hak hadhanah anak dalam keluarga beda agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2567/1/ahmad...
TRANSCRIPT
i
HAK HADHANAH ANAK
DALAM KELUARGA BEDA AGAMA
(Studi Kasus di Desa Getasan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
AHMAD MUNTAHA
NIM. 211-12-010
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
ii
NOTA PEMBIMBING
Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan perbaikan seperlunya, maka
skripsi saudara:
Nama : Ahmad Muntaha
NIM : 211-12-010
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas
JudulSkripsi
:
:
Syari‟ah
Hak Hadhanah Anak dalam Keluarga Beda Agama (Studi
Kasus di Desa Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang)
Dapat diajukan dalam siding munaqosyah Skripsi. Demikian untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Salatiga,20 September 2017
Pembimbing,
Drs. Machfud, M.Ag.
NIP. 196102101987031006
PENGESAHAN KELULUSAN
SKRIPSI
HAK HADHANAH ANAK DALAM KELUARGA BEDA AGAMA
(Studi Kasus di Desa Getasan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang)
DISUSUN OLEH:
AHMAD MUNTAHA
NIM. 211-12-010
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan S-1 Hukum
Keluarga Islam, Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga,
pada tanggal 25 September 2017 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna
memperoleh gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Dr. Siti Zumrotun, M. Ag.
Sekretaris : Drs. Machfudz, M. Ag.
Penguji I : H. M. Yusuf Kummaini, M. H.
Penguji II : Farkhani, S. H., S.H.I., M.H.
Salatiga, 25 September 2017
DekanFakultas Syari‟ah
Dr. Siti Zumrotun, M. Ag.
NIP. 19670115199803 2 002
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Ahmad Muntaha
NIM : 211-12-010
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas
Judul Skripsi
:
:
Syari‟ah
Hak Hadhanah Anak dalam Keluarga Beda Agama (Studi
Kasus di Desa Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang)
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya
sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang
ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan
mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.
Salatiga, 20 September 2017
Penulis,
Ahmad Muntaha
NIM. 211-12-010
v
MOTTO
~&~
Allah selalu memberikan harapan dibalik keputus asaan
Karena cinta kasih dari Allah dan orang-orang tersayang merupakan
Kekuatan utama dalam melakukan segala sesuatu
Maka jangan berhenti berusaha hanya karena rintangan
percayalah bahwa hasil tidak akan menghianati usaha
Ketahuilah, bahwa kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah
~&~
vi
PERSEMBAHAN
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah menuntun semua jalan hambaNya, yang telah melimpahkan
kemurahan-Nya dan memberikan kemudahan untuk menyeslesaikan
Skripsi ini. Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk:
1. Ibu dan bapak saya pahlawan hidup saya, orang tua yang tangguh
terhebat, teristimewa beliau yang selalu mampu menjelma menjadi
apapun yang saya butuhkan. Beliaulah harta paling berharga,
dokter, juru masak, motivator, guru, cahaya saya.
2. Adik saya Binti Khoirul Mahmudah telah menjadi Adik yang sangat
baik dan membantu saya dalam keadaan apapun.
3. Teman-teman yang selalu mendukung setiap langkah saya.
4. Bapak dan Ibu dosen Institut Agama Islam Negeri yang selama ini
sabar mendidik saya. Terimakasih atas kebaikan Bapak dan Ibu
yang telah membantu saya dalam kesulitan terutama ketika saya
belajar berorganisasi.
5. Teman-teman Hukum Keluarga Islam angkatan 2012.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirobbil‟alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT, yang selalu memberikan rahmad serta hidayah-nya kepada penulis sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “HAK HADHANAH
ANAK DALAM KELUARGA BEDA AGAMA (Studi Kasus di Desa Getasan,
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang)” tanpa halangan yang berarti.
Shalawat serta salam semoga tetap tercuran kepada nabi agung nabi
Akhiruzaman, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta
pengikutnya yang senantiasa setia dan menjadikannya suritauladan. Beliaulah
yang membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang
benderang dan semoga kita semua mendapatkan syafaatnya nanti di yaumul
qiyamah, amim ya rabbal „alamin.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan skripsi
ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak trimakasih kepada:
1. Dr. Rahmad Haryadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Dr. Siti Zumrotun, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah.
3. Sukron Ma‟mun, M. Si, selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam.
4. Drs. Machfud, M. Ag, selaku Dosen Pembimbing yang dengan ikhlas
membimbing, mengarahkan, serta mencurahkan waktu dan tenaganya
untuk penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.
5. Seluruh Dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yang
sangat bermanfaat.
6. Kedua orang tua dan adik penulis, yang telah memberikan dan
mencurahkan segala kemampuannya untuk memenuhi keinginan penulis
untuk tetap sekolah. Tanpa mereka mungkin karya ini tidak pernah ada.
viii
7. Istikomah, SE. yang selalu memberi masukan dan hiburan disaat penulis
menemukan kesulitan di dalam penulisan skripsi ini.
8. Seluruh teman-teman seperjuanganku di Hukum Keluarga Islam angkatan
2012 atas segala semangat dan hiburannya sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta pembaca
pada umumnya.
Amin.
Salatiga, 20 September 2017
Penulis,
Ahmad Muntaha
ix
ABSTRAK
Muntaha, Ahmad. Hak Hadhanah Anak dalam Keluarga Beda Agama (Studi
Kasus di Desa Getasan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang).
Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Hukum Keluarga Islam, Institut
Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Drs. Machfud M. Ag.
Kata Kunci: Hadhanah, Keluarga Beda Agama.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari bagai mana penerapan hak
hadhanah anak yang lahir dari orang tua yang berbeda agama, hadhanah anak
dalam keluarga beda agama yang dimaksud adalah hadhanah yang dilakukan
psangan beda agama di Desa Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
Dalam penelitian ini peneliti meneliti empat keluarga. Pertanyaan utama yang
ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana penerapan hak
hadhanah anak dalam keluarga beda agama yang terjadi di Desa Getasan,
Kecamatan Getasan? (2) Bagaimana Penerapan hadhanah anak dalam keluarga
beda agama perspektif hukum Islam?
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan
pendekatan hukum Islam. lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Getasan
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Teknik pengumpulan data pada
penelitian ini dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi.
Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa di Desa Getasan terdapat
empat pasangan suami istri yang menjalankan rumah tangganya dengan berbeda
agama yang dilakukan oleh keluarga Ismono, Prayogo, Suroto dan Andoyo.
Hadhanah anak dalam hukum Islam adalah menjadi tanggung jawab kedua orang
tua secara kerja sama dalam hal mengasuh, mendidik, merawat dan memenuhi
nafkah bagi anak. Penerapan hak hadhanah anak di Desa Getasan, peneliti
membagi hak hadhanah anak dalam empat permasalahan, yaitu: (1) Pengasuhan
anak keluarga beda agama, (2) Mendidik anak keluarga beda agama, (3)
Menentukan agama anak yang lahir dalam keluarga beda agama, (4) Nafkah anak
keluarga beda agama
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................
PERSETUJUAN PEMBIMBING..............................................................
PENGESAHAN KELULUSAN................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN..................................................
MOTTO .....................................................................................................
PERSEMBAHAN.....................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................
ABSTRAK.................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................
DAFTAR TABEL......................................................................................
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
ix
xii
xiii
xiv
1
A. Latar Belakang Masalah .....................................................
B. Rumusan Masalah ..............................................................
C. Tujuan Penelitian ...............................................................
D. Manfaat Penelitian .............................................................
E. Penegasan Istilah ................................................................
F. Tinjauan Pustaka ................................................................
G. Metode Penelitian ..............................................................
1. Jenis Penelitian ..............................................................
2. Kehadiran Peneliti..........................................................
3. Lokasi Penelitian ..........................................................
4. Sumber Data ..................................................................
5. Metode Pengumpulan Data ...........................................
6. Analisis Data ..................................................................
H. Sistematika Penulisan ........................................................
1
5
5
6
6
8
11
11
11
11
11
12
13
14
BAB II HADHANAH MENURUT HUKUM ISLAM 16
A. Pengertian Hadhanah ......................................................... 16
xi
B. Dasar Hukum Hadhanah ...................................................
1. Al-Qur‟an ......................................................................
2. Undang-undang no 1 Tahun 1974 .................................
3. Kompilasi Hukum Islam (KHI) .....................................
C. Syarat-syarat Hadhanah .....................................................
D. Orang yang berhak dalam Hadhanah ................................
E. Masa berlakunya hadhanah ...............................................
F. Faktor penghalang Hadhanah ............................................
17
18
20
21
21
24
26
28
BAB III PRAKTIK PENGASUHAN ANAK KELUARGA BEDA
AGAMA DI DESA GETASAN KECAMATAN
GETASAN KABUPATEN SEMARANG 30
A. Gambaran Umum Desa Getasan
1. Profil Desa Getasan .......................................................
a. Berdasar Geografis dan Demografis .......................
b. Keadaan Penduduk ..................................................
c. Pendidikan ...............................................................
d. Sosial Ekonomi ........................................................
e. Agama .....................................................................
f. Kesehatan ................................................................
B. Profil Keluarga Beda Agama di Desa Getasan
1. Pasangan Ismono dan Etik ...........................................
2. Pasangan Prayogo dan Wiwin .....................................
3. Pasangan Suroto dan Kayati ........................................
4. Pasangan Andoyo dan Dewi ........................................
30
30
31
32
32
33
35
36
36
36
39
41
43
BAB IV ANALISIS PENERAPAN HAK HADHANAH ANAK
DALAM KELUARGA BEDA AGAMA PRESPEKTIF
HUKUM ISLAM, UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) 46
A. Penerapan Hadhonah Anak dalam Keluarga Beda Agama
di Desa Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten
xii
Semarang ............................................................................
1. Pengasuhan Anak dalam Keluarga Beda Agama ..........
2. Mendidik Anak dalam Keluarga Beda Agama ..............
3. Menentukan Agama yang Dianut Anak dalam
Keluarga Beda Agama ...................................................
4. Nafkah Anak dalam Keluarga Beda Agama ..................
B. Pengasuhan Anak dalam Keluarga Menurut Hukum
Islam, Undang-undang Perkawinan no 1 Tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) ..........................................
1. Pengasuhan Anak .........................................................
2. Mendidik Anak ...........................................................
3. Menentukan Agama Anak ...........................................
4. Nafkah Anak ................................................................
46
46
49
52
54
56
56
58
60
61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................
B. Saran........................................................................................
63
64
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN
66
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Fasilitas pendidikan formal di Desa Getasan .....................
Fasilitas pendidikan non formal di Desa Getasan ..............
Rekapitulasi jumlah penduduk berdasarkan pendidikan ....
32
33
33
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Peta Desa Getasan, Kecamatan Getasan, Kabupaten
Getasan .............................................................................
30
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial pasti membutuhkan manusia lain
dalam segala aspek kehidupannya dalam arti bahwa manusia tidak bisa hidup
seorang diri dalam menjalani kehidupan. Atas dasar inilah yang menjadikan
manusia ingin hidup bersama. Lingkup terkecil hidup bersama dimulai dari
sebuah keluarga yang dijalin antara laki-laki dan perempuan melalui suatu
ikatan perkawinan. Mendambakan pasangan merupakan fitrah sebelum
dewasa, dan dorongan yang sulit dibendung setelah dewasa. Oleh karena itu,
agama mensyariatkan dijalaninya pertemuan antara pria dan wanita, dan
kemudian mengarahkan pertemuan itu sehingga terlaksananya perkawinan
(Shihab, 1999:192).
Islam memandang perkawinan suatu nilai keagamaan sebagai wujud
ibadah kepada Allah dan sunah Nabi yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan
Hadits. Sehingga unsur ibadah dalam perkawinan yang berarti ingin
menyempurnakan sebagian dari agama dan ingin menumbuhkan nilai
kemanusiaan serta rasa kasih sayangnya terhadap manusia lainnya (Kamal,
1974:5).
Keluarga merupakan bagian terkecil dari sebuah masyarakat yang di
dalamnya hanya terdiri dari suami, istri, dan anak. Setiap individu juga
menginginkan keluarga yang bahagia maka dibutuhkan rasa kasih sayang,
terciptanya keharmonisan, ketentraman dalam keluarga (sakinah, mawadah,
2
warahmah). Hal itu merupakan kunci dari tujuan sebuah perkawinan
(Muderis, 1992: 7).
Pekawinan merupakan ikatan yang sakral karena di dalam ikatan
perkawinan tersebut tidak hanya terdapat ikatan lahir atau jasmani saja tapi
juga ada ikatan rohani yang berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Suatu
perkawinan tidak hanya sekedar hubungan lahiriah saja tapi juga suatu ikatan
atau hubungan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Usman, 1989: 21).
Hal ini sejalan dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang
perkawinan Indonesia yaitu di dalam Pasal 1 Undang-Undang tahun 1974
tentang perkawinan yang berbunyi “perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Islam juga menjelaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT.
Sebagai makhluk berpasang-pasangan, yang tentunya menyatukan keduanya
dengan jalan perkawinan. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Ar-
Ruum ayat 21 dan suat An-Nahl ayat 72 yang berbunyi (Shihab, 1999: 197):
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
3
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Artinya: Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri
dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka
mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah
Perkawinan dan agama memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak
terpisahkan antara keduanya, semua agama mengatur masalah perkawinan
yang tentunya berbeda antara satu dengan yang lainnya sesuai dengan hukum
agama masing-masing. Pada dasarnya semua agama menginginkan
perkawinan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang satu agama.
