hiv dalam kehamilan (ismail)

45
KEHAMILAN DENGAN HIV I. PENDAHULUAN Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS yang termasuk kelompok retrovirus. Seseorang yang terinfeksi HIV, akan mengalami infeksi seumur hidup. Kebanyakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tetap asimtomatik (tanpa tanda dan gejala dari suatu penyakit) untuk jangka waktu lama. Meski demikian, sebetulnya mereka telah dapat menulari orang lain. 1 AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. “Acquired” artinya tidak diturunkan, tetapi didapat; “Immune” adalah sistem daya tangkal atau kekebalan tubuh terhadap penyakit; “Deficiency” artinya tidak cukup atau kurang; dan “Syndrome” adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit. AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV, yang merupakan kumpulan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV berjalan sangat progresif merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga penderita tidak dapat menahan serangan infeksi jamur, bakteri atau virus. Kebanyakan orang dengan HIV akan meninggal dalam beberapa tahun setelah tanda pertama AIDS muncul bila tidak ada pelayanan dan terapi yang diberikan. 1 Di banyak negara berkembang, HIV merupakan penyebab utama kematian perempuan usia reproduksi. Pada 1

Upload: faris-azhar

Post on 10-Nov-2015

62 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

hiv

TRANSCRIPT

KEHAMILAN DENGAN HIVI. PENDAHULUAN

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS yang termasuk kelompok retrovirus. Seseorang yang terinfeksi HIV, akan mengalami infeksi seumur hidup. Kebanyakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tetap asimtomatik (tanpa tanda dan gejala dari suatu penyakit) untuk jangka waktu lama. Meski demikian, sebetulnya mereka telah dapat menulari orang lain.1AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired artinya tidak diturunkan, tetapi didapat; Immune adalah sistem daya tangkal atau kekebalan tubuh terhadap penyakit; Deficiency artinya tidak cukup atau kurang; dan Syndrome adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit. AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV, yang merupakan kumpulan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV berjalan sangat progresif merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga penderita tidak dapat menahan serangan infeksi jamur, bakteri atau virus. Kebanyakan orang dengan HIV akan meninggal dalam beberapa tahun setelah tanda pertama AIDS muncul bila tidak ada pelayanan dan terapi yang diberikan.1Di banyak negara berkembang, HIV merupakan penyebab utama kematian perempuan usia reproduksi. Pada tahun 2010 diperkirakan terdapat 57.000 ibu hamil terinfeksi HIV di regional Asia Tenggara. Negara dengan beban penularan infeksi HIV tinggi dari ibu ke anak seperti India, Thailand, Myanmar dan Indonesia menunjukan estimasi insidens HIV diantara ibu hamil cenderung tetap selama lima tahun terakhir. Jumlah anak kurang dari 15 tahun yang terinfeksi telah HIV sebesar 87.000 dengan estimasi infeksi HIV baru sebesar 48.000. Data estimasi UNAIDS/WHO (2009) juga memperkirakan 22.000 anak di wilayah Asia-Pasifik terinfeksi HIV dan tanpa pengobatan, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun kedua.2Di Indonesia, infeksi HIV merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan salah satu penyakit menular yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan anak. Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah ada di Indonesia sejak kasus pertama ditemukan tahun 1987.Sampai saat ini kasus HIV-AIDS telah dilaporkan oleh 341 dari 497 kabupaten/kota di 33 provinsi. Selain itu, Indonesia adalah salah satu negara di Asia dengan epidemi HIV/AIDS yang berkembang paling cepat (UNAIDS, 2008) dan merupakan negara dengan tingkat epidemi HIV terkonsentrasi, karena terdapat beberapa daerah dengan prevalensi HIV lebih dari 5% pada subpopulasi tertentu, dan prevalensi HIV tinggi pada populasi umum 15-49 tahun terjadi di Provinsi Papua dan Papua Barat (2,4%).2

