harwan

123
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan nasional dititikberatkan pada sektor ekonomi dengan tidak mengabaikan pembangunan pada sektor lainnya. Untuk merealisasikan program pembangunan tersebut pemerintah menciptakan iklim usaha yang baik dan kondusif dalam mendorong usaha masyarakat menciptakan peningkatan lapangan kerja, kesempatan berusaha, dan peningkatan pendapatan sehingga tercipta kesejahteraan kehidupan masyarakat. Bidang perikanan (perikanan tangkap dan perikanan budidaya) mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2 (0,3 juta km 2 perairan teritorial dan 2,8 juta km 2 perairan nusantara atau 62% dari luas teritorialnya) dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km (Dahuri dkk, 2008). Pengembangan sumberdaya 1

Upload: rahman-margaliya

Post on 27-Jun-2015

5.164 views

Category:

Documents


28 download

TRANSCRIPT

Page 1: HARWAN

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Program pembangunan nasional dititikberatkan pada sektor ekonomi dengan

tidak mengabaikan pembangunan pada sektor lainnya. Untuk merealisasikan program

pembangunan tersebut pemerintah menciptakan iklim usaha yang baik dan kondusif

dalam mendorong usaha masyarakat menciptakan peningkatan lapangan kerja,

kesempatan berusaha, dan peningkatan pendapatan sehingga tercipta kesejahteraan

kehidupan masyarakat.

Bidang perikanan (perikanan tangkap dan perikanan budidaya) mempunyai

potensi besar untuk dikembangkan. Indonesia merupakan salah satu negara maritim

terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km2

(0,3 juta km2 perairan teritorial dan 2,8 juta km2 perairan nusantara atau 62% dari

luas teritorialnya) dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km (Dahuri dkk,

2008). Pengembangan sumberdaya perikanan tersebut dapat meningkatkan sumber

pendapatan daerah melalui peningkatan ekspor, sehingga dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Salah satu komoditas perikanan yang dapat dikembangkan dan mempunyai

peranan penting dalam kehidupan masyarakat adalah budidaya rumput laut. Rumput

laut dibudidayakan secara masal oleh masyarakat nelayan untuk peningkatan taraf

hidup mereka. Rumput laut mempunyai prospek budidaya yang baik untuk

dikembangkan. Menurut Winarno (1996), kegiatan budidaya rumput laut merupakan

lapangan kerja baru yang bersifat padat karya dan semakin banyak peminatnya,

1

Page 2: HARWAN

karena teknologi budidaya dan pasca panen yang sederhana dan mudah serta

pemakaian modal yang relatif rendah, sehingga dapat dilaksanakan oleh petani

beserta keluarganya. Dengan demikian usaha ini tepat untuk dikembangkan sebagai

upaya penyediaan lapangan kerja dan memperluas kesempatan berusaha.

Di Indonesia terdapat beberapa jenis rumput laut yang bernilai ekonomis

tinggi dan telah diperdagangkan sejak dahulu, baik untuk konsumsi domestik

maupun ekspor. Jenis-jenis rumput laut tersebut adalah yaitu Eucheuma cottonii,

E. spinosum, Gracillaria gigas, G. verrucosa, Gelidium sp., Hypnea sp., dan

Sargassum sp. (Anggadiredja dkk, 2006). Kelima jenis rumput laut komersial yang

tersebut hanya ada dua jenis yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat nelayan

yaitu jenis Eucheuma dan Gracillaria.

Wilayah sebaran dan lokasi budidaya Eucheuma ditemukan di Sumatera

Barat, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Banten, Pulau Seribu,

Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,

Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku dan Papua (Anggadiredja dkk, 2006). Produksi

rumput laut Sulawesi Tenggara masih didominasi jenis Eucheuma, karena petani

pembudidaya rumput laut masih mengandalkan perairan pantai sebagai lahan

budidaya.

Sulawesi Tenggara memiliki wilayah perairan yang lebih luas daripada

daratan yakni sekitar 77,55% dari total luas wilayah provinsi (114.879 km2) dengan

luas wilayah kewenangan laut seluas 79.700 km, panjang garis pantai sepanjang

1.740 km (Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara, 2001). Potensi budidaya rumput

2

Page 3: HARWAN

laut seluas 83.000 ha, yang termanfaatkan baru sekitar 27.385 ha (DKP Provinsi

Sulawesi Tenggara, 2008).

Wilayah pesisir Sulawesi Tenggara sebagian besar terdiri dari perairan selat

dan teluk seperti yang terdapat di Pulau Buton, Muna dan Wakatobi dengan kondisi

perairan yang relatif tenang. Kondisi perairan yang tenang merupakan salah satu

daerah yang potensial sebagai pengembangan agribisnis rumput laut. Pengembangan

agribisnis rumput laut di Sulawesi Tenggara harus dilaksanakan sebagai suatu

gerakan pembangunan yang menyeluruh untuk menjadikan Sulawesi Tenggara

sebagai pusat pengembangan agroindustri rumput laut pada masa yang akan datang.

Uraian di atas sangat memungkinkan untuk menjadikan Sulawesi Tenggara sebagai

sentra agroindustri rumput laut. Anggadiredja dkk (2006) menjelaskan bahwa dalam

kurun waktu 2006-2010 kebutuhan produk olahan rumput laut diprediksi akan terus

meningkat seiring dengan kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali pada

produk-produk hasil alam (back to nature).

Kabupaten Buton Utara merupakan salah satu daerah di Sulawesi Tenggara

dengan luas wilayah 1.996,59 ha (BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, 2008). Potensi

budidaya rumput laut di Kabupaten Buton Utara seluas 3.000 ha dengan pemanfaatan

sekitar 30% (DKP Kabupaten Buton Utara, 2008). Salah satu wilayah pesisir yang

potensial untuk pengembangan rumput laut adalah Teluk Kulisusu. Masyarakat di

daerah ini telah mengembangkan budidaya rumput laut sejak tahun 1997 dan menjadi

salah satu daerah sentra pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Buton

Utara.

3

Page 4: HARWAN

Perairan Teluk Kulisusu merupakan perairan semi tertutup dengan kondisi

perairan yang jernih dan relatif tenang. Ekosistem pesisir yang terdapat di dalamnya

antara lain ekosistem terumbu karang, mangrove, padang lamun dan pantai berpasir

atau berbatu. Kondisi tersebut menjadikan Teluk Kulisusu sebagai kawasan

pengembangan budidaya rumput laut. Dalam pengembangan budidaya rumput laut

ada beberapa aspek yang dapat mempengaruhi diantaranya adalah aspek teknis,

ekonomi, sosial, finansial dan aspek manajemen (Umar, 1999).

Budidaya rumput laut bagi masyarakat bukan lagi menjadi pekerjaan

sampingan, tetapi banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada

budidaya rumput laut sebagai mata pencaharian utama. Selain dapat meningkatkan

taraf hidup dan ekonomi keluarga, budidaya rumput laut dapat mengurangi terjadinya

pemanfaatan sumberdaya laut yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom

dan sianida untuk menangkap ikan.

Budidaya rumput laut yang dilakukan masyarakat di Kecamatan Kulisusu

memiliki prospek yang cerah dimasa yang akan datang. Oleh karena itu

pengetahuan masyarakat tentang cara budidaya yang tepat sangat diperlukan untuk

meningkatkan produksi rumput laut. Disamping itu juga dibutuhkan dukungan

permodalan dalam pengembangan budidaya rumput laut. Masyarakat di Kecamatan

Kulisusu dihadapkan pada kendala minimnya modal usaha untuk mengembangkan

usaha budidaya rumput laut. Kondisi modal dan sumber modal yang kurang

menjadikan masyarakat mempunyai ketergantungan kepada pemilik modal atau

rentenir yang menetapkan bunga tinggi.

4

Page 5: HARWAN

Lokasi pasar yang jauh dan kurangnya informasi pasar dan harga yang

diperoleh masyarakat mengakibatkan terjadinya monopoli harga yang dilakukan oleh

pembeli atau pengumpul lokal di lokasi budidaya. Kondisi tersebut menyebabkan

harga komoditas rumput laut yang diterima oleh masyarakat pembudidaya menjadi

rendah yang selanjutnya berdampak pada berkurangnya keuntungan yang diperoleh.

Akibat adanya monopoli pasar dan harga tersebut menjadikan masyarakat

pembudidaya sulit untuk mengembangkan usaha dan selalu berada pada pihak

merugi dan berada pada garis kemiskinan.

Manfaat budidaya rumput laut ternyata tidak hanya dirasakan oleh

pembudidaya tetapi juga dirasakan oleh kalangan masyarakat lainnya. Periode

pemeliharaan yang relatif singkat menyebabkan masyarakat terus meningkatkan

kegiatan usahanya. Hal ini dapat dilihat dari produksi rumput laut di Kecamatan

Kulisusu yang mencapai kurang lebih 85% dari total produksi rumput laut Kabupaten

Buton Utara (Tabel 1). Produksi tersebut dihasilkan oleh 332 petani pembudidaya di

Kecamatan Kulisusu.

Tabel 1. Produksi Rumput Laut Kabupaten Buton Utara tahun 2008

No. Kecamatan Produksi (ton) Persentase (%)1 Bonegunu 560,70 3,65 2 Kambowa 545,10 3,54 3 Wakorumba 130,20 0,84 4 Kulisusu 13.160,00 85,68 5 Kulisusu Barat 541,70 3,52 6 Kulisusu Utara 421,10 2,74

Kabupaten Buton Utara 15.358,80 100,00 Sumber: DKP Kabupaten Buton Utara, 2008

5

Page 6: HARWAN

Pengelolaan dan pengembangan sumberdaya wilayah pesisir dan laut

hendaknya diselenggarakan secara terpadu dan berkesinambungan. Keterlibatan

masyarakat, pemerintah, dan stakeholder diharapkan mendukung pengembangan

agribisnis rumput laut. Potensi wilayah dan penduduk yang besar jika dikelola

secara baik dan tepat akan berhasil, khususnya dalam pengembangan agribisnis

rumput laut. Sebaliknya jika pengelolaan tidak dilakukan dengan baik akan

menimbulkan masalah. Tingginya animo masyarakat terhadap pengembangan

agribisnis rumput laut sering menimbulkan konflik antar petani pembudidaya. Hal

ini disebabkan semakin banyak masyarakat yang membudidayakan rumput laut dan

melakukan penangkapan pada lokasi usaha di Teluk Kulisusu. Teluk Kulisusu

sebagai kawasan baru pengembangan agribisnis budidaya rumput laut diperlukan

campur tangan pemerintah untuk menjamin keberlanjutan usaha.

Menyadari prospek pengembangan budidaya rumput laut yang cerah dan

meningkatkan pendapatan masyarakat, maka perlu diperhatikan usaha-usaha untuk

peningkatan produksi rumput laut. Peningkatan produksi dapat tercapai bila usaha

budidaya dilakukan secara intensif dengan kombinasi faktor-faktor produksi secara

tepat dan efesien. Dukungan semua pihak dalam pengembangan agribisnis tersebut

akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat

setempat. Walaupun pengembangan usaha agribisnis rumput laut di daerah ini sudah

cukup lama berlangsung yakni sejak tahun 1997, tetapi hingga saat ini belum

dilakukan studi atau analisis prospek pengembangannya. Penelitian ini menjadi

6

Page 7: HARWAN

penting artinya dilakukan untuk memberi gambaran secara komprehensif dalam

upaya pengembangannya mulai dari budidaya hingga perluasan pemasarannya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu layak secara

teknis dan finansial.

2. Bagaimana prospek pengembangan agribisnis rumput laut di Kecamatan

Kulisusu.

3. Apakah faktor teknis, sosial, ekonomi, finansial, dan manajemen mempunyai

hubungan yang signifikan dengan prospek pengembangan agribisnis rumput laut.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis kelayakan teknis dan finansial usaha budidaya rumput laut di

Kecamatan Kulisusu.

2. Menganalisis prospek pengembangan agribisnis rumput laut di Kecamatan

Kulisusu.

3. Menganalisis hubungan faktor teknis, sosial, ekonomi, finansial, dan manajemen

dengan prospek pengembangan agribisnis rumput laut.

7

Page 8: HARWAN

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat baik secara

praktis maupun secara ilmiah antara lain:

1. Dapat memperkaya khasanah keilmuan pengembangan agribisnis rumput laut.

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pemerintah untuk

pengembangan agribisnis rumput laut.

3. Sebagai bahan informasi bagi nelayan dalam pengembangan agribisnis rumput

laut.

4. Sebagai sumber informasi untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan

agribisnis rumput laut.

8

Page 9: HARWAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Agribisnis

Agribisnis adalah suatu kesatuan yang utuh mulai proses produksi,

pengolahan hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang terkait dengan segala kegiatan

pertanian (Syarkowi, 1992; Soekartawi, 2005). Doney dan Erickson (1989)

mengemukakan bahwa agribisnis adalah semua jenis usaha yang terkait dengan

produksi pertanian, yang digolongkan kedalam empat kategori yaitu:

1. Perusahaan pemasok input pertanian (agro input) misalnya: (a) perusahaan

pembenihan atau pembibitan, (b) perusahaan produksi pupuk, pakan atau

pestisida (c) perusahaan yang memproduksi peralatan pertanian seperti cangkul,

arit, hand sprayer, traktor, huller, tresher dan sebagainya.

2. Perusahaan yang bergerak di bidang proses produksi pertanian (farm) seperti:

(a) perusahaan perkebunan, (b) perusahaan peternakan (ternak besar, ternak kecil

dan unggas), (c) perusahaan perikanan (budidaya ikan di tambak atau kolam,

budidaya ikan di karamba, penangkapan ikan di laut atau sungai, dan budidaya

rumput laut, (d) perusahaan perhutanan (Perhutani atau HTI).

3. Perusahaan pengolah hasil pertanian (agro processing atau agro industri)

misalnya: (a) penggilingan padi atau jagung, (b) industri makanan, (c) pabrik tahu

tempe atau kecap (d) pabrik pengolah buah, (e) pengalengan daging atau ikan,

dan (f) industri pengolahan kayu.

4. Perusahaan yang bergerak di bidang pemasaran hasil-hasil pertanian

(agricultural marketing) misalnya: (a) pedagang beras, (b) pedagang sayuran,

9

Page 10: HARWAN

(c) pedagang buah-buahan, (d) eksportir kopi, coklat, kelapa, cengkeh dan

sebagainya.

Selain dari keempat kategori di atas, Padangaran (2007) menambahkan dua

kategori sebagai suatu usaha agribisnis yaitu:

1. Perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan hasil-hasil pertanian

(agricultural transportation) misalnya mobil-mobil truk atau kapal-kapal

angkutan khusus hasil pertanian yang dilengkapi dengan alat pendingin untuk

menjaga kesegaran produk yang diangkut.

2. Perusahaan yang bergerak pada bidang jasa-jasa pertanian (agro services)

misalnya wisata pertanian (agrowisata), koperasi pertanian, bank-bank

perkreditan pertanian, asuransi pertanian atau biro-biro konsultan pertanian.

