halaman judul implementasi penerapan pemberian...

101
i i HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN KORBAN KECELAKAAN PESAWAT (Studi Kasus Lion Air JT-610 PK-LPQ Pada Tanggal 29 Oktober 2018) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: PRAMUDITYA SYAIFUL MAARIF NIM: 11150480000004 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2020 M

Upload: others

Post on 26-Oct-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

i

i

HALAMAN JUDUL

IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN GANTI

KERUGIAN KORBAN KECELAKAAN PESAWAT

(Studi Kasus Lion Air JT-610 PK-LPQ

Pada Tanggal 29 Oktober 2018)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

PRAMUDITYA SYAIFUL MAARIF

NIM: 11150480000004

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H / 2020 M

Page 2: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Page 3: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Page 4: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Page 5: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

v

ABSTRAK

Pramuditya Syaiful Maarif. NIM 11150480000004. MEKANISME

PEMBERIAN GANTI KERUGIAN KORBAN KECELAKAAN PESAWAT

(Studi Kasus Kecelakaan Lion Air JT-610 PK-LPQ Pada Tanggal 29 Oktober

2018). Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah

dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2019 M.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab hukum pengangkut

dalam pemberian ganti kerugian kecelakaan pesawat dan penggunaan dokumen

release and discharge dalam ganti kerugian korban kecelakaan pesawat Lion Air

JT-610 PK-LPQ menurut Undang-Undang.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif empiris dengan

pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual

(conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan pada Undang-Undang

Nomor. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor. PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

Pendekatan konseptual untuk menganalisis permasalahan penelitian yang beranjak

dari adanya norma kosong.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Lion Air telah memberikan ganti

kerugian yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 sebesar

Rp.1.300.000.000,00 (satu milyar tiga ratus juta rupiah) per penumpang atau korban

kecelakaan pesawat Lion Air JT-610, namun dalam penggunaan dokumen release

and discharge terkait pemberian ganti kerugian pihak Lion Air melanggar Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2009 yang isi dokumen menggunakan klausul eksonerasi

atau pembebasan tanggung jawab sedangkan tanggung jawab pengangkut saat

terjadi kecelakaan pesawat adalah mutlak.

Kata Kunci: Mekanisme Pemberian, Ganti Kerugian, Tanggung Jawab

Pembimbing Skripsi : Dr. Burhanudin, S.H., M.Hum.

Daftar Pustaka : Tahun 1983 sampai 2019

Page 6: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wata’ala, yang maha adil dan maha

bijaksana, yang telah mewahyukan Islam sebagai ajaran yang haq lagi sempurna

untuk mengatur ummat manusia berkehidupan sesuai dengan fitrahnya sebagai

khalifah di muka bumi. Berkat rahmat Allah penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Mekanisme Pemberian Ganti Kerugian Korban Kecelakaan Pesawat

(Studi Kasus Kecelakaan Lion Air JT-610 PK-LPQ Pada Tanggal 29 Oktober

2019)”. Sholawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad

Shallallahu’ Alayhi wa Sallam, yang telah membawa umat manusia dari zaman

kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.

Selanjutnya, dalam penulisan skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan

bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini

peneliti mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag.,S.H.,M.H.,M.A. Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H.,M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris

Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Burhanudin, S.H., M.Hum. pembimbing skripsi yang telah memberikan

bimbingan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Kedua orang tua saya, Irwan dan Muji Rahayu yang tidak pernah lelah

mendoakan serta memberikan motivasi kepada peneliti untuk menyelesaikan

skripsi ini.

5. Pimpinan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi

fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan.

Page 7: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

vii

6. Ketiga saudara kandung saya, kakak saya Aranda, adik saya Feby dan Hadid

yang telah memberikan motivasi kepada peneliti sehingga bisa menyelesaikan

skripsi ini.

7. Pihak-pihak lain yang telah memberi kontribusi kepada peneliti dalam

penyelesaian karya tulis ini.

Peneliti berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah, membantu

peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan pahala dari Allah

SWT. Peneliti menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan

skripsi ini.

Jakarta, 3 Januari 2020

Pramuditya Syaiful Maarif

Page 8: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN ......................................... Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .................................. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 5

D. Metode Penelitian ..................................................................................... 5

E. Sistematika Pembahasan .......................................................................... 9

BAB II TINJAUAN TANGGUNG JAWAB PENERBANGAN ..................... 11

A. Kerangka Konseptual ............................................................................. 11

B. Kerangka Teori ....................................................................................... 27

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu...................................................... 31

BAB III LION AIR DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM KECELAKAAN

PESAWAT ........................................................................................................... 34

A. Hubungan Hukum Penumpang dan Pengangkut Udara ......................... 34

B. Kronologi Kejadian Kecelakaan Pesawat Lion Air JT 610 PK-LPQ..... 34

C. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan ...................................................................................................... 39

BAB IV PEMBERIAN GANTI KERUGIAN KECELAKAAN PESAWAT

LION AIR JT-610 DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG

............................................................................................................................... 43

A. Implementasi Mekanisme Penerapan Ganti Kerugian Korban Kecelakaan

Pesawat Lion Air JT-610 dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan ...................................................................................................... 43

Page 9: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

ix

B. Penggunaan Dokumen Release and Discharge Dalam Ganti Kerugian

Lion Air JT-610 Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan ...................................................................................................... 52

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 67

A. Kesimpulan ............................................................................................. 67

B. Rekomendasi .......................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 70

LAMPIRAN ......................................................................................................... 75

Page 10: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

x

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 : Rekaman Data Penerbangan Lion Air JT-610 ................ 37

Page 11: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan industri angkutan udara (penerbangan sipil) lebih pesat

dibandingkan industri angkutan lainnya dan sarana angkutan ini telah

mendominasi perjalanan dalam negeri maupun internasional. Disamping

menghemat waktu, angkutan udara juga menerapkan sistem keamanan (safety)

yang lebih ketat dibandingkan sarana angkutan lainnya. Namun, kegiatan

penerbangan, terutama yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan angkutan

udara, merupakan kegiatan yang katastrofis, yakni, apabila terjadi kecelakaan

dapat menimbulkan kerugian finansial yang cukup besar yang meliputi miliaran

rupiah.1

Dalam kegiatan pengangkutan udara, mempunyai risiko bagi

penumpang, seperti mengalami keterlambatan, bagasinya rusak atau hilang,

mungkin mengalami kecelakaan sehingga ia menderita luka-luka atau tewas.

Bagi pengirim barang mungkin barangnya hilang, terlambat atau rusak baik

sebagian atau sepenuhnya. Bagi pengangkut kehilangan pesawat, dan harus

bertanggung jawab terkait kerugian-kerugian yang dialami penumpang atau

pengirim barang dan pihak ketiga. Pada dasarnya risiko dari penumpang atau

pengirim barang, dapat beralih kepada pengangkut dan menjadi tanggung jawab

pengangkut. Terhadap masalah tanggung jawab pengangkut adalah hal yang

paling penting di bidang pengangkutan udara.

Pengaturan ganti kerugian kecelakaan penerbangan juga sudah ada di

Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang

Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Aturan lainnya berkaitan

dengan perlindungan konsumen selaku penumpang perusahaan penerbangan

1 Saefullah Wiradipradja dan Mieke Komar Kantaatmadja, Hukum Angkasa Dan

Perkembangannya, (Bandung: Remadja Karya CV Bandung, 1988), h. 133

Page 12: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

2

adalah, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan Pasal 141 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan, pengangkut angkutan udara bertanggung jawab atas kerugian

penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan

kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.

Apabila kerugian timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari

pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab

atas kerugian. Tanggung jawab penyelenggara angkutan tersebut dilimpahkan

kepada perusahaan asuransi yang diatur Pasal 179 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 tentang Penerbangan, yang menentukan Pengangkut wajib

mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo

sebagaimana dalam Pasal 141, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 146.

Asuransi sebagai lembaga pelimpahan resiko. Dalam keadaan wajar

biasanya seseorang atau suatu badan usaha itu secara pribadi selalu harus

menanggung semua kemungkinan kerugian yang dideritanya yang disebabkan

karena peristiwa apapun juga. Guna menghadapi segala kemungkinan tersebut

maka orang berusaha melimpahkan semua kemungkinan kerugian yang timbul

kepada pihak lain yang kiranya bersedia menggantikan kedudukannya.1

Dalam Pasal 246 KUHD menjelaskan bahwa: asuransi atau

pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung

mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk

memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau

kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya

karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

Adanya kecelakaan merupakan suatu peristiwa yang tidak pasti, ketika

terjadinya kecelakaan pada pengangkutan udara, pihak pengangkut angkutan

1 Santoso Poedjosoebroto, Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan Jiwa di

Indonesia, (Jakarta: Bharata, 1996), h. 82

Page 13: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

3

udara wajib bertanggung jawab kepada para penumpang yang menjadi korban

yang meninggal dunia dan korban yang mengalami cacat atau luka-luka.

Pengguna jasa angkutan udara sebagai konsumen yang mengalami

kecelakaan dapat menuntut santunan/ganti kerugian terhadap pihak yang

dianggap bertanggung jawab. Penyelesaian pembayaran santunan kepada

pengguna jasa angkutan udara yang meninggal dunia, luka-luka, atau cacat

akibat kecelakaan tersebut sebagai salah satu konsekuensi hukum dalam

penyelenggaraan angkutan udara. Namun persoalan penyelesaian pembayaran

santunan ini dalam praktek seringkali belum sepenuhnya dapat diselesaikan,

karena peraturan perundang-undangan yang ada masih belum dipahami atau

kurang jelas atau tidak diperhatikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam

penyelenggaraan angkutan udara.2

Kecelakaan Pesawat Lion Air JT 610 yang menewaskan 189

penumpang dan awak kabin pada Senin, 29 Oktober 2018 lalu, ini, masih

menyisahkaan pertanyaan terhadap keluarga korban terkait ganti kerugian dari

Lion Air, Keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 mengaku belum

dapat kepastian mengenai pembayaran ganti kerugian bagi ahli waris.

Pasalnya, pihak Lion Air justru memberikan syarat kepada keluarga korban,

yakni harus menandatangani Release and Discharge (R&D).3 Keluarga korban

penumpang pesawat JT 610 menolak menandatangani surat Release and

Discharge untuk mencairkan asuransi. Release and Discharge merupakan

kesepakatan antar kedua pihak yakni ahli waris dengan pihak Lion Air terdapat

deadlock.

Dalam ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun

2011 perihal syarat klaim asuransi kepada keluarga korban kecelakaan pesawat

2 Ridwan Khairandy, Tanggung Jawab Pengangkut dan Asuransi Tanggung Jawab

Sebagai Instrumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 25

No.1 2006, h. 21 3 Ameidyo Daud, “Dipaksa Teken Syarat Ganti Rugi, Keluarga Korban JT-610 Protes”,

Katadata, diakses dari http://www.katadata.co.id/berita/2019/04/08/dipaksa-teken-syarat-ganti-

rugi-keluarga-korban-jt-610-protes, pada tanggal 28 Juni 2019 pukul 15.04 WIB

Page 14: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

4

belum diakomodir di dalamnya, mengingat belum adanya pembaharuan

Peraturan Menteri Perhubungan tersebut yang menurut penulis belum

direlevansikan kembali dengan perkembangan jaman. Bermula dari konsep

berpikir penulis di atas yang menurut penulis tertarik untuk dibahas, apakah

nominal ganti kerugian korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610 sudah

sesuai menurut Undang-Undang dan apakah syarat pemberian dokumen

release and discharge bertentangan dengan undang-undang yang akan peneliti

tuangkan untuk menulis skripsi dengan judul “ MEKANISME

PEMBERIAN GANTI KERUGIAN KORBAN KECELAKAAN

PESAWAT (Studi Kasus Kecelakaan Lion Air JT-610 PK-LQP Pada

Tanggal 29 Oktober 2018)”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti identifikasi dalam

skripsi ini, sebagai berikut:

a. Penggunaan dokumen Release and Discharge dalam pemberian ganti

kerugian terhadap korban kecelakaan pesawat membuat deadlock.

b. Kurangnya aturan perlindungan hak-hak korban kecelakaan pesawat.

c. Adanya perbedaan mengenai ahli waris dalam ganti kerugian

kecelakaan pesawat.

d. Tidak adanya kepastian hukum dalam pemberian ganti kerugian kepada

keluarga korban kecelakaan pesawat.

e. Peran asuransi dalam kecelekaan penerbangan

2. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan tidak terlalu meluas,

permasalahan difokuskan mengenai dokumen release and discharge dalam

pemberian ganti kerugian kepada keluarga korban kecelakaan pesawat Lion

Air JT 610 yang berlaku di Indonesia dengan ketentuan dalam Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2009, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM

77 Tahun 2011 dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1338.

Page 15: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

5

3. Perumusan Masalah

Berlandaskan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah yang

telah dijabarkan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah yaitu:

Mekanisme pemberian ganti korban kecelakaan pesawat (studi kasus

kecelakaan Lion Air JT- 610 PK-LPQ pada tanggal 29 Oktober 2018).

Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka pertanyaan penelitiannya

adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana implementasi mekanisme penerapan ganti kerugian korban

kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 tentang Penerbangan?

b. Apakah syarat penggunaaan dokumen release and discharge dalam

ganti kerugian Lion Air JT 601 bertentangan dengan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui penerapan ganti kerugian korban kecelakaan pesawat

Lion Air JT-610 dalam Undang-Undang Nomor 1 TAhun 2009 tentang

Penerbangan.

b. Untuk mengetahui penggunaan dokumen release and discharge dalam

ganti kerugian Lion Air JT-610 menurut Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009.

2. Adapun manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah:

a. Memberikan sumbangan pikiran bagi keilmuan khususnya bagi ilmu

hukum penerbangan.

b. Bagi Pemerintah, Untuk lebih ketat dalam mengawasi maskapai yang

tidak memberikan hak-hak konsumen dan menambahkan aturan terkait.

c. Dapat menjadi literatur dalam proses kegiatan akademik.

D. Metode Penelitian

Peter Mahmud Marzuki merumuskan penelitian hukum sebagai, suatu

proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun

Page 16: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

6

doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.4 Penelitian

ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Didalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian

normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian

hukum mengenai pemberlakuan hukum normatif (kodifikasi, undang-

undang atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum yang

terjadi dalam masyarakat.5 Pendekatan ini dapat dilakukan dengan cara:

a. Pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Aproach)

Dengan pendekatan perundang-undangan ini, peneliti dapat

menganalisa secara kritis undang-undang yang berkaitan dengan kasus

yang peneliti akan teliti yaitu kasus kecelakaan Lion Air JT-610 PQ-

LQP. Berdasarkan hal tersebut peneliti menggunakan beberapa

peraturan perundang-undangan. Berikut pendekatan perundang-

undangan yang digunakan peneliti yakni:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

5) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang

Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

6) Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 92

Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab

Pengangkut Angkutan Udara.

4 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Cetakan ke-2, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 29 5 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum,(Bandung: Citra Aditya Bakti,

2004), h. 134

Page 17: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

7

7) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

16/PMK.010/2017 tentang Besar Santunan Dan Sumbangan Wajib

Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

b. Pendekatan konseptual (Conceptual Aproach)

Pendekatan konseptual biasanya digunakan untuk menguraikan

dan menganalisis permasalahan penelitian yang beranjak dari adanya

norma kosong. Artinya dalam sistem hukum yang sedang berlaku tidak

atau belum ada norma dari suatu peraturan perundang-undangan yang

dapat diterapkan pada peristiwa hukum atau sengketa hukum konkret.6

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang memerlukan

pemahaman akan norma-norma terkait dengan isu yang diangkat. Jenis

penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-

temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan

lainnya.7

3. Data Penelitian

Data yang dipakai oleh peneliti, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas.

Bahan hukum primer yang di gunakan meliputi perundang-undangan,

catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-

undangan. Dalam hal penelitian ini terdapat beberapa sumber data yang

digunakan sebagai berikut:

1) Undang-Undang:

a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

6 I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Prenada Media

Group, 2017), h. 159 7 Moh Kasiram, Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kualitatif, (Malang: UIN Malang Press,

2008), h. 151

Page 18: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

8

2) Peraturan Lain:

a) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011

tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara

b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.010/2017 tentang

Besaran Santunan dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib

Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang Umum Di

Darat, Sungai/Danau, Feri/Penyeberangan, Laut, dan Udara.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum

yang merupakan hukum tidak resmi. Yang akan memeberikan

penejelasan mengenai bahan-bahan hukum primer. Berupa data-data

dari wawancara peneliti, pendapat-penadapat hukum yang diambil dari

buku-buku, artikel, website-website di internet, dan jurnal hukum yang

berkaitan dengan penelitian yang di teliti.

c. Bahan Hukum Non-Hukum

Bahan hukum non-hukum meliputi hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder, yaitu berupa buku-buku mengenai ilmu penerbangan,

keselamatan penerbangan, laporan mengenai kecelakaan pesawat dan

lain-lain.

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa dokumen

release and discharge yang diperoleh dari wawancara dengan keluarga

korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 PK-LPQ.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan apa yang diteliti, maka

teknik pengumpulan data yang tepat adalah menggunakan teknik

pengumpulan data melalui kajian kepustakaan. Yang dimaksud kajian

kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang berkenan dengan

pengumpulan bahan pustaka dengan membaca dan mencatat serta mengolah

Page 19: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

9

bahan penelitian. Serta melakukan wawancara kepada pihak yang

kompeten.

6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Dalam hal ini pengolahan bahan dilakukan dengan cara, melakukan

seleksi data hasil penelitian tersebut secara sistematis, yang dilakukan

secara logis, dengan mencari keterkaitan antara bahan hukum satu dengan

bahan hukum lainnya untuk mendapatkan gambaran umum dari hasil

penelitian.8Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yakni

metode yang tidak menggunakan angka-angka sebagai hasil penelitian

melainkan penjabaran melalui bentuk tulisan. Dari metode tersebut maka

kesimpulannya akan berbentuk kesimpulan deduktif, yakni menarik

kesimpulan dari suatu masalah yang bersifat umum terhadap permasalahan

konkrit yang dihadapi.

7. Metode Penulisan

Dalam penyusunan ini peneliti menggunakan metode penulisan

sesuai dengan sistematika penulisan yang terdapat pada Buku Pedoman

Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah,

Jakarta, tahun 2017.

E. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan isi skripsi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menyajikan Pendahuluan memuat secara keseluruhan

mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah,

perumusan, dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan (review) terdahulu, dan juga metode penelitian.

BAB II TINJAUAN TANGGUNG JAWAB PENERBANGAN

8 Moh Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h. 63

Page 20: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

10

Dalam bab ini, akan menjelaskan kerangka konseptual, kerangka

teori, yang berkaitan dengan pembahasan yang tertuang dalam

penelitian ini. Selanjutnya tinjauan (review) kajian terdahulu agar

tidak ada persamaan terhadap materi dan pembahasan.

BAB III LION AIR DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM

KECELAKAAN PESAWAT

Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana hubungan hukum

penumpang dan pengangkut angkutan udara, hak dan kewajiban

penumpang dan pengangkut angkutan udara, ketentuan asuransi

dalam tanggung jawab pengangkutan udara, jumlah ganti kerugian

terhadap korban kecelakaan pesawat, kronologi kejadian

kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 PK-LPQ dan latar belakang

lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan.

