hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id v... · letak warung yang berdekatan dengan kampus...

24
29 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Jalan Babakan Raya merupakan salah satu jalan yang terdapat di Kelurahan Babakan, Kecamatan Darmaga. Jarak antara kelurahan Babakan dengan Kota Bogor adalah 18 Km yang bisa dicapai selama 1 jam perjalanan. Daerah ini berdekatan dengan sekolah, kampus IPB, serta pemukiman penduduk. Di daerah ini terdapat banyak pedagang kaki lima serta rumah makan, mulai dari Warung Sunda, Warung Tegal hingga Rumah Makan Padang. Dari survey yang telah dilakukan sepanjang jalan babakan raya terdapat 5 Warung Sunda, 9 Warung Tegal dan 4 Rumah Makan Padang. Sensus penduduk tahun 2005 menunjukkan jumlah penduduk di Kelurahan Babakan mencapai 8.667 jiwa dan angka ini bertambah menjadi 10.889 pada pertengahan tahun 2009. Jumlah tersebut adalah jumlah penduduk yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan belum termasuk penduduk yang tidak memiliki KTP seperti pendatang dan mahasiswa dari berbagai daerah. Berdasarkan tingkat pendidikan formal penduduk dikategorikan belum sekolah, usia 7-45 tahun tapi tidak pernah sekolah, pernah sekolah SD tapi tidak tamat, dan penduduk yang menamatkan pendidikan formal dari tingkat SD hingga S3. Sebagian dari penduduk tersebut ada pada kategori tamatan SD, SMP, dan SMA. Penduduk yang merupakan tamatan SD ada 1.750 orang, tamatan SMP 1.215 orang dan tamat SMA 1.320 orang. Mata pencaharian utama sebagian besar penduduk adalah buruh/swasta. Sisanya bermatapencaharian sebagai pegawai negeri, pedagang, peternak, montir, dll. Penduduk Kelurahan Babakan berasal dari etnis yang beragam yaitu Sunda, Jawa, Betawi, Minang, Batak dan Makasar. Gambaran Umum Rumah Makan Ketiga rumah makan dalam penelitian ini terletak di sekitar kampus IPB Darmaga, jalan Babakan Raya, Kelurahan Babakan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Ketiga rumah makan tersebut berasal dari tiga kelompok rumah makan, yaitu kelompok Warung Tegal, Rumah Makan Padang dan Warung Sunda.

Upload: vukien

Post on 21-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi PenelitianJalan Babakan Raya merupakan salah satu jalan yang terdapat di

Kelurahan Babakan, Kecamatan Darmaga. Jarak antara kelurahan Babakan

dengan Kota Bogor adalah 18 Km yang bisa dicapai selama 1 jam perjalanan.

Daerah ini berdekatan dengan sekolah, kampus IPB, serta pemukiman

penduduk. Di daerah ini terdapat banyak pedagang kaki lima serta rumah

makan, mulai dari Warung Sunda, Warung Tegal hingga Rumah Makan Padang.

Dari survey yang telah dilakukan sepanjang jalan babakan raya terdapat 5

Warung Sunda, 9 Warung Tegal dan 4 Rumah Makan Padang.

Sensus penduduk tahun 2005 menunjukkan jumlah penduduk di

Kelurahan Babakan mencapai 8.667 jiwa dan angka ini bertambah menjadi

10.889 pada pertengahan tahun 2009. Jumlah tersebut adalah jumlah penduduk

yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan belum termasuk penduduk yang

tidak memiliki KTP seperti pendatang dan mahasiswa dari berbagai daerah.

Berdasarkan tingkat pendidikan formal penduduk dikategorikan belum sekolah,

usia 7-45 tahun tapi tidak pernah sekolah, pernah sekolah SD tapi tidak tamat,

dan penduduk yang menamatkan pendidikan formal dari tingkat SD hingga S3.

Sebagian dari penduduk tersebut ada pada kategori tamatan SD, SMP, dan

SMA. Penduduk yang merupakan tamatan SD ada 1.750 orang, tamatan SMP

1.215 orang dan tamat SMA 1.320 orang.

Mata pencaharian utama sebagian besar penduduk adalah buruh/swasta.

Sisanya bermatapencaharian sebagai pegawai negeri, pedagang, peternak,

montir, dll. Penduduk Kelurahan Babakan berasal dari etnis yang beragam yaitu

Sunda, Jawa, Betawi, Minang, Batak dan Makasar.

Gambaran Umum Rumah MakanKetiga rumah makan dalam penelitian ini terletak di sekitar kampus IPB

Darmaga, jalan Babakan Raya, Kelurahan Babakan, Kecamatan Darmaga,

Kabupaten Bogor. Ketiga rumah makan tersebut berasal dari tiga kelompok

rumah makan, yaitu kelompok Warung Tegal, Rumah Makan Padang dan

Warung Sunda.

30

Warung TegalLetak warung yang berdekatan dengan kampus mengakibatkan warung

sering dikunjungi oleh mahasiswa. Warung ini memiliki 28 tempat duduk

pengunjung. Bangunan warung kokoh dan di setiap ruangan memiliki batas

dinding atau pintu dengan ruangan lain. Atap terbuat dari bahan yang tahan lama

dan kedap air, sedangkan loteng terbuat dari bahan triplek yang sudah agak

rusak. Hal ini terlihat dengan adanya lubang-lubang kecil di sekitar loteng.

Pencahayaan di warung ini sudah cukup dan lantai terbuat dari bahan kedap air

(plester). Warung ini memiliki fasilitas sanitasi seperti tempat pencucian peralatan

masak dan makan, tempat sampah serta kamar mandi/toilet. Di warung ini

tersedia tong sampah tetapi tidak tertutup dan kamar mandi/toilet hanya

diperuntukkan bagi karyawan di warung tersebut. Sumber air di warung ini

berasal dari air sumur, yang dipergunakan untuk memasak, minum dan mencuci

peralatan.

Peralatan memasak dan persiapan yang digunakan warung ini terbuat

dari aluminium, stainless steel dan plastik. Piring makan yang digunakan oleh

warung ini berupa piring porselin. Air yang digunakan dalam pencucian peralatan

memasak dan makan berupa air yang mengalir dari kran dan sabun untuk

menghilangkan kotorannya.

Di warung Tegal ini juga tersedia lemari pendingin yang digunakan untuk

meyimpan bahan makanan, bumbu, serta buah. Makanan yang sudah masak

biasanya disimpan di panci atau wadah plastik bertutup sebelum disajikan di

etalase makanan. Etalase makanan di warung ini ditutup dengan menggunakan

tirai yang bertujuan untuk mencegah hinggapnya lalat ke makanan. Walaupun

sudah menggunakan tirai, tapi tetap saja ada lalat yang masuk kedalam etalase

makanan dikarenakan penjamah makanan yang lupa menutup kembali tirai

setelah melayani pembeli.

