hirschprung disease

32
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi terbaru telah menghasilkan berbagai teknik dan prosedur pencitraan yang kompleks dan membingungkan. Namun demikian, prinsip dasar pencitraan adalah tetap, yaitu memberikan gambaran anatomi bagian tubuh tertentu dan kelainan-kelainan yang berhubungan, dengan modalitas utama pencitraan salah satunya yaitu sinar-X. (3) Agen kontras merupakan zat yang membantu visualisasi beberapa struktur anatomi, bekerja berdasarkan prinsip dasar sinar-X, sehingga mencegah pengiriman sinar tersebut pada pasien. Zat kontras yang paling banyak digunakan adalah barium sulfat yang dapat memperlihatkan bentuk saluran pencernaan, dan sediaan iodin organik, yang banyak digunkan secara intravena pada CT untuk memperjelas gambaran vaskular dari berbagai organ. (3) Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai dari sfingter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala

Upload: tia-gustiani-poplei-viola

Post on 29-Jan-2016

45 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hirschprung

TRANSCRIPT

Page 1: Hirschprung Disease

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi terbaru telah menghasilkan berbagai teknik

dan prosedur pencitraan yang kompleks dan membingungkan. Namun

demikian, prinsip dasar pencitraan adalah tetap, yaitu memberikan

gambaran anatomi bagian tubuh tertentu dan kelainan-kelainan yang

berhubungan, dengan modalitas utama pencitraan salah satunya yaitu sinar-

X. (3)

Agen kontras merupakan zat yang membantu visualisasi beberapa

struktur anatomi, bekerja berdasarkan prinsip dasar sinar-X, sehingga

mencegah pengiriman sinar tersebut pada pasien. Zat kontras yang paling

banyak digunakan adalah barium sulfat yang dapat memperlihatkan bentuk

saluran pencernaan, dan sediaan iodin organik, yang banyak digunkan

secara intravena pada CT untuk memperjelas gambaran vaskular dari

berbagai organ. (3)

Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa

aganglionik usus, mulai dari sfingter ani interna kearah proksimal dengan

panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya

sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus

fungsional. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung

tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui

secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan

menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan

oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion. (2)

Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan

disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan

meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi. Penyakit

Hirscsprung adalah penyakit obstruksi usus bagian bawah yang paing sering

pada neonatus, dengan insidensi keseluruhan 1 : 5000 kelahiran hidup. Laki-

Page 2: Hirschprung Disease

2

laki lebih banyak dibanding perempuan (4:1), dan ada kenaikan insidens

keluarga pada penyakit segmen panjang. Penyakit Hircshsprung mungkin

disertai dengan cacat bawaan lain termasuk sindrom Down, sindrom

Laurence-Moon-Bardet-Biedl, dan sindrom Waardenburg serta kelainan

kardiovaskuler. (8)

I.2. Tujuan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka referat ini mempunyai tujuan

yang ingin dicapai, antara lain:

I.2.1. Tujuan Umum

Untuk menambah wawasan mengenai penyakit Megakolon

Aganglionik (Hirschsprung Disease).

I.2.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi saluran pencernaan bagian

bawah

2. Untuk penegakan diagnostik dari Hirschsprung Disease.

3. Untuk mengetahui gambaran Radiologi dari Hirschsprung Disease.

4. Untuk mengetahui tatalaksana dan prognosa dari Hirschsprung

Disease.

Page 3: Hirschprung Disease

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Sejarah

Ruysch (1961) pertama kali melaporkan hasil autopsi adanya usus

yang aganglionik pada seorang anak usia 5 tahun dengan manifestasi berupa

megakolon. Namun baru 2 abad kemudian Harald Hirschsprung (1886)

melaporkan secara jelas gambaran klinis penyakit ini, yang pada saat itu

diyakininya sebagai suatu megakolon kongenital. Dokter bedah asal Swedia

ini melaporkan kematian 2 orang pasiennya masing-masing usia 8 dan 11

bulan yang menderita konstipasi kronis, malnutrisi dan enterokolitis. Teori

yang berkembang saat itu adalah diyakininya faktor keseimbangan syaraf

sebagai penyebab kelainan ini, sehingga pengobatan diarahkan pada terapi

obat-obatan dan simpatektomi. (6)