Pendekatan sistem agribisnis adalah merupakan suatu bentuk paradigma baru

dalam pembangunan pertanian. Sistem agribisnis terdiri atas subsistem usaha

produksi primer di usaha tani (on-farm), subsistem off-farm hulu (up stream,

berhubungan dengan input), subsistem off-farm hilir (down stream, berhubungan

dengan produk) dan subsistem penunjang/pelayanan seperti lembaga keuangan,

penelitian dan penyuluhan (Widodo, 2008). Lebih jauh Widodo (2008) menjelaskan

bahwa sistem usaha tani yang diadopsi petani merupakan hasil alokasi sumberdaya

yang terbatas seperti lahan, tenaga dan modal. Keputusan petani dipengaruhi oleh

faktor lingkungan diluar kemampuan kekuasaannya. Faktor lingkungan meliputi

faktor alam atau teknis dan faktor manusia. Diantara faktor manusia yang diluar

10

Page 11: HARWAN

penguasaan petani adalah struktur masyarakat, norma dan kepercayaan,

kebijaksanaan pemerintah, lembaga pelayanan, lokasi, dan kepadatan penduduk.

Secara ringkas agribisnis budidaya rumput laut merupakan salah satu bentuk

usaha agribisnis yang dilakukan oleh masyarakat dalam bidang perikanan yang

dimulai dari tahap budidaya, processing hingga pemasaran.

2.2 Konsep Prospek Pengembangan

Pemerintah memegang peranan penting dalam menciptakan lingkungan usaha

kondusif. Lingkungan usaha yang baik akan menciptakan pengembangan agribisnis

yang baik dan tangguh. Umar (1999) menjelaskan bahwa prospek pengembangan

suatu usaha dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya adalah: (a) aspek teknis,

apakah memungkinkah untuk melakukan pengembangan kapasitas atau

pengembangan desain dan mutu produk dimana hal ini dapat dilihat dari ketersediaan

lahan atau ruang yang belum terpakai, ketersediaan bahan baku, alat-alat penunjang

serta ancaman dari pencemaran lingkungan, (b) aspek ekonomi yang mencakup skala

usahanya, potensi pasar, perusahaan saingan serta dampaknya terhadap wilayah dan

lingkungan, (c) aspek sosial, apakah usaha yang dikembangkan dapat diterima oleh

masyarakat dan apakah tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan yang berlaku,

(d) aspek finansial yakni mencakup keuntungan, kebutuhan dana dan sumber dana,

(e) aspek manajemen yakni apakah pengusaha memiliki pengetahuan yang memadai

untuk mengelola serta mengambil keputusan mengenai bagaimana kemungkinan

mengembangkan fungsi-fungsi manajemen hingga perusahaan bisa berkembang.

11

Page 12: HARWAN

Suatu proyek dapat memiliki umur ekonomis yaitu kurang dari atau diatas 5

tahun bahkan dapat mencapai puluhan tahun. Ada juga proyek yang mempunyai

umur ekonomis kurang dari atau maksimum 5 tahun (Djamin, 1984). Selanjutnya

Kadariah (1986) menjelaskan bahwa dalam analisa proyek kriteria yang dipakai

untuk menentukan diterimanya suatu proyek dan mempunyai prospek, apabila: jika

dipakai B/C ratio, maka sebagai kriteria untuk menerima proyek adalah B/C ratio

sama dengan atau lebih besar dari satu. Sedangkan jika dipakai net present value

(NPV) maka sebagai ukuran untuk menerima proyek adalah NPV positif (lebih besar

dari nol).

Menurut Kasmir dan Jakfar (2004), secara garis besar dampak ekonomi

dengan adanya suatu proyek atau investasi antara lain:

1. Meningkatkan ekonomi rumah tangga atau meningkatnya pendapatan keluarga

2. Dapat membuka kesempatan kerja

3. Meningkatkan perekonomian pemerintah lokal maupun regional

Padangaran (2008) menjelaskan bahwa kelayakan suatu proyek pembangunan

tidak hanya menyangkut aspek ekonomi tetapi juga harus mencakup aspek kelayakan

teknis, sosial dan lingkungan. Aspek teknis dan teknologi bertujuan untuk

mengetahui sejauh mana gagasan usaha layak untuk dikembangkan. Sasaran yang

dinilai pada aspek ini antara lain lokasi usaha, proses produksi, rencana produksi,

kebutuhan bahan baku, rencana pengadaan bahan, kebutuhan tenaga kerja dan jenis

teknologi yang akan digunakan. Aspek pemasaran merupakan suatu aspek penting

12

Page 13: HARWAN

yang bertujuan menilai sejauh mana pemasaran produk dapat mendukung

pengembangan usaha yang akan datang dan kondisi usaha.

Beberapa lembaga pendukung pengembangan agribisnis adalah:

(1) pemerintah, (2) lembaga pembiayaan, (3) lembaga pemasaran dan distribusi,

(4) koperasi, (5) lembaga pendidikan formal dan nonformal, (6) lembaga penyuluhan

pertanian lapangan, dan (7) lembaga penjamin dan penanggung resiko (Said, 2001).

Pengembangan agribisnis di Indonesia mempunyai posisi yang strategis

antara lain karena pertimbangan sebagai berikut (Soekartawi, 2005):

1. Letak geografis Indonesia yang dekat dengan pasar dunia (world market) yang

kini bergerak ke Asia Pasifik;

2. Kondisi investasi untuk tujuan ekspor, baik di bidang pertanian maupun

nonmigas lainnya;

3. Masih banyak sumberdaya alam khususnya untuk kegiatan di sektor pertanian;

4. Semakin baiknya nilai tambah dan kualitas produk;

5. Masih besarnya sumberdaya manusia sebagai tenaga kerja.

2.3 Manajemen Agribisnis

Manajemen adalah merupakan suatu proses atau aktivitas pendayagunaan

sumberdaya yang tersedia dalam perusahaan oleh manajer untuk mencapai tujuan

perusahaan. Manajemen adalah merupakan seni untuk melaksanakan suatu

rangkaian pekerjaan melalui orang-orang. Manajemen menurut Padangaran (2008)

adalah suatu proses aktivitas pendayagunaan berbagai sumberdaya yang tersedia

dalam perusahaan oleh manajer, untuk mencapai tujuan perusahaan. Inti manajemen

13

Page 14: HARWAN

adalah suatu rangkaian proses yang meliputi kegiatan perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan pengendalian, dalam

rangka memberdayakan seluruh sumberdaya organisasi, baik sumberdaya manusia,

modal, materil, maupun teknologi secara optimal untuk mencapai tujuan organisasi.

Rangkaian kegiatan tersebut dikenal sebagai fungsi-fungsi manajemen. Dalam

melakukan suatu usaha agribisnis fungsi manajemen tersebut harus diterapkan dalam

segala bentuk manajemen bisnis, baik berskala besar maupun berskala kecil (Sa’id

dan Intan, 2001). Sumberdaya yang tersedia dalam suatu organisasi atau perusahaan

adalah: money (uang), material (bahan), machine (mesin dan peralatan), market

(pasar), dan information (informasi atau keterangan). Sumberdaya di atas yang

memegang peranan paling penting adalah man power atau sumberdaya manusia,

karena akan mengatur segala sumberdaya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi

(Tambunan, 1994). Untuk mengorganisasikan sumberdaya-sumberdaya yang ada

tersebut, maka dalam manajemen dikenal fungsi-fungsi manajemen yaitu tugas-tugas

yang harus dilaksanakan oleh manajer atau pimpinan perusahaan untuk mengatur dan

menggerakan sumberdaya yang ada. Padangaran (2008) menjelaskan bahwa fungsi-

fungsi manajemen adalah planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian atau

pengaturan), actuating (pelaksanaan), dan controlling (pengawasan). Khusus

mengenai agribisnis, Kartasapoetra (1985) menjelaskan bahwa yang dimaksud

dengan manajemen agribisnis adalah ketatalaksanaan pertanian secara terencana,

terorganisasi, tersusun rapih, terarah dan terkendali dalam mengatur faktor-faktor

produksi yaitu tanah, tenaga kerja, dan modal. Hal ini sesuai dengan definisi yang

14

Page 15: HARWAN

dikemukakan oleh Sa’id dan Intan (2001) bahwa manajemen agribisnis yang

bergerak di bidang proses produksi yang mencakup kegiatan antara lain: perencanaan

produksi, pengorganisasian input-input dan sarana produksi, kegiatan produksi,

pengawasan produksi evaluasi produksi dan pengendalian produksi.

Suatu usaha produksi yang baru memerlukan perencanaan yang bersifat

umum atau sering disebut sebagai praperencanaan. Faktor-faktor yang harus

diputuskan dalam perencanaan agribisnis, khususnya pada usaha produksi primer

adalah pemilihan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yang menjadi

prioritas utama dengan tetap mempertimbangkan hal-hal yang berhubungan dengan

pemasaran (Sa’id dan Intan, 2001).

2.4 Aspek Teknis Usaha Budidaya Rumput Laut

Budidaya rumput laut merupakan salah satu usaha di bidang perikanan

dengan cara pengembangan sumberdaya rumput laut dalam area terbatas, baik di

dalam medium air laut terbuka maupun tertutup agar sumberdaya tersebut dapat

hidup dan tumbuh serta berbiak dengan lebih baik daripada yang tidak dibudidayakan

(Romimohtarto, 1985). Menurut Patadjai (2007), pertumbuhan rumput laut

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain cahaya, suhu, salinitas, pH, pasang

surut, pergerakan air, kedalaman, kecerahan dan kekeruhan air laut. Beberapa aspek

teknis budidaya rumput laut yang diamati dalam penelitian ini meliputi: (1) kondisi

dasar perairan, (2) salinitas, (3) suhu air laut, dan (4) pH air laut.

2.4.1 Kondisi Dasar Perairan

15

Page 16: HARWAN

Substrat perairan merupakan dasar perairan dimana rumput laut dapat tumbuh

dan berkembang dengan baik. Penyebaran rumput laut dan kepadatannya di suatu

perairan salah satunya ditentukan oleh tipe dan komposisi substrat. Menurut

Mubarak dan Wahyuni (1981), jenis-jenis substrat yang dapat ditumbuhi oleh rumput

laut adalah pasir, lumpur dan pecahan karang. Tipe substrat yang paling baik bagi

pertumbuhan rumput laut adalah campuran pasir, karang dan pecahan karang. Pada

substrat perairan yang lunak seperti pasir dan lumpur, akan banyak dijumpai

jenis-jenis rumput laut Halimeda sp., Caulerpa sp., Gracillaria sp., dan Hypnea sp.

Sedangkan dasar perairan yang bersubstrat keras seperti karang hidup, batu karang

dan pecahan anorganik karang, akan banyak dijumpai jenis-jenis rumput laut

Sargassum sp., Turbinaria sp., renik dan Ulva sp. dan Enteromorpha sp.

Persyaratan lingkungan untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp. yaitu

substrat stabil dasar perairan terdiri atas campuran karang mati dan karang dasar

terlindung dari ombak yang terlalu kuat dan umumnya di daerah terumbu karang

(Kadi dan Wanda, 1988 dalam La Sara, 1991). Eucheuma sp. hidup di daerah

pasang surut dengan cara menempel di suatu substrat supaya dapat bertahan dan

tidak hanyut terbawa arus (ombak). Untuk menyerap makanan dari air laut,

Eucheuma memerlukan pergerakan air yang cukup. Dasar perairan yang berupa

karang mati dan pasir cocok untuk lokasi budidaya Eucheuma (Poncomulyo,

Maryani, Kristiani, 2008).

Rumput laut tumbuh di laut dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur,

pasir, batu, dan benda keras lainnya. Selain pada benda mati, rumput laut pun dapat

16

Page 17: HARWAN

melekat pada tumbuhan lain secara epifitik (Anggadiredja dkk, 2006). Selanjutnya

Nontji (1995) menyatakan bahwa sedikitnya rumput laut yang terdapat pada perairan

dengan dasar berpasir atau berlumpur, disebabkan sangat terbatasnya benda keras

yang cukup kokoh untuk tempat melekatnya. Susunan kimia dari substrat tidak

ditentukan mempengaruhi kehidupan rumput laut, hanya sebagai tempat melekatnya

rumput laut pada dasar perairan. Rumput laut Eucheuma sp. paling baik

pertumbuhannya adalah pada dasar perairan berkarang.

2.4.2 Salinitas

Salinitas merupakan faktor lingkungan yang penting bagi pertumbuhan

rumput laut. Salinitas perairan dipengaruhi oleh variasi air tawar yang berasal dari

sungai yang masuk dalam perairan, pasang surut dan juga penguapan yang terjadi

karena sinar matahari. Atmadja et al. (1996) menyatakan bahwa salinitas perairan

yang baik bagi pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp. berkisar 32 - 34 ppt.

Menurut Indriani dan Sumiarsih (2003), lokasi budidaya rumput laut

sebaiknya tidak mengalami fluktuasi salinitas yang tajam, dengan kisaran salinitas

antara 28–34 ppt (kisaran optimum 33 ppt). Sedangkan Sudradjat (2008)

menjelaskan bahwa salinitas yang cocok untuk pertumbuhan rumput laut berkisar

33 - 35 ppt.

2.4.3 Suhu Air Laut

17

Page 18: HARWAN

Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang penting dalam mempelajari

gejala-gejala fisika air laut dan perairan dapat mempengaruhi kehidupan hewan dan

tumbuhan pada perairan tersebut. Suhu air permukaan di perairan Indonesia

umumnya berkisar antara 28 – 30oC, dimana suhu di dekat pantai biasanya relatif

sedikit lebih tinggi daripada suhu lepas pantai (Nontji 1995).

Rumput laut mempunyai kisaran suhu yang spesifik karena adanya

kandungan enzim pada rumput laut. Rumput laut akan tumbuh dengan subur pada

daerah yang sesuai dengan suhu pertumbuhannya. Di daerah tropik, rumput laut

masih dapat tumbuh pada kisaran suhu 20 - 30oC, untuk jenis Hypnea sp. hidup

optimal pada suhu sekitar 28oC, sedang jenis Glacillaria sp. tumbuh optimal pada

suhu 20 - 28oC (Luning 1990). Selanjutnya Patadjai (2007) menjelaskan bahwa

rumput laut jenis Eucheuma sp. mempunyai toleransi suhu antara 24 - 360C namun

suhu optimal untuk pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp. berkisar antara 25 -

300C.

Lahan budidaya rumput laut sebaiknya tidak mengalami fluktuasi suhu air

yang tajam. Kisaran suhu antara 20–280C dengan fluktuasi harian maksimal 40C

(Anonimous, 1990). Hal yang sama dikemukakan oleh Sudradjat (2008) bahwa

karakteristik ekologi suatu lokasi merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhin keberhasilan budidaya rumput laut. Parameter yang perlu

diperhatikan salah satunya adalah suhu air yang berkisar 20 - 280C.

2.4.4 pH Air Laut

18

Page 19: HARWAN

Lokasi budidaya rumput laut juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan

kimiawi antara lain pH air netral (7) sampai basa (9) dengan kisaran optimum 7,3 –

8,2 (Indriani dan Sumiarsih, 2003). Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh

Sudradjat (2008) bahwa parameter untuk pH air laut yang sesuai bagi pertumbuhan

rumput laut berkisar 7,3 - 8,2.

