harga diri ekspresi budaya lokal

54
Laboratorium Religi dan Budaya Lokal (LABEL) Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Editor: Ahmad Muttaqin dan Fina ‘Ulya Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal Suku-Bangsa di Indonesia &

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

Laboratorium Religi dan Budaya Lokal (LABEL)Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Editor:Ahmad Muttaqin dan Fina ‘Ulya

Harga DiriEkspresi Budaya LokalSuku-Bangsa di Indonesia

&

Page 2: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

143

KEARIFAN LINGKUNGANMENURUT KONSEP KOSMOLOGI

DALAM RELIGI ARUHORANG LOKSADO

Moh Soehadha

PENGANTAR

Posisi geografis Indonesia sangat rentan terhadap perubahaniklim, sehingga kerusakan ekologi tidak hanya dapat menimbulkanterganggunya ekosistem tetapi juga musibah alam. Oleh karenanyakerusakan lingkungan di Indonesia menjadi salah satu problempenting yang mendesak untuk dicari solusinya. Tingginya intensitasbencana alam yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini jugamenandakan bahwa lingkungan alam Indonesia sudah semakin rusak.Rusaknya lingkungan tentu membawa dampak buruk bagi masyarakatdi Indonesia, seperti intensitas banjir yang semakin sering terjadi,erosi tanah, serangan hama dan penyakit tanaman yang menyebabkanrentannya ketahanan pangan (food security), serta berbagai musibahlain yang juga turut dirasakan oleh makluk hidup lainnya, sepertitumbuhan dan hewan.

Tingkah laku sebagian rakyat Indonesia menjadi akar dari prob-lem kerusakan lingkungan tersebut. Kelestarian lingkungan begitumudah dikorbankan untuk alasan kebutuhan yang dianggapmendesak. Namun pada hakikatnya semua alasan itu semata

Page 3: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

144

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

bersumber pada keserakahan manusia, keinginan untuk mendapatkankemudahan dan kenikmatan yang bersifat instan.1

Upaya untuk membangun kembali wajah lingkungan yang lestaridi Indonesia bukanlah semata merupakan problem teknis. Usaha-usaha teknis yang selama ini diprogramkan oleh pemerintah misalnyadengan melakukan penghijauan kembali atau membatasi upaya alihfungsi hutan seringkali tidak berhasil. Oleh karena itu, upayamembangun kembali lingkungan di Indonesia harus dilandasi olehkonsep yang berakar dari nilai budaya dan sistem keyakinanmasyarakat. Nilai-nilai budaya itulah yang sebenarnya telah terpatridalam karakter luhur bangsa Indonesia yang multikultur, bhinekatunggal ika, dan juga berakar dari ajaran agama-agama yang telahmenyatu dengan nilai budaya lokal. Keyakinan agama, tradisi, dankebiasaan hidup yang tumbuh dalam sistem budaya berbagai etnisdi Indonesia dapat membentuk karakter bangsa dalam menjagakelestarian lingkungan.

Artikel berikut memberi paparan tentang salah satu tata nilaipada komunitas etnik di Indonesia yang arif terhadap lingkungan.Di Loksado, tingkah laku masyarakat dalam mengelola lingkungandilandasi oleh sistem keyakinan yang menghargai keseimbangankosmis. Aruh sebagai sistem keyakinan Orang Loksado mengajarkantentang relasi manusia sebagai mikrokosmos dengan alam sekitarsebagai makrokosmos.

KONSEP AJARAN LISAN DALAM RELIGI ARUH

Istilah Aruh untuk menyebut religi orang Loksado berasal darikata “ruh” atau “roh”. Disebut Aruh karena istilah tersebutdigunakan untuk menunjuk pada praktik ritual untuk menghormatiroh para leluhur dan roh pemelihara segenap makhluk dan kehidupanalam semesta. Tujuan ritual Aruh adalah untuk mengundang roh-roh

1 Harun, 1998 dikutip dari Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2001), hlm. xi.

Page 4: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

145

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

pemelihara alam, memuja, memberi persembahan, dan memikatmereka agar senantiasa memberi perlindungan dan kemudahandalam kehidupan warga balai sebagai pandangan dunia, religi Aruhmenjadi sistem gagasan untuk menggarap lingkungan dan memberimakna terhadap semua aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.

Ajaran Aruh yang berkembang dalam kehidupan orangLoksado, tidak dapat dipahami hanya dengan mengamati kehidupanempiris semata atau dengan menelaah literatur. Untuk mengetahuiajaran Aruh, peneliti harus menelaah sumber ajaran lisan, sebab dalamreligi Aruh, ajaran atau pengetahuan religi tidak dirumuskan melaluitradisi tulis atau melalui kitab suci sebagaimana yang lazim terdapatdalam agama Islam, Kristen, dan agama-agama besar (world religion)lainnya. Pengetahuan religi ditransformasikan dari generasi kegenerasi melalui tradisi lisan yang dianggap sebagai ajaran suci (sa-cred literature).2 Oleh Scharer teks-teks lisan itu dilukiskan sebagaikebenaran sejarah yang suci dan berisi wahyu Tuhan dan ajarantentang kejadian alam dan manusia pertama. Cerita lisan adalahkumpulan ajaran tentang kehidupan secara menyeluruh, dari hidupsampai mati mengikuti hukum Tuhan.

Melalui tradisi lisan penganut Aruh mengidentifikasi dirinyauntuk mengukuhkan eksistensi mereka dari pengaruh luar. Tradisilisan menjadi media yang lentur untuk menyampaikan pandanganmereka tentang kehidupan dan maknanya, serta bagaimana merekaharus menghadapi perubahan-perubahan yang dibawa oleh orangdari luar komunitasnya.3 Kelenturan doktrin lisan dari religi Aruhtelah menyebabkan adanya adopsi berbagai konsep ajaran dari agamalain, terutama dari Hindu dan Islam. Adopsi terhadap ajaran Hindukemungkinan terjadi karena pengaruh kekuasaan masa kerajaanNegaradipa yang merupakan koloni Hindu Jawa di Kalimantan

2 Scharer, 1963 dikutip dari S. Djuweng, “Orang Dayak, Pembangunan, dan AgamaResmi.” dalam Stepanus Djuweng. dkk, Kisah dari Kampung Halaman (Yogyakarta: Interfidei,1996), hlm. 13.

3 Waiko dikutip dari Stephanus Djuweng, Ibid.

Page 5: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

146

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Selatan pada abad ke-14 sampai abad ke-16 M.4 Adapun pengaruhajaran Islam ke dalam Aruh disebabkan oleh interaksi antara orangLoksado dengan orang Banjar yang sangat intensif sejak abad ke-18. Intensitas interaksi antara orang Loksado dengan orang Banjar,terutama terjadi di masa perang Banjar (1859-1863), yaitu ketikaorang-orang Meratus di daerah Hulu Sungai banyak memberikandukungan terhadap Sultan Banjar dalam melawan Belanda, menurutTumenggung.

Dalam pandangan Tsing, kelenturan ajaran lisan itu telahmenyebabkan para balian sebagai pemimpin religi melakukan kreasisendiri terhadap nama para nabi, malaikat, maupun makhlukadikodrati dengan mengambil konsep dari ajaran Islam dan Kristen.Tindakan para balian untuk melakukan kreasi dalam membangunkonsep sistem kepercayaan mereka itu, muncul sebagai responterhadap pengaruh misi dan dakwah agama serta kebijakan keagama-an pemerintah yang menolak praktek ritual orang Meratus sebagaiagama. Tradisi lisan menjadi alat yang efektif dalam meresponpengaruh yang berasal dari luar pegunungan Meratus. Para balianbegitu bebas dalam melakukan kreasi dan memberi tafsir atas ajaran-ajaran dalam kepercayaan Aruh karena ketidakterikatan merekaterhadap teks ajaran tulis.

Meskipun religi Aruh memiliki kelenturan dalam meresponpengaruh agama-agama besar, seperti Hindu, Islam, dan Kristen,namun para balian sebagai pemimpin Aruh menyatakan bahwa sistemajaran lisan itu tidak mungkin digantikan oleh ajaran tertulis seperti

4 M. Umberan, dkk., Sejarah Kebudayaan Kalimantan, (Jakarta: DepartemenPendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan dan Nilai Tradisional, 1994),hlm. 17-18. Kerajaan Negaradipa didirikan oleh Mpu Jatmiko pada abad ke-14, ia bergelarMaharaja Candi. Pada masa kekuasaannya, Mpu Jatmiko melakukan penaklukan terhadapwilayah Batang Tabalong, Batang Patap, Batang Aloi, Batang Labuhan Amas, dan jugawilayah pegunungan Meratus di sekitar Batang Hamandit. Kemungkinan besar padamasa kekuasaan kerajaan Negaradipa itulah, pengaruh ajaran Hindu Jawa turut mewarnaikepercayaan religi Aruh.

Page 6: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

147

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

yang ada dalam agama-agama besar tersebut. Ajaran lisan telahmenjadi identitas diri yang membedakannya dengan agama orangBanjar dan agama lainnya. Jika sistem kepercayaan dalam religi itukemudian ditulis, maka tidak lagi dapat disebut sebagai religi Aruh.Penganut Aruh meyakini bahwa tradisi lisan dalam religi itu telahmenjadi ketentuan Tuhan dan telah membedakannya dengan agamaIslam yang dipeluk oleh orang-orang Banjar.

Keyakinan terhadap ajaran lisan dilandasi oleh mitos Datu Ayuhdan Datu Bambang Siwara yang menggambarkan “persaudaraanfiktif ” antara orang Banjar dan orang Loksado. Diceritakan dalammitos tersebut bahwa di antara orang Loksado yang bermukim di“atas” atau di bukit Meratus dengan orang Banjar Islam yang beradadi “bawah” atau di dataran rendah merupakan saudara kandung ataudangsanak. Meskipun dianggap bersaudara, namun kehidupankeseharian mereka dibedakan oleh praktek dari sistem kepercayaanyang dianut. Orang Loksado melaksanakan tradisi keagamaanmereka dengan mendasarkan pada doktrin lisan, sementara orangBanjar melaksanakan agama mereka yang dilandasi oleh doktrin yangtertulis dalam kitab suci Al-qur’an.

Dalam mitos Datu Ayuh diceritakan bahwa pada suatu ketika,tempat bermukim Datu Ayuh dan Datu Bambang Siwara dilandabanjir. Mereka harus menyelamatkan diri dan menyelamatkan kitabyang mereka bawa dari air bah yang melanda wilayah yang merekatempati. Keduanya kemudian memilih jalan yang berbeda untukmenyelamatkan diri. Datu Bambang Siwara menyelamatkan diridengan cara meninggalkan wilayah itu dan bertolak ke kota atau kewilayah bawah gunung. Sementara itu Datu Ayuh memilih tetapbertahan di gunung.

Karena kedua bersaudara itu memilih jalan yang berbeda untukmenyelamatkan diri, maka mereka harus berpisah. Sebelum berpisahmereka memutuskan untuk membelah kitab itu menjadi dua. Setelahkitab dibelah menjadi dua, masing-masing memiliki cara sendiri untukmelestarikan ajaran yang ada di dalam kitab tersebut. Datu Ayuh

Page 7: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

148

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

menyelamatkan kitab yang dibawanya dengan cara ditelan ke dalamperutnya, sedangkan Datu Bambang Siwara memutuskan untukmenuliskan kembali bagian kitab yang dibawanya.

Cerita yang menggambarkan perbedaan dalam menyelamatkankitab itu, mengandung pesan tentang karakter yang berbeda antaraDatu Ayuh dan Datu Bambang Siwara. Datu Ayuh digambarkansebagai orang yang suka menghafal secara lisan dalam melestarikanajaran religi, sedangkan Datu Bambang Siwara digambarkan sebagaiorang yang suka menulis kitab untuk melestarikan ajaran religi.Karakter Datu Ayuh yang suka menghafal memberi ciri budaya bagiorang Loksado sebagai masyarakat yang belum mengenal tradisi tulis.Adapun karakter Datu Bambang Siwara yang suka menulismenggambarkan tentang peradaban orang Loksado yang sudahmengenal tulisan.

Cerita tentang Datu Ayuh yang menyelamatkan kitab dengancara menelan itu, kemudian diyakini oleh para penganut Aruh sebagailandasan dari cara mewariskan pengetahuan religi melalui tradisi lisan.Penganut Aruh meyakini bahwa kitab Barincong adalah kitab ajaranAruh yang tersimpan di dalam hati orang-orang keturunan DatuAyuh. Kitab Barincong adalah ilmu yang tersirat, bukan merupakansebuah kitab ajaran yang ditulis. Kitab itu tersimpan di dalam setiapdiri balian sebagai pemimpin dan sumber pengetahuan Aruh.

Sistem ajaran yang bersifat lisan diinternalisasikan dalam setiapkeluarga balai melalui penceritaan berbagai mitos, serta diperkuatdengan prosesi dalam ritual Aruh Bawanang yang disebut denganbahiyuk manyan. Bahiyuk manyan adalah prosesi awal yang dilaksana-kan oleh para balian dalam ritual Aruh Bawanang sebagai simbolperesapan ajaran Aruh dalam batin setiap balian, sehingga merekamampu menghafal ajaran-ajaran Aruh. Dalam cerita mitos Datu Ayuhjuga digambarkan bahwa baik Datu Ayuh maupun Datu BambangSiwara sama-sama memelihara ternak. Namun, terdapat perbedaandari cara kedua bersaudara itu dalam memelihara ternaknya. DatuAyuh digambarkan selalu membiarkan ternak-ternaknya hidup

Page 8: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

149

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

berkeliaran, sedangkan Datu Bambang Siwara digambarkan sukamengikat ternak-ternaknya. Cerita dari mitos itu mengandung maknatentang ajaran religi yang mengukuhkan perbedaan cara hidup antaraorang Loksado yang direpresentasikan oleh tokoh mitos Datu Ayuh,dengan cara hidup orang Banjar yang direpresentasikan oleh tokohmitos Datu Bambang Siwara. Orang Loksado yang merupakanketurunan Datu Ayuh digambarkan sebagai masyarakat yang tinggaldi gunung dan masih hidup dengan berpindah-pindah, sementaraitu orang Banjar yang dianggap sebagai keturunan Datu BambangSiwara digambarkan sebagai masyarakat yang hidup di kota danmemiliki cara hidup menetap.

