hiv pada anak

11
8.3 Penanganan lainnya untuk anak dengan HIV-positif 8.3.1 Imunisasi Seorang anak dengan infeksi HIV atau diduga dengan infeksi HIV tetapi belum menunjukkan gejala, harus diberi semua jenis vaksin yang diperlukan (sesuai jadwal imunisasi nasional), termasuk BCG. Berhubung sebagian besar anak dengan HIV positif mempunyai respons imun yang efektif pada tahun pertama kehidupannya, imunisasi harus diberikan sedini mungkin sesuai umur yang dianjurkan. Jangan beri vaksin BCG pada anak dengan infeksi HIV yang telah menunjukkan gejala. Berikan pada semua anak dengan infeksi HIV (tanpa memandang ada gejala atau tidak) tambahan imunisasi Campak pada umur 6 bulan, selain yang dianjurkan pada umur 9 bulan. 8.3.2 Pencegahan dengan Kotrimoksazol Pencegahan dengan Kotrimoksazol terbukti sangat efektif pada bayi dan anak dengan infeksi HIV untuk menurunkan kematian yang disebabkan oleh pneumonia berat. PCP saat ini sangat jarang di negara yang memberikan pencegahan secara rutin. Siapa yang harus memperoleh kotrimoksazol Semua anak yang terpapar HIV (anak yang lahir dari ibu dengan infeksi HIV) sejak umur 4-6 minggu (baik merupakan bagian maupun tidak dari program pencegahan transmisi ibu ke anak = prevention of mother-to-child transmission [PMTCT]). Setiap anak yang diidentifikasi terinfeksi HIV dengan gejala klinis atau keluhan apapun yang mengarah pada HIV, tanpa memandang umur atau hitung CD4. Berapa lama pemberian Kotrimoksazol

Upload: julidia-tambunan

Post on 01-Feb-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

HFY4TY4

TRANSCRIPT

Page 1: HIV Pada Anak

8.3 Penanganan lainnya untuk anak dengan HIV-positif 

8.3.1 Imunisasi

Seorang anak dengan infeksi HIV atau diduga dengan infeksi HIV tetapi belum menunjukkan gejala, harus diberi semua jenis vaksin yang diperlukan (sesuai jadwal imunisasi nasional), termasuk BCG. Berhubung sebagian besar anak dengan HIV positif mempunyai respons imun yang efektif pada tahun pertama kehidupannya, imunisasi harus diberikan sedini mungkin sesuai umur yang dianjurkan.

Jangan beri vaksin BCG pada anak dengan infeksi HIV yang telah menunjukkan gejala.

Berikan pada semua anak dengan infeksi HIV (tanpa memandang ada gejala atau tidak) tambahan imunisasi Campak pada umur 6 bulan, selain yang dianjurkan pada umur 9 bulan.

8.3.2 Pencegahan dengan Kotrimoksazol

Pencegahan dengan Kotrimoksazol terbukti sangat efektif pada bayi dan anak dengan infeksi HIV untuk menurunkan kematian yang disebabkan oleh pneumonia berat. PCP saat ini sangat jarang di negara yang memberikan pencegahan secara rutin.

Siapa yang harus memperoleh kotrimoksazol

Semua anak yang terpapar HIV (anak yang lahir dari ibu dengan infeksi HIV) sejak umur 4-6 minggu (baik merupakan bagian maupun tidak dari program pencegahan transmisi ibu ke anak = prevention of mother-to-child transmission [PMTCT]).

Setiap anak yang diidentifikasi terinfeksi HIV dengan gejala klinis atau keluhan apapun yang mengarah pada HIV, tanpa memandang umur atau hitung CD4.

Berapa lama pemberian Kotrimoksazol

Kotrimoksazol harus diberikan kepada:

anak yang terpapar HIV – sampai infeksi HIV benar-benar dapat disingkirkan dan ibunya tidak lagi menyusui

anak yang terinfeksi HIV— terbatas bila ARV tidak tersedia Jika diberi ART—Kotrimoksazol hanya boleh dihentikan saat indikator  klinis dan

imunologis memastikan perbaikan sistem kekebalan selama 6 bulan atau lebih (lihat juga di bawah). Dengan bukti yang ada, tidak jelas apakah kotrimoksazol dapat terus memberikan perlindungan setelah perbaikan kekebalan.

