hasil dan pembahasan deskripsi lokasi penelitian kota ... v... · kabupaten bolaang mongondow utara...
TRANSCRIPT
61
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Lokasi Penelitian
Kota Kotamobagu
Kota Kotamobagu terletak di Pulau Sulawesi bagian utara. Bagian utara
berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow, bagian selatan juga
berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow, demikian pula bagian
timur dan barat juga berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow.
Secara nyata batas-batas wilayah Kota Kotamobagu di kelilingi oleh
Kabupaten Bolaang Mongondow.
Kota Kotamobagu mempunyai luas wilayah 184,33 km² yang terdiri dari
empat kecamatan yaitu Kotamobagu Utara, Kotamobagu Selatan, Kotamobagu
Timur dan Kotamobagu Barat. Kecamatan Kotamobagu Utara memiliki tiga
desa dan empat kelurahan, Kecamatan Kotamobagu Selatan memiliki tiga desa
dan enam kelurahan, Kecamatan Kotamobagu Timur memiliki enam desa dan
dua kelurahan dan Kecamatan Kotamobagu Barat memiliki lima desa. Secara
keseluruhan Kota Kotamobagu memiliki 17 desa dan 12 kelurahan. Terdapat
lima Puskesmas di wilayah Kota Kotamobagu yaitu Puskesmas Kotobangon,
Puskesmas Upai, Puskesmas Bilalang, Puskesmas Gogagoman dan Puskesmas
Motoboi Kecil.
Wilayah Kota Kotamobagu berada pada ketinggian antara 225 sampai
dengan 368 meter dari permukaan laut. Jumlah penduduk di Kota Kotamobagu
adalah sebesar 97.633 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai lebih dari
530 penduduk per km².
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara berada di bagian barat Provinsi
Sulawesi Utara yang memanjang dari timur ke barat sampai berbatasan dengan
Provinsi Gorontalo di sebelah barat dan Kabupaten Bolaang Mongondow di
sebelah timur. Wilayah daratan melebar dari tepi laut Sulawesi di sebelah utara
sampai daratan Kabupaten Bolaang Mongondow di sebelah selatan dan juga
62
merupakan daerah hasil pemekaran dari Kabupaten Bolaang Mongondow pada
tahun 2007.
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara memiliki luas wilayah 1.856.,86
km² yang terdiri dari enam kecamatan, 71 desa dan satu kelurahan, dengan
ketinggian antara satu sampai dengan 10 meter dari permukaan laut. Terdapat
enam Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) kecamatan yang tersebar di
Kabupaten ini yaitu Puskesmas Sangkub di Kecamatan Sangkub yang
melayani sembilan desa dengan jumlah penduduk 8.602 jiwa, Puskesmas
Bintauna di Kecamatan Bintauna yang melayani 13 desa dan satu kelurahan
dengan jumlah penduduk 12.021 jiwa, Puskesmas Bohabak di Kecamatan
Bolang Itang Timur yang melayani 15 desa dengan jumlah penduduk 11.820
jiwa, Puskesmas Bolang Itang di kecamatan Bolang Itang Barat yang melayani
12 desa dengan jumlah penduduk 13.066 jiwa, Puskesmas Boroko di
Kecamatan Kaidipang yang melayani sembilan desa dengan jumlah penduduk
10.399 jiwa dan Puskesmas Buko di Kecamatan Pinogaluman yang melayani
13 desa dengan jumlah penduduk 9.622 jiwa. Dari 6 Puskesmas Kecamatan
tersebut terdapat tiga Puskesmas Perawatan dan tiga Puskesmas non
Perawatan, 22 Puskesmas Pembantu, enam Puskesmas Keliling, 77 Posyandu,
31 Polindes, satu Toko Obat dan belum memiliki Rumah Sakit Umum (RSU)
(Profil Kesehatan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, 2006).
Sebagian besar masyarakat Bolaang Mongondow Utara telah dapat
menyelesaikan pendidikan sampai ke Sekolah Dasar. Ini terlihat dari rata-rata
lamanya sekolah pada tahun 2002 sebesar 7,1 tahun. Bila dibandingkan dengan
daerah lain di Provinsi Sulawesi Utara, masih cukup tertinggal. Berdasar data
SUSENAS tahun 2000, penduduk yang tidak tamat SD/MI memiliki presentasi
tertinggi sebesar 38%, di susul tamat SD/MI sebesar 34%, tamat
SLTP/sederajat sebesar 17,4% dan tamat Perguruan Tinggi sebesar 2,9%.
Sedangkan untuk angka melek huruf sebesar 96%.
63
Deskripsi Petugas Kesehatan Puskesmas
Petugas kesehatan Puskesmas Kecamatan terdapat di Puskesmas
Kecamatan yang berada di wilayah Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang
Mongondow, yang terbagi atas petugas medik (dokter umum, dokter gigi dan
dokter spesialis), petugas paramedik (perawat, perawat gigi, bidan, petugas
gizi, sanitarian, penyuluh kesehatan dan penanggung jawab program yang lain)
serta petugas pendukung administrasi (pekarya). Deskripsi mengenai keahlian,
umur, status kepegawaian, jenis kelamin, gaji tetap, penghasilan luar gaji dan
lamanya bekerja di puskesmas dari petugas kesehatan medik Puskesmas di
Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dapat dilihat
pada Tabel 5.
Rasio dokter umum Puskesmas dengan jumlah penduduk di Kota
Kotamobagu adalah 1 per 10.000 penduduk. Rasio dokter umum Puskesmas
dengan jumlah penduduk di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara adalah 1
per 10.000 penduduk dan rasio dokter gigi Puskesmas di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara dengan jumlah penduduk adalah 0,15 per 10.000 penduduk.
Di Kota Kotamobagu belum terdapat Dokter Gigi demikian juga halnya di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang hanya terdapat seorang dokter
gigi di Puskesmas Buko kecamatan Pinogaluman. Ini terkait dengan isu
strategis ketenagaan kesehatan. Masalah-masalah yang terkait dengan
ketenagaan kesehatan antara lain: 1) Kurang serasinya produksi/pendidikan
dan pendayagunaan (termasuk daya serap) tenaga kesehatan; 2) Rendahnya
kualitas tenaga kerja; 3) Kurang meratanya penyebaran tenaga kesehatan; 4)
Lemahnya manajemen SDM kesehatan dan 5) Rasio tenaga kesehatan dengan
jumlah penduduk masih rendah. Hal ini menyebabkan terjadinya ketimpangan
antara perkotaan dan pedesaan, bahkan sekitar 25 sampai 40 persen Puskesmas
tidak mempunyai dokter khususnya di daerah dengan geografis sulit seperti
kawasan timur Indonesia (Adisasmito, 2007).
64
Tabel 5. Deskripsi Petugas Kesehatan Medik Puskesmas di Dua Lokasi Penelitian
Uraian Kota Kotamobagu Kabupaten Bolaang Mongondow Utara
Jumlah % Jumlah %
1. Keahlian Dokter Umum Dokter Gigi Dokter Spesialis Total
6 100,0 - 0 - 0 6 100,0
5 83,3 1 16,7 - 0 6 100,0
2. Umur (tahun) a. < 31 b. 32-37 c. > 38 Total
4 66,6 1 16,7 1 16,7 6 100,0
5 83,3 1 16,7 - 0 6 100,0
3. Status kepegawaian a. PNS b. Kontrak/PTT c. Sukarela Total
4 66,7 2 33,3 - 0 6 100,0
1 16,7 5 83,3 - 0 6 100,0
4. Jenis kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Total
6 100,0 - 0 6 100,0
3 50,0 3 50,0 6 100,0
5. Gaji Tetap a. <Rp.1,5jt b. Rp.1,5jt-2,5jt c. >Rp.2,5jt Total
- 0 5 83,3 1 16,7 6 100,0
- 0 4 66,7 2 33,3 6 100,0
6. Penghasilan luar gaji a. Tidak ada b. Rp.500rb-1jt c. Rp.1,5jt-2jt d. >Rp.2jt Total
3 50,0 1 16,7 1 16,7 1 16,7 6 100,0
1 16,7 3 50,0 - 0 2 33,3 6 100,0
7. Lamanya bekerja (Puskesmas ybs ; tahun) a. < 1 b. 1 -3 c. 4 -6 d. > 6 Total
1 16,7 4 66,7 - 0 1 16,7 6 100,0
2 33,3 4 66,7 - 0 - 0 6 100,0
Tenaga medik yang berusia muda (31 tahun ke bawah) lebih banyak di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang sebagian besar merupakan tenaga
kontrak, akibat permintaan masyarakat untuk pelayanan kesehatan modern
makin meningkat dan jumlah lulusan Fakultas kedokteran juga makin banyak.
Pada tanggal 13 Agustus 1991 Pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden
No.37 yang mewajibkan para dokter bekerja pada Pemerintah Departemen
Kesehatan selama periode tiga tahun dengan sebutan Dokter Pekerja Tidak
Tetap (PTT). Secara umum dokter PTT didistribusikan ke seluruh negeri dan
ditunjuk sebagai Kepala Puskesmas di tingkat Kecamatan.akan tetapi dokter
PTT juga dapat diangkat sebagai staf medis di Puskesmas yang telah
65
mempunyai dokter PNS. Kota Kotamobagu, lebih besar terdapat tenaga medik
usia 38 tahun ke atas di mana sebagian besar sudah memiliki status sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
Gaji tetap tenaga medik yang terbesar berada di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara adalah di atas Rp.2,5 juta per bulan, ini ada kaitannya juga
dengan penempatan dokter di daerah terpencil, yakni sebagai dokter PTT
mereka akan memperoleh gaji pokok dan beberapa bantuan keuangan lainnya
dalam hal ini daerah kerja yang berbeda, baik daerah normal, terpencil atau
sangat terpencil mempunyai imbalan finansial yang berbeda. Demikian pula
dengan penghasilan di luar gaji, yang tertinggi adalah tenaga medik di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (di atas 2 juta rupiah per bulan), di
mana salah satu hak sebagai dokter PTT adalah dapat melakukan praktek
pribadi di luar jam kerja.
Lamanya bekerja di Puskesmas bagi petugas kesehatan medik pada di
bawah satu tahun lebih banyak terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara yaitu seorang dokter umum yang baru bekerja selama 1 minggu dan
seorang dokter gigi yang baru bekerja selama 10 bulan, keduanya terdapat di
Puskesmas Buko Kecamatan Pinogaluman dan merupakan tenaga
kontak/dokter PTT. Petugas kesehatan medik yang bekerja lebih dari 6 tahun
terdapat di Kota Kotamobagu, yaitu seorang dokter umum yang sudah
berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil dan juga sebagai Kepala di Puskesmas
Bilalang Kecamatan Kotamobagu Utara.
Semua petugas medik menyatakan bahwa mereka memberikan respon yang
baik terhadap pasien dan sudah seharusnya demikian sesuai dengan tanggung
jawab profesi dan kepuasan pelayanan pasien, yaitu dengan pemberian obat
pertama. Petugas medik umumnya tidak menghadapi kendala dalam pemberian
respon kecuali pasien yang susah menjelaskan gejalanya, pasien usia lanjut
yang tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan kendala adat istiadat
setempat yang kurang dipahami petugas medik yang bersangkutan.
66
Sebagian besar petugas medik menyatakan bahwa mereka dapat
memberikan layanan walau sarana dan prasarana yang kurang memadai karena
tindakan harus dilakukan walau sarana dan prasarana yang kurang yaitu
memberikan pelayanan maksimal dengan alat yang minimal untuk kepuasan
pasien. Di satu sisi, sebagian yang lain menyatakan tidak mungkin pelayanan
yang akurat akan terwujud tanpa sarana dan prasarana yang memadai.
Semua petugas medik menyatakan bahwa mereka tidak melakukan
diskriminasi dalam pelayanan kesehatan terhadap pasien. Demikian juga
dengan tersedianya waktu yang cukup bagi pasien, semua petugas medik
menyatakan bahwa waktu yang tersedia cukup untuk melayani baik dalam
diagnosis dan terapi serta jumlah kunjungan yang masih dapat dilayani dengan
waktu yang ada.
Menyangkut efektivitas diagnosis, semua petugas medik mengemukakan
bahwa mereka terlebih dahulu melakukan wawancara (anamnesis) dan untuk
pemeriksaan lebih pasti baru kemudian menggunakan stetoskop, di mana 70
persen melakukan wawancara mengenai riwayat penyakit dan sisanya
pemeriksaan fisik. Apabila diperlukan, dilakukan pemeriksaan laboratorium
dan jika memang diperlukan, dilakukan rujukan. Semua petugas medik juga
mencari tanda-tanda klinis dan gejala-gejala lain karena akan memperkuat
diagnosis dan minimal mendekati perkiraan jenis penyakit yang diderita
pasien.
Semua petugas medik melakukan pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan
pasien, selain merupakan keharusan, seperti pasien penderita hipertensi dan tbc
tidak cukup hanya mendengar keluhan saja. Pemeriksaan fisik lengkap dapat
juga dilakukan jika waktu yang tersedia cukup. Pemeriksaan laboratorium dan
atau foto rontgen tidak selalu dilaksanakan, tergantung pada jenis penyakit
atau jika ada indikasi yang memerlukan pemeriksaan lanjut.
Hampir semua Petugas medik menyatakan bahwa umumnya pasien yang
datang berobat sembuh setelah pemeriksaan dan pengobatan pertama (penyakit
infeksi biasa), sebagian lagi menyatakan tidak, karena tergantung penyakit
yang diderita, datang berobat sudah pada stadium lanjut dan ada yang
67
memerlukan kontrol rutin. Mengenai pasien yang perlu beberapa kali datang
berobat dijelaskan karena untuk penderita seperti tbc, jantung dan hipertensi
harus selalu dikontrol untuk mengetahui perubahan kondisi pasien, observasi
perkembangan pengobatan dan perawatan selanjutnya. Umumnya pasien yang
harus datang kembali ke Puskesmas karena ingin bertanya penyakit apa
sebenarnya yang mereka derita, ada yang meminta tambahan obat khususnya
pasien dengan penyakit kronis, obat yang diberikan tidak cocok (alergi)
ataupun minta tambahan obat karena cocok.
Para petugas medik mengungkapkan bahwa pasien datang berobat
umumnya karena dorongan sendiri sebab mereka merasa terganggu
aktifitasnya jika sakit ataupun karena penyakitnya semakin memburuk selain
itu juga sudah ada kesadaran dari pasien untuk menjaga kesehatannya. Para
petugas medik juga memberi tanggapan bahwa sebagian besar pasien datang
berobat pada stadium dini di mana penyakit masih ringan atau bila gejala mulai
mengganggu, sebagian lagi mengungkapkan mereka datang pada stadium
sedang. Seorang dokter umum di Puskesmas Bolang Itang Kecamatan Bolang
Itang Barat mengemukakan bahwa ia belum pernah menemukan pasien CA
(Kanker) selama bertugas.
Obat-obat yang diberikan oleh para petugas medik bagi pasien yang datang
berobat ke Puskesmas umumnya adalah obat-obat generik berupa antibiotik,
simptosomatik, analgetik, obat panas dan pereda nyeri (paracetamol), obat
batuk (gg, dmp, sirup), flu, ctm, efedrin, obat hipertensi, antipiretik, antasida,
bcom, vit c dan antiinflamasi. Penyakit yang umumnya ditemukan pada pasien
yang berobat di Puskesmas menurut mereka yaitu ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut), rematik, malaria, diare, hipertensi (darah tinggi), TBC,
panas, batuk, penyakit kulit (gatal-gatal) dan demam.
Golongan usia yang paling banyak diperiksa oleh para petugas medik di
Puskesmas selama 3 bulan terakhir adalah golongan usia lanjut, diikuti oleh
golongan usia produktif, neonatus, usia pra sekolah dan usia sekolah.
Sementara gejala penyakit yang paling banyak diderita selama 3 bulan terakhir
sebagian besar adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), diikuti rematik
68
dan hipertensi, malaria, panas, batuk, pilek, sakit kepala dan sakit maag.
Menurut semua petugas medik, setiap pasien yang berobat diberikan
penyuluhan berkaitan dengan penyakit yang diderita yaitu diberikan cara
pencegahan dan diberikan informasi mengenai komplikasi yang akan didapat
bila tidak berobat dengan baik.
Petugas medik umumnya memberikan pengertian malpraktek sebagai
tindakan yang tidak sesuai standard dan prosedur atau kerja yang tidak sesuai
dengan wewenang dan kompetensi, tindakan sesuai prosedur tetapi tidak ada
ijin, ada juga yang mengartikan sebagai malapetaka praktek. Umumnya
mereka beranggapan kasus malpraktek terjadi karena kesalahan manusia
(human error), respon individu terhadap obat yang diberikan dan kesalahan
diagnosa. Rata-rata mereka berpendapat bahwa sikap yang harus diambil jika
terjadi malpraktek adalah mengkaji kembali kejadian, menelusuri sebab-
sebabnya dan mengacu kembali pada kode etik kedokteran.
Deskripsi ketrampilan, umur, status kepegawaian, jenis kelamin, gaji tetap,
penghasilan luar gaji dan lamanya bekerja di Puskesmas dari petugas
kesehatan paramedik di dua lokasi penelitian selanjutnya disajikan pada Tabel
6.
Keseluruhan petugas paramedik dalam pengumpulan data primer melalui
wawancara kuisioner di Kota Kotamobagu sebanyak 76 orang dengan rasio 1
per 1.250 penduduk dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebanyak
65 orang dengan rasio 1 per 1.000 penduduk (Tabel 6). Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara dengan jumlah Puskesmas yang lebih banyak (6 buah) jika
dibanding dengan Kota Kotamobagu (5 buah), memiliki jumlah perawat yang
lebih banyak dibanding dengan di Kota Kotamobagu. Perawat gigi tidak
ditemukan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, namun terdapat Dokter
Gigi di Puskesmas Buko Kecamatan Pinogaluman, sedangkan di Kota
Kotamobagu terdapat 5 orang perawat gigi (6,6 persen) yang tersebar di
Puskesmas Motoboi Kecil Kecamatan Kotamobagu Selatan (2 orang) dan di
Puskesmas Gogagoman Kecamatan Kotamobagu Barat (3 orang).
69
Tabel 6. Deskripsi Petugas Kesehatan Paramedik di Dua Lokasi Penelitian Uraian Kota Kotamobagu Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara Jumlah Persentase
(orang) ( %)
Jumlah Persentase
(orang) (%)
1. Ketrampilan a. Perawat b. Perawat Gigi c. Bidan d. Petugas Gizi e. Sanitarian f. Farmasi g. Tenaga Lab h. Tenaga Surveilence i. Juru Imunisasi j. Penyuluh Kesehatan k. Tenaga Kesling l. Lainnya Total
25 32,9 5 6,6 13 17,1 9 11,8 5 6,6 12 15,8 1 1,3 1 1,3 3 3,9 1 1,3 1 1,3 - 0 76 100,0
36 55,4 - 0 6 9,2 4 6,2 4 6,2 1 1,5 3 4,6 1 1,5 3 4,6 5 7,7 1 1,5 1 1,5 65 100,0
2. Umur (tahun) a. 20 – 29 b. 30 – 39 c. 40 – 49 d. > 50 Total
27 35,5 29 38,2 16 21,1 4 5,3 76 100,0
26 40,0 25 38,5 7 10,8 7 10,8 65 100,0
3. Status Kepegawaian a. PNS b. Kontrak c. Sukarela Total
67 88,2 9 11,8 - 0 76 100,0
42 64,6 21 32,3 2 3,1 65 100,0
4. Jenis kelamin a. Pria b. Wanita Total
13 17,1 63 82,9 76 100,0
21 32,3 44 67,7 65 100,0
5. Gaji Tetap (per bulan) a. Rp.500rb-1,5jt b. Rp.1,5jt-2,5jt Total
39 51,3 37 48,7 76 100,0
42 64,6 23 35,4 65 100,0
6. Penghasilan Luar Gaji (per bln) c. Rp.500rb-1jt d. Rp.1jt-1,5jt e. Rp.1,5jt-2jt f. >Rp.2jt Total
65 85,5 2 2,6 4 5,3 5 6,6 76 100,0
61 93,8 1 1,5 - 0 3 4,6 65 100,0
7. Lamanya bekerja (Puskesmas ybs ; tahun) a. < 1 b. 1 -3 c. 4 -6 d. > 6 Total
8 10,5 46 60,5 7 9,2 15 19,7 76 100,0
5 7,7 19 29,2 12 18,5 29 44,6 65 100,0
Tenaga Bidan lebih banyak ditemukan di Kota Kotamobagu. Demikian juga
petugas gizi, sanitarian dan farmasi yang lebih banyak di Kota Kotamobagu.
