higher order thinking berbasis pemecahan masalah untuk meningkatkan hasil belajar berorientasi...

39
KAJIAN PUSTAKA A. Higher Order Thinking Higher Order Thinking Skill (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif (Presseisen dalam Costa, 1985). Dalam pembentukan sistem konseptual IPA proses berpikir tingkat tinggi yang sering digunakan adalah berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis sangat diperlukan pada zaman perkembangan IPTEK sekarang ini. Para peneliti pendidikan menjelaskan bahwa belajar berpikir kritis tidak langsung seperti belajar tentang materi, tetapi belajar bagaimana cara mengkaitkan berpikir kritis secara efektif dalam dirinya ( Beyer dalam Costa, 1985). Maksudnya keterampilan berpikir kritis dalam penggunaanya untuk memecahkan masalah saling berkaitan satu sama lain. Newman and Wehlage (2011) menyatakan bahwa ” HOT requires students to manipulate informations and ideas in ways that transform their meaning and implications, such as when students combine facts and ideas in order to synthesize, generalize, explain, hypothize, or arrive at some conclusion or interpretation ”. Dengan HOT siswa akan belajar lebih mendalam, knowledge is thick, siswa akan memahami konsep lebih baik. Hal itu sesuai dengan karakter yang substantif untuk suatu pelajaran ketika siswa mampu mendemonstrasikan pemahamannya secara baik dan mendalam. Dengan HOT siswa dapat membedakan ide atau gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu memecahkan masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan, mampu

Upload: astri-nurul-hidayah

Post on 29-Dec-2015

748 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

KAJIAN PUSTAKA

A. Higher Order Thinking

Higher Order Thinking Skill (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi

empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir

kreatif (Presseisen dalam Costa, 1985). Dalam pembentukan sistem konseptual IPA proses berpikir

tingkat tinggi yang sering digunakan adalah berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis sangat

diperlukan pada zaman perkembangan IPTEK sekarang ini. Para peneliti pendidikan menjelaskan

bahwa belajar berpikir kritis tidak langsung seperti belajar tentang materi, tetapi belajar bagaimana

cara mengkaitkan berpikir kritis secara efektif dalam dirinya ( Beyer dalam Costa, 1985).

Maksudnya keterampilan berpikir kritis dalam penggunaanya untuk memecahkan masalah saling

berkaitan satu sama lain.

Newman and Wehlage (2011) menyatakan bahwa ”HOT requires students to manipulate

informations and ideas in ways that transform their meaning and implications, such as when

students combine facts and ideas in order to synthesize, generalize, explain, hypothize, or arrive

at some conclusion or interpretation”. Dengan HOT siswa akan belajar lebih mendalam,

knowledge is thick, siswa akan memahami konsep lebih baik. Hal itu sesuai dengan karakter yang

substantif untuk suatu pelajaran ketika siswa mampu mendemonstrasikan pemahamannya secara

baik dan mendalam. Dengan HOT siswa dapat membedakan ide atau gagasan secara jelas,

berargumen dengan baik, mampu memecahkan masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan,

mampu berhipotesis dan memahami hal-hal kompleks menjadi lebih jelas.

Thomas dan Thorne (2011) menyatakan bahwa bahwa HOT dapat dipelajari, HOT dapat

diajarkan pada murid, dengan HOT keterampilan dan karakter siswa dapat ditingkatkan.

Selanjutnya dikatakan bahwa ada perbedaan hasil pembelajaran yang cenderung hapalan dan

pembelajaran HOT yang menggunakan pemikiran tingkat tinggi.

B. Pemecahan Masalah

Dalam hal pemecahan masalah, Sujak (2005) dan Surya-Dharma (2009) menyatakan

bahwa para pendidik prihatin terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa-siswa Indonesia.

Dari 100 siswa yang dikirim mengikuti lomba tingkat internasional yang diselenggarakan

PISA (Program for International Students Assessment), 73 di antara 100 siswa yang dikirim

Page 2: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

berada di bawah level yang paling bawah (level 1). Hal itu menunjukkan bahwa siswasiswa

Indonesia belum mampu memecahkan masalah dengan baik, atau kemampuan pemecahan

masalahnya sangat rendah.

Krulik dan Rudnick (Bismarbasa, 2012) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai suatu

cara yang dilakukan seseorang dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman

untuk memenuhi tuntutan dari situasi yang tidak rutin. Polya (Firdaus, 2009) juga menjelaskan

bahwa pemecahan masalah merupakan usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan untuk

mencapai suatu tujuan yang tidak segera dapat dicapai. Memecahkan masalah dapat dipandang

sebagai proses yang meminta siswa untuk menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah

dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru.

Menurut Garofalo dan Lester (Suryadi), pemecahan masalah mencakup proses berpikir

tingkat tinggi seperti proses visualisasi, asosiasi, abstraksi, manipulasi, penalaran, analisis, sintesis,

dan generalisasi yang masing-masing perlu dikelola secara terkoordinasi. Berdasarkan uraian di

atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu usaha yang dilakukan

seseorang, yang mencakup kemampuan berpikir tingkat tinggi, untuk menyelesaikan masalah

dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang telah dimilikinya.

Cooney, et.al. (Dhoruri, 2010) menyampaikan bahwa :”.... for a question to be a problem,

it must present a challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the

student. Maksudnya adalah ” Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu

menunjukkan adanya suatu tantangan ( challenge) yang tidak dapat dipecahkan 3 dengan suatu

prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pemecah masalah. Dengan demikian

termuatnya tantangan serta belum diketahuinya prosedur rutin pada suatu pertanyaan yang

diberikan kepada siswa akan menentukan terkategorikan tidaknya suatu pertanyaan menjadi

masalah atau hanylah suatu pertanyaan biasa. Karena dapat terjadi bahwa suatu masalah bagi

seseorang siswa akan menjadi pertanyaan bagi siswa lain karena ia sudah mengetahui prosedur

untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu untuk memecahkan suatu masalah diperlukan waktu

yang relatif lebih lama dari pada proses pemecahan masalah rutin biasa.