BAB IV PEMBERIAN GANTI KERUGIAN KECELAKAAN

PESAWAT LION AIR JT-610 DALAM PERSPEKTIF

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PENERBANGAN

Pada bab ini peneliti akan membahas dan menjawab permasalahan

pada penelitian ini dengan menjelaskan tanggung jawab hukum

pengangkut dalam kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 terkait

nominal ganti kerugian dan menganalisis dokumen release and

discharge yang dikeluarkan Lion Air untuk ganti kerugian menurut

Undang-Undang.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini, berisikan kesimpulan hasil penelitian dan

rekomendasi untuk menjawab perumusan masalah yang

bersangkutan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.

Page 21: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

11

BAB II

TINJAUAN TANGGUNG JAWAB PENERBANGAN

A. Kerangka Konseptual

Untuk lebih memahami penulisan ini, maka penulis akan menguraikan

beberapa istilah yang akan digunakan didalam penulisan ini agar mengurangi

terjadinya perbedaan interpretasi, serta memudahkan pembaca dalam

memahami isi dari penulisan ini, istilah yang dimaksud sebagai berikut:

1. Angkutan Udara Dalam Negeri

Angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri hanya dapat

dilakukan oleh badan usaha angkutan udara nasional yang telah mendapat

izin usaha angkutan udara niaga berjadwal. Badan usaha angkutan udara

niaga berjadwal tersebut dalam hal adanya kebutuhan kapasitas angkutan

udara pada rute tertentu yang yang tidak dapat dipenuhi oleh kapasitas

angkutan udara niaga berjadwal yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

angkutan udara niaga tidak berjadwal, antara lain paket wisata, MICE

(meeting, insentive travel, convetion, and exhibition), angkutan haji,

bantuan bencana alam, kegiatan kemanusiaan, dan kegiatan yang bersifat

nasional dan internasional dan persetujuan yang diberikan terbatas untuk

jangka waktu tertentu, paling lama enam bulan dan hanya dapat

diperpanjang untuk satu kali pada rute yang sama, dapat melakukan

kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal setelah mendapat

persetujuan dari Menteri Perhubungan. Kegiatan angkutan udara niaga tidak

berjadwal yang bersifat sementara tersebut dapat dilakukan atas inisiatif

instansi pemerintah dan/ atau atas permintaan badan usaha angkutan udara

niaga nasional. Kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal yang

dilaksanakan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal tersebut

tidak menyebabkan terganggunya pelayanan pada rute yang menjadi

Page 22: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

12

tanggung jawabnya dan pada rute yang masih dilayani oleh badan usaha

angkutan udara niaga berjadwal lainnya.

1 Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan, Pasal 1 ayat (16) Angkutan Udara Dalam Negeri adalah

kegiatan angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu

bandar udara ke bandar udara lain di dalam wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Angkutan udara dalam negeri dibedakan, menjadi dua yang

berjadwal dan tidak berjadwal. Angkutan udara dalam negeri yang

berjadwal adalah setipa kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk

mengangkut penumpang, kargo dan/atau pos untuk satu perjalanan atau

lebih dari satu bandar udara ke bandar udara lain atau beberapa bandar

udara.

Pada umumunya angkutan udara berjadwal (scheduled airlines)

mempunyai ciri-ciri antara lain, angkutan udara tersebut disediakan untuk

penumpang yang menilai waktu lebih berharga dibandingkan dengan nilai

uang, pesawat udara tetap tinggal landas sesuai dengan jadwal penerbangan

yang diumumkan walaupun pesawat udara belum penuh, biasanya harga

tiketnya lebih mahal dibandingkan dengan angkutan udara tidak berjadwal,

penumpangnya orang-orang yang mempunyai urusan penting (business

people), penumpang sanggup tinggal di hotel yang mahal, karena biasanya

dibiayai oleh perusahaan, tetapi secepatnya kembali pulang, penumpang

dapat membeli tiket pesawat udara secara individu, tanpa harus merupakan

rombongan.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tidak terdapat

pengertian angkutan udara tidak berjadwal, namun demikian pengertian

tersebut dapat meminjam pengertian yang tercantum di dalam keputusaN

1 Martono dan Amad Sudiro, Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik ( Public

International and National Air Law), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), h. 235-236

Page 23: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

13

Menteri Perhubungan Nomor SK 13/S/1971. Menurut keputusan Menteri

Perhubungan tersebut transportasi udara tidak berjadwal adalah

penerbangan dengan pesawat udara secara tidak berencana. Kegiatan

angkutan udara dapat dilakukan secara tidak berjadwal oleh suatu badan

usaha angkutan udara nasional untuk mengangkut penumpang dan/atau

kargo atau khusus mengangkut kargo yang dilakukan oleh badan usaha yang

telah memperoleh izin dari Menteri Perhubungan.2

2. Dokumen Pengangkutan

Dokumen pengangkutan terdiri atas tiket penumpang (passenger

ticket), tiket bagasi (baggage ticket), surat muatan udara (air waybill). Tiket

penumpang merupakan alat bukti adanya perjanjian antara penumpang

dengan perusahaan penerbangan, namun demikian bilamana tiket hilang

atau rusak bukan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan, karena alat

bukti tersebut dapat dibuktikan dengan alat bukti lainnya misalnya bukti

penerimaan uang oleh perusahaan penerbangan dari penumpang.

Pada prinsipnya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam tiket

penumpang (passengers ticket), tiket bagasi (baggage claim tag) dan surat

muatan udara (air waybill) sama dengan ketentuan yang terdapat dalam

Konvensi Warsawa 1929. Tiket-tiket tersebut juga merupakan alat bukti

tanggung jawab hukum perusahaan penerbangan.3

3. Pengangkut

Pengangkut (air carries) ialah “ orang atau badan yang mengadakan

persetujuan untuk mengangkut penumpang, bagasi atau barang dengan

pesawat terbang”. Pengangkutan udara yang dil;akukan secara tidak tetap

dikenal dengan pengangkutan tidak terjadwal ( non scheduled air traffic),

perbededaan penerbangan terjadwal dengan tidak terjadwal terletak pada :

dalam terjadwal, penerbangan dilakukan berdasarkan pada jadwal waktu

2 Martono dan Amad Sudiro, Aspek Hukum Transportasi Udara Jemaah Haji

Indonesia,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h.49-76 3 Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional & Nasional, (Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2016), h. 171-173

Page 24: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

14

yang dilakukan secara terbuka ( published) dan terikat dengan jadwal dan

tarif reguler, sedangkan penerbangan tidak terjadwal selain tidak

mempunyai jadwal waktu yang terbuka dan rute penerbangan, juga tidak

terikat dengan tarif yang berlaku bagi penerbangan reguler.4

5. Penumpang

Menurut konvensi Warsawa 1929, penumpang (passenger) adalah

“setiap orang yang diangkut dalam pesawat terbang kecuali orang-orang

yang merupakan anggota awak pesawat, termasuk pramugari/pramugara.

Menurut definisi ini, seorang pegawai pengangkut udara, baik dalam tugas

maupun tidak, dianggap sebagai penumpang, kecuali bila ia awak anggota

pesawat. Dalam peraturan Menteri Keungan Republik Indonesia Nomor

15/PMK.010/2017 tentang Besar santunan dan iuran wajib dana

pertanggungan wajib kecelakaan penumpang alat angkutan penumpang

umum di darat, sungai/danau, feri/penyeberangan, laut, dan udara Pasal 4

ayat (1) Penumpang yang menjadi korban akibat kecelakaan selama berada

di dalam alat angkutan penumpang umum di udara atau ahli warisnya

berhak atas santunan. Penumpang dapat dibuktikan dengan tiket yang

dikeluarkan oleh maskapai penerbangan sebagai perjanjian antara maskapai

dengan penumpang.

6. Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali

Asas lex specialis derogate legi generali (hukum khusus

menyampingkan hukum umum) merupakan salah satu asas preferensi yang

dikenal dalam ilmu hukum. Asas preferensi adalah asas hukum yang

menunjuk hukum mana yang lebih didahulukan (untuk diberlakukan), jika

dalam suatu peristiwa (hukum) terkait atau terlanggar beberapa peraturan.

Menurut Soerjono Soekanto maksud dari asas ini adalah bahwa terhadap

peristiwa khusus wajib diberlakukan undang-undang yang menyebut

peristiwa itu, walaupun untuk peristiwa khusus tersebut dapat pula

4 Toto Tohir Suriaatmadja, Masalah dan Aspek Hukum dalam Pengangkutan Udara

Nasional, (Bandung: Mandar Maju, 2006), h. 70

Page 25: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

15

diberlakukan undang-undang yang menyebut peristiwa yang lebih luas atau

lebih umum yang dapat mencakup peristiwa khusus tersebut.5

7. Ganti Rugi Terhadap Penumpang

Penumpang pesawat udara yang meninggal dunia akibat kecelakaan

pesawat udara atau kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan

pengangkutan udara diberikan ganti rugi sebesar Rp 1.250.000,000,00 (satu

miliar dua ratus lima puluh juta rupiah). Yang dimaksudkan dengan

kecelakaan adalah peristiwa pengoperasian pesawat udara yang

mengakibatkan kerusakan berat pada peralatan atau fasilitas yang digunakan

dan/atau korban jiwa atau luka serius. Dalam Annex 13 Konvensi Chicago

1944 kecelakaan dirumuskan suatu peristiwa di luar kemampuan manusia

yang terjadi di dalam pesawat udara dalam penerbangan dari bandara

keberangkatan ke bandara tujuan di mana penumpang meninggal dunia atau

luka atau mengalami kerugian yang disebabkan oleh benturan dengan badan

pesawat udara atau semburan mesin jet atau ada kerusakan struktural atau

ada peralatan pesawat udara yang perlu diganti atau pesawat udara hilang

sama sekali.6

8. Wajib Asuransi Tanggung Jawab

Pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawab mereka

terhadap penumpang, bagasi tercatat, kargo maupun pihak ketiga di

permukaan bumi.7 Menurut Pasal 16 Ayat (1) Peraturan Menteri Nomor.

PM 77 Tahun 2011 tersebut tanggung jawab perusahaan penerbangan

terhadap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap total atau cacat tetap

sebagian atau luka-luka, bagasi kabin yang hilang, musnah atau rusak,

keterlambatan angkutan udara baik terhadap penumpang, kabin bagasi

maupun bagasi tercatat, kerugian yang diderita oleh pihak ketiga di

5 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perundang-undangan dan Yurisprudensi,

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1983), h. 8 6 Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional & Nasional, ... h. 203 7 Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional & Nasional, ... h. 212

Page 26: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

16

permukaan bumi harus diasuransikan kepada perusahaan asuransi dalam

bentuk konsorsium asuransi.

Sistem reinsurance merupakan suatu cara untuk menyebarkan risiko

yang dimiliki penanggung. Penyebaran risiko ini dilakukan antara

penanggung pertama (original insurer) dengan beberapa reinsurer.

Tujuannya adalah untuk membagi-bagi risiko agar apabila terjadi suatu

kerugian, tidak menyulitkan penanggung dalam memenuhi kewajiban-

kewajibannya8

9. Asuransi Tanggung Jawab

Asuransi pertanggungjawaban ini sebagai konsekuensi dari adanya

tanggung jawab pengangkut terhadap kerugian yang menimpa penumpang,

bagasi, kargo, dan pihak ketiga di darat. Selain tanggung jawab kepada

pengguna, operator bertanggung jawab pula terhadapa pihak ketiga (third

legal liability). Sebagaimana diatur dalam Konvensi Roma tahun 1952.9

8. Konsep Asuransi Tanggung Jawab Produk (Product Liability Insurance)

Merupakan perjanjian asuransi yang ditutup oleh seseorang untuk

mengalihkan atau membagi kewajibannya membayar sejumlah uang

terhadap pihak lain karena tanggung jawabnya terhadap perusahaan

asuransi dengan membayar premi, karena dapat menjamin hak konsumen

dan mengurangi beban produsen. Dengan adanya asuransi tanggung jawab

produk, maka produsen tidak lagi menanggung secara pribadi tuntutan

kerugian dari konsumen yang menderita kerugian akibat cacat produk,

melainkan sudah digantikan oleh perusahaan asuransi tersebut.10

9. Dasar Hukum Pengangkutan Udara Tanggung Jawab Pengangkutan Udara

Nasional

8 Saefullah Wiradipradja dan Mieke Komar Kantaatmadja, Hukum Angkasa dan

Perkembangannnya, (Bandung : Remadja Karya CV, 1988), h. 147 9 Toto Tohir Suriaatmadja, Masalah dan Aspek Hukum dalam Pengangkutan Udara

Nasional, ... h. 76-77 10 Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika,

2001), h.15

Page 27: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

17

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

b. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang

Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara .

c. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011

tentang Tanggung Jawab Angkutan Udara.

d. Ordonansi Pengangkutan Udara S. 1939-100

9. Mekanisme Pengajuan Klaim Ganti Kerugian

Pengajuan ganti kerugian dilakukan dengan menyatakan dengan

menyerahkan berkas tuntutan disampaikan kepada komisi klaim yang

bertugas untuk menerima tuntutan pihak penumpang/korban atau ahli waris

setelah dokumen-dokumen yang diperlukan lengkap, dan memutuskan

apakah klaim tersebut akan dikabulkan atau ditolak, serta berapa jumlah

kerugian yang akan dibayarkan. Dalam pengambilan keputusan ini komisi

klaim didasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan dan Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 dan syarat-

syarat yang ditentukan oleh perusahaan penerbangan sebagai pengangkut,

sebagai berikut:

a. Sebagai bukti pembayaran pengangkutan yaitu tiket pesawat yang

membuktikan bahwa telah terjadi hubungan hukum antara pengangkut

dan penumpang

b. Surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa benar penumpang

yang mengalami kerugian akibat kecelakaan pengangkutan udara

sedang dalam perawatan dokter, disertai kuitansi obat atau resep.

c. Kartu Tanda Penduduk (KTP) penumpang/korban atau ahli warisnya

yang sah dan masih berlaku.

d. Akta perkawinan (surat nikah) dari suami atau istri penumpang yang

meninggal dunia akibat kecelakaan pengangkutan udara.

e. Akta kelahiran dari anak-anak penumpang/korban sebagai ahli waris.

f. Akta kelahiran dari anak-anak penumpang/korban sebagai ahli waris.

g. Kartu Keluarga dari penumpang/korban.

Page 28: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

18

h. Jangka waktu pengajuan klaim 2 tahun.

Komisi klaim ini mempunyai anggota yang terdiri dari wakil -wakil

bagian dalam perusahaan penerbangan tersebut terutama berkaitan dengan

persoalan klaim dalambidang masing-masing.11

10. Hak dan Kewajiban Penumpang dan Pengangkut Udara

Suatu kegiatan pengangkutan udara terdapat pihak-pihak, pihak

pertama adalah perusahaan pengangkut dan pihak kedua penumpang

sebagai konsumen. Pihak tersebut diikat oleh suatu perjanjian, yaitu

perjanjian pengangkutan yang terdapat pada tiket. Selayaknya perjanjian

merupakan bentuk dari hubungan hukum yang bersifat keperdataan, pada

hakikatnya terdapat hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dan

dipenuhi.

a. Hak dan Kewajiban Pengangkut Angkutan Udara

Hak-Hak Pengangkut Angkutan Udara pada umumnya diatur dalam

Undang-Undang Pasal 6 Nomor 8 Tahun 1999 yaitu:

1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan

2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang beritikad tidak baik

3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen

4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum

bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan

5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.

11 Tuhana, Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Penerbangan Terhadap Kecelakaan Pada

Penumpang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Jurnal

Privat Law, Vol. 5 No. 1 Januari 2017, h. 102

Page 29: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

19

b. Kewajiban Pengangkutan Udara menurut Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 sebagai berikut:

1) Mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau

pengirim barang serta pihak ketiga akibat kecelakaan pesawat atau

kelalaian pengangkut sesuai Peraturan Menteri.

2) Mengasuransikan pesawat udara, personel pesawat udara, tanggung

jawab kerugian dan kegiatan investigasi kecelakaan pesawat udara

(Pasal 62 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan).

3) Menyerahkan tiket kepada penumpang (Pasal 151 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2009)

4) Mengangkut orang dan/atau kargo setelah disepakatinya perjanjian

pengangkutan (Pasal 140 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009)

5) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya (Pasal 7

Undang-Undang Nomor 8 Tahin 1999)

6) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan

7) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif

8) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standard mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku

9) Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan.

c. Hak dan Kewajiban Penumpang

Hak-Hak Penumpang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 meliputi:

1) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan dijanjikan

3) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan

5) Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut

Page 30: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

20

6) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif

7) Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai

dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya

8) Hak untuk menuntut pengangkut ke pengadilan untuk mendapat

ganti kerugian lebih (Pasal 23 Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor 77 Tahun 2011).

d. Adapun Kewajiban Penumpang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 yaitu:

1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan

dan keselamatan

2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa

3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati

4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

Demi kepentingan umum dan demi melindungi pihak yang lemah,

salah satu bentuk perlindungan pemerintah terhadap pihak yang lemah

adalah dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Dalam ketentuan Pasal 18 telah ditentukan

berbagai larangan dalam membuat atau mencantumkan klausula baku dalam

setiap dokumen dan/atau perjanjian sebagai berikut:

a. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan

untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula

baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

1) Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha

2) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali barang yang dibeli konsumen

3) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli

oleh konsumen

4) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha

baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan

Page 31: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

21

segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli

oleh konsumen secara angsuran

5) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen

6) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa

atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual

beli jasa

7) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa

aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang

dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen

memanfaatkan jasa yang dibelinya

8) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha

untuk membebankan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan

terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran

b. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang

pengungkapannya sulit dimengerti

c. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada

dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud ayat (1) dan ayat (2), dinyatakan batal demi hukum

d. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan

dengan undang-undang ini.

Melihat ketentuan tersebut di atas, maka keabsahan dari perjanjian

baku yang mencantumkan klausula pengalihan tanggung jawab pelaku

usaha (yang dikenal dengan istilah klausula eksonerasi) berakibat klausula

tersebut dinyatakan batal demi hukum.12

11. Ketentuan Asuransi Dalam Tanggung Jawab Pengangkutan Udara

12 Zakiyah, Klausula Eksonerasi Dalam Perspektif Perlindungan Konsumen, Jurnal

Al’Adl, Vol. 9 No. 3 Desember 2017, h. 448

Page 32: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

22

Menurut Santoso Poedjosoebroto,”Asuransi adalah suatu perjanjian

timbal balik, dalam mana pihak penanggung dengan menerima premi

mengikatkan diri untuk memberikan pembayaran pada pengambil asuransi

atau orang yang ditunjuk karena terjadinya suatu peristiwa yang belum

pasti, yang disebut dalam perjanjian, baik karena pengambilan asuransi atau

tertunjuk menderita kerugian yang disebabkan oleh peristiwa tadi, maupun

karena peristiwa tadi mengenai hidup kesehatan atau validituit seorang

tertanggung.13

Asuransi sendiri merupakan suatu persetujuan dimana pihak yang

menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah

uang premi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh

yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang bbelum jelas.14

Dari segi kebutuhan pengalihan risiko, perusahaan asuransi berperan

sebagai penanggung atas tuntutan/gugatan yang diajukan oleh konsumen.