Virus HIV dapat ditularkan dari ibu HIV kepada anaknya selama masa kehamilan, pada saat persalinan atau pada saat menyusui. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) telah terbukti sebagai intervensi yang sangat efektif untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Di negara maju risiko penularan dari ibu ke anak dapat ditekan hingga kurang dari 2% karena layanan PPIA tersedia dan dilaksanakan secara optimal. Namun di negara berkembang atau negara miskin, dengan minimnya akses terhadap pelayanan, risiko penularan berkisar antara 25%45%. Rendahnya pengetahuan dan informasi tentang penularan dari Ibu ke anak bisa dilihat dari hasil Riskesdas 2010 yang menunjukkan bahwa persentase penduduk yang mengetahui bahwa HIV/AIDS dapat ditularkan dari ibu ke anak estimasi jumlah infeksi baru HIV ( x1000) selama hamil, saat persalinan, dan saat menyusui adalah masing-masing 38,1%, 39,0%, dan 37,4%.2II. ETIOLOGI

Virus HIV merupakan retrovirus yang termasuk golongan virus RNA (virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik). Disebut retrovirus karena memiliki enzim reverse transcriptase. Enzim ini memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang berada dalam RNA ke dalam bentuk DNA yang kemudian diintegrasikan ke dalam informasi genetik sel limfosit yang diserang. Dengan demikian HIV dapat memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk mengkopi dirinya menjadi virus baru yang memiliki ciri-ciri HIV. HIV menyerang sistem imun manusia yaitu menyerang limfosit T helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya. Limfosit T helper antara lain berfungsi menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi sehingga yang terganggu bukan hanya fungsi limfosit T tetapi juga limfosit B, monosit, makrofag dan sebagainya.4Secara morfologik, virus ini berbentuk bulat, terdiri dari bagian inti (core) yang berbentuk silindris dan selubung (envelope) yang berstruktur lipid bilayer yang membungkus bagian core, dimana didalam core ini terdapat RNA virus ini. Karena informasi genetik virus ini berupa RNA, maka virus ini harus mentransfer informasi genetiknya yang berupa RNA menjadi DNA sebelum diterjemahkan menjadi protein-protein. Dan untuk tujuan ini HIV memerlukan enzim reverse transkriptase.5

Gambar 3. Stuktur anatomy Human Immunodeficiency Virus (HIV). Dikutip dari kepustakaan nomor 5.Pada selubung (envelope) terdapat glikoprotein permukaan, terdiri dari dua protein yang mengkordinasi masuknya HIV kedalam sel. Glikoprotein yang lebih besar dinamakan gp 120, adalah komponen yang menspesifikasi sel yang diinfeksi. gp 120 ini terutama akan berikatan dengan reseptor CD4, yaitu suatu reseptor yang terdapat pada permukaan sel T helper, makrofag, monosit, sel-sel langerhans pada kulit, sel-sel glial, dan epitel usus (terutama sel-sel kripta dan sel-sel enterokromafin). Glikoprotein yang besar ini adalah target utama dari respon imun terhadap berbagai sel yang terinfeksi. Glikoprotein yang lebih kecil, dinamai gp 41 atau disebut juga protein transmembran, dapat bekerja sebagai protein fusi yaitu protein yang dapat berikatan dengan reseptor sel lain yang berdekatan sehingga sel-sel yang berdekatan tersebut bersatu membentuk sinsitium.5III. PATOGENESIS Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T helper/induser yang mengandung marker CD 4+ (sel T 4). Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasi sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif. Menurun atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah masuk ke dalam sel, akan dihasilkan enzim reverse transcriptase. Dengan adanya enzim reverse transcriptase, RNA virus akan diubah menjadi suatu DNA. Karena reverse transcriptase tidak mempunyai mekanisme proofreading (mekanisme baca ulang DNA yang dibentuk) maka terjadi mutasi yang tinggi dalam proses penerjemahan RNA menjadi DNA ini. Dikombinasi dengan tingkat reproduktif virus yang tinggi, mutasi ini menyebabkan HIV cepat mengalami evolusi dan sering terjadi resistensi yang berkelanjutan terhadap pengobatan.5Bersamaan dengan enzim reverse trancriptase, akan dibentuk RNAse. Akibat aktivitas enzim ini, maka RNA yang asli dihancurkan. Sedangkan seuntai DNA yang tadi telah terbentuk akan mengalami polimerisasi menjadi dua untai DNA dengan bantuan enzim polymerase. DNA yang terbentuk ini kemudian pindah dari sitoplasma ke dalam inti sel limfosit T dan menyisip ke dalam DNA sel penjamu dangan bantuan enzim integrase, dan DNA ini disebut sebagai provirus. Provirus yang terbentuk ini tinggal dalam keadaan laten atau dalam keadaan replikasi yang sangat lambat, tergantung pada aktivitas dan diferensiasi sel penjamu (T-CD4) yang diinfeksinya, sampai kelak terjadi suatu stimulasi yang dapat memicu DNA ini untuk keluar dari DNA inang dan menjadi aktif, serta selanjutnya terjadi replikasi dalam kecepatan yang tinggi. Keadaan laten ini dapat berlangsung selama 1 sampai 12 tahun dari infeksi awal HIV dan dalam keadaan ini pasien tidak mempunyai gejala (asimptomatik). Pada stadium laten ini, HIV dan respon imun anti HIV dalam tubuh pasien dalam keadaan steady state.5,6Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel limfosit T4. Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa.5,6Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf, menyebabkan kerusakan neurologis.5,6Tanpa pengobatan ARV, walaupun selama beberapa tahun tidak menunjukkan gejala, secara bertahap sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan memburuk, dan akhirnya pasien menunjukkan gejala klinik yang makin berat, pasien masuk tahap AIDS. Jadi yang disebut laten secara klinik (tanpa gejala), sebetulnya bukan laten bila ditinjau dari sudut penyakit HIV. Manifestasi dari awal dari kerusakan system kekebalan tubuh adalah kerusakan mikroarsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas di jaringan limfoid, yang dapat dilihat dengan pemeriksaan hibridisasi in situ. Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran darah tepi.7IV. CARA PENULARAN1. Penularan parenteral

