hasil penelitian dan pembahasan - usm

19
30 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Status dan kedudukan hukum anak yang lahir dari perkawinan campuran beda kewarganegaraan. 1.1. Status Kewarganegaraan atas Anak Hasil Perkawinan Campuran beda Kewarganegaraan. Status Hukum seseorang menentukan tempat tinggalnya sehingga akan menentukan pula hak dan kewajiban menurut hukum. Status hukum seseorang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk (KTP) yang sah sebgai penduduk di desa atau kelurahan tempat tinggalnya. Tempat tinggal seorang istri mengikuti tempat tinggal suaminya apabila suami istri adalah warga Negara dari Negara yang sama. Hak dan Kewajiban hukum istri terikat pada tempat kediaman suaminya. Jika suami istri berbeda warga Negara, hak dan kewajiban hukum suami atau istri terikat dengan tempat tinggal di Negara masing-masing, kecuali undang-undang menentukan lain. Menurut penelitian Meilani (2009) menjelaskan bahwa status anak sebelum adanya Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006, Indonesia berpedoman kepada Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 yang berlaku sejak di undangkan pada tanggal 1 Agustus 1958. Beberapa hal yang diatur dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 adalah mengenai ketentuan-ketentuan siapa yang dinyatakan berstatus Warga Negara Indonesia, naturalisasi atau pewarganegaraan biasa,

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

30

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Status dan kedudukan hukum anak yang lahir dari perkawinan campuran beda

kewarganegaraan.

1.1. Status Kewarganegaraan atas Anak Hasil Perkawinan Campuran beda

Kewarganegaraan.

Status Hukum seseorang menentukan tempat tinggalnya sehingga

akan menentukan pula hak dan kewajiban menurut hukum. Status hukum

seseorang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk (KTP) yang sah sebgai

penduduk di desa atau kelurahan tempat tinggalnya. Tempat tinggal seorang

istri mengikuti tempat tinggal suaminya apabila suami istri adalah warga

Negara dari Negara yang sama. Hak dan Kewajiban hukum istri terikat pada

tempat kediaman suaminya. Jika suami istri berbeda warga Negara, hak dan

kewajiban hukum suami atau istri terikat dengan tempat tinggal di Negara

masing-masing, kecuali undang-undang menentukan lain.

Menurut penelitian Meilani (2009) menjelaskan bahwa status anak

sebelum adanya Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006,

Indonesia berpedoman kepada Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 62

Tahun 1958 yang berlaku sejak di undangkan pada tanggal 1 Agustus 1958.

Beberapa hal yang diatur dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor

62 Tahun 1958 adalah mengenai ketentuan-ketentuan siapa yang dinyatakan

berstatus Warga Negara Indonesia, naturalisasi atau pewarganegaraan biasa,

Page 2: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

31

akibat pewarganegaraan, pewarganegaraan istimewa, kehilangan

kewarganegaraan, dan siapa yang dinyatakan berstatus orang asing.

Dalam Pasal 57 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, perkawinan campuran didefinisikan sebagai berikut: ”Yang

dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah

perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang

berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak

berkewarganegaraan Indonesia.”

Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo memberikan pengertian

perkawinan internasional sebagai berikut : 26

Perkawinan Internasional adalah suatu perkawinan yangmengandung unsur using. Unsur using tersebut bisa berupa seorangmempelai mempunyai kewarganegaraan yang berbeda denganmempelai lainnya, atau kedua mempelai sama kewarganegaraannyatetapi perkawinannya dilangsungkan di negara lain atau gabungankedua-duanya.

Perbedaan hukum yang ada telah menyebabkan beberapa macam

perkawinan campuran, yaitu :

1. Perkawinan Campuran Antar Golongan (intergentiel) Menerangkan

hukum mana atau hukum apa yang berlaku, kalau timbul perkawinan

antara 2 orang, yang masing-masing sama atau berbeda

kewarganegaraannya, yang tunduk kepada peraturan hukum yang

berlainan. Misalnya WNI asal Eropa kawin dengan orang Indonesia

asli.

2. Perkawinan Campuran Antar Tempat ( Interlocaal) Mengatur hubungan

hukum (perkawinan) antara orang-orang Indonesia asli dari masing-

26 H. Zain Badjeber, Tanya Jawab Masalah Hukum Perkawinan, (Jakarta, Sinar Harapan,2003), halaman 80.

Page 3: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

32

masing lingkungan adat. Misalnya, orang Minang kawin dengan orang

Jawa.

