiawati, PhD, dan Dr.

Dessy Arisanty, S.Si, M.Sc atas bimbingan, arahan, dan masukan dalam

penyusunan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik.

4. dr. Fachzi Fitri, Sp.THT-KL selaku pembimbing akademik yang telah

memberi semangat dan dukungan kepada penulis selama periode studi pre-

klinik.

5. Dr. Indria Velutina, MARS selaku direktur RSUD Pariaman dan drg.

Ernoviana, M.Kes selaku direktur RSJ Prof. HB Saanin yang telah

mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit terkait.

6. Seluruh dosen dan staf Jurusan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas yang telah memberikan ilmu kepada penulis.

7. Papa, mama, bang Farid, adek Rara beserta keluarga besar yang telah

memberikan dukungan moral dan material dalam penyusunan skripsi ini.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

vii

8. Seluruh teman – teman yang telah membantu menyukseskan penelitian dan

penulisan skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis

berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat terhadap dunia pendidikan dan

instansi terkait dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan pasien.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan

skripsi ini. Oleh karena itu penulis berharap atas masukan dan saran yang

membangun dari semua pihak untuk kesempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat

memberi manfaat.

Padang, 30 September 2019

Penulis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

viii

ABSTRACT

ASSOCIATION BETWEEN THE DEGREE OF SMOKING AND

COGNITIVE FUNCTION IN PATIENTS WITH SCHIZOPHRENIA

By:

Ihsiani Nadhifa

Cognitive impairment is one of the clinical manifestations found in

schizophrenia patients, causing a decrease in human productivity in the long term.

Cognitive impairment is related to the pathogenesis of the schizophrenia resulted

from the dysfunction of dopamine in brain mesocortex.

Patients with schizophrenia are managed by administering antipsychotic

drugs working as dopamine antagonist, which may worsen cognitive impairment.

Cigarette contains nicotine which act as dopamine agonist so that it is expected to

cause improvement in cognitive function. The goal of this research was to examine

the association between the degree of smoking and cognitive function in

schizophrenia patients.

This study used cross-sectional design. Subjects were schizophrenics with

smoking habit recruited from Prof. H.B. Saanin mental hospital and Pariaman

district hospital by simple random sampling. Montreal Cognitive Assessment Test

Indonesian version questionnaire was used to assess cognitive impairment and

Brinkmann Index questionnaire was used to assess smoking degree. Data were

analyzed using the chi-square test.

The results showed that all subjects were male with median age 33 years

and median length of treatment was 8 years. Most subjects were of secondary

education level, were working and were not married. Subjects were categorized as

mild (39.8%), moderate (41.5%) and heavy (18.6%) smoker. Cognitive function

was categorized as normal (15.3%) and abnormal (84.7%). Statistical test showed

no association between the degree of smoking and cognitive function of

schizophrenics (p = 0.296)

In conclusion, the degree of smoking is not associate with cognitive function

in schizophrenia patients.

Keywords : schizophrenia, degree of smoking, cognitive function

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

ix

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA DERAJAT MEROKOK DENGAN FUNGSI

KOGNITIF PADA PENDERITA SKIZOFRENIA

Oleh:

Ihsiani Nadhifa

Gangguan kognitif merupakan salah satu manifestasi klinis yang terdapat

pada pasien skizofrenia dan menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas

manusia dalam jangka waktu panjang. Gangguan ini dapat terjadi karena pada

patogenesis skizofrenia terjadi gangguan fungsi dopamin pada bagian mesokorteks

otak.

Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat

antipsikotik yang bersifat antagonis dopamin sehingga menyebabkan gangguan

kognitif mengalami perburukan. Rokok mengandung nikotin yang bersifat agonis

dopamin sehingga diharapkan dapat menyebabkan terjadinya perbaikan fungsi

kognitif penderita. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

derajat merokok dengan fungsi kognitif penderita skizofrenia.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Responden pada

penelitian ini adalah penderita skizofrenia dengan kebiasaan merokok di RSJ Prof

HB Saanin Kota Padang dan RSUD Kota Pariaman dengan teknik simple random

sampling. Kuesioner Montreal Cognitive Assessment Test Versi Indonesia

digunakan untuk mendeteksi gangguan kognitif dan kuisioner Indeks Brinkmann

digunakan untuk menentukan derajat merokok. Data dianalisis mengunakan uji

analisis chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden berjenis kelamin

pria dengan median usia 33 tahun dan median lama pengobatan adalah 8 tahun.

Responden terbanyak memiliki tingkat pendidikan menengah keatas, berstatuskan

bekerja dan tidak kawin. Responden dikategorikan berdasarkan derajat merokok

dengan kategori perokok ringan (39.8%), sedang (41.5%) dan berat (18.6%).

Fungsi kognitif dikategorikan menjadi normal (15.3%) dan tidak normal (84.7%).

Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat hubungan antara derajat merokok dengan

fungsi kognitif penderita skizofrenia (p=0.296).

Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara derajat merokok dengan fungsi kognitif penderita skizofrenia.

Kata kunci: skizofrenia, derajat merokok, fungsi kognitif

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

x

DAFTAR ISI

HUBUNGAN ANTARA DERAJAT MEROKOK DENGAN FUNGSI

KOGNITIF PENDERITA SKIZOFRENIA ......................................................... HUBUNGAN ANTARA DERAJAT MEROKOK DENGAN FUNGSI

KOGNITIF PENDERITA SKIZOFRENIA ........................................................ i HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.......................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI OLEH PEMBIMBING ................... iv HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................ v KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi ABSTRACT ........................................................................................................ viii

ABSTRAK ............................................................................................................ ix DAFTAR ISI .......................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv DAFTAR ISTILAH ............................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3

1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................... 3

1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 4

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4

1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................................ 4

1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................................. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5

2.1 Skizofrenia .............................................................................................. 5

2.1.1 Definisi .............................................................................................. 5

2.1.2 Klasifikasi ......................................................................................... 5

2.1.3 Etiopatogenesis ................................................................................. 7

2.1.4 Manifestasi Klinis ............................................................................. 8

2.1.5 Prinsip Diagnosis .............................................................................. 9

2.1.6 Prinsip Tatalaksana ......................................................................... 11

2.2 Fungsi kognitif ...................................................................................... 15

2.2.1 Definisi ............................................................................................ 15

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi ............................................................ 16

2.2.3 Domain ............................................................................................ 18

2.3 Rokok ..................................................................................................... 20

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

xi

2.3.1. Definisi ............................................................................................ 20

2.3.2. Klasifikasi Derajat Merokok ........................................................... 20

2.3.3. Kandungan Zat dalam Rokok.......................................................... 20

2.4 Hubungan antara Rokok dengan Fungsi Kognitif pada Penderita

Skizofrenia ....................................................................................................... 21

2.5 Kerangka Teori ..................................................................................... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ..... 24

3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ........................................................ 24

3.2. Hipotesis Penelitian .............................................................................. 24

BAB 4 METODE PENELITIAN ....................................................................... 25

4.1. Jenis Rancangan Penelitian ................................................................. 25

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 25

4.3. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 25

4.3.1 Populasi ........................................................................................... 25

4.3.2 Sampel ............................................................................................. 25

4.3.3 Besar Sampel ................................................................................... 26

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel........................................................... 26

4.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .................................... 27

4.4.1 Variabel Penelitian .......................................................................... 27

4.4.2 Definisi Operasional........................................................................ 27

4.5. Instrumen Penelitian ............................................................................ 29

4.6. Etik Penelitian ....................................................................................... 30

4.7. Pengumpulan Data Penelitian ............................................................. 30

4.7.1 Jenis Data ........................................................................................ 30

4.7.2 Teknik pengumpulan data ............................................................... 31

4.8 Cara Pengolahan dan Teknik Analisis Data ...................................... 31

4.8.1 Cara Pengolahan data ...................................................................... 31

4.8.2 Teknik Analisis Data ....................................................................... 32

BAB 5 HASIL PENELITIAN ........................................................................... 33

5.1. Data Penelitian ...................................................................................... 33

5.2. Analisis dan Hasil Penelitian ............................................................... 33

5.2.1. Analisis Univariat............................................................................ 33

5.2.2. Analisis Bivariat .............................................................................. 36

BAB 6 PEMBAHASAN ...................................................................................... 38

6.1 Analisis Statistik ................................................................................... 38

6.1.1. Analisis Statistik Karakteristik Penderita Skizofrenia .................... 38

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

xii

6.1.2. Analisis Statistik Distribusi Derajat Merokok ................................ 40

6.1.3. Analisis Statistik Distribusi Fungsi Kognitif .................................. 41

6.1.4. Analisis Statistik Hubungan antara Derajat Merokok dengan Fungsi

Kognitif Penderita Skizofrenia ...................................................................... 42

6.2 Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 44

BAB 7 PENUTUP ................................................................................................ 45

7.1 Kesimpulan ........................................................................................... 45

7.2 Saran ...................................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 47

LAMPIRAN ......................................................................................................... 53

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Obat Antipsikotik, Dosis dan Sediaannya ................................. 13

Tabel 2.2 Daftar Obat yang Dipakai Mengatasi Efek Samping Antipsikotik ....... 15

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ......... 33

Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ......................... 34

Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan . 34

Tabel 5.4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan ...... 35

Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan... 35

Tabel 5.6 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Pengobatan ... 35

Tabel 5.7 Distribusi Derajat Merokok Penderita Skizofrenia ............................... 36

Tabel 5.8 Distribusi Fungsi Kognitif Penderita Skizofrenia ................................. 36

Tabel 5.9 Hubungan antara Derajat Merokok dengan Fungsi Kognitif ................ 37

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ..................................................................23

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ........................................................24

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

xv

DAFTAR ISTILAH

APG I Antipsikotik Generasi I

APG II Antipsikotik Generasi II

CO Karbon monoksida

D2 Dopamin Receptor

ECT Electro Convulsive Therapy

FK Fakultas Kedokteran

IB Indeks Brinkmann

ICU Intensive Care Unit

IM Intramuscular

IV Intravenous

MoCA INA Montreal Cognitive Assesment Indonesia

RSUD Rumah Sakit Umum Daerah

RSJ Rumah Sakit Jiwa

RSUP Rumah Sakit Umum Pusat

SNM Sindroma Neuroleptik Maligna

WHO World Health Organization

YTT Yang Tak Tergolongkan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan .................................................................................53

Lampiran 2. Biaya Kegiatan ..................................................................................54

Lampiran 3. Surat Permohonan Menjadi Responden ............................................55

Lampiran 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian (Informed

Consent) .................................................................................................................56

Lampiran 5. Kuesioner Penelitian ..........................................................................57

Lampiran 6. Lembaran Identitas Pasien .................................................................58

Lampiran 7. Perhitungan Statistik ..........................................................................59

Lampiran 8. Administrasi Penelitian .....................................................................64

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian .....................................................................83

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan jiwa di dunia saat ini mencapai angka 13% dari

keseluruhan penyakit.1 Salah satu diantaranya adalah skizofrenia yang merupakan

gangguan jiwa yang menunjukan adanya gangguan fungsi kognitif pada

penderitanya dengan gambaran terjadinya penurunan fungsi kognitif yang relatif

stabil serta menetap selama proses perjalanan penyakitnya.2,3 Hal tersebut yang

menjadi salah satu penyebab penambahan masalah kesehatan negara karena dapat

menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas penderita untuk jangka waktu

yang cukup panjang dan dapat berujung menjadi beban bagi keluarga maupun

negara.4 Kondisi ini bisa saja akan terus meningkat seiring dengan adanya berbagai

faktor yang mempengaruhi kejadian dari skizofrenia.5 Pada akhirnya apabila hal ini

dibiarkan maka masalah kesehatan jiwa di dunia berkemungkinan akan menyentuh

angka 25% di tahun 2030.1

Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi

rumah tangga dengan anggota rumah tangga penderita gangguan jiwa skizofrenia

atau psikosis di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 7 permil dengan cakupan

tertinggi berada di daerah Bali.6 Sumatera Barat menempati urutan ke-7 dengan

kasus yang sama pada tahun 2018 dan posisi ini meningkat dari sebelumnya yang

berada di posisi ke 9 pada tahun 2013 di Indonesia.7 Daerah yang memiliki kasus

skizofrenia terbanyak di Sumatera Barat adalah Kota Padang, Kabupaten Pasaman,

dan Kabupaten Padang Pariaman.8

Pada pasien skizofrenia terdapat tiga gejala yang akan terjadi pada penderita

nya yaitu gejala positif, gejala negatif dan gangguan fungsi kognitif.9 Gejala positif

merupakan gejala yang timbul akibat adanya hiperfungsi dari neurotransmitter

dopamin pada level mesolimbik di otak, yang menyebabkan penderita

mengeluhkan adanya waham, halusinasi, pikiran yang kacau, gelisah dan

munculnya perilaku yang aneh. Gejala negatif merupakan gejala yang timbul akibat

adanya hipofungsi dari neurotransmitter dopamin pada level mesokorteks di otak

dengan munculan gejala seperti afek yang datar, apatis, pasif, acuh tak acuh,

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

2

cenderung menarik diri dari pergaulan dan kurangnya kontak emosional.10

Gangguan fungsi kognitif juga terjadi akibat adanya hipofungsi neurotransmitter

dopamin pada level mesokorteks otak bersamaan dengan munculnya gejala negatif

pada penderita sehingga kedua hal ini pada akhirnya akan selalu berada pada

kondisi yang sama baik itu semakin meningkat atau menurun.11

Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia pada saat ini adalah menggunakan

obat antipsikotik yang bekerja menurunkan fungsi dari dopamin dengan bersifat

antagonis dopamin sehingga gejala skizofrenia dapat berkurang terutama gejala

positif. Hal yang berbeda terjadi pada gejala negatif dan gangguan fungsi kognitif,

karena juga mendapatkan efek yang diberikan oleh antagonis dopamin ini yaitu

semakin menurunnya fungsi dopamin pada level mesokorteks sehingga gejala

negatif dan gangguan kognitif justru akan semakin memburuk.12 Penderita

skizofrenia yang memiliki gejala negatif dan fungsi kognitif yang lebih menonjol

daripada gejala positif cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih rendah.13 Pada

akhirnya penderita membutuhkan kembali zat yag bersifat agonis dopamin untuk

memperbaiki gejala yang semakin memburuk pada level mesokorteks terutama

fungsi kognitifnya.14 Salah satu zat yang bersifat agonis dopamin adalah nikotin

dan yang banyak terdapat didalam rokok.15

Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang paling sering dilakukan oleh

populasi dengan gangguan jiwa berat.16 Pada penderita skizofrenia frekuensi

merokoknya mencapai 2-4 kali lebih tinggi dari populasi umum. Merokok dapat

memberikan efek yang menyenangkan seperti penghilang stres, sebagai salah satu

stimulan diri, dapat meningkatkan konsentrasi dan sebagai sarana untuk relaksasi.17