Namun kedua jenis pengobatan ini tidak memberikan perbaikan yang

signifikan. Valle (1920) sebenarnya telah menemukan adanya kelainan

patologi anatomi pada penyakit ini berupa absennya ganglion parasimpatis

pada pleksus mienterik dan pleksus sub-mukosa, namun saat itu

pendapatnya tidak mendapat dukungan para ahli. Barulah 2 dekade

kemudian, Robertson dan Kernohan (1938) mengemukakan bahwa

megakolon pada penyakit Hirschsprung disebabkan oleh gangguan

peristaltikusus mayoritas bagian distal akibat defisiensi ganglion. (6)

Sebelum tahun 1948 sebenarnya belum terdapat bukti yang jelas

tentang defek ganglion pada kolon distal sebagai akibat penyakit

Hirschsprung, hingga Swenson dalam laporannya menerangkan tentang

penyempitan kolon distal yang terlihat dalam barium enema dan tidak

terdapatnya peristaltik dalam kolon distal. Swenson melakukan operasi

pengangkatan segmen yang aganglionik dengan hasil yang memuaskan.

Laporan Swenson ini merupakan laporan pertama yang secara meyakinkan

Page 4: Hirschprung Disease

4

menyebutkan hubungan yang sangat erat antara defek ganglion dengan

gejala klinis yang terjadi. (6)

Bodian dkk. Melaporkan bahwa segmen usus yang aganglionik bukan

merupakan akibat kegagalan perkembangan inervasi parasimpatik

ekstrinsik, melainkan oleh karena lesi primer sehingga terdapat

ketidakseimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi dengan

simpatektomi. Keterangan inilah yang mendorong Swenson melakukan

pengangkatan segmen aganglionik dengan preservasi spinkter ani. Okamoto

dan Ueda lebuh lanjut menyebutkan bahwa penyakit Hirschsprung terjadi

akibat terhentinya proses migrasi sel neuroblas dari krista neuralis saluran

cerna atas ke distal mengikuti serabut-serabut vagal pada suatu tempat

tertentu yang tidak mencapai rektum. (1)

II.2. Anatomi Anorektal

Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan

inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir,

sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif

mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana

bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. (5)

Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi

sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dikelilingi oleh

spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi

rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial

dan depan. (5)

Page 5: Hirschprung Disease

5

Gambar 1. Diagram rektum dan saluran anal (4)

Gambar 2. Spinkter ani eksternal laki-laki (4)

Page 6: Hirschprung Disease

6

Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan

medialis (a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti

oleh a.uterina) yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior.

Sedangkan arteri hemorrhoidalis inferior adalah cabang dari a.pudendalis

interna, berasal dari a.iliaka interna, mendarahi rektum bagian distal dan

daerah anus. (5)

Gambar 3. Pendarahan anorektal (4)

Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf

simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut

syaraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus.

Kedua jenis serabut syaraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan

muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis

mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak

mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh

Page 7: Hirschprung Disease

7

n.splanknikus (parasimpatis). Alhasil, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi

oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis). (5)

Gambar 4. Innervasi daerah perineum laki-laki (4)

Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :

1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal

2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler

3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada

ke-3 pleksus tersebut. (5)

Page 8: Hirschprung Disease

8

Gambar 5. Skema syaraf autonom intrinsik usus (4)

II.3. Fisiologi

Pubo-rectal sling dan tonus sfingter ani eksterna bertanggung jawab

atas penutupan saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik yang kuat,

akan menimbulkan regangan pada sleeve and sling. Untuk menghambat

gerakan peristaltik tersebut ( seperti mencegah flatus ) maka diperlukan

kontraksi spinkter eksterna dan sling yang kuat secara sadar. Sleeve and

sling dapat membedakan antara gas, benda padat, benda cair, maupun

gabungan, serta dapat mengeluarkan salah satu tanpa mengeluarkan yang

lain. Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait erat.

Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol pada

wakru dan tempat yang diinginkan. (7)

Page 9: Hirschprung Disease

9

Koordinasi pengeluaran isi rektum sangat kompleks, namun dapat

dikelompokkan atas 4 tahapan: (7)

1. Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang lebih

proksimal ke rektum, seiring dengan frekuensi peristaltik kolon dan

sigmoid (2-3 kali/hari) serta refleks gastrokolik.

2. Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal inhibitory

reflex, yakni upaya anorektal mengenali isi rektum dan merelaksasi

spinkter ani interna secara involunter.

3. Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal secara

involunter. Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi aktif, melainkan

relaksasi akibat kegagalan kontraksi spinkter itu sendiri.

4. Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra abdominal

secara volunter dengan menggunakan diafragma dan otot dinding perut,

hingga defekasi dapat terjadi

II.4. Epidemiologi

Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi

berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk

Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan

setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono

mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya

ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta. (2)

Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah

laki-laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor

keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga).

Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit

Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup

signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%).

Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi

seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria

(mencapai 1/3 kasus). (6)

Page 10: Hirschprung Disease

10

II.5. Diagnosa

Penyakit Hirschsprung adalah akibat tidak adanya sel ganglion pada

dinding usus, meluas ke proksimal dan berlanjut mulai dari anus sampai

panjang yang bervariasi. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari

kegagalan perpindahan neuroblas dari usus proksimal ke distal. Segmen

yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75% penderita; pada

10%, seluruh kolon tanpa sel-sel ganglion. Bertambah banyaknya ujung-

ujung saraf pada usus yang aganglionik menyebabkan kadar

asetilkolinesterase tinggi. Secara histologi, tidak didapatkan pleksus

Meissner dan Auerbach dan ditemukan bekas-bekas saraf yang hipertrofi

dengan konsentrasi asetilkolinesterase yang tinggi di antara lapisan-lapisan

otot dan pada submukosa. Gangguan ini dapat direproduksi pada binatang

percobaan dengan merusak reseptor endothelin B. (8)

Pada penyakit Hirschsprung, terdapat segmen kolon aganglionik

disertai defisiensi atau tidak adanya pleksus mienterikus, sehingga

menghasilkan suatu bagian yang tidak dapat melebar dan bagian usus besar

di proksimalnya melebar dan bahkan menimbulkan megakolon. Kadang-

kadang agangliosis dapat mengenai seluruh usus besar. Diagnosis

dilakuksan dengan melakukan biopsi rektal. Komplikasi yang dapat terjadi

antara lain enterokolitis dan perforasi caecal yang terjadi sekunder akibat

distensi dan iskemia. (3)

II.5.1. Gambaran klinis

Gejala-gejala klinis penyakit Hirschsprung biasanya mulai pada saat

lahir dengan terlambatnya pengeluaran mekonium. Sembilan puluh

sembilan persen bayi lahir cukup bulan mengeluarkan mekonium dalam

waktu 48 jam setelah lahir. Penyakit Hirschsprung harus dicurigai apabila

seorang bayi cukup bulan (penyakit ini tidak bisa terjadi pada bayi kurang

bulan) yang terlambat mengeluarkan tinja. Beberapa bayi akan

mengeluarkan mekonium secara normal, tetapi selanjutnya

memperlihatkan konstipasi kronis. Gagal tumbuh dengan hiperproteinemia

karena enteropati pembuang-protein sekarang adalah tanda yang kurang

Page 11: Hirschprung Disease

11

sering karena penyakit Hirschsprung biasanya sudah dikenali pada awal

perjalanan penyakit. Bayi yang minum ASI tidak dapat menampakkan

gejala separah bayi yang minum susu formula. (8)

Kegagalan mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian

proksimal usus besar dan perut menjadi kembung. Karena usus besar

melebar, tekanan didalam lumen meningkat, mengakibatkan aliran darah

menurun dan perintang mukosa terganggu. Statis memungkinkan

proliferasi bakteri, sehingga dapat menyebabkan enterokolitis (Clostridium

difficile, Staphylococcus aureus, anaerob, koliformis) dengan disertai

sepsis dan tanda-tanda obstruksi usus besar. Pengenalan dini penyakit

Hirschsprung sebelum serangan enterokolitis sangat penting untuk

menurunkan morbiditas dan mortalitas. (8)

