hasil dan pembahasan trasnkrip data wawancara dan...
TRANSCRIPT
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang telah
dilakukan dengan tujuan untuk menggali pengalaman kecemasan
pada saat anak di rumah sakit. Data penelitian yang didapat berupa
trasnkrip data wawancara dan catatan lapangan pada saat
wawancara mendalam dengan para partisipan. Di bagi menjadi
empat bagian yaitu setting penelitian, hasil penelitian dan
pembahasan serta keterbatasan penelitian.
4.1. Setting penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 15 April 2013
sampai 22 Mei 2013. Penelitian dimulai dengan melakukan
observasi, pendekatan dengan para partisipan dan setelah itu
baru dilakukan wawancara. Sebelum penelitian dimulai terlebih
dahulu dilakukan uji coba atau yang disebut juga pilot project
selama 1 minggu. Dengan karakterisik partisipannya adalah
orangtua dengan anak usia sekolah yang pernah dirawat
dirumah sakit dengan penyakit akut. Selanjutnya penelitian
dimulai 11 Mei 2013 sampai dengan 22 Mei 2013 di ruang
anggrek, RSUD kota Salatiga, Jawa tengah. Penelitian ini
menggunakan 7 partisipan setelah mendapat data jenuh.
41
Dengan karakteristik partisipan yaitu mempunyai anak
dengan usia bermain sampai usia sekolah (1-12 tahun) yang
pernah dirawat inap di rumah sakit untuk pertama kalinya
dengan penyakit akut seperti diare, typoid dan demam.
Dibawah ini adalah gambaran tujuh partisipan yang
berpartisipasi pada penelitian ini.
Partisipan 1 (P1):
Tn. H, berusia 35 tahun. P1 adalah ayah kandung dari anaknya
berusia 3 tahun yang dirawat inap dengan diagnosa medis
typoid. Wawancara dilakukan pada hari ke-4 di rumah sakit. P1
bekerja sebagai wiraswasta dengan pendidikan terakhir SMA.
Partisipan 2 (P2):
Ny. W.D, berusia 30 tahun. P2 adalah ibu kandung dari
anaknya berusia 1 tahun yang dirawat inap dengan diagnosa
medis diare. Wawancara dilakukan pada hari ke-4 di rumah
sakit. P2 bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit
swasta dengan pendidikan terakhir D3 keperawatan.
Partisipan 3 (P3):
Ny. Ni, berusia 42 tahun. P3 adalah ibu kandung dari anaknya
berusia 8 tahun yang dirawat inap dengan diagnosa medis
demam. Wawancara dilakukan hari pertama di rumah sakit.
42
P3 bekerja sebagai karyawan swasta dengan pendidikan
terakhir SMEA.
Partisipan 4 (P4):
Ny. Y berusia 43 tahun adalah ibu kandung dari anaknya
berusia 9 tahun, dirawat inap diagnosa medis demam.
Wawancara dilakukan hari pertama dirumah sakit. P4 seorang
ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir SMP.
Partisipan 5 (P5):
Ny S.S berusia 21 tahun. P5 adalah ibu kandung dari anaknya
yang berusia 13 bulan dirawat inap dengan diagnosa medis
demam. Wawancara dilakukan setelah hari ke-2 di rumah
sakit. P5 bekerja sebagai karyawan swasta dengan pendidikan
terkahir SMP.
Partisipan 6 (P6):
Tn. A berusia 42 tahun. P7 adalah ayah kandung dari anaknya
yang berusia 6 tahun dirawat inap dengan diagnosa medis
typoid. Wawancara dilakukan setelah hari ke-2 di rumah sakit.
P6 bekerja sebagai buruh swasta dengan pendidikan terakhir
SMEA.
43
Partisipan 7 (P7):
Ny. N.D berusia 34 tahun. P7 adalah ibu kandung dari anaknya
yang berusia 4 tahun 2 bulan dirawat inap dengan diagnosa
medis diare. Wawancara dilakukan setelah hari ke-2 di rumah
sakit. P7 bekerja sebagai karyawan dengan pendidikan terakhir
D2.
