herpes zoster

14
HERPES ZOSTER Laporan Kasus Ika Rahmawati Caesarina Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UNRAM/RSUP NTB PENDAHULUAN Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan kulit dengan dermatom tunggal atau yang berdekatan. 1 Herpes zoster merupakan hasil dari reaktivasi virus varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama episode awal chicken pox. 1 Shingles adalah nama lain dari herpes zoster 2,3 Virus ini tidak hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela melainkan dorman pada sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu mengalami reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster. 1 Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela. 4 Sebaliknya, kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan host-virus. 4 Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua. 4,6,7 Insiden terjadinya herpes zoster 1,5 sampai 3, 0 per 1.000 orang per tahun dalam segala usia dan 7 sampai 11 per 1000 orang per tahun pada usia lebih dari 60 tahun pada penelitian di Eropa dan Amerika Utara. 4 Diperkirakan bahwa ada lebih dari satu juta kasus baru herpes zoster di Amerika setiap tahun, lebih dari setengahnya terjadi pada orang dengan

Upload: muhammad-arif

Post on 17-Nov-2015

19 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Tugas

TRANSCRIPT

HERPES ZOSTERLaporan KasusIka Rahmawati CaesarinaBagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFK UNRAM/RSUP NTB

PENDAHULUANHerpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan kulit dengan dermatom tunggal atau yang berdekatan.1 Herpes zoster merupakan hasil dari reaktivasi virus varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama episode awal chicken pox.1 Shingles adalah nama lain dari herpes zoster 2,3Virus ini tidak hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela melainkan dorman pada sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu mengalami reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster.1Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela.4 Sebaliknya, kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan host-virus.4 Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua.4,6,7 Insiden terjadinya herpes zoster 1,5 sampai 3, 0 per 1.000 orang per tahun dalam segala usia dan 7 sampai 11 per 1000 orang per tahun pada usia lebih dari 60 tahun pada penelitian di Eropa dan Amerika Utara.4 Diperkirakan bahwa ada lebih dari satu juta kasus baru herpes zoster di Amerika setiap tahun, lebih dari setengahnya terjadi pada orang dengan usia 60 tahun atau lebih.4 Ada peningkatan insidens dari zoster pada anak anak normal yang terkena chicken pox ketika berusia kurang dari 2 tahun.8 Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki resiko 20 sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu imunokompeten pada usia yang sama.4Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet respiratori.3 Virus varisela zoster bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang lebih 2 minggu sebelum perkembangan kulit yang erupsi.3 Selama terjadi kulit yang erupsi, virus menyebar dan menyerang saraf secara retrograde untuk melibatkan ganglion akar dorsalis di mana ia menjadi laten.5 Virus berjalan sepanjang saraf sensorik ke area kulit yang dipersarafinya dan menimbulkan vesikel dengan cara yang sama dengan cacar air.8 Zoster terjadi dari reaktivasi dan replikasi virus pada ganglion akar dorsal saraf sensorik. Latensi adalah tanda utama virus Varisela zoster dan tidak diragukan lagi peranannya dalam patogenitas.1 Reaktivasi mungkin karena stres, sakit immunosupresi, atau mungkin terjadi secara spontan.3 Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan imunosupresi.1 Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas terhadap virus varisela zoster spesifik.1Ada gejala prodormal baik sistemik (demam, pusing, malaise) ataupun lokal (nyeri otot tulang, gatal, dan pegal). Kemudian timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah (herpes zoster hemoragik). Masa inkubasinya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira 1 minggu, masa resolusi selama 1-2 minggu. Dapat juga ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatotal sesuai dengan tempat persyarafan. 9 Diagnosis klinis dibuat dalam kebanyakan kasus.6 Konfirmasi laboratorium biasanya tidak perlu.6,7 Metode laboratorium untuk identifikasi adalah Tzanck smear .Prognosis herpes zoster pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi pada usia lanjut risiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik. Dengan memperhatikan higiene dan perawatan yang teliti akan memberikan prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit. Pada herpes zoster oftalmikus prognosis tergantung dari perawatan sejak dini.1 Terdapat beberapa komplikasi herpes zoster meliputi neuralgia pascaherpetik (NPH), infeksi sekunder, gangren superfisialis, sindrom Ramsay Hunt, dan kelainan pada mata.Berdasarkan data epidemiologi yamg menunjukkan bahwa insidensi herpes zoster pada anak umumnya lebih sedikit dibandingkan dewasa, berikut akan dilaporkan satu kasus mengenai herpes zoster pada anak. Pembahasan lebih ditekankan pada faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya reaktivasi virus varisela zoster pada anak.