3. Perkawinan Campuran Antar Agama (interreligius) Mengatur

hubungan hukum (perkawinan) antara 2 orang yang masing-masing

tunduk kepada peraturan hukum agama yang berlainan. Misalnya orang

Islam dengan orang Kristiani.

Berkaitan dengan status sang istri dalam perkawinan campuran,

terdapat asas, yaitu :

1. Asas Mengikuti

Sang istri mengikuti status suami baik pada waktu perkawinan

dilangsungkan maupun kemudian setelah perkawinan berjalan.

2. Asas Persamarataan

Perkawinan sama sekali tidak mempengaruhi kewarganegaraan seseorang,

dalam arti mereka masing-masing (suami dan istri) bebas menentukan

sikap dalam menentukan kewarganegaraan.

Pada dasarnya, tidak hanya anak hasil perkawinan campuran saja

yang mempunyai kewarganegaraan ganda, akan tetapi adapula‚ anak yang

berpeluang mempunyai status kewarganegaraan ganda, menurut Pasal 6 UU

No. 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan, yaitu :

b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga

Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;

c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga

negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;

Page 4: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

33

d. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah

ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga

negara Indonesia;

e. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan

kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia

sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia;

f.Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah,

belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara

sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai

Warga Negara Indonesia; dan

g. Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun

diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan

penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.

Menurut Pasal 1 angka 1 UU No.23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, anak didefinisikan sebagai berikut:27 “Anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang

masih dalam kandungan.” Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia

memiliki status sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan.

Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberi

pengecualian bahwa anak yang masih dalam kandungan dapat menjadi subjek

hukum apabila ada kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan dalam

keadaan hidup.28 Manusia sebagai subjek hukum berarti manusia memiliki

hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Namun tidak berarti semua

27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.28 Sri Susilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum

Perdata; Suatu Pengantar, (jakarta : PT, Rieneka, 2002), halaman 21.

Page 5: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

34

manusia cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang-orang yang tidak

memiliki kewenangan atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum

diwakili oleh orang lain.

Berdasarkan Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

mereka yang digolongkan tidak cakap adalah mereka yang belum dewasa,

wanita bersuami, dan mereka yang dibawah pengampuan.29 Dengan

demikian, anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap

melakukan perbuatan hukum. Hanya saja, seseorang yang tidak cakap karena

belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan

perbuatan hukum.

Meskipun demikian, anak tetap dapat dikategorikan sebagai subjek

hukum yang sama-sama mempunyai hak, salah satunya adalah hak

kewarganegaraan. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi. Oleh karena itu, perlindungan terhadap anak perlu diperhatikan

dan dijauhkan dari kehidupan yang diskriminatif. Seperti yang tertuang dalam

UU HAM Pasal 13 ayat (1) yang bebunyi : “Setiap anak selama dalam

pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung

jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

(a) diskriminasi;

(b) eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

(c) penelantaran;

29 Ibid., halaman 25.

Page 6: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

35

(d) kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan

(e) ketidakadilan; dan perlakuan salah lainnya.

Menurut teori hukum Perdata Internasional, untuk menentukan status

anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan

orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya

sah sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau

perkawinan tersebut tidak sah, sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah

yang hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya. Dalam teori HPI

(Hukum Perdata Internasional) berkembang tiga pandangan tentang cara

penyelesaian persoalan pendahuluan, yaitu:30

a. Absorption.

Prinsipnya, melalui absorption, lex cause yang dicari dan ditetapkanmelalui penerapan kaidah HPI untuk mengatur masalah pokok (mainissue) akan digunakan juga untuk menjawab “persoalan pendahuluan”.Jadi, setelah lex cause untuk masalah pokok ditetapkan melaluipenerapan kaidah HPI lex fori, masalah pendahuluannya akanditundukkan pada lex cause yang sama. Cara ini adakalanya disebut carapenyelesaian berdasarkan lex cause. Kualifikasi serta penentuan kaidahhukum inter apa yang harus digunakan untuk memutus masalahpendahuluannya akan bergantung pada lex causae yang seharusnyadigunakan untuk menyelesaikan masalah pokok.

b. Repartition.

