guru agama perspektif hasan langgulung dan...
TRANSCRIPT
GURU AGAMA
PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG GURU DAN DOSEN
Oleh:
TRISNO
104011000039
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010/1431
i
Terpujilah wahai engkau, ibu bapak guru
Namamu akan hidup dalam sanubari ku
Sebagai prasasti terima kasih ku
Ntuk pengabdianmu
Engkau bagai pelita dalam kegelapan
Engkau bagai penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan jasa tanpa tanda baca
(Sartono)
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Bismillahirrahmanirrahim
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : TRISNO
Nim : 104011000039
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Dengan ini saya menyatakan
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu (S1) di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sangsi berdasarkan Undang-undang yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 November 2010
Trisno
iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
GURU AGAMA PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG
GURU DAN DOSEN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam
(S.Pd.I)
Oleh:
TRISNO
NIM: 104011000039
Di Bawah Bimbingan :
Dosen Pembimbing Skripsi
DR. H. Abdul Fattah Wibisono, MA
NIP. 19580112 198803 1 002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
iv
Lembar Pengesahan Panitia Ujian
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul: “Guru Agama Perspektif Hasan Langgulung dan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen” diajukan
kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada 10 November
2010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar
sarjana S1 (S. Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
Jakarta, 29 November 2010
Panitia Ujian Munaqasyah
Tanggal Tanda tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)
Bahrissalim, M. Ag ………….. …………........
NIP. : 196803071998031002
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)
Drs. Sapiudin Shidiq, M. A ………….. ………………
NIP. : 196703272000031001
Penguji I
Dr. A. Syafi’i Noor, M.A ………….. ………………
NIP. : 19470902196721001
Penguji II
Dr. Khalimi, M. A …………… ………………
NIP. : 1196505151994031006
Mengetahui:
Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah,
Prof. Dr. Dede Rosyada, M. A.
NIP. :19570051981031003
v
ABSTRAK
Trisno, Skripsi, Guru Agama Perspektif Hasan Langgulung Dan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Fakultas
Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010.
Era globalisasi menuntut reformasi dalam segala aspek kehidupan
termasuk didalamnya adalah pendidikan. Guru agama merupakan salah satu
komponen dalam pendidikan mempunyai tugas berat untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Sedangkan pemikiran Hasan Langgulung dan UU No. 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen merupakan salah satu alternatif dalam menghadapi
tuntutan zaman dengan cara meningkatkan kompetensi dan memperjuangkan
kedudukan guru kembali pada posisi yang semestinya.
Masalah pokok yang diteliti dalam skripsi ini tentang guru agama
perspektif Hasan Langgulung dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen yang diawali dengan mengemukakan latar belakang pemikiran keduanya
tentang guru agama. Kemudian dicari letak persamaan dan perbedaan pemikiran
mengenai pengertian guru agama, peran dan kedudukan guru agama, dan tugas
dan tanggung jawab guru agama.
Untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis mengunakan penelitian
perpustakaan dengan data sumber yang digunakan merupakan data primer seperti
buku-buku karangan Hasan Langgulung dan buku-buku dari Depag RI, dan data
skunder yang terkait untuk melengkapi pembahasan skripsi ini. Metode yang
digunakan untuk mengkaji data dan informasi yang terhimpun dalam skripsi ini
adalah metode deskriptif-analitik-komparatif.
Dari hasil penelitian ditemukan jawaban bahwa pada dasarnya Hasan
Langgulung dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tersebut lebih
banyak memiliki persamaan mengenai guru agama yaitu untuk meningkatkan
profesionalisme guru dan kpribadiannya.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji hanya milik Allah Tuhan Semesta
Alam, berkat Rahmat, Taufik dan Inayah-Nya, skripsi ini dapat terselesaikan.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada kekasih Allah pejuang
agama Islam dan teladan yang terbaik Nabi Muhammad saw. beserta keluarga,
sahabat-sahabatnya dan kepada seluruh umat Islam di seluruh alam.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
sebagaimana yang diharapkan, walaupun waktu, tenaga dan pikiran telah
diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, demi
selesainya skripsi ini dan agar bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian.
Sebelumnya penulis mengucapkan Jazakumullah Khairan Katsiran
kepada kedua orang tua tercinta, dengan curahan cinta dan kasih sayangnya, kerja
kerasnya, serta doa yang selalu dipanjatkan, telah mengantar penulis
menyelesaikan pendidikan S1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga Allah
selalu menjaga serta memberikan rahmat, nikmat beserta karunia-Nya kepada
mereka.
Selama penyusunan skripsi ini dan selama penulis belajar di Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif
Hidayatullah, penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi serta bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini,
penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M. A, sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Bahrissalim, M. Ag, sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam dan Bapak Drs. Sapiudin Shidiq, M. A, sebagai Sekretaris Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. H. Abdul Fattah Wibisono, M. A, sebagai dosen pembimbing
materi dan teknik penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu,
tenaga, perhatian, dan kemudahan dalam memberikan bimbingan dan
arahan yang sangat berharga bagi penulis.
vii
4. Bapak Drs. H. Elman Sadri, sebagai penasehat akademik yang telah
membimbing penulis selama menjadi mahasiswa.
5. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya kepada penulis
selama menjalankan perkuliahan.
6. Seluruh keluarga di rumah khususnya orang tua tercinta “My Endless
Love” Ayahanda Sardjo dan Ibunda Karsilah yang telah membantu penulis
dari segi materil, motivasi dan doanya. Mencurahkan segala kasih
sayangnya terhadap penulis dalam rangka menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada kakak sepupuku tercinta Abdul Aziz Nurizun, dan adinda tercinta
Watin Nurul Khasanah, yang telah memberikan semangat, doa dan
motivasinya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
8. Kepada semua keluarga dan saudaraku Tabah Rosyidy, Budi Waluyo yang
sudah membantu penulis dalam berbagai hal.
9. Kepada semua teman-teman seperjuangan PAI angkatan 2004 yang tidak
saya sebut satu persatu, terutama kelas A, “Spescial Tanks to" Bakhrudin
(Cirebon), Endang Baehaki (Bogor), Muhammad Fajri (Jakarta), dan A.
Fauji (Bekasi/kelas E) kalian adalah “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”.
Kepada semuanya yang telah membantu penulisan skripsi ini yang tidak
bisa disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya, semoga Allah SWT. Membalas kebaikan dan bantuan yang
telah mereka berikan selama penulisan. Apabila terdapat kekurangan dan
kekhilafan dalam penulisan skripsi ini mohon dimaafkan. Semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi pembaca serta menambah
pengetahuan dan semoga bermanfaat untuk kita semua. Amin…
Jakarta, 01 Maret 2010
Trisno
viii
DAFTAR ISI
PUISI ................................................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI .............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI .................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................. iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Identitas Masalah ..................................................................................... 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................................... 6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................. 7
E. Metode Penelitian...................................................................................... 7
BAB II PROFIL GURU AGAMA .................................................................... 8
A. Pengertian Guru Agama ........................................................................... 8
B. Kedudukan dan Peran Guru Agama ......................................................... 12
C. Tugas dan Kewajiban Guru Agama ......................................................... 16
D. Karakteristik Guru Agama ....................................................................... 18
BAB III GURU AGAMA PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU
DAN DOSEN ............................................................................................. 22
A. Sketsa Hasan Langgulung ........................................................................ 22
1. Biografi dan Riwayat hidup Hasan Langgulung ................................ 22
2. Riwayat Pekerjaan Hasan Langgulung .............................................. 24
3. Buah karya Hasan Langgulung .......................................................... 25
B. Guru Agama Perspektif Hasan Langgulung .............................................. 27
1. Pengertian Guru Agama ..................................................................... 27
ix
2. Kedudukan dan Peran Guru Agama ................................................... 28
3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama ......................................... 32
C. Guru dalam UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen ............... 35
1. Tentang Status Profesi Guru ............................................................... 36
2. Tentang Kedudukan, Fungsi dan Tujuan ........................................... 37
3. Tentang Prinsip Profesionalisme ........................................................ 39
4. Tentang Ketentuan Khusus Guru ....................................................... 40
5. Tentang Sanksi ................................................................................... 51
D. Guru Agama Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
Guru Dan Dosen ...................................................................................... 52
1. Pengertian Guru Agama ..................................................................... 52
2. Kedudukan dan Peran Guru Agama ................................................... 54
3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama ......................................... 58
BAB VI STUDI KOMPARASI GURU AGAMA PERSPEKTIF HASAN
LANGGULUNG DAN UU NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG
GURU DAN DOSEN ............................................................................. 63
A. Persamaan ................................................................................................ 63
B. Perbedaan ................................................................................................. 66
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 68
A. Kesimpulan .............................................................................................. 68
B. Saran-saran ............................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi turut mewarnai dunia
pendidikan kita dewasa ini. Tantangan tentang peningkatan mutu, relevansi, dan
efektifitas pendidikan sebagai tuntutan nasional sejalan dengan perkembangan dan
kemajuan masyarakat, berimplikasi secara nyata dalam program pendidikan dan
kurikulum sekolah. Tujuan dari program kurikulum dapat tercapai dengan baik
jika programnya didesain secara jelas dan aplikatif. Dalam hubungan inilah para
guru dituntut untuk memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam hal mengajar.
Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu
pengetahuan, tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai serta membangun
karakter manusia secara keseluruhan agar dapat membentuk Insan Kamil.1
Pemikiran Hasan Langgulung tentang insan kamil yaitu proses perubahan
kualitatif sehingga ia mendekati Allah dan menyerupai malaikat,2 karena manusia
memiliki potensi yang harus dikembangkan. Jadi, dalam pendidikan tugas dan
peranan guru sangat dibutuhkan agar potensi pada manusia dapat
teraktualisasikan.3
Dalam termonologi Islam, guru diistilahkan dengan murrabby, satu akar
kata dengan rabb yang berarti Tuhan. Seorang murabbi adalah orang yang
1 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21, (Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1988), Cet. Ke-1, h. 88
2 Hasan Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, (Jakarta: Al-Husna, 1985) h. 405
3 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21.., h. 103
2
mengembangkan sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai tingkat
kesempurnaan itu.4 Jadi, fungsi dan peran guru dalam sistem pendidikan
merupakan salah satu manifestasi dari sifat ketuhanan, dalam pengertian sebagai
rabb mengidentifikasi diri-Nya sebagai rabbul’alamin “Sang Maha Guru”, ”Guru
seluruh jagad raya”.5 Sebagaimana dalam Q.S. Al-Fatihah : 2
“Segala Puji Bagi Allah, Tuhan Semesta alam.”6
Betapa mulianya kedudukan guru dalam Islam, sehingga harus dihormati
dan dimuliakan setelah kedua orang tua. Mereka menggantikan peran orang tua
dalam mendidik anak-anak atau peserta didik ketika berada di lembaga
pendidikan.7
Guru berperan dalam membentuk dan membangun kepribadian anak agar
menjadi orang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Peran guru tidak dapat
diganti oleh teknologi, sekalipun teknologi memberi nilai tambah, kemudahan
hidup dan proses pembelajaran. Akan tetapi, kualitas, intergritas dan kredibilitas
guru yang akan menentukan kualitas proses pendidikan.
Guru merupakan pintu gerbang pembaharuan yang memiliki peranan
ganda, yaitu berperan menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan
menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan banyak pengalaman yang
dimilikinya, kepada generasi muda dan masyarakat. Guru berperan pula
memberikan suri tauladan dan contoh yang baik melalui prilaku dan tindakannya.
Oleh karena itu, guru di pandang sebagai modernisasi dalam segala bidang usaha
utama yang dapat dilakukan oleh guru adalah melalui program pendidikan bagi
para anak didik.
4 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005).
Cet. I, hal. 138 5 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru: Analisis Kronologis atas
lahirnya UU Guru dan Dosen, (Jakarta: Elsas, 2006), Cet. I, hal. 3 6 Departemen Agama RI, (Bandung: J-Art, 2005), hal. 1
7 Heri Jauhari Muchtar, Fiqih pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), Cet Ke-
I, h. 150
3
Rosulullah saw. Bersabda:
”Abdullah bin Mas’ud berkata: “Rosullah saw. Bersabda: “Tidak ada
kedengkian kecuali dalam dua perkara: seorang laki-laki yang diberi
harta oleh Allah kemudian dia habiskan dalam kebenaran (Al-Haq), dan
seorang laki-laki yang diberi Al-hikmah (ilmu) oleh Allah, kemudian dia
menyampaikannya dan mengajarkannya.”8 (HR. Bukhori)
Dalam operasionalnya, mendidik merupakan proses mengajar,
memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan
lain sebagainya.9 Batasan ini memberi arti bahwa tugas pendidik bukan sekedar
mengajar sebagai mana pendapat kebanyakan orang. Di samping itu, menurut
Hasan Langgulung pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam
proses belajar mengajar,10
sehingga seluruh potensi peserta didik dapat
teraktualisasi secara baik dan dinamis.
Hasan Langgulung adalah seorang ahli pendidikan dan psikologi, hal ini
nampak dilihat dari jenjang pendidikannya dan karya-karyanya terutama
pendidikan Islam. Kapasitasnya sebagai pemikir pendidikan islam secara
akademik kemudian dikukuhkan tatkala ia memperoleh gelar profesor dalam
bidang pendidikan dari Universitas Kebangsaan Malaysia.
Melihat pandangan Hasan di atas tentang tugas guru sebagai motivator dan
fasilitator yang bertujuan untuk mengembangkan potensi pada peserta didik. Guru
diharapkan mampu mengembangkan potensi anak didik dalam mengembangkan
kepribadian secara menyeluruh melalui latihan jiwa, akal, perasaan dan hasrat
manusia secara islami.
8 Makmur Da’ud, Terjemah Hadits Shahih Bhukhori, (Jakarta: Widjaya, 1984), hal. 51
9 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press,
2005), Cet Ke-2, h. 43
10
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21…, h. 86
4
Pendidikan terutama di Indonesia membutuhkan guru yang menghayati
tugasnya sebagai panggilan jiwa, pekerjaan disebut panggilan jiwa bila pekerjaan
itu mengembangkan orang lain kearah kesempurnaan. Ini berarti guru harus
mengembangkan anak didik yang dibimbing untuk berkembang menjadi
sempurna baik dalam bidang pengetahuan umum maupun pengetahuan agama.11
Dengan demikian, dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas
untuk mendorong, membimbing dan memberikan fasilitas belajar bagi peserta
didik dan tanggung jawab guru untuk membantu perkembangan anak untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.
Salah satu diantara kemajuan zaman adanya pekerjaan yang ditangani
secara profesionalis, sehingga pekerjaan itu dikerjakan secara bersungguh-sunguh
dan serius oleh orang yang memiliki profesi di bidang tersebut. Pekerjaan guru
merupakan pekerjaan profesi, karena itu harus dikerjakan sesuai dengan tuntutan
profesionalis.
Guru, sebagai salah satu profesi, yang melekat dalam konteks dunia
pendidikan, merupakan aspek yang selalu mewarnai khazanah perkembangan
sejarah bangsa. Karena, guru diharapkan mengambil peran nyata bagi
perkembangan generasi bangsa. Dan tentunya, sebagaimana yang telah kita
saksikan dewasa ini peran guru sangat menentukan bagi pembentukan
karakteristik serta moralitas generasi bangsa ini.
Oleh karena itu, tuntutan terhadap gurupun semakin hari semakin
meningkat, seiring dengan meningkatnya pengaruh ilmu pengetahuan dan
teknologi diberbagai sendi kehidupan masyarakat. Maka, profesionalisme gurupun
sering dipertanyakan, dan berbicara mengenai profesionalisme guru, berarti ada
banyak faktor yang terkait didalamnya, mulai dari kompetensi, kesejahteraan guru
sampai kondisi sosial-budaya masyarakat yang mendukung.
Dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa
“pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualitas sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan
11 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologi dan
Pendidikan, (Jakarta: Al-Husna, 1995), h. 206-207
5
lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta partisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.”12
Pengertian gurupun ditegaskan dalam UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen pasal 1 menyebutkan, “Guru adalah pendidik professional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang
pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini.”
Penyusunan UU dimaksudkan untuk memberikan jaminan bagi para guru
dan dosen sebagai profesi dalam upaya mempersiapkan warga Indonesia manusia
yang berguna terhadap diri sendiri, keluarga dan bangsa. UU ini juga memberikan
jaminan terhadap masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang profesional.
