%hqdqj 0hudk .rqvhuydvl )orud gdq )dxqd ghqjdq … · kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya...

213

Upload: vuongthien

Post on 12-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelian, Manado, 28 Mei 2015

Benang Merah Konservasi Flora dan Faunadengan

Perubahan Iklim

Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananBadan Penelitian, Pengembangan dan InovasiBalai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado

Editor:Ir. A. Thomas, MPLis Nurrani, S.Hut

Page 2: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

i

BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA

DENGAN PERUBAHAN IKLIM

PROSIDING SEMINAR HASIL-HASIL PENELITIAN

28 MEI 2015

Editor:

Ir. A. Thomas, MP

Lis Nurrani, S.Hut

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi

Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado

Page 3: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

ii

ISBN 978-602-96800-9-6

Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian

Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna

dengan Perubahan Iklim

Manado, 2015

Terbit Tahun 2016

Tata Letak dan Desain Sampul: Lulus Turbianti

Diterbitkan oleh: Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado

Jalan Raya Adipura, Kelurahan Kima Atas, Kecamatan Mapanget, Manado

Telp. 085100666683

Email: [email protected]; [email protected]

Website: http://bpk-manado.litbang.dephut.go.id

Dicetak oleh: Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado

Percetakan: PT. Oltheten Pusgrafin Jakarta

Page 4: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

iii

KATA PENGANTAR

Hutan memiliki peran vital sebagai penyerap maupun pengemisi karbon

dalam konteks perubahan iklim. Perambahan hutan sampai saat ini diketahui

menjadi masalah dan penyebab paling besar terhadap perubahan iklim.

Kegiatan deforestasi dan degradasi lahan akibat aktivitas manusia yang tak

ramah lingkungan akan membuat kadar gas-gas rumah kaca di udara akan

terus meningkat dan bertambah banyak. Hal tersebut terjadi karena fungsi

hutan sebagai penyerap gas-gas CO2 terus berkurang.

Fungsi hutan tidak hanya sebagai penyerap karbon, tapi juga sebagai

sebuah ekosistem bagi flora dan fauna. Keragaman flora dan fauna perlu

terus dijaga dan dilestarikan sebagai bagian dari kehidupan dan kekayaan

alam yang sangat penting bagi manusia. Konservasi flora dan fauna juga

dipandang sebagai hal mendasar yang mampu mencegah terjadinya

perubahan iklim. Konservasi flora dan fauna baik secara ek situ maupun in

situ berperan dalam menjaga ekosistem hutan dan proses penyerapan

karbon yang bermuara pada pengurangan dampak perubahan iklim yang

meningkat dari waktu ke waktu.

Dalam rangka memperingati hari Biodiversitas Dunia tanggal 22 Mei dan

menyambut hari Lingkungan Hidup Seluruh Dunia pada tanggal 5 Juni, Balai

Penelitian Kehutanan Manado (sekarang Balai Penelitian dan Pengembangan

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado) menyelenggarakan seminar

dengan tema: Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan

Perubahan Iklim.

Balai Penelitian Kehutanan Manado telah melakukan kegiatan penelitian

bidang konservasi flora dan fauna dan juga tentang perubahan iklim. Oleh

karena itu untuk penyebarluasan hasil penelitian dan juga mendorong

pemanfaatan IPTEK, maka dilakukan seminar nasional hasil penelitian.

Seminar Nasional Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan

Perubahan Iklim ini diselenggarakan sebagai wadah komunikasi ilmiah

tentang Konservasi Flora dan Fauna dan juga Perubahan Iklim.

Prosiding ini memuat delapan judul materi yang dibahas dan tiga materi

penunjang serta rumusan seminar berdasarkan hasil diskusi.

Page 5: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

iv

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih Pimpinan GIZ

Forclime, penyaji materi, panitia penyelenggara, moderator, peserta serta

semua pihak yang telah membantu penyelenggaraan kegiatan ekspose

hingga penyusunan prosiding.

Semoga prosiding ini bermanfaat.

Manado, Juli 2016

Kepala BP2LHK Manado

Ir. Muh. Abidin, M.Si NIP. 196006111988021001

Page 6: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

v

TIM PENYUNTING

Penanggung Jawab : Ir. Muh. Abidin, M.Si

Redaktur : Rinto Hidayat, S.Hut

Editor : Ir. A. Thomas, MP

Lis Nurrani, S.Hut

Sekretariat : Nurhayati Samsudin, S.Hut, ME

Lulus Turbianti, S.Hut.

Rinna Mamonto

Page 7: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

vi

Page 8: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

vii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................. iii

Daftar Isi ....................................................................................... vii

Laporan Penyelenggaraan ............................................................... ix

Sambutan Kepala Badan Litbang dan Inovasi ................................... xiii

Rumusan ....................................................................................... xvii

MAKALAH PRESENTASI

Teknologi Penanaman Rhizophora mucronata Lamk untuk

Mengatasi Abrasi Pulau Kecil dan Mitigasi Bencana

Ady Suryawan, Nur Asmadi dan Endro Subiandono ........................ 1-12

Cadangan Karbon pada Beberapa Tipe Vegetasi Hutan

di Sulawesi Utara

Nurlita Indah Wahyuni, Ady Suryawan, dan Arif Irawan ................. 13-26

Perilaku Harian Sepasang Burung Nuri Talaud (Eos histrio)

di Kandang Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manado Anita Mayasari, Diah I. D. Arini, Ady Suryawan,

Melkianus S. Diwi, dan Nur Asmadi ................................................ 27-38

Ragam dan Intensitas Serangan Ektoparasit di Sekitar

Kandang Anoa (Bubalus spp.)

Balai Penelitian Kehutanan Manado

Diah I.D Arini, M. S. Diwi, A. Mayasari, dan Nur Asmadi................ 39-50

Evaluasi Pertumbuhan Tiga Jenis Diospyros Umur 1,5 Tahun

di Hutan Penelitian Batuangus Julianus Kinho, Jafred Halawane, Yermias Kafiar, Moody Karundeng,dan Melkianus Diwi........................................... 51-64

MAKALAH PENUNJA NG

Evaluasi Awal Uji Coba Penanaman Jenis Tanaman Lokal

pada Hutan Terdegradasi Menggunakan Perlakuan Ukuran

Lubang Tanam di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara

Arif Irawan, Iwanuddin, Ady Suryawan, dan Nur Asmadi ................ 65-74

Debit dan Sedimentasi Sub DAS Alo di Provinsi Gorontalo

“Implikasi Kerusakan DAS”

Supratman Tabba, Lis Nurrani, Endrawati, dan Isdomo Yuliantoro.. 75-96

Pengaruh Asal Benih dan Penggunaan Pupuk Kandang terhadap

Pertumbuhan Awal Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)

dalam Uji Coba Penanaman pada Lahan Berpasir Hanif Nurul Hidayah, Arif Irawan, Jafred E. Halawane,

dan Supratman Tabba ................................................................... 97-105

Page 9: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

viii

PRESENTASI TAMU

Pelestarian Biodiversitas dan Perubahan Iklim

Johny S. Tasirin ........................................................................... 107-118

“Stability of Tropical Rainforest Margins” in Central Sulawesi

Henry Barus ................................................................................ 119-164

Konservasi dan Perubahan Iklim

Pipin Permadi.............................................................................. 165-174

Page 10: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

ix

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABA N

KEPALA BALAI PENELITIA N KEHUTA NA N MANADO

PADA SEMINAR BENA NG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA

DENGA N PERUBAHA N IKLIM

MANADO, 28 Mei 2015

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Yang terhormat:

1. Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kehutanan, yang

diwakili oleh Sekretaris Badan

2. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara

3. Para Kepala UPT Lingkup Kementerian Kehutanan

4. Para Akademisi

5. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan

6. Para Pejabat Struktural dan Fungsional

7. Para Tamu Undangan dan Peserta Seminar yang berbahagia

Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua

Syallom,

Pertama-tama marilah kita memanjatkan segala puji dan syukur kehadirat

Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga pada hari yang baik ini

kita semua dapat menyelenggarakan seminar atas kerjasama Balai

Kehutanan Manado dengan GIZ (Gesellschaft fur Internationale

Zusammenarbeit).

Seminar tahun ini dengan tema Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna

dengan Perubahan Iklim sangat istimewa karena dilaksanakan dalam rangka

memperingati hari Biodiversitas Dunia tanggal 22 Mei dan sekaligus

menyambut hari Lingkungan Hidup Seluruh Dunia pada tanggal 5 Juni. Hal

yang menjadi latar belakang diselenggarakannya seminar ini adalah

terjadinya perubahan iklim yang semakin menghawatirkan kita bersama dan

vitalnya peran hutan dalam menyerap maupun mengemisi karbon dalam

konteks perubahan iklim. Perlu bagi kita untuk mengerti secara mendalam

bahwa konservasi flora dan fauna adalah hal mendasar yang mampu

mencegah terjadinya perubahan iklim. Konservasi flora dan fauna baik

secara ex-situ maupun in-situ berperan dalam menjaga ekosistem hutan dan

Page 11: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

x

proses penyerapan karbon yang bermuara pada pengurangan dampak

perubahan iklim yang meningkat dari waktu ke waktu.

Tujuan pelaksanaan seminar adalah memfasilitasi pertukaran pendapat dan

informasi terkini dari para narasumber mengenai hasil-hasil penelitian

konservasi flora dan fauna beserta kaitannya dalam perubahan iklim di

Indonesia, serta mendiseminasikan hasil-hasil penelitian mengenai

konservasi dan perubahan iklim bagi pengguna, khususnya masyarakat

Sulawesi Utara. Seminar ini juga melibatkan para pembuat kebijakan,

ilmuwan, praktisi dan stakeholders lainnya dalam rangka menyusun strategi

pencegahan perubahan iklim melalui kegiatan konservasi flora dan fauna.

Hadirin dan peserta seminar yang saya hormati,

Perkenankanlah saya berterimakasih dan berbangga atas kerjasama yang

baik antara panitia, peserta dan semua pendukung acara sehingga seminar

ini dapat diselenggarakan dengan baik pada hari Kamis, 28 Mei 2015

bertempat di Swiss-Belhotel, Manado. Seminar ini dihadiri oleh 160 orang

peserta, termasuk 8 orang narasumber dari empat (4) instansi.

Tamu undangan yang berbahagia,

Pada kesempatan ini saya selaku penanggung jawab acara ini mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Badan Litbang Kehutanan

yang berkenan membuka seminar ini, Kepada Kepala Dinas Kehutanan

Provinsi Sulawesi Utara dan Kepala UPT lingkup Kementerian Kehutanan

yang telah menghadiri seminar ini. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan

kepada GIZ (Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit), APIKI region

Sulawesi, dan Universitas Sam Ratulangi atas pertisipasi dan kerjasama

sehingga seminar ini dapat teraksana dengan lebih baik. Saya juga

menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada segenap

narasumber dan tamu undangan yang berkenan menyediakan waktunya

untuk berpartisipasi dalam acara seminar ini. Tidak lupa kepada semua

panitia penyelenggara semiar dari Balai Penelitian Kehutanan Manado yang

telah menyelenggarakan acara ini dengan baik dari awal persiapan hingga

pada berlangsungnya acara pada hari ini.

Peserta seminar yang terhormat,

Akhir kata, saya berharap semoga hasil seminar ini dapat membuka

wawasan kita untuk waspada akan dampak perubahan iklim dan semakin

giat mengupayakan tindakan konservasi flora dan fauna sebagai salah satu

Page 12: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

xi

kegiatan yang mampu mengurangi dampak perubahan iklim yang

membahayakan bumi kita.

Demikian sambutan saya, semoga Allah SWT senantiasa memberikan

bimbingan kepada kita semua.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kepala BPK Manado

Ir. Muh. Abidin, M.Si

NIP 19600611 198802 1 001

Page 13: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

xii

Page 14: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

xiii

SAMBUTA N

KEPALA BADAN PENELITIA N DAN PENGEMBA NGA N KEHUTA NA N

PADA PEMBUKAA N SEMINAR

BENA NG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGA N

PERUBAHA N IKLIM

Manado, 28 Mei 2015

Yang saya hormati:

1. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara

2. Para Kepala Pusat Penelitian Pengembangan lingkup Kementerian

Kehutanan

3. Para narasumber

4. Perwakilan GIZ

5. Para Kepala UPT Kementerian Kehutanan

6. Para Akademisi

7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

8. Para Pejabat Struktural dan Fungsional, Tamu Undangan dan Peserta

Seminar yang berbahagia

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua

Syallom,

Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah

SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga pada hari yang indah ini kita

dapat hadir di tempat ini untuk mengikuti seminar “Benang Merah

Konservasi Flora dan Fauna dengan Perubahan Iklim”.

Pemilihan tema ini menurut saya sangatlah relevan mengingat bahwa akhir -

akhir ini persoalan deforestasi serta degradasi lahan dan hutan telah

menjadi perhatian masyarakat luas. Degradasi dan deforestasi ini

mengakibatkan fragmentasi lahan serta semakin tingginya laju kehilangan

flora dan fauna, sehingga solusinya perlu kita upayakan bersama.

Sementara itu, upaya pengendalian perubahan iklim juga merupakan

keniscayaan. Topik pembahasan tentang keterkaitan perubahan iklim dan

flora-fauna menjadi sangat penting, karena Balai Penelitian Kehutanan (BPK)

Manado memfokuskan penelitiannya untuk konservasi flora dan fauna.

Page 15: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

xiv

Para hadirin sekalian,

Pada kesempatan yang baik ini, saya ingin menyampaikan beberapa hal

yang penting untuk kita perhatikan bersama:

Kementerian Kehutanan pada tahun 2010 telah menetapkan empat belas

spesies terancam punah sebagai spesies prioritas utama konservasi. Khusus

di Provinsi Sulawesi Utara telah ditetapkan empat satwa endemik Sulawesi

untuk ditingkatkan populasinya yaitu: anoa (Bubalus depressicornis dan

Bubalus quarlesi), babirusa (Babyrousa babyrussa), maleo (Macrocephalon

maleo) dan yaki (Macaca nigra). Penetapan 4 “Satwa Kunci” tersebut harus

menjadi acuan utama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan.

Riset untuk peningkatan populasi spesies prioritas tersebut harus

komprehensif. Tidak hanya melalui breeding tetapi juga menyangkut semua

secara holistik, pembinaan habitat, pembinaan populasi dan habitat,

penanggulangan konflik manusia dengan satwa liar, penertiban perburuan

dan perdagangan illegal, pelatihan dan peningkatan kapasitas serta

pengembangan sistem pangkalan data. Hal ini juga sesuai dengan Indikator

Kinerja Program (IKP) nya Ditjen Konservasi Sumberdaya Alam dan

Ekosistem (KSDAE). Apresiasi pada BPK Manado yang telah menginisiasi

kegiatan konservasi Anoa dan mengembangkan Anoa Breeding Centre.

Diwaktu mendatang tidak hanya Anoa tetapi juga 3 spesies lain yang perlu

dilindungi khusus di Sulawesi Utara.

Selain konservasi fauna, konservasi flora Indonesia juga mendesak untuk

dilakukan baik secara in-situ maupun ex-situ. Selain untuk keseimbangan

ekosistem, hutan dan terutama pohon adalah penyumbang karbon terbesar.

Hadirin yang saya hormati,

Salah satu landasan ilmiah yang penting dalam membahas isu perubahan

iklim saat ini adalah laporan penilaian keempat (Fourth Assessment

Report/AR4), yang diterbitkan oleh IPCC (Intergovernmental Panel on

Climate Change) pada tahun 2007. Dengan menggunakan berbagai data

observasi dan hasil keluaran model iklim global, laporan tersebut

menegaskan peran kontribusi kegiatan manusia (faktor antropogenik) yang

bisa mengakibatkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GHGs) di

atmosfer yang mempercepat laju peningkatan temperatur permukaan rata-

rata global hingga mencapai 0,74°C. Perubahan iklim juga akan mendampak

pada pertanian, perikanan, kesehatan, ekonomi, serta mengancam

Page 16: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

xv

keberadaan pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir. Karena topik perubahan

iklim merupakan topik ilmiah yang perlu terus diupayakan

pengembangannya, maka forum seminar ini menjadi penting dalam konteks

pengendalian perubahan iklim.

Dampak perubahan iklim terhadap peningkatan temperatur juga

mengakibatkan efek berganda (multiplier efect), seperti percepatan

perkembangbiakan nyamuk dan lalat. Sehingga mendorong terjangkitnya

penyakit demam berdarah dan disentri. Penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar penyakit manusia disebabkan oleh hewan, dan penyakit

pada hewan disebabkan oleh terganggunya keseimbangan ekosistem.

Dengan demikian penanggulangan perubahan iklim harus diletakkan pada

konteks konservasi dan menjaga keutuhan ekosistem, dan bukan semata-

mata untuk perdagangan karbon.

Hadirin yang saya hormati,

Topik perubahan iklim selain berbasis science dan merupakan isu

pembangunan juga berdimensi internasional dan nasional. Oleh karena itu

upaya pengendalian perubahan iklim tidak hanya ramai dibahas di tingkat

internasional, tetapi juga menjadi penting di lingkup Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan terbentuknya Direktorat Jenderal

Pengendalian Perubahan Iklim (Perpres 16/2015). Harus disadari pula

bahwa upaya pengendalian tersebut tidak cukup hanya dilaksanakan oleh

satu Direktorat Jenderal, tetapi harus merupakan upaya bersama yang

bersinergi dan terintegrasi. Dalam konteks inilah maka diskusi keterkaitan

antara pengendalian perubahan iklim dengan upaya menjaga keutuhan

ekosistem serta konservasi flora dan fauna yang kita laksanakan hari ini

harus mampu memberikan pemahaman yang sama dan rencana aksi

bersama yang lebih konkrit dan dapat dirasakan masyarakat.

Satu hal yang sangat menarik, bahwa seminar ini diselenggarakan

bertepatan diantara dua hari yang sepatutnya kita peringati bersama.

Tanggal 22 Mei yang baru saja berlalu merupakan hari Biodiversitas Dunia,

dan pada tanggal 5 Juni mendatang kita akan memperingati hari Lingkungan

Hidup Seluruh Dunia. Semangat perayaan peringatan penting tersebut

harus menjadi motor untuk mengawali dan terus berperan dalam kegiatan

nyata konservasi flora dan fauna demi mencegah semakin ekstrimnya

perubahan iklim.

Page 17: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

xvi

Peserta yang saya hormati,

Akhirnya dengan mengucapkan Bismillahir-rohmanirrohim, seminar ini

secara resmi saya nyatakan dibuka. Selamat berdiskusi dan berkarya,

semoga seminar ini berlangsung dengan lancar sesuai harapan kita

bersama.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kepala Badan

Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, MSc

NIP.195704101989031002

Page 18: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

xvii

RUMUSA N

Dengan memperhatikan arahan Kepala Badan Litbang Kehutanan,

penyampaian materi dari “Keynote speech”, presentasi dan diskusi yang

berkembang dalam persidangan serta saran-saran dari peserta, maka

Seminar yang bertema “Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna

dengan Perubahan Iklim” yang diselenggarakan pada 28 Mei 2015 di

Manado, merumuskan hal-hal sebagai berikut:

1. Keanekaragaman hayati berperan mengurangi dampak negatif

perubahan iklim melalui layanan ekosistem, pengurangan karbon dari

udara, penyimpanan karbon, dan pelepasan oksigen.

2. Perubahan Iklim berdampak negatif pada keanekaragaman hayati

diantaranya adalah menyebabkan kehilangan keanekaragaman hayati,

hilangnya habitat, perubahan siklus hidup, dan menyebabkan terjadinya

mutasi genetik pada spesies.

3. Konservasi flora dan fauna sebagai bagian dari upaya konservasi

keanekaragaman hayati berperan dalam menjaga ekosistem hutan dan

proses penyerapan karbon yang bermuara pada pengurangan dampak

perubahan iklim yang dapat dilakukan baik melalui mitigasi maupun

upaya adaptasi.

4. Untuk meningkatkan upaya konservasi, diperlukan adanya Insentif bagi

masyarakat dan pihak-pihak yang ikut melestarikan hutan yang secara

tidak langsung dapat mengurangi dampak perubahan iklim.

5. Pentingnya penelitian yang dapat menghasilkan data dan informasi untuk

mendukung perencanaan jangka panjang, khususnya dalam mengurangi

dampak perubahan iklim.

6. Penelitian yang sudah dilaksanakan perlu dilanjutkan dengan

memperhatikan aspek manfaat yang dapat diterapkan.

7. Program penelitian memerlukan dukungan pendanaan yang perlu digali

dari berbagai sumber.

8. Penelitian terkait perubahan iklim adalah bersifat ilmiah perlu juga

memperhatikan aspek isu pembangunan berupa manfaat dan ekonomi

bagi masyarakat, aspek nasional sub nasional serta lingkup wilayah

penelitian.

Page 19: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

xviii

Dirumuskan di: Manado

Pada tanggal: 28 Mei 2015

Tim Perumus:

Ir. Puspa Dewi Liman, M.Sc

Bambang Setiyono, S.Hut, MAP

Margaretha Christita, S.Hut

Page 20: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Teknologi Penanaman Rhizophora mucronata Lamk untuk ……..

Ady Suryawan., Nur Asmadi, dan Endro Subandiono

1

Teknologi Penanaman Rhizophora mucronata Lamk untuk

Mengatasi Abrasi Pulau Kecil dan Mitigasi Bencana1

Ady Suryawan2, Nur Asmadi2 dan Endro Subiandono3

ABSTRAK

Keberhasilan rehabilitasi mangrove menggunakan Rhizophora mucronata Lamk

pada areal rehabilitasi di pulau kecil masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan teknologi penanaman R. mucronata pada areal mangrove pulau.

Penelitian dimulai 2012 s/d 2014 di Pulau Talise dan Pulau Karakelang.

Menggunakan berbagai rancangan, metode dan teknik uji coba. Parameter yang

diamati daya hidup dan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam. Hasil

penelitian menunjukan bahwa daya hidup R. mucronata dapat ditingkatkan

melalui: 1). Menggunakan propagul yang telah tua dan langsung ditanam di

lapangan, 2). Penanaman propagul sedalam 1/3 panjang batangnya, 3).

Memanfaatkan akar napas dari mangrove yang ada sebagai pancang, 4).

Menggunakan tambahan pelindung sebagai peredam ombak pada areal terbuka.

Keempat upaya tersebut terbukti nyata meningkatkan daya hidup R. mucronata.

Daya hidup tertinggi mencapai 79 % dan tinggi mencapai 148 cm setelah 16

bulan tanam.

Kata kunci: Abrasi, mitigasi, pulau kecil, penanaman, Rhizophora mucronata

I. PENDA HULUA N

Perubahan iklim memiliki dampak besar bagi suatu pulau sebagaimana

penjelasan Marschiavelli dan Niendyawati (2007) bahwa pulau akan

menerima dampak fisik antara lain : kenaikan muka air laut, cuaca ekstrim,

kekurangan air bersih, erosi/abrasi, pemutihan karang, rob dan bahaya

tsunami. Pada pulau yang tidak memiliki ekosistem mangrove akan mudah

disapu ombak dan arus musiman (Noor et al., 2006). Data 2011

1 Makalah ini disampaikan dalam Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan Perubahan Iklim, diselenggarakan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Manado 28 Mei 2015

2 Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Jl. Raya Adipura Kelurahan Kima Atas Kecamatan Mapanget Kota Manado; email : [email protected]

3 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Jl. Gunung Batu No 5, Bogor Jawa Barat

Page 21: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

2

menunjukkan bahwa kerusakan hutan mangrove di Sulawesi Utara telah

mencapai 10.689 ha dari 14.463 ha (BPDAS Tondano, 2011).

Hakim (2003) menyimpulkan bahwa kerusakan mangrove berpengaruh

nyata terhadap laju abrasi, laju abrasi pertahun berkisar 3,6-8,4 meter atau

rata-rata 6,03 meter pada laju kerusakan pertahun 0,32 %-1,6 % atau rata-

rata 0,79 % dari luas mangrove semula. Kathiresan dan Rajendran (2005)

menjelaskan bahwa hilangnya ekosistem mangrove terbukti menghilangkan

kekayaan keanekaragaman flora-fauna.

Naohiro et al. (2011) menjelaskan bahwa gelombang tinggi akan

menyebabkan pantai mengalami abrasi dan kondisi fisik tanah berubah.

Kondisi ini menjadi kendala dalam rehabilitasi mangrove, selain itu

keberhasilan rehabilitasi juga dipengarui oleh tinggi air laut dan kekuatan

ombak (Stanley dan Lewis, 2009; Halidah a, 2010). Disatu sisi teknik

rehabilitasi mangrove belum sepenuhnya dikuasi sebagaimana kesimpulan

Subiandono (2011) dan Anwar (2004) bahwa keberhasilan rehabilitasi

mangrove masih rendah. Hal ini nampak dari laporan Anwar (2004) yaitu

keberhasilan rehabilitasi di BRLKT Jenebereng hanya 24,3 % dan laporan

Suryawan et. al (2013) yaitu rehabilitasi mangrove di Pulau Talise hanya 56

%. Hal ini tergolong gagal menurut Nirawati et al. (2013) karena di bawah

64 %.

Menurut Pontoh (2011) kunci keberhasilan rehabilitasi mangrove adalah

partisipan dalam merehabilitasi dan mengelola ekosistem mangrove yang

dipengaruhi oleh pengetahuan dan peraturan yang ada. Menurut Halidah a

(2010) R. mucronata Lamk adalah jenis yang sering digunakan untuk

rehabilitasi dengan pertimbangan mudah disemai, benih melimpah,

sebarannya luas, selain itu menurut Anwar (2004) juga tahan terhadap arus

dan ombak. Penelitian akan mendiskusikan beberapa teknik penanaman R.

mucronata di Pulau Kecil yang telah diuji.

II. METODE PENELITIA N

A. Waktu dan Lokasi

Penelitian dilakukan mulai tahun 2012 s/d 2014 di Pulau Talise

Kabupaten Minahasa Utara dan Pulau Talaud Kabupaten Kepulauan Talaud.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: linggis, pita meter,

parang dan gergaji. Bahan yang digunakan yaitu: propagul R. mucronata

asal Pulau Talise, bambu, dan tali.

Page 22: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Teknologi Penanaman Rhizophora mucronata Lamk untuk ……..

Ady Suryawan., Nur Asmadi, dan Endro Subandiono

3

C. Prosedur Kerja

Diawali dengan pengumpulan propagul yang telah tua dari sumber

benih mangrove tersertifikasi Desa Air Banua Pulau Talise. Pengukuran

dimensi propagul, penentuan batas penanaman. Pembuatan pancang dari

bambu, penanaman dan pengamatan keberhasilan berdasar jumlah yang

hidup.

Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa uji coba, studi pustaka,

dan dokumentasi. Ujicoba dilakukan sebanyak 5 kali eksperimen yaitu pada

bulan Mei, Juni, September 2012, Mei, Juni 2013. Ujicoba menggunakan

rancangan acak lengkap faktorial dan RAL menggunakan ulangan 3 kali.

Perlakuan yang diaplikasikan antara lain:

Uji coba 1. Faktor variasi kedalaman propagul (3 taraf yaitu ¼, 1/3, 1/2

panjang propagul yang ditanam) dan faktor lokasi (3 taraf yaitu

Pantai 45, Pantai Wawunian, Pantai Tambun semuanya ada di

Pulau Talise).

Uji coba 2. Faktor pola penanaman (4 taraf yaitu zigzag 0,5 x 0,5 meter,

jarak 1 x 0,5 meter, jarak penanaman 1 x 2 meter dan

penanaman berkelompok) dilakukan di Pantai 45

Uji coba 3. Faktor asal bibit (2 taraf yaitu bibit persemaian dan propagul),

faktor lokasi penanaman (4 taraf, yaitu: Pantai Wawunian,

Pantai Tambun, Pantai 45 dan Pantai Gangga) dan faktor jenis

bibit (5 taraf yaitu : R. mucronata, Bruguiera gymnorrhiza,

Rhizophora apiculata, Sonneratia alba dan Ceriops tagal)

Uji coba 4. Rancangan acak lengkap dengan perlakuan bentuk alat penguat

tanaman dengan perlakuan antara lain: menggunakan pagar

bambu lurus, pagar bambu segitiga, pagar batu lurus, pagar

batu segitia, pagar gedek, menggunakan pot dari bambu,

propagul diikat bersama dilakukan di Pantai 45.

Uji coba 5. Faktor bentuk alat penguat tanaman (menggunakan anyaman

bambu, pagar batu pendek, bambu jepit, sungkup bambu, pot

bambu, propagul diikat bersama akar napas) dan faktor lokasi

penanaman (Pantai Beo dan Pantai Alo, keduanya di Pulau

Karakelang).

D. Analisis Data

Pengolahan data dianalisa menggunakan sidik ragam uji F dengan

persamaan linear: Yij = μ + γ i + τj + ɛij (Siagian, 2011)

Page 23: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

4

Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil uji coba dan sebagian

telah dipublikasikan. Data sekunder merupakan data hasil studi pustaka.

III. HASIL DAN PEMBAHASA N

A. Propagul atau Bibit dari Persemaian?

Hasil penelitian keberhasilan R. mucronata pada areal terabrasi

menggunakan propagul dan tanaman persemaian telah dipublikasikan dalam

Suryawan et al. (2013) sebagaimana Tabel 1 dan dijelaskan bahwa daya

adaptasi propagul lebih tinggi dibandingkan tanaman persemaian. Hal

berdasar hasil ujicoba rehabilitasi menggunakan cabutan mangrove

mengalami kegagalan hingga 100 % dan penjelasan Krauss et al. (2008)

yang mengatakan bahwa ekosistem mangrove memiliki tingkat sensitifitas

yang tinggi terhadap kandungan nutrisi substrat yang ada. Ketika terjadi

perubahan lingkungan akan menciptakan stress. Hal ini terjadi bibit yang

berasal dari persemaian, dimana kondisi persemaian yang relatif mendukung

pertumbuhan (arus, salinitas, cahaya dan perawatan) dengan kondisi

lapangan yang cukup ektrem. Menurut Kusmana et al. (2003) pengangkutan

bibit juga mempengaruhi kondisi bibit, kaitannya dengan jumlah yang

diangkut, alat angkut, wadah bibit dan perlakuan bibit selama

pengangkutan.

Tabel 1. Keberhasilan R. mucronata menggunakan propagul dan persemaian

Rata – rata keberhasilan

tanaman

Bibit persemaian Bibit propagul

35 % a 56 % b

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf berbeda menunjukan berbeda nyata Sumber : Suryawan et al. (2013)

Kondisi substrat yang cocok untuk pertumbuhan R. mucronata yaitu

didominasi oleh pasir 62 % - 82,14 % (Kushartono, 2009 dan Halidah a,

2010), ketebalan lumpur rata- rata 29,73 cm (Halidah a, 2010), namun

dapat juga ditanam pada areal berlumpur dalam (Anwar, 2004), salinitas 7 -

15 ppt (Hutahean et al., 1999), tinggi genangan 0 – 30 cm dan jarak tanam

2 x 1,5 m (Halidah b, 2010). Lama penggenangan berpengaruh terhadap

akumulasi kadar garam pada substrat tersebut (Kusmana et al., 2003).

Page 24: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Teknologi Penanaman Rhizophora mucronata Lamk untuk ……..

Ady Suryawan., Nur Asmadi, dan Endro Subandiono

5

Sumber : suryawan

Gambar 1. Kondisi tanaman dari A) propagul langsung, B) bibit persemaian,

C) propagul siap tanam (memiliki ciri khas cincin warna kuning)

Propagul R. mucronata dapat digunakan sebagai benih yang baik

memiliki ciri – ciri panjang minimal 50 cm, telah mengalami perkecambahan

ditunjukan dengan warna kuning pada kotiledonnya (Noor et al., 2006).

Propagul yang telah tua dapat langsung digunakan sebagai tanaman (Lewis

dan Streever, 2007; Anwar, 2004; Kusmana et al., 2003) khususnya pada

areal berhumus/lumpur. Pemungutan propagul yang telah jatuh perlu

dihindari karena mudah terinfeksi hama, sedangkan umur pohon induk

minimal 8 tahun, selain itu propagul dapat diterapkan pada areal berombak

besar, propagul perlu disimpan 1 minggu untuk menghindari serangan hama

(Anwar, 2004).

B. Penanaman Propagul Sedalam 1/3 Panjang Batangnya

Keberhasilan hidup propagul dipengaruhi secara nyata oleh kedalaman

penanaman, sebagaimana Suryawan et al. (2013) menyimpulkan bahwa

kedalam optimal adalah 33 % atau 1/3 panjang propagul, hal ini sesuai

petunjuk Anwar (2004). Semakin dalam penanaman akan mengalami

tekanan respirasi karena mengalami penggenangan lebih banyak. Hal ini

telah dibahas oleh Halidah b (2010) tentang efek penggenangan terhadap

tanaman R. mucronata, semakin tinggi genangan akan menurunkan tingkat

A B C

Page 25: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

6

hidup R mucronata. Pada penelitian ini, semakin dangkal penanaman akan

mudah tersapu oleh ombak.

Viabilitas propagul juga dipengaruhi oleh lama penyimpanan dan media

simpan yang digunakan. Menurut Liddyanisa et al. (2011) teknik

penyimpanan terbaik adalah menggunakan media simpan sabut kelapa dan

disimpan pada ruangan yang ada pengatur suhu dan kelembaban (AC)

dapat bertahan hingga 4 minggu. Kondisi penyimpanan ini perlu

diperhatikan dalam upaya rehabilitasi yang membutuhkan jumlah besar.

Masa panen R. mucronata sepanjang tahun (Noor et al., 2006), sedangkan

panen raya pada bulan September hingga Nopember (Brown et al., 2006).

Memanfaatkan akar pasak dari mangrove yang ada sebagai pancang,

Hasil ujicoba menunjukan bahwa pada bulan pertama, propagul

memiliki rata-rata hidup sebesar 99 % dengan kisaran 96 % - 100 %, dan

menjadi 68 % pada bulan ke 16 setelah tanam. Daya hidup ini tergolong

dalam keberhasilan sedang (Nirawati et al., 2013). Faktor ikatan diduga

menjadi faktor utama bagi perkembangan propagul menggunakan metode

ini. Metode ini memerlukan perawatan pada interval bulan tertentu untuk

melepaskan ikatan yang ada agar tidak menjadi penghambat dalam

pertumbuhan

Akar pasak merupakan akar yang muncul dari sistem akar horizontal

yang memanjang keluar ke arah udara berbentuk pensil/pasak (Noor et al.,

2006). Penampang akar pasak pada Gambar 2 menggambarkan fisiologi

akar dan pada Gambar 3 nampak keberhasilan tanaman R. mucronata

menggunakan akar pasak sebagai pancang tanaman.

Sumber : Faturohman 2011

Gambar 2. Penampang akar pasak

Page 26: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Teknologi Penanaman Rhizophora mucronata Lamk untuk ……..

Ady Suryawan., Nur Asmadi, dan Endro Subandiono

7

Pemanfaatan akar pasak sebagai pancang propagul didukung oleh

Lekatompessy dan Tutuhatunewa (2010) yang membuktikan bahwa akar

napas mangrove dapat merefleksikan gelombang, yaitu semakin besar

kerapatan dan ketebalan mangrove akan semakin mereduksi koefisien

refleksi gelombang. Jarak efektif untuk menjerap sedimentasi dan

perubahan garis pantai adalah 0,095 m (Endah, 2002 dalam Lekatompessy

dan Tutuhatunewa, 2010). Akar pasak memiliki tingkat kerapatan yang

mendekati jarak pohon efektif.

Sumber : suryawan dan halawane

Gambar 3. Penanaman pada akar napas A) umur 4 bulan tanam, B) umur 16

bulan

C. Menggunakan Tambahan Pelindung sebagai Peredam Ombak

Berdasarkan hasil uji sidik ragam semua bentuk peredam ombak yang

diterapkan, menunjukkan variasi nyata dari parameter keberhasilan.

Keberhasilan diukur dari jumlah propagul mengalami pertumbuhan tanaman.

Kegagalan yang terjadi karena propagul menjadi kering atau tercabut dari

substratnya.

