hard cover fix

95
0 KITOSAN SEBAGAI EDIBLE COATING PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ASAP YANG DIKEMAS VAKUM SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG RIDA MARTA SISWINA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Upload: hoangdung

Post on 08-Dec-2016

265 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HARD COVER FIX

0

KITOSAN SEBAGAI EDIBLE COATING PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ASAP YANG DIKEMAS VAKUM

SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG

RIDA MARTA SISWINA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2011

Page 2: HARD COVER FIX

1

RINGKASAN

RIDA MARTA SISWINA C34060344. Kitosan Sebagai Edible Coating pada Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Asap yang Dikemas Vakum Selama Penyimpanan Suhu Ruang. Dibimbing oleh DJOKO POERNOMO dan PIPIH SUPTIJAH .

Pengasapan merupakan cara pengawetan ikan dengan menggunakan asap dari pembakaran kayu atau bahan organik lainnya. Salah satu jenis ikan asap yang saat ini tengah menjajaki pasar ekspor yaitu ikan lele asap. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, pengembangan ikan lele dumbo asap memberikan peluang yang cukup besar. Akan tetapi, ikan asap yang dihasilkan dari proses pengasapan panas umumnya masih memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga daya awetnya relatif singkat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan kitosan sebagai edible coating pada ikan lele dumbo asap yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan melihat pengaruh perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan maupun interaksinya terhadap mutu ikan lele dumbo asap dari aspek sensori (organoleptik), mikrobiologi (total bakteri/TPC) dan kimiawi (TBA dan aktivitas air).

Penelitian ini diawali dengan pembuatan alat pengasapan sederhana dari drum dan trial error pembuatan ikan lele asap dengan menggunakan alat tersebut serta karakterisasi kitosan yang akan digunakan sebagai edible coating. Pada penelitian utama dilakukan pelapisan kitosan dengan tiga perlakuan konsentrasi yaitu 0%, 1% dan 2%, dan lama penyimpanan (0, 7, dan 14 hari) dengan dua kali ulangan. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Selanjutnya data dianalisis dengan ANOVA (TPC, TBA, dan aw) dan analisis non parametrik Kruskal-Wallis (organoleptik).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitosan bahan penelitian memiliki kadar air 9%, kadar abu 0,21%, kadar nitrogen 1,33%, dan derajat deasetilasi 88,66%. Hasil uji proksimat selama penyimpanan menunjukkan bahwa ikan lele dumbo asap yang dikemas vakum dengan pelapisan kitosan 0%, 1% dan 2% pada hari ke-0 memiliki kadar air 64,36%, 63,69% dan 59,70%, kadar abu 5,22%, 3,96% dan 3,82, kadar lemak 5,69%, 5,47% dan 7,21%, kadar protein 19,12%, 23,67% dan 24,07% serta kadar karbohidrat 3,88%, 3,22% dan 5,21%. Pada hari ke-14 kadar air menjadi 67,00%, 64,10% dan 62,31%, kadar abu 5,07%, 3,93% dan 3,48%, kadar lemak 5,69%, 4,17% dan 5,32%, kadar protein 14,94%, 21,49% dan 21,07% serta kadar karbohidrat 7,31%, 6,32% dan 7,83%. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap parameter organoleptik (kecuali pada parameter tekstur), total bakteri (TPC), TBA dan aw ikan lele dumbo asap. Sedangkan variabel kombinasi atau interaksi antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap aw ikan lele dumbo asap, namun berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap parameter organoleptik, total mikroba dan TBA ikan lele dumbo asap. Secara keseluruhan dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa antara pelapisan kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata, namun dengan mempertimbangkan keefektifan dan efisiensi dari penggunaan kitosan maka konsentrasi kitosan 1% merupakan konsentrasi terpilih.

Page 3: HARD COVER FIX

2

KITOSAN SEBAGAI EDIBLE COATING PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ASAP YANG DIKEMAS VAKUM

SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG

RIDA MARTA SISWINA

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2011

Page 4: HARD COVER FIX

3

Judul : Kitosan Sebagai Edible Coating pada Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) Asap yang dikemas Vakum Selama

Penyimpanan Suhu Ruang

Nama : Rida Marta Siswina

NRP : C34060344

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Djoko Poernomo, B.Sc Dra. Pipih Suptijah, MBA NIP. 19580419 198303 1 001 NIP. 19531020 198503 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phill

NIP. 19580511 198503 1 002

Tanggal Pengesahan :.............

Page 5: HARD COVER FIX

0

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ‘kitosan sebagai edible coating pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang’ adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Rida Marta Siswina C34060344

Page 6: HARD COVER FIX

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat,

hidayah serta karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul

“Kitosan Sebagai Edible Coating pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Asap yang dikemas Vakum Selama Penyimpanan Suhu Ruang”, sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang

telah membantu dalam penulisan skripsi ini :

1 Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku

dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan arahan,

masukan, nasehat dan motivasi serta kritik selama penyusunan skripsi ini.

2 Bapak Ir. Dadi R. Sukarsa selaku dosen penguji yang telah memberikan

arahan, masukan, dan nasehat.

3 Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phill selaku Ketua Departemen

Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

4 Bapak (Tauchid) dan Ibu (Marliyah), mas Gan, dek Arin dan seluruh

keluarga besarku atas segala motivasi, do’a, kesabaran, bimbingan,

keikhlasan dan kasih sayang.

5 Special thanks to My Best Friend “Anggi, Cece, “Dian” My roommate in

Wisma Ayu, Arin, Yayan, Sukma, Acie, E’na, Ade Hilda, Era, Memey,

Tika, Patce, Movi, anak-anak yang sering nongkrong di OMBENK : Minal,

Wahyu, Icha, Ijal, Holland, Spy, Budi, Ely, Oji, Idris, Fau, Anjar, Aul, Gae,

mpok Lely, bang I’o, Umi, Nico, Joha, dan semua anak THP 43 yang telah

memberikan bantuan, dukungan, semangat, hiburan, masukan, dan

inspirasi kepada penulis. Terima kasih untuk persahabatan, keceriaan dan

kebersamaannya.

6 Bu Ema, Bu Rubiah, Pak Wahid, mbak Silvi atas bantuan dan bimbingan

selama proses penelitian.

Page 7: HARD COVER FIX

iv

7 Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan, staf dosen, TU,

serta teman-teman THP 41, 42, 43, 44, dan 45 terima kasih atas dukungan

dan bantuannya.

8 Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terima kasih telah

membantu penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

memerlukan.

Bogor, Juni 2011

Rida Marta Siswina

Page 8: HARD COVER FIX

0

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Batang, pada tanggal 4 Juni 1988.

Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan

Bapak Tauchid Sja’ban dan Ibu Marliyah. Penulis memulai

jenjang pendidikan formal di SDN 2 Lebo dan lulus pada

tahun 2000. Pada tahun 2003, penulis menyelesaikan

pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Weleri.

Kemudian pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di

SMAN 1 Pekalongan.

Pada tahun 2006, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI

(Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor) sebagai mahasiswa Tingkat

Persiapan Bersama. Pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa

program Mayor-Minor di Departemen Teknologi Hasil Perairan. Selama

menjalani pendidikan akademik penulis aktif mengikuti organisasi Himpunan

Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) periode 2007-2009 dan

aktif sebagai asisten praktikum m.k teknologi pengolahan tradisional hasil

perairan periode 2009-2010. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai

kepanitiaan dan seminar yang diselenggarakan di IPB.

Selama tahun 2008-2010 penulis memperoleh beasiswa PPA dari IPB dan

telah melaksanakan praktek lapang di PT. Aneka Tuna Indonesia, Pasuruan-Jawa

Timur. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor penulis

melakukan penelitian dengan judul ’Kitosan Sebagai Edible Coating pada Ikan

Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Asap yang dikemas Vakum Selama

Penyimpanan Suhu Ruang’ dibawah bimbingan Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan

Dra. Pipih Suptijah, MBA.

Page 9: HARD COVER FIX

0

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ................................................................................................. 0

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................0

DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................0

1 PENDAHULUAN...............................................................................................1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................4

2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) ............... 4

2.2 Pengasapan ................................................................................................... 5 2.2.1 Macam-macam pengasapan ...............................................................6 2.2.2 Komposisi dan sifat kimia asap ..........................................................7 2.2.3 Proses pengasapan ..............................................................................9

2.3 Kitin dan Kitosan ........................................................................................ 10

2.4 Kitosan sebagai Edible Coating ................................................................. 12

2.5 Pengemasan Vakum ................................................................................... 13

2.6 Kerusakan Pangan ...................................................................................... 14

3 METODOLOGI ...............................................................................................17

3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................................... 17

3.2 Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................... 17

3.3 Metode Penelitian ....................................................................................... 17

3.4 Karakterisasi Kitosan (Derajat deasetilasi) ................................................ 19

3.5 Prosedur Pengujian Selama Penyimpanan ................................................. 20 3.5.1 Uji organoleptik................................................................................20 3.5.2 Uji TPC (Total Plate Count) (Fardiaz 1992) ...................................20 3.5.3 Uji proksimat ....................................................................................22 3.5.4 Analisis aw (water activity) ...............................................................24 3.5.5 Analisis bilangan TBA metode Tarladgis (Arpah 2007) ..................24 3.5.6 Analisis data .....................................................................................25

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................27

4.1 Karakterisasi Kitosan ................................................................................. 27

4.2 Uji Organoleptik Selama Penyimpanan ..................................................... 28 4.2.1 Penampakan .....................................................................................30 4.2.2 Aroma ...............................................................................................32 4.2.3 Rasa ..................................................................................................34 4.2.4 Tekstur ..............................................................................................36 4.2.5 Warna ...............................................................................................38

v

vii

xi

xii

viii

x

Page 10: HARD COVER FIX

1

4.3 Analisis Proksimat Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Asap Selama Penyimpanan Suhu Ruang (27-30oC) ........................................... 40

4.4 Uji Mikrobiologi Total Plate Count (TPC) Selama Peyimpanan .............. 42

4.5 Analisis Bilangan Thiobarbituric Acid (TBA) Selama Penyimpanan ....... 44

4.6 Analisis Aktivitas Air (aw) Selama Penyimpanan ...................................... 46

5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................49 5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 49 5.2 Saran .......................................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................51

ix

Page 11: HARD COVER FIX

0

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Komposisi kimia ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ................................ 5

2 Perbedaan antara pengasapan panas dan pengasapan dingin ......................... 7

3 Komposisi kimia asap kayu ............................................................................ 9

4 Komposisi kimia sabut kelapa ........................................................................ 9

5 Persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan asap ...................................... 16

6 Karakteristik kitosan bahan penelitian dan standar internasional ................ 27

7 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .................................................................................... 30

8 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik aroma ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .................................................................................... 32

9 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik rasa ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .................................................................................... 34

10 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .................................................................................... 36

11 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik warna ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .................................................................................... 38

12 Hasil analisis proksimat ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .......... 40

13 Total mikroba ikan lele dumbo asap edible coating kitosan yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang .............................. 43

x

Page 12: HARD COVER FIX

0

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) .............................................................. 4

2 Skema proses pengasapan ikan (Wibowo 1995) ............................................. 6

3 Struktur kitin dan kitosan ............................................................................... 10

4 Diagram alir proses pengasapan ikan lele dumbo (Wibowo 1995) ............... 18

5 Diagram alir proses pada penelitian utama .................................................... 19

6 Diagram batang organoleptik ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ... 28

7 Diagram batang organoleptik parameter penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ...................................................................................... 31

8 Diagram batang organoleptik parameter aroma ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ...................................................................................... 33

9 Diagram batang organoleptik parameter rasa ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ...................................................................................... 35

10 Diagram batang organoleptik parameter tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ...................................................................................... 37

11 Diagram batang organoleptik parameter warna ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ...................................................................................... 39

12 Diagram batang uji TPC ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ........... 43

13 Diagram batang uji TBA ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .......... 45

14 Diagram batang uji aw ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .............. 47

xi

Page 13: HARD COVER FIX

0

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1a Data uji proksimat kitosan bahan penelitian ................................................ 57

1b Produk ikan lele dumbo asap sebelum dan sesudah dikemas vakum ....................................................................................................................... 57

2 Data uji organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ................................................................................................ 58

3 Data uji organoleptik aroma ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .... 59

4 Data uji organoleptik rasa ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ....... 60

5 Data uji organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ... 61

6 Data uji organoleptik warna ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .... 62

7 Lembar penilaian sensori ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ........ 63

8a Data uji Thiobarbituric Acid (TBA) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap selama penyimpanan............................................................................ 64

8b Data uji Total Plate Count (TPC) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap selama penyimpanan............................................................................ 64

8c Data uji Aktivitas air (aw) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap selama penyimpanan............................................................................ 64

9a Data uji proksimat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap sebelum penyimpanan ................................................................................. 65

9b Data uji proksimat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap sesudah penyimpanan .................................................................................. 65

10 Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap ........ 66

11a Data uji Kruskal-Wallis interaksi antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap ........ 68

11b Data uji Kruskal-Wallis tingkat konsentrasi kitosan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap .............................................................. 68

11c Data uji Kruskal-Wallis lama penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap .............................................................. 68

12a Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap penampakan ikan lele dumbo asap ......... 69

12b Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap aroma ikan lele dumbo asap.................... 69

13a Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap rasa ikan lele dumbo asap ....................... 70

xii

Page 14: HARD COVER FIX

1

13b Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap tekstur ikan lele dumbo asap ...... 70

14 Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap warna ikan lele dumbo asap .................... 71

15 Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap ............... 72

16a Data ANOVA total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap ............................ 73

16b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan yang berbeda terhadap total bakteri ikan lele dumbo asap ... 73

17a Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap ..................................... 74

17b Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap ..................................... 74

18a Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap TBA ikan lele dumbo asap ..................................... 75

19a Data ANOVA Thiobarbituric acid (TBA) ikan lele dumbo asap ............... 76

19b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan yang berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap ............... 76

20a Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap ............................................................ 77

20b Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap ............................................................ 77

21 Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap aw ikan lele dumbo asap ................................ 78

22a Data ANOVA aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap ............................... 79

22b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda terhadap aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap ......................................... 79

22c Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap ........................................................ 79

23 Peralatan yang digunakan dalam penelitian .................................................. 80

24 Spektograf infra merah kitosan ..................................................................... 81

xiii

Page 15: HARD COVER FIX

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor industri perikanan Indonesia selama dekade terakhir ini mengalami

perkembangan yang cukup baik. Ekspor perikanan Januari - Maret 2010 naik

menjadi US$ 621,8 juta dari Januari-Maret 2009 senilai US$ 577,2 juta

(Amri 2010). Selain itu, pengembangan produk olahan tradisional juga mulai

mendapat perhatian dari kalangan pengusaha yang ditunjukkan dengan semakin

banyaknya variasi produk olahan yang ada di pasaran. Beberapa jenis produk

olahan tradisional seperti produk ikan asin, ikan pindang, dan produk awetan

tradisional (terasi, asapan) pada tahun 2006-2007 mengalami perkembangan yang

cukup baik. Kenaikan rata-rata produk ikan asin tahun 2006-2007 sebesar

29,54%, ikan pindang 58,56%, terasi 676,47%, dan produk asapan sebesar

43,18% (Departemen Kelautan dan Perikanan 2008). Salah satu produk

tradisional yang saat ini tengah dikembangkan sebagai komoditas ekspor yaitu

ikan asap. Volume ekspor ikan asap Indonesia tahun 2006-2007 mengalami

kenaikan sebesar 60,17% (Departemen Kelautan dan Perikanan 2009).

Menurut Adawyah (2007), pengasapan merupakan cara pengawetan ikan

dengan menggunakan asap yang berasal dari pembakaran kayu atau bahan organik

lainnya. Ikan lele asap merupakan salah satu jenis ikan asap yang saat ini tengah

menjajaki pasar ekspor. Selain telah diekspor ke Malaysia dan Singapura, ikan

lele asap juga akan diekspor ke sejumlah negara Timur Tengah. Salah satu jenis

ikan lele yang saat ini sangat diminati oleh masyarakat dan sudah banyak

dibudidayakan oleh para petani ikan adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).

Ikan lele jenis ini mempunyai sifat-sifat yang lebih unggul dibanding jenis ikan

lainnya, diantaranya pertumbuhannya yang cepat (2-4 bulan), memiliki

kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak dan

kandungan gizinya tinggi (Najiyati 1998). Oleh karena itu, pengembangan ikan

lele dumbo asap sebagai komoditas ekspor diharapkan dapat memajukan sektor

industri perikanan Indonesia.

Pengasapan ikan yang berkembang di Indonesia pada dasarnya ada dua

metode yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan pengasapan dingin

Page 16: HARD COVER FIX

2

(cold smoking). Pengasapan panas biasanya menggunakan suhu sekitar 70-80oC

selama 4-5 jam. Sedangkan pengasapan dingin biasanya menggunakan suhu

sekitar 40-50oC selama beberapa hari bahkan dapat mencapai beberapa minggu.

Oleh karena itu, ikan asap dari proses pengasapan panas hasilnya tidak mampu

bertahan lama. Artinya ikan-ikan yang diasapi dengan pengasapan panas masih

mengandung kadar air yang tinggi sehingga tidak tahan disimpan dalam jangka

waktu lama (Irawan 1995). Meskipun demikian, produk hasil pengasapan panas

umumnya lebih diminati oleh konsumen.

Kitosan terutama yang terbuat dari cangkang krustasea merupakan polimer

alam kedua yang paling berlimpah di alam setelah selulosa

(Shahidi et al. 1999 diacu dalam Fan et. al 2009). Karena sifatnya yang tidak

beracun, antibakteri, antioksidan, pembentuk film, biokompatibilitas dan

biodegradabilitas, kitosan telah menarik perhatian sebagai bahan tambahan

makanan alami (Majeti dan Kumar 2000). Oleh karena itu, pengembangan kitosan

sebagai edible coating merupakan salah satu alternatif dalam pengemasan produk

untuk menjaga kualitas serta memperpanjang daya awetnya, terutama untuk

produk tradisional yang tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama seperti ikan

asap hasil pengasapan panas.

Edible coating dapat dibuat dari berbagai bahan termasuk polisakarida,

protein dan lipid (Gennadios et al. 1997 diacu dalam Estaca et al. 2007). Coating

dapat diterapkan secara langsung untuk bahan makanan (Sathivel et al. 1995

diacu dalam Estaca et al. 2007) atau dibuat menjadi edible film yang kemudian

digunakan untuk melapisi permukaan makanan (Oussalah et al. 2004).

Mekanisme utama penggunaan edible coating pada makanan yaitu meningkatkan

kualitas dan memperpanjang umur simpan yang bertindak sebagai penghalang

terhadap oksigen dan air, sehingga memperlambat oksidasi dan menjaga

kelembaban (Gennadios et al. 1997).

