gusdur

19
A. Latar Belakang Kehidupan Abdurrahman Wahid a) Kehidupan Awal Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 dan bulan ke-8 kalender Islam tahun 1940 di Denanyar Jombang, Jawa Timur dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Terdapat kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus, namun kalender yang digunakan untuk menandai hari kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir pada 4 Sya'ban, sama dengan 7 September 1940. Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" berarti "Sang Penakluk". Kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau "mas". Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Saudaranya adalah Salahuddin Wahid dan Lily Wahid. Ia menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat putri: Alisa, Yenny, Anita, dan Inayah. 1

Upload: fitriyanti

Post on 28-Jan-2016

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tentang gusdur

TRANSCRIPT

Page 1: gusdur

A. Latar Belakang Kehidupan Abdurrahman Wahid

a) Kehidupan Awal

Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 dan bulan ke-8

kalender Islam tahun 1940 di Denanyar Jombang, Jawa

Timur dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah.

Terdapat kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus,

namun kalender yang digunakan untuk menandai hari

kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir

pada 4 Sya'ban, sama dengan 7 September 1940.

Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil"

berarti "Sang Penakluk". Kata "Addakhil" tidak cukup

dikenal dan diganti nama "Wahid", dan kemudian lebih

dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren

kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau "mas".

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam

keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari

ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek

dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang

mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam

Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah,

adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Saudaranya adalah

Salahuddin Wahid dan Lily Wahid. Ia menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai

empat putri: Alisa, Yenny, Anita, dan Inayah.

Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah

Tionghoa. Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han

yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri

Kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa,

puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V. Tan Kim Han sendiri

kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais

diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di

Trowulan.

Pada tahun 1944, Wahid pindah dari Jombang ke Jakarta, tempat ayahnya

terpilih menjadi Ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi),

1

Page 2: gusdur

sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu

menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus

1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang

kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949, Wahid

pindah ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Abdurrahman Wahid

belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Wahid

juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk

memperluas pengetahuannya. Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan keluarganya

meskipun ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama pada tahun 1952. Pada April

1953, ayah Wahid meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

Pendidikan Wahid berlanjut dan pada tahun 1954, ia masuk ke Sekolah

Menengah Pertama. Pada tahun itu, ia tidak naik kelas. Ibunya lalu mengirim Gus Dur

ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikannya dengan mengaji kepada KH. Ali

Maksum di Pondok Pesantren Krapyak dan belajar di SMP. Pada tahun 1957, setelah

lulus dari SMP, Wahid pindah ke Magelang untuk memulai Pendidikan Muslim di

Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat,

menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat

tahun). Pada tahun 1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Di

sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Abdurrahman Wahid juga

menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah

madrasah. Gus Dur juga dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan

Majalah Budaya Jaya.

b) Pendidikan di Luar Negeri

Pada tahun 1963, Wahid menerima beasiswa dari Kementrian Agama untuk

belajar di Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir. Ia pergi ke Mesir pada November 1963.

Meskipun ia mahir berbahasa Arab, Gus Dur diberitahu oleh pihak universitas bahwa ia

harus mengambil kelas remedial sebelum belajar Islam dan bahasa Arab. Karena tidak

mampu memberikan bukti bahwa ia memiliki kemampuan bahasa Arab, Wahid

terpaksa mengambil kelas remedial.

Abdurrahman Wahid menikmati hidup di Mesir pada tahun 1964; ia suka

menonton film Eropa dan Amerika, dan juga menonton pertandingan sepak bola.

Wahid juga terlibat dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah

2

Page 3: gusdur

asosiasi tersebut. Pada akhir tahun, ia berhasil lulus kelas remedial Arabnya. Ketika ia

memulai belajarnya dalam Islam dan bahasa Arab tahun 1965, Gus Dur kecewa; ia telah

mempelajari banyak materi yang diberikan dan menolak metode belajar yang

digunakan Universitas.