Menurut Dhoruri (2010), keterampilan memecahkan masalah akan dicapai siswa jika dalam

pembelajaran guru mengkondisikan siswa untuk dapat mengkontruksi pengetahuannya dan

memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas belajar yang melibatkan pemecahan masalah.

Page 3: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

Pemecahan masalah merupakan salah satu tipe keterampilan intelektual yang menurut Gagné,

dkk (Firdaus, 2009) lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks dari tipe keterampilan

intelektual lainnya. Mereka juga berpendapat bahwa dalam menyelesaikan pemecahan masalah

diperlukan aturan kompleks atau aturan tingkat tinggi dan aturan tingkat tinggi dapat dicapai

setelah menguasai aturan dan konsep terdefinisi. Demikian pula aturan dan konsep terdefinisi

dapat dikuasai jika ditunjang oleh pemahaman konsep konkrit. Setelah itu untuk memahami

konsep konkrit diperlukan keterampilan dalam memperbedakan. Keterampilan-keterampilan

intelektual tersebut digolongkan Gagné berdasarkan tingkat kompleksitasnya dan disusun dari

operasi mental yang paling sederhana sampai pada tingkat yang paling kompleks.

Keterampilan-keterampilan intelektual tersebut digambarkan oleh Gagné, dkk secara hierarki

seperti pada skema berikut.

PEMECAHAN MASALAH|

melibatkan pembentukan|

ATURAN-ATURAN TINGKAT TINGGI|

membutuhkan prasyarat|

ATURAN dan KONSEP-KONSEP TERDEFINISI|

membutuhkan prasyarat|

KONSEP-KONSEP KONKRIT|

membutuhkan prasyarat|

MEMPERBEDAKAN

Skema. Tingkat-tingkat Kompleksitas dalam Keterampilan Intelektual

C. Contextual Teaching and Learning

Pembelajaran kontekstual menurut Blanchard (2001) dapat diterapkan melalui strategi-strategi

berikut : (i) menekankan pada pemecahan masalah; (ii) menyadari kebutuhan akan

pembelajaran yang terjadi dalam konteks, seperti di rumah, masyarakat, dan lingkungan kerja;

(iii) mengajar siswa memonitor dan mengarahkan pembelajarannya sendiri (menjadi pebelajar

mandiri); (iv) mengkaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda; (v)

Page 4: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman dan belajar bersama; dan (vi) menerapkan

penilaian autentik. Penerapan strategi-strategi pembelajaran kontekstual tersebut di atas (dalam

PBM IPA), memberikan implikasi pada perlunya pemberian bantuan (scaffolding) dalam proses

pembelajaran melalui peer collaboration oleh teman sebaya yang lebih berkompeten (Tudge,

1994). Untuk mewujudkan belajar bersama (belajar dari sesama teman) dalam PBM IPA, maka

perlu diupayakan pengaturan kegiatan kelas dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa

(peer mediated instruction) dari pada bentuk kelas utuh.

Berdasar teori Bruner (Hudojo, 1988), pembelajaran kontekstual cocok dalam

kegiatan pembelajaran karena pada awal pembelajaran dimungkinkan siswa memanipulasi

objek-objek berkaitannya dengan permasalahan kontekstual yang diberikan guru.

Selanjutnya seiring dengan struktur kognitif anak, Bruner dalam hal mengembangkan

teorinya mendasarkan atas dua asumsi dasar yaitu Pertama, bahwa perolehan pengetahuan

merupakan suatu proses interaktif artinya individu belajar untuk memperoleh pengetahuannya

dengan cara berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan pada

diri individu tersebut dan lingkungannya. Kedua, konstruktivis artinya seseorang belajar

dengan cara mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang

masuk/diterima dengan informasi yang telah dimilikinya.

Menurut teori belajar bermakna Ausubel, belajar menerima dan belajar menemukan

keduanya dapat menjadi belajar bermakna apabila konsep baru atau informasi baru

dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Teori

belajar bermakna Ausubel ini sejalan dengan prinsip kontekstual, yaitu siswa

menggunakan cara mereka sendiri dalam memecahkan masalah (penemuan) dan mampu

menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan permasalahan yang dihadapi. Jika

pengetahuan yang telah dimiliki siswa belum dapat digunakan dalam memecahkan

masalah, maka guru perlu membimbing siswa secara terbatas.

Elemen-elemen yang digunakan sebagai strategi dalam menerapkan CTL antara lain

(Masnur Muslich, 2007: 40)::

a) Hidupkanlah kemampuan awal peserta didik (pengetahuan sebelumnya harus

dijadikan pertimbangan dalam membelajarkan materi baru).

Page 5: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

b) Perolehan/pencapaian pengetahuan (perolehan tambahan pengetahuan seyogyanya

dilakukan menyeluruh dan tidak secara paket-paket kecil).

c) Pemahaman terhadap pengetahuan (peserta didik perlu menggali dan menguji

semua nuansa pengetahuan baru. Mereka perlu mendiskusikannya dengan

temannya, mendapatkan atau saling mengkritik, membantu temannya memperbaiki

susunan perolehan pengetahuan yang dibelajarkan di dalam kelas).

d) Menggunakan pengetahuan (peserta didik mendapat kesempatan memperluas dan

menyaring pengetahuan dengan cara menggunakannya dalam bentuk pemecahan

masalah).

e) Refleksi pengetahuan yang diperoleh (berikan kesempatan pada siswa untuk

merefleksikan perolehan belajar sesuai dengan kecenderungan bakat mereka).

