hospital by law

69
HOSPITAL BY LAW dr. HM Mambodyanto SP., SH., MMR.

Upload: argarini-dian-pratama

Post on 12-Aug-2015

252 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hospital by Law

HOSPITAL BY LAWdr. HM Mambodyanto SP., SH., MMR.

Page 2: Hospital by Law

Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Law) adalah peraturan organisasi Rumah Sakit (Corporate By Law) dan peraturan staf medis

Rumah Sakit (Medical Staff By Law) yang disusun dalam rangka

menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (Good

Corporate Governance). Dalam peraturan staf medis Rumah Sakit

(Medical Staff By Law) antara lain diatur kewenangan klinis (Clinical

Privilege)

Page 3: Hospital by Law

UU No.44 th 2009 Rumah Sakit adalahInstitusi pelayanan kesehatan yg

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yg menyediakan pelayanan Rawat Inap, Rawat Jalan dan Gawat Darurat.

Pengaturan di Rumah Sakit kebanyakan dilakukan berdasarkan kebiasaan, shg belum dilakukan dalam satu peraturan tertulis yang disebut dengan Hospital By Law (HBL)

Page 4: Hospital by Law

Hospital Law merupakan bagian dari hukum umum (Lex Generalis) sehingga merupakan kepanjangan tangan dari Hukum umum sehingga merupakan Lez Spesialis.

Hospital Law merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang RS di Indonesia.

Sedangkan Hospital By Law (HBL) adalah bagian dari Hospital Law yaitu suatu tata cara pengaturan internal RS atau tata tertib adanya kepastian hukum dalam RS.

Aturan & disiplin manajemen yang dituangkan dalam HBL dipatuhi dengan baik, mk dpt berfungsi sbg pedoman dalam menjalankan roda manajemen RS yang baik & tertib.

Page 5: Hospital by Law

CIRI DAN SUBSTANSI HBL1. HBL Adalah “Tailor-Made”

Tiap RS walaupun kelasnya sama, tapi mempunyai aturan yang berbeda-beda tergantung situasi dan kondisi lingkungan, kemampuan, sumber daya yang ada, kepemilikan, jenisnya dan pengelolaannya, seperti tukang jahit atau “Tailor Made”.

2. HBL bersifat sistematis & tingkatnya berjenjangDalam pengaturan secara sistematis dan berjenjang sesuai aturan tatacara yang berlaku di manajemen RS tersebut. (Teori Hans Kelsen, Jerman tentang “Stufenbau das Rechts”)

Page 6: Hospital by Law

3. Rumusan jelas, tegas, terperinci sesuai prosedur yang berlaku di manajemen RS tsb.Yang mengatur secara terperinci sesuai kebutuhan, kondisi dan situasi RS itu sendiri. Dan aturan dalam RS ini tidak boleh bertentangan dengan aturan2/UU yang lebih tinggi,

4. HBL dapat berfungsi sbg. “Perpanjangan Tangan dari Hukum” Berfungsi sebagai perpanjangan hukum dari Hospital Law dan merupakan perpanjangan aturan, dan peraturan internal RS sesuai kemampuan dan sumberdaya yang ada.Fungsi hukum adalah membuat peraturan yg bersifat umum & berlaku scr umum dlm berbagai hal.Kasus Hukum RS & Kedokteran bersifat kasuistis shg. Peraturan perundangannya harus ditafsirkan dengan peraturan yg lbh rinci yaitu HBL.

Page 7: Hospital by Law

5. Mengatur seluruh manajemen di RS Baik dibidang medik, keperawatan, administrasi, SDM, pasien keamanan dan kenyamanan.

6. Mengatur tugas pokok dan fungsi sesuai profesi dan disiplin ilmu masing-masing di RS.

Page 8: Hospital by Law

PERBANDINGAN ETIKA DAN BHLETIKA BHLKODE ETIK HOSPITAL

POLICIES1.Pedoman2.SOP3.Juklak – Juknis4.Butir-butir

Akreditasi

Page 9: Hospital by Law

PERBANDINGAN ETIKA & BHLCIRI ETIK BHL

SIFAT SEHARUSNYA WAJIB DITAATI

TOLOK UKUR HATI NURANI (CONSCIENCE)