Berdasarkan penelitian Patkar, rokok memiliki hubungan yang kuat dengan gejala

negatif dan fungsi kognitif serta diduga dapat memberikan perkembangan yang

baik bagi gejala negatif dan gangguan kognitif, namun rokok tidak berhubungan

secara signifikan dengan gejala positif sehingga belum tentu gejala positif akan

semakin memburuk dengan pemberian rokok pada pasien skizofrenia ini.18

Nikotin yang terkandung didalam rokok dapat memberikan rasa rileks dan

bahagia, sehingga penderita cenderung merokok untuk membantu mengatasi

masalah kejiwaan yang terjadi pada mereka.15 Nikotin dapat mempengaruhi

metabolisme dan kinerja dari obat antipsikotik dalam tubuh. Mekanisme nikotin

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

3

dalam mempengaruhi neurotransmiter di susunan saraf pusat adalah melalui ikatan

dengan reseptor nikotin kolinergik yang selanjutnya memicu pelepasan dopamin

sehingga diharapkan fungsi kognitif penderita akan membaik dengan adanya efek

dari nikotin tersebut.19

Menurut Levin dan Simon, nikotin dapat memberikan perkembangan

terhadap fungsi kognitif seperti fungsi belajar, atensi dan memori. Hal ini telah

dibuktikan melalui penelitian terhadap tikus dan juga monyet yang diberikan

nikotin dengan berbagai kadar tertentu dan ditemukan adanya perubahan perilaku

terkait perkembangan kognitif ke arah yang lebih baik.20,21 Pada penelitian terhadap

fungsi kognitif pada perokok ringan dan berat ditemukan adanya perbedaan

terutama dari domain fungsi atensi seseorang, sehingga berat ringan derajat

seseorang dalam merokok dapat mempengaruhi kondisi dari fungsi kognitifnya.22

Oleh sebab alasan yang telah penulis sebutkan di atas dan juga dengan

cakupan penderita skizofrenia dengan status perokok yang cukup banyak di

Sumatera Barat namun belum ada yang melakukan penelitian terkait hal ini maka

peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara derajat merokok dengan fungsi

kognitif penderita skizofrenia.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana distribusi karakteristik pada penderita skizofrenia dengan status

perokok aktif?

2. Bagaimana distribusi derajat merokok pada penderita skizofrenia dengan

status perokok aktif?

3. Bagaimana distribusi fungsi kognitif pada penderita skizofrenia dengan

status perokok aktif?

4. Bagaimana hubungan antara derajat merokok dengan fungsi kognitif pada

penderita skizofrenia dengan status perokok aktif?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara derajat merokok dengan fungsi kognitif

pada penderita skizofrenia dengan status perokok aktif

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

4

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi karakteristik pada penderita skizofrenia

dengan status perokok aktif

2. Untuk mengetahui distribusi derajat merokok pada penderita skizofrenia

dengan status perokok aktif

3. Untuk mengetahui distribusi fungsi kognitif pada penderita skizofrenia

dengan status perokok aktif

4. Untuk mengetahui hubungan antara derajat merokok dengan fungsi kognitif

pada penderita skizofrenia dengan status perokok aktif

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Dapat menambah wawasan pembaca mengenai hubungan antara derajat

merokok dengan fungsi kognitif penderita skizofrenia.

2. Dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam

memberikan penjelasan teoritis bagi penelitian-penelitian berikutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan tentang hubungan antara

derajat merokok dengan fungsi kognitif penderita skizofrenia sehingga

dapat digunakan sebagai rujukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan

terutama pada penderita skizofrenia.

2. Memberikan informasi dan menjadi bahan referensi bagi peneliti

selanjutnya untuk memperdalam dan melengkapi kekurangan dalam

penelitian ini.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skizofrenia

2.1.1 Definisi

Skizofrenia adalah salah satu penyakit pada kejiwaan seseorang dengan

gejala patologis berupa gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambuh

ditandai dengan adanya perpecahan antara pikiran, emosi dan perilaku pada

penderita.16 Skizofrenia adalah suatu penyakit yang memengaruhi otak dan

menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh

dan terganggu.23

2.1.2 Klasifikasi

2.1.2.1 Skizofrenia Paranoid

Skizofrenia paranoid merupakan jenis skizofrenia yang memenuhi kriteria

umum diagnosis skizofrenia dengan adanya tambahan berupa halusinasi dan atau

waham paranoid yang harus menonjol serta adanya gangguan afektif.24 Penderita

tidak memiliki hal berikut yang menetap seperti gejala katatonik, perilaku kacau,

dan afek datar atau tidak sesuai.16

2.1.2.2 Skizofrenia Hebefrenik

Skizofrenia hebefrenik merupakan jenis skizofrenia yang memenuhi kriteria

umum diagnosis skizofrenia dan kepribadian premorbid menunjukkan ciri yang

khas berupa pemalu dan senang menyendiri. Gambaran khasnya yaitu gejala sering

disertai cekikikan, senyum sendiri, tertawa menyeringai, bersenda gurau, dll.24 Hal

yang bersifat menetap pada tipe ini adalah berbicara yang kacau, perilaku yang

kacau serta afek yang datar atau tidak sesuai.16

2.1.2.3 Skizofrenia Katatonik

Skizofrenia katatonik merupakan jenis skizofrenia yang memenuhi kriteria

umum diagnosis skizofenia serta memiliki satu atau lebih perilaku yang harus

mendominasi gambaran klinisnya. Adapun diantara perilaku tersebut adalah stupor

(kurangnya reaktivitas terhadap lingkungan), mutisme (tidak berbicara), gaduh

gelisah, menampilkan suatu posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh,

negativisme, rigiditas, fleksibilitas cerea, dan gejala lain seperti command

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

6

automatism, dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.24 Selama stupor atau

eksitasi katatonik, pasien memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari

terjadinya kemungkinan menyakiti diri sendiri atau orang lain. Perawatan medis

juga diperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan ataupun cedera.16

2.1.2.4 Skizofrenia Tak Terinci

Skizofrenia tak terinci adalah jenis skizofrenia dimana penderita memenuhi

kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia berupa gejala karakteristik yaitu waham,

halusinasi, bicara kacau, perilaku kacau, dan ada gejala negatif.16 Pada kondisi ini

kriteria spesifik untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik,

residual atau depresi pasca skizofrenia tidak terpenuhi.24

2.1.2.5 Depresi Pasca Skizofrenia

Depresi pasca skizofrenia merupakan jenis skizofrenia dengan kondisi

penderita telah memenuhi kriteria umum skizofrenia selama 12 bulan terakhir

ditambah adanya beberapa gejala yang masih menetap namun tidak lagi

mendominasi gambaran klinisnya. Gejala - gejala depresif yang menonjol serta

mengganggu, dan memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif dalam

kurun waktu minimal 2 minggu.24 Keadaan depresif ini terjadi pada hingga 25%

pasien skizofrenia dan sering dikaitkan dengan peningkatan risiko bunuh diri.16

2.1.2.6 Skizofrenia Residual

Skizofrenia residual merupakan salah satu jenis skizofrenia yang

menandakan telah terjadinya suatu kekambuhan atau relaps pada pasien pasca

terdiagnosis skizofrenia dan mengalami riwayat penurunan gejala serta frekuensi

gejala skizofrenia seperti waham dan halusinasi. Sedikitnya ada riwayat satu

episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis

skizofrenia paling tidak dalam satu tahun.24 Jika masih ditemukan adanya waham

atau halusinasi biasanya itu tidak bersifat menetap dan tidak disertai afek yang

kuat.16

2.1.2.7 Skizofrenia Simpleks

Skizofrenia simpleks merupakan salah satu jenis skizofrenia yang sulit

untuk ditegakkan karena gejala berjalan perlahan dan progresif serta adanya gejala

negatif tanpa didahului riwayat halusinasi, waham atau manifestasi psikotik lain.

Kondisi ini disertai dengan perubahan perilaku pribadi kehilangan minat, tidak mau

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

7

berbuat sesuatu, terlihat seperti tanpa tujuan hidup dan penarikan diri secara

sosial.24 Tipe ini harus dibedakan dengan gangguan kejiwaan lainnya seperti

depresi, fobia, demensia atau eksaserbasi ciri kepribadian.16

2.1.2.8 Skizofrenia Lainnya

Ada beberapa jenis skizofrenia lainnya yang cukup jarang ditemukan seperti

skizofrenia Bouffee Delirante, skizofrenia laten, skizofrenia oneiroid, parafrenia,

skizofrenia pseudoneurotik, skizofrenia awitan dini dan awitan lambat.16

2.1.2.9 Skizofrenia YTT

Skizofrenia tipe yang tak tergolongkan adalah skizofrenia yang tidak

memenuhi salah satu kriteria subtipe yang lainnya.16

2.1.3 Etiopatogenesis

Penyebab dari skizofrenia sendiri belum diketahui pasti, mulai dari risiko

genetik, biologi, lingkungan, teori neurodevelopment, dan teori peningkatan

neurotransmitter bahkan penggunaan zat.25 Banyak hipotesis neurotransmitter yang

menjelaskan tentang bagaimana penyakit skizofrenia ini berkembang, yaitu

hipotesis dopamin, serotonin, dan glutamat, namun hipotesis yang paling terkenal

adalah hipotesis dopamin. Hipotesis ini dapat menjelaskan kondisi psikosis yang

umumnya terjadi pada penderita skizofrenia. Pada hipotesis ini terdapat 4 jaras

dopamin yang bekerja pada otak yaitu pada jalur mesolimbik, mesokorteks,

nigrostriatal dan tuberoinfedibular.26

Jaras mesolimbik dimulai dari ventral tegmental hingga ke nucleus

accumbens dan daerah ini berfokus pada motivasi, emosi dan reward bagi

seseorang. Jaras mesokorteks bermula dari area ventral tegmental ke korteks

prefrontal dan daerah ini berfokus pada fungsi kognisi dan eksekutif, emosi dan

afek dari seseorang. Jaras nigrostriatal dan tuberoinfedibular pada dasarnya tidak

terlalu menimbulkan peran pada kondisi skizofrenia namun kedua jaras tersebut

dapat berpengaruh pada terjadinya sindrom ekstrapiramidal dan pengaruh pada

inhibisi prolaktin.26

Pada skizofrenia dikenal terdapat 2 jenis gejala yang muncul yaitu gejala

positif dan negatif. Gejala positif dapat dimuncul diakibatkan oleh aktivitas

dopamin pada jaras mesolimbik yang berlebihan, hal ini didukung oleh temuan

bahwa amfetamin, yang bekerja meningkatkan pelepasan dopamin, dapat

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

8

menginduksi gejala psikosis yang mirip skizofrenia dan obat antipsikotik (terutama

antipsikotik generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan

memblok reseptor dopamin, terutama reseptor D2.9 Gejala negatif pada pasien

skizofrenia muncul akibat adanya hipofungsi pada aktivitas dopamin pada jaras

mesokorteks dan juga terjadinya gangguan fungsi kognitif pada tahap ini.23

Teori dopamin pada skizofrenia masih mempunyai beberapa kekurangan

yaitu blokade pada neurotransmitter dopaminergik tidak sepenuhnya mengurangi

gejala skizofrenia dan meskipun gejala positif skizofrenia berkurang ketika

neurotransmitter dopaminrgik diturunkan dengan obat antipsikotik, level metabolit

dopamin dan reseptor dopamin ketika diukur sebelum dan setelah pengobatan

masih dalam batas harga normal kemudian peranan dopamin bagi otak lebih

kompleks daripada pergantian secara sederhana dari gejala psikotik.

Selama periode psikotik akut, banyak orang yang menderita skizofrenia

tampak menunjukkan perangsangan reseptor dopamin yang berlebihan di ganglia

basalis. Penurunan aktivitas dopaminrgik pada korteks serebral pada lobus frontal

dapat menjadi satu faktor konstribusi dalam penanganan gangguan kognitif yang

sering ditemukan pada pasien yang menderita skizofrenia. Oleh karena itu,

investigasi pada patofisiologi skizofrenia mengembangkan lebih jauh lagi

mengenai dopamin, para peneliti menggali lebih dalam mengenai pengobatan

farmakologi dari skizofrenia, tanpa mengabaikan dopamin sebagai target, tetapi

juga penyelidikan terhadap neurotransmiter yang lain.27

2.1.4 Manifestasi Klinis

Ada beberapa gangguan yang terdapat dalam skizofrenia, diantaranya: 28

1. Gangguan Proses Pikir

Pada gangguan proses pikir terdapat kondisi berupa asosiasi yang longgar,

adanya intrusi berlebihan, terhambatnya klang asosiasi, ekolalia, alogia dan

neologisme.

2. Gangguan Isi Pikir

Di dalam gangguan ini terdapat waham, yaitu suatu kepercayaan salah yang

menetap, tidak sesuai dengan fakta dan tidak bisa dikoreksi. Adapun jenis-jenis

waham, antara lain waham kejar/curiga yaitu berupa keyakinan adanya orang yang

sedang mengganggunya, menipu, memata-matai dan menjelekkan dirinya, waham

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

9

kebesaran yaitu kenyataan palsu yang memperluas/memperbesar kepentingan

dirinya, baik kualitas tindakan/kejadian di sekelilingnya dalam bentuk tidak

realistik. Selain itu terdapat jenis waham rujukan, waham penyiaran pikiran, waham

penyisipan pikiran, dan waham aneh.

3. Gangguan Persepsi

Pada gangguan persepsi atau penerimaan terhadap sesuatu biasanya terjadi

gangguan yang berhubungan dengan panca indra seperti halusinasi, ilusi,

depersonalisasi, dan derealisasi.

