hany ayuning putri tugas ilmu kedokteran kehakiman
DESCRIPTION
kekuatan visum et repertum dalam proses peradilanTRANSCRIPT
MAKALAH
“Peranan Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam Pemecahan Kasus Pidana”
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kedokteran KehakimanDosen Pembina: Prof. Dr. Teguh Sulistia, S.H., M.H.
DISUSUN OLEH :
HANY AYUNING PUTRI
1010112021
3.2
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
2012
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis tentang ”Peranan Ilmu Kedokteran
Kehakiman dalam Pemecahan Kasus Pidana”. Shalawat beserta salam tak lupa pula
penulis ucapkan kepada Tauladan umat manusia, Nabi Muhammad SAW.
Pada karya tulis ini penulis menyadari masih terdapat beberapa kekurangan. Namun
penulis telah berusaha memanfaatkan segala ilmu dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh
karena itu, penulis akan menerima segala kritikan dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan karya tulis ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
dalam penyusunan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
para pembaca pada umumnya.
Padang, April 2012
Penulis
2
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….. 2
DAFTAR ISI …………………………………………………………………...……….…. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang ………………………………………….…………………….. 4
1.2 Batasan Masalah ………………………………………………………………. 4
1.3 Rumusan Masalah …………………………………………………………….. 5
1.4 Tujuan Penulisan ……………………………………………………………… 5
1.5 Metode Penulisan ……………………….…………………………………….. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ilmu Kedoketan Kehakiman ………………………………………. 6
2.2 Tujuan Ilmu Kedokteran Kehakiman ………..………………………………… 6
2.3 Pengertian Visum et Repertum ………………………………………………… 7
2.4 Bentuk Visum et Repertum berdasarkan objek …….………………………….. 8
2.5 Bagian-bagian Visum et Repertum ...................................................................... 9
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Peranan Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam Menentukan Pertanggungjawaban
Pelaku Tindak Pidana .………………………….………………………………
10
3.2 Peranan Ilmu Kedokteran Kehakiman bagi Pembuktian Suatu Tindak Pidana
…………………………...…………………………………………………………
11
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan ……………………………………..…………………………………..
14
3
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..
15
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakikatnya
adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil terhadap perkara tersebut1. Hal ini dapat
dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam
memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap
pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan
perkara tersebut.
Dalam contoh kasus tindak pidana, seperti pencurian, penggelapan, penipuan dan
sejenisnya, tentunya pihak penyidik tidak akan mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi
barang bukti yang salah satu atau beberapa diantaranya dapat dijadikan sebagai alat bukti,
yang selanjutnya akan diperiksa dalam sidang pengadilan. Akan tetapi, apabila kasus tindak
pidana tersebut berkaitan dengan timbulnya luka, terganggunya kesehatan maupun kematian,
maka persoalannya tidak sesederhana seperti pada contoh kasus diatas.
Oleh karena luka, terganggunya kesehatan pada suatu saat akan sembuh atau bahkan
kemungkinan menjadi lebih parah. Demikian halnya dengan korban yang meninggal, juga
harus selekasnya dikubur. Untuk mengungkap secara hukum, tentang benarkah telah terjadi
tindak pidana serta apa sesungguhnya penyebabnya dan dengan alat apa perbuatan pidana itu
dilakukan, diperlukan alat bukti yang konkrit pada saat terjadinya tindak pidana yang bisa
dipertanggung jawabkan secara yuridis.
1 Andi Hamzah, 2004, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 8
4
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
Disini dibutuhkan bantuan disiplin ilmu lain untuk membantu membuat terang suatu
perkara pidana. Disiplin ilmu yang dimaksud disini adalah ilmu kedokteran kehakiman (ilmu
kedokteran forensik). Ide inilah yang membuat penulis tertarik untuk menuliskannya dalam
suatu karya tulis yang berjudul “Peranan Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam
Pemecahan Kasus Pidana”
1.2 Batasan Masalah
Untuk menghindari adanya kesimpangsiuran dalam penulisan makalah ini, maka penulis
akan membatasi masalahnya sebagai berikut:
1. Peranan Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam Menentukan Pertanggungjawaban Pelaku
Tindak Pidana
2. Peranan Ilmu Kedokteran Kehakiman bagi Pembuktian suatu Tindak Pidana.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Apa Peranan Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam Menentukan Pertanggungjawaban
Pelaku Tindak Pidana?
