halo internis edisi 14; p2kb_ jaga & tingkatkan profesionalisme dokter_1

16
U ndang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK) mengamanatkan bahwa setiap dokter yang berpraktik wajib menjaga dan meningkatkan kompetensinya. Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengeja- wantahkan amanat ini dalam bentuk Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB). Setiap dokter, termasuk dokter spesialis penyakit dalam, yang berpraktik harus mengikuti program P2KB. Kebijakan baru ini tak pelak menuai kritik dari sebagian kalangan dokter. Alasannya, program ini sangat merepotkan dokter. Para dokter saat ini telah disibukan dengan tugas profesinya masing-masing. Bahkan tak sedikit dokter yang masih praktik hingga larut malam. Alasan lain, bagi dokter yang mengabdi di daerah terpencil, akan merasakan kesulit- an bila harus menghadiri berbagai seminar. Kritik yang dilontarkan para sejawat dapat dipahami oleh Ketua KKI, Dr. Hardi Yusa. SpOG(K). Dokter spesialis obs- gyn ini mengaku juga merasakan kesulitan ketika memulai menjalankan program P2KB. Tapi, katanya, bila telah me- mahami Buku Petunjuk Teknis dan Buku Log, aturan-aturan yang tampak rumit itu sebenar mudah dimengerti. ”Mak- lum, P2KB merupakan program baru. Jadi masih banyak pertanyaan-pertanyaan,” katanya santai. Kendala serupa juga dialami DR.dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM, FACP. Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PB PAPDI) ini menenggarai persoalan di atas karena kurangnya sosialisasi program P2KB. Informasi yang lengkap soal P2KB bukan hanya tidak diterima oleh dokter di daerah, tapi dokter yang berprak- tik di kota besar juga luput dari kabar P2KB. Untuk sosialisasi, PAPDI telah melakukan beberapa kegiatan, diantaranya roadshow ke berbagai cabang di Indonesia, lewat website, sms dan media Halo Internis. ”Mudah-mudahan cara ini efektif,” imbuh Dr. Aru. Kendati demikian, P2KB sebagaimana amanat UU, mesti dijalankan. Selain itu, harus dipahami tujuan program ini sangat bermanfaat bagi dokter dalam rangka mempertahankan kompetensinya untuk memberikan pelayanan medis yang berkualitas. ”Kemampuan dan keahlian dokter lambat laun akan menurun, oleh karena itu mesti dijaga kompe- tensinya,” ujar Dr. Hardi Yusa. (HI) P2KB: Jaga dan Tingkatkan Profesionalisme Dokter P2KB: Jaga dan Tingkatkan Profesionalisme Dokter Susunan Redaksi: Penanggung Jawab: DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM,FACP • Pemimpin Redaksi: Dr. Cosphiadi Irawan, SpPD,K-HOM • Bidang Materi dan Editing: Dr. Indra Marki, SpPD; Dr. Sally A. Nasution, SpPD; Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD,K-GEH,MMB; Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD • Koresponden: Cabang Jakarta, Cabang Jawa Barat, Cabang Surabaya, Cabang Yogyakarta, Cabang Sumut, Cabang Semarang, Cabang Padang, Cabang Manado, Cabang Palembang/Sumbagsel, Cabang Makassar, Cabang Bali, Cabang Malang, Cabang Surakarta, Cabang Riau, Cabang Kaltim, Cabang Kalbar, Cabang Dista Aceh, Cabang Kalsel, Cabang Palu, Cabang Banten, Cabang Bogor, Cabang Purwokerto, Cabang Lampung, Cabang Kupang, Cabang Jambi, Cabang Kepulauan Riau, Cabang Gorontalo, Cabang Cirebon, Cabang Maluku, Cabang Papua, Cabang Maluku Utara, Cabang Bekasi • Sekretariat: Dr. Triana Puspita Dewi, M.Kes (Sekretaris Eksekutif PAPDI); Sdr. M. Muchtar; Sdri. Siti Romlah; Sdr. Husni; Sdr. M. Yunus • Alamat: PB PAPDI Lt. 2 Departemen Penyakit Dalam, FKUI/RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jl. Diponegoro 71 Jakarta 10430, Telp. (021) 31931384, Faks. (021) 3148163 • E-mail: [email protected] Edisi 14 Juli 2009 ”Kami Tak Melihat Siapa yang Diperiksa” P2KB: Menaikkan Mutu Menuai Kritik ”Kalau Sudah Dibuka Bukunya, Tidaklah Sulit” Menyeret Gerbong P2KB P2KB IDI Online, Klik! Peneliti Indonesia Pertama yang Menelisik Leukemia Mieloid Kritis dan Lantang untuk Kebaikan Profesi 3 5 6 7 9 10 11

Upload: adam-hartono

Post on 10-Feb-2016

60 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK) mengamanatkan bahwa setiap dokter yang berpraktik wajib menjagadan meningkatkan kompetensinya. Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengeja-wantahkan amanat ini dalam bentuk Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB).

Setiap dokter, termasuk dokter spesialis penyakit dalam, yang berpraktik harus mengikuti program P2KB. Kebijakan baru ini tak pelak menuai kritik dari sebagian kalangan dokter. Alasannya, program ini sangat merepotkan

dokter. Para dokter saat ini telah disibukan dengan tugas profesinya masing-masing. Bahkan tak sedikit dokter yangmasih praktik hingga larut malam. Alasan lain, bagi dokter yang mengabdi di daerah terpencil, akan merasakan kesulit-an bila harus menghadiri berbagai seminar.

Kritik yang dilontarkan para sejawat dapat dipahami oleh Ketua KKI, Dr. Hardi Yusa. SpOG(K). Dokter spesialis obs-gyn ini mengaku juga merasakan kesulitan ketika memulai menjalankan program P2KB. Tapi, katanya, bila telah me-mahami Buku Petunjuk Teknis dan Buku Log, aturan-aturan yang tampak rumit itu sebenar mudah dimengerti. ”Mak-lum, P2KB merupakan program baru. Jadi masih banyak pertanyaan-pertanyaan,” katanya santai.

Kendala serupa juga dialami DR.dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM, FACP. Ketua Umum Pengurus Besar PerhimpunanDokter Spesialis Penyakit Dalam (PB PAPDI) ini menenggarai persoalan di atas karena kurangnya sosialisasi programP2KB. Informasi yang lengkap soal P2KB bukan hanya tidak diterima oleh dokter di daerah, tapi dokter yang berprak-tik di kota besar juga luput dari kabar P2KB. Untuk sosialisasi, PAPDI telah melakukan beberapa kegiatan, diantaranyaroadshow ke berbagai cabang di Indonesia, lewat website, sms dan media Halo Internis. ”Mudah-mudahan cara iniefektif,” imbuh Dr. Aru.

Kendati demikian, P2KB sebagaimana amanat UU, mesti dijalankan. Selain itu, harus dipahami tujuan programini sangat bermanfaat bagi dokter dalam rangka mempertahankan kompetensinya untuk memberikan pelayanan medisyang berkualitas. ”Kemampuan dan keahlian dokter lambat laun akan menurun, oleh karena itu mesti dijaga kompe-tensinya,” ujar Dr. Hardi Yusa. (HI)

P2KB: Jaga dan TingkatkanProfesionalisme DokterP2KB: Jaga dan TingkatkanProfesionalisme Dokter

Susunan Redaksi: Penanggung Jawab: DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM,FACP • Pemimpin Redaksi: Dr. Cosphiadi Irawan, SpPD,K-HOM • Bidang Materi dan Editing: Dr. Indra Marki, SpPD; Dr. Sally A. Nasution, SpPD; Dr. Ari Fahrial Syam,SpPD,K-GEH,MMB; Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD • Koresponden: Cabang Jakarta, Cabang Jawa Barat, Cabang Surabaya, Cabang Yogyakarta, Cabang Sumut, Cabang Semarang, Cabang Padang, Cabang Manado, Cabang Palembang/Sumbagsel,Cabang Makassar, Cabang Bali, Cabang Malang, Cabang Surakarta, Cabang Riau, Cabang Kaltim, Cabang Kalbar, Cabang Dista Aceh, Cabang Kalsel, Cabang Palu, Cabang Banten, Cabang Bogor, Cabang Purwokerto, Cabang Lampung, CabangKupang, Cabang Jambi, Cabang Kepulauan Riau, Cabang Gorontalo, Cabang Cirebon, Cabang Maluku, Cabang Papua, Cabang Maluku Utara, Cabang Bekasi • Sekretariat: Dr. Triana Puspita Dewi, M.Kes (Sekretaris Eksekutif PAPDI); Sdr. M. Muchtar;Sdri. Siti Romlah; Sdr. Husni; Sdr. M. Yunus • Alamat: PB PAPDI Lt. 2 Departemen Penyakit Dalam, FKUI/RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jl. Diponegoro 71 Jakarta 10430, Telp. (021) 31931384, Faks. (021) 3148163 • E-mail: [email protected]

Edisi 14 Juli 2009

”Kami Tak Melihat Siapayang Diperiksa”

P2KB: Menaikkan MutuMenuai Kritik

”Kalau Sudah DibukaBukunya, Tidaklah Sulit”

Menyeret Gerbong P2KB

P2KB IDI Online, Klik!

Peneliti IndonesiaPertama yang MenelisikLeukemia Mieloid

Kritis dan Lantang untukKebaikan Profesi

35679

10

11

Page 2: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009Sekapur Sirih

Sejawat Ahli Penyakit Dalam di tanah air, kembali kitajumpa di tabloid Halo Internis Edisi 14, suatu mediakomunikasi bagi kita semua. Halo Internis PAPDIedisi kali ini, kembali akan mengulas beberapa topikyang tim redaksi harapkan tetap menarik dan ber-

manfaat untuk sejawat sekalian. Sama kita ketahui, perkem-bangan dunia kedokteran di Indonesia saat ini sedang men-galami “sorotan”, di samping perkembangan yang demikianpesat di bidang ilmu dan teknologi kedokteran. Di lain sisimasyarakat sebagai pengguna jasa medik tampaknya jugasemakin kritis menelaah interaksi antara dokter dan dirinyasebagai pasien. Ini terlihat dari semakin banyaknya kasuskeluhan dan tuntutan baik yang masuk ke MKEK (Majelis Ke-hormatan Kode Etik Kedokteran), perdata dan bahkan jugapidana.

Kita sebagai ahli penyakit dalam sangat menyadari bahwadiperlukan suatu proses pendidikan yang berkesinambunganyang seyogyanya terukur, mampu laksana, dan dapat diak-ses dengan mudah di seluruh tanah air sehingga tingkat ke-mampuan kita/kompetensi tetap terjaga. Untuk itulah P2KB(Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan) yangmerupakan program IDI patut kita dukung dan sosialisasikanseoptimal mungkin. Untuk mengkaji dan membahas apa danbagaimana P2KB, beberapa narasumber diantaranya Prof.Dr. I Oetomo Marsis, SpOG (K) - IDI, DR. Dr. Aru W. Sudoyo,SpPD, K-HOM, FACP - Ketua Umum PB. PAPDI, DR. Dr. SitiSetiati, SpPD, K-Ger, M.Epid - Ketua Tim P2KB Pusat, akan

mengisi sorot utama kali ini di samping beberapa opini dariSejawat Penyakit Dalam.

Selanjutnya info medis membahas tentang “Peran NF-κdan COX-2 serta hubungannya dengan karakteristik kliniko-patologis” oleh DR.Dr. Murdhani Abdullah, SpPD, K-GEH akanmemberi asupan perkembangan terkini di bidang Gastroente-rologi.

Semangat, sepak terjang dan filsafat DR. Dr. Pranawa,SpPD, K-GH dalam perjalanan karirnya akan mengisi profilPAPDI kali ini. Kiranya pengalaman beliau akan dapat men-jadi inspirasi dan dorongan semangat bagi kita semua untuktetap berkiprah dan berbuat dalam pengembangan keilmuankita.

Hal yang tak kalah menyegarkan adalah PAPDI sebagai sa-lah satu anggota ISIM (International Society of Internal Medi-cine) untuk pertama kalinya akan mewisuda atau konvokasipara ahli penyakit dalam baru dengan gelar FISIM (Fellow ofthe Indonesian Society of Internal Medicine) di KOPAPDI XIVJakarta yang akan datang. Apa dan bagaimana arti Fellowakan sedikit dibahas oleh Ketua Umum PB. PAPDI kita, DR.Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FACP.

Demikianlah edisi kita kali ini dan tim redaksi tak bosan-bosannya tetap mengharapkan saran, kritik dan artikel dariteman-teman sejawat di tanah air untuk menambah menariktabloid kita ini pada edisi berikutnya.

Salam Redaksi

2

Redaksi menerima masukan dari sejawat, baik berupa kritik, saran, kiriman naskah/arti-kel dan foto-foto kegiatan PAPDI di cabang, yang dapat dikirimkan keREDAKSI HALO INTERNISd/a. Sekretariat PB PAPDI, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FakultasKedokteran Universitas Indonesia, RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jl. Diponegoro 71, Jakarta 10430, Telp. (021) 31931384, 31930808 ext. 6703, Faks. (021) 3148163E-mail: [email protected] SMS PB PAPDI : 0856 9578 5909

Dr. Cosphiadi Irawan, SpPD, K--HOM,Pimpinan Redaksi.

Tim Sekretariat PB PAPDI.

Sorot Utama Halo Internis Edisi 15 • Oktober 2009 : Harapan dan Tantangan PAPDI di Masa Depan

Kenali Tatalaksana Swine Influenza

Penyebab: Influenza A strain H1N1

Penularan: Manusia ke manusia

Gejala: Demam, ispa, batuk/pilek/nyeri tenggorok-an, komplikasi pneumonia

Diagnostik:Suspek: Bila ada kontak/riwayat perjalanan kenegara dengan kasus positif dan demam > 38derajat celcius disertai gejala infeksi salurannafasProbable/definite: Dengan RT PCR

Pengobatan:Antiviral oseltamivir segera dalam 48 jam padakasus suspek dosis 2 x 75 mg (selama 5 hari.Rujuk ke rumah sakit yang merawat avian in-fluenza

Pencegahan:Gunakan alat pelindung diri (APD), hindari kon-tak, cuci tangan, dan isolasi penderita

SUMBER: Dr. Khie Chen, SpPD, K-PTI, Divisi Tropik Infeksi FKUI-RSCM

INFO PENTING!!!

Page 3: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

3Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009

Dalam pemilihan umum untuk me-milih presiden dan wakil presi-den yang lalu, kesehatan menja-di salah satu syarat bagi para ca-lon presiden dan wakil presiden

seperti yang diamanatkan Undang-Undang No 42 tahun 2008. DepartemenIlmu Penyakit Dalam, bersama-sama de-ngan koleganya dari disiplin ilmu kedok-teran yang lain dari IDI, turut serta dalamhajatan besar bangsa untuk memilih ca-lon pemimpin negeri ini.

Adalah Prof. Dr. Zubairi Djoerban,SpPD, K-HOM terpilih sebagai Ketua TimPemeriksa Kesehatan Capres dan Cawa-pres pada Pemilihan Presiden Pemilu2009. Sedangkan duduk sebagai anggo-ta, dari spesialis ilmu penyakit dalam ada-lah Dr. Imam Subekti, SpPD, K-EMD, danDR. Dr. Czeresna Heriawan Soejono,SpPD, K-Ger, MEpid. “Yang membangga-kan, Departemen Ilmu Penyakit Dalam di-minta leading dalam melakukan anamne-sis terhadap para bakal calon,” tutur Dr.Imam. ”Pemeriksaan fisik dan kesimpul-an akhir yang dibuat oleh Dokter SpesialisPenyakit Dalam menjadi acuan untuk pe-meriksaan selanjutnya.”

Menurut tim dokter, kriteria sehat yangdigunakan adalah para calon capres dancawapres adalah mampu melakukan se-mua aktivitas keseharian yang dibutuhkansebagai manusia. “Yang terpenting apakahia bisa melakukan aktivitas secara mandiritanpa bantuan,” ujar Dr. Czeresna.

Menurut Dr. Imam, kondisi kesehatanpara bakal calon itu, tidak berarti mereka

harus bebas dari penya-kit. “Tapi penyakit itu, di-perkirakan dengan evi-dence based, tidak akanmengganggu aktivitasdalam menjalankan ke-pemimpinan, dalam wak-tu 5 tahun mendatang,”kata Dr. Imam. Baik Dr.Czeresna, Dr. Imam,maupun Prof. Zubairi me-ngatakan, penyakit-pe-

nyakit seperti diabetes, hipertensi, atauasma, mungkin saja didapatkan pada paracalon, dan sejauh ini penyakit-penyakittersebut dapat dikendalikan dengan me-lakukan upaya kontrol yang baik. Dalamproses tersebut, urai Dr. Czeresna, timdokter juga melakukan penapisan terha-dap berbagai keluhan, riwayat operasi, ri-wayat penyakit, alergi, hingga penggunaan

obat-obatan sebelum-nya.