Keberhasilan tertinggi didapat dari peredam ombak berbentuk kerucut

sebagaimana ditunjukan Gambar 4 yaitu tanaman umur 0 bulan dan 16

bulan, keberhasilan mencapai 79 % dengan pertumbuhan tinggi berkisar

antara 123-151 cm. Bambu yang digunakan adalah belahan bambu selebar

3 cm dan panjang 60 cm kemudian setiap 7 belah bambu ditanam

membentuk kerucut. Bambu yang telah membetuk kerucut diikat pada ujung

dan ditengah atau + 20 cm dari permukaan tanah tali menghubungkan

antara belahan bambu satu dengan lainnya. Setelah bambu ditanam,

A B

Page 27: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

8

propagul ditancapkan sedalam 1/3 panjangnya, 7 propagul diantara belahan

bambu tersebut dan 1 propagul ditengah.

Bentuk bambu jepit menghasilkan keberhasilan yang tinggi namun

karena pengaruh jepitan yang kuat menyebabkan stres pertumbuhan

propagul. Penggunaan anyaman bambu menyebabkan hilangnya substrat

dan propagul yang tertanam. Penggunaan pot bambu menyebabkan

keberhasilan tanaman relatif tinggi, namun seiring waktu tanaman

mengalami kekeringan, diduga kekurangan unsur hara di dalam pot bambu

tersebut.

Sumber: Suryawan dan Asmadi

Gambar 4. Pertumbuhan R. mucronata, A) umur 0 bulan, B) umur 16 bulan.

Menurut Kurniawan et al. (2012) sepanjang tahun baik monsun Asia,

Australia maupun peralihannya, daerah kepulauan Sangihe – Talaud

termasuk dalam daerah rawan gelombang tinggi. Hal ini menjadi faktor

penghambat bagi regenerasi di ekosistem mangrove, sebagaimana

penjelasan Halidah a (2010); Stanley dan Lewis (2009) ; dan Rahman

(1991) bahwa bibit mangrove perlu dilindungi dari serangan gelombang

selama masa pertumbuhan. Selaian gelombang tinggi, kenaikan air laut juga

menjadi ancaman bagi ekositem pesisir, sehingga perlu adanya penghalang

di sekitar pantai dengan ketinggian 0-5 meter (Marschiavelli dan

Niendyawati, 2007).

Kraus (2012) mengatakan bahwa bambu pagar dan pemecah

gelombang menjadi inovasi pendekatan dalam rehabilitasi mangrove.

Yulistiyanto (2009) menyimpulkan bahwa bentuk pagar lurus dan

melengkung sebagai pelindung mangrove harus ditambah tiang miring

sebagai penyangga. Pembuatan pagar bambu telah dijelaskan secara detail

oleh Albers (2012) mulai dari persiapan, pemasangan, perakitan hingga

kontrol kekuatan menggunakan serangkaian test. Bentuk peredam ombak

menurut Rahman (2008) pagar berbentuk cengkung dengan perbandingan

A B

Page 28: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Teknologi Penanaman Rhizophora mucronata Lamk untuk ……..

Ady Suryawan., Nur Asmadi, dan Endro Subandiono

Page 29: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

10

DAFTAR PUSTAKA

Albers, T. (2012). Instalation of Bamboo Fences. Belanda: Deutsche

Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH.

Anwar, C. (2004). Teknologi rehabilitasi lahan terdegrasi. Ekspos Penerapan Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam (hal. 53-64). Palembang:

Badan Litbang Kehutanan.

BPDASTondano. (2011). Rtk-RHL Ekosistem Mangrove dan Sempadan Pantai

(Rtk-RHL MSP) Propinsi Sulawesi Utara. Rapat Fasilitasi Kelompok

Kerja Mangrove Daerah Propinsi Sulawesi Utara. Manado.

Brown, B., Hakim, T. L., Ibnu et al. (2006). 5 Tahap Rehabilitasi : Petunjuk

Teknis Rehabilitasi Hidrologi Mangrove. Yogyakarta: Mangrove

Action Project dan Yayasan Rumput Laut Indonesis.

Chambers, R. (1996). PRA (Participatory Rursal Apprasial) Memahami Desa Secara Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius.

Faturohman, 2011. Resume ekologi laut tropis energi habitat relung dan

adaptasi. di unduh dari

https://faturohmanikhsan.wordpress.com/2011/04/04/resume-

ekologi-laut-tropis-energi-habitat-relung-dan-adaptasi/

Hakim, I. (2003). Hubungan kerusakan hutan mangrove dengan abrasi

(studi kasus : di Pantai Utara Pulau Bengkalis, Propinsi Riau). Thesis

tidak dipublikasi, Universitas Indonesia, DKI Jakarta, Ilmu

Lingkungan.

Halidah. (2010). Pengaruh tinggi genangan dan jarak tanam terhadap

pertumbuhan anakan Rhizophora mucronata Lam. di pantai barat.

Jurnal Penelitian Hutan dan Knnservasi Alam 7 (1), 25 -34.

Halidah. (2010). Pertumbuhan Rhizophora mucronata Lamk pada Berbagai

Kondisi Substrat di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Sinjai Timur

Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 7(4) , 399-412.

Hutahaean E. E., C. Kusmana dan Dewi, H. R. (1999). Studi kemampuan

tumbuh anakan mangrove jenis Rhizophora mucronata, Bruguiera gimnorrhiza dan Avicennia marina pada berbagai tingkat salinitas.

Jurnal Manajemen Hutan Tropika, 5 (1), 77-85.

Kathiresan, K dan Rajendran, N. (2005). Environmental drivers in mangrove.

Indian Journal of Marine Sciences, 34 (1), 104-113.

Krauss, K.W., Lovelock, C. E., McKee, K. L., Lopez-Hoffman, L., Ewe, S. M. L.

dan Sousa, W. P. (2008). Environmental Drivers In Mangrove

Stablishment And Early Development : A review. E journal Elsevier, Aquatic Botany, 89, 105-127.

Kurniasari, T. (t.thn.). Flyer I Mempersiapkan Bibit Mangrove (UNEP). Bogor:

Wetland International, Green coast, Unep dan Oxfam.

Page 30: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Teknologi Penanaman Rhizophora mucronata Lamk untuk ……..

Ady Suryawan., Nur Asmadi, dan Endro Subandiono

11

Kurniawan, R., Habibie, M. N. dan Permana, D. S. (2012). Kajian daerah

rawan gelombang tinggi di perairan Indonesia. Jurnal Meteorologi

dan Geofisika, 13(3) , 201-212.

Kushartono, E. (2009). Beberapa aspek bio fisik kimia tanah di daerah

Mangrove Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Jurnal Kelautan,

14(2), 76-83.

Kusmana, C., Wilarso, S., Hilwan, I. et al. (2003). Teknik Rehabilitasi Mangrove. Bogor: Institute Pertanian Bogor.

Lekatompessy, STA dan Tutuhatunewa, A. (2010). Kajian konsrtuksi model

peredam gelombang dengan menggunakan mangrove di Pesisir

Lateri - Kota Ambon. Jurnal Arika, 4(1), 51-60.

Lewis R.R dan Streever, B. (2007). Restoration of Mangrove Berwawasan Lingkungan. Jakarta: MAP - Indonesia.

Manado, B. P. (2014). Mangrove : Kebijakan, Ekologi, Identifikasi, Persemaian, Rehabilitasi dan Pemanfaatan Hasil HUtan Bukan Kayu [materi diklat peningkatan kompetensi bidang mangrove]. Manado:

Balai Penelitian Kehutanan Manado [tidak dipublikasikan].

Marschiavelli, M. I. C. dan Niendyawati. (2007). Penilaian keterancaman

terhadap bencana bagi Pulau Makelehi, Sulawesi Utara, Indonesia.

Jurnal Malaysia Society and Space, 3, 106-114.

Murtiono, U. H., Tjakrawarsa, G. dan Pahlana, U. W. H. (2012) Kajian peran

dominasi jenis mangrove dalam penjeratan sedimen terlarut di

Segara Anakan Cilacap. Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Kehutanan BPTKPDAS. Surakarta, 5 September 2012.

Naohiro M., Putth, S. dan Keiyo, M. (2011). Mangrove rehabilitation on

highly eroded coastal shorelines at Samut Sakhon, Thailand.

International Journal of Ecology,2012, Article ID 171876, 11 pages.

Nirawati, Nurkin, B. dan Putranto, B. (2013). Evaluasi keberhasilan

pertumbuhan tanaman pada kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

(GRNHL) di Taman Nasional Bantiumurung Bulusaraung. Jurnal Sain

dan Teknologi, 13(2), 175-183.

Noor. Y. R., Khazali, M. dan Suryadiputra, I. N. N. (2006). Panduan

Pengenalan Jenis Mangrove di Indonesia. IPB: Wetland International

Indonesia Program.

Pontoh, O. (2011). Peranan nelayan terhadap rehabilitasi ekosistem hutan

bakau (mangrove). Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, 8(2),

73-79.

Rahman, S. (2008). Koefisien seret gaya gelombang pada APO dengan

tambahan gedhek. Media Teknik Sipil, 91-98.

Satriadi, A. (2004). Jenis dan karakteristik sedimentasi daerah mangrove di

Pantai Kabongan Lor Kabupaten Rembang. Laporan Penelitian (p-

Page 31: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

12

11), Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Diponegoro. Semarang.

Schmitt, K. (2012). Innovative approaches to mangrove rehabilitation and

management. Management of Natural Resources in the Coastal Zone of Trang Province, Vietnam 18 Juli 2012 (p. 11 slide). Seite:

GIZ CZM Project, Soc Trang, Vietnam dan German Federal Ministry

of Economic Cooperation and Development.

Siagian, P. (2011). Pengolahan dan Analisis Data . Dalam Modul Pendidikan

dan Pelatihan Fungsional Peneliti Tingkat Pertama (hal. 30 Slide).

Cibinong: Pusbindiklat - LIPI.

Stanley O. D. dan Lewis, R. R. (2009). Strategies for mangrove rehabilitation

in an Eroded Coastline Of Selangor, Peninsular Malaysia. Journal of

Coastal Development 12(3), 142-154.

Subiandono, E. (2011). Pengelolaan hutan mangrove dan ekosistem pantai.

Dalam B. L. Kehutanan, Rencana Penelitian Integratif. Jakarta:

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan .

Suryawan A., Broto, B. W. dan Mayasari, A. (2013). Konservasi ekosistem

pulau kecil melalui rehabilitasi mangrove menggunakan propagul

Rhizophora mucronata Lamk. dalam Seminar Nasional Ekologi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati (hal. 129 - 134). Makasar:

UNHAS dan TN Bantimurung Bulusaraung.

Page 32: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Cadangan Karbon pada Beberapa Tipe Vegetasi Hutan ……..

Nurlita Indah Wahyuni, Ady Suryawan, dan Arif Irawan

13

Cadangan Karbon pada Beberapa Tipe Vegetasi Hutan

di Sulawesi Utara1

Nurlita Indah Wahyuni2, Ady Suryawan2 dan Arif Irawan2

Abstrak

Partisipasi Indonesia dalam upaya mitigasi dan adaptasi dampak perubahan

iklim telah diwujudkan dalam beberapa kebijakan antara lain rencana aksi

nasional penurunan emisi gas rumah kaca. Salah satu kegiatannya di sektor

penggunaan lahan adalah pengembangan data acuan perkiraan emisi dari

biomasa tumbuhan akibat perubahan penggunaan lahan. Kajian ini bertujuan

untuk mengetahui cadangan karbon pada beberapa tipe ekosistem hutan di

Sulawesi Utara. Penelitian dilakukan di empat lokasi yaitu Taman Nasional

Bogani Nani Wartabone (TNBNW), Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)

Poigar, Taman Nasional Bunaken (TNB) dan bekas pengusahaan hutan Wana

Saklar. Data biomasa diperoleh dengan cara pengukuran tiga carbon pool yaitu

biomasa atas permukaan, nekromasa, dan serasah. Hasil pengukuran

menunjukkan rata-rata cadangan karbon di hutan konservasi sebesar 588,35 ton

C/ha, hutan mangrove sebesar 268,76 ton C/ha dan hutan produksi sebesar

83,64 ton C/ha.

Kata kunci: cadangan karbon, hutan, Sulawesi Utara

I. PENDA HULUA N

Panel Antar Pemerintah untuk Perubahan Iklim (Intergovernmental

Panel on Climate Change, IPCC) seperti dikutip oleh Bappenas (2013) dalam

laporannya pada tahun 2007 menegaskan peran kontribusi kegiatan

manusia dalam meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca. Kondisi inilah

yang mempercepat laju peningkatan temperatur global dan diyakini telah

mengakibatkan perubahan iklim. Perubahan iklim di Indonesia ditandai

dengan kenaikan suhu yang meningkat setelah tahun 1960, kenaikan muka

air laut 0,8 mm/tahun periode 1960 hingga 2008, penurunan curah hujan

yang signifikan di hampir seluruh wilayah Indonesia pada bulan Juni, Juli

1 Makalah ini disampaikan dalam Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan

Perubahan Iklim, diselenggarakan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Manado 28 Mei 2015

2 Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado; Jln. Raya

Adipura, Kel. Kima Atas, Kec. Mapanget, Manado; Email: [email protected]

Page 33: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

14

dan Agustus, serta peningkatan peluang curah hujan ekstrim harian di

sebagian wilayah Indonesia dalam kurun waktu 1998-2008 (Bappenas,

2013).

Mitigasi dan adaptasi dilakukan untuk mengantisipasi dampak

perubahan iklim. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.46 Tahun 2008

menyebutkan mitigasi perubahan iklim adalah usaha pengendalian untuk

mencegah terjadinya perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat

menurunkan emisi atau meningkatkan penyerapan gas rumah kaca dari

berbagai sumber emisi. Kemudian Perpres No. 61 Tahun 2011 menyebutkan

sektor berbasis lahan secara historis tercatat sebagai penyumbang emisi

nasional terbesar sehingga penurunan emisi terbesar (87 %) ditargetkan

berasal dari penggunaan dan pengelolaan hutan dan lahan gambut. Tingkat

ketergantungan terhadap sektor berbasis lahan termasuk lahan hutan di

Indonesia cukup tinggi, hal ini menyebabkan deforestasi dan degradasi

menjadi isu penting di Indonesia (Suryanto, 2012).

Deforestasi dan degradasi meningkatkan emisi, sedangkan aforestasi,

reforestasi dan kegiatan pertanaman lainnya meningkatkan serapan. Emisi

gas rumah kaca yang terjadi di sektor kehutanan Indonesia bersumber dari

deforestasi (konversi hutan untuk penggunaan lain seperti pertanian,

perkebunan, pemukiman, pertambangan, prasarana wilayah) dan degradasi

(penurunan kualitas hutan akibat illegal logging, kebakaran, over cutting,

perladangan berpindah (slash and burn), serta perambahan (Masripatin,

2007). Ketersediaan data perubahan penggunaan lahan dan faktor emisi dan

serapan lokal mempengaruhi tingkat akurasi dan kerincian hasil

inventarisasi. Sehingga penyediaan data cadangan karbon dan

perubahannya diperlukan agar pengurangan emisi dapat diukur, dilaporkan

dan diverifikasi.

Masripatin dkk (2010) merangkum hasil penelitian cadangan karbon

hutan pada berbagai kelas penutupan lahan di Indonesia. Cadangan karbon

di hutan alam berkisar antara 7,5 - 264,70 ton C/ha dan pada kawasan non

hutan pada berbagai jenis tanaman dan umur berkisar antara 0,7-932,96

ton C/ha. Kementerian Kehutanan (2013) mencatat luas kawasan hutan di

Sulawesi Utara mencapai 76 % wilayah provinsi, dengan penutupan lahan

berupa hutan sebesar 40,9 %. Hutan merupakan salah satu penampung

karbon terbesar yang dapat menjaga daur karbon dengan menyerap dan

menyimpan, namun di lain pihak hutan juga sumber emisi, salah satunya

dari deforestasi (Masripatin, 2007). Penanganan perubahan iklim di

Indonesia telah dilaksanakan sampai tingkat sub nasional, di Sulawesi Utara

Page 34: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Cadangan Karbon pada Beberapa Tipe Vegetasi Hutan ……..

Nurlita Indah Wahyuni, Ady Suryawan, dan Arif Irawan

15

Rencana Aksi Daerah untuk penurunan emisi ditetapkan dalam Peraturan

Gubernur No.323 Tahun 2012. Penghitungan emisi pada bidang kehutanan

memerlukan informasi faktor emisi yang diperoleh dari nilai cadangan

karbon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cadangan karbon hutan

pada beberapa tipe vegetasi hutan di Sulawesi Utara.

II. METODE PENELITIA N

A. Waktu dan Lokasi

Pengambilan data dilaksanakan pada tahun 2012, 2013 dan 2014 di

empat lokasi yaitu Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW),

Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar, Taman Nasional

Bunaken (TNB) dan bekas pengusahaan hutan Wana Saklar, Bolaang

Mongondow Utara.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

Page 35: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

16

Tabel 1. Deskripsi lokasi plot pengukuran

Tahun Lokasi Deskripsi Jumlah

plot

2012 TN Bogani Nani Wartabone

Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Doloduo dan SPTN III

Maelang 426 -1015 m dpl

60

2013 KPHP Poigar

(HL Tanjung Walintau)

Hutan mangrove Desa Blongko 15

TN Bunaken

(HL Tanjung Pisok)

Zona perlindungan bahari Seksi I

Meras Desa Tiwoho

15

2014 KPHP Poigar

(HP Inobonto)

Hutan produksi Inobonto Poigar I,

Blok pemberdayaan elevasi 159 m dpl – 437 m dpl

31

Eks HPH Wanasaklar

(Nunuka)

Hutan bekas tebangan dan hutan

yang telah dirambah masyarakat kemudian ditinggalkan

(HPH Wanasaklar, berhenti beroperasi tahun 1980-an)

elevasi 480 m dpl

30

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dan menjadi obyek dalam kegiatan penelitian ini

terdiri dari ekosistem hutan dataran rendah dan hutan mangrove. Peralatan

yang digunakan antara lain peta kerja, kamera, tali rafia, tali tambang

plastik spesimen, gunting tanaman, parang, wadah contoh, timbangan

digital, pita ukur, kaliper, GPS, tally sheet, alat tulis, komputer dan oven.

Prosedur penelitian

Pengumpulan data untuk mengetahui cadangan karbon dilakukan

melalui pengukuran langsung di lapangan dengan pengambilan sampel acak.

Metode yang digunakan mengacu pada Hairiah dan Rahayu (2007) serta SNI

7724:2011. Khusus untuk tingkat pohon, plot ukur pada tahun 2012

berukuran 5 x 40 m (pohon berdiameter 5 - 30 cm) dan 20 x 100 m (pohon

berdiameter >30 cm). Plot berukuran 20 m x 20 m dengan interval 50 m,

dan interval 25 m di hutan mangrove. Contoh serasah dan tumbuhan bawah

dikumpulkan pada sub plot berukuran 1 m x 1 m, dan semua nekromasa

yang ditemukan dalam plot diukur dimensi diameter dan panjang serta

diambil contoh kayunya.

Terdapat tiga carbon pools yang diukur yaitu biomasa di atas

permukaan tanah (above ground biomass) berupa pohon dan tumbuhan

Page 36: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Cadangan Karbon pada Beberapa Tipe Vegetasi Hutan ……..

Nurlita Indah Wahyuni, Ady Suryawan, dan Arif Irawan

17

bawah, serasah (litter) dan pohon mati atau kayu mati (necromass).

Biomasa pohon dihitung menggunakan persamaan alometrik, sedangkan

biomasa serasah dan nekromasa dihitung menggunakan pendekatan berat

kering dan berat basah contoh. Vegetasi tingkat pohon, tiang dan pancang

diukur diameter setinggi dada (dbh). Komponen biomasa lainnya yaitu

tumbuhan bawah, serasah, semai dan nekromasa, diambil contohnya

kemudian dilakukan penimbangan berat basah, pengeringan dan

penimbangan berat kering. Proses pengeringan contoh dengan

menggunakan oven pada suhu 85°C selama 24 jam.

Persamaan alometrik untuk menghitung biomasa pohon:

TDW = 0,11ρ(D)2,62 (Kettering et al., 2001) .......................................... (1)

Pohon mangrove secara umum:

TDW = 0,251ρDBH2,46 Komiyama et al. (2005) ..................................... (2)

Mangrove jenis Avicennia marina:

TDW = 0,2901(DBH)2,2605 Dharmawan dan Siregar (2009) ..................... (3)

Mangrove jenis Rhizophora apiculata

TDW = 0,235(DBH)2,42 Imbert dan Rollet (1989) dalam Komiyama et al.

(2008) ................................................................................................ (4)

Keterangan:

TDW : total dry weight (kg)

D : diameter pohon setinggi dada (cm)

ρ : berat jenis kayu (gr/cm3)

H : tinggi total pohon (m)

Persamaan untuk menghitung biomasa tumbuhan bawah dan serasah:

............................................................................ (5)

Keterangan:

Bo : berat bahan organik (kg)

Bks : berat kering contoh (kg)

Bbt : berat basah total (kg)

Bbs : berat basah contoh (kg)

Page 37: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

18

Persamaan untuk menghitung biomasa nekromasa:

.................................................................................... (6)

Keterangan:

Bn : bahan organik pohon mati atau kayu mati (kg)

Vn : volume pohon mati (m3)

BJn : berat jenis kayu pohon mati atau kayu mati (kg/m3)

Data berat jenis kayu diperoleh melalui penelusuran pustaka melalui

PROSEA (Plant Resources of South East Asia), wood density database ICRAF

(World Agroforestry Centre) dan Zanne et al. (2009). Nekromasa merupakan

bagian pohon mati atau kayu mati yang sulit diketahui jenis pohonnya.

Sehingga berat jenis nekromasa diperoleh dari pembagian volume dengan

berat kering contoh nekromasa. Hasil perhitungan tiap komponen biomasa

dikonversi dari satuan kg menjadi ton/ha. Kemudian cadangan karbon

dihitung dengan cara mengalikan biomasa dengan konsentrasi karbon

organik sebesar 0,47.

III. HASIL DAN PEMBAHASA N

A. Penghitungan Biomasa Hutan

Di dalam penelitian ini terdapat tiga carbon pool yang diukur, yaitu

biomasa atas permukaan (pohon dan tumbuhan bawah), nekromasa dan

serasah. Total cadangan karbon dalam plot pengukuran merupakan

penjumlahan tiap komponen, yaitu biomasa atas permukaan (pohon, semai,

tumbuhan bawah), biomasa serasah, biomasa nekromasa (kayu mati dan

pohon mati) serta kandungan karbon organik tanah. Biomasa didefinisikan

sebagai masa (berat) organisme hidup yang terdiri atas tumbuhan dan

hewan yang terdapat pada suatu areal (Agus et al., 2013). Hasil pengukuran

cadangan biomasa dan karbon tercantum dalam Tabel 2. Total biomasa

hutan dataran rendah tertinggi hingga terendah berturut-turut ditemukan di

TN BNW (Bogani) 1.251,81 ton/ha, bekas HPH Wana Saklar Bolaang

Mongondow Utara (Nunuka) 266,67 ton/ha dan KPHP Poigar (Inobonto)

89,25 ton/ha.

Biomasa pohon hutan dataran rendah tertinggi sejumlah 1.245,43

ton/ha berada di Bogani, sedangkan biomasa terendah berada di Inobonto

sebesar 83,57 ton/ha. Berdasarkan hasil pengukuran, pada ketiga lokasi

biomasa terbesar sekitar 94 % - 99 % merupakan biomasa pohon.

Begitu pula biomasa tumbuhan bawah terbesar 0,8 ton/ha terdapat di

Bogani, dan terendah di Inobonto sebesar 0,14 ton/ha.

Page 38: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Cadangan Karbon pada Beberapa Tipe Vegetasi Hutan ……..

Nurlita Indah Wahyuni, Ady Suryawan, dan Arif Irawan

19

Sedangkan biomasa serasah di ketiga lokasi tidak jauh berbeda bernilai

antara 4,99 ton/ha sampai 5,57 ton/ha. Serasah ini akan menjadi sumber

hara bagi tegakan hutan setelah mengalami proses penguraian atau

dekomposisi. Proctor (1983) dalam Aprianis (2011) menyebutkan faktor

yang mempengaruhi jatuhan serasah baik dalam jumlah maupun

kualitasnya, adalah keadaan lingkungan (iklim, ketinggian, kesuburan

tanah), jenis tanaman (hutan alam dan hutan buatan) dan waktu (musim

dan umur tegakan).

Tabel 2. Rata-rata biomasa dan karbon di lokasi pengukuran

Komponen biomasa

Lokasi dan tipe hutan

TN

Bogani Nani

Warta-bone

(Bogani)

KPHP Poigar

(Inobonto)

Bolaang Mongondow

Utara (Nunuka)

KPHP Poigar

(Walin-tau)

TN Bunaken

(Tiwo-ho)

Hutan Dataran Rendah Hutan Mangrove

Pohon *(ton/ha) 1,245.43 83.57 261.21 949.11 183.09

Tumbuhan Bawah*

(ton/ha) 0.80 0.14 0.23 1.51 1.97

Serasah (ton/ha) 5.57 5.51 4.99 1.06 1.24

Nekromasa (ton/ha) 0.02 0.02 0.24 0.17 5.52

Total biomasa

(ton/ha) 1,251.81 89.25 266.67 951.84 191.81

Total karbon (ton C/ha)

588.35 41.95 125.34 447.37 90.15

Keterangan: * biomasa atas permukaan, Sumber: data primer

Biomasa nekromasa tertinggi ditemukan di Nunuka yang besarnya 10

kali lipat dibandingkan biomasa di Bogani dan Inobonto. Hal ini

dimungkinkan karena nekromasa yang ditemukan dalam plot pengukuran

berasal dari pohon yang mati alami dan bekas tebangan. Secara umum

hutan lahan kering primer mampu menyimpan karbon lebih besar

dibandingkan hutan sekunder (Masripatin dkk, 2010). Baik hutan di Bogani

maupun di Inobonto dan Nunuka termasuk hutan dataran rendah dengan

tipe penutupan lahan hutan lahan kering sekunder, namun rata-rata

cadangan biomasa dan karbon hutan pada hutan dataran rendah Bogani

lebih besar dibandingkan Inobonto dan Nunuka. Berdasarkan data penelitian

ini, perbedaan cadangan biomasa dan karbon dipengaruhi oleh kondisi

tegakan, jumlah pohon dalam plot pengukuran dan besar diameter pohon.

Page 39: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

20

Gambar 2. a). Tumbuhan bawah, b). Nekromasa pohon mati, c). Serasah

Biomasa hutan mangrove di Walintau lebih besar dibandingkan di

Tiwoho. Pada hutan mangrove, beberapa komponen biomasa yaitu semai,

tumbuhan bawah, nekromasa dan serasah hanya ditemukan pada beberapa

plot. Berdasarkan hasil penghitungan diperoleh rata-rata biomasa mangrove

di Walintau lebih besar dibandingkan biomasa mangrove di Tiwoho. Nilai ini

didominasi oleh biomasa pohon yaitu 99,89 % terhadap total biomasa di

seluruh plot pengukuran. Penelitian biomasa mangrove lainnya di kawasan

TN Bunaken oleh Murdiyarso dkk (2009) di bagian pesisir Arakan -

Wawontulap menunjukkan rata-rata biomasa atas permukaan sebesar

132,33 ton/ha dan sebesar 86,95 ton/ha di Kelurahan Meras (Ahmad, 2011).

Bila dibandingkan dengan dua kajian di atas, hasil perhitungan biomasa atas

permukaan dalam kajian ini lebih besar.

Gambar 3. Pengumpulan data biomasa mangrove

Biomasa mangrove bervariasi pada tiap lokasi dan spesifik karena

terkait dengan kondisi lingkungan dan tegakan. Mangrove primer tentu akan

berbeda dengan mangrove sekunder, demikian pula mangrove tegakan

muda dengan tegakan tua. Kusmana (2002) dalam Dharmawan dan Siregar

(2008) menyebutkan mangrove memiliki potensi besar dalam menyerap

karbon, hal ini berdasarkan produksi bersih dengan biomasa total (62,9 -

a b c

Page 40: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Cadangan Karbon pada Beberapa Tipe Vegetasi Hutan ……..

Nurlita Indah Wahyuni, Ady Suryawan, dan Arif Irawan

21

398,8 ton/ha), guguran serasah (5,8 - 25,8 ton/ha/tahun), dan riap volume

(9 m3/ha/tahun) pada tegakan hutan mangrove umur 20 tahun.

Pada seluruh lokasi pengukuran, diketahui biomasa suatu tegakan

sebagian besar disusun oleh biomasa pohon yang nilainya berkisar antara

94-99 % dari total biomasa. Persentase komponen biomasa lainnya

bervariasi pada tiap lokasi. Bila dibandingkan dengan tumbuhan bawah,

serasah memiliki biomasa (mencapai 0,65 %) yang lebih besar karena selain

tersusun dari daun juga ranting-ranting. Sedangkan nekromasa berupa

batang kayu mati dapat menyusun hingga 2,9 % total biomasa. Berdasarkan

persentase tersebut, deforestasi sekecil apapun akan berdampak signifikan

terhadap cadangan karbon hutan karena sebagian besar berupa biomasa

pohon.

Cadangan karbon

Rochmayanto dkk (2014) merangkum hasil penelitian cadangan karbon

di Indonesia, khusus bioregion Sulawesi sudah dikaji biomasa dan karbon

pada hutan lahan kering, hutan mangrove dan hutan tanaman. Disebutkan

rata-rata cadangan karbon hutan lahan kering sekunder 145,08 ton C/ha,

dan cadangan karbon hutan mangrove sekunder 92,80 ton C/ha. Pada hutan

lahan kering sekunder di lokasi Bogani, cadangan karbonnya lebih besar

yaitu 588,35 ton C/ha, sebaliknya cadangan karbon di Inobonto dan Nunuka

lebih kecil. Cadangan karbon hutan mangrove sekunder di Walintau lebih

besar dibanding rata-rata tersebut, dan karbon mangrove Tiwoho tidak

berbeda jauh. Penurunan cadangan karbon antara lain disebabkan oleh

gangguan hutan berupa kebakaran, pemanenan kayu, konversi lahan dan

aktivitas lainnya.

Data cadangan karbon dapat dikonversi menjadi CO2eq dengan

menggunakan konstanta konversi sebesar 3,67. Jumlah CO2eq yang

tersimpan oleh vegetasi hutan di lokasi penelitian berkisar antara 153,95 –

2.159,25 ton CO2eq pada hutan lahan kering sekunder dan 330,86 –

1.641,84 ton CO2eq pada hutan mangrove sekunder. Nilai CO2eq ini bisa

menggambarkan serapan karbon apabila digunakan stok karbon tunggal

dengan asumsi seluruh stok karbon telah habis akibat deforestasi

(pembukaan lahan) dan diketahui dengan pasti waktu deforestasi tersebut.

Sedangkan untuk kegiatan REDD+ lainnya seperti degradasi hutan,

perubahan stok karbon harus diperoleh dari dua kali pengukuran stok

karbon atau satu kali pengukuran dan pemodelan dinamika hutan

(Kemenhut; UN-REDD; FAO; UNDP; UNEP, 2012).

Page 41: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

22

Gambar 4. CO2eq tersimpan di tiap lokasi pengukuran

Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk mendapatkan faktor emisi dari

kegiatan degradasi hutan maka diperlukan data net emission dari

setiap jenis degradasi hutan. Misalnya jenis degradasi dari kegiatan

penebangan, faktor emisi untuk kegiatan ini memerlukan data karbon

yang hilang pada waktu penebangan dan data pertambahan stok

karbon selama rotasi tebang sebagai hasil dari pertumbuhan. Selisih

pengurangan dan penambahan stok karbon selama rotasi tebang ini

merupakan net emission yang selanjutnya dianggap sebagai faktor emisi

dari kegiatan degradasi hutan berupa penebangan.

Ekosistem hutan memiliki kemampuan untuk hidup dan tumbuh dinamis

dalam proses suksesi, maka terdapat perbedaan pertumbuhan riap volume

tegakan serta struktur dan komposisi spesifik tiap lokasi. Suatu tipe vegetasi

hutan yang sama namun terletak di lokasi lain dapat memiliki cadangan

biomasa dan karbon yang berbeda. Pada hutan bekas tebangan semakin

lama proses suksesi sejak tebangan berlangsung, maka biomasanya juga

semakin besar. Dharmawan dan Samsoedin (2012) mengkaji proyeksi

biomasa dan karbon pada hutan bekas tebangan di Indonesia menyimpulkan

pada hutan bekas tebangan umur 40 tahun akan memiliki potensi tegakan

biomasa yang hampir sama dengan potensi di hutan alam primer.

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500 2,159.25

153.95

459.99

1,641.84

330.86

Jum

lah

CO

2e

q t

ers

imp

an (

ton

/ha)

Lokasi

CO2eq tersimpan

Page 42: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Cadangan Karbon pada Beberapa Tipe Vegetasi Hutan ……..

Nurlita Indah Wahyuni, Ady Suryawan, dan Arif Irawan

23

KESIMPULA N DAN SARAN

A. KESIMPULA N

Rata-rata cadangan karbon dalam penelitian ini adalah hutan lahan

kering sekunder 588,35ton C/ha di TN Bogani Nani Wartabone, hutan

mangrove 447,37 ton C/ha di KPHP Poigar dan 90,15 ton C/ha di TN

Bunaken, serta hutan produksi 39,28 ton C/ha di KPHP Poigar dan 117,14

ton C/ha di bekas pengusahaan hutan Wana Saklar. Cadangan karbon pada

kawasan konservasi lebih tinggi, namun vegetasi pada hutan sekunder

bekas penebangan masih terus tumbuh dan berpotensi menyerap karbon

lebih banyak.

B. SARAN

Pencegahan deforestasi dapat meminimalkan penurunan cadangan

biomasa dan karbon karena sebagian besar biomasa terdiri dari biomasa

pohon. Penambahan cadangan biomasa melalui kegiatan rehabilitasi perlu

ditingkatkan terutama pada lahan produktif. Data cadangan karbon akan

lebih lengkap jika dilakukan pengukuran pada lima carbon pools yaitu

biomasa atas permukaan, biomasa bawah permukaan, serasah, nekromasa

dan bahan organik tanah. Perlu metode pengukuran dan pemantauan yang

lebih efisien misalnya dengan memanfaatkan data penginderaan jauh untuk

pemantauan pada skala yang luas.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Balai Penelitian Kehutanan

Manado yang telah mendanai penelitian ini melalui Rencana Penelitian

Integratif pada DIPA tahun 2012, 2013 dan 2014. Penghargaan juga kami

sampaikan kepada Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Balai

Taman Nasional Bunaken, Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Poigar,

masyarakat Desa Nunuka dan semua pihak yang telah membantu

pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. I. Santosa, S. Dewi, P. Setyanto, S. Thamrin, Y. C. Wulan, F.

Suryaningrum (eds.). 2013. Pedoman Teknis Penghitungan Baseline

Emisi dan Serapan Gas Rumah Kaca Sektor Berbasis Lahan: Buku I

Landasan Ilmiah. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,

Republik Indonesia, Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia 7724:2011

tentang pengukuran dan penghitungan cadangan karbon -

Page 43: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

24

pengukuran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan

(ground based forest carbon accounting)

Bappenas. 2013. Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-

API). Perubahan Iklim dan Dampaknya di Indonesia. Kementrian

PPN/Bappenas. Jakarta

Dharmawan, IWS dan Chairil A.Siregar. 2008. Karbon tanah dan pendugaan

karbon tegakan Avicennia marina (Forsk.) Vierh. di Ciasem

Purwakarta.Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol.V

No.4:317-328.

Dharmawan, IWS dan Ismayadi Samsoedin. 2012. Dinamika potensi

biomasa karbon pada lanskap hutan bekas tebangan di Hutan

Penelitian Malinau. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan

Vo;.9 No.1 Maret 2012, Hal.12-20. Bogor

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran „Karbon Tersimpan‟ di Berbagai

Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre –

ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia. 77

p.

Kementerian Kehutanan, UN-REDD, FAO, UNDP dan UNEP. 2012.

Penyempurnaan National Forest Inventory untuk inventarisai stok

dan estimasi emisi karbon hutan tingkat provinsi. Jakarta.

Kementerian Kehutanan. 2013. Statistik Kementerian Kehutanan 2013.

