homevisit bond
DESCRIPTION
kkTRANSCRIPT
LAPORAN HOME VISIT PUSKESMAS CANDI
Pembimbing : Atik Sri Wulandari, SKM, M.Kes
Disusun oleh :Candra Achmad Prasetyo S. ked
(07700088)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan home visit
ini tepat pada waktunya. Penyusunan laporan home visit ini sebagai bagian dari
tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Komunitas, dan sebagai salah satu
syarat kelulusan pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.
Atas terselesaikannya laporan home visit ini, saya menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Rektor Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Suarabaya.
3. Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya berserta staf.
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo beserta staf.
5. dr. Titik selaku Kepala Puskesmas Candi Kabupaten Sidoarjo beserta
staf.
6. dr. Arif selaku pembimbing di Puskesmas Candi.
7. Ibu Atik Sri Wulandari, SKM, M.Kes selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan kepada saya.
8. Rekan – rekan dokter muda dan semua pihak yang telah membantu
terselesaikan laporan penelitian ini.
Saya menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan
saran yang membangun sangat saya hargai guna penyempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Candi, September 2013
Dokter Muda Kelompok 10
2
Klinik Dokter Keluarga FK UWKS No Berkas : 01
Berkas Pembinaan Keluarga No RM : K2217
Puskesmas Candi Nama KK : Tuan Idris
Tanggal kunjungan pertama kali 27 September 2013,
Nama pembina keluarga pertama kali : Candra Achmad Prasetyo, S.Ked
Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu
periode pembinaan )
Tanggal TingkatPemahaman
ParafPembimbing
Paraf Keterangan
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Kepala Keluarga : Tuan Idris
Alamat lengkap : Dsn. Bedug Dowo RT 27 RW 06, Kecamatan
Candi, Kabupaten Sidoarjo
Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No. Nama Kedudukan dalam keluarga
L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien klinik (Y/T)
Ket
1. Ny. Y Istri P 39 th SMP Karyawan swasta
Y Hipertensi
2. Tn. I KK L 42 th SMA Karyawan swasta
T
3. Sdr. S Anak P 19 th SMA Mahasiswa T4. Sdr. D Anak P 11 th SD - T5. Ny. N Nenek P 63 th Tidak
sekolah- T
Sumber : Data Primer, September 2013
3
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
BAB I
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang
penderita Ny Y, berjenis kelamin perempuan, berusia 39 tahun, dimana penderita
merupakan ibu hamil dengan usia kehamilan 6 bulan yang mempunyai kelainan
jantung di wilayah Puskesmas Candi, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo,
dengan berbagai permasalahan yang dihadapi. Mengingat kasus ini jarang
ditemukan di masyarakat khususnya di daerah Puskesmas Candi, Kecamatan
Candi, Kabupaten Sidoarjo beserta permasalahannya seperti masih kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang resiko ibu hamil dengan kelainan jantung. Oleh
karena itu penting kiranya bagi penulis untuk memperhatikan dan mencermatinya
untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. Y
Umur : 39 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Karyawan pabrik
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Alamat : Dsn. Bedug Dowo RT 27 RW 6, Kecamatan Candi,
Kabupaten Sidoarjo
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 26 September 2013
4
C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Sesak
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien sering mengeluh sesak sejak usia
kehamilan 5 bulan. Pasien sesak terutama saat kecapekan dan banyak
pikiran. Sesak berkurang saat dibuat istirahat.
Nyeri dada dirasakan hilang timbul secara tiba-tiba sejak tahun
2006. Nyeri tidak tembus ke belakang. Nyeri dirasakan seperti terbakar.
Pasien mengeluh sering terasa kecapekan saat beraktivitas sedikit berat
seperti berjalan agak jauh.
1 minggu ini pasien sering batuk dan tidak sembuh-sembuh meski
sudah diberi obat yang didapat dari klinik. Batuk tanpa disertai dahak.
Pusing (-), Mual(-), Muntah (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Waktu masih sekolah, pasien sering mengeluh dada sering terasa
terbakar saat dibuat olahraga dan mudah capek.
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat darah tinggi disangkal
- Riwayat kencing manis disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : tidak ada
- Riwayat hipertensi : tidak ada
- Riwayat sakit gula : tidak ada
5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok : tidak pernah
- Riwayat olahraga : pasien tidak pernah olah raga
- Riwayat pengisian waktu luang : pasien biasanya mengisi waktu luang
dengan bersantai saja dirumah sambil menonton televisi.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah seorang ibu di keluarganya. Penderita tinggal di
rumahnya bersama dengan suami, kedua anak dan ibunya. Pasien masih
bekerja sampai sekarang meskipun sudah terdiagnosis kelainan jantung.
5
Suami penderita juga bekerja di tempat yang sama dengan penderita
dengan total penghasilan rata-rata Rp. 5.000.000 tiap bulan.
7. Riwayat Gizi.
Penderita makan sehari-hari biasanya antara 3-4 kali dengan nasi
sepiring, sayur, dan lauk pauk seperti telur, tahu-tempe, kerupuk, dan
jarang dengan daging. Kesan status gizi cukup.
8. Riwayat Pengobatan
- Pasien rutin kontrol ke spesialis jantung. Mendapat obat Letonal 1x
100mg, Proxime 1x 1tab, dan Furosemide 1x40mg.
9. Riwayat Persalinan
- Anak pertama lahir spontan, cukup bulan dengan berat badan 2700
gram.
- Anak kedua lahir spontan, cukup bulan dengan berat badan 2650 gram.
- Anak ketiga, hamil ini.
D. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-)
2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok,
luka pada kepala (-), benjolan/borok di kepala (-)
3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan
agak kabur, ketajaman baik
4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit
7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk lama (+) selama + 1 tahun, mengi
(-), batuk darah (-)
9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (+)
10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun
(-), nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan
11. Genitourinaria : BAK lancar, 1 kali/hari warna dan jumlah biasa
6
12. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-), lumpuh (-)
Psikiatrik : emosi stabil, mudah marah (-)
13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)
14. Ekstremitas : Atas : bengkak (-), sakit (-)
Bawah : bengkak (-), sakit (-)
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak cukup baik, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi
kesan cukup.
2. Tanda Vital dan Status Gizi
Tanda Vital
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,7oC
Tensi :110/70 mmHg
Status gizi ( Kurva NCHS ) :
BB : 55 kg
TB : 160 cm
BMI : BB = 55 = 21,5 (normal)
TB2 1,62
Status Gizi Gizi normal
3. Kulit
Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)
Kepala : Tidak ada luka, rambut tidak mudah dicabut
4. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek
kornea (+/+), katarak (-/-), radang/conjunctivitis/uveitis (-/-)
5. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
6. Mulut
7
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi
lidah hiperemis (-)
7. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang
8. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
9. Leher
JVP meningkat, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe
(-)
10. Thoraks
Simetris, retraksi (-)
- Cor :S1S2 tunggal, murmur (+)
- Pulmo:
I : simetris, jejas (-)
P : nyeri tekan (-)
P : sonor (+/+)
A: suara nafas dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan Rh (-/-), wh (-/-)
11. Abdomen
I :dinding perut sejajar dengan dinding dada, jejas (-)
P :supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
P :timpani seluruh lapang perut
A :peristaltik (+) normal
12. Ektremitas: akral dingin oedem
- - - -
- - - -
F. PEMERIKSAAN OBSTETRI
Tidak dilakukan karena pasien keberatan.
8
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan USG : tidak dibawa di rumah
Pemeriksaan EKG : Irama Sinus 95x/ menit
Pemeriksaan rontgen thoraks : Cardiomegali dengan Edema Pulmonal
Pemeriksaan Echocardiografi: Consistent with Congenital Heart Disease
Ostium Primum Atrial Septal Deffect
Buku KIA : terlampir
H. RESUME
Seorang perempuan berumur 39 tahun, hamil ketiga dengan usia
kehamilan 6 bulan dengan keluhan sesak. Penderita mulai sesak sejak tahun
2006, namun memberat sejak usia kehamilan 5 bulan ini. Sesak terutama saat
kecapekan dan banyak pikiran. Nyeri dada seperti terbakar. Nyeri hilang
timbul tembus ke belakang. Pasien merasa mudah capek saat beraktivitas. 1
minggu ini pasien sering mengeluh batuk kering yang tidak sembuh-sembuh
meskipun sudah berobat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak tidak sakit, compos
mentis, status gizi kesan normal. Tanda vital T:110/70 mmHg, N: 88 x/menit,
RR: 22 x/menit, S: 36,70C, BB: 55 kg, TB:160 cm, status gizi Gizi normal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan JVP dan didapatkan murmur. Pada
pemeriksaan penunjang foto thorax didapatkan kardiomegali dan edema
pulmonal. Sedangkan pada hasil echocardiografi didapatkan Consistent with
Congenital Heart Disease Ostium Primum Atrial Septal Deffect.
I. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS
Diagnosis Biologis
1. Kehamilan dengan kelainan jantung (ASD/Atrial Septal Defect)
Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya
1. Penyakit mengganggu aktifitas sehari-hari.
2. Kondisi lingkungan dan rumah yang kurang
sehat.
9
J. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
1. Bed Rest total
Diharapkan agar penderita mengurangi aktivitas berat yang dapat
menambah kebutuhan oksigen sehingga memperberat kerja jantung.
2. Diet rendah garam
Diharapkan membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam
jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien dengan
kelainan jantung sehingga mengurangi kerja jantung.
3. Olah raga
Diharapkan penderita dapat menjaga kesehatan tubuhnya dengan
melakukan olah raga ringan seperti jalan pagi hari di lingkungan
sekitar.
Medikamentosa
- Letonal 1x 100mg,
- Proxime 1x 1tab,
- Furosemide 1x40mg.
10
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari penderita, suami (Tn. I, 42 tahun), ibu (ny.
N, 63 tahun) dan kedua anaknya (Sdr. S, 19 tahun dan An. D, 11 tahun).
Penderita ketika lahir ditolong oleh bidan, spontan, menangis kuat
dengan BB lahir 3 kg di rumah seorang bidan desa.
2. Fungsi Psikologis.
Ny. Y tinggal serumah dengan suami, ibu dan kedua anaknya.