Menurut Asrorun Ni’am yang merupakan salah satu orang yang menyusun
UU ini menjelaskan bahwa lahirnya UU Guru dan Dosen untuk “meretas
dikotomi guru negeri dan guru swasta”,13
Diantaranya:
1. Definisi guru yang tidak dikotomis
2. Jaminan pemberdayaan guru yang demokratis dan tidak diskriminatis
3. Mempunyai fungsi dan tujuan yang sama
4. Keharusan memegang prinsip profesionalitas
5. Adanya ketentuan yang sama untuk mewujudkan profesionalitas
6. Kesamaan hak dan kewajiban dalam menjalankan tugas
keprofesionalan
7. Tanggung jawab pemerintah dalam pengalokasian anggaran yang setara
bagi guru negeri-swasta.14
Masih banyak persoalan dalam menangani guru yang profesional di negara
ini. Masih banyak yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan mutu guru. Dan
aneka persoalan itu kait-mengait, seperti meningkatkan mutu pengetahuan, mutu
pembelajaran, dan mutu hubungan guru dengan murid dan rekan-rekan kerja. Dan
12 Depag RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta:
Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2006), h. 5
13
Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru…, h. 106
14
Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru…, h. 109-114
6
terberat adalah bagaimana menaikkan penghargaan kepada guru. Sehingga mereka
punya harga diri dan mau bekerja lebih professional
Dengan lahirnya UU Guru dan Dosen tahun 2005, melalui sertifikasi guru,
telah membawa dampak yang sangat besar bagi para guru terutama guru agama,
karena dengan penerapan UU Guru dan Dosen tersebut membawa angin segar
dalam upaya pencapaian kesejahteraan para guru terutama guru agama. Tentunya
hal ini akan sangat memotivasi para guru untuk berbenah diri, ditambah pula
dengan adanya program kualifikasi guru, yakni peningkatan kualitas pendidikan
para guru, semuanya membawa perubahan yang menjanjikan bagi para guru,
meskipun belum sepenuhnya dapat terlealisasikan.
Berdasarkan dari masalah tersebut, maka langkah pertama yang dilakukan
untuk memperbaiki kualitas pendidikan dengan memperbaiki kualitas tenaga
pendidik terlebih dahulu. Yang akan penulis bahas dalam karya ilmiah dengan
judul “GURU AGAMA DALAM PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG
DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU
DAN DOSEN”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi
masalah yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas dalam skripdi ini, berikut
ini penulis identifikasikan masalah yang berkenaan dengan guru agama, antara
lain:
1. Mengetahui definisi, peran dan kedudukan, tugas dan kewajiban, dan
karakteristik guru agama persektif Hasan Langgulung dan UU No. 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
2. Membentuk dan mengembangkan kepribadian guru agama menurut Hasan
Langgulung dan UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
3. Upaya yang dilaksanakan Hasan Langgulung dan UU No. 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen mengenai pendidikan.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
7
1. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas dan memberi arahan yang tepat dalam pembahasan
penelitian ini, perlu dilakukan pembatasan masalah. Pada pembahasan guru
Agama perspektif Hasan Langgulung dan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. Penulis hanya berusaha mengetahui guru Agama
khususnya dalam perspektif Hasan Langgulung dan Undang-undang tentang Guru
dan Dosen yang berkaitan dengan peran dan kedudukan, tugas dan kewajiban, dan
karakteristik guru Agama di sekolah.
2. Perumusan Masalah
Sesuai pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan
diteliti adalah bagaimana guru Agama dalam perspektif Hasan Langgulung dan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui guru Agama dalam perspektif Hasan Langgulung
dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
b. Untuk mengembangkan wawasan keilmuan yang penulis peroleh
selama studi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Kegunaan Penelitian
a. Sebagai salah satu kewajiban dalam melaksanakan tugas akhir
perkuliahan pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan.
b. Sebagai bahan pertimbangan calon guru Agama khususnya dalam
meningkatkan profesionalitasnya.
E. Metode Penelitian
Bentuk penelitian ini merupakan bentuk penelitian kepustakaan
(library Research) dengan mengkaji sumber-sumber data kepustakaan yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Data
yang digunakan ada dua macam, yaitu data primer dan data skunder.
8
BAB II
PROFIL GURU AGAMA
A. Pengertian Guru Agama
Sebelum penulis mengemukakan lebih lanjut tentang guru agama, penulis
akan menjelaskan satu-persatu dari kata “guru agama”. Kata “guru agama” terdiri
dari dua kata, yaitu “guru” dan “agama”. Terlebih dahulu penulis akan
menguraikan kata “guru” kemudian tentang “agama” setelah itu akan dijelaskan
tentang “guru agama”.
1. Pengertian Guru
Kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar.
Dalam bahasa Inggris, dijumpai kata “teacher” yang berarti pengajar. Selain itu
terdapat kata “tutor” yang berarti guru pribadi yang mengajar di rumah, mengajar
ekstra, pemberi kuliah, memberi les tambahan pelajaran, educator, pendidik, ahli
didik, penceramah. Dalam bahasa arab istilah yang mengacu kepada pengertian
guru lebih banyak seperti al-„alim (jamaknya ulama‟) atau al-mu‟allim, yang
berarti orang yang mengetahui dan banyak digunakan para ulama atau ahli
pendidikan yang menunjuk pada arti guru.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “guru adalah orang yang
pekerjaannya (mata pencaharianya, profesinya) mengajar.”1 Dalam bahasa yunani
pendidik adalah pedagoog, “pedagoog (pendidik atau ahli didik) ialah seseorang
1 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, h. 288
9
yang tugasnya membimbing anak dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri
sendiri.”2
Guru adalah pekerjaannya mengajar, baik mengajar bidang studi umum
maupun mengajarkan suatu ilmu pengetahuan kepada orang lain. Guru menurut
paradigma baru bukan hanya bertindak sebagai pengajar, tetapi sebagai motivator
dan fasilitator proses belajar.3
“Guru adalah orang yang memiliki ilmu lebih dari pada anak didiknya; oleh
karena itu guru juga bisa disebut ulama, asalkan rajin beribadah dan berakhlak
mulia”.4 “Guru adalah tenaga yang professional dari pada sekadar tenaga
sambilan.”5 Dalam Al-Qur‟an kata ”ulama” tertera dalam surat Al-Fathir ayat 28:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya
hanyalah ulama.”6
Ulama yang dimaksud dalam pengertian ini adalah para sarjana dan
cendikiawan muslim dan nonmuslim. Kata-kata ulama dapat mencakup setiap ahli
ilmu, bukan hanya yang memahami dan menguasai ilmu-ilmu agama. Namun
yang populer di dalam masyarakat Indonesia, ulama berarti orang yang ahli
dibidang ilmu Islam.7
Dari pengertian di atas, walaupun berbeda susunan redaksinya namun
mempunyai kesamaan maksud, yaitu bahwa guru bukan hanya sekedar pemberi
ilmu pengetahuan kepada anak didiknya di depan kelas. Tetapi merupakan tenaga
professional yang di samping memperhatikan aspek kognitif juga aspek
psikomotorik dan afektif pada anak didik agar tumbuh dan terbina secara utuh
2 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-18, h. 3
3 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21..., h. 86
4 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan…, h. 150
5 Djohar, Pendidikan Strategik: Alternatif Untuk Pendidikan Masa Depan , (Yogyakarta:
Lesfi, 2003), Cet. Ke-1, h. 112 6 Departemen Agama RI, (Bandung: J-Art, 2005), hal. 438
7 Zakiah Daradjat, dalam Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Islam,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Cet. Ke-4, h. 120
10
sebagai manusia yang susila sehingga maksud mendidik untuk mengantarkan
anak didik menuju tujuan yang diharapkan oleh agama, bangsa dan Negara.
2. Pengertian Agama
Menurut Hasan Langgulung agama berarti: taat, undang-undang (yang
diturunkan oleh Tuhan untuk manusia), hukum (dari Tuhan untuk manusia dan
kepentingan manusia), aturan-aturan (dari Tuhan untuk kepentingan manusia),
penguasaan (yaitu penguasaan Tuhan atas manusia), penghambaan ( manusia
kepada Tuhan), supaya manusia mencapai ketinggian dan kemuliaan serta
kebahagiaan.8
Secara sederhana agama adalah aturan atau tata cara hidup manusia dalam
hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.9 Agama adalah kata sangsekerta,
sebagaimana kata Dharma (bahasa sangsekerta), din (dari bahasa arab), dan religi
(dari bahasa latin).10
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia agama adalah kepercayaan kepada
Tuhan (Dewa atau sebagainya) dengan ajaran kebaikan dan kewajiban-kewajiban
yang bertalian dengan kepercayaan itu.11
Thouless mendefinisikan agama sebagai
hubungan praktis yang dirasakan dengan apa yang dipercayai sebagai makhluk
atau wujud yang lebih tinggi dari pada manusia.12
Definisi di atas merupakan definisi agama secara sederhana karena definisi
agama secara sempurna dan lengkap tidak dapat dibuat, sebab agama sebagai
bentuk keyakinan yang berhubungan dengan kehidupan batin manusia memang
sulit untuk di ukur secara tepat dan rinci. Hal ini mungkin yang menyulitkan para
ahli untuk memberikan definisi yang tepat tentang agama.
Para ahli dalam memberikan definisi agama biasanya terpengaruh oleh
faktor subyektifitas pribadinya, sehingga ada orang yang mendefinisikan agama
8 Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam: Suatu Analisa Sosio- Psikologi, (
Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985), Cet. Ke-3, h.129
9 Tim Penyusun, Ensiklopedia Nasional Indonesia, (Jakarta: Delta Pamungkas, 2004),
Jilid 4, Cet. Ke-4, h. 156
10
Tim Penyusun IKAPI, Ensiklopedia Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 63
11
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia… h. 9
12
Robert H. Thouless, PengantarPsikologi Agama, Terj. Machnun Husein, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-2, h. 19
11
dari segi keyakinan sosial, dari pengalaman individual dan sebagainya. Ungkapan
ini melukiskan betapa banyaknya variasi pemahaman para ahli tentang agama.13
Menurut Sayuthi Ali, “Agama adalah wahyu yang diturunkan Tuhan untuk
manusia.”14
Agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada Nabi sebagai
petunjuk bagi manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta
mengatur hubungan dengan dan tanggung jawab kepada Allah, kepada
masyarakat, serta alam sekitarnya.
Perlu dijelaskan kembali bahwa agama yang dimaksud dalam penelitian ini
merupakan agama Islam. Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh
Rosulullah s.a.w. untuk umat manusia dan mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia yang bertujuan mencapai kehidupan yang diridhai Allah dan kebahagian
hidup di dunia dan di akhirat .
Jadi, agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad, untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia yang mengandung
ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah) dan ketentuan-ketentuan ibadah dan
muamalah (syariah), yang menentukan proses berpikir, merasa dan berbuat dan
proses terbentuknya kepribadian.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa agama adalah tata
tertib meliputi upacara, pemujaan dan kepercayaan sebagai pedoman hidup,
pedoman bagaimana ia harus berpikir, bertingkah laku dan bertindak, sehingga
tercipta hubungan serasi antar manusia dan hubungan dengan Tuhan.
Namun demikian, dalam pembahasan masalah di atas agama yang
dimaksud adalah agama Islam, maka dapat dirumuskan agama Islam adalah
„addin yang di bawa Nabi Muhammad saw. ialah wahyu yang diturunkan Allah
Swt. di dalam Al-Qur‟an dan sunnah yang berupa perintah dan larangan serta
petunjuk untuk kesejahteraan dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.
13 Zakiah Djarajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 1-3
14
M. Sayuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002),
Cet. Ke-1, h. 1
12
3. Pengertian Guru Agama
Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa guru agama secara
umum adalah seseorang yang mengajarkan materi atau pelajaran agama, dalam
hal ini adalah agama Islam. Dalam pengertian secara khusus guru agama adalah
guru yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk mengajar agama baik di
sekolah umum, madrasah negeri maupun swasta.
B. Kedudukan dan Peran Guru Agama
1. Kedudukan Guru Agama
Pentingnya peranan guru terutama guru agama untuk menciptakan generasi
baru di suatu masyarakat, terutama mayarakat Islam merupakan hal terpenting
untuk menghargai kedudukan guru, yang melibatkan kesejahteraan hidup dengan
tenang dan menempatkan kedudukan guru sebagai pembimbing, pemimpin dan
pengawas bagi generasi muda.15
Disamping itu, guru juga harus diberi peluang dalam mengambil keputusan
mengenai perkembangan kurikulum dalam pelaksanaan pendidikan, dan
meningkatkan kualitasnya agar dapat dihargai oleh masyarakat.
Di masyarakat, guru merupakan salah satu kontrol sosial. Di mata
masyarakat guru adalah orang yang mempunyai perilaku yang baik yang dapat
dijadikan contoh, sehingga jika ada guru berperilaku kurang baik atau melakukan
kesalahan, masyarakat akan dengan cepat meresponnya, dibandingkan dengan
anggota masyarakat lain yang melakukan kesalahan.
Menurut Hasan Langgulung guru juga disebut ulama,16
yang merupakan
penerus para nabi dalam mengajarkan ilmu agama. Pada masa Rasulullah Saw.
kedudukan guru memperoleh tempat yang istimewa, tertinggi dan dihormati.
Dengan demikian, kedudukan guru sangat mulia dan luhur, baik ditinjau dari
sudut masyarakat, negara maupun agama. Guru sebagai pendidik merupakan
15 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21…, h. 92
16
Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), Cet. Ke-1, h. 45
13
seorang yang berjasa besar terhadap masyarakat dan negara. Tinggi atau
rendahnya kebudayaan suatu masyarakat sebagian besar bergantung pada guru.
Disamping itu, kedudukan guru dalam kegiatan pembelajaran juga sangat
strategis dan menentukan. Strategis karena guru yang berhadapan langsung
dengan peserta didik akan menentukan kedalaman dan keluasan materi pelajaran,
sedangkan menentukan karena guru yang memilah dan memilih bahan pelajaran
yang disajikan kepada peserta didik.
Hal ini membuktikan bahwa guru mempunyai kedudukan yang terhormat.
Dalam Undang-undang Guru dan Dosen pasal 2 kedudukan guru ditegaskan
kembali, bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada
jalur pendidikan formal.17
Sebagai pribadi yang ditiru, tidak menutup kemungkinan bila peserta didik
mengharapkan figur yang senantiasa memperlihatkan kepentingan peserta didik.
Biasanya guru yang seperti ini mendapatkan extra perhatian dari peserta didik.
Perserta didik senang dengan sikap dan prilaku yang baik yang diperlihatkan oleh
guru. Guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pendidik sekaligus
pembimbing yang akan mengarahkan peserta didik pada tahap perkembangan
yang lebih baik.
Berkaitan dengan ini, maka sebenarnya guru memiliki peranan yang unik
dan sangat kompleks dalam proses belajar mengajar, dalam usahanya untuk
mengantarkan siswa atau peserta didik ke taraf yang dicita-citakan. Oleh karena
itu, setiap rencana guru harus didudukan dan dibenarkan semata-mata demi
kepentingan peserta didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya.18
Kedudukan guru terutama guru agama Islam saat ini perlu mendapat
perhatian. Jelas sekali bahwa kedudukan guru saat ini semakin merosot, jauh lebih
rendah dibandingkan kedudukan guru pada masa Rasulullah Saw.19
Menurut
Mukhtar rendahnya kedudukan guru saat ini disebabkan karena:
17 Depag, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta:
Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2006), h. 86
18
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003), Cet. Ke-10, h. 125
19
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-7, h. 86
14
a. Rendahnya apresiasi terhadap guru Pendidikan Agama Islam sebagai akibat
Pendidikan Agama Islam yang merupakan mata pelajaran wajib hanya
dipandang sebagai pelengkap karena lembaga pendidikan dan orang tua
lebih mengutamakan pelajaran yang diujikan saja. Hal ini sangat dominan
pada sekolah-sekolah umum seperti Sekolah Dasar dan Menengah,
akibatnya penerapan nilai-nilai agama melalui Pendidikan Agama Islam
tidak bisa berjalan baik.
b. Kurangnya sikap profesionalisme tugas guru Pendidikan Agama Islam yang
ditandai dengan kurangnya kemampuan dalam memprogram pembelajaran,
memproses pembelajaran yang sesuai dengan program pembelajaran.
