harmonisasi peraturan perundang-undangan tentang rumah negara

16
0 | Page HARMONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG RUMAH NEGARA oleh: Andry Marulitua Sijabat Makalah ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti pendidikan Program Magister Ilmu Hukum di Universitas Tarumanagara

Upload: andry-sijabat

Post on 21-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Memberikan informasi terkait pelaksanaan penjualan rumah negara/rumah dinas yang dapat dibeli oleh PNS dengan kendala yang sedang dihadapinya.

TRANSCRIPT

0 | P a g e

HARMONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG RUMAH NEGARA

oleh:

Andry Marulitua Sijabat

Makalah ilmiah ini disusun sebagai salah satu

persyaratan untuk mengikuti pendidikan

Program Magister Ilmu Hukum di Universitas Tarumanagara

1 | P a g e

HARMONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TENTANG RUMAH NEGARA

oleh : Andry Marulitua Sijabat.

I. PENDAHULUAN.

Dalam pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh

masyarakat Indonesia, perumahan dan permukiman yang layak, sehat,

aman, serasi dan teratur merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat

dan martabat, mutu kehidupan serta kesejahteraan Pegawai Negeri dan

Pejabat Pemerintah atau Pejabat Negara yang adil dan makmur berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk menambah semangat dan kegairahan kerja bagi Pegawai

Negari, disamping gaji dan tunjangan lainnya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, Pemerintah memberikan fasilitas

berupa rumah. Rumah ini diberikan kepada Pegawai Negeri dan Pejabat

Pemerintah atau Pejabat Negara selama yang bersangkutan masih

berstatus sebagai Pegawai Negari dan Pejabat Pemerintah atau Pejabat

Negara. Apabila yang bersangkutan tidak lagi berstatus sebagai Pegawai

Negeri, Pejabat Pemerintah atau Pejabat Negara, maka Rumah Negara tersebut

dikembalikan kepada instansinya.

Yang dimaksud Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara

dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

2 | P a g e

keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas Pejabat dan/atau Pegawai

Negeri.

Rumah Negara dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

1. Rumah Negara Golongan I, yaitu Rumah Negara yang dipergunakan bagi

pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat

tinggal di rumah tersebut, serta hak penghuniannya terbatas selama

pejabat yang bersangkutan masih memegang jabatan tertentu tersebut;

2. Rumah Negara Golongan II, yaitu Rumah Negara yang mempunyai

hubungan dengan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu instansi

dan hanya disediakan

untuk didiami oleh Pegawai Negari dan apabila telah berhenti atau pensiun

rumah dikembalikan kepada Negara

3. Rumah Negara Golongan III, yaitu Rumah Negara yang tidak termasuk

Golongan I dan Golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya.

Rumah Negara Golongan II tertentu dapat dialihkan statusnya

menjadi Rumah Negara Golongan III dan Rumah Negara Golongan III dapat

dapat dialihkan haknya beserta atau tidak beserta tanahnya kepada penghuni.

3 | P a g e

STANDAR LUASAN RUMAH NEGARA.

II. PERMASALAHAN.

Kementerian Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 138/PMK.06/2010 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Berupa

Rumah Negara, dimana peraturan ini memerlukan harmonisasi dengan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2008 tentang Pedoman

Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan

Status, dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara, kedua peraturan ini

mengatur tentang objek yang sama yaitu Rumah Negara.