Keadaan yang mengharuskan dihentikannya Kotrimoksazol:

Terdapat reaksi kulit yang berat seperti Sindrom Stevens Johnson, insufisiensi ginjal atau hati atau keracunan hematologis yang berat

Page 2: HIV Pada Anak

Pada anak yang terpajan HIV, hanya setelah dipastikan tidak ada infeksi HIV o Pada anak umur < 18 bulan yang tidak mendapat ASI—yaitu dengan tes

virologis HIV DNA atau RNA yang negatif.o Pada anak umur < 18 bulan yang terpajan HIV dan mendapat ASI. Tes

virologis negatif dapat dipercaya hanya jika dilaksanakan 6 minggu setelah anak disapih.

o Pada anak umur > 18 bulan yang terpajan HIV dan mendapat ASI – tes antibodi HIV negatif setelah disapih selama 6 minggu.

Pada anak yang terinfeksi HIV o jika anak mendapat ART, kotrimoksazol dapat dihentikan hanya jika terdapat

bukti perbaikan sistem kekebalan. Melanjutkan pemberian Kotrimoksazol memberikan keuntungan bahkan setelah terjadi perbaikan klinis pada anak.

o Jika ART tidak tersedia, pemberian kotrimoksazol tidak boleh dihentikan.

Bagaimana dosis pemberian Kotrimoksazol?

Dosis yang direkomendasikan 6–8 mg/kgBB Trimetoprim sekali dalam sehari. Bagi anak umur < 6 bulan, beri 1 tablet pediatrik (atau ¼ tablet dewasa, 20 mg Trimetoprim/100 mg sulfametoksazol); bagi anak umur 6 bulan sampai 5 tahun beri 2 tablet pediatrik (atau ½ tablet dewasa); dan bagi anak umur 6-14 tahun, 1 tablet dewasa dan bila > 14 tahun digunakan 1 tablet dewasa forte. Gunakan dosis menurut berat badan dan bukannya dosis menurut luas permukaan tubuh.

Jika anak alergi terhadap Kotrimoksazol, alternatif terbaik adalah memberi Dapson.

Apakah langkah tindak lanjut yang dibutuhkan?

Penilaian terhadap toleransi dan ketaatan: Pencegahan dengan Kotrimoksazol harus merupakan bagian rutin dari perawatan terhadap anak dengan infeksi HIV dan dilakukan penilaian pada semua kunjungan rutin ke klinik atau kunjungan tindak lanjut oleh tenaga kesehatan dan/atau anggota lain dari tim pelayanan multidisiplin. Tindak lanjut klinis awal pada anak, dianjurkan tiap bulan, selanjutnya tiap 3 bulan, jika Kotrimoksazol dapat ditoleransi dengan baik

8.3.3 Nutrisi

Anak harus makan makanan yang kaya energi dan meningkatkan asupan energi mereka.

Orang dewasa dan anak dengan infeksi HIV harus dianjurkan untuk makan berbagai variasi makanan yang menjamin asupan mikronutrien.

 

8.4 Tatalaksana kondisi yang terkait dengan HIV 

Page 3: HIV Pada Anak

Pengobatan sebagian besar infeksi (seperti pneumonia, diare, meningitis) pada anak dengan infeksi HIV, sama dengan pada anak lain. Pada kasus dengan kegagalan pengobatan, pertimbangkan untuk menggunakan antibiotik lini kedua. Pengobatan pada infeksi berulang juga sama, tanpa memandang frekuensi kambuhnya.

Beberapa kondisi yang terkait HIV membutuhkan tatalaksana spesifik, seperti berikut ini.

8.4.1 Tuberkulosis 

Pada anak tersangka atau terbukti infeksi HIV, diagnosis tuberkulosis penting untuk dipertimbangkan.

