hikmah beriman kpd allah

35
1. Hikmah beriman kpd allah Hikmah dari beriman kepada malaikat cukup banyak. Misalnya dengan menyadari adanya malaikat Roqib dan ’Atid yang selalu mencatat amal baik/buruk kita, maka kita akan lebih hati-hati dalam berbuat. Kita malu berbuat dosa. ”Padahal sesungguhnya bagi kamu ada malaikat-malaikat yang mengawasi pekerjaanmu, yang mulia di sisi Allah dan mencatat pekerjaan-pekerjaanmu, mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Al Infithaar:10-12] Dengan meyakini adanya malaikat Maut yang mencabut nyawa kita, Munkar dan Nakir yang memeriksa kita di alam kubur serta malaikat Malik yang menyiksa para pendosa di neraka, niscaya kita takut berbuat dosa. Kita juga bisa meniru ketaatan dan kerajinan malaikat dalam beribadah. ”Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih.” [Al Anbiyaa’:19] Buah Keimanan Kepada Malaikat Beriman kepada para malaikat memiliki pengaruh yang agung dalam kehidupan setiap mukmin, di antaranya dapat kita sebutkan: 1. Mengetahui keagungan, kekuatan serta kesempurnaan kekuasaan- Nya. Sebab keagungan (sesuatu) yang diciptakan (makhluk) menunjukkan keagungan yang menciptakan (al-Khaliq). Dengan demikian akan menambah pengagungan dan pemuliaan seorang mukmin kepada Allah, di mana Allah menciptakan para malaikat dari cahaya dan diberiNya sayap-sayap. 2. Senantiasa istiqomah (meneguhkan pendirian) dalam menaati Allah ta’ala. Karena barangsiapa beriman bahwa para malaikat itu mencatat semua amal perbuatannya, maka ini menjadikannya semakin takut kepada Allah, sehingga ia tidak akan berbuat maksiat kepada-Nya, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. 3. Bersabar dalam menaati Allah serta merasakan ketenangan dan kedamaian. Karena sebagai seorang mukmin ia yakin bahwa bersamanya dalam alam yang luas ini ada ribuan malaikat yang menaati Allah dengan sebaik-baiknya dan sesempurna- sempurnanya.

Upload: fitriah-waw-odhe

Post on 25-Dec-2015

60 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Aqidah

TRANSCRIPT

Page 1: Hikmah Beriman Kpd Allah

1. Hikmah beriman kpd allah

Hikmah dari beriman kepada malaikat cukup banyak. Misalnya dengan menyadari adanya malaikat Roqib dan ’Atid yang selalu mencatat amal baik/buruk kita, maka kita akan lebih hati-hati dalam berbuat. Kita malu berbuat dosa.

”Padahal sesungguhnya bagi kamu ada malaikat-malaikat yang mengawasi pekerjaanmu, yang mulia di sisi Allah dan mencatat pekerjaan-pekerjaanmu, mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Al Infithaar:10-12]

Dengan meyakini adanya malaikat Maut yang mencabut nyawa kita, Munkar dan Nakir yang memeriksa kita di alam kubur serta malaikat Malik yang menyiksa para pendosa di neraka, niscaya kita takut berbuat dosa.

Kita juga bisa meniru ketaatan dan kerajinan malaikat dalam beribadah.

”Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih.” [Al Anbiyaa’:19]

Buah Keimanan Kepada Malaikat

Beriman kepada para malaikat memiliki pengaruh yang agung dalam kehidupan setiap mukmin, di antaranya dapat kita sebutkan:

1. Mengetahui keagungan, kekuatan serta kesempurnaan kekuasaan-Nya. Sebab keagungan (sesuatu) yang diciptakan (makhluk) menunjukkan keagungan yang menciptakan (al-Khaliq). Dengan demikian akan menambah pengagungan dan pemuliaan seorang mukmin kepada Allah, di mana Allah menciptakan para malaikat dari cahaya dan diberiNya sayap-sayap.

2. Senantiasa istiqomah (meneguhkan pendirian) dalam menaati Allah ta’ala. Karena barangsiapa beriman bahwa para malaikat itu mencatat semua amal perbuatannya, maka ini menjadikannya semakin takut kepada Allah, sehingga ia tidak akan berbuat maksiat kepada-Nya, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi.

3. Bersabar dalam menaati Allah serta merasakan ketenangan dan kedamaian. Karena sebagai seorang mukmin ia yakin bahwa bersamanya dalam alam yang luas ini ada ribuan malaikat yang menaati Allah dengan sebaik-baiknya dan sesempurna-sempurnanya.

4. Bersyukur kepada Allah atas perlindungan-Nya kepada anak Adam, dimana ia menjadikan sebagian dari para malaikat sebagai penjaga mereka.

5. Waspada bahwa dunia ini adalah fana dan tidak kekal, yakni ketika ia ingat Malaikat Maut yang suatu ketika akan diperintahkan untuk mencabut nyawanya. Karena itu, ia akan semakin rajin mempersiapkan diri menghadapi hari Akhir dengan beriman dan beramal shalih.

HIKMAH BERIMAN KEPADA MALAIKAT a. Mengingat bahwa allah SWT.memiliki utusan yang tidak tampak dan sangat patuh

Page 2: Hikmah Beriman Kpd Allah

menjalankan perintah-nya,maka kita harus lebiih berhati-hati karena perbuatan kita selain akan di ketahui oleh Allah SWT,juga akan di lihat,dicacat,dan disaksikan oleh malaikat b. Kita harus meyakini dan menyadari sepenuhnya bahwa semua perbuatan yang baik maupun buruk,di ketahui orang atau tidak,perbuatan baik atau buruk yang sekecil-kecilnya pun pasti di catat dan diawasi oleh malaikat,oleh karena itu perbanyaklah perbuatan yang baik atau amal saleh dan hindarkanlah segala perbuatan jahat atau mungkar yang menjadi larangan Allah SWT c. Hendaklah kita hidup di dunia ini lebih berhati-hati,lebih waspada agar jangan sampai terjerumus ke dalam jurang kesesatan,keburukan,kemungkaran serta kehinaan.sebaliknya hendaklah kita memperbanyak amal saleh karena segala amal perbuatan akan kita pertanggungjawaban di hadapan Allah swt.besok di hari kemudian d. Agar kita dapat meniru,mencontoh sifat-sifat malaikat,yang selalu taat serta patuh menjalankan semua perintah Allah swt.dan menjauhi segala larangannya serta mempunyai keteguhan iman dalam menghadapi godaan Syaitan dan iblis E. Jin,iblis dan syaitan Jin Diciptakan Sebelum Manusia Tak ada satupun dari golongan kaum muslimin yang mengingkari keberadaan jin. Demikian pula mayoritas kaum kuffar meyakini keberadaannya. Ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nashrani pun mengakui eksistensinya sebagaimana pengakuan kaum muslimin, meski ada sebagian kecil dari mereka yang mengingkarinya. Sebagaimana ada pula di antara kaum muslimin yang mengingkarinya yakni dari kalangan orang bodoh dan sebagian Mu’tazilah. Jelasnya, keberadaan jin merupakan hal yang tak dapat disangkal lagi mengingat pemberitaan dari para nabi sudah sangat mutawatir dan diketahui orang banyak. Secara pasti, kaum jin adalah makhluk hidup, berakal dan mereka melakukan segala sesuatu dengan kehendak. Bahkan mereka dibebani perintah dan larangan, hanya saja mereka tidak memiliki sifat dan tabiat seperti yang ada pada manusia atau selainnya. (Idhahu Ad-Dilalah fi ’Umumi Ar-Risalah hal. 1, lihat Majmu’ul Fatawa, 19/9) Anehnya orang-orang filsafat masih mengingkari keberadaan jin. Dan dalam hal inipun Muhammad Rasyid Ridha telah keliru. Dia mengatakan: “Sesungguhnya jin itu hanyalah ungkapan/ gambaran tentang bakteri-bakteri. Karena ia tidak dapat dilihat kecuali dengan perantara mikroskop.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah minal Jin oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu). “Sesungguhnya ia (jin) dan pengikut-pengikutnya melihat kalian (hai manusia) dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS Al-A’raf 7:27). Dalam ayat lain Allah mempertegas: “Dan Kami telah menciptakan jin dari nyala api.” (QS Ar-Rahman 55:15). Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid dan Adhdhahak berkata, bahwa yang dimaksud dengan firman Allah: Dari nyala api, ialah dari api murni. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Syetan memperlihatkan wujud (diri)nya ketika aku salat, namun atas pertolongan Allah, aku dapat mencekiknya hingga kurasakan dingin air liurnya di tanganku. Kalau bukan karena doa saudaraku Nabi Sulaiman, pasti kubunuh dia.” (HR Bukhari). Iblis awalnya bukan ciptaan yang jahat, sebab semua yang diciptakan Tuhan itu baik adanya. Sebagaimana manusia, Iblis juga mempunyai kehendak bebas. Dan ternyata dia menggunakan kehendak bebas itu secara salah, karena ingin menjadi sama seperti Tuhan sendiri, sehingga jatuhlah Iblis ke dalam dosa. Syaitan/Syaitan adalah semua yang keluar dari tabiat jenisnya dengan kejelekannya yang durhaka dari golongan jin, manusia atau hewan. Tuhan meletakkan taraf manusia lebih tinggi

