hipertrofi kelenjar tiroid.docx

46
HIPERTROFI KELENJAR TIROID DISUSUN OLEH : 1.ISTIANAWATI 2.LIA HARTATI 3. SUKOCO PANGGIH RIZEKI

Upload: remo-ar

Post on 02-Dec-2015

270 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

HIPERTROFI KELENJAR TIROID

DISUSUN OLEH :

1. ISTIANAWATI

2. LIA HARTATI

3. SUKOCO PANGGIH RIZEKI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

TAHUN AJARAN 2014/2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah. SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta memberikan perlindungandan

kesehatan sehingga penulis dapat menyusun makalah dengan judul

“HIPERTROFI KELENJAR TIROID

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penyusunan makalah ini

masih banyak  menemui kesulitan dikarenakan keterbatasan  referensi dan

keterbatasan penulis sendiri. Dengan adanya kendala dan keterbatasan yang

dimiliki penulis maka penulis berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun

makalah dengan sebaik-baiknya.

Sebagai manusia penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih

jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun dari semua pihak demi perbaikan yang lebih baik dimasa yang

akan datang.

Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi

pembaca pada umumnya, Amin.

Pringsewu, Maret 2015

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

HalamanJudul..........................................................................................................i

Tim Penyususn.........................................................................................................ii

Kata Pengantar.........................................................................................................iii

Daftar Isi...................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

1.1.  LatarBelakang....................................................................................................1

1.2.  RumusanMasalah...............................................................................................2

1.3.  Tujuan................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3

2.1.Pengertian KankerParu.........................................................................................3

2.2. Etiologi................................................................................................................3

2.3. Patofisiologi........................................................................................................7

2.4. ManifestasiKlinik................................................................................................8

2.5. PemeriksaanPenunjang.......................................................................................

2.6. PenatalaksanaanMedis........................................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................13

3.1. Pengkajian...........................................................................................................13

3.2. DiagnosaKeperawatan........................................................................................11

3.3. PerencanaanKeperawatan....................................................................................16

BAB IV PENUTUP..................................................................................................19

4.1. Kesimpulan.........................................................................................................19

4.2. Saran....................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................21

iii

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan sumber

daya manusia. Tujuan dalam pengembangan kesehatan yang tercantum dalam

fungsi kesehatan nasional (SKN) adalah tercapainya kemampuan untuk hidup

sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan

nasional (Sumarmo,1998).

Struma koloid , difus, nontoksik dan nodular koloid merupakan gangguan

yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-

laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan

oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya

tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang

timbul komplikasi-komplikasi. Struma mungkin membesar secara difus dan

atau bernodula.

Struma endemic merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebab

utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain misalnya

bertambahnya kebutuhan yodium pada masa pertumbuhan, kehamilan dan

laktasi atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik.

1.2  Rumusan Masalah

1.2.1        Bagaimana anatomi dan fisiologi kelenjar tiroid ?

1.2.2        Apa definisi dari hipertrofi kelenjar tiroid ?

1.2.3        Apa saja klasifikasi hipertrofi kelenjar tiroid?

1.2.4        Bagaimana patofisiologi hipertrofi kelenjar tiroid?

1.2.5        Bagaimana manifestasi klinis gangguan hipertrofi kelenjar tiroid?

1.2.6        Apa saja pemerikasaan penunjang hipertrofi kelenjar tiroid?

1.2.7        Bagaimana penatalaksanaan medis hipertrofi kelenjar tiroid ?

1.2.8        Apa saja komplikasi yang ditimbulkan oleh hipertrofi kelenjar

tiroid?

1

1.2.9        Bagaimana prognosis dari hipertrofi kelenjar tiroid?

1.2.10    Bagaimana pencegahan dari hipertrofi kelenjar tiroid?

1.2.11    Bagaimana asuhan keperawatan pada klien gang hipertrofi kelenjar

tiroid?