2. Apa Peranan Ilmu Kedokteran Kehakiman bagi Pembuktian suatu Tindak Pidana?
1.4 Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
a. Mengamalkan Hukum Pidana Indonesia
b. Membuat pembaca memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan peranan
ilmu Kedokteran Kehakiman dalam Pemecahan kasus Pidana
2. Tujuan Khusus
a. Menyelesaikan Tugas Ilmu Kedokteran Kehakiman
b. Menambah pengetahuan tentang peranan ilmu Kedokteran Kehakiman dalam
Pemecahan kasus Pidana
5
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
1.5 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan studi kepustakaan. Penulis
membaca buku-buku ataupun kumpulan mata pelajaran yang berkaitan dengan materi
makalah ini, Selain media cetak yang merupakan salah satu media yang dipakai oleh penl;is
untuk mendapatkan data, penulis juga menggunakan media internet yang merupakan jendela
dunia bagi seluruh umat manusia di dunia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ilmu Kedoketan Kehakiman
Ilmu kedokteran kehakiman disebut juga sebagai ilmu kedokteran forensik yang
merupakan terjemahan dari gerechtelijk geneeskunde atau forensic medicine atau legal
medicine atau medical jurisprudence, yang merupakan cabang dari ilmu kedokteran khusus
yang berkaitan dengan interaksi (hubungan) antara medis dan hukum. Ilmu ini sangat
berperan dalm mengungkapkan dan memecahkan segala soal hubungan sebab akibat
(casualitas verband) terjadinya suatu tindak pidana sehingga pelakunya dapat
dipertanggungjawabkan menurut hukum di dalam sidang peradilan (pidana) yang
dilaksanakan2.
Ilmu ini membahas kejahatan dan kasus-kasus seperti kejahatan seksual, homoseksual,
identifikasi, kecelakaan lalu lintas, keracunan, yang dapat dipergunakan oleh mahasiswa
kedokteran ataupun masyarakat umum yang mempunyai ketertarikan terhadap dunia
kedokteran.
kedokteran kehakiman, disebut juga ilmu Ilmu kedokteran forensik, merupakan salah
satu mata ajaran wajib dalam rangkaian pendidikan kedokteran di Indonesia, dimana
peraturan perundangan mewajibkan setiap dokter baik dokter, dokter spesialis kedokteran
forensik, spesialis klinik untuk membantu melaksanakan pemeriksaan kedokteran forensik
bagi kepentingan peradilan bilamana diminta oleh polisi penyidik.
2 Achmad Rosyidi, ____, Resume Ilmu kedokteran Kehakiman, Universitas Abdurrachman Saleh, Situbondo, Hlm. 2
6
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
Ilmu Kedokteran kehakiman adalah cabang spesialistik ilmu kedokteran yang
memanfaatkan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum. Proses penegakan
hukum dan keadilan merupakan suatu usaha ilmiah, dan bukan sekedar common sense,
nonscientific belaka. Dengan demikian, dalam penegakan keadilan yang menyangkut tubuh,
kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter dengan pengetahuan Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal yang dimilikinya amat diperlukan.
2.2 Tujuan Ilmu Kedokteran Kehakiman
Tujuan dari Ilmu Kedokteran Kehakiman adalah untuk membantu aparat kepolisian,
kejaksaan, dan kehakiman dalam menghadapi kasus-kasus atau perkara yang hanya dapat
dipecahkan dengan ilmu kedokteran kehakiman.
2.3 Pengertian Visum et Repertum
Visum et repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu Kedokteran Forensik,
biasanya dikenal dengan nama “Visum”. Visum berasal dari bahasa Latin, bentuk tunggalnya
adalah “visa”. Dipandang dari arti etimologi atau tata bahasa, kata “visum” atau “visa” berarti
tanda melihat atau melihat yang artinya penandatanganan dari barang bukti tentang segala
sesuatu hal yang ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan “Repertum” berarti melapor
yang artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban. Secara
etimologi visum et repertum adalah apa yang dilihat dan diketemukan3
Menurut Staatsblad Tahun 1937 Nomor 350 “Visum et repertum adalah laporan tertulis
untuk kepentingan peradilan (pro yustisia) atas permintaan yang berwenang, yang dibuat oleh
dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan barang bukti,
berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan, serta berdasarkan pengetahuannya yang
sebaik-baiknya.
Visum et Repertum Psychiatricum, digunakan sebagai alat bukti surat, hal ini diatur
dalam Pasal 187 huruf (c) KUHAP4, yang berbunyi: “Surat keterangan dari seorang ahli
3 Sampurna B. M-Husni-Gani, 2001, Ilmu Kedokteran Forensik Visum et Repertum dan Perundang-undangan serta Pembahasan, Bagian Kedokteran Forensik FK-Unand. Padang. Hlm. 14________, 2006, KUHP (kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan KUHAP (kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Beserta Penjelasannya. Citra Umbara, Bandung, Hlm. 250.