Page 3: Hikmah Beriman Kpd Allah

daripada makhluk-makhluk yang lain kerana mereka diberikan akal, terutama untuk membandingkan mana yang buruk dan mana yang baik. Syaitan membangkang pada manusia ciptaan Tuhan dan menolak untuk bersujud di hadapan Adam seperti yang dilakukan oleh para malaikat lain. Tuhan bertanya kepada Syaitan: "Apakah yang mencegahmu untuk bersujud menghormati sesuatu yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku?" Syaitan menjawab: "Aku adalah lebih mulia dan lebih unggul dari dia. Engkau ciptakan aku dari api dan menciptakannya (menciptakan Adam) dari lumpur." Ini menunjukkan bahwa Syaitan merasa dirinya lebih bertaraf tinggi dari Adam kerana dia diciptakan dari api dan Adam diciptakan dari tanah, yang dianggap tidak bersih dan rapuh. Syaitan berjanji dan berkata di hadapan Tuhan, Nabi Adam dan para malaikat bahwa dia akan membinasakan Adam dan seluruh keturunannya (yaitu golongan manusia) sampai hari Akhirat kelak. Allah bersabda bahwa manusia yang mengikuti perintah-Nya tidak akan dibinasakan oleh Syaitan, tetapi yang mengikuti Syaitan akan turut dibinasakan dan disiksa di api neraka pada hari Akhirat. Syaitan juga yang memyebabkan Nabi Adam dan isterinya Siti Hawa dikeluarkanAllah Ta’ala berfirman,

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebaikan, akan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, nabi-nabi …” (QS. Al Baqarah : 177)

“Barangsiapa kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan Hari Kemudian, maka orang itu telah sesat sejauh-jauhnya” (QS. An Nisaa’ : 136)

Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda ketika Jibril bertanya kepada beliau tentang iman,

“Hendaklah kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan beriman kepada takdir baik dan buruk-Nya” (HR. Muslim no. 8, dari Umar bin Khaththab radhiyallaHu ‘anHu)

Nama malaikat Dalam hadits shahih yang lain Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api dan Adam diciptakan dari apa yang telah diciptakan kepada kalian” (HR. Muslim no. 2996, dari ‘Aisyah radhiyallaHu ‘anHa)

Berikut ini nama beberapat malaikat-malaikat Allah Ta’ala beserta tugas-tugasnya :

1. Jibril

Adalah malaikat yang diberikan amanat untuk menyampaikan wahyu, turun membawa petunjuk kepada Rasul agar disampaikan kepada umat. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan sungguh dia (Muhammad) telah melihatnya (Jibril) di ufuk yang terang” (QS. At Takwiir : 23)

Page 4: Hikmah Beriman Kpd Allah

Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Aku melihatnya (Jibril) turun dari langit, tubuhnya yang besar menutupi antara langit sampai bumi” (HR. Muslim no. 177, dari ‘Aisyah radhiyallaHu ‘anHa)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallaHu ‘anHu menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam melihat jibril memiliki enam ratus sayap (HR. al Bukhari no. 4857)

2. Mika-il

Dialah yang diserahi tugas mengatur hujan dan tumbuh-tumbuhan dimana semua rizki di dunia ini berkaitan erat dengan keduanya. Terdapat penyebutan Jibril dan Mika-il secara bersamaan dalam satu ayat, Allah Ta’ala berfirman,

“Barangsiapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mika-il, maka sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah : 98)

3. Israfil

Dia diserahi tugas meniup sangkakala atas perintah Rabb-nya dengan tiga kali tiupan. Pertama adalah tiupan keterkejutan, tiupan kedua adalah tiupan kematian dan tiupan ketiga adalah tiupan kebangkitan.

4. Malik

Dia adalah penjaga neraka. Allah Ta’ala berfirman,

“Mereka berseru, ‘Hai Malik, biarlah Rabb-mu membunuh kami saja’. Dia menjawab, ‘Kamu akan tetap tinggal (di Neraka ini)’. Sesungguhnya Kami telah membawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan diantara kamu benci kepada kebenaran itu” (QS. Az Zukruf : 77-78)

5. Ridhwan

Dia adalah penjaga Surga. Ada sebagian hadits yang dengan jelas menyebutkan dirinya (al Bidaayah wan Nihaayah I/45)

6, 7. Munkar dan Nakir

Terdapat penyebutan dengan mereka di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallaHu ‘anHu, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Tatkala orang yang mati telah dikubur, datanglah kepadanya dua malaikat yang hitam kebiruan, salah satu diantara keduanya dinamakan Munkar dan yang lainnya dinamakan Nakir” (HR. at Tirmidzi, dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahiih Sunan at Tirmidzi no. 856)

8, 9. Harut dan Marut

Page 5: Hikmah Beriman Kpd Allah

Keduanya termasuk malaikat yang namanya tertulis di dalam al Qur’an. Allah Ta’ala berfirman,

“Padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya syaithan-syaithan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut” (QS. Al Baqarah : 102)

10. Ar Ra’d

Malaikat ini bertugas mengatur awan. Ibnu Abbas radhiyallaHu ‘anHu berkata,

“Orang-orang Yahudi datang menemui Nabi, lalu mereka bertanya, ‘Wahai Abul Qasim, kami akan bertanya kepadamu tentang beberapa hal. Jika engkau menjawabnya maka kami akan mengikuti, mempercayai dan beriman kepadamu’.

Mereka bertanya, ‘Beritahukan kepada kami tentang ar Ra’d, apakah itu ?’. Beliau menjawab, ‘Salah satu malaikat yang diserahi tugas untuk mengatur awan’” (HR. an Nasai, dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam ash Shahihah no. 1872)

10. ‘Izra-il

Penamaannya dengan malaikat maut tidak disebutkan dengan jelas di dalam al Qur’an maupun hadits-hadits yang shahih. Adapun penamaan dirinya dengan ‘Izrail terdapat di sebagian atsar. WallaHu a’lam. (al Bidaayah wan Nihaayah I/42)

12, 13. Raqib dan ‘Atid

Sebagian ulama menjelaskan bahwa diantara malaikat ada yang benama Raqib dan ‘Atid. Allah Ta’ala berfirman,

“Maa yalfizhu min qaulin illaa ladayHi raqiibun ‘atiidun” yang artinya “Tidak suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (QS. Qaaf : 18)

Namun demikian pendapat ini tidak benar, wallaHu a’lam. Keduanya hanya sifat bagi dua malaikat yang mencatat perbuatan hamba. Makna Raqib dan ‘Atid ialah dua malaikat yang hadir, menyaksikan di dekat hamba, bukan dua nama dari dua malaikat (al Bidaayah wan Nihaayah I/35-49)

manusiaJumlah malaikat sangat banyak, tidak dapat diketahui secara pasti. Namun ada 10 malaikat yang wajib kita imani sebagi seorang Muslim. Kesepuluh malaikat tsb beserta tugasnya adalah sebagai berikut:

Jibril ===> Menyampaikan wahyu kepada para rasul dan nabi)

Page 6: Hikmah Beriman Kpd Allah

Mikail ===> Membagi rezeki kepada semua makhluk, termasuk memberi makan, minum, dan menurunkan hujan)

Izrail ===> Mencabut roh atau nyawa semua makhluk apabila sudah tiba saatnya)

Israfil ===>Meniup sangkakala (terompet) jika telah sampai saatnya hari kiamat.

Raqib ===> Mencatat setiap kebaikan dan amal baik manusia

Atid ===> Mencatat setiap kejahatan dan amal buruk manusia

Munkar dan Nakir ===>Memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada orang yang ada dalam kubur

Malik ===> Menjaga pintu neraka

Ridwan ===> Menjaga pintu syurga

Di antara rukun iman yang enam, mungkin ada satu rukun yang jarang didiskusikan orang. Ya, iman kepada malaikat. Kajian dan diskusi tentang iman kepada Allah, rasul, kitab, hari akhir serta takdir qadha dan qadar sangat berlimpah. Tetapi ini sangat timpang dengan kajian keimanan kepada malaikat.

Referensi tentang kajian keimanan juga menunjukkan ketimpangan itu. Ada banyak judul buku tentang tauhid & iman kepada Allah, sejarah para nabi dan rasul sangat berlimpah, analisa serta tafsir Al Quran juga maju luar biasa. Studi tentang hari kiamat juga banyak sekali literaturnya. Demikian pula bahasan tentang qadha dan qadar/takdir sangat luas hingga menimbulkan mazhab-mazhab atau aliran-aliran pemikiran yang sangat kuat.