Gagal untuk mengeluarkan mekonium dalam 24 jam, disertai tanda

obstruksi usus (distensi abdomen dan muntah) dan konstipasi sejak lahir

(gejala dapat terjadi saat bayi atau kemudian hari) merupakan gejala dari

penyakit Hirschsprung. (3)

Penyakit Hirschsprung pada penderita yang lebih tua harus

dibedakan dari penyebab perut kembung lain dan konstipasi kronis.

Riwayat seringkali menunjukan kesukaran mengeluarkan tinja yang

semakin berat, yang mulai pada umur minggu-minggu pertama. Massa

tinja besar dapat diraba pada sisi kiri perut, tetapi pada pemeriksaan

rektum biasanya tidak ada tinja. Tinja ini, jika keluar, mungkin akan

berupa butir-butir kecil, seperti pita, atau berkonsistensi cair; tidak ada

tinja yang besar dan bekonsistensi seperti tanah pada penderita dengan

konstipasi fungsional. Pada penyakit Hirschsprung masa bayi harus

dibedakan dengan sindrom sumbat mekonium, ileus mekonium, dan

atresia intestinal. (8)

Pemeriksaan rektum menunjukan tonus anus normal dan biasanya

disertai dengan semprotan tinja dan gas yang berbau busuk. Serangan

intermitten obstruksi intestinum akibat tinja yang tertahan mungkin

disertai dengan nyeri dan demam. (8)

Page 12: Hirschprung Disease

12

Gambar 6. Foto pasien penderita Hirschsprung

Gambar 7. Foto pasien normal dan penderita Hirschsprung

II.5.2. Pemeriksaan Radiologi

Page 13: Hirschprung Disease

13

Gambaran radiologis penyakit Hirschsprung berdasarkan film polos

abdomen memperlihatkan kolon yang sangat melebar yang terisi sisa feses.

Pada pemeriksaan barium enema, segmen yang terlihat biasanya memiliki

diameter yang normal (zona transisional) namun tampak menyempit,

karena terdapat pelebaran kolon di atasnya. Retensi barium hingga 48 jam

setelah pemeriksaan merupakan gambaran yang khas. (3)

Gambar 8. Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung.

Tampak rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi sigmoid dan daerah

transisi yang melebar.

Diagnosis dengan foto rontgen pada penyakit Hirschsprung

didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal yang

melebar normal dan kolon distal tersumbat dengan diameter yang lebih

kecil karena usus besar yang tanpa ganglion tidak berelaksasi. Daerah

peralihan ini biasanya tidak ada sebelum umur bayi 1 sampai 2 minggu

dan pada gambaran roentgen ada daerah usus berbentuk corong antara

Page 14: Hirschprung Disease

14

kolon proksimal yang melebar dan usus distal yang konstriksi.

Pemeriksaan radiologis harus dilakukan tanpa persiapan untuk

menghindari pelebaran sementara segmen yang tanpa ganglion. Foto-foto

tunda dalam 24 jam banyak membantu. Jika sejumlah barium masih

tertinggal di dalam kolon, barium ini meningkatkan kecurigaan penyakit

Hirschsprung walaupun daerah peralihan tidak didapatkan. Pemeriksaan

enema barium berguna dalam menentukan luasnya aganglionosis sebelum

pembedahan dan dalam mengevaluasi penyakit lain yang ada bersama

dengan obstruksi usus besar pada neonatus. Biopsi seluruh lapisan rektum

dapat dilakukan pada saat operasi untuk memastikan dignosis dan derajat

keterlibatan. (8)

Gambar 9. Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung.

Tampak rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid dan

daerah transisi yang melebar.

Page 15: Hirschprung Disease

15

Gambar 10. Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung.

Tampak rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid dan

daerah transisi yang melebar.

Gambar 11. Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung.

Tampak rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid dan

daerah transisi yang melebar.