7
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi daripadanya”.
Jadi fungsi dan tujuan Visum et Repertum Psychiatricum sama dengan alat bukti, yaitu
merupakan alat bantu untuk memperjelas keadaan jiwa terdakwa sehingga penegak hukum
dapat memperoleh suatu keyakinan seadil-adilnya. Juga keyakinan yang diperoleh hakim
dapat dibuktikan secara ilmiah.
2.4 Bentuk Visum et Repertum berdasarkan objek 5
1) Visum et Repertum Korban Hidup
Visum et Repertum
Visum et Repertum diberikan kepada korban setelah diperiksa didapatkan lukanya tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau aktivitasnya.
Visum et Repertum Sementara
Misalnya visum yang dibuat bagi si korban yang sementara masih dirawat di rumah
sakit akibat luka-lukanya akibat penganiayaan.
Visum et Repertum Lanjutan
Misalnya visum bagi si korban yang lukanya tersebut (Visum et Repertum Sementara)
kemudian lalu meninggalkan rumah sakit ataupun akibat luka-lukanya tersebut si korban
kemudian di pindahkan ke rumah sakit atau dokter lain ataupun meninggal dunia.
2) Visum et Repertum pada mayat
Visum pada mayat dibuat berdasarkan otopsi lengkap atau dengan kata lain berdasarkan
pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam pada mayat.
3) Visum et Repertum Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
4) Visum et Repertum Penggalian Mayat
5) Visum et Repertum Mengenai Umur
5 Peranan Dokter dalam Pembuktian Tindak Pidana,2008 : 51
8
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
6) Visum et Repertum Psikiatrik6
Visum et Repertum ini menguraikan segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga
manusia. Visum et Repertum Psikiatrik dibuat oleh adanya pasal 144 (1) KUHP yang
berbunyi: “Barang siapa merlakukan perbuatan yanhg tidak dapat dipertanggungjawabkan
padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau
terganggu karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana”
7) Visum et Repertum Mengenai Barang Bukti
Misalnya berupa jaringan tubuh manusia, bercak darah, sperma dan sebagainya.
2.5 Bagian-bagian Visum et Repertum7
1. Pro Justisia. Kata ini diletakkan di bagian atas untuk menjelaskan bahwa visum et
repertum dibuat untuk tujuan peradilan. VeR tidak memerlukan materai untuk dapat
dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum
2. Pendahuluan. Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis dalam VeR, melainkan langsung
dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan penyidik
pemintanya berikut nomor dan tanggal, surat permintaannya, tempat dan waktu
pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.
3. Pemberitaan. Bagian ini berjudul “Hasil Pemeriksaan”, berisi semua keterangan
pemeriksaan. Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia dan yang tidak
berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan dalam bagian pemberitaan dan
dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
4. Kesimpulan. Bagian ini berjudul “kesimpulan” dan berisi pendapat dokter terhadap
hasil pemeriksaan, berisikan: Jenis luka, Penyebab luka, Sebab kematian, Mayat,
Luka, TKP, Penggalian jenazah, Barang bukti, Psikiatrik
6 Sampurna B. M-Husni-Gani, 2001, Ilmu Kedokteran Forensik Visum et Repertum dan Perundang-undangan serta Pembahasan, Bagian Kedokteran Forensik FK-Unand. Padang. Hlm. 107 Achmad Rosyidi, ____, Resume Ilmu kedokteran Kehakiman, Universitas Abdurrachman Saleh, Situbondo, Hlm. 2
9
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
5. Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku “Demikianlah visum et
Repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan
mengingat sumpah sesuai dengan kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”8.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Peranan Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam Menentukan Pertanggungjawaban
Pelaku Tindak Pidana
Bagian dari norma Hukum pidana menetapkan bahwa pada prinsipnya setiap perbuatan
pidana disyaratkan selain bersifat melawan hukum diperlukan juga pertanggungjawaban yang
terdapat pada orang yang berbuat. Kamampuan bertanggungjawab dalam hukum pidana
merupakan suatu keadaan dari hubungan batin atau jiwa sedemikian rupa terhadap perbuatan
yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan9. Rumusan pasal-pasal dalam undang-undang
dipergunakan berbagai istilah niat, maksud, kehendak, sengaja, alpa, dan lain-lainnya dengan
makna diperlukan pada masing-masing jenis kejahatan atau pelanggaran.