Di Mesir, Wahid dipekerjakan di Kedutaan Besar Indonesia. Pada saat ia

bekerja, peristiwa Gerakan 30 September (G30S) terjadi. Mayor Jendral Suharto

menangani situasi di Jakarta dan upaya pemberantasan komunis dilakukan. Sebagai

bagian dari upaya tersebut, Kedutaan Besar Indonesia di Mesir diperintahkan untuk

melakukan investigasi terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan

kedudukan politik mereka. Perintah ini diberikan pada Wahid, yang ditugaskan menulis

laporan. Wahid mengalami kegagalan di Mesir. Ia tidak setuju akan metode pendidikan

serta pekerjaannya setelah G30S sangat mengganggu dirinya. Pada tahun 1966, ia

diberitahu bahwa ia harus mengulang belajar. Pendidikan prasarjana Gus Dur

diselamatkan melalui beasiswa di Universitas Baghdad. Wahid pindah ke Irak dan

menikmati lingkungan barunya. Meskipun ia lalai pada awalnya, Wahid dengan cepat

belajar. Wahid juga meneruskan keterlibatannya dalam Asosiasi Pelajar Indonesia dan

juga menulis majalah asosiasi tersebut.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970,

Abdurrahman Wahid pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya. Wahid ingin

belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Universitas

Baghdad kurang diakui. Dari Belanda, Wahid pergi ke Jerman dan Perancis sebelum

kembali ke Indonesia tahun 1971.

c) Awal Karier

Gus Dur kembali ke Jakarta mengharapkan bahwa ia akan pergi ke luar negeri

lagi untuk belajar di Universitas McGill Kanada. Ia membuat dirinya sibuk dengan

bergabung ke Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial

(LP3ES) organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial

demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang disebut "Prisma" dan Gusdur menjadi salah

satu kontributor utama majalah tersebut. Selain bekerja sebagai kontributor

LP3ES,Gusdur juga berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa. Pada saat

itu,pesantren berusaha keras mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan cara

mengadopsi kurikulum pemerintah. Gusdur merasa prihatin dengan kondisi itu karena

3

Page 4: gusdur

nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur akibat perubahan ini. Gusdur juga

prihatin dengan kemiskinan pesantren yang ia lihat. Pada waktu yang sama ketika

mereka membujuk pesantren mengadopsi kurikulum pemerintah, pemerintah juga

membujuk pesantren sebagai agen perubahan dan membantu pemerintah dalam

perkembangan ekonomi Indonesia. Gusdur memilih batal belajar luar negeri dan lebih

memilih mengembangkan pesantren.

Abdurrahman Wahid meneruskan kariernya sebagai jurnalis, menulis untuk

majalah dan surat kabar. Artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai

mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan popularitas itu,ia

mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, membuat dia

harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang, tempat Gusdur tinggal bersama

keluarganya. Meskipun memiliki karier yang sukses pada saat itu, Gusdur masih merasa

sulit hidup hanya dari satu sumber pencaharian dan ia bekerja untuk mendapatkan

pendapatan tambahan dengan menjual kacang dan mengantarkan es. Pada tahun 1974

Gusdur mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren

Tambakberas dan segera mengembangkan reputasi baik. Satu tahun kemudian Wahid

menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam.

Pada tahun 1977, Gusdur bergabung ke Universitas Hasyim Asyari sebagai

dekan Fakultas Praktek dan Kepercayaan Islam dan Universitas ingin agar Gusdur

mengajar subyek tambahan seperti syariat Islam dan misiologi. Namun kelebihannya

menyebabkan beberapa ketidaksenangan dari sebagian kalangan universitas.