KETENTUAN TERTULIS

DIBUAT OLEH KELOMPOK SENDIRI (SELF IMPOSE REGULATION)

BADAN (ATASAN) RUMAH SAKIT

SANKSI OLEH ORGANISASI BADAN (ATASAN) PEMERINTAH

BERLAKU INTERN INTERN & DAPAT DIPAKAI SEBAGAI PERATURAN BUKTI/ HUKUM

ATASAN YANG BERWENANG

ATASAN/ INSTANSI MKEK

ATASAN/ PERADILAN

Page 10: Hospital by Law

Hukum Kesehatan menurut Leenen dapat dikelompokkan menjadi 4 rumusan :

1. Ketentuan-ketentuan hukum yang langsung berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan misalnya :a. UU RI No.29/2004 ttg Praktik

Kedokteranb. UU RI No.36/1948 ttg Kesehatanc. UU No.44/2009 ttg RS

Page 11: Hospital by Law

2. Ketentuan-ketentuan yang tidak langsung berhubungan dengan pelayanan kesehatan, seperti hukum pidana, perdata dan administratif dapat diterapkan dalam hubungannya dengan Health Care.a. Pidana; Pasal 359 KUHAP, “Karena

lalai sehingga menyebabkan matinya seseorang, dihukum …… ”Pasal ini penerapannya untuk siapa saja, Dokter karena kelalaiannya mengobati pasien meninggal dapat dikenakan pasal ini.

Page 12: Hospital by Law

b. Perdata : KUH Perdata psl. 1365; Setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian pada orang lain mewajibkan untuk mengganti kerugian tersebut.

c. Administrasi : Setiap dokter yang berpraktek harus memiliki Surat Izin Praktik, dari jajaran Departemen Kesehatan/ Dinas Kesehatan, yang hanya dapat diperoleh bila telah memiliki Surat Tanda Registrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia.

Page 13: Hospital by Law

PERATURAN DASAR RUMAH SAKIT (HBL VERSI INDONESIA)

1. ANGGARAN DASAR (AD)

2. ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART)

4. SURAT KEPUTUSAN (SK)

5. PENGUMUMAN

3. PERATURAN RUMAH SAKIT (PRS)BIDANG UMUM (Um)

BIDANG MEDIK (Med)

Page 14: Hospital by Law

RULES & REGULATIONS FOR HOSPITALSArti : suatu perangkat peraturan yg scr formal dibuat intern

oleh suatu badan di RS tertentu untuk memberikan pedoman dalam pelaksanaan fungsi2 intern atau praktek

The set of rules formally adopted internally by a specified hospital body to provide guidance for internal functions or practices (Georgia Departement of Human Resources Home Page, Revised May 20, 2002)Contoh Pengaturan tentang : penerimaan pasien, rekam

medik, konsultasi, pengobatan, instruksi lisan, prosedur kebijakan pelayanan & prosedur, pasien cenderung bunuh diri, pemulangan pasien, kematian pasien, kriteria untuk otopsi, donasi organ & jaringan tubuh, pelayanan gawat darurat, peraturan umum tentang bedah, supervisi staff kerumahtanggaan, kerahasiaan.

Page 15: Hospital by Law

3. Pedoman internasional, hukum kebiasaan dan jurisprudensi yang ada kaitannya dengan 'health care‘

a.Pedoman Internasional

Konvensi Helsinki (1964) merupakan kesepakatan dokter sedunia mengenai penelitian kedokteran, khususnya eksperimen dengan manusia. Ditekankan pentingnya INFORMED CONSENT, yaitu persetujuan pasien setelah mendapat informasi sebelumnya dan informasi tersebut benar-benar telah dimengerti olehnya.

Page 16: Hospital by Law

b. Hukum Kebiasaan

Hukum kebiasaan, merupakan ketentuan hukum yang tidak tertulis. Misalnya pada transplantasi organ, tim dokter yang menangani DONOR harus berbeda dengan yang menangani RESIPIEN; karena ada dua kepentingan yang berbeda, yang satu menyembuhkan lainnya mengakibatkan mengakibatkan cacat.

