harwan
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program pembangunan nasional dititikberatkan pada sektor ekonomi dengan
tidak mengabaikan pembangunan pada sektor lainnya. Untuk merealisasikan program
pembangunan tersebut pemerintah menciptakan iklim usaha yang baik dan kondusif
dalam mendorong usaha masyarakat menciptakan peningkatan lapangan kerja,
kesempatan berusaha, dan peningkatan pendapatan sehingga tercipta kesejahteraan
kehidupan masyarakat.
Bidang perikanan (perikanan tangkap dan perikanan budidaya) mempunyai
potensi besar untuk dikembangkan. Indonesia merupakan salah satu negara maritim
terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km2
(0,3 juta km2 perairan teritorial dan 2,8 juta km2 perairan nusantara atau 62% dari
luas teritorialnya) dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km (Dahuri dkk,
2008). Pengembangan sumberdaya perikanan tersebut dapat meningkatkan sumber
pendapatan daerah melalui peningkatan ekspor, sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Salah satu komoditas perikanan yang dapat dikembangkan dan mempunyai
peranan penting dalam kehidupan masyarakat adalah budidaya rumput laut. Rumput
laut dibudidayakan secara masal oleh masyarakat nelayan untuk peningkatan taraf
hidup mereka. Rumput laut mempunyai prospek budidaya yang baik untuk
dikembangkan. Menurut Winarno (1996), kegiatan budidaya rumput laut merupakan
lapangan kerja baru yang bersifat padat karya dan semakin banyak peminatnya,
1
karena teknologi budidaya dan pasca panen yang sederhana dan mudah serta
pemakaian modal yang relatif rendah, sehingga dapat dilaksanakan oleh petani
beserta keluarganya. Dengan demikian usaha ini tepat untuk dikembangkan sebagai
upaya penyediaan lapangan kerja dan memperluas kesempatan berusaha.
Di Indonesia terdapat beberapa jenis rumput laut yang bernilai ekonomis
tinggi dan telah diperdagangkan sejak dahulu, baik untuk konsumsi domestik
maupun ekspor. Jenis-jenis rumput laut tersebut adalah yaitu Eucheuma cottonii,
E. spinosum, Gracillaria gigas, G. verrucosa, Gelidium sp., Hypnea sp., dan
Sargassum sp. (Anggadiredja dkk, 2006). Kelima jenis rumput laut komersial yang
tersebut hanya ada dua jenis yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat nelayan
yaitu jenis Eucheuma dan Gracillaria.
Wilayah sebaran dan lokasi budidaya Eucheuma ditemukan di Sumatera
Barat, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Banten, Pulau Seribu,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku dan Papua (Anggadiredja dkk, 2006). Produksi
rumput laut Sulawesi Tenggara masih didominasi jenis Eucheuma, karena petani
pembudidaya rumput laut masih mengandalkan perairan pantai sebagai lahan
budidaya.
Sulawesi Tenggara memiliki wilayah perairan yang lebih luas daripada
daratan yakni sekitar 77,55% dari total luas wilayah provinsi (114.879 km2) dengan
luas wilayah kewenangan laut seluas 79.700 km, panjang garis pantai sepanjang
1.740 km (Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara, 2001). Potensi budidaya rumput
2
laut seluas 83.000 ha, yang termanfaatkan baru sekitar 27.385 ha (DKP Provinsi
Sulawesi Tenggara, 2008).
Wilayah pesisir Sulawesi Tenggara sebagian besar terdiri dari perairan selat
dan teluk seperti yang terdapat di Pulau Buton, Muna dan Wakatobi dengan kondisi
perairan yang relatif tenang. Kondisi perairan yang tenang merupakan salah satu
daerah yang potensial sebagai pengembangan agribisnis rumput laut. Pengembangan
agribisnis rumput laut di Sulawesi Tenggara harus dilaksanakan sebagai suatu
gerakan pembangunan yang menyeluruh untuk menjadikan Sulawesi Tenggara
sebagai pusat pengembangan agroindustri rumput laut pada masa yang akan datang.
Uraian di atas sangat memungkinkan untuk menjadikan Sulawesi Tenggara sebagai
sentra agroindustri rumput laut. Anggadiredja dkk (2006) menjelaskan bahwa dalam
kurun waktu 2006-2010 kebutuhan produk olahan rumput laut diprediksi akan terus
meningkat seiring dengan kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali pada
produk-produk hasil alam (back to nature).
Kabupaten Buton Utara merupakan salah satu daerah di Sulawesi Tenggara
dengan luas wilayah 1.996,59 ha (BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, 2008). Potensi
budidaya rumput laut di Kabupaten Buton Utara seluas 3.000 ha dengan pemanfaatan
sekitar 30% (DKP Kabupaten Buton Utara, 2008). Salah satu wilayah pesisir yang
potensial untuk pengembangan rumput laut adalah Teluk Kulisusu. Masyarakat di
daerah ini telah mengembangkan budidaya rumput laut sejak tahun 1997 dan menjadi
salah satu daerah sentra pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Buton
Utara.
3
Perairan Teluk Kulisusu merupakan perairan semi tertutup dengan kondisi
perairan yang jernih dan relatif tenang. Ekosistem pesisir yang terdapat di dalamnya
antara lain ekosistem terumbu karang, mangrove, padang lamun dan pantai berpasir
atau berbatu. Kondisi tersebut menjadikan Teluk Kulisusu sebagai kawasan
pengembangan budidaya rumput laut. Dalam pengembangan budidaya rumput laut
ada beberapa aspek yang dapat mempengaruhi diantaranya adalah aspek teknis,
ekonomi, sosial, finansial dan aspek manajemen (Umar, 1999).
Budidaya rumput laut bagi masyarakat bukan lagi menjadi pekerjaan
sampingan, tetapi banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada
budidaya rumput laut sebagai mata pencaharian utama. Selain dapat meningkatkan
taraf hidup dan ekonomi keluarga, budidaya rumput laut dapat mengurangi terjadinya
pemanfaatan sumberdaya laut yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom
dan sianida untuk menangkap ikan.
Budidaya rumput laut yang dilakukan masyarakat di Kecamatan Kulisusu
memiliki prospek yang cerah dimasa yang akan datang. Oleh karena itu
pengetahuan masyarakat tentang cara budidaya yang tepat sangat diperlukan untuk
meningkatkan produksi rumput laut. Disamping itu juga dibutuhkan dukungan
permodalan dalam pengembangan budidaya rumput laut. Masyarakat di Kecamatan
Kulisusu dihadapkan pada kendala minimnya modal usaha untuk mengembangkan
usaha budidaya rumput laut. Kondisi modal dan sumber modal yang kurang
menjadikan masyarakat mempunyai ketergantungan kepada pemilik modal atau
rentenir yang menetapkan bunga tinggi.
4
Lokasi pasar yang jauh dan kurangnya informasi pasar dan harga yang
diperoleh masyarakat mengakibatkan terjadinya monopoli harga yang dilakukan oleh
pembeli atau pengumpul lokal di lokasi budidaya. Kondisi tersebut menyebabkan
harga komoditas rumput laut yang diterima oleh masyarakat pembudidaya menjadi
rendah yang selanjutnya berdampak pada berkurangnya keuntungan yang diperoleh.
Akibat adanya monopoli pasar dan harga tersebut menjadikan masyarakat
pembudidaya sulit untuk mengembangkan usaha dan selalu berada pada pihak
merugi dan berada pada garis kemiskinan.
Manfaat budidaya rumput laut ternyata tidak hanya dirasakan oleh
pembudidaya tetapi juga dirasakan oleh kalangan masyarakat lainnya. Periode
pemeliharaan yang relatif singkat menyebabkan masyarakat terus meningkatkan
kegiatan usahanya. Hal ini dapat dilihat dari produksi rumput laut di Kecamatan
Kulisusu yang mencapai kurang lebih 85% dari total produksi rumput laut Kabupaten
Buton Utara (Tabel 1). Produksi tersebut dihasilkan oleh 332 petani pembudidaya di
Kecamatan Kulisusu.
Tabel 1. Produksi Rumput Laut Kabupaten Buton Utara tahun 2008
No. Kecamatan Produksi (ton) Persentase (%)1 Bonegunu 560,70 3,65 2 Kambowa 545,10 3,54 3 Wakorumba 130,20 0,84 4 Kulisusu 13.160,00 85,68 5 Kulisusu Barat 541,70 3,52 6 Kulisusu Utara 421,10 2,74
Kabupaten Buton Utara 15.358,80 100,00 Sumber: DKP Kabupaten Buton Utara, 2008
5
Pengelolaan dan pengembangan sumberdaya wilayah pesisir dan laut
hendaknya diselenggarakan secara terpadu dan berkesinambungan. Keterlibatan
masyarakat, pemerintah, dan stakeholder diharapkan mendukung pengembangan
agribisnis rumput laut. Potensi wilayah dan penduduk yang besar jika dikelola
secara baik dan tepat akan berhasil, khususnya dalam pengembangan agribisnis
rumput laut. Sebaliknya jika pengelolaan tidak dilakukan dengan baik akan
menimbulkan masalah. Tingginya animo masyarakat terhadap pengembangan
agribisnis rumput laut sering menimbulkan konflik antar petani pembudidaya. Hal
ini disebabkan semakin banyak masyarakat yang membudidayakan rumput laut dan
melakukan penangkapan pada lokasi usaha di Teluk Kulisusu. Teluk Kulisusu
sebagai kawasan baru pengembangan agribisnis budidaya rumput laut diperlukan
campur tangan pemerintah untuk menjamin keberlanjutan usaha.
Menyadari prospek pengembangan budidaya rumput laut yang cerah dan
meningkatkan pendapatan masyarakat, maka perlu diperhatikan usaha-usaha untuk
peningkatan produksi rumput laut. Peningkatan produksi dapat tercapai bila usaha
budidaya dilakukan secara intensif dengan kombinasi faktor-faktor produksi secara
tepat dan efesien. Dukungan semua pihak dalam pengembangan agribisnis tersebut
akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat
setempat. Walaupun pengembangan usaha agribisnis rumput laut di daerah ini sudah
cukup lama berlangsung yakni sejak tahun 1997, tetapi hingga saat ini belum
dilakukan studi atau analisis prospek pengembangannya. Penelitian ini menjadi
6
penting artinya dilakukan untuk memberi gambaran secara komprehensif dalam
upaya pengembangannya mulai dari budidaya hingga perluasan pemasarannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu layak secara
teknis dan finansial.
2. Bagaimana prospek pengembangan agribisnis rumput laut di Kecamatan
Kulisusu.
3. Apakah faktor teknis, sosial, ekonomi, finansial, dan manajemen mempunyai
hubungan yang signifikan dengan prospek pengembangan agribisnis rumput laut.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis kelayakan teknis dan finansial usaha budidaya rumput laut di
Kecamatan Kulisusu.
2. Menganalisis prospek pengembangan agribisnis rumput laut di Kecamatan
Kulisusu.
3. Menganalisis hubungan faktor teknis, sosial, ekonomi, finansial, dan manajemen
dengan prospek pengembangan agribisnis rumput laut.
7
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat baik secara
praktis maupun secara ilmiah antara lain:
1. Dapat memperkaya khasanah keilmuan pengembangan agribisnis rumput laut.
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pemerintah untuk
pengembangan agribisnis rumput laut.
3. Sebagai bahan informasi bagi nelayan dalam pengembangan agribisnis rumput
laut.
4. Sebagai sumber informasi untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan
agribisnis rumput laut.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Agribisnis
Agribisnis adalah suatu kesatuan yang utuh mulai proses produksi,
pengolahan hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang terkait dengan segala kegiatan
pertanian (Syarkowi, 1992; Soekartawi, 2005). Doney dan Erickson (1989)
mengemukakan bahwa agribisnis adalah semua jenis usaha yang terkait dengan
produksi pertanian, yang digolongkan kedalam empat kategori yaitu:
1. Perusahaan pemasok input pertanian (agro input) misalnya: (a) perusahaan
pembenihan atau pembibitan, (b) perusahaan produksi pupuk, pakan atau
pestisida (c) perusahaan yang memproduksi peralatan pertanian seperti cangkul,
arit, hand sprayer, traktor, huller, tresher dan sebagainya.
2. Perusahaan yang bergerak di bidang proses produksi pertanian (farm) seperti:
(a) perusahaan perkebunan, (b) perusahaan peternakan (ternak besar, ternak kecil
dan unggas), (c) perusahaan perikanan (budidaya ikan di tambak atau kolam,
budidaya ikan di karamba, penangkapan ikan di laut atau sungai, dan budidaya
rumput laut, (d) perusahaan perhutanan (Perhutani atau HTI).
3. Perusahaan pengolah hasil pertanian (agro processing atau agro industri)
misalnya: (a) penggilingan padi atau jagung, (b) industri makanan, (c) pabrik tahu
tempe atau kecap (d) pabrik pengolah buah, (e) pengalengan daging atau ikan,
dan (f) industri pengolahan kayu.
4. Perusahaan yang bergerak di bidang pemasaran hasil-hasil pertanian
(agricultural marketing) misalnya: (a) pedagang beras, (b) pedagang sayuran,
9
(c) pedagang buah-buahan, (d) eksportir kopi, coklat, kelapa, cengkeh dan
sebagainya.
Selain dari keempat kategori di atas, Padangaran (2007) menambahkan dua
kategori sebagai suatu usaha agribisnis yaitu:
1. Perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan hasil-hasil pertanian
(agricultural transportation) misalnya mobil-mobil truk atau kapal-kapal
angkutan khusus hasil pertanian yang dilengkapi dengan alat pendingin untuk
menjaga kesegaran produk yang diangkut.
2. Perusahaan yang bergerak pada bidang jasa-jasa pertanian (agro services)
misalnya wisata pertanian (agrowisata), koperasi pertanian, bank-bank
perkreditan pertanian, asuransi pertanian atau biro-biro konsultan pertanian.
Pendekatan sistem agribisnis adalah merupakan suatu bentuk paradigma baru
dalam pembangunan pertanian. Sistem agribisnis terdiri atas subsistem usaha
produksi primer di usaha tani (on-farm), subsistem off-farm hulu (up stream,
berhubungan dengan input), subsistem off-farm hilir (down stream, berhubungan
dengan produk) dan subsistem penunjang/pelayanan seperti lembaga keuangan,
penelitian dan penyuluhan (Widodo, 2008). Lebih jauh Widodo (2008) menjelaskan
bahwa sistem usaha tani yang diadopsi petani merupakan hasil alokasi sumberdaya
yang terbatas seperti lahan, tenaga dan modal. Keputusan petani dipengaruhi oleh
faktor lingkungan diluar kemampuan kekuasaannya. Faktor lingkungan meliputi
faktor alam atau teknis dan faktor manusia. Diantara faktor manusia yang diluar
10
penguasaan petani adalah struktur masyarakat, norma dan kepercayaan,
kebijaksanaan pemerintah, lembaga pelayanan, lokasi, dan kepadatan penduduk.