Selain itu lembaga asuransi dimaksudkan untuk memenuhi permintaan atau

tuntutan masyarakat dalam menciptakan keseimbangan kepentingan

konsumen dan produsen, dengan memberikan ruang lingkup jaminan atas

risiko tanggung jawab akibat kecelakaan atau kerusakan yang diderita oleh

konsumen.15Adapun menurut Pasal 179 Undang-Undang tentang

Penerbangan menyebutkan bahwa pengangkut wajib mengasuransikan

tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo yang diangkut.

Penumpang angkutan udara membayar premi asuransi ketika

mereka membeli tiket, yang fungsinya untuk menjamin keselamatan setiap

penumpang angkutan udara selama satu kali perjalanan termasuk transit.16

13 Santoso Poedjosoebroto, Beberapa Aspek Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesia cetakan ke-

2, (Bandung: Alumni, 1976), h.82 14 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, (Jakarta: PT Intermasa, 1987), h. 2 15 Ahmad Sudiro, Asuransi Tanggung Jawab Produk dan Perlindungan Terhadap Konsumen, Jurnal

Hukum Ius Quia Iustum, Vol. 21 No. 4 Oktober 2014, h. 697 16 Radiks Purba, Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara, (Jakarta: Djambatan,2009), h.242

Page 33: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

23

a. Adapun hal-hal terkait Asuransi Tanggung Jawab Pengangkutan Udara

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011

meliputi:

1) Penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka

2) Hilang atau rusaknya bagasi kabin

3) Hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat

4) Hilang, musnah, atau rusaknya kargo

5) Keterlambatan angkutan udara

6) Kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.

b. Unsur-Unsur Asuransi Pengangkutan Udara Yaitu:

1) Tanggung jawab pengangkut sebagaimana dimaksud Pasal 2 wajib

asuransikan oleh pengangkut kepada satu atau gabungan beberapa

perusahaan asuransi (Pasal 1 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

92 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab

Pengangkut Angkutan Udara)

2) Bentuk Konsorsium bersifat terbuka kepada seluruh perusahaan

asuransi (Pasal 16 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun

2011 tentang Pengangkut Angkutan Udara)

3) Untuk kepentingan Badan Usaha Angkutan Udara sebagai pemegang

polis dan/atau tertanggung, maka penutupan asuransi dan

penanganan penyelesaian klaim asuransi tanggung jawab

pengangkutan udara dapat dilakukan dengan menggunakan jasa

keperantaraan perusahaan pialang asuransi.

4) Perusahaan asuransi sebagai anggota konsorsium asuransi wajib

melaporkan asuransi tanggung jawab pengangkut angkutan udara

kepada Menteri yang bbertanggung jawab di bidang pengawasan

perasuransian.

5) Nilai pertanggungan asuransi sekurang-kurangnya harus sama

dengan jumlah ganti kerugian yang ditentukan dalam Peraturan

Page 34: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

24

Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung

Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

6) Premi asuransi untuk menutup nilai pertanggungan berdasarkan

perhitungan yang layak sesuai prinsip asuransi yang sehat.

12. Jumlah Ganti Kerugian Terhadap Korban Kecelakaan Pesawat

Tanggung jawab pengangkut atau maskapai penerbangan diatur

dalam Pasal 141 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan, Pasal tersebut menentukan bahwa:

a. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang

meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian

angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.

b. Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) timbul karena

tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang

dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang

timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-

undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya.

c. Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan penuntutan ke

pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti

kerugian yang telah ditetapkan.

Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung

Jawab Pengangkutan Udara dikatakan bahwa tanggung jawab pengangkut

wajib diasuransikan. Di dalam peraturan ini, pemerintah mengatur secara

rinci jumlah ganti kerugian yang wajib di berikan oleh pengangkut kepada

penumpang, yaitu:

a. Penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat akan diberikan

ganti kerugian sebesar Rp. 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima

puluh ribu rupiah)

b. Penumpang yang meninggal dunia karena kejadian yang berhubungan

dengan pengangkutan udara saat proses meninggalkan ruang tunggu

Page 35: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

25

atau turun dari pesawat dan/atau bandar udara persinggahan akan

diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah)

c. Penumpang yang mengalami cacat tetap total akan diberikan ganti

kerugian sebesar Rp 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh

juta rupiah) serta apabila penumpang mengalami cacat tetap sebagian

dimana ganti kerugian ditetapkan sebagaimana diatur dalam lampiran

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011.

d. Penumpang yang mengalami kerugian sehingga diharuskannya

menjalani pengobatan di rumah sakit atau pun balai pengobatan akan

diberikan ganti kerugian paling nyata maksimal Rp 200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah)

e. Penumpang yang mengalami kerusakan pada bagasi tercatat akan

diberikan ganti kerugian sesuai dengan jenis, bentuk, ukuran dan merk

bagasi tercatat hilang maka penumpang akan diberikan ganti kerugian

sebesar Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per kilogram dan paling

banyak Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah) per penumpang

f. Penumpang yang mengalami keterlambatan lebih dari 4 jam akan

diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah)

serta adanya alternatif lainnya yang disebutkan dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 77 Tahun 2011.17

Perlu diketahui korban kecelakaan pesawat masih mendapatkan

santunan dari Jasa Raharja yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 15 Tahun 2017 tentang Besar Santunan dan Iuran Wajib Dana

Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang

Umum Di Darat, Sungai/Danau, Feri/Penyeberangan, Laut, dan Udara:

17 Chrisai Marselino Riung, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Asuransi

Pengguna Jasa Angkutan Udara Indonesia, Jurnal Lex Administratum, Vol. 5 No. 4 Juni 2017, h.

96

Page 36: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

26

a. Ahli waris dari penumpang yang meninggal dunia berhak atas Santunan

sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dalam Pasal 4 Ayat

2 Huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15 Tahun 2017.

b. Dalam hal penumpang yang meninggal dunia akibat kecelakaan selama

berada di dalam alat Angkutan umum di darat, sungai/danau,

feri/penyeberangan, laut, dan udara tidak mempunyai ahli waris, kepada

pihak yang menyelenggarakan penguburan diberikan penggantian biaya

penguburan sebesar Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah) diatur dalam

Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15 Tahun 2017.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tidak mengatur

secara khusus mengenai ganti kerugian untuk korban yang mengalami cacat

mental yang tidak disertai cacat tetap atau cacat tetap total. Dalam peraturan

tersebut hanya disebutkan bahwa cacat mental termasuk dalam lingkup

cacat tetap dan/atau cacat tetap total dalam Pasal 1 angka 14 dan angka 15.

Meski demikian, bukan berarti korban yang menderita cacat mental

tanpa disertai cacat tetap/cacat total yang disebabkan kesalahan pengangkut

tidak dapat menuntut ganti kerugian. Karena dalam Pasal 23 Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 nominal ganti kerugian yang

diatur dalam peraturan ini tidak menutup kesempatan kepada penumpang,

ahli waris, penerima kargo, atau pihak ketiga untuk menuntut pengangkut

ke pengadilan negeri di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

atau melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lain sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Korban yang menderita cacat mental tanpa disertai cacat tetap/cacat

tetap sebagian yang disebabkan kesalahan pengangkut dapat menuntut

pengangkut ke pengadilan negeri di wilayah Indonesia.

Apabila penumpang atau ahli waris ingin melakukan gugatan terhadap

pengangkutan udara melalui jalur pengadilan. Berkenaan dengan

ketidakpuasan dengan nominal ganti kerugian, maka tuntutan ganti kerugian

dapat diajukan pada:

Page 37: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

27

a. Pengadilan negeri di wilayah kantor pusat penerbangan berada.

b. Pengadilan negeri di wilayah tiket dibeli.

c. Pengadilan negeri di wilayah tempat tujuan perjalanan.

d. Pengadilan negeri di wilayah perwakilan perusahaan penerbangan

berada.18

Adapun proses pengajuan gugatan ganti kerugian penumpang kepada

perusahaan penerbangan sebagai pengangkut melalui pengadilan negeri

sebagai berikut:

a. Penumpang atau ahli waris membuat permohonan gugatan kepada ketua

pengadilan negeri, syaratnya sebagai berikut:

1) Gugatan harus ditulis dan ditandatangani oleh penggugat atau kuasa

hukumnya

2) Gugatan harus berisi penjelasan hubungan hukum antara

penumpang dengan pengangkut sebagai tergugat

3) Gugatan harus menjelaskan alasan diajukan gugatan, artinya surat

gugatan ganti kerugian dijelaskan terperinci, alasan-alasan pengugat

mengajukan gugatan tersebut

4) Gugatan harus menjelaskan apa yang dimohon penggugat supaya

diputuskan dan diperintahkan oleh Hakim

b. Surat gugatan yang diajukan, maka harus membayar biaya perkara

gugatan melalui panitera pengadilan negeri

c. Surat gugatan oleh panitera pengadilan negeri dimasukkan dalam daftar

urutan perkara

d. Hakim yang mengadili gugatan tersebut menentukan hari dan tanggal

pemerikasaan perkara.19

B. Kerangka Teori

1. Teori Tanggung Jawab Hukum

18 Martono dan Ahmad Sudiro, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor.1

tahun 2009,(Jakarta: Raya Grafindo Persada, 2010), h. 315 19 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata:Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian

& putusan pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika,2013), h. 99

Page 38: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

28

Menurut Soekidjo Notoatmojo,”Tanggung jawab hukum adalah

suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya

yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu

perbuatan.”20Sedangkan menurut Titik Triwulan “pertanggungjawaban

harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum

bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang

mewajibkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi

pertanggungjawabannya.”21Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia (KBBI)

tanggung jawab adalah “kewajiban menanggung segala sesuatunya bila

terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan.”Menurut

Kamus Hukum, tanggung jawab adalah “suatu keharusan bagi seseorang

untuk melaksanakan apa yang telah diwajibbkan kepadanya.”22

Martono mengemukakan bahwa dalam hukum, khususnya dalam

penerbangan dikenal ada tiga konsep tanggung jawab yang berkaitan

dengan penyelesaian pembayaran ganti kerugian. Ketiga teori tanggung

jawab tersebut, meliputi:

a) Konsep tanggung jawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (based on

fault liability theory)

Konsep ini di Indonesia dikenal dengan tanggung jawab

berdasarkan perbuatan yang melanggar hukum, dan membawa kerugian

kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu

karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut. Tanggung

jawab hukum atas dasar kesalahan (based on fault liability) terdapat

dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal tersebut

yang dikenal sebagai tindakan melawan hukum (onrechtsmatigdaad)

berlaku umum terhadap siapa pun juga, termasuk perusahaan

penerbangan. Menurut pasal tersebut setiap perbuatan melawan hukum

20 Soekidjo Notoatmojo, Etika Dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 27 21 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, (Jakarta: Prestasi

Pustaka, 2010), h.48 22 Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), h.49

Page 39: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

29

yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain mewajibkan orang yang

karena perbuatannya menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian (to

compensate the damage). Berdasarkan ketentuan tersebut setiap orang

harus bertanggung jawab (liable) secara hukum atas perbuatan sendiri

artinya apabila karena perbuatannya mengakibatkan kerugian kepada

orang lain, maka orang tersebut harus bertanggung jawab untuk mebayar

ganti rugi yang diderita oleh orang tersebut.23

Menurut Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

tanggung jawab hukum kepada orang yang menderita kerugian tidak

hanya terbatas kepada perbuatan sendiri, melainkan juga terhadap

perbuatan, karyawan, pegawai, agen, perwakilannya apabila

menimbulkan kerugian kepada orang lain, sepanjang orang tersebut

bertindak sesuai dengan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada

orang tersebut yang sangat sulit dalam pembuktian dalam pengadilan

karena berat sebelah. Tanggung jawab atas dasar kesalahan harus

memenuhi unsur-unsur adanya kesalahan, ada kerugian dan kerugian

tersebut ada hubungannya dengan kesalahan, korban yang harus

membuktikan adanya kesalahan, bilamana terbukti ada kesalahan jumlah

ganti rugi tidak terbatas, korban sebagai penggugat dengan perusahaan

sebagai tergugat mempunyai kedudukan yang sama dalam arti dapat

saling membuktikan.

b) Konsep tanggung jawab berdasarkan praduga (presumption of liability)

Konsep ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap

bertanggung jawab, sampai tergugat dapat membuktikan sebaliknya

bahwa tergugat tidak bersalah. Dalam perkembangannya tanggung jawab

atas dasar kesalahan (based on fault liability) tidak dapat diterapkan

dalam pengangkutan udara, karena kedudukan antara penumpang

dan/atau pengirim barang dengan perusahaan penerbangan tidak

seimbang. Dalam pengangkutan udara, khususnya perusahaan

23 Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional & Nasional, ... h. 10

Page 40: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

30

penerbangan menguasai teknologi tinggi, sementara itu penumpang

dan/atau pengirim barang tidak menguasai teknologi tinggi penerbangan,

sehingga apabila penumpang dan/atau pengirim barang harus

membuktikan kesalahan perusahaan penerbangan pasti tidak akan

berhasil, karena itu sejak tahun 1929 dikenalkan konsep tanggung jawab

hukum praduga bersalah (presumption of liability concept).

Konsep tanggung jawab hukum (legal liability concept) atas

dasar praduga bersalah (presumption of liability) mulai diterapkan sejak

Konvensi Warsawa 1929. Menurut konsep tanggung jawab hukum

praduga bersalah (presumption of liability concept), perusahaan

penerbangan dianggap (presumed) bersalah, sehingga perusahaan

penerbangan demi hukum harus membayar ganti rugi yang diderita oleh

penumpang dan/atau pengirim barang tanpa dibuktikan kesalahan lebih

dahulu, kecuali perusahaan penerbangan membuktikan tidak bersalah.

Penumpang dan/atau pengirim barang tidak perlu membuktikan

kesalahan perusahaan penerbangan, cukup memberi tahu adanya

kerugian yang terjadi pada saat kecelakaan, sehingga penumpang

dan/atau pengirim barang tidak harus membuktikan kesalahan

perusahaan penerbangan. Sebagai imbalan, perusahaan penerbangan

berhak menikmati batas maksimum (limited liability) ganti rugi yang

telah ditetapkan dalam konvensi atau regulasi artinya berapa pun juga

kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang,

perusahaan penerbangan tidak akan bertanggung jawab membayar

semua kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang.

Unsur-unsur konsep tanggung jawab praduga bersalah (presumption of

liability) adalah beban pembuktian terbalik, tanggung jawabnya terbatas

(limited liability), perlindungan hukum (exoneration), ikut bersalah

(contributory negligence), dan kesalahan yang disengaja (wilfull

misconduct).

c) Konsep tanggung jawab mutlak (strict liability theory)

Page 41: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

31

Merupakan konsep yang mengkaji bahwa tanggung jawab yang

berlaku tanpa keharusan adanya pembuktian unsur kesalahan/kelalaian.

Menurut ajaran hukum (doctrine), konsep tanggung jawab hukum tanpa

bersalah (legal liability without fault concept) atau sering disebut juga

tanggung jawab mutlak (strict liability) konsep tanggung jawab mutlak,

perusahaan penerbangan (air carrier) bertanggung jawab mutlak

terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga yang timbul akibat

kecelakaan pesawat udara atau jatuhnya barang dan/atau orang dari

pesawat udara, tanpa memerlukan adanya pembuktian lebih dahulu.

Konsep ini diterapkan terhadap tanggung jawab operator pesawat

udara kepada pihak ketiga. Dalam konsep tanggung jawab mutlak

operator tidak dapat membebaskan diri kewajiban membayar ganti rugi

(damages).24

2. Teori Kepastian Hukum

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah

pernyataan yang menekan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan

menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-

norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-Undang

yang berisi peraturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu

bertingkah laku. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut

menimbulkan kepastian hukum.25

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

1. Skripsi

Skripsi yang di tulis oleh Rizki Diah Nasrunisa26 Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2018. Pada skripsi

tersebut membahas tentang perlindungan konsumen terkait pembatalan

24 Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional & Nasional, ... h.18 25 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008), h.158 26 Rizki Diah Nasrunisa, Akibat Hukum Pembatalan Penerbangan Karena Overseat Oleh

Maskapai Lion Air (Studi Putusan Nomor 471 PK/Pdt/2017), (Jakarta : Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah, 2018)

Page 42: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

32

penerbangan dan menganalisis putusan hakim terhadap kasus PT Lion Air

Mentari VS Rolas Budiman Sitinjak. Persamaan dengan penelitian peneliti

yakni, membahas tanggung jawab maskapai dalam hukum penerbangan di

Indonesia terhadap penumpang dan pihak-pihak mana saja yang ikut

bertanggung jawab, namun terdapat perbedaan dimana penelitian peneliti

mengarah kepada ganti kerugian terhadap keluarga korban kecelakaan

pesawat yang menggunakan syarat-syarat untuk pemberian ganti kerugian

sedangkan sedangkan skripsi ini lebih menganalisis hasil putusan yang

sudah ada.

2. Skripsi

Skripsi yang ditulis oleh Rizwan Zauhar27 Fakultas Hukum

Universitas Brawijaya Malang tahun 2012. Pada skripsi tersebut membahas

bentuk perlindungan hukum terhadap korban kecelakaan pesawat Joy Flight

dan hambatan-hambatan dalam pemberian ganti kerugian terhadap korban.

Persamaan dengan penelitian yang akan diteliti sama-sama membahas gantu

kerugian korban kecelakaan pesawat yang sulit mendapatkan kompensasi

atas kecelakaan pesawat oleh maskapai penerbangan, sedangkan

perbedaannya pada penelitian peneliti pada objek penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti membahas maskapai penerbangan niaga sedangkan

skripsi ini membahas maskapai penerbangan joy flight.

3. Jurnal

Jurnal ini disusun oleh Mohammad Sufi Syalabi.28 Merupakan

cetakan ke-1 : September 2017. Terdapat persamaan pada jurnal ini dengan

penelitian yang akan peneliti teliti yakni, dalam objek pembahasan terkait

ganti kerugian korban kecelakaan pesawat dan bagaimana bentuk tanggung

27 Rizwan Zauhar, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kecelakaan Joy Flight

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dan Konvensi Chicago

1944 (Studi Kasus Kecelakaan Sukhoi Superjet 100 Pada Tanggal 9 Mei 2012), (Malang :

Universitas Brawijaya, 2012) 28 Mohammad Sufi Syalabi, dkk. Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Transportasi

Udara dan Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Terhadap Penumpang Yang Dirugikan Akibat

Kecelakaan Pesawat, (Semarang : Diponegoro Law Journal, 2017)

Page 43: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

33

jawab maskapai, adapun perbedaannya dengan penelitian yang akan peneliti

teliti yaitu pada kasus kecelakaan pesawat yang di dalam jurnal memakai

kasus kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 yang dimana Undang-Undang

Penerbangan Nomor. 1 Tahun 2009 tidak dapat diterapkan karena maskapai

Air Asia bukan terdaftar sebagai angkutan udara dalam negeri.