2.5 Pemasaran dan Peluang Bisnis Rumput Laut

Pemasaran merupakan salah satu subsistem agribisnis yang memegang

peranan yang sangat penting dalam pengembangan usaha pertanian pada umumnya.

Pengembangan pasar dan jaringan pemasaran mutlak diperlukan dan dikembangkan

melalui pengembangan jaringan informasi pasar. Subsistem pemasaran dalam sistem

agribisnis menempati posisi yang sangat penting dan lebih penting dari subsistem

produksi karena sebagai salah bentuk usahatani modern yang komersial, pemasaran

hasil akan sangat menentukan keberhasilan dan kelestarian usahatani yang dikelola

(Mardikanto, 2009).

Pasar adalah merupakan sekumpulan pembeli aktual dan pembeli potensial

terhadap suatu produk. Pemasaran berarti bekerja dengan pasar untuk melakukan

pertukaran untuk memuaskan atau memenuhi kebutuhan dan keinginan orang

(Simamora, 2001). Pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai

perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat dan guna bentuk

yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau

lebih fungsi-fungsi pemasaran (Sudiyono, 2004). Sampai saat ini pemasaran produk

rumput laut di Indonesia dari penghasil (produsen) kepada konsumen masih sangat

19

Page 20: HARWAN

panjang dan ditentukan oleh para tengkulak. Panjangnya mata rantai pemasaran dan

belum adanya kerja sama harga di suatu daerah membuat penerimaan para penghasil

rumput laut menjadi sangat rendah (Sadhori, 1995).

Jaminan pemasaran produk sangat diperlukan, tidak saja menyangkut

kepastian pembelian tetapi juga kepastian jumlah dan mutu permintaan, tingkat harga

yang menarik, waktu dan tempat penyerahan produk, serta waktu sistem pembayaran

yang disepakati antara produsen dan pembeli (Mardikanto, 2009). Ada empat strategi

untuk meningkatkan daya saing produk dengan mutu tertentu (Prakosa, 2002), yaitu:

(1) penetrasi pasar, (2) pengembangan pasar, (3) pengembangan produk, dan

(4) diversifikasi. Kempat strategi tersebut harus diimplementasikan secara simultan

agar mempunyai daya saing tinggi dengan biaya yang paling rendah.

Pasaribu (2004) menyatakan bahwa dalam rangka memanfaatkan sektor

kelautan Indonesia yang sangat potensial, maka salah satu usaha yang perlu

dikembangkan adalah budidaya rumput laut. Anggadiredja dkk (2006) menjelaskan

bahwa pada tahun 2006 - 2010 prediksi pasar dunia olahan rumput laut meningkat

sekitar 10% setiap tahun untuk karaginan semirefine (SRC), agar dan alginate untuk

industri (industrial grade). Sementara alginat untuk makanan (food grade) sebesar

7,5% dan karaginan refine sebesar 5% (Tabel 2).

Tabel 2 menggambarkan bahwa permintaan dunia terhadap produk olahan

rumput mengalami peningkatan hingga tahun 2010. Permintaan olahan rumput laut

yang mengalami peningkatan telah membuka peluang usaha budidaya rumput laut.

Tabel 2. Prediksi Pasar Dunia Produk Olahan Rumput Laut

20

Page 21: HARWAN

Jenis produkProduksi (ton)

2006 2007 2008 2009 2010Karaginan (RC) 26.160 24.470 28.850 30.285 31.800Karaginan (SRC) 33.350 36.690 40.355 44.390 48.830Agar 12.375 13.600 14.970 16.470 18.120Alginat (food grade) 10.730 11.530 12.400 13.330 14.330Alginat (indusrial grade) 20.735 22.800 25.090 27.600 30.360

Sumber: Anggadiredja dkk (2006)

2.6 Analisa Kelayakan Investasi

Kadariah (1986) menjelaskan bahwa investasi adalah kegiatan yang

menggunakan sumberdaya ekonomi dengan tujuan untuk memperoleh manfaat atau

keuntungan pada masa yang akan datang. Penggunaan uang dalam suatu proyek

investasi, petani berharap akan memperoleh kembali jumlah uang yang lebih besar

jika dibandingkan dengan modal investasi dalam jangka waktu tertentu. Selanjutnya

dijelaskan bahwa keuntungan suatu ivestasi bagi seorang petani bergantung pada dua

hal yaitu: (1) keputusan subyektif dari para petani berdasarkan pertimbangan resiko

dan jumlah pendapatan, dan (2) kemampuan petani untuk menanggung resiko dan

memecahkannya berdasarkan usahataninya.

Gittinger (1986) mengemukakan bahwa untuk menilai besarnya manfaat dari

suatu investasi adalah dengan membandingkan dengan sejumlah uang yang diterima

sebagai manfaat (benefit). Dalam membandingkan keuntungan yang dinilai dalam

bentuk uang maka perbandingan tersebut hanya dapat dilakukan pada kurun waktu

dan tahun yang sama. Dengan demikian sebelum melakukan suatu usaha atau

investasi harus dilakukan suatu kegiatan untuk mengetahui apakah usaha atau

investasi yang dilakukan mendapatkan keuntungan atau tidak yang disebut dengan

21

Page 22: HARWAN

kelayakan bisnis (feasibility study). Hasil yang diharapkan dari suatu proyek harus

didasarkan pada perhitungan yang baik dan benar dengan menggunakan teknik

evaluasi seperti yang lazim dipakai dalam evaluasi proyek yaitu perhitungan atau

analisis yang didasarkan pada penilaian analisis finansial, ekonomi, sosial dan

analisis dampak lingkungan. Menurut Soekartawi (1996), sebelum memperhatikan

keempat analisis tersebut di atas terlebih dahulu mengidentifikasi proyek berdasarkan

tiga macam pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah proyek tersebut secara teknis dapat dilaksanakan (technically

feasible)?;

2. Apakah proyek tersebut secara ekonomi menguntungkan (economically

profitable)?;

3. Apakah proyek tersebut secara sosial dapat diterima oleh masyarakat (socially

acceptable)?.

Soekartawi (1996) menjelaskan untuk mengetahui kelayakan usaha secara

finansial maka perlu analisis BCR (Benefit Cost Ratio), NPV (Net Present Value)

dan IRR (Internal Rate of Return). Selanjutnya Kadariah (1986) menjelaskan bahwa

dalam analisa proyek ada beberapa kriteria yang sering dipakai untuk menentukan

diterima tidaknya suatu usulan proyek adalah gross benefit cost ratio, net benefit cost

ratio, profitability ratio, dan net present value.

1. BCR (Benefit Cost Ratio), dengan ketentuan bahwa penghitungan B/C dilakukan

pada kurun waktu yang bersamaan, agar tidak terjadi penghitungan ganda.

Kadariah (1986) menjelaskan bahwa pada tahun pertama usaha biasanya gross

22

Page 23: HARWAN

cost lebih besar dari pada gross benefit, sehingga net benefit adalah negatif.

Rumus BCR menurut Rianse dan Abdi (2008) adalah sebagai berikut:

Keterangan: BCR = Benefit Cost Ratio Bt = benefit langsung dan tidak langsung pada tahun tahun t (Rp) Ct = biaya langsung dan tidak langsung pada tahun t (Rp) i = tingkat bunga

Menurut Padangaran (2008), Net Benefit Cost Ratio (NBCR) adalah angka yang

menunjukan besarnya keuntungan bersih yang diperoleh dari setiap satu rupiah

yang diinvestasikan, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Ukuran kelayakan suatu investasi dapat ditentukan dengan kriteria: Jika

NBCR > 1, berarti investasi layak atau menguntungkan, dan bila NBCR < 1

berarti investasi tidak layak atau merugikan, sedangkan bila NBCR = 1 berarti

investasi pulang pokok.

2. Net Present Value (NPV) adalah nilai sekarang dari selisih antara total benefit dan

total cost pada discount rate tertentu selama jangka waktu umur investasi

(Padangaran, 2008). NPV merupakan perkalian antara arus kas dan faktor

diskonto. Besarnya arus kas sudah memperhitungkan pengaruh perbedaan waktu.

Rianse dan Abdi (2008), menulis rumus secara matematis sebagai berikut:

23

Page 24: HARWAN

Keterangan:NPV = Net Present ValueBt = benefit langsung dan tidak langsung pada tahun tahun t (Rp) Ct = biaya langsung dan tidak langsung pada tahun t (Rp) i = tingkat bunga

Rumus menurut Padangaran (2008), adalah sebagai berikut:

Keterangan:NPV = Nilai bersih sekarang dari selisih antara discount benefit dan discount

costBt = Benefit pada tahun ke t (Rp)Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun t (Rp)t = Tahun berlakunya investasin = Umur ekonomis aset utama (tahun)i = Tingkat bunga yang berlaku

Kriteria penilaian yang sering dipakai dalam menilai suatu proyek adalah apabila

NPV > 0 berarti investasi layak atau menguntungkan dan jika NPV < 0 berarti

investasi tidak layak atau merugikan, sedangkan bila NPV = 0 berarti investasi

pulang pokok.

3. Internal Rate of Return (IRR) dinyatakan dengan persen (%) yang merupakan

tolok ukur dari keberhasilan proyek. Menurut Padangaran (2008), kriteria IRR

menunjukan keuntungan yang diperoleh dari investasi setiap tahun selama umur

proyek. Secara matematis rumus IRR dapat ditulis (Rianse dan Abdi, 2008)

sebagai berikut:

24

Page 25: HARWAN

Keterangan:IRR = Internal Rate of ReturnNPV1 = NPV positifNPV2 = NPV negatifi1 = tingkat bunga yang kecili2 = tingkat bunga yang besar

Jika IRR > tingkat bunga berarti investasi layakJika IRR < tingkat bunga berarti investasi tidak layakJika IRR = tingkat bunga berarti investasi pulang pokok

25

Page 26: HARWAN

III. KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Pikir

Usaha budidaya rumput laut adalah merupakan suatu kegiatan investasi bagi

masyarakat dengan menggunakan sejumlah sumberdaya untuk memperoleh

keuntungan. Rumput laut merupakan komoditi ekspor yang memiliki nilai ekonomi

tinggi dengan pangsa pasar besar. Usaha budidaya rumput merupakan salah satu

subsistem agribisnis (subsistem usaha produksi primer) dalam usahatani.

Pengembangan agribisnis rumput laut ada berbagai macam aspek yang

mempengaruhi tingkat keberhasilannya, yaitu: (1) Aspek teknis yaitu menyangkut

kondisi lokasi, teknologi budidaya, pengadaan dan pemilihan bibit, (2) Aspek

ekonomi yaitu menyangkut ketersediaan serta permintaan pasar dan harga rumput,

(3) Aspek sosial yaitu menyangkut daya serap tenaga kerja, kesesuaian aturan dan

sikap masyarakat terhadap adanya usaha tersebut, (4) Aspek finansial yang

mencakup biaya yang digunakan, penerimaan dan keuntungan yang diterima nelayan,

dan (5) Aspek manajemen yang mencakup adanya pengelolaan bersama,

perencanaan produksi, pengorganisasian input.

Prospek pengembangan budidaya rumput laut dapat diketahui melalui aspek

teknis, ekonomi, sosial dan aspek manajemen yang dianalisis dengan menggunakan

analisis deskritif. Kelayakan finansial pada tingkat pembudidaya dianalisis

menggunakan analisis finansial yaitu penghitungan Net Present Value (NPV), Net

Benefit Cost Ratio (NBCR) dan Internal Rate of Return (IRR). Bila dalam analisis

tersebut kriteria persyaratan terpenuhi, maka pengembangan usaha agribisnis rumput

26

Page 27: HARWAN

laut di Kecamatan Kulisusu mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan

(Gambar 1).

Gambar 1. Kerangka Pikir Prospek Pengembangan Agribisnis Rumput Laut di Kecamatan Kulisusu

27

Aspek Teknis Aspek Finansial

- Deskriptif (teknis, sosial, ekonomi, manajemen)- Analisis finansial:

- NBCR - IRR- NPV

- Korelasi Spearman Rank

- Koperasi- Kelompok nelayan- Rencana produksi

- Biaya- Penerimaan- Keuntungan

Prospek

- Potensi pasar- Harga

- Kondisi lokasi- Tehnik budidaya- Ketersediaan

bibit

Aspek ManajemenAspek Ekonomi

Pengembangan agribisnis rumput laut

- Tenaga kerja- Kesesuaian aturan- Sikap masyarakat

+-

Aspek Sosial

Page 28: HARWAN

3.2 Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis

sebagai berikut:

1. Usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu layak secara teknis dan

finansial.

2. Agribisnis rumput laut di Kecamatan Kulisusu mempunyai prospek untuk

dikembangkan.

3. Faktor teknis, ekonomi, sosial, finansial dan manajemen memiliki hubungan

yang signifikan terhadap prospek pengembangan agribisnis rumput laut.

28

Page 29: HARWAN

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Buton Utara.

Pemilihan lokasi dilakukan atas pertimbangan:

1. Kecamatan Kulisusu merupakan daerah dengan pembudidaya rumput laut

terbanyak yaitu 332 orang atau 52,53% dari total pembudidaya di Kabupaten

Buton Utara.

2. Kecamatan Kulisusu memiliki Teluk Kulisusu sebagai lokasi pengembangan

budidaya rumput laut.

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga selesainya

penyusunan laporan penelitian. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua nelayan pembudidaya rumput laut

di Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara dengan jumlah anggota populasi

sebanyak 332 Orang. Penarikan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple

random sampling) dengan dasar pertimbangan bahwa semua populasi di lokasi

penelitian mempunyai karakteristik sosial ekonomi yang relatif sama. Jumlah sampel

ditentukan dengan mengacu pada persamaan Bungin (2005). Secara matematis dapat

ditulis sebagai berikut:

29

Page 30: HARWAN

Keterangan:n = Jumlah sampelN = Jumlah populasid = Nilai presisi (ketelitian) sebesar 95% atau a = 0,05

Sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak 182 orang

atau 54,82% dari jumlah anggota populasi.

4.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

sekunder:

1. Data primer adalah data yang langsung dari sumber pertama atau

pelaku usaha yang diperoleh melalui wawancara dengan nelayan budidaya dan

lembaga atau orang yang terlibat langsung dalam tataniaga rumput laut dengan

menggunakan kuisioner dan observasi di lapangan.

2. Data sekunder merupakan data yang diambil atau dengan

mempelajari dari sumber yang tidak langsung melalui studi kepustakaan dari

laporan-laporan, catatan-catatan, dan hasil penelitian terdahulu serta mencatat

data-data dari berbagai sumber yang berkaitan dengan penelitian.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti meliputi:

1. Aspek teknis, meliputi: kondisi dasar perairan, salinitas, suhu air laut, pH air laut.

2. Aspek ekonomi, meliputi: potensi pasar, produksi rumput laut, dan harga rumput

laut.

30

Page 31: HARWAN

3. Aspek finansial, meliputi: sumber modal, biaya produksi, penerimaan, dan

keuntungan.

4. Aspek manajemen, meliputi: koperasi dan kelompok nelayan.

5. Aspek sosial, meliputi: tenaga kerja, kesesuaian aturan dan sikap masyarakat.

4.5. Teknik analisis data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kelayakan teknis dilakukan dengan analisis deskriptif.

