hirschprung disease

11
KASUS A. Identitas Pasien Nama : By. A Jenis Kelamin : pria Usia : 10 hari B. Status Kelahiran Berat Badan Lahir : 2,5 kg Status ibu : G1P1A0 Usia gestasi : 30 minggu Riwayat penyakit sekarang (alloanamnesis) : Ibu pasien mengatakan beberapa saat setelah pasien lahir, pasien mengeluarkan kotoran berwarna hitam dan konsistensi cair dalam jumlah sedikit dari anus. Setelah pulang dari rumah sakit, pasien tidak mau menyusu, dan perutnya tampak gembung. Pasien juga tidak BAB. Riwayat adanya muntah disangkal. Riwayat demam disangkal. Tidak terdapat masalah pada BAK. Riwayat penyakit diabetes mellitus pada ibu disangkal. Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal. Pemeriksaan Fisik Tanda-Tanda Vital: TD : Tidak diperiksa HR : 110x/menit (90-190x/menit) RR : 36x/menit (30-60x/menit) Suhu : 37 o C Kepala: Deformitas (-)

Upload: evelyn-lee

Post on 16-Sep-2015

16 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

hirschprung

TRANSCRIPT

KASUSA. Identitas PasienNama: By. AJenis Kelamin: priaUsia: 10 hari

B. Status KelahiranBerat Badan Lahir: 2,5 kgStatus ibu: G1P1A0Usia gestasi: 30 minggu

Riwayat penyakit sekarang (alloanamnesis) :Ibu pasien mengatakan beberapa saat setelah pasien lahir, pasien mengeluarkan kotoran berwarna hitam dan konsistensi cair dalam jumlah sedikit dari anus. Setelah pulang dari rumah sakit, pasien tidak mau menyusu, dan perutnya tampak gembung. Pasien juga tidak BAB. Riwayat adanya muntah disangkal. Riwayat demam disangkal. Tidak terdapat masalah pada BAK. Riwayat penyakit diabetes mellitus pada ibu disangkal. Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal.

Pemeriksaan Fisik Tanda-Tanda Vital: TD: Tidak diperiksa HR: 110x/menit (90-190x/menit) RR: 36x/menit (30-60x/menit) Suhu: 37oC Kepala: Deformitas (-) Mata: KA -/-, SI -/- Mukosa bibir: sianosis(-) Leher dan axila: Pembesaran KGB (-) Thoraks Paru: Tidak tampak kelainan, gerakan nafas simetris, vesikuler, ronki -/-, wheezing -/- Jantung: murmur(-), gallop (-)

AbdomenTerlihat cembung, hepar teraba 2 cm dibawah arcus costae, limpa tidak teraba, pada perkusi teraba pekak, bising usus (+) Genitalia Inspeksi: stenosis meatus (-) Palpasi: massa (-) Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik, turgor kulit, pitting edema pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan RT: tidak diperiksa

Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin Hb: 12,7 gr/dl Ht: 39% Leukosit: 4800 /ul Trombosit: 278.000/mm3 Bilirubin total: 9,3 mg/dl Blirubin direk: 1,8 mg/dl Bilirubin indirek: 7,5 mg/dl

Pemeriksaan Penunjang Barium enema colon in loopHasil ekspertise: Tidak tampak kontras refluks ke ileum Colon descendens, tranversum, ascedens, dan caecum: caliber normal, dinding tidak menebal, reguler, tidak tampak feeling defect/afek. Daerah rectosigmoid 1/3 distal tampak menyempit dengan ratio index < 1 cm, dengan zona transisi lingkaran 0,4 cm Kesan: menyokong suatu Hirschprungs disease pada 1/3 distal rectosigmoidTerapi: Cefotaxime 2 x 125 mg Metronidazole 3 x 20 mg

EmbriologiColon dextra berasal dari midgut (usus tengah), sedangkan kolon sinistra sampai rektum berasal dari hindgut (usus belakang). Pada usia janin, bulan kedua dan ketiga, terjadi suatu proses pertumbuhan usus yang sangat cepat dan berada di dalam tali pusat. Sewaktu usus menarik diri masuk ke kembali ke dalam rongga perut, duodenum dan caecum berputar ke arah berlawanan jarum jam. Duodenum memutar ke arah dorsal arteri dan vena mesenterikus superior, sedangkan caecum memutar ke arah ventralnya sehingga caecum terletak di fossa iliaca kanan. AnatomiBagian kolon tranversum sebelah kiri, kolon descenden, kolon sigmoid, dan sebagian besar rektum diperdarahi oleh a. mesenterika inferior, melalui a. colica sinistra, a. sigmoid, dan a. hemoroidalis superior. Vena mesenterika inferior yang memperdarahi kolon descenden, sigmoid, dan rektum, bermuara ke vena porta melalui vena lienalis. Sedangkan drainase vena dari bagian kanalis analis bermuara ke vena cava inferior.