4. Gangguan Emosi

Ada tiga efek dasar yang sering diperlihatkan oleh penderita skizofrenia

tetapi tidak bersifat patognomonik yaitu afek tumpul/datar, afek tak serasi dan afek

labil.

5. Gangguan Perilaku

Berbagai perilaku tak sesuai atau aneh dapat terlihat seperti gerakan tubuh

yang aneh dan menyeringai, perilaku ritual dan agresif serta perilaku seksual yang

tak pantas.

6. Gangguan Motivasi

Aktivitas yang disadari sering kali menurun atau hilang pada orang dengan

skizofrenia. Misalnya kehilangan kehendak dan tidak ada aktivitas.

7. Gangguan Neurokognitif

Pada gangguan ini terdapat masalah pada fungsi atensi penderita, yaitu

menurunnya kemampuan untuk menyelesaikan masalah, gangguan memori.

Misalnya memori kerja, spasial, verbal serta fungsi eksekutif.28

2.1.5 Prinsip Diagnosis

Adapun kriteria dari diagnosis skizofrenia ini adalah:

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya

dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. Hal yang berhubungan dengan isi pikiran penderita:

• “Thought echo” yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau

bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,

walaupun isi sama, namun kualitasnya berbeda

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

10

• “Thought insertion or withdrawal” yaitu isi pikiran yang asing dari

luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal)

• “Thought broadcasting” yaitu isi pikirannya tersiar keluar sehingga

orang lain atau umum mengetahuinya

b. Hal yang berhubungan dengan waham penderita:

• “Delusion of control” yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar.

• “Delusion of influence” yaitu waham tentang dirinya dipengaruhi oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar.

• “Delusion of passivity” yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya

dan pasrah terhadap suatu kekuatan tertentu dari luar (tentang dirinya

sendiri yang secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau anggota

gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus)

• “Delusional perception” yaitu pengalaman inderawi yang tak wajar,

yang bermakna, sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau

mukjizat.

c. Halusinasi auditorik:

• Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien

• Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara)

• Jenis suara halusinasi lain yang berasla dari salah satu bagian tubuh

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan

diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau

berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain)

2. Harus ada paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara

jelas:

a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

11

kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan

(overloaded ideas) yang menetap, atau yang apabila terjadi setiap hari

selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus

b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan atau neologisme.

c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi

tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme

dan stupor.

d. Gejala-gejala negatif seperti sangat apatis, bicara yang jarang, dan

respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya

kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

Diagnosis juga dapat ditegakkan jika adanya gejala – gejala khas tersebut

diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku

untuk setiap fase nonpsikotik prodormal), atau harus adanya suatu perbuatan yang

konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa

aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya

minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self

absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.24,28

2.1.6 Prinsip Tatalaksana

1. Fase Akut

Tujuan terapi pada fase akut yaitu untuk mencegah pasien melukai dirinya

atau orang lain, mengendalikan perilaku yang merusak, mengurangi beratnya gejala

psikotik dan gejala terkait lainnya, misalnya agitasi agresi dan gaduh gelisah.

Pada awalnya berbicara terlebih dahulu kepada pasien dan juga keluarga

jika pasien diantar oleh keluarga. Usahakan untuk dapat membuat pasien menjadi

lebih tenang terlebih dahulu sebelum memulai tindakan yang selanjutnya. Setelah

itu dapat dilanjutkan dengan pemberian obat sesuai dengan kondisi dan dosis yang

tepat bagi pasien.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

12

Pengikatan atau isolasi pada pasien dapat dilakukan apabila pasien dinilai

berbahaya terhadap diri sendiri dan juga orang lain dengan catatan berbagai macam

usaha restriksi terhadap pasien telah dilakukan namun tidak berhasil. Pengikatan

hanya boleh dilakukan untuk sementara waktu sekitar 2-4 jam dan digunakan saat

akan memulai pengobatan terhadap pasien, jika pasien sudah mulai tenang dan obat

mulai bekerja, ikatan dan isolasi dapat dilepaskan. Jenis obat yang diberikan kepada

pasien dapat berupa injeksi ataupun oral. Adapun jenis obat injeksi yang dapat

diberikan adalah sebagai berikut:

a. Olanzapin, dosis 10 mg/injeksi (dosis maksimal 30 mg/hari),

intramuskulus dapat diulang setiap 2 jam

b. Aripripazol, dosis 9,75 mg/injeksi (dosis maksimal 29,25 mg/hari),

intramuskulus dapat diulang setiap 2 jam.

c. Haloperidol, dosis 5 mg/injeksi (dosis maksimum 20 mg/hari),

intramuskulus dapat diulang setiap setengah jam.

d. Diazepam, dosis 10 mg/injeksi (dosis maksimum 30 mg/hari),

intravena/intramuskulus.

Pemilihan antipsikotik sering ditentukan oleh pengalaman pasien

sebelumnya dengan antipsikotik misalnya, respon gejala terhadap antipsikotika,

profil efek samping, kenyamanan terhadap obat tertentu terkait cara pemberiannya.

Pada fase akut, obat segera diberikan setelah diagnosis ditegakkan dan dosis

dimulai dari dosis anjuran dinaikkan perlahan-lahan secara bertahap dalam waktu

1-3 minggu, sampai dosis optimal yang dapat mengendalikan gejala.

Selain dari farmakoterapi juga terdapat terapi berupa psikoedukasi kepada

pasien skizofrenia yang bertujuan untuk mengurangi stimulus yang berlebihan,

stresor lingkungan dan peristiwa-peristiwa kehidupan, memberikan ketenangan

kepada pasien atau mengurangi keterjagaan melalui komunikasi yang baik,

memeberikan dukungan atau harapan, menyediakan lingkungan yang nyaman dan

toleran perlu dilakukan. Terapi lainnya yang dapat dilakukan adalah ECT (terapi

kejang listrik) namun biasanya diberikan pada kasus skizofrenia katatonik dan

refrakter.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

13

Tabel 2.1 Daftar Obat Antipsikotik, Dosis dan Sediaannya28

Obat Antipsikotika Dosis Anjuran

(mg/hari)

Bentuk Sediaan

Antipsikotika Generasi

I (APG I)

Klorpromazin 300-1000 Tablet (25 mg dan 100

mg)

Perfenazin 16-64 Tablet (4 mg)

Trifluoperazin 15-50 Tablet (1 mg dan 5 mg)

Haloperidol 5-20 Tablet (0.5 mg, 1 mg,

1.5 mg, 2 mg, 5 mg)

Injeksi short acting (5

mg/mL), tetes (2

mg/5mL), long acting

(50 mg/mL)

Fluphenazinedecanoate 12.5-25 Tablet long acting (25

mg/mL)

Antipsikotik Generasi II

(APG II)

Aripripazol 10-30 Tablet (5mg, 10mg,

15mg), tetes

(1mg/mL), discmelt

(10 mg,15 mg), injeksi

(9.75 mg/mL)

Klozapin 150-600 Tablet (25 mg,100 mg)

Olanzapin 10-30 Tablet (5 mg,10 mg),

zydis (5 mg,10 mg),

injeksi (10 mg/mL)

Quetrapin 300-800 tablet IR (25 mg,100

mg,200 mg,300 mg),

tablet XR (50 mg,300

mg,400 mg)

Risperidon 2-8 tablet (1 mg,2 mg,3

mg), tetes (1 mg/mL),

injeksi long acting (25

mg,37.5 mg,50 mg)

Paliperidon 3-9 tablet (3 mg,6 mg,9

mg)

Zotepin 75-150 tablet (25 mg,50 mg)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

14

2. Fase Stabilisasi

Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau untuk

mengontrol, meminimalisasi risiko atau konsekuensi kekambuhan dan

mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan (recovery). Setelah diperoleh dosis

optimal, dosis tersebut dipertahankan selama lebih kurang 8-10 minggu sebelum

masuk ke tahap rumatan. Pada fase ini dapat juga diberikan obat antipsikotik jangka

panjang (long acting injectable) setiap 2-4 minggu. Terapi psikoedukasi dapat

diberikan dengan tujuan intervensi adalah meningkatkan keterampilan orang

dengan skizofrenia dan keluarga dalam mengelola gejala. Mengajak pasien untuk

mengenali gejala, merawat diri, mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan.

Teknik intervensi perilaku bermanfaat untuk diterapkan pada fase ini.

3. Fase Rumatan

Pada fase ini dosis farmakoterapi mulai diturunkan secara bertahap sampai

diperoleh dosis minimal yang masih mampu mencegah kekambuhan. Bila kondisi

akut, pertama kali terapi diberikan sampai dua tahun, bila sudah berjalan kronis

dengan beberapa kali kekambuhan, terapi diberikan sampai lima tahun bahkan

seumur hidup. Terapi psikoedukasi pada fase ini bertujuan untuk mempersiapkan

pasien kembali pada kehidupan masyarakat. Modalitas rehabilitasi spesifik,

misalnya remediasi kognitif, pelatihan keterampilan sosial dan terapi vokasional

cocok diterapkan pada fase ini. Pasien dan keluarga diajarkan mengenali dan

mengelola gejala prodromal sehingga mereka mampu mencegah kekambuhan

berikutnya.

Bila terjadi efek samping, misalnya sindrom ekstrapiramidal (distonia akut

atau parkinsonisme) langkah pertama yaitu menurunkan dosis antipsikotika. Bila

tidak dapat ditanggulangi, berikan obat-obat antikolinergik misalnya

triheksilfrenidil, benztropin, sulfas atropin atau difenhidramin injeksi IM atau IV.

Pada efek samping tardif diskinesia, turunkan dosis antipsikotik. Bila gejala

psikotik tidak bisa diatasi dengan penurunan dosis antipsikotika atau bahkan

memburuk, hentikan obat dan ganti dengan golongan antipsikotika generasi kedua

terutama klozapin.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

15

Tabel 2.2 Daftar Obat yang Dipakai Mengatasi Efek Samping Antipsikotik28

Nama Generik Dosis

(mg/hari)

Waktu paruh

eliminasi (jam)

Target efek samping

ekstrapiramidal

Triheksilfenidil 1-15 4 Akatisia, distonia,

parkinsonisme

Amantadin 100-300 10-14 Akatisia, parkinsonisme

Propranolol 30-90 3-4 Akatisia

Lorazepam 1-6 12 Akatisia

Difenhidramin 25-50 4-8 Akatisia, distonia,

parkinsonisme

Sulfas Atropin 0.5-0.75 12-24 Distonia akut

Kondisi Sindroma Neuroleptik Malignansi (SNM) memerlukan

penatalaksanaan segera atau gawat darurat medik karena SNM merupakan kondisi

akut yang mengancam kehidupan. Dalam kondisi ini semua penggunaan

antipsikotika harus dihentikan. Lakukan terapi simtomatik, perhatikan

keseimbangan cairan dan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, temperatur,

pernafasan dan kesadaran). Obat yang perlu diberikan dalam kondisi kritis adalah

dantrolen 0.8-2.5 mg/kgBB/hari atau bromokriptin 20-30 mg/hari dibagi dalam 4

dosis. Jika terjadi penurunan kesadaran segera dirujuk untuk perawatan intensif

(ICU).28,29

2.2 Fungsi kognitif

2.2.1 Definisi

Kognitif berarti proses berpikir pada otak dengan menggunakan input

sensorik menuju otak ditambah informasi yang telah disimpan dalam ingatan.30

Menurut Suharnan, psikologi kognitif mempelajari proses mental/aktivitas pikiran

manusia yang menekankan pada persepsi, pengetahuan, ingatan dan proses berpikir

bagi perilaku manusia. Hal ini meliputi bagaimana seseorang memperoleh

informasi, bagaimana informasi itu kemudian direpresentasikan dan

ditransformasikan sebagai pengetahuan, bagaimana pengetahuan itu disimpan di

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

16

dalam ingatan kemudian dimunculkan kembali, bagaimana pengetahuan itu

digunakan seseorang untuk mengarahkan sikap dan perilakunya.31 Fungsi kognitif

tersebut merupakan hasil interaksi dengan lingkungan yang didapat secara formal

dari pendidikan maupun non formal dari kehidupan sehari-hari. Pada pasien

skizofrenia apabila terjadi gangguan pada fungsi kognitif dapat berpengaruh pada

interaksi individu dengan lingkungan dan juga terhadap fungsi sosial dan dalam

melakukan suatu kegiatan.32

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi

Pada penderita skizofrenia, terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi fungsi kognitif dari penderita, yaitu:

1. Usia

Pada dasarnya fungsi kognitif akan mengalami penurunan secara normal

seiring dengan pertambahan nya usia, namun bukan berarti hal tersebut merupakan

bagian normal dari proses penuaan. Karena kondisi tersebut bisa dihambat dengan

melakukan beberapa tindakan preventif. 33

2. Tingkat Pendidikan

Pada pasien skizofrenia, tingkat pendidikan dapat memberikan pengaruh

pada keparahan gejala yang muncul pada pasien baik terhadap gejala positif, gejala

negatif maupun gangguan fungsi kognitif. Pada penderita dengan tingkat

pendidikan yang lebih rendah cenderung memiliki tingkat keparahan gangguan

kognitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan penderita dengan tingkat

pendidikan yang lebih tinggi.34

3. Aktifitas Fisik

Banyak studi yang menjelaskan bahwa aktivitas fisik dapat menjadi terapi

tersendiri bagi fungsi kognitif seseorang terutama yang menderita penyakit tertentu

seperti skizofrenia salah satunya.35 Salah satu aktifitas fisik yang dapat dilakukan

oleh seseorang biasanya akan terkait dengan pekerjaan yang dimilikinya, pada

pasien skizofrenia yang mempunyai pekerjaan biasanya akan memiliki fungsi

kognitif yang lebih baik dibandingkan yang tidak bekerja dan ini juga akan

mempengaruhi terhadap kualitas hidup dari penderita.36

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

17

4. Gaya Hidup

Fungsi kognitif di kemudian hari sangat ditentukan oleh pengalaman hidup,

status kesehatan, dan gaya hidup seseorang. Gaya hidup merupakan kegiatan-

kegiatan dan rutinitas yang biasa dilakukan seseorang sehari-hari. Gaya hidup yang

sehat bagi manusia adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi yang baik, latihan dan

olahraga, istirahat dan tidur yang cukup serta tidak merokok.37

5. Status Perkawinan

Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa pada pasien skizofrenia dengan

status tidak kawin ataupun duda, janda, dan hidup sendiri didapatkan adanya gejala

yang lebih berat daripada penderita skizofrenia yang berstatuskan kawin.38

Terutama pada pasien yang tidak tinggal bersama dengan pasangan meskipun

berstatuskan kawin juga terdapat kemungkinan yang cukup tinggi untuk

kekambuhan dan rawatan ulang.39

6. Genetik

Pada sistem saraf terdapat substrat yang berpengaruh terhadap fungsi

eksekutif manusia. Substrat ini dapat dipengaruhi oleh adanya perubahan sinyal

neurotransmitter dan ekspresi gen pada individu yang sehat sehingga pada orang

yang mengalami defisit kognitif akan melanjutkan perawatan terhadap kesehatan

mentalnya.40

7. Jenis Kelamin

Jenis kelamin pada penderita skizofrenia terutama pada gejala gangguan

fungsi kognitif memiliki hubungan dengan jenis kelamin penderita, beberapa studi

mengatakan bahwa pada beberapa domain fungsi kognitif, wanita dengan

skizofrenia memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik dibandingkan pria.41 Hal

ini berhubungan dengan jumlah hormon estrogen yang lebih tinggi pada wanita

dengan sifat kerja menghambat aktifitas dopamin sehingga gangguan kognitif yang

dirasakan wanita tidak begitu parah.42

8. Lama Pengobatan

Penderita yang menjalani pengobatan skizofrenia dengan pemberian

antipsikotik memiliki efek yang berbeda berdasarkan lamanya pengobatan tersebut

diberikan, karena efek samping yang diakibatkan juga akan berbeda tingkat

keparahan nya terutama pada aktifitas dopaminergik yang berkaitan dengan fungsi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

18

kognitif penderita.43 Jenis pengobatan yang diberikan juga dapat memberikan

pengaruh yang berbeda terhadap kognitif penderita skizofrenia, yaitu menggunakan

antipsikotik generasi pertama atau kedua.44 Respon yang diakibatkan oleh obat

antipsikotik terhadap penderita juga akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi awal

fungsi kognitifnya ketika sebelum didiagnosa.45

2.2.3 Domain

Fungsi kognitif merupakan satu kesatuan yang terdiri dari beberapa domain

yang meliputi atensi/perhatian, belajar, memori, bicara dan bahasa, visuospasial

dan eksekutif. Fungsi eksekutif sering dijadikan tolak ukur yang menunjukkan level

tertinggi dari fungsi kognitif seseorang.46 Adapun beberapa domain fungsi kognitif

yang berhubungan dengan skizofrenia adalah :

1. Fungsi atensi

Atensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk memusatkan

konsentrasi terhadap sesuatu baik itu berupa objek atau pikiran walaupun hanya

selama beberapa saat. Apabila seseorang mengalami gangguan atensi, maka orang

tersebut akan mengalami kesulitan dalam pemusatan perhatian dan konsentrasi.46

Banyak penelitian yang menemukan adanya gangguan mempertahankan perhatian

pada pasien skizofrenia dan individu yang berisiko tinggi menderita skizofrenia.

Pada penelitian terhadap pasien skizofrenia dan beberapa gangguan kejiwaan lain

nya, didapatkan hasil bahwa pasien skizofrenia menunjukkan gangguan atensi yang

paling berat sehingga hal ini dapat menjadi suatu hal yang membedakan skizofrenia

dengan gangguan psikotik lainnya.47

2. Fungsi memori

Memori merupakan rangkaian proses dari memperoleh suatu informasi, lalu

dipertahankan dan disimpan hingga mengambil kembali informasi tersebut.

Gangguan memori merupakan masalah yang cukup penting dalam menggambarkan

fungsi kognitif seseorang. Bertambahnya usia seseorang akan menyebabkan terjadi

gangguan memori yang akan berdampak pada fungsi aktivitas harian seseorang.46

Fungsi memori pasien skizofrenia telah sering dinilai dan ditemukan adanya

gangguan pada ingatan verbal, cerita, angka berulang, dan rancang geometris.

Defisit ini seringkali terjadi secara nyata tanpa memandang latar belakang

gangguan intelektual umum dan juga faktor lain yang mempengaruhi seperti tingkat

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

19

pendidikan.16 Jika materi memori dinilai kembali setelah ditunda 20 menit atau

lebih, pasien skizofrenia menunjukkan kecepatan melupakan yang cukup ringan

jika dibandingkan dengan pasien dengan gangguan amnestik yang bercirikan cepat

lupa.48

3. Fungsi bahasa

Pembicaraan pasien skizofrenia seringkali kacau, tidak logis, dan di luar

realita, namun terdapat penelitian pada pasien skizofrenia yang secara tidak terduga

menunjukkan hasil yang baik dalam tes bahasa. Uji verbal yang diberikan pada

penderita yang meliputi kosakata ekspresif, pengetahuan informasi umum,

kesamaan abstrak, dan ekspresi pemahaman situasi, mendekati normal.47

4. Fungsi eksekutif

Fungsi eksekutif adalah serangkaian kemampuan seseorang dalam

merencanakan, memulai, mengurutkan, mengawasi dan menahan untuk mencapai

suatu tujuan. Fungsi tersebut meliputi organisasi, perhatian, pengambilan

keputusan, memecahkan masalah, bertindak, mengontrol dan mengatur diri

sendiri.46 Pada pasien skizofrenia didapatkan adanya kehilangan daya berpikir

abstrak dan menunjukkan pemikiran konkret. Pasien skizofrenia mengalami

kesulitan dalam menyusun rencana, memulai rencana, dan memperbaiki kesalahan

jika rencana tersebut telah dilakukan selain itu pasien kadang mengalami kesulitan

jika perilaku mereka diinterupsi. Mereka lupa apa yang sebelumnya sedang mereka

lakukan, sekalipun hanya tertunda sebentar.47

5. Fungsi Visuospasial

Fungsi visuospasial berhubungan dengan hal terkait representative

penglihatan dalam belajar ataupun melakukan suatu hal. Gangguan visuospasial

menyebabkan seseorang menjadi bingung dengan lingkungan atau bias juga

mengalami kegagalan dalam pengukuran ruang, hubungan spasial dan representasi

visual. 46

6. Fungsi Abstraksi

Fungsi abstraksi adalah fungsi yang membutuhkan pengetahuan semantik

dan pemikiran konseptual yaitu menguji terhadap kesamaan pada beberapa benda.49

Tata cara menguji fungsi abstraksi seseorang pada umumnya adalah dengan

mengidentifikasi benda-benda yang berada pada kelompok atau tema yang sama.50

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

20

7. Fungsi Orientasi

Orientasi adalah kesesuaian antara interpretasi internal dari diri seseorang

terhadap lingkungan eksternal dan biasanya yang paling sering di uji adalah

orientasi terhadap waktu, ruang, dan orang.51 Orientasi biasanya tidak terlalu

sensitif karena juga dapat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya seseorang menderita

gangguan terhadap memori baik itu jangka panjang maupun pendek.52

2.3 Rokok

2.3.1. Definisi

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120

mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi

daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya

dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung

lainnya.53

2.3.2. Klasifikasi Derajat Merokok

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengukur derajat merokok

seseorang dengan menggunakan Indeks Brinkman, yaitu hasil dari perkalian jumlah

rata-rata batang rokok yang dihisap perhari dengan lama merokok (dalam tahun)

dengan hasil sesuai dengan kategori berikut:54

1. Perokok ringan: 0-200 batang per tahun

2. Perokok sedang: 201-600 batang per tahun

3. Perokok berat: lebih dari 600 batang per tahun

2.3.3. Kandungan Zat dalam Rokok

Ada banyak zat yang terkandung didalam satu batang rokok, di antaranya:

1. Nikotin

Nikotin menstimulasi pelepasan asetilkolin, serotonin, hormon‐hormon

pituitari, dan epinefrin. Selain itu nikotin juga menstimulasi pelepasan dopamin dan

norepinefrin. Pengaruh nikotin dapat dijumpai pada berbagai aspek kehidupan,

yaitu belajar, ingatan, kewaspadaan, dan kelabilan emosi. Ketika seseorang telah

mengalami ketergantungan pada nikotin, maka saat withdrawal (putus zat) individu

tersebut akan mengalami perasaan tidak nyaman seperti cemas, merasa tertekan,

sulit mengendalikan diri atau mudah marah, mudah putus asa, dan depresi.55

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

21

2. Tar

Tar merupakan substansi padat pada rokok yang bersifat karsinogen. Pada

saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut dalam bentuk uap padat.

Setelah dingin, tar yang bersifat lengket akan menjadi padat dan membentuk

endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru.56

3. Karbonmonoksida

Karbonmonoksida (CO) adalah bahan kimia beracun yang tidak berwarna

dan tidak memiliki rasa. Gas CO mempunyai afinitas yang tinggi terhadap

hemoglobin sehingga kemampuannya mengikat hemoglobin yang terdapat dalam

sel darah merah, lebih kuat dibandingkan oksigen.57

4. Senyawa lain nya

a. Sianida, senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano.

b. Benzene, juga dikenal sebagai bensol, senyawa kimia organik yang

mudah terbakar dan tidak berwarna.

c. Cadmium, sebuah logam yang sangat beracun dan radioaktif.

d. Metanol (alkohol kayu), alkohol yang paling sederhana yang juga

dikenal sebagai metil alkohol.

e. Asetilena, merupakan senyawa kimia tak jenuh yang juga merupakan

hidrokarbon alkuna yang paling sederhana.

f. Amonia, dapat ditemukan di mana-mana, tetapi sangat beracun dalam

kombinasi dengan unsur-unsur tertentu.

g. Formaldehida, cairan yang sangat beracun yang digunakan untuk

mengawetkan mayat.

h. Hidrogen sianida, racun yang digunakan sebagai fumigan untuk

membunuh semut. Zat ini juga digunakan sebagai zat pembuat plastik

dan pestisida.

i. Arsenik, bahan yang terdapat dalam racun tikus.58

2.4 Hubungan antara Rokok dengan Fungsi Kognitif pada Penderita

Skizofrenia

Berdasarkan hipotesis pengaruh rokok terhadap pengobatan pasien skizofrenia

ditemukan bahwa pada pasien yang merokok dapat memberikan pengaruh yang

baik dengan membantu untuk mengurangi defisit kognitif yang terjadi akibat

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

22

adanya stimulasi dopamin yang diberikan oleh nikotin didalam rokok. Fungsi

visuospasial, memori dan atensi terbukti dapat berkembang pada penderita

skizofrenia dengan status perokok.14 Penelitian lain di unit rawat jalan RSJ Aceh

menunjukkan bahwa terdapat hubungan lemah antara derajat merokok dengan

gejala positif dan negatif pada penderita skizofrenia dengan hasil analisis

menggunakan uji korelasi Spearman didapatkan nilai p sebesar 0,022 (p<0,05).

Nikotin dapat mengatasi gejala negatif seperti anhedonia dan penarikan

sosial, karena nikotin dapat meningkatkan level dopamin pada nucleus accumbens

dan korteks prefrontal, serta efek umum pada nikotin yang memberikan perasaan

rileks dan bahagia.59 Krisnadas menyatakan nikotin dapat meningkatkan proses

kognitif yang berhubungan dengan fungsi prefrontal seperti atensi atau aktivitas

berpikir. Nikotin juga berdampak pada korteks prefrontal sebagai fasilitator dalam

proses menyelaraskan aktivitas neural.60

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

23

2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Neurotransmitter

dopamin otak

Mesolimbik Mesokorteks Nigrostriatal Tuberoinfendibular

Hipofungsi

dopamin

Hiperfungsi

dopamin

Skizofrenia

Gangguan

koginitif

Gejala

negatif

Gejala

positif

Faktor predisposisi:

• Genetik

• Biologis

• Psikologis

• Lingkungan

Perokok

Antagonis

dopamin

Antipsikotik

Agonis

dopamin

Gangguan kognitif

memburuk

Gejala negatif

memburuk Gejala positif

membaik

rokok

Nikotin

Stimulasi

dopamin

Gangguan kognitif

membaik

Faktor yang mempengaruhi:

• Usia

• Jenis kelamin

• Tingkat Pendidikan

• Status Pekerjaan

• Status Perkawinan

• Lama Pengobatan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

24

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka Konsep yang di pakai dalam Penelitian ini adalah:

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

3.2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah yang bersifat dua arah

sehingga hipotesis yang diajukan untuk penelitian ini adalah terdapat hubungan

antara derajat merokok dengan fungsi kognitif pada penderita skizofrenia.

DERAJAT

MEROKOK

PENDERITA

SKIZOFRENIA

BERAT

SEDANG

RINGAN

GEJALA

POSITIF

FUNGSI

KOGNITIF

GEJALA

NEGATIF

NORMAL

TIDAK

NORMAL

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

25

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian semi kuantitatif analitik korelatif yang

digunakan dalam rangka untuk membuktikan suatu hipotesis yang telah ditetapkan.

Dengan desain penelitian cross sectional (potong lintang) dengan pengambilan data

dan observasi pada satu waktu pengukuran.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di poliklinik dewasa rawat jalan dan rawat

inap jiwa RSJ Prof. H.B. Saanin Kota Padang dan RSUD Kota Pariaman dimulai

sejak Agustus - September 2019.

4.3. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah keseluruhan pasien penderita skizofrenia

yang merupakan perokok aktif di poliklinik jiwa dewasa rawat jalan dan rawat inap

jiwa dewasa RSJ Prof. H.B. Saanin Kota Padang dan RSUD Kota Pariaman.

4.3.2 Sampel

Sampel penelitian merupakan populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan

ekslusi dengan teknik pengambilan simple ramdom sampling.