Penggambaran orang Loksado sebagai keturunan Datu Ayuhyang tinggal di gunung, dapat dihubungkan dengan konsep uplandersdan lowlanders sebagai sebuah konsep ekologi-politik-ekonomikebudayaan.5 Dalam konsep tersebut uplanders atau “orang datarantinggi” dipertentangkan dengan lowlanders atau “orang dataranrendah”. Orang dataran tinggi diberi karakter sebagai orang pelosokatau orang pedalaman yang jauh dari pusat kekuasaan. Orang datarantinggi dianggap sebagai kaum tradisional yang masih menganutkepercayaan lokal animisme, tidak berpendidikan, dan hidup tidakteratur. Sementara itu sebaliknya orang dataran rendah diberikanciri sebagai orang kota yang dekat dengan pusat kekuasaan, kaummodern, beragama, berpendidikan, dan hidup teratur.

Dengan mengikuti konsep tersebut, maka orang Loksadoketurunan Datu Ayuh diberi identitas sebagai urang bukit atau uranggunung yang berbeda dengan orang Banjar keturunan Datu BambangSiwara yang diberi identitas sebagai urang kota. Istilah urang gunungyang digunakan untuk menyebut orang Loksado tersebutmenunjukkan perbedaan dalam masalah hirarki dan pola interaksi

5 R.W. Hefner, Geger Tengger; Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik (Yogyakarta:LkiS, 1999), hlm. 4; A. Marzali, Strategi Peisan Cikalong dalam Menghadapi Kemiskinan,(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), hlm. xxxv.

Page 9: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

150

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

yang tidak adil antara orang Banjar dengan orang Loksado.6 Karakterorang Loksado digambarkan dalam mitos tersebut beroposisidengan karakter orang Banjar. Jika orang Banjar digambarkan sebagaimasyarakat yang berperadaban menetap, sebaliknya orang Loksadodigambarkan sebagai masyarakat yang masih hidup berpindah-pindah (nomaden).

Cerita yang menggambarkan tentang sifat Datu Ayuh sebagaiorang yang tidak terbiasa mengikat ternaknya, juga mengukuhkanasumsi bahwa ajaran Aruh menjadi landasan religi dari modaproduksi pangan perladangan berpindah. Orang Loksado digambar-kan sebagai masyarakat yang masih bermatapencaharian berladangpadi dengan cara berpindah-pindah. Para peladang memilikikeyakinan bahwa roh padi sebagai “roh yang dinamis dan terusberjalan”. Oleh karena itu perladangan berpindah ditafsirkan sebagaicara orang Loksado mengikuti arah kemana perginya padi sebagaisumber pangan pokok mereka. Hal itu sebagaimana dituturkan balianArkan demikian. “Roh padi selalu berjalan-jalan, dan manusia harusselalu mengikuti kemana perginya roh padi tersebut, jika manusiatidak ingin kekurangan pangan.”

6 Sebutan urang gunung atau urang bukit bagi orang Loksado dapat disejajarkandengan sebutan wong gunung dalam penelitian Hefner (1999) untuk menyebut orangTengger yang hidup di wilayah perbukitan Tengger, dan yang membedakannya dengansebutan wong ngare bagi mereka yang tinggal di dataran rendah. Demikian juga, sebutanurang bukit juga dapat disejajarkan dengan sebutan urang sisi bagi orang Sunda yangtinggal wilayah pedalaman, sebagaimana ditemukan dalam penelitian Marzali (1992).

Page 10: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

151

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Tabel 1Oposisi Berpasangan dalam Pemaknaan Karakter Datu Ayuh

dan Datu Bambang Siwara

Dari hasil tafsir terhadap mitos Datu Ayuh tersebut ditunjukkanbahwa di balik penceritaaan mitos, terdapat konstruksi sosial yangdibangun untuk mengukuhkan perbedaan kedudukan antara orangBanjar dengan orang Loksado. Boleh jadi mitos tersebut sengajadiciptakan oleh orang Banjar untuk membangun kesadaran dikalangan orang Dayak, yaitu bahwa orang Banjar ada dalamkedudukan yang lebih tinggi dalam relasi mereka dengan orangLoksado. Konstruksi dalam relasi sosial yang tidak seimbang tersebutsecara politis memberi keuntungan bagi orang Banjar, karena denganposisi yang lebih tinggi dalam relasi itu, orang Banjar memiliki posisitawar yang lebih tinggi dibanding dengan orang Loksado. Secaraskematis dalam tabel 1 telah digambarkan tentang perbedaan karakteryang saling beroposisi antara Datu Ayuh dengan Datu BambangSiwara dan pemaknaannya.

KONSEP TENTANG TUHAN, KEKUATAN ROH, DANMAKHLUK ADIKODRATI LAINNYA

Dalam literatur antropologi klasik, orang Dayak di Kalimantansering diidentikkan dengan orang-orang yang menganut animisme,sehingga mereka dianggap berbeda dengan orang Melayu yang

Page 11: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

152

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

beragama Islam atau dengan penduduk lainnya yang beragamaKristen. Aruh sebagai sistem religi juga dicirikan oleh adanyakepercayaan yang bersifat animisme, seperti kepercayaan terhadapberbagai kekuatan roh, ritual-ritual selamatan, dan magi.Kepercayaan terhadap kekuatan roh itu pada hakikatnya merupakanbentuk penghormatan pada setiap makhluk. Semua makhluk adalahsubyek, sehingga masing-masing makhluk dianggap turut salingmenentukan kehidupannya.

Dalam analisis berikut ditunjukkan bahwa ajaran dalam religiAruh yang ditransformasikan melalui tradisi lisan telah memberikanpengaruh terhadap pemahaman tentang keberadaan roh dankekuatan adikodrati yang dipuja, yang seringkali berbeda antaraseorang balian dengan balian yang lain. Perbedaan tentang konseproh dan makhluk adikodrati itu tidak terlepas dari sifat lentur ajaranlisan Aruh. Para balian cenderung terbuka dalam merespon konsepkekuatan adikodrati (suprahuman being) dari agama baru yang jugaberkembang di Loksado, sehingga saya menemukan ragam atauvariasi penjelasan konsep tentang makhluk adikodrati yang dipuja.7

1. Mitos Datu Adam dan Datu Tihawa : Penciptaan Alam danManusia

Dalam sistem religi, konsep tentang penciptaan manusiapertama dan alam seisinya (cosmogony) merupakan salah satu unsuryang mendasar. Kepercayaan tentang asal mula manusia dan alam

7 T. Riwut, Kalimantan Membangun (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), hlm. 17.meskipun orang Dayak mengekspresikan keyakinan dengan penyebutan tuhan yangberbeda-beda, namun pada prinsipnya mereka menyembah “Tuhan Allah” yang sama.Perbedaan-perbedaan dalam pengekspresian sistem keyakianan itu, menurut Riwut karenadisebabkan oleh sulitnya komunikasi di antara masyarakat suku Dayak, sebagai akibatdari persebaran komunitas mereka yang sulit menjangkau satu sama lainnya. Di sampingitu, perbedaan dalam cara ekspresi keyakinan itu merupakan resiko dari tradisi lisanorang Dayak, dimana mereka memahami agama tidak melalui tradisi tulis, melainkanhanya dilakukan melalui penuturan lisan secara turun temurun.

Page 12: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

153

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

seisinya menjadi landasan para penganut religi Aruh dalam menentu-kan cara mereka berhubungan dengan lingkungan alam dan makhlukhidup lainnya (cosmology).8 Dalam mitos kejadian sebagaimanadipaparkan berikut. dapat ditemukan konsep tentang tuhan, kekuatanroh, dan makhluk adikodrati lainnya.

“Ketika belum ada apa-apa, baik umat manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan maupun benda-benda lainnya, Tuhan bersuara:“Bumi dan langit akan kucipta hari ini”. Lalu terciptalah bumi danlangit. Langit dan bumi masih jadi satu, ketika itu. Lalu Tuhanmemerintahkan Jabaril “ceraikan bumi dan langit.” Seketika, langitnaik ke atas, bumi turun ke bawah. Rata, sama sama rata. Terangbenderang bercahaya, seperti surga. Keduanya dipisah oleh tiangaras.

Setelah langit dan bumi dicipta, Tuhan bersuara, yang ada hanyasuara Tuhan. Karena kehendak Tuhan, semuanya akan dicipta seorangwakil, kekasih Tuhan. Dicipta seadanya, maksudnya tidak dicipta dariapapun jua, dari air maupun tanah. Dialah yang dalam bahasa orangBahari disebut dengan Sang Hyang Nining Bahatara.

Kemudian ada lagi suara dari atas: “Hai Sang Hyang NiningBahatara ciptaanku, ciptakanlah manusia untuk mengisi bumi yangluas bagaikan surga ini”. Sang Hyang Nining Bahatara menyahut:“Bagaimana aku bisa mencipta? Rasanya aku tidak sanggup.” LaluTuhan menyahut: “Karena engkau sudah Kuperintah, maka pastibisa.”

Lalu Tuhan menurunkan setitik air: “Sambut wahai NiningBahatara ini air setitik! Kunur-kunur ada, kunur-kunur zat”. Nur Alahnamanya. Setelah air tersebut disambut, Tuhan menyuruh Nining

8 Kosmologi (cosmology) didefinisikan sebagai teori atau konsepsi tentang tatalingkungan dan alam semesta, serta bagaimana manusia dan makhluk ciptaan lainnyamemiliki relasi dalam tatanan alam tersebut. Adapun kosmogoni (cosmogony) adalahcerita, mitos, dan teori yang berhubungan dengan asal mula alam atau kejadian alamsemesta termasuk manusia di dalamnya F. Bowie, The Anthropology of Religion (Massa-chusetts: Blackwell Publisher, 2000), hlm. 119.

Page 13: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

154

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Bahatara untuk mengambil tanah dari dasar ars. Lalu sambut angin,angin putih kuturunkan. Lalu dikepal, lalu tanah dikepal, dibentukmanusia dan dicampur. Ternyata salah, dan akibatnya hancur.

Lalu, dikepal untuk yang ketiga kali, barulah berbentuk manusia.Tetapi, manusia yang tercipta itu meminta makanan darah merah.Nining Bahatara bertanya kepada Tuhan “Apa yang mesti sayalakukan?” Kemudian Tuhan memerintahkan agar makhluk tersebutdibuang ke sebelah langit. Jadilah ia raja setan, jadi raja jin, yangjuga memiliki kuasa di sebelah langit. Kemudian raja jin tersebutdisandarkan di kayu Sindura.

Nining Bahatara meminta kembali kepada Tuhan agar diciptakanmanusia yang sempurna untuk mengisi bumi. Tuhan berkata:“Sambut air setitik, ambil tanah sekepal dari dasar aras, campur anginsehelai, dan kepalkan. Ambilkan juga akar balaran surga!” (Akarbalaran tersebut yang kemudian menjadi urat di tubuh manusia). Laludikepal lagi. Kemudian Tuhan bersuara: “Jadilah manusia yangberwujud dan bernyawa!” Itulah yang kemudian menjadi manusiaDatu Adam, manusia yang sempurna.

Datu Adam berjalan-jalan di muka bumi dan langit yang sepertisurga, bersih dan sempurna. Adam berujar kepada Nining Bahatara:“Apa artinya kalau aku hidup sendirian di sini?” Pada saat itu, tumbuh-tumbuhan pun belum ada, begitu pula binatang lainnya. Adammeminta kepada Nining Bahatara untuk memberikan temankepadaNya. Nining Bahatara menyampaikan permohonan Adamkepada Tuhan bahwa ia menginginkan seorang teman. Lalu Tuhanmenyuruh Nining Bahatara untuk mencabut rusuk kiri Adam danberkata: “Hempaskan ke dasar tiang aras. Baca mantra yang ini Airhunikun Adam nur hunikum Tihawa”. Maka akan jadilah seorangperempuan, yaitu Datu Tihawa, belahan jiwa Adam. Ambil tulangrusuk tadi, dan lemparkan ke bumi yang luas, maka jadilah DatuTihawa. Maka dari Adamlah Datu Tihawa berasal. Semua ituberdasarkan kehendak Tuhan.

Page 14: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

155

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Melihat Datu Tihawa, muncul nafsu Datu Adam karena rasa cintakasih dan sayangnya. Lalu Adam langsung berusaha memeluknya, tapiDatu Tihawa menolaknya. Jangankan dipeluk, didekatipun Datu Tihawamenjauh. Datu Tihawa lari dan Datu Adam terus mengejarnya. Karenabekas larinya Datu Adam, jadilah bumi ini ada berupa gunung, berupalubang, yang kemudian menjadi sungai. Habis bulan berganti bulanDatu Adam mengejar Datu Tihawa, sehingga badan menjadi kurus.

Begitu bernafsunya Datu Adam mengejar Datu Tihawa, sehinggasirnya (sperma) keluar. Sperma yang berceceran inilah kemudian yangmenjadi seluruh binatang yang menyengat, seperti lebah, ular-ularan,kalajengking, semut, macan, dan seluruh isi dunia.

Bekas tempat Datu Adam dan Datu Tihawa melangkah,menjadilah gunung, bukit, dan lembah. Kemudian, tempat merekaberpijak jadilah sungai dan laut. Lalu Bumi ini tidaklah menjadi rata,karena ulah dari Datu Adam dan Datu Tihawa.

Ketika sedang kejar-kejaran, Tuhan mencipta kayu berdiri, kayusurga, kayu besar, kayu seribu ada, kayu seribu lengkap. Buahnyaseribu macam. Dengan melihatnya saja orang sudah bisa kenyang.Pada saat berkejar-kejaran, Datu Adam dan Datu Tihawa melewatikayu besar ini. Keduanya terdiam melihat kayu yang mewah ini danberhenti berkejar-kejaran. Dengan melihat saja keduanya menjadikenyang dan hilang lelahnya.

