hoho faluaya tradisi lisan masyarakat nias di...

261
HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI DESA BAWÖMATALUO, KECAMATAN FANAYAMA, KABUPATEN NIAS SELATAN, SUMATERA UTARA: ANALISIS TEKS DAN STRUKTUR MUSIK T E S I S Oleh Hubari Gulo NIM. 097037004 PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 1 1

Upload: ngothien

Post on 05-Feb-2018

350 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS

DI DESA BAWÖMATALUO, KECAMATAN FANAYAMA, KABUPATEN NIAS SELATAN, SUMATERA UTARA:

ANALISIS TEKS DAN STRUKTUR MUSIK

T E S I S

Oleh

Hubari Gulo NIM. 097037004

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 1 1

Page 2: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS

DI DESA BAWÖMATALUO, KECAMATAN FANAYAMA, KABUPATEN NIAS SELATAN, SUMATERA UTARA:

ANALISIS TEKS DAN STRUKTUR MUSIK

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh

Hubari Gulo NIM. 097037004

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 1 1

Page 3: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

ii

Judul Tesis : HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI DESA BAWÖMATALUO, KECAMATAN FANAYAMA, KABUPATEN NIAS SELATAN, SUMATERA UTARA: ANALISIS TEKS DAN STRUKTUR MUSIK

Nama : Hubari Gulo Nomor Pokok : 097037004 Program Studi : Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. NIP. 196402121987031004

Drs. Irwansyah, M.A. NIP. 19621221199970311001

Program Studi Magister (S2) Fakultas Ilmu Budaya Penciptaan dan Pengkajian Seni Dekan, Ketua,

Drs. Irwansyah Harahap, M.A. Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 196212211997031001 NIP. 195110131976031001

Page 4: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

iii

Tanggal lulus: 16 Agustus 2011

Telah diuji pada

Tanggal 16 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS

Ketua : Drs. Irwansyah Harahap, M.A. ( _________________ )

Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. ( _________________ )

Anggota I : Drs. Kumalo Tarigan, M.A. ( _________________ )

Anggota II : Drs. Irwansyah Harahap, M.A. ( _________________ )

Anggota III : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. ( _________________ )

Page 5: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

iv

ABSTRACT

This research learns Hoho Faluaya in the context ritual of title nobility ceremonies at Bawömataluo village, District Fanayama, South Nias regency, North Sumatra Province. The study was conducted to provide a understanding of the Hoho Faluaya as an inherited form of oral tradition’s society in Nias that very exotic where Hoho Faluaya used as a media to convey ideas, thoughts or feelings in an effort for understanding the values that give culture insight. The existence of language elements (text), musical elements (vocal music), as well as the elements of movement (dance), a major review of this research in looking at the function, the meaning of texts, and musical structure of the Hoho Faluaya consist of Fanguhugö (Hugö), Hivfagö, Hoho Fualö, Hoho Fadölihia, and Hoho Siöligö.

There is some approaching that has be done is an interdisciplinary approach with qualitatively methods of inquiry, which is based on field investigations. Some of the theories are used in support of this research include Functional Theory, Semiotic Theory, Transcription Theory, Weighted Scale Theory.

The results of this research indicate that the Hoho Faluaya is an important role because inherent functions in Hoho Faluaya. Those functions are implementation function of the traditional feast, the function as a symbol of strength, reinforcing the function of social status, the adhesive function of social life, the function as communication and telling message, the function of aesthetic values, the function of entertainment and thanksgiving, the function of dance accompaniment, and the function as a cultural defense.

The result of text analysis indicate the presence of connotative intention of the text Hoho Faluaya consist of Fohuhugö (Hugö) text which is a calling of approve, Hivfagö is an calling for confirmation of the Hugö and there are 3 (three) types of hoho structures in it, that is: (1) Hoho Fu ' alö is a hymn that be inciter preparation and burning the zeal of the soldiers war or war dancers, (2) Hoho Fadölihia is the as a way of hoho group for extolling the greatness of their village, and (3) Hoho Siöligö have the meaning for unity and integrity for the sake of prosperity of the village.

The results of musical analysis, Hoho Faluaya has a pentatonic characteristic in using the scale, the musical structures have styles as call response, counters motifs and counter phrases and using the typical of vocal techniques in their presentation calls "gözö" or vibrate the base of the tongue in the throat area. This is a local wisdom that is only had by the people of Nias, especially in South Nias.

Keyword: Hoho, Faluaya, function, text, music structure.

Page 6: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

v

INTISARI

Penelitian ini mengkaji Hoho Faluaya dalam konteks upacara adat pengukuhan gelar bangsawan di Desa Bawömataluo, Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Propinsi Sumatera Utara. Kajian ini dilakukan untuk memberikan pemahaman secara menyeluruh tentang Hoho Faluaya sebagai bentuk warisan tradisi lisan masyarakat Nias yang sangat eksotik dimana Hoho Faluaya digunakan sebagai media menyampaikan ide, pikiran atau perasaan dalam upaya pemahaman nilai-nilai yang memberikan wawasan budaya. Adanya unsur bahasa (teks), unsur musikal (musik vokal), serta unsur gerak (tarian), menjadi kajian utama penelitian ini dalam melihat fungsi, makna teks, dan struktur musikal dari Hoho Faluaya yang terdiri dari Fanguhugö (Hugö), Hivfagö, Hoho Fualö, Hoho Fadölihia dan Hoho Siöligö.

Adapun pendekatan yang dilakukan adalah dengan pendekatan interdisiplin dengan metode penyelidikan kualitatif yang bertumpu pada penyelidikan lapangan. Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung penelitian ini diantaranya teori fungsional, teori semiotik, teori transkripsi, dan teori weighted scale.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Hoho Faluaya berperan penting karena fungsi-fungsi yang melekat pada Hoho Faluaya. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pelaksanaan pesta adat, fungsi sebagai simbol keperkasaan, fungsi penguat status sosial, fungsi perekat kehidupan masyarakat, fungsi komunikasi dan penyampaian pesan, fungsi nilai-nilai estetis, fungsi hiburan dan ucapan syukur, fungsi pengiring gerakan tarian, dan berfungsi sebagai pertahanan budaya.

Hasil analisis teks menunjukkan adanya makna konotatif dari teks Hoho Faluaya yang terdiri dari teks Fohuhugö (Hugö) yang merupakan seruan persetujuan, Hivfagö seruan penegasan terhadap Hugö dan 3 (tiga) jenis struktur hoho yang ada di dalamnya, yakni: (1) Hoho Fu’alö yang menjadi nyanyian persiapan pembangkit dan pembakar semangat para prajurit perang atau penari perang, (2) Hoho Fadölihia sebagai cara para kelompok hoho mengagung-agungkan kebesaran desa mereka, dan (3) Hoho Siöligö bermakna menjalin persatuan dan kesatuan demi kemakmuran desa.

Hasil analisis musikal Hoho Faluaya memiliki ciri pentatonik dalam penggunaan tangganadanya, struktur musikal bergaya call respons, counter frase dan counter motif serta menggunakan tehnik vokal yang khas dalam penyajiannya yakni “gözö” atau menggetarkan pangkal lidah di daerah tenggorokan. Hal ini merupakan sebuah kearifan lokal yang hanya dimiliki oleh masyarakat Nias, khususnya Nias Selatan.

Keyword: Hoho, Faluaya, fungsi, teks, struktur musik.

Page 7: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

vi

PRAKATA

Segala puji dan syukur bagi Allah Bapa di Surga atas kasih dan

pertolongan-Nya, akhirnya penelitian ini dapat selesai hingga dituangkan dalam

bentuk tulisan ilmiah.

Oleh karena itu, ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-

besarnya penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A.

selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya yang telah mengizinkan dan memberi

fasilitas serta sarana pembelajaran sehingga penulis dapat menuntut ilmu di

kampus Universitas Sumatera Utara dalam kondisi yang nyaman.

2. Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A, selaku Ketua Program Studi Magister

(S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara, sekaligus selaku Pembimbing Ketua yang telah memberikan

bimbingan, arahan dan pertolongan, serta selaku Penguji yang telah memberi

masukan dari materi yang belum sempurna hingga akhir penyelesaian tesis.

3. Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum, selaku Sekretaris Ketua Program Studi

Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, dan selaku Penguji yang telah memberi masukan

dari materi serta tehnik penulisan yang belum sempurna hingga akhir

penyelesaian tesis.

Page 8: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

vii

4. Bapak Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S, selaku Pembimbing Anggota yang

telah memberi masukan, arahan dan menolong dalam memperbaiki penulisan

yang belum sempurna hingga akhir penyelesaian tesis.

5. Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A, selaku Penguji yang telah memberi

masukan dan pandangan-pandangan dari materi yang belum sempurna hingga

akhir penyelesaian tesis.

6. Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, selaku Dosen dan mantan

Ketua Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, telah memberikan perhatian dan semangat dari

awal hingga akhir penyelesaian tesis.

7. Bapak Drs. Ponisan, selaku pegawai administrasi Program Studi Magister (S2)

Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Utara, yang telah banyak mendukung kelancaran proses administrasi penulis.

8. Seluruh dosen yang telah membuka mata penulis akan kekayaan khazanah

budaya bangsa dan menambah wawasan cakrawala ilmu pengetahuan.

9. Teman-teman seangkatan, sebagai teman senasib-sepenanggungan ikut

memberi sumbangan pemikiran.

10. Pimpinan dan staff perpustakaan dan museum Yayasan Pusaka Nias yang

penulis kunjungi telah memberikan sambutan yang hangat.

11. Bapak Hikayat Manaö, selaku informan utama penulis dan pemimpin sanggar

Baluseda di desa Bawömataluo Nias Selatan, telah memberikan informasi

dalam penelusuran penyelesaian permasalahan penelitian ini.

Page 9: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

viii

12. Bapak Dasa Manaö, S.Sn dan keluarga di Teluk Dalam Nias Selatan, yang

telah bermurah hari mengizinkan penulis untuk menginap dirumahnya selama

proses penelitian dan berkenan mengantarkan penulis dengan sepeda

motornya menuju lokasi penelitian.

13. Semua pihak yang telah terlibat secara langsung ataupun tidak langsung, yang

telah memberikan bantuan serta pertolongan yang terlihat ataupun tidak

terlihat, yang namanya tidak dapat disebutkan dalam halaman yang terbatas

ini, penulis ucapkan terima kasih yang tidak terhingga atas semua kasihnya.

14. Ayahanda F. Gulö, BA dan ibunda Missiani, ibu mertua Ny. H.L.Ginting br.

Sembiring, abangda Simon Ginting, adinda Ida Sudarti Gulö, Handoko Gulö

dan Andreas Ginting, serta istri tercinta Susi Berlianna br. Ginting, terlebih

kepada anak-anakku Cakra Pratama Gulö dan Deron Eiffel Zhou Gulö, atas

dukungan doa selama penulisan tesis ini.

Akhirnya, kiranya Damai Sejahtera Allah yang melampaui segala akal,

akan dilimpahkan kepada kita semua. Allah yang sumber kasih, Dialah kiranya

yang akan membalaskan dengan berkat-berkat melimpah. Amin!

Medan, 16 Agustus 2011

Penulis

Hubari Gulo

Page 10: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

ix

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hubari Gulo

Tempat/Tanggal Lahir : Pematang Siantar / 21 Juni 1972

Alamat : Jl. HOS. Cokroaminoto No. 66 Medan

Agama : Kristen Protestan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : - Dosen, Departemen Etnomusikologi FIB USU Medan

- Dosen, Fak. Sastra Universitas Darma Agung Medan

- Guru Seni Budaya, SMK Telkom S. Putra Medan

- Guru Seni Musik, Methodist 5 Medan

Pendidikan : 1. Sarjana Seni (S.Sn) dari Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Jurusan Etnomusikologi, lulus tahun 1997

2. Akta Mengajar IV dari IKIP UDA Medan, lulus

tahun 2009

Pada tahun akademi 2009/2010 diterima menjadi mahasiswa pada

Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara, dan menyelesaikannya pada 16 Agustus

2011.

Page 11: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

x

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 16 Agustus 2011

Hubari Gulo e NIM: 097037004

Page 12: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

xi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN................................................................................... ii ABSTRACT ............................................................................................................. iv INTISARI v PRAKATA .............................................................................................................. vi HALAMAN PERNYATAAN .................................................................................. x DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi DAFTAR TABEL .................................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xviii BAB I. PENGANTAR ............................................................................................... 1

1.1. Latar belakang ............................................................................. ......... 1 1.2. Fokus Masalah ............................................................................ ......... 16 1.3. Tujuan & Manfaat Penelitian ....................................................... ......... 17 1.4. Tinjauan Pustaka ......................................................................... ......... 17 1.5. Konsep dan Teori ........................................................................ ......... 19

1.5.1 Konsep ............................................................................. ......... 19 1.5.2 Landasan Teori ................................................................. ......... 23 1.5.2.1 Teori Fungsionalime ............................................. ......... 24 1.5.2.2 Teori Semiotik ...................................................... ......... 29 1.5.2.3 Teori Transkripsi .................................................. ......... 33 1.5.2.4 Teori Weighted Scale ............................................ ......... 33

1.6. Metode penelitian ........................................................................ ......... 34 1.6.1 Rancangan Penelitian ....................................................... ......... 34 1.6.2 Lokasi dan Perjalanan Penelitian ...................................... ......... 35 1.6.3 Informan Kunci ................................................................ ......... 40 1.6.4 Jenis dan Sumber Data ..................................................... ......... 43 1.6.5 Instrumen Penelitian ......................................................... ......... 44 1.6.6 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ............................... ......... 44 1.6.6.1 Observasi .............................................................. ......... 45 1.6.6.2 Wawancara ........................................................... ......... 46 1.6.6.2 Dokumen dan Studi Pustaka .................................. ......... 47 1.6.7 Analisis Data .................................................................... ......... 48 1.6.8 Penyajian Analisis Data .................................................... ......... 49

1.7. Kerangka Penyajian ..................................................................... ......... 50 BAB II. GAMBARAN UMUM BUDAYA MASYARAKAT NIAS ............... ......... 52

2.1. Identifikasi Penduduk ................................................................ ......... 52 2.2. Mitologi .................................................................................... ......... 58 2.3. Penelitian Arkeologi .................................................................. ......... 60 2.4. Pola Menetap ............................................................................ ......... 60 2.5. Sistem Mata Pencaharian Hidup ................................................ ......... 63 2.6. Sistem Kekerabatan ................................................................... ......... 65 2.7. Sistem Kemasyarakatan............................................................. ......... 67 2.8. Agama dan Religi...................................................................... ......... 69 2.8.1 Lani dan Langi ................................................................. ......... 69 2.8.1 Agama Asli Orang Nias .................................................... ......... 70 2.9. Bahasa dan Kesenian ................................................................. ......... 72

Page 13: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

xii

2.9.1 Seruan Ya’ahowu ............................................................. ......... 72 2.9.2 Bahasa ............................................................................. ......... 73 2.9.3 Kesenian .......................................................................... ......... 75 2.9.3.1 Sekilas Tarian Faluaya .......................................... ......... 75 2.9.3.2 Atraksi Lompat Batu ............................................. ......... 79 2.9.3.3 Alat-alat Musik ..................................................... ......... 82 2.10. Dokumentasi Sejarah Dalam Gambar ...................................... ......... 84

BAB III. TRADISI LISAN HOHO DALAM MASYARAKAT NIAS ............. ......... 90

3.1. Pengertian Hoho........................................................................ ......... 90 3.2. Bentuk Hoho ............................................................................. ......... 92 3.3. Jenis-Jenis Hoho ....................................................................... ......... 95 3.3.1 Hoho Dalam Pesta Adat ................................................... ......... 97 3.3.2 Hoho Penyembahan Ritual ............................................... ......... 98 3.3.3 Hoho Di Bidang Pertanian dan Peternakan ....................... ......... 100 3.3.4 Hoho Asal Usul Kejadian ................................................. ......... 101 3.3.5 Hoho Faluaya ................................................................... ......... 104 3.4. Sikap Masyarakat Nias Terhadap Hoho ..................................... ......... 107 3.4.1 Perilaku Religius .............................................................. ......... 108 3.4.2 Perilaku Sosial Budaya ..................................................... ......... 110

BAB IV. FUNGSI HOHO FALUAYA SEBAGAI TRADISI MUSIK LISAN ....115

4.1. Deskripsi Penyajian Pertunjukan Hoho Faluaya ........................ ......... 115 4.2. Fungsi Hoho Faluaya Pada Masyarakat Nias Selatan................. ......... 125 4.2.1 Fungsi Pelaksanaan Pesta Adat ......................................... ......... 126 4.2.2 Fungsi Simbol Keperkasaan ............................................. ......... 128 4.2.3 Fungsi Penguat Status Sosial ............................................ ......... 130 4.2.4 Fungsi Perekat Kehidupan Masyarakat ............................. ......... 133 4.2.5 Fungsi Komunikasi dan Penyampaian Pesan..................... ......... 133 4.2.6 Fungsi Nilai-Nilai Estetis ................................................. ......... 135 4.2.7 Fungsi Hiburan dan Ucapan Syukur.................................. ......... 138 4.2.8 Fungsi Pengiring Gerakan Tarian Faluaya ........................ ......... 139 4.2.9 Fungsi Pertahanan Budaya................................................ ......... 140

BAB V. ANALISIS TEKS HOHO FALUAYA ............................................... ......... 142

5.1. Analisis Semiotik Penyajian Teks Hoho Faluaya....................... ......... 142 5.2. Analisis Teks Hoho Faluaya ..................................................... ......... 146 5.2.1 Analisis Teks Fohuhugö (Hugö) ....................................... ......... 148 5.2.2 Analisis Teks Hivfagö ...................................................... ......... 150 5.2.3 Hoho Fu’alö ..................................................................... ......... 151 5.2.4 Hoho Fadölihia ................................................................ ......... 163 5.2.4 Hoho Siöligö .................................................................... ......... 169

BAB VI. ANALISIS STRUKTUR MUSIK HOHO FALUAYA...................... ......... 178

6.1. Transkripsi dan Notasi............................................................... ......... 179 6.1.1 Proses Transkripsi ............................................................ ......... 179 6.1.2 Notasi .............................................................................. ......... 180 6.1.2.1 Pemakaian Durasi Ritmis ....................................... ......... 181

Page 14: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

xiii

6.1.2.1 Garis Paranada ....................................................... ......... 182 6.2. Tangga Nada ............................................................................. ......... 182 6.3. Nada Pusat atau Nada Dasar ...................................................... ......... 184 6.4. Birama ...................................................................................... ......... 186 6.5. Analisis Struktur Musik Hoho Faluaya ..................................... ......... 187 6.5.1 Analisis Fohuhugö (Hugö) dan Hivfagö............................ ......... 188 6.5.1.1 Wilayah Nada Hugö dan Hivfagö ........................... ......... 192 6.5.1.1.1 Wilayah Nada Hugö ................................ ......... 192 6.5.1.1.2 Wilayah Nada Hivfagö ............................ ......... 193 6.5.1.2 Jumlah Nada-Nada Hugö dan Hivfagö ................... ......... 194 6.5.1.2.1 Jumlah Nada Hugö .................................. ......... 194 6.5.1.2.2 Jumlah Nada Hivfagö .............................. ......... 195 6.5.1.3 Interval Hugö dan Hivfagö ..................................... ......... 195 6.5.1.4 Pola Kadensa Hugö dan Hivfagö ............................ ......... 196 6.5.1.5 Formula Melodi Hugö dan Hivfagö ........................ ......... 197 6.5.1.6 Kontur ................................................................... ......... 199 6.5.2 Analisis Hoho Fu’alö ....................................................... ......... 201 6.5.2.1 Wilayah Nada Hoho Fu’alö ................................... ......... 203 6.5.2.2 Jumlah Nada-Nada Hoho Fu’alö ............................ ......... 204 6.5.2.3 Interval Hoho Fu’alö ............................................. ......... 205 6.5.2.4 Pola Kadensa Hoho Fu’alö .................................... ......... 205 6.5.2.5 Formula Melodi Hoho Fu’alö ................................ ......... 207 6.5.2.5.1 Kajian Bentuk, Frase Motif Hoho Fu’alö . ....209 6.5.2.6 Kontur ................................................................... ......... 210 6.5.3 Analisis Hoho Fadölihia .................................................. ......... 212 6.5.3.1 Wilayah Nada Hoho Fadölihia............................... ......... 214 6.5.3.2 Jumlah Nada-Nada Hoho Fadölihia ....................... ......... 214 6.5.3.3 Interval Hoho Fadölihia ......................................... ......... 215 6.5.3.4 Pola Kadensa Hoho Fadölihia ................................ ......... 216 6.5.3.5 Formula Melodi Hoho Fadölihia............................ ......... 217 6.5.3.5.1 Kajian Bentuk, Frase Motif Hoho Fadölihia .219 6.5.3.6 Kontur ................................................................... ......... 220 6.5.4 Analisis Melodi Hoho Siöligö ........................................... ......... 222 6.5.4.1 Wilayah Nada Hoho Siöligö ................................... ......... 227 6.5.4.2 Jumlah Nada-Nada Hoho Siöligö ........................... ......... 228 6.5.4.3 Interval Hoho Siöligö ............................................. ......... 229 6.5.4.4 Pola Kadensa Hoho Siöligö .................................... ......... 230 6.5.4.5 Formula Melodi Hoho Siöligö ................................ ......... 233 6.5.4.5.1 Kajian Bentuk, Frase Motif Hoho Siöligö ....238 6.5.4.6 Kontur ................................................................... ......... 241

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. ......... 244 7.1. Kesimpulan ............................................................................... ......... 244 7.2. Saran ......................................................................................... ......... 246

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... ......... 247 DAFTAR INFORMAN ................................................................................. ......... 252 GLOSARIUM ............................................................................................... ......... 253 LAMPIRAN GAMBAR ................................................................................ ......... 259

Page 15: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

xiv

DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Analisis Teks Hugö ............................................................. ......... ................... 149 Tabel 5.2 Analisis Teks Hivfagö .......................................................... ......... ................... 150 Tabel 5.3 Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 1 ...................................... ......... ................... 151 Tabel 5.4 Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 2 ...................................... ......... ................... 152 Tabel 5.5 Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 3 ...................................... ......... ................... 154 Tabel 5.6 Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 4 ...................................... ......... ................... 155 Tabel 5.7 Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 5 ...................................... ......... ................... 156 Tabel 5.8 Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 6 ...................................... ......... ................... 157 Tabel 5.9 Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 7 ...................................... ......... ................... 158 Tabel 5.10 Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 8 .................................... ......... ................... 159 Tabel 5.11 Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 9 .................................... ......... ................... 160 Tabel 5.12 Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 10 .................................. ......... ................... 161 Tabel 5.13 Analisis Teks Hoho Fadölihia - Bait 1-10 .......................... ......... ................... 165 Tabel 5.14 Analisis Teks Hoho Siöligö (pembukaan bagian 1) ............. ......... ................... 170 Tabel 5.15 Analisis Teks Hoho Siöligö (pembukaan bagian 2) ............. ......... ................... 171 Tabel 5.16 Analisis Teks Hoho Siöligö bagian Isi – 1 .......................... ......... ................... 173 Tabel 5.17 Analisis Teks Hoho Siöligö bagian Isi - 2 ........................... ......... ................... 174 Tabel 5.18 Analisis Teks Hoho Siöligö bagian Isi - 3 ........................... ......... ................... 176 Tabel 6.1 Daftar Penyajian Hoho yang Digunakan pada Hoho Faluaya ... 179 Tabel 6.2 Pemakaian Metronome Malzel (MM) Dalam Penyajian Hoho Faluaya .............. 180 Tabel 6.3 Pemakaian Durasi Ritmis Dalam Penyajian Hoho Faluaya... ... 182 Tabel 6.4 Tanda Birama yang Digunakan Dalam Penyajian Hoho Faluaya186 Tabel 6.5 Distribusi Interval melodi Hugö dan Hivfagö ....................... ......... ................... 195 Tabel 6.6 Distribusi Interval melodi Hoho Fu’alö ................................ ......... ................... 205 Tabel 6.7 Formula Melodi Hoho Fu’alö .............................................. ......... ................... 209 Tabel 6.8 Distribusi Interval melodi Hoho Fadölihia ........................... ......... ................... 215 Tabel 6.9 Formula Melodi Hoho Fadölihia ......................................... ......... ................... 219 Tabel 6.10 Distribusi Interval melodi Hoho Siöligö ............................. ......... ................... 229 Tabel 6.11 Formula Melodi Hoho Siöligö ............................................ ......... ................... 238

Page 16: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.10.1 : Keluarga di desa Bawömataluo, Nias Selatan ............ ......... ................... 84 Gambar 2.10.2 : Jalan sepanjang pantai, Nias, 1930 ............................. ......... ................... 84 Gambar 2.10.3 : Prajurit Perang dengan Belanda, Nias Sumatera Utara, 1920........ ............ 85 Gambar 2.10.4 : Tari Faluaya di Bawömataluo Nias Selatan, 1954............. 85 Gambar 2.10.5 : Penarikan batu “Daro-daro” untuk almarhum Saoenigeho dari Bawömataluo Nias Selatan ............................................................. . ........ ................... 86 Gambar 2.10.6 : Patung leluhur batu Pria ............................................ ......... ................... 86 Gambar 2.10.7 : Bocah di sebelah kursi batu kepala desa Hilisimetanö ..... 87 Gambar 2.10.8 : Sekelompok Laki-laki Nias ....................................... ......... ................... 87 Gambar 2.10.9 : Studio potret dari kelompok perempuan menari dari Nias Selatan ............ 88 Gambar 2.10.10 : Pria Nias pada kostum militer .................................. ......... ................... 88 Gambar 2.10.11 : Pertempuran palsu ................................................... ......... ................... 89 Gambar 8.1 : Peta Sumatera Utara ............................................... ......... ................... 259 Gambar 8.2 : Peta Kepulauan Nias .............................................. ......... ................... 259 Gambar 8.3 : Peta Desa Bawömataluo ......................................... ......... ................... 260 Gambar 8.4 : Peta Desa Bawömataluo ......................................... ......... ................... 260 Gambar 8.5 : Bawömataluo – 87Anak Tangga memasuki Desa Adat 261 Gambar 8.6 : Bawömataluo – Desa Orahili Fau dari Puncak Tangga 261 Gambar 8.7 : Bawömataluo - di teras rumah Hikayat Manaö ....... ......... ................... 262 Gambar 8.8 : Bawömataluo – di rumah Sanoyohi ........................ ......... ................... 262 Gambar 8.9 : Bawömataluo – Plank Merk Sanggar Baluseda ....... ......... ................... 263 Gambar 8.10 : Bawömataluo – Ndrölö Halamba’a dari Omo Sebua ......... ................... 263 Gambar 8.11 : Bawömataluo – Ndrölö Raya, kiri rumah Hikayat Manaö264 Gambar 8.12 : Bawömataluo – Pulang dari Gereja melalui Ndrölö Ana’a/Löu ............. 264 Gambar 8.13 : Bawömataluo – Ndrölö Bagoa di kanan rumah Hikayat Manaö ............ 265 Gambar 8.14 : Bawömataluo – Bale tempat musyawarah (orahu) adat 265 Gambar 8.15 : Bawömataluo – H.M. memimpin Tari Faluaya dan HohoFualö............. 266 Gambar 8.16 : Bawömataluo – H.M. memimpin Tari Faluaya dan HohoFualö............. 266 Gambar 8.17 : Bawömataluo –Bohalima melakukan Gerakan Faluaya Zanökhö .......... 267 Gambar 8.18 : Bawömataluo – Pertunjukan Hombo Batu .............. ......... ................... 267 Gambar 8.19 : Bawömataluo – Kostum Para Bohalima dan Fanari Mogaele ................ 268 Gambar 8.20 : Bawömataluo – Hikayat Manaö sebagai Kafalo Zaluaya ö268 Gambar 8.21 : Gunung Sitoli – Yayasan Pusaka Nias .................... ......... ................... 269

Page 17: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keindahan dalam penyampaian ide, pikiran atau perasaan kepada orang

lain yang diungkapkan secara simbolik dan puitis merupakan kekayaan budaya

yang menggambarkan cita rasa dan kehalusan budi warga masyarakat

pendukungnya. Apalagi ungkapan tersebut diekspresikan dengan penuh

ketelitian, keahlian, dan kecerdasan melalui bahasa yang dilantunkan sehingga

terjalin hubungan (relasi) tekstual, sifat puitik, dan gaya bahasa di dalam struktur

nyanyian, terlebih dapat menimbulkan keterpengaruhan (reaksi) terhadap jasmani

pelakunya. Keberlangsungan aktivitas seperti ini selalu dilakukan dengan cara

mendengar, melihat dan menghafalkan, demikianlah proses pewarisan dari satu

generasi ke generasi berikutnya. Ini merupakan salah satu bentuk aktivitas tradisi

lisan atau sastra lisan yang hingga kini ‘syukur’ masih dapat kita temui di

beberapa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, walaupun keadaannya

sekarang terus tergerus arus globalisasi.

Tradisi lisan atau sastra lisan merupakan unsur dan ekspresi kebudayaan

manusia. Perubahan dan perkembangnya sejalan dengan proses sosial dan budaya,

dan didukung oleh suatu kelompok masyarakat tertentu, baik yang homogen

ataupun heterogen. Sejarah budaya suatu masyarakat memiliki struktur tertentu

Page 18: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

2

yang berfungsi dalam aktivitasnya. Sehingga tak dapat dipungkiri suatu

masyarakat tertentu, biasanya mempunyai wilayah/daerah budaya sendiri.

Secara kuantitatif kajian terhadap tradisi lisan atau sastra lisan di

Indonesia cukup menggembirakan. Hampir semua sastra daerah (lisan) di

Nusantara ini telah diteliti. Pada umumnya, penelitian itu dilakukan oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Bahasa, dan Perguruan Tinggi.

Usaha penelitian ini telah membuahkan hasil berupa dokumen sastra lisan yang

dapat dibaca pada berbagai perpustakaan nasional/ daerah dan perguruan tinggi.

Banyak pula yang telah dicetak menjadi buku dan disebarluaskan kepada

masyarakat. Upaya penyebarluasan ini ditujukan agar masyarakat Indonesia dapat

memahami keragaman nilai-nilai budaya bangsa.

Pemahaman nilai-nilai yang terdapat pada tradisi lisan dari setiap daerah

secara tidak langsung membantu masyarakat Indonesia di berbagai tempat

mengenal dan memahami kebudayaan pemilik tradisi lisan tersebut. Pemahaman

ini memberi wawasan budaya yang semakin variatif bagi masyarakat di seluruh

Nusantara ini. Pengetahuan nilai budaya sesama suku bangsa, secara tidak

langsung pula akan menumbuhkan sikap saling memahami dan menerima di

antara sesama bangsa.

Demikian halnya dengan masyarakat yang mendiami Pulau Nias1,

dimana masih dapat kita temui beberapa peninggalan warisan tradisi lisan.

1 Pulau Nias adalah sebuah pulau terbesar di deretan pulau-pulau yang ada di sebelah

barat Pulau Sumatera. Nias merupakan daerah kepulauan yang memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 27 buah, namun pulau yang dihuni hanya 11 buah. Menurut letak geografisnya Pulau Nias terletak pada garis 0°12’ - 1°32’ Lintang Utara (LU) dan 97° - 98° Bujur Timur (BT) dekat dengan garis khatulistiwa. Luas wilayah Pulau Nias adalah sebesar 3.495,40 km² (4.88% dari luas

Page 19: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

3

Penduduk asli pulau ini biasa dikenal dengan sebutan Ono Niha (orang Nias/etnis

Nias2). Etnis Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan

kebudayaan yang masih tinggi. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya

megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar

yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang. Seperti

yang tulis Koentjaraningrat (1995) :

Penduduk dari pulau Nias, yang merupakan pulau terbesar dari seluruh deret, kurang sekali terpengaruh oleh kebudayaan Hindu maupun Islam. Berlandaskan kepada suatu kebudayaan Megalithik, yang rupa-rupa-nya telah mereka bawa dari benua Asia pada jaman perunggu, mereka telah mengembangkan suatu kebudayaan sendiri, ialah kebudayaan megalithik yang bukan berdasarkan alat pengurbanan kerbau melainkan babi. Lama sebelum kedatangan orang Belanda pada tahun 1669, orang Nias sudah banyak berhubungan dengan orang-orang Aceh, Cina, Melayu dan Bugis, yang datang ke sana untuk berdagang, tetapi berbeda dengan penduduk pulau Simalur, mereka kurang terpengarunh oleh agama Islam. Agama yang paling banyak mempengaruhi mereka adalah Kristen Protestan yang masuk disana sejak tahun 1865 mulai dari Gunung Sitoli, sedangkan agama Kristen Katolik datang kemudian dari bagian Selatan. (1995: 40).

Masyarakat Nias (sebagaimana masyarakat lain di nusantara ini)

memiliki tradisi lisan seperti mitos, legenda, fabel, dan cerita-cerita lainnya.

Hingga saat ini, tradisi lisan ini belum disusun secara sistematis. Tradisi lisan ini

masih “tercecer”, baik dalam bentuk naskah maupun dalam wujud tuturan

masyarakat Nias. Para peneliti dari bangsa sendiri masih belum menjangkau

tradisi lisan ini.

propinsi Sumatera Utara) sejajar dan berada di sebelah barat Pulau Sumatera serta dikelilingi oleh Samudera Hindia. (sumut.bps.go.id).

2 Etnis Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di pulau Nias. Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono = anak/keturunan; Niha = manusia) dan "Tanö Niha" sebagai sebutan untuk pulau Nias (Tanö = tanah; Niha = manusia).

Page 20: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

4

Setelah enam puluh enam tahun merdeka, tradisi lisan yang dimiliki oleh

etnis Nias di Propinsi Sumatera Utara belum banyak dikenal dan dipahami oleh

sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan keterbatasan penelitian

dan publikasi, baik kepada masyarakat maupun oleh pemerintah dibeberapa

Kabupaten yang ada di Nias3. Hingga saat ini, yang lebih banyak melakukan

penelitian tentang Nias adalah peneliti asing. Beberapa peneliti dari bangsa

Eropa, umumnya misionaris Kristen, telah melakukan pendokumentasian tradisi

Nias. Hasil pengkajian mereka ini pada umumnya ditulis dalam bahasa Nias dan

juga dalam bahasa asing (Belanda, Jerman dan Inggris). Pada umumnya tujuan

para peneliti ini diarahkan pada kepentingan pelayanan keagamaan.

Terhadap tradisi lisan Nias yang telah digambarkan di atas, tampaknya

perlu dilakukan penelitian secara sungguh-sungguh dan berkesinambungan. Perlu

diungkapkan secara jelas hakikat dan makna dari warisan budaya masa lampau

ini. Berdasarkan pemikiran tersebut, salah satu hal yang perlu dikaji secara

sistematis dari tradisi lisan yang dimiliki oleh seluruh masyarakat Nias di Pulau

Nias ini dikenal dengan sebutan hoho. Tradisi lisan Nias yang berbentuk hoho ini

adalah syair yang dilagukan secara puitis untuk mengungkapkan hal-hal yang

berhubungan dengan asal usul kejadian, sejarah, hukum adat, dan hal lain yang

berkaitan dengan tata kemasyarakatan (Zebua, 1991). Hoho ini tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan masyarakat Nias. Hoho memiliki peran yang cukup

3 Nias sebagai wilayah administratif bagian dari Propinsi Sumatera Utara sebelumnya hanya terdiri satu Kabupaten yakni Kabupaten Nias namun dengan semangat dan niat untuk memperjuangkan nasib masyarakat Nias agar terlepas dari kemiskinan dan ketertinggalan, maka dilaksanakanlah pemekaran wilayah. Pemekaran ini dilaksanakan bertahap, dimulai dari pemekaran wilayah Kabupaten Nias Selatan (dimekarkan 25 Pebruari 2003) dan dilanjutkan pada 29 Oktober 2008 pemekaran serempak yakni Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli. Kini Pulau Nias terdiri dari empat daerah Kabupaten dan satu Kota.

Page 21: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

5

berarti dalam berbagai peristiwa sosial dan budaya (Mendröfa, 1981). Hoho

adalah cerita lisan yang berkembang di masyarakat Nias dan diwariskan secara

turun-temurun sehingga menyerupai mitos. (Hammerle, 2001). Lewat hoho, para

penutur tradisional Nias mampu berkomunikasi dengan masyarakat atau

penontonnya dengan baik. Harmoni yang dilahirkan memikat pendengarnya.

Seseorang yang hendak menyampaikan ide, pikiran atau perasaan kepada

orang lain, misalnya, biasanya menggunakan syair hoho ini. Tujuannya agar mitra

tutur tidak tersinggung. Pada saat seorang pemuda hendak melamar seorang gadis,

misalnya, juru bicara dari keluarga pemuda ketika menyampaikan keinginannya

kepada keluarga si gadis, pada umumnya menggunakan syair hoho. Dalam hal ini,

hoho merupakan alat atau sarana menyampaikan pikiran kepada pihak lain. Selain

sebagai tradisi lisan, hoho ini dapat digolongkan sebagai salah satu genre sastra

lisan Nias (Harefa, 1985; Zebua, 1991).

Sadieli Telaumbanua4 (2006) dalam wawancaranya dengan Yasato

Harefa (salah seorang pemerhati sastra dan budaya Nias) mengatakan hoho

sebagai salah satu jenis tradisi dan sastra lisan Nias bermacam-macam bentuk dan

jenisnya. Salah satu hoho yang beriskan mitos asal usul kejadian yang hingga

saat ini masih diyakini oleh masyarakat Nias adalah hoho börö gotari gotara

(Utara, Barat, dan Tengah Nias) dan atau foere (Selatan Nias). Berdasarkan

wawancara dengan Yasato Harefa, menurut Sadieli hoho börö gotari gotara ini

adalah induk dari semua hoho yang ada di Nias. Artinya, hoho börö gotari gotara

4 Penulis buku “Representasi Budaya Nias Dalam Tradisi Lisan” dengan fokus bahasan

terhadap hoho yang berisi Mitos Asal-Usul Kejadian (MAUK).

Page 22: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

6

telah menjadi sumber hoho lain yang saat ini berkembang di tengah-tengah

masyarakat Nias.

Jaap Kunts, seorang etnomusikolog mengatakan, “Orang Nias bernyanyi

pada setiap kesempatan“, dalam catatannya setelah mengadakan suatu kunjungan

pada tahun 1930; lalu ia mengeluh, “asalkan misi Rheinische belum

menghilangkan sarana untuk menyalurkan perasaan-perasaan mereka secara

alami”. Banyak jenis lagu yang diidentifikasi Kunts. Ada yang dinyanyikan secara

tunggal (solo): nyanyian menidurkan anak, nyanyian anak-anak, pepatah-pepatah

dan nyanyian-nyanyian ratapan, dan nyanyian hiburan lainnya. Tetapi kebanyakan

berupa nyanyian-nyanyian kelompok yang dibawakan pada peristiwa-peristiwa

seperti perayaan, kematian, dan persiapan untuk berperang. Jika dibandingkan

dengan musik vokal, musik instrumental kurang begitu penting artinya dalam

kehidupan musikal di Nias. Musik instrumental biasanya dimainkan untuk

permainan rakyat, dengan maksud mengumpulkan khalayak ramai, atau sekedar

hiburan pribadi si pemain. Di Nias tidak ada ensambel instrumental yang memiliki

peranan dan permainan setara dengan ensambel musik instrumental pada orang

Karo dan Toba; sebaliknya orang Batak tidak memiliki nyanyian yang bisa

disejajarkan dengan nyanyian kelompok dan puisi-puisi yang dilagukan seperti

yang ada di Nias. Sebutan umum untuk nyanyian kelompok ini adalah hoho.

Keberagaman jenis dan bentuk hoho yang terdapat di Nias ini, umumnya

memiliki beberapa unsur yang menjadikan hoho berciri sama dalam penyajiannya,

yakni terdapat unsur bahasa (teks) dan unsur musikal (musik vokal), bahkan ada

hoho yang dalam penyajiannya melibatkan unsur gerak (tarian), dalam hal ini

Page 23: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

7

properti yang digunakan dalam tarian pun dapat menjadi bagian dari unsur

musikal (musik ritmis), proses pembelajaran dari seluruh jenis hoho dari generasi

ke generasi di Nias, hingga saat ini masih diwariskan atau disampaikan secara

lisan (oral tradition). Hoho merupakan bentuk kearifan lokal yang sekaligus

menjadi kekayaan budaya masyarakat Nias khususnya dan bangsa Indonesia

umumnya.

Setelah masyarakat Nias mengenal agama modern (Kristen dan Islam)

lambat laun hoho ini mengalami pergeseran peran. Terlebih-lebih dengan

kemajuan zaman yang sering dipersepsi secara salah kaprah oleh masyarakat.

Seakan-akan nilai-nilai yang pernah menjadi pegangan hidup harus disingkirkan

dengan alasan tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman. Padalah, di tengah era

globalisasi dewasa ini transformasi kearifan lokal yang telah teruji sangat berguna

dalam membentengi nilai-nilai yang akan melunturkan moral manusia.

Sebagaimana diungkapkan oleh Darma (1990) bahwa bangsa yang tidak menggali

dan melestarikan nilai-nilai budaya yang pernah menjadi tata nilai dalam

masyarakat akan tercabut dari percaturan kebudayaan global. (periksa Sadieli,

2006)

Pemahaman dan pemberlakuan seperti ini telah membawa konsekuensi

dalam hampir seluruh tatanan kehidupan masyarakat Indonesia termasuk di Nias.

Seakan-akan budaya modern yang biasa diidentikkan dengan Barat atau Eropa

memiliki nilai-nilai yang lebih unggul dibandingkan dengan nilai budaya milik

bangsa sendiri. Dampak dari sikap dan perilaku seperti ini di antaranya,

menyingkirkan bahkan melupakan nilai-nilai budaya sendiri yang telah teruji oleh

Page 24: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

8

zaman. Nilai-nilai baru dari bangsa lain diserap begitu saja. Hal ini akan

membawa akibat yang cukup menyedihkan yaitu memudar atau menghilangnya

nilai-nilai budaya milik bangsa sendiri sehingga tidak lagi dikenal oleh generasi

berikutnya. (periksa Sadieli, 2006)

Pemahaman masyarakat (termasuk Nias) yang tidak proporsional

terhadap nilai budaya sendiri perlu dibenahi melalui pengkajian terhadap sistem

nilai yang pernah diyakini oleh nenek moyang sebelumnya. Generasi muda

bangsa perlu memiliki pemahaman yang memadai tentang nilai-nilai yang pernah

diyakini oleh generasi sebelumnya. Untuk itu penelitian hoho yang dimiliki oleh

masyarakat Nias perlu dilakukan agar generasi mereka dapat memahaminya

dengan baik. Berdasarkan penelusuran awal, misalnya, hoho di kalangan

masyarakat Nias, mengisahkan sejumlah hal seperti (1) asal usul manusia (2) asal

usul Pulau Nias, (3) manusia pertama yang “turun” ke Pulau Nias, (4) hukum

yang harus ditaati manusia di Pulau Nias dan aspek-aspek lainnya. Di lihat dari

bentuknya, hoho ini dapat dikategorikan sebagai salah satu syair atau puisi rakyat.

Danandjaja (1993) menegaskan, kisah mengenai terjadinya mado-mado (marga)

di Pulau Nias berupa syair yang disebut hoho. Hoho ini masih tetap dituturkan

oleh masyarakat Nias, terutama pada saat pesta besar (owasa), pesta pernikahan,

dan pesta adat lainnya. (periksa Sadieli, 2006). Dari sejumlah kerangka berpikir di

atas, penulis berpendapat bahwa jenis tradisi lisan dalam bentuk hoho masyarakat

Nias perlu dikaji agar hakikat atau esensinya dapat terungkap dengan jelas.

Temuan ini dapat menambah wawasan putra-putri bangsa Indonesia tentang

keanekaragaman budaya, bahasa, dan sastra nusantara.

Page 25: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

9

Menindaklanjuti wacana hoho di atas, penulis tertarik untuk melihat

bentuk dan isi (fungsi, makna teks dan struktur musik) dari jenis hoho yang dalam

penyajiannya terdapat unsur bahasa (teks), unsur musikal (musik vokal dan musik

ritmis), dan unsur gerak (tarian). Jenis hoho ini dikenal dengan sebutan Hoho

Faluaya, istimewanya Hoho Faluaya hanya terdapat di wilayah Kabupaten Nias

Selatan5, dahulu hoho ini dapat di jumpai hampir di seluruh wilayah Nias Selatan,

namun sekarang searah perkembangan zaman beberapa desa di Nias Selatan tidak

lagi mampu mempertahankan tradisi lisan ini, sehingga kini hanya beberapa desa

saja yang masih menggunakan Hoho Faluaya sebagai bagian dari aktivitasnya

seperti pada peristiwa-peristiwa perayaan kematian golongan bangsawan,

persiapan untuk berperang, mengukuhkan gelar bangsawan dan penyambutan

tamu kehormatan.

Kabupaten Nias Selatan sejak pemekaran secara administratif kini

menjadi 18 daerah Kecamatan6, 354 Desa , dan 2 Kelurahan. Demi fokusnya

kajian terhadap bentuk dan isi (makna teks dan struktur musik) dari Hoho

Faluaya, penulis memilih desa Bawömataluo7 sebagai lokasi penelitian.