Secara ringkas agribisnis budidaya rumput laut merupakan salah satu bentuk
usaha agribisnis yang dilakukan oleh masyarakat dalam bidang perikanan yang
dimulai dari tahap budidaya, processing hingga pemasaran.
2.2 Konsep Prospek Pengembangan
Pemerintah memegang peranan penting dalam menciptakan lingkungan usaha
kondusif. Lingkungan usaha yang baik akan menciptakan pengembangan agribisnis
yang baik dan tangguh. Umar (1999) menjelaskan bahwa prospek pengembangan
suatu usaha dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya adalah: (a) aspek teknis,
apakah memungkinkah untuk melakukan pengembangan kapasitas atau
pengembangan desain dan mutu produk dimana hal ini dapat dilihat dari ketersediaan
lahan atau ruang yang belum terpakai, ketersediaan bahan baku, alat-alat penunjang
serta ancaman dari pencemaran lingkungan, (b) aspek ekonomi yang mencakup skala
usahanya, potensi pasar, perusahaan saingan serta dampaknya terhadap wilayah dan
lingkungan, (c) aspek sosial, apakah usaha yang dikembangkan dapat diterima oleh
masyarakat dan apakah tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan yang berlaku,
(d) aspek finansial yakni mencakup keuntungan, kebutuhan dana dan sumber dana,
(e) aspek manajemen yakni apakah pengusaha memiliki pengetahuan yang memadai
untuk mengelola serta mengambil keputusan mengenai bagaimana kemungkinan
mengembangkan fungsi-fungsi manajemen hingga perusahaan bisa berkembang.
11
Suatu proyek dapat memiliki umur ekonomis yaitu kurang dari atau diatas 5
tahun bahkan dapat mencapai puluhan tahun. Ada juga proyek yang mempunyai
umur ekonomis kurang dari atau maksimum 5 tahun (Djamin, 1984). Selanjutnya
Kadariah (1986) menjelaskan bahwa dalam analisa proyek kriteria yang dipakai
untuk menentukan diterimanya suatu proyek dan mempunyai prospek, apabila: jika
dipakai B/C ratio, maka sebagai kriteria untuk menerima proyek adalah B/C ratio
sama dengan atau lebih besar dari satu. Sedangkan jika dipakai net present value
(NPV) maka sebagai ukuran untuk menerima proyek adalah NPV positif (lebih besar
dari nol).
Menurut Kasmir dan Jakfar (2004), secara garis besar dampak ekonomi
dengan adanya suatu proyek atau investasi antara lain:
1. Meningkatkan ekonomi rumah tangga atau meningkatnya pendapatan keluarga
2. Dapat membuka kesempatan kerja
3. Meningkatkan perekonomian pemerintah lokal maupun regional
Padangaran (2008) menjelaskan bahwa kelayakan suatu proyek pembangunan
tidak hanya menyangkut aspek ekonomi tetapi juga harus mencakup aspek kelayakan
teknis, sosial dan lingkungan. Aspek teknis dan teknologi bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana gagasan usaha layak untuk dikembangkan. Sasaran yang
dinilai pada aspek ini antara lain lokasi usaha, proses produksi, rencana produksi,
kebutuhan bahan baku, rencana pengadaan bahan, kebutuhan tenaga kerja dan jenis
teknologi yang akan digunakan. Aspek pemasaran merupakan suatu aspek penting
12
yang bertujuan menilai sejauh mana pemasaran produk dapat mendukung
pengembangan usaha yang akan datang dan kondisi usaha.
Beberapa lembaga pendukung pengembangan agribisnis adalah:
(1) pemerintah, (2) lembaga pembiayaan, (3) lembaga pemasaran dan distribusi,
(4) koperasi, (5) lembaga pendidikan formal dan nonformal, (6) lembaga penyuluhan
pertanian lapangan, dan (7) lembaga penjamin dan penanggung resiko (Said, 2001).
Pengembangan agribisnis di Indonesia mempunyai posisi yang strategis
antara lain karena pertimbangan sebagai berikut (Soekartawi, 2005):
1. Letak geografis Indonesia yang dekat dengan pasar dunia (world market) yang
kini bergerak ke Asia Pasifik;
2. Kondisi investasi untuk tujuan ekspor, baik di bidang pertanian maupun
nonmigas lainnya;
3. Masih banyak sumberdaya alam khususnya untuk kegiatan di sektor pertanian;
4. Semakin baiknya nilai tambah dan kualitas produk;
5. Masih besarnya sumberdaya manusia sebagai tenaga kerja.
2.3 Manajemen Agribisnis
Manajemen adalah merupakan suatu proses atau aktivitas pendayagunaan
sumberdaya yang tersedia dalam perusahaan oleh manajer untuk mencapai tujuan
perusahaan. Manajemen adalah merupakan seni untuk melaksanakan suatu
rangkaian pekerjaan melalui orang-orang. Manajemen menurut Padangaran (2008)
adalah suatu proses aktivitas pendayagunaan berbagai sumberdaya yang tersedia
dalam perusahaan oleh manajer, untuk mencapai tujuan perusahaan. Inti manajemen
13
adalah suatu rangkaian proses yang meliputi kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan pengendalian, dalam
rangka memberdayakan seluruh sumberdaya organisasi, baik sumberdaya manusia,
modal, materil, maupun teknologi secara optimal untuk mencapai tujuan organisasi.
Rangkaian kegiatan tersebut dikenal sebagai fungsi-fungsi manajemen. Dalam
melakukan suatu usaha agribisnis fungsi manajemen tersebut harus diterapkan dalam
segala bentuk manajemen bisnis, baik berskala besar maupun berskala kecil (Sa’id
dan Intan, 2001). Sumberdaya yang tersedia dalam suatu organisasi atau perusahaan
adalah: money (uang), material (bahan), machine (mesin dan peralatan), market
(pasar), dan information (informasi atau keterangan). Sumberdaya di atas yang
memegang peranan paling penting adalah man power atau sumberdaya manusia,
karena akan mengatur segala sumberdaya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi
(Tambunan, 1994). Untuk mengorganisasikan sumberdaya-sumberdaya yang ada
tersebut, maka dalam manajemen dikenal fungsi-fungsi manajemen yaitu tugas-tugas
yang harus dilaksanakan oleh manajer atau pimpinan perusahaan untuk mengatur dan
menggerakan sumberdaya yang ada. Padangaran (2008) menjelaskan bahwa fungsi-
fungsi manajemen adalah planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian atau
pengaturan), actuating (pelaksanaan), dan controlling (pengawasan). Khusus
mengenai agribisnis, Kartasapoetra (1985) menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan manajemen agribisnis adalah ketatalaksanaan pertanian secara terencana,
terorganisasi, tersusun rapih, terarah dan terkendali dalam mengatur faktor-faktor
produksi yaitu tanah, tenaga kerja, dan modal. Hal ini sesuai dengan definisi yang
14
dikemukakan oleh Sa’id dan Intan (2001) bahwa manajemen agribisnis yang
bergerak di bidang proses produksi yang mencakup kegiatan antara lain: perencanaan
produksi, pengorganisasian input-input dan sarana produksi, kegiatan produksi,
pengawasan produksi evaluasi produksi dan pengendalian produksi.
Suatu usaha produksi yang baru memerlukan perencanaan yang bersifat
umum atau sering disebut sebagai praperencanaan. Faktor-faktor yang harus
diputuskan dalam perencanaan agribisnis, khususnya pada usaha produksi primer
adalah pemilihan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yang menjadi
prioritas utama dengan tetap mempertimbangkan hal-hal yang berhubungan dengan
pemasaran (Sa’id dan Intan, 2001).
2.4 Aspek Teknis Usaha Budidaya Rumput Laut
Budidaya rumput laut merupakan salah satu usaha di bidang perikanan
dengan cara pengembangan sumberdaya rumput laut dalam area terbatas, baik di
dalam medium air laut terbuka maupun tertutup agar sumberdaya tersebut dapat
hidup dan tumbuh serta berbiak dengan lebih baik daripada yang tidak dibudidayakan
(Romimohtarto, 1985). Menurut Patadjai (2007), pertumbuhan rumput laut
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain cahaya, suhu, salinitas, pH, pasang
surut, pergerakan air, kedalaman, kecerahan dan kekeruhan air laut. Beberapa aspek
teknis budidaya rumput laut yang diamati dalam penelitian ini meliputi: (1) kondisi
dasar perairan, (2) salinitas, (3) suhu air laut, dan (4) pH air laut.
2.4.1 Kondisi Dasar Perairan
15
Substrat perairan merupakan dasar perairan dimana rumput laut dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik. Penyebaran rumput laut dan kepadatannya di suatu
perairan salah satunya ditentukan oleh tipe dan komposisi substrat. Menurut
Mubarak dan Wahyuni (1981), jenis-jenis substrat yang dapat ditumbuhi oleh rumput
laut adalah pasir, lumpur dan pecahan karang. Tipe substrat yang paling baik bagi
pertumbuhan rumput laut adalah campuran pasir, karang dan pecahan karang. Pada
substrat perairan yang lunak seperti pasir dan lumpur, akan banyak dijumpai
jenis-jenis rumput laut Halimeda sp., Caulerpa sp., Gracillaria sp., dan Hypnea sp.
Sedangkan dasar perairan yang bersubstrat keras seperti karang hidup, batu karang
dan pecahan anorganik karang, akan banyak dijumpai jenis-jenis rumput laut
Sargassum sp., Turbinaria sp., renik dan Ulva sp. dan Enteromorpha sp.
Persyaratan lingkungan untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp. yaitu
substrat stabil dasar perairan terdiri atas campuran karang mati dan karang dasar
terlindung dari ombak yang terlalu kuat dan umumnya di daerah terumbu karang
(Kadi dan Wanda, 1988 dalam La Sara, 1991). Eucheuma sp. hidup di daerah
pasang surut dengan cara menempel di suatu substrat supaya dapat bertahan dan
tidak hanyut terbawa arus (ombak). Untuk menyerap makanan dari air laut,
Eucheuma memerlukan pergerakan air yang cukup. Dasar perairan yang berupa
karang mati dan pasir cocok untuk lokasi budidaya Eucheuma (Poncomulyo,
Maryani, Kristiani, 2008).
Rumput laut tumbuh di laut dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur,
pasir, batu, dan benda keras lainnya. Selain pada benda mati, rumput laut pun dapat
16
melekat pada tumbuhan lain secara epifitik (Anggadiredja dkk, 2006). Selanjutnya
Nontji (1995) menyatakan bahwa sedikitnya rumput laut yang terdapat pada perairan
dengan dasar berpasir atau berlumpur, disebabkan sangat terbatasnya benda keras
yang cukup kokoh untuk tempat melekatnya. Susunan kimia dari substrat tidak
ditentukan mempengaruhi kehidupan rumput laut, hanya sebagai tempat melekatnya
rumput laut pada dasar perairan. Rumput laut Eucheuma sp. paling baik
pertumbuhannya adalah pada dasar perairan berkarang.
2.4.2 Salinitas
Salinitas merupakan faktor lingkungan yang penting bagi pertumbuhan
rumput laut. Salinitas perairan dipengaruhi oleh variasi air tawar yang berasal dari
sungai yang masuk dalam perairan, pasang surut dan juga penguapan yang terjadi
karena sinar matahari. Atmadja et al. (1996) menyatakan bahwa salinitas perairan
yang baik bagi pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp. berkisar 32 - 34 ppt.
Menurut Indriani dan Sumiarsih (2003), lokasi budidaya rumput laut
sebaiknya tidak mengalami fluktuasi salinitas yang tajam, dengan kisaran salinitas
antara 28–34 ppt (kisaran optimum 33 ppt). Sedangkan Sudradjat (2008)
menjelaskan bahwa salinitas yang cocok untuk pertumbuhan rumput laut berkisar
33 - 35 ppt.
2.4.3 Suhu Air Laut
17
Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang penting dalam mempelajari
gejala-gejala fisika air laut dan perairan dapat mempengaruhi kehidupan hewan dan
tumbuhan pada perairan tersebut. Suhu air permukaan di perairan Indonesia
umumnya berkisar antara 28 – 30oC, dimana suhu di dekat pantai biasanya relatif
sedikit lebih tinggi daripada suhu lepas pantai (Nontji 1995).
Rumput laut mempunyai kisaran suhu yang spesifik karena adanya
kandungan enzim pada rumput laut. Rumput laut akan tumbuh dengan subur pada
daerah yang sesuai dengan suhu pertumbuhannya. Di daerah tropik, rumput laut
masih dapat tumbuh pada kisaran suhu 20 - 30oC, untuk jenis Hypnea sp. hidup
optimal pada suhu sekitar 28oC, sedang jenis Glacillaria sp. tumbuh optimal pada
suhu 20 - 28oC (Luning 1990). Selanjutnya Patadjai (2007) menjelaskan bahwa
rumput laut jenis Eucheuma sp. mempunyai toleransi suhu antara 24 - 360C namun
suhu optimal untuk pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp. berkisar antara 25 -
300C.
Lahan budidaya rumput laut sebaiknya tidak mengalami fluktuasi suhu air
yang tajam. Kisaran suhu antara 20–280C dengan fluktuasi harian maksimal 40C
(Anonimous, 1990). Hal yang sama dikemukakan oleh Sudradjat (2008) bahwa
karakteristik ekologi suatu lokasi merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhin keberhasilan budidaya rumput laut. Parameter yang perlu
diperhatikan salah satunya adalah suhu air yang berkisar 20 - 280C.
2.4.4 pH Air Laut
18
Lokasi budidaya rumput laut juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
kimiawi antara lain pH air netral (7) sampai basa (9) dengan kisaran optimum 7,3 –
8,2 (Indriani dan Sumiarsih, 2003). Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh
Sudradjat (2008) bahwa parameter untuk pH air laut yang sesuai bagi pertumbuhan
rumput laut berkisar 7,3 - 8,2.
2.5 Pemasaran dan Peluang Bisnis Rumput Laut
Pemasaran merupakan salah satu subsistem agribisnis yang memegang
peranan yang sangat penting dalam pengembangan usaha pertanian pada umumnya.
Pengembangan pasar dan jaringan pemasaran mutlak diperlukan dan dikembangkan
melalui pengembangan jaringan informasi pasar. Subsistem pemasaran dalam sistem
agribisnis menempati posisi yang sangat penting dan lebih penting dari subsistem
produksi karena sebagai salah bentuk usahatani modern yang komersial, pemasaran
hasil akan sangat menentukan keberhasilan dan kelestarian usahatani yang dikelola
(Mardikanto, 2009).