Pada dasarnya, melalui repartition, hakim harus menetapkan lex causeuntuk masalah pendahuluan secara khusus dan tidak perlu menetapkanlex cause dari masalah pokoknya terlebih dahulu. Denganmengabaikan sistem hukum mana yang akan merupakan lex causeuntuk menjawab masalah pokok, hakim akan melakukan kualifikasiberdasarkan lex fori dan menggunakan kaidah-kaidah HPI-nya yangrelevan khusus untuk menetapkan lex cause dari masalahpendahuluan. Cara ini disebut penyelesaian dengan lex fori.

30 Bayu Seto H, Dasar-Dasar Hukum Perdata InternasionaL, (Bandung : Citra AdityaBakti, 2006), halaman 144.

Page 7: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

36

c. Pendekatan Kasus demi Kasus.

Ada pandangan yang berpendapat bahwa penetapan lex cause untukmasalah pendahuluan atau incidental question harus dilakukan denganpendekatan kasuistis, dengan memperhatikan sifat dan hakikat perkaraatau kebijakan dan kepentingan forum yang mengadili perkara.

1.2. Perlindungan Hukum Bagi Anak Dari Hasil Perkawinan Campuran.

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,berkembang, dan

berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,

terlebih lagi kita hidup dalam negara demokrasi.

UU No. 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan, menganut prinsip

umum dan universal yang diakui keberadaannya oleh negara-negara di dunia.

Sejumlah prinsip itu antara lain :31

Pertama, asas ius sanguinis adalah penentuan kewarganegaraan

berdasarkan keturunan. Ius sanguinis, menetapkan kewarganegaraan

seseorang ditentukan berdasarkan kewarganegaraan orang tuanya, tanpa

mengindahkan di mana ia dilahirkan.

Kedua, asas ius soli, adalah penentuan kewarganegaraan berdasarkan

tempat kelahiran seseorang. Dengan kata lain, kewarganegaraan seseorang

ditentukan berdasarkan daerah/negara tempat ia dilahirkan.

Ketiga, nondiskriminatif. Kewarganegaraan Indonesia tidak

membedakan perlakuan antar warga negara, yang didasarkan perbedaan suku,

ras, agama, golongan dan gender.

31 Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, (Bandung : PT. Raditia Tama, 2000), halaman 107.

Page 8: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

37

Keempat, penghormatan terhadap HAM. Kewarganegaraan Indonesia

menghormati hak asasi pada umumnya dan hak warga negara pada khususnya

yang tercantum dalam peraturan perundangan di Indonesia. Deklarasi PBB

mengakui, bahwa di semua negara di dunia ada anak-anak yang hidup dalam

kesulitan dan membutuhkan perhatian khusus. Diantaranya adalah

menghormati hak anak dan mempertahankan identitasnya termasuk

kewarganegaraannya, nama dan hubungan keluarga sebagaimana yang diakui

oleh undang-undang tanpa campur tangan yang tidak sah (Pasal 8 ayat 1).

Kelima, persamaan di muka hukum dan pemerintahan. Setiap warga

negara Indonesia akan mendapat perlakuan yang sama dihadapan hukum dan

pemerintahan dalam pelayanan bidang kewarganegaraan dan kependudukan.

Keenam, mencegah terjadinya apatride (tanpa kewarganegaraan) dan

bipatride (kewarganegaraan ganda).

Status kewarganegaraan secara yuridis diatur oleh peraturan

perundang-undangan nasional. Tetapi dengan tidak adanya uniformiteit dalam

menentukan persyaratan untuk diakui sebagai warga negara dari berbagai

akibat dari perbedaan dasar yang dipakai dalam kewarganegaraan maka

timbul berbagai macam permasalahan kewarganegaraan. Permasalahan

kewarganegaraan yang muncul adalah adanya kemungkinan seseorang

mempunyai kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa

kewarganegaraan (apatride). Adapun yang membedakan antara bipatride

dengan apatride yaitu :32

1. Dwi Kewarganegaraan (Bipatride)

32 Koerniatmanto Soetoprawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian, (Bandung:PT. . Raja Grafindo Persada, 2002), halaman 41.

Page 9: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

38

Bipatride terjadi apabila seorang anak yang negara orang tuanya

menganut asas ius sangunis lahir di negara lain yang menganut asas ius

soli, maka kedua negara tersebut menganggap bahwa anak tersebut

warga negaranya. Sebagai contoh, sebelum ada perjanjian Menteri Luar

Negeri Indonesia, Soenario dan Menteri Luar Negeri Cina, Chow,

orang China yang berdomisili di Indonesia (ius soli) merupakan Warga

Negara Indonesia dan Warga Negara China (ius sangunis).