Hoho Faluaya di desa Bawömataluo ini sering hanya disebut Faluaya

saja, dibeberapa desa lain mereka terkadang menyebutnya dengan Fatele, Folaya,

5 Kabupaten Nias Selatan berada di bagian barat Provinsi Sumatera Utara. Sebelah

Utara berbatasan dengan Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Barat, sebelah Timur dengan Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Tapanuli Tengah, sebelah selatan dengan Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat, dan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

6 18 Kecamatan di Kabupaten Nias Selatan: 1) Hibala, 2) Pulau-pulau Batu, 3) Pulau-pulau Batu Timur, 4) Teluk Dalam, 5) Fanayama, 6) Toma, 7) Maniamölö, 8) Mazinö, 9) Amandraya, 10) Aramö, 11) Lahusa, 12) Gomo, 13) Susua, 14) Mazo, 15) Umbunasi, 16) Lölömatua, 17) Lölöwa, dan 18) Hilimegai.

7 Bawömataluo adalah salah satu desa dari 16 desa sejak pemekaran yang berada di Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan.

Page 26: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

10

Molaya, Zaluaya, dan Maluaya, dimana pengertiannya hampir sama atau

disetarakan dengan “menggelar kekuatan (show force), sekaligus membangkitkan

semangat patriotisme para prajurit desa, melakukan gerakan berperang, sikap

berperang, dalam kondisi atau seperti dalam situasi berperang”. Sehingga dalam

penyajiannya selalu menggunakan properti perang (perlengkapan perang) seperti

pakaian perang dan senjata perang. Hoho Faluaya cenderung lebih dimaknai

sebagai konteks gerak (tarian). Bila dilihat sebagai produk seni, Hoho Faluaya

adalah suatu genre (ragam) kesenian yang terdiri dari unsur seni: sastra, musik dan

tari, yang memiliki nilai dan makna yang sangat mendalam. Terlebih belum

banyaknya penelitian yang dilakukan dalam konteks nyanyian pemberi semangat

(Hoho) kepada prajurit perang yang dilakukan dengan tarian perang (Faluaya).

Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian dengan memanfaatkan teori ilmiah.

Temuan ini akan dapat memperkaya khazanah kebudayaan Indonesia secara

umum dan bidang kesastraan, musik serta tari secara khusus.

Dalam penyajian Hoho Faluaya terdapat tiga jenis hoho di dalamnya

yang akan dibicarakan pada bab selanjutnya, yakni: Hoho Fu’alö, Hoho

Fadölihia, dan Hoho Siöligö. Ketiga jenis hoho ini digunakan pada peristiwa

perayaan kematian seorang bangsawan, peristiwa pengukuhan gelar bangsawan,

penyambutan tamu kehormatan, serta pada aktivitas persiapan untuk berperang

atau perayaan atas kemenangan dalam peperangan antar desa.

Sebagai sebuah karya cipta seni masyarakat zaman lampau dan sebagai

salah satu tradisi lisan dari leluhur masyarakat Nias Selatan, perlu dilakukan

pendekatan yang dianggap memadai untuk mengkaji Hoho Faluaya ini yakni

Page 27: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

11

dengan pendekatan paradigma antropologi sastra, sebuah pendekatan yang

memusatkan pengkajian pada tulisan etnografis yang bernilai sastra melihat

aspek-aspek budaya masyarakat pemiliknya dan dengan pendekatan

etnomusikologis8.

Sejarah perkembangan etnomusikologi khususnya di Eropa dan Amerika

ditandai oleh berbagai peristiwa terutama yang berkaitan dengan buku-buku dan

tulisan-tulisan yang dikerjakan oleh para ahli, seperti munculnya buku

Dictionnaire de Musique karya Jean Jacques Rousseau (1768) sebagai tonggak

sejarah yang mendasari berkembangnya etnomusikologi. Selain itu ditandai pula

dengan ditemukannya peralatan-peralatan alat ukur frekuensi nada dan rekaman,

serta berdirinya organisasi dan arkaif-arkaif yang berfungsi sebagai tempat

pendokumentasian dan pengkajian musik bangsa-bangsa.

Sebelum tahun 1950-an para etnomusikolog lebih banyak melakukan

aktivitas pencatatan dan pendokumentasian musik bangsa-bangsa yang

pembahasannya lebih banyak pada kajian tekstual. Untuk menyalurkan minat para

etnomusikolog, menampung, serta berbagi informasi mengenai musik etnis dari

berbagai suku bangsa di dunia, maka Masyarakat Etnomusikologi (The Society

For Ethnomusicology) yang didirikan tahun 1955 memberi kesempatan kepada

8 “Studi musik di dalam kebudayaan” (Merriam, 1960), adalah suatu yang penting

bahwa definisi ini sesungguhnya dapat diterangkan jika ia benar-benar dipahami. Makna implisit yang terkandung dalam asumsi bahwa etnomusikologi adalah dibentuk dari musikologi dan etnologi, dan suara musik merupakan hasil dari proses tata tingkah laku manusia, yang dibentuk oleh berbagai nilai, sikap, dan kepercayaan masyarakatnya yang turut mengisi suatu kebudayaan. Suara musik tidak akan tercipta, kecuali dari satu orang ke orang lainnya, dan meskipun kita tidak dapat memisahkan dua aspek tersebut secara konseptual, tidak akan diperoleh kenyataan yang lengkap tanpa mau mempelajarinya. Tata tingkah laku manusia menghasilkan musik, tetapi prosesnya adalah suatu yang kontinu; tata tingkah laku itu sendiri membentuk hasil suara musik, dan dengan demikian studi terhadap aspek yang satu tentunya akan melibatkan aliran studi lainnya.

Page 28: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

12

mereka untuk membahas semuanya itudalam jurnal Ethnomusicology. Sejumlah

sarjana aliran komparatif musikologi dari Berlin yang kemudian pindah ke

Amerika juga mempunyai peran yang penting dalam perkembangan

etnomusikologi di belahan barat, khususnya George Herzog, Miezyslaw Kolonski,

dan Wachman. Begitu pula Charles Seeger yang berkebangsaan Amerika telah

banyak memberi sumbangan terhadap disiplin ilmu ini di Amerika Serikat.

Trend etnomusikologi setelah tahun 1950-an banyak dipengaruhi oleh

disiplin ilmu antropologi, sehingga karya-karya tulis hasil penelitian para

etnomusikolog seperti John Blacking, Alan Lomax, Stockmann, Mcallester, Curt

Sachs, dll. banyak melakukan studi kontekstual yang melihat persoalan hubungan

antara musik dan kebudayaan masyarakatnya. Di Amerika disebut anthropology

of music, dimana musik dianggap sebagai bagian dari kebudayaan dan diteliti

dalam konteks kebudayaan. Ilmu ini dipopulerkan oleh Alan P. Merriam,

BrunoNettle, dan Mantle Hood.

Hingga saat ini etnomusikologi masih sering disebut antropologi musik.

Antropologi memfokuskan ilmunya pada others dan difference, yaitu pemahaman

perbedaan termasuk dalam hal etnisitas. Artinya dalam antropologi musik

esensinya adalah bagaimana kita menghargai, memahami, dan mengerti

perbedaan dalam musik. Ada dua pendekatan dalam mempelajari perbedaan itu,

yaitu pertama musik dipelajari sebagai sebuah teks, dan kedua teks itu dipelajari

di dalam konteks. Sehingga dapat dikatakan antropologi musik merupakan ilmu

yang mempelajari musik di dalam konteksnya, seperti definisi yang dirumuskan

Page 29: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

13

oleh Alan P. Merriam bahwa Etnomusikologi adalah ilmu yang mempelajari

musik di dalam kebudayaan.

Dengan demikian dasar-dasar yang menjadi perhatian para

etnomusikolog dalam mempresentasikan penelitiannya, sekurang-kurangnya

terdiri dari tiga aspek, yakni: (1) sifat dasar dari proses-proses terjadinya musik

secara teknis; (2) hubungan antara dunia musik dan dunia pembahasannya; dan (3)

fungsi dari totalitas musik di dalam totalitas kebudayaan. Oleh karena orientasi

studi etnomusikologi setelah tahun 1950 berkembang lebih melebar, maka studi

ini menjadi bidang kajian yang multidisiplin karena banyak

menggunakan/meminjam pendekatan dari cabang ilmu lain seperti sejarah,

antropologi, sosiologi, akustika, dll. dalam membahas fenomena musik bangsa-

bangsa yang ada di dunia ini.

Secara etnomusikologis, pentingnya melakukan studi terhadap teks lagu

atau nyanyian adalah untuk mengetahui dan memahami karakteristik masyarakat

pengguna dan pendukung nyanyian tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh Alan

Lomax sebagai berikut ini:

A song style, like other human things, is a pattern of learned behavior, common to the people of a culture. Singing is specialized act of communication, akin to speech, but far more formally organized and redundant. Because of its heightened redundancy, singing attracts and holds the attention of group; indeed, as in most primitive societies, it invites group perticipation. Wheter chorally performed or not, however, the chief function of song is to express the shared feelings and hold the joint activities of some human community. It is to be expected, therefore, that the content of the sung communication should be social rather than individual, normative rather than perticular (Lomax, 1968:3).

Page 30: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

14

Lomax menyatakan bahwa sebuah gaya nyanyian, pada prinsipnya sama

dengan tingkah laku manusia yang menjadi sifat umum masyarakatnya dalam

suatu kebudayaan. Nyanyian adalah aksi khusus dari komunikasi, yang

berhubungan dengan ujaran bahasa, tetapi lebih jauh dari itu nyanyian ini

diorganisasikan dan diwujudkan lebih formal dibandingkan bahasa. Nyanyian

mendapat perhatian sekelompok manusia, karena penekanannya pada perwujudan

(yang dilebih-lebihkan). Sungguhpun demikian, bagi sebahagian besar

masyarakat primitif, nyanyian mengundang perhatian kelompoknya. Apakah

disajikan dalam paduan suara atau tidak. Dengan demikian, fungsi utama

nyanyian adalah untuk mengekspresikan rasa, dan sekaligus sebagai suatu

aktivitas daripada berbagai jenis komunikasi manusia. Nyanyian sangat

dibutuhkan oleh masyarakatnya. Selanjutnya isi nyanyian tersebut lebih

bersifat komunikasi sosial dibandingkan dengan komunikasi individual, lebih

bersifat normatif dibandingkan menjelaskan fakta. Selain itu, teks juga turut

berperanan dalam membentuk struktur umum yang menjadi acuan bagi

penciptaan nyanyian Hoho Faluaya. Dalam hoho jenis ini, teks memberikan

sumbangan besar terhadap garapan struktur musiknya. Dengan demikian teks

sangat perlu untuk dianalisis sebagai bahagian dari struktur musiknya.

Pernyataan ini didukung pula oleh pendapat Lomax tentang teks pada

nyanyian rakyat (dalam hal ini hoho) seperti berikut:

SCHOLAR [sic.] and enthusiasts in the field of folk song have long believed that the orally transmitted poetry of a people, passed on by them as part of their noncritically accepted cultural heritage, might yield crucial information about their principal concerns and unique world-view. However, in spite of extensive study and

Page 31: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

15

collection of folk song texts, little has been done in a systematic way to test this idea. One of the very few such attempts is Sebeok's analysis of Cheremis lore (Sebeok, 1956, 1959, 1964). The present study develops the hypothesis: that folk song texts, if analyzed in a systematic fashion, give clear expression to the level of cultural complexity, and a set of norms which differentiate and sharply characterize cultures (Lomax, 1968:5).

Menurut Alan Lomax, sarjana dan orang-orang yang menaruh minat

yang luar biasa di dalam lapangan nyanyian rakyat, telah lama percaya bahwa

transmisi puisi secara oral pada suatu masyarakat, mereka selami sebagai

bagian dari penerimaan budaya warisan tanpa kritikan, yang dapat

menghasilkan informasi yang penting tentang prinsip yang menjadi perhatian

dunia atas pandangan mereka yang unik. Walau dilakukan kajian dan koleksi

teks-teks nyanyian rakyat secara luas, hanya sedikit saja yang dilakukan

secara sistematik untuk menguji ide ini. Satu dari berbagai usaha ini adalah

analisis terhadap cerita masyarakat Cheremis yang dilakukan Sebeok (1956,

1959, 1964). Kajian masa kini mengembangkan hipotesis: bahwa teks

nyanyian rakyat, jika dianalisis dengan cara yang sistematik, memberikan

ekspresi yang jelas tentang tingkat kompleksitas kebudayaannya, dan

memberikan seperangkat norma yang membedakan dan memperjelas

karakteristrik berbagai kebudayaan.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis akan melihat sejauh apa

penyajian Hoho Faluaya yang merupakan warisan tradisi lisan masyarakat Nias

Selatan yang disajikan oleh kelompok hoho (seorang sondroro dan kelompok

sanoyohi). Dimana mereka telah memanfaatkan bakat dan kemampuan

musikalnya sehingga terpilih dan terseleksi dengan sendirinya oleh masyarakat

Page 32: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

16

pendukungnya dan menjadi bagian dalam setiap kegiatan-kegiatan ritual adat

masyarakatnya. Hal ini juga berkaitan dengan kreativitas para kelompok hoho

mereka dalam mengeksplor bakat dan kemampuannya. Begitu juga dengan

menciptakan teks sesuai dengan konteksnya.

Pendekatan kajian tersebut di atas akan penulis pergunakan dalam

mendukung kajian utama penulis, seperti yang akan dituangkan pada sub bab di

bawah ini.

1.2 Fokus Masalah

Dalam penelitian ini, penulis terlebih dahulu menentukan beberapa hal

yang menjadi fokus permasalahan agar penelitian ini lebih terarah. Adapun fokus

kajian yang sekaligus menjadi batasan tulisan ini adalah :

1.2.1 Bagaimanakah fungsi penyajian Hoho Faluaya sebagai bentuk tradisi

musik lisan dalam konteks ritual adat masyarakat di Nias Selatan;

1.2.2 Bagaimanakah struktur teks Hoho Faluaya dalam konteks ritual adat

masyarakat di Nias Selatan;

1.2.3 Bagaimanakah struktur musikal Hoho Faluaya yang meliputi tangga nada

(scale), jumlah pemakaian nada, wilayah nada (range), jarak antar nada

(interval), pola-pola kadens dan kontur serta analisis yang menjadi

fenomena musikal.

Page 33: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

17

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun penelitian ini bertujuan untuk :

1.3.1 Menjelaskan fungsi penyajian Hoho Faluaya sebagai bentuk tradisi

musik lisan dalam konteks ritual adat masyarakat di Nias Selatan;

1.3.2 Menjelaskan struktur teks Hoho Faluaya dalam konteks ritual adat

masyarakat di Nias Selatan;

1.3.3 Menjelaskan struktur musikal Hoho Faluaya yang meliputi tangga nada

(scale), jumlah pemakaian nada, wilayah nada (range), jarak antar nada

(interval), pola-pola kadens dan kontur.

Adapun manfaatnya adalah sebagai bahan rujukan bagi masyarakat dan

pemerintah dalam usaha pelestarian seni budaya Nias, dan melengkapi

perbendaharaan musik Nias dalam masyarakat luas khususnya tentang Hoho

Faluaya. Dan sebagai bahan dokumentasi tradisi sastra dan musik lisan yang

akhirnya dapat dibaca pada perpustakaan perguruan tinggi dan sebagai upaya

memperlihatkan kepada masyarakat Nias khususnya dan Indonesia umumnya

dalam memahami nilai-nilai budaya yang luhur sebagai bentuk kearifan lokal dari

Hoho Faluaya.

1.4 Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan kerja lapangan terlebih dahulu penulis melakukan

studi kepustakaan, yakni dengan mempelajari literatur (buku, skripsi, artikel,

makalah, majalah) tentunya yang berkaitan dengan obyek pembahasan yang akan

Page 34: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

18

diteliti yakni “Tradisi Lisan Hoho Faluaya Dalam Masyarakat Nias di Desa

Bawömataluo Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan: Analisis Teks dan

Struktur Musik”.

Kenyataan yang ada pada kebudayaan tradisi lisan masyarakat Nias, di

Sumatera Utara. Sebagaimana umumnya tradisi lisan yang ada di Indonesia,

tradisi lisan Nias yang memiliki unsur musik (vokal) juga memadukannya dengan

gerak dan disebut Hoho Faluaya secara fungsional sangat terkait langsung dengan

berbagai upacara adat tradisi yang telah dianut secara turun temurun oleh etnis

Nias. Perlu ditegaskan bahwa sepanjang pengetahuan penulis sampai saat ini,

buku yang secara khusus berintikan tentang Tradisi Lisan Hoho Faluaya Nias

Selatan belum pernah ditemukan. Oleh karena itu, buku-buku yang berkaitan

dengan kebudayaan musik Nias secara umum, dan pada bagian tertentu dalam

buku tersebut juga berisi tentang Hoho Faluaya, layak untuk dipertimbangkan.

Tinjauan terhadap buku-buku yang membahas tentang teks hoho, penulis

mengunjungi tulisan Hammerle (1986), dalam bukunya “Famatö Harimao” yang

menuliskan bagaimana deskripsi dari pesta harimau, fondrakhö börönadu dan

kebudayaan lainnya di wilayah Maena Mölö Nias Selatan. Dalam buku ini penulis

dapat melihat bagaimana penyajian Faluaya dalam konteks upacara adat.

Berikutnya Hammerle (1995), bukunya “Hikaya Nadu” telah mengumpulkan

hoho dari beberapa daerah di Nias yang berhubungan dengan berbagai jenis

patung yang disembah dan dipuja oleh masyarakat Nias. Masih Hammerle (1990),

“Omo Sebua” membangun rumah adat yang diekspresikan melalui hoho.

Selanjutnya Hammerle (1990), “Asal Usul Masyarakat Nias” Suatu Interpretasi,

Page 35: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

19

dimana banyak pandangan dari masyarakat Nias sendiri tentang asal usul hadirnya

orang Nias di Pulau Nias.

Sadieli (2006), dalam bukunya “Representasi Budaya Nias Dalam

Tradisi Lisan”, dimana beliau melihat fungsi dan makna dari hoho yang berkaitan

dengan mitos asal usul kejadian (MAUK). Pengertian, bentuk, dan jenis-jenis

hoho penulis jadikan pendekatan untuk melihat Hoho Faluaya.

Secara umum di Nias beberapa contoh musikal baik vokal maupun

instrumen sudah pernah didokumentasikan oleh Japp Kunt (1939), dalam bukunya

“Music In Nias” selanjutnya penulis jadikan pendekatan dalam menganalisis

struktur musik vokal (Hoho Faluaya).

Tujuan studi kepustakaan ini agar penulis memperoleh konsep, teori dan

informasi yang dapat menjadi bahan acuan atau bandingan bagi penulis untuk

mengupas permasalahan. Studi kepustakaan ini juga sebagai landasan bagi penulis

dalam penelitian, dan buku-buku tersebut dapat dilihat di bagian daftar pustaka

dari tesis ini.

1.5 Konsep dan Teori

1.5.1 Konsep

Konsep maupun pengertian, merupakan unsur pokok dari sebuah

penelitian. Bila masalahnya serta kerangka teoritisnya sudah jelas, maka dengan

mudah dapat diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang merupakan pusat

perhatian. Defenisi konsep itu sendiri secara singkat berarti sekelompak fakta atau

Page 36: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

20

gejala (Koentjaraningrat 1981:32). Seperti yang dikatakan oleh R.Merton bahwa

konsep adalah definisi dari apa yang perlu diamati. Konsep menentukan antara

variabel-variabel mana kita ingin menentukan adanya hubungan empiris (ibid

1981:32).

Tradisi Lisan adalah semua kesenian, pertunjukan atau permainan yang

menggunakan tuturan atau disertai ucapan lisan dalam konvensi budaya

masyarakat (Sibarani, 2000). Selanjutnya disebutkan bahwa jika suatu kesenian,

pertunjukan atau permainan tidak menggunakan atau tidak disertai tuturan atau

ucapan lisan, maka itu tidak termasuk tradisi lisan. Sebaliknya, jika suatu cerita

tidak lagi ditradisikan (dipertunjukkan atau dibiasakan dihadapan masyarakat

pendukungnya) maka itu tidak lagi termasuk ke dalam tradisi lisan meskipun itu

dahulu termasuk tradisi lisan, dan meskipun itu pada suatu saat potensial menjadi

tradisi lisan.

Tradisi lisan tidak hanya dimaksudkan sebagai bagian dari informasi atau

komunikasi untuk diteliti, didokumentasikan, dan untuk kepentingan sendiri

melainkan harus menjadi yang pertama dan utama untuk memahami secara

kontekstual keterhubungan struktur sosial (Chamarik, 1999). Tradisi lisan

merupakan perangkat pengetahuan dan pembelajaran tentang budaya masa lalu

dan fakta kehidupan manusia. Tradisi lisan juga menjadi sumber kekuasaan.

Tradisi lisan adalah sumber asli pembelajaran dan oleh karena itu memungkinkan

pengembangan nilai-nilai sehingga menjadi penghubung keberadaannya. Tradisi

lisan merupakan ekspresi gaya hidup yang tidak tertulis (unletterd) yang dapat

Page 37: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

21

digunakan untuk merekonstruksi kehidupan masyarakat saat sekarang. (Periksa

Sadieli, 2006: 31)

Hoho adalah salah satu jenis tradisi lisan masyarakat Nias berbentuk

syair-syair yang biasa diturturkan dalam berbagai peristiwa sosial-budaya di

kalangan masyarakat Nias. Hal ini sejalan dengan pendapat Hammerle (1999: 25)

bahwa hoho dalam berbagai versi merupakan salah satu tradisi lisan Nias yang

dapat dijadikan rujukan dalam memahami kebudayaan lama mereka. Hoho ini

telah berurat berakar dalam kehidupan mereka sehari-hari. Seluruh kehidupan

masyarakat Nias pada zaman dahulu diatur oleh hoho yang dituturkan ini. Itulah

sebabnya mereka sering membedakan antara agama, pemerintah, dan adat. Istilah

yang sering terdengar yaitu sara lala agama, sara fareta, sara lala hada (lain cara

agama, lain cara pemerintah, dan lain cara adat).

Hoho Faluaya merupakan salah satu bagian dari beberapa jenis hoho

yang ada pada masyarakat Nias, dan khusus hanya ada di daerah Nias Selatan.

Hoho jenis ini disajikan untuk merefleksikan suatu kekuatan yang dimiliki

masyarakat Nias Selatan dalam mempertahankan wilayah mereka dari serangan

musuh. Faluaya mempunyai pengertian gerakan atau tarian perang, dimana dalam

penyajiannya dilakukan sambil menyanyikan apa yang dituturkan (di-hoho-kan).

Di dalam penyajian Hoho Faluaya terdapat tiga jenis hoho yakni, Hoho Fu’alö,

Hoho Fadölihia, dan Hoho Siöligö.

Dalam menganalisis teks penulis mengkaji gaya bernyanyi yang ada,

gaya bahasa, dan melihat makna-makna yang terkandung di dalamnya. Konsep

Page 38: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

22

teks yang penulis maksudkan hanya tertuju pada teks hoho yang diciptakan dan

dinyanyikan oleh penyaji hoho (sondroro hoho).

Adanya teks lagu atau syair, dan melodi dalam Hoho Faluaya

menunjukkan bahwa Hoho Faluaya merupakan bagian dari suatu kegiatan

kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan telinga yang disebut seni suara

(Koentjaraningrat 1980:395-396)

Analisis stuktur musik dapat dikonsepkan sebagai bagian-bagian dari

suatu komposisi musik yang terintegrasi menjadi satu bentuk yang estetik (lihat

Kamus Besar Bahasa Indonesis 1998). Struktur musik yang penulis maksudkan di

sini adalah mencakup aspek melodi dan ritme dari kelima jenis musikal

(fohuhugö, hivfagö, hoho fu’alö, hoho fadölihia dan hoho siöligö) yang ada pada

penyajian Hoho Faluaya. Kedua besar pokok ini didukung oleh tangga nada, nada

dasar, wilayah nada, persebaran nada-nada, interval, pola-pola kadensa, kontur,

dan lainnya (Malm 1997).

Masyarakat Nias yang penulis maksudkan adalah sekelompok orang atau

manusia yang diikat oleh hukum adat yang disepakati bersama dan telah menjadi

salah satu etnis di Indonesia. Dan dalam penelitian ini penulis mengkhususkan

kepada etnis Nias yang berdomisili di Desa Bawömataluo Kecamatan Fanayama

Nias Selatan.

Page 39: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

23

1.5.2 Landasan Teori

Untuk mengkaji sebuah fenomena alam fisik atau sosial, dengan latar

belakang masalah tertentu, ada yang relatif sederhana dan ada pula yang

kompleks, maka para ilmuwan biasanya menggunakan teori-teori. Teori menurut

pendapat Marckward et al., memiliki tujuh pengertian, yaitu: (1) sebuah

rancangan atau skema yang terdapat dalam pikiran saja, namun berdasar pada

prinsip-prinsip verifikasi dengan cara eksperimen atau pengamatan; (2) sebuah

bentuk prinsip dasar ilmu pengetahuan atau penerapan ilmu pengetahuan; (3)

abstrak pengetahuan yang selalu dilawankan dengan praktik; (4) penjelasan

awal atau rancangan hipotesis untuk menangani berbagai fenomena; (5)

spekulasi atau hipotesis, sebagai ide atau yang mengarahkan seseorang; (6)

dalam matematika berarti sebuah rancangan hasil atau sebuah bentuk teorema,

yang menghadirkan pandangan sistematis dari beberapa subjek; dan (7) ilmu

pengetahuan tentang komposisi musik, yang membedakannya dengan seni

yang dilakukan atau seni yang dieksekusi (Marckward et al. 1990:1302).

Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud teori itu biasanya

mengandung pengertian dalam tahapan yang abstrak. Teori mengarahkan ilmuwan

untuk melakukan kerjanya dalam menganalisis permasalahn keilmuan yang

ditemuinya.

Dalam rangka penelitian ini, teori yang peneliti pergunakan adalah

sebagai berikut :

Page 40: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

24

1.5.2.1 Teori Fungsionalime

Dalam upaya melihat fungsi dari Hoho Faluaya sebagai tradisi lisan

masyarakat Nias, penulis melakukan pendekatan terhadap ilmu sosiologi dan

antropologi melalui teori fungsional yang dikemukakan oleh Lorimer, dimana

menurutnya teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang digunakan dalam

ilmu sosial, yang menekankan kepada kebergantungan institusi dengan kebiasaan

pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan

sosial didukung oleh fungsi institusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran, dan

pasar. Sebagai contoh pada masyarakat yang lebih sederhana, masyarakat

tribal, penyertaan dalam upacara keagamaan berfungsi untuk mendukung

kesatuan sosial dalam kelompok manusia yang berhubungan dengan

kekerabatannya. Teori ini menjadi dasar khususnya bagi Emile Durkheim,

fungsionalisme secara nyata berkembang sebagai sebuah teori yang kokoh sejak

digunakan oleh Talcott Parsons dan Robert Merton pada tahun 1950-an. Teori ini

sangat berpengaruh kepada para pakar sosiologi Angloamerika dalam dasawarsa

1970-an. Bronislaw Malinowski dan A. R. Radcliffe-Brown, mengembangkan

teori ini di bidang disiplin antropologi dengan memusatkan perhatian pada

masayarakat bukan Barat. Sejak dekade 1970-an, teori fungsionalisme digunakan

pula untuk mengkaji dinamika konflik sosial (Lorimer et al. 1991:112-113)

Selanjutnya teori fungsionalisme oleh Bronislaw Malinowski dimana

beliau mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi dari

kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsional tentang

kebudayaan, atau a functiol theory of culture. Konsepnya mengenai fungsi sosial

Page 41: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

25

adat, prilaku manusia, dan institusi-institusi sosial menjadi lebih mantap. Ia

membedakan fungsi sosial dalam tiga tingkat abstraksi, yaitu: (1) fungsi sosial

dari suatu adat, institusi sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi

pertama mengenai pengaruh atau kesannya terhadap adat, prilaku manusia dan

institusi sosial yang lain dalam masyarakat; (2) fungsi sosial dari suatu adat,

institusi sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua mengenai

pengaruh atau kesannya terhadap keperluan suatu adat atau institusi lain untuk

mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang

terlibat; dan (3) fungsi sosial dari suatu adat atau institusi sosial pada tingkat

abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau kesannya terhadap keperluan mutlak

untuk berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem sosial tertentu.

Demikian halnya dengan Arthur Reginald Radcliffe-Brown yang

mendasarkan teorinya mengenai prilaku manusia pada konsep fungsionalisme.

Namun berbeda dengan Malinowski, Radcliffe-Brown merasa bahwa pelbagai

aspek prilaku sosial, bukanlah berkembang untuk memuaskan keinginan

individual, tetapi justru timbul untuk mempertahankan struktur sosial masyarakat.

Struktur sosial sebuah masyarakat adalah keseluruhan jaringan dari hubungan-

hubungan sosial yang ada (Radcliffe-Brown 1952).

Fungsi komunikasi memperlihatkan arus gerakan yang seiring dengan

masyarakat atau individu. Komunikasi berfungsi mengikuti keperluan pengguna

atau individu yang berinteraksi. Oleh karenanya fungsi komunikasi boleh

dikaitkan dengan ekspresi (emosi), arahan, rujukan, puitis, fatik dan metalinguitik

Page 42: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

26

yang berkaitan dengan bahasa (Ajid Che Kob, 1991:16)9. Secara umum fungsi

komunikasi terdiri dari empat kategori utama iaitu: (1) fungsi memberitahu, (2)

fungsi mendidik, (3) memujuk khalayak mengubah pandangan dan (4) untuk

menghibur orang lain.

Dalam etnomusikologi dan atau pertunjukan budaya, ada seorang tokoh

fungsionalisme yang sangat penting, dan menjadi rujukan utama jika mengkaji

fungsi musik (kesenian atau kebudayaan) dalam konteks masyarakat

pendukungnya. Beliau adalah Alan P. Merriam, etnomusikolog dari Amerika

Serikat. Dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba

menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam

membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan

fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah

sangat penting. Para ahli etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti

terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita

menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat,

sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian dari pelaksanaan adat

istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-

aktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian

antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut.

Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing

9 Disertasi Muhammad Takari Bin Jilin Syahrial. 2010. Fungsi Dan Bentuk Komunikasi

Dalam Lagu Dan Tari Melayu Di Sumatera Utara. Jabatan Pengajian Media Fakulti Sastera Dan Sains Sosial Universiti Malaya Kuala Lumpur.

Page 43: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

27

a perticular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves. (1964:210).

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian

penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam

sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi

bagiannya. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia

memberikan contoh, jika seeorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk

kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu dapat dianalisis sebagai perwujudan

dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia—[yaitu untuk memenuhi

keinginan biologis bercinta, kawin dan berumah tangga dan pada akhirnya

menjaga kesinambungan keturunan manusia]. Jika seseorang menggunakan

musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut

behubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan

ritual dan kegiatan-kegiatan upacara.

“Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan

manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai

melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang

dapat dilayaninya. Dengan demikian, selaras dengan Merriam, mengikut penulis

penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan

dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya.

Page 44: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

28

Dari kerangka berpikir di atas, selanjutnya Merriam mendeskripsikan

bahwa sampai tahun 1964, penelitian yang dilakukan para etnomusikolog tentang

fungsi musik dalam kehidupan masyarakat, memperlihatkan adanya 10 fungsi.

Kesepuluh fungsi musik itu adalah: (1) sebagai pengungkapan emosional, (2)

sebagai penghayatan estetika, (3) sebagai hiburan, (4) sebagai komunikasi, (5)

sebagai perlambangan, (6) sebagai reaksi jasmani, (7) sebagai yang berkaitan

dengan norma-norma sosial, (8) sebagai pengabsahan lembaga sosial dan upacara

agama, (9) sebagai kesinambungan kebudayaan, dan (10) sebagai pengintegrasian

masyarakat (Merriam 1964).

Merriam menyatakan bahwa fungsi musik termasuk genre musik

mungkin kurang dari sepuluh fungsinya atau boleh saja meluas lebih dari sepuluh

fungsi tersebut.

Selain itu fungsi seni juga dikaji di bidang etnokoreologi (antropologi

tari). Soedarsono seorang pakar sejarah seni dan ahli etnokoreologi, yang melihat

fungsi seni, terutama dari hubungan praktis dan integratifnya, mereduksi tiga

fungsi utama seni pertunjukan, yaitu: (1) untuk kepentingan sosial atau sarana

upacara; (2) sebagai ungkapan perasaan pribadi yang dapat menghibur diri dan (3)

sebagai penyajian estetika (1995). Pendapat Soedarsono ini sifatnya adalah

induktif dan dia menggeneralisasikan berbagai fungsi sosiobudaya seni.

Dalam bidang tari dan teater pula, fungsi tari bisa saja kita lihat sebagai

ritual pubertas, sarana memohon hujan turun kepada Tuhan, menunjukkan

keberadaan jenis kelamin tertentu, sebagai sarana komunikasi dengan roh-roh

nenek moyang atau dunia gaib, sebagai simbol status sosial, sebagai pengiring

Page 45: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

29

ritual kelahiran, perkawinan, berkhitan, kematian, sarana perkenalan, ekspresi

dorongan seksual, upacara kesuburan perempuan atau tanah, dan masih banyak

lagi yang lainnya.

1.5.2.2 Teori Semiotik

Untuk mengkaji makna yang terkandung di dalam kedua hoho di atas,

penulis menggunakan teori semiotik. Menurut Encylopedia Brittanica (2007)

pengertian semiotika atau semiologi itu adalah kajian terhadap tanda-tanda (sign)

serta tanda-tanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Definisi yang sama

pula dikemukakan oleh salah seorang pendiri teori semiotika, yaitu pakar

linguistik dari Swiss Ferdinand de Sausurre. Menurutnya semiotika adalah kajian

mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-

tanda itu.” Meskipun kata-kata ini telah dipergunakan oleh filosof Inggris abad

ke-17 yaitu John Locke, gagasan semiotika sebagai sebuah modus interdisiplin

ilmu, dengan berbagai contoh fenomena yang berbeda dalam berbagai lapangan

studi, baru muncul ke permukaan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20,

ketika munculnya karya-karya Sausurre dan karya-karya seorang filosof Amerika

Serikat, Charles Sanders Peirce.

Dalam karya awal Peirce di lapangan semiotik ini, ia menumpukan

perhatian kepada pragmatisme dan logika. Ia mendefinisikan tanda sebagai

“sesuatu yang mendukung seseorang untuk sesuatu yang lain.” Salah satu

sumbangan Peirce yang besar bagi semiotika adalah dalam menginterpretasikan

bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri dari tiga bagian yang saling

Page 46: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

30

berkaitan: (1) representatum, (2) pengamat (interpretant), dan (3) objek. Dalam

kajian kesenian berarti kita harus memperhitungkan peranan seniman pelaku dan

penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita untuk

memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Peirce membedakan

lambang-lambang ke dalam tiga kategori: ikon, indeks, dan simbol.

Pengkategoriannya mengenai tanda-tanda ke dalam tiga tipe, yaitu: (a) ikon, yang

disejajarkan dengan referennya (misalnya jalan raya adalah tanda untuk jatuhnya

bebatuan); (b) indeks, yang disamakan dengan referennya (asap adalah tanda

adanya api) dan (c) simbol, yang berkaitan dengan referentnya dengan cara

penemuan (seperti dengan kata-kata atau signal trafik). Contoh lain apabila

lambang itu menyerupai yang dilambangkan seperti foto, maka disebut ikon. Jika

lambang itu menunjukkan akan adanya sesuatu seperti timbulnya asap akan

diikuti api, disebut indeks. Jika lambang tidak menyerupai yang dilambangkan,

seperti burung garuda melambangkan negara Republik Indonesia, maka disebut

dengan simbol. Selanjutnya teori ini digunakan dalam usaha untuk memahami

bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang

membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotika adalah Ferdinand

de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang

filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang

membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi (sound image) atau

signifier yang berhubungan dengan konsep (signified). Setiap bahasa mempunyai

lambang bunyi tersendiri.

Page 47: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

31

Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya Barthes mengembangkan

semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi.

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan

petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti.

Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan

petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung,

dan tidak pasti. Barthes mengatakan bahwa “semiotika tidak akan menggantikan

penelitian apapun di sini, tetapi sebaliknya, semiotika akan menjadi semacam

kursi roda, kartu As, dalam pengetahuan kontemporer sebagaimana tanda

merupakan kartu As dalam wacana”. Menurutnya, semiotika mempunyai

hubungan dengan science, namun semiotika itu sendiri bukan science. Barthes

menciptakan peta mengenai bagaimana tanda bekerja, sebagaimana dijelaskan

sebagai berikut10 :

Dari gambaran di atas, terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas

penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif

adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur

10 Bahan Perkuliahan Prof. Dr. Robert Sibarani, MS. (Semiotika 2009/2010)

1. Signifier (Penanda)

2. Signified (Petanda)

3. denotative (penanda denotatif)

4. connotative signifier (penanda konotatif)

5. connotative signified (petanda konotatif)

6. connotative sign (tanda konotatif)

Page 48: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

32

material. Hanya jika kita mengenal “singa”, barulah konotasi seperti harga diri,

kegarangan dan keberanian menjadi mungkin.

Bagi Peirce dan Barthes, tanda dapat dimaknai secara terbuka, tetapi

dibatasi oleh konteks, baik teks itu sendiri maupun konteks sosial budaya, serta

pengetahuan/pengalaman pembaca. Tanda tidak memiliki makna yang stabil.

Teori Peirce dan Barthes memperlihatkan persamaan dan perbedaan dalam hal

perincian pemaknaan. Barthes dengan jelas membelah makna menjadi denotasi

dan konotasi. Tidak demikian halnya dengan Peirce. Ia mengatasnamakan

keduanya sebagai konsep interpretant. Baginya, yang penting adalah proses

semiosis. Oleh karena itu, dalam analisis, objek amatan memegang peranan dalam

menentukan alat yang lebih sesuai: objek berstruktur dan ada perubahan makna

denotasi ke konotasi atau merupakan ikon, indeks, simbol. Konsep kedua tokoh

bertemu pada titik interpretasi. Interpretant dari Peirce sama dengan konsep

konotasi dari Barthes. Kedua teori dapat bergabung dalam suatu analisis dan

saling melengkapi, terutama dalam analisis teks yang terdiri atas

gambar/nonverbal (ikon dan simbol) dan unsur verbal. Persamaan lain, yaitu

makna bersifat dinamis, berubah sesuai waktu, tempat, dan penafsir.

Melalui pendekatan teori semiotik di atas selanjutnya penulis akan

pergunakan dalam menemukan hakikat dan makna teks dan frase nyanyian Hoho

Faluaya (Fanguhugö, Hivfagö, Hoho Foalö, Hoho Fadölihia, dan Hoho Siöligö).

Page 49: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

33

1.5.2.3 Teori Transkripsi

Teori yang berkaitan dengan pentranskripsian, Seeger (1964)

mengatakan ada dua jenis notasi musik, yaitu: (1) notasi preskriptif yaitu notasi

yang hanya menuliskan bagian-bagian yang menonjol dalam musik dan tidak

harus menuliskan secara lengkap tentang detil-detil yang ada dalam musik itu atau

dengan kata lain, suatu pedoman tentang bagaimana musik itu dapat diwujudkan

atau dihasilkan oleh pemain musik; (2) notasi deskriptif yaitu menuliskan musik

secara terperinci tentang detil-detil yang terdapat dalam musik dengan kata lain,

suatu laporan yang disertai notasi secara lengkap tentang bagaimana sebenarnya

suara musikal dalam suatu pertunjukan diwujudkan. (lihat Nettl, 1964: 99-100).

1.5.2.4 Teori Weighted Scale

Dalam mendeskripsikan struktur musik penulis menggunakan teori

weighted scale, yang dikemukakan oleh Malm (1977:15). Teori ini dipergunakan

untuk menganalisis melodi Hugö dan Hivfagö selanjutnya dari Hoho Fu’alö,

Hoho Fadölihia, dan Hoho Siöligö yang merupakan bagian-bagian dari Hoho

Faluaya. Beliau menawarkan delapan unsur melodi, dalam hal ini penulis akan

menganalisis kedelapan unsur dimaksud, antara lain; (1) Tangga Nada (Scale), (2)

Nada Pusat atau Nada Dasar, (3) Wilayah Nada (Range), (4) Jumlah Nada-Nada,

(5) Jarak antar Nada (Interval), (6) Pola-pola Kadens, (7) Formula Melodi, dan (8)

Kontur.

Page 50: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

34

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Rancangan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yang

bersifat kualitatif. Menurut Merriam dalam etnomusikologi, dikenal istilah

teknik lapangan dan metode lapangan. Teknik mengandung arti pengumpulan

data-data secara rinci di lapangan. Metode lapangan sebaliknya mempunyai

cakupan yang lebih luas, meliputi dasar-dasar teoretis yang menjadi acuan bagi

teknik penelitian lapangan. Teknik menunjukkan pemecahan masalah

pengumpulan data hari demi hari, sedangkan metode mencakup teknik-teknik

dan juga berbagai-bagai pemecahan masalah sebagai bingkai kerja dalam

penelitian lapangan (Merriam 1964:39-40). Metode penelitian kualitatif adalah

suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, baik berupa tulisan

atau pernyataan dari seseorang atau suatu perilaku aktor, maupun fenomena

tertentu yang dapat diamati oleh seorang peneliti. Titik poin dari penelitian ini

adalah memahami fungsi, makna teks dan struktur musik Hoho Faluaya sebagai

tradisi musik lisan masyarakat Nias Selatan.

Oleh karena penulis berasal dari etnis (suku) Nias, dan pengalaman

penulis sejak tahun 1991 hingga sekarang masih terlibat dalam kegiatan seni

pertunjukan Tari Perang (Faluaya) dan Lompat Batu (Hombo Batu) di Kota

Medan dan di beberapa kota di Indonesia serta mempertunjukkannya sampai ke

mancanegara, maka sejak awal rancangan penelitian ini, penulis berusaha

mengkaji permasalahan yang ada berdasarkan pertimbangan emik dan etiknya.

Dimensi emik akan mempertimbangkan suatu fenomena yang ada berdasarkan

Page 51: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

35

pemahaman atau persepsi individu atau komunitas pemilik kebudayaan yang

diteliti, dan dimensi etik akan mempertimbangkan fenomena yang ada

berdasarkan persepsi kajian budaya. Dengan demikian fenomena tradisi musik

lisan akan dilihat secara holistik dalam lingkup sosial budaya masyarakat Nias.

1.6.2 Lokasi dan Perjalanan Penelitian

Tercatat ada sekitar 655 desa/kelurahan di Pulau Nias. Dan, uniknya,

mereka memiliki tradisi yang berbeda di setiap cakupan wilayahnya. Sebuah

refleksi bergaris budaya dengan label Bö’ö mbanua, Bö’ö mböwö yang

mempunyai makna lain desa lain pula adat istiadatnya. Dari beragam desa yang

ada di sana, penulis mengunjungi satu desa untuk lebih menyelami denyut

kehidupan Ono Niha. Desa yang penulis tuju adalah desa Bawömataluo di

Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan.

Di desa Bawömataluo penulis jadikan sebagai lokasi penelitian, dimana

di desa ini masih terdapat para pelaku dan penyaji dari Hoho Faluaya.

Bawömataluo termasuk sebuah desa yang masih tetap mempertahankan unsur-

unsur kebudayaan megalitik hingga abad keduapuluh ini. Tangga batu, jalan-jalan

batu, dan benteng pertahanan batu yang mengagumkan, masih dapat dilihat di

desa tua ini. Demikian juga dengan bangku-bangku dari batu dan patung batu

lainnya. Yang didirikan sebagai bagian dari “upacara-upacara kebesaran”, demi

menambah kewibawaan bagi tokoh-tokoh masyarakat atau bagi leluhur mereka.

Desa ini mendapat julukan sebagai desa budaya dan budaya yang terkenal dari

desa ini adalah tradisi "Lompat Batu" (Hombo Batu). Desa ini juga sudah

Page 52: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

36

diusulkan menjadi kawasan warisan budaya dunia, dan masuk pada urutan

keempat daftar usulan ke UNESCO untuk menjadi Situs Warisan Dunia setelah

Ubud Bali, Tanah Toraja, dan kawasan Trowulan, Jawa Timur.

Desa Bawömataluo berada di Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias

Selatan Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Nias Selatan merupakan salah satu

Kabupaten dari 4(empat) Kabupaten yang ada di Pulau Nias setelah dari hasil

pemekaran Kabupaten Nias, secara geografis lokasinya berada di sebelah barat

pulau Sumatera dengan jaraknya ± 92 mil laut dari Kota Sibolga atau Kabupaten

Tapanuli Tengah. Kabupaten Nias Selatan berada di sebelah Selatan Kabupaten

Nias yang berjarak ± 120 km dari Kota Gunung Sitoli ke Teluk Dalam (ibukota

Kabupaten Nias Selatan).

Kabupaten Nias Selatan mempunyai luas wilayah 1.825,2 km², dan

pembagian daerah administratif, wilayah ini terdiri dari 104 buah pulau.

Kabupaten Nias Selatan terdiri dari delapan belas kecamatan dimana jumlah

kelurahan ada 2 dan jumlah desa ada 354.

Kabupaten Nias Selatan berada di bagian barat Propinsi Sumatera Utara.

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Barat,

sebelah Timur dengan Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Tapanuli

Tengah, sebelah selatan dengan Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat,

dan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Kondisi alamnya/topografi berbukit-bukit sempit dan terjal serta

pegunungan tingginya di atas permukaan laut bervariasi antara 0 – 800 m, terdiri

dari dataran rendah sampai bergelombang mencapai 24% dari tanah, dari tanah

Page 53: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

37

bergelombang sampai berbukit-bukit 28,8% dan dari berbukit sampai pegunungan

51,2% dari keseluruhan luas dataran. (BPS Kabupaten Nias Selatan 2010).