Hukum kebiasaan yang sudah diterapkan sejak zaman Belanda dulu dalam praktik kedokteran adalah surat izin operasi dan pembuatan status pasien. Kedua kebiasaan tersebut yang belum jelas dasar hukumnya dalam tata hukum Indonesia, berubah menjadi hukum positif melalui Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu tentang Persetujuan Tindakan Medis dan Rekam Medis.

Page 17: Hospital by Law

c.JurisprudensiJurisprudensi, bukan merupakan peraturan perundang-undangan, melainkan keputusan hakim yang diikuti oleh hakim2 lain dalam menghadapi kasus yang serupa. Ada dua jurisprudensi, yaitu:1.Constante Jurisprudentie, yaitu jurisprudensi

yang konstan, merupakan putusan-putusan hakim yang serupa dalam kasus-kasus yang mirip.

2.Jurisprudensi Mahkamah Agung, yaitu jurisprudensi yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dan diikuti oleh hakim dari badan peradilan yang lebih rendah tingkatnya sewaktu menghadapi kasus serupa.

Page 18: Hospital by Law

“Dalam sejarah hukum kedokteran di Indonesia, ada suatu jurisprudensi yang berkaitan dengan transeksualisme. Pada

sekitar tahun 70-an, seorang beautician pria yang transeksual, menjalani operasi

perubahan kelamin menjadi wanita secara fisik di Singapura. Menurut ilmu kedokteran, pengobatan untuk kasus tersebut memang

operasi perubahan kelamin. Hal ini dilakukan agar identitas sesuai dengan kondisi

psikologisnya, hingga individu ini memperoleh keseimbangan jasmani-rohani. Permohonan

untuk merubah status hukum dari pria menjadi wanita, pada waktu itu diajukan ke

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan bantuan seorang pengacara.”

Page 19: Hospital by Law

Dalam KUH Perdata, Hakim tidak menemukan pasal yang mengatur

masalah terkait transeksualisme ini. Akan tetapi, karena kepiawaian pengacara

pemohon, hakim dapat diyakinkan bahwa ia harus membuat penetapan,

mengabulkan permohonan tersebut. Apabila permohonan itu ditolak, maka

akan menderita seumur hidupnya. Hukum untuk kesejahteraan seseorang, tidak untuk menyengsarakan seseorang.

Page 20: Hospital by Law

Dengan dikabulkannya permohonan tersebut, maka Ketetapan ini

menjadi jurisprudensi dalam kasus-kasus serupa, meskipun pernah ada

sidang yang dinyatakan tertutup bagi umum, karena majelis hakim ingin melihat sendiri secara fisik

apakah pemohon benar sudah menjadi wanita.

Page 21: Hospital by Law

4. Hukum otonom, ilmu dan literature juga merupakan sumber hukum kedokteran.a. Hukum Otonom

Istilah hukum otonom biasanya digunakan sehubungan dengan ketentuan yang berlaku bagi suatu daerah tertentu. Misalnya Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, berlaku khusus untuk penduduk daerah itu saja. Dalam bidang kesehatan pengertian ini analog, dimana ketentuan yang dimaksud berlaku hanya bagi anggota dari suatu ikatan profesi kesehatan. Misalnya Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) berlaku hanya untuk dokter-dokter anggota IDI.2

2 Kodeki berlaku untuk seluruh dokter di Indonesia dengan Kep. Menkes RI No. 434183

Page 22: Hospital by Law

Organisasi IDI memiliki suatu badan peradilan intern yang disebut Majelis

Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Badan ini berwenang menjatuhkan hukuman kepada anggota IDI yang melanggar etika profesinya.

Hukuman tersebut dapat mulai berupa peringatan, ringan atau lisan dan tertulis;

atau sampai kepada pemecatan dari keanggotaan IDI, sementara atau selamanya. Di samping MKEK, di luar struktur organisasi

IDI dikenal badan lain yang merupakan struktur organisasi Departemen Kesehatan.