Hal ini dapat dipahami karena agama merupakan dasar atau pondasi yang
sangat penting dalam kehidupan rumah tangga. Dengan memiliki pondasi
agama yang kuat diharapkan orang yang melakukan perkawinan akan
memiliki hubungan yang kuat sehingga tidak akan mudah roboh karena
goncangan terus menerpa.
Indonesia merupakan negara yang beragam terdiri dari agama, ras, suku,
budaya, dan bahasa yang berbeda antara satu ras dengan ras yang lain, suku
satu dengan suku yang lain bahkan akan sangat berbeda antara budaya satu
daerah dengan budaya daerah yang lain. Manusia tidak dapat terlepas dari
4
kodratnya sebagai makhluk sosial dimana manusia tidak dapat hidup sendiri
maka dari itu kontak antar agama, ras, dan suku budaya lain tidak dapat
dihindari lagi. Pergaulan manusia tidak lagi berkutat pada kelompok kecil
seperti agama, ras, suku saja tetapi sudah menembus dinding batas antara
golongan-golongan yang ada, ditambah dengan kemajuan teknologi. Interaksi
yang ada sudah tidak ada batasan lagi untuk manusia berinteraksi dengan
golongan, agama, ras, dan suku lain.
Dalam kondisi pergaulan masyarakat yang tidak ada batasan dalam
berinteraksi inilah yang menjadi dasar perkawinan campuran baik antar suku,
ras, budaya, bahkan agama yang berbeda. Hal ini akan menimbulkan
perdebatan dan masalah dari pernikahan campuran. Pernikahan beda agama
banyak mengandung perdebatan dan masalah, dikarenakan perbedaan prinsip
yang ada didalam agama masing-masing sehingga menimbulkan beberapa
masalah dimasa yang akan datang.
Melihat fenomena di atas akan sangat menarik untuk dilakukan
penelitian, yang mana terang terlihat bahwa ada beberapa kasus di Desa
Getasan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Getasan, terlihat adanya pernikahan
beda agama. Objek penelitian yang dipilih penulis di Desa Getasan ini
merupakan bentuk keingintahuan atas kasus dan fenomena yang terjadi di
Desa Getasan pada Keluarga yang melakukan pernikahan secara berbeda
agama.
Desa Getasan termasuk dalam pemerintahan Kecamatan Getasan,
Kabupaten Semarang, yang memiliki empat Dusun, yakni Dusun Getasan,
5
Dusun Ngelo, Dusun Jamplan, Dusun Pandanan, dan Dusun Gading.
Penduduk Desa getasan 70 % beragama islam dan 30 % beragama Kristen,
Khatolik dan Buda. Terdapat kurang lebih empat pasangan di Desa Getasan
yang melakukan pernikahan beda agama. Berbagai kegiatan keagamaan
nampak terjalin rukun, terlihat tentram harmonis tidak ada konflik yang
berarti. Namun bagaimana kehidupan yang sebenarnya apakah sudah menjadi
keluarga yang harmonis dan apakah pelaksanaan pengasuhan anak yang lahir
dari pernikahan beda agama sudah dilaksanakan dengan baik?, dengan
dmikian penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut dan mengangkat judul
“Hak Hadhanah Anak dalam Keluarga Beda Agama” (Studi Kasus di
Desa Getasan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang).
B. Rumusan Masalah
Berkenaan dengan permasalah diatas, dirasa perlu untuk menelitinya
dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan hak hadhanah anak dalam keluarga beda agama
yang terjadi di Desa Getasan, Kecamatan Getasan?
2. Bagaimana Penerapan hadhanah anak dalam keluarga beda agama
perspektif hukum Islam?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah
di atas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana proses pengasuhan anak menurut perspektif
hukum Islam.
6
2. Untuk mengetahui bagaimana proses pengasuhan anak keluarga beda
agama di Desa Getasan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoriritik: untuk memberikan penjelasan teori hukum Islam
tentang hak hadhanah anak terhadap keluarga beda agama.
2. Manfaat untuk praktisi: seperti hakim, ulama, untuk menambah ilmu
pengetahuan atau wawasan mengenai hak hadhanah anak terhadap
keluarga beda agama bila menghadapi hal yang sama.
3. Manfaat untuk masyarakat umum: untuk memberikan pengetahuan bagi
masyarakat yang kurang mengetahui tentang hak hadhanah anak terhadap
keluarga beda agama, agar masyarakat lebih bijak dalam mengatasi
persoalan yang sama.
E. Penegasan Istilah
Penegasan istilah adalah batasan pengertian atau definisi tentang istilah-
istilah atau variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian serta dirumuskan
berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diukur dan
diamati. Penegasan istilah berfungsi untuk menghindari kesalahpahaman
terhadap istilah-istilah atau variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian,
baik dari penguji maupun pembaca pada umumnya dan memberikan gambaran
umum dari tulisan secara keseluruhan, yang akan menjadi dasar dalam upaya
menjawab pertanyaan penelitian dan mengumpulkan data (Usman, 1989:21).
7
Berikut penulis memberikan penegasan dan maksud penulisan sebagai berikut:
1. Hak
Pengertian hak menurut kamus besar bahasa indonesia, hak adalah
mempunyai kekuasaan berbuat sesuatu, Hak adalah sesuatu yang mutlak
menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung pada kita sendiri. Pada
umumnya hak didapat dengan cara diperjuangkan melalui pertanggung
jawaban atas kewajiban.
2. Hadhanah
Hadhanah adalah tugas menjaga dan mengasuh atau mendidik anak kecil
sejak ia lahir sampai mampu menjaga dan mengurus dirinya sendiri
(Sarong, 2004:191). Hadhanah yang penulis maksud dalam penulisan ini
adalah orang tua yang lebih berhak terhadap hak asuh anak orang tua beda
agama.
3. Anak
Menurut pengetahuan umum, yang dimaksud dengan anak adalah seorang
yang lahir dari hubungan pria dan wanita (Sastrawujaya, 1977: 18).
4. Keluarga
Menurut Ayyub (2006: 254) pengertian umum keluarga adalah suatu
kumpulan manusia dalam kelompok kecil yang terdiri dari suami, istri, dan
anak-anak.
5. Beda Agama
Dalam kamus besar bahasa indonesia beda berarti sesuatu yang
menjadikan berlainan atau tidak sama antara benda yang satu dengan yang
8
lain, agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan yang maha kuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta
lingkungannya, dapat disimpulkan bahwa beda agama berarti berlainan
dalam kepercayaan dan peribadatan terhadap Tuhan yang maha kuasa.
F. Tinjauan pustaka
Sebagai pendukung penulis menelusuri hasil penelitian, artikel
maupun buku-buku yang lain tetapi penelitian yang relevan dengan topik
yang dikaji diantaranya sebagai berikut:
Skripsi dari Khaidarulloh, pada tahun 2011 dengan judul “Pola
Pengasuhan Anak Dalam Keluarga Beda Agama (Studi Kasus Di Desa
Sinduadi Kecamatan Mlati Sleman). Kesimpulan pada penelitian ini
menunjukkan bahwa secara sosiologis perbedaan agama tidak
menghambat para pelaku melakukan peran dan fungsinya sebagai keluarga
dalam proses pengasuhan anak dan sebagian besar pelaku melakukan pola
asuh secara demokratis. Secara umum, hal ini tidak terlepas dari sikap
toleran masyarakat Sinduadi yang plural, sikap keluarga beda agama yang
cenderung tidak mengindahkan regulasi maupun doktrin agama dan
lambannya aturan hukum yang berlaku. Sedangkan dampak yang terjadi
adalah mengesampingkan terhadap nilai-nilai agama yang mengurangi
nilai kesucian, hakikat dan tujuan perkawinan. Pembentukan keluarga
beda agama di Sinduadi yang cenderung transaksional secara tidak
langsung akan mengikis nilai-nilai ajaran agama khususnya terhadap
9
pembentukan kepribadian dan kualitas agama anak. Selanjutnya ditinjau
dari sisi yuridis realitas ini bertentangan dengan aturan tentang kebsahan
pembentukan keluarga (perkawinan) yang harus seagama. Sedangkan
ditinjau dari sisi normatif (fiqh), realitas ini juga bertentangan dengan
nalar fiqh yang mewajibkan setiap manusia untuk menjaga agama dan
menjaga keturunan dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian yang dilakukan oleh Nine Is Pratiwi yaitu mengenai Pola
Asuh Anak pada Pernikahan Beda Agama. Dari hasil analisis data yang
dilakukan menunjukkan bahwa subjek dan pasangannya mengasuh
anaknya dengan menggunakan pola asuh authoriatif yang cukup baik. Hal
ini dapat dilihat dari kehidupan keluarganya yang harmonis dan cukup
bahagia serta tidak ada masalah yang terlalu rumit. Hal tersebut karena
didukung dengan faktor yang mendorong subjek menikah untuk membina
keluarga bahagia rukun dan harmonis karena memang mereka saling
mencintai satu sama lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Yasin pada tahun 2010
yaitu mengenai Pola Pengasuhan Anak dalam Keluarga Beda Agama
(Studi Kasus pada 5 Keluarga di Dusun Baros, Desa Tirtohargo, Kec
Kretek, Kabupaten Bantul). Kesimpulan pada penelitian ini adalah pola
asuh anak terhadap agamanya cenderung otoriter, berdampak pada
konversi agama dan anak cenderung bingung dalam memilih agama yang
ia yakini benar. Dalam kacamata penyusun menyimpulkan bahwa
perkawinan berbeda agama semacam ini dilarang menurut syariat dalam
10
tinjauan Maqosid Asy-Syari’ah. Sebab hal ini akan menimbulkan
terancamnya salah satu dari kelima pokok Maqosid Asy-Syari’ah yang
harus dijaga, yaitu keturunan.
Penelitian yang dilakukan oleh Lilis Sumiyati pada tahun 2015
mengenai Murtad sebagai Penghalang Hadhanah (Studi Analisis Putusan
Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 1700/Pdt.G/2010/PAJT).
Kesimpulan pada penelitian ini adalah tidak semua perkara hadhanah itu
diberikan kepada seorang ibu. Majelis hakim beralasan bahwa dalam
perkara hadhanah yang disebabkan salah satu orang tuanya murtad, maka
akibat murtad inilah yang benar benar menjadi penghalang untuk
mendapatkan hak asuh anak, karena faktor agama orang tua yng menjadi
hal yang paling utama sebagai pengasuh anak, disebabkan agama
merupakan pondasi dalam kehidupan dan menjadi prioritas utama dalam
merawat dan mendidik anak. Oleh karena itu, hakim dalam memutus tidak
hanya dengan berpedoman pada satu pasal yang menyatakan hak asuh
anak adalah hak seorang ibu, akan tetapi harus melihat pada kemaslahatan
dan perlindungan bagi anak-anaknya, karena kedudukan sebagai orang tua
tidak saja memenuhi kebutuhan materialnya tetapi juga lingkungan,
pendidikan serta pembinaan akhlak wajib dan harus diperhatikan dari anak
itu masih kecil sampai tumbuh dewasa.
Dari berbagai tinjauan pustaka yang penulis uraikan diatas, tentu
berbeda dengan yang penulis ulas. Di dalam skripsi ini penulis
menjelaskan tentang hadhanah dalam keluarga menurut hukum islam dan
11
penerapan hak hadhanah dalam keluarga beda agama di Desa Getasan,
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
G. Metode Penelitian
7. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah
penelitian lapangan (field research) yaitu peneliti yang terjun langsung ke
lapangan guna mengadakan penelitian pada objek yang dibahas (Ali,
2012:105).
8. Kehadiran peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus
pengumpul data, dimana peneliti dalam meneliti terhadap informan
diketahui secara jelas, sehingga antara informan dengan peneliti terjadi
interaksi secara wajar dan menghindari kesalahpahaman.
9. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini di Desa Getasan, Kecamatan Getasan,
Kabupaten Semarang. Di desa ini terdapat banyak anak yang lahir dari
orang tua yang beda agama. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti
desa tersebut.
10. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya
baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk
dokumen tidak resmi kemudian diolah oleh peneliti.
12
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen
resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil
penelitian dalam bentuk laporan, skripsi dan peraturan perundang-
undangan. (Ali, 2012:106)
c. Data Tersier
Data tersier merupakan data penunjang yang dapat memberi
petunjuk terhadap data primer dan sekunder. Dalam hal ini data tersier
yang digunakan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia
11. Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara
mendalam (in dept interview). Dengan wawancara mendalam, bisa
digali apa yang bersembuyi di sanubari seseorang apakah yang
menyangkut masa lampau, masa kini maupun masa sekarang (Ali,
2012: 110).
Wawancara ini dilakukan dengan acuan catatan-catatan mengenai
pokok masalah yang akan ditanyakan. Sasaran wawancara adalah orang
tua yang melakukan pernikahan beda agama dengan menanyakan
bagaimana pengasuhan anak yang lahir dari pernikahan mereka.
b. Observasi
13
Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui sebuah
pengamatan, dengan disertai pengamatan-pengamatan terhadap keadaan
atau perilaku objek sasaran. (Surahmad, 1996: 130)
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode penelitian ditujukan pada penguraian
dan penjelasan apa yang telah lalu melalui sumber- sumber dokumen
(Surahmad, 1996:132). Metode ini dimaksudkan untuk mencari data
mengenai hal-hal yang dibutuhkan sebagai bahan pelengkap dalam
perolehan data, berupa foto, rekaman dan sebagainya.Metode ini
digunakan sebagai salah satu pelengkap dalam memperoleh data.
12. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses pelacakan dan
pengaturan secara sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan
bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk untuk meningkatkan
pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat diinterpretasikan
temuannya kepada orang lain (Zuriah, 2007: 217).