DefinisiHirschprung disease merupakan kelainan perkembangan dari sistem saraf pencernaan dan dikarakterisasi dengan tidak adanya sel-sel ganglion di plexus myenteric (Auerbach) dan submukosal (Meissner) pada kolon distal. Abnormalitas neurogenik parasimpatetik ini dihubungkan dengan spasme muskular pada kolon distal dan sfingter anal internus, yang berujung pada obstruksi fungsional. Karenanya, usus yang abnormal adalah pada segmen distal yang sempit, sedangkan usus normal adalah bagian proksimal yang melebar. Aganglionosis yang dimulai pada batas anorectal dan mengenai rektosigmoid terjadi pada kurang lebih 80% kasus, mengenai kolon transversal pada 17% kasus, dan seluruh kolon pada 8% kasus. Area diantara segmen yang menyempit dan melebar disebut dengan zona transisi. Pada area ini, sel ganglion mulai nampak, namun dalam jumlah yang kecil. Risiko Hirschprungs disease meningkat jika ada riwayat keluarga.

EpidemiologiTerjadi pada 1 dari 5000 kelahiran hidup, dimana angka kejadian pada anak laki-laki 4x lebih besar dibanding pada anak perempuan. Hirschprungs disease jarang terjadi pada bayi yang prematur.

PatofisiologiHirschprungs disease ditandai dengan aganglionosis kongenital. Aganglionosis dimulai di anus (selalu terkena), dan berlanjut secara proksimal dengan panjang yang bervariasi. Baik plexus Auerbach maupun Meissner tidak ditemukan, menyebabkan penurunan peristalsis dan fungsi usus. Bagaimana mekanisme pasti perkembangan dari Hirschprungs disease tidak diketahui.Sel-sel ganglion pada usus berkembang dari neural crest. Selama masa perkembangan normal, neuroblas ditemukan di usus halus pada gestasi minggu ke 7 dan mencapai kolon pada gestasi minggu ke 12. Salah satu kemungkinan penyebab dari Hirschprungs disease adalah defek pada migrasi neuroblas ini ke usus bagian distal. Atau mungkin juga, migrasi yang normal telah terjadi, namun gagal untuk bertahan, berproliferasi, atau berdeferensiasi pada segmen aganglionik distal. Ada 3 plexus neuronal yang mempersarafi usus: plexus submukosal (Meissner), intermuskular (Auerbach), dan plexus mukosal yang lebih kecil. Semua plexus ini tergabung dan terlibat dalam seluruh fungsi usus, termasuk absorpsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah. Motilitas normal secara primer dikontrol oleh neuron intrinsik. Ganglia ini mengontrol baik kontraksi maupun relaksasi dari otot polos, dengan predominasi relaksasi. Kontrol ekstrinsik terutama oleh serat-serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik menyebabkan kontraksi, dan serat adrenergik terutama menyebabkan inhibisi.Pada pasien Hirschprungs disease, tidak terdapat sel ganglion intrinsik, sehingga terdapat peningkatan pada persarafan ekstrinsik pada usus. Persarafan dari sistem kolinergik maupun adrenergik meningkat 2-3 kali dari normal. Sistem eksitasi lebih dominan daripada sistem inhibisi, sehingga menyebabkan peningkatan pada tonus otot.