Pasar adalah merupakan sekumpulan pembeli aktual dan pembeli potensial
terhadap suatu produk. Pemasaran berarti bekerja dengan pasar untuk melakukan
pertukaran untuk memuaskan atau memenuhi kebutuhan dan keinginan orang
(Simamora, 2001). Pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai
perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat dan guna bentuk
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau
lebih fungsi-fungsi pemasaran (Sudiyono, 2004). Sampai saat ini pemasaran produk
rumput laut di Indonesia dari penghasil (produsen) kepada konsumen masih sangat
19
panjang dan ditentukan oleh para tengkulak. Panjangnya mata rantai pemasaran dan
belum adanya kerja sama harga di suatu daerah membuat penerimaan para penghasil
rumput laut menjadi sangat rendah (Sadhori, 1995).
Jaminan pemasaran produk sangat diperlukan, tidak saja menyangkut
kepastian pembelian tetapi juga kepastian jumlah dan mutu permintaan, tingkat harga
yang menarik, waktu dan tempat penyerahan produk, serta waktu sistem pembayaran
yang disepakati antara produsen dan pembeli (Mardikanto, 2009). Ada empat strategi
untuk meningkatkan daya saing produk dengan mutu tertentu (Prakosa, 2002), yaitu:
(1) penetrasi pasar, (2) pengembangan pasar, (3) pengembangan produk, dan
(4) diversifikasi. Kempat strategi tersebut harus diimplementasikan secara simultan
agar mempunyai daya saing tinggi dengan biaya yang paling rendah.
Pasaribu (2004) menyatakan bahwa dalam rangka memanfaatkan sektor
kelautan Indonesia yang sangat potensial, maka salah satu usaha yang perlu
dikembangkan adalah budidaya rumput laut. Anggadiredja dkk (2006) menjelaskan
bahwa pada tahun 2006 - 2010 prediksi pasar dunia olahan rumput laut meningkat
sekitar 10% setiap tahun untuk karaginan semirefine (SRC), agar dan alginate untuk
industri (industrial grade). Sementara alginat untuk makanan (food grade) sebesar
7,5% dan karaginan refine sebesar 5% (Tabel 2).
Tabel 2 menggambarkan bahwa permintaan dunia terhadap produk olahan
rumput mengalami peningkatan hingga tahun 2010. Permintaan olahan rumput laut
yang mengalami peningkatan telah membuka peluang usaha budidaya rumput laut.
Tabel 2. Prediksi Pasar Dunia Produk Olahan Rumput Laut
20
Jenis produkProduksi (ton)
2006 2007 2008 2009 2010Karaginan (RC) 26.160 24.470 28.850 30.285 31.800Karaginan (SRC) 33.350 36.690 40.355 44.390 48.830Agar 12.375 13.600 14.970 16.470 18.120Alginat (food grade) 10.730 11.530 12.400 13.330 14.330Alginat (indusrial grade) 20.735 22.800 25.090 27.600 30.360
Sumber: Anggadiredja dkk (2006)
2.6 Analisa Kelayakan Investasi
Kadariah (1986) menjelaskan bahwa investasi adalah kegiatan yang
menggunakan sumberdaya ekonomi dengan tujuan untuk memperoleh manfaat atau
keuntungan pada masa yang akan datang. Penggunaan uang dalam suatu proyek
investasi, petani berharap akan memperoleh kembali jumlah uang yang lebih besar
jika dibandingkan dengan modal investasi dalam jangka waktu tertentu. Selanjutnya
dijelaskan bahwa keuntungan suatu ivestasi bagi seorang petani bergantung pada dua
hal yaitu: (1) keputusan subyektif dari para petani berdasarkan pertimbangan resiko
dan jumlah pendapatan, dan (2) kemampuan petani untuk menanggung resiko dan
memecahkannya berdasarkan usahataninya.
Gittinger (1986) mengemukakan bahwa untuk menilai besarnya manfaat dari
suatu investasi adalah dengan membandingkan dengan sejumlah uang yang diterima
sebagai manfaat (benefit). Dalam membandingkan keuntungan yang dinilai dalam
bentuk uang maka perbandingan tersebut hanya dapat dilakukan pada kurun waktu
dan tahun yang sama. Dengan demikian sebelum melakukan suatu usaha atau
investasi harus dilakukan suatu kegiatan untuk mengetahui apakah usaha atau
investasi yang dilakukan mendapatkan keuntungan atau tidak yang disebut dengan
21
kelayakan bisnis (feasibility study). Hasil yang diharapkan dari suatu proyek harus
didasarkan pada perhitungan yang baik dan benar dengan menggunakan teknik
evaluasi seperti yang lazim dipakai dalam evaluasi proyek yaitu perhitungan atau
analisis yang didasarkan pada penilaian analisis finansial, ekonomi, sosial dan
analisis dampak lingkungan. Menurut Soekartawi (1996), sebelum memperhatikan
keempat analisis tersebut di atas terlebih dahulu mengidentifikasi proyek berdasarkan
tiga macam pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah proyek tersebut secara teknis dapat dilaksanakan (technically
feasible)?;
2. Apakah proyek tersebut secara ekonomi menguntungkan (economically
profitable)?;
3. Apakah proyek tersebut secara sosial dapat diterima oleh masyarakat (socially
acceptable)?.
Soekartawi (1996) menjelaskan untuk mengetahui kelayakan usaha secara
finansial maka perlu analisis BCR (Benefit Cost Ratio), NPV (Net Present Value)
dan IRR (Internal Rate of Return). Selanjutnya Kadariah (1986) menjelaskan bahwa
dalam analisa proyek ada beberapa kriteria yang sering dipakai untuk menentukan
diterima tidaknya suatu usulan proyek adalah gross benefit cost ratio, net benefit cost
ratio, profitability ratio, dan net present value.
1. BCR (Benefit Cost Ratio), dengan ketentuan bahwa penghitungan B/C dilakukan
pada kurun waktu yang bersamaan, agar tidak terjadi penghitungan ganda.
Kadariah (1986) menjelaskan bahwa pada tahun pertama usaha biasanya gross
22
cost lebih besar dari pada gross benefit, sehingga net benefit adalah negatif.
Rumus BCR menurut Rianse dan Abdi (2008) adalah sebagai berikut:
Keterangan: BCR = Benefit Cost Ratio Bt = benefit langsung dan tidak langsung pada tahun tahun t (Rp) Ct = biaya langsung dan tidak langsung pada tahun t (Rp) i = tingkat bunga
Menurut Padangaran (2008), Net Benefit Cost Ratio (NBCR) adalah angka yang
menunjukan besarnya keuntungan bersih yang diperoleh dari setiap satu rupiah
yang diinvestasikan, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Ukuran kelayakan suatu investasi dapat ditentukan dengan kriteria: Jika
NBCR > 1, berarti investasi layak atau menguntungkan, dan bila NBCR < 1
berarti investasi tidak layak atau merugikan, sedangkan bila NBCR = 1 berarti
investasi pulang pokok.
2. Net Present Value (NPV) adalah nilai sekarang dari selisih antara total benefit dan
total cost pada discount rate tertentu selama jangka waktu umur investasi
(Padangaran, 2008). NPV merupakan perkalian antara arus kas dan faktor
diskonto. Besarnya arus kas sudah memperhitungkan pengaruh perbedaan waktu.
Rianse dan Abdi (2008), menulis rumus secara matematis sebagai berikut:
23
Keterangan:NPV = Net Present ValueBt = benefit langsung dan tidak langsung pada tahun tahun t (Rp) Ct = biaya langsung dan tidak langsung pada tahun t (Rp) i = tingkat bunga
Rumus menurut Padangaran (2008), adalah sebagai berikut:
Keterangan:NPV = Nilai bersih sekarang dari selisih antara discount benefit dan discount
costBt = Benefit pada tahun ke t (Rp)Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun t (Rp)t = Tahun berlakunya investasin = Umur ekonomis aset utama (tahun)i = Tingkat bunga yang berlaku
Kriteria penilaian yang sering dipakai dalam menilai suatu proyek adalah apabila
NPV > 0 berarti investasi layak atau menguntungkan dan jika NPV < 0 berarti
investasi tidak layak atau merugikan, sedangkan bila NPV = 0 berarti investasi
pulang pokok.
3. Internal Rate of Return (IRR) dinyatakan dengan persen (%) yang merupakan
tolok ukur dari keberhasilan proyek. Menurut Padangaran (2008), kriteria IRR
menunjukan keuntungan yang diperoleh dari investasi setiap tahun selama umur
proyek. Secara matematis rumus IRR dapat ditulis (Rianse dan Abdi, 2008)
sebagai berikut:
24
Keterangan:IRR = Internal Rate of ReturnNPV1 = NPV positifNPV2 = NPV negatifi1 = tingkat bunga yang kecili2 = tingkat bunga yang besar
Jika IRR > tingkat bunga berarti investasi layakJika IRR < tingkat bunga berarti investasi tidak layakJika IRR = tingkat bunga berarti investasi pulang pokok
25
III. KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Pikir
Usaha budidaya rumput laut adalah merupakan suatu kegiatan investasi bagi
masyarakat dengan menggunakan sejumlah sumberdaya untuk memperoleh
keuntungan. Rumput laut merupakan komoditi ekspor yang memiliki nilai ekonomi
tinggi dengan pangsa pasar besar. Usaha budidaya rumput merupakan salah satu
subsistem agribisnis (subsistem usaha produksi primer) dalam usahatani.
Pengembangan agribisnis rumput laut ada berbagai macam aspek yang
mempengaruhi tingkat keberhasilannya, yaitu: (1) Aspek teknis yaitu menyangkut
kondisi lokasi, teknologi budidaya, pengadaan dan pemilihan bibit, (2) Aspek
ekonomi yaitu menyangkut ketersediaan serta permintaan pasar dan harga rumput,
(3) Aspek sosial yaitu menyangkut daya serap tenaga kerja, kesesuaian aturan dan
sikap masyarakat terhadap adanya usaha tersebut, (4) Aspek finansial yang
mencakup biaya yang digunakan, penerimaan dan keuntungan yang diterima nelayan,
dan (5) Aspek manajemen yang mencakup adanya pengelolaan bersama,
perencanaan produksi, pengorganisasian input.
Prospek pengembangan budidaya rumput laut dapat diketahui melalui aspek
teknis, ekonomi, sosial dan aspek manajemen yang dianalisis dengan menggunakan
analisis deskritif. Kelayakan finansial pada tingkat pembudidaya dianalisis
menggunakan analisis finansial yaitu penghitungan Net Present Value (NPV), Net
Benefit Cost Ratio (NBCR) dan Internal Rate of Return (IRR). Bila dalam analisis
tersebut kriteria persyaratan terpenuhi, maka pengembangan usaha agribisnis rumput
26
laut di Kecamatan Kulisusu mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan
(Gambar 1).
Gambar 1. Kerangka Pikir Prospek Pengembangan Agribisnis Rumput Laut di Kecamatan Kulisusu
27
Aspek Teknis Aspek Finansial
- Deskriptif (teknis, sosial, ekonomi, manajemen)- Analisis finansial:
- NBCR - IRR- NPV
- Korelasi Spearman Rank
- Koperasi- Kelompok nelayan- Rencana produksi
- Biaya- Penerimaan- Keuntungan
Prospek
- Potensi pasar- Harga
- Kondisi lokasi- Tehnik budidaya- Ketersediaan
bibit
Aspek ManajemenAspek Ekonomi
Pengembangan agribisnis rumput laut
- Tenaga kerja- Kesesuaian aturan- Sikap masyarakat
+-
Aspek Sosial
3.2 Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis
sebagai berikut:
1. Usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu layak secara teknis dan
finansial.
2. Agribisnis rumput laut di Kecamatan Kulisusu mempunyai prospek untuk
dikembangkan.
3. Faktor teknis, ekonomi, sosial, finansial dan manajemen memiliki hubungan
yang signifikan terhadap prospek pengembangan agribisnis rumput laut.
28
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Buton Utara.
Pemilihan lokasi dilakukan atas pertimbangan:
1. Kecamatan Kulisusu merupakan daerah dengan pembudidaya rumput laut
terbanyak yaitu 332 orang atau 52,53% dari total pembudidaya di Kabupaten
Buton Utara.
2. Kecamatan Kulisusu memiliki Teluk Kulisusu sebagai lokasi pengembangan
budidaya rumput laut.
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga selesainya
penyusunan laporan penelitian. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.2 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua nelayan pembudidaya rumput laut
di Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara dengan jumlah anggota populasi
sebanyak 332 Orang. Penarikan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple
random sampling) dengan dasar pertimbangan bahwa semua populasi di lokasi
penelitian mempunyai karakteristik sosial ekonomi yang relatif sama. Jumlah sampel
ditentukan dengan mengacu pada persamaan Bungin (2005). Secara matematis dapat
ditulis sebagai berikut:
29
Keterangan:n = Jumlah sampelN = Jumlah populasid = Nilai presisi (ketelitian) sebesar 95% atau a = 0,05
Sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak 182 orang
atau 54,82% dari jumlah anggota populasi.
4.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder:
1. Data primer adalah data yang langsung dari sumber pertama atau
pelaku usaha yang diperoleh melalui wawancara dengan nelayan budidaya dan
lembaga atau orang yang terlibat langsung dalam tataniaga rumput laut dengan
menggunakan kuisioner dan observasi di lapangan.
2. Data sekunder merupakan data yang diambil atau dengan
mempelajari dari sumber yang tidak langsung melalui studi kepustakaan dari
laporan-laporan, catatan-catatan, dan hasil penelitian terdahulu serta mencatat
data-data dari berbagai sumber yang berkaitan dengan penelitian.
4.4 Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti meliputi:
1. Aspek teknis, meliputi: kondisi dasar perairan, salinitas, suhu air laut, pH air laut.
2. Aspek ekonomi, meliputi: potensi pasar, produksi rumput laut, dan harga rumput
laut.
30
3. Aspek finansial, meliputi: sumber modal, biaya produksi, penerimaan, dan
keuntungan.
4. Aspek manajemen, meliputi: koperasi dan kelompok nelayan.
5. Aspek sosial, meliputi: tenaga kerja, kesesuaian aturan dan sikap masyarakat.
4.5. Teknik analisis data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kelayakan teknis dilakukan dengan analisis deskriptif.