Page 16: Hirschprung Disease

16

Gambar 12. Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung.

Tampak rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid dan

daerah transisi yang melebar.

Gambar 13. Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung.

Tampak rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid dan

daerah transisi yang melebar.

Page 17: Hirschprung Disease

17

Gambar 14. Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung.

Tampak rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid dan

daerah transisi yang melebar.

Gambar 15. Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung.

Tampak rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid dan

daerah transisi yang melebar.

Page 18: Hirschprung Disease

18

Gambar 16. Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung.

Tampak rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid dan

daerah transisi yang melebar.

II.5.3. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Biopsi-isap rektum hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari

linea dentata untuk menghindar daerah normal hipoganglionosis di pinggir

anus. Biopsi harus mengandung cukup sampel submukosa untuk

mengevaluasi adanya sel ganglion. Biopsi dapat diwarnai untuk

asetilkolinesterase, untuk mempermudah interpretasi. Penderita dengan

aganglionosis menunjukan banyak sekali berkas saraf hipertrofi yang

terwarnai positif untuk asetilkolinesterase dan tidak ada sel ganglion. (8)

Page 19: Hirschprung Disease

19

II.5.4. Manometri Anorektal

Manometri dan biopsi-isapan rektum merupakan indikator penyakit

Hirschsprung yang paling mudah dan paling dapat dipercaya. Manometri

anorektal mengukur tekanan sfingter ani interna saat balon dikembangkan

di rektum. Pada individu normal, pengembungan rektum mengawali

refleks penurunan tekanan sfingter ani interna. Pada penderita penyakit

Hirschsprung, tekanan gagal menurun, atau ada kenaikan tekanan paradoks

karena rektum dikembungkan. Ketepatan uji diagnostik ini lebih dari 90%,

tetapi secara teknis sulit pada bayi muda. Respons normal pada evaluasi

manometri ini menyingkirkan diagnostik penyakit Hirschsprung; hasil

meragukan atau respons sebaliknya membutuhkan biopsi rektum. (8)

II.6. Pengobatan

Bila diagnosis sudah ditegakan, pengobatan definitif adalah operasi.

Pilihan-pilihan operasi adalah melakukan prosedur definitif sesegera

mungkin setelah diagnosis ditegakan atau melakukan kolostomi sementara

dan menunggu sampai bayi berumur 6-12 bulan untuk melakukan operasi

definitif. Ada tiga dasar pilihan operasi. Prosedur bedah pertama yang

berhasil, yang diuraikan oleh Swenson, adalah memotong segmen yang

tidak berganglion dan melakukan anastomosis usus besar proksimal yang

normal dengan rektum 1-2 cm diatas garis batas. Operasi ini secara teknis

sulit dan mengarah pada pengembangan dua prosedur lain. Duhamel

mengeluarkan prosedur untuk menciptakan rektum baru, dengan menarik

turun usus besar yang berinervasi normal ke belakang rektum yang tidak

berganglion. Rektum baru yang dibuat pada prosedur ini mempunyai

setengah aganglionik anterior dengan sensasi normal dan setengah

ganglionik posterior dengan propulsi normal. Prosedur “endorectal

pullthrough” yang diuraikan oleh Boley meliputi pengupasan mukosa

rektum yang tidak berganglion dan membawa kolon yang berinervasi

normal ke lapisan otot yang terkelupas tersebut, dengan demikian meminta

usus yang abnormal dari sebelah dalam. (8)

Page 20: Hirschprung Disease

20

Pada penyakit Hirschsprung segmental yang ultra-pendek, segmen

yang tanpa ganglion hanya terbatas pada sfingter ani interna. Gejala-gejala

klinisnya sama dengan gelaja-gejala pada anak konstipasi fungsional. Sel

ganglion mungkin terdapat pada biopsi isap rektum, tetapi motilitas rektum

akan tidak normal. Eksisi pengupasan mukosa otot rektum, termasuk

sfingter ani interna, merupakan tindakan diagnostik dan terapeutik. (8)