Hubungan keluarga mereka terjalin cukup baik dan cukup dekat antara
satu dengan yang lain, begitu juga dengan tetangga yang tinggal
berdekatan dengan rumah penderita. Meskipun penderita sakit, pasien
masih tetap bekerja. Suami penderita juga bekerja di tempat yang sama
dengan penderita. Ibu penderita tidak bekerja, sedangkan anak pertamanya
masih mahasiswa dan SD.
Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara
musyawarah dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong
menolong baik fisik, mental, maupun jika ada salah seorang di antaranya
yang menderita kesusahan. Meskipun penghasilan mereka pas pasan
namun mereka tetap hidup bahagia dan memasrahkan semuanya kepada
Tuhan.
3. Fungsi Sosial
Penderita adalah seorang ibu yang sangat bertanggung jawab
terhadap keluarganya. Dalam masyarakat penderita hanya sebagai anggota
masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu. Di
11
lingkungan tempat tinggalnya penderita dikenal ramah dan cukup sering
berinteraksi dengan tetangga sekitar.
Kegiatan-kegiatan yang harus mengeluarkan biaya terlalu tinggi
merupakan faktor penghambat lain bagi keluarga ini untuk aktif dalam
kegiatan sosial, selain karena merasa kurang mampu baik dari materi
maupun status sosial.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan penderita sendiri
sebagai karyawan dan penghasilan suaminya sebagai karyawan pabrik mie
dengan total penghasilan sebesar Rp5.000.000 ,- per bulannya. Tapi semenjak
Penghasailan tersebut juga digunakan untuk membiayai kehidupan
sehari-hari, seperti makan, minum, iuran membayar listrik dan sisanya
disisihkan untuk ditabung untuk biaya pengobatan. Untuk kebutuhan air
dengan menggunakan pompa air. Untuk memasak memakai kompor minyak.
Makan sehari-hari lauk pauk, kadang daging, buah dan frekuensi makan
kadang-kadang 2-3 kali. Kalau ada keluarga yang sakit biasa berobat ke
puskesmas, dan penderita sudah mempunyai kartu sehat.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita termasuk orang yang terbuka sehingga bila mengalami
kesulitan atau masalah penderita sering bercerita kepada keluarga terutama
suaminya.
B. APGAR SCORE
ADAPTATION
Selama ini dalam menghadapi masalah keluarga, pasien selalu pertama kali
membicarakannya kepada suaminya. Baik tentang penyakitnya maupun hal-hal lain.
Penyakitnya ini mengganggu aktivitasnya sehari-hari yaitu bekerja di pabrik.
Dukungan dari orang-orang sekitar seperti suami dan anaknya sangat memberinya
motivasi untuk sembuh dan teratur minum obat.
12
PARTNERSHIP
Ny. Y mengerti bahwa ia adalah ibu rumah tangga yang seharusnya bertanggung
jawab dalam mengurusi kebutuhan bagi keluarganya. Selain itu keluarga juga selalu
meyakinkannya bahwa penderita harus tetap optimis dan selalu mendukung
penderita.
GROWTH
Ny. Y sadar bahwa ia harus bersabar menghadapi penyakitnya walaupun sangat
menganggunya terutama karena sekarang ini pasien sedang hamil.
AFFECTION
Ny. Y merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan keluarganya
cukup. Bahkan perhatian yang dirasakannya bertambah, karena kedua anaknya
sangat perhatian padanya. Ia menyayangi keluarganya, begitu pula sebaliknya.
RESOLVE
Ny. Y merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari
keluarganya karena setiap hari bisa berkumpul bersama keluarga dirumah.
APGAR Tn. I Terhadap Keluarga Sering/
selalu
Kadang-
kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
13
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama
Total poin = 10 fungsi keluarga dalam keadaan baik
Tn. I adalah seorang suami dari pasien yang sehari-hari bekerja di
pabrik yang sama dengan pasien.
APGAR Ny. N Terhadap Keluarga Sering/
selalu
Kadang-
kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama
Total poin = 10, fungsi keluarga dalam keadaan baik
Ny. N adalah ibu pasien. Beliau tidak bekerja. Keseharian beliau
sehari-hari yaitu membantu Ny. Y untuk mengurus kebutuhan rumah
tangganya.
APGAR Sdr. S Terhadap Keluarga Sering/
selalu
Kadang-
kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
14
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama
Total poin = 10, fungsi keluarga dalam keadaan baik
Sdr. S adalah anak pertama pasien yang sekarang masik kuliah di
Universitas yang dekat dengan rumahnya sehingga setiap harinya bias pulang-
pergi dari rumah.
APGAR An. D Terhadap Keluarga Sering/
selalu
Kadang-
kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama
Total poin = 10, fungsi keluarga dalam keadaan baik
An. D adalah anak kedua pasien yang masih sekolah SD. Kesehariannya
An. D yaitu bersekolah dan setelah pulang sekolah biasanya membantu
pekerjaan rumah bersama dengan neneknya.
15
Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga Ny. Y adalah 40,
sehingga rata-rata APGAR dari keluarga An. Rendra adalah 10. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga Ny. Y dan
keluarganya dalam keadaan baik. Hubungan antar individu terjalin baik.
C. SCREEM
SUMBER PATHOLOGY KET
Sosial Interaksi sosial yang baik antar anggota
keluarga begitu juga dengan tetangga dan di
masyarakat cukup baik.
_
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan
sehari-hari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang
masih diikuti. Menggunakan bahasa jawa,
tata krama dan kesopanan
_
Religius
Agama menawarkan
pengalaman spiritual yang baik
untuk ketenangan individu yang
tidak didapatkan dari yang lain
Pemahaman agama cukup baik, pendrita dan
keluarganya rajin menjalankan solat 5 waktu.
-
Ekonomi Ekonomi keluarga ini tergolong cukup,
untuk kebutuhan primer sudah bisa
terpenuhi, meski belum mampu mencukupi
kebutuhan sekunder rencana ekonomi tidak
memadai, diperlukan skala prioritas untuk
pemenuhan kebutuhan hidup
-
Edukasi Pendidikan anggota keluarga cukup
memadai. Namun tingkat pendidikan
penderita masih sedikit rendah, karena
penderita hanya bisa mengenyam pendidikan
+
16
sampai sekolah menengah pertama.
Medical
Pelayanan kesehatan puskesmas
memberikan perhatian khusus
terhadap kasus penderita
Tidak mampu membiayai pelayanan
kesehatan yang lebih baik Dalam mencari
pelayanan kesehatan keluarga ini biasanya
menggunakan Puskesmas dan hal ini mudah
dijangkau karena letaknya dekat.
_
Keterangan :
Edukasi (+) artinya keluarga Ny. Y juga menghadapi permasalahan
dalam bidang pendidikan, Ny. Y hanya mengenyam pendidikan
sampai sekolah menengah pertama. Hal ini akan mempengaruhi
pengetahuan dan pola berpikir dari anggota keluarganya. Tapi anak
penderita dapat sekolah sampai di perguruan tinggi.
17
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat lengkap : Dsn. Bedug Dowo RT 27 RW 6 Desa Durung Bedug,
Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo
Diagram 1. Genogram Keluarga Tn. R
Dibuat tanggal 27 September 2013
Sumber : Data Primer, 10 juni 2013
Keterangan :
Ny. Y : Penderita
Tn I : Suami Penderita
Ny. N : Ibu penderita
Sdr. S : Anak penderita
An. D : Anak penderita
Ny. Y 39 th Karyawan
swasta
Tn. I 42 th Karyawan
swasta
Ny. N 63 th Tidak
bekerja
Sdr. S !9 th Mahasiswa
An. D 11 th SD
18
E. Informasi Pola Interaksi Keluarga
Keterangan :
: hubungan baik
: hubungan tidak baik
Hubungan antara Ny. Y, suami, ibu dan kedua anaknya baik dan dekat. Antar
anggota keluarga yang lain juga demikian. Dalam keluarga ini tidak sampai terjadi
konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga.
F. Pertanyaan Sirkuler
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh istri?
Jawab : Suami merawat penderita dan menyiapkan kebutuhan penderita
2. Ketika istri bertindak seperti itu apa yang dilakukan anak?
Jawab : Anak mendukung apa yang dilakukan ayah.
3. Kalau butuh dirawat/dioperasi, ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab : Keputusan bisa diambil penderita sendiri ataupun suaminya
sebagai kepala keluarga. Namun alangkah baiknya apabila sebelumya
melalui musyawarah dengan anggota keluarga lainya atau mungkin juga
melibatkan keluarga besarnya.
4. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab : Suami
Ny.YNy. N
Tn. I
An. D
Sdr. S
19
5. Selanjutnya siapa?
Jawab : Anak penderita
6. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita?
Jawab : Anak penderita
7. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien?
Jawab :Tidak ada. Karena setiap masalah selalu dibicarakan bersama.
8. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya?
Jawab : Tidak ada
20
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Ny. Y adalah seorang ibu rumah tangga yang bekerja sebagai
karyawan di perusahaan swasta. Sebelum hamil anak ketiga pasien sudah
terdiagnosa memiliki kelainan jantung. Setelah tahu punya kelainan jantung,
pasien sering kepikiran mengenai penyakitnya tersebut. Keluarga penderita
yaitu suami yang menjaganya sehari-hari belum banyak memiliki
pengetahuan tentang kelainan jantung yang diderita pasien beserta resiko
terhadap keselamatan istri dan janin yang dikandungnya.
Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat
adalah keadaan terbebas dari sakit, yaitu yang menghalangi aktivitas sehari-
hari. Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh kelainan
bawaan, bukan dari guna-guna, sihir, atau supranatural/ takhayul. Mereka
mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada mantri, bidan, atau
dokter di puskesmas yang terletak dekat dengan rumah.
Keluarga ini berusaha menjaga kebersihan lingkungan rumahnya
misalnya dengan menyapu rumah dan halaman. Keluarga ini sudah memiliki
fasilitas jamban keluarga sehingga apabila ingin membuang hajatnya
penderita dan keluarga tidak perlu ke kali dahulu. Untuk melakukan kegiatan
mencuci dan mandi keluarga ini menggunakan air dari pompa air yang ada di
rumah.
2. Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini tergolong
berpenghasilan cukup. Sampai saat ini, keluarga ini memiliki dua sumber
penghasilan yaitu dari penderita sendiri yang bekerja sebagai karyawan
dan dari suami yang bekerja sebagai karyawan di pabrik yang sama. Dari
penghasilan tersebut keluarga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari
21
walaupun belum semua kebutuhan dapat terpenuhi terutama kebutuhan
sekunder dan tertier.
Rumah yang dihuni keluarga ini cukup memadai. Lantai sudah
dikeramik, pencahayaan ruangan kurang, ventilasi kurang. Pembuangan
limbah keluarga belum memenuhi sanitasi lingkungan karena limbah
keluarga tidak dialirkan melainkan hanya dibiarkan keluar dari rumah ke
belakang rumah dan dibiarkan meresap. Sampah keluarga dibuang ditempat
pembuangan sampah yang ada di belakang rumah. Fasilitas kesehatan yang
sering dikunjungi oleh keluarga ini jika sakit adalah Puskesmas Candi.
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 5x15 m2 yang
berdempetan dengan rumah tetangganya. Tidak memiliki pekarangan
rumah yang luas dan tidak ada pagar pembatas. Terdiri dari ruang tamu,
ruang keluarga dan menonton TV, 3 kamar tidur, satu kamar makan yang
jarang digunakan, dapur, mushollah, dan kamar mandi yang terpisah
dengan jamban. Terdiri dari 2 pintu keluar, jendela diruang tamu dan
disetiap kamar tidurnya namun semuanya jarang dibuka. Di depan rumah
terdapat teras. Lantai rumah sebagian besar sudah dikeramik. Ventilasi dan
penerangan rumah masih kurang. Atap rumah tersusun dari genteng dan
sebagian besar belum ditutup langit-langit. Masing-masing kamar
memiliki dipan untuk meletakan kasur. Dinding rumah terbuat dari
batubata yang sebagian besar sudah dicat. Perabotan rumah tangga minim.
Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga ini menggunakan
mesin pompa air. Secara keseluruhan kebersihan rumah masih kurang.
Sehari-hari keluarga memasak menggunakan kompor gas.
22
Denah Rumah :
Ukuran rumah: 5x15 m2
Tempat cucian
Kamar mandi
tanpa WCDAPUR
Kamar Tidur 3
Kamar Tidur 1
Kamar Tidur 2
Ruang Tamu
Mushola
LORONG
GELAp
Ruang Keluarga
U
23
Keterangan :
: Jendela
: Satu Pintu
: Tembok Bata
24
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
KELAINAN JANTUNG PADA KEHAMILAN
A. PENDAHULUAN
Kehamilan menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis
dari sistem kardiovaskuler yang akan dapat ditolerir dengan baik oleh
wanita yang sehat, namun akan menjadi ancaman yang berbahaya bagi ibu
hamil yang mempunyai kelainan jantung sebelumnya. Tanpa diagnosis yang
akurat dan penanganan yang baik maka penyakit jantung dalam kehamilan
dapat menjadi penyebab yang signifikan akan mortalitas dan morbiditas
ibu.1,2
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbanyak pada
wanita di Amerika Serikat dan merupakan penyebab kematian ketiga
terbanyak pada wanita usia 25 – 44 tahun. Penyakit jantung berpengaruh
pada sekitar 1 % dari kehamilan, dengan angka kematian maternal menurut
Sach sebanyak 0,3 dari 100.000 di Massachusetts. Namun menurut Tillery
angka kematian maternal mencapai 10 – 25 % walaupun adanya
perkembangan diagnosis dan penanganan penyakit kardiovaskular maternal
pada zaman sekarang.2,3
Meskipun insidens penyakit jantung dalam kehamilan sekitar 1 %,
Gejala seperti sesak napas atau tanda seperti bising ejeksi sistolik yang
merupakan gejala dari penyakit jantung, dapat muncul pada sekitar 90% dari
populasi kehamilan sebagai konsekuensi perubahan fisiologis pada tubuh
yang diinduksi oleh kehamilan itu sendiri.4
Di antara beberapa penyakit kardiovaskuler, hipertensi merupakan
penyakit kardiovaskuler yang tersering muncul pada kehamilan, sebanyak 6-
8% dari seluruh kehamilan. Di negara barat, penyakit jantung bawaan
merupakan yang penyakit jantung yang paling sering ditemukan selama
kehamilan ( 75 – 82 % ). Di luar Eropa dan Amerika bagian utara hanya
berkisar 9 – 19 %. Penyakit jantung reumatik mendominasi di negara selain
25
negara barat, berkisar 56 – 89 % dari seluruh penyakit jantung dalam
kehamilan. Kardiomiopati jarang ditemukan, tetapi merupakan penyebab
berat dari komplikasi penyakit jantung dalam kehamilan.5
B. PERUBAHAN FISIOLOGIS HEMODINAMIK SELAMA
KEHAMILAN
Kehamilan menginduksi perubahan fisiologis pada sistem
kardiovaskuler untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik dari ibu
dan bayi. Hal ini termasuk dalam peningkatan jumlah total darah dalam
tubuh, curah jantung dan penurunan tekanan resistensi perifer serta tekanan
darah. Perubahan ini mengakibatkan peningkatan beban hemodinamik pada
jantung ibu dan dapat menyebabkan gejala dan tanda-tanda mirip penyakit
jantung. Adaptasi kardiovaskular ini sangat penting untuk diketahui, yang
mana pada wanita dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya
mungkin akan menunjukkan pemburukan klinis selama masa kehamilan5,6
Curah jantung merupakan hasil perkalian stroke volume dan denyut
jantung. Denyut jantung dan stroke volume meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Volume plasma mencapai puncaknya sekitar
40% dari Volume plasma awal pada masa gestasi 24 minggu. Peningkatan
curah jantung sekitar 30-50 % normal pada masa kehamilan. Peningkatan
volume plasma ini tidak proporsional dengan penambahan massa sel darah
merah dimana volume plasma meningkat 30-50% relatif lebih besar
dibanding peningkatan sel darah merah yang hanya terjadi 20-30%. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya hemodilusi dan menurunnya konsentrasi
hemoglobin, sehingga mengakibatkan anemia fisiologis dalam kehamilan
dan menambah beban jantung.1,5,6
Pada awal kehamilan peningkatan curah jantung diakibatkan karena
peningkatan volume sekuncup, tetapi setelah masa gestasi 32 minggu, stroke
volume menurun akibat pembesaran uterus yang menekan vena kava
inferior. Penekanan vena kava inferior ini mengakibatkan penurunan aliran
darah balik vena ke jantung sehingga mengurangi preload dan berdampak
akan terjadinya hipotensi arterial yang dikenal dengan sindrom hipotensi
26
supine, karena alasan inilah tidak dianjurkan ibu hamil dalam posisi
terlentang pada akhir kehamilan.1,7
Jadi pada akhir kehamilan curah jantung sangat tergantung pada
denyut jantung karena pengurangan volume sekuncup. Denyut jantung
mulai meningkat saat usia kehamilan 20 minggu dan terus meningkat
hingga usia kehamilan 32 minggu dan terus bertahan tinggi hingga 2-5 hari
setelah persalinan. Takikardia akan mengurangi pengisian ventrikel kiri,
mengurangi perfusi pembuluh darah koroner pada saat diastol dan secara
simultan kemudian meningkatkan kebutuhan oksigen pada miokardium.
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen akan memicu
terjadinya iskemia miokard. Jadi wanita dengan penyakit jantung koroner,
gejalanya akan bertambah berat selama kehamilan.1,5
Resistensi vaskuler menurun pada trimester pertama dan awal
trimester kedua (sebagai akibat dari estrogen, progesteron, prostasiklin,
atrial natriuretic peptides, dan endothelial nitric oxide) sehingga tekanan
darah sistemik biasanya menurun pada awal kehamilan dan tekanan darah
diastolik biasanya 10 mmHg di bawah garis normal pada trimester kedua,
tetapi kembali naik ke batas normal secara perlahan pada trimester ketiga.
Jadi tiga perubahan hemodinamik utama yang terjadi dalam masa kehamilan
adalah : peningkatan curah jantung, peningkatan denyut jantung dan
penurunan resistensi perifer.1,5,6
27
Gambar 1. Perubahan Fisiologis Selama Kehamilan. Dikutip dari kepustakaan 8
Selama persalinan, terjadi peningkatan curah jantung ( 15 % selama
kala I dan 50% selama kala II ) yang diakibatkan rasa takut, cemas, nyeri
selama persalinan dan kontraksi uterus. Kontraksi uterus akan
mengembalikan darah 300 – 500 ml dari uterus ke sirkulasi sistemik.
Respon simpatis dari rasa takut, cemas dan nyeri akan menaikkan denyut
jantung dan tekanan darah yang akan meningkatkan curah jantung. Curah
jantung lebih banyak meningkat selama kontraksi dibandingkan dengan di
antara kontraksi.6,8
Segera setelah persalinan darah dari uterus akan kembali ke sirkulasi
sistemik akibat hilangnya kompresi vena kava inferior dan kontraksi uterus
yang mengembalikan darah ke sirkulasi sistemik. Pada kehamilan normal,
mekanisme kompensasi ini akan melindungi ibu dari efek hemodinamik
yang terjadi akibat perdarahan post partum, namun bila ada kelainan jantung
maka sentralisasi darah yang akut ini akan meningkatkan tekanan pulmoner
dan terjadi kongesti paru. Dalam dua minggu pertama post partum terjadi
mobilisasi cairan ekstra vaskuler dan diuresis. Pada wanita dengan stenosis
katup mitral dan kardiomiopati sering terjadi dekompensasi jantung pada
masa mobilisasi cairan post partum. Curah jantung biasanya akan kembali
normal setelah 2 minggu post partum.1, 8
C. DIAGNOSIS
Kebanyakan wanita dengan kelainan jantung telah terdiagnosis
sebelum kehamilan, misalnya pada mereka yang pernah menjalani operasi
28
karena kelainan jantung kongenital maka akan mudah untuk mendapat
informasi yang rinci. Sebaliknya penyakit jantung pertama kali didiagnosis
saat kehamilan bila ada gejala yang dipicu oleh peningkatan kebutuhan
jantung.1
Gejala klasik penyakit jantung adalah : palpitasi, sesak nafas, dan
nyeri dada. Berhubung karena gejala ini juga dapat normal ditemukan
selama kehamilan maka perlu melakukan anamnesis yang cermat untuk
menentukan apakah gejala ini merupakan penyakit jantung ataupun bukan.
