guideline status nspk untuk pelayanan pemerintah daerah

34
Guideline Status Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria untuk Pelayanan Pemerintah Daerah 68995 Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized

Upload: eddie-syamsir

Post on 13-Apr-2016

41 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Guideline Status Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

TRANSCRIPT

Page 1: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

Guideline Status Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

68995P

ublic

Dis

clos

ure

Aut

horiz

edP

ublic

Dis

clos

ure

Aut

horiz

edP

ublic

Dis

clos

ure

Aut

horiz

edP

ublic

Dis

clos

ure

Aut

horiz

ed

Page 2: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

 

Page 3: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

       

Guideline Status Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

   

 

 

 

Kerjasama dengan Center for Economic and Public Policy Study – Universitas Gadjah Mada (CEPPS-UGM)

Page 4: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

DECENTRALIZATION SUPPORT FACILITY Gedung Bursa Efek Indonesia, Gedung I, Lantai 9 Jalan Jenderal Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12190 Telepon: (+6221) 5299 3199 Fax: (+6221) 5299 3299 Website: www.dsfindonesia.org Decentralization Support Facility (DSF) merupakan dana perwalian multi donor yang dipimpin oleh Pemerintah Indonesia, yang bertujuan untuk mendukung agenda desentralisasi pemerintah. DSF berupaya mencapai tujuannya dengan memenuhi tiga peranan, yaitu membantu Pemerintah Indonesia meningkatkan: (i) harmonisasi, keselarasan, dan efektivitas bantuan pembangunan; (ii) penyusunan dan pelaksanaan kebijakan; dan (iii) kapasitas pemerintah, terutama di tingkat daerah. Keanggotaan DSF terdiri dari BAPPENAS, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan sembilan donor (ADB, AusAID, CIDA, DFID, Pemerintah Jerman, Pemerintah Belanda, UNDP, USAID, dan Bank Dunia). Dukungan keuangan untuk DSF utamanya diberikan oleh DFID, dan juga kontribusi dari AusAID serta CIDA. Foto pada halaman sampul merupakan hak cipta PREM, World Bank Indonesia. Penilaian Status Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria untuk Pelayanan Pemerintah Daerah: Laporan Akhir merupakan hasil kerja konsultan dan staf Bank Dunia. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat DSF maupun donor yang diwakili. Desain sampul oleh Harityas Wiyoga.  

Page 5: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

Guideline NSPK

Bab ini membahas praktik, legal formal, dan panduan umum penyusunan NSPK. Sub-bab 7.1

mendeskripsikan proses penyusunan NSPK yang selama ini dilakukan oleh kementerian/lembaga

pemerintahan. Deskripsi tersebut merupakan rangkuman hasil studi lapangan di seluruh

kementerian/lembaga pemerintah yang dilakukan Tim.

1.1. SPM dan NSPK Studi lapangan di kementerian dan daerah menemukan isu penting yaitu adanya kebingungan

antara konsep Standar Pelayanan Minimum (SPM) dan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria

(NSPK). Sub-bagian ini memaparkan legal-formal keterkaitan keduanya. Tabel 7.3 menunjukkan

daftar peraturan/perundangan terkait dengan SPM dan NSPK. Pasal 11 ayat (4) UU 32/2004

menyebutkan bahwa “Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman

pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah’. Lebih

lanjut, penjelasan pasal 11 ayat (3) UU 32/2004 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “urusan

wajib” adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga

negara antara lain:

1. Perlindungan hak konstitusional. 2. Perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, ketenteraman dan

ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI. 3. Pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan

konvensi internasional.

Sedangkan urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan

daerah, seperti: pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan, pariwisata.

Tabel 1.1. menunjukkan urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah

Provinsi (Kolom 1) dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Kolom 2) menurut UU 32/2004.

Tabel 1.1. Urusan Wajib Menurut UU No. 32/2004 dan PP 38/2007

UU 32/ 2004 PP 38/2007 tentang

Pemerintahan Daerah

Provinsi dan Kabupaten/Kota Pemerintahan Daerah

Provinsi

Pemerintahan Daerah

Kabupaten/kota

A. Perencanaan dan pengendalian

pembangunan.

A. Perencanaan dan pengendalian

pembangunan.

A. Pendidikan.

B. Perencanaan, pemanfaatan, dan

pengawasan tata ruang.

B. Perencanaan, pemanfaatan, dan

pengawasan tata ruang.