Prosedur analisis dalam penelitian ini adalah: penyusunan data,
pengolahan data dengan mengklasifikasikan data ke dalam kategori-
kategori yang jumlahnya lebih terbatas sesuai dengan data yang
diperlukan, organisasi data, pemilihan menjadi satuan-satuan tertentu dan
menemuan hal-hal yang penting untuk dipelajari. Dalam penelitian ini
analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data.
14
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan adalah untuk mempermudah pembahasan
dalam penulisan. Sistematia penulisan penelitian ini adalah sebagai
berikut;
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian tentang Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Penegasan Istilah, Kajian Pustaka, Tujuan
Penelitian, Kegunaan Penelitian, Telaah Pustaka, Metode
Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II HADHANAH MENURUT HUKUM ISLAM
Bab ini berisi tentang pengertian hadhanah (menurut al-
qur‟an, hadits, undang-undang perkawinan no 1 Tahun 1974,
dan menurut kompilasi hukum islam (KHI))
BAB III PRAKTIK PENGASUHAN ANAK KELUARGA BEDA
AGAMA DI DESA GETASAN KABUPATEN
SEMARANG
Bab ini berisi tentang profil Desa Getasan yang membahas
tentang keadaan penduduk, pendidikan, sosial ekonomi,
agama, dan kesehatan. Membahas profil keluarga yang
melakukan praktik pernikahan beda agama di Desa Getasan
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
BAB IV ANALISIS PENERAPAN HAK HADHANAH ANAK
15
DALAM KELUARGA BEDA AGAMA PRESPEKTIF
HUKUM ISLAM, UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)
Bab ini berisikan analisis tentang Penerapan Hadhonah Anak
dalam Keluarga Beda Agama di Desa Getasan Kecamatan
Getasan Kabupaten Semarang dan analisis tentang
Pengasuhan Anak dalam Keluarga Menurut Hukum Islam,
Undang-undang Perkawinan no 1 Tahun 1974 dan Kompilasi
Hukum Islam (KHI).
BAB V PENUTUP
Bab ini berisikan hasil atau kesimpulan analisis dan saran
yang dianggap berguna.
16
BAB II
HADHANAH MENURUT HUKUM ISLAM
G. Pengertian Hadhanah
Dalam Islam pemeliharaan anak disebut hadhanah. Secara
etimologis, hadhanah jamaknya ahdhan atau hudhun terambil dari kata
hidhn yaitu anggota badan yang terletak dibawah ketiak hingga al-kayah
(bagian badan sekitar pinggul antara pusar dan pinggang). Burung
dikatakan hadhanat-tha’ir baydhahu,manakala burung tidak mengerami
terurnya karena dia mengumpulkan (mengempit) telurnya itu kedalam
dirinya dibawah himpitan sayapnya (Warson, 1997:296). Demikian pula
sebutan hadhanah diberikan kepada seorang ibu manakala mendekap
(mengemban) anaknya dibawah ketiak, dada, serta pinggulnya (Sabiq,
1980:160).
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pemeliharaan anak
(hadhanah) terdiri dari dua kata yaitu pemeliharaan dan kata anak,
pemelihara berasal dari kata pelihara yang memiliki arti jaga. Sedangkan
kata pemeliharaan yang berarti proses, cara, perbuatan penjagaan,
perawatan pendidikan.
Menurut ulama fiqih mendefinisikan hadhanah yaitu melakukan
pemeliharaan terhadap anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun
perempuan, atau yang sudah besar tapi belum tamyiz, menyediakan
sesuatu yang menjadi kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang
menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani, akhlaknya agar
17
mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab
(Sabiq. 1980:161).
Dari pengertian etimologis di atas dapat disimpulkan bahwa
hadhanah adalah mengasuh anak dalam bentuk pemeliharaan, pemenuhan
kebutuhan dan memberi pendidikan sejak anak dilahirkan kedunia hingga
anak dewasa, pemeliharaan anak juga meliputi pengawasan, pelayanan dan
pembelajaran dalam arti luas. Pengawasan berarti membentuk lingkungan
anak dalam suasana yang aman dan juga sehat, baik secara jasmani
maupun rohani sehingga anak mampu memiliki interaksi sosisal yang
baik, sehingga anak memiliki jiwa sosial yang tinggi. Pelayanan berarti
tindakan orang tua dalam menanamkan rasa kasih sayang terhadap anak.
sedangkan kebutuhan hidup adalah kebutuhan primer atas tempat tinggal,
makanan dan pakaian menjadi kebutuhan yang ditekankan pada soal
nafkah (Harahab. 1975:204). Hadhanah dilakukan baik oleh ibu atau ayah
maupun oleh orang yang menggantikannya. sehingga hadhanah
merupakan langkah pertama dalam perwalian atau bimbingan terhadap
anak (Tahido. 2004:010).
H. Dasar hukum hadhanah
Haddhanah dalam hukum Islam hukumnya adalah wajib, karena
pada perinsipnya dalam Islam bahwa anak-anak mempunyai hak untuk
dilindungi, baik keselamatan akidah maupun dirinya dari hal-hal yang
menjerumuskan mereka kedalam neraka (Manan. 2010:201). Melihat
kondisi anak yang begitu rentan akan bahaya bila tidak dilakukan
18
pengasuhan, pengawasan, pemberian nafkah dan juga diselamatkan dari
hal-hal yang dapat merusak mental maupun fisik anak. Sehingga
pengasuhan anak menjadi wajib hukumnya agar tidak membahayakan
jasmani dah rohani anak. Dasar hukum hadhanah yaitu:
1. Al-Qur’an
Dasar hukum hadhanah dalam firman Allah SWT terdapat
dalam surat Al-Baqarah ayat 233 yang menyatakan (Sabiq. 1980: 171):
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa
atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
19
Pada ayat ini, Allah SWT mewajibkan kepada orang tua untuk
memelihara anak mereka, ibu berkewajiban menyusuinya sampai umur
dua tahun. Dan bapak berkewajiban memberukan nafkah kepada ibu.
Diperbolehkan mengadakan penyapihan (menghentikan penyusuan)
sebelum dua tahun apabila ada kesepakatan antara kedua orang tua dan
mereka boleh mengambil perempuan lain untuk menyusukan anak
tersebut dengan syarat memberikan upah yang pantas. Hal ini demi
keselamatan anak itu sendiri (Ayyub. 2006:292).
Sebagai timbal balik dari kewajiban yang ditetapkan Allah SWT
terhadap ibu kepada anaknya tersebut, maka seorang ayah berkewajiban
untuk memberi nafkah dan pakaian kepada ibu dan anak secara patut
dan baik. jadi kedua-duanya mempunyai beban dan tanggung jawab
terhadap anak yang masih menyusui sampai dewasa. Sehingga
kewajiban bagi seorang ibu ialah merawat anak dengan menyusui dan
memeliharanya, dan kewajiban ayah harus memberi makan dan pakaian
kepada ibu supaya ia dapat memelihara anaknya dan masing-masing
dari kedua orang tuanya harus menunaikan kewajibannya sesuai batas
kemampuannya (Quthb. 2000:302)
Adapun dalam Firman Allah SWT pada surat at-Tahrim ayat 6
yang berbunyi (Sabiq. 1980: 179):
20
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Pada ayat ini orang tua diperintahkan Allah SWT untuk
memelihara keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh
anggota keluarganya melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi
larangan-larangan Allah SWT, termasuk anggota keluarga yang
dijelaskan pada ayat ini adalah anak. Kemudian mengantarkan anak-
anaknya dengan cara mendidik, membekali mereka dengan ilmu
pengetahuan baik ilmu agama maupun ilmu umum untuk bekal
mereka kejenjang dewasa (Ghazaly. 2003:177).
2. Undang-undang no 1 Tahun 1974
Pemeliharaan anak pada dasarnya menjadi tanggung jawab kedua
orang tuanya, yang meliputi berbagai hal diantaranya masalah ekonomi,
pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok anak.
Oleh karena itu yang terpenting dalam memelihara anak ialah kerja
sama dan saling tolong menolong antara suami dan istri sampai anak
tersebut dewasa. Undang-undang perkawinan tidak secara rinci
mengatur masalah pengasuhan, karena tugas dan kewajiban memelihara
anak intern dengan tugas dan tanggung jawab suami sekaligus sebagai
bapak bagi anak-anak (Rofiq. 2013:189). Kemudian di dalam ketentuan
dalam bab X pasal 45 Undang-undang No. 1 tahun 1974 menyatakan:
21
a. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik baiknya.
b. Kewajiban kedua orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, mana
berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
3. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Hadhanah (pengasuhan) juga sejalan dengan Kompilasi Hukum
Islam (KHI) Bab XIV pasal 98 sebagai berikut:
a. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21
tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental
atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
b. Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan
hukum di dalam dan di luar pengadilan.
c. Pengadilan agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat
yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang
tuanya meninggal.
Dari penjelasan pasal tersebut bahwa kewajiban kedua orang tua
adalah mengantarkan anak-anaknya dengan cara mendidik, serta
membekali dengan ilmu pengetahuan untuk menjadi bekal mereka di
hari dewasanya (Ali. 2012:65)
I. Syarat-syarat Hadhanah
Seorang Hadinah atau hadhin (ibu asuh) yang menangani dan
menyelenggarakan kepentingan anak kecil yang diasuhnya, yaitu adanya
22
kecukupan dan kecakapan. kecukupan dan kecakapan yang memerlukan
syarat-syarat tertentu. Jika syarat-syarat tertentu ini tidak terpenuhi satu
saja maka gugurlah kebolehan menyelenggarakan Hadhanah (Sabiq.
1980:165).
Syarat-syarat hadhanah adalah:
1. Berakal sehat, hak hadhanah anak harus diberikan kepada orang yang
berakal sehat dan tidak boleh diberikan kepada orang yang kurang akal
dan gila, karena mereka ini tidak dapat mengurusi dirinya sendiri.
Sebab itu dia tidak boleh diserahi mengurus orang lain. Sebab orang
yang tidak punya apa-apa tentulah iya tidak dapat memberi apa-apa
kepada orang lain (Sabiq. 1980:166).
2. Dewasa, sebab anak kecil meskipun mumayyiz, tetapi ia tetap
membutuhkan orang lain yang mengurusi urusannya dan
mengasuhnya. Karena itu dia tidak boleh mengurusi urusan orang lain
(Sabiq. 1980:166).
3. Mampu mendidik, karena itu tidak boleh menjadi pengasuh orang yang
buta atau rabun, sakit menular atau sakit yang melemahkan jasmaninya
untuk mengurus kepentingan anak kecil, tidak berusia lanjut, yang
bahkan ia sendiri perlu diurus, bukan orang yang mengabaikan urusan
rumahnya sehingga merugikan anak kecil yang diurusnya, atau bukan
orang yang tinggal bersama orang yang sakit menular atau bersama
orang yang suka marah kepada anak-anak, sekalipun kerabat anak
kecil itu sendiri, sehingga akibat kemarahannya itu tidak bisa
23
memperhatikan kepentingan sianak secara sempurna dan menciptakan
suasana yang tidak baik (Sabiq. 1980:166).
4. Beragama Islam, kalau anaknya beragama Islam sebab ayahnya islam
maka tidak boleh dipelihara oleh ibunya yang kafir. sebab pendidikan
yang diberikan tidak sesuai dengan akidah yang dianut anak, dan
seorang kafir tidak mempunyai hak wilayah (kekuasaan) pada orang
islam. Ada pendapat bahwa ibu yang kafir boleh memelihara anaknya
sampai tamyiz. Pendapat ini sangat lemah dan yang benar orang kafir
tidak berhak wilayah pada orang Islam (Idris. 1994:259)
5. Kasih sayang, pemelihara harus menyayangi anak yang dipeliharanya
dengan penuh kasih sayang (Idris. 1994:259) karena didalam
pemeliharaan anak kasih sayang adalah hal yang paling dibutuhkan
oleh anak yang dipelihara.
6. Ibu belum kawin lagi, perempuan yang sudah bersuami akan
disibukkan dengan urusan suami sehingga tidak bisa memelihara anak
dengan baik. Hal ini akan merugikan bagi anak, meskipun suami baru
mengizinkan. Seperti seorang tuan yang memberi izin kepada
budaknya (Idris. 1994:260). Hukum ini berkenaan dengan ibu tersebut
kalau kawin lagi dengan wanita lain. Tetapi kalau ibu kawin lagi
dengan laki-laki yang masih dekat kekerabatannya dengan anak kecil
tersebut, seperti paman dari dari ayahnya maka hak hadhanahnya tidak
hilang (Sabiq. 1980:170)
24
7. Merdeka, sebab seorang budak biasanya sangat sibuk dengan urusan-
urusan tuannya, sehingga tidak ada kesempatan mengasuh anak dengan
baik (Sabiq. 1980:170). Menurut kebanyakan ulama pengasuh harus
terhindar dari penyakit-penyakit menular. Sedangkan menurut imam
Ahmad bin Hambal, pengasuh harus terhindar dari penyakit lepra dan
belang dan yang terpenting pengasuh tidak membahayakan kesehatan
anak yang diasuhnya (Muhniyah. 2006:418).
J. Orang yang berhak dalam hadhanah
Pemeliharaan anak menurut hukum Islam pada dasarnya menjadi
hak kedua orang tuanya, namun apabila terjadi perceraian pihak yang lebih
berhak atas hadhanah adalah kaum wanita, karena lebih bisa merawat,
mendidik, dan mempunyai lebih rasa kasih sayang terhadap anak, oleh
karena itu kaum wanita lebih didepankan dalam hal mengurus anak.
Adapun pendapat para fuqoha terkadang lebih mengedepankan dari salah
satu orang tuanya, karena demi keselamatan anak yang dipelihara.