Kementerian Kehutanan. Jakarta

Ketterings, Q.M., Coe, R., Van Noordwijk ,M., Ambagau,Y., and Palm, C.

2001. Reducing uncertainty in the use of allometric biomass

equations dor predicting above-ground tree biomass in mixed

secondary forests. Forest Ecology and Management 146: 199-209

Komiyama, A., J.E. Ong dan S.Poungparn. 2008 Allometry, biomass and

productivity of mangrove fores: A review. Aquatic botanic 89: 128-

137.

Masripatin, N. 2007. Apa itu REDD? Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan. Kementerian Kehutanan

Masripatin, N., K. Ginoga, G. Pari, W.S. Dharmawan, C.A. Siregar, dkk. 2010.

Cadangan karbon pada berbagai tipe hutan dan jenis tanaman di

Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim

dan Kebijakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Kementerian Kehutanan

Murdiyarso, et al. 2009. Carbon storage in mangrove and peatland

ecosystems: A preliminary account from plots in Indonesia. Working

Paper. Center for International Forestry Research.

Rochmayanto, Y., A. Wibowo, M. Lugina, T. Butarbutar, R.M. Mulyadin dan

D. Wicaksono. 2014. Cadangan karbon pada berbagai tipe hutan

Page 44: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Cadangan Karbon pada Beberapa Tipe Vegetasi Hutan ……..

Nurlita Indah Wahyuni, Ady Suryawan, dan Arif Irawan

25

dan jenis tanaman di Indonesia (Seri 2). Penerbit Kanisius.

Yogyakarta.

Suryanto. 2012. Analisis kesiapan tiga kabupaten di Kalimantan dalam upaya

mendukung implementasi REDD+. Info Teknis Dipterokarka Vo;.5

No.1, September 2012: 77-88.

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan biomassa sebuah pengantar untuk studi

karbon dan perdagangan karbon. Wetlands International Indonesia

Programme. Bogor

Zanne, A.E., Lopez-Gonzalez, G.*, Coomes, D.A., Ilic, J., Jansen, S., et al.

2009. Global wood density database. Dryad.

Identifier:http://hdl.handle.net/10255/dryad.235 (diakses tanggal 13

Mei 2015).

Page 45: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

26

Page 46: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Perilaku Harian Sepasang Burung Nuri Talaud (Eos histrio) ……..

Anita Mayasari, Diah I.D. Arini, Ady Suryawan, Melkianus S. Diwi, dan Nur Asmadi

27

Perilaku Harian Sepasang Burung Nuri Talaud (Eos histrio) di

Kandang Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manado1

Anita Mayasari2, Diah I. D. Arini2, Ady Suryawan2, Melkianus S. Diwi2,

dan Nur Asmadi2

ABSTRAK

Perilaku harian burung nuri talaud dalam kelompok telah diketahui, namun

perbedaan perilaku antara burung betina dan jantan masih belum jelas

dikarenakan burung ini termasuk jenis monomorphik. Oleh karena itu dilakukan

DNA test untuk mengidentifikasi jenis kelaminnya. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui perilaku harian sepasang burung Nuri Talaud dikandang penelitian

Balai Penelitian Kehutanan Manado. Pengamatan dilakukan secara langsung

menggunakan metode scan sampling. Pengamatan dilakukan mulai pukul 06.00

hingga 18.00 WITA dengan interval waktu 10 menit dengan 6 kali pengulangan.

Parameter yang diamati aktivitas harian yang dianalisis menggunakan uji t. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa burung nuri talaud memiliki 14 macam aktivitas

harian yang digolongkan menjadi 4 perilaku utama yaitu perilaku bergerak

(terbang, menggelantung, berjalan, berkelahi dan melompat), perilaku diam

(bertengger, beristirahat dan berjemur), perilaku ingestive (makan, minum dan

membersihkan paruh) dan perilaku kawin (mendekati betina/jantan, menyelisik

dan bercumbu). Perilaku bergerak pada betina dan jantan didominasi oleh

aktivitas melompat 78 kali/hari dan 82 kali/hari, frekuensi relatif sama besar

yaitu 14 %. Perilaku diam didominasi aktivitas bertengger, namun berbeda

antara betina dan jantan yaitu 129 kali/hari dan 43 kali/hari, frekuensi relatif 23

% dan 7 %. Perilaku ingestive didominasi aktivitas makan dengan nilai yang

sama yaitu 54 kali/hari dan rekuensi relatif 10 % (betina) dan 9 % (jantan).

Perilaku kawin didominasi aktivitas bercumbu dan jantan nampak lebih agresif,

ditunjukan dengan aktivitas harian dan fekuensi relatif yang lebih besar (43

kali/hari dan frekuensi 8 % pada betina, sedangkan 55 kali/hari dan 10 % pada

jantan). Perbedaan jenis kelamin hanya berpengaruh nyata pada perilaku diam.

Kata kunci: perilaku, nuri talaud, eos histrio, penangkaran

1 Makalah ini disampaikan dalam Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan Perubahan Iklim, diselenggarakan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Manado 28 Mei 2015

2 Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Jl. Raya

Adipura Kelurahan Kima Atas Kecamatan Mapanget Kota Manado; e-mail: [email protected]

Page 47: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

28

I. PENDA HULUA N

Coates dan Bishop (2000) : Collar (2012) menyatakan bahwa Nuri

Talaud termasuk ke dalam jenis burung yang paling terancam di kawasan

Wallacea dan Asia. Populasi Nuri Talaud di alam menurun secara tajam

berdasarkan Lee et al. (2001) populasi Nuri Taluad diperkirakan mencapai

9.400 – 24.160 pada tahun 1995. Pada tahun 2003 diperkirakan 8.230 –

21.400 ekor (Riley, 2003), sedangkan data terakhir berdasarkan Arini (2014)

diperkirakan populasi di alam liarnya hanya tersisa 2.227 individu.

Perilaku merupakan pergerakan organisme yang terjadi akibat

stimulasi/dorongan dari dalam diri dan lingkungan baik makhluk hidup

maupun benda di sekitarnya (Alikodra, 2002). Teori perilaku seksual yang

diakui Zhao (1993) yaitu ones sex for acces to the other sex (kompetisi

diantara jantan) dan choice of one sex by the other (betina dalam memilih

jantan). Pengumpulan satwa dalam kandang komunal bertujuan untuk dapat

memunculkan perilaku seksual diantara betina dan jantan sehingga

diperoleh sepasang betina dan jantan secara alami (Setio dan Takandjandji,

2007). Menurut Mayasari dan Suryawan (2013) pengumpulan Nuri Talaud

dalam kandang komunal dapat meningkatkan aktivitas seksual sebesar

9 %, istirahat lebih tinggi 13 %, namun menurunkan aktivitas makan

dengan prosentase 21 % lebih rendah dibanding pada individu (27 %

individu dan 6 % komunal).

Catatan Mayasari dan Suryawan (2012) menunjukkan bahwa jenis

kelamin Nuri Talaud pada saat itu belum dapat dideteksi secara pasti

berdasarkan morfologi. Data morfologi yang diperoleh memiliki kisaran

ukuran lebih kecil dibanding data referensi menurut Coates dan Bishop

(2000) dan Sweeney (1998). Coates dan Bishop (2000) menjelaskan bahwa

nuri talaud digolongkan dalam kelompok burung monomorphik yaitu

penampilan burung jantan dan betina seragam, sehingga sulit dibedakan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku harian sepasang burung

Nuri Talaud di kandang penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manado.

II. METODE PENELITIA N

A. Waktu dan Lokasi

Pengamatan dilakukan pada bulan Desember 2014 selama enam hari

dimulai pukul 06.00 hingga pukul 18.00 WITA dengan interval waktu 10

menit. Penelitian dilakukan di kandang penelitian Balai Penelitian Kehutanan

Manado.

Page 48: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Perilaku Harian Sepasang Burung Nuri Talaud (Eos histrio) ……..

Anita Mayasari, Diah I.D. Arini, Ady Suryawan, Melkianus S. Diwi, dan Nur Asmadi

29

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sepasang burung

nuri talaud, kandang individu dan pakan. Peralatan yang dipakai antara lain

buku pengamatan, alat tulis, stopwatch, jam tangan dan senter.

C. Prosedur Pengambilan Data

Burung yang digunakan dalam penelitian telah melalui tes DNA untuk

memastikan jenis kelaminnya. Tes DNA dilakukan di Laboratorium Genetika,

Bidang Zoologi LIPI menggunakan sampel darah dengan metode uji PCR

dengan visualisasi menggunakan agarose gel elektrophoresi. Spesimen

disimpan dalam freezer bersuhu – 20 oC dan dikirim menggunakan icebox.

Setelah didapatkan individu target, pengamatan dilakukan secara

langsung menggunakan metode scan sampling. Pengamatan dilakukan mulai

pukul 06.00 hingga 18.00 WITA dengan interval waktu 10 menit dengan 6

kali pengulangan. Perilaku yang diamati dalam penelitian ini yaitu:

1. Perilaku bergerak terdiri dari aktivitas:

a. Terbang, yaitu aktivitas yang dilakukan dengan menggunakan

sayap sambil mengeluarkan suara

b. Menggelantung, yaitu aktivitas yang dilakukan dengan memanjat

kawat, menggigit kawat/kayu untuk bergerak atau pindah tempat,

kadang dilakukan dengan posisi kepala di bawah

c. Berjalan, yaitu aktivitas berpindah tempat dengan menggunakan

kaki di lantai atau di tenggeran

d. Berkelahi, yaitu aktivitas yang dilakukan dengan saling menggigit

satu sama lain (dengan pasangannya)

e. Melompat, yaitu aktivitas yang dilakukan dengan cara melompat

diantara tenggeran, ke atas sarang, melompat menghampiri pakan,

turun, dan lain-lain.

2. Perilaku diam terdiri dari aktivitas:

a. Bertengger, yaitu aktivitas pasif yang dilakukan dengan posisi tubuh

bertengger pada kayu dengan kedua mata terbuka

b. Beristirahat, yaitu aktivitas yang dilakukan dengan posisi diam

sedangkan kedua mata memperhatikan setiap gerakan benda diluar

kandang/tidur dengan mata terpejam.

c. Berjemur, yaitu aktivitas yang dilakukan pada pagi hari dengan cara

merentangkan sayap dan kaki menghadap matahari pagi.

Page 49: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

30

3. Perilaku ingestif terdiri dari aktivitas:

a. Makan, yaitu aktivitas yang dilakukan dengan cara mengambil dan

menghancurkan makanan menggunakan paruh dan lidah

b. Minum, yaitu aktivitas yang dilakukan dengan cara mencelupkan

paruh kedalam air lalu menengadahkan paruh

c. Membersihkan paruh, yaitu aktivitas yang dilakukan dengan cara

membersihkan diri atau pasangannya menggunakan paruh dan kaki

4. Perilaku kawin terdiri dari aktivitas:

a. Mendekati betina/jantan, yaitu aktivitas yang dilakukan oleh burung

jantan / betina dengan cara berdekatan pada saat bertengger untuk

mencari perhatian.

b. Menyelisik, yaitu aktivitas yang dilakukan terhadap individu lain atau

sejenis dengan menggunakan paruh dan mengelus, pura-pura

mengigit dan mengendus.

c. Bercumbu, yaitu aktivitas yang dilakukan terhadap pasangan

dengan cara mencium dan memasukkan paruh pada paruh

pasangannya.

D. Analisis Data

Data dianalisis dengan rumus yang digunakan oleh Takandjandji et al.

(2010) berdasarkan rumus dari Sudjana tahun 1992 sebagai berikut:

Keterangan:

F = Frekuensi

Fi 1, 2, 3, ..., n = Frekuensi suatu aktivitas

Aktivitas harian dianalisis menggunakan uji t untuk mengetahui

perbedaan perilaku antara betina dan jantan. Hipotesis yang dibangun

adalah jenis kelamin burung nuri talaud memiliki pengaruh nyata terhadap

perilaku harian.

Page 50: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Perilaku Harian Sepasang Burung Nuri Talaud (Eos histrio) ……..

Anita Mayasari, Diah I.D. Arini, Ady Suryawan, Melkianus S. Diwi, dan Nur Asmadi

31

III. HASIL DAN PEMBAHASA N

A. Perilaku

Aktivitas nuri taluad dikelompokan menjadi 4 perilaku yaitu bergerak,

diam, ingestiv dan kawin. Rekapitulasi perilaku harian burung betina–jantan

dan hasil analisa uji T disajikan pada Tabel 1. Pola perilaku harian burung

nuri talaud dari pagi hingga sore disajikan pada Gambar 1.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa burung nuri merupakan burung

yang aktif. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata aktivitas harian dan

frekuensi relatif perilaku bergerak memiliki nilai yang tertinggi. Berdasarkan

uji t disimpulkan bahwa perilaku bergerak tidak dipengaruhi oleh jenis

kelamin, meskipun rata-rata aktivitas bergerak pada jantan lebih tinggi

dibandingkan betina namun perbedaannya tidak nyata. Kelompok nuri-

nurian di alam merupakan burung yang aktif dan ramai, termasuk burung

nuri talaud yang terbang secara berkelompok sambil mengeluarkan

suaranya. Dari pengamatan di habitatnya ketika terbang burung ini berada

dalam posisi berpasangan 1 - 2 pasang. Ketika mereka bertengger di pohon

besar seperti Matoa (Pometia sp.) mereka suka berjalan, melompat dan

melakukan gerakan akrobatik di cabang-cabang pohonnya. Hal senada

diungkapkan oleh Abidin (2007) bahwa perilaku bergerak juga ditemukan

mendominasi aktivitas nuri kasturi merah (Eos bornea) mencapai 38,01 %,

aktivitas jantan lebih tinggi dan seluruh perilaku pada jantan dan betina

tidak terdapat perbedaan yang nyata.

Tabel 1. Rekapitulasi perilaku burung betina dan jantan

Perilaku Aktivitas

Betina Jantan Nilai T

Aktivitas harian

Freku-

ensi relatif

Akti-

vitas hari-

an

Freku-

ensi relatif

Hitung Tabel 5 %

Bergerak Terbang 49 9 % 82 14 % 2,206 Tidak

berbeda nyata

2,228

Mengge-lantung 78 14 % 75 13 %

Berjalan 40 7 % 54 9 %

Berkelahi 10 2 % 15 3 %

Melompat 87 15 % 151 26 %

Jumlah 263 47 % 377 65 %

Diam Bertengger 129 23 % 43 7 % 8,181

Berbeda nyata

2,228

Beristira-hat 10 2 % 9 1 %

Page 51: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

32

Perilaku Aktivitas

Betina Jantan Nilai T

Aktivitas

harian

Freku-

ensi relatif

Akti-vitas

hari-an

Freku-

ensi relatif

Hitung Tabel

5 %

Berjemur 1 0 % 1 0 %

Jumlah 140 25 % 52 9 %

Ingestiv Makan 54 10 % 54 9 % 1,102 Tidak

berbeda nyata

2,228

Minum 5 1 % 2 0 %

Membersihkan paruh 35 6 % 26 4 %

Jumlah 95 17 % 82 14 %

Kawin Mendekati 9 2 % 6 1 % 0,701

Tidak berbeda

nyata

2,228

Menyelisik 11 2 % 7 1 %

Bercumbu 43 8 % 55 10 %

Jumlah 63 11 % 69 12 %

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa jenis kelamin hanya berpengaruh

nyata terhadap perilaku diam. Betina lebih sering diam dibandingkan jantan.

Perilaku diam didominasi oleh aktivitas bertengger pada keduanya. Perilaku

diam pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan Mayasari dan

Suryawan (2013) pada kandang komunal. Di alam burung nuri dan perkici

menghabiskan sebagian besar waktunya untuk terbang mencari nektar,

putik bunga dan buah berdaging sebagai makanan tambahan (Rombang,

2007). Di kandang dengan luasan terbatas mereka tidak perlu terbang jauh

mencari makan, hanya dengan sedikit bergerak mereka sudah tiba di depan

makanan sehingga aktivitas bergerak sangat berkurang.

Penambahan tenggeran atau mainan di dalam kandang perlu dilakukan

untuk membuat burung nuri talaud tetap dapat bergerak aktif seperti di

alam. Jika dilihat dari perbandingan nilainya, kemungkinan burung nuri

talaud pada kandang komunal yang digunakan oleh Mayasari dan Suryawan

(2013) didominasi oleh jenis kelamin betina, frekuensi relatif istirahat

mencapai 35 %, sedangkan pada kandang individu sebesar 22 %.

Gambar 1 menunjukkan pola perilaku harian berdasarkan waktu,

diketahui bahwa puncak aktivitas terjadi pada pagi pukul 07.00 - 10.00 dan

sore pukul 15.00 - 16.00. Perilaku terendah terjadi pada sore hari pukul

17.00 - 18.00. Hal ini juga terjadi pada jenis Kasturi Merah yang aktif pada

pukul 07.00 - 09.00, tingkat aktivitas terendah pada sore hari 17.00 - 18.00

Page 52: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Perilaku Harian Sepasang Burung Nuri Talaud (Eos histrio) ……..

Anita Mayasari, Diah I.D. Arini, Ady Suryawan, Melkianus S. Diwi, dan Nur Asmadi

33

(Abidin, 2007). Pada pukul 11.00 - 14.00 perilaku bergerak dan diam

mengalami penurunan hingga mencapai titik terendah dengan nilai 32,5/hari

dan 12,0/hari, namun perilaku ingestiv dan kawin mengalami puncak

aktivitas dengan jumlah rata –rata 21,0 /hari dan 16,3/hari.

Gambar 1. Grafik perilaku harian burung nuri dari pagi hingga sore

Bergerak

Gambar 2. Rata–rata aktivitas harian perilaku bergerak pada pengamatan

ke- 1-6

Perilaku bergerak terdiri dari 5 aktivitas, berdasarkan Gambar 2 tampak

terjadi penurunan aktivitas harian pada pengamatan pertama hingga ke

enam. Aktivitas terbang, menggelantung dan berjalan merupakan aktivitas

yang paling sering terjadi. Aktivitas menggelantung merupakan aktivitas

tertinggi, sedangkan berkelahi merupakan aktivitas terendah. Burung yang

diamati dipilih dari pasangan alami yang telah terbentuk di kandang

komunal karena menurut Setio dan Takandjandji (2007) burung yang

dipasangkan secara paksa biasanya memicu terjadinya perkelahian.

0.0

50.0

100.0

6-7 7-8 8-9 9-10 10-

11 11-

12 12-

13 13-

14 14-

15 15-

16 16-

17 17-

18

PER

SEN

TA

SE

JAM PENGAMATAN

bergerak

diam

ingestiv

Kawin

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

1 2 3 4 5 6

Pe

rse

nta

se

Ulangan

terbang

menggantung

berjalan

berkelahi

melompat

Page 53: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

34

Diam

Gambar 3. Rata-rata aktivitas harian perilaku diam pada pengamatan

Ke- 1 – 6

Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa bertengger merupakan aktivitas

dominan pada perilaku diam. Aktivitas berjemur merupakan aktivitas

terendah, hal ini terjadi karena ada batasan waktu yaitu hanya dilakukan

pada pagi hari dengan cara merentangkan sayapnya dan menghadap ke

matahari.

Berdasarkan data perilaku bergerak dan diam, diketahui bahwa Nuri

Talaud sering melakukan aktivitas menggelantung dan bertengger. Sehingga

perlu dilakukan penambahan tenggeran di beberapa titik di dalam kandang

agar burung tersebut dapat leluasa beraktivitas. Sebaiknya tenggeran

terbuat dari kayu yang permukaannya tidak licin yang disesuaikan dengan

ukuran dan bentuk kakinya yang zygodactil, dua jari menghadap kedepan

dan dua jari lagi menghadap ke belakang. Abidin (2007) merekomendasikan

tenggeran untuk jenis Kasturi Merah harus terbuat dari kayu keras, tua dan

kering dengan ukuran diameter sebesar 3 -5 cm, karena bila tenggeran

terlalu besar akan menyebabkan telapak kaki mengapal, sedangkan pada

tenggeran terlalu kecil akan mengurangi keseimbangan.

Ingestive

Aktivitas makan merupakan aktivitas tertinggi seperti ditunjukkan pada

Gambar 4. Pemberian pakan pada penelitian dilakukan pada pagi dan sore

hari. Pakan diletakkan di beberapa titik untuk mengurangi dominansi jantan

merebut pakan dari betina. Dari Gambar 1 diketahui bahwa pola perilaku

ingestiv puncak aktivitasnya terjadi pada pukul 12.00 – 13.00. Waktu

pemberian pakan perlu dikaji kembali, karena menurut Takandjandji et al.

(2010) pakan merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan

penangkaran. Pada burung kasturi merah dan bayan sumba diketahui

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

1 2 3 4 5 6

Pe

rse

nta

se

Ulangan

bertengger

beristirahat

berjemur

Page 54: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Perilaku Harian Sepasang Burung Nuri Talaud (Eos histrio) ……..

Anita Mayasari, Diah I.D. Arini, Ady Suryawan, Melkianus S. Diwi, dan Nur Asmadi

35

bahwa aktivitas makan juga merupakan aktivitas tertinggi dalam perilaku

ingestiv (Abidin, 2007 dan Takandjandji et al., 2010).

Gambar 4. Rata – rata aktivitas harian perilaku ingestiv pada pengamatan ke- 1 – 6

Menurut Mayasari dan Suryawan (2012) kebutuhan pakan harian

burung nuri talaud mencapai 82,139 gram dan preferensi pakan tertinggi

adalah pepaya karena memiliki tekstur yang lunak, rasa yang manis dan

berair. Struktur lidah burung nuri talaud yang berbentuk seperti sikat gigi

pada bagian ujungnya berfungsi untuk menjilat nektar dan air dari buah-

buahan yang dimakannya. Gunawan et al. (2004) juga menyatakan bahwa

nuri jenis perkici dora memiliki preferensi yang tinggi terhadap buah pepaya,

kemungkinan karena sudah dikenal di habiat alaminya, biasa ditanam

masyarakat di ladang atau kebun dekat hutan.

Aktivitas membersihkan paruh biasanya dilakukan dengan cara

menggosokkan paruh pada tenggeran untuk menghilangkan sisa makanan

yang menempel. Oleh karena itu tenggeran sebaiknya terbuat dari kayu

agar tidak melukai paruh burung dan untuk mempertahankan sifat alaminya.

Kawin

Gambar 5. Rata – rata aktivitas harian perilaku kawin pada pengamatan ke- 1 – 6

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

1 2 3 4 5 6

Pe

rse

nta

se

Ulangan

makan

minum

membersihkan paruh

0%

10%

20%

30%

1 2 3 4 5 6

Pe

rse

nta

se

Ulangan

mendekati betina

menyelisik

bercumbu

Page 55: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

36

Aktivitas mendekati, menyelisik dan bercumbu merupakan proses dalam

perkawinan pada satwa. Pada nuri talaud perilaku kawin didominasi oleh

aktivitas bercumbu. Proses ini mengindikasikan adanya kecocokan antara

jantan dan betina yang dijodohkan. Menurut Setio dan Takandjandji (2007)

penjodohan dengan cara alami lebih menguntungkan dibandingkan cara

paksa. Cara alami dilakukan dengan memasukan beberapa burung yang

berbeda jenis kelamin dalam satu kandang dan membiarkan mereka

berpasangan sendiri. Pasangan alami ditandai dengan aktivitas yang selalu

bercumbu dan saling menyelisik.

Perilaku kawin merupakan aktivitas paling jarang terjadi diantara

perilaku lainnya. Selama pengamatan perilaku kawin hanya ditemukan

aktivitas mendekati betina/jantan, menyelisik dan bercumbu. Padahal

pasangan burung nuri talaud yang diamati merupakan pasangan yang

terjadi secara alami menurut pengamatan. Ternyata perilaku kawin juga

jarang terjadi dibeberapa jenis burung yang ditangkarkan lainnya seperti

kasturi merah (Abidin, 2007) dan bayan sumba (Takandjandji et al., 2010).

Perlu dilakukan kajian ulang mengenai ciri-ciri burung yang berjodoh secara

alami sehingga persentase keberhasilan perkawinan meningkat.

IV. KESIMPULA N DAN SARAN

A. KESIMPULA N

Perbedaan jenis kelamin hanya berpengaruh nyata terhadap perilaku

diam. Perilaku burung betina didominasi oleh perilaku ingestive (makan,

minum, membersihkan paruh), sedangkan jantan didominasi oleh

pergerakan bergerak (terbang, menggelantung, berjalan, berkelahi dan

melompat). Pada perilaku kawin, aktivitas yang terjadi didominasi oleh

bercumbu.

B. SARAN

Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mempertahankan sifat alami

burung nuri talaud yaitu menambah tenggeran dan mainan di beberapa titik

di dalam kandang untuk membuat burung tetap aktif bergerak, mengkaji

ulang waktu pemberian pakan dan mengkaji ulang ciri-ciri burung yang

berjodoh secara alami agar terjadi keberhasilan perkawinan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya

kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan tenaga maupun pikiran

selama pengumpulan data dan pembuatan tulisan ini, Ady Suryawan, Joni

Sumule selaku keeper dan seluruh tim penelitian.

Page 56: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Perilaku Harian Sepasang Burung Nuri Talaud (Eos histrio) ……..

Anita Mayasari, Diah I.D. Arini, Ady Suryawan, Melkianus S. Diwi, dan Nur Asmadi

37

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, J. (2007). Studi Perilaku Harian Burung Kasturi Merah (Eos bornea)

di Penangkaran Bidang Zoologi Pusat penelitian Biologi LIPI

Cibinong, Bogor. Skripsi tidak dipublikasikan, Program Studi Produksi

Ternak, Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Alikodra, H. (2002). Pengelolaan Satwa Liar JIlid I. Bogor: Fakultas

Kehutanan, IPB.

Arini, D. (2014). Karakteristik Dan Pemilihan Pohon Tidur Burung Nuri

Talaud (Eos histrio Muller, 1776) di Pulau Karakelang - Kepuluan

Talaud Sulawesi Utara. Thesis tidak dipublikasikan, Program

Pascasarjana Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Coates, B. J. dan Bishop, K. D. (2000). Panduan Lapangan Burung-Burung di Kawasan Wallacea. Bogor: Birdlife International - Indonesiaa

Program dan Dove Publication .

Collar, N. L. (2012). Conservation Breeding And The Most Threatened Birds

In Asia. Birding Asia, 18, 50-57.

Gunawan, H., Indra Ardi S. L. P. P. dan Rahman, M. A. (2004). Komposisi

dan Preferensi Pakan Burung Perkici Dora (Trichoglossus ornatus Linne.1758) dalam Penangkaran. Jurnal Penelitian Hutan

dan Konservasi Alam, 1(1), 67-7.

Lee, R.J., Riley, J., Merril, R. dan Manoppo, R. P. (2001). Keanekaragaman Hayati dan Konservasi di Sulawesi Utara. Jakarta: WCS - IP dan

NRM.

Mayasari, A dan Suryawan, A. (2013). The daily behaviour of nuri talaud

(Eos histrio) in captivity of Manado Forestry Research Center. dalam

Prosiding Seminar International Conference on Forest and Biodiversity (hal. 189). Manado: Balai Penelitian Kehutanan Manado.

Mayasari, A dan Suryawan, A.. (2012). Morfologi dan preferensi pakan

sampiri (Eos histrio) di penangkaran. dalam Prosiding Seminar Prospek Pengembangan Hutan Tanaman (Rakyat), Konservasi dan Rehabilitasi Hutan 24 Oktober 2012 (hal. 179-188). Manado: Balai

Penelitian Kehutanan Manado.

Rombang, W. M. (2007). Anugerah paruh bengkok untuk Maluku. Burung

No.6 edisi Juli 2007, 3-7. Bogor:Burung Indonesia

Setio, P dan Takandjandj, M. (2007). Konservasi ex situ burung endemik

langka melalui penangkaran. dalam Prosiding Seminar Ekspose Hasil Hasil Penelitian : Koservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan 20 September 2006, (hal. 47-61). Padang.

Riley, J. (2003). Population sizes and the conservation status of endemic and

restricted-range bird species on Karakelang, Talaud Islands,

Indonesia. Bird Conservation International, 13: 59 - 74.

Page 57: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

38

Sweeney, R. (1998). Breeding the Red and Blue Lory (Eos histrio) at Loro

Parque de la Cruz. . Int. Zoo Yb. 36, 194-198.

Takandjandji, M., Kayat dan G.N.D. Njurumana, G. N. D. (2010). Perilaku

burung bayan sumba (Eclectus roratus cornelia Bonaparte) di

Penangkaran Hambala, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Jurnal

Penelitian Hutan dan Konservasi, 7(4), 357-369.

Zhao, Q. (1993). Sexual behavior of tibetan macaques at Mt. Emei, Cina.

Primates, 34(4), 431-444.

Page 58: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Ragam dan Intensitas Serangan Ekstoparasit di Sekitar Kandang Anoa ……..

Diah I.D. Arini, M.S. Diwi, A. Mayasari dan Nur Asmadi

39

Ragam dan Intensitas Serangan Ektoparasit

di Sekitar Kandang Anoa (Bubalus spp.)

Balai Penelitian Kehutanan Manado1

Diah I.D Arini2, M. S. Diwi2, A. Mayasari2 dan Nurasmadi2

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui ragam dan intensitas serangan

ektoparasit yang ada di sekitar kandang anoa di Balai Penelitian Kehutanan

Manado. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan yaitu Oktober –

November 2014. Pengumpulan ektoparasit di penangkaran anoa dilakukan

pada pagi hari mulai pukul 07.00 – 10.00. Ektoparasit yang terjaring

dimasukkan dalam tabung sampel yang berisi alkohol 70 %. Ektoparasit

yang telah mati kemudian diangin-anginkan dan di pinning kemudian

disimpan dalam kotak serangga. Identifikasi jenis ektoparasit dilakukan di

Laboratorium Entomologi dan Parasit Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa jenis ektoparasit yang banyak dijumpai di

kandang anoa adalah jenis dari ordo Diptera (lalat) sebanyak 7 jenis dan

jenis Stomoxys calsitrans atau lalat kandang memiliki persentase jumlah

individu 71,1 %. Besarnya jumlah individu yang dijumpai sebanding dengan

infestasi ektoparasit. Intensitas serangan tinggi adalah jenis S. calsitrans.

Tingginya infestasi serangan dari jenis S. calsitrans membawa dampak

terhadap munculnya berbagai penyakit pada anoa salah satunya adalah

penyakit kulit (kaskado) yang ditandai dengan munculnya luka dan kerak-

kerak pada lapisan kulit. Penanganan terhadap serangan dari jenis S.

calsitrans dapat diminimalisir dengan pemberian obat parasit. Kebersihan

kandang harus tetap terjaga, tumpukan kotoran maupun tumpukan

rumput/jerami bekas pakan harus dikelola dengan sebaik mungkin untuk

mengurangi serangan ektoparasit yang dapat merugikan.

Kata kunci: anoa, ektoparasit, penangkaran, penyakit

1 Makalah ini disampaikan dalam Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan

Perubahan Iklim, diselenggarakan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Manado 28 Mei 2015

2 Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Jl. Raya

Adipura Kelurahan Kima Atas Kecamatan Mapanget Kota Manado; e-mail: [email protected]

Page 59: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

40

I. PENDAHULUA N

Anoa (Bubalus spp.) atau lebih dikenal dengan “sapi cebol” Sulawesi

merupakan salah satu dari satwa liar endemik Sulawesi yang terancam

punah. Menurunnya populasi Anoa disebabkan oleh perburuan liar untuk

dimanfaatkan dagingnya maupun oleh perubahan tutupan hutan yang

menjadi habitat utama Anoa. Berbagai upaya telah dilakukan guna

mempertahankan populasi Anoa melalui konservasi in-situ maupun ex-situ.

Konservasi in-situ dilakukan dengan menetapkan suatu wilayah sebagai

kawasan konservasi seperti taman nasional, cagar alam atau suaka

margasatwa, sedangkan konservasi ex-situ dilakukan dengan membangun

pusat penyelamatan satwa, kebun binatang, balai karantina maupun pusat

penangkaran.

Satwa-satwa liar yang berada di penangkaran sangat bergantung pada

manusia baik dari sisi makanan maupun kesehatan satwa termasuk

gangguan terhadap serangan ektoparasit. Ektoparasit adalah berbagai jenis

hewan parasit yang memerlukan habitat pada permukaan tubuh inang untuk

kelangsungan hidupnya. Ektoparasit dapat menganggu dan berperan

sebagai inang perantara dari endoparasit yaitu protozoa dan cacing. Bahkan,

beberapa ektoparasit diketahui sebagai vektor zoonosis yang dapat

berakibat fatal pada manusia (Andini, 2008).

Ramadhan (2011) menjelaskan penyakit yang disebabkan oleh parasit

baik endoparasit maupun ektoparasit sangat perlu diperhatikan oleh pihak

manajemen termasuk ditemukannya ektoparasit di sekitar kandang

penangkaran yang menjadi salah satu indikator adanya infestasi ektoparasit.

Selain akibat traumatis (perkelahian), infestasi ektoparasit dapat menjadi

salah satu penyebab dalam penurunan bobot badan satwa maupun ternak,

penurunan tingkat reproduksi, berkurangnya aktiifitas satwa, stres, luka,

iritasi, bahkan satwa ditemukan telah terinfeksi menjadi lebih agresif.

Sedangkan pada hewan yang diternak, infestasi parasit bahkan mampu

menurunkan kualitas daging (Byford et al., 1991). Tidak hanya pada hewan,

serangan ektoparasit juga dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap

manusia dalam penularan penyakit.

Penelitian ektoparasit yang menginfestasi satwa liar yang berada di

penangkaran telah dilakukan seperti pada rusa (Satria, 2001), orang utan

(Andini, 2008), burung elang (Wijaya, 2008), tekukur dan biawak. Namun

pada anoa yang dipelihara di penangkaran informasi ini belum tersedia.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui ragam dan intensitas serangan

Page 60: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Ragam dan Intensitas Serangan Ekstoparasit di Sekitar Kandang Anoa ……..

Diah I.D. Arini, M.S. Diwi, A. Mayasari dan Nur Asmadi

41

ektoparasit terhadap anoa yang berada di kandang Balai Penelitian

Kehutanan Manado. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi data

dasar dalam pengelolaan penangkaran agar kesehatan lingkungan maupun

satwanya dapat terjaga dengan baik.

II. METODE PENELITIA N

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu Bulan Oktober –

Desember 2014. Penelitian dilaksanakan ketika musim hujan, sedangkan

waktu pengamatan dilakukan pada pagi hari. Lokasi penelitian adalah di

kandang penangkaran anoa yang berlokasi di Balai Penelitian Kehutanan

Manado.

B. Bahan dan Alat

Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang anoa,

sedangkan peralatan yang dibutuhkan terdiri atas tabung film, alkohol 70 %,

kamera, kertas label, sweep net, lembar isian data serta alat tulis menulis.

C. Metode Penelitian

Metode koleksi ektoparasit dilakukan dengan menggunakan swept net

di sekitar kandang dimana kegiatan dilakukan pada waktu pengamatan jam

07.00 - 10.00 WITA. Serangga yang telah tertangkap selanjutnya

dimasukkan ke dalam tabung spesimen yang telah diisi dengan alkohol 70 %

dan diangin-anginkan kemudian di pinning dan disimpan dalam kotak

serangga.

D. Analisa Data

1. Ragam/Jenis Ektoprasit

Serangga/ektoparasit yang telah tersimpan dalam kotak serangga

selanjutnya diberikan label untuk kemudian dikirim ke Laboratorium

Entomology dan Parasit Fakultas Kedokteran Institut Pertanian Bogor untuk

diidentifikasi nama famili dan spesiesnya.