Tenaga Laboratorium dan Penyuluh Kesehatan lebih banyak ditemukan di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yaitu di Puskesmas Bohabak
Kecamatan Bolang Itang Timur dan Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna
70
(masing-masing 2 orang dan seorang tenaga laboratorium) serta Puskesmas
Boroko Kecamatan Kaidipang (5 orang penyuluh kesehatan).
Kelompok Umur petugas kesehatan paramedik baik 20 sampai dengan 29
tahun, 30 sampai dengan 39 tahun dan 40 sampai dengan 49 tahun lebih
banyak terdapat di Kota Kotamobagu, sedangkan umur petugas kesehatan
paramedik 50 tahun ke atas lebih banyak ditemukan di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara.
Status kepegawaian sebagai Pegawai Negeri Sipil lebih banyak terdapat di
Kota Kotamobagu, sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow terdapat
lebih banyak tenaga kontrak. Tenaga sukarela tidak ditemukan di Kota
Kotamobagu sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara terdapat 2
tenaga sukarela yaitu di Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna sebagai
tenaga pembantu loket dan Puskesmas Bolang Itang Kecamatan Bolang Itang
Barat sebagai tenaga kebersihan (cleaning service).
Petugas Kesehatan Paramedik Pria lebih banyak terdapat di Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara, sementara Petugas Kesehatan Paramedik wanita
lebih banyak terdapat di Kota Kotamobagu. Prosentase petugas kesehatan pria
yang lebih banyak berada di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara karena
wilayah ini lebih terpencil (+ 300 km dari Kota Kotamobagu dan + 450 km
dari Kota Manado) sehingga penetapan petugas kesehatan pada saat wilayah
ini menjadi daerah otonom baru atau dimekarkan pada tahun 2007, pihak
Kabupaten Bolaang Mongondow sebagai kabupaten induk lebih banyak
mendistribusi tenaga kesehatan pria, di sisi lain, banyak petugas kesehatan
wanita yang bermohon untuk ditempatkan di wilayah Kota Kotamobagu.
Petugas kesehatan paramedik berstatus tenaga kontrak di Kota Kotamobagu
sebanyak 11,8 persen, yang berstatus pegawai negeri sipil dengan
pangkat/golongan II (dua) sebanyak 38,2 persen dan dengan Pangkat/Golongan
III sebanyak 48,7 persen. Untuk petugas kesehatan paramedik di Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara yang berstatus tenaga kontrak dan sukarela
(volunteer) sebanyak 35,4 persen bagi petugas kesehatan paramedik yang
71
sudah menjadi PNS dengan Pangkat/Golongan II sebanyak 27,7 persen dan
dengan Pangkat/Golongan III sebanyak 36,9 persen.
Terdapat lebih sedikit Petugas kesehatan paramedik di Kota Kotamobagu
yang belum pernah mengikuti pelatihan fungsional jika dibanding dengan yang
pernah mengikuti pelatihan tersebut. Di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara terdapat petugas paramedik lebih sedikit yang belum pernah mengikuti
pelatihan fungsional jika dibandingkan dengan yang sudah pernah mengikuti
pelatihan-pelatihan, ini menunjukkan petugas kesehatan yang pernah
mengikuti pelatihan sesuai dengan profesinya lebih banyak sehingga
pemahaman dan kinerja terhadap tugas dan fungsinya seharusnya makin baik.
Pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti oleh tenaga paramedik yaitu
pengelola obat puskesmas, sistem informasi manajemen puskesmas,
manajemen penanggulangan bencana, manajemen kesehatan, manajemen
laktasi, petkes lingkungan, ketahanan pangan, penyakit kesmas, sanitasi, water
test, imunisasi, ISPA, diare, P2 TB Paru dan Kusta, bidan fungsional, implant,
IUD, asuhan persalinan normal (APN), resiko tinggi bumil, MP ASI, P2
kanker leher rahim, gizi buruk, manajemen mutu puskesmas, manajemen
kepemimpinan puskesmas, kadarzi, malaria, kesehatan jiwa, surveilence,
amdal, UKS, lab dasar-lanjutan, hiv/aids, epidemologi, pembentukan desa
siaga, fungsional perawat, manajemen keperawatan, radiomedik, PHBS dan
penyuluhan kesehatan.
Penghasilan Petugas Kesehatan Paramedik di luar gaji sejumlah Rp. 500
ribu sampai dengan Rp. 1 juta rupiah di Kota Kotamobagu terdapat lebih
banyak dibandingkan dengan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara,
Penghasilan di luar gaji sejumlah Rp. 1 juta sampai dengan Rp. 1 juta 500 ribu,
Rp. 1 juta 500 ribu sampai dengan Rp. 2 juta dan Rp. 2 juta ke atas, rasionya
lebih banyak terdapat di Kota Kotamobagu.
Lamanya bekerja di Puskesmas bagi petugas kesehatan paramedik di bawah
1 tahun lebih banyak terdapat di Kota Kotamobagu, sedangkan yang telah
bekerja lebih dari 6 tahun lebih banyak terdapat di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara.
72
Respon yang baik diberikan oleh petugas kesehatan paramedik, khususnya
perawat, perawat gigi dan bidan, terhadap keluhan pasien, bahwa mereka
memberi respon yang baik karena sudah menjadi tugas dan kewajiban dalam
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. yaitu dengan mendengarkan
keluhan, menangani keluhan, dengan bahasa tubuh yang baik untuk dapat
menegakkan diagnosis serta memberi penjelasan pada pasien yang ditangani.
Sebagian perawat gigi di yang tersebar di Puskesmas di wilayah Kota
Kotamobagu, setelah melakukan pemeriksaan, merujuk ke dokter gigi di luar
puskesmas karena belum terdapat dokter gigi di Puskesmas wilayah Kota
Kotamobagu. Keseluruhan respon yang baik ditujukan untuk mendapatkan
kepuasan dari pelanggan Puskesmas.
Sebagian besar petugas kesehatan paramedik tidak menghadapi kendala
dalam memberikan respon yang baik karena dapat ditegakkan diagnosa dan
dilakukan terapi yang sesuai, demikian pula dengan pelanggan yang cepat
memahami apa yang dimaksudkan oleh petugas, kecuali pelanggan dengan
tingkat pendidikan yang rendah yang agak sulit dapat memahami. Sebagian
kecil menyatakan cukup menghadapi kendala dalam pemberian respon yang
baik akibat keterbatasan sarana dan prasarana Puskesmas serta kendala bahasa.
Sebanyak 16,31 persen dari petugas kesehatan paramedik menyatakan tidak
dapat melakukan kualitas layanan yang tinggi tanpa sarana dan prasarana
memadai karena tidak akan tercipta mutu layanan prima serta menghambat
proses pelayanan dan pemberian tindakan yang diperlukan walaupun ada
semangat yang tinggi. Di sisi lain, sebagian besar petugas paramedik atau
sebesar 83,69 persen menyatakan dapat memberi kualitas layanan yang tinggi
karena menurut mereka yang penting adalah adanya respon yang sesuai dengan
keadaan, di mana usaha pemberian layanan diberikan walaupun sarana dan
prasarana yang kurang memadai, sesuai tugas dan tanggung jawab yang telah
dibebankan.
Semua petugas paramedik menyatakan tidak melakukan diskriminasi
pelayanan kesehatan terhadap pelanggan. Mereka berpendapat bahwa semua
pasien adalah sama baik pelanggan umum, askes maupun askeskin. Mereka
73
lebih menekankan pada keluhan (penyakit yang diderita) daripada keberadaan
pelanggan dan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ada, juga sesuai
dengan sumpah yang telah mereka lakukan.
Ketersediaan waktu untuk berinteraksi dengan pelanggan Puskesmas,
sebagian besar petugas paramedik menyatakan bahwa mereka memiliki waktu
yang cukup, yaitu melakukan anamnesis, memberikan pelayanan sesuai
dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan dari pasien termasuk penjelasan
kesehatan, dorongan untuk sembuh, penjelasan tentang lingkungan sehat dan
perilaku hidup sehat. Ada yang mengemukakan selama pasien tidak
banyak/antri maka waktu interaksi bisa lebih banyak sesuai dengan jam kerja,
sementara ada yang mengungkapkan di mana saja dan kapan saja bertemu bisa
dilakukan penjelasan tentang masalah kesehatan.
Umumnya petugas paramedik menyatakan pekerjaan dapat diselesaikan
sesuai target, baik menyelesaikan pengobatan pasien sampai sembuh,
pembuatan laporan setiap bulannya, melakukan pekerjaan dengan tidak
menunda, serta waktu yang cukup tersedia. Sebagian yang lain tidak dapat
menyelesaikan pekerjaan sesuai target, akibat dari kendala-kendala teknis
seperti kurangnya fasilitas, tugas ganda, distribusi vaksin yang kurang lancar
(program imunisasi), lintas program yang kurang kooperatif, kunjungan balita
ke posyandu rendah (program gizi), dana terbatas dan obat kurang (program
kesehatan gigi), serta kesadaran penggunaan jamban rendah (program PHBS).
Sebagian kecil menyatakan ada pekerjaan yang sesuai target dan ada yang
tidak.
Peran penyuluhan petugas paramedik terhadap pasien atau pelanggan
puskesmas, hampir semua mengemukakan bahwa mereka melaksanakan peran
penyuluhan dengan berbagai macam penjelasan. Seorang petugas paramedik
menyatakan bahwa tidak ada peran penyuluhan dalam tugas mereka, yang ada
hanya informasi kesehatan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan
masalah kesehatan yang ada.
Semua petugas paramedik menyatakan bahwa kerjasama mereka dengan
petugas medik (dokter umum dan dokter gigi) baik, yaitu dengan saling
74
menghargai, saling pengertian, saling membantu, saling menunjang, saling
diskusi sebagai tim kerja (teamworks) dalam kelengkapan data, perawatan dan
pengobatan pasien, lintas program dan dalam mengisi tugas-tugas yang ada.
Demikian pula halnya kerjasama dengan petugas pendukung administrasi
(pekarya), semua petugas paramedik menyatakan bahwa kerjasama mereka
baik terutama dalam hal kelengkapan data dan pencatatan penderita baru.
Perawat, umumnya menyatakan bahwa mereka menyediakan waktu yang
cukup untuk berbicara dengan pasien, tidak memberitahukan masalah di luar
pekerjaan mereka kepada pasien, tidak menunjukkan pada pasien bahwa
mereka dalam keadaan sibuk, tidak menghindari diskusi mengenai masalah
pribadi pasien, menuruti kemauan pasien selama masih wajar, tidak
membicarakan masalah kesehatan pasien dengan rekan yang lain sementara
pasien berada di dekatnya, melibatkan diri dengan masalah pasien selama
masalah itu tidak terlalu pribadi dan tidak mengeluh ketika melayani pasien.
Deskripsi mengenai umur, jenis kelamin, gaji tetap, penghasilan luar gaji
dan lamanya bekerja di Puskesmas dari Petugas Pendukung Administrasi
(pekarya) di dua lokasi penelitian yaitu di Kota Kotamobagu dan Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Kelompok Umur petugas pendukung administrasi antara 20 sampai 26
tahun dan 27 sampai 33 tahun lebih banyak terdapat di Kabupaten Bolaang
Mongondow utara. Sementara kelompok umur 34 sampai 40 tahun lebih
banyak terdapat di Kota Kotamobagu. Kelompok umur 41 tahun ke atas di
Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara terdapat jumlah
yang sama. Untuk Petugas pekarya pria dan wanita di dua lokasi penelitian
juga memiliki jumlah yang sama.
Gaji tetap petugas pekarya setiap bulan sejumlah Rp. 500.000 sampai
dengan Rp. 1.500.000 lebih banyak terdapat di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara, sedangkan gaji tetap dengan jumlah Rp. 1.500.000 sampai
dengan Rp. 2.500.000 lebih banyak terdapat di Kota Kotamobagu. Penghasilan
di luar gaji setiap bulannya dengan jumlah Rp. 500.000 sampai dengan Rp.
1.000.000 lebih banyak di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dan
75
penghasilan di luar gaji dengan jumlah Rp. 1.500.000 sampai dengan Rp.
2.000.000 lebih banyak berada di Kota Kotamobagu.
Tabel 7. Deskripsi Petugas Pendukung Administrasi di Dua Lokasi Penelitian Uraian Kota Kotamobagu Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara Jumlah Persentase
(orang) (%) Jumlah Persentase (orang) (%)
1. Umur (tahun) a. 20 – 26 b. 27 – 33 c. 34 – 40 d. > 41 Total
- 0 - 0 3 60,0 2 40,0 5 100,0
2 40,0 1 20,0 - 0 2 40,0 5 100,0
2. Jenis Kelamin a. Pria b. Wanita Total
1 20,0 4 80,0 5 100,0
1 20,0 4 80,0 5 100,0
3. Gaji Tetap (per bulan) a. Rp.500rb-1,5jt b. Rp.1,5jt-2,5jt c. >Rp. 2,5 jt Total
3 60,0 2 40,0 - 0 5 100,0
4 80,0 1 20,0 - 0 5 100,0
4. Penghasilan Luar gaji (per bulan) b. Rp.500rb-1jt c. Rp.1,5jt-2jt c. >Rp.2jt Total
4 80,0 1 20,0 - 0 5 100,0
5 100,0 - 0 - 0 5 100,0
5. Lamanya bekerja (Puskesmas Ybs/tahun) a. 1 - 6 b. 7 – 12 c. > 13 Total
4 80,0 1 20,0 - 0 5 100,0
3 60,0 1 20,0 1 20,0 5 100,0
Lama bekerja di Puskesmas adalah antara 1 sampai 6 tahun lebih banyak
ditemukan di Kota Kotamobagu dan lebih dari 13 tahun lebih banyak terdapat
di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, tepatnya di Puskesmas Bintauna
Kecamatan Bintauna, yaitu satu orang.
Tanggapan mengenai administrasi pelayanan di Puskesmas, sebagian besar
petugas pendukung administrasi menyatakan bahwa administrasi pelayanan
yang ada sudah cukup baik, sedangkan sebagian kecil yang lain
mengemukakan bahwa administrasi pelayanan di Puskesmas masih belum
76
begitu optimal dan belum sesuai dengan pengelolaan yang sebenarnya serta
masih rumit.
Motivasi responden bekerja di Puskesmas, dari Petugas pendukung
administrasi adalah ingin meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat dan
membantu masyarakat dalam memberi pelayanan yang maksimal. Sebagian
yang lain dari mereka menyatakan ingin menambah pengalaman kerja serta
ingin memperluas wawasan.
Kerjasama dengan tenaga medik maupun dengan tenaga paramedik,
sebagian besar Petugas pendukung administrasi menyatakan baik, mulai dari
pencatatan sampai dengan pada pelaporan Puskesmas dalam kaitannya dengan
masalah kepegawaian dan pelayanan kesehatan masyarakat, ada komunikasi
yang lancar mengenai program-program yang dilaksanakan serta setiap
permasalahan yang selalu dibahas secara bersama.
Karakteristik Pelanggan Puskesmas
Karakteristik sampel pelanggan Puskesmas dalam penelitian ini adalah
umur, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, jumlah anggota keluarga,
pengertian makna, tujuan dan manfaat hidup sehat (Tabel 8, Tabel 10, dan
Tabel 11).
Rataan umur responden pelanggan di Kota Kotamobagu yaitu 37,93 tahun
(Tabel 8), dengan kisaran umur antara 16 sampai dengan 71 tahun. Rataan
umur responden pelanggan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yaitu
41,85 tahun, dengan kisaran umur antara 17 sampai dengan 81 tahun.
Dilihat dari rataan umur pelanggan menunjukkan bahwa pelanggan
puskesmas di kedua daerah ini adalah pelanggan yang berada pada usia kerja,
menurut konsep Susenas, yaitu pada usia 10 tahun ke atas (usia produktif), di
mana pada kondisi sakit, mereka akan mengalami kerugian moril dan materil
karena terganggu aktifitas di bidang kegiatan dari pekerjaan ataupun tempat
bekerjanya.
77
Tabel 8. Ciri-ciri Sampel Pelanggan Puskesmas di Dua Lokasi Penelitian
No. Uraian
Lokasi Penelitian Kota Kotamobau
(n = 100) Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara
(n = 100) 1 Umur (Tahun)
- Rataan - Kisaran
37,93 16-71
41,85 17-81
2. Jenis Kelamin (%) - Laki-laki - Perempuan
37 63
50 50
3. Pendapatan Pelanggan per bulan (%) - <Rp. 500.000 - >Rp. 500.000-
Rp.750.000 - >Rp. 750.000-Rp.
1.000.000 - >Rp. 1.000.000-Rp.
1.250.000 - >Rp. 1.250.000-Rp.
1.500.000 - >Rp. 1.500.000
24 25
10
15
13
13
44 32
9
3
2
10 4. Pekerjaan Pelanggan (%)
- PNS - TNI/Polri - Pensiunan - Swasta - Tani - Ibu Rumah Tangga
22 0 4 19 30 25
12 0 4
13 48 23
5. Pendidikan Pelanggan (%)- SD - SMP - SMA - Perguruan Tinggi
18 17 50 15
24 25 45 6
6. Jumlah Anggota Keluarga Pelanggan (%) - 1 s/d 3 - 4 s/d 6 - 7 s/d 9 - > 9
48 47 5 0
48 46 6 0
7. Jarak Tempat Tinggal Pelanggan ke Puskesmas (%)
- 50-1640 mtr - 1641-3230 mtr - 3231-4820 mtr - 4821-6410 mtr
75 19 5 1
50 28 4
18
78
Responden pelanggan Puskesmas laki-laki dan wanita ditemukan sama
banyaknya (Tabel 8) di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Responden
pelanggan perempuan lebih banyak terdapat di Kota Kotamobagu. Walaupun
demikian ada kaitannya dengan angka harapan hidup perempuan yang
biasanya lebih tinggi daripada laki-laki akibat pekerjaan laki-laki yang lebih
berat, kebiasaan merokok dan sebagainya yang sebagian besar ada pada laki-
laki.
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara terdapat paling banyak pekerjaan
sebagai petani dengan tingkat pendapatan yang sangat kurang yaitu sebesar
27,0 persen, demikian halnya di Kota Kotamobagu sebanyak 17,0 persen. Hal
ini menunjukkan kalangan petani di dua wilayah ini masih tergolong miskin.
Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dengan pendapatan sangat kurang lebih
banyak terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yaitu 13,0 persen,
dapat dipahami karena wilayah di pesisir utara ini pertumbuhan ekonominya
lebih tertinggal jika dibandingkan dengan di Kota Kotamobagu.
Pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil dengan pendapatan >Rp.1.500.000,
tidak cukup berbeda antara di Kota Kotamobagu (8,0 persen) dan di Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara (7,0 persen), di kedua wilayah ini, menjadi
pegawai negeri sipil masih menjadi dambaan karena sektor swasta belum
cukup berkembang, ini dapat dilihat dengan pekerjaan swasta, tingkat
pendapatan yang >Rp.1.500.000 tidak terdapat di Kota Kotamobagu, dan
sebanyak 1,0 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Responden pelanggan di Kota Kotamobagu lebih banyak memiliki pendidikan
dengan kategori baik (tidak tamat atau tamat SMA) sebesar 50,0 persen (Tabel
8). Kabupaten Bolaang Mongondow Utara memiliki paling banyak responden
pelanggan dengan pendidikan kategori kurang atau sebanyak 24,0 persen yaitu
mereka yang tidak tamat atau tamat SD, ini membuktikan bahwa responden
pelanggan di Kota Kotamobagu lebih berpendidikan dibandingkan dengan
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Pendidikan yang tinggi atau mereka yang mengecap perguruan tinggi baik
tamat maupun tidak, termasuk D1, D2, D3 dan D4 lebih besar terdapat di Kota
79
Kotamobagu sejumlah 15,0 persen dibandingkan di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara sebesar 6,0 persen. Dapat dikatakan responden pelanggan
dengan pendidikan yang tinggi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara
masih cukup langka. Keberadaan Universitas (swasta) seperti Universitas
Dumoga Kotamobagu (UDK), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE),
Akademi (Kebidanan, Keperawatan) dan sebagainya, di Kota Kotamobagu
turut mempengaruhi banyaknya responden pelanggan dengan pendidikan
kategori tinggi. Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara belum terdapat
perguruan tinggi.
Pada Tabel 8, di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara, jumlah anggota keluarga responden pelanggan Puskesmas
kategori kurang hampir tidak memiliki perbedaan, masing-masing sebesar 48,0
persen. Demikian pula halnya dengan jumlah anggota keluarga kategori cukup
(4 s/d 6 orang) yang tidak menunjukkan perbedaan nyata antara kedua wilayah
ini masing-masing sebesar 47,0 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 46,0
persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Jumlah anggota keluarga dengan kategori baik (7 s/d 9 orang) di kedua
daerah lokasi penelitian sebesar 5,0 persen di Kota Kotamobagu dan demikian
pula di Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 6,0 persen.