1.3  Tujuan

1.3.1     Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami tentang penyakit hipertrofi

kelenjar tiroid

1.3.2        Tujuan Khusus

1.3.2.1  Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan fisiologi kelenjar tiroid

1.3.2.2  Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari hipertrofi kelenjar tiroid

1.3.2.3  Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi hipertrofi kelenjar tiroid

1.3.2.4  Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi hipertrofi kelenjar

tiroid

1.3.2.5  Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis hipertrofi kelenjar

tiroid

1.3.2.6  Mahasiswa dapat mengetahui pemerikasaan penunjang hipertrofi

kelenjar tiroid

1.3.2.7  Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis hipertrofi

kelenjar tiroid

1.3.2.8  Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi yang ditimbulkan oleh

hipertrofi kelenjar tiroid

1.3.2.9  Mahasiswa dapat mengetahui prognosis dari hipertrofi kelenjar

tiroid

1.3.2.10   Mahasiswa dapat mengetahui pencegahan dari hipertrofi

kelenjar tiroid

1.3.2.11   Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien

hipertrofi kelenjar tiroid

2

.BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Hipertrofi Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid mengalami pembesaran akibat

pertambahan ukuran sel/jaringan tanpa di sertai peningkatan atau penurunan

sekresi hormon-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontosik atau

simple goiter atau struma Endemik. Pada kondisi ini dimana pembesaran kelenjar

tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi hormon-hormonnya maka

dampak yang di timbulkannya hanya bersifat lokal yaitu sejauh mana pembesaran

tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti pengaruhnya pada trakhea dan

esophagus.

Kelenjar gondok atau disebut kelenjar tiroid, adalah kelenjar yang normalnya

berlokasi dibagian tengah-depan dari leher kita. Ada tiga bagian yaitu : lobus

kanan, lobus kiri dan lobus intermedius yang menghubungkan lobus kanan dan

lobus kiri. Dalam keadaan normal, kelenjar tiroid berukuran kecil, dengan berat

hanya 2-4 gram posisinya dileher depan bagian tengah dan tidak teraba. Sehingga

pada leher orang normal tidak tampak tonjolan atau massa yang mengganggu

pemandangan seperti apa yang kita lihat pada penderita gondok.

Penyakit Gondok adalah istilah umum untuk pembesaran kelenjar tiroid pada

tenggorokan. Kelenjar tiroid yang membesar bisa berupa benjolan biasa yang

bersifat setempat hingga terjadi pembengkakan pada kedua sisi kelenjar

tiroid. Berat kelenjar tiroid adalah sekitar 30 gram, berbentuk dasi kupu-kupu.

Kelenjar ini berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh, mengatur

kecepatan metabolisme tubuh dan anak kelenjarnya (paratiroid) berfungsi dalam

mengontrol kadar kalsium dalam darah.

Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan

jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak

sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, gemetaran,

bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini

dinamakan hipertiroid (graves’ disease).

3

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena

pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan

fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.

Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai

berikut :

a) Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan

struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada

perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas

ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan

memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan

(struma multinoduler toksik).

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena

jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.

Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic

goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara

hipertiroidisme lainnya.

Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap

selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar

dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan

kelenjar tiroid hiperaktif.

Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan

pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut

sebagai hasil pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi

tetapi bukan mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme

bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis

tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah,

kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.

b) Struma Non Toksik

4

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi

struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik

disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut

sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering

ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium

dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka

pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-

tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.

Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang

menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak

mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,

penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan

keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu

penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak

disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.

Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya

endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam

keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama

dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang

dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-<

20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.

Fungsi Kelenjar Tiroid

1) Bekerja sebagi perangsang proses oksidasi

2) Mengatur penggunaan oksidasi

3) Mengatur pengeluaran karbon dioksida

4) Metabolic dalam hati pengaturan susunan kimia dalam jaringan

5) Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental

5

Fungsi Hormon Tiroid

1) Mempengaruhi pertumbuhan pematangan jaringan tubuh dan energy

2) Mengatur kecepatan metabolism tubuh dan reaksi mnetabolik

3) Menambah sintesis asam ribunukleat (RNA), metabolism meningkat

4) Keseimbangan nitrogen negative dan sintesis protein menurun

5) Menambah produksi panas dan menyimpan energy

6) Absorpsi intestinal terhadap glukosa, toleransi glukosa yang abnormal

sering ditemukan pada hipertiroidisme

Berikut hormon dari kelenjar tiroid dan fungsinya

a. Hormon tiroksin( T 4) dan triiodotironin( T 3)

1) Katabolisme protein, lemak, dan karbohidrat dalam semua sel.