Oleh karena itu perlu diperhatikan pendekatan diagnosis kardiologis yang
lengkap, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, ekokardiografi
sampai kateterisasi, termasuk klasifikasi fungsional dan etiologi maupun
kelainan anatomik.1, 9
Tabel 1. Temuan-temuan umum pada kehamilan normal.6
Gejala
Lelah, penurunan tingkat aktifitas
Nyeri kepala ringan, pingsan
Palpitasi
Dispnea, ortopnea
Pemeriksaan Fisik
Distensi vena jugularis
Peningkatan intensitas S1, penambahan berlebihan
Midsistolik, ejeksi tipe murmur (linea sternalis kiri bawah
atau di atas paru-paru
Bunyi jantung S3
EKGDeviasi axis QRS
Q kecil, dan P terbalik pada sadapan III
Sinus takikardi, aritmia
Radiologi
Jantung tampak horizontal
29
Peningkatan marker paru
Echocardiografi
Peningkatan dimensi sistolik dan diastolik ventrikel kiri yang
rendah
Peningkatan ukuran atrium kanan, ventrikel kiri, dan atrium
kiri
Regurgitasi fungsional trikuspid dan mitral
1. Anamnesis
Kebanyakan pasien mengakui toleransi melakukan aktivitas
sangat berkurang dan merasa mudah kelelahan. Kondisi ini
berhubungan erat dengan peningkatan berat badan yang diperoleh
selama masa kehamilan dan akibat anemia fisiologis pada kehamilan.
Episode pingsan atau sakit kepala ringan terjadi sebagai akibat dari
kompresi mekanik dari rahim yang hamil pada vena cava inferior,
sehingga menyebabkan aliran balik vena ke jantung tidak adekuat,
terutama pada trimester ketiga. Gejala lain yang sering dikeluhkan
termasuk hiperventilasi dan ortopnea yang disebabkan oleh tekanan
mekanik dari rahim yang membesar pada diafragma. Palpitasi juga
umum dijumpai dan hal ini diduga berhubungan dengan sirkulasi yang
hiperdinamik selama kehamilan.6
Pada pasien dengan riwayat penyakit jantung, sangat penting
untuk menanyakan tentang kapasitas fungsional, prevalensi gejala
terkait lainnya, regimen terapi yang diperoleh, tes diagnostik
sebelumnya (misalnya, ekokardiogram, tes olahraga, dan kateterisasi
jantung), dan riwayat operasi paliatif. Pada pasien tanpa penyakit
jantung penting untuk menanyakan tentang riwayat penyakit jantung
rematik, episode sianosis pada saat lahir atau anak usia dini, adanya
gangguan reumatologik (misalnya lupus eritematosus sistemik),
episode aritmia, terjadinya sinkop eksersional atau nyeri dada, dan
edema tungkai yang sering terjadi. Selain itu, pertanyaan mengenai
30
ada tidaknya riwayat keluarga dengan penyakit jantung bawaan,
penyakit arteri koroner prematur, atau kematian mendadak pada
anggota keluarga.6
Klasifikasi penyakit jantung (status fungsional) berdasarkan
klasifikasi yang ditetapkan oleh New York Heart Association pada
tahun 1979, sebagai berikut3 :
Klas / derajat I : Aktivitas biasa tidak terganggu.
Klas / derajat II : Aktivitas fisik terbatas, namun tidak ada gejala saat
istirahat.
Klas / derajat III :Aktivitas ringan sehari-hari terbatas, timbul sesak
atau nyeri, palpitasi pada aktifitas yang ringan.
Klas / derajat IV : Gejala timbul pada waktu istirahat, dan terdapat
gejala gagal jantung.
2. Pemeriksaan Fisik
Hiperventilasi dapat ditemukan pada kehamilan normal,
sehingga penting untuk membedakan hiperventilasi dari dyspnea,
yang umum ditemukan pada gagal jantung kongestif..6
Impuls ventrikel kiri mudah teraba. Pulsasi perifer sering kolaps
dan dapat membingungkan dengan temuan klinis pada regurgitasi
aorta.. Sejumlah besar wanita hamil mengalami edema kaki. Hal ini
terjadi sebagai akibat dari penurunan tekanan onkotik koloid plasma
dengan peningkatan seiring dengan tekanan vena femoralis sebagai
akibat dari aliran balik vena yang tidak adekuat.6
Pemeriksaan fisik harus fokus pada wajah, kelainan jari, atau
skeletal yang menunjukkan adanya anomali kongenital. Adanya
clubbing, sianosis, atau pucat, harus diamati dengan seksama.
Pemeriksaan dada dapat mengesampingkan deformitas pectus
excavatum, tonjolan prekordial, atau adanya pulsasi ventrikel kanan
atau kiri. Bunyi jantung pertama biasanya terpisah (yang dapat
disalahartikan sebagai bunyi jantung keempat). Bunyi jantung pertama
31
yang keras dapat menunjukkan mitral stenosis, sedangkan bunyi
jantung pertama intensitas rendah menunjukkan blok jantung tingkat
pertama. Bunyi jantung kedua terpisah dapat diartikan sebagai defek
septum atrium, sedangkan suara paradoksikal yang terpisah dapat
ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri yang berat atau blok cabang
berkas kiri. Bunyi jantung ketiga adalah normal pada kehamilan.
Bunyi jantung IV, ejection click, opening snap, atau mid sistolik
hingga late sistolik mengindikasikan penyakit jantung. Murmur
sistolik dapat terdengar pada wanita hamil dan merupakan hasil dari
sirkulasi hiperkinetik selama masa kehamilan. Murmur yang
terdengar yaitu murmur midsistolik dan didengar terbaik pada linea
sternum kiri bawah dan di atas area pulmonal memerlukan
penyelidikan lebih lanjut oleh echocardiography dan USG doppler.6
Tabel 2. Beberapa indikator klinik dari penyakit jantung dalam kehamilan3
Gejala
Dyspnea yang progresif atau orthopnea
Batuk pada malam hari
Hemoptisis
Sinkop
Nyeri dada
Tanda-tanda klinik
Sianosis
Clubbing pada jari-jari
Distensi vena di daerah leher yang menetap
Bising sistolik derajat 3/6 atau lebih
Bising diastolik
Kardiomegali
Aritmia persisten
Terpisahnya bunyi jantung dua yang persisten
Adanya kriteria hipertensi pulmonal
32
3. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG sangat aman dan dapat membantu menjawab
pertanyaan yang sangat spesifik. Kehamilan dapat menyebabkan
interpretasi dari variasi gelombang ST-T lebih sulit dari yang
biasanya. Depresi segmen ST inferior sering didapati pada wanita
hamil normal. Pergeseran aksis QRS ke kiri, sering dijumpai, tetapi
deviasi aksis ke kiri yang nyata (-30o) menyatakan adanya kelainan
jantung.10
4. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi termasuk dopler sangat aman dan
tanpa risiko terhadap ibu dan janin. Pemeriksaan transesofageal
ekokardiografi pada wanita hamil tidak dianjurkan karena risiko
anestesi selama prosedur pemeriksaan radiografi. Semua pemeriksaan
radiografi harus dihindari terutama pada awal kehamilan. Pemeriksaan
radiografi mempunyai risiko terhadap organogenesis abnormal pada
janin, atau malignancy pada masa kanak-kanak terutama leukemia.
Jika pemeriksaan sangat diperlukan, sebaiknya dilakukan pada
kehamilan lanjut, dengan dosis radiasi seminimal mungkin, dan
perlindungan terhadap janin seoptimal mungkin.10
D. PENATALAKSANAAN
1. Antapartum
Wanita dengan penyakit jantung sebelum memutuskan untuk
hamil, sebaiknya terlebih dahulu dikonsultasikan dengan dokter.
Mortalitas maternal umumnya bervariasi sesuai dengan status
fungsional jantung selama onset kehamilan, namun dapat bertambah
tinggi seiring dengan bertambahya umur kehamilan.3
33
Penanganan penyakit jantung pada kehamilan ditentukan oleh
kapasitas fungsional jantung. Pada semua wanita hamil, tetapi
khususnya pada penderita penyakit jantung, pertambahan berat badan
yang berlebihan, dan retensi cairan yang abnormal harus dicegah.1
Memburuknya kondisi jantung dalam kehamilan sering terjadi
secara samar namun membahayakan. Pada kunjungan rutin harus
dilakukan pemeriksaan denyut jantung, pertambahan berat badan dan
saturasi oksigen.
Pertambahan berat badan
yang berlebihan menandakan
perlunya penanganan yang
agresif. Penurunan saturasi
oksigen biasanya akan
mendahului gambaran radiologi (foto toraks) yang abnormal.1
Evaluasi resiko kehamilan pada wanita dengan penyakit jantung
direkomendasikan menggunakan klasifikasi resiko modifikasi dari
WHO ( World Health Organization ). Klasifikasi resiko ini mencakup
semua faktor resiko kardiovaskular maternal termasuk penyakit
jantung sebelumnya dan komorbiditas lainnya.5
34
Modified WHO Classification Maternal Cardiovascular Risk5
Pada wanita dengan resiko WHO kelas I, Resiko mortalitas
maternal sangat rendah, wanita dengan resiko WHO kelas II
mempunyai resiko mortalitas maternal yang rendah sampai sedang,
dan direkomendasikan follow up kehamilannya tiap trisemester. Pada
wanita dengan resiko WHO kelas III, ada resiko tinggi akan
komplikasi pada maternal, dan sangat direkomendasikan
membutuhkan advis dari dokter spesialis jantung dan kandungan,
sedangkan pada wanita dengan resiko WHO kelas IV, kehamilan
dikontraindikasikan, tetapi bila wanita tersebut hamil dan tidak mau
melakukan terminasi, maka control tiap bulan yang ketat harus
dilakukan5
Beberapa kelainan jantung dengan risiko kematian ibu yang
tinggi antara lain : sindroma Eisenmenger, hipertensi pulmonal
dengan disfungsi ventrikel kanan dan sindroma Marfan dengan
dilatasi aorta yang signifikan.1
American College of Obstetricians and Gynecologists (1992)
menekankan empat konsep yang mempengaruhi penanganan wanita
dengan penyakit jantung, yaitu :2
1. Peningkatan curah jantung dan volume plasma sebesar 50%
terjadi pada awal trimester ketiga.