B. Kesehatan.

C. Penyelenggaraan ketertiban

umum dan ketentraman

masyarakat.

C. Penyelenggaraan ketertiban

umum dan ketentraman

masyarakat.

C. Lingkungan hidup.

D. Penyediaan sarana dan

prasarana umum.

D. Penyediaan sarana dan

prasarana umum.

D. Pekerjaan umum.

E. Penanganan bidang kesehatan. E. Penanganan bidang kesehatan. E. Penataan ruang.

F. Penyelenggaraan pendidikan

dan alokasi sumber daya manusiapotensial.

F. Penyelenggaraan pendidikan. F. Perencanaan pembangunan.

Page 6: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

G. Penanggulangan masalah sosial

lintas kabupaten/kota.

G. Penanggulangan masalah sosial. G. Perumahan.

H. Pelayanan bidang

ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota.

H. Pelayanan bidang

ketenagakerjaan.

H. Kepemudaan dan olahraga.

I. Fasilitasi pengembangan

koperasi, usaha kecil, dan

menengah termasuk lintas

kabupaten/kota.

I. Fasilitasi pengembangan

koperasi, usaha kecil dan

menengah.

I. Penanaman modal.

J. Pengendalian lingkungan hidup. J. Pengendalian lingkungan hidup. J. Koperasi dan usaha kecil dan

menengah.

K. Pelayanan pertanahan termasuk

lintas kabupaten/kota.

K. Pelayanan pertanahan. K. Kependudukan dan catatan sipil.

L. Pelayanan kependudukan, dan

catatan sipil.

L. Pelayanan kependudukan, dan

catatan sipil.

L. Ketenagakerjaan.

M. Pelayanan administrasi umum

pemerintahan.

M. Pelayanan administrasi umum

pemerintahan.

M. Ketahanan pangan.

N. Pelayanan administrasi

penanaman modal termasuk lintaskabupaten/kota.

N. Pelayanan administrasi

penanaman modal.

N. Pemberdayaan perempuan dan

perlindungan anak.

O. Penyelenggaraan pelayanan

dasar lainnya yang belum

dapatdilaksanakan oleh

kabupaten/kota

O. Penyelenggaraan pelayanan

dasar lainnya.

O. Keluarga berencana dan

keluarga sejahtera.

P. Urusan wajib lainnya yang

diamanatkan oleh peraturan

perundang-undangan.

P. Urusan wajib lainnya yang

diamanatkan oleh peraturan

perundang-undangan.

P. Perhubungan.

Q. Komunikasi dan informatika.

R. Pertanahan.

S. Kesatuan bangsa dan politik

dalam negeri.

T. Otonomi daerah, pemerintahan

umum, administrasikeuangan

daerah, perangkat daerah, kepegawaian,dan persandian.

U. Pemberdayaan masyarakat dan

desa.

V. Sosial.

W. Kebudayaan.

X. Statistik.

Y. Kearsipan.

Z. Perpustakaan.

Untuk melaksanakan SPM, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65

Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Pasal 1 ayat

(5) PP 65/2005 menyebutkan “Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak

dan pelayanan dasar warga negara yang penyelenggaraanya diwajibkan oleh peraturan perundang-

undangan kepada Daerah untuk perlindungan hak konstitusional, kepentingan nasional, kesejahteraan

masyarakat, serta ketenteraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan Negara

Page 7: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

Kesatuan Republik Indonesia serta pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan

perjanjian dan konvensi internasional”. Dalam penjelasan PP 65/2005 disebutkan SPM diterapkan

pada urusan wajib Daerah terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Untuk urusan

pemerintahan lainnya, daerah dapat mengembangkan dan menerapkan standar/indikator kinerja.

Pasal 1 ayat (6) PP 65/2005 mendefinisikan Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah

ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak

diperoleh setiap warga secara minimal. PP 65/2005 tidak menampilkan daftar spesifik urusan wajib

dan pelayanan dasar. PP 65/2005 hanya mendefinisikannya di Pasal 1 ayat (5) dan ayat (8).

Selanjutnya, pelayanan dasar didefinisikan sebagai jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Pasal 2

ayat (2) PP 65/, SPM disusun dan diaplikasikan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib

Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan

pelayanan dasar sesuai dengan perundang-undangan.