(Katabolisme adalah proses ketika zat yang kompleksd iu ba h

menjadisederhana)

2) Mengatur kecepatan metabolisme semua sel

3) Mengatur produksi panas tubuh

4) Antagonisterhadapinsulin

5) Mempertahankan sekresi hormon pertumbuhan dan pematangan

tulang

6) Mempertahankan mobilisasi kalsium

b. Hormon kalsitonin

1) Mengurangi kalsium dan fosfat serum

2) Mengurangi absorpsi kalsium dan fosfor oleh GI

Klasifikasi Goiter menurut WHO :

1. Stadium O – A : Tidak ada goiter.

6

2. Stadium O – B : Goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat

walaupun leher terekstensi penuh.

3. Stadium I : Goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher terekstensi

penuh.

4. Stadium II: Goiter terlihat pada leher dalam Potersi.

5. Stadium III : Goiter yang besar terlihat dari Darun.

B. Anatomi & Fisiologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia. Fungsinya

ialah mengeluarkan hormone tiroid. Hormon yang terpenting ialah Thyroxine (T4)

dan Triiodothyronine (T3).

Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus, satu di sebelah kanan dan satu lagi disebelah

kiri. Keduanya dihubungkan oleh suatu struktur ( yang dinamakan isthmus atau

ismus). Setiap lobus berbentuk seperti buah pir. Kelenjar tiroid mempunyai satu

lapisan kapsul yang tipis dan pretracheal fascia. Pada keadaan tertentu kelenjar

tiroid aksesoria dapat ditemui di sepanjang jalur perkembangan embriologi tiroid.

Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat menyerap

iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin ini akan

bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan diubah menjadi

T3 (triiodotironin) dan T4 (tiroksin). Dalam keadaan normal pengeluaran T4

sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5% adalah hormon-hormon lain seperti

T2.

T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga (ATP =

adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak aktif itu

diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati dan ginjal.

Proses ini juga berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus yang berada di

otak tengah.

Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH (thyroid

releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon). Hormon-hormon ini

membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari)- kelenjar tiroid.

TRH dikeluarkan oleh hipotalamus yang kemudian merangsang kelenjar pituitari

7

mengeluarkan TSH. TSH yang dihasilkan akan merangasang tiroid untuk

mengeluarkan T3 dan T4. Oleh kerena itu hal yang mengganggu jalur di atas akan

menyebabkan produksi T3 dan T4.

Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua

bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong

berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20

gram.

Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung

jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon

tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam

aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium

pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon

perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus

anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3

dan T4 yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung yodium.

Kelenjar ini menghasilkan hormone tiroksin yang memegang peranan penting

dalam mengatur metabolis yang dihasilkannya, merangsang laju sel-sel dalam

tubuh melakukan oksidasi bahan makanan, memegang peranan penting dalam

pengawasan metabolism secara keseluruhan. Hormone tiroid memerlukan bantuan

TSH (thyroid stimulating hormone) untuk endositosis koloid oleh mikrovili,

enzim proteolitik untuk memecahkan ikatan hormone T3 (triiodotironin) dan T4

(terataiodotironin) dari triglobulin untuk melepaskan T3 dan T4.

Distribusi dari plasma terikat pada protein plasma (protein bound iodine, PBI).

Sebagian besar PBI T4 dan sebagian PBI T3 terikat pada protein jaringan yang

bebas dan seimbang. Reaksi diperlukan untuk sintesis dan sekresi hormone adalah

:

a. Transpor aktif iodida (senyawa yodium) dari plasma dalam tiroid dan lumen

folikel dari folikel dibantu oleh TSH.

b. Dalam kelenjar tiroid iodide dioksidasi menjadi ionin aktif dibantun oleh

TSH.

c. Iodine mengalami perubahan kondensasi oksidatif bantuan peroksidase

8

d. Tahap terakhir pelepasan iodotironin yang bebas ke dalam darah.

Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan

metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan

pematangan jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh

dan reaksi metabolik, menambah sintesis asam ribonukleat (RNA), menambah

produksi panas, absorpsi intestinal terhadap glukosa, merangsang pertumbuhan

somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak

adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan

neurologik timbul pada saat lahir dan bayi.

C. Etiologi

Banyak penyebab Gondok walau sebagian besar kasus tidak diketahui secara

pasti, namun yang paling umum karena kekurangan asupan Yodium dalam

makanan sehari-hari. Membesarnya tiroid dapat juga disebabkan pengaruh

endemisitas daerah tersebut, genetik, infeksi, peradangan, pubertas, kehamilan,

laktasi, menopause, menstruasi, atau stress, kejadian autoimun dan penyakit

Graves. Pada masa-masa t e r s e b u t dapat ditemui hiperplasi dan involusi

kelenjar tiroid. Penambahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tim di

serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di

daerah tersebutsehingga terjadi iskemia.

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan

faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

1) Defisiensi Yodium

Yodium sendiri dibutuhkan untuk membentuk hormon tyroid yang nantinya akan

diserap di usus dan disirkulasikan menuju bermacam-macam kelenjar. Kelenjar

tersebut diantaranya:

a. Choroid

b. Ciliary body

c. Kelenjar susu

d. Plasenta

9

e. Kelenjar air ludah

f. Mukosa lambung

g. Intenstinum tenue

h. Kelenjar gondok

Sebagaian besar unsur yodium ini dimanfaatkan di kelenjar gondok. Jika

kadar yodium di dalam kelenjar gondok kurang, dipastikan seseorang akan

mengidap penyakit gondok.

2) Tiroiditis Hasimoto’s

Ini adalah kondisi autoimun di mana terdapat kerusakan kelenjar tiroid

oleh sistem kekebalan tubuh sendiri. Sebagai kelenjar menjadi lebih rusak,

kurang mampu membuat persediaan yang memadai hormon tiroid.

3) Penyakit Graves

Sistem kekebalan menghasilkan satu protein, yang disebut tiroid

stimulating imunoglobulin (TSI). Seperti dengan TSH, TSI merangsang

kelenjar tiroid untuk memperbesar memproduksi sebuah gondok.

4) Multinodular Gondok

Individu dengan gangguan ini memiliki satu atau lebih nodul di dalam

kelenjar tiroid yang menyebabkan pembesaran. Hal ini sering terdeteksi

sebagai nodular pada kelenjar perasaan pemeriksaan fisik. Pasien dapat

hadir dengan nodul tunggal yang besar dengan nodul kecil di kelenjar, atau

mungkin tampil sebagai nodul beberapa ketika pertama kali terdeteksi.

5) Kanker Tiroid

Thyroid dapat ditemukan dalam nodul tiroid meskipun kurang dari 5

persen dari nodul adalah kanker. Sebuah gondok tanpa nodul bukan

merupakan resiko terhadap kanker.

6) Kehamilan

Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan Chorionic manusia

(gonadotropin) dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.

7) Tiroiditis

10

Peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat mengakibatkan pembesaran

kelenjar tiroid. Hal ini dapat mengikuti penyakit virus atau kehamilan.

8) Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang

kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya

daerah pegunungan.

9) Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.

10) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,

lobak, kacang kedelai).

11) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya :

thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

Penyebab gondok beraneka ragam, antara lain :

1) Otoimun – Pada penyakit ini tubuh mempunyai zat yang menolak

keberadaan kelenjar tiroid dengan cara mengganggu/merusak kelenjar ini.

Pada penyakit Basedow (Graves) zat anti ini merangsang produksi tiroid

berlebihan tanpa menghiraukan pengaturan umpanbalik (otonom) sehingga

kadar tiroid darah tinggi (hipertiroidi). Sebaliknya pada penyakit

Hashimoto, zat anti merusak sel-sel tiroid sehingga kadar tiroid darah turun

(hipotiroidi).