Tetapi analisa dan studi tentang malaikat nampaknya tidak seramai pambahasan terhadap rukun iman yang lain. Jika pun ada maka kajian tersebut hanyalah bersifat informatif atau malah sekadar pelengkap. Jarang ada telaah dan pendalaman yang semestinya tentang perkara ini.

Ada beberapa sebab, antara lain:

1. Terkait alam ruh

Dalam beberapa ayat Al-Quran kita jumpai adanya fakta yang mengaitkan antara malaikat dan ruh. Ada juga pemanggilan atau penyebutan nama malaikat dengan kata ruh. Misalnya panggilan kepada Jibril yang kerap diawali dengan kata ruh: Ruhul Amin atau Ruhul Qudus.

Kaum muslimin pun kemudian banyak yang memposisikan malaikat sebagai realitas ruhani yang tidak perlu dicerna pikiran. Selanjutnya berkembang suatu anggapan bahwa malaikat dan ruh memiliki alam yang sama, yakni alam ruh. Sehingga berlakulah pembatasan Allah atas realitas ruh sebagaimana firman Allah, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, ‘Roh

Page 7: Hikmah Beriman Kpd Allah

itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit’” (QS. Al Israa 85).

Ayat ini merupakan jawaban atas pertanyaan kaum Yahudi kepada Rasulullah Muhammad saw. tentang ruh manusia. Allah swt. memang menggaransi pengetahuan manusia pasti serba terbatas soal roh. Pembatasan tersebut pastilah benar adanya. Jika manusia memaksa untuk mencerna hakikat ruh dengan menggunakan akalnya, tentu hasilnya berupa pikiran-pikiran spekulatif yang kebenaran hakikinya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan boleh jadi akan berujung pada kesesatan.

Namun ada ayat Alquran yang menunjukkan bahwa antara ruh manusia dan malaikat adalah dua hal yang berbeda, yaitu Firman-Nya, “Pada hari ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf- shaf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah dan ia mengucapkan kata yang benar”  (QS. An Naba 38).

Para ahli tafsir memiliki pandangan dan pemaknaan yang beragam terkait kata ruh di atas (dalam Al Aqaid Al Islamiyah karya Sayid Sabiq). Di antara mereka ada yang menafsirkan bahwa ruh yang dimaksud ayat tersebut adalah malaikat Jibril. Sementara yang lain mamaknai kata ruh itu merujuk pada ruh para manusia. Kalangan lain berpendapat bahwa ruh pada ayat tersebut berarti Allah.

Tak Harus Tentang Zatnya

Terlepas dari perbincangan tentang ruh yang memang menjadi rahasia Allah itu, kajian tentang malaikat memang tak harus tertuju atau terfokus pada substansi atau zatnya berupa ruh itu. Jika hanya fokus pada zatnya, kajian tentang malaikat hanya akan menghasilkan spekulasi dan menimbulkan perdebatan yang mungkin tak akan berakhir.

Tetapi jika fokus studinya pada sifat, karakter, dan sejarah interaksi para malaikat dengan para nabi dan rasul, maka mungkin akan ada dampak positif yang dapat kita peroleh. Karena dalam sifat, karakter, dan sejarah interaksi malaikat dengan para rasul, ada banyak pelajaran penting dan sangat bermanfaat bagi manusia. Dokumen yang terangkum dalam Alquran dan sunnah Nabi saw. cukup berlimpah dalam hal ini.

2. Terkait Kegaiban

Malaikat adalah makhluk gaib. Mereka adalah sebuah feomena yang tidak kasat mata. Dan jauh dari jangkauan nalar manusia yang selama hidupnya hanya mengandalkan pasokan data dari pancaindera. Tidak terlalu salah jika sejauh ini teknologi manusia tetap tidak mampu mambantu manusia untuk menyibak tabir kegaiban yang menyelimuti semua eksistensi malaikat Allah. Dan nampaknya tetap tidak akan mampu, hingga kapan pun dan sejauh apa pun capaian teknologi manusia.

Karena dimensi dan sifat hakikatnya yang ghaib ini, membuat banyak kalangan enggan untuk berpikir tentang eksistensi malaikat. Sebenarnya keengganan ini kurang beralasan. Bukankah Allah swt. menuntut dan mencirikan orang beriman adalah kumpulan orang yang percaya pada

Page 8: Hikmah Beriman Kpd Allah

hal-hal ghoib. Allah swt. berfirman, “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka” (QS. Albaqarah 3).

Jika Allah swt. menuntut kaum muslimin untuk beriman kepada perkara gaib, sudah pasti ada hikmah dan hal yang mesti dipahami manusia terkait kegaiban itu. Melalui ayat-ayat-Nya, Allah swt. mengenalkan banyak aspek mengenai jati diri malaikat. Demikian pula hadits Rasulullah saw. terkait tugas dan sifat-sifat-Nya.

Yang mungkin menimbulkan masalah adalah jika esensi kegaiban itulah yang kita bahas. Apalagi jika pembahasannya melulu berpedoman pada kekuatan akal-rasional belaka. Sudah pasti studi itu tidak akan menghasilkan apa pun, karena memang kawasan malaikat adalah kawasan yang tidak mungkin diobservasi secara ilmiah.

3. Dianggap bukan urusan manusia

Keberadaan malaikat dan kelangsungan spesies malaikat memang bukan agenda manusia. Malaikat justru hadir dan diciptakan Allah swt. untuk mengurusi berbagai kepentingan manusia. Mulai urusan manusia dengan Allah, urusan manusia dengan manusia, dan urusan atau relasi antara manusia dengan alam sekitarnya.

Eksistensi malaikat memang bukan urusan kita. Karena manusia tidak memiliki kuasa apa pun untuk mengendalikan mereka. Tetapi kenyataannya, malaikat selalu hadir dalam keseharian hidup manusia. Di kiri-kanan, depan, dan belakang manusia senantiasa ada malaikat Allah yang menjaga dan mencatat gerak-gerik manusia (Raqib & Atid).

Ada pula malaikat yang tugasnya khusus mendoakan manusia yang beriman dan yang bertobat. Firman-Nya, “(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan), ‘Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala, ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam syurga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang shalih di antara bapak-bapak mereka, dan istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (pembalasan) kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar” (QS. Al Mukmin 7-9).

Pada tingkat inilah manusia memiliki kepentingan yang serius terhadap malaikat. Paling tidak kita harus tahu amalan apa yang disenangi dan perbuatan yang dibenci malaikat.

4. Dianggap tidak memiliki implikasi sosial

Studi dan pembahasan mengenai malaikat sering dianggap tidak memiliki implikasi sosial. Anggapan ini bisa jadi benar jika ukuran implikasi sosial itu adalah capaian-capaian yang

Page 9: Hikmah Beriman Kpd Allah

bersifat materi. Tetapi kalangan ilmuwan manpun berkeyakinan bahwa realitas sosial terbangun tidak semata-mata oleh hal-hal yang bersifat material. Norma dan nilai-nilai adalah unsur yang sangat penting bagi sebuah tatanan sosial dan ia bersifat nonmaterial.

Berbagai krisis sosial yang belakangan ini melanda, justru sering kali lebih banyak disebabkan oleh persoalan-persoalan yang terkait melunturnya nilai-nilai dan degradasi moral. Capaian materi ternyata tidak senantiasa berbanding lurus dengan kenyamanan dan kesejahteraan sosial. Pemilikan materi dan hal-hal terukur lainnya bukanlah garansi bagi terciptanya tatanan sosial yang lebih baik. Dibutuhkan hal-hal lain yang bersifat nonmateri guna memenuhi kerinduan manusia pada tertib sosial yang membahagiakan semua pihak.

Studi tentang malaikat sesungguhnya memiliki prospek untuk menyumbangkan penguatan nilai-nilai, kedisiplinan, spiritualitas, dan bingkai moral yang kuat. Aspek-aspek ini merupakan pondasi penting bagi terbangunnya tatanan sosial yang sehat dan dinamis.

Salah satu hikmah mengapa Allah swt menyampaikan kepada manusia mengenai karakteristik malaikat dan sifat-sifatnya agar manusia mampu menjadikan moralitas dan ketaatan malaikat sebagai model tentang bagaimana menjadi Allah yang baik. Firman-Nya, “Dan kepunyaan-Nya-lah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya” (QS. Al Anbiya 19-20).

Kataatan malaikat kepada Allah swt. sebagai Rabb dan Ilah yang tanpa tawar-menawar dan bersifat terus-menerus inilah yang semestinya menjadi acuan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah. Persamaan kita dengan malaikat adalah sama-sama mengakui bahwa Allah adalah Pencipta dan Sesembahan. Malaikat menerima kenyataan ini tanpa keraguan dan tanpa kemalasan. Sementara kadang –bahkan banyak- manusia menerimanya dengan kemalasan dan keterpaksaan.