Aplikasi kitosan sebagai edible coating untuk memperpanjang daya awet

makanan telah diterapkan pada beberapa jenis produk pertanian seperti

buah-buahan dan produk perikanan. Beberapa penulis melaporkan bahwa kitosan

telah digunakan sebagai agen penjernih dalam jus apel (Boguslawski et al. 1990

diacu dalam Fan et al. 2009), sebagai antimikroba dan antioksidan dalam muscle

Page 17: HARD COVER FIX

3

foods (Kim dan Thomas 2007). Selain itu, pelapisan kitosan pada otak-otak

bandeng yang disimpan pada suhu ruang mampu meningkatkan daya awetnya 2

hari lebih lama dibanding tanpa pelapisan kitosan yang hanya 2 hari

(Falahuddin 2009), serta penggunaan larutan kitosan mampu mempertahankan

kesegaran fillet ikan patin 2 jam lebih lama dibandingkan dengan fillet ikan patin

tanpa perlakuan larutan kitosan (Gushagia 2008).

Kitosan memiliki potensi sebagai kemasan makanan (edible film dan

edible coating), terutama karena dapat dimakan (Subramaniam et al. 2007;

Tual et al. 2000 diacu dalam Fan et al. 2009). Dengan mempertimbangkan potensi

kitosan sebagai bahan pengawet dan daya tahan ikan asap yang relatif singkat,

diharapkan penggunaan kitosan sebagai edible coating pada ikan asap merupakan

salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya awet dan

menjaga mutu produk ikan asap selama penyimpanan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh perlakuan

konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan maupun interaksinya terhadap mutu

ikan lele dumbo asap yang dikemas vakum pada penyimpanan suhu ruang serta

mengevaluasi karakteristiknya secara sensori, kimiawi dan mikrobiologi.

Page 18: HARD COVER FIX

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang

dan kulit licin. Di sekitar mulut terdapat empat pasang sungut. Pada sirip dada

terdapat patil atau duri keras yang berfungsi sebagai alat untuk memepertahankan

diri. Ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan yang terletak di bagian depan

ronggga insang yang memungkinkan ikan untuk mengambil oksigen dari udara.

Oleh karena itu, ikan lele dapat hidup dalam kondisi perairan yang sedikit

mengandung kadar oksigen (Suyanto 1999).

Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di

sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang

air. Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam

hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat

gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan (Satya 2008).

Ikan lele dumbo merupakan ikan lele hibrida hasil perkawinan Clarias

mossambicus dari Kenya dan Clarias fuscus dari Taiwan yang dibawa ke

Indonesia oleh PT. Cipta Mina Sentosa (Suyanto 1999). Gambar ikan lele dumbo

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Adapun klasifikasi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) menurut

Saanin (1986) diacu dalam Satya (2008) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Sub-kingdom : Metazoa

Phyllum : Chordata

Sub-phyllum : Vertebrata

Page 19: HARD COVER FIX

5

Kelas : Pisces

Sub-kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub-ordo : Siluroidea

Familia : Clariidae

Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus

Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan dengan lele lokal (Clarias batrachus). Pertama, ikan lele dumbo

dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan ikan lele lokal yaitu dalam waktu

24 minggu lele dumbo dapat mencapai berat 200 gram sedangkan lele lokal hanya

50-60 gram. Kedua, lele dumbo dapat tumbuh lebih besar, seekor ikan lele dumbo

mampu mencapai berat 2-3 kg. Ketiga, telur ikan lele dumbo lebih banyak

sehingga dapat menghasilkan benih yang lebih banyak. Keempat, ikan lele dumbo

dapat diberi berbagai macam pakan seperti pelet maupun berbagai jenis bangkai,

sehingga biaya pemeliharaannya lebih murah (Prihartono et al. 2000).

Komposisi kimia ikan lele dumbo disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Komponen Jumlah (%)

Air

Abu

Lemak

Protein

Karbohidrat (by different)

79,73

1,47

0,95

17,71

0,14

Sumber : Nurilmala et. al (2009)

2.2 Pengasapan

Pengasapan ikan di Indonesia merupakan salah satu cara pengolahan

tradisional yang cukup berperan dalam memanfaatkan hasil-hasil perikanan.

Teknik pengawetan dengan cara pengasapan ditujukan disamping untuk

mengawetkan bahan pangan juga untuk memperoleh cita rasa spesifik yang

diinginkan. Pengasapan biasanya digabung dengan teknik pengawetan lain,

Page 20: HARD COVER FIX

6

seperti penggaraman dan pemanasan. Asap memiliki sifat sebagai pengawet.

Fenol yang dikandungnya memiliki sifat bakteriostatik sehingga menyebabkan

bakteri tidak berkembang biak, fungisidal sehingga jamur tidak tumbuh, dan

antioksidan sehingga cukup berperan mencegah oksidasi lemak pada ikan asap

(Adawyah 2007). Adapun proses pengasapan ikan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Skema proses pengasapan ikan (Wibowo 1995)

2.2.1 Macam-macam pengasapan

Proses pengasapan biasanya dilakukan untuk beberapa tahap agar

memperoleh hasil asapan yang berwarna indah dengan rasa prima. Saat ini telah

banyak dikembangkan teknik pengasapan dengan menggunakan asap cair atau

asap buatan, yang aplikasinya dengan cara dioleskan pada permukaan bahan

pangan, tanpa atau sedikit panas. Pada dasarnya, dalam pengasapan ikan ada dua

metode yang dapat digunakan, yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan

pengasapan dingin (cold smoking).

Pengasapan panas bertujuan untuk mengawetkan dan memberi warna serta

rasa yang khas pada ikan. Dalam pengasapan panas, jarak antara ikan dengan

sumber asap dimana asap keluar dilakukan sedekat mungkin, dan sumber

pemanas yang berasal dari api itu juga cukup besar. Suhu di dalam ruangan

pengasapan panas biasanya sekitar 70-85oC. Cara ini dapat dikatakan merupakan

suatu proses pemanggangan ikan secara perlahan-lahan. Suhu panas yang ada

Perendaman larutan garam (10-15% b/v)

Penyiangan dan pencucian

Penggantungan dan penirisan

Pengasapan

ikan asap

Ikan segar

Page 21: HARD COVER FIX

7

dalam alat pengasapan sepenuhnya diserap oleh ikan-ikan itu, sehingga dengan

cepat ikan menjadi kering, matang dan berdaging lunak dengan rasa yang enak.

Tetapi proses pengasapan panas ini hasilnya tidak mampu bertahan lama. Artinya

ikan-ikan yang diasapi dengan pengasapan panas masih mengandung kadar air

yang tinggi sehingga tidak tahan disimpan dalam jangka waktu lama

(Irawan 1995).

Salah satu perbedaan antara pengasapan panas dengan pengasapan dingin

adalah suhu yang digunakan untuk mengasapi. Suhu yang biasanya digunakan

dalam alat pengasapan dingin yaitu antara 40-50oC. Pada pengasapan dingin, asap

yang ditimbulkan dari api tidak banyak berpengaruh pada ikan-ikan yang diasapi.

Sebab, selain asapnya tipis (api tidak terlalu besar) juga jarak antara sumber asap

dengan ikan-ikan yang diasapi agak jauh. Oleh karena itu, lamanya pengasapan

dingin dapat sampai beberapa hari atau bahkan sampai beberapa minggu. Selama

proses pengasapan, ikan-ikan itu akan menyerap asap cukup banyak sehingga air

yang ada di dalam daging ikan akan terus menguap dan ikan akan menjadi kering.

Oleh sebab itu, hasil pengasapan dingin tahan untuk disimpan dalam jangka waktu

yang lama (Irawan 1995). Secara umum perbedaan antara pengasapan panas dan

pengasapan dingin seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbedaan antara pengasapan panas dan pengasapan dingin

Kriteria Pengasapan panas (hot smoking)

Pengasapan dingin (cold smoking)

Suhu pengasapan 70-90oC Sekitar 30oC Lama pengasapan 4-5 jam 5 hari-2 minggu Sumber asap/panas Langsung Tidak langsung Tekstur produk Lembek, berair, masak Keras, kering, mentah Kadar air produk 60-70% 45-55% Tujuan Untuk mendapatkan aroma

dan rasa yang disukai Mengawetkan produk

Sumber : Nitibaskara (1988)

2.2.2 Komposisi dan sifat kimia asap

Proses pengasapan dilakukan dengan cara mengasapi bahan pangan dengan

asap dari pembakaran kayu. Unsur yang paling berperan dalam proses pengasapan

ikan adalah asap yang dihasilkan dari bahan bakar yang digunakan pada proses

pengasapan seperti kayu atau sabut kelapa. Asap yang dihasilkan terdiri dari uap

Page 22: HARD COVER FIX

8

dan partikel padatan yang berukuran sangat kecil. Kedua unsur ini mempunyai

komposisi kimia yang sama tetapi dengan perbandingan yang berbeda. Asap

mengandung senyawa asam fenolat, karbonil dan organik. Asam dan senyawa

karbonil terbentuk dari selulosa dan hemiselulosa, sedangkan fenol dihasilkan dari

proses pirolisis lignin. Asam terutama senyawa alifatik berkontribusi terhadap

rasa produk. Senyawa fenol memiliki peran sebagai rasa, antioksidan dan

komponen bakteriostatik. Senyawa karbonil akan bereaksi dengan protein

membentuk warna daging asap atau ikan yang diasapi. Asap bertindak sebagai

pengawet makanan karena efek desinfeksi formaldehid, asam asetat, dan senyawa

fenol (Giyatmi et al. 2002).

Komponen asap yang dominan adalah quaiakol, siringol dan pirokatekol.

Ketiga komponen ini termasuk dalam golongan fenol. Karena komponen fenol

mudah larut dalam lemak maka semakin banyak kadar lemak bahan pangan makin

sedap pula aroma asap yang didapat (Shahidi 1994). Kualitas dan kuantitas

komponen asap tergantung kepada jenis kayu yang digunakan sebagai bahan

bakar. Kayu yang baik untuk pengasapan ikan adalah kayu yang banyak

menghasilkan asap dan lambat terbakar. Bahan bakar untuk menghasilkan

pengasapan yang paling baik adalah kayu yang jenisnya keras, sabut atau

tempurung kelapa. Asap dari kayu yang lunak sering mengandung zat-zat yang

menyebabkan bau kurang baik pada hasil asapan. Bila dipakai kayu keras, maka

bagian selulosenya akan terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana.

Senyawa-senyawa itu adalah alkohol alifatik, aldehida-aldehida, keton-keton,

asam-asam organik termasuk furfural, formaldehida, asam-asam, dan fenol yang

merupakan bahan pengawet yang sudah dikenal. Bagian ligninnya pecah menjadi

senyawa-senyawa fenol, quinol, guaiacol, dan pyrogalol yang merupakan bagian

dari 20 jenis senyawa antioksidan dan antiseptik. Ini diperlukan, terutama untuk

pengasapan ikan berlemak (Moeljanto 1992). Komposisi kimia asap kayu dan

sabut kelapa dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Page 23: HARD COVER FIX

9

Tabel 3 Komposisi kimia asap kayu

Komposisi kimia Kandungan % berat serbuk kayu mg/m3 asap

Formaldehid 0,06 30-50 Aldehid lain (termasuk furfural) 0,19 180-830 Keton (termasuk aseton) 0,13 190-200 Asam formiat 0,43 115-160 Asam asetat dan lainnya 1,8 600 Metil alkohol 1,04 - Ter 5,28 1295 Phenol - 23-40 Air 103,8 -

Sumber : Zaitsev et al. (1969)

Tabel 4 Komposisi kimia sabut kelapa

Komponen kimia Berat kering (%) Pektin 14,06 Hemiselulosa 7,69 Komponen lain yang larut dalam air 5,80 Lignin 30,02 Selulosa 18,24 Komponen lain yang tidak larut dalam air 19,19 Mineral 5,0

Sumber : Grimwood (1975)

2.2.3 Proses pengasapan

Proses pengasapan merupakan kombinasi dari proses pengolahan lainnya,

yaitu penggaraman, pengeringan, pengasapan dan pemanasan. Proses

penggaraman dilakukan sebelum ikan diasapi, penggaraman dapat dilakukan

dengan dua cara, yaitu dengan cara penggaraman kering (dry salting) dan

penggaraman basah atau larutan (brine salting). Penggaraman menyebabkan

daging ikan menjadi lebih kompak, karena garam menarik air dan

menggumpalkan protein dalam daging ikan. Pada konsentrasi tertentu, garam

dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu, garam juga menyebabkan

daging ikan menjadi enak (Adawyah 2007).

Proses pengeringan menyebabkan turunnya kadar air dan aktivitas air.

Salah satu faktor yang dapat mempercepat proses pengeringan adalah angin

(udara yang mengalir). Bila udara diam, maka kandungan uap air di sekitar

produk yang dikeringkan makin jenuh sehingga pengeringannya semakin lambat

(Moeljanto 1992).

Page 24: HARD COVER FIX

10

Proses pemanasan dan pengasapan dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

Selain itu, adanya proses dehidrasi, koagulasi protein dan pelekatan zat-zat

formaldehid dan phenol akan berpengaruh baik secara fisik maupun kimiawi,

yaitu terbentuknya suatu lapisan yang dapat mencegah penetrasi dan pertumbuhan

mikroba pada makanan tersebut (Price and Schweigert 1978).

2.3 Kitin dan Kitosan

Kitin dan kitosan merupakan senyawa golongan karbohidrat yang dapat

dihasilkan dari limbah hasil laut, khususnya golongan udang, kepiting, ketam, dan

kerang. Kitosan adalah polisakarida yang diperoleh dari deasetilasi kitin, yang

merupakan komponen utama dari exoskeleton dari krustasea (No et al. 2002).

Kitosan ditemukan oleh Rouget pada tahun 1859 selama perebusan kitin dalam

larutan kalium hidroksida, yang dihasilkan dari deasetilasi kitin (Muzzarelli 1977).

Menurut struktur kimia, kitosan terdiri dari 2-amino-2-deoksi-D-glukosa

(glukosamin) monomer, terkait β-1-4-glycosidically, sedangkan kitin terdiri dari

monomer-glukosamin N asetil-, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3

(Rabea et al. 2003).

Chitin Chitosan

Gambar 3 Struktur kitin dan kitosan

Limbah udang yang dimanfaatkan umumnya adalah kulit dan kepalanya,

sedangkan kitin dari rajungan diperoleh dari karapasnya. Kandungan kitin kulit

udang mencapai 40-60% dari berat kering tubuhnya tergantung dari jenis dan

spesiesnya (Ashford 1977 diacu dalam Knorr 1982). Sedangkan pada kulit

rajungan kitinnya dapat mencapai 12,5-15%. Kitin dan kitosan juga terkandung

pada dinding sel jamur (Sudarshan et al. 1992).

Perbedaan utama antara kitin dan kitosan terletak pada kelarutannya.

Sifat kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat susah larut dalam air dan beberapa

Page 25: HARD COVER FIX

11

pelarut organik, rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik. Karena ketiga

sifat tersebut penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan

derivatnya. Sifat multiguna kitosan tidak terlepas dari sifat alaminya. Sifat alami

tersebut dapat dibagi menjadi dua sifat besar yaitu, sifat kimia dan biologi.

Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain, merupakan

polimer poliamin berbentuk linear, mempunyai gugus amino aktif, dan

mempunyai kemampuan mengkhelat beberapa logam (Rismana 2001). Asam

yang paling banyak digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat dan

asam format (Muzzarelli 1977).

Salah satu sifat paling khas dari polimer, termasuk kitosan adalah

kemampuan untuk membentuk larutan kental, sehingga kitosan dapat berfungsi

sebagai stabilizer, thickener, atau bahan pengental dan bersifat pseudoplastik serta

viskoelastik (Cho et al. 2000 ). Viskositas kitosan dipengaruhi oleh derajat

deasetilasi, berat molekul, konsentrasi, jenis pelarut, nilai pH larutan yang berlaku

dan kekuatan ion, dan temperatur (Kumar 2000).

Sifat biologi kitosan yang menguntungkan yaitu alami, (biodegradable)

mudah diuraikan oleh mikroba, biokompatibel artinya sebagai polimer alami

sifatnya tidak mempunyai akibat samping, dan tidak beracun (Muzzarelli 1996).

Di sisi lain, juga telah sifat biologis lainnya seperti analgesik, antitumoregenic,

hemostatik, hipokolesterolemik dan antioksidan (Tharanathan dan Kittur 2003).

Sifat-sifat biologis ini membuat kitosan di satu sisi sebagai pilihan yang sangat

baik untuk komponen aditif makanan alami dan bahan berharga untuk aplikasi

farmasi, dan industri biomedis (Rafaat dan Sahal 2009). Di sisi lain, kitosan

secara ekonomi lebih murah karena merupakan senyawa alami yang berasal dari

deasetilasi kitin yang dihasilkan dari limbah udang, kepiting, dan kerang

(Knorr 1994).

Kitosan memiliki struktur khusus dengan kelompok amino reaktif.

Oleh karena itu, kitosan menjadi senyawa bioaktif yang memperlihatkan fungsi

antimikrobial (Kumar et al. 2004). Karena aktivitas antimikrobanya, kitosan dapat

menghambat pertumbuhan berbagai mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan

ragi (Sagoo et al. 2002). Kitosan umumnya memiliki aktivitas antimikroba yang

kuat terhadap bakteri dibandingkan terhadap jamur (Tsai et al. 2002).

Page 26: HARD COVER FIX

12

Namun, kitosan menunjukkan aktivitas antibakteri hanya dalam media asam

karena kelarutannya rendah di atas pH 6,5 (No et al. 2002).

2.4 Kitosan sebagai Edible Coating

Kitosan termasuk salah satu jenis polisakarida yang dapat bersifat sebagai

barrier (penghalang) yang baik, karena pelapis polisakarida dapat membentuk

matriks yang kuat dan kompak (Krochta et al. 1994). Kitosan merupakan polimer

yang dapat dimakan dan biodegradable berasal dari kitin, kerangka utama bahan

organik pada exoskeleton arthropoda, termasuk serangga, krustasea, dan beberapa

jamur. Selain selulosa, kitosan adalah polimer alam yang paling banyak tersedia.

Beberapa sifat yang diinginkan dari kitosan adalah bahwa film yang terbentuk

tanpa penambahan aditif, penetrasi oksigen yang baik, permeabilitas karbon

dioksida dan sifat mekanik yang baik serta aktivitas antimikroba terhadap bakteri

ragi, dan jamur (Vartiainen et al. 2004 diacu dalam Ruban 2009). Namun, satu

kelemahan dengan kitosan adalah sensitivitas tinggi terhadap kelembaban

(Ruban 2009).

Saat ini, sebuah konsep baru sedang dikembangkan dimana pengawet

sebagai senyawa antimikroba dapat dibuat dalam bentuk lapisan atau film pada

permukaan makanan untuk menjaga keawetan makanan lebih lama selama

penyimpanan (Guilbert 2000). Edible coating atau film telah diselidiki mampu

untuk menghambat kelembaban, oksigen, aroma, dan pengangkutan zat terlarut

(Ouattara et al. 2000). Selain itu, edible coating atau film adalah salah satu

metode yang paling efektif untuk menjaga kualitas makanan (Pranoto et al. 2005),

sebagai pengikat warna, flavor, sumber gizi, dan bahan antioksidan

(Cassariego et al. 2007). Karena masalah lingkungan pula, pelapis dibuat dari

biopolimer yang dapat dimakan seperti protein, polisakarida, dan lipid yang

biasanya digunakan sebagai antimikroba (Ouattara et al. 2001).