Kemudian dipilihlah salah satu orang tua yang lebih dekat dengan anak
yang akan dipelihara, dan setelah itu baru memilih orang yang berhak
memelihara dari kalangan laki-laki. Hal seperti ini ulama berbeda
pendapat ketika menentukan urutan yang tepat sesuai dengan
kemaslahatan yang dibutuhkan (Ali, 2012: 67)
Urutan-urutan yang berhak melakukan hadhanah dari kalangan
perempuan, menurut ulama fiqih adalah sebagai berikut:
25
1. Hanafiyyah: Ibu, ibunya ayah, saudara-saudara perempuan, bibi dari
jalur ibu, putri-putri saudara lelaki, bibi jalur ayah, kemudian ashabah
sesuai urutan warisan.
2. Malikiyyah: Ibu, nenek dari jalur ibu, bibi dari jalur ibu, nenek dari
jalur ayah ke atas, kemudian saudara perempuan, bibi dari ayah, dan
putri dari saudara, orang yang mendapat wasiat bagian ashabah yang
nanti akan dijelaskan.
3. Syafi‟iyyah: Ibu, ibunya ibu, ibunya ayah, kakek dari ibu, saudara
perempuan, bibi dari ibu, putri-putri saudara lelaki, putri-putri saudara
perempuan, bibi dari ayah, orang yang termasuk mahram.
4. Hanabilah: Ibu, nenek dari jalur ibu, nenek dari jalur ayah, kakek dan
ibunya kakek, saudara perempuan dari kedua orang tua, saudara
perempuan dari ibu, saudara perempuan dari ayah, bibi dari jalur ayah,
bibinya ibu, bibinya ayah, putrinya saudara lelaki, putri paman ayah
dan kerabat yang paling dekat.
Urutan-urutan yang berhak atas hadhanah dari kalangan laki-laki
yaitu: bapak, kakek terus ke atas, saudara dan putra-putranya terus
kebawah, paman-paman dan putra-putranya. Karena apabila tidak ada
satupun dari kalangan perempuan diatas, maka hak hadhanah pindah ke
kalangan laki-laki (Sabiq, 1980: 164).
Dari urutan yang disebutkan di atas, banyak yang tidak sepakat dalam
keutamaan haknya. Apabila ibu yang berhak dan memenuhi syarat
melepaskan haknya maka pindah kepada ayahnya, karena ibu-ibunya
26
merupakan cabang, sedangkan ayah bukan merupakan cabang daripada
haknya. Pendapat kedua yang dianggap lebih kuat mengatakan bahwa bila
ibu melepaskan haknya, maka hak tersebut pindah kepada ibunya ibu
karena kedudukan ayah dalam hal ini lebih jauh urutannya (Syarifudin,
2007: 332).
Maksudnya adalah apabila anak belum mencapai masa mumayyiz
maka ibu tetap berkewajiban mengasuh anaknya. Jika ibu tidak mampu
mengasuh anaknya maka dapat dilakukan oleh ibunya ibu (nenek dari
anak) hingga garis keturunan seterusnya. Jika dari semua golongan dari
garis ibunya ibu hingga garis keturunan seterusnya tidak mampu
mengasuh maka menjadi kewajiban ayah untuk mengasuh atau mencari
pengasuh yang mampu untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya.
K. Masa Berlakunya Hadhanah
Hadhanah berhenti (habis) bila anak kecil tersebut yang berada
didalam pengasuhan sudah tidak lagi membutuhkan pelayanan perempuan,
telah dewasa dan dapat berdiri sendiri, serta telah mampu untuk mengurus
sendiri kebutuhan pokoknya seperti: makan sendiri, berpakaian sendiri,
mandi sendiri, dalam hal ini tidak ada batasan tentang waktu habisnya
(Sabiq. 1980:173). Dalam literatur fiqih disebutkan dua periode anak
dalam hadhanah yaitu masa sebelum mumayyiz dan sesudah mumayyiz
kaitanya dengan itu adalah (Satria. 2010:181).
27
1. Periode Sebelum Mumayyiz (mandiri)
Periode ini dimulai dari anak lahir sampai menjelang umur tujuh
tahun atau delapan tahun. Pada masa tersebut anak masih dikatakan
belum mumayyiz (mandiri), karena masih belum bisa membedakan
antara yang bermanfaat dengan yang berbahaya bagi dirinya. Adanya
sarat-sarat sebagai pengasuh pada periode ini, ulama menyimpulkan
bahwa pihak ibu lebih berhak terhadap anak selanjutnya melakukan
kewajiban hadhanah. karena anak pada masa ini masih membutuhkan
untukhidup didekat ibunya (Satria. 2010:181).
Hadhanah berhenti atau habis bila si anak kecil tersebut sudah
tidak lagi memerlukan pelayanan pelayanan perempuan, telah dewasa
dan dapat berdiri sendiri, serta telah mampu untuk mengurus sendiri
kebutuhan pokoknya seperti: makan sendiri, berpakaian sendiri, mandi
sendiri. dalam hal ini tidakada btasan tertentu untuk waktu habisnhya
(Sabiq. 1980:173). Hanya saja ukuran yang dipakai adalah tamyyiz
(mandiri) dan kemampuan untuk berdiri sendiri. Jika anak sudah dapat
membedakan ini dan itu, dan sudah tidak membutuhkan pelayanan
perempuan dan dapat memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri, maka
hadhanahnya telah habis. Fatwa pada madzhab hanafi yaitu: masa
hadhanah berahir atau habis bila mana sianak telah berumur tujuh
tahun kalau laki-laki, dan sembilan tahun kalau ia perempuan (Sabiq.
1980.174).
28
2. Periode Mummayyiz (mandiri)
Masa mummayyis (mandiri) adalah dari umur tujuh tahun
sampai ia baligh berakal. Pada masa ini seorang anak secara sederhana
telah mampu membedakan masa yang berbahaya dan mana yang
bermanfaat bagi dirinya. Oleh karena itu anak sudah dianggap mampu
menjatuhkan pilihannya sendiri untuk memilih seseorang yang berhak
mengasuhnya, apakah ia akan ikut ibu atau ayahnya (Basyir. 1996:94).
L. Faktor Penghalang Hadhanah
Meskipun hak pengasuhan anak merupakan hak seorang ibu,
namun terkadang ia tidak bisa mendapatkan hak pengasuhannya
disebabkan ada beberapa faktor yang dapat menghalangi haknya,
diantaranya sebagai berikut:
1. Pengasuh seorang budak
Maksudnya orang yang berstatus sebagai pengsuh anak berstatus
sebagai budak, dan seorang budak tidak mempunyai hak perwalian,
disebabkan seorang budak biasanya sangat sibuk dengan urusan-urusan
tuannya, sehingga tidak ada kesempatan mengasuh anak dengan baik
(Sabiq. 1980:170).
2. Perginya Pengasuh ke tempat yang jauh
Ulama hanafiyyah berpendapat bahwa hak pengasuh dapat
dianggab gugur jika Hadhinah (ibu asuh) yang berstatus janda pergi
ketempat jauh, dan ayahnya tidak dapat mengasuhnya. Sedangkan
menurut ulama Syafi‟iyyah hak seorang pengasuh menjadi gugur jika ia
29
pergi dengan niat untuk pindah baik jarak dekat maupun jauh (Az-
Zuhaili. 2011:70)
3. Seorang pengasuh mengidap penyakit yang membahayakan
Hak seorang hadhinah gugur jika ia memiliki penyakit yang
membahayakan seperti gila, lepra, dan kusta.
4. Seorang pengasuh kafir
Bahwa seorang kafir tidak boleh diserahi hak mengasuh anak yang
beragama islam. karena kondisi orang kafir lebih buruk dari orang fasiq
dan bahaya yang akan munjul jauh lebih besar, ditakutkan anak akan
mengikuti perbuatannya dan mengeluarkannya dari agama Islam
melalui penanaman agamanya. Oleh karena itu orang tua wajib
mendahulukan pertimbangan agama sebagai pengasuh anak daripada
pertimbangan ekonomi dan lain-lain. Alasannya bahwa lingkungan ,
pendidikan dan pembinaan akhlak wajib diperhatikan demi
pembentukan lingkungan akhlak yang baik (Sabiq. 1980:170).
5. Seorang pengasuh telah menikah lagi
Dalam masalah pengasuhan anak, apabila hadinah (ibu asuh)
menikah lagi dengan laki-laki lain yang bukan mahram bagi anaknya
maka hak asuh anak tersebut gugur, kecuali hadinah (ibu asuh)
menikah dengan laki-laki yang mahram bagi anak yang diasuh, maka
hak hadhanah tidak dapat gugur (Sabiq. 1980:170).
30
BAB III
PRAKTIK PENGASUHAN ANAK KELUARGA BEDA AGAMA DI DESA
GETASAN KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG
A. Gambaran Umum Desa Getasan
1. Profil Desa Getasan
Gambar 3.1
Peta Desa Getasan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang
31
a) Berdasarkan Geografis dan Demografis
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi, desa Getasan
merupakan salah satu desa yang berada di wilayah kecamatan Getasan
kabupaten Semarang dengan luas wilayah 260,20 Ha, dengan batasan
sebagai berikut:
1) Sebelah Utara : Desa Manggihan
2) Sebelah Selatan :Desa Batur
3) Sebelah Barat :Desa Wates
4) Sebelah Timur :Desa Sumogawe
Desa Getasan berada di ketinggian 1100 meter dari permukaan laut
dan suhu udara rata-rata 22°-23° celcius dengan curah hujan 16°, 75°
mm pertahun. Jarak dari ibu kota Kecamatan adalah 0,25 km, ibu kota
kabupaten adalah 34 km, dan dari ibu kota profinsi 51 km.
Desa Getasan terdiri dari 5 dusun yaitu:
1) Dusun Getasan
2) Dusun Jampelan
3) Dusun Ngelo
4) Dusun Pandanan
5) Dusun Gading
Dalam menjalani aktivitas dan memenuhi kebutuhan sehari-hari
masyarakat desa Getasan sangat mudah karena berada di dekat jalan
Provinsi, jalan raya Salatiga-Kopeng, berada dipusat kota Kecamatan
32
Getasan dan dekat dengan pasar Getasan yang berada ditempat yang
strategis.
b) Keadaan Penduduk
Sesuai dengan data monografi Desa Getasan tahun 2017 jumlah
penduduk di wilayah Desa Getasan adalah 3482 jiwa, dengan jumlah
penduduk laki-laki sebanyak 1752 jiwa dan perempuan sebanyak 1731
jiwa. Dari perincian tersebut dapat dilihat bahwa jumlah laki-laki di
Desa Getasan lebih banyak dibandingkan jumlah perempuan.
Keseluruhan penduduk yang berada di Desa Getasan merupakan
Warga Negara Indonesia, sehingga mereka berada dalam satu adat,
komunitas, tradisi dan budaya yang sama. Sehinga masyarakat Desa
Getasan dapat hidup secara rukun, damai dan saling menghormati antar
warga masyarakat.
c) Pendidikan
Fasilitas pendidikan di Desa Getasan sudah tergolong memadai,
hal tersebut dapat dilihat dari sarana pendidikan/sekolah yang ada,
yaitu:
No Nama Fasilitas Jumlah Fasilitas Jumlah Guru Jumlah siswa
1 TK 2 15 Guru 111
2 SD 1 15 Guru 357
3 SMP 2 42 Guru 735
4 SMK 1 18 Guru 159
Tabel 3.1.
Fasilitas Pendidikan Formal di Desa Getasan
33
No Nama Fasilitas Jumlah Fasilitas Jumlah Guru Jumlah siswa
1 TPQ 6 8 Guru 97
Tabel 3.2.
Fasilitas Pendidikan Non Formal di Desa Getasan
Dilihat dari pendidikan penduduk Desa Getasan dapat disimpulkan
bahwa masih banyak sekali warga desa Getasan yang tidak sekolah dan
haya lulusan Sekolah Dasar yang dapat kita lihat dari rekapitulasi
jumlah penduduk berdasarkan pendidikan di Desa Getasan tahun 2017
yaitu:
No Jenjang Pendidikan Laki-laki perempuan Jumlah
1 Tidak Sekolah 325 321 646
2 Belum Tamat SD 101 107 208
3 SD/Sederajat 643 678 1321
4 SLTP/Sederajat 290 293 583
5 SLTA/Sederajat 315 283 598
6 Diploma I/II 2 2 4
7 Akademi/Diploma III 22 20 42
8 Diploma IV/Strata I 59 42 101
9 Strata II 4 3 7
Tabel 3.3.
Rekapitulasi Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
d) Sosial Ekonomi
Kehidupan ekonomi masyarakat Desa Getasan dapat dikatakan
cukup. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup masyarakat yang sederhana.
Hampir semua keluarga dapat memenuhi kebutuhan sekundernya
34
seperti kebutuhan kendaraan, TV, kipas, HP, tas, jam tangan, dan
kebutuhan sekunder yang lainnya.