Manifestasi KlinisSebagian besar bayi (>90%) memiliki gejala distensi abdomen yang progresif dan bilious emesis (muntah berwarna hijau yang berasal dari cairan empedu; menandakan adanya obstruksi pada usus), dengan kegagalan untuk mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama setelah kelahiran. Karena itu semua bayi yang tidak mengeluarkan mekonium dalam 48 jam pertama harus diinvestigasi akan adanya Hirschprungs disease. Pola manifestasi klinis dikarakterisasi oleh distensi abdomen dan nyeri tekan, dan berhubugan dengan manifestasi toksisitas sistemik, seperti demam, gagal tumbuh, dan letargi. Pasien juga sering mengalami dehidrasi dan leukositosis. Sekitar 5-44% anak-anak dengan Hirschprungs disease dapat mengalami Hirschprung-associated enterocolitis (HAEC), yang mungkin berkaitan dengan stasis dan pertumbuhan berlebihan dari bakteri. Diare berbau, demam, dan distensi abdomen mengindikasikan HAEC, yang jika tidak dikenali, dapat memburuk menjadi perforasi kolon, yang berujung pada sepsis yang mengancam jiwa.

DiagnosisPemeriksaan fisik pada periode neonatus biasanya tidak memiliki nilai diagnostik, namun bisa menunjukkan adanya distensi abdomen atau spasme dari anus.Langkah pertama dari diagnosis adalah dengan adanya bukti dari obstruksi usus distal pada pemeriksaan radiografi dengan barium enema. Normalnya, bagian rektum akan terlihat lebih lebar dari kolon sigmoid. Namun pada pasien Hirschprungs disease, spasme dari rektum distal akan menyebabkan bagian rektum terlihat lebih sempit jika dibandingkan dengan kolon sigmoid yang lebih proksimal. Barium enema juga dapat menunjukan lokasi dari zona transisional dimana perbatasan antara kolon ganglionik (melebar) dan rectal aganglionik (konstriksi) terjadi. Barium enema tidak dapat menegakkan diagnosis, namun berguna untuk menyingkirkan penyebab lain dari obstruksi usus bagian distal, seperti small left colon syndrome (pada bayi dengan ibu yang memiliki diabetes melitus), atresia kolon, dan meconium plug syndrome. Manometri anorektal dapat digunakan untuk mengukur tekanan dari sfingter anal internal saat balon dikembangkan di dalam rektum. Pada individu normal, distensi rektum akan menyebabkan refleks penurunan pada tekanan sfingter internal. Pada pasien Hirschprungs disease, tekanan ini tidak dapat turun. Diagnosis definitif dari Hirschprungs disease ditegakkan dengan biopsi rektal. Sampe dari mukosa dan submukosa diambil pada lokasi 1 cm, 2 cm, dan 3 cm dari linea dentata. Pada masa neonatal biopsi ini dapat dilakukan di tempat tidur pasien tanpa anestesi, karena sampel diambil pada usus yang tidak memiliki persarafan somatik sehingga tidak menimbulkan rasa nyeri. Gambaran histopatologi dari Hirschprungs disease adalah hilangnya sel-sel ganglion pada plexus myenteric, peningkatan asetilkolinesterase, dan adanya sekumpulan saraf yang mengalami hipertrofi.

Diagnosis Banding

Tatalaksana1. Tatalaksana medisTerdapat 3 tujuan utama dari tatalaksana medis, yaitu untuk menangani komplikasi dari Hirschprungs disease, memberikan penanganan sementara sampai pembedahan dapat dilakukan, dan untuk menangani fungsi usus setelah pembedahan dilakukan.Penanganan dari komplikasi ditujukan langsung untuk mengembalikan keseimbangan normal cairan dan elektrolit, mencegah overditensi usus dan perforasi, juga sepsis. Karena itu pada tatalaksana awal dilakukan hidrasi intravena, dekompresi nasogastrik, dan antibiotik intravena. Irigasi kolon rutin dengan NaCl dan pemberian antibiotik profilaksis juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya enterokolitis.2. Tatalaksana bedahAda beberapa pilihan pembedahan yang dapat dilakukan. Yang pertama yaitu teknik Swenson: memotong segmen aganglionik dari usus dan melakukan anastomoses usus proksimal yang normal dengan rektum 1-2 cm diatas linea dentata. Kemudian ada teknik Duhamel: prosedur untuk membuat neorektum, dengan menurunkan usus yang normal di belakang dari rektum aganglionik. Sehingga neorektum akan memiliki setengah aganglionik anterior dengan sensasi normal dan setengah ganglionik posterior dengan propulsi yang normal. Yang lain adalah teknik endorektal (Soave): melepaskan mukosa dari rektum aganglionik dan menurunkan kolon yang normal melalui sisa usus tadi, dengan tujuan untuk melakukan bypass dari dalam.