gusdur
DESCRIPTION
tentang gusdurTRANSCRIPT
A. Latar Belakang Kehidupan Abdurrahman Wahid
a) Kehidupan Awal
Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 dan bulan ke-8
kalender Islam tahun 1940 di Denanyar Jombang, Jawa
Timur dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah.
Terdapat kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus,
namun kalender yang digunakan untuk menandai hari
kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir
pada 4 Sya'ban, sama dengan 7 September 1940.
Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil"
berarti "Sang Penakluk". Kata "Addakhil" tidak cukup
dikenal dan diganti nama "Wahid", dan kemudian lebih
dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren
kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau "mas".
Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam
keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari
ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek
dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang
mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam
Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah,
adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Saudaranya adalah
Salahuddin Wahid dan Lily Wahid. Ia menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai
empat putri: Alisa, Yenny, Anita, dan Inayah.
Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah
Tionghoa. Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han
yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri
Kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa,
puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V. Tan Kim Han sendiri
kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais
diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di
Trowulan.
Pada tahun 1944, Wahid pindah dari Jombang ke Jakarta, tempat ayahnya
terpilih menjadi Ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi),
1
sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu
menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus
1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang
kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949, Wahid
pindah ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Abdurrahman Wahid
belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Wahid
juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk
memperluas pengetahuannya. Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan keluarganya
meskipun ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama pada tahun 1952. Pada April
1953, ayah Wahid meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.
Pendidikan Wahid berlanjut dan pada tahun 1954, ia masuk ke Sekolah
Menengah Pertama. Pada tahun itu, ia tidak naik kelas. Ibunya lalu mengirim Gus Dur
ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikannya dengan mengaji kepada KH. Ali
Maksum di Pondok Pesantren Krapyak dan belajar di SMP. Pada tahun 1957, setelah
lulus dari SMP, Wahid pindah ke Magelang untuk memulai Pendidikan Muslim di
Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat,
menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat
tahun). Pada tahun 1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Di
sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Abdurrahman Wahid juga
menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah
madrasah. Gus Dur juga dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan
Majalah Budaya Jaya.
b) Pendidikan di Luar Negeri
Pada tahun 1963, Wahid menerima beasiswa dari Kementrian Agama untuk
belajar di Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir. Ia pergi ke Mesir pada November 1963.
Meskipun ia mahir berbahasa Arab, Gus Dur diberitahu oleh pihak universitas bahwa ia
harus mengambil kelas remedial sebelum belajar Islam dan bahasa Arab. Karena tidak
mampu memberikan bukti bahwa ia memiliki kemampuan bahasa Arab, Wahid
terpaksa mengambil kelas remedial.
Abdurrahman Wahid menikmati hidup di Mesir pada tahun 1964; ia suka
menonton film Eropa dan Amerika, dan juga menonton pertandingan sepak bola.
Wahid juga terlibat dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah
2
asosiasi tersebut. Pada akhir tahun, ia berhasil lulus kelas remedial Arabnya. Ketika ia
memulai belajarnya dalam Islam dan bahasa Arab tahun 1965, Gus Dur kecewa; ia telah
mempelajari banyak materi yang diberikan dan menolak metode belajar yang
digunakan Universitas.
Di Mesir, Wahid dipekerjakan di Kedutaan Besar Indonesia. Pada saat ia
bekerja, peristiwa Gerakan 30 September (G30S) terjadi. Mayor Jendral Suharto
menangani situasi di Jakarta dan upaya pemberantasan komunis dilakukan. Sebagai
bagian dari upaya tersebut, Kedutaan Besar Indonesia di Mesir diperintahkan untuk
melakukan investigasi terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan
kedudukan politik mereka. Perintah ini diberikan pada Wahid, yang ditugaskan menulis
laporan. Wahid mengalami kegagalan di Mesir. Ia tidak setuju akan metode pendidikan
serta pekerjaannya setelah G30S sangat mengganggu dirinya. Pada tahun 1966, ia
diberitahu bahwa ia harus mengulang belajar. Pendidikan prasarjana Gus Dur
diselamatkan melalui beasiswa di Universitas Baghdad. Wahid pindah ke Irak dan
menikmati lingkungan barunya. Meskipun ia lalai pada awalnya, Wahid dengan cepat
belajar. Wahid juga meneruskan keterlibatannya dalam Asosiasi Pelajar Indonesia dan
juga menulis majalah asosiasi tersebut.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970,
Abdurrahman Wahid pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya. Wahid ingin
belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Universitas
Baghdad kurang diakui. Dari Belanda, Wahid pergi ke Jerman dan Perancis sebelum
kembali ke Indonesia tahun 1971.