2) Infeksi – Penyebab tiroiditis infeksiosa dapat bakteri/virus. Gondok dalam

hal ini karena mengalami peradangan, maka pada perabaan terasa nyeri.

Suhu tubuh naik.

3) Degenerasi – Yaitu penurunan mutu jaringan tiroid sehingga bentuk

dan/kinerjanya abnormal (disfungsi).

4) Neoplasia – Regresi proliferatif noduler menyebabkan neoplasma jinak

(benigna)/ ganas(maligna).

5) Goitrogen – Goitrin, tioglikosida, tiosianat, disulfide, yodium berlebih

dapat menyebabkan strumigenesis. Isoflavon dapat pula memicu gondok.

6) Defisiensi nutrisi - Kekurangan yodium atau mineral tertentu

menyebabkan kinerja tiroid inefisien sehingga memicu gondok.

11

7) Dishormonogenesis – Defek enzim pada tahapan tertentu, biasanya sejak

lahir/turunan.

8) Resistensi tubuh – Kekebalan sel-sel tubuh terhadap pengaruh hormon

tiroid meningkatkan produksi sehingga memicu gondok kompensasi.

9) Pubertas/hamil – Karena kebutuhan tiroid meningkat (struma

kompensasi). HCG pada trimester I dapat keliru dianggap TSH, sehingga

ditanggapi oleh kelenjar tiroid (struma toksik).

10) Psikologi – Akibat dari tekanan jiwa (distress).

11) Causa ignota – Gondok pada ibu pasca melahirkan, gondok Riedel belum

diketahui penyebabnya.

D. Patofisiologi

Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah

untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon

tiroid cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi

yodium individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu

rendah dan mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating

hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini merangsang tiroid untuk

menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam ukuran yang besar Pertumbuhan

abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut sebuah gondok.

Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga

dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada

gilirannya dipengaruhi oleh hormonthyrotropin releasing hormon (TRH) dari

hipotalamus. Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid.

Serum hormone tiroid levothyroxine dan triiodothyronine umpan balik ke

hipofisis, mengatur produksi TSH. Interferensi dengan sumbu ini TRH hormon

tiroid TSH menyebabkan perubahan fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi

dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis

reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus.

Ketika sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel ganas metastasis

untuk tiroid terlibat, suatu nodul tiroid dapat berkembang.

12

Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi

TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan

hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid.

Jika proses ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab

kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid,

defisiensi yodium, dan goitrogens.

Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong

reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid

hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi

human chorionic gonadotropin.

Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh,

hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi

hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam

plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar –

kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap

kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran

(hipertrofi).

Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang

dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian

posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat

mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara

sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap

gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada

pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.

Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat

simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu

dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat

mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien.

Berbagai faktor di identifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar

tiroid termasuk di dalamnya defisiensi jodium, goitrogenik glikosida agent (zat

atau bahan ini dapat menekan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung

13

lobak, kangkung, kubis bila di konsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid,

anomali, peradangan dan tumor/neoplasma.

Sedangkan secara fisiologis, menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat

membesar sebagai akibat peningkatan aktifitas kelenjar tiroid sebagai upaya

mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan

masa kehamilan.

Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang di sebut Struma Endemis

dan Sporadis. Secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini di jumpai menyebar

diberbagai tempat atau daerah. Bila di hubungkan dengan penyebab maka struma

sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan

obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis, dimana

kasus-kasus struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu,

dihubungkan dengan penyebab defisiensi jodium.

Pathway 

E. Manifestasi Klinis

Gejala utama :

1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan

besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adam’s apple.

2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.

3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang

tenggorokan).

4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).