2. Untuk menganalisis tingkat kelayakan usaha secara finansial dilakukan dengan
menggunakan model analisis sebagai berikut:
Analisis NPV (Net Present Value)
Analisis BCR (Benefit Cost Ratio)
Analisis IRR (Internal Rate of Return)
3. Untuk mengetahui prospek pengembangan agribisnis rumput laut dari aspek
teknis, sosial, ekonomi, dan manjemen maka digunakan Tabel Feasibility Tally
Sheet (Djamin, 1984) sebagai berikut:
31
Tabel 3. Tabel Feasibility Tally Sheet
Aspek
Penilaian
Faktor PembatasRating
Cl Cb Ch Cp Cm Ca Ct Ck Cr Cu Cw Co
Teknis
Sosial
Ekonomi
Manajemen
Keterangan:
Cl = Constraint lahanCb = Constraint bibitCh = Constraint pemeliharaanCp = Constraint hama dan penyakitCm = Constraint penerimaan masyarakatCa = Constraint kebijakan pemerintah setempatCt = Constraint ketrampilanCk = Constrain modalCr = Constraint pasarCu = Constraint pengelolaan usahaCw = Constraint waktu tanamCo = Constraint tenaga kerja
Apabila faktor pembatas (constraint) tidak terpenuhi atau sulit dipenuhi maka
diberi skor 0 dan jika dapat dipenuhi atau tidak sulit diatasi diberi skor 1, dan bila
tidak menjadi kendala maka diberi skor 2. Apabila rating yang diperoleh untuk
masing-masing aspek antara 5 – 10 maka berarti usaha agribisnis rumput laut
tersebut mempunyai prospek terhadap aspek teknis, sosial, ekonomi dan aspek
manajemen.
32
4. Untuk menganalisis hubungan signifikan antara faktor teknis, sosial, ekonomi
dan manajemen dengan pengembangan agribisnis rumput laut dianalisis dengan
menggunakan Korelasi Spearman Rank, dengan rumus:
Keterangan: rs = Koefisien Korelasi Rank Spearman di = Perbedaan antara kedua ranking N = Banyaknya sampel
Bila terdapat sejumlah besar angka yang sama dalam observasi, maka dapat
digunakan rumus sebagai berikut:
,
himpunan x berangka sama, dan
himpunan y berangka sama, dan
Kriteria pengujian:
Jika nilai koefisien Korelasi Rank Spearman (rs) bernilai positif, berarti
hubungan atau korelasi adalah positif dan sebaliknya. Untuk melihat apakah
hubungan atau korelasi tersebut signifikan atau tidak maka dilakukan dengan uji
keberartian korelasi untuk metode rho Spearman yaitu menggunakan hipótesis:
H0 : = 0
33
H1 : 0
Perhitungan nilai t, yaitu:
Dengan hasil nilai tersebut, selanjutnya adalah membandingkan dengan nilai t
yang diperoleh pada tabel dengan menggunakan derajat kebebasan n-2 dan nilai
α = 0,05.
Jika nilai probabilitas ≥ nilai α = 0,05 atau jika r s hitung ≥ rs tabel, maka H0
gagal diterima.
4.6 Konsep Operasional
1. Aspek teknis adalah variabel yang dapat mempengaruhi
pengembangan budidaya rumput laut yang erat kaitannya dengan kondisi lokasi.
a. Kondisi lokasi adalah gambaran keadaan dasar perairan,
salinitas, pH, dan suhu perairan daerah penelitian.
b. Dasar perairan adalah keadaan struktur paling bawah
perairan yang dinyatakan dalam skor.
c. Salinitas adalah kandungan garam perairan pada lokasi
penelitian dalam satuan ppt.
d. pH adalah tingkat keasamaan pada perairan lokasi penelitian.
e. Teknik budidaya adalah metode atau cara yang dilakukan
nelayan dalam pengembangbiakan rumput laut yang dinyatakan dengan skor.
34
f. Ketersedian bibit adalah kesiapan tanaman muda rumput laut
untuk dikembangbiakan yang dinyatakan dalam skor.
2. Aspek ekonomi adalah variabel yang mempengaruhi agribisnis
rumput berdasarkan kemampuan keuangan.
a. Pasar adalah tempat penjualan rumput laut di tingkat
kecamatan dinyatakan dengan skor.
b. Harga adalah nilai jual rumput laut yang didapatkan petani
yang dinyatakan dalam rupiah/kilogram.
3. Aspek finansial adalah variabel yang mempengaruhi berdasarkan
perbandingan pengeluaran dengan penerimaan.
a. Sumber modal adalah asal segala biaya yang digunakan
dalam usaha budidaya yang dinyatakan dalam skor.
b. Biaya adalah sejumlah pengeluaran uang yang digunakan
dalam budidaya sekali produksi yang dinyatakan dengan satuan rupiah.
c. Penerimaan adalah hasil fisik rumput laut dikali dengan
harga yang didapat nelayan yang dinyatakan dengan satuan rupiah.
d. Keuntungan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya
produksi dalam satuan rupiah.
4. Aspek sosial adalah variabel yang berhubungan dengan lingkungan
masyarakat.
a. Tenaga kerja adalah tenaga manusia yang digunakan dalam
usaha budidaya yang dinyatakan dengan jumlah orang.
35
b. Kesesuaian aturan adalah kecocokan antara aturan
pemerintah terhadap lokasi budidaya yang dinyatakan dengan skor.
c. Sikap masyarakat adalah tanggapan masyarakat terhadap
usaha agribisnis rumput laut yang dinyatakan dengan skor.
5. Aspek manajemen adalah variabel yang mempengaruhi yang dilihat
dari bagaimana keputusan akan diambil.
a. Koperasi adalah lembaga keuangan yang mengatur proses
produksi secara bersama dengan tujuan yang sama skor.
b. Kelompok nelayan adalah kumpulan orang yang bentuk
dengan tujuan yang sama skor.
c. Rencana produksi adalah perkiraan kegiatan yang akan
dilakukan oleh nelayan skor.
6. Jalur pemasaran adalah jalur yang ambil oleh nelayan untuk
memasarkan rumput laut dinyatakan dengan skor.
7. Luas tanam adalah jumlah bentangan tali ris yang digunakan untuk
mengembangbiakan rumput laut dalam satuan meter.
8. Produksi adalah jumlah rumput laut yang dihasilkan di Kecamatan
Kulisusu dalam satuan kg/tahun.
9. Prospek adalah indikator yang menunjukan bahwa usaha masih
memungkinkan dilakukan pada masa yang akan datang.
36
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian
Gambaran umum daerah penelitian yang diuraikan dalam penelitian ini
mencakup: letak geografis dan luas willayah, iklim dan curah hujan serta komposisi
penduduk Kecamatan Kulisusu.
5.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah
Kecamatan Kulisusu merupakan satu dari enam kecamatan yang terdapat di
Kabupaten Buton Utara. Menurut data BPS Kabupaten Buton Utara (2009), secara
administratif pemerintah Kecamatan Kulisusu terdiri dari 5 kelurahan dan 9 desa,
dengan luas wilayah secara keseluruhan adalah 172,78 km2. Batas wilayah
Kecamatan Kulisusu adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kulisusu Utara
Sebelah Timur berbatasan dengan Laut banda.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bonegunu dan laut Banda.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kulisusu Barat.
Kecamatan Kulisusu merupakan kecamatan tertua dan merupakan cikal bakal
kecamatan lainnya di Kabupaten Muna pada saat itu. Setelah pemekaran kabupaten
sebagai suatu daerah otonom, Kecamatan Kulisusu merupakan salah satu wilayah
Kecamatan dari enam kecamatan yang ada di Kabupaten Buton Utara. Jumlah dan
luas wilayah di Kecamatan Kulisusu dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Luas Wilayah Kecamatan Kulisusu Menurut Desa/Kelurahan
37
No Desa/Kelurahan Luas (Km2 ) Persentase (%)
1234567891011121314
BonelipuLemoRomboLinsowuLakoneaLipuBangkuduLojiKalibuEelahajiJampakaTomoahiWacu la’eaTri wacuwacu
13,69 3,38 8,44 6,75 4,88 3,99 8,73 3,25 4,4330,50 7,2913,2740,4323,75
7,93 1,96 4,88 3,91 2,82 2,31 5,05 1,88 2,5617,65 4,22 7,6823,4013,75
Jumlah 172,78 100,00Sumber: Kecamatan Kulisusu dalam Angka 2009
Tabel 4 menunjukan bahwa Desa Wacu la’ea merupakan desa yang memiliki
wilayah terluas di Kecamatan Kulisusu (23,40%), disusul Desa Eelahaji (17,65%),
sedangkan desa yang mempunyai wilayah terkecil adalah Desa Loji yang memiliki
luas wilayah 1,88% dari keseluruhan luas wilayah Kecamatan Kulisusu.
Berdasarkan data letak geografis dan luas wilayah Kecamatan Kulisusu tersebut,
maka potensi pengembangan budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu masih
sangat terbuka, karena sebagian besar desa/kelurahan terletak di daerah pesisir pantai
yang sangat sesuai untuk pengembangan budidaya rumput laut.
5.1.2 Iklim dan Curah Hujan
Keadaan musim di Kecamatan Kulisusu umumnya sama seperti daerah lain di
Indonesia yaitu mempunyai dua musim yakni musim kemarau dan musim penghujan.
Pada bulan November sampai dengan Maret angin bertiup dari benua Asia dan
38
Samudera Pasifik yang mengandung banyak uap air, sehingga menyebabkan
terjadinya hujan di sebagian wilayah Indonesia termasuk Kecamatan Kulisusu.
Sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan Juli dan Oktober, pada bulan ini
angin bertiup dari Benua Australia yang sifatnya kering dengan kandungan uap air
yang relatif sedikit. Kecamatan Kulisusu pada umumnya beriklim tropis dengan
suhu rata-rata antara 250C – 270C. Curah hujan rata-rata selama tahun 2008 adalah
sebesar 387 mm/bulan (BPS Kabupaten Buton Utara, 2009).
5.1.3 Komposisi Penduduk
Sumberdaya manusia adalah merupakan salah satu faktor penting dalam
pembangunan nasional yang berkelanjutan. Penduduk merupakan subjek yang juga
sekaligus sebagai objek pembangunan nasional. Jumlah penduduk yang besar
apabila dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang produktif dan
berkualitas akan merupakan modal pembangunan yang utama dan dapat
mendatangkan keuntungan dalam pembangunan suatu bangsa.
Penduduk Kecamatan Kulisusu pada tahun 2008 mencapai 19.607 jiwa yang
terdiri dari 9.718 jiwa laki-laki dan 9.889 jiwa perempuan. Kelurahan Lipu
merupakan daerah yang mempunyai tingkat kepadatan tertinggi yaitu sebesar 1.305
jiwa per km2, sedangkan kepadatan terendah adalah Desa Wacu La’Ea yaitu sebesar
9 jiwa per km2. Jumlah penduduk Kecamatan Kulisusu berdasarkan jenis kelamin
pada tiap desa/kelurahan disajikan pada Tabel 5.
39
Tabel 5. Penduduk Kecamatan Kulisusu Berdasarkan Jenis Kelamin Menurut Desa/Kelurahan
No Desa/KelurahanJumlah Penduduk (jiwa)
Laki-laki Perempuan Jumlah1 Bonelipu 1.195 1.251 2.4462 Lemo 787 742 1.5293 Rombo 471 460 9314 Linsowu 370 348 7185 Lakonea 940 869 1.8096 Lipu 2.521 2.684 5.2057 Bangkudu 1.098 1.214 2.3128 Loji 611 649 1.2609 Kalibu 331 290 62110 Eelahaji 319 314 63311 Jampaka 235 227 46212 Tomoahi 420 398 81813 Wacu La'ea 174 190 36414 Tri wacu-wacu 246 253 499
Jumlah 9.718 9.889 19.607Sumber: Kecamatan Kulisusu dalam Angka 2009
Tabel 5 menunjukan bahwa Desa Lipu merupakan desa yang memiliki jumlah
penduduk terbanyak di Kecamatan Kulisusu yaitu sebanyak 5.205 jiwa (26,55%),
disusul Desa Bonelipu dengan jumlah penduduk sebanyak 2.446 jiwa (12,48%),
sedangkan desa yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit adalah Desa Wacu
La'ea sebanyak 364 jiwa (1,86%). Dengan jumlah penduduk yang demikian akan
menjamin ketersediaan tenaga kerja dalam proses pengelolaan budidaya rumput laut,
sehingga menjadi peluang bagi petani dalam meningkatkan pengelolaan budidaya
rumput laut untuk meningkatkan kapasitas produksinya dalam upaya meningkatkan
pendapatan usahanya.
40
5.2 Identitas Petani Responden
Identitas responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi: umur, tingkat
pendidikan, pengalaman berusaha, dan jumlah tanggungan keluarga.
5.2.1 Umur
Kematangan seseorang baik secara fisik maupun bioligis dan mental dapat
dilihat dari berbagai indikator yang mempengaruhinya. Umur adalah merupakan
salah satu faktor sosial yang sangat berpengaruh terhadap aktifitas seseorang dalam
kehidupan sehari-hari. Perbedaan umur akan berpengaruh terhadap kemampuan
kerja seseorang dalam menjalankan suatu usaha. Secara umum petani yang berumur
lebih muda memiliki tenaga dan fisik yang lebih kuat untuk melakukan berbagai
kegiatan dalam pengelolaan budidaya rumput laut, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan produksi dan pendapatan usaha budidaya rumput laut.
Sidu (2002) menjelaskan bahwa secara umum banyak orang yang
berpendapat bahwa manusia dapat beraktivitas pada rentang usia 15 – 60 tahun, atau
sering disebut dengan umur produktif. Umur dibawah 15 tahun dikenal dengan
umur belum produktif sedangkan diatas 60 tahun adalah merupakan umur yang tidak
produktif pada aktifitas tertentu. Sedangkan Soeharjo dan Patong (1984)
mengelompokan umur berdasarkan produktif dan non produktif, yaitu kisaran 15 –
54 tahun termasuk umur produktif dan 55 tahun keatas dikategorikan umur
nonproduktif atau sudah tidak produktif lagi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa umur petani responden terendah adalah
18 tahun sedangkan umur tertinggi adalah 64 tahun dengan rata-rata 42,32. Umur
41
rata-rata 42,32 menunjukan bahwa petani responden pembudidaya rumput laut di
Kecamatan Kulisusu rata-rata tergolong dalam umur produktif. Hasil penelitian
tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Maisi (2005) dan Ardianto (2009)
yang menunjukan masing-masing umur petani rumput laut responden rata-rata 43
tahun dan 40,16 tahun. Berdasarkan ketiga hasil penelitian tersebut maka petani
rumput laut umumnya tergolong umur produkstif. Hal tersebut disebabkan dalam
pengelolaan budidaya rumput laut dibutuhkan tenaga dan kemampuan fisik yang
kuat, karena harus berhadapan dengan berbagai aktifitas di wilayah laut yang
menjadi lokasi budidaya rumput laut yang dikelola. Disamping itu dituntut untuk
lebih inovatif dalam menerapkan berbagai teknologi budidaya rumput laut dan
responsif terhadap berbagai perubahan yang terjadi untuk mengembangkan usaha.