Diagnosis tuberkulosis pada anak dengan infeksi HIV seringkali sulit. Pada infeksi HIV dini, ketika kekebalan belum terganggu, gejala tuberkulosis mirip pada anak tanpa infeksi HIV. Tuberkulosis paru masih merupakan bentuk paling sering dari tuberkulosis, juga pada anak dengan infeksi HIV. Dengan makin berkembangnya infeksi HIV dan berkurangnya kekebalan, penyebaran tuberkulosis makin sering terjadi. Dapat terjadi meningitis tuberkulosis, tuberkulosis milier dan tuberkulosis kelenjar yang menyebar.

Obati tuberkulosis pada anak infeksi HIV dengan obat Anti Tuberkulosis yang sama seperti pada anak tanpa infeksi HIV, tetapi gantikan tioasetazon dengan antibiotik lain (lihat pedoman nasional pengobatan tuberkulosis atau lihat bagian 4.8).

Catatan: Thioacetazone dihubungkan dengan risiko tinggi terjadinya reaksi kulit yang berat dan kadang-kadang fatal pada anak dengan infeksi HIV. Reaksi ini dapat dimulai dengan gatal, tetapi berlanjut menjadi reaksi yang berat. Jika thioacetazone diberikan, ingatkan orang tua tentang risiko reaksi kulit yang berat dan nasihati untuk segera menghentikan tioasetazon, jika terjadi gatal atau reaksi kulit.

8.4.2 Pneumocystis jiroveci (dahulu carinii) pneumonia (PCP) 

Buat diagnosis tersangka pneumonia pneumosistis pada anak dengan pneumonia berat atau sangat berat dan terdapat infiltrat interstisial bilateral pada foto toraks. Pertimbangkan kemungkinan pneumonia pneumosistis pada anak, yang diketahui atau tersangka HIV, yang tidak bereaksi terhadap pengobatan untuk pneumonia biasa. Pneumonia pneumosistis sering terjadi pada bayi dan sering menimbulkan hipoksia. Napas cepat merupakan gejala yang sering ditemukan, gangguan respiratorik tidak proporsional dengan tanda klinis, demam biasanya ringan. Umur umumnya 4–6 bulan.

Segera beri Kotrimoksazol (trimetoprim (TMP) secara oral atau lebih baik secara IV dosis tinggi: 8 mg/kgBB/dosis, sulfametoksazol (SMZ) 40 mg/ kgBB/dosis 3 kali sehari selama 3 minggu.

Page 4: HIV Pada Anak

Jika terjadi reaksi obat yang parah pada anak, ganti dengan pentamidin (4 mg/kgBB sekali sehari) melalui infus selama 3 minggu. Tatalaksana anak dengan pneumonia klinis di daerah dengan prevalensi HIV tinggi, lihat bagian 4.2.2.

Lanjutkan pencegahan pada saat mulai membaik dan mulai beri ART sesuai indikasi.

8.4.3 Lymphoid interstitial pneumonitis (LIP) 

Tersangka LIP: foto toraks menunjukkan pola interstisial retikulo-nodular bilateral, yang harus dibedakan dengan tuberkulosis paru dan adenopati hilar bilateral (lihat gambar). Anak seringkali tanpa gejala pada fase awal, tetapi selanjutnya terjadi batuk persisten, dengan atau tanpa kesulitan bernapas, pembengkakan parotis bilateral, limfadenopati persisten generalisata, hepatomegali dan tanda lain dari gagal jantung dan jari tabuh.

Beri percobaan pengobatan antibiotik untuk Pneumonia bakterial (lihat bagian 4.2) sebelum mulai dengan pengobatan prednisolon. Mulai pengobatan dengan steroid, hanya jika ada temuan foto toraks yang menunjukkan lymphoid interstitial pneumonitis ditambah salah satu gejala berikut:

o Sianosiso Pulse oxymetri menunjukkan saturasi oksigen < 90%.

Beri prednison oral, 1–2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Kemudian kurangi dosis selama 2-4 minggu bergantung respons terhadap pengobatan.