5. Suara serak.

6. Distensi vena leher.

7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala

8. Kelainan fisik (asimetris leher)

14

Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya :

1. Tingkat peningkatan denyut nadi

2. Detak jantung cepat

3. Diare, mual, muntah

4. Berkeringat tanpa latihan

5. Goncangan

6. Agitasi

7. Berat badan menurun 

8. Gugup, mudah terangsang, gelisah, emosi tidak stabil, insomnia

9. Gondok (mungkin disertai bunyi denyut dan getaran).

10. Berkeringat

11. Diare

12. Kelelahan otot

13. Tremor (jari tangan dan kaki) 

14. Oligomenore/amenore

15. Telapak tangan panas dan lembab

F. Penanganan

1. Rutin memeriksakan kesehatan Anda ke Dokter.

2. Cukupilah makanan ber-Yodium dalam nutrisi sehari-hari, seperti

mengkonsumsi garam beryodium.

3. Diet yang bergizi baik.

4. Olahraga yang teratur.

5. Menghindari gaya hidup yang tidak sehat dan beresiko.

6. Menaati nasehat dari Dokter dan minumlah obat yang diresepkan dengan

teratur (anti-tirod dan Yodium radioaktif).

7. Pilihan terapi terakhir adalah operasi jika ada indikasi.

G. Komplikasi

1.  Obstruksi jalan nafas

2. Infeksi luka

15

3. Hipokalsemia :

4. Ketidakseimbangan hormone tiroid

H. Penatalaksanaan

Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain

sebagai berikut :

1. Operasi/Pembedahan

Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering

dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien

hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak

dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang

dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.

Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal

(suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini

disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan

pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.

Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum

pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat

sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang

tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat

dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu

setelah tindakan pembedahan.

2. Yodium Radioaktif

Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar

tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi

maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %.

Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga

memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak

meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetic. Yodium

radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di

16

rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi,

sebelum pemberian obat tiroksin.

3. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid

Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini

bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena

itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini

juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi

pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat

ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol

I. Pencegahan

Ada 3 cara pencegahan yaitu dengan cara pencegahan primer, sekunder dan

tertier, antara lain :

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari

diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan

untuk mencegah terjadinya struma adalah :

a) Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku

makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium.

b) Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut.

c) Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah

dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk

menghindari hilangnya yodium dari makanan.

d) Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini

memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena

dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan

yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan

dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air

minum.

17

e) Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah

endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua

pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan

menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis

pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.

f) Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3

tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc

dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit,

mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas

penyakit yang dilakukan melalui beberapa cara yaitu :

a) Inspeksi

Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang

berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit

terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan

beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau

noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi

pada permukaan pembengkakan.

b) Palpasi

Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk,

leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba

tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.

c) Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes

fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total

tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin

bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara

metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay

radioimunometrik.

18

Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid.

Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di

bawah normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini

dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit

tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur

kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.

d) Foto Rontgen leher

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau

menyumbat trakea (jalan nafas).

e) Ultrasonografi (USG)

Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan

tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan

kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu

pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG

antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.

f) Sidikan (Scan) tiroid

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama

technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah.

Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu

selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah

teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian

tiroid.

g) Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.

Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya

penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan

hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik

biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif

palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.

19

3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan

sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat

dilakukan adalah sebagai berikut :

a) Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan

dan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran.

b) Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan

c) Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik

segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima

kehadirannya melalui melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik,

psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan

rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengan

kecantikan.

Discharge Planning

a. Anjurkanklien dankeluarga untuk mengkonsumsi garam beryodium

b. Kontrol ulangke dokter apabila terjadikekambuhanpenyakit.

c. Anjurkanklien untuk mengkonsumsisayuran, mengkonsumsi air

kemasan, dan banyak mengkonsumsi makanan dari laut

d. Melakukanpemeriksaan gondok secara rutin

e. Menjaga kebersihan air minum agar tidak terkontaminasi oleh zat-zat

yang dapat menyebabkan gangguanpadakelenjar tyroid

J. Asuhan Keperawatan pada Klien Hipertrofi Kelenjar Tiroid

a) Pengkajian

1) Kaji Riwayat Penyakit.

- Sudah sejak kapan keluhan dirasakan klien.

- Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.