Di atas meja makan di rumah makan ini, disediakan tisu, gelas, sendok,

garpu, tusuk gigi, dan ceret. Tisu yang disediakan berupa tisu lipat. Gelas

diletakkan di atas rak kecil khusus gelas. Sendok dan garpu diletakkan dalam

wadah terbuka. Di warung ini disediakan ceret berisi air minum yang boleh

diminum gratis oleh para pengunjung. Walaupun sudah disediakan air minum

didalam ceret, warung ini juga menyediakan air minum kemasan yang boleh

dibeli pengunjung kalau mereka tidak mau meminum air yang disediakan oleh

warung.

31

Rumah Makan PadangSama halnya dengan Warung Tegal, Rumah Makan Padang ini juga

sering dikunjungi oleh mahasiswa. Kapasitas tempat duduk di rumah makan ini

adalah sebanyak 16 tempat duduk pengunjung. Bangunannya kokoh, atap

terbuat dari bahan kedap air, loteng terbuat dari bahan triplek. Pencahayaan di

rumah makan ini sudah cukup dan lantai terbuat dari bahan kedap air (plester).

Warung ini memiliki fasilitas sanitasi seperti tempat pencucian peralatan masak

dan makan, tempat sampah serta kamar mandi/toilet. Seperti pada warung

Tegal, tong sampah di rumah makan Padang juga tidak tertutup serta kamar

mandi/toilet hanya diperuntukkan bagi karyawan di rumah makan saja. Sumber

air berasal dari air sumur bor, yang digunakan untuk memasak, minum dan

mencuci peralatan.

Peralatan yang digunakan memasak dan persiapan di rumah makan ini

terbuat dari besi, aluminium, stainless steel dan plastik. Piring makan yang

digunakan di rumah makan ini berupa piring porselin. Air yang digunakan dalam

pencucian peralatan berupa air yang mengalir dari kran dan sabun untuk

menghilangkan kotorannya.

Di Rumah Makan Padang ini juga tersedia lemari pendingin yang

digunakan untuk menyimpan bahan makanan dan bumbu-bumbu. Makanan yang

sudah masak biasanya disimpan di dalam panci besar bertutup. Etalase

makanan di rumah makan ini juga ditutupi dengan tirai untuk mencegah

hinggapnya lalat ke dalam makanan.

Di atas meja makan tersedia tisu, sendok, garpu dan tusuk gigi. Tisu yang

tersedia berupa tisu lipat. Sendok dan garpu diletakkan di wadah yang terbuka.

Diatas meja makan Rumah Makan Padang tidak disediakan gelas dan ceret,

karena biasanya di rumah makan ini gelas langsung diisi air minum oleh

penjamah makanan di tempat persiapan setelah itu baru disajikan ke

pengunjung. Selain makan dengan menggunakan sendok dan garpu,

pengunjung juga bisa makan dengan menggunakan tangan, karena rumah

makan ini juga menyediakan kobokan untuk mencuci tangan pengunjung.

Warung SundaWarung Sunda ini juga dikunjungi oleh banyak mahasiswa. Kapasitas

tempat duduk di warung ini adalah 20 tempat duduk pengunjung. Warung ini

berdiri pada sebuah bangunan yang kokoh. Setiap ruangan dibatasi oleh dinding

32

dan pintu. Tidak seperti warung Tegal dan rumah makan Padang, pada warung

Sunda, terdapat tempat untuk menggoreng dan memanggang makanan karena

konsep warung sunda adalah penyajian makanan secara panas, langsung

disajikan setelah dimasak (walaupun sebelumnya sudah dimasak didapur

terlebih dahulu). Letak tempat menggoreng dan memanggang ini adalah

dibagian teras warung.

Pencahayaan pada warung ini sudah cukup, lantaipun sudah terbuat dari

bahan kedap air (plester). Fasilitas sanitasi di warung ini adalah tempat

pencucian peralatan masak dan makan, tong sampah serta kamar mandi/toilet.

Selain itu juga tersedia wastafel yang bisa digunakan pengunjung untuk mencuci

tangan. Pada wastafel tidak disediakan lap tangan serta sabun. Tong sampah

pada warung ini juga dalam keadaan terbuka. Kamar mandi/toiletnya juga hanya

diperuntukkan bagi karyawan saja.

Hampir sama dengan warung Tegal dan rumah makan Padang, di

warung Sunda ini juga menggunakan peralatan memasak dan persiapan yang

terbuat dari aluminium, stainlees steel serta plastik. Piring yang digunakan juga

terbuat dari bahan porselin. Pencucian peralatan masak dan makan juga

dilakukan dengan menggunakan air mengalir dari kran dan memakai sabun

untuk menghilangkan kotoran. Sumber air di warung ini adalah dari air sumur.

Di warung Sunda ini terdapat satu buah lemari pendingin. Lemari

pendingin ini digunakan untuk menyimpan sayuran (lalapan) dan buah. Untuk

penyimpanan makanan yang sudah masak, di warung ini menggunakan wadah

plastik bertutup. Etalase makanan juga dilengkapi dengan tirai untuk mencegah

masuknya lalat.

Di atas meja makan tersedia tisu, sendok, garpu, gelas, ceret dan tusuk

gigi. Tisu yang tersedia berupa tisu gulung. Sendok dan garpu diletakkan

didalam wadah yang terbuka. Gelas di letakkan di rak khusus gelas. Di warung

ini disediakan ceret berisi air minum yang boleh diminum gratis oleh para

pengunjung.

Karakteristik Penjamah MakananKarakteristik penjamah makanan yang diteliti adalah umur dan jenis

kelamin. Jumlah penjamah makanan sebanyak 16 orang yang berasal dari 3

rumah makan yang berada di sekitar kampus IPB Darmaga. Sebanyak 6 orang

33

penjamah dari Warung Tegal, 4 penjamah dari Rumah Makan Padang, dan 6

penjamah dari Warung Sunda.

UmurUmur penjamah makanan dalam penelitian ini berkisar antara 18-40

tahun. Sebagian besar penjamah makanan (75%) adalah usia dewasa awal yaitu

berusia <25 tahun. Sebaran penjamah makanan berdasarkan umur disajikan

dalam Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran penjamah makanan berdasarkan umurUmur

(Tahun)Jumlah (n=16)

N %<25 12 75,0

25-32 2 12,5>32 2 12,5

Total 16 100

Kelompok usia dewasa awal ini merupakan kelompok usia yang memiliki

produktivitas tinggi. Penjamah makanan yang memiliki usia lebih tinggi

kemungkinan memiliki pengetahuan tentang keamanan pangan yang lebih baik

daripada penjamah makanan usia muda karena pengalaman dan informasi yang

mereka peroleh. Namun demikian, juga berpeluang memiliki informasi yang

kurang tentang keamanan pangan yang terbaru sehingga dapat mempengaruhi

cara berfikir dan tindakan mereka.

Jenis KelaminLebih dari separuh penjamah makanan berjenis kelamin laki-laki yaitu

sebesar 68.75%. Sebaran penjamah makanan berdasarkan jenis kelamin

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran penjamah makanan berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (n=16)N %

Laki-laki 11 68,75Perempuan 5 31,25

Total 16 100

Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa jumlah penjamah makanan laki-laki di

rumah makan sekitar kampus IPB Darmaga lebih banyak dibandingkan dengan

jumlah penjamah makanan perempuan. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian

34

Sari (2004) yang menyatakan bahwa persentase penjamah makanan yang

berjenis kelamin laki-laki adalah lebih banyak daripada perempuan.