Page 23: Hospital by Law

MKEK tugasnya memberi saran kepada pimpinan mengenai tindakan yang harus

dilakukan terhadap pelanggaran/kesalahan yang dilakukan oleh dokter atau pun tenaga

kesehatan lainnya. Oleh karena bukan merupakan badan peradilan, maka tidak ada

vewenang untuk menjatuhkan hukuman sendiri. Akan tetapi badan ini tetap

berwibawa karena setiap saran selalu diterima dan menghasilkan hukuman

administratif. Badan ini semula bernama Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik

Kedokteran (P3EK), kemudian diganti menjadi Majelis Pembinaan

Page 24: Hospital by Law

Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM), lalu diubah lagi menjadi Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK).

Dengan terbitnya UU RI No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, maka MDTK praktis tidak difungsikan lagi. Badan baru yang dibentuk oleh KKI (Konsil Kedokteran Indonesia), yaitu MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) menangani terutama kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin kedokteran / kedokteran gigi.

Page 25: Hospital by Law

b. Ilmu dan Literatur

Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran tidak sama di berbagai negara, sehingga ada prosedur tertentu yang berbeda-beda pula dalam mengobati pasien. Misalnya ketentuan bagi dokter gigi untuk menggunakan sarung tangan dalam mengobati pasiennya. Di Indonesia hal itu rupanya belum merupakan prosedur yang diharuskan.

Page 26: Hospital by Law

Jurisprudensi Belanda yang biasanya diikuti oleh para hakim disana , untuk peradilan Indonesia tidak bisa

diterapkan secara langsung sebagai suatu jurisprudensi Indonesia.

Hal itu harus melalui literatur dahulu. Literatur yang merupakan pendapat tokoh-tokoh bidang hukum yang

berwibawa, dapat merupakan sumber hukum kesehatan.

Misalnya keputusan dari Hoge Raad (MA Belanda) tentang culpa lata/ kelalaian berat yang harus dipenuhi untuk meyatakan dokter melakukan

malpraktik dari aspek pidana. Bila kelalaiannya ringan tidak termasuk malapraktik pidana. Apabila yang

bersangkutan digugat kembali secara perdata, kemungkinan besar ia kalah.

Page 27: Hospital by Law

PERHUKI, organisasi yang menghimpun mereka yang mempunyai kaitan dengan hukum kesehatan, semula pada waktu berdirinya bernama PERHIMPUNAN untuk HUKUM KEDOKTERAN INDONESIA. Dengan berbagai pertimbangan, nama yang sekarang adalah Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia.

Page 28: Hospital by Law

Anggaran Dasar PERHUKI menyebutkan:

“ Yang dimaksud dengan hukum kesehatan adalah semua yang berhubungan

langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapannya serta

hak dan kewajiban sebagai penerima pelayanan maupun dari pihak penyelenggara

pelayanan kesehatan dalam segala aspek organisasi, sarana, pedoman-pedoman medis

nasional/ internasional, hukum di bidang kesehatan, jurisprudensi serta ilmu

pengetahuan bidang kesehatan—kedokteran.”

Page 29: Hospital by Law

Nampaknya Perhuki saat ini tidak begitu jelas

peranannya. Beberapa waktu yang lalu

diselenggarakan Kongres I Masyarakat Hukum

Kesehatan Indonesia di Jakarta.

Page 30: Hospital by Law

Hukum Kedokteran (Medical Law), sebagai bagian dari hukum kesehatan yang terpenting, meliputi ketentuan hukum yang berhubungan dengan pelayanan medis. Hukum kedokteran

disebut juga hukum kesehatan dalam arti sempit.

Apabila objek hukum kesehatan adalah pelayanan kesehatan di sebuah Rumah Sakit

maka objek hukum kedokteran adalah pelayanan medis di Rumah Sakit, hal itu

masuk dalam disiplin ilmu khusus yang disebut sebagai Hukum Rumah Sakit (Hospital Law).

Page 31: Hospital by Law

Oleh karena pengertian hukum kesehatan lebih luas dari pada hukum

kedokteran dan juga meliputi ketentuan-ketentuan hukum yang

berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan, di dalamnya terdapat bidang hukum lain seperti hukum rumah sakit, hukum keperawatan, hukum farmasi, hukum kesehatan

lingkungan, hukum keselamatan kerja.