Raja jin dari sebelah langit yang tercipta sebelum Datu Adamtadi, menyerupa menjadi ular. Ular berkata: “Hai Adam mengapakau biarkan buah itu?” Lalu, Adam teringat perkataan Nining Bahatarayang melarangnya untuk memakan buah di pohon itu, karena cukupdengan melihatnya saja sudah kenyang. Ular berkata: “Kamudibohongi Tuhan dan Nining Bahatara. Ini buah kayu yang sangatnikmat, harus kamu makan”.

Namun, Adam lebih percaya kepada perkataan ular.Dipetiknyalah sebiji buah tersebut. Dibelahnya menjadi dua bagian.Belahan bagian bawah dipegang Datu Adam. Adapun belahan dibagian tangkai diserahkan kepada Datu Tihawa. Datu Tihawa masih

Page 15: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

156

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

ragu untuk memakan buah tersebut. Maka buah itu hanya dipegangnyadi sebelah dadanya, belum sampai di makan. Sementara itu, DatuAdam langsung memakannya.

Lalu muncul suara: “Hai… aku ciptakan engkau untuk mengisidunia, dan kami ciptakan makanan ini cukup untuk dilihat. Sekarangtelah engkau langgar. Mulai hari ini, mulai detik ini, engkau jatuh kedalam dosa”. Lalu keduanya menjadi telanjang. Datu Adam menutup-kan buah yang tinggal kerongkongnya tadi ke dadanya, jadilahpayudara laki-laki itu kecil. Sementara, buah yang sudah masuk kedalam mulut tadi, tertahan di leher, jadilah jakun. Sementara itu, yangberada di tangan Datu Tihawa belum dimakan, maka jadilah payudaraperempuan itu besar. Itulah kisah awal kejadian manusia.

Nining Bahatara berkata kepada Adam: “Dosamu ini terturunkepada anak-anakmu, bahwa mulai hari ini kamu tidak akan men-dapatkan rejeki sebelum mengucurkan peluh”. Itulah yang kita alamisaat ini, untuk menjadi pegawai harus mengumpulkan duit, yang jadipetani harus bersusah payah sampai luka untuk membersihkan lahan,demi mengumpulkan rejeki.

Sejak itu hiduplah Datu Tihawa dengan Datu Adam. Setelahdibacakan kata Adam sejodoh, jadilah mereka seperti suami isteri.Keduanya diperintah untuk memenuhi seluruh isi dunia. Sir keduanyatelah sama terbuka. Lalu terciptalah dari mereka atas kehendak Tuhan,anak manusia. Datu Adam dan Datu Tihawa mempunyai anak 41orang, yang 40 orang kemudian menjadi nabi-nabi. Tetapi satuorang, yaitu yang pertama tidak sempat diberi nama, inilah yangterkurung menjadi orang Dayak. Itulah yang bernama anak Adamyang “ditapakan” di gunung Surapati. Ialah yang diutus untukmemelihara harta milik galib, harta perlindungan. Memelihara digunung babaris, di gunung babagi. Ialah yang memelihara sarangburung, serta segala harta yang dihasilkan dari gunung, itulah hartakarun, harta dunia.

Anak sulung Adam yang tidak sempat diberi nama ini kemudianmenurunkan Balian Bumburajawalu, hasil perkawinannya dengan anak

Page 16: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

157

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Balian keturunan Datu Intingan. Bumburajawalu ini berjumlah delapanorang yang diperintahkan oleh Datu Adam untuk mengasuh Baliandi perangkatan hari Balian, perangkatan bulan (hari-hari pelaksaanaanAruh). Lalu dibuatlah aturan-aturan Aruh dan adat. Di sebelah langitdiadakan tanam-tanamannya, yang kemudian juga ditumbuhkan digunung sebagai tanaman Balian. Tumbuh-tumbuhan itu adalah: buluhkuning, pinang, pucuk enau, kembang mangit, kencur, serai, dan kandarasa.

Gunung tempat tanaman-tanaman itu adalah gunung Basagi Waluatau gunung Balu dan Walu. Gunung itu merupakan alam Balian /alam Kelanglangan. Di gunung itu terdapat sumur putih/sumursempurna/sumur suci, gaduhan rindu manangis/kambang syurga kambangsarumpun/rindu manangis kambang langit/rindu manangis gading tulah/penyangga Balian bumbu raja walu. Para Balian ini wafat di langit, dantiada berkubur. Semuanya adalah cucu dari Datu Adam, yang semua-nya menjadi Balian.

Bumburajawalu inilah yang kemudian menurunkan balian-balianlainnya hingga saat ini. Balian pertama yang diturunkaannya adalahBalian Jandih yang kemudian menurunkan balian-balian lainnya. BalianJandih ini manggaduh panggung ditabur/panggung ditulis/panggung bajambak/kambang bajambak bunga/palumbaan Balian/palumbaan balandut”. Inilahyang diamanatkan oleh Datu Adam agar tidak menghilangkan tutusanadat dan budaya. Inilah yang dijaga oleh para Balian, seperti tanaman-tanaman tadi misalnya, orang Dayak Loksado memiliki kewajibanuntuk menjaga dan mengembangkannya tanaman tersebut.

Mamangan Balian Jandih artinya bahwa ketika panggung lalaya sudahdipasang, kemudian ditiup menyan, lalu Nining Bahatara diundangturun ke balai. “Hari ini kami (orang-orang balai) mencapai ke-menangan, mencapai kebaikan, menggambil rejeki, jangan sampaiada yang tercecer ataupun terbuang, untuk semua utusan dan anakketurunan.” Permohonan untuk diturunkan rejeki ini disampaikanoleh orang Dayak secara khusus dalam Aruh adat untuk semua anakketurunan Datu Adam yang turun pertamanya lewat Balian Jandih”

Page 17: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

158

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

9 N. Smart, “Batas-Batas Studi Agama Ilmiah” dalam Ahmad Norma Permata(ed.), Metodologi Studi Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 153.

2. Konsep tentang Tuhan

Konsep tentang tuhan merupakan salah satu persoalan pokokyang tidak bisa diabaikan dalam kajian tentang sistem kepercayaan.Ritual maupun tradisi dari sistem kepercayaan yang menghasilkansentimen-sentimen yang sakral selalu diarahkan kepada suatu fokusutama, yaitu kesadaran akan adanya kekuatan ilahi (Tuhan) ataukekuatan adikodrati.9 Konsep ketuhanan dalam kepercayaan religimemberikan arah kepada para penganutnya tentang tujuan dari caramengekspresikan sikap dan praktek keberagamaan.

Dengan mengacu pada konsep teori ketuhanan dari AndrewLang, konsep ketuhanan dalam kepercayaan Aruh adalahUrmonoteisme. Mereka percaya terhadap banyak kekuatanadikodrati, tetapi di antara banyak kekuatan itu terdapat satu kekuatanutama yang dianggap paling berkuasa di atas kekuatan adikodratiyang lain. Konsep ketuhanan religi Aruh dapat diketahui dariberbagai cerita mitos, terutama mitos kejadian sebagaimana telahdipaparkan sebelumnya.

Di awal cerita mitos kejadian manusia dan alam semesta di atas,terdapat cerita yang menggambarkan bahwa pencipta Datu Adamsebagai manusia pertama adalah Nining Bahatara. Namun demikian,Nining Bahatara tidaklah mencipta manusia dan alam itu atas kehendak-nya sendiri. Nining Bahatara mencipta manusia dan alam semestaatas perintah kekuatan yang lebih tinggi lagi yang hanya dapat dikenaldari “suaranya”. Jalan cerita itu menggambarkan bahwa pada dasar-nya masih terdapat kekuatan lain di atas Nining Bahatara yangdibahasakan oleh balian Arkan sebagai Tuhan. Dalam berbagaidiskusi, balian Arkan sering menyebut Tuhan yang telah memerintah-kan Nining Bahatara untuk mencipta manusia itu sebagai Alahtaala,dan kadang juga disebut sebagai Suwara.

Page 18: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

159

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Keberadaan Suwara yang dipercaya sebagai tuhan yang memilikikekuatan di atas kekuatan Nining Bahatara itu juga sejalan denganpendapat Radam.10 Hasil temuan yang lain, yaitu ketika saya men-dapatkan versi cerita tentang kejadian manusia dari balian Labah,juga memperkuat pendapat yang menyatakan bahwa kekuatantertinggi yang menyuruh Nining Bahatara adalah Suwara. Pada suatukesempatan balian Labah bercerita tentang mitos kejadian manusia,dan ia memulai cerita mitos kejadian manusia itu dengan menutur-kannya demikian; “sebelum ada manusia dan alam semesta, dulu yangada hanyalah Suwara. Suwara itulah yang menyuruh Nining Bahataramenciptakan Datu Tihawa dan Datu Adam dari tanah sekepal.” Dalamkajian ini dapat disimpulkan bahwa Suwara adalah tuhan atau makhlukadikodrati yang memiliki kedudukan tertinggi dibanding makhlukadikodrati yang lain.

Penyebutan tuhan yang tertinggi sebagai “Suwara” berasal darikata ‘suara’. Disebut dengan Suwara, karena dalam keyakinan Aruhmakhluk adikodrati tersebut pada hakikatnya merupakan kekuatanutama yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Meski tidak terlihat,namun Suwara memiliki kehendak menyeru seluruh alam. Suwaradiyakini sebagai faset Tuhan yang transeden, sehingga tidak mewujuddalam kehidupan di dunia. Keberadaan Suwara sebagai makhlukadikodrati yang memiliki kekuatan tertinggi, antara lain dapatditunjukkan dari tindakan setiap balian yang selalu mengawali ceritamitos kejadian dengan mengatakan bahwa “sebelumnya tidak adaapa-apa, yang ada hanyalah Suwara”.

Di samping menyebut kekuatan tertinggi dengan istilah “Suwara’,para balian juga sering menyebut keberadaan makhluk yang tertinggiitu dengan istilah Alahtaala. Penyebutan Tuhan tertinggi sebagaiAlahtaala dipengaruhi oleh ajaran Islam. Orang Islam lazim menyebutTuhan yang mahatinggi sebagai Allah Subhanahu Ta’ala yang berarti‘tuhan yang maha suci penguasa semesta alam’. Dengan demikian

10 N. H. Radam, Religi Orang Bukit (Yogyakarta: Semesta, 2001).

Page 19: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

160

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

jelas bahwa Nining Bahatara berada di bawah kekuasaan Suwarasebagai tuhan utama.

Pada beberapa kelompok masyarakat Dayak lainnya diKalimantan Barat dan Timur, penyebutan tuhan pencipta yang di-pengaruhi oleh tradisi agama Islam ini juga dapat ditemukan. Dalammitos kejadian, mereka menyebut tuhan pencipta ini dengan sebutanAlaatala atau juga dengan sebutan Mahatala.11

Sementara itu, penyebutan Nining Bahatara sebagai makhlukadikodrati yang berada di bawah Suwara dapat dihubungkan dengankonsep dalam ajaran Hindu yang sudah berkembang di KalimantanSelatan mulai abad ke-14.12 Dalam kepercayaan Hindu dikenal istilah‘bathara’ yang menunjuk kepada para dewa atau tuhan atau makhlukadikodrati yang memiliki kekuasaan yang melebihi kekuatan manusiadan menentukan kehidupan manusia. Istilah ‘bahatara’ diadopsi dariistilah ‘bathara’ dalam tradisi Hindu Jawa untuk menyebut Tuhan atauDewa. Istilah ‘bathara’ dapat disejajarkan dengan istilah ‘bagavath’dalam bahasa Sansekerta yang artinya adalah Tuhan (supreme being).Dalam tradisi Hindu Jawa bathara digunakan untuk menyebutpenjelmaan Brahma dalam tiga wujud yang disebut “trimurti”, yaituBathara Brahma (Brahman), Bathara Wisnu (Vishnu), dan BatharaSiwa (Shiva)13, serta penyebutan bagi dewa-dewa lainnya.

11 F. Ukur, Tantang Jawab Suku Dayak (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1971), hlm. 28;Y. C. T. Anyang, Kebudayaan dan Perubahan Daya Tawar Kalimantan dalam Arus Modernisasi(Jakarta: Grasindo, 1998), hlm. 77.

12 Umberan dkk., Sejarah Kebudayaan Kalimantan, hlm. 17-18. Sejarah awal diKalimantan Selatan antara lain ditandai oleh munculnya kerajaan Negaradipa yang didirikanoleh Mpu Jatmika pada abad ke-12. Diperkirakan pusat kerajaan Negaradipa ada didaerah Hujungtana yang merupakan tempat pertemuan antara Sungai Amandit denganSungai Negara. Negaradipa merupakaan koloni kerajaan Hindhu Jawa.

13 F. Ukur, Tantang Jawab Suku Dayak, hlm. 28, Yoesof Soeaib, Agama-agama Besardi Dunia (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985), hlm. 26-69., K. A. Steenbrink, “MencariTuhan dengan Kacamata Barat; Kajian Kritis Mengenai Agama di Indonesia”, Yogyakarta:IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988., P. J. Zoetmulder, “Manunggaling Kawula Gusti;Panteisme dan Monisme dalam Sastra Suluk Jawa (Jakarta: Gramedia, 2000).

Page 20: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

161

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Pengaruh Hindu juga tampak dalam penggambaran Suwarasebagai tuhan yang tidak berwujud. Dalam hal ini Suwara dapatdisejajarkan dengan konsep tentang kekuasaan tertinggi atau TuhanYang Maha Esa dalam Hindu yang disebut dengan dengan istilahSanghyang Widhi. Sebagaimana disebutkan dalam bait II mantramTrisandhya bahwa Sang Hyang Widhi bersifat ghaib, tak terwujud, takterbatas oleh waktu.....14 Di sini jelas, bahwa dalam konsep Hindu,Tuhan tidak terwujud dan tidak diwujudkan. Hal itu sebagaimanajuga terdapat pada konsep Tuhan dalam religi Aruh yang dikenaldengan istilah Suwara.