Untuk mencapai desa Bawömataluo memang dibutuhkan tenaga ekstra.

Bukan apa-apa, desa ini secara demografi memiliki letak tertinggi dibandingkan

dengan desa-desa lain di Nias. Perjalanan dapat ditempuh lewat udara dan

mendarat di Bandara Udara Binaka, Gunung Sitoli atau dapat ditempuh dengan

Kapal Laut dan berlabuh di Pelabuhan Angin Gunung Sitoli diteruskan lewat

jalur darat bila dari Bandara Udara Binaka perjalanan lebih kurang 2,5 jam, dan

bila dari pelabuhan perjalanan lebih kurang 3 jam menuju kota Teluk Dalam.

Setelah itu perjalanan dilanjutkan menuju Desa Bawömataluo yang masuk ke

dalam Kecamatan Fanayama dengan waktu tempuh selama lebih kurang setengah

jam. Tipografi Nias yang berbukit dan berkelok, menjadi kenangan penulis

sepanjang hayat. Ditambah pemandangan alam yang benar-benar alami, sehingga

lengkaplah sebuah sajian penelitian dengan petualangan budaya.

Desa Bawömataluo sendiri merupakan salah satu perkampungan

tradisional tersebar di Nias. Lokasi desa yang tepat berada di atas bukit, memaksa

penulis untuk menapaki 87 anak tangga yang memiliki kemiringan sekitar 45

derajat dan berada tepat di depan gerbang desa. Selepas manapaki anak tangga,

langsung berada di pelataran desa (ewali). Dari sini, sejauh mata memandang

terlihat pemukiman desa-desa lain yang ada di bawahnya seperti desa Orahili Fau

dan desa Ono Hondrö. Tak hanya itu bentangan laut di kejauhan pun terlihat jelas.

Suasana pedesaan beraroma tradisi, sangat kental terasa. Deretan rumah-

rumah adat masih tampak mendominasi. Di bagian tengah desa, terdapat Omo

Page 54: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

38

Nifolasara/OmoSebua/Omo Hada (rumah adat besar) yang berusia dua abad lebih.

Rumah adat ini dibangun keluarga bangsawan Laowö Fau dan hingga kini masih

ditempati oleh keturunan yang ketujuh yakni oleh kakak beradik Mo’arota Fau

dan Buala Fau. Selain itu terdapat Bale (balai pertemuan desa), berlokasi di

seberang sebelah kanan dari Omo Nifolasara. Balai pertemuan ini rutin digunakan

untuk menggelar pertemuan untuk melaksanakan musyawarah atau rapat desa.

Tepat di balai pertemuan ini, terdapat lokasi untuk melakukan atraksi Hombo Batu

(lompat batu) yang menjadi salah satu ikon pariwisata Nias. Penduduk di sini

cukup ramah, terdapat sekitar 800 kepala keluarga yang bermukim di desa ini.

Sapaan khas masyarakat Nias, Ya’ahowu yang penulis ucapkan, langsung

disambut dengan ucapan yang sama.

Desa Bawömataluo merupakan salah satu desa yang paling sering

dikunjungi para wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Dan jangan heran

jika sejumlah anak akan berhamburan menghampiri kita, mereka menawarkan

berbagai cendramata, seperti: gelang dan kalung manik-manik, ukiran patung

kayu dan atraksi lompat batu, serta benda-benda aksesoris lainnya.

Menurut Hikayat Manaö, salah seorang informan kunci penulis dimana

beliau adalah juga tokoh masyarakat Bawömataluo, pemimpin Sanggar Seni

Budaya Baluseda, mengatakan Bawömataluo berasal dari dua suku kata, yakni

Bawö yang berarti di atas/bukit dan Mataluo yang berarti Matahari. Jadi,

Bawömataluo bisa diartikan sebagai Bukit Matahari. Secara geografis, letak desa

ini memang berada di atas perbukitan. Karena itulah, ada anggapan ‘jika matahari

Page 55: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

39

terbit dan terbenam terlebih dahulu di desa ini, dibandingkan dengan desa-desa

lainnya di Nias’.

Belum banyaknya masyarakat desa ini tersentuh dengan hal-hal yang

berbau modern juga terlihat dalam hal pengobatan. Masyarakat masih lebih

memilih berobat kepada Ere (dukun), dibandingkan ke puskesmas. Selain karena

faktor biaya dan lokasi puskesmas yang jauh dari desa, mereka juga masih

percaya ada penyakit-penyakit tertentu yang tidak bisa ditangani secara medis,

dan hanya manjur diobati oleh Ere. Dengan resep tradisional dan doa-doa sesuai

kepercayaan yang dianut Ere, maka penyakit nyang diderita anggota masyarakat

pun bisa disembuhkan. “Ada penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan saat

mereka ke dokter, tetapi justru sembuh di tangan Ere. Contohnya, saat ada warga

yang terserang muntah darah. Saat dibawa ke dokter, penyakit tersebut tidak bisa

ditangani. Tapi saat diberi ramuan tradisional dan dibacakan doa-doa oleh Ere,

penyakit itu dapat sembuh. Makanya, tidak sedikit warga yang lebih memilih

berobat ke Ere, jika dibandingkan ke puskesmas”, jelas Hikayat Manaö sebagai

kerabat dari salah seorang Ere di Desa Bawömataluo.

Selain gotong royong, di desa ini dikenal sangat menjunjung tinggi adat

kesopanan. Jangan pernah kita pamer kemesraan, apalagi dengan pacar, jika

datang ke desa ini. Apalagi sambil berpelukan atau menunjukkan perbuatan yang

menyimpang. Jika mendapati kondisi seperti ini, tak peduli turis asing maupun

wisatawan lokal, maka tetua adat atau tokoh masyarakat akan langsung menegur

secara halus. Hal ini dilakukan, agar desa tidak tercemar oleh perilaku tak terpuji.

Khususnya, menghindarkan kaum muda di desa dari pengaruh buruk. Larangan

Page 56: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

40

ini menjadi kesepakatan para tetua adat, sehingga menjadi aturan yang berlaku

secara umum di desa Bawömataluo.

Begitulah Nias. Segala jelujur tradisinya masih sangat terjaga. Mereka

seolah tak pernah lupa bahwa hidup di zaman ini, merupakan perpanjangan tangan

dari kehidupan di zaman masa lalu. Dan, segala keelokan di masa lalu, bukan

berarti kuno di masa sekarang. Sebuah pemahaman yang patut ditiru oleh desa-

desa lain di penjuru negeri ini. Dalam artian, modernisasi bukanlah segala-

galanya, tapi melestarikan tradisi adalah keharusan. Dan, inilah titik balik bagi

Nias untuk maju dan tetap melestarikan aset leluhur.

1.6.3 Informan Kunci (Key Informan)

Sebelum melakukan kerja wawancara, tentunya penulis mencari

beberapa orang yang kompeten dalam memberikan informasi seputar kajian

penulis, sehingga akhirnya penulis dapat memilih dan menetapkan informan kunci

(key informan) disamping beberapa informan pendukung lainnya. Dalam

penelitian ini penulis menetapkan Hikayat Manaö (Ama Gibson) sebagai informan

kunci (key informan) penulis.

Sekilas Tentang Hikayat Manaö (Ama Gibson)

Hikayat Manaö (Ama Gibson) adalah salah seorang tokoh masyarakat

Bawömataluo yang juga pemimpin Sanggar Seni Budaya Baluseda di

Page 57: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

41

Bawömataluo, salah seorang penutur hoho sekaligus sebagai ‘Panglima Perang

atau Panglima Tari Perang’ alias Kafalo Zaluaya.

Usia Hikayat Manaö menginjak 53 tahun, namun pria dengan sorot mata

tajam ini, tetap terlihat gagah. Sesekali ia tersenyum, apalagi saat bercerita tentang

masa mudanya. Di mana Hikayat Manaö pernah ditahbiskan sebagai pelompat

batu terbaik di era delapanpuluhan.

Seiring berjalannya waktu, si pelompat batu ini tetap berada di jalur

impiannya yakni melestarikan tradisi budaya Nias khususnya di Desa

Bawömataluo, Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan. Tepatnya sejak

beberapa tahun lalu, pria beranak empat yang akrab disapa Ama Gibson ini,

mengemban amanah penting yakni sebagai ‘Panglima Perang’ Desa

Bawömataluo. Tentunya tugas ini tidaklah mudah, sebab begitu banyak aturan dan

takaran sosial yang harus dipenuhi, sebelum akhirnya Hikayat dipercaya sebagai

pengemban tugas sebagai ‘Panglima Perang’. Namun jangan pernah

membayangkan, sang panglima menghunus pedang dan membunuh lawan yang

menyerang kampungnya, bukan demikian. Sekarang ini, tak ada lagi peperangan

di Nias, Hikayat adalah Panglima Tari Perang alias Kafalo Zaluaya. “Sekarang ini

memang bukan lagi zamannya perang antar kelompok seperti zaman dulu.

Kedudukan panglima perang yang saya sandang bukan lagi sebagai pemimpin

dalam peperangan sesungguhnya, tetapi sebagai pimpinan atau panglima perang

alias Kafalo Zaluaya dalam pertunjukan Tari Perang, ujar Hikayat Manaö.

Jika dirunut ke belakang, Hikayat memang berasal dari keluarga yang

juga memegang tampuk pimpinan Tari Faluaya. Beliau adalah generasi ketiga,

Page 58: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

42

sebelumnya sang ayahanda tercinta serta pamannya pernah menduduki posisi ini.

Namun demikian alur ini tak membuat Hikayat dengan mudah menggantikan

posisi para pendahulunya tersebut. Berbagai proses pun ia lalui, termasuk

menunggu keputusan bersama para tetua adat dan kaum bangsawan di sana.

Tepat pada tahun 1992, Hikayat akhirnya dinobatkan sebagai ‘Kafalo

Zaluaya’. Pilihan para tetua adat dan kaum bangsawan ini, tidak mengacu pada

pola sejarah keluarga, melainkan pada aura dan karisma yang dimiliki Hikayat.

Artinya, tingkah laku dan tindak tanduk Hikayat dalam menggeluti hidup bersama

warga desa jadi poin penting. “Kalau dia tidak memiliki karisma itu, ya tidak

mungkin akan terpilih,” tegasnya.

Karisma menjadi syarat mutlak. Sebagai panglima Tari Faluaya, Hikayat

harus bertindak selaku ‘panglima’ dan menjadi sosok panutan masyarakat

khususnya di lingkungan Desa Bawömataluo. Selain itu, sang panglima harus bisa

menjadi mediator dan seorang eksekutor yang baik, terkait dengan permasalahan

yang ada dilingkungannya, di antaranya soal pengembangan seni budaya,

mempertahankan adat istiadat, juga mengatasi gesekan sosial antara warga.

Tanpa karisma, jangan harap apa yang dikatakan orang tersebut bakal

didengar atau dilaksanakan masyarakat. Dan, Hikayat telah membuktikan bahwa

dirinya mampu menjadi seorang panglima yang mumpuni, dalam artian sebagai

panglima Tari Faluaya juga panglima dalam kehidupan bermasyarakat.

Beruntunglah Hikayat, karena para tetua adat senantiasa mendukung apa

yang ia lakukan. Bayangkan saja, terdapat sekitar ± 245 tetua adat yang terdiri

Page 59: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

43

dari Si’ulu (60 orang) dan Si’ila (185 orang)11 yang bisa saja tidak sejalan

dengannya, namun semua itu tidak terjadi. Apalagi segala langkah dan tindakan

Hikayat memang berdasarkan tugas sekaligus bermanfaat untuk masyarakat.

“Saya ini belum ada apa-apanya dalam pengalaman hidup dibandingkan para tetua

adat. Tapi, mereka menyokong sepenuhnya apa yang saya lakukan dalam banyak

hal. Ini jelas membuat tugas saya menjadi lebih ringan sebagai panglima,

khususnya sebagai panglima di tengah masyarakat,” ungkap Hikayat.

1.6.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian keseluruhannya berupa data kualitatif.

Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data skunder. Data primer

adalah data yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara pada saat

berlangsung suatu upacara pengukuhan gelar bangsawan di lokasi penelitian.

Data skunder merupakan dokumentasi berupa buku, jurnal, artikel, majalah,

makalah penelitian dan rekaman musik yang masih relevan dengan topik

penelitian ini. Berdasarkan sifat data, ada dua sifat data dalam penelitian ini,

yaitu: data musikal (bunyi musik) dan data informasi (berupa kata-kata). Data

musikal akan direkam dengan kamera video pada saat berlangsung kegiatan musik

vokal dalam mengiringi satu upacara adat yakni pengukuhan gelar bangsawan.

11 Wawancara 5 Juli 2011 dengan Ariston Manaö (Kepala Desa Bawömataluo).

Page 60: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

44

1.6.5 Instrumen Penelitian

Berdasarkan karakteristiknya, metode penelitian kualitatif memposisikan

peneliti sebagai instrumen utama (key instrument) dalam mengumpulkan data

karena sebagian besar data yang dikumpulkan adalah berbentuk uraian atau

deskripsi. Penggunaan alat-alat elektronis seperti: Handphone Sony Erickson

W910i untuk merekam wawancara, kamera photo Kodak Easy Share C330 China

MMC 1GB untuk pengambilan gambar, dan kamera video Sony Mini DV 25x

DCR-HC48E Japan + Memory 1 GB untuk dokumentasi audio dan visual adalah

sebagai alat bantu bagi peneliti dalam pengumpulan data lapangan. Penggunaan

alat-alat bantu tersebut sangat tergantung pada kecermatan dan kemampuan

peneliti guna mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Selanjutnya, hasil rekaman-rekaman tersebut masih harus penulis olah untuk

disajikan sebagai bagian dari data penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian

Hoho Faluaya ini, penulis merupakan instrumen utama dalam pengumpulan data.

1.6.6 Tehnik Pengumpulan Data Penelitian

Menurut Nettl (1964:62-64) ada dua hal yang essensial untuk melakukan

aktivitas penelitian dalam disiplin etnomusikologi yaitu kerja lapangan (field

work) dan kerja laboratorium. Kerja lapangan ini meliputi pemilihan informan,

pendekatan dan pengambilan data, pengumpulan dan perekaman data, latar

belakang perilaku sosial ataupun mempelajari seluruh perilaku penyaji Hoho

Faluaya, sedangkan kerja laboratorium meliputi pengolahan data yang di dapat

Page 61: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

45

dari lapangan, menganalisa dan membuat kesimpulan dari keseluruhan data-data

yang diperoleh.

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

tiga teknik, yaitu observasi, wawancara, dan studi pustaka/dokumen.

1.6.6.1 Observasi

Observasi atau pengamatan yang penulis lakukan adalah secara

langsung, contoh seperti yang penulis lakukan yaitu melihat langsung pertunjukan

Hoho Faluaya lengkap dalam penyajiannya yang khas dalam penyampaian syair

(teks) dengan nyanyian (musik vokal), terekspresikan dalam gerak atau tarian

perang. Tujuan observasi ini adalah untuk memperoleh informasi tentang prilaku

masyarakat Nias seperti yang terjadi dalam kenyataannya. Dengan pengamatan

ini penulis memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang keterikatan masyarakat

Nias terhadap Hoho Faluaya. Sesuai dengan jenis kerja pengamatan di atas,

maka observasi yang selalu penulis gunakan dalam penelitian yang berkaitan

dengan pertunjukan seni tradisi ini adalah partisipasi pengamat sebagai partisipan

(insider) yaitu sebagai anggota masyarakat yang ditelitinya walau harus tetap

menjaga jarak. Menurut S. Nasution (1989:123) keuntungan cara ini adalah

penyelidik merupakan bagian yang menyatu dari keadaan yang dipelajarinya,

sehingga kehadirannya tidak mempengaruhi keadaan itu dalam kewajarannya.

Banyak tanggapan yang muncul di kalangan masyarakat Nias, masing-

masing dari sudut pandangan pribadi mereka. Keseluruhan pandangan dan asumsi

Page 62: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

46

yang telah disebutkan di atas merupakan bagian dari pendekatan emik yang

merupakan salah satu unsur penting dalam penelitian yang bersifat kualitatif.

1.6.6.2 Wawancara

Kerja selanjutnya seperti yang dikemukanan Koentjaraningrat

(1991:162), beliau mengatakan bahwa wawancara dalam suatu penelitian

bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia serta

pendiriannya dalam suatu masyarakat, dan sekaligus merupakan bagian penting

ketika melakukan observasi. Wawancara merupakan proses tanya jawab antara

peneliti dengan informan tentang satu masalah yang diteliti. Selain itu, wawancara

juga sangat mendukung guna melengkapi data yang diperoleh dari pengamatan,

maupun dari data pustaka yang ada.

Wawancara juga berguna untuk memperoleh data-data yang tidak dapat

dilakukan melalui pengamatan tersebut (seperti konsep-konsep etnosainsnya

tentang estetika). Dalam kaitan ini yang dilakukan adalah wawancara yang

sifatnya terfokus yaitu terdiri dari pertanyaan yang tidak mempunyai struktur

tertentu, tetapi selalu terpusat kepada satu pokok yang tertentu (Koentjaraningrat

1980:139). S. Nasution membagi jenis wawancara sebagai berikut.

Berdasarkan fungsinya: (a) diagnostik, (b) terapeutik dan (c) penelitian.

Berdasarkan jumlah respondennya: (a) individual, dan (b) kelompok.

Berdasarkan lamanya wawancara: (a) singkat dan (b) panjang. Berdasarkan

Page 63: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

47

penanya dan responden: (a) terbuka, tak berstruktur, bebas, non-direktif atau

client centered dan (b) tertutup, berstruktur (S. Nasution 1989:135).

Melalui wawancara yang dilakukan dengan Hikayat Manaö sebagai

informan kunci (key informan), maka dapat diperoleh tentang makna teks dan

struktur musik pada Hoho Faluaya. Selanjutnya wawancara dilakukan dengan

beberapa tokoh masyarakat dan seniman tradisional Nias lainnya guna

mendapatkan data yang menyeluruh, baik tentang makna teks dan struktur musik

pada Hoho Faluaya sebagai kesenian tradisional Nias, maupun kebudayaan musik

Nias pada umumnya.

1.6.6.3 Dokumen dan Studi Pustaka

Pertama akan ditelusuri data skunder yang terkait dengan masalah tradisi

musik lisan di Indonesia. Penelusuran tentang kondisi dan perkembangan

kesenian tradisional di Indonesia dilacak melalui buku, jurnal, surat kabar, dan

media elektronik seperti internet.

Data-data kependudukan didapatkan melalui sumber pemerintah,

khususnya daerah kabupaten Nias Selatan. Berikutnya, data-data tentang sosial

budaya masyarakat Nias dapat diperoleh melalui buku-buku, dokumentasi

seminar, jurnal yang terbit dalam lingkup kebudayaan daerah Nias. Seluruh data

tersebut merupakan data skunder yang diperoleh sebelum dan selama berada di

lapangan mengadakan penelitian.

Page 64: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

48

1.6.7 Analisis Data

Penelusuran tentang kondisi dan perkembangan kesenian tradisional di

Indonesia dilacak melalui buku, jurnal, surat kabar, dan media elektronik seperti

internet. Data-data kependudukan didapatkan melalui sumber pemerintah,

khususnya daerah Nias Selatan. Berikutnya, data-data tentang sosial budaya

masyarakat Nias Selatan dapat diperoleh melalui buku-buku, dokumentasi

seminar, jurnal yang terbit dalam lingkup kebudayaan daerah Nias Selatan.

Seluruh data tersebut merupakan data skunder yang diperoleh sebelum dan selama

berada di lapangan mengadakan penelitian.

Data yang terkumpul seluruhnya merupakan data yang bersifat kualitatif

yakni data yang menunjukkan kualitas atau mutu dari suatu keadaan, proses, atau

peristiwa musik yang dinyatakan dalam bentuk perkataan maupun rekaman

musik. Setelah semua data dan informasi diperoleh dari lapangan, selanjutnya

dihimpun dan diolah di laboratorium (analisis data) untuk dijadikan bahan

penulisan. Sedangkan data musik yang telah direkam akan ditranskripsikan dalam

bentuk notasi, dan menganalisanya sesuai dengan kebutuhan tulisan ini. Berkaitan

dengan data yang bersifat kualitatif, Hadari Nawawi (1992:68) mengatakan

bahwa: “Dalam keadaan data kualitatif mengandalkan proses berpikir dalam

melakukan interpretasi dan mengambil keputusan yang dibatasi oleh kualitas

kemampuan berpikir secara perseorangan, jangkauan hasil penelitian akan sangat

bervariasi kedalaman dan kekuatannya. Data yang sama mungkin ditafsirkan

secara berbeda karena sudut pandang dalam proses berpikir berbeda. Dengan kata

lain hasil penelitian menjadi subjektif Atas dasar hal tersebut di atas maka untuk

Page 65: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

49

memperoleh seluruh data informasi (observasi, wawancara dan dokumentasi)

senantiasa dilakukan berdasarkan konsep-konsep kerangka pikir dan teori yang

telah ditetapkan sebelumnya. Data-data yang telah diorganisasikan selanjutnya

dianalisis.

Menurut Muhadjir (2002: 142) analisis data merupakan upaya mencari

dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan data

dokumen lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang

diteliti dan menyajikannya bagi orang lain. Data yang berhasil dikumpulkan akan

dikategorikan berdasarkan pokok dan sub pokok masalahnya. Setiap sumber data

akan diseleksi dan dibandingkan antara satu dengan lainnya agar diperoleh data

yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena data

tersebutlah nantinya digunakan sebagai laporan akhir penelitian ini. Seluruh data

yang telah diseleksi dan dikategorisasi tersebut akhirnya dinterpretasikan secara

kronologis dan eksplanatif berdasarkan paradigma bentuk, fungsi dan makna

sesuai dengan teori-teori yang terkait.

1.6.8 Penyajian Hasil Analisis Data

Sebagaimana umumnya penelitian tentang sosial budaya maka

sebahagian besar data yang dikumpulkan adalah berbentuk kata-kata, narasi, teks

dan pola tingkah laku manusia yang diwujudkan dalam bentuk deskripsi tulisan.

Setiap data yang dikumpulkan harus dipilah-pilah berdasarkan tujuan penelitian

dan sekaligus tetap mengacu pada kerangka konsep dan teori yang digunakan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses analisis data sebenarnya telah

Page 66: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

50

berlangsung secara bersamaan ketika melakukan pengumpulan data karena data

yang ada pada suatu hasil pengamatan maupun wawancara sangat beragam dan

banyak.

Setelah selesai pengumpulan data maka langkah selanjutnya adalah

kegiatan reduksi data, yaitu kegiatan memilih, mengkategorisasi dan menyortir

seluruh data yang terkumpul guna memfokuskan perhatian untuk penyajian hasil

analisis data.

1.7 Kerangka Penyajian

Untuk memudahkan organisasi penulisan, penulis menyajikan tulisan ini

dalam tujuh bab. Setiap bab merupakan satu kesatuan pokok pikiran yang utuh

dan berhubungan erat. Adapun pembahagian bab itu adalah seperti yang

diuraikan berikut ini.

(1) Bagian "Pengantar" mengawali dan menempati Bab I. Urutan

isinya: latar belakang, fokus masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, konsep dan teori, serta cara penelitian yang meliputi: metode penelitian,

rancangan penelitian, lokasi dan perjalanan penelitian, informan kunci, jenis dan

sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis

data; diakhiri dengan kerangka penyajian secara keseluruhan.

(2) Bab II "Gambaran Umum Budaya Masyarakat Nias " disajikan

identitas penduduk, mitologi, penelitian arkeologi, pola menetap, sistem mata

Page 67: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

51

pencaharian hidup, sistem kekerabatan, sistem kemasyarakatan, agama dan religi,

serta bahasa dan kesenian Masyarakat Nias.

(3) Bab III "Tradisi Lisan Hoho Dalam Masyarakat Nias" Dalam bab

ini di jelaskan jenis-jenis hoho yang sudah mengambil bagian dalam kehidupan

budaya masyarakat Nias berikut contohnya dari wilayah Nias bagian utara,

tengah, barat dan selatan.

(4) Bab IV "Fungsi Penyajian Hoho Faluaya Sebagai Tradisi Musik

Lisan" menjelaskan fungsi musik dari Hoho Faluaya dengan pendekatan

gabungan beberapa teori fungsi.

(5) Bab V "Analisis teks Hoho Faluaya " mengartikan teks Hoho

Faluaya yang terbagi dalam analisis 2 bentuk seruan persetujuan (Hugö dan

Hivfagö) dan 3 jenis hoho yakni, Hoho Fu’alö, Hoho Fadöli Hia, dan Hoho

Siöligö dan menginterpretasi hasil abduksi dan deduksi dalam menemukan makna

konotatif penyajian hoho tersebut.

(6) Bab VI "Analisis Struktur Musik Hoho Faluaya " dikemukakan

bentuk proses trasnkripsi dan notasi, analisis melodi yang terdiri dari tangga nada

dan wilayah nada yang digunakan, interval, bentuk, kantur, makna frase melodi

serta garapan nada awal dan akhir dari Hoho Faluaya yang disajikan oleh

kelompok yang dipimpin Hikayat Manaö (Ama Gibson).

(7) Bab VII "Kesimpulan" sebagai bab penutup, dikemukakan

kesimpulan hasil penelitian dan saran.

Page 68: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

52

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT NIAS

2.1 Identifikasi Penduduk

Nias adalah salah satu nama suku bangsa yang mendiami Kepulauan

Nias di wilayah Provinsi Sumatra Utara. Dalam buku Sumatra, It’s History and

People (1935), nama asli dari kepulauan ini adalah Tanö Niha (tanah manusia)

dan penduduknya disebut Ono Niha (anak manusia). Semenjak Belanda

memasuki wilayah Kepulauan Nias pada tahun 1825, perkataan niha dikonversi

menjadi Nias. Sejak saat itu, nama Tanö Niha disebut Pulau Nias dan Ono Niha

diganti menjadi orang Nias.

Walupun demikian, hingga kini kata Tanö Niha dan Ono Niha masih

tetap digunakan oleh orang Nias. Kata Nias hanya dipergunakan untuk situasi

formal, seperti, administrasi pemerintahan dan ketika mereka memperkenalkan

diri kepada etnis lain baik Nias maupun di luar Pulau Nias. Dalam keseharian,

mereka tetap mempergunakan kata niha (Tanö Niha atau Ono Niha). Dalam

penulisan tulisan ini, penulis mempergunakan nama resmi dalam tata

pemerintahan Indonesia yaitu Nias.

Penduduk dari pulau Nias, yang merupakan pulau terbesar dari seluruh

deret, kurang sekali terpengaruh oleh kebudayaan Hindu maupun Islam.

Berlandaskan kepada suatu kebudayaan Megalithik, yang rupa-rupa-nya telah

mereka bawa dari benua Asia pada jaman perunggu, mereka telah

mengembangkan suatu kebudayaan sendiri, ialah kebudayaan megalithic yang

Page 69: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

53

bukan berdasarkan alat pengurbanan kerbau melainkan babi. Lama sebelum

kedatangan orang Belanda pada tahun 1669, orang Nias sudah banyak

berhubungan dengan orang-orang Aceh, Cina, Melayu dan Bugis, yang datang ke

sana untuk berdagang, tetapi berbeda dengan penduduk pulau Simalur, mereka

kurang terpengarunh oleh agama Islam. Agama yang paling banyak

mempengaruhi mereka adalah Kristen Protestan yang masuk disana sejak tahun

1865 mulai dari Gunung Sitoli, sedangkan agama Kristen Katolik datang

kemudian dari bagian Selatan.

Sebelum terjadi pemekaran wilayah, Kepulauan Nias hanya ada satu

Kabupaten bagian dari Propinsi Sumatera Utara. Namun, setelah terjadi

pemekaran wilayah mulai tahun 2003 dan dilanjutkan pada tahun 2008, kini

Kabupaten Nias sudah menjadi empat wilayah Kabupaten dan satu Kota, yakni

wilayah Kabupaten Nias Selatan (dimekarkan 25 Pebruari 2003) dan dilanjutkan

pada 29 Oktober 2008 pemekaran serempak kepada Kabupaten Nias Barat,

Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli.

Jumlah penduduk yang mendiami keempat kabupaten ini kira-kira 700

ribu jiwa. Dari 700 ribu jiwa ini. Etnis Nias sekitar 96%, selebihnya etnis Batak,

Aceh, Minangkabau, Jawa, Sunda, Cina, dan lain-lain (periksa BPS Nias empat

Kabupaten dan satu Kota, 2010).

Di Nias, selama bertahun-tahun misi agama Protestan (yang memulai

kegiatannya di Nias pada tahun 1865) secara umum telah menentang diadakannya

musik dan tarian tradisional, tetapi akhirnya menyempitkan larangannya agar

berlaku hanya dalam konteks-konteks tertentu saja. Di Nias Tengah, dan terutama

Page 70: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

54

di Nias Selatan kebijaksanaan tersebut telah memungkinkan kelangsungan hidup

(dengan repertoar yang sudah dibersihkan) pada jenis musik koor yang begitu

menarik, yaitu hoho.

Pembicaraan mengenai “kelangsungan hidup” bukanlah dalam

pengertian bahwa musik yang dipertunjukkan sekarang di Nias Selatan atau di

dataran tinggi Toba dan Karo persis sama dengan sebelum terjadinya kontak

dengan Eropa. Sebab kecenderungan dalam hal stilistik mungkin saja sudah

berubah.

Selama berabad-abad lamanya pulau tersebut dikenal dengan citra

buruknya, berkenaan dengan adanya kebiasaan perang antar desa dan budak

rampasan, yang baru dapat dihilangkan secara efektif oleh Belanda pada tahun

1914. Nias juga terkenal karena masih tetap mempertahankan unsur-unsur

kebudayaan megalitik hingga abad keduapuluh ini. Tangga batu, jalan-jalan batu,

dan benteng pertahanan batu yang mengagumkan, masih dapat dilihat di desa-

desa tua. Demikian juga dengan bangku-bangku dari batu dan patung batu

lainnya. Yang didirikan sebagai bagian dari “upacara-upacara kebesaran”, demi

menambah kewibawaan bagi tokoh-tokoh masyarakat atau bagi leluhur mereka.

Masyarakat Nias secara umum memiliki sistem kebudayaan yang sama di

seluruh Kepulauan Nias. Meskipun demikian, terdapat varian yang setidaknya

dapat dibedakan menjadi dua wilayah budaya. Wilayah budaya bagian utara

meliputi Lahewa, Tuhemberua, Afulu, Alasa, Lotu, Namohalu, Gunungsitoli,

Hiliduho, Gido, Idanogawo, Bawolato, Lolofitu Moi, Mandrehe, Sirombu,

Lolowau, Lolomatua. Kemudian wilayah bagian selatan yang meliputi Lahusa,

Page 71: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

55

Gomo, Amandraya, Teluk Dalam dan Kepulauan Batu. Wilayah bagian selatan ini

masih dapat dibagi lagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah budaya Teluk Dalam

dan Kepulauan Batu serta wilayah budaya Amandraya, Gomo dan Lahusa.

Wilayah yang terakhir disebut ini sebenarnya lebih dekat dengan wilayah bagian

utara. Konon, sistem budaya yang saat ini dikenal di bagian utara bersumber dari

wilayah ini, terutama dari Kecamatan Gomo.

Secara umum masyarakat Nias dianggap berasal dari sekelompok

keturunan suku birma dan assam, tapi berbeda dengan asal usul orang batak. Ada

banyak teori tentang asal usul suku nias dan belum ada yang dapat memastikan

karna mereka aslinya berasal dari lebih dari satu grup etnik.

Perpaduan itu akan menjadi sangat bagus karena gabungan dari beberapa

grup etnik. Ferrad (keturunan perancis) melaporkan bahwa seorang pelancong dari

Arab yang bernama sulaiman menyebutkan banyak perbedaan suku-suku di tahun

851 SM.

Penggalian di gua Togi Ndrawa (menurut penelitian yang baru dilakukan

di Heilberg, Jerman), atau gua Pelita menunjukkan bahwa masyarakat sudah

tinggal disana sejak 7000 tahun yang lalu. Banyak tulisan yang juga mendukung

teori tersebut. Contohnya: banyak masyarakat tinggal di pohon-pohon yang

dipanggil Bela dan masyarakat tinggal ditebing yang dipanggil Nadaoya, menurut

kepercayaan masyarakat Nias, dua suku diatas tersebut adalah sejenis roh-roh,

roh terakhir yang jahat.

Page 72: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

56

Di daerah Hinako dan di pulau-pulau Wesi Selatan telah ada selama 17 -

18 generasi yang lalu. Mereka disebut suku Maru yaitu suku asli orang bugis di

Nias. Para missionaris menyatakan bahwa bahasa mereka telah hilang kira-kira

100 tahun yang lalu. Orang Aceh datang ke Nias kira-kira 13-14 generasi yang

lalu.

Mereka selalu berhubungan satu sama lain sebagai polem di Nias. Ketika

orang Aceh pertama kali masuk ke desa Foa dengan menyeberangi sungai,

masyarakat Nias memotong pohon besar dan menutup jalan keluar. Salah satu

tujuan masyarakat Nias adalah untuk mempelajari tenaga-tenaga gaib dan cara

berperang dari orang Aceh. Orang Aceh menguasai daerah itu. Ada 3 bentuk

cara berperang di Nias, yaitu: Simataha dari Aceh, Starla dari sumbar, dan

Trapedo yang merupakan gabungan dari keduanya.

Bangsa Belanda melakukan ekspedisi pertama kalinya di Nias tahun

1855, kemudian pada tahun 1863. Nias telah dikuasai Belanda tahun 1914.

Pulau paling terkenal rentang sebelah barat Sumatera mungkin Nias. Itu

setidaknya yang terbesar dan paling padat penduduknya. Pada masa VOC,

pulau ini dikenal sebagai pengekspor budak ke Aceh, Padang dan Benkoelen.

Dengan cara ini bangsawan dari Nias hirarkis meraih emas dibutuhkan untuk

mahar dan pesta-pesta ritual. Nias adalah masyarakat pejuang yang tidak hanya

diperbudak orang, mereka juga pergi berburu kepala, misalnya untuk upacara

pemakaman seorang bangsawan. Pemerintah kolonial berusaha untuk mengakhiri

ini (P. Boomgaard, 2001). Sekelompok pemburu kepala tenang, Nias "kelompok

pemburu datang untuk menyerahkan diri mereka sendiri".

Page 73: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

57

Nias menjadi sumber penjualan budak-budak, sehingga masyarakat Nias

disebut “Laku Niha” yang artinya manusia yang diminta. Banyak para pedagang

ke Gunungsitoli yang terdiri dari 3 suku asli yang berasal dari masyarakat

menengah. Orang Aceh, Sumbar, China dan Eropa membawa budak-budak dari

Nias. Didaerah lain banyak budak-budak yang diambil dari suatu daerah,

khususnya dibagian utara. Desa-desa di selatan lebih melindungi masyarakatnya

dan lebih susah untuk dijangkau. Pemerintah kolonial Belanda mendukung

perdagangan budak itu.

Pemerintah Belanda menuliskan disebuah buku bahwa penduduk Nias

Utara telah menjadi sedikit akibat dari perdagangan budak. Budak-budak dari

Nias dikirim ke banyak tempat, contohnya mereka dijual ke Padang (Sumbar)

karena untuk melunasi hutang-hutang. Mereka harus bekerja keras untuk beberapa

tahun, yang biasanya sebagai pelayan sekarang, ada dibeberapa desa yang

masyarakatnya berasal dari Nias di Sumbar. Budak-budak Nias juga dikirim ke

Penang, Malaysia. Para Missionaris Khatolik yang tiba di Nias melaporkan

bahwa orang-orang China membawa budak-budak Nias dengan kapal pada tahun

1820. Budak-budak ini menjadi Kristen karena diberi kebebasan di Penang.

Lyman, seorang missionaris dari Amerika menyatakan bahwa sebuah kapal

Perancis membawa sebanyak 500 orang budak-budak di tahun 1832.

Page 74: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

58

2.2 Mitologi

Menurut masyarakat Nias, dalam sebuah mitos, orang Nias berasal dari

sebuah pohon kehidupan yang disebut Sigaru Tora’a yang terletak disebuah

tempat yang bernama Tetehöli Ana’a. Mitologi Nias ini terdapat dalam hoho12.

Dalam hoho diceritakan bahwa alam semesta beserta segala isinya adalah ciptaan

Lowalangi13 (pencipta) dari beberapa warna udara yang ia aduk dengan tongkat

yang bernama sihai14. Dewa pencipta terlebih dahulu menciptakan pohon

kehidupan yang disebut Sigaru Tora’a. Pohon ini berbuah dua butir buah yang

segera dierami oleh seekor laba-laba emas. Kemudian lahirlah sepasang dewa

pertama, yang dinamakan Tuhamora’aangi Tuhamoraana’a berjenis kelamin laki-

laki dan Burutiroangi Burutiraoana’a berjenis kelamin perempuan. Keturunan

mereka inilah yang kemudia dikenal sebagai dewa Sirao Uwu Zihönö sebagai

rajanya.

Mitos asal usul masyarakat Nias pun, dimulai sejak zaman raja Sirao.

Dewa ini memiliki tiga istri yang masing-masing beranak tiga putra. Di antara

kesembilan putranya ini timbul pertengkaran yang sengit, yaitu mereka

memperebutkan tahta Raja Sirao ayah mereka. Melihat situasi ini, Sirao

mengadakan sayembara di antara putra-putranya. Intinya, siapapun yang mampu

mencabut tombak (toho) yang telah dipancangkan di lapangan depan istana itulah

yang berhak menggantikan-nya. Satu persatu putranya mulai dari yang tertua

12 Hoho adalah syair yang ditembangkan. Syair ini masih dinyanyikan dalam pesta-

pesta adat, juga oleh mereka yang sudah beragama Nasrai, bdk: Prof. Dr. Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1995), hlm. 51.

13 Lowalangi adalah nama yang terlanjur dipopulerkan sebagai dewa pencipta/Allah oleh misionaris Kristen Denniger padahal dewa tertinggi dalam mitologi Nias adalah Sihai.

14 Sumber ini masih bisa diragukan karena Sihai adalah nama dewa maha pencipta mana mungkin dijadikan tongkat lowalangi.

Page 75: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

59

datang mencoba mencabut tombak tersebut. Tapi tak satupun berhasil. Kemudian

anak yang paling bungsu yang bernama Luo Mĕwöna15 (Lowalangi) datang

mencabutnya dan akhirnya berhasil.

Kakak-kakaknya yang kalah dalam sayembara tersebut diasingkan dari

Tetehöli ana’a, dan dibuang ke bumi, tepatnya di pulau Nias. Dari kedelapan

putra Sirao yang dibuang ke dunia (Pulau Nias) hanya empat orang yang dapat

sampai di empat tempat di pulau Nias dengan selamat dan akhirnya menjadi

leluhur orang Nias. Ke-empat orang lainnya mengalami kecelakaan. Baewadanö

Hia karena terlalu berat, jatuh menembus bumi dan menjelma menjadi ular besar

yang bernama Da’ö Zanaya Tanö Sisagörö16 (dialah yang menjadi alas/fondasi

seluruh bumi). Jika dia bergerak sedikit saja, maka bumi akan bergoncang dan

terjadilah gempa bumi. Agar dapat hidup, naga ini diberi makan oleh burung

setiap hari. Yang lain jatuh ke dalam air dan menjadi hantu sungai, pujaan para

nelayan. Dia sering disebut Hadroli17. Ada yang terbawa angin, dan akhirnya

tersangkut di pohon dan menjelma menjadi hantu hutan, pujaan para pemburu.

Makluk ini sering disebut ”Bela”18. Ada juga yang jatuh di daerah Laraga yang

kondisi tanahnya penuh batu-batu (12 Km dari Gunung Sitoli) menjadi leluhur

orang-orang berilmu kebal.

15 Lowalangi ini sebenarnya anak dari raja Sirao yang bungsu, dialah yang berhasil

memenangi sayembara perebutan tahta ayah mereka. 16 Nama lainnya adalah Latura danõ 17 Makluk yang menghuni air, khususnya yang dalam dan angker, bisa membunuh

orang. 18 Bela ini, seperti manusia, hanya saja seluruh tubuhnya putih seperti kapas, baik itu

rambut dan sebagainya. Bela ini sebagai penguasa hutan dan pemilik seluruh binatang di hutan. Bila berburu harus berdoa dan minta kepada Bela yang empunya.

Page 76: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

60

2.3 Penelitian Arkeologi

Penelitian Arkeologi telah dilakukan di Pulau Nias sejak tahun 1999 dan

hasilnya ada yang dimuat di Tempointeraktif, Sabtu 25 November 2006 dan di

Kompas, Rabu 4 Oktober 2006 Rubrik Humaniora menemukan bahwa sudah ada

manusia di Pulau Nias sejak 12.000 tahun silam yang bermigrasi dari daratan Asia

ke Pulau Nias pada masa paleolitik, bahkan ada indikasi sejak 30.000 tahun

lampau kata Prof. Harry Truman Simanjuntak dari Puslitbang Arkeologi Nasional

dan LIPI Jakarta. Pada masa itu hanya budaya Hoabinh, Vietnam yang sama

dengan budaya yang ada di Pulau Nias, sehingga diduga kalau asal usul Suku Nias

berasal dari daratan Asia di sebuah daerah yang kini menjadi negara yang disebut

Vietnam.

2.4 Pola Menetap

Orang Nias mendiami kabupaten Nias yang terdiri dari satu pulau besar

utama dan beberapa pulau-pulau kecil yang berada di sekitarnya seperti pulau

Hinako di Barat, pulau-pulau Senau dan Lafau di Utara, Pulau Batu di Selatan dan

lain-lain. Pulau Utama tersebut dikelilingi oleh lautan yang besar gelombangnya,

terutama di sebelah baratnya. Pedalaman pulau tersebut adalah penuh dengan

bukit yang tertutup hutan sekunder. Di bagian Tengah agak ke Selatan ada juga

gunung-gunung dengan Hili Lomatua sebagai yang tertinggi (886 m). Sungai-

sungai yang pada umumnya dalam keadaan dangkal, tidak penting bagi

perhubungan lalu lintas. Satu-satunya perhubungan di sebagian besar pulau Nias

pada masa ini, adalah jalan setapak yang sempit berlumpur dan sangat licin pada

Page 77: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

61

musim hujan. Jalan - jalan serta jembatan-jembatan yang pernah ada pada zaman

Belanda, baru sebagian kecil yang sudah diperbaiki.

Banua-banua (desa-desa) Nias di pedalaman sukar dihampiri karena

desa-desa tersebut, untuk pertahanan dalam masa lampau, selalu didirikan di

puncak-puncak bukit-bukit atau gunung-gunung. Satu banua terrdiri dari beberapa

kampung dan dari dua puluh sampai dua ratus rumah-rumah yang masing-masing

biasanya didiami oleh suatu keluarga-luas virilokal, terdiri dari suatu keluarga

batin senior ditambah dengan keluarga-keluarga batih dari putra-putranya.

Bentuk denah desa di Nias, terutama di bagian Tengah dan Selatan

berbentuk seperti huruf U, dengan rumah Tuhenöri (Kepala Negeri) atau Salawa

(Kepala Desa) sebagai pusat di ujung, menghadapi suatu lapangan yang dilandasi

dengan batu-batu pipih. Di kedua sisi dari lapangan ada dua deret rumah-rumah

penduduk. Di Nias bagian Utara, Timur dan Barat bentuk denah desa tidak

menunjukkan huruf U, tetapi dua garis parallel.

Bentuk rumah (omo) di Nias ada dua macam, yaitu rumah adat (omo

hada) dan rumah biasa (omo pasisir). Bentuk yang pertama adalah bentuk asli

Nias, sedangkan yang kedua berasal dari luar. Bentuk yang pertama pada masa ini

adalah tempat kediaman Tuhenöri, Salawa dan para bangsawan, sedangkan

bentuk kedua adalah tempat kediaman rakyat jelata. Rumah-rumah tersebut

banyak terbuat dari kayu, nibung dengan alas dari daun rumbia. Bentuk rumah

tradisional lebih megah dari rumah biasa yang hamper menyerupai rumah warung

di Jawa. Rumah adat Nias mempunyai dua macam bentuk, satu yang berdenah

bulat telur dan yang lain berdenah segi empat panjang. Bentuk pertama terdapat di

Page 78: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

62

Nias bagian Utara, Timur dan Barat, sedangkan bentuk kedua di Nias bagian

Tengah dan Selatan. Seperti halnya dengan rumah biasa, rumah adat adalah juga

rumah panggung di atas tiang tetapi lebih besar dan lebih tinggi. Tiap ruang dalam

rumah adat dibagi ke dalam dua bagian, yang depan dipergunakan untuk

menerima tamu menginap dan yang belakang untuk keluarga yang empunya

rumah. (Schroder, 1917:104-129). Di depan rumah tradisionil pada umumnya

terdapat bagunan-bangunan megalithic seperti tugu batu (menhir) yang disebut

saita gari (Nias Selatan), atau behu (Nias Tenggara) dan gowe zalava (Nias Utara,

Timur dan Barat). Tugu batu tersebut berbentuk seorang laki-laki dengan alat

kelamin yang sangat besar. Selain itu ada juga di depan rumah tempat duduk dari

batu yang disebut daro-daro atau harefa. Bangunan-bangunan tersebut pada

jaman dahulu didirikan untuk membuktikan bahwa yang empunya rumah pernah

mengadakan pesta adat mewah untuk menaiki tangga pelapisan masyarakat. Di

lapangan beberapa desa di Nias Selatan, pada masa ini masih dapat dilihat batu-

batu untuk latihan lompat tinggi (hombo batu). Pada masa dahulu ilmu lompat

tinggi penting untuk melompati pagar pertahanan musuh, sekarang hombo batu

sudah tidak ada bekasnya lagi di Nias bagian lainnya. Rumah adat dan benda-

benda Megalithik megah yang terawat baik sekarang masih ada di desa-desa

Bawömataluo dan Hilisimaetanö.