Kitosan sebagai polimer alam telah menunjukkan mampu memenuhi syarat

sebagai bahan utama untuk edible coating atau film karena tidak beracun, bersifat

biodegradable, biokompatibilitas, biofunctionality, dan bersifat antimikroba

(Wang 1992). Ada beberapa teknik aplikasi edible coating pada produk pangan

menurut Krochta et al. (1994), yaitu :

Page 27: HARD COVER FIX

13

1 Pencelupan (dipping)

Biasanya teknik ini digunakan pada produk yang memiliki permukaan kurang

rata. Setelah pencelupan kelebihan bahan coating dibiarkan terbuang. Produk

kemudian dibiarkan dingin hingga edible coating menempel. Teknik ini telah

diaplikasikan pada daging, ikan, produk ternak, buah dan sayuran.

2 Penyemprotan (spraying)

Teknik ini menghasilkan produk dengan lapisan yang lebih tipis atau lebih

seragam daripada teknik pencelupan. Teknik ini digunakan untuk produk

yang mempunyai dua sisi permukaan, seperti pizza.

3 Pembungkusan (casing)

Teknik ini digunakan untuk membuat film yang berdiri sendiri, terpisah dari

produk. Teknik ini diadopsi dari teknik yang dikembangkan untuk non-edible

coating.

4 Pengolesan (brushing)

Teknik ini dilakukan dengan cara mengoles edible coating pada produk.

2.5 Pengemasan Vakum

Pengemasan vakum merupakan sistem pengemasan hampa udara dimana

tekanannya kurang dari satu atmosfir (<1 atm) dengan cara mengeluarkan oksigen

(O2) dari kemasan sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Teknik

pengemasan vakum dilakukan dengan cara memasukkan produk ke dalam plastik

yang diikuti dengan pengosongan atau pengontrolan udara menggunakan mesin

pengemas vakum, kemudian ditutup dan disealler (Jay 1996).

Menurut Syarief et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan

bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi menjadi

dua golongan utama yaitu :

1 Kerusakan yang sangat ditentukan oleh sifat alamiah dari produk sehingga

tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja (perubahan-perubahan fisik,

biokimia dan kimia serta mikrobiologi).

2 Kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat

dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan

kadar air bahan pangan, absorpsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan

dan penambahan cita rasa yang tidak diinginkan).

Page 28: HARD COVER FIX

14

Menurut Syarief dan Halid (1993), kandungan air suatu bahan tidak dapat

digunakan sebagai indikator nyata dalam menentukan ketahanan simpan. Selama

penyimpanan, parameter-parameter mutu seperti kadar air, cita rasa, tekstur,

warna dan sebagainya akan berubah karena pengaruh lingkungan seperti suhu,

kelembaban dan tekanan udara atau karena faktor komposisi makanan itu sendiri.

2.6 Kerusakan Pangan

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan pangan yaitu suhu

lingkungan bahan pangan, kadar air, O2, pH, relatif humidity (RH) dan aw

(water activity). Suhu lingkungan sangat mempengaruhi kecepatan reaksi kimia

dan biokimia serta proses fisiologi hasil panen dan post mortem. Suhu juga

mempengaruhi pertumbuhan optimal mikroba pembusuk (Winarno 2007).

Aktivitas air (water activity) merupakan tekanan uap air yang terdapat

dalam makanan dibagi dengan tekanan uap air dari air murni, pada suhu yang

sama. Aw sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba, contohnya

persyaratan minimal bagi mikroba dapat hidup untuk bakteri 0,90; untuk khamir

0,88; untuk kapang 0,80; dan untuk bakteri halophilik 0,75 (Winarno 2007).

Bila ditinjau dari penyebabnya, kerusakan bahan pangan dapat dibagi

menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan mikrobiologis, mekanis, fisik, biologis,

dan kimia. Kerusakan mikrobiologis merupakan bentuk kerusakan yang banyak

merugikan serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena

racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat. Cara

perusakannya yaitu dengan mendegradasi makromolekul-makromolekul yang

menyusun bahan pangan menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil (Muchtadi 2008).

Kerusakan mekanis disebabkan karena adanya benturan-benturan mekanis,

misalnya benturan antara bahan itu sendiri atau karena benturan alat dengan bahan

tersebut. Kerusakan fisik dan kimia disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik,

seperti dalam pengeringan terjadi case hardening, dalam pendinginan terjadi

chilling injuries atau freezing injuries dan freezer burn pada bahan yang

dibekukan. Pada penggorengan atau pembakaran yang terlalu lama menyebabkan

kegosongan. Selain itu, kerusakan-kerusakan yang terjadi karena lembabnya

penyimpanan dapat menyebabkan (water activity) dari bahan meninggi, sehingga

memberi peluang kepada bentuk-bentuk kerusakan mikrobiologis untuk ikut aktif.

Page 29: HARD COVER FIX

15

Kerusakan fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi

metabolisme dalam bahan atau oleh enzim-enzim yang terdapat di dalamnya

secara alami sehingga terjadi proses autolisis yang berakhir dengan kerusakan dan

pembusukan (Muchtadi 2008).

Kerusakan ikan asap terutama disebabkan oleh pertumbuhan mikroba

karena kondisi penyimpanan yang tidak tepat. Kerusakan ini tidak selalu

menyebabkan keracunan pangan. Jika yang tumbuh adalah mikroba pembusuk,

maka akibat yang ditimbulkan adalah kerusakan produk yang membuat produk

tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Beberapa kerusakan ikan asap adalah sebagai

berikut (Syamsir 2009) :

1 Pembentukan bau asam

Bau asam timbul karena terjadinya pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL)

pada ikan asap, selama proses pengasapan atau selama penyimpanan.

Pertumbuhan BAL relatif lambat dan menghasilkan asam organik yang

merusak bau dan flavor produk ikan asap.

2 Pembentukan spot-spot berwarna putih atau warna lain di permukaan

ikan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pertumbuhan kapang permukaan

yang bersifat halofilik (tahan konsentrasi garam tinggi).

3 Pembentukan lendir

Pembentukan lendir ini diproduksi oleh beberapa Micrococcus spp. dan

bakteri lainnya yang memproduksi lendir dipermukaan ikan asap.

4 Pembentukan gas, yang disebabkan oleh pertumbuhan beberapa

mikroorganisme yang memproduksi gas.

5 Pembentukan flavor tengik

Terutama pada ikan asap berkadar lemak tinggi. Garam meningkatkan reaksi

oksidasi lemak selama penyimpanan dengan waktu yang lama sehingga

terbentuk flavor tengik.

ICMSF (1986) diacu dalam Mexis et al. (2009) menyatakan bahwa batas

atas mikrobiologi produk makanan nilai TVC tidak boleh lebih dari 7 log

cfu/gram. Adapun persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan asap menurut

standar SNI 2725-1-2009 dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 30: HARD COVER FIX

16

Tabel 5 Persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan asap

Jenis Uji Satuan Persyaratan a. Organoleptik Angka(1-9) Minimal 7 b. Cemaran mikroba*

- ALT - Escherichia coli - Salmonella - Staphylococcus aureus* - Vibrio cholerae*

Koloni/g APM/g per 25 g Koloni/g per 25 g

Maksimal 1x105

Maksimal<3 Negatif

Maksimal 1x103 Negatif

c. Kimia* - Kadar air - Kadar histamin - Kadar garam

% fraksi massa

mg/kg % fraksi massa

Maksimal 60 Maksimal 100 Maksimal 4

CATATAN *) Bila diperlukan Sumber : Badan Standardisasi Nasional (SNI 2725.1: 2009)

Page 31: HARD COVER FIX

17

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan November 2010

yang bertempat di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan,

Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan,

Laboratorium Organoleptik Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, serta Laboratorium Biokimia Pangan dan

Gizi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ikan lele dumbo

(Clarias gariepinus) dengan size 7 (7 ekor/kg), tempurung kelapa, dan garam

yang dibeli di pasar dramaga Bogor. Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini

berasal dari Laboratorium Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan

diantaranya akuades, pelarut heksana, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH, H3BO3,

HNO3, HC, asam 2-thiobarbituriat, TCA, Formaldehid, asam asetat, tablet

kjeldahl, indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan metilen biru

0,2% dalam alkohol, 2:1), dan media agar NA.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pisau, timbangan, baskom,

talenan, drum pengasapan, alat pengemas vakum, kawat, kipas, pengatur waktu,

termometer, bahan kemasan plastik HDPE, FTIR (Fourier Transform Infrared),

serta alat-alat lain di laboratorium yang digunakan untuk analisis kimia dan

mikrobiologi seperti oven, timbangan analitik, vortex, desikator, cawan porselin,

pemanas kjeldahl, labu kjeldahl, erlenmeyer, cawan petri, alat ekstraksi soxhlet,

pemanas listrik, gelas piala, aw-meter, colorimeter, gelas ukur, sudip, cawan

conway, pipet volumetrik, dan tabung reaksi. Sedangkan untuk pengujian

mutu secara organoleptik digunakan score sheet menurut SNI 2725.1: 2009.

3.3 Metode Penelitian

Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pembuatan alat

pengasapan sederhana dengan menggunakan drum dan trial eror pembuatan ikan

Page 32: HARD COVER FIX

18

lele dumbo asap menggunakan alat pengasapan yang sudah dibuat. Prosedur

pembuatan ikan lele dumbo asap yaitu diawali dengan penyiangan ikan lele

dumbo dengan cara membuang lendir, insang dan isi perutnya kemudian dicuci

menggunakan air bersih untuk menghilangkan darah dan kotoran yang menempel

pada tubuh ikan. Selanjutnya, ikan lele tersebut direndam dalam larutan

garam 15% selama ± 1 jam, kemudian ikan dikaitkan dengan kawat yang telah

dibentuk huruf “S” lalu diangin-anginkan atau ditiriskan selama ± 45 menit.

Setelah itu, ikan dimasukkan ke dalam drum pengasapan untuk diasapi

menggunakan metode pengasapan panas. Suhu dan lama pengasapan yang

digunakan yaitu 70-90oC selama 4-5 jam. Diagram alir pembuatan ikan lele

dumbo asap dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir proses pengasapan ikan lele dumbo (Wibowo 1995)

Ikan lele segar

Penggaraman (15% b/v) selama ± 1 jam

Penyiangan dan pencucian

Ikan diangin-anginkan atau ditiriskan selama ± 45 menit

Pengasapan panas dalam drum pengasapan (Suhu 70-90oC; 4-5 jam)

ikan lele dumbo asap

Pengkaitan ikan pada kawat yang telah dibentuk huruf “S”

Page 33: HARD COVER FIX

19

Setelah proses pengasapan selesai, kemudian ikan lele dumbo asap tersebut

dilapisi (coating) dengan kitosan yang sudah dikarakterisasi. Konsentrasi kitosan

yang digunakan masing-masing adalah 0%, 1% dan 2%. Lama waktu pencelupan

yaitu sekitar 10 detik. Ikan lele dumbo asap yang telah dicoating kemudian

dikemas vakum dengan menggunakan plastik HDPE dan disimpan pada suhu

ruang selama ± 2 minggu. Selama penyimpanan berlangsung, dilakukan

pengamatan setiap 1 minggu sekali dan pengujian meliputi uji organoleptik, TPC,

TBA, dan aw. Untuk uji proksimat dilakukan pada awal dan akhir penyimpanan.

Diagram alir pada penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram alir proses pada penelitian utama

3.4 Penentuan Nilai Derajat Deasetilasi

Penentuan derajat deasetilasi (DD) kitosan diukur dengan menggunakan

FTIR (Fourier Transform Infrared). Puncak tertinggi dicatat dan diukur dari garis

dasar yang dipilih. Nilai absorbans dapat diukur dengan menggunakan rumus :

A = log

dengan

Po = transmitans pada garis dasar

P = transmitans pada puncak minimum

A = absorbans

Pengemasan vakum dengan plastik HDPE

Pengamatan secara organoleptik dan pengujian TPC, TBA, dan aw setiap 7 hari sekali

ikan lele dumbo asap

Pelapisan dengan larutan kitosan : 0%, 1% dan 2%

Penyimpanan produk dalam suhu ruang ± (27-30oC) selama 14 hari

Po P

Page 34: HARD COVER FIX

20

DD dapat dihitung dengan membandingkan nilai absorbans pada bilangan

gelombang 1655 cm-1 (serapan pita amida) dengan bilangan gelombang 3450 cm-1

(serapan pita hidroksi), kitin yang tidak terdeasetilasi menghasilkan nilai

perbandingan A1655/A3450 = 1,33. DD dihitung dengan persamaan :

DD = [1− (A1655/A3450 x 1/1,33)] x 100%

3.5 Prosedur Pengujian Selama Penyimpanan

Pengujian yang dilakukan selama penyimpanan pada produk ikan lele

dumbo asap ini meliputi uji organoleptik, uji proksimat (kadar air, abu, lemak,

protein dan karbohidrat secara by difference), uji TPC, uji aw, dan uji TBA.

3.5.1 Uji organoleptik

Uji organoleptik sering juga disebut dengan pengujian secara subyektif

dengan bantuan panca indera manusia untuk menilai daya terima suatu bahan,

dapat juga untuk menilai karakteristik mutu, dan dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui sifat-sifat citarasa suatu bahan. Uji organoleptik skala hedonik

dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk

melalui penilaian terhadap beberapa atribut produk seperti penampakan, warna,

aroma, rasa, dan tekstur. Menurut Winarno (1997), penentuan bahan makanan

pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya citarasa,

warna, tekstur dan nilai gizinya.

Menurut Badan Standardisasi Nasional (SNI 2725.1: 2009), skala penilaian

organoleptik untuk produk ikan asap yaitu 1-9 (keterangan lembar penilaian

sensori dapat dilihat pada Lampiran 7) dengan persyaratan mutu dan keamanan

pangan minimal 7. Kemudian sampel yang diujikan diberi kode secara acak dan

panelis dengan jumlah 20-30 orang diminta memberikan penilaian.

Uji organoleptik ini berupa uji penilaian sensori ikan asap selama penyimpanan.

Parameter yang diuji meliputi penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur.

3.5.2 Uji TPC (Total Plate Count) (Fardiaz 1992)

Prinsip kerja dari analisis TPC adalah perhitungan jumlah koloni bakteri

yang ada di dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan

Page 35: HARD COVER FIX

21

secara duplo. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah

kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo dapat

meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni bakteri yang dapat dihitung adalah cawan

petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni.

Cawan petri, tabung reaksi dan pipet sebelum digunakan disterilkan terlebih

dahulu dalam oven pada suhu 180oC selama 2 jam. Media disterilkan dalam

autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit dengan tekanan 1 atm. Setelah

disterilisasi, untuk menjaga agar media tidak membeku suhu media dipertahankan

pada 45-55oC dalam penangas air. Pembuatan larutan pengencer dilakukan

dengan cara melarutkan 8,5 gram NaCl dalam 1 liter aquades yang kemudian

disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

Sampel sebanyak 10 gram dihaluskan terlebih dahulu, kemudian dilarutkan

ke dalam larutan pengencer steril yang telah berisi dengan volume mencapai

100 ml sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Dari larutan tersebut dipipet 1 ml,

kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan

pengencer steril untuk memperoleh pengenceran 10-2. Demikian seterusnya

sampai didapat pengenceran 10-5, disesuaikan dengan pendugaan tingkat

kebusukan ikan lele dumbo asap pada saat pengamatan. Dari setiap tabung reaksi

pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml

selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap

pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan

secara melingkar di atas meja supaya media NA merata. Setelah NA membeku,

cawan petri diinkubasi dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 30oC,

cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik dalam inkubator.

Setelah masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung

dengan jumlah koloni yang dapat diterima 30-300 koloni per cawan. Nilai TPC

dapat dihitung dengan memakai rumus berikut:

Page 36: HARD COVER FIX

22

3.5.3 Uji proksimat

a. Kadar air (AOAC 2007)

Cawan kosong yang akan digunakan terlebih dahulu dikeringkan dalam

oven selama 15 menit atau sampai berat tetap, kemudian didinginkan dalam

desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2gr

ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven

selama 3-4 jam pada suhu 105-110oC. Cawan kemudian didinginkan dalam

desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Presentase kadar air

(berat basah) dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan :

B = Berat sampel (gram)

B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan

B2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan

b. Kadar abu (AOAC 2007)

Sampel basah sebanyak 4 gram ditempatkan dalam wadah porselin lalu

dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60-105oC selama 8 jam. Kemudian

sampel yang sudah kering dibakar menggunakan hotplate sampai tidak berasap

selama ± 20 menit. Setelah itu diabukan dalam tanur bersuhu 600oC selama

3 jam lalu ditimbang. Kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus :

c. Kadar protein (AOAC 2007)

Sampel ditimbang (0,1 gram) lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl

30 ml. Setelah itu, ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2,5 ml H2SO4

serta beberapa tablet kjeldahl. Kemudian sampel dididihkan sampai cairan

jernih (sekitar 1-1,5 jam). Lalu larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat

destilasi. Labu kjeldahl dibilas dengan air sebanyak 5-6 kali dengan akuades

(20 ml) kemudian air bilasan tersebut dimasukkan di bawah kondensor dengan

Page 37: HARD COVER FIX

23

Berat lemak = (berat labu + lemak) – berat labu

ujung kondensor terendam di dalamnya. Lalu ke dalam tabung reaksi

ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml.

Setelah itu cairan dalam ujung kondensor ditampung dengan

erlenmeyer 125 ml yang berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran

metil merah 0,2% dalam alkohol dan metilen biru 0,2% dalam alkohol dengan

perbandingan 2:1) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai

diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan

indikator dalam erlenmeyer. Kemudian destilat dititrasi dengan menggunakan

HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Penetapan blanko

dilakukan dengan prosedur yang sama, akan tetapi sampel diganti dengan

akuades. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Faktor konversi = 6,25

d. Kadar lemak (AOAC 2007)

Sampel sebanyak 0,5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring

lalu diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor

serta labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam

labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan

dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke

dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung.

Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam

oven pada suhu 105oC selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam

desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung

dengan rumus :

Page 38: HARD COVER FIX

24

e. Kadar karbohidrat (AOAC 2007)

Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil

pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan

kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor

pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat

gizi lainnya. Analisis kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan

rumus :

3.5.4 Analisis aw (water activity)

Sampel sebanyak 2-5 g ditumbuk sampai halus kemudian dimasukkan ke

dalam plastik. Setelah itu, dimasukkan ke dalam aw meter untuk pengukuran nilai

aw tersebut. Sebelum dilakukan pengukuran, aw meter distandarisasi dengan NaCl,

Mg(NO3)2 dan BaCl2 masing-masing selama 30 menit. Kemudian dilakukan

pengukuran aw masing-masing sampel selama 15 menit.