Prof. Zubairi mema-parkan pemeriksaanlain yang dilakukan ter-hadap para calon terse-but. Pemeriksaan per-tama adalah tes de-ngan Minnesota Multi-phasic Personality In-ventory (MMPI) berupates yang dapat meng-gambarkan kepribadiandan gejala emosi bagimereka yang menjalanites ini. Ada beberapa

skala ukuran seperti depresi atau ansi-etas dalam tes yang dilakukan selama 90menit. Tes selanjutnya adalah pemerik-saan psikiatri yang memakan waktu se-kitar 1 jam, dan selanjutnya adalah tes ke-lainan neurologi dengan waktu 45 menit.

Pada proses pemeriksaan tersebut, timdokter mengatakan bahwa para calon ter-sebut sangat kooperatif untuk setiap tin-

dakan yang perlu dilakukan. “Mereka sa-ngat mengerti tugas tim pemeriksa,” ujarDr. Imam.

Sedangkan mengenai kesan denganmelakukan pemeriksaan terhadap calonpemimpin, Prof. Zubairi dengan tegasmenyatakan, “Pada prinsipnya kami tidakmelihat siapa yang kami periksa.” Sedang-kan Dr. Czeresna mengatakan, “Tentu sajakami melihat mereka masing-masing seba-gai calon presiden, tapi ketika dikembali-kan kenapa IDI meminta kesediaan kamiuntuk membantu, yang mengemuka ada-lah panggilan profesi.”

Prof. Zubairi mengatakan, dari keselu-ruhan pemeriksaan yang dilakukan me-mang menemukan penyakit tertentu padabakal calon presiden. Tapi penyakit-penya-kit tersebut dapat ditolerir dan dikontrolselama 5 tahun mendatang. Demikian ju-ga terdapat kelainan pada tes neurologi.Namun ini semua masih dalam tahap yangwajar. “Bahkan saya, jika dilakukan tes,juga mungkin akan terdapat kelainan itu,”kata Profesor yang juga Ketua KolegiumIlmu Penyakit Dalam ini.

Hasil pemeriksaan hanya dapat dinya-takan layak atau tidak layak. Hasil teskesehatan tidak dapat diumumkan secararinci. Berdasarkan kode etik, dokter tidakdibenarkan untuk memberitahukan catat-an medis pasien kepada pihak lain tanpaseizin pasiennya. “Tim pemeriksa bekerjauntuk dan atas nama Komisi PemilihanUmum (KPU). Pada prinsipnya, data dankesimpulan yang didapatkan, kami se-rahkan ke KPU,” ujar Prof. Zubairi.

Hal ini, ujarnya, berbeda dengan di luarnegeri seperti di Amerika, dimana hasiltes kesehatan calon presiden menjadiurusan publik. (HI)

Kiprah PAPDI

Pemeriksaan fisik dan kesimpulanakhir yang dibuat oleh ahli penyakitdalam menjadi acuan untuk pemerik-saan selanjutnya

Prof. Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, K--HOM.

Capres dari Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) menjalani pemeriksaan kesehatan olehtim dokter di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.

KO

RA

N J

AK

AR

TA

IST

IME

WA

Tes Kesehatan Capres dan Cawapres:”Kami Tak Melihat Siapa

yang Diperiksa”

Tak banyak dokter yang terjun ke politik praktis. Apalagimencalonkan diri menjadi kepala pemerintahan. Kalaupunada, jarang yang berhasil lolos. Tapi Dr. Samsul AsharSpPD sukses melaju mulus ke kursi Walikota Kediri. Apamisi dan faktor pendukungnya?

Merebaknya kabar seorang balitayang meninggal akibat gizi bu-ruk di wilayah Kota Kediri mem-buat hati Dr. Samsul Ashar,SpPD terenyuh. Sebagai seo-

rang dokter, nuraninya tersentuh akankenyataan pahit di kota kelahirannyatersebut. Maka, dengan dukungan tigapartai, PAN, PPP dan PDS, Samsul, begi-tu biasa disapa, melaju ke pencalonansebagai walikota Kediri di PemilihanWalikota 2008.

Dalam pemilihan itu, dokter kelahiran16 September 1961 ini, akhirnya berha-sil memenangkan pemilihan dengan sua-ra lebih dari 30 persen bersama pasang-annya, Abdullah Abubakar. Keduanya punresmi mejadi pasangan walikota danwakil walikota Kediri untuk periode 2009-2014. “Dokter juga bisa jago politik!,”ucapnya.

Pasca resmi terpilih, dokter jebolanUniversitas Brawijaya, Malang ini, lang-sung membuat langkah untuk mereali-

sasikan misi utama yang ia janjikanwaktu pemilihan, yakni pengembanganbidang kesehatan bagi Kota Tahu ter-sebut.

Satu Kelurahan, Satu Dokter“Saya akan mewujudkan program satu

kelurahan satu dok-ter,” ujar dokter yangmasih menjabat Ke-tua Ikatan DokterIndonesia (IDI) KotaKediri ini. Dr. Samsulbekerja sama denganIDI dan sejumlah fa-kultas kedokteran diJawa Timur untuk pe-mesanan dokter. Se-bab sejauh ini peme-rintah kota mengakumasih kekurangan 18dokter lagi.

Dengan upayamengalokasikan 18persen anggaran dariAPBD, dokter yangmeluluskan gelar spe-sialnya di UniversitasAirlangga, Surabaya,ini berusaha mewu-judkan janjinya untukmemberikan pelayan-

WW

W.K

OTA

KE

DIR

I.GO

.ID

Dr. Samsul Ashar, SpPD:Tetap Praktik Meski Jadi Walikota

Page 4: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

4

Fellows are the highest grade of membership of most pro-fessional societies. Lower grades are referred to as mem-bers (who typically share voting rights with the fellows), orassociates (who may or may not, depending on whether”associate” status is a form of full membership).

How a fellowship is acquired varies for each society, but maytypically involve some or all of these:

• A qualifying period in a lower grade • Passing a series of examinations • Nomination by two existing fellows who know the applicant

professionally • Evidence of continued formal training post-qualification • Evidence of substantial achievement in the subject area • Submission of a thesis or portfolio of works which will be

examined Di dalam perhimpunan-perhimpunan profesi kedokteran ber-

bagai negara seperti di Amerika Serikat dan Eropa, “Fellow” ada-lah sebuah gelar kehormatan yang dicapai melalui pengakuandari sesamanya (“peers”) atas integritas pribadi, kompetensiyang superior dalam Ilmu Penyakit Dalam, dan bukti atas presta-si pribadi serta akademik. Dalam perhimpunan dokter spesialispenyakit dalam di Amerika Serikat (American College of Physicianatau ACP), misalnya, seorang Fellow berasa di atas anggotabiasa (member) ataupun variasinya (associate dan affliate mem-ber). Pengakuan itu diberikan oleh sebuah komite khusus (dise-but credentials subcommittee), setelah mempelajari data profe-sional anggota yang melamar, serta dikukuhkan setiap tahunpada pertemuan tahunan organisasi dalam sebuah upacara kon-vokasi.

Beberapa perhimpunan memberikan gelar Honorary Fellowpada individu-individu di luar organisasi atau profesinya atas jasamaupun kontribusi terhadap profesi/organisasi. Pimpinan per-himpunan mancanegara yang datang sebagai tamu pada per-temuan tahunan juga kerap dikukuhkan dengan gelar tersebut.

Seorang Fellow mempunyai hak dan kewajiban yang sama de-ngan anggota biasa, dengan berbagai fasilitas tambahan seper-ti biaya registrasi yang lebih ringan pada konferensi dan se-bagainya.

Para Fellow diperkenankan menggunakan gelar tersebut da-lam kegiatan profesional mereka sepanjang mereka masih ber-status anggota pada perhimpunan yang bersangkutan, serta di-perbolehkan menjadi sponsor atas lamaran ang-gota lain yang melamar untuk menjadi Fellow.

Pada hakikatnya, status Fellow itu diciptakansebagai pengakuan atas kontribusi seoranganggota yang dianggap secara profesi “lebih daribiasa”, dan tidak hanya mencakup kegiatan mau-pun pencapaian akademis saja. Seorang internisyang jauh dari laboratorium maupun pusat pen-didikan namun dianggap berhasil dalam men-gangkat nama organisasi profesi penyakit dalamdi masyarakat atau di daerah terpencil pun dapatdipertimbangkan.

FELLOW OF THE INDONESIAN SOCIETYOF INTERNAL MEDICINE (FISIM)

Adalah gelar kehormatan pertama kali dalamPerhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam In-donesia (PAPDI) yang akan diberikan kepada parainternis dan guru besar. Proses pemberian gelartersebut dalam acara konvokasi akan diseleng-garakan pada Kamis, 12 November 2009 di HotelGrand Indonesia Kempinski di Ruang Bali Roomyang bersamaan dengan Kongres Nasional Per-himpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indo-nesia (KOPAPDI XIV).

Prestasi dan hasil kerja seorang internis mung-kin dibatasi oleh ruang lingkup kerja sertaketersediaan sumber daya, namun tidak mengu-rangi kesempatan/terpilihnya menjadi Fellow kare-na pengakuan diberikan atas sumbangsihnyapada masyarakat di mana ia tinggal dan bekerja.Ini berarti fellow diberikan tidak harus berkaitandengan aktifitas akademik.

Beberapa nilai yang digunakan:Menjunjung tinggi dan mempraktekkan standar

klinis dan idealisme etika.Menunjukkan kepemimpinan di masyarakatnya secara regio-nal atau nasional dalam hal-hal yang menyangkut pening-katan dalam bidang kesehatan, komunitas dan sosial.Memberikan pendidikan dan informasi pada orang lain terma-suk mahasiswa, residen, trainee dan petugas kesehatan lain.Bekerja memajukan profesinya melalui keterlibatan dalampanitia, komite medik rumah sakit, perhimpunan profesi,dan organisasi dalam masyarakat. Memberikan tenaganya secara sukarela pada kegiatan-kegiatan medik di masyarakat.Menjadi anggota dalam panitia atau komite di fakultas ataurumah sakit serta memajukan profesi sebagai karir.Menjalankan penelitian dalam ilmu kedokteran serta aktifdalam kegiatan-kegiatan yang menunjang penyakit dalamsebagai profesi.Selalu mengupayakan up to date dalam pendidikan kedok-teran. Ikutserta dalam kegiatan-kegiatan organisasi.Jadi pada dasarnya seorang Fellow dipilih oleh sebuah ko-

mite, bukan karena jenjang karir, gelar profesor atau doktor,ataupun kedudukan. Kehormatan dan pengakuan atas dasarprofesionalisme yang tinggi itu diberikan juga pada merekayang bekerja di perifer dan di tengah masyarakat tertinggal tan-pa dukungan fasilitas. Jadi kata kuncinya adalah: achievement,dedicated dan commitment.

Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009

an kesehatan yang terjangkau dan ber-kualitas kepada seluruh masyarakatKediri. Ia berkomitmen untuk meningkat-kan sistem pelayanan kesehatan di Ru-mah Sakit Gambiran dan seluruh puskes-mas yang ada di Kediri.

”Kesehatan merupakan salah satukebutuhan dasar masyarakat, karenanyakami memprioritaskan untuk memberikanpelayanan kesehatan yang berkualitasdan bagus kepada masyarakat,” ujar ba-pak dari tiga anak tersebut.

Selain itu, Dr. Samsul mengupayakanjaminan kesehatan bagi para PNS, anggo-ta ABRI, polisi, dan karyawan melalui as-kes. Warga miskin pun tak terlewatkan,yang tidak tercover oleh jamkesmas akandiberi jamkesda.

Tetap PraktikDedikasinya sebagai seorang dokter

pun tak ia lupakan. Meski sudah menja-bat walikota, dokter yang juga aktif di or-ganisasi sejak masih kuliah ini berjanjiakan tetap membuka praktik untuk mela-yani pasiennya. Hanya saja, dia hanyabuka praktik pada Rabu malam danSabtu saja.

“Itu juga salah satu cara saya agartetap bisa berinteraksi langsung denganmasyarakat Kota Kediri. Dengan bertemupasien, keluhan langsung masyarakatbisa diketahuinya. Sehingga, bisa dijadi-kan salah satu masukan dalam pengam-bilan keputusan,” ungkapnya.

Agar praktik itu tidak mengganggu tu-gas-tugasnya sebagai walikota, Dr. Sam-sul berjanji untuk mengaturnya agar tidakberbenturan. Salah satunya denganmembatasi jumlah pasien. Maksimal se-puluh orang dalam setiap pertemuan.

Pengembangan Perekonomiandan Pendidikan

Tak melulu di bidang kesehatan, Dr.Samsul mencanangkan suatu programuntuk pengembangan di bidang pereko-nomian. Ia berjanji akan menciptakanlapangan pekerjaan baru. Langkah uta-manya dengan mengoptimalkan sektorpertanian. Meski lahan kota sempit, itubukan masalah baginya.

“Saya akan memprioritaskan agrobis-nis, saya yang akan mendampingi lang-sung proses produksi hingga pemasaran-nya, saya juga akan mengembangkanbidang peternakan dan perikanan, di an-taranya dengan budidaya ikan hias,” jan-jinya.

Komitmennya di bidang ekonomi inidilatarbelakangi kenyataan bahwa darisekitar 260.000 penduduk Kota Kediri,45.000 diantaranya berada di bawahgaris kemiskinan. Menurut Dr. Samsul,warga miskin ini harus diberdayakan me-lalui cara menjalankan peran pemerintahyang efektif.

Rencananya Dr. Samsul akan meng-alokasikan anggaran minimal 20 persendari APBD untuk program pengembanganpendidikan. Dengan alokasi ini dirinyaberharap, biaya pendidikan di Kota Kediribenar-benar bisa digratiskan, mulai SDhingga SMA. Semoga!!

(HI)

Kiprah PAPDI

FELLOWDR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FACP

“Dokter juga bisa jago politik!”

DR. Aru menerima anugerah gelar kehormatan ACP di Washington.

Page 5: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

5Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009 Sorot Utama

Sejak diterapkan Undang-UndangNo. 29 Tahun 2004 tentangPraktik Kedokteran, tatanan sis-tem kedokteran di Indonesiaberangsur-angsur teratur. Kete-

tapan demi ketetapan dalam undang-un-dang itu banyak yang sudah dijalankan,namun tak sedikit yang masih dalam pro-ses penerapannya. Di antara kebijakanyang saat ini sedang menyedot perhatiankhalayak dokter adalah PengembanganPendidikan Keprofesian Berkelanjutan(P2KB) atau Continuing ProfessionalDevelopment (CPD).

P2KB merupakan amanat UU PraktikKedokteran (UUPK). Oleh karena itu, se-tiap dokter, termasuk dokter spesialis pe-nyakit dalam, yang berpraktik wajib meng-ikuti program P2KB. Aktifitas P2KB dapatbersifat formal, seperti temu pakar, pem-bahasan kasus, temu audit; maupun in-formal yang ditujukan untuk memperta-hankan, meningkatkan, mengembangkanserta menambah pengetahuan, ketram-pilan, dan sikap (attitude) sebagai responatas kebutuhan pasien. Kegiatan P2KBini diatur oleh kolegium dokter umummaupun spesialis di Ikatan Dokter Indo-nesia (IDI) lewat buku petunjuk teknis de-ngan merujuk pada World Federation forMedical Education (WFME) yang telah di-setujui oleh World Health Organization(WHO) dan World Medical Assocation(WMA).

Setiap dokter mesti menjaga kompe-tensi mutu pelayanan medisnya. Untuk itu,mereka dituntut melakuan aktifitas P2KByang nantinya akan dibuktikan dengan ser-tifikat kompetensi. Sertifikat ini menjadisalah satu syarat mutlak penerbitan SuratTanda Registrasi (STR) yang dikeluarkanKonsil Kedokteran Indonesia (KKI). STRwajib diperbaharui setiap lima tahun se-kali. Karena itu, sertifikat kompetensiyang dikeluarkan kolegium juga harus di-perbaharui atau resertifikasi kompetensisetiap lima tahun sekali. ”Setiap dokteryang ingin berpraktik wajib memiliki STRyang dikeluarkan KKI. Untuk mengurusSTR, salah satu syaratnya memiliki serti-fikat kompetensi dari kolegium. KarenaSTR masa berlakunya lima tahun, makasertifikat kompetensi juga mesti diper-baharui setiap lima tahun sekali. Ini ada-lah amanat undang-undang,” kata KetuaKonsil Kedokteran Indonesia, Dr. Hardi Yu-sa, SpOG (K) kepada Halo Internis.