Responden pelanggan yang memiliki jarak tempat tinggal kategori sangat
dekat lebih banyak ditemukan di Kota Kotamobagu yaitu sebesar 75,0 persen,
sedangkan responden pelanggan dengan jarak tempat tinggal ke Puskesmas
kategori sangat jauh lebih banyak terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara sebesar 18,0 persen. Jarak tempat tinggal yang sangat jauh di Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara disebabkan wilayah ini adalah wilayah pesisir di
mana desa-desa dalam tiap kecamatan letaknya memanjang (lineal) sepanjang
pesisir pantai utara. Berbeda dengan kondisi di Kota Kotamobagu di mana pola
kotanya cenderung berbentuk jaring laba-laba (spider web) dan dikelilingi oleh
perbukitan.
Dari keseluruhan responden, yang berstatus kawin sebesar 78,5 persen, belum
kawin sebesar 14,5 persen, janda sebesar 3,0 persen dan yang berstatus duda
80
sebesar 4,0 persen. Paling banyak ditemukan responden yang berstatus kawin serta
paling sedikit ditemukan responden yang berstatus janda
Uraian berikut ini adalah responden yang menjadi pelanggan Puskesmas
mulai tahun 1958 sampai dengan tahun 2008 yang disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Sebaran Sampel Menurut Lamanya Menjadi Pelanggan Puskesmas
No. Periode Tahun
Kota Kotamobagu
(%)
Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara (%)
1. 1958 s/d 1968 4,00 1,00
2. 1969 s/d 1979 5,00 8,00
3. 1980 s/d 1990 19,00 22,00
4. 1991 s/d 2000 20,00 34,00
5. > 2001 52,00 35,00
Total 100,00 100,00
Keterangan: n = 200
Responden yang paling banyak ditemukan adalah pelanggan Puskesmas
sejak tahun 2001 sampai sekarang (52,00 persen) di Kota Kotamobagu dan
sebesar 35,00 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Tabel 9). Hal
ini dapat menjadi indikasi makin lama makin besar kepercayaan dari
masyarakat untuk berobat ke Puskesmas saat sakit serta mempercayakan
kesembuhan mereka kepada petugas kesehatan Puskesmas jika dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya. Pada masa yang lalu, pelayanan kesehatan
masyarakat belum tergabung seperti saat berdirinya Puskesmas.
Dalam melihat pengertian tentang makna, tujuan dan manfaat hidup sehat
dilakukan pengukuran skala 1 s/d 4, sangat rendah sama dengan 1 dan sangat
tinggi sama dengan 4. Pengertian makna hidup sehat dari pelanggan
Puskesmas secara keseluruhan dapat dikatakan baik. Nilai Rataan Skor
Pengertian Makna, Tujuan dan Manfaat Hidup Sehat disajikan pada Tabel 10.
Pengertian makna hidup sehat (X1.6) di Kota Kotamobagu sebagian besar
berada pada kategori yang sangat tinggi sebesar 53,33 persen dan di Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara sebagian besar berada pada kategori yang tinggi
81
sebesar 55,33 persen, yang terdiri dari indikator Pengertian hidup sehat;
Orientasi hidup sehat; dan Kesadaran hidup sehat. Sebagian besar pelanggan
Puskesmas di kedua lokasi penelitian sudah cukup memiliki pengertian tentang
makna hidup sehat mulai dari sanitasi, pengolahan air limbah, penggunaan
jamban yang baik dan benar dan hal-hal lain yang berkaitan dengan itu (Tabel
10). Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara terdapat seorang responden
yang memiliki pengertian tentang hidup sehat yang sangat rendah dengan
pengertian hidup sehat yang rendah khususnya pengertian dalam hal
Tabel 10. Persentase dan Rataan Skor Pengertian Makna, Tujuan dan Manfaat Hidup Sehat di Dua Lokasi
No. Uraian
Lokasi Penelitian Kota Kotamobagu
(n = 100) Kabupaten
Bolaang Mongondow
Utara (n = 100)
Rataan
% % % 1. Pengertian Makna
Hidup Sehat (X1.6) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,00 1,33
45,33 53,33
0,33 4,33
55,33 40,00
0,17 2,83
50,33 46,67
Total 100,00 100,00 100,00 2. Pengertian Tujuan
Hidup Sehat (X1.7) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
2,33 8,67
56,00 33,00
0,33 9,33
56,00 34,33
1,33 9,00
66,00 33,67
Total 100,00 100,00 100,00 3. Pengertian Manfaat
Hidup Sehat (X1.8) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,00 0,00
44,50 55,50
0,00 6,00
49,50 44,50
0,00 3,00
47,00 50,00
Total 100,00 100,00 100,00 Uraian Skor Kategori Skor Kategori Rataan Kategori
4. Pengertian Makna Hidup Sehat (X1.7) 3,52 Tinggi 3,35 Tinggi 3,44 Tinggi
5. Pengertian Tujuan Hidup Sehat (X1.8) 3,20 Tinggi 3,23 Tinggi 3,22 Tinggi
6. Pengertian Manfaat Hidup Sehat (X1.9) 3,56 Tinggi 3,38 Tinggi 3,47 Tinggi
Total Rataan 3,43 Tinggi 3,32 Tinggi 3,38 Tinggi Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi
82
sanitasi, pengolahan air limbah, wc, dan lain-lain, di mana mereka menyatakan
bahwa mereka sangat tidak mengerti (kategori sangat rendah) dan tidak
mengerti (kategori rendah) mengenai hal tersebut.
Orientasi hidup sehat, khususnya kegiatan sehari-hari dengan sarana air
bersih, dengan kategori rendah masih terdapat di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara. Umumnya di kedua lokasi penelitian memiliki orientasi
hidup sehat dengan kategori tinggi dan sangat tinggi. Di Kota Kotamobagu,
kesadaran hidup sehat dengan kategori tinggi terdapat jumlah yang paling
besar. Tingkat pendidikan responden pelanggan Puskesmas yang sudah cukup
baik di Kota Kotamobagu membuat mereka semakin ”aware” terhadap
kesehatan dan kesadaran hidup sehat menjadi suatu hal yang penting bagi
mereka.
Pengertian tujuan hidup sehat (X1.7) sebagian besar berada pada kategori
tinggi sebesar 56,00 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 56,00 persen di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Tabel 10), yang terdiri dari indikator
Program pelayanan kesehatan; Partisipasi program; dan Dampak program
kesehatan. Terlihat bahwa pengertian tentang tujuan hidup sehat khususnya
pemahaman tentang program pelayanan kesehatan masyarakat yang rendah
masih terdapat di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara. Walaupun kurang berarti jika dibandingkan dengan kategori tinggi dan
sangat tinggi, namun ternyata masih ada responden yang belum memahami
tujuan program pelayanan kesehatan yang diselenggarakan petugas kesehatan
Puskesmas untuk peningkatan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat, dan
berpikir bahwa puskesmas adalah tempat yang akan dikunjungi jika sakit.
Pemahaman tentang program pelayanan kesehatan masyarakat yang didapat
dari pengetahuan sendiri atau partisipasi aktif anggota masyarakat Puskesamas,
masih ditemukan dengan kategori rendah di Kota Kotamobagu dan di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Hal ini menunjukkan sebagian
anggota masyarakat pelanggan Puskesmas masih tidak mau tahu tentang
program kesehatan yang ada di wilayahnya dan bersifat pasif dalam mencari
pengetahuan tentang itu. Hal ini disebabkan masing-masing memiliki
83
kesibukan sendiri dan berpikir bahwa mereka yang berkecimpung di bidang
itulah yang harus menyampaikan kepada mereka seperti para petugas
kesehatan maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di
bidang kesehatan masyarakat.
Kategori terbesar adalah partisipasi program pelayanan kesehatan yang tinggi
yaitu di Kota Kotamobagu, ini menunjukkan pelanggan Puskesmas di Kota
Kotamobagu lebih memiliki partisipasi aktif dalam hal pengetahuan yang
dicari sendiri mengenai program pelayanan kesehatan.
Pemahaman tentang dampak positif dari program pelayanan kesehatan
masyarakat masih terdapat kategori sangat rendah di Kota Kotamobagu. Kota
Kotamobagu yang lebih maju dari Kabupaten Bolaaang Mongondow Utara
menunjukkan kesenjangan yang cukup nyata di mana di satu sisi menunjukkan
tingkat partisipasi program pelayanan kesehatan yang tinggi sementara di sisi
lain masih terdapat pelanggan yang kurang memahami dampak positif program
pelayanan kesehatan serta kerugian-kerugian ekonomi, sosial yang dialami jika
mendapat peran sakit. Secara umum pengertian tujuan hidup sehat pelanggan
Puskesmas dalam penelitian ini dapat dikatakan baik dilihat dari pengertian
program pelayanan kesehatan, partisipasi program dan dampak program
kesehatan.
Pengertian manfaat hidup sehat (X1.8) sebagian besar berada pada
kategori sangat tinggi sebesar 55,50 persen di Kota Kotamobagu dan kategori
tinggi sebesar 49,50 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang
terdiri dari indikator Manfaat kualitas hidup sehat dan Harapan kualitas hidup
sehat. Secara umum, pengertian tentang manfaat hidup sehat dalam penelitian
ini tergolong baik. Kecuali di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang
masih terdapat pelanggan yang memiliki pemahaman yang rendah tentang
terciptanya masyarakat sejahtera, memiliki motivasi tinggi dan mau bekerja
keras akibat dari kualitas hidup yang baik.
Harapan, yaitu keinginan agar masyarakat setempat menjadi lebih maju
akibat kualitas kesehatan yang baik, rata-rata di kedua wilayah ini memiliki
kategori sangat tinggi di Kota Kotamobagu. Mereka menyatakan bahwa
84
mereka sangat ingin masyarakat menjadi maju karena kualitas kesehatan yang
baik.
Pengertian makna hidup sehat (X1.6) sebagian besar pelanggan sebesar
98,66 persen adalah pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kota
Kotamobagu dan sebesar 95,33 persen pada kategori tinggi sampai dengan
sangat tinggi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Pengertian tujuan
hidup sehat (X1.7) sebagian besar pelanggan sebesar 89,00 persen adalah pada
kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kota Kotamobagu dan sebesar
90,33 persen pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara, dan Pengertian manfaat hidup sehat (X1.8)
sebagian besar pelanggan sebesar 100,00 persen adalah pada kategori tinggi
sampai dengan sangat tinggi di Kota Kotamobagu dan sebesar 94,00 persen
pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara.
Tanggapan Pelanggan terhadap Pengaruh Tokoh Informal
Pengaruh Tokoh Informal terdiri dari dua sub peubah yang dijadikan
indikator pengukuran yaitu Gaya Kepemimpinan Informal dan Perilaku
Pemimpin Informal, nilai rataan skor anjuran dan himbauan tokoh informal
adalah 0,79 (tinggi, pada skala 0 -1), kelompok responden pelanggan
Puskesmas di Kota Kotamobagu dengan nilai rataan skor 0,74, lebih rendah
dari kelompok responden di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar
0,84. Selebihnya dengan nilai rataan skor 3,05 (tinggi, pada skala 1 – 4), di
mana kelompok responden di Kota Kotamobagu dengan nilai rata-rata 2,99
(sedang), lebih rendah dari kelompok responden di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara yaitu 3,10 (tinggi) . Perolehan nilai rataan skor setiap sub
peubah dapat dilihat pada Tabel 11.
Pada Tabel 11, Sub peubah Gaya Kepemimpinan Informal (X2.1) sebagian
besar berada pada kategori tinggi sebesar 66,00 persen di Kota Kotamobagu
dan sebesar 74,00 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang
85
Tabel 11. Persentase dan Rataan Skor Tanggapan Pelanggan terhadap Pengaruh Tokoh Informal
No. Uraian
Lokasi Penelitian Kota Kotamobagu
(n = 100) Kabupaten
Bolaang Mongondow
Utara (n = 100)
Rataan
% % % 1. Gaya Kepemim
pinan Informal (X2.1) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,50
17,00 66,00 16,50
1,00 8,00
74,00 17,00
0,75
12,50 70,00 16,75
Total 100,00 100,00 100,00 2. Perilaku Pemimpin
Informal (X2.2) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
2,50 15,50 62,50 19,50
0,50 7,50
73,50 18,50
1,50 11,50 68,00 19,00
Total 100,00 100,00 100,00 Uraian Skor Kategori Skor Kategori Rataan Kategori
3. Gaya Kepemim pinan Informal (X2.1)
2,99 Sedang 3,07 Tinggi 3,03 Tinggi
4. Perilaku Pemimpin Informal (X2.2)
2,99 Sedang
3,10
Tinggi
3,05
Tinggi
Total Rataan 2,99 Sedang 3,09 Tinggi 3,04 Tinggi Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi
terdiri dari indikator Anjuran, Himbauan, Teladan serta
Pengetahuan,Ketrampilan dan Sikap dari pemimpin informal. Untuk anjuran
tokoh informal, di Kota Kotamobagu dengan kategori rendah lebih besar
dibandingkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, mereka memberi
tanggapan bahwa para tokoh masyarakat tidak selalu menganjurkan
masyarakat untuk menggunakan fasilitas kesehatan seperti Puskesmas jika
mereka atau anggota keluarga mereka sakit.
Di kedua lokasi penelitian menunjukkan bahwa anjuran tokoh informal
untuk hidup sehat memiliki kategori yang tinggi baik di Kota Kotamobagu
maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Himbauan tokoh informal dalam hal mendukung program kesehatan dan
berperilaku hidup sehat yang berkategori tinggi di Kota Kotamobagu maupun
86
di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka menyatakan bahwa
himbauan para tokoh masyarakat ini selalu dipatuhi dan dilaksanakan atau
diikuti karena hal itu penting dilakukan.
Anjuran dan himbauan dari tokoh masyarakat adalah merupakan hal yang
mutlak diperlukan guna mendukung tercapainya derajat kesehatan masyarakat
yang tinggi. Kelompok masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta
dalam terselenggaranya upaya kesehatan yang baik yang juga didukung oleh
pemerintah sebagai pihak yang berwajib dan berwenang agar swadaya
masyarakat dapat berhasil guna dan berdaya guna. Adisasmito (2007)
mengemukakan bahwa masalah kesehatan adalah tanggung jawab bersama
setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta.
Teladan tokoh masyarakat bagi anggota masyarakat pelanggan Puskesmas
umumnya menunjukkan kategori yang tinggi baik di Kota Kotamobagu
maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Umumnya responden
pelanggan Puskesmas di kedua lokasi ini menyatakan bahwa para tokoh
masyarakat cukup menjadi teladan bagi mereka dalam hal peranserta bagi
peningkatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat untuk tercapainya derajat
kesehatan masyarakat yang baik.
Pengetahuan, ketrampilan dan sikap tokoh masyarakat tergolong baik, di
kedua lokasi penelitian menunjukkan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan
di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para responden mengungkapkan
bahwa para tokoh masyarakat cukup memiliki pengetahuan, ketrampilan dan
sikap yang baik dalam menunjang program pelayanan kesehatan masyarakat
yang diselenggarakan oleh Puskesmas.
Boyle (1981) menjelaskan tahap-tahap pengetahuan, sikap dan ketrampilan
yang rendah adalah: (1) Pengetahuan yang rendah hanya sebatas mengetahui
fakta-fakta yaitu hanya dengan melihat dan melakukan sedikit pengujian
(examining); (2) Ketrampilan yang rendah hanya sebatas mengetahui apa yang
akan dilakukan yaitu dengan membaca dan bertanya; (3) Sikap yang rendah
hanya sebatas kesadaran yaitu hanya dengan mendengarkan. Tahap-tahap
pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang tinggi adalah: (1) Pengetahuan yang
87
tinggi dapat mengerti, mengaplikasikannya dan merekonstruksi melalui
diskusi, menjawab, mempraktekkan dan melakukan eksperimen hubungan; (2)
Ketrampilan yang tinggi ditandai dengan memiliki beberapa kemampuan,
kemampuannya mumpuni dan dapat mengadopsi kemampuan lain serta
mampu mengaplikasikan, menganalisis dan mengklarifikasi.
Sub peubah Perilaku Pemimpin Informal (X2.2) sebagian besar berada pada
kategori tinggi sebesar 62,50 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 73,50
persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator
Keterlibatan Pemimpin Informal dan Perhatian Pemimpin Informal.
Keterlibatan pemimpin informal dapat digolongkan baik dengan kategori yang
tinggi baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara. Responden pelanggan Puskesmas mengemukakan bahwa para tokoh
masyarakat turut serta terlibat dalam perencanaan program pelayanan
kesehatan masyarakat.
Menurut Boyle (1981), terdapat tiga tipe program yang dapat diidentifikasi
yaitu developmental program, institusional program dan informational
program, dengan uraian sebagai berikut: (1) Developmental program
mengidentifikasi masalah-masalah utama dari klien, masyarakat atau bagian
dari masyarakat [seperti masalah kesehatan] setelah dimana program
pembelajaran untuk menolong orang-orang berhasil diatasi; (2) Institusional
program fokus pada membawa pertumbuhan dan peningkatan pada
kemampuan dasar individu seperti berpikir dan berkomunikasi; dan (3)
Informational program sering ditemukan pada orang dewasa atau pembelajaran
lanjut, khususnya pertukaran informasi antara programmer dan pembelajar.
Perhatian tokoh informal tergolong baik yaitu dengan kategori tinggi di
Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian
besar responden pelanggan Puskesmas menyatakan bahwa menurut mereka
para tokoh masyarakat cukup memberi perhatian yang khusus terhadap
masalah kesehatan dan cara hidup sehat anggota masyarakat.
Gaya kepemimpinan informal (X2.1) menurut tanggapan pelanggan sebesar
82,50 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kota
88
Kotamobagu dan sebesar 91,00 persen pada kategori tinggi sampai dengan
sangat tinggi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, sedangkan Perilaku
pemimpin informal (X2.2) menurut tanggapan pelanggan sebesar 82,00 persen
berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kota Kotamobagu
dan sebesar 92,00 persen pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Persepsi Pelanggan terhadap Peran Petugas Kesehatan Puskesmas
Persepsi pelanggan terhadap Peran Petugas Kesehatan dapat digolongkan
baik. Ini terlihat dari nilai rataan skor sub peubah yang memiliki kategori
tinggi. Peran Petugas Kesehatan Puskesmas (X3) terdiri dari sub peubah
kejelasan peran, kecocokan peran dan sumber acuan jika sakit, keseluruhan
nilai rataan skornya adalah 3,21 (pada skala 1–4). Kelompok responden
pelanggan Puskesmas di Kota Kotamobagu dengan nilai rataan skor 3,20, lebih
rendah dari responden pelanggan Puskesmas di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara dengan nilai rataan skor 3,23. Nilai rataan skor tiap sub
peubah disajikan pada Tabel 12.
Untuk sub peubah kejelasan peran (X3.1) sebagian besar berada pada
kategori tinggi sebesar 74,67 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 77,33
persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator
fungsi dan peran petugas, kesesuaian fungsi dan peran dan keahlian petugas.
Sub peubah Kecocokan peran (X3.2) terdiri dari indikator petugas yang
berwenang, ketatatan pada aturan, peran kepala puskesmas dan tanggung
jawab kepala puskesmas. Sub peubah sumber acuan jika sakit (X3.3) terdiri
dari indikator sikap petugas, rujukan yang dilakukan dan profesional petugas
(Tabel 12).
Fungsi dan peran petugas adalah tergolong baik dan memiliki kategori
tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Sebagian besar responden menyatakan bahwa para petugas kesehatan
Puskesmas melaksanakan fungsi dan perannya dengan baik dalam pelayanan
kesehatan.
89
Tabel 12. Persentase dan Rataan Skor Persepsi Pelanggan terhadap Peran Petugas Kesehatan Puskesmas
No. Uraian
Lokasi Penelitian Kota Kotamobagu
(n = 100) Kabupaten
Bolaang Mongondow
Utara (n = 100)
Rataan
% % % 1. Kejelasan Peran
(X3.1) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
1,00 9,00
74,67 15,33
2,33 4,67
77,33 15,67
1,67 6,84
76,00 16,00
Total 100,00 100,00 100,00 2. Kecocokan Peran
(X3.2) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,00 5,50
67,75 26,75
0,25 2,25
69,50 28,00
0,13 3,88
68,63 27,38
Total 100,00 100,00 100,00 3. Sumber Acuan jika
Sakit (X3.3) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,00 1,67
60,00 38,33
0,00 1,33
59,00 39,67
0,00 1,50
59,50 39,00
Total 100,00 100,00 100,00 Uraian Skor Kategori Skor Kategori Rataan Kategori
4. Kejelasan Peran (X3.1) 3,04 Tinggi 3,06 Tinggi 3,05 Tinggi
5. Kecocokan Peran (X3.2) 3,21 Tinggi
3,25
Tinggi
3,23
Tinggi
6. Sumber Acuan jika Sakit (X3.3) 3,34 Tinggi 3,38 Tinggi 3,36 Tinggi
Total Rataan 3,20 Tinggi 3,23 Tinggi 3,21 Tinggi Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi
Kesesuaian fungsi dan peran petugas adalah tergolong baik, dengan
kategori tinggi. Kebanyakan responden memberi jawaban bahwa fungsi dan
peran yang dijalankan petugas kesehatan di puskesmas sudah sesuai seperti
yang mereka harapkan termasuk memberikan pelayanan meskipun di luar jam
kerja. Terlihat di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara memiliki kategori yang tinggi.
