hati-hati masa transisi...hati-hati masa transisi mei 2019 p e n d a h u l u a n walhi mencatat...

12
HATI-HATI MASA TRANSISI MEI 2019

Upload: others

Post on 26-Feb-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HATI-HATI MASA TRANSISI...HATI-HATI MASA TRANSISI MEI 2019 P e n d a h u l u a n WALHI mencatat terdapat 30.575.174 hektar perizinan pengusahaan sektor kehutanan. Luas ini setara dengan

HATI-HATIMASATRANSISI

MEI 2019

Page 2: HATI-HATI MASA TRANSISI...HATI-HATI MASA TRANSISI MEI 2019 P e n d a h u l u a n WALHI mencatat terdapat 30.575.174 hektar perizinan pengusahaan sektor kehutanan. Luas ini setara dengan

Pendahuluan

WALHI mencatat  terdapat30.575.174 hektar perizinanpengusahaan sektor kehutanan. Luasini setara dengan gabungan luasPulau Jawa dan Sulawesi dan hampirsetara dengan setengah dari luashutan produksi di Indonesia.Gambaran ini memperlihatkanadanya dominasi investasi dikawasan Indonesia. Selaindidominasi oleh perusahaan-perusahaan sektor kehutanan,kawasan hutan Indonesia sebagiankecilnya dikuasi oleh praktik rakusinvestasi tambang dan perkebunan.Tercatat terdapat 517.739,92 hektarkawasan hutan yang diberikandispensasi penggunaannya untukaktivitas non kehutanan. Negara jugatiap tahunnya mengakomodirpelepasan kawasan hutan untukkepentingan bisnis perkebunan dantambang.

Penyerahan penguasaan danpengelolaan kawasan hutan untukkepentingan bisnis turut membawacerita buruk bagi kondisi kemanusiaandan lingkungan hidup. Watak bisnisyang akumulatif mengakibatkan rakyatmenjadi korban utama.Berdasarkan paparan singkat di atas,WALHI akan coba mengurai perannegara yang mengakibatkan krisiskemanusiaan dan ekologis di kawasanhutan Indonesia. Paparan ini akanmembuka mata publik, bahwa dibalikdaya rusak berbagai varian perizinantersebut ada campur tangan negaradan kader Partai Politik yangdipercayakan menjadi Menteri yangmengurusi persoalan sumber dayaalam. Selain itu, paparan fakta initurut menguarai masa transisi pascaPemilu yang menjadi masa krisispertumbuhan perizinan sektorkehutanan yang menjadi faktor utamakerusakan masif hutan Indonesia. Untuk lebih jelasnya, WALHI akanmemaparkan fenomena ini dalamlembar fakta berikut.

1

Page 3: HATI-HATI MASA TRANSISI...HATI-HATI MASA TRANSISI MEI 2019 P e n d a h u l u a n WALHI mencatat terdapat 30.575.174 hektar perizinan pengusahaan sektor kehutanan. Luas ini setara dengan

Potret KawasanHutan Indonesia

Luas kawasan hutan Daratan Indonesia adalah seluas  120.634.821, 71 hektar,  yangsetara 62,85% luas daratan Indonesia. Sayangnya, luas kawasan hutan Indonesiatidak sebanding dengan luas hutan alam (baik di kawasan hutan maupun APL) yangtersisa kurang dari  45 juta hektar atau tidak sampai setengah dari total luaskawasan Indonesia. Bahkan luas hutan alam tersebut lebih rendah dari total luashutan konservasi dan lindung yang luas totalnya sekitar 51,8 juta hektar. Rendahnyaluas hutan alam ini tidak terlepas dari prakti alih fungsi kawasan hutan untukkepentingan bisnis. Alih fungsi ini bahkan dilakukan dengan cara illegal atau tanpaperizinan . Mayoritas kawasan hutan sudah berubah menjadi perkebunan monokulturdan kebun kayu. Kuasa bisnis berkuasa atas kawasan hutan Indonesia. Selanjutnya,uraian lengkap mengenai dampak investasi terhadap kerusakan ini bisa dilihat daripaparan fakta di bawah.

Dominasi Investasidi Kawasan Hutan

IndonesiaPaling tidak terdapat 2115 unit izin perusahaan yang melakukan aktivitas dikawasan hutan Indonesia. Jumlah korporasi ini bisa bertambah secara signifikan,apabila dihitung jumlah perusahaan perkebunan yang beraktvitas tanpa izin.