Dari segi mata pencaharian warga Desa Getasan merupakan
mayoritas petani, mengingat lahan seluas 203,03 Ha dari wilayah
Getasan merupakan lahan pertanian. Dalam sektor perdagangan
masyarakat Getasan memiliki potensi yang besar mengingat Desa
Getasan yang berada di kawasan kota Kecamatan Getasan yang terdapat
pasar Getasan dan kawasan ruko yang begitu banyak, terdapat pula
mata pencaharian lain yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Petani : 921 Orang
2) Karyawan : 411 Orang
3) Wiraswasta : 582 Orang
4) Pensiunan : 23 Orang
5) Pegawai Negeri Sipil : 55 Orang
6) Tentara : 6 Orang
7) Kepolisian : 4 Orang
8) Buruh Harian Lepas : 146 Orang
9) Perdagangan : 70 Orang
10) Pelajar/Mahasiawa : 475 Orang
11) Mengurus Rumah Tangga : 97 Orang
12) Dosen :1 Orang
13) Belum/Tidak Kerja : 648 Orang
35
Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat Desa Getasan,
selain berproduksi di bidang pertanian dan peternakan masyarakat juga
bekerja dalam sektor industri rumahan seperti pembuatan geplak waluh,
stik waluh, kripik bayam, telur asin, meubel dan lain-lain.
e) Agama
Warga masyarakat desa Getasan merupakan pemeluk agama yang
majemuk, agama yang dianut masyarakat desa Getasan yaitu:
1) Islam : 2.204 orang
2) Kristen : 783 orang
3) Khatholik : 487 orang
4) Budha : 36 orang
Dengan kemajemukan yang dimiliki Desa Getasan tidak
menjadikan suasana yang gaduh dan tidak tentram melainkan
menjadikan suasana yang tentram dan saling menghormati antara satu
agama dengan agama lain, terlihat dari tidak adanya kasus-kasus
kerusuhan antar umat beragama yang terjadi di desa Getasan.
Kemajemukan yang terjadi di desa Getasan semakin terlihat jelas
dengan berdirinya tempat-tempat peribadatan yang ada di desa Getasan
yaitu:
1) Masjid : 5 bangunan
2) Mushola : 5 bangunan
3) Gereja Kristen : 5 bangunan
4) Gereja Katholik : 1 bangunan
36
5) Wihara : 1 bangunan
Di dalam pelaksanaan peribadatan keagamaan masyarakat
menjalankanya di tempat ibadah masing-masing tanpa ada ancaman dan
singgungan dengan memeluk agama lain, sehingga terciptalah
kerukunan antar umat agama.
f) Kesehatan
Untuk menunjang kesehatan warga masyarakat desa Getasan, saat
ini terdapat puskesmas yang buka selama 24 jam yang berada di Dusun
Getasan siap melayani masyarakat dan juga terdapat posyandu yang
penyelenggaraannya terdapat disetiap dusun yang ada di desa Getasan
yang diselenggarakan oleh ibu-ibu PKK dan puskesmas.
B. Profil Keluarga Beda Agama di Desa Getasan
1. Pasangan Ismono dan Etik
Ismono dan Etik adalah salah satu contoh pasangan yang berbeda
agama dalam menjalankan kehidipan rumah tangganya di Dusun Jampelan
Desa Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Agama yang
dianut Ismono adalah Katholik sedangkan Etik beragama Islam, Etik dan
Ismono menikah secara hukum Islam yang dilakukan secara sederhana di
Desa Jampelan dengan dihadiri saudara dan kerabat.
Bapak Ismono dan ibu Etik bertempat tinggal di Dusun Jampelan Rt
02 Rw 02 dan sudah bertempat tinggal sendiri, pendidikan formal bapak
Ismono adalah tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang
sekarang sudah berusia 32 tahun, sejak lahir sudah beragama Katolik, aktif
37
dalam kegiatan kegamaan seperti ibadah mingguan dan ibadah malam
jum‟at di rumah-rumah warga dan bekerja sebagai montir salah satu
bengkel motor di Desa Getasan. Sedangkan ibu Etik sebagai ibu rumah
tangga berusia 32 tahun berpendidikan formal sampai Sekolah Menengah
Umum (SMU) dan semenjak lahir beragama Islam, aktif mengaji dan
mengikuti kegiatan-kegiatan agama Islam dilingkungan seperti yasinan
sebulan sekali dan pengajian yang diadakan setiap satu bulan sekali.
Kegiatan ibu Etik setiap hari sebagai ibu rumah tangga adalah
mempersiapkan kebutuhan rumah tangga dan mengantar anak sekolah dan
sore hari mengantar anak pertama ke taman pendidikan Al-Qur‟an (TPA).
Pasangan bapak Ismono dan ibu Etik dikaruniai dua orang anak Mutiara
11 tahun dan Khansa 4 tahun.
Bapak Ismono dan Ibu Etik menikah 12 tahun yang lalu dengan tata
cara Islam, dikarenakan bapak Ismono belummau meninggalkan agama
lamanya yaitu Katholik dan masih aktif dalam kegiatan keagamaan
Katolik seperti beribadah di hari minggu di gereja Katholik Dusun
Jampelan, sedangkan ibu Etik tetap ingin mempertahankan iman Islamnya
dan aktif dengan kegiatan keagamaan yang ada di dusun Jampelan.
Dikarenakan kedua belah pihak yang belum mau meninggalkan agama
masing-masing menjadikan mereka menjalani kehidupan rumah tangga
dengan berbeda agama.
Dalam hal pengasuhan anak dalam keluarga bapak Ismono dilakukan
bersama-sama tetapi ibu Etiklah yang berperan penting dalam hal
38
pengasuhan kerena anak-anak banyak menghabiskan waktu mereka
bersama ibunya karena kesibukan bapak Ismono sebagai montir yang
sering kerja lembur sampai malam, dalam hal mendidik anak ibu Etik yang
bertugas mendidik anak dalam wawancara yang dilakukan penulis tentang
apa saja yang diajarkan beliau menjawab:
“ iyo nak sing tak ajarke yo ajar maca, terus piye carane ngajeni
wong tua, nak seng gede paling ya ngajari nggarap PR, terus nak babakan
agama yo ngajari iqro‟ tok mas, masalahe ya ora patik mudeng masalah
liyane aku mas”
Terjemahan: (iya yang saya ajarkan ya belajar membaca, terus bagaimana
caranya menghormati orang tua, kalo yang besar Cuma belajar
mengerjakan PR, kemudian masalah agama ya cuma mengajari iqro‟
karena ndak paham masalah yang lain aku mas).
Dalam hal pemenuhan kebutuhan keluarga bapak Ismono yang
menanggung biaya kebutuhan pokok mereka, karena dalam keluarga
bapak Ismono bapak Ismonolah yang bekerja sedangkan ibu Etik haya
sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan dalam hal kepanutan agama yang
akan ditanamkan kepada anak-anak mereka mereka ibu Etik ingin anak-
anaknya ikut dengan ibunya tetapi tidak mau memaksa anaknya, beliau
mengatakan:
“nak pengenku mas, anak-anak ki melu aku kabeh, Mutiara wes
gelem melu aku mas, wis gelem ngaji, gelem melu TPA ning nak sing
cilik jane yo wis tak ajak mas, ning jenenge sing cilik kulino karo bapakne
39
dadi nak minggu cok melu pakne nek gerejo, yo piye neh to mas, aku kan
yo raiso mekso ning yo mugo-mugo sok iso melu aku ”
Terjemahan: Kalau keinginanku mas, anak-anak itu ikut saya semua,
Mutiara sudah mau ikut saya mas sudah mau ngaji mau ikut TPA tetapi
yang kecil sudah saya ajak, tapi yang kecil akrab sama ayahnya jadi kalo
minggu kadang-kadang ikut bapaknya ke gereja, tapi ya gimana lagi ya
mas saya kan tidak bisa memaksa tapi ya semoga kedepannya bisa ikut
saya. (wawancara dengan ibu Etik pada tanggal 3 Agustus 2017)
2. Pasangan Prayogo dan Wiwin
Pasangan Prayogo dan Wiwin bertempat tinggal di Dusun Jampelan
Desa Getasan, Kecamatan Getasan, menikah 20 tahun yang lalu menikah
dengan tata cara Islam dan setelah pernikahan bapak Prayogo kembali
kedalam agama lamanya yaitu Katholik, walaupun tidak aktif dalam
kegiatan keagamaan Katholik bapak Prayogo tetap tidak ingin beragama
Islam, ibu Wiwin beragama Islam dan aktif dalam kegiatan-kegiatan
agama Islam dilingkungannya. Ketidak mauan bapak Prayogo memeluk
agama Islam menjadikan keluarga ini menjalankan rumah tangganya
dengan berbeda agama, dan bertempat tinggal di Dusun Jampelan Desa
Getasan, Kecamatan Getasan.
Pedidikan formal bapak Prayogo adalah tamatan Sekolah Menengah
Pertama (SMP), sekarang bekerja sebagai karyawan pabrik di Salatiga dan
sebagai penjaga malam tempat ibadah goa maria pereng, sedangkan ibu
Wiwin tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai ibu rumah tangga
40
ibu Wiwin juga bekerja sebagai pedagang yang berjualan setiap hari
minggu. Rumah tangga yang dibangun bapak Prayogo dan ibu Wiwin
dikaruniai 3 anak, Igo anak pertama 19 tahun tamatan Sekolah Menengah
Atas (SMA) sedang mencari kerja dan masih serumah dengan kedua orang
tuanya, Nabil anak kedua berumur 10 tahun dan bersekolah kelas 4
Sekolah Dasar (SD), Rifki anak ketiga yang berumur 8 tahun dan
bersekolah kelas 1 Sekolah dasar (SD).
Dalam hal pengasuhan anak keluarga bapak Prayoga dan ibu Wiwin
dilakukan secara bersama-sama, dalam hal mendidik anak ibu Wiwinlah
yang lebih banyak mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang
pandai, hal-hal yang diajarkan ibu wiwin adalah bagaimana budi pekerti,
sopan santun dan mengulas pelajaran-pelajaran yang diajarkan disekolahan
dalam hal pendidikan Agama ibu Wiwinlah yang bertugas mendidik
seperti yang dikatakan ibu Wiwin dalam wawancara:
“nak masalah agomo aku mas, sek tugas ndidik anak mergone aku wes
ngomong karo bapakne nak anak-anak kudu melu aku kabeh agomone,
dadi tak ajari iqro‟, carane sholat njok nak sore tak kon melu TPA, ning
bapakne yo nak anak-anak gek keset yo ngongkon mangkat TPA, nak
wayah sholat yo ngongkon sholat mas”
Artinya: (Kalau masalah agama saya mas yang bertugas mendidik anak
karena saya sudah berbicara dengan ayahnya kalau anak-anak semua harus
ikut saya agamanya, jadi saya ajari Iqro‟, caranya sholat kemudian kalau
sore saya suruh ikut TPA, tapi bapaknya kalau anak-anak lagi malas juga
41
ikut nyuruh berangkat TPA, kalau waktunya sholat juga nyuruh sholat
mas).
Dalam hal nafkah keluarga menjadi tanggung jawab bersama antara bapak
Prayogo yang bekerja sebagai karyawan pabrik garmen di kota salatiga
dan ibu Wiwin yang bekerja sebagai pedagang. (Wawancara dengan ibu
Wiwin pada tanggal 4 Agustus 2017).
3. Pasangan Suroto dan Kayati
Pasangan bapak Suroto dan Ibu Kayati merupakan contoh psangan
beda agama yang yang bertempat tinggal di Dusun Jampelan, Desa
Getasan, Kecamatan Getasan, menikah dengan tata cara Katholik dan
sudah menikah selama 26 tahun dan dikaruniai 3 orang anak, dikarenakan
ketidak nyamannya di dalam agama Katholik selang lima bulan
pernikahan bapak Suroto memutuskan untuk kembali memeluk agama
Islam, sudah beberapa kali bapak Suroto mengajak ibu Kayati memeluk
agama Islam selalu ditolak dengan dalih belum mampu menjalankan
peribadatan yang ada dalam agama Islam, dan alasan inilah yang
menjadikan mereka menjalani rumah tangga secara berbeda agama selama
26 tahun lamanya.
Pendidikan formal bapak Suroto hanya bebatas tamatan Sekolah
Dasar (SD) dan bekerja sebagai pedagang cilot keliling dan aktif dalam
kegiatan agama Islam yang ada dilingkungannya, sedangkan ibu Kayati
adalah tamatan Sekolah Dasar (SD) dan bekerja sebagai pedagang kaki
lima di kantin SMP negeri 1 Getasan dan aktif mengikuti ibadah mingguan
42
di Gereja Katholik. Pernikahan Bapak Suroto dan ibu Kayati dikaruniai 3
orang anak, anak pertama Desi 25 tahun sudah menikah dan tinggal
bersama suaminya di Dusun Piji, anak kedua Indri 17 tahun dan sedang
belajar kelas 2 Sekolah Menengah Atas (SMA), dan anak kedua Dimas 15
tahun dan sedang belajar kelas 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Pengasuhan anak dalam keluarga bapak Suroto dilakukan secara
bersama-sama secara bergantian, dalam hal mendidik anak adalah menjadi
tugas ibu Kayati yang mempunyai waktu yang banyak bersama anak-anak,
dalam hal materi yang diajarkan kepada anak-anaknya selain materi-materi
yang diajarkan disekolahan ibu kayati juga mengajarkan budi pekerti,
sopan santun dan juga bagaimana berwirausaha agar anak tumbuh sebagai
anak yang mandiri.
Tanggung jawab dalam hal nafkah keluarga adalah tanggung jawab
bapak Suroto selaku kepala rumah tangga dan dibantu ibu Kayati dari hasil
berjualan aneka jajanan di kantin sekolah, bapak Suroto mempunyai
perjanjian dengan ibu Kayati setelah mereka memutuskan untuk
membangun rumah tangga dengan berbeda agama yaitu dalam hal agama
yang akan dianut anak kelak seperti yang beliau katakan dalam
wawancara:
“nak masalah anak sok arep melu aku opo mbokne, biyen aku wis janjian
karo mbokne nak sok anakku wedok kudu melu aku yo kuwi melu agomo
Islam, nak anakku mengko lanang melu mbokne melu dadi Katolik, ning
43
nak sok delalah duwe calon bojo kok bedo agomo lan anak-anak pengen
malih agomo yo ora popo mas men sak karepe anak”
Artinya: (kalau masalah anak kedepannya mau ikut saya apa ibunya, saya
dulu sudah janjian sama ibunya kalau nanti anakku perempuan harus ikut
saya masuk agama Islam. kalau nanti anakku laki-laki ikut ibunya masuk
agama Katholik, seumpama kedepannya kok kebetulan anak punya
kenalan calon suami kok beda agama dan anak memutuskan berpindah
agama saya tidak mempermasalahkan itu semua terserah kemauan anak).