Kriteria inklusi:

1. Pasien terdiagnosa skizofrenia

2. Perokok aktif

3. Pasien Kooperatif

Kriteria ekslusi:

1. Penderita skizofrenia dengan komplikasi, yaitu penyakit yang berhubungan

dengan otak dan saraf

2. Penderita skizofrenia yang tidak bisa baca tulis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

26

4.3.3 Besar Sampel

Besarnya sampel di dalam penelitian ini ditentukan oleh rumus analitik

korelatif. Rumus penarikan jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat

sebagai berikut:61

n = (Zα + Zβ

0,5ln1 + r1 − r

)

2

+ 3

Dimana:

n : Ukuran sampel

Zα : Tingkat kesalahan tipe I ditetapkan 5%

Zβ : Tingkat kesalahan tipe II ditetapkan 15%

r : Korelasi minimal yang dianggap bermakna ditetapkan 0,3

Dikarenakan jumlah populasi untuk penelitian ini tidak diketahui, maka didapatkan

jumlah sampel sebagai berikut:

n = (1,96 + 1,03

0,5ln1 + 0,31 − 0,3

)

2

+ 3

n = 103

Hasil tersebut ditambahkan dengan faktor koreksi sebesar 10% sehingga

jumlah sampel minimal penelitian yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 113

jiwa.

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling sebagai metode

untuk pengambilan sampel yaitu dengan memilih sampel penelitian secara acak dari

keseluruhan populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan

kesempatan setiap anggota populasi untuk menjadi sampel adalah sama yang

dimasukkan kedalam penelitian dalam kurun waktu tertentu hingga jumlah pasien

yang diperlukan terpenuhi.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

27

4.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.4.1 Variabel Penelitian

Berdasarkan hipotesis dan jenis penelitian maka variabel dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut

1. Variabel independen yaitu derajat merokok

2. Variabel dependen yaitu fungsi kognitif

4.4.2 Definisi Operasional

1. Jenis Kelamin

Definisi : Identitas seksual dari seseorang secara anatomis dan

fisiologis

Alat Ukur : Data rekam medik

Cara Ukur : Observasi rekam medik

Hasil Ukur : Pria

Wanita

Skala Ukur : Nominal

2. Usia

Definisi : Usia biologis responden yang didapat dari tahun waktu

wawancara dilaksanakan dikurangi dengan tahun lahir

Alat Ukur : Data rekam medik

Cara Ukur : Observasi rekam medik

Hasil Ukur : Tahun

Skala Ukur : Rasio

3. Tingkat Pendidikan

Definisi : Jenjang Pendidikan terakhir yang pernah diduduki oleh

responden walaupun tidak sampai menamatkan jenjang

tersebut

Alat Ukur : Data rekam medik

Cara Ukur : Observasi rekam medik

Hasil Ukur : Pendidikan rendah

Pendidikan menengah pertama

Pendidikan menengah atas

Pendidikan tinggi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

28

Skala Ukur : Ordinal

4. Status Pekerjaan

Definisi : Ada atau tidaknya aktifitas yang sedang dilakukan oleh

responden secara rutin di kehidupannya saat ini

Alat Ukur : Data rekam medik

Cara Ukur : Observasi rekam medik

Hasil Ukur : Bekerja

Tidak bekerja

Skala Ukur : Nominal

5. Status Perkawinan

Definisi : Status ikatan perkawinan responden pada saat diteliti

Alat Ukur : Data rekam medik

Cara Ukur : Observasi rekam medik

Hasil Ukur : Kawin

Tidak kawin (Lajang, duda, janda)

Skala Ukur : Nominal

6. Lama Pengobatan

Definisi : Waktu pertama kali responden didiagnosa skizofrenia dan

mengonsumsi obat antipsikotik

Alat Ukur : Data rekam medik

Cara Ukur : Wawancara

Hasil Ukur : Tahun

Skala Ukur : Rasio

7. Derajat Merokok

Definisi : Sebuah standar yang berguna untuk mengukur beratnya

perilaku merokok seorang perokok

Alat Ukur : Kuisioner Indeks Brinkman

Cara Ukur : Wawancara

Hasil Ukur : Perokok berat apabila IB > 600

Perokok sedang apabila IB 201 - 600

Perokok ringan apabila IB 0 - 200

Skala Ukur : Ordinal

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

29

8. Fungsi Kognitif

Definisi : Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara

sadar seperti berpikir, mengingat, belajar dan

menggunakan bahasa. Fungsi kognitif juga merupakan

kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan

masalah, serta kemampuan eksekutif seperti

merencanakan, menilai, mengawasi dan melakukan

evaluasi

Alat Ukur : Kuisioner Montreal Cognitive Assessment Test Versi

Indonesia

Cara Ukur : Wawancara

Hasil Ukur : < 26 menunjukkan fungsi kognitif tidak normal

≥ 26 menunjukkan fungsi kognitif normal

Skala Ukur : Nominal

4.5. Instrumen Penelitian

1. Indeks Brinkmann

Indeks Brinkmann digunakan untuk menentukan derajat keparahan

merokok seseorang dengan cara mengalikan jumlah rata rata batang rokok yang di

hisap perhari dengan lama merokok (dalam tahun).

2. Surat permohonan menjadi responden

Surat ini berisikan judul penelitian dan keterangan mengenai penelitian

dengan mengatakan bahwa informasi akan dirahasiakan dan hanya digunakan

untuk kepentingan penelitian.

3. Lembaran informed consent

Lembaran persetujuan yang ditanda tangani langsung oleh responden

sebagai tanda persetujuan untuk menjadi subjek penelitian dan bersedia di

wawancara.

4. Lembaran identitas pasien

Lembaran identitas berisikan informasi pribadi responden yang digunakan

untuk melengkapi data karakteristik distribusi frekuensi responden seperti tingkat

pendidikan, usia, jenis kelamin dll

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

30

5. Kuisioner Montreal Cognitive Assessment Versi Indonesia

Montreal Cognitive Assesment (MoCA) telah divalidasi kedalam bahasa

Indonesia oleh Husein dan kawan - kawan pada tahun 2009 dan dikenal dengan

Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCA-Ina). MoCA-Ina telah diuji

validitas dan interrater reliabilitasnya untuk gangguan kognitif di RSUP Dr. Cipto

Mangunkusumo dan didapatkan hasil bahwa MoCA-Ina telah valid menurut kaidah

validasi transcultural dan reliable oleh Departemen Neurologi FK Universitas

Indonesia pada tahun 2010 dengan metode transcultural WHO dan uji reliabilitas

dengan metode statistik K (Kappa) sehingga dapat digunakan oleh dokter ahli saraf

maupun dokter umum dalam penelitian.62

4.6. Etik Penelitian

Penelitian ini telah lolos kaji etik oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas dan RSJ Prof HB Saanin Kota Padang dengan

nomor surat berturut – turut 456/KEP/FK/2019 dan 070/04-KEPK RSJ/IX/2019.

Penelitian ini melibatkan pasien skizofrenia sebagai responden utama dan data

rekam medis sebagai data pendukung.

4.7. Pengumpulan Data Penelitian

4.7.1 Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari hasil penelitian

lapangan seperti hasil observasi lapangan, wawancara, dan pengisian kuesioner

langsung kepada subjek penelitian. Pada penelitian ini data primer diperoleh dari

wawancara terpimpin antara peneliti dengan penderita skizofrenia menggunakan

kuisioner Montreal Cognitive Assessment. Data primer berikutnya adalah nilai

indeks brinkmann dari pasien yang diperoleh dari wawancara terhadap pasien

menggunakan kuisioner indeks brinkmann

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh berdasarkan laporan atau data

yang telah ada sebelumnya. seperti laporan penderita skizofrenia di Sumatera Barat

berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, laporan penderita

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

31

skizofrenia di RSUD Kota Pariaman dan laporan penderita skizofrenia di RSJ HB

Saanin Padang baik dalam skala bulanan ataupun tahunan.

4.7.2 Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan:

1. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengambilan data jika peneliti ingin

mengetahui informasi dari responden atau subjek penelitian secara mendalam jika

jumlah subjek penelitian relatif kecil. Teknik wawancara ini digunakan untuk

mengetahui secara lebih mendalam pola perilaku dari penderita skizofrenia.

Penelitian ini wawancara dilakukan oleh tim yang masing – masing anggota tim

akan mewawancarai responden satu per satu, dengan sebelumnya tim tersebut

diberi arahan oleh peneliti utama.

2. Dokumentasi

Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan

catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Pada

akhirnya akan diperoleh data yang lengkap, sah, dan bukan berdasarkan pikiran.

3. Kuesioner

Kuesioner (angket) merupakan teknik pengumpulan data dengan

memberikan seperngkat pertanyaan atau pernyataan secaa tertulis kepada

responden untuk di jawabnya. Jika terjadi kesalahan atau kesulitan dalam

pengisisan kuesioner responden bisa mengajukan pertanyaan langsung kepada

kepeneliti.

4.8 Cara Pengolahan dan Teknik Analisis Data

4.8.1 Cara Pengolahan data

1. Editing yaitu langkah yang dilakukan untuk memiliki kembali data-data

yang telah diperoleh. Karena kemungkinan data yang masuk tidak logis dan

meragukan.

2. Coding yaitu usaha mengklasifikasikan jawaban-jawaban para responden

yang menjadi sumber data menurut macam-macamnya atau kelompoknya.

Klasifikasi ini dilakukan dengan cara memberi tanda pada masing-masing

jawaban itu dengan tanda-tanda tertentu.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

32

3. Entry merupakan suatu kegiatan memasukkan data ke dalam komputer.

4. Cleaning yaitu pembersihan data yang merupakan kegiatan untuk

memeriksa kembali data yang telah dimasukkan untuk mengetahui adanya

kesalahan dalam proses entry atau coding

4.8.2 Teknik Analisis Data

Analisis dapat dilakukan secara bertahap meliputi analisis univariat,

bivariat, dan multivariat sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat ini dilakukan untuk memperoleh gambaran/deskripsi

pada masing-masing variabel tidak terikat maupun varibel terikat.

2. Analisis Bivariat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara

variabel-variabel independen (X1-X3) dengan variabel dependen (Y1-

Y2). Untuk membuktikan adanya tidaknya hubungan tersebut, dilakukan

statistik uji Chi-Square menggunakan program software pengolahan data

statistic SPSS versi 22.0.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

33

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Data Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yaitu RSJ Prof HB Saanin Kota

Padang dan RSUD Kota Pariaman dengan jumlah penderita skizofrenia yang

didapatkan sebanyak 118 orang dengan rincian 87 orang merupakan pasien RSJ

Prof HB Saanin Kota Padang dan 31 orang merupakan pasien RSUD Kota

Pariaman. Penelitian ini dilakukan di poli rawat jalan maupun rawat inap dengan

rincian 61 orang merupakan pasien rawat jalan dan 57 orang merupakan pasien

rawat inap.

Pada penelitian ini peneliti dibantu oleh beberapa orang yang tergabung

dalam tim dengan rincian 4 orang anggota tim di RSUD Kota Pariaman dan 7 orang

anggota tim di RSJ Prof HB Saanin Kota Padang. Rata-rata setiap anggota tim dapat

mewawancara pasien hingga 5 orang per hari, sehingga dapat terpenuhi jumlah

minimal sampel yaitu 113 responden, dengan total sampel yang berhasil

diwawancarai sebanyak 118 responden.

5.2. Analisis dan Hasil Penelitian

5.2.1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang digunakan terhadap satu jenis

variabel untuk mengetahui bagaimana distribusi frekuensi dan persentase dari

berbagai kriteria dan karakteristik variabel.

5.2.1.1 Gambaran Karakteristik Penderita Skizofrenia

Karakteristik penderita skizofrenia yang dianalisis pada penelitian ini

adalah jenis kelamin, usia, status pekerjaan, status perkawinan, tingkat pendidikan,

dan lama pengobatan.

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Variabel Frekuensi

(f)

Persentase

(%)

Jenis

Kelamin Laki-laki 118 100

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

34

Berdasarkan tabel 5.1 penderita skizofrenia yang menjadi responden peneliti

seluruhnya berjenis kelamin pria sebanyak 118 orang (100%) sedangkan tidak ada

satupun responden yang berjenis kelamin wanita.

Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Variabel Minimum Maksimum Median InterQuartile-

Range

Usia 17 62 33 12

Berdasarkan tabel 5.2 penderita skizofrenia yang menjadi responden peneliti

memiliki nilai median 33 tahun dengan usia minimum dan maksimum masing-

masing 17 tahun dan 62 tahun disertai nilai interquartile range adalah 9.17.

Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

Variabel Frekuensi

(f)

Persentase

(%)

Tingkat

Pendidikan

Pendidikan dasar 25 21.2

Pendidikan menengah pertama 35 29.7

Pendidikan menengah atas 39 33.1

Pendidikan Tinggi 19 16.1

Berdasarkan tabel 5.3 tingkat pendidikan terbanyak penderita skizofrenia yang

menjadi responden peneliti adalah pendidikan menengah atas sebanyak 39 orang

(33.1%) kemudian diikuti dengan pendidikan menengah pertama sebanyak 35

orang (29.7%) lalu pendidikan rendah sebanyak 25 orang (21.2%) dan tingkat

pendidikan yang paling jarang ditemui pada responden adalah pendidikan tinggi

sebanyak 19 orang (16.1%).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

35

Tabel 5.4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan

Variabel Frekuensi

(f)

Persentase

(%)

Status Pekerjaan Bekerja 60 50.8

Tidak Bekerja 58 49.2

Berdasarkan tabel 5.4 responden peneliti lebih banyak yang pada saat diteliti sedang

dalam keadaan bekerja yaitu sebanyak 60 orang (50.8%) dibandingkan dengan

yang tidak bekerja sebanyak 58 orang (49.2%)

Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Status

Perkawinan

Variabel Frekuensi

(f)

Persentase

(%)

Status

Perkawinan

Kawin 32 27.1

Tidak Kawin 86 72.9

Berdasarkan tabel 5.5 responden peneliti yang berstatuskan tidak kawin sejumlah

86 orang (72.9%) dan kondisi ini lebih banyak dibandingkan dengan yang

berstatuskan kawin yaitu sejumlah 32 orang (27.1%)

Tabel 5.6 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Pengobatan

Variabel Minimum Maximum Median InterQuartile-

Range

Lama

Pengobatan

(Tahun)

1 47 8 9

Lama pengobatan penderita skizofrenia yang menjadi responden pada penelitian ini

berdasarkan tabel 5.6 memiliki nilai median 8 tahun dengan interquartile range

senilai 9 tahun dan masing-masing nilai minimal dan maksimal lama pengobatan

responden adalah 1 tahun dan 47 tahun.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

36

5.2.1.2 Gambaran Distribusi Derajat Merokok pada Penderita Skizofrenia

Tabel 5.7 Distribusi Derajat Merokok Penderita Skizofrenia

Variabel Frekuensi

(f)

Persentase

(%)

Derajat

Merokok

Ringan 47 39.8

Sedang 49 41.5

Berat 22 18.6

Berdasarkan tabel 5.7 derajat merokok sedang merupakan derajat yang paling

banyak ditemui pada responden peneliti di penelitian ini yaitu sejumlah 49 orang

(41.5%) kemudian diikuti dengan derajat merokok ringan sejumlah 47 orang

(39.8%) dan derajat merokok berat merupakan derajat yang memiliki frekuensi

paling sedikit pada penelitian ini yaitu hanya sejumlah 22 orang (18.6%).