Keahlian petugas kesehatan di kedua lokasi penelitian masing-masing
memiliki kategori tinggi sesuai pernyataan responden pelanggan Puskesmas.
90
Mereka setuju bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada mereka
sudah sesuai dengan keahlian yang dimiliki oleh petugas kesehatan yang
bersangkutan.
Kecocokan peran (X3.2) sebagian besar berada pada kategori tinggi
sebesar 67,75 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 69,50 persen di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang berkaitan dengan petugas yang
berwenang, sebagian besar responden sebagian besar memberi tanggapan baik
dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara. Mereka setuju bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh petugas kesehatan ditangani oleh para petugas kesehatan yang berwenang
sesuai dengan tugasnya serta tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan
tugas.
Ketaatan terhadap aturan dari petugas kesehatan ditanggapi para responden
dengan baik dengan kategori yang tinggi di Kota Kotamobagu dan di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka melihat para petugas
kesehatan di Puskesmas menaati aturan-aturan yang ada termasuk tata cara
dalam melakukan pelayanan kesehatan masyarakat.
Peran Kepala Puskesmas dinilai oleh kebanyakan para responden dengan
kategori tinggi baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara. Mereka menilai bahwa Kepala Puskesmas sangat peduli
terhadap pelanggan/pasien di Puskesmas.
Tanggung jawab kepala puskesmas dinyatakan oleh sebagian besar
responden adalah baik dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Menurut responden, mereka
mengamati kepala Puskesamas menegur bawahannya jika memberikan
pelayanan yang kurang baik pada pasien pelanggan puskesmas.
Peranan kedudukan (status roles) sangat penting, di mana setiap kedudukan
memiliki seperangkat peranan yang harus dilakukan oleh orang yang
bersangkutan. Peranan-peranan ini kemudian menjadi seperangkat norma,
sehingga tabrakan peran (role collision) atau ketidakcocokkan peran (role
91
incompatibility) serta peran yang membingungkan (role confusion) dapat
dihindari.
Sumber acuan jika sakit (X.3.3) sebagian besar berada pada kategori tinggi
sebesar 60,00 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 59,00 persen di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari sikap petugas dinilai
baik oleh sebagian besar responden dengan kategori tinggi di Kota
Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian besar
mereka berpendapat para petugas kesehatan berlaku sopan dalam memberikan
layanan pada mereka.
Rujukan yang dilakukan dinilai oleh sebagian besar responden pelanggan
Puskesmas dengan kategori tinggi baik di Kota Kotamobagu maupun di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Kebanyakan responden
mengungkapkan rujukan ke fasilitas yang lebih memadai serta ke petugas
kesehatan yang lebih ahli dilakukan dengan cepat apabila penyakit mereka
dianggap serius dan kurang dapat ditangani di Puskesmas.
Profesional petugas kesehatan ditanggapi oleh kebanyakan responden
dengan kategori tinggi masing-masing di Kota Kotamobagu dan Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara. Menurut mereka para petugas kesehatan
memberikan pelayanan pengobatan yang sungguh-sungguh guna penyembuhan
penyakit.
Persepsi sebagian besar (90,00 persen) pelanggan Kota Kotamobagu
terhadap kejelasan peran petugas kesehatan Puskesmas (X3.1) adalah pada
kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi, dan Persepsi sebagian besar
(93,00 persen) pelanggan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara terhadap
kejelasan peran petugas kesehatan Puskesmas (X3.1) adalah pada kategori
tinggi sampai dengan sangat tinggi. Persepsi pelanggan terhadap kecocokan
peran petugas Puskesmas (X3.2) di Kota Kotamobagu sebesar 94,50 persen
adalah pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi dan sebesar 97,50
persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara berada pada kategori tinggi
sampai dengan sangat tinggi. Untuk persepsi pelanggan terhadap petugas
kesehatan Puskesmas sebagai sumber acuan jika sakit (X3.3) sebesar 98,33
92
persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kota
Kotamobagu dan sebesar 98,67 persen berada pada kategori tinggi sampai
dengan sangat tinggi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Persepsi Pelanggan terhadap Lingkungan Sosial Budaya
Lingkungan Sosial Budaya (X4) sebagai peubah bebas terdiri dari dua sub
peubah yaitu Nilai Sosial Budaya (X4.1) dan Kearifan Lokal (X4.2). Nilai
rataan skor peubah lingkungan sosial budaya adalah 3,07 (pada skala 1- 4),
kelompok responden di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dengan nilai
rataan skor 3,06, sama besar dengan nilai rataan skor kelompok responden di
Kota Kotamobagu yakni 3,06. Nilai rataan skor masing-masing sub peubah
disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Persentase dan Rataan Skor Persepsi Pelanggan terhadap Lingkungan Sosial Budaya
No. Uraian
Lokasi Penelitian Kota Kotamobagu
(n = 100) Kabupaten
Bolaang Mongondow
Utara (n = 100)
Rataan
% % % 1. Nilai Sosial Budaya
(X4.1) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,40 7,20
62,80 29,60
1,60 9,80
70,20 18,40
1,00 8,50
66,50 24,00
Total 100,00 100,00 100,00 2. Kearifan Lokal
(X4.2) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,33 23,00 63,00 13,67
2,00 14,00 58,67 25,33
1,16 18,50 60,84 19,50
Total 100,00 100,00 100,00 Uraian Skor Kategori Skor Kategori Rataan Kategori
3. Nilai Sosial Budaya (X4.1) 3,22 Tinggi 3,05 Tinggi 3,14 Tinggi
4. Kearifan Lokal (X4.2) 2,90 Sedang
3,07
Tinggi
2,99
Sedang
Total Rataan 3,06 Tinggi 3,06 Tinggi 3,07 Tinggi Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi
93
Nilai Sosial Budaya (X4.1) sebagian besar berada pada kategori tinggi
sebesar 62,80 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 70,20 persen di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari Sikap Positif
Pelanggan, Nilai-nilai Tradisional yang dianut, Kesesuaian nilai tradisional
dengan program Puskesmas, Pengaruh Puskesmas terhadap perilaku hidup
sehat masyarakat dan Interaksi Masyarakat dengan petugas kesehatan
Puskesmas (Tabel 13).
Sikap positif/mendukung terhadap program Puskesmas ditanggapi baik oleh
sebagian besar responden dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka menyatakan program
pelayanan kesehatan yang dijalankan Puskesmas adalah baik dan untuk
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Nilai-nilai tradisional yang tidak bertentangan dengan program Puskesmas
dinilai baik oleh sebagian besar responden dengan kategori tinggi di Kota
Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para responden
beranggapan bahwa nilai-nilai mengenai cara hidup sehat serta pengobatan
tradisional yang ada di tempat mereka tidak bertentangan dengan apa yang
dilakukan dan diselenggarakan oleh puskesmas.
Kesesuaian nilai tradisional dengan program puskesmas oleh kebanyakan
responden pelanggan Puskesmas tergolong baik dengan kategori tinggi di Kota
Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para responden
memandang fasilitas yang ada di Puskesmas sudah sesuai dengan harapan dan
dikunjungi banyak orang jika mereka sakit ataupun hanya sekedar
berkonsultasi.
Pengaruh Puskesmas terhadap perilaku hidup sehat masyarakat dinilai baik
oleh sebagian besar responden dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan
di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para responden mengemukakan
bahwa keberadaan Puskesmas cukup mempengaruhi perilaku hidup sehat dari
masyarakat seperti mau berobat ke Puskesmas.
Interaksi Masyarakat dengan petugas kesehatan Puskesmas tergolong baik
ini terlihat dari tanggapan responden yang masuk dalam kategori tinggi di Kota
94
Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka
menyatakan bahwa mereka sering berinteraksi dengan petugas puskesmas
karena menjadi kenalan atau saudara dan interaksi yang terjadi tidak hanya di
dalam puskesmas.
Sub peubah Kearifan Lokal (X4.2) sebagian besar berada pada kategori
tinggi sebesar 63,00 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 58,67 persen di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari konsep hidup sehat,
Dampak konsep hidup sehat dan Pandangan terhadap petugas pendatang
(Tabel 13). Konsep Hidup Sehat Masyarakat cenderung tergolong baik terlihat
dari lebih banyak tanggapan responden dengan kategori tinggi di Kota
Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Namun terlihat
juga kategori rendah yang cukup mencolok di Kota Kotamobagu dan di
Kabupaten Bolaang Mongondow. Tanggapan responden dengan kategori
rendah ini menyatakan bahwa masyarakat setempat masih memiliki konsep
hidup sehat sendiri yang berbeda pandangan dengan yang diajarkan oleh
Puskesmas.
Tanggapan masyarakat terhadap dampak yang baik dari konsep hidup sehat
adalah tergolong baik. Hal ini terlihat dari respon pelanggan pada kategori
tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Tanggapan pada petugas kesehatan pendatang adalah tergolong baik, dapat
dilihat dari penilaian sebagian besar responden dengan kategori tinggi di Kota
Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka (para
responden) beranggapan bahwa petugas kesehatan, khususnya yang berasal
dari luar daerah dapat dipercaya serta keahliannya diakui.
Persepsi pelanggan terhadap nilai sosial budaya (X4.1) di Kota
Kotamobagu sebesar 92,40 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan
sangat tinggi sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 88,60
persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Persepsi
pelanggan terhadap kearifan lokal (X4.2) di Kota Kotamobagu sebesar 76,67
persen berada pada kategori tinggi sampai dengan kategori sangat tinggi,
95
sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 84,00 persen berada
pada kategori tinggi sampai dengan kategori sangat tinggi.
Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas
Peubah Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1) terdiri dari
sub peubah Petugas Kesehatan (Y1.1), Layanan Kesehatan (Y1.2) dan Obat
yang Diberikan (Y1.3). Sub peubah Petugas Kesehatan (Y1.1) terdiri dari
indikator Perlakuan yang tidak membedakan, simpati dan motivasi yang
diberikan petugas kesehatan, perlakuan yang manusiawi dari petugas
kesehatan, penjelasan yang diberikan oleh petugas kesehatan, keterbukaan
pasien mengenai penyakitnya, anamnesa/interviuw oleh petugas kesehatan dan
pilihan pasien terhadap petugas kesehatan. Semua yang tercakup dalam sub-
sub peubah ini berada pada skala pengukuran 1 sampai dengan 4, kecuali
indikator pilihan pasien terhadap petugas kesehatan dengan skala pengukuran 0
sampai dengan 1.
Nilai rataan skor Persepsi pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1)
yaitu 3,07 (tinggi). Kelompok responden di Kota Kotamobagu memiliki nilai
rata-rata 3,04, lebih rendah dari kelompok responden di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara sebesar 3,06. Khusus indikator pilihan pasien terhadap
petugas kesehatan (sub peubah petugas kesehatan) diperoleh angka rata-rata
0,96, yakni kelompok responden di Kota Kotamobagu memiliki angka rata-rata
0,99, lebih tinggi dari kelompok responden di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara yakni 0.92. Nilai rataan skor Peubah Tidak Bebas Persepsi
Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas disajikan pada Tabel 14.
Sub peubah Persepsi Pelanggan terhadap Petugas kesehatan (Y1.1) paling
besar berada pada kategori tinggi sebesar 66,50 persen di Kota Kotamobagu
dan sebesar 72,50 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang
terdiri dari indikator Perlakuan yang tidak membedakan, Simpati/Motivator,
Manusiawi, Penjelasan yang diberikan, Keterbukaan pasien, Interviuw petugas
dan Pilihan pasien.
96
Tabel 14. Persentase dan Rataan Skor Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas
No. Uraian
Lokasi Penelitian Kota Kotamobagu
(n = 100) Kabupaten
Bolaang Mongondow
Utara (n = 100)
Rataan
% % % 1. Petugas kesehatan
(Y1.1)) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,83 14,17 66,50 18,50
2,50 7,33
72,50 17,67
1,67 10,75 69,50 18,09
Total 100,00 100,00 100,00 2. Layanan kesehatan
(Y1.2) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,33 13,00 69,67 17,00
1,33 10,33 67,33 21,00
0,83 11,67 68,50 19,00
Total 100,00 100,00 100,00 3. Obat yang
diberikan (Y1.3) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,00 12,33 69,33 18,33
1,00 7,00
69,00 23,00
0,50 9,67
69,17 20,67
Total 100,00 100,00 100,00 Uraian Skor Kategori Skor Kategori Rataan Kategori
4. Petugas kesehatan (Y1.1)) 3,03 Tinggi 3,05 Tinggi 3,04 Tinggi
5. Layanan kesehatan (Y1.2) 3,03 Tinggi
3,08
Tinggi
3,06
Tinggi
6. Obat yang diberikan (Y1.3) 3,06 Tinggi 3,15 Tinggi 3,11 Tinggi
Total Rataan 3,04 Tinggi 3,09 Tinggi 3,07 Tinggi Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi
Perlakuan yang tidak membedakan tergolong baik, ini ditunjukkan dari
tanggapan responden yang sebagian besar dikategorikan tinggi di Kota
Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Umumnya mereka
menyatakan para petugas kesehatan tidak membedakan antara pasien kaya dan
miskin ataupun mendahulukan pasien yang dikenalnya seperti saudara atau
teman.
Simpati dan motivasi yang diberikan petugas kesehatan dinilai baik oleh
para responden di kedua lokasi penelitian dengan kategori tinggi baik di Kota
97
Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para
responden menyatakan bahwa petugas kesehatan turut merasakan keluhan
yang mereka hadapi atau penyakit yang mereka derita serta memberikan
motivasi pada mereka agar cepat sembuh dari penyakitnya.
Perlakuan yang manusiawi dari petugas kesehatan ditanggapi baik oleh
kebanyakan responden dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka menyatakan para petugas
kesehatan memperlakukan mereka secara manusiawi.
Penjelasan yang diberikan oleh petugas kesehatan dinilai baik oleh
kebanyakan responden yang diwawancarai dengan kategori tinggi di kedua
lokasi penelitian yaitu di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara. Mereka menilai bahwa pertanyaan-pertanyaan tentang
masalah kesehatan mereka dijelaskan secara rinci oleh petugas kesehatan
Puskesmas.
Keterbukaan pasien mengenai penyakitnya adalah baik, dengan kategori
tinggi di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Di sisi lain kecenderungan keterbukaan pasien dengan kategori rendah masih
terdapat di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Hal ini menunjukkan masih terdapat pasien yang masih enggan bersikap
terbuka atas penyakit yang dideritanya dan yang menyebabkan hingga ia
menderita penyakit tersebut.
Anamnesis oleh petugas kesehatan dinilai cukup baik oleh kalangan
responden dan berada pada kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Di Kota Kotamobagu masih terlihat
pada kategori yang rendah, mereka menegaskan bahwa petugas kesehatan
kurang banyak bertanya mengenai gejala dan riwayat penyakit yang di derita.
Pilihan pasien terhadap petugas kesehatan yang ditanyakan kepada para
responden yakni apakah mereka memilih petugas kesehatan yang
berpenampilan menarik atau petugas kesehatan yang kurang berpenampilan
menarik, umumnya responden memilih petugas kesehatan yang berpenampilan
menarik di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
98
Mereka lebih suka memilih petugas yang berpenampilan menarik tanpa
menilai kualitas petugas kesehatan yang bersangkutan, walaupun mungkin
secara psikologis dapat membantu penyembuhan penyakit.
Persepsi Pelanggan terhadap Layanan Kesehatan (Y1.2) berada pada
kategori tinggi sebesar 69,67 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 67,33
persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator
fasilitas layanan kesehatan, prosedur pelayanan kesehatan dan sistem
pelayanan kesehatan (Tabel 14).
Fasilitas layanan kesehatan adalah cukup baik ditanggapi oleh para
responden dengan kategori tinggi di Kota kotamobagu dan di Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara. Fasilitas layanan kesehatan dengan kategori
rendah juga cukup mencolok di dua lokasi baik di Kota Kotamobagu maupun
di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Responden yang menjawab dengan
kategori rendah menyatakan bahwa fasilitas layanan kesehatan yang ada di
Puskesmas belum memadai dan belum baik.
Prosedur pelayanan kesehatan tergolong baik dengan kategori tinggi di
Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar.
Kebanyakan responden merasakan prosedur pelayanan kesehatan di puskesmas
sudah seperti yang mereka harapkan.
Sistem pelayanan kesehatan tergolong baik serta ditanggapi oleh sebagian
besar responden dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara. Sebagian besar responden menegaskan bahwa
cara pelayanan kesehatan yang diberikan kepada mereka cukup baik serta
berkaitan dengan keluhan penyakit yang mereka derita.
Persepsi Pelanggan terhadap Obat yang diberikan (Y1.3) sebagian besar
berada pada kategori tinggi sebesar 69,33 persen di Kota Kotamobagu dan
sebesar 69,00 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri
dari indikator Manfaat obat, Pemberian obat, dan Ketersediaan obat. Manfaat
obat yang diberikan sebagian besar ditemukan pada kategori tinggi di Kota
Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian besar
responden yang berada di dua lokasi penelitian ini menyatakan bahwa obat-
99
obat yang diberikan oleh Puskesmas memberikan manfaat bagi kesembuhan
mereka.
Pemberian obat dan penjelasan khasiatnya paling besar tergolong pada
kategori tinggi baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara. Umumnya responden menegaskan bahwa pemberian obat
oleh petugas kesehatan sekaligus pula pemberian penjelasan khasiatnya.
Ketersediaan obat di Puskesmas menurut tanggapan responden pelanggan
adalah baik dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara. Namun demikian ketersediaan obat dengan
kategori rendah masih cukup terlihat di Kota Kotamobagu dan Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara. Responden yang menjawab dengan kategori
rendah ini mengeluhkan bahwa selama mereka berkunjung atau berobat ke
Puskesmas, obat-obatan yang dibutuhkan tidak selalu tersedia.
Persepsi pelanggan terhadap petugas kesehatan (Y1.1) di Kota Kotamobagu
sebesar 85,00 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi,
sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 90,17 persen
berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Persepsi pelanggan
terhadap layanan kesehatan (Y1.2) di Kota Kotamobagu sebesar 86,67 persen
berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi, sedangkan di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 88,33 persen berada pada
kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Persepsi pelanggan terhadap obat
yang diberikan (Y1.3) di Kota Kotamobagu sebesar 87,66 persen berada pada
kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi, sedangkan di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara sebesar 92,00 persen berada pada kategori tinggi sampai
dengan sangat tinggi.
Persepsi Pelanggan terhadap Pengobatan Luar Puskesmas
Terdapat dua sub peubah dari Peubah Persepsi Pelanggan terhadap
Pengobatan Luar Puskesmas yaitu pandangan terhadap dukun dan pandangan
terhadap layanan tradisional. Sub peubah pandangan terhadap dukun terdiri
dari indikator pilihan untuk pergi ke dukun, kepercayaan terhadap dukun atau
100
terhadap petugas puskesmas dan kemanjuran dari pengobatan dukun. Indikator
pilihan pergi ke dukun, kepercayaan terhadap dukun (sub peubah pandangan
terhadap dukun) dan keberadaan layanan tradisional (sub peubah pandangan
terhadap layanan tradisonal) berada pada skala pengukuran 0 sampai dengan 1
dengan rata-rata 0,66 (sedang), kelompok responden di Kota Kotamobagu
memiliki angka rata-rata 0,62, yang lebih rendah dari kelompok responden di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dengan perolehan angka rata-rata 0,71
(pada skala 0 – 1).