5. Bukan objek studi yang bersifat ilmiah

Kalangan sarjana dan pemikir Islam yang terpengaruh kuat oleh paradigma yang sekuleristik atau bahkan ateis menganggap bahwa studi ini bukanlah kawasan mereka. Para sarjana tersebut berpikiran bahwa yang menjadi fokus bidang kajiannya adalah suatu yang bersifat rasional, ilmiah, dan terukur.

Wacana tentang malaikat, menurut pemikir sekuler merupakan suatu yang sangat jauh dengan logika yang mereka yakini dan kembangkan. Sehingga kalaupun di antara mereka ada yang beriman kepada malaikat, maka urusan itu bersifat sangat pribadi yang sama sekali tidak ada kaitannya dengar persoalan masyarakat secara umum, apalagi keyakinan akademisnya.

Tapi alhamdulillah, dewasa ini perkembangan ilmu semakin menunjukkan adanya berbagai kemungkinan baru yang pada beberapa abad sebelumnya masih merupakan suatu yang tidak mungkin. Hari ini kita semua melihat kemungkinan-kemungkinan itu. Standar kebenaran ilmiah yang dahulu sangat materialistik saat ini mulai bergeser dan mengalami perluasan makna. Beberapa cabang ilmu baru tumbuh dengan sangat cepat, masing-masing memiliki standar

Page 10: Hikmah Beriman Kpd Allah

kebenaran ilmiah tertentu, di antaranya moral dan tadakah sifat2 tersebut dalam diri kita semua …

Mengenal Malaikat Lebih Dekat (Bagian 1)

Makhluk seperti apakah gerangan malaikat itu sehingga kaum muslimin diwajibkan beriman kepada keberadaan dan peran mereka. Padahal, secara fisik manusia tidak bisa melihat atau mendeteksi eksistensi mereka dengan menggunakan segenap pancaindera yang dimilikinya.

Untuk mencari jawaban mengenai siapa gerangan, apa, dan bagaimana sesungguhnya malaikat Allah itu, Al-Qur’an dan hadist sebenarnya banyak mengungkapkan data diri malaikat. Data-data tersebut memang tidak sistematis, dan tersebar dalam berbagai ayat maupun hadist.

Sebagai muslim, kita layak bersyukur karena keberaadaan Al Quran memberi data-data otentik tentang berbagai persoalan hidup. Mencoba memahami malaikat sebagai hamba Allah swt. yang bersifat gaib hanya mungkin bisa dilakukan oleh manusia melalui petunjuk yang diberikan-Nya. Dan petunjuk-petunjuk penting itu telah Allah tuangkan dalam Alquran. Beberapa petunjuk awal mngenai sosok malaikat ini di antaranya dapat kita jumpai dalam surat Al Anbiyaa 26-27. Allah swt. memberikan konfimasi tentang posisi para malaikat di sisi Allah dan sifat-sifat mereka, “Dan mereka berkata, ‘Tuhan yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak.’  Maha suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.”

Para ulama tafsir mensinyalir ayat ini diturunkan untuk membantah tuduhan-tuduhan orang-orang musyrik yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu anak Allah. Ayat ini juga memberikan penegasan sekaligus memberikan identitas kepada malaikat bahwasanya mereka itu adalah hamba-hamba Allah. Sama sekali bukan anak-anak Allah sebagaimana disangkakan orang-orang yang tidak mendapat petunjuk.

Para malaikat meskipun kedudukannya hanya sebagai hamba-hamba-Nya namun Allah swt. yang Mahaagung memberikan kemuliaan kepada mereka. Hal ini diberikan kepada malaikat karena sifat-sifat utama yang mereka miliki. Di antara sifat mulia itu adalah tidak pernah

Page 11: Hikmah Beriman Kpd Allah

mendahului Allah melalui perkataan tetapi senantiasa mengerjakan perintah-perintah Allah dalam ketaatan yang mutlak.

Pada beberapa ayat sebelumnya, Allah swt. juga memberikan informasi tentang hamba Allah yang diperkenalkan sebagai malaikat ini, “Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (Al Anbiyaa’19-20).

Melalui ayat ini, Allah memberikan informasi tambahan mengenai sifat malaikat. Para malaikat tersebut tidak memiliki keangkuhan sedikit pun dalam taat kepada Allah. Mereka juga tidak terhinggapi rasa lelah dalam beribadah kepada Allah. Sehingga ibadah mereka konsisten dan bersifat terus-menerus.

Dua sifat dasar ini membedakan antara golongan malaikat dengan golongan jin dan manusia. Dua makhluk Allah yang terakhir ini memiliki kesombongan sekaligus rasa malas. Iblis adalah bagian dari golongan para jin. Ia adalah potret paling nyata tentang pembangkangan dan keangkuhan sampai-sampai berani bersikap sombong dan menentang perintah Allah yang Mahabesar.

Sementara itu, kesombongan dan kemalasan juga bersemayam kuat dalam diri manusia. Banyak sekali anak cucu Adam yang bersikap sombong dan berani menentang kekuasaan Allah atau menganggap diri setara dengan Allah. Sebut saja misalnya Namrud atau Fir’aun yang takabur. Dalam setiap kurun sejarah kenabian senantiasa ada manusia-manusia sombong yang menentang Allah. Bahkan pada zaman kita ini pun masih banyak manusia yang menyombongkan diri di hadapan kekuasaan Tuhan. Seorang astronot Uni Soviet pernah berkata sombong, “Aku tak melihat Tuhan di bulan.”

Sifat-sifat agung dalam ketaatan yang tinggi itulah yang mungkin membuat para malaikat disebut oleh Allah sebagai hamba-hamba yang mulia. Mulia kedudukannya di sisi Allah dan mulia pula sifatnya serta konsisten dalam kemuliaan itu.

Apakah ada sebutan lain bagi malaikat? Jawabnya adalah ada. Dalam sebuah ayat dalam  Al Quran, Allah melalui lisan Rasulullah Muhammad saw. mengenalkan atau menyebut malaikat sebagai Al Malaul A’la. Munculnya istilah ini berkaitan ketika orang banyak meminta penjelasan tentang posisi dan peran Muhammad sebagai nabi utusan Allah, di antara jawaban Rasulullah adalah jawaban beliau mengenai pengetahuanya tentang malaikat, “Aku tiada mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang al malaul a’la (malaikat) itu ketika mereka berbantah-bantahan’” (QS. Shaad 69).

Dengan demikian, paling tidak umat Islam memiliki sejumlah informasi awal yang memadai dan bersifat umum tentang siapa sesungguhnya malaikat itu. Malaikat adalah hamba Allah bukan anak Allah. Mahasuci Allah dari persangkaan batil ini. Malaikat ini dimuliakan di sisi Allah. Mereka tidak pernah lancang, senantiasa bertasbih tanpa berhenti. Mereka disebut juga dengan nama Al-malaul a’la.

Page 12: Hikmah Beriman Kpd Allah

Sesuai dengan sebutanya sebaga Almalaul A’la, mereka memang berdiam di ketinggian (a’la). Artinya malaikat memang memang berdiam di langit. Kalaupun ada di antara mereka yang tinggal di bumi, maka sesungguhnya mereka hanyalah menjalankan perintah Allah. Ketika tugas itu selesai, maka mereka akan kembali naik ke langit.

Untuk memperinci dan berkenalan lebih lanjut dengan karakteristik malaikat Allah ini, mari kita ikuti kajian ini berdasarkan sistematika berikut:

A. Aspek penciptaan

Dalam statusnya sebagai hamba Allah, sudah pasti malaikat adalah ciptaan Allah sebagaimana hamba dan makhluk  Allah yang lain. Semuanya muncul melalui sebuah proses penciptaan. Tentang bagaimana proses penciptaan malaikat, Alquran dan hadits tidak memberikan informasi yang rinci.

Malaikat diciptakan lebih awal daripada manusia. Hal ini dapat diketahui berlandaskan pada dialog yang terjadi antara Allah dengan malaikat ketika hendak menciptakan manusia pertama. “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya aku hendak   menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’” (QS. Al Baqarah 30).

Al-Qur’an juga tidak memperinci lebih lanjut tentang berapa lama jarak waktu antara penciptaan malaikat dan manusia. Yang pasti para malaikat lebih awal dan bahkan telah memiliki semacam pengalaman tentang perilaku makhluk yang mungkin mirip manusia, dengan pernyataan mereka mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah.