Adapun kemampuan dalam memproses pembelajaran ini meliputi
penyampaian bahan pelajaran pada siswa, metode yang digunakan dan
persiapan mengajar.
c. Kurangnya pengakuan terhadap guru Pendidikan Agama Islam. Hal ini
ditandai dengan kurangnya penghargaan atas kegiatan pendidikan yang
dilakukan oleh guru agama terhadap siswa di sekolah.
Untuk itu, menurut Hasan Langgulung guru agama hendaknya selalu
meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dalam hal ini Hasan
Langgulung menawarkan adanya sejumlah latihan terhadap guru agama dalam
meningkatkan profesionalismenya, dengan tujuan:
a. Menciptakan guru-guru yang terlatih dan memiliki profesionalisme yang
tinggi.
b. Menghasilkan guru-guru yang bersemangat tinggi.20
Sedangkan dalam UU Guru dan Dosen pasal 4 dijelaskan kedudukan guru
untuk meningkatkan martabat guru dalam agen pembelajaran.21
”Yang dimaksud
agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai
fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi
belajar bagi peserta didik.”22
20 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan.., h. 233-235
21
Depag, Undang-undang dan Peraturan…, h. 86
22
Depag, Undang-undang dan Peraturan…, h. 130
15
2. Peran Guru Agama
Islam menuntut kepada pendidik untuk berorientasi kepada educational
needs dari peserta didik, dimana faktor “human nature” yang potensial tiap
pribadi anak dijadikan sentrum proses kependidikan sampai kepada batas
perkembangannya.23
M. Arifin menjelaskan bahwa “pendidik harus mengajar sesuai dengan
tingkat kemampuan kejiwaannya, memberi contoh tauladan yang baik,
mendorong dan memotivasi, targhieb dan tarchieb, mendorong kreativitas dalam
berpikir, menciptakan suasana belajar-mengajar yang favorable (diwaktu marah
atau sesak nafas guru tidak boleh mengajar).”24
Menurut E. Mulyasa bahwa peran dan fungsi guru secara umum adalah:
a. Sebagai pendidik dan pengajar; bahwa setiap guru harus memiliki kestabilan
emosi, ingin memajukan peserta didik bersikap realitas, jujur dan terbuka,
serta peka terhadap perkembangan, terutama inovasi pendidikan.
b. Sebagai anggota masyarakat; bahwa setiap guru harus pandai bergaul
dengan masyarakat.
c. Sebagai pemimpin; bahwa setiap guru adalah pemimpin, yang harus
memiliki kepribadian, menguasai ilmu kepemimpinan, prinsip hubungan
antar manusia, teknik berkomunikasi, serta menguasai berbagai aspek
organisasi sekolah.
d. Sebagai administator; bahwa setiap guru akan dihadapkan pada berbagai
tugas administrasi yang harus dikerjakan di sekolah, sehingga harus
memiliki pribadi yang jujur, teliti, rajin, serta memahami strategi dan
manajemen pendidikan.
e. Sebagai pengelola pembelajaran; bahwa setiap guru harus mampu dan
menguasai berbagai metode pembelajaran dan memahami situasi belajar-
mengajar di dalam maupun di luar kelas.25
23 M. Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat, (Jakarta: IAIN Syarif
Hidayatullah, 1988), h. 81
24
M. Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat..., h. 81
25
E. Mulyasa, Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2008), Cet. Ke-3, h.19
16
Sedangkan menurut Martinis Yamin, peran guru adalah:
a. Sebagai komunikator
Dilihat dari peran guru di dalam kelas, mereka berperan sebagai seorang
komunikator, mengkomunikasikan materi pelajaran dalam bentuk verbal dan non-
verbal. Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan berupa buku teks,
catatan, lisan, cerita, dan lain sebagainya, pesan itu dikemas sedemikian rupa
sehingga mudah dipahami, dimengerti, dipelajari, dicerna dan diaplikasikan
siswa.26
b. Sebagai fasilitator
Guru sebagai fasilisator memiliki peran memfasilitasi siswa-siswa untuk
belajar secara maksimal dengan mempergunakan berbagai strategi, metode, media
dan sumber belajar27
.
Guru Menciptakan suatu komunitas yang bersuasana saling bergantung dan
saling berdialog atas dasar saling mempercayai satu sama lain, menghasilkan
pengalaman yang luas, namun ia tetap mengambil bagian dan memperhatikan
dengan sikap yang sama dengan peserta didiknya.28
C. Tugas dan Kewajiban Guru Agama
Tugas guru yang utama adalah memberikan pengetahuan (cognitive), sikap
dan nilai (affective) dan ketrampilan (Psychometer) kepada anak didik.29
Dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa guru adalah
tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar. Di samping
itu, ia mempunyai tugas lain yang bersifat pendukung, yaitu membimbing dan
mengelola administrasi sekolah. Selain tugas tersebut, guru juga memiliki
kewajiban yang berhubungan dengan kedudukannya sebagai salah satu tenaga
kependidikan.
26 Martinis Yamin, Sertifikasi Propesi Keguruan di Indonesia, (Jakarta: Gaung Persada
Press, 2006), Cet. Ke-2, h.24
27
Martinis Yamin, Sertifikasi Propesi Keguruan di Indonesia…, h. 27
28
M. Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat..., h. 45
29
Zahara Idris, Dasar-dasar Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1982), Cet. Ke-1, h. 76
17
Jabatan seorang guru agama adalah sebuah jabatan yang sangat berat karena
tugas guru agama tidak hanya melaksanakan pendidikan agama secara baik, tetapi
guru agama juga harus dapat memperbaiki pendidikan agama yang telah terlanjur
salah diterima anak, baik dalam keluarga, maupun masyarakat sekitarnya, serta
melakukan pembinaan kembali terhadap pribadi anak didik.30
Tinggi atau rendahnya suatu masyarakat, maju atau mundurnya tingkat
kebudayaan suatu masyarakat dan Negara, sebagian besar tergantung kepada
pendidikan yang diberikan oleh guru. Makin tinggi pendidikan guru, makin tinggi
pula mutu pendidikan yang diterima oleh peserta didik, dan makin tinggi pula
derajat masyarakat.
Guru bertanggung jawab terhadap penciptaan situasi komunitas yang
dialogis interpendent dan terpercaya. Ia menyadari bahwa pengetahuan dan
pengalamannya lebih dewasa dan lebih dalam dan luas serta bersama-sama
dengan peserta didik berada dalam situasi belajar yang memperhatikan satu sama
lain.31
Untuk itu, Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan Dalam buku Filsafat
Pendidikan Islam, menjelaskan bahwa tugas-tugas pendidik adalah32
:
a. Membimbing peserta didik
Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat,
minat dan sebagainya.
b. Menciptakan situasi untuk pendidikan
Situasi pendidikan, yaitu suatu keadaan di mana tindakan-tindakan
pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan.
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan, dapatlah ditarik
kesimpulannya bahwa tugas guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang
mentransfer pengetahuan, tetapi juga sebagai pendidik yang mentransfer nilai-
nilai dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan
menuntun peserta didik dalam belajar untuk memcapai tujuan yang diharapkan.
30 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama..., h. 108
31
M. Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat ..., h. 28
32
Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2001), Cet. Ke-2, h. 94
18
Untuk itu, program pembaharuan pendidikan guru harus lebih diarahkan
kepada pembinaan tenaga guru yang secara profesional mampu mengemban
tugas-tugas tersebut.
D. Karakteristik Guru Agama
Dari uraian di atas telah jelas bahwa pekerjaan guru itu berat, tetapi luhur
dan mulia. Maka, untuk menjadi guru tidak sembarang orang dapat
menjalankannya. Untuk itu, guru harus memiliki karakteristik yang baik pula agar
dapat menjalankan fungsinya sebagai guru.
Menurut Ahmad Tafsir karakteristik guru seperti syarat dan sifat itu harus
dibedakan. Adapun syarat yang diartikan sebagai sifat guru yang pokok, yang
dapat dibuktikan secara empiris. Sedangkan sifat yang dimaksud adalah sebagai
pelengkap dari syarat tersebut.33
1. Syarat-syarat Guru Agama
Menurut Ahmad Tafsir syarat terpenting bagi guru adalah keagamaan.
Selain itu syarat guru agama adalah:
a. Umur, sudah dewasa.
b. Kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani.
c. Keahlian, menguasai bidang yang diajarkannya dan menguasai ilmu
mendidik.
d. Harus berkepribadian muslim.34
Secara umum, untuk menjadi guru yang baik menurut Islam hendaknya guru
memenuhi tanggung jawab yang akan dibebankan kepadanya seperti bertaqwa
kepada Allah, berilmu, sehat jasmani dan berakhlak mulia, tanggung jawab dan
berjiwa nasional.
Sedangkan menurut UU Guru dan Dosen pasal 8 adalah “guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikat pendidik, sehat jasmani dan
33 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam…, h. 82
34
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam.., h. 81
19
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.”35
Sebagai mana yang diutarakan oleh Kunandar dalam buku Guru
Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) dan
Sukses dalam Sertifikasi Guru mengatakan bahwa:
“Seorang guru yang profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan
minimal, antara lain: memiliki kualitas pendidikan profesi yang memadai,
memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa
kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap
profesinya, dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus menerus
(continous improvement) melalui organisasi profesi internet, buku, seminar, dan
semacamnya.”36
Karena pekerjaan guru adalah pekerjan profesional maka untuk menjadi
guru harus memenuhi persyaratan, diantaranya adalah: memiliki bakat, keahlian,
kepribadian, sehat mental dan badan, pengalaman dan pengetahuan yang luas,
berjiwa pancasila, dan warga negara yang baik.37
Sementara dalam kriteria yang sama, Oemar Hamalik memberikan batasan
tentang persyaratan guru profesional. Diantara persyaratan guru profesional itu
adalah:
a. Memiliki bakat sebagai guru.
b. Memiliki keahlian sebagai guru.
c. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi.
d. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas.
e. Guru adalah manusia yang berjiwa pancasila.
f. Guru adalah seorang warga negara yang baik.38
35 Depag. Undang-undang dan Peraturan…, h. 88
36
Kunandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan
Sukses dalam Sertifikasi Guru (KTSP), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), Cet. Ke-18, h. 50
37
Depag. Undang-undang dan Peraturan…, h. 66
38
Oemar Hamalik dalam Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia,
(Jakarta: Gaung Persada, 2006), Cet. Ke-2, h. 24
20
Tugas yang dibebankan kepada guru memang berat, karena guru bukan saja
mendidik peserta didik agar menjadi pribadi yang baik bagi peserta didik. Tetapi,
guru juga memberikan kemampuan kepada peserta didik agar sanggup menjalani
hidup sesuai yang diinginkan. Untuk itu, para guru harus belajar tentang keahlian
profesional.
2. Sifat-sifat Guru Agama
Dalam pendidikan Islam, seorang guru harus memiliki karakteristik yang
menjadi sifat dan ciri yang akan menyatu dengan kepribadiannya. Dalam hal ini,
Al-abrasyi memberikan batasan tentang sifat-sifat guru khususnya guru agama,
antara lain:
a. Memiliki sifat zuhud Yaitu melaksanakan tugasnya bukan semata-mata
karena materi, akan tetapi karena mencari keridhaan Allah SWT.
b. Suci dan bersih, Guru hendaknya bersih fisiknya dari segala macam kotoran
dan bersih jiwanya dari segala macam sifat tercela atau tidak mempunyai
dosa besar.
c. Ikhlas, Hendaknya guru ikhlas dan tidak ria dalam melaksanakan tugasnya,
karena ria akan menghilangkan keikhlasan.
d. Murah hati atau pemaaf, Bersifat pemaaf dan selalu memaafkan kesalahan
orang lain terutama anak didiknya, sabar dan sanggup menahan amarah.
e. Tegas dan terhormat, Tegas dalam perkataan dan perbuatanya tetapi tidak
kasar atau bersikap lemah lembut dan senantiasa membuka diri serta
menjaga kehormatanya.
f. Memiliki sikap kebapakan sebelum menjadi guru, Guru mencintai anak
didiknya sebagai mana mencintai anak-anaknya sendiri.
g. Memahami karakteristik anak didik, Guru harus dapat menguasai karakter
anak didiknya, seperti pembawaan, kebiasaan, perasaan dan berbagai potensi
yang dimilikinya.
21
h. Menguasai mata pelajaran, yaitu menguasai materi pelajaran yang
diajarkannya dengan baik dan profesional. 39
Pada dasarnya, yang diharapkan dari guru ialah supaya guru sendiri
berkembang sebagai wujud atau personifikasi dari sejumlah karakteristik yang
menggambarkan sikap dan perilaku keguruan. Di mata masyarakat karakteristik
itu berarti bahwa:
a. Guru patut dicontoh dan diperlakukan sebagai teladan dalam masyarakat.
b. Guru berinteraksi dengan lingkungan melalui kearifan budaya masyarakat.
c. Guru berperilaku sosial yang serasi dengan nilai budaya masyarakat.
d. Guru mengelola aktifitas pendidikan dengan moral yang tinggi.
e. Guru menyayangi para peserta didik mereka sebagai amanah orang tua.40
Sedangkan dalam psikologi, karakteristik guru lebih menitik beratkan pada
aspek kepribadian guru. Menurut Muhibbin Syah karakteristik kepribadian guru
meliputi fleksibilitas kognitif guru dan keterbukaan psikologi guru.
Pertama, fleksibilitas (keluwesan) kognitif guru merupakan kemampuan
berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam
tindakan. Kedua, keterbukaan psikologi guru yang merupakan kemampuan
memahami pikiran dan perasaan orang lain, dan menciptakan hubungan antara
pribadi guru dengan siswa secara harmonis.41
Berdasarkan uraian diatas terlihat jelas dengan kesimpulan bahwa sosok
guru yang baik adalah yang memiliki semangat mengajar yang tulus, yaitu ikhlas
dengan mengamalkan ilmunya, bertindak sebagai orang tua yang mengasihi
peserta didik mampu menggali potensi peserta didik, bersikap terbuka dan
demokatis untuk menerima dan menghargai peserta didik, dapat bekerja sama
dengan peserta didik, dan menjadi panutan bagi peserta didik, sehingga siswa
mengikuti perbuatan baik yang dilakukan guru.
39 Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran…, h. 66-70
40
Departemen Agama RI, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Pendidikan, (Jakarta:
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005), h. 12
41
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996 ), Cet.
Ke-3, h. 227-228
22
BAB III
GURU AGAMA PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN
DOSEN
A. Sketsa Hasan Langgulung
1. Biografi dan Riwayat Hidup Hasan Langgulung
Nama lengkapnya adalah Hasan Langgulung, lahir di kabupaten Sidenreng,
Rappang, Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Oktober 1934.1 Ayahnya bernama
Langgulung dan ibunya bernama Aminah Tanrasuh.2
Hasan Langgulung muda menempuh seluruh pendidikan dasarnya di daerah
Sulawesi, Indonesia. Ia memulai pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat (SR) ─
sekarang setingkat Sekolah Dasar (SD) ─ di Rappang, Sulawesi Selatan.
Kemudian melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Islam dan
Sekolah Guru Islam di Makasar sejak tahun 1949 sampai tahun 1952 serta
menempuh B.I. Inggris di Ujung Pandang, Makasar.
Perjalanan pendidikan internasionalnya dimulai ketika ia memutuskan hijrah
ke Timur Tengah untuk menempuh pendidikan sarjana muda atau Bachelor of
Arts (BA) dengan spesialisasi Islamic and Arabic Studies yang beliau peroleh dari
Fakultas Dar al-Ulum, Cairo University, Mesir pada tahun 1962. Setahun
1 http://groups.yahoo.com/group/smansa97/message/2820, diakses tg. 5-01-2010
2 Who’s Who in The World, 7
th Edition 1984-1985, (Chicago Illiniois: Marquis Who’s
Who Incorporated, 1984), h. 595
23
kemudian ia sukses menggondol gelar Diploma of Education (General) dari Ein
Shams University, Kairo. Di Ein Shams University Kairo pula ia mendapatkan
gelar M.A. dalam bidang Psikologi dan Kesehatan Mental (Mental Hygiene) pada
tahun 1967. Sebelumnya, ia juga sempat memperoleh Diploma dalam bidang
Sastra Arab Modern dari Institute of Higher Arab Studies, Arab League, Cairo,
yaitu di tahun 1964.
Kecintaan dan kehausan Hasan Langgulung pada ilmu pengetahuan tak
membuatnya puas dengan apa yang telah ia peroleh di Timur Tengah. Beliau pun
melanjutkan pengembaraan intelektualnya dengan pergi ke Barat. Hasilnya gelar
Doctor of Philosophy (Ph.D) dalam bidang Psikologi diperoleh dari University of
Georgia, Amerika Serikat di tahun 1971.