3.5.5 Analisis bilangan TBA (Thiobarbituric Acid) metode Tarladgis (Arpah 2007)

Sampel sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam waring blender, kemudian

ditambahkan 50 ml akuades dan dilumatkan selama 2 menit. Secara kuantitatif

dipindahkan ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5 ml akuades.

Setelah itu ditambahkan 2,5 ml HCl 4M sampai pH 1,5 lalu ditambahkan batu

didih dan pencegah buih secukupnya, dan labu destilasi dipasang pada alat

destilasi. Pemanasan dilakukan sedemikian sehingga diperoleh 50 ml destilat

selama 10 menit. Destilat yang diperoleh diaduk lalu dipipet sebanyak 5 ml

ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 5 ml pereaksi TBA, dipanaskan

selama 25 menit dalam air mendidih. Selanjutnya didinginkan selama 10 menit

kemudian dibaca absorbansinya pada λ 528 nm dengan larutan blanko sebagai

titik nol. Blanko terdiri dari 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi yang disiapkan

seperti persiapan sampel. TBA dinyatakan dalam mg malonaldehide

per kg sampel.

Page 39: HARD COVER FIX

25

Perhitungan bilangan TBA dalam sampel menggunakan rumus :

Keterangan :

TBA = Thiobarbituric Acid (mg malonaldehid per kg sampel)

Absorbansi = Nilai absorbansi pada panjang gelombang 528 nm

3.5.6 Analisis data

Analisis data uji organoleptik dengan menggunakan metode Kruskal-Wallis

dan uji lanjut Multiple Comparison. Langkah-langkah metode Kruskal-Wallis

sebagai berikut :

a. Merangking data dari yang terkecil hingga terbesar untuk seluruh perlakuan

dalam satu parameter.

b. Menghitung total rangking untuk setiap perlakuan dan rata-ratanya dengan

menggunakan rumus :

( ) ( )12 RiH = -3 n+1

n n+1 ni∑

H

H' =Pembagi

( ) ( )T

Pembagi =1-n-1 n n+1

Σ

( ) ( )1 1T i i iΣ = Σ − +

Keterangan :

ni : banyaknya pengamatan dalam perlakuan

Ri : jumlah rangking dalam perlakuan ke-i

T : banyaknya pengamatan seri dalam kelompok

H’ : H terkoreksi

Page 40: HARD COVER FIX

26

Jika hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka

dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Multiple Comparison dengan

rumus :

( )12

6i j

N kR R Za p

+− ><

Keterangan :

Ri : rata-rata rangking perlakuan ke-i

Rj : rata-rata rangking perlakuan ke-j

k : banyak ulangan

N : jumlah total data

Analisis data untuk uji TPC, TBA, dan aktivitas air yaitu dengan

menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial (2 faktor) dengan dua kali

ulangan dan α (0,05). Faktor pertama adalah konsentrasi kitosan sebagai

edible coating yang terdiri dari tiga taraf yaitu 0%, 1%, dan 2%. Faktor kedua

adalah lama penyimpanan yang terdiri dari hari ke-0, 7, dan 14. Adapun model

rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan menggunakan dua faktor sebagai

berikut :

( )ijk i j ij ijkY µ α β αβ ε= + + + +

Keterangan :

Yijk : nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan

ulangan ke-k

(µ, αi, βj) : komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor A dan pengaruh

utama faktor B.

(αi, βj) : komponen interaksi dari faktor A dan faktor B

εijk : pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2)

Page 41: HARD COVER FIX

27

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Kitosan

Kitosan mempunyai potensi yang dapat digunakan baik dalam berbagai

bidang industri maupun bidang kesehatan. Kitosan sebagai edible coating

merupakan salah satu aplikasi kitosan dalam bidang industri pangan. Kemampuan

kitosan sebagai edible coating pada suatu produk sangat dipengaruhi oleh kualitas

kitosan itu sendiri. Dunia perdagangan sudah memiliki standar kualitas kitosan

yang diproduksi secara massal dan sudah umum diaplikasikan (komersil).

Adapun karakteristik kitosan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik kitosan bahan penelitian dan standar internasional

Parameter Karakteristik Kitosan Bahan Penelitian Standar Mutu Kitosan*

- Ukuran partikel - Kadar air - Kadar abu - Kadar nitrogen - Derajat deasetilasi

Butiran/bubuk < 2 mm 9%

0.21% 1.33% 88,66%

Butiran/bubuk < 2 mm < 10%

Maksimal 2% Maksimal 5% Minimal 70%

Sumber : *Protan Biopolimer dalam Suptijah et al. (1992)

Kitosan telah menarik perhatian sebagai bahan tambahan makanan alami

karena sifatnya yang tidak beracun, antibakteri, antioksidan, pembentuk film,

biokompatibilitas dan biodegradabilitas (Majete dan Kumar 2000). Berdasarkan

data karakteristik kitosan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa kitosan yang

digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air, kadar abu dan kadar nitrogen

secara berturut-turut sebesar 9%, 0,21% dan 1,33%. Nilai ini sesuai dengan

standar mutu kadar air kitosan yaitu <10%, kadar abu maksimal 2% dan

kadar nitrogen maksimal 5% (Protan Biopolimer dalam Suptijah et al. 1992).

Derajat deasetilasi kitosan yang digunakan dalam penelitian ini sebesar

88,66% atau lebih tinggi dari standar mutu kitosan yang telah ditetapkan yaitu

minimal 70%. Semakin tinggi mutu kitosan atau kitin berarti semakin tinggi pula

kemurniannya. Kemurnian kitosan dapat dilihat dari kadar air dan kadar abu

Page 42: HARD COVER FIX

28

yang rendah dengan derajat deasetilasi yang tinggi. Semakin tinggi derajat

deasetilasinya, berarti semakin banyak gugus amino (NH2) pada rantai molekul

kitosan sehingga kitosan semakin reaktif (Agustini dan Sedjati 2007).

Derajat deasetilasi dipengaruhi oleh proses pembuatan kitosan meliputi proses

deproteinasi, demineralisasi dan deasetilasi. Proses-proses ini bertujuan

menghilangkan pengotor seperti kandungan protein dan mineral, serta

memurnikan gugus asetilnya yang akan berpengaruh terhadap fungsi dari gugus

kitosan. Apabila masih terdapat pengotor dari kitosan maka derajat deasetilasi

kitosan akan rendah dan kitosan tidak akan berfungsi secara maksimal

(Suptijah 2006).

4.2 Uji Organoleptik Selama Penyimpanan

Analisis organoleptik merupakan analisis secara subyektif dengan bantuan

panca indera manusia untuk menilai daya terima suatu bahan, dapat juga untuk

menilai karakteristik mutu, yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

sifat-sifat fisik suatu bahan. Uji organoleptik pada produk ikan lele dumbo

(Clarias gariepinus) asap dilakukan pada selang hari ke-0, 7 dan 14. Parameter

yang diujikan dalam pengujian organoleptik meliputi penampakan, aroma, rasa,

tekstur, dan warna selama penyimpanan. Score sheet uji kemunduran mutu produk

ikan lele dumbo asap dapat dilihat pada Lampiran 7. Adapun diagram batang nilai

organoleptik ikan lele dumbo asap selama penyimpanan dapat dilihat pada

Gambar 6.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

H0 H7 H14 H0 H7 H14 H0 H7 H14

0% 1% 2%

Nila

i org

anol

eptik

Konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan (hari ke-)

Gambar 6 Diagram batang organoleptik ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Penampakan Aroma Rasa Tekstur Warna)

Page 43: HARD COVER FIX

29

Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan

perbedaan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh nyata terhadap parameter

organoleptik penampakan, aroma, rasa, dan warna, namun tidak berpengaruh

nyata terhadap tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan. Sedangkan

perlakuan lama penyimpanan dan interaksi antara perbedaan konsentrasi kitosan

dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap semua

parameter organoleptik (penampakan, aroma, rasa, tekstur, dan warna) ikan lele

dumbo asap.

Berdasarkan diagram batang uji organoleptik ikan lele dumbo asap selama

penyimpanan pada Gambar 6 menunjukkan bahwa ikan lele dumbo asap tanpa

pelapisan kitosan (kitosan 0%) lebih cepat mengalami penurunan mutu secara

sensori dibanding dengan pelapisan kitosan 1% dan 2%. Dan jika dilihat dari hasil

uji lanjut dunn (Lampiran 12, 13, dan 14) menunjukkan bahwa penyimpanan

hari ke-0 dari semua parameter organoleptik untuk ketiga konsentrasi yaitu 0%,

1%, dan 2% tidak berbeda nyata. Pada penyimpanan hari ke-7, untuk parameter

penampakan dan tekstur dari ketiga konsentrasi (0%, 1%, 2%) tidak berbeda

nyata, tetapi untuk parameter rasa ketiganya menunjukkan perbedaan yang nyata.

Sedangkan untuk parameter aroma dan warna, konsentrasi kitosan 0% berbeda

nyata dengan kitosan 1%, namun tidak berbeda nyata dengan kitosan 2%.

Dan antara konsentrasi kitosan 1% dan 2% dari semua parameter organoleptik

pada hari ke-7 menunjukkan tidak ada perbedaan nyata. Pada penyimpanan

hari ke-14 menunjukkan bahwa untuk semua parameter organoleptik, konsentrasi

kitosan 0% berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2%, namun antara kitosan 1%

dan 2% tidak menunjukkan perbedaan nyata. Secara keseluruhan dari hasil

penilaian organoleptik, dapat dikatakan bahwa antara konsentrasi kitosan 1% dan

2% tidak berbeda nyata.

Kitosan termasuk salah satu jenis polisakarida yang dapat bersifat sebagai

barrier (penghalang) yang baik, karena pelapis polisakarida dapat membentuk

matriks yang kuat dan kompak (Krochta et al. 1994). Kitosan memiliki struktur

khusus dengan kelompok amino reaktif, oleh karena itu kitosan menjadi senyawa

bioaktif yang memperlihatkan fungsi antimikrobial (Kumar et al. 2004). Karena

aktivitas antimikrobanya, kitosan dapat menghambat pertumbuhan berbagai

Page 44: HARD COVER FIX

30

mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan ragi (Sagoo et al. 2002). Selain itu,

edible coating atau film adalah salah satu metode yang paling efektif untuk

menjaga kualitas makanan (Pranoto et al. 2005), sebagai pengikat warna, flavor,

sumber gizi, dan bahan antioksidan (Cassariego et al. 2007).

4.2.1 Penampakan

Penampakan merupakan kondisi keseluruhan produk yang dilihat secara

visual melalui indra penglihatan. Penilaian organoleptik penampakan ikan lele

dumbo asap dengan edible coating kitosan hasil penelitian dapat dilihat pada

Tabel 7 dan Gambar 7.

Tabel 7 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan

Kitosan Lama Penyimpanan (hari ke-)

Rataan Penampakan

0% 0 7,60 Utuh, bersih, warna cokelat, mengkilat spesifik jenis

7 6,27 Utuh, bersih, warna cokelat, kusam 14 4,73 Tidak utuh, warna cokelat tua,

kusam sekali 1% 0 7,93 Utuh, bersih, warna cokelat,

mengkilat spesifik jenis 7 7,13 Utuh, bersih, warna cokelat, kusam 14 6,53 Utuh, bersih, warna cokelat, kusam

2% 0 7,60 Utuh, bersih, warna cokelat, mengkilat spesifik jenis

7 7,13 Utuh, bersih, warna cokelat, kusam 14 7,07 Utuh, bersih, warna cokelat, kusam

Ikan asap yang kualitasnya masih bagus atau baru mengalami proses

pengasapan memiliki penampakan yang cemerlang, mengkilap, permukaannya

cerah, tidak tampak adanya kotoran berupa darah yang mengering, sisa isi perut,

abu, atau kotoran lainnya. Apabila kusam menunjukkan bahwa ikan yang diasap

sudah kurang bagus mutunya atau karena perlakuan dan proses pengasapan tidak

dilakukan dengan baik dan benar (Adawyah 2007). Kitosan sebagai polimer alam

telah menunjukkan mampu memenuhi syarat sebagai bahan utama untuk edible

coating atau film karena tidak beracun, bersifat biodegradable, biokompatibilitas,

biofunctionality, dan bersifat antimikroba (Wang 1992). Kebanyakan jenis ini

Page 45: HARD COVER FIX

31

mempunyai sifat mekanis yang diinginkan sehingga berguna untuk meningkatkan

integritas bahan pangan yang mudah rusak (Krochta et al. 1994) sehingga mampu

menjaga mutu penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan.

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

0 7 14

7.60c

6.27b

4.73a

7.93c

7.13bc

6.53b

7.60c 7.13bc 7.07b

Nila

i rat

a-ra

ta o

rgan

olep

tik

pena

mpa

kan

Penyimpanan hari ke-

Gambar 7 Diagram batang organoleptik parameter penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%) Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang

ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn.

Berdasarkan diagram batang pada Gambar 7, terlihat bahwa semakin lama

masa penyimpanan, maka penampakan ikan lele dumbo asap pada ketiga

konsentrasi mengalami penurunan mutu. Akan tetapi, pada ikan lele dumbo asap

tanpa pelapisan kitosan lebih cepat mengalami penurunan mutu dibanding ikan

lele dumbo asap dengan pelapisan kitosan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa

penampakan ikan lele dumbo asap dari ketiga konsentrasi pada hari ke-0 dan hari

ke-7 tidak berbeda nyata. Sedangkan pada penyimpanan hari ke-14, penampakan

ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan atau kitosan 0% berbeda nyata dengan

pelapisan kitosan 1% dan 2%. Namun, penampakan antara ikan lele dumbo asap

kitosan 1% dengan 2% pada penyimpanan hari ke-14 tidak berbeda nyata.

Jika dibandingkan dengan konsentrasi 0%, konsentrasi 1% dan 2% memiliki

penampakan yang masih dapat diterima oleh panelis hingga hari ke-14.

Jika dilihat dari hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11), dapat dikatakan bahwa

perlakuan pelapisan kitosan, lama penyimpanan serta interaksinya memberikan

pengaruh nyata terhadap organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap.

Page 46: HARD COVER FIX

32

4.2.2 Aroma

Komponen asap golongan fenol seperti quaiakol, siringol dan pirokatekol

mudah larut dalam lemak, sehingga semakin banyak kadar lemak bahan pangan

makin sedap pula aroma asap yang didapat (Shahidi 1994). Ikan yang baru

mengalami proses pengasapan memiliki aroma asap yang lembut sampai cukup

tajam atau tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau apek

dan asam (Adawyah 2007). Adapun penilaian organoleptik aroma ikan lele

dumbo asap dengan edible coating kitosan hasil penelitian dapat dilihat pada

Tabel 8 dan Gambar 8.

Tabel 8 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik aroma ikan lele dumbo asap selama penyimpanan

Kitosan Lama Penyimpanan (hari ke-)

Rataan Aroma

0% 0 8,33 Kurang harum, asap cukup, tanpa bau tambahan mengganggu

7 6,53 Bau tambahan kuat, tercium bau amoniak dan tengik

14 4,27 Busuk, bau amoniak kuat dan tengik 1% 0 8,13 Kurang harum, asap cukup, tanpa bau

tambahan mengganggu 7 7,93 Kurang harum, asap cukup, tanpa bau

tambahan mengganggu 14 6,27 Bau tambahan kuat, tercium bau

amoniak dan tengik 2% 0 8,33 Kurang harum, asap cukup, tanpa bau

tambahan mengganggu 7 7,40 Netral, sedikit bau tambahan 14 6,73 Netral, sedikit bau tambahan

Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11), dapat dikatakan bahwa pelapisan

kitosan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian

organoleptik aroma ikan lele dumbo asap. Demikian pula kombinasi atau interaksi

antara perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata

terhadap organoleptik aroma ikan lele dumbo asap.

Page 47: HARD COVER FIX

33

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

0 7 14

8.33e

6.53b

4.27a

8.13de 7.93cd

6.27b

8.33e

7.40bcd 6.73bc

Nila

i rat

a-ra

ta o

rgan

olep

tik a

rom

a

Penyimpanan hari ke-

Gambar 8 Diagram batang organoleptik parameter aroma ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%)

Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang

ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn.

Berdasarkan diagram batang pada Gambar 8, menunjukkan bahwa pada

penyimpanan hari ke-0 ketiga konsentrasi yaitu 0%, 1% dan 2% tidak berbeda

nyata. Sedangkan pada hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan

(kitosan 0%) berbeda nyata dengan ikan lele dumbo asap yang dilapisi kitosan 1%

dan kitosan 2%. Begitu pula pada penyimpanan hari ke-14, penampakan

konsentrasi kitosan 0% berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2%. Tanpa adanya

pelapisan kitosan, aroma ikan asap lebih cepat mengalami penurunan mutu yang

ditandai dengan aroma busuk, bau amoniak kuat dan tengik. Aroma tambahan ini

diduga disebabkan karena terjadinya oksidasi lemak selama penyimpanan. Lemak

dan protein yang dipecah oleh bakteri perusak yang mencemari ikan lele dumbo

asap akan menghasilkan aroma yang tidak diinginkan. Aroma ini berasal dari

metabolit-metabolit sederhana yang dihasilkan oleh bakteri. Akan tetapi dengan

adanya pelapisan kitosan dan pengemasan vakum dapat menghambat terjadinya

proses oksidasi lemak dengan cara mereduksi oksigen yang masuk kedalam

daging ikan. Edible coating atau film telah diselidiki mampu untuk menghambat

kelembaban, oksigen, aroma, dan pengangkutan zat terlarut (Ouattara et al. 2000).

Edible coating merupakan salah satu metode yang paling efektif untuk

menjaga kualitas makanan (Pranoto et al. 2005), sebagai pengikat warna, flavor,

sumber gizi, dan bahan antioksidan (Cassariego et al. 2007). Timbulnya aroma

yang tidak diinginkan pada ikan asap selain disebabkan oleh proses oksidasi

Page 48: HARD COVER FIX

34

lemak selama penyimpanan juga dipengaruhi oleh bahan organik (bahan bakar)

yang digunakan dalam proses pengasapan. Kayu yang mengandung damar, rusak,

lapuk atau berjamur tidak baik untuk pengasapan ikan karena menimbulkan bau

dan rasa yang kurang enak (Adawyah 2007).

4.2.3 Rasa

Rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan

akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Meskipun

parameter penilaian baik, tetapi jika rasanya tidak disukai atau tidak enak maka

produk akan ditolak oleh konsumen (Winarno 1992). Penilaian organoleptik rasa

ikan lele dumbo asap dengan edible coating kitosan hasil penelitian dapat dilihat

pada Tabel 9 dan Gambar 9.