2. Rata-rata Jumlah Ektoparasit

Rata-rata jumlah ektoparasit yang ditemukan di sekitar kandang anoa

menggunakan rumus sebagai berikut:

3. Intensitas Serangan

Page 61: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

42

Intensitas serangan diperoleh dengan mendeskripsikan dengan derajat

infestasi ektoparasit (Hadi & Rusli yang diacu dalam Wijaya, 2008). Secara

deskriptif dihitung dengan metode sebagai berikut: negatif (-) menunjukkan

tidak ada ektoparasit yang menginfeksi, positif satu (+) satu hingga lima

ektoparasit (infestasi ringan), positif dua (++) enam sampai sepuluh

ektoparasit (infestasi sedang), positif tiga (+++) sebelas sampai dua puluh

ektoparasit (infestasi tinggi), positif empat (++++) lebih dari dua puluh

ektoparasit (infestasi sangat tinggi).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ragam Jenis Ektoparasit Sekitar Kandang Anoa

Anoa adalah jenis satwa liar hanya terdapat di Sulawesi dan termasuk

ke dalam kelompok herbivora ruminansia. Pelestarian anoa di luar habitat

alaminya (ex-situ) telah dilakukan di beberapa lembaga konservasi di

Indonesia termasuk kebun binatang dan taman safari. Tujuan dari

konservasi ex-situ adalah untuk melindungi satwa yang hampir punah di

alam, breeding, dan pendidikan. Balai Penelitian Kehutanan Manado

memulai penangkaran anoa sejak tahun 2012 yang merupakan kerjasama

dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara

dimana terdapat lima ekor anoa yang dipelihara hingga saat ini. Pemantauan

terhadap kesehatan dan reproduksi anoa terus dilakukan termasuk salah

satunya adalah penelitian terhadap jenis-jenis penyakit yang menyerang

baik ektoparasit maupun endoparasit.

Hadi dan Soviana (2000) menjelaskan beberapa kelas ektoprasit yang

sangat dikenal adalah kelas Insecta dan Arachnida. Kelas Insecta terdiri atas

empat ordo yaitu Siphonoptera (pinjal), Hemiptera (kutu busuk), Diptera

(nyamuk dan lalat), dan kelas Arachnida itu sendiri terdiri dari ordo

Acariformes (tungau) dan Parasitiformes (caplak). Hasil pengamatan

terhadap jenis ektoparasit di lingkungan kandang penangkaran anoa di BPK

Manado menemukan sejumlah ektoparasit yang dikelompokkan ke dalam

dua ordo yaitu Diptera dan Blatodea. Jenis spesies yang paling banyak

ditemukan berasal dari famili Muscidae yang masuk dalam Ordo Diptera

yaitu sebanyak tujuh jenis dan famili Calliphoridae sebanyak dua jenis.

Perbandingan jumlah jenis dari masing-masing famili ditampilkan dalam

Gambar 1.

Sebanyak 13 spesies yang teridentifikasi menunjukkan bahwa jumlah

rata-rata spesies yang paling dominan ditemukan adalah spesies Stomoxys

calsitrans atau lebih dikenal sebagai lalat kandang sebanyak 19,92 ind/hari,

Page 62: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Ragam dan Intensitas Serangan Ekstoparasit di Sekitar Kandang Anoa ……..

Diah I.D. Arini, M.S. Diwi, A. Mayasari dan Nur Asmadi

43

kemudian lalat rumah (Musca domestica) sebanyak 3,6 ind/hari dan

beberapa genus Musca sp. sebesar 2,0 ind/hari. S. calsitrans secara

keseluruhan menunjukkan kehadiran yang dominan di dalam kandang anoa

sebesar 71,14 %, diikuti spesies M. Domesticum sebesar 12,86 %.

Gambar 1. Perbandingan jumlah jenis ektoparasit berdasarkan famili

Ragam ektoprasit yang dijumpai di sekitar kandang anoa dan jumlah

rata-rata ditemukannya spesies tersebut per harinya dijelaskan dalam Tabel

1.

Tabel 1. Ragam jumlah rata-rata per hari ditemukannya ektoparasit

Ordo Famili Spesies

Jumlah rata-

rata per hari

ditemukan-nya

(ind/hari)

Persentase

kehadiran ektoparasit

(%)

Diptera

Calliphoridae Chrysomia sp. 0,36 1,29

Lucillia kuprina 0,84 3,00

Muscidae

Musca sp. 2,04 7,29

Musca domestica 3,6 12,86

Musca conducens 0,04 0,14

Musca crasstirostris 0,04 0,14

Stomoxys calsitrans 19,92 71,14

Mitroplatia sp. 0,08 0,29

Drossophila sp. 0,04 0,14

Culicidae Aedes albopictus 0,04 0,14

Calliphoridae

15 %

Culicidae

7 %

Sarcophagidae

8 %

Tabanidae

8 %

Blattidae

8 %

Muscidae

54 %

Page 63: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

44

Ordo Famili Spesies

Jumlah rata-

rata per hari

ditemukan-nya

(ind/hari)

Persentase

kehadiran ektoparasit

(%)

Sarcophagidae Sarcophaga sp. 0,92 3,29

Tabanidae Tabanus striatus 0,04 0,14

Blatodea Blattidae Periplaneta americana

0,04 0,14

S. calsitrans diketahui sebagai spesies ektoprasit yang tersebar luas di

dunia dan hidup dengan menghisap darah hewan berdarah panas. Hewan

yang sering diserang adalah sapi, kerbau dan kuda. Sutikno (1986) yang

mengacu pada Ferrar (1979) menjelaskan bahwa S. calsitrans bertelur di

atas kotoran yang banyak terdapat di kandang-kandang dan di tempat

lainnya yang kelembaban dan zat organiknya banyak. Tempat lainnya

adalah tumpukan jerami maupun rumput kering yang telah terkontaminasi

dengan urine. Selain S. calsitrans juga dijumpai beberapa jenis lainnya yaitu

Musca domestica dan Chrysomyia megacephala. Lalat-lalat ini umumnya

berkembang biak pada habitat di tumpukan kotoran, sampah yang telah

membusuk dan penuh dengan bakteri dan organisme patogen lainnya.

Populasi lalat yang tinggi atau melimpah akan mengganggu ketentraman

hewan dan manusia karena ketidaknyamanan yang ditimbulkan serta dapat

menularkan berbagai jenis penyakit berupa gangguan pencernaan dan

sebagainya.

M. domestica bukan bertindak sebagai ektoparasit namun lebih pada

perantara. Jenis ini tersebar hampir di seluruh dunia. Sebagian besar aktif

pada siang hari dan menyukai cahaya matahari. Karena seringnya berada di

tempat tinggal manusia, lalat ini lebih umum disebut sebagai lalat rumah.

Kemungkinan keberadaan lalat ini dijumpai karena letaknya yang

berdekatan antara kandang anoa dan tempat tinggal manusia. Lalat betina

dewasa bertelur pada bahan organik busuk, sampah terkontaminasi oleh

feses dan urine. Kotoran anoa yang masih segar merupakan media yang

sangat disenangi. Larva menjadi dewasa antara empat-tujuh hari.

Perkembangannya akan mengalami hambatan jika cuaca dingin, lingkungan

kering atau persediaan makanan tidak cukup. Bahan makanan dan sayuran,

hewan yang membusuk, sekresi tubuh dan luka adalah makanan spesies ini.

Menyukai sinar matahari dan segera masuk ke dalam tempat tinggal

manusia namun pada musim dingin jumlahnya mulai berkurang (Ferrar, et

Page 64: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Ragam dan Intensitas Serangan Ekstoparasit di Sekitar Kandang Anoa ……..

Diah I.D. Arini, M.S. Diwi, A. Mayasari dan Nur Asmadi

45

al., 1979 dalam Sutikno, 1986). Perbandingan Lalat hijau (C. megacephala)

memiliki ukuran 1,5 kali dari lalat rumah. Umumnya berwarna hijau metalik

dengn banyak bulu-bulu pendek yang menutupi tubuh diselingi bulu kasar.

Struktur mulut termasuk tipe penjilat. Sama halnya dengan lalat rumah, lalat

hijau juga dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (Hadi dan

Soviana, 2000). Kebanyakan lalat hijau adalah pemakan zat organik

membusuk dan berkembangbiak pada bangkai, bersifat kosmopolit, lalat ini

meletakkan telurnya pada bangkai kemudian larva akan memakan jaringan

yang telah membusuk. Lalat ini dapat menyebabkan disentri apabila sangat

banyak (Borror et al., 1996). Spesies dari ordo Diptera lainnya yang

ditemukan adalah Tabanus stritatus atau lebih dikenal sebagai lalat kuda,

spesies ini aktif di siang hari dan merupakan jenis lalat penghisap darah

khususnya lalat betina yang telah melakukan kopulasi untuk perkembangan

ovariumnya.

Stomoxys calsitrans Tabanus sp. Lucillia kuprina

aedes albopictus musca domestica chrysomia sp.

Sarcophaga sp. Drossophila sp. Periplaneta americana

Sumber gambar: www.google.com

Gambar 2. Jenis ektoparsit yang dijumpai di lingkungan kandang anoa

Jenis ektoparasit lain yang ditemukan adalah Periplaneta americana

atau lipas. P. Americana umumnya merupakan penghuni dinding bak septik

Page 65: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

46

dan saluran limbah peternakan dan akan berkelana mencari makan pada

malam hari. Lipas berpotensi sebagai pengganggu kesehatan karena

keberadaannya yang dekat dengan hewan maupun manusia serta

berkembang biak dan mencari makan pada daerah-daerah kotor seperti

tempat sampah, saluran pembuangan. Makanan serangga ini adalah

makanan yang masih dimakan manusia sampai kotoran manusia. Lipas

memilliki perilaku mengeluarkan makanan yang baru dikunyah atau

memuntahkan makanan dari lambungnya. Karena sifat inilah, lipas dengan

mudah menularkan penyakit pada manusia. Agen penyakit yang dapat

ditularkan oleh lipas adalah berbagai jenis virus, bakteri, protozoa, cacing

dan fungi (cendawan). Berbagai jenis ektoprasit yang dijumpai di sekitar

kandang anoa BPK Manado dijelaskan dalam Gambar 2.

B. Intensitas Serangan Ektoparasit

Intensitas serangan terhadap ektoparasit yang dijumpai di kandang

anoa dijelaskan dalam Tabel 2 yang menunjukkan intensitas serangan tinggi

yaitu dari jenis S. calsitrans, dan spesies lainnya menunjukkan intensitas

serangan ringan.

Tabel 2. Intensitas serangan ektoprasit di lingkungan kandang anoa

Ordo Famili Spesies Intensitas serangan

Indikator

Diptera

Calliphoridae Chrysomia sp. + Ringan

Lucillia kuprina + Ringan

Muscidae

Musca sp. + Ringan

Musca domestica + Ringan

Musca conducens + Ringan

Musca crasstirostris + Ringan

Stomoxys calsitrans ++++ Tinggi

Mitroplatia sp. + Ringan

Drossophila sp. + Ringan

Culicidae Aedes albopictus + Ringan

Sarcophagidae Sarcophaga sp. + Ringan

Tabanidae Tabanus striatus + Ringan

Blatodea Blattidae Periplaneta americana + Ringan

Jumlah

Keberadaan ektoparasit menimbulkan dampak pada satwa dan

manusia. Jannah et al. (2011) menjelaskan bahwa S. calsitrans dapat

Page 66: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Ragam dan Intensitas Serangan Ekstoparasit di Sekitar Kandang Anoa ……..

Diah I.D. Arini, M.S. Diwi, A. Mayasari dan Nur Asmadi

47

bertindak sebagai vektor dari penyakit kaskado yaitu penyakit kulit/dermatits

akibat cacing Stephanofilaria sp. Penyakit kaskado dapat menular dari satu

hewan ke hewan lain melalui perantara lalat rumah, lalat kandang dan jenis

lalat lainnya. Anoa yang dipelihara di penangkaran BPK Manado

menunjukkan gejala penyakit kaskado yang menyerang di beberapa bagian

tubuh Anoa, memunculkan beberapa luka hingga menimbulkan nodul

(dermatitits) di sekitar leher seperti yang terlihat dalam Gambar 3.

Estuningsih, (2007) menjelasakan infeksi ringan pada penyakit kaskado

menunjukkan luka yang tertutup oleh kerak atau keropeng kering yang

umumnya terdapat di sudut mata, pundak, bahu, leher, dada, punggung

dan gelambir. Infeksi penyakit kaskado berkorelasi dengan jumlah populasi

lalat yang ditemukan dalam kandang. Cheng (1986) menyebutkan gigitan

S. calsitrans dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan kehilangan

darah yang signifikan serta menyebabkan kehilangan berat badan. Infestasi

lalat kandang di kandang anoa BPK Manado dapat dikategorikan dalam

intensitas serangan sangat tinggi, karena jumlahnya yang ditemukan sangat

banyak.

Gambar 3. Penyakit kaskado yang menyerang pada anoa di penangkaran

M. domestica dan C. megacephala. umumnya berkembang biak pada

habitat di tumpukan kotoran, sampah yang telah membusuk dan penuh

dengan bakteri dan organisme patogen lainnya. Populasi lalat yang tinggi

atau melimpah akan mengganggu ketentraman hewan dan manusia karena

ketidaknyamanan yang ditimbulkan serta dapat menularkan berbagai jenis

penyakit berupa gangguan pencernaan dan sebagainya. Gangguan

M. domesticum tidak hanya dijumpai di kandang penangkaran anoa namun

juga di beberapa lembaga konservasi orang utan. Perbandingan jenis

ektoparasit dan intensitas serangan antara penangkaran anoa di Manado

dan orang utan disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan jenis dan intensitas serangan ektoparasit di

kandang anoa dan orang utan

Page 67: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

48

Spesies

Kandang

Anoa

Orang utan

(Andini, 2011)

TMR PPSC KBD TSI

Chrysomia sp. + - + + -

Lucillia kuprina + - - - -

Musca sp. + - - + -

Musca domestica + +++ +++ +++ -

Musca conducens + - - - -

Musca crasstirostris + - - - -

Stomoxys calsitrans ++++ - - - -

Mitroplatia sp. + - - - -

Drossophila sp. + ++ ++ ++ ++

Aedes albopictus + - - - -

Sarcophaga sp. + - - - -

Culicoides sp. - - + ++ -

Keterangan: TMR : Taman Margasatwa Ragunan

PPSC : Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga

KBD : Kebun Binatang Bandung TSI : Taman Safari Indonesia

Kotoran anoa yang masih segar merupakan media yang sangat

disenangi. Larva menjadi dewasa antara empat hingga tujuh hari.

Perkembangannya akan mengalami hambatan jika cuaca dingin, lingkungan

kering atau persediaan makanan tidak cukup. lalat hijau juga dapat

menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (Hadi dan Soviana, 2000).

Kebanyakan lalat hijau adalah pemakan zat organik membusuk dan

berkembangbiak pada bangkai, bersifat kosmopolit, lalat ini meletakkan

telurnya pada bangkai kemudian larva akan memakan jaringan yang telah

membusuk. Lalat ini dapat menyebabkan disentri apabila sangat banyak

(Borror et al., 1996).

Pengendalian terhadap ektoparasit tidaklah mungkin dapat dilakukan

dengan menghilangkan semua ektoparasit. Pengendalian hanya bertujuan

untuk mengurangi ektoparasit sampai pada tingkat yang tidak menganggu.

Karena pada kenyataannya, ektoparasit yang ditemukan saat ini cukup

menganggu anoa di kandang penangkaran.

Penanganan untuk ektoparasit pada anoa dapat dilakukan melalui dua

cara. Yang pertama melalui pengobatan secara kimiawi. Di Indonesia telah

tersedia obat-obatan ternak yang dapat mengurangi maupun mengobati

ternak atau hewan yang telah terserang ektoparasit, misalnya doramectin

Page 68: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Ragam dan Intensitas Serangan Ekstoparasit di Sekitar Kandang Anoa ……..

Diah I.D. Arini, M.S. Diwi, A. Mayasari dan Nur Asmadi

49

yang merupakan analog dari Avermectin yang merupakan kelompok

senyawa lakton makrosiklik yang telah diteliti lama. Doramectin dikenal

memiliki spektrum luas dalam memberantas ektoparasit dan endoparasit

(Tjahjati, 2002). Selain secara kimiawi, pengendalian ektoprasit pada ternak

juga dapat dilakukan dengan menggunakan agen-agen pengendali hayati

seperti hasil penelitian Ahmad (2004) yaitu dengan cendawan M. Anisopliae

untuk ternak ruminansia yang tidak menimbulkan efek residu pada produk

maupun efek resistensi pada ektoparasit. Meminimalkan parasit juga dapat

dilakukan dengan menjaga dengan benar dan tepat sanitasi kandang.

Pembersihan kandang secara periodik dan menyeluruh terutama pada

pembuangan kotoran yang terlihat hanya menumpuk di salah satu sisi

kandang adalah salah satu cara yang dapat ditempuh. Selain itu, dibutuhkan

juga pengawasan supaya ternak di luar yang dipelihara di sekitar kandang

penangkaran tidak menularkan ektoparasitnya pada anoa.

IV. KESIMPULA N DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil pengamatan terhadap keberadaan ektoprasit di lingkungan

kandang anoa menunjukkan terdapat tiga belas spesies yang dapat

digolongkan ke dalam enam famili. Jenis S. calsitrans diketahui memiliki

jumlah kehadiran yang paling tinggi rata-rata 19,2 ind/hari, jenis ini juga

mendominasi kehadiran sebesar 71,14 %. Terdapat dua intensitas serangan

ektoparasit yaitu intensitas tinggi untuk S. calsitrans dan intensitas ringan

untuk dua belas jenis lainnya.

B. Saran

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui keberadaan

ektoparasit di kandang anoa pada musim yang berbeda yaitu musim kering.

Selain itu, penanganan dan pengendalian ektoparasit dapat dilakukan

dengan menjaga kebersihan kandang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih diucapkan kepada Balai Penelitian Kehutanan Manado atas

kesempatan penelitian yang telah diberikan. Kepada rekan-rekan teknisi dan

peneliti yang telah membantu selama proses penelitian dan Ibu Upik

Kesumawati dan kawan-kawan dari Laboratorium Entomologi dan Parasit

FKH-IPB dalam membantu mengidentifikasi jenis ektoparasit.

Page 69: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

50

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R. Z. (2004). Cendawan Metarhizium anisopliae sebagai pengendali

hayati ektoparasit caplak dan tungau pada ternak. Jurnal Wartazoa,

14(2), 73-78.

Andini, W. R. (2011). Ektoparasit Penganggu pada Orangutan (Pongo

pygmaeus) di Habitat Ex-Situ. Skripsi tidak dipublikasikan, Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Borror, D. J., Trihelorn, C. A. dan Jhonson, N. F. (1996). Pengenalan

Pelajaran Serangga Edisi 6. Terjemahan: Soetiono Partosoedjono.

Yogyakarta: UGM.

Byford, R.L., Craig, M. E. and Crosby, B. L. (1992). A Review of on

ectoparasites and their cattle production. Journal Animal Science 70,

597-602.

Cheng, T. C. 1986. General Parasitology Second Edition. Orlando Florida:

Academic Perss College Division.

Estuaningsih, S. E. (2007). Stephanofiliarisis: Kaskado pada sapi. Jurnal

Wartazoa, 17(4), 172-177.

Hadi, U. K. dan Soviana, S. (2000). Entomologi: Pengenalan, Diagnosis dan

Pengendaliannya. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Jannah, N., Hadi, S., Hadi, U. K, D.W. Gunandini, D. W., Soviana, S.,

Anggana, R. D., dan Suwandi. (2011). Hasil surevilans penyakit

parasit di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. Jurnal Dilavet

21(2), 1-6.

Ramadan, R. R. (2011). Ragam Jenis Ektoparasit dan Manajemen

Penangkaran Biawak. Skripsi tidak dipublikasikan, Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Satria, I. (2001). Beberapa Penyakit Utama dalam Budidaya Rusa (Cervus

spp.). Skripsi tidak dipublikasikan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutikno. (1986). Ektoparasit pada Kuda dan Masalah yang Ditimbulkannya.

Skripsi tidak dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tjahjati, I. (2002). Efektivitas doramectin untuk pengobatan skabies pada

kucing. Jurnal Sain Veteriner, 20(1), 38-42.

Wijaya, S. K. (2008). Masalah Infestasi Ektoparasit pada Beberapa Jenis

Burung Elang di Habitat Ex-Situ. Skripsi tidak dipublikasikan. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Page 70: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Evaluasi Pertumbuhan Tiga Jenis Diospyros Umur 1,5 Tahun ……..

Julianus Kinho, Jafred Halawane, Yermias Kafiar, Moody C. Karundeng, dan Melkianus Diwi

51

Evaluasi Pertumbuhan Tiga Jenis Diospyros Umur 1,5 Tahun

di Hutan Penelitian Batuangus1

Julianus Kinho2, Jafred Halawane2, Yermias Kafiar2, Moody Karundeng2

dan Melkianus Diwi2

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan tiga jenis

Diospyros (D. pilosanthera, D. rumphii dan D. minahassae) umur 1,5 tahun

di Hutan Penelitian Batuangus berdasarkan perlakuan pengaturan naungan

dan aplikasi mulsa organik. Lokasi penanaman merupakan areal bekas

erupsi gunung berapi tahun 1839. Tekstur tanah di lokasi penanaman yaitu

pasir berbatu sehingga diberikan input tambahan sebagai media dasar yang

sama berupa : tanah top soil, sekam padi, pupuk kandang kotoran ayam

dan pupuk kandang kotoran sapi dengan perbandingan 1:1:1:1. Penelitian

ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Berblok (Randomized Complete

Block Design) dengan pola faktorial. Faktor 1 adalah aplikasi mulsa dengan 2

level yaitu radius 50 cm dan radius 100 cm dengan ketebalan mulsa masing-

masing 30 cm. Faktor 2 adalah intensitas naungan dengan 3 level yaitu

naungan 25 %, 50 % dan 75 %. Setiap kombinasi perlakuan terdiri dari 50

anakan dengan 4 ulangan sehingga jumlah tanaman yang digunakan dalam

penelitian ini sebanyak 1.200 tanaman per jenis. Jarak tanam yang

digunakan 3 m x 3 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan dalam pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman tiga jenis

Diospyros (D. pilosanthera, D. rumphii dan D. minahassae) terhadap

kombinasi perlakuan antara naungan dan aplikasi mulsa organik. Kombinasi

perlakuan mulsa dengan radius 100 cm dan naungan 75 % (A2B3)

memberikan respon pertumbuhan yang terbaik pada ketiga jenis Diospyros

dengan rata-rata tinggi dan diameter secara berturut-turut yaitu D.

pilosanthera (1,40 m; 1,67 cm), D. rumphii (1,26 m; 1,30 cm) dan D.

minahassae (1,10 m; 1,36 cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

1 Makalah ini disampaikan dalam Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan Perubahan Iklim, diselenggarakan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Manado 28 Mei 2015

2 Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Jl. Raya Adipura Kelurahan Kima Atas Kecamatan Mapanget Kota Manado; email : [email protected]

Page 71: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

52

semakin besar radius penggunaan mulsa organik (Ф 100 cm) dan semakin

tinggi intensitas naungan yang diberikan (75 %), semakin baik untuk

pertumbuhan tanaman muda tiga jenis Diospyros pada fase awal

pertumbuhan di lapangan, karena dapat meningkatkan kesuburan tanah dan

menghasilkan kondisi lingkungan mikro yang mendukung pertumbuhannya.

Kata kunci: Diospyros, konservasi eksitu, pertumbuhan, mulsa, naungan

I. PENDA HULUA N

Salah satu upaya pelestarian jenis tanaman kehutanan yaitu melalui

kegiatan konservasi eksitu. Keberhasilan pembangunan tegakan konservasi

eksitu suatu jenis, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya yaitu

karakteristik sifat tumbuh dari jenis yang akan dikonservasi dan kondisi

biofisik lingkungan tempat tumbuh untuk konservasi eksitu tersebut. Tiga

jenis Diospyros yang merupakan spesies target dalam rangka konservasi

eksitu di Hutan Penelitian Batuangus yaitu D. pilosanthera, D. Rumphii, dan

D. minahassae. Ketiga jenis Diospyros tersebut dipilih sebagai spesies target

dalam upaya konservasi eksitu karena bernilai ekonomis dan potensinya di

alam saat ini belum diketahui dengan pasti, sehingga diperlukan langkah-

langkah atau upaya untuk menyelamatkan potensi sumberdaya genetik dari

ketiga jenis Diospyros tersebut.

Sumberdaya genetik tanaman kehutanan merupakan aset negara yang

harus diselamatkan. Populasi tiga jenis Diospyros (D. pilosanthera, D.

Rumphii, dan D. minahassae) di alam saat ini belum diketahui secara pasti,

hal ini ditandai dengan semakin sulitnya ketiga jenis tersebut dijumpai pada

hutan alam di Sulawesi Utara kecuali pada beberapa hutan konservasi

seperti Cagar Alam Tangkoko dan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

Populasi ketiga jenis tersebut diduga terus menyusut sehingga

menyebabkan kekhawatiran akan terjadi kelangkaan bahkan kehilangan

sumber keragaman genetiknya. Data mengenai pertumbuhan tiga jenis

Diospyros tersebut pada berbagai jenis tapak belum banyak tersedia

sehingga untuk menentukan kondisi lingkungan pertumbuhan eboni (D.

pilosanthera) yang optimal di luar habitat aslinya masih sangat dibutuhkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan tiga

jenis Diospyros (D. pilosanthera, D. rumphii dan D. minahassae) umur 1,5

tahun di Hutan Penelitian Batuangus berdasarkan perlakuan pengaturan

naungan dan aplikasi mulsa organik.

Page 72: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Evaluasi Pertumbuhan Tiga Jenis Diospyros Umur 1,5 Tahun ……..

Julianus Kinho, Jafred Halawane, Yermias Kafiar, Moody C. Karundeng, dan Melkianus Diwi

53

II. METODE PENELITIA N

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bibit anakan tiga jenis

Diospyros (D. pilosanthera, D. Rumphii, dan D. minahassae) yang berasal

dari cabutan anakan alam di CA. Tangkoko dan TN. Bogani Nani Wartabone

(Kab. Bone Bolango, Gorontalo). Bahan lainnya berupa : tanah top soil,

sekam padi, dan pupuk kandang (kotoran ayam dan kotoran sapi). Alat yang

digunakan yaitu meteran pita, kaliper mini, gunting stek, thermohygrometer,

lux meter, flaging tape, cangkul, sekop, parang, dan alat tulis.

B. Metode

Penelitian dilakukan di Hutan Penelitian Batuangus, Bitung, Sulawesi

Utara. Penanaman dilakukan pada bulan Nopember 2012. Pengamatan

pertumbuhan dilakukan pada saat tanaman berumur 1,5 tahun di lapangan.

Areal penanaman merupakan bekas aliran lava hasil erupsi Gunung

Batuangus yang dilaporkan mengalami erupsi terakhir pada tahun 1839

(Whitten et al., 1987), yang sampai saat ini membentuk padang alang-alang

yang gersang. Tekstur tanah di lokasi penanaman yaitu pasir berbatu,

sehingga diberikan input tambahan sebagai media dasar, berupa : tanah top

soil + sekam padi + pupuk kandang (kotoran ayam) + pupuk kandang

(kotoran sapi) dengan perbandingan 1:1:1:1. Penanaman menggunakan

Rancangan Acak Lengkap Berblok (Randomized Complete Block Design)

dengan pola faktorial. Faktor 1 adalah aplikasi mulsa dengan 2 level yaitu

radius 50 cm dan radius 100 cm dengan ketebalan mulsa masing-masing 30

cm. Faktor 2 adalah intensitas naungan dengan 3 level yaitu naungan 25 %,

50 %, dan 75 %. Setiap kombinasi perlakuan terdiri dari 50 anakan dengan

4 ulangan sehingga jumlah tanaman yang diteliti sebanyak 1.200 anakan.

Rancangan penelitian ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rancangan Penelitian

Intensitas Naungan

(%)

Aplikasi Radius Mulsa

50 cm (A1) 100 cm (A2)

25 (B1) A1B1 A2B1

50 (B2) A1B2 A2B2

75 (B3) A1B3 A2B3

Page 73: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

54

C. Analisa Data

Data hasil pengukuran pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman

dianalisis menggunakan sidik ragam dan apabila terdapat perlakuan yang

berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan.

III. HASIL DAN PEMBAHASA N

A. Respon Pertumbuhan Tanaman terhadap Perlakuan yang

Diberikan

Hasil sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap

pertumbuhan tinggi dan diameter pada tiga jenis tanaman Diospyros yang di

uji coba dalam penelitian ini. Interaksi antara perlakuan radius mulsa

organik dan naungan memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan

tinggi dan diameter. Rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter ditampilkan

pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman umur 1,5

tahun di Hutan Penelitian Batuangus.

Perlakuan

D. pilosanthera D. rumphii D. minahassae

Tinggi

(m)

Diameter

(cm)

Tinggi

(m)

Diameter

(cm)

Tinggi

(m)

Diameter

(cm)

A1 B1 1.08 1,42 1,06 1,10 0,87 1,16

A1 B2 1,22 1,54 1,17 1,26 0,94 1,19

A1 B3 1,23 1,42 1,18 1,19 0,99 1,35

A2 B1 1,34 1,64 1,15 1,23 1,02 1,39

A2 B2 1,50 1,75 1,20 1,30 1,27 1,45

A2 B3 2,02 2,26 1,78 1,75 1,52 1,64

Rata-rata 1,40 1,67 1,26 1,30 1,10 1,36

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga jenis Diospyros (D.

pilosanthera, D. Rumphii, dan D. minahassae) yang ditanam di Hutan

Penelitian Batuangus menunjukan pengaruh yang cukup baik dengan

adanya perlakuan mulsa radius 100 cm dan naungan 75 % bagi

pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman. Hal ini diduga terjadi karena

perlakuan mulsa yang diberikan dapat mempertahankan kelembaban suhu

tanah yang memungkinkan untuk hidup dan berkembangnya

mikroorganisme yang ikut berperan untuk menyuburkan tanah, sehingga

akar tanaman eboni dapat berkembang dengan baik. Tanaman yang

diberikan naungan buatan dengan intensitas 75 % memberikan respon

pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan yang diberikan naungan

yang lebih ringan (25 % dan 50 %). Penerimaan cahaya (sinar matahari)

Page 74: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Evaluasi Pertumbuhan Tiga Jenis Diospyros Umur 1,5 Tahun ……..

Julianus Kinho, Jafred Halawane, Yermias Kafiar, Moody C. Karundeng, dan Melkianus Diwi

55

yang berlebihan, atau melebihi kemampuan tanaman Diospyros dalam

menyerap sinar matahari yang diperlukan dalam proses fotosintesis dan

proses-proses fisiologis diduga berpengaruh menghambat pertumbuhan

tanaman muda Diospyros yang ditanam di Hutan Penelitian Batuangus. Hal

ini dapat terlihat dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan, bahwa

tanaman yang diberikan naungan lebih rapat (75 %) memberikan respon

pertumbuhan tinggi dan diameter yang terbaik dibandingkan perlakuan

pemberian naungan lainnya (naungan 25 % dan 50 %) pada ketiga jenis

tanaman seperti ditampilkan pada gambar 2, 3, dan 4.

Gambar 2. Rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter D. pilosanthera umur

1,5 tahun di HP. Batuangus berdasarkan perlakuan mulsa dan

naungan.

Gambar 3. Rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter D. rumphii umur 1,5

tahun di HP. Batuangus berdasarkan perlakuan mulsa dan

naungan.

Page 75: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

56

Gambar 4. Rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter D. minahassae umur

1,5 tahun di HP. Batuangus berdasarkan perlakuan mulsa dan

naungan

Tabel 3. ANOVA pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman D. pilosanthera

umur 1,5 tahun di Hutan Penelitian Batuangus

Sumber Keragaman Jumlah

Kuadrat

Derajat

bebas

Rata-rata

kuadrat F Sig.

Tinggi Antar perlakuan 3,48 5 0,69 5,04 0,00

Dalam perlakuan 4,14 30 0,13

Total 7,62 35

Diameter Antar perlakuan 15,54 5 3,10 28,59 0,00

Dalam perlakuan 3,26 30 0,10

Total 18,80 35

Hasil ANOVA (Tabel 3) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan respon

pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman D. pilosanthera umur 1,5 tahun

di Hutan Penelitian Batuangus terhadap perlakuan radius mulsa, perlakuan

intensitas naungan dan interaksi antara perlakuan radius mulsa dan

intensitas naungan. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan (Tabel 4)

menunjukkan bahwa pengaruh dari perlakuan aplikasi mulsa radius 100 cm

dengan naungan 75 % memberikan respon pertumbuhan tinggi dan

diameter tanaman D. pilosanthera yang terbaik.

Hasil analisis sidik ragam menggunakan Analisis of Variance (ANOVA)

pertumbuhan tinggi untuk tanaman D. rumphii di Hutan Penelitian

Batuangus umur 1,5 tahun menunjukkan bahwa perlakuan aplikasi mulsa

organik (A) dan intensitas naungan (B), berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan tinggi dan diameter anakan D. rumphii dan interaksi keduanya

juga berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi anakan eboni di

lapangan, yang ditunjukkan dengan nilai F hitung yang lebih besar dari F

tabel (Tabel 5).

Page 76: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Evaluasi Pertumbuhan Tiga Jenis Diospyros Umur 1,5 Tahun ……..

Julianus Kinho, Jafred Halawane, Yermias Kafiar, Moody C. Karundeng, dan Melkianus Diwi

57

Tabel 4. Hasil uji lanjut respon pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman

D. pilosanthera umur 1,5 tahun di Hutan Penelitian Batuangus

dengan perlakuan mulsa dan naungan.

Parameter Perlakuan N α= 0.05

1 2

Tinggi A1 B1 6 1,15

A1 B2 6 1,21

A1 B3 6 1,26

A2 B1 6 1,28

A2 B2 6 1,85

A2 B3 6 1,90

Diameter A1 B1 6 1,10

A1 B2 6 1,14

A1 B3 6 1,15

A2 B1 6 1,20

A2 B2 6 2,53

A2 B3 6 2,55

Tabel 5. ANOVA pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman D. rumphii umur

1,5 tahun di Hutan Penelitian Batuangus

Sumber Keragaman Jumlah

Kuadrat

Derajat

bebas

Rata-rata

kuadrat F Sig.

Tinggi Antar perlakuan 4,80 5 0,96 13,48 0,00

Dalam perlakuan 2,13 30 0,07

Total 6,94 35

Diameter Antar perlakuan 17,08 5 3,41 51,90 0,00

Dalam perlakuan 1,97 30 0,06

Total 19,06 35

Hasil ANOVA (Tabel 5) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan respon

pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman D. rumphii umur 1,5 tahun di

Hutan Penelitian Batuangus terhadap perlakuan radius mulsa, perlakuan

intensitas naungan dan interaksi antara perlakuan radius mulsa dan

intensitas naungan. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan (Tabel 5)

menunjukkan bahwa pengaruh dari perlakuan aplikasi mulsa radius 100 cm

dengan naungan 75 % memberikan respon pertumbuhan tinggi dan

diameter tanaman D. rumphii yang terbaik.

Page 77: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

58

Tabel 5. Hasil uji lanjut respon pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman

D. rumphii umur 1,5 tahun di Hutan Penelitian Batuangus dengan

perlakuan mulsa dan naungan.

Parameter Perlakuan N α= 0.05

1 2

Tinggi A1 B1 6 0,98

A1 B2 6 1,00

A2 B1 6 1,00

A1 B3 6 1,00

A2 B2 6 1,75

A2 B3 6 1,78

Diameter A1 B1 6 0,78

A1 B2 6 0,81

A2 B1 6 0,83

A1 B3 6 0,83

A2 B2 6 2,26

A2 B3 6 2,28

Hasil analisis sidik ragam pertumbuhan tinggi tanaman D. minahassae

di Hutan Penelitian Batuangus umur 1,5 tahun menunjukkan bahwa

perlakuan aplikasi mulsa organik (A) dan intensitas naungan (B),

berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter anakan D.

minahassae dan interaksi keduanya juga berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan tinggi anakan di lapangan, yang ditunjukkan dengan nilai F

hitung yang lebih besar dari F tabel. (Tabel 6).

Tabel 6. ANOVA pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman D. minahassae

umur 1,5 tahun di Hutan Penelitian Batuangus

Sumber Keragaman Jumlah

Kuadrat

Derajat

bebas

Rata-rata

kuadrat F Sig.