Mulai pengobatan hanya jika mampu menyelesaikan seluruh rencana terapi (yang dapat berlangsung selama beberapa bulan bergantung hilangnya gejala hipoksia), karena pengobatan yang tidak tuntas akan tidak efektif dan bisa berbahaya. Hati-hati terhadap reaktivasi tuberkulosis.

 

Page 5: HIV Pada Anak

8.4.4 Infeksi jamur 

Kandidiasis Oral dan Esofagus

Obati bercak putih di mulut (thrush) dengan larutan nistatin (100 000 unit/ml). Olesi 1–2 ml di dalam mulut sebanyak 4 kali sehari selama 7 hari. Jika tidak tersedia, olesi dengan larutan gentian violet 1% Jika hal ini masih tidak efektif, beri gel mikonazol 2%, 5 ml 2 kali sehari, jika tersedia.

Tersangka (suspect) Kandidiasis esofagus jika ditemukan: kesulitan atau nyeri saat muntah atau menelan, tidak mau makan, saliva yang berlebihan atau menangis saat makan. Kondisi ini bisa terjadi dengan atau tanpa ditemukannya oral thrush. Jika tidak ditemukan thrush, beri pengobatan percobaan dengan flukonazol (3–6 mg/kgBB sekali sehari). Singkirkan penyebab lain nyeri menelan (sitomegalovirus, herpes simpleks, limfoma, dan, yang agak jarang, sarkoma Kaposi), jika perlu rujuk ke rumah sakit lebih besar yang bisa melakukan tes yang dibutuhkan.

Beri flukonazol oral (3–6 mg/kg sekali sehari) selama 7 hari, kecuali jika anak mempunyai penyakit hati akut. Beri amfoterisin B (0.5 mg/kgBB/dosis sekali sehari) melalui infus selama 10–14 hari dan pada kasus yang tidak memberikan respons terhadap pengobatan oral, tidak mampu mentoleransi pengobatan oral, atau ada risiko meluasnya kandidiasis (misalnya pada anak dengan leukopenia).

Meningitis Kriptokokus

Diduga kriptokokus sebagai penyebab jika terdapat gejala meningitis; seringkali subakut dengan sakit kepala kronik atau perubahan status mental. Diagnosis pasti melalui pewarnaan tinta India pada Cairan Serebro Spinal (CSS). Obati dengan amfoterisin 0.5–1.5 mg/kgBB/hari selama 14 hari, kemudian dengan flukonazol selama 8 minggu. Mulai pencegahan dengan flukonazol setelah pengobatan.

8.4.5 Sarkoma Kaposi 

Page 6: HIV Pada Anak

Pertimbangkan sarkoma Kaposi pada anak yang menunjukkan luka kulit yang nodular, limfadenopati yang difus dan lesi pada palatum dan konjungtiva dengan memar periorbital. Diagnosis biasanya secara klinis, tetapi dapat dipastikan dengan biopsi. Perlu juga diduga pada anak dengan diare persisten, berkurangnya berat badan, obstruksi usus, nyeri perut atau efusi pleura yang luas. Pertimbangkan merujuk untuk penanganan di rumah sakit yang lebih besar. 

8.5 Transmisi HIV dan menyusui 

Transmisi HIV bisa terjadi selama kehamilan, melahirkan, atau melalui menyusui. Cara terbaik untuk mencegah penularan adalah pencegahan infeksi HIV secara umum, terutama pada ibu hamil dan mencegah kehamilan tidak terencana pada ibu dengan HIV positif. Jika wanita dengan HIV positif hamil, ia harus diberi pelayanan yang meliputi pencegahan dengan obat ARV (dan pengobatan jika ada indikasi klinis), praktek obstetrik yang lebih aman, dan konseling serta dukungan tentang pemberian makanan bayi.

Terdapat bukti bahwa risiko tambahan terhadap penularan HIV melalui pemberian ASI antara 5–20%. HIV dapat ditularkan melalui ASI selama proses laktasi, sehingga tingkat infeksi pada bayi yang menyusu meningkat seiring dengan lamanya menyusu.