TIPE

PENGGUNA

LUAS (m2)

BANGUNAN TANAH

KHUSUS Menteri 400 1.000

Pimpinan Lembaga Tinggi Negara

A Sekretaris Jenderal/Direktur Jenderal/Inspektur Jenderal

250 600 Pejabat yang setingkat

Anggota Lembaga Tinggi Negara/Dewan

B Direktur/Kepala Pusat/Kepala Biro

120 350 Pejabat yang setingkat

Pegawai Negeri Sipil Golongan IV/d dan IV/e

C Kepala Sub Direktorat/Kepala Bagian/Kepala Bidang 70 200 Pejabat yang setingkat

Pegawai Negeri Sipil Gol. IV/a dan IV/c

D Kepala Seksi/Kepala Sub Bagian/Kepala Sub Bidang 50 120 Pejabat yang setingkat

Pegawai Negeri Sipil Gol. III

E Pegawai Negeri Sipil Gol I dan Gol II 36 100

4 | P a g e

Kementerian Keuangan menganggap adanya kekosongan hukum yang

mengatur secara rinci mengenai Barang Milik Negara berupa Rumah Negara,

sedangkan Kementerian Pekerjaan Umum sebagai instansi yang secara

khusus memiliki kewenangan dan sebagai Pembina rumah negara sesuai yang

dituangkan dalam Hierarki Peraturan tentang Rumah Negara memiliki tugas

sebagai pelaksana penjualan rumah negara kepada pegawainya untuk

membantu Pegawai Negeri, khususnya pegawai Negeri Sipil untuk bisa

memiliki rumah sebagai tempat tinggal.

Setelah disahkannya PMK 138 / 2010, proses pembelian Rumah Negara

Golongan III oleh Pegawai Negeri menjadi tersendat. Terdapat 610 proses

pengalihan Rumah Negara Golongan III tertunda prosesnya menunggu

persetujuan dari Kementerian Keuangan.

Dengan adanya makalah ilmiah ini penulis berharap untuk bisa

memperbaiki proses pengalihan hak Rumah Negara Golongan III agar bisa

kembali berjalan dengan baik sehingga bisa mengakhiri adanya hambatan

dalam pelaksanaan peraturan mengenai rumah negara yang sangat merugikan

Pegawai Negeri dalam usaha memenuhi kebutuhan dasarnya untuk memiliki

rumah sebagai tempat tinggal.

Satu hal utama yang menjadi permasalahan adalah mengenai persetujuan

yang diberikan Kementerian Keuangan dalam menindaklanjuti permohonan

pembelian Rumah Negara Golongan III oleh Pegawai Negeri.

5 | P a g e

III. PEMBAHASAN.

Jiwa dari UU No. 72 / 1957 yaitu ingin memberikan kemudahan bagi

Pegawai Negeri untuk memiliki rumah adalah cukup dengan menerima

rekapitulasi Rumah Negara Golongan III yang telah di data oleh Kementerian

Pekerjaan Umum yang selanjutnya Kementerian Keuangan akan menerbitkan

persetujuan pengalihan Rumah Negara Golongan III, sedangkan dalam PMK

138 / 2010, memiliki kebijakan yang berbeda dan cenderung menyulitkan

pihak yang ingin mengajukan permohonan untuk membeli Rumah Negara

Golongan III, karena masing-masing proses Rumah Negara, baik Golongan I, II,

maupun III dokumennya secara fisik dibawa ke Instansi Kementerian

Keuangan untuk diperiksa lagi, dan karena hal ini merupakan hal yang baru

di Kementerian Keuangan, masih banyak permasalahan dan pandangan yang

berbeda dalam memproses dokumen permohonan Rumah Negara ini, karena

itu banyak Pegawai Negeri yang dirugikan akibat adanya peristiwa ini.

Berikut penjelasan mengenai peraturan rumah negara yang diatur dalam

Permen PU No. 22 / 2008 serta PMK 138 / 2010.

6 | P a g e

Analisa terhadap Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran,

Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak

Atas Rumah Negara.

7 | P a g e

Materi yang diatur dalam hierarki peraturan ini adalah mengenai proses

pengelolaan Rumah Negara, mulai dari proses pengadaan, pendaftaran,

penetapan status, penghunian, pengalihan status, sampai dengan pengalihan

hak atas rumah negara serta penghapusan.