Penyakit Hirschsprung segmen-panjang yang melibatkan seluruh

kolon dan sebagian usus halus merupakan masalah yang sult. Pemeriksaan

motilitas rektum dan biopsi-isap rektum akan menunjukan adanya tanda-

tanda penyakit Hirschsprung, tetapi pemeriksaan radiologis akan sulit

diinterpretasi karena tidak ditemukan daerah peralihan. Luasnya daerah

anganglionis dapat ditentukan secara akurat dengan biopsi pada saat

laparotomi. (8)

Bila seluruh kolon aganglionik, sering bersama dengan panjang ileum

terminal, anastomosis ileum-anus merupakan terapi pilihan, dengan masih

mempertahakan bagian kolon yang tidak berganglion untuk mempermudah

penyerapan air, sehingga membantu tinja menjadi keras. Operasi Duhamel

adalah yang terbaik untuk aganglionis kolon total. Kolon kiri tetap

ditinggalkan sebagai reservoir, dan tidak perlu menganastomosis kolon kiri

ini pada usus halus. (8)

Prognosis penyakit Hirschsprung yang diterapi dengan bedah

umumnya memuaskan; sebagian penderita berhasil mengeluarkan tinja

(kontinensia). Masalah pascabedah meliputi enterokolitis berulang, striktur,

prolaps, abses perianal, dan pengotoran tinja. (8)

Page 21: Hirschprung Disease

21

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

III.1. Simpulan

Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan

inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir,

sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif

mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana

bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal

canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke

bagian usus yang lebih proksimal; dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal

dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar.

Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan. (5)

Pubo-rectal sling dan tonus sfingter ani eksterna bertanggung jawab

atas penutupan saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik yang kuat,

akan menimbulkan regangan pada sleeve and sling. Pada penyakit

Hirschsprung, terdapat segmen kolon aganglionik disertai defisiensi atau

tidak adanya pleksus mienterikus, sehingga menghasilkan suatu bagian yang

tidak dapat melebar dan bagian usus besar di proksimalnya melebar dan

bahkan menimbulkan megakolon. Kadang-kadang agangliosis dapat

mengenai seluruh usus besar. Diagnosis dilakuksan dengan melakukan

biopsi rektal. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain enterokolitis dan

perforasi caecal yang terjadi sekunder akibat distensi dan iskemia. (3)

III.2. Saran

Berdasarkan simpulan diatas, semoga pembaca dapat memahami

materi mengenai Hirschsprung disease dari mulai penyebab hingga

tatalaksana. Sehingga dengan adanya referat ini diharapkan para pembaca

khususnya petugas kesehatan bisa menerapkan ilmu tersebut ketika nanti

bertemu kasus serupa di lapangan.

Page 22: Hirschprung Disease

22

DAFTAR PUSTAKA

(1) Fonkalsrud. 1997. Hirschsprung’s disease. In:Zinner MJ, Swhartz SI, Ellis H,

editors. Maingot’s Abdominal Operation. 10th ed. New York: Prentice-Hall intl.inc. p.2097-105.

(2) Kartono D. 1993. Penyakit Hirschsprung : Perbandingan prosedur Swenson dan Duhamel modifikasi. Disertasi. Pascasarjana FKUI.

(3) Patel, Pradip R. 2007. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga:Jakarta.

(4) Putz Reinhard, Pabst Reinhard. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 Edisi 22. EGC:Jakarta.

(5) Shafik A. 2000. Surgical anatomy of the anal canal.In: Neto JA,editor. New trends in coloproctology. Rio de Jainero;Livraria. p.3-18.

(6) Swenson O, Raffensperger JG. 1990. Hirschsprung’s disease. In: Raffensperger

JG,editor. Swenson’s pediatric surgery. 5th ed. Connecticut:Appleton & Lange. p.555-77.

(7) Wexner SD, Jorge JM. 2000. Evaluation of functional studies on anorectal disease. In: New trends in coloproctology. Rio de Jainero;Livraria. p.23-38.

(8) Wyllie, Robert. 2000. Gangguan Motilitas dan Penyakit Hirschsprung. Dalam buku: Behrman R E, Kliegman R M, Arvin A M, Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol 2. EGC:Jakarta.