c) Awal Karier
Gus Dur kembali ke Jakarta mengharapkan bahwa ia akan pergi ke luar negeri
lagi untuk belajar di Universitas McGill Kanada. Ia membuat dirinya sibuk dengan
bergabung ke Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial
(LP3ES) organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial
demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang disebut "Prisma" dan Gusdur menjadi salah
satu kontributor utama majalah tersebut. Selain bekerja sebagai kontributor
LP3ES,Gusdur juga berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa. Pada saat
itu,pesantren berusaha keras mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan cara
mengadopsi kurikulum pemerintah. Gusdur merasa prihatin dengan kondisi itu karena
3
nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur akibat perubahan ini. Gusdur juga
prihatin dengan kemiskinan pesantren yang ia lihat. Pada waktu yang sama ketika
mereka membujuk pesantren mengadopsi kurikulum pemerintah, pemerintah juga
membujuk pesantren sebagai agen perubahan dan membantu pemerintah dalam
perkembangan ekonomi Indonesia. Gusdur memilih batal belajar luar negeri dan lebih
memilih mengembangkan pesantren.
Abdurrahman Wahid meneruskan kariernya sebagai jurnalis, menulis untuk
majalah dan surat kabar. Artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai
mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan popularitas itu,ia
mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, membuat dia
harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang, tempat Gusdur tinggal bersama
keluarganya. Meskipun memiliki karier yang sukses pada saat itu, Gusdur masih merasa
sulit hidup hanya dari satu sumber pencaharian dan ia bekerja untuk mendapatkan
pendapatan tambahan dengan menjual kacang dan mengantarkan es. Pada tahun 1974
Gusdur mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren
Tambakberas dan segera mengembangkan reputasi baik. Satu tahun kemudian Wahid
menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam.
Pada tahun 1977, Gusdur bergabung ke Universitas Hasyim Asyari sebagai
dekan Fakultas Praktek dan Kepercayaan Islam dan Universitas ingin agar Gusdur
mengajar subyek tambahan seperti syariat Islam dan misiologi. Namun kelebihannya
menyebabkan beberapa ketidaksenangan dari sebagian kalangan universitas.
4
C. Kebijakan Politik dan Ekonomi Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid
1. Kebijakan Politik
1) Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan sebelumnya
(memberikan kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat minoritas,
kebebasan beragama, memperboleh kembali penyelenggaraan budaya tiong
hoa)
2) Menghapus departemen yang dianggap tidak efisien (menghilangkan
departemen penerangan dan sosial untuk mengurangi pengeluaran anggaran,
membentuk Dewan Keamanan Ekonomi Nasional)
3) Mencopot Polri yang tidak sejalan dengan Gus Dur
4) Mencopot Kapolri Jendral Pol. Roesmanhadi yang dianggap sebagai orangnya
Habibie
5) Mencopot Kapuspen Hankam Mayjen TNI Sudrajat yang dilatari oleh
pernyataannya bahwa Presiden bukan pengganti TNI. Penggantinya adalah
Mareskal Muda TNI Graito.
6) Mencopot Wiranto sebagai Menko Polkan dilatarbelakangi oleh hubungan yang
tidak harmonis antara Wiranto dan Gus Dur karena Gus Dur mengijinkan
dibentuknya Komisi Penyelidik Penyelenggara (KPP) HAM di Timor Timur
7) Mengeluarkan pengumuman tentang adanya menteri-menteri Kabinet
Persatuan Nasional yang terlibat KKN.
8) Menyetujui nama Papua sebagai ganti Irian Jaya pada akhir Desember 1999.
Gus Dur bahkan menyetujui pula pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai
bendera Papua.
2. Kebijakan Ekonomi
1) Membentuk dewan Ekonomi nasional yang berwenang di bidang ekonomi
2) Menerapkan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar
negeri)
5
D. Kebijakan Sosial Budaya dan Pendidikan Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid
1. Kebijakan dalam Bidang Sosial Budaya
Pada masa pemerintahan Gus Dur banyak kebijakan-kebijakan pemerintah
yang disambut baik oleh seluruh rakyat Indonesia, bahkan ada pula kebijakan
pemerintah yang controversial. Pemerintahan Gus Dur juga membuka kran kebebasan
dan mengedepankan aspek primordial yang bersumber dari banyak sisiseperti agama,
etnisitas, ideologi, dan lain-lain.