Semasa kuliah Hasan Langgulung tak hanya mengasah daya intelektualnya
(kognisi) saja, saat itu ia pun sudah menunjukkan talenta sebagai seorang aktivis
dan seorang pendidik. Hal ini dapat dibuktikan ketika ia diberi kepercayaan
sebagai Ketua Mahasiswa Indonesia di Kairo tahun 1957. Antara tahun 1957
hingga 1967 ia mengemban amanah sebagai Kepala dan Pendidik Sekolah
Indonesia di Kairo. Kemampuan organisatorisnya semakin matang ketika ia
menjadi Wakil Ketua Mahasiswa Indonesia di Timur Tengah (1966-1967).3
Pada tanggal 22 September 1972, Hasan Langgulung melepas masa
lajangnya dengan menikahi seorang perempuan bernama Nuraimah Mohammad
Yunus. Pasangan ini dikaruniai dua orang putera dan seorang puteri, yaitu Ahmad
Taufiq, Nurul Huda, dan Siti Zakiah. Keluarga ini tinggal di sebuah rumah di
Jalan B 28 Taman Bukit, Kajang, Malaysia.4
Prof Hasan Langgulung (73), adalah seorang pakar pendidikan Islam asal
Sulawesi Selatan meninggal dunia di Kuala Lumpur pada hari Sabtu 2 Agustus
2008 Pukul 19.47 waktu setempat.5
Mungkin tidak banyak masyarakat Indonesia yang mengenal beliau, kecuali
para penggiat dunia pendidikan terutama pendidikan Islam. Sebab, tokoh yang
3 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru,
2003), Cet. Ke-5, h. 413-414
4 Wh’s Who in The World..., h. 595
5http://groups.yahoo.com/group/smansa97/message/2820, diakses tg. 5-01-2010
24
pernah menjadi guru SMP bagi Wapres Jusuf Kalla tersebut menghabiskan
separuh hidupnya di luar negeri.
Saat negeri Jiran Malaysia baru saja menginjak usia kemerdekaan ke-14,
pemerintah Malaysia bergiat membangun negaranya terutama dari sisi pendidikan.
Saat itu banyak putra-putra pilihan dari Indonesia yang diundang pemerintah
Malaysia untuk ikut serta membangun negeri tersebut. Hasan termasuk salah satu
putra pilihan tersebut.
Salah satu jasa yang disumbangkan Hasan di Malaysia adalah Fakultas
Pendidikan di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) dan Univeristas Islam
Internasional Malaysia. Beliau adalah penggagas dan pendiri Fakultas Pendidikan
di UKM tahun 1972. Selesai di UKM, beliau lalu berpindah dan mendirikan
Fakultas Pendidikan di IIUM tahun 1980-an.6
Hasan meninggal dunia karena penyakit stroke dan dimakamkan di Taman
Pemakaman Sentul, Kuala Lumpur. Dalam upacara pemakaman, seluruh pejabat
KBRI, perwakilan dari kerajaan Malaysia, dan rektor IIUM ikut menghadiri.
2. Riwayat Pekerjaan Hasan Langgulung
Selepas kuliah aktivitas beliau semakin padat. Ia seringkali menghadiri
berbagai persidangan dan konferensi baik sebagai pembicara ataupun peserta yang
diadakan di dalam maupun di luar negeri seperti di Amerika Serikat, Jepang,
Australia, Fiji, Timur Tengah, beberapa negara di Eropa, di samping negara-
negara di wilayah ASEAN sendiri.
Pengalamannya sebagai pengajar dan pendidik dimulai sejak ia masih kuliah
di Mesir, yaitu sebagai kepala sekolah Indonesia di Kairo (1957-1968). Saat di
Amerika Serikat, ia pernah dipercaya sebagai asisten pengajar dan dosen di
University of Georgia (1969-1970) dan sebagai asisten peneliti di Georgia Studies
of Creative Behaviour, University of Georgia, Amerika Serikat (1970-1971).
Asisten Profesor di Universitas Malaya, Malaysia (1971-1972).
Ia juga pernah diundang sebagai Visiting Professor di University of Riyadh,
Saudi Arabia (1977-1978), Visiting Professor di Cambridge University, Inggris,
6 http://groups.yahoo.com/group/smansa97/message/2820, diakses tg. 5-01-2010
25
serta sebagai konsultan psikologi di Stanford Research Institute, Menlo Park,
California, Amerika Serikat.
Selain sebagai pengajar, peneliti dan konsultan, beliau juga menggeluti
dunia jurnalistik. Ia tercatat sebagai pimpinan beberapa majalah seperti Pemimpin
Redaksi Majalah Jurnal Pendidikan yang diterbitkan oleh Universiti Kebangsaan
Malaysia (UKM). Anggota tim redaksi pada majalah Akademika untuk Social
Sciences and Humanities, Kuala Lumpur. Anggota redaksi majalah Peidoprise,
Journal for Special Education, yang diterbitkan di Illinois, Amerika Serikat.
Beliau juga tercatat sebagai anggota American Psychological Association (APA)
dan American Educational Research Association Muslim.
Beliau pernah mengajar di Universiti Kebangsaan Malaysia sebagai
professor senior dalam beberapa tahun dan beliau mengajar di Universiti Islam
Antara Bangsa Kuala Lumpur, Malaysia juga sebagai professor senior (2002).
Beliau mendapatkan penghargaan Profesor Agung (Royal Profesor) pada tahun
2002 di Kuala Lumpur, Malaysia oleh masyarakat akademik dunia.
Hasan Langgulung menerima berbagai macam penghargaan internasional.
Namanya tercatat dalam berbagai buku penghargaan seperti: Directory of
American Psychological Association, Whoss Who in Malaysia, International
Whoss Who of Intellectuals, Whoss Who in The World, Directory of International
Biography, Directory of Cross-Cultural Research and Researches, Men of
Achievement, The International Book of Honor, Directory of American
Educational Research Association, The International Register Profiles, Whoss
Who in The Commonwealth, Asia Whoss Who of Men and Women of Achievement
and Distinction, Community Leaders of The World, Progressive Personalities in
Profile dan beberapa penghargaan lainnya.
3. Buah karya Hasan Langgulung
Hasan Langgulung telah menghasilkan puluhan karya ilmiah dengan
menggunakan bahasa Indonesia (Melayu), bahasa Arab maupun bahasa Inggris
berupa karya terjemahan, buku, makalah dan berbagai artikel yang tersebar di
berbagai majalah di dalam dan luar negeri. Tulisannya membahas berbagai
26
macam persoalan yang berkisar tentang Pendidikan, Psikologi, Filsafat dan Islam.
Di antara karya-karyanya tersebut, yaitu:
a. Thesis M.A. : Al-Murahiq al-Indonesiy; Ittijahatuh wa Darajatutawafuq
Indahu (Remaja Indonesia; Sikap dan Penyesuaiannya)
b. Disertasi Ph.D. : A Cross-Cultural Study of The Childss Conception of
Situational Causality in India, Western Samoa, Mexico, and The United
States, kemudian diterbitkan oleh Journal of Social Psychology: USA, 1973
c. The Development of Causal Thinking of Children in Mexico and The United
States, USA: The Journal of Cross-Cultural Studies, 1973
d. The Curriculum Reform of General Education in Higher Education in
Southeast Asia, Bangkok: ASAIHL, 1974
e. The Self; Concept of Indonesian Adolescene, Malaysia: Jurnal Pendidikan,
1975
f. Social Aims and Effect of Higher Education, Kuala Lumpur: Economic &
Business Studentss Association in Southeast Asia, 1973
g. Beberapa Aspek Pendidikan Ditinjau dari Segi Islam, Kuala Lumpur: Majalah
Azzam, 1974
h. Belia, Pendidikan dan Moral, Kuala Lumpur: Dewan Masyarakat, 1977
i. Al-Ghazali dan Ibnu Thufail Vs Rousseau dan Pioget, Kuala Lumpur: Majalah
Jihad, 1976
j. Pendidikan Islam akan Kemana?, Kuala Lumpur: Cahaya Islam, 1977
k. Peranan Ibu-Bapa dalam Pendidikan Keluarga, Kuala Lumpur: Al-Ihsan,
1977
l. Falsafah Pendidikan Islam, terjemahan dari karya Omar Mohammad al-
Toumy al-Syaibany, Jakarta: Bulan Bintang, 1979
m. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1980
n. Pendidikan dan Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1985, Cet. III
o. Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakarta,
Al-Husna Zikra, 1986
p. Teori-teori Kesehatan Mental, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1983
27
q. Kreatifitas dan Pendidikan Islam; Analisis Psikologi dan Pendidikan Islam,
Jakarta: Pustaka Al Husna, 1991
r. Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2002
s. Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2003, Edisi
Revisi Cet. V)
t. Pendidikan Islam dalam Abad 21, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2003,
Edisi Revisi (Cet. III)7
B. Guru Agama Perspektif Hasan Langgulung
1. Pengertian Guru Agama
Sama dengan teori barat, pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.8 Guru merupakan
pendidik di lingkungan sekolah yang menyiapkan sejumlah ilmu pengetahuan,
sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Maka menurut Hasan Langgulung pendidik
adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peseta didik melalui
proses pengajaran.
Menurut penelitian di Amerika Serikat sebagian besar dari guru-guru
berasal dari golongan menengah-rendah seperti petani, pengusaha kecil, buruh
harian dan hanya sebagian kecil saja yang ayahnya dari golongan profesional atau
golongan tinggi. Guru-guru berasal dari daerah-daerah pedesaan atau kota kecil.
Latar belakang guru yakni dari golongan petani dan kaum buruh yang perlu
dipertimbangkan dalam pola kebudayaan di sekolah yang banyak dipengaruhi
oleh guru.
Guru akan membawa norma-norma dan kebudayaan yang diperolehnya
melalui pendidikan ke dalam kelas yang diajarkan. Walaupun guru itu sendiri
berkat pendidikannya dapat mempertinggi tingkat kulturalnya, namun ia akan
7 Beberapa karya Hasan Langgulung ini tertulis dalam riwayat hidup singkatnya sebagai
penterjemah pada sampul belakang buku karya Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Toumy Al-
Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Cet. Ke-I
8 Ahmad tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam…, h. 74
28
tetap terikat oleh latar belakangnya, yaitu nilai-nilai pedesaan golongan
menengah-rendah yang mungkin sekali berbeda dengan norma anak didik,
khususnya dikota-kota. Namun banyak orang tua anak didik, misalnya di sekolah
menengah yang golongan sosialnya lebih tinggi dari guru itu sendiri.
Dalam kelas gurulah merupakan kunci utama yang menentukan norma-
norma di dalam kelasnya dan kekuasaan penuh terdapat dalam sosok guru
tersebut. Dalam pandangan masyarakat, guru adalah seseorang yang
menyampaikan ilmu pengetahuan kepada para anak didik di dalam kelas.
Sedangkan Hasan Langgulung berpendapat bahwa guru disebut juga
ulama.9 Yaitu orang yang memiliki ilmu lebih dari pada anak didiknya.
10 Atau
orang-orang yang berilmu pengetahuan.11
2. Kedudukan dan Peran Guru Agama
Kedudukan orang alim dalam Islam dihargai tinggi bila orang itu
mengamalkan ilmunya. Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam Islam
merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan;
pengetahuan itu di dapat dari belajar dan mengajar; yang belajar adalah calon
guru, dan yang mengajar adalah guru.12
Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang
dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama
ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru.
Berdasarkan kedudukannya sebagai guru terutama guru agama ia harus
menunjukan kelakuan yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat. Apa
yang dituntut bagi guru dalam aspek etis, intelektual dan sosial lebih tinggi dari
pada yang dituntut dari orang dewasa lainnya.
Guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi teladan, di
dalam maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya.
9 Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam…, h. 45
10
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan..., h. 150
11 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. Ke-
6, h. 40
12
Ahmad tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam …, h. 76
29
Di mana dan kapan saja ia akan dipandang sebagai guru yang harus
memperlihatkan kelakuan yang patut ditiru oleh masyarakat, khususnya oleh anak
didik
Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru.
Gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya
manusia.13
Khususnya proses pembelajaran di sekolah, guru memegang peran
yang penting diantaranya menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi, dan
kebudayaan yang terus menerus berkembang.
Menurut Hasan Langgulung peran guru adalah untuk menyelamatkan
masyarakat dan peradaban dari penghancuran atau dalam istilah sehari-hari
disebut mati dan akhirnya kita jumpai di musium, seperti mesir kuno, yunani kuno
dan lain-lain. Dengan kata lain tanpa guru yang berfungsi sebagai transmitter
(penyambung) budaya akan mati.14
Peran guru agama dari hari ke hari semakin berat, seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai komponen utama
dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam
masyarakat.
Menurut Hasan Langgulung “guru dalam paradigma baru ini bukan hanya
bertindak sebagai pengajar, tetapi sebagai motivator dan fasilitator proses
belajar.”15
a. Motivator
Menurut Wina Sanjaya “dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan
salah satu aspek yang sangat penting. Proses pembelajaran akan berhasil apabila
siswa mempunyai motivasi dalam belajar. untuk itu, guru dituntut kreatif dalam
membangkitkan motivasi belajar siswa.”16
13 Kunandar, Guru Profesional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 40
14
Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam..., h. 45
15
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21…, h. 86
16 Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. Ke-5, h. 28
30
b. Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam
komunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, karena
kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap
pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
Menurut Sardiman A. M. dalam bukunya “Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar” peran guru sebagai fasilitator, yaitu guru memberikan fasilitas dan
kemudahan dalam proses belajar mengajar, misalnya dengan menciptakan suasana
belajar mengajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa,
sehingga interaksi belajar mengajar akan berlangsung secara efektif.17
Dari penjelasan diatas dapat diringkas bahwa peran guru agama dalam
paradigma baru menurut Hasan Langgulung adalah selain sebagai transmitter
(penyambung) budaya, guru berperan sebagai motivator dan fasilitator dalam
mengembangkan potensi-potensi anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan
yang diharapkan.
Dalam mewujudkan peranan guru, Hasan Langgulung berpendapat bahwa
guru harus memiliki tiga macam pengetahuan, yaitu:
a. Pengetahuan umum, yaitu semua materi atau bidang ilmu yang
diajarkan, baik materi agama maupun materi umum lainya.
b. Pengetahuan profesi, yaitu pengetahuan atau materi yang berkaitan
dengan profesi guru yang mengikuti latihan tersebut.
c. Pengetahuan khusus, yaitu beberapa pengetahuan khusus yang
diberikan kepada guru-guru sesuai dengan tingkat pendidikan yang
diajarnya.18
Untuk melengkapi tulisan ini, penulis menambahkan tentang kedudukan dan
peran guru dari beberapa para ahli pendidikan. Sebagaimana yang diterapkan oleh
Syafrudin Nurdin bahwa “jabatan guru terdiri dari empat aktifitas, yaitu: (a)
pendidikan, (b) proses belajar mengajar atau bimbingan penyuluhan, (c)
pengembangan profesi dan (d) penunjang proses belajar mengajar atau bimbingan
17 Sardiman A. M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar..., h.144
18
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan…, h. 233-235
31
dan penyuluhan.”19
Hal ini, sesuai dengan yang dijelaskan oleh Zahara Idris
bahwa peranan guru adalah membimbing proses belajar mengajar untuk mencapai
tujuan pendidikan.20
Dalam pendapat lain tentang peranan guru yang lebih luas, yaitu: guru
sebagai pengajar, pembimbing, pemimpin, ilmuan, pribadi, penghubung,
modernisator, dan pembangun.21
Berikut ini akan dijelaskan satu persatu tentang
peranan guru:
a. Guru sebagai pengajar
Guru menyampaikan materi pelajaran agar peserta didik memahami dengan
baik semua pengetahuan yang telah disampaikan oleh guru.
b. Guru sebagai pembimbing
Guru memberikan bantuan kepada peserta didik agar mereka mampu
menemukan masalah dan menyelesaiakan masalahnya sendiri, mengenal diri
sendiri, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
c. Guru sebagai pemimpin
Guru mengadakan supervisi atas kegiatan belajar peserta didik, membuat
rencana pengajaran, mengadakan manajemen belajar, dan mengatur disiplin dalam
kelas.
d. Guru sebagai ilmuan
Guru dipandang sebagai orang yang paling berpengetahuan terhadap peserta
didik untuk itu guru berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu secara terus-
menerus memupuk pengetahuan yang dimilikinya.
e. Guru sebagai pribadi
Sebagai pribadi, guru harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh peserta
didik, orang tua peserta didik dan masyarakat.
f. Guru sebagai penghubung
Sekolah mempunyai dua peran, yaitu sebagai tempat menyampaikan dan
mewariskan kebudayaan, teknologi dan ilmu pengetahuan. Di lain pihak sekolah
19 Syafrudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum…, h.11
20
Zahara Idris, Dasar-dasar Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1982), Cet. Ke-1, h. 77
21
Departemen Agama RI, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Pendidikan, (Jakarta:
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005), h. 72-76
32
sebagai penampung aspirasi, masalah, kebutuhan, minat, bakat dan tuntutan
masyarakat. Peran guru merupakan penghubung diantara keduanya.
g. Guru sebagai modernisator
Guru harus senantiasa mengikuti usaha-usaha pembaharuan di segala bidang
dan meyampaikan kepada peserta didik dengan batas-batas kemampuan peserta
didik agar menanamkan jiwa pembaharuan di kalangan peserta didik.
h. Guru sebagai pembangun
Guru baik sebagai pribadi dan profesional harus dapat menggunakan setiap
kesempatan untuk membantu berhasilnya rencana pembangunan masyarakat.