2. Fluktuasi volume plasma dan curah jantung terjadi pada masa
peripartum.
3. Penurunan tahanan vaskuler sistemik mencapai titik terendah
pada trimester kedua dan meningkat lagi sampai 20% di bawah
normal pada akhir kehamilan.
4. Hiperkoagubilitas. Perhatian khusus diberikan pada wanita yang
membutuhkan antikoagulan derivat koumarin sebelum kehamilan.
Penanganan antepartum termasuk kunjungan ke klinik jantung-
kebidanan, istirahat yang cukup, diet tinggi protein, rendah garam dan
35
pembatasan cairan pada trimester II dan III, perbaikan keadaan umum
( roboransia dan anti anemia ), pencegahan infeksi, evaluasi
pemberian digitalis, evaluasi terminasi kehamilan dan pembedahan
jantung. Pasien diharuskan segera melapor ke dokter bila ditemukan
gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, khususnya bila ada
demam. 1,9
Prinsip umum manajemen kehamilan pada wanita dengan
penyakit kardiovaskular11
STAGE PRINSIP PENANGANAN
Sebelum
Konsepsi
Identifikasi kondisi kardiovaskular dan kelas
fungsional. Mendapatkan evaluasi dari kardiologist
Disarankan untuk melakukan koreksi bedah bila
dibutuhkan
Konseling tentang prognosis dari keberhasilan
persalinan, termasuk keselamatan ibu dan kelainan
janin
Mengevaluasi kehamilan kedepannya
Mengevaluasi medikasi dan mendiskusikan resiko
dan keuntungan tiap medikasi dengan kardiologis
dan pasien
Memberikan konseling kontrol kehamilan agar
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
Trimester I Melakukan evaluasi yang multidisiplin dengan
kardiologis dan perinatologis
Konseling tentang resiko mortalitas dan morbiditas
ibu, dan juga prognosis keberhasilan kehamilan
Mengevaluasi ulang medikasi dengan kardiologis,
untuk meninimalkan resiko kelainan fetus tanpa
menganggu status kardiovaskular ibu
Menghindari terapi intervensi yang dapat ditunda
hingga trimester ke II ( Contoh : Fluoroskopi )
36
Mengevaluasi opsi terminasi kehamilan jika
terdapar resiko mortalitas dan morbiditas yang
tinggi terhadap ibu
Mendiskusikan untuk rujukan ke tempat dengan
fasilitas yang lebih baik
Trimester II Melanjutkan evaluasi multidisiplin pada pasien
Mengevaluasi akan adanya penyakit jantung bawaan
pada fetus dengan fetal ultrasound lvl II
Mengevaluasi perkembangan janin dengan serial
fetal ultrasound
Mengatur dosis medikasi untuk mempertahankan
level terapeutik
Membatasi aktivitas maternal untuk
mempertahankan stabilitas kardiovaskular
Trimester III Melanjutkan evaluasi multidisiplin pada pasien
Mengevaluasi perkembangan janin dengan serial
fetal ultrasound
Menkonsultasikan dengan ahli anestesi mengenai
persalinan
Melakukan pertemuan dengan ahli lain selama
kehamilan dan persalinan untuk merencanakan
manajemen persalinan
Mengevaluasi resiko dan keuntungan induksi
persalinan, persalinan spontan dan sektio sesaria
elektif
Jika diberikan antikoagulan, ganti dengan
unfractionated heparin
Selama
Persalinan
Monitoring yang ketat oleh ahli multidisiplin tim
Penanganan nyeri yang adekuat
Monitoring kondisi kardiovaskular maternal dan
status cairan pada keadaan seperti di ICU
37
Post Partum Monitoring hemodinamik dalam keadaan seperti di
ICU
2. Intrapartum
Persalinan untuk penderita kelainan jantung idealnya adalah
singkat dan bebas nyeri. Induksi persalinan dilakukan bila serviks
sudah matang. Kadang kala penderita penyakit jantung yang berat
memerlukan pemantauan hemodinamik yang invasif dengan
pemasangan kateter arteri dan arteri pulmonalis.1,9
Selama persalinan penderita harus ditopang dengan bantal yang
cukup untuk membantu pernapasan, usahakan tersedianya oksigen
yang dapat diberikan secara intermitten atau terus menerus bila
terdapat sesak napas atau sianosis. Kalau perlu ahli jantung
mendampingi proses partus. Sedasi dan analgesia yang cukup dengan
morfin sangat diperlukan. Metode persalinan bila sudah aterm dapat
dipercepat dengan pemecahan ketuban atau pada persalinan
pervaginam dengan mempercepat kala II, forsep atau episiotomi. Cara
anastesi dapat dipilih antara regional, spinal, kaudal, atau pudendal
maupun umum.9
Pada kala II, mengedan dengan menafan nafas harus dilarang,
karena bertambahnya curah jantung selanjutnya harus dihindari.
Pemakaian forsep sedini mungkin sebaliknya sangat diperlukan.
Pemakaian suntik ergometrin harus dihindarkan karena bila diberikan
secara IV akan menyebabkan kontraksi uterus yang tonik dan
meningkatkan aliran darah balik.9
Pada relaksasi uterus dan perdarahan yang besar lebih aman
memberikan oksitosin. Setelah kala III, harus diperhatikan tanda-tanda
dekompensasi atau edema paru karena saat inilah yang paling rawan
pada proses persalinan. Tata laksana gagal jantung akut berupa : posisi
½ duduk, anastesi kaudal terus menerus, oksigen, digitalis ( sebaiknya
setelah ada indikasi tegas dari kardiologis ) , lakukan observasi yang
38
ketat ( perhatikan tekanan darah, nadi, pernapasan, balans cairan,
elektrolit, anemia dan sebagainya ).9
Standar penanganan penderita kelainan jantung dalam masa
persalinan adalah :1
1. Diagnosis yang akurat
2. Jenis persalinan berdasarkan pada indikasi obstetri
3. Penanganan medis dimulai pada awal persalinan
a. Hindari partus lama
b. Induksi dilakukan bila serviks sudah matang
4. Pertahankan stabilitas hemodinamik
a. Pemantauan hemodinamik invasif bila diperlukan
b. Mulai dengan keadaan hemodinamik yang sudah
terkompensasi
c. Penanganan yang spesifik tergantung pada kondisi jantung.
5. Cegah nyeri dan respons hemodinamik dengan pemberian
analgesia epidural dengan narkotik dan teknik dosis rendah lokal.
6. Antibiotik profilaksis diberikan bila ada risiko endokarditis.
7. Ibu tidak boleh mengedan. Persalinan dengan vakum atau forcep
rendah.
8. Hindari perdarahan dengan melakukan managemen aktif kala III
dan penggantian cairan yang dini dan sesuai.
9. Managemen cairan pada postpartum dini : sering diperlukan
pemberian diuresis yang agresif namun pelu hati-hati.
3. Puerperalis
Persalinan dan masa puerperium merupakan periode dengan
risiko maksimum untuk pasien dengan kelainan jantung. Selama
periode ini, pasien harus dipantau untuk mengetahui ada tidaknya
tanda-tanda gagal jantung, hipotensi dan aritmia. Perdarahan
postpartum, anemia, infeksi dan tromboemboli merupakan komplikasi
yang menjadi lebih serius bila ada kelainan jantung.3,9
39
Sangat penting untuk mencegah kehilangan darah yang
berlebihan pada kala III. Oksitosin sebaiknya diberikan secara infus
kontinu untuk menghindari penurunan tekanan darah yang mendadak.
Alkaloid ergot seperti metil ergometrin tidak boleh dipakai karena
obat ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan vena sentral dan
hipertensi sementara.1,9
Dalam masa post partum diperlukan pengawasan yang cermat
terhadap keseimbangan cairan. Dalam 24-72 jam terjadi perpindahan
cairan ke sirkulasi sentral dan dapat menyebabkan kegagalan jantung.
Perhatian harus diberikan kepada penderita yang tidak mengalami
diuresis spontan. Pada keadaan ini, bila ada penurunan saturasi
oksigen yang dipantau dengan pulse oxymetri, biasanya menandakan
adanya edema paru.1,9
Penderita harus mendapat istirahat yang cukup dan
diberikan pencegahan dengan antibiotik terhadap kemungkinan
infeksi, termasuk endokarditis. Penderita dengan kelas fungsional
NYHA I dan II diusahakan untuk mobilisasi dini, pemberian obat-obat
kardiovaskular dievaluasi lagi, selanjutnya ditentukan follow up dan
prognosis untuk kehamilan selanjutnya. Harus dicegah terjadinya
dekompensasi kordis, dan perhatikan pula cara perawatan bayi,
termasuk rawat rumah pada saat penderita dipulangkan.9
E. PENGGUNAAN OBAT KARDIOVASKULAR
1. Diuretik
Diuretik dapat digunakan untuk pengobatan gagal jantung
kongestif yang tidak dapat dikontrol dengan retriksi natrium dan
merupakan obat lini terdepan untuk pengobatan hipertensi. Tidak satu
diuretik pun merupakan kontra indikasi dan yang paling sering
digunakan adalah golongan diuretik tiazid dan forosemid. Diuretik
tidak boleh digunakan untuk profilaksis terhadap toksemia atau
pengobatan terhadap edema pedis.10,12
40
Diuretik diberikan untuk mengurangi gejala-gejala dispnea
nokturnal paroksismal dan exertional dan edema perifer yang nyata
dalam kehamilan. Komplikasi ibu terhadap terapi diuretik mirip
dengan pasien yang tidak hamil seperti alkalosis metabolik, penurunan
toleransi karbohidrat, hipokalemia, hiponatremia, hiperurisemia, dan
pankreatitis.12
2. Obat Inotropik
Digoksin bermanfaat untuk efek baik pada kontraktilitas
ventrikel dan pada kontrol di tingkat atrial fibrilasi. Indikasi
penggunaan digitalis tidak berubah pada kehamilan. Digoksin dan
digitoksin dapat melalui plasenta, dan kadar serum pada janin lebih
kurang sama dengan ibu. Digoksin dengan dosis yang sama bila
diberikan pada ibu hamil, akan menghasilkan kadar serum yang lebih
rendah bila dibanding diberikan pada wanita yang tidak hamil. Jika
efek yang diinginkan tidak tercapai, maka perlu diukur kadarnya
dalam serum. Digitalis dapat memperpendek masa gestasi dan
kelahiran, karena efeknya pada miometrium sama dengan efek
inotropiknya pada miokardium. Digoxin juga disekresi dalam ASI.10,12
Bila inotropik intravena atau vasopressor diperlukan, obat-obat
standar seperti dopamin, dobutamin, atau norepinefrin dapat
digunakan, tetapi efeknya membahayakan janin karena akan
menurunkan aliran darah ke uterus dan mestimulasi kontraksi uterus.