Menurut Sutiman (dalam Siti Nurochmah, 2004 : 2), Pendekatan kontekstual

merupakan salah satu alternatif usaha pengintegrasian kecakapan hidup (life skill)kedalam

silabus mata pelajaran kimia. Kecakapan hidup (life skill)merupakan kecakapan yang dimiliki

seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa

tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi hingga

mampu mengatasinya.

Pendekatan kontekstual melibatkan 7 (tujuh) komponen utama pembelajaran efektif yaitu :

a) Konstruktivisme (Contructivism) yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia

sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit)

dan tidak sekonyongkonyong.

b) Bertanya (Questioning)merupakan kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan

menilai kemampuan berpikir peserta didik.

c) Menemukan (Inquiry), dimana pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki peserta didik

diperoleh dari menemukan sendiri bukan dari mengingat seperangkat fakta-fakta.

d) Masyarakat belajar (Learning Community), diharapkan hasil pembelajaran diperoleh

dari kerja sama dengan orang lain.

Page 6: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

e) Pemodelan (Modeling), maksudnya dalam pembelajaran keterampilan ada model yang

ditiru.

f) Refleksi (Reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari/berpikir

tentang apa yang kita pelajari dimasa lalu.

g) Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment) adalah proses pengumpulan berbagai data

yang bisa memberikan gambaran perkembangan peserta didik.

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut :

(1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan

lingkungannya.

(2) Beragam dan terpadu.

(3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

(4) Releven dengan kebutuhan kehidupan.

(5) Menyeluruh dan berkesinambungan.

(6) Belajar sepanjang hayat.

(7) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

D. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Depdiknas (Darusman, 2008: 17) menyatakan bahwa LKS adalah lembaran yang

berisikan pedoman bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan yang terprogram. Lembaran ini

berisi petunjuk, tuntunan pertanyaan dan pengertian agar siswa dapat memperluas serta

memperdalam pemahamannya terhadap materi yang dipelajari. Manfaat dan tujuan lembar

kerja siswa (LKS) menurut tim instruktur PKG dalam Sudiati (2003: 11-12) antara lain

sebagai alternative guru untuk mengarahkan atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu,

dapat mempercepat atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu, dapat mempercepat proses

Page 7: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

belajar mengajar sehingga dapat menghemat waktu mengajar, serta dapat mengoptimalkan

alat bantu pengajaran yang terbatas karena siswa dapat menggunakan alat bantu secara

bergantian. LKS bertujuan untuk melatih siswa berpikir lebih mantab dalam kegiatan belajar

mengajar dan dapat memperbaiki minat siswa untuk belajar (Sudiati, 2003). Dengan media

LKS dapat melatih siswa untuk belajar sendiri baik dalam upaya pengayaan maupun

pendalaman materi, dalam hal ini guru lebih banyak berperan sebagai pembimbing belajar

atau tutor. Dengan demikian, bakat kemampuan dan keterampilan yang dimiliki siswa akan

dapat berkembang. Disamping itu dalam kegitan belajar, segala potensi yang ada

dimanfaatkan. Belajar dengan menggunakan media memungkinkan siswa belajar dengan

panca inderanya. Menurut Surachman yang dikutip oleh Sumarni (2004: 15-16), LKS

merupakan jenis hand out yang dimaksudkan untuk membantu siswa belajar secara terarah.

Menurut Dhari dan Haryono (1988) yang dimaksud dengan lembar kerja siswa adalah

lembaran yang berisi pedoman bagi siswa untuk melakukan kegiatan yang terprogram. Setiap

LKS berisikan antara lain: uraian singkat materi, tujuan kegiatan, alat/ bahan yang diperlukan

dalam kegiatan, langkah kerja pertanyaan – pertanyaan untuk didiskusikan, kesimpulan hasil

diskusi, dan latihan ulangan. 

Peran LKS sangat besar dalam proses pembelajaran karena dapat meningkatkan aktifitas

siswa dalam belajar dan penggunaannya dalam pembelajaran kimia dapat membantu guru

untuk mengarahkan siswanya menemukan konsep-konsep melalui aktifitasnya sendiri.

Disamping itu LKS juga dapat mengembangkan ketrampilan proses, meningkatkan aktifitas

siswa dan dapat mengoptimalkan hasil belajar. Manfaat secara umum adalah sebagai berikut:

a) Membantu guru dalam menyusun rencana pembelajaran

b) Mengaktifkan peserta didik dalam proses belajar mengajar

c) Sebagai pedoman guru dan peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang

dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistimatis

d) Membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang akan dipelajari melalui

kegiatan belajar

e) Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari

melalui kegiatan belajar secara sistematis.

f) Melatih peserta didik untuk menemukan dan mengembangka keterampilan proses, dan

g) Mengaktifkan peserta didik dalam mengembangkan konsep

Page 8: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

Dalam menyiapkan lembar kegiatan siswa dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Analisis kurikulum

Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan

bahan ajar LKS.

b. Menyusun peta kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis

dan sekuensi atau urutan LKS-nya juga dapat dilihat. Sekuens LKS ini sangat

diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan.

c. Menentukan judul-judul LKS

Judul LKS ditentukan atas dasar KD-KD, materi-materi pokok atau pengalaman belajar

yang terdapat dalam kurikulum.

d. Penulisan LKS

Penulisan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebaga berikut:

oPerumusan KD yang harus dikuasai

oRumusan KD pada suatu LKS langsung diturunkan dari dokumen SI.

oMenentukan alat Penilaian

oPenilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta didik

sehinggamenggunakan pendekatan Panilaian Acuan Patokan (PAP) atau Criterion

Referenced Assesment.