Dokter yang telah lulus, Hardi Yusamencontohkan, akan mendapat sertifikatkompetensi yang diterbitkan oleh kole-gium. Sertifikat kompetensi tersebut di-lampirkan bersama prasyarat yang lain di-bawa ke KKI untuk memperoleh STR. Darisini, STR digunakan untuk mengurus Su-rat Izin Praktik (SIP) yang dikeluarkanoleh dinas kesehatan setempat. Setelahlima tahun, dokter tersebut mesti mengu-rus STR kembali yang disertai dengansertifikat kompetensi yang baru. Untukmendapat sertifikat kompetensi ulang,

dokter itu mesti melakukan kegiatan-ke-giatan keprofesian atau P2KB untukmempertahankan kompetensinya. ”De-ngan demikian profesionalisme doktertetap terjaga. Kita tidak menghendakidokter yang kompetensinya sudah menu-run masih melayani pasien,” tegas Dr.Hardi Yusa yang mengaku telah memilikisatu koper khusus untuk menyimpansemua dokumen bukti kegiatan-kegiatanP2KB.

Pendapat Dr. Hardi Yusa dibenarkanoleh Prof. Dr. I. Oetama Marsis, SpOG(K). Menurut Ketua Badan P2KB PB IDIini program P2KB dimaksudkan untukmempertahankan dan meningkatkan pro-fessionalisme seorang dokter. Denganbegitu, ada jaminan bahwa pelayanankesehatan yang diberikan kepada masya-rakat telah terstandar. Alasan lain, agardokter-dokter Indonesia senantiasamengup-date keilmuannya seiring denganperkembangan ilmu dan teknologi kedok-teran sehingga kemampuannya tidak ka-lah dengan dokter dari luar negeri. ”Yangpaling utama adalah meningkatkan stan-dar kualitas pelayanan medis,” ujarnya.

Sertifikasi kompetensi ulang dapat di-peroleh bila telah memenuhi kriteria peni-laian tertentu. BP2KB PB IDI telah mene-tapkan penilaian berdasarkan jumlahSKP (CPD point), yaitu minimal 250 SKPper lima tahun. Akumulasi nilai SKP inididapat dengan mengikuti program P2KByang dibagi dalam lima ranah kegiatan,yaitu kinerja profesional, kinerja pembe-lajaran, kinerja pengabdian masyarakat,kinerja publikasi dan kinerja pengem-

bangan ilmu. Sementara, kriteria kegiat-an P2KB beserta nilai SKP ditentukanoleh kolegium dokter umum maupun spe-sialis dengan mengacu pada ketetapanBP2KB-PB IDI.

Kurang SosialisasiKebijakan baru ini tak pelak menuai

kritik dari sebagian kalangan dokter.Alasannya, program ini sangat merepot-kan dokter. Para dokter saat ini telah dis-

ibukan dengan tugas profesinya masing-masing. Bahkan tak sedikit dokter yangmasih praktik hingga larut malam. Alasanlain, bagi dokter yang mengabdi di daerahterpencil, akan merasakan kesulitan bilaharus menghadiri berbagai seminar.

Kritik yang dilontarkan para sejawatdapat dipahami oleh Hardi Yusa. Dokterspesialis obgyn ini, sudah terbiasa meng-hadapi kritik dari koleganya, terkait pelak-sanaan UUPK. Ketika penetapan dokterhanya boleh tiga tempat praktik, misal-nya. Kendati demikian, P2KB sebagaima-na amanat UU, mesti dijalankan. Selainitu, mesti dipahami tujuan program inisangat bermanfaat bagi dokter dalamrangka mempertahankan kompetensinyauntuk memberikan pelayanan medis yangberkualitas. ”Kemampuan dan keahliandokter lambat laun akan menurun, olehkarena itu mesti dijaga kompetensinya,”ujar Dr. Hardi Yusa.

Lantas bagaimana bila tidak meng-ikuti program P2KB? Menurut Dr. HardiYusa, memang tidak ada sanksi tertulissoal itu.Dalam UUPK tidak diatur sanksibagi dokter yang tidak melakukan pro-

gram P2KB. Namun, secara otomatis ka-rena sistem registrasi sudah saling ber-kaitan maka dokter tersebut tidak dapatmemperoleh SIP baru, yang berbuntut ti-dak dapat melakukan praktik. ”Tidak me-lakukan CPD maka ia tidak mendapatkansertifikat kompetensi baru dan tidak da-pat mengurus STR yang pada akhirnya ti-dak dapat dikeluarkan SIP baru untuk li-ma tahun ke depan.”

Dr. Hardi Yusa mengaku juga merasa-kan kesulitan ketika memulai menjalan-kan program P2KB. Tapi, katanya, bila te-lah memahami buku petunjuk teknis danbuku log, aturan-aturan yang tampak ru-mit itu sebenar mudah dimengerti. ”Mak-lum, CPD ini program baru. Jadi masihbanyak pertanyaan-pertanyaan,” katanyasantai.

Meskipun penentuan materi dan peni-laian kegiatan-kegiatan P2KB domainnyaIDI, Dr. Hardi Yusa mengatakan, panduanitu sudah cukup obyektif dengan memper-timbangkan kondisi dan geografis dokter.Jumlah 250 SKP per lima tahun dapat mu-dah didapat asalkan dokter itu masih prak-tik, aktif di organisasi profesi sertalingkungannya dan menghadiri seminar.

Hal itu dibenarkan oleh Prof. Marsis.Untuk memenuhi batas minimal SKP, se-tiap dokter tidak mesti melakukan limaranah kegiatan P2KB. Minimal ia dapataktif di tiga ranah: kinerja professional,kinerja pembelajaran, dan kinerja pengab-dian masyarakat. Sementara dua ranahterakhir: kinerja publikasi dan kinerja pe-ngembangan ilmu, sifatnya sunah, karenakategori tersebut sangat tergantung de-ngan tempat dokter bekerja. Umumnya,hal itu hanya dapat dilakukan oleh dokteryang bekerja di rumah sakit pendidikanyang sarat dengan sarana penelitian.

Kendala serupa juga dialami DR. Dr.Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FACP. Ke-tua Umum Pengurus Besar PerhimpunanDokter Spesialis Penyakit Dalam Indone-sia (PB PAPDI) ini menengarai persoalandi atas karena kurangnya sosialisasi pro-gram P2KB. Informasi yang lengkap soalP2KB bukan hanya tidak diterima olehdokter di daerah, tapi dokter yang ber-praktik di kota besar juga luput dari kabarP2KB. Untuk sosialisasi, PAPDI telahmelakukan beberapa kegiatan, di antara-nya roadshow ke berbagai cabang diIndonesia, lewat website, sms dan mediahalo internis. ”Mudah-mudahan cara iniefektif,” imbuh Dr. Aru.

Sementara PB IDI telah membangunportal P2KB online untuk mengakses pro-gram itu. Setiap dokter baik yang beradadi pusat kota maupun di daerah dapat de-ngan mudah melakukan reser tifikasikompetensi. Ke depan, IDI akan terusmengembangkan portal ini dengan mela-kukan kerjasama dengan instansi kedok-teran terkait, serta bekerjasama denganprovider untuk memperkuat jaringan in-ternet untuk di Indonesia bagian Timur.Dengan begitu, diharapkan untuk urusanadministratif dapat dilakukan dengan mu-dah dan cepat serta dengan biaya ren-dah. (HI)

Program ini tergolong baru di Indonesia. Profesikedokteran telah memulai CPD lebih dahulu, dikenaldengan P2KB. Resertifikasi kompetensi mudah diper-oleh selama, dokter itu masih praktik, memegangpasien dan aktif di organisasi profesi.

Dr. Hardi Yusa, SpOG (K).

IST

IME

WA

P2KB: Menaikkan Mutu Menuai Kritik

Page 6: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

6 Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009Sorot Utama

Sebenarnya, Buku Log dan Buku pan-duan telah didistribusikan ke anggota.Cuma perlu di evaluasi apakah telah dite-rima oleh para anggota. Contohnya saya,buku tersebut telah lama diterima tapikarena terhimpit oleh berkas-berkas yanglain, jadi baru tampak lagi belakangan ini.

Bagaimana antisipasinya?PAPDI melakukan beberapa kegitan

sosialisasi, di antaranya dengan road-show, informasi melalui website, layanansms, dan media Halo Internis. PAPDI te-lah melakukan roadshow ke beberapa ca-bang di daerah seperti Medan, Banjarma-sin, Cirebon, Surabaya, Semarang, Ban-dung dan cabang-cabang lain, untuk men-jelaskan program ini. PAPDI telah me-nyiapkan 500 trainer untuk menjelaskanke 1.771 anggota PAPDI. PAPDI masihterus sosialisasi ke cabang-cabang lain.

Tapi mengapa masih di bawah sepu-luh persen yang telah memulai programini?

Ini merupakan program baru yang dira-sakan seluruh dokter di Indonesia, bukanhanya di penyakit dalam. Ini perubahanyang amat mendasar dalam kehidupandokter dimana para dokter, diminta mem-pertanggungjawabkan secara tertulis se-

mua kegiatannya, pertanggungjawabantertulis itu diisi dalam format yang baku,dan pertanggungjawaban itu mesti dila-porkan.

Sesuatu di negara maju sudah biasa,yang dikenal dengan CME (ContinuingMedical Education) dan kemudian diper-luas menjadi CPD. Saya yakin ini akanberjalan baik. Hal ini mirip ketika setiaporang harus mengisi SPT pajak.

Apakah ini menjadi beban bagi dok-ter?

Hampir semua dokter tidak terbiasamencatat aktivitas mereka. Ketika di FKdulu, kami hanya membaca literatur ke-mudian ditutup dan ujian, tidak biasamembuat ringkasan dari apa yang kamibaca.

Dengan ditetapkannya P2KB, seka-rang semua kegiatan mesti tercatat, mu-lai dari mencatat jumlah pasien, me-ngumpulkan surat-surat tugas, mengum-pulkan majalah-majalah yang memuat ar-tikel publikasi mereka, membuat resumedari litertur-literatur yang mereka baca.

Nah, saat ini dokter dituntut memulaisesuatu yang belum menjadi kebiasaan.Yaitu membiasakan membuat bukti aktivi-tas dalam bentuk dokumen. Dokter takbisa selesai praktik begitu saja, mereka

mesti membuat dokumentasi aktivitasmereka.

Berarti program P2KB ”dipaksakan”?P2KB merupakan instruksi dari KKI

yang telah ditetapkan oleh UUPK. PAPDIbagian dari masyarakat kedokteran mes-ti menjalankan. Terus terang ini sesuatudari atas (KKI) dan kami juga mengetahuikebenarannya. Jadi, ini bukan proyeknyaPAPDI.

Kemajuan itu mesti dipaksakan. Kare-na kami sadar lambat laun dokter Indone-sia menjadi bagian masyarakat kedokter-an international. Dalam masyarakat ke-dokteran international aktivitas ini (CPD)telah menjadi kebiasaan dalam memper-tahankan kualitas pelayanan medis. Itu-lah kenapa mesti dipaksakan karena per-baikan dan kebaikan harus dipaksakanhingga menjadi kebiasaan dan akhirnyamereka berkata kenapa tidak dari dulu.

Untuk itu, internis mesti percaya dirimendokumentasi aktivitas mereka ke da-lam Buku Log.

Jumlah 250 SKP per lima tahun bagisebagian dokter, terutama di daerah ter-pencil cukup memberatkan. Bagaimanamenurut Anda?

Ada yang mesti diluruskan di sini. Darilima kategori, yang wajib hanya tiga kate-gori. Tapi untuk konsulen kelima kategoritersebut menjadi wajib.

Untuk internis yang bertugas di dae-rah terpencil telah kami pertimbangkandan pasti bisa. Pengisisan P2KB tidakmelulu dari kehadiran di simposium. Ha-dir di simposium bisa 1-2 kali setahun.Memegang pasien rawat inap atau rawatjalan saja sudah dapat SKP. Membacajurnal dan membuat resumenya jugadapat SKP.

Seorang internis yang memberikan pe-nyuluhan di lingkungannya, baik di rumahsakit maupun di masyarakat tempatnyatinggal itu juga mendapatkan SKP bilaada dokumen dari kepala rumah sakitatau kepala masyarakat setempat.

Karena ini program baru, IDI bersamaperhimpunan dokter spesialis tidak mem-persulit. Kami juga sedang belajar. Semuamasyarakat kedokteran dari yang membu-at regulasi sampai pemakai regulasi,semua sedang belajar. Jadi, bila ada yangmiring-miring sedikit, kami toleransi.

Apakah cukup dengan mengumpul-kan CPD point, tanpa ujian kembali?

Saat ini cukup dengan mengumpulkannilai SKP, tidak diberlakukan ujian lagi.Itu mungkin masa akan datang. Kamilonggar dulu yang penting ini berjalan. Halberbeda dengan Amerika yang menerap-kan ujian untuk resertifikasi kompetensi.

(HI)

Program P2KB menjadi perhatianserius seluruh dokter, tak terke-cuali dokter spesialis penyakitdalam. Semua kolegium baik ko-legium dokter umum dan spesia-

lis sibuk menyiapkan perangkat mulai da-ri membuat buku petunjuk teknis dan bu-ku log untuk anggotanya, distribusi bukutersebut hingga sosialisasi programP2KB. Begitu pula dengan dokter yangmesti mengerti dan menjalankan pro-gram ini.

P2KB merupakan program baru yangdiamanatkan oleh UUPK. Lumrah, suatukebijakan baru tidak langsung berjalanlancar. Seperti apa kendala yang timbuldi kalangan anggota PAPDI, berikut kutip-an wawancara Halo Internis dengan DR.Dr. Aru. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FACP,Ketua Umum PB PAPDI.

Bagaimana kendala pelaksanaanP2KB di kalangan internis?

Ada tiga hal yang menjadi tantanganPAPDI. Pertama, bagaimana buku Pe-tunjuk Teknis P2KB IPD dan Buku Log itusampai di tangan internis. Kedua, bagai-mana buku iitu mau dibuka dan dibacaoleh internis. Dan ketiga, bagaimanamenjelaskan bila ada pertanyaan-perta-nyaan soal P2KB.

Masih banyak sekali yang belum me-ngerti bagaimana melaksanakan prog-ram ini. Memang ini adalah program barudengan aturan-aturan yang tampaknya ru-mit, namum bila memahami buku log ma-ka bisa diatasi.

Internis mesti percaya diri mendokumentasi aktivitas merekake dalam buku log. Ini sesuatu dari atas (KKI) dan kami jugamengetahui kebenarannya.

DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FACPP2KB IPD: ”Kalau Sudah DibukaBukunya, Tidaklah Sulit”

DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FACP

DO

KU

ME

NTA

SI

DR

. AR

U

Page 7: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

7Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009 Sorot Utama

Detik jam menjelang pukul sete-ngah sebelas malam di HotelArum Banjarmasin, 6 Juni lalu.Alih-alih suasana semakin sepi,sebuah ruang justru semakin di-

penuhi oleh dokter penyakit dalam yangakan mendengarkan paparan DR. Dr. SitiSetiati, SpPD, K-Ger, MEpid mengenaitopik Pendidikan Dokter Berkelanjutan.Acara yang diadakan PAPDI KalimantanSelatan Tengah itu tidak disia-siakan olehpara pesertanya. Tiba sessi tanya jawab,seorang peserta dengan lugas menyam-paikan uneg-unegnya. “Pendapat sayapribadi, nggak perlu sebenarnya ada hal-hal (aturan-aturan) semacam ini,” ujar-nya. Menurut peserta tadi, ketentuan-ketentuan teknis yang tercakup dalamprogram Pengembangan Pendidikan Ke-profesian Berkelanjutan (P2KB) cukupmerepotkan.

P2KB, saat ini nampaknya menjaditopik hot untuk para internis. Betapatidak? P2KB mengharuskan dokter memi-liki sejumlah SKP agar mereka tetap bisaberpraktek menjalankan tugas. Keten-tuan ini, diawali dengan terciptanya Un-dang-undang Praktik Kedokteran No. 29tahun 2004 agar dokter yang melakukanpraktek kedokteran wajib menambah il-mu pengetahun dan mengikuti perkem-bangan ilmu kedokteran. UU itu juga me-nyebutkan, setiap dokter praktik wajibmemenuhi kompetensi profesional yangdibuktikan dengan sertifikat kompetensi.Sertifikat kompetensi menjadi syarat di-keluarkannya Surat Tanda Registrasi(STR) oleh Konsil Kedokteran Indonesia(KKI). Nah, STR ini diperbaharui setiap 5tahun sekali. Dengan demikian, sertifikatkompetensi yang diterbitkan kolegium ju-ga harus diperbaharui 5 tahun sekali.

Dalam ketentuan teknis P2KB Kole-gium Ilmu Penyakit Dalam, dokter spe-sialis penyakit dalam harus memenuhiSKP sejumlah 250 per 5 tahun. Nilai SKPini diambil dengan mengikuti kegiatan-ke-giatan yang tergolong dalam aktivitas ki-nerja profesional, pembelajaran, pengabdi-an masyarakat/profesi, publikasi, dan pe-ngembangan ilmu. Nah, dengan adanyaketentuan ini, dokter merasa ada ‘pekerja-an tambahan’ yang harus dilakukan. Jikadulu, beberapa kegiatan hanya dilakukansecara ‘sukarela’ kini hukumnya berubahjadi wajib. Terlebih, secara administratifdokter juga harus lebih teratur untuk me-nyimpan dokumen yang akan dijadikanbukti untuk pengumpulan SKP.