Penularan dari darah dapat terjadi jika darah donor tidak ditapis (uji saring) untuk pemeriksaan HIV, penggunaan ulang jarum dan semprit suntikan, atau penggunaan alat medik lainnya yang dapat menembus kulit. Kejadian di atas dapat terjadi pada semua pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, poliklinik, pengobatan tradisional melalui alat penusuk/jarum, juga pada pengguna napza suntik. Pajanan HIV pada organ dapat juga terjadi pada proses transplantasi jaringan/organ di fasilitas pelayanan kesehatan.12. Penularan seksual

Hubungan seksual yang tidak aman atau tidak memakai pengaman menyebabkan penularan HIV yang paling sering. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama sanggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Sanggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal, atau oral antara dua individu. Risiko tertinggi adalah pada pasangan yang berhubungan seks tanpa pengaman dimana satu diantaranya mengidap HIV. Kontak seksual oral langsung (mulut ke penis atau mulut ke vagina) termasuk dalam kategori risiko rendah tertular HIV. Tingkatan risiko tergantung pada jumlah virus yang ke luar dan masuk ke dalam tubuh seseorang, seperti pada luka sayat/gores dalam mulut, perdarahan gusi, dan atau penyakit gigi mulut atau pada alat genital.13. Penularan perinatal

Penularan HIV perinatal penularan HIV dari ibu ke bayi yang dapat terjadi intrauterin, perinatal / saat persalinan dan pasca persalinan melalui air susu ibu. Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya. Virus dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama hamil, saat persalinan dan menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat dan dini, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum usia 2 tahun.1a. Penularan in utero atau intra uterin

HIV melalui plasenta masuk kedalam tubuh bayi. Penularan in utero ini diketahui karena didapatkannya HIV pada jaringan thymus, lien , paru dan otak dari janin 20 minggu yang digugurkan dari ibu pengidap HIV.6,8b. Penularan pasca persalinan.Terjadi penularan melalui ASI pada masa menyusui , karena adanya HIV pada kelenjar payudara dan ASI pengidap HIV. Semua ibu dengan HIV positif harus konsumsi obat antiretroviral therapy dan menyusui selama 6 bulan(exclusive breast feed). Dan jika tidak bias menyusui, harus disusui dengan susu formula secara eksklusif dengan criteria AFASS yaitu affordable, feasible, acceptable, sustainable dan safe. Data dari Afrika menunjukkan ibu dengan ART sangat mengurangi kejadian transmisi dari menyusui. Terdapat juga bukti air susu dari ibu yang konsumsi ART terdapat sel yang boleh membunuh virus.8V. PENGARUH HIV TERHADAP KEHAMILAN