Penyusunan Materi

Materi LKS sangat tergantung pada KD yang akan dicapai. Materi LKS dapat

berupa informasi pendukung, yaitu gambaran umum atau ruang lingkup substansi

yang akan dipelajari.

Struktur LKS

Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut:

o Judul

o Petunjuk belajar (Petunjuk siswa)

o Kompetensi yang akan dicapai

o Informasi pendukung

Page 9: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

o Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja

o Penilaian

E. Laju Reaksi

Dalam reaksi kimia yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, jika kita amati secara seksama

dilihat dari waktu berlangsungnya sangatlah beragam yaitu: ada yang berlangsung cepat dan ada

yang berlangsung lambat. Peristiwa tersebut tergantung pada zat yang direaksikannya.

Terlepas dari zat yang direaksikan, kedua peristiwa tersebut menunjukan adanya perubahan atau

pergeseran sifat zat seiring dengan berjalannya waktu jalannya reaksi. Dan dalam reaksi kimia

Perubahan zat pada reaksi kimia dihubungkan dengan waktu berlangsungnya dapat di istilahkan

sebagai Laju reaksi.

Pada reaksi kimia berdasarkan komponennya, maka pengertian laju reaksi dapat didefinisikan

dari zat-zat sebelum reaksi (reaktan) dan zat-zat hasil reaksi (produk). Di mana pada zat peraksi

selama berlangsungnya reaksi mengalami pengurangan jumlah zat dan sebaliknya pada zat-zat

hasil reaksi selama berlangsungnya reaksi mengalami pertambahan jumlah zat.

Jumlah zat dalam ilmu kimia biasanya digunakan satuan mol atau konsentrasi (molaritas

(M)) atau satuan volum (liter), satuan mol biasanya digunakan untuk zat-zat yang berupa zat

murni seperti unsur dan senyawa. Satuan molaritas (M) digunakan untuk zat-zat yang berupa

larutan.Dan satuan volum biasanya untuk zat yang berwujud gas. Maka secara umum pengertian

laju reaksi didefinisikan sebagai berikut:

1. Berkurangnya mol atau konsentrasi (molaritas) dari zat-zat pereaksi dalam satuan waktu.

2. Bertambahnya mol atau konsentrasi (molaritas) dari zat-zat hasil reaksi dalam satuan waktu.

Secara matematika laju reaksi dirumuskan:

Vr=∆ n∆ t

atauVr=∆ M∆ t

Keterangan : Vr = laju reaksi; ∆n = perubahan mol; ∆M = perubahan konsentrasi

∆t = perubahan waktu

Page 10: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

Pengertian laju reaksi secara khusus yaitu yang berkenaan langsung dengan reaksi antara zat

maka pengertian laju reaksinya dapat dikaji pada contoh reaksi dari peramaan reaksi berikut:

Zn (s) + H2SO4 (aq) → ZnSO4 (aq) + H2(g)

Maka definisi laju reaksi untuk reaksi adalah sebagai berikut:

1. Berkurangnya mol Zn dalam satuan waktu.

2. Berkurangnya konsentrasi molaritas larutan H2SO4 dalam satuan waktu.

3. Bertambahnya konsentrasi molaritas larutan ZnSO4 dalam satuan waktu.

4. Bertambahnya volume gas H2 dalam satuan waktu.

F. Penelitian yang Relevan

Keefektifan Pembelajaran Kontekstual Berorientasi Penemuan Berbantuan CD Pembelajaran dan

LKS pada Materi Bilangan Bulat di Sekolah Dasar oleh Imam Kusmaryono, M.Pd dari FKIP

Universitas Islam Sultan Agung Semarang adalah salah satu penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui: (1) pengaruh dan seberapa besar pengaruh aktivitas dan motivasi terhadap

hasil belajar pada pembelajaran kontekstual strategi penemuan berbantuan CD pembelajaran

yang didampingi LKS, (3) perbedaan hasil belajar pada pembelajaran kontekstual strategi

penemuan berbantuan CD pembelajaran yang didampingi LKS, pembelajaran kontekstual

strategi penemuan berbantuan alat peraga didampingi LKS, dan pembelajaran ekspositori

berbantuan alat peraga.

Data penelitian diperoleh melalui: (1) observasi, (2) angket, dan (3) tes kemampuan kognitif.

Untuk mengetahui pengaruh aktivitas dan motivasi terhadap hasil belajar digunakan uji

analisis regresi, untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar digunakan uji banding

(OneWay Anava) diteruskan uji lanjut ANAVA dengan metode Scheffe, dan uji ketuntasan

(KKM) hasil belajar dengan uji One sample T Test. Hasil penelitian menunjukkan: (1) hasil

uji regresi pada kelompok eksperimen pertama (E1) menunjukkan adanya pengaruh aktivitas

dan motivasi terhadap hasil belajar, (2) hasil uji banding (One Way Anava) menunjukkan adanya

perbedaan hasil belajar antara ketiga kelompok, dan (3) hasil uji lanjut ANAVA dengan

metode Scheffe menunjukkan bahwa antara ketiga kelompok berbeda secara signifikan

yakni kelompok (E1)≠(E2), (E1)≠(K), dan (E2)≠(K), Berdasarkan mean hasil belajar

Page 11: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

diperoleh bahwa kelompok eksperimen pertama (E1) lebih baik dibanding kelompok

eksperimen kedua(E2) dan kelompok kontrol (K).