Dalam acara di Banjarmasintersebut di atas, peserta lainlagi juga melontarkan sebuahpertanyaan, “Ini serius ataunggak sih? Kalau bisa sih,hal ini dibatalkan saja,”ujar peserta tersebut.Tak hanya Banjarma-sin, Halo Internis jugamendapati dokter yang‘berwajah muram’ di RSCMJakarta, ketika seorangstaf mengingatkan se-orang internis untuksegera menyerah-kan dokumen un-tuk bukti pe-n g u m p u l a nSKP. Dr. Hai-

dar Alatas, SpPD dari PAPDI cabang Pur-wokerto berujar, “(Soal administrasi) inimerupakan kerja ekstra.” Dr. Andreas N.Fernandez Lewai, SpPD dari PAPDI ca-bang Kupang juga mengakui, soal doku-mentasi memang cukup merepotkan.“Kami harus mengingatkan panitia untukmembuat surat permintaan tugas ataumembuat surat ke IDI. Hal-hal tersebutkadang terlewati,” ujarnya.

Point lain, adalah dengan menghadiriseminar yang dirasa para peserta daerahtidak semudah seperti teman sejawatnyayang tinggal di kota besar. Aktivitas me-nulis juga dianggap hal yang baru bagi be-berapa dokter. “Media untuk memenuhiaktivitas itu sangat kurang. Informasi ba-gaimana tata cara menulis yang baik jugakurang tersedia,” ujar Andreas.

ManusiawiDr. Setiati, paham akan suara-suara

sejawatnya yang mempersoalkan pro-gram P2KB. Kegiatan ini, ujar Ketua Ko-misi P2KB Pusat ini, memang mengha-ruskan orang untuk disiplin, mengumpul-kan surat tugas, makalah, atau sertifikat.“Membutuhkan kerapihan, ketertiban,dan kedisiplin, sedangkan selama iniorang tidak terbiasa begitu,” ujarnya.Maka, ‘keberatan’ tersebut,dikatakan ibu dua putera ini,cukup manusiawi.

Namun sebenarnya yangterjadi, menurut Dr. Setiatiadalah karena dokter belummengenal P2KB ini. Maka, ke-tika program ini diundangkan,dokter merasa hal ini akanmenyulitkan. Dokter spesialisgeriatri ini mengungkapkan,cukup banyak anggota PAPDIyang belum mendalami bukupetunjuk teknis program P2KBini. Jadi, belum lagi mencoba melaksana-kan yang terkandung di buku itu, yangmuncul justru kekhawatiran.

Kuncinya, adalah dengan mulai me-ngumpulkan data terkait

dengan kegiatan-ke-giatan P2KB, baikitu internal mau-pun eksternal.“Mulailah diker-jakan dan mulai-lah (buku log)diisi. Denganbegitu, akan

s e g e r a

diketahui apa sih yang belum bisa dipe-nuhi?” ujar konsultan geriatri ini.

Dr. Setiati juga paham, yang umumnyadikhawatirkan oleh dokter adalah me-ngumpulkan SKP dari kegiatan eksternal,yang menyatakan dokter untuk mengikutikegiatan workshop, simposium, ataukongres. Kegiatan tersebut, memangmembutuhkan biaya dan kerap membuatdokter harus meninggalkan prakteknya.“Itu betul, makanya karena kami sangatpaham bahwa kegiatan eksternal itumenyulitkan dan mahal, kami memberikanalternatif kegiatan internal, yaitu kegiatanyang dilakukan dokter sehari-hari,” kata-nya. Melayani pasien di poliklinik, ruangrawat, menjawab konsultasi, membaca jur-nal, mengajar perawat atau mahasiswaadalah sederet contoh. Ujar istri dari Dr.Asdineri, SpOG ini, hal ini tidak terlalu sulitdilakukan, termasuk untuk mengajar per-awat, karena umumnya dokter penyakitdalam bertugas di rumah sakit.

Timbang Hitung Syarat SKPSKP berjumlah 250, berasal dari be-

berapa kegiatan. Kinerja profesional,yaitu kegiatan praktek yang dilakukandokter sehari-hari, dapat menghasilkan150 SKP per 5 tahun. Perhitungannya,untuk rata-rata 100 pasien rawat jalanper bulan, akan menghasilkan SKP 15.Jika untuk jumlah pasien per minggu,100 pasien dibagi 4, maka per mingguhanya ‘butuh’ pasien 25 orang. 25 pa-sien per minggu, maka per hari hanya se-kitar 4 pasien, jika dihitung 6 hari waktupraktek. Belum lagi SKP yang diperolehdari pasien rawat inap, pasien konsul-tasi, dan melakukan tindakan tertentu.Dari kegiatan tersebut, dapat dihasilkan60 SKP per tahun. Jadi, jumlah SKP mak-simal 150, sangat mungkin dipenuhi darikegiatan sehari-hari dokter. Berarti, ting-gal mencari 100 SKP lagi.

Jumlah 100 SKP per lima tahun, jugadapat diambil dari kegiatan-kegiatan in-ternal, seperti penyuluhan di RS, ataumelakukan kegiatan medis di masyara-kat. Dari kategori kinerja pengabdian ma-syarakat, dapat diperoleh 50 SKP. Jadi,tinggal membutuhkan 50 SKP.

Jumlah tersebut, bisa saja dipenuhidari kegiatan eksternal yang hanya 1 ta-hun sekali. Per tahun hanya dibutuhkan10 SKP. Padahal, satu hari datang ke ke-giatan eksternal seperti seminar baik lo-

kal maupun nasional dapat menghasil-kan 4-5 SKP. Dalam dua hari, kuota 10SKP per tahun dapat terpenuhi. Terca-pailah sudah 250 SKP yang dibutuhkan.Dokter, tidak perlu melakukan kegiatanyang lain, seperti kriteria publikasi yangmengharuskan dokter menulis, atau ki-nerja pengembangan ilmu yang mengha-ruskan dokter membimbing karya ilmiahdi perguruan tinggi.

“Untuk mendapatkan SKP, dapat di-pilih minimal 2 kategori aktivitas dari 5kategori aktivitas yang ditawarkan,” kataDr. Setiati. Jadi, dokter spesialis penyakitdalam tidak perlu harus melakukan se-mua kegiatan yang dijabarkan untukmemperoleh SKP tersebut. “(Program) inirealistis (untuk dijalankan).”

Dr. Cosphiadi Irawan, SpPD, K-HOM,Kepala Bidang Humas dan PublikasiPAPDI juga tidak menampik, bahwa inter-nis yang tinggal di kota besar relatif lebihmudah mengakses berbagai kegiatan ter-kait P2KB. “Heterogenitas ini harus di-

akomodasi oleh PB PAPDI. Tapi, tentu sa-ja bukan merupakan hal yang mudah,”ujar dokter spesialis hematologi ini. Sa-lah satunya, ada wacana untuk membuatprogram yang disesuaikan dengan kon-disi geografis tersebut, misalnya denganmemberikan sistem skoring yang berbe-da. “Teman-teman di Ambon atau Kali-mantan mungkin diberi point yang lebihtinggi untuk pelayanan pasien,” ujar Dr.Cosphiadi.

Apapun wacana yang nantinya akan di-buat, yang jelas sosialisasi P2KB tengahgencar dilakukan, termasuk di Jakartayang disebut-sebut sebagai wilayah de-ngan berbagai kemudahan akses. Ber-bagai roadshow juga telah dilaksanakanke berbagai daerah di Indonesia.

Hal Mendasar untuk P2KBProf. DR. Dr. Daldiyono Harjodisastro,

SpPD, K-GEH dengan tegas menyatakanbahwa P2KB merupakan ukuran menda-sar dan harus dikerjakan oleh ahli penya-kit dalam. “Internis harus terus mening-katkan mutu namun (peningkatan mututersebut) juga harus dilakukan dengancara yang terukur,”ujarnya. Ahli penyakitdalam, menurutnya, tidak dibenarkanpraktek sepanjang zaman, tanpa pernahmenambah dan mengembangkan ilmunya.

Namun, ujarnya, program yang terca-kup dalam P2KB masih jauh dari cukup.P2KB, ujarnya belum memasukkan hal

Menyeret Gerbong P2KB IPDUntuk mendapatkan SKP, dapat dipilih minimal 2 kategoriaktivitas dari 5 kategori aktivitas yang ditawarkan.

DR. Dr. Siti Setiati, SpPD K-Ger, MEpid.

DO

KU

ME

NTA

SI

DR

. S

ITI

SE

TIA

TI

DO

KU

ME

NTA

SI

DR

. S

ITI

SE

TIA

TI

Page 8: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

8 Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009

mendasar yang justru dibutuhkan inter-nis. “Basic Thinking internis saat ini tidakkuat,” ujar Professor yang telah melun-curkan berbagai buku ini. Dalam pendi-dikan ahli penyakit dalam, masih banyakkelemahan. Proses pendidikan memangsudah cukup baik, namun metodologipendidikan, urai Prof. Daldiyono, masihsangat kurang. Mereka memiliki ilmu,atau pengetahuan, namun tidak tahu ca-ra menggunakannya. Kesalahan yang se-karang terjadi dalam pendidikan, semuamasalah diobati dan di-planning secaratersendiri. Seharusnya, semua masalahsesudah dikaji, lalu dibuat kesimpulansecara holistik, komprehensif, dan inte-gratif, baru setelah itu dibuat planning.“Jadi, internis sekarang ibarat bangunan

tanpa pondasi dan banyak diantaranyamenjadi internis yang bingung,” ujar Prof.Daldiyono. Solusinya, sangat sederhana.“Masukkan hal yang basic ini dalamP2KB,” katanya tandas.

Professor yang sangat concern terha-dap pendidikan ini melanjutkan, visi, mi-si, dan tujuan untuk internis harus leng-kap. Dan proses untuk mencapai tujuan

yang digariskan harus berasal dari PBPAPDI dan internis itu sendiri. “(Organi-sasi) Profesi harus aktif,” katanya.

“P2KB harus dilanjutkan dan diinten-sifkan, namun harus ada pengembangandalam pendidikan itu sendiri,” ujar Prof.Daldiyono. Ke depannya, internis akanmenghadapi banyak sekali problema, danrakyat juga tidak selalu bisa menerimaapapun yang terjadi sebagai ‘nasib’. “Ma-ka diperlukan kerja keras dan upaya yangterukur,” tegas Profesor yang memilikihobi wayang orang ini.

Belajar Seumur HidupTujuan akhir program P2KB ini, adalah

untuk mempertahankan dan meningkat-kan kompetensi. Sedangkan tujuan be-

sarnya, orang dirangsanguntuk terus memperta-hankan keahlian yang di-miliki dan meningkatkanilmu, dengan terus ber-praktek dan terus belajar.“Bagaimana cara memper-tahankan, orang harustetap berpraktik. Tidakcuma berpraktik, tapi jugaharus menambah ilmu. Ka-rena tidak mungkin prak-tek terus dengan menggu-nakan ilmu 5 tahun lalu,”

kata Dr. Setiati. Dengan P2KB dokter akan terpacu

untuk selalu belajar, mencari informasi,mencari pengetahuan dan selalu meng-ingat atau mendokumentasikan aktivitasyang dilakukan dalam kurun waktu ter-tentu, misalnya satu tahun. Maka ke-giatan P2KB harus dilaporkan selambat-lambatnya tanggal 30 April setiap tahun

untuk aktivitas yang dilakukan pada ta-hun sebelumnya, yang menjadi syaratdidapatkannya SKP.

Jumlah SKP ini menjadi hulu untukmendapatkan sertifikat kompetensi, lalu

STR, dan pada akhirnya SuratIzin Praktek (SIP). “Jika (sampaiwaktu yang ditentukan) SKPtidak tercapai, maka dokter ti-dak dapat berpraktek dulu untuksementara waktu, sampaiterkumpul 250 SKP,” kata Dr.Setiati. Jika ada kemungkinandokter terus berpraktek meskitidak memenuhi SKP dan tidakmendapatkan SIP, ditakutkanakan menjadi problema di ke-mudian hari. “Kami hanyamampu menolong, tapi jika adamasalah, yang mengejar-ngejarkan orang (dari profesi) lain.Bagaimana jika ada masalah,lalu ketahuan tidak memilikiSIP,” ujar Dr. Setiati.

Mau tidak mau, suka tidaksuka, dokter harus segera

berbenah untuk menjalankan programP2KB ini. “Mari kita jalani saja, karena inisuatu keniscayaan yang tidak bisa dihin-darkan,” ujar Dr. Cosphiadi.

(HI)

Gambar Bagan Tatacara Permohonan Sertifikasi Kompetensi dan Registrasi Ulang (STR Ulang)

Keterangan :1. Anggota PAPDI mengajukan penilaian resertifikasi kompetensi dengan mengirimkan formulir

pengajuan beserta berkas persyaratan kepada Komisi P2KB IPD Cabang.2. Komisi P2KB IPD Cabang memeriksa jumlah SKP pada database P2KB yang telah

dikumpulkan oleh anggota PAPDI. Jika Angka kredit yang bersangkutan telah cukup danyang bersangkutan dinyatakan LAYAK, maka Komisi P2KB IPD Cabang akan menerbitkanrekomendasi hasil pencapaian jumlah SKP ditujukan kepada Komisi P2KB IPD Pusat.

3. Komisi P2KB IPD Pusat memeriksa persyaratan permohonan kemudian meneruskanpermohonan pada KIPD agar dapat diterbitkan sertifikat kompetensinya.

4. KIPD menerbitkan sertifikat kompetensi yang bersangkutan. Sertifikast kompetensi aslidan 4 lembar fotokopi legalisir asli akan dikirimkan kepada anggota. Sedangkan 1 lembarlegalisir asli beserta persyaratan registrasi ulang akan dikirimkan ke KKI untuk prosespenerbitan STR ulang.

5. KKI meneliti persyaratan permohonan. Jika permohonan disetujui, maka KKI akan mener-bitkan STR baru selambat-lambatnya 3 bulan setelah berkas diterima KKI dari KIPD. STR aslidan 3 lembar fotokopi legalisir asli akan dikirimkan langsung kepada pemohon, dengan tem-busan DinKes Kabupaten/Kota dan PB IDI atau PB PDGI.

P2KB di Mata Internis

Tips Tertib Administrasi P2KB• Segera buka dan baca buku Petunjuk Teknis P2KB.

• Rencanakan program P2KB Anda, dan buat jadwal secara garis besar.

• Sediakan satu koper yang khusus diperuntukkan untuk menyimpan dokumenbukti.

• Masukkan semua jenis dokumen yang didapat dari setiap kegiatan terkait P2KB.

• Jangan lupa untuk selalu meminta bukti aktivitas kegiatan yang dilakukan.

• Secara periodik, 1 minggu sekali, catatlah kegiatan Anda selama 1 minggu.

• Satu bulan sekali, klasifikasikan kegiatan Anda, menurut 5 kategori P2KB. Inipenting agar Anda bisa mengukur kegiatan apa saja yang telah menghasilkanSKP.

• Berdayakan orang sekeliling untuk membantu Anda, misalnya sekretaris ataupasangan Anda untuk me-record semua kegiatan dan menyimpan dokumen bukti.

Sorot Utama

Prof. DR. Dr. Daldiyono Harjodisastro, SpPD, K-GEH.

DO

KU

ME

NTA

SI

DR

. S

ITI

SE

TIA

TI

”P2KB bagi para dokter internis memang sudah seha-rusnya diadakan. Dengan program tersebut kompeten-si para dokter internis bisa memiliki standar yang jelas.Saya sih sangat memandang positif program ini, me-mang sudah saatnya ada aturan seperti ini. Untuk wila-yah DKi mungkin pemenuhan standarisasi itu tidak se-sulit di daerah ya, jadi kita lihat saja nanti.”

Dr. Dedi Wihandi, SpPD, Peserta Didik KKV

RS Bakti Husada

”Program P2KB memiliki nilai penting karena akan ter-dapat ada standarisasi kompetensi bagi dokter.Dengan begitu mutu para dokter akan jadi lebih baik.”

Dr. Rahmad Isnanta, SpPD. Peserta Didik KKV

FKUSU – RS Adam Malik

”Saya sedikit repot dengan program P2KB. Ya, bayang-kan kita harus sibuk mengisi buku log, kemudian me-ngumpulkan sekian sertifikat untuk bukti, mengumpul-kan sekian laporan begini dan begitu. Tapi saya setujudemi menambah mutu para dokter, hal tersebut me-mang harus dilakukan agar mutu para dokter di Indo-nesia dibina terus. Program ini masih belum cukupefektif untuk menilai standar kompetensi seorang dok-ter. Saya lebih suka dengan uji tes, dengan begitu dok-ter-dokter tersebut menjadi terdorong untuk belajar.Saya merasa cukup senang mendengar uraian pengu-rus bahwa ke depan program standarisasi ini mungkinakan berjalan ke arah seperti yang citakan.”