Page 32: Hospital by Law

Antara masing-masing bidang hukum tersebut bisa terdapat daerah kelabu

yang merupakan persinggungan antara masing-masing bidang. Hukum

kedokteran dianggap bagian terpenting karena hampir selalu terdapat

persinggungan atau daerah-daerah kelabu antara hukum kedokteran dengan

bidang-bidang hukum lainnya, yang tidak demikian halnya antar bidang-bidang hukum yang lain tersebut.

Page 33: Hospital by Law

Dokter bisa melakukan profesinya dalam bentuk praktek pribadi, atau dalam praktek swasta berkelompok,

atau dalam suatu R.S. Terutama Di R.S, pelaksanaan profesi dokter akan

hampir selalu berhubungan dengan profesi lain seperti perawat, petugas farmasi, bidan, pefiata roentgen, analisis laboratorium, fisioterapis,

petugas kesehatan lingkungan dan lain sebagainya.

Page 34: Hospital by Law

Hukum baru dapat mencampuri bidang manajemen apabila ada pengaduan atau

dugaan adanya penyalahgunaan kekuasaan/ mismanagement/ malpractice, sehingga sampai menimbulkan kerugian pada pasien.

Tanggungjawab manajemen (accountability, responsibility) tidaklah sama dengan tanggungjawab hukum (legal liability)

namun tanggungjawab hukum di Rumah Sakit timbul sebagai sebuah akibat dari

tanggungjawab manajemen.

Page 35: Hospital by Law

Untuk lebih jelasnya, hukum kesehatan

dapat divisualisasikan kira-kira sebagai

berikut:

Hukum Kesehatan

HUKUM KESEHATAN

LINGKUNGAN

HUKUM RUMAH SAKIT

HUKUM FARMASI

HUKUM KEPERAWATAN

HUKUM KEDOKTERAN

Page 36: Hospital by Law

PERTANGGUNG JAWABANHUKUM RUMAH SAKIT

Kasus hukum kedokteran umumnya terjadi di rumah Sakit dimana dokter bekerja. Rumah Sakit merupakan suatu usaha yang pokoknya dapat dikelompokkan menjadi :Pelayanan medis dalam arti luas

yang menyangkut kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Page 37: Hospital by Law

Rumah Sakit merupakan suatu usaha yang pokoknya dapat dikelompokkan menjadi : Pendidikan dan latihan tenaga

medis/ paramedis. Penelitian dan pengembangan

ilmu kedokteran

Page 38: Hospital by Law

Dengan terbitnya UU RI No. 44/2009 ttg Rumah Sakit, dpt dilihat tugas & fungsi RS dalam pasal 4 & 5

Tugas Rumah Sakit adalah “ memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, dan memulihkan kesehatan.”

Page 39: Hospital by Law

Sedangkan Fungsi RS adalah :

Menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai standar pelayanan RS

Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis

Page 40: Hospital by Law

Sedangkan Fungsi RS adalah :

Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan serta penapisan teknologi kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu kesehatan

Page 41: Hospital by Law

UU RI No. 44/2009 ttg Rumah Sakit Bab VI Jenis RS dibedakan menurut PELAYANAN DAN PENGELOLAANNYA.Berdasarkan PELAYANAN :1. RS Umum,

“ RS Umum memberikan pelayanan kesehatan kepada semua bidang dan jenis penyakit” &

2. RS Khusus, “ RS Khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lain sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran.”

Page 42: Hospital by Law

Berdasarkan PENGELOLAANNYA, dibagi : 1. RS Publik,

“ RS Publik dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba, yaitu

badan hukum yang sisa hasil usahanya tidak dibagikan kepada pemilik, melainkan digunakan untuk peningkatan pelayanan, seperti Yayasan, Perkumpulan, dan Perusahaan Umum. Adapun yang dimaksud dengan Pemerintah adalah Pemerintah Pusat, termasuk TNI dan Polri”

2. RS Privat. “ RS Privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero”

Page 43: Hospital by Law

Ada RS lain selain dua RS di atas, yakni

“RS PENDIDIKAN”RS yang menyelenggarakan pendidikan

dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan,

dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya.