Page 79: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

63

2.5 Sistem Mata Pencaharian Hidup

Koentjaraningrat, (1995: 44) menjelaskan, mata pencaharian hidup orang

Nias, kecuali yang tinggal di daerah pantai adalah pada umumnya bercocok

tanam, sedangkan di daerah pantai mereka umumnya berkebun kelapa. Ada

bercocok tanam di ladang (sabé’é) tetapi ada pula yang bercocok tanam di sawah

(laza). Alat yang dipergunakan dalam kedua sistem masih sangat sederhana. Pada

peladangan hanya dipergunakan fato (kapak besi) serta béléwa (parang besi)

untuk membuka hutan dan membabat semak-semak dan taru (tongkat tuggal)

untuk menanam benih padi. Pada bercocok tanam di sawah hanya dipergunakan

béléwa dan kadang-kadang juga foku (cangkul) untuk menggemburkan tanah.

Bajak tidak pernah dipakai. Alat yang dipergunakan untuk menuai padi adalah

balatu wamasi, sebuah pisau kecil yang bergagang seperti cincin untuk diselipkan

pada jari si pemakainya, dan guti yaitu ani-ani. Namun alat-alat tadi tidak umum

dipakai, karena orang Nias lebih senang memetik jurai padi dengan tangan saja

tanpa alat. Saat mulai mengerjakan ladang dan sawah tidak sama, karena untuk

yang pertama harus dibuka hutan dahulu. Demikian pekerjaan di ladang dimulai

lebih dahulu pada bulan April, Mei atau Juni, pada akhir musim kemarau,

sedangkan pekerjaan di sawah baru dimulai pada bulan Agustus dan September.

Tanaman yang ditanam di ladang adalah padi digilir dengan palawija, seperti ubi

kayu, ubi jalar, terong, kacang-kacangan, cabe, jagung, pisang dan lain-lain.

Ladang yang sudah beberapa kali dipakai, maka sebelum tanahnya menjadi tandus

sama sekali, ditanami dengan karet, kopi, durian, atau lain-lain pohon buah-

buahan yang berjangka panjang. Karet sekarang malah menjadi bahan ekspor bagi

Page 80: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

64

Nias. Ladang yang sudah mulai menjadi tandus juga dipakai untuk memelihara

babi, setelah ditanami dengan ubi jalar untuk makanan babi. Adapun sawah yang

ditanami padi, pematang-pematangnya juga dipergunakan untuk keladi.

Mata pencaharian tambahan orang Nias adalah berburu, menangkap ikan

di sungai, beternak dan pertukangan. Berburu terutama dilakukan setelah benih

padi di ladangnya mulai bersemi dengan maksud melenyapkan binatang-binatang

perusak ladangnnya dan sekaligus memperoleh sumber protein. Binatang yang

diburu adalah sökha (babi hutan), laosi (kancil), boho (rusa), nago atau laoyo

(kijang), sigolu (tenggiling), bogi (kalong), dan lain-lain. Cara memburu adalah

dengan cara menggiring binatang-binatang tersebut dengan bantuan asu (anjing)

ke u’ö (jala) yang dibentangkan di suatu sudut tertutup daun-daun, kemudian

dibunuh dengan toho (tombak) atau béléwa. Alat-alat berburu lainnya adalah

sukha (ranjau) dan bölödi (pelanting). Karena caranya berburu adalah beramai-

ramai maka hasilnyapun harus dibagi-bagi. Di Nias bagian Barat di desa

Sitölubanua misalnya, orang yang mendapat bagian terbesar ialah pemilik u’ö,

yang disebut sahulu; kemudian selebihnya berturut-turut diberikan kepada orang

yang menikam pertama kali, yang disebut siföföna, yang paling dahulu

mengetahui bahwa ada binatang masuk perangkap, dan akhirnya semua orang

yang turut dalam perburuan dan yang membantu menggotong hasil perburuan

tersebut. Di desa sebagian dari daging buruan juga diberikan kepada Tuhenöri,

Salawa, dan Sinenge (guru Injil desa) sebagai tanda hormat. Adapun ikan yang

ditangkap adalah antara lain ikan mugu, semacam teri air tawar yang mempunyai

kebiasaan berenang dalam kawanan secara beriring-iring beberapa meter

Page 81: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

65

panjangnya, sehingga mudah ditangkap dengan buwu (tangguk) yang dipasang di

bagian sungai yang menurun. Alat-alat penangkap ikan lainnya adalah fauru

(pukat), gai (kail), dan diala (jala).

Mengenai beternak: binatang peternakan yang terpenting adalah babi,

yang seperti tersebut di atas dipiara di bagian-bagian dari ladang yang sudah

mulai tandus, sesudah bagian ladang tadi ditutup dengan pagar dan ditanami

dengan ubi jalar. Babi memang pernah untuk ekspor, walaupun ekspor babi Nias

itu sekarang sudah amat mundur. Selain babi juga kambing dan sapi dipiara oleh

orang Nias, sedangkan kerbau hanya ada di tempat dengan banyak penduduk

orang beragama Islam.

Hasil pertukangan orang Nias, mulai dahulukala sudah mencapai taraf

yang tinggi. Orang Nias sudah mengenal kepandaian membuat benda-benda

logam sejak zaman prehistori. Mereka pandai membuat, umpamanya séno, gari,

dan télögu, yaitu berbagai jenis pedang dan pisau perang, yang ketajaman serta

keindahan bentuknya tak kalah dengan Mandau orang Dayak. Adapun

pengetahuan mengenai pengecoran perunggu pandai emas, seni pahat batu dan

ukir kayu kini sudah hampir dilupakan oleh orang-orang Nias yang muda-muda.

2.6 Sistem Kekerabatan

Suku Nias menerapkan sistem marga mengikuti garis ayah (patrilineal).

Marga-marga umumnya berasal dari kampung-kampung pemukiman yang ada.

Marga Suku Nias: Suku Nias terdiri dari beberapa marga diantaranya:

Amazihönö, Beha, Baene, Bate’e, Bawamenewi, Bawaniwao, Bawo, dan masih

Page 82: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

66

banyak lagi. Fungsi marga adalah menunjukkan garis keturunan dan asal

seseorang. Termasuk mengenal famili, sejauh mana garis keturunan dan tahu bisa

atau tidak mereka menikah.

Daftar marga Nias (menurut abjad)

A: Amazihönö

B: Baeha, Baene, Bate'e, Bawamenewi, Bawaniwao, Bawo, Bali, Bohalima,

Bu'ulölö, Buaya, Bunawolo, Bulu'aro, Bago

D: Dachi, Dachi Halawa, Daeli, Dawolo, Dohare, Dohona, Duha

F: Fau, Farasi,

G: Gaho, Garamba, Gea, Giawa, Gowasa, Gulö, Ganumba, Gaurifa, Gohae

H: Halawa, Harefa, Haria, Harita, Hia, Hondro, Hulu, Humendru, Hura

L: Lafau, Lahagu, Lahomi, La'ia, Laoli, Laowö, Larosa, Lase, Lawolo, Lo'i,

Lombu

M: Maduwu, Manaö, Mandrehe, Maruao, Maruhawa, Marulafau, Marundruri,

Mendröfa, Mangaraja,Maruabaya

N: Nazara, Ndraha, Ndruru, Nehe, Nakhe

S: Saoiagö, Sarumaha, Sihura,

T: Tafonaö, Telaumbanua, Talunohi

W: Wau, Wakho, Waoma, Waruwu, Wehalo, Warasi

Z: Zagoto, Zai, Zalukhu, Zamasi, Zamili, Zendroto, Zebua, Zega, Zendratö,

Ziliwu, Zoromi

Page 83: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

67

2.7 Sistem Kemasyarakatan

Dalam strata sosial atau pelapisan masyarakat di Nias khususnya wilayah

bagian utara, tengah, dan barat mereka tidak mengenal strata sosial yang begitu

ketat. Di wilayah ini setiap masyarakat memiliki kesempatan menjadi balugu

(kelompok bangsawan) asalkan mampu mendirikan rumah adat, menjamu seluruh

penduduk desa, dan membayar sejumlah uang adat. Masyarakat di wilayah ini

lebih “demokratis”. (Sadieli, 2006). Suku Nias mengenal sistem kasta(12

tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah "Balugu". Untuk

mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan

mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama

berhari-hari.

Berbeda dengan di Nias Selatan, konsep kenaikkan strata sosial ditata

secara ketat. Di wilayah ini dikenal tiga strata masyarakat. Pertama, kelompok

bangsawan yang dikenal dengan si’ulu atau balö ziu’lu. Status ini ditentukan oleh

kekayaan dan bersifat turun temurun. Kedua, rakyat kebanyakan yang di sebut

si’ila atau sato. Kelompok ini tidak memungkinkan menaikkan statusnya ke

jenjang si’ulu. Ketiga, kelompok budak yang dikenal dengan sawuyu atau

sondraha hare. Kelompok ini tidak memiliki hak dalam struktur adat istiadat.

Pada umumnya kelompok ini menjadi pekerja di rumah atau di kebun para si’ulu

atau balö zi’ulu. Ada satu lagi kelompok yang terkait dengan religius yang dikenal

dengan ere. Kelompok ini bertugas memimpin upacara penyembahan sesuai

dengan keahlian mereka.

Page 84: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

68

Pada zaman dahulu masyarakat di Nias Selatan mengenal empat lapisan

masyarakat, yakni: (1) si’ulu (bangsawan); (2) éré (pemuka agama pelebegu); (3)

ono mbanua (rakyat biasa/jelata); (4) sawuyu (budak). Selanjutnya lapisan si’ulu

dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu balö ziulu (yang memerintah) dan si’ulu

(bangsawan kebanyakan). Ono mbanua dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu

si’ila (cerdik pandai dan pemuka rakyat) dan sato (rakyat kebanyakan). Akhirnya

sawuyu dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu binu (orang yang menjadi budak

karena kalah perang atau diculik), sondrara hare (orang yang menjadi budak

karena tak dapat membayar hutang), dan halite (orang yang menjadi budak

karena ditebus orang setelah dijatuhi hukuman mati). Dari semua golongan budak

nasib binu adalah yang paling buruk, karena dari kalangannyalah yang dapat

dipilih untuk dikurbankan pada upacara-upacara yang memerlukan kurban

manusia. (Koentjaraningrat, 1995: 49).

Lapisan-lapisan masyarakat bersifat exklusif, mobilitas hanya terjadi

dalam lapisan yaitu antar golongansaja. Misalnya anggota dari golongan sato

dapat menjadi anggota dari golongan si’ila, tetapi tidak dapat memasuki golongan

si’ulu. Untuk menjadi anggota balö ziulu, dahulu seorang anggota si’ulu harus

mengadakan upacara owasa yang terdiri dari beberapa tingkat, yang satu lebih

mahal biaya pelaksanaannya daripada yang lain. Hal itu semuanya diakhiri dengan

suatu expedisi pengayauan. Pada zaman dahulu yang dapat menjadi Tuhenöri atau

salawa adalah orang-orang dari lapisan si’ulu, golongan balö ziulu. Pada masa

sekarang masih demikian, karena merekalah yang umumnya sudah berpendidikan

modern.

Page 85: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

69

2.8 Agama dan Religi

2.8.1 Lani, Langi

Tradisi lisan Nias sering berbicara tentang langit (lani, langi), tentang

lapisan langit yang satu (lani si sara wenaita), ada juga langit yang berlapis

sembilan (lani si siwa wenaita) dan tentang seorang leluhur yang bernama satu

langit (lani sagörö) atau langit yang satu itu (lani sisagörö). Nama ini dulu

sebenarnya bukan Lowalani melainkan Lawalani artinya yang ada di atas langit.

Bahasa sehari-hari di Nias Selatan sampai sekarang tetap mempertahankan

kebiasaan lama dan mengatakan lawa (atas) dan bukan seperti Nias Utara yang

menyebutnya yawa (atas). Pemakaian istilah Lowalangi sebenarnya dipopulerkan

oleh seorang misionaris Denniger pada tahun 1865. Ia memilih kata Lowalangi

sebagai nama Allah bagi pengikut ajaran Kristen di Nias. Ada kemungkinan saat

itu ia belum mengetahui sebutan tradisi Lawalani di Nias Selatan. Walaupun

demikian istilah ini diterima juga oleh orang Nias Selatan yaitu yang berada di

atas langit.

Menurut versi Pastor Johannes M. Hammerle, orang Nias tidak

mengharapkan firdaus dalam hidup yang akan datang, tidak pula suatu neraka.

Baik hukuman maupun imbalan tidak mereka harapkan. Karena orang Nias

percaya, bahwa semuanya akan berakhir. Maka orang Nias tidak takut akan

sesuatu dan mengharapkan sesuatu. Hanya inilah yang merupakan imbalan atau

hukuman bagi orang Nias. Mereka yang sudah meninggal dipandang terhormat

dan terburuk. Selain itu mereka pasrah saja pada nasib mereka dengan hati

Page 86: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

70

tenang19. Akan tetapi, versi ini diragukan kebenarannya karena pada kenyataanya

orang Nias masih percaya pada arwah leluhur dan peranannya bagi kehidupan.

Bisa dilihat dari patung-patung (Nadu) yang dianggap sebagai tempat roh leluhur

bisa hadir. Selain itu, konsep tentang adanya dunia orang mati juga dipercaya

yaitu Tetehõli ana’a.

Bagi orang Nias, setelah meninggal semuanya akan punah. Manusia yang

meninggal akan menjadi makanan cacing dan lalat yang besar (ö gulö-kulö, ö

deteho) seperti dinyanyikan dalam Hoho yang tertinggal hanyalah ”Nama

kebesaran” (töi sebua) dan ”kemuliaan” (lakhömi). Sasaran dari pesta-pesta besar

(owasa fatome) yang dirayakan di Nias pada zaman dulu adalah untuk mendapat

nama yang mulai (töi so-lakhömi).

2.8.2 Agama Asli Orang Nias

“Pelebegu adalah nama agama asli diberikan oleh pendatang yang berarti

”penyembah ruh”. Nama yang dipergunakan oleh penganutnya sendiri adalah

molohĕ adu (penyembah adu). Sifat agama ini adalah berkisar pada penyembahan

ruh leluhur20.” Meskipun tidak ada konsep kehidupan setelah kematian menurut

versi Pastor Johannes M. Hammerle, tapi dalam kepercayaan ini terdapat praktik

penyembahan roh-roh para leluhur (animisme). Para leluhur itu perlu dikenang,

terutama atas jasa-jasa mereka (Nama Besar dan Kemuliaan). Kepercayaan ini

termanisfestasi dalam bentuk adu. Orang Nias percaya bahwa patung-patung

19 Bandingkan: Pastor Johannes Maria Harmmerte, OFMCap, Asal Usul Masyarakat Nias, Suatu

Intepretasi, (Gunung Sitoli: Yayasan Pusaka Nias, 1999), hlm. 201. 20 Koentjaraningrat, Op. Cit., hlm. 50

Page 87: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

71

(adu) itu akan ditempati oleh roh-roh leluhur mereka, karena itu harus dirawat

dengan baik.

Menurut kepercayaan umat Pelebegu, tiap orang mempunyai dua macam

tubuh, yaitu tubuh kasar (boto) dan tubuh halus. Tubuh halus terbagi dua, yaitu

noso (nafas) dan lumömö-lumö (bayangan). ”Jika orang mati botonya kembali

menjadi debu, nosonya kembali pada Lowalangi (Allah). Sedangkan lumö-

lumönya berubah menjadi bekhu (roh gentayangan)”.21 Orang Nias percaya,

selama belum ada upacara kematian, bekhu ini akan tetap berada di sekitar

jenazahnya atau kuburannya. Agar bisa kembali ke Tetehöli ana’a (dunia roh),

setiap roh harus menyeberangi suatu jembatan antara dunia orang hidup dan dunia

orang mati. Dalam perjalanan itu, semakin roh itu berjalan, jembatannya semakin

mengecil bahkan sampai sekecil rambut. Hal itu akan dialami oleh roh-roh yang

banyak melakukan kejahatan selama hidupnya. Akhirnya ia akan jatuh dan masuk

ke dalam api yang menyala-nyala. Akan tetapi, bila selama hidupnya ia baik,

jembatannya tidak menyempit sehingga perjalanan mulus dan sampai ke Tetehöli

ana’a.

Dalam paham agama asli ini, roh tersebut jika sudah sampai ke dunianya,

akan melanjutkan kembali hidupnya seperti di dunia ini. Kalau dulu semasa hidup

dia seorang raja maka di dunia seberang (Tetehöli ana’a) juga ia akan tetap

menjadi raja dan yang miskin akan tetap miskin di dunia seberang nanti. Dunia

Tetehöli ana’a ini keadaanya ”terbalik”. Apa yang baik di dunia ini, di sana akan

jadi buruk. Maka ada kebiasan, orang-orang Nias, bila menitipkan baju dan

21 Koentjaraningrat, Op. Cit., hlm. 50

Page 88: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

72

barang-barang lainnya, semua barang itu dirusak. ”Pebedaan dunia sana dengan

dunia sini hanya terletak pada keadaan ”terbalik”, yaitu jika di sini siang di sana

malam demikian juga kalimiat dalam bahasa di sana adalah serba terbalik.”

Menurut masyarakat Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal

dari sebuah pohon kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di

sebuah tempat yang bernama "Tetehöli ana'a". Menurut mitos tersebut di atas

mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja

Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli ana'a karena

memperebutkan Takhta Sirao. Ke 9 Putra itulah yang dianggap menjadi orang-

orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias.

2.9. Bahasa dan Kesenian

2.9.1 Seruan Ya’ahowu (Kata Salam Etnis Nias)

Ya’ahowu. Pdt. Dal. Zendratö, STh dalam artikelnya Juni 2000,

mengatakan dalam budaya Ono Niha terdapat cita-cita atau tujuan rohani hidup

bersama yang termakna dalam salam “Ya’ahowu” (dalam terjemahan bebas

bahasa Indonesia “semoga diberkati”). Dari arti Ya’ahowu tersebut terkandung

makna: memperhatikan kebahagiaan orang lain dan diharapkan diberkati oleh

Yang Lebih Kuasa. Dengan kata lain Ya’ahowu menampilkan sikap-sikap:

perhatian, tanggungjawab, rasa hormat, dan pengetahuan. Jika seseorang bersikap

demikian, berarti orang tersebut memperhatikan perkembangan dan kebahagiaan

orang lain : tidak hanya menonton, tanggap, dan bertanggungjawab akan

kebutuhan orang lain (yang diucapkan : Selamat – Ya’ahowu), termasuk yang

Page 89: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

73

tidak terungkap, serta menghormatinya sebagai sesama manusia sebagaimana

adanya. Jadi makna yang terkandung dalam “Ya’ahowu” tidak lain adalah

persaudaraan (dalam damai) yang sungguh dibutuhkan sebagai wahana

kebersamaan dalam pembangunan untuk pengembangan hidup bersama.

2.9.2 Bahasa

Bahasa Nias atau Li Niha dalam bahasa aslinya, adalah bahasa yang

dipergunakan oleh penduduk di Pulau Nias. Bahasa ini merupakan salah satu

bahasa di dunia yang masih belum diketahui persis darimana asal bahasa ini.

Menurut Koentjaraningrat (1995), bahasa Nias juga termasuk rumpun

bahasa Melayu – Polenesia, tetapi agak berbeda dengan bahasa Nusantara lainnya

sifatnya vokalis, yaitu tidak mengenal konsonan di tengah maupun akhir kata.

Kecuali itu bahasa Nias mempunyai huruf bunyi tunggal (vokal) yang khas yaitu

ö, yang hampir sama dengan ‘e’ pepet. Bahasa Nias mempunyai dua logat, yaitu

logat-logat Nias Utara dan Nias Selatan atau Tello. Logat yang pertama

dipergunakan di Nias bagian Utara, Timur dan Barat, sedangkan yang kedua Nias

bagian Tengah, Selatan dan Kepulauan Batu.

Bahasa Nias merupakan salah satu bahasa dunia yang masih bertahan

hingga sekarang dengan jumlah pemakai aktif sekitar 700 ribu orang. Bahasa ini

dapat dikategorikan sebagai bahasa yang unik karena merupakan satu-satunya

bahasa di dunia yang setiap akhiran katanya berakhiran huruf vokal. Suku Nias

mengenal enam huruf vokal, bukan lima seperti di daerah di Indonesia lainnya.

Suku Nias mengenal huruf vokal a,e,i,u,o dan ditambah dengan ö. Kata-kata

Page 90: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

74

bahasa nias tidak mengenal konsonan (huruf mati) sebagai penutup kata; dengan

kata lain, kata-kata Li Niha diakhiri oleh salah satu dari vokal (huruf hidup

berikut): a, e, i, o, ö, u. Contoh: töla (tulang), lahe (jejak), ngöfi (tepi), moyo

(elang), balö (ujung), fandru (lampu).

Dalam Li Niha (Kamus Bahasa Nias Indonesia22), ada beberapa aturan

khusus yang tidak dicakup dalam ejaan Bahasa Indonesia, yaitu yang menyangkut

beberapa huruf dengan bunyi khusus yang hanya ditemukan dalam bahasa Nias.

Õ, ô, atau ö memiliki bunyi seperti bunyi “e” dalam keras, gelas, lemas. Karakter

õ, ô, dan ö dapat dihasilkan di layar komputer dengan menekan dan menaha

tombol Alt lantai berturut-turut menekan tombol-tombol 2, 4, dan 4 (untuk ô), 2,

4, 5 (untuk õ) an 2, 4, 6 (untuk ö) di keypad di sebelah kanan kibor komputer.

Contoh-contoh: hôgô (kepala), hõrõ (mata), töwö (cukur). Lihat juga artikel:

Karakter ö dalam bahasa Nias. Selanjutnya ‘é’ memiliki bunyi seperti dalam kata:

tembok, sepak, enak. Contoh: téma (terima), déha (cabut), éha (batuk). Dan ‘w’

memiliki dua bunyi dalam Li Niha: (1) seperti ‘w‘ dalam bahasa Indonesia

(bahwa, hawa, kawan) - contoh: bawa (bulan), walu (delapan), (2) bunyi ‘w‘ khas

Nias seperti dalam kata wurawura, waruwaru, werewere. Bunyi ‘w‘ dalam

contoh-contoh ini dihasilkan dengan meniupkan udara di antara bibir atas dan

bawah yang dipersempit jaraknya. Bunyi ‘w‘ macam ini kurang lebih seperti ‘w’

dalam kata “wulan” atau “woman” (bahasa Inggris).

Dalam Li Niha berbagai jenis kata yang muncul dalam kalimat pada

umumnya mengalami perubahan pada huruf awalnya, yang dalam ilmu bahasa

22 Lase, Apolonius. 2011. Kamus Li Niha Nias – Indonesia, Penerbit Buku Kompas.

Page 91: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

75

disebut mutasi awal (initial mutation), Sebagai contoh, dalam kata “Hadia duria?”

(Apa kabar?), kata “duria” telah mengalami perubahan huruf awalnya; kata

“duria” di sini berasal dari kata dasar “turia” yang berarti berita atau kabar.

Contoh-contoh lain adalah: ama (ayah) menjadi nama; ina (ibu) menjadi nina;

balugu (pengetua adat) menjadi mbalugu; tuhe menjadi duhe; sato (publik, orang

banyak) menjadi zato; So’aya (Tuhan) menjadi Zo’aya.

2.9.3 Kesenian

Terdapat beragam jenis budaya kesenian yang ada di Nias, seperti tradisi

lisan musik vokal seperti Hoho (nyanyian bertutur yang bersifat puitis dan

berperibahasa), jenis perpaduan nyanyian dengan tarian seperti Tari Maena, Tari

Moyo, Tari Mogaele, dan yang sangat sering ditampilkan dalam promosi budaya

yakni perpaduan hoho dengan Tarian Perang (Faluaya), serta atraksi Hombo Batu

(Lompat Batu).

Sekilas penulis akan mendeskripsikan penyajian Tarian Perang (Tari

Faluaya) dan Lompat Batu (Hombo Batu) Nias Selatan, menurut wawancara

dengan informan Hikayat Manaö :

2.9.3.1 Sekilas Tarian Faluaya (Tari Perang) :

Tari Faluaya merupakan tarian yang menggambarkan suasana

peperangan antarsuku atau antardesa di Nias pada zaman dahulu kala.Tarian ini

juga menggambarkan kekompakan sebuah suku atau desa saat harus menghadapi

musuh. Pada tarian ini juga tergambar bagaimana kemampuan seorang panglima

Page 92: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

76

perang (Kafalo Zaluaya) dalam memimpin dan memberi komando kepada

pasukannya, baik saat harus menyerang atau bertahan.

Biasanya tarian ini digunakan para leluhur Nias untuk meningkatkan

semangat penduduk desa, sebelum mereka berperang dengan desa lain. Tarian ini

juga menjadi tarian yang sangat prestisius dalam kehidupan kaum lelaki di desa,

dikarenakan melambangkan perubahan status dari lelaki remaja menjadi lelaki

dewasa.

Saat ini, tarian Faluaya banyak ditampilkan dalam berbagai even, baik

lokal, nasional, maupun mancanegara. Dalam setiap kunjungan turis dengan

jumlah besar atau acara-acara budaya berskala nasional yang digelar di

Bawömataluo, tarian ini pasti menjadi sajian utama, di samping tentu saja

pertunjukan Hombo Batu.

Sebagai tarian kolosal, Tari Faluaya melibatkan banyak penari dari

belasan orang hingga ratusan orang. Pembagian posisi para penari biasanya terdiri

dari: panglima di barisan depan, wakil panglima di depan kanan dan pemandu

hoho (pemandu syair atau yel pemberi semangat). Selain itu, Tari Faluaya juga

menggunakan beragam alat, yakni: Baluse (sejenis perisai dari kayu yang dibuat

agak panjang), Toho (tombak yang ujungnya dibuat berkait), Balewa (parang yagn

cukup panjang dan tajam dan bagian pegangannya dimanterai), Tolögu (pedang

terbuat dari besi dan bergagang kayu) serta, Kalabubu (ejenis kalung terbuat dari

tempurung kelapa). Khusus mengenai Kalabubu meski sekilas terlihat sebagai

hiasan, sejatinya kalung ini digunakan untuk melindungi leher dari tebasan senjata

Page 93: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

77

tajam musuh. Sepertinya bisa kita bandingkan dengan baju zirah, yakni baju besi

atau baju rantai yang dikenakan pada waktu berperang zaman dahulu di Eropa.

Sementara itu, busana Tari Faluaya terdiri dari :

1. Öröba, salah satu baju tari perang yang hampir punah, bahkan sudah

jarang kita lihat di penampilan tari perang sekarang. Bahannya terbuat dari

plat seng yang agak tebal, dibuat, dirakit sedemikian rupa seperti yang

terlihat pada gambar. Untuk mengerjakannya, didominasi dengan

menggunting dan dipukul-pukul (lalabago), serta memerlukan keahlian

khusus.

2. Leama (terbuat dari ijuk), juga disebut Leama (terbuat dari bahan rumput

hutan) yang dijahit rapi dengan menutup/melapisi rotan yang sudah

dibentuk seperti yang terlihat pada gambar. Setelah Leama selesai dijahit

sesuai keinginan, barulah bagian dalam dilapisi dengan kain atau karung

untuk menghindari tusukan-tusukan.

3. Baru uli Geu (terbuat dari kulit kayu oholu/solou), sejenis kayu

Oholu/Solou, untuk mengmbil bahan baku saja di hutan harus memerlukan

keahlian khusus. Jangan sampai robek saat menguliti kayu tersebut.

Panjang kulit kayu kurang lebih 130-150 cm, lebar 40-50 cm. setelah

bahan kulit kayu sudah ada, kemudian direndam ke dalam air selama

beberapa jam, lalu diangkat dan mulailah dipukul-pukul (lalabago).

Lakukan ini berulang-ulang, secara perlahan. Ingat, kulit kayu tidak akan

bertambah panjang, melainkan bertambah lebar. Setelah kulit kayu terlihat

Page 94: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

78

tipis dan lunak, barulah dicuci dan seterusnya dikeringkan. Setelah bahan

baku kulit kayu selesai. Barulah dipotong dan dijahit sesuai kebutuhan.

4. Baru Nukha (terbuat dari kain), bentuk dari baju ini beberapa macam,

ditinjau dari motif coraknya antara lain: Baru Nifobowo Gafasi, Baru Ni’o

La’a Harimao, yang bahannya dari kain atau baldu yang dijahit oleh

tukang jahit yang memiliki keahlian khusus.

5. Öndröra (cawat terbuat dari kain),

Juga ada beragam topi (penutup kepala) dalam Tari Faluaya, yakni:

1. Takula Tefaö (topi besi),

2. Takula Leama (topi ijuk),

3. Laeru (topi kain) dan

4. Leia (topi kulit kayu).

Membicarakan tarian Faluaya, berarti menyebut Hombo Batu (lompat

batu). Sebab, keahlian ini menjadi keharusan bagi setiap laki-laki di desa-desa.

Tujuannya sebagai media latihan para prajurit dalam menerobos pagar benteng

musuh. Baik dalam penyerangan maupun dalam upaya melarikan diri dari

kepungan musuh. Perihal keahlian lompat batu, maka sosok Hikayat pernah

membuktikan kehebatannya. Dan, wajar rasanya jika sekarang ini, ia dipilih

sebagai Panglima (Kafalo Zaluaya) dari Tari Faluaya di Desa Bawömataluo.

Page 95: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

79

2.9.3.2 Atraksi Lompat Batu (Hombo Batu) Sebagai Simbol Heroik

Berbicara tentang atraksi wisata di Pulau Nias, pasti tidak bisa dilepaskan

dari atraksi lompat batu atau Hombo Batu. Inilah tradisi kaum pria Nias yang tetap

lestari hingga kini.

Lompat batu bukan sekedar konsumsi atau atraksi pariwisata. Lebih dari

itu, lompat batu merupakan sarana dan proses untuk menunjukkan kekuatan dan

ketangkasan para pemuda, sehingga memiliki jiwa heroik yang prestisius.

Jika seorang putra dari satu keluarga sudah dapat melewati batu yang

telah disusun berdempet itu dengan cara melompatinya, hal ini merupakan satu

kebanggaan bagi orangtua dan kerabat lainnya bahkan seluruh masyarakat desa

pada umumnya. Itulah sebabnya setelah anak laki-laki mereka sanggup melompat

batu, maka diadakan acara syukuran sederhana dengan menyembelih ayam atau

hewan lainnya. Bahkan ada juga bangsawan yang menjamu para pemuda desanya

karena dapat melompat batu dengan sempurna untuk pertama kalinya. Para

pemuda ini akan menjadi pemuda pembela kampungnya samu’i mbanua atau

la’imba horö, jika ada konflik dengan warga desa lain.

Jika seorang pemuda dapat melompat batu dengan sempurna, maka ia

dianggap telah dewasa dan matang secara fisik. Karena itu hak dan kewajiban

sosialnya sebagai orang dewasa sudah bisa dijalankan. Misalnya menikah,

membela kampungnya atau ikut menyerbu desa musuh dan sebagainya. Salah satu

cara untuk mengukur kedewasaan dan kematangan seorang lelaki adalah dengan

melihat kemampuan motorik di atas bartu susun setinggi 2,10 meter.

Page 96: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

80

Sejak umur sekitar 7 – 12 tahun atau sesuai dengan pertumbuhan

seseorang, anak laki-laki biasanya bermain dengan melompati tali. Mereka

menancapkan dua tiang sebelah menyebelah, membuat batu tumpuan, lalu

melompatinya. Dari yang rendah, dan lama-lama ditinggikan. Ada juga dengan

bantuan dua orang teman yang memegang masing-masing ujung tali, dan yang

lain melompatinya secara begilir. Mereka bermain dengan semangat kebersamaan

dan perjuangan.

Untuk latihan dan permainan, sekumpulan anak laki-laki menumpuk

tanah liat dan membentuknya seperti lompat batu, walaupun ketinggiannya tidak

sama. Mulai dari satu meter. Setelah mampu melewati itu, maka mereka

menumpukkan tanah liat untuk menambah ketinggiannya. Permainan ini telah

membuat anak-anak terbniasa melompat hingga dapat melompat batu setinggi dua

meter dengan sempurna. Bahkan ada yang lebih.

Dahulu, lompat batu dilakukan untuk persiapan perang. Sekaligus

mempertahankan diri dan membela kampung halaman.

Agar lebih mahir, pada sore hari, ketika pemuda desa pulang dari ladang,

maka mereka beramai-ramai latihan melompat batu. Terlebih pada sore hari

minggu atau hari besar lainnya. Melompat batu merupakan sarana olah raga dan

permainan yang menyenangkan bagi mereka dan menarik perhatian penonton.

Walaupun latihan terus, ternyata tidak semua laki-laki dapat melompat.

Ada yang sangkut-sangkut terus. Bahkan ada juga yang sampai kecelakaan,

misalnya patah lengan, kaki, dan lain-lain. Ada kepercayaan bahwa hal ini

dipengaruhi oleh faktor genetika. Jika ayahnya atau kakeknya seorang pemberani

Page 97: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

81

dan pelompat batu, maka di antara para putranya pasti ada yang dapat melompat

batu. Kalau ayahnya dahulu adalah seorang pelompat batu semasih muda, maka

anak-anaknya pasti dapat melompat walaupun latihannya sedikit. Bahkan ada

yang hanya mencoba satu-dua kali, lalu, bisa melompat dengan sempurna tanpa

latihan dan pemanasan tubuh.

Kemampuan dan ketangkasan melompat batu juga dihubungkan dengan

kepercayaan lama. Seseorang yang baru belajar melompati batu, ia terlebih dahulu

memohon restu dan meniati roh-roh para pelompat batu yang telah meninggal. Ia

harus memohon izin kepada arwah para leluhur yang sering melompati batu

tersebut. Tujuannya untuk menghindari kecelakaan atau bencana bagi para

pelompat ketika sedang mengudara, lalu menjatuhkan diri ke tanah. Sebab banyak

juga pelompat yang gagal dan mendapat kecelakaan.

Dahulu melompat batu merupakan kebutuhan dan persiapan untuk

mempertahankan diri dan membela kampung. Apapun dikorbankan demi

kehormatan pada kampung sendiri ‘fabanuasa’. “Öndröra vfabanuasa, kiri-kiri

mbambatö sa”. Itulah motto dan prinsip dalam membela dan mempertahankan

nama kampung. Artinya, rasa patriotis pada kampung lebih utama dari pada

hubungan kekerabatan. Kejadian pada salah seorang warga kampung, merupakan

peristiwa pada seluruh warga. Misalnya: jika salah seorang warga kampung A

disakiti oleh warga desa B, maka warga desa A yang lain akan turut

membalasnya. Demikian sebaliknya. Hal ini menjadi sumber konflik antar

kampung yang penyelesaiannya kompleks dan meninggalkan dendam kesumat

‘horö manana’.

Page 98: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

82

Banyak penyebab konflik dan perang antar kampung. Misalnya: masalah

perbatasan tanah, perempuan dan sengketa lainnya. Hal ini mengundang desa

yang satu menyerang desa yang lain, sehingga para prajurit ‘bohalima’ yang ikut

dalam penyerangan, harus memiliki ketangkasan melompat untuk menyelamatkan

diri.

Akan tetapi dahulu, ketika tradisi berburu kepala manusia ‘magai högö’

masih dijalankan, peperangan antar kampung juga sangat sering terjadi. Ketika

pada pemburu kepala manusia dikejar atau melarikan diri, maka mereka harus

mampu melompat pagar atau benteng desa sasaran yang telah dibangun dari batu

atau bambu atau dari pohon ‘tali’anu’ supaya tidak terperangkap di daerah musuh.

Itulah sebabnya desa-desa didirikan di atas bukit atau ‘hili’(gunung) supaya

musuh tidak mudah masuk dan tidak cepat melarikan diri.

2.9.3.3 Alat-Alat Musik

Jenis kesenian yang lain di Nias yakni terdapatnya alat-alat musik (music

instrument) di Nias seperti tercatat dalam Music In Nias, (J. Kunts, 1939):

1. Klasifikasi Idiophones: Doli-doli (beberapa bilahan kayu - xylophone),

Aramba (gong besar), Taboleeya/Da’ula-da’ula/Daola-daola (The slit drum

or alarm drum, terbuat dari bambu seperti kentongan di Jawa ), Göndra

Hao/Gobi-gobi (zither atau seperti kecapi terbuat dari bamboo),

Faritia/Faritshia (gong kecil seperti kenong di Jawa biasanya dimainkan 2

buah), Duri/Druri Bewe (jew’s harp), Bulu N’Öhi / Feta (rattle made of the

cocoapalm), Tetege’öi (shellrattle or clapper).

Page 99: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

83

2. Klasifikasi Membranophones: Tutu/Chuchu (a small more or less barrel-

shaped and bimembranous drum), Tamburu, Tamburu Gowasa (a small

cylindrical, usually rather flat bimembranous drum), Göndra/Köndra (a

bimembranous big drum), Fodrahi/Fondrahi (a vase-shaped drum with one

membrane, beaten with hand), Taburana/Tabularanga (a very long canon-

shaped monomembranous drum).

3. Klasifikasi Chordophones: Taboleeya (Idiochord - terbuat dari bambu dan

dari badannya diambil tipis sebanyak 2 sampai 4 buah sebagai senar, di

masyarakat Karo disebut keteng-keteng), Göndra Hao/Gobi-gobi (zither-

idiochord, terbuat dari bambu dari badannya diambil tipis sebanyak 1 senar

dimainkan dengan dipetik), Laegia (One Stringed Spitted Lute, played with a

bow).

4. Klasifikasi Aerophones: D(r)uri Dana/Da’ul-da’uli (terbuat dari bambu bulat

kecil dibentuk seperti garpu tala, 2 buah dimainkan memukulnya ke lutut

dengan tangan kanan dan kiri), Sigu Bawa/Sigu M’bawa (this a clarinet

consisting of a slender segment of bamboo from 8 – 12 inches (20-30 cm)

long and closed by a nodium on one side), Sigu Waghe (seperti sarune bulu di

Batak), Fifi/Fonoe/Lili (a grassblade showm), Töla Waghe (slit rice stalk

shawm), Sarune, Dsigu/Dsjigu Mbawa (seperti Bansi di Minangkabau),

Wicho-wicho/Ki-ki/Ufu-ufu (bird decoy flutes), Riwi-riwi Löchö (the

bullroarer, whizzer or thunderstick).

Page 100: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

84

2.10 Dokumentasi Sejarah Dalam Gambar :

Gambar 2.10.1 : Keluarga di desa Bawömataluo, Nias Selatan

(sumber: http://collectie.tropenmuseum.nl/)

Gambar 2.10.2 : Jalan sepanjang pantai, Nias, 1930

(sumber: http://collectie.tropenmuseum.nl)

Page 101: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

85

Gambar 2.10.3 : Prajurit Perang dengan Belanda, Nias Sumatera Utara, 1920

(sumber: http://collectie.tropenmuseum.nl/)

Gambar 2.10.4 : Tari Faluaya di Bawömataluo Nias Selatan, 1954

(sumber: http://www.lpamnias.org/sejarah.php)

Page 102: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

86

Gambar 2.10.5 : Penarikan batu “Daro-daro” untuk almarhum Saoenigeho dari

Bawömataluo Nias Selatan

(sumber: http://collectie.tropenmuseum.nl/)

Gambar 2.10.6 : Patung leluhur batu Pria

(sumber gambar: http://collectie.tropenmuseum.nl/)

Page 103: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

87

Gambar 2.10.7 : Bocah di sebelah kursi batu kepala desa Hilisimetanö

(sumber gambar: http://collectie.tropenmuseum.nl/)

Gambar 2.10.8 : Sekelompok Laki-laki Nias

(sumber gambar: http://collectie.tropenmuseum.nl/)

Page 104: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

88

Gambar 2.10.9 : Studio potret dari kelompok perempuan menari dari Nias

Selatan

(sumber gambar: http://collectie.tropenmuseum.nl/)

Gambar 2.10.10 : Pria Nias pada kostum militer

(sumber gambar: http://collectie.tropenmuseum.nl/)

Page 105: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

89

Gambar 2.10.11 : Pertempuran palsu oleh sekelompok anak laki-laki melompat

di atas batu, Nias, 1930

(sumber gambar: http://collectie.tropenmuseum.nl/)

Page 106: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

115

BAB IV

FUNGSI HOHO FALUAYA DALAM TRADISI MUSIK LISAN

Dalam bab IV ini kajian difokuskan pada masalah fungsi Hoho Faluaya

sebagai warisan tradisi lisan masyarakat Nias, dengan pendekatan teori

fungsionalisme dari Bronislaw Malinowski dan A.R. Radcliffe-Brown,

pendekatan teori fungsi Alan P. Merriam serta pendekatan hasil reduksi

terhadap fungsi dari Soedarsono yang telah diuraikan pada Bab I. Berdasarkan

teori-teori mereka penulis dan peroleh data dari lapangan akhirnya penulis

dapatlah terjawab bagaimana fungsi Hoho Faluaya dalam tradisi lisan masyarakat

Nias Selatan. Berikut ini penulis akan menyajikan fungsi Hoho Faluaya dimulai

dari deskripsi penyajian petunjukan Hoho Faluaya, seperti dijelaskan dibawah ini:

4.1 Deskripsi Penyajian Pertunjukan Hoho Faluaya

Penyajian Hoho Faluaya dengan teks berbahasa Nias ciri Selatan ini

pada umumnya hampir sama jika di bandingkan dengan beberapa desa lain di

Kabupaten Nias Selatan (desa Hilisimaetanö, desa Orahili Fau, desa Hilinawalö

Fau, desa Ono Hondrö, desa Lahusa Fau, dan lain-lain). Namun dalam hal ini

penulis mengkhususkannya pada lokasi penelitian penulis yakni di desa

Bawömataluo Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan. Menurut Hikayat

Manaö (Ama Gibson), bahwa pelaksanaan Hoho Faluaya harus disesuaikan

dengan konteksnya. Secara umum pelaksanaan hoho jenis ini dilaksanakan dalam

dua konteks kegiatan adat yang besar , yakni: (1) dalam konteks upacara kematian

Page 107: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

116

bangsawan, (2) dalam konteks pengukuhan gelar adat (gelar bangsawan). Kini,

Hoho Faluaya sudah sering dipertunjukkan dalam konteks penyambutan tamu

kehormatan maupun turis sebagai salah satu atraksi budaya dari desa

Bawömataluo.

Penyajian Hoho Faluaya yang akan penulis deskripsikan adalah pada

konteks penyambutan tamu kebesaran yang dating ke desa adat Bawömataluo

Nias Selatan, dalam hal ini kunjungan Menteri Negara Pembangunan Desa

Tertinggal (PDT) yakni Ir. H. Ahmad Helmy Faisal Zaini pada Juni 2011,

sekaligus pemberian gelar adat kebangsawanan di Nias kepada beliau yakni

dengan gelar “Tuha Samaeri Nahönö”. Ini merupakan gelar tertinggi bagi strata

bangsawan di Nias Selatan dan gelar ini setingkat dengan seorang raja. Tuha

Samaeri Nahönö bermakna seorang pemimpin yang jujur, cerdas dan adil bagi

rakyatnya atau disebut bapak pemelihara masyarakat banyak. Pelaksanaan

upacara penyambutan dan pengukuhan gelar ini dipimpin langsung oleh Hikayat

Manaö (Ama Gibson) sebagai Kafalo Zaluaya (panglima perang)/ Sondroro/ Ere

Hoho/ Sifahoho (pemimpin/leader hoho) bersama kelompok Sanoyohi / fanema

sato dan seluruh bohalima (prajurit perang/penari perang) dan terlihat hampir 100

orang yang terlibat dalam kelompok Faluaya.

Merupakan syarat bahwa dalam penyajian hoho pada umumnya termasuk

Hoho Faluaya lazim diperankan oleh minimal 5 (lima) orang dalam kelompok

penyaji teks. Kelompok penyaji teks hoho dipimpin oleh seorang penyaji, disebut

sondroro hoho atau ere hoho atau sifahoho yang berasal dari golongan si’ulu atau

si’ila, dan disahut secara bergantian oleh beberapa kelompok kecil, yang terdiri

Page 108: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

117

dari dua (kadang-kadang tiga atau empat) penyaji teks yang disebut sanoyohi atau

fanema sato yang berasal dari golongan si’ila atau sato. Semua penyaji Hoho

Faluaya adalah kaum pria. Beberapa teks hoho sedikitnya membutuhkan dua

kelompok penyaji teks, tetapi lebih dari batas minimum juga boleh. Syair-syair

singkat yang bersifat ulangan (repetisi), masih sanggup dihafal oleh semua

penyanyi, dan karenanya boleh dikatakan syair tetap; sedangkan syair yang lebih

panjang akan disusun kembali oleh sondoro, dan sanoyohi harus mampu

menangkap kata-kata itu saat dinyanyikan supaya dengan segera dapat

mengulangi kata-kata itu kembali atau menanggapinya secara tepat.