Pemecahan Masalah dan Penggunaan Strategi Pemecahan Masalah oleh Janulis P. Purba. Pada

penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa kapabilitas hasil belajar pemecahan masalah

(problem solving) merupakan hasil belajar kognitif tingkat tinggi. Untuk jenjang ketrampilan

intelektual jenjang pemecahan masalah, siswa dituntut menggunakan kaidah-kaidah yang sesuai

untuk memecahkan masalah. Dalam hal ini siswa mampu mengidentifikasi dan memahami

permasalahan serta terampil dalam memilih, menggunkan,mengorganisasikan kaidah atau aturan

tingkat tinggi untuk memecahkan masalah. Karena itu diperlukan strategi pemecahan masalah

yang langkah-langkahnya dirancang untuk memudahkan siswa untuk menemukan pola

pemecahan masalah yang tepat, yang secara umum strategi yang dimaksud dimulai dari analisa

masalah, rencana pemecahan masalah, pemecahan/penyelesaian masalah sesuai rencana, serta

penilaian atau review.

G.Kerangka Konseptual

Berdasarkan uraian di atas mengenai harapan, fakta, dan masalah. Kemudian ada beberapa kajian

teori dan peneltian yang relevan dengan penelitian ini. Maka, penulis merangkai kerangka

konseptual untuk mendukung menemukan solusi. Dari solusi tersebut dikembangkan menjadi

suatu judul peneltian.

Page 12: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

Fakta

1. Sebagian besar buku LKS hanya menyajikan rangkuman materi yang berupa poin-poin penting saja, bukan suatu bacaan yang lengkap.

2. Kemampuan memecahkan masalah siswa SMA masih dirasa kurang

Dalam hal pemecahan masalah, Sujak (2005) dan Surya-Dharma

(2009) menyatakan bahwa para pendidik prihatin terhadap

kemampuan pemecahan masalah siswa-siswa Indonesia. Dari 100

siswa yang dikirim mengikuti lomba tingkat internasional yang

diselenggarakan PISA (Program for International Students

Assessment), 73 di antara 100 siswa yang dikirim berada di

bawah level yang paling bawah (level 1). Hal itu menunjukkan

bahwa siswasiswa Indonesia belum mampu memecahkan masalah

dengan baik, atau kemampuan pemecahan masalahnya sangat

rendah.

Harapan

1. Seiring perkembangan zaman, esensi kehidupan adalah situasi pemecahan masalah. As'ari, dalam seminar dan Loka Karya (Shadiq, 2007), mengutip pendapat NCREL (2003) bahwa pada dasarnya abad ke-21 ini diwarnai oleh beberapa karakteristik berikut: (1) merupakan dunia digital, (2) menuntut pemikiran inventif, (3) menuntut komunikasi efektif, dan (4) menuntut produktifitas tinggi. Sehingga sangat penting untuk mengenalkan dan membiasakan siswa mengasah kemampuan memecahkan masalah, baik masalah routine maupun masalah non-routine.

2. Depdiknas (Darusman, 2008: 17) menyatakan bahwa LKS adalah lembaran yang berisikan pedoman bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan yang terprogram. Lembaran ini berisi petunjuk, tuntunan pertanyaan dan pengertian agar siswa dapat memperluas serta memperdalam pemahamannya terhadap materi yang dipelajari.

Analisis Perbedaan

Rumusan Masalah

1. LKS yang digunakan di beberapa sekolah kurang bisa mendukung siswa untuk mengasah ketrampilan problem solving.2. Materi Laju Reaksi dianggap sulit bagi siswa kelas XI SMA3. Ketrampilan siswa SMA dalam memecahkan msalah masih belum seperti apa yang diharapkan oleh Standard Proses Pendidikan

TEORI YANG MENDUKUNG

Problem SolvingPemecahan masalah merupakan salah satu tipe keterampilan

intelektual yang menurut Gagné, dkk (Firdaus, 2009) lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks dari tipe keterampilan intelektual lainnya.

Contextual Teaching and Learning (CTL)Menurut Sutiman (dalam Siti Nurochmah, 2004 : 2), Pendekatan

kontekstual merupakan salah satu alternatif usaha pengintegrasian kecakapan hidup (life skill)kedalam silabus mata pelajaran kimia. Kecakapan hidup (life skill)merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi hingga mampu mengatasinya.

Lembar Kerja Siswa (LKS)

Depdiknas (Darusman, 2008: 17) menyatakan bahwa LKS adalah lembaran yang berisikan pedoman bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan yang terprogram.

HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN

1. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat dibuat simpulan sebagai berikut.(1) Penerapan model pembelajaran kontekstual dengan strategi penemuan berbantuan CD pembelajaran didampingi LKS efektif meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa dan efektif dalam pencapaian KKM sebesar 65 pada kompetensi dasar penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. (2) Terdapat pengaruh positif antara aktivitas dan motivasi terhadap hasil belajar siswa pada penerapan pembelajaran kontekstual berstrategi penemuan berbantuan CD pembelajaran yang didampingi LKS dengan model persamaan

2. Pemecahan Masalah dan Penggunaan Strategi Pemecahan Masalah oleh Janulis P. Purba. Pada penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa kapabilitas hasil belajar pemecahan masalah (problem solving) merupakan hasil belajar kognitif tingkat tinggi. Untuk jenjang ketrampilan intelektual jenjang pemecahan masalah, siswa dituntut menggunakan kaidah-kaidah yang sesuai untuk memecahkan masalah.

SOLUSI

Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Beorientasi Contextual Teaching and Learning untuk Melatihkan Ketrampilan Problem Solving

Page 13: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang mengembangkan

Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berorientasi Contextual Teaching And Learning

Untuk Melatihkan Ketrampilan Problem Solving Pada Materi Pokok Laju Reaksi

2. Sasaran penelitian

Sasaran penelitian ini adalah perangkat pembelajaran yang dikembangkan yaitu LKS

berorientasi Contextual teaching and learning pada materi laju reaksi Kelas XI SMA.

3. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari hasil telaah dan validasi. Telaah dilakukan oleh 1 orang dosen

kimia dan 2 guru kimia sebagai ahli materi serta 1 orang ahli bahasa. Validasi dilakukan oleh

1 orang dosen Kimia dan 2 orang guru kimia sebagai ahli materi dan 1 orang ahli bahasa. Uji

coba terbatas dilakukan terhadap 30 orang siswa kelas XI SMA yang dipilih berdasarkan

tingkat kognitif siswa yaitu 10 siswa dengan katagori tinggi, sedang, dan rendah.

4. Rancangan Penelitian

Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berorientasi Contextual Teaching And Learning

(CTL) pada materi laju reaksi ini mengacu pada model pengembangan 4-D ( four-D model)

yang dikemukakan oleh Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (1974). Model pengembangan 4-

D terdiri dari empat tahap yaitu tahap pendefinisian (Define), tahap perencangan (Develop),

dan tahap penyebaran (Disseminate). Pelaksanaan pengembangan pada penelitian ini hanya

sampai pada tahap pengembangan (Develop), karena penelitian ini dilakukan hanya untuk

mengetahui kelayakan yang dikembangkan. Rancangan penelitian ini disajikan diagram alur

berikut.

Page 14: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

Analisis Ujung Depan

Analisis Siswa

Analisis TugasAnalisis Konsep

Perumusan Tujuan Pembelajaran

Penyusunan Test

Desain Awal Perangkat

Telaah Bahasa Telaah Materi

Revisi I

Validasi

Ahli Bahasa Ahli Materi

Revisi II

Uji Coba Terbatas

Analisis Data Laporan

(Draft 1)

(Draft 2)

Master

DEFINE

DESIGN

DEVELOP

Gambar. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model 4-D Model (diadaptasi dari Ibrhim,

2001)

Page 15: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

1. Tahap-Tahap Pengembangan Perangkat

a. Tahap pendefinisian (define)

Tahap pendefinisian bertujuan untuk menentukan dan mendefinisikan tujuan-tujuan

pembelajaran yang akan dicapai pada suatu materi pembelajaran. Tahap ini terdiri dari lima

langkah, yaitu: analisis kurikulum, analisis siswa, analisis tugas, analisis konsep, dan

perumusan tujuan pembelajaran.

1. Analisis Kurikulum

Pada tahap ini peneliti menentukan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang terdapat

dalam Kurikulum 2013, selanjutnya dilakukan analisis indikator hasil belajar sehingga

dapat disesuaikan dengan materi dan LKS yang akan dikembangkan. Pada penelitian ini,

peneliti memilih materi reaksi oksidasi-reduksi yang memiliki deskripsi sebagai berikut:

a.Kompetensi Inti

KI 1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

KI 2: Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli

(gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan proaktif dan

menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam

berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam

menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI 3: Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,

budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan

peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan

prosedural pada bdang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk

memecahkan masalah.

KI 4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait

dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu

menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

Page 16: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

b. Kompetensi Dasar

1.1 Menyadari adanya keteraturan dari sifat hidrokarbon, termokimia, laju reaksi,

kesetimbangan kimia, larutan dan koloid sebagai wujud kebesaranTuhan YME dan

pengetahuan tentang adanya keteraturan tersebut sebagai hasil pemikiran kreatif

manusia yang kebenarannya bersifat tentatif.2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah

(memiliki rasa ingin tahu, disiplin, jujur, objektif, terbuka, mampu membedakan

fakta dan opini, ulet, teliti, bertanggung jawab, kritis, kreatif, inovatif, demokratis,

komunikatif ) dalam merancang dan melakukan percobaan serta berdiskusi yang

diwujudkan dalam sikap sehari-hari.

1.2 Mensyukuri kekayaan alam Indonesia berupa minyak bumi, batubara dan gas alam

serta berbagai bahan tambang lainnya sebagai anugrah Tuhan YME dan dapat

dipergunakan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, disiplin, jujur, objektif,

terbuka, mampu membedakan fakta dan opini, ulet, teliti, bertanggung jawab,

kritis, kreatif, inovatif, demokratis, komunikatif) dalam merancang dan melakukan

percobaan serta berdiskusi yang diwujudkan dalam sikap sehari-hari.

2.2 Menunjukkan perilaku kerjasama, santun, toleran, cinta damai dan peduli lingkungan

serta hemat dalam memanfaatkan sumber daya alam.

2.3 Menunjukkan perilaku responsifdan pro-aktif serta bijaksana sebagai wujud

kemampuan memecahkan masalah dan membuat keputusan

3.6 Memahami teori tumbukan (tabrakan) untuk menjelaskan reaksi kimia.

3.7 Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan menentukan orde

reaksi berdasarkan data hasil percobaan.Indikator

4.6 Menyajikan hasil pemahaman terhadap teori tumbukan (tabrakan) untuk

menjelaskan reaksi kimia.

2. Analisis Siswa

Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan ciri, kemampuan, dan pengalaman siswa

dalam ranah kogniktif, afektif, dan psikomotor. Analisis ini digunakan untuk

menyesuaikan materi pelajaran dengan LKS yang akan dikembangkan. Berdasarkan

hasil observasi di SMAN menunjukkan bahwa usia siswa kelas XI berkisar antara 16-

17 tahun dengan kemampuan kognitif yang cukup baik namun mereka masih memiliki

Page 17: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

keterampilan Problem Solving yang kurang maksimal, pemahaman siswa terhadap

materi belum bisa dikatakan sebagai keterampilan berfikir tingkat tinggi.