5.2.1.3 Gambaran Distribusi Fungsi Kognitif pada Penderita Skizofrenia

Tabel 5.8 Distribusi Fungsi Kognitif Penderita Skizofrenia

Variabel Frekuensi

(f)

Persentase

(%)

Fungsi

Kognitif

Normal 18 15.3

Tidak Normal 100 84.7

Berdasarkan tabel 5.8 tampak bahwa fungsi kognitif penderita skizofrenia yang

menjadi responden sebagian besar menunjukkan hasil yang tidak normal sejumlah

100 orang (84.7%) dibandingkan dengan penderita skizofrenia dengan fungsi

kognitif yang normal yaitu hanya berjumlah 18 orang (15.3%).

5.2.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui

hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Hal ini untuk menguji

apakah terdapat perbedaan atau hubungan serta arah hubungan antar dua variabel

yang diteliti. Pada penelitian ini derajat merokok sebagai variabel bebas

(independen) dan fungsi kognitif sebagai variabel terikat (dependen).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

37

5.2.2.1 Hubungan antara Derajat Merokok dengan Fungsi Kognitif Penderita

Skizofrenia

Tabel 5.9 Hubungan antara Derajat Merokok dengan Fungsi Kognitif

Derajat Merokok

Total Nilai P Ringan Sedang Berat

Fungsi

Kognitif

Normal 8 9 1 18

0.296 Tidak

Normal 39 40 21 100

Total 47 49 22 118

Berdasarkan tabel 5.9, setelah di uji secara statistik menggunakan aplikasi software

SPSS 22.0 dengan jenis uji analisis variabel kategorik chi-square didapatkan hasil

nilai P 0.296 yang berarti lebih besar dari 0.05 sehingga hal ini menunjukkan bahwa

tidak terdapat hubungan antara derajat merokok dengan fungsi kognitif penderita

skizofrenia.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

38

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Analisis Statistik

6.1.1. Analisis Statistik Karakteristik Penderita Skizofrenia

Karakteristik penderita skizofrenia yang dipilih pada penelitian ini adalah

jenis kelamin, usia, status pekerjaan, status perkawinan, tingkat pendidikan dan

lama pengobatan. Faktor-faktor tersebut merupakan beberapa faktor yang dapat

memberikan pengaruh bagi fungsi kognitif penderita skizofrenia selain dari derajat

merokok yang merupakan variabel utama dari penelitian ini.

Penderita skizofrenia yang menjadi responden peneliti memiliki jenis

kelamin pria secara keseluruhan dan tidak ada responden yang berjenis kelamin

wanita, hal ini sesuai dengan penelitian Hilmy di tahun 2018 bahwa seluruh

penderita skizofrenia yang ia teliti merupakan pria dan diperkuat oleh penelitian

Kurniasih pada tahun 2017 yang juga seluruh responden penelitiannya adalah pria,

hal ini diakibatkan oleh kriteria inklusi dari penelitian yaitu subjek merupakan

perokok karena pria lebih banyak merokok dibanding wanita dan insiden

skizofrenia lebih tinggi terjadi pada pria dibanding wanita.23,59 Pada penderita

skizofrenia wanita lebih jarang menderita penyakit skizofrenia dikarenakan

perbedaan kadar estrogen yang dimiliki pria dan wanita, menurut Camellia bagi

seorang wanita estrogen dapat bersifat sebagai antidepresan alami akibat

aktivitasnya pada neurotransmitter yang terdapat pada otak dan memiliki efek

menghambat aktivitas dopamin khususnya reseptor D2 dan efek ini mirip dengan

mekanisme kerja antipsikotik pada penderita skizofrenia.63 Oleh sebab itu,

prevalensi skizofrenia lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita.

Karakteristik usia pada penelitian ini memiliki nilai distribusi frekuensi

yang tidak normal, sehingga data rata – rata dan standar deviasi tidak bermakna

pada penelitian ini, sementara nilai median usia penderita skizofrenia pada

penelitian ini adalah 33 tahun. Menurut Departemen Kesehatan Indonesia, usia

tersebut dikategorikan sebagai usia dewasa.64 Menurut hasil penelitian Erlina pada

tahun 2010 penderita skizofrenia lebih banyak yang berusia 25-35 tahun

dibandingkan dengan usia 17-24 tahun, hal ini disebabkan karena pada usia 25-35

tahun memiliki resiko 1,8 kali lebih tinggi untuk menderita skizofrenia

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

39

dibandingkan usia yang lebih muda.65 Penelitian ini berbeda dari penelitian Fakhari

(2005) yang menyatakan bahwa orang dengan usia 17-24 tahun lebih mudah

terkena gangguan jiwa dibandingkan usia yang lebih tua.66

Berdasarkan hasil analisis terhadap status pekerjaan dari responden pada

penelitian ini, didapatkan responden lebih banyak yang masih dalam keadaan

bekerja dibandingkan yang tidak bekerja, hal ini sesuai dengan penelitian Hilmy

pada tahun 2018 dengan 93.3% penderita skizofrenia yang merokok masih dalam

keadaan bekerja dan yang tidak bekerja sejumlah 6.7%.23 Menurut Smith,

ketergantungan merokok pada pasien skizofrenia berhubungan dengan waktu

kosong yang cukup banyak dan sedikit melakukan kegiatan.67 Penelitian ini juga

sejalan dengan Kurniasih di tahun 2017 bahwa 56,4% dari penderita skizofrenia

yang merokok masih bekerja dan yang tidak bekerja sejumlah 43,6%.59 Erlina pada

tahun 2010 melakukan penelitian dan memiliki hasil penelitan yang berbeda, yaitu

jumlah penderita skizofrenia yang tidak bekerja lebih banyak daripada yang bekerja

dikarenakan pada orang yang tidak bekerja cenderung memiliki tingkat

kemungkinan untuk stress yang lebih tinggi dan membuat jiwa menjadi tidak

sehat.65

Status perkawinan menjadi salah satu hal yang mempengaruhi

kemungkinan seseorang untuk menderita skizofrenia, dikarenakan status marital

merupakan keperluan seseorang untuk melakukan pertukaran ego ideal dan

bagaimana berperan sebagai suami ataupun istri, serta adanya kasih sayang dan

perhatian adalah hal yang fundamental bagi pencapaian hidup seseorang.9

Penelitian ini sesuai dengan Erlina (2010) bahwa penderita skizofrenia didominasi

oleh penderita yang tidak kawin (66.7%) dan sisanya merupakan penderita yang

belum kawin ataupun sudah berstatuskan janda/duda.65

Tingkat pendidikan pada penelitian ini didominasi oleh penderita dengan

tingkat pendidikan menengah atas, kemudian diikuti dengan pendidikan menengah

pertama, pendidikan rendah dan pendidikan tinggi sebagai frekuensi tingkat

pendidikan terendah pada penelitian ini. Hasil ini sesuai dengan yang didapatkan

oleh penelitian Erlina (2010) bahwa tingkat pendidikan penderita skizofrenia

terbanyak adalah pendidikan menengah atas dan tingkat pendidikan tinggi memiliki

jumlah yang paling sedikit pada penelitian ini.65 Penelitian yang dilakukan oleh Sri

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

40

(2016) juga mendapatkan hasil yang serupa yaitu penderita skizofrenia didominasi

dengan tingkat pendidikan menengah atas dan memiliki kemungkinan munculnya

kembali gejala skizofrenia yang bahkan lebih parah karena kurangnya pengetahuan

terhadap kualitas kesehatan dan kurang patuh dalam menjalankan instruksi

pengobatan.68 Berdasarkan tingkat pendidikan, fungsi kognitif penderita

skizofrenia yang menunjukkan nilai normal didominasi oleh pendidikan menengah

atas, diikuti oleh pendidikan tinggi, pendidikan menengah pertama dan Pendidikan

rendah.

Karakteristik lama pengobatan pada penelitian ini menunjukkan hasil

distribusi frekuensi yang tidak normal, sehingga didapatkan nilai median data

adalah 8 tahun pengobatan dengan masa pengobatan tersingkat selama 1 tahun dan

terpanjang selama 47 tahun pengobatan. Penelitian yang dilakukan oleh Hilmy

(2018) mendapatkan hasil rentang lama pengobatan pasien skizofrenia yaitu 9

bulan-5 tahun sehingga rentang ini masih dalam durasi waktu pengobatan yang

sama.23 Kurnia (2015) juga mendapatkan hasil penelitian bahwa frekuensi lama

pengobatan pada pasien skizofrenia yang ditelitinya yaitu lebih dari 5 tahun.69 Hal

ini dapat terjadi dikarenakan pada penderita skizofrenia pada umumnya memiliki

onset yang muncul saat dewasa dengan dimulai pada fase akut, lalu fase stabilisasi

dan fase rumatan dengan waktu mengonsumsi obat bisa menghabiskan waktu

hingga 5 tahun bahkan seumur hidup.70

6.1.2. Analisis Statistik Distribusi Derajat Merokok

Derajat merokok pada penderita skizofrenia yang menjadi sampel pada

penelitian ini didominasi oleh sampel dengan derajat merokok ringan dan sedang,

sementara sampel dengan derajat merokok berat tidak begitu banyak ditemukan

pada penelitian ini. Derajat merokok merupakan tingkatan seseorang terhadap

perasaan ketergantungan nya terhadap rokok dengan hal yang mempengaruhi

adalah jumlah batang per hari yang dikonsumsi dan juga lama seseorang tersebut

telah menjadi perokok, pada penelitian ini digunakan kuisioner Indeks Brinkmann

untuk mengetahui derajat merokok pada pasien skizofrenia.54 Zat kimia yang

mendominasi kandungan pada rokok adalah nikotin, dan zat ini juga yang dapat

menyebabkan seseorang menjadi bergantung terhadap rokok, sehingga derajat

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

41

ketergantungan seseorang terhadap nikotin juga dapat menjadi faktor penentu

derajat merokok seseorang.23

Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Kurniasih (2017) di Rumah Sakit Jiwa Aceh dengan melakukan diferensiasi derajat

merokok menggunakan Indeks Brinkmann pada penderita skizofrenia, dan

didapatkan hasil bahwa penderita skizofrenia yang merokok menunjukkan derajat

merokoknya didominasi oleh derajat ringan dan sedang serta cukup jarang

ditemukan derajat berat.59 Apabila dilakukan perbandingan terhadap derajat

ketergantungan nikotin akan didapatkan hasil yang sama dan tidak jauh berbeda

karena kandungan utama pada rokok adalah nikotin yang membuat seseorang

menjadi berketergantungan dengan rokok. Hasil penelitian ini sedikit berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Hilmy (2018) bahwa derajat ketergantungan

terhadap nikotin rokok didominasi oleh derajat rendah dan berat kemudian derajat

sedang dengan frekuensi terendah.23

Perbedaan derajat merokok yang terjadi pada pasien skizofrenia dapat

diakibatkan karena adanya mekanisme pengaturan ketersediaan dopamin sentral

pada proses metabolisme obat antipsikotik dalam usaha mengurangi efek samping

akibat pemberian obat antipsikotik, sehingga pada pasien yang diterapi dengan

dosis antipsikotik yang tinggi cenderung akan memiliki ketergantungan terhadap

nikotin yang tinggi pula.60 Hal ini menyebabkan antara dosis antipsikotik yang

diberikan dapat memengaruhi derajat merokok dari pasien skizofrenia yang

merokok.

6.1.3. Analisis Statistik Distribusi Fungsi Kognitif

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar dari

penderita skizofrenia yang merokok memiliki fungsi kognitif yang tidak normal,

hal ini sesuai dengan hasil tes fungsi kognitif dengan menggunakan instrumen

Montreal Cognitive Assessment Test Versi Indonesia dimana 100 dari 118

responden memiliki skor dibawah 26. Gangguan fungsi kognitif yang terjadi pada

pasien skizofrenia terbagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder, gangguan

kognitif primer terjadi diakibatkan karena patogenesis dari penyakit skizofrenia itu

sendiri dan gangguan kognitif sekunder terjadi akibat pengaruh obat antipsikotik

yang diberikan kepada pasien. Fungsi kognitif yang mendapatkan pengaruh dari

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

42

nikotin adalah gangguan kognitif yang bersifat sekunder akibat pengobatan,

disamping untuk mengatasi gangguan tersebut obat juga dapat membuat efek

samping yang dirasakan pasien makin berkurang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tissa (2019) didapatkan bahwa

pada penderita skizofrenia didapatkan hasil tes fungsi kognitif dan intelektual nya

menggunakan Rorscac Test memiliki hasil dibawah rata-rata dan hal ini sesuai

dengan penelitian ini bahwa fungsi kognitif penderita skizofrenia yang didapatkan

didominasi oleh hasil yang tidak normal dibandingkan dengan hasil yang normal.71

6.1.4. Analisis Statistik Hubungan antara Derajat Merokok dengan Fungsi

Kognitif Penderita Skizofrenia

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara

derajat merokok dengan fungsi kognitif penderita skizofrenia dengan nilai p > 0.05

yaitu 0.296, hal ini berarti bahwa walaupun derajat merokok penderita skizofrenia

berbeda-beda di antaranya ada yang ringan, sedang, atau berat, tidak berarti hal ini

akan memberikan pengaruh terhadap fungsi kognitif ataupun dipengaruhi oleh

fungsi kognitif penderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian Hilmy (2018)

derajat ketergantungan nikotin penderita skizofrenia dapat memberikan pengaruh

terhadap gejala yang dimiliki oleh pasien, salah satunya adalah gejala negatif yang

kondisinya akan sesuai dengan gangguan kognitif dikarenakan kedua hal tersebut

berada pada level yang sama di dalam mekanisme neurotransmitter di otak, adapun

menurut penelitian tersebut penderita dengan derajat ringan dan sedang

mendapatkan hasil berupa perbaikan gejala negatif dan gangguan kognitif, namun

hal ini tidak terjadi pda penderita dengan derajat merokok berat. Pada penderita

dengan derajat merokok berat, paparan kronis dari nikotin akan menyebabkan

desensitisasi reseptor nAChRs pada korteks prefrontal, namun tidak pada nukleus

akumbens sehingga aktivitas dopaminergik pada area ini akan menurun sehingga

perbaikan gejala negatif dan gangguan kognitif tidak terjadi.18

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa fungsi kognitif dari penderita

skizofrenia sebagian besar adalah tidak normal, banyak hal yang mempengaruhi

fungsi kognitif dari seorang pasien skizofrenia dapat menjadi kemungkinan

penyebab hal ini terjadi, tidak hanya ditinjau dari kebiasaan merokoknya saja.