Efedrin adalah obat awal yang baik pada percobaan binatang dan tidak
mempengaruhi aliran darah ke uterus.10
3. Vasodilator
Bila diperlukan pada krisis hipertensi atau untuk mengurangi
afterload dan preload emergensi, nitropruside merupakan obat
vasodilator pilihan. Rekomendasi yang kontroversi telah dibuat karena
obat ini sangat efektif, bekerja segera, dan mudah ditoleransi. Juga
41
efeknya segera menghilang bila penggunaan obat tersebut segera
dihentikan. Namun, nitroprusside natrium harus digunakan hanya
ketika semua intervensi lain telah gagal dan ketika itu sangat penting
untuk kesejahteraan ibu. Bahkan di bawah kondisi, dosis dan durasi
terapi harus diminimalkan karena metabolisme agen ini untuk
tiosianat dan sianida, yang dapat mengakibatkan keracunan sianida
janin pada model binatang, akan tetapi tidak menjadi problem yang
signifikan pada manusia.10,12
Hidralazin, nitrogliserin, dan labetalol intravena adalah pilihan
lain untuk obat parenteral. Reduksi afterload kronik untuk pengobatan
hipertensi, regurgitasi aotral atau mitral, atau disfungsi ventrikel
selama kehamilan telah didapat dengan calcium chanel blocker,
hidralazin, dan metildopa. Efek yang membahayakan terhadap janin
tidak dilaporkan. ACE inhibitor merupakan kontra indikasi pada
kehamilan karena obat ini menambah risiko untuk terjadinya kelainan
pada perkembangan ginjal janin. Hingga kini, tidak ada data yang
melaporkan mengenai penggunaan losartin, valsartin, dan penghambat
angiotensi II.10
4. Obat Penghambat Reseptor Adrenergik
Dalam observasi terlihat bahwa penggunaan obat penghambat
beta dapat menurunkan darah ke umbilikus, memulai kelahiran
prematur, dan mengakibatkan plasenta yang kecil serta infark plasenta
dan mempunyai potensi untuk menimbulkan bayi berat badan lahir
rendah, sehingga penggunaannya memerlukan perhatian. Sebagian
besar penelitian tidak mendukung hal ini dan obat penghambat beta
telah banyak digunakan pada wanita hamil tanpa efek yang
merugikan. Sehingga penggunaannya untuk indikasi klinis sangat
beralasan.10
Beta blockers umumnya aman dan efektif selama kehamilan,
walaupun mungkin ada tingkat peningkatan pembatasan pertumbuhan
42
janin ketika mereka diberikan. Sesekali kasus apnea neonatus,
hipotensi, bradikardia, dan hipoglikemia juga telah dilaporkan,
terutama setelah penggunaan jangka panjang dari propanolol. Beta
blocker tidak berhubungan dengan peningkatan risiko kelainan
kongenital. Propranolol, labetalol, atenolol, nadolol, dan metoprolol
diekskresikan dalam ASI. Meskipun efek samping belum dilaporkan,
adalah tepat untuk memantau bayi yang baru lahir untuk gejala
blokade beta ketika obat tersebut pernah digunakan.12
5. Obat Anti Aritmia
Penghambatan nodus atrioventrikuler (AV node) kadang-kadang
diperlukan semasa kehamilan. Untuk itu dapat digunakan digoksin,
penyekat beta, dan penyekat kalsium. Laporan awal menyokong,
penggunaan adenosin yang dapat digunakan secara aman sebagai obat
penyekat nodus. Obat ini umumnya lebih disukai untuk
menghindarkan penggunaan obat anti aritmia standar pada pasien
semasa kehamilan. Bila diperlukan untuk aritmia berulang atau untuk
keselamatan ibu, maka dapat digunakan.10
Lidokain merupakan obat lini pertama yang diberikan. Depresi
neonatus transien telah terbukti terjadi bila kadar lidokain darah janin
melebihi 2,5 mikrogram/liter. Untuk itu, direkomendasikan untuk
memelihara kadar lidokain darah pada ibu 4 mikrogram/liter, karena
kadar pada janin 60% dari kadar pada ibu.10
Jika diperlukan obat anti aritmia oral, dapat dimulai dengan
kuinidin karena mempunyai availabilitas jangka panjang. Dan obat ini
paling sering digunakan karena tidak jelas efek yang membahayan
pada bayi. Informasi awal mengenai amiodaron mendukung
kemungkinan meningkatnya angka kehilangan janin dan deformitas
janin.10
6. Anti Koagulan
43
Fenomena tromboembolik tidak jarang merupakan komplikasi
CHF. Lebih lanjut, pasien hamil bahkan tanpa penyakit jantung akan
mengalami peningkatan risiko untuk terjadinya thromboemboli.
Sebagai contoh, kejadian tromboemboli vena mungkin sebanyak5
kasus dalam 1.000 kelahiran dan selanjutnya meningkat setelah
melahirkan.10,12
Bila diperlukan antikoagulan, sebagian penulis menganjurkan
menggunakan heparin untuk trimester pertama dan kemudian
dilanjutkan dengan pemberian warfarin pada lima bulan berikutnya,
dan kembali lagi menggunakan heparin sebelum melahirkan.
Walaupun kehamilan yang sukses dapat dicapai dengan cara ini,
penulis memilih untuk menghindarkan penggunaan warfarin selama
kehamilan. Obat anti platelet ternyata meningkatkan kesempatan
untuk terjadinya perdarahn maternal dan dapt melewati plasenta.
Selain itu, warfarin juga memberikan efek teratogenik pada janin,
termasuk warfarin embryopathy dan kelainan sistem saraf yang terdiri
dari displasia garis tengah punggung dan perut serta perdarahan ketika
digunakan selama trimester pertama10,12
Meskipun heparin memiliki sejumlah efek samping, termasuk
menipisnya antitrombin III, trombositopenia, dan dini osteoporosis
ibu, itu tetap merupakan agen yang aman pada kehamilan. Suatu studi
dengan melakukanevaluasi pada 100 kehamilan terkait dengan terapi
heparin memperoleh hasil yaitu terdapat 17 janin yang dilahirkan
dengan efek samping heparin.Sembilan adalah kelahiran prematur,
yang memiliki hasil akhir normal dan lima dikaitkan dengan kondisi
komorbiditas yang dirasakan menjadi faktor risiko komplikasi
lainnya.12
Baik heparin atau warfarin tidak disekresikan ke dalam ASI dan
karena itu tidak menimbulkan efek antikoagulan pada bayi yang
menkonsumsi ASI. Akibatnya, kedua obat tersebut dapat digunakan
pada periode postpartum.12
44
F. KELAINAN JANTUNG BERISIKO RENDAH TERHADAP IBU
HAMIL
1. ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)
Atrial septal defect (ASD) merupakan kelainan jantung
kongenital yang paling sering ditemukan dalam kehamilan dan
umumnya asimptomatik. Pada pemeriksaan tampak tanda yang khas
berupa dorongan ventrikel kanan dan bising sistolik yang keras pada
tepi sternum kiri, dan bunyi jantung kedua yang terpisah. Pada
pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) tampak hipertrofi ventrikel
kanan dan right bundle branch block dengan aksis jantung normal.
Pada pemeriksaan foto toraks tampak peningkatan vaskularisasi paru
dan pembesaran ruang jantung kanan.1,2,3
Biasanya perubahan pada kehamilan dapat ditolerir oleh
penderita ASD kecuali peningkatan volume darah yang terjadi pada
trimester kedua. Ada beberapa laporan mengenai terjadinya kegagalan
jantung kongestif dan aritmia pada pasien-pasien ini. Kegagalan
jantung kongestif merupakan indikasi untuk melakukan operasi untuk
mengoreksi defek. Sebagian kecil penderita ASD kemudian
mengalami hipertensi pulmonal dan sindroma Eisenmenger ( shunt
balik dari kanan ke kiri karena tekanan arteri pulmonalis
suprasistemik). Keadaan ini dapat membahayakan jiwa penderita
sehingga perlu penanganan yang hati-hati dan serius.2
2. VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
Pasien penderita VSD yang mencapai usia reproduksi umumnya
mempunyai defek yang kecil sebab defek yang besar memerlukan
koreksi pada masa kanak-kanak. Pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan getaran dan bising pada tepi sternum kiri, bunyi jantung
pertama yang keras dan bunyi gemuruh diastol. Pada defek yang kecil
pemeriksaan EKG umumnya nampak normal namun dapat pula
45
tampak tanda hipertrofi ventrikel kiri dan kanan. Pada foto toraks
pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri.2,3
Umumnya kehamilan dapat ditolerir oleh penderita VSD karena
kehamilan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler yang
mengurangi terjadinya shunt kiri – kanan. Morbiditas dan mortalitas
meningkat bila terjadi hipertensi pulmoner dan sindroma
Eisenmenger. Pada masa postpartum penderita VSD dengan hipertensi
pulmonal berisiko untuk mengalami kegagalan jantung ketika terjadi
penurunan tekanan darah dan volume darah yang sesaat sehingga
menyebabkan shunt terbalik.3
3. PATENT DUCTUS ARTERIOSUS
Dengan makin majunya teknik operasi jantung anak maka kasus
ini sudah jarang ditemukan pada orang dewasa. Kebanyakan penderita
asimptomatik kecuali bila terjadi komplikasi hipertensi pulmonal.