Salah satu contoh kebijakan pemerintah yang mengandung kontroversi
yaitu saja Gus Dur sering berwisata ke negara-negara lain di luar rute utama
perdagangan Indonesia. (Tidak kurang dari negara-negara ASEAN (mulai dari Thailand
hingga Brunei Darussalam), Jepang, Amerika Serikat, Qatar, Kuwait, Yordania, Republik
Rakyat Cina, Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, Italia, India, Korea Selatan, Timor Leste,
Afrika Selatan, Iran, Pakistan, dan Mesir, dikunjungi Gus Dur sepanjang masa
pemerintahannya yang singkat. Sebenarnya, tujuan Gus Dur adalah memperbaiki citra
Indonesia di mata negara-negara tersebut sekaligus membuka peluang kerjasama
(terutama dalam perdagangan).
Yang paling kontroversial dalam pemerintahan Gus Dur adalah “perdamaian”-
nya dengan Israel. Seperti yang kita ketahui, umat Islam Indonesia sangat antipati
terhadap negara penjajah Palestina tersebut atas dasar solidaritas sesama muslim.
Akan tetapi, bukannya bersikap memusuhi Israel, Gus Dur justru berusaha membuka
hubungan dengan negara tersebut.
Tentu saja rakyat Indonesia marah. Bahkan, duta besar Palestina untuk
Indonesia saat itu, Ribbhi Awad, sangat kecewa. Gus Dur hanya mengatakan,
sangat aneh jika Indonesia tidak bisa “bekerjasama” dengan Israel, karena negara
tersebut berbasis pada agama sedangkan Indonesia bisa bekerjasama dengan negara-
negara ateis seperti RRC dan Rusia.
Gus Dur yang sangat menjunjung tinggi kebebasan umat beragama
sebenarnya menekankan bahwa Islam tidak boleh melihat segala sesuatu yang berbau
Barat adalahkesalahan. Toh bekerjasama dengan Israel bukan berarti membenci atau
melucuti dukungan Palestina. Bahkan, dengankerjasama dengan Israel, bisa jadi sikap
Israel akan melunak pada Palestina mengingat Gus Dur dikenal sebagai jago diplomasi.
6
Semua orang tahu di masa pemerintahan Gus Dur, suasana demokratis mulai
tampak wujudnya. Setelah sebelumnya tenggelam dalam bayang-bayang rezim
Soeharto. Walaupun pada pemerintahan sebelumnya (Presiden Habibie), keran
demokrasi sudah mulai dibuka. Tapi, pada masa Gus Dur begitu terasa.
Selain itu, Pada masa Abdurrahman Wahid terjadi perubahan drastis dalam
bidang keterbukaan media. Gus Dur melikuidasi departemen penerangan, sehingga
media massa lebih leluasa melakukan aktivitasnya. Dalam hal ini, pemerintah
memberikan kebebasan bagi pers di dalam pemberitaannya, banyak bermunculan
media massa, kebebasan berasosiasi organisasi pers sehingga organisasi alternatif
seperti AJI (Asosiasi Jurnalis Independen) dapat melakukan kegiatannya, tidak ada
pembredelan-pembredelan terhadap media tidak seperti pada masa Orde Baru,
kebebasan dalam penyampaian berita, dimana hal seperti ini tidak pernah dijumpai
sebelumnya pada saat kekuasaan Orde Baru.
Ada juga kebijakan lainnya seperti, memberikan referendum otonomi pada
Aceh, memberhentikan kementrian yang melakukan korupsi, mengganti nama Irian
Jaya menjadi Papua, pencabutan larangan penggunaan huruf Tiong Hwa dan lain
sebagainya.
2. Kebijakan Dalam Bidang Pendidikan
Dalam bidang pendidikan pun Abdurrahman Wahid tidak segan-segan
memberikan kebijakannya salah satunya seperti meliburkan seluruh sekolah di
Indonesia pada bulan Ramadhan atau menjadikan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur
nasional.