Dapat disimpulkan bahwa anak pertama perempuan Desi 25 tahun
mengikuti agama ayahnya, anak kedua perempuan Indri 17 tahun juga
beragama Islam, anak ketiga laki-laki Dimas 15 Tahun mengikuti agama
ibunya yaitu Katholik, pendidikan agama anak pertama dan kedua adalah
menjadi tanggung jawab bapak Suroto dan pendidikan agama anak ketiga
menjadi tanggung jawab ibu Kayati. (wawancara dengan bapak Suroto dan
ibu Kayati 3 Agustus 2017)
4. Pasangan Andoyo dan Dewi
Pasangan bapak Andoyo dan ibu Dewi merupakan contoh pasangan
beda agama yang bertempat tinggal di Dusun Ngelo Desa Getasan
Kecamatan Getasan, masih bertempat tinggal bersama kedua orang tua ibu
Dewi karena belum mampu membangun rumah sendiri, pernikahan ini
adalah pernikahan pertama bagi bapak Handoyo dan pernikahan kedua
bagi ibu Dewi, pernikahan antara Bapak handoyo dan ibu Dewi
dilaksanakan dengan tata cara Islam, setelah pernikasan berjalan selama
44
satu tahun ibu Dewi memutuskan untuk murtad dan kembali keagama
lamanya yaitu Kristen, sedangkan bapak Andoyo tetap beragama Islam,
sehingga menjadikan pasangan ini menjadi pasangan yang berbeda agama
dalam menjalani kehidupan rumah tangganya.
Bapak Andoyo kini berusia 29 tahun. Beliau adalah tamatan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) bekerja sebagai pengepul cabai dan
dikarenakan kesibukan sebagai pengepul cabai yang sering pulang larut
malam menjadikan bapak Andoyo tidak aktif dalam kegiatan keagamaan
dilingkungannya. Sedangkan ibu Dewi yang berusia 24 tahun adalah
tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) sekarang menjadi seorang ibu
rumah tangga dan aktif dalam kegiatan keagamaan Kristen seperti
kebaktian dan ibadah minggu. Ibu Dewi memiliki 2 orang anak. Anak
yang pertama bernama Bagus berusia 4 tahun adalah anak hasil dari
pernikahan yang pertama dan anak yang kedua bernama Mike berusia 1
tahun adalah hasil pernikahan dengan bapak Andoyo.
Dalam hal pengasuhan anak adalah menjadi tanggung jawab ibu
Dewi mengingat anak yang masih kecil, pendidikan anak dilakukan secara
bersama-sama. Ibu Dewi sering mengajarkan bagaimana cara membaca,
berhitung, menulis, dan sopan santun kepada orang yang lebih tua.
Sedangkan anak yang kedua belajar berbicara mengingat usia yang masih
terlalu kecil.
Tanggung jawab dalam hal nafkah keluarga adalah tanggung jawab
bapak Andoyo sebagai kepala keluarga dengan bekerja sebagai pengepul
45
cabai sedangkan ibu Dewi hanya seorang ibu rumah tangga yang
mengurusi kebutuhan anak-anak. Dalam hal agama anak telah disepakati
berdua bahwa anak pertama dari perkawinan pertama diajarkan agama
Kristen, sedangkan anak kedua dari pernikahan dengan bapak Andoyo
telah disepakati untuk diajarkan agama yang dianut oleh ayah kandungnya
yaitu bapak Andoyo yang bergama Islam (Wawancara dengan bapak
Andoyo, 06 Agustus 2017).
46
BAB IV
ANALISIS PENERAPAN HAK HADHANAH ANAK DALAM KELUARGA
BEDA AGAMA PRESPEKTIF HUKUM ISLAM, UNDANG-UNDANG
PERKAWINAN TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)
C. Penerapan Hadhonah Anak dalam Keluarga Beda Agama di Desa
Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
Analisis yang dilakukan penulis terhadap hak hadhonah anak dalam
keluarga beda agama digunakan untuk memudahkan penulis membagi dalam
beberapa permasalahan. Analisis yang digunakan pengasuhan anak yang
meliputi penyusuan dan pemenuhan kebutuhan anak, mendidik anak,
menentukan agama anak dan nafkah anak.
5. Pengasuhan Anak dalam Keluarga Beda Agama
Dalam pengasuhan, ibu berkewajiban menyusui anaknya sampai umur
dua tahun. Bapak berkewajiban memberikan nafkah kepada ibu. Seorang
ibu diperbolehkan mengadakan penyapihan (menghentikan penyusuan)
sebelum dua tahun apabila ada kesepakatan antara kedua orang tua dan
mereka boleh mengambil perempuan lain untuk menyusui anak tersebut
dengan syarat memberikan upah yang pantas. Hal ini demi keselamatan
anak itu sendiri (Ayyub. 2006:292).
Pengasuhan anak dalam hukum islam menjadi tanggung jawab kedua
orang tuanya, yang meliputi berbagai hal diantaranya masalah ekonomi,
pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok anak. Oleh
karena itu yang terpenting dalam memelihara anak ialah kerja sama dan
47
saling tolong menolong antara suami dan istri sampai anak tersebut
dewasa, dan ini sejalan dengan Undang-undang ketentuan dalam bab X
pasal 45 Undang-undang No. 1 tahun 1974 menyatakan:
c. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik baiknya.
d. Kewajiban kedua orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, mana
berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Pengasuhan anak dalam keluarga beda agama di Desa Getasan
Menurut analisa penulis lebih dibebankan kepada ibu dikarenakan
kesibukan ayah untuk mencari nafkah, yang membuat ayah tidak dapat
melaksanakan pengasuhan dengan sepantasnya. Dalam keluarga Ismono
dan Etik misalnya, peran pengasuhan terlalu dibebankan kepada Etik, ibu
berperan banyak dalam pengasuhan anak dikarenakan banyak waktu Etik
di dalam keluarga adalah mengasuh anak. Ismono sebagai kepala keluarga
yang bekerja dari pagi sampai sore sehingga banyak waktu dihabiskan di
tempat kerja dibanding waktu untuk mengasuh anak. Pengasuhan anak
yang meliputi membesarkan, penjagaan dan pengawasan banyak dilakukan
oleh Etik dimulai dari pagi hari menyiapkan makan dan perlengkapan
untuk berangkat sekolah, siang hari Etik menjemput anak-anaknya pulang
sekolah dan sore hari Etik mengantarkan anak yang pertama berangkat
mengaji, pengasuhan yang dilakukan Ismono setelah pulang kerja adalah
48
mengajak bermain anak kedua saat Etik mengantar anak pertama mengaji
dan mengawasi anak agar tidak bermain jauh dari rumah.
Kemudian dalam keluarga Prayogo dan Wiwin pengasuhan anak
terlalu dibebankan kepada Wiwin, ibu berperan banyak dalam pengasuhan
anak dikarenakan banyak waktu Wiwin di dalam keluarga adalah
mengasuh anak. Kesibukan Prayogo sebagai karyawan pabrik yang
bekerja siang hari dan bekerja malam hari sebagai penjaga tempat ibadah
goa Maria pereng menjadikan Prayogo mempunyai sedikit waktu untuk
mengasuh anak. Pengasuhan yang meliputi membesarkan, penjagaan dan
pengawasan banyak dilakukan oleh Wiwin dimulai di pagi hari
menyiapkan makan dan perlengkapan anak-anak untuk berangkat sekolah.
Pada sore hari Wiwin selalu mengantar anak-anaknya untuk berangkat
mengaji di masjid terdekat dan malam hari Wiwin selalu menjaga anak
agar tidak bermain sampai larut malam. Sedangkan Prayogo melaksanakan
tugas pengasuhan saat tidak ada jadwal kerja atau saat masuk jam malam
seperti mengantarkan anak kedua dan ketiga berangkat sekolah.
Kemudian dalam keluarga Suroto dan Kayati peran pengasuhan anak
terlalu dibebankan kepada Kayati, ibu berperan banyak dalam pengasuhan
anak dikarenakan banyak waktu Kayati di dalam keluarga adalah
mengasuh anak. Suroto sebagai kepala keluarga yang bekerja sebagai
pedagang cilok berjualan dari pagi sampai sore hari sehingga banyak
waktu dihabiskan untuk bekerja dibanding waktu untuk mengasuh anak.
Pengasuhan anak yang meliputi membesarkan, penjagaan dan pengawasan
49
banyak dilakukan oleh Kayati dimulai dari pagi hari menyiapkan makan
dan perlengkapan anak-anak untuk berangkat sekolah. Pada malam hari
Kayati membantu anaknya belajar, dengan mengulas pelajaran yang telah
dipelajari di sekolah. Sedangkan tugas Suroto adalah menjaga pergaulan
anak ketiga yang sering pulang larut malam karena terlalu asik bermain
sampai lupa mengerjakan tugas sekolah.
Kemudian dalam keluarga Andoyo dan Dewi peran pengasuhan anak
terlalu dibebankan kepada Dewi, ibu berperan banyak dalam pengasuhan
anak dikarenakan banyak waktu Dewi di dalam keluarga adalah mengasuh
anak. Andoyo sebagai kepala keluarga bekerja sebagai pengepul cabai
yang terkadang bekerja sampai pagi hari, sehingga banyak waktu
dihabiskan untuk bekerja dibanding waktu untuk mengasuh anak.
Pengasuhan anak yang meliputi membesarkan, penjagaan dan pengawasan
banyak dilakukan oleh Dewi. Mulai dari pagi hari menyiapkan makan dan
perlengkapan anak-anak, siang hari Dewi selalu mengajak anak jalan-jalan
disekitar rumah dan mengawasi anak pertama bermain dengan anak-anak
tetangga. Pengasuhan yang dilakukan Andoyo setelah pulang kerja adalah
mengajak bermain anak pertama dan kedua serta mengawasi anak agar
tidak bermain jauh dari rumah.
6. Mendidik Anak dalam Keluarga Beda Agama
Kewajiban orang tua adalah mengantarkan anak-anaknya dengan
cara mendidik, membekali mereka dengan ilmu pengetahuan baik ilmu
agama maupun ilmu umum untuk bekal mereka kejenjang dewasa
50
(Ghazaly. 2003:177). Hal ini sejalan dengan Undang-undang
Perkawinan no 1 Tahun 1974 yang berisi bahwa kedua orang tua wajib
memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik baiknya sampai
anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Oleh karena itu yang
terpenting dalam memelihara anak ialah kerja sama dan saling tolong
menolong antara suami dan istri sampai anak tersebut dewasa.
Mendidik anak dalam empat keluarga beda agama di Desa
Getasan, lebih membebankan tugas mendidik anak kepada ibu
dikarenakan ayah yang terlalu sibuk mencari nafkah keluarga, yang
membuat ayah tidak dapat mendidik anak dengan maksimal. Keluarga
Ismono dan Etik misalnya, dalam keluarga ini tugas mendidik anak
lebih dibebankan kepada Etik, Ismono sebagai kepala keluarga yang
bekerja dari pagi sampai sore sehingga banyak waktu dihabiskan
ditempat kerja dibanding waktu untuk mendidik anak. Pendidikan yang
diajarkan Etik diantaranya adalah mengajarkan sopan santun, mengulas
pelajaran-pelajaran di sekolah dan pendidikan agama Islam. Pendidikan
agama Islam yang diajarkan Etik adalah bagaimana mengajari anak
membaca al-Qur‟an dan mengajari anak melakukan shalat. Dalam
mendidik anak Etik tidak melakukannya sendiri Setiap sorehari Etik
selalu mengantarkan anak pertama untuk berangkat mengaji dimasjid
dekat tempat mereka tinggal.
Kemudian dalam keluarga Prayogo dan Wiwin tugas mendidik
anak lebih dibebankan kepada Wiwin, kesibukan Prayogo sebagai
51
karyawan pabrik yang bekerja siang hari dan bekerja malam hari
sebagai penjaga tempat ibadah Goa Maria Pereng menjadikan Prayogo
mempunyai sedikit waktu untuk Mendidik anak. Pendidikan yang
diajarkan Wiwin diantaranya adalah mengajarkan sopan santun,
mengulas pelajaran-pelajaran di sekolah dan pendidikan agama Islam.
Pendidikan agama Islam yang diajarkan Wiwin adalah bagaimana
mengajari anak membaca al-Qur‟an dan mengajari anak melakukan
shalat. Dalam mendidik anak Wiwin tidak melakukannya sendiri. Setiap
sorehari Etik selalu mengantarkan anak pertama untuk berangkat
mengaji dimasjid dekat tempat mereka tinggal.
Kemudian dalam keluarga Suroto dan Kayati tugas mendidik
anak lebih dibebankan kepada Kayati, Suroto sebagai kepala keluarga
yang bekerja sebagai pedagang cilok berjualan dari pagi sampai
sorehari, sehingga banyak waktu dihabiskan untuk bekerja dibanding
waktu untuk mendidik anak. Dalam keluarga ini terdapat pembagian
dalam mendidik anak yaitu Kayati mendidik anak dengan pendidikan
umum sedangkan Suroto bertugas dalam pendidikan agama.
Dikarenakan keterbatasan keilmuan agama yang dimiliki Suroto dalam
mendidik anak Suroto tidak melakukannya dengan baik, sesekali waktu
Suroto mengantar anak untuk mengaji dikarenakan kesibukannya
sebagai pedagang cilot keliling membuat Suroto tidak dapat mengantar
anak mengaji setiap hari.