Menurut Radam15 selain Suwara dan Nining Bahatara, masihterdapat lagi satu kekuatan adikodrati yang utama yang disebutdengan Sangkawanang. Sangkawanang dipercaya sebagai kekuatanadikodrati yang memberi dan menentukan kewenangan padi sebagairejeki manusia. Namun demikian, dalam penelitian ini diperoleh faktabahwa keberadaan Sangkawanang sebagai salah satu makluk adikodratiyang memiliki kekuasaan menentukan kewenangan padi sebagai rejekimanusia, tidak secara merata disebut dalam ritual Aruh bawanang disemua balai di Loksado.

Tradisi di beberapa balai di Loksado menunjukkan bahwapemujaan terhadap Nining Bahatara lebih dominan, sementarapemujaan terhadap Sangkawanang hampir tidak pernah ditemukan.Pemujaan terhadap Nining Bahatara dalam Aruh bawanang di balaiPadang tersebut, sering menunjuk pada perannya sebagai pemberirejeki padi seperti yang disandang Sangkawanang. Namun demikiandi beberapa balai yang lain seperti di balai Malaris dan balai Haratai,Sangkawanang disebut-sebut sebagai makluk adikodrati yang dipujapada ritual Aruh Bawanang dalam perannya sebagai penentu kewenang-

14 Chudammani, Pengantar Agma Hindu untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: YayasanWisma Karma, 1987), hlm. 23., Gde Ardana, dkk., “Agama Hindu dan LingkunganHidup” (Denpasar: T.tt, 1981), hlm. 3.

15 Y. C. T. Anyang, Kebudayaan dan Perubahan Daya Tawar Kalimantan dalam ArusModernisasi.

Page 21: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

162

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

an padi. Jadi dalam peristiwa ritual Aruh bawanang di balai Padang,Nining Bahatara digambarkan merangkap dua peran, yaitu sebagaituhan pemelihara rejeki sekaligus sebagai tuhan penentu kewenanganpadi, sedangkan pada ritual aruh Bawanag di balai Haratai dan Malaris,peran terakhir tersebut disandang oleh Sangkawanang.

Jika mengikuti pendapat Radam dan fakta yang ditemukan dibalai Malaris dan Haratai, maka dalam religi Aruh dikenal konseptentang tiga kekuatan supreme being yang utama, yaitu Suwara, NiningBahatara, dan Sangkawanang.16 Jika ditelusuri lebih lanjut, pengaruhkonsep trimurti Hindu juga nampak dalam keberadaan tiga ilahutama dalam religi Aruh tersebut. Dalam ajaran Hindu, Brahmansebagai Tuhan tertinggi yang tunggal menjelma dalam tiga wujud,yaitu brahma, wisnu, dan siwa. Adapun dalam kepercayaan Aruh,Suwara dipercaya sebagai Tuhan yang tunggal dan menjelma dalamtiga wujud, yaitu Suwara, Sangkawanang, dan Nining Bahatara. Dalamtabel 2 berikut digambarkan secara skematis pengaruh konsepTrimurti ketuhanan dalam Hindu terhadap ajaran konsep tigakekuatan adikodrati utama dalam ajaran Aruh.

16 Seperti disebut sebelumnya, menurut N. H. Radam, Religi Orang Bukit, terdapattiga makhluk adikodrati utama yang dipuja dalam religi orang Meratus. Pertama adalahmakhluk pencipta alam raya, pencipta alam semesta, serta pencipta tujuh tumbuhanpelindung, yaitu Suwara. Kedua adalah makhluk adikodrati yang dipercaya sebagai pencatatdan pengatur rezeki, yang disebut dengan Nining Bahatara. Adapun yang ketiga adalahmakhluk yang memberi dan menentukan kewenangan padi yang dinamakanSangkawanang.

Page 22: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

163

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Tabel 2Pengaruh Konsep Trimurti dalam Ajaran Hindu ke dalam

Religi Aruh17

Dikenalnya tiga kekuatan tuhan dalam kepercayaan Aruh, yangmana salah satu dari tiga kekuatan tuhan itu terdapat satu tuhan yangpaling utama yaitu Suwara, maka konsep ketuhanan religi Aruhbersifat Urmonotheisme. Urmonotheisme adalah konsep pramonotheismeyang dikembangkan oleh Andrew Lang. Menurut Lang, selainpercaya pada banyak kekuatan adikodrati yang bersifat polytheis,masyarakat ‘primitif ’ juga meyakini adanya satu kekuatan yangdiangap paling sakti. Di balik banyak dewa ada satu dewa yangdianggap paling berkuasa di atas dewa-dewa yang lain. Kepercayaanterhadap dewa atau tuhan tertinggi itu dianggap sebagai bentuk per-kembangan pemikiran keagamaan yang sudah tua, namun hampirmenyamai konsep Monotehisme dalam Islam dan Kristen. Dari mitoskejadian, tersebut juga nampak jelas bahwa meskipun terdapat tigatuhan atau ilah utama, namun ketiganya pada hakikatnya merupakansuatu ke-esaan keilahian.

17 N. H. Radam, Religi Orang Bukit.

Page 23: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

164

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

3. Malaikat dan Nabi

Dari pengamatan terhadap pelaksanaan ritual dan juga hasildiskusi dengan para balian di sela-sela prosesi ritual Aruh bawanang,dapat dijelaskan bahwa selain sejumlah makhluk adikodrati utama,dalam religi Aruh juga dikenal sejumlah malaikat yang sering dipujadalam mamangan atau mantra dalam ritual. Para malaikat dipuja dalammamangan itu sesuai dengan tujuan ritual Aruh.18

Malaikat yang sering disebut adalah malaikat Jabaril yangdipercaya bertempat di sebelah kanan manusia. Kemudian malaikatMakail yang berada di sebelah kiri manusia, malaikat Surapil yangberada di belakang manusia, dan malaikat Sucapil yang berada dimuka manusia. Malaikat Jabaril memiliki tugas mendorong manusiaagar senantiasa berbuat kebaikan. Malaikat Makail yang ada di sebelahkiri manusia memiliki peran mendampingi manusia, agar manusiasenantiasa dapat menghindari perbuatan jahat. Malaikat Surapil yangada di belakang manusia memiliki peran dalam menghalangi musibahyang kemungkinan membahayakan manusia. Adapun malaikat Sucapilyang berada di depan manusia, memiliki peran untuk mengatur nafasdan memberi arah tindakan manusia. Para malaikat menjadi perantaradalam menyampaikan permintaan para manusia kepada Nining

18 Seperti halnya dalam pemahaman tentang keberadaan makhluk adikodrati danperannya yang sering diceritakan secara berbeda-beda antara balian yang satu dengan yanglain, keberadaan malaikat dan perannya dalam kehidupan manusia juga sering diceritakansecara berbeda antara seorang balian dengan balian yang lain. Keterangan dari para balianyang sering berbeda dalam menjelaskan nama-nama kekuatan makhluk adikodrati tersebut,merupakan resiko dari cara mereka mewariskan ajaran religi yang bersifat lisan. Namun,meskipun para balian mengaku sering berbeda dalam menjelaskan ajaran dari religi Aruh,mereka menganggap bahwa mempelajari ajaran dengan cara menuliskannya dalam kitabsuci, seperti yang ada dalam agama Kristen dan Islam justru dapat merusak ajaran Aruh.Meskipun tidak ditulis melalui kitab suci, para balian percaya bahwa ketika merekamelaksanakan Aruh, maka dengan sendirinya semua ajaran akan dapat dihafal. Merekameyakini bahwa religi Aruh bersifat sakral, maka cara mempelajarinya juga harus dengancara-cara yang sakral, yaitu melalui ritual Aruh. Jika religi leluhur mereka itu dijelaskan diluar pelaksanaan ritual atau secara profan, maka hasil dari penjelasan ajaran itu akanmengalami reduksi.

Page 24: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

165

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Bahatara dan diteruskan kepada Suwara. Oleh karena itu merekadipercaya juga dipercaya sebagai “empat sahabat manusia” ataudangsanak ampat. Para malaikat yang berjumlah empat itu selalumengikuti dan mengawasi kehidupan manusia.

Dalam kepercayaan Aruh juga dikenal keberadaan nabi-nabi. Paranabi dipercaya sebagai anak-anak dari perkawianan Datu Adam danDatu Tihawa. Ada nabi Sulaiman, Karun, Bungkun, Bambang Mangkurat,Baginda Ali, Suriapati, Muhamat, Adam, Nuh, Hidir, dan sebagainya.Para nabi memiliki tugas sebagai penguasa atau pemelihara lingkunganbiotik tertentu. Misalnya nabi Muhamat dipercaya sebagai pemeliharabuah tanaman padi dan pahumaan. Baginda Ali dipercaya sebagaipertumbuhan tanaman. Nabi Sulaiman dipercaya sebagai pemeliharabinatang dan serangga.

Dikenalnya nabi-nabi dan malaikat dalam religi Aruh meng-isyaratkan adanya pengaruh Islam dalam sistem ajaran Aruh,meskipun kedudukan dan peran nabi dan malaikat antara kepercayaanAruh dengan kepercayaan Islam tidak persis sama. Malaikat dalamIslam memiliki peran sebagai pembantu Allah Subhanahu Wata’alaatau Tuhan Yang Maha Esa, sementara itu dalam kepercayaan Aruhmalaikat memiliki kedudukan sebagai pendamping hidup manusiadi dunia. Jika dalam kepercayaan Islam malaikat yang dikenalberjumlah sepuluh, maka dalam kepercayaan Aruh, malaikat yangdikenal berjumlah empat.

Pengaruh kepercayaan Islam juga nampak dalam berbagaimamangan atau mantera yang dipergunakan untuk melaksanakan ritual-ritual kecil dalam aktivitas perladangan. Terdapat beberapa mamanganyang bercorak Islam, misalnya sholawat saru yang dibacakan pada saatakan mengetam padi yang lafalnya mirip dengan sholawat muhamat.Makna sholawat yang dibacakan itu juga hampir sama dengan maknasholawat dalam Islam. Pembacaan sholawat dimaknai sebagai salampertemuan dan pemujaan untuk menyambut kehadiran nabiMuhammad yang dipercaya sebagai roh pemelihara buah padi dipahumaan.

Page 25: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

166

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Meskipun pengaruh Islam sangat kuat mempengaruhikepercayaan Aruh, namun adopsi ajaran Islam ke dalam religi Aruhitu tidak sepenuhnya diterima sebagaimana adanya. Kelenturan ajaranlisan dalam religi Aruh memungkinkan para tetuha balian melakukankreasi terhadap tugas para nabi di dalam religi Aruh yang berbedadengan tugas nabi dalam Islam. Jika dalam Islam para nabi bertugassebagai penyampai ajaran, maka dalam religi Aruh tugas para nabiadalah menjaga segenap hewan, tumbuhan, dan makhluk tertentuyang turut menentukan kehidupan manusia.

Di dalam Islam dikenal nabi yang berjumlah 25 orang, sedang-kan di dalam kepercayaan Aruh nabi-nabi berjumlah 40 nabi. Perbedaanlainnya adalah bahwa para nabi dalam religi Aruh bukanlah manusiabiasa seperti yang diajarkan dalam agama Islam. Dalam religi Aruh,para nabi digambarkan sebagai golongan manusia keturunan DatuAdam yang berbeda dengan manusia biasa, karena memiliki kekuatandi atas kekuatan manusia dan hidup abadi. Para nabi dalam hal inisudah mandiwata atau telah mengalami transformasi menjadi kekuatanadikodrati. Dalam tabel 3 digambarkan secara skematis adopsi ajaranIslam tentang konsep nabi dan malikat ke dalam ajaran Aruh.

Tabel 3.Konsep tentang Malaikat dan Nabi di dalam Aruh dan Islam

Page 26: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

167

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

4. Putir dan Sangiang

Di bawah hirarki para nabi sebagai makhluk adikodrati, jugaterdapat kelompok roh nenek moyang yang memiliki kekuatan yangmelampaui kekuatan manusia yang disebut dengan Sangiang. ParaSangiang juga sering disebut dengan istilah Datu. Datu atau Sangiangadalah roh nenek moyang atau manifestasi dari kekuatan roh dariorang-orang zaman dahulu yang dipercaya rohnya masih hidup dizaman kini. Para Sangiang dipercaya hidup atau menempati lokasi-lokasi pada benda atau lingkungan tertentu yang bersifat abiotik,seperti berada di puncak gunung, sungai, teluk, atau pepohonan.

Kepercayaan kepada para Sangiang melahirkan istilah-istilahtentang wilayah-wilayah dan benda-benda yang dianggap keramat.Keberadaan Datu dan Sangiang turut mempengaruhi kehidupanmanusia. Para Sangiang dan Datu dipercaya dapat melihat, memantau,dan membantu manusia mengusir musuh atau membantu balian untukmenyembuhkan penyakit. Sebagai contoh adalah kepercayaanterhadap Datu Nini Panggalung yang dipercaya sebagai Sangiangpenguasa api, Bumbu Raja Angin yang dipercaya sebagai Sangiangpenguasa alam perpindahan antara dunia dan akherat, Urang Gaibsebagai penguasa alam maut, dan Sia-sia banua sebagai penguasa satukawasan bubuhan.

Istilah Sangiang untuk menunjuk kekuatan adikodrati yang berasaldari manusia zaman dahulu, kemungkinan dipengaruhi oleh ajaranHindu. Istilah Sangiang dalam religi Aruh diadopsi dari istilahsansekerta Sang dan Hyang. Sang berarti ‘yang mulia’, dan Hyang berartituhan.19 Namun terdapat perbedaan makna antara Sangiang dalamreligi Aruh dengan Sang Hyang dalam ajaran agama Hindu. Jika didalam agama Hindu Sang Hyang merupakan istilah untuk menyebutdewa atau tuhan tertentu, maka di dalam religi Aruh, Sangiangmenunjuk pada roh nenek moyang. Sangiang adalah roh nenek moyangyang sudah mengalami proses menjadi dewa atau mandiwata,

19 F. Ukur, Tantang Jawab Suku Dayak, hlm. 25.

Page 27: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

168

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

sementara Sang Hyang adalah tuhan yang sesungguhnya atau bukankekuatan adikodrati yang berasal dari manusia.