UU 32/2004 mengamanatkan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan

Pemerintah (meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,

serta agama). Implementasi desentralisasi dan otonomi daerah mensyaratkan pembagian urusan

pemerintahan antara Pemerintah dengan pemerintahan daerah. Terkait dengan urusan pemerintahan

yang bersifat konkuren, pembagian urusan pemerintahan didasarkan atas kriteria eksternalitas,

akuntabilitas dan efisiensi. Urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan

urusan pilihan. Untuk pelaksanaan pembagian urusan pemerintahan tersebut pemerintah menetapkan

PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,

dan Pemerintah Deerah Kabupaten/Kota. Tabel 1.2. menunjukkan urusan wajib yang menjadi

kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi dan Kabupaten/kota. Pasal 1 ayat (6) PP 38/2007

menyatakan kebijakan nasional adalah serangaian aturan yang dapat berupa norma, standar, prosedur

dan/atau kriteria yang ditetapkan Pemerintah sebagai pedoman penyelenggaraan urusan pemerintahan.

Pasal 9 ayat (1) menyebutkan bahwa menteri /kepala lembaga pemerintah non-departemen

menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk pelaksanaan urusan wajib dan urusan

pilihan.

PP 38/2007 dan PP 65/2004 merupakan penjabaran lebih lanjut pembagian urusan

pemerintahan pasal 14 ayat (3) UU 32/2004:

• Pasal 14 ayat (3): “Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan Pemerintah.

Lebih khusus PP 65/2004 mengatur secara spesifik SPM:

• Pasal 11 ayat (4): “Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarkan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan”

Keterkaitan SPM dan NSPK ditunjukkan oleh Pasal 8 ayat (1) PP 65/2005 yang menyatakan: “Untuk

mendukung penerapan SPM, Menteri yang bersangkutan menyusun petunjuk teknis yang ditetapkan

dengan Peraturan Menteri”, dan ayat (2) yang menyatakan: “Untuk mendukung penerapan SPM,

Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun petunjuk teknis yang ditetapkan dengan

Peraturan Menteri terkait”. Dalam penjelasan PP 65/2005 disebutkan bahwa SPM berbeda dengan

Standar Teknis, karena Standar Teknis merupakan faktor pendukung pencapaian SPM.

Page 8: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

Tabel 1.2. Dasar Hukum SPM dan NSPK

No. SPM NSPK

1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah.

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah.

2 Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007

Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah

Provinsi, dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota.

-

3 Peraturan Pemerintah No. 65 Pedoman

Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

Minimum.

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007

Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota.

4 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2004

Tentang Rencana Kerja Pemerintah.

Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005

Tentang Pedoman Penyusunan dan

Penerapan Standar Pelayanan Minimal.

5 Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007

Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah

Daerah Kepada Pemerintah, Laporan

Keterangan Pertanggungjawaan Kepala

Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah, dan Informasi Laporan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada

Masyarakat.

Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Pengesahan,

Penundangan, Dan Penyebarluasan Peraturan

Perundang-Undangan.

6 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2008

Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah.

Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2004

Tentang Rancangan Kerja Pemerintah.

7 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6 Tahun

2007 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan

dan Petetapan Standar Pelayanan Minimal.

Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2007

Tentang Laporan Penyelenggaraan

Pemerinah Daerah Kepada Pemerintahan,

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Kepala daerah Kepada DPRD, dan Informasi

Laporan Penyelenggaraan Pemerintah

Daerah Kepada Masyarakat.

8 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 79

Tentang Pedoman Penyusunan Rencana

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal.

9 Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 100.05-

76 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Tim

Konsultasi Penyusunan SPM.

1.1. Bentuk Hukum NSPK

NSPK sebagai salah satu kebijakan nasional yang mengatur pedoman penyelenggaraan

urusan pemerintahan di Indonesia, merupakan bentuk dari perwujudan amanat PP 38/2007 Tentang

Page 9: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait urusan pemerintah yang menjadi urusan pemerintah

daerah yang disebutkan di Pasal 6. Amanat pembentukan NSPK seperti yang disebutkan dalam Pasal

1 Ayat (6), menjadi tugas dari Pemerintah yang kemudian berdasarkan Pasal 9 diamanahkan kepada

menteri/ kepala lembaga pemerintah non departemen untuk menyusunnya.