Dr. Leo W. Natasurya, SpPD, RS Pondok Indah

IST

IME

WA

Page 9: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

9Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009

Pemanfaatan teknologi informasitelah menjadi bagian dari aktifitasmanusia. Kehadiran teknologi ber-basis web ini tidak hanya dimilikioleh perusahaan atau organisasi,

tapi juga secara individu. Teknologi infor-masi ini menjanjikan solusi terhadap ken-dala-kendala yang menyang-kut jarak, geografis, waktu,dan biaya. Untuk itu, programP2KB IDI yang sejak tahun2007 diberlakukan dalam bentukoffline kini telah menyediakan fa-silitas online bagi dokter-dokter yangingin melakukan resertifikasi kompe-tensi.

Resertifikasi kompetensi wajib bagidokter yang berpraktik di Indonesia. Dok-ter yang ingin memperbaharui Surat Tanda

Registrasi (STR) setelah lima tahun mestimelampirkan sertifikat kompetensi yangbaru. Untuk resertifikasi kompetensi, seo-rang dokter harus mengikuti programP2KB. Program ini menuntut setiap doktersenantiasa selalu menjaga dan meng-up-date pengetahuan guna memberikan pe-layanan medis terbaik bagi masyarakat.

Oleh karena itu, kehadiran portal

P2KB menjadi suatu keharusan. Untuk itu,PB IDI telah mengalokasikan dana yangbersumber dari iuran anggota guna mem-biayai pembangunan perangkat berupahardware dan software serta sumber dayamanusia yang berkompeten. ”Investasipembangunan portal P2KB cukup besar,”kata Ketua BP2KB, Prof. Dr. I. OetamaMarsis, SpOG(K) di ruang P2KB PB IDI.

Sorot Utama

Berbagai pertanyaan tentang P2KB bermunculan dikalangan internis. Berikut beberapa pertanyaanyang sebagian diambil dari acara sosialisasi P2KBPAPDI Jaya dan dijawab oleh DR. Dr. Siti Setiati,

SpPD, K-GER, MEpid, akhir Juni lalu.

Bagaimana jika sampai waktu yang ditetapkan, SKPyang terkumpul tidak mencapai 250?

Jika SKP tidak mencapai 250, maka dokter yang ber-sangkutan belum bisa mendapatkan sertifikat kompe-tensi. Dengan demikian belum bisa mengurus STR danperbaharuan SIP pun akan ditunda hingga SKP tercapai250. Oleh sebab itu, anggota diwajibkan melaporkankegiatan P2KB tiap setahun sekali, agar komisi cabangdapat mengingatkan di point mana si anggota telahcukup dan di point mana anggota telah memenuhi sya-rat. Sehingga diharapkan pada batas akhir tidak adaanggota yang tidak memenuhi nilai SKP tersebut.

Bagaimana kriteria P2KB untuk seorang SpPD kon-sultan?

Total jumlah SKP yang harus didapatkan seorang kon-sultan adalah 250 SKP per 5 tahun. Sebanyak 50 persendari jumlah SKP tersebut wajib bermuatan subspesialis-nya. Kategori wajib yang harus diikuti oleh seorang kon-sultan adalah : kategori I, kategori II, kategori IV, danatau kategori V.

Apakah dari 5 kategori tersebut harus dilakukan ke-seluruhanannya? Bagaimana jika hanya dari 1 kegiat-an, misalnya dengan pelayanan pasien, sudah terkum-pul SKP sebanyak 250?

Satu hal yang harus dipegang, kegiatan untuk menda-patkan SKP diperoleh dari 5 kategori aktivitas. (Lihattable hal. 7). Namun dokter tidak harus melakukan selu-ruh 5 kategori tersebut. Tapi, tidak juga hanya dari 1kegiatan, misalnya hanya dari kinerja profesional. Di ta-bel tersebut tercantum, kinerja profesional memiliki nilaiSKP maksimal 150. Jadi walaupun dari kategori kinerjaprofesional dapat diperoleh SKP yang jauh melebihi ang-ka yang dibutuhkan, maka syarat untuk mendapatkansertifikat kompetensi belum dapat terpenuhi. Karena

dari aktivitastersebut hanya mendapatkan 150 SKP.

Perhatikan lagi, selalu ada nilai maksimal dan minimalSKP yang didapatkan. Untuk mendapatkan SKP minimalharus dari 2 kegiatan. Jadi, bila dari kinerja professionalSKP yang didapatkan adalah hanya 150, maka perlu SKPyang diperoleh dari kategori lain.

Apakah boleh jumlah SKP tidak merata, ekstrem250 SKP 1 tahun, sedang tahun lainnya istirahat?

Harus diingat lagi esensi dari P2KB, yaitu pembela-jaran berkelanjutan. Kalau ekstrem seperti itu maka tu-juan P2KB menjadi tidak tercapai.

Apakah boleh kegiatan P2KB yang lebih digunakanuntuk resertifikasi berikutnya?

Tidak boleh. Kegiatan yang sudah dilaporkan akandicap oleh Komisi Cabang sehingga tidak dapat lagi di-pergunakan pada pelaporan tahun berikutnya. TermasukSK kepengurusan.

Kegiatan P2KB harus dilaporkan sejak tahun 2007,padahal sosialisasi dilakukan baru akhir-akhir ini saja.Apakah kegiatan tahun 2007 dan 2008 tetap harus di-laporkan?

Kegiatan tahun 2007 dan 2008 tetap harus dilaporkan.

Bagaimana nilai SKP yang didapatkan dengan mem-baca jurnal di internet?

Jurnal yang dibaca harus dibuat resume dan disebut-kan sumber jurnal tersebut. Hal tersebut untuk menun-jukkan bahwa dokter memang telah benar-benar memba-ca jurnal tersebut.

Bagaimana untuk kegiatan-kegiatan membimbingmahasiswa, penguji PPDS, atau kegiatan lain yang ti-dak ada surat keterangannya? Karena kerap terjadi tu-gas itu diberikan via telepon.

Surat keterangan untuk dokumen bukti wajib dimiliki.Surat keterangan atau surat tugas dapat diperoleh daridekan, atau ketua departeman. Jika menilik dari sudutpandang ISO, maka semua kegiatan memang harus ter-tulis dan tercatat. Untuk kegiatan yang telah dilakukannamun belum memiliki surat maka dokter dapat memintadokumen bukti bahwa dokter telah melakukan kegiatantersebut.

Untuk kegiatan menjadi dokter jaga selama 24 jamdimasukkan dalam kategori apa?

Kegiatan menjadi dokter jaga dapat dimasukkan se-bagai kegiatan mengurus pasien rawat inap. Tidak usahkhawatir, dokter tinggal melaporkan berbagai kegiatan,nanti ada komisi P2KB yang akan menilai kegiatan ter-tentu dimasukkan dalam kategori apa. Yang penting adabukti dokumen bahwa dokter telah melakukan tugas dok-ter jaga.

Bagaimana untuk kegiatan-kegiatan sosial sepertibakti sosial, yang kadang-kadang tidak bisa dibuktikansecara tertulis?

Seharusnya memang ada surat tugas. Jadi dokterbisa minta pada kelompok atau organisasi yang memintabantuan jasa dokter, misalnya ke RT/RW atau lurah yangbersangkutan dimana program bakti sosial diadakan.Intinya, harus ada buktinya, agar kami tahu, bahwa dok-ter telah melakukan kerja sosial.

Saya memiliki STR yang keluar bulan Agustus 2006,dan SIP yang terbit bulan April 2007. Jadi kegiatankapan yang harus dilaporkan?

April 2007. Patokannya adalah STR. Untuk merekayang telah memiliki STR sebelum April 2007, kegiatanP2KBnya dihitung mulai April 2007 sampai dengan masaberakhirnya STR tersebut dengan jumlah SKP yang harusdikumpulkan sejumlah 200 SKP. Sedangkan bagi anggo-ta yang telah mempunyai STR setelah April 2007, jumlahSKP yang harus dikumpulkan tetap sejumlah 250 SKP.

Mana yang lebih berat, mengumpulkan SKP atau di-adakan ujian kompetensi?

Kami belum pernah menghitung benefit analysis. Tapisaya kira itu menjadi masalah lain, karena kita harusmembuat ujian yang mempertimbangkan ranah skill,knowledge, dan attitude dengan berbagai ujian tulis danpraktek.

Bagaimana untuk mengetahui berbagai kegiatan il-miah yang ada dalam kegiatan P2KB ini?

Kami telah merencanakan untuk rutin secara berkalamisalnya sebulan sekali menginformasikan berbagai ke-giatan ilmiah PAPDI lewat sms.

Q&A:P2KB IPD

Prof. Dr. I. Oetama Marsis, SpOG, (K)

P2KB IDI Online, Klik!

Prof. Dr. I. Oetama Marsis, SpOG (K).

P2KB IDI Online sesuatuyang baru, pasti ada peno-lakan. Hendaknya teknologiinformasi bukanlah beban,tapi IT itu adalah terobos-an. Dokter-dokter di pelo-sok malah senang secaraonline dibanding offline.Untuk daerah Timur se-dang diupayakan penguat-an sinyal.

Page 10: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

10 Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009Sorot Utama

Kamis, 18 Juni, DR.dr. LugyantiSukrisman, SpPD, K-HOM tam-pak sumringah. Pasalnya, padahari itu dr. Lugyanti, begitu biasadisapa, berhak menyematkan

gelar Doktor dalam bidang Ilmu kedokter-an pada namanya. Hasil sidang diser-tasinya yang bertema ”Aktivasi Koagulasipada Leukemia Jenis Meloid: PeranIntegrin CD11b, Leukositosis, Sel Blas,dan Promielosit serta Agregat Neutrofil-Trombosit/Monosit-Trombosit” diganjardengan predikat summa cumlaode olehpara penguji.

Penelitian wanita kelahiran Jakarta,42 tahun silam ini cukup inovatif. Ia me-rupakan peneliti Indonesia pertama yangmeneliti tentang leukemia mieloid.Selama ini, terapi ataupun pengobatanyang dilakukan pada penderita leukemiamieloid masih mengacu pada temuan-temuan dari luar negeri.

Pada penelitiannya, Internis dari FKUIini berupaya mencari berbagai faktoryang meningkatkan risiko terjadinya akti-vasi koagulasi pada penderita leukemia.Faktor-faktor tersebut adalah adanya jum-lah leukosit yang sangat tinggi, peran selleukemia (blas dan promielosit) tersebut,intergrin CD11b yang berperan dalamproses perlekatan leukosit pada dindingpembuluh darah, serta agregat neutrofil-

trombosit atau monosit-trombosit yangterbentuk akibat gangguan pada sel danpembuluh darah.

Selama ini pengobatan leukemiadilakukan dengan memberikan obat antikanker (sitotoksik) atau kemoterapi, dantranplantasi. Namun masih ada masalahyang dihadapi, yakni kekambuhan pascaremisi. Belum lagi respon yang kurangterhadap pengobatan pada kelompokusia lanjut (berkisar 40%) serta sebagaipenyulit/komplikasi yang seringkalidihadapi oleh penderita tersebut.

Masalah lainnya, sel leukemia mieloiddapat menghasilkan berbagai zat yangdapat menyebabkan gangguan pada seldarah dan dinding pembuluh darah. Zatini membentuk kelompok (agregat)antara leukosit dengan trombosit melaluiikatan molekul intregin CD11b. Semuafaktor tersebut dapat mengakibatkan me-

ningkatnya sistem pembekuan darahyang selanjutnya menjadi trombosit.“Keadaan-keadaan tersebut meng-akibatkan timbulnya aktivasi koagulasipada penderita leukemia jenis mieloid,”kata dr. Lugyanti.

Aktivasi koagulasi tersebut, lanjut istridari Dr. Didi Danukusumo SpOG (K) ini,bisa menghambat tujuan pengobatanbagi pasien penderita kanker leukemiajenis Mieloid. Dalam prosesnya, pasienbisa meninggal diakibatkan faktor-faktorlain di luar penyakit utamanya.

Lugyanti kemudian melakukan peneli-tian pada 80 subyek yang terdiri dari 25

orang penderita LMA. 14 orang penderitaLGK dan 41 kontrol. Rentang usia subyekyang ia teliti adalah 17-71 tahun.Penelitian dilakukan di Divisi Hematologidan Onkologi Depar temen PenyakitDalam R.S Cipto Mangunkusumo dan RS.Dharmais, selama Januari 2008 hinggaFebruari 2009.

Hasilnya, ia menemukan bahwa pa-sien leukemia jenis mieloid mempunyairisiko tinggi untuk mengalami trombosisjika disertai leukositosis dengan jumlahleukosit lebih dari/sama dengan50.000/uL. Fakta ini otomatis mengubahkonsesus internasional yang mengatakanbahwa leukositosis adalah jumlah leuko-sit lebih dari/sama dengan 100.000/uL.Risiko trombosis lainnya juga muncul pa-da penderita dengan Sel blas+promielo-sit lebih dari/sama dengan 5% dan/atauEkspresi integrin CD11b-nya lebih da-ri/sama dengan 91.5%.

Penemuan ini pada akhirnya berdam-pak pada terapi leukemia itu sendiri. Peng-obatan leukemia tidak hanya bisa dilaku-kan dengan membunuh sel kanker melaluikemoterapi, namun juga dengan menge-nali risiko komplikasi sedini mungkin se-hingga mampu mencegah kematian ataukomplikasi lain yang akan menyebabkankegagalan kemoterapi itu sendiri. (HI)

Cukup dengan meng klikwww.p2kb.idionline.org, akan muncul ber-bagai menu aplikasi. Menurut Prof. Mar-sis, begitu biasa disapa, portal ini dimak-sudkan untuk informasi dan pelayanan.Para dokter dapat mengakses berbagai ke-giatan seminar, lokakarya, kursus danlain-lain yang diselenggarakan IDI, perhim-punan, dan continuing medical education.(CME). Bagi dokter yang ingin meng up-date pengetahuan dapat meng klik refer-ensi yang telah dikembangkan menjadi vir-tual journal. Dokter dapat pula mengetahuisejawat lain yang bertugas di rumah sakit

di daerah serta mengadakan komunikasi,baik lewat surat elektronik maupun chat-ting.

Dibanding offline, dokter lebih memilihonline untuk input kegiatan P2KB. Menu-rut Prof. Marsis, dari roadshow sosialisasike daerah-daerah para dokter lebih sukaonline daripada offline. Di Natuna dan Nu-sa Tenggara Timur misalnya. Namun untukIndonesia bagian Timur masih terbenturkendala sinyal yang lemah. ”PB IDI ber-upaya mencari solusinya, yaitu bekerjasa-ma dengan Telkom,” ujarnya.

Prof. Marsis mengatakan portal ini

pembangunannya telah dirintis sejak Juli2007. Awalnya, menyiapakan softwaredan hardware yang pengerjaannya ram-pung pada Mei 2008. Di bulan yang sama,dilanjutkan dengan Program I, mengenaidasar-dasar hukum P2KB, seperti kepu-tusan dari KKI, UUPK, IDI dan Permenkes.

Pada Juli 2008, dilakukan Program II,tentang pengisian buku log secara online.Sebelum dipublikasikan, sistem yang te-lah dibuat diuji coba di Jakarta dan Maka-sar. Dari uji coba itu diinventaris kendala-kendala yang ditemukan baik dari sistemmaupun user nya, lalu disempurnakan.Pada Nopember 2008 Program II, dinyata-kan operasional untuk seluruh Indonesia.”Dari Nopember 2008 hingga saat ini te-lah terdaftar 4500 dokter atau 9 persen,”kata Prof. Marsis.

Pada Mei 2009, diluncurkan ProgramIII, mengenai edukasi. Program ini menye-diakan jurnal kedokteran secara onlineyang dapat digunakan para dokter untukupdate ilmunya. Sampai saat ini jurnalyang online terus ditambah, dalam waktudekat ini British Medical Journal (BMJ)dapat diakses. ”Hal ini sangat membantudokter yang berada di daerah terpencil,”ujar ahli obgyn ini.

Di samping menelusuri referensi, dok-ter dapat melakukan uji diri. Soal yang ter-sedia dijawab, bila mendapat nilai minimal

60 persen, maka dokter tersebut dinyata-kan lulus dan menerima dokumen kelulus-an untuk mendapatkan SKP.

Pelayanan P2KB dapat dengan mudahdiakses. Sebelumya, dokter mesti loginuser id dan password. Tapi bila belum me-miliki account, maka dokter diharuskanuntuk mendaftar terlebih dahulu. Berbagaikegiatan P2KB yang telah diikuti dapat di-masukan ke dalam menu ”Input Kegiatan”lalu simpan. Pada menu ”Dashboard CPD”dokter dapat melihat jumlah perolehanSKP dan grafik kegiatan P2KB.