Sebagian dari faktor tersebut sudah peneliti lampirkan pada penelitian ini secara

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

43

univariat namun belum diketahui pasti apakah faktor tersebut memberikan dampak

secara langsung ke fungsi kognitif penderita atau tidak.

Menurut Dickerson (2019), pemahaman bahwa rokok adalah salah satu

"self-medication" bagi penderita skizofrenia sebaiknya mulai ditinggalkan karena

meskipun rokok dapat meningkatkan beberapa aspek kemampuan fungsi kognitif

seperti fungsi atensi dan konsentrasi, penggunaan rokok jangka panjang dapat

menyebabkan permasalahan yang jauh lebih serius pada pasien dan juga terkait

pada fungsi tubuh lainnya.72 Efek ketergantungan yang disebabkan oleh nikotin

pada rokok dapat menyebabkan adanya efek "withdrawal" pada pasien sehingga

pasien akan cenderung ketagihan merokok dan akibat metabolisme nikotin didalam

darah terhadap obat antipsikotik, akhirnya penderita semakin memerlukan dosis

antipsikotik yang lebih tinggi dan akan membuat efek samping pun semakin

menjadi lebih parah.

Menurut konsensus penatalaksanaan skizofrenia yang dikeluarkan oleh

PDKJI antispikotik atipikal yang merupakan antagonis reseptor D2 terkuat sudah

mulai jarang digunakan dikarenakan efek sampingnya terhadap pasien yang cukup

berat, sementara obat antipsikotik tipikal bersifat serotonin antagonis disamping

juga bersifat dopamin antagonis walaupun tidak sekuat yang atipikal. Hal ini

membuat efek samping yang diberikan oleh antipsikotik tipikal tidak seberat

atipikal, sehingga defisit kognitif dan gejala negatif juga tidak mengalami

perburukan secara sekunder yang terlalu berlebihan.29

Penemuan terbaru pada saat ini mengatakan bahwa meskipun telah

dilakukan upaya untuk penghentian konsumsi rokok, namun tetap perilaku

merokok pada pasien skizofrenia masih sangat tinggi, karena efek dari nikotin yang

dapat membantu untuk mengurangi efek samping gejala ekstrapiramidal dan gejala

negatif. Hal ini didukung dengan laporan yang mengatakan bahwa terungkapnya

hubungan antara merokok dengan gejala positif dan perilaku bunuh diri pada pasien

skizofrenia sehingga rokok dapat mengembang gejala dari skizofrenia itu sendiri,

terutama bagi pasien yang sudah lebih dulu merokok sebelum terdiagnosa

skizofrenia.73 Pada penelitian ini didapatkan penderita skizofrenia yang memiliki

kebiasaan merokok sebelum didiagnosa lebih banyak daripada penderita

skizofrenia yang memiliki kebiasaan merokok setelah didiagnosa, yaitu masing-

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

44

masing sejumlah 97 responden dan 21 responden. Hal ini menyebabkan

kemungkinan desensitisasi reseptor nAChR terjadi lebih awal, sehingga pada saat

pemberian antipsikotik pada pasien tidak memiliki efek untuk memperbaiki fungsi

kognitif penderita skizofrenia tersebut.

6.2 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini keseluruhan responden bersifat heterogen dari berbagai

faktor yang mempengaruhi variabel seperti usia, status pekerjaan, status

perkawinan, tingkat pendidikan dan lama pengobatan yang cukup bervariasi

sehingga mempengaruhi hasil akhir yang didapatkan. Tidak seluruh data yang

didapatkan pada penelitian ini bersifat sekunder karena adanya data rekam medik

yang kurang lengkap, sehingga cara alternatif yang digunakan adalah dengan cara

wawancara terpimpin langsung kepada pasien, sehingga kemungkinan kesalahan

data yang disampaikan oleh pasien mungkin saja terjadi. Jumlah sampel yang

digunakan pada penelitian ini belum dapat mewakili kondisi pasien skizofrenia

secara keseluruhan dan penelitian hanya dilakukan di 2 lokasi

Penelitian ini memiliki jumlah sampel yang cukup besar, oleh karena itu

peneliti membutuhkan tenaga bantuan berupa tim untuk mewawancarai pasien

skizofrenia satu per satu. Peneliti melakukan penyamaan persepsi antar peneliti dan

tiap anggota tim dengan terhadap kuisioner yang akan digunakan dengan cara

melakukan inter-rater secara mandiri tanpa dihadiri oleh pakar ataupun

pembimbing menggunakan manual guideline dari Montreal Cognitive Assessment

versi Indonesia yang diterbitkan oleh Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

45

BAB 7

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

1. Penderita skizofrenia yang menjadi responden pada penelitian ini memiliki

karakteristik yang didominasi oleh jenis kelamin pria, median usia

responden 33 tahun, tingkat pendidikan menengah atas, berstatuskan

bekerja dan tidak kawin serta dengan median lama pengobatan 8 tahun.

2. Derajat merokok pada penderita skizofrenia yang menjadi responden

didominasi oleh derajat merokok sedang dan ringan, serta yang paling

jarang ditemukan adalah derajat merokok berat.

3. Hasil tes fungsi kognitif penderita skizofrenia yang menjadi responden

sebagian besar menunjukkan hasil yang tidak normal dibandingkan yang

normal.

4. Berdasarkan hasil uji analisis antara derajat merokok dengan fungsi kognitif

penderita skizofrenia yang menjadi responden pada penelitian ini

didapatkan hasil yang tidak berhubungan, sehingga dengan derajat merokok

yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap fungsi kognitif ataupun

sebaliknya.

7.2 Saran

1. Bagi institusi kesehatan terkait penelitian

a. Sebaiknya pada saat mengidentifikasi dan anamnesis pasien dengan

diagnosis skizofrenia juga ditanyakan bagaimana riwayat merokok

selama hidupnya.

b. Lebih menggali lebih dalam terkait identitas pasien yang meliputi usia,

jenis kelamin, tingkat Pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan

dan lama pengobatan karena semua hal tersebut dapat memiliki pengaruh

terhadap riwayat kondisi pasien.

c. Diadakannya tes fungsi kognitif secara berkala kepada pasien untuk

mengetahui bagaimana perkembangan kognitif dari pasien skizofrenia.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

46

2. Bagi peneliti selanjutnya

a. Dapat melengkapi kekurangan dari penelitian ini dari segi

kehomogenitasan subjek penelitian agar faktor penyebab bias tidak

terlalu mempengaruhi hasil penelitian.

b. Dapat melakukan penelitian terhadap faktor yang mempengaruhi fungsi

kognitif lainnya selain dari kebiasaan merokok pada pasien.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

47

DAFTAR PUSTAKA

1. The National Institute of Mental Health. Schizophrenia [Internet].

Department of Health and Human Services. 2014. Available from:

https://www.nimh.nih.gov/health/topics/schizophrenia/index.shtml-diakses

Juli 2019.

2. Hawari D. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:

FK UI; 2009.

3. Barder HE, Sundet K, Rund BR, Evensen J, Haahr U, ten Velden Hegelstad

W, et al. Neurocognitive Development in First Episode Psychosis 5 Years

Follow Up: Associations between Illness Severity and Cognitive Course.

Schizophr Res. 2013;149:63–9.

4. Ayuningtyas D, Rayhani M. Analisis Situasi Kesehatan Mental pada

Masyarakat di Indonesia dan Strategi Penganggulangannya. J Ilmu Kesehat

Masy. 2018;9(1):1–10.

5. WHO. Improving health systems and services for mental health [Internet].

2009. Available from: https://apps.who.int/iris/handle/10665/44219-diakses

Juli 2019.

6. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia

Tahun 2018 [Internet]. Balitbangkes. 2018. Available from:

http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-

2018.pdf-diakses Juli 2019.

7. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia

Tahun 2013 [Internet]. Balitbangkes. 2013. Available from:

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas

2013.pdf-diakses Juli 2019.

8. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Laporan Kasus Kesehatan

Provinsi Sumatera Barat. 2018.

9. Zahnia S, Sumekar DW. Kajian Epidemiologis Skizofrenia. Majority.

2016;5(4):160–6.

10. Kirkpatrick B. Understanding the physiology of schizophrenia. J Clin

Psychiatry. 2013;74(3):5.

11. Dorofeikova M, Neznanov N, Petrova N. Cognitive deficit in patients with

paranoid schizophrenia: Its clinical and laboratory correlates. Psychiatry

Res. 2017;1–24.

12. Koola MM. Antipsychotic Minocycline-Acetylcysteine Combination for

Positive, Cognitive, and Negative Symptoms of Schizophrenia. Asian J

Psychiatr. 2019;40:100–2.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

48

13. Safitri M. Perbedaan Kualitas Hidup Antara Pasien Skizofrenia Gejala

Positif dan Gejala Negatif Menonjol [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret;

2010.

14. Al-halabí S, Fernández-artamendi S, Díaz-mesa EM, García-álvarez L,

Flórez G, Santamaría EM, et al. Tobacco and Cognitive Perfomance in

Schizophrenia Patients. Adicciones. 2017;29(1):6–12.

15. Patel M. Tobacco Dependence and Schizophrenia : A Complex Correlation.

J Young Investig. 2010;19(20):1–10.

16. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2nd

ed. Muttaqin H, Sihombing RNE, editors. Jakarta: EGC; 2010.

17. Forchuk C, Norman R, Malla A, Al E. Schizophrenia and the Motivation for

Smoking. Perspect Psychiatr Care. 2002;38(2):41–9.

18. Patkar AA, Gopalakrishnan R, Lundy A, Leone FT, Certa KM, Weinstein

SP. Relationship between tobacco smoking and positive and negative

symptoms in schizophrenia. J Nerv Ment Dis. 2002;190(9):604–10.

19. Kumari V, Postma P. Nicotine use in schizophrenia: The self medication

hypotheses. Neurosci Biobehav Rev. 2005;29:1021–34.

20. Levin ED, Simon BB. Nicotinic acetylcholine involvement in cognitive

function in animals. Psychopharmacology (Berl). 1998;138:217–30.

21. Potasiewicz A, Golebiowska J, Popik P, Nikiforuk A. Procognitive effects

of varenicline in the animal model of schizophrenia depend on α4β2- and α7-

nicotinic acetylcholine receptors. J Psychopharmacol. 2019;33(1):62–73.

22. Saputra KK. Perbedaan fungsi sustained attention pada perokok ringan dan

perokok berat [Skripsi]. Universitas Katolik Widya Mandala; 2018.

23. Hilmy N, Mardijana A, Rachmawati DA. Hubungan Derajat Ketergantungan

Nikotin dengan Gejala Negatif pada Pasien Skizofrenia di Poli Psikiatri RS

PTPN XI Djatiroto Lumajang. J Agromedicine Med Sci. 2018;4(1):25–30.

24. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan

DSM 5. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2013.

25. Widhidewi W. Hubungan antara Ketergantungan Tembakau dan

Skizofrenia. E-Jurnal Med Udayana. 2014;1–19.

26. Stahl SM. Beyond the dopamine hypothesis of schizophrenia to three neural

networks of psychosis: dopamine, serotonin, and glutamate. CNS Spectr.

2018;23:187–91.

27. Hidayati B. Keefektifan Terapi Tambahan Asam Folat dan Vitamin B12

dalam Memperbaiki Skor PANSS Pasien Skizofrenia Kronik di RSJD dr.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

49

Arif Zainudin Surakarta [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret; 2016.

28. Kemenkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia [Internet].

Indonesia; 2015. Available from:

http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No._HK_.02_.02

-MENKES-73-

2015_ttg_Pedoman_Nasional_Pelayanan_Kedokteran_Jiwa_.pdf-diakses

Juli 2019.

29. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. Konsensus

Penatalaksanaan Gangguan Skizofrenia. Jakarta: PDSKJI; 2011.

30. Hall JE, Guyton AC. Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.

Elsevier. Singapore; 2014.

31. Suharnan. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi; 2005.

32. MacKenzie NE, Kowalchuk C, Agarwal SM, Costa-Dookhan KA,

Caravaggio F, Gerretsen P, et al. Antipsychotics, Metabolic Adverse Effects,

and Cognitive Function in Schizophrenia. Front Psychiatry. 2018;9(12):1–

12.

33. Blondell SJ, Hammersley-Mather R, Veerman JL. Does physical activity

prevent cognitive decline and dementia?: A systematic review and meta-

analysis of longitudinal studies. BMC Public Health. 2014;14(1):1–12.

34. Swanson CL, Gur RC, Bilker W, Petty RG, Gur RE. Premorbid educational

attainment in schizophrenia: Association with symptoms, functioning, and

neurobehavioral measures. Biol Psychiatry. 1998;44(8):739–47.

35. Tréhout M, Dollfus S. Physical activity in patients with schizophrenia: From

neurobiology to clinical benefits. Encephale. 2016;44(6):538–47.

36. Fujino H, Sumiyoshi C, Sumiyoshi T, Yasuda Y, Yamamori H, Ohi K, et al.

Predicting employment status and subjective quality of life in patients with

schizophrenia. Schizophr Res Cogn. 2015;3:20–5.