Page 44: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

34

BAB III

LION AIR DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM KECELAKAAN

PESAWAT

A. Hubungan Hukum Penumpang dan Pengangkut Udara

Pada dasarnya pengangkutan udara adalah perjanjian timbal balik, baik

lisan maupun tertulis antara perusahaan penerbangan yang mengikatkan diri,

dengan penumpang dan pengirim barang.1

Menurut Subekti, perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian,

dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau

barang dari satu tempat ke tempat lain sedangkan pihak yang lain menyanggupi

akan membayar ongkosnya.2Dalam suatu perikatan dalam hukum akan

menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.

B. Kronologi Kejadian Kecelakaan Pesawat Lion Air JT 610 PK-LPQ

Pada bulan Oktober-29-2018 pukul 06.21 waktu Indonesia barat

pesawat Lion Air JT 610 PK-LPQ lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta

tidak ada kendala saat Lion Air JT 610 lepas landas, beberapa saat pilot meminta

return to base atau kembali ke bandara asal, komunikasi saat itu belum di tutup

namun saat itu tiba-tiba terputus, dan pukul 06.33 waktu Indonesia barat.

Pesawat Lion Air JT 610 PK-LQP dinyatakan hilang kontak.

Siaran pers dari Kementerian Perhubungan kemudian memastikan

pesawat ini hilang kontak pada pukul 06.33 WIB. Tak berselang lama, Badan

SAR Nasional menyatakan kabar yang sama. Kemungkinan pesawat jatuh di

perairan Karawang, Jawa Barat, menguat, berdasarkan sejumlah laporan

termasuk dari masyarakat. Tim pencari dari lintas instansi bergerak menuju

lokasi. Sekitar pukul 10.00 WIB, sejumlah puing yang diduga berasal dari

pesawat tersebut ditemukan.

1 Soekardono, Hukum Dagang Indonesia Cetakan ke-2, (Jakarta: Rajawali, 1986), h. 8 2 R, Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Internasional, 1985), h.1

Page 45: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

35

Konfirmasi dari Lion Air sebagai operator pesawat tersebut tiba pada

sekitar pukul 11.00 WIB. Pesawat dipastikan mengalami kecelakaan, setelah

lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno Hatta pada pukul 06.21 WIB.

Setelah 13 menit mengudara, pesawat jatuh di koordinat S5’49.052” E 107’

06.628” (sekitar Karawang).

Data penumpang tercakup pula di dalamnya, yaitu 178 penumpang

dewasa, satu anak-anak, dan dua bayi. Di antara penumpang dewasa itu

termasuk tiga pramugari yang tengah menjalani pelatihan dan satu teknisi.

Pesawat dipiloti Kapten Bhavye Suneja dan Kopilot Harvino, dengan enam

awak kabin, pramugari dan pramugara. Kamis 23 November 2018 Dewan

Perwakilan Rakyat menggelar rapat dengar pendapat terkait kecelakaan Lion

Air JT-610 PK-LQP dengan sejumlah pihak terkait diantaranya Menteri

Perhubungan, Basarnas, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

(BMKG), dan KNKT. Komisi V DPR RI meminta penjelasan kepada seluruh

pihak yang terkait, termasuk BMKG, sesuai dengan tupoksi dan tanggung

jawab masing-masing Kementerian/Lembaga.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyampaikan kepada anggota

Dewan bahwa kondisi cuaca bukanlah salah satu penyebab terjadinya peristiwa

pada tanggal 29 Oktober 2018 tersebut. “Segera setelah mendapatkan informasi

terkait kejadian tersebut. Berdasarkan hasil analisis citra satelit, dari jam 06.00-

07.00 WIB, kondisi perawanan di sekitar lokasi kejadian merupakan awan

dengan jenis Cumulus Congestus dan awan tinggi. Berdasarkan hasil observasi

dari Stasiun Meteorologi Soekarno-Hatta pada tanggal yang sama, jam 04.30

sampai jam 07.00 WIB, kondisi cuaca di wilayah Bandara Soekarno-Hatta

adalah berawan dengan kecepatan angin 4 hingga 7 km/jam dengan arah dari

Selatan dan Bervariasi. Laporan ini di sampaikan untuk mengklarifikasi apakah

jatuhnya pesawat diakibatkan oleh faktor cuaca” jelas Kepala BMKG.3

3 Murni Kemala Dewi, RDP Jatuhnya Pesawat Lion Air JT 610, diterima dari

https://www.bmkg.go.id/berita/?p=rdp-jatuhnya-pesawat-lion-air-jt-610&lang=ID&tag=berita-

utama diakses pada 30 Oktober 2019

Page 46: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

36

Hingga saat ini, data pemantauan penerbangan seperti yang tersedia dari

Flight Radar masih menjadi sumber informasi mengenai 13 menit tersebut.

Data yang didapat sudah memunculkan sejumlah pertanyaan. Dari data Flight

Radar, yang menyediakan pula versi detail berupa dokumen worksheet di

dalamnya, terlihat lonjakan kecepatan pesawat pada menit ketiga setelah lepas

landas. Kecepatan pesawat terpantau mencapai kisaran 300 knot, sementara

pesawat bahkan belum mencapai ketinggian jelajah di kisaran 10.000 feet, dan

terpantau naik turun tidak stabil. Berikut rekaman data penerbanganLionAirJT-

610:

Gambar 1: Rekaman Data Penerbangan Lion Air JT-610

Data itu memperlihatkan, pesawat terus berada di kecepatan sekitar 300

knot, dengan ketinggian tertinggi tak sampai 6.000 feet. Bila dikonversi,

kecepatan 300 knot setara sekitar 550 kilometer per jam. Adapun ketinggian

6.000 feet setara sekitar 1.800 meter dari permukaan tanah.

“Bila membaca data itu, ada indikasi overspeed selama penerbangan

dari menit ketiga sampai kecepatan dan keberadaan pesawat hilang dari data

radar pada menit ke-13 di ketinggian sedikit di bawah 4.000 feet,” kata praktisi

dan pengamat penerbangan, Yayan Mulyana.

Dalam standar dunia penerbangan, menurut Yayan Mulyana, untuk

ketinggian di bawah jelajah maka kecepatan maksimal pesawat seharusnya

tidak melibihi 250 knot. Kecepatan ini dipantau lewat alat bernama airspeed

Page 47: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

37

indicator di kokpit pesawat. Kalaupun ada situasi yang membuat batas aturan

keselamatan penerbangan itu terlanggar, alat tersebut akan membunyikan

clackers warning sebagai pengingat bagi pilot untuk segera mengendalikan

kecepatan.

Yayan berpendapat “kemungkinan ada kebocoran badan pesawat

sehingga pesawat tidak juga naik ke ketinggian jelajah, sepertinya harus

disingkirkan karena fakta tahun pembuatannya yang belum lagi satu tahun.

Sebaliknya, kondisi overspeed memunculkan beberapa resiko terhadap badan

pesawat (airframe)”. Meski begitu, Yayan menyebut kecelakaan ini cukup

langka karena terjadi di tahap yang semestinya merupakan fase climbing. Rata-

rata kecelakaan pesawat terjadi pada saat lepas landas atau dalam proses

pendaratan, bukan pada posisi climbing atau sesudahnya di ketinggian dan

kecepatan jelajah, sekalipun selalu ada saja perkecualian.4

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akhirnya

mengungkapkan laporan final hasil investigasi, terhadap insiden kecelakaan

pesawat Lion Air JT 610 ke publik. Ada sembilan temuan yang diungkap

KNKT terkait dengan kecelakaan pesawat Boeing 737 Max 8 milik Lion Ai,

sebagai berikut:

1. “Desain dan sertifikasi pesawat jenis Boeing 737 MAX 8 yang diproduksi

oleh Boeing.co tidak sesuai dengan asumsi respons pilot terhadap

manufungsi sistem”, ujar Kepala Sub-bidang Komite Penerbangan KNKT

Nurcahyo Utomo di kantor KNKT, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat 25

Oktober 2019.

2. Berdasarkan pada asumsi yang salah tentang respons pilot dan tinjauan tidak

lengkap dari beberapa efek penerbangan, sistem Maneuvering

Characteristic Augmentation System (MCAS) pada sensor tunggal dianggap

tepat dan memenuhisemua persyaratan sertifikasi.

4 Kristianto Purnomo, Kronologi dan Fakta Kecelakaan Boeing 737 Max 8, diterima dari

https://nasional.kompas.com/jeo/kronologi-dan-fakta-kecelakaan-boeing-737-max-8-lion-air-jt-

610 diakses pada 30 Oktober 2019

Page 48: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

38

3. MCAS pada Boeing 737 MAX 8 dirancang bergantung pada sensor angle of

attack atau AOA tunggal. Desain itu membuatnya rentan terhadap gangguan

atau munculnya masalah.

4. Tidak ada panduan mengenai MCAS untuk pilot, bahkan saat mereka

melakukan training. Maksudnya, pilot tidak mengenali sistem MCAS dalam

penerbangan Boeing 737 MAX 8.

5. Perangkat “AOA Disagree” tidak berfungsi pada Boeing 737 MAX 8.

Akibatnya, pilot tidak bisa melihat adanya AOA Disagree. Sehingga, pilot

yang menerbangkan JT 610 sebelumnya dari rute Denpasar-Jakarta sebelum

kecelakaan, tidak melaporkan adanya AOA Disagree. Pilot hanya

melaporkan adanya ketidaksesuaian antara AOA bagian kiri dan kanan.

“Pemberitahuan AOA juga tidak muncul selama penerbangan dengan

sensor AOA yang salah dikalibrasi, tidak dapat didokumentasikan oleh kru

penerbangan,” tutur Nurcahyo.

6. Pemasangan AOA sensor pesawat mengalami miskalibarasi atau

ketidaksesuaian sebesar 21 derajat. AOA sensor ini, menurut Nurcahyo,

memang sudah dipasang di pesawat milik Lion Air Group, yakni Malindo

Air namun mengalami kerusakan dan dikirim ke bengkel. Setelah

diperbaiki, AOA ini dikirim kembali ke Batam. Saat dikirim kembali,

miskalibrasi ini tidak terdeteksi.

7. “Saat pemasangan AOA sensor di Bali, kita tidak bisa lihat apakah AOA

sensor sudah dilakukan dengan benar. Miskalibrasi ini yang kami lihat

tidak bisa terdeteksi sehingga kami tidak bisa menentukan, apa

pemasangan ini sukses atau tidak,” Nurcahyo menjelaskan.

8. Pilot Denpasar-Jakarta tidak melaporkan log perawatan mengenai stick

shaker dan penggunaan, prosedur non-normal runaway stabilizer pada

penerbangan sebelumnya. Sehingga, tidak tercatat pada buku catatan

penerbangan. Itu berarti, informasi yang disampaikan kepada kru

pemeliharaan pesawat di Jakarta tidak lengkap. Karenanya, kru tak dapat

mengambil tindakan yang sesuai. Pilot Denpasar-Jakarta hanya melaporkan

log perawatan tentang stick shaker kontinyu dan stabilizer NNC yang

Page 49: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

39

mengalami gangguan. Itu berarti, informasi yang disampaikan kepada kru

pemeliharaan pesawat di Jakarta tidak lengkap. Karenanya, kru tak dapat

mengambil tindakan yang sesuai.

9. “Kami temukan beberapa indikasi atau peringatan yang menyala. Lalu

MCAS aktif berulang-ulang. Kondisi ini tidak bisa dikelola dengan baik,”

Nurcahyo memaparkan.

KNKT juga menemukan masalah yang sama soal performa manajemen

pilot terhadap koordinasi dengan awak pesawat saat pelatihan.”Pernah

diidentifikasi saat pelatihan,”. Investigasi ini mengacu pada International Civil

Aviation Organization (ICAO) Annex 13, yang dituangkan dalam Undang-

Undang Nomor. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Adapun investigasi

dilakukan berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor. 62 Tahun 2013.5

C. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan

.Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi

di Indonesia. Undang-Undang adalah peraturan yang dibentuk oleh Dewan

Perwakilan Rakyat, serta disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan

Presiden, dan disahkan oleh Presiden. Undang-Undang merupakan peraturan

yang mengatur lebih lanjut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-

Undang Dasar 1945.6

Perkembangan lingkuangan strategis nasional dan internasional

menuntut penyelenggaraan penerbangan yang sesuai dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi, peran serta swasta dan persaingan usaha,

perlindungan konsumen, ketentuan internasional yang disesuaikan dengan

kepentingan nasional, akuntabilitas penyelenggaraan negara, dan otonomi

daerah. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan sudah

5 Rahma Tri, “KNKT Ungkap 9 Temuan dari Investigasi Kecelakaan Lion Air JT 610”,

Tempo.Co,diakses https://bisnis.tempo.co/amp/1264407/knkt-ungkap-9-temuan-dari-investigasi-

kecelakaan-lion-air-jt-610, pada tanggal 5 Desember 2019 pukul 00.15 WIB 6 Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan Jenis,Fungsi, dan Materi Muatan,

(Yogyakarta: PT Kanisius, 2007), h.215

Page 50: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

40

tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan

penyelenggaraan penerbangan saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-

undang yang baru.

1. Dasar Hukum undang-undang ini adalah : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1)

dan ayat (2), Pasal 25A, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Dalam Undang-undang ini diatur tentang : hak, kewajiban, serta tanggung

jawab hukum para penyedia jasa dan para pengguna jasa, dan tanggung

jawab hukum penyedia jasa terhadap kerugian pihak ketiga sebagai akibat

dari penyelenggaraan penerbangan serta kepentingan internasional atas

objek pesawat udara yang telah mempunyai tanda pendaftaran dan

kebangsaan Indonesia. Di samping itu, dalam rangka pembangunan hukum

nasional serta untuk lebih memantapkan perwujudan kepastian hukum,

Undang-Undang ini juga memberikan perlindungan konsumen tanpa

mengorbankan kelangsungan hidup penyedia jasa transportasi serta

memberi kesempatan yang lebih luas kepada daerah untuk mengembangkan

usaha-usaha tertentu di bandar udara yang tidak terkait langsung dengan

keselamatan penerbangan.7

Indonesia yang telah menjadi anggota Organisasi Penerbangan Sipil

Internasional sejak 27 April 1950 telah menyempurnakan Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 1992 dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 disusun dengan mengacu pada

Konvensi Chicago 1944 dan memerhatikan kebutuhan pertumbuhan

transportasi udara di Indonesia, karena itu Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2009 mengatur kedaulatan atas wilayah udara Indonesia, pelanggaran wilayah

kedaulatan, produksi pesawat udara, pendaftaran, dan kebangsaan pesawat

udara, kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat udara, keselamatan dan

keamanan di dalam pesawat udara, pengadaan pesawat udara, asuransi pesawat

udara, independensi investigasi kecelakaan pesawat udara, pembentukan

7 http://www.dpr.go.id/jdih/index/id/514 diakses pada 30 Oktober 2019 pukul 23.00 WIB

Page 51: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

41

majelis profesi penerbangan, lembaga penyelenggara pelayanan umum,

berbagai jenis angkutan udara baik niaga berjadwal, tidak berjadwal maupun

bukan niaga dalam negeri maupun luar negeri, modal harus single majority

shares tetap berada pada warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia,

persyaratan minimum mendirikan perusahaan penerbangan baru harus

mempunyai 10 pesawat udara, 5 dimiliki dan 5 dikuasai, perhitungan tarif

transportasi udara berdasarkan komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib

asuransi dan biaya tambahan, pelayanan bagi penyandang cacat, orang lanjut

usia, anak di bawah umur, pengangkutan bahan dan/atau barang berbahaya (

dangerous goods), ekspedisi dan keagenan, tanggung jawab pengangkut,

konsep tanggung jawab pengangkut, asuransi tanggung jawab pengangkut,

tanggung jawab pengangkut terhadap pihak ketiga (third parties liability),

tatanan kebandarudaraan baik lokasi maupun persyaratannya, obstacles,

perubahan iklim yang menimbulkan panas bumi, sumber daya manusia baik di

bidang operasi penerbangan, teknisi bandar udara maupun navigasi

penerbangan, fasilitas navigasi penerbangan, otoritas bandar udara, pelayanan

bandar udara, keamanan penerbangan, lembaga penyelenggara pelayanan

navigasi penerbangan (single air service provider), penegakan hukum,

penerapan sanksi administratif yang selama ini tidak diatur, budaya

keselamatan penerbangan, penanggulangan tindakan melawan hukum, dan

berbagai ketentuan baru yang sebelumnya tidak diatur, guna mendukung

keselamatan transportasi udara nasional maupun internasional.

Jiwa dari undang-undang ini bermaksud memisahkan regulator dengan

operator sehingga fungsi, tugas, dan tanggung jawab masing-masing jelas. Di

samping itu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 juga bermaksud memberi

kesempatan kepada swasta dan pemerintah daerah untuk ikut serta berperan

dalam pembangunan penerbangan di Indonesia untuk menambah rute

penerbangan ke daerah-daerah yang sepi rute penerbangan membantu

transportasi yang sulit dijangkau dengan kendaraan darat dan laut. Undang-

undang ini mengalami perubahan yang signifikan, sebab semula hanya 103

pasal dalam perkembangannya membengkak menjadi 466 pasal.

Page 52: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

42

Bagian ketiga hukum udara nasional dalam bab I tentang Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2009 mengandung pembahasan angkutan udara niaga

dan bukan niaga, kedaulatan negara di udara, pendaftaran dan kebangsaan

pesawat udara, pencarian dan pertolongan pesawat udara, investigasi

kecelakaan pesawat udara, dokumen penerbangan, peran Organisasi

Penerbangan Sipil Internasional terhadap Indonesia sebagai berikut. Berbeda

dengan Konvensi Chicago 1944 yang gagal mengatur aspek ekonomi angkutan

udara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, masalah aspek ekonomi

angkutan udara diatur secara komprehensif. Hal ini dapat diamati dalam Pasal

83 sampai Pasal 138. Di dalam pasal-pasal tersebut diatur angkutan udara

niaga, pelayanan angkutan udara niaga berjadwal, angkutan udara bukan niaga,

angkutan perintis, perizinan angkutan udara niaga, perizinan angkutan udara

bukan niaga, kewajiban pemegang izin angkutan udara, jejaring dan rute

penerbangan, tarif, kegiatan usaha penunjang angkutan udara sebagai berikut.

Kegiatan angkutan udara niaga dapat dilakukan secara berjadwal dalam

rute penerbangan yang dilakukan secara tetap dan teratur, dan/atau pelayanan

angkutan udara niaga yang tidak terikat pada rute dan jadwal penerbangan yang

tetap dan teratur oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional dan/atau

asing untuk mengangkut penumpang dan kargo atau khusus mengangkut

kargo.8

8 Martono dan Amad Sudiro, Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik (Public

International and National Air Law), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), h. 233-235

Page 53: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

43

BAB IV

PEMBERIAN GANTI KERUGIAN KECELAKAAN PESAWAT LION AIR

JT-610 DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG

A. Implementasi Mekanisme Penerapan Ganti Kerugian Korban Kecelakaan

Pesawat Lion Air JT-610 dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

tentang Penerbangan

Tanggung jawab pengangkut angkutan udara Pasal 141 Undang-

Undang Nomor. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, mengenai tanggung

jawab pengangkut terhadap penumpang dan/atau pengirim kargo sebagai

berikut:

1. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal

dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara

di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.

2. Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena

tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang

dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang

timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang

ini untuk membatasi tanggung jawabnya.