4.2. Hasil Penelitian
Dari hasil analisa data yang telah dilakukan pengalaman
kecemasan orangtua dapat terlihat dari tiga tema dihasilkan
yaitu: (1). Berpikir mengenai hal yang buruk akan terjadi (2)
Berharap dokter segera hadir (3) Beban biaya rumah sakit.
Berikut ini adalah tema-tema pengalaman kecemasan orangtua
yang merupakan hasil dari penelitian
(1) Berpikir mengenai hal yang buruk akan terjadi
Pengalaman kecemasan orangtua yang muncul dalam
penelitian ini adalah partisipan takut akan terjadi sesuatu
pada anak mereka yang masih kecil. Pengalaman
kecemasan partisipan adalah partisipan takut kalau
anaknya yang masih kecil mengalami keadaan yang buruk
lebih parah dari sebelumunya. Partisipan merasa bingung
terhadap kondisi yang terjadi pada anaknya. Partisipan
takut bila anaknya mengalami sakit yang lebih parah.
44
Apa itu, anakan baru umur 3 tahun, kalau umur 3
tahunkan agak kritis apalagi masih anak-anak badan udah
pucat, wajahnya pucat inikan cuaca juga gak mendukung
seperti cuaca yang sekarang ini. Yang saya cemaskan
kalau ada penyakit apa-apakan kita ga tau ya. (P1)
Tapi pas dibawa ke perawatan disini kok malah panasnya
tambah tinggi lagi tadi kan 38 sekarang 39. Tapi ya nanti
mbe yo saya berharap gak pa apa. Takutnya nanti ada DB
atau gimana. (P2)
Ya itu kalau dia nangis panasnya tambah tinggi nanti gak
turun-turun.Mending itu panasnya turun dulu, normal dulu,
gak turun-turunkan takutnya nanti mbe nopo-nopo.(P3)
Kecemasan saya ya takutnya anak masih dibawah umur,
takutnya kenapa-kenapa. Takutnya nanti sampai,
gimana?(P4)
Ya kecemasanya terus terang gini mas kalau tidak ada
penanganan takutnya tidak tertolong, kecemasanya
itu.(P6)
(2) Berharap dokter segera hadir
Yang menjadi pengalaman kecemasan partisipan adalah
mengenai kehadiran dokter. Menunggu kehadiran dokter
menyebabkan para partisipan merasa cemas dan takut.
Bahkan mereka sering bertanya-tanya kapan dokter akan
45
segera datang untuk mendengar dan melihat kondisi dari
anak mereka.
Anak saya dirawat disana semenjak itu minta rujukan
lansung saya bawa kesini . Jadi langsung keruang anak
sana ke IGD. Terus minta eh, anu apa itu nunggu dokter
sampai anu itu sampai jam berapa sampai maghrib dari
jam 7 sampai jam 11 baru dokternya datang nah seperti
itu. (P1)
Kunjungan dokter semalam eh tadi pagi. Dari kemarin
masuk ndak ada kunjungan dokter baru tadi pagi jam
enam itu dokter cowok ga tau dokter siapa. Setengah
sembilanan tadi jam tujuh, jam tujuh dokter A. (P2)
Dokternya biar cepat datang aja biar cepat panasnya
turun. Ia, ehehehe biar cepat diperiksa biarkan bisa tau.
Dia makan mau, BAB lancar, tapi kok masih panas. (P3)
Ya tadi ya itu, yang saya rasakan penanganan dokternya
kok tidak langsung. Bilangnyakan cuma perawat-
perawatnya itu yang pasang selang, yang disini-sinikan
sampai ini belum dipegang dokter. gitu. Cumakan
disinikan dah tenang udah dapat ya pertolongan pertama,
gitu ya udah tenang. Cuma inikan positifnya apa?
sebenarnyakan, harusnya kan dari dokterkan lebih tenang
tenang lagi. (P4)
46
Kecemasan yang selanjutnya dokternya kok sampai
sekarang belum datang juga? gitu. Biasa jam berapa
mas? (P7)
(3) Beban biaya rumah sakit
Beban biaya rumah sakit menjadi kecemasan orangtua
selanjutnya. Berdasarkan cerita dari pengalaman partisipan
mereka sangat mengkuatirkan biaya rumah sakit.