Tinggi Antar perlakuan 5,81 5 1,16 12,36 0,00

Dalam perlakuan 2,82 30 0,09

Total 8,64 35

Diameter Antar perlakuan 10,66 5 2,13 34,59 0,00

Dalam perlakuan 1,85 30 0,06

Total 12,52 35

Hasil ANOVA (Tabel 6) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan respon

pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman D. minahassae umur 1,5 tahun

Page 78: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Evaluasi Pertumbuhan Tiga Jenis Diospyros Umur 1,5 Tahun ……..

Julianus Kinho, Jafred Halawane, Yermias Kafiar, Moody C. Karundeng, dan Melkianus Diwi

59

di Hutan Penelitian Batuangus terhadap perlakuan radius mulsa, perlakuan

intensitas naungan dan interaksi antara perlakuan radius mulsa dan

intensitas naungan. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan (Tabel 7)

menunjukkan bahwa pengaruh dari perlakuan aplikasi mulsa radius 100 cm

dengan naungan 75 % memberikan respon pertumbuhan tinggi dan

diameter tanaman D. minahassae yang terbaik.

Tabel 7. Hasil uji lanjut respon pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman

D. minahassae umur 1,5 tahun di Hutan Penelitian Batuangus

dengan perlakuan mulsa dan naungan.

Parameter Perlakuan N α = 0.05

1 2

Tinggi A1 B1 6 0,74

A1 B2 6 0,75

A1 B3 6 0,81

A2 B1 6 0,97

A2 B2 6 1,65

A2 B3 6 1,66

Diameter A1 B1 6 0,91

A1 B2 6 0,94

A2 B1 6 1,02

A1 B3 6 1,03

A2 B2 6 2,11

A2 B3 6 2,14

Secara keseluruhan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tiga jenis

Diospyros (D. pilosanthera, D. Rumphii, dan D. minahassae) dapat tumbuh

dengan baik di Hutan Penelitian Batuangus yang memiliki tekstur tanah pasir

berbatu, dengan memberikan input tambahan pada media tanam dan

pengaturan naungan secara buatan mengingat ketiga jenis tanaman

tersebut (D. pilosanthera, D. rumphii dan D. minahassae) merupakan jenis

semitoleran yang membutuhkan naungan pada fase awal pertumbuhan

(semai). Penggunaan mulsa organik dan perlakuan naungan buatan dapat

memberikan respon yang baik terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter

anakan tanaman konservasi eksitu Diospyros di Hutan Penelitian Batuangus.

Semakin besar radius penggunaan mulsa organik (100 cm) dan semakin

tinggi intensitas naungan yang diberikan (75 %), semakin baik pertumbuhan

tinggi dan diameter tanaman di Hutan Penelitian Batuangus.

Page 79: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

60

Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil yang dilaporkan

oleh Seran dan Yusri (1996) bahwa anakan D. celebica cenderung tumbuh

baik pada intensitas naungan 100 % dan 75 %. Hal ini diduga bahwa pada

intensitas naungan tersebut kelembaban dan temperatur udara maupun

kelembaban dan temperatur tanah lebih cocok bagi pertumbuhan anakan D.

celebica karena memiliki sifat semitoleran. Naungan yang lebih rapat atau

intensitas cahaya yang rendah menyebabkan temperatur relatif cukup

rendah dan kelembaban relatif cukup tinggi sehingga tersedia air yang

cukup untuk perkembangan tanaman muda (Doubenmire, 1967).

Pengaruh naungan pada penelitian ini, secara nyata meningkatkan

pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman D. pilosanthera di Hutan

Penelitian Batuangus terutama pada naungan 75 % dan 50 % dibandingkan

naungan 25 %. Pertumbuhan merupakan salah satu indikator penyerapan

hara mineral dan fotosintesis. Menurut Kramer dan Koozlowski (1979),

intensitas cahaya yang terlalu tinggi melemahkan kegiatan proses

fotosintesis, sementara laju respirasi meningkat. Semakin meningkat

pertumbuhan anakan karena pengaruh naungan, menunjukkan semakin

aktifnya proses fotosintesis. Rendahnya pertumbuhan tinggi dan diameter

pada perlakuan naungan 25 % diduga karena adanya kenaikan intensitas

cahaya sehingga kurang mendukung proses fotosintesis, karena menerima

cahaya yang berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya proses foto-

oksidasi klorofil dan menyebabkan kerusakan pada klorofil, sementara itu

klorofil yang tersisa tidak mampu menyerap semua energi yang tersedia

sehingga kegiatan fotosintesis menjadi semakin lemah. Sebaliknya, naungan

akan mempengaruhi kondisi lingkungan fisik mikro anakan tiga jenis

Diospyros (D. pilosanthera, D. rumphii dan D. minahassae) sehingga

mendukung pertumbuhan tinggi dan diameter batang. Menurut Nurkin dkk.,

(2002) menyebutkan bahwa permudaan alam D. celebica pada tahap awal

harus dibawah bayangan (naungan), sehingga pohon-pohon tua disamping

berfungsi sebagai sumber biji juga dapat memberikan naungan. Setelah

anakan D. celebica melampaui fase semai, pohon penaung harus segera

dikurangi agar anakan pohon yang baru tumbuh mendapat sinar matahari

yang cukup. Selanjutnya dikatakan bahwa anakan alam D. celebica di Hutan

Amaro, Sulawesi Selatan yang banyak tertutup oleh semak atau belukar

serta tajuk pohon lain, rata-rata tingginya lebih rendah bila dibandingkan

dengan anakan yang tumbuh di sepanjang jalan setapak dan bagian

pinggiran sungai yang bebas dari pohon-pohon penaung (Nurkin dkk.,

2002).

Page 80: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Evaluasi Pertumbuhan Tiga Jenis Diospyros Umur 1,5 Tahun ……..

Julianus Kinho, Jafred Halawane, Yermias Kafiar, Moody C. Karundeng, dan Melkianus Diwi

61

Pemberian mulsa yang berasal dari sisa pembersihan jalur tanam

merupakan pupuk organik yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.

Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, kemantapan agregat,

daya pegang air, permeabilitas tanah, meningkatkan nilai tukar kation,

menyediakan hara baik mikro maupun makro dan meningkatkan aktivitas

mikroorganisme tanah (Yufdi, 1996). Pupuk kandang yang digunakan dalam

media dasar tanam ikut membantu sebagai pasokan nutrisi pada awal

pertumbuhan tanaman tiga jenis Diospyros (D. pilosanthera, D. rumphii dan

D. minahassae) di lapangan. Menurut Suriatna (1988), pupuk kandang

tersusun atas unsur nitrogen, fosfor dan kalium. Pupuk kandang ayam baik

dalam bentuk padat maupun cair tersusun atas nitrogen (1,00 %), fosfor

(0,80 %) dan kalium (0,40 %). Pemupukan dengan pupuk kandang (unsur

fosfor) dapat mempercepat pertambahan tinggi dan jumlah daun anakan.

Hal ini diduga karena unsur „P‟ dalam tanaman berfungsi sebagai zat

pembangun, sehingga pemberian pupuk kandang yang sesuai akan

menghasilkan karbohidrat yang lebih banyak dan merangsang pembelahan

sel-sel yang lebih cepat serta meningkatkan pembentukan daun, juga dapat

terkonsentrasi pada titik tumbuh anakan sehingga lebih merangsang

pertumbuhan sel secara vertikal (Rukmini, 1985). Produksi daun oleh

tanaman dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk nitrogen (N).

Pengaruh yang nyata dari unsur kalium (K) terhadap pertumbuhan adalah

menguatkan batang tanaman sehingga tidak mudah rebah dan juga dapat

berpengaruh terhadap pertambahan tinggi tanaman (Susilo, 1991). Fungsi

yang penting dari penggunaan pupuk kandang adalah menggemburkan

lapisan olah tanah, mengaktifkan aktivitas populasi jasad renik dan

meningkatkan daya serap akar terhadap unsur hara (Rismunandar, 1984).

Penambahan setiap jenis bahan organik yang dapat dirombak ke dalam

tanah terutama pupuk kandang, menyebabkan pengaruh yang luar biasa

terhadap perkembangan miselia. Pupuk kandang yang diberikan ke dalam

tanah disamping dapat menyuburkan tanah secara langsung, juga

merupakan bahan makanan mikroorganisme tanah, sehingga dapat bekerja

secara lebih aktif (Buckman dan Brady, 1982).

IV. KESIMPULA N DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pertumbuhan tiga jenis Diospyros (D. pilosanthera, D. rumphii dan D.

minahassae) yang ditanam di Hutan Penelitian Batuangus memberikan

respon pertumbuhan yang berbeda. Perlakuan yang memberikan respon

Page 81: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

62

pertumbuhan terbaik pada ketiga jenis tanaman tersebut adalah perlakuan

naungan 75 % dengan radius penggunaan mulsa organik 100 cm.

B. Saran

Untuk mengoptimalkan pertumbuhan tiga jenis Diospyros di Hutan

Penelitian Batuangus dalam rangka konservasi eksitu, maka perlu dilakukan

pengamatan lanjutan untuk mengetahui umur optimal pemberian naungan

bagi tanaman muda Diospyros di lapangan, mengingat Diospyros merupakan

jenis yang semitoleran, namun belum tersedia data dan informasi mengenai

hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Buckman, H.O., dan Brady, N. C. 1982. Ilmu Tanah. Penerbit. Jakarta: PT

Bhratara Karya Aksara.

Burley, J. 1998. Forest Genetic and Tree Improvement Research in IUFRO.

Netherland: Kluwer Academic Publisher.

Doubenmire, R. T. 1967. Plants and Enviromental. London: Jhon Wiley and

Sons. Inc.

Evans, J. 1986. Plantation Forestry in The Tropics. UK: Clarendon Press

Oxford.

Kramer, P. J. and Kozlowski, T. T. 1979. The Role of Plant Physiology of Woody Plants. New York: Academic Press.

Nurkin, B., Achmad, A., Oka, N. P., Rachman, W., dan Paembonan, S. A.

2002. Karakteristik ekologi dan aspek silvikultur eboni (Diospyros celebica Bakh.). Berita Biologi 6(2). Edisi Khusus Manajemen Eboni.

Bogor: Pusat Penelitian Biologi LIPI.

Rismunandar, 1984. Tanah dan Seluk Beluknya Bagi Pertanian. Bandung:

Penerbit Sinar Baru.

Rukmini. 1985. Pengaruh Naungan, Pupuk TSP dan Pupuk Urea terhadap

Pertumbuhan Bibit Tanjung (Mimusop elengi) di Pembibitan. Thesis

tidak diterbitkan. Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian dan

Kehutanan, Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Seran, D. dan M. Yusri. 1996. Stimulasi pertumbuhan eboni (Diospyros celebica Bakh.) melalui pengaturan intensitas naungan dan

pemupukan NPK di Persemaian. Buletin Penelitian Kehutanan 2, 32-

34. Balai Penelitian Kehutanan Ujung Pandang, Sulawesi Selatan.

Suriatna, S. 1988. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta: Melton Putra.

Susilo. 1991. Fisiologi Tanaman. Jakarta: Universitas Indonesia.

Whitten, A. J., M. Mustafa and Henderson, G. S. 1987. The Ecology of Sulawesi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Page 82: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Evaluasi Pertumbuhan Tiga Jenis Diospyros Umur 1,5 Tahun ……..

Julianus Kinho, Jafred Halawane, Yermias Kafiar, Moody C. Karundeng, dan Melkianus Diwi

63

Yufdi, P. 1996. Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Organik terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Jahe (Zingiber officinale Rosc.). dalam

Prosiding Simposium Nasional I Tumbuhan Obat dan Aromatik.

APINMAP. P 366-372.

Page 83: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

64

Page 84: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Evaluasi Awal Uji Coba Penanaman Jenis Tanaman Lokal pada Hutan ……..

Arif Irawan, Iwanuddin, Ady Suryawan, dan Nur Asmadi

65

Evaluasi Awal Uji Coba Penanaman Jenis Tanaman Lokal pada

Hutan Terdegradasi Menggunakan Perlakuan Ukuran Lubang

Tanam di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara1

Arif Irawan2 , Iwanuddin2 , Ady Suryawan2 , dan Nur Asmadi2

ABSTRAK

Degradasi hutan produksi telah menurunkan produksi kayu nasional, dalam

jangka panjang hal ini akan menurunkan produktivitas lahan dan daya dukung

lingkungan. Kawasan hutan Bolang Mongondow Utara merupakan salah satu

wilayah yang berperan dalam meningkatkan dan menurunkan luas hutan

terdegradasi di provinsi Sulawesi Utara. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh jenis tanaman dan perlakuan ukuran lubang tanam dalam

kegiatan penanaman pada hutan terdegradasi di Kabupaten Bolaang

Mongondow Utara. Rancangan percobaan yang digunakan dalam peneitian ini

adalah rancangan split plot pola acak kelompok dengan plot utama adalah

ukuran lubang tanam yang terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu 30 cm x 30 cm x

30 cm; 40 cm x 40 cm x 40 cm dan 50 cm x 50 cm x 50 cm, sedangkan sebagai

sub plotnya adalah jenis tanaman yang terdiri dari 4 (empat) jenis tanaman

yaitu Magnolia elegans; Palaquium obtusifolium; Pterocarpus indicus, dan

Calophyllum soulattri. Peubah yang diamati adalah persen hidup serta tinggi dan

diameter tanaman umur 6 (enam) bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

perlakuan jenis tanaman dan ukuran lubang tanam memberikan pengaruh nyata

terhadap persen hidup. Jenis P. obtusifolium dan P. indicus memiliki persen

hidup yang tinggi. Perlakuan penggunaan ukuran lubang tanam yang ideal

adalah 40 cm x 40 cm x 40 cm. Jenis C. soulattri dan M. elegans sebagai

tanaman rehabilitasi dapat ditingkatkan persen hidupnya dengan penambahan

naungan.

Kata kunci: penanaman, terdegradasi, jenis, dan lubang tanam

1 Makalah ini disampaikan dalam Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan

Perubahan Iklim, diselenggarakan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Manado 28 Mei 2015

2 Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Jl. Raya

Adipura Kelurahan Kima Atas Kecamatan Mapanget Kota Manado Email : [email protected]

Page 85: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

66

I. PENDAHULUA N

Pasokan kayu Nasional terus mengalami penurunan yang diakibatkan

oleh degradasi hutan. Berdasarkan penjelasan Soekotjo (2009), produksi

kayu pada tahun 1990-an mencapai 28 juta m3 sedangkan pada 2009 hanya

sebesar 9,1 juta m3. Luas hutan sebagai areal kerja untuk pengusahaan

hutan pun terus mengalami penurunan dan telah terfragmentasi membentuk

mozaik dengan produktivitas yang rendah (Sumargo et al., 2011).

Pamoengkas (2000) menjelaskan bahwa dalam jangka panjang degradasi

hutan akan berdampak terhadap degradasi lahan, menurunnya suplai air,

erosi, pemadatan tanah dan pencucian hara, kerusakan vegetasi dan emisi

gas rumah kaca.

Dishut Sulut dalam laporannya tahun 2007 menyatakan bahwa dari

keseluruhan hutan alam produksi yang terdapat di Sulawesi Utara

diperkirakan hanya 10 % yang masih berupa virgin forest atau hutan primer,

sedangkan 30 % berupa areal bekas tebangan dengan kondisi baik dan

sedang, serta 60 % berupa areal yang dirambah dan bekas tebangan

dengan kondisi jelek (Anonim, 2013). Kawasan hutan Bolang Mongondow

Utara merupakan salah satu wilayah yang berperan dalam meningkatkan

dan menurunkan luas hutan terdegradasi di provinsi Sulawesi Utara. Data

pada tahun 2008 menyatakan bahwa luas kawasan hutan di Kabupaten

Bolaang Mongondow Utara merupakan yang terluas kedua setelah luas

kawasan hutan di Kabupaten Bolaang Mongondow (Dishut Sulut, 2008).

Secara umum kondisi hutan Bekas HPH (Hak Pengusahaan Hutan) yang

beroperasi Tahun 80-an di kabupaten ini sebagian besar telah dirambah oleh

masyarakat dan telah terdegradasi menjadi semak belukar dengan kondisi

tanah miskin hara, liat dan padat dengan bentangan alam yang

bergelombang hingga curam (Irawan et al., 2014).

Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi

degradasi dan mempercepat pemulihan ekosistem adalah melalui kegiatan

rehabilitasi/penanaman. Nawir et al. (2008) mendefinisikan rehabilitasi

hutan adalah kegiatan yang secara sengaja ditujukan untuk regenerasi

pohon, baik secara alami dan/atau buatan, pada padang rumput, semak

belukar, atau wilayah tandus yang dulunya merupakan hutan, dengan

tujuan untuk meningkatkan produktivitas, penghidupan masyarakat,

dan/atau manfaat jasa lingkungan.

Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi pada kawasan hutan terdegradasi

dihadapkan pada jenis yang dapat tumbuh dan permasalahan pemadatan

tanah. Soekotjo (2009) menyebutkan jenis tanaman yang tepat dibutuhkan

Page 86: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Evaluasi Awal Uji Coba Penanaman Jenis Tanaman Lokal pada Hutan ……..

Arif Irawan, Iwanuddin, Ady Suryawan, dan Nur Asmadi

67

dalam rehabilitasi dan memperhatikan riap tumbuh tanaman, kemudahan

ditanam dan dalam jangka panjang harus bisa dimuliakan. Beberapa jenis

pohon asli yang berpotensi sebagai tanaman rehabilitasi di hutan alam

produksi Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yaitu: cempaka (Magnolia

elegans (Blume.); nantu (Palaquium obtusifolium Burck.); linggua

(Pterocarpus indicus Willd.) dan bintangur (Calophyllum soulattri

Bruu.f.var.), H.Keng).

Salah satu teknik silvikultur yang dapat digunakan adalah dengan

melakukan perbaikan media tanam dengan membuat ukuran lubang tanam.

Menurut Evans (1996), pembuatan lubang tanam ditujukan untuk

mempermudah akar tanaman menembus tanah, akar tumbuh dengan baik,

dan terus tumbuh memanjang ke tempat yang lebih jauh di dalam tanah

untuk memudahkan akar mengambil unsur hara dan air sehingga dapat

meningkatkan pertumbuhan dan persen hidup tanaman. Tujuan penelitian

ini adalah mengetahui pengaruh jenis tanaman dan perlakuan ukuran

lubang tanam dalam kegiatan penanaman pada hutan terdegradasi di

Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

II. METODE PENELITIA N

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 s/d Mei 2014 di

kawasan hutan terdegradasi di Desa Nunuka, Kecamatan Bolangitang Timur,

Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Secara

geografis lokasi tersebut berada pada titik koordinat 00o49‟65” LS dan

123o24‟001” BT dengan ketinggian ± 412 m dpl, bertopografi gelombang

dengan tingkat kemiringan 10 – 20 %.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan penelitian digunakan dalam penelitian ini antara lain tanaman

cempaka (M. elegans), nantu (P. obtusifolium), linggua (P. indicus) dan

bintangur (C. soulattri), pupuk kandang (kotoran ayam), dan herbisida.

Tinggi bibit yang digunakan ukuran yang seragam dengan tinggi ± 25 cm.

Peralatan yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain GPS,

termohygrometer, cangkul, linggis, sekop, parang, alat tulis, tally sheet, dan

perlengkapan lapangan lainnya.

C. Prosedur Penelitian

1. Pelaksanaan Teknis Penelitian

Penelitian dilakukan dengan membangun plot uji coba penanaman

seluas ± 0,7 ha. Jumlah tanaman yang digunakan pada setiap unit

Page 87: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

68

percobaan adalah sebanyak 16 tanaman dengan jarak tanam yang

digunakan adalah 5 m x 2,5 m. Sebelum kegiatan penanaman pada setiap

lubang tanam diberikan pupuk kandang sebanyak 0,5 kg. Kegiatan

pemeliharaan dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan sistem tebas total

plus penyemprotan herbisida. Pengukuran tanaman dilakukan pada saat

tanaman berumur 6 (enam) bulan. Parameter yang diukur adalah persen

hidup tanaman, serta pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman.

Pertumbuhan tinggi dan diamter tanaman diperoleh dari selisih tinggi dan

diameter tanaman umur 6 (enam) bulan dengan tinggi dan diameter awal.

2. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan split plot dengan plot utama adalah ukuran lubang tanam (A),

yang terdiri dari tiga tingkatan (30 cm x 30 cm x 30 cm, 40 cm x 40 cm x 40

cm dan 50 cm x 50 cm x 50 cm), sebagai sub plotnya adalah jenis tanaman

(B) yang terdiri dari 4 (empat) jenis tanaman yaitu M. elegans,

P. obtusifolium, P. indicus, dan C. soulattri. Penelitian disusun dalam pola

acak kelompok, dengan tiga buah kelompok sebagai ulangan.

D. Analisis Data

Uji F dilakukan untuk mengetahui perbedaan pemberian perlakuan

terhadap persen hidup tanaman. Apabila diperoleh perbedaan nyata, maka

dilakukan uji lanjut dengan Uji Jarak Berganda Duncan atau uji DMRT

(Duncan Multiple Range Test) untuk mengetahui jenis terbaik berdasarkan

rankingnya (Siagian, 2011).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 1) dapat diketahui bahwa

terdapat pengaruh yang nyata (selang kepercayaan 5 %) akibat perlakuan

ukuran lubang tanam dan jenis tanaman terhadap persen hidup tanaman

umur 6 (enam) bulan, sedangkan perlakuan interaksi keduanya tidak

memberikan pengaruh yang nyata.

Tabel 1. Hasil analisis ragam perlakuan ukuran lubang tanam dan jenis

tanaman

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

Petak utama

Kelompok 2

288,63

144,31 tn

Ukuran lubang 2 913,63 456,81 *

Galat 4 251,74

Page 88: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Evaluasi Awal Uji Coba Penanaman Jenis Tanaman Lokal pada Hutan ……..

Arif Irawan, Iwanuddin, Ady Suryawan, dan Nur Asmadi

69

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

Anak Petak

Jenis tanaman 3 4248,05 1416,02*

Ukuran lubang*Jenis 6

1438,80

239,80 tn

Galat 18 2037,76 113,21

Total 35 9178,60

Keterangan: * = berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 5 % tn = tidak berpengaruh nyata

Jenis tanaman merupakan salah satu faktor yang mepengaruhi variasi

pertumbuhan (Kramer and Kozlowski, 1960). Pemilihan jenis tanaman

merupakan hal yang sangat penting dalam usaha rehabilitasi hutan alam

produksi di Indonesia. Jenis tanaman yang tepat diperlukan untuk

menunjang keberhasilan kegiatan penanaman pada tipe dan kondisi tapak

yang berbeda-beda. Uji lanjut untuk persen hidup tanaman serta rata-rata

pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman akibat pengaruh perlakuan jenis

tanaman ini ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata persen hidup serta pertumbuhan tinggi dan diameter

tanaman

No Jenis Persen Hidup

(%)

Tinggi

(cm)

Diameter

(cm)

1. P. obtusifolium 95,14 a 61,28 0,64

2. P. indicus 93,06 a 47,43 0,59

3. C. soulattri 80,56 b 31,33 0,33

4. M. elegans 68,06 c 49,57 0,81

Keterangan: Nilai-nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbedanyata pada taraf 95 %

Berdasarkan hasil uji coba dapat diketahui bahwa jenis tanaman

memiliki pengaruh yang nyata terhadap persen hidup tanaman umur 6

(enam) bulan. Nilai persen hidup sangat erat kaitannya dengan kemampuan

setiap jenis tanaman untuk berinteraksi dan beradaptasi dengan kondisi

tempat tumbuh. Soerianegara dan Indrawan (2002) menyatakan bahwa

faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman. Pengetahuan mengenai persyaratan tempat tumbuh bagi suatu

jenis tanaman sangat diperlukan untuk menjamin keberhasilan pengusahaan

hutan.

Lingkungan uji coba dalam penelitian ini didominasi oleh kondisi

intensitas cahaya yang cukup tinggi. Cahaya memiliki pengaruh secara

langsung terhadap pertumbuhan tanaman melalui intensitas, kualitas dan

Page 89: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

70

lama penyinaran (Baker et al., 1987). Cahaya merupakan faktor penting

terhadap berlangsungnya fotosintesis, sementara fotosintesis merupakan

proses yang menjadi kunci dapat berlangsungnya proses metabolisme yang

lain di dalam tanaman (Kramer dan Kozlowski, 1960).

Jenis tanaman yang dipilih dalam uji coba memberikan respon persen

hidup yang berbeda akibat intensitas cahaya yang tinggi (kondisi terbuka).

Pada dasarnya lokasi penanaman merupakan tempat habitat dari keempat

jenis tanaman yang diuji. Perbedaan persen hidup yang dihasilkan lebih

disebabkan oleh karakteristik tiap jenis tanaman untuk merespon kondisi

hutan terdegradasi dengan intensitas pencahayaan yang tinggi. Dalam uji

coba yang dilakukan, terdapat 2 (dua) jenis tanaman yang memiliki nilai

persen hidup tinggi, yaitu jenis P. obtusifolium (95,14 %) dan P. indicus

(93,06 %), sedangkan jenis semai C. soulattri (80,5 6%) dan M. elegans

(68,06 %) memiliki nilai persen hidup yang lebih rendah dan secara statistik

memiliki nilai yang berbeda dengan jenis semai P. obtusifolium dan P.

indicus. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa jenis tanaman P.

obtusifolium dan P. indicus dapat dikategorikan dalam kelompok tanaman

yang dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan lingkungan

(khususnya intensitas cahaya tinggi), sedangkan C. soulattri dan M. elegans

merupakan jenis semai yang memiliki sifat lebih peka terhadap lingkungan

baru. Berdasarkan hasil ini direkomendasikan untuk pelaksanaan kegiatan

penanaman menggunakan jenis C. soulattri dan M. elegans pada lokasi yang

terbuka dapat disiasati dengan menambah jenis pohon naungan. Adinugraha

(2013) menyatakan beberapa jenis pohon naungan yang dapat digunakan

antara lain Gliricidia sepium, Sesbania grandiflor, dan Sesbania sesba.

Pada dasarnya, setiap tanaman memiliki kemampuan toleransi yang

berlainan terhadap keberadaan cahaya. Cahaya sebagai sumber energi

mempunyai tiga faktor penting, yaitu: intensitasnya, kualitasnya dan foto

periodesitasnya. Hani dan Rachman (2007) menyatakan bahwa jenis

permudaan Dipterocarpaceae khususnya pada tingkat semai, sangat peka

terhadap perubahan lingkungan. Semai Dipterocarpaceae dapat tumbuh

dengan baik apabila semai tersebut tidak menerima sinar matahari secara

langsung dalam intensitas yang tinggi.

Selanjutnya berdasarkan nilai rata-rata pertumbuhan tinggi dan

diameter tanaman (Tabel 2) dapat diketahui bahwa jenis P. obtusifolium

merupakan jenis yang memiliki nilai pertumbuhan tinggi terbaik

dibandingkan jenis lainnya. Sedangkan jenis M. elegans memiliki nilai

berbanding terbalik dengan nilai persen hidupnya, dimana pertumbuhan

Page 90: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Evaluasi Awal Uji Coba Penanaman Jenis Tanaman Lokal pada Hutan ……..

Arif Irawan, Iwanuddin, Ady Suryawan, dan Nur Asmadi

71

diameter untuk jenis ini memberikan nilai pertumbuhan dimater tertinggi

yaitu sebesar 0,81 cm. Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa pada

dasarnya jenis M. elegans memiliki respon yang baik terhadap kondisi

terbuka, namun yang perlu diperhatikan adalah sifat kesensitifan jenis ini

terhadap adaptasi awal bibit setelah ditanam di lapangan. Jenis M. elegans

merupakan jenis yang sangat sensitif bahkan terhadap sedikit pergerakan

media tanam dalam polybag saat proses distribusi bibit dalam kegiatan

penanaman. Kesensitifan jenis M. elegans sebenarnya sudah dapat diketahui

saat bibit berada di persemaian. Jika dibandingkan dengan jenis lainnya,

saat kegiatan pemindahan bibit antar bedeng, jenis M. elegans adalah jenis

bibit yang memiliki tingkat stres paling tinggi dengan ditandai dengan

keringnya daun pada bibit.

Sedangkan uji lanjut untuk persen hidup tanaman akibat pengaruh

perlakuan lubang tanam serta rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter

tanaman ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata persen hidup serta pertumbuhan tinggi dan diameter

tanaman

No Ukuran Lubang Tanam Persen Hidup

(%)

Tinggi

(cm)

Diameter

(cm)

1. 40cmx40cmx40cm 88,02 a 50,75 0,63

2. 50cmx50cmx50cm 87,50 a 47,45 0,60

3. 30cmx30cmx30cm 77,08 b 44,31 0,54

Keterangan: Nilai-nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf

95%

Kesesuaian tapak jenis tanaman pada suatu lahan dipengaruhi oleh

banyak faktor, salah satunya adalah tingkat kepadatan tanah. Jenis tanah

padat akan membatasi pertumbuhan akar dengan menghalangi penetrasi

akar yang dapat mengakibatkan akar berkembang di atas rintangan (Baker

et al., 1987). Selanjutnya perintangan pertumbuhan akar akan

menyebabkan sistem perakaran dangkal dengan konsekuensi pohon sangat

berpotensi untuk ditumbangkan oleh angin.

Struktur tanah tapak lokasi penanaman uji coba adalah tanah

berstruktur padat dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah.

Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa perlakuan lubang

tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap persen hidup tanaman

umur 6 (enam) bulan. Hal ini juga didukung oleh nilai pertumbuhan tinggi

dan diameter tanaman yang diuji. Kemampuan pertumbuhan panjang dan

diameter akar tanaman umumnya berkorelasi dengan pertumbuhan panjang

Page 91: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

72

dan diameter bagian pucuk tanaman. Berdasarkan hasil pengamatan

terhadap tanaman yang diujikan diketahui bahwa pertumbuhan bagian

pucuk tanaman sudah mulai terlihat secara signifikan, sehingga diduga

pertumbuhan akarnya pun mengalami perubahan yang berarti. Ukuran

lubang tanam yang lebih besar dapat memberikan ruang yang lebih bagi

pergerakan akar dalam memperoleh nutrisi makanan dan menyesuaikan

dengan lingkungan barunya. Russel (1977) dalam Rusdiana et al. (2000)

berpendapat bahwa jika kepadatan tanah meningkat akan menyebabkan

ruang pori makro menurun dan penetrasi akar dihambat. Perlakuan ukuran

lubang tanam 40 cm x 40 cm x 40 cm memberikan hasil terbaik (88,02 %)

dari uji coba yang diberikan, namun memiliki nilai tidak berbeda dengan

ukuran lubang tanam 50 cm x 50 cm x 50 cm (87,50 %). Tinggi dan

diameter tanaman untuk perlakuan ukuran lubang tanam 40 cm x 40 cm x

40 cm adalah 50,75 cm dan 0,63 cm. Prameswari et al. (2010) dalam hasil

penelitiannya mengenai uji coba teknik pengayaan intensif di Kalimantan

Timur, menyatakan bahwa perlakuan ukuran lubang tanam (40 cm x 40 cm

x 30 cm, 50 cm x 50 cm x 30 cm dan 60 cm x 60 cm x 30 cm) memberikan

pengaruh yang nyata terhadap persen tumbuh tanaman jenis Shorea

parvifolia dan Shorea johorensis. Selanjutnya Pinard et al. (1998) juga

menyatakan bahwa terjadi pengaruh nyata dari bibit yang ditanam pada

lubang tanam yang digali dalam bentuk parit dibandingkan dengan kontrol,

hal ini dijelaskan karena lubang tanam yang digali dalam bentuk parit

ukurannya lebih besar dan luas sehingga menguntungkan pertumbuhan bibit

terutama untuk mengurangi kompetisi akar tanaman liar (bukan akar

tanaman pokok) pada awal penanaman.

Secara umum keberhasilan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi perlu

didukung oleh faktor teknis dan non teknis. Hidayatullah (2008) menyatakan

bahwa untuk mendukung kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan diperlukan

informasi teknis yang komprehensif mengenai aspek karakteristik faktor

lingkungan dan permasalahannya serta pemilihan jenis yang tepat sesuai

kondisi tapak setempat. Sedangkan faktor non teknis adalah faktor

partisipasi masyarakat melalui pembentukan lembaga formal maupun non

formal.

Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan maka aspek teknis yang

bisa dirujuk pada kegiatan penanaman pada hutan terdegradasi di

Kabupaten Bolaang Mongondow Utara adalah penggunaan ukuran lubang

tanam dan pemilihan jenis yang tepat akan mempengaruhi tingkat

keberhasilan kegiatan penanaman di lokasi ini. Lubang tanam 40 cm x 40

Page 92: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Evaluasi Awal Uji Coba Penanaman Jenis Tanaman Lokal pada Hutan ……..

Arif Irawan, Iwanuddin, Ady Suryawan, dan Nur Asmadi

73

cm x 40 cm adalah ukuran yang paling ideal dapat digunakan, karena akan

memudahkan dalam pekerjaan dan menghasilkan persen hidup yang tidak

berbeda jika dibandingkan dengan penggunaan ukuran lubang tanam

dengan ukuran lebih besar. Sedangkan jenis tanaman yang tepat digunakan

pada kondisi intensitas cahaya yang tinggi (terbuka) adalah jenis P.

obtusifolium dan P. indicus.

IV. KESIMPULA N DAN SARAN

A. KESIMPULA N

Perlakuan jenis tanaman dan ukuran lubang tanam memberikan

pengaruh nyata terhadap persen hidup tanaman. Jenis P. obtusifolium dan

P. indicus merupakan jenis tanaman lokal yang sesuai digunakan dalam

kegiatan rehabilitasi pada hutan terdegradasi (semak belukar) di Kabupaten

Bolaang Mongondow Utara dengan ukuran lubang tanam yang ideal adalah

menggunakan ukuran lubang tanam 40 cm x 40 cm x 40 cm.

B. SARAN

Perlu dilakukan uji coba terhadap jenis-jenis tanaman lokal lainnya

untuk menghasilkan jenis tanaman yang tepat dalam kegiatan rehabilitasi

pada hutan terdegradasi (semak belukar) di Kabupaten Bolaang Mongondow

Utara.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dr. Darwo selaku Koordinator

Kegiatan Penelitian untuk RPI Hutan Alam Produksi Lestari, Bapak Suparno

selaku perwakilan pihak perusahaan PT. Huma Sulut Lestari, serta Opa Madi

dan Bapak Muspida yang membantu dalam memberikan bantuan dan

masukan selama pelaksanaan kegiatan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha, H. A. (2013). Sifat-sifat tanah dan problematika lahan

terdegradasi serta cara mengatasinya. Diakses 2 April 2015 dari

http://forestryinformation.wordpress.com/

Anonim (2013). Profil Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara. Kementrian

Kehutanan. Jakarta.

Baker, S., Daniel, T., John, W., Helms, A., (1978). Prinsip-Prinsip Silvikultur. Marsono, D. (Penerjemah). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Dishut Sulut. (2008). Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara

Tahun 2008

Evans, J. (1996). Plantation Forestry in the Tropic (2nd Ed.). New York:

Oxford University Press.

Page 93: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

74

Hani, A. dan Rachman, E. (2007). Evaluasi ketahanan hidup tanaman uji

spesies dan konservasi ek-situ Dipterocarpaceae di RPH Carita Banten.

Info Teknis, 5(1).

Hidayatullah, M. (2008). Rehabilitasi lahan dan hutan di Nusa Tenggara

Timur. Info Hutan, 5(1), 17-24.

Irawan, A. Iwanuddin, Suryawan, A., Karundeng, M. C., dan Asmadi, N.

(2014). Uji Coba Teknik Rehabilitasi Hutan Alam Produksi yang Telah

Terdegradasi. Laporan Hasil Penelitian. (Tidak diterbitkan). Balai

Penelitian Kehutanan Manado.

Kramer, P.J. dan T.T. Kozlowski, (1960). Physiology of trees. New York:

McGraw-Hill Book Company.

Nawir, A. A., Murniati, dan Rumboko, L. (2008). Rehabilitasi Hutan di

Indonesia. Akan kemanakah arahnya setelah lebih dari tiga

dasawarsa?. CIFOR. Bogor.

Pamoengkas, P. (2000). Degradasi dan Rehabilitasi Hutan Tropika Basah

(Kajian Falsafah Sains). Paper Individu Mata Ajaran Pengantar

Falsafah Sains. IPB. Bogor.