Pasal 141 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 di atas, menegaskan

jika perusahaan angkutan udara bertanggung jawab untuk membayar

kompensasi kepada pengguna jasanya harus memenuhi syarat-syarat yang

meliputi:

1. Kerugian harus disebabkan oleh suatu kecelakaan

2. Kecelakaan itu harus terjadi dalam pesawat

3. Kecelakaan tersebut harus terjadi pada waktu melakukan embarkasi atau

disembarkasi.

Adanya risiko kerugian dalam melakukan kegiatan usaha itu dapat

terjadi setiap saat. Pada penyelenggaraan pengangkutan udara beberapa tahun

terakhir ini masih menunjukkan sering terjadi serangkaian kecelakaan pesawat

Page 54: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

44

udara, dengan berbagai sebab yang mengakibatkan kerugian terhadap

penumpang sebagai konsumen. Kecelakaan-kecelakaan pesawat udara tersebut

dapat disebabkan berbagai faktor, antara lain faktor manusia (human), mesin

pesawat udara (machine/technical), dan cuaca (weather).1

Adapun dugaan hasil final investigasi KNKT terhadap kecelakaan pesawat

Lion Air JT-610 PK-LPQ faktor-faktor penyebab kecelakaan yaitu:2

1. Desain dan sertifikasi pesawat jenis Boeing 737 MAX 8 yang diproduksi

oleh Boeing.co tidak sesuai dengan asumsi respons pilot terhadap

manufungsi sistem.

2. Berdasarkan pada asumsi yang salah tentang respons pilot dan tinjauan

tidak lengkap dari beberapa efek penerbangan, sistem Manuvering

Characteristic Augmentation System (MCAS) pada sensor tunggal

dianggap tepat dan memenuhi semua persyaratan sertifikasi.

3. MCAS pada Boeing 737 MAX 8 dirancang bergantung pada sensor angle

of attack (AOA) tunggal. Desain itu membuatnya rentan terhadap gangguan

atau munculnya masalah.

4. Tidak ada panduan mengenai MCAS untuk pilot, bahkan saat mereka

melakukan training. Pilot tidak mengenali sistem MCAS dalam

penerbangan Boeing 737 MAX 8.

5. Perangkat AOA Disagree tidak berfungsi pada Boeing 737 MAX 8.

Akibatnya, pilot tidak bisa melihat adanya AOA Disagree.

6. Pemasangan AOA sensor pesawat mengalami ketidaksesuaian sebesar 21

derajat.

7. Pemasangan AOA sensor di Bali, tidak bisa dilihat apakah AOA sensor

sudah dilakukan dengan benar.

1 Amad Sudiro, Product Liability Dalam Penyelenggaraan Penerbangan, Jurnal Hukum

dan Pembangunan, Vol. 41 No. 1 Januari 2011, h. 187 2 Rahma Tri, “KNKT Ungkap 9 Temuan dari Investigasi Kecelakaan Lion Air JT 610”,

Tempo.Co, diakses https://bisnis.tempo.co/amp/1264407/knkt-ungkap-9-temuan-dari-investigasi-

kecelakaan-lion-air-jt-610, pada tanggal 5 Desember 2019 pukul 00.15 WIB

Page 55: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

45

8. Pilot Denpasar-Jakarta tidak melaporkan log perawatan mengenai stick

shaker dan penggunaan, prosedur non-normal runway stabilizer pada

penerbangan sebelumnya. Sehingga, tidak tercatat pada buku catatan

penerbangan. Itu berarti, informasi yang disampaikan kepada kru

pemeliharaan pesawat di Jakarta tidak lengkap. Karenanya, kru tak dapat

mengambil tindakan yang sesuai. Pilot Denpasar-Jakarta hanya

melaporkan log perawatan tentang stick shaker continue dan stabilizer

NNC yang mengalami gangguan. Sehingga kru pemeliharaan pesawat di

Jakarta tak dapat mengambil tindakan yang sesuai.

9. Ada peringatan menyala dari MCAS aktif berulang-ulang, yang kondisi ini

tidak dapat dikelola dengan baik.

Berdasarkan dugaan hasil final investigasi dari pihak KNKT diatas,

terdapat dua faktor penyebab kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 PK-LPQ,

yaitu Kesalahan Manusia (Human Error) dan Kerusakan Mesin (Machine

Error) dan ada dua pihak yang bertanggung jawab atas kecelakaan ini pihak

pertama Boeing. Co selaku produsen pesawat Boeing 737 MAX 8 dan Pihak

kedua Lion Air selaku maskapai dalam negeri yang menggunakan pesawat

jenis Boeing 737 MAX 8 untuk pengangkutan udara. Terhadap kasus

kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 PK-LPQ jurusan Jakarta ke Pangkal

Pinang di perairan Karawang pada hari Senin, 29 Oktober 2018. Kecelakaan

pesawat Lion Air JT-610 mengakibatkan hilangnya nyawa 189 orang yang

terdiri dari 182 penumpang dan 7 awak pesawat.3

Karena kerugian kecelakaan pesawat menimbulkan kerugian finansial,

yang cukup besar meliputi miliaran rupiah. Salah satu cara mengatasi hal

tersebut adalah dengan cara mengalihkan risiko kepada perusahaan asuransi

dengan mengadakan perjanjian asuransi.4

3 Heru Dahnur, “Total Jumlah Penumpang Lion Air JT 610 yang Jatuh 189 Orang”,

Kompas,diakseshttps://regional.kompas.com/read/2018/10/29/10285291/total-jumlah-penumpang-

lion-air-jt-610-yang-jatuh-189-orang, pada tanggal 24 Desember 2019 pukul 15.00 WIB 4 Man Suparaman Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi Dan Surat Berharga,

(Bandung: PT Alumni, 2003), h. 9

Page 56: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

46

Menurut Mehr, tentang mengelola risiko dengan cara pengalihan risiko

kepada pihak lain, yaitu dengan cara:

1. Hedging, yaitu menjual dengan menetapkan suatu harga tertentu saat ini

untuk menghindari kerugian di masa datang jika terjadi penurunan harga.

Di lain pihak, tindakan ini mempunyai risiko hilangnya kesempatan untuk

memperoleh keuntungan lebih tinggi jika ternyata harga itu naik.

2. Subcontracting, misalnya kontraktor gedung memberikan bagian pekerjaan

tertentu kepada sub kontraktor yang ahli dalam pekerjaan tersebut dan

memindahkan risiko kegagalan bagian tersebut kepada sub kontraktor itu.

3. Hold Harmless Agreements, yaitu perjanjian yang menyebabkan

berpindahnya risiko tanggung jawab (liabilities).

4. Surety Bonding, yaitu perjanjian antara tiga pihak. Pihak pertama yaitu

perusahaan yang diikat (bonding) yang disebut surety. Pihak kedua adalah

perusahaan pelaku yang bertanggung jawab terhadap penyelesaian suatu

pekerjaan, yang disebut principal. Pihak terakhir adalah pihak yang

menyuruh principal untuk melakukan suatu pekerjaan, yaitu oblige. Dalam

perjanjian ini, pihak surety bertanggung jawab terhadap semua kelalaian

pihak principal. Maksudnya, setiap kerugian pihak oblige akibat kesalahan

pihak principal akan dibayar oleh surety.

5. Insurance, adalah metode paling umum dalam memindahkan risiko.

Dengan membeli asuransi, maka tertanggung memindahkan konsekuensi

finansial atas kerugian kepada penanggung.

Dari lima jenis pengelolaan risiko di atas Mehr menyatakan,

pertanggungan penumpang pada angkutan udara termasuk dalam jenis

pengelolaan risiko surety bonding, yang melibatkan tiga pihak dalam

pengelolaan risiko yang terjadi.5

5 Salusra Satria, Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi di Indonesia Dengan

Analisis Rasio Keuangan Early Warning System, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Indonesia, 2003),

h.15-16

Page 57: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

47

Dalam kewajiban asuransi penerbangan diatur dalam Pasal 179

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan berbunyi:

“Pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap

penumpang dan kargo yang diangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141,

Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 146.”

Adapun hal-hal terkait Asuransi Tanggung Jawab Pengangkutan Udara

Menurut Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011

meliputi:

1. Penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka

2. Hilang atau rusaknya bagasi kabin

3. Hilang, musnah, atau rusaknya kargo

4. Hilang, musnah, atau rusaknya kargo

5. Keterlambatan angkutan udara

6. Kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.

Dalam asuransi kerugian kecelakaan pesawat Lion Air JT-610, yang

berperan sebagai pihak penanggung yaitu perusahaan asuransi PT. Tugu Pratama

dan yang berperan sebagai pihak tertanggung yaitu pihak yang mengalihkan

risiko kepada penanggung Lion Air Group dalam bentuk perjanjian asuransi,

untuk perlindungan terhadap risiko kerugian mencakup kerusakan rangka

pesawat, kewajiban yang timbul akibat kecelakaan, dan asuransi kecelakaan

sendiri.6

Adapun, terkait dengan nilai pertanggungan asuransi untuk penumpang

mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang

Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Di dalam peraturan ini,

pemerintah mengatur secara rinci jumlah ganti kerugian yang wajib di berikan

oleh pengangkut kepada penumpang, untuk pertanggungan dari asuransi dalam

6 Azizah Nur Alfi, “Asuransi Penerbangan : Tugu Tanggung Lion Air”, Bisnis, diakses

https://sumatra.bisnis.com/read/20181102/444/855841/asuransi-penerbangan-tugu-tanggung-lion-

air, pada tanggal 24 Desember 2019 pada pukul 21.00 WIB

Page 58: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

48

peraturan diatas hanya untuk kerugian materiil dari penumpang, pengirim barang

dan pihak ketiga yaitu:

1. Penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat akan diberikan ganti

kerugian sebesar Rp. 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh ribu

rupiah).

2. Penumpang yang meninggal dunia karena kejadian yang berhubungan

dengan pengangkutan udara saat proses meninggalkan ruang tunggu atau

turun dari pesawat dan/atau bandar udara persinggahan akan diberikan ganti

kerugian sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Penumpang yang mengalami cacat tetap total akan diberikan ganti kerugian

sebesar Rp. 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah)

serta apabila penumpang mengalami cacat tetap sebagian dimana ganti

kerugian ditetapkan sebagaimana diatur dalam lampiran Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011.

4. Penumpang yang mengalami kerugian sehingga diharuskannya menjalani

pengobatan di rumah sakit atau pun balai pengobatan akan diberikan ganti

kerugian paling nyata maksimal Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

5. Penumpang yang mengalami kerusakan pada bagasi tercatat akan diberikan

ganti kerugian sesuai dengan jenis, bentuk, ukuran dan merek bagasi tercatat

hilang maka penumpang akan diberikan ganti kerugian sebesar Rp.

200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per kilogram dan paling banyak Rp.

4.000.000,00 (empat juta rupiah) per penumpang.

6. Penumpang yang mengalami keterlambatan lebih dari 4 jam akan diberikan

ganti kerugian sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) serta adanya

alternatif lainnya yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77

Tahun 2011.7

Pada dasarnya jika terjadi kecelakaan maka terjadi 2 (dua) kemungkinan

yaitu:

7 Chrisai Marselino Riung, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Asuransi Pengguna

Jasa Angkutan Udara Indonesia, Jurnal Lex Administratum, Vol. 5 No. 4 Juni 2017, h. 96

Page 59: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

49

1. Penumpang tetap hidup dan/atau mengalami luka-luka/cacat.

2. Penumpang Meninggal dunia.

Dengan melihat 2 (dua) kemungkinan tersebut, dapat ditentukan pihak-

pihak yang berhak untuk menuntut ganti kerugian kepada pihak pengangkut,

meliputi :

1. Penumpang akibat kecelakaan pengangkutan udara yang masih hidup tetapi

mengalami luka-luka/cacat pada anggota badannya, maka pihak yang berhak

mendapat ganti kerugian adalah penumpangnya.

2. Penumpang akibat kecelakaan pengangkutan udara yang meninggal dunia,

maka pihak yang berhak untuk mendapatkan ganti kerugian adalah ahli waris

korban yang meninggal dunia. Pihak yang berhak sebagai ahli waris korban

yaitu suami atau istri dari penumpang yang meninggal dunia, anak-anak

korban atau orang tua yang menjadi tanggungan korban.8

Untuk menghindari penuntutan ganti kerugian dari pihak yang

sebenarnya tidak berhak, maka perusahaan penerbangan membuat suatu kriteria

dan persyaratan bagi pihak yang menuntut kerugian, syarat tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Bagi penumpang yang masih hidup dan mengalami luka-luka/cacat pada

tubuhnya akibat kecelakaan pengangkutan udara, diperlukan pemerikasaan

dan keterangan dokter yang ditunjuk perusahaan penerbangan yang

menentukan bahwa benar luka-luka/cacat pada tubuh atau anggota badan

penumpang ada setelah terjadi kecelakaan pengangkutan udara. Selain itu

diperlukan surat keterangan kesehatan bagi penumpang yang sakit sebelum

naik pesawat terbang.

2. Bagi penumpang yang meninggal dunia akibat kecelakaan pengangkutan

udara, maka orang yang menjadi tanggungannya harus membuktikan bahwa

benar sebagai ahli waris korban yang sah dan menjadi tanggungan

8 Retno Puspandari, Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Penerbangan Terhadap

Kecelakaan Pada Penumpang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan, Jurnal Privat Law, Vol. 5 No. 1 Juni 2017, h. 99-100

Page 60: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

50

penumpang tersebut, yang ditetapkan oleh pengadilan negeri dengan

memperlihatkan fakta waris. Dari ketentuan limitatis ini maka tidak ada

orang lagi yang dapat menuntut ganti kerugian, kecuali golongan ahli waris

yang telah ditetapkan pengadilan negeri tersebut atau keluarga yang

mempunyai hubungan paling dekat dengan korban, yaitu:

a. Suami atau istri dari penumpang yang meninggal dunia tersebut, dengan

bukti memperlihatkan akta perkawinan (surat nikah) dan kartu keluarga.

b. Anak atau orang tua dari penumpang yang meninggal dunia tersebut

dengan bukti memperlihatkan akta kelahiran dan kartu keluarga.

Pada Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.010/2008 jika

penumpang yang meninggal dunia akibat kecelakaan selama berada di dalam

angkutan udara tidak mempunyai ahli waris, kepada pihak yang

menyelenggarakan penguburan diberikan penggantian biaya penguburan

sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).9

Dalam pasal diatas untuk korban kecelakaan pesawat yang tidak

memiliki keluarga atau ahli waris uang ganti kerugian akan diambil pemerintah

dengan mengurangi biaya pemakaman korban kecelakaan pesawat.

Adapun keterangan dari perwakilan keluarga korban Rian Ariyandi

(belum diidentifikasi/belum ditemukan) dan Muhammad Rafi Andrian

(teridentifikasi/ sudah ditemukan) Bapak Anton Sahadi. Terkait nilai nominal

yang diberikan pihak Lion Air dalam ganti kerugian ini sebesar Rp.

1.300.000.000,00 (satu miliyar tiga ratus juta rupiah).10

Menurut Soekidjo Notoatmojo, “Tanggung jawab hukum adalah suatu

akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan

dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan,”11Sedangkan Titik

Triwulan menyatakan, “Pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal

9 Martono dan Amad Sudiro, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan UU RI No 1 Tahun

2009, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h.312 10 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Anton Sahadi selaku, Perwakilan Keluarga

Korban Lion Air JT 610 Rian Ariyandi dan Muhammad Rafi Andrian 11 Soekidjo Notoatmojo, Etika Dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 27

Page 61: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

51

yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang

lain sekaligus berupa hal yang mewajibkan kewajiban hukum orang lain untuk

memberi pertanggungjawaban.”12

Berangkat dari teori di atas peneliti menganalisa bahwa perusahaan

angkutan Lion Air bertanggung jawab atas kerugian yang di derita penumpang

yang meninggal dengan syarat hanya kecelakaan yang menyebabkan kematian

yang terjadi di dalam pesawat atau pada saat melakukan embarkasi atau

disembarkasi. Pembayaran ganti kerugian merupakan kewajiban pihak Lion Air

selaku pengangkut sebagai konsekuensi, tanggung jawabnya sesuai dengan

ketentuan dalam Perundang-Undangan. Dengan membagi risiko pada pihak

asuransi. Dalam pembayaran ganti kerugian penumpang Lion Air JT-610, pihak

Lion Air tidak bisa memberi ganti kerugian lebih rendah dari nilai nominal yang

sudah ditentukan, dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011

senilai Rp. 1.250.000.000,00 (satu miliyar dua ratus lima puluh juta) dan Rp.

4.000.000,00 (empat juta rupiah) untuk uang bagasi. Apabila melihat keterangan

dari keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 nilai ganti kerugian

yang di berikan pihak Lion Air sebesar Rp. 1.300.000.000,00 (satu miliyar tiga

ratus lima puluh juta) yang dalam hal ini pihak Lion Air melebihkan

Rp.47.000.000,00 (empat puluh tujuh juta rupiah) hal ini sudah sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang dan pihak Lion Air dalam nominal pemberian ganti

kerugian sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun untuk

penggunaan dokumen Release and Discharge tidak sesuai dengan Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 dalam klaim ganti kerugian tidak

perlu ada syarat tambahan hanya berupa dokumen mengenai ahli waris.

12 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, (Jakarta: Prestasi

Pustaka, 2010), h. 48

Page 62: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

52

B. Penggunaan Dokumen Release and Discharge Dalam Ganti Kerugian Lion

Air JT-610 Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan

Setahun setelah kecelakaan Lion Air JT-610, baru 75 ahli waris korban

dari total 189 korban kecelakaan yang sudah mendapatkan ganti kerugian dari

perusahaan asuransi yang menangani kasus tersebut. “Belum (seluruhnya).