4

Page 5: gusdur

C. Kebijakan Politik dan Ekonomi Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid

1. Kebijakan Politik

1) Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan sebelumnya

(memberikan kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat minoritas,

kebebasan beragama, memperboleh kembali penyelenggaraan budaya tiong

hoa)

2) Menghapus departemen yang dianggap tidak efisien (menghilangkan

departemen penerangan dan sosial untuk mengurangi pengeluaran anggaran,

membentuk Dewan Keamanan Ekonomi Nasional)

3) Mencopot Polri yang tidak sejalan dengan Gus Dur

4) Mencopot Kapolri Jendral Pol. Roesmanhadi yang dianggap sebagai orangnya

Habibie

5) Mencopot Kapuspen Hankam Mayjen TNI Sudrajat yang dilatari oleh

pernyataannya bahwa Presiden bukan pengganti TNI. Penggantinya adalah

Mareskal Muda TNI Graito.

6) Mencopot Wiranto sebagai Menko Polkan dilatarbelakangi oleh hubungan yang

tidak harmonis antara Wiranto dan Gus Dur karena Gus Dur mengijinkan

dibentuknya Komisi Penyelidik Penyelenggara (KPP) HAM di Timor Timur

7) Mengeluarkan pengumuman tentang adanya menteri-menteri Kabinet

Persatuan Nasional yang terlibat KKN.

8) Menyetujui nama Papua sebagai ganti Irian Jaya pada akhir Desember 1999.

Gus Dur bahkan menyetujui pula pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai

bendera Papua.

2. Kebijakan Ekonomi

1) Membentuk dewan Ekonomi nasional yang berwenang di bidang ekonomi

2) Menerapkan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar

negeri)

5

Page 6: gusdur

D. Kebijakan Sosial Budaya dan Pendidikan Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid

1. Kebijakan dalam Bidang Sosial Budaya

Pada masa pemerintahan Gus Dur banyak kebijakan-kebijakan pemerintah

yang disambut baik oleh seluruh rakyat Indonesia, bahkan ada pula kebijakan

pemerintah yang controversial. Pemerintahan Gus Dur juga membuka kran kebebasan

dan mengedepankan aspek primordial yang bersumber dari banyak sisiseperti agama,

etnisitas, ideologi, dan lain-lain.

Salah satu contoh kebijakan pemerintah yang mengandung kontroversi

yaitu saja Gus Dur sering berwisata ke negara-negara lain di luar rute utama

perdagangan Indonesia. (Tidak kurang dari negara-negara ASEAN (mulai dari Thailand

hingga Brunei Darussalam), Jepang, Amerika Serikat, Qatar, Kuwait, Yordania, Republik

Rakyat Cina, Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, Italia, India, Korea Selatan, Timor Leste,

Afrika Selatan, Iran, Pakistan, dan Mesir, dikunjungi Gus Dur sepanjang masa

pemerintahannya yang singkat. Sebenarnya, tujuan Gus Dur adalah memperbaiki citra

Indonesia di mata negara-negara tersebut sekaligus membuka peluang kerjasama

(terutama dalam perdagangan).

Yang paling kontroversial dalam pemerintahan Gus Dur adalah “perdamaian”-

nya dengan Israel. Seperti yang kita ketahui, umat Islam Indonesia sangat antipati

terhadap negara penjajah Palestina tersebut atas dasar solidaritas sesama muslim.

Akan tetapi, bukannya bersikap memusuhi Israel, Gus Dur justru berusaha membuka

hubungan dengan negara tersebut.

Tentu saja rakyat Indonesia marah. Bahkan, duta besar Palestina untuk

Indonesia saat itu, Ribbhi Awad, sangat kecewa. Gus Dur hanya mengatakan,

sangat aneh jika Indonesia tidak bisa “bekerjasama” dengan Israel, karena negara

tersebut berbasis pada agama sedangkan Indonesia bisa bekerjasama dengan negara-

negara ateis seperti RRC dan Rusia.

Gus Dur yang sangat menjunjung tinggi kebebasan umat beragama

sebenarnya menekankan bahwa Islam tidak boleh melihat segala sesuatu yang berbau

Barat adalahkesalahan. Toh bekerjasama dengan Israel bukan berarti membenci atau

melucuti dukungan Palestina. Bahkan, dengankerjasama dengan Israel, bisa jadi sikap

Israel akan melunak pada Palestina mengingat Gus Dur dikenal sebagai jago diplomasi.