52
Kemudian dalam keluarga Andoyo dan Dewi Tugas mendidik
anak lebih dibebankan kepada Dewi, Andoyo sebagai kepala keluarga
bekerja sebagai pengepul cabai yang terkadang bekerja sampai pagi
hari, sehingga banyak waktu dihabiskan untuk bekerja dibanding waktu
untuk mendidik anak. Pendidikan yang diajarkan Dewi adalah belajar
membaca, menulis, sopan santun, dan belajar berbicara untuk anak
kedua, mengingat umur anak-anak yang masih balita dan belum
bersekolah.
7. Menentukan Agama yang Dianut Anak dalam Keluarga Beda Agama
Anak yang lahir dimuka bumi dilahirkan secara fitrah (suci), maka
sebagai orang tua berkewajiban untuk membawa anak menuju keimanan
kepada Allah SWT sebagai bentuk menjaga akidah anak. Peranan orang
tua sangat besar untuk menjadikan anak beriman atau ingkar terhadap
Allah SWT sebagai mana sabda nabi “Setiap anak dilahirkan dalam fitrah,
hanya ibu bapaknyalah yang menjadikan mereka yahudi, nasrani atau
majusi” (Sabiq, 1980:168).
Penentuan agama yang dianut anak dalam keluarga beda agama,
mengharuskan umat Islam membawa anak-anak dan keluarga untuk
beragama Islam, agar terhindar dari siksa api neraka. Penentuan agama
yang dianut anak dalam rangka menjaga keturunan agar terhindar dari api
neraka adalah menjadi tugas setiap orang tua yang beragama Islam.
penentuan agama yang dianut anak yang lahir dalam empat keluarga beda
agama di Desa Getasan tiga keluarga mengikuti agama orang tua yang non
53
Muslim dan ada yang mengikuti agama urang tua yang Muslim sedangkan
satu keluarga semua anak mengikuti agama orang tua yang muslim.
Pasangan Ismono dan Etik dalam menentukan agama yang akan
dianut anak tidak melalui kesepakatan diantara keduanya, melainkan
menyerahkan sepenuhnya terhadap anak mau mengikuti agama yang
dianut ayah atau ibunya. Anak pertama memilih mengikuti agama Islam
yang menjadi agama ibu berdasarkan kemauan anak itu sendiri, sedangkan
anak kedua belum mampu memilih untuk mengikuti agama yang dianut
ayah atau ibu. Dikarenakan kebiasaan anak kedua yang selalu mengikuti
kegiatan ayah untuk beribadah di gereja katholik dan beribadah malam
jum‟at yang menjadi ibadah rutin umat Katholik di dusun Jampelan, maka
dapat di asumsikan bahwa agama yang dianut anak kedua adalah Katholik.
Kemudian penentuan agama yang dianut anak dalam keluarga
Prayogo dan Wiwin dilakukan secara sepihak oleh Wiwin, yang
mengharuskan anak-anak mengikuti agama Islam. Analisis terhadap apa
yang dilakukan wiwin sebagai ibu asuh yang mengharuskan anak
mengikuti agama yang dianutnya, menurut ajaran Islam sudah benar.
Mengingat latar belakang Wiwin dalam pengetahuan agama yang kurang
cukup, namun dapat mengantarkan anak-anaknya menuju keislaman.
Faktor kesadaran agama yang baik mendorong Wiwin untuk melakukan
tugasnya dengan benar.
Kemudian penentuan agama yang dianut anak dalam keluarga
Suroto dan Kayati dilakukan dengan perjajian yang yang disepakati antara
54
kedua belah pihak, yaitu apabila anak yang lahir laki-laki maka mengikuti
agama yang dianut ibu yaitu Katholik dan apabila anak yang lahir
perempuan mengikuti agama yang dianut ayah yaitu Islam. Dari perjanjian
ini menjadikan anak anak pertama dan kedua yang berjenis kelamin
perempuan beragama Islam sedangkan anak ketiga yang berjenis kelamin
laki-laki beragama Katholik.
Kemudian Pasangan Andoyo dan Dewi dalam menentukan agama
yang dianut anak adalah dengan jalur keturunan, anak pertama yang lahir
dari pernikahan Dewi yang pertama beragama Kristen mengikuti agama
yang dianut Dewi sekarang, sedangkan anak kedua beragama Islam
mengikuti agama yang dianut oleh Andoyo.
8. Nafkah Anak dalam Keluarga Beda Agama
Nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah sebagai kepala keluarga,
dalam surat al-Baqarah ayat 223 menjelakan nafkah yang wajib diberikan
kepada keluarga bersifat umum dan menjadikan perbedaan agama tidak
berpengaruh terhadap kewajiban orang tua memberi nafkah kepada
keluarganya. Orang tua yang muslim maupun yang kafir tetap
berkewajiban memberikan nafkah kepada anak-anak yang berlainan agama
dengannya (Hasbi, 2001:106).
Pemberian nafkah dalam keluarga beda agama menjadi tanggung
kedua orang tua, ayah yang mencari nafkah dan ibu yang membelanjakan.
Dalam empat keluarga beda agama di Desa Getasan pemberian nafkah
berupa sandang (pakaian), pangan (makanan) dan papan (tempat tinggal)
55
telah dilaksanakan dengan baik. Dalam keluarga Ismono dan Etik
misalnya, dalam hal mencari nafkah keluarga adalah menjadi tanggung
jawab Ismono sebagai kepala keluarga dan menjadi satu-satunya orang
yang bekerja dikeluarga ini, sedangkan tugas Etik adalah membelanjakan
uang yang diterima untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan
pendapatan bapak Ismono sebagai montir dapat memenuhi kebutuhan
keluarga seperti kebutuhan sandang (pakaian), pangan (makanan), serta
rumah yang ditempati merupakan hasil jerih payah selama bekerja dan
juga biaya menyekolahkan kedua anaknya di Sekolah Dasar (SD) dan
Taman Kanak-kanak (TK).
Kemudian dalam Keluarga Prayogo dan Wiwin dalam hal mencari
nafkah keluarga adalah menjadi tanggung jawab Prayogo sebagai kepala
keluarga, sedangkan tugas Wiwin adalah membelanjakan uang yang
diterima untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan pendapatan
bapak Prayogo sebagai Buruh pabrik dan sebagai penjaga malam tempat
ibadah Goa Maria Pereng, dapat memenuhi kebutuhan keluarga seperti
kebutuhan sandang (pakaian), pangan (makanan), serta rumah yang
ditempati merupakan hasil jerih payah selama bekerja dan juga biaya
menyekolahkan kedua anaknya di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah
Menengah Atas (SMA).
Kemudian dalam Keluarga Suroto dan Kayati pemberian nafkah
keluarga adalah menjadi tanggung jawab Suroto sebagai kepala keluarga,
sedangkan tugas Kayati adalah membelanjakan uang yang diterima untuk
56
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan pendapatan Sebagai pedagang
keliling bapak Suroto dapat memenuhi kebutuhan keluarga seperti
kebutuhan sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (rumah) dan juga
biaya menyekolahkan anak kedua dan ketiga di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dibantu dari
penghasilan ibu Kayati sebagai pedagang makanan ringan di kantin
sekolah.
Kemudian dalam Keluarga Andoyo dan Dewi, pemberian nafkah
keluarga adalah menjadi tanggung jawab Andoyo sebagai kepala keluarga,
sedangkan tugas Dewi adalah membelanjakan uang yang diterima untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan pendapatan Sebagai pengepul
cabai bapak Andoyo dapat memenuhi kebutuhan keluarga seperti
kebutuhan sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (rumah)
walaupun pasangan ini masih tinggal satu rumah dengan orang tua Dewi.
D. Pengasuhan Anak dalam Keluarga Menurut Hukum Islam, Undang-
undang Perkawinan no 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
(KHI)
1. Pengasuhan Anak
Pengasuhan anak dalam hukum islam menjadi tanggung jawab kedua
orang tuanya, yang meliputi berbagai hal diantaranya masalah ekonomi,
pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok anak. Oleh
karena itu yang terpenting dalam memelihara anak ialah kerja sama dan
saling tolong menolong antara suami dan istri sampai anak tersebut
57
dewasa, dan ini sejalan dengan Undang-undang ketentuan dalam bab X
pasal 45 Undang-undang No. 1 tahun 1974 menyatakan:
e. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik baiknya.
f. Kewajiban kedua orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, mana
berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Dasar hukum hadhanah dalam firman Allah SWT terdapat dalam
surat Al-Baqarah ayat 233 yang menyatakan (Sabiq. 1980: 171):
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa
atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
58
Pada ayat ini, Allah SWT mewajibkan kepada orang tua untuk
memelihara anak mereka, ibu berkewajiban menyusuinya sampai umur
dua tahun. Dan bapak berkewajiban memberikan nafkah kepada ibu.
Diperbolehkan mengadakan penyapihan (menghentikan penyusuan)
sebelum dua tahun apabila ada kesepakatan antara kedua orang tua dan
mereka boleh mengambil perempuan lain untuk menyusukan anak
tersebut dengan syarat memberikan upah yang pantas. Hal ini demi
keselamatan anak itu sendiri (Ayyub. 2006:292).
Dalam melakukan pengasuhan seharusnya suami istri saling
bekerjasama dalam mengasuh anak, namun yang terjadi dalam keluarga
beda agama di Desa Getasan pengasuhan terhadap anak lebih
dibebankan kepada ibu, karena ayah yang sibuk dengan bekerja mencari
nafkah dengan banyak mengabiskan waktu di tempat kerja
dibandingkan mengasuh anak.
2. Mendidik Anak
Sebagai orang tua hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung
jawab mereka di hadapan Allah terhadap pendidikan anak-ananya
sebagai mana dijelaskan dalam surat At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi:
59
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Pada ayat ini orang tua diperintahkan Allah SWT untuk
memelihara keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh
anggota keluarganya melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi
larangan-larangan Allah SWT, termasuk anggota keluarga yang
dijelaskan pada ayat ini adalah anak. Kemudian mengantarkan anak-
anaknya dengan cara mendidik, membekali mereka dengan ilmu
pengetahuan baik ilmu agama maupun ilmu umum untuk bekal
mereka kejenjang dewasa (Ghazaly. 2003:177).
Mendidik anak harus dilakukan secara maksimal dan terencana,
dalam mendidik anak dengan ilmu agama haruslah dilakukan secara
berurutan, dimulau dari mengajar anak mengaji, mengajarkan anak
melakukan sholat, dan ilmu-ilmu yang lain. Diharapkan dengan bekal
ilmu yang cukup menjadikan anak taat dengan perintah Allah dan
menjadi anak yang berbakti terhadap orang tua.
Dalam mendidik anak yang sesuai dengan hukum Islam
seharusnya suami istri saling bekerjasama dalam mendidik anak, namun
yang terjadi dalam keluarga beda agama di Desa Getasan pengasuhan
terhadap anak lebih dibebankan kepada ibu, karena ayah yang sibuk
60
dengan bekerja mencari nafkah dengan banyak mengabiskan waktu di
tempat kerja dibandingkan mendidik anak.
3. Menentukan Agama Anak
Anak yang lahir dimuka bumi dilahirkan secara fitrah (suci), maka
sebagai orang tua berkewajiban untuk membawa anak menuju
keimanan kepada Allah SWT sebagai bentuk menjaga aqidah anak.
Peranan orang tua sangat besar untuk menjadikan anak beriman atau
ingkar terhadap Allah SWT sebagai mana sabda Nabi “Setiap anak
dilahirkan dalam fitrah, hanya ibu bapaknyalah yang menjadikan
mereka Yahudi, Nasrani atau Majusi” (Sabiq, 1980:168).
Orang tua memiliki tanggung jawab untuk menjaga keluarga dan
anak-anak dari api neraka sebagai mana firman Allah dalam Al-Qur‟an
surat at-Tahrim ayat 6 yang berbunyi (Sabiq. 1980: 179):
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Pada ayat ini orang tua diperintahkan Allah SWT untuk memelihara
keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh anggota
keluarganya melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-
61
larangan Allah SWT, termasuk anggota keluarga yang dijelaskan pada
ayat ini adalah anak. Kemudian mengantarkan anak-anaknya dengan
cara mendidik, membekali mereka dengan ilmu pengetahuan baik ilmu
agama maupun ilmu umum (Ghazaly. 2003:177).
Dalam menentukan agama yang dianut anak yang lahir dari
keluarga beda agama di Desa Getasan sebagai bentuk menjaga
keturunan dari api neraka sesuai ajaran Islam, menjadi tanggung jawab
orang tua yang beragama Islam. Pasangan Ismono dan Etik misalnya,
yang bertanggung jawab mengantarkan anak-anaknya menuju
keislaman adalah Etik yang beragama Islam, dan ini juga menjadi
tugas Wiwin, Suroto, dan Andoyo sebagai orang tua yang beragama
Islam.
4. Nafkah Anak
Nafkan anak adalah menjadi tanggung jawab ayah sebagai mana
perintah Allah dalam sutar Al- Baqarah ayat 223 yang berbuyi (Sabiq.
1980: 171):
62
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum
dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan
oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan.
Dalam penjelasan surat Al-Baqarah ayat 223 telah tergambar jelas
bahwa nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah sebagai kepala
keluarga, dalam ayat ini nafkah yang wajib diberikan kepada keluarga
bersifat umum dan menjadikan perbedaan agama tidak berpengaruh
terhadap kewajiban orang tua memberi nafkah kepada
keluarganya.Orang tua yang muslim maupun yang kafir tetap
berkewajiban memberikan nafkah kepada anak-anak yang berlainan
agama dengannya (Hasbi, 2001:106).