Kami memang ada release and discharge, ini yang masih proses. Yang terbaru,

ada 75 yang sudah menerima,” kata Managing Director Lion Air Group Daniel

Putut Kuncoro Adi.13

Daftar 75 korban yang sudah menerima uang ganti kerugian dengan

tanda tangan dokumen release and discharge antara lain:14

1. Vivian Afifa Menerima

2. Indra Bayu Aji Menerima

3. Resky Amalia Menerima

4. Restia Amelia Menerima

5. Muhammad Andrian Menerima

6. Vicky Ardian Menerima

7. Fauzan Azima Menerima

8. Naqiya Azmi Menerima

9. Ariska Cici Menerima

10. Jannatun Dewi Menerima

11. Sui Di Menerima

12. Capt. Efendi Menerima

13. Jan Efriyanto Menerima

14. Filzaladi Menerima

15. Fiona Ayu Zen Menerima

13 Tendi,”Baru 75 Ahli Waris Korban Kecelakaan Lion Air Yang Dapat Ganti Rugi,

Kenapa?”, Kontan, diakses dari https://industri.kontan.co.id/news/baru-75-ahli-waris-korban-

kecelakaan-lion-air-yang-dapat-ganti-rugi-kenapa, pada tanggal 15 Desember 2019 pada pukul

21.00 WIB 14 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Engki Bocana selaku, Perwakilan Keluarga

Korban Lion Air JT-610 Tami Julian

Page 63: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

53

16. Ibnu Hantoro Menerima

17. Fais Harharah Menerima

18. Darwin Harianto Menerima

19. Harwinoko Menerima

20. Chandra Hasan Menerima

21. Hendra Menerima

22. Dewi Herlina Menerima

23. Ambo Malis HM Menerima

24. A. Innajatullah Menerima

25. Jumalih Menerima

26. HK. Junaidi Menerima

27. Karmin Karmin Menerima

28. Y. Kartikawati Menerima

29. Kasan Menerima

30. Sui Khiun Menerima

31. Khotijah Menerima

32. Chandra Kirana Menerima

33. Mariya Kusum Menerima

34. Linda Menerima

35. Martono Menerima

36. Sekar Maulana Menerima

37. M. Syafii Menerima

38. Murdiman Menerima

39. Muhammad Nasir Menerima

40. Njat Ngo Menerima

41. Zulva Ningrum Menerima

42. Noorviantoro Menerima

43. Agil Nugroho Menerima

44. Hesti Nuraini Menerima

45. Joyo Nuroso Menerima

46. Chris Prabowo Menerima

Page 64: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

54

47. Ridwan Pranata Menerima

48. Rio Pranata Menerima

49. Junior Priadi Menerima

50. Fatikah Putty Menerima

51. N. Rabagus Menerima

52. Shan Ramadhan Menerima

53. Ruma Ramadhan Menerima

54. Rebiyanti Menerima

55. Nur Rezkianti Menerima

56. Rijalmahdi Menerima

57. Romhan Sagala Menerima

58. Ubaidi Salabi Menerima

59. Nikky Santoso Menerima

60. Yunit Sapitri Menerima

61. Hizkia Jori Saroinsong Menerima

62. Natalia Setiawan Menerima

63. Cosa R Shabab Menerima

64. Sian Menerima

65. Nu Sitharesmi Menerima

66. Mack Stanli Menerima

67. Wahyu Susilo Menerima

68. Eko Sutanto Menerima

69. Trianingsih Menerima

70. Maria Ulfah Menerima

71. Bambang Usman Menerima

72. Witaseriani Menerima

73. Yunita Menerima

74. Bhavve Suneja (Pilot) Menerima

75. Alfiani Hidayatul Solikah (Pramugari) Menerima

Adapun keluarga korban yang belum menerima ganti kerugian

tersebut dikarenakan, dalam dokumen release and discharge terdapat

Page 65: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

55

pelepasan hak dan tanggung jawab yang tulisan dalam dokumen itu

menggunakan huruf kecil seperti polis asuransi. Bagi keluarga korban

dokumen release and discharge mempersekusi mereka karena bertentangan

dengan nurani, etika, estetika dan hukum. Beberapa hal-hal yang di tentukan

dalam dokumen release and discharge sebagai berikut:15

Masing-masing secara perorangan selaku penerima dan/atau

secara bersama-sama dengan penandatanganan lainnya di bawah ini selaku

ahli waris dan atas nama keluarga yang ditinggalkan, waris dan atas nama

keluarga yang ditinggalkan, warisan, para ahli waris, para penerima hak, para

penerima manfaat atau para tanggungan (selanjutnya bersama-sama disebut

“Para Pemberi Pelepasan”) dari keluarga penumpang, seorang penumpang

yang meninggal dunia dalam kecelakaan yang melibatkan pesawat udara PT

Lion Mentari Boeing 737-8 MAX pendaftaran PK-LPQ (pesawat udara) yang

beroperasi sebagai penerbbangan nomor JT 610 dari Bandar Udara

Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta ke Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka

Belitung, Indonesia pada tanggal 29 Oktober 2018 (Kecelakaan) dengan ini

menerima pembayaran dari PT. Lion Mentari (Lion Air) sebesar Rp.

1.300.000.000, (satu milyar tiga ratus juta rupiah) (kompensasi) sebagai

penyelesaian secara penuh, akhir dan menyeluruh atas tuntutan-tuntutan para

pemberi pelepasan yang timbul ddari atau yang terkait kematian Penumpang.

Sebagai akibat dari Kecelakaan.

Untuk dan sebagai imbalan atas Kompensasi, kecukupan dan

penerimaan mana dengan ini diakui, Para Pemberi Pelepasan menyatakan dan

menyetujui hal-hal berikut ini:

1. Para Pemberi Pelepasan dengan ini melepaskan, membebaskan dan untuk

selam-lamanya menanggalkan seluruh haknya untuk mengajukan gugatan

atau tuntutan hukum dalam bentuk apapun di yurisdiksi mana pun, baik

secara perdata, pidana, administratif atau lainnya, dimanapun, atau untuk

15 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Anton Sahadi selaku, Perwakilan Keluarga

Korban Lion Air JT 610 Rian Ariyandi dan Muhammad Rafi Andrian

Page 66: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

56

menuntut dengan cara apapun, tuntutan-tuntutan, keberatan-keberatan,

klaim-klaim, permintaan-permintaan, kewajiban-kewajiban, tanggung

jawab, gugatan-gugatan, dasar gugatan, perkara-perkara, ganti rugi,

manfaat-manfaat, biaya-biaya, kehilangan bantuan hukum atau bantuan

finansial, biaya-biaya pemakaman, hutang-hutang, iuran-iuran, sejumlah

uang, rekening, perhitungan, obligasi, tagihan-tagihan, perjanjian-

perjanjian dalam segala bentuk apa pun termasuk namun tidak terbatas

pada kontrak-kontrak, persetujuan-persetujuan, dan janji-janji,

perselisihan, perbedaan, pelanggaran, putusan-putusan, eksekusi-eksekusi,

dan setiap dan segala jenis klaim dan tuntutan dan tuntutan dalam bentuk

dan sifat apapun yang timbul baik di masa lalu, saat ini dan masa depan,

baik untuk ganti rugi yang diduga atau ganti rugi yang sebenarnya, ganti

rugi yang bersifat menghukum, ganti rugi moral, ganti rugi yang bernilai

atau tidak bernilai, ganti rugi materiil atau immateriil, gugatan atas

kematian, survival actions, kerugian harta benda, kerugian bisnis,

kehilangan keuntungan, luka-luka, atau setiap kerugian atau biaya yang

lainnya, termasuk juga seluruh klaim potensial apapun dan dalam bentuk

atau sifat apa pun yang terkait dengan satu atau semua ganti rugi, luka-

luka atau kerugian lainnya, baik yang diketahui maupun yang tidak

diketahui, yang dapat diduga atau tidak dapat diduga, yang dimiliki oleh

Para Pemberi Pelepasan sekarang, atau dinyatakan dimiliki, atau yang

selanjutnya diperoleh, atau yang akan mungkin didapatkan dari yurisdiksi

manapun di seluruh dunia, karena, atau yang akan mungkin didapatkan

dari yurisdiksi manapun di seluruh dunia, karena, atau yang dengan cara

apapun berhubungan dengan atau timbul dari kecelakaan yang dengan

cara apapun berhubungan dengan atau timbul dari kecelakaan terhadap

setiap atau seluruh dari “Para Penerima Pelepasan” (sebagaimana

didefenisikan pada klausul 2 di bawah ini) dalam setiap tribunal atau

perkara hukum, termasuk namun tidak terbatas pada setiap pengadilan,

arbitrase atau lembaga penegak hukum mana pun atau instansi pemerintah

lainnya, menurut hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Page 67: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

57

di Indonesia, termasuk namun tidak terbatas pada Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang

Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana diubah

dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011, Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dan/atau setiap perundang-undangan di

bidang perlindungan konsumen, dan/atau hukum dan peraturan

perundang-undangan dari negara-negara lain.

2. Untuk tujuan-tujuan Pelepasan dan Pembebasan ini, istilah “Para

Penerima Pelepasan” harus diartikan sebagai, dan termasuk, semua entitas

di bawah ini:

a. PT Lion Mentari; dan

b. CMIG Aircraft Leasing Fifteen Ireland Limited, Transportation

Partners Pte. Ltd., Integrated Aero Network S.A.S., CMIG Aviation

Capital Holding Ireland DAC, DVB Bank SE, Singapore Branch, BNP

Paribas, The Boeing Company, CFM International, Inc, General

Electric Company, GE Aviation, Safran Aircraft Engines SAS, United

Technologies Corporation dan setiap serta semua orang atau entitas

bisnis yang disebutkan pada Lampiran 1 disisni, yang secara tegas

dimasukkan ke dalam dan merupakan bagian integral dari Pelepasan

dan Pembebasan ini; dan

c. Setiap dan semua orang atau entitas bisnis yang membuat, merancang,

menyediakan, menjual atau yang memasang setiap bagian, komponen,

atau sistem yang terdapat pada, merupakan bagian dari, atau yang

tergabung dalam pesawat udara dan/atau mesin-mesinnya dan setiap

orang atau entitas bisnis yang terikat perjanjian atau menerima

subkontrak untuk, atau melaksanakan jasa penanganan darat dalam

bentuk apa pun, pemeliharaan, perbaikan, perombakan, pemeriksaan

layanan-layanan, pembaharuan, pelatihan, inspeksi-inspeksi, return to

service, atau pemasangan bagian-bagian, komponen-komponen atau

Page 68: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

58

sistem-sistem, pada setiap saat pada Pesawat Udara dan/atau mesin-

mesinnya; dan

d. Setiap orang atau entitas bisnis yang memiliki atau yang pernah

mempunyai kepentingan kepemilikan, kepentingan jaminan atau

kepentingan keuangan dalam pesawat udara dan/atau mesin-mesinnya

atau yang memiliki atau pernah memiliki kepentingan selaku pihak yang

menyewakan pesawat udara dan/ atau mesin-mesinnya; dan

e. Setiap orang, entitas bisnis, pemerintah, agensi, atau organisasi lainnya

yang bertanggung jawab dan/atau mungkin dapat diduga bertanggung

jawab baik secara sendiri dan/atau bersama-sama sebagai kumpulan

pelaku kesalahan atau sebaliknya, atas kecelakaan; dan

f. Dalam hubungannya dengan butir (a), (b), (c), (d) dan (e) di atas, setiap

dan seluruh pejabat, manajer, direktur, komisaris, para pemegang

saham, pengacara, agen (termasuk namun tidak terbatas pada agen

perjalanan dan agen tiket), perwakilan, karyawan, para pemberi kerja,

perusahaan yang terkait, dan/atau anak-anak perusahaan, perusahaan

induk, afiliasi-afiliasi, rekanan, usaha patungan, pemberi sewa,

penerima sewa, para kontraktor dan sub-kontraktor, perantara

termasuk pialang asuransi, para penanggung asuransi dan reasuradur,

para pengganti dan penerima hak mereka masing-masing di masa lalu,

saat ini, dan masa depan.

3. Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan yang sebelumnya dan untuk

menghindari keraguan-keraguan, para pemberi pelepasan mengakui dan

menyatakan bahwa dengan menandatangani Pelepasan dan Pembebbasan

ini, mereka telah melepaskan, membeaskan, dan untuk selama-lamanya

melepaskan setiap tuntutan untuk ganti rugi atau kompensasi apa pun yang

dimiliki atau mungkin dimiliki oleh Para Pemberi Pelepasan yang timbul

dari atau dengan cara apa pun berhubungan dengan Kecelakaan terhadap

setiap orang atau entitas apa pun di seluruh dunia.

4. Para pemberi pelepasan dengan ini secara tegas menjamin, menyatakan

dan menyetujui bahwa dalam menandatangani Pelepasan dan Pembebasan

Page 69: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

59

ini, Para Pemberi Pelepasan melaksanakannya dengan pengetahuan penuh

atas setiap dan semua hak yang dimiliki Para Pemberi Pelepasan

sehubungan dengan Para Penerima Pelepasan dan Para Pemberi

Pelepasan tidak dan tidak pernah bergantung pada nasihat, gambaran atau

pernyataan apa pun yang dibuat oleh, atas nama, atau setiap orang yang

terkait dengan Para Penerima Pelepasan berkaitan dengan pernyataan-

pernyataan faktual mengenai kecelakaan yang dituntut oleh para pemberi

pelepasan dalam hubungannya dengan hal itu dan para pemberi pelepasan

dengan ini memikul resiko kesalahan yang berkaitan dengan fakta-fakta

apa pun yang sekarang tidak diketahui oleh Para Pemberi Pelepasan yang

berhubungan dengan hal itu.

5. Para pemberi Pelepasan setuju untuk membela, menjamin serta melindungi

Para Penerima Pelepasan dari dan terhadap semua tuntutan yang mungkin

diajukan oleh setiap orang atau entitas lain terhadap salah satu atau lebih

Para Penerima Pelepasan yang timbul dari atau yang berkaitan dengan

kematian Penumpang sebagai akibat dari Kecelakaan atau penyelesaian ini

atau pembayaran yang dilakukan menurut Pelepasan dan Pembebasan ini.

6. Sebagai imbalan atas pembayaran Kompensasi, Para Pemberi Pelepasan

menyerahkan dan mengalihkan seluruh hak yang mereka miliki untuk

menuntut setiap pihak mana pun yang timbul dari Kecelakaan kepada Lion

Air dan/atau para penanggung asuransinya yang menerima subrogasi hak-

hak tersebut.

7. Pembayaran Kompensasi bukanlah merupakan pengakuan tanggung

jawab, kesalahan dan/atau kelalaian Para Penerima Pelepasan yang

dengan cara apapun berkaitan dengan kecelakaan. Baik Pelepasan dan

Pembebasan ini maupun segala ketentuan di dalamnya tidak dapat

ditawarkan atau diterima sebagai alat bukti dalam proses hukum

dimanapun sebagai pengakuan atau bukti dari tanggung jawab atau

kesalahan dari Para Penerima Pelepasan. Para Pemberi Pelepasan

mengakui bahwa masing-masing Penerima Pelepasan dengan tegas

menyangkal dan mengingkari tanggung jawab dan kewajiban tersebut dan

Page 70: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

60

bahwa pembayaran yang dijelaskan disini dibuat untuk menghindari

litigasi dan untuk menerima perdamaian dari Para Penerima Pelepasan.

8. Para Pemberi Pelepasan menjamin bahwa mereka adalah satu-satunya

perwakilan perorangan dari warisan Penumpang, para ahli waris, para

penerima manfaat dan/atau para tanggungan dari Penumpang yang berhak

menuntut dan menerima Kompensasi dalam kaitannya dengan kematian

Penumpang atau Kecelakaan dan bahwa tidak ada para perwakilan

perorangan, ahli waris, penerima manfaat atau tanggungan dari

Penumpang yang lainnya. Para Pemberi Pelepasan lebih lanjut menjamin

bahwa Para Pemberi Pelepasan tidak pernah meninggalkan, menyerahkan

atau sebaliknya mengalihkan hak-hak yang dimiliki Para Pemberi

Pelepasan atas warisan Penumpang.

9. Para Pemberi Pelepasan menjamin bahwa mereka memiliki kapasitas

hukum dan wewenang penuh untuk menandatangani pelepasan dan

pembebasan ini atas nama mereka sendiri dan/atau atas nama setiap dan

semua orang dan entitas lainnya yang memiliki kepentingan manfaat

apapun dalam klaim-klaim dan tuntutan-tuntutan yang dilepaskan, dan

para pemberi pelepasan menyetujui untuk membela, menjamin dan

melindungi para penerima pelepasan dari dan terhadap setiap dan seluruh

tuntutan dan gugatan yang mungkin dibuat setelah ini atau diajukan

terhadap setiap dan semua para penerima pelepasan, untuk tujuan

pelaksanaan tuntutan apapun dari para pemberi pelepasan, atau untuk

ganti rugi yang timbul dari atau sebagai akibat dari kematian penumpang,

termasuk biaya pembelaan para penerima pelepasan dalam gugatan

tersebut atau gugatan-gugatan apa pun.

10. Untuk menghindari keragu-raguan, ketentuan-ketentuan pelepasan dan

pembebasan ini mengikat para pemberi pelepasan, warisan dari

penumpang dan para ahli waris penumpang, para pelaksana, para

pengurus, agen-agen, para perwakilan, para pengganti, keluarga yang

ditinggalkan, para penerima hak, para penerima manfaat, para tanggungan

dan/atau para perwakilan perorangan.

Page 71: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

61

Klausul eksonerasi adalah suatu klausul dalam suatu perjanjian, dimana

ditetapkan adanya pembebasan atau pembatasan dari tanggung jawab tertentu,

yang secara normal menurut hukum seharusnya menjadi tanggung jawabnya.

Dengan adanya klausul eksonerasi hak dan kewajiban dari para pihak menjadi

tidak seimbang.16

Berdasarkan analisis peneliti terhadap dokumen release and discharge,

peneliti menemukan adanya klausul eksonerasi seperti:

1. Para pemberi pelepasan melepaskan, membebaskan untuk selama-lamanya

seluruh hak untuk mengajukan gugatan atau tuntutan hukum dalam

yurisdiksi mana pun.

2. Mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011

tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana diubah

dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011, Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dan/atau setiap perundang-undangan di

bidang perlindungan konsumen dan peraturan perundang-undangan dari

negara-negara lain.

3. Kewajiban para pemberi pelepasan Membela dan melindungi terhadap

setiap tuntutan yang mungkin diajukan oleh setiap orang atau entitas lain

terhadap kematian penumpang sebagai akibat dari kecelakaan atau

penyelesaian pembayaran dalam pelepasan dan pembebasan ini.

4. Kompensasi bukanlah pengakuan tanggung jawab, kesalahan dan/atau

kelalaian para penerima pelepasan yang dengan cara apapun berkaitan

dengan kecelakaan.

5. Para pemberi pelepasan mengakui bahwa masing-masing penerima

pelepasan dengan tegas menyangkal dan mengingkari tanggung jawab dan

kewajiban dan pembayaran disini dibuat untuk menghindari litigasi.

16 J. Satrio, Hukum Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Bandung: PT Citra Aditya

Bakti, 1995), h. 120

Page 72: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

62

Pencantuman klausul eksonerasi terjadi karena posisi para pihak dalam

perjanjian berada dalam posisi yang tidak seimbang, sehingga salah satu pihak

yang lebih kuat yang menentukan syarat-syarat dalam perjanjian, sementara di

pihak lainnya dalam posisi terjepit. Kondisi seperti ini yang menimbulkan

adanya penyalahgunaan keadaan dari pihak yang menentukan syarat-syarat

dalam perjanjian terhadap pihak lainnya.17

Demi kepentingan umum dan melindungi pihak yang lemah, salah satu

bentuk perlindungan pemerintah terhadap pihak yang lemah adalah dengan

berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen. Dalam ketentuan Pasal 18 telah ditentukan berbagai larangan

dalam membuat atau mencantumkan klausul baku pada setiap dokumen

dan/atau perjanjian sebagai berikut:

1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditunjukan

untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula

baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

barang yang dibeli konsumen

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh

konsumen

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik

secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala

tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh

konsumen secara angsuran

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen

17 Zakiyah, Klausula Eksonerasi Dalam Perspektif Perlindungan Konsumen, Jurnal

Al’Adl, Vol. 9 No. 3 Desember 2017, h. 437

Page 73: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

63

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau

mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa

aturan baru, tambbahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang

dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan

jasa yang dibelinya

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha

untuk membebankan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan

terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran

2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang

pengungkapannya sulit dimengerti

3. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada

dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud ayat (1) dan ayat (2), dinyatakan batal demi hukum

4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan

undang-undang ini.