Tabel 9 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik rasa ikan lele dumbo asap selama penyimpanan

Kitosan Lama Penyimpanan (hari ke-)

Rataan Rasa

0% 0 8,40 Enak, kurang gurih 7 6,27 Tidak enak dengan rasa tambahan

mengganggu 14 3,93 Basi

1% 0 8,33 Enak, kurang gurih 7 7,60 Kurang enak, tidak gurih 14 6,47 Kurang enak, tidak gurih

2% 0 8,13 Enak, kurang gurih 7 7,53 Kurang enak, tidak gurih 14 6,60 Kurang enak, tidak gurih

Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11), dapat dikatakan bahwa pelapisan

kitosan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian

organoleptik rasa ikan lele dumbo asap. Demikian pula kombinasi antara

perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap

organoleptik rasa ikan lele dumbo asap. Secara umum, produk atau bahan

makanan yang mengalami penyimpanan akan mengalami penurunan mutu baik

dari segi fisik maupun kimiawinya. Penurunan nilai organoleptik rasa ikan lele

dumbo asap diduga karena aktivitas mikroba yang menghasilkan metabolit

sekunder dan peranan enzim yang menghasilkan bau yang tidak enak sehingga

Page 49: HARD COVER FIX

35

dapat mempengaruhi penilaian panelis terhadap rasa suatu produk, oleh karena itu

dengan pelapisan kitosan dapat menghambat pertumbuhan mikroba, kapang, dan

jamur. Karena kitosan memiliki sifat yang tidak beracun, antibakteri, antioksidan,

pembentuk film, biokompatibilitas dan biodegradabilitas (Majeti dan Kumar

2000).

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

0 7 14

8.40e

6.27b

3.93a

8.33e 7.60cd

6.47bc

8.13d 7.53cd

6.60bcd

Nila

i rat

a-ra

ta o

rgan

olep

tik r

asa

Penyimpanan hari ke-

Gambar 9 Diagram batang organoleptik parameter rasa ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%)

Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn.

Berdasarkan diagram batang pada Gambar 9, menunjukkan bahwa pada

penyimpanan hari ke-0 ketiga konsentrasi yaitu 0%, 1% dan 2% tidak berbeda

nyata. Sedangkan pada hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan

(kitosan 0%) berbeda nyata dengan ikan lele dumbo asap yang dilapisi kitosan 1%

dan 2%. Begitu pula pada penyimpanan hari ke-14, konsentrasi 0% berbeda nyata

dengan konsentrasi kitosan 1% dan 2%. Akan tetapi, antara konsentrasi kitosan

1% dan 2% pada penyimpanan hari ke-14 tidak berbeda nyata. Komponen citarasa

pada ikan asap dipengaruhi oleh komponen yang dihasilkan melalui pengasapan.

Hal itu berarti pula bahwa rasa pada ikan asap tergantung pada jenis kayu yang

digunakan. Ikan asap yang bermutu bagus memiliki rasa yang lezat, enak, rasa

asap terasa lembut sampai tajam, tanpa rasa getir atau pahit, dan tidak berasa

tengik (Adawyah 2007).

Page 50: HARD COVER FIX

36

4.2.4 Tekstur

Tekstur suatu bahan pangan erat kaitannya dengan kandungan air yang ada

dalam bahan pangan tersebut. Semakin tinggi kandungan airnya maka semakin

lunak atau lembek. Ikan asap yang masih dalam kondisi bagus memiliki tekstur

kompak, cukup elastis, tidak terlalu keras (kecuali produk tertentu seperti ikan

kayu), tidak lembek, tidak rapuh, dan tidak lengket (Adawyah 2007). Penilaian

organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap dengan edible coating kitosan hasil

penelitian dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 10.

Tabel 10 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan

Kitosan Lama Penyimpanan (hari ke-)

Rataan Tekstur

0% 0 7,93 Padat, kompak, cukup kering, antar jaringan erat

7 5,73 Kurang kering, antar jaringan longgar 14 4,60 Lunak, antar jaringan mudah lepas

1% 0 7,60 Padat, kompak, cukup kering, antar jaringan erat

7 6,86 Kurang kering, antar jaringan longgar 14 5,46 Kurang kering, antar jaringan longgar

2% 0 7,20 Padat, kompak, cukup kering, antar jaringan erat

7 6,73 Kurang kering, antar jaringan longgar 14 5,87 Kurang kering, antar jaringan longgar

Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) dapat dikatakan bahwa pelapisan

kitosan tidak pengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik tekstur ikan lele

dumbo asap. Akan tetapi, lama penyimpanan dan kombinasi (interaksi) antara

perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap

organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap. Selama penyimpanan, dari hari ke-0

sampai hari ke-14 nilai organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap cenderung

mengalami penurunan.

Page 51: HARD COVER FIX

37

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

0 7 14

7.93e

5.73bc

4.60a

7.60de 6.86cd

5.46b

7.20de 6.73bcd

5.87bcd

Nila

i rat

a-ra

ta o

rgan

olep

tik te

kstu

r

Penyimpanan hari ke-

Gambar 10 Diagram batang organoleptik parameter tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%)

Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn.

Berdasarkan diagram batang pada Gambar 10, menunjukkan bahwa kitosan

0% hari ke-0 dibandingkan dengan kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata.

Ketiga konsentrasi tersebut memiliki tekstur yang padat, kompak, cukup kering,

dan antar jaringan erat (Tabel 10). Begitu pula pada hari ke-7, ikan lele dumbo

asap tanpa pelapisan kitosan tidak berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2% yang

dicirikan dengan tekstur yang kurang kering dengan jaringan yang mulai longgar

(Tabel 10). Sedangkan pada hari ke-14 dari ketiga konsentrasi menunjukkan

bahwa konsentrasi kitosan 0% berbeda nyata dengan konsentrasi kitosan 1% dan

2%, namun antara konsentrasi kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata.

Kitosan termasuk salah satu jenis polisakarida yang dapat bersifat sebagai

barrier (penghalang) yang baik, karena pelapis polisakarida dapat membentuk

matriks yang kuat dan kompak (Krochta et al. 1994). Oleh karena itu, dengan

pelapisan kitosan dapat berfungsi sebagai media pembatas antara bahan dengan

lingkungan sehingga mampu mereduksi pengaruh dari lingkungan terhadap bahan

pangan. Selain itu, adanya tindakan pengemasan vakum pada ikan lele dumbo

asap merupakan suatu usaha perlindungan terhadap pengaruh suhu, kelembaban

dan tekanan udara di ruang penyimpanan.

Page 52: HARD COVER FIX

38

4.2.5 Warna

Salah satu efek yang diperoleh dari hasil pengasapan adalah terjadinya

pewarnaan (pencoklatan). Perubahan warna tersebut terjadi akibat berlangsungnya

reaksi antara komponen fenol dalam asap dengan komponen protein dan gula

dalam daging ikan. Selain itu, juga terjadi reaksi maillard antara gugus amino

dengan gula dalam daging ikan akibat proses pemanasan selama pengasapan

(Winarno 1992). Penilaian organoleptik warna ikan lele dumbo asap dengan

edible coating kitosan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 11.

Tabel 11 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik warna ikan lele dumbo asap selama penyimpanan

Kitosan Lama Penyimpanan (hari ke-)

Rataan Warna

0% 0 7,60 Menarik, warna cokelat, mengkilat spesifik jenis

7 5,93 Tidak menarik, warna cokelat tua, kusam

14 4,80 Tidak menarik, warna cokelat tua, kusam

1% 0 7,93 Menarik, warna cokelat, mengkilat spesifik jenis

7 7,07 Kurang menarik, warna cokelat kusam 14 6,33 Kurang menarik, warna cokelat kusam

2% 0 7,60 Menarik, warna cokelat, mengkilat spesifik jenis

7 6,40 Kurang menarik, warna cokelat kusam 14 6,40 Kurang menarik, warna cokelat kusam

Ikan asap yang bermutu tinggi dicirikan dengan warnanya yang cokelat

keemasan, cokelat kekuningan atau cokelat agak gelap dengan warna yang

tersebar merata dan spesifik jenis (Adawyah 2007). Hasil uji statistik

Kruskal-Wallis (Lampiran 11), menunjukkan bahwa pelapisan kitosan dan lama

penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik warna

ikan lele dumbo asap. Demikian pula kombinasi antara perlakuan konsentrasi

kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap organoleptik warna

ikan lele dumbo asap.

Page 53: HARD COVER FIX

39

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

0 7 14

7.60de

5.93b

4.80a

7.93e

7.07cd

6.33bc

7.60de

6.40bcd 6.40bcd

Nila

i rat

a-ra

ta o

rgan

olep

tik w

arna

Penyimpanan hari ke-

Gambar 11 Diagram batang organoleptik parameter warna ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%)

Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang

ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn.

Berdasarkan diagram batang pada Gambar 11, terlihat bahwa pada hari ke-0

ketiga konsentrasi (kitosan 0%, 1%, 2%) menunjukkan tidak berbeda nyata,

namun pada hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan berbeda

nyata dengan konsentrasi kitosan 1% dan 2%. Sedangkan pada penyimpanan hari

ke-14, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan (kitosan 0%) menunjukkan

adanya perbedaan nyata dengan ikan lele dumbo asap yang dilapisi kitosan 1%

dan 2%, namun antara konsentrasi kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata.

Ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan lebih cepat mengalami penurunan

mutu organoleptik warna dibanding pelapisan kitosan 1% dan 2%. Pada

penyimpanan hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan warnanya

sudah tidak menarik, cokelat tua dan kusam (Tabel 11). Oleh karena itu, pada

penyimpanan hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan sudah ditolak oleh

panelis. Menurut Syarief dan Halid (1993), perubahan parameter-parameter mutu

seperti kadar air, cita rasa, tekstur, warna, dan sebagainya selama penyimpanan

dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara

atau karena faktor komposisi makanan itu sendiri. Kitosan sebagai edible coating

pada makanan akan saling berikatan dan membentuk suatu matriks kompak yang

berfungsi sebagai penghalang terhadap bahan-bahan tertentu yang dapat merusak

bahan (Krochta et al. 1994).

Page 54: HARD COVER FIX

40

4.3 Analisis Proksimat Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Asap Selama Penyimpanan Suhu Ruang (27-30oC)

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi suatu

produk. Perubahan nilai gizi dalam bahan pangan dapat terjadi pada beberapa

tahap selama proses pemanenan, persiapan, pengolahan, distribusi, dan

penyimpanan. Analisis proksimat yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi

uji kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat

(by difference) yang diukur pada awal dan akhir penyimpanan produk. Hasil

analisis proksimat pada ikan lele dumbo asap yang dikemas vakum selama

penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Hasil analisis proksimat ikan lele dumbo asap selama penyimpanan

Parameter Lama

penyimpanan (hari)

Nilai rata-rata (%)

Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%

Kadar air

0 64,36 63,69 59,70 14 67,00 64,10 62,31

Kadar abu

0 5,22 3,96 3,82 14 5,07 3,93 3,48

Kadar lemak

0 7,43 5,47 7,21 14 5,69 4,17 5,32

Kadar protein

0 19,12 23,67 24,07 14 14,94 21,49 21,07

Kadar karbohidrat (by difference)

0 3,88 3,22 5,21

14 7,31 6,32 7,83

Kadar air merupakan faktor penting yang sangat besar pengaruhnya

terhadap sifat fisik dan daya awet suatu produk hasil olahan. Hal ini terkait

dengan sifat air yang dapat mempengaruhi perubahan kimia, mikrobiologi,

enzimatis, dan perubahan sifat fisik makanan. Perubahan-perubahan tersebut akan

mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa makanan (Winarno 1992).

Berdasarkan hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa nilai kadar air

pada hari ke-0 untuk semua perlakuan cukup tinggi. Menurut standar

SNI 2725-1 (2009), nilai maksimal kadar air ikan asap sebesar 60%. Tingginya

nilai kadar air ini dipengaruhi oleh faktor-faktor selama proses pengasapan,

Page 55: HARD COVER FIX

41

seperti suhu pengasapan, kelembaban udara, jenis dan kondisi bahan bakar,

jumlah asap, ketebalan asap serta kecepatan aliran asap di dalam alat pengasapan.

Faktor-faktor tersebut mempengaruhi banyaknya asap yang kontak dengan ikan

sehingga berpengaruh pula terhadap panas yang diberikan dan banyaknya air yang

hilang dari produk.

Selama penyimpanan kadar air produk mengalami peningkatan.

Peningkatan ini dipengaruhi oleh sifat alamiah produk, kelembaban lingkungan,

sifat penyerapan air dan jumlah mikroorganisme yang ada dalam bahan sehingga

menyebabkan produk menjadi lembek dan sedikit berlendir serta reaksi-reaksi

kimia yang terjadi dalam bahan. Menurut Syarief dan Halid (1993), kandungan air

suatu bahan tidak dapat digunakan sebagai indikator nyata dalam menentukan

ketahanan simpan. Selama penyimpanan, parameter-parameter mutu seperti kadar

air, cita rasa, tekstur, warna dan sebagainya akan berubah karena pengaruh

lingkungan seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara atau karena faktor

komposisi makanan itu sendiri. Menurut Syarief et al. (1989),

perubahan-perubahan fisik, biokimia dan kimia serta mikrobiologi pada suatu

produk sehubungan dengan kemasan yang digunakan sangat ditentukan oleh sifat

alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah hanya dengan pengemasan saja.

Selain itu, salah satu kelemahan dengan kitosan adalah sensitivitas yang tinggi

terhadap kelembaban (Ruban 2009).

Kadar abu ikan lele dumbo asap pada perlakuan edible coating kitosan lebih

rendah dibanding tanpa perlakuan. Hal ini diduga disebabkan oleh sifat kitosan

sebagai adsorben yang mampu menyerap ion-ion logam mineral. Gugus amino

(-NH2) kitosan dalam kondisi asam berair akan menangkap H+ dari lingkungannya

sehingga gugus aminonya terprotonasi menjadi NH3+. Gugus inilah yang dapat

dimanfaatkan untuk proses penyerapan ion (Purwantiningsih et al. 2009). Selama

penyimpanan, perubahan kadar abu ikan lele dumbo asap relatif kecil. Hal ini

diduga karena mineral pada bahan pangan umumnya tidak terpengaruh oleh

adanya proses pengolahan dan penyimpanan.

Kadar lemak ikan lele dumbo asap hasil analisis lebih tinggi dibandingkan

dengan kadar lemak ikan lele segar. Menurut Shahidi (1994), komponen asap

yang dominan adalah quaiakol, siringol dan pirokatekol. Karena komponen fenol

Page 56: HARD COVER FIX

42

mudah larut dalam lemak maka semakin banyak kadar lemak bahan pangan makin

sedap pula aroma asap yang didapat. Selama penyimpanan, menunjukkan bahwa

kadar lemak mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan oleh terjadinya

oksidasi lemak selama penyimpanan.

Hasil analisis kadar protein pada ikan lele dumbo asap menunjukkan bahwa

selama penyimpanan, kadar protein baik pada perlakuan pelapisan kitosan

ataupun tanpa pelapisan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh

kemampuan mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim proteolitik yang

dapat memecah molekul protein dalam bahan pangan. Selain itu, kitosan bersifat

polielektrolitik dan mudah mengalami biodegradasi serta berinteraksi dengan

zat-zat organik lainnya seperti protein. Selain itu, asap dari proses pengasapan

mengandung gugus karbonil yang dapat bereaksi dengan lisin sehingga

mengurangi kualitas protein (Moeljanto 1992).

Kadar karbohidrat (by difference) ditentukan dari hasil pengurangan 100%

dengan kadar air, abu, lemak, dan protein. Sehingga kadar karbohidrat tergantung

pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat dipengaruhi oleh

faktor kandungan zat gizi lainnya (Winarno 1992). Perubahan nilai rata-rata kadar

karbohidrat terjadi karena perubahan komponen gizi lainnya selama penyimpanan.

4.4 Uji Mikrobiologi Total Plate Count (TPC) Selama Peyimpanan

Secara mikrobiologis keberadaan mikroba dalam produk ikan lele dumbo

asap digunakan sebagai parameter kebusukan untuk melihat tingkat kemundurun

mutu produk dan tingkat kelayakannya untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan

kerusakan mikrobiologis ini merupakan bentuk kerusakan yang banyak merugikan

serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang

diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat (Muchtadi 2008).

Proses penggaraman dan pengeringan yang merupakan bagian dari proses

pengasapan tidak dapat mematikan semua bakteri yang ada pada ikan. Bakteri

pembusuk pada umumnya tidak tahan garam, namun bakteri halofilik masih dapat

bertahan hidup dengan baik (Agustini dan Sedjati 2007).

Hasil analisis total mikroba dan nilai log TPC ikan lele dumbo asap edible

coating kitosan yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang (27-30oC)

dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 12.

Page 57: HARD COVER FIX

43

Tabel 13 Total mikroba ikan lele dumbo asap edible coating kitosan yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang

Konsentrasi Kitosan (%)

Lama Penyimpanan

(hari)

Jumlah mikroba (koloni/gram)

Log

0 0 3,50x103 3,48

7 4,25x106 6,63

14 3,00x108 8,48

1 0 2,19x103 3,06

7 1,94x105 5,29

14 2,90x107 7,46

2 0 1,20x102 2,08

7 2,03x105 5,31

14 2,40x106 6,38

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

0 7 14

3.48

6.63

8.48

3.06

5.29

7.46

2.08

5.31

6.38

Log

TP

C (

kolo

ni/g

)

Penyimpanan hari ke-

Gambar 12 Diagram batang uji TPC ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%)

Berdasarkan hasil uji Anova (Lampiran 16a) menunjukkan bahwa perlakuan

kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap total mikroba ikan lele

dumbo asap. Demikian pula interaksi antara konsentrasi kitosan dan lama

penyimpanan juga memberikan pengaruh nyata terhadap total mikroba. Perubahan

jumlah log mikroba akibat perlakuan kitosan dan lama penyimpanan dapat dilihat

pada Gambar 12. Dari hasil uji lanjut duncan (Lampiran 16b), menunjukkan

bahwa pada penyimpanan hari ke-0 dan ke-7, dari ketiga konsentrasi (0%, 1%,

2%) tidak berbeda nyata, namun pada penyimpanan hari ke-14, konsentrasi

Page 58: HARD COVER FIX

44

kitosan 0% berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2%. Begitu pula antara

konsentrasi kitosan 1% dan 2% menunjukkan perbedaan yang nyata.

Hasil uji mikrobiologi pada Tabel 13 menunjukkan bahwa pada hari ke-0,

konsentrasi kitosan 0% memiliki total mikroba sebesar 3,50x103 (koloni/g)

dengan nilai log 3,48. Sedangkan untuk kitosan 1% dan kitosan 2% sebesar

2,19x103 dan 1,20x102 (koloni/g) dengan nilai log 3,06 dan 2,08. Selama

penyimpanan, jumlah koloni mikroba mengalami peningkatan baik untuk produk

yang tidak dilapisi kitosan maupun yang dilapisi kitosan. Akan tetapi, produk ikan

lele dumbo asap yang tidak dilapisi kitosan kenaikkannya lebih tinggi dibanding

produk yang dilapisi kitosan. Kitosan memiliki struktur khusus dengan kelompok

amino reaktif. Oleh karena itu, kitosan menjadi senyawa bioaktif yang

memperlihatkan fungsi antimikrobial (Kumar et al. 2004). Pada penyimpanan

hari ke-14, nilai total mikroba konsentrasi kitosan 0% meningkat menjadi

3,00x108 (koloni/g) dengan nilai log 8,48. Sedangkan untuk kitosan 1% dan

kitosan 2% sebesar 2,90x107 dan 2,40x106 (koloni/g) dengan nilai log 7,46 dan

6,38. ICMSF (1986) diacu dalam Mexis et al,. (2009) menyatakan bahwa batas

atas mikrobiologi produk makanan nilai TPC tidak boleh lebih dari 7 log cfu/gram.