Sampai saat ini belum didapatkan adanya pengaruh dari infeksi HIV terhadap kehamilan. Tetapi jika sudah terjadi AIDS didapatkan pengaruh yang besar dengan terjadinya prematuritas, kematian janin dalam kandungan (KJDR). Diduga kondisi bayi dalam kandungan dipengaruhi oleh makin memberatnya infeksi HIV. Dilaporkan tidak ada hubungan antara infeksi HIV dengan makin meningkatnya cacat bayi. Meskipun kehamilan dikatakan menambah beban terhadap sistim tubuh yang sudah berat menghadapi HIV, tetapi sampai sekarang belum ada bukti yang menunjukkan bahwa HIV akan menjadi progresif setelah adanya kehamilan.6VI. PENEGAKAN DIAGNOSISGejala dan Tanda Klinis yang Patut Diduga Infeksi HIV :9Keadaan Umum

Penurunan berat badan >10% dari berat badan dasar

Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral >37,5C) yang lebih dari satu bulan

Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan

Limfadenopati meluas

Kulit

PPE (Pruritic papular eruption)* dan kulit kering yang luas* merupakan dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV

Infeksi

Infeksi jamur :

Infeksi viral :

Kandidiasis oral*

Dermatitis seboroik

Kandidiasis vagina berulang Herpes zoster (berulang atau melibatkan lebih dari satu dermatom)*

Herpes genital (berulang)

Moluskum kontagiosum

Kondiloma

Gangguan pernafasan Batuk lebih dari 1 bulan

Sesak napas

Tuberculosis

Pneumonia berulang

Sinusitis kronis atau berulang

Gejala neurologis :

Nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak jelas penyebabnya)

Kejang demam

Menurunnya fungsi kognitif

*Keadaan tersebut merupakan dugaan kuat terhadap infeksi HIV

Kriteria Klinik HIV/AIDS pada dewasa dan anak (WHO)10Manifestasi Klinik Diagnosis Klinik Diagnosis pasti

Stadium I

Asimptomatik - -

Limphadenopati generalisata persisten Pembesaran KGB > 1 cm, tidak nyeri pada 1 atau 2 tempat dengan sebab yang tidak diketahui dan persisten selama 3 bulan atau lebih Histology

Stadium II

BB turun 1x selama 6 bulan) Sinusitis

Otitis Media

Tonsilopharyngitis LAB

Herpes Zoster Vesicular rash, nyeri , distribusi dermatomal, tidak melewati midline tubuh. Diagnosis klinik

Angular cheilitis Pecah2 pada sudut bibir yang bukan diakibatkan oleh def fe, biasanya berespon dengan pemberian terapi antijamur Diagnosis klinik

Ulserasi oral rekuren ( 2 x selama 6 bulan terakhir) Aphthous, nyeri, dan pseudomembran kuning abu-abu Diagnosis klinik

Papular preuritic eruption Lesi popular Diagnosis klinik

Seborrhoic dermatitis Kulit gatal, bersisik, terutama pada daerah berambut Diagnosis klinik

Infeksi jamur pada kuku Paronikia

Onycholisis Kultur jamur

Stadium III

BB turun > 10 % BB sebelumnya BB turun tanpa sebab yang jelas. Tampak kurus, BMI < 18,5 kg/m2atau BB turun pada kehamilan BB turun > 10% terdokumentasi

Diare kronik lebih dari 1 bulan Diare kronik lebih dari 1 bulan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya Pem feses

Demam persisten Demam persisten lebih dari 1 bulan Suhu > 37.50, dengan kultur darah negative, ziehl-nelsen negative, apusan darah malaria negative, foto thorax normal, dan tidak ada focus infeksi