Partisipan cemas karena kalau-kalau penghasilan mereka
tidak cukup untuk membayar biaya rumah sakit. Semakin
lama anak dirawat maka semakin besar pula biaya rumah
sakit yang akan mereka keluarkan.
Ya kalau keuangan ya kuatir lah namanya sudah dari hari
selasa disini. Namanya juga karyawan buruh saya juga
agak cemas ini! Karena ini belum tahu biayanya berapa
habis berapa? saya belum tahu? (P1)
Ya masalah biaya mungkin cemas juga (P5)
Soalnya kan apa ya? Iya kan istilah kita dari desa gitu,
kita nggak punya Askes nggak punya apa? keringinan
biaya gitu. Kita nggak ada. (P5)
Cemas. Takutnya gini mas kalau nanti biayanya
membengkak bisa terus terang karena saya juga cuman
buruh, buruh swasta bayarannya juga nggak seberapa to
mas, ketakutannya juga ada. Karena kalau disini, kalau
47
tidak pake jakesmas atau mungkin jamkesda atau
mungkin askes atau mungkin yang lain. (P6)
Partisipan takut kalau sendainya hal yang buruk itu terjadi
pada anak mereka sehingga harus dioperasi karena
mereka akan mengalami kebingungan untuk membiayai
biaya operasi yang tidak murah.
Pikiran sayakan sampai kemana-mana seandainya
sampai anak saya di operasi gak bisa pake itukan ya
pikirannya apalah? cari dimana?(P4)
Seadainya, ya seadainya berandai-andai misalnya ada
kejadian begitukan kita kan tetap mikir mau cari dimana?
padahal operasi itu tetap uang banyak. (P4)
4.2.1. Deskripsi fenomena
Tiga tema dalam temuan diatas yang telah di
deskripsikan kemudian disimpulkan kedalam essensial
structure sebagai fokus pengalaman kecemasan
orangtua pada saat anak dirawat di rumah sakit yaitu,
seperti yang ada dibawah ini.
Selama berada diruang rawat inap orangtua
merasakan kekuatiran, kecemasan, kegelisahan dan
ketakutan. Perasaan-perasaan itu didapatkan orangtua
ketika melihat anaknya sakit, muka pucat, lemas dan
diare yang masih berlanjut. Orangtua takut terjadi hal
48
yang buruk pada anaknya yang masih kecil. Perasaan
cemas kembali dialami oleh orangtua ketika mereka
menuggu dokter. Sehingga orangtua berharap akan
kehadiran dokter. Hal ini membuat orangtuapun sering
bertanya-tanya kapan dokter akan segera hadir.
Orangtua mengharapkan kehadiran dokter agar dokter
cepat menangani dan menyembuhkan anaknya. Keadaan
ini menyebabkan adanya kondisi ketidakpastian kapan
sebenarnya dokter akan datang. Dokter diharapkan untuk
menjelaskan kondisi terkini dari anaknya. Apakah anak
mereka sudah membaik, boleh pulang, harus dioperasi
dan bagaimana hasil pemeriksaan laboratorium. Semua
itu tidak ada kepastian, apalagi dihubungkan dengan
biaya yang nanti dikeluarkan oleh orangtua setelah anak
pulang atau ada tindkan selanjutnya. Masalah biaya
membuat orangtua cemas dan takut. Semua pengalaman
itu membuat orangtua merasakan suatu perasaan
ketidakpastian.