Untuk mencegah bipatride, maka Undang-Undang No. 62

Tahun 1958 Pasal 7 dinyatakan bahwa seorang perempuan asing yang

kawin dengan laki-laki Warga Negara Indonesia dapat memperoleh

kewarganegaraan Indonesia dengan melakukan pernyataan dengan

syarat bahwa dia harus meninggalkan kewarganegaraan asalnya.

b. Tanpa Kewarganegaraan (Apatride)

Apatride terjadi apabila seorang anak yang negara orang tuanya

menganut asas ius soli lahir di negara yang menganut ius sungunis.

Sebagai contoh, orang Cina yang pro Koumintang, tidak diakui

sebagai warga RRC, sedangkan Taiwan sebagai negara asal pada 1958

belum ada hubungan diplomatik dengan Indonesia, maka mereka juga

tidak diakui sebagai Warga Negara Taiwan, sehingga mereka

merupakan "defacto apatride". Untuk mencegah apatride, Undang-

Undang Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958 Pasal 1 huruf f

menyatakan bahwa anak yang lahir di wilayah Indonesia, selama

orang tuanya tidak diketahui adalah Warga Negara Indonesia.

Page 10: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

39

Sementara bagi orang Cina, sebelurn lahirnya Undang-Undang

Kewarganegaraan No. 62 Tahun 1958, untuk menentukan

kewarganegaraan diadakan perjanjian antara Indonesia dengan Cina

yang dikenal dengan perjanjian Soenario-Chow pada tanggal 22 April

1955 yang diundangkan dengan Undang-Undang No.2 Tahun 1958,

berisi bahwa. semua orang Cina yang berdomisili di Indonesia harus

mengadakan pilihan kewarganegaraan dengan tegas dan secara

tertulis.

Status kewarganegaraan adalah hal penting bagi setiap individu dan

sudah menjadi hak individu tersebut untuk memilih status

kewarganegaraannya. Alasan pentingnya kewarganegaraan dalam hukum

internasional adalah sebagai berikut :

1. Hak atas perlindungan diplomatik di luar negeri merupakan atributesensialkewarganegaraan. Negara bertanggung jawab melindungi warganya yangberada di luar negeri.

2. Negara di mana seseorang merupakan warga negaranya menjadibertanggung jawab kepada negara yang satu lagi jika is gagal dalamkewajibannya untuk mencegah tindakan-tindakan salah tertentu yangdilakukan oleh orang ini atau gagal menghukumnya setelah tindakan-tindakan salah ini dilakukan.

3. Pada umumnya, suatu negara tidak menolak untuk menerima kembaliwarga negaranya sendiri di wilayahnya. Pasal 12 ayat (4) PerjanjianIntemasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik 1966 menetapkan: ”Takseorang pun boleh secara sewenang-wenang dirampas haknya untukmemasuki negaranya”.

4. Kewarganegaraan menuntut kesetiaan dan salah satu bentuk utamakesetiaan itu ialah kewajiban melaksanakan wajib militer bagi negaraterhadap mana kesetiaan ini hams diberikan.

5. Suatu negara mempunyai hak umum (kecuali ada traktat khusus yangmengikat) untuk menolak mengekstradisi warga negaranya kepada suatunegara lain yang meminta supaya diserahkan.

6. Status musuh dalam perang ditentukan oleh kewarganegaraan orang yangbersangkutan.

7. Negara-negara sering melaksanakan yurisdiksi pidana atau yurisdiksi lainberdasarkan kewarganegaraan.

Page 11: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

40

Dalam sebuah negara akan terdapat warga negara dan orang asing.

Warga negara mempunyai hak dan tanggung jawab yang besar

dibandingkan orang asing. Warga negara, dimanapun ia berada akan tetap

mempunyai hubungan dengan negaranya selama ia tidak melepaskan

kewarganegaraannya tersebut. Sedangkan orang asing hanya memiliki

hubungan dengan negara selama berdomisili di negara tersebut.