Lebih banyaknya penjamah makanan laki-laki dibandingkan dengan

penjamah makanan perempuan diduga karena fisik atau kondisi tubuh laki-laki

yang lebih kuat dibandingkan dengan perempuan. Selain itu jumlah jam kerja

yang relatif lama serta jenis pekerjaannya yang beragam menyebabkan laki-laki

lebih banyak bekerja di rumah makan dibandingkan perempuan. Pekerjaan yang

harus dilakukan penjamah makanan adalah mulai dari persiapan, pengolahan,

penyajian sampai pelayanan kepada pembeli. Rata-rata lama bekerja di Warung

Tegal, Rumah Makan Padang dan Warung Sunda berturut-turut adalah 14, 12,

dan 11 jam.

Tingkat PendidikanSemua penjamah makanan dalam penelitian ini pernah mengikuti

pendidikan formal. Pendidikan penjamah makanan berkisar antara tamat Sekolah

Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut Notoatmodjo 2003

pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang

lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan yang

diharapkan oleh pelaku pendidikan. Sebaran penjamah makanan berdasarkan

pendidikan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Sebaran penjamah makanan berdasarkan pendidikan

35

Pendidikan sangat penting untuk merubah perilaku seseorang. Sebanyak

44% penjamah makanan memiliki tingkat pendidikan SMP. Berdasarkan hasil

penelitian Perdani (2001) menyatakan bahwa sebanyak 35% penjamah

makanan di warung makan sekitar kampus IPB merupakan tamatan SMP.

Menurut Mawaddah dalam Fajarwati 2010 tingkat pendidikan seseorang akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang. Tingkat pendidikan formal seseorang

umumnya berpengaruh terhadap kemampuan membaca dan menulisnya.

Kemampuan tersebut sangat diperlukan untuk menunjang proses penyerapan

informasi dari lingkungannya.

Lama BekerjaMenurut Notoatmodjo 2003, pengetahuan, pengalaman dan sumber

informasi merupakan dasar untuk terjadinya perubahan perilaku. Diharapkan

dengan semakin lamanya seseorang bekerja di rumah makan maka

pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang makanan sehat yang diperoleh

akan semakin baik sehingga akan membentuk perilaku yang baik. Sebaran

penjamah makanan berdasarkan lama bekerja disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran penjamah makanan berdasarkan lama bekerja

Lama Bekerja(Tahun)

Jumlah (n=16)N %

<11-2>2

4102

25,062,512,5

Total 16 100

Lama bekerja adalah lama waktu penjamah makanan bekerja dirumah

makan tempat mereka bekerja. Lama bekerja contoh sebagai penjamah

makanan dirumah makan sebagian besar (62.5%) yaitu 1-2 tahun.

Keikutsertaan Penyuluhan Keamanan PanganPenyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem

dan proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud

perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan (Bahua 2007). Dari

wawancara yang telah dilakukan, diketahui semua penjamah makanan (100%)

belum pernah mengikuti penyuluhan tentang keamanan pangan. Sebaran

penjamah makanan berdasarkan keikutsertaan dalam penyuluhan keamanan

pangan disajikan pada Gambar 4.

36

Gambar 4 Sebaran penjamah makanan berdasarkan keikutsertaannya dalampenyuluhan keamanan pangan

Pengetahuan, Sikap dan Praktek Tentang Keamanan Pangan

Pengetahuan Tentang Keamanan PanganPengetahuan seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan dan

tingkat pendidikan seseorang, tetapi juga dipengaruhi oleh sumber informasi,

pengalaman, dan kegiatan penyuluhan (Notoatmodjo 2003). Sebaran penjamah

makanan berdasarkan jawaban yang benar mengenai pengetahuan tentang

kemanan pangan dapat dilihat pada Tabel 8.

Dari 20 pertanyaan tentang pengetahuan keamanan pangan (Tabel 8),

masih banyak contoh yang tidak mampu menjawab dengan benar. Pada

pertanyaan mengenai makanan yang aman bagi kesehatan hanya 25% contoh

yang menjawab dengan benar. Pada beberapa pertanyaan lainnya masih banyak

contoh yang menjawab salah, seperti pada pertanyaan tentang pencucian

peralatan makan, cara merebus air yang baik, penggunaan BTP yang tidak

dianjurkan, alasan makanan berjamur tidak aman dikonsumsi, jika ditemukan

sehelai rambut didalam makanan, penyebab makanan tidak aman dikonsumsi

serta pertanyaan tentang tujuan mencuci tangan sebelum makan.

37

Tabel 8 Sebaran penjamah makanan berdasarkan jawaban benar mengenaipengetahuan

Pengetahuan Keamanan Pangan Total (n=16)N %

1. Makanan yang aman bagi kesehatan2. Makanan dan minuman yang tidak bersih mengakibatkan3. Yang menyebabkan makanan tidak aman dikonsumsi4. Tanda-tanda makanan tercemar mikroba5. Makanan yang berjamur tidak aman dikonsumsi6. Cara penanggulangan makanan yang sudah basi7. Jika didalam makanan ditemukan sehelai rambut8. Yang dilakukan saat bersin ketika mengolah makanan9. Cara merebus air yang baik10. Tujuan memasak air minum11. Sumber air minum paling baik12. Ciri-ciri air bersih13. Pencucian peralatan makan14. Cuci tangan sebaiknya menggunakan15. Tujuan mencuci tangan sebelum makan16. Penyakit akibat makanan tercemar dan keracunan pangan17. Gejala keracunan pangan18. Kegiatan yang menimbulkan cemaran pada makanan19. Kemasan yang baik untuk membungkus makanan20. Penggunaan BTP yang tidak dianjurkan

4159

168

168

117

1214166

139

111512157

259456

10050

1005067447588

1003881566994759444

Seluruh penjamah makanan (100%) dapat menjawab dengan benar

terhadap pertanyaan tentang tanda-tanda makanan yang tercemar mikroba,

penanganan makanan yang sudah basi, serta ciri-ciri air bersih. Banyaknya

contoh yang menjawab benar menunjukkan bahwa contoh sudah mengetahui

dan memahami tentang tanda-tanda makanan yang tercemar mikroba,

penanganan makanan yang sudah basi dan ciri-ciri air bersih. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena sumber informasi yang diperoleh dan

pengalamannya. Sumber informasi di masyarakat cukup luas dan beragam

seperti media cetak dan elektronik.

Menurut Taryoto (1991), tingkat pengetahuan yang relatif tinggi dapat

menekan resiko terjadinya pencemaran makanan karena dengan pengetahuan

yang tinggi diharapkan memiliki sikap yang positif dan sikap yang positif ini akan

mendorong untuk bertindak lebih baik.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang yaitu tingkat pendidikan, keikutsertaan dalam penyuluhan atau

pelatihan, lama bekerja, umur, tempat tinggal dan sumber informasi. Tingkat

pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang pernah di selesaikan oleh

penjamah makanan yang ditandai dengan surat tanda tamat belajar / Ijazah.