Pada tahun 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, sebuah
penghargaan yang cukup prestisius untuk kategoriCommunity Leadership. Sehingga
Wahid dinobatkan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa
tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini
dikenal sebagai kawasan Pecinan pada tanggal 10 Maret 2004. Ia mendapat
penghargaan dari Simon Wiesenthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang
penegakan Hak Asasi Manusia. Wahid mendapat penghargaan tersebut karena
menurut mereka ia merupakan salah satu tokoh yang peduli terhadap persoalan
HAM. Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los
Angeles karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas, salah
7
satunya dalam membela umat beragama Konghucu di Indonesia dalam memperoleh
hak-haknya yang sempat terpasung selama era orde baru. Wahid juga memperoleh
penghargaan dari Universitas Temple. Namanya diabadikan sebagai nama kelompok
studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study. Pada 21 Juli 2010, meskipun telah
meninggal, ia memperoleh Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards
2010. Penghargaan ini diserahkan langsung kepada Sinta Nuriyah, istri Gus Dur.
8
E. Permasalahan di Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid.
Kasus Aceh dan Papua di Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid
Menurut Dewi Fortuna Anwar, pada masa pemerintahan Presiden Wahid
Indonesia menghadapi berbagai permasalahan yang pada gilirannya memunculkan
krisis multidimensional. Pertama, Indonesia masih belum mampu keluar dari krisis
ekonomi yang mulai mendera bangsa ini sejak pertengahan Juli 1997, sehingga
perekonomian Indonesia menjadi sangat tergantung pada bantuan asing terutama dari
IMF (International Monetary Fund), yang bukan saja jumlahnya tidak memadai, tetapi
juga telah menjadi beban yang membatasi ruang gerak Indonesia.
Kedua, pemerintahan baru yang legitimate dan lebih demokratis daripada
rezim yang memerintah sebelumnya ternyata belum mampu menegakkan hukum dan
menciptakan stabilitas politik secara keseluruhan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan
dan fanatisme komunal yang berlebihan telah mendorong terjadinya berbagai konflik
sosial di beberapa daerah. Kondisi yang kacau dan tidak stabil itu semakin menjatuhkan
citra Indonesia di mata internasional sehingga menyurutkan minat para investor untuk
menanamkan modalnya di Indoesia. Hal ini berarti semakin menyulitkan upaya
pemulihan perekonomian Indonesia.
Ketiga, Indonesia juga menghadapi ancaman disintegrasi nasional terutama
dengan menguatnya aksi separatisme di Aceh dan Papua. Keempat, polarisasi yang
semakin tajam antara para elit politik menyebabkan pemerintahan menjadi cenderung
tidak stabil dan tidak efektif. Krisis multidimensional tersebut mengakibatkan posisi
pemerintah menjadi semakin sulit dan lemah.
Permasalahan disintegrasi bangsa yang terjadi di Aceh dan Papua pada masa
pemerintahan Abdurrahman Wahid merupakan warisan dari rezim sebelumnnya.
Penyelesaian masalah disintegrasi bangsa tersebut adalah kepentingan nasional
Indonesia yang bersifat primer dan permanen karena menyangkut eksistensi bangsa
dan negara kesatuan RI serta harus diperjuangkan untuk jangka waktu yang tidak
terbatas.
Momentum reformasi dan demokratisasi setelah berakhirnya pemerintahan
orde Baru semakin menguatkan semangat self determination danself governing di
kedua daerah itu. Pemerintahan Abdurrahman Wahid dalam rangka menyikapi 9
fenomena tersebut lebih memilih kebijakan yang pada intinya merupakan suatu
pendekatan persuasif. Kebijakan yang diambil mencakup beberapa poin penting, yaitu:
a) Penyelesaian harus tetap diupayakan dalam kerangka negara kesatuan RI yaitu
melalui pemberlakuan otonomi khusus bagi Aceh dan Papua.
b) Menghentikan kekerasan dan menciptakan keamanan di kedua daerah. Dalam
upaya ini aparat kepolisian memegang sepenuhnya komando di lapangan dan TNI
menjadi komponen pendukungnya.
c) Meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat Aceh dan Papua melalui percepatan
pembangunan di bidang sosial dan ekonomi.
d) Mempromosikan dialog yang konstruktif demi terciptanya penyelesaian politik
dengan gerakan-gerakan separatis di Aceh dan Papua.
e) Pengadilan terhadap para pelanggar HAM di Aceh dan Papua, baik yang berasal dari
kalangan sipil maupun militer.
10
F. Keunggulan dan Kelemahan Sistem Pemerintahan Abdurrahman Wahid
Pada awal tahun 1998 rezim Orde Baru sudah tidak mampu membendung arus
Reformasi yang bergulir begitu cepat. Setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri
maka bangsa Indonesia memasuki babak baru. Yang dimulai dari Presiden BJ.Habibie
segera melakukan langkah-langkah pembaruan sebagaimana tuntutan Reformasi. Yang
selanjutnya dilanjutkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid yang menampilkan energi
yang luar biasa, tekad untuk menggulingkan unsur-unsur sentralistis dan hierarkis yang
represif (menindas) semasa pemerintahan Soeharto dan kesediaan untuk berfikir
kreatif sehingga banyak pihak mengaguminya.