Page 44: Hospital by Law

Klasifikasi RS, baik RS Umum maupun RS khusus dibedakan berdasarkan fasilitas & kemampuan pelayanan yg diberikan, dlm rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, yaitu

RS Umum terdiri atas 4 kelas, yaitu :1. A, 2. B, 3. C, 4. D;RS Khusus terdiri dari 3 kelas, yaitu :5. A, 6. B, 7. C.

Page 45: Hospital by Law

RS Umum kelas A “ RS Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar, 5 spesialis penunjang medik, 12 spesialis lain, dan 13 subspesialis “

Page 46: Hospital by Law

RS Umum kelas B “ RS Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar, 4 spesialis, penunjang medik, 8 spesialis lain, dan 2 subspesialis dasar. “

Page 47: Hospital by Law

RS Umum kelas C “ RS Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar dan 4 spesialis

penunjang medik. “

Page 48: Hospital by Law

RS Umum kelas D “ RS Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 spesialis dasar. “

Page 49: Hospital by Law

RS Khusus kelas A adalah “ RS Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap. “

Page 50: Hospital by Law

RS Khusus kelas B adalah “ RS Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan terbatas. “

Page 51: Hospital by Law

Klasifikasi RSU dibedakan atas :RSU Pemerintah &RSU Swasta.RSU Pemerintah dibagi menjadi beberapa tipe:

1.A, tersedia fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik & subspesialistik yang luas.

2.B, pelayanan spesialistik luas & sub spesialistik terbatas.

3.C, pelayanan spesialistik, minimal untuk 4 yak besar yaitu penyakit dalam, kesehatan anak, bedah dan obstetri - ginekologi

4.D, minimal pelayanan medik dasar oleh dokter umum

Page 52: Hospital by Law

RSU Swasta terdiri dari:1.RSU S Pratama, pelayanan medik

umum 2.RSU S Madya, pelayanan spesialistik3.RSU S Utama, palayanan spesialistik

& sub spesialistik

Page 53: Hospital by Law

RS bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di RS.

Sampai saat ini belum ada peraturan perundang undangan yang secara khusus mengatur hubungan antara dokter dengan RS. Swasta tempat ia bekerja.

Page 54: Hospital by Law

Pertanggungjawaban hukum R.S., dalam hal ini badan hukum yang memilikinya bisa dituntut atas kerugian yg terjadi, bisa secara:1.Langsung sebagai pihak, pada suatu

perjanjian bila ada wanprestasi, atau2.Tidak langsung sebagai majikan bila

karyawannya dalam pengertian peraturan perundang undangan melakukan perbuatan melanggar hukum.

Page 55: Hospital by Law

Sebenarnya hubungan hukum yang terjadi antara pasien dan R.S. bisa dibedakan dalam dua jenis perjanjian, yaitu:1. Perjanjian perawatan, seperti

kamar dengan perlengkapannya2. Perjanjian pelayanan medis,berupa

tindakan medis yang dilakukan oleh dokter yang dibantu oleh paramedik.

Page 56: Hospital by Law

Dokter yang berpraktek di R.S. bisa merupakan karyawan (dokter purnawaktu) atau sebagai dokter tamu (visiting doctor). Kadangkala pasien sulit mengetahui status dokter yang merawatnya disamping itu ada pendapat yang menyatakan bahwa R.S. sebagai suatu lembaga yang memberikan layanan perawatan dan pengobatan bertanggung jawab atas segala peristiwa yang terjadi di dalamnya, atas dasar itu timbul doktrin Corporate Liability,

Page 57: Hospital by Law

dimana secara resmi terhadap pasien yang dirawat R.S. bertanggung jawab atas pengendalian mutu secara keseluruhan dari pelayanan yang diberikan, jadi yang pertama-tama bertanggung jawab adalah R.S. nya tetapi bila ada kesalahan dilakukan dokter, R.S. bisa menggunakan hak regresnya untuk minta ganti kembali. Doktrin Vicarious Liability, Let the Master Answer, majikan-karyawan bisa diterapkan dalam hubungan R.S. dengan karyawannya.

Page 58: Hospital by Law

Sehubungan dengan doktrin vicarious liability ini ada yang disebut doktrin Captain of the Ship yang berlaku bagai dokter bedah yang melakukan operasi di R.S. Dokter bedah tersebut dalam hal ini tidak bekerja dalam kaftan langsung untuk dan atas nama R.S. misalnya dokter tamu atau dokter karyawan untuk pasien pribadinya.