Para Sangiang juga dipercaya mempengaruhi kehidupan manusiadan mampu menegur manusia jika berbuat kesalahan. Sebagai contohadalah Datu Pidara, ia dapat menegur seorang anak yang berbuatsalah. Anak yang ditegur Datu Pidara akan mengalami sakit ataupanasan. Oleh karena itu, warga balai sering menyebut anak yang sakitdengan istilah “anak sedang kena pidara”, maksudnya bahwa anaktersebut sesungguhnya sedang ditegur oleh Datu Pidara. Adapunorang yang salit-sakitan disebut dengan istilah bapidaraan.

Di samping para Sangiang, dalam ajaran Aruh juga juga ber-kembang kepercayaan tentang adanya makhluk gaib lainnya yangdisebut dengan Putir. Jika para Sangiang adalah makhluk gaib yangmenempati lingkungan abiotik, maka para Putir adalah pemeliharalingkungan biotik. Putir pada hakikatnya adalah diri rohaniah, artinyaaspek rohaniah atau roh yang ada di dalam diri makhluk hidup. Putirberada dalam diri tumbuhan dan hewan. Contohnya adalah PutirKambang sebagai roh yang memelihara bunga-bungaan, Yayang sebagaiputir penguasa binatang babi, dan sebagainya. Para Putir yang disebutmelalui tumbuhan atau lingkungan biotik tertentu, diyakini mem-punyai daya magis atau daya tangkal terhadap sesuatu yang meng-ganggu. Dalam konteks ini, maka sistem keyakinan dalam Aruhbersifat amisme, karena tiap benda, wilayah, dan tumbuhan dianggapmemiliki jiwa atau memiliki roh.

Kepercayaan yang bersifat animisme juga dapat diketahui darilafal mantra atau mamang dalam berbagai ritual Aruh. Karena strukturpara makhluk adikodrati itu pada hakikatnya mengacu pada strukturperladangan atau huma, maka setiap komponen dari struktur per-ladangan mereka itu selalu dihormati. Dalam hal ini penganut Aruhpercaya bahwa dalam setiap struktur huma itu terdapat makhluk gaib-nya. Dalam keyakinan mereka, makhluk-makhluk gaib tersebut adayang memiliki sifat-sifat yang baik dan ada pula yang memiliki sifatjahat.

Page 28: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

169

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Jika para makhluk adikodrati tersebut berbuat jahat, membuatcelaka manusia, maka sebagai penangkalnya manusia harus melakukanritual tertentu dengan menggunakan sesajen khusus. Pada zaman dulu,dalam berberapa jenis ritual digunakan unsur darah manusia sebagaisesajen. Dalam perkembangannya kini, ritual-ritual dalam tradisimereka telah mengalami perubahan, terutama dalam penggunaanunsur darah manusia. Setelah dilakukan perjanjian di bukit atau uronAnoi pada tahun 1894, yang diprakarsai oleh pemerintah kolonialBelanda, disepakati untuk tidak digunakan lagi darah manusia dalamritual.20 Unsur darah manusia dalam ritual diganti dengan darah babi,atau darah binatang yang lain. Dalam perjanjian tumbang anoi jugadisepakai tentang larangan perang antar suku.

5. Bumburajawalu : Leluhur Balian

Dalam mitos kejadian manusia dan alam semesta sebagaimanatelah dipaparkan di atas, juga terdapat cerita yang menyebutkanbahwa perkawinan yang terjadi antara Datu Adam dan Datu Tihawakemudian menurunkan para nabi, balian, orang Loksado, dan seluruhmanusia di bumi. Disebutkan juga dalam mitos tersebut bahwaseluruh anak Datu Adam dan Datu Tihawa berjumlah 41 orang. Darikeseluruhan keturunan Adam itu, 40 orang di antaranya dipercayasebagai para nabi. Sementara itu satu orang dari anak Datu Adam

20 Pada tahun 1894 pemerintah kolonial Belanda berinisiatif mengadakan pertemuantokoh-tokoh etnis seluruh Kalimantan yang diselenggarakan di Bukit (Uron) Anoiuntuk membicarakan perdamaian, penyelesaian pertikaian dan sekaligus pengakhiranaktivitas mengayau antar kelompok etnis di Kalimantan. Pertemuan tersebut diprakarsaioleh Residen Banjar, dilaksanakan dari tanggal 1 Januari – 30 Maret 1894 di betangDamang Bahtu’. Diikuti oleh seluruh pemimpin masyarakat Dayak di seluruh Borneo,dan juga oleh tokoh dari etnis Melayu, Kutai, Banjar, dan Paser. S. I. Alqadri, Mekanismedalam Masyarakat Dayak Di Kalimantan Barat. Pontianak: LP3ES, 1992), hlm. 47, EdiPatebang, Dayak Sakti: Pengayauan, Tariu, Mangkok Merah (Pontianak: Institut Dayakologi,2005), hlm. 31. Hasil pertemuan adalah menghentikan adat mengayau dan 3 H, yaituhokanyou atau mengayau, hobunu’i atau saling membunuh, dan hotohtok atau salingpotong kepala.

Page 29: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

170

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

dan Datu Tihawa yang lain tidak sempat diberi nama. Satu-satunyaanak Datu Adam yang tidak menjadi nabi itulah yang dipercayamenurunkan Bumburajawalu.

Dalam kepercayaan Aruh, Bumburajawalu dikenal sebagaicikalbakal atau leluhur yang menurunkan para balian. Mereka adalahraja dari semua balian. Sesuai dengan namanya, bumburajawaluberjumlah delapan orang. Balian yang tertua bernama balianRajamanang, dan adik-adiknya adalah balian Jandih, balian Mambur,bungkurmanakik, balian Dung Tambik, balian Susur Adam, balian AnjurDuduk, dan yang paling bungsu adalah balian Bungsukaling.

Disela-sela aktivitas berladang atau pada waktu senggang, paratetuha balai dan warga balai umumnya selalu menceritakan berbagaimitos dari kehidupan balian Bumburajawalu tersebut kepada anak-anak mereka. Balian Jandih misalnya diceritakan sebagai manusia saktiyang secara ajaib dapat keluar dari matahari dan menjelma di tengah-tengah manusia. Balian Anjur Duduk dipercaya bahwa kesaktiannyasudah terlihat saat dia masih bayi atau ketika balian tersebut barubisa duduk. “Baru bisa duduk saja balian tersebut sudah dapatmelakukan batandik melakukan ritual penyembuhan”, demikian katapembakal Bolu. Kemudian Bungkurmanakik dipercaya sebagai balianyang berwajah ganteng dan dapat menghidupkan kembali orang yangsebelumnya telah mengalami kematian. Adapun yang paling bungsubernama balian Bungsukaling. Dalam mitos, Bungsukaling diceritakansebagai satu-satunya balian perempuan yang cantik dan dapatmenghidupkan segala makhluk. “Jangankan manusia, kayuan lapuk-pun, kalau diinginkan, dia bisa hidup, “ demikian cerita pembakalBolu.

Pemujaan terhadap Bumburajawalu yang diyakini sebagai leluhurpara balian tidak dapat dilepaskan dari peran penting seorang baliandi dalam struktur sosial orang Loksado. Kedudukan dan perananbalian ini begitu mutlak, sehingga hampir semua peristiwa dalamkehidupan sosial orang Loksado selalu menghadirkan peran seorangbalian. Dari cerita dalam mitos kejadian disebutkan adanya beberapa

Page 30: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

171

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

tugas diemban balian menurut ajaran Atuh. Pertama, balian bertugasmenjaga seluruh kekayaan Datu Adam, kekayaan yang diturunkan keseluruh muka bumi atau menjaga kehidupan alam semesta. Kedua,balian juga diberi tugas menjaga agama leluhur dan melestarikanilmu balian Bumburajawalu. Ilmu dari Bumburajawalu harus dilestarikanoleh para balian, agar manusia dapat melaksanakan ritual perladangandan ritual-ritual lainnya menurut ajaran Aruh. Ketiga, balian bertugasmelestarikan ilmu pengobatan dan menjaga tujuh macam tumbuhanyang menjadi sumber utama dari sistem pengobatan orang Loksado,yang disebut dengan tanaman kabun pitu. Kabun pitu secara khususdisebut dalam mitos kejadian sebagai tanaman yang tumbuh disebelah langit dan disebut sebagai tanaman Balian. Tumbuh kebuntujuh itu adalah buluh kuning, pinang, pucuk enau, kembang mangit, kencur,serai, dan kandarasa. Kepercayaan terhadap keberadaan tanamankebun tujuh sebagai tanaman pemeliharaan bumburajawalu dan sebagaitanaman obat, melandasi kewajiban bagi para peladang untuk selalumenyertakan tumbuhan tersebut ketika memulai menanam padi.

Dari paparan tentang konsep kekuatan adikodrati dan kekuatanroh di atas, nampak adanya hirarki kekuasaan dan peran para makhlukadikodrati. Konsep ketuhanan Aruh yang hirarkis itu disebabkan olehpengaruh agama yang datang kemudian, terutama setelah meng-adopsi konsep tentang tuhan tertinggi, nabi, dan malaikat darikepercayaan Islam, dan Kristen. Hal itu tampak pada gambardibawah ini yang menunjukkan hirarki kedudukan dan peranmakhluk adikodrati menurut kepercayaan Aruh sehingga membentukbagan piramida.

Page 31: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

172

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Gambar 1Struktur Makhluk Adikodrati dan Kekuatan Roh

Menurut Aruh21

Pada struktur paling atas terdapat satu kekuatan ghaib yangutama, yaitu Suwara yang dibantu oleh dua kekuatan supreme beingyang lain yang disebut Nining Bahatara dan Sangkawanang. Di bawahtiga kekuatan adikodrati itu, kemudian terdapat kekuatan yang lainyang mendampingi manusia yaitu para malaikat, dan juga kekuatanlainnya yang memelihara ‘rezeki’ manusia yang disebut dengan nabi.Setelah nabi, kekuatan adikodrati lainnya yang diyakini kebedaaannyadapat mempengaruhi kehidupan manusia dan lingkungannya adalahpara Datu, Sangiang, Putir, serta Bumburajawalu.

21 N. H. Radam, Religi Orang Bukit

Page 32: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

173

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

KONSEP TENTANG MANUSIA

Manusia menurut kepercayaan Aruh adalah semua makhluk yanghidup di bumi sebagai keturunan Datu Adam dan Datu Tihawa.Manusia memiliki kedudukan yang tinggi jika dibanding denganpenghuni alam semesta lainnya, seperti hewan, tumbuhan, sungai,gunung, dan lautan. Kedudukan manusia yang lebih tinggi ituterkandung dalam mitos kejadian yang menceritakan bahwa manusiatercipta karena proses persetubuhan yang sempurna antara DatuAdam dan Datu Tihawa. Sementara itu hewan, tumbuhan, danmakhluk hidup lainnya memiliki kedudukan yang lebih rendahdibanding manusia, karena mereka tercipta dari proses persetubuhanyang tidak sempurna. Menurut mitos kejadian, hewan dan tumbuhantercipta dari ‘ceceran air mani’ Datu Adam ketika bernafsu mengejarDatu Tihawa untuk diajak bersetubuh.

1. Datu Adam : Manusia Pertama

Ketika menjelaskan tentang Datu Adam sebagai asal-usul manusiapenghuni bumi, balian Labah mengatakan demikian; “leluhur kamiini sama dengan leluhur orang Islam, karena itulah kami bersaudaradengan mereka. Ulun (saya) bersaudara dengan piyan (anda). Andamenyebut manusia pertama adalah Adam, demikian juga kamimenyebut leluhur kami itu dengan nama Datu Adam.” Dari penuturanbalian Labah tersebut menunjukkan adanya pengaruh yang kuat dariajaran Islam tentang konsep manusia pertama. Identifikasi Datu Adamdan Datu Tihawa sebagai manusia pertama adalah bagian daripenyerapan konsep tentang manusia pertama dari ajaran Islam.

Konsep penciptaan manusia pertama merupakan kreasi parabalian terdahulu dalam mengadopsi ajaran Islam dari orang Banjar.Dalam ajaran Islam, Adam dipercaya sebagai manusia pertama yangdiciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah atau wakil Tuhan sekaligussebagai nabi yang bertugas untuk menyampaikan ajaran Tuhan di

Page 33: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

174

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

muka bumi.22 Oleh para balian, ajaran Islam ini kemudian di serapke dalam ajaran Aruh, dan nama Adam dan Hawa kemudiandilokalkan menjadi Datu Adam dan Datu Tihawa. Menurut Radam,23

pelokalan nama Hawa menjadi Tihawa, sering dijadikan olok-olokbagi kalangan muslim Banjar. Munculnya istilah Tihawa, bagi orangBanjar disebabkan kesalahan para balian dalam menyebut nama isteriAdam, yang dalam Al-Qur’an disebut dengan istilah ‘Siti Hawa’. Ditelinga orang Meratus nama “Siti Hawa” ditangkap sebagai ‘SiTihawa’. ‘Si’ merupakan istilah untuk menunjuk seseorang atausebagai kata ganti orang ketiga, sehingga ‘Si Tihawa’ berarti orang(itu) yang bernama ‘Tihawa’. Salah dengar itulah yang menyebabkansebutan ‘Siti Hawa’ untuk menyebut isteri Adam, berubah menjadi‘Tihawa’.

Pelokalan nama manusia pertama Adam dan Hawa yangdipercaya menghuni bumi itu, kemudian menyebabkan transformasikedudukan dan peran Adam dan Hawa yang berbeda dari ajaranIslam. Jika dalam Islam, Adam dan Hawa menurunkan manusia dibumi dan para nabi, maka dalam ajaran Aruh disebutkan bahwa DatuAdam dan Datu Tihawa tidak hanya menurunkan manusia dan paranabi, namun secara khusus disebutkan bahwa Datu Adam dan DatuTihawa juga menurunkan Bumburajawalu yang menjadi leluhur parabalian. Penyebutan secara khusus Bumburajawalu sebagai keturunanDatu Adam dan Datu Tihawa mengukuhkan besarnya kedudukan danperan seorang balian. Di samping itu, pelokalan konsep nama Adamsebagai manusia pertama, juga menyebabkan Adam tidak disebutsebagai salah satu nabi, namun ia disebut sebagai Datu. Istilah Datuyang dilekatkan di belakang nama Adam dan Tihawa memiliki

22 Lihat kisah penciptaan Adam sebagai manusia pertama dalam Kitab Suci Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah Ayat 30-39. Khadim Al-Haramain asy Syarifain. Al-Qur’andan Terjemahnya, Madinah Munawaroh; Mujamma’ Khadim al-Haramain asy Syarifain,1990, hlm. 13-15.