Pinard, M. A., Davidson, D. W., Ganing, A. (1998). Effect of trenching on

growth and survival of planted shorea pavirfolia seedling under

pioneer stands in logger-over forest. Journal of Tropical Forest

Science, 10, 505-514.

Prameswari, D., Wahyono, Mawazin, D., (2010). Uji coba pengayaan intensif

pada TPn di Hutan Alam Produksi Bekas Tebangan. Dalam Prosiding Seminar Nasional (Hal 205-209). Bogor.

Rusdiana O., Fakuara Y., Kusmana C., Hidayat Y. (2000). Respon

pertumbuhan akar tanaman sengon (Paraserianthes falcataria)

terhadap kepadatan dan kandungan air tanah podsolik merah

kuning. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, 6(2), 43-53.

Siagian, P.L. (2011). Rancangan Acak Kelompok. In p. P. LIPI, Bahan Diklat Fungsional Peneliti Pertama (p. 7). Cibinong: LIPI.

Soekotjo. (2009). Teknik Silvikultur Intensif (SILIN). Yogyakarta:Gadjah

Mada University Press.

Soerianegara, I. dan Indrawan, A. (2002). Ekologi Hutan Indonesia.

Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor.Bogor.

Sumargo, W., Nanggara, S. G., Nainggolan, F. A. dan Apriani, I. (2011).

Potret Keadaan Hutan Indonesia. Forest Watch Indonesia.

Page 94: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Debit dan Sedimentasi Sub DAS Alo di Provinsi Gorontalo ……..

Supratman Tabba, Lis Nurrani, Endrawati, dan Isdomo Yuliantoro

75

Debit dan Sedimentasi Sub DAS Alo di Provinsi Gorontalo

“Implikasi Kerusakan DAS”1

Supratman Tabba2 , Lis Nurrani4 , Endrawati3 dan Isdomo

Yuliantoro4

ABSTRAK

Sub DAS Alo di Provinsi Gorontalo merupakan hulu DAS Limboto dan memiliki

fungsi strategis dalam konservasi Danau Limboto, namun dalam dua dekade

terakhir wilayah ini banyak mengalami degradasi lahan terutama berkurangnya

tutupan lahan berhutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga besaran

debit dan sedimentasi pada Sub DAS Alo. Penelitian ini menggunakan model

hidrologi SWAT dan Software GIS, model ini dapat mensimulasi pengaruh

penggunaan lahan terhadap sedimentasi dan debit. Hasil Penelitian

menunjukkan bahwa debit bulanan pada Sub DAS Alo berkisar antara 0,173-

5,000 (m3/s), debit tertinggi (2,500-3,500 m3/ha) berada pada bagian hilir dan

tengah Sub DAS. Umumnya debit tertinggi berada disepanjang aliran sungai

utama dan pada outlet yang merupakan akumulasi dari debit yang ada pada

setiap unit lahan diatasnya. Implikasinya terlihat dari badan sungai diwilayah

outlet lebih lebar karena erosi tebing sungai (meandering). Tingginya debit juga

diakibatkan faktor penggunaan lahan pada wilayah hulu, dimana debit tinggi

didomininasi tanaman perkebunan dan pertanian lahan kering campur.

Sedimentasi antara 2,085 - 20,000 (ton/ha) dimana kategori tinggi terjadi di

wilayah hulu pada unit lahan dengan penggunaan lahan pertanian lahan kering

campur dan semak belukar. Wilayah dengan sedimentasi tinggi juga didukung

kondisi tofografi sangat curam (> 40%) serta jenis tanah Ultisol dan Latosol

yang sangat rentan erosi.

Kata Kunci: penggunaan lahan, debit, sedimentasi, Sub DAS Alo, Gorontalo

1 Makalah ini disampaikan dalam Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan

Perubahan Iklim, diselenggarakan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Manado 28 Mei 2015

2 Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Jl. Raya

Adipura Kelurahan Kima Atas Kecamatan Mapanget Kota Manado; [email protected] 3 Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan; Jl. Gatot Subroto Gedung

Mangggala Wana Bhakti Blok I Lantai VII

Page 95: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

76

I. PENDA HULUA N

Sub Daerah Airan Sungai (Sub DAS) Alo adalah wilayah penting dalam

sistem tatanan ekosistem DAS Limboto, dimana daerah ini menjadi

penyangga utama keberlangsungan Danau Limboto di Provinsi Gorontalo.

DAS Limboto merupakan kategori prioritas berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor : SK.328/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009

tentang Penetapan DAS Prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) Tahun 2010-2014. Konsekuensi logis dari status prioritas

tersebut yaitu menurunnya kapasitas tampung Danau Limboto dalam

meminimalkan terjadinya banjir akibat tingginya laju sedimentasi ke dalam

danau. Akibat dari degradasi lahan yang terus meningkat menyebabkan

banjir menjadi permasalahan penting yang saat ini terus berulang dan

cenderung telah menjadi budaya dalam satu dekade terakhir di Provinsi

Gorontalo. Analisis spasial menunjukkan bahwa sekitar 8,54 juta ton/tahun

sedimentasi masuk ke Danau Limboto dan 2,27 juta ton/tahun berasal dari

Sub DAS Biyonga (Asir, 2011).

Fenomena banjir terjadi akibat ketidakmampuan sungai untuk

menampung debit air yang berlebih dari daya tampung pada kondisi

alamiahnya ketika hujan. Banjir umumnya didahului dengan pendangkalan

sungai yang disebabkan oleh tingginya laju sedimentasi akibat buruknya

pengelolaan pada wilayah hulu. Penggunaan lahan atau tutupan lahan

adalah parameter utama yang menjadi indikator dalam menentukan dan

mencegah bencana banjir. Musibah banjir yang terjadi dewasa ini

merupakan akumulasi dari akibat kerusakan penggunaan lahan pada bagian

hulu, sebab fungsi paling penting dari penutupan lahan hutan terhadap

banjir adalah pengaruhnya terhadap pengendalian erosi dan sedimentasi.

Sedimentasi yang masuk ke sungai dan waduk akan menurunkan kapasitas

daya tampungnya sehingga akan mempercepat terjadinya banjir pada saat

musim hujan (Anderson, Hoover, dan Reinhart, 1976 dalam Lee 1990).

Faktor penutupan lahan menjadi parameter yang sangat mudah diamati

dan berpengaruh sangat besar terhadap jumlah debit dan sedimentasi ketika

musim penghujan. Pengaruh pengelolaan vegetasi terhadap hasil air

menyatakan bahwa aliran tahunan akan meningkat apabila tidak ada

vegetasi atau jumlah vegetasi berkurang cukup besar (Bosch dan Hewlet,

1982). Sehingga pendugaan besarnya debit dan sedimen menjadi penting

untuk mengevaluasi dan merumuskan pola penggunaan lahan yang sesuai

dengan aspek-aspek pengelolaan lahan dengan mengikuti kaidah sistem

konservasi tanah dan air yang baik. Salah satu metode yang digunakan

Page 96: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Debit dan Sedimentasi Sub DAS Alo di Provinsi Gorontalo ……..

Supratman Tabba, Lis Nurrani, Endrawati, dan Isdomo Yuliantoro

77

untuk menduga besarnya nilai debit dan sedimen yaitu melalui pendekatan

model hidrologi Soil and Water Assessment Tool (SWAT).

Menurut Arnold et al. (1998) bahwa SWAT merupakan model hidrologi

berskala DAS yang digunakan dalam menentukan pola penggunaan lahan

yang dapat memberikan tata air optimal. Model ini dapat dikembangkan

untuk memprediksi dampak berbagai praktek pengelolaan lahan terhadap

air, sedimen, dan senyawa kimia pertanian dalam berbagai DAS yang

kompleks dan luas (point sources dan non point sources) dengan variabilitas

tanah, penggunaan lahan, dan kondisi pengelolaan dalam jangka waktu

yang panjang (Neitsch et al., 2005). Model ini banyak diterapkan di wilayah

Eropa dan Asia, telah banyak publikasi mengenai aplikasi model SWAT

dengan hasil yang memuaskan. Sampai saat ini terdapat lebih dari 250

karya tulis khusus aplikasi SWAT untuk pemodelan DAS di seluruh dunia

(Gassman et al., 2007). Sub DAS Alo merupakan salah satu hulu yang

berkontribusi terhadap banjir Gorontalo, sehingga untuk mengetahui

pengaruh perubahan penggunaan lahan pada Sub DAS Alo maka digunakan

model SWAT. Tujuan penelitian ini adalah menduga debit dan sedimentasi,

dengan menggunakan model SWAT di dalam menentukan tata pola

penggunaan lahan yang dapat memberikan tata air optimal.

II. METODE PENELITIA N

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Sub DAS Alo di Kabupaten Gorontalo

Provinsi Gorontalo. Secara geografis Sub DAS Alo terletak pada

00o44‟52,715” dan 122o49‟33,206‟ LU s/d 00o39‟59,192” dan 122o49‟12,778‟

LS. Pengumpulan data dan pengamatan lapangan dilakukan pada bulan Juni

untuk survei, sedangkan pelaksanaan di bulan Oktober dan Desember 2014.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder (kondisi karakteristik lahan, penggunaan lahan, iklim dan hidrologi

DAS), peta rupa bumi, peta DEM (Digital Elevasion Model), peta penggunaan

lahan (land use), peta kemiringan lerang dan peta jenis tanah. Sedangkan

alat yang digunakan adalah GPS, komputer dengan software Arcview, Arc

GIS, softwear SWAT, dan alat tulis menulis.

C. Metode Penelitian

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan

data sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dengan metode

pengumpulan data yang sesuai yaitu:

Page 97: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

78

1. Data primer diperoleh secara langsung dari lapangan melalui teknik

survei lapangan (ground check) untuk melihat kondisi biofisik dan

penggunaan lahan Sub DAS.

2. Data sekunder menggunakan studi pustaka berupa laporan-laporan yang

berasal dari instansi terkait yang disesuaikan dengan data yang

diperlukan model SWAT. Data tersebut antara lain: curah hujan, debit

aliran sungai bulanan dan harian, serta karakteristik tanah. Data ini

diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Sulawesi II Gorontalo, Balai

Pengelolaan DAS Bone Bolango Limboto Provinsi Gorontalo, BMKG

Gorontalo.

D. Prosedur Kerja

Tahapan penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu survei dan

penggunaan model hidrologi SWAT.

1. Kegiatan survei terdiri dari:

a. Persiapan meliputi pengumpulan data utama yaitu peta dasar antara

lain:

1) Peta DEM yang berasal dari DEM (Digital Elevation Model) dengan

resolusi 90 m berasal dari Raster.

2) Peta penggunaan lahan (land use) dan kemiringan lereng tahun

2012 dari Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian

Kehutanan.

3) Peta jenis tanah dari BPDAS Bone Bolango.

b. Melakukan groundcheck terhadap perubahan tutupan lahan.

c. Data yang diperlukan sebagai input model SWAT yaitu :

1) Iklim berupa data harian yang berbentuk time series yang meliputi

curah hujan (mm), temperatur maksimum dan minimum (ºC),

radiasi matahari (MJ/m2/hari), kecepatan angin (m/dt) serta

koordinat dan elevasi stasiun pengamat curah hujan. Data iklim

yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tiga stasiun

penakar hujan tahun (2009-2012) yaitu Stasiun Curah Hujan Alo,

Stasiun Bandar Udara Djalaluddin dan Stasiun Molingkaputo

2) Karakteristik tanah (sifat fisika dan kimia tanah). Sifat fisika tanah

terdiri dari kedalaman efektif (mm), infiltrasi tanah, ketebalan

horizon (mm), tekstur tanah, bulk density (g/cm3), kapasitas

menahan air (mm H2O/mm tanah), Saturated hydraulic

conductivity (mm/jam), nilai erodibilitas tanah. Sedangkan sifat

Page 98: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Debit dan Sedimentasi Sub DAS Alo di Provinsi Gorontalo ……..

Supratman Tabba, Lis Nurrani, Endrawati, dan Isdomo Yuliantoro

79

kimia tanah terdiri dari kandungan fraksi batuan (%) dan

kandungan bahan organik (%).

3) Pengamatan pada penggunaan lahan yang dilakukan meliputi

faktor pengelolaan tanaman dan tanah.

2. Tahapan kegiatan penggunaan model hidrologi SWAT

a. Data yang telah dikumpulkan (peta-peta, data grouncheck dan data

dari instansi terkait) di input ke dalam model SWAT hingga nantinya

didapatkan suatu model.

b. Deliniasi daerah penelitian

c. Pembentukan Unit lahan (HRU) dan penggabungan HRU dengan data

iklim

E. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan software model SWAT

dan GIS yaitu berupa Identifikasi dan evaluasi unit lahan yang berpotensi

menyebabkan permasalahan pada Sub DAS. Informasi output yang

diperlukan dalam penelitian debit (m3/s) dan sedimen (ton/ha).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Sub DAS Alo

1. Kondisi Umum Sub DAS

Sub DAS Alo merupakan salah satu Sub DAS yang membentuk DAS

Limboto dan secara ekologis sangat berperan penting dalam menyangga

keberlangsungan Danau Limboto. Sub DAS Alo dipandang penting sebab

aliran air sungainya melalui beberapa tempat strategis yaitu ibukota

Kecamatan Tibawa dan Bandar Udara Djalaludin. Sub DAS Alo berbatasan

langsung dengan Kebupaten Gorontalo Utara dan memiliki Daerah

Tangkapan Air seluas 12.000 ha. Sebelah Utara Sub DAS Alo berbatasan

dengan Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara, Sebelah timur

berbatasan dengan Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo, Sebelah barat

berbatasan dengan Kecamatan Boliohuto Kabupaten Gorontalo dan sebelah

selatan berbatasan dengan Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo.

2. Penggunaan lahan dan Jenis Tanah

Berdasarkan analisis peta Sub DAS Alo dibentuk oleh tiga jenis tanah

yaitu latosol, podsolik dan inseptisol. Inseptisol merupakan jenis tanah

paling dominan sebesar 49,47 % dan yang paling sedikit sebesar 12,02 %

yaitu latosol. Secara rinci jenis-jenis tanah pada Sub DAS Alo disajikan pada

Tabel 1.

Page 99: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

80

Tabel 1. Jenis tanah pada Sub DAS Alo

No Jenis Tanah Luas

Ha %

1 Latosol 1.339,50 12,02

2 Podsolik 4.291,52 38,51

3 Inseptisol 5.512,89 49,47

Total 11.143,91 100

Padanan nama aluvial berdasarkan klasifikasi USDA Soil Taxonomy

(1998) adalah inseptisol sedangkan podsolik (podsolik merah kuning yang

umum ditemukan di Indonesia) yaitu ultisol. Penyebaran aluvial cukup luas,

jenis tanah ini tidak saja ditemukan pada wilayah hilir namun juga berada

pada wilayah hulu. Jenis tanah podsolik berada pada wilayah hulu dan

bagian tengah, sedangkan tanah latosol hanya dapat ditemukan pada

daerah punggung bukit atau dataran tinggi yang merupakan wilayah batas

Sub DAS. Sebaran jenis tanah pada Sub DAS Alo secara rinci dapat dilihat

pada Gambar 2

Gambar 2. Peta jenis tanah Sub DAS Alo

Page 100: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Debit dan Sedimentasi Sub DAS Alo di Provinsi Gorontalo ……..

Supratman Tabba, Lis Nurrani, Endrawati, dan Isdomo Yuliantoro

81

3. Kelas Kemiringan Lerang

Kelas lereng di Sub DAS Alo sangat bervariasi, secara umum

kemiringan lereng didominasi kelas sangat curam (> 40%) dan landai (8 %-

15 %). Hanya sebagian kecil saja wilayah dengan tofografi datar, sehingga

dapat dikemukakan bahwa Sub DAS Alo memiliki kelas lereng DAS relatif

besar.

Gambar 3. Peta tofografi Sub DAS Alo

Gambar 4. Peta ketinggian tempat

Page 101: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

82

Kemiringan lereng Sub DAS Alo terdiri dari lima kelas, yaitu datar,

landai, curam, agak curam dan sangat curam (Asdak, 2010). Ketinggian

tempat berkisar pada 100 - 546 m dpl dengan lahan berbukit-bukit yang

cukup ekstrim.

4. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan terdiri dari enam tipe, yaitu hutan lahan kering

sekunder, pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering

campur, sawah dan semak belukar. Pertanian lahan kering merupakan

penggunaan lahan dominan. Secara rinci tipe penggunaan lahan pada Sub

DAS Alo dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Tipe Penggunaan lahan Pada Sub DAS Alo

No

Penggunaan Lahan

Luas

Ha %

1 Hutan lahan kering sekunder 85,81 0,77

2 Semak belukar 1.615,87 14,5

3 Pemukiman 420 3,77

4 Pertanian lahan kering campur 7.191,17 64,53

5 Pertanian lahan kering 986,24 8,85

6 Sawah 844,71 7,58

Total 11.143,91 100

Tipe penggunaan lahan cukup bervariasi, pertanian lahan kering

campur sangat dominan dengan luas 64,53 %. Wilayah dengan areal tidak

produktif dalam bentuk semak belukar seluas 14,5 % dan pertanian lahan

kering adalah penggunaan lahan dengan wilayah terluas ketiga sebesar 8,85

%.

Luasan hutan pada Sub DAS Alo sangat minim hanya sebesar 0,77 %,

hutan tersebut kategori hutan lahan kering sekunder. Selain hutan

penggunaan lahan dengan luasan terkecil yaitu pemukiman hanya sebesar

3,77 % dan terpusat di bagian hilir. Sub DAS Alo sangat strategis karena

merupakan wilayah yang dilalui jalan trans Sulawesi, sehingga banyak

dijumpai pemukiman dalam catchment area, bahkan hingga ke daerah hulu

yang berbatasan dengan hutan.

Satu-satunya areal berhutan yang merupakan hutan lahan kering

sekunder adalah kawasan Cagar Alam Tangale dengan luas areal ± 112,50

ha. Cagar Alam Tangale terletak di antara dua pemukiman yaitu Desa

Page 102: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Debit dan Sedimentasi Sub DAS Alo di Provinsi Gorontalo ……..

Supratman Tabba, Lis Nurrani, Endrawati, dan Isdomo Yuliantoro

83

Labanu dan Desa Buhu di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo.

Berdasarkan hasil groundchek terdapat beberapa lokasi pengembangan

hutan rakyat Jati (Tectona grandis) yang dikembangkan oleh masyarakat

dalam spot-spot kecil dengan luasan antara 0,5-1 ha.

Gambar 5. Peta tutupan lahan Sub DAS Alo

Jenis komoditi yang dibudidayakan oleh masyarakat pada pertanian

lahan kering adalah jagung (Zea Mays) dan cabe (Capsicum annuum).

Kedua jenis ini merupakan produk unggulan dan primadona masyarakat

Gorontalo, dan lebih dikenal dengan sebutan milu (Bahasa gorontalo).

Pengembangan jagung ini juga merupakan kebijakan dan program unggulan

oleh pemerintah daerah periode sebelumnya yang hingga kini masih banyak

diterapkan oleh masyarakat.

5. Curah Hujan

Air hujan di suatu DAS ditransformasikan menjadi aliran air melalui

hujan yang langsung jatuh di sungai (channel precipitation), limpasan

permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow/sub surface flow) dan

aliran dasar (baseflow/groundwater flow). Data curah hujan harian yang

digunakan dalam model dengan pertimbangan ketersediaan data terdapat 3

titik stasiun pengukur curah hujan, dimana salah satu stasiun pengukur

Page 103: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

84

curah hujan juga digunakan sebagai pengukur data cuaca yaitu stasiun

Bandar Udara Djalaludin.

Gambar 6. Kondisi curah hujan Sub DAS Alo berdasarkan stasiun curah

hujan

Tabel 3. Nama dan informasi stasiun pengukur curah hujan dan iklim

No Nama Stasiun Kode X Y Elevasi

1 Alo Datahu 422001 484186 72234 34

2 Molingkapoto Kwandang 422003 484919 86586 19

3 Stasiun Bandara Djalaludin 422002 483586 70657 31

Berdasarkan Data curah hujan selama empat tahun (2009 - 2012)

curah hujan tertinggi terjadi pada stasiun pengukur curah hujan

Molingkapoto. Hal menarik yang terjadi pada Sub DAS Alo adalah bahwa

terdapat bulan dengan curah hujan tinggi namun debit yang dihasilkan

rendah. Sedangkan pada bulan dimana debit yang tinggi justru kejadian

hujan tidak tinggi.

B. Pembentukan Unit Lahan (HRU) Hasil Deliniasi

Penggunaan model SWAT untuk deliniasi Sub DAS Alo secara otomatis

diperoleh perhitungan topografi secara lengkap, peta jaringan sungai, peta

sub DAS dan outlet. Selain dibutuhkan peta, DEM, juga diperlukan lokasi

Sub DAS, peta jaringan sungai dan penentuan titik outlet pada proses

deliniasi.

Luas total Sub DAS Alo yang terbentuk oleh deliniasi model

adalah 8.293,82 ha. Berdasarkan hasil deliniasi tidak semua areal yang

0.000100.000200.000300.000400.000500.000600.0000.0

100.0

200.0

300.0

400.0

1

10

6

21

1

31

6

42

1

52

6

63

1

73

6

84

1

94

6

1051

1156

1261

1366

Deb

it (

m3

/s)

Hari ke-

Hyetograph dan Hidrograph Debit Total tahun 2009-2012

pcpAlo_Datahu

pcpMolingkapoto

stasiun iklim

debit

Page 104: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Debit dan Sedimentasi Sub DAS Alo di Provinsi Gorontalo ……..

Supratman Tabba, Lis Nurrani, Endrawati, dan Isdomo Yuliantoro

85

tercover sesuai dengan bentuk Sub DAS menurut peta dari BPDAS Bone

Bolango khusunya bagian hulu dan hilir. Kondisi ini disebabkan kurang

sempurnanya model memproses area topografi yang datar, hal ini dapat

diatasi jika menggunakan peta DEM dengan resolusi yang lebih tinggi. Unit

lahan model SWAT merupakan hasil tumpang susun dari peta jenis tanah,

penggunaan lahan dan kemiringan lereng, adapun unit lahan yang terbentuk

sebanyak 33.

Gambar 7. Peta unit lahan Sub DAS Alo

C. Identifikasi Unit Lahan (HRU) Berpotensi menyebabkan

Permasalahan

1. Debit

Secara umum kondisi debit Sub DAS dapat dilihat dari Hyetograph dan

hidrograf debit total dugaan model dimana respon transformasi hujan

menjadi debit sudah memiliki pola yang baik. Hal ini dapat dilihat ketika

curah hujan meningkat maka debit meningkat pula meski ada kejadian

hujan tinggi namun debit tidak mengalami peningkatan. Gambar 6

menunjukkan bahwa terjadinya debit total tidak hanya dipengaruhi oleh

jumlah dan intensitas curah hujan pada saat debit maksimum. Namun

terdapat faktor lain yang mempengaruhinya antara lain kejadian hujan

sebelumnya, sebaran kejadian hujan di dalam DAS dan penggunaan lahan.

Page 105: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

86

Gambar 10. Hyetograph dan hidrograf debit total

Debit bulanan pada Sub DAS Alo berkisar antara 0,173-5,000 (m3/s),

debit tertinggi berada pada bagian hilir dan bagian tengah Sub DAS. Debit

tertinggi dihasilkan oleh unit lahan 19, 13, 8, 9, 10 dan 11. Debit tertinggi

berada disepanjang aliran sungai utama dan outlet Sub DAS, hal ini

merupakan hasil akumulasi dari masing-masing debit yang ada pada setiap

unit lahan yang ada diatasnya. Dampak dari tingginya debit pada wilayah

outlet terlihat dari badan sungai yang menjadi lebih lebar karena adanya

erosi pada tebing sungai (meandering).

Dampak tingginya debit juga teridentifikasi dari pengamatan

disepanjang Sungai Alo dimana telah terjadi erosi tebing sungai, indikator

yang nampak yaitu ditemukannya meandering disebagian besar kelokan

sungai. Meandering terjadi akibat tingginya debit sehingga menimbulkan

tingginya laju aliran permukaan pada sungai yang kemudian berimplikasi

terhadap pengikisan tanah pada kelokan sungai. Sehingga akumulasi dari

dampak tersebut dalam jangka panjang akan terlihat dari semakin lebarnya

badan sungai terutama pada wilayah kelokan dan hilir sungai.

Tingginya debit juga diakibatkan oleh penggunaan lahan yang ada,

dimana pertanian lahan kering campur sangat dominan dengan luas 64,53

% dan juga 14,5 % adalah semak belukar serta 8,85 % pertanian lahan

kering. Dimana umumnya penggunaan lahan tersebut berada pada bagian

hulu dengan tofografi curam (25 - 45 %) hingga sangat curam (> 45 %).

Secara substansial semak belukar baik digunakan untuk meminimalisasi

0

100

200

300

400

500

6000

5

10

15

20

Ch

(m

m/b

ula

n)

Deb

it (

m3

/s)

Waktu

Curah Hujan (mm/bulan) Debit (m3/s)

Page 106: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Debit dan Sedimentasi Sub DAS Alo di Provinsi Gorontalo ……..

Supratman Tabba, Lis Nurrani, Endrawati, dan Isdomo Yuliantoro

87

erosi namun penggunaan lahan ini juga menyebabkan tingginya laju aliran

permukaan. Penutupan vegetasi melindungi permukaan tanah dari pengaruh

langsung hujan dan angin, meningkatkan infiltrasi, memperlambat laju

limpasan, serta meningkatkan kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah (Asdak,

2010). Penggunaan lahan yang berbeda akan menghasilkan respon

transformasi hujan menjadi aliran air yang berbeda pula. Semakin

bertambahnya luasan pengembangan dan semakin berkurangnya luas hutan

maka nilai koefisien limpasannya akan semakin bertambah besar begitu pula

aliran permukaannya dan pada akhirnya akan meningkatkan debit sungai

pada musim hujan dan sebaliknya akan menurunkan debit sungai pada

musim kemarau (Wibowo 2005).

Gambar 11. Peta sebaran debit pada Sub DAS Alo

2. Sedimentasi

Sedimentasi bulanan pada Sub DAS Alo berkisar antara 2,085 - 20,000

ton/ha, daerah dengan sedimentasi berat berada pada wilayah hulu.

Sedimentasi ringan berada pada wilayah hilir disepanjang sungai utama, dan

hanya unit lahan 26 kategori ringan yang berada pada bagian hulu. Wilayah

hilir umumnya adalah pemukiman dan persawahan dengan jenis tanah

inseptisol. Sebagian besar sawah pada daerah hilir merupakan areal

genangan danau yang mengalami pendangkalan hasil sedimentasi dari

Page 107: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

88

wilayah hulu. Karena lereng yang relatif datar sehingga aliran permukaan

sebagai cikal bakal terjadinya erosi juga sangat minim. Inseptisol adalah

endapan tanah-tanah debu vulkanik yang merupakan tingkat perkembangan

terakhir ultisol dan oksisol, memiliki epipedon okerik dan tanah liat amorf

yang biasanya sangat asam serta baik untuk lahan pertanian khususnya

jenis tebu dan kopi (Foth, 1994). Tanah ini memiliki campuran kandungan

cukup banyak hara yang dibutuhkan untuk tanaman sehingga umumnya

dianggap tanah subur. Pemukiman terpadat berada di daerah hilir yang

merupakan ibukota Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo.

Gambar 12. Grafik sedimentasi total dugaan model

Sedimentasi ketegori tinggi terjadi pada unit lahan 14, 17 dan 33,

sedangkan kategori paling tinggi dihasilkan unit lahan 6, 16, 18 dan 30.

Penggunaan lahan pada unit lahan 23 dan 33 didominasi oleh pertanian

lahan kering campur dan semak belukar dengan jenis tanah ultisol dan

sebagian latosol. Tiga unit lahan dengan sedimentasi paling tinggi

didominasi oleh penggunaan lahan pertanian lahan kering dengan pertanian

lahan kering campur dengan kandungan jenis tanah ultisol.

Kelapa (Cocos nucifera) merupakan jenis komoditi utama yang

dikembangkan oleh masyarakat pada pertanian lahan kering campur.

Sedangkan Jenis komoditi yang dibudidayakan oleh masyarakat pada

pertanian lahan kering adalah jagung (Zea mays) dan cabe (Capsicum

annuum). Kedua jenis ini merupakan produk unggulan dan primadona

masyarakat Gorontalo, pengembangan jagung ini merupakan kebijakan dan

program unggulan pemerintah daerah periode sebelumnya yang hingga kini

masih banyak diterapkan oleh masyarakat. Meski memiliki tajuk yang lebar

0

20

40

60

80

100

120

140

2009

\1

2009

\3

2009

\5

2009

\7

2009

\9

20

09

\11

2010

\1

2010

\3

2010

\5

2010

\7

2010

\9

20

10

\11

2011

\1

2011

\3

2011

\5

2011

\7

2011

\9

20

11

\11

2012

\1

2012

\3

2012

\5

2012

\7

2012

\9

20

12

\11

Sed

imen

tasi

(to

n/h

a)

Waktu

Page 108: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Debit dan Sedimentasi Sub DAS Alo di Provinsi Gorontalo ……..

Supratman Tabba, Lis Nurrani, Endrawati, dan Isdomo Yuliantoro

89

namun kondisi tanaman kelapa umumnya homogen dengan jarak tanam

yang cukup lebar yaitu 7 m x 7 m atau 8 m x 8 m. Selain itu tidak adanya

stratum yang jelas pada areal budidaya kelapa sehingga air hujan yang

jatuh pada areal tersebut masih cukup besar.

Kondisi yang sama juga terjadi pada areal budidaya jagung dan cabe,

dimana budidaya jenis ini cenderung homogen dan tanpa tumbuhan bawah.

Keadaan inilah yang menyebabkan ketika hujan terjadi pengangkutan tanah

permukaan oleh air. Vegetasi memiliki pengaruh signifikan terhadap

konservasi tanah dimana jumlah aliran air akan meningkat apabila vegetasi

ditebang atau dikurangi dalam jumlah besar atau mengubah jenis tanaman

berakar dalam yang memiliki kapasitas intersepsi tinggi menjadi tanaman

berakar dangkal dengan kapasitas intersepsi lebih rendah. Sehingga faktor

penutupan lahan, sangat berpengaruh terhadap kondisi hidrologis dalam

DAS. Suatu lahan dengan penutupan lahan yang baik memiliki kemampuan

meredam energi kinetis hujan sehingga memperkecil terjadinya erosi dan

sedimentasi. Kondisi penutupan lahan yang baik juga memberikan seresah

yang cukup banyak, sehingga bisa mempertahankan kesuburan tanah

(Bosch dan Hewlet, 1982).

Ultisol merupakan tanah dengan kategori agak tinggi terhadap

kerentanan erosi dan latosol dengan kategori agak rendah (Paimin et al.,

2006). Ultisol adalah tanah yang paling terkikis dan memperlihatkan

pengaruh pencucian, kejenuhan basah rendah kurang dari 35 %. Ultisol

memiliki tingkat kesuburan sangat rendah untuk tanaman pangan, pada

jenis tanah ini pertanian hanya dapat dipertahankan dengan perladangan

berpindah dan input pupuk. Jenis tanah ini akan sangat menyulitkan untuk

pengembangan kawasan pertanian dan kehutanan ditahap-tahap awal

pengembangan sehingga pemulihan kondisi lahan akan berjalan sangat

lambat (Foth, 1992). Sedangkan Latosol adalah tanah dengan kadar liat

lebih dari 60 %, remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam

dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm),

kejenuhan basa kurang dari 50 % umumnya mempunyai epipedon umbrik

dan horison kambik (Hardjowigeno, 2007).

Wilayah dengan sedimentasi tinggi juga didukung oleh kondisi tofografi

yang sangat curam (> 40 %), sehingga mengakibatkan tingginya aliran

permukaan yang mengakibatkan erosi. Hubungan antara kemiringan lereng

dengan fungsi hidro-orologis adalah bahwa semakin kecil kemiringan lereng

akan semakin memperbesar kemungkinan air hujan untuk meresap ke

dalam tanah. Hal ini dikarenakan semakin kecilnya air hujan yang menjadi

Page 109: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

90

air permukaan. Disamping itu aliran air pada daerah datar cenderung lebih

lambat dibandingkan dengan daerah curam, sehingga kemungkinan

terjadinya erosi juga kecil. Dengan demikian pengaruh lereng datar terhadap

kemungkinan timbulnya lahan kritis semakin kecil.

Selain memperbesar jumlah aliran permukaan semakin besar lereng

juga memperbesar kecepatan aliran permukaan, dengan demikian

memperbesar energi angkut air, selain itu dengan makin miringnya lereng,

maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik kebawah oleh tumbukan butir

hujan semakin banyak. Jika lereng permukaan tanah menjadi dua kali lebih

curam maka banyaknya erosi per satuan luas menjadi 2 - 2,5 kali lebih

banyak (Arsyad, 1989). Laju Erosi dan sedimentasi sebanyak 30 - 40 % dari

seluruh erosi tahunan terjadi pada dua bulan pertama musim penghujan,

pada saat tanah belum sepenuhnya tertutup tanaman (Notohadiprawira et

al., 1999).

Gambar 13. Peta sebaran sedimentasi pada Sub DAS Alo

Satu-satunya areal berhutan pada Sub DAS Alo terdapat di unit lahan

29, pada unit lahan ini sedimen rata-rata bulanan 2.085 - 5.568 ton/ha.

Areal berhutan ini merupakan kawasan Cagar Alam (CA) Tangale, letaknya

berada disepanjang aliran Sungai Alo. Selain itu CA Tangale dibelah oleh

jalan Trans Sulawesi, dengan ketinggian tempat berkisar pada 100 - 350 m

Page 110: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Debit dan Sedimentasi Sub DAS Alo di Provinsi Gorontalo ……..

Supratman Tabba, Lis Nurrani, Endrawati, dan Isdomo Yuliantoro

91

dpl. Meski berhutan namun nilai sedimentasi berasal dari tofografi sebab

secara keseluruhan CA. Tangale masuk kategori sangat curam (> 40 %).

Meski kandungan jenis tanah (inseptisol) tidak rentan terhadap erosi namun

sebagian wilayah dari cagar alam memiliki kandungan tanah ultisol. Selain

masuk kategori tinggi terhadap kerentanan erosi, tanah ultisol juga sangat

sulit untuk pengembangan kehutanan. Dengan kata lain jika areal hutan

pada wilayah ini dibuka maka akan sangat sulit merestorasinya kembali.

Berdasarkan interpretasi citra luas CA. Tangale hanya 85,81 ha, terjadi

penyusutan sebesar 26,69 ha dari luas total ketika kawasan konservasi ini

ditetapkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 431/Kpts/VII-

4/1992 tanggal 5 Mei tahun 1992 Kawasan Tangale ditetapkan sebagai

cagar alam dengan luas areal 112,50 ha. Telah terdapat tanah-tanah kritis

bekas perladangan berpindah dan pada bagian batas kawasan dan didalam

kawasan. Lahan yang dibuka kemudian ditanami tanaman semusim berupa

jagung dan cabe. Hasil pangamatan dilapangan ditemukan fakta bahwa

masyarakat membuka lahan pada akhir musim kemarau atau sekitar bulan

Oktober dengan cara membakar. Dalam skala kecil membakar mungkin

dapat membantu mempercepat proses dekomposisi tanah, namun untuk

skala yang lebih luas dan intensif akan menimbulkan dampak berupa

menurunnya produktifitas tanah. Kondisi tersebut akan diikuti dengan

penurunan produksi hasil panen dan muara dari kesemuanya itu adalah

muncul lahan-lahan terdegradasi.

Berdasarkan hasil groundchek terdapat beberapa lokasi pengembangan

hutan rakyat jati (Tectona grandis) yang dikembangkan oleh masyarakat

dalam spot-spot kecil dengan luasan antara 0,5 - 1 ha. Hutan rakyat ini

banyak dikembang oleh masyarakat disekitar pekarangan rumah mereka

dan ada juga yang ditanam pada lahan perkebunan. Meski demikian namun

kondisi ini tidak dapat berkontribusi secara signifikan terhadap penurunan

laju sedimentasi, sebab penggunaan lahan ini hanya bagian kecil dari

dominansi pertanian lahan kering dan semak belukar.