Minimnya peserta P2KB yang terdaftar,diakui Prof. Marsis, kendalanya ada padauser. Sekitar 80 persen dokter yang ku-rang memahami teknologi informasi. Olehkarena itu, dibeberapa cabang IDI telah di-bentuk konsultan P2KB. Di Jawa Timur di-bentuk Klinik P2KB Online, untuk menje-laskan penggunaan portal ini. Sementarauntuk tujuan yang sama, di Jawa Tengah,dibentuk Supervisi P2KB. ”Dengan begitu,seluruh dokter dapat memanfaatkan por-tal ini,” tambahnya.

Nantinya, portal P2KB akan memben-tuk link dengan KKI, PDGI dan Depkes. Se-hingga pada tahun 2014 diharapkan pen-gurusan Surat Izin Praktik (SIP) dapat de-ngan online. Dokter tidak harus ke Jakartauntu mengurus STR. Dengan ini akan adapemangkasan biaya. (HI)

SUMBER: DOKUMENTASI PROF. DR. I. OETAMA MARSIS, SPOG, (K)

Sistem Online P2KB

DR. Dr. Lugyanti Sukrisman, SpPD, K-HOM

Peneliti Indonesia Pertama yangMenelisik Leukemia Mieloid

DR. Dr. Lugyanti Sukrisman, SpPD, K-HOM (tengah) bersama suami, orang tua,promotor, ko-promotor, dan tim penguji.

Ia adalah peneliti Indonesia pertama yang meneliti tentangleukemia mieloid. Selama ini, pustaka leukemia mieloidmasih mengacu pada temuan-temuan dari luar negeri.

IST

IME

WA

Prestasi

Page 11: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

11Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009 Profil PAPDI

Siang di Grand Indonesia, Halo Internis menemuiDR. Dr. Pranawa, SpPD-KGH. Internis asal Sura-baya ini tengah mengadakan pertemuan denganteman-teman lamanya semasa SMA di sebuahrestoran di kawasan Bundaran HI. “Reuni kecil-

kecilan,” ujarnya. Ia tak punya waktu panjang di ibukotahari itu. Malam harinya, Dr. Pranawa mendapat tugasmenjadi moderator pada sebuah acara seminar kedok-teran di daerah Mangga Dua. Untunglah, dokter ini takkeberatan menyisihkan waktu hang out-nya untuk wawan-cara, setelah jadwal wawancara yang beberapa kali kamibuat, kandas.

Pria kelahiran Madiun, 24 Februari 1950 ini memangmemiliki jadwal kegiatan yang padat. Sehari-hari, ia sibuksebagai staf pengajar di Universitas Airlangga (Unair)Surabaya, menjalankan praktek, atau berkecimpung diorganisasi. Dr. Pranawa aktif baik di Ikatan DokterIndonesia (IDI) Surabaya maupun pusat, PerhimpunanNefrologi Indonesia, PB PAPDI, dan PAPDI Jawa Timurtentunya. Di forum internasional, Dr. Pranawa juga ber-kecimpung di European Renal Association EDTA dan In-ternational Society Nephrology. Kesibukannya termasukmenjadi pembicara atau moderator seminar seperti ter-sebut di awal tulisan. Halo Internis mendapatkan infor-masi dari orang di rumahnya, bahwa pagi-pagi sekali Dr.Pranawa sudah berangkat bekerja dan pulang ketikalewat tengah malam.

Sebagai dokter, Dr. Pranawa total terjun menjalankanprofesinya. Padahal, tidak pernah terlintas sedikitpun dibenaknya saat kecil, untuk memilih profesi ini. Ia justrubercita-cita menjadi seorang arsitek. Jika pada akhirnyakini ia mengabdi dengan profesi ini, “Semuanya serbakebetulan,” ujarnya. Ketika lulus SMA tahun 1976, iamendaftar di berbagai universitas, FK Unair, FKUI, terma-suk juga institut di Bandung. Namun, nasib memba-

wanya menetap di Unair. “Kebetulan, Surabaya tempatyang pengumumannya paling awal,” kata Dr. Pranawa.Pertimbangan ekonomi membuat ia tidak memilih seko-lah yang jauh dari tempat dimana ia dibesarkan. Alasankedua ia mantap memilih Surabaya sebagai tempat me-lanjutkan studi, adalah karena ia memiliki banyak kera-

bat yang tinggal di Surabaya. “Jadi saya bisa numpang,”ujarnya tertawa.

Dr. Pranawa menceritakan, ia sangat menikmati per-annya sebagai mahasiswa. Tak hanya menjalani rutinitaskuliah, mantan ketua IDI Surabaya ini juga aktif di berba-gai kegiatan senat mahasiswa dan menjabat sebagaiketua hampir di setiap seksi kegiatan. “Meski demikian,saya tidak pernah berikatan dengan satu organisasi, ter-masuk organisasi politik,” ujar Dr. Pranawa. Saat Dr. Pra-nawa menjadi mahasiswa, Indonesia memang tengahberada dalam gejolak politik yang banyak melibatkankalangan kampus.

Sedangkan mengenai studinya, ia mengatakan tidakpunya target tertentu. “Saya sekolah tidak ada beban,”katanya. Ia tidak pernah berfikir untuk cepat-cepat me-nyelesaikan kuliahnya. Alih-alih, ia hanya berfikir bagai-mana menguasai bidang ilmu yang tengah dipelajari se-belum mempelajari bidang berikutnya. Bahkan, ujarnya,ia tidak mau dinyatakan lulus dari satu mata kuliah ter-tentu sebelum ia merasa memiliki keahlian di bidangtersebut. “Kalau saya merasa belum mampu, saya da-tang lagi, ikut belajar lagi. Her atau mengulang mata ku-liah itu biasa. Lumrah!” ujarnya menandaskan.

Bukan ‘Lulus’ Tapi ‘Bisa’Proses pembelajaran saat ia kuliah dulu, menorehkan

sebuah pemikiran yang kerap mengganggunya kini. Dr.Pranawa kerap heran jika saat ini mahasiswa menarget-kan kata lulus dalam studinya. “Targetnya seharusnyabukan lulus, tetapi ‘bisa’. Jika harus lulus, menyebabkan

orang sekolah saat ini hanya untuk kejar tayang. Bukanmenghayati karena ingin memiliki skill,” ujar Ketua Sub-Departemen Ginjal Hipertensi FK Unair ini. “Ketika lulus,seharusnya berfikirnya apakah mampu melakukan keter-ampilan yang dibutuhkan untuk bidang yang dipelajariatau tidak,” kata Ketua Bidang Organisasi dan Pengem-bangan PB Pernefri ini.

Dr. Pranawa mengatakan telah terjadi beberapa pe-rubahan dalam soal kemandirian pada mahasiswa saatini dibanding dengan mahasiswa pada zamannya. Iamencontohkan, kerap terjadi mahasiswa mendaftar ku-liah diantar oleh bapak atau ibunya, bahkan orang tuanyasampai menitipkan anaknya ke pihak tertentu di univer-sitas. “Jadi rupanya kita telah mengalami banyak pe-rubahan,” katanya.

Kepala Instalasi Hemodialisis RSUD Dr. Soetomo inimelanjutkan, tidak tahu apakah perubahan tersebutdianggap sebuah penurunan atau kemajuan. “Memangjika dilihat, anak-anak sekarang menjadi lebih terprogram(dalam mencapai tujuan hidupnya),” katanya. Maha-siswa kedokteran, misalnya, ada yang telah ditentukanoleh orang tuanya untuk kuliah di universitas tertentu,selanjutnya mengambil spesialis tertentu, bahkan telahdisiapkan klinik untuk praktek, hingga pada usia relatifmuda sudah mencapai jenjang tertentu. “Mungkin diam-bil sisi positifnya saja,” katanya menyimpulkan.

Dr. Pranawa sendiri, tidak pernah menargetkan jen-jang pendidikan yang harus dicapai dalam hidupnya. Ke-tika ia mengambil spesialis penyakit dalam, semua lebihdidorong karena faktor aliran hidup yang membawanyahingga ia memiliki keahlian sebagai seorang internis. Ke-tika ia lulus sebagai dokter tahun 1976, saat itu sebe-narnya program Inpres masih berjalan untuk menempat-kan dokter di pelosok-pelosok nusantara. Tapi, akhir ta-hun 1976 ternyata ‘katup’ departemen pendidikan dibu-ka untuk tenaga dokter. Beberapa temannya mendaftarke spesialis anak, bedah, atau spesialis lain di luar pe-nyakit dalam. Dr. Pranawa melihat, spesialis penyakitdalam hanya diminati oleh segelintir orang. “Saya ber-fikir, jika saya masuk spesialis ini, maka ‘ kans ’ saya di-

Dr. Pranawa (kiri) bersama istri dan anak-anaknya di Sidney, Australia.

“Perhimpunan profesi, seharus-nya menyapu halamannya ma-sing-masing sebelum halamannyadisapu orang lain.”

DR. Dr. Pranawa, SpPD, K-GH

Kritis dan Lantang untuk Kebaikan Profesi

FO

TO

-FO

TO

: D

OK

UM

EN

TAS

I D

R.

PR

AN

AW

A

Page 12: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

12 Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009Profil PAPDI

terima akan besar,” ujarnya mengenang. Dugaan Pra-nawa tepat. Entah karena ia memiliki peluang yang besaratau memang karena ia cukup cakap, Dr. Pranawa loloske departemen penyakit dalam dengan menyisihkan be-berapa temannya yang juga berminat dalam bidang ini.

Batal WamilPada saat yang hampir bersamaan, sebenarnya Dr.

Pranawa juga dipanggil untuk mengikuti program WajibMiliter (Wamil). Ia lolos seleksi wamil, hingga mendapatpemberitahuan bahwa ia diterima di Departemen Pe-nyakit Dalam FK Unair. Pihak TNI pun akhirnya menyata-kan bahwa wamil untuk Pranawa ditunda.

Mendapat gelar spesialis penyakit dalam tahun 1986dari Ilmu Penyakit Dalam Universitas Airlangga, Dr. Pra-nawa melanjutkan ke jenjang spesialis 2 di universitasyang sama. Sebelumnya, Dr. Pranawa mengambil ke-ahlian konsultan yang diselesaikannya tahun 1990. Takpuas hanya di dalam negeri, Dr. Pranawa juga menimbailmu Management of End Stage Renal Disease di Leiden-Netherland dan Kidney Transplantation di New York,Amerika Serikat.

Idealisme Yang Mengusik PikiranBertutur mengenai sistem pendidikan kedokteran

saat ini, Pranawa mengatakan masih banyak yang perludibenahi. “Pendidikan dokter sekarang kurang ideal,”katanya. Saat ini, menurutnya, yang dinilai dari seorangdokter lebih ke soal akademik ketimbang profesi. “Ke-mampuan profesi yang tidak bisa dilakukan kerap digan-ti dengan membuat paper, misalnya, daripada melaku-kan suatu tindakan,” ujar KetuaAudit Medik Nasional PB IDI ini. Dibidang kedokteran, ujarnya lagi, jen-jang Strata 1, Strata 2, atau Strata 3memang penting, namun pendidikanprofesi jauh lebih penting, karenapendidikan profesilah yang akan di-aplikasikan di masyarakat.

Ia memiliki pemikiran, bahwasebaiknya pendidikan kedokteranmemiliki sistem tersendiri yang tidaksama dengan disiplin ilmu lain. Pen-didikan dokter seharusnya memilikipengaturan yang tidak sama denganfakultas-fakultas lain, karena hasilakhirnya jauh berbeda. Standar pen-didikan yang dapat dikatakan sera-gam, menurutnya, memudahkan ha-nya dari segi birokrasi. “Harus adasistem yang mengatur pendidikankedokteran, hingga terminal end-nyatersendiri. Sistem S1, S2, atau S3dibuat built-in sedemikian rupa da-lam pendidikan spesialisnya. Entahdisebut double degree atau diberinama lain,” kata mantan KetuaPAPDI Jawa Timur ini.

Pembenahan tersebut, perlu dipi-kirkan, agar dokter Indonesia tidaktertinggal dengan negara lain. Jikadokter di Indonesia waktunya habisuntuk mengejar pendidikan

akademik, maka ke depan-nya akan sulit jika ber-hadapan dengan dokter-dokter asing. Dengan ber-api-api, Pranawa mema-parkan bagaimana dokterasing dapat menjadi se-buah ancaman untukbangsa ini. “Nggak onodokter luar negeri datangke sini dengan tujuanuntuk menyehatkan bang-sa kita. Dokter luar negeridatang ke sini, hampir da-pat dipastikan mau men-cari duit untuk kantongnyasendiri,” ujarnya denganlogat Surabaya yang ken-tal. “Yang terjadi, dokterpuskesmas bekerja de-ngan susah payah, tapidokter asing menikmati

kejunya.”Pranawa bersuara kritis tentang hal-hal yang

menyangkut profesinya. Berbagai pemikiran, kerap iadiskusikan dengan sejawatnya di kalangan IDI Jawa Ti-mur, termasuk soal konsep dokter asing yang iacetuskan di atas. Apa yang ia lontarkan, katanya, telahdidahului dengan sharing pemikiran yang cukup matangbersama koleganya.

Berkecimpung sebagai pengurus IDI, menurutnya kinisemakin hari semakin banyak hal yang harus ditangani.Salah satunya, “Saat ini tidak ada hari tanpa pengaduan(tentang layanan dokter),” katanya. Pihaknya, menurutDr. Pranawa, tidak menutup mata, bahwa terkadanganggotanya ada yang bertindak tidak sebagaimanamestinya. Pembelajaran ternyata tidak hanya harusdilakukan oleh masyarakat, tetapi juga pada dokternya.Dokter yang agak ‘melenceng’ itu seharusnya lebih dahu-lu diperingatkan oleh perhimpunan profesi. “Per-himpunan profesi, seharusnya menyapu halamannyamasing-masing sebelum halamannya disapu orang lain,”tandasnya.

Dr. Pranawa juga menyoal Undang-undang PraktekKedokteran (UUPK) yang menurutnya masih memilikicelah yang dapat merugikan profesi kedokteran dan jugamasyarakat. Meski demikian, ia mengatakan UUPKtersebut banyak manfaatnya, karena dengan undang-undang tersebut semua dibuat lebih teratur. “Tapi (UU)itu perlu disempurnakan,” katanya.

Mengalir Bagai AirDengan berbagai aktivitas dan pemikirannya, Dr.

Pranawa beruntung memiliki dukungan keluargasepenuhnya –meski waktu untuk anak maupun istrinyayang seorang dokter gigi, sering tersita untuk semuakesibukannya. Namun, tak ayal, anak-anaknya mengang-gap profesi dokter bukanlah profesi ‘menarik’ untukditekuni. Alasannya, menjadi dokter tidak bisamenyenangkan keluarga dengan menyediakan waktuyang cukup. Untung saja, anaknya yang kedua, akhirnyamengikuti jejaknya sebagai ahli medis. Tapi, alasannyaadalah karena sayang jika buku-buku ayahnya tidak adayang memanfaatkan. “Jika tidak ada yang jadi dokter,buku sebegitu banyak siapa yang pakai?” ujar diamenirukan kata-kata anak bungsunya. Anaknya yang per-tama mengenyam pendidikan informatika di InstitutSepuluh November Surabaya (ITS) lalu melanjutkan seko-lah di Australia. Hingga kini, si sulung bekerja dan mene-tap di Australia.

Selain sibuk beraktifitas seputar profesi yangdilakoninya, Dr. Pranawa masih menyisakan ruang dalamdirinya untuk melakukan hobi yaitu melukis. Ia gemarmengoleksi berbagai lukisan di rumahnya, yang kini jum-lahnya mencapai lebih dari 100 buah. Lukisan-lukisantersebut ia dapatkan dengan cara berkunjung ke pamer-an atau galeri. Untuk memilih lukisan yang menjadikoleksinya, Dr. Pranawa tidak terpaku pada satu karyapelukis. “Meski pelukisnya tergolong muda dan baru,kalau lukisannya bagus, akan saya beli,” kata dokteryang juga hobi bernyanyi. Di kemudian hari, pelukistersebut menjadi terkenal hingga hasil karyanya punberharga mahal. Namun Dr. Pranawa menekankan,bahwa sebuah karya seni tidak bisa diukur dari nominalrupiahnya. Dua buah lukisan menjadi favoritnya. Lukisanyang ia dapatkan di Lombok yang menggambarkankehidupan pasar tradisional, dan lukisan abstrak yang iaperoleh di Bali.

Berada di titik hidupnya saat ini, Dr. Pranawa men-gatakan hanya mengikuti aliran air kehidupan. Ia hanyabersyukur akan semua yang miliki. Ia juga tidak neko-neko menetapkan tujuan hidupnya atau memiliki ambisibesar akan sesuatu. “Mungkin itu sebabnya saya noth-ing to lose,” katanya menutup pembicaraan.

(HI)

“Tidak ada dokter luar negeridatang ke sini dengan tujuanuntuk menyehatkan bangsa kita.”