Semua indikator dari sub-sub peubah dilakukan pengukuran pada skala 1
sampai dengan 4, dan diperoleh angka rata-rata 2,44 (sedang), di mana
kelompok responden di Kota Kotamobagu memiliki angka rata-rata 2,40 serta
Tabel 15. Persentase dan Rataan Skor Persepsi Pelanggan terhadap Pengobatan Luar Puskesmas
No. Uraian
Lokasi Penelitian Kota Kotamobagu
(n = 100) Kabupaten
Bolaang Mongondow
Utara (n = 100)
Rataan
% % % 1. Pandangan
terhadap Dukun (Y2.1)) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
12,00 82,00 4,00 1,00
19,00 63,00 13,00 5,00
15,50 72,50 8,50 3,00
Total 100,00 100,00 100,00 2. Pandangan terhadap
Layanan Tradisional (Y2.2) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
3,00 11,00 61,67 24,33
3,67 20,33 52,00 24,00
3,34 15,66 56,83 24,17
Total 100,00 100,00 100,00 Uraian Skor Kategori Skor Kategori Rataan Kategori
4. Pandangan terhadap Dukun (Y2.1)) 1,93 Rendah 2,06 Sedang 1,99 Rendah
5. Pandangan terhadap Layanan Tradisional (Y2.2)
2,86 Sedang
2,85
Sedang
2,88
Sedang
Total Rataan 2,40 Sedang 2,46 Sedang 2,44 Sedang Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi
101
lebih kecil dibanding kelompok responden di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara yakni 2,46. Nilai Rataan Skor Peubah Tidak Bebas Persepsi Pelanggan
terhadap Pengobatan luar Puskesmas disajikan pada Tabel 15.
Pandangan terhadap Dukun (Y2.1) palin besar berada pada kategori rendah
sebesar 82,00 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 63,00 persen di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang terdiri dari indikator Pilihan,
Kepercayaan dan Kemanjuran Dukun. Pilihan untuk pergi ke dukun ditemukan
rendah baik di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara, hal ini membuktikan masih cukup banyak responden yang berkunjung
ke dukun daripada ke Puskesmas.
Kepercayaan terhadap dukun atau terhadap petugas Puskesmas tergolong
jelek baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara. Sebagian responden di kedua lokasi penelitian menegaskan bahwa
mereka lebih percaya kepada dukun daripada petugas kesehatan di Puskesmas.
Persepsi pelanggan terhadap kemanjuran dari pengobatan dukun tergolong
rendah ditanggapi sebagian besar responden di Kota Kotamobagu dan di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Sub peubah Pandangan terhadap Layanan Tradisional (Y2.1) paling besar
berada pada kategori tinggi sebesar 61,67 persen di Kota Kotamobagu dan
sebesar 52,00 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri
dari indikator keberadaan Layanan Tradisional, Kepercayaan pada Puskesmas,
Kesadaran atas keberadaan Puskesmas dan Alasan ke layanan tradsional
karena murah.
Keberadaan Layanan Tradisional tergolong rendah di Kota Kotamobagu
maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian besar responden
menyatakan masih terdapat layanan tradisional di tempat mereka.
Kepercayaan pada Puskesmas tergolong baik dengan kategori tinggi di Kota
Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar. Mereka
(para responden) menegaskan walaupun mereka berobat secara
alternatif/tradisional namun mereka juga percaya bahwa dengan berobat ke
Puskesmas penyakit mereka akan sembuh.
102
Kesadaran atas keberadaan Puskesmas tergolong baik dengan kategori
tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Para responden menyatakan bahwa keberadaan puskesmas cukup memberi
kesadaran pada mereka untuk berobat ke puskesmas daripada berobat ke
pengobatan alternatif/tradsional.
Alasan ke layanan tradsional karena murah dan tergolong rendah di Kota
Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara menyatakan
bahwa mereka tidak setuju pergi ke pengobatan alternatif walaupun lebih
murah dan lebih memilih pergi berobat ke Puskesmas karena lebih aman.
Namun demikian terdapat kategori rendah di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara dengan nilai yang cukup mencolok (25,00 persen) di mana mereka
menyatakan setuju bahwa berobat ke pengobatan alternatif/tradisional karena
lebih murah daripada pergi ke Puskesmas.
Dukun juga menggunakan obat-obatan tradisional (sebagian), namun
sebagian yang yang lain bersifat klenik atau mistis, yakni sang dukun yang
melakukan pengobatan, mengalami intrans (kesurupan) dan melakukan upaya
penyembuhan. Khusus di Kota Kotamobagu, pengobatan oleh dukun dilakukan
dalam bentuk ”tarian tayok” (wilayah Puskesmas Bilalang), yakni sang dukun
sudah dirasuki oleh roh halus dan berusaha mengusir penyakit (yang
diakibatkankan oleh gangguan roh halus yang lain) yang membuat sang pasien
menderita suatu penyakit.
Pandangan terhadap dukun (Y2.1) di Kota Kotamobagu sebesar 5,00 persen
berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi, sedangkan di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 18,00 persen berada pada
kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Pandangan terhadap layanan
tradisional (Y2.2) di Kota Kotamobagu sebesar 86,00 persen berada pada
kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi, sedangkan di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara sebesar 76,00 persen berada pada kategori tinggi sampai
dengan sangat tinggi.
103
Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat
Peubah Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat (Y3) terdiri
dari sub Peubah Kebutuhan Sehat/Fisiologik (Y3.1), Kebutuhan Psikologik
(Y3.2), Kebutuhan Spiritual (Y3.3) dan Kebutuhan Layanan Kesehatan yang
murah (Y3.4). Sub peubah Kebutuhan Sehat/Fisiologik terdiri dari indikator
Frekuensi berobat ke puskesmas bila sakit, Prioritas Puskesmas daripada
pengobatan alternatif lainnya dan Kebutuhan ke puskesmas bila sakit.
Dari keseluruhan indikator, frekuensi berobat ke Puskesmas yang diukur
pada skala 0 sampai dengan 1. Nilai rataan skor yang diperoleh adalah kategori
sedang, sebesar 0,68 (di kedua lokasi penelitian). Kelompok responden di Kota
Kotamobagu angka rata-ratanya 0,55 lebih kecil daripada kelompok responden
di Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 0,81. Sedangkan keseluruhan
indikator dari sub-sub peubah lainnya diperoleh skor rata-rata 3,27 (tinggi), di
mana kelompok responden di Kota Kotamobagu 3,31, lebih besar dari
kelompok responden di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dengan angka
rata-rata 3,24 (pada skala 1 – 4). Nilai Rataan Skor Peubah Tidak Bebas
Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat disajikan pada Tabel 16.
Kebutuhan sehat/fisiologik (Y3.1) berada pada kategori tinggi sebesar 63,00
persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 54,00 persen di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator Frekuensi berobat ke
Puskesmas, Prioritas ke Puskesmas, dan ke Puskesmas bila sakit. Frekuensi
berobat ke Puskesmas bila sakit cukup baik di mana lebih banyak responden
di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang
mengaku selalu berkunjung ke Puskesmas jika mereka atau anggota keluarga
mereka sakit.
Kategori rendah terlihat di Kota Kotamobagu, di mana responden mengaku
mereka kadang-kadang atau tidak selalu berkunjung ke Puskesmas jika mereka
ataupun anggota keluarga mereka sakit.
Prioritas Puskesmas daripada pengobatan alternatif lainnya tergolong baik
dengan kategori tinggi sebesar di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang
104
Tabel 16. Persentase dan Rataan Skor Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat
No. Uraian
Lokasi Penelitian Kota Kotamobagu
(n = 100) Kabupaten
Bolaang Mongondow
Utara (n = 100)
Rataan
% % % 1. Kebutuhan
Sehat/Fisiologik (Y3.1) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,50 8,00
63,00 28,50
3,00 9,50
54,00 33,50
1,75 8,75
68,50 31,00
Total 100,00 100,00 100,00 2. Kebutuhan
Psikologik (Y3.2) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,25 10,75 67,00 22,00
1,00 7,75
73,50 17,75
0,68 9,75
70,23 19,88
Total 100,00 100,00 100,00 3. Kebutuhan
Spiritual (Y3.3) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,00 5,00
58,00 37,00
2,00 4,50
58,50 35,00
1,00 4,75
58,25 36,00
Total 100,00 100,00 100,00 4. Kebutuhan
Layanan Kesehatan Murah (Y3.4) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,00 0,00
38,00 62,00
0,00 2,50
53,50 44,00
0,00 1,25
45,75 53,00
Total 100,00 100,00 100,00 Uraian Skor Kategori Skor Kategori Rataan Kategori
5. Kebutuhan Sehat/Fisiolo Gik (Y3.1)
3,20 Tinggi 3,19 Tinggi 3,19 Tinggi
6. Kebutuhan Psikologik (Y3.2) 3,10 Tinggi
3,08
Tinggi
3,09
Tinggi
7. Kebutuhan Spiritual (Y3.3) 3,32 Tinggi 3,27 Tinggi 3,29 Tinggi
8. Kebutuhan Layanan Kesehatan Murah (Y3.4)
3,62 Tinggi 3,42 Tinggi 3,52 Tinggi
Total Rataan 3,31 Tinggi 3,24 Tinggi 3,27 Tinggi Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi
105
Mongondow Utara. Mereka beranggapan bahwa berobat ke Puskesmas lebih
baik daripada berobat ke dukun atau pengobatan alternatif lainnya.
Kebutuhan untuk pergi ke Puskesmas bila sakit berada pada kategori tinggi
di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian
besar dari responden mengaku jika mereka sakit, maka pergi berobat ke
Puskesmas sudah menjadi kebutuhan mereka.
Sub peubah Kebutuhan psikologik (Y3.2) paling besar pada kategori tinggi
sebesar 67,00 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 73,50 persen di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator Ketenangan
hati saat berkunjung ke Puskesmas, Penyakit dapat diketahui, Interaksi sesama
pengunjung dan Hubungan/silaturahmi antar pasien yang menjadi kenalan dan
kerabatnya (Tabel 16).
Ketenangan hati saat berkunjung ke Puskesmas berada pada kategori tinggi
baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Sebagian besar responden di dua lokasi penelitian mengaku mereka senang
berobat ke Puskesmas karena semua petugas kesehatan memenuhi kebutuhan
psikologisnya seperti tidak menakut-nakuti penyakit yang mereka derita
sehingga ada ketenangan hati pada diri mereka.
Penyakit dapat diketahui tergolong baik dengan kategori tinggi di Kota
Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para responden
menyatakan dengan pergi berobat ke Puskesmas, mereka dapat mengetahui
penyakit apa yang diderita.
Interaksi sesama pengunjung cenderung baik dengan kategori tinggi baik di
Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para
responden mengaku dengan berkunjung ke Puskesmas, mereka dapat bertemu
dengan orang lain dan saling bertanya tentang masing-masing penyakit yang
diderita juga bagaimana penanganan yang diberikan oleh petugas kesehatan.
Hubungan/silaturahmi antar pasien yang menjadi kenalan dan kerabatnya
cenderung baik dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara. Hal ini menunjukkan sebagian responden yang
diwawancarai mengaku bahwa berhubungan/bersilaturahmi sesama
106
pasien/pelanggan baik kenalan maupun kerabatnya adalah salah satu hal yang
mereka butuhkan, terutama saling mengetahui penyakit yang mereka derita dan
penyebab dari penyakit mereka, serta penanganan yang diberikan oleh petugas
kesehatan.
Sub peubah Kebutuhan spiritual (Y3.3) paling besar berada pada kategori
tinggi sebesar 58,00 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 58,50 persen di
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator Saran
berdoa dari petugas kesehatan dan saran untuk Berdoa itu dilakukan pasien
tergolong baik, masyarakat di kedua daerah ini masih cukup religius. Dari
kedua indikator ini (Saran berdoa dan Berdoa) untuk kesembuhan penyakit
mereka, pada kategori tinggi, masing-masing di Kota Kotamobagu dan
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Pengakuan responden, petugas
kesehatan selain memberi obat juga menyarankan berdoa agar cepat sembuh
dan mereka banyak berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan
kesembuhan. Berbagai penelitian membuktikan bahwa tingkat keimanan
seseorang erat hubungannya dengan imunitas atau kekebalan baik fisik
maupun mental, di antaranya yaitu: (1) Survey yang dilakukan majalah Time
dan CNN serta USA Weekend (Maryam et al, 2007), menyatakan bahwa lebih
dari 70 persen pasien percaya bahwa keimanan terhadap Tuhan yang Maha
Kuasa dan doa dapat membantu proses penyembuhan; (2). Penelitian yang
dilakukan oleh Snyderman (Maryam et al, 2007) terhadap hubungan antara
komitmen agama dan ilmu pengetahuan (terapi medis) dan Christy (Maryam et
al, 2007) berjudul “Prayer as Medicine” menyatakan bahwa doa merupakan
obat selain daripada obat medis. Pemulihan fisik berkaitan erat dengan sikap,
mental dan stabilitas emosi, dengan adanya penasehat agama dapat
memberikan hiburan , dukungan dan bimbingan bagi pasien/pelanggan dan
keluarganya.
Sub peubah Kebutuhan layanan kesehatan murah (Y3.4) paling besar
berada pada kategori sangat tinggi sebesar 62,00 persen di Kota Kotamobagu
dan kategori tinggi sebesar 53,50 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara, yang terdiri dari indikator Kebutuhan layanan murah dan Layanan
107
murah dengan kualitas baik tergolong baik di Kota Kotamobagu dan
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara untuk kebutuhan akan layanan yang
murah. Untuk layanan murah dengan kualitas baik, cenderung sangat baik
dengan kategori sangat tinggi keduanya di Kota Kotamobagu dan Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara.
Sebagian besar (91,50 persen) persepsi pelanggan terhadap kebutuhan
fisiologik (Y3.1) di Kota Kotamobagu berada pada kategori tinggi sampai
dengan sangat tinggi, sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara
sebesar 87,50 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi.
Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan psikologik (Y3.2) sebesar 89,00 persen
di Kota Kotamobagu berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi,
sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 91,25 persen
berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Persepsi pelanggan
terhadap kebutuhan spiritual (Y3.3) masing-masing di Kota Kotamobagu dan
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 95,00 persen dan 93,50 persen
berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Persepsi pelanggan
terhadap kebutuhan layanan kesehatan murah (Y3.4) di Kota Kotamobagu dan
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara masing-masing sebesar 100 persen dan
97,50 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi.
Kepuasan Pelanggan Puskesmas
Pasien/pelanggan Puskesmas melihat layanan kesehatan yang berkualitas
adalah sebagai suatu layanan kesehatan oleh petugas kesehatan Puskesmas
yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya (felt needs) yang
dilakukan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan
mampu menyembuhkan keluhan serta mencegah atau berkembangnya dan
meluasnya suatu penyakit.
Kepuasan pelanggan Puskesmas dikaji dari dimensi petugas kesehatan,
layanan kesehatan dan obat yang diberikan yang diukur dari perlakuan yang
tidak membedakan (tidak diskriminatif), simpatik dan memotivasi, manusiawi,
memberikan penjelasan yang diperlukan, keterbukaan pasien, interview
108
petugas kesehatan, pilihan pasien pada petugas kesehatan (penampilan menarik
atau kurang menarik), fasilitas, prosedur, sistem, manfaat obat, pemberian obat
dan ketersediaan obat. Perolehan angka rata-rata Kepuasan Pelanggan
disajikan pada Tabel 17.
Nilai rataan skor Kepuasan Pelanggan adalah tinggi, 3,07 (pada skala 1 –
4). Kelompok responden di Kota Kotamobagu angka rata-rata 3,06, sedangkan
kelompok responden pelanggan Puskesmas di Kabupaten Bolaang
Mongondow dengan skor 3,07 (relatif sama), disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Persentase dan Rataan Skor Persepsi Kepuasan Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas
No. Uraian
Lokasi Penelitian Kota Kotamobagu
(n = 100) Kabupaten
Bolaang Mongondow
Utara (n = 100)
Rataan
% % % 1. Petugas kesehatan
- Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
1,00
10,00 66,00 23,00
1,72 5,29
76,86 16,14
1,86 7,65
71,43 19,57
Total 100,00 100,00 100,00 2. Layanan kesehatan
- Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
2,00
11,00 70,67 16,33
3,00 6,00
74,00 17,00
2,50 8,50
74,34 16,67
Total 100,00 100,00 100,00 3. Obat yang
diberikan - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi
0,67 11,67 72,33 15,33
5,00 6,00
71,00 18,00
2,84 8,84
71,67 16,67
Total 100,00 100,00 100,00 Uraian Skor Kategori Skor Kategori Rataan Kategori
4. Petugas kesehatan (Y1.1)) 3,10 Tinggi 3,07 Tinggi 3,09 Tinggi
5. Layanan kesehatan (Y1.2) 3,05 Tinggi
3,06
Tinggi
3,06
Tinggi
6. Obat yang diberikan (Y1.3) 3,02 Tinggi 3,07 Tinggi 3,05 Tinggi
Total Rataan 3,06 Tinggi 3,07 Tinggi 3,07 Tinggi Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi
109
Rata-rata indikator kepuasan (Tabel 17) dari tiap sub peubah cenderung baik
(berada pada kategori tinggi), kecuali dari sub peubah petugas kesehatan,
layanan kesehatan dan obat yang diberikan dengan kategori rendah (cenderung
jelek) yang cukup besar di Kota Kotamobagu meliputi aspek kurangnya
Penjelasan yang diberikan petugas kesehatan, anamnesis/intervieuw petugas
kesehatan yang kurang komplit, fasilitas Puskesmas yang kurang memadai,
pemberian obat yang tidak tuntas, dan obat yang tidak selalu tersedia.
Penjelasan para petugas medik dalam triwulan terakhir, sebagian pasien
yang berkunjung menderita ISPA. Kaitannya dengan Kepuasan Pelanggan
adalah bahwa para petugas medik memberikan penjelasan yang berkaitan
dengan penyakitnya, cara pencegahan dan informasi mengenai komplikasi
yang bisa terjadi jika tidak melaksanakan anjuran dengan baik. Pelanggan yang
mengikuti anjuran, dengan sendirinya akan sembuh dan tidak perlu kembali
lagi dan Pelanggan menjadi puas.
Pelanggan yang tidak mengikuti anjuran, penyakitnya tidak akan
sembuh/tuntas dan harus kembali lagi (frekuensi sakit lebih banyak). Mereka
menjadi tidak puas.
Kondisi kesehatan Pelanggan yaitu berapa kali ia sakit yang bermuara pada
kepuasan mereka, antara lain diagnosis yang tepat serta pemberian obat, di
mana pada saat menggunakan obat yang diberikan sesuai dengan diagnosis,
penyakit mereka langsung sembuh. Ketidakpuasan sering muncul akibat
diagnosis yang kurang tepat diikuti dengan pemberian obat yang tidak tepat
sehingga pasien harus beberapa kali berkunjung/datang ke Puskesmas.
Persepsi kepuasan pelanggan terhadap petugas kesehatan di Kota
Kotamobagu sebesar 89,00 persen dan di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara sebesar 93,00 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan kategori
sangat tinggi. Persepsi kepuasan pelanggan terhadap layanan kesehatan di Kota
Kotamobagu sebesar 87,00 persen dan di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara sebesar 91,00 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan kategori
sangat tinggi, sedangkan Persepsi kepuasan pelanggan terhadap obat yang
diberikan di Kota Kotamobagu sebesar 87,66 persen dan di Kabupaten
110
Bolaang Mongondow Utara sebesar 89,00 persen berada pada kategori tinggi
sampai dengan kategori sangat tinggi
Hubungan Beberapa Peubah Bebas dengan Peubah Tidak Bebas
Tabel 18 memperlihatkan hubungan antara Karakteristik Pelanggan (X1),
Pengaruh Tokoh Informal (X2), Peran Petugas Kesehatan (X3), Lingkungan
Sosial Budaya (X4) dengan Persepsi Terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1),
Pengobatan Luar Puskesmas (Y2) dan Kebutuhan Hidup Sehat (Y3).
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan yang nyata (positif)
antara Pendapatan rumah tangga (r = 0.245), Pendidikan (r =0.452), Pengertian
makna hidup sehat (r = 0.332), Pengertian tujuan hidup sehat (r = 0.318) dan
pengertian manfaat hidup sehat (r = 0.390) dengan Persepsi Terhadap
Pelayanan Puskesmas (Y1), ini artinya semakin tinggi/baik pendapatan rumah
tangga, pendidikan, pengertian makna hidup sehat, tujuan hidup sehat dan
manfaat hidup sehat maka semakin tinggi/baik persepsinya terhadap pelayanan
Puskesmas. Hubungan antara Pekerjaan (r = -0.159), Jumlah anggota keluarga
(r = -0.143), Jarak tempat tinggal ke Puskesmas (r = -0.256) lemah dan
menunjukkan hubungan yang negatif. Pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan
jarak tempat tinggal ke Puskesmas yang semakin tinggi, maka Persepsi
terhadap pelayanan Puskesmas semakin rendah.
Karakteristik pelanggan Puskesmas (X1) secara keseluruhan memiliki
hubungan yang nyata (positif) dengan Persepsi terhadap Layanan Puskesmas (r
= 0.259) dengan demikian, semakin baik Karakteristik pelanggan maka
semakin baik pula persepsi mereka terhadap layanan Puskesmas (Y1).
Pendapatan rumah tangga yang semakin baik, semakin baik pendidikan
serta semakin memiliki pengertian tentang makna, tujuan dan manfaat hidup
sehat dan memahaminya, membuat Pelanggan puskesmas selalu berpikiran
positif (positive thinking) serta dapat memaklumi keterbatasan terhadap
layanan kesehatan Puskesmas yang ada.