Menurut Hernanto (1999), petani yang memiliki umur yang lebih muda
sangat inovatif terhadap perubahan-perubahan usahataninya dan sangat respek
terhadap teknologi yang akan diterapkan dalam kegiatan usahanya dan secara fisik
akan lebih kuat dalam mengelola usahataninya. Oleh karena itu, maka petani rumput
laut responden akan mampu mengelola usahanya secara optimal, sehingga dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidup keluarganya.
5.2.2 Pendidikan
Pendidikan formal bertujuan untuk menciptakan manusia-manusia yang
berkualitas dari segi pengetahuan dan penguasaan teknologi serta mempunyai etika
dan moralitas yang baik. Pendidikan formal merupakan suatu ukuran kemampuan
seseorang dalam melaksanakan aktivitas, sekalipun tidak berhubungan langsung
42
dengan kegiatan usaha yang dilakukam. Dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi diharapkan petani dapat berpikir secara rasional untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi dalam mengelola usaha yang dijalankan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa lama pendidikan formal petani responden
di Kecamatan Kulisusu rata-rata 8,23 tahun atau bila disetarakan dengan jenjang
pendidikan formal yaitu pada tingkatan pendidikan menengah. Hasil penelitian ini
tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Ardianto (2009) dimana mayoritas petani
responden tamat SMP dan SMA, namun berbeda dengan hasil penelitian Maisi
(2005) yang sebagian besar petani responden hanya tamat SD. Perbedaan tingkat
pendidikan formal tersebut dapat berdampak pada penguasaan ilmu pengetahuan dan
keterampilan serta daya pikir dalam mencari solusi penyelesaian berbagai masalah
yang dihadapi dalam usaha budidaya rumput laut. Petani responden dengan tingkat
pendidikan formal yang lebih tinggi tentunya memiliki pengetahuan dan wawasan
yang luas serta cara berpikir yang rasional. Dengan demikian akan mempercepat
proses adopsi inovasi dan informasi dalam upaya mengembangkan usaha budidaya
rumput laut yang dikelolanya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mukson dkk
(2005) bahwa pendidikan produsen pada tingkat tamat SLTP dan SLTA sudah
termasuk tinggi. Hal ini diharapkan dapat mendukung dalam menyerap berbagai
informasi tentang kegiatan yang terkait dengan bidang usaha yang dikelola.
5.2.3 Pengalaman Berusaha
Keberhasilan usaha budidaya rumput laut dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Pengalaman dalam berusaha merupakan salah satu faktor yang sangat menetukan
43
keberhasilan dalam menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Semakin lama
petani menggeluti kegiatan budidaya rumput laut, maka semakin banyak
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, sehingga mampu mengelola usahanya
secara efisien untuk meningkatkan produksi dan pendapatan.
Pengalaman berusaha petani responden di Kecamatan Kulisusu rata-rata 3,94
tahun dengan pengalaman terendah 1 tahun dan pengalaman terlama yaitu 7 tahun.
Menurut Soehardjo dan Patong (1984), kategori kurang berpengalaman apabila
menggeluti bidang pekerjaannya kurang dari 5 tahun, cukup berpengalaman apabila 5
– 10 tahun, dan berpengalaman apabila di atas 10 tahun. Berdasarkan pendapat
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata pengalaman berusaha petani
responden di Kecamatan Kulisusu termasuk kategori kurang berpengalaman. Hasil
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Ardianto (2009) dimana pengalaman
berusaha petani responden rata-rata 7,04 tahun (cukup berpengalaman) dan hasil
penelitian Maisi (2005) yang menunjukan pengalaman berusaha petani responden
rata-rata 11 tahun (berpengalaman). Berdasarkan data tersebut, maka pengalaman
berusaha petani responden dalam penelitian ini merupakan yang paling singkat,
sehingga keterampilan mereka dalam mengelola budidaya rumput laut masih rendah,
dan kemampuan dalam mengatasi berbagai persoalan yang dihadap masih sangat
minim jika dibandingkan dengan petani responden dalam penelitian Ardianto (2009)
dan Maisi (2005). Sebalinya petani responden dengan pengalaman yang banyak
akan mampu memilih dan menentukan alternatif yang lebih baik bagi usaha
peningkatan produksi dan pendapatan usaha budidaya rumput laut. Oleh karena
44
semakin lama pengalaman petani, maka petani tersebut semakin matang dalam
menghadapi persoalan-persoalan dalam usahanya, sehingga mampu menentukan
alternatif yang tepat sebagai solusi dari berbagai persoalan yang dihadapi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hernanto (1999) bahwa dengan pengalaman yang cukup
dalam suatu kegiatan usahatani, maka petani yang bersangkutan sudah mengetahui
masalah dan kendala yang terjadi dalam usahataninya. Dengan pengalaman yang
cukup maka petani akan mampu mengorganisir usahanya sehingga diperoleh hasil
yang maksimal.
5.2.4 Jumlah Tanggungan Keluarga
Tanggungan keluarga adalah sejumlah orang yang tinggal dalam satu rumah
yang secara langsung menjadi beban atau tanggungan kepala keluarga ataupun yang
tidak serumah namun masih merupakan tanggungan kepala kaluarga. Tanggungan
keluarga merupakan salah satu sumberdaya manusia yang dapat dikembangkan untuk
membantu usaha keluarga. Jumlah tanggungan keluarga yang besar sebenarnya
merupakan suatu aset penting dan sekaligus merupakan potensi yang penting sebagai
sumber tenaga kerja dalam pengembangan usaha.
Pengelompokan jumlah tanggungan keluarga dilakukan berdasarkan
klasifikasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) yakni tanggungan keluarga kecil 1 – 3
orang, tanggungan keluarga sedang 4 – 6 orang, dan tanggungan keluarga besar
adalah lebih dari 6 orang. Berdasarkan hasil penelitian jumlah tanggungan keluarga
petani responden di Kecamatan Kulisusu berkisar antara 2 - 7 orang dengan rata-rata
jumlah tanggungan keluarga sebanyak 4,07 orang. Hasil penelitian ini hampir sama
45
dengan hasil penelitian Ardianto (2009) yakni jumlah tanggungan keluarga petani
responden berkisar antara 2 – 8 orang dengan rata-rata 4,31 orang. Demikian pula
dengan penelitian yang dilakukan Maisi (2005) dimana jumlah tanggungan keluarga
petani responden berkisar antara 1 – 9 orang dengan rata-rata 4 orang. Berdasarkan
data ketiga hasil penelitian tersebut diketahui bahwa dalam segi kisaran jumlah
tanggungan keluarga terdapat sedikit perbedaan diantara ketiga hasil penelitian
tersebut, namun jika dilihat dari rata-rata jumlah tanggungan keluarga maka ketiga
hasil penelitian menunjukan jumlah tanggungan keluarga petani responden yang
tergolong sama yakni kategori tanggungan keluarga sedang (4 – 6 orang).
Dengan jumlah tanggungan keluarga yang demikian, maka diharapkan
sebagian tanggungan keluarga sudah berada pada usia produktif, sehingga dapat
menjadi sumber tenaga kerja untuk membantu petani responden dalam mengelola
usaha budiday rumput laut. Hal ini sesuai dengan pendapat Hernanto (1999) bahwa
dengan semakin banyaknya tanggungan keluarga dalam suatu rumah tangga, maka
hal tersebut menggambarkan adanya ketersediaan tenaga kerja. Oleh karena itu
dengan tersedianya tenaga kerja yang cukup dalam suatu rumah tangga, maka dalam
suatu kegiatan usahatani tidak memungkinkan adanya penyewaan tenaga kerja di luar
keluarga.
5.3 Deskripsi Usaha Budiadaya Rumput laut
5.3.1 Luas Lahan
Luas lahan merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam
pengelolaan suatu usaha budidaya rumput laut, karena menentukan besar kecilnya
46
skala usaha, mempengaruhi jumlah penggunaan faktor produksi yang lain, dan pada
akhirnya akan menentukan tingkat produksi dan pendapatan petani. Luas lahan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah banyaknya jumlah bentangan tali ris yang
diusahakan petani untuk pembudidayaan rumput laut.
Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah bentangan tali ris yang
diusahakan petani responden untuk pembudidayaan rumput laut berkisar antara 10
sampai 180 bentangan dengan rata-rata sebanyak 92,28 bentangan. Banyak
sedikitnya jumlah bentangan tali ris yang diusahakan petani menunjukan besar
kecilnya skala usaha budidaya rumput laut yang dikelola petani responden di
Kecamatan Kulisusu. Perbedaan skala usaha tersebut akan berimplikasi pada
perbedaan produksi dan produktivitas usaha budidaya rumput laut yang akan dicapai,
namun tidak menutup kemungkinan skala usaha dengan jumlah bentangan tali ris
kurang dari 92,28 bentangan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi bila
dikelola secara efisien. Oleh karena itu diharapkan agar petani responden mampu
mengusahakan lahannya secara optimal, sehingga memperoleh produksi dan
produktivitas usaha budidaya rumput laut yang tinggi. Soekartawi (2002)
mengemukakan bahwa luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan
efisien tidaknya suatu usaha pertanian.
5.3.2 Lokasi Budidaya
Lokasi budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu merupakan lokasi yang
relatif aman dari ombak dan arus yang keras, karena terletak di Teluk Kulisusu.
Kondisi dasar perairan lokasi budidaya adalah lumpur berpasir maupun pasir berbatu.
47
Secara garis besar lokasi tersebut masih relatif aman dari pencemaran yang langsung
diakibatkan olah manusia, akan tetapi pada musim hujan lokasi budidaya banyak
dipengaruhi oleh air hujan atau banjir kiriman dari sungai besar yang ada di
Kabupaten Buton Utara yang bermuara di Teluk Kulisusu.
Pada saat musim hujan, salinitas di lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh
adanya air hujan. Pasokan air hujan akan mengakibatkan perubahan kadar garam,
sedangkan salinitas sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan rumput laut.
Berdasarkan wawancara dengan responden selama melakukan usaha, pada saat
musim hujan tingkat keberhasilan budidaya di daerah muara akan berkurang yang
diakibatkan oleh adanya hujan yang menyebabkan kotornya lokasi perairan dan
mengakibatkan kekeruhan air di lokasi budidaya. Sedangkan pada musim kemarau
tingkat keberhasilan usaha budidaya rumput laut lebih baik, karena lokasi budidaya
dalam keadaan jernih, sehingga pertumbuhan rumput laut lebih optimal. Disamping
itu kedalaman lokasi budidaya dan pH juga turut mempengaruhi keberhasilan usaha
budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu. Kondisi perairan Kecamatan Kulisusu
secara umum dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kondisi Perairan Lokasi Budidaya Rumput Laut di Kecamatan Kulisusu
No Parameter Ideal Aktual12345
SalinitaspH air lautSuhuKedalamanKecerahan
28 – 33 per mil6,5 – 8,026 – 30oC
2 – 5 metercerah
31 per mil7,2
330C5 meter100%
48
Tabel 6 menunjukan bahwa tingkat salinitas air laut di lokasi budidaya
rumput laut memiliki nilai 31 per mil, pH sebesar 7,2, suhu 330C, kedalaman 5 meter,
dan kecerahan 100%. Berdasarkan data tersebut maka salinitas, pH, kedalaman, dan
kecerahan berada pada kondisi yang ideal untuk budidaya rumput laut sebagaimana
yang dijelaskan Indriani dan Sumiarsih (2003). Sedangkan kondisi suhu perairan
tidak berada pada kondisi yang ideal, hal tersebut disebabkan penggukuran dilakukan
pada musim kemarau sehingga suhu permukaan air laut lokasi budidaya tinggi.
Kondisi suhu yang demikian dapat mengakibatkan terganggu pertumbuhan rumput
laut. Menurut responden suhu air pada saat dilakukan penggukuran jauh lebih panas
dibandingkan dengan suhu sebelumnya, sehingga mengakibatkan menurunnya
produksi rumput laut.
5.3.3 Metode Budidaya
Metode budidaya yang digunakan petani responden dalam melakukan usaha
budidaya rumput laut adalah metode rawai atau yang biasa dikenal dengan istilah
long line sebagaimana metode yang dimaksud oleh Sudradjat (2008). Dalam upaya
untuk memaksimalkan hasil produksi, maka petani telah melakukan upaya termasuk
menerapkan berbagai metode budidaya. Tetapi setelah mencoba berbagai macam
cara termasuk menggunakan rakit dengan jaring tingkat, keberhasilan metode rawai
atau long line lebih baik dari yang lainnya. Beberapa faktor yang menyebabkan
petani responden menggunakan metode rawai dalam melakukan usaha budidaya
rumput laut di Kecamatan Kulisusu adalah:
Lokasi masih memungkinkan untuk menggunakan metode tali tunggal apung.
49
Pada motode ini kesuburan tanaman merata.
Gampang dilakukan perawatan dan pemeliharaan rumput laut.
Tahapan–tahapan dan bahan yang dibutuhkan pada budidaya rumput laut di
Kecamatan Kulisusu adalah:
1. Persiapan lahan dan persiapan bahan
Persiapan lahan dilakukan untuk mengetahui lokasi yang sebaiknya
dipilih oleh petani sebagai lokasi budidaya rumput laut. Pemilihan lokasi
tersebut dilakukan oleh petani hanya berdasarkan pengamatan fisik terhadap
kondisi perairan, antara lain kedalaman lokasi, luas lokasi, keadaan arus, dan
kejernihan air laut.
Bahan yang digunakan dalam usaha budidaya rumput laut yang termasuk
biaya investasi adalah segala bentuk biaya yang dikeluarkan untuk melakukan
usaha saat usaha akan dimulai sampai usaha tersebut dioperasikan. Dalam
penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: tali, pelampung, tiang pancang,
perahu besar, perahu kecil, mesin katinting, rumah jaga, dan tempat penjemuran.
Proses produksi usaha budidaya rumput laut dalam setahun di Kecamatan
Kulisusu dilakukan sebanyak lima kali periode usaha secara efektif. Adapun
input produksi yang termasuk dalam biaya operasional yang dibutuhkan dalam
usaha budidaya dalam satu periode antara lain: bibit, tali rapiah, biaya tenaga
kerja pembibitan, pemasangan tali, biaya pemeliharaan, biaya panen, biaya
penjemuran, biaya pengepakan dan biaya bahan bakar.
50
Faktor utama dalam usaha budidaya rumput laut adalah ketersedian bahan
yang akan digunakan sebagai media pemeliharaan adalah tali yang secara efektif
dapat digunkan selama tiga tahun. Adapun bahan yang diperlukan adalah:
- Tali ukuran 4 mm sebagai tali ris atau tali rentang sebagai tempat
untuk mengikat bibit rumput laut. Satu kilogram tali ukuran 4 mm dapat dibagi
menjadi 2 tali ris atau kira-kira sepanjang 50 m. Tali ukuran 4 mm dapat
diperoleh petani di Kendari atau di Kecamatan Kulisusu dengan harga per
kilogram sebesar Rp. 40.000.