1.3. Pelaksanaan perlindungan anak pada peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan atau implementasi dari Undang-Undang belum berjalan

sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat dalam upaya Perlindungan

anak. Perlindungan anak di Indonesia dan implementasinya

dipertanggungjawabkan serta bermanfaat untuk dikemukakan, beberapa

saran yang dapat diperhatikan dan dilaksanakan bersama mengingat situasi

dan kondisi yang ada pada saat ini dan dikemudian hari sebagi berikut:

1) Mengusahakan adanya suatu organisasi koordinasi kerjasama di

bidang pelayanan perlindungan anak, yang berfungsi sebagai

koordinator yang memonitor dan membantu membina dan membuat

pola kebijaksanaan mereka yang melibatkan diri dalam perlindungan

anak pada tingkat nasional dan regional.33

2) Berupaya maksimal membuat, mengadakan penjamin pelaksanaan

perlindungan anak dengan berbagai cara yang mempunyai kepastian

hukum.34

33 Enggi Holt, Asas Perlindungan Anak dan Persamaan Kedudukan Hukum AntaraPerempuan dan Pria Dalam Rancangan Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia,(Bandung : PT. . RajaGrafindo Persada, 2013), halaman 177.

34 Ibid., halaman 179.

Page 12: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

41

3) Mengusahakan penyuluhan mengenai perlindungan anak serta

manfaatnya secara merata dengan tujuan meningkatkan kesadaran

setiap anggota masyarakat dan aparat pemerintah untuk ikut serta

dalam kegiatan perlindungan anak sesuai dengan kemampuan dan

berbagai cara untuk tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945.

4) Mengusahakan penelitian di bidang perlindungan anak agar lebih

dapat memahami permasalahan untuk dapat membuat dan

melakasanakan kebijaksanaan secara dapat dipertanggungjawabkan

dan bermanfaat.

5) Meningkatkan pemenuhan hak-hak sipil dan kebebasan sebagai

manifest pertama haknya sebagai manusia, yang mencakup: Nama,

status kewarganegaraan, identitas penduduk, dan akta kelahiran;

Kebebasan dalam berekspresi, berpikir, berhati nurani, memeluk

agama, berserikat, akses terhadap informasi yang layak baik melalui

jalur organisasi pemerintah, organisasi masyarakat, maupun organisasi

yang dibentuk oleh mereka sendiri.

6) Perlindungan atas kehidupan pribadi.

7) Tidak menjadi subjek penyiksaan, hukum yang kejam, penjara seumur

hidup, penahanan semena-mena dan perampasan kebebasan.

Meningkatkan pemenuhan hak-hak sipil dan kebebasan sebagai

manifest pertama haknya sebagai manusia, yang mencakup:

1. Nama, status kewarganegaraan, identitas penduduk, dan akta

kelahiran;

Page 13: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

42

2. Kebebasan dalam berekspresi, berpikir, berhati nurani, memeluk

agama, berserikat, akses terhadap informasi yang layak baik melalui

jalur organisasi pemerintah, organisasi masyarakat, maupun organisasi

yang dibentuk oleh mereka sendiri.

3. Perlindungan atas kehidupan pribadi.

4. Tidak menjadi subjek penyiksaan, hukum yang kejam, penjara seumur

hidup, penahanan semena-mena dan perampasan kebebasan.

Yang dimaksud dengan asas kepentingan terbaik bagi anak adalah

bahwa dalam semua tindakan yang berkaitan dengan anak yang dilakukan

oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan Yudikatif, kepentingan

yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Dalam hal

menjamin dan menghormati hak anak negara dan pemerintah tidak

dibenarkan melakukan diskriminasi/membedakan suku, agama, ras, golongan

dll, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 mengingat Penyelenggaraan

Perlindungan Anak harus berasaskan Pancasila dan UUD’45 dan prinsip

dasar Konvensi Hak Anak Perlindungan Anak harus tercermin dan

diwujudkan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain dalam

bidang hukum, baik Perdata maupun Pidana, yang dalam tulisan ini dibatasi

dalam bidang Pidana.

Mengingat bahwa pertanggung jawaban anak dalam hukum pidana

(toerekenvatbaarheid) atas pelanggaranpelanggaran hukum yang

dilakukannya adalah belum sempurna seperti orang dewasa, maka perlu

adanya ketentuan tentang batas usia minimum bagi anak untuk dapat

mempertanggung jawabkan perbuatannya. Sebagai perbandingan yaitu dalam

Page 14: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

43

KUHP (lama) belum menentukan batas usia minimum tersebut, karena Pasal

45 KUHP hanya menentukan sebelum batas umur (16 tahun) untuk dapat

dijatuhi tindakan ataupun pidana, yang lain jenisnya atau lebih ringan dari

pidana yang dapat dijatuhkan kepada orang dewasa.