Jumlah perizinan sektorkehutanan ini belum dihitungdari data pelepasan kawasanhutan secara parsial yangdiperuntukkan bagikepentingan investasiperkebunan dan tambang.

Selanjutnya, luasan 31 juta ini masih jauh lebih kecil dibandingkan data yangdiluncurkan Menteri LHK pada 19 Maret 2019 yang menyebutkan total luaskawasan hutan yang sudah dibebankan izin untuk investasi seluas 32,7 jutahektare. Selisih ini dikarenakan penghitungan WALHI merujuk pada sajiandata publik dan permintaan informasi yang diberikan KLHK.

2

Page 4: HATI-HATI MASA TRANSISI...HATI-HATI MASA TRANSISI MEI 2019 P e n d a h u l u a n WALHI mencatat terdapat 30.575.174 hektar perizinan pengusahaan sektor kehutanan. Luas ini setara dengan

Apabila dibandingkan dengan luasan perizinan melalui perhutanan sosial danIzin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diperuntukkan bagi rakyat. Luasanperizinan sektor kehutanan untuk bisnis jauh sangat dominan. Berdasarkancapaian perhutanan sosial hingga 28 Desember 2018 adalah seluas2.504.197,92 hektar. Capaian ini sangat jauh dari target RPJMN seluas 12,7juta hektar.

Sedangkan penerbitan 45.724,54 (182 unit) Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutanuntuk kepentingan publik juga jauh dari fakta yang menunjukkan ada 25 ribudesa[1] yang berada di kawasan hutan. Bahkan luasan IPKKH untuk kepentinganpublik di atas juga dihitung dari penggunaan untuk kebutuhan militer danfasilitas umum yang diperuntukkan untuk kepentingan investasi. Berdasarkan data di atas, diperoleh perbandingan antara alokasi pemanfaatankawasan hutan Indonesia untuk investasi dengan rakyat. Angka tersebut jelasmemperlihatkan kawasan hutan Indonesia dididominasi kepentingan investasi.Pendekatan investasi guna mensejahterakan rakyat merupakan kebohongan. Halini dilihat dari angka konflik antara rakyat dan perusahaan sektor kehutananyang cenderung meningkat atau tertahan di angka yang tidak jauh berbeda tiaptahunnya.

3

Page 5: HATI-HATI MASA TRANSISI...HATI-HATI MASA TRANSISI MEI 2019 P e n d a h u l u a n WALHI mencatat terdapat 30.575.174 hektar perizinan pengusahaan sektor kehutanan. Luas ini setara dengan

Masa Transisi, MasaSubur Pertumbunan

Izin SektorKehutanan

Masa transisi yang dimaksud dalamlembar fakta ini adalah masa pascaPemilu Legislatif atau sekitar 6 bulansebelum pergantian Presiden Terpilihberikut kabinet barunya. Masa inidipandang WALHI merupakan masapaling krusial dalam pengelolaansumber daya alam . Tercatat banyakpenerbitan peraturan perundanganyang menjadi landasan gunamelanggengkan perizinan pada rezimseterusnya, seperti penerbitanUndang-Undang Nomor 41 Tahun 1999tentang Kehutanan, Undang-Undang18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004tentang Penetapan PeraturanPemerintah Pengganti Undang-UndangNomor 1 Tahun 2004 TentangPerubahan Atas Undang-UndangNomor 41 Tahun 1999 tentangKehutanan, Undang-Undang Nomor 39Tahun 2009 tentang Kawasan EkonomiKhusus, Undang-Undang Nomor 21Tahun 2014 tentang Panas Bumi,Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014tentang Perkebunan dan beberapaperaturan perundnagan lainnya. Hanya saja, pada lembar fakta ini,WALHI akan fokus pada pertumbuhanizin di kawasan hutan dan kebijakanpelepasan kawasan hutan pada masatransisi yang dibatasi pasca reformasiatau jatuhnya rezim Soeharto