23 A. L. Tsing, Di Bawah Bayang-bayang Ratu Intan; Proses Marginalisasi pada MasyarakatTerasing (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), hlm.383.

Page 34: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

175

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

pengertian sebagai leluhur atau nenek moyang. Penyebutan Adamsebagai Datu dan bukan sebagai nabi, disebabkan oleh pengertiannabi yang sudah berbeda dengan ajaran Islam sebagaimana telahdijelaskan di atas.

Dalam mitos kejadian juga ditunjukkan bahwa terdapat hubung-an antara manusia dengan makhluk adikodrati yang dipuja. Beberapagolongan makhluk adikodrati yang tergolong sebagai para sangiangdan nabi, pada mulanya adalah manusia keturunan Datu Adam.Mereka kemudian dipercaya mengalami mandiwata, yaitu menjadimakhluk adikodrati setelah mengalami kematian, dan roh merekadipercaya hidup abadi di tengah kehidupan manusia. Roh para leluhuritu kemudian memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhikehidupan manusia masa kini, sehingga mereka selalu dipuja dalamritual Aruh.

Dari analisis terhadap kandungan cerita dalam mitos kejadiantersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat konsep yangmenempatkan Datu Adam dan Datu Tihawa sebagai manusia pertamayang menurunkan empat golongan penghuni bumi. Keempatgolongan itu adalah; (1) golongan para nabi yang memelihara hewandan tumbuhan, (2) golongan bumburajawalu yang menurunkan balian,(3) golongan manusia sakti yang mandiwata atau menjadi makhlukadikodrati yang disebut dengan Datu dan Sangiang, dan (4) manusiaumumnya yang hidup di bumi. Kedudukan dan peran empatgolongan manusia keturunan Datu Adam dan Datu Tihawa menurutreligi Aruh digambarkan dalam tabel berikut.

Page 35: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

176

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Tabel 4Golongan Makhluk Keturunan Datu Adam dan Datu Tihawa

2. Hakikat Diri Manusia

Manusia pertama yang menghuni dunia menurut kepercayaanAruh adalah Datu Adam . Disebutkan dalam mitos kejadiansebagaimana telah diceritakan di atas, bahwa manusia berasal daritanah sekepal yang kemudian ditiupkan padanya nyawa dari aras.Dari proses kejadian manusia pertama itu ditunjukkan bahwa dalamreligi Aruh terdapat suatu kepercayaan tentang diri manusia yangterdiri dari dua unsur, yaitu unsur fisik atau tubuh dan unsur batinatau roh atau jiwa. Unsur fisik manusia disebabkan oleh keberadaanmanusia yang diciptakan dari tanah, sedangkan unsur jiwa disebabkanoleh keberadaan nyawa manusia yang berasal dari dari alam aras.

Konsep tentang asal usul manusia dari tanah yang kemudianberujud fisik manusia, dan peniupan roh ke dalam fisik manusia yangkemudian menjadi aspek ruhani itu juga dapat dihubungkan denganpengaruh ajaran Islam. Dalam kitab suci Al-Qur’an disebutkan bahwaTuhan menciptakan manusia dari tanah.24 Demikian halnya dengan

24 Lihat Al-Qur’an surat Thaha: 55 dan surat Al Hajj: 2. Ali. K. M. Konsepsi IslamTentang Asal-Usul & Evaluasi Kehidupan (Yogyakarta: PLP2M, 1987), hlm. 161-162.

Page 36: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

177

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

konsep tentang keberadaan roh dalam diri manusia juga dipengaruhioleh ajaran Islam. Disebutkan dalam kitab suci Al Qur’an bahwaTuhan menciptakan manusia dari tanah liat. Lalu Tuhan menjadikanketurunan manusia dari sari pati air yang hina, serta menyempurnakandan meniupkan ke dalam diri manusia itu roh Tuhan dari alam Aras.25

Dalam kepercayaan Aruh, aspek fisik manusia kemudian disebutsebagai limbagan. Limbagan juga disebut sebagai diri bumi, yaitujasmani manusia dalam wujudnya yang bersifat fisik dan dapat dilihatmelalui indra penglihatan manusia. Dalam proses penciptaan manusiadi dalam kandungan atau sebelum kelahirannya di bumi, aspek fisikmanusia ini ditemani oleh unsur lainnya, yang disebut dengandangsanak ampat. Dangsanak ampat terdiri dari tubaniah atau air ketuban,uriah atau tali pusat, camariah atau selaput plasenta, dan tambuniahatau placenta atau ari-ari. Dangsanak ampat telah mengiringi limbagansejak ada di balai kaca bagantung atau rahim, dan masih dalam wujud-nya sebagai setetes air yang bertapa selama sembilan bulan. Dangsanakampat dipercaya sebagai pelindung, pemelihara, dan teman bermainlimbagan ketika masih berada di balai kaca bagantung.

Setelah manusia lahir dan hidup di dunia, tubuh jasmani ataulimbagan tidak dapat dipisahkan dari aspek batin. Aspek batin manusiatersebut disebut sebagai umbayang. Umbayang adalah bayangan yangselalu mengikuti kehidupan manusia. Umbayang juga disebut sebagaidiri langit . Umbayang adalah bayangan manusia yang selalumengarahkan aktivitas diri jasmani manusia. Karena ia bersifat ghaib,maka umbayang diyakini dapat berhubungan dengan kekuatan gaiblainnya. Oleh karena itu dalam setiap ritual Aruh, umbayang dipercayasebagai kekuatan jiwa manusia yang dapat berkomunikasi denganroh dan makhluk adikodrati pemelihara kehidupan manusia.

Balian Arkan menuturkan bahwa contoh dari adanya umbayangyang berhubungan dengan alam ghaib adalah pada saat kita tidurdan bermimpi. Ruh yang dapat bergerak ke sana kemari dan bertemu

25 Lihat Al-Qur’an surat As Sajdah: 7-9. Ibid.,hlm. 82.

Page 37: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

178

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

dengan makhluk-makhluk yang tidak dapat kita temui pada saat sadaritulah yang menjadi umbayang. Keyakinan tentang kekuatan jiwasebagai pengarah kehidupan manusia ini dapat disejajarkan denganpenjelasan E.B. Tylor26 tentang konsep kekuatan jiwa (soul) dalamteori animisme. Menurut Tylor, dalam animisme atau kepercayaanterhadap kekuatan roh, jiwa dipercaya sebagai bagian yang tidakdapat dipisahkan dari aspek fisik manusia. Fisik manusia dapat rusakatau mengalami kematian, namun kekuatan jiwa akan tetap hidupmeskipun tubuh manusia telah mengalami kematian. Tylor27 jugamemberikan gambaran yang sama dengan apa yang digambarkanoleh para balian di Loksado, tentang bukti adanya unsur batin daridiri manusia. Menurut Tylor, keyakinan dari penganut animismeterhadap kekuatan jiwa dapat dijelaskan dari proses yang dialamimanusia ketika bermimpi. Ketika tidur dan bermimpi, tubuh ataufisik manusia ditinggalkan oleh unsur jiwanya. Ketika manusiamengalami kematian, tubuh ditinggalkan oleh jiwa. Tubuh yang matiakan rusak, namun jiwa dipercaya tetap hidup kekal.

Sementara itu dalam penjelasan Radam28, konsep diri manusiayang ada dalam religi orang Meratus mengajarkan bahwa manusiadalam wujudnya yang ada sekarang di dunia ini, bukanlah sematasebagai akibat dari perkawinan manusia semata. Perkawinan bagiorang Meratus dan orang Loksado hanyalah sebuah perantara darimunculnya kedirian manusia. Manusia pada hakikatnya adalah kreasilangit, yang ditempatkan dalam balai kaca bagantung atau rahimmanusia. Oleh karena itu diri manusia juga memiliki sifat yang sakral.

Meskipun manusia ada dalam wujud fisiknya sebagai limbagan,namun kehidupannya sangat ditentukan oleh umbayang dan juga olehdangsanak ampat. Umbayang dipercaya memberikan pengaruh dalammengarahkan tindakan diri jasmani manusia. Adapun dangsanak ampat

26 William Armand Lessa dan Evon Zartman Vogt (ed.), Reader in ComparativeRelegion: an Anthropological Approach (New York: Harper & Raw, 1972) hlm. 7-19.

27 Ibid., hlm. 11.28 N. H. Radam, Religi Orang Bukit, hlm. 186.

Page 38: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

179

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

dipercaya sebagai pelindung diri limbagan. Oleh karena itu, jikamereka terlalu lama berpisah, tubuh limbagan juga diyakini semakinlemah, sehingga hidup menjadi kurang dinamis dan kurang bergairah.

Kematian dianggap sebagai berpisahnya kembali antara limbagandengan umbayang serta dangsanak ampat. Dalam peristiwa kematianmanusia, limbagan atau tubuh akan kembali ke asalnya menjadi tanah,sementara itu umbayang dan dangsanak ampat atau jiwa kembali menujuke langit. Gambaran tentang perpisahan antara tubuh dan jiwa dalamkematian itu tergambar dengan jelas dalam simbolisme ritualkematian atau Aruh panurun tanah. Dalam ritual kematian, tubuhmanusia dikembalikan ke asal mula kejadiannya, yaitu dari tanah.Kembalinya tubuh manusia menjadi tanah disimbolkan dalamtindakan prosesi pemakaman. Setelah pemakaman yang berarti tubuhmanusia telah kembali ke asalnya, lalu unsur jiwa juga diantarkankembali ke asalnya. Jiwa diantar kembali ke langit, yang dalam ritualkematian disimbolkan oleh tandik balian yang mengelilingi tujuhtangga kayu mahang. Secara skematis, penjelasan tentang struktur dirimanusia digambarkan dalam tabel 5 berikut.

Tabel 5Struktur Diri Manusia

Page 39: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

180

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Konsep tentang Alam Semesta

Menurut Mathews29 konsepsi tentang alam merupakan imajinasikomunal (communal imagination) yang dipengaruhi oleh berbagai faktoryang berasal dari latar kehidupan bersama, seperti pengalaman dalammencari sumber kehidupan, relasi dengan lingkungan, aspek psiko-logis, dan relasi sosial. Apa yang dikemukakan oleh Mathews tersebutdapat menjadi pisau analisis untuk menjelaskan konsepsi tentang alammenurut kepercayaan Aruh sebagaimana terkandung dalam mitoskejadian. Sebagaimana pendapat Mathews, konsepsi tentang alam dalamkepercayaan Aruh pada hakikatnya adalah imajinasi komunitas orangLoksado dalam memandang keberadaan diri mereka dalam relasinyadengan lingkungan alam di sekitarnya. Imajinasi komunal tersebutdibangun melalui penceritaan berbagai mitos melalui tradisi lisan.

Dalam mitos kejadian diceritakan bahwa seluruh makhluk yangmengisi bumi pada hakikatnya menyatu dengan diri manusia.Keduanya baik manusia maupun beragam makhluk yang mengisibumi dipercaya berasal dari sumber yang sama, yaitu dari tubuh DatuAdam yang diciptakan oleh Nining Bahatara atas perintah Suwara.Konsepsi tentang alam sebagai satu kesatuan dengan diri manusiaitu, cenderung dipengaruhi oleh pengalaman hidup orang Loksadoyang bertumpu pada aktivitas berladang padi atau bahuma sebagaisumber utama hidup mereka. Pengalaman dalam bahuma dan relasiantar individu yang dibangun untuk mendukung modal produksipangan, menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa alam pada hakikat-nya menyatu dengan diri manusia. Oleh karena itu manusia harusmenjaga harmoni dengan alam, karena hubungan antara manusiadengan alam pada hakikatnya adalah hubungan antara diri manusiadengan sumber hidupnya sendiri. Relasi yang tidak harmonis antaradiri manusia dengan alam dipercaya dapat menyebabkan terganggu-nya aktivitas bahuma dan kehidupan manusia.

29 Lihat F. Bowie The Anthropology of Religion, hlm. 120.

Page 40: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

181

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

1. Struktur Kosmis

Berdasarkan mitos kejadian menurut kepercayaan Aruh, alamsemesta dapat dibagi menjadi tiga kosmis, yaitu Langit, Bumi dan Aras.Langit adalah tempat kedudukan segenap makhluk adikodrati yangmenjadi pembantu Tuhan atau Suwara. Bumi adalah tempat hidupmanusia, tumbuhan, binatang, dan isi bumi lainnya seperti sungai,gunung, dan lautan. Adapun Aras dipercaya sebagai tempat dankedudukan Suwara, tuhan tertinggi menurut konsepsi religi Aruh.30

Dipercaya bahwa bumi dan langit sebelumnya adalah satu.Keduanya baru berpisah, setelah tuhan Suwara memerintahkan Jabariluntuk memisahkan keduanya. Setelah Jabaril berucap “cerai bumi”,kemudian langit dan bumi terpisah, langit naik ke atas bumi turunke bawah. Meskipun terpisah, namun antara langit dan bumiterhubung oleh tiang aras. Tiang aras inilah yang kemudian disimbolkansebagai jalan bagi penghuni langit untuk turun ke bumi, dansebaliknya menjadi jalan bagi penghuni bumi untuk naik ke atas untukberkomunikasi dengan penghuni langit. Dalam gambar ditunjukkanstruktur kosmis yang terbagi ke dalam tiga kosmis, yaitu langit, bumi,dan aras.