111
Tabel 18. Hubungan Beberapa Peubah Bebas dengan Peubah Tidak Bebas di Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara
Peubah Persepsi Pelanggan
Terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1)
Persepsi Pelanggan Terhadap Pengobatan Luar Puskesmas (Y2)
Persepsi Pelanggan Terhadap Kebutuhan Hidup Sehat (Y3)
Pendapatan Rumah Tangga (X1.1)
0.245**
-0.155*
0.128
Pekerjaan (X1.2)
-0.159*
0.083
0.147*
Pendidikan (X1.3)
0.452**
-0.038
0.060
Jumlah Anggota Keluarga (X1.4)
-0.143*
0.126
-0.007
Jarak Tempat Tinggal Ke Puskesmas (X1.5)
-0.256**
0.034
-0.051
Pengertian Makna (X1.6)
0.332**
0.079
0.461**
Pengertian Tujuan (X1.7)
0.318**
-0.024
0.403**
Pengertian Manfaat (X1.8)
0.390**
0.040
0.510**
Total X1 (Karakteristik Pelanggan)
0.259**
-0.005
0.370**
Pengaruh Tokoh Informal (X2)
0.486**
-0.028
0.488**
Peran Petugas Kesehatan Puskesmas (X3)
0.523**
-0.024
0.622**
Lingkungan Sosial Budaya (X4)
0.452**
-0.024
0.508**
Keterangan: * = nyata pada α = 0.05; ** = sangat nyata pada α = 0,01 n = 200
112
Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas sebagai peubah tidak
bebas, berhubungan nyata positif dengan Pengaruh tokoh informal (r = 0.486),
Peran Petugas kesehatan Puskesmas (r = 0.523) dan Lingkungan Sosial
Budaya (r = 0.452). Artinya, semakin besar pengaruh tokoh informal, Peran
petugas kesehatan Puskesmas dan semakin baik pengaruh Lingkungan Sosial
Budaya, maka semakin tinggi Persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang
diselenggarakan oleh Puskesmas.
Persepsi Pelanggan terhadap Pengobatan Luar Puskesmas (Y2)
berhubungan secara negatif dengan Karakteristik pelanggan (r = -0.005),
Pengaruh tokoh informal (r = -0.028), Peran petugas kesehatan Puskesmas (r =
-0.024) dan Lingkungan Sosial Budaya (r = -0.024). Artinya, semakin
tinggi/baik Karakteristik pelanggan, Pengaruh tokoh informal, Peran petugas
kesehatan Puskesmas, dan Lingkungan sosial budaya yang berorientasi pada
program kesehatan maka semakin rendah Persepsi pelanggan terhadap
pengobatan luar Puskesmas.
Hubungan yang lemah dan negatif ditunjukkan juga oleh Pendapatan rumah
tangga (r = -0.155), Pendidikan (r = -0.038), Pengertian tujuan hidup sehat (r =
-0.024), Karakteristik pelanggan (r = -0.005), Pengaruh tokoh informal (r = -
0.028), Peran petugas kesehatan (r = -0.024) dan Lingkungan sosial budaya (r
= -0.024) ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi/besar Pendapatan rumah
tangga, Pendidikan, pengertian tujuan hidup sehat, Karakteristik pelanggan,
Pengaruh tokoh informal dan Lingkungan sosial budaya, maka semakin rendah
persepsi mereka terhadap pengobatan luar Puskesmas.
Pengobatan luar Puskemas (Y2) memiliki hubungan positif dengan
Pekerjaan dengan nilai r = 0.083, artinya semakin baik Pekerjaan maka
semakin tinggi persepsinya terhadap pengobatan luar puskesmas. Jumlah
anggota keluarga, Jarak tempat tinggal ke Puskesmas serta Pengertian Makna
dan Manfaat hidup sehat berhubungan tak nyata secara positif dengan
Pengobatan luar Puskesmas dengan nilai r = 0.126; r = 0.034; r = 0.079 dan r =
0.040 dengan demikian semakin besar Jumlah anggota keluarga,
113
Jarak tempat tinggal ke Puskesmas serta Pengertian Makna dan Manfaat hidup
sehat, maka semakin tinggi Persepsi Pelanggan Puskesmas terhadap
pengobatan luar Puskesmas.
Persepsi Pelanggan Terhadap Kebutuhan Hidup Sehat (Y3) berhubungan
tak nyata positif dengan Pendapatan rumah tangga (r = 0.128), Jenis kelamin(r
= 0.101), Pekerjaan (r = 0.147), Pendidikan (r = 0.060); dan nyata dengan
Pengertian tentang makna, tujuan serta manfaat hidup sehat, masing-masing
dengan nilai koefisien korelasi r = 0.461; r = 0.403; r = 0.510, sedangkan
dengan Jumlah anggota keluarga dan Jarak tempat tinggal ke Puskesmas
berhubungan nyata negatif (r = -0.007 dan r = -0.051), artinya semakin
tinggi/baik pendapatan rumah tangga, pekerjaan, pendidikan, pengertian
makna, tujuan dan manfaat hidup sehat maka semakin tinggi persepsi terhadap
kebutuhan hidup sehat, sedangkan semakin tinggi/besar jumlah anggota
keluarga dan jarak tempat tinggal ke Puskesmas semakin jauh, maka semakin
rendah persepsi terhadap kebutuhan hidup sehat.
Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat berhubungan nyata
positif dengan keseluruhan Karakteristik pelanggan Puskesmas (X1) dengan
nilai r = 0.370, dengan Pengaruh tokoh informal (X2) senilai r = 0.488,
dengan Peran petugas kesehatan Puskesmas (X3) senilai r = 0.622 dan dengan
Lingkungan sosial budaya (X4) senilai r = 0.508, dengan demikian, semakin
baik Karakteristik pelanggan, Pengaruh tokoh informal, Peran petugas
kesehatan Puskesmas dan Lingkungan sosial budaya maka semakin tinggi
Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat.
Di Kota Kotamobagu, Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas
berhubungan positif dengan Pendidikan (r = 0.179), hubungan nyata positif
ditunjukkan Pengertian makna, tujuan dan manfaat hidup sehat masing-masing
dengan nilai koefisien korelasi r = 0.270; r = 0.453 dan r = 0.333. Karakteristik
Pelanggan Puskesmas behubungan nyata positif (r = 0.292), demikian dengan
Pengaruh tokoh informal, Peran petugas kesehatan dan Lingkungan
114
Tabel 19. Hubungan Beberapa Peubah Bebas dengan Peubah Tidak Bebas di Kota Kotamobagu
Peubah Persepsi Pelanggan Terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1)
Persepsi Pelanggan Terhadap Pengobatan Luar Puskesmas (Y2)
Persepsi Pelanggan Terhadap Kebutuhan Hidup Sehat (Y3)
Pendapatan Rumah Tangga (X1.1)
-0.094
0.083
0.252*
Pekerjaan (X1.2)
-0.177
0.006
0.197*
Pend3dikan (X1.3)
0.179
0.050
0.038
Jumlah Anggota Keluarga (X1.4)
-0.060
0.005
-0.030
Jarak Tempat Tinggal Ke Puskesmas (X1.5)
-0.163
0.056
-0.041
Pengertian Makna (X1.6)
0.270**
0.159
0.415**
Pengertian Tujuan (X1.7)
0.453**
0.135
0.516**
Pengertian Manfaat (X1.8)
0.333**
0.202*
0.531**
Total X1 (Karakteristik Pelanggan)
0.292**
0.068
0.343**
Pengaruh Tokoh Informal (X2)
0.584**
-0.014
0.580**
Peran Petugas Kesehatan Puskesmas (X3)
0.668**
0.124
0.660**
Lingkungan Sosial Budaya (X4)
0.606**
0.059
0.647**
Keterangan: * = nyata pada α = 0.05; ** = sangat nyata pada α = 0.01 n = 100 sosial budaya yang berhubungan nyata positif masing-masing dengan koefisien
korelasi r = 0.584; r = 0.668 dan r = 0.606. Hubungan ini menjelaskan semakin
115
baik pendidikan, pengertian makna, tujuan dan manfaat hidup sehat,
karakteristik keseluruhan pelanggan puskesmas (X1), pengaruh tokoh informal
(X2), peran petugas kesehatan (X3) dan lingkungan sosial budaya (X4) maka
persepsi mereka terhadap pelayanan Puskesmas semakin baik.
Hubungan negatif antara Persepsi Pelanggan Puskesmas pada pelayanan
Puskesmas dengan Pendapatan rumah tangga (r = -0.094), Pekerjaan (r = -
0,177), Jumlah anggota keluarga (r = -0.060), Jarak tempat tinggal ke
Puskesmas (r = -0.163), hal ini berarti, semakin tinggi Pendapatan rumah
tangga, semakin baik pekerjaan, semakin besar Jumlah anggota keluarga dan
semakin jauh jarak tempat tinggal ke Puskesmas, maka persepsi mereka
terhadap Pelayanan Puskesmas semakin rendah.
Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas berhubungan
positif dengan pendapatan rumah tangga (r = 0.083), Pekerjaan (r = 0.006),
Pendidikan (r = 0.050), Jumlah anggota keluarga (r = 0.005), pengertian makna
hidup sehat (r = 0.159), Pengertian tujuan hidup sehat (r = 0.135) dan
berhubungan nyata dengan pengertian manfaat hidup sehat (r = 0.202).
Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas juga berhubungan
positif dengan keseluruhan Karakteristik Pelanggan Puskesmas (r = 0.068),
Peran Petugas kesehatan Puskesmas (r = 0.124) dan dengan Lingkungan sosial
Budaya (r = 0.059). Walaupun demikian hubungan-hubungan ini kurang nyata,
kecuali pengertian manfaat hidup sehat yang nyata pada α = 0.05. Hal ini
berarti semakin tinggi pengertian manfaat hidup sehat maka semakin tinggi
Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas khususnya pada
Pandangan terhadap layanan tradisional.
Di sisi lain, Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas
berhubungan nyata negatif Pengaruh tokoh informal (r = -0.014), yang artinya,
semakin besar pengaruh tokoh informal maka semakin rendah persepsi
pelanggan terhadap pengobatan luar puskesmas, pengaruh tokoh informal
berhubungan tak nyata negatif dengan persepsi responden di terhadap
116
pengobatan terhadap luar Puskesmas. Tokoh masyarakat tidak cukup pengaruh
terhadap program kesehatan.
Persepsi Pelanggan Puskesmas Terhadap Kebutuhan Hidup Sehat
berhubungan nyata dan positif dengan Pendapatan rumah tangga (r = 0.252),
Pekerjaan (0.197), Jumlah anggota keluarga (r = 0.103), Pengertian makna
hidup sehat (r = 0.415), Pengertian tujuan hidup sehat (r = 0.516) serta
Pengertian manfaat hidup sehat (r = 0.531). Keseluruhan karakteristik
pelanggan juga memiliki hubungan nyata positif (r = 0.343), demikian halnya
pula dengan Pengaruh tokoh informal (r = 0.580), Peran petugas kesehatan
Puskesmas (r = 0.660) dan Lingkungan sosial budaya (r = 0.647). Hal ini
artinya semakin tinggi/baik karakteristik pelanggan, pengaruh tokoh informal,
peran petugas kesehatan dan lingkungan sosial budaya yang berorientasi pada
program pelayanan kesehatan maka semakin tinggi persepsi terhadap
kebutuhan hidup sehat.
Hubungan yang lemah dan negatif pada Persepsi Pelanggan Puskesmas
Terhadap Kebutuhan Hidup Sehat ditunjukkan oleh jumlah anggota keluarga (r
= -0.030) dan Jarak tempat tinggal ke Puskesmas (r = -0.041). hal ini berarti
semakin tinggi/besar Jumlah anggota keluarga dan semakin besar/jauh Jarak
tempat tinggal responden Pelanggan ke Puskesmas maka semakin rendah
Persepsi mereka terhadap kebutuhan hidup sehat.
Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Tabel 20), Persepsi pelanggan
terhadap pelayanan Puskesmas berhubungan nyata dan positif dengan
Pendapatan rumah tangga (r = 0.336), Pendidikan (r = 0.727), Pengertian
makna hidup sehat (r = 0.394), Pengertian tujuan hidup sehat (r = 0.218) dan
Pengertian manfaat hidup sehat (r = 0.444).
Sedangkan hubungan nyata positif ditunjukkan juga oleh Karakteristik
pelanggan (r = 0.294), Pengaruh tokoh informal (r = 0.455), Peran petugas
kesehatan Puskesmas (r = 0.427) dan Lingkungan sosial budaya (r = 0.343).
Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas ternyata berhubungan
nyata negatif (lemah) dengan sub peubah Pekerjaan (r = -0.108), Jumlah
117
Tabel 20. Hubungan Beberapa Peubah Bebas dengan Peubah Tidak Bebas di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara
Peubah Persepsi Pelanggan Terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1)
Persepsi Pelanggan Terhadap Pengobatan Luar Puskesmas (Y2)
Persepsi Pelanggan Terhadap Kebutuhan Hidup Sehat (Y3)
Pendapatan Rumah Tangga (X1.1)
0.336**
-0.155
- 0.036
Pekerjaan (X1.2)
-0.108
0.109
0.089
Pendidikan (X1.3)
0.727**
-0.025
0.087
Jumlah Anggota Keluarga (X1.4)
-0.270**
0.219*
0.025
Jarak Tempat Tinggal Ke Puskesmas (X1.5)
-0.164
-0.087
-0.062
Pengertian Makna (X1.6)
0.394**
0.002
0.495**
Pengertian Tujuan (X1.7)
0.218*
-0.160
0.298**
Pengertian Manfaat (X1.8)
0.444**
-0.091
0.491**
Total X1 (Karakteristik Pelanggan)
0.249*
-0.081
0.387**
Pengaruh Tokoh Informal (X2)
0.455**
-0.029
0.420**
Peran Petugas Kesehatan Puskesmas (X3)
0.427**
-0.134
0.595**
Lingkungan Sosial Budaya (X4)
0.343**
-0.112
0.358**
Keterangan: * = nyata pada α = 0.05; ** = nyata pada α = 0.01 n = 100 anggota keluarga (r = -0.270) dan Jarak tempat tinggal ke Puskesmas (r = -
0.164). Hasil ini menunjukkan semakin baik pekerjaan, semakin tinggi jumlah
118
anggota keluarga dan semakin jauh jarak tempat tinggal ke Puskesmas, maka
semakin rendah Persepsi responden pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas.
Di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Persepsi pelanggan
terhadap pengobatan luar Puskesmas berhubungan nyata positif dengan sub
peubah Pekerjaan (r = 0.109), Jumlah anggota keluarga (r = 0.219) dan
Pengertian makna hidup sehat (r = 0.002). Ini berarti semakin banyak
pekerjaan dan jumlah anggota keluarga maka semakin tinggi persepsi terhadap
pengobatan luar Puskesmas (khusus jumlah anggota keluarga hubungannya
nyata pada ά = 0.05).
Demikian juga dengan pengertian makna hidup sehat yang makin baik,
persepsi terhadap pengobatan luar puskesmas yang makin tinggi, namun
hubungannya tidak nyata.
Sub peubah Pendapatan rumah tangga, sub peubah Pendidikan, sub peubah
Jarak tempat tinggal ke Puskesmas, sub peubah Pengertian tujuan hidup sehat,
sub peubah Pengertian manfaat hidup sehat, Peubah Karakteristik pelanggan,
peubah Pengaruh tokoh informal, peubah Peran petugas kesehatan dan peubah
lingkungan sosial budaya memiliki hubungan negatif dengan Persepsi
pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas masing-masing dengan nilai
koefisien korelasi r = -0.155; r = -0.025; r = -0.087; r = -0.160; r = -0.091; r = -
0.081; r = -0.029; r = -0.134 dan r = -0.112. Ini artinya semakin tinggi
Pendapatan rumah tangga, Pendidikan, Jarak tempat tinggal ke Puskesmas,
Pengertian tujuan hidup sehat dan Pengertian manfaat hidup sehat,
Karakteristik pelanggan, Pengaruh tokoh informal, Peran petugas kesehatan
dan Lingkungan sosial budaya, maka semakin rendah Persepsi terhadap
pengobatan luar Puskesmas.
Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat berhubungan positif
dengan sub peubah Pekerjaan (r = 0.089), Pendidikan (r = 0.087), Jumlah
anggota keluarga (r = 0.025), Pengertian makna hidup sehat (r = 0.495),
Pengertian tujuan hidup sehat (r = 0.298), Pengertian manfaat hidup sehat (r =
0.491), artinya semakin tinggi/baik pekerjaan, pendidikan, jumlah anggota
keluarga, pengertian makna, tujuan, dan manfaat hidup sehat seseorang maka
119
semakin tinggi persepsinya terhadap kebutuhan hidup sehat. Peubah yang
menunjukkan hubungan nyata positif dengan Persepsi pelanggan terhadap
kebutuhan hidup sehat adalah Karakteristik pelanggan (r = 0.387), Pengaruh
tokoh informal (r = 0.420), Peran Petugas kesehatan Puskesmas (r = 0.595) dan
Lingkungan sosial budaya (r = 0.358), yang artinya semakin tinggi/baik
karakteristik yang dimiliki seorang pelanggan, pengaruh tokoh informal yang
semakin berorientasi pada program kesehatan, peran petugas kesehatan yang
semakin baik, dan lingkungan sosial budaya yang semakin berorientasi hidup
sehat, maka persepsi terhadap kebutuhan hidup sehat semakin baik.
Hubungan nyata negatif dengan Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan
hidup sehat ditunjukkan oleh sub peubah Pendapatan rumah tangga (r = -
0.036), Jarak tempat tinggal ke Puskesmas (r = -0.062), artinya semakin baik
Pendapatan rumah, semakin besar Jarak tempat tinggal ke Puskesmas maka
Persepsi mereka terhadap Kebutuhan hidup sehat semakin rendah pula.
Hubungan-hubungan ini tidak nyata pada α = 0.05 dan α = 0.01.
Keputusan untuk pergi ke Puskesmas atas keinginan siapa, dari jawaban
responden di kedua lokasi penelitian diperoleh: (1) 81,5 % atas keputusan
sendiri; (2) 13 % atas keputusan suami atau istri; (3) 4,5 % atas keputusan ayah
atau ibu mereka dan (4) 1,0 % atas keputusan lainnya seperti teman, saudara
dan sebagainya. Di sisi lain, masih ada sejumlah 28,4% responden yang
menganggap bahwa biaya berobat ke Puskesmas memberatkan mereka.
Pengaruh Beberapa Peubah Bebas terhadap Peubah Tidak Bebas
Dalam melihat pengaruh beberapa peubah bebas dengan peubah tidak bebas
digunakan analisis regresi yakni suatu analisis yang mengukur pengaruh antara
peubah bebas terhadap peubah tidak bebas. Karena pengukuran pengaruh antar
peubah melibatkan lebih dari satu peubah bebas, maka digunakan analisis
regresi linier berganda dengan persamaan untuk Persepsi pelanggan terhadap
pelayanan Puskesmas (Y1), Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar
Puskesmas (Y2) dan Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat (Y3)
yakni sebagai berikut:
120
Y1 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4
Y2 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4
Y3 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4
Berdasarkan hasil pehitungan program SPSS versi 14 untuk Persepsi
pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas (Y1) diperoleh nilai R Square
sebesar 0,335, hal ini menjelaskan bahwa 33,5 persen Persepsi pelanggan
terhadap pelayanan Puskesmas (Y1) dapat dijelaskan oleh model, untuk nilai
Durbin-Watson ditunjuk sebesar 1,712, karena nilai tersebut tidak berada pada
rentang 1,58 < DW < 1,69 maka terjadi tidaknya autokorelasi dapat
disimpulkan. Dalam Anova, nilai Sig X1, X2, X3, X4 terhadap Y1 adalah
0.000 < 0,05, hal ini menunjukkan variasi yang dapat dijelaskan oleh model
(regression sum of squares) tidak terjadi secara kebetulan, atau dengan kata
lain model nyata. Dalam coefficients, peubah bebas Peran petugas kesehatan
Puskesmas (X3) yang memiliki nilai Sig < 0,05, hal ini berarti peubah bebas
X3 menunjukkan nilai koefisien regresi nyata, sedangkan nilai VIF semua
peubah bebas menunjukkan nilai < 2 yang berarti kurang menunjukkan ada
hubungan antar peubah bebas. Collinearity Diagnostics menjelaskan korelasi
antar peubah bebas, nilai Eigen value masing-masing peubah bebas X1, X2,
X3, dan X4 terhadap Y1 masing-masing sebesar 1,585; 7,670; 4,602; dan 3,
574, hal ini kurang menunjukkan interkorelasi antar peubah bebas. Grafik
Histogram peubah tidak bebas Y1 menunjukkan data terdistribusi normal,
sedangkan Normal P-P Plot mendekati garis lurus 45 derajat sehingga data
dapat dikatakan normal.