Tiga tema diatas telah didapatkan satu struktur
penting yaitu ketidakpastian, sehingga ketidakpastian
wujud dari pengalaman kecemasan orangtua selama
anak di hospitalisasi. Di luar dari ketiga tema tersebut ada
beberapa makna yang bisa ditemukan lagi karena
49
mengingat makna tersebut tidak banyak dialami oleh
semua partisipan maka peneliti akan memunculkannya
secara lebih rinci serta menangkap fenomena yang dapat
dilihat.. Makna yang dapat dilihat selain tiga tema yang
telah adalah harapan orangtua terhadap pendidikan
anaknya, pengalaman hospitalisasi pertama yang
dirasakan orangtua dan rasa kasihan/iba melihat kondisi
anaknya. Makna-makna di ataslah yang tidak dapat
digenaralisasikan untuk menjadi sebuah tema sehingga
tidak dimasukan kedalam pembahasan. Berikut ini adalah
maknan-makna lain di luar dari tiga tema yang telah ada
Tentang harapan orangtua kepada anaknya yang
dirumah karena aktivitas bersekolahnya terbengkalai
akibat ikut merawat adiknya yang sakit, sehingga
orangtua merasa cemas.
Kalau saudara di rumah enggak. Anak yang nomor
satu kadangkan sekolah e kacau kan kalau begini ya.
Sekolah anak-anak juga terlantar ini kan mau tes juga.
Anaknya ini sekarang pulang kerumah dulu, sekolah
sekarang kelas empat SD. Kemarin gak masuk, saya
suruh masuk sekolah karena kan mau tes ini. (P1).
Sedangkan untuk anak yang dengan usia sekolah tentu
saja orangtua harus memikirkan masa depan anaknya
disekolah agar anak dapat diberikan ijin dari pihak
sekolah.
Ia hari ini dia ijin sekolah dari hari jumat kemarin. (P3)
50
Ketika anak mereka sakit untuk pertamakalinya tentu saja
orangtua merasa cemas dan takut karena hal itu tidak
pernah anak mereka alami sehingga ini merupakan
pengalaman yang baru buat orangtua.
Ya kalau kemarin, inikan baru pertama kali. Pertama
kali dia baru masuk rumah sakit. Walaupun kita orang
kesehatan juga tapikan tetap ada rasa cemas rasa
gimana? (P2)
Ehh…. cemas sih enggak…. gini ya. Ehm pertama kali
masuk ……..takutnya kan (partisipan menangis karena
terharu) dehidrasinya nanti dari ringan ke sedang nah
itu. (P7)
Orangtua mana yang tidak kasihan/iba melihat anaknya
terbaring sakit lemah, disuntik berkali-kali tentu saja
rasanya pasti sakit
Rasanya cemas sekali, sakit pokoknya lihat dipasang
selang nangis gitu ya, rasanya pokoknya gak karauan
lah mas. (P4)
Yang paling di cemaskan kalau disuntik itu pasti nangis
dan apa? susah untuk berhenti. Itu apa ya, lihat, lihat
(dengan terbata-bata) anaknya disuntik di ambil
darahnya rasanya itu miris gitu lho. (P5)
Orangtua semakin merasa kasihan melihat anaknya bila
anaknya tidak mau makan, orangtua akhirnya cemas
karena anak bisa saja mengalami dehidrasi.
Terus kecemasan yang kedua……….ndak mau
minum…..sama makan. (P7)
51
4.3. Pembahasan
Tujuan dalam pembahasan ini untuk mendiskusikan
tentang interpretasi hasil yang didapatkan dari penelitian yang
berfokus pada pengalaman kecemasan orangtua pada saat
anak dirawat di rumah sakit.
Ketidakpastian begitulah yang terlihat pada orangtua
pada saat mengalami hospitalisasi. Hal ini membingungkan
orangtua ketika mereka mengalami kecemasan akan kondisi
anaknya yang belum membaik, kehadiran dokter yang mereka
tunggu dan biaya rumah sakit yang harus mereka penuhi.