Melihat ketentuan di atas, maka keabsahan dokumen release and

discharge yang mencantumkan klausula pengalihan tanggung jawab pelaku

usaha (yang dikenal dengan istilah klausula eksonerasi) berakibat klausul

tersebut dinyatakan batal demi hukum.

Dalam penerapan persyaratan khusus atau membuat perjanjian diatur

Pasal 186 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

berbunyi:

“Pengangkut dilarang membuat perjanjian atau persyaratan khusus yang

meniadakan tanggung jawab pengangkut atau persyaratan khusus yang

meniadakan tanggung jawab pengangkut atau menentukan batas yang lebih

rendah dari batas ganti kerugian yang diatur dalam undang-undang ini.”

Dari penejelasan Pasal di atas dapat kita pahami bahwa dalam

pengangkutan udara telah menerapkan konsep tanggung jawab mutlak.

Berdasarkan konsep tanggung jawab ini korban tidak perlu membuktikan

Page 74: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

64

kesalahan dari maskapai penerbangan, tetapi otomatis memperoleh ganti rugi.

Para korban cukup memberi tahu bahwa menderita kerugian akibat jatuhnya

pesawat udara atau orang dan barang-barang dari pesawat udara.18

Menurut Pasal 141 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

tentang Penerbangan para ahli waris diperbolehkan menuntut yang berbunyi:

“Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara

sebagaimana dimaksud udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat

melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian

tambahan selain ganti kerugian yang ditetapkan.”

Berdasarkan Pasal di atas, hak penumpang atau ahli waris dalam

kecelakaan pesawat selain ganti kerugian/kompensasi yang sudah ditentukan

dapat meminta lebih dengan lewat jalur pengadilan.

Apabila penumpang atau ahli waris ingin melakukan gugatan terhadap

pengangkutan udara melalui jalur pengadilan. Berkenaan dengan

ketidakpuasaan dengan normal ganti kerugian, maka tuntutan ganti kerugian

dapat diajukan pada:

1. Pengadilan negeri di wilayah kantor pusat penerbangan berada.

2. Pengadilan negeri di wilayah tiket dibeli.

3. Pengadilan negeri di wilayah tempat tujuan perjalanan.

4. Pengadilan negeri di wilayah perwakilan perusahaan penerbangan

berada.19

Adapun proses pengajuan gugatan ganti kerugian penumpang kepada

perusahaan penerbangan sebagai pengangkut melalui pengadilan negeri

sebagai berikut:

1. Penumpang atau ahli waris membuat permohonan gugatan kepada ketua

pengadilan negeri, syaratnya sebagai berikut:

a. Gugatan harus ditulis dan ditandatangani oleh penggugat atau kuasa

hukumnya

18 Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional & Nasional, (Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2016), h. 17 19 Martono dan Ahmad Sudiro, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan Undang-Undang RI

No. 1 tahun 2009, (Jakarta: Raya Grafindo Persada, 2010), h. 315

Page 75: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

65

b. Gugatan harus berisi penjelasan hubungan hukum antara penumpang

dengan pengangkut sebagai tergugat

c. Gugatan harus menjelaskan alas an diajukan gugatan, artinya surat

gugatan ganti kerugian dijelaskan terperinci, alasan-alasan penggugat

mengajukan gugatan tersebut

d. Gugatan harus menjelaskan apa yang dimohon penggugat supaya

diputuskan dan diperintahkan oleh Hakim

2. Surat gugatan yang diajukan, maka harus membayar biaya perkara gugatan

melalui panitera pengadilan negeri

3. Surat gugatan oleh panitera pengadilan negeri dimasukkan dalam daftar

urutan perkara

4. Hakim yang mengadili gugatan tersebut menentukan hari dan tanggal

pemeriksaan perkara.20

Untuk pembuktian penumpang yang meninggal dunia akibat kecelakaan,

maka ahli waris atau kuasa hukumnya dapat mengajukan gugatan atau tuntutan

ganti kerugian dengan ketentuan:

1. Apabila suami atau istri, maka harus memperlihatkan bukti surat

pembayaran pengangkutan meliputi tiket pesawat penumpang, akta

perkawinan, kartu keluarga.

2. Apabila anak-anaknya, maka harus memperlihatkan alat bukti surat

pembayaran pengangkutan meliputi tiket, akta kelahiran dan kartu

keluarga.

3. Apabila orang tuanya, maka harus memperlihatkan alat bukti surat

pembayaran pengangkutan yaitu tiket dan kartu keluarga.21

Menurut Hans Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma

merupakan pernyataan yang menekan aspek seharusnya atau das sollen,

dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan.

Norma-norma adalah produk dari aksi manusia yang deliberative. Undang-

Undang yang berisi peraturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi

20 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian

& putusan pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 99 21 Tuana, Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Penerbangan Terhadap Kecelakaan Pada

Penumpang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Jurnal

Privat Law, Vol. 5 No. 1 Januari 2017, h. 103

Page 76: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

66

individu bertingkah laku. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut

menimbulkan kepastian hukum.22

Berdasarkan teori di atas, peneliti menganalisa bahwa dalam pemberian

ganti kerugian kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 PK-LPQ terdapat syarat

tambahan dalam bentuk dokumen release and discharge dari pihak Lion Air.

Apabila melihat isi dokumen release and discharge merupakan sebuah

pelepasan dan pembebasan hak para ahli waris korban kecelakaan pesawat

Lion Air JT-610, yang menggunakan klausul eksonerasi. Hal ini tidak

melanggar ketentuan dalam Pasal 186 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009.

Namun sayang dalam peraturan ini tidak memberikan sanksi, bagi yang

melanggar ketentuan tersebut. Mengakibatkan pemberian ganti kerugian

kecelakaan pesawat Lion Air Jt-610 PK-LPQ, pihak pengangkut tidak

menerapkan peraturan/perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Tidak

adanya batas waktu kepastian dalam pemberian ganti kerugian ini.

22 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 158

Page 77: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah peneliti jelaskan,

maka untuk menjawab pertanyaan perumusan masalah dan untuk mengakhiri

skripsi ini peneliti memberikan kesimpulan sebagai berikut :

1. Dalam pemberian ganti kerugian korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-

610, pihak Lion Air memberikan nilai ganti kerugian sebesar Rp.

1.300.000.000,00 (satu milyar tiga ratus juta rupiah) per Penumpang/korban

kecelakaan pesawat dengan mengalihkan risiko ganti kerugian kepada

perusahaan asuransi PT. Tugu Pratama. Dalam hal nilai ganti kerugian ini

sudah sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77

Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Untuk

penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat diberikan ganti

kerugian sebesar Rp. 1.250.000.000,00 (satu milyar dua ratus lima puluh

juta rupiah) per penumpang/korban dan Rp.4.000.000,00 (empat juta

rupiah) per bagasi yang berarti terdapat lebih Rp. 47.000.000,00 (empat

puluh tujuh juta rupiah) terkait pemberian ganti kerugian korban kecelakaan

pesawat Lion Air JT-610 pihak Lion Air telah memenuhi tanggung jawab

nilai ganti kerugian korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Namun mengenai syarat tambahan dengan tanda tangan dokumen Release

and Discharge tidak sesuai dengan Pasal 23 Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor 77 Tahun 2011 untuk menuntut lebih.

2. Bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 18

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

mengatur larangan perjanjian yang menggunakan klausul eksonerasi

(meniadakan tanggung jawab pengangkut) dilarang. Namun pihak Lion Air

melanggarnya dengan menggunakan dokumen release and discharge

Page 78: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

68

sebagai syarat tambahan terkait pemberian ganti kerugian korban

kecelakaan pesawat Lion Air JT-610, yang dimana dokumen ini berisi

klausul eksonerasi sebagai berikut:

a. Para pemberi pelepasan melepaskan, membebaskan untuk selama-

lamanya seluruh hak untuk mengajukan gugatan atau tuntutan hukum

dalam yurisdiksi mana pun.

b. Mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011

tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana

diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011,

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan/atau setiap perundang-

undangan di bidang perlindungan konsumen dan peraturan perundang-

undangan dari negara-negara lain.

c. Kewajiban para pemberi pelepasan membela dan melindungi terhadap

setiap tuntutan yang mungkin diajukan oleh setiap orang atau entitas lain

terhadap kematian penumpang sebagai akibat dari kecelakaan atau

penyelesaian pembayaran dalam pelepasan dan pembebasan ini.

d. Kompensasi bukanlah pengakuan tanggung jawab, kesalahan dan/atau

kelalaian para penerima pelepasan yang dengan cara apapun berkaitan

dengan kecelakaan.

e. Para pemberi pelepasan mengakui bahwa masing-masing penerima

pelepasan dengan tegas menyangkal dan mengingkari tanggung jawab

dan kewajiban dan pembayaran disini dibuat untuk menghindari litigasi.

Dokumen release and discharge menyebabkan ketidakpastian dalam ganti

kerugian korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610, yang membuat

hilangnya hak istimewa ahli waris/keluarga korban. Dengan demikian

penggunaan dokumen release and discharge bisa batal demi hukum karena

tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Page 79: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

69

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti memberikan rekomendasi

sebagai berikut:

1. Kepada Menteri Perhubungan Republik Indonesia yang menjadi

perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang perhubungan,

agar merumuskan Peraturan tambahan dalam Peraturan Menteri

Perhubungan mengenai batas waktu maksimal pembayaran ganti kerugian,

sanksi kepada maskapai yang tidak memberikan atau menahan uang dan

menggunakan perjanjian tambahan untuk menghilangkan tanggung jawab

ganti kerugian kecelakaan pesawat, dan pengawasan polis asuransi antara

pihak maskapai dengan PT. asuransinya oleh Otoritas Jasa Keuangan.

2. Kepada Maskapai Lion Air, untuk tidak menggunakan dokumen release

and discharge kepada ahli waris, karena pihak Lion Air tak memiliki hak

untuk mengambil alih atas hak tuntutan keluarga korban di balik kecelakaan

pesawat ini, dan pihak Lion Air cukup memberikan uang ganti kerugian

dengan cek sebagai tanda terima.

Page 80: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

70

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ananda, Azwar. Pengantar Hukum Udara Internasional dan Indonesia. Padang:

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Padang. 1997.

Diantha, I Made Pasek. Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Prenada

Media Group. 2017.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka. 1989.

Hutagol, Desmond. Pengantar Penerbangan Perspektif Profesional. Jakarta:

Erlangga. 2013.

Hutauruk, Rufinus Hotmaulana. Penanggulanangan Korporasi Melalui

Pendekatan Restoratif Suatu Terobosan Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

2013.

Hamzah, Andi. Kamus Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2005.

H.S, Salim. Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata. Jakarta: PT Raja

Grafindo. 2008.

Hartono, Sri Redjeki. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: Sinar

Grafika. 2001.

Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata: Gugatan Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian & putusan pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika. 2013.

Martono, Amad Sudiro. Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik (Public

International and National Air Law). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

2016.

__________________. Aspek Hukum Transportasi Udara Jemaah Haji Indonesia.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2013.

__________________. Hukum Angkutan Udara Berdasarkan Undang-Undang RI

No. 1 Tahun 2009. Jakarta: Raya Grafindo Persada. 2010.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya

Bakti. 2004.

Martono,Agus Pramono. Hukum Udara Perdata Internasional & Nasional. Jakarta:

PT.Raja Grafindo Persada. 2016.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum Cetakan ke-2. Jakarta: Kencana. 2008.

Page 81: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

71

Meliala, A. Qirom Syamsudin. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta

Perkembangannya. Yogyakarta: Liberty. 2010.

Notoatmojo, Soekidjo. Etika Dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.

Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1988.

Purba, Radiks. Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara. Jakarta:

Djambatan. 2009.

Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto. Perundang-undangan dan

Yurisprudensi. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1983.

Poedjosoebroto, Santoso. Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan Jiwa di

Indonesia. Jakarta: Bharata. 1996.

Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta: PT Intermasa. 1987.

Rifai, Ahmad. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif

cetakan ke-2. Jakarta: Sinar Grafika. 2011.

Rido, Ali. Hukum Dagang. Bandung: Alumni. 1993.

S, Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-Undangan Jenis,Fungsi, dan Materi

Muatan. Yogyakarta: PT Kanisius. 2007.

Supriyadi, Yaddy. Keselamatan Penerbangan Teori dan Problematika, Tangerang:

Telaga Ilmu, 2012.

_________, Keselamatan Penerbangan Problematika Lalu Lintas Udara Analisis

Operasional, Hukum & Sosio-Psikologis. Jakarta: FORDIK BDSMP. 2015.

Simanjuntak. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group. 2016.

Sudiro, Amad, Deni Bram. Hukum dan Keadilan (Aspek Nasional & Internasional).

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2013.

Suriaatmadja, Toto Tohir. Masalah dan Aspek Hukum dalam Pengangkutan Udara

Nasional. Bandung: Mandar Maju. 2006.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2009.

Satrio, J. Hukum Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian. Bandung: PT Citra Aditya

Bakti. 1995.

Soekardono. Hukum Dagang Indonesia Cetakan ke-2. Jakarta: Rajawali. 1986.

Suharnako. Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus cetakan ke-9, Jakarta:

Kencana. 2015.

Subekti, R. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT Internasional. 1985.

Page 82: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

72

Sastrawidjaja, Man Suparaman. Aspek-Aspek Hukum Asuransi Dan Surat

Berharga. Bandung: PT Alumni. 2003.

Satria, Salusra. Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi di Indonesia

Dengan Analisis Rasio Keuangan Early Warning System. Jakarta: Fakultas

Ekonomi Indonesia. 2003.

Triwulan, Titik dan Shinta Febriani. Perlindungan Hukum Bagi Pasien. Jakarta:

Prestasi Pustaka. 2010.

Wiradipradja, Saefullah dan Mieke Komar. Kantaatmadja, Hukum Angkasa dan

Perkembangannnya. Bandung : Remadja Karya CV. 1988.

JURNAL

Hardijan, Rusli. Metode Penelitian Hukum Normatif: Bagaimana, Law Review

Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan Vol. 5. 2006.

Khairandy, Ridwan. Tanggung Jawab Pengangkut dan Asuransi Tanggung Jawab

Sebagai Instrumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara, Jurnal

Dinamika Hukum, Vol. 25 No. 1 2006.

Mohammad Sufi Syalabi, Bambang Eko Turisno, Kabul Supriyadhie.

Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Transportasi Udara dan

Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Terhadap Penumpang Yang

Dirugikan Akibat Kecelakaan Pesawat. Jurnal Hukum, Vol. 6. 2017.

Puspandari, Retno. Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Penerbangan Terhadap

Kecelakaan Pada Penumpang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 tentang Penerbangan, Jurnal Privat Law, Vol. 5 No. 1 Juni

2017.

Riung, Chrisai Marselino. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Asuransi

Pengguna Jasa Angkutan Udara Indonesia, Jurnal Lex Administratum,

Vol. 5 No. 4 Juni 2017.

Sudiro, Ahmad. Asuransi Tanggung Jawab Produk dan Perlindungan Terhadap

Konsumen, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol 21 No. 4 Oktober 2014.

_____________. Product Liability Dalam Penyelenggaraan Penerbangan, Jurnal

Hukum dan Pembangunan, Vol. 41 No. 1 Januari 2011.

Tuhana. Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Penerbangan Terhadap Kecelakaan

Pada Penumpang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

Tentang Penerbangan, Jurnal Privat Law, Vol. 5 No. 1 2017.

Page 83: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

73

Zakiyah. Klausula Eksonerasi Dalam Perspektif Perlindungan Konsumen, Jurnal

Al’Adl, Vol. 9 No. 3 Desember 2017.

INTERNET

Dewi, Murni Kemala. RDP Jatuhnya Pesawat Lion Air JT 610, diterima

https://www.bmkg.go.id/berita/?p=rdp-jatuhnya-pesawat-lion-air-jt-

610&lang=ID&tag=berita-utama diakses, 30/10/2019.

DPR RI. Penerbangan, diterima http://www.dpr.go.id/jdih/index/id/514 diakses,

30/10/ 2019.

Daud, Ameidyo. Dipaksa Teken Syarat Ganti Rugi, Keluarga Korban JT-610

Protes, diterima dari http://www.katadata.co.id/berita/2019/04/08/dipaksa-

teken-syarat-ganti-rugi-keluarga-korban-jt-610-protes, diakses 28/ 6/2019.

Tri, Rahma. KNKT Ungkap 9 Temuan dari Investigasi Kecelakaan Lion Air JT 610,

diterima https://bisnis.tempo.co/amp/1264407/knkt-ungkap-9-temuan-dari-

investigasi-kecelakaan-lion-air-jt-610 diakses, 5/12/ 2019.

Tendi. Baru 75 Ahli Waris Korban Kecelakaan Lion Air Yang Dapat Ganti Rugi,

Kenapa?, diterima https://industri.kontan.co.id/news/baru-75-ahli-waris-

korban-kecelakaan-lion-air-yang-dapat-ganti-rugi-

kenapadiakses,15/12/2019.

Purnomo, Kristianto. Kronologi dan Fakta Kecelakaan Boeing 737 Max 8, diterima

https://nasional.kompas.com/jeo/kronologi-dan-fakta-kecelakaan-boeing-

737-max-8-lion-air-jt-610 diakses, 30/ 10/2019.

Azizah Nur Alfi. Asuransi Penerbangan : Tugu Tanggung Lion Air, diterima

https://sumatra.bisnis.com/read/20181102/444/855841/asuransi-

penerbangan-tugu-tanggung-lion-air diakses, 24/12/2019.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung

Jawab Pengangkut Angkutan Udara

Page 84: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

74

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 92 Tahun 2011

Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77

Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/PMK.010/2017

Tentang Besar Santunan Dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu

Lintas Jalan

WAWANCARA

Wawancara pribadi dengan Bapak Anton Sahadi sebagai Keluarga Korban

Kecelakaan Lion Air JT-610 PK-LPQ perwakilan keluarga korban Rian

Ariyandi (belum Diidentifikasi/belum ditemukan) dan Muhammad Rafi

Andrian (Teridentifikasi/sudah ditemukan), Jakarta 28 Agustus 2019.

Wawancara melalui via telpon dengan Bapak Engki Bocana sebagai Keluarga

Korban Kecelakaan Lion Air JT-610 PK-LPQ perwakilan keluarga kroban

Tami Julian, Jakarta 26 Januari 2020.

Page 85: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

75

LAMPIRAN

Page 86: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

76

Lampiran Tanya-Jawab

A. Pertanyaan Tentang Pemberian Ganti Kerugian Lion Air JT-610 PK-LPQ

dengan Keluarga Korban Pak Anton Sahadi

1. Atas Nama Keluarga Korban Siapa?

Saya itu sebagai keluarga korban ada dua, adik sepupu saya dari istri, ada dua,

satu atas nama Muhammad Rafi Andrian sudah teridentivikasi, yang kedua

Rian Ariandi belum teridentivikasi dan tidak ditemukan.

2. Langkah Pertama yang dilakukan Keluarga Korban ?

Kami membuat tim kecil, di tim kecil ini tidak mengurangi kesepakatan

Bersama semua keluarga korban, maupun ahli waris baik itu penumpang

maupun awak kabin. Seiring waktu berjalan tanggal 23 Desember 2018, itukan

penutupan pencarian,penutupan posko baik itu di rumah sakit polri, maupun di

hotel ibis, sesudah penutupan itu, jadi kami hamper semua keluarga korban

diusir Lion Grup, diusir dari posko. Tugas saya dalam tim keluarga korban

adalah memberikan keterangan pers, dan sampai hari ini 125 korban yang sudah

teridentivikasi, 64 korban belum teridentivikasi, namun ada hal-hal yang

menjadi bahan pertimbangan kami, Boeing 737 MAX 8 itu kapasitasnya 210

orang.