2) Tempat tinggal sekarang dan masa balita

3) Usia dan Jenis kelamin.

4) Kebiasaan makan.

5) Penggunaan obat – obatan :

20

- Kaji jenis obat-obat yang sedang digunakan dalam 3 bulan terakhir.

- Sudah berapa lama digunakan.

- Tujuan pemberian obat.

6) Keluhan klien :

- Sesak napas, apakah bertambah sesak bila beraktivitas.

- Sulit menelan.

- Leher bertambah besar.

- Suara serak/parau.

- Merasa malu dengan bentuk leher yang besar dan tidak simetris.

7) Pemeriksaan fisik :

- Palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda, konsistensi dan simetris

tidaknya, apakah terasa nyeri pada saat di palpasi.

- Inspeksi bentuk leher, simetris tidaknya.

- Auskultasi bruit pada arteri tyroidea.

- Nilai kualitas suara.

- Palpasi apakah terjadi deviasi trachea.

- Pemeriksaan diagnostic.

- Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum.

- Pemeriksaan RAI.

- Test TSH serum.

8) Lakukan pengkajian lengkap dampak perubahan patologis diatas terhadap

kemungkinan adanya gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi, cairan dan

elektrolit serta gangguan rasa aman dan perubahan konsep diri seperti :

- Status pernapasan.

- Warna kulit.

- Suhu kulit (daerah akral).

- Keadaan / kesadaran umum.

- Berat badan dan tinggi badan.

- Kadar hemoglobin.

- Kelembaban kulit dan teksturnya.

- Porsi makan yang dihabiskan.

21

- Turgor.

- Jumlah dan jenis cairan per oral yang dikonsumsi.

- Kondisi mukosa mulut.

- Kualitas suara.

- Bagaimana ekspresi wajah, cara berkomunikasi dan gaya interaksi

klien dengan orang di sekitarnya.

- Bagaimana klien memandang dirinya sebagai seorang pribadi.

b) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dijumpai pada klien dengan goiter nontoksik

antara lain :

1. Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan kelenjar

tiroid terhadap trachea.

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan

asupan yang kurang akibat disfagia.

3. Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher.

4. Ansietas yang berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit dan

pengobatannya, atau persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita.

c) Rencana Tindakan Keperawatan

Dx. 1 : Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan

kelenjar tiroid terhadap trachea.

Tujuan :

Selama dalam perawatan, pola napas klien efektif kembali (sambil menunggu

tindakan pembedahan bila diperlukan) dengan kriteria sebagai berikut :

- Frekuensi pernapasan 16-20 x/menit dan pola teratur

- Akral hangat

- Kulit tidak pucat atau cianosis

- Keadaan klien tenang/tidak gelisah

22

Intervensi Keperawatan :

1) Batasi aktivitas, hindarkan aktivitas yang melelahkan

2) Posisi tidur setengah duduk dengan kepala ekstensi bila diperlukan

3) Kolaborasi pemberian obat-obatan

4) Bila dengan konservatif gejala tidak hilang, kolaborasi tindakan operatif

5) Bantu aktivitas klien di tempat tidur

6) Observasi keadaan klien secara teratur

7) Hindarkan klien dari kondisi-kondisi yang menuntut penggunaan oksigen lebih

banyak seperti ketegangan, lingkungan yang panas atau yang terlalu dingin

Dx. 2 : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan

asupan nutrien kurang akibat disfagia.

Tujuan :

Nutrisi klien dapat terpenuhi kembali dalam waktu 1-2 minggu dengan kriteria

sebagai berikut :

- Berat badan bertambah

- Hemoglobin : 12-14 gr% (wanita) dan 14-16 gr% (pria)

- Tekstur kulit baik

Intervensi Keperawatan :

1) Berikan makanan lunak atau cair sesuai kondisi klien

2) Porsi makanan kecil tetapi sering

3) Beri makanan tambahan diantara jam makan

4) Timbang berat badan dua hari sekali

5) Kolaborasi pemberian ruborantia bila diperlukan

6) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan menjelang jam makan

Dx. 3 : Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher.