Secara visual di lapangan lahan kritis nampak gundul, gersang, pada

permukaan lahan nampak dominasi pasir, terkadang muncul batu-batuan di

permukaan tanah akibat adanya erosi dan umumnya terdapat pada lahan

berbukit dan berlereng curam. Pada daerah tangkapan Sub DAS Alo banyak

dijumpai lahan berupa alang-alang dan semak dimana tanaman pokok pada

lahan tersebut tidak lagi dapat tumbuh dengan baik, hal itu merupakan

indikator bahwa lahan tersebut telah mengalami degradasi. Keadaan

tersebut disebabkan karena lapisan subur tanah relatif tidak dalam lagi,

Page 111: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

92

sehingga hanya jenis tanaman yang memiliki perakaran dangkal dapat

dengan cepat mengkonsumsi unsur hara. Berbeda ketika jenis tanaman

perakaran dalam yang tumbuh pada daerah tersebut, tanaman terlihat kerdil

karena ketika akar tanaman telah tumbuh semakin dalam maka akan

kesulitan untuk mendapatkan unsur hara.

Lahan kritis di DAS Limboto pada umumnya merupakan lahan bekas

perladangan berpindah yang ditinggalkan karena dianggap tidak produktif

lagi. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa masyarakat

meninggalkan ladang yang dibuka setelah 3 - 5 kali penanaman. Daerah

dengan lereng lebih terjal biasanya sudah ditinggalkan setelah tiga kali

tanam. Hal ini menunjukkan cepatnya laju degradasi lahan pada areal bekas

perladangan berpindah. Kondisi ini dapat dipahami karena sistem pertanian

yang dilakukan merupakan pertanian subsisten yang memanfaatkan lahan

tanpa adanya input pupuk dan teknik konservasi secara tradisional (Tabba,

2013). Areal ladang yang ditinggal pun saat ini berubah menjadi alang-alang

dan semak.

Lahan-lahan pertanian tidak nampak adanya perlakuan konservasi

tanah berupa teras yang diterapkan oleh masyarakat yang bermukim di

sekitar hulu Sub DAS Alo. Padahal lahan pertanian yang mereka garap

sebagian besar berada pada daerah dengan kemiringan lereng curam (25 -

45 %) sampai sangat curam (> 45%). Wilayah hilir umumnya ditemukan

sawah, baik dengan menggunakan pengairan dari irigasi teknis ataupun

tadah hujan. Sebagian besar wilayah persawahan merupakan areal bekas

danau yang telah mengalami pendangkalan akibat sedimentasi kiriman dari

bagian hulu Sub DAS yang terakumulasi dari tahun ke tahun.

Beberapa permasalahan pokok yang teridentifikasi yaitu tingginya aliran

permukaan/erosi, frekuensi banjir yang cenderung meningkat. Keadaan ini

disebabkan oleh tingginya konversi hutan menjadi lahan budidaya pertanian

serta praktek perladangan berpindah (shifting cultivation) yang dilakukan

oleh petani tradisional. Sebagian besar masyarakat mengusahakan lahan

secara sub sistem tanpa adanya input pupuk dan penerapan teknik-teknik

konservasi tanah dan air. Masyarakat membuka lahan untuk dijadikan areal

budidaya pertanian lahan kering (jagung, cabe, kacang tanah, dan tomat).

Lahan dibuka dengan cara dibakar terlebih dahulu, kegiatan ini mereka

lakukan dengan alasan cepat dan tidak membutuhkan biaya besar.

Umumnya mereka tidak menggunakan pupuk dengan alasan mahal. Ketika

lahan garapan tidak lagi menghasilkan produksi maksimal karena kesuburan

tanah menurun maka alternatif yang ditempuh oleh masyarakat adalah

Page 112: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Debit dan Sedimentasi Sub DAS Alo di Provinsi Gorontalo ……..

Supratman Tabba, Lis Nurrani, Endrawati, dan Isdomo Yuliantoro

93

dengan membuka lahan baru. Permasalahan tersebut timbul karena

rendahya produktifitas lahan serta kurangnya transfer ilmu dan adopsi

teknologi masyarakat, disisi lain kebutuhan hidup meningkat dan tingginya

ketergantungan terhadap lahan.

D. Alternatif Arahan Penanggulangan

Mengingat sedimentasi pada wilayah Sub DAS Alo cukup tinggi

sehingga perlu penanganan secara komprehensif untuk mengendalikannya.

Jika tidak tertangani dengan baik maka dikhawatirkan bahwa bahaya

sedimentasi ini akan terakumulasi menjadi bencana. Bencana sedimen

merupakan fenomena yang menyebabkan kerusakan baik secara langsung

ataupun tidak langsung pada kehidupan manusia dan harta benda,

ketidaknyamanan bagi kehidupan masyarakat dan atau kerusakan

lingkungan, melalui suatu skala besar pergerakan tanah dan batuan

(Hasnawir, 2012).

Sehingga upaya untuk mencegah menjamurnya lahan kritis pada Sub

DAS Alo dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan yaitu

hukum dan fisik. Pendekatan hukum berupa pemberian sangsi pada pelaku

perambahan hutan dan perladangan berpindah. Sedangkan pendekatan fisik

dapat dilakukan dengan melakukan prioritas penanganan untuk

mengembalikan produktifitas lahan, melalui program percepatan rehabilitasi.

termasuk menghutankan kembali lahan-lahan gundul dan gersang yang

dianggap sebagai faktor penyebab terjadinya kerusakan DAS (Tabba, 2013).

Hutan pada Sub DAS Alo sangat rentan terdegradasi, beberapa faktor

yang teridentifikasi yaitu jenis tanah termasuk ketegori mudah tererosi dan

terdapat pada kemiringan lereng curam hingga sangat curam. Ketika hutan

dibuka akan terjadi erosi dan pada akhirnya akan berimplikasi pada

cepatnya laju degradasi lahan. Sehingga direkomendasikan agar hutan tidak

dibuka dan senantiasa dalam pengawasan. Sedangkan pertanian lahan

kering pada hulu Sub DAS sebaiknya menerapkan kaidah-kaidah konservasi

tanah dan air berupa teras untuk meminimalkan aliran permukaan/erosi

khusunya diwilayah Sub DAS. Menurut Kartasapoetra et al. (2000) tindakan

KTA diarahkan pada empat perlakuan pokok yaitu (1) Memperbesar

resistensi permukaan tanah sehingga lapisan permukaan tanah tahan

terhadap pengaruh tumbukan butiran air hujan (2) Memperbesar kapasitas

infiltrasi tanah, sehingga laju limpasan dapat dikurangi (3) Mengurangi laju

permukaan agar daya kikisnya terhadap tanah dapat diperkecil (4)

Page 113: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

94

Memperbesar resistensi tanah sehingga daya rusak dan daya hanyut

limpasan terhadap partikel-partikel tanah dapat diperkecil.

Lahan pertanian masyarakat perlu mengembangkan konsep budidaya

ramah lingkungan dengan pendekatan teknik-teknik agroforestri baik

metode vegetatif maupun teknik sipil. Agroforestri memberikan hasil yang

lebih efektif dalam mengendalikan laju erosi yang pada akhirnya berujung

pada sedimentasi dalam hal penyediaan serasah diatas permukaan tanah

jika dibandingkan dengan pengaruh tajuk tanaman saja (Pramono dan

Wahyuningrum, 2010). Perkebunan dan sawah pada bagian hilir disarankan

tetap karena kemiringan lereng relatif datar sehingga tidak berpotensi

mengakibatkan sedimentasi yang berimplikasi pada kekritisan lahan.

Selain penerapan sistem agroforestri pada lahan-lahan pertanian

masyarakat, penting juga memberikan sosialisasi mengenai pengembangan

hutan rakyat. Sebab pola ini mampu memberikan manfaat jangka panjang,

menengah dan jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Hutan rakyat merupakan pola penggunaan lahan yang mengembangkan

jenis-jenis tanaman kehutanan dan tidak saja untuk menghasilkan produk

tunggal namun dikembangkan untuk tujuan-tujuan yang multi produk,

bukan hanya menghasilkan kayu melainkan juga produk non kayu (Suharjito

et al., 2000).

IV. KESIMPULA N DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penggunaan lahan pada Sub DAS Alo terdiri dari enam tipe yaitu hutan

lahan kering skunder, pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan

kering campur, sawah dan semak belukar. Pertanian lahan kering

merupakan penggunaan lahan dominan. Jumlah debit rata-rata perbulan

Sub DAS Alo antara 0,173-5,000 m3/ha yang terjadi di outlet. Jumlah debit

tertinggi terjadi di wilayah outlet Sub DAS. Sedimentasi rata-rata bulanan

tertinggi pada pada Sub DAS Alo sebesar 2,085-20,000 ton/ha, yang terjadi

pada wilayah punggung bukit. Sedangkan sedimentasi rata-rata bulanan

tertinggi pada Sub DAS Sawangan sebesar 17,70-22,13 m3/s, pada wilayah

hulu sedimentasi rata-rata bulanan antara 4,42-8,85 m3/s.

B. Saran

Melakukan prioritas rehabilitasi pada lahan-lahan kritis untuk

mengembalikan produktifitas lahan melalui pendekatan teknik-teknik

Agroforestri. Termasuk menghutankan kembali lahan-lahan gundul dan

gersang yang dianggap sebagai faktor penyebab terjadinya kerusakan DAS.

Page 114: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Debit dan Sedimentasi Sub DAS Alo di Provinsi Gorontalo ……..

Supratman Tabba, Lis Nurrani, Endrawati, dan Isdomo Yuliantoro

95

Hutan pada Sub DAS Alo sangat rentan terdegradasi, dengan jenis tanah

termasuk ketegori mudah tererosi. Sehingga hutan harus dipertahankan dan

senantiasa dalam pengawasan. Sedangkan pertanian lahan kering pada hulu

Sub DAS sebaiknya menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air

berupa teras untuk meminimalkan aliran permukaan/erosi khususnya di

wilayah Sub DAS Alo. Sosialisasi mengenai pengembangan hutan rakyat,

sebab pola ini mampu memberikan manfaat jangka panjang, menengah dan

jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Arnold, J. G., Srinivasan, Mutiah, R. S., and William, J. R. (1998). Large-area

Hidrologic Modeling and assesment. Part I, model development.

Journal American Water Resources Assoc, 35(5), 1037-1052.

Arsyad. (1989). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Press.

Asdak, C. (2010). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan

Kelima Edisi Revisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Asir, L. (2011). Strategi rehabilitasi lahan dan sistem kelembagaan dalam

pengendalian banjir dan longsor di daerah tangkapan air Limboto.

dalam Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian. Manado: Balai

Penelitian Kehutanan Manado.

Bosch J. M. and Hewlet, J. D. (1982). Review of catchment experiments to

determine the effects of vegetation changes on water yield and

evapotranspiration. Journal of Hidrology, 55, 3-23.

Departemen Kehutanan. (1992). Keputusan Menteri Kehutanan No.

431/Kpts/VII-4/1992 tanggal 5 Mei. Penetapan Kawasan Cagar Alam.

Jakarta.

Departemen Kehutanan. (2009). Keputusan Menteri Kehutanan No SK.

328/Menhut-II/2009. Penetapan Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas

Dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

Tahun 2010-2014. Jakarta.

Foth, H. D. (1994). Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Edisi Keenam. Alih Bahasa oleh

Soenartono Adisoemarto, Ph.D. Anggota IKAPI. Jakarta: Penerbit

Erlangga

Gassman, P. W., Reyes, M. R., Green C. H., and Arnold J. G. (2007). The soil

and water assesment tool: Historical development, application, and

future research directions american society of agricultural and

biological engineers. ISSN 0001-2351, 50(4), 1211-1250.

Hardjowigeno, S. (2007). Ilmu Tanah. Edisi Baru Cetakan Keenam. Anggota

IKAPI. Jakarta: Akademika Pressindo

Page 115: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

96

Hasnawir. (2012). Mitigasi bencana sedimen. dalam Prosiding Seminar dan Pemeran Hasil-Hasil Penelitian Prospek Pengembangan Hutan Tanaman (Rakyat) Konservasi dan Rehabilitasi Hutan, (hlm. 107-134).

Manado: Balai Penelitian Kehutanan Manado.

Kartasapoetra, G., Kartasapoetra, A. G., Sutedjo, M. M. (2010). Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. Cetakan Keenam. Jakarta:

Rineka Cipta

Lee, R. (1990). Hidrologi Hutan (terjemahan: Forest Hidrology). Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Neitsch, S. R., Arnold, J. G., Kiniry, J. R., Srinivasan, R. and Williems, J. R.,

(2005). Soil and water assessment input/output file documentation

version 2005. Agriculture Research Servic US. Texas. [terhubung

berkala]. Diunduh tanggal 31 Oktober 2008, dari http://www.

http.brc.tamus.edu/swat/document. Html [].

Notohadiprawira, Tejoyuwono, Sutanto, R., Maas, A. dan Yasni, S. (1999).

Kebutuhan Riset, Inventarisasi dan Koordinasi Pengelolaan Sumber

Daya Tanah di Indonesia. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi.

Dewan Riset Nasional. Jakarta.

Paimin, Sukresno dan Purwanto. (2006). Selidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS). Puslitbang Hutan dan Konservasi

Alam. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Pramono, I. B. dan Wahyuningrum, N. (2010). Model pengendalian run off

dan erosi dengan metode vegetatif. dalam Prosiding Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS Dalam Upaya Pengendalian Banjir dan Erosi-Sedimentasi (hlm. 23-31).

Surakarta: Pusat Litbang Konervasi dan Rehabilitasi.

Suharjito, D., Khan, A., Djatmiko, W. A., Sirait, M. T., dan Evelyna, S.

(2000). Karakteristik pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat.

Kerjasama antara FKM-Ford Foundation. Yogyakarta: Aditya Media.

Tabba, S. (2013). Kontribusi faktor dan penyebab kekritisan Sub DAS

Biyonga sebagai hulu Danau Limboto. Info Balai Penelitian Kehutanan

Manado, 3(1), 37-64.

Wibowo, M. (2005). Analisis pengaruh perubahan penggunaan lahan

terhadap debit sungai (studi kasus Sub-DAS Cikapundung Gandok,

Bandung). Jurnal Teknik Lingkungan, 6(1), 283-290.

Page 116: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Pengaruh Asal Benih dan Penggunaan Pupuk Kandang terhadap ……..

Hanif Nurul Hidayah, Arif Irawan, Jafred E. Halawane, dan S. Tabba

97

Pengaruh Asal Benih dan Penggunaan Pupuk Kandang terhadap

Pertumbuhan Awal Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)

dalam Uji Coba Penanaman pada Lahan Berpasir1

Hanif Nurul Hidayah2 , Arif Irawan2 , Jafred E. Halawane2 , dan

Supratman Tabba2

ABSTRAK

Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) merupakan jenis tanaman yang

mampu beradaptasi pada hampir semua jenis tanah. Terdapat banyak jenis

sengon yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan sengon asal Talise dengan

sengon asal Jawa berdasarkan perlakuan dosis pupuk kandang yang ditanam

pada lahan berpasir. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan

petak terbagi dengan 2 (dua) faktor yaitu asal benih dan perlakuan pemupukan.

Dalam rancangan ini, asal benih sebagai petak utama (asal Talise dan Jawa) dan

perlakuan dosis pupuk sebagai anak petak (kontrol, pupuk kandang 0,5 kg,

pupuk kandang 1 kg, dan pupuk kandang 1,5 kg). Parameter pertumbuhan yang

diukur adalah pertambahan tinggi dan diameter serta persen hidup tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa asal benih yang digunakan tidak

memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tinggi, diameter dan

persen hidup tanaman. Sedangkan pemberian pupuk kandang menunjukkan

pengaruh yang signifikan terhadap ketiga parameter pertumbuhan tersebut.

Dosis pupuk kandang optimal yang dapat digunakan untuk tanaman sengon di

lahan berpasir adalah sebanyak 1kg/lubang tanam.

Kata kunci : asal benih, lahan berpasir, pupuk kandang, sengon (Paraserianthes

falcataria (L) Nielsen)

1 Makalah ini disampaikan dalam Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan Perubahan Iklim, diselenggarakan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Manado 28 Mei 2015

2 Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Jl. Raya

Adipura Kelurahan Kima Atas Kecamatan Mapanget Kota Manado; Email: [email protected]

Page 117: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

98

I. PENDA HULUA N

Sengon (Paraserianthes falcataria) termasuk famili Mimosaceae atau

keluarga petai–petaian dan merupakan salah satu tanaman pioner yang

mampu hidup di daerah kritis atau miskin hara. Sengon merupakan jenis

pohon daerah tropik dengan suhu pertumbuhan optimum berkisar 22 oC - 29 oC. Tempat tumbuh terbaik ditemukan pada ketinggian tempat 10 - 800 m

dpl. Sengon tumbuh baik di daerah yang terletak antara 10o LS – 3o LU yang

memiliki 15 hari hujan dalam 4 bulan kering. Curah hujan tahunan yang

diinginkan pohon ini adalah 2000 mm - 2700 mm, kelembaban udara yang

dibutuhkan untuk tumbuh berkisar 50 % - 75 % (Prihmantoro, 1991).

Sengon mampu hidup dengan baik pada jenis tanah ragosol, aluvial, dan

latosol dengan bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan

kemasaman tanah sekitar pH 6-7. Sebaran alami di Maluku, Papua Nugini,

Kepulauan Solomon dan Bismark. Banyak ditanam di daerah tropis,

terutama terdapat di hutan hujan dataran rendah sekunder atau hutan

pegunungan rendah. Dapat beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembab

dengan curah hujan 200-2700 mm/th dimana bulan kering sampai 4 bulan.

Dapat ditanam pada tapak yang tidak subur tanpa dipupuk. Tidak tumbuh

subur pada lahan berdrainase jelek. Termasuk species yang memerlukan

cahaya. Merupakan salah satu spesies paling cepat tumbuh di dunia, mampu

tumbuh 8 m/tahun dalam tahun pertama penanaman (Hidayat, 2002).

Sengon merupakan jenis-jenis kayu yang potensial dikembangkan

untuk hutan tanaman industri. Sengon merupakan jenis tanaman lokal

Indonesia yang sudah dimanfaatkan sejak tahun 1700-an, bahkan

direkomendasikan untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan

tanaman. Sengon tergolong pohon cepat tumbuh, mudah beradaptasi di

segala tipe tanah dengan teknik budidaya mudah dan telah diketahui. Sejak

2007 - 2008 popularitas sengon melambung. Padahal sebagai kayu kelas 3

sejak lama sengon hanya menjadi bahan peti. Kayu sengon memang tak

sekeras jati. Namun, dengan perendaman dengan garam wolman yang

terdiri atas campuran natrium fluorida, dinatrium hidrogen arsenat, natrium

kromat, dan dinitro fenol, kayu sengon mampu bertahan 30 - 45 tahun,

tidak kalah awet dibandingkan jati. Saat ini banyak masyarakat tertarik

untuk mengembangkan hutan tanaman jenis kayu cempaka wasian, jabon

merah ataupun sengon karena memilki daur yang lebih pendek (5 - 8

tahun).

Terdapat banyak jenis sengon yang tersebar di seluruh Indonesia.

Masing-masing jenis memiliki karakteristik pertumbuhan yang berbeda. Jenis

Page 118: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Pengaruh Asal Benih dan Penggunaan Pupuk Kandang terhadap ……..

Hanif Nurul Hidayah, Arif Irawan, Jafred E. Halawane, dan S. Tabba

99

yang paling banyak ditemui antara lain sengon jawa, sengon solomon,

sengon buto dll. Di Sulawesi Utara sendiri ada beberapa jenis sengon yang

tersebar baik tumbuh alami maupun ditanam oleh masyarakat. Di Pulau

Talise, ada banyak ditemui tanaman sengon yang secara umum memiliki

karakteristik hampir sama dengan sengon jawa. Penelitian ini

membandingkan pertumbuhan sengon lokal asal Talise dengan sengon asal

Jawa melalui perlakuan pemupukan dan ditanam di habitat baru dengan

jenis tanah berpasir bekas letusan gunung berapi.

II. METODE PENELITIA N

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian dilakukan di Hutan Penelitian Balai Penelitian Kehutanan

Manado di Batu Angus Kota Bitung. Waktu pelaksanaan dimulai bulan

November 2013 sampai dengan Agustus 2014.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kaliper, meteran,

dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain bibit sengon

asal Talise dan Jawa, pupuk kandang, dan top soil.

C. Prosedur Penelitian

1. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan adalah:

a. Pembibitan sengon asal Talise dan Jawa dilakukan di persemaian

BPK Manado.

b. Bibit yang ditanam di lokasi Hutan Penelitian Batu Angus dipilih

yang sudah berkayu dan memiliki tinggi seragam.

c. Perlakuan penanaman dibedakan berdasarkan asal benih dan

besaran jumlah pupuk yang digunakan.

d. Penyiapan lubang tanam dilakukan dengan ukuran 30 cm x 30 cm x

30 cm. Sebelum bibit ditanam, setiap lubang tanam diberikan pupuk

sesuai taraf perlakuan yang dicobakan.

e. Pemeliharaan tanaman tetap dilakukan untuk meminimalkan resiko

kematian bibit, yaitu meliputi pendangiran, pembersihan plot, dan

penambahan hidrogel.

f. Pengukuran dilakukan pada umur 9 bulan setelah penanaman. Data

yang diambil yaitu persen hidup, tinggi tanaman dan diameter

tanaman.

Page 119: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

100

2. Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan di plot hutan penelitian TWA Batu Angus

adalah rancangan petak terbagi. Pada rancangan ini digunakan 2 faktor,

yaitu asal sumber benih yang terdiri dari 2 taraf percobaan (S1, Sengon

jawa dan S2, Sengon talise) dan faktor pemupukan yang terdiri dari 4 taraf

percobaan (P1: kontrol, P2: pupuk kandang 0,5 kg, P3: pupuk kandang 1kg,

P4: pupuk kandang 1,5 kg). Masing–masing perlakuan dilakukan ulangan

sebanyak 3 kali. Berdasarkan factor perlakuan yang diberikan, terbentuk 24

plot uji dimana setiap plot uji ada 25 bibit yang ditanam dan jumlah bibit

yang telah digunakan adalah sebanyak 300 bibit sengon jawa dan 300 bibit

sengon talise.

D. Analisis Data

Uji F dilakukan untuk mengetahui perbedaan pemberian perlakuan.

Apabila diperoleh perbedaan nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan Uji

Jarak Berganda Duncan atau uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk

mengetahui jenis terbaik berdasarkan rankingnya.

III. HASIL DAN PEMBAHASA N

Pengukuran parameter pertumbuhan sengon dilakukan pada umur 9

bulan setelah penanaman. Data yang diambil meliputi pertambahan tinggi

dan diameter serta persen hidup tanaman. Dari data yang diperoleh

dilakukan analisis sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil analisis ragam pengaruh asal benih dan pemupukan

Sumber Keragaman Kuadrat Tengah

Tinggi Diameter Persen Hidup

Petak utama Pupuk

Anak Petak Asal

Pupuk*Asal

34465,91 *

7740,34 tn

10009,52 tn

6,39 *

1,38 tn

1,40 tn

1646,89 *

150,00 tn

141,11 tn

Keterangan: * = berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 5% tn = tidak berpengaruh nyata

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa perlakuan pupuk kandang

memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, diameter dan

persen hidup tanaman. Sedangkan perlakuan asal benih dan interaksi antara

perlakuan pemupukan dan asal benih tidak memberikan pengaruh nyata. Uji

lanjut untuk mengetahui pengaruh pemupukan terbaik ditampilkan pada

Tabel 2.

Page 120: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Pengaruh Asal Benih dan Penggunaan Pupuk Kandang terhadap ……..

Hanif Nurul Hidayah, Arif Irawan, Jafred E. Halawane, dan S. Tabba

101

Tabel 2. Uji lanjut pengaruh pemupukan

No Pupuk Tinggi

(cm)

Diameter

(mm)

Persen Hidup

(%)

1. Pupuk kandang 1 kg 89,15 a 1,27 a 36,67 a 2. Pupuk kandang 1,5 kg 83,52 a 1,09 ab 35,33 a

3. Pupuk kandang 0,5 kg 63,56 a 0,85 b 35,33 a 4. Kontrol 7,93 b 0,14 c 2,67 b

Keterangan: Nilai-nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 95%

1. Asal Sumber Benih

Perbedaan asal benih merupakan faktor penentu dalam pertumbuhan

suatu jenis tanaman. Kombinasi dari kondisi lingkungan dan faktor genetik

dapat menghasilkan benih dengan tingkat pertumbuhan tanaman yang

berbeda-beda antar asal benih. Perbedaan geografi diantara sumber benih

sangat mempengaruhi sifat genetiknya (Zobel dan Talbert, 1984) dan

diferensiasi genetik antar populasi (asal sumber benih) dipengaruhi oleh

adanya aliran gen melalui penyebaran serbuk sari dan biji (Loveless dan

Hamrick, 1984).

Dari analisis data yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa faktor

asal benih yang dicobakan tidak memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap parameter pertumbuhan yang diukur. Variasi pertumbuhan yang

tidak nyata antar asal sumber benih mengindikasikan bahwa faktor genetik

belum memberikan pengaruh yang signifikan pada tanaman sengon yang

diuji. Hal ini diduga disebabkan karena terdapat faktor lain yang lebih

dominan dalam memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan sengon,

sehingga performa diferensiasi genetik antar populasi (asal sumber benih)

tidak dapat berpengaruh secara maksimal. Pengaruh faktor genetik akibat

perbedaan penggunaan asal benih yang memberikan pengaruh signifikan

terhadap pertumbuhan sengon sebelumnya telah disampaikan oleh Rohandi

et al., 2014; Hadiyan, 2010; dan Ismail dan Hadiyan, 2008.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa faktor dominan

yang menyebabkan tidak munculnya perngaruh asal benih dalam penelitian

ini adalah disebabkan oleh kondisi lingkungan yang terlalu ekstrim. Handian

(2010) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa 80 famili sengon dari Jawa,

Lombok, dan Papua yang ditanam pada kebun benih di Cikampek Jawa

Barat dengan kondisi tapak yang subur menunjukkan nilai rata-rata persen

hidup yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 82,47 % - 93,38 %. Data

tentang kandungan unsur hara tanah dan kondisi lingkungan ditampilkan

pada Tabel 3 dan 4 berikut:

Page 121: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

102

Tabel 3. Hasil analisis tanah TWA Batu Angus

Nomor

Sampel

% KA pH

(H2O)

pH

(KCl)

% C-organik N

(%)

P

(ppm)

K

(%)

1 2,44 6,55 5,33 4,63 0,27 3,4 0,01

2 2,03 6,57 5,70 1,46 0,14 3,6 0,01

3 2,96 6,33 5,39 4,94 0,14 3,8 0,01

Sumber: Laboratorium Balai Penelitian Palma Sulawesi Utara

Tabel 4. Data curah hujan di Hutan Penelitian Batu Angus

No Bulan Curah Hujan

Rata-Rata (mm3)

Rata-Rata

1 MARET 3,70

4,23 mm3

2 APRIL 2,94

3 MEI 3,95

4 JUNI 12,33

5 JULI 5,15

6 AGUSTUS 3,45

7 SEPTEMBER 0,37

8 OKTOBER 1,94

Sumber: Data BPK Manado 2014

Selain kondisi tapak penanaman yang miskin akan kandungan unsur

hara, suhu dan cuaca yang sangat panas pada lokasi penanaman

mengakibatkan performa genetik dari kedua sumber benih terhalang oleh

kedua faktor ini.

2. Pemupukan

Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara di

dalam tanah. Pertumbuhan tanaman akan meningkat apabila nutrisi

tanaman terpenuhi. Salah satu nutrisi yang penting bagi tanaman adalah

unsur hara. Menurut Sutedjo (1987), tanaman terdiri dari 50 elemen unsur

hara, sedangkan yang dibutuhkan tanaman selama masa pertumbuhan dan

perkembangannya ada 16 unsur yang merupakan unsur hara esensial terdiri

dari unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro merupakan unsur hara

yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, yang termasuk dalam

unsur hara makro antara lain: C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S. Unsur hara mikro

merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit,

yang tergolong dalam unsur hara mikro antara lain: Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B,

Cl, Ni (Mengel dan Kirkby 2001). Unsur hara makro dan mikro yang tidak

Page 122: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Pengaruh Asal Benih dan Penggunaan Pupuk Kandang terhadap ……..

Hanif Nurul Hidayah, Arif Irawan, Jafred E. Halawane, dan S. Tabba

103

lengkap dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman

serta produktivitasnya. Unsur hara dapat diperoleh salah satunya dari pupuk

yang diberikan pada tanaman.

Pupuk kandang merupakan salah satu pupuk organik yang dikenal oleh

banyak kalangan. Menurut Suriadikarta et al. (2004) pupuk organik adalah

pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang

berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan atau manusia antara lain pupuk

kandang, pupuk hijau dan kompos (humus) berbentuk padat atau cair yang

telah mengalami dekomposisi.

Perlakuan pemupukan dalam penelitian ini menunjukkan hasil

perbedaan yang nyata terhadap pertambahan tinggi dan diameter serta

persen hidup tanaman sengon. Selain memberikan unsur hara yang

dibutuhkan tanaman, penggunaan pupuk organik pada lahan berpasir dapat

membantu meningkatkan kelembaban tanah sebab media pasir pada

dasarnya memiliki tingkat porositas yang cukup tinggi. Poincelot (1980)

menyatakan bahwa pasir merupakan media yang memiliki ukuran partikel

0,05 - 2,0 mm, sehingga kapasitas memegang air yang dimiliki rendah dan

mengakibatkan media pasir menjadi mudah basah dan cepat kering oleh

proses penguapan. Susanti (2012) menyatakan bahwa kelebihan dari pupuk

organik ialah dapat memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap

tanah terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah, dan

sebagai sumber zat makanan bagi tanaman.

Berdasarkan analisis ragam yang telah dilakukan,dapat diketahui bahwa

penggunaan pupuk memberikan pengaruh sangat nyata dalam penelitian ini.

Hal ini dapat dilihat dari perbedaan hasil pertumbuhan tinggi, diameter dan

persen hidupnya. Perlakuan kontrol (tanpa pemupukan) memiliki nilai

pertumbuhan paling kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu

sebesar 7,93 cm (tinggi), 0,14 cm (diameter) dan 2,67 % (persen hidup).

Perlakuan pemupukan dengan 3 (tiga) dosis level yang digunakan secara

umum tidak menunjukkan adanya perbedaan tinggi dan persen hidup,

namun memberikan pengaruh yang berbeda pada pertambahan diameter

(Tabel 2). Kecenderungan dosis pupuk yang paling optimal adalah pupuk

kandang dengan dosis 1 kg. Perlakuan ini menghasilkan pertumbuhan

tanaman sengon sebesar 89,15 cm (tinggi), 1,27 cm (diameter) dan

36,67 % (persen hidup).

Page 123: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

104

IV. KESIMPULA N DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penanaman sengon pada lahan kritis membutuhkan perlakuan ekstra

untuk mendukung pertumbuhannya. Perlakuan pemupukan memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan sengon pada lahan kritis

berpasir. Dosis pupuk kandang optimal yang dapat digunakan pada lahan

berpasir adalah 1 kg setiap lubang tanam.

B. Saran

Pemberian perlakuan pemupukan perlu dilakukan secara kontinyu dan

konsisten, terutama untuk penanaman di lahan miskin hara. Selain itu

pemeliharaan dan pengukuran juga diperlukan untuk memperoleh data

pertumbuhan yang terbaik pada setiap jenis tanaman.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan untuk Tim Penelitian Hutan Tanaman

Jenis Unggulan Sulawesi Utara yang telah semaksimal mungkin membantu

kegiatan di lapangan hingga selesainya tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Hadiyan, Y. (2010). Evaluasi pertumbuhan awal kebun benih semai uji

keturunan sengon (Falcataria moluccana sinonim: Paraserianthes

falcataria umur 4 bulan di Cikampek Jawa Barat. Jurnal Pemuliaan

Tanaman Hutan, 7(2), 85-91.

Hidayat, J. (2002). Informasi singkat benih. Indonesian Forest Seed Project.

Bandung.

Ismail, B. dan Hadiyan, H. (2008). Evaluasi awal uji keturunan sengon

(Falcataria moluccana) umur 8 bulan di Kabupaten Kediri Jawa Timur.

Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 2(3), 1-7.

Loveless, M. D. and Hamrick.J. L. (1984). Ecological determinant genetic

structure in plant population. Ann.Rev.Ecol.Syst, 15, 65-95

Mengel K., and Kirkby E. A. (2001). Principles of Plant Nutritions.

Netherlands: Kluwer Academic.

Poincelot, R. P. (1980). Horticulture; Principle and Practical Application.

Englewood Clifts, Prentice-Hall, Inc. 652 pp.

Prihmantoro, H. (1991). Budidaya Albizia. Jakarta Info Agribisnis. Majalah

Trubus, Edisi Juni, 34-36.

Page 124: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Pengaruh Asal Benih dan Penggunaan Pupuk Kandang terhadap ……..

Hanif Nurul Hidayah, Arif Irawan, Jafred E. Halawane, dan S. Tabba

105

Rohandi, A., Gunawan, dan Pieter, L. A. G. (2014). Variasi mutu fisiologis

benih dan pertumbuhan bibit sengon dari beberapa provenan asal

Papua. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 11(1), 11-20.

Suriadikarta, D. A., Setyorini, D. dan Hartatik, W. (2004). Uji Mutu dan

Efektivitas Pupuk Alternatif Anorganik Balai Penelitian Tanah. Jakarta:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah danAgroklimat. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian

Susanti, S. (2012). Aplikasi pupuk daun organik untuk meningkatkan

pertumbuhan bibit jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.).

Skripsi (Tidak dipublikasikan). Bogor: IPB.

Sutedjo M. M. (1987). Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta(ID): Rineka

Cipta.

Zobel, B. J. dan Talbert, J. (1984). Applied Forest Tree Improvement. New

York: John Wiley and Sons, Inc.

Page 125: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

105

PRESENTASI

NARASUMBER TAMU

Page 126: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

106 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 127: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

107

Pelestarian Biodiversitas dan Perubahan Iklim

Johny S. Tasirin Ilmu Kehutanan, Universitas Sam Ratulangi

Page 128: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

108 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 129: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

109

Page 130: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

110 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 131: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

111

Page 132: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

112 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 133: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

113

Page 134: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

114 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 135: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

115

Page 136: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

116 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 137: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

117

Page 138: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

118 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 139: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

119

“Stability of Tropical Rainforest Margins” in Central Sulawesi

Henri Barus Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia

Page 140: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

120 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 141: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

121

Page 142: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

122 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 143: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

123

Page 144: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

124 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 145: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

125

Page 146: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

126 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 147: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

127

Page 148: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

128 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 149: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

129

Page 150: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

130 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 151: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

131

Page 152: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

132 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 153: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

133

Page 154: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

134 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 155: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

135

Page 156: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

136 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 157: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

137

Page 158: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

138 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 159: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

139

Page 160: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

140 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 161: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

141

Page 162: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

142 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 163: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

143

Page 164: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

144 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 165: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

145

Page 166: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

146 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 167: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

147

Page 168: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

148 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 169: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

149

Page 170: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

150 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 171: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

151

Page 172: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

152 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 173: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

153

Page 174: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

154 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 175: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

155

Page 176: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

156 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 177: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

157

Page 178: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

158 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 179: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

159

Page 180: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

160 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 181: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

161

Page 182: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

162 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 183: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

163

Page 184: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

164 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 185: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

165

Konservasi dan Perubahan Iklim

Pipin Permadi GIZ FORCLIME

Page 186: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

166 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 187: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

167

Page 188: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

168 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 189: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

169

Page 190: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

170 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 191: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

171

Page 192: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

172 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 193: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

173

Page 194: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

174 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 195: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

175

DISKUSI

SEMINAR BENA NG MERAH KONSERVASI DAN REHABILITASI

DENGA N PERUBAHA N IKLIM

Pembukaan dan keynote speech

Tema seminar ini relevan dengan Rapat Kerja Komisi 4 dengan Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc pada tanggal

25 Mei 2015. Rapat Kerja membahas tentang perburuan dan perdagangan

ilegal satwa langka yang dilindungi. Menteri Lingkungan Hidup dan

Kehutanan menyatakan terdapat 50.000 jenis spesies yang ada di Indonesia.