Pada pemeriksaan fisik terdengar bising pada interkosta II. Hipertrofi
ventrikel kanan dan kiri dapat terlihat pada pemeriksaan EKG, dan
pada pemeriksaan foto toraks tampak hipervaskularisasi paru serta
pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri. Seperti pada kelainan shunt
yang lain maka pemeriksaan doppler dan ekokardiografi kontras
bermanfaat untuk menentukan dimensi ruang dan mendeteksi shunt.2,3
Umumnya penderita dapat mentolerir perubahan pada
kehamilan. Namun seperti lesi shunt kiri-kanan yang lain harus
dilakukan penanganan yang baik untuk mencegah shunt balik yang
terjadi karena hipotensi dan kehilangan darah postpartum. Morbiditas
dan mortalitas akan meningkat bila terjadi hipertensi pulmonal.2,3
4. REGURGITASI MITRAL
Regurgitasi mitral mempunyai banyak penyebab, namun pada
wanita muda penyebab tersering adalah rematik (selalu berhubungan
dengan stenosis mitral). Tanda yang khas pada pemeriksaan fisik
46
adalah bising holosistolik pada apeks jantung yang menjalar ke aksila
dan pada pemeriksaan EKG tampak tanda pembesaran atrium kiri.
Fibrilasi atrium jarang ditemukan kecuali bila atrium kiri sangat
membesar.2
Umumnya kehamilan dapat ditolerir dengan baik sebab pada
kehamilan normal terjadi penurunan resistensi vaskuler yang tidak
membebani ventrikel. Bila terjadi regurgitasi mitral yang berat akibat
kongesti paru maka harus diberikan diuresis dan digoxin profilaksis.2
5. INSUFISIENSI AORTA
Seperti pada regurgitasi mitral, insufisiensi aorta jarang
ditemukan pada wanita usia reproduksi dan biasanya disebabkan oleh
rematik, hampir selalu berhubungan dengan penyakit katup mitral.
Penyebab insufisiensi yang jarang adalah sindroma Marfan dan pada
pasien yang hamil perlu dilakukan evaluasi untuk menentukan apakah
insufisiensi aorta yang tejadi disebabkan oleh sindroma Marfan.2
Tanda khas pada pemeriksaan fisik adalah bising diastolik pada
tepi atas sternum yang paling kuat terdengar pada posisi duduk dan
saat akhir ekspirasi. Pada insufisiensi yang lama akan tampak
gambaran pembesaran ventrikel kiri pada pemeriksaan EKG dan foto
toraks. Penanganannya sama dengan regurgitasi mitral.1,2
6. LESI KATUP TRIKUSPIDAL DAN PULMONAL.
Regurgitasi trikuspidal merupakan hal yang sangat umum
ditemukan pada kehamilan normal dan jarang menimbulkan dampak
klinis kecuali bila regurgitasi trikuspidal yang berhubungan dengan
anomali Ebstein yang akan meningkatkan morbiditas dalam
kehamilan. Stenosis trikuspidal dan insufisiensi pulmonal jarang
47
ditemukan dalam kehamilan dan hanya ada beberapa laporan saja
mengenai kasus ini.2
Stenosis pulmonal merupakan gambaran kelainan jantung
kongenital yang berdiri sendiri atau merupakan bagian dari tetralogi
Fallot. Pada pemeriksaan fisik gelombang “A” yang menonjol pada
tekanan vena jugularis. Bising kresendo dan dekresendo biasa
terdengar sepanjang daerah parasternal kiri atas. Gambaran EKG
terlihat normal kecuali bila stenosis yang berat sehingga terjadi
hipertrofi ventrikel kanan dan deviasi aksis kanan. Pada pemeriksaan
foto toraks tampak pembesaran ventrikel kanan dan tonjolan arteri
pulmonalis.2,3
Kehamilan umumnya dapat ditolerir bahkan pada stenosis
pulmonal yang tidak dikoreksi. Walaupun pemasangan balon
valvuloplasty perkutaneus merupakan pengobatan terpilih namun bila
terjadi kegagalan jantung yang refrakter selama kehamilan maka
operasi merupakan tindakan yang lebih baik sebab pemasangan balon
memberikan efek radiasi pada janin.2
G. KELAINAN JANTUNG YANG BERISIKO SEDANG TERHADAP
IBU HAMIL
1. STENOSIS MITRAL
Stenosis katup mitral hampir selalu berhubungan dengan
penyakit jantung reumatik. Disfungsi katup akan terjadi seumur hidup.
Kerusakan katup ini dipicu oleh episode demam rheuma yang
berulang. Demam rheumatik sendiri merupakan respon imunologik
terhadap infeksi streptococcus hemolitik grup-A. Insiden penyakit
ini dalam populasi dipengaruhi oleh kondisi kemiskinan.1
Pasien dengan stenosis mitral asimptomatik mempunyai umur
harapan hidup 10 tahun sekitar 80%, namun bila kemudian menjadi
simtomatik akan berkurang menjadi 15%. Bila ada hipertensi
pulmonal maka rata-rata harapan hidup kurang dari 3 tahun. Kematian
48
terjadi karena edem paru yang progresif, kegagalan jantung kanan,
emboli sistemik atau emboli paru.1,2
Stenosis katup mitral menghalangi aliran darah dari atrium kiri
ke ventrikel kiri pada saat diastol. Luas permukaan katup mitral yang
normal sekitrar 4 – 5 cm2. Gejala pada saat aktifitas akan nampak bila
luas permukaan ini < 2,5 cm2. Gejala pada saat istirahat dipastikan
akan timbul bila luas permukaan < 1,5 cm2. Curah jantung terbatas
karena aliran darah yang relatif pasif selama diastol ; peningkatan arus
balik dari vena akan menyebabkan kongesti paru. Takikardia relatif
dalam masa kehamilan mengurangi pengisian ventrikel kiri dan
selanjutnya mempengaruhi curah jantung dan meningkatkan kongesti
paru.1
Kelelahan dan sesak pada saat aktifitas merupakan gejala khas
untuk stenosis mitral namun juga sering ditemukan pada kehamilan
normal. Gejala lain berupa bising diastolik dan distensi vena jugularis
sering luput dari perhatian. Pemeriksaan ekokardiografi diperlukan
untuk menyingkirkan adanya stenosis mitral khususnya pada pasien
dari kelompok yang berisiko. Diagnosis ekokardiografi stenosis
mitral didasarkan pada gambaran khas stenosis berupa katup yang
mengalami kalsifikasi. Bila luas penampang katup kurang atau sama
dengan 1,0 cm2 biasanya diperlukan penanganan farmakologi dalam
kehamilan dan pemantauan hemodinamik yang invasif pada saat
persalinan. Hipertensi pulmonal yang merupakan komplikasi yang
memperburuk stenosis mitral dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
ekokardiografi.1, 2
Penanganan antepartum pada penderita stenosis mitral bertujuan
untuk mencapai keseimbangan antara upaya untuk meningkatkan
curah jantung dan keterbatasan aliran darah yang melewati katup
stenosis. Kebanyakan ibu hamil memerlukan diuresis berupa
pemberian furosemid. Pemberian -blocker akan menurunkan denyut
49
jantung, meningkatkan aliran darah yang melewati katup dan
menghilangkan kongesti paru.1,3
Wanita dengan riwayat penyakit katup rheuma yang berisiko
untuk kontak dengan populasi yang mempunyai prevalensi tinggi
untuk infeksi streptococcus harus mendapat profilaksis penicilllin G
peros setiap hari atau benzathine penicillin setiap bulan. Pasien yang
mengalami fibrilasi atrium dan riwayat emboli harus diterapi dengan
antikoagulan.1
Pada saat persalinan sering terjadi dekompensasi karena nyeri
akan menginduksi takikardia. Kontraksi uterus meningkatkan aliran
balik vena dan kemudian terjadi kongesti paru. Hemodinamik
penderita dengan luas katup < 1 cm2 harus ditangani dengan bantuan
kateter arteri pulmonalis. Denyut jantung dipertahankan dengan
mengontrol nyeri dan pemberian -blocker. Kala II diperpendek
dengan persalinan forcep atau vakum rendah. Seksio sesaria dilakukan
hanya atas indikasi obstetri. Pemberian diuresis yang progresif akan
menurunkan kongesti paru dan desaturasi oksigen.1,3
2. STENOSIS AORTA
Stenosis aorta jarang ditemukan pada kehamilan karena kelainan
ini sering ditemukan pada populasi yang lebih tua, namun penderita
stenosis aorta yang mempuyai katup aorta bikuspidal dapat menjadi
simptomatik pada usia 20- an dan 30-an. Stenosis aorta menandakan
adanya obstruksi aliran darah yang keluar dari ventrikel kiri. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan bising sistolik kresendo dan dekresendo
pada tepi atas sternum, pada tipe yang berat bunyi jantung kedua tidak
terdengar. Pada EKG tampak tanda hipertrofi ventrikel kiri dan pada
foto toraks gambaran jantung membesar.1,3
Pada kasus yang berat mortalitas ibu dilaporkan sekitar 17%,
risiko untuk mendapat bayi dengan kelainan jantung kongenital
berkisar 17% - 26%, sehingga dianjurkan untuk melakukan
50
pemeriksaan ekokardiografi terhadap janin pada trimester kedua.
Penanganan pada pasien terutama adalah tirah baring dan
mempertahankan volume darah yang adekuat. Pada saat persalinan
dilakukan pemantauan sentral dengan kateter Swan-Ganz dan cegah
terjadinya hipotensi. Anestesi spinal dan epidural harus dilakukan
dengan hati-hati pada pasien stenosis berat karena bahaya hipotensi.
Bila memungkinkan sebaiknya dilakukan koreksi stenosis sebelum
kehamilan, namun juga telah dilaporkan penggantian katup aorta pada
saat kehamilan yang memberikan hasil memuaskan. Valvuloplasty
balon pada katup aorta telah berhasil dilakukan pada saat kehamilan
dengan luaran maternal dan perinatal yang memuaskan.3
3. SINDROMA MARFAN
Merupakan kelainan autosom dominan dengan defek sintesis
kolagen yang mengenai mata, skelet, dan kardiovaskuler dengan
derajat yang bervariasi. Gen yang terkena berlokasi di kromosom 15.