Keikutsertaan penyuluhan dan pelatihan tentang keamanan pangan adalah

38

partisipasi aktif penjamah makanan dalam mempelajari keamanan pangan agar

terwujud perubahan pengetahuan, sikap dan praktek ke arah yang lebih baik.

Lama bekerja adalah lama waktu penjamah makanan bekerja dirumah makan

tempat mereka bekerja. Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir

sampai saat ini. Umur merupakan periode terhadap pola-pola kehidupan yang

baru, semakin bertambahnya umur akan mencapai usia reproduksi

(Notoadmodjo 2003). Tempat tinggal adalah tempat menetap sehari-hari.

Pengetahuan seseorang akan lebih baik jika berada di perkotaan daripada di

pedesaan karena di perkotaan akan meluasnya kesempatan untuk melibatkan

diri dalam kegiatan sosial maka wawasan sosial makin kuat, di perkotaan juga

mudah mendapatkan informasi (Hurlock 1980). Informasi yang diperoleh dari

berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila

seseorang benyak memperoleh informasi maka ia cendrung mempunyai

pengetahuan yang lebih luas (Notoadmodjo 2003).

Skor rata-rata pengetahuan penjamah makanan berdasarkan tingkat

pendidikan disajikan pada Tabel 9 dan berdasarkan umur disajikan pada Tabel

10.

Tabel 9 Skor rata-rata pengetahuan penjamah makanan berdasarkan tingkatpendidikan

Tingkat pendidikan n Skor rata-rata pengetahuan (%)Tamat SD 3 61,76

SMP 7 75,00SMA 6 68,33

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa penjamah makanan dengan tingkat

pendidikan SMP dan SMA memiliki pengetahuan tentang keamanan pangan

lebih baik dari pada penjamah makanan yang memiliki tingkat pendidikan SD.

Hal ini mengindikasikan seseorang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi

cenderung mempunyai skor pengetahuan yang lebih tinggi pula diduga karena

keingintahuan yang lebih besar.

Tabel 10 Skor rata-rata pengetahuan penjamah makanan berdasarkan umurUmur n Skor rata-rata pengetahuan<25 12 71,67

25-32 2 62,50>32 2 67,50

39

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa penjamah makanan yang

berusia lebih muda (< 25 tahun) memiliki skor rata-rata pengetahuan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan penjamah makanan yang lebih tua (> 25 tahun).

Seseorang dengan usia yang lebih tinggi biasanya akan memiliki pengetahuan

yang lebih banyak serta info yang diperolehnya juga lebih beragam. Namun

demikian, seseorang dengan usia yang lebih tinggi biasanya akan lebih malas

membaca sehingga sulit menerima informasi terbaru.

Pengetahuan penjamah makanan selanjutnya dikelompokkan menjadi

tiga kategori, yaitu kurang, sedang dan tinggi. sebaran penjamah makanan

berdasarkan tingkat pengetahuan tentang keamanan pangan disajikan pada

Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran penjamah makanan berdasarkan tingkat pengetahuan tentangkeamanan pangan

Pengetahuan KeamananPangan

Jumlah (n=16)N %

Kurang 2 12,5Sedang 10 62,5Baik 4 25,0

Total 16 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penjamah makanan

(62,5%) memiliki tingkat pengetahuan tentang keamanan pangan yang sedang.

Hal ini diduga karena tingkat pendidikan penjamah makanan yang relatif masih

rendah yaitu sebagian besar (44%) tingkat pendidikan penjamah makanan

adalah SMP. Selain tingkat pendidikan, umur penjamah makanan yang masih

dalam kelompok usia dewasa awal juga akan mempengaruhi, lama bekerja

penjamah makanan di rumah makan yang masih relatif belum lama (1-2 tahun)

serta penjamah makanan yang tidak pernah ikut dalam kegiatan pelatihan dan

penyuluhan tentang keamanan pangan.

Sikap Keamanan Pangan Penjamah MakananAdanya pengetahuan yang baik dari penjamah makanan tentang

keamanan pangan menyebabkan akan adanya suatu sikap yang baik pula dari

penjamah makanan tersebut, sehingga diharapkan mereka akan bertindak

dengan memperhatikan keamanan pangan dalam penyelenggaraan makanan.

Menurut Notoatmodjo 2003, bahwa pengetahuan, pikiran, keyakinan dan

emosi memegang peranan penting dalam menentukan sikap. Sikap merupakan

40

reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus

atau objek, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

bersangkutan dan belum menunjukan tindakan atau aktivitas, tetapi sikap

merupakan predeposisi tindakan dari suatu perilaku. Sebaran penjamah

makanan berdasarkan sikap setuju tentang keamanan pangan disajikan pada

Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran penjamah makanan berdasarkan sikap setuju tentangkeamanan pangan

Sikap Keamanan PanganTotal (n=16)

N %Pertanyaan Positif

1. Saat menyajikan makanan sebaiknya memakai penutupkepala, celemek dan sarung tangan

2. Makanan yang sehat adalah mengandung cukup zat gizi danbersih serta aman dikonsumsi

3. Peralatan yang kotor direndam terlebih dahulu menggunakandetergen, setelah itu dibilas dengan air bersih dan terakhirdibilas dengan air panas

4. Jarak yang jauh antara dapur dengan tempat penyajianmakanan dapat berpengaruh terhadap keamanan makanan

5. Adanya lalat ditempat penyajian makanan dapatmempengaruhi keamanan makanan tersebut

6. Tumpukkan sampah yang berserakan didekat rumah makandapat menyebabkan makanan tercemar

7. Kebersihan tempat jualan adalah hal yang penting untukmenunjang keamanan pangan

8. Mencuci tangan sebelum dan setelah mengolah / menyajiaknmakanan / minuman adalah hal yang penting

9. Memakai penutup kepala dapat menghindari makanan daricemaran

10. Penting memeperhatikan informasi label gizi dan tanggalkadaluarsa pada produk makanan

15

16

11

15

12

13

15

16

13

16

94

100

69

94

75

81

94

100

81

100

Pertanyaan Negatif11. Penjamah makanan diperbolehkan mempunyai kuku yang

panjang asal bersih12. Tidak perlu memakai pisau yang berbeda jika hendak

memotong bahan makanan mentah maupun makanan yangmatang

13. Mempergunakan talenan yang sama untuk memotong sayurdan daging

14. Piring / peralatan yang sudah dicuci langsung dikeringkandengan lap

15. Bak pencucian piring tidak dibersihkan kecuali kalau sudahkotor sekali

16. Mengambil makanan dengan tangan yang tidak dicuci tidakmenimbulkan cemaran

17. Bersin dan berbicara saat mengolah dan menyajikanmakanan adalah hal yang biasa dilakukan

18. Membungkus makanan dengan plastik bekas biasa sayalakukan

19. Bahan makanan tidak perlu dibersihkan sebelum diiris ataudipotong asalakan dimasak dengan baik

20. Penggunaan air panas tidak perlu untuk memcuci alat-alatmakan asalkan dicuci dengan air sabun

7

13

8

0

10

8

1415

9

3

44

81

50

0

63

50

8894

56

19

41

Seluruh penjamah makanan (100%) setuju bahwa makanan yang sehat

adalah mengandung cukup zat gizi dan bersih serta aman dikonsumsi. Selain itu

seluruh penjamah makanan juga setuju bahwa mencuci tangan sebelum dan

setelah mengolah / menyajikan makanan / minuman adalah hal yang penting.