Hoho Faluaya adalah salah satu jenis tradisi musik lisan yang

menggabung dua aktifitas yang saling mendukung yaitu (1) bernyanyi (ber-hoho):

kegiatan bertutur yang disampaikan dalam bentuk syair (teks) disajikan dengan

menyanyikan tuturan tersebut, dan (2) menari (faluaya) yakni kegiatan untuk

mengekspresikan syair (teks) yang dituturkan dalam bentuk tarian perang,

hubungan yang kuat antara keduanya menimbulkan nuansa sakral dalam keutuhan

penyajiannya. Sehubungan dengan adanya gerakan tarian, maka perlu penulis

sampaikan beberapa nama-nama gerakan yang digunakan pada Hoho Faluaya

yakni:

1. Hugö berarti posisi kuda-kuda siap menyerukan.

2. Manökhö berarti gerakan mengintai musuh.

3. Ohigabölöu berarti melompat sambil berjalan dengan berjingkat

satu kaki dengan mengepakkan baluse (tameng) dan mengayunkan

toho (tombak) dan tolögu (khusus Kafalo Zaluaya)

Page 109: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

118

4. Hivfagö hampir sama dengan Ohigabölöu namun gerakan ini hanya

di tempat sesuai posisi masing-masing barisan.

5. Fu’alö melakukan gerakan siap siaga menghimpun kekuatan untuk

berlaga di medan perang.

6. Faluaya Zanökhö berarti mengelilingi atau mengepung wilayah

musuh.

7. Fasuwö menggambarkan terjadinya perang antara dua kelompok

balusé bertabrakan.

8. Famanu-manu atraksi ketangkasan patriot bertempur satu lawan

satu.

9. Fatélé atraksi ketangkasan satu orang.

10. Fahidjalé gerakan satu baris membentuk gerakan berliku-liku

seperti ular.

11. Fadölihia merupakan hoho yang dipakai dalam gerakan fahidjalé.

Fadölihia juga diartikan sebagai gerakan berliku-liku (meander

dances)

12. Siöligö gerakan membentuk lingkaran dan bergandengan tangan

menunjukkan adanya persatuan dan kesatuan dalam masyarakat,

pada penyajian Siöligö sudah tidak menggunakan baluse dan toho.

Dari dahulu hingga kini masyarakat Nias Selatan selalu menyelenggara-

kan pesta pemberian gelar kepada para bangsawan dan orang-orang yang dinilai

berjasa besar bagi kalangan suku Nias. Pemberian gelar bangssawan tidak tertutup

pada kalangan etnis Nias bahkan orang luar pun yang dianggap pantas untuk

Page 110: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

119

menerima gelar penghormatan tertinggi terbuka kemungkinan untuk

menerimanya. Tujuannya agar kepemimpinan, atau sosok, figur raja tersebut

menjadi pemimpin di daerah ini seperti halnya Menteri Negara Pembangunan

Desa Tertinggal (PDT) yakni Ir. H. Ahmad Helmy Faisal Zaini yang dalam

kunjungannya ke Nias Selatan bulan Juni 2011 lalu dianugerahi gelar bangsawan

oleh masyarakat Nias dengan terlebih dahulu melalui rapat dewan tokoh adat,

agama dan pemerintah Kabupaten Nias Selatan di Desa Bawömataluo.

Pengangkatan Menteri Negara menjadi setingkat raja tentu berdasarkan

penilaian terhadap banyaknya jasa dan besarnya perhatian serta kinerja yang baik

dalam upaya mengangkat harkat Kabupaten Nias Selatan dari ketertinggalan. Tata

acara seseorang menjadi bangsawan atau raja dalam adat Nias Selatan diisi

dengan penyajian Hoho Faluaya, sebagai berikut:

1. Ketika seluruh masyarakat dan para pengetua adat sudah hadir, maka

Hoho Faluaya pun dimulai. Dengan diawali fonguhugö (hugö) yang

dipekikkan oleh seorang Sondroro hoho (Kafalo Zaluaya) dalam hal ini

Hikayat Manaö. Dengan kalimat hugö : “Tari Humöhö Tabörötai

Tabörögö!” Bahijalé !

2. Kalimat ini pun mendapat sambutan dari para bohalima pada posisi yang

belum teratur dengan mengatakan Hu! dan Ha! sambil melakukan gerakan

mengintai (manökhö) dan berhenti serempak ketika Sondroro

mengehentikannya dengan mengatakan Ha!

3. Selanjutnya para bohalima melakukan gerakan ohigabölöu untuk

menyusun formasi barisan dan setelah tersusun dilanjutkan dengan

Page 111: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

120

gerakan hivfagö dan berhenti dengan seruan hivfagö yang dimulai oleh

Sondroro dengan mengatakan hefa!. Dan disambut oleh kelompok

Sanoyohi dengan mengucapkan fakhöyöla la imba, imba horö.

4. Para bohalima selanjutkan melakukan nyanyian Hoho Fu’alö dengan

gerakan Fu’alö menunjukkan bentuk kesiapan para bohalima, seperti di

bawah ini :

1. Son : Heia hé haia dahumalö Apa yang mau kita ambil Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya

Son : Ohaia ba haia dahumalö Apa pokok pembicaraan manö-manö

Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya

2. Son : Ohaia hé… haia dahumalö Apa yang mau kita ambil Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya

Son : Ohaia ba haia dahumalö Apa yang dijadikan pepatah famaédo

Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya

3. Son : Ohaia hé… yaé ndraono matua Ini para pria (bohalima) Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya

Son : Ohaia ba yaé ndraono matua Para pria yang gagah perkasa sihino döla

Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya

4. Son : Ohaia hé… yaé ndraono matua Ini para pria (bohalima) Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya

Son : Ohaia ba yaé ndraono matua Para pria generasi penerus desa salio boto

Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya

5. Son : Ohaia hé… oi humokha-hokha Pasukan membuat merinding Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya Son : Ohaia ba oi humokha-hokha Merinding bulu ‘roma’

mbu jamaigi Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya

6. Son : Ohaia hé… oi tumaro mbörö mbu Pasukan membuat ketakutan

Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya Son : Ohaia ba oi tumaro mbörö mbu jiso Jangan sampai melihatnya Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya

Page 112: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

121

7. Son : Ohaia hé… oi jumikhi- jikhi Pasukan membuat gemetar Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya

Son : Ohaia ba oi jumikhi- jikhi gahé jagö Seperti bergetarnya atap rumah Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya

8. Son : Ohaia hé… oi huméu-héu Pasukan membuat tergoncang

Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya Son : Ohaia ba oi huméu-héu mbubu nomo Bergoncangnya puncak atap Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya

9. Son : Ohaia hé… ga baéwali hili Di halaman puncak bukit

Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya Son : Ohaia ba ga baéwali hili fanayama Di halaman puncak nusantara Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya

10. Son : Ohaia hé… ga baéwali famaédo Inilah wilayah kita yg luas

Sa.1&2 : Aé hu! Hé… Ya Son : Ohaia ba ga baéwali hili Wilayah desa leluhur kita

famaédo danö Sa.1&2 : Aé hu! Hé é ya’ia-ya’ia hö! Ha… Ya

5. Selesai Fu’alö para bohalima membuat pagar betis untuk mengawal para

penari mogaélé yang dibawakan oleh para ibu-ibu (kaum wanita)

memasuki tempat upacara untuk melaksanakan fameafo, yakni pemberian

sekapur sirih tamu kehormatan dan kepada para pengetua adat dan para

bohalima. Pelaksanaan fameafo diawali dan diakhiri dengan hugö oleh

Sondroro.

6. Setelah fameafo para bohalima melakukan gerakan Faluaya Zanökhö

menggambarkan musuh sudah terkepung dengan mengelilingi atau

mengepung wilayah musuh. Gerakan ini dilakukan sambil membentuk

lingkaran dan mengepakkan baluse serta mengayun-ayunkan toho.

Page 113: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

122

7. Pertunjukan ketangkasan (show force) dengan melakukan gerakan fasuwö

untuk menggambarkan dalam suasana pertempuran atau perang antara dua

kelompok, balusé bertabrakan.

8. Dilanjutkan dengan atraksi famanu-manu yakni atraksi ketangkasan

bohalima dalam bertempur melawan musuh satu lawan satu.

9. Dan atraksi fatélé yakni atraksi ketangkasan atau keahlian seorang

bohalima.

10. Selanjutnya melakukan nyanyian Hoho Fadölihia oleh kelompok hoho

dan para bohalima dengan gerakan Fadölihia, seperti syair di bawah ini:

1. Son : Tabörötai Tabörögö Mari kita mulai lagi Sa.1&2 : Aé hijaho! Hé… Ya

2. Son : Ono matua sifakhöyö Pemuda yang sedang bermain Sa.1&2 : Aé hijaho! Hé… Ya

3. Son : Ono matua fotuwusö Kaum pria pilihan yang perkasa Sa.1&2 : Aé hijaho! Hé… Ya

4. Son : Ae ono nasu lawölö Pejantan anjing Lawölö Sa.1&2 : Aé hijaho! Hé… Ya

5. Son : Talau fadöli hia fualö Mari menari fadölihia dan fu’alö Sa.1&2 : Aé hijaho! Hé… Ya

6. Son : Baéwali zi’öfa ndrölö Di empat lorong halaman desa Sa.1&2 : Aé hijaho! Hé… Ya

7. Son : Baéwali fvamaedo danö Didepan pekarangan sang Raja Sa.1&2 : Aé hijaho! Hé… Ya

8. Son : Mai ‘otamahögö majinö Menghadap wilayah adat Mazinö Sa.1&2 : Aé hijaho! Hé… Ya

9. Son : Mai salogoi maenamölö Merangkul wilayah adat Maenamölö Sa.1&2 : Aé hijaho! Hé… Ya

10. Son : Mai erogö bagaramö Membelakangi wilayah adat Garamö Sa.1&2 : Aé hijaho! Hé… Ya

11. Son : Talau fadöli hia fualö Menari fadölihia dan fu’alö Sa.1&2 : Aé hijaho! Ya

Hé é ya’ia -ya’ia hö! Ha benar demikian

Page 114: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

123

12. Kemudian melakukan Hoho Siöligö menunjukkan sudah

selesainya perang dan berdamai lalu menari bersama

menggambarkan betapa agungnya perdamaian itu.

1. Son : Andrö da tabörötai. Sekarang kita mulai Sa.1 : Andrö da tabörötai tabörögö. kita mulai ungkapkan Sa.2 : Hé siwöwö no niwa’ömö, yang mendirikan desa ba siwöwö no niwa’ömö ya pendiri desa kita andrö da tabörötai tabörögö ya kita mulai ungkapkan haiwa hö, haiwa hö, ya kumandangkanlah Sa.1&2 : Aéhu hé ya, tuturkan

2. Son : Andre ndrao mané-mané Sekarang kita ceritakan Sa.1 : Andre ndrao mané-mané manö-manö kita ceritakan masa lampau Sa.2 : Hé siwöwö no niwa’ömö, yang mendirikan desa ba siwöwö no niwa’ömö ya pendiri desa kita Andre ndrao mané-mané manö-manö cerita leluhur kita Haiwa hö, haiwa hö, ya kumandangkanlah Sa.1&2 : Aéhu hé ya, tuturkan

3. Son : Lumö mia lumö jimöi . Kalian yang sudah pergi Sa.1 : Lumö mia lumö jimöi hé aehé ho lauwé. sudah pergi leluhur kami Sa.2 : Lumö ae ya Lumö mia lumö jimöi yang kalian tinggalkan ba lumö jiso! akan diteruskan 4. Son + Sa.1 &: Hé..hé…ého ba, Inilah negeri kita Sa.2 mba... lö hili…. di tepi pegunungan wöwö…ö…awöni sudah dibangun ba ndraso! tempat kita Sa.1 : Hé lumö! ya mereka Sa.2 : Hé lumö jimöi! mereka yang pergi Sa.1 : Hé lumö! ya mereka. Sa.2 : Lumö jiso! mereka yang datang Sa.1 & Sa.2 : Hé yai’ia, yai’ia hö! ya, mari kita bersama

13. Pertunjukkan Famadaya Harimao (mengarak patung

menyerupai harimau), tarian ini menggambarkan kebesaran

kerajaan zaman dahulu, mengingatkan seorang raja harus

Page 115: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

124

mampu melindungi, mengayomi serta memperhatikan

masyarakatnya.

14. Dan terakhir atraksi Lompat Batu (Hombo Batu).

Kepada Bapak Menteri Negara PDT diberikan baju kebesaran

bangsawan Nias Selatan, yakni rompi sebagai baju penahan panah dari musuh,

kalabubu penangkis tebasan musuh dari senjata tajam di leher, öndröra - pakaian

lengkap kesatria, tolögu - pedang alat menyerang musuh, baluse - perisai

pelindung dari serangan musuh, toho – tombak senjata untuk menyerang musuh

dan takula/rai – mahkota tanda seorang raja.

Dan sebagai pengumuman kepada khalayak ramai bahwa seseorang

melalui keputusan rapat adat telah ditetapkan bahwa telah sah diangkat menjadi

raja, dengan gelar kebangsawanan Tuha Samaeri Nahönö dilakukanlah pekikan

hugö oleh Sondroro sebagai tanda sahnya penobatan gelar kebangsawanan Ir. H.

Ahmad Helmy Faisal Zaini (Menteri Negara Pembangunan Desa Tertinggal).

Setelah penobatan itu, maka penerima gelar bangsawan didudukkan di tahta raja

(osa-osa).

Dalam ritual adat Nias bila seseorang telah diangkat menjadi raja atau

gelar bangsawan, maka harus memenuhi syarat yakni harus mampu menyediakan

hidangan makan besar untuk rakyatnya, sebagai bentuk simboliknya Menteri

Negara PDT menyembelih hewan babi untuk dijadikan makanan rakyatnya

(masyarakat desa Bawömataluo).

Page 116: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

125

4.2 Fungsi Hoho Faluaya Pada Masyarakat Nias Selatan

Seperti yang dikatakan Bronislaw Malinowski, bahwa fungsi itu intinya

adalah bahawa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan

suatu rangkaian dari sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang

berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah

satu unsur kebudayaan, terjadi karena awalnya manusia ingin memuaskan

keinginan nalurinya terhadap keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena

keinginan naluri manusia untuk ingin tahu. Namun banyak pula aktivitas

kebudayaan yang terjadi karena kombinasi dari beberapa macam human need itu.

Dengan pemahaman ini seorang penyelidik boleh menganalisis dan menerangkan

banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia.24

Sejalan dengan pendapat Malinowski, Hoho Faluaya timbul dan

berkembang karena diperlukan untuk memuaskan suatu rangkaian keinginan

naluri masyarakat Nias pada umumnya. Hoho Faluaya timbul, karena masyarakat

pengamalnya ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap keindahan. Namun

lebih jauh daripada itu, akan disertai dengan fungsi-fungsi lainnya, seperti

integrasi masyarakat, hiburan, kontinuitas budaya dan lainnya.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa penggunaan musik berkaitan

dengan dalam situasi bagaimana musik itu digunakan oleh suatu masyarakat.

24 Takari (2010:347). Disertasi: “Fungsi dan Bentuk Komunikasi Dalam Lagu Dan

Tari Melayu Di Sumatera Utara”. Disertasi Jabatan Pengajian Media Fakulti Sastera Dan Sains Sosial Universiti Malaya Kuala Lumpur.

Page 117: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

126

Sedangkan fungsi musik menitikberatkan perhatiannya kepada alasan

penggunaan, terutama maksud dan tujuan lebih luas, yaitu sejauh mana musik

dapat melayani kebutuhan manusia itu sendiri. Berikut ini akan dijelaskan

beberapa fungsi yang ada pada penyajian Hoho Faluaya sebagai salah satu bentuk

tradisi musik lisan.

4.2.1 Fungsi Pelaksanaan Pesta Adat

Masyarakat Nias dalam kehidupannya banyak melakukan pesta adat

sebagai ungkapan syukur dan kegembiraan mereka, khususnya di Nias Selatan

Hoho Faluaya merupakan sarana utama bagi terlaksananya beberapa pesta adat

besar (owasa). Hal ini dapat dilihat pada setiap pelaksanaan pesta upacara

kematian seseorang yang bergelar bangsawan dan telah banyak berjasa kepada

masyarakat dalam memperjuangkan desanya, akan dibuat hasi nifolasara (peti

mayat) yang khusus dan dilaksanakan upacara agung seperti:

1. Folau hoho ba fetataro:

Melantunkan hoho untuk menghormati dan menghantar sang

bangsawan pada tahtanya yang terakhir.

2. Faböli-böli:

Syair-syair yang dilantunkan dalam bentuk nyanyian untuk

menceritakan riwayat hidup sang bangsawan, bagaimana pengaruhnya

selama dia hidup dan setelah dia meninggal dunia. Yang

melantunkannya adalah kaum laki-laki. Selain Faböli-böli, juga

dilakukan Fane’esi yaitu acara meratapi orang mati dengan

menceritakan liku-liku kehidupannya selama hidup dan bagaimana

nasib keluarga yang ditinggalkannya. Acara ini dilakukan oleh kaum

ibu-ibu (perempuan).

Page 118: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

127

3. Faluaya:

Perarakan dalam bentuk tari perang. Sebelum dikuburkan, mayat yang

sudah diletakkan dalam hasi nifolasara di arak dalam prosesi yang

agung oleh seluruh warga kampungnya sendiri dan warga kampung

lain yang turut belasungkawa. Jika upacara kematian seorang

bangsawan tidak agung, maka hal itu merupakan pukulan yang

memalukan terhadap anak-anak dan keluarganya dan dapat

menurunkan kewibawaan mereka di hadapan masyarakat.

Demikian juga halnya pada pelaksanaan pesta yang berkaitan dengan

ritual adat pengesahan berbagai bentuk peraturan-peraturan (hukum adat) yang

disusun oleh pengetua-pengetua adat untuk ditaati oleh seluruh anggota

masyarakat Nias dalam menjalani segala kegiatan kehidupannya yang dikenal

dengan fondrakhö (penetapan hukum adat) atau di Nias Selatan lebih dikenal

dengan upacara Famatö Harimao/Famadaya Harimao. Dalam upacara

pengesahan hukum adat ini harus disertai penyajian Hoho Faluaya, Fogaélé

Fatélé dan Fahombo25. Dalam pengertian hukum adat menjadi sah untuk

diberlakukan di tengah-tengah masyarakat Nias bila ditandai dengan mengusung

patung yang menyerupai harimau sebagai lambang perjanjian disertai melakukan

hoho dan melakukan gerak faluaya.

Adapun isi dari hukum adat yang sudah ditetapkan diantaranya mengatur

pada saat peristiwa apa saja Hoho Faluaya dapat disajikan. Pada peristiwa ritual

adat kematian seorang golongan bangsawan (balö zi’ulu) dan balö zi’ila, dan

peristiwa ritual adat pengukuhan gelar bangsawan wajib dilaksanakan Hoho

25 Periksa Pastor Johannes Maria Harmmerte, OFMCap, Famatö Harimao, Pesta

Harimao – Fondrakö – Börönadu dan Kebudayaan Lainnya Di Wilayah Maenamölö – Nias Selatan, (Medan, 1986), hlm. 180,212.

Page 119: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

128

Faluaya. Bila tidak disertai dengan Hoho Faluaya, maka akan hilanglah wibawa

atau kesakralan upacara tersebut.

Selanjutnya dapat dilihat pada saat pelaksanaan pesta upacara

pengukuhan gelar bangsawan maupun penyambutan tamu kebesaran Hoho

Faluaya juga dipakai sebagai bagian dari pesta adat tersebut, dalam hal ini

menjadi objek penelitian penulis. Keharusan ini menunjukkan bahwa Hoho

Faluaya memiliki fungsi yang berkaitan upacara adat atau pesta adat.

4.2.2 Fungsi Simbol Keperkasaan

Dahulu masyarakat Nias terkenal sering berperang dan konflik antar desa

(banua/öri). Banyak penyebab konflik dan perang antar kampung terjadi

dikarenakan, miisalnya: masalah perbatasan tanah, perempuan dan sengketa

lainnya. Hal ini mengundang desa yang satu menyerang desa yang lain, sehingga

para prajurit ‘bohalima’ yang ikut dalam penyerangan, harus memiliki

ketangkasan dan kemampuan yang handal dalam berperang melawan musuh dan

tangkas dalam menyelamatkan diri.

Peperangan antar kampung masih sangat sering terjadi, apalagi pada saat

tradisi berburu kepala manusia ‘magai högö’ masih dijalankan. Ketika pada

pemburu kepala manusia dikejar atau melarikan diri, maka mereka harus mampu

melompat pagar atau benteng desa sasaran yang telah dibangun dari batu atau

bambu atau dari pohon ‘tali’anu’ supaya tidak terperangkap di daerah musuh.

Itulah sebabnya desa-desa didirikan di atas bukit atau ‘hili’(gunung) supaya

musuh tidak mudah masuk dan tidak cepat melarikan diri.

Page 120: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

129

Pada masyarakat Nias menjadi suatu kebanggaan apabila dapat menjadi

seseorang yang berani berkorban demi membela kampung mereka. Apapun

dikorbankan demi kehormatan pada kampung sendiri ‘fabanuasa’. Dalam

kehidupan mereka selalu mengutamakan “öndröra vfabanuasa, kiri-kiri

mbambatö sa”26. Itulah motto dan prinsip dalam membela dan mempertahankan

nama kampung. Artinya, rasa patriotis pada kampung lebih utama dari pada

hubungan kekerabatan. Kejadian pada salah seorang warga kampung, merupakan

peristiwa pada seluruh warga. Misalnya: jika salah seorang warga kampung A

disakiti oleh warga desa B, maka warga desa A yang lain akan turut

membalasnya. Demikian sebaliknya. Hal ini menjadi sumber konflik antar

kampung yang penyelesaiannya kompleks dan meninggalkan dendam kesumat

‘horö manana’.

Dalam teks Hoho Faluaya juga dikumandangkan bagaimana kehebatan

dan keperkasaan para bohalima (prajurit perang) Nias. Seperti frase kalimat la’

imba, imba horö (seperti babi jantan yang liar) yang dimaksudkan untuk

menyebut bahwa inilah prajurit yang gagah perkasa. Frase-frase kalimat yang

digunakan pada Hoho Fu’alö seperti, oi humokha-hokha (merinding), oi tumaro

mbörö mbu (menggigil), oi jumikhi-jikhi (bergetar), oi huméu-héu (berguncang),

yang disampaikan semuanya bermaksud menunjukkan kekuatan para bohalima

yang memiliki makna konotatif barang siapa yang mendengar kedatangan para

pasukan ini akan menggeletar dan lari ketakutan, jangan sampai melihat apalagi

mendatanginya.

26 Wawancara dengan Hikayat Manaö, Mei 2010, di Desa Bawömataluo Nias Selatan.

Page 121: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

130

4.2.3 Fungsi Penguat Status Sosial

Salah satu kebiasaan baik bagi masyarakat Nias Selatan khususnya dan

seluruh masyarakat Nias umumnya yang telah berkeluarga (berumah tangga)

adalah adanya kebiasaan tidak menyebutkan nama maupun marganya, namun

menjadi keharusan dalam menyebutkan identitas seseorang adalah dengan

menyebutkan gelar yang telah dianugerahkan kepadanya ataupun dengan

menyebutkan nama anaknya yang paling tua. Sebagai contoh seorang dari

kelompok si’ulu atau kelompok bangsawan Nias yang bernama Bapak F. Wau

beliau dipanggil dengan nama Ama Devi Wau (nama anak yang paling tua adalah

Devi) dan semenjak melaksanaakan ritual owasa (upacara pesta besar) kepada

beliau dianugerahi gelar kebangsawanan “Tuha Samae Ewali” dan sejak saat itu

beliau dipanggil sesuai nama gelarnya. Contoh lain dari kelompok si’ila yakni

Bapak Ariston Manaö kebetulan beliau menjabat sebagai Kepala Desa

Bawömataluo kepada beliau dipanggil oleh masyarakat umum dengan nama

Amada Salawa (Bapak Kepala Desa), untuk lingkungan keluarga dan kerabat

dekat beliau dipanggil dengan nama Ama Rocky Manaö (nama anak yang paling

tua adalah Rocky), dan dalam posisi adat beliau dipanggil sesuai dengan gelar

yang telah diperoleh dari pengetua-pengetua adat yakni “Söfu Farökha”. Ini

merupakan norma yang mendukung terciptanya ikatan sosial yang kuat dalam

kalangan masyarakat Nias.

Adat dan kelompok adat adalah unsur-unsur yang paling sentral dan kuat

dikalangan masyarakat Nias Selatan, maupun masyarakat Nias umumnya.

Kekuatan adat tersebut ditunjukkan dalam kehidupan mereka melalui peristiwa

Page 122: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

131

ritual pengukuhan status sosial dalam hal ini seperti gelar kebangsawanan

seseorang. Peranan penyajian Hoho Faluaya dalam konteks pengukuhan gelar

adat ini adalah suatu yang sangat menentukan dan dianggap sebagai penguat

status sosial.

“Musik mencerminkan nilai-nilai, pengatur kondisi sosial dan perilaku

kultur lainnya.” Musik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan.

Dan sebagaimana aspek-aspek kebudayaan lainnya, musik niscaya akan

mencerminkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip umum yang mendasarinya, yang

menghidupkan kebudayaan tersebut secara menyeluruh.

Penyajian Hoho Faluaya mempunyai hubungan erat dengan struktur

adat. Status para penyaji Hoho Faluaya didasarkan atas peran yang dimainkannya.

Kafalo Zaluaya/ Sondroro (leader hoho) yakni seorang yang memandu nyanyian

dan tarian serta yang menentukan kapan dimulai dan kapan berhenti dan selalu

diakui sebagai pemimpin secara adat di antara mereka. Ia mempunyai peranan

yang sangat besar dalam menentukan dan mengemas tema pesan yang akan

disampaikan. Menurut adat Nias, apabila pihak yang meminta hoho memberikan

suatu penghargaan maka pemimpin hoho inilah yang harus menerima

penghargaan tersebut. Dalam hal pendapatan di antara para bohalima (peserta

tari), ia juga yang akan mendapat imbalan yang lebih besar.

Tingkatan kedua yaitu para Sanoyohi (fanema sato)yakni mereka yang

mendapat peran sebagai penegas teks hoho yang dilantunkan oleh seorang

Sondroro. Jadi peran mereka adalah menjawab apa yang disyairkan oleh sondroro

dengan gaya nyanyian yang khas dari kelompok sanoyohi yang minimal terdiri

Page 123: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

132

dari 2 kelompok sanoyohi dan masing-masing minimal terdapat 2 orang di

dalamnya.

Jabatan yang diperankan dalam Hoho Faluaya juga mempunyai

hubungan dalam kelompok adat khususnya di Nias Selatan, yang terdiri dari

empat kelompok masyarakat yakni: (1) si’ulu (bangsawan); (2) éré (pemuka

agama pelebegu); (3) ono mbanua (rakyat biasa/jelata); (4) sawuyu (budak).

Selanjutnya lapisan si’ulu dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu balö ziulu

(yang memerintah) dan si’ulu (bangsawan kebanyakan). Ono mbanua dapat

dibagi menjadi dua golongan yaitu si’ila (cerdik pandai dan pemuka rakyat) dan

sato (rakyat kebanyakan). Akhirnya sawuyu dapat dibagi menjadi dua golongan

yaitu binu (orang yang menjadi budak karena kalah perang atau diculik), sondrara

hare (orang yang menjadi budak karena tak dapat membayar hutang), dan halite

(orang yang menjadi budak karena ditebus orang setelah dijatuhi hukuman mati).

Dari semua golongan budak nasib binu adalah yang paling buruk, karena dari

kalangannyalah yang dapat dipilih untuk dikurbankan pada upacara-upacara yang

memerlukan kurban manusia.

Sebagaimana peran sondroro/kafalo zaluaya adalah seseorang yang

terpilih karena keahliannya, kecerdasannya dan kemampuannya memimpin

khususnya ber-hoho dan menari faluaya dari kelompok si’ulu atau si’ila bahkan

kelompok ere. Namun peran ini lebih didominasi oleh kelompok si’ila dan

kelompok ere. Sedangkan peran sanoyohi biasanya dari kelompok si’ila (cerdik

pandai dan pemuka rakyat) dan sato (rakyat kebanyakan), keseluruhan penyaji

Hoho Faluaya ini adalah kelompok prajurit perang (bohalima).

Page 124: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

133

4.2.4 Fungsi Perekat Kehidupan Masyarakat

Yang dimaksud perekat kehidupan masyarakat adalah tali pengikat

kekeluargaan di antara masyarakat Nias. Hal ini tergambar pada Hoho Siöligö

bahwa seluruh masyarakat harus bersatu bergandeng tangan menunjukkan

semangat kebersamaan membangun dan mempertahankan desa warisan leluhur

mereka. Menurut Merriam (1964: 227) salah satu fungsi musik adalah sebagai

wadah atau sarana untuk berkumpul bagi masyarakatnya. Demikian juga halnya

dengan konteks upacara adat masyarakat Nias merupakan wadah atau sarana bagi

pihak sawatö (pemilik pesta) dengan seluruh unsur kekerabatannya untuk

berkumpul, berinteraksi, dan mempererat hubungan yang terjalin di antara

mereka semuanya. Adanya Hoho Faluaya sebagai sebuah penyajian utama pada

peristiwa ritual besar yang melibatkan seluruh masyarakat khususnya

Bawömataluo, menjadi momen berkumpul serta berinteraksi sehingga melahirkan

ikatan yang kuat di antara mereka.

4.2.5 Fungsi Komunikasi dan Penyampaian Pesan

Masyarakat Nias dalam menyampaikan maksud keinginannya selain

melalui ucapan biasa, akan lebih berharga dirasakan apabila dilakukan dengan

menggunakan pepatah (amaedola). Amaedola atau Vfamaedo (Nias Selatan)

merupakan salah satu cara yang berwibawa dalam menyampaikan maksud dan

tujuan apalagi yang berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat. Selain

dengan amaedola masyarakat Nias juga mengungkapkannya melalui Hoho.

Menurut Merriam (1964: 220) manusia sebagai makhluk sosial dalam

Page 125: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

134

kehidupannya senantiasa berkomunikasi dengan sesamanya. Komunikasi sebagai

proses penyampaian sesuatu pesan kepada yang dituju dapat berupa lisan dan

tulisan, maupun isyarat. Penyampaian semua bentuk komunikasi tersebut dapat

dilaksanakan dengan baik jika mempunyai sarana-sarana tertentu. Salah satu

sarana komunikasi tersebut adalah melalui musik.

Untuk itu dapat dilihat dan dirasakan bahwa musik hoho disini berfungsi

sebagai alat penyampai pesan. Ketika Hoho Faluaya dikumandangkan dalam

suatu upacara adat berarti sedang terjadi penyampaian pesan kepada seluruh

masyarakat. Seperti fohuhugö (seruan persetujuan yang dipekikkan) berfungsi

mengirim pesan dan meminta jawaban terhadap pesan. Demikian halnya dengan

fu’alö, fadölihia, dan siöligö beberapa pesan dikirim lewat seorang Sondroro dan

yang mewakili masyarakat yakni kelompok Sanoyohi menerima pesan dan

menjawab pesan tersebut. Mereka saling mengerti bahwa musik yang dinyanyikan

dan gerakan tarian tersebut merupakan tanda adanya satu peristiwa upacara adat.

Selain itu, Hoho Faluaya juga mau menyampaikan pesan terhadap

identitas etnis. Sebagai salah satu dari sekian banyak kelompok etnis di Indonesia,

masyarakat Nias yang tertarik pada tari-tarian dan musik tradisionalnya, sangat

menyadari keunikan musik mereka, baik di dalam maupun di luar tradisi Hoho.

Pada acara-acara silaturahmi, sebagian dari anggota masyarakat sering muncul

“nasionalisme primitif kesukuan” dengan musik, tarian dan adat sebagai titik tolak

semangat. Pada acara seperti ini kerap kali sangat membantu penyebaran musik

dan tari-tarian Nias, yang mempengaruhi musik dan tari-tarian nasional Indonesia.

Page 126: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

135

Dengan demikian, pergelaran Hoho Faluaya merupakan suatu acara guna

mengkomunikasikan karakter dan kebanggaan etnis mereka.

4.2.6 Fungsi Nilai-Nilai Estetis

Nilai-nilai estetis yang dimaksud di sini adalah bagaimana masyarakat

Nias menempatkan dirinya ketika berada dalam suasana seremonial atau

keterlibatannya dalam upacara adat. Seperti pengukuhan gelar bangsawan yang

diberikan oleh pengetua adat Nias (si’ulu dan si’ila) dilakukan dengan

menuturkan bagaimana gelar tersebut dapat diberikan kepada seseorang yang

ternyata telah banyak memberikan jasa terhadap pembangunan desa mereka.

Dalam konteks Hoho Faluaya sebagai sarana pengukuhan gelar

bangsawan, tuturan yang disampaikan tidak sekedar menggunakan ucapan biasa

namun dengan mempertimbangkan pemilihan kata-kata yang menggambarkan

nilai-nilai estetis yang kemudian dirangkai dalam bentuk kalimat syair dengan

penuh ketelitian, keahlian dan kecerdasan yang dimiliki oleh seorang ere hoho /

sondroro hoho / sifahoho. Kalimat syair tersebut dibahasakan dengan

melantunkannya atau disampaikan dengan nyanyian (ber-hoho) sehingga terjalin

hubungan tekstual, sifat puitik, dan gaya bahasa di dalam struktur nyanyian.

Hubungan inilah yang menjadi ukuran keseriusan pelaksanaan sebuah upacara

adat pengukuhan gelar bangsawan tersebut di atas.

Berbicara nilai-nilai estetis Hoho Faluaya tentu bukan hanya sekedar

melihat yang terhayati dari unsur teks yang dinyanyikan saja (hoho), namun harus

melibatkan penghayatan terhadap keindahan gerak atau tarian (faluaya). Tarian

Page 127: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

136

Faluaya merupakan bagian dari ritual adat sehingga tidak boleh dipandang hanya

sebagai suatu aturan atau kebiasaan yang telah dilakukan secara turun-temurun,

oleh sebab itu dalam menarikannya juga sekaligus tergambar nilai-nilai estetika

(keindahan). Nilai-nilai estetik tersebut tidak hanya dapat dirasakan oleh para

pelaku tari (fanari), namun sekaligus juga dapat dimengerti oleh penonton pada

umumnya.

Sikap serius tersebut berhubungan erat dengan penghayatan estetis si

penari terhadap nyanyian yang mengiringinya. Hubungan di antara bunyi musik

dalam mengiringi tarian dan gerakan-gerakan tari yang dilakukan akan

menampakkan nilai-nilai estetik, baik bagi penari, maupun bagi penonton yang

terlibat. Selain itu, menari secara serius dan sungguh-sungguh dalam suatu

upacara adat sekaligus juga merupakan cerminan dari rasa hormat serta sikap tulus

terhadap semua pihak yang terlibat dalam upacara adat tersebut. Sikap serius

dalam menari timbul atas dasar penghayatan bunyi musik yang mengiringinya.

Dimanapun di dunia ini, tampak jelas bahwa musik mempunyai peran

yang kuat dalam mengungkapkan suasana hati seseorang. Pengungkapan suasana

hati itu dapat bersifat spesifik seperti halnya pada lagu yang bernuansa politis

maupun lagu-lagu percintaan yang mau mengungkapkan perasaan dan kepuasan

diri. Apapun jenis suasana hati yang diekspresikan dalam proses pembuatan

musik, akan menggugah reaksi dari para pendengar dan reaksi itu tidak lepas dari

pementasannya. Maksudnya adalah nuansa lagu yang dibawakan disesuaikan

dengan suasana upacara adat. Sebagai contoh, untuk pesta perkawinan, pesta

Page 128: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

137

panen dan pesta meriah lainnya tentu sangat berbeda nuansa musiknya dengan

suasana kematian atau kesedihan.

Salah satu faktor yang dianggap penting dalam menentukan reaksi

suasana hati terhadap musik di kalangan masyarakat Nias adalah tempo musik

yang dibawakan. Untuk menunjukkan suasana gembira, maka dipakai tempo

sedang hingga tempo cepat. Sedangkan tempo lambat umumnya dipakai untuk

yang berhubungan dengan hal-hal musibah, kekecewaan, kesedihan dan kerinduan

hati. Banyaknya lagu-lagu sedih di daerah Nias dan digunakannya istilah

fange’esi menggambarkan makna suasana hati dari lagu-lagu tersebut serta

persepsi masyarakat Nias terhadap lagu-lagu tersebut. Pengungkapan perasaan

mungkin paling mudah dan sederhana untuk difahami dari lirik yang

dikandungnya.

Seorang pemimpin (ere/sondroro/sifahoho) mempunyai peran penting

dalam suasana ini. Pemandu hoho ini menjadi pemicu dalam memulai dan

memfasilitasi pengungkapan perasaan yang sesuai untuk masing-masing situasi

dengan cara “menghidupkan” syair yang dibangun untuk yang dinyanyikan.

Sebagai contoh, dalam Hoho Faluaya seorang sondroro harus mampu

membangun teks yang berisikan ungkapan semangat patriotisme atau semangat

perjuangan, semangat kemenangan maupun semangat tidak terkalahkan dan

pantang menyerah. Keberhasilan seorang sondroro, adalah bila syair yang

dibangunnya mendapat respon positif dari para bohalima (prajurit perang/penari

perang), sehingga bagi yang mendengar atau menyaksikan kehadiran mereka akan

ikut terbakar semangatnya atau bahkan menjadi takut dan gentar bila itu orang

Page 129: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

138

yang tidak senang pada kehadiran mereka. Teks yang terbentuk dikuatkan

dengan ekspresi gerak tarian berperang oleh para bohalima, sehingga lengkaplah

sudah suasana emosional dapat tersajikan. Bentuk semangat patriotisme yang

diwujudkan dalam aktivitas Hoho Faluaya memiliki fungsi lahirnya nilai-nilai

estetis.

4.2.7 Fungsi Hiburan dan Ucapan Syukur

Ungkapan syukur seperti yang dilakukan para bohalima pada saat

melakukan Hoho Fadölihia merupakan sebuah ungkapan kegembiraan,

kebanggaan, dan kepuasan mereka terhadap apa yang sudah diberikan oleh

pemimpin-pemimpin mereka. Malinowski (dalam Koentjaraningrat, 1987: 71)

menguraikan bahwa semua aktivitas kebudayaan sebenarnya bermaksud untuk

memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan manusia. Dihubungkan

dengan kesenian sebagai aktivitas kebudayaan dalam suatu masyarakat maka

keberadaan suatu bentuk kesenian tidak semata-mata ditentukan oleh seniman

sebagai pelaku kesenian, namun yang lebih penting lagi adalah terletak pada

penerimaan masyarakat sebagai penikmat dan sekaligus apresiator terhadap suatu

bentuk kesenian.

Melihat penyajian Hoho Faluaya utamanya berfungsi sebagai ritual adat

namun dalam pengamatan penulis penyajian tersebut tidak menutup kemungkinan

adanya aspek hiburan dalam penyajiannya. Kenyataan ini dapat terlihat dari

ekspresi para penonton yang hadir menyaksikan pergelaran Hoho Faluaya baik

untuk pengukuhan gelar adat bangsawan Nias maupun untuk atraksi budaya, yang

Page 130: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

139

dihadiri oleh para turis asing atau domistik. Dalam penyajiannya penonton dapat

dilibatkan untuk ikut serta menari dan menyanyi khususnya dalam penyajian

Hoho Siöligö yakni salah satu jenis nyanyian dan tarian yang terdapat dalam Hoho

Faluaya. Keterlibatan penonton menunjukkan rasa kebersamaan sesuai dengan

makna Siöligö menggambarkan gerakan persatuan sambil menari dan bernyanyi

bersama sambil bergandengan tangan satu dengan yang lainnya tanpa ada tombak

dan tameng di tangan, sehingga terlihat wajah gembira diantara penonton yang

terlibat.

Proses belajar secara lisan pun tergambar pada saat mereka melakukan

Hoho Siöligö. Saling memberitahukan teks apa yang hendak diucapkan

(dinyanyikan) dan langkah apa yang harus digerakkan dengan perasaan penuh

kegembiraan. Dengan formasi membentuk lingkaran besar terus berkeliling

sambil berpegangan tangan dengan menggerakkan langkah yang sama namun teks

nyanyian (hoho) yang berganti-ganti, dan akhirnya gerakan dan nyanyian

dihentikan dengan syair penutup oleh sondroro hoho dan dijawab dengan secara

serempak oleh peserta yang terlibat dengan jawaban Hu!

4.2.8 Fungsi Pengiring Gerakan Tarian Faluaya

Dalam hal ini Hoho Faluaya berfungsi sebagai musik pengiring untuk

menggerakkan fisik (menari). Kaitan fungsi ini dengan penyajian Hoho Faluaya

dapat dilihat pada saat para bohalima menari. Artinya pada saat hoho dilantunkan

oleh sondroro, alunan melodi secara spontan merangsang perasaan para bohalima

yang mendengarnya, dan dengan rasa itu kemudian menggerakkan fisik mereka

Page 131: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

140

dengan melakukan gerakan-gerakan (gesture) berperang sebagai ungkapan

semangat patriotisme yang masih mengalir di darah para prajurit perang / penari

perang (bohalima). Reaksi ini mereka perlihatkan dengan melakukan gerakan

bertahan, mengendap, menyerang, menangkis, dan gerakan lain seperti berperang

melawan musuh dan semua itu dilakukan dengan indah dan khas yang merupakan

gerakan tari.

4.2.9 Fungsi Pertahanan Budaya

Merriam (1964: 225) menjelaskan bahwa musik juga merupakan suatu

perwujudan dan aktivitas yang bertujuan untuk mengekspresikan nilai-nilai.

Dengan demikian, fungsi musik tersebut menjadi bagian dari beragam

pengetahuan manusia lainnya seperti sejarah, mitos, dan legenda. Dengan

demikian musik berfungsi bagi kesinambungan kebudayaan yang diperoleh

melalui transmisi pendidikan, kontrol terhadap perilaku yang salah, menekankan

kepada kebenaran, dan pada akhirnya menyumbangkan kepada stabilitas

(kesinambungan) kebudayaan.

Hoho merupakan salah satu pendukung pelaksanaan berbagai upacara

adat pada masyarakat Nias. Disebutkan sebagai upacara adat karena memiliki

aturan-aturan tertentu dan dilaksanakan secara turun-temurun. Dengan masih

disertakannya Hoho Faluaya dalam ritual adat pengukuhan gelar bangsawan Nias,

maka kesinambungan kebudayaan etnis Nias masih berlangsung sampai saat ini.

Dalam konteks Hoho Faluaya dalam ritual adat pengukuhan gelar bangsawan

Page 132: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

141

Nias, bernyanyi sambil menari sebagai satu bagian dari budaya Nias terus

menjadi suatu aktivitas yang digemari oleh masyarakat Nias pada umumnya.

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa Hoho Faluaya dijadikan

sebagai sarana untuk menjaga kelangsungan nilai-nilai kultural dan keagamaan.

Hoho Faluaya juga menjadi alat untuk pengikat dan peneguh ikatan sosial dan

upacara-upacara kultural maupun keagamaan yang dianggap penting oleh

masyarakat Nias.

Page 133: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

142

BAB V

ANALISIS TEKS HOHO FALUAYA

5.1 Analisis Semiotik Penyajian Teks Hoho Faluaya

Sebagai makhluk yang hidup di dalam masyarakat dan selalu melakukan

interaksi dengan masyarakat lainnya tentu membutuhkan suatu alat komunikasi

agar bisa saling memahami tentang suatu hal. Apa yang perlu dipahami? Banyak

hal salah satunya adalah tanda. Supaya tanda itu bisa dipahami secara benar dan

sama membutuhkan konsep yang sama supaya tidak terjadi misunderstanding atau

salah pengertian. Namun pada kenyataannya tanda itu tidak selamanya bisa

dipahami secara benar dan sama di antara masyarakat. Setiap orang memiliki

interpretasi makna tersendiri dan tentu saja dengan berbagai alasan yang melatar-

belakangi-nya. Ilmu yang membahas tentang tanda disebut semiotik ( the study of

signs). Masyarakat selalu bertanya apa yang dimaksud dengan tanda? Banyak

tanda dalam kehidupan sehari-hari kita seperti tanda-tanda lalu lintas, tanda-tanda

adanya suatu peristiwa atau tanda-tanda lainnya. Semiotik meliputi studi seluruh

tanda -tanda tersebut sehingga masyarakat berasumsi bahwa semiotik hanya

meliputi tanda-tanda visual (visual sign). Di samping itu sebenarnya masih

banyak hal lain yang dapat kita jelaskan seperti tanda yang dapat berupa

gambaran, lukisan dan foto sehingga tanda juga termasuk dalam seni dan

fotografi. Atau tanda juga bisa mengacu pada kata-kata, bunyi-bunyi dan bahasa

tubuh (body language). Semiotik analitik merupakan semiotik yang menganalisis

sistem tanda. Peirce mengatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan

Page 134: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

143

menganalisisnya menjadi ide, obyek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai

lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang

mengacu pada obyek tertentu.