Tujuan :

Setelah menjalani perawatan, klien memiliki gambaran diri yang positif kembali

dengan kritria :

23

- Klien menyenangi kembali tubuhnya

- Klien dapat melakukan upaya-upaya untuk mengurangi dampak negatif

pembesaran pada leher

- Klien dapat melakukan aktivitas fisik dan sosial sehari-hari

Intervensi Keperawatan :

1) Dorong klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang bentuk leher

yang berubah

2) Diskusikan upaya-upaya yang dapat dilakukan klien untuk mengurangi perasaan

malu seperti menggunakan baju yang berkerah tertutup

3) Beri pujian bila klien dapat melakukan upaya-upaya positif untuk meningkatkan

penampilan diri

4) Jelaskan penyebab terjadinya perubahan bentuk leher dan jalan keluar yang

dapat dilakukan seperti tindakan operasi

5) Jelaskan pula setiap risiko yang perlu di antisipasi dari setiap tindakan yang

dapat dilakukan

6) Ikut sertakan klien dalam kegiatan keperawatan sesuai kondisi klien

7) Fasilitasi klien untuk bertemu teman-teman sebayanya

Dx. 4 : Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan klien tentang

penyakit dan pengobatannya atau persepsi yang salah tentang penyakit yang

diderita.

Tujuan :

Setelah diberikan pendidikan kesehatan sebanyak 2 kali, ansietas klien akan hilang

dengan kriteria sebagai berikut :

- Ekspresi wajah tampak rileks

- Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik

- Klien mengetahui penyakit dan upaya pengobatan

24

Intervensi Keperawatan :

1) Kaji pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya

2) Identifikasi harapan-harapan klien terhadap pelayanan yang diberikan

3) Buat rancangan pembelajaran yang mencakup :

- Jenis penyakit dan penyebabnya

- Upaya penanggulangan seperti pemberian obat-obatan, tindakan operasi bila ada

indikasi

- Prognosa dan prevalensi penyakit

- Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan keadaan yang lebih buruk dan kondisi

yang mempercepat penyembuhan

4) Laksanakan pembelajaran bersama dengan anggota keluarga, perhatikan

kondisi klien dan lingkungannya.

25

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (Iodine Deficiency Disorder) adalah

gangguan tubuh yang disebabkan oleh kekurangan iodium sehingga tubuh tidak

dapat menghasilkan hormon tiroid. Definisi lain, GAKY merupakan suatu

masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan Yodium, akibat kekurangan

Yodium ini dapat menimbulkan penyakit salah satu yang sering kita kenal dan

ditemui dimasyarakat adalah Gondok.

Penggunaan yodium yang cukup, makan makanan yang banyak mengandung

yodium, seperti ikan laut, ganggang-ganggangan dan sayuran hijau. Untuk

penggunaan garam beryodium dalam masakan perlu diperhatikan. Garam yodium

bisa ditambahkan setelah masakan matang, bukan saat sedang memasak sehingga

yodium tidak rusak karena panas.

Hindari mengkonsumsi secara berlebihan makanan-makanan yang mengandung

goitrogenik glikosida agent yang dapat menekan sekresi hormone tiroid seperti

ubi kayu, jagung, lobak, kankung, dan kubis.

Saran

Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi semua orang yang

membacanya. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu dalam

proses, Selain itu diperlukan lebih banyak referensi dan penyusunan makalah

yang lebih baik lagi.

26

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah – Edisi 8, Vol. 2. EGC.

Jakarta.

Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media

Aesculapius, 1999.

Syaifuddin. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:

EGC, 2006.

Irianto, Kus. Struktur & Fungsi Tubuh Manusia. Bandung: Yrama Widya. 2004.

Departemen Kesehatan RI. Survei Nasional Pemetaan Gangguan Akibat Kekeurangan

Yodium (GAKY). Jakarta, 1998.

Makum AH, Ismail S, alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sastroasmoro S, editor. Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 1991.

Noer HMS, Waspadji s, Rachman AM, et al, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid 1. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 1996.

Tierney LJ. Current medical diagnosis and treatment Connecticut Appleton and Lange,

1997.

27