KASUSAn. N berusia 5 tahun bertempat tinggal di Gomong Lama datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUP Mataram bersama ibunya pada tanggal 25 Juni 2012. Pasien datang dnegan keluhan terdapat kumpulan bintil berisi cairan pada paha atas sebelah kanan. Orangtua pasien mengaku bahwa keluhan tersebut muncul sejak sekitar 2 hari yang lalu. Bintil-bintil berisi cairan tersebut awalnya sedikit kemudian menyebar dan bertambah makin luas. Kumpulan bintil pertama muncul pada paha atas kanan bagian depan (Gambar 1.) kemudian bertama pada paha atas kanan bagian sisi luar (Gambar 2.). Pasien juga mengeluhkan gatal pada area bintil-bintil tersebut. Gatal hanya terdapat pada daerah bintil dan tidak meluas. Keluhan pasien tersebut diawali dengan demam, pusing, dan lemas. Pasien mengaku tidak ada bintil serupa di bagian tubuh yang lain. Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Orangtua pasien mengaku bahwa sekitar 2 minggu sebelum pasien datang ke rumah sakit, pasien mengalami demam, batuk dan pilek. Orangtua pasien mengaku pasien pernah menderita cacar air. Pada keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal yang serupa. Pasien menyangkal adanya riwayat alergi dan asma, serta mengaku belum pernah berobat untuk keluhannya tersebut.

Gambar 2. Lesi pada paha atas bagian sisi luarGambar 1. Lesi pada paha atas bagian depan

Pada pemeriksaan status dermatologis, pada paha atas kanan bagian depan dan sisi luar ditemukan vesikel herpetiformis dengan dasar makula eritema meliputi area seluas + 5 cm x 3 cm, berbentuk lentikuler, susunan bergabung sesuai dermatom, distribusi unilateral, dengan konsistenslunak. Vesikel berisi cairan yang jernih. Pada pemeriksaan status gizi, berat badan pasien adalah 24,4 kg.Berdasarkan kasus diatas, diagnosa yang paling mungkin adalah Herpes Zoster. Namun, terdapat diagnosis banding yaitu herpes simpleks dan varisela. Perbedaan diagnosis banding ini akan dibahas pada pembahasan.Penegakan diagnosa pada pasien ini dilakukan berdasarkan anamnesis dan status dermatologis pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan merupakan metode laboratorium untuk identifikasi adalah Tzanck smear. Pada Tzanck smear dapat ditemukan banyak sel datia berinti banyak.Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien kami diagnosa dengan Herpes Zoster. Pengobtan pada Herpes zoster adalah pengobatan simptomaik dan pemberian antiviral yang sesuai dengan indikasi. Pengobatan yang dapat diberikan meliputi analgetik antipiuretik untuk menurunkan gejala demam, bedak salsilil 2% agar vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder, dan antiviral. Selain itu juga dapat diedukasikan untuk menjaga ruam agar tetap bersih dan kering, anjuran memakai pakaian dari serat alami yang longgar serta edukasi mengenai penyakit Herpes Zoster.

PEMBAHASANHerpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan kulit dengan dermatom tunggal atau yang berdekatan.1 Herpes zoster merupakan hasil dari reaktivasi virus varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama episode awal chicken pox. 1 Ini sesuai dengan kasus, orangtua pasien mengaku bahwa pasien pernah mengalami cacar air sebelumnya, sehingga penyakit yang sekarang dialami pasien.Pada kasus ini, diagnosis Herpes Zoster ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis, pasien mengeluhkan terdapat kumpulan bintil berisi cairan pada paha atas sebelah kanan. Bintil-bintil berisi cairan tersebut awalnya sedikit kemudian menyebar dan bertambah makin luas. Pasien mengaku tidak ada bintil serupa di bagian tubuh yang lain. Keluhan pasien tersebut diawali dengan demam, pusing, dan lemas. Orangtua pasien mengaku pasien pernah menderita cacar air. Pasien kami curigai Herpes zoster karena perjalanan penyakit pada pasien sesuai dengan herpes zoster yang diawali dengan gejala prodormal (demam, pusing, malaise, flu like syndrome). Setelah itu akan timbul erupsi kulit dengan elflorensi yang khas berupa vesikel herpetiformis yang hampir selalu unilateral yang sesuai dengan elflorensi lesi pada kasus ini.

Gambar 3. Patogenesis Herpes Zoster4

Virus varisela zoster bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang lebih 2 minggu sebelum perkembangan kulit yang erupsi.3 Selama terjadi kulit yang erupsi, virus menyebar dan menyerang saraf secara retrograde untuk melibatkan ganglion akar dorsalis di mana ia menjadi laten (Gambar 3.) .5 Herpes zoster terjadi dari reaktivasi dan replikasi virus pada ganglion akar dorsal saraf sensorik. Latensi adalah tanda utama virus Varisela zoster dan tidak diragukan lagi peranannya dalam patogenitas.1 Reaktivasi mungkin karena stres, sakit immunosupresi, atau mungkin terjadi secara spontan.3 Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan imunosupresi.1 Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas terhadap virus varisela zoster spesifik.1Reaktivasi virus zoster pada anak dapat dihubungkan dengan berbagai faktor seperti status gizi, stress fisik, konsumsi obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh dan penyakit yang sedang diderita pasien sehingga berpengaruh pada imunitas pasien. Pemeriksaan status gizi pada pasien di kasus ini menunjukkan bahwa pasien memiliki status gizi yang normal. Pada kasus ini, orangtua pasien mengaku bahwa sekitar 2 minggu sebelum pasien datang ke rumah sakit, pasien mengalami demam, batuk dan pilek. Keadaan pasien yang sedang sakit dan imunitas menurun dapat menyebabkan reaktivasi virus varisela zoster. Selain itu, reaktivasi herpes zoster dapat pula terjadi secara spontan.Berdasarkan anamnesis dan status dermatologis pada pasien maka diagnosa kerja sementara kami adalah Herpes Zoster dengan beberapa diagnosis banding yaitu herpes simpleks dan varisela. Diagnosa banding dapat disingkirkan berdasarkan anamenesis dan pemeriksaan fisik, herpes simpleks memiliki elflorensi yang sama dengan herpes zoster yaitu vesikel berkelompok , namun predileksinya berbeda. Herpes simpleks predileksinya ada di dua tempat yaitu labialis dan genetalis. Sedangkan untuk mebandingkan dengan Varisella, biasanya lesi pada varicella selalu sentrifugal. Tujuan utama terapi herpes zoster adalah mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi simptokm yang dialami pasien. Pengobtan pada Herpes zoster adalah pengobatan simptomaik dan pemberian antiviral yang sesuai dengan indikasi. Pengobatan yang dapat diberikan meliputi analgetik antipiuretik untuk menurunkan gejala demam, bedak salsilil 2% agar vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder, dan antiviral. Penatalaksanaan antiviral pada herpes zoster dapat diberikan sesuai dengan algoraitma terapi pada herpes zoster (Bagan1.). Biasanya semakin cepat terapi antivirus dimulai, semakin pendek juga durasi munculnya herpes zoster dan semakin menurnkan kaparahan dari neuralgia pascaherpetik. Terapi yang ideal ialah terapi dimulai 72 jam dari onset gejala.10 Efek antiviral langsung terhadap virus varicella. Analog nukleosid awalnya difosforilasi oleh tiramidin kinase virus untuk membentuk nukleosid trifosfat. Molekul ini dapat menghambat polymerase virus herpes simplex 30-50 kali lebih besar dibandingkan potensi DNA- polymerase manusia.10