Malaikat memiliki kesadaran spiritual yang sangat tinggi sehingga mereka sadar betul bahwa mereka adalah hamba dan ciptaan Allah yang Mahaesa. Kesadaran diri sebagai makhluk inilah yang membuat malaikat senantiasa berbakti kepada allah dalam penyembahan dan ketaatan. Mereka besaksi bahwasanya tidak ada tuhan selain allah yang berhak untuk disembah.

Kalangan ulama banyak yang berpendapat bahwa malaikat itu diciptakan Allah dalam jumlah yang telah disesuaikan dengan kebutuhan sesuai dalam rencana agung Allah. Artinya, jumlah malaikat tidak mengalami penambahan atau pengurangan dari awal penciptaanya hingga kiamat nanti.

Malaikat tidak dilengkapi oleh Allah dengan syahwat dan kemampuan untuk melakukan proses reproduksi, sehingga tidak beranak-pinak. Sehingga jumlah mereka tidak pernah berkurang. Mereka hanya akan dibinasakan oleh Allah pada saat kiamat tiba.

B. Diciptakan dari cahaya

Page 13: Hikmah Beriman Kpd Allah

Malaikat diciptakan Allah dari materi yang disebut nur (cahaya). Hal ini mengacu kepada sabda Rasulullah, ”Para malaikat diciptakan dari cahaya. Para jin diciptakan dari api dan Adam diciptakan sebagaimana diterangkan kepada kalian”(HR. Muslim, dari Aisyah ra).

Tidak dijumpai keterangan yang lebih terperinci tentang sifat hakikat dari cahaya yang dimaksud dalam hadits tersebut, baik dalam AL-Qur’an maupun hadits nabi yang lain. Hal ini berbeda dengan keterangan  tentang unsur penciptaan manusia yang disebutkan jenis materinya secara umum, dan pada ayat lain ada keterangan sifat bahkan keterangan fisik tentang tanah yang dijadikan sebagai bahan dasar penciptaan manusia. Sebagaimana firman-Nya, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk” (QS. Al Hijr 26).

Kenyataan ini mengundang munculnya sejumlah pandangan yang berbeda. Apakah cahaya yang dimaksud adalah cahaya sebagaimana yang ada di alam ini ataukah cahaya dalam arti kiasan. Ada juga yang berpendapat bahwa cahaya yang dimaksud adalah cahaya Allah. Wallahu a’lam.

Malaikat tidak memiliki perasaan yang berlebihan atas zat asalnya. Kalangan jin merasa bahwa kejadian mereka yang berasal dari unsur api adalah sesuatu yang istimewa. Anggapan dan rasa bangga diri yang berlebihan ini pula yang membuat kebanyakan kalangan jin mengalami kesesatan. Anggapan bangsa jin ini diwakili oleh Iblis. Allah berfirman, “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab Iblis, “Saya lebih baik darinya. Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah” (QS. Al A’raf 12).

C. Malaikat tidak membutuhkan makan & minum

Malaikat adalah makhluk ruhani yang tidak membutuhkan makanan dan minuman sebagaimana manusia. Mereka hidup di alam ruh yang mana daya hidupnya tidak bersumber pada energi-energi hidup. Namun sebagai hamba allah, mereka mendapat anugerah dan rezeki dari sisi Allah.

Sifat malaikat yang tidak makan dan tidak minum dalam pandangan ajaran islam adalah bersifat konstan dalam situasi apapun. Artinya, meskipun malaikat dalam keadaan sedang menyamar sebagai manusia, sifat dasar mereka yang tidak membutuhkan makanan tetap berlaku.

Pandangan ini sedikit berbeda dengan informasi dan keyakinan kalangan ahlul kitab (Yahudi & Kristen). Bible menginformasikan bahwa para malaikat yang sedang dalam penyamaran itu mau makan layaknya manusia. Sehingga di kalangan umat Kristiani ada istilah ‘jamuan malaikat.’

Dua pandangan berbeda ini beranjak dari kisah yang sama. Ketika Ibrahim didatangi malaikat yang menyamar, Ibrahim memotong domba untuk menjamu tamunya itu karena ia tidak tahu bahwa tamunya itu adalah malaikat Allah.

Ketika para tamu itu tidak menjamah sedikit pun hidangan yang dibawanya, Ibrahim sempat dihinggapi rasa kuatir jangan–jangan tamunya adalah orang-orang yang jahat. Kita lihat bersama ayat yang mengabadikan peristiwa tesebut, “Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaiakat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka

Page 14: Hikmah Beriman Kpd Allah

masuk (ke rumahnya) lalu mengucapkan salaamun. Ibrahim menjawab, ‘Salaamun, (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal.’ Maka, dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk. Lalu dihidangkanya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata, ”Silakan Anda makan.’ (Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut kepada mereka. Mereka berkata, ‘Janganlah kamu takut.’ Dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishaq).” (QS. Adz Dzariyat 24-28).

Informasi versi Al-qur’an sangat jelas bahwa malaikat yang hadir di rumah Ibrahim tidak sedikit pun menyentuh hidangan itu. Karena malaikat memang makhluk ruhani yang tidak membutuhkan makanan.

D. Diciptakan tidak berjenis kelamin

Jika manusia diciptakan dalam bentuk berjenis kelamin, maka dalam hal penciptaan malaikat tidak ada dalil yang menyatakan demikian. Bahkan ada beberapa ayat yang membantah berbagai dugaan yang menyatakan bahwa malaikat berjenis kelamin perempuan. Sehingga orang-orang kafir yang memiliki dugaan bodoh itu menyebut malaikat dengan sebutan dan nama perempuan.

Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang tiada beriman kepada kehidupan akhirat, mereka benar-benar menamakan malaikat dengan nama perempuan. Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran” (QS. An-Najm 27-28).

Meski tidak berjenis kelamin, namun dalam beberapa tugas untuk bertatap muka secara langsung dengan manusia, baik manusia dari jenis kelamin laki-laki maupun dari jenis perempuan, para malaikat ditampilkan dengan menyamar sebagai seorang pria muda, gagah dan menarik. Tidak dijumpai riwayat yang menyebutkan bahwa malaikat pernah menyamar sebagai perempuan.

E. Diciptakan dalam bentuk yang berbeda dan bertingkat

Malaikat diciptakan Allah dalam berbagai bentuk yang berbeda antara satu dengan yang lain. Demikian juga dengan kedudukan dan fungsinya. Hal ini bersandar ayat, “Tiada seorang pun di antara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu. Dan sesungguhnya kami benar-benar bershaf-shaf (dalam menunaikan perintah Allah). Dan sesungguhnya kami benar-benar bertasbih (kepada Allah)” (QS. Shaaffaat 164-166).

Ayat-ayat di atas menunjukkan beberapa hal kepada manusia tentang adanya kedudukan-kedudukan tertentu para malaikat di sisi Allah, semacam hirarki kedudukan berdasarkan kedekatannya dengan Allah dan tugas-tugas yang mereka emban. Kemudian mereka bershaf-shaf dalam menunaikan perintah Allah. Beberapa ulama berpendapat bahwa makna bershaf-shaf menunjukkan adanya tingkatan-tingkatan peran dan kecepatannya dalam menunaikan tugas-tugas yang diberikan Allah kepada mereka.(bersambung).(sumber: Jejak Malaikat Di Bumi , M. Hilal Tri Anwari, Pustaka Al Kautsar, 2009, Jakarta, hlm. 27-34).

Page 15: Hikmah Beriman Kpd Allah

Mengenal Malaikat Lebih Dekat (2)

Pada bagian 1, ada lima karakteristik malaikat yaitu:

A. Aspek penciptaan (ciptaan Allah)

B. Diciptakan dari cahaya

C. Malaikat tidak membutuhkan makan & minum

D. Diciptakan tidak berjenis kelamin

E. Diciptakan dalam bentuk yang berbeda dan bertingkat

Berikut ini lanjutan paparan seputar karakteristik malaikat:

F. Memiliki Sayap

Allah melengkapi malaikat dengan sayap. Dalam beberapa kesempatan Rasulullah saw. sempat melihat Jibril dalam bentuk aslinya. Pada saat itulah Rasulullah saw. melihat adanya sayap pada sosok Jibril.

Keberadaan sayap para malaikat ini secara tidak langsung juga mengukuhkan fakta bahwa para malaikat diciptakan dengan bentuk berbeda antara satu dengan yang lainnya. Paling tidak, hal ini di antaranya ditunjukkan dungan jumlah sayap yang mereka miliki. Jumlah sayap para malaikat ternyata beragam, ada yang banyak dan ada yang sedikit. Allah menyebutkannya, “Segala puji bagi Allah pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fathir 1)

Berkaitan dengan bagaimana bentuk sayapnya, tidak ada perincian yang lebih detil. Ia merupakan perkara gaib. Apakah sayapnya seperti sayap burung atau bagaimana, tidak ada dalil yang memberikan keterangan seperti itu. Namun secara umum sayap para malaikat semakna dengan makna sayap yang ada di bumi pada umumnya, karena Rasulullah saw. begitu melihat Jibril, beliau langsung mengenali adanya sayap pada tubuh Jibril. Dan tidak perlulah kita penasaran persoalan tersebut.