2. Untuk menganalisis tingkat kelayakan usaha secara finansial dilakukan dengan

menggunakan model analisis sebagai berikut:

Analisis NPV (Net Present Value)

Analisis BCR (Benefit Cost Ratio)

Analisis IRR (Internal Rate of Return)

3. Untuk mengetahui prospek pengembangan agribisnis rumput laut dari aspek

teknis, sosial, ekonomi, dan manjemen maka digunakan Tabel Feasibility Tally

Sheet (Djamin, 1984) sebagai berikut:

31

Page 32: HARWAN

Tabel 3. Tabel Feasibility Tally Sheet

Aspek

Penilaian

Faktor PembatasRating

Cl Cb Ch Cp Cm Ca Ct Ck Cr Cu Cw Co

Teknis

Sosial

Ekonomi

Manajemen

Keterangan:

Cl = Constraint lahanCb = Constraint bibitCh = Constraint pemeliharaanCp = Constraint hama dan penyakitCm = Constraint penerimaan masyarakatCa = Constraint kebijakan pemerintah setempatCt = Constraint ketrampilanCk = Constrain modalCr = Constraint pasarCu = Constraint pengelolaan usahaCw = Constraint waktu tanamCo = Constraint tenaga kerja

Apabila faktor pembatas (constraint) tidak terpenuhi atau sulit dipenuhi maka

diberi skor 0 dan jika dapat dipenuhi atau tidak sulit diatasi diberi skor 1, dan bila

tidak menjadi kendala maka diberi skor 2. Apabila rating yang diperoleh untuk

masing-masing aspek antara 5 – 10 maka berarti usaha agribisnis rumput laut

tersebut mempunyai prospek terhadap aspek teknis, sosial, ekonomi dan aspek

manajemen.

32

Page 33: HARWAN

4. Untuk menganalisis hubungan signifikan antara faktor teknis, sosial, ekonomi

dan manajemen dengan pengembangan agribisnis rumput laut dianalisis dengan

menggunakan Korelasi Spearman Rank, dengan rumus:

Keterangan: rs = Koefisien Korelasi Rank Spearman di = Perbedaan antara kedua ranking N = Banyaknya sampel

Bila terdapat sejumlah besar angka yang sama dalam observasi, maka dapat

digunakan rumus sebagai berikut:

,

himpunan x berangka sama, dan

himpunan y berangka sama, dan

Kriteria pengujian:

Jika nilai koefisien Korelasi Rank Spearman (rs) bernilai positif, berarti

hubungan atau korelasi adalah positif dan sebaliknya. Untuk melihat apakah

hubungan atau korelasi tersebut signifikan atau tidak maka dilakukan dengan uji

keberartian korelasi untuk metode rho Spearman yaitu menggunakan hipótesis:

H0 : = 0

33

Page 34: HARWAN

H1 : 0

Perhitungan nilai t, yaitu:

Dengan hasil nilai tersebut, selanjutnya adalah membandingkan dengan nilai t

yang diperoleh pada tabel dengan menggunakan derajat kebebasan n-2 dan nilai

α = 0,05.

Jika nilai probabilitas ≥ nilai α = 0,05 atau jika r s hitung ≥ rs tabel, maka H0

gagal diterima.

4.6 Konsep Operasional

1. Aspek teknis adalah variabel yang dapat mempengaruhi

pengembangan budidaya rumput laut yang erat kaitannya dengan kondisi lokasi.

a. Kondisi lokasi adalah gambaran keadaan dasar perairan,

salinitas, pH, dan suhu perairan daerah penelitian.

b. Dasar perairan adalah keadaan struktur paling bawah

perairan yang dinyatakan dalam skor.

c. Salinitas adalah kandungan garam perairan pada lokasi

penelitian dalam satuan ppt.

d. pH adalah tingkat keasamaan pada perairan lokasi penelitian.

e. Teknik budidaya adalah metode atau cara yang dilakukan

nelayan dalam pengembangbiakan rumput laut yang dinyatakan dengan skor.

34

Page 35: HARWAN

f. Ketersedian bibit adalah kesiapan tanaman muda rumput laut

untuk dikembangbiakan yang dinyatakan dalam skor.

2. Aspek ekonomi adalah variabel yang mempengaruhi agribisnis

rumput berdasarkan kemampuan keuangan.

a. Pasar adalah tempat penjualan rumput laut di tingkat

kecamatan dinyatakan dengan skor.

b. Harga adalah nilai jual rumput laut yang didapatkan petani

yang dinyatakan dalam rupiah/kilogram.

3. Aspek finansial adalah variabel yang mempengaruhi berdasarkan

perbandingan pengeluaran dengan penerimaan.

a. Sumber modal adalah asal segala biaya yang digunakan

dalam usaha budidaya yang dinyatakan dalam skor.

b. Biaya adalah sejumlah pengeluaran uang yang digunakan

dalam budidaya sekali produksi yang dinyatakan dengan satuan rupiah.

c. Penerimaan adalah hasil fisik rumput laut dikali dengan

harga yang didapat nelayan yang dinyatakan dengan satuan rupiah.

d. Keuntungan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya

produksi dalam satuan rupiah.

4. Aspek sosial adalah variabel yang berhubungan dengan lingkungan

masyarakat.

a. Tenaga kerja adalah tenaga manusia yang digunakan dalam

usaha budidaya yang dinyatakan dengan jumlah orang.

35

Page 36: HARWAN

b. Kesesuaian aturan adalah kecocokan antara aturan

pemerintah terhadap lokasi budidaya yang dinyatakan dengan skor.

c. Sikap masyarakat adalah tanggapan masyarakat terhadap

usaha agribisnis rumput laut yang dinyatakan dengan skor.

5. Aspek manajemen adalah variabel yang mempengaruhi yang dilihat

dari bagaimana keputusan akan diambil.

a. Koperasi adalah lembaga keuangan yang mengatur proses

produksi secara bersama dengan tujuan yang sama skor.

b. Kelompok nelayan adalah kumpulan orang yang bentuk

dengan tujuan yang sama skor.

c. Rencana produksi adalah perkiraan kegiatan yang akan

dilakukan oleh nelayan skor.

6. Jalur pemasaran adalah jalur yang ambil oleh nelayan untuk

memasarkan rumput laut dinyatakan dengan skor.

7. Luas tanam adalah jumlah bentangan tali ris yang digunakan untuk

mengembangbiakan rumput laut dalam satuan meter.

8. Produksi adalah jumlah rumput laut yang dihasilkan di Kecamatan

Kulisusu dalam satuan kg/tahun.

9. Prospek adalah indikator yang menunjukan bahwa usaha masih

memungkinkan dilakukan pada masa yang akan datang.

36

Page 37: HARWAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

Gambaran umum daerah penelitian yang diuraikan dalam penelitian ini

mencakup: letak geografis dan luas willayah, iklim dan curah hujan serta komposisi

penduduk Kecamatan Kulisusu.

5.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah

Kecamatan Kulisusu merupakan satu dari enam kecamatan yang terdapat di

Kabupaten Buton Utara. Menurut data BPS Kabupaten Buton Utara (2009), secara

administratif pemerintah Kecamatan Kulisusu terdiri dari 5 kelurahan dan 9 desa,

dengan luas wilayah secara keseluruhan adalah 172,78 km2. Batas wilayah

Kecamatan Kulisusu adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kulisusu Utara

Sebelah Timur berbatasan dengan Laut banda.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bonegunu dan laut Banda.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kulisusu Barat.

Kecamatan Kulisusu merupakan kecamatan tertua dan merupakan cikal bakal

kecamatan lainnya di Kabupaten Muna pada saat itu. Setelah pemekaran kabupaten

sebagai suatu daerah otonom, Kecamatan Kulisusu merupakan salah satu wilayah

Kecamatan dari enam kecamatan yang ada di Kabupaten Buton Utara. Jumlah dan

luas wilayah di Kecamatan Kulisusu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Wilayah Kecamatan Kulisusu Menurut Desa/Kelurahan

37

Page 38: HARWAN

No Desa/Kelurahan Luas (Km2 ) Persentase (%)

1234567891011121314

BonelipuLemoRomboLinsowuLakoneaLipuBangkuduLojiKalibuEelahajiJampakaTomoahiWacu la’eaTri wacuwacu

13,69 3,38 8,44 6,75 4,88 3,99 8,73 3,25 4,4330,50 7,2913,2740,4323,75

7,93 1,96 4,88 3,91 2,82 2,31 5,05 1,88 2,5617,65 4,22 7,6823,4013,75

Jumlah 172,78 100,00Sumber: Kecamatan Kulisusu dalam Angka 2009

Tabel 4 menunjukan bahwa Desa Wacu la’ea merupakan desa yang memiliki

wilayah terluas di Kecamatan Kulisusu (23,40%), disusul Desa Eelahaji (17,65%),

sedangkan desa yang mempunyai wilayah terkecil adalah Desa Loji yang memiliki

luas wilayah 1,88% dari keseluruhan luas wilayah Kecamatan Kulisusu.

Berdasarkan data letak geografis dan luas wilayah Kecamatan Kulisusu tersebut,

maka potensi pengembangan budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu masih

sangat terbuka, karena sebagian besar desa/kelurahan terletak di daerah pesisir pantai

yang sangat sesuai untuk pengembangan budidaya rumput laut.

5.1.2 Iklim dan Curah Hujan

Keadaan musim di Kecamatan Kulisusu umumnya sama seperti daerah lain di

Indonesia yaitu mempunyai dua musim yakni musim kemarau dan musim penghujan.

Pada bulan November sampai dengan Maret angin bertiup dari benua Asia dan

38

Page 39: HARWAN

Samudera Pasifik yang mengandung banyak uap air, sehingga menyebabkan

terjadinya hujan di sebagian wilayah Indonesia termasuk Kecamatan Kulisusu.

Sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan Juli dan Oktober, pada bulan ini

angin bertiup dari Benua Australia yang sifatnya kering dengan kandungan uap air

yang relatif sedikit. Kecamatan Kulisusu pada umumnya beriklim tropis dengan

suhu rata-rata antara 250C – 270C. Curah hujan rata-rata selama tahun 2008 adalah

sebesar 387 mm/bulan (BPS Kabupaten Buton Utara, 2009).

5.1.3 Komposisi Penduduk

Sumberdaya manusia adalah merupakan salah satu faktor penting dalam

pembangunan nasional yang berkelanjutan. Penduduk merupakan subjek yang juga

sekaligus sebagai objek pembangunan nasional. Jumlah penduduk yang besar

apabila dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang produktif dan

berkualitas akan merupakan modal pembangunan yang utama dan dapat

mendatangkan keuntungan dalam pembangunan suatu bangsa.

Penduduk Kecamatan Kulisusu pada tahun 2008 mencapai 19.607 jiwa yang

terdiri dari 9.718 jiwa laki-laki dan 9.889 jiwa perempuan. Kelurahan Lipu

merupakan daerah yang mempunyai tingkat kepadatan tertinggi yaitu sebesar 1.305

jiwa per km2, sedangkan kepadatan terendah adalah Desa Wacu La’Ea yaitu sebesar

9 jiwa per km2. Jumlah penduduk Kecamatan Kulisusu berdasarkan jenis kelamin

pada tiap desa/kelurahan disajikan pada Tabel 5.

39

Page 40: HARWAN

Tabel 5. Penduduk Kecamatan Kulisusu Berdasarkan Jenis Kelamin Menurut Desa/Kelurahan

No Desa/KelurahanJumlah Penduduk (jiwa)

Laki-laki Perempuan Jumlah1 Bonelipu 1.195 1.251 2.4462 Lemo 787 742 1.5293 Rombo 471 460 9314 Linsowu 370 348 7185 Lakonea 940 869 1.8096 Lipu 2.521 2.684 5.2057 Bangkudu 1.098 1.214 2.3128 Loji 611 649 1.2609 Kalibu 331 290 62110 Eelahaji 319 314 63311 Jampaka 235 227 46212 Tomoahi 420 398 81813 Wacu La'ea 174 190 36414 Tri wacu-wacu 246 253 499

Jumlah 9.718 9.889 19.607Sumber: Kecamatan Kulisusu dalam Angka 2009

Tabel 5 menunjukan bahwa Desa Lipu merupakan desa yang memiliki jumlah

penduduk terbanyak di Kecamatan Kulisusu yaitu sebanyak 5.205 jiwa (26,55%),

disusul Desa Bonelipu dengan jumlah penduduk sebanyak 2.446 jiwa (12,48%),

sedangkan desa yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit adalah Desa Wacu

La'ea sebanyak 364 jiwa (1,86%). Dengan jumlah penduduk yang demikian akan

menjamin ketersediaan tenaga kerja dalam proses pengelolaan budidaya rumput laut,

sehingga menjadi peluang bagi petani dalam meningkatkan pengelolaan budidaya

rumput laut untuk meningkatkan kapasitas produksinya dalam upaya meningkatkan

pendapatan usahanya.

40

Page 41: HARWAN

5.2 Identitas Petani Responden

Identitas responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi: umur, tingkat

pendidikan, pengalaman berusaha, dan jumlah tanggungan keluarga.

5.2.1 Umur

Kematangan seseorang baik secara fisik maupun bioligis dan mental dapat

dilihat dari berbagai indikator yang mempengaruhinya. Umur adalah merupakan

salah satu faktor sosial yang sangat berpengaruh terhadap aktifitas seseorang dalam

kehidupan sehari-hari. Perbedaan umur akan berpengaruh terhadap kemampuan

kerja seseorang dalam menjalankan suatu usaha. Secara umum petani yang berumur

lebih muda memiliki tenaga dan fisik yang lebih kuat untuk melakukan berbagai

kegiatan dalam pengelolaan budidaya rumput laut, sehingga diharapkan dapat

meningkatkan produksi dan pendapatan usaha budidaya rumput laut.

Sidu (2002) menjelaskan bahwa secara umum banyak orang yang

berpendapat bahwa manusia dapat beraktivitas pada rentang usia 15 – 60 tahun, atau

sering disebut dengan umur produktif. Umur dibawah 15 tahun dikenal dengan

umur belum produktif sedangkan diatas 60 tahun adalah merupakan umur yang tidak

produktif pada aktifitas tertentu. Sedangkan Soeharjo dan Patong (1984)

mengelompokan umur berdasarkan produktif dan non produktif, yaitu kisaran 15 –

54 tahun termasuk umur produktif dan 55 tahun keatas dikategorikan umur

nonproduktif atau sudah tidak produktif lagi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa umur petani responden terendah adalah

18 tahun sedangkan umur tertinggi adalah 64 tahun dengan rata-rata 42,32. Umur

41

Page 42: HARWAN

rata-rata 42,32 menunjukan bahwa petani responden pembudidaya rumput laut di

Kecamatan Kulisusu rata-rata tergolong dalam umur produktif. Hasil penelitian

tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Maisi (2005) dan Ardianto (2009)

yang menunjukan masing-masing umur petani rumput laut responden rata-rata 43

tahun dan 40,16 tahun. Berdasarkan ketiga hasil penelitian tersebut maka petani

rumput laut umumnya tergolong umur produkstif. Hal tersebut disebabkan dalam

pengelolaan budidaya rumput laut dibutuhkan tenaga dan kemampuan fisik yang

kuat, karena harus berhadapan dengan berbagai aktifitas di wilayah laut yang

menjadi lokasi budidaya rumput laut yang dikelola. Disamping itu dituntut untuk

lebih inovatif dalam menerapkan berbagai teknologi budidaya rumput laut dan

responsif terhadap berbagai perubahan yang terjadi untuk mengembangkan usaha.