236 jenis diantaranya dilindungi dan 86 spesies lainnya hampir punah.

Spesies yang paling terancam punah, diantaranya badak jawa, badak

sumatera, orang utan, dan orang utan sumatera.

Tahun 2010 kementerian kehutanan telah menetapkan 14 spesies terancam

punah sebagai spesies prioritas konservasi. Keempat belas spesies tersebut

antara lain harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah sumatera

(Elephas maximus sumatranus), badak jawa (Rhinoceros sondaicus),

Banteng (Bos javanicus), elang jawa (Spizaetus bartelsi), orang utan

kalimantan (Pongo Pygmaeus), jalak bali (Leucopsar rothschildi), kakatua

kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea), anoa (Bubalus quarlessi), babi rusa

(Babyrousa babirussa), komodo (Varanus komodoensis), maleo

(Macrocephalon maleo), owa jawa (Hylobates moloch), dan bekantan

(Nasalis larvatus).

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (KSDAE) merupakan

tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat. Salah satu

kegiatan KSDAE adalah melalui pengawetan keanekaragaman jenis

tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Pengawetan jenis tumbuhan

dan satwa dilaksanakan di dalam (in situ) dan di luar kawasan suaka alam

(ex situ). Setiap unit pelaksana teknis (UPT) sebenarnya dapat mendukung

program ini setidaknya dengan mengembangkan kawasan hutan (KHDTK)

dengan tujuan khusus sekitar 3 ha dengan menanam jenis-jenis endemik

dan langka agar materi genetik tetap terjaga.

Penelitian harus bisa menjawab kebutuhan indikator kinerja program dan

indikator kinerja kegiatan, sehingga tidak muncul pertanyaan untuk apa hasil

penelitian dan pengembangan. Kegitan seminar seperti ini merupakan

Page 196: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

176 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

sarana menukar pengetahuan yang dimiliki, diseminasi dengan pengguna

dan penguatan dari para narasumber eksternal/internal. Seringkali semangat

untuk menyelenggarakan jauh lebih kuat dibanding semangat untuk

menindaklanjuti hasil pertemuan. Maka output yang harus dihasilkan adalah

roadmap pengembangan penelitian berdasarkan kebutuhan.

Satu hal yang belum terjawab oleh Badan penelitian, Pengembangan dan

Inovasi. Sebagai pembanding, ketika pertanian menghasilkan bibit unggul

padi, langsung diperbanyak dan dilepaskan ke petani. Langsung dihitung

peningkatan produktivitas dari bibit unggul ini. Data sawah juga dimiliki.

Misal 40 % sawah diganti bibit unggul, akan terjadi kenaikan produksi

sekian ton, setara keuntungan sekian rupiah. Dan dapat dibandingkan

berapa anggaran yang disediakan, dengan hasil yang diperoleh.

Dampak perubahan iklim sudah nyata dan kita harus mampu menyikapinya.

Konservasi dan rehabilitasi lahan merupakan sebuah upaya nyata untuk

mengurangi dampak perubahan iklim tersebut.

Testimoni Budidaya Jamur Tiram Putih

Sudah mencoba budidaya jamur tiram putih menggunakan media serbuk

gergaji pada tahun 2007 namun tidak berhasil. Awal tahun 2015, ada

saudara buka informasi dari internet, dapat info budidaya jamur tiram

menggunakan sabut kelapa oleh BPK Manado. Langsung datang berkunjung

ke kantor. Diperlihatkan jamur tiram yang sudah tumbuh. Kemudian praktek

langsung mulai dari penyiapan media hingga penanaman. Dengan

membawa beberapa baglog (pertengahan April) ternyata bisa tumbuh

dengan baik. Tahap 2 diberikan bantuan bibit, ditanam tanggal 15 Mei 2015.

Kemungkinan tumbuh pertengahan atau akhir bulan juni. Proses sekitar 3

minggu diperoleh 50 baglog. Menurut kami, pengembangan budidaya jamur

tiram putih sangat mudah, hanya memanfaatkan limbah yang mudah

didapat dan ada di sekitar kita.

SESI 1

Pengantar dari moderator (Ir. Martina Langi, M.Sc, Ph.D)

kayu eboni memiliki nilai ekonomis tinggi, namun belum diketahui potensi

di alam.

Anoa merupakan satwa liar endemik yang terancam punah baik karena

diburu maupun perubahan tutupan lahan pada habitatnya, ada upaya

konservasi insitu dan eksitu. Ada masalah kesehatan yang diduga

disebabkan oleh ekto parasite.

Pemikiran ilmiah pelestarian biodiversitas dan perubahan iklim.

Page 197: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

177

Burung nuri talaud termasuk jenis paling terancam keberadaannya,

populasinya terus menurun, upaya konservasi untuk mendorong perilaku

reproduksi.

Materi 1

Evaluasi Pertumbuhan Tanaman Konservasi Eksitu Diospyros Umur 1,5 Tahun di Hutan Penelitian Batuangus

Julianus Kinho

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam

pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman tiga jenis Diospyros (D.

pilosanthera, D. rumphii dan D. minahassae) terhadap kombinasi perlakuan

antara naungan dan aplikasi mulsa organik. Kombinasi perlakuan mulsa

dengan radius 100 cm dan naungan 75 % (A2B3) memberikan respon

pertumbuhan yang terbaik pada ketiga jenis Diospyros dengan rata-rata

tinggi dan diameter secara berturut-turut yaitu D. pilosanthera (1,40 m;

1,67 cm), D. rumphii (1,26 m; 1,30 cm) dan D. minahassae (1,10 m; 1,36

cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar radius penggunaan

mulsa organik (Ф 100 cm) dan semakin tinggi intensitas naungan yang

diberikan (75 %), semakin baik untuk pertumbuhan tanaman muda tiga

jenis Diospyros pada fase awal pertumbuhan di lapangan, karena dapat

meningkatkan kesuburan tanah dan menghasilkan kondisi lingkungan mikro

yang mendukung pertumbuhannya.

Materi 2

Ragam dan Intensitas Serangan Ektoparasit di Sekitar Kandang

Anoa (Bubalus spp.) Balai Penelitian Kehutanan Manado

Diah I.D Arini, M. S. Diwi, A. Mayasari dan Nur Asmadi

Pengumpulan ektoparasit di penangkaran anoa dilakukan pada pagi hari

mulai pukul 07.00 – 10.00. Ektoparasit yang terjaring dimasukkan dalam

tabung sampel yang berisi alkohol 70 %. Ektoparasit yang telah mati

kemudian diangin-anginkan dan di pinning kemudian di simpan dalam kotak

serangga. Identifikasi jenis ektoparasit dilakukan di Laboratorium Entomologi

dan Parasit Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa jenis ektoparasit yang banyak dijumpai di kandang anoa adalah jenis

dari ordo Diptera (lalat) sebanyak 7 jenis dan jenis Stomoxys calsitrans atau

lalat kandang memiliki persentase jumlah individu 71,1 %. Besarnya jumlah

individu yang dijumpai sebanding dengan infestasi ektoparasit. Intensitas

serangan tinggi adalah jenis S. calsitrans. Tingginya infestasi serangan dari

jenis S. calsitrans membawa dampak terhadap munculnya berbagai penyakit

pada anoa salah satunya adalah penyakit kulit (kaskado) yang ditandai

Page 198: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

178 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

dengan munculnya luka dan kerak-kerak pada lapisan kulit. Penanganan

terhadap serangan dari jenis S. calsitrans dapat diminimalisir dengan

pemberian obat parasit. Kebersihan kandang harus tetap terjaga, tumpukan

kotoran maupun tumpukan rumput/jerami bekas pakan harus dikelola

dengan sebaik mungkin untuk mengurangi serangan ektoparasit yang dapat

merugikan.

Materi 3

Pelestarian Biodiversitas dan Perubahan Iklim

Johny S. Tasirin

Sinar ultra violet menembus molekul gas rumah kaca, menjadi infra merah

dan memanaskan molekul-molekul yang terkena. Menjadi albedo yang

dipancarkan kembali dari permukaan bumi menuju atmosfer. Gelombang

matahari yang diserap dan menjadi penyebab pemanasan berbeda

lokasinya. Isu yang dibahas pada konferensi internasional dengan APIKI

adalah kekhawatiran adanya metana (GWP). Dua hal yang bisa menjadi

obyek penelitian, menjaga dan mencegah serta menyesuaikan. Semakin

tinggi biodiversitas dan semakin kompleks jaringan makanan, tapi

peningkatan itu tidak akan melebihi daya dukung ekosistem, dan korelai

dengan kapasitas per unit luasan.

Penghijauan dan penanaman pohon akan sampai pada batas maksimum,

yang menentukan adalah energi matahari yang sampai di bumi. Serapan

karbon bukan tidak terbatas (ada batasnya).

Adaptasi berbasis ekosistem, otomatis memberikan kontribusi pada

konservasi keanekaragaman hayati.

Materi 4

Perilaku Harian Sepasang Burung Nuri Talaud (Eos histrio) di

Kandang Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manado

Anita Mayasari, Diah I. D. Arini, Ady Suryawan, Melkianus S. Diwi,

dan Nur Asmadi

Burung nuri talaud memiliki 14 macam aktivitas harian yang digolongkan

menjadi 4 perilaku utama yaitu perilaku bergerak (terbang, menggelantung,

berjalan, berkelahi dan melompat), perilaku diam (bertengger, beristirahat

dan berjemur), perilaku ingestive (makan, minum dan membersihkan paruh)

dan perilaku kawin (mendekati betina/jantan, menyelisik dan bercumbu).

Perilaku bergerak pada betina dan jantan didominasi oleh aktivitas

melompat 78 kali/hari dan 82 kali/hari, frekuensi relatif sama besar yaitu 14

%. Perilaku diam didominasi aktivitas bertengger, namun berbeda antara

Page 199: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

179

betina dan jantan yaitu 129 kali/hari dan 43 kali/hari, frekuensi relatif 23 %

dan 7 %. Perilaku ingestive didominasi aktivitas makan dengan nilai yang

sama yaitu 54 kali/hari dan rekuensi relatif 10 % (betina) dan 9 % (jantan).

Perilaku kawin didominasi aktivitas bercumbu dan jantan nampak lebih

agresif, ditunjukan dengan aktivitas harian dan fekuensi relatif yang lebih

besar (43 kali/hari dan frekuensi 8 % pada betina, sedangkan 55 kali/hari

dan 10 % pada jantan). Perbedaan jenis kelamin hanya berpengaruh nyata

pada perilaku diam.

DISKUSI SESI 1

1. Pak Sudiyono, BKSDA Sulawesi Utara (saran):

Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh faktor makanan terhadap

perilaku kawin. Dapat ditambahkan Kajian mengenai privasi, luasan,

lokasi terpisah. Di PPS burung-burung sampiri cukup sehat padahal

awalnya stres akibat sitaan.

Anita Mayasari, BP2LHK Manado (jawaban):

Sampiri banyak diselundupkan/diperdagangkan. Burung dalam

penangkaran adalah hasil sitaan, dalam kondisi stres, kendala belum

diketahui asalnya dari alam atau peliharaan. Sangat rentan terhadap

perubahan musim, dan lingkungan.

Pemberian pakan di BPK Manado justru lebih bervariasi dibandingkan

dengan di PPS Tasikoki.

Kekurangan SDM di bidang kesehatan satwa.

Yang dibutuhkan: akses terhadap air, pohon pakan, pohon sarang.

Kondisi di lapangan sebagian pohon tidur berubah menjadi kebun

(perubahan penutupan dan penggunaan lahan), perburuan liar dan

perubahan habitat.

2. Pak Nugroho, Litbang Kehutanan (pertanyaan):

Apa prinsip dasar konservasi flora fauna yang terkait perubahan iklim?

Apa habitat yang diperlukan oleh sampiri untuk mendorong

reproduksi, untuk rehabilitasi ekosistem. Untuk burung berkicau,

pasangan yang setia berasal anakan dari satu sarang

fasilitas riset eboni di kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK)

cikampek, boleh mengacu di sana (ditanam tahun 2007-2008)

Diah Irawati Dwi Arini, BP2LHK (jawaban):

Menambahkan tentang sampiri, jenis ini endemik di Pulau Karakelang.

Sifat dasar adalah burung berkoloni, 400-500 ekor. Perilaku unik setiap

sore berkumpul di pohon tidur. Pagi hari terbang ke seluruh pesisir pulau

untuk mencari makan. Sampiri burung yang setia, mencari makan

Page 200: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

180 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

terbang berpasangan, tidur 2 ekor dalam satu tenggeran. Saat kawin,

ada pohon sarang. Sedang dipelajari habitat di alam, sarang, kandang

dan perilakunya.

Julianus Kinho, BP2LHK (jawaban):

Sudah monitor KHDTK Cikampek, tapi spesies yang dipake khusus D.

celebica. Sedangkan di Batuangus menggunakan jenis yang lain. Namun

data cikampek akan dipakai sebagai referensi.

3. Ibu Puspa, Kehati (pertanyaan):

Menurut konferensi CBD, setiap negara didorong untuk memasukkan isu

perubahan iklim untuk mendorong keberlanjutan pendanaannya. Semua

spesies di dunia mengalami ancaman populasi dan habitat.

Bagaimana mengkaitkan isu konservasi dengan perubahan iklim?

Penelitian apa yang bisa diimplementasikan?

Mungkinkah ada penelitian jenis apa yang bisa ditanam bersandingan

dengan eboni secara agroforestry?

Johny S. Tasirin, UNSRAT (jawaban):

Prinsip dasarnya, biodiversitas adalah buffer, dengan melakukan

konservasi berarti kita melakukan mitigasi perubahan iklim. Adaptasi

berbasis ekosistem, otomatis terjadi konservasi kehati (mitigasi

perubahan iklim). Ada keuntungan ekonomi juga di dalamnya. Nilai

keanekaragaman hayati memiliki nilai lebih dalam perdagangan

karbon.

REDD+ kelihatan sangat ideal, namun sampai saat ini belum bisa

merumuskan channel perdagangan karbon, bagaimana skema

pembayaran.

Ozon punya fungsi positif menyerap radiasi yang berbahaya dari

matahari, lapisan ozon rusak akibat radiasi ultra violet, yang

mempercepat kejadian ini adalah produksi chloro Flouro carbon (CFC)

berlebihan.

Julianus Kinho, BP2LHK (jawaban):

Jenis apa yang cocok untuk ditanam bersamaan dengan eboni dalam

waktu lama, akan dikembangkan sesuai dengan kondisi lingkungan dan

masyarakat.

4. Ibu Rini, Fakultas Peternakan UNSRAT (pertanyaan):

Mungkin salah menjodohkan, burung sangat setia, hanya 1 pasangan

seumur hidup. Butuh waktu panjang untuk meneliti hewan. Bagaimana

dengan inseminasi buatan?

Page 201: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

181

Rencana akan meneliti bidang tingkah laku reproduksi (estrus) anoa,

hanya waktu tertentu

Diah Irawati Dwi Arini, BP2LHK Manado (jawaban):

Sudah dilakukan penelitian siklus estrus 3 ekor anoa betina.

5. Moh. Rizki, Arboretum Unima (pertanyaan):

Apakah ada pengaruh elevasi terhadap pertumbuhan eboni di

Batuangus?

Julianus Kinho, BP2LHK Manado (jawaban):

Apa yang ditanam di batuangus juga ditanam di Kima Atas, pada umur

yang sama hasilnya sangat berbeda jauh. Kondisi lingkungan ekstrim,

dekat pantai, lahan tidak subur, dan perlu input tambahan.

6. Pak Agung, TN Bogani Nani Wartabone (pertanyaan):

Apakah ada yang bisa dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan

(kawasan konservasi), kajian biodiversity versus poverty? Insentif bagi

masyarakat untuk menjaga keberadaan hutan

Di Bogani ada 3 spesies terancam punah. Kendalanya adalah sulit

intervensi peningkatan populasi untuk anoa dan babirusa (bagaimana

perlakuannya).

Apakah curah hujan mempengaruhi pertumbuhan eboni

Diah Irawati Dwi Arini, BP2LHK Manado (jawaban):

Mulai tahun 2015 akan dilakukan penelitian konservasi ek situ di Taman

Nasional Bogani Nani Wartabone, outputnya adalah rekomendasi

pembinaan habitat.

Curah hujan berpengaruh, belum dimasukkan dalam paper

7. Pak Suhardi, Dinas Kehutanan Kota Bitung (Pertanyaan):

Beberapa tahun lalu ada pembibitan eboni (KBR), ketika selesai

kegiatan, hidup hanya 10 % yang hidup. Berarti eboni lebih cocok di

hutan alam (hutan rakyat vegetasi terbuka kurang cocok).

Rekomendasi apa yang bisa diberikan, bagaimana membudidayakan

eboni di luar kawasan hutan, naungan lebih rendah.

Metode naungan 75 % itu seperti apa?

Apakah lubang ozon bisa tertutup jika kita terus menanam pohon?

Julianus Kinho, BP2LHK (jawaban):

Ada D. malabarica dan D. ebenum belum diangkat potensinya, potensi

besar di Indonesia, Khusus D.rumphii endemik Sulawesi Utara

Semi toleran, saat kecil butuh naungan, saat besar jika dinaungi

malah mati. Rekomendasi perlu naungan saat awal penanaman.

Menggunakan sarnet, 1, 2, 3 lapis (25 %, 50 % dan 75 %).

Page 202: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

182 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

B. SESI 2

Moderator: Ir. C. Nugroho, M.Sc.

Materi 1.

Stability of Tropical Rainforest Margins in Central Sulawesi

Henry Barus, Abdul Rauf, Aiyen, dan Adam Malik

Memperkenalkan APIK-Indonesia (Asosiasi perubahan iklim kehutanan),

tujuan APIK, Sejarah, Kelembagaan, strukutur pengurus. Gradien suhu

meningkat seiring waktu. Populasi manusia meningkat mengakibatkan suhu

naik. Titik tolak ekstrim adalah terjadinya revolusi industri. Pemanasan

global menaikkan suhu dan volume air laut. Di hutan terasa dingin /sejuk

karena banyak uap air dilepaskan. Hutan primer mampu mereduksi 70 %

biomass dan 50 % biodiveristy. Tiap tanaman punya respon yang berbeda

terhadap kekeringan, pohon yang lebih tinggi rentan kekeringan.

Perencanaan untuk penanggulangan perubahan iklim bersifat longterm.

Data sangat penting dalam pembuatan analisa untuk kegiatan.

Materi 2

Cadangan Karbon pada Beberapa Tipe Vegetasi Hutan

di Sulawesi Utara

Nurlita Indah Wahyuni, Ady Suryawan dan Arif Irawan

Partisipasi Indonesia dalam upaya mitigasi dan adaptasi dampak perubahan

iklim telah diwujudkan dalam beberapa kebijakan antara lain rencana aksi

nasional penurunan emisi gas rumah kaca. Salah satu kegiatannya di sektor

penggunaan lahan adalah pengembangan data acuan perkiraan emisi dari

biomasa tumbuhan akibat perubahan penggunaan lahan. Kajian ini

bertujuan untuk mengetahui cadangan karbon pada beberapa tipe

ekosistem hutan di Sulawesi Utara. Penelitian dilakukan di empat lokasi yaitu

Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), Kesatuan Pengelolaan

Hutan Produksi (KPHP) Poigar, Taman Nasional Bunaken (TNB) dan bekas

pengusahaan hutan Wana Saklar. Data biomasa diperoleh dengan cara

pengukuran tiga carbon pool yaitu biomasa atas permukaan, nekromasa,

dan serasah. Hasil pengukuran menunjukkan rata-rata cadangan karbon di

hutan konservasi sebesar 588,35 ton C/ha, hutan mangrove sebesar 268,76

ton C/ha dan hutan produksi sebesar 83,64 ton C/ha.

Page 203: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

183

Materi 3

Konservasi dan Perubahan Iklim

Pipin Permadi

Bali action plan, mengurangi gas rumah kaca dengan mekanisme REDD+

(Reducing Emission from Deforestation and Degradation) dengan

memperhatikan peran konservasi. Memperkenalkan Program GIZ forcl ime

yaitu kerjasama pembangunan Indonesia jerman.

Tujuan FORCLIME sampai 2020 menurunkan emisi gas rumah kaca sektor

kehutanan dan meningkatkan tingkat kehidupan masyarakat pedesaan

melalui penerapan strategi-strategi perlindungan hutan dan pengelolaan

hutan berkelanjutan.

Materi 4

Ady Suryawan

Kenaikan air laut sebagai akibat perubahan iklim sangat berpengaruh

terhadap keragaman flora fauna dan ekosistem mangrove terutama pada

pulau-pulau kecil. Kendala dalam rehabilitasi pesisir (genangan dan

kerawanan gelombang tinggi). Mangrove sensitifitasnya tinggi, kegiatan

rehabilitasi sangat sulit sehingga tingkat keberhasilan kecil.

Makalah ini menyampaikan keberhasilan penanaman Rhizophora mucronata

Lamk pada areal rehabilitasi di pulau kecil. Daya hidup R. mucronata dapat

ditingkatkan melalui: 1). Menggunakan propagul yang telah tua dan

langsung ditanam di lapangan, 2). Penanaman propagul sedalam 1/3

panjang batangnya, 3). Memanfaatkan akar napas dari mangrove yang ada

sebagai pancang, 4). Menggunakan tambahan pelindung sebagai peredam

ombak pada areal terbuka. Keempat upaya tersebut terbukti nyata

meningkatkan daya hidup R. mucronata. Daya hidup tertinggi mencapai 79

% dan tinggi mencapai 148 cm setelah 16 bulan tanam.

Diskusi Sesi 2

1. Arkolo, kehutanan UNSRA T (pertanyaan):

Tanaman tercekam lebih dulu apakah karena kanopi ada lebih dulu atau

sudah lebih tinggi?

Henry Barus (jawaban):

Pohon yang besar secara fisiologis membutuhkan uptake air yang

banyak. Jika kekeringan tidak akan seimbang dengan pohon pendek,

secara struktur pohon tinggi kena panas lebih dulu, jadi penguapan lebih

tinggi. Fisiologi pohon perlu dipelajari arsitektur dan anatomi sel.

2. Puspa, kehati (pertanyaan):

Apakah hasil penelitian sudah di adopsi oleh stake holder?

Page 204: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

184 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

Mangrove di hutan lindung lebih tinggi serapan karbonnya, hutan lindung

tidak dikelola, apa yg menyebabkan terjadinya perbedaan?

Nurlita indah (jawaban):

Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa lokasi dengan status

konservasi, lindung dan produksi. Perbedaan cadangan karbon

dipengaruhi oleh jumlah pohon dalam plot, begitu pula dengan

perbedaan cadangan karbon mangrove di Hutan Lindung Walintau

dengan di Tiwoho. Kondisi pohon di tegakan mangrove Walintau

berdiameter lebih besar. Masyarakat sekitar hutan aktif dalam menjaga

hutan mangrove, salah satunya dengan mengeluarkan peraturan desa

yang melarang penebangan pohon mangrove dan hanya boleh

memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, seperti kepiting dan ikan.

3. Ari Subiyantoro, TN. Bunaken (pertanyaan):

Di bunaken ada 5 pulau dengan pantai yang terabrasi, apakah teknik

penanamanan mangrove ini dapat diterapkan di bunaken?

Adi Suryawan (jawaban):

Teknik penanaman ini khusus untuk jenis Rhizophora, sehingga hanya

bisa diterapkan di luar Taman Nasional, karena harus

mempertimbangkan keanekaragaman hayati. Dari persyaratan

administrasi dalam peraturan rehabilitasi terdapat syarat bibit yang

digunakan untuk rehabilitasi. Dalam penelitian ini, langsung digunakan

propagul sedangkan dalam peraturan, bibit berasal dari pembibitan.

4. Nina, BPKH Wil Vi Manado (pertanyaan):

Riset tentang hutan dengan kakao, dalam makalah dikatakan seolah

hutan boleh diganti dengan tanaman pertanian, benarkah? Jika bisa

dilakukan nilai moralnya dimana? Solusi apa yg dapat dilakukan untuk

menghutankan kembali terkait dengan posisi LSm untuk mendukung

kemenhut dengan konsep hutan.

Henry Barus (jawaban):

Hasil penelitian sebaiknya langsung diaplikasikan pada kebijakan

pemerintah. Pemerintah sealu terbatas dana dan terbentur politik

anggaran. Riset tidak mengganti tanaman hutan dengan kakao. Mitigasi

dan mediasi, strategi mediasi. Memberikan informasi ilmiah kepada

petani untuk tidak menjadikan lahan sebagai lahan monokultur.

Kesimpulan moderator

1. Kegiatan konservasi untuk mencegah perubahan iklim perlu dilakukan

hingga ke titik terpencil dan terjauh.

2. Pembicaraan perubahan iklim selalu berdasarkan ilmiah.

Page 205: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

185

3. Pengendalian perubahan iklim adalah isu pembangunan yang harus

memberikan manfaat pada masyarakat.

4. Upaya pengendalian perubahan iklim dilaksanakan pada tingkat nasional

dan sub nasional.

Page 206: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

186 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

TOPIK PRESENTASI DAN JADWAL ACARA SEMINAR

WAKTU ACARA

07.30-08.00 Registrasi

08.00-08.20 Tarian sambutan selamat datang

08.20-08.25 Menyanyikan lagu Indonesia Raya

08.25-08.30 Pembacaan Doa

08.30-08.45 Laporan Penyelenggaraan

08.45-09.00 Ucapan Selamat datang dan Sambutan Kepala Dinas

Kehutanan Sulawesi Utara

09.00-09.45

Pembukaan dan Keynote Speech oleh Kepala Badan

Litbang Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan

09.45-10.15 Keynote Speech: Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc

10.15-10.30 Coffee Break

10.30-10.40 Narasumber 1:

Julianus Kinho, S.Hut, M.Sc

Moderator 1

10.40-10.50 Narasumber 2:

Diah Irawati Dwi Arini, S.Hut, M.Sc

10.50-11.00 Narasumber 3 Dr. Ir. J.S Tasirin, M.Sc.F

(Univ. Samratulangi Manado)

11.00-11.10 Narasumber 4:

Anita Mayasari, S.Hut

11.10-12.00 Diskusi

12.00-13.00 ISHOMA

13.00-13.10

Narasumber 5: Prof. Dr. A. Rauf

(Koordinator APIK Indonesia Region

Sulawesi/Univ. Tadulako Palu)

Moderator

2

13.10-13.20 Narasumber 6:

Nurlita Indah Wahyuni, S.Hut

13.20-13.30 Narasumber 7: GIZ (Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit)

13.30-13.40 Narasumber 8:

Ady Suryawan, S.Hut

13.40-14.40 Diskusi

14.40-15.00 Coffee Break Panitia

15.00-15.45 Penyusunan dan Pembacaan Rumusan Tim

Perumus

15.45-16.00 Penutupan Panitia

Page 207: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

187

DAFTAR PESERTA SEMINAR

No Nama Instansi

1 Kamaluddin Arboretum UNIMA

2 Muhammad Rizki Arboretum UNIMA

3 John Tasirin Kehutanan UNSRAT

4 Henry Barus UNTAD/APIK

5 L.R. Ngangi Fapet UNSRAT

6 Ch. L. Kaunang Fapet UNSRAT

7 Endang Pudjihastuti Fapet UNSRAT

8 Conny D. Bedah Dinas Pertanian Kab. Kepulauan Sitaro

9 Mukhlis Mokoginta Dinas Pertanian Kehutanan dan

Ketahanan Pangan Kota Bitung

10 M. Kalalo Masyarakat

11 Jhonson Masyarakat

12 Muh. Ahiri Bakorluh

13 Maldi Djela Mahasiswa

14 Herba Heryandoa BPKH XV Gorontalo

15 Anita Mayasari BPK Manado

16 Ady Suryawan BPK Manado

17 Pasmanto Masyarakat

18 Ishak Ismail BPK Manado

19 Reynold P. Kainde PS. Kehutanan UNSRAT

20 Misloani Tindoo, S.Hut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.

Bolaang Mongondow Selatan

21 Adman Hakur BPDAS Ake Malamo

22 Rudy Suryadi BPK Manado

23 Yuli Karauwan BLH Kota Manado

24 Supratman Tabba BPK Manado

25 Harwiyaddin Kama BPK Manado

26 Andreas A.T. Suli Prodi Kehutanan UNSRAT

27 Kendy H. Kolinug Prodi Kehutanan UNSRAT

28 Ari Subiantoro TN. Bunaken

29 Heri Juanda TN. Bunaken

Page 208: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

188 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

No Nama Instansi

30 Hanany Perkamil

31 Obed Edom BPK Manado

32 As Ari TN. Aketajawe Lolobata

33 Rahmad Kuramposi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.

Bolaang Mongondow Selatan

34 Hanif Nurul Hidayah BPK Manado

35 J. Surauden Tahura Gunung Tumpa

36 Micron R. Binambuni Dinas Kehutanan Kab. Sitaro

37 T. Mudi BPK Makassar

38 Iwanuddin BPK Manado

39 Ichraeni Iskandar BPK Manado

40 I.D.K. Budi Rata Dinas Pertanian

41 Miranty Mokodompit Dinas Kehutanan Kota Kotamobagu

42 DJ. Rumouru DP3K Sangihe

43 Anton Nogroho BPKH Wil VI Manado

44 Budiman BPKH Wil VI Manado

45 Meike Tjiabrata Kompas TV

46 Novlin Swentu Manado Post

47 Pipin Permadi GIZ FORCLIME

48 Samsir Domobolin Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.

Bolaang Mongondow Selatan

49 Puspa Dwi Limas Yayasan Kehati

50 Novita Elsrita Losu BPK Manado

51 Muh. Hidayatullah BPK Kupang

52 Tri Zoko Sekretaris Badan Litbang Kehutanan

53 C. Nugroho Stbadan Litbang Kehutanan

54 Lis Nurrani BPK Manado

55 Rinna Mamonto BPK manado

56 Meylan Karundeng BTN. Bunaken

57 Jimlan KPHP V Boalemo

58 Hadrna Kasim KPHP V Boalemo

59 Salma Ibrahim Dinas Kehutanan Boalemo

60 Zen Setiawan K, S.Hut BPKH Wil VI Manado

61 Yopi Golioth LP2S

Page 209: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

189

No Nama Instansi

62 Maxi Sampelar Dinas Kehutanan Minahasa

63 Bernard S. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.

Minahasa Tenggara

64 M.Y.M.A. Sumakud Fakultas Pertanian UNSRAT

65 Wawan Nurmawan Prodi Kehutanan UNSRAT

66 A.G. Tulungen UNSRAT

67 Askhari M. BKSDA Sulut

68 Pamela Runtu PT. Cargill Indonesia

69 Kristian K. PT. Cargill Indonesia

70 T.H. Kumesan Dinas Kehutanna Provinsi Sulawesi

Utara

71 Martina Langi Prodi Kehutanan UNSRAT

72 Yan Masim KPH Model Poigar

73 Sesilia A. Wanget Fakultas Pertanian UNSRAT

74 Hendra S. Mokodompit BPK Manado

75 Syamsir Shabri BPK Manado

76 Fabiola B. Saroinsong Prodi Kehutanan UNSRAT

77 Hard N. Polo Prodi Kehutanan UNSRAT

78 Freddy Mandagi BLH Kota Manado

79 Jafaruddin BPK Manado

80 M.G.M. Polii Fak Pertanian UNSRAT

81 Pieter V.D. Star Dinas Kehutanan dan ESDM Provinsi

Gorontalo

82 Ridwan Amuntu Dinas Kehutanan dan ESDM Provinsi

Gorontalo

83 Diah Irawati Dwi Arini BPK Manado

84 Desly Rolando Matitaputy BPK Manado

85 Julianus Kinho BPK Manado

86 Yermias Kafiar BPK Manado

87 Christny F.E. Rompas FMIPA UNIMA

88 Isdomo Yuliantoro BPK Manado

89 Lisa Surenti BLH Kota Manado

90 Hari Shabirin BKSDA Provinsi Sulawesi Utara

91 Stery Lombogia UPTD Tahura Gunung Tumpa

92 Esther Randa Bunga BPK Manado

Page 210: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

190 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

No Nama Instansi

93 Andi Baso Ikbal BPK Manado

94 Dian K. Dewi Hunawa Kompas TV

95 Agnes Indawardhani BPDAS Tondano

96 F. Reni Nursanti BPDAS Tondano

97 Nnani Nurcahyawati BPDAS Tondano

98 Petrus Paijan BPDAS Tondano

99 Sudiyono BKSDA Sulawesi Utara

100 Euis Pangemanan RSIK

101 Kusmayanti BTN. Bunaken

102 Amsurya Warman Burung Indonesia

103 Dr. Fery F. Walk Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.

Bolaang Mongondow Timur

104 Jettie Sumual Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.

Bolaang Mongondow Timur

105 Eva Betty Sinaga BBPBPTH Yogyakarta

106 Badrun Z. BPKH Wil VI Manado

107 Rinto Hidayat BPK Manado

108 ST. Agung T.H. TN. Bogani Nani Wartabone

109 Taufik Hamzah TN. Bogani Nani Wartabone

110 Tinus Sanda Liling BPK Manado

111 Johanes Wiharisno BKSDA Sulawesi Utara

112 Joky BPK Manado

113 Dwi Yandhi F. Macaca Nigra Project

114 Stephan Lentey Macaca Nigra Project

115 Arif Irawan BPK Manado

116 Alkes T. BTN. Bunaken

117 Febriyana R. Srinindita BTN. Bunaken

118 Margaretta Christita BPK Manado

119 Aswady Wumu Dinas Perkebunan, Kehutanan, dan

Ketahanan Pangan Kota Bitung

120 Billy G. Lolowang PPS Tasikoki

121 Maryati Abiduna PPS Tasikoki

122 Gatot S. BTN. Bunaken

123 Eko W. Handoyo BTN. Bunaken

Page 211: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

191

No Nama Instansi

124 Jafred Halawane BPK Manado

125 Sumarno BPK Manado

126 Nur Asmadi BPK Manado

127 Melkianus S. Diwi BPK Manado

128 Noel L.A. BTN. Bogani Nani Wartabone

129 Prayitno BPDAS Tondano

130 Ramli G. BTN. Bogani Nani Wartabone

131 Melchi BTN. Bunaken

132 Moody C.K. BPK Manado

133 Rudy Bedjo BKSDA Sulawesi Utara

134 Dessy Lengkong Masyarakat

135 Dra. Hj. Tenny S. Dinas Kehutanan Kabupaten Boalemo

136 Henry Supriyanto BPK Manado

137 Anri Pabalik BPK Manado

138 Lastri V. Situmorang BPK Manado

139 Wahyu Kurniawan BTN. Bogani Nani Wartabone

140 Reto Mamonto Masyarakat

141 Rahmat Herder Masyarakat

142 Bambang Setiyono BPK Manado

143 Irwanto Masyarakat

144 Albert Kalalo BPK Manado

145 Lestari M. Masyarakat

146 Ani Mariani BPK Manado

147 Reza Masyarakat

148 Nurlita indah Wahyuni BPK Manado

149 Mus Mulyadi Usman Masyarakat

150 Yusran BPK Manado

151 Karlie Wurangian BPDAS Tondano

152 Jerny R. Bujung Fakultas Peternakan UNSRAT

153 Bambang Subatin BPK Manado

154 Aryo Sudiyatmoko BPKH Wil VI Manado

155 Yohanis Muru BPK Manado

156 Steven K. BPK Manado

157 Erwin Hardika Putra BPDAS Tondano

Page 212: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

192 | Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

No Nama Instansi

158 Ferry F. BPK Manado

159 Tajudin Mokoginta BPK Manado

160 Arlenos BKSDA Sulawesi Utara

Page 213: %HQDQJ 0HUDK .RQVHUYDVL )ORUD GDQ )DXQD GHQJDQ … · Kegiatan . deforestasi dan deg. ... khususnya masyarakat ... 7. Para Pimpinan Perusahaan di Bidang Kehutanan, Praktisi, Penyuluh

Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan ManadoJl. Raya Adipura Kelurahan Kima Atas, Kecamatan Mapanget Kota Manado

Email : [email protected]; [email protected] : http://bpk-manado.litbang.dephut.go.id