Mekanisme senyawa kitosan sebagai bahan antimikrobial ada beberapa

kemungkinan. Sifat kitosan sebagai bahan pengkelat dapat mengkelat ion-ion

logam yang dibutuhkan enzim bakteri (Muzzarelli 1977). Teori yang lain

menyebutkan bahwa kation –NH3+ dapat mengacaukan metabolisme bakteri

dengan cara bereaksi dengan ion-ion negatif yang ada di membran sel bakteri

(Chen et al. 1998 dalam Agustini dan Sedjati 2007). Kondisi penyimpanan

produk bahan pangan akan mempengaruhi jenis bakteri yang mungkin

berkembang dan menyebabkan kerusakan. Penyimpanan suhu ruang dapat

mempercepat proses pembusukan. Hal ini disebabkan bakteri yang terdapat pada

ikan dapat melakukan metabolisme secara sempurna. Karena aktivitas

antimikrobanya, kitosan dapat menghambat pertumbuhan berbagai

mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan ragi (Sagoo et al. 2002).

4.5 Analisis Bilangan Thiobarbituric Acid (TBA) Selama Penyimpanan

Bilangan TBA merupakan cara pengujian untuk menentukan tingkat

ketengikan lemak pada suatu bahan pangan yang ditunjukkan oleh jumlah

Page 59: HARD COVER FIX

45

malonaldehid per kg bahan sebagai hasil reaksi oksidasi lemak (Ketaren 1986).

Ketengikan yang terjadi pada produk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap

disebabkan oleh reaksi oksidasi lemak baik secara enzimatik maupun non

enzimatik. Menurut Winarno (2007), proses ketengikan dapat terjadi karena lemak

atau minyak yang terdapat dalam bahan pangan atau dalam bentuk bebas

mengalami pemecahan melalui reaksi oksidasi, hidrolisa oleh enzim lipase

(pemecah lemak) sehingga menghasilkan gliserol dan asam lemak. Nilai TBA

ikan lele dumbo asap selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 13.

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0 7 14

0.04

0.12

0.29

0.02

0.16

0.19

0.01

0.15

0.18

Nila

i TB

A (

mg

mal

onal

dehi

d/

kg b

ahan

)

Penyimpanan hari ke-

Gambar 13 Diagram batang uji TBA ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%)

Hasil uji Anova (Lampiran 19a) menunjukkan bahwa perlakuan kitosan dan

lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai TBA ikan lele dumbo asap.

Demikian pula interaksi antara konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan juga

memberikan pengaruh nyata terhadap nilai TBA. Hasil uji lanjut duncan

(Lampiran 19b) menunjukkan bahwa pada penyimpanan hari ke-0, ke-7, dan hari

ke-14, kitosan 0% berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2%, namun antara

kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata. Nilai untuk konsentrasi kitosan 0%,

kitosan 1%, dan kitosan 2% di awal pengamatan secara berturut-turut sebesar

0,0432; 0,0243 dan 0,0144 (mg malonaldehid/ kg bahan). Sedangkan di akhir

pengamatan pada hari ke-14 nilai TBA mengalami peningkatan secara

berturut-turut menjadi sebesar 0,2911; 0,1932 dan 0,1827 (mg malonaldehid/

kg bahan). Ikan lele dumbo asap dengan edible coating kitosan memiliki nilai

TBA yang relatif lebih rendah dibanding ikan lele dumbo asap tanpa

Page 60: HARD COVER FIX

46

edible coating kitosan (kontrol). Perlakuan kitosan memberikan nilai TBA yang

lebih baik daripada perlakuan kontrol. Hal ini dapat terjadi karena kitosan yang

digunakan sebagai edible coating mampu menghalangi penetrasi oksigen ke

dalam daging ikan, dimana oksigen merupakan salah satu penyebab oksidasi yang

terjadi pada lemak ikan. Edible coating juga telah diselidiki mampu untuk

menghambat kelembaban, oksigen, aroma, dan pengangkutan zat terlarut

(Ouattara et al. 2000).

Suhu yang digunakan selama penyimpanan yaitu suhu ruang ± (27-30oC).

Park et al,. (2007) menyatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor penting

yang mempengaruhi proses oksidasi. Bilangan TBA akan meningkat dengan

meningkatnya lama dan suhu penyimpanan. Menurut John et al. (2004), produk

yang masih berkualitas baik memiliki nilai TBA kurang dari 2 mg

malonaldehid/kg bahan. Chen et al,. (1996) menyatakan batas maksimum kadar

TBA untuk hasil peternakan dan perikanan yaitu 1-2 malonaldehid/kg bahan. Hal

ini menunjukkan bahwa produk ikan lele dumbo asap dengan edible coating

kitosan yang disimpan selama 14 hari pada suhu ruang masih memiliki kualitas

yang baik.

4.6 Analisis Aktivitas Air (aw) Selama Penyimpanan

Aktivitas air (aw) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

kerusakan pangan karena aktivitas air dapat menggambarkan kebutuhan bakteri

akan air. Aktivitas air (water activity) adalah tekanan uap air yang terdapat dalam

makanan dibagi dengan tekanan uap air dari air murni, pada suhu yang sama

(Winarno 2007). Nilai aw pada tiap jenis makanan berbeda, makanan dengan

kandungan air yang tinggi jika jumlah air lebih besar daripada jumlah padatan

maka nilai aw mendekati atau sama dengan satu. Jika kandungan air lebih rendah

daripada padatan, aw lebih rendah dari 1,0 dan pada kandungan air lebih rendah

dari sekitar 50% maka nilai aw menurun dengan cepat dan hubungan antara

kandungan air dengan kelembaban nisbi dinyatakan dengan isoterm sorpsi

(Canovas et al. 2007). Diagram batang nilai rata-rata aw ikan lele dumbo asap

dengan edible coating kitosan yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu

ruang dapat dilihat pada Gambar 14.

Page 61: HARD COVER FIX

47

0.9350

0.9400

0.9450

0.9500

0.9550

0.9600

0.9650

0 7 14

0.9545

0.9595

0.9650

0.9500 0.9495

0.9535

0.9495 0.9475

0.9515

Nila

i rat

a-ra

ta a

w

Penyimpanan hari ke-

Gambar 14 Diagram batang uji aw ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%)

Penggaraman dan pengeringan bahan pangan ditujukan untuk melawan

kebusukan oleh mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme tidak pernah

terjadi tanpa adanya air. Aktivitas air atau aw sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan mikroba, persyaratan minimal bagi mikroba dapat hidup untuk

bakteri adalah 0,9; khamir (0,80-0,90); kapang (0,60-0,70) (Winarno 2007).

Nilai aw yang dihasilkan untuk semua perlakuan relatif tinggi yaitu lebih dari 0,9.

Kenaikan kadar air tidak selalu diikuti oleh kenaikan aktivitas air. Kadar air dalam

bahan pangan atau makanan dapat berupa air terikat secara fisik maupun terikat

secara kimia, serta dalam bentuk air bebas. Air bebas itulah yang akan banyak

mempengaruhi aw dari pangan oleh moisture sorption isotherm dan kemampuan

hidup mikroba (Winarno 2007). Berdasarkan hasil uji Anova (Lampiran 22a)

menunjukkan bahwa perlakuan kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata

terhadap aktivitas air ikan lele dumbo asap. Akan tetapi, interaksi antara

konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap

aktivitas air ikan lele dumbo asap.

Hasil uji lanjut duncan (Lampiran 22b) aw pada perlakuan perbedaan

konsentrasi kitosan menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan 0% berbeda nyata

nyata dengan konsentrasi kitosan 1% dan 2%. Pada penyimpanan hari ke-0 dan

ke-7 berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-14. Hari ke-0 nilai aw kitosan 0%,

1% dan 2% secara berturut-turut sebesar 0,9545; 0,9500; 0,9495. Dan pada hari

ke-14, nilai aw tiap konsentrasi mengalami kenaikan menjadi 0,9650; 0,9535;

Page 62: HARD COVER FIX

48

0,9515. Semakin lama penyimpanan, produk ikan lele dumbo asap ini mengalami

perubahan mutu. Peningkatan nilai aw pada ikan lele dumbo yang dikemas vakum

diduga terkait dengan proses degradasi protein. Adanya degradasi protein

menyebabkan terlepasnya ikatan antara protein dengan air yang akan menaikkan

aw dari bahan pangan. Lama penyimpanan akan mempengaruhi fluktuasi nilai aw

produk, karena bertambahnya lama peyimpanan berarti memberikan kesempatan

kepada bakteri-bakteri yang ada untuk tumbuh dengan memanfaatkan asam-asam

amino, asam lemak maupun komponen lain penyusun produk tersebut.

Mekanisme kerja senyawa kitosan tidak menurunkan nilai aw suatu produk, tetapi

melalui keberadaan kation –NH3+ dapat mengacaukan metabolisme sel bakteri

(Agustini dan Sedjati 2007).

Page 63: HARD COVER FIX

49

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kemunduran mutu ikan lele dumbo asap ditandai dengan kerusakan produk

baik secara sensori, mikrobiologi (TPC) dan kimiawi (proksimat, TBA dan aw).

Hasil analisis statistik terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap

menunjukkan bahwa penggunaan kitosan sebagai edible coating dengan

konsentrasi 0%, 1%, 2% memberikan pengaruh nyata (p<0,05) pada penampakan,

aroma, rasa, dan warna, tetapi tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada tekstur.

Sedangkan perlakuan lama penyimpanan 0, 7, 14 (hari) dan interaksi antara

konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan mempengaruhi tingkat kesukaan

panelis terhadap semua parameter organoleptik.

Hasil uji proksimat selama penyimpanan menunjukkan bahwa ikan lele

dumbo asap yang dikemas vakum dengan pelapisan kitosan 0%, 1%, 2% pada hari

ke-0 memiliki kadar air 64,36%, 63,69%, 59,70%, kadar abu 5,22%, 3,96%,

3,82%, kadar lemak 5,69%, 5,47%, 7,21%, kadar protein 19,12%, 23,67%,

24,07%, kadar karbohidrat 3,88%, 3,22%, 5,21%. Pada hari ke-14 kadar air

menjadi 67,00%, 64,10%, 62,31%, kadar abu 5,07%, 3,93%, 3,48%, kadar lemak

5,69%, 4,17%, 5,32%, kadar protein 14,94%, 21,49%, 21,07%, kadar karbohidrat

7,31%, 6,32%, 7,83%. Selama penyimpanan, penggunaan kitosan sebagai edible

coating pada ikan lele dumbo asap terhadap nilai proksimat mampu menjaga

kualitas makanan karena kitosan sendiri dapat berfungsi sebagai pengikat warna,

flavor, sumber gizi.

Perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata

(p<0,05) terhadap TPC, TBA dan aw ikan lele dumbo asap. Sedangkan interaksi

antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata

(p>0,05) terhadap aw ikan lele dumbo asap, namun berpengaruh nyata (p<0,05)

terhadap TPC dan TBA ikan lele dumbo asap. Pada hari ke-0 konsentrasi kitosan

0%, 1%, 2% memiliki TPC sebesar 3,50x103; 2,19x103; 1,20x102 (koloni/g) dan

pada hari ke-14, meningkat menjadi 3,00x108; 2,90x107; 2,40x106 (koloni/g).

Nilai TBA dari ketiga konsentrasi pada hari ke-0 secara berturut-turut

sebesar ,0432; 0,0243; 0,0144 (mg malonaldehid/ kg bahan) dengan aw sebesar

Page 64: HARD COVER FIX

50

0,9545; 0,9500; 0,9495. Pada hari ke-14, nilai TBA dan aw meningkat menjadi

sebesar 0,2911; 0,1932; 0,1827 (mg malonaldehid/ kg bahan) dengan aw 0,9650;

0,9535; 0,9515.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penggunaan kitosan sebagai

edible coating menunjukkan bahwa kitosan lebih efektif dalam menjaga kualitas

serta menghambat kemunduran mutu ikan lele dumbo asap selama penyimpanan

dibandingkan tanpa pelapisan kitosan. Pelapisan kitosan dengan konsentrasi 1%

merupakan konsentrasi terpilih. Hal ini dilihat dari hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa antara kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata serta dengan

mempertimbangkan keefektifan dan efisiensi dari penggunaan kitosan.

5.2 Saran

Saran pada penelitian ini adalah perlu adanya penelitian tentang pengaruh

perbedaan cara pelapisan kitosan terhadap mutu ikan lele dumbo asap. Selain itu,

disarankan pula untuk membandingkan antara penggunaan kemasan vakum dan

non vakum serta diversifikasi produk pengasapan dengan jenis ikan yang berbeda.

Page 65: HARD COVER FIX

51

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Agustini TW dan S Sedjati. 2007. The effect of chitosan concentration and storage time on the quality of salted-dried anchovy (Stolephorus heterolobus). Journal of Coastal Development, 10(2): 63-71.

[AOAC] Association of Official Analytical and Chemistry. 2007. Official Methods of Analysis. 18thed. Marylan : Association of Official Analytical Chemists Inc.

Amri A B. 2010. Timur tengah dongkrak kinerja ekspor ikan Indonesia. http://www.kontan.co.id/index.php/bisnis/news/38613/. [23 Juni 2010].

Arpah M. 2007. Penetapan Kadaluwarsa Pangan. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Brine JC, Sandford PA, Zikakis JP. 1992. Adences in chitin and chitosan. London and New York : Elsevier Applied Science.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Spesifikasi Ikan Asap. SNI 2725. 1: 2009. Jakarta : BSN.

Canovas BGV, AJ Fontana Jr., SJ Schmidt, TP Labuza. 2007. Water activity in foods. USA : Blackwell Publishing Ltd.

Cassariego A, BWS Souza, AA Vicente, JA Teixiera, L Cruz, R Diaz. 2007. Chitosan coating surface and permeation properties as affected by plasticizer, surfactant, and polymer concentration-application to vegetables. Makalah dalam 2007 CIGR Section VI International Symposium on Food and Agricultural Products : Processing ang Innovations, Naples.

Chen ZY, Chan PT, Ma PT, Fung RP, Wang J. 1996. Antioxsidative effect of ethanol tea extract on oxidation of canola oil. Journal of the American Oil Chemists’society 73 (3) : 375-380.

Cho YW, Jang J, Park CR, Ko SW. 2000. Preparation and solubility in acid and water of partially deacetylated chitins. Journal of Biomacromoleculs, 1: 609‐614.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Produksi Ikan Olahan Menurut Jenis Pengolahan di Indonesia Tahun 2002-2007. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengolahan Hasil Perikanan.

. 2009. Volume Ekspor Ikan Asap Indonesia Tahun 2005-2008. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan.

El Ghaouth A, Grenier JA, Benhamou N, Asselin A, Belenger. 1994. Effect of chitosan on cucumber plant suppression of phylum aphandenidermatum and induction of defence reaction. Journal of Phylopathology 84:3.

Estaca J G, P. Montero, B. Gimenez, M. C. Gomez G. 2007. Effect of functional edible films and high pressure processing on microbial and oxidative

Page 66: HARD COVER FIX

52

spoilage in cold-smoked sardine (Sardina pilchardus). Journal of Food Chemistry 105: 511-520.

Falahuddin A. 2009. Kitosan sebagai edible coating pada otak-otak bandeng (Chanos chanos Forskal) yang dikemas vakum [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Fan W, Junxiu S, Yunchuan C, Jian Q, Yan Z, Yuanlong C. 2009. Effects of chitosan coating on quality and shelf life of silver carp during frozen storage. Journal of Food Chemistry 115 (1) : 66-70.

Fardiaz S. 1992. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Gennadios R., Hanna, M. A., & Kurth, L. B. 1997. Application of edible coatings on meats, poultry and seafoods: a review. Lebensmittel-Wissenschaft und Technology 30 (4) : 337–350.

Giyatmi, N. Priatno, dan H. E. Irianto. 2002. Effects of smoke source and smoking period on the quality of smoked dried fish stick. Journal of Fisheries Science 68: 1367-1370.

Grimwood BE. 1975. Coconut Palm Product Tropical. London : Product Institut.

Guilbert S. 2000. Edible films and coatings and biodegradable packaging. Journal of Dairy Fed 346:10–16.

Gushagia Y, Pipih S, Dadi R.S. 2008. Kajian efek daya hambat kitosan terhadap kemunduran mutu fillet ikan patin (Pangasius hypopthalmus) pada penyimpanan suhu ruang 11 (2) : 1-13.

Irawan A. 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Solo : Aneka.

Jay JM. 1996. Modern Food Microbiology 4th edition. New York : D Von Nostrand Company.

John LD, Cornforth, Carpenter CE, Sorhem O, Peetee BC, Whittier DR. 2004. Comparison of color and thiobarbituric acid values of cooked hamburger patties after storages of fresh beef chub in modified atmosphere. Journal Food and Science 69: 608-614.

Julianti E dan M Nurminah. 2006. Teknologi Pengemasan. Medan : Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Kim K. W. and Thomas, R. L. (2007). Antioxidative activity of chitosans with varying molecular weights. Journal of Food Chemistry 101(1) : 308–313.

Knorr D. 1982. Functional properties of chitin and chitosan. Journal of Food Science 48:36-41.

Knorr D. 1994. Recovery and utilization of chitin and chitosan in food processing waste management. Journal of Food Technology 44: 114-122.

Page 67: HARD COVER FIX

53

Krochta JM. 1992. Control of mass transfet in food with edible coating and film. Di dalam: Advence Food Engeneering. New York Sci. Pulb. Co., Inc.

Krochta JM, EA Baldwin, MO Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coatings And Film To Improve Food Quality. USA : Economic Publ. Co., Inc.

Kumar MNV. 2000. A review of chitin and chitosan application. Reactive Function Polymer 46: 1-27.

Kumar R, Muzzarelli RAA, Muzzarelli C, Sashiwa H, Domb AJ. 2004. Chitosan chemistry and pharmaceutical perspectives. Journal of Chemistry Review 104 (12): 6017-6084.

Majeti N V dan Ravi K. 2000. A review of chitin and chitosan applications. Journal of Reactive and Functional Polymers 46: 1–27.

Mexis SF, Chouliara E, KOntominas MG. 2009. Combined effect of an O2 absorber and oregano essential oil on shelf-life extension of Greek cod roe paste (tarama salad) stored at 4 °C. Journal of Food Science.

Moeljanto P. 1992. Penggaraman dan Pengeringan Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Muchtadi TR. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor : IPB Press.