Cerita Mitos yang menggambarkan tentang bumi yang turunke bawah dan langit naik ke atas mengandung makna adanya relasiatas dan bawah. Bumi memiliki kedudukan yang lebih rendah darilangit, karena bumi dihuni oleh makhluk ciptaan penghuni langit.Langit merupakan tempat bermukim segenap makhluk adikodrati yangmenjadi pembantu Suwara. Suwara dan para pembantunya sekaligusmenjadi penentu kehidupan penghuni bumi.

Sebagai makhluk ciptaan penghuni langit, maka kehidupanmanusia sebagai salah satu penghuni bumi sangat ditentukan oleh

30 Munculnya istilah aras dalam konsep tata kosmis menurut kepercayaan Aruhjuga dipengaruhi oleh ajaran Islam, yaitu ars. Dalam Islam, ars diberi pengertian sebagaitahta atau kekuasaan Tuhan. A. A. Dahlan, dkk. Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta:Ikhtisar Baru Van Hove, 1996), hlm. 753.

Page 41: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

182

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

kehendak penghuni langit. Oleh karena itu agar kehidupan manusiamendapatkan berkah dari langit, mereka harus selalu meminta kepadapara penghuni langit dengan cara melaksanakan ritual Aruh. Ritualdengan demikian menjadi cara manusia untuk berkomunikasi denganpara penghuni langit, dan jalan untuk menuju langit untuk bertemupara pembantu Tuhan itu adalah tiang aras. Dalam berbagai ritual,tiang aras disimbolkan oleh perlengkapan ritual seperti tiang panggunglalaya di dalam balai, tiang langgatan, dan tiang pamataan

Gambar 2Bagan Struktur Kosmis dalam Kepercayaan Aruh

Page 42: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

183

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Diceritakan pula bahwa bumi sebelumnya adalah datar, bersihdan sempurna. Keadaan bumi yang bersih dan datar disebabkan padasaat itu tumbuhan, hewan, gunung, sungai, lautan, dan isi bumi lainnyabelum tercipta. Terciptanya hewan, tumbuhan, gunung, lautan, danisi bumi lainnya terjadi setelah Datu Tihawa diciptakan untukmenemani Datu Adam. Datu Adam begitu bernafsu ketika pertamakali melihat Datu Tihawa, sehingga Datu Adam langsung mengejarnyauntuk memeluknya, tetapi Datu Tihawa selalu menolaknya. “Jangan-kan dipeluk, didekatipun Datu Tihawa menjauh.” Datu Tihawa laridan Datu Adam terus mengejarnya. Setelah kejadian itu, terciptalahbumi menjadi tidak lagi rata dan tercipta pula isi bumi.

Bekas injakan kaki Datu Adam dan Datu Tihawa jadilah lembah,sungai, dan lautan. Bekas lompatan mereka, menjadilah bukit dangunung, Habis hari berganti hari, bulan berganti bulan, Datu Adamterus mengejar Datu Tihawa, sehingga badan menjadi kurus. Begitubernafsunya Datu Adam mengejar Datu Tihawa, sehingga sirnya(sperma) keluar. Sperma yang berceceran inilah yang dipercayamenjadi asal muasal kehidupan seluruh binatang yang menyengat,seperti lebah, kalajengking, semut, macan, dan binatang lainnya yangmengisi dunia. Sebagian sir atau sperma Datu Adam juga menjaditumbuhan yang kemudian menambah isi bumi.

KONSEP KEARIFAN LINGKUNGAN ORANGLOKSADO; RELASI MANUSIA DENGAN MAKHLUKADIKODRATI DAN LINGKUNGANNYA

Dari cerita mitos kejadian manusia dan alam semesta, dapatdiperoleh pengetahuan tentang peran dan kewajiban manusia dalamkehidupan di bumi. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya,bahwa terdapat empat golongan keturunan Datu Adam dan DatuTihawa. Keempat golongan itu adalah para nabi, bumburajawalu yangmenurunkan balian, datu dan sangiang, serta manusia umumnya. Dalamkonsep tentang empat golongan keturunan Datu Adam dan Datu

Page 43: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

184

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Tihawa tersebut pada hakikatnya terkandung pengetahuan tentangrelasi antara manusia, makhluk adikodrati, dengan alam semesta.Setiap golongan memiliki kedudukan dan perannya masing-masing,namun semua makhluk tersebut adalah keturunan dari Datu Adamdan Datu Tihawa.

Dalam proses perkembangan dari kejadian bumi dan isinya,nabi, bumburajawalu, serta para datu dan sangiang kemudian berbedasifatnya dengan manusia. Nabi menjadi kekuatan adikodrati yangmemelihara ragam makhluk biotik, terutama tumbuhan. Datu dansangiang adalah leluhur manusia yang mengalami proses menjadimakhluk adikodrati atau mengalami proses mandiwata (menjadi dewa).Setelah mengalami reinkarnasi menjadi makhluk adikodrati ataumenjadi datu atau sangiang, mereka memiliki peran untuk memelihararagam lingkungan abiotik yang menjadi isi alam semesta, sepertigunung, sungai, lembah, dan sebagainya. Jenis keturunan Datu Adamdan Datu Tihawa yang kedua yaitu Bumburajawalu, dipercaya sebagaileluhur para balian yang menjaga Aruh. Para balian memiliki tugasmenjalankan pengobatan dan ritual yang menghubungkan dunia rohdan makhluk adikodrati dengan dunia manusia.

Meskipun kedudukan dan peran masing-masing berbeda, namunbaik nabi, bumburajawalu, datu dan sangiang keberadaan mereka di bumiterus menyatu dengan kehidupan manusia dan menjadi satu sistemdalam kehidupan alam semesta. Nabi, bumburajawalu, maupun paradatu dan sangiang dipercaya terus hidup dan membantu kehidupanmanusia di bumi. Relasi antara manusia, nabi, bumburajawalu, sertapara datu dan sangiang itu kemudian membentuk relasi sistemik isialam semesta yang menggambarkan kehidupan yang ada di bumi,tempat hidup seluruh keturunan Datu Adam dan Datu Tihawa. Padagambar tentang relasi manusia dengan makhluk adikodrati danlingkungan berikut ditunjukkan relasi sistemik antara manusia denganlingkungannya yang dipelihara oleh segenap makhluk adikodrati.

Page 44: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

185

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Gambar 3Relasi Manusia dengan Makhluk Adikodrati dan

Lingkungan

Dari gambar tersebut ditunjukkan bahwa balian sebagaiketurunan Bumburajawalu memiliki kedudukan yang sentral, yaitumenghubungkan tiga entitas golongan keturunan Datu Adam danDatu Tihawa lainnya dalam tata kosmis alam semesta. Kedudukansentral dari balian disebabkan oleh perannya sebagai penghubungantara makhluk adikodrati yang memelihara lingkungan biotik danabiotik dengan manusia. Balian bertugas memimpin ritual aruh danmengadakan pengobatan untuk keselamatan manusia. Jika disimakkembali cerita mitos kejadian manusia pertama dan alam semesta,maka peran balian untuk melaksanakan ritual Aruh terdapat dalamungkapan bahwa; “Bumburajawalu ini berjumlah delapan orang yangdiperintahkan oleh Datu Adam untuk mengasuh Balian di perangkatanhari Balian, perangkatan bulan (hari-hari pelaksaanaan Aruh). Laludibuatlah aturan-aturan Aruh dan adat.” Para balian dipercaya sebagaipara manusia terpilih yang dapat meneruskan tradisi dalam me-mimpin ritual Aruh. Sementara itu, peran sebagai juru sembuh antaralain dijelaskan dalam ungkapan bahwa “telah ditumbuhkan tujuhmacam tanaman obat yang dikenal sebagai kebun tujuh dan juga disebutsebagai tanaman balian. Ketujuh tanaman obat yang harus dijaga itu

Page 45: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

186

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

adalah buluh kuning, pinang, pucuk enau, kembang mangit, kencur, serai,dan kandarasa.”

Ritual Aruh diperlukan, karena dari ritual itu manusia dapatberkomunikasi dengan kekuatan segenap roh alam yang dipercayamanggaduh atau memelihara tumbuhan, binatang, dan seluruh,makhluk di bumi. Aktivitas manusia untuk melangsungkan hidupdipercaya sebagai aktivitas yang membutuhkan kerelaan dari segenapmakhluk di alam semesta tersebut. Oleh karena itu, agar hidupmanusia dapat terjaga, manusia juga harus memelihara relasi denganroh segenap makhluk di alam semesta. Penuturan informan wargabalai Malaris berikut menggambarkan tentang kepercayaan tersebut.

“Kalau aku makan nasi, sebenarnya aku telah mengambil bagiandari kehidupan tumbuhan padi. Oleh karena itu, ketika aku makannasi, aku harus meminta izin dulu dari roh padi. Izin itu aku dapatkankalau aku melaksanakan ritual Aruh. Tetapi tidak begitu saja, hidupnyapadi itu juga karena adanya air, adanya embun atau jiuk, adanya bunga,adanya angin, dan seterusnya. Dari situ aku harus pula meminta ijinpada embun, pada tanah, pada angin, dan seterusnya. Jadi aku tidakbisa hidup sebenarnya tanpa mereka.”

Jika ditinjau dari konsep penciptaan manusia pertama darikepercayaan Aruh dan penuturan informan tersebut, maka terdapatsuatu pandangan bahwa para balian, orang Loksado, dan manusia dibumi umumnya memiliki posisi yang tidak dapat dilepaskan darikeberadaan roh dan makhluk adikodrati lainnya. Mitos tentangpenciptaan Datu Adam sebagai manusia pertama, mengajarkantentang relasi manusia dengan makhluk lain yang menghuni alamsemesta. Manusia memiliki kewajiban untuk bersahabat, memelihara,dan saling menolong dengan tumbuhan dan berbagai makhluk lainyang diciptakan oleh Tuhan melalui Nining Bahatara. Semua entitaskehidupan adalah sebagai subyek, sehingga masing-masing salingbergantung. Perlakuan terhadap alam sekitar pada hakikatnya adalahjuga perlakuan pada diri sendiri. Pemujaan terhadap roh dan makhlukadikodrati pemelihara tumbuhan melalui ritual Aruh merupakan

Page 46: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

187

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

bagian dari upaya untuk menjaga relasi harmonis antara manusiadan ekosistemnya.

Apabila gambar relasi lingkungan dengan manusia dan maklukadikodrati tersebut dikaitkan lagi dengan gambar tentang strukturmakluk adikodrati, serta struktur kosmis dalam gambar sebelumnya,ketiganya kelihatan saling bertentangan. Gambar relasi lingkunganmenyiratkan relasi yang meniadakan hirarkis, sementara gambarstruktur makhluk adikodrati dan struktur kosmis menyiratkan relasiyang hirarkis. Ada dua penjelasan yang dapat diberikan untukmenafsirkan gambar struktur manusia dan makhluk adikodrati yangtampak paradoks tersebut. Pertama, gambar struktur kosmis danstruktur makluk adikodrati menunjukkan struktur hirarkis, sebabkeduanya menggambarkan struktur kosmis secara keseluruhan, baikdi bumi, di langit maupun di alam Aras, sehingga tampak hubunganhirarki antara Tuhan di langit dan di Aras dengan manusia dan rohleluhur yang ada di bumi. Sementara itu, gambar tentang relasilingkungan menunjukkan keberadaan roh leluhur dan manusia dimuka bumi saja, sehingga keberadaan makhluk tersebut tampaksejajar. Kedua, kemungkinan struktur yang hirarkis dari keberadaanmanusia dan makhluk adikodrati disebabkan oleh pengaruh agama-agama yang datang kemudian, seperti Hinduisme, Kristen, dan Is-lam yang mengenal konsep tentang Tuhan yang bersemayam di langitdan di Aras. Hal itu seperti dikenalnya Tuhan Suwara atau Alahtaalayang ada di Aras, serta Nining Bahatara dan Sangkawanang yangbersemayam di alam langit.

Dalam studi etika ekologi kontemporer, kepercayaan Aruhmerupakan karakteristik dari kosmologi paganisme. Kosmologipaganisme seperti yang dipraktekkan dalam kehidupan keagamaanorang Loksado tersebut dapat dipandang sebagai sebuah modelyang ideal untuk membangun wajah ekosistem yang memiliki nilaikemanusiaan dan kearifan terhadap lingkungan.31 Menurut Graham

31 F. Bowie, The Anthropology of Religion, hlm. 127.

Page 47: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

188

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Harvey32, kosmologi paganisme tidak hanya didasari oleh adanyakepercayaan terhadap dewa-dewi atau makhluk adikodrati, namundibangun dari sistem gagasan masyarakat lokal tentang upaya untukmembangun relasi yang intim dalam kehidupan manusia danlingkungannya. Dalam konteks ini, Harvey33 menyatakan demikian.

“Pagan cosmology re-enchants the world. Pagans talk about deities andfaeiries not because they “believe” in them but because they talk seriously theintimation of many cultures that the world is inhabitied not only by animals,vegetables and minerals but also less commonly seen people. The world is anexciting and sacred place to live. (Kosmologi pagan kembali mempesonadunia. Kaum pagan berbicara tentang dewa dan dewi bukan karenamereka “percaya” begitu saja, tetapi mereka berbicara dengansungguh sebagai isyarat kebudayaan bahwa dunia ini tidak hanyadidiami oleh binatang, buahan dan mineral, tetapi juga oleh manusia.Dunia adalah tempat sakral dan menggairahkan untuk didiami.)”

Dalam pandangan penganut Aruh, untuk melangsungkan hidupdan memakmurkan bumi, manusia wajib mencari rejeki. Namundemikian, rejeki tersebut tidak boleh digunakan sendiri. Rejeki yangtelah diperoleh harus dihabiskan untuk kerabat, keturunan, dan jugauntuk makhluk yang lain. Ajaran tentang kewajiban untuk mem-bagikan rejeki kepada semua makluk itu terwujud dalam prosesibabari dari rangkaian ritual Aruh bawanang. Prosesi babari memilikimakna tentang kewajiban untuk saling berbagi, demi menjaga relasiyang selaras antar makhluk.