- Tali kecil ukuran 1,5 mm yang digunakan sebagai tali pengikatan bibit
yang ditanam. Tali tersebut dibeli dengan harga Rp. 5000 untuk satu untai
kecil, untuk satu tali ris menggunakan 2 untai tali ukuran 1,5 mm.
- Tali ukuran 6 mm yang oleh petani disebut dengan istilah tali
pemasangan yaitu tali yang digunakan sebagai pengganti tiang tempat mengikat
tali ris. Tali tersebut ditanam langsung di dasar perairan dengan menggunakan
patok kayu sepanjang satu meter. Satu tali ris membutuhkan dua batang kayu
pancang. Penggunaan metode ini lebih menguntungkan, karena kayu yang
tertanam dalam lumpur akan lebih tahan lama, selain itu metode ini tidak
banyak membutuhkan kayu sehingga dapat dikatakan ramah lingkungan karena
mengurangi penebangan bakau sebagai bahan tiang pancang dalam usaha
budidaya rumput laut.
- Pelampung dapat berupa botol polietilen atau dapat berupa botol aqua
dan styrofoam yang dapat digunakan selama satu tahun. Bahan pelampung
51
tersebut banyak terdapat di lingkungan masyarakat setempat bahkan
didatangkan dari Kendari. Satu botol aqua dapat diperoleh seharga Rp 400.
Kebutuhan pelampung untuk satu tali ris yaitu 8 sampai 10 buah pelampung.
2. Pembibitan
Pemasangan bibit biasa dilakukan pada malam hari atau pada pagi hari di
tempat yang terlindung dari matahari untuk menjaga kesegaran bibit yang
ditanam. Bibit yang ditanam berjarak sekitar 25 – 30 cm antara satu bibit dengan
bibit yang lainnya. Bibit yang digunakan adalah bibit lokal yaitu petani
mempersiapkan sendiri atau dapat diperoleh dari petani lain dengan harga satu
tali ris bibit adalah Rp. 150.000 dengan berat kira-kira 15 kg. Satu tali ris dapat
memakai bibit sebanyak 1 kilogram. Pemasangan bibit bila menggunakan tenaga
kerja sewa diberi upah sebesar Rp. 3.000 untuk satu tali ris.
3. Penanaman
Penanaman dilakukan pada pagi hari agar tanaman terhindar dari sengatan
sinar matahari. Penanaman dilakukan dengan menggunakan perahu besar
bermesin untuk menuju ke lokasi budidaya. Penanaman dapat diselesaikan
dengan menggunakan sebanyak 10 orang tenaga kerja dengan biaya tenaga kerja
sebesar Rp. 40.000 per orang. Perahu tersebut dapat digunakan selama 10 tahun
dengan melakukan perawatan perahu setiap enam bulan sekali. Perawatan perahu
besar dapat berupa pengecatan, penambalan kebocoran perahu. Kebutuhan bahan
dan rincian biaya perawatan dan pemeliharaan perahu dapat dilhat pada
lampiran.
52
4. Pemeliharaan
Upaya yang dilakukan oleh petani untuk dapat mempertahankan
pertumbuhan rumput laut adalah dengan melakukan pemeliharaan. Sarana yang
dibutuhkan dalam pemeliharaan adalah perahu kecil tanpa mesin yang dapat
digunakan selama 10 tahun. Fungsi utama dari perahu tanpa mesin tersebut
adalah sebagai sarana utama yang digunakan untuk mengontrol tanaman setiap
hari. Pemeliharaan yang dilakukan adalah pemeriksaan secara rutin tanaman
setiap hari oleh 2 orang tenaga kerja untuk 100 tali rentang. Penyakit yang sering
menyerang rumput laut di Kecamatan Kulisusu adalah adanya luka pada tanaman
yang banyak terjadi pada saat musim kemarau yang disebabkan oleh suhu air
yang tinggi. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut maka petani
menenggelamkan tanaman lebih dalam. Disamping itu ice-ice adalah salah satu
penyakit yang sering menyerang tanaman rumput yang disebabkan oleh
kurangnya arus, sehingga kotoran dan debu dapat melengket. Jenis penyakit lain
yang sering menyerang tanaman rumput laut di daerah penelitian adalah
timbulnya luka pada tanaman dan munculnya sejenis kerang kecil pada tanaman.
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan pembersihan kotoran yang melekat
pada tanaman dan penggantian tali yang rusak atau pemasangan tanaman yang
lepas. Untuk membersihkan kotoran yang melekat dilakukan dengan cara
penggoyangan tanaman agar kotoran yang melekat dapat terlepas (Anggadiredja
(2006). Perawatan dan pemeliharaan tanaman dilakukan secara rutin setiap hari
53
sekaligus untuk mengetahui pertumbuhan tanaman. Pemeliharaan tanaman
sangat perlu dilakukan juga untuk mencegah adanya serangan hama dan penyakit.
5. Panen dan pascapanen
Untuk mendapatkan hasil yang baik rumput laut membutuhkan waktu
kurang lebih 40 – 45 hari untuk dipanen. Kegiatan panen dilakukan pada pagi
hari agar rumput laut dapat langsung dijemur di terik matahari. Cara panen yang
sering dilakukan di lokasi penelitian yaitu dengan cara melepas tali ris, kemudian
dilakukan perontokan rumput laut langsung dipara-para atau penjemuran dengan
cara menarik tali ris pada sebuah kayu bulat atau sebatang bambu. Metode panen
seperti ini banyak dilakukan di lokasi penelitian karena lebih cepat dan langsung
di lokasi penjemuran.
Kegiatan panen dilakukan oleh 10 orang tenaga kerja untuk satu hari
panen, dengan produksi tali ris dapat mencapai antara 10 – 15 kilogram rumput
laut kering. Menurut keterangan responden bahwa produksi maksimal hanya
diperoleh selama dua periode produksi, sedangkan untuk tiga kali panen
berikutnya produksi rumput laut hanya berkisar 3 – 5 kg rumput laut kering.
Selanjutnya penjemuran dilakukan selama 2 – 3 hari pada terik matahari atau
lebih bila matahari tidak terlalu panas. Pada tahap penjemuran juga ikut
menentukan kualitas rumput laut yang dihasilkan, sehingga pada saat penjemuran
sekaligus dilakukan pembersihan kotoran yang ada.
Selanjutnya setelah rumput laut sudah cukup kering maka dilakukan
pengepakan. Pengepakan yang biasa dilakukan di lokasi penelitian yaitu dengan
54
memasukan rumput laut kering ke dalam karing. Rumput laut kering yang sudah
dikarungkan selanjutnya disimpan untuk menunggu dipasarkan.
5.3.4 Pemasaran
Rumput laut di Kecamatan Kulisusu dipasarkan dalam bentuk kering kepada
para pedagang. Pedagang yang melakukan pembelian rumput laut adalah pedagang
lokal ditingkat desa dan pengumpul yang lebih besar ditingkat kecamatan serta
pedagang pengumpul di tingkat kabupaten. Rumput laut kering dijual kepada
pengumpul dengan harga Rp. 10.000 per kilogram, baik kepada pengumpul lokal di
tingkat desa maupun pengumpul di tingkat kecamatan. Pengumpul tingkat lokal
melakukan mitra usaha dengan petani dengan memberikan kemudahan kepada petani
yang menjadi mitra usaha. Pembelian yang dilakukan di tingkat lokal yaitu
melakukan transaksi di lokasi budidaya atau pihak pembeli akan menjemput
langsung di lokasi budidaya.
Keterangan petani responden bahwa dalam transaksi penjualan rumput laut
kering semua biaya, baik biaya pengangkutan maupun biaya retribusi ditanggung
oleh pengumpul, hal ini tentunya menguntungkan petani dalam pemasaran hasil. Tapi
bagi petani yang menjual hasil produksi rumput laut kepada pengumpul di tingkat
kecamatan atau kabupaten akan menanggung biaya pengangkutan dan biaya buruh.
Secara umum pengumpul rumput laut baik yang lokal maupun pengumpul tingkat
kecamatan dan kabupaten akan memasarkan hasil produksi rumput laut ke Kota
Kendari dan Kota Bau-bau. Gambaran mengenai jumlah pengumpul rumput laut di
Kecamatan Kulisusu dapat dilihat dalam Tabel 7.
55
Tabel 7. Jumlah Pembeli Rumput Laut di Kecamatan Kulisusu
No Pembelil Rumput Laut Jumlah (orang)
1
2
3
Pengumpul lokal
Pengumpul tingkat kecamatan
Pengumpul besar tingkat kabupaten
11
4
2
Total pembeli 16
Saluran pemasaran rumput laut di Kecamatan Kulisusu dimulai dari petani
memasarkan kepada pembeli tingkat desa atau lokal, akan tetapi kadang ada juga
pembudidaya yang memasarkan tanpa menjual ke pembeli tingkat desa atau lokal.
Pengumpul tingkat desa akan memasarkan kepada pengumpul tingkat kecamatan
atau pengumpul yang lebih besar dan selanjutnya akan memasarkan ke Kendari atau
Bau-Bau. Saluran pemasaran rumput laut di Kecamatan Kulisusu disajikan pada
gambar 2.
56
Petani Rumput Laut
Pengumpul lokal/desa
Pengumpul besar tingkat kabupaten
Pengumpul yang lebihbesar tingkat kecamatan
Kendari Bau - Bau
5.4 Analisa Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Rumput Laut
Usaha budidaya rumput laut adalah merupakan suatu kegiatan usaha yang
mencangkup kegiatan pembangunan sarana dan prasarana penunjang sampai pada
pemasaran hasil produksi. Teknologi usaha budidaya rumput laut mudah diadopsi
dan diterapkan oleh masyarakat, tetapi pengelolaannya memerlukan kecermatan dan
kedisiplinan yang tinggi dalam berusaha untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Kemampuan pengelolaan usaha yang baik dan pengalaman usaha yang memadai
dengan penggunaan input produksi secara efektif dan efesien untuk mendapatkan
hasil yang tinggi.
Biaya dalam usaha budidaya rumput laut dikelompokan menjadi dua
kelompok yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya
tetap (fixed cost) adalah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha yang jumlahnya
tetap meskipun volume produksi berubah-ubah. Biaya tetap yang besar pada usaha
budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu adalah harga mesin karena mesin
jarang atau sedikit yang menjual barang-barang tersebut. Sedangakan biaya lain tidak
terlalu besar biayanya karena di Kecamatan Kulisusu bahan tersebut masih gampang
di dapat. Rincian biaya kebutuhan dalam usaha budidaya rumput laut di Kecamatan
Kulisusu sebagaimana yang tersaji pada Tabel 7.
57
Tabel 7. Rincian Bahan Kebutuhkan Usaha Tani Rumput Laut
No Uraian jumlahHarga satuan Harga
1 Tali 4 mm (kg) 50 40,000 2,000,000 2 Tali 1 mm (untai) 200 5,000 1,000,000 3 Tali 6 mm (kg) 3 50,000 150,000 4 Pelampung/btl aqua (bh) 1000 400 400,000 5 Tiang pancang panjang 1 m 200 1,000 200,000 6 Perahu besar 1 4,000,000 4,000,000 7 Perahu kecil 1 600,000 600,000 8 Mesin katinting 5,5 PK 1 4,000,000 4,000,000 9 Terpal ukuran 4x3 (lmbr) 3 250,000 750,000
10 Mesin genset (bh) 1 2,000,000 2,000,000 11 Balon philps 18 watt (bh) 3 40,000 120,000 12 Parang kerja (bh) 2 50,000 100,000 13 pisau kerja (bh) 5 25,000 125,000 14 sewa lahan 1 1,000,000 1,000,000 15 Rumah jaga (rincian terlampir) 1 6,600,000 6,600,000 16 Tempat penjemuran (rincian terlampir) 1 5,550,000 5,550,000 17 biaya pencarian dan pengecekan lokasi 2 150,000 300,000 18 pengurusan izin lokasi 1 150,000 150,000
Total biaya 29,045,000
Sedangkan biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang digunakanan
dalam kegiatan usaha yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan jumlah produksi.
Satu siklus produksi budidaya rumput laut memerlukan waktu selama 40 – 45 hari,
sehingga satu tahun usaha budidaya efektif berproduksi selama lima siklus.
Komponen biaya selama satu kali produksi relatif sama maka biaya variabel satu
tahun didapatkan dari akumulasi lima kali siklus produksi. Pada Tabel 8
menggambarkan rincian kebutuhan yang termasuk dalam biaya variabel.
58
Tabel 8. Rincian Biaya Variabel Usaha Budidaya Rumput Laut
No Uraian jumlahHarga satuan Harga
1 harga bibit (kg) 100 10,000 1,000,000 2 Tali rapiah (kg) 1 15,000 15,000 3 biaya pembibitan (tali/orang) 100 3,000 300,000 4 biaya pemasangan tali ris (orang/hari) 10 30,000 300,000 5 Biaya pemeliharaan 45 hari (2 rorang) 90 30,000 2,700,000 6 biaya panen (orang/hari) 10 30,000 300,000 7 Biaya penjemuran 4 hari (2 orang) 8 30,000 240,000 8 Bahan bakar bensin 10 liter / hari (45 hari) 450 8,000 3,600,000 9 biaya pengangkutan di bodi (kg) 1000 1,000 1,000,000
10 Biaya pengangkutan didarat 5 orang 5 30,000 150,000 Total 9,605,000
Penerimaan usaha budidaya rumput laut adalah bersumber dari penjualan
hasil pada satu siklus produksi. Sehingga produksi dalam satu adalah merupakan
akumalasi dari beberapa siklus produksi rumput laut. Penerimaan bersih adalah
merupakan produksi dalam satun produksi yang telah dikurangi dengan biaya
produksi dan telah dilakukan potongan retribusi hasil perikanan.
Berdasarkan data keuangan yang dilakukan dalam usaha budidaya rumput
laut di Kecamatan Kulisusu maka kelayakan usaha dapat ditentukan dengan
penghitungan NPV (Net Present Value), NBCR (Net Benefid Cost Ratio), dan
penghitungan IRR (Internal Rate of Return) sebagai berikut:
5.4.1 NPV (Net Present Value)
Hasil perhitungan NPV usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu
dengan asumsi bahwa discount faktor (Df) sebesar 15 % pada setiap tahun. Hasil
perhitungan sebagaimana terdapat pada lampiran 1, terlihat bahwa jumlah
59
keuntungan yang akan diterima adalah sebesar Rp. 31.880.000 sampai pada akhir
tahun ke-10.
Hasil perhitungan Nilai present value pada discount faktor (Df) 15 % adalah
sebesar Rp. 7.325.845. Angka 7.325.845 berarti usaha ini mampu menghasilkan
keuntungan bersih dengan nilai sekarang sebesar Rp.7.325.845 yang menunjukan
bahwa NPV > 0. Dengan demikian budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu
layak secara finansial untuk dikembangkan.