6

Page 7: gusdur

Semua orang tahu di masa pemerintahan Gus Dur, suasana demokratis mulai

tampak wujudnya. Setelah sebelumnya tenggelam dalam bayang-bayang rezim

Soeharto. Walaupun pada pemerintahan sebelumnya (Presiden Habibie), keran

demokrasi sudah mulai dibuka. Tapi, pada masa Gus Dur begitu terasa.

Selain itu, Pada masa Abdurrahman Wahid terjadi perubahan drastis dalam

bidang keterbukaan media. Gus Dur melikuidasi departemen penerangan, sehingga

media massa lebih leluasa melakukan aktivitasnya. Dalam hal ini, pemerintah

memberikan kebebasan bagi pers di dalam pemberitaannya, banyak bermunculan

media massa, kebebasan berasosiasi organisasi pers sehingga organisasi alternatif

seperti AJI (Asosiasi Jurnalis Independen) dapat melakukan kegiatannya, tidak ada

pembredelan-pembredelan terhadap media tidak seperti pada masa Orde Baru,

kebebasan dalam penyampaian berita, dimana hal seperti ini tidak pernah dijumpai

sebelumnya pada saat kekuasaan Orde Baru.

Ada juga kebijakan lainnya seperti, memberikan referendum otonomi pada

Aceh, memberhentikan kementrian yang melakukan korupsi, mengganti nama Irian

Jaya menjadi Papua, pencabutan larangan penggunaan huruf Tiong Hwa dan lain

sebagainya.

2. Kebijakan Dalam Bidang Pendidikan

Dalam bidang pendidikan pun Abdurrahman Wahid tidak segan-segan

memberikan kebijakannya salah satunya seperti meliburkan seluruh sekolah di

Indonesia pada bulan Ramadhan atau menjadikan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur

nasional.

Pada tahun 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, sebuah

penghargaan yang cukup prestisius untuk kategoriCommunity Leadership. Sehingga

Wahid dinobatkan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa

tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini

dikenal sebagai kawasan Pecinan pada tanggal 10 Maret 2004. Ia mendapat

penghargaan dari Simon Wiesenthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang

penegakan Hak Asasi Manusia. Wahid mendapat penghargaan tersebut karena

menurut mereka ia merupakan salah satu tokoh yang peduli terhadap persoalan

HAM. Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los

Angeles karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas, salah

7

Page 8: gusdur

satunya dalam membela umat beragama Konghucu di Indonesia dalam memperoleh

hak-haknya yang sempat terpasung selama era orde baru. Wahid juga memperoleh

penghargaan dari Universitas Temple. Namanya diabadikan sebagai nama kelompok

studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study. Pada 21 Juli 2010, meskipun telah

meninggal, ia memperoleh Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards

2010. Penghargaan ini diserahkan langsung kepada Sinta Nuriyah, istri Gus Dur.

8

Page 9: gusdur

E. Permasalahan di Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid.

Kasus Aceh dan Papua di Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid

Menurut Dewi Fortuna Anwar, pada masa pemerintahan Presiden Wahid

Indonesia menghadapi berbagai permasalahan yang pada gilirannya memunculkan

krisis multidimensional. Pertama, Indonesia masih belum mampu keluar dari krisis

ekonomi yang mulai mendera bangsa ini sejak pertengahan Juli 1997, sehingga

perekonomian Indonesia menjadi sangat tergantung pada bantuan asing terutama dari

IMF (International Monetary Fund), yang bukan saja jumlahnya tidak memadai, tetapi

juga telah menjadi beban yang membatasi ruang gerak Indonesia.