Grafik Scatterplot sdresidual dengan standardized predicted
mengindikasikan trend bahwa semakin tinggi nilai standardized predicted,
maka penyimpangan sdresidual makin tinggi. Hal ini memungkinkan
terjadinya heterokedastisitas, selain itu dalam scatterplot peubah tidak bebas
Y1 terdapat satu titik yang menyimpang (pencilan).
Persamaan model regresi linear peubah tidak bebas Persepsi Pelanggan
terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1) yang terbentuk adalah: Y1 = 10,499 +
7,935X1 + 0,394X2 + 0,424X3 + 0,321X4. Hal ini berarti jika terjadi
121
peningkatan Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1) sebesar
satu satuan maka menyebabkan peningkatan Karakteristik pelanggan (X1),
Pengaruh tokoh informal (X2), Peran petugas kesehatan (X3), dan Lingkungan
sosial budaya (X4) masing-masing sebesar 7,935; 0,394; 0,424; dan 0,321
satuan.
Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas (Y2) diperoleh
nilai R Square sebesar 0,001, hal ini menjelaskan bahwa 1,00 persen Persepsi
pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas (Y2) dapat dijelaskan oleh
model, untuk nilai Durbin-Watson ditunjuk sebesar 2,016, karena nilai tersebut
tidak berada pada rentang 1,03 < DW < 1,81 maka terjadi tidaknya
autokorelasi dapat disimpulkan. Dalam Anova, nilai Sig X1, X2, X3, X4
terhadap Y2 adalah 0.996 > 0,05, hal ini menunjukkan variasi yang dapat
dijelaskan oleh model (regression sum of squares) terjadi secara kebetulan,
atau dengan kata lain model tidak nyata. Dalam coefficients, semua peubah
bebas memiliki nilai Sig > 0,05, hal ini berarti semua peubah bebas
menunjukkan nilai koefisien regresi kurang nyata, sedangkan nilai VIF semua
peubah bebas menunjukkan nilai < 2 yang berarti kurang menunjukkan
hubungan antar peubah bebas. Collinearity Diagnostics menjelaskan korelasi
antar peubah bebas, nilai Eigen value masing-masing peubah bebas X1, X2,
X3, dan X4 terhadap Y2 masing-masing sebesar 1,585; 7,670; 4,602; dan 3,
574, hal ini kurang menunjukkan interkorelasi antar peubah bebas. Grafik
Histogram peubah tidak bebas Y2 menunjukkan data terdistribusi normal,
sedangkan Normal P-P Plot mendekati garis lurus 45 derajat sehingga data
dapat dikatakan normal.
Grafik Scatterplot sdresidual dengan standardized predicted
mengindikasikan trend bahwa semakin tinggi nilai standardized predicted,
maka penyimpangan sdresidual makin tinggi. Hal ini memungkinkan
terjadinya heterokedastisitas, selain itu dalam scatterplot peubah tidak bebas
Y2 terdapat satu titik yang menyimpang (pencilan).
Persamaan model regresi linear peubah tidak bebas Persepsi Pelanggan
terhadap Pengobatan Luar Puskesmas (Y2) yang terbentuk adalah: Y2 =
122
13,319 + 2,481X1 - 1,440X2 - 3,950X3 - 7,230X4. Hal ini berarti jika terjadi
peningkatan pada Persepsi Pelanggan terhadap Pengobatan Luar Puskesmas
(Y2) sebesar satu satuan maka menyebabkan peningkatan Karakteristik
pelanggan (X1), penurunan Pengaruh tokoh informal (X2), penurunan Peran
petugas kesehatan (X3), dan penurunan Lingkungan sosial budaya (X4)
masing-masing sebesar 2,481; -1,440; -3,950; dan -7,230 satuan.
Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat (Y3) diperoleh nilai R
Square sebesar 0,455, hal ini menjelaskan bahwa 44,5 persen Persepsi
pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat (Y3) dapat dijelaskan oleh model,
untuk nilai Durbin-Watson ditunjuk sebesar 1,714, karena nilai tersebut tidak
berada pada rentang 1,67 < DW < 1,69 maka terjadi tidaknya autokorelasi
dapat disimpulkan. Dalam Anova, nilai Sig X1, X2, X3, X4 terhadap Y3
adalah 0.000 < 0,05, hal ini menunjukkan variasi yang dapat dijelaskan oleh
model (regression sum of squares) tidak terjadi secara kebetulan, atau dengan
kata lain model nyata. Dalam coefficients, peubah bebas Karakteristik
pelanggan (X1) dan peubah bebas Peran petugas kesehatan Puskesmas (X3)
yang memiliki nilai Sig < 0,05, hal ini berarti peubah bebas X1 dan X3
menunjukkan nilai koefisien regresi nyata, sedangkan nilai VIF semua peubah
bebas menunjukkan nilai < 2 yang berarti kurang menunjukkan ada hubungan
antar peubah bebas. Collinearity Diagnostics menjelaskan korelasi antar
peubah bebas, nilai Eigen value masing-masing peubah bebas X1, X2, X3, dan
X4 terhadap Y3 masing-masing sebesar 1,585; 7,670; 4,602; dan 3, 574, hal ini
kurang menunjukkan interkorelasi antar peubah bebas. Grafik Histogram
peubah tidak bebas Y3 menunjukkan data terdistribusi normal, sedangkan
Normal P-P Plot mendekati garis lurus 45 derajat sehingga data dapat
dikatakan normal.
Grafik Scatterplot sdresidual dengan standardized predicted
mengindikasikan trend bahwa semakin tinggi nilai standardized predicted,
maka penyimpangan sdresidual makin tinggi. Hal ini memungkinkan
terjadinya heterokedastisitas, selain itu dalam scatterplot peubah tidak bebas
Y3 juga terdapat satu titik yang menyimpang (pencilan).
123
Persamaan model regresi linear peubah tidak bebas Persepsi Pelanggan
terhadap Kebutuhan Hidup Sehat (Y3) yang terbentuk adalah: Y3 = 5,399 +
0,144X1 + 7,290X2 + 0,439X3 + 0,272X4. Hal ini berarti jika terjadi
peningkatan Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat (Y3) sebesar
satu satuan maka menyebabkan peningkatan karakteristik pelanggan (X1),
Pengaruh tokoh informal (X2), Peran petugas kesehatan (X3), dan Lingkungan
sosial budaya (X4) masing-masing sebesar 0,144; 7,290; 0,439; dan 0,272
satuan
Pembahasan Umum
Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas di kedua lokasi
penelitian adalah tinggi, dengan nilai rataan skor 3,07 (pada skala 1 – 4).
Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas memiliki hubungan yang
nyata dengan Karakteristik Pelanggan (r = 0,259), Pengaruh Tokoh Informal
(r= 0,486), Peran Petugas Kesehatan Puskesmas (r = 0,523) dan Lingkungan
Sosial Budaya (r = 0.452). Perubahan variasi dari peubah-peubah ini
memberikan perubahan variasi pula pada Persepsi Pelanggan terhadap
Pelayanan Puskesmas.
Persepsi berbeda dengan fakta atau kenyataan sesungguhnya yang terjadi
dalam pelayanan Puskesmas. Kepekaan dan perhatian membatasi kemampuan
untuk berpersepsi, apabila berada di bawah nilai ambang, kita tidak dapat
berpersepsi lagi (Maramis, 2006 : 16). Bisa saja sebagian besar rangsangan
yang masuk berlalu begitu saja tanpa disadari. Peran penyuluhan diperlukan
agar masyarakat dapat secara kritis memberi penilaian sesuai dengan yang
mendekati keadaan sebenarnya, yaitu dengan usaha peningkatan knowledge,
skill dan attitude agar mereka dapat memberi penilaian yang baik dan benar.
Walaupun Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas dalam
penelitian ini tergolong baik, namun fakta yang ada menunjukkan bahwa
pelayanan Puskesmas belum seperti yang diharapkan; dari pengamatan di
lapangan, beberapa Puskesmas yang sudah tutup sebelum jam kerja usai,
dokter yang tidak berada di tempat pada saat jam pelayanan dan pengakuan
dari masyarakat setempat bahwa ada beberapa petugas kesehatan yang
124
menutup pintu ruangannya (tidak menerima pasien) tanpa alasan yang jelas,
padahal petugas kesehatan yang bersangkutan berada di tempat dan tidak
kemana-mana.
Persepsi Pelanggan terhadap Pengobatan Luar Puskesmas khusus indikator
Pilihan pergi ke Dukun, Kepercayaan terhadap Dukun (Sub Peubah Pandangan
terhadap Dukun) dan keberadaan layanan tradisional (Sub Peubah Pandangan
terhadap Layanan Tradisional), adalah sedang, 0,66 (pada skala 0 – 1),
selebihnya indikator dari sub-sub peubah Persepsi Pelanggan terhadap
Pengobatan Luar Puskesmas yaitu 2,44 atau cenderung sedang (pada skala 1 –
4).
Persepsi Pelanggan terhadap Pengobatan Luar Puskesmas berhubungan
lemah dan negatif dengan Karakteristik pelanggan (r = -0,005), Pengaruh
tokoh informal (r = -0,028), Peran petugas kesehatan Puskesmas (r = -0,024)
dan Lingkungan sosial budaya (r = -0,024). Hal ini menunjukkan persepsi
masyarakat terhadap pengobatan luar Puskesmas, yaitu stimulus yang
ditangkap oleh pancaindera individu, diorganisasikan dan kemudian
diienterpretasikan cukup memberikan kesadaran dan pengertian bahwa
pelayanan Puskesmas mereka persepsikan lebih baik daripada pengobatan luar
Puskesmas.
Dalam Konferensi UNESCO di Melbourne Australia tahun 1998, para ahli
pendidikan mengemukakan empat bidang belajar yang perlu diperhatikan
yaitu: (1) Learning to know; (2) Learning to do; (3) Learning to be dan (4)
Learning to live together. Belajar berarti berubah di ranah kognitif, afektif dan
psikomotor, sehingga untuk belajar, pertama-tama seseorang harus belajar
bagaimana berpersepsi melalui pancaindera. Meskipun dalam hal ini responden
memberi persepsi baik terhadap pelayanan puskesmas, namun dalam hal
pengobatan luar Puskesmas, para responden memberi persepsi yang rendah
pada pengobatan luar Puskesmas. Ini memberikan gejala yang baik karena
125
ada pandangan dari responden pelanggan Puskesmas bahwa pelayanan
Puskesmas lebih baik dibandingkan dengan pengobatan luar Puskesmas. Peran
penyuluhan disini adalah lebih meningkatkan kesadaran responden agar tetap
mengandalkan layanan Puskesmas tanpa meremehkan pengobatan luar
puskesmas yang ada (khususnya layanan tradisional dan bukan layanan
dukun).
Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat, dari keseluruhan
indikator sub-sub peubah di kedua lokasi penelitian, Frekuensi berobat ke
Puskesmas yang dilakukan pengukuran dengan skala 0 sampai dengan 1, dan
cenderung kurang tinggi, 0,68. Akan tetapi keseluruhan yang lain indikator
sub-sub peubah dari Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat
cenderung tinggi, 3,24 (pada skala 1–4). Persepsi Pelanggan terhadap
Kebutuhan Hidup Sehat berhubungan nyata dengan Karakteristik pelanggan (r
= 0,370), Pengaruh tokoh informal (r = 0,488), Peran petugas kesehatan
Puskesmas (r = 0,622) dan Lingkungan sosial budaya (r =0,508).
Berdasarkan batasan perilaku Skiner (Notoatmodjo, 2007), perilaku
kesehatan adalah suatu respon individu terhadap stimulus atau obyek yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan
minuman serta lingkungan. Kebutuhan berobat pelanggan ke Puskesmas bila
sakit cukup tinggi, walaupun di Kota Kotamobagu relatif rendah (45% yang
kadang-kadang berobat ke Puskesmas jika sakit, serta menggunakan jasa
dokter praktek. Walaupun demikian, kebutuhan yang lain seperti kebutuhan
sehat/fisiologik, kebutuhan psikologik, kebutuhan spiritual dan kebutuhan
layanan kesehatan murah cenderung tinggi.
Kebutuhan hidup sehat melalui pelayanan yang diselenggarakan oleh
Puskesmas adalah sebagai ujung tombak (frontline) pelayanan kesehatan
pemerintah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat diarahkan melalui peran
Puskesmas sebagai alat pemenuhan kebutuhan dan harapan akan hidup sehat
mereka. Kaitannya dengan kebutuhan hidup sehat, penyuluh kesehatan
Puskesmas sangat diperlukan dedikasinya dalam melaksanakan pekerjaan yang
126
tidak hanya berorientasi pada promosi kesehatan semata, akan tetapi berusaha
bagaimana menjadi agent of change dalam usaha perubahan perilaku hidup
sehat masyarakat yang sejalan dengan program yang diselenggarakan oleh
Puskesmas, tidak terbatas pada pengetahuan (knowledge) saja, tapi juga
tindakan dan kemampuan yang mandiri (selfhelp) dalam usaha pemenuhan
kebutuhan dan harapan hidup sehat mereka, ini seperti halnya dengan
responden yang tempat BABnya belum menggunakan penampung limbah
sebesar 22,4%, dan 77,1% yang sudah menggunakan penampung limbah. Ini
menunjukkan masih terdapat responden yang belum berorientasi terhadap
hidup sehat, dan belum sejalan dengan program yang diselenggarakan oleh
Puskesmas. Hal ini juga menjadi tantangan tersendiri khususnya bagi petugas
penyuluh kesehatan Puskesmas bagaimana dapat mengubah kebiasaan ini
menjadi kebiasaan yang berorientasi pada hidup sehat.
Terdapat pengaruh positif secara bersama beberapa peubah bebas (X1, X2,
X3, dan X4) terhadap Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas (Y1)
dan Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat (Y3), sedangkan
terdapat pengaruh negatif beberapa peubah bebas (X2, X3, dan X4) terhadap
Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas (Y3).
Sebagian besar (99,32%) petugas kesehatan Puskesmas menyatakan bahwa
mereka melaksanakan peran penyuluhan dengan berbagai macam penjelasan.
Ditemukan seorang petugas kesehatan yang menyatakan bahwa tidak ada peran
penyuluhan dalam tugas mereka, yang adalah pemberian informasi kesehatan
kepada pasien/pelanggan berkaitan dengan masalah kesehatannya.
Nilai rataan skor Kepuasan pelanggan tergolong tinggi, 3,07 (pada skala 1 –
4) (Tabel 17). Pengukuran kepuasan pelanggan dilihat dari Petugas Kesehatan,
Layanan kesehatan dan Obat yang diberikan (Tabel 17). Kepuasan pelanggan
terbentuk dari penilaian pelanggan terhadap kualitas, kinerja hasil (luaran
klinis) dan manfaat yang diperoleh dari produk atau pelayanan yang diterima.
Dengan demikian, kepuasan terjadi karena penilaian terhadap manfaat serta
kenikmatan yang diperoleh lebih dari yang dibutuhkan dan diharapkan
(Koentjoro, 2007).
127
Responden di kedua lokasi penelitian menilai bahwa kebutuhan dan
harapan mereka terhadap petugas kesehatan, layanan kesehatan dan obat yang
diberikan oleh Puskesmas sudah sesuai atau melebihi termasuk perlakuan yang
tidak membedakan, simpatik/motivator, manusiawi, penjelasan, keterbukaan
pasien, interview petugas dan pilihan pasien terhadap petugas kesehatan
puskesmas yang rata-rata memberi tanggapan dengan kategori tinggi.
Demikian pula halnya dengan fasilitas, prosedur dan sistem layanan kesehatan
serta manfaat obat, pemberian obat dan ketersediaan obat di Puskesmas.
Menurut Koentjoro (2007), agar pengalaman pelanggan dapat dikelola
dengan baik, maka diperlukan lima prinsip dasar yaitu: (1) Organisasi yang
peduli terhadap pelanggan; (2) Perilaku yang peduli pada pelanggan; (3)
Penciptaan kesetiaan dan kemitraan pelanggan; (4) Pengukuran, evaluasi dan
tindak lanjut terhadap pengalaman pelanggan, dan (5) Pemulihan pelanggan
yang kecewa.
Responden yang menunjukkan ketidakpuasan (dengan memberi tanggapan
pada kategori rendah) cukup menonjol terutama pada perlakuan yang kurang
manusiawi oleh petugas kesehatan (17% di Kota Kotamobagu), penjelasan
yang kurang oleh petugas kesehatan mengenai penyakit mereka (19% di Kota
Kotamobagu), Interview yang kurang rinci oleh petugas kesehatan (14% di
Kota Kotamobagu), Pemberian obat yang kurang bermanfaat (14% di Kota
Kotamobagu) serta Ketersediaan obat yang kurang (16% di Kota Kotamobagu
dan 11% di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Karakteristik pelanggan berhubungan nyata dengan pengaruh tokoh
informal, Peran petugas kesehatan puskesmas, Lingkungan sosial budaya,
Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas dan Persepsi pelanggan
terhadap kebutuhan hidup sehat. Pengaruh tokoh informal berhubungan nyata
dengan peran petugas kesehatan Puskesmas, Lingkungan sosial budaya,
Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas dan kebutuhan hidup sehat.
Hubungan nyata positif ditunjukkan oleh peran petugas kesehatan Puskesmas,
Lingkungan sosial budaya serta dengan Persepsi pelanggan terhadap pelayanan
Puskesmas dan kebutuhan hidup sehat.
128
Hubungan yang lemah dan negatif ditunjukkan oleh Karakteristik
pelanggan dengan persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas (r
= -0,005), pengaruh tokoh informal dengan persepsi pelanggan terhadap
pengobatan luar puskesmas (r = -0.028), peran petugas kesehatan Puskesmas
dengan persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas (r = -0.024)
dan lingkungan sosial budaya dengan persepsi pelanggan terhadap pengobatan
luar Puskesmas (r = -0.024). Variasi ini menunjukkan semakin baik
karakteristik pelanggan Puskesmas, pengaruh tokoh informal, peran petugas
kesehatan Puskesmas dan lingkungan sosial budaya maka semakin rendah
persepsi mereka terhadap pengobatan luar puskesmas, serta lebih
mengandalkan Puskesmas sebagai frontline layanan kesehatan pemerintah
yang ada di wilayah mereka. Ini sebenarnya menunjukkan gejala yang baik
berarti masyarakat sudah cukup rasional dalam berpersepsi dan memberikan
penilaian.
Dalam penelitian ini, di Kota Kotamobagu, oleh Pejabat Walikota,
diberlakukan kebijakan bebas tarif, baik untuk pasien umum, pemegang kartu
askes maupun askeskin, sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara,
tarif Puskesmas diberlakukan sebesar Rp. 4.500,- per pelanggan umum.
Aktivitas keseharian, seperti mandi; mencuci; dan lain-lain, ditemukan
sebesar 52,2 persen dari responden di kedua lokasi penelitian yang
menggunakan air PAM untuk kegiatan sehari-hari dan sebesar 47,3 persen
yang tidak menggunakan. Sebesar 67,7 persen yang menggunakan air sumur
untuk kegiatan keseharian dan 31,8 persen yang tidak menggunakan, serta 5,5
persen yang menggunakan air sumur dan 94,0 persen yang tidak menggunakan
air sungai untuk kegiatan keseharian mereka dan 5,5 persen yang
menggunakan air sungai.
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih cepat
meninggal karena kekurangan air darpada kekurangan makanan. Kebutuhan
manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk keperluan minum,
mencuci, dan sebagainya. Di antara kegunaan air, yang sangat penting adalah
untuk kebutuhan minum. Oleh karenanya, untuk keperluan minum, termasuk
129
untuk masak, air harus memiliki persyaratan khusus agar tidak menimbulkan
penyakit.
Sebanyak 31,7 persen responden mengaku bahwa mereka mempunyai
kebiasaan merokok dan sebanyak 5,9 persen responden mengaku memilki
kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol. Kenyataan ini menunjukkan
kebiasaan atau pola hidup yang kurang sehat masih terdapat di kalangan
masyarakat di mana penelitian ini dilaksanakan.