Dengan demikian menurut ketentuan tersebut, dapat dikatakan formil

juridis anak berumur 0 tahun, satu tahun hingga misalnya sampai 6-7 Tahun

dapat dituntut pidana, sedangkan dilihat baik dari segi biologis maupun

psychologis anak-anak seumur itu tidak dapat diharapkan mengerti akan sifat

baik buruknya suatu perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian.

Kebanyakan negara mempunyai batas umur minimum dan batas maksimum

seorang anak untuk dapat diajukan ke sidang anak, dengan pengertian batas

umur minimum hanya berlaku bagi delinquent child (anak nakal), sedangkan

bagi neglected (Independent Child/Anak Terlantar) tidak ada batas usia

minimum. Sebagai perbandingan dengan negara-negara tersebut.

B. Hak waris anak yang lahir dari perkawinan campuran beda kewarganegaraan.

Perwujudan yang selama ini tercermin pada aturan legal yang bersifat

diskriminatif, kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan

antarwarga negara serta kurang memberikan perlindungan terhadap

perempuan dan anak-anak. Berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan

Tahun 1958 dalam Pasal 8 Ayat (1), diatur bahwa seorang wanita WNI yang

melakukan kawin campur, maka akan kehilangan kewarganegaraan-nya.

Begitupun anak yang dilahirkan dari perkawinan antara wanita WNI dengan

pria WNA, otomatis mengikuti kewarganegaraan ayahnya.

Page 15: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

44

Sedangkan perwujudan demokratisasi negara dalam Undang-Undang

Kewarganegaraan yang baru tercermin dari produk hukumnya yang responsif,

yakni dalam bentuk persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara

dihadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender.

Menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Tahun 2006 dalam Pasal

2 disebutkan bahwa warga negara asli Indonesia adalah orang Indonesia yang

menjadi warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah

menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri. Undang-undang ini

menyiratkan penolakan konsep diskriminasi dalam perolehan

kewarganegaraan atas dasar ras, etnik, dan gender, maupun diskriminasi yang

didasarkan pada status perkawinan.

Anak adalah subjek hukum yang belum cakap melakukan perbuatan

hukum sendiri sehingga harus dibantu oleh orang tua atau walinya yang

memiliki kecakapan. Pengaturan status hukum anak hasil perkawinan

campuran dalam Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru, memberi

pencerahan yang positif, terutama dalam hubungan anak dengan ibunya,

karena Undang-undang baru ini mengizinkan kewarganegaraan ganda

terbatas untuk anak hasil perkawinan campuran.

Definisi anak dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak adalah : “Anak adalah seseorang yang

belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan.” Pada hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki status

sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan. Pasal 2 KUH Perdata memberi

pengecualian bahwa anak yang masih dalam kandungan dapat menjadi subjek

Page 16: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

45

hukum apabila ada kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan dalam

keadaan hidup.35

Manusia sebagai subjek hukum berarti manusia memiliki hak dan

kewajiban dalam lalu lintas hukum. Namun tidak berarti semua manusia

cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang-orang yang tidak memiliki

kewenangan atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diwakili oleh

orang lain. Berdasarkan Pasal 1330 KUH Perdata, mereka yang digolongkan

tidak cakap adalah mereka yang belum dewasa, wanita bersuami, dan mereka

yang dibawah pengampuan.

Dengan demikian anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum

yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Seseorang yang tidak cakap

karena belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan

perbuatan hukum. Anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki

kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda

sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda pula.

Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti

kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang

baru anak akan memiliki dua kewarganegaraan. Menarik untuk dikaji karena

dengan kewarganegaraan ganda tersebut, maka anak akan tunduk pada dua

yurisdiksi hukum.

Dalam ketentuan UU kewarganegaraan ini, anak yang lahir dari

perkawinan campuran bisa menjadi warganegara Indonesia dan bisa menjadi

warganegara asing :

35 Sri Susilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata, SuatuPengantar, (Jakarta : Gitama Jaya, 2005), halaman 21.