Berdasarkan pendekatan teori-teori semiotik pada bab I, maka penulis

akan menggunakannya dalam rangka melihat makna, maksud dan tujuan teks

Hoho Faluaya. Adapun langkah yang akan penulis lakukan dalam proses

pembentukan interpretant yakni pertama: melakukan abduksi (firstness), berarti

memperoleh gagasan tentatif, sebagai suatu kemungkinan, kedua: lewat proses

nalar deduktif (secondness) diperoleh suatu yang telah memperoleh validasi

berlebih karena ditopang konsekuensi logis, ketiga: lewat nalar induktif

(thirdness), validitas karena konsekuensi praktis dalam masyarakat. Akhirnya,

semiosis pragmatik ini menjadi suatu epistemologi yang memperoleh

keabasahannya bukan lewat teori kebenaran korespondensi (persesuaian gagasan

dengan realitas), tetapi karena ditopang secara pragmatis dalam suatu realitas

khusus, menjadi menganut realisme sosial dalam teori pengetahuannya.

Selanjutnya dengan tipologi tanda oleh Pierce, proses epistemolgi atau semiosis

berlangsung menurut dua tahap. Tahap pertama adalah lewat proses “logical

argumentation” dalam urutan abduksi, deduksi, dan induksi sehingga tiga tahap

fenomenologi pun diterapkan pada tahap ini. Tahap kedua adalah lewat sistem

triadik, yakni penjelajahan relasi antarunsur-unsur tanda secara tipologis. Dengan

kata lain, tahap pertama memperhitungkan ketiga unsurnya, sedangkan tahap

kedua menkaji kaitan antarunsur secara berturut-turut dalam tipologi semiotik

sebagaimana terlihat berikut :

Page 135: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

144

Interpretant

Tanda (Representament) Objek

Pengetahuan diperoleh lewat semiosis dan merupakan pengetahuan tidak

langsung, yang diperoleh lewat tanda-tanda. Pengetahuan tidak diperoleh

langsung dari objek atau realitas (garis terputus-putus).

Lewat Barthes, melihat objek teks sebagai tanda denotatif dan

interpretant sebagai konotatif. Setiap tanda selalu memperoleh pemaknaan awal

yang dikenal dengan dengan istilah denotasi dan oleh Barthes disebut sistem

primer. Kemudian pengembangannya disebut sistem sekunder. Sistem sekunder

ke arah ekspresi dise but metabahasa. Sistem sekunder ke arah isi disebut konotasi

yaitu pengembangan isi sebuah ekspresi. Konsep konotasi ini tentunya didasari

tidak hanya oleh paham kognisi, melainkan juga oleh paham pragmatik yakni

pemakai tanda dan situasi pemahamannya.

Banyak hal yang dapat kita pelajari dari musik disamping perilaku

empunya musik itu sendiri. Suatu hal yang penting untuk dimengerti dari manusia

dalam hubungannya dengan musik adalah teks nyanyian. Teks nyanyian

merupakan lebih dari bahasa tata tingkah laku, tetapi teks nyanyian merupakan

bahagian integral dari musik. (Merriam, 1964: 187)

Dari hasil wawancara penulis dengan Hikayat Manaö, beliau mengatakan

arti dari Faluaya itu sendiri adalah menari dengan membentuk gerakan-gerakan

perang. Dan Hoho Faluaya itu sendiri adalah sebuah nyanyian bertujuan untuk

membakar semangat jiwa para bohalima. Syair (teks) yang disampaikan dalam

Page 136: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

145

Hoho Faluaya tersebut berisikan penekanan atau dorongan semangat untuk

mengingatkan bahwa begitu pentingnya mempertahankan wilayah perkampungan

mereka dengan mengisahkan keperkasaan dan perjuangan leluhur mereka dalam

membangun desa dan mempertahankannya dari ancaman musuh. Sehingga dalam

hoho ini kelihatan ekspresi para bohalima yang diungkapkan dalam gerakan fisik

(tubuh) mereka pada saat hoho ini dikumandangkan. Hal ini dapat terlihat saat

mereka menggambarkan bagaimana sikap mereka pada saat melawan atau

menyerang musuh, bertahan terhadap serangan musuh, mengintai posisi musuh,

bagaimana melompati pagar atau tembok pertahanan musuh, dan lain-lain yang

menggambarkan strategi berperang. Gerakan-gerakan yang dilakukan ini sekarang

lebih dikenal dengan nama Tarian Perang (War Dance), dimana ada Panglima

Perang (Kafalo Zaluaya) atau pemimpin tari perang dan ada prajurit perang

(bohalima) atau rombongan tari perang.

Dibawah ini akan penulis transkripsikan teks Hoho Faluaya yang

disajikan oleh Hikayat Manaö (Ama Gibson) sebagai Kafalo Zaluaya/ Sondroro/

Ere Hoho dengan 2 (dua) orang kelompok sanoyohi masing-masing terdiri dari 2

(dua) orang. Dalam pengkajian teks hoho ini penulis mentranskripsi dua jenis

seruan persetujuan yang sering diulang sebagai sebuah penegasan dalam bentuk

hampir seperti pertanyaan disebut Fohuhugö dan Hivfagö serta trasnkripsi struktur

penyajian utama teks yang terbagi dalam 3 (tiga) jenis hoho dengan urutan

pemakaian, yakni: (1) Hoho Fu’alö, (2) Hoho Fadölihia, dan (3) Hoho Siöligö.

Selanjutnya transkripsi penyajian teks hoho ini tidak seluruhnya penulis

tuangkan, hal ini dikarenakan setiap hoho bisa saja disajikan selama berjam-jam.

Page 137: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

146

Dengan latar ini, tidak memungkinkan bagi penulis untuk merekam teks hoho

tersebut secara utuh, melainkan hanya mengambil beberapa teks dari jenis hoho

tersebut di atas agar dapat memberi gambaran atas masing-masing hoho.

Analisis ini mengarah kepada teks atau syair nyanyian seperti disebut di

atas, dengan menggunakan teori semiotik, Hal ini dilakukan dalam rangka

memahami dan menafsirkan makna, maksud dan tujuan teks dari jenis-jenis karya

musikal hoho tersebut di atas. Ini penting dilakukan karena bagaimanapun teks

musik adalah sebagai ekspresi lanjutan dari teks ritual masyarakat Nias,

khususnya Hoho Faluaya.

5.2. Analisis Teks Hoho Faluaya

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa penyajian Hoho

Faluaya terdiri dari dua jenis seruan persetujuan (Fohuhugö dan Hivfagö) serta 3

jenis hoho berdasarkan isinya, dengan urutan penyajian (1). Hoho Fu’alö, (2).

Hoho Fadölihia, dan (3). Hoho Siöligö, akan penulis deskripsikan apa yang

menjadi objek tanda dimana penanda (Signifier) dan petanda (Signified)sehingga

dapat terpaparkan makna denotatif dan konotatif dari Hoho Faluaya yang akan

disajikan dengan format penulisan seperti di bawah ini :

Masing-masing jenis hoho tersebut akan dideskripsikan dalam bentuk

tabel seperti contoh di halaman berikut ini :

Contoh format penulisan:

Page 138: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

147

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1

Sa.2

-Heia hé haia dahumalö

-Aé hu! Hé

-Aé hu! Hé

- Apa yang mau kita

ambil:

-Ya

-Ya

dahumalö

(mengambil)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1. mengambil: usaha

memperoleh/

mendapatkan sesuatu.

mengambil: tindakan

menanyakan apa yang

hendak dilakukan/

dikerjakan/diperbuat

sekarang.

frase teks pembuka

fu’alö ini merupakan

bentuk pertanyaan

kepada bohalima apa

yang mau diperbuat.

Demi kemudahan penulisan dan untuk efisiensi pencatatan penulis

menggunakan singkatan untuk penyaji Hoho Faluaya, yakni menuliskan

Sondroro dengan “Son”, Sanoyohi pertama dengan “Sa.1” dan Sanoyohi kedua

dengan “Sa.2”. Untuk seluruh prajurit termasuk sanoyohi hoho akan ditulis

dengan “Sa.1 & Sa.2“.

Dalam pendekatan ucapan Bahasa Nias asli (Li Niha) dalam penulisan teks hoho,

maka dalam pentranskripsian ini penulis menggunakan huruf bunyi tunggal

(vokal) yang khas yaitu ö, yang hampir sama dengan ‘e’ pepet seperti

menyebutkan “enam” dan é seperti dalam penyebutan “tembok”, seperti pada

penjelasan sub bab bahasa pada bab II.

5.2.1 Analisis Teks Fohuhugö (Hugö)

Page 139: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

148

Kegiatan ini diawali dengan hugö27. Sebelum Hoho Fu’alö terlebih

dahulu dilaksanakan Fohuhugö. Fohuhugö (hugö) adalah sebuah teriakan atau

seruan yang memberi makna ‘meminta’ persetujuan atau kesepakatan atas apa

yang hendak dilaksanakan dan atas apa yang telah dilaksanakan. Seruan ini

diteriakkan oleh seorang Sondroro hoho setelah memahami konteks apa yang

akan diajukan untuk disetujui atau disepakati. Melihat makna dari fohuhugö maka

seruan ini akan hampir sering terdengar diserukan sebelum memulai hoho dan

setelah selesai perbagian dari hoho yang akan dan telah dikumandangkan dalam

rangkaian kegiatan penobatan gelar bangsawan ini. Demikian pula fohuhugö ini

digunakan sebelum Hoho Fu’alö ,dan saat sebelum Hoho Fadölihia, serta saat

sebelum dan sesudah Hoho Siöligö, dengan teks yang terlebih dahulu sudah

disesuaikan dengan konteks apa yang hendak disepakati atau disetujui sebelum

diserukan.

Seperti hugö dibawah ini sebagai pembuka acara. Seorang Sondroro

(Hikayat Manaö) akan melakukan hugö ‘meminta’ jawaban persetujuan adakah

semua yang hadir setuju dan sepakat untuk dilaksanakan acara besar ini (dalam

hal ini pengukuhan gelar kebangsawanan seorang Menteri Negara Pembangunan

Desa Tertinggal yakni Ir. H. Ahmad Helmy Faisal Zaini pada Juni 2011).

Tabel 5.1

27 Dalam J.Kunt (1939:14) penulis terjemahkan: Ketika menyanyi dan menari telah

berlangsung selama beberapa waktu, kebutuhan untuk waktu yang singkat, kebutuhan untuk jeda pendek yang menentukan. Salah seorang pria kemudian menyanyikan fangu hugo. Ini adalah suatu kalimat penuh yang dinyanyikan dalam nada yang sama (g' atau a’) dan dalam nuansa gembira, diteriakkan dengan suara yang lantang. Kalimat yang dikatakan: "hugo-hugo" (CN) atau "mihugo" (SN) "si ha sara todo" yang berarti: "Kami semua seide sepikir". Kemudian bersama-bersama dengan teriakan "Hu" atau "Hiu".

Page 140: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

149

Analisis Teks Hugö

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1& 2

Son

Sa.1& 2

-Tari humöhö tabörötai

tabörögö

- Hu!

- Bahijalé

- Ha!

- Sudahkah bisa kita

mulai:

-Ya kami bersedia

-Mari lanjutkan

-Ya mari

tabörötai tabörögö

(memulai)

bahijalé (teruskan)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1. memulai: upaya untuk

segera melakukan

sesuatu.

teruskan: jangan

berhenti

memulai: tindakan

bertanya apa ada

yang keberatan

acara ini

dilaksanakan.

teruskan: jika tidak

ada yang keberatan

boleh dilanjutkan

jangan berhenti.

frase Hugö ini

merupakan bentuk

pertanyaan apakah

masyarakat yang hadir

setuju acara ini dimulai.

frase Hugö ini bersifat

call respons.

Deskripsi Penyajian Teks Hugö: Sondroro menanyakan apakah acara ini sudah

dapat kita mulai? Jika seluruh yang hadir sudah merasa sepakat dan setuju maka

akan dijawab secara serempak oleh kelompok ini dengan mengatakan Hu ! (ya

kami sepakat, ya kami setuju). Namun biasanya mereka semua akan setuju karena

sebelum dilaksanakannya upacara pengukuhan gelar adat bangsawan ini, terlebih

dahulu dilakukan musyawarah (orahu) oleh pengetua-pengetua adat dalam

menetapkan gelar apa yang pantas diberikan nanti untuk disahkan dalam upacara

pengukuhan tersebut. Setelah dijawab dengan Hu !, sondroro mengajak kembali

dengan mengatakan bahijalé yang berarti jika sudah semua sepakat dan setuju

Page 141: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

150

untuk dimulai, maka marilah kita lanjutkan, dan ajakan ini sambut kembali oleh

sanoyohi dan seluruh prajurit dengan mengucapkan Ha ! yang berarti ya mari kita

lanjutkan.

5.2.2 Analisis Teks Hivfagö

Setelah hugö oleh sondroro maka kelompok ini akan melanjutkannya

dengan melakukan gerakan ohigabölöu untuk menyusun barisan dan melakukan

gerakan hivfagö apabila barisan sudah tersusun. Untuk menghentikan gerakan ini

dilakukan kembali berupa seruan hivfagö untuk menegaskan hugö di atas, seperti

teks di bawah ini.

Tabel 5.2

Analisis Teks Hivfagö

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1& 2

- Hé fa

- khöyöla,

- La’ imba, imba horö

-He yaiya, yaiya hö!

- Hu ! Hu ! Ha !

-Mari,

-bermain

-babi jantan liar

-Ya, lakukan

-Ya, pasti

1. fakhöyöla (bermain)

2. la’ imba, imba horö

(babi jantan yang kuat)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

2.

bermain: beratraksi,

bergerak, bercanda

babi jantan yang kuat:

hewan liar yang

berbahaya.

bermain: aktifitas

beratraksi.

babi jantan yang

kuat: menunjukkan

keperkasaan.

frase Hivfagö ini

menunjukkan symbol

keperkasaan para

bohalima. frase Hivfagö

bersifat call respons.

5.2.3 Hoho Fu’alö

Page 142: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

151

Selanjutnya penyajian Hoho Fu’alö yang terdiri dari 10 (sepuluh) bait

syair bermaksud menyatakan bahwa kelompok Faluaya dalam kondisi siap siaga

atau siap berperang. Terlihat dalam isi syair hoho-nya yang banyak menuturkan

perihal keperkasaan dan kehebatan kelompoknya sehingga seolah-olah pasukan

mereka tidak akan terkalahkan, dan sepertinya tidak ada kelompok yang lebih

kuat dari kelompok mereka. Selain dari hoho yang disampaikan, semangat

keperkasaan kelompok ini juga terekspresikan dalam gerakan perang fu’alö.

Berikut analisis teks Hoho Fu’alö Bait 1:

Tabel 5.3

Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 1

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1& 2

Son

Sa.1& 2

- Heia hé haia

dahumalö

- Aé hu! Hé

- Ohaia ba haia

dahumalö manö-manö

- Aé hu! Hé

- Apa yang mau kita

ambil:

-Ya

- Apa pokok

pembicaraan :

-Ya

1. dahumalö

(mengambil)

2. dahumalö manö-

manö

(mengambil bahan

pembicaraan)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

2.

mengambil: usaha

memperoleh/

mendapatkan sesuatu.

mengambil bahan

pembicaraan: usaha

mengambil: tindakan

menanyakan apa

yang hendak

dilakukan/

dikerjakan/diperbuat

sekarang.

mengambil bahan

pembicaraan:

frase teks pembuka

fu’alö ini merupakan

bentuk pertanyaan

kepada bohalima apa

yang mau diperbuat.

frase berikutnya

menayakan apa yang

mau dijadikan bahan

Page 143: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

152

mendapatkan bahan

pembicaraan.

tindakan

menanyakan apa

bahan pembicaraan

yang hendak disusun

sekarang.

pembicaraan.

(usaha memperjelas

pertanyaan frase 1).

Setiap frase bersifat call

respons dan counter

frase (pengulangan)

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Fu’alö Bait 1: Sebagai teks pembuka dari Hoho

Fu’alö seorang sondroro menuturkan apa yang hendak kita lakukan sekarang,

dan apa yang mau kita jadikan pokok pembicaraan utama kita. Dalam hal ini

sondroro hoho menanyakan kepada kelompoknya kata-kata apa yang tepat yang

harus disampaikan dalam upacara ini.

Selanjutnya teks Hoho Fu’alö Bait 2:

Tabel 5.4

Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 2

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1& 2

Son

Sa.1& 2

- Ohaia hé haia

dahumalö

- Aé hu! Hé

- Ohaia ba haia

dahumalö vfamaedo

- Aé hu! Hé

- Apa yang mau kita

ambil:

-Ya

- Apa yang diambil

pepatah:

-Ya

1. dahumalö

(mengambil)

2. dahumalö vfamaedo

(mengambil kata

pepatah)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1. mengambil: usaha mengambil: tindakan frase 1 teks bait 2 fu’alö

Page 144: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

153

2.

memperoleh/

mendapatkan sesuatu.

mengambil kata

pepatah: usaha

mendapatkan kata

perumpamaan.

menanyakan apa

yang hendak

dilakukan/

dikerjakan/diperbuat

sekarang.

mengambil kata

pepatah: tindakan

menanyakan apa

kata pepatah yang

hendak disusun

sekarang.

ini merupakan bentuk

pertanyaan kepada

bohalima apa yang mau

diperbuat. frase

berikutnya masih

menayakan apa yang

mau dijadikan bahan

kata perumpamaan.

(usaha memperjelas

pertanyaan frase 1)

Setiap frase bersifat call

respons dan counter

frase (pengulangan)

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Fu’alö Bait 2: Apa yang hendak kita

ungkapkan sekarang, dan pepatah yang mana yang hendak kita tuturkan dan

sampaikan. Dalam hal ini sondroro hoho menanyakan kembali kepada

kelompoknya pepatah atau perumpamaan apa yang tepat yang harus disampaikan

dalam upacara ini.

Selanjutnya teks Hoho Fu’alö Bait 3:

Tabel 5.5

Page 145: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

154

Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 3

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1& 2

Son

Sa.1& 2

- Ohaia hé yaé ndraono

matua

- Aé hu! Hé

- Ohaia hé yaé ndraono

matua sihino döla

- Aé hu! Hé

- Inilah para pria:

-Ya

- Para pria yang

gagah perkasa:

-Ya

1. ndraono matua (pria)

2. ndraono matua

sihino döla

(pria yang kuat)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

2.

pria: laki-laki (pria)

desa Bawömataluo.

pria yang kuat: laki-laki

(pria) desa

Bawömataluo yang

perkasa.

pria: prajurit perang

(bohalima) sebagai

model panutan yang

harus di contoh.

pria yang kuat:

prajurit perang

(bohalima)sebagai

model panutan /

teladan yang harus di

contoh karena

keperkasaannya.

teks bait 3 fu’alö ini

merupakan bentuk

pernyataan kepada

khalayak bahwa para

bohalima yang perkasa

inilah yang

membentengi desa

Bawömataluo dari

serangan musuh.

Setiap frase bersifat call

respons dan counter

frase (pengulangan)

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Fu’alö Bait 3: Sondroro mengelu-elukan

bahwa yang sedang beratraksi ini adalah para pria pilihan (sebagai bohalima)

yang kuat dan handal, merekalah para pria yang gagah perkasa dari desa

Bawömataluo. Selanjutnya teks Hoho Fu’alö Bait 4:

Tabel 5.6

Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 4

Page 146: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

155

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1& 2

Son

Sa.1& 2

- Ohaia hé yaé ndraono

matua

- Aé hu! Hé

- Ohaia hé yaé ndraono

matua salio boto

- Aé hu! Hé

- Inilah para pria:

-Ya

- Para pria yang

cekatan:

-Ya

1. ndraono matua (pria)

2. ndraono matua salio

boto

(pria cepat tubuhnya)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

2.

pria: laki-laki (pria)

desa Bawömataluo.

pria cepat tubuhnya:

laki-laki (pria) desa

Bawömataluo yang gesit

tubuhnya.

pria: prajurit perang

(bohalima) sebagai

model panutan yang

harus di contoh.

pria yang kuat:

prajurit perang

(bohalima)sebagai

model panutan /

teladan yang harus di

contoh karena

kecekatannya.

teks bait 4 fu’alö ini

mendukung bait 3 yang

merupakan bentuk

pernyataan identitas

para bohalima yang

gesit dan cekatan dalam

berperang. Setiap frase

bersifat call respons

dan counter frase

(pengulangan)

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Fu’alö Bait 4: Sondroro kembali mengatakan

bahwa yang sedang beratraksi ini adalah para pria pilihan (sebagai bohalima)

yang kuat dan handal, merekalah para pria generasi penerus pejuang dari desa

Bawömataluo.

Selanjutnya teks Hoho Fu’alö Bait 5:

Page 147: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

156

Tabel 5.7

Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 5

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1& 2

Son

Sa.1& 2

- Ohaia hé oi humokha-

hokha

- Aé hu! Hé

- Ohaia hé oi humokha-

hokha mbu jamaigi

- Aé hu! Hé

- Bisa merinding:

-Ya

- Merinding yang

melihat:

-Ya

1. humokha-hokha

(merinding)

2. humokha-hokha mbu

jamaigi

(merinding yang

melihat)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

2.

merinding: seperti

kedinginan sampai

berdiri ujung bulu

dipori-pori.

merinding yang melihat:

seperti kedinginan

sampai ujung bulu

dipori-pori yang

melihat.

merinding:

keperkasaan prajurit

sampai membuat

orang takut.

merinding yang

melihat: keperkasaan

prajurit sampai

membuat siapapun

ketakutan bila

melihatnya.

teks bait 5 fu’alö ini

menegaskan bait 4 yang

merupakan bentuk

pernyataan identitas

para bohalima yang

ditakuti dalam

berperang. Setiap frase

bersifat call respons

dan counter frase

(pengulangan)

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Fu’alö Bait 5: Sondroro mengungkapkan

siapapun yang melihat para prajurit ini pasti merinding ketakutan, dan lari

menghindar.

Selanjutnya teks Hoho Fu’alö Bait 6:

Page 148: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

157

Tabel 5.8

Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 6

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1& 2

Son

Sa.1& 2

- Ohaia hé oi tumaro

mbörö mbu

- Aé hu! Hé

- Ohaia hé oi tumaro

mbörö mbu jiso

- Aé hu! Hé

- Bisa merinding:

-Ya

- Merinding yang

datang:

-Ya

1. tumaro mbörö mbu

(merinding)

2. tumaro mbörö mbu

jiso

(merinding yang

datang)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

2.

merinding: seperti

kedinginan sampai

berdiri akar bulu dipori-

pori.

merinding yangdatang:

seperti kedinginan

sampai berdiri akar

bulu dipori-pori yang

datang.

merinding:

keperkasaan prajurit

sampai membuat

orang takut.

merinding yang

datang: keperkasaan

prajurit sampai

membuat siapapun

ketakutan, jangan

sampai

mendatanginya.

teks bait 6 fu’alö ini

menegaskan bait

sebelumnya yang

merupakan bentuk

pernyataan identitas

para bohalima yang

ditakuti dalam

berperang. Setiap frase

bersifat call respons

dan counter frase

(pengulangan)

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Fu’alö Bait 6: Sondroro mengungkapkan lagi

barang siapa yang menemuinya pasti akan ketakutan, sebab itu menghindarlah

jangan sampai terlihat oleh pasukan ini apalagi sampai mendatanginya.

Selanjutnya teks Hoho Fu’alö Bait 7:

Page 149: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

158

Tabel 5.9

Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 7

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1& 2

Son

Sa.1& 2

- Ohaia hé oi jumikhi-

jikhi

- Aé hu! Hé

- Ohaia hé oi jumikhi-

jikhi gahé jagö

- Aé hu! Hé

- Bisa bergetar:

-Ya

- Bergetar kaki ujung

atap :

-Ya

1. jumikhi-jikhi

(bergetar)

2. jumikhi-jikhi gahé

jagö

(bergetar kaki ujung

atap)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

2.

bergetar: terjadinya

goyangan kecil

berulang dengan cepat.

bergetar ujung atap:

terjadinya goyangan

kecil berulang dengan

cepat di atap rumah

adat di bagian ujung

titisan air.

bergetar:

keperkasaan prajurit

sampai membuat

tubuh musuh

menggeletar.

bergetar ujung atap:

dengan keperkasaan

prajurit membuat

tubuh musuh

menggeletar

ketakutan.

teks bait 7 fu’alö ini

menegaskan bait

sebelumnya yang

merupakan bentuk

pernyataan identitas

para bohalima yang

ditakuti dalam

berperang. Setiap frase

bersifat call respons

dan counter frase

(pengulangan)

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Fu’alö Bait 7: Sondroro mengingatkan kepada

seluruh yang hadir bahwa pasukan ini bukan hanya membuat orang menggigil

bahkan sampai gemeletar bila sudah mendengarnya. Gemetar bagaikan ujung atap

rumah yang bagian ujungnya tertiup angin, sebab itu menghindarlah jangan

sampai terlihat oleh pasukan ini.

Selanjutnya teks Hoho Fu’alö Bait 8:

Page 150: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

159

Tabel 5.10

Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 8

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1& 2

Son

Sa.1& 2

- Ohaia hé oi huméu-

héu

- Aé hu! Hé

- Ohaia hé oi huméu-

héu mbubu nomo

- Aé hu! Hé

- Bisa berguncang:

-Ya

- Berguncang

bumbung atap :

-Ya

1. huméu-héu

(berguncang)

2. huméu-héu mbubu

nomo

(berguncang bumbung

atap)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

2.

berguncang: terjadinya

goyangan lebih besar

berulang dengan cepat.

berguncang bumbung

atap: terjadinya

goyangan lebih besar

berulang dengan cepat

di bagian puncak/

bumbung atap rumah

adat.

berguncang:

keperkasaan prajurit

sampai membuat

tubuh musuh

menggeletar.

berguncang

bumbung atap:

dengan keperkasaan

prajurit membuat

tubuh musuh

menggeletar dan lari

ketakutan.

teks bait 8 fu’alö ini

menegaskan bait

sebelumnya yang

merupakan bentuk

pernyataan identitas

para bohalima yang

sangat perkasa, kuat

dan ditakuti musuh

dalam berperang. Setiap

frase bersifat call

respons dan counter

frase (pengulangan)

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Fu’alö Bait 8: Sondroro kembali mengingatkan

kepada seluruh yang hadir bahwa pasukan ini bukan hanya membuat orang

merinding dan gemetar bahkan lebih dahsyat lagi sampai membuat orang yang

mendengarnya dan melihatnya merasa terguncang ketakutan. Berguncang seperti

Page 151: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

160

berguncangnya bumbung atap rumah adat karena tertiup angin yang sangat keras,

Itulah keperkasaan mereka dan oleh sebab itu menghindarlah, jangan sampai

terlihat oleh pasukan ini.

Selanjutnya teks Hoho Fu’alö Bait 9:

Tabel 5.11

Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 9

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1& 2

Son

Sa.1& 2

- Ohaia hé ga baéwali

hili

- Aé hu! Hé

- Ohaia hé ga baéwali

hili fanayama

- Aé hu! Hé

- Di halaman puncak

gunung:

-Ya

- Di halaman puncak

gunung fanayama:

-Ya

1. ga baéwali hili

(halaman di puncak

gunung)

2. ga baéwali hili

fanayama

(halaman di puncak

gunung fanayama)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

2.

halaman di puncak

gunung: pekarangan

desa yang letaknya

paling tinggi sehingga

dapat melihat desa lain.

halaman di puncak

gunung fanayama:

pekarangan desa adat

Bawömataluo yang

letaknya paling tinggi

halaman di puncak

gunung: wilayah

kekuasaan tempat

tinggalnya para

prajurit yang perkasa

dan masyarakat yang

teranyomi.

halaman di puncak

gunung fanayama:

wilayah kekuasaan

yang aman dan

damai tempat

tinggalnya para

teks bait 9 fu’alö ini

merupakan penyataan

baru dengan tema

wilayah keberadaan

mereka Setiap frase

bersifat call respons

dan counter frase

(pengulangan)

Nb. fanayama =

julukan kebesaran desa

Bawömataluo, seperti

Indonesia julukannya

Nusantara. Sekarang

Page 152: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

161

sehingga dapat melihat

desa lain.

prajurit yang perkasa

dan masyarakatnya.

nama Fanayama telah

menjadi salah satu

kecamatan di Nias

Selatan

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Fu’alö Bait 9: Sondroro menuturkan bahwa

seluruh pasukan sudah siap siaga di halaman yang letaknya paling tinggi di

puncak gunung, dan di halaman yang letaknya di puncak gunung paling tinggi di

desa kebanggaan mereka.

Selanjutnya teks Hoho Fu’alö Bait 10:

Tabel 5.12

Analisis Teks Hoho Fu’alö - Bait 10

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1& 2

Son

Sa.1& 2

- Ohaia hé ga baéwali

famaédo

- Aé hu! Hé

- Ohaia hé ga baéwali

famaédo danö

- Aé hu! Hé

- Di halaman pemilik

pepatah:

-Ya

- Di halaman

bangsawan kita:

-Ya

1. ga baéwali famaédo

(halaman pemilik

pepatah)

2. ga baéwali famaédo

danö

(halaman bangsawan/

raja)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

halaman pemilik

pepatah: pekarangan

desa bangsawan / raja.

halaman pemilik

pepatah: wilayah

kekuasaan para

bangsawan dan para

teks bait 10 fu’alö ini

mendukung bait 9

dengan tema perihal

wilayah kekuasaan

Page 153: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

162

2.

halaman

bangsawan/raja:

pekarangan pendiri

rumah adat besar

(nifolasara)di desa

Bawömataluo.

pemimpin desa yang

sangat luas.

halaman

bangsawan/raja:

wilayah kekuasaan

para bangsawan dan

para pemimpin desa

yang luas seluas

jagad raya mari

dijaga dan

dipelihara.

yang luas. Setiap frase

bersifat call respons

dan counter frase

(pengulangan)

Nb. famaédo danö =

nama gelar adat

kebangsawanan pendiri

rumah adat besar

(nifolasara) desa

Bawömataluo.

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Fu’alö Bait 10: Sebagai teks penutup dari Hoho

Fu’alö, sondroro menuturkan bahwa begitu luasnya wilayah kita terbentang

terlihat dari puncak gunung ini, begitulah luasnya wilayah nusantara kekuasaan

kita yang sepatutnya kita jaga bersama. Ungkapan sondroro ini disambut oleh

kelompok sanoyohi dengan mengatakan demikianlah yang kita sepakati.

Dari penyajian Hoho Fu’alö di atas teks (1) merupakan teks pembuka,

teks (2) sampai dengan teks (8) merupakan teks isi, dan bagian penutup dari Hoho

Fu’alö yakni teks (9) sampai dengan teks (10).

5.2.4 Hoho Fadölihia

Setelah kata sepakat diperoleh, maka sebelum melakukan hoho fadölihia

terlebih dahulu dilakukan fameafo oleh para wanita dengan membawa nafo

(perlengkapan makan sirih) sambil menarikan tarian mogaélé. Fameafo

Page 154: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

163

(pemberian sekapur sirih) kepada para bohalima dan kepada pengetua adat dan

dalam hal ini kepada tamu kehormatan yakni Menteri Negara yang datang.

Pemberian sirih ini adalah sebagai tanda penghormatan kepada orang-orang yang

dihormati karena peran dan jasanya membela desa mereka. Para penari mogaélé

ini berjalan dengan sangat perlahan melangkah menembus ditengah barisan para

bohalima sebagai pengawal mereka, semua dalam situasi yang sangat hening

menunggu para penari mogaélé melangkah menuju tempat duduk para pengetua-

pengetua adat dan para tamu kehormatan untuk memberikan sekapur sirih. Pada

saat akan diberikan sekapur sirih terlebih dahulu disampaikan hugö oleh

sondroro, sebagai pernyataan bahwa pemberian sekapur sirih merupakan hadiah

yang sangat mulia dari seluruh masyarakat kepada para pengetua adat dan para

tamu kehormatan ini karena mereka sangat senang dan bangga memiliki

pemimpin-pemimpin yang melindungi desanya. Hugö diteriakkan pada awal akan

diberikan dengan teks mengenai akan dimulainya pemberian sekapur sirih dan

frase melodi sama dengan (lihat tabel 5.1). Hugö kembali diteriakkan menandakan

telah selesai pemberian sekapur sirih kepada para pengetua adat dan tamu

kehormatan tersebut.

Selesai fameafo semua yang hadir menjadi gembira dan para bohalima

mengungkapkan kegembiraan mereka dengan melakukan beberapa gerakan

atraktif yang menggambarkan bahwa para bohalima sangat kuat dan perkasa.

Pertunjukan ketangkasan (show force) oleh para bohalima dimulai dari melakukan

gerakan Faluaya Zanökhö menggambarkan musuh sudah terkepung dengan

mengelilingi atau mengepung wilayah musuh. Gerakan Faluaya Zanökhö yang

Page 155: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

164

dilakukan yakni dengan melangkahkan kaki kanan dua langkah kea rah kanan

diikuti kaki kiri dan melangkahkan kaki kiri satu langkah ke kiri diikuti kaki

kanan dan ditutup dengan hitungan empat oleh kaki kanan. Gerakan ini dilakukan

sambil membentuk lingkaran dan mengepakkan baluse serta mengayun-ayunkan

toho.

Gerakan ini akan berganti menjadi gerakan hivfagö ketika sondroro

meneriakkan seruan hivfagö (lihat tabel 5.2). Setelah gerakan terhenti atraksi yang

seru dilanjutkan dengan menampilkan gerakan fasuwö untuk menggambarkan

suasana dalam pertempuran atau perang antara dua kelompok, balusé bertabrakan.

Selanjutnya famanu-manu yakni atraksi ketangkasan bohalima dalam bertempur

melawan musuh satu lawan satu. Diteruskan dengan aksi fatélé yakni atraksi

ketangkasan atau keahlian seorang bohalima. Selesai melakukan atraksi akhirnya

para kontestan kembali masuk dalam barisan. Dan dilanjutkan kembali dengan

menampilkan gerakan fasuwö untuk menggambarkan suasana dalam pertempuran

atau perang antara dua kelompok, balusé bertabrakan, dan pada saat semua

bohalima berhadapan dengan posisi kuda-kuda gerakan dihentikan dengan seruan

Ha! Kemudian gerakan dilanjutkan dengan gerakan ohigabölöu dan dihentikan

dengan gerakan hivfagö ketika sondroro menyerukan hivfagö (lihat tabel 5.2).

Untuk melanjutkan kepada penyajian Hoho Fadölihia kembali diawali

oleh sondroro dengan seruan persetujuan (hugö), seperti hugö (lihat tabel 5.1) di

atas. Selanjutnya penyajian Hoho Fadölihia pun dilantunkan. Dalam hal ini

sajikan dalam 10 bait syair Hoho Fadölihia diikuti dengan gerakan Fahidjalé

yakni gerakan satu baris membentuk gerakan berliku-liku seperti ular atau disebut

Page 156: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

165

juga gerakan Fadölihia. Adapun isi hoho ini merupakan ungkapan mengagung-

agungkan keperkasaan dan kepedulian pemimpin mereka dan ungkapan rasa

syukur, seperti yang tertuang dalam teks di bawah ini :

Tabel 5.13

Analisis Teks Hoho Fadölihia - Bait 1-10

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1& 2

- Tabörötai tabörögö

- Aé hijaho! Hé

- Mari mulai:

-Ya

1. tabörötai tabörögö

(memulai)

Son

Sa.1& 2

- Ono matua sifakhöyö

- Aé hijaho! Hé

- Pria yg bermain:

-Ya

2. ono matua sifakhöyö

(pria yang bermain)

Son

Sa.1& 2

- Ono matua fotuwusö

- Aé hijaho! Hé

- Pria yg bertumbuh:

-Ya

3. ono matua fotuwusö

(pria yang bertumbuh)

Son

Sa.1& 2

- Talau fadölihia fualö

- Aé hijaho! Hé

- menari fadölihia

dan fualö:

-Ya

4. talau fadöli hia fualö

(menari fadölihia dan

fualö)

Son

Sa.1& 2

- Baéwali zi’öfa ndrölö

- Aé hijaho! Hé

- halaman 4 lorong

desa:

-Ya

5. baéwali zi’öfa ndrölö

(halaman 4 lorong

desa)

Son

Sa.1& 2

- Baéwali famaedo danö

- Aé hijaho! Hé

- halaman rumah

bangsawan:

-Ya

6. baéwali famaedo

danö (halaman rumah

bangsawan)

Son

Sa.1& 2

- Mai ‘ota högö Majinö

- Aé hijaho! Hé

- menghadap

Majinö:

-Ya

7. mai ‘otamahögö

majinö (menghadap

Majinö)

Son

Sa.1& 2

- Mai salogoi

Maenamölö

- Aé hijaho! Hé

- Lindungannya

Maenamölö:

-Ya

8. mai salogoi

Maenamölö

(lindungannya

Page 157: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

166

Maenamölö)

Son

Sa.1& 2

- Mai erogö ba Garamö

- Aé hijaho! Hé

- Membelakangi di

Garamö:

-Ya

9. mai erogö ba

Garamö

(membelakangi

Garamö)

Son

Sa.1& 2

- Talau fadölihia fualö

- Aé hijaho! Hé

Yai’ia, yai’ia hö! Ha!

- menari fadölihia

dan fualö:

-Ya

Benar demikian

10. talau fadölihia fualö

(menari fadölihia dan

fualö)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

2.

3.

4.

memulai: upaya untuk

segera melakukan

sesuatu.

pria yang bermain: para

pria yang mampu

beratraksi unjuk

kekuatan.

pria yang bertumbuh:

para pria yang sedang

bertumbuh kembang.

menari fadölihia dan

fualö: tarikanlah

fadölihia dan fualö

memulai: tindakan

bertanya apa ada

yang keberatan

acara ini

dilanjutkan.

pria yang bermain:

menyapa hai kalian

prajurit yang sedang

bergmbira.

pria yang

bertumbuh: para

prajurit yang masih

usia muda. Pria

pilihan yang

perkasa.

menari fadölihia dan

fualö: atraksikan

kehebatanmu hai

para prajurit,

lakukan gerakan2

teks bait 1-10 fadölihia

ini bertema ungkapan

rasa syukur atas

keberhasilan dan

kemenangan para

prajurit perang

melawan kelompok

musuh. Aé hijaho! Hé:

merupakan

uangkapan/masyarakat

yang hanya ada pada

tarian penyambutan

kepda ‘bala tentara’

yang kembali dari

medan perjuangan

dengan hasil gemilang.

Setiap frase bersifat call

respons dan counter

frase (pengulangan)

Page 158: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

167

5.

6.

7.

8.

9.

halaman 4 lorong desa:

desa Bawömataluo

memiliki 4 buah lorong.

halaman rumah

bangsawan: halaman

rumah pendiri rumah

adat besar (nifolasara)

menghadap Majinö:

tepatnya menghadap

Majinö salah satu ‘öri’

(wilayah adat) di Nias

lindungannya

Maenamölö : merangkul

wilayah adat

Maenamölö, salah satu

‘öri’ (wilayah adat) di

Nias Maenamölö

membelakangi

Garamö: wilayah desa

Bawömataluo yang

membelakangi desa

Garamö

fadölihia dan fualö

halaman 4 lorong

desa: beratraksi di

pusat desa di antara

4 lorong.

halaman rumah

bangsawan:

tepatnya di depan

halaman omo

sebua/nifolasara

(rumah adat

besar)milik raja.

menghadap Majinö:

menunjukkan

wilayah kekuasaan

desa mereka yang

strategis.

lindungannya

Maenamölö :

menunjukkan

wilayah yang

strategis dan

kekuasaan mereka

terhadap desa lain.

membelakangi

Garamö:masih

menunjukkan

wilayah kekuasaan

desa mereka yang

letaknya strategis.

Page 159: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

168

10. menari fadölihia dan

fualö: tarikanlah

fadölihia dan fualö

menari fadölihia dan

fualö: atraksikan

kehebatanmu hai

para prajurit,

lakukan gerakan2

fadölihia dan fualö

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Fadölihia Bait 1 - 10: Sebagai teks (1) sebagai

pembuka dari Hoho Fadölihia, seorang sondroro mengajak mari kembali kita

mulai tarian ini sebagai ungkapan rasa syukur kita atas telah berlangsungnya

upacara ini, dan teks isi Hoho Fadölihia dilanjutkan dengan menuturkan

bagaimana keperkasaan para prajurit perang (bohalima) para pria yang tangguh

yang terpilih sedang merayakan kemenangan dengan menarikan tarian Fadölihia

dan Fu’alö sebagai rangkaian tarian Faluaya seperti pada teks (2) sampai dengan

(4). Kembali dijelaskan sebagai penghormatan dan ungkapan syukur sondroro

menuturkan keunggulan dari posisi/letak desa mereka yang sangat strategis yang

tidak dimiliki desa lain dengan mengatakan bahwa para bohalima melakukan

tarian ini tepat di tengah perempatan lorong desa28 yakni di halaman atau

pekarangan Tuada Laowö (bangsawan atau raja yang telah mendirikan desa

Bawömataluo) pemilik rumah adat besar (Omo Hada Sebua). Sondroro dalam

tuturannya kembali mengungkapkan bahwa mereka sedang berada dipekarangan

Tuada Laowö yang menghadap wilayah adat Mazinö, dan merangkul wilayah

adat Maenamölö serta membelakangi wilayah adat Garamö seperti pada teks (5)

28 Desa Bawömataluo memiliki 4 buah lorong yang disebut ndrölö (lorong) yakni: 1) ndrölö löu (arah pintu masuk/gerbang melewati 88 anak tangga); 2) ndrölö raya (lorong yang berhadapan dengan löu); 3) ndrölö halamba’a (lorong yang menghadap omo hada sebua); dan 4) ndrölö bagoa (terletak disebelah kiri sejajar dengan omo hada sebua)

Page 160: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

169

sampai dengan (9). Dan sebagai syair penutup teks (10) menjelaskan bahwa

disinilah dilakukan tarian Hoho Fadölihia sebagai ungkapan rasa syukur kita atas

telah berlangsungnya upacara ini.

5.2.5 Hoho Siöligö

Setelah melakukan Hoho Fadölihia dengan gerakan Fahidjalé yakni

gerakan satu baris membentuk gerakan berliku-liku seperti ular dan ditutup

dengan teks (10) dari Hoho Fadölihia dan barisan telah membentuk formasi

lingkaran selanjutnya dengan diawali hugö seperti (lihat tabel 5.1), kemudian

diteruskan dengan Hoho Siöligö diikuti dengan gerakan Siöligö yakni dengan

gerakan berpegangan tangan mengungkapkan indahnya sebuah persatuan dimana

dalam gerakan ini diperbolehkan menari bersama baik dari kelompok si’ulu, si’ila

maupun sato, seperti yang tertuang dalam teks di bawah ini :

Tabel 5.14

Analisis Teks Hoho Siöligö (pembukaan bagian 1)

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

- Hé..hé…ého!

- Ho mba ba

- Inilah negeri kita

- terletak di

1. ého (wilayah/negeri)

Page 161: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

170

Sa.1& 2

Son

- Ha…lö...hili no laukha

- A……..

- O Inagu Aé

- Ho Ina…Aéhé ya

- Ho iwa wöwö awöni

ba ndraso

- Lumö….hö….jimöi

- Aé lumö…hö…jiso

- Lau babö…

- Böli…hé….é

- tepi pegunungan

-Ya

- Oh ibuku

- Ya ibuku

- Pembentuk Desa

- Sudah pergi

- Yang datang

- Jangan lupakan

2. hili no laukha

(pinggir gunung)

3. Inagu (ibuku)

4. wöwö awöni ba

ndraso (pendiri desa)

5. jimöi (pergi)

6. jiso (datang)

7. böli (jangan)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

wilayah/negeri :

wilayah desa

pinggir gunung : letak

desa Bawömataluo

ibuku :yang melahirkan

pendiri desa :nenek

moyang

pergi : tidak berada lagi

di desa

datang : hadir di desa

jangan : tidak boleh

dilakukan

wilayah/negeri :

wilayah strategis

desa

pinggir gunung :

letak yang hanya

dimiliki desa

Bawömataluo

ibuku : leluhur desa

pendiri desa :yang

membangun dan

menata desa

pergi : sudah

meninggal dunia

datang :lahir

generasi baru

jangan : teruskan

warisan leluhur

teks bait pembuka

Siöligö ini bertema-kan

pesan pewarisan dan

peran generasi penerus

untuk memeliharanya.

Setiap frase bersifat

call respons.

Page 162: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

171

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Siöligö (tabel 5.14 dan 5.15): Sebagai

pembuka dari Hoho Siöligö, seorang sondroro menggambarkan indahnya sebuah

persatuan dan bagaimana kuatnya masyarakat Nias bila bersatu mempertahankan

warisan leluhur nenek moyang mereka, menumbuhkan rasa bangga akan desanya.

Dalam syair pembuka diungkapkan rasa bangga memiliki wilayah desa warisan

leluhur mereka yang terletak tepi dataran tinggi (pegunungan) maupun yang ada

didataran rendah, dan kepada rakyatnya baik yang pergi maupun yang kembali

juga siapapun yang berkunjung ke desa ini merasa bangga dan mengagumi

keharmonisan desa ini. Syair ini kemudian di aminkan dengan dielu-elukan oleh

seluruh masyarakat dan para bohalima dengan syair ke 2 (tabel 5.15), di bawah

ini:

Tabel 5.15

Analisis Teks Hoho Siöligö (pembukaan bagian 2)

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son +

Sa.1& 2

Sa.1

Sa.2

Sa.1

Sa.2

Sa.1&2

- Hé..hé…ého ba

- mba... lö hili

- wöwö…ö…awöni

- ba ndraso!

- Hé lumö!

- Hé lumö jimöi!

- Hé lumö!

- Lumö jiso!

- Hé yai’ia, yai’ia hö!