3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, dalam pemikiran Hasan Langgulung
peran guru tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan saja. Tetapi guru juga
sebagai motivator dan fasilitator dalam pembelajaran. Dengan demikian, penulis
menyimpulkan bahwa tugas guru menurut Hasan Langgulung adalah:
a. Sebagai motivator, tugas guru adalah mendidik peserta didik dengan titik
berat memberikan arah dan motivasi terhadap pencapaian tujuan yang
diharapkan.
b. Sebagai fasilitator, tugas guru adalah memberi fasilitas dalam mencapai
tujuan yang diharapkan.
c. Tugas guru juga membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti
sikap, nilai-nilai dan penyesuaian diri.
Demikianlah dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai
penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu, guru bertanggung jawab
akan keseluruhan perkembangan kepribadian peserta didik. Guru harus mampu
menciptakan proses belajar mengajar yang sedemikian rupa, sehingga dapat
merangsang peserta didik untuk belajar secara dinamis dalam memenuhi kebutuan
dan pencapaian tujuan.
Guru agama berbeda dengan guru-guru bidang studi lainnya. Guru agama
di samping memberitahukan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas
pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan
33
kepribadian, pembianaan akhlak, di samping menumbuhkan dan mengembangkan
keimanan dan ketakwaan anak didik.22
Menurut Hasan Langgulung yang dimaksud pembelajaran adalah realisasi
potensi-potensi manusia agar dapat mengimbangi kelemahan aslinya, yaitu sikap
lupa. Oleh sebab itu, Al-Qur’an dianggap sebagai pemberi ingat yang paling
istimewa.23
Tambahnya bahwa:
“Potensi-potensi itu tercermin dalam “al-Asma al-Husna” yang 99 itu,
kalau direalisasikan maka umat manusia sebagai individu dan masyarakat
berfungsi penuh (full-functioning). Sebaliknya kalau potensi-potensi itu tidak
direalisasikan, maka manusia akan ditimpa berbagai penyakit seperti kejahilan,
kemiskinan, kemunduran, kelaparan dan lain-lain yang mengakibatkan
kehancuran walaupun mereka berdiri diatas telaga minyak dan emas, dan
dikelilingi oleh sumber alam yang kaya raya seperti terjadi pada Negara-negara
dunia ketiga dewasa ini, termasuk Negara-negara Islam.”24
Dari sinilah muncul konsep baru tentang pendidikan, yaitu sebagai
pemberi ingat pada manusia yang suka lupa. Dalam pengertian modern, manusia
itu pelupa karena potensi-potensinya tidak dikembangkan dan diaktualisasikan.
Potensi-potensi itu terpendam dalam dirinya. Oleh sebab itu, menjadi tugas dan
tanggung jawab guru untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi-
potensi tersebut.
Adapun upaya yang dapat dilakukan guru untuk mengurangi kelupaan
adalah25
:
a. Selalu meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menyadarkan
anak didik akan tujuan pembelajaran.
b. Menunjukan unsur-unsur pokok sebelum menunjukan unsur-unsur
penunjang yang relevan dalam materi pelajaran yang akan disajikan.
22 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan sekolah, (Jakarta: Ruhama,
1995), Cet. Ke-2, h. 99
23
Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma… h. 46
24
Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma… h. 48
25
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006 ), Ed. 1, h.139-140
34
c. Menyajikan pokok bahasan materi yang akan disajikan pada sesi
berikutnya.
d. Dalam mengajukan pertanyaan kepada anak didik guru sebaiknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) disampaikan secara akrab
dan tidak menegangkan, (2) singkat, padat, jelas, dan tidak
mengandung banyak tafsiran, (3) mengandung satu masalah, (4)
alternatif jawaban bukan “tidak” atau ”ya”, (5) jangan memaksa anak
didik yang tidak dapat menjawab, (6) tawarkan pertanyaan-
pertanyaan kepada siswa lain, (7) berilah pujian terhadap siswa yang
berhasil menjawab.
Setiap guru harus memenuhi persyaratan sebagai manusia yang
bertanggung jawab dalam bidang pendidikan. Guru sebagai pendidik bertanggung
jawab untuk mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi berikutnya
sehingga terjadi proses konservasi nilai, karena melalui proses pendidikan
diusahakan terciptanya nilai-nilai baru.
Al-Ghazali menyebutkan beberapa kewajiban guru agama dengan
tugasnya dalam pembelajaran, yaitu:
a. Jangan mengharapkan imbalan dan balasan, tetapi berharap
keridhaan dari Allah Swt. semata
b. Menyayangi peserta didik
c. Memberikan nasihat
d. Memperhatikan tingkat kemampuan peserta didik
e. Guru tidak menjelekan eksistensi ilmu yang bukan bidangnya
f. Mengajarkan materi yang mudah, jelas, dan layak diterima peserta
didik
g. Tidak berbohong26
26 Al-Ghazali dalam Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan
Islam. Terj. Syamsuddin Asyrofi, (Yogyakarta: Titian Ilahi Pers, 1996), Cet. Ke-1, h. 77-79
35
Menurut E. Mulyasa tanggung jawab guru dapat dijabarkan ke dalam
sejumlah kompetensi yang lebih khusus, berikut ini27
:
a. Tanggung jawab moral; bahwa setiap guru harus mampu menghayati
prilaku dan etika yang sesuai dengan moral Pancasila dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Tanggung jawab dalam bidang pendidikan di sekolah; bahwa setiap
guru harus menguasai cara belajar-mengajar yang efektif, mampu
mengembangkan kurikulum (KTSP), silabus, dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), melaksanakan pembelajaran yang
efektif, menjadi model bagi peserta didik, memberikan nasihat,
melaksanakan evaluasi hasil belajar, dan mengembangkan peserta
didik.
c. Tanggung jawab dalam bidang kemasyarakatan; bahwa setiap guru
harus turut serta menyukseskan pembangunan, yang harus kompeten
dalam membimbing, mengabdi dan melayani masyarakat.
d. Tanggung jawab dalam bidang keilmuan; bahwa guru harus turut
serta memajukan ilmu, terutama yang menjadi spesifikasi, dengan
melaksanakan penelitian dan pengembangan.
C. Guru Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan
Dosen
Istilah guru tidak asing lagi dalam kehidupan kita, karena guru mempunyai
andil yang sangat besar. Tanpa guru, tidak akan terbentuk generasi yang
berpendidikan. Maka dari itu, guru bukan hanya menerima mandat dari orang tua
untuk mengajar, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan bantuan
untuk mendidiknya.
Indonesia pada tahun 2005 telah memiliki Undang-undang tentang Guru
dan Dosen, yang merupakan kebijakan secara langsung untuk meningkatkan
kualitas kompetensi guru lewat kebijakan keharusan guru memiliki kualifikasi S1
27 E. Mulyasa, Standar Kompetensi…Op., Cit., h. 18
36
atau D4 dan memiliki sertifikat profesi. Dengan sertifikat profesi ini pula guru
berhak mendapatkan tunjangan profesi sebesar satu bulan penuh gaji guru. Selain
itu, Undang-undang Guru dan Dosen juga menetapkan berbagai tunjangan yang
berhak diterima guru sebagai upaya peningkatan kesejahteraan finansial guru.
Kebijakan dalam Undang-undang Guru dan Dosen ini pada intinya adalah
untuk meningkatkan kualitas kompetensi guru dan meningkatkan kesejahteraan
mereka. Secara keseluruhan materi yang diatur dalam Undang-undang Nomor 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen terdiri atas 8 Bab, 84 pasal, dan 205 ayat
yang mencakup: (1) Ketentuan Umum, (2) Kedudukan, Fungsi dan Tujuan, (3)
Prinsip Profesionalitas, (4) Ketentuan Khusus Guru, (5) Ketentuan Khusus Dosen,
(6) Sanksi, (7) Ketentuan Peralihan, dan (8) Ketentuan Penutup.
Guru yang diatur dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen tersusun dalam Bab IV, yang mencakup tentang guru, hak dan
kewajiban guru, wajib kerja dan ikatan dinas, pengangkatan, penempatan,
pemindahan dan pemberhentian, serta pembinaan dan pengembangan,
penghargaan, perlindungan, cuti, organisasi profesi dan kode etik guru.
Seiring dengan tuntutan mutu pendidikan, maka pemerintah membuat
peraturan perundang-undangan yang mengatur profesi, kompetensi, dan
sertifikasi.
1. Tentang Status Profesi Guru
Oemar Hamalik menyimpulkan bahwa suatu profesi pada hakikatya adalah
suatu janji yang memiliki nilai-nilai etis yang mengandung unsur pengabdian pada
masyarakat, melalui suatu pekerjaan tertentu yang menuntut keahlian tertentu
pula.28
Profesi identik dengan kata keahlian, berarti juga suatu kompetensi khusus
yang memerlukan kemampuan intelektual tinggi, yang mencakup penguasaan
atau didasari pengetahuan tertentu. Demikian halnya pekerjaan/jabatan guru telah
ditegaskan sebagai suatu profesi kependidikan, yaitu dalam UU Guru dan Dosen
secara tegas mendefinisikan guru sebagai ”pendidik profesional yang mempunyai
28 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. Ke-4, h. 17
37
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.29
Menurut Martinis Yamin bahwa profesi yang disandang oleh tenaga
kependidikan atau guru, adalah sesuatu pekerjaan yang membutuhkan
pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan ketelatenan untuk
menciptakan anak memiliki perilaku sesuai yang diharapkan.30
Untuk itu, harus ada landasan yang kuat untuk memberi peluang bagi guru
dalam meningkatkan mutu profesi serta memperluas wawasan keilmuannya dalam
melaksanakan tugas profesinya secara efektif, efesien, dan produktif sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa yang akan datang.
Dari pembahasan di atas memberi pemahaman bahwa unsur-unsur
tepenting dalam profesi guru adalah penguasaan sejumlah kompetensi sebagai
keterampilan atau keahlian khusus yang diperlukan untuk melaksanakan tugas
mendidik dan mengajar secara efektif dan efisien sehingga profesi guru
mempunyai keterkaitan yang erat dengan kompetensi.
Dari uraian di atas, bahwa guru dituntut harus menjadi profesional dalam
arti pekerjaannya atau kegiatanya tersebut harus memerlukan keahlian,
kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu pendidikan. Adapun
tugas utama guru tidak hanya mengajar, dan mendidik, akan tetapi juga
membimbing dan mengevaluasi peserta didik. Maka dari itu, dalam perspektif
profesonalisme tidak semua orang dapat menjadi guru.
2. Tentang Kedudukan, Fungsi dan Tujuan
a. Kedudukan Guru
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 2 ayat
(1) dan (2) secara tegas disebutkan bahwa: “Guru mempunyai kedudukan sebagai
tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai
29 Depag, Undang-undang dan Peraturan…, h. 83
30
Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi..., h. 20
38
peraturan perundang-undangan.”31
Adapun pengakuan kedudukan guru sebagai
tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikasi pendidik.32
Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru
hanya dapat dilakukan seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik,
kompetensi dan sertifikasi pendidikan sesuai dengan persyaratan untuk setiap
jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Adapun pengakuan guru sebagai
tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan cita-cita dan tujuan guru
dari UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Yaitu:
1. Mengangkat martabat guru
2. Menjamin hak dan kewajiban guru
3. Meningkatkan kompetensi guru
4. Memajukan profesi serta karir guru
5. Meningkatkan mutu pembelajaran.
6. Meningkatkan mutu pendidikan.
7. Mengurangi kesenjangan ketersediaan guru antar daerah dari segi jumlah,
mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi.
8. Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah, dan
9. Meningktakan pelayanan pendidikan yang bermutu.33
b. Fungsi Guru
Menurut undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen,
pasal 4 bahwa kedudukan guru debagai tenaga profesional sebagai mana
termaktub dalam pasal 2 ayat (1) fungsi guru untuk meningkatkan martabat dan
peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.34
31 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 86
32
Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, (Jakarta: Cipta Jaya,
2009), h. 2
33
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 127
34
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 86
39
c. Tujuan Guru
Dalam undang-undang No. 14 Tahun 2005 pasal 6 menyatakan bahwa:
“kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan
untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan
tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, demokratis dan
bertanggung jawab.”35
3. Tentang Prinsip Profesionalitas
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 7 ayat
(1) dan menerangkan bahwa: Profesi Guru dan dosen merupakan bidang
pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketaqwaan, keimanan, untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia;
c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugas.
d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
profesional, dan
i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.36
Prinsip profesional ini menempatkan guru sebagai sebuah profesi yang
disamping memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi keilmuan, juga harus
mempunyai keikhlasan serta keterpanggilan jiwa. Karena itu guru memainkan
35 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 86
36
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 87
40
fungsi membina akhlak mulia, budi pekerti, dan kepribadian anak didik yang
menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi
tantangan perkembangan jaman.
Dengan demikian, profesi mengajar adalah sebuah kewajiban; kewajiban
tersebut hanya dibebankan kepada setiap orang yang berpengatahuan. Profesi
mengajar harus didasarkan pada kompetensi dengan kualifikasi akademik tertentu.
Di sinilah perlunya memperhatikan aspek kompetensi dalam menjalankan tugas
mengajar sebagaimana yang ditekankan oleh UU Guru dan Dosen.
4. Tentang Ketentuan Khusus Guru
Ketentuan khusus guru dalam UU Guru dan Dosen meliputi kompetensi
dan kualifikasi yang secara khusus disebutkan dalam bab tersendiri, yakni dalam
Bab IV Pasal 8, dalam rangka menjamin kelestarian dan terbangunnya jiwa
keikhlasan dan pengabdian, UU ini menjamin bahwa profesi guru merupakan
bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional, antara lain
memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
Pasal 8 undang-undang No. 14 Tahun 2005 ini, menyebutkan bahwa:
“Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.”37
a. Kompetensi Guru
Pasal 10 ayat (1) bahwa: “kompetensi guru yang dimaksud sebagaimana
dalam pasal 8 meliputi kompetensi petagogik, kompetensi pribadi, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi itu diperjelas dalam Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun
2008 Tentang Guru dalam Pasal 3 ayat (4) sampai dengan ayat (7), yaitu:38
1) Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam proses
pembelajaran mencakup pemahaman wawasan dan landasan kependidikan,
37 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 88
38
Peraturan Pemerintah RI.., h. 6-8
41
pemahaman terhadap peserta didik, pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik pengembangan kurikulum, pemanfaatan teknologi, evaluasi hasil
belajar dan pengembangan peserta didik.
2) Kompetensi kepribadian guru meliputi beriman dan bertaqwa, berakhlak
mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa,
jujur, sportif, menjadi teladan, intropeksi diri, dan mengembangkan diri
secara terus menerus.
3) Kompetensi sosial meliputi kemampuan untuk berkomunikasi lisan, tulis
dan/atau isyarat secara langsung, menggunakan teknologi komunikasi
sesuai fungsinya, bergaul secara efektif dengan lingkungan sekolah,
bergaul dengan masyarakat sekitar sesuai norma dan nilai yang berlaku,
dan menerapkan prinsip persaudaraan dan kebersamaan.
4) Kompetensi profesional guru merupakan kemampuan guru dalam
menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni
dan budaya yang diampunya seperti menguasai mata pelajaran secara luas
dan mendalam, konsep dan metode disiplin ilmu yang relevan.