Page 17: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

46

a. Menjadi warganegara Indonesia Apabila anak tersebut lahir dariperkawinan antara seorang wanita warga negara asing dengan priawarganegara Indonesia (Pasal 1 huruf b UU No.62 Tahun 1958),maka kewarganegaraan anak mengikuti ayahnya, kalaupun Ibudapat memberikan kewarganegaraannya, si anak terpaksa haruskehilangan kewarganegaraan Indonesianya. Bila suami meninggaldunia dan anak anak masih dibawah umur tidak jelas apakah istridapat menjadi wali bagi anak anak nya yang menjadi WNI diIndonesia. Bila suami (yang berstatus pegawai negeri) meningggaltidak jelas apakah istri (WNA) dapat memperoleh pensiun suami.

b. Menjadi warganegara asing Apabila anak tersebut lahir dariperkawinan antara seorang wanita warganegara Indonesia denganwarganegara asing. Anak tersebut sejak lahirnya dianggap sebagaiwarga negara asing sehingga harus dibuatkan Paspor di KedutaanBesar Ayahnya, dan dibuatkan kartu Izin Tinggal Sementara(KITAS) yang harus terus diperpanjang dan biaya pengurusannyatidak murah. Dalam hal terjadi perceraian, akan sulit bagi ibuuntuk mengasuh anaknya, walaupun pada Pasal 3 UU No.62 tahun1958 dimungkinkan bagi seorang ibu WNI yang bercerai untukmemohon kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya yang masih dibawah umur dan berada dibawah pengasuhannya, namun dalampraktek hal ini sulit dilakukan.

Menurut teori hukum perdata internasional, untuk menentukan status

anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu

perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan

orang tuanya sah sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya,

atau perkawinan tersebut tidak sah, sehingga anak dianggap sebagai anak luar

nikah yang hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya. Undang-

Undang kewarganegaraan yang baru (UU No. 12 Tahun 2006 tentang

Kewarganegaraan) memuat asas-asas kewarganegaraan umum atau universal.

Berdasarkan Undang-undang ini anak yang lahir dari perkawinan

seorang wanita WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari

perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui

sebagai warga negara Indonesia.

Page 18: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

47

Kedudukan anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin akan

mengikuti kewarganegaraan ayah atau ibunya dengan siapa ia mempunyai

hubungan hukum keluarga. Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda,

dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus

menentukan pilihannya. Pernyataan untuk memilih tersebut harus

disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau

setelah kawin.

Berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan RI yang baru, anak

yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA, maupun

anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI,

sama-sama diakui sebagai warga negara Indonesia. Sejak dahulu diakui

bahwa soal keturunan termasuk status personal (Statuta personalia adalah

kelompok kaidah yang mengikuti kemana ia pergi).

Negara-negara common law berpegang pada prinsip domisili (ius soli)

sedangkan negara-negara civil law berpegang pada prinsip nasionalitas (ius

sanguinis). Pada umumnya yang sering digunakan ialah hukum personal dari

sang ayah sebagai kepala keluarga (pater familias) pada masalah-masalah

keturunan secara sah. Hal ini adalah demi kesatuan hukum dalam keluarga

dan demi kepentingan kekeluargaan, demi stabilitas dan kehormatan dari istri

dan hak-hak maritalnya. Sistem kewarganegaraan dari ayah adalah yang

terbanyak dipergunakan di negara-negara lain, seperti misalnya Jerman,

Yunani, Italia, Swiss dan kelompok negara-negara sosialis.

Dalam sistem hukum Indonesia, Sudargo Gautama menyatakan

kecondongannya pada sistem hukum dari ayah demi kesatuan hukum dalam

Page 19: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - USM

48

keluarga, bahwa semua anak–anak dalam keluarga itu sepanjang mengenai

kekuasaan tertentu orang tua terhadap anak mereka (ouderlijke macht) tunduk

pada hukum yang sama. Kecondongan ini sesuai dengan prinsip dalam UU

Kewarganegaraan No. 62 Tahun 1958. Kecondongan pada sistem hukum

ayah demi kesatuan hukum, memiliki tujuan yang baik yaitu kesatuan dalam

keluarga, namun dalam hal kewarganegaraan ibu berbeda dari ayah, lalu

terjadi perpecahan dalam perkawinan tersebut maka akan sulit bagi ibu untuk

mengasuh dan membesarkan anak-anaknya yang berbeda kewarganegaraan,

terutama bila anak-anak tersebut masih dibawah umur.