- Inilah negeri kita

- pegunungan

- sudah dibangun

- tempat kita

- ya mereka

- mereka yang pergi

- ya mereka

- mereka yang

datang

- ya, mari kita

bersama

1. ého (wilayah/negeri)

2. hili (gunung)

3. wöwö awöni ba

ndraso (pendiri desa)

4. jimöi (pergi)

5. jiso (datang)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

Page 163: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

172

1.

2.

3.

4.

5.

wilayah/negeri :

wilayah desa

pinggir gunung : letak

desa Bawömataluo

pendiri desa :nenek

moyang

pergi : tidak berada lagi

di desa

datang : hadir di desa

wilayah/negeri :

wilayah strategis

desa

pinggir gunung :

letak yang hanya

dimiliki desa

Bawömataluo

pendiri desa :yang

membangun dan

menata desa

pergi : sudah

meninggal dunia

datang :lahir

generasi baru

teks bait pembuka 2

Siöligö ini merupakan

penegasan dari

pembuka 1 bertema-kan

pesan pewarisan dan

peran generasi penerus

untuk memeliharanya.

Setiap frase bersifat

call respons & counter

motif.

Selanjutnya sondroro mulai melanjutkan tuturan Hoho Siöligö ini, seperti pada

tabel 5.16 :

Tabel 5.16

Analisis Teks Hoho Siöligö bagian Isi - 1

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son - Andrö da tabörö tai - Sekarang kita 1. ta börö tai (mulai)

Page 164: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

173

Sa.1

Sa.2

Sa.1&2

- Andrö da tabörö tai ta

börögö

- Hé siwöwö no

niwa’ömö

- ba siwöwö no

niwa’ömö

- andrö da ta börö tai ta

börögö

- Haiwa hö, haiwa hö

- Aéhu hé

mulai

- Ya kita mulai

ungkapkan

- Pendiri desa

- Ya pendiri desa

- Ya kita mulai

ungkapkan

- Ya nyanyikanlah

- Ya, tuturkan

2. tabörö tai ta börögö

(mulai katakan)

3. siwöwö no niwa’ömö

(pendiri rumah adat)

4. haiwa hö (nyanyikan)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

2.

3.

4.

mulai: upaya untuk

segera melakukan

sesuatu.

mulai katakan:

bicarakan dan

sampaikan

pendiri rumah adat :

pendiri rumah adat desa

Bawömataluo

nyanyikan : bersuara

dengan bernada

mulai: tindakan

bertanya apa ada

yang keberatan

acara ini

dilanjutkan.

mulai katakan:

menyampaikan

ungkapan maksud

dan tujuan upacara

ini.

pendiri rumah adat :

kepada generasi

muda diharapkan

peduli pada

peninggalan leluhur

nyanyikan :

ungkapan

kegembiraan dan

teks bait isi -1 Siöligö

ini merupakan bagian

bertema ungkapan rasa

kebersamaan persatuan.

Setiap frase bersifat call

respons & counter

frase.

Page 165: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

174

kebersamaan di

kumandangkan

denga bernyanyi

hoho.

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Siöligö isi -1 : Sebagai bagian isi dari Hoho

Siöligö, seorang sondroro dengan dijiwai teks (tabel 5.14 dan 5.15) kembali

menggambarkan indahnya sebuah persatuan dan bagaimana kuatnya masyarakat

Nias bila bersatu mempertahankan warisan leluhur nenek moyang mereka,

menumbuhkan rasa bangga akan desanya. Dengan mengajak untuk memulai

tarian Siöligö kepada para bohalima dan seluruh masyarakat dalam rangka

menumbuhkan jiwa semangat seperti yang tertuang pada teks di tabel 5.16 di

atas. Dengan bentuk hoho yang sama kembali dituturkan oleh sondroro syair

berkait berikutnya, seperti pada teks tabel 5.17 di bawah ini:

Tabel 5.17

Analisis Teks Hoho Siöligö bagian Isi - 2

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1

Sa.2

- Andre ndrao mané-

mané

- Andre ndrao mané-

mané manö-manö

- Hé siwöwö no

niwa’ömö

- ba siwöwö no

niwa’ömö

- andre ndrao mané-

- Sekarang kita

ceritakan

- Ya ceritakan masa

lalu

- Pendiri desa

- Ya pendiri desa

- Ya cerita lelehur

1. mané-mané

(ceritakan)

2. manö-manö (cerita

masa lalu)

3. siwöwö no

niwa’ömö (pendiri

rumah adat)

Page 166: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

175

Sa.1&2

mané manö-manö.

-Haiwa hö, haiwa hö

- Aéhu hé

- Ya nyanyikanlah

- Ya, tuturkan

4. haiwa hö

(nyanyikan)

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

2.

3.

4.

ceritakan: hal sejarah

desa

cerita masa lalu:

bicarakan dan

sampaikan

pendiri rumah adat :

pendiri rumah adat desa

Bawömataluo

nyanyikan : bersuara

dengan bernada

ceritakan: tindakan

bertanya apa ada yang

keberatan acara ini

dilanjutkan.

cerita masa lalu:

menyampaikan pesan-

pesan moral dan

nasehat yang

dibutuhkan generasi.

pendiri rumah adat :

kepada generasi muda

diharapkan peduli

pada peninggalan

leluhur

nyanyikan : ungkapan

kegembiraan dan

kebersamaan di

kumandangkan denga

bernyanyi hoho.

teks bait isi -2 Siöligö

ini merupakan bagian

bertema ungkapan

rasa kebersamaan

persatuan. Setiap frase

bersifat call respons &

counter frase.

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Siöligö isi -2 : Selanjutnya bagian dari teks isi

dari Hoho Siöligö, seorang sondroro dengan tetap menjiwai teks pada (tabel 5.14

dan 5.15) kembali digambarkan indahnya sebuah persatuan dan bagaimana

kuatnya masyarakat Nias bila bersatu mempertahankan warisan leluhur nenek

moyang mereka, menumbuhkan rasa bangga akan desanya. Dengan mengajak

Page 167: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

176

para bohalima dan seluruh masyarakat untuk memulai mencerritakan bagaimana

jiwa semangat persatuan itu dapat tumbuh seperti yang tertuang pada teks isi - 2.

Dengan bentuk hoho yang sama namun di tengah syair sedikit berbeda, dan

menjadi syair penutup dari isi Hoho Siöligö, dituturkan oleh sondroro, seperti

pada teks tabel 5.18 di bawah ini:

Tabel 5.17

Analisis Teks Hoho Siöligö bagian Isi - 3

Penyaji Teks Nyanyian Terjemahan Informan

Objek / Tanda

Son

Sa.1

Sa.2

- Lumö mia lumö jimöi

- Lu mö mia lumö jimöi

- hé aehé ho lauwé

- Lumö…..ae

- Lumö mia lumö jimöi

- ba lumö jiso!

- Kalian yang sudah

pergi

- Kalian yang sudah

pergi

- ya leluhur kami

- ya..

- yang kalian

tinggalkan

- akan diteruskan

1. jimöi (pergi)

2. ho lauwé (leluhur)

3. jiso! (datang)

Sa.1&2 Dilanjutkan sebagai penutup Hoho Siöligö dari keseluruhan Hoho Faluaya dengan menyanyikan seperti pada teks hivfagö di atas.

NO Denotasi Konotasi Keterangan

1.

2.

pergi: tidak berada lagi

di desa

leluhur :nenek moyang

pergi: sudah

meninggal dunia

leluhur :yang yang

berjasa mendirikan

desa mereka.

teks bait isi -1 Siöligö

ini merupakan bagian

bertema ungkapan rasa

kebersamaan persatuan.

Setiap frase bersifat call

Page 168: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

177

3.

datang : hadir di desa

datang :lahir

generasi baru

harapan penerus

warisan para leluhur

respons & counter

frase.

Deskripsi Penyajian Teks Hoho Siöligö isi -3 :: Sebagai teks penutup dari teks

isi dari Hoho Siöligö, dan penutup Hoho Faluaya, seorang sondroro kembali

menggambarkan indahnya sebuah persatuan dan bagaimana kuatnya masyarakat

Nias bila bersatu mempertahankan warisan leluhur nenek moyang mereka,

menumbuhkan rasa bangga akan desanya. Dengan mengajak para bohalima dan

seluruh masyarakat untuk menyatakan lengkaplah sudah tergambar rasa sukacita

desa atas terlaksananya upacara pengukuhan gelar bangsawan di desa ini.

Page 169: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

178

BAB VI

ANALISIS STRUKTUR MUSIK HOHO FALUAYA

Struktur musik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)29,

struktur adalah cara bagaimana sesuatu itu disusun. Sehubungan dengan musik,

maka struktur lagu adalah komposisi musik vokal yang disusun sesuai dengan

materi musik tertentu. Kajian dalam Bab VI ini mencakup bagaimana struktur

musik Hoho Faluaya yang merupakan bagian dalam penelitian ini. Seluruh bagian

hoho dari Hoho Faluaya di atas akan dikaji melodinya melalui delapan unsur

seperti yang ditawarkan oleh Malm melalui teori weighted scale. Adapun

kedelapan unsur melodi yang akan dianalisis meliputi: (1) tangga nada, (2) nada

pusat atau nada dasar, (3) wilayah nada, (4) jumlah nada-nada, (5) interval yang

digunakan, (6) pola-pola kadensa, (7) formula melodi (bentuk, frase, motif), dan

(8) kontur.

Unsur melodi Hoho Faluaya dalam penelitian ini penulis dapatkan dari

hasil rekaman kelompok hoho yang dipimpin oleh Hikayat Manaö di Desa

Bawömataluo Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan dalam konteks

upacara pengukuhan gelar bangsawan, dan selanjutnya akan penulis

transkripsikan dan analisis yang menjadi fenomena musikal sesuai dengan urutan

penyajiannya yang terdiri dari :

Tabel 6.1

29 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 2007, hal., 825.

Page 170: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

179

Daftar Penyajian Hoho yang Digunakan pada Hoho Faluaya

No Penyajian Hoho Faluaya Keterangan

1. Fohuhugö/Hugö Seruan Persetujuan

2. Hivfagö Seruan Penegasan

3. Hoho Fu’alö Persiapan

4. Hoho Fadölihia Ucapan Syukur

5. Hoho Siöligö Kebersamaan

6.1. Transkripsi dan Notasi

6.1.1 Proses Transkripsi

Sesuai yang ditulis May (1987) ...transkripsi dibutuhkan untuk

memvisualisasikan apa yang kita dengar untuk memampukan kita mempelajari

musik secara komparatif dan detail, dan membantu kita mengkomunikasikan

kepada pihak lain apa yang kita pikirkan dari apa yang kita dengar. Disamping itu

Crader (1980) mengatakan pula bahwa tujuan dari pentranskripsian adalah untuk

mencatat hal-hal yang esensil, serta menghindari hal-hal yang dipandang tidak

esensil. Transkripsi penulis gunakan dalam mendeskripsikan Hoho Faluaya

untuk memudahkan penulis di dalam menganalisis musik dan untuk menemukan

strukturnya.

Sebelum melakukan pentranskripsian jenis - jenis melodi dari Hoho

Faluaya penulis menyertakan bunyi ketukan Metronome Malzel (MM) buatan

Jerman untuk mempermudah mengidentifikasi kecepatan/nilai durasi ritmis dari

masing-masing penyajian Hoho Faluaya, seperti di bawah ini :

Page 171: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

180

Tabel 6.2

Pemakaian Metronome Malzel (MM) Dalam Penyajian Hoho Faluaya

No Penyajian Hoho Faluaya MM / q =

1. Fohuhugö/Hugö 85 / q = 85

2. Hivfagö 100 / q = 100

3. Hoho Fu’alö 90 / q = 90

4. Hoho Fadölihia 110 / q = 110

5. Hoho Siöligö (Pembuka) 75 / q = 75

6. Hoho Siöligö (Isi & Penutup) 90 / q = 90

Alasan menyatukan musik dengan metronome berhubung Hoho Faluaya

bersifat pulsa yang agak bebas / free meter (tidak mempunyai meter tetap). Karena

Hoho Faluaya ini tidak terikat kepada pulsa dasar akibatnya durasi ritmis yang

tertulis tidak seakurat ritmis yang mempunyai meter tetap.

6.1.2 Notasi

Di dalam membuat transkripsi penulis menggunakan notasi barat, karena

notasi inilah yang paling umum digunakan saat ini untuk penulisan musik. Seeger

mengemukakan seperti yang ditulis Nettl (1964: 99) telah membedakan dua jenis

notasi yang mempunyai dua tujuan yang berbeda, yaitu notasi preskriptif dan

notasi deskriptif yaitu digunakan sebagai petunjuk untuk mengkaji musik. Simbol-

simbol notasi preskriptif kadang-kadang tidak lebih daripada alat pembantu untuk

Page 172: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

181

si penyaji supaya ia dapat mengingat apa yang dimainkannya. Sedangkan notasi

deskriptif dimaksudkan untuk menyampaikan kepada para pembaca tentang ciri-

ciri dan detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh si pembaca

sebelumnya. Berdasarkan tujuan pemakaiannya maka notasi yang digunakan

adalah notasi deskriptif. Alasan lain penulis menggunakan notasi Barat dalam

mentranskripsikan Hoho Faluaya karena sejauh ini belum ada ditemukan notasi

khusus untuk menuliskan musik Nias. Alasan lain menggunakan notasi Barat

adalah karena notasi Barat telah terdapat gambaran-gambaran tinggi rendahnya

serta pembagian durasi ritmis yang jelas. Sehingga sangat membantu dalam segi

penulisan dan analisis musikal.

6.1.2.1 Pemakaian Durasi Ritmis

Untuk menuliskan satuan nilai durasi ritmis penulis membuat sebuah not

seperempat ( q ) lebih kurang satu ketuk. Sebuah not seperdelapan (e ) lebih

kurang setengah ketuk dan seterusnya. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa dalam penulisan durasi ritmis dibuat seperti di bawah ini:

Tabel 6.3

Pemakaian Durasi Ritmis Dalam Penyajian Hoho Faluaya

No Bentuk Durasi Ritmis Bunyi Diam

Page 173: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

182

1.

4 ketuk

2. 2 ketuk

3.

1 ketuk

4. 1/2 ketuk

5.

1/4 ketuk

6.

1/8 ketuk

6.1.2.2 Garis Paranada

Disamping itu untuk memberi kemudahan dalam kerja analisis maka nilai

not dan diam dalam bentuk melodi yang akan ditranskripsikan akan penulis

tuangkan dalam garis paranada dengan Clef ‘G’, seperti paranada di bawah ini :

Contoh:

6.2 Tangga Nada

Sebelum menganalisis struktur melodinya, maka langkah selanjutnya

adalah melakukan pendekatan dengan menentukan tangga nada dan nada dasar

dengan pendekatan weighted scale, seperti yang dikemukakan oleh Bruno Nettl

(1964:7). Meskipun dapat saja pendekatan ini tidak sesuai dengan cara pandang

masyarakat pendukung Hoho Faluaya, namun teori ini dapat mendeskripsikan

secara umum keberadaan struktur melodi Hoho Faluaya, terutama bagi para

Page 174: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

183

pemula yang dilatarbelakangi pendidikan musik Barat—yang selanjutnya lebih

dapat menelusuri konsep dan struktur sebenarnya dari musik ini, baik pandangan

musikologis secara umum maupun masyarakat Nias khususnya.

Dari hasil transkripsi seluruh isi melodi penyajian Hoho Faluaya, penulis

menemukan nada-nada yang dipakai dalam Hoho Faluaya terutama yang paling

banyak dipakai, seperti berikut ini:

Dari nada-nada tersebut di atas didapati nada E sebanyak 42, nada F sebanyak 12,

nada G sebanyak 201, nada Bb sebanyak 112, nada C sebanyak 32 dan nada D

sebanyak 54. Sedangkan nada lain yang lebih sedikit muncul seperti nada Ab

sebanyak 2, nada A sebanyak 4, nada Cb sebanyak 2, dan nada Db sebanyak 8

tidak diabaikan begitu saja melainkan menjadi nada pendukung. Melihat

kecendrungan nada yang paling sering muncul di atas maka dapatlah diyakni

nada-nada tersebut merupakan gambaran tangga nada dari Hoho Faluaya dan dari

struktur tangga nada yang digunakan tersebut kecendrungannya adalah tangga

nada pentatonik.

6.3 Nada Pusat atau Nada Dasar

Dalam menentukan nada dasar, penulis mempergunakan kriteria-kriteria

generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno Nettl dalam bukunya yang berjudul

Theory and Method in Ethnomusicology (1984:164). Menurutnya ada tujuh

Page 175: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

184

kriteria yang ditawarkannya untuk menentukan nada dasar suatu lagu, yaitu

sebagai berikut:

(1) Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling

sering dipakai, dan mana yang paling jarang dipakai dalam sebuah

komposisi musik;

(2) Kadang-kadang nada yang harga ritmisnya besar dianggap sebagai

nada dasar, walaupun jarang dipakai dalam keseluruhan komposisi

musik tersebut.

(3) Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada

bahagian tengah komposisi musik dianggp mempunyai fungsi penting

dalam menentukan tonalitas komposisi musik tersebut.

(4) Nada yang berada pada posisi paling rendah atau posisi tengah

dianggp penting.

(5) Interval-interval yang terdapat di antara nada, kadang-kadang dapat

dipakai sebagai patokan. Umpamanya kalau ada satu nada dalam

tangga nada pada sebuah komposisi musik yang digunakan bersama

oktafnya.

(6) Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga dapat dipakai sebagai

patokan tonalitas.

(7) Harus diingat bahwa barangkali terdapat gaya-gaya musik yang

mempunyai sistem tonalitas yang tidak dapat dideskripsikan dengan

keenam patokan di atas. Untuk mendeskripsikan sistem tonalitas

Page 176: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

185

seperti itu, cara terbaik adalah berdasar kepada pengalaman akrab

dengan gaya musik tersebut (terjemahan Marc Perlman 1990).

Melalui pendekatan ketujuh kriteria di atas, maka nada dasar penyajian

Hoho Faluaya tersebut dapat diuraikan sebagai berikut ini:

(1) Nada yang paling sering dipakai Hoho Faluaya dalam komposisi

Hugö, Hvifagö, Hoho Fu’alö, Hoho Fadölihia dan Hoho Siöligö

adalah nada G

(2) Nada yang memiliki nilai ritmik paling besar dalam keseluruhan

komposisi Hoho Faluaya ini adalah nada G

(3) Nada awal Hoho Faluaya ini dan paling sering digunakan adalah nada G

(4) Nada yang memiliki posisi paling rendah adalah nada G

(5) Dalam hoho ini tidak ada nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf.

(6) Tekanan ritmik pada umumnya terjadi pada nada G dan Bes

(7) Menurut pengalaman musikal penulis dalam bidang musik hoho,

kemungkinan paling besar sebagai nada dasar Hoho Faluaya adalah

nada G minor = la (do=Bb), namun untuk menghindari banyaknya

pemakaian tanda pugar ( § ) untuk nada E yang terdapat pada Hoho

Fadölihia akhirnya penulis mentranspose transkripsi ini menjadi nada

dasar D minor = la (do=F), seperti bentuk visual di bawah ini :

Page 177: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

186

6.4 Birama (Ayunan Ketukan)

Sedangkan untuk ayunan ketukan (birama) akan digunakan pendekatan

tanda birama (time signature) seperti di bawah ini:

Tabel 6.4

Tanda Birama yang Digunakan Dalam Penyajian Hoho Faluaya

No Penyajian Hoho Faluaya Tanda Birama

1. Fohuhugö/Hugö

2. Hivfagö

3. Hoho Fu’alö

4. Hoho Fadölihia

5. Hoho Siöligö (Pembuka)

6. Hoho Siöligö (Isi & Penutup)

Seperti pada analisis teks, maka transkripsi melodi dari para penyaji hoho

ini akan penulis sajikan dalam 3 buah garis paranada clef ‘g’ untuk masing-

masing kelompok penyumbang suara (penyaji Hoho Faluaya), yakni garis

paranada pertama untuk sondroro hoho disingkat “Son”, garis paranada kedua

untuk sanoyohi pertama disingkat “Sa.1” dan garis paranada ketiga untuk

sanoyohi kedua disingkat “Sa.2”. Dapat dilihat pada contoh dibawah ini :

Page 178: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

187

6.5 Analisis Struktur Musik Hoho Faluaya

Dari lima jenis teks syair yang dinyanyikan oleh kelompok hoho

pimpinan Hikayat Manaö dalam konteks upacara pengukuhan gelar bangsawan,

hoho ini dinyanyikan oleh seorang pemimpin (sondroro) dan dua kelompok koor

(sanoyohi), yang masing-masing terdiri dari dua orang penyanyi berasal dari desa

Bawömataluo, untuk Hugö dan Hivfagö bukan termasuk hoho, kedua jenis ini

merupakan teriakan seruan singkat saja dan bukan nyanyian, hanya satu frasa

panjang. Khusus untuk Hoho Fu’alö, Hoho Fadölihia dan Hoho Siöligö,

ketiganya dikelompokkan ke dalam bentuk hoho yang menggunakan jenis melodi

tritonus namun masing-masing hoho memiliki struktur yang berbeda. Hoho

Fu’alö mulai dengan suatu bagian introduksi yang dinyanyikan oleh sondroro

(pemimpinnya), selanjutnya oleh pemimpin dan sebuah kelompok koor

(sanoyohi). Setelah itu penyanyi-penyanyinya mengulangi suatu rangkaian melodi

yang terdiri dari suatu frasa koor. Hoho Fadölihia memiliki struktur yang hampir

sama dengan Fu’alö. Dan Hoho Siöligö yang sedikit agak rumit dari antara ketiga

hoho ini. Hoho Siöligö mulai dengan nyanyian yang dibawakan oleh sondroro

hoho dan sanoyohi saling tumpang tindih dengan frasa yang dinyanyikan

Page 179: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

188

sondroro, lalu dilanjutkan lagi dengan sebuah frase yang dinyanyikan secara

bersamaan sementara kadang-kadang bersatu pada metrum tiga (triple meter).

6.5.1 Analisis Fohuhugö (Hugö) dan Hivfagö

Fohuhugö (hugö) adalah sebuah teriakan atau seruan persetujuan yang

memberi makna ‘meminta persetujuan atau kesepakatan atas apa yang hendak

dilaksanakan dan atas apa yang telah dilaksanakan. Seruan ini diteriakkan oleh

seorang sondroro hoho setelah memahami konteks apa yang akan diajukan untuk

disetujui atau disepakati. Hivfagö adalah seruan dari kelompok sanoyohi untuk

menegaskan Hugö sekaligus merupakan nyanyian untuk menghentikan gerakan

dari gerakan Hivfagö. Pada bagian Hugö dan Hivfagö jenis ini sering dipakai

dalam penyajian Hoho Faluaya yakni pada saat awal acara, dilakukan satu kali

Hugö selanjutnya pada saat hendak menghentikan gerakan Hivfagö dilakukan

seruan Hivfagö, pada saat menghentikan gerakan Faluaya Zanökhö kembali

dinyanyikan seruan Hivfagö. Hugö kembali diserukan pada saat memulai

pemberian sirih dan mengakhiri acara pemberian sirih, Hugö juga diserukan pada

saat pengesahan pemberian gelar bangsawan, dan pada saat akan memulai Hoho

Siöligö kembali dikumandangkan Hugö. Terakhir untuk menyelesaikan gerakan

Ohigabölöu (dalam rangkaian gerakan Siöligö) dinyanyikan kembali Hivfagö.

Dalam hal ini melodi yang digunakan dari Hugö dan Hivfagö pada dasarnya selalu

sama.

Page 180: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

189

Sebelum menganalisis struktur melodi Hugö dan Hivfagö yang

merupakan bahagian dari penyajian Hoho Faluaya, maka terlebih dahulu

dibentangkan hasil transkripsi Hugö dan Hivfagö dimaksud. Adapun teknik

transkripsi ini sudah diuraikan pada Bab I tulisan ini. Hasilnya dalam bentuk

notasi (visual) untuk melodi Fohuhugö (Hugö) dan Hivfagö adalah sebagai

berikut:

Dari transkripsi Hugö di atas, dapat dijelaskan bahwa Hugö dalam

transkripsi ini terdiri dari 1 bar bertanda birama 13/4, 2 bar tanda birama 3/4 dan

MM 85 yang dikenal sebagai tempo lagu. Tempo merupakan cepat lambatnya

suatu komposisi musik dinyanyikan ataupun dimainkan. Dalam teori musik,

banyak dijumpai istilah-istilah yang berhubungan dengan tempo tetapi penulis

tidak membahas istilah itu satu persatu cukup hanya menyebutkan istilah tempo

pada lagu yang bersangkutan.

Tempo lagu, cepat atau lambatnya lagu dapat dihitung atau diukur

dengan Metronom Maelzel yang sering disingkat dengan MM, dalam satuan not

Page 181: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

190

seperempat. Selanjutnya dilakukan pencarian jumlah rata-rata not permenit

dengan menghitung jumlah not yang ada dalam transkripsi di atas. Maelzel

memiliki rumus untuk menghitung rata-rata permenit yaitu sebagai berikut:

banyak bar x pembilang x 60 detik

M M Berdasarkan MM dan jumlah bar di atas, maka dapat diketahui jumlah

rata-rata not permenit dari Hugö pada birama 13/4 sebagai berikut :

banyak bar x pembilang x 60 detik M M 1 x 13 x 60 detik 85

= 9,176 detik

Selanjutnya berdasarkan MM dan jumlah bar di atas, maka akan

diketahui jumlah rata-rata not permenit dari Hugö birama 3/4 sebagai berikut :

banyak bar x pembilang x 60 detik M M 2 x 3 x 60 detik 85

= 4,235 detik

Page 182: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

191

Dari transkripsi Hivfagö di atas, dapat dijelaskan bahwa Hivfagö dalam

transkripsi ini terdiri dari 1 bar bertanda birama 13/4, 2 bar tanda birama 4/4 dan

MM 100.

Selanjutnya dilakukan pencarian jumlah rata-rata not permenit dengan

menghitung jumlah not yang ada dalam transkripsi di atas. Maelzel memiliki

rumus untuk menghitung rata-rata permenit yaitu sebagai berikut:

banyak bar x pembilang x 60 detik

M M Berdasarkan MM dan jumlah bar di atas, maka dapat diketahui jumlah

rata-rata not permenit dari Hivfagö pada birama 13/4 sebagai berikut :

banyak bar x pembilang x 60 detik M M 1 x 13 x 60 detik 100

= 7,8 detik

Page 183: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

192

Selanjutnya berdasarkan MM dan jumlah bar di atas, maka akan

diketahui jumlah rata-rata not permenit dari Hivfagö birama 4/4 sebagai berikut :

banyak bar x pembilang x 60 detik M M 2 x 4 x 60 detik 100

= 4,8 detik

6.5.1.1 Wilayah Nada Hugö dan Hivfagö

Dari tangga nada yang telah didapatkan pada nyanyian Hoho Faluaya di

atas, maka selanjutnya dapat ditentukan wilayah nada (ambitus) melodi Hugö dan

Hivfagö. Dengan berpedoman pada nada terendah dan nada yang tertinggi

frekuensinya serta jarak atau interval yang dihasilkan antara keduanya. Dengan

demikian maka wilayah nada kedua lagu ini dapat dilihat sebagai berikut:

6.5.1.1.1 Wilayah Nada Hugö

Penyajian Hugö oleh Sondroro: (1) birama 13/4 (meter 13) disajikan

hanya dalam 1 bar saja, dengan nada yang dihasilkan secara monoton (tetap)

yakni nada D, dan (2) terjadi perubahan ayunan ketukan menjadi 3/4 pada bar

kedua dan ketiga, dengan catatan pada bar ketiga tidak penulis jadikan ukuran

untuk melihat wilayah nada disebabkan hanya berupa bunyi ucapan (seperti

tertawa). Sehingga dapat disimpulkan bahwa wilayah nada pada birama 13/4

(meter 13) adalah nada D secara monoton, dan untuk birama kedua (birama 3/4)

Page 184: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

193

wilayah nadanya adalah dari nada C terendah sampai nada F’ oktaf, seperti di

bawah ini:

(1). Wilayah Nada pada birama (meter) 13/4

(2). Wilayah Nada pada birama (meter) 3/4

6.5.1.1.2 Wilayah Nada Hivfagö

Penyajian melodi Hivfagö terdiri dua macam birama yakni birama 13/4

dan birama 4/4. Pada birama 13/4, diawali dengan ritem up beat pada ketukan

pertama oleh Sondroro dan langsung disambut oleh kelompok sanoyohi pada

ketukan ketiga dalam birama yang sama. Selanjutnya terjadi perubahan ayunan

ketukan menjadi 4/4 pada bar 2 dan bar 3, dengan catatan pada bar ketiga tidak

penulis jadikan ukuran untuk melihat wilayah nada disebabkan hanya berupa

bunyi ucapan (seperti tertawa). Dari dua macam birama di atas dapat disimpulkan

wilayah nada Hivfagö yakni dari nada G yang terendah sampai nada Bb tertinggi,

seperti bentuk visual di bawah ini:

Page 185: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

194

6.5.1.2 Jumlah Nada-Nada Hugö dan Hivfagö

Untuk menentukan jumlah nada-nada ada dua cara yang perlu dilakukan.

Yang pertama adalah melihat banyaknya kemunculan setiap nada tanpa melihat

jumlah durasinya secara komulatif. Yang kedua adalah melihat kemunculannya

dan sekaligus menghitung durasi komulatif, karena durasi juga menentukan

komposisi jumlah nada dalam melodi. Dengan konsep tersebut, maka didapati

jumlah masing-masing nada dari Hugö dan Hivfagö adalah seperti berikut ini:

6.5.1.2.1 Jumlah Nada Hugö

Dilihat dari jumlah nada-nada yang dipakai, nada D adalah nada yang

paling sering muncul, namun demikian nada-nada lain yang jarang muncul

tidaklah dapat diabaikan begitu saja, karena nada-nada tersebut berfungsi sebagai

nada pendukung.

Page 186: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

195

6.5.1.2.2 Jumlah Nada Hivfagö

Jumlah nada-nada yang dipakai pada Hivfagö di atas, hanya terdiri dari 2

macam nada yakni nada G sebanyak 15 dan nada Bb sebanyak 10. Pada penyajian

Hivfagö tidak terdapat nada lain sebagai nada pendukung yang digunakan oleh

Sondroro dan Sanoyohi.

6.5.1.3 Interval Hugö dan Hivfagö

Yang dimaksud dengan interval adalah jarak antara dua nada. Pada Hugö

dan Hivfagö secara keseluruhan hanya memiliki 1 interval yakni interval 1perfect

(murni), namun dipenutup melodi terdapat jenis interval lain yang distribusinya

masing-masing satu kali untuk Hugö dan 2 kali untuk Hivfagö. Lebih jelasnya

distribusi interval tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 6.5

Distribusi Interval melodi Hugö dan Hivfagö

Interval Distribusi Hugö Hivfagö

1 perfect

7 minor

4 perfect

16

1

1

16

-

-

Interval Distribusi Hugö Hivfagö

Page 187: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

196

5 diminis

2 minor

6 mayor

1

-

-

-

2

2

6.5.1.4 Pola Kadensa Hugö dan Hivfagö

Pola-pola kadensa dapat dikonsepkan sebagai rangkaian nada-nada akhir

pada setiap frase melodi, namun pola kadensa ini juga dapat diartikan sebagai

nada-nada akhir frase pada musik yang bentuknya harmoni empat suara atau

sejenisnya. Kadens memiliki dua fungsi yaitu menandai berakhirnya suatu frase

dan memulai sesuatu yang lain. Jika memulai sesuatu maka kadens yang datang

sebelumnya kurang empatis dan berperan sebagai jembatan atau figur

perpindahan. Pola-pola kadensa dalam Hugö dan Hivfagö adalah sebagai berikut:

Page 188: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

197

Disamping nada yang monoton (tetap) dan memiliki ciri call respons dari

Hugö yang terdapat pada bar 1, hal juga terdapat kadens untuk menandai

berakhirnya suatu frase lagu di bar kedua dari birama 3/4. Berikutnya:

Demikian halnya dengan Hivfagö terdapat gaya melodi call respons dari

kelompok Sanoyohi, yang tergambar pada kadens di bar 1 dari birama 13/4.

6.5.1.5 Formula Melodi Hugö dan Hivfagö

Formula melodi yang dimaksud disini adalah susunan melodi

berdasarkan blok-blok atau kesatuan-kesatuannya. Dalam hal ini ditentukan tiga

jenis blok secara umum dari yang terbesar sampai ke terkecil, yaitu: (a) bentuk,

(b) frase, dan (c) motif melodi.

Yang dimaksud dengan bentuk melodi adalah bagian melodi terbesar yang

menjadi dasar perulangan bagi bentuk-bentuk berikutnya. Satu bentuk melodi

terdiri dari dua frase melodi atau lebih. Yang dimaksud dengan frase melodi

adalah seuntai melodi yang terdiri dari dua frase atau lebih, yang merupakan satu

Page 189: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

198

ide melodi yang utuh. Sedangkan motif melodi adalah bahagian melodi terkecil

yang menjadi karakter pengulangan seluruh komposisi (lihat Nettl 1964).

Formula Melodi Hugö dan Hivfagö adalah seperti pada bentuk visual

berikut di bawah ini:

Frase dan Motif Hugö

Dari notasi di atas dapat dilihat bahwa Hugö hanya terdiri dari satu frase

(frase A) dan 3 buah motif (motif a, b,dan c). Pada frase melodi A ini selalu

muncul pada bagian-bagian tertentu dalam urutan penyajian pertunjukan Hoho

Faluaya. Dan Frase A di atas merupakan bagian yang wajib ada pada setiap

penyajian pertunjukan Hoho Faluaya. Dengan perkataan lain frase A pada Hugö

di atas merupakan ciri khas dari Hoho Faluaya.

Page 190: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

199

Frase dan Motif Hivfagö

Dari notasi di atas dapat dilihat bahwa Hivfagö juga hanya terdiri dari

satu frase (frase B) dan 5 buah motif (motif a, b, c, c’ dan d). Pada frase melodi B

ini akan selalu muncul setiap dilakukannya gerakan Hivfagö. Pada motif c dan c’

terdapat pengulangan motif melodi yang merupakan bagian dari jawaban (call

respons) kelompok Sanoyohi.

6.5.1.6 Kontur

Kontur adalah garis lintasan melodi yang terdapat pada sebuah nyanyian.

Menurut Malm (1977: 16), kantur dapat dideskripsikan dengan menggunakan

istilah ascending (menaik), descending (menurun), pendulous (melengkung),

attraced (berjenjang), atau dapat diperlihatkan dengan garis-garis dalam bentuk

grafik. Jenis-jenis atau nama kontur dibedakan atas gerakan melodi:

Page 191: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

200

(a) Bila gerakan melodi naik maka disebut dengan asending;

(b) Bila gerak melodi tersebut turun maka disebut konturnya dengan

disending;

(c) Jika melengkung seperti lintasan jarum jam maka disebut dengan

pendulum atau pendulous;

(d) Bila susunannya berjenjang disebut dengan terraced;

(e) Bila gerak melodi terbatas gerak intervalnya, maka kontur melodi ini

disebut dengan statis (Malm 1977:17).

Berkaitan dengan pendapat di atas, penulis akan menggambarkan kontur

Hugö dan Hivfagö yang terdiri dari kontur statis, asending dan disending, seperti

di bawah ini:

Kontur Hugö (frae A)

Kontur Hivfagö (frase B)

Page 192: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

201

6.5.2 Analisis Hoho Fu’alö

Berikutnya penulis akan menganalisis struktur melodi Hoho Fu’alö yang

merupakan bagian dari penyajian Hoho Faluaya, untuk itu terlebih dahulu

dibentangkan hasil transkripsi Hoho Fu’alö dimaksud. Adapun hasil transkripsi

melodi Hoho Fu’alö adalah seperti bentuk notasi (visual) berikut ini:

Page 193: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

202

Dari transkripsi Hoho Fu’alö di atas, dapat dijelaskan bahwa Hoho

Fu’alö dalam transkripsi ini terdiri dari bagian pembuka, isi dan penutup yang

pada dasarnya berkaitan dengan isi teks. Namun secara struktur melodi yang

terlihat hanya berupa gerakan melodi pengulangan saja. Hal ini merupakan ciri

yang unik dari tradisi musik vokal dengan gaya bernyanyi call respons.

Selanjutnya dalam transkripsi di atas dapat dilihat bahwa Hoho Fu’alö

terdiri dari 7 bar bertanda birama 10/4, 1 bar tanda birama 5/4 sebagai penutup

lagu dan MM 90 yang dikenal sebagai tempo lagu.

Selanjutnya dilakukan pencarian jumlah rata-rata not permenit dengan

menghitung jumlah not yang ada dalam transkripsi di atas dengan bantuan rumus .

Maelzel, sebagai berikut:

Page 194: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

203

banyak bar x pembilang x 60 detik

M M Berdasarkan MM dan jumlah bar di atas, maka dapat diketahui jumlah

rata-rata not permenit dari Hoho Fu’alö pada birama 10/4 sebagai berikut :

banyak bar x pembilang x 60 detik M M 7 x 10 x 60 detik 90

ikdet90

4200 = 46,6 detik

Dan bar penutup pada birama 5/4, dapat diketahui jumlah rata-rata not

permenit dari Hoho Fu’alö, sebagai berikut :

banyak bar x pembilang x 60 detik M M 1 x 5 x 60 detik 90

ikdet90

300 = 3,3 detik

6.5.2.1 Wilayah Nada Hoho Fu’alö

Dari tangga nada yang telah didapatkan pada nyanyian Hoho Faluaya di

atas, maka selanjutnya dapat ditentukan wilayah nada (ambitus) melodi Hoho

Fu’alö. Dengan berpedoman pada nada terendah dan nada yang tertinggi

frekuensinya dan jarak atau interval yang dihasilkan antara keduanya. Dengan

demikian maka wilayah nada nyanyian ini dapat dilihat di bawah ini:

Page 195: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

204

Penyajian Hoho Fu’alö oleh Son dilakukan dengan birama 10/4 (meter

10), dan di akhiri oleh Son, Sa.1 dan Sa.2 dengan birama 5/4, maka wilayah nada

Hoho Fu’alö nada terendahnya adalah nada G dan tertinggi adalah nada D.

6.5.2.2 Jumlah Nada-Nada Hoho Fu’alö

Dalam penjelasan teks pada Bab V disampaikan bahwa penyajian hoho

jenis ini terjadi pengulangan-pengulangan melodi yang terus dilakukan sepanjang

sondroro masih dapat mengutarakan teks baru. Oleh karena itu penyajiannya tidak

dapat diukur dengan waktu yang tetap.

Dari situasi di atas dalam hal melihat jumlah nada yang digunakan Hoho

Fu’alö, penulis hanya menghitung dari hasil trankripsi di atas dan di dapati

jumlah masing-masing nada yang digunakan untuk Hoho Fu’alö adalah seperti

berikut ini:

Dilihat dari jumlah nada-nada

yang dipakai, nada G adalah nada yang paling sering muncul, diikuti nada Bb dan

nada-nada lain yang jarang muncul yakni nada C dan D, nada-nada tersebut

berfungsi sebagai nada pendukung.

Page 196: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

205

6.5.2.3 Interval Hoho Fu’alö

Pada Fu’alö terdapat beberapa interval yang didistribusikan. Untuk lebih

jelas distribusi interval tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 6.6

Distribusi Interval melodi Hoho Fu’alö

Interval Distribusi Hoho Fu’alö

1 perfect

2 minor

3 mayor

6 minor

6 mayor

7 minor

55

19

6

3

14

6

6.5.2.4 Pola Kadensa Hoho Fu’alö

Pola-pola kadensa dalam Hoho Fu’alö dalam menandai akhir frase

nyanyian terdapat dua pola kadensa yakni satu pola pada setiap akhir frase dan

satu pola lagi pada penutup Hoho Fu’alö, seperti digambarkan di bawah ini :

Page 197: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

206

Page 198: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

207

Kadens pada melodi Hoho Fu’alö merupakan ciri call respons dari

Sanoyohi terhadap Sondroro si pemberi respons dan pada bagian penutup hoho ini

terjadi saling isi antara kelompok Sanoyohi dengan Sondroro.

Page 199: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

208

6.5.2.5 Formula Melodi Hoho Fu’alö

Formula Melodi Hoho Fu’alö adalah seperti pada analisis berikut di

bawah ini:

Page 200: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

209

Melalui bentuk visual di atas, formula melodi Hoho Fu’alö terdiri dari :

Page 201: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

210

Tabel 6.7

Formula Melodi Hoho Fu’alö

Bentuk Frase Motif

A = 1 kali Frase 1 = 1 kali Motif 1 = 1 kali

A’ = 1 kali Frase 1’ = 2 kali Motif 1’ = 2 kali

A’’ = 1 kali Frase 2 = 3 kali Motif 2 = 3 kali

Motif 3 = 12 kali

Motif 4 = 3 kali

Motif 5 = 1 kali

Motif 6 = 2 kali

6.5.2.5.1 Kajian Terhadap Bentuk, Frase dan Motif Hoho Fu’alö

Dari notasi dan distribusi formula melodi di atas maka dapat dilihat

bahwa Hoho Fu’alö terdiri dari :

1. Bentuk A terdiri dari 2 frase (frase 1, 2), dan 4 motif (motif 1,2,3,4):

Frase 1 ini bersifat call respons, dapat dilihat pada motif 1 dan 2

merupakan melodi pengantar respon dari Sondroro dan direspon

(disambut) oleh kelompok Sanoyohi seperti pada motif 3. Pada frase

2 bentuk A ini juga bersifat call respons, hal ini terlihat pada motif 4

adalah pengantar respon dan kembali kelompok Sanoyohi

menggunakan motif 3 untuk merespon. Motif 4 ini merupakan melodi

penjelasan terhadap motif 1 dan 2 pada frase 1 yang diperankan oleh

Sondroro. Melihat frase 1 dan frase 2 bentuk A di atas, dapatlah

Page 202: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

211

dikatakan bahwa terdapat counter motif, hal ini terlihat ada

pemakaian motif yang sama (motif 3) pada frase 1 dan frase 2.

Dengan demikian hubungan melodi antara frase 1 dan 2 menjadi

lebih kuat karena diikat oleh motif 3.

2. Bentuk A’ terdiri dari 2 frase (frase 1’, 2), dan 4 motif (motif

1,2,3,4):

Pada dasarnya Bentuk A’ adalah sama dengan bentuk A, karena

hanya dibedakan oleh motif 1’ yakni merupakan melodi awal sebagai

pengantar respon dari Sondroro.

3. Bentuk A” terdiri dari 2 frase (frase 1’, 2), dan 6 motif (motif

1,2,3,4,5,6):

Demikian halnya pada Bentuk A” pada dasarnya memiliki frase yang

sama dengan A’ namun dibedakan dengan munculnya motif 5 dan

motif 6 sebagai motif penutup yang bersifat call respons dari

kelompok Sanoyohi dan diikuti Sondroro.

6.5.2.6 Kontur

Dari transkripsi melodi di atas tergambar kontur Hoho Fu’alö yang

terdiri dari kontur statis, terraced, asending dan disending, seperti di bawah ini:

Kontur (1) Hoho Fu’alö (Frase 1)

Page 203: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

212

Kontur (2) Hoho Fu’alö (frase 2)

Kontur (3) Hoho Fu’alö (frase 1’)

Kontur (4) Hoho Fu’alö (frase 2, motif 5 & 6)

Page 204: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

213

6.5.3 Analisis Hoho Fadölihia

Selanjutnya penulis akan mengkaji struktur melodi dan makna frase

melodi Hoho Fadölihia yang merupakan bahagian dari penyajian Hoho Faluaya.

Untuk itu terlebih dahulu akan dibentangkan hasil transkripsi Hoho Fadölihia

dimaksud. Dan unsur-unsur melodi yang akan penulis analisis adalah seperti pada

uraian pembahasan sub bab 6.5.1. di atas. Hasilnya dalam bentuk notasi (visual)

untuk melodi Hoho Fadölihia adalah sebagai berikut:

Page 205: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

214

Dari transkripsi Hoho Fadölihia di atas, maka dapat dijelaskan bahwa

Hoho Fadölihia dalam transkripsi ini memiliki gaya atau bersifat call respons,

lebih jelasnya akan di uraikan pada kajian bentuk, frase dan motif pada sub bab di

bawah ini.

Selanjutnya dalam transkripsi di atas dapat dilihat bahwa Hoho Fadölihia

terdiri dari 9 bar bertanda birama 4/4 dan MM 110 yang dikenal sebagai tempo

lagu.

Selanjutnya pencarian jumlah rata-rata not permenit dilakukan dengan

menghitung jumlah not yang ada dalam transkripsi di atas dengan bantuan rumus .

Maelzel, sebagai berikut:

banyak bar x pembilang x 60 detik

M M Berdasarkan MM dan jumlah bar di atas, maka dapat diketahui jumlah

rata-rata not permenit dari Hoho Fadölihia pada birama 4/4 sebagai berikut :

banyak bar x pembilang x 60 detik M M

Page 206: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

215

9 x 4 x 60 detik 110

ikdet

1102160 = 19,636 detik

6.5.3.1 Wilayah Nada Hoho Fadölihia

Dari tangga nada yang telah didapatkan pada nyanyian Hoho Faluaya di

atas, maka selanjutnya dapat ditentukan wilayah nada (ambitus) melodi Hoho

Fadölihia. Dengan berpedoman pada nada terendah dan nada yang tertinggi

frekuensinya dan jarak atau interval yang dihasilkan antara keduanya. Dengan

demikian maka wilayah nada nyanyian ini dapat dilihat di bawah ini:

Penyajian Hoho Fadölihia oleh Son, Sa.1 dan Sa.2 dilakukan dengan

birama 4/4, maka wilayah nada Hoho Fadölihia memiliki nada terendah yaitu

nada E dan tertingginya adalah nada C.