Kebiasaan-kebiasaan lain dari responden yang kurang berorientasi pada
hidup sehat, selain kebiasaan merokok, mengkonsumsi minuman keras dan
tempat BAB tanpa penampung limbah, ditemukan pula kebiasaan-kebiasaan
lain seperti: (1) Terdapat sebanyak 29,5% responden yang tidak terbiasa
melakukan 3M (mencuci, menguras dan membuang) barang bekas; (2)
Terdapat sebanyak 32,5% responden yang memiliki kebiasaan makan permen;
(3) Sebanyak 3,0% responden yang punya kebiasaan menggigit kuku; (4)
Sebanyak 56,0% responden yang tidak biasa menggunakan obat
nyamuk/kelambu saat tidur; (5) Terdapat sebanyak 75% responden yang jarang
minum vitamin yang diperlukan tubuh; (6) Sebanyak 4,0% responden yang
memiliki kebiasaan berbisik pada diri sendiri/gejala sakit jiwa; (7) Sebanyak
0,5% responden yang jarang/kurang istirahat; (8) Terdapat sebanyak 0,5%
responden yang biasa minum kopi; dan (9) Terdapat sebanyak 60,2%
responden yang tidak memiliki peralatan P3K di rumah. Mengubah kebiasaan-
kebiasaan yang tidak berorientasi pada hidup sehat, memerlukan kesadaran
yang perlu ditumbuh-kembangkan melalui, peran serta petugas kesehatan
Puskesmas khususnya petugas penyuluh kesehatan.
Diskusi kelompok terfokus dengan petugas kesehatan (medik dan
paramedik) ditemukan bahwa penyakit yang umumnya diderita para
pasien/pelanggan puskesmas adalah ISPA (infeksi saluran pernafasan akut)
pada kelompok umur yang tersebar baik pada usia balita, usia produktif (30-an
tahun) maupun usia lanjut; Diikuti penyakit hipertensi (golongan usia,
produktif dan manula), Malaria (usia produktif dan manula) dan Diare
(neonatus, usia prasekolah, sekolah, anak-anak). Menurut para petugas
130
kesehatan, keluhan yang datang dari pasien/pelanggan Puskesmas, yaitu ketika
mereka harus berkunjung kembali dan bertanya penyakit apa yang sebenarnya
mereka derita karena obat sudah habis namun tidak juga sembuh, ada juga
keluhan karena alergi terhadap obat yang diberikan. Di beberapa Puskesmas,
para petugas kesehatan mengaku bahwa tidak ada keluhan dari
pasien/pelanggan mereka.
Kendala umum yang dihadapi para petugas kesehatan adalah masalah
distribusi obat yang kurang lancar, namun setelah dikonfirmasi ke Dinas
Kesehatan, sebenarnya pihak Dinas Kesehatan sering mengantar langsung
obat-obatan ke Puskesmas-Puskesmas, tetapi saat berada di Puskesmas, dokter
yang bertugas tidak berada di tempat, sehingga obat-obatan tersebut dibawa
kembali oleh pihak Dinas Kesehatan. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Wakil
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara yang berkunjung ke
Puskesmas-Puskesmas, khususnya di wilayah Bolaang Mongondow Utara, di
mana saat berada di sana, petugas kesehatan tidak berada di tempat, Wakadis
membawa kembali obat tersebut. Mengatasi kendala ini diperlukan sikap
inisiatif petugas kesehatan yang tidak menunggu sampai obat habis kemudian
mengajukan permintaan obat, dan sikap instansi di atasnya yang tetap
mensuplai obat-obatan secara teratur.
Kendala lain yang dialami oleh para petugas kesehatan adalah sepi
pelanggan, khususnya Puskesmas Boroko dan Puskesmas Buko yang
berbatasan langsung dengan Propinsi Gorontalo. Anggota masyarakat yang
sakit cenderung berobat ke Rumah Sakit yang berada di Kabupaten Gorontalo.
Mengatasi kendala ini adalah memberi keyakinan pada pelanggan bahwa
Puskesmas dapat diandalkan. Khususnya Dokter PTT, saat berinteraksi dengan
pasien ada kendala masalah bahasa. Kebanyakan pasien/pelanggan yang
berobat kurang dapat berbahasa Indonesia dengan baik. Walau dilakukan
pemeriksaan fisik, namun petugas kesehatan sangat perlu mengadakan
anamnesis/wawancara terhadap pasien/pelanggan untuk diagnosis yang baik.
Satu-satunya mengatasi kendala bahasa adalah petugas berusaha mempelajari
dan memahami bahasa daerah setempat.
131
Diskusi kelompok yang dilakukan dengan Petugas Pendukung
Administrasi (Pekarya) mengenai tarif puskesmas, sebagian besar pekarya
menyatakan tidak mahal. Di wilayah Kota Kotamobagu saat dilaksanakan
penelitian ini, oleh Pejabat Walikota, diberikan pelayanan gratis baik untuk
pelayanan umum, Askes maupun pemilik Kartu miskin. Di wilayah Bolaang
Mongondow Utara, sebagian besar pekarya menyatakan tidak pernah ada
keluhan mengenai biaya, karena biaya di Puskesmas tergolong murah dan
terjangkau. Beberapa pekarya di wilayah Bolaang Mongondow Utara mengaku
pernah ada keluhan biaya dari pasien pelayanan umum, ini akibat target PAD
(pendapatan asli daerah) yang dibebankan Dinas Kesehatan Bolaang
Mongondow Utara terhadap Puskesmas-Puskesmas dengan besaran antara Rp.
4 juta sampai dengan Rp. 7,5 juta per tahun.
Diskusi kelompok yang dilakukan pada pelanggan Puskesmas umumnya
mereka mengemukakan bahwa pelayanan kesehatan yang mereka terima sudah
cukup memadai. Tarif Puskesmas masih dapat dijangkau sesuai dengan
kemampuan ekonomi mereka (bagi pasien pelayanan umum), sedangkan
pasien pemegang Askes (PNS) dan Askeskin (Keluarga miskin) menyatakan
tidak ada masalah mengenai tarif pelayanan. Pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh petugas kesehatan Puskesmas, umumnya dinilai oleh para
pelanggan bahwa para petugas kesehatan Puskesmas dalam memberikan
pelayanan cukup perhatian, ramah dan sopan. Demikian pula dengan fasilitas
dan ketersediaan obat, menurut mereka cukup berarti, karena mereka selalu
diberi obat oleh petugas kesehatan.
Strategi Peningkatan Pemenuhan Kebutuhan Layanan Kesehatan Pelanggan Puskesmas
Kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat yang madani (civil society)
adalah cita-cita bersama kita semua. Hal tersebut membutuhkan usaha yang
keras, kesabaran, komitmen, kebersamaan visi, misi, program yang terarah,
sasaran yang jelas, dan penyelenggaraan di lapangan yang taat asas serta tidak
132
menyimpang. Usaha mewujudkan masyarakat madani, sehat dan sejahtera
membutuhkan Pembangunan masyarakat yang memberi prioritas khusus di
bidang kesehatan. Mahatma Gandhi pernah mengatakan bahwa
”Pembangunan yang paling hakiki adalah pembangunan kualitas manusia.”
Tanpa kualitas manusia, pembangunan tidak akan mencapai arah yang dituju,
dan kualitas manusia yang tinggi adalah dengan memiliki kualitas kesehatan
yang tinggi (selain kualitas knowledge, attitude dan skill yang dimiliki serta
didukung kesehatan yang prima).
Terwujudnya Pembangunan Masyarakat di bidang kesehatan akan memberi
dampak kepada derajat kesehatan anggota masyarakat yang berkualitas.
Derajat kesehatan masyarakat yang tinggi sangat penting bagi setiap individu
baik kebutuhan itu mereka sadari (felt needs) maupun tidak (real needs).
Analogi yang dapat diberikan seperti seorang pencandu narkoba, felt needs
mereka adalah bagaimana mendapatkan dan mengkonsumsi narkoba, padalah
real needs yang kurang mereka sadari adalah masuk ke rehabilitasi yang
memberi terapi terhadap ketergantungan mereka.
Kepuasan pelanggan terhadap Standar layanan kesehatan Puskesmas kinerja
pelayanan kesehatan banyak mendapat sorotan dari anggota masyarakat baik
dalam sistem layanan, prosedur layanan maupun fasilitas layanan yang ada di
Puskesmas (termasuk juga pelayanan dasar dan pelayanan rujukan). Perbaikan
terhadap standar layanan kesehatan di Puskesmas sangat diperlukan. Standar
layanan kesehatan khsusnya di Puskesmas yang ada di lokasi penelitian belum
memadai. Menurut Koentjoro (2007), dalam memperhatikan kebutuhan dan
harapan pelanggan, perbaikan standar layanan kesehatan mutlak diperlukan.
Kebutuhan dan harapan dari pelanggan tidak hanya diartikan seperti apa yang
diinginkan atau diharapkan akan didapat oleh Pelanggan., tetapi apa yang
diharapkan tidak terjadi selama menjalani proses pelayanan dan menikmati
produk yang dibeli, antara lain tidak mengalami kesalahan tindakan medik
ataupun kejadian-kejadian yang tidak diinginkan (malpractice).
Sistem adalah keseluruhan dari bagian-bagian yang yang saling kait-
mengkait untuk menjamin berjalannya suatu proses kepada tujuan yang
133
diharapkan. Tanpa sistem yang ”sistematis” dan terkoordinasi secara baik,
maka cacatnya satu komponen akan mempengaruhi komponen yang lain
sehngga proses yang diharapkan untuk mencapai hasil tidak maksimal.
Menurut Shrode dan Voich (Adisasmito, 2007), Sebuah system adalah
kesatuan dari bagian-bagian yang saling terkait, masing-masing bekerja sendiri
dan saling tergabung, dalam mencapai tujuan bersama pada lingkungan yang
kompleks (”A system is a set of interrelated parts, working independently and
joinly, in pursuit of common objective of the whole, within a complex
environment”).
Sistem layanan kesehatan, khususnya dalam pelayanan Puskesmas, adalah
berbagai kombinasi antara institusi kesehatan (Polindes, Pustu dan Puskesmas
serta institusi yang berkoordinasi di atasnya), sistem layanan Puskesmas juga
tak lepas dari sumber daya manusia pendukung, sistem informasi sampai pada
sistem rujukan.
Pola keterpaduan yang sinergis dan terarah dapat membentuk sistem
pelayanan kesehatan di daerah yang baik sehingga upaya menuju masyarakat
dengan derajat kesehatan yang tinggi dapat diwujudkan, dengan demikian
capaian yang ditargetkan Departemen Kesehatan melalui Indonesia Sehat 2010
dapat pula terwujud.
Petugas paramedik umumnya mengaku bahwa pekerjaan dapat mereka
diselesaikan sesuai target yakni pembuatan laporan setiap bulannya,
melakukan pekerjaan dengan tidak menunda, serta waktu yang cukup tersedia.
Namun, Sebagian yang lain (22,5%), tidak dapat menyelesaikan pekerjaan
sesuai target, akibat dari kendala-kendala teknis seperti tugas ganda, distribusi
vaksin yang kurang lancar (program imunisasi) dan lintas program yang
kurang kooperatif karena kurangnya koordinasi.
Pada Gambar 4, peneliti berusaha membuat suatu strategi untuk
peningkatan pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan bagi pelanggan
Puskesmas.
Kendala teknis seperti tugas ganda dan distribusi vaksin yang kurang lancar
menunjukkan sistem layanan di Puskesmas masih lemah. Perlu ada pembagian
134
tugas yang jelas serta tidak ada tugas rangkap. Distribusi vaksin yang kurang
lancar menunjukkan sistem informasi yang kurang baik dari institusi di
bawahnya, polindes, pustu dan Puskesmas, sampai kepada Dinas Kesehatan
setempat dan seterusnya. Ada informasi yang putus yang mengakibatkan
keterlambatan pengiriman vaksin untuk balita.
Lintas program yang kurang koordinasi, membuat sistem layanan
Puskesmas menjadi lemah, tenaga surveilence yang tidak segera melaporkan
penyakit yang menyebar di kalangan masyarakat akan mengakibatkan kejadian
luar biasa dan akan sangat merugikan masyarakat yang mengalami musibah,
ini juga bisa dari akibat tenaga penyuluh kesehatan yang kurang mendeteksi
dini perilaku hidup sehat yang dapat berindikasi pada timbulnya penyakit dan
penyebarannya serta memberi informasi cara pencegahannya sejak awal dan
berkoordinasi sebelumnya dengan tenaga surveilence.
Berkaitan dengan prosedur layanan Puskesmas, pelanggan mungkin tidak
mengetahui secara sadar apa yang mereka alami ketika berkunjung ke
Puskesmas. Mereka mengikuti prosedur dari pelayanan Puskesmas yang ada,
mulai dari pendaftaran di loket sampai pada pengambilan obat di apotik. Ini
dapat terjadi pada pasien yang kurang kritis (karena berasal dari golongan
menengah ke bawah, tingkat pendidikan rendah, dan menganggap petugas
kesehatan sebagai orang yang harus dihormati, bukan sebagai teman/sahabat),
ini membuat pasien/pelanggan menjadi obyek (bukan subyek) dan bersifat
pasif.
Standar layanan Puskesmas yang berkualitas didasari penilaian
pasien/pelanggan yang kemudian berdasarkan kebutuhan nyata (real needs)
135
Gambar 4. Strategi Peningkatan Pemenuhan Kebutuhan Layanan Kesehatan
Pelanggan Puskesmas
Prosedur Layanan Puskesmas
Fasilitas Layanan Puskesmas
Kebijakan dan Dukungan Anggaran
Dukungan Swasta
Peran LSM
Partisipasi Masyarakat
Sistem Layanan Puskesmas
Kompetensi Petugas Kesehatan
Dukungan Tokoh Informal
Kesadaran Hidup Sehat Anggota Masyarakat
Standard Layanan Kesehatan Puskesmas
Kepuasan Pasien/Pelanggan Puskesmas dalam
pemenuhan kebutuhan hidup sehat
Derajat Kesehatan Masyarakat Yang
Tinggi
Pembangunan Manyarakat di
Bidang Kesehatan
Penyuluhan
Kesejahteraan Masyarakat
136
yang selanjutnya disusun prosedur layanan Puskesmas untuk menjamin
standard layanan Puskesmas yang prima.
Fasilitas layanan Puskesmas yang baik akan menunjang standar layanan
Puskesmas, tanpa fasilitas yang baik standar layanan yang diberikan akan
kurang optimal. Sebagian besar responden dokter yang ada di Puskesmas
menyatakan bahwa mereka dapat memberikan layanan walau sarana dan
prasarana yang kurang memadai karena tindakan harus dilakukan, yaitu
memberikan pelayanan maksimal dengan alat yang minimal untuk kepuasan
pasien. Di satu sisi, sebagian yang lain menyatakan tidak mungkin pelayanan
yang akurat akan terwujud tanpa sarana dan prasarana yang memadai.
Integritas yang tinggi ditunjukkan oleh para responden dokter ini. Mereka akan
bekerja lebih baik apabila fasilitas yang ada juga baik yang mendukung standar
layanan kesehatan Puskesmas, sehingga peningkatan fasilitas layanan
Puskesmas sangat diperlukan.
Terwujudnya pembangunan masyarakat di bidang kesehatan melalui
standard layanan kesehatan yang memadai tidak lepas juga dari peran swasta,
selain pemerintah dan masyarakat. Peran swasta dapat terwujud lewat Social
Responsibility (SR), yaitu tanggung jawab sosial berbagai pihak terhadap
masyarakat setempat, di mana mereka melakukan kegiatan usaha, untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka termasuk peningkatan derajat kesehatan.
Kesadaran dari pihak swasta sangat diperlukan, yaitu kesadaran yang tidak
terlalu bersifat bisnis oriented, khusus untuk pihak Perusahaan.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM), khususnya yang bergerak di bidang
kesehatan, selama ini cukup memberi peran kepada masyarakat untuk
peningkatan kesadaran hidup sehat dan memberi kesadaran pada mereka untuk
pergi ke tempat yang sesuai apabila mereka sakit. Peran LSM tidak luput dari
tindak nyata mereka seperti halnya untuk kegiatan umum sehari-hari
masyarakat, seperti berpartisipasi bersama masyarakat membuat tempat untuk
mandi, mencuci, dan wc umum dengan sarana air bersih, membantu program
pemerintah di bidang kesehatan terutama pendidikan kesehatan kepada
masyarakat bagaimana berperilaku hidup sehat yang baik untuk mencegah
137
timbulnya suatu penyakit, memperhatikan masyarakat kurang mampu yang
sakit, dan lain-lain. Lembaga Swadaya masyarakat yang benar-benar
memperhatikan masyarakat dan memiliki dedikasi yang tinggi sangat
diperlukan.
Partisipasi anggota masyarakat adalah salah satu bentuk yang dibutuhkan
untuk tercapainya Standar Layanan Puskesmas yang baik. Meskipun sistem,
prosedur, fasilitas, dukungan swasta dan peran LSM sudah optimal, namun,
tanpa partisipasi anggota masyarakat untuk turut serta menggunakan fasilitas,
terlibat dalam sistem dan prosedur layanan kesehatan yang tersedia baik oleh
Puskesmas maupun usaha swasta untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat lokal (seperti fasilitas layanan kesehatan yang disediakan
perusahaan untuk kepentingan anggota masyarakat setempat yang turut
mendukung program yang dijalankan oleh Puskesmas sebagai ujung tombak
pelayanan kesehatan masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah).
Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh perilaku anggota masyarakat. Menurut
Notoatmodjo (2007), dapat dibedakan menjadi dua perilaku yaitu: (1) Perilaku
tertutup (covert behavior), yang terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan, kesadaran dan sikap pada individu yang menerima stimulus.
Misalnya seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan atau seorang
pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat tertular lewat hubungan seks, dan lain-
lain; (2) Perilaku terbuka (overt behavior) yaitu respon dalam bentuk tindakan
atau praktek, misalnya seorang ibu yang memeriksakan kehamilan atau
anaknya ke Puskesmas untuk diimunisasi, dan lain-lain. Diharapkan perilaku
yang terbatas pada perhatian dan persepsi ini dalam menjadi perilaku dalam
bentuk tindakan sehingga terjadinya perubahan perilaku.
Aspek lain yang dapat mempengaruhi Standar layanan kesehatan
Puskesmas prima adalah kompetensi yang dimiliki oleh Petugas kesehatan
Puskesmas, terutama keterlibatan perannya dalam sistem, penguasaan prosedur
layanan dan ketrampilan mengoperasikan sarana/fasilitas medis yang ada.
Kompetensi petugas kesehatan Puskesmas adalah hal yang sangat penting
dengan mengutamakan sikap santun, manusiawi, pemberian penjelasan yang
138
terperinci, serta bersahabat dengan pasien/pelanggan dengan menjunjung
tinggi profesionalisme.
Kesadaran anggota masyarakat terhadap hidup sehat dapat dikaitkan dengan
perubahan perilaku yang semulanya pasif menjadi aktif. Menurut Winkel
(Yustina, 2004), kesadaran/pemahaman adalah tingkat kedua setelah
pengetahuan (covert behavior). Diharapkan setelah adanya kesadaran dan
pemahaman terhadap hidup sehat, terjadi perilaku yang terbuka (overt
behavior) atau terjadinya perubahan perilaku.
Dalam konteks penyuluhan, perilaku baru yang diharapkan, dilakukan oleh
individu secara mandiri (self help). Filosofi penyuluhan intinya adalah ”how to
help them to help themselves,” yang merupakan inti perubahan perilaku
individu mengenai kesadaran tentang hidup sehat di mana ada simpatik (bukan
sekedar empati yang tidak bersifat aksi), dalam hal bagaimana berperilaku
hidup sehat serta turut serta mendukung aspek-aspek lain yang memberi
kontribusi terhadap standard layanan kesehatan Puskesmas yang prima.
Dukungan anggaran di bidang kesehatan oleh pemerintah sangat besar
pengaruhnya, serta sangat menentukan peningkatan standar layanan kesehatan
termasuk stadard layanan yang ada di Puskesmas. Tanpa dukungan anggaran
yang proporsional maka standard layanan kesehatan, terutama di Puskesmas,
akan seperti apa adanya saja. Anggaran ini harus juga tepat sasaran, langsung
menyentuh pada masyarakat, diimplementasikan dengan program-program
yang jitu, dan pengawasan pelaksanaan yang intensif untuk mencegah
terjadinya penyimpangan, baik program maupun anggaran, agar benar-benar
efektif dan efisien.
Penyelenggara penyuluhan, demi terwujudnya standard layanan kesehatan
Puskesmas yang prima, adalah Pemerintah, Swasta dan LSM. Pemerintah
memiliki andil dalam hal memperbaiki sistem, layanan dan prosedur kesehatan
Puskesmas serta perubahan perilaku dari orang-orang yang terlibat di
dalamnya. Swasta memberi andil dalam hal keikutsertaan akan penyadaran
masyarakat dalam menggunakan layanan kesehatan yang ada serta bagaimana
berperilaku hidup yang bersih dan sehat. LSM (Lembaga Swadaya Mayarakat)
139
mempunyai andil bagaimana mendampingi masyarakat untuk menggunakan
layanan kesehatan yang ada, bagaimana berperilaku yang berorientasi pada
kesehatan sebagai salah satu kebutuhan hidup dan bagaimana memberikan
pemahaman atas program layanan kesehatan yang diselenggarakan oleh
Puskesmas.