Algoritma terapi

Terapi penunjang:Jaga ruam agar tetap bersih dan keringUntuk rasa tidak nyaman: kompres dingin/lotio kalamin/anestetik topikalAnjuran memakai pakaian dari serat alami yang longgarEdukasi mengenai penyakit herpes zoster

Bagan 1. Algoritma terapi pada herpes zoster11Antiviral diberikan tanpa melihat waktu munculnya lesi pada usia >50 tahun, dengan resiko terjadinya neuralgia pascahepatika, herpes zoster oftalmikus, sindrom ramsay-hunt, herpes zoster servikat, dan herpes zoster generalisata.11 Pada anak-anak dengan Herpes zoster, lesi yang muncul baru sekitar kurang dari 24 jam dapat diberikan antivirus. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menunjukkan adanya perbaikan klinis yang nyata setelah diberikan antiviral pada lesi yang baru muncul sekitar kurang dari 24 jam yaitu berupa lesi yang tidak terlalu menyebar.Pada kasus tetap diberikan antiviral dan obat simptomatik. Tiga antivirus oral yang tersedia untuk terapi herpes zoster (Tabel 1.) :

ObatDosis (per hari)Lama (hari)

Asiklovir5 x 800 mg 7-10

Famsiklovir2 x 500 mg 7

Valasiklovir3 x 1000 mg 7

Tabel 1. Obat antivirus oral dan pemakaiannya10

Pada kasus dapat diberikan pengobatan antiviral berupa asikovir dengan dosis 30mg/kgBB untuk anak di bawah usia 12 tahun. Selain itu, pada pasien juga mengeluhkan gatal sehingga dapat diberikan bedak salsilil 2% agar vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder. Prognosis pada pasien ini baik, tergantung pada tindakan perawatan dini yang dilakukan.

RINGKASANWanita An. N berusia 5 tahun bertempat tinggal di Gomong Lama datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUP Mataram bersama ibunya pada tanggal 25 Juni 2012.Pasien datang dnegan keluhan terdapat kumpulan bintil berisi cairan pada paha atas sebelah kanan. Pada pemeriksaan status dermatologis, pada paha atas kanan bagian depan dan sisi luar ditemukan vesikel herpetiformis dengan dasar makula eritema meliputi area seluas + 5 cm x 3 cm, berbentuk lentikuler, susunan bergabung sesuai dermatom, distribusi unilateral, dengan konsistenslunak. Vesikel berisi cairan yang jernih.Diagnosis yang diajukan pada pasien adalah Herpes Zoster berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Reaktivasi virus varisela zoster pada anak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti status gizi, stress fisik, konsumsi obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh dan penyakit yang sedang diderita pasien sehingga berpengaruh pada imunitas pasien. Terapi yang direncanakan untuk pasien ini adalah pemberian antiviral dan obat simptomatik.

DAFTAR PUSTAKA1. Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. 2. Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239.3. Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In : Lippincotts Primary Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer Health. 2011 .p. 148 -151.4. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Varicella and Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. 7 thed. New York : McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898.5. James, W.D. Viral Diseases. In : Andrews Disease of the Skin Clinical Dermatology. 11th ed. USA : Elseiver Saunder. 2011 .p. 372 376.6. Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and Marks Principles of Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2006 .p.145-148. 7. Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In : Clinical Dermatology. 5 thed. United States of America : Elseiver Saunders. 2010.p. 479 490.8. Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga Medical Series. 2008 : 115 119.9. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Chapter 41, Infeksi Virus ; p.110-19.10. Eastern JS, Elston DM. Herpes Zoster. [ Cited 3 Juni 2011. Updated 11 mei 2011]. Available from http://emedicine.medscape.com/article/1132465)11. Pusponegoro, Erdina HD. Herpes zoster (shingles, cacar ular). [Cited 3 Juni 2011. updated agustus 2009] Available from http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/29_171Herpeszoster.pdf/29_171Herpeszoster.html