Lebih lanjut seluruh penjamah makanan juga setuju bahwa penting

memperhatikan informasi label gizi dan tanggal kadaluarsa pada produk

makanan. Sikap setuju penjamah makanan disebabkan karena keyakinan dan

kepercayaan mereka, serta tingginya pengetahuan mereka terhadap suatu obyek

tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Allport (1954) yang diacu dalam

Notoatmodjo (2003) bahwa sikap terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu

kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap obyek.

Pada kelompok pertanyaan positif, hampir semua penjamah makanan

menjawab setuju, ini terlihat dari tingginya persentase jawaban benar penjamah

makanan (88,8%). Tetapi pada kelompok pertanyaan negatif masih banyak

penjamah makanan yang menjawab setuju (54,5%), seperti pada pertanyaan

piring/peralatan yang sudah dicuci langsung dikeringkan dengan lap, air panas

tidak perlu digunakan untuk mencuci alat masak, serta penjamah makanan boleh

mempunyai kuku panjang asal bersih. Menurut KEPMENKES RI no:

1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang persyaratan hygiene sanitasi rumah makan

dan restoran, untuk syarat pengeringan peralatan, alat-alat yag sudah dicuci

ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar

matahari atau sinar buatan/mesin dan tidak boleh dilap dengan kain. Tidak

dibolehkannya pengeringan alat dengan kain diduga karena kain bisa saja

menjadi sumber mikroorganisme yang bisa berpindah pada peralatan, apalagi

kalau kain yang digunakan tidak bersih/kotor.

Skor sikap pada pernyataan positif cenderung lebih baik dari pada skor

sikap pada pertanyaan negatif, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 12. Hal ini

mungkin disebabkan oleh kepercayaan penjamah pada suatu pernyataan serta

pada pertanyaan negatif yang bisa menjebak, sehinga membuat penjamah

meyakini pernyataan tersebuat sebagai sesuatu yang benar. Sebaran contoh

berdasarkan sikap tentang keamanan pangan disajikan pada Tabel 13.

42

Tabel 13 Sebaran penjamah makanan berdasarkan sikap tentang keamananpangan

Sikap Keamanan Pangan Jumlah (n=16)N %

Kurang 1 6,25Sedang 12 75,00Baik 3 18,75

Total 16 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (75%)

memiliki sikap tentang keamanan pangan yang sedang, ini ditunjukan oleh skor

sikap seluruh penjamah makanan yang berkisar antara 60 - 80. Disamping itu

juga ada penjamah makanan yang sudah memiliki sikap tentang keamanan

pangan dalam kategori baik sebanyak 18,75% dan hanya 6,25% penjamah

makanan yang memiliki sikap dalam kategori kurang. Pada penelitian Fajarwati

2010, menyebutkan bahwa sebanyak 32,3% pedagang jajanan kaki lima di jalan

Babakan Raya, Darmaga memiliki sikap tentang keamanan pangan dalam

kategori sedang.

Praktek Keamanan Pangan ContohMenurut Notoatmodjo (2003), faktor yang membedakan respon atau

praktek tentang keamanan pangan suatu individu meliputi karakteristik individu

yang bersifat genetik (tingkat kecerdasan, tingkat emosional) dan faktor eksternal

(lingkungan fisik, sosial, budaya dan ekonomi). Praktek keamanan pangan

merupakan aplikasi dari pengetahuan tentang keamanan pangan. Praktek

keamanan pangan oleh penjamah makanan akan berpengaruh terhadap

keamanan pangan yang dijual oleh penjual makanan. Proporsi kesesuaian

jawaban dengan praktek terkait tentang keamanan pangan disajikan pada Tabel

14.

Tabel 14 Proporsi kesesuaian praktek dengan prinsip keamanan pangan

Aspek Contoh Sesuai (%) Tidak sesuai (%)a. Higiene penjamah

makananPenjamah makanan 76,47 23,53

b. Penanganan danpenyimpanan makanandan minuman

c. Sarana dan prasarana

Rumah makan

Rumah makan

75,00

83,30

25,00

16,70d. Pengendalian hama,

sanitasi tempat danperalatan

Rumah makan 57,73 42,27

43

Berdasarkan hasil pengamatan seperti yang disajikan pada Tabel 14

dapat dilihat bahwa dari 17 peryataan tentang aspek higiene penjamah makanan

menunjukkan masih terdapat 23.53% contoh yang belum memenuhi standar. Hal

ini bisa diamati dari masih adanya penjamah makanan yang tidak mengikat

rambut dan tidak memakai penutup kepala, penjamah makanan mengobrol saat

mengolah makanan, penjamah makanan tidak selalu mencuci tangan sebelum

melayani pembeli atau mengolah pangan, serta penjamah makanan yang tidak

menggunakan pakaian kerja yang tidak digunakan di luar tempat bekerja.

Pada aspek penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman

ditemukan bahwa sebanyak 25% contoh masih belum memenuhi standar. Hal ini

terlihat dari penggunaan minyak goreng yang lebih dari tiga kali serta adanya

makanan / minuman yang tidak dikemas ada dalam kondisi terbuka (tidak selalu

ditutup).

Pada aspek sarana dan prasarana, dari tiga rumah makan hanya satu

rumah makan yang memiliki tempat cuci tangan. Untuk penyediaan tempat

sampah, semua rumah makan memiliki tempat sampah tetapi tidak ada

penutupnya.

Selanjutnya pada aspek pengendalian cemaran, sanitasi tempat dan

peralatan disetiap rumah makan ditemukan adanya lalat, baik di tempat

pengolahan maupun di tempat penyajian makanan. Pada ketiga rumah makan

juga tidak menggunakan tiga bak pencucian dan hanya mencuci peralatan

masak dan makan dengan menggunakan air langsung dari kran. Menurut

KEPMENKES RI no: 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang persyaratan hygiene

sanitasi rumah makan dan restoran, adalah bahwa tempat pencucian peralatan

atau bak pencucian sedikitnya terdiri dari tiga bak pencuci yaitu untuk

mengguyur, menyabun dan membilas. Selain itu, untuk keperluan pencucian

juga perlu dilengkapi dengan air panas dengan suhu 400C-800C. Hal ini ditujukan

untuk mempermudah proses pembersihan peralatan terutama peralatan yang

berlemak.

Pada ketiga rumah makan dapat dilihat bahwa peralatan yang telah dicuci

tidak dikeringkan di rak khusus melainkan hanya diletakkan disamping bak

pencucian atau di dalam baskom besar. Rak penyimpanan peralatan di tiap-tiap

rumah makan tidak terawat dengan bersih, terlihat dengan adanya kotoran di rak

penyimpanan serta rak yang sudah berkarat.

44

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tiga rumah makan yang diteliti

semuanya (100%) memiliki praktek keamanan pangan pada kategori sedang. Hal

ini menunjukkan bahwa persentase praktek keamanan pangan pada ketiga

rumah makan adalah berkisar antara 60 - 80% dari yang seharusnya (standar).