37. Agustia S, Sabrian F, Woferst R. Hubungan Gaya Hidup dengan Fungsi

Kognitif Pada Lansia. J Online Mhs Progr Stud Ilmu Keperawatan Univ

Riau. 2014;1(2):1–8.

38. Nyer M, Kasckow J, Fellows I. The Relationship of Marital Status and

Clinical Characteristics in Middle-aged and Older Patients with

Schizophrenia and Depressive Symptoms. Ann Clin

Psychiatry. 2010;22(3):172-9.

39. Hakulinen C, Mcgrath JJ, Timmerman A, Skipper N, Bo P. The association

between early ‑ onset schizophrenia with employment , income , education ,

and cohabitation status : nationwide study with 35 years of follow ‑ up. Soc

Psychiatry Psychiatr.2019.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

50

40. Logue SF, Gould TJ. The Neural and Genetic Basis of Executive function:

Attention, Cognitive Flexibility, and Response Inhibition. Pharmacol

Biochem Behav. 2013;1–52.

41. Ochoa S, Usall J, Cobo J, Labad X, Kulkarni J. Gender Differences in

Schizophrenia and First-Episode Psychosis: A Comprehensive Literature

Review. Schizophr Res Treatment. 2012;2012:1–9.

42. Canuso CM, Pandina G. Gender and Schizophrenia. Psychopharmacol

Bull. 2007;40(4):178-90.

43. Jauhar S, Veronese M, Nour MM, Rogdaki M, Hathway P, Natesan S, et al.

The Effects of Antipsychotic Treatment on Presynaptic Dopamine Synthesis

Capacity in First-Episode Psychosis: A Positron Emission Tomography

Study. Biol Psychiatry. 2019;85(1):79–87.

44. Veselinović T, Scharpenberg M, Heinze M, Cordes J, Mühlbauer B, Juckel

G, et al. Disparate effects of first and second generation antipsychotics on

cognition in schizophrenia – Findings from the randomized NeSSy trial. Eur

Neuropsychopharmacol. 2019;29(6):720–39.

45. Cadena EJ, White DM, Kraguljac N V., Reid MA, Jindal R, Pixley RM, et

al. Cognitive control network dysconnectivity and response to antipsychotic

treatment in schizophrenia. Schizophr Res. 2019;204:262–70.

46. Theresa RM, Trihandini I. Hubungan Antara Fungsi Kognitif dengan

Tingkat Kemandirian dan Kualitas Hidup Warga Usia Lanjut. Bina Widya.

2013;24(3):139–44.

47. Goldberg TE, Green MF. Neurocognitive Functioning in Patients with

Schizophrenia. In: Neuropsychopharmacology : The Fifth Generation of

Progress. 1995. p. 657–69.

48. Tanaka T, Tomotake M, Ueoka Y, Kaneda Y, Taniguchi K, Nakataki M, et

al. Cognitive dysfunction in schizophrenia. Psychiatry Clin Neurosci.

2012;66:491–8.

49. Julayanont P, Phillips N, Chertkow H, Nasreddine ZS. The Montreal

Cognitive Assessment (MoCA): Concept and Clinical Review. To appear in

A. 2012;(10):111–52.

50. Newman G. How to Assess Mental Status. MSD Man. 2018;1–3.

51. Kipps CM, Hodges JR, Hodges JR. Cognitive Assessment for Clinician. J

Neurol Neurosurg Psychiatry. 2005;76.

52. Peer M, Salomon R, Goldberg I, Blanke O, Arzy S. Brain system for mental

orientation in space, time, and person. Proc Natl Acad Sci U S A.

2015;112(35):11072–7.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

51

53. Fawzani N, Triratnawati A. Terapi Berhenti Merokok. Br Med J.

2005;9(1):15–22.

54. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(PPOK) Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI. 2003.

55. Liem A. Pengaruh Nikotin Terhadap Aktifitas dan Fungsi Otak Serta

Hubungannya dengan Gangguan Psikologis Pada Pecandu rokok. Bul

Psikol. 2010;18(2):37–50.

56. Barrus H. Hubungan Pengetahuan Perokok Aktif Tentang Rokok dengan

Motivasi Berhenti Merokok pada Mahasiswa FKM dan FISIP Universitas

Indonesia [Skripsi]. Universitas Indonesia; 2012.

57. Amelia R, Nasrul E, Basyar M. Hubungan Derajat Merokok Berdasarkan

Indeks Brinkman dengan Kadar Hemoglobin. J Kesehat Andalas.

2016;5(3):619–24.

58. Pinaryo. Pengaruh Iklan Layanan Masyarakat Pictorial Health Warning

(PHW) pada Bungkus Rokok di Warung Kopi Doel Surya Ponorogo. J

Aristo. 2016;4(1):120–9.

59. Kurniasih PT, Saminan, Saragih J. Hubungan Derajat Merokok dengan

Perubahan Penderita Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Aceh. J Ilm Mhs

Kedokt Medisia. 2017;2(2):1–6.

60. Krishnadas R, Jauhar S, Telfer S, Shivashankar S, McCreadie RG. Nicotine

dependence and illness severity in schizophrenia. Br J Psychiatry.

2012;201:306–12.

61. Sopiyudin Dahlan M. Besar Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan. Epidemiologi Medika. 2016.

62. Husein N, Lumempouw S, Ramli Y, Herquatanto. Montreal Cognitive

Assessment Versi Idonesia (MoCA-Ina) Untuk Skrining Gangguan Fungsi

Kognitif. Maj Neurona. 2010.

63. Camellia D. The Psyche of Estrogen Part I : Estrogen and Mood. In Medan:

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2010. p. 4–6.

64. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja.

Infodatin. 2017. p. 1–8.

65. Erlina, Soewadi, Pramono D. Pada Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Jiwa

Prof . Hb Saanin Padang Sumatera Barat. Ber Kedokt Masy. 2010;26(2):71–

80.

66. Fakhari A, Ranjbar F, Dadashzadeh H, Moghaddas F. An Epidemiological

Survey of Mental Disorders among Adults in the North, West of Tabriz, Iran.

Pakistan J Med Sci. 2007;23(1):54–8.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

52

67. Smith GL. Schizophrenia, Smoking and Boredom. Am J Psychiatry.

1996;153(4):583.

68. Novitayani S. Karakteristik Pasien Skizofrenia Dengan Riwayat

Rehospitalisasi. Idea Nurs J. 2016;7(3):23–9.

69. Kurnia FYP. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya

Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia di Poli Psikiatri RSD dr. Soebandi

Jember. Universitas Jember; 2015.

70. Situmeang E, Setiawati Y. Early Onset Schizophrenia. J Univ Airlangga.

:48–59.

71. Pagehgiri TP. Gambaran Profil Aspek Intelektual Penderita Skizofrenia

Berdasarkan Tes Rorschach [Tesis]. Universitas Indonesia. 2002.

72. Dickerson F, Yolken R. Cigarette Smoking in Schizophrenia is Associated

with Worse Cognitive Functioning, Suicide Attempts, and Premature

Mortality. Schizophr Bull. 2019;45:95.

73. Sagud M, Mihaljevic Peles A, Pivac N. Smoking in Schizophrenia: Recent

Findings About an Old Problem. Curr Opin Psychiatry. 2019;32(5):402–8.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

53

LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan

No. KEGIATAN

BULAN

TAHUN 2018 TAHUN 2019

11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Pengesahan

judul

2 Pembuatan

proposal

3 Ujian proposal

4 Revisi proposal

dan melakukan

penelitian

5 Ujian skripsi

6 Revisi skripsi

dan

memperbanyak

skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

54

Lampiran 2. Biaya kegiatan

NO KEGIATAN BIAYA (Rp.)

1 Transportasi 1.000.000,00

2 Fotokopi kuesioner untuk penelitian 120.000,00

3 Bahan ujian proposal 150.000,00

4 Bahan ujian skripsi 150.000,00

5 Perbanyakan skripsi 200.000,00

6 Izin penelitian 270.000,00

7 Snack Responden 110.000,00

TOTAL BIAYA 2.000.000,00

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

55

Lampiran 3. Surat Permohonan Menjadi Responden

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.

Calon Responden

di Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ihsiani Nadhifa

Nomor BP : 1510311031

Program Studi : Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Bermaksud akan mengadakan penelitian dengan judul "Hubungan antara Derajat

Merokok dengan Fungsi Koginitif Penderita Skizofrenia"

Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi responden.

Semua informasi dari hasil penelitian akan dijaga kerahasiaannya dan hanya

dipergunakan untuk kepentingan penelitian. Jika saudara/i bersedia, saya memohon

kesediaan saudara/i untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent)

yang telah saya lampirkan.

Atas perhatian dan kesediaan saudari menjadi responden, saya ucapkan terima

kasih.

Hormat saya,

Ihsiani Nadhifa

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

56

Lampiran 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian (Informed

Consent)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertandatangan di bawah ini bersedia menjadi responden setelah

diberikan penjelasan dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu:

Nama : Ihsiani Nadhifa

Nomor BP : 1510311031

Program Studi : Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Judul : Hubungan antara Derajat Merokok dengan Fungsi Kognitif

Penderita Skizofrenia

Demikianlah surat persetujuan ini saya tandatangani tanpa adanya paksaan dari

pihak manapun. Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan merugikan saya

sebagai responden.

Responden

Padang,

( )

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

57

Lampiran 5. Kuesioner Penelitian

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

58

Lampiran 6. Lembaran identitas pasien

IDENTITAS PASIEN

Nama :

Tempat dan Tanggal Lahir :

Jenis Kelamin :

Umur :

Alamat :

Pekerjaan

- Masih Bekerja di :

- Sudah berhenti bekerja sejak :

Suku :

Nama Ibu Kandung :

Agama :

Status Perkawinan :

Pendidikan :

Contact Person :

No Telp CP :

Hubungan dengan CP :

Menderita Sejak :

Sub Tipe :

Obat yang Dikonsumsi :

Riwayat Penyakit Lain :

INDEKS BRINKMAN

1.Berapa jumlah batang rokok yang Anda hisap perhari?

2. Sudah berapa tahun Anda merokok?

Status Merokok

- Ringan : 0 - 200

- Sedang : 201 - 600

- Berat : > 600

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

59

Lampiran 7. Perhitungan Statistik

1. Tabel Univariat

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Pria 118 100.0 100.0 100.0

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Usia .088 118 .025 .959 118 .001

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

Usia Mean 33.91 .844

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 32.23

Upper Bound 35.58

5% Trimmed Mean 33.39

Median 33.00

Variance 84.137

Std. Deviation 9.173

Minimum 17

Maximum 62

Range 45

Interquartile Range 12

Skewness .744 .223

Kurtosis .484 .442

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

60

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan

Status Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Bekerja 60 50.8 50.8 50.8

Tidak Bekerja 58 49.2 49.2 100.0

Total 118 100.0 100.0

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan

Status Perkawinan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Kawin 32 27.1 27.1 27.1

Tidak Kawin 86 72.9 72.9 100.0

Total 118 100.0 100.0

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Pendidikan Rendah 25 21.2 21.2 21.2

Pendidikan Menengah

Pertama 35 29.7 29.7 50.8

Pendidikan Menengah Atas 39 33.1 33.1 83.9

Pendidikan Tinggi 19 16.1 16.1 100.0

Total 118 100.0 100.0

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Pengobatan

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Lama Pengobatan .147 118 .000 .848 118 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

61

Descriptives

Statistic Std. Error

Lama Pengobatan Mean 9.83 .765

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 8.31

Upper Bound 11.35

5% Trimmed Mean 8.98

Median 8.00

Variance 69.133

Std. Deviation 8.315

Minimum 1

Maximum 47

Range 46

Interquartile Range 9

Skewness 1.757 .223

Kurtosis 4.293 .442

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Derajat Merokok

Derajat Merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ringan 47 39.8 39.8 39.8

Sedang 49 41.5 41.5 81.4

Berat 22 18.6 18.6 100.0

Total 118 100.0 100.0

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Fungsi Kognitif

Fungsi Kognitif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Normal 18 15.3 15.3 15.3

Tidak Normal 100 84.7 84.7 100.0

Total 118 100.0 100.0

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

62

2. Tabel Bivariat

Hubungan antara Derajat Merokok dengan Fungsi Kognitif

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Fungsi Kognitif * Derajat

Merokok 118 100.0% 0 0.0% 118 100.0%

Fungsi Kognitif * Derajat Merokok Crosstabulation

Derajat Merokok

Total Ringan Sedang Berat

Fungsi Kognitif Normal Count 8 9 1 18

Expected Count 7.2 7.5 3.4 18.0

% within Fungsi Kognitif 44.4% 50.0% 5.6%

100.0

%

% within Derajat

Merokok 17.0% 18.4% 4.5%

15.3

%

% of Total 6.8% 7.6% 0.8%

15.3

%

Tidak Normal Count 39 40 21 100

Expected Count 39.8 41.5 18.6 100.0

% within Fungsi Kognitif 39.0% 40.0% 21.0%

100.0

%

% within Derajat

Merokok 83.0% 81.6% 95.5%

84.7

%

% of Total 33.1% 33.9% 17.8%

84.7

%

Total Count 47 49 22 118

Expected Count 47.0 49.0 22.0 118.0

% within Fungsi Kognitif 39.8% 41.5% 18.6%

100.0

%

% within Derajat

Merokok 100.0% 100.0% 100.0%

100.0

%

% of Total 39.8% 41.5% 18.6%

100.0

%

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

63

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 2.432a 2 .296

Likelihood Ratio 3.035 2 .219

Linear-by-Linear Association 1.222 1 .269

N of Valid Cases 118

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is 3.36.

Risk Estimate

Value

Odds Ratio for Fungsi

Kognitif (Normal / Tidak

Normal)

a

a. Risk Estimate statistics cannot be

computed. They are only computed for a

2*2 table without empty cells.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

64

Lampiran 8. Administrasi Penelitian

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

65

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

66

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

67

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

68

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

69

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

70

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

71

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

72

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

73

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

74

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

75

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

76

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

77

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

78

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

79

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

80

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

81

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

82

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

83

Lampiran 9. Dokumentasi (Wawancara di RSUD Pariaman)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

84

Lampiran 10. Dokumentasi (Wawancara di RSJ Prof. HB. Saanin Padang)