Dr. Pranawa (kiri belakang) bersama keluarga.

Page 13: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

13Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009 Info Medis

Latar Belakang

Kanker kolorektal (KKR) me-rupakan kanker keempat terba-nyak di dunia dan menempatikedua terbanyak di Amerika

Serikat. Rerata usia penderita KKR diAmerika Serikat adalah 67 tahun. Namundemikian insidensi KKR tampaknya me-ningkat cepat di negara Asia dalam bebe-rapa dekade terakhir. Menurut kepusta-kaan Barat, prevalensi KKR pada usia dibawah 50 tahun adalah 2-8%. PenderitaKKR di Indonesia menunjukkan proporsiyang lebih besar. Di Jakarta misalnya,usia di bawah 45 tahun terdapat pada47,85% kasus.

Mutasi pada kanker sporadik terjadipada sel-sel somatik setelah adanya pa-janan terhadap agen-agen karsinogenikdari lingkungan. Salah satu keadaan yangdapat menjadi pemicu terjadinya kankeradalah inflamasi kronik. Molekul sentralyang berperan pada peralihan proses dariinflamasi menjadi kanker adalah nuclearfactor-kappa B (NF-κB). Molekul NF-κBmerupakan mediator penting dalam per-tumbuhan dan perkembangan tumor yangdipicu inflamasi. Dari berbagai alur pensi-nyalan yang dicetuskan oleh inflamasidan infeksi, NF-κB merupakan komponenterpenting yang berperan pada prosespromosi tumor.

Penelitian sebelumnya memperlihat-kan peran penting COX-2 pada tumorige-nesis kolorektal juga kaitan kuat antarapensinyalan COX-2/PGE2 dan ekspresigen APC pada neoplasia intestinal. Dele-si gen COX-2 pada apc knock-out micemenyebabkan penurunan jumlah danukuran polip intestinal. Penelitian ke arahperan COX-2 memberi kesan bahwa akti-vasi kronik COX-2 menyebabkan patologipada kolon dan ditunjang dengan bukti-bukti bahwa penghambatan COX-2 dapatmembatasi laju perkembangan kankerkolorektal. Beberapa studi populasi men-deteksi adanya penurunan risiko relatifterjadinya kanker kolorektal sebesar 40-50% pada mereka yang secara rutinmenggunakan aspirin atau OAINS lain. Ujiklinik OAINS pada pasien FAP jelas mem-perlihatkan bahwa OAINS menyebabkanregresi adenoma. Penurunan beban tu-mor dilaporkan dapat mencapai 80-90%.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menge-tahui hubungan antara karakteristik mole-kuler inflamasi dengan KKR serta perankarakteristik klinikopatologis sebagai pre-diktor NF-κB dan COX-2, pada penderitaKKR sporadik Indonesia asli.

Metodologi Penelitian

Desain penelitian untuk pertanyaanpenelitian nomor 1 adalah kasus kontrolberpadanan (matched case-control) de-ngan kasus mukosa kanker dan kontrolmukosa bebas kanker. Jaringan kanker

dan jaringan bebas kanker diambil dariindividu yang sama. Desain penelitianuntuk per tanyaan nomor 2 adalahpotong lintang. Desain penelitian untukpertanyaan nomor 3 adalah potong lin-tang analitik antara kelompok penderitaberusia 40 tahun atau kurang dan pen-derita berusia 60 tahun atau lebih. De-sain penelitian pertanyaan nomor 4adalah potong lintang analitik.

Populasi dan Sampel

Populasi target penelitian adalah se-luruh penderita KKR penduduk Indone-sia asli. Populasi terjangkau adalah pa-sien penderita KKR yang menjalani ope-rasi di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Ja-karta dan RSU Hasan Sadikin, Bandungsejak bulan Januari 1998 sampai April2008. Subjek penelitian adalah populasiterjangkau yang memenuhi kriteriainklusi dan eksklusi.

Hasil Penelitian

Sebanyak 108 kasus KKR yang masihmemiliki blok parafin berhasil dikumpul-kan antara tahun 1999-2007. Spesimendiperoleh dari Departemen Patologi Ana-tomik FKUI – RS Cipto Mangunkusumo,Jakarta dan Bagian Patologi Anatomik FKUniversitas Padjadjaran – RS Hasan Sadi-kin, Bandung. Dari ke-108 kasus, 10 spe-simen tidak dapat digunakan karena ti-dak terdapat gambaran mukosa kanker.Dari ke-98 spesimen dengan gambaranmukosa kanker yang dapat dinilai, seba-nyak 31 spesimen tidak disertai dengangambaran mukosa bebas kanker, sehing-ga jumlah akhir spesimen dengan gam-baran mukosa kanker dan mukosa bebaskanker yang lengkap adalah 67 buah.

Sebagian besar subjek penelitian ada-lah perempuan dengan perbandingan se-kitar 1,4:1 terhadap laki-laki. Jumlah pa-sien berusia > 60 tahun ada sebanyak60 orang, sedangkan jumlah pasien padakelompok usia < 40 tahun ada sebanyak38 orang. Penderita termuda berusia 14tahun, sedangkan tertua berusia 89 ta-hun. Sebagian besar tumor berada di dis-tal dan datang pada stadium lanjut. Tidakada perbedaan jenis kelamin, lokasi tu-mor, dan stadium klinis antara pasienberusia 40 tahun atau kurang dan pasienberusia 60 tahun atau lebih.

Tipe histopatologis terbanyak adalahadenokarsinoma. Signet ring cell dan mu-cinous carcinoma (adenokarsinoma tipelain) secara bermakna lebih banyak padapasien berusia < 40 tahun. Derajat dife-rensiasi histopatologi juga menunjukkanperbedaan bermakna antara pasien beru-sia < 40 tahun dibandingkan pasien beru-sia > 60 tahun. Pada kelompok > 60 ta-hun, lebih banyak didapatkan tumor de-ngan diferensiasi baik. Tidak ada perbe-daan bermakna pada karakteristik histo-patologis lainnya, yaitu kedalaman invasi,penyebaran ke kelenjar getah bening,dan tumor dengan degenerasi musino-sum.

PerbedaanKarakteristik InflamasiMolekuler antaraMukosa Kanker danMukosa Bebas Kanker

Ekspresi NF-κB

Ekspresi NF-κB yang positif di mukosaepitel kanker terdapat pada 72 dari 98spesimen (73,5%), sedangkan ekspresiNF-κB di mukosa bebas kanker terdapatpada 21 dari 67 spesimen (21,4%). Nilaikappa untuk interobserver aggreementpada pulasan NF-kB adalah 0,831.

Terdapat perbedaan ekspresi NF-κByang bermakna antara epitel normal danepitel kanker. Sel-sel kanker kolorektalsecara bermakna lebih banyak mengeks-presikan NF-κB dibandingkan epitel nor-mal (Tabel 3) dengan p<0,0001 dan ROsebesar 7,7 (IK95% 1,29-12,40). De-ngan RO sebesar 7,7, maka risiko terjadi-nya KKR pada jaringan dengan ekspresiNF-κB positif adalah 7,7/(7,7+1) =88,5%.

Ekspresi COX-2

Ekspresi COX-2 yang positif di mukosaepitel kanker terdapat pada 48 (49,0%)kasus, sedangkan ekspresi COX-2 di mu-kosa bebas kanker terdapat pada 16(23,9%) kasus. Nilai kappa untuk interob-server aggreement pada pulasan COX-2adalah 0,898.

Terdapat perbedaan ekspresi COX-2yang bermakna antara epitel normal danepitel kanker. Sel-sel epitel kanker kolo-rektal memperlihatkan ekspresi COX-2yang secara bermakna lebih tinggi diban-dingkan mukosa bebas kanker di sekitar-nya dengan p = 0,0002 (uji McNemar)dan RO = 6 (IK95% 2,06 - 23,79). De-ngan RO sebesar 6, maka risiko terjadi-nya KKR pada jaringan dengan ekspresiCOX-2 positif adalah 6/(6+1) = 86%.

Hubungan antara EkspresiCOX-2 dan NF-κB

Untuk melihat hubungan antara eks-presi COX-2 dan NF-κB pada jaringan kan-ker kolorektal diperlukan jumlah sampel

minimal 44, dan telah dilakukan analisiskorelasi antara skor intensitas dan densi-tas ekspresi COX-2 dengan skor intensi-tas dan densitas ekspresi NF-κB.

Terdapat korelasi sangat kuat antaraskor intensitas dan densitas ekspresiCOX-2 dengan skor intensitas dan densi-tas ekspresi NF-κB pada mukosa bebaskanker.

Perbedaan Ekspresi NF-κB dan COX-2 pada KKRUsia Muda dan Usia Tua

Ekspresi NF-κB terdapat pada 73,5%kasus, sedangkan ekspresi COX-2 terda-pat pada 49% kasus. Tidak terdapat per-bedaan ekspresi NK-κB antara pasien be-rusia 40 tahun atau kurang dan pasienberusia 60 tahun atau lebih. EkspresiCOX-2 cenderung lebih banyak pada ke-lompok pasien berusia 40 tahun atau ku-rang (55.3%), tetapi perbedaan tersebuttidak berbeda bermakna dengan kelom-pok pasien berusia 60 tahun atau lebih(45%).

Hubungan antara ekspresiNF-κB dan faktor-faktor kli-nikopatologis KKR

Analisis bivariat mendapatkan hubu-ngan bermakna antara ekspresi NF-κBdengan beberapa faktor klinikopatologis,yaitu jenis histopatologi tumor, volumetumor, dan stadium klinis. Analisis regre-si logistik dilakukan setelah analisis biva-riat untuk melihat hubungan antara varia-

Jalur Inflamasi pada Karsinogenesis Kolorektal Sporadik di Indonesia:

Peran NF-κκB dan COX-2 sertaHubungannya dengan

Karakteristik Klinikopatologis

DR. Dr. Murdani Abdullah, SpPD, K-GEHDivisi Gastroenterologi dan Hepatologi,

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM

Mukosa bebas kanker To t a lNF-κκB (+) NF-κκB (-)

Mukosa NF-κκB (+) 24 23 47 Kanker NF-κκB (-) 3 17 20

Total (%) 27 40 67

Tabel Sebaran ekspresi NF-κB

Mukosa bebas kanker To t a lCOX-2 (+) COX (-)

Mukosa COX-2 (+) 15 24 39 Kanker COX-2 (-) 4 24 28

Total (%) 19 48 67

Tabel Sebaran ekspresi COX-2

Kelompok usia Nilai p(uji Chi square)

Variabel < 40 tahun > 60 tahunN (%) n 9%)

Ekspresi COX-2- Positif 21 (55,3) 27 (45,0) 0,322- Negatif 17 (44,7) 33 (55,0) Total 38 (100) 60 (100)Ekspresi NF-_B- Positif 28 (37,7) 44 (73,3) 0,969- Negatif 10 (26,3) 16 (26,7) Total 38 (100) 60 (100)

Tabel Sebaran karakteristik inflamasi mole-kuler subjek penelitian

Page 14: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

14 Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009Info Medis

bel independen dengan ekspresi COX-2pada jaringan kanker (jenis kelamin,umur, stadium klinis, lokasi tumor, volu-me tumor, histopatologi tumor, diferen-siasi tumor, kedalaman invasi tumor, ke-terlibatan KGB, dan adanya degenerasimusinosum). Variabel dimasukkan ke da-lam model jika pada analisis bivariat did-apatkan nilai p < 0,25.

Hubungan antara ekspresiCOX-2 dan faktor-faktorklinikopatologis KKR

Analisis bivariat tidak mendapatkanfaktor klinikopatologis yang berhubunganbermakna dengan ekspresi COX-2 padajaringan kanker kolorektal. Ada kecende-rungan bahwa tumor-tumor dengan eks-presi COX-2 positif lebih sedikit mempro-duksi musin.

Pembahasan

Seluruh spesimen yang positif denganpulasan terhadap RelA menunjukkan ada-nya NF-κB di sitoplasma. Hanya beberapaspesimen yang juga memperlihatkan pu-lasan positif di inti sel. Hal ini menunjuk-kan bahwa sebagian besar kasus memili-ki NF-κB yang tidak teraktivasi. Dalam ke-adaan non-aktif, NF-κB berada di sitoplas-ma karena terikat dengan sistem proteininhibitornya, yaitu IkB kinase kompleks,yang mencegah NF-κB memasuki inti sel.Kaskade pensinyalan NF-κB dapat diaktif-kan sebagai respons terhadap cedera,infeksi, inflamasi dan kondisi stres lain-nya yang dengan cepat mengakibatkanperubahan ekspresi gen-gen dalam sel.Salah satu stimulus aktivasi NF-κB ada-lah lipopolisakarida (LPS) yang berasaldari bakteri Gram negatif. Stimulus LPSterhadap NF-κB ini telah terbukti mening-katkan ekspresi enzim COX-2 dan produk-si prostaglandin E2 (PGE2). Dalam kea-daan normal, epitel kolon baik yang nor-mal maupun kanker selalu terpajan padaLPS bakterial. Hal ini yang menyebabkanNF-κB terus-menerus terekspresi di sito-plasma dan inti sel.

Ekspresi COX-2 pada mukosa kankerdalam penelitian ini (49%) secara tidak

diduga jauh lebih ren-dah daripada yang dila-porkan pada studi-studi awal tentangekspresi COX-2, yaitudi atas 80% pada ade-nokarsinoma dan sedi-kit atau hampir tidakterdeteksi pada muko-sa bebas kanker.Penelitian lain menda-patkan ekspresi COX-2sitoplasmik denganimunohistokimia sebe-sar 18,3% pada muko-sa bebas kanker,58,8% pada lesi poliphiperplastik kolon,89,4% pada adenomakolorektal sporadik,dan 83% pada adeno-karsinoma kolorektalsporadik. Studi terbarupada berbagai tipe tu-mor koloretal juga men-dapatkan ekspresi yangtinggi, yaitu 85% untuksemua jenis adenokar-

sinoma dan 55-76%untuk semua jenis adeno-ma. Ekspresi COX-2 yang

lebih rendah, yaitu 17% didapatkan padaberbagai jenis polip (polip hiperplastik,sessile serrated polyp/ adenoma (SSA),dan polip campuran dengan SSA dan non-serrated adenoma).

Ekspresi COX-2 pada mukosa bebaskanker di sekitar kanker pada penelitianini cukup tinggi, yaitu 23,9%. Ada ke-mungkinan bahwa mukosa ini dapat ber-kembang menjadi adenoma atau karsino-ma. Hal tersebut ditunjang dengan hasilstudi yang mendapatkan frekuensi muta-si onkogen ras pada mukosa bebas kan-ker dan hiperplastik di sekitar kanker ko-lorektal.

Hasil perhitungan skor imunohistoki-mia memperlihatkan korelasi antara COX-2 dan NF-κB. Hal ini sesuai dengan sebu-ah studi yang mendapatkan korelasi an-tara ekspresi COX-2 dan komponen RelANF-κB (p65) dengan r=0,83 dan p<0,05.Korelasi antara ekspresi COX-2 dan NF-κB memperkuat dugaan bahwa ekspresiCOX-2 pada penelitian ini dipicu oleh pro-ses inflamasi di mukosa usus.

Dalam penelitian ini, tidak ditemukanperbedaan ekspresi COX-2 yang bermak-na antara penderita berusia 40 tahunatau kurang (55%) dibandingkan denganpenderita berusia 60 tahun atau lebih(45%). Hasil tersebut kurang lebih serupadengan penelitian di Korea yang tidakmendapatkan hubungan bermakna anta-ra ekspresi COX-2 positif (skor 3-7 deng-an pulasan imunohistokimia) pada pasi-en KKR sporadik berusia kurang dari 60tahun (46,2%) dan pada pasien berusia60 tahun atau lebih (39,4%). Penelitian diJepang mendapatkan ekspresi COX-2positif (skor 3-7 dengan pulasan imuno-histokimia) pada 76% dari 100 penderitaKKR sporadik dengan perincian 70% pa-da penderita berusia 65 tahun ataukurang dan 82% pada penderita berusialebih dari 65 tahun. Perbedaan tersebuttidak bermakna secara statistik.

Seperti halnya ekspresi COX-2, eks-presi NF-κB juga tidak berbeda bermaknaantara penderita KKR usia 40 tahun ataukurang dan penderita berusia 60 tahunatau lebih. Pada kedua kelompok, eks-presi NF-κB didapatkan lebih dari 73%.Penelitian pada 30 spesimen penderitaKKR dari Wuhan, Cina, tidak mendapat-

kan perbedaan ekspresi komponen RelANF-κB antara penderita berusia 55 tahunatau kurang dan lebih dari 55 tahun. Ke-dua kelompok memperlihatkan ekspresiRelA lebih dari 85%.