Setelah tanggal 23 Desember 2018, sudah ada kesepakatan kami bentuk tim,

ada tim lima, salah satunya saya, Pak Johan Hari Sariansong, Neuis Mafuah,

Okto Manurung, dan kak Irvan. Jadi itu mewakili ada yang dari Medan, Jakarta,

Pangkal Pinang. Jadi lengkap disitu, kami dipanggil kepala rumah sakit

keramatjati, kami menanyakan terkait identivikasi korban. Kami membuat tim

Page 87: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

77

mandiri untuk melakukan pencarian korban dengan menggunakan dana sendiri,

karena masih merasa tidak puas dengan pencarian BASARNAS.

3. Pihak-pihak mana saja yang sudah ditemui Untuk membantu pemberian

kompensasi atas kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 PK-LPQ ?

Banyak yang sudah kami temuin, diantaranya Komisi V DPR RI, saya sudah

mengirim surat, atas nama JT 610 Family sudah menemui wakil ketua DPR RI

Fahri Hamzah, tanggapan dari DPR RI hanya sebatas pertemuan, say hello,

ngobrol-ngobrol, diskusi, dan dia mengeritik Pemerintah. Kami juga menemui

Dewan Pertimbangan Presiden, sudah menemui Kepala KNKT, sudah

kordinasi juga ke Menko Maritim, pertemuan kita di fasilitasi Deputi, karena

mengingat Menteri Perhubungan itu dibawah kordinasi Meneteri Menko

Maritim, kalau dari KNKT kita meminta rilis yang benar, yang asli terkait

dengan proses, berhubungan dengan masalah teknis kenapa pesawat itu bisa

jatuh.

Kita sempat juga aksi damai di depan istana, kami ke pihak Lion Air juga sudah

berapa kali, terakhir saya ke Lion membahas masalah pembuatan tugu, karena

banyak tugas Lion belum selesai, Tugu peringatan itu belum selesai. Duduk

bareng pihak PT. Tugu Asuransi juga pernah, di Kementerian Perhubungan,

dan disitu kita tanya langsung kenapa ada, Release and Discharge apa

alasannya, kalau dari pihak PT. Tugu Pratama gak bisa jawab karena, yang buat

itu urusan Lion Air, memang pesawat itu diasuransikan ke PT. Tugu Pratama

dan dari PT.Tugu Pratama di Reasuransikan ke asosisinya di Singapura

Kennedys. Poin yang kami tuntut hilangkan release and discharge tapi tetap

tidak peduli. Sebenarnya kalau Lion Air terus bersama keluarga korban ini tidak

akan terjadi polemik, masalahnya tidak akan jadi besar. Tinggal memang pola

penyelesaian seperti apa.

Page 88: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

78

Terkait release and discharge sudah jelas baik secara nurani, etika, estetika, dan

secara hukum bertentangan kenapa, karena pada saat itu kami di suruh masuk

dalam ruangan kecil, yang dikelilingi Notaris Lion Air, kami di sodorkan

dokumen release and discharge. Di bacain, langsung tanda tangan, tanpa di beri

waktu beberapa hari untuk memahami dokumen tersebut. Ada juga keluarga

korban yang tidak ambil pusing main tanda tangan saja, setiap halaman itu di

paraf-paraf, lebih seram lagi melihat halaman belakang dokumen release and

discharge yang berisi beberapa perusahan-perusahaan yang tidak boleh di

tuntut. Karena dari kami keluarga, tidak ada tanda tangan kesepakatan polis.

Sambil menunjukan dokumen Release and Discharge. Menurut Saya dokumen

release and discharge adalah kejahatan korporasi.

4. Apa ada Pemberian Santunan dari Jasa Raharja ?

Terkait dengan Jasa Raharja yang sudah tahu mengenai kecelakaan pesawat itu

ada manifes dan segala macam. Jasa Raharja wilayah setempat atau domisili

korban datang ke rumah korban dan memberikan santunan ada yang diberikan

langsung dan ada yang melalui transfer rekening bank, sebesar Rp. 50.000.000,

(Lima Puluh Juta Rupiah).

5. Apa ada pemberitahuan dari Boeing terkait pemberian uang Kompensasi

?

Kalau mengenai uang santunan dari Boeing belum diberitahukan langsung dari

Boeingnya tapi kalau dari Kedutaan Besar Republik Indonesia yang ada di

Washington, D.C. sudah dan ada rilis dari sana tapi, itu pasti pihak ketiga yang

di pakai buat menyerahkan uang santunan dari Boeing baik pengacaranya atau

Non Goverment Organisation (NGO) yang gratis.

6. Apa sudah memberitahukan Menteri Perhubungan terkait adanya

dokumen release and discharge untuk pembayaran kompensasi ?

Page 89: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

79

Sampai hari ini secara tertulis atau rilis tidak ada penjelasan terkait dokumen

release and discharge yang dikeluarkan oleh pihak Lion Air. Saya sudah

bertemu langsung dengan Menteri Perhubungan Ir. Budi Karya Sumadi, belum

ada pemberitahuan dari Menteri Perhubungan terkait mensuspend Lion Air

kepada keluarga korban. Kami menanyakan langsung ke Menteri Perhubungan

terkait di keluarkannya release and discharge oleh Lion Air sebagai syarat ganti

kerugian, dan Menteri Perhubungan baru mau melihat dokumen release and

discharge.

7. Mekanisme apa yang dilakukan untuk ganti kerugian atas kecelakaan

pesawat Lion Air- JT 610 PK-LPQ ?

Jadi kami melakukan beberapa mekanisme ada yang melalui litigasi dan

negosiasi, dengan adanya release and discharge ini mempersekusi kami sebagai

keluarga korban, karena di suruh baca hari itu, tidak boleh di bawa keluar, dan

tidak boleh di foto copy. Seharusnya ada dokumen release and discharge itu di

buat 2 rangkap satunya di pegang ahli waris minimal ada tanda bukti.

Kami cuma tanda tangan terus tukar buku tabungan dengan nominal sebesar

Rp. 1.300.000.000, (Satu Milyar Tiga Ratus Juta Rupiah) sedangkan di

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor.77 jelas Rp. 1.250.000.000, (Satu

Milyar Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah). Rp. 50.000.000, (Lima Puluh Juta

Rupiah) ini tambahan apa, dari pihak Lion Air bilang ini ganti bagasi, kalau

bagasi di peraturan jelas total Rp. 4.000.000, (Empat Juta Rupiah), ini

dilebihkan. Memang sebelumnya ada uang tunggu bagi keluarga korban yang

sudah tiba di posko nominalnya Rp. 5.000.000, (Lima Juta Rupiah), dan uang

duka pemakaman Rp.25.000.000, (Dua Puluh Lima Juta Rupiah).

Dalam dokumen release and discharge dari awal adalah pelepasan hak dan

tulisan dalam dokumen release and discharge menggunakan huruf dan angka

yang kecil seperti polis asuransi.

Page 90: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

80

8. Apa sudah ditanyakan ke pihak PT. Tugu Pratama terkait kesiapan dalam

pembayaran asuransi kecelakaan pesawat ?

Dari pihak Asuransi PT. Tugu Pratama sudah, jelas siap membayar klaim

asuransi Lion Air JT 610, yang seharusnya 30 hari setelah kejadian sudah

menerima uang seniali Rp. 1.250.000.000, (Satu Miliar Dua Ratus Lima Puluh

Juta Rupiah), tapi ini sudah 10 bulan lebih, masih banyak yang belum

menerima. Sebenarnya kami sudah konfirmasi langsung ke pihak asuransi PT.

Tugu Pratama menanyakan terkait uang santunan yang sudah diserahkan atau

belum, jawab dari pihak PT. Tugu Pratama sudah kami serahkan dari 30 hari

yang lalu, uang santunan ke pihak Lion Air.

9. Apa isi tuntutan keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610

PK-LPQ

Isi tuntutan kami adalah menuntut Lion Air untuk melakukan segala upaya,

baik sumber daya, moril, materiil. Untuk melakukan pencarian dan

mengidentivikasi korban, awak pesawat, meminta Presiden, dan seluruh

instansi Basarnas, KNKT, Polri, Kementerian Perhubungan, sejak hari ini

sampai tuntas tanpa ada batas waktu. Kenapa kami memakai bahasa tanpa batas

waktu mengingat kejadian Air Asia dulu sampai 83 hari, ini Cuma 13 hari.

10. Apa boleh saya melihat Dokumen Release and Discharge dan

menggunakannya dalam Skripsi ?

Sangat Boleh.

B. Pertanyaan Tentang Pemberian Ganti Kerugian Lion Air JT-610 PK-

LPQ dengan Keluarga Korban Engki Bocana

1. Atas Nama Keluarga Korban Siapa?

Saya sebagai paman dari Tami Julian, yang menjadi korban kecelakaan

pesawat Lion Air JT-610 PK-LPQ rute Jakarta-PangkalPinang.

Page 91: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

81

2. Bagaiamana mekanisme pengambilan ganti kerugian ke pihak Lion

Air ?

Dalam pengambilan ganti kerugian ke pihak Lion Air kami keluarga korban

harus menyiapkan dokumen-dokumen seperti akta kelahiran, kartu keluarga

dan keterangan mengenai ahli waris lainnya ke pihak Lion Air.

3. Untuk Proses pemberian ganti kerugian itu seperti apa?

Jadi setelah kami melengkapi semua dokumen keterangan ahli waris, itu

langsung melakukan tanda tangan Release and Discharge sebagai syarat

tambahan untuk ganti kerugian, setelah menandatangani Release and

Discharge sekitar satu jam pihak Lion Air memberikan Buku Tabungan

Bank BRI yang berisi nominal RP. 1.300.000.000,00 (satu milyar tiga ratus

juta rupiah).

4. Dalam Pemberian ganti kerugian ini apa pemerintah ikut melihat atau

mengawasi dalam pemberian ganti kerugian ini?

Jadi untuk saat pemberian ganti kerugian ini hanya ada pihak keluarga

korban, Lion Air dan Notaris dari pihak Lion Air.

5. Untuk pemeberian ganti kerugian apa Boeing memberikan juga?

Ada yang disebut Boeing Families jadi boeing memberikan uang santunan

sebesar Rp. 47.000.000.000,00 (empat puluh tujuh milyar rupiah) per orang

korban kecelakaan.

6. Untuk keluarga korban Lion Air JT-610 yang sudah tanda tangan

Release and Discharge dengan menerima Uang Rp.1.300.000.000,00

(satu milyar tiga ratus juta rupiah) ?

Mengenai keluarga korban yang sudah tanda tangan Dokumen Release and

Discharge dengan langsung menerima Uang RP. 1.300.000.000,00 (satu

milyar tiga ratus juta rupiah) ada 75 keluarga korban yang sudah

menandatangani Dokomen Release and Discharge dengan langsung

menerima uang senilai RP.1.300.000.000,00 (satu milyar tiga ratus juta

rupiah).

7. Bisa disebutkan untuk keluarga korban mana saja yang sudah

menerima ganti kerugian dengan menandatangani Dokumen Release

and Discharge dari Lion Air?

Untuk Penumpang yang sudah menerima dan belum antara lain:

Page 92: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

82

1. Rang Adiprana Belum

2. Vivian Afifa Sudah

Menerima

3. Indra Bayu Aji Sudah

Menerima

4. Firmansyah Akbar Belum

5. Wahyu Alldila Belum

6. Resky Amalia Sudah

Menerima

7. Restia Amelia Sudah

Menerima

8. Muhammad Andrian Sudah

Menerima

9. P. Anggrimulja Belum

10. Dede Angraini Belum

11. Liu Anto Belum

12. Vicky Ardian Sudah

Menerima

13. Arfiyandi Belum

14. Reni Ariyanti Belum

15. Riyan Aryandi Belum

16. Chairul Aswan Belum

17. Paul Aryobaba Belum

18. Fauzan Azima Sudah

Menerima

19. Naqiya Azmi Sudah

Menerima

20. Berly Boen Belum

Page 93: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

83

21. Adoni Bongkal Belum

22. Matth Bongkal Belum

23. Hari Budianto Belum

24. Ar. Budiastuti Belum

25. Ken Cannavaro Belum

26. Liu Chandra Belum

27. Fe Christanto Belum

28. Ariska Cici Sudah

Menerima

29. Dadang Belum

30. Nursi Damanik Belum

31. Dia Damayanti Belum

32. Dary Daryanto Belum

33. Janu Daryoko Belum

34. Prato Dewanto Belum

35. Inayah Dewi Belum

36. Jannatun Dewi Sudah

Menerima

37. Sui Di Sudah

Menerima

38. Dolar Belum

39. Dony Belum

40. Dwinanto Belum

41. Abdul Efendi Belum

42. Capt. Efendi Sudah

Menerima

Page 94: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

84

43. Jan Efriyanto Sudah

Menerima

44. Sri Endang Belum

45. Eryanto Belum

46. Xhe Fachridzi Belum

47. Mohammad Fadillah Belum

48. Der Febrianto Belum

49. Filzaladi Sudah

Menerima

50. Fiona Ayu Zen Sudah

Menerima

51. Trie Gautama Belum

52. Achmad Hadi Belum

53. Tri Hafidzi Belum

54. Fifi Hajanto Belum

55. Ibnu Hantoro Sudah

Menerima

56. Hardy Belum

57. Fais Harharah Sudah

Menerima

58. Darwin Harianto Sudah

Menerima

59. Harwinoko Sudah

Menerima

60. Chandra Hasan Sudah

Menerima

61. Has Hasnawati Belum

62. Hedy Belum

Page 95: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

85

63. Hendra Sudah

Menerima

64. Herjuno Belum

65. Dewi Herlina Sudah

Menerima

66. Henny Heuw Belum

67. Ambo Malis HM Sudah

Menerima

68. A. Innajatullah Sudah

Menerima

69. Dicky Jatnika Belum

70. Ervin Jayanti Belum

71. Muhammad Jufri Belum

72. Tami Julian Belum

73. Jumalih Sudah

Menerima

74. HK Junaidi Sudah

Menerima

75. Dodi Junaidi Belum

76. Vera Junita Belum

77. Karmin Karmin Sudah

Menerima

78. Y Kartikawati Sudah

Menerima

79. Kasan Sudah

Menerima

80. Tesa Kausar Belum

81. Abdul Khaer Belum

Page 96: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

86

82. Sui Khiun Sudah

Menerima

83. Khotijah Sudah

Menerima

84. Chandra Kirana Sudah

Menerima

85. Ariauw Komardy Belum

86. Igan Kurnia Belum

87. Mariya Kusum Sudah

Menerima

88. Liany Belum

89. Linda Sudah

Menerima

90. Rudi Lumban Toruan Belum

91. Mahheru Belum

92. Andr Mangredi Belum

93. Martono Sudah

Menerima

94. Sekar Maulana Sudah

Menerima

95. Mito Belum

96. Moejino Belum

97. Monni Belum

98. M. Syafii Sudah

Menerima

99. Akmad Mugnich Belum

100. Murdiman Sudah

Menerima

101. Murita Belum

Page 97: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

87

102. Muhammad Nasir Sudah

Menerima

103. Njat Ngo Sudah

Menerima

104. Nie Nie Belum

105. Zulva Ningrum Sudah

Menerima

106. Noe Grohantoro Belum

107. Noorviantoro Sudah

Menerima

108. Agil Nugroho Sudah

Menerima

109. Hesti Nuraini Sudah

Menerima

110. Joyo Nuroso Sudah

Menerima

111. Nurramdhani Belum

112. Onggomardoyo Belum

113. Yoga Perdana Belum

114. Chris Prabowo Sudah

Menerima

115. Ridwan Pranata Sudah

Menerima

116. Rio Pratama Sudah

Menerima

117. Junior Priadi Sudah

Menerima

118. Ruslian Purba Belum

119. Puspita Putri Belum

Page 98: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

88

120. Fatikah Putty Sudah

Menerima

121. N. Rabagus Sudah

Menerima

122. Shan Ramadhan Sudah

Menerima

123. Ruma Ramadhan Sudah

Menerima

124. Muchta Rasyid Belum

125. Ema Ratnapuri Belum

126. Rebiyanti Sudah

Menerima

127. Nur Rezkianti Sudah

Menerima

128. Rijalmahdi Sudah

Menerima

129. Muhammad Riyadi Belum

130. Imam Riyanto Belum

131. Akhim Rokhmana Belum

132. Romhan Sagala Sudah

Menerima

133. Sah Sahabudin Belum

134. Martua Sahata Belum

135. Ubaidi Salabi Sudah

Menerima

136. Nikky Santoso Sudah

Menerima

137. Yunit Sapitri Sudah

Menerima

Page 99: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

89

138. Mawar Sariati Belum

139. Ase Saripudin Belum

140. Hizkia Jori Saroinsong Sudah

Menerima

141. Sas Sastiarta Belum

142. Rudolf Sayers Belum

143. Natalia Setiawan Sudah

Menerima

144. Cosa R Shabab Sudah

Menerima

145. Shella Belum

146. Sian Sudah

Menerima

147. Man Sihombing Belum

148. Yul Silvianti Belum

149. Nu Sitharesmi Sudah

Menerima

150. Nia Soegiyono Belum

151. Rizal Saputra Belum

152. Mack Stanli Sudah

Menerima

153. Eka M Suganda Belum

154. Fanki Sukandar Belum

155. Idha Susanti Belum

156. Rober Susanto Belum

157. Wahyu Susilo Sudah

Menerima

Page 100: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

90

158. Eko Sutanto Sudah

Menerima

159. Eling Sutikno Belum

160. Sya Syahrudin Belum

161. Hendra Tanjaya Belum

162. Tan Mr. Toni Belum

163. Trianingsih Sudah

Menerima

164. Maria Ulfah Sudah

Menerima

165. Bambang Usman Sudah

Menerima

166. Verian Utama Belum

167. Miche Vergina Belum

168. Wanto Belum

169. Wendy Belum

170. Radik Widjaya Belum

171. Krisma Wijaya Belum

172. Daniel Wijaya Belum

173. Andr Wiranofa Belum

174. Witaseriani Sudah

Menerima

175. Wulurastuti Belum

176. Nicko Yogha Belum

177. Reo Yumitro Belum

178. Yuniarsi Belum

179. Yunita Sudah

Menerima

Page 101: HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI PENERAPAN PEMBERIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52088/1/PRAMU… · penyelesaian karya tulis ini. Peneliti berharap semoga amal

91

180. Bayi 1 Belum

181. Bayi 2 Belum

8 Kru Pesawat :

1. Bhavve Suneja (Pilot) Sudah

Menerima

2. Harvino (Co-pilot) Belum

3. Shintia Melina (Supervisi pramugari) Belum

4. Citra Novita Anggelia Putri (Pramugari) Belum

5. Alfiani Hidayatul Solikah (Pramugari) Sudah

Menerima

6. Fita Damayanti Simarmata (Pramugari) Belum

7. Meri Yulyanda (Pramugari) Belum

8. Deni Maulana (Pramugara) Belum