Dalam hierarki peraturan ini, yang mempunyai wewenang dalam bidang

pengelolaan rumah negara adalah Menteri Pekerjaan Umum, seperti tercantum

pada:

1. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 72 Tahun 1957 : Menteri Pekerjaan Umum

dan Tenaga dengan persetujuan Menteri Keuangan dapat menjual

rumah‐rumah Negeri termasuk golongan III, dst…

2. Pasal 1 angka (4) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 : Menteri

adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pekerjaan umum.

Hubungan antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian

Keuangan dalam hal kewenangan mengenai pengelolaan rumah negara adalah

dalam hal persetujuan permohonan penjualan Rumah Negara Golongan III

(Pasal 1 Undang-Undang Nomor 72 Tahun 1957).

Bentuk persetujuan ini juga telah diatur dalam Perpres No. 11 / 2008 dan

Permen PU No. 22 / 2008, yaitu :

1. Menurut Perpres No. 11 / 2008 BAB V Pasal 13 bentuk persetujuan dari

Menteri Keuangan adalah :

8 | P a g e

(3) Menteri mengajukan permintaan persetujuan Pengalihan Hak Rumah

Negara Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beserta atau tidak

beserta tanahnya baik yang berdiri sendiri dan/atau berupa Satuan Rumah

Susun kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan daftar rekapitulasi

Rumah Negara Golongan III yang diusulkan untuk dialihkan haknya kepada

penghuni.

(4) Menteri Keuangan memberikan persetujuan Pengalihan Hak Rumah

Negara Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

2. Dalam Permen PU No. 22 / 2008 dijabarkan format surat permohonan

persetujuan pengalihan hak Rumah Negara Golongan III kepada Menteri

Keuangan.

Perpres 11 / 2008 memberikan wewenang kepada Menteri Pekerjaan

Umum selaku Pembina Rumah Negara.

Inti sari dari hierarki peraturan ini adalah memberikan kemudahan bagi

Pegawai Negeri untuk bisa memiliki rumah. Jadi untuk pegawai negeri yang

memiliki masa kerja minimal 10 tahun bisa mengajukan permohonan sewa

beli rumah, yang mana diberikan kemudahan mencicil selama jangka waktu

minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun serta harga rumah yang akan

dibayarkan oleh pegawai negeri tersebut dikenakan potongan harga yaitu

sebesar 50 % dari nilai NJOP.

9 | P a g e

Analisa terhadap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.06/2010

tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Berupa Rumah Negara.

Dasar hukum dalam PMK 138 / 2010 dalam konsideran Mengingat

mencantumkan antara lain :

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara jo.

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang

Milik Negara/Daerah jo. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008

tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006

tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;

4. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan,

Penetapan Status, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak Atas Rumah

Negara.

Dalam peraturan tersebut di atas tidak satupun yang memberikan

kewenangan pengaturan mengenai Rumah Negara kepada Kementerian

Keuangan, karena wewenang untuk itu sudah diberikan kepada Kementerian

Pekerjaan Umum.

10 | P a g e

Bahkan dalam PP No. 6 / 2006 pada penjelasan pasal 51 ayat (3) huruf (a) :

“Yang termasuk barang milik negara/daerah yang bersifat khusus adalah

barang-barang yang diatur secara khusus sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku;

misalnya, rumah negara golongan III yang dijual kepada penghuni, dan

kendaraan dinas perorangan pejabat negara yang dijual kepada pejabat

negara.”

Dapat disimpulkan bahwa hubungan antara UU No. 1 / 2004 dengan UU

No. 72 / 1957 dan UU No. 4 / 1992 adalah lex spesialis dan lex generalis yang

mana sesuai asas hukum dinyatakan bahwa lex spesialis derogate legi

generalis, yang artinya : peraturan yang mengatur secara khusus

mengesampingkan peraturan yang mengatur secara umum.