Kandidiasis oral persisten Berupa pseudomembraneus berwarna putih atau erythematous form Diagnosis klinik

Oral hairy leukoplakia Diagnosis klinik

TB ( berulang) Gejala kronik : batuk, batuk darah, sesak, nyeri dada, BB turun, keringat malam, demam. Dengan sputum BTA + atau sputum BTA dengan gambaran radiologis yang mendukung. BTA sputum +, kultur positif

Infeksi bakteri berat (pneumonia, meningitis, empiema, pyomiositis, infeksi tulang dan sendi, septicemia, PID) Demam disertai gejala dan tanda spesifik, dan merespon terhadap pemberian antibiotic. Isolasi bakteri

Acute necrotizing ulcerative gingivitis atau necrotizing

ulcerative periodontitis.Papilla gingival ulserasi, sangat nyeri, gigi tanggal, perdarahan, bau mulut tidak sedap, dll. Diagnosis klinik

Anemia ( (8 gr%)

Neutropenia ( 1 bulan tanpa sebab yang jelas

Atau Demam > 1 bulan tanpa sebab yang jelas

Pneumocystis pneumonia Dispnoe on exertion atau batuk tidak produktif, takipneu, dan demam.

Dan CXR(Chest X-Ray) : infiltrate difus bilateral

Dan Tidak ada bukti infeksi pneumonia bacterial, krepitasi bilateral, dan auskultasi dengan atau tanpa obs jalan nafas Cytology, imunofloresent mikroskopi.

Pneumonia bacterial rekuren 2x selama 6 bulan terakhir, onset akut (2500501-60050-350,000

Gejala Minor1001-2500351-500350,000-1,000,000

Gejala Mayor dan infeksi oportunistik501-1000200-3001,000,000-1,500,000

AIDS 6 bulan); atau

VL < 50 kopi/LSyarat :

Ada indikasi obstetrik; dan

VL > 50 kopi/L atau

Pemberian ARV dimulai pada usia kehamilan 36 minggu

3. Penanganan pasca persalinan

Pada pasca persalinan dilakukan pencegahan terjadinya penularan melalui ASI, di samping penularan parenteral melalui suntikan dan luka atau lecet pada bayi. Pencegahan penularan melalui ASI sudah tentu dilakukan dengan mencegah pemberian ASI, tetapi untuk daerah yang sedang berkembang hal ini masih menjadi perdebatan karena dikhawatirkan bayi tidak mendapatkan pengganti ASI. Ibu pengidap HIV harus diadviskan mencegah kehamilan berikutnya dengan alat kontrasepsi.12Pada tahun 2013 WHO mengeluarkan aturan pemberian obat ARV untuk pencegahan HIV dari Ibu ke bayi, yaitu :13a. Untuk IBU :

Lini Pertama: TDF + 3 TC (atau FTC) + EFV sebanyak 1 kali sehari pada ibu yang hamil dan sedang menyusui, termasuk ibu yang berada dalam trimester pertama kehamilan.

Tabel : ARV Lini Pertama untuk Ibu.13Lini Kedua: 2 NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) + PI (Ritonavir boosted Protease Inhibitor)

NRTI lini kedua ini direkomendasikan jika

Kegagalan TDF + 3 TC (atau FTC), regimen pengobatan lini pertama gunakan AZT + 3TC dan NRTI sebagai dasar regimen lini kedua

Kegagalan AZT atau d4T + 3TC , regimen pengobatan lini pertama gunakan TDF + 3TC (atau FTC) dan NRTI sebagai dasar regimen pengobatan lini kedua.