Kompetensi guru dalam menjalankan tugasnya mencakup tiga komponen
yang terdiri dari: kompetensi kognitif, kompetensi afektif, dan kompetensi
psikomotorik.
a) Kompetensi Kognitif
Merupakan kompetensi utama yang wajib dimiliki oleh calon guru dan
guru profesional. Kompetensi ini mengandung pengetahuan yang bersifat
deklaratif dan prosedural.39
Pengetahuan deklaratif ialah pengetahuan mengenai faktual yang pada
umumnya bersifat statis normatif dan dapat dijelaskan secara lisan. Dan
pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang mendasari kecakapan atau
ketrampilan perbuatan jasmaniah yang yang bersifat dimanis.40
Pengetahuan dan keterempilan ini dapat dikelompokan dalam dua
kategori, yaitu: pertama, pengetahuan kependidikan/keguruan, dan kedua,
39 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan.., h. 231
40
Muhibbin Syah Psikologi Pendidikan,… h. 96-97
42
pengetahuan bidang studi yang diajarkan.41
Jadi kompetensi kognitif adalah
kemampuan guru menguasai pengetahuan, kemampuan kependidikan, dan
pengetahuan materi yang diajarkan.
b) Kompetensi Afektif
Kompetensi afektif guru meliputi perasaan dan emosi seperti: cinta, benci,
senang, sedih, dan sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain. Sikap
dan dan perasaan diri mencakup: konsep diri dan harga diri guru, efikasi diri dan
efikasi kontekstual guru, dan sikap penerimaan terhadap diri sendiri dan orang
lain.42
Jadi, kompetensi afektif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan
sikap dan perasaan terhadap profesi guru, peserta didik dan masyarakat. Terutama
sikap terhadap bidang studi yang diajarkan dan sikap mencintai terhadap tugas
dan tanggung jawabnya sebagai guru.
c) Kompetensi Psikomotor
Meliputi segala ketrampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah yang
pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar. Secara garis besar
kompetensi ini terdiri dari dua kategori, yaitu: kecakapan fisik umum dam
kecakapan fisik khusus.43
b. Sertifikasi Guru
UU Guru dan Dosen Pasal 11 ayat (1) sampai dengan ayat (4)
menerangkan:
a) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diberikan
kepada guru.
b) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi
dan ditetapkan oleh pemerintah.
c) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara obyektif, transparan, dan
akuntabel.
41 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan,… h. 232
42
Muhibbin Syah Psikologi Pendidikan ,… h. 233-235
43
Muhibbin Syah Psikologi Pendidikan ,… h. 236
43
d) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.44
Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah RI Tentang Guru “sertifikat
pendidik bagi guru diperoleh melalui program profesi pendidikan yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun
masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah.”45
Di atas telah dibahas bahwa guru profesional pada intinya adalah guru
yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas
kependidikan dan pengajaran. Selain itu, guru juga harus memiliki sertifikat
pendidik yang merupakan bukti keprofesionalnya.
Pada hakikatnya, standar sertifikasi guru adalah untuk mendapatkan guru
yang baik dan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi
dan tujuan pendidikan khususnya sekolah sesuai kebutuhan masyarakat dan
tuntutan zaman.
Dalam UU Guru dan Dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses
pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.46
Sedangkan Menurut
Nataamijaya yang dikutip oleh E. Mulyasa bahwa sertifikasi adalah prosedur yang
digunakan oleh pihak ketiga untuk memberikan jaminan tertulis bahwa sesuatu
produk, proses, atau jasa yang telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan. 47
Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan
kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.48
Berdasarkan pengertian di
atas. Maka sertifikat guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian
pengakuan bahwa seseorang telah memenuhi standar kompetensi dan standar
44 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 89
45
Peraturan Pemerintah RI.., h. 8
46
Depag, Undang-undang dan Perturan…, h. 84
47
E. Mulyasa, Standar kompetensi…, h. 34
48
Depag, Undang-undang dan Perturan…, h. 84
44
kualifikasi.49
Atau wewenang yang diberikan kepada seseorang sebagai jaminan
tertulis untuk memenuhi persyaratan kompetensi guru.50
Sertifikasi dilakukan oleh perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh
lembaga sertifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Sertifikasi guru merupakan
pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional. Oleh karena
itu, proses sertifikasi dipandang sebagai bagian esensial dalam upaya memperoleh
sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Menurut
Wibowo dalam E. Mulyasa menerangkan tujuan sertifikasi untuk (1) melindungi
profesi pendidik dan tenaga kependidikan, (2) melindungi masyarakat dari hal-hal
yang tidak kompeten, (3) membantu dan melindungi penyelenggara pendidikan,
(4) membantu citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga
kependidikan, (5) memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik
dan tenaga kependidikan.51
Hal yang sama juga dirumuskan oleh Kunandar tentang tujuan dan
manfaat sertifikasi adalah: menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan
tugasnya, meningkatkan proses dan mutu pendidikan, peningkatkan
profesionalisme guru, melindungi guru dari praktek-praktek yang tidak kompeten,
melindungi masyarakat dari praktek pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak
profesional, dan menjaga LPTK dari penyimpangan.52
Dalam UU Guru dan Dosen bahwa sertifikasi pendidik itu harus
dilakasanakan secara obyektif, transparan, dan akuntabel. Sehingga semua orang
yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk
menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu. Dan biaya penyelenggaan
sertifikasi ditanggung oleh pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat.
Adapun syarat-syarat sertifikat pendidik bagi guru adalah memenuhi
standar kualifikasi akademik (S1 dan D4) dan menguasai standar kompetensi yang
49 Kunandar, Guru Profesional…, h. 79
50
E. Mulyasa, Standar kompetensi…, h. 34
51
E. Mulyasa, Standar kompetensi…, h. 35
52
Kunandar, Guru Profesional…, h. 79
45
dibuktikan dengan lulus uji kompetensi. Uji kompetensi ini berbentuk tes tulis
dan tes kinerja dan portofolio.53
Selain kualifikasi akademik kompetensi dan sertifikasi pendidik guru juga
harus sehat jasmani dan rohani. Sebagai mana dikatakan oleh Oemar Hamalik,
kriteria profesional guru dalam segi fisik yaitu sehat jasmani dan rohani, dan tidak
mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan/cemooh atau rasa kasihan
dari anak didik.54
Dalam penjelasan Pasal 8 UU Guru dan Dosen yang dimaksud dengan
sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang
memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan
fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Dari uraian diatas, sertifikasi guru merupakan sertifikat yang berbentuk
ijazah dan sertifikat kompetensi yang diperoleh bukan melalui pertemuan ilmiah
seperti seminar, diskusi panel, lokakarya dan sebagainya. Namun, sertifikasi
diperoleh melalui penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan setelah lulus
uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi
atau lembaga sertifikasi.
Dengan demikian, guru profesional mengandung arti bahwa pekerjaan
guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi
akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik yang sesuai dengan persyaratan
untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
c. Hak dan Kewajiban
UU Guru dan Dosen Pada pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
1) Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial;
2) Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan hak atas
kekayaan intelektual;
53 Kunandar, Guru Profesional…, h. 81
54
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru..., h. 37
46
3) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas
kekayaan intelektual;
4) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
5) Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk
menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
6) Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan
kelulusan, penghargaan, dan atau sanksi kepada peserta didik sesuai
pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
7) Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan
tugas;
8) Memiliki kebebasan tugas berserikat dalam organisasi prosesi;
9) Memiliki kesempatan untuk berperan dalam menentukan kebijakan
pendidikan;
10) Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatan
kualifikasi akademik dan kompetensi akademik dan kompetensi; dan/atau
11) Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.55
Kewajiban guru yang diatur dalam pasal 20 UU Guru dan Dosen yang
berbunyi:
1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi
secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni;
3) Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis
kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik
guru, serta nilai-nilai agama dan etika, dan;
5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.56
55 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 90
56
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 93
47
d. Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Terdapat dalam Undang-undang Guru dan Dosen Pasal 21 ayat (1)
menjelaskan dalam keadaan darurat pemerintah dapat memperlakukan ketentuan
wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi
kualitas akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di
daerah khusus di wilayah Indonesia. Ayat (2) menerangkan ketentuan-ketentuan
tersebut diatur dengan peraturan pemerintah.57
PP RI No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru yang dimaksud tentang wajib
kerja diterangkan pada Pasal 55 ayat (2), yaitu: warga negara Indonesia yang
dimaksud pada ayat (1) merupakan warga negara selain guru yang memiliki
kualifikasi akademik (S1/D4) dan telah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan
permerintah/daerah.58
Pasal 22 ayat 1 dan 2 UU Guru dan Dosen menetapkan bahwa pemerintah
atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk
memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan
pembangunan daerah.59
Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pola ikatan dinas Pemerintah
dan pola ikatan dinas Pemerintah Daerah pada Pasal 56 ayat (3) dan (4) yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
Pemerintah/Pemerintah Daerah,
b. Memenuhi kebutuhan nasional/daerah akan guru yang mengampu
pembelajaran pada satuan pendidikan yang diprogramkan menjadi taraf
internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal,
c. Memenuhi kebutuhan nasional/daerah akan guru yang potensial untuk dikader
menjadikan kepala satuan pendidikan dan/atau pengawas satuan pendidikan,
pengawas mata pelajaran, pengawas kelompok mata pelajaran,
d. Memenuhi proyeksi kekurangan guru secara nasional/daerah yang
bersangkutan.60
57 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 94
58
Peraturan Pemerintah RI.., h. 38
59
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 94
60
Peraturan Pemerintah RI.., h. 39-40
48
Sedangkan Pasal 23 ayat (1) dan (2) UU Guru dan Dosen pemerintah
mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga
pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efesiensi dan mutu pendidikan.61
e. Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Dalam UU Guru dan Dosen Pasal 25 ayat (1) menjelaskan tentang pengangkatan
dan pemindahan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.62
Dalam ayat 2 pengangkatan dan penemindahan
yang dilakukan pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan peraturan
pemerintah. Selanjutnya ayat 3 bahwa pengangkatan dan pemindahan yang
dilakukan masyarakat diatur berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.63
Adapun mengenai pemindahan guru. Diatur juga dalam UU Guru dan
Dosen Pasal 28 ayat (3) bahwa: dalam hal permohonan pemindahan dikabulkan,
pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru. Dan ayat (4)
menguraikan pemindahan guru yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.64
Sedangkan dalam hal pemberhentian guru diatur dalam UU Guru dan
Dosen Pasal 30 tentang guru dapat diperhentikan dengan hormat dan pasal 31
tentang guru dapat diperhentikan tidak hormat.65
f. Pembinaan dan Pengembangan
Diatur dalam UU Guru dan Dosen Pasal 32 sampai dengan 35.
Pembinaan dan pengembangan guru yang termaktub dalam pasal ini meliputi
pembinaan dan pengembangan profesi dan karir, dimana kebijakan tersebut
ditetapkan oleh peraturan menteri.66
61 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 94
62
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 95
63
Peraturan Pemerintah RI..., h. 41
64
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 97
65
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 98-99
66
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 99-100
49
g. Penghargaan
Penghargaan yang diatur oleh Undang-undang Guru dan Dosen terdapat
dalam pasal 36 ayat (1) dan (2), 37 ayat (1) sampai dengan (5) dan 38 meliputi
prestasi, berdikasi luar biasa, bertugas di daerah khusus, dan gugur dalam
menjalankan tugasnya.67
Pemberian penghargaan terhadap guru merupakan salah satu upaya untuk
memposisikan guru sebagai insan pendidikan dalam lingkup kehidupan
bermasyarakat dan bernegara secara wajar, adil dan manusiawi. Upaya ini
merupakan tanggung jawab bersama dengan semua pihak yang terkait dalam
rangka mewujudkan pendidikan yang lebih bermakna.
h. Perlindungan
Terdapat dalam UU Guru dan Dosen Pasal 39 ayat (1) sampai dengan (5)
yang isinya tentang perlindungan yang meliputi perlindungan hukum,
perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.68
Yang dimaksud dalam perlindungan hukum meliputi perlindungan tindak
kekerasan, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak
peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
Dalam perlindungan prefosi, guru memperoleh perlindungan yang
meliputi perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar,
pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan
pembatasan lain.
Sedangkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup
perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,
kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, serta
risiko lain.
Dari semua perlindungan ini yang berkewajiban memberikannya adalah
pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi atau satuan
67 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 100-101
68
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 102
50
pendidikan. Dengan demikian, Undang-undang ini dapat menjamin perlindungan
terhadap pedidik terlebih lagi terhadap guru.
i. Cuti
Mengenai Cuti guru yang diatur dalam UU Guru dan Dosen Pasal 40 ayat
(1) sampai dengan (3) bahwa guru memperoleh cuti yang diatur dalam
perundangan-undangan, cuti untuk studi tetap memperoleh hak gaji penuh, yaitu
meliputi hak gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta gaji lain yang
meliputi tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus.69
Cuti studi yang dimaksud dalam pasal diatas, dijelaskan dalam Peraturan
Pemerintah RI Pasal 51 ayat (4) yaitu digunakan guru untuk penelitian, penulisan
buku, praktik kerja di dunia industri atau usaha yang relevan dengan tugasnya,
pengabdian pada masyarakat atau magang pada satuan pendidikan lain atas
inisiatif sendiri.70
j. Organisasi Profesi dan Kode Etik
Organisasi profesi yang tercantum dalam Pasal 41 ayat (1) sampai dengan
(5) UU. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yaitu yang bersifat
indenpenden, yang berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan
kompetensi, karier, wawasan pendidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan
pengabdian masyarakat.71
Dalam organisasi profesi guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
Dan pemerintah atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi
guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Sedangkan kode etik terdapat dalam pasal 43 ayat (2) UU Guru dan Dosen
berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan.72
69 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 103
70
Peraturan Pemerintah RI.., h. 36
71
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 103
72
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 104
51
5. Tentang Sanksi
Sanksi yang diatur dalam UU Guru dan Dosen ini terdapat dalam pasal
79 ayat 2 bahwa: sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:73
a. Teguran
b. Peringatan tertulis
c. Pembatasan kegiatan penyelenggara satuan pendidikan
d. Pembekuan kegiatan penyelenggara satuan pendidikan.74
Dari semua ketentuan-ketentuan di dalam UU Guru dan Dosen di atas
terdapat beberapa prinsip dasar yang meliputi:
a. komitmen untuk menempatkan guru sebagai profesi yang terlindungi dan
terjamin,
b. penyusunan UU ini ditujukan untuk mewujudkan pendidikan yang
bermutu bagi peserta didik dan meningkatkan mutu pendidikan secara
keseluruhan,
c. pertimbangan hak dan kewajiban antara guru, masyarakat dan pemerintah,
d. kesejajaran dan keseimbangan pengaturan antara peningkatan kualitas dan
kesejahteraan,
e. keadilan perlakuan dan anti diskriminasi, dalam arti guru negeri-swasta.
Pada intinya, pengaturan Guru dalam UU Guru dan Dosen sesuai
penjelasan diatas, diatur dalam rangka meneguhkan profesionalisme guru yang
meliputi dua hal yaitu: Pertama, pengaturan jaminan mutu dan kualitas guru
(kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi, sehat jasmani dan rohani) dalam
menjalankan profesinya.
Kedua, pengaturan jaminan kesejahteraan dan perlindungan dalam
bentuk penetapan penghasilan guru (gaji, tunjangan profesi, dan tunjangan
lainya), perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan
intelektual, perlindungan hukum dan profesi serta kebebasan membentuk dan
bergabung dalam organisasi profesi dengan tidak mengabaikan ketentuan-
ketentuan yang telah diterapkan dalam peraturan peundang-undangan.
73 Peraturan Pemerintah RI..., h. 40
74
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 121
52
D. Guru Agama Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
Guru Dan Dosen
Guru agama senantiasa mendapat perhatian, baik oleh pemerintah maupun
oleh masyarakat terutama oleh para ahli pendidikan. Pemerintah kita memandang
bahwa guru agama merupakan media yang sangat penting dalam pembinaan dan
pengembangan suatu bangsa. Guru agama mempunyai tugas-tugas sosial budaya
yang berfungsi mempersiapkan generasi muda, sesuai dengan cita-cita yang
diharapkan.