Dalam pemberian nafkah terhadap anak yang lahir dari keluarga
beda agama di Desa Getasan adalah menjadi tanggung jawab kedua
orang tua, yang mana ayah menjadi orang yang mencari nafkah
sedangkan ibu yang membelanjakannya. Dalam pemberian nafkah
terhadap anak tentu perlu adanya kerja sama agar dapat berjalan
dengan baik dan keperluan anak dapat terpenuhi secara maksimal.
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan terhadap empat (4) pelaku perkawinan
beda agama, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Hadhanah (pengasuhan anak) dalam keluarga beda agama di Desa
Getasan lebih di bebankan kepada ibu, karena ayah sibuk bekerja mencari
nafkah, sehingga yang terjadi anak-anak kurang terawat secara baik dalam
pendidikan agama. Dalam empat pasangan keluarga beda agama satu di
antaranya mengikuti agama orang tua yang muslim, sehingga tiga
pasangan keluarga beda agama yang lain ada yang mengikuti agama ibu,
tetapi ada pula yang mengikuti agama ayah. sedangkan kebutuhan
ekonomi dalam bentuk sandang, pangan dan papan dilakukan secara
bersama-sama dalam arti ayah yang yang mencari nafkah sedangkan ibu
yang membelanjakannya.
2. Peneliti melihat praktik hadhanah kelurga beda agama di Desa Getasan
apakah sudah sesui dengan ajaran Islam atau belum. Hadhanah dalam
keluarga beda agama di Desa Getasan Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang, ada yang sesuai dengan ajaran Islam tetapi ada juga yang
belum sesuai dengan ajaran Islam, Undang-undang no 1 Tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam. Hadhanah yang sesuai dengan hukum Islam
mengharuskan suami dan istri saling bekerja sama daalam mengasuh,
merawat dan mendidik anak, bentuk kerja sama yang dilakukan suami
64
istri yaitu 1. pengasuhan anak dalam keluarga beda agama dilaksanakan
secara bersama-sama 2. mendidik anak secara bersama-sama antara suami
dan istri 3. suami mencari nafkah dan istri membelanjakan sesuai dengan
kebutuhan. Sedangkan yang tidak sesuai dengan hukum Islam yaitu apa
bila suami lebih membebankan urusan pengasuhan, penjagaan dan
pendidikan kepada istri.
B. Saran
1. Masyarakat
- Masyarakat harus membekali diri dengan ilmu agama untuk
meminimalisir terjadinya pernikahan beda agama
- Dengan bekal ilmu agama yang cukup baik, diharapkan masyarakat
dapat memilih pasangan yang tepat dan memiliki agama yang sama.
- Apabila telah terjadi pernikahan beda agama, diharapkan dapat
menjalin hubungan rumah tangga yang harmonis dan pasangan
tersebut mampu mengarahkan anak-anaknya memilih agama yang
akan dianut dengan tepat.
- Masyarakat diharapkan lebih bisa menghargai pasangan yang sudah
menikah dan menjalani hubugan dengan landasan agama yang
berbeda.
2. Tokoh Masyarakat
- Tokoh masyarakat diharapkan lebih giat melakukan pendampingan
terhadap pasangan beda agama yang telah menikah.
65
- Sosialisasi terhadap masyarakat untuk meminimalkan pernikahan
beda agama.
66
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainudin. 2012. Hukum Perdata Islam Di Indonesia.Jakarta:Sinar Grafika
Ayyub, Syaikh Hasan. 2006. Fikih Keluarga . jakarta:Puataka Al-kautsar.
Az-Zuhaili. Wahbah. 2011. Fiqih Islam Wa Adilatuhu jilid 10. Jakarta: Gema
Insani Bahrawi, bakir yusuf. 1993. pembinaan kehidupan beragama
islam pada anak. Semarang:dina utama
Basyir. Ahmad Azhar. 1996. Hukum Perkawinan Islam . Yokyakarta: Pustaka
Pelajar Offset
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai pustaka.
Ghazaly, Abdul Rahman. 2003. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana.
Hasbi, Tengku Muhammad. 2001. Hukum Antar Golongan. Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra
Harahab, Yahya. 1975. Hukum Perkawinan Nasional. Medan:CV. Zahir Trading.
Idris, Abdul Fatah, Ahmadi, Abu. 1994. Fiqh Islam Lengkap. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Idris, Abdul Fatah. 2004. Fiqh Islam. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Kamal, Muchtar. 1974. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan. Jakarta:
Bulan Bintang.
Khaidarullah. 2012. “Pola Pengasuhan Anak Dalam Keluarga Beda Agama (Studi
Kasus di Desa Sinduadi Kec. Mlati Sleman)”. Thesis. UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Manan, Bagir dkk. 2010. Mimbar Hukum Ed.70. Jakarta:PPHIMM
Mohammad Yasin. 2010. “Pola Pengasuhan Anak dalam Pernikahan Beda Agama
(Studi Kasus dalam 5 Keluarga di Dusun Baros Desa Tirtohargo
Kec. Kretek Kab. Bantul)”. Skripsi. UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Muderis, Zaini. 1992. Adopsi Suatu Tinjauan Hukum dari Tiga Sistem Hukum.
Jakarta: Sinar Grafika.
Muhniyah, Muhamad Jawad. 2006. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: Mukhtar,
Kamal. 1974. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan. Jakarta:
PT Bulan Bintang.
67
Pratiwi, Nine. 2014. Pola Asuh Anak Pada Pernikahan Beda Agama. Skripsi.
Universitas Gunadharma.
Quthb. Syahis Sayyid. 2000. Tafsir Fi Zhilalil Al-Qur’an: di Bawah Naungan Al-
Qur’an. Jakarta:Gema Insani Press
Rofiq, Ahmad. 2013. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
Sabiq, Sayyid. 1980. Fikih Sunnah Jilid 8. Bandung: PT Alma‟arif.
Sarong, Hamid A. 2004. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Yayasan Pena: Banda Aceh.
Sastrawujaya, Syafiyudin. 1977. Beberapa Masalah Tentang Kenakalan Remaja.
Bandung: PT. Karya Nusantara.
Satria, Efendi M. Zein. 2010. Problemantika Hukum Keluarga Islam
Kontemporer. Jakarta:Kencana
Shihab, Quraish. 1999. Wawasan Al-Quran Tafsir Maudu’i atas Berbagai
Persoalan Umat. Bandung: Mizan.
Sumiyati, Lilis. 2015. Murtad sebagai Penghalang Hadhanah (Studi Analisis
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor
1700/Pdt.G/2010/PAJT). Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Surahmad, Winarno. 1996. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.
Syafei, Sahlan. 2006. Bagaimana Anda Memiliki Anak. Bogor: Ghalia Indonesia.
Syarifudin, Amir. 2007. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana
Lentera.
Tahido, Huzaemah Yanggo. 2004.Fikih Anak.Jakarta:PT. Al-Mawardi Prima
Zaini Muderis 1992. Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem
Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Undang-undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Cet. 1. Surabaya:
Puataka Tinta Mas
Usman, Sution Aji. 1989. Kawin Lari dan Kawin Antar Agama. Yogyakarta:
Liberty.
Wawancara dengan Ibu Etik pada tanggal 3 Agustus 2017
Wawancara dengan Ibu Wiwin pada tanggal 3 Agustus 2017
Wawancara dengan Bapak Suroto dan Ibu Kayati pada tanggal 3 Agustus 2017
68
Wawancara dengan bapak Andoyo pada tanggal 6 Agustus 2017
Zuriah, Nurul. 2007. Metodologi Pendidikan Sosial dan Pendidikan. Jakarta:
Sinar Grafika.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Ahmad Muntaha
TTL : Kabupaten Semarang, 13 Maret 1993
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Kewarganegaraan : WNI
Alamat : Ngelo RT 04 RW 02, Desa Getasan, Kab.
Semarang
E-mail : [email protected]
Pendidikan Formal
Tahun 2000 – 2006 : SD N Getasan 03
Tahun 2006 – 2009 : MTS Assalaam Temanggung
Tahun 2009 – 2012 : MA Assalaam Temanggung
Tahun 2012 – 2017 : IAIN Salatiga Jurusan S1 – Hukum Keluarga
Islam
Pendidikan Non-formal
Tahun 2012 : Pelatihan Komputer AMIKA Salatiga
Pengalaman Organisasi
Dewan Mahasiswa IAIN Salatiga tahun 2015.
Senat Mahasiswa IAIN Salatiga tahun 2014.
HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) syari‟ah tahun 2013.
PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) tahun 2012.
Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya buat menurut keadaan yang sebenarnya.
,
Foto Hasil Observasi di Kantor KelurahanDesaGetasan, Kecamatan Getasan
Kabupaten Semarang padaTanggal 03 Agustus 2017
F
Foto Hasil Wawancara Keluarga Etik dan Ismono
Tanggal 03 Agustus 2017
Foto Hasil Wawancara Keluarga Prayogo dan Wiwin
Tanggal 04 Agustus 2017
F
FotoHasilWawancaraKeluargaSurotodanKayati
Tanggal 03 Agustus 2017
Foto Hasil Wawancara Keluarga Andoyo dan Dewi
Tanggal 06 Agustus 2017
DAFTAR NILAI SKK
NAMA :AHMAD MUNTAHA
NIM : 211 - 12 - 010
FAKULTAS : SYARIAH
JURUSAN : HUKUM KELUARGA ISLAM
NO NAMA KEGIATAN PELAKSANAAN KETERANGAN NILAI
1 OPAK STAIN Salatiga 2012
dengan Tema Progresif Kaum Muda
Kunci Perubahan Indonrsia
05-07 September
2012
Peserta
3
2 OPAK Jurusan Syariah,
Membangun Pribadi Mahasiswa
Melalui Analisa Sosial Ke-Syari'ah-
an
09 September 2012 Peserta
3
3 Orientasi Dasar KeIslaman (ODK),
Membangun Karakter KeIslaman
Bertaraf Internasional di Era
Globalisasi Bahasa, ITTAQO
10 September 2012 Peserta
2
4 Seminar Enterpreneurship dan
Perkoperasian 2012, Explore Your
Enterpreneurship Talent, KSEI &
MAPALA MITAPASA
11 September 2012 Peserta
2
5 Achievment Motivation Training,
dengan AMT Bangun Karakter Raih
Prestasi, JQH & LDK
12 September 2012 Peserta
2
6 UPT Perpustakaan, Library User
Education
13 September 2012 Peserta
2
7 MAPABA PMII Joko Tingkir
Salatiga 2012, PMII
7 Oktober 2012 Peserta
3
8 Seminar Regional Resimen
Mahasiswa Sat. 953
„KALIMOSODO‟, MENWA
29Oktober 2012 Peserta
4
9 Dialog Publik dan Silaturahim
Nasional, Kemanakah Arah
Kebijakan BBM? Mendorong
Subsidi BBM untuk Rakyat, PMII &
ASWAJA TENGAH
10 November 2012 Peserta
6
10 Seminar Nasional Kebangsaan,
IPNU Kab. Semarang
27 Desember 2012 Peserta
6
11 Peringatan Maulid Nabi Muhammad
SAW Tahun 1434 H, KSEI
27Januari 2013 Peserta
2
12 Pelatian Kader Dasar (PKD) 2013
“Kontekstualisasi ASWAJA dalam
Arah Gerak PMII”, PMII
22-24 Februari2013 Peserta
3
M
13 Seminar Nasional, Mengawal
Pengendalian BBM, Kebijakan
BLSM yang tepatSasaran Serta
Pengendalian Inflasi Dalam Negeri
sebagai Dampak Kenaikan Harga
BBM Bersubsidi, DEMA
8 Juli 2013 Peserta
6
14 Seminar Nasional & Dialok Publik
Tema “Penyesuaian Harga BBM
Bersubsidi”,HMJ Syariah
27 Juni 2013 Peserta 6
15 Kaflah Khotmil Qur,an dan Haul
KH. NUR CHOLIS KE-8
31 Januari 2013 Peserta 2
16 Sosialisasi Pancasila, MPR RI 30 Agustus 2013 Peserta
6
17 Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan dan
Seminar Nasional Tema “4 Pilar
Kebangsaan Untuk Mempertegas
Karakter Ke-Indonesiaan”, IPNU
24 Oktober 2013 Peserta
6
18 SK PC IPNU No: 012/C/SP/XVI/
7354/XI/2014, Pengurus Anak
Cabang IPNU Kecamatan Getasan
Masa Khidmat 2014-2016
15 November 2014 Divisi Kaderisasi
& Organisasi
4
19 Seminar Kesehatan PON-PES
Tahfidzul Qur‟an Daarul Quddusis
Salam
13Februari 2013 Peserta
2
20 SK No: St.24.1/R/PP.00.9/200/2015
Pengurus Dewan Mahasiswa
(DEMA) IAIN Salatiga Masa Bakti
2015
17 Maret 2015 Departeman
Sosial Politik 4
21 Seminar Nasiomal, Tema
“Mencegah Generasi Pemuda Islam
dari Radikalisme ISIS”
6 Mei 2015 Peserta 6
22 Pesantren Kilat PAC IPNU-IPPNU
Getasan Tema “Mencetak Pelajar
Ulul Albab dalam Bingkai Islam
Indonesia”
6 Juli 2015 Panitia 3
23 Pendidikan Mental Dan Orasi
Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia Tema “Revilusi Mental
yang Tertidur dalam Pergerakan”,
PMII
1-2Desember 2015 Panitia 3
24 Seminar Nasional Tema “ISIS?
RAHMATAL LIL ALAMIN NYA
MANA?”, PMII
19 Desember 2015 Peserta 6
H