Berkenaan dengan jumlah sayap yang dimiliki oleh malaikat ini, dalam sebuah hadist, “Rasulullah saw. pernah melihat Jibril yang memiliki 600 buah sayap” (HR. Muslim, Ibnu Mas’ud ra). Hadist ini merupakan informasi tambahan, yang semakin mengukuhkan bahwa malaikat ini berbeda-beda bentuknya dan memiliki jumlah sayap yang beragam.

Jibril adalah pemimpin para malaikat, yang di bawahnya barangkali ada banyak malaikat lain yang juga dianugerahi sayap. Tetapi jumlahnya mungkin tidak sebanyak yang dimiliki oleh

Page 16: Hikmah Beriman Kpd Allah

Jibril, atau bisa jadi ada malaikat yang lebih besar lagi dengan jumlah sayap yang juga lebih banyak dari Jibril.

Yang mungkin jadi pertanyaan dalam bayangan kita, dengan jumlah sayapnya tersebut, seberapa besarkah Jibril itu? Menggambarkan tentang seberapa besarnya malaikat Jibril ini, Rasulullah telah melihat Jibril dalam pakaian hijau memenuhi antara langit dan bumi (HR. Muslim, dari Ibnu Mas’ud).

G. Malaikat memiliki kemampuan untuk terbang

Tidak semua makhluk Allah memiliki sayap mampu untuk terbang. Misalnya, tidak semua unggas mampu terbang menggunakan sayapnya.

Para malaikat adalah makhluk yang dilengkapi dengan sayap sekaligus kemampuan untuk terbang menggunakan sayap tersebut. Ruang jelajah mereka meliputi langit dan bumi. Bahkan beberapa malaikat ada yang harus terbang dari bumi ke ‘Arsy Allah yang Mahaagung untuk memberikan laporan atau ditanyai Allah perihal urusan manusia.

Rasulullah saw. bersabda, “Para malaikat datang berganti-gantian kepada kalian pada waktu malam dan siang hari. Mereka berkumpul saat shalat subuh dan ashar. Kemudian yang menjaga kalian di waktu malam naik. Kemudian Allah yang Maha Mengetahui urusan mereka bertanya para malaikat tersebut, “Bagaimanakah keadaan hamba-hamba-Ku ketika kalian tinggalkan? Mereka menjawab, ‘Kami tinggalkan mereka ketika mereka sedang shalat dan kami datang juga ketika mereka sedang shalat.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah ra).

Kata naik dalam konteks hadits tersebut adalah naik ke langit, maknanya adalah terbang. Berkaitan dengan kemampuan malaikat untuk terbang ini, Allah juga mengabarkan, “Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan. Dan (malaikat-malaikat) yang terbang dengan kencangnya. Dan (malaikat-malaikat) yang menyebarkan (rahmat Tuhannya) dengan seluas-luasnya” (QS. Al Mursalat1-3).

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa malaikat mampu terbang, bahkan Allah menerangkan sifat terbang malaikat tersebut adalah kencang. Sayap yang dimiliki malaikat sangat menunjang kemampuan para malaikat untuk terbang dan menunaikan urusan yang diperintahkan Allah.

H. Malaikat Memiliki Wajah

Apakah para malaikat ini memiliki wajah? Jika punya, seperti apakah wajah mereka, mengerikan ataukah menyenangkan? Lazimnya masyarakat sebelum Islam memandang malaikat adalah makhluk yang indah dan menarik. Mereka biasa melawankan atau menentangkan kondisi malaikat dengan setan.

Malaikat dianggap mewakili segala sesuatu yang indah dan baik, sementara setan adalah simbol dari segala macam keburukan dan kejahatan. Persepsi manusia dalam memahami wajah malaikat juga demikian. Malaikat pasti berwajah ganteng atau cantik sementara setan dipersepsikan berwajah mengerikan.

Page 17: Hikmah Beriman Kpd Allah

Hal ini bisa dilihat dari naskah-naskah kuno tentang berbagai kepercayaan dan agama, melalui penggambaran yang bersifat tertulis maupun dalam bentuk gambar. Candi-candi dan berbagai situs sejarah menunjukkan secara nyata adanya persepsi tersebut. Kebaikan selalu disimbolkan dengan kecantikan dan keindahan, sementara kejahatan disimbolkan dengan keburukan.

Persepsi dan realitas masyarakat tersebut juga direkam Alquran, “Maka tatkala wanita itu (majikan Yusuf) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf), ‘Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka.’ Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupanya) dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata, ‘Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia” (QS. Yusuf 31).

Al Qur’an juga mengkonfirmasikan adanya wajah malaikat ini, “Yang diajarkan kepadanya oleh (jibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli (dzuu mirrotin)” (QS. An Najm 5-6).

Allah menggambarkan Jibril sebagai makhluk kuat dan cerdas. Abdul Hamid Kisyik, penulis dari Mesir menyatakan dengan menukil pendapat Ibnu Abbas ra bahwa makna dzuu mirrotin adalah berpenampilan bagus.

Sementara itu, dalam ayat lain Allah menggambarkan tentang malaikat penjaga neraka sebagai kasar dan keras. Firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak menduharkai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-tahrim 6).

Penampilan malaikat ini sepertinya sangat disesuaikan dengan tugas yang sedang diemban. Dalam berbagai riwayat shahih, malaikat beberapa kali turun ke bumi dengan menampilkan diri sebagai sosok yang menarik. Misalnya malaikat yang menjadi tamu Nabi Ibrahim as yang membawa informasi tentang akan hamilnya istrinya. Kemudian malaikat yang bertamu kepada Nabi Luth as. Saking menariknya penampilan mereka, Nabi Luth yang ketika itu tidak tahu bahwa tamunya adalah para malaikat Allah sempat cemas. Takut kalau tamu-tamunya yang elok itu akan digoda oleh kaumnya yang homoseks.

I. Jumlah malaikat

Berapa jumlah pasti malaikat? Allah sendirilah yang paling tahu. Yang pasti jumlahnya sangat banyak, meskipun mereka tidak beranak pinak. Bahwa Allah saja pengetahuan tentang jumlah malaikat ini dinyatakan dalam firman-Nya, “Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat: dan tidaklah kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang di beri Alkitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan), ‘Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan

Page 18: Hikmah Beriman Kpd Allah

ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan (neraka) Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia ” (QS. Al-Muddatstir 31).

Meski demikian, ada beberapa nash baik dari Al-Qur’an maupun Al-Hadist yang menyebutkan bilangan jumlah malaikat, tetapi sifat penyebutan itu lebih pada kasus, situasi atau tempat tertentu dan tidak merupakan penggambaran tentang jumlah keseluruhan dari para malaikat.

Dalam Al-Qur’an misalnya, Allah menyebut angka seribu hingga lima ribu malaikat yang akan diperbantukan dalam peperangan yang dihadapi kaum muslimin. Misalnya, firman-Nya, “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, ‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut’” (QS. Al Anfal 9). Dab beberapa ayat lainnya yang semisal.

Dari hadits Nabi saw, kita peroleh bilangan jumlah malaikat yang lebih besar lagi, “Langit mengeluarkan suara dan sudah menjadi haknya untuk mengeluarkan suara. Kemudian beliau bersabda lagi, “Pada hari yang ditentukan, neraka Jahanam dijaga oleh tujuh puluh ribu pemimpin malaikat. Dan setiap pemimpin memiliki anak buah sebanyak tujuh puluh ribu malaikat.”

Ini baru jumlah malaikat penjaga neraka, berapa yang menjaga surga? Dan berapa yang harus menjaga alam raya ini, berapa yang harus menjaga dan memfasilitasi urusan-urusan manusia? Padahal hampir semua urusan ada malaikat yang menjaga dan mengawasinya. Mahabesar Allah yang memiliki tentara yang begitu banyak dan kuat.

Iman kepada malaikat mestinya berimplikasi pada kesadaran bahwa apa yang kita lakukan dan apa yang kita ucapkan tidak pernah luput dari pengawasan para serdadu Allah yang mulia ini. Semestinya juga menumbuhkan kesadaran, bahwa atas perintah Allah-lah malaikat-malaikat itu akan segera memberi perlindungan dan pertolongan manakala kita dalam kesulitan. Sehingga tidak perlu lagi ada ketakutan dalam menjalankan perintah Allah. Sebaliknya hukuman mereka juga sangat dekat, manakala kita ingkar dan berbuat kejahatan di bumi Allah.(bersambung).(sumber: sumber: Jejak Malaikat Di Bumi, M. Hilal Tri Anwari, Pustaka Al Kautsar, 2009, Jakarta, hlm. 34-40).