Tunda konseling tentang penularan HIV sampai keadaan anak stabil. Jika telah dibuat keputusan untuk melanjutkan pemberian ASI karena anak sudah terinfeksi, pilihan tentang pemberian makan pada bayi harus didiskusikan untuk kehamilan berikutnya. Hal ini harus dilakukan oleh konselor yang terlatih dan berpengalaman.

Jika anak diketahui terinfeksi HIV dan sedang mendapat ASI, semangati ibu untuk melanjutkan menyusui.

Jika ibu diketahui HIV positif dan status HIV anak tidak diketahui, harus dilakukan konseling bagi ibu mengenai keuntungan dari menyusui dan begitu juga tentang risiko penularan HIV melalui pemberian ASI. Jika susu pengganti dapat diterima, layak diberikan, mampu dibeli, berkelanjutan dan aman (Acceptable, Feasible, Affordable, Sustainable and Safe = AFASS), dapat direkomendasikan untuk tidak melanjutkan pemberian ASI. Sebaliknya, pemberian ASI eksklusif harus diberikan jika anak berumur < 6 bulan dan menyusui harus dihentikan segera setelah kondisi di atas terpenuhi.

Bayi yang dilahirkan dari ibu yang HIV positif yang terbebas dari infeksi perinatal, mempunyai risiko yang lebih rendah untuk mendapat HIV jika tidak mendapat ASI. Walaupun demikian, risiko kematian akan meningkat jika tidak mendapat ASI pada situasi yang tidak menjamin ketersediaan susu formula (yang dipersiapkan dengan aman dan memenuhi kecukupan gizi).

Konseling harus dilakukan oleh konselor yang terlatih dan berpengalaman. Mintalah nasihat dari orang lokal yang berpengalaman dalam konseling sehingga setiap nasihat yang diberikan selalu konsisten dengan nasihat yang bakal diperoleh ibu dari konselor profesional pada tahap selanjutnya.

Page 7: HIV Pada Anak

Jika ibu menentukan untuk memberi susu formula, beri konseling pada ibu tentang cara pemberian yang benar dan peragakan cara penyiapan yang aman.

8.6 Tindak lanjut 

8.6.1 Pemulangan dari rumah sakit

Anak dengan infeksi HIV mungkin memberi respons lambat atau tidak lengkap terhadap pengobatan yang biasa. Anak mungkin menderita demam yang persisten, diare persisten atau batuk kronik. Apabila keadaan umumnya baik, anak ini tidak perlu tetap tinggal di rumah sakit, tetapi dapat dapat diperiksa secara teratur sebagai pasien rawat jalan.

8.6.2 Rujukan

Jika rumah sakit tidak mempunyai fasilitas, pertimbangkan untuk merujuk anak dengan tersangka infeksi HIV:

Untuk tes HIV dengan konseling pra- maupun pasca-tes Ke rumah sakit lain untuk pemeriksaan lebih lanjut atau pengobatan lini kedua, jika

respons terhadap pengobatan sangat minimal atau tidak ada Ke konselor terlatih untuk HIV dan konseling pemberian makan bayi, jika petugas

kesehatan lokal tidak dapat melakukan hal ini Ke program pelayanan komunitas/keluarga atau ke pusat konseling dan tes sukarela

yang berbasis masyarakat/institusi, atau program dukungan sosial berbasis masyarakat untuk konseling lebih lanjut atau melanjutkan dukungan psikososial.

Harus dilakukan upaya khusus untuk merujuk anak yatim/piatu ke tempat pelayanan esensial termasuk pendidikan perawatan kesehatan dan pembuatan surat kelahiran.

8.6.3 Tindak lanjut klinis

Anak yang diketahui atau tersangka infeksi HIV yang tidak sakit, harus mengunjungi klinik bayi sehat seperti anak lain. Sebagai tambahan, mereka juga membutuhkan tindak lanjut klinis secara teratur di fasilitas kesehatan tingkat pertama minimal 2 kali setahun untuk memantau:

Kondisi klinis Pertumbuhan Asupan Gizi Status imunisasi Dukungan psikososial (jika mungkin, hal ini harus diberikan melalui program

berbasis masyarakat).