Menurut Hernanto (1999), petani yang memiliki umur yang lebih muda

sangat inovatif terhadap perubahan-perubahan usahataninya dan sangat respek

terhadap teknologi yang akan diterapkan dalam kegiatan usahanya dan secara fisik

akan lebih kuat dalam mengelola usahataninya. Oleh karena itu, maka petani rumput

laut responden akan mampu mengelola usahanya secara optimal, sehingga dapat

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidup keluarganya.

5.2.2 Pendidikan

Pendidikan formal bertujuan untuk menciptakan manusia-manusia yang

berkualitas dari segi pengetahuan dan penguasaan teknologi serta mempunyai etika

dan moralitas yang baik. Pendidikan formal merupakan suatu ukuran kemampuan

seseorang dalam melaksanakan aktivitas, sekalipun tidak berhubungan langsung

42

Page 43: HARWAN

dengan kegiatan usaha yang dilakukam. Dengan tingkat pendidikan yang lebih

tinggi diharapkan petani dapat berpikir secara rasional untuk menyelesaikan

permasalahan yang dihadapi dalam mengelola usaha yang dijalankan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa lama pendidikan formal petani responden

di Kecamatan Kulisusu rata-rata 8,23 tahun atau bila disetarakan dengan jenjang

pendidikan formal yaitu pada tingkatan pendidikan menengah. Hasil penelitian ini

tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Ardianto (2009) dimana mayoritas petani

responden tamat SMP dan SMA, namun berbeda dengan hasil penelitian Maisi

(2005) yang sebagian besar petani responden hanya tamat SD. Perbedaan tingkat

pendidikan formal tersebut dapat berdampak pada penguasaan ilmu pengetahuan dan

keterampilan serta daya pikir dalam mencari solusi penyelesaian berbagai masalah

yang dihadapi dalam usaha budidaya rumput laut. Petani responden dengan tingkat

pendidikan formal yang lebih tinggi tentunya memiliki pengetahuan dan wawasan

yang luas serta cara berpikir yang rasional. Dengan demikian akan mempercepat

proses adopsi inovasi dan informasi dalam upaya mengembangkan usaha budidaya

rumput laut yang dikelolanya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mukson dkk

(2005) bahwa pendidikan produsen pada tingkat tamat SLTP dan SLTA sudah

termasuk tinggi. Hal ini diharapkan dapat mendukung dalam menyerap berbagai

informasi tentang kegiatan yang terkait dengan bidang usaha yang dikelola.

5.2.3 Pengalaman Berusaha

Keberhasilan usaha budidaya rumput laut dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Pengalaman dalam berusaha merupakan salah satu faktor yang sangat menetukan

43

Page 44: HARWAN

keberhasilan dalam menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Semakin lama

petani menggeluti kegiatan budidaya rumput laut, maka semakin banyak

pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, sehingga mampu mengelola usahanya

secara efisien untuk meningkatkan produksi dan pendapatan.

Pengalaman berusaha petani responden di Kecamatan Kulisusu rata-rata 3,94

tahun dengan pengalaman terendah 1 tahun dan pengalaman terlama yaitu 7 tahun.

Menurut Soehardjo dan Patong (1984), kategori kurang berpengalaman apabila

menggeluti bidang pekerjaannya kurang dari 5 tahun, cukup berpengalaman apabila 5

– 10 tahun, dan berpengalaman apabila di atas 10 tahun. Berdasarkan pendapat

tersebut maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata pengalaman berusaha petani

responden di Kecamatan Kulisusu termasuk kategori kurang berpengalaman. Hasil

penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Ardianto (2009) dimana pengalaman

berusaha petani responden rata-rata 7,04 tahun (cukup berpengalaman) dan hasil

penelitian Maisi (2005) yang menunjukan pengalaman berusaha petani responden

rata-rata 11 tahun (berpengalaman). Berdasarkan data tersebut, maka pengalaman

berusaha petani responden dalam penelitian ini merupakan yang paling singkat,

sehingga keterampilan mereka dalam mengelola budidaya rumput laut masih rendah,

dan kemampuan dalam mengatasi berbagai persoalan yang dihadap masih sangat

minim jika dibandingkan dengan petani responden dalam penelitian Ardianto (2009)

dan Maisi (2005). Sebalinya petani responden dengan pengalaman yang banyak

akan mampu memilih dan menentukan alternatif yang lebih baik bagi usaha

peningkatan produksi dan pendapatan usaha budidaya rumput laut. Oleh karena

44

Page 45: HARWAN

semakin lama pengalaman petani, maka petani tersebut semakin matang dalam

menghadapi persoalan-persoalan dalam usahanya, sehingga mampu menentukan

alternatif yang tepat sebagai solusi dari berbagai persoalan yang dihadapi. Hal ini

sesuai dengan pendapat Hernanto (1999) bahwa dengan pengalaman yang cukup

dalam suatu kegiatan usahatani, maka petani yang bersangkutan sudah mengetahui

masalah dan kendala yang terjadi dalam usahataninya. Dengan pengalaman yang

cukup maka petani akan mampu mengorganisir usahanya sehingga diperoleh hasil

yang maksimal.

5.2.4 Jumlah Tanggungan Keluarga

Tanggungan keluarga adalah sejumlah orang yang tinggal dalam satu rumah

yang secara langsung menjadi beban atau tanggungan kepala keluarga ataupun yang

tidak serumah namun masih merupakan tanggungan kepala kaluarga. Tanggungan

keluarga merupakan salah satu sumberdaya manusia yang dapat dikembangkan untuk

membantu usaha keluarga. Jumlah tanggungan keluarga yang besar sebenarnya

merupakan suatu aset penting dan sekaligus merupakan potensi yang penting sebagai

sumber tenaga kerja dalam pengembangan usaha.

Pengelompokan jumlah tanggungan keluarga dilakukan berdasarkan

klasifikasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) yakni tanggungan keluarga kecil 1 – 3

orang, tanggungan keluarga sedang 4 – 6 orang, dan tanggungan keluarga besar

adalah lebih dari 6 orang. Berdasarkan hasil penelitian jumlah tanggungan keluarga

petani responden di Kecamatan Kulisusu berkisar antara 2 - 7 orang dengan rata-rata

jumlah tanggungan keluarga sebanyak 4,07 orang. Hasil penelitian ini hampir sama

45

Page 46: HARWAN

dengan hasil penelitian Ardianto (2009) yakni jumlah tanggungan keluarga petani

responden berkisar antara 2 – 8 orang dengan rata-rata 4,31 orang. Demikian pula

dengan penelitian yang dilakukan Maisi (2005) dimana jumlah tanggungan keluarga

petani responden berkisar antara 1 – 9 orang dengan rata-rata 4 orang. Berdasarkan

data ketiga hasil penelitian tersebut diketahui bahwa dalam segi kisaran jumlah

tanggungan keluarga terdapat sedikit perbedaan diantara ketiga hasil penelitian

tersebut, namun jika dilihat dari rata-rata jumlah tanggungan keluarga maka ketiga

hasil penelitian menunjukan jumlah tanggungan keluarga petani responden yang

tergolong sama yakni kategori tanggungan keluarga sedang (4 – 6 orang).

Dengan jumlah tanggungan keluarga yang demikian, maka diharapkan

sebagian tanggungan keluarga sudah berada pada usia produktif, sehingga dapat

menjadi sumber tenaga kerja untuk membantu petani responden dalam mengelola

usaha budiday rumput laut. Hal ini sesuai dengan pendapat Hernanto (1999) bahwa

dengan semakin banyaknya tanggungan keluarga dalam suatu rumah tangga, maka

hal tersebut menggambarkan adanya ketersediaan tenaga kerja. Oleh karena itu

dengan tersedianya tenaga kerja yang cukup dalam suatu rumah tangga, maka dalam

suatu kegiatan usahatani tidak memungkinkan adanya penyewaan tenaga kerja di luar

keluarga.

5.3 Deskripsi Usaha Budiadaya Rumput laut

5.3.1 Luas Lahan

Luas lahan merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam

pengelolaan suatu usaha budidaya rumput laut, karena menentukan besar kecilnya

46

Page 47: HARWAN

skala usaha, mempengaruhi jumlah penggunaan faktor produksi yang lain, dan pada

akhirnya akan menentukan tingkat produksi dan pendapatan petani. Luas lahan yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah banyaknya jumlah bentangan tali ris yang

diusahakan petani untuk pembudidayaan rumput laut.

Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah bentangan tali ris yang

diusahakan petani responden untuk pembudidayaan rumput laut berkisar antara 10

sampai 180 bentangan dengan rata-rata sebanyak 92,28 bentangan. Banyak

sedikitnya jumlah bentangan tali ris yang diusahakan petani menunjukan besar

kecilnya skala usaha budidaya rumput laut yang dikelola petani responden di

Kecamatan Kulisusu. Perbedaan skala usaha tersebut akan berimplikasi pada

perbedaan produksi dan produktivitas usaha budidaya rumput laut yang akan dicapai,

namun tidak menutup kemungkinan skala usaha dengan jumlah bentangan tali ris

kurang dari 92,28 bentangan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi bila

dikelola secara efisien. Oleh karena itu diharapkan agar petani responden mampu

mengusahakan lahannya secara optimal, sehingga memperoleh produksi dan

produktivitas usaha budidaya rumput laut yang tinggi. Soekartawi (2002)

mengemukakan bahwa luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan

efisien tidaknya suatu usaha pertanian.

5.3.2 Lokasi Budidaya

Lokasi budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu merupakan lokasi yang

relatif aman dari ombak dan arus yang keras, karena terletak di Teluk Kulisusu.

Kondisi dasar perairan lokasi budidaya adalah lumpur berpasir maupun pasir berbatu.

47

Page 48: HARWAN

Secara garis besar lokasi tersebut masih relatif aman dari pencemaran yang langsung

diakibatkan olah manusia, akan tetapi pada musim hujan lokasi budidaya banyak

dipengaruhi oleh air hujan atau banjir kiriman dari sungai besar yang ada di

Kabupaten Buton Utara yang bermuara di Teluk Kulisusu.

Pada saat musim hujan, salinitas di lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh

adanya air hujan. Pasokan air hujan akan mengakibatkan perubahan kadar garam,

sedangkan salinitas sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan rumput laut.

Berdasarkan wawancara dengan responden selama melakukan usaha, pada saat

musim hujan tingkat keberhasilan budidaya di daerah muara akan berkurang yang

diakibatkan oleh adanya hujan yang menyebabkan kotornya lokasi perairan dan

mengakibatkan kekeruhan air di lokasi budidaya. Sedangkan pada musim kemarau

tingkat keberhasilan usaha budidaya rumput laut lebih baik, karena lokasi budidaya

dalam keadaan jernih, sehingga pertumbuhan rumput laut lebih optimal. Disamping

itu kedalaman lokasi budidaya dan pH juga turut mempengaruhi keberhasilan usaha

budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu. Kondisi perairan Kecamatan Kulisusu

secara umum dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kondisi Perairan Lokasi Budidaya Rumput Laut di Kecamatan Kulisusu

No Parameter Ideal Aktual12345

SalinitaspH air lautSuhuKedalamanKecerahan

28 – 33 per mil6,5 – 8,026 – 30oC

2 – 5 metercerah

31 per mil7,2

330C5 meter100%

48

Page 49: HARWAN

Tabel 6 menunjukan bahwa tingkat salinitas air laut di lokasi budidaya

rumput laut memiliki nilai 31 per mil, pH sebesar 7,2, suhu 330C, kedalaman 5 meter,

dan kecerahan 100%. Berdasarkan data tersebut maka salinitas, pH, kedalaman, dan

kecerahan berada pada kondisi yang ideal untuk budidaya rumput laut sebagaimana

yang dijelaskan Indriani dan Sumiarsih (2003). Sedangkan kondisi suhu perairan

tidak berada pada kondisi yang ideal, hal tersebut disebabkan penggukuran dilakukan

pada musim kemarau sehingga suhu permukaan air laut lokasi budidaya tinggi.

Kondisi suhu yang demikian dapat mengakibatkan terganggu pertumbuhan rumput

laut. Menurut responden suhu air pada saat dilakukan penggukuran jauh lebih panas

dibandingkan dengan suhu sebelumnya, sehingga mengakibatkan menurunnya

produksi rumput laut.

5.3.3 Metode Budidaya

Metode budidaya yang digunakan petani responden dalam melakukan usaha

budidaya rumput laut adalah metode rawai atau yang biasa dikenal dengan istilah

long line sebagaimana metode yang dimaksud oleh Sudradjat (2008). Dalam upaya

untuk memaksimalkan hasil produksi, maka petani telah melakukan upaya termasuk

menerapkan berbagai metode budidaya. Tetapi setelah mencoba berbagai macam

cara termasuk menggunakan rakit dengan jaring tingkat, keberhasilan metode rawai

atau long line lebih baik dari yang lainnya. Beberapa faktor yang menyebabkan

petani responden menggunakan metode rawai dalam melakukan usaha budidaya

rumput laut di Kecamatan Kulisusu adalah:

Lokasi masih memungkinkan untuk menggunakan metode tali tunggal apung.

49

Page 50: HARWAN

Pada motode ini kesuburan tanaman merata.

Gampang dilakukan perawatan dan pemeliharaan rumput laut.

Tahapan–tahapan dan bahan yang dibutuhkan pada budidaya rumput laut di

Kecamatan Kulisusu adalah:

1. Persiapan lahan dan persiapan bahan

Persiapan lahan dilakukan untuk mengetahui lokasi yang sebaiknya

dipilih oleh petani sebagai lokasi budidaya rumput laut. Pemilihan lokasi

tersebut dilakukan oleh petani hanya berdasarkan pengamatan fisik terhadap

kondisi perairan, antara lain kedalaman lokasi, luas lokasi, keadaan arus, dan

kejernihan air laut.

Bahan yang digunakan dalam usaha budidaya rumput laut yang termasuk

biaya investasi adalah segala bentuk biaya yang dikeluarkan untuk melakukan

usaha saat usaha akan dimulai sampai usaha tersebut dioperasikan. Dalam

penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: tali, pelampung, tiang pancang,

perahu besar, perahu kecil, mesin katinting, rumah jaga, dan tempat penjemuran.

Proses produksi usaha budidaya rumput laut dalam setahun di Kecamatan

Kulisusu dilakukan sebanyak lima kali periode usaha secara efektif. Adapun

input produksi yang termasuk dalam biaya operasional yang dibutuhkan dalam

usaha budidaya dalam satu periode antara lain: bibit, tali rapiah, biaya tenaga

kerja pembibitan, pemasangan tali, biaya pemeliharaan, biaya panen, biaya

penjemuran, biaya pengepakan dan biaya bahan bakar.