Kedua, pemerintahan baru yang legitimate dan lebih demokratis daripada

rezim yang memerintah sebelumnya ternyata belum mampu menegakkan hukum dan

menciptakan stabilitas politik secara keseluruhan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan

dan fanatisme komunal yang berlebihan telah mendorong terjadinya berbagai konflik

sosial di beberapa daerah. Kondisi yang kacau dan tidak stabil itu semakin menjatuhkan

citra Indonesia di mata internasional sehingga menyurutkan minat para investor untuk

menanamkan modalnya di Indoesia. Hal ini berarti semakin menyulitkan upaya

pemulihan perekonomian Indonesia.

Ketiga, Indonesia juga menghadapi ancaman disintegrasi nasional terutama

dengan menguatnya aksi separatisme di Aceh dan Papua. Keempat, polarisasi yang

semakin tajam antara para elit politik menyebabkan pemerintahan menjadi cenderung

tidak stabil dan tidak efektif. Krisis multidimensional tersebut mengakibatkan posisi

pemerintah menjadi semakin sulit dan lemah.

Permasalahan disintegrasi bangsa yang terjadi di Aceh dan Papua pada masa

pemerintahan Abdurrahman Wahid merupakan warisan dari rezim sebelumnnya.

Penyelesaian masalah disintegrasi bangsa tersebut adalah kepentingan nasional

Indonesia yang bersifat primer dan permanen karena menyangkut eksistensi bangsa

dan negara kesatuan RI serta harus diperjuangkan untuk jangka waktu yang tidak

terbatas.

Momentum reformasi dan demokratisasi setelah berakhirnya pemerintahan

orde Baru semakin menguatkan semangat self determination danself governing di

kedua daerah itu. Pemerintahan Abdurrahman Wahid dalam rangka menyikapi 9

Page 10: gusdur

fenomena tersebut lebih memilih kebijakan yang pada intinya merupakan suatu

pendekatan persuasif. Kebijakan yang diambil mencakup beberapa poin penting, yaitu:

a) Penyelesaian harus tetap diupayakan dalam kerangka negara kesatuan RI yaitu

melalui pemberlakuan otonomi khusus bagi Aceh dan Papua.

b) Menghentikan kekerasan dan menciptakan keamanan di kedua daerah. Dalam

upaya ini aparat kepolisian memegang sepenuhnya komando di lapangan dan TNI

menjadi komponen pendukungnya.

c) Meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat Aceh dan Papua melalui percepatan

pembangunan di bidang sosial dan ekonomi.

d) Mempromosikan dialog yang konstruktif demi terciptanya penyelesaian politik

dengan gerakan-gerakan separatis di Aceh dan Papua.

e) Pengadilan terhadap para pelanggar HAM di Aceh dan Papua, baik yang berasal dari

kalangan sipil maupun militer.

10

Page 11: gusdur

F. Keunggulan dan Kelemahan Sistem Pemerintahan Abdurrahman Wahid

Pada awal tahun 1998 rezim Orde Baru sudah tidak mampu membendung arus

Reformasi yang bergulir begitu cepat. Setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri

maka bangsa Indonesia memasuki babak baru. Yang dimulai dari Presiden BJ.Habibie

segera melakukan langkah-langkah pembaruan sebagaimana tuntutan Reformasi. Yang

selanjutnya dilanjutkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid yang menampilkan energi

yang luar biasa, tekad untuk menggulingkan unsur-unsur sentralistis dan hierarkis yang

represif (menindas) semasa pemerintahan Soeharto dan kesediaan untuk berfikir

kreatif sehingga banyak pihak mengaguminya.

1) Keunggulan Sistem Pemerintahan Abdurrahman Wahid

ukses melakukan kesepahaman dengan GAM. Pada Maret 2000, pemerintahan Gus

Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan

kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga

awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan.

a) Sukses membawa Indonesia ke Forum Ekonomi Dunia. Pada Januari 2000, Gus

Dur melakukan perjalanan ke luar negeri ke Swiss untuk menghadiri Forum

Ekonomi Dunia.

b) Sukses melaksanakan persamaan hak menyatakan pendapat di muka umum.

Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, orang bebas mengemukakan

pendapatnya di muka umum. Presiden Abdurrahman Wahid memberikan ruang

bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-

rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus demontrasi,

setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya

mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk

melakukan demontrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak kepolisian

mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

c) Etnis Tioghoa yang berpuluh-puluh tahun dikekang diberikan kebebasan sama

seperti orang pribumi.

d) Jadwal ketat kunjungan ke luar negeri menghasilkan banyak mitra luar negeri. Di

bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba

untuk menghadiri pertemuan G-77.

e) Sukses menggulingkan unsur-unsur sentrakistis dan hierarkis yang represif

(menindas) semasa pemerintahan Soeharto.

11

Page 12: gusdur

f) Sukses mengurangi dukungan bagi kaum separatis GAM di Aceh.

2) Kelemahan Sistem Pemerintahan Abdurrahman Wahid

a) Semaraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme.

b) Munculnya berbagai reaksi negatif dari rakyat atas usul Presiden Abdurrahman

Wahid mengenai pembatalan Ketetapan MPRS Tahun 1966 mengenai

pelarangan ajaran Marxisme-Leninisme.

c) Kesulitan ekonomi semakin meluas.

d) Kerusuhan antaretnis terus berlanjut. Kerusuhan terutama berbahaya adalah

pembunuhan antara umat Islam dan Kristen di Maluku yang menewaskan lebih

dari seribu orang sepanjang tahun 1999.

e) Di Aceh, kekerasan antarkaum separatis dan aparat keamanan terus terjadi.

f) Pemecatan terhadap beberapa menteri yang memunculkan berbagai pro dan

kontra di masyarakat. Seperti Gus Dur memecat Menteri Negara Perindustrian

dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi.

Alasan yang diberikan Wahid adalah bahwa keduanya terlibat dalam kasus

korupsi, meskipun Gus Dur tidak pernah memberikan bukti yang kuat. Pada

bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada

kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra

dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur.

Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail juga dicopot dengan alasan berbeda visi

dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan kebijakan, dan diangap tidak

dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam

aksi menuntut Gus Dur mundur. DPR mengeluarkan nota keduadan meminta

diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus. Gus Dur mulai putus asa dan

meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam)

Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono

menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat

menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2001.

g) berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan

pada kelompok Muslim Indonesia.

h) Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan

Bruneigate. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan bahwa

12

Page 13: gusdur

$4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur

mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang.

Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat

dalam skandal ini. Skandal ini disebut skandal Buloggate. Pada waktu yang sama,

Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu

merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun,

Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut

skandal Bruneigate.

i) Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di

bawah bendera Indonesia yang menimbulkan kritik dari berbagai pihak bahkan

Megawati dan Akbar juga mengkritik Gus Dur karena hal ini.

j) Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta

dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia.

13

Page 14: gusdur

http://dwiayuindaswarynhb.blogspot.com/2012/04/makalah-sejarah-sejarah-

pemerintahan.html

http://akbarlife.blogspot.com/2012/09/analisis-kelebihan-dan-kelemahan-

masa_7462.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid

http://palingseru.com/13888/20-oktober-1999-abdurrahman-wahid-dilantik-sebagai-

presiden-indonesia-ke-4

http://wiki.aswajanu.com/KHAbdurrahmanWahid

www.google.co.id/#psj=1&q=kebijakan+pada+masa+pemerintahan+abdurrahman+wahid

http://www.bimbingan.org/masa-pemerintahan-abdurrahman-wahid.html

http://i-g-w-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-70009-Umum-Isu%20Separatisme

%20Dalam%20Politik%20Luar%20Negeri%20Indonesia:%20Kasus%20Aceh%20Dan

%20Papua%20Di%20Masa%20Pemerintahan%20Abdurrahman%20Wahid.html

14