Dari hasil analisis multivariat, faktorklinikopatologis yang dapat memprediksiekspresi NF-κB adalah jenis kelamin, tipehistopatologi, volume tumor, dan stadiumklinis. Tipe histopatologi adenokarsino-ma, stadium lanjut dan volume tumor le-bih dari 50 mL merupakan faktor risikoterhadap ekspresi NF-κB, sedangkan je-nis kelamin laki-laki merupakan faktorprotektif terhadap ekspresi NF-kB.

Ketiga variabel yang mempengaruhiekspresi NF-κB sesuai dengan teori ten-tang pengaruh inflamasi pada pertumbu-han tumor. Pertumbuhan dan stadium kli-nis tumor antara lain dipengaruhi oleh si-tokin-sitokin proinflamasi yang dilepas-kan baik oleh sel tumor maupun sel-sellain dalam lingkungan mikro tumor, yangterutama merupakan bagian dari sistemimun. Sekresi sitokin proinflamasi ber-kaitan erat dengan faktor transkripsi NF-κB yang secara langsung mempengaruhiekspresi gen-gen yang terlibat dalam pro-ses inflamasi. Faktor transkripsi NF-κB di-ketahui terdapat di berbagai sel dan me-ngatur ekspresi sejumlah gen yang me-ngendalikan inflamasi, proliferasi, dife-rensiasi, dan apoptosis. Namun, padakanker, termasuk kanker kolorektal, NF-κB diaktivasi secara berlebihan dan akti-vitas NF-κB berjalan terus-menerus sela-ma proses karsinogenesis.

Analisis regresi logistik memperlihat-kan tiga variabel dalam penelitian iniyang mempengaruhi ekspresi COX-2,yaitu ekspresi NF-κB, adanya musim danpenyebaran ke KGB. Dari ketiga variabeltersebut, hanya NF-κB yang memperlihat-kan pengaruh sebagai faktor risiko kuatdengan rasio odds yang tinggi. Ini mendu-kung teori bahwa aktivitas transkripsi genCOX-2 dipengaruhi atau diatur oleh faktortranskripsi NF-κB dan memberi kesanbahwa ekspresi COX-2 pada penderitaKKR dalam penelitian ini dicetuskan olehproses inflamasi yang mengaktivasi NF-κB. Di lain pihak, adanya musin dan pe-nyebaran kanker ke KGB merupakan fak-tor protektif terhadap ekspresi COX-2.

Temuan terpenting dari penelitian iniadalah bahwa KKR sporadik pada pende-rita usia muda dan tua tidak dipengaruhioleh ekspresi COX-2 dan NF-κB. Namun,ekspresi COX-2 yang didapat tidak seting-gi laporan-laporan serupa di negara-nega-ra maju untuk KKR sporadik. Penelitianini juga mendapatkan tumor-tumor yangmengekspresikan NF-κB dalam proporsitinggi dan ekspresi NF-κB merupakanvariabel independen yang mempengaruhiekspresi COX-2.

Implikasinya adalah bahwa KKR spo-radik di Indonesia memiliki alur karsino-genesis yang berbeda. Tidak seperti dinegara maju, ekspresi COX-2 pada sub-jek penelitian lebih merupakan pengaruhfaktor transkripsi NF-κB. Pada KKR spora-dik di negara-negara maju, ekspresi COX-2 sangat dominan dan dicetuskan olehalur pensinyalan Wnt/ beta-catenin. Ter-dapat perbedaan mendasar antara karsi-nogenesis kolorektal melalui alur Wnt/-beta-catenin dan alur inflamasi melaluiNF-κB.

Ekspresi NF-κB dan COX-2 pada KKRdapat menandakan peran inflamasi padaproses karsinogenesis. Di negara-negaraBarat, kanker yang dipicu oleh inflamasiumumnya ditemukan pada penderita in-flammatory bowel disease (IBD) yaitu ko-

litis ulseratif dan penyakit Crohn. Kankerkolorektal yang muncul pada penderitaIBD memiliki karakteristik molekular yangagak berbeda dibandingkan kanker kolo-rektal sporadik atau herediter.

Berbagai penelitian tentang ekspresiCOX-2 telah membuktikan peran pentingCOX-2 pada karsinogenesis kolorektal,dalam hal ini tipe sporadik, yang dimulaidari pembentukan polip adenomatosa ko-lorektal. Belakangan ini, terdapat per-kembangan teori baru dalam kontekskanker kolorektal sporadik yang tidakmengikuti urutan adenoma-karsinomakonvensional. Diduga ada alur berbedayang muncul dari adenoma serata dankemudian bertransformasi menjadi kan-ker kolon. Tidak seperti adenoma kon-vensional, adenoma serata sering meng-alami mutasi gen BRAF dan memperlihat-kan metilasi DNA yang luas tetapi tidakdisertai mutasi gen APC. Adenoma sera-ta sering ditemukan di area displasia be-rat dan kini banyak bukti mendukung bah-wa adenoma serata dapat menjadi kan-ker kolon. Dari penelitian-penelitian barutersebut, sangat mungkin jika karsinoge-nesis kolorektal sporadik di Indonesiaterjadi melalui alur serata atau alur meti-lator. Diperlukan penelitian lebih lanjutuntuk membuktikan peran mutasi BRAFdan metilasi DNA pada promotor gen-genmismatch repair pada kasus-kasus KKRsporadik di Indonesia. Selain itu, padatingkat adenoma, diperlukan studi pro-spektif endoskopik untuk membuktikantransformasi sel-sel polip hiperplastikyang saat ini tidak dianggap berpotensiganas.

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkanbeberapa hal sebagai berikut:1. Ekspresi NF-κB dan COX-2 secara ber-

makna lebih banyak pada jaringankanker dibandingkan jaringan bebaskanker. Seluruh ekspresi NF-κB bera-da di sitoplasma, baik di jaringan kan-ker maupun di mukosa bebas kanker.Ekspresi COX-2 di sel-sel kanker lebihrendah dibandingkan dengan yangdilaporkan di negara maju. EkspresiCOX-2 di mukosa bebas kanker lebihtinggi dibandingkan data di negara-negara maju, memberi kesan tinggi-nya kolitis kronik non-spesifik padasubjek penelitian.

2. Terdapat korelasi sedang antara skorekspresi NF-κB dan COX-2 di mukosakanker dan korelasi kuat antara skorekspresi NF-κB dan COX-2 di mukosabebas kanker.

3. Ekspresi COX-2 cenderung lebih tinggipada kelompok usia muda dibandingdengan usia tua, namun demikianperbedaan ekspresi molekuler infla-masi tersebut tidak bermakna secarastatistik.

4. Ekspresi NF-κB dapat diprediksi darivariabel-variabel klinis yaitu jeniskelamin laki-laki (skor 13), tipehistopatologi adenokarsinoma signetring cell dan musinosum (skor 22),stadium klinis lanjut (skor 24), danvolume tumor lebih dari 50 mL (skor10) dengan nilai cut off sebesar 45.Bila skor > 45 berar ti positif.Ekspresi COX-2 dapat diprediksisebagai positif jika prediksi ekspresiNF-κB positif, kecuali jika terdapatpenyebaran ke kelenjar getah beningdan adanya adenokarisnoma dengandegenerasi musinosum.

Tabel Hubungan antara ekspresi NF-κB dan faktor-faktor klinikopa-tologis pada KKR sporadik

Variabel Ekspresi NF-κκB Nilai p Rasio IK 95%odds

Positif Negatif(%) (%)

Jenis kelamin - Laki-laki 33 8 0,182a 1,904 0,734 – 4,938 -Perempuan 39 18 Kelompok usia - < 40 tahun 28 10 0,969a 1,018 0,405-2,558- > 60 tahun 44 16Lokasi tumor- Distal 53 19 0,958a 1,028 0,373-2,829- Proksimal 19 7Stadium Klinis- Dini 12 12 0,003a 0,233 0,087-0,627- Lanjut 60 14Volume tumor- < 50 mL 31 19 0,022a 0,306 0,108-0,868- > 50 mL 32 6Histopatologi- Adenokarsinoma 69 20 0,010b 0,145 1,582-30,087- Karsinoma tipe lain 3 6Diferensiasi- Low-grade 59 19 0,336a 1,672 0,583-4,799- High-grade 13 7Kedalaman invasi tumor- T1 dan T2 15 7 0,524a 0,714 0,253-2,014- T3 dan Tx 57 19Keterlibatan KGB- N0 33 13 0,715a 0,846 0,345-2,076- N1 39 13Degenerasi musinosum- Positif 12 7 0,607a 1,329 0,449-3,930- Negatif 41 18

a uji Chi-square; b uji Fisher exact

Page 15: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

15Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009 Kabar PAPDI

Stand PAPDI pada kegiatan INDOMEDICA EXPO 7 – 10 Mei 2009 di Hall B JCC Jakarta yangdiselenggarakan oleh PB. IDI. Tampak Ketua PB. IDI, DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes berfoto bersama de-ngan Ketua Bidang Humas PB. PAPDI, Dr. Cosphiadi Irawan, SpPD, K-HOM di stand PAPDI.

HARI BAKTI DOKTER INDONESIA

PB. PAPDI - PAPDI Medical Relief bekerja sama dengan ACT (Aksi Cepat Tanggap) pada 5 Mei mengadakanbakti sosial dalam rangka Hari Bakti Dokter Indonesia di desa Pangkalan, Teluk Naga, Tangerang. TampakDr. Ika Prasetiya Wijaya, SpPD memeriksa pasien dengan EKG.

PB. PAPDI - PAPDI Medical Relief bekerja sama dengan ACT (Aksi Cepat Tanggap) pada 5 Mei mengadakanbakti sosial dalam rangka Hari Bakti Dokter Indonesia di desa Pangkalan, Teluk Naga, Tangerang. Salahsatu kegiatannya adalah pengobatan gratis yang diikuti oleh 150 anak-anak dan 300 orang dewasa.Tampak Dr. Wisjnu Wardhana, SpPD sedang memeriksa pasien.

PB. PAPDI - PAPDI Medical Relief bekerja sama dengan ACT (Aksi Cepat Tanggap) pada 5 Mei mengadakanbakti sosial dalam rangka Hari Bakti Dokter Indonesia di desa Pangkalan, Teluk Naga, Tangerang. TampakDr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD sedang memberikan penyuluhan mengenai penyakit diabetes, jantung danhipertensi.

ROADSHOW ANTIBIOTIKPAPDI Cabang Banjarmasin PAPDI Cabang Jawa Barat

Roadshow Antibiotik PB.PAPDI ke-2 yang dilaksanakan oleh PAPDI Cabang Jawa Barat pada 30 Mei2009, di Hotel Novotel Bandung dihadiri sekitar 60 peserta. Dalam roadshow ini salah satu materiyang disampaikan adalah penyegaran EKG oleh Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD dan dihadiri oleh KetuaPAPDI Cabang Jawa Barat yakni Dr. Arto Yuwono Soeroto, SpPD, K-P.

Roadshow Antibiotik PAPDI yang dilaksanakan di Kota Banjarmasin pada 6 Juni 2009. Tampak KetuaUmum PB. PAPDI, DR.Dr. Aru W Sudoyo, SpPD,K-HOM,FACP dan Pengurus PAPDI CabangBanjarmasin. Acara roadshow ini yang dihadiri sekitar 30 peserta terdiri dari dokter umum dan dok-ter spesialis penyakit Dalam.

Roadshow Onkologi PB. PAPDI yang dilaksanakan di PAPDI Cab. Palembang pada Sabtu, 2 Mei 2009,di Hotel Horison Palembang. Salah satu pembicara roadshow, Dr. Sally A. Nasution, SpPD, sedangmemberikan Penyegaran EKG kepada sekitar 50 orang peserta Dokter Spesialis Penyakit Dalam danPPDS.

Pelaksanaan Roadshow Onkologi PB. PAPDI yang diselenggarakan di PAPDI Cabang Semarang padatanggal 25 April 2009, di Hotel Gumaya Semarang. Tampak Wakil Ketua PAPDI Cabang Semarang Dr.Mika Lumban Tobing, SpPD, K-HOM mendampingi pembicara Dr. C Suharti, PhD, SpPD,K-HOM, danDr. Abidin Widjanarko, SpPD, K-HOM.

ROADSHOW ONKOLOGIPAPDI Cabang Palembang PAPDI Cabang Semarang

Page 16: Halo Internis Edisi 14; P2KB_ Jaga & Tingkatkan Profesionalisme Dokter_1

16 Halo INTERNIS Edisi 14 Juli 2009Kabar PAPDI1 2

Pelaksanaan Roadshow Nutrisi Klinik III kerjasama PB. PAPDI dengan PAPDI Cab. Maluku pada23-24 Mei 2009 di Aula Kantor Gubernur Provinsi Maluku Lantai 7 ini dihadiri lebih dari 150peserta yang terdiri dari spesialis penyakit dalam, dokter umum, perawat, ahli gizi dan mahasiswakedokteran.

PAPDI Cab. Cirebon mengadakan simposium diabetes melitus dengan tema “Better Management forBetter Quality of Life”, di Hotel Santika Cirebon, pada 31 Januari 2009. Acara yang dihadiri oleh dok-ter umum dan spesialis ini menghadirkan pembicara dari Bandung dan Jakarta diantaranya, Dr. MadeAstawa, SpPD, Dr. Wizhar Syamsuri, SpPD, Dr. Boyke SpPD, Dr. Agus Kusnandang, SpPD, Dr. GatutSemiarji, SpPD, K-EMD, Dr. Hikmat Permana, SpPD,K-EMD, Dr. Ria Bandiara, SpPD,K-GH.

PAPDI Cab. Cirebon mengadakan seminar diabetes melitus untuk umum di Hotel Zamrud Cirebon,pada 1 Februari 2009. Acara itu dibuka oleh Walikota Cirebon yang diwakili oleh Kadinkes KotaCirebon Dr. Hj Kaptiningsih dan diikuti sekitar 200 peserta. Hadir sebagai pembicara Dr. IdhamChalid, SpPD, Dr. Slamet Suyono, SpPD, Dr. Hami Zulkifli Abbas, SpPD, dan Dr. Irwan, SpPD.

PAPDI Cab. Cirebon bersama Persadia (Persatuan Diabetes Indonesia) mengadakan SenamDiabetes Massal di halaman RSUD Gunung Jati, Cirebon, pada 1 Februari 2009, acara ini diikuti sek-itar 300 peserta dan dihadiri oleh Ketua PAPDI Cab. Cirebon Dr. Dedi Nuralamsyah, SpPD dan KetuaPersadia Cab. Cirebon Dr. Made Astawa, SpPD.

Pelantikan PAPDI Cabang Bekasi yang dilaksanakan pada Sabtu, 20 Juni 2009, di Hotel HorisonBekasi. Tampak foto bersama Ketua Umum PB. PAPDI, DR.Dr. Aru W Sudoyo, SpPD,K-HOM,FACP danKetua PAPDI Cab. Bekasi Dr. Ahmar Abyadh Umar, SpPD, M.Kes. Proses Pelantikan PAPDI Cab.Bekasi ini disaksikan oleh Ketua IDI Kota Bekasi, Dr. Anthony D. Tulak, SpP, FCCP dan Sekretaris IDIKab. Bekasi, Dr. Yanto Tatang.

Pelantikan dan Pembacaan Janji Pengurus PAPDI kepada Pengurus PAPDI Cabang Maluku Utara olehKetua Umum PB. PAPDI, DR.Dr. Aru W Sudoyo, SpPD,K-HOM,FACP pada Sabtu, 13 Juni 2009 di HotelBela International, Maluku Utara. Ketua PAPDI Cabang Maluku Utara yang baru yaitu Dr. Eko SudarmoDP, SpPD. Acara pelantikan PAPDI Cabang Malut ini disaksikan oleh perwakilan dari IDI WilayahMaluku Utara Dr. Andi Nurafiah, SpPK.

Pembacaan Naskah Pelantikan dan Janji Pengurus baru PAPDI Cabang Makassar yang oleh WakilKetua Umum PB. PAPDI, DR.Dr. Czeresna H. Soejono, SpPD,K-Ger,MEpid, FACP dan disaksikanKetua IDI Wilayah Cabang Makassar yaitu Dr. Muhammad Akbar, PhD, SpS(K) dimana KetuaPAPDI Cabang Makassar baru yakni Prof. DR. Dr. Syamsu, SpPD, K-AI. Pelantikan PAPDI CabangMakassar ini dilaksanakan pada Sabtu, 20 Juni 2009 di Hotel Clarion Makassar.

ROADSHOW NUTRISI Cabang Maluku

PAPDI Cabang Makassar

PAPDI Cabang Cirebon

PAPDI Cabang Bekasi

PAPDI Cabang Maluku Utara

Dalam rangka sosialisasi P2KB, PAPDI JAYA menyelenggarakan seminar dan workshop mengenaitata cara pengisian P2KB-IPD pada Sabtu, 27 Juni 2009, di Hotel Le Grandeur, Jakarta. Padaacara itu hadir sekitar 70 Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan langsung latihan mengisi Buku LogP2KB.

PAPDI - JAYA Sosialisasi P2KB