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan praktek yang dilakukan tentangkeamanan pangan

Praktek Keamanan PanganTotal (n=3)

N %Higiene penjamah makanan

1. Kondisi badan sehat2. Pakaian kerja bersih tidak digunakan diluar3. Tidak merokok4. Tidak punya luka terbuka

3123

1003367

1005. Kuku pendek dan bersih6. Tidak menggunakan perhiasan7. Mengikat rambut / memakai tutup kepala8. Tidak makan dan minum selama melayani pembeli9. Tidak menggaruk-garuk badan10. Tidak mengobrol11. Tidak bersin dan batuk ke makanan12. Tidak meludah13. Selalu mencuci tangan14. Tidak menggaruk telinga15. Mengeringkan tangan dengan lap16. Menggunakan sendok makan untuk mencicipi makanan yang

matang17. Tidak menyentuh pangan langsung dengan tangan saat

menyajikan

330330330333

3

1001000

1001000

1001000

100100100

100

Penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman18. Bahan makanan yang cepat rusak disimpan di lemari es19. Bahan makanan kering di pisah dari bahan makanan basah20. Penggunaan minyak goreng tidak lebih dari 3 kali21. Makanan / minuman yang tidak dikemas selalu ditutup22. Makanan / minuman diletakkan diwadah yang bersih23. Dikemas dalam pengemas bersih24. Tidak menggunakan plastik bekas25. Menggunakan air bersih

33003333

10010000

100100100100

Sarana dan prasarana26. Tersedia air bersih27. Air bersih dalam jumlah cukup28. Wadah makanan dalam keadaan bersih29. Tersedia tempat cuci tangan30. Tersedia lap tangan31. Tersedia toilet32. Tersedia tempat sampah tertutup33. Tersedia tempat pencucian peralatan34. Peralatan bersih dan tidak berkarat35. Terdapat saluran pembuangan limbah cair

3331330333

10010010033

1001000

100100100

45

Lanjutan Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan praktek yang dilakukan tentangkeamanan pangan

Praktek Keamanan Pangan Total (n=3)N %

Pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan36. Tidak ada lalat37. Upaya pencegahan masuknya hama38. Tidak ada bahan pangan berserakan39. Tidak berdekatan dengan saluran pembuangan air40. Tidak ada tumpukkan sampah41. Lantai kedap air, rata, tidak licin42. Permukaan dinding yang terkena percikan air di buat kedap air43. Permukaan langit-langit rata dan berwarna cerah44. Pencahayaan cukup45. Menggunakan 3 bak pencucian46. Pencucian peralatan dengan sabun pembersih47. Tempat penjualan terawat48. Peralatan tersimpan dalam keadaan bersih dan kering49. Peralatan yang telah dicuci dikeringkan dirak khusus50. Rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan bersih

033213113033300

01001006733

1003333

1000

10010010000

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Keamanan PanganRata-rata total skor pengetahuan, sikap dan praktek penjamah makanan

terhadap keamanan pangan disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Rata-rata total skor pengetahuan, sikap, dan praktek contoh terhadapkeamanan pangan

Jenis RumahMakan

Rata-rata total skor (%)Pengetahuan Sikap Praktek

Warung Tegal 80,0 72,5 72RM. Padang 60,0 70,0 74Warung Sunda 66,7 71,7 70

Pada tabel dapat dilihat bahwa skor pengetahuan yang lebih tinggi di ikuti

dengan skor sikap yang lebih tinggi pula. Berdasarkan hasil analisis dengan

menggunakan korelasi Pearson, terlihat bahwa adanya hubungan yang positif

nyata ( r=0,788, p<0,01 ) antara pengetahuan dengan sikap tentang keamanan

pangan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin baik pengetahuan seseorang

maka semakin baik pula sikapnya terhadap keamanan pangan. Hasil penelitian

ini sesuai dengan hasil penelitian Nasution (2009) yang menunjukkan terdapat

hubungan yang positif nyata antara pengetahuan gizi dan keamanan pangan

dengan sikap contoh tentang gizi dan keamanan pangan. Hal ini memperkuat

pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan

yang baik akan memiliki sikap yang baik/positif. Sebaliknya orang yang memiliki

pengetahuan rendah biasanya akan bersikap kurang baik.

46

Hubungan Pengetahuan dan Praktek Tentang Keamanan PanganPada Tabel 16 dapat dilihat bahwa rata-rata skor pengetahuan dan

praktek keamanan pangan penjamah makanan berada dalam kategori sedang,

yaitu skor berkisar antara 60 – 80. Berdasarkan pada data yang disajikan pada

Tabel 9 dapat dilihat bahwa skor pengetahuan yang lebih tinggi tidak diikuti

dengan skor praktek yang lebih tinggi pula. Hal ini mengindikasikan bahwa apa

yang dipraktekkan terkait dengan keamanan pangan belum sejalan dengan apa

yang diketahuinya. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Fatima (2002) yang

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengetahuan

keamanan pangan dengan praktek penjamah makanan. Praktek keamanan

pangan merupakan bentuk aplikasi dari pengetahuan keamanan pangan.

Praktek keamanan pangan yang dilakukan oleh penjamah makanan akan sangat

berpengaruh terhadap keamanan pangan yang dijual dirumah makan.

Hubungan Sikap dan Praktek Tentang Keamanan PanganPada Tabel 16 dapat dilihat bahwa rata-rata skor sikap dan skor praktek

keamanan pangan penjamah makanan berada dalam kategori sedang, yakni

skor masing-masing berada pada kisaran 60 – 80. Sikap terhadap keamanan

pangan belum sejalan dengan prakteknya. Hal ini dapat dilihat dari skor sikap

yang lebih tinggi tidak diikuti oleh skor praktek yang lebih tinggi pula. Hasil ini

tidak sejalan dengan hasil penelitian Fatima (2002) yang menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang positif antara sikap keamanan pangan dengan praktek

penjamah makanan. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup

dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek yang sudah melibatkan faktor

pendapat dan emosi yang bersangkutan dan belum menunjukkan tindakan atau

aktivitas, tetapi sikap merupakan predeposisi tindakan dari suatu perilaku

(Notoatmodjo 2003).

Mutu MikrobiologiDalam penelitian ini mutu mikrobiologi yang dianalisis adalah mutu

mikrobiologi penjamah dengan melakukan usap tangan, mutu mikrobiologi

makanan, air serta peralatan makan seperti piring dan sendok.

47

PenjamahKontaminasi makanan dapat berasal dari penjamah makanan terutama

tangan. Hal ini terjadi karena manusia menggunakan tangannya untuk keperluan

yang bermacam-macam dan berbeda-beda, menyentuh banyak macam benda

selain makanan yang diolah, sehingga tangan dapat menjadi tempat yang baik

bagi pertumbuhan mikroba (Nobel & Pitcher 1979 dalam Sari 2004).

Sebanyak 16 penjamah makanan dari tiga rumah makan dilakukan uji

sanitasi melalui uji kebersihan tangan. Tangan yang dipakai adalah tangan

kanan karena tangan ini lebih banyak melakukan pekerjaan daripada tangan kiri.