1) Keunggulan Sistem Pemerintahan Abdurrahman Wahid
ukses melakukan kesepahaman dengan GAM. Pada Maret 2000, pemerintahan Gus
Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan
kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga
awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan.
a) Sukses membawa Indonesia ke Forum Ekonomi Dunia. Pada Januari 2000, Gus
Dur melakukan perjalanan ke luar negeri ke Swiss untuk menghadiri Forum
Ekonomi Dunia.
b) Sukses melaksanakan persamaan hak menyatakan pendapat di muka umum.
Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, orang bebas mengemukakan
pendapatnya di muka umum. Presiden Abdurrahman Wahid memberikan ruang
bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-
rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus demontrasi,
setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya
mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk
melakukan demontrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak kepolisian
mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
c) Etnis Tioghoa yang berpuluh-puluh tahun dikekang diberikan kebebasan sama
seperti orang pribumi.
d) Jadwal ketat kunjungan ke luar negeri menghasilkan banyak mitra luar negeri. Di
bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba
untuk menghadiri pertemuan G-77.
e) Sukses menggulingkan unsur-unsur sentrakistis dan hierarkis yang represif
(menindas) semasa pemerintahan Soeharto.
11
f) Sukses mengurangi dukungan bagi kaum separatis GAM di Aceh.
2) Kelemahan Sistem Pemerintahan Abdurrahman Wahid
a) Semaraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
b) Munculnya berbagai reaksi negatif dari rakyat atas usul Presiden Abdurrahman
Wahid mengenai pembatalan Ketetapan MPRS Tahun 1966 mengenai
pelarangan ajaran Marxisme-Leninisme.
c) Kesulitan ekonomi semakin meluas.
d) Kerusuhan antaretnis terus berlanjut. Kerusuhan terutama berbahaya adalah
pembunuhan antara umat Islam dan Kristen di Maluku yang menewaskan lebih
dari seribu orang sepanjang tahun 1999.
e) Di Aceh, kekerasan antarkaum separatis dan aparat keamanan terus terjadi.
f) Pemecatan terhadap beberapa menteri yang memunculkan berbagai pro dan
kontra di masyarakat. Seperti Gus Dur memecat Menteri Negara Perindustrian
dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi.
Alasan yang diberikan Wahid adalah bahwa keduanya terlibat dalam kasus
korupsi, meskipun Gus Dur tidak pernah memberikan bukti yang kuat. Pada
bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada
kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra
dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur.
Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail juga dicopot dengan alasan berbeda visi
dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan kebijakan, dan diangap tidak
dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam
aksi menuntut Gus Dur mundur. DPR mengeluarkan nota keduadan meminta
diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus. Gus Dur mulai putus asa dan
meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam)
Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono
menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat
menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2001.
g) berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan
pada kelompok Muslim Indonesia.
h) Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan
Bruneigate. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan bahwa
12
$4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur
mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang.
Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat
dalam skandal ini. Skandal ini disebut skandal Buloggate. Pada waktu yang sama,
Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu
merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun,
Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut
skandal Bruneigate.
i) Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di
bawah bendera Indonesia yang menimbulkan kritik dari berbagai pihak bahkan
Megawati dan Akbar juga mengkritik Gus Dur karena hal ini.
j) Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta
dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia.
13
http://dwiayuindaswarynhb.blogspot.com/2012/04/makalah-sejarah-sejarah-
pemerintahan.html
http://akbarlife.blogspot.com/2012/09/analisis-kelebihan-dan-kelemahan-
masa_7462.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid
http://palingseru.com/13888/20-oktober-1999-abdurrahman-wahid-dilantik-sebagai-
presiden-indonesia-ke-4
http://wiki.aswajanu.com/KHAbdurrahmanWahid
www.google.co.id/#psj=1&q=kebijakan+pada+masa+pemerintahan+abdurrahman+wahid
http://www.bimbingan.org/masa-pemerintahan-abdurrahman-wahid.html
http://i-g-w-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-70009-Umum-Isu%20Separatisme
%20Dalam%20Politik%20Luar%20Negeri%20Indonesia:%20Kasus%20Aceh%20Dan
%20Papua%20Di%20Masa%20Pemerintahan%20Abdurrahman%20Wahid.html
14