50

Page 51: HARWAN

Faktor utama dalam usaha budidaya rumput laut adalah ketersedian bahan

yang akan digunakan sebagai media pemeliharaan adalah tali yang secara efektif

dapat digunkan selama tiga tahun. Adapun bahan yang diperlukan adalah:

- Tali ukuran 4 mm sebagai tali ris atau tali rentang sebagai tempat

untuk mengikat bibit rumput laut. Satu kilogram tali ukuran 4 mm dapat dibagi

menjadi 2 tali ris atau kira-kira sepanjang 50 m. Tali ukuran 4 mm dapat

diperoleh petani di Kendari atau di Kecamatan Kulisusu dengan harga per

kilogram sebesar Rp. 40.000.

- Tali kecil ukuran 1,5 mm yang digunakan sebagai tali pengikatan bibit

yang ditanam. Tali tersebut dibeli dengan harga Rp. 5000 untuk satu untai

kecil, untuk satu tali ris menggunakan 2 untai tali ukuran 1,5 mm.

- Tali ukuran 6 mm yang oleh petani disebut dengan istilah tali

pemasangan yaitu tali yang digunakan sebagai pengganti tiang tempat mengikat

tali ris. Tali tersebut ditanam langsung di dasar perairan dengan menggunakan

patok kayu sepanjang satu meter. Satu tali ris membutuhkan dua batang kayu

pancang. Penggunaan metode ini lebih menguntungkan, karena kayu yang

tertanam dalam lumpur akan lebih tahan lama, selain itu metode ini tidak

banyak membutuhkan kayu sehingga dapat dikatakan ramah lingkungan karena

mengurangi penebangan bakau sebagai bahan tiang pancang dalam usaha

budidaya rumput laut.

- Pelampung dapat berupa botol polietilen atau dapat berupa botol aqua

dan styrofoam yang dapat digunakan selama satu tahun. Bahan pelampung

51

Page 52: HARWAN

tersebut banyak terdapat di lingkungan masyarakat setempat bahkan

didatangkan dari Kendari. Satu botol aqua dapat diperoleh seharga Rp 400.

Kebutuhan pelampung untuk satu tali ris yaitu 8 sampai 10 buah pelampung.

2. Pembibitan

Pemasangan bibit biasa dilakukan pada malam hari atau pada pagi hari di

tempat yang terlindung dari matahari untuk menjaga kesegaran bibit yang

ditanam. Bibit yang ditanam berjarak sekitar 25 – 30 cm antara satu bibit dengan

bibit yang lainnya. Bibit yang digunakan adalah bibit lokal yaitu petani

mempersiapkan sendiri atau dapat diperoleh dari petani lain dengan harga satu

tali ris bibit adalah Rp. 150.000 dengan berat kira-kira 15 kg. Satu tali ris dapat

memakai bibit sebanyak 1 kilogram. Pemasangan bibit bila menggunakan tenaga

kerja sewa diberi upah sebesar Rp. 3.000 untuk satu tali ris.

3. Penanaman

Penanaman dilakukan pada pagi hari agar tanaman terhindar dari sengatan

sinar matahari. Penanaman dilakukan dengan menggunakan perahu besar

bermesin untuk menuju ke lokasi budidaya. Penanaman dapat diselesaikan

dengan menggunakan sebanyak 10 orang tenaga kerja dengan biaya tenaga kerja

sebesar Rp. 40.000 per orang. Perahu tersebut dapat digunakan selama 10 tahun

dengan melakukan perawatan perahu setiap enam bulan sekali. Perawatan perahu

besar dapat berupa pengecatan, penambalan kebocoran perahu. Kebutuhan bahan

dan rincian biaya perawatan dan pemeliharaan perahu dapat dilhat pada

lampiran.

52

Page 53: HARWAN

4. Pemeliharaan

Upaya yang dilakukan oleh petani untuk dapat mempertahankan

pertumbuhan rumput laut adalah dengan melakukan pemeliharaan. Sarana yang

dibutuhkan dalam pemeliharaan adalah perahu kecil tanpa mesin yang dapat

digunakan selama 10 tahun. Fungsi utama dari perahu tanpa mesin tersebut

adalah sebagai sarana utama yang digunakan untuk mengontrol tanaman setiap

hari. Pemeliharaan yang dilakukan adalah pemeriksaan secara rutin tanaman

setiap hari oleh 2 orang tenaga kerja untuk 100 tali rentang. Penyakit yang sering

menyerang rumput laut di Kecamatan Kulisusu adalah adanya luka pada tanaman

yang banyak terjadi pada saat musim kemarau yang disebabkan oleh suhu air

yang tinggi. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut maka petani

menenggelamkan tanaman lebih dalam. Disamping itu ice-ice adalah salah satu

penyakit yang sering menyerang tanaman rumput yang disebabkan oleh

kurangnya arus, sehingga kotoran dan debu dapat melengket. Jenis penyakit lain

yang sering menyerang tanaman rumput laut di daerah penelitian adalah

timbulnya luka pada tanaman dan munculnya sejenis kerang kecil pada tanaman.

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan pembersihan kotoran yang melekat

pada tanaman dan penggantian tali yang rusak atau pemasangan tanaman yang

lepas. Untuk membersihkan kotoran yang melekat dilakukan dengan cara

penggoyangan tanaman agar kotoran yang melekat dapat terlepas (Anggadiredja

(2006). Perawatan dan pemeliharaan tanaman dilakukan secara rutin setiap hari

53

Page 54: HARWAN

sekaligus untuk mengetahui pertumbuhan tanaman. Pemeliharaan tanaman

sangat perlu dilakukan juga untuk mencegah adanya serangan hama dan penyakit.

5. Panen dan pascapanen

Untuk mendapatkan hasil yang baik rumput laut membutuhkan waktu

kurang lebih 40 – 45 hari untuk dipanen. Kegiatan panen dilakukan pada pagi

hari agar rumput laut dapat langsung dijemur di terik matahari. Cara panen yang

sering dilakukan di lokasi penelitian yaitu dengan cara melepas tali ris, kemudian

dilakukan perontokan rumput laut langsung dipara-para atau penjemuran dengan

cara menarik tali ris pada sebuah kayu bulat atau sebatang bambu. Metode panen

seperti ini banyak dilakukan di lokasi penelitian karena lebih cepat dan langsung

di lokasi penjemuran.

Kegiatan panen dilakukan oleh 10 orang tenaga kerja untuk satu hari

panen, dengan produksi tali ris dapat mencapai antara 10 – 15 kilogram rumput

laut kering. Menurut keterangan responden bahwa produksi maksimal hanya

diperoleh selama dua periode produksi, sedangkan untuk tiga kali panen

berikutnya produksi rumput laut hanya berkisar 3 – 5 kg rumput laut kering.

Selanjutnya penjemuran dilakukan selama 2 – 3 hari pada terik matahari atau

lebih bila matahari tidak terlalu panas. Pada tahap penjemuran juga ikut

menentukan kualitas rumput laut yang dihasilkan, sehingga pada saat penjemuran

sekaligus dilakukan pembersihan kotoran yang ada.

Selanjutnya setelah rumput laut sudah cukup kering maka dilakukan

pengepakan. Pengepakan yang biasa dilakukan di lokasi penelitian yaitu dengan

54

Page 55: HARWAN

memasukan rumput laut kering ke dalam karing. Rumput laut kering yang sudah

dikarungkan selanjutnya disimpan untuk menunggu dipasarkan.

5.3.4 Pemasaran

Rumput laut di Kecamatan Kulisusu dipasarkan dalam bentuk kering kepada

para pedagang. Pedagang yang melakukan pembelian rumput laut adalah pedagang

lokal ditingkat desa dan pengumpul yang lebih besar ditingkat kecamatan serta

pedagang pengumpul di tingkat kabupaten. Rumput laut kering dijual kepada

pengumpul dengan harga Rp. 10.000 per kilogram, baik kepada pengumpul lokal di

tingkat desa maupun pengumpul di tingkat kecamatan. Pengumpul tingkat lokal

melakukan mitra usaha dengan petani dengan memberikan kemudahan kepada petani

yang menjadi mitra usaha. Pembelian yang dilakukan di tingkat lokal yaitu

melakukan transaksi di lokasi budidaya atau pihak pembeli akan menjemput

langsung di lokasi budidaya.

Keterangan petani responden bahwa dalam transaksi penjualan rumput laut

kering semua biaya, baik biaya pengangkutan maupun biaya retribusi ditanggung

oleh pengumpul, hal ini tentunya menguntungkan petani dalam pemasaran hasil. Tapi

bagi petani yang menjual hasil produksi rumput laut kepada pengumpul di tingkat

kecamatan atau kabupaten akan menanggung biaya pengangkutan dan biaya buruh.

Secara umum pengumpul rumput laut baik yang lokal maupun pengumpul tingkat

kecamatan dan kabupaten akan memasarkan hasil produksi rumput laut ke Kota

Kendari dan Kota Bau-bau. Gambaran mengenai jumlah pengumpul rumput laut di

Kecamatan Kulisusu dapat dilihat dalam Tabel 7.

55

Page 56: HARWAN

Tabel 7. Jumlah Pembeli Rumput Laut di Kecamatan Kulisusu

No Pembelil Rumput Laut Jumlah (orang)

1

2

3

Pengumpul lokal

Pengumpul tingkat kecamatan

Pengumpul besar tingkat kabupaten

11

4

2

Total pembeli 16

Saluran pemasaran rumput laut di Kecamatan Kulisusu dimulai dari petani

memasarkan kepada pembeli tingkat desa atau lokal, akan tetapi kadang ada juga

pembudidaya yang memasarkan tanpa menjual ke pembeli tingkat desa atau lokal.

Pengumpul tingkat desa akan memasarkan kepada pengumpul tingkat kecamatan

atau pengumpul yang lebih besar dan selanjutnya akan memasarkan ke Kendari atau

Bau-Bau. Saluran pemasaran rumput laut di Kecamatan Kulisusu disajikan pada

gambar 2.

56

Petani Rumput Laut

Pengumpul lokal/desa

Pengumpul besar tingkat kabupaten

Pengumpul yang lebihbesar tingkat kecamatan

Kendari Bau - Bau

Page 57: HARWAN

5.4 Analisa Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Rumput Laut

Usaha budidaya rumput laut adalah merupakan suatu kegiatan usaha yang

mencangkup kegiatan pembangunan sarana dan prasarana penunjang sampai pada

pemasaran hasil produksi. Teknologi usaha budidaya rumput laut mudah diadopsi

dan diterapkan oleh masyarakat, tetapi pengelolaannya memerlukan kecermatan dan

kedisiplinan yang tinggi dalam berusaha untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Kemampuan pengelolaan usaha yang baik dan pengalaman usaha yang memadai

dengan penggunaan input produksi secara efektif dan efesien untuk mendapatkan

hasil yang tinggi.

Biaya dalam usaha budidaya rumput laut dikelompokan menjadi dua

kelompok yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya

tetap (fixed cost) adalah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha yang jumlahnya

tetap meskipun volume produksi berubah-ubah. Biaya tetap yang besar pada usaha

budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu adalah harga mesin karena mesin

jarang atau sedikit yang menjual barang-barang tersebut. Sedangakan biaya lain tidak

terlalu besar biayanya karena di Kecamatan Kulisusu bahan tersebut masih gampang

di dapat. Rincian biaya kebutuhan dalam usaha budidaya rumput laut di Kecamatan

Kulisusu sebagaimana yang tersaji pada Tabel 7.

57

Page 58: HARWAN

Tabel 7. Rincian Bahan Kebutuhkan Usaha Tani Rumput Laut

No Uraian jumlahHarga satuan Harga

1 Tali 4 mm (kg) 50 40,000 2,000,000 2 Tali 1 mm (untai) 200 5,000 1,000,000 3 Tali 6 mm (kg) 3 50,000 150,000 4 Pelampung/btl aqua (bh) 1000 400 400,000 5 Tiang pancang panjang 1 m 200 1,000 200,000 6 Perahu besar 1 4,000,000 4,000,000 7 Perahu kecil 1 600,000 600,000 8 Mesin katinting 5,5 PK 1 4,000,000 4,000,000 9 Terpal ukuran 4x3 (lmbr) 3 250,000 750,000

10 Mesin genset (bh) 1 2,000,000 2,000,000 11 Balon philps 18 watt (bh) 3 40,000 120,000 12 Parang kerja (bh) 2 50,000 100,000 13 pisau kerja (bh) 5 25,000 125,000 14 sewa lahan 1 1,000,000 1,000,000 15 Rumah jaga (rincian terlampir) 1 6,600,000 6,600,000 16 Tempat penjemuran (rincian terlampir) 1 5,550,000 5,550,000 17 biaya pencarian dan pengecekan lokasi 2 150,000 300,000 18 pengurusan izin lokasi 1 150,000 150,000

Total biaya     29,045,000

Sedangkan biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang digunakanan

dalam kegiatan usaha yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan jumlah produksi.

Satu siklus produksi budidaya rumput laut memerlukan waktu selama 40 – 45 hari,

sehingga satu tahun usaha budidaya efektif berproduksi selama lima siklus.

Komponen biaya selama satu kali produksi relatif sama maka biaya variabel satu

tahun didapatkan dari akumulasi lima kali siklus produksi. Pada Tabel 8

menggambarkan rincian kebutuhan yang termasuk dalam biaya variabel.

58

Page 59: HARWAN

Tabel 8. Rincian Biaya Variabel Usaha Budidaya Rumput Laut

No Uraian jumlahHarga satuan Harga

1 harga bibit (kg) 100 10,000 1,000,000 2 Tali rapiah (kg) 1 15,000 15,000 3 biaya pembibitan (tali/orang) 100 3,000 300,000 4 biaya pemasangan tali ris (orang/hari) 10 30,000 300,000 5 Biaya pemeliharaan 45 hari (2 rorang) 90 30,000 2,700,000 6 biaya panen (orang/hari) 10 30,000 300,000 7 Biaya penjemuran 4 hari (2 orang) 8 30,000 240,000 8 Bahan bakar bensin 10 liter / hari (45 hari) 450 8,000 3,600,000 9 biaya pengangkutan di bodi (kg) 1000 1,000 1,000,000

10 Biaya pengangkutan didarat 5 orang 5 30,000 150,000 Total     9,605,000

Penerimaan usaha budidaya rumput laut adalah bersumber dari penjualan

hasil pada satu siklus produksi. Sehingga produksi dalam satu adalah merupakan

akumalasi dari beberapa siklus produksi rumput laut. Penerimaan bersih adalah

merupakan produksi dalam satun produksi yang telah dikurangi dengan biaya

produksi dan telah dilakukan potongan retribusi hasil perikanan.

Berdasarkan data keuangan yang dilakukan dalam usaha budidaya rumput

laut di Kecamatan Kulisusu maka kelayakan usaha dapat ditentukan dengan

penghitungan NPV (Net Present Value), NBCR (Net Benefid Cost Ratio), dan

penghitungan IRR (Internal Rate of Return) sebagai berikut:

5.4.1 NPV (Net Present Value)

Hasil perhitungan NPV usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu

dengan asumsi bahwa discount faktor (Df) sebesar 15 % pada setiap tahun. Hasil

perhitungan sebagaimana terdapat pada lampiran 1, terlihat bahwa jumlah

59

Page 60: HARWAN

keuntungan yang akan diterima adalah sebesar Rp. 31.880.000 sampai pada akhir

tahun ke-10.