Tabel : Obat-obat pada antenatal, intrapartum dan postpartum12b. Untuk bayi :

Profilaksis NVP (Niverapin) setiap hari selama 6 minggu setelah lahirnya bayi atau post partum apabila HIV diidentifikasi dan jika bayinya sedang menerima makanan penganti, maka harus diberikan profilaksis NVP setiap hari (atau AZT dua kali sehari).Regimen ARVUsia BayiDosis

AZT(rekomendasi hanya pada bayi dengan makanan pengganti)Sampai Usia 6 minggu

2000-2499 gram

2500 gram10 mg, 2x sehari

15 m, 2x sehari

NVPSampai Usia 6 minggu :

2000-2499 gram

2500 gram10 mg, 1x sehari

15 m, 1x sehari

>6 minggu 6 bulan20 mg, 1x sehari

>6bulan 9 bulan30 mg, 1x sehari

>9 bulan berakhirnya periode menyusui40 mg, 1x sehari

Tabel : Dosis Pemberian ARV dan NVP untuk Bayi yang menyusui.13

Menurut WHO tahun 2012, pemberian ARV mencakup dua options, yang keduanya harus mulai lebih awal pada kehamilan, pada usia kehamilan 14 minggu atau segera mungkin setelah ibu hamil. 14a. Opsi A, yaitu dua kali sehari pemberian AZT (zidovudin) untuk ibu dan untuk bayi dengan pemberian salah satu dari AZT atau NVP selama enam minggu setelah lahir jika bayi tidak menyusui. Jika bayi sedang menyusui, NVP harian profilaksis bayi harus dilanjutkan selama satu minggu setelah berakhirnya periode menyusui. b. Opsi B. yaitu pemberian ketiga jenis obat profilaksis untuk ibu yang dipakai selama kehamilan dan selama menyusui serta untuk bayi pemberian NVP sekali sehari atau AZT dua kali sehari selama empat sampai enam minggu setelah lahir.14

Tabel : Program PMTCT 2013 13Sebagai kesimpulan ibu-ibu yang terdiagnosa HIV selama waktu kehamilan haruslah diberikan ART maternal dan pada bayinya haruslah diberikan NVP selama 6 minggu. Pada ibu-ibu yang mendapatkan HIV intrapartum atau postpartum dan ingin menyusui, maka dianjurkan pemberian ART maternal serta pada bayinya diberikan NVP selama 6 hingga 12 minggu. Ibu-ibu yang terdiagnosa HIV intrapartum dan mau memberikan makanan pengganti pada bayinya haruslah dirujuk ke unit perawatan HIV untuk evaluasi bagi tindakan lanjut dalam pengobatan dan pada bayinya harus diberikan NVP selama 6 minggu.13

Bagi ibu-ibu yang sedang menerima pengobatan ART tetapi memilih untuk berhenti regimen pengobatan selama menyusui maka harus dideterminasi regimen ART alternatif serta diberikan konselling tentang kepentingan pengobatan ART dan bahayanya jika dihentikan pengobatannnya. Bayi ibu-ibu ini harus diberikan profilaksis NVP selama 6 minggu selepas ART maternal dimulakan kembali atau sehingga 1 minggu selepas proses menyusui dihentikan.13

Tabel : Maternal dan Infant ART Profilaksis pada skenario klinik berbeda13IX. ASPEK PSIKOSOSIAL PENDERITA HIV