Hal diatas juga dijelaskan oleh Wich dan Cristoph (1998)
mengungkapkan bahwa perasaan yang dialami oleh orangtua
terhadap hospitalisasi adalah hal yang berhubungan dengan
diagnosis anaknya, adanya pemisahan selama hospitalisasi,
ketidakpastian terhadap suatu kondisi serta ketakutan. Semua
itu menyebabkan orangtua merasa frustasi dan tidak berdaya
ketika melihat anakya menjalani sebuah prosedur. Orangtua
juga berkeluh tentang adanya konflik dengan beberapa staf,
hambatan dalam komunikasi, lingkungan rumah sakit yang
asing dan kebijakan yang tidak fleksibel. Ketidakpastian ini
menyebabkan orangtua merasa cemas dan ketakutan ketika
mereka berada diruang rawat inap menunggu perkembangan
52
anaknya dan menunggu kehadiran dokter yang mereka tidak
tahu kapan akan datang.
Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Finvold (2010), di
Norwegia yang bertujuan untuk melihar reaksi orangtua ketika
menuggu hasil diagnosis anaknya. menemukan bahwa
ketidakpastian yang diungkapkan oleh orangtua karena
mereka tidak mampu memahami gejala penyakit anak mereka
dan adanya kemampuan dokter yang terbatas dalam
menentukan diagnosa. Mereka menemukan kesulitan atas
jawaban tersebut, dalam keseharian orangtua tidak bisa
memprediksi apa yang terjadi dengan anaknya sehingga
orangtua merasakan ketidakpastian.
Menurut Meskhani & Bavarian (2005) ada beberapa faktor
seperti ketidakpastian tentang penyakit anak dan
kesembuhannya, kekuatiran tentang informasi yang diberikan
oleh pengasuh, rasa takut, dan rasa bersalah menganggu
peran orangtua dan memungkinkan orangtua dapat mengalami
penderitaan dan kecemasan, dan terkadang membuat
kesalahan. Ketidakastian berhubungan dengan diagnosis dan
informasi prognosis yang terbatas dapat menjadikan
pengalaman yang negatif. Orangtua merasakan ketidakpastian
53
karena tidak memiliki kontrol terhadap situasi yang terjadi
(Lipinski, Lipinski, Biesecker & Biesecker, 2006).
Dalam penelitian kuantitatif yang dilakukan oleh Ryan,
Rachelle, Fedelle, Wagner, Channey & Mullins (2011), di
rumah sakit pendidikan bagian barat daya Amerika Serikat
Mencari hubungan tentang kapasitas ayah mengasuh anak
rasa akan adanya ketidakpastian penyakit kaum muda dengan
penyakit kronis. Adanya hubungan stres pada ayah terhadap
kerentanan penyakit dan ketidakpastiaan penyakit. Ayah
menjadi stres karena adanya kenyataan yang berlawanan
dengan harapan, sementara overprotektif ayah tidak
berhubungan dengan ketidakpastian penyakit. Hal ini menjadi
sangat penting agar ayah dapat menyesuaikan diri dengan
penyakit kronis yang dialami oleh anaknya. Secara klinis ayah
tidak boleh diabaikan ketika kesehatan professional melakukan
penilaian psikosoisal berbasis bukti dan intervensi.
Kenyataanya intervensi yang berbasis pada keluarga
menunjukkan keberhasilan dalam mengurangi hasil yang tidak
diinginkan pada populasi anak yang menderita penyakit kronis.
54
Terkait penyakit kronis pada penelitian di atas juga
didukung dengan penelitian di berbagai klinik yang ada barat
daya Amerika Serikat oleh Page, Fedelle, Pai, Anderson,
Wolfe-Christensen, Ryan & Mullins (2011). Untuk mengetahui
tentang adanya pengaruh gejala depresi pada anak yang
mencari hubungan ibu dan anak terhadap ketidakpastian
penyakit pada anak despressive simtomatologi. Mereka
menemukan bahwa ibu pertama kali mengalami ketidakpastian
yang berhubungan langsung dengan gejala ketidakpastian
anak.