Sebelum masuk lebih jauh pada uraianperizinan sektor kehutanan pada masatransisi tersebut, secara singkat akandiurai sejarah perizinan sektorkehutana sebelum reformasi.Emilianus Yakob Sese Tolo[1] yangmengutip dari berbagai sumbermenyebutkan eksploitasi hutan telahdimulai sejak zaman kerajaan Jawasekitar tahun 800, namuneksploitasinya semakin meningkatguna memenuhi kebutuhan pasardimulai ketika VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Hampirkeseluruhan aktivitas VOC mendapatizin dari raja-raja Jawa.  Pada tahun1743, ketika Raja Matarammelepaskan wilayah pantai utara-timur Jawa (Rembang, Jepara, Waleri,Pekalongan, dan lain-lain), hutandaerah ini dieksploitasi oleh VOC.Pada tahun 1812, hutan Jipang yangdidominasi hutan jati direbut VOC.Hutan bagian selatan Jipang kemudiandikuasai pada tahun 1930. Tujuaneksploitasi saat itu adalah untukmendukung perusahaan perkapalan diRotterdam dan Amsterdam.  Selain itu,pada masa VOC, eksploitasi hutandilakukan untuk memenuhi kebutuhankayu bakar di perusahaan gula diJawa. Oleh karena itu, hutan di daerahseperti Bekasi, Depok, Tanggerangdan Jakarta dieksploitasi untukmendukung perindustrian gula milikVOC.  4

Page 6: HATI-HATI MASA TRANSISI...HATI-HATI MASA TRANSISI MEI 2019 P e n d a h u l u a n WALHI mencatat terdapat 30.575.174 hektar perizinan pengusahaan sektor kehutanan. Luas ini setara dengan

Pada 8 Maret 1942, Belanda taklukdan diganti pemerintah kolonialJepang.  Pemeritah Dai Nipponmelakukan eksploitasi hutan secarabesar-besaran terutama di kawasanhutan jati Jawa dan Madura, untukmembangun industri kapal kayu.Kawasan hutan juga banyak dibukauntuk ladang-ladang palawija,tanaman jarak, kebun kopi, danguagua perlindungan maupun untukmembangun gudang-gudangpenyimpanan logistik dan amunisimesin perang Jepang. SelamaPemerintahan Jepang, sektorkehutanan menjadi salah satu sumberkeuangan utama untuk membiayaiperang tentara Jepang di Asia. Pasca kemerdekaan, semangatrevolusi dan nasionalisasididengungkan Soekarno. Upayapemulihan hak rakyat terhadap hutanyang terlajur dirampas praktik burukkerajaan dan pemerintahan kolonialdigencarkan.  Langkah besarnasionalisasi melalui penerbitanUndang-Undang Nomor 86 Tahun1957 mengenai “NasionalisasiPerusahaan-Perusahaan MilikBelanda di Indonesia”.  Sayangnya,penerbitan aturran nasionalisasitidak diikuti dengan pemulihan hakrakyat atas tanah dan hutan yangdirampas pada zaman kolonial.Semangat nasionalisasi yangbertujuan memberikan kesejateraanternyata terimplementasi secarasemu, dimana dalam kenyataannyakorporasi kolonial dan korporasinasional memiliki watak yang sama,yaitu ekspansif dan akumulatif.

Sikap jahat yang sama pada masa awalkemerdekaan juga diperlihatkan olehdominasi Militer dalam politikkekuasaan dengan terlibat dalamaktivitas-aktivitas peramapasan tanah,ketika Militer diperluas kewenangannyadalam pengawasan korporasi kolonialyang dinasionalisasi. Selanjutnya, pengelolaan danpemanfaatan hutan dilakukan secaradesentralisasi melalui penerbitanPeraturan Pemerintah Nomor 64 tahun1957, pemerintah mendesentralisasikantata kelola kehutanan di luar pulauJawa kepada pemerintah propinsi. Olehkarena itu, pemerintah propinsiberwewenang untuk memberikan izinpemanfaatan sumber daya hutan dalambentuk: (1) konsesi hutan di wilayahkerjanya maksimal 10.000 hektardengan jangka waktu 20 tahun, (2)memberi ijin penebangan maksimal5.000 hektar dengan jangka waktu 5tahun, (3) ijin tebang kayu danpemungutan hasil hutan non-kayulainnya sampai dengan batas tertentuselama 2 tahun. Selama PemerintahanSoekarno, tercatat terdapat perusahaanJepang, seperti Mitsui yang melakukaneksploitasi hutan pada tahun 1950an diKalimantan dengan perjanjianpembagian produksi yang adil. Namun,menurut Sanafri Awang kerja samadengan Jepang ini dinilai kurangberhasil.