Stigma sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan pada gilirannya akan mendorong munculnya pelanggaran HAM bagi ODHA dan keluarganya. Stigma dan diskriminasi memperparah epidemi HIV & AIDS.Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia hingga kini masih merasakan adanya stigma dan dikriminasi.Pemahaman kebanyakan orang masih keliru keliru tentang HIV & AIDS. AIDS dianggap sebagai penyakit yang berbahaya, karena sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan. Masalah HIV & AIDS dianggap hanya masalah bagi mereka yang mempunyai perilaku seks yang menyimpang. HIV & AIDS seringkali dikaitkan dengan masalah mereka yang dinilai tidak bermoral, pendosa dan sebagainya.2X. KESIMPULANPenularan HIV dapat melalui hubungan seksual, terjadi secara horizontal maupun vertikal (dari ibu ke anak). Transmisi horisontal dapat terjadi melalui darah (diantaranya transfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV, penggunaan alat yang tidak steril di sarana pelayanan kesehatan, penggunaan alat yang tidak steril di layanan kesehatan tradisional ) dan melalui hubungan seks (misalnya pelecehan seksual pada anak, pelacuran anak ). Kurang lebih 10% penularan HIV terjadi melalui transmisi horizontal. Dan yang cukup penting adalah penularan secara vertikal dari ibu ke anak. Penularan vertikal dapat terjadi selama intra uterin, intra partum maupun post partum.Penatalaksanaan klinis penyakit HIV pada kehamilan terus dikembangkan untuk menekan transmisi secara vertikal. Pemberian antiretrovirus bertujuan untuk mengurangi viral load agar menjadi sangat rendah atau dibawah tingkat yang dapat terdeteksi untuk jangka waktu yang lama. Rekomendasi cara persalinan dikeluarkan oleh Perinatal HIV Guidelines Working Group di Amerika Serikat untuk mengurangi transmisi HIV dari ibu ke anak dan persalinan dengan seksio sesarea dipikirkan dapat mengurangi paparan bayi dengan cairan servikovaginal yang mengandung HIV. Selain itu WHO, Unicef dan UNAIDS mengeluarkan rekomendasi untuk menghindari air susu ibu yang terkena HIV jika alternatif susu lain tersedia dan aman menurut kriteria AFASS yaitu, affordable, feasable acceptable, sustainable and safe. Cara yang efektif untuk mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke anak tergantung pada saat kapan wanita tersebut mengetahui status HIV-nya sehingga dapat ditentukan penatalaksanaannya secepat mungkin. Oleh karena itu peranan konseling dan tes HIV bagi ibu hamil sangatlah penting sebagai salah satu cara untuk deteksi dini terhadap infeksi HIV.DAFTAR PUSTAKA1. Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 30 Mei 2013. Available from: http:// www. depkes.com. Accessed 28thMarch 20142. Rencana Aksi Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) Indonesia 2013-2017. Kesehatan Republik Indonesia. 30 Mei 2013. Available from: http:// www.depkes.com. Accessed 23thMarch 20143. Guidelines for second generation HIV surveillance: an update: Know your epidemic. Joint United Nations Programme on HIV/ AIDS. June 2013. World Health Organization. Available from http:// www.who.int. Accessed 21st March 20144. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006. Pusat Data dan Informasi, Departemen Kesehatan R.I. Jakarta, 2006. Available from: http:// www.depkes.com. Accessed 27thMarch 20145. Fauci A, Braunwald E, et.al. Human Immunodeficiency Virus Disease. In: Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th Edition. United States of America. McGraw-Hill Companies 2008.p.1-106. Cunningham FG, Gant NF, Lereno KJ, Gilstrap III LC, Hanth JC, Wenstrom KD. Human Immunodeficiency Virus Infection. In : Williams Obstetric. 22nd Edition. New York: Mc Graw-Hill; 2001.p.1-87. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi 4. Jakarta : Interna Publishing. 2006. Hal.1803-78. Annemick de Ruiter, Taylor G et.al. British HIV Association guidelines for the management of HIV infection in pregnant woman 2012. (2014 interim review). British HIV Association. NICE accredited 2014.p.1-779. Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada Orang Dewasa dan Remaja, Edisi Kedua. Departemen Kesehatan R.I. 2007. Available from: http:// www.depkes.com. Accessed 15thMarch 201410. HIV classification : CDC and WHO Staging System. HRSA HIV/AIDS Bureau.. June 2012. World Health Organization. Available from http:// www. who.int. Accessed 28th March 201411. Marino T. HIV in Pregnancy. 28 November 2012. Available from: http://www.emedicine.com . Accessed 24th March 201412. PMTCT Guidelines. The South African Antiretroviral Treatment Guidelines. 13 March 2013. Department of Health South Africa. Available from http://web.up.ac.za/PMTCT%20guidelines_March%202013_DoH.pdf. Accessed 22nd March 201413. Consolidated guidelines on the use of antiretroviral drugs for treating and preventing HIV infection. Joint United Nations Programme on HIV/ AIDS. June 2013. World Health Organization. Available from http:// www.who.int. Accessed 22nd March 201414. Programatic Update on use of antiretroviral drugs for treating pregnant woman and preventing HIV infections in infants. Joint United Nations Programme on HIV/ AIDS. April 2012. World Health Organization. Available from http:// www.who.int. Accessed 22nd March 201429