Steele, Aylward, Jensen & Wu (2009) melakukan studi
kuantitafif di rumah sakit dengan anak-anak yang menerima
transplantasi di daerah Barat daya Amereka Serikat. Ingin
mengetahui orangtua dan remaja laporan ketidakpastian
penyakit: asosiasi pada distres dan fungsi psikososial antara
peneriman hati dan transplantasi ginjal Dengan hasil bahwa
remaja merasakan adanya ketidakpastian dan perasaan
cemas mengenai penerimaan hati dan trasnplantasi. Dimana
rasa ketidakpastian itu lebih tinggi dialami oleh remaja laki-laki
dibandingkan dengan remaja perempuan. Ketidakpastian
orangtua berkaitan dengan keseluruhan fungsi perilaku, fungsi
adaptif, dan masalah internalisasi, Mereka menyarankan
55
bahwa ketidakpastian penyakit perlu dilakukan intervensi
pendidikan untuk mengurangi ketidakpastian akan dapat
bermamfaat bagi keluarga. Secara keseluruhan temuan Steele,
dkk (2009) menyoroti pentingnya cara penyampaian informasi
kepada remaja dan keluarga, bukan hanya pada saat
transpalasi, tetapi selama perawataan juga. Pendidikan
ditingkatkan tentang pasca-transplantasi tindak lanjut
perawatan, mungkin termasuk informasi tentang pemulihan
pasca transplantasi,. serta sebagai stategi komunikasi yang
efektif dengan staf medis, yang dapat meningkatkan fungsi
psikososial anak dalam tahun-tahun setelah transpalasi.
Menekankan bahwa semua anggota keluarga perlu menerima
dukungan yang memadai (informasi) untuk mengidentifikasi
pasien agar menyesuaikan diri secara optimal.
Pembahasan di atas lebih menekankan perlu adanya
intervensi kepada keluarga yang terbukti berhasil dalam
meminimalkan perasaan ketidakpastian pada penyakit dan
kondisi anak. Adanya dukungan dalam bentuk informasi
menjadi sangat penting bagi orangtua dimana informasi
tersebut dapat memberikan ketenangan dan kepastian untuk
orangtua terhadap kondisi yang terjadi pada anaknya
56
Yang dapat dilakukan oleh perawat dalam memberikan
informasi kepada orang tua adalah melalui pelaksanaan
perencanaan pulang/discharge planning. Selanjutnya
pelaksanaan discharge planning sebaiknya dipantau dan
dievaluasi secara teratur oleh kepala ruang. Bagi pendidikan
dapat melihat hal diatas bahwa orangtua sangat membutuhkan
informasi selama di ruang rawat inap dan dapat mengadakan
seminar mengenai penyampaian informasi kepada orangtua
menggunakan komunikasi terapuetik. Maka bagi pendidikan
perlu untuk meningkatkan komunikasi yang terapuetik sebagai
bekal ketika berada di klinik nantinya dalam menyampaikan
informasi dan mempersiapkan discharge planning pada
orangtua yang lebih baik pada masa yang akan datang. Bagi
peneliti yang akan datang dapat meneliti mengenai kecemasan
orangtua selama rawat inap dengan anak yang menderita
penyakit kronis. Bagi orangtua dapat mencari sumber
informasikan dan menceritakan perasaan kepada perawat
selama di rumah sakit serta menjalankan discharge planning
yang telah dijelaskan oleh perawat.
57
4.4. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan hanya pada orangtua yang mempunyai
anak dengan penyakit akut. Mungkin juga perlu
dilakukan/diperluas penelitian tentang kecemasan orangtua
dengan anak yang mengalami penyakit kronis dan terminal.
Secara teknis hambatan lain pada penelitian ini adalah
kesulitan untuk mencari partisipan yang anaknya baru pertama
kali dirawat di rumah sakit dengan penyakit akut. Peneliti juga
membutuhkan waktu yang lama menunggu jawaban dari rumah
sakit untuk mendapatkan ijin penelitian. Kemudian kendala
bahasa menjadi hambatan ketika berkomunikasi karena peneliti
harus memilih partisipan yang mampu memahami dan
mengerti serta berbicara menggunakan bahasa Indonesia.