Hasil perhitungan Nilai present value pada discount faktor (Df) 15 % adalah

sebesar Rp. 7.325.845. Angka 7.325.845 berarti usaha ini mampu menghasilkan

keuntungan bersih dengan nilai sekarang sebesar Rp.7.325.845 yang menunjukan

bahwa NPV > 0. Dengan demikian budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu

layak secara finansial untuk dikembangkan.

5.4.2 NBCR (Net Benefed Cost Ratio)

Perhitungan NBCR yang dilakukan terhadap usaha budidaya rumput laut di

Kecamatan Kulisusu pada didapatkan nilai NPV+ sebesar 26.372.845 dan NPV-

sebesar 19.020.000. Dari hasil perhitungan NBCR didapatkan 1,39 sebagaimana

terdapat pada lampiran 2. Nilai NBCR sebesar 1,39 berarti NBCR > 1 yang berarti

usaha budidaya rumput laut tersebut layak secara finasial berdasarkan kriteria NBCR.

NBCR = 1,39 berarti bahwa setiap satu rupiah yang diinvestasikan dalam usaha

budidaya tersebut akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp. 1,39.

5.4.3. IRR (Internal Rate of Return)

Kriteria Internal Rate of Return (IRR) menunjukan persentase keuntungan

yang diperoleh dari investasi setiap tahun umur usaha, sehingga untuk menentukan

kelayakan usaha indikator IRR selalu di bandingkan dengan tingkat bunga uang yang

berlaku di bank. Untuk memperoleh nilai IRR maka perlu di lakukan perhitungan

percobaan sampai lanjutan NPV mencapai nilai negatif. Dari hasil perhitungan

percobaan sampai discount faktor 23 % dengan perolehan nilai masih positif dengan

60

Page 61: HARWAN

nilai 1.230.390 maka dilanjutkan pada discount faktor 24% maka diperoleh nilai

-1.240.790. Dengan penggunaan rumus maka diperoleh nilai IRR sebesar 23,5%.

Nilai 23,5% menunjukan bahwa kemampuan usaha ini untuk menghasilkan

keuntungan atas investasi yang dilakukan adalah sebesar 23,5% per tahun.

5.5 Prospek Pengembangan

Pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu

Kabupaten Buton Utara dapat ditentukan berdasarkan empat aspek indikator prospek

pengembangan yakni; (1) aspek teknis yang mencakup parameter ketersediaan bibit,

keterjangkauan lokasi, keterampilan bertani, penanganan hama dan penyakit,

ketersedian bahan. (2) Aspek ekonomi yang mencakup parameter ketersediaan

modal, ketersediaan pasar, kesesuaian harga, pengumpul lokal. (3) Aspek finansial

yang meliputi parameter sumber modal, biaya produksi, penerimaan dan keuntungan.

(4) aspek manajemen yang mencakup parameter sub indikator pengelolaan usaha,

pengelolaan tenaga kerja, pengaturan waktu tanam, adanya kelompok nelayan

budidaya dan ketersedian koperasi nelayan. (5) aspek sosial yang mencakup

parameter sub indikator penerimaan masyarakat, kebijakan pemerintah, ketersediaan

tenaga kerja, kejahatan pencurian di lokasi budidaya.

5.5.1 Prospek Aspek Teknis

Prospek pengembangan agribisnis rumput laut di Kecamatan Kulisusu dari

aspek teknis yang didasarkan pada pendapat responden mengenai: ketersediaan bibit,

keterjangkauan lokasi, keterampilan bertani, penanganan hama dan penyakit, serta

61

Page 62: HARWAN

ketersediaan bahan. Secara jelas hasil analisis parameter di atas dapat dilihat pada

Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Analisis Faktor-faktor Pembatas pada Aspek Teknis

No Parameter aspek teknis Pendapat Responden Skor12345

Ketersediaan bibitKeterjangkauan lokasiKetrampilan bertaniPenanganan hama dan penyakitKetersediaan bahan

Tidak menjadi kendalaTidak menjadi kendalaTidak menjadi kendalaTidak menjadi kendalaTidak menjadi kendala

22222

Total skor 10Sumber: Analisis Data Primer Tahun 2009

Tabel 9 menunjukan bahwa semua atau 100% dari 182 responden

mengatakan bahwa semua parameter teknis yang berhubungan dengan budidaya

rumput laut bukan merupakan kendala untuk melakukan usaha. Ketersediaan lokasi

menurut responden bukan merupakan kendala karena setiap titik di Teluk Kulisusu

merupakan lokasi yang cocok untuk budidaya. Responden memiliki lokasi yang jelas

dengan dikeluarkannya izin lokasi yang diketahui oleh pemerintah setempat dalam

hal Dinas Kelautan dan perikanan. Keterjangkauan lokasi responden berpandapat

bahwa usaha budidaya yang dilakukan Teluk Kulisusu dianggap biasa atau tidak

menjadi kendala karena Teluk Kulisusu merupakan tempat berusaha mereka sebelum

melakukan usaha budidaya. Keterampilan bertani dalam hal ini melakukan usaha

budidaya rumput laut serta penanganan hama dan penyakit bukan merupakan kendala

dalam berusaha karena usaha tersebut sudah merupakan rutinitas responden.

62

Page 63: HARWAN

5.5.2 Prospek Aspek Ekonomi

Prospek ekonomi pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kecamatan

Kulisusu didasarkan beberapa indikator yaitu ketersediaan modal usaha,

ketersediaan pasar, Kesesuaian harga dan adanya kesiapan penggumpul lokal. Hasil

analisis parameter aspek ekonomi adalah sebagai mana disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Analisis Faktor-faktor Pembatas pada Aspek Ekonomi

No Parameter Aspek Ekonomi Pendapat Responden Skor1234

Ketersedian modalKetersedian pasarKesesuaian hargaKesiapan pengumpul lokal

Tidak menjadi kendalaTidak menjadi kendalaMenjadi suatu kendalaTidak menjadi kendala

2202

Total skor 6Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2009

Tabel 10 menunjukan bahwa sebagian besar parameter aspek ekonomi yang

digambarkan oleh responden sebagai suatu hal yang tidak akan menjadi kendala atau

penghambat yang berarti dalam usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu

kecuali kesesuaian harga. Keseuaian harga menjadi suatu kendala disebabkan oleh

adanya permainan harga oleh para pembeli baik di tingkat pembeli lokal maupun

pengumpul besar. Terjadinya permainan harga ini disebabkan oleh kecilnya

kemungkinan pemasaran hasil yang dilakukan sendiri oleh nelayan jalur pasar yang

lebih jauh.

Ketersedian modal usaha oleh responden tidak menjadi sebagai suatu

masalah, nelayan memiliki sumber modal selain modal sendiri yaitu adanya bank

maupun adanya modal dari pemilik modal dengan sistem bagi hasil dan adapula

63

Page 64: HARWAN

modal dari pembeli hasil rumput laut dengan harapan mereka sebagai pembeli hasil

dengan harga pembelian dari pemilik modal.

5.5.3 Prospek Aspek Finansial

Prospek aspek finansial pengembangan usaha budidaya rumput laut di

Kecamatan Kulisusu berdasarkan persepsi responden tentang parameter yang

berhubungan dengan dengan adanya sumber modal, biaya produksi, penerimaan dan

keuntungan yang didapat oleh nelayan sebagai mana tersaji pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Analisis Faktor-faktor Pembatas pada Aspek Finansial

No Parameter Aspek Finansial Pendapat Responden Skor1234

Sumber modalBiaya produksiPenerimaanKeuntungan

Tidak sulit diatasiTidak menjadi masalahTidak menjadi kendalaMeunguntungan

1222

Total skor 7Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2009

Usaha budidaya rumput laut yang dilakukan oleh petani responden

merupakan usaha yang dilakukan sebagai suatu usaha keluarga yang mengandalkan

berbagai sumber modal. Sebanyak 182 responden menyatakan sumber modal usaha

yang dilakukan bersumber dari modal sendiri atau bantuan dari keluarga, bersumber

dari perbankan pemerintah maupun swasta dan ada juga yang bersumber dari pemilik

modal baik pengumpul rumput laut maupun dari rentenir dengan bunga yang cukup

besar. Porsentase modal sendiri lebih besar yaitu sebanyak 127 orang atau sbesar

69,78% dari total responden. Sumber modal usaha nelayan dari pemilik modal yaitu

sebanyak 42 orang (23,08 %) dari 182 responden. Sedangkan yang menggunakan

64

Page 65: HARWAN

modal dengan sumber dari bank yaitu sebesar 13 orang responden (7,14 %) dari 182

responden. Banyak nelayan yang menggunakan modal dari pemilik modal

disebabkan oleh kemudahan mendapatkannya ketimbang dari bank atau lembaga

keuangan pemerintah lainnya disamping kurangnya pengetahuan nelayan dalam

berurusan secara administrasi.

Parameter biaya produksi menurut responden tidak menjadi suatu masalah

karena budidaya rumput laut merupakan usaha yang tidak terlalu banyak

membutuhkan modal bila dibandingkan usaha lainnya. Tidak menjadinya biaya

produksi sebagai suatu masalah juga disebabkan oleh besarnya keinginan masyarakat

dalam melakukan usaha. Kemauan masyarakat untuk melakukan usaha budidaya

rumput laut di dorong oleh besarnya penerimaan dan besar keuntungan yang akan

didapat oleh nelayan pembudidaya.

5.5.4 Prospek Aspek Manajemen

Prospek pengembangan agribisnis rumput laut di Kecamatan Kulisusu dari

aspek manajemen dapat diketahui berdasarkan hasil analisa parameter aspek yang

meliputi: Pengelolaan usaha, pengelolaan tenaga kerja, pengaturan waktu tanam,

adanya kelompok nelayan dan adanya koperasi nelayan budidaya. Hasil analisis

aspek manajemen dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Analisis Faktor-faktor Pembatas Aspek Manajemen

No Parameter aspek manajemen Pendapat responden Skor1.2.3.4.

Pengelolaan usahaPengelolaan tenaga kerjaPengaturan waktu tanamKoperasi nelayan

Tidak menjadi kendalTidak menjadi kendalaTidak menjadi kendalaMenjadi kendala

2220

65

Page 66: HARWAN

5. Kelompok nelayan Tidak menjadi kendala 2Total skor 8

Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2009

Tabel 12 menunjukan bahwa sebagian besar parameter aspek manajemen

tidak menjadi faktor penghambat dalan usaha agribisnis rumput laut terkecuali

parameter koperasi nelayan yang menjadi kendala. Koperasi keberadaanya sangat

dibutuhkan pada daerah yang memiliki alur pemasaran yang panjang sebagai mitra

nelayan dalam melakukan usaha. Di aerah penelitian memang belum ada koperasi

nelayan namun bukanya tidak bisa dibentuk akan tetapi belum adanya pemahaman

tentang bagaimana pentingnya koperasi. Dalam melaukan usaha nelayan budidaya

masih berharap pada adanya kelompok-kelompok nelayan yang kapasitasnya janya

sebatas kesiapan tenaga kerja tetapi tidak sampai kemudahan penyiapan bahan

maupun pada pemasaran hasil.

5.5.5 Prospek Aspek Sosial

Ditinjau dari prospek sosial pengembangan usaha budidaya rumput laut di

Kecamatan Kulisusu ditinjau dari persepsi responden tentang beberapa parameter

yang berhubungan dengan usaha tersebut yaitu: penerimaan masyarakat, kebijakan

pemerintah, ketersediaan tenaga kerja dan Kejahatan pencurian di lokasi. Hasil

analisis dapat dilihat secara jelas pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil Analisis Faktor-faktor Pembatas pada Aspek Sosial

No Parameter Aspek Sosial Pendapat Responden Skor1.2.3.

Penerimaan masyarakatAturan pemerintahKebijakan pemerintah

Diterima dengan baikMenjadi masalahTidak menjadi kendala

202

66

Page 67: HARWAN

4.5.

Ketersediaan tenaga kerjaKejahatan pencurian

Tidak menjadi kendalaTidak jadi masalah

22

Total skor 8Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2009

Tabel 13 menunjukan bahwa semua parameter aspek sosial dipersepsikan

bukan sebagai suatu kendala oleh responden untuk melakukan usaha budidaya

rumput laut di Kecamatan Kulisusu. Usaha budidaya rumput laut dapat diterima

dengan baik oleh semua lapisan masyarakat karena usaha tersebut dapat mengurangi

penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Penangkapan ikan yang tidak ramah

lingkungan tersebut salah satunya adalah pengeboman ikan telah menjadi ancaman

serius yang dapat merusak lingkungan di wilayah Teluk Kulisusu. Usaha budidaya

rumput laut juga dapat menimbulkan multiplayer efek, sehingga masyarakat yang

bukan pembudidayapun turut mendapatkan keuntungan secara tidak langsung dari

usaha tersebut. Keuntungan yang didapat dari usaha tersebut antara lain

meningkatnya permintaan tali, terbukanya lapangann usaha, dan mningkatnya

pendapatan usaha transportasi darat maupun laut.

Aturan pemerintah menjadi suatu kendala dalam usaha budidaya rumput laut

yaitu dijadikan wilayah Kecamatan Kulisusu dalam Rencana Tata Ruang wilayah

(RTRW) Kabupaten Buton Utara sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan

jasa, pusat pendidikan, pusat industri dan pusat pemukiman Bukan sebagai pusat

kawasan perikanan. Akan tetapi dari kebijakan pemerintah menurut responden bukan

merupakan kendala, pemerintah setempat memberikann perhatian yang cukup baik

pada usaha budidaya rumput laut. Dukungan pemerintah setempat tersebut yaitu

67

Page 68: HARWAN

berupa dikucurkankanya program bantuan pemerintah kepada nelayan pembudidaya

berupa bantuan tali, mesin maupun penyediaan bibit rumput laut melalui Dinas

Kelautan dan Perikanan.

Aspek tenaga kerja dalam usaha budidaya rumput laut juga tidak menjadi

kendala. Tenaga kerja usaha budidaya dapat dilakukan dalam kalangan keluarga.

Semakin banyak atau semakin besar skala usaha yang dilakukan tenaga kerja dapat

diperoleh dari anggota kelompok nelayan pada lokasi yang berdekatan. Penggunaan

tenaga kerja antar kelompok menguntungkan masing-masing nelayan karena

menggunakan yang terampilan dalam bidang usaha tersebut.

Semakin meningkatnya harga rumput laut kering semakin meningkat pula

keinginan untuk mendapatkan keuntungan. Selain melakukan usaha ada juga orang

yang ingin mendapatkan keuntungan dengan cara yang tidak baik seperti melakukan

pencurian rumput laut yang belum dipanen maupun yang sudah kering. Kasus

pencurian tersebut tidak menjadikan responden sebagai suatu kendala dalam

berusaha, karena kejadian tersebut sudah jarang terjadi dengan adanya kegiatan usaha

pada suatu lokasi budidaya dimana nelayan pembudidaya tinggal bersama di lokasi

untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam berusaha.