Fakta di atas merupakan tantangan besar untuk membangkitkan bangsa
agar menjadi besar dan kuat untuk mampu bersaing di tengah persaingan global
yang sangat kompetitif. Maka salah satu usaha untuk mewujudkannya perlu
adanya pembenahan secara menyeluruh terhadap guru agama yang meliputi
pengembangan profesi guru, jaminan terhadap kesejahteraan guru, perlindungan
guru, dan penghargaan guru melalui suatu Undang-undang yang khusus mengatur
tentang guru.
1. Pengertian Guru Agama
Guru adalah pendidik profesional di sekolah pada jenjang pendidikan usia
dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang diangkat sesuai peraturan
perundang-undangan.75
Dalam buku yang ditulis Kunandar yang berjudul Guru Profesional,
Profesional berasal dari kata profesi yang berarti suatu bidang pekerjaan yang
ingin atau akan ditekuni oleh seseorang.76
Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang
mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus yang diperoleh dari
pendidikan akademis yang insentif. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau
jabatan yang menuntut keahlian tertentu.77
75 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 83
76
Kunandar, Guru Profesional…., h. 45
77
Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi keguruan..., h. 20
53
Profesi adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan
kompetensi intelektual, sikap dan ketrampilan tertentu yang diperoleh melalui
proses pendidikan secara akademis.
Dengan demikian, kunandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian
atau kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan
yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup
yang bersangkutan.
Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan
kompetensi (keahlian atau kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar
dapat melaksanakan pekerjaannya tersebut secara efektif dan efesien serta berhasil
guna.78
Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah suatu
pandangan bahwa suatu keahlian tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh
melalui pendidikan khusus dan latihan khusus. Profesinalisme merupakan
kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam
bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang
yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru
yang memiliki kompetensi yang bersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan
dan pengajaran. Maka, dapat dipahami bahwa pengertian guru profesionalisme
adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang
keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru
dengan kemampuan maksimal.
Dari penjelasan di atas, dapat dimengerti bahwa. Profesi adalah suatu
jabatan, profesional adalah kemampuan atau keahlian tertentu. Sedangkan
profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional. Dengan kata
lain profesionalisme guru agama, yaitu seorang guru yang memiliki kemampuan
dan keahlian khusus dalam bidang studi agama serta telah berpengalaman dalam
mengajar agama sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai
guru agama dengan kemampuan yang maksimal serta memiliki kompetensi sesuai
78 Kunandar, Guru Profesional…, h. 46
54
dengan kriteria guru profesional, dan profesinya itu telah menjadi sumber mata
pencaharian.
Guru agama yang dikatakan profesional adalah seseorang yang
pekerjaannya memerlukan pelatihan dan pengalaman yang lebih tinggi, serta
bertanggung jawab yang sah secara hukum. Seorang guru agama yang profesional
akan berkonsentrasi terhadap etika moral keagamaan dan tanggung jawab
terhadap profesionalnya dibandingkan dengan yang lainnya.
2. Kedudukan dan Peran Guru Agama
Peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk mengembangkan
potensi siswa secara optimal.79
Sedangkan Peranan guru dalam keseluruhan
program pendidikan di sekolah diwujudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan
mencapai tujuan pendidikan yang berupa perkembangan siswa secara optimal.
Tuntutan peranan guru agama sangatlah berat, meskipun pada dasarnya
tanggung jawab semua pihak, guru agama mempunyai peran besar dalam sistem
pendidikan yang membangun kepribadian atau karakter bangsa. Kita dapat
melihat apakah suatu generasi dapat berprilaku pada berhasil atau tidaknya
pendidikan yang menentukan pada kepribadian bangsa.
Semua orang menyadari bahwa guru memiliki andil yang sangat besar
terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam
membantu perkembangan anak didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara
optimal. Keyakinan ini muncul karena kesadaran manusia sebagai makhluk
lemah, yang dalam perkembangannya manusia selalu membutuhkan orang lain,
sejak lahir bahkan pada saat meninggal. Semua itu menunjukan bahwa setiap
orang membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, demikian halnya peserta
didik yang menaruh harapan besar terhadap guru, agar anaknya berkembang
secara optimal.
Minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta
didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini
guru perlu memperhatikan peserta didik secara individu. Karena antara peserta
79 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 86
55
didik yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar.
Betapa besar jasa guru dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan para
peserta didik. Mereka memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting
dalam membentuk kepribadian anak guna mempersiapkan dan mengembangkan
sumber daya manusia.
Guru juga berpacu dalam pembelajaran dengan memberikan kemudahan
belajar bagi keseluruhan peserta didik, agar dapat mengembangkan potensi secara
optimal. Dalam hal ini guru harus kreatif dan profesional serta menyenangkan.
Di sekolah dalam keseluruhan kegiatan pendidikan di tingkat operasional
guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan. Melalui kinerjanya pada
tingkat institusional, intruksional dan eksperensial. Sejalan dengan tugas
utamanya sebagai pendidik di sekolah sebagai guru melakukan tugas-tugas
kinerjanya dengan baik dalam dunia pendidikan maupun dalam proses belajar
mengajar diantaranya,80
adalah:
a. Peran guru dalam dunia pendidikan, antara lain:
1) Guru Agama sebagai model atau teladan
Menurut E. Mulyasa dalam buku yang berjudul Menjadi Guru Profesional
“secara teoritis, menjadi model atau teladan merupakan bagian integral dari
seorang guru, sehingga menjadi guru berarti menerima tanggung jawab untuk
menjadi teladan”.81
Mata pelajaran agama yang diajarkan oleh guru merupakan suatu yang
berguna dan dapat dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari sehingga guru
tersebut menjadi model contoh yang nyata. Hal ini akan lebih nampak pada
pelajaran akhlak, keimanan, kebersihan, dan sebagainya. Jika guru sendiri tidak
dapat memperlihatkan prilaku dan manfaat pelajaran yang diajarkan, jangan
diharapkan peserta didiknya akan menunjukan antusias terhadap pelajaran
tersebut.
80 Abudin Nata, Pendidikan dalam Perdpektif Hadits, (Jakarta: UIN Press, 2005), Cet.
Ke-1, h. 217-222
81
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), Cet.
Ke-4, h. 46
56
2) Guru Agama sebagai pengawas
Sebagai pengawas, guru harus bisa membedakan antara nilai yang baik
dan nilai yang buruk. Kedua nilai tersebut harus benar-benar dipahami dalam
kehidupan dimasyarakat. Kedua nilai ini mungkin telah dimiliki peserta didik
bahkan mungkin telah mempengaruhi peserta didik sebelum masuk sekolah. Sikap
yang harus dilakukan guru tidak hanya disekolah akan tetapi diluar sekolahpun
harus tetap dilakukan.
3) Guru agama sebagi motivator (penggerak)
Sebagai penggerak guru bergairah dan aktif belajar, dalam upaya
memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatar
belakangi peserta didik yang malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah.
Setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator. Karena dalam pembelajaran
tidak mustahil ada diantara peserta didik yang malas belajar dan sebagainya.
Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan peserta
didik untuk lebih bergairah dalam belajar. Peranan guru sebagai motivator sangat
penting dalam interaksi edukatif.
b. Peran guru agama dalam pembelajaran, antara lain:
1) Sebagai pembimbing
Sebagai pembimbing guru harus mampu menguasai dan mengembangkan
materi pelajaran, merencanakan dan mempersiapkan pelajaran, mengontrol dan
mengevaluasi kegiatan peserta didik. Oleh karena itu guru memerlukan
kompetensi yang tinggi untuk mewujudkan empat hal tersebut.82
Sifat anak didik seperti ketidak tahuan (kebodohan), kedangkalan ilmu
pengetahuan dan kurangnya ilmu pengalaman telah mengundang guru untuk
mendidik dan membimbing mereka. Sebenarnya anak itu memiliki dorongan atau
menghilangkan sifat-sifat tersebut dengan tangannya sendiri. Akan tetapi akan
lebih baik bila mendapat bantuan dari orang dewasa seperti guru misalnya melalui
pendidikan.
82 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional.., h. 41
57
Sebagai guru pembimbing, guru akan lebih senang jika mendapat
kesempatan menghadapi peserta didik di dalam interaksi edukatif, ia memberi
dorongan dan menyalurkan semangat menggiring mereka, sehingga mereka dapat
melepaskan diri dari ketergantungannya kepada orang lain dengan tenaganya
sendiri.
Pemberian bimbingan yang dilakukan oleh guru agama meliputi
bimbingan belajar dan bimbingan perkembangan sikap keagamaan. Dengan
demikian membimbing dimaksudkan agar setiap peserta didik dapat mengenal
tentang dirinya dan kemampuan serta potensinya untuk belajar dan bersikap
sesuai dengan ajaran agama Islam.
2) Guru agama sebagai pengajar
Memberikan pengajaran di dalam sekolah (kelas) ia menyampaikan
pelajaran agar peserta didik memahami dengan baik semua pengetahuan yang
telah disampaikannya, selain itu, ia juga berusaha agar terjadi perubahan sikap,
keterampilan, kebiasaan, hubungan sosial, operasi, dan sebagainya pada peserta
didik melalui pengajaran yang diberikannya. Untuk mencapai tujuan tersebut
maka guru perlu memahami seluruh pengetahuan yang menjadi tanggung jawab
dan menguasai dengan baik metode dan teknik mengajar.
3) Guru agama sebagai pengelola kelas
Dalam perannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu
mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta lingkungan ini diatur dan
diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan.
Pengawasan terhadap lingkungan belajar itu turut menentukan sejauh mana
lingkungan yang baik. Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan
merangsang peserta didik untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan
dalam mencapai tujuan.
Dalam kaitannya guru sebagai pengelola kelas maka sekurang-kurangnya
yang harus ia pelihara secara terus-menerus adalah suasana keagamaan, kerja
sama, rasa persatuan dan perasaan puas pada peserta didik terhadap pekerjaan dan
kelasnya. Dengan demikian maka guru akan lebih mudah mempengaruhi peserta
didik dalam pengajaran agama.
58
4) Guru agama sebagai evaluator
Di dalam proses pengajaran guru hendaknya menjadi seorang evaluator
yang baik yaitu guru dapat mengetahui keberhasilan dan pencapaian tujuan.
Penguasaan peserta didik terhadap pelayanan serta ketetapan atau keefektifan
metode mengajar guru mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup
efektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan, atau sebaliknya, guru
hendaknya terus-menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta
didik dari waktu ke waktu.
Guru hendaknya mampu dan terampil dalam melaksanakan penilaian.
Karena dengan penilaian, guru mengetahui prestasi yang dicapai peserta didik
setelah melaksanakan pembelajaran dan akan terus menerus ditingkatkan untuk
memperoleh hasil yang optimal.
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional merupakan sistem
pendidikan yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai peraturan perundang-
undangan dibidang pendidikan kepegawaian, sehubungan dengan ini diperlukan
pengaturan suatu UU tentang guru.83
3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama
Dalam UU Guru dan Dosen dikemukan bahwa guru adalah tenaga
pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar. Disamping itu, ia
mempunyai tugas lain yaitu sebagai pembimbing dan pengelola administrasi
sekolah. Selain tugas-tugas tersebut guru juga memiliki kewajiban yang
berhubungan dengan kedudukannya sebagai salah satu komponen tenaga
kependidikan.
Keutamaan profesi guru sangatlah besar sehingga Allah menjadikannya
tugas guru agama sebagaimana tugas yang diemban oleh Rasulullah. Tugas yang
diemban seorang guru agama harus hampir sama dengan seorang rasul. Dari
pandangan itu dapat dipahami bahwa tugas pendidik sebagai penerus para nabi
yang pada hakikatnya mengemban misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan
patuh pada hukum-hukum Allah guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat.
83 Martinis Yamin, Sertifikasi Guru…., h. 249
59
Kemudian misi ini dikembangkan pada pembentukan kepribadian yang berjiwa
tauhid, kreatif, berakhlak mulia dan bermoral tinggi.
Sebagai figur bagi masyarakat terutama peserta didik, guru mempunyai
kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian peserta didik untuk
menjadi seseorang yang berguna bagi agama dan bangsa.
Tugas dan tanggung jawab guru agama bukan hanya di sekolah saja, tetapi
dimanapun guru itu berada, di rumah sebagai orang tua adalah sebagai guru
pendidikan bagi putra putrinya. Di dalam masyarakat sekitar guru sering
dipandang sebagai tokoh suri tauladan bagi orang-orang sekitarnya. Baik dalam
sikap maupun perbuatannya. Sehingga tidaklah heran betapa berat tugas dan
tanggung jawab guru. Terutama tanggung jawab akhlak dan suri tauladan untuk
digugu dan ditiru. Hanya orang-orang yang ikhlas dan sabar yang mampu
mengemban amanat itu dan ia bertanggung jawab kepada peserta didik.
a. Tugas guru agama
Telah dijelaskan bahwa tugas guru agama merupakan tugas mulia yang
kedudukannya sama dengan tugas seorang rasul. Tugas guru adalah mengajar,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.84
Oleh karena itu,
guru agama mempunyai dua tugas yaitu tugas umum dan tugas khusus.
Secara umum, tugas guru adalah sebagai warasat al-an biya yang pada
hakikatnya mengemban misi rahmata li al-alamin, Yakni suatu misi yang
mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna
memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan
mengembangkan aspek kepribadian peserta didik yang berjiwa tauhid dan akhlak
mulia.
Sedangkan secara khusus tugas guru agama sebagai pengajar, pendidik,
dan pemimpin.85
1) Sebagai pengajar yang bertugas merencanakan program pengajaran,
melaksanakan program yang disusun dan akhirnya dengan pelaksanaan
penilaian setelah program tersebut dilakukan.
84 Depag, Undang-undang dan Peraturan… h. 83
85
Ahmad tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, h. 80
60
2) Sebagai pendidik yang mengarahkan peserta didik pada tingkat
kedewasaan kepribadian sempurna seiring dengan tujuan penciptaannya.
3) Sebagai pemimpin yang memimpin, mengendalikan diri, upaya
pengarahan pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi
atas program yang dilakukan.
Sebagai pengajar, guru bertugas membina perkembangan pengetahuan,
sikap dan keterampilan. Dari kenyataan itu pulalah terbukti bahwa peranan guru
sebagai pendidik dan pembimbing masih berlangsung terus meski tugasnya
sebagai pengajaran telah selesai.
Dalam buku Filsafat Pendidikan Islam, Ahmad D. Marimba menyatakan
bahwa tugas pendidik dalam pendidikan Islam adalah membimbing dan mengenal
kebutuhan atau kesanggupan peserta didik, menciptakan situasi yang kondusif
bagi berlangsungnya proses kependidikan, menambahkan mengembangkan
pengetahuan yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik serta
senantiasa membuka diri terhadap seluruh kelemahan dan kekurangannya.86
Secara keseluruhan tugas guru agama adalah sama yaitu meliputi tugas
diatas, namun bagi guru agama, segala tugas yang diberikan kepada peserta didik
hendaknya lebih mengarahkan kepada pembentukan prilaku yang Islami sesuai
dengan pengalaman yang telah diberikan kepada siswa dan pembentukan Akhlak
mulia.
Tugas-tugas yang telah disebutkan di atas menyatakan bahwa jabatan guru
memilliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun diluar dinas dalam
pembentukan kepribadian. Tugas guru agama tidak hanya sebagai suatu profesi,
tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.
b. Tanggung jawab guru agama
Berangkat dari uraian di atas maka tanggung jawab guru agama adalah
mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syari’ahnya.
Mendidik diri supaya berakhlak mulia dan mendidik masyarakat untuk saling
menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam
menghadapi segala kesulitan dalam beribadah kepada Allah serta menegakan
86 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,..h. 44
61
kebenaran.87
Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas moral seorang guru
terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu. Pendidikan bertanggung
jawab atas segala tugasnya yang dilakukan kepada Allah. Tanggung jawab guru
adalah segala tindakan dalam melaksanakan tugas dan kewajiban didasarkan atas
pertimbangan profesional secara tepat, pekerjaan guru menuntut kesungguhan
dalam berbagai hal.
Tanggung jawab guru agama bukan hanya bertanggung jawab dalam hal
kecakapan dan kepandaian dalam memahami materi yang disajikan, tetapi juga
harus bertanggung jawab untuk menciptakan peserta didik yang hormat, taat
kepada orang tua dan guru, ramah terhadap lingkungan sekitarnya dan bertutur
kata yang baik.