5

Page 7: HATI-HATI MASA TRANSISI...HATI-HATI MASA TRANSISI MEI 2019 P e n d a h u l u a n WALHI mencatat terdapat 30.575.174 hektar perizinan pengusahaan sektor kehutanan. Luas ini setara dengan

Pemerintahan Soekarno jatuh dan digantikan oleh Soeharto yang menyebutrezimnya sebagai rezim Orde Baru. Rezim Soeharto ini menjadikan hukumsebagai legalisasi investasi dan pengahancuran lingkungan hidupIndonesia. Pemerintah Orde Baru menerbitkan Undang-Undang No. 1 tahun1967 yang didalamnya memuat dibolehkannya pemodal asing memilikisaham 5 % dalam sektor strategis dan penting . Selang setahun kemudiankebijakan ini kembali dilonggarkan dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun1968 dimana kepemilikan asing mulai bertambah menjadi 49%. Pembukaankeran invsetasi melalui Undang-Undang No. 1 tahun 1967 selanjutnyadiikuti denagan undang-undnag sektoral yang tidak jauh berbeda watakkapitalistiknya, seperti Undang-Undang Nomor 5 tahun 1967 tentangKehutanan. Undang-Undang Kehutanan yang diterbitkan pada zamanSoeharto menjadi landasan bagi proses penghancuran hutan Indonesia,investasi asing dan swasta terbuka lebar). Para investor  diberi konsesi HakPengusahaan Hutan (HPH) untuk hutan di luar Jawa, terutama hutan diSumatra dan Kalimantan. Hak-hak masyarakat adat diabaaikan olehpemerintah pada tahun 1970-an, HPH berkembang dengan subur tanpahambatan perlawanan karena keterlibatan militer mengamankan investasi.Bekas-bekas tebangan dari konsesi HPH yang berlangsung dari 1970-an,selanjutnya diubah menjadi hutan tanaman industri dan kelapa sawit.

6

Page 8: HATI-HATI MASA TRANSISI...HATI-HATI MASA TRANSISI MEI 2019 P e n d a h u l u a n WALHI mencatat terdapat 30.575.174 hektar perizinan pengusahaan sektor kehutanan. Luas ini setara dengan

Pasca Reformasi,Perizinan Sektor

Kehutanan TumbuhSubur

7

Page 9: HATI-HATI MASA TRANSISI...HATI-HATI MASA TRANSISI MEI 2019 P e n d a h u l u a n WALHI mencatat terdapat 30.575.174 hektar perizinan pengusahaan sektor kehutanan. Luas ini setara dengan

Keruntuhan rezim Orde Baru yang berlangsung lebih dari 32 tahun ditandaidengan mundurnya Soeharto pda 21 Mei 1998. Reformasi diharapkan membawaangin segar pada keberlangsungan hutan Indonesia. Sayangnya, 5 Presidenberganti kondisi hutan Indonesia tidak jauh berubah. Dominasi investasi masihmengakar dengan kokohnya, bahkan legalitas perizinan dibandingkan pada zamanorde baru jauh meningkat. Merujuk pada data di atas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan perizinan sektorkehutanan mengalami lonjakan drastis pasca reformasi dan titik puncaklonjakannya berada pada periode pemerintahan SBY. Berdasarkan publikasiTinjauan Lingkungan Hidup 2018 dan 2019, WALHI telah memperlihatkan bahwaperizinan cenderung terbit pada tahun politik, yaitu pada satu tahun sebelum,tepat atau satu tahun setelah tahun Pemilu. Selanjutnya, WALHI akanmemperlihatkan bahwa perizinan kehutanan pasca reformasi juga berelasi padamasa genting transisi, masa pasca Pemilu dan jelang pergantian MenteriKehutanan.

Pertumbuhan Izin diMasa Transisi

Sebelum memberikan analisis terkait perizinan sektor kehutanan di masa transisi,maka terlebih dahulu WALHI akan memaparkan riwayat perizinan pada masatersebut. Adapun datanya dapat dilihat pada tabel di bawah.

8

Page 10: HATI-HATI MASA TRANSISI...HATI-HATI MASA TRANSISI MEI 2019 P e n d a h u l u a n WALHI mencatat terdapat 30.575.174 hektar perizinan pengusahaan sektor kehutanan. Luas ini setara dengan

Berdasarkan data di atas diketahui perizinan HPH pada masa transisi lebih dari56,40% total luas perizinan yang eksis pada saat ini. Adapun perizinan HTI setara25,22% dengan total luas perizinan yang eksis. Sedangkan, izin RE dan IPPKHrelatif rendah karena berdasarkan luasan dan kuantitas izin berada di bawah 10%dari total perizinan. Sedangkan skema pelepasan kawasan hutan secara parsialuntuk korporasi pada masa transisi tidak begitu kontras, hanya saja patut diperiksakembali proses pelepasan kawasan hutan dengan skema tata ruang. Selanjutnya,dari perizinan HPH, HTI, RE dan IPPKH seluas  13.303.524,40 hektar setara dengan42,79% perizinan sektor kehutanan. Hal ini bisa diartikan bahwa hampir setengahperizinan sektor kehutanna terbit di masa 6 bulan pasca Pemilu. Kondisi demikianyang membuat WALHI menyatakan bahwa masa transisi merupakan masa suburpenerbitan perizinan sektor kehutanan.