Total mikroba pada tangan penjamah makanan dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Total mikroba pada tangan penjamah makanan

Kategori N %Sedikit (1-3 koloni) 2 12,50Agak banyak (4-6 koloni) 7 43,75Banyak (7-10 koloni) 4 25,00Banyak sekali (>11 koloni) 3 18,75

Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa tangan penjamah makanan

seluruhnya mengandung mikroba, dari kategori sedikit (1-3 koloni) sampai

banyak sekali, yaitu 11 koloni atau lebih (Kuswanti 2002). Penjamah makanan

dalam suatu industri pangan merupakan sumber kontaminasi yang penting,

karena kandungan mikroba patogen pada manusia dapat menimbulkan penyakit

yang ditularkan melalui makanan. Kulit manusia tidak pernah bebas dari bakteri,

bahkan kulit yang bersih pun masih membawa bakteri. Adapun rata-rata total

mikroba pada tangan penjamah secara lengkap disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Rata-rata total mikroba pada tangan penjamah makanan dimasing-masing rumah makan

Jenis rumah makan Rata-rata total mikroba(koloni)

Kategori

Warung TegalRM. PadangWarung Sunda

778

BanyakBanyakBanyak

Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa rata-rata total mikroba pada

semua rumah makan berada pada kategori banyak. Rata-rata total mikroba pada

penjamah makanan di Warung Sunda lebih banyak daripada Warung Tegal dan

Rumah Makan Padang. Pengambilan contoh tangan penjamah makanan untuk

48

uji mikrobiologi dilakukan setelah penjamah makanan mencuci tangan hanya

dengan air. Hal ini membuktikan bahwa pencucian tangan dengan air saja tidak

dapat menghilangkan seluruh mikroba pada tangan. Selain itu, air yang

digunakan untuk mecuci tangan dapat juga meningkatkan total mikroba pada

tangan penjamah makanan. Hal ini diduga karena air yang digunakan juga

tercemar oleh mikroba. Berdasarkan hasil analisis terhadapa air mentah di ketiga

rumah makan, menunjukkan total mikroba pada air mentah di Warung Tegal,

Rumah Makan Padang dan Warung Sunda berturut-turut adalah 1,6x103;

1,2x103; dan 2,5x103 koloni/ml. Berdasarkan hasil penelitian Kuswanti (2002),

pencucian tangan dengan sabun antiseptik dapat mengurangi total mikroba

meskipun pengurangannya hanya berkisar antara 0,5-1,0 koloni.

MakananSampel makanan yang dianalisis dari masing-masing rumah makan

adalah lauk hewani, yakni ayam goreng dari warung Tegal dan warung Sunda

serta ayam gulai dari Rumah Makan Padang. Total mikroba pada pada ayam

goreng dan ayam gulai dari ketiga rumah makan disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Total mikroba ayam goreng dan ayam gulai dari masing-masing rumahmakan

Jenis rumah makan Makanan Total Mikroba (koloni/g)Warung Tegal Ayam Goreng 1,3 x 103

RM. Padang Ayam Gulai 1,5 x 103

Warung Sunda Ayam Goreng 1,5 x 103

Kisaran total mikroba pada ayam goreng dan ayam gulai yang dijual pada

rumah makan adalah antara 1,3x103 koloni/g - 1,5x103 koloni/g dengan rata-rata

1,4x103 koloni/g. Hasil analisis rata-rata total mikroba tersebut masih berada jauh

dibawah standar yang ditetapkan yaitu 1,0x105 koloni/g untuk makanan produk

olahan daging dan daging unggas yang diolah dengan panas (Badan

Standarisasi Nasional Indonesia 2009). Hal ini mengindikasikan bahwa ayam

goreng dan ayam gulai yang berasal dari ketiga rumah makan tersebut adalah

aman untuk dikonsumsi.

Rendahnya total mikroba pada ayam goreng dan ayam gulai disebabkan

oleh penggunaan bumbu-bumbu dan rempah serta suhu tinggi pada saat

pengolahannya. Menurut Perdani (2001) proses pengolahan yang sederhana

tanpa adanya bumbu dan rempah-rempah dalam jumlah yang banyak dapat

49

menjadi sebuah faktor penyebab tingginya kandungan mikroba pada makanan

tersebut. Hai ini diperkuat oleh hasil penelitian yang menunjukan bahwa bumbu

dan rempah-rempah dapat menghambat pertumbuhan mikroba dalam makanan

dengan menjadikan media tumbuhnya tidak menguntungkan bagi mikroba.

Menurut Fardiaz (1992) rempah-rempah yang terdapat di dalam bumbu

mengandung berbagai campuran bakteri dan kapang. Beberapa rempah dapat

bersifat merangsang pertumbuhan mikroba sedangkan rempah-rempah lainnya

mungkin bersifat anti mikroba. Selain itu, pengunaan suhu tinggi juga dapat

menghambat pertumbuhan mikroba dan inaktivasi enzim. Dengan demikian

kombinasi antara penggunaan bumbu dan pemanasan dapat menimbulkan efek

sinergis dalam menghambat pertumbuhan mikroba.

AirAir merupakan komponen penting dalam kehidupan. Keberadaanya

seringkali dilupakan, padahal air adalah sumber zat gizi penting bagi makhluk

hidup. Dengan memiliki manfaat yang penting tersebut, air sudah seharusnya

dipelihara kebersihannya karena jika tidak maka akan menjadi media

pertumbuhan bagi mikroba patogen, jamur, protozoa dan tempat hidup vektor

penyakit (CP Bulletin Service 2007).

Pengujian mutu mikroba pada air yang digunakan di rumah makan terdiri

dari air mentah yang belum dimasak serta air yang telah dimasak dan siap

diminum. Ketiga rumah makan menggunakan air yang berasal dari sumur. Hasil

analisis total mikroba pada air mentah dan matang dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Total mikroba pada air mentah dan air matang

Jenis WarungTotal mikroba (koloni/ml) Total mikroba (koloni/ml)

Air mentah Air matangWarung Tegal 1,6 x 103 1,4 x 103

RM. Padang 1,2x 103 1,0 x 103

Warung Sunda 2,5 x 103 1,0 x 103

Kisaran total mikroba pada air mentah yang berasal dari rumah makan

adalah antara 1,2x103 koloni/ml - 2,5x103 koloni/ml dengan rata-rata 1,8x103

koloni/ml. Total mikroba air mentah paling tinggi terdapat pada air mentah di

warung Sunda dengan total mikroba 2,5x103 koloni/ml (Tabel 20). Adanya

mikroba pada air mentah antara lain disebabkan oleh adanya kontaminasi dari

50

lingkungan, sebagaimana diketahui bahwa lokasi ketiga rumah makan tersebut

adalah berada di lingkungan pemukiman yang padat. Dengan demikian,

kemungkinan cemaran mikroba dapat berasal dari septic tank, saluran

pembuangan atau selokan, penampunagn sampah serta tempat penampungan

air.

Total mikroba pada air minum yang telah dimasak berkisar antara 1,0x103

koloni/ml - 1,4x103 koloni/ml dengan rata-rata 1,1x103 koloni/ml (Tabel 20). Total

mikroba pada air matang adalah lebih sedikit daripada air mentah. Penurunan

total mikroba ini diduga disebabkan oleh proses perebusan air yang memadai.