5.6. Analisis Korelasi Rank Spearman.

Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara aspek teknis, aspek ekonomi,

aspek finansial, aspek manajemen dan aspek soaial dengan prospek pengembangan

68

Page 69: HARWAN

digunakan uji Koefisien Korelasi Rank Spearman (rs). Langka-langka uji Koefisien

Korealsi Rank Spearman (rs) adalah sebagai berikut:

* Hipotesisi:

Ho : ada hubungan/korelasi yang signifikan antara aspek teknis, aspek

ekonomi, aspek finansial, aspek manajemen dan aspek sosial.

Ha : tidak ada hubungan/korelasi yang signifikan antara aspek teknis, aspek

ekonomi, aspek finansial, aspek manajemen dan aspek sosial.

* Taraf signifikan 0,05 dengan N = 182

Nilai koefisien Korelasi Rank Spearman dapat ditentukan dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

* Kriteria pengujian

Berdasarkan tanda koefisien korelasi Rank Spearman, berarti

hubungan/korelasinya positif antara aspek teknis, aspek ekonomi, aspek finansial,

aspek manajemen dan aspek sosial dengan prospek pengembangan budidaya rumput

laut di Kecamatan Kulisusu.

Jika tanda koefisien korelasi Rank Spearman negarif, berarti

hubungan/korelasinya negatif antara aspek teknis, aspek ekonomi, aspek finansial,

69

Page 70: HARWAN

aspek manajemen dan aspek sosial dengan prospek pengembangan budidaya rumput

laut di Kecamatan Kulisusu.

Untuk melihat apakah hubungan tersebut signifikan atau tidak dapat dilihat

dari nilai koefisien korelasi Rank Spearman yang dibandingkan dengan nilai kritis rs

tabel. Jika rs hitung ≥ rs tabel, maka Ho diterima, dan jika rs hitung < rs tabel, maka

Ho gagal diterima. Bisa juga dilihat dari nilai probabilitas yang dibandingkan dengan

nilai alfa (α = 0,05) jika nilai probabilitas < 0,05, maka Ho gagal diterima dan jika

nilai probabilitas > 0,05 maka Ho diterima.

* Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan untuk menentukan apakah Ho diterima atau gagal

diterima adalah berdasarkan hasil perhitungan komputer dengan program SPSS.

Hasil perhitungan dipeoleh nilai koefisien korelasi Rank Spearman sebagaiman yang

disajikan pada Tabel 14.

TEKNISEKONO

MIFINAN-

SIALMANAJE

-MEN SOSIAL

PROSPEK PENGGEM-

BANGANTEKNIS Correlation Coefficient 1.000 .454(**) .550(**) .364(**) .517(**) .257(**) Sig. (2-tailed) . .000 .000 .000 .000 .000 N 182 182 182 182 182 182EKONOMI Correlation Coefficient .454(**) 1.000 .810(**) .362(**) .424(**) .249(**) Sig. (2-tailed) .000 . .000 .000 .000 .001 N 182 182 182 182 182 182FINANSIAL Correlation Coefficient .550(**) .810(**) 1.000 .407(**) .492(**) .319(**) Sig. (2-tailed) .000 .000 . .000 .000 .000 N 182 182 182 182 182 182MANAJEMEN Correlation Coefficient .364(**) .362(**) .407(**) 1.000 .195(**) .044 Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 . .008 .556 N 182 182 182 182 182 182SOSIAL Correlation Coefficient .517(**) .424(**) .492(**) .195(**) 1.000 .177(*) Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .008 . .017 N 182 182 182 182 182 182

70

Page 71: HARWAN

PROSPEK PENGGEM-BANGAN

Correlation Coefficient.257(**) .249(**) .319(**) .044 .177(*) 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .556 .017 . N 182 182 182 182 182 182

Tabel 14. Uji Korelasi Rank Spearman (rs) dengan program SPSS

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Berdasarkan Tabel 14 di atas menunjukan bahwa: Aspek teknis, aspek

ekonomi, dan aspek finansial berhubungan positif terhadap prospek pengembangan

budidaya rumput laut. A

ngka 0,257 menunjukan hubungan/korelasi yang lemah antara aspek teknis terhadap

prospek pengembangan usaha tani rumput laut. Meskipun hubungan korelasi antar

aspek teknis dengan prospek pengembangan lemah tetapi memiliki hubungan yang

signifikan pada taraf kepercayaan 99%. Aspek teknis memiliki hubungan yang cukup

kuat, hal ini mengindikasikan bahwa aspek teknis memiliki peranan yang cukup

penting dalam melakukan usaha tani rumput laut. Hubungan yang cukup kuat antara

aspek teknis terhadap prospek pengembangan di Kecamatan Kulisusu karena pelaku

usaha budidaya telah memiliki pengalaman yang cukup dan interaksi yang baik antar

personal maupun kelompok untuk membagi pengalaman dalam melakukan usaha

budidaya. Pengetahuan masyarakat terutama yang menyangkut hubungan secara

teknis dalam usaha budidaya sangat menentukan tingkat keberhasilan usaha yang

dilakukan.

Hubungan/korelasi antara aspek ekonomi dengan prospek pengembangan

sebesar 0,249 yang menunjukan bahwa adanya hubungan/korelasi yang lemah.

71

Page 72: HARWAN

Hubungan antara aspek ekonomi dengan prospek pengembangan masih mempunyai

hubungan atau korelasi yang signifikan pada taraf kepercayaan 99%. Hal ini berarti

bahwa aspek ekonomi mempunyai pengaruh terhadap prospek pengembangan usaha

tani rumput laut. Kesiapan modal usaha merupakan suatu hal yang sangat penting

dalam usaha tani rumput laut. Dalam melakukan usaha ketersediaan pasar dan

adanya pembeli adalah merupakan hal yamg mutlak untuk diperhitungkan. Di

Kecamatan Kulisusu modal usaha bisa diperoleh dari modal sendiri ataupun dari

sumber lainnya dan adanya banyaknya pembeli atau pengumpul rumput laut telah

meningkatkan animo masyarakat untuk melakukan usaha. Pelaku usaha di

Kecamatan Kulisusu sudah memahami dalam dunia usaha mereka berusaha

menggunakan biaya produksi sekecil mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang

tinggi.

Hubungan/korelasi antara aspek finansial dengan prospek pengembangan

terlihat nilai 0,319 yang menunjukan bahwa adanya hubungan/korelasi yang lemah,

tetapi hubungan antara aspek finansial dengan prospek pengembangan mempunyai

ghubungan/korelasi yang signifikan pada taraf kepercayaan 99%. Hal ini

menunjukan bahwa adanya sumber modal usaha dapat mempengaruhi kondisi usaha

tani rumput laut di Kecamatan Kulisusu banyak yang tidak memiliki modal sendiri

untuk melakukan usaha. Pemahaman pelaku usaha terhadap aspek finansial tersebut

sangat memepengaruhi prospek pengembangan usaha tani rumput laut. Dalam suatu

usaha faktor modal merupakan hal yang penting dan utama, sehingga masyarakat

dalam melakukan usaha yang terpenting adalah mereka harus memilki modal usaha

72

Page 73: HARWAN

terlebih dahulu. Sumber modal bagi masyarakat ada dari modal sendiri atau modal

keluarga bagi yang punya modal, ada juga yang bersumber dari lembaga keuangan

(bank pemerintah maupun swasta) dan bahkan ada melakukan usaha dengan modal

dari pemilik modal atau rentenir sekalipun dengan resiko pengembalian bunga yang

tinggi.

Hubungan/korelasi antara aspek sosial dengan prospek pengembangan

mempunayi nilai 0,177, yang berarti bahwa hubungan/korelasi antara aspek sosial

terhadap prospek pengembangan usaha tani rumput laut di Kecamatan Kulisusu

mempunyai pengaruh yang sangat lemah. Sekalipun hubungan/korelasi antara aspek

sosial dengan prospek pengembangan mempunyai hubungan/korelasi yang sangat

lemah tetapi tetapi masih menunjukan adanya hubungan yang signifikan dengan taraf

kepercayaan 95%. Artinya dalam melakukan usaha faktor-faktor dalam aspek sosial

masih mempunyai peranan yang penting dalam usaha tani rumput laut. Hal ini

terlihat kebutuhan akan tenaga kerja, adanya kebijakan yang berpihak pada usaha

tani rumput laut mutlak di perlukan dalam melakukan usaha.

Hubungan/korelasi aspek manajemen dengan nilai 0,44 menunjukan

bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara aspek manajemen dengan prospek

pengembangan budidaya rumput laut. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya

pemahaman masayarakat terhadap pentingnya aspek manajemen dalam usaha tani

rumput laut. Dalam melakukan usaha cenderung mengabaikan manajemen usaha

maupun pentingnya adanya koperasi nelayan. Sehingga dalam melakukan usaha

73

Page 74: HARWAN

pelaku usaha bekerja apa adanya tanpa memperhitungan pentingnya sistem

perencanaan dalam suatu usaha.

74

Page 75: HARWAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Hasil analisa yang dilakukan pada pelaku usaha tani rumput laut di

Kecamatan Kulisusu terhadap prospek pengembangan budidaya rumput laut yang

meliputi analisa kelayakan finansial, kajian prospek pengembangan maka dapat di

simpulkan sebagai berikut:

1. Usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kulisusu layak secara teknis

maupun secara finansial untuk dikembangkan, berdasarkan hasil analisa prospek

pengembangan dengan menggunakan tabel feasibility tally sheet dan layak secara

finansial (NPV > 0, NBCR > 1 dan IRR sebesar 23,5% per tahun).

2. Prospek pengembangan agribisnis rumput laut di Kecamatan Kulisusu

mempunyai prospek pengembangan yang baik untuk dikembangkan sebagai

komoditas yang mendatangkan keuntungan dan dapat dijadikan masyarakat

sebagai sumber mata penacaharian.

3. Aspek teknis, aspek ekonomi, aspek finansial dan aspek sosial, mempunyai

hubungan/korelasi yang signifikan dengan prospek pengembangan usaha tani

rumput laut di Kecamatan Kulisusu sedangkan aspek manajemen tidak

mempunyai hubungan yang signifikan dengan prospek pengembangan usaha tani

rumput laut.

75

Page 76: HARWAN

6.2 Saran

1. Pengembangan usaha tani rumput laut di Kecamatan Kulisusu perlu

ditingkatkan memerlukan perhatian dari semua stakeholder baik masyarakat

maupun pemerintah dan perlu adanya perhatian yang besar terhadap aspek

finansial terutama yang berhubungan dengan modal usaha nasyarakat.

2. Untuk menjadikan usaha budidaya rumput laut sebagai mata pencaharian dan

menjadikan rumput laut sebagai komoditas unggulan sebagai sumber

penyumbang PAD maka perlu dilakukan adanya pembinaan dan pendampingan

terhadap pelaku usaha budidaya rumput laut.

3. Untuk melakukan pengembangan usaha tani rumput laut di Kecamatan

Kulisusu pemerintah perlu melakukan peningkatan pemahaman kepada

masyarakat pentingnya aspek aspek yang berhubungan dengan usaha tani rumput

laut.

76

Page 77: HARWAN

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja T.J., A Zatnika, H. Purwoto, Sri Istini., 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta.

Badan Penelitian dan Lembaga Pertania, 1990. Petunjuk teknis Budidaya Rumput Laut. Departemen Pertanian, Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2008. Kabaupaten Buton Utara Dalam Angka.

-------------------------., 2009. Kecamatan Kulisusu Dalam Angka.

Dahuri, R. J Rais, S.P Ginting dan M.J Sitepu. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta.

Dinas Kelautan dan Perikanan Sultra, 2008. Laporan Tahunan Statistik Perikanan Budidaya.

Djamin, Z., 1984. Perencanaan dan Analisa Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta

Downey,W.D. dan Erickson, S.P., 1989. Manajemen Agribisnis. Edisi kedua. Alih Bahasa: Roehidayat Ganda S dan Alfonsus Sirait. Erlangga, Jakarta.

Gittinger, J.P., 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. UI-Press, Jakarta.

Hanafiah, A.M, A.M Saefuddin, 1986. Tata Niaga Hasil Perikanan. UI- Press, Jakarta.

Indriani, H., dan E. Sumiarsih, 2003. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya, Bogor.

Kadariah, 1986. Evaluasi Proyek. Analisis Ekonomi. LPFE-UI, Jakarta.

Kartasapoetra, A.G, 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta, Jakarta.

Kartasapoetra, G., RG. Kartasapoetra dan AG. Kartasapoetra 1985. Manajemen Pertanian (Agribisnis). Bina Aksara, Jakarta.

77

Page 78: HARWAN

Kasmir dan Jakfar, 2004. Studi Kelayakan Bisnis. Prenada Media, Jakarta.

Kotler, P., 1996. Manajemen Pemasaran. Erlangga Jakarta.

La Nalefo, 2004. Efektifitas Pola Kluster Dalam Pengembangan Agribisnis Rumput Laut di Sulawesi Tenggara. Tesis pada Program Pascasarjana Unhalu, Kendari

Mardikanto, T., 2009. Membangun Pertanian Modern. LPP UNS dan UNS Press, Surakarta.

Padangaran, A.M., 2008. Manajemen Perusahaan Pertanian. PPS Unhalu, Kendari.

- - - - - - , 2008. Manajemen Proyek Pertanian. PPS Unhalu, Kendari.

Pasaribu, A.M., 2004. Studi Pengembangan Rumput Laut. (Studi Kasus pada PT. Bantimurung Indah. Jurnal Sosial Ekonomi. Universitas Hasanuddin, Makasar.

Patadjai, R.S., 2007. Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty pada Berbagai Habitat Budidaya Yang Berbeda. Desertasi pda Program Pascasarjana Unhas, Makassar.

Prakosa, M., 2002. Pendekatan Coorporate Farming. Dalam Pengembangan Agribisnis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosek Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Monograph Seri No.22.

Rianse, U., dan Abdi. 2008. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi Teori dan Aplikasi. Alfabeta, Bandung.

Sadhori, S.N., 1995. Budidaya Rumput Laut. Balai Pustaka. Jakarta.

Sa’id E.G dan Intan A.H., 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Siagian, P., 1999. Potensi Sumberdaya dan Produksi Rumput Laut Indonesia. Direktorat Bina Produksi, Ditjen Perikanan. Jakarta.

78

Page 79: HARWAN

Sidu, D., 2002. Perilaku Masyarakat Tani Dalam Konservasi Tanah dan Air di Kawasan Hulu DAS Winongo Kabupaten Sleman. Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sudiyono, A., 2004. Pemasaran Pertanian. UMM Pres. Malang.

Sudradjat, A., 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Simamora, B., 2001. Memenangkan Pasar Dengan Pemasaran Efektif dan Profitable. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sjarkowi F., 1992. Agribisnis, Kiat Perencanaan dan Pengelolaan di Tingkat Makro dan Mikro. Universitas Sriwijaya, Palembang.

Soeharjo, A. Dan Patong, D., 1984. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Soekartawi,1996. Panduan Membuat Usulan Proyek Pertanian dan Pedesaan. Penerbit Andi, Yogayakarta.

- - - - - - - - 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Pers, Jakarta.

Suharjo, B., 2008. Analisis Regresi Terapan dengan SPSS. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Umar, H., 1999. Studi Kelayakan Bisnis. Manajemen, Metode dan Kasus. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Widodo, S., 2008. Campur Sari Agro Ekonomi. Liberty, Yogyakarta.

79