Kader Partai Politik dibalik Perizinan Sektor Kehutanan Merujuk pada tabel data perizinan di masa transisi, dapat diketahui bahwa dari4 Menteri yang mengurusi bidang kehutanan pasca reformasi, hanya satumenteri diantaranya yang tidak terafiliasi dengan partai politik, yaitu MusliminNasution. Sehingga ada  12.343.129,46 hektar perizinan dan kebijakan sektorkehutanan yang terkait dengan aktivitas kader partai politik ketika ia menjabatsebagai Menteri. Selanjunya, memperhatikan periodesasi Pemerintah, diketahuibahwa para kader partai politik yang menjadi menteri tersebut berasal daripartai pendukung Pemerintah, hanya satu diantaranya yang terafiliasi secaralangsung dengan asal partai politik Presiden, yaitu Muhammad Prakosa.

Memperhatikan analisis di atas, maka WALHI menaruh prasangka adahubungan antara partai politik dengan afiliasi bisnis sektor kehutanan. Hanyasaja, dalam proses penulisan lembar fakta ini, WALHI sedang menelusurialiran dana dari para korporasi penerima ke Partai Politik asal Menteri yangmengurusi bidang kehutanan. Selain, itu WALHI juga sedang menelusuri relasiantara kader partai dengan korporasi-korporasi penerima izin. Terkait denganhal tersebut, akan disampaikan pada bagian terpisah dari lembar fakta ini.Hanya dari fakta tersebut, patut juga kita pertanyakan, masih pantaskahMenteri yang berasal dari partai politik diberikan kepercayaan oleh Presidenterpilih memegang amanat kementerian yang  mengurusi sektor kehutanandan sumber daya alam?

9

Page 11: HATI-HATI MASA TRANSISI...HATI-HATI MASA TRANSISI MEI 2019 P e n d a h u l u a n WALHI mencatat terdapat 30.575.174 hektar perizinan pengusahaan sektor kehutanan. Luas ini setara dengan

Urgensitas MenjagaMasa Transisi

Berkaca pada pengalaman di atas, periode 6 bulan ke depan merupakanperiode paling krusial. Walau secara statistik ada penurunan jumlah perizinandi periode kepemimpinan Siti Nurbaya, namun terdapat trend adapertumbuhan perizinan sektor kehutanan sejak 2016, terlebih terdapatkebijakan land swap yang menyiapkan areal kerja pengganti korporasi HTI.Selain itu, pada akhir 2018 lalu juga terjadi preseden buruk pemberianpelepasan kawasan hutan seluas 9.964 untuk perkebunan kelapa sawit kepadaPT. Hardaya Inti Plantaions, di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Bahkanpenerbitan pelepasan kawsan hutan ini dilakukan oleh Menteri Siti tidak lamasetelah penerbitan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 TentangPenundaan Dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit SertaPeningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Selanjutnya, kerawanan lainnya bisa dilihat dari arahan perizinan sektorkehutanan untuk HPH seluas 2.156.605 hektar dan HTI 815.505 hektar.  Halini tentu menjadi ancaman, terlebih dua jenis perizinan ini merupakanperizinan penyumpang luasan paling besar pada masa transisi. Selain itu,ancaman pertumbuhan perizinan RE dan jenis IUPHHK lainnya lebihmengkhawatirkan, dimana terdapat arahan perizinan untuk korporasi seluas6.872.740 hektar (masing-masing 1.932.300 hektar dan 4.940.440 hektar).Kondisi ini diperparah dengan semangat Presiden yang hendakmenyederhanakan perizinan, bahkan menghapus skema perizinan gunamemberikan karpet merah bagi investasi.

10

Page 12: HATI-HATI MASA TRANSISI...HATI-HATI MASA TRANSISI MEI 2019 P e n d a h u l u a n WALHI mencatat terdapat 30.575.174 hektar perizinan pengusahaan sektor kehutanan. Luas ini setara dengan

11