KESIMPULAN

Dari paparan tentang sistem kepercayaan Aruh di atas ditunjuk-kan bahwa pada hakikatnya manusia dan lingkungannya, baik biotismaupun abiotis ada dalam posisi saling bergantung. Kesaling-

32 Ibid.33 Graham Harvey, Listening People: Speaking Earth: Contemporery Paganism (Lon-

don: Hurst & co, 1997), hlm. 74.

Page 48: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

189

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

tergantungan itu dikukuhkan oleh mitos asal muasal manusia yangsama dengan roh pemelihara alam semesta. Kepercayaan tentangkekuatan roh dibalik keberadaan segenap makhluk itulah, yangmemberi ciri pandangan dunia yang ekosentris.34 Ekosentris adalahsebuah etika lingkungan kontemporer yang memandang bahwa setiapentitas ekologis, baik benda biotis maupun abiotis dipandang sebagaihal yang bermakna bagi keseluruhan. Pandangan ekosentris dianggapmelampaui pandangan antroposentris yang menganggap bahwamanusia merupakan pusat dan tujuan akhir dari alam semesta.Ekosentris juga melampaui pandangan biosentris yang hanyamemusatkan perhatian pada makhluk hidup dalam memandangkeberadaan alam seisinya.35 Pandangan itu juga disebut sebagai etika“deep ecology”, yaitu sebuah pandangan etis yang menempatkan setiapentitas ekosistem sebagai bernilai intrinsik, dan tidak mungkindigunakan sebagai alat untuk kepentingan khusus yang lebih jauh.Makhluk biotis dan abiotis memiliki nilai yang melekat dalam dirinyasendiri dan “kedudukan” yang bernilai bagi pertimbangan etis.36

Kepercayaan Aruh diciptakan oleh para balian untuk mem-bangun pandangan bahwa seluruh makhluk hidup dan benda abiotisada dalam satu relasi. Tanggung jawab moral terhadap keberadaanalam tidak terbatas pada makhluk biotis saja, namun juga terhadapsemua entitas ekologis. Seluruh isi alam tidak ditempatkan dalamstruktur hirarkis, melainkan sebagai kesatuan organis yang salingbergantung.

Dari paparan atas menunjukkan bahwa kepercayaan Aruhmenjadi landasan orang Loksado dalam memperlakukan alam dan

34 B. Daval, and Sessious, 6. “Deep Ecology” dalam James P. Steba (ed.) EarthEthics: Environmental Ethichs, Animal Rights, and Practical Application (New Jersey:Engglewood Clifts, 1995), hlm. 157-165; A. Leopold, “Etika Lingkungan.” dalam LarryMay, Shari Collins-Chobanian dan Kai Wong. (ed.), Etika Terapan I, (Yogyakarta : TiaraWacana, 2001), hlm. 136.

35 B. Daval, and Sessious, 6. “Deep Ecology”, hlm. 157-165.36 Leopold, “Etika Lingkungan”, hlm. 136.

Page 49: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

190

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

memberi makna atas kehidupan di dunia. Secara lebih jelas, bagaimanakeyakinan tentang kedudukan dan peran masing-masing makluk didunia ini dikukuhkan, dan bagaimana pengkudusan segenap maklukadikodrati dipraktikkan, hanya dapat dipahami dengan melakukanpengamatan terhadap pelaksanaan ritual Aruh.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Mujiyono. Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Qur’an,Jakarta: Penerbit Paramadina, 2001.

Ahimsa-Putra, H.S. “Etnosains dan Ethnometodologi: SebuahPerbandingan” Masyarakat Indonesia. XII, 1986.

_______ “Antropologi Ekologi: Beberapa Teori danPerkembangannya.” Masyarakat Indonesia. XX, 1994.

Ali. K. M. Konsepsi Islam Tentang Asal-Usul & Evaluasi Kehidupan,Yogyakarta: PLP2M, 1987

Alqadri, S. I. Mekanisme dalam Masyarakat Dayak Di Kalimantan Barat.Pontianak : LP3ES, 1992.

Anyang, Y.C.T. Kebudayaan & Perubahan Daya Tawar Kalimantan dalamArus Modernisasi, Jakarta: Grasindo, 1998.

Ave, J.B. dan King, V.T. Borneo: The People of The Weeping Forest; Tra-dition and Change in Borneo, Leiden: National Museum of Eth-nology, 1986.

Bowie, F. The Anthropology of Religion, Massachusetts: Blackwell Pub-lisher, 2000.

Brosius, J.P. “Endagered Forest, Endangered People;Environtmentalist Representations of Indigenous Knowl-edge” dalam Haenn Nora dan Richard R. Wilk TheEnvirontment in Anthropology: Reader in Ecology, Culture, AndSuistainable Living. New York and London: New York Uni-versity Press, 2006.

Chudammani, Pengantar Agma Hindu untuk Perguruan Tinggi, Jakarta:Yayasan Wisma Karma, 1987.

Page 50: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

191

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Cox, G.W. and Atkins, Michael D. Agricultural Ecology, San Fransisco:W.H. Freeman and Company, 1979.

Conklin, H.C.”An Etnological Approach to Shifting Agricultural.”dalam Andre P.Vayda,. (ed.), Environment and Cultural Behav-ior, Austin and London: University of Texas Press, 1969.

Dahlan, A. A. dkk. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ikhtisar BaruVan Hove, 1996.

Daval, B. and Sessious, 6. “Deep Ecology” dalam James P. Steba(ed.) Earth Ethics: Environmental Ethichs, Animal Rights, andPractical Application, New Jersey: Engglewood Clifts, 1995.

Day, C.L. “Perubahan Sosial Ekonomi dan Dampaknya TerhadapOrganisasi Pertanian di Long Pujungan dan Long Alango”dalam Christianita l. Eghenter dan Bernard Sellato. “Pro-gram Penelitian Kebudayaan dan Pelestarian Alam”, PenelitianInterdisipliner di Pedalaman Kalimantan. Jakarta: WWF Indo-nesia, 1999.

Djuweng, S. “Orang Dayak, Pembangunan, dan Agama Resmi.”dalam Stepanus Djuweng. dkk, Kisah dari Kampung Halaman.Yogyakarta: Interfidei, 1996.

Dove, M. R. Sistem Perladangan di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press, 1987.

Dove, M. R. “Ketahanan Kebudayaan dan Kebudayaan Ketahanan”dalam Paulus Florus. et. al. (ed), Kebudayaan Dayak:Aktualisasi dan Transformasi. Jakarta: LP3ES, IDRD &Gramedia, 1994.

Eghenter, C. dan Sellato, B. “Program Penelitian Kebudayaan danPelestarian Alam” dalam Chistianita Eghenter dan BernardSellato (ed.), Kebudayaan dan Pelestaian Alam: PenelitianInterdisipliner di Pedalaman Kalimantan, Jakarta: WWF Indo-nesia, 1999.

Ellen, R. Environtment, Subsistence, and System: The Ecology of Small-scale Social Formations. Cambridge: Cambridge UniversityPress, 1982.

Page 51: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

192

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

_______.2002. “Pengetahuan tentang Hutan, Transformasi Hutan:Ketidakpastian Politik, Sejarah Ekologi dan Renegosiasiterhadap Alam di Seram Tengah.” dalam Tania Murray Li.(ed.). Proses Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia.Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia.

Fauzi, A.M. “Etika Lingkungan; Sebuah Kritik Terhadap EtikaAntroposentrisme” Jurnal Refleksi. 5, 2007.

Florus, P., et. al. (ed.), Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi,Jakarta: LP3ES, IDRD & Gramedia, 1994.

Geertz, C. “Religion as a Cultural System”. dalam Michael Banton(ed.), Anthropological Approach to The Study of Religion, Lon-don: Tavistock Publications, 1969.

_______ “Two Types of Ecosystems” dalam Andrew P. Vayda (ed.).Environment and Cultural Behavior, Austin and London: Uni-versity of Texas Press, 1969.

Gde Ardana, I gusti., dkk. Agama Hindu dan Lingkungan Hidup,Denpasar: T.tt, 1981.

Harvey, Graham. Listening People: Speaking Earth; Contemporery Pagan-ism, London: Hurst & Co, 1997.

Hefner, R.W. Geger Tengger; Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik,Yogyakarta : LkiS, 1999.

Iskandar, J. Ekologi Perladangan Di Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992.Kearns, Laurel. “The Context of Eco-Theology” dalam Garet Jones

(ed.), The Blackwell Companion to Modern Theology. London:Blackwell Publishing, 2003.

Khadim Al-Haramain asy Syarifain. Al-Qur’an dan Ter jemahnya,Madinah Munawaroh; Mujamma’ Khadim al-Haramain asySyarifain, 1990.

Lahajir. Etnoekologi Perladangan Orang Dayak Tunjung Linggang; EtnografiLingkungan Hidup di Dataran Tinggi Tunjung, Yogyakarta:Galang Press, 2001.

Page 52: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

193

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Lessa, William Armand dan Vogt, Evon Zartman (ed.), Reader inComparative Relegion: an Anthropological Approach, New York:Harper & Raw, 1972.

Leopold, A. “Etika Lingkungan.” dalam Larry May, Shari Collins-Chobanian dan Kai Wong. (ed.). Etika Terapan I. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001.

Lindblad, J.T. Between Dayak and Dutch, Dordrech-Holland/ Provi-dence USA: Foris Publications, 1988.

Lontaan, J.U. Sejarah Hukum Adat dan Adat Kalimantan Barat, Jakarta:Pemda Tk.I Kalbar, 1975.

Majelis Besar Ulama Kaharingan Indonesia. Panaturan; Tamparan TaluhHandiai (Awal segala Kejadian). Palangkaraya: LithoMultiwaras, 1996.

Marzali, A. Strategi Peisan Cikalong dalam Menghadapi Kemiskinan.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992.

_______ “Kata Pengantar”, dalam dalam Tania Murray Li (ed.),Proses Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia, Jakarta:Penerbit Yayasan Obor Indonesia, 2002.

Mayur, H.G. Perang Banjar, Banjarmasin: Rapi, 1979.Maunati, Y. Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik Kebudayaan,

Yogyakarta: LkiS, 2004.Mc.Guire, M.B. Religion The Social Context, California: Wadsworth

Publishing Company, 1997.Moniaga, S. “Pengetahuan Masyarakat Dayak Sebagai Altrnatif dalam

Penanganan Permasalahan Kerusakan Sumber Daya Alamdi Kalimantan” dalam Paulus Florus et. al. (ed), KebudayaanDayak: Aktualisasi dan Transformasi, Jakarta: LP3ES, IDRD& Gramedia, 1994.

Naess, A. “The Deep Ecological Movement.” dalam Shambala, G.(ed.). Deep Ecology for The Twenty-First Century Sessions, Bos-ton: Shambala, 1995.

Orlove, B. “Ecological Anthopology.” Annual Review Of Anthropo-logy. 9, 1980.

Page 53: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

194

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

———— “The Third Stage of Ecological Anthropology:Processual Approach.” dalam Nora Haenn. and RidhardR. Wilk. (ed.). The Environtment in Anthropology. New Yorkand London: New York University Press, 2006.

Patebang, Edi. Dayak Sakti: Pengayauan, Tariu, Mangkok Merah,Pontianak: Institut Dayakologi, 2005.

Qaradhawi, Yusuf. Islam Agama Ramah Lingkungan, Jakarta: PustakaAl-Kautsar, 2001.

Radam, N. H. Religi Orang Bukit Yogyakarta, Yogyakarta: Semesta, 2001.Rappaport, R.A. Pig For The Ancestors: Ritual in Ecology of a New Guinea

People, New Haven and London: Yale University Press, 1978.Riwut, T. Kalimantan Membangun, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993.Ritonga, R dkk. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hove, 1996.Rousseau, J. Kayan Religion; Ritual Life and Religious Reform in Central

Borneo, Leiden: KITLV Press, 1998.Saidi, A (ed.), Kebijakan Kebudayaan di Masa Orde Baru, Jakarta:

Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Ke-masyarakatan LIPI dengan The Ford Foundation, 2001.

Saleh, M.I. Perang Banjar 1859-1865, Banjarmasin: Seksi BimbinganEdukasi Museum Negeri, 1991.

Singgaribun, M. “Hak Rakyat Masyarakat Dayak.”, Dalam PaulusFlores, dkk (ed.) Kebudayaan Dayak: Aktualisasi danTransformasi, Jakarta: Gramedia, 1994.

Sjamsuddin, H. “Pegustian dan Tumenggung: Akar Sosial, Politik, Etnis,dan Dinasti; Perlawanan di Kalimantan Selatan”, Jakarta: BalaiPustaka, 2001.

Smart, N. “Batas-Batas Studi Agama Ilmiah” dalam Ahmad NormaPermata (ed.), Metodologi Studi Agama, Yogyakarta: PustakaPelajar, 2000.

Soeaib, Yoesof. Agama-agama Besar di Dunia, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985.

Page 54: Harga Diri Ekspresi Budaya Lokal

195

Harga Diri & Ekspresi Budaya Lokal

Soehadha, M. dkk. Agama Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat.Eksistensi Agama Kaharingan dan Respon Orang Dayak TerhadapKebijakan Pemerintah dan Misi / Dakwah “Agama-agama Resmi”,Jakarta : Laporan Akhir Komulatif Penelitian RUKK IVLIPI, 2005.

Steenbrink, K. A. Mencari Tuhan dengan Kacamata Barat; Kajian KritisMengenai Agama di Indonesia, Yogyakarta: IAIN SunanKalijaga Press, 1988.

Suryadikara, F. dkk. Geografi Dialek Bahasa Banjar Hulu. Jakarta: PusatPembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pen-didikan dan Kebudayaan, 1984.

Tsing, A. L. Di bawah bayang-bayang Ratu Intan; Proses Marginalisasipada Masyarakat terasing, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1998.

Ukur, F. Tantang Jawab Suku Dayak, Jakarta: BPK Gunung Mulia,1971.

Umberan, M. dkk., Sejarah Kebudayaan Kalimantan . Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DirektoratJendral Kebudayaan dan Nilai Tradisional, 1994.

Zoetmulder, P. J. Manunggaling Kawula Gusti; Panteisme dan Monismedalam Sastra Suluk Jawa, Jakarta: Dramedia, 2000.