Muzzarelli RAA. 1977. Chitin. Pergamon of Canada Ltd, Toronto, pp 139-150.

Muzzarelli RAA. 1996. Chitosan-based dietary foods. Journal of Carbohydrate Polymer 29 (1996) : 309-316.

Najiyati S. 1998. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Jakarta : Penebar Swadaya.

Nitibaskara R. 1988. Pengasapan Ikan. Bogor : Teknologi Hasil Perairan. Institut Pertanian Bogor.

No HK, Na YP, Lee SH, Meyers SP. 2002. Antibacterial activity of chitosans and chitosan oligomers with different molecular weights. Journal of Food Microbiology 74 (1-2) : 65-72.

Nurilmala M, Nurjanah, dan Utama RH. 2009. Kemunduran mutu ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada penyimpanan suhu chilling dengan perlakuan cara mati. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 12 (1).

Ouattara B, Simard RE, Piette G, Begin A, Holley RA. 2000. Diffusion of acetic and propionic acids from chitosan-based antimicrobial packaging films. Journal of Food Chemistry and Toxicology 65 (5) : 768–773.

Ouattara B, Sabato SF, Lacroix M. 2001. Combined effect of antimicrobial coating and gamma irradiation on shelf life extension of pre-cooked shrimp (Penaeus spp.). Journal of Food Microbiology 68 (1-2) : 1-9.

Oussalah M., Caillet, S., Salmie´ri, S., Saucier, L., & Lacroix, M. 2004. Antimicrobial and antioxidant effects of milk protein-based film containing essential oils for the preservation of whole beef muscle. Journal of Agricultural and Food Chemistry 52 : 5598–5605.

Page 68: HARD COVER FIX

54

Park SY, Yoo SS, Uh JH, Eun JB, Lee HC, Chin , kim an YJ, Chin KB. 2007. Evaluation of lifid oxidation and oxidative product as affectide by pork meat cut, packaging method and storage time during frozen storage(-10oC). Journal Food Science 72(2): 114-119.

Pranoto Y, Rakshit SK, Salokhe VM. 2005. Enhancing antimicrobial activity of chitosan films by incorporating garlic oil, potassium sorbate, and nisin. Journal of Food Science Technology 38 (8) : 859-865.

Price JF, Schweigert BS. 1978. The Science of Meat and Meat Products. Connecticut : Food and Nutrition Press, Inc., Westport.

Prihartono RE, Rasidik J, Arie U. 2000. Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo. Jakarta : Penebar Swadaya.

Purwantiningsih S, Tuti W, Ahmad S, Dwi W. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor ; IPB Press.

Rabea EI, Badawy MET, Stevens CV, Smagghe G, Steuerbaut W. 2003. Chitosan as antimicrobial agent: applications and mode of action. Journal of Biomacromolecules 4 (6) : 1457-1465.

Rafaat D, Sahl HG. 2009. Chitosan and its antimicrobial potential – a critical literature survey. Journal of Microbiol Technology 2 (2) : 186-201.

Rismana E. 2001. Langsing dan Sehat Lewat Limbah Perikanan. [Majalah Sinar Harapan]. http:// www.sinarharapan.co.id/berita. [21 Juni 2010].

Ruban SW. 2009. Biobased packaging - application in meat industry. Journal of Food Technology 2(2) : 79-82.

Sagoo S, Board R, Roller S. 2002. Chitosan inhibits growth of spoilage microorganisms in chilled pork products. Journal of Food Microbiology, 19 (2-3): 175-182.

Satya Y. 2008. Budidaya Ikan Lele. Jakarta : Penebar Swadaya.

Shahidi F. 1994. Flavor of Meat and Meat Products. New York : Autumn Press.

Sudarshan NR, Hoover DG, Knorr D. 1992. Antimicrobial action of chitosan. Journal of Food Biotechnology 6: 257-272.

Suptijah P, E. Salamah, H. Sumaryanto, J. Santoso. 1992. Pengaruh berbagai isolasi ktin kulit udang terhadap mutunya. Laporan penelitian. Departemen Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Suptijah P. 2006. Deskriptif karaktaristik dan aplikasi kitin-kitosan. Didalam Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan. Bogor: Departemen Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Suyanto SR. 1999. Budidaya Ikan Lele. Jakarta : Penebar Swadaya.

Syamsir E. 2009. Kerusakan ikan asap. http://ilmupangan.blogspot.com/2009/12/ kerusakan-ikan-asap.html. [22 Juni 2010].

Syarief R., S. Santausa dan S. Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor : Laboratorium Rekayasa Bioproses Pangan, PAU-IPB.

Page 69: HARD COVER FIX

55

Syarief R. dan Y. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta : Arcan.

Tharanathan RN, Kittur FS. 2003. Chitin-the undisputed biomolecule of great potential. Journal of Food Science Nutrition 43: 61-87.

Tsai GJ, Su WH, Chen HC, Pan CL. 2002. Antimicrobial activity of shrimp chitin and chitosan from different treatments and applications of fish preservation. Journal of Fisheries Science 68: 170-177.

Wang GH. 1992. Inhibition and activation of five species of foodborne pathogens by chitosan. Journal of Food Protection 55: 916-919.

Wibowo S. 1995. Industri Pengasapan Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Winarno F G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

_______ . 2007. Teknobiologi Pangan. Bogor : Mbrio Press.

Zaitsev VP, Kizevetter I, Lagunov L, Makarova T, Minder L, Podsevalov V. 1969. Fish Curing and Processing. Moscow : Mir Publisher. Translate from The Russian By Merindol DE.

Page 70: HARD COVER FIX

56

Page 71: HARD COVER FIX

57

Lampiran 1a Data uji proksimat kitosan bahan penelitian

Bahan ulangan Kadar abu (%)

Kadar protein

(%)

Kadar lemak (%)

Kadar air (%)

Kadar karbohidrat (%)

Kitosan 1 0,21 8,29 2,43 13,57 75,50 2 0,21 8,29 2,53 13,77 75,20

Rata-rata 0,21 8,29 2,48 13,67 75,35 stdev 0 0 0,07 0,14 0,21

Lampiran 1b Produk ikan lele dumbo asap sebelum dan sesudah dikemas vakum

Page 72: HARD COVER FIX

58

Lampiran 2 Data uji organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan

Panelis Parameter penampakan

Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2% H0 H7 H14 H0 H7 H14 H0 H7 H14

1 7 9 5 7 7 7 7 9 9 2 5 7 5 5 7 5 7 7 7 3 7 9 5 7 7 7 7 9 7 4 9 9 5 9 7 9 9 9 9 5 7 7 7 9 9 9 7 5 9 6 9 7 3 9 9 5 9 9 5 7 7 7 5 7 7 9 7 7 9 8 9 7 5 9 7 7 9 7 7 9 7 5 5 7 7 9 5 7 9 10 7 5 1 9 7 5 7 5 5 11 9 7 7 9 7 7 7 5 7 12 7 5 1 7 7 5 7 9 5 13 9 7 7 9 7 7 9 7 7 14 7 9 5 7 7 9 5 9 9 15 7 7 5 7 7 5 5 9 7 16 7 1 5 9 5 5 9 3 5 17 9 5 5 9 7 5 9 5 7 18 7 5 5 7 7 5 9 7 3 19 5 5 7 5 7 5 5 9 5 20 9 7 3 9 7 7 7 7 7 21 5 5 5 7 7 5 7 7 7 22 9 5 7 9 7 9 9 7 7 23 5 5 3 7 5 5 7 7 7 24 9 7 5 9 7 5 9 7 7 25 9 5 3 9 9 7 9 9 7 26 7 5 3 7 7 5 7 5 7 27 9 5 5 9 5 9 9 5 9 28 9 7 5 9 7 5 9 7 7 29 9 9 5 9 9 9 9 9 9 30 7 5 5 7 9 5 7 7 7

Rata-rata 7,6 6,27 4,73 7,93 7,13 6,53 7,6 7,13 7,07

58

Page 73: HARD COVER FIX

59

Lampiran 3 Data uji organoleptik aroma ikan lele dumbo asap selama penyimpanan

Panelis Parameter aroma

Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2% H0 H7 H14 H0 H7 H14 H0 H7 H14

1 9 3 5 9 9 7 9 9 9 2 9 7 5 5 9 5 5 7 7 3 9 7 5 7 9 7 7 9 7 4 9 7 5 9 9 9 9 7 9 5 5 7 7 7 9 9 7 5 9 6 9 5 3 9 7 5 9 7 7 7 9 7 5 9 9 9 7 9 9 8 9 7 5 9 7 7 9 9 7 9 9 7 5 9 7 9 7 9 9 10 7 7 1 9 9 7 9 7 5 11 7 5 5 9 9 5 9 9 3 12 7 7 1 5 9 7 5 7 5 13 9 7 5 9 7 7 9 7 7 14 9 7 5 9 9 9 9 9 9 15 7 7 5 7 7 5 7 5 7 16 9 3 5 9 7 7 9 5 7 17 9 9 5 9 7 5 9 9 7 18 9 7 1 7 9 3 9 9 3 19 9 7 7 7 7 5 9 7 7 20 9 7 1 9 9 7 9 7 9 21 7 9 7 9 7 5 9 9 7 22 9 7 5 9 7 7 9 7 5 23 7 5 5 5 7 7 9 7 5 24 7 5 3 7 7 3 9 5 7 25 9 5 3 9 7 3 9 5 3 26 9 7 5 9 9 9 9 9 9 27 9 7 5 9 7 5 9 7 7 28 9 7 1 9 7 3 9 7 3 29 7 7 3 9 9 5 9 7 7 30 9 7 5 7 7 7 7 7 7

Rata-rata 8,33 6,53 4,27 8,13 7,93 6,27 8,33 7,4 6,73

59

Page 74: HARD COVER FIX

60

Lampiran 4 Data uji organoleptik rasa ikan lele dumbo asap selama penyimpanan

Panelis Parameter rasa

Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2% H0 H7 H14 H0 H7 H14 H0 H7 H14

1 9 7 5 9 7 7 9 9 9 2 9 7 5 5 7 7 7 9 7 3 9 7 5 9 7 5 7 5 7 4 9 5 7 9 7 7 9 7 9 5 7 7 7 9 9 7 7 9 9 6 9 5 3 9 7 7 9 9 9 7 9 5 5 9 7 9 9 9 9 8 9 7 3 9 5 5 9 9 5 9 7 5 5 9 7 7 5 7 7 10 9 7 1 9 9 7 9 7 3 11 9 9 5 9 9 7 7 9 5 12 9 7 1 7 7 7 7 7 3 13 9 7 5 9 9 7 9 9 7 14 7 7 5 7 7 9 7 9 9 15 7 3 3 7 7 3 7 7 5 16 9 5 5 9 7 5 9 5 5 17 9 5 3 9 7 5 9 5 5 18 7 5 5 7 9 7 9 9 7 19 7 7 1 9 7 7 7 7 9 20 9 7 1 9 5 7 9 9 7 21 7 7 5 9 9 7 9 5 7 22 9 3 3 7 7 3 7 9 5 23 7 7 5 7 7 7 7 7 7 24 7 5 5 7 9 9 9 7 9 25 9 5 5 9 7 9 9 5 9 26 9 7 3 9 9 5 9 7 5 27 9 9 3 9 7 5 9 5 5 28 9 9 5 9 9 7 9 9 7 29 9 9 1 9 9 7 9 7 3 30 9 3 3 7 9 3 7 9 5

Rata-rata 8,4 6,27 3,93 8,33 7,6 6,47 8,13 7,53 6,6

60

Page 75: HARD COVER FIX

61

Lampiran 5 Data uji organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan

Panelis Parameter tekstur

Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2% H0 H7 H14 H0 H7 H14 H0 H7 H14

1 7 3 3 7 7 5 7 9 5 2 9 7 5 5 7 3 7 7 5 3 9 9 5 5 9 5 5 9 5 4 9 9 7 9 7 5 9 9 9 5 7 5 3 7 7 3 7 5 5 6 9 5 5 9 7 7 9 5 7 7 9 3 5 9 7 7 7 7 7 8 9 7 3 9 7 5 9 7 5 9 3 3 5 5 7 7 3 7 7 10 9 7 1 9 7 5 7 5 3 11 7 7 5 9 7 5 7 7 5 12 7 7 1 5 7 5 5 7 3 13 9 5 5 7 5 5 9 7 7 14 5 5 7 5 9 9 3 7 9 15 7 3 5 5 7 5 3 7 7 16 9 3 5 9 5 5 9 5 5 17 9 5 7 9 7 5 9 7 7 18 9 7 3 7 9 3 9 9 3 19 9 7 7 9 7 5 9 7 5 20 9 7 1 9 7 5 7 7 7 21 7 7 7 9 7 9 7 3 9 22 7 3 7 7 7 7 7 5 7 23 5 7 7 7 3 7 7 3 7 24 7 5 5 7 5 5 7 7 5 25 9 5 5 9 5 7 9 7 7 26 9 7 5 9 9 5 9 9 5 27 9 5 1 9 7 5 9 7 3 28 9 5 3 9 7 5 9 7 5 29 9 7 7 9 7 7 7 7 7 30 7 7 3 5 7 3 5 7 5

Rata-rata 7,93 5,73 4,6 7,6 6,86 5,46 7,2 6,73 5,87

61

Page 76: HARD COVER FIX

62

Lampiran 6 Data uji organoleptik warna ikan lele dumbo asap selama penyimpanan

Panelis Parameter warna

Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2% H0 H7 H14 H0 H7 H14 H0 H7 H14

1 7 5 5 7 9 7 7 7 9 2 5 7 3 5 7 5 7 5 5 3 7 7 5 7 7 7 7 7 7 4 9 7 7 9 7 9 9 7 9 5 7 5 7 9 7 9 7 5 9 6 9 5 5 9 7 5 9 5 7 7 7 3 5 7 9 9 7 7 9 8 9 7 7 9 7 7 9 7 7 9 7 3 5 7 7 7 5 7 7 10 7 5 1 9 7 5 7 5 5 11 9 7 5 9 7 7 7 7 5 12 7 7 1 7 7 5 7 7 5 13 9 5 5 9 7 7 9 7 7 14 7 5 5 7 7 7 5 5 7 15 7 5 5 7 5 5 5 5 7 16 7 3 5 9 5 5 9 5 5 17 9 7 5 9 7 5 9 7 5 18 7 7 3 7 7 3 9 7 1 19 5 7 7 5 7 7 5 7 5 20 9 5 1 9 7 5 7 7 7 21 5 5 5 7 5 5 7 7 9 22 9 5 5 9 9 7 9 7 5 23 5 7 5 7 7 5 7 7 5 24 9 7 5 9 7 7 9 7 7 25 9 7 5 9 7 7 9 7 5 26 7 7 7 7 9 9 7 9 9 27 9 7 5 9 7 5 9 5 7 28 9 7 5 9 7 7 9 5 5 29 9 7 5 9 7 5 9 5 5 30 7 7 5 7 7 7 7 7 7

Rata-rata 7,6 5,93 4,8 7,93 7,07 6,33 7,6 6,4 6,4

62

Page 77: HARD COVER FIX

63

Lampiran 7 Lembar penilaian sensori ikan lele dumbo asap selama penyimpanan

Nama panelis :.............................................. Tanggal :.................................... • Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai dengan kode contoh yang diuji.

Spesifikasi Nilai Kode contoh

1. Penampakan • Utuh, bersih, warna coklat sangat mengkilat spesifik jenis. 9 • Utuh, bersih, warna coklat, mengkilat spesifik jenis. 7 • Utuh, bersih, warna coklat, kusam. 5 • Tidak utuh, warna coklat tua, kusam. 3 • Tidak utuh, warna coklat tua, kusam sekali. 1

2. Bau (Aroma) • Harum asap cukup, tanpa bau tambahan mengganggu. 9 • Kurang harum, asap cukup, tanpa bau tambahan

mengganggu. 7

• Netral, sedikit bau tambahan. 5 • Bau tambahan kuat, tercium bau amoniak dan tengik. 3 • Busuk, bau amoniak kuat dan tengik. 1

3. Rasa • Enak, gurih. 9 • Enak, kurang gurih. 7 • Tidak enak, tidak gurih. 5 • Tidak enak dengan rasa tambahan mengganggu. 3 • Basi. 1

4. Tekstur • Padat, kompak, kering, antar jaringan erat. 9 • Padat, kompak, cukup kering, antar jaringan erat. 7 • Kurang kering, antar jaringan longgar. 5 • Lunak, antar jaringan mudah lepas. 3 • Sangat lunak, jaringan mudah lepas. 1

5. Warna • Sangat menarik, warna coklat sangat mengkilat spesifik

jenis. 9

• Menarik, warna coklat, mengkilat spesifik jenis. 7 • Kurang menarik, warna coklat, kusam. 5 • Tidak menarik, warna coklat tua, kusam. 3 • Sangat tidak menarik, warna coklat tua, kusam sekali. 1

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (SNI 2725.1: 2009)

Page 78: HARD COVER FIX

64

Lampiran 8a Data uji Thiobarbituric Acid (TBA) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap selama penyimpanan

Pengamatan (hari) Ulangan Bilangan TBA (mg malonaldehid/kg bahan)

Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2% ke-0 1 0,0443 0,0255 0,0155 2 0,042 0,0232 0,0133 Rata-rata 0,0432 0,0243 0,0144 ke-7 1 0,1213 0,1574 0,1391 2 0,1213 0,1574 0,16 Rata-rata 0,1213 0,1574 0,1495 ke-14 1 0,3005 0,1943 0,1839 2 0,2817 0,192 0,1816 Rata-rata 0,2911 0,1932 0,1827

Lampiran 8b Data uji mikrobiologi Total Plate Count (TPC) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap selama penyimpanan

Pengamatan Ulangan Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2% ke-0 1 8,00 x 102 2,32 x 103 4,00 x 101 2 5,30 x 103 2,05 x 103 2,00 x 102 Rata-rata 3,50 x 103 2,19 x 103 1,20 x 102 ke-7 1 5,40 x 106 1,95 x 105 2,66 x 105 2 3,10 x 106 1,94 x 105 1,40 x 105 Rata-rata 4,25 x 106 1,94 x 105 2,03 x 105 ke-14 1 3,00 x 108 1,90 x 107 3,00 x 106 2 3,00 x 108 3,90 x 107 1,80 x 106 Rata-rata 3,00 x 108 2,90 x 107 2,40 x 106

Lampiran 8c Data uji aktivitas air (aw) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap selama penyimpanan

Perlakuan Ulangan Lama Penyimpanan (hari) ke-0 ke-7 ke-14

0% 1 0,9570 0,9610 0,9660 2 0,9520 0,9580 0,9640 Rata-rata 0,9545 0,9595 0,9650

1% 1 0,9500 0,9500 0,9560 2 0,9500 0,9490 0,9510 Rata-rata 0,9500 0,9495 0,9535

2% 1 0,9460 0,9460 0,9550 2 0,9530 0,9490 0,9480 Rata-rata 0,9495 0,9475 0,9515

Page 79: HARD COVER FIX

65

Lampiran 9a Data uji proksimat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap sebelum penyimpanan