Manifestasi kardiovaskuler berupa prolaps katup mitral dengan
regurgitasi mitral, dilatasi aneurisma aorta yang berhubungan dengan
regurgitasi aorta.3
Kehamilan akan meningkatkan risiko ruptur aorta pada
penderita sindroma Marfan. Morbiditas dan mortalitas tergantung
pada apakah kelainan berupa dilatasi pangkal aorta atau kelainan
katup. Bila diameter pangkal aorta lebih dari 40 mm maka kematian
dapat mencapai 50%, sebaliknya bila aorta tidak membesar dan katup
tidak terkena maka kehamilan dapat mencapai aterm dengan
morbiditas dan mortalitas maternal yang rendah. Penderita harus
diberitahu mengenai bahaya ini dan mendapat pengawasan ketat
terhadap gejala dan tanda diseksi aorta. Pemeriksaan ekokardiogram
serial dilakukan selama kehamilan untuk menilai keadaan jantung
khususnya pangkal aorta dan ada tidaknya regurgitasi. Obat beta-
51
blocker secara selektif dapat menurunkan risiko dilatasi aorta yang
progressif dengan menurunkan tekanan pulsatil pada dinding aorta.3
H. KELAINAN JANTUNG YANG BERISIKO TINGGI TERHADAP
IBU HAMIL
1. SINDROMA EISENMENGER
Pada sindroma ini terjadi hipertensi pulmonal yang mendekati
tekanan sistemik menyebabkan aliran balik dari shunt kiri – kanan
menjadi shunt kanan – kiri menyebabkan hipoksemia dan kematian.
Pasien akan mengalami sianosis perifer, kegagalan jantung kongestif
dan hemoptisis. Kelainan kongenital yang berupa shunt kiri – kanan
seperti ASD, VSD atau PDA dengan hipertensi pulmonal progresif
dapat menyebabkan terjadinya sindroma Eisenmenger. 2,3
Keadaan ini akan menyebabkan mortalitas ibu yang sangat
tinggi (23 – 50%) yang dapat terjadi pada masa kehamilan atau
periode postpartum. Penderita harus diberitahu mengenai risiko ini
dan ditawari untuk memilih terminasi kehamilan atau melanjutkan
kehamilannya. Bila penderita memilih untuk melanjutkan kehamilan
maka penanganannya meliputi tirah baring secara ketat, pemberian
oksigen kontinu, digoksin, pemantauan hemodinamik infasif pada
periode peripartum, percepat kala II dengan persalinan forsep rendah.
Penderita harus dirawat di rumah sakit. PaO2 ibu dipertahankan di atas
70% untuk menjamin oksigenasi janin yang adekuat.2,3
Berhubung karena tingginya kejadian pertumbuhan janin
terhambat dan kematian janin maka direkomendasikan untuk
melakukan pemantauan janin secara ketat dengan pemeriksaan USG
serial dan NST dan atau pemeriksaan profil biofisik. Periode
peripartum merupakan periode yang genting berhubung karena terjadi
perubahan volume darah yang cepat dan kemungkinan perdarahan.
Penderita harus diawasi di rumah sakit selama seminggu sesudah
persalinan sebab risiko kematian ibu meningkat pada periode ini.2
52
2. HIPERTENSI PULMONAL PRIMER
Hipertensi pulmonal primer merupakan keadaan dimana terjadi
penebalan abnormal dan konstriksi tunika media arteri pulmonalis
yang menyebabkan fibrosis tunika intima dan pembentukan trombus.
Penyebabnya tidak diketahui, ditemukan pada wanita muda dan
menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang progresif.
Gejalanya berupa sesak, fatique, palpitasi dan kadangkala sinkop.2
Pada pemeriksaan fisik tampak penonjolan gelombang “A” pada
vena jugularis, desakan ventrikel kanan dan biasanya bunyi jantung
kedua yang dapat dipalpasi. Pada tahap akhir akan tampak tanda-tanda
kegagalan jantung kanan berupa peningkatan tekanan vena jugularis,
hepatomegali dan edem. Pada pemeriksaan EKG dan foto toraks
tampak pembesaran ventrikel kanan dan deviasi aksis jantung ke
kanan.2
Angka kematian maternal pada keadaan ini dapat melebihi 40%,
bahkan kematian tetap tinggi pada pasien yang asimptomatik atau
dengan gejala yang ringan pada saat sebelum hamil. Angka kematian
janin dan neonatal pada kasus ini juga tinggi. Penderita sering datang
pada trimester kedua saat perubahan hemodinamik yang maksimal dan
sering dengan gejala kegagalan jantung kanan. Berhubung karena
tingginya angka kematian maternal maka penderita dianjurkan untuk
tidak hamil, dan bila hamil ditawarkan untuk menjalani terminasi
kehamilan pada trimester pertama. Namun bila penderita memilih
untuk tetap melanjutkan kehamilannya maka harus dilakukan tirah
baring, rawat inap pada trimester ketiga, pengobatan dini terhadap
gejala kegagalan jantung kongestif dengan digoksin dan diuretik dan
lakukan pemantauan hemodinamik invasif selama persalinan.
Pemberian antikoagulan dapat memperbaiki prognosis penyakit ini.
Nifedipin dosis tinggi peros dan pemberian adenosin intravena
bermanfaat untuk menurunkan resistensi pembuluh darah pulmoner.1,2
53
3. KARDIOMIOPATI PERIPARTUM
Kardiomiopati peripartum menyebabkan kegagalan jantung pada
bulan terakhir kehamilan atau pada 6 bulan pertama postpartum tanpa
penyebab yang jelas. Di Amerika Serikat insidennya bervariasi dari 1
per 4000 kelahiran sampai 1 per 1500 kelahiran. Puncaknya terjadi
pada bulan kedua postpartum, meningkat pada ibu yang berusia tua,
multipara dan kulit hitam. Angka kematian ibu bervariasi dari 25% –
50%. 1,2
Walaupun penyebabnya belum diketahui namun diduga karena
hipertensi, infeksi virus, reaksi imunologik dan defisiensi vitamin. Di
Nigeria dilaporkan insiden yang lebih tinggi karena ibu postpartum
mengkonsumsi garam dalam jumlah yang besar.2
Gejala klinis yang timbul berupa orthopnea, dyspnea,
kelemahan, palpitasi, edem perifer dan kadang hemoptisis. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali, irama gallop, distensi
vena-vena di daerah leher. Pemeriksaan EKG tampak gambaran
segmen ST yang abnormal dan perubahan gelombang T.
Kardiomegali dan kongesti vena pulmonal merupakan tanda khas pada
pemeriksaan foto toraks. Pemeriksaan ekokardiografi bermanfaat
untuk menyingkirkan adanya kelainan katup.1,2
Pengobatan berupa tirah baring, hindari aktifitas fisik,
pengobatan kegagalan jantung kongestif dengan digoksin dan diuretik.
Berhubung karena meningkatnya risiko tromboembolik pada pasien
ini maka perlu dipertimbangkan pemberian heparin.2
Prognosis tergantung pada perjalanan penyakit saat postpartum.
Bila kardiomegali menetap maka prognosisnya jelek, sebaliknya bila
ukuran jantung kembali normal dalam 6-12 bulan menandakan
prognsosis yang lebih baik. Penderita yang refrakter dianjurkan untuk
menjalani transplantasi jantung dan sudah ada laporan mengenai
keberhasilan persalinan sesudah transplantasi.2
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Easterling TR, Stout K. Heart disease. In: Obstetrics-normal and problem
pregnancies. 5 th ed. Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, eds. London:
Churchill Livingstone Inc; 2002. p. 913-34.
2. Tillery KA, Clarck SL. Cardiac disease in pregnancy. In : Clinical
obstetrics the fetus & mother. 3 rd ed. Reece A, Hobbins JC, eds. New
York: Blackwell Publishing; 2007. p. 700-14
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC,
Wenstorm KD, eds. Cardiovascular diseases. In : Williams obstetrics. 22
nd ed. New York: McGraw Hill; 2007. p. 1181-203.
4. Swiet MD, ed. Heart disease in pregnancy. In: Medical disorders in
obstetrics practice. 4 th ed. London: Blackwell Publishing; 2002. p. 125-58
5. Zagrosek VR, et al. ESC Guidelines on the management of cardiovascular
disease in pregnancy. In : European heart journal (2011). Berlin: European
Society of Cardiology; 2011. p. 3150-91
6. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N, eds. Cardiac disorder
in pregnancy. In : Current diagnosis & treatment obstetrics & gynecology.
10 th ed. New York: The McGraw Hill; 2006. p. 22.1-9
55
7. Sulin, Djusar. Perubahan anatomi dan fisiologi pada perempuan hamil. In :
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. 4 th ed. Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro G, eds. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2008. p. 182-3
8. Bender JR, Russel KS, Rosenfeld LE, Chaudry S, eds. Heart disease in
pregnancy. In : Oxford American Handbook of Cardiology. New York :
Oxford University Press; 2011. p. 405-10
9. Hartanuh, Edi. Penyakit jantung pada kehamilan. In : Buku Ajar
Kardiologi FKUI. Rilantono LI, Baraas F, Karo SK, Roebiono PS, eds.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. p. 289-99
10. Anwar, TB. Wanita kehamilan dan penyakit jantung. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara: USU repository; 2004. p. 1-33
11. Mushlin, PS et Davidson KM. Cardiovascular disease in pregnancy. In :
Anesthetic and obstetric management of high risk pregnancy. 3 rd ed.
Datta S, ed. New York : Springer; 2004. p. 161
12. Lang, RM. Pharmacologic Management of Heart Failure in Pregnancy.
[online]. [cited 2012 December 09]; Available from: URL:
http://cmbi.bjmu.edu.cn/uptodate/congestive%20heart%20failure/Treatme
nt/Pharmacologic%20management%20of%20heart%20failure%20in
%20pregnancy.htm.
56
Lampiran Foto
Rumah tampak depan
57
Ruang Tamu dan ruang tengah
Kamar Tidur penderitaKamar tidur anak
58
Mushollah
Dapur
Kamar mandi
59
Atap rumah
60
Lampiran Hasil Pemeriksaan
Buku KIA
61
Hasil EKG
Hasil Foto Thorax
Hasil Ekokardiografi
62