3. Analisis Konsep

Hasil analisis konsep pada materi laju reaksi disusun dalam bentuk peta konsep sebagai

berikut:

Gambar 2. Peta konsep laju reaksi

4. Analisis Permasalah/ Konten

Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan yang sesuai dengan materi

pokok yang dipilih.

b. Tahap Perancangan (design)

Pada tahap ini, indikator-indikator yang telah dirumuskan digunakan untuk merancang LKS

yang akan dikembangkan. Langkah-langkahnya adalah sebagai:

Page 18: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

X O

1. Pemilihan format LKS brdasarkan petunjuk penyusunan LKS yang meliputi komponen-

komponen, yaitu judul ,alokasi, waktu, tujuan, pembelajaran, rangkuman materi, alat,

dan bahan, prosedur kegiatan, dan pertanyaan.

2. Desain awal LKS pada penelitian ini mengacu pada kegiatan menulis, menelaah, dan

mengedit LKS yang dihasilkan.

c. Tahap penegembangan (develop)

Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan LKS yang telah direvisi berdasarkan masukan para

pakar. Tahap pengembangan ini meliputi:

1. Telaah LKS

Dalam kegiatan seminar proposal skripsi, dosen penyanggah menelaah draft I dan

memberikan saran dari segi isi, penyajian, dan bahasa. Selanjutnya peneliti merevisi

draft I berdasarkan saran dan masukan pada saat seminar proposal skripsi sehingga

dihasikan draft II. Selanjutnya draft II ditelaah dosen dan guru kimia. Telaah dilakukan

dengan menggunakan lembar telaah LKS sebagai penilaian terhadap LKS yang

disusun. Hasil telaah oleh dosen kimia, guru kimia, dan ahli bahasa digunakan oleh

peneliti digunakan sebagai masukan untuk melakukan revisi.

2. Revisi LKS.

Revisi LKS dilakukan setelah ditelaah oleh para pakar, selanjutnya LKS yang telah

dikembangkan akan digunakan untuk uji coba.

3. Uji Coba Terbatas

Hasil revisi LKS kemudian akan digunakan untuk diuji cobakan di kelas. Tujuan dari

uji coba ini untuk mengetahui kelayakan LKS yang dikembangkan oleh peneliti dalam

mencapai kompetensi dan ketuntasan belajar siswa. Selain itu juga untuk mengetahui

respon siswa terhadap LKS yang dikembangkan.

Tahap uji coba pada penelitian ini menggambar desain One-Shot Case Study, yaitu suatu

desain penelitian dengan cara observasi yang dilakukan sekali sesudah perlakuan dengan

memberikan LKS berbasis problem story pada siswa dan pada akhirnya didapatkan hasil

akhir sebagai nilai atau hasil dari perlakuan. Desain ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Page 19: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

Keterangan:

X= perlakuan, yaitu penerapan LKS berbasis Problem Story dalam pembelajaran.

O= hasil observasi sesudah perlakuan, yaitu hasil tes siswasetelah mengikuti

pembelajaran dengan penerapan LKS berbasis problem story

(Arikunto, 2006)

Pelaksanaan uji coba adalah sebagai berikut:

Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar (PBM)

Pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas disesuaikan dengan rencana pelaksanaan

pembelajaran. Pelaksanaan ini meliputi tahap-tahap, yaitu motivasi dan bimbingan guru

agar siswa dapat belajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah sehingga

dapat memahami materi yang diajarkan serta dapat melakukan penilaian terhadap

kemampuannya sendiri (metacomprehension) dengan cara menulis tingkat keyakinan dan

memberi skor atas jawaban serta menyimpulkan tingkat pemahaman terhadap

pembelajaran yang telah dilakukan.

d. Pemberian tes akhir

Dalam hal ini siswa diberi kesempatan untuk mengerjakan soal-soal evaluasi berbentuk

pilihan ganda. Pemberian tes ini bertujuan untukmengukur seberapa jauh tingkat

pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan.

e. Pemberian instrument non test

Instrument non test berupa angket respon siswa untuk menegtahui respon siswa terhadap

penggunaan lembar kegiatan siswa berbasis problem story

f. Revisi II (Revisi Akhir)

Tahap revisi akhir dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan LKS yang layak digunakan

(draft final)

Page 20: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

5. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat : SMAN 1 Driyorejo Gresik

Waktu : 13 Januari 2014 – 14 Februari 2014

6. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi lembar telaah, lembar validasi, lembar

observasi aktivitas siswa dan guru, angket respon siswa.

a. Lembar telaah

Lembar telaah berisi indikator telaah untuk menelaah Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis

Problem Story berdasarkan kriteria kesesuaian dengan komponen kelayakan isi, penyajian,

bahasa, dan kegrafisan. Lembar telaah digunakan untuk memperbaiki LKS untuk selanjutnya

dilakukan revisi. Telaah berupa kritik dan saran dari 1 orang dosen kimia dan 2 orang guru

kimia sebagai ahli materi serta 1 orang ahli bahasa.

b. Lembar validasi

Lembar validasi merupakan lembar penilaian terhadap kelayakan Lembar Kerja Siswa (LKS)

berbasis Problem Story berdasarkan kesesuaian dengan komponen kelayakan isi, penyajian,

bahasa, dan kegrafisan. Lembar validasi digunakan untuk mengumpulkan data penilaian dari

dosen kimia, guru kimia, dan ahli bahasa.

c. Lembar observasi aktifitas siswa

Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data mengenai aktivitas siswa selama

menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis Problem Story. Tujuannya untuk

mengetahui apakah Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis Problem Story dapat melatih

keterampilan Higher Order Thinking siswa.