Mengenal Malaikat Lebih Dekat (3)

Sifat-sifat Malaikat

Manusia memiliki banyak sekali sifat. Secara umum, di dalam diri manusia terhimpun dua jenis sifat dasar sekaligus yakni sifat-sifat yang baik maupun buruk. Orang sering berkata bahwa kebaikan di dalam diri seseorang adalah gambaran potensi malaikat. Sementara sifat-sifat buruk manusia adalah perwujudan dari daya-daya syathaniyyah. Sejatinya, para malaikat juga diciptakan Allah dengan beberapa karakteristik pembawaan yang bersifat dasar.

Page 19: Hikmah Beriman Kpd Allah

Beberapa bentuk sifat dasar para malaikat itu di antaranya dimiliki pula oleh manusia, namun kadar dan perwujudannya dalam perilaku antara keduanya sangatlah berbeda. Beberapa sifat malaikat itu antara lain adalah sebagai berikut:

1. Malaikat memiliki sifat takut kepada Allah

Manusia memiliki banyak rasa takut. Ada yang semata-mata merupakan bawaan dari sifat manusia, misanya takut pada sesuatu yang mengerikan, berbahaya, dan resiko yang besar. Ada juga takut manusia yang bersifat syar’i, misalnya manusia takut melakukan tindakan dosa, dsb.

Malaikat juga mempunyai rasa takut. Namun rasa takut yang dimiliki malaikat ialah rasa takut kepada Allah semata. Kepada hal-hal lain malaikat tidak takut tetapi tidak menyukainya, misalnya tidak suka orang yang kikir.

Sifat malaikat dalam hal ini bukanlah pengecut. Takut mereka kepada Allah adalah buah dari makrifat dan pemahaman mereka terhadap kekuasaan dan kebesaran Allah. Mereka takut untuk melakukan pembangkangan terhadap Allah. Mereka takut dalam lingkup ketaatan mereka yang sangat tinggi kepada Allah.

Sebaliknya, Iblis sesungguhnya juga memahami kebesaran Allah. Tapi ia tidak patuh dan memiliki kesombongan sehingga ia harus terlempar dari surga. Jika dibandingkan dari pembangkangan yang sering dilakukan manusia, apa yang dilakukan Iblis untuk tidak mau sujud kepada Adam mungkin bukan kesalahan yang terlalu besar.

Kesalahan terbesar Iblis justru terletak pada keengganannya mematuhi perintah Allah dan ini berarti suatu pembangkangan dan keberanian yang tidak pada tempatnya. Padahal ia telah begitu dekat melihat kekuasaan Allah secara langsung. Sikap ini berbeda jauh dengan apa yang dilakukan malaikat. Meski mereka tidak tahu maksud dan tujuan sujud itu, para malaikat tetap melakukan sujud kepada Adam dalam konteks kepatuhan dan ketakutan mereka kepada murka Allah.

Berkaitan dengan sifat takut para malaikat kepada Allah ini, Rasulullah saw. bersabda, “Apabila Allah menetapkan perintah di atas langit, para malaikat mengepakkan sayap-sayapnya karena patuh akan firman-Nya, seakan-akan firman (didengar) itu seperti gemerincing rantai besi (yang ditarik) di atas batu rata. Hal itu memekakkan mereka (sehingga mereka jatuh pingsan karena ketakutan). Maka apabila telah dihilangkan rasa takut mereka, mereka berkata, ‘Apakah yang difirmankan oleh Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘(Perkataan) yang benar. Dan Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar.’ Ketika itulah, (setan-setan) penyadap berita ini sebagian mereka di atas sebagian yang lain -digambarkan Sufyan bin Uyainah bin Maimun Al-Hilali, salah seorang periwayat hadist ini- dengan telapak tangannya, dengan direnggangkan dan dibuka jari-jemarinya. Maka ketika penyadap berita (yang di atas) mendengar kalimat (firman) itu, disampaikanlah kepada yang di bawahnya, kemudian disampaikan lagi kepada yang di bawahnya, dan demikian seterusnya hingga disampaikan ke mulut tukang sihir atau tukang ramal. Akan tetapi kadang kala sudah sempat menyampaikannya sebelum terkena syihab (panah api) lalu dengan satu kalimat yang didengarnya itulah, tukang sihir atau tukang ramal melakukan seratus macam kebohongan. Mereka (yang mendatangi tukang sihir atau tukang ramal)

Page 20: Hikmah Beriman Kpd Allah

mengatakan, ‘Bukankah dia telah memberitahu kita pada hari anu akan terjadi anu (dan itu terjadi benar).’ Sehingga dipercayalah tukang sihir atau tukang ramal tersebut karena satu kalimat yang telah didengar dari langit” (QS. Bukhari, dari Abu Hurairah ra).

Dalam versi yabg lain, ada riwayat yang senada dengan bunyi hadits di atas, tentang bagaimana rasa takut para malaikat kepada Allah, sehingga ketika Allah menyampaikan firman-Nya, para malaikat itu pingsan karena takut kepada Allah.

Para ahli tafsir, termasuk Ibnu Katsir, menggunakan hadist di atas untuk memaknai surat Saba 23, “Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu, sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata, “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab, ‘(Perkataan) yang benar dan Dia-lah yang Mahatinggi lagi Mahabesar.’”

Malaikat adalah makhluk Allah yang sangat perkasa. Ketakutan manusia jika dibandingkan ketakutan manusia sungguh tidak ada artinya. Tetapi di balik keperkasaannya itu, malaikat adalah makhluk Allah yang paling takut kepada Allah. Sebaliknya manusia, meski ia sadar bahwa dirinya makhluk lemah jika berhadapan dengan makhluk Allah yang lain, manusia justru paling berani bermaksiat kepada Allah. Semoga sikap takut malaikat kepada Allah ini menjadi pelajaran penting bagi kita umat manusia.

2. Malaikat memiliki rasa malu

Manusia dianugerahi oleh Allah dengan rasa malu. Tetapi rasa malu yang dimiliki manusia bisa menebal, menipis atau bahkan bisa hilang sama sekali. Malu sebagaimana sabda rasulullah memang sangat terkait dengan iman. Semakin tinggi keimanan manusia, maka rasa malunya kepada Allah juga akan semakin tinggi untuk tidak melakukan perintah-Nya.

Malaikat ternyata dianugerahi pula dengan rasa malu. Mereka malu untuk tidak taat kepada Allah. Sehingga selain karena takutnya kepada Allah, ketaatan malaikat juga dilatari oleh rasa malu jika tidak menjalankan perintah-Nya.

Apakah malaikat memiliki rasa malu terhadap manusia? Malaikat ternyata memang merasa malu pula dengan beberapa kondisi manusia, di antaranya pada saat manusia tidak berpakaian (telanjang) sehingga mereka menghindari orang yang telanjang.

Malaikat juga merasa malu secara syar’i kepada orang-orang tertentu. Aisyah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw merasa malu dengan kehadiran Ustman di rumah beliau yang saat itu Nabi saw. sedang berbaring. Ketika Ustman datang, Nabi saw. membenahi posisi berbaring dan menarik selimutnya. Padahal ketika Abu Bakar & Umar bin Khathab yang berkunjung sebelumnya Nabi saw. tidak mengubah posisi berbaring. Aisyah mengapa Nabi saw. berbeda sikap, Nabi saw menjawab, “Wahai Aisyah, bagaimana aku tidak malu kepada lelaki yang demi Allah malaikat pun malu padanya. Aku kuatir jika menyambutnya seperti tadi, ia tak jadi menyampaikan keperluannya” (HR. Ahmad).

Page 21: Hikmah Beriman Kpd Allah

Mengapa malaikat malu dengan Utsman? Tentu saja hal ini sangat terkait dengan kualitas kepribadian Utsman. Sejarah mencatat tentang betapa uniknya keshalihan Ustman terutama berkenaan dengan sikap malunya yang sangat tinggi untuk bermaksiat dan berperilaku yang tidak sepatutnya. Utsman sangat terkenal dengan akhlak dan budi pekerti yang sangat baik. Sehingga Rasulullah saw. pun berkenan menjadikannya menantu untuk dua orang putrinya. Karakter inilah yang barangkali membuat para malaikat pun menjadi malu kepadanya.

Secara umum, rasa malu malaikat sama sekali tidak terkait dengan kondisi mereka, sebagaimana manusia yang memiliki rasa malu berkaitan dengan tubuh atau aib yang dimilikinya. Rasa malu yang dimiliki oleh malaikat lebih terkait dan condong pada malu yang dipancarkan oleh keimanan dan ketakwaan mereka yang murni kepada Allah.