Bahwa sejak mulai dilaksanakannya penjualan Rumah Negara Golongan

III tahun 1955 sampai dengan sekarang (kurang lebih telah berlangsung

selama 55 tahun), penjualan Rumah Negara Golongan III yang dilakukan

dibawah pembinaan Kementerian Pekerjaan Umum telah berjalan dengan

baik, dimana keikutsertaan Kementerian Keuangan sebagai instansi yang

memberikan persetujuan diatur secara lebih lanjut dalam SKB.

Dalam proses penyusunan Permen PU No. 22 / 2008 sudah ikut serta

pihak interdep yang salah satunya adalah perwakilan dari Kementerian

Keuangan, dan pada saat itu telah disepakati bahwa yang dimaksud dengan

persetujuan pembelian rumah negara oleh Kementerian Keuangan diwujudkan

11 | P a g e

dalam bentuk surat persetujuan permohonan pembelian Rumah Negara

Golongan III dan lampirannnya.

Dalam membuat suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia

berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, pada Bab II yang berbunyi

sebagai berikut :

ASAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pasal 5

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada

asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik yang meliputi :

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;

d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. kejelasan rumusan; dan

g. keterbukaan.

Pasal 7

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai

berikut :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

12 | P a g e

c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden;

e. Peraturan Daerah.

Berdasarkan ketentuan di atas pada Pasal 5 huruf (b), tidak tepat bagi

Instansi Kementerian Keuangan untuk mengatur tentang Rumah Negara

karena kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat adalah Kementerian

Pekerjaan Umum, yang mana hal ini secara jelas dinyatakan dalam Perpres

No. 11 / 2008 bahwa Kementerian Pekerjaan Umum adalah Pembina Rumah

Negara, hal ini juga sekaligus menyatakan bahwa PMK 138 bertentangan

dengan hierarki peraturan diatasnya.

13 | P a g e

14 | P a g e

IV. KESIMPULAN DAN SARAN.

KESIMPULAN.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, perlu diadakan harmonisasi

PMK 138 dengan Permen PU No. 22 tahun 2008, tiap stakeholder harus

berkumpul dan duduk bersama dan melakukan focus group discussion.

Bahwa dalam rangka mewujudkan akuntabilitas pengelolaan barang milik

negara, diperlukan adanya tertib administrasi dalam pengelolaan barang milik

negara berupa rumah negara dengan tetap menjunjung tinggi good

governance.

Sudut pandang dari Kementerian Keuangan bahwa menjaga aset negara

itu penting, karena ada beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab

mengakibatkan banyak lepasnya aset-aset milik negara.

Dalam hal ini tindakan pengamanan aset oleh Kementerian Keuangan

terhadap aset rumah negara dianggap bagus, namun sejalan dengan itu

hendaknya juga lebih memperhatikan sektor lain yang bertanggung jawab dan

berwenang untuk melaksanakan pengelolaannya.

Di lain pihak, para PNS yang sedang dalam tahap proses untuk

pengalihan hak rumah negara golongan III menjadi terbengkalai karena yang

seharusnya proses bisa berjalan dengan sebagaimana mestinya menjadi

berhenti dan tidak ada kejelasan status.

15 | P a g e

SARAN.

Perlu diadakan kejelasan status terhadap proses penatausahaan rumah

negara golongan III yang sedang berjalan. Apabila dirasakan proses untuk

pengalihan hak rumah negara harus dihapuskan atau dihentikan, sebaiknya

melalui pentahapan yang baik dengan berkoordinasi kepada para stakeholder

dan pemangku kepentingan yang lain. Jadi kebijakan yang ada dapat

disosialisasikan kepada semua pihak dan semaksimal mungkin dicegah

apabila ada kemungkinan terjadi permasalahan pada prosesnya.

Sebaiknya diadakan pertemuan antara pihak yang berkepentingan agar

dapat secara sistematis melakukan upaya upaya penyelesaian dalam kondisi

yang sedang terjadi sekarang.

Harus ada pihak yang dapat dijadikan penengah karena selama ini terlihat

ego sektoral yang banyak mendominasi keputusan yang dikeluarkan tiap

instansi.