6.5.3.2 Jumlah Nada-Nada Hoho Fadölihia

Dalam penjelasan teks pada Bab V disampaikan juga bahwa penyajian

hoho jenis ini dilakukan dengan pengulangan melodi dan dapat terus dilakukan

sepanjang sondroro masih dapat mengutarakan teks baru. Oleh karena itu

Page 207: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

216

penyajiannya tergantung kemampuan sondroro dalam menciptakan syair dengan

melodi tetap.

Dari situasi di atas dalam hal melihat jumlah nada yang digunakan Hoho

Fadölihia, penulis hanya menghitung dari hasil trankripsi di atas dan di dapat

jumlah masing-masing nada yang digunakan untuk Hoho Fadölihia adalah

seperti berikut ini:

Dilihat dari jumlah nada-nada yang dipakai, nada E adalah nada yang

paling sering muncul dan merupakan nada yang hanya digunakan pada hoho ini,

diikuti nada G sementara Nada C hanya muncul sebanyak 4 kali dan berfungsi

sebagai nada pendukung.

6.5.3.3 Interval Hoho Fadölihia

Pada Hoho Fadölihia terdapat beberapa interval yang didistribusikan.

Untuk lebih jelas distribusi interval tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah

ini:

Page 208: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

217

Tabel 6.8

Distribusi Interval melodi Hoho Fadölihia

Interval Distribusi Hoho Fadölihia

1 perfect 3 minor 3 mayor 6 mayor

49 5 1 7

6.5.3.4 Pola Kadensa Hoho Fadölihia

Pola-pola kadensa dalam Hoho Fadölihia dalam menandai akhir frase

nyanyian terdapat dua pola kadensa yakni satu pola pada setiap akhir frase dan

satu pola lagi pada birama ke 8 dan 9 sebagai penutup Hoho Fadölihia dimana

kadens penutup ini sama dengan kadens penutup pada Hoho Fu’alö, seperti

digambarkan di bawah ini :

Page 209: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

218

Kadens pada melodi Hoho Fadölihia juga bersifat call respons dari

Sanoyohi terhadap Sondroro sebagai si pemberi respons dan pada bagian penutup

hoho ini terjadi saling isi antara kelompok Sanoyohi dengan Sondroro.

6.5.3.5 Formula Melodi Hoho Fadölihia

Formula Melodi Hoho Fadölihia akan diuraikan bentuk, frase dan motif

yang trdapat di dalamnya seperti pada analisis berikut di bawah ini:

Page 210: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

219

Page 211: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

220

Melalui bentuk visual di atas, formula melodi Hoho Fadölihia terdiri dari :

Tabel 6.9

Formula Melodi Hoho Fadölihia

Bentuk Frase Motif

B = 1 kali Frase 1 = 1 kali Motif 1 = 1 kali

B’ = 1 kali Frase 1’ = 1 kali Motif 1’ = 2 kali

Frase 1’’ = 1 kali Motif 2 = 8 kali

Frase 2 = 1 kali Motif 3 = 1 kali

Motif 4 = 3 kali

6.5.3.5.1 Kajian Terhadap Bentuk, Frase dan Motif Hoho Fadölihia

Dari notasi dan distribusi formula melodi di atas maka dapat dilihat

bahwa Hoho Fadölihia terdiri dari :

Page 212: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

221

1. Bentuk B terdiri dari 1 frase (frase 1), dan 2 motif (motif 1,2):

Frase 1 ini bersifat call respons, dan diulang sepanjang Sondroro

mampu menciptakan syair, dapat dilihat pada motif 1 merupakan

melodi pengantar respon dari Sondroro dan direspon (disambut) oleh

kelompok Sanoyohi seperti pada motif 2.

2. Bentuk B’ terdiri dari 3 frase (frase 1’, 1”, 2), dan 4 motif (motif

1’,2,3,4):

Frase 1’ terdiri dari motif 1’ dan motif 2 yang bersifat call respons.

Frase 2 terdiri dari motif 3 dan motif 2 dan frase 2 terdiri dari motif

1’, motif 2 dan motif 4 sebagai penutup dinyanyikan bersama saling

kompak antara Sanoyohi dan Sondroro. Dari kondisi ini dapat

dikatakan bahwa motif 2 adalah kunci karena sebagai call respons

dari hoho ini.

6.5.3.6 Kontur

Dari transkripsi melodi di atas tergambar kontur Hoho Fadölihia yang

terdiri dari kontur statis, terraced, asending dan disending, seperti di bawah ini:

Kontur (1) Hoho Fadölihia (frase 1)

Page 213: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

222

Kontur (2) Hoho Fadölihia (frase 1’)

Kontur (3) Hoho Fadölihia (frase 2)

Kontur (4) Hoho Fadölihia (frase 1”)

Page 214: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

223

6.5.4 Analisis Melodi Hoho Siöligö

Terakhir penulis akan mengkaji struktur melodi dan makna frase melodi

Hoho Siöligö yang merupakan bagian yang paling menunjukkan karakter

benyanyi pada setiap penyajian hoho masyarakat Nias Selatan, dimana terdapat

gaya bernyanyi yang khas dari jenis hoho ini yang mereka katakan gözö30 yakni

penyaji hoho (Sondroro hoho) menggunakan suara vokal yang digetarkan pada

bagian tekak (rongga tenggorokan). Setiap masyarakat tradisi biasanya memiliki

ciri dalam bernyanyi (bermusik vokal) seperti pada masyarakat Melayu disebut

cengkok, masyarakat Karo disebut rengget, dan lain-lain. Dalam notasi penulisan

ini gaya bernyanyi yang disebut gözö oleh masyarakat Nias Selatan akan penulis

buat dengan simbol “ “. Selain itu dalam frase melodi Hoho Siöligö ini

akan terlihat gaya bernyanyi repetisi atau melakukan pengulangan-pengulangan

frase melodi, hal ini dimulai oleh seorang Sondroro terlebih dahulu melemparkan

sati frase melodi dan disambut atau dijawab dengan frase melodi yang mirip oleh

kelompok Sanoyohi 1 dan Sanoyohi 2. Sehingga dapat terdengar saling mengisi

antara kelompok-kelompok tersebut. Dan hal inilah yang menjadi ciri khas dalam

tradisi musik lisan yang ada di Nias Selatan. Untuk lebih jelasnya terlebih dahulu

dibentangkan hasil transkripsi Hoho Siöligö dimaksud. Dan unsur-unsur melodi

yang akan penulis analisis dibagi mulai dari Hoho Siöligö pembuka, isi dan

penutup. Hasilnya dalam bentuk notasi (visual) untuk melodi Hoho Siöligö adalah

sebagai berikut:

30 Wawancanra dengan Hikayat Manaö, di desa Bawömataluo Nias Selatan.

Page 215: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

224

Bagian Pembuka dari Hoho Siöligö :

Page 216: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

225

Bagian Isi dari Hoho Siöligö :

Page 217: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

226

Bagian Penutup dari Hoho Siöligö :

Page 218: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

227

Dari transkripsi Hoho Siöligö di atas, maka dapat dijelaskan bahwa Hoho

Siöligö dalam transkripsi ini memiliki masih bersifat call respons, lebih jelasnya

akan di uraikan pada kajian bentuk, frase dan motif pada sub bab di bawah ini.

Dalam transkripsi di atas dapat dilihat bahwa Hoho Siöligö penulis bagi

menjadi bagian pembuka yang terdiri dari 12 bar bertanda birama 4/4 dan MM 75

dan pada birama yang sama terjadi perubahan tempo MM 90 sebanyak 8 bar

terakhir. Sebagai catatan pada tempo MM 90 ini juga dipakai pada melodi Hoho

Siöligö penutup. Bagian isi Hoho Siöligö terdiri dari 18 bar dengan birama 3/4 dan

MM 90.

Selanjutnya pencarian jumlah rata-rata not permenit dilakukan dengan

menghitung jumlah not yang ada dalam transkripsi di atas dengan bantuan rumus .

Maelzel, sebagai berikut:

banyak bar x pembilang x 60 detik

M M Berdasarkan MM dan jumlah bar di atas, maka dapat diketahui jumlah

rata-rata not permenit Hoho Siöligö pembuka, pada birama 4/4 MM 75 sebagai

berikut :

banyak bar x pembilang x 60 detik M M 12 x 4 x 60 detik 75

ikdet

752880 = 38,4 detik

Berikutnya jumlah rata-rata not permenit Hoho Siöligö pembuka, pada

birama 4/4 MM 90 yang juga dipakai pada Hoho Siöligö penutup, sebagai berikut:

Page 219: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

228

banyak bar x pembilang x 60 detik M M 8 x 4 x 60 detik 75

ikdet

901920 = 21,3 detik

Selanjutnya untuk jumlah rata-rata not permenit Hoho Siöligö bagian isi,

dengan birama 3/4 MM 90, sebagai berikut :

banyak bar x pembilang x 60 detik M M 18 x 3 x 60 detik 75

ikdet

903240 = 36 detik

6.5.4.1 Wilayah Nada Hoho Siöligö

Dari tangga nada yang telah didapatkan pada nyanyian Hoho Faluaya di

atas, maka selanjutnya dapat ditentukan wilayah nada (ambitus) melodi Hoho

Siöligö. Dengan berpedoman pada nada terendah dan nada yang tertinggi dan

jarak atau interval yang dihasilkan antara keduanya. Dengan demikian maka

wilayah nada nyanyian Hoho Siöligö ini dapat dilihat seperti di bawah ini:

Penyajian Hoho Siöligö

oleh Son, Sa.1 dan Sa.2 dilakukan dengan birama 4/4 pada bagian pembuka, dan

Page 220: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

229

terjadi perubahan birama menjadi 3/4 pada isi selanjutnya kembali ke birama 4/4

pada saat bagian penutup, dari keadaan di atas maka didapati wilayah nada Hoho

Siöligö dari nada terendah yaitu nada F dan tertingginya adalah nada D.

6.5.4.2 Jumlah Nada-Nada Hoho Siöligö

Sebagai hoho terakhir yang disajikan dalam rangkaian Hoho Faluaya,

penyajian Hoho Siöligö hanpir sama penyajiannya dengan Hoho Fu’alö, dan

Hoho Fadölihia di atas, yakni dalam hal pengulangan melodi sepanjang sondroro

masih dapat mengutarakan teks baru. Oleh karena itu lamanya penyajian

tergantung kemampuan sondroro sebagai pencipta syair dengan melodi tetap.

Dari situasi di atas dalam hal melihat jumlah nada yang digunakan Hoho

Siöligö, penulis hanya menghitung nada-nada dari hasil trankripsi di atas dan

jumlah masing-masing nada yang digunakan pada Hoho Siöligö di atas, seperti

berikut ini:

Dilihat dari jumlah nada-nada yang dipakai dalam Hoho Siöligö, nada G

adalah nada yang paling sering muncul, diikuti nada Bb dan nada-nada lain yang

jarang muncul yakni nada F, Ab, A, C, Db dan D, nada-nada tersebut berfungsi

sebagai nada pendukung.

Page 221: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

230

6.5.3.3 Interval Hoho Siöligö

Dalam Hoho Siöligö terdapat beberapa interval yang didistribusikan.

Untuk lebih jelas distribusi interval tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah

ini:

Tabel 6.10

Distribusi Interval melodi Hoho Siöligö

Interval Distribusi

Hoho Siöligö

1 perfect

2 minor

2 mayor

3 minor

3 mayor

4 perfect

5 perfect

6 minor

6 mayor

7 minor

7 mayor

141

8

15

17

8

5

3

6

19

12

5

6.5.4.4 Pola Kadensa Hoho Siöligö

Page 222: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

231

Pola-pola kadensa dalam Hoho Siöligö dalam menandai akhir frase

nyanyian dari Hoho Siöligö pembuka, isi dan penutup terdapat sedikitnya sepuluh

pola kadensa, seperti visual di bawah ini :

Page 223: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

232

Page 224: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

233

Page 225: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

234

6.5.4.5 Formula Melodi Hoho Siöligö

Formula Melodi Hoho Siöligö adalah seperti pada analisis berikut di

bawah ini:

Page 226: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

235

Page 227: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

236

Page 228: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

237

Page 229: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

238

Page 230: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

239

Melalui bentuk visual di atas, formula melodi Hoho Siöligö terdiri dari :

Tabel 6.11

Formula Melodi Hoho Siöligö

Bentuk Frase Motif

3 Bentuk

(C, D, E)

dan E’

11 Frase (frase

1,2,3,4,5,6,7,7’,8,9,10)

29 Motif

(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,14’,

14”,15,16, 17,18,19,20,20’

21,21’,22,23,24,25)

6.5.4.5.1 Kajian Terhadap Bentuk, Frase dan Motif Hoho Siöligö

Dari notasi dan distribusi formula melodi di atas maka dapat dilihat

bahwa Hoho Siöligö terdiri dari:

Page 231: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

240

1. Bentuk C sebagai pembuka dari Hoho Siöligö memiliki 4 frase (frase

1,2,3,4), dan 9 motif (motif 1,2,3,4,5,6,7,8,8’,9):

Frase 1 ini memiliki 2 buah motif (motif 1,2) yang bersifat call

respons, dapat dilihat pada motif 1 merupakan melodi pengantar

respon dari Sondroro dan direspon (disambut) oleh kelompok

Sanoyohi seperti pada motif 2. Pada frase 2 terdiri dari 3 motif (motif

3,4,5) yang seluruhnya menjadi frase melodi Sondroro. Frase 3

terdapat 1 motif (motif 6) yang masih menjadi frase melodi

Sondroro. Pada Bentuk C frase melodi terakhir yakni frase 4 yang

terdiri dari 4 motif (motif 7,8,8’,9), dimana motif 9 merupakan

menjadi pengantar menuju bentuk D.

2. Bentuk D terdiri dari 2 frase (frase 5, 6), dan 8 motif (motif

10,11,12,13,14,14’,14”,15):

Frase 5 merupakan melodi berciri unisono antara Sondroro dan

Sanoyohi secara bersama memainkan motif 10, 11, 12, dan motif 13.

Pada frase 5 ini menjadi bagian yang akan diulang pada bagian akhir

dari hoho ini. Selanjutnya frase 6 terdiri dari 4 motif (motif 14,

14’,14” dan motif 15). Dari motif tersebut dapatlah dikatakan bagian

ini terjadi counter motif dimana terjadi saling isi motif antara

Sondroro >< kelompok Sanoyohi 1, Sanoyohi 1 >< Sanoyohi 2, dan

Sondroro >< Sanoyohi 1. Gaya melodi vokal seperti ini menjadi

bagian yang unik dan khas yang hanya dimiliki oleh masyarakat

Page 232: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

241

Nias Selatan dalam tradisi musik lisannya. Dari penjelasan di atas,

frase 5 dan 6 ini akan diulang pada bagian akhir dari hoho ini.

3. Bentuk E merupakan bagian isi dari Hoho Siöligö terdiri dari 3 frase

(frase 7,8,9), dan 7 motif (motif 18,19,20,21,21’,22,23):

Frase 7 memiliki 3 motif (motif 18,19,dan motif 20), frase ini

bersifat call respons dimana motif 18 dan 19 sebagai pengantar

respons dari Sondroro dan di respons oleh kelompok Sanoyohi 1

yang merupakan repetisi atau pengulangan dan jawaban terhadap

motif Sondroro. Berikutnya Frase 8 terdiri dari 2 motif (motif 21 dan

21’) yang di nyanyikan oleh kelompok Sanoyohi 2. Selanjutnya

Sanoyohi 2 meneruskannya pada frase 9 dengan motif 20,22 dan 23.

Bentuk E ini diulang terus sampai dengan Sondroro merasa sudah

cukup.

4. Bentuk E’ merupakan bagian pengantar penutup dari Hoho Siöligö

terdiri dari 2 frase (frase 7’,10), dan 6 motif (motif

7,18,19,20’,24,25):

Frase 7’ pada dasarnya hampir sama dengan frase 7 dimana terdiri

dari 4 motif (motif 18,19,20’ dan motif 24), pada frase ini terlebih

dahulu Sondroro mengantar motif (18,19) dan disambut oleh

Sanoyohi 1 dan disusul secara bersamaan pada motif 24 oleh

Sanoyohi 1 dan 2. Pada frase 10 merupakan pengantar penutup Hoho

Siöligö menuju bentuk D seperti di atas, terdiri dari 2 motif yang

diantar sendiri oleh Sondroro.

Page 233: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

242

6.5.4.6 Kontur

Dari transkripsi melodi di atas tergambar kontur Hoho Siöligö yang

terdiri dari kontur statis, terraced, asending dan disending, seperti di bawah ini:

Kontur (1) Hoho Siöligö (frase 1)

Kontur (2) Hoho Siöligö (frase 2)

Kontur (3) Hoho Siöligö (frase 3)

Page 234: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

243

Kontur (4) Hoho Siöligö (frase 4)

Kontur (5) Hoho Siöligö (frase 5)

Kontur (6) Hoho Siöligö (frase 6)

Kontur (7) Hoho Siöligö (frase 7-7’)

Page 235: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

244

Kontur (8) Hoho Siöligö (frase 8)

Kontur (9) Hoho Siöligö (frase 9)

Kontur (10) Hoho Siöligö (frase 10)

Page 236: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

244

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari uraian-uraian di Bab I sampai VI, maka pada Bab IV, V dan VI ini

penulis menyimpulkan penelitian ini dengan topik utama fungsi musik, makna

teks dan struktur musik Hoho Faluaya Desa Bawömataluo, Kecamatan

Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Propinsi Sumatera Utara sebagai berikut:

(a) Berdasarkan peroleh data dari lapangan dan teori-teori fungsi yang

penulis dapatkan dan akhirnya penulis dapatlah terjawab bagaimana

fungsi Hoho Faluaya dalam tradisi lisan masyarakat Nias Selatan. Hoho

Faluaya sebagai warisan tradisi musik lisan masyarakat Nias Selatan

khususnya dan Indonesia umumnya dapat terdapat bebeberapa fungsi

yang merupakan kearifan lokal masyarakat Nias Selatan. Adapun fungsi

Hoho Faluaya yang penulis dapatkan yakni berfungsi sebagai

pelaksanaan pesta adat atau sebagai sarana upacara pesta adat, berfungsi

sebagai simbol keperkasaan para prajurit perang, penguat status sosial

dalam pengukuhan gelar-gelar adat, perekat kehidupan masyarakat yang

menumbuhkan rasa cinta dan kebersamaan yang kuat di antara

masyarakat Nias, berfungsi sebagai sarana komunikasi dan penyampaian

pesan, menumbuhkan nilai-nilai estetis dalam kehidupan sosial, berfungsi

sebagai hiburan dan pengucapan syukur, sebagai pengiring gerakan tarian

Page 237: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

245

faluaya, dan berfungsi sebagai pertahanan budaya sebagai pengawal

identitas budaya masyarakat Nias.

(b) Dari hasil analisis teks penulis dapat menyajikan analisis semiotik yang

pemaparannya dengan pendekatan teori Roland Barthes dalam melihat

signifier dan signified sehingga dapat dilihat makna konotatif dari teks

syair Hoho Faluaya yang terdiri dari teks Fohuhugö (Hugö) yang

merupakan seruan persetujuan, Hivfagö seruan penegasan terhadap Hugö

dan 3 (tiga) jenis struktur hoho yang ada di dalamnya, yakni: (1) Hoho

Fu’alö yang menjadi nyanyian persiapan pembangkit dan pembakar

semangat para prajurit perang atau penari perang, (2) Hoho Fadölihia

sebagai cara para kelompok hoho mengagung-agungkan kebesaran desa

mereka, dan (3) Hoho Siöligö bermakna menjalin persatuan dan kesatuan

demi kemakmuran desa.

(c) Dari struktur analisis musik Hoho Faluaya yang dikaji melalui

pendekatan teori weighted scale yang terdiri dari kajian tangga nada, nada

pusat atau nada dasar, wilayah nada, jumlah nada-nada, interval yang

digunakan, pola-pola kadensa, formula melodi, dan kontur, terdapat ciri

tangga nada tradisi yakni pentatonik. Masyarakat Nias dalam hohonya

memiliki struktur bernyanyi dengan gaya dan sifat musikal tersendiri

seperti adanya call respons dan counter frase maupun counter motif, juga

dalam tehnik vokal dalam menyanyikan hoho ini terdengar sangat khas

dengan menggunakan tehnik “gözö” atau menggetarkan pangkal lidah di

daerah tenggorokan. Hal ini merupakan sebuah kearifan yang hanya

Page 238: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

246

dimiliki oleh masyarakat Nias Selatan. Demikianlah Hoho Faluaya ini

disajikan melalui melodi-melodi yang tercipta ternyata dapat menjadi

pembangkit semangat bagi para bohalima (prajurit perang/ penari perang)

juga bagi yang mendengarkannya.

7.2 Saran

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dan beberapa simpulan yang

telah dibuat, ada beberapa saran yang perlu dikemukakan, mengingat seni tradisi

musik lisan Hoho Faluaya masih memiliki peranan penting dalam masyarakat

Nias dan juga peranan penting dari kesinambungan warisan budaya tradisi musik

lisan yang telah terjadi sekarang ini.

Dalam kenyataannya, walaupun penerima warisan tradisi musik lisan

hoho Faluaya ini sudah sangat berkurang dan sudah mulai ditinggalkan oleh

karena perkembangan teknologi, namun belum sepenuhnya diabaikan karena

masih ada beberapa orang yang peduli khususnya salah satu kelompok di desa

Bawomataluo yakni sanggar Baluseda pimpinan Hikayat Manaö. Dengan

demikian penelitian ini masih terbuka untuk permasalahan-permasalahan yang

berhubungan dengannya, seperti: (a) mengupayakan pengembangan Hoho

Faluaya sebagai warisan tradisi musik lisan masyarakat Nias; (b) mengupayakan

penggunaan genre musik vokal secara proporsional dalam aktivitas masyarakat

Nias, khususnya dalam konteks upacara adat Nias; (c) tetap mengeksiskan Hoho

Faluaya dalam upacara ritual adat, dan mengembangkannya melalui pertujukan-

pertunjukan sebagai sarana wisata budaya di Nias Selatan.

Page 239: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

247

DAFTAR PUSTAKA Adler, Mortimer J. et al. (eds.). 1983. Encyclopaedia Britannica (Vol. XII).

Chicago: Helen Hemingway Benton. Adshead, Janet. 1988. Dance Analysis: TheoRy and Practice.London: Dance

Book. Ajid Che Kob, Farid Mohd dan Ramli Saleh, 1987. Pemakaian Kod dan Refleksi Sosial

dalam Masyarakat Melayu. Kuala Lumpur: Universiti Kebangsaan Malaysia. (Disertasi Muhammad Takari Bin Jilin Syahrial. 2010. “Fungsi Dan Bentuk Komunikasi Dalam Lagu Dan Tari Melayu Di Sumatera Utara”. Jabatan Pengajian Media Fakulti Sastera Dan Sains Sosial Universiti Malaya Kuala Lumpur)

Aston, Elaine dan George Savona. 1991. Theatre as Sign-System:A Semiotics of Text and Performance. London dan New York.- Routledge. (Dalam buku ini termuat analisis semiotis teater olch Tadeus Kowzan dan Patrice pavis).

Bachtiar, Harsya, W. 1985. “Pengamatan sebagai Metode Penelitian.” Dalam Metde-metode Penelitian Masyarakat. Kentjaraningrat (ed.). Jakarta: Gramedia.

Badan Statistik Kabupaten Nias Selatan. 2010. Nias Selatan Dalam Angka.BPS Nias Selatan.

Barthes, R., 1967. Elementss of Semiology. London: Jonathan Cape. Barthes, R., 1977. Image -Musi -Text. New York: Hill & Wang. Barthes, Roland. 1957. Mythologies. Paris: Seuil. Dananjaya, James. 1993. Cerita Rakyat Dari Sumatera. Jakarta: Grasindo Dananjaya, James. 1998. Pendekatan Foklore dalam penelitian bahan-bahan

tradisi lisan dalam Pudentia MPSS, Metodologi Kajian Tradisi Lisan (hlm 54-66). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan.

Dananjaya, James dan Koentjaraningrat. 2002. Penduduk Kepulauan Sebelah Sumatera dalam Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Darma, Budi. 1990. Perihal Studi Sastra dalam Basis, Agustus 1990. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta : Balai Pustaka Denzin, Norman K. Dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of

Qualitative Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage Publications.

Daeli, Fa’ano. Juni 1988. “Pengaruh Nilai-nilai Budaya Nias Terhadap Upaya Meningkatkan Kualitas Manusia”, Seminar Kebudayaan Nias dan Kualitas Manusia, Ikatan Keluarga Nias (IKN) Yogyakarta.

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana; Pengantar Analisis teks media. Yogyakarta: LKiS

Goldsworthy, David J. 1979. Melayu Music of North Sumatra: Continuities and Changes. Sydney: Monash University.

Page 240: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

248

Hall, D.G.E. 1968. A History of South-east Asia. T.p: St. Martin’s Press. Halliday, M.A.K dan R. Hasan. 1985. Language, Context, and Text: Aspect of

Language in A Social-Semiotic Perspective. Victoria: Deakin University Press.

Hammerle, Johannes M. 1986. Famatö Harimao. Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias.

-------------------. 1990. Omo Sebua. Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias. -------------------. 1995. Hikaya Nadu. Gunung Sitoli: Yayasan Pusaka Nias,. -------------------. 1998. He’iwisa ba Danö Niha. Gunungsitoli: Yayasan Pusaka

Nias. -------------------. 1999. Asal Usul Masyarakat Nias: Suatu Interpretasi

Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias. -------------------. 1999. Nidunö-dunö ba Nöri Onolalu. Gunungsitoli: Yayasan

Pusaka Nias. -------------------. 2001 “Asal Usul Masyarakat Nias: Suatu Interpretasi.”

Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias. Hoed, Benny H., “Strukturalisme, Pragmatik dan Semiotik dalam Kajian

Budaya,” dalam Indonesia: Tanda yang Retak (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2002)

Ihromi, T.O. 1987. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Jambaan. Jones, Georges Thaddeus. 1974. Music Theory. Barnes & Noble Books A

Division Of Harper & Row. Publishers. New York. Evanston. San Fransisco. London.

Kartomi, Margaret J. 1981. “The Processes and Results of Musical Cultural Contact: A Discussion of Terminology and Concept” in Ethnomusicology No. XXV-2:B. Bloomington: Indiana University Press.

Koentjaraningrat. 1980. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Rineka Cistra. -------------------. 1991. “Metode Wawancara” dalam Metode-metode Penelitian

Masyarakat (Koentjaraningrat, red). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama -------------------. 1993. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama -------------------. 1995. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:

Djambatan. Koestoro, Lucas Partanda & Ketut Wiradnyana. 2007. “Tradisi Megalit di Pulau

Nias”. Balai Arkeolog Medan. Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama Kunts, Jaap. 1939. Music In Nias. Internationales Arciv Fur Ethnographie.Leiden. Laiya, B. 1979. Solidaritas Kekeluargaan dalam Salah Satu Masyarakat Desa di

Nias, Indonesia.Gajah Mada University Press. Lase, Apolonius. 2011. Kamus Li Niha Nias – Indonesia, Penerbit Buku Kompas. Lauer, Robert. H. 2001, Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: PT Rineka

Cipta, terj. Alimandan Legge, J.D. 1964. Indonesia. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

Page 241: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

249

Legemann, H. 1906. Ein Heldensang der Niasser, Gesang der Gaste Beim Feste Eines Hauptlings, Al ser Sich den title Balugu Beilegte.Batavia: Albrecht & Co.

Lokin. 1990. Nias Tribal Treasures: Cosmic reflection in stone, wood and gold, Volkenkundig Museum Nusantara, Delft.

Lomax, Alan P. 1968. Folk Song Style and Culture. Transaction Books New, Jersey.

Lorimer, Lawrence T. et al. 1991. Grolier Encyclopedia of Knowledge (volume 1-20). Danburry, Connecticut: Groller Incorporated.

Malinowski. 1987. “Teori Fungsional dan Struktural,” dalam Teori Antroplologi I. Koentjaraningrat (ed.), Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Marckward, Albert H. et al. (eds.), 1990. Webster Comprehensive Dictionary (volume 2). Chicago: Ferguson Publishing Company.

Malm,William P. 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terJemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Marsden, W. 1966. The History of Sumattra. Kuala Lumpur: Oxford University Press.

Mendröfa, Snk B. Ama Wohada. 1982. Amaedola Nono Niha. Pepatah Nias dan Artinya. Medan.

-------------------. 1982. Li Niha Ba Li Indonesia. Kamus Bahasa Nias - Indonesia. Medan.

Mendröfa, S.W. 1969. Börö Gotari Gotara. Gunung Sitoli: Percetakan BNKP. -------------------. 1981. Fondrakö Ono Niha. Jakarta: Inkultura Fondation, Inc. -------------------. 1996. Sosial Budaya di dalam Masyarakat Ono Niha. Gunung

Sitoli: Tanpa Nama Penerbit. Merriam, Alan P. 1964. The Anhropology of Music. Chicago: North Western

University Prees. Moeliono, Anton dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka Muhadjir, Noeng. 2002, Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit Rake

Sarasin Mulyana. 2005. Kajian Wacana; Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-prinsip

Analisis Wacana, Yogyakarta: Tiara Wacana Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik; Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama Nasution, S. 1982. Metode Research. Bandung: Jemmars. Nawawi, Hadari dan Martini Hadari. 1994. Instrumen Penelitian Sosial.

Yogyakarta: Gajah Mada University Perss Nias, Yayasan Pusaka. (Tanpa Tahun). Daeli Sanau Talinga dan Tradisi Lisan

Onowaembo Idanö. Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias. Nettl, Bruno. 1973. Folk and Traditional of Western Continents, Englewood

Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

Page 242: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

250

Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Etnomusicology, New York : The Free Press of Glencoe.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Patersen, William. 1995. "Migration: Social Aspects," International Encyclopedia of the Sosial Sciences, volume 9, David L. Sills (ed.), (New York dan London: The Macmillan Publishers).

Radcliffe-Brown, A.R. 1952. Structure and Function in Primitive Society. Glencoe: Free Press.

Robinson, Jenefer (ed). 1997. Music and Meaning. Ithaca and London: Cornell University Press.

Rice, Kenneth A. 1980. Geertz and Culture. Ann Arbor: The University of Michigan Press. Rice, Kenneth A. 1980. Geertz and Culture. Ann Arbor: The University of Michigan Press.

Saragih, Amrin. 2000. Bahasa dan Konteks Sosial: Pendekatan Linguistik Fungsional Sistemik. Medan: Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Sedyawati, Edi. 1980. Tari: Tinjauan dari Berbagai Segi. Jakarta: Pustaka Jaya. Sibarani, Robert. 2000. “Tradisi Lisan Nias” dalam Warta ATL, Edisi IV/

April/2000, halaman 24-29. Shadily, Hassan. 1983. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ikhtiar Baru-Vanhoeve. Soedarsono, 1995. “Pendidikan Seni dalam Kaitannya dengan Kepariwisataan”.

Makalah Seminar dalam Rangka Penringatan Hari Jadi Jurusan pendidikan Sendratasik ke-10 FPBS IKIP Yogyakarta, 12 Pebruari 1995).

Soedarsono, 1974. Dances in Indonesia. Jakarta: Gunung Agung. Soekanto, Soerjono. 1995. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Perss. Steinhart, W.L. 1954. Nias Teksten. Vertaald En Van Aantekeningen Voorzien. Suparlan, Parsudi. 1987. “Perubahan Sosial Dalam Masyarakat” dalam Bulletin

Antropologi. Yogyakarta: Perpustakaan Jur. Antropologi UGM Sumarlam, dkk. 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka

Cakra Takari, Muhammad. 2010. “Fungsi Dan Bentuk Komunikasi Dalam Lagu Dan

Tari Melayu Di Sumatera Utara”. Disertasi Jabatan Pengajian Media Fakulti Sastera Dan Sains Sosial Universiti Malaya Kuala Lumpur.

Tomsen, Martin. 1979. Die vom Stammuater Hija Ein Gesang Ausittelnias.Braunschweig.

Telaumbanua, Sadieli. 2006. Representasi Budaya Nias Dalam Tradisi Lisan.Gunung Sitoli. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Nias.

Ulack, Richard. 2007. Encyclopædia Britannica. Encyclopædia Britannica 2007 Ultimate Reference Suite. Chicago: Encyclopædia Britannica.

Wahab, Abdul. 2000. Mitos Asal Mula Kejadian dan Hidup Setelah Mati Lintas Budaya. Dalam Bambang Kaswanti Purwo (ed). Kajian Serba Linguistik (hlm 795-807). Jakarta: BPK Gunung Mulia dan Unika Atma Jaya.

Yampolsky, Philip. 1991. “MUSIC OF INDONESIA, VOL. 4: Music of Nias and North Sumatra: Hoho, Gendang Karo, Gondag Toba”. Recorded, edited,

Page 243: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

251

and annotated by Philip Yampolsky. 65 minutes. 2-page booklet with map. SWF 40055 (1991).

Zebua, S. 1984. “Sejarah Kebudayaan Ono Niha Seri I”. Makalah yang tidak dipublikasikan. Gunung Sitoli.

Zebua, HS. 1995. Sastra dan Tatabahasa Daerah Nias (Ono Niha). Gunung Sitoli: Depdikbud Kabupaten Nias.

Zebua, S. 1995. Sejarah Kebudayaan Ono Niha. Seri adat istiadat perkawinan di Laraga. Gunung Sitoli.

Zebua, Victor. 2008, Kisah Awuwukha Pemburu Kepala. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zebua, Victor. 2010. Jejak Cerita Rakyat Nias. Yogyakarta: Posko delasiga bekerjasama dengan Pustaka Pelajar.

Internet: http://collectie.tropenmuseum.nl http://dolinktome.com/browse/284035/pemerintahan-asli-suku-nias-iii-nias-

online.cnet http://halilintarblog.blogspot.com/2010/10/teori-pengembangan-perubahan.html http://learning-of.slametwidodo.com/2010/02/01/perspektif-teori-tentang-

perubahan-sosial-struktural-fungsional-dan-psikologi-sosial/ http://staff.ui.ac.id/internal/130536771/publikasi/metodesemiotika.pdf di

download tgl. 19 Sept 2011 pkl. 10.11 wib http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/Tinjauan%20Teoritik%20tentang%20Se

miotik.pdf di download tgl. 19 Sept 2011 pkl. 10.11 wib http://junaedi2008.blogspot.com/2009/01/teori-semiotik.html

http://www.niasisland.com/ http://niasonline.net/ http://www.nias-bangkit.com/ Majalah: Journal Ethnomusicology (edisi ke-3). 1959. The Hague. Martinus Nijhoff

Media Warisan.2000. Edisi no. 5 tahun I Juni, hal. 7. “Arti dan Makna Salam Ya’ahowu”. Terbitan: Museum Pusaka Nias. Gunung Sitoli.

Majalah Warisan Indonesia.2010. Vol.1 No.01.Agustus2010. “Titik Balik Nias”.

Page 244: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

252

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Hikayat Manaö (Ama Gibson)

Umur : 53 Tahun

Pekerjaan : Pimpinan Sanggar Baluseda

Alamat : Desa Bawömataluo Nias Selatan

2. Nama : Sanea Bu’ulölö (Ama Risa)

Umur : 59 Tahun

Pekerjaan : Bertani

Alamat : Desa Bawömataluo Nias Selatan

3. Nama : Dasa Manaö (Ama Sorai)

Umur : 45 Tahun

Pekerjaan : PNS Dinas Pariwisata Nias Selatan

Alamat : Jl. Sudirman Teluk Dalam Nias Selatan

4. Nama : Ariston Manaö (Ama Rocky)

Umur : 48 Tahun

Pekerjaan : Kepala Desa Bawömataluo

Alamat : Desa Bawömataluo Nias Selatan

5. Nama : P. Johannes Maria Hammerle

Umur : 60 Tahun

Pekerjaan : Direktur Yayasan Pusaka Nias

Alamat : Jl. Yos Sudarso 134 A Gunung Sitoli Nias

Page 245: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

253

GLOSARIUM

Adu : patung

Afo : sirih

Aramba : gong

Aramö : salah satu wilayah di Nias Selatan, terkenal sebagai tempat

pengambilan kepala orang bagi suku-suku Maenamölö.

“Aramö, halösö mbinu Maenamölö.”

Awöni : pohon besar, salah satu pohon yang dianggap sebagai rumah

Bela.

Bagoa : pohon Pandanus

Bala Högö : hiasan kepala

Balatu Nifolasara : pedang, yang pegangannya berbentuk kepada Lasara.

Bale : balai tempat pertemuan

Bekhu : roh-roh

Bela : 1. Anak dari Sirici 2. Makhluk yang hidup di atas pohon

besar dan berkuasa atas margasatwa di hutan, 3. Ono Mbela

anak atau keturunan Bela

Bohalima : prajurit perang, pasukan perang

Bola nafo : kampin sirih

Page 246: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

254

Bosi : derajat untuk orang yang telah mengadakan pesta jasa

(owasa)

Börö : titik dasar, awal, sebab

Börönadu : 1. Nama desa leluhur di Gomo 2. Titik paling dasar pada

patung asal

Böröta Niha : permulaan manusia

Böwö : jujuran adat perkawinan

Buruti Rao : istri pertama dari Sirao

Cuhanaröfa : s.d. Tuhangaröfa, nama seorang leluhur pemilik ikan dan

belut

Daeli : 1. Satu dari empat leluhur yang diturunkan di Tölamaera

sebagai leluhur marga Gea, Daeli, Larosa dsb. 2. Marga yang

berkembang di daerah kecamatan Sirombu

Eho : sejenis pohon Ficus

Ere : orang pintar, pemuka masyarakat. (dulu ere dipercaya

sebagai orang yang bisa mengusir roh-roh jahat dari tubuh

orang sakit dengan melakukan sesembahan. Sebelum agama

Kristen masuk di Nias, masyarakat yang menganut

kepercayaan animism dipimpin oleh ere).

Page 247: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

255

Ewali : pekarangan rumah = olayama. jalan atau tanah kosong di

depan rumah tempat orang lalu lalang.

Fakhöyö : mencampur

Falagö : mengelilingi; Sifalagö, 1. nama desa 2. yang dikelilingi

Faluaya : tarian perang

Famadaya : pengusungan

Famadaya Harimao : arak-arakan sambil mengusung patung harimau

Famatö Harimao : 1. pematahan patung harimau 2. ritus membuang patung

harimau

Faritia : canang, gong kecil dengan nada yang berbeda

Fondrahi : gendang tambur

Fondrakhö : pengesahan hukum-hukum adat

Fösi : salah satu pohon yang dianggap keramat

Gari : pedang, parang

Gözö : nama seorang leluhur diturunkan di Hilimaziaya, dan

menjadi leluhur marga Baeha

Gulö : nama suatu marga yang tersebar dan berkembang di wilayah

Nias Barat. Leluhur itu dulu disebut Kulö.

Hada : s.d. böwö- adat istiadat

Halawa : marga orang Nias

Page 248: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

256

Harakana : budak

Hasi : peti mayat

Hasi nifedadao : peti mayat duduk

Hasi Nifolasara : peti mayat berbentuk perahu berkepala Lasara

Hia : 1. nama leluhur Nias 2. marga yang berkembang di Nias

Barat

Hili : gunung atau bukit

Ho : 1. nama leluhur s.d. Hia 2. s.d. Eho – sungai yang bermuara

ke laut di sebelah Nias Selatan

Ho ba mböröta : Ho pada mulanya

Hoho : syair yang dilakonkan pada pesta adat Nias, mis. pesta

pernikahan, kematian, pendirian kampung dsb.

Högö : kepala

Huku : hukum

Iwöwöi : dia membentuk

Lahagu : salah satu marga Nias Barat

La’ia : nama satu marga

La’imba : babi hutan jantan

La’imba horö : gelar orang gagah perkasa

Lakhömi : kemuliaan, wibawa

Page 249: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

257

Laoya : salah seorang keturunan Hia

Lasara : 1. nama lain dari suatu perahu, 2. sering dipakai sebagai

nama desa di Nias 3. nama binatang khayalan mirip kepala

naga

Li niha : suara manusia, bahasa nias

Lölö : kain lampin dari kulit kayu

Luo : 1. matahari 2. hari

Maenamölo : salah satu wilayah ni Nias Selatan

Mazinö : nama bukit di Sifalagö Gomo

Mölö : leluhur yang pindah ke Nias Selatan dan menjadi leluhur

masyarakat di wilayah Maenamölö

Nadaoya : 1. roh yang ditakuti 2. leluhur yang jatuh ke lembah sungai

yang terjal waktu diturunkan

Nandrua : istri pertama Ho atau Hia

Nawalö : pelbagai

Ndrao : batu kapur yang lembek dan berwarna merah, hitam atau

putih

Nidada : yang diturunkan

Niha : manusia

Omo : rumah

Page 250: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

258

Omo bale : rumah balai, tempat pertemuan adat

Omo Nifolasara : rumah tradisional, bagian depannya dilengkapi dengan tiga

kepala Lasara

Ono : anak

Ono Garamö : keturunan dari leluhur Aramö, salah satu rumpun

Ono Niha : anak manusia

Orahua : bermusyawarah

Rai : mahkota, hiasan kepala

Sawuyu : s.d harakana: budak

Si’ila : orang yang maha tahu, penasehat desa

Sirao : dipandang sebagai leluhur dari tiga suku pertama di Nias

Sirici : ibu para leluhur pertama di Nias

Si’ulu : bangsawan, yang ada di sebelah atas

Tanö Niha : bumi manusia; pulau nias

Tora’a : 1. diibaratkan sebagai pohon dalam syair hoho 2. tubuh

perempuan yang menandakan kehamilan

Uli : kulit

Wöwöi : membentuk

Zanökhö : gerakan mengepung musuh tari faluaya

Zebua : nama salah satu marga

Page 251: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

259

LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 8.1. Peta Sumatera Utara

Sumber: Atlas Indonesia dan Dunia

Gambar 8.2 Peta Kepulauan Nias

Sumber: niasjaya.wordpress.com

Page 252: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

260

Gambar 8.3 Peta Desa Bawömataluo

Sumber: Kantor Kepala Desa Bawömataluo

Gambar 8.4 Peta Desa Bawömataluo

Sumber: Kantor Kepala Desa Bawömataluo

Page 253: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

261

Gambar 8.5 Bawömataluo – 87Anak Tangga memasuki Desa Adat

Sumber: Dok. Hubari Gulö

Gambar 8.6 Bawömataluo – Desa Orahili Fau dari Puncak Tangga

Sumber: Dok. Hubari Gulö

Page 254: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

262

Gambar 8.7 Bawömataluo - di teras rumah Hikayat Manaö

Sumber: Dok. Hubari Gulö

Gambar 8.8 Bawömataluo – di rumah Sanoyohi

Sumber: Dok. Hubari Gulö

Page 255: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

263

Gambar 8.9 Bawömataluo – Plank Merk Sanggar Baluseda

Sumber: Dok. Hubari Gulö

Gambar 8.10 Bawömataluo – Ndrölö Halamba’a dari Omo Sebua

Sumber: Dok. Hubari Gulö

Page 256: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

264

Gambar 8.11 Bawömataluo – Ndrölö Raya sebelah kiri rumah Hikayat Manaö

Sumber: Dok. Hubari Gulö

Sumber: Dok. Hubari Gulö

Gambar 8.12 Bawömataluo – Penduduk pulang dari Gereja melalui Ndrölö Ana’a/Löu

Sumber: Dok. Hubari Gulö

Page 257: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

265

Gambar 8.13 Bawömataluo – Ndrölö Bagoa di sebelah kanan rumah Hikayat Manaö

Sumber: Dok. Hubari Gulö

Gambar 8.14 Bawömataluo – Bale tempat musyawarah (orahu) adat

Sumber: Dok. Hubari Gulö

Page 258: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

266

Gambar 8.15 Bawömataluo – Hikayat Manaö memimpin Tari Faluaya dan HohoFualö

Sumber: Dok. Hubari Gulö

Gambar 8.16 Bawömataluo – Hikayat Manaö memimpin Tari Faluaya dan HohoFualö

Sumber: Majalah Warisan Indonesia.2010. Vol.1 No.01.Agustus2010

Page 259: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

267

Gambar 8.17 Bawömataluo – Para Bohalima melakukan Gerakan Faluaya Zanökhö

Sumber: Majalah Warisan Indonesia.2010. Vol.1 No.01.Agustus2010

Gambar 8.18 Bawömataluo – Pertunjukan Hombo Batu

Sumber: Dok. Hubari Gulö

Page 260: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

268

Gambar 8.19 Bawömataluo – Kostum Para Bohalima dan Fanari Mogaele

Sumber: Dok. Hubari Gulö

Gambar 8.20 Bawömataluo – Hikayat Manaö sebagai Kafalo Zaluaya

Sumber: Majalah Warisan Indonesia.2010. Vol.1 No.01.Agustus2010

Page 261: HOHO FALUAYA TRADISI LISAN MASYARAKAT NIAS DI …magisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-hubari... · Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung ... DAFTAR RIWAYAT

269

Gambar 8.21 Gunung Sitoli – Yayasan Pusaka Nias

Sumber: Dok. Hubari Gulö