Kalau melihat perubahan-perubahan transisional dalam pengajaran
seperti telah diuraikan dalam bagian terdahulu yang menambah kesempatan bagi
para peserta didik untuk belajar dan berkembang dan di lain pihak guru
berdasarkan peranan profesional guru modern maka sudah barang tentu
menimbulkan atau menambah tanggung jawab guru menjadi lebih besar, tanggung
jawab itu adalah:
1) Guru harus menuntut para peserta didik belajar
2) Guru harus turut serta membina kurikulum sekolah
3) Melaksanakan pembinaan terhadap peserta didik (afektif, kognitif,
psikomotorik)
4) Memberikan bimbingan kepada peserta didik
5) Melakukan diagnosis atas kesulitan belajar dan mengadakan
penilaian atas kemauan belajar
6) Menyelenggarakan penelitian
7) Menghayati, mengamalkan pancasila
8) Turut serta membantu terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa
dan perdamaian dunia
9) Mengenal masyarakat dan ikut serta aktif
10) Turut serta menyukseskan pembangunan
87 Depag, Undang-undang dan Peraturan… h. 87
62
11) Tanggung jawab meningkatkan peranan profesi guru.88
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab guru agama dari uraian
diatas merupakan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru yang
meliputi tanggung jawab terhadap sikap, tingkah laku dan perkataan yang telah
ditampilkan kepada peserta didik dalam rangka membina jiwa dan watak mereka.
Dengan demikian tugas dan tanggung jawab guru agama sebagai pengajar,
pendidik, pembimbing, administrasi, serta tugas dan tanggung jawab
kemasyarakatan.
88 Depag, Wawasan Tugas…., h. 76-84
63
BAB IV
STUDI KOMPARASI GURU AGAMA PERSPEKTIF HASAN
LANGGULUNGUNG DAN UU NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG
GURU DAN DOSEN
A. Persamaan
1. Pengertian Guru Agama
Berdasarkan penelitian di atas dan pandangan beberapa para ahli tentang
pengertian guru agama pada hakikatnya sama seperti pengertian guru agama
menurut Hasan Langgulung dan UU Guru dan Dosen, bahwa guru agama adalah
seseorang yang memberikan ilmu pengetahuan agama, ketrampilan atau
pengalaman kepada peserta didik dilingkungan formal (sekolah) untuk
mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik agar dapat
memahami apa yang terkandung dalam ajaran Islam secara keseluruhan,
menghayati makna dan maksud serta tujuannya yang pada akhirnya dapat
mengamalkan serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam sebagai pegangan atau
jalan hidup.
Guru agama merupakan bagian dari profesi guru pada umumnya. Oleh
karena itu, profil guru agama juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang
lazim bagi seorang guru. Meskipun demikian, karena pendidikan agama Islam
memiliki kekhasan sendiri dibandingkan dengan bidang studi yang lain, maka
guru agama di samping harus memiliki kompetensi keguruan pada umumnya, ia
64
juga dituntut memiliki kualifikasi-kualifikasi tertentu yang melekat pada ciri khas
agama Islam itu sendiri.
2. Peran dan Kedudukan Guru Agama
Persamaan peran guru agama menurut Hasan Langgulung dan UU Guru
dan Dosen yaitu mempunyai peranan yang sama dalam menerima amanat dari
kedua orang tua peserta didik.
Seseorang yang menerima amanat orang tua untuk mendidik anak itu
disebut guru. Namun demikian seorang guru bukan hanya penerima amanat dari
orang tua untuk mendidik anaknya, melainkan dari setiap orang yang memerlukan
bantuan untuk mendidiknya. Sebagai pemegang amanat, guru harus bertanggung
jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya.1
Guru dalam perpektif Islam mempunyai peranan yang sangat penting
dalam proses pendidikan. Sebab guru yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi
anak didik baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotoriknya. guru agama
tidak hanya berperan sebagai pengajar dan pendidik semata-mata, tetapi harus
memerankan diri sebagai pembimbing dalam belajar.
3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama
Persamaan mengenai tugas seorang guru agama menurut Hasan
Langgulung dan UU Guru dan Dosen, guru agama adalah tenaga pendidik yang
khusus diangkat dengan tugas utama mengajar dan mernbimbing pada bidang
studi agama Islam.
a. Sebagai pengajar
Sebagai pengajar, guru mempunyai tugas memberikan ilmu pengetahuan.
Dengan kata lain, guru agama adalah orang yang mentransfer ilmu-ilmu agama
Islam sesuai dengan jenjang pendidikan yang diajarnya.
1 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 39
65
b. Sebagai pembimbing
Sebagai pembimbing, guru mempunyai tugas memberi bimbingan kepada
peserta didik dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, sebab pembelajaran
sangat berkaitan erat dengan berbagai masalah diluar kelas yang sifatnya non
akademis.
Di samping memiliki tugas-tugas diatas, guru memiliki juga kewajiban
yang berhubungan dengan kedudukannya sebagai salah satu komponen tenaga
kependidikan. Kewajiban tersebut dikemukakan di dalam Undang-undang Guru
dan Dosen adalah sebagai berikut:
a. Merencananakan, melakasankan, menilai dan mengevaluasi dalam
pembelajaran
b. Selalu meningkatkan dan mengembangkan kualitas akademik dan
kompetensi sesuai dengan tuntutan zaman
c. Bersikap obyektif dan tidak membeda-bedakan latar belakang peserta
didik
d. Menjunjung tinggi hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama
dan etika
e. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.2
Persamaan tanggung jawab guru agama menurut Hasan Langulng dan UU
Guru dan Dosen ialah keyakinannya bahwa segala tindakannya dalam
melaksanakan tugas dan kewajiban didasarkan atas pertimbangan profesional
secara tepat. Karena pekerjaan guru menuntut kesungguhan dalam berbagai hal.
Oleh sebab itu posisi dan persyaratan para pekerja pendidikan atau orang-orang
yang disebut pendidik karena pekerjannya ini, maka patutlah mendapat
pertimbangan dan perhatian yang serius. Dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan hal tersebut dimaksudkan agar usaha pendidikan yang baik
tidak akan jatuh ke tangan orang-orang yang bukan ahlinya, sehingga dapat
mengakibatkan banyak kerugian.
2 Depag, Undang-undang dan Peraturan…, h. 93
66
B. Perbedaan
1. Pengertian Guru Agama
Menurut Hasan Langgulung pengertian guru agama diartikan sebagai
ulama.3 Ulama adalah jamak dari kata alim yang menunjukan pada seseorang
yang memiliki pengetahuan diatas kemampuan yang dimiliki orang lain. Kata
ulama dan alim selanjutnya diartikan sebagai orang yang tahu atau yang
mempunyai pengetahuan ilmu agama dan ilmu umum. Sesuai perkembangan
zaman istilah ulama yang merupakan bentuk jamak, berubah menjadi bentuk
tunggal. Pengertian ulama juga menjadi lebih sempit, sebab diartikan sebagai
orang yang memiliki ilmu pengetahuan agama.
Di indonesia, masyarakat menilai ulama sebagai guru agama yang
memberikan nasehat dan tauladan sebagai panutan, karena mereka diakuai sebagai
orang yang memiliki kualitas dalam memahami agama. Dengan demikian ulama
Indonesia adalah orang yang memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam
menjalankan ajaran-ajaran agama Islam.
Sedangkan menurut UU Guru dan Dosen, pengertian guru agama adalah
ditekankan pada pelatihan dan kualifikasi. Pelatihan dibuktikan dengan adanya
surat-surat tanda tamat kependidikan, sementara kualifikasi diterangkan dengan
sejumlah karakteristik, termasuk ujian, pengalaman, dan reputasi yang
berhubungan dengan keefektifan di dalam pembelajaran. Dalam implikasinya,
seorang profesional dituntut tidak hanya untuk memiliki pemahaman yang
menyeluruh tentang hukum-hukum dan aturan-aturan teknis yang diperlukan
dalam melaksanakan pekerjaannya, tetapi juga tentang karakteristik dan kondisi
peserta didik. Seorang yang profesional dituntut memiliki pengetahuan tentang
kepribadian, motivasi, dan aspirasi peserta didik.
2. Peran dan Kedudukan Guru Agama
Menurut Hasan Langgulung, guru agama mempunyai peranan sebagai
pembimbing, pemimpin dan pengawas bagi peserta didik. Untuk itu menurutnya
3 Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma…, h. 45
67
guru agama harus diberi kesempatan dalam mengambil keputusan mengenai
perkembangan, pelaksanaan pendidikan dan meningkatkan kualitasnya agar
dihormati oleh masyarakat Islam.4 Sedangkan UU Guru dan Dosen dalam
pembelajaran agama, guru agama berperan sebagai fasilitator, motivator, pemacu,
perekayasa pembelajaran, dan pemberi insprirasi bagi peserta didik.5
3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama
Tugas guru agama menurut Hasan Langgulung adalah selain mengajar
juga memotivasi dan menfasilitasi kebutuhan-kebutuhan peserta didik supaya
potensi-potensi yang dimilikinya dapat berkembang dan teraktualisasikan serta
membantu peserta didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam atau
menjadi Insan Kamil.6
Sedangkan tugas guru agama menurut UU Guru dan Dosen adalah sebagai
pendidik, pembimbing, pelatih terhadap peserta didik pada jalur pendidikan
formal agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.7
Dari uraian yang telah dibahas pada pembahasan di atas dan analisis yang
dilakukan penulis dalam penelitian ini, penulis mengambil titik temu bahwa guru
agama menurut Hasan Langgulung dan UU No. 14 th 2005 lebih condong pada
persamaan yaitu tentang guru agama yang professional dibidangnya.
Perbedaan yang mendasar tentang guru agama dalam kedua pemikiran
diatas didasari atas aspek pengangkatannya bahwa guru agama menurut Hasan
Langgulung diangkat oleh masyarakat dibuktikan dengan pemahaman agama
yang dalam. Sedangkan guru agama menurut UU Guru dan Dosen agar dapat
diakui sebagai guru profesional salah satunya mempunyai sertifikat pendidik.
4 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi…, h. 92
5 Depag, Undang-undang dan Peraturan. h. 86
6 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi…, h 103
7 Depag, Undang-undang dan Peraturan. h. 83
68
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sehubungan dengan uraian pada bab terdahulu tentang guru agama
perspektif Hasan Langgulung dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen. Maka, secara keseluruhan penulis sederhanakan dalam
kesimpulan bahwa:
Guru agama adalah seorang profesional yang mempunyai peranan dan
kedudukan sebagai pengganti dari orang tua peserta didik atau orang tua kedua di
sekolah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan
seluruh potensi dan mendidik kepribadian peserta didik agar dapat hidup sesuai
yang diharapkan oleh agama, masyarakat dan bangsa.
Telah dijelaskan bahwa guru agama yang dimaksud adalah guru
pendidikan agama Islam. Jadi, persamaan tentang guru agama perspektif Hasan
Langgulung dan UU No. 14 Guru dan Dosen itu guru harus profesional,
mempunyai amanat dari kedua orang tua peserta didik dan kewajiban yang sama
dalam meningkatkan mutu pendidikan.
B. Saran-saran
Pemikiran Hasan Langgulung dan amanat UU Guru dan Dosen yang
terdapat dalam skripsi ini, semoga dapat mewakili dalam memberikan saran yang
baik untuk pendidikan bagi para pendidik (guru agama), masyarakat, maupun
pemerintah. Adapun saran-saran dari penulis, khususnya guru agama dalam
memajukan pendidikan adalah:
69
1. Dapat dijadikan referensi dan pedoman dalam wacana pengembangan
dunia pendidikan dan transfer ilmu pengetahuan. Sebagai profesi, guru
hendaknya mampu mengadakan penelitian-penelitian yang berkaitan
dengan peningkatan profesional seorang pendidik.
2. Dalam memperlakukan UU Guru dan Dosen hendaknya guru
melaksakan dengan arif, bijaksana dan penuh tanggung jawab.
3. Hak dan kewajiban hendaknya harus diletakan secara seimbang, bukan
saja hak yang harus dituntut melainkan juga kewajiban harus di
penuhi.
4. Meniru kembali pendidikan dari Rosulullah seperti keikhlasan dalam
mengembangkan, mewujudkan tujuan, menjaga serta melestarikan
kebudayaan Islam dengan disertai kepribadian yang sesuai ajaran
Islam maupun ketentuan-ketentuan dalam UU pemerintah.
5. Pendidik khususnya guru agama harus selalu meningkatkan
profesionalnya agar selalu siap menjalankan tugas-tugasnya dan
mampu menghadapi tantangan-tantangan jaman, merespon dan
memecahkannya dengan penuh kearifan dan kebijakan.
6. Selalu bekerja sama dengan masyarakat dan pemerintah dalam
melaksanakan pendidikan yang sesuai dengan yang dicita-citakan.
Dan,
7. Selalu kreatif atau melakukan terobosan-terobosan baru dalam
pendidikan agar guru selalu menjadi panutan , sehingga kedudukannya
selalu dihormati dan dihargai.
70
DAFTAR PUSTAKA
A.M., Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003, Cet.-X.
Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam. Terj.
Syamsuddin Asyrofi, Yogyakarta: Titian Ilahi Pers, 1996, Cet. Ke-I.
Ali, M. Sayuthi, Metodologi Penelitian Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002, Cet.I.
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press,
2005, Cet .II.
Al-Syaibany, Omar Muhammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1979, Cet.I.
Arifin, M., Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat, Jakarta: IAIN
Syarif Hidayatullah, 1988.
Daradjat, Zakiah dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, Cet.
VI.
Daradjat, Zakiah, dalam Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan
Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, Cet.IV.
Daradjat, Zakiah, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta:
Ruhama, 1995, Cet.II.
Departemen Agama RI, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Pendidikan, Jakarta:
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005.
Departemen Agama, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang
Pendidikan, Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2006.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1988, Cet.I.
Djarajat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Djohar, Pendidikan Strategik: Alternatif Untuk Pendidikan Masa Depan,
Yogyakarta: Lesfi, 2003, Cet.I.
71
Hamalik, Oemar, Pendidikan Guru, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, Cet.IV.
http://groups.yahoo.com/group/smansa97/message/2820, diakses tg. 5-01-2010.
http://groups.yahoo.com/group/smansa97/message/2820, diakses tg. 5-01-2010.
Ihsan, Hamdani, dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV.
Pustaka Setia, 2001, Cet.II.
Kunandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (KTSP), Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007, Cet. XVIII.
Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna
Baru, 2003, Cet.V.
Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologi dan
Pendidikan, Jakarta: Al-Husna, 1995.
Langgulung, Hasan, Pendidikan dan Peradaban Islam: Suatu Analisa Sosio-
Psikologi, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985, Cet.III.
Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21, Jakarta: Pustaka
Al-Husna, 1988, Cet. I.
Langgulung, Hasan, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains
Sosial, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002, Cet. I.
Langgulung, Hasan, Teori-teori Kesehatan Mental, Jakarta: Al-Husna, 1985.
Muchtar, Heri Jauhari, Fiqih pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005,
Cet Ke-I.
Mulyasa, E., Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006,
Cet.IV.
Mulyasa, E., Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2008, Cet.III.
Nata, Abudin, Pendidikan dalam Perdpektif Hadits, Jakarta: UIN Press, 2005,
Cet.I.
Ni’am Sholeh, Asrorun, Membangun Profesionalitas Guru: Analisis Kronologis
atas lahirnya UU Guru dan Dosen, Jakarta: Elsas, 2006, Cet. I.
Nurdin, Syafrudin, Guru Profesional Dan Implementasi Kurikulum, Jakarta:
Ciputat Perss, 2002, Cet.I.
72
Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, Jakarta: Cipta
Jaya, 2009.
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007, Cet. XVIII.
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2008, Cet.V.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996, Cet.
III.
Tafsir, Ahmad Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007, Cet.VII.
Thouless, Robert H., PengantarPsikologi Agama, Terj. Machnun Husein, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1995, Cet.II.
Tim Penyusun IKAPI, Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992.
Tim Penyusun, Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jakarta: Delta Pamungkas,
2004, Jilid 4, Cet.IV.
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006 , Ed. I.
Who’s Who in The World, 7th
Edition 1984-1985, Chicago Illiniois: Marquis
Who’s Who Incorporated, 1984.
Yamin, Martinis, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, Jakarta: Gaung
Persada, 2006, Cet. II.
Yamin, Martinis, Sertifikasi Propesi Keguruan di Indonesia, Jakarta: Gaung
Persada Press, 2006, Cet. II.
Zahara Idris, Dasar-dasar Pendidikan, Bandung: Angkasa, 1982, Cet.II.