Pada rumah makan yang diambil contoh berupa air mentah dan air

matang yaitu sebanyak tiga rumah makan, terdapat perubahan kandungan total

mikroba pada contoh tersebut, yaitu terdapat penurunan kandungan total

mikroba pada air mentah setelah dimasak, tapi masih melebihi batas aman.

Masih tingginya kandungan total mikroba tersebut dapat tarjadi karena praktek

yang kurang baik dimana penyimpanan air matang yang kurang bersih, seperti

penyimpanan air matang pada ember dimana pengambilannya menggunakan

sebuah gayung. Cara memasak air yang menggunakan wadah panci yang

kemudian dibiarkan hingga dingin untuk kemudian dipindahkan pada tempat

minum merupakan salah satu peluang terjadinya kontaminasi mikroba.

Pada praktek pemasakan air sebaiknya air yang telah dimasak disimpan

dalam wadah yang tertutup agar tidak tercemar mikroba dan seminimal mungkin

tidak banyak proses pemindahan air yang telah dimasak seperti dari panci

ketempat air minum disimpan dan penyimapanan air dalam ember yang sering

dibuka tutup dan menggunakan gayung untuk mengambilnya merupakan praktek

yang kurang higienis. Pencucian wadah tempat air matang disimpan yang tidak

dilakukan secara teratur setiap hari merupakan salah satu peluang meningkatnya

total mikroba air matang.

Standar berdasarkan data Badan Standarisasi Nasional Indonesia tahun

2009 menunjukkan bahwa batasan total mikroba air minum dalam kemasan

adalah sebesar 1,0x102 koloni/ml (Angka lempeng total awal) dan 1,0x105

koloni/ml (Angka lempeng total akhir). Ini berarti air matang yang berasal dari

ketiga rumah makan tersebut memiliki mikroba yang sudah melebihi batas aman

berdasarkan angka lempeng total awal, dimana angka tersebut sudah melebihi

1,0x102 koloni/ml. Sebaliknya, berdasarkan angka lempeng total akhir, air minum

di ketiga rumah makan masih dalam batas aman karena berada di bawah

51

standar mikroba air minum dalam kemasan yaitu 1,0x105 koloni/ml. Hasil

penelitian ini juga sebanding dengan hasil penelitian Perdani (2001) yang

menyebutkan bahwa total mikroba pada air minum yang telah dimasak pada

warung makan di lingkar kampus IPB Darmaga berkisar antara 1,0x101 koloni/ml-

1,6x104 koloni/ml dengan rata-rata 2,0x103 koloni/ml, total tersebut menunjukkan

nilai yang berada diatas standar yang ditetapkan.

AlatAngka beberapa jenis penyakit infeksi yang umum diderita masyarakat,

seperti diare, tifus dan disentri mayoritas disebabkan oleh air minum yang

tercemar bakteri Escherichia coli, yang berasal dari tinja manusia dan hewan.

Selain mencemari air atau makanan, bakteri ini juga bisa mengontaminasi alat-

alat makan yang dicuci dengan air yang juga tercemar (Kompas 2010).

Pengujian mutu mikroba pada alat makan di rumah makan terdiri dari

piring dan sendok. Jumlah sampel alat makan yang dianalisis berjumlah 6 buah

yang berasal dari tiga rumah makan. Hasil analisis total mikroba dapat dilihat

pada Tabel 21.

Tabel 21 Total mikroba pada peralatan makan

Jenis Warung Total Mikroba (koloni/cm2)Piring Sendok

Warung Tegal 1,0x102 9,3x101

RM. Padang 1,8x102 7,5x101

Warung Sunda 1,5x102 1,1x102

Berdasarkan tabel diatas dari ketiga rumah makan, piring dirumah makan

Padang memiliki total mikroba lebih tinggi dari warung Tegal dan warung Sunda.

Pada sendok, total mikroba yang tinggi terdapat pada warung Sunda. Tingginya

total mikroba diduga karena peralatan tersebut setelah dicuci langsung

dikeringkan dengan menggunakan lap dan penggunaan air untuk mencuci yang

diduga tercemar mikroba. Menurut KEPMENKES RI no:

1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan hygienen sanitasi rumah makan

dan restoran, pengeringan peralatan harus memenuhi ketentuan yaitu peralatan

yang sudah dicuci harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri

dengan bantuan sinar matahari atau sinar buatan/mesin dan tidak boleh dilap

dengan kain.

52

Piring di ketiga rumah makan memiliki total mikroba yang melebihi dari

batas aman yaitu lebih dari 100 koloni/cm2, sedangkan untuk sendok total

mikroba yang melebihi batas aman hanya sendok pada warung sunda dengan

total mikroba 1,1x102 koloni/cm2. Banyaknya jumlah mikroba pada peralatan

diduga karena pencucian alat yang menggunakan air yang sudah tercemar oleh

mikroba. Peralatan makan yang tercemar mikroba dapat menyebabkan penyakit

pada manusia, seperti diare, thypus dan disentri.

Total mikroba pada piring lebih banyak bila dibandingkan dengan total

mikroba pada sendok. Hal ini disebabkan karena permukaan piring lebih luas

daripada permukaan sendok. Disamping itu, peluang sendok untuk kering

sempurna lebih besar daripada piring.

Hasil penelitian Sari 2004 menyatakan keberadaan mikroba pada piring

diduga disebabkan karena pencucian yang kurang bersih serta penggunaan lap

yang juga kurang bersih. Piring tersebut umumnya digunakan untuk meletakkan

lauk-pauk yang berprotein tinggi, baik berupa lauk hewani maupun nabati,

sehingga bila pencuciannya kurang bersih dapat meninggalkan residu atau noda

sisa makanan yang bisa menjadi sumber nutrisi bagi mikroba.

Tabel 22 Rekapitulasi hasil penelitian

Aspek Penilaian WarungTegal

Rumah MakanPadang

WarungSunda

Rata-rata skor pengetahuan Sedang Sedang SedangRata-rata skor sikap Sedang Sedang SedangRata-rata skor praktek Sedang Sedang SedangRata-rata mikroba pada Tangan Banyak Banyak BanyakMikroba pada makanan Aman Aman AmanMikroba pada air mentah 1.6 x 103 1.2x 103 2.5 x 103

Mikroba pada air matang 1.4 x 103 1.0 x 103 1.0 x 103

Mikroba pada piring Tidak aman Tidak aman Tidak amanMikroba pada sendok Aman Aman Tidak aman

Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa rumah makan yang paling baik

berdasarkan kriteria pengetahuan, sikap, praktek tentang keamanan pangan dan

uji mikrobiologi penjamah serta uji mikrobiologi terhadap makanan, air dan

peralatan makan adalah rumah makan Padang. Hal ini dilandasi oleh lebih

rendahnya jumlah mikroba pada piring dan sendok yang ada di rumah makan

Padang meskipun tidak terlalu jauh berbeda dengan warung Tegal. Dengan

demikian, warung Tegal menempati urutan kedua dan warung Sunda menempati

urutan ketiga berdasarkan indikator yang ada pada Tabel 22.