Data proksimat sebelum penyimpanan

Perlakuan Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat

0% 64,82 5,25 7,45 19,14 3,34

63,90 5,19 7,40 19,10 4,41

Rata-rata 64,36 5,22 7,43 19,12 3,88

Stdev 0,65 0,04 0,04 0,03 0,76

1% 64,08 3,89 5,46 23,70 2,87

63,29 4,02 5,48 23,64 3,57

Rata-rata 63,69 3,96 5,47 23,67 3,22

Stdev 0,56 0,09 0,01 0,04 0,49

2% 60,03 3,77 7,23 24,19 4,78

59,36 3,87 7,19 23,95 5,63

Rata-rata 59,70 3,82 7,21 24,07 5,21

Stdev 0,47 0,07 0,03 0,17 0,60

Lampiran 9b Data uji proksimat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap sesudah penyimpanan

Data proksimat setelah penyimpanan

Perlakuan Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat

0% 66,33 5,34 5,70 15,10 7,53

67,66 4,80 5,68 14,78 7,08

Rata-rata 67,00 5,07 5,69 14,94 7,31

Stdev 0,94 0,38 0,01 0,23 0,32

1% 64,52 3,87 4,17 21,50 5,94

63,68 3,99 4,16 21,47 6,70

Rata-rata 64,10 3,93 4,17 21,49 6,32

Stdev 0,59 0,08 0,01 0,02 0,54

2% 62,65 3,76 5,30 21,09 7,20

61,96 3,19 5,34 21,05 8,46

Rata-rata 62,31 3,48 5,32 21,07 7,83

Stdev 0,49 0,40 0,03 0,03 0,89

Page 80: HARD COVER FIX

66

Lampiran 10 Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap

Ranks

Interaksi N Mean Rank

Penampakan Kitosan 0% Hari ke 0 30 165.53

Kitosan 0% Hari ke 7 30 108.42

Kitosan 0% Hari ke 14 30 51.35

Kitosan 1% Hari ke 0 30 181.10

Kitosan 1% Hari ke 7 30 143.23

Kitosan 1% Hari ke 14 30 116.33

Kitosan 2% Hari ke 0 30 165.53

Kitosan 2% Hari ke 7 30 145.65

Kitosan 2% Hari ke 14 30 142.35

Total 270

Aroma Kitosan 0% Hari ke 0 30 185.45

Kitosan 0% Hari ke 7 30 104.12

Kitosan 0% Hari ke 14 30 39.62

Kitosan 1% Hari ke 0 30 177.15

Kitosan 1% Hari ke 7 30 164.10

Kitosan 1% Hari ke 14 30 100.98

Kitosan 2% Hari ke 0 30 186.40

Kitosan 2% Hari ke 7 30 141.65

Kitosan 2% Hari ke 14 30 120.03

Total 270

Rasa Kitosan 0% Hari ke 0 30 189.65

Kitosan 0% Hari ke 7 30 100.77

Kitosan 0% Hari ke 14 30 35.73

Kitosan 1% Hari ke 0 30 187.22

Kitosan 1% Hari ke 7 30 151.62

Kitosan 1% Hari ke 14 30 108.07

Kitosan 2% Hari ke 0 30 177.27

Kitosan 2% Hari ke 7 30 151.83

Kitosan 2% Hari ke 14 30 117.35

Page 81: HARD COVER FIX

67

Total 270

Tekstur Kitosan 0% Hari ke 0 30 195.42

Kitosan 0% Hari ke 7 30 107.05

Kitosan 0% Hari ke 14 30 72.20

Kitosan 1% Hari ke 0 30 179.65

Kitosan 1% Hari ke 7 30 150.32

Kitosan 1% Hari ke 14 30 92.62

Kitosan 2% Hari ke 0 30 166.50

Kitosan 2% Hari ke 7 30 145.58

Kitosan 2% Hari ke 14 30 110.17

Total 270

Warna Kitosan 0% Hari ke 0 30 176.62

Kitosan 0% Hari ke 7 30 102.37

Kitosan 0% Hari ke 14 30 58.50

Kitosan 1% Hari ke 0 30 192.53

Kitosan 1% Hari ke 7 30 152.55

Kitosan 1% Hari ke 14 30 117.33

Kitosan 2% Hari ke 0 30 176.62

Kitosan 2% Hari ke 7 30 119.72

Kitosan 2% Hari ke 14 30 123.27

Total 270

Page 82: HARD COVER FIX

68

Lampiran 11a Data uji Kruskal-Wallis interaksi antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap

Test Statisticsa,b

Penampakan Aroma Rasa Tekstur Warna

Chi-Square 68.082 107.017 110.789 76.484 83.426

df 8 8 8 8 8

Asymp. Sig. .000 .000 .000 .000 .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Interaksi

Lampiran 11b Data uji Kruskal-Wallis tingkat konsentrasi kitosan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap

Test Statisticsa,b

Penampakan Aroma Rasa Tekstur Warna

Chi-Square 18.438 16.618 17.776 2.745 15.271

df 2 2 2 2 2

Asymp. Sig. .000 .000 .000 .253 .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Kitosan

Lampiran 11c Data uji Kruskal-Wallis lama penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap

Test Statisticsa,b

Penampakan Aroma Rasa Tekstur Warna

Chi-Square 38.003 76.938 78.794 64.199 60.514

df 2 2 2 2 2

Asymp. Sig. .000 .000 .000 .000 .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Hari

Page 83: HARD COVER FIX

69

Lampiran 12 Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap penampakan ikan lele dumbo asap

Perlakuan Mean Rank

Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap Kitosan 0% Hari ke 14

Kitosan 0% Hari ke 7

Kitosan 1% Hari ke 14

Kitosan 2% Hari ke 14

Kitosan 1% Hari ke 7

Kitosan 2% Hari ke 7

Kitosan 0% Hari ke 0

Kitosan 2% Hari ke 0

Kitosan 0% Hari ke 14 51.35 Kitosan 0% Hari ke 7 108.42 beda Kitosan 1% Hari ke 14 116.33 beda sama Kitosan 2% Hari ke 14 142.35 beda sama sama Kitosan 1% Hari ke 7 143.23 beda sama sama sama Kitosan 2% Hari ke 7 145.65 beda sama sama sama sama Kitosan 0% Hari ke 0 165.53 beda beda beda sama sama sama Kitosan 2% Hari ke 0 165.53 beda beda beda sama sama sama sama Kitosan 1% Hari ke 0 181.10 beda beda beda sama sama sama sama sama

Lampiran 12b Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap aroma ikan lele dumbo asap

Perlakuan Mean Rank

Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap Kitosan 0% Hari ke 14

Kitosan 1% Hari ke 14

Kitosan 0% Hari ke 7

Kitosan 2% Hari ke 14

Kitosan 2% Hari ke 7

Kitosan 1% Hari ke 7

Kitosan 1% Hari ke 0

Kitosan 0% Hari ke 0

Kitosan 0% Hari ke 14 39.62 Kitosan 1% Hari ke 14 100.98 beda Kitosan 0% Hari ke 7 104.12 beda sama Kitosan 2% Hari ke 14 120.03 beda sama sama Kitosan 2% Hari ke 7 141.65 beda sama sama sama Kitosan 1% Hari ke 7 164.10 beda beda beda sama sama Kitosan 1% Hari ke 0 177.15 beda beda beda sama sama sama Kitosan 0% Hari ke 0 185.45 beda beda beda beda beda beda sama Kitosan 2% Hari ke 0 186.40 beda beda beda beda beda beda sama sama

69

Page 84: HARD COVER FIX

70

Lampiran 13 Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap rasa ikan lele dumbo asap

Lampiran 13b Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap tekstur ikan lele dumbo asap

Perlakuan Mean Rank

Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap Kitosan 0% Hari ke 14

Kitosan 0% Hari ke 7

Kitosan 1% Hari ke 14

Kitosan 2% Hari ke 14

Kitosan 1% Hari ke 7

Kitosan 2% Hari ke 7

Kitosan 2% Hari ke 0

Kitosan 1% Hari ke 0

Kitosan 0% Hari ke 14 35.73 Kitosan 0% Hari ke 7 100.77 beda Kitosan 1% Hari ke 14 108.07 beda sama Kitosan 2% Hari ke 14 117.35 beda sama sama Kitosan 1% Hari ke 7 151.62 beda beda sama sama Kitosan 2% Hari ke 7 151.83 beda beda sama sama sama Kitosan 2% Hari ke 0 177.27 beda beda beda sama sama sama Kitosan 1% Hari ke 0 187.22 beda beda beda beda beda beda sama Kitosan 0% Hari ke 0 189.65 beda beda beda beda beda beda sama sama

Perlakuan Mean Rank

Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap Kitosan 0% Hari ke 14

Kitosan 1% Hari ke 14

Kitosan 0% Hari ke 7

Kitosan 2% Hari ke 14

Kitosan 2% Hari ke 7

Kitosan 1% Hari ke 7

Kitosan 2% Hari ke 0

Kitosan 1% Hari ke 0

Kitosan 0% Hari ke 14 72.20 Kitosan 1% Hari ke 14 92.62 beda Kitosan 0% Hari ke 7 107.05 beda sama Kitosan 2% Hari ke 14 110.17 beda sama sama Kitosan 2% Hari ke 7 145.58 beda sama sama sama Kitosan 1% Hari ke 7 150.32 beda beda sama sama sama Kitosan 2% Hari ke 0 166.50 beda beda beda sama sama sama Kitosan 1% Hari ke 0 179.65 beda beda beda sama sama sama sama Kitosan 0% Hari ke 0 195.42 beda beda beda beda beda beda sama sama

70

Page 85: HARD COVER FIX

71

Lampiran 14 Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap warna ikan lele dumbo asap

Perlakuan Mean Rank

Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap Kitosan 0% Hari ke 14

Kitosan 0% Hari ke 7

Kitosan 1% Hari ke 14

Kitosan 2% Hari ke 7

Kitosan 2% Hari ke 14

Kitosan 1% Hari ke 7

Kitosan 0% Hari ke 0

Kitosan 2% Hari ke 0

Kitosan 0% Hari ke 14 58.50 Kitosan 0% Hari ke 7 102.37 beda Kitosan 1% Hari ke 14 117.33 beda sama Kitosan 2% Hari ke 7 119.72 beda sama sama Kitosan 2% Hari ke 14 123.27 beda sama sama sama Kitosan 1% Hari ke 7 152.55 beda beda sama sama sama Kitosan 0% Hari ke 0 176.62 beda beda beda sama sama sama Kitosan 2% Hari ke 0 176.62 beda beda beda sama sama sama sama Kitosan 1% Hari ke 0 192.53 beda beda beda beda beda beda sama sama

71

Page 86: HARD COVER FIX

72

Lampiran 15a Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap

Descriptive Statistics Dependent Variable:TPC

Kitosan Hari Mean Std. Deviation N

0% .00 3050.0000 3181.98052 2

7.00 4.2500E6 1.62635E6 2

14.00 3.0000E8 .00000 2

Total 1.0142E8 1.53835E8 6

1% .00 1141.0000 1285.52013 2

7.00 194500.0000 707.10678 2

14.00 2.9000E7 1.41421E7 2

Total 9.7319E6 1.62100E7 6

2% .00 120.0000 113.13708 2

7.00 203000.0000 89095.45443 2

14.00 2.4000E6 8.48528E5 2

Total 867706.6667 1.25003E6 6

Total .00 1437.0000 2031.65499 6

7.00 1.5492E6 2.21524E6 6

14.00 1.1047E8 1.47429E8 6

Total 3.7339E7 9.60507E7 18

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:TPC

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1.566E17 8 1.958E16 866.454 .000

Intercept 2.510E16 1 2.510E16 1110.579 .000

Kitosan 3.719E16 2 1.860E16 822.904 .000

Hari 4.814E16 2 2.407E16 1065.097 .000

Kitosan * Hari 7.131E16 4 1.783E16 788.908 .000

Error 2.034E14 9 2.260E13

Total 1.819E17 18

Corrected Total 1.568E17 17

a. R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)

Page 87: HARD COVER FIX

73

Lampiran 16a Data ANOVA total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap

SK db JK KT Fhit Ftabel Simpulan Kitosan 2 3.719E16 1.860E16 822.904 4.26 Tolak Ho Hari 2 4.814E16 2.407E16 1065.097 4.26 Tolak Ho Kitosan*Hari 4 7.131E16 1.783E16 788.908 3.63 Tolak Ho Error 9 2.034E14 2.260E13 Total 17 1.568E17

Lampiran 16b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan yang berbeda terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap

TPC

Duncana,,b

Interaksi N

Subset

1 2 3

Kitosan 2% Hari ke 0 2 120.0000

Kitosan 1% Hari ke 0 2 1141.0000

Kitosan 0% Hari ke 0 2 3050.0000

Kitosan 1% Hari ke 7 2 194500.0000

Kitosan 2% Hari ke 7 2 203000.0000

Kitosan 2% Hari ke 14 2 2.4000E6

Kitosan 0% Hari ke 7 2 4.2500E6

Kitosan 1% Hari ke 14 2 2.9000E7

Kitosan 0% Hari ke 14 2 3.0000E8

Sig. .427 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 22596994476706.890.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

b. Alpha = .05.

Page 88: HARD COVER FIX

74

Lampiran 17a Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap

TPC

Duncana,,b

Kitosan N

Subset

1 2 3

2% 6 867706.6667

1% 6 9.7319E6

0% 6 1.0142E8

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 22596994476706.890.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

b. Alpha = .05.

Lampiran 17b Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap

TPC

Duncana,,b

Hari N

Subset

1 2

.00 6 1437.0000

7.00 6 1.5492E6

14.00 6 1.1047E8

Sig. .587 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) =

22596994476706.890.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

b. Alpha = .05.

Page 89: HARD COVER FIX

75

Lampiran 18a Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap TBA ikan lele dumbo asap

Descriptive Statistics

Dependent Variable:TBA

Kitosan Hari Mean Std. Deviation N

0% .00 .0432 .00163 2

7.00 .1213 .00000 2

14.00 .2911 .01329 2

Total .1518 .11354 6

1% .00 .0243 .00163 2

7.00 .1574 .00000 2

14.00 .1932 .00163 2

Total .1250 .07957 6

2% .00 .0144 .00156 2

7.00 .1496 .01478 2

14.00 .1828 .00163 2

Total .1156 .08004 6

Total .00 .0273 .01312 6

7.00 .1428 .01822 6

14.00 .2223 .05381 6

Total .1308 .08825 18

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:TBA

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .132a 8 .016 363.831 .000

Intercept .308 1 .308 6790.479 .000

Kitosan .004 2 .002 46.917 .000

Hari .115 2 .058 1272.409 .000

Kitosan * Hari .012 4 .003 67.999 .000

Error .000 9 4.535E-5

Total .440 18

Corrected Total .132 17

Page 90: HARD COVER FIX

76

Lampiran 19a Data ANOVA Thiobarbituric acid (TBA) ikan lele dumbo asap

SK db JK KT Fhit Ftabel Simpulan Kitosan 2 0.004 0.002 46.917 4.26 Tolak Ho Hari 2 0.115 0.058 1272.409 4.26 Tolak Ho Kitosan*Hari 4 0.012 0.003 67.999 3.63 Tolak Ho Error 9 0.000 4.535E-5 Total 17 0.132

Lampiran 19b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan yang berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap

TBA

Duncana,,b

Interaksi N

Subset

1 2 3 4 5 6

Kitosan 2% Hari ke 0 2 .0144

Kitosan 1% Hari ke 0 2 .0243

Kitosan 0% Hari ke 0 2 .0432

Kitosan 0% Hari ke 7 2 .1213

Kitosan 2% Hari ke 7 2 .1496

Kitosan 1% Hari ke 7 2 .1574

Kitosan 2% Hari ke 14 2 .1828

Kitosan 1% Hari ke 14 2 .1932

Kitosan 0% Hari ke 14 2 .2911

Sig. .174 1.000 1.000 .274 .157 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4.53E-005.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

b. Alpha = .05.

Page 91: HARD COVER FIX

77

Lampiran 20a Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap

TBA

Duncana,,b

Kitosan N

Subset

1 2 3

2% 6 .1156

1% 6 .1250

0% 6 .1518

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4.53E-005.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

b. Alpha = .05.

Lampiran 20b Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap

TBA

Duncana,,b

Hari N

Subset

1 2 3

.00 6 .0273

7.00 6 .1428

14.00 6 .2223

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 4.53E-005.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

b. Alpha = .05.

Page 92: HARD COVER FIX

78

Lampiran 21a Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap aw ikan lele dumbo asap

Descriptive Statistics

Dependent Variable: aw

Kitosan Hari Mean Std. Deviation N

0% .00 .9545 .00354 2

7.00 .9595 .00212 2

14.00 .9650 .00141 2

Total .9597 .00509 6

1% .00 .9500 .00000 2

7.00 .9495 .00071 2

14.00 .9535 .00354 2

Total .9510 .00253 6

2% .00 .9495 .00495 2

7.00 .9475 .00212 2

14.00 .9515 .00495 2

Total .9495 .00373 6

Total .00 .9513 .00367 6

7.00 .9522 .00591 6

14.00 .9567 .00709 6

Total .9534 .00590 18

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: aw

Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .001a 8 6.335E-5 6.668 .005

Intercept 16.361 1 16.361 1722221.760 .000

Kitosan .000 2 .000 19.023 .001

Hari 9.878E-5 2 4.939E-5 5.199 .032

Kitosan * Hari 4.656E-5 4 1.164E-5 1.225 .366

Error 8.550E-5 9 9.500E-6 Total 16.362 18 Corrected Total .001 17 a. R Squared = .856 (Adjusted R Squared = .727)

Page 93: HARD COVER FIX

79

Lampiran 22a Data ANOVA aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap

SK db JK KT Fhit Ftabel Simpulan Kitosan 2 0.000 0.000 19.023 4.26 Tolak Ho Hari 2 9.878E-5 4.939E-5 5.199 4.26 Tolak Ho Kitosan*Hari 4 4.656E-5 1.164E-5 1.225 3.63 Terima Ho Error 9 8.550E-5 9.500E-6 Total 17 0. .001

Lampiran 22b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda terhadap aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap

Aw

Duncana,,b

Kitosan N

Subset

1 2

2% 6 .9495 1% 6 .9510 0% 6 .9597

Sig. .421 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 9.50E-006.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

b. Alpha = .05.

Lampiran 22c Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda

terhadap aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap

aw

Duncana,,b

Hari N

Subset

1 2

.00 6 .9513

7.00 6 .9522

14.00 6 .9567

Sig. .651 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 9.50E-006.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

b. Alpha = .05.

Page 94: HARD COVER FIX

80

Lampiran 23 Peralatan yang digunakan dalam penelitian

Drum pengasapan Alat pengemasan vakum

Drum pengasapan tampak atas Drum pengasapan tampak bawah

Page 95: HARD COVER FIX

81

Lampiran 24 Spektograf infra merah kitosan