5.4.2 NBCR (Net Benefed Cost Ratio)
Perhitungan NBCR yang dilakukan terhadap usaha budidaya rumput laut di
Kecamatan Kulisusu pada didapatkan nilai NPV+ sebesar 26.372.845 dan NPV-
sebesar 19.020.000. Dari hasil perhitungan NBCR didapatkan 1,39 sebagaimana
terdapat pada lampiran 2. Nilai NBCR sebesar 1,39 berarti NBCR > 1 yang berarti
usaha budidaya rumput laut tersebut layak secara finasial berdasarkan kriteria NBCR.
NBCR = 1,39 berarti bahwa setiap satu rupiah yang diinvestasikan dalam usaha
budidaya tersebut akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp. 1,39.
5.4.3. IRR (Internal Rate of Return)
Kriteria Internal Rate of Return (IRR) menunjukan persentase keuntungan
yang diperoleh dari investasi setiap tahun umur usaha, sehingga untuk menentukan
kelayakan usaha indikator IRR selalu di bandingkan dengan tingkat bunga uang yang
berlaku di bank. Untuk memperoleh nilai IRR maka perlu di lakukan perhitungan
percobaan sampai lanjutan NPV mencapai nilai negatif. Dari hasil perhitungan
percobaan sampai discount faktor 23 % dengan perolehan nilai masih positif dengan
60
nilai 1.230.390 maka dilanjutkan pada discount faktor 24% maka diperoleh nilai
-1.240.790. Dengan penggunaan rumus maka diperoleh nilai IRR sebesar 23,5%.
Nilai 23,5% menunjukan bahwa kemampuan usaha ini untuk menghasilkan
keuntungan atas investasi yang dilakukan adalah sebesar 23,5% per tahun.
5.5 Prospek Pengembangan
Pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu
Kabupaten Buton Utara dapat ditentukan berdasarkan empat aspek indikator prospek
pengembangan yakni; (1) aspek teknis yang mencakup parameter ketersediaan bibit,
keterjangkauan lokasi, keterampilan bertani, penanganan hama dan penyakit,
ketersedian bahan. (2) Aspek ekonomi yang mencakup parameter ketersediaan
modal, ketersediaan pasar, kesesuaian harga, pengumpul lokal. (3) Aspek finansial
yang meliputi parameter sumber modal, biaya produksi, penerimaan dan keuntungan.
(4) aspek manajemen yang mencakup parameter sub indikator pengelolaan usaha,
pengelolaan tenaga kerja, pengaturan waktu tanam, adanya kelompok nelayan
budidaya dan ketersedian koperasi nelayan. (5) aspek sosial yang mencakup
parameter sub indikator penerimaan masyarakat, kebijakan pemerintah, ketersediaan
tenaga kerja, kejahatan pencurian di lokasi budidaya.
5.5.1 Prospek Aspek Teknis
Prospek pengembangan agribisnis rumput laut di Kecamatan Kulisusu dari
aspek teknis yang didasarkan pada pendapat responden mengenai: ketersediaan bibit,
keterjangkauan lokasi, keterampilan bertani, penanganan hama dan penyakit, serta
61
ketersediaan bahan. Secara jelas hasil analisis parameter di atas dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Analisis Faktor-faktor Pembatas pada Aspek Teknis
No Parameter aspek teknis Pendapat Responden Skor12345
Ketersediaan bibitKeterjangkauan lokasiKetrampilan bertaniPenanganan hama dan penyakitKetersediaan bahan
Tidak menjadi kendalaTidak menjadi kendalaTidak menjadi kendalaTidak menjadi kendalaTidak menjadi kendala
22222
Total skor 10Sumber: Analisis Data Primer Tahun 2009
Tabel 9 menunjukan bahwa semua atau 100% dari 182 responden
mengatakan bahwa semua parameter teknis yang berhubungan dengan budidaya
rumput laut bukan merupakan kendala untuk melakukan usaha. Ketersediaan lokasi
menurut responden bukan merupakan kendala karena setiap titik di Teluk Kulisusu
merupakan lokasi yang cocok untuk budidaya. Responden memiliki lokasi yang jelas
dengan dikeluarkannya izin lokasi yang diketahui oleh pemerintah setempat dalam
hal Dinas Kelautan dan perikanan. Keterjangkauan lokasi responden berpandapat
bahwa usaha budidaya yang dilakukan Teluk Kulisusu dianggap biasa atau tidak
menjadi kendala karena Teluk Kulisusu merupakan tempat berusaha mereka sebelum
melakukan usaha budidaya. Keterampilan bertani dalam hal ini melakukan usaha
budidaya rumput laut serta penanganan hama dan penyakit bukan merupakan kendala
dalam berusaha karena usaha tersebut sudah merupakan rutinitas responden.
62
5.5.2 Prospek Aspek Ekonomi
Prospek ekonomi pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kecamatan
Kulisusu didasarkan beberapa indikator yaitu ketersediaan modal usaha,
ketersediaan pasar, Kesesuaian harga dan adanya kesiapan penggumpul lokal. Hasil
analisis parameter aspek ekonomi adalah sebagai mana disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Analisis Faktor-faktor Pembatas pada Aspek Ekonomi
No Parameter Aspek Ekonomi Pendapat Responden Skor1234
Ketersedian modalKetersedian pasarKesesuaian hargaKesiapan pengumpul lokal
Tidak menjadi kendalaTidak menjadi kendalaMenjadi suatu kendalaTidak menjadi kendala
2202
Total skor 6Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2009
Tabel 10 menunjukan bahwa sebagian besar parameter aspek ekonomi yang
digambarkan oleh responden sebagai suatu hal yang tidak akan menjadi kendala atau
penghambat yang berarti dalam usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu
kecuali kesesuaian harga. Keseuaian harga menjadi suatu kendala disebabkan oleh
adanya permainan harga oleh para pembeli baik di tingkat pembeli lokal maupun
pengumpul besar. Terjadinya permainan harga ini disebabkan oleh kecilnya
kemungkinan pemasaran hasil yang dilakukan sendiri oleh nelayan jalur pasar yang
lebih jauh.
Ketersedian modal usaha oleh responden tidak menjadi sebagai suatu
masalah, nelayan memiliki sumber modal selain modal sendiri yaitu adanya bank
maupun adanya modal dari pemilik modal dengan sistem bagi hasil dan adapula
63
modal dari pembeli hasil rumput laut dengan harapan mereka sebagai pembeli hasil
dengan harga pembelian dari pemilik modal.
5.5.3 Prospek Aspek Finansial
Prospek aspek finansial pengembangan usaha budidaya rumput laut di
Kecamatan Kulisusu berdasarkan persepsi responden tentang parameter yang
berhubungan dengan dengan adanya sumber modal, biaya produksi, penerimaan dan
keuntungan yang didapat oleh nelayan sebagai mana tersaji pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Analisis Faktor-faktor Pembatas pada Aspek Finansial
No Parameter Aspek Finansial Pendapat Responden Skor1234
Sumber modalBiaya produksiPenerimaanKeuntungan
Tidak sulit diatasiTidak menjadi masalahTidak menjadi kendalaMeunguntungan
1222
Total skor 7Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2009
Usaha budidaya rumput laut yang dilakukan oleh petani responden
merupakan usaha yang dilakukan sebagai suatu usaha keluarga yang mengandalkan
berbagai sumber modal. Sebanyak 182 responden menyatakan sumber modal usaha
yang dilakukan bersumber dari modal sendiri atau bantuan dari keluarga, bersumber
dari perbankan pemerintah maupun swasta dan ada juga yang bersumber dari pemilik
modal baik pengumpul rumput laut maupun dari rentenir dengan bunga yang cukup
besar. Porsentase modal sendiri lebih besar yaitu sebanyak 127 orang atau sbesar
69,78% dari total responden. Sumber modal usaha nelayan dari pemilik modal yaitu
sebanyak 42 orang (23,08 %) dari 182 responden. Sedangkan yang menggunakan
64
modal dengan sumber dari bank yaitu sebesar 13 orang responden (7,14 %) dari 182
responden. Banyak nelayan yang menggunakan modal dari pemilik modal
disebabkan oleh kemudahan mendapatkannya ketimbang dari bank atau lembaga
keuangan pemerintah lainnya disamping kurangnya pengetahuan nelayan dalam
berurusan secara administrasi.
Parameter biaya produksi menurut responden tidak menjadi suatu masalah
karena budidaya rumput laut merupakan usaha yang tidak terlalu banyak
membutuhkan modal bila dibandingkan usaha lainnya. Tidak menjadinya biaya
produksi sebagai suatu masalah juga disebabkan oleh besarnya keinginan masyarakat
dalam melakukan usaha. Kemauan masyarakat untuk melakukan usaha budidaya
rumput laut di dorong oleh besarnya penerimaan dan besar keuntungan yang akan
didapat oleh nelayan pembudidaya.
5.5.4 Prospek Aspek Manajemen
Prospek pengembangan agribisnis rumput laut di Kecamatan Kulisusu dari
aspek manajemen dapat diketahui berdasarkan hasil analisa parameter aspek yang
meliputi: Pengelolaan usaha, pengelolaan tenaga kerja, pengaturan waktu tanam,
adanya kelompok nelayan dan adanya koperasi nelayan budidaya. Hasil analisis
aspek manajemen dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Analisis Faktor-faktor Pembatas Aspek Manajemen
No Parameter aspek manajemen Pendapat responden Skor1.2.3.4.
Pengelolaan usahaPengelolaan tenaga kerjaPengaturan waktu tanamKoperasi nelayan
Tidak menjadi kendalTidak menjadi kendalaTidak menjadi kendalaMenjadi kendala
2220
65
5. Kelompok nelayan Tidak menjadi kendala 2Total skor 8
Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2009
Tabel 12 menunjukan bahwa sebagian besar parameter aspek manajemen
tidak menjadi faktor penghambat dalan usaha agribisnis rumput laut terkecuali
parameter koperasi nelayan yang menjadi kendala. Koperasi keberadaanya sangat
dibutuhkan pada daerah yang memiliki alur pemasaran yang panjang sebagai mitra
nelayan dalam melakukan usaha. Di aerah penelitian memang belum ada koperasi
nelayan namun bukanya tidak bisa dibentuk akan tetapi belum adanya pemahaman
tentang bagaimana pentingnya koperasi. Dalam melaukan usaha nelayan budidaya
masih berharap pada adanya kelompok-kelompok nelayan yang kapasitasnya janya
sebatas kesiapan tenaga kerja tetapi tidak sampai kemudahan penyiapan bahan
maupun pada pemasaran hasil.
5.5.5 Prospek Aspek Sosial
Ditinjau dari prospek sosial pengembangan usaha budidaya rumput laut di
Kecamatan Kulisusu ditinjau dari persepsi responden tentang beberapa parameter
yang berhubungan dengan usaha tersebut yaitu: penerimaan masyarakat, kebijakan
pemerintah, ketersediaan tenaga kerja dan Kejahatan pencurian di lokasi. Hasil
analisis dapat dilihat secara jelas pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Analisis Faktor-faktor Pembatas pada Aspek Sosial
No Parameter Aspek Sosial Pendapat Responden Skor1.2.3.
Penerimaan masyarakatAturan pemerintahKebijakan pemerintah
Diterima dengan baikMenjadi masalahTidak menjadi kendala
202
66
4.5.
Ketersediaan tenaga kerjaKejahatan pencurian
Tidak menjadi kendalaTidak jadi masalah
22
Total skor 8Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2009
Tabel 13 menunjukan bahwa semua parameter aspek sosial dipersepsikan
bukan sebagai suatu kendala oleh responden untuk melakukan usaha budidaya
rumput laut di Kecamatan Kulisusu. Usaha budidaya rumput laut dapat diterima
dengan baik oleh semua lapisan masyarakat karena usaha tersebut dapat mengurangi
penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Penangkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan tersebut salah satunya adalah pengeboman ikan telah menjadi ancaman
serius yang dapat merusak lingkungan di wilayah Teluk Kulisusu. Usaha budidaya
rumput laut juga dapat menimbulkan multiplayer efek, sehingga masyarakat yang
bukan pembudidayapun turut mendapatkan keuntungan secara tidak langsung dari
usaha tersebut. Keuntungan yang didapat dari usaha tersebut antara lain
meningkatnya permintaan tali, terbukanya lapangann usaha, dan mningkatnya
pendapatan usaha transportasi darat maupun laut.
Aturan pemerintah menjadi suatu kendala dalam usaha budidaya rumput laut
yaitu dijadikan wilayah Kecamatan Kulisusu dalam Rencana Tata Ruang wilayah
(RTRW) Kabupaten Buton Utara sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan
jasa, pusat pendidikan, pusat industri dan pusat pemukiman Bukan sebagai pusat
kawasan perikanan. Akan tetapi dari kebijakan pemerintah menurut responden bukan
merupakan kendala, pemerintah setempat memberikann perhatian yang cukup baik
pada usaha budidaya rumput laut. Dukungan pemerintah setempat tersebut yaitu
67
berupa dikucurkankanya program bantuan pemerintah kepada nelayan pembudidaya
berupa bantuan tali, mesin maupun penyediaan bibit rumput laut melalui Dinas
Kelautan dan Perikanan.
Aspek tenaga kerja dalam usaha budidaya rumput laut juga tidak menjadi
kendala. Tenaga kerja usaha budidaya dapat dilakukan dalam kalangan keluarga.
Semakin banyak atau semakin besar skala usaha yang dilakukan tenaga kerja dapat
diperoleh dari anggota kelompok nelayan pada lokasi yang berdekatan. Penggunaan
tenaga kerja antar kelompok menguntungkan masing-masing nelayan karena
menggunakan yang terampilan dalam bidang usaha tersebut.
Semakin meningkatnya harga rumput laut kering semakin meningkat pula
keinginan untuk mendapatkan keuntungan. Selain melakukan usaha ada juga orang
yang ingin mendapatkan keuntungan dengan cara yang tidak baik seperti melakukan
pencurian rumput laut yang belum dipanen maupun yang sudah kering. Kasus
pencurian tersebut tidak menjadikan responden sebagai suatu kendala dalam
berusaha, karena kejadian tersebut sudah jarang terjadi dengan adanya kegiatan usaha
pada suatu lokasi budidaya dimana nelayan pembudidaya tinggal bersama di lokasi
untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam berusaha.
5.6. Analisis Korelasi Rank Spearman.
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara aspek teknis, aspek ekonomi,
aspek finansial, aspek manajemen dan aspek soaial dengan prospek pengembangan
68
digunakan uji Koefisien Korelasi Rank Spearman (rs). Langka-langka uji Koefisien
Korealsi Rank Spearman (rs) adalah sebagai berikut:
* Hipotesisi:
Ho : ada hubungan/korelasi yang signifikan antara aspek teknis, aspek
ekonomi, aspek finansial, aspek manajemen dan aspek sosial.