Dalam hukum pidana dikenal dasar pemikiran bahwa setiap orang yang melakukan
kejahatan atau pelanggaran “dianggap” mampu bertanggung jawab kecuali dibuktikan
sebaliknya.10 Disinilah Ilmu Kedokteran Forensik (Ilmu Kedokteran Forensik Psikiatry)
penting untuk membantu membuktikan keadaan jiwa seseorang pelaku tindak pidana untuk
menentukan masalah pertanggungjawabannya.
Pada dasarnya pengadaan visum et repertum (psychiatricum) diperuntukan sebagai
rangkaian 10okum pembuktian tentang kualitas tersangka pada waktu melakukan perbuatan
pidana dan penentuan kemampuan bertanggung jawab bagi tersangka, Karena jika pelaku
tindak pidana tersebut terbukti mengalami cacat jiwa, batin, atau menderita kelainan
penyakit-penyakit lain, maka tentu si pelaku tidak dapat dimintai pertanggung jawabannya.
8 Sampurna B. M-Husni-Gani, 2001, Ilmu Kedokteran Forensik Visum et Repertum dan Perundang-undangan serta Pembahasan, Bagian Kedokteran Forensik FK-Unand. Padang. Hlm. 3
9 Andi Hamzah, 2004, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 13010 Bambang Purnomo, 1984, Operasi Pemberantasan Kejahatan dan Kemanfaatan Ahli Kedokteran Jiwa, Bina Aksara, Yogyakarta. Hlm. 22-23
10
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
Dasar pembenaran adanya Visum et Repertum Psikiatrik ini adalah adanya pasal 144 (1)
KUHP yang berbunyi: “Barang siapa merlakukan perbuatan yanhg tidak dapat
dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya
(gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana”
3.2 Peranan Ilmu Kedokteran Kehakiman bagi Pembuktian Suatu Tindak Pidana
Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses persidangan pidana
mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang
terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan penuntut umum. Oleh
karena pembuktian merupakan bagian dari proses peradilan pidana, maka tata cara
pembuktian tersebut terikat pada Hukum Acara Pidana yang berlaku yaitu Undang-Undang
nomor 8 tahun 1981. Dalam pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 dinyatakan:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya”. Dari bunyi pasal 183
Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 kiranya dapat dipahami bahwa pemidanaan baru boleh
dijatuhkan oleh hakim apabila : Terdapat sedikitnya dua alat bukti yang sah.
Dua alat bukti tersebut menimbulkan keyakinan hakim tentang telah terjadinya
perbuatan pidana. Dan perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh terdakwa. Alat bukti yang
sah menurut pasal 184 ayat 1, Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 adalah : Keterangan
saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, dan Keterangan terdakwa.
Berdasarkan pasal 184 ayat 1 diatas jelaslah bahwa Keterangan ahli merupakan salah
satu alat bukti yang sah yang dapat diajukan di muka persidangan. Hal ini juga diterangkan
oleh Pasal 133 ayat (1) KUHAP yang menegaskan bahwa dalam hal penyidik untuk
kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli
lainnya. Selanjutnya dalam ayat (2) Permintaan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
11
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Ketentuan Pasal 133 ayat
(1) dan (2) ini biasa dikenal dengan permintaan keterangan ahli yang dituangkan dalam
laporan atau “visum et repertum” yang meskipun dalam ketentuan KUHAP tidak
menjelaskan tentang kata “visum et repertum” hanya didalam Lembaran Negara tahun 1973
No.350 Pasal 1 dan Pasal 2 yang menyatakan bahwa Visum et Repertum adalah suatu
keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang dilihat
pada benda yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara-perkara pidana.
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal
184 KUHP. Visum et Repertum tergolong ke dalam alat bukti surat11. Sebagaimana diatur
dalam pasal 187 huruf c KUHAP yang berbunyi ”Surat keterangan dari seorang ahli yang
memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang
diminta secara resmi dari padanya”.
Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana Visum et Repertum menguraikan segala
sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang
karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat
keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di
dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah
menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et
repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para
praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang
menyangkut tubuh dan jiwa manusia. Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan
duduk persoalan di hukum pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau
diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan
dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan
yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.
Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk mengungkapkan
perkara. Di dalam suatu perkara yang mengharuskan penyidik melakukan penahanan
11 Sampurna B. M-Husni-Gani, 2001, Ilmu Kedokteran Forensik Visum et Repertum dan Perundang-undangan serta Pembahasan, Bagian Kedokteran Forensik FK-Unand. Padang. Hlm. 5
12
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
tersangka pelaku tindak pidana, maka penyidik harus mempunyai bukti-bukti yang cukup
untuk melakukan tindakan tersebut. Salah satu bukti adalah akibat tindak pidana yang
dilakukan oleh tersangka terhadap korban. Visum et repertumyang dibuat oleh dokter dapat
dipakai oleh penyidik sebagai pengganti barang bukti untuk melengkapi surat perintah
penahanan tersangka.
Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang
akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan
pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu
Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana
pengadaan visum et repertum.
13
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pada prinsipnya setiap perbuatan pidana disyaratkan selain bersifat melawan hukum
diperlukan juga pertanggungjawaban yang terdapat pada orang yang berbuat. Dalam
menentukan pertanggungjawaban ini bukanlah perkara yang mudah karena ada beberapa
unsur dan kondisi jiwa si pelaku tindak pidana yang harus diperhatikan. Untuk
mengetahui kondisi jiwa si pelaku ini dibutuhkan bantuan dokter untuk memberikan
keterangan mengenai kondisi kejiwaan si pelaku. Hal inilah yang membuat peranan Ilmu
Kedokteran Kehakiman menjadi sangat urgent dalam membantu pemecahan suatu kasus
pidana.
pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses persidangan pidana
mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang
terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan penuntut umum.
Dalam pasal 184 ayat 1 diatur beberapa jenis alat bukti diantaranya: keterangan saksi,
keterangan ahli, Surat, Petunjuk, dan Keterangan terdakwa.
Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap
kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil
pemeriksaan medik yang tertuang di dalam Pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap
sebagai benda bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter
mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di bagian Kesimpulan. Dengan
demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu
hukum sehingga dengan membaca visum et repertum dapat diketahui dengan jelas apa
yang telah terjadi pada seseorang dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-
norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh/jiwa manusia.
14
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk mengungkapkan
perkara.
Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang akan
didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana
atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum
DAFTAR PUSTAKA
Buku / Diktat
Ganim, M-Husni-Sampurna B. 2001. Ilmu Kedokteran Forensik Visum et Repertum dan Perundang-undangan serta Pembahasan, Bagian Kedokteran Forensik. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Hamzah, Andi. 2004. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Purnomo, Bambang. 1984. Operasi Pemberantasan Kejahatan dan Kemanfaatan Ahli Kedokteran Jiwa, Yogyakarta : Bina Aksara.
Ranoemihardja, R. Atang. 1991. Ilmu Kedokteran Kehakiman. Bandung: Tarsito
Internet/ Artikel
______. ______. “Ilmu Kedokteran Kehakiman”. http://underlaw98.tripod.com/ilmu_kedokteran_kehakiman.htm. diakses tanggal 1 April 2012.
Ferly, Hidayat. 2009. “Visum et repertum”. http://ferli1982.wordpress.com/2011/03/06/visum-et-repertum/. Diakses tanggal 1 April 2012.
Handayani, Nuningsih. 2011. ”PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM UPAYA PEMBUKTIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN DI PENGADILAN NEGERI SLEMAN”. http://jenifer-nuning.blogspot.com/ Diakses tanggal 1 April 2012.
Muharrany. 2011. “Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Pembuktian Tindak Pidana Perkosaan Sebagai Kejahatan Kekerasan Seksual (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan)”http://library.usu.ac.id/index.php?op tion=com_journal_review&id=5504&task=view. Diakses tanggal 1 April 2012.
Purwadianto, Agus. 2007. “Peranan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Menopang Sistem Etikolegal untuk Membingkai Profesionalisme Dokter”.
15
---Hany Ayuning Putri (1010112021), “Peranan IKK dalam Pemecahan Kasus Pidana”,FHUA.---
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=592. diakses tanggal 1 April 2012.
Raharjo, Fanny. 2009. ”Peran Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Pembuktian Tindak Pidana”. http://fannyraharjo.wordpress.com/2009/05/19/peran-ilmu-kedokteran-forensik-dalam-pembuktian-tindak-pidana/ . diakses tanggal 1 April 2012.
Rosyidi, Achmad. ____. “Resume Ilmu kedokteran Kehakiman”. Situbondo: Universitas Abdurrachman Saleh.
Utomo, Muhammad Priadi Budi. 2005. “PERANAN ILMU FORENSIK DALAM USAHA UNTUK MEMECAHKAN KASUS-KASUS KRIMINALITAS ( DITINJAU DARI SEGI ILMU HUKUM PIDANA)”. http://www.scribd.com/doc/57650686/peranan-ilmu-forensik. diakses tanggal 1 April 2012
16