Page 21: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

d. Lembar angket respon untuk siswa

Lembar angket respon ini ditujukan untuk siswa yang telah menggunakan Lembar Kerja

Siswa (LKS) berbasis Problem Story ketika uji coba terbatas. Lembar angket respon yang

diberikan kepada siswa digunakan untuk mengetahui pendapat mereka tentang kemudahan

untuk pemahaman materi, kemenarikan penyajian, serta menggunakan bahasa yang mudah

dipahami oleh siswa dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis Problem Story yang

dikembangkan.

7. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan berbagai cara yaitu

a. Lembar telaah yang diisi oleh 1 orang dosen kimia, 2 orang guru kimia dan 1 ahli bahasa

b. Lembar validasi yang diisi oleh 1 orang dosen kimia, 2 orang guru kimia dan 1 ahli

bahasa

c. Lembar observasi aktifitas siswa

d. Lembar angket respon untuk siswa

e. Lembar nilai hasil ujian pretes dan postes siswa

8. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan pada penilaian ini adalah sebagai berikut:

a. Analisis telaah

Dianalisis secara kualitatif dengan memberikan gambaran kritik dan saran dari 1 orang

dosen kimia, 2 orang guru kimia, dan 1 orang ahli bahasa terhadap LKS yang

dikembangkan.

b. Analisis Validasi

Data hasil validasi dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Analisis

ini digunakan terhadap setiap kriteria yang tertuang dalam lembar validasi. Presentase

data diperoleh menggunakan perhitungan skala penilaian Likert sebagai berikut:

Page 22: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

Tabel 3. skala Likert

penilaian nilai skala

buruk sekali 1

buruk 2

sedang 3

baik 4

sangat baik 5

(Riduwan, 2010: 13)

Untuk perhitungan presentase katagori digunakan rumus sabagai berikut:

P (% )= jumlah skor hasil pengumpulan dataskor kriteria

X 100 %

(Riduwan, 2010: 14)

Dengan keterangan

Skor kriteria = skor tertinggi X jumlah pertanyaan dalam angket X jumlah responden

Presentase yang diperoleh diinterpretasikan ke dalam kriteria yang dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Page 23: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

Tabel 4. Kriteria Skor

presentase Kriteria

0,01 - 20,99 sangat tidak memenuhi

21,00 - 40,99 tidak memenuhi

41,00 - 60,99 kurang memenuhi

61,00 - 80,99 Memenuhi

81,00 - 100,00 sangat memenuhi

(Riduwan, 2010: 15)

Validasi perangkat pembelajaran dalam penelitia ini meliputi validasi konstruksi yang

ditinjau dari kesesuaian perangkat pembelajaran dengan hasil belajar siswa, dan validasi

kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan kegrafisan.

Berdasarkan kriteria pada skala Likert menurut Riduwan (2010: 13) bahan ajar yang

dikembangkan dikaakan memenuhi kriteria apabila presentase nilai yang diperoleh dari hasil

validasi adalah ≥ 61% sehingga dinyatakan layak digunakan untuk proses belajar mengajar.

c. Analisis respon siswa

Data tentang respon siswa diperoleh dari angket respon siswa setelah menggunakan LKS

kemudian dianalisis dengan presentase dan disimpulkan dalam bentuk kalimat deskriptif.

Presentase data diperoleh menggunakan perhitungan skala penilaian Guttman, yaitu diberi

skor 1 jika ya dan skor 0 jika tidak. Angket untuk siswa, dibuat dalam bentuk jawaban “ya”

atau “tidak”.

Page 24: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

Tabel Skala Guttman

jawaban nilai/ skor

ya (Y) 1

tidak (T) 0

(Riduwan, 2007: 17)

Selanjutnya perhitungan presentase adalah sebagai berikut:

P (% )= FN

X 100 %

Dimana P = presentase jawaban responden

F = jumlah jawaban ya/ tidak dari responden

N = jumlah responden

Tabel Kriteria Skala Likert

presentase (%) kriteria

0 – 20 sangat tidak merespon

21 - 40 tidak merespon

41 - 60 kurang merespon

61 – 80 merespon

81 - 100 sangat merespon

Page 25: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati

(modifikasi skala Likert dalam Riduwan, 2007: 22)

Berdasarkan kriteria tersebut, LKS dikatakan memenuhi kriteria apabila hasil presentase

siswa yang menjawab “ya” ≥ 61% atau dengan kriteria merespon atau sangat merespon

sehingga layak digunakan.

J. Daftar Pustaka

Polya,G.,1973,How to Solve It. Priceton,New Jersey. Pricenton University Press.

Micheiel Purba, “ Kimia untuk SMA Kelas XI” Penerbit Erlangga, Jakarta, 2006

Ruseffendi, E.T, 1991, Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya

dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA, Bandung: Tarsito.

Thiagarajan, S., Semmel, D. S & Semmel, M. I. 1974. Instructional Development for Training

Teachers of Expectional Children. Minneapolis, Minnesota: Leadership Training

Institute/Special Education, University of Minnesota.

Wasis.D.Dwiyogo,1999,Kapahilita. Pemecehan Masalah Sebagai Hasil Belajar Kognitif

Tingkat Tinggi. Artikel.Malang:Jurnal Teknologi Pembelajaran.

Kusmaryono,Imam.2010.Keefektifan Pembelajaran Kontekstual Berorientasi Penemuan

Berbantuan CD Pembelajaran dan LKS pada Materi Bilangan Bulat di Sekolah

Dasar.Semarang:FKIP Unisulla

Page 26: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati
Page 27: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati
Page 28: Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa Oleh Tri Widodo Dan Sri Kadarwati