Ha : tidak ada hubungan/korelasi yang signifikan antara aspek teknis, aspek
ekonomi, aspek finansial, aspek manajemen dan aspek sosial.
* Taraf signifikan 0,05 dengan N = 182
Nilai koefisien Korelasi Rank Spearman dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
* Kriteria pengujian
Berdasarkan tanda koefisien korelasi Rank Spearman, berarti
hubungan/korelasinya positif antara aspek teknis, aspek ekonomi, aspek finansial,
aspek manajemen dan aspek sosial dengan prospek pengembangan budidaya rumput
laut di Kecamatan Kulisusu.
Jika tanda koefisien korelasi Rank Spearman negarif, berarti
hubungan/korelasinya negatif antara aspek teknis, aspek ekonomi, aspek finansial,
69
aspek manajemen dan aspek sosial dengan prospek pengembangan budidaya rumput
laut di Kecamatan Kulisusu.
Untuk melihat apakah hubungan tersebut signifikan atau tidak dapat dilihat
dari nilai koefisien korelasi Rank Spearman yang dibandingkan dengan nilai kritis rs
tabel. Jika rs hitung ≥ rs tabel, maka Ho diterima, dan jika rs hitung < rs tabel, maka
Ho gagal diterima. Bisa juga dilihat dari nilai probabilitas yang dibandingkan dengan
nilai alfa (α = 0,05) jika nilai probabilitas < 0,05, maka Ho gagal diterima dan jika
nilai probabilitas > 0,05 maka Ho diterima.
* Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan untuk menentukan apakah Ho diterima atau gagal
diterima adalah berdasarkan hasil perhitungan komputer dengan program SPSS.
Hasil perhitungan dipeoleh nilai koefisien korelasi Rank Spearman sebagaiman yang
disajikan pada Tabel 14.
TEKNISEKONO
MIFINAN-
SIALMANAJE
-MEN SOSIAL
PROSPEK PENGGEM-
BANGANTEKNIS Correlation Coefficient 1.000 .454(**) .550(**) .364(**) .517(**) .257(**) Sig. (2-tailed) . .000 .000 .000 .000 .000 N 182 182 182 182 182 182EKONOMI Correlation Coefficient .454(**) 1.000 .810(**) .362(**) .424(**) .249(**) Sig. (2-tailed) .000 . .000 .000 .000 .001 N 182 182 182 182 182 182FINANSIAL Correlation Coefficient .550(**) .810(**) 1.000 .407(**) .492(**) .319(**) Sig. (2-tailed) .000 .000 . .000 .000 .000 N 182 182 182 182 182 182MANAJEMEN Correlation Coefficient .364(**) .362(**) .407(**) 1.000 .195(**) .044 Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 . .008 .556 N 182 182 182 182 182 182SOSIAL Correlation Coefficient .517(**) .424(**) .492(**) .195(**) 1.000 .177(*) Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .008 . .017 N 182 182 182 182 182 182
70
PROSPEK PENGGEM-BANGAN
Correlation Coefficient.257(**) .249(**) .319(**) .044 .177(*) 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .556 .017 . N 182 182 182 182 182 182
Tabel 14. Uji Korelasi Rank Spearman (rs) dengan program SPSS
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Berdasarkan Tabel 14 di atas menunjukan bahwa: Aspek teknis, aspek
ekonomi, dan aspek finansial berhubungan positif terhadap prospek pengembangan
budidaya rumput laut. A
ngka 0,257 menunjukan hubungan/korelasi yang lemah antara aspek teknis terhadap
prospek pengembangan usaha tani rumput laut. Meskipun hubungan korelasi antar
aspek teknis dengan prospek pengembangan lemah tetapi memiliki hubungan yang
signifikan pada taraf kepercayaan 99%. Aspek teknis memiliki hubungan yang cukup
kuat, hal ini mengindikasikan bahwa aspek teknis memiliki peranan yang cukup
penting dalam melakukan usaha tani rumput laut. Hubungan yang cukup kuat antara
aspek teknis terhadap prospek pengembangan di Kecamatan Kulisusu karena pelaku
usaha budidaya telah memiliki pengalaman yang cukup dan interaksi yang baik antar
personal maupun kelompok untuk membagi pengalaman dalam melakukan usaha
budidaya. Pengetahuan masyarakat terutama yang menyangkut hubungan secara
teknis dalam usaha budidaya sangat menentukan tingkat keberhasilan usaha yang
dilakukan.
Hubungan/korelasi antara aspek ekonomi dengan prospek pengembangan
sebesar 0,249 yang menunjukan bahwa adanya hubungan/korelasi yang lemah.
71
Hubungan antara aspek ekonomi dengan prospek pengembangan masih mempunyai
hubungan atau korelasi yang signifikan pada taraf kepercayaan 99%. Hal ini berarti
bahwa aspek ekonomi mempunyai pengaruh terhadap prospek pengembangan usaha
tani rumput laut. Kesiapan modal usaha merupakan suatu hal yang sangat penting
dalam usaha tani rumput laut. Dalam melakukan usaha ketersediaan pasar dan
adanya pembeli adalah merupakan hal yamg mutlak untuk diperhitungkan. Di
Kecamatan Kulisusu modal usaha bisa diperoleh dari modal sendiri ataupun dari
sumber lainnya dan adanya banyaknya pembeli atau pengumpul rumput laut telah
meningkatkan animo masyarakat untuk melakukan usaha. Pelaku usaha di
Kecamatan Kulisusu sudah memahami dalam dunia usaha mereka berusaha
menggunakan biaya produksi sekecil mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang
tinggi.
Hubungan/korelasi antara aspek finansial dengan prospek pengembangan
terlihat nilai 0,319 yang menunjukan bahwa adanya hubungan/korelasi yang lemah,
tetapi hubungan antara aspek finansial dengan prospek pengembangan mempunyai
ghubungan/korelasi yang signifikan pada taraf kepercayaan 99%. Hal ini
menunjukan bahwa adanya sumber modal usaha dapat mempengaruhi kondisi usaha
tani rumput laut di Kecamatan Kulisusu banyak yang tidak memiliki modal sendiri
untuk melakukan usaha. Pemahaman pelaku usaha terhadap aspek finansial tersebut
sangat memepengaruhi prospek pengembangan usaha tani rumput laut. Dalam suatu
usaha faktor modal merupakan hal yang penting dan utama, sehingga masyarakat
dalam melakukan usaha yang terpenting adalah mereka harus memilki modal usaha
72
terlebih dahulu. Sumber modal bagi masyarakat ada dari modal sendiri atau modal
keluarga bagi yang punya modal, ada juga yang bersumber dari lembaga keuangan
(bank pemerintah maupun swasta) dan bahkan ada melakukan usaha dengan modal
dari pemilik modal atau rentenir sekalipun dengan resiko pengembalian bunga yang
tinggi.
Hubungan/korelasi antara aspek sosial dengan prospek pengembangan
mempunayi nilai 0,177, yang berarti bahwa hubungan/korelasi antara aspek sosial
terhadap prospek pengembangan usaha tani rumput laut di Kecamatan Kulisusu
mempunyai pengaruh yang sangat lemah. Sekalipun hubungan/korelasi antara aspek
sosial dengan prospek pengembangan mempunyai hubungan/korelasi yang sangat
lemah tetapi tetapi masih menunjukan adanya hubungan yang signifikan dengan taraf
kepercayaan 95%. Artinya dalam melakukan usaha faktor-faktor dalam aspek sosial
masih mempunyai peranan yang penting dalam usaha tani rumput laut. Hal ini
terlihat kebutuhan akan tenaga kerja, adanya kebijakan yang berpihak pada usaha
tani rumput laut mutlak di perlukan dalam melakukan usaha.
Hubungan/korelasi aspek manajemen dengan nilai 0,44 menunjukan
bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara aspek manajemen dengan prospek
pengembangan budidaya rumput laut. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya
pemahaman masayarakat terhadap pentingnya aspek manajemen dalam usaha tani
rumput laut. Dalam melakukan usaha cenderung mengabaikan manajemen usaha
maupun pentingnya adanya koperasi nelayan. Sehingga dalam melakukan usaha
73
pelaku usaha bekerja apa adanya tanpa memperhitungan pentingnya sistem
perencanaan dalam suatu usaha.
74
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil analisa yang dilakukan pada pelaku usaha tani rumput laut di
Kecamatan Kulisusu terhadap prospek pengembangan budidaya rumput laut yang
meliputi analisa kelayakan finansial, kajian prospek pengembangan maka dapat di
simpulkan sebagai berikut:
1. Usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu layak secara teknis
maupun secara finansial untuk dikembangkan, berdasarkan hasil analisa prospek
pengembangan dengan menggunakan tabel feasibility tally sheet dan layak secara
finansial (NPV > 0, NBCR > 1 dan IRR sebesar 23,5% per tahun).
2. Prospek pengembangan agribisnis rumput laut di Kecamatan Kulisusu
mempunyai prospek pengembangan yang baik untuk dikembangkan sebagai
komoditas yang mendatangkan keuntungan dan dapat dijadikan masyarakat
sebagai sumber mata penacaharian.
3. Aspek teknis, aspek ekonomi, aspek finansial dan aspek sosial, mempunyai
hubungan/korelasi yang signifikan dengan prospek pengembangan usaha tani
rumput laut di Kecamatan Kulisusu sedangkan aspek manajemen tidak
mempunyai hubungan yang signifikan dengan prospek pengembangan usaha tani
rumput laut.
75
6.2 Saran
1. Pengembangan usaha tani rumput laut di Kecamatan Kulisusu perlu
ditingkatkan memerlukan perhatian dari semua stakeholder baik masyarakat
maupun pemerintah dan perlu adanya perhatian yang besar terhadap aspek
finansial terutama yang berhubungan dengan modal usaha nasyarakat.
2. Untuk menjadikan usaha budidaya rumput laut sebagai mata pencaharian dan
menjadikan rumput laut sebagai komoditas unggulan sebagai sumber
penyumbang PAD maka perlu dilakukan adanya pembinaan dan pendampingan
terhadap pelaku usaha budidaya rumput laut.
3. Untuk melakukan pengembangan usaha tani rumput laut di Kecamatan
Kulisusu pemerintah perlu melakukan peningkatan pemahaman kepada
masyarakat pentingnya aspek aspek yang berhubungan dengan usaha tani rumput
laut.
76
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja T.J., A Zatnika, H. Purwoto, Sri Istini., 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta.
Badan Penelitian dan Lembaga Pertania, 1990. Petunjuk teknis Budidaya Rumput Laut. Departemen Pertanian, Jakarta.
Badan Pusat Statistik, 2008. Kabaupaten Buton Utara Dalam Angka.
-------------------------., 2009. Kecamatan Kulisusu Dalam Angka.
Dahuri, R. J Rais, S.P Ginting dan M.J Sitepu. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta.
Dinas Kelautan dan Perikanan Sultra, 2008. Laporan Tahunan Statistik Perikanan Budidaya.
Djamin, Z., 1984. Perencanaan dan Analisa Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta
Downey,W.D. dan Erickson, S.P., 1989. Manajemen Agribisnis. Edisi kedua. Alih Bahasa: Roehidayat Ganda S dan Alfonsus Sirait. Erlangga, Jakarta.
Gittinger, J.P., 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. UI-Press, Jakarta.
Hanafiah, A.M, A.M Saefuddin, 1986. Tata Niaga Hasil Perikanan. UI- Press, Jakarta.
Indriani, H., dan E. Sumiarsih, 2003. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya, Bogor.
Kadariah, 1986. Evaluasi Proyek. Analisis Ekonomi. LPFE-UI, Jakarta.
Kartasapoetra, A.G, 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta, Jakarta.
Kartasapoetra, G., RG. Kartasapoetra dan AG. Kartasapoetra 1985. Manajemen Pertanian (Agribisnis). Bina Aksara, Jakarta.
77
Kasmir dan Jakfar, 2004. Studi Kelayakan Bisnis. Prenada Media, Jakarta.
Kotler, P., 1996. Manajemen Pemasaran. Erlangga Jakarta.
La Nalefo, 2004. Efektifitas Pola Kluster Dalam Pengembangan Agribisnis Rumput Laut di Sulawesi Tenggara. Tesis pada Program Pascasarjana Unhalu, Kendari
Mardikanto, T., 2009. Membangun Pertanian Modern. LPP UNS dan UNS Press, Surakarta.
Padangaran, A.M., 2008. Manajemen Perusahaan Pertanian. PPS Unhalu, Kendari.
- - - - - - , 2008. Manajemen Proyek Pertanian. PPS Unhalu, Kendari.
Pasaribu, A.M., 2004. Studi Pengembangan Rumput Laut. (Studi Kasus pada PT. Bantimurung Indah. Jurnal Sosial Ekonomi. Universitas Hasanuddin, Makasar.
Patadjai, R.S., 2007. Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty pada Berbagai Habitat Budidaya Yang Berbeda. Desertasi pda Program Pascasarjana Unhas, Makassar.
Prakosa, M., 2002. Pendekatan Coorporate Farming. Dalam Pengembangan Agribisnis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosek Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Monograph Seri No.22.
Rianse, U., dan Abdi. 2008. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi Teori dan Aplikasi. Alfabeta, Bandung.
Sadhori, S.N., 1995. Budidaya Rumput Laut. Balai Pustaka. Jakarta.
Sa’id E.G dan Intan A.H., 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Siagian, P., 1999. Potensi Sumberdaya dan Produksi Rumput Laut Indonesia. Direktorat Bina Produksi, Ditjen Perikanan. Jakarta.
78
Sidu, D., 2002. Perilaku Masyarakat Tani Dalam Konservasi Tanah dan Air di Kawasan Hulu DAS Winongo Kabupaten Sleman. Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sudiyono, A., 2004. Pemasaran Pertanian. UMM Pres. Malang.
Sudradjat, A., 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Simamora, B., 2001. Memenangkan Pasar Dengan Pemasaran Efektif dan Profitable. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sjarkowi F., 1992. Agribisnis, Kiat Perencanaan dan Pengelolaan di Tingkat Makro dan Mikro. Universitas Sriwijaya, Palembang.
Soeharjo, A. Dan Patong, D., 1984. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
Soekartawi,1996. Panduan Membuat Usulan Proyek Pertanian dan Pedesaan. Penerbit Andi, Yogayakarta.
- - - - - - - - 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Pers, Jakarta.
Suharjo, B., 2008. Analisis Regresi Terapan dengan SPSS. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Umar, H., 1999. Studi Kelayakan Bisnis. Manajemen, Metode dan Kasus. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Widodo, S., 2008. Campur Sari Agro Ekonomi. Liberty, Yogyakarta.
79