Page 59: Hospital by Law

Dokter itu dianggap bertanggung jawab atas kesalahan stafnya termasuk perawat bedah. Dalam hal ini perawat tersebut yang merupakan karyawan R.S. dianggap dipinjamkan sehingga tanggung jawab itu beralih kepada sipemakai yaitu dokter bedah. Pasien yang menuntut harus memastikan dulu apakah dokter bedah itu bertanggung jawab atas doktrin majikan karyawan dan apakah dokter itu mengawasi dan memberikan segala instruksi kepada perawat pada saat peristiwa itu terjadi.

Page 60: Hospital by Law

Bentuk tanggung jawab lain di kamar bedah adalah tanggung jawab apabila ada kerjasama dari suatu tim dimana

beberapa ahli dalam bidangnya masing-masing bertanggung jawab

atas tindakannya sendiri. Pada suatu kasus bedah jantung dimana Prof. Nuboer ahli bedah

jantung dengan ahli-ahli lain. Ternyata dalam operasi tersebut tertinggal

jarum injeksi.

Page 61: Hospital by Law

Pasien menuntut Prof. Nuboer yang dianggap sebagai kepala tim atas dasar "onrechmatige daad" Prof. Nuboer mengatakan bahwa ia harus berpacu dengan waktu

dan hanya punya waktu 6-7 menit saja untuk bekerja dengan penuh

konsentrasi sehingga tidak mungkin lagi ia mengawasi sejawatnya satu persatu.

Page 62: Hospital by Law

Hoge Raad, 31 Mei 1968 menyatakan bahwa kasus ini

dilakukan oleh satu tim dimana masing-masing anggota

berkualifikasi dan bertanggung jawab penuh atas tugas masing-masing, sehingga mereka tidak bisa dianggap sebagai bawahan Nuboer, menurut KUH Perdata

1367 (3).

Page 63: Hospital by Law

Khusus mengenai dokter ANESTESI, dokter bedah tidak bertanggung

jawab terhadap tindakannya yang pada umumnya sudah dianggap

bertanggung jawab penuh sendiri atas segala tindakannya. Malahan di dalam kamar induksi Captain of the ship-nya adalah ANESTESIOLOG.

Page 64: Hospital by Law

Belum adanya peraturan pelaksanaan yang tegas dalam

mengatur penyelenggaraan R.S. di Indonesia, dapat menyulitkan

konsumen apabila timbul hal yang tidak diinginkan dalam pelayanan kesehatan yang

diberikan.

Page 65: Hospital by Law

Fungsi sosial suatu R.S., sesuai dengan hak atas pelayanan kesehatan atau pelayanan

medis yang dimiliki oleh setiap warga masyarakat, haruslah dipenuhi dengan

tersedianya pelayanan yang bermutu, baik dari segi sarana maupun tenaga kesehatan;

juga terjangkau, baik dari segi geografi maupun finansial.

Demikian pula hubungan kerja antara dokter dgn R.S., perlu diatur lebih lanjut dengan tujuan agar pelayanan R.S. menjadi lebih bermutu dan memberi perlindungan bagi

pasien.

Page 66: Hospital by Law

Dalam UU RI No. 44/2009, dinyatakan dalam pasal 43 mengenai Keselamatan Pasien (patient safety), yaitu proses

dalam suatu RS yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman.

Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko

terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar &

menindaklanjuti insiden, & menerapkan solusi utk mengurangi serta

meminimalisir timbulnya risiko.

Page 67: Hospital by Law

Adapun yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien

adalah medical error (kekeliruan medis), adverse event (kejadian yang tidak

diharapkan), dan near miss (nyaris terjadi), yang kesemuanya harus diteliti dan dipelajari untuk

tidak terulang lagi.

Page 68: Hospital by Law

Organisasi Rumah Sakit disusun dengan tujuan untuk

mencapai visi misi Rumah Sakit dengan menjalankan tata

kelola perusahaan yang baik (Good Corporation

Governance) dan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance).

Page 69: Hospital by Law

SEKIAN DAN TERIMAKASIH.