3. Bersifat mulia

Para malaikat itu mulia. Tidak pernah melakukan kemaksiatan. Apa yang mereka lakukan adalah perbuatan-perbuatan yang mulia. Mereka hanya beribadah kepada Allah dan menjalankan perintah-perintah Allah. Di dalam alam malaikat tidak ada ucapan dan kegiatan yang lagho (sia-sia). Semuanya bermakna peribadatan dan ketaaan kepada Allah. Alquran menggambarkan, “Dan mereka berkata, ”Tuhan yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak.’ Mahasuci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya” (Qs Al-anbiyaa 26-28).

Status kemuliaan yang dimiliki oleh para malaikat dan dinyatakan Allah meliputi kemuliaan dalam status dan kedudukan mereka yang berada di tempat tinggi. Mereka dekat dengan Allah. Selain itu mereka menjadi hamba allah yang dimuliakan karena bakti dan ketaatan mereka kepada-Nya.

4. Memiliki sifat lemah lembut maupun kasar/keras

Malaikat mampu bersikap lembut, namun pada saat yang sama mereka juga dapat tampil sangat keras bahkan mampu menghancurkan kehidupan. Sikap yang dinampakkan malaikat Jibril ketika bertemu dengan para utusan Allah dari kalangan nabi & rasul biasanya penuh kelembutan dan sikap yang menyenangkan.

Sebaliknya, Jibril bisa menampilkan sosok yang keras. Para sahabat Rasulullah saw. mendengar bentakan Jibril dan bunyi cambuknya yang menggelegar pada saat terjadi perang Uhud. Kaum Sodom, kaum Nabi Luth as merasakan bagaimana azab Allah yang diturunkan kepada mereka melalui Jibril dan Mikail.

Malaikat maut juga memiliki dua sifat ini. Terhadap kaum muslimin yang bertakwa, malaikat maut akan menarik ruh orang itu dengan lemah lembut. Sebaliknya jika yang mati ahli kemaksiatan, maka malaikat maut akan memperlakukan orang itu dengan kasar. Firman-Nya,

Page 22: Hikmah Beriman Kpd Allah

“Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. (Malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut” (QS. Annaziat 1-2).

5. Patuh kepada Allah serta tidak pernah lancang

Taat kepada Allah nampaknya sifat paling dasar dari sifat-sifat para malaikat. Pada saat di antara mereka harus memerankan sabagai malaikat bengis dalam menghukum hamba-hamba Allah yang ingkar, maka sesungguhnya sikap itu merupakan perwujudan dari sikap taat mereka kepada Allah.

Sebaliknya pada saat mereka harus bersikap lembut dan menarik ketika harus menemui orang-orang yang taat kepada Allah, maka itu pun mereka lakukan dalam konteks ketaatan dan pelayanan kepada Allah. Firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak menduharkai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim 6).

Malaikat tidak memiliki kreativitas dalam taat kepada Allah. Mereka bertutur dalam ketakziman yang dalam, sehingga tidak akan terbersit dalam diri para malaikat untuk mendahului perkataan Allah. Akhlak para malaikat yang begitu tinggi dalam memposisikan allah sebagai rabb dan kesadaran diri yang tinggi atas statusnya sebagai hamba dan makhluk allah, semestinya memberi inspirasi bagi kaum muslimin tentang bagaimana seharusnya bersikap sebagai seorang hamba yang baik terhadap tuannya.

6. Hanya mencintai apa yang dicintai Allah, begitu pula benci

Para malaikat memiliki ketaatan yang sangat tinggi kepada Allah. Mereka tidak suka terhadap sesuatu yang dimurkai Allah. Demikian juga, mereka mencintai apa saja yang dicintai oleh allah.

Rasulullah saw. bersabda, ”Apabila Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril, ‘Sesungguhnya Allah mencintai fulan, oleh karena itu cintailah ia.’ Maka penduduk langit pun mencintai dia, kemudian diletakkan untuknya kecintaan di bumi” (HR. Bukhari & Muslim).

Dengan demikian, posisi dan sikap cinta malaikat tidak pernah mendua apalagi sampai terjebak dalam dilema. Karakteristik cinta malaikat ini berbeda dengan rasa cinta yang dimiliki oleh manusia. Cinta yang dimiliki manusia lebih kompleks dan rumit, sehingga manusia mudah terjebak dan terombang-ambing dalam berbagai dilema cinta.

Para malaikat menyandarkan semua dorongan cintanya hanya bersumber dan selaras dengan cinta dan ketaatan kepada Allah. Sementara ada banyak sumber dan penyebab cinta bagi manusia. Masing-masing penyebab itu dapat menimbulkan konflik dan pertentangan yang tajam antara berbagai kepentingan cinta tersebut. Sehingga mengaburkan prioritas pilihan cinta. Dan tidak sedikit manusia yang tergelincir pada kehancuran karenanya.

Seorang ayah atau suami bisa saja mengalami konflik cinta antara sayang anak, istri, dan cinta kepada Allah. Banyak yang lebih memilih mencintai anak dan istri daripada mencintai Allah.

Page 23: Hikmah Beriman Kpd Allah

Contohnya, karena ingin membahagiakan anak-istrinya di mata manusia banyak orang yang berani melanggar ketentuan Allah.

Tetapi kalangan manusia yang memiliki keutamaan iman & takwa, mereka akan lebih memilih Allah, meskipun kadang harus mengorbankan manisnya kebahagiaan keluarga. Masyitoh tukang sisir permasuri Fir’aun adalah salah satu tipe manusia yang memiliki keutamaan dalam iman dan takwa kepada Allah. Ia berada dalam dilema cinta yang sulit, ketika menghadapkan seluruh keluarga dan anak-anaknya yang masih kecil, bahkan masih ada yang menyusu dengan penggorengan raksasa yang telah disediakan serdadu Fir’aun.

Masyitoh bukan tidak sayang kepada anak atau suaminya. Tapi Masyitoh lebih mencintai Allah di atas apa pun dari semua isi dunia ini. Pilihan cintanya kemudian selaras dengan cinta malaikat yang hanya mencintai dan memprioritaskan apa-apa yang dicintai oleh Allah meskipun itu berarti kematian!

7. Malaikat tidak memiliki kesombongan

Malaikat adalah hamba Allah yang sangat tahu diri. Mereka mengerti kedudukan dan tugas mereka. Di hadapan Allah mereka adalah hamba dan pelayan. Mereka sadar sepenuhnya, bahwa keberadaan mereka adalah benar-benar karena kuasa dan keagungan Allah semata. Sehingga mereka harus tunduk kepada Allah tanpa keraguan dan konsisten dalam sikapnya itu.

Berbeda dengan manusia dan jin. Kedua makhluk Allah ini memang memiliki potensi kesombongan. Iblis dan sebagian manusia sesungguhnya tahu bahwa sombong adalah sifat yang sangat tidak disukai oleh Allah. Iblis pun terperosok dalam lembah kesesatan yang abadi, karena menanggung dosa kesombongan di hadapan Allah.

Beberapa kalangan manusia yang memelihara kesombongan sebagai cara hidup, pada akhirnya juga mengalami kehancuran. Fir’aun hancur karena kesombonganya atas ayat-ayat Allah yang di bawa oleh Musa as. Namrudz dari generasi yang lebih tua, juga binasa karena kesombongannya.

Jika manusia dan jin punya potensi kesombongan, maka malaikat justru tidak pernah terjebak di dalam sifat sombong dan bangga diri. Garansi tentang kerendahhatian para malaikat datang dari Allah langsung, “Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)” (QS. An-nahl 49-50).

8. Tidak malas menyembah Allah

Malas dan mudah letih dalam beribadah kepada Allah adalah sifat dan tabiat sebagian besar manusia. Hanya mereka yang memiliki tingkat kecintaan kepada Allah yang sangat tinggilah yang mampu melakukan ibadah secara kontinyu dan tidak terbebani kemalasan.

Manusia yang telah mampu mencapai kondisi di atas, sebenarnya secara spiritual telah menyamai kedudukan malaikat. Bahkan mungkin lebih tinggi lagi penghargaan yang Allah

Page 24: Hikmah Beriman Kpd Allah

berikan kepada malaikat, jikalau mereka sampai pada tingkatan tersebut. Karena manusia memiliki nafsu. Malaikat bisa beribadah kepada Allah secara terus menerus tanpa merasa capek, karena mereka tidak dibebani tarikan nafsu. Malaikat tidak harus menafkahi dirinya, sebaliknya manusia harus jungkir-balik untuk mempertahankan kehidupanya.

Sifat malaikat yang tidak merasa lelah ini diinformasikan langsung Allah, “Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembahnya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya” (QS. Al-anbiyaa’ 19-20).(bersambung).(sumber: Jejak Malaikat Di Bumi, M. Hilal Tri Anwari, Pustaka Al Kautsar, 2009, Jakarta, hlm. 40-50).

Share this: Share

ingkah laku.(sumber: Jejak Malaikat Di Bumi , M. Hilal Tri Anwari, Pustaka Al Kautsar, hlm. 2-14).{}