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, tata cara penyusunan NSPK sebagai

sebuah peraturan perundang-undangan secara tidak langsung mengacu pada UU 10/2004 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Mengapa demikian? Dalam pembagian urusan

pemerintahan dalam UU 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Urusan Pemerintah dapat dibagi

menjadi dua, urusan pemerintah pusat dan urusan pemerintah yang menjadi wewenang pemerintah

daerah (urusan konkuren). Untuk urusan pemerintah pusat, segala pelaksanaannya menjadi wewenang

pemerintah pusat sedangkan dalam urusan konkuren terdapat kewenangan pemerintah daerah di

dalam pelaksanaannya. Urusan konkuren ini dapat dibagi menjadi dua yaitu urusan wajib dan urusan

pilihan. Urusan wajib sendiri berdasarkan cakupannya dapat dikategorikan menjadi urusan wajib yang

merupakan pelayanan dasar dan urusan wajib di luar pelayanan dasar.

PP 38/2007 menyatakan bahwa NSPK mengatur tentang semua urusan wajib, pilihan dan

urusan sisa. Khusus untuk urusan wajib terkait dengan pelayanan dasar harus berpedoman pada

standar pelayanan minimal (SPM) yang ditetapkan oleh pemerintah. Berbeda dengan SPM yang telah

diatur dari proses pembentukan, rancangan sampai dengan penetapan dalam bentuk Peraturan

Pemerintah, NSPK tidak memiliki aturan yang secara langsung menetapkan bagaimana proses

pembentukan NSPK, seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.1.

Gambar 1.1. NSPK dalam Peraturan Perundang-undangan

Terdapat beberapa jenis produk hukum kementerian/lembaga pemerintah, meliputi: Peraturan,

Keputusan, Instruksi, Surat Perintah, dan Surat Edaran. Peraturan Menteri merupakan kebijakan

umum dan pengaturan kebijakan pokok yang bersifat umum dan mengikat yang harus dilaksanakan

Page 10: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

unit kerja di lingkungan kementerian/lembaga tersebut. Peraturan Menteri memuat pelaksanaan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; atau perubahan, penambahan dan pencabutan dari

suatu Peraturan Menteri. Keputusan menteri yang bersifat penetapan memuat antara lain: a)

Pembentukan, perubahan status dan pembubaran suatu organisasi, badan, panitia, tim/kelompok. b)

Pelimpahan atau penyerahan wewenang tertentu kepada Pejabat di bawahnya. c) Penunjukkan,

pengangkatan dan pemberhentian sesorang pada jabatan tertentu. d) Pemberian tanda jasa kepada

seseorang. Instruksi Menteri memuat perintah kepada satuan kerja Eselon I untuk melaksanakan

kebijakan. Surat Perintah memuat perintah kepada seseorag atau beberapa orang pejabat untuk

melakukan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu. Surat Edaran memuat petunjuk yang bersifat

teknis, terperinci menjadi hal-hal yang harus dikerjakan, diperhatkan dan dilaksanakan oleh seluruh

satuan kerja Inspektur Jenderal dan dapat dilimpahkan atau diserahkan kepada Pejabat Eselon II di

bawahnya di lingkungan kerja masing-masing.

Dari definisi dan sifat masing-masing produk hukum kementerian/lembaga pemerintah

tersebut, peraturan menteri (permen) atau peraturan kepala (perka) adalah bentuk produk hukum yang

paling tepat untuk NSPK karena NSPK adalah bentuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan PP

38/2007 dan UU 32/2004. Selain itu NSPK merupakan kebijakan umum dan pengaturan mengenai

kebijakan pokok yang bersifat umum dan mengikat baik Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah

Provinsi maupun Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

PP 38/2007 telah menyebutkan bahwa NSPK merupakan peraturan yang penetapannya

menjadi kewenangan menteri. Seperti yang telah dijelaskan diatas karena belum adanya peraturan

pemerintah yang mengatur proses pembuatan NSPK maka dalam proses pembentukanya sendiri harus

merujuk kepada UU 10/2004 sebagai aturan dasar perundang-undangan di Indonesia. Sehingga dalam

proses pembentukan sebuah NSPK, dalam melakukan legal drafting kementerian/lembaga non

kementerian memasukkan NSPK sebagai peraturan menteri/kepala lembaga. Penyusunan NSPK

sendiri dalam masing-masing kementerian/lembaga non kementerian diserahkan kepada

direktorat/unit kerja/biro yang bertanggung jawab atas masing-masing sub bidang dalam lampiran PP

38/2007 dengan mengacu pada UU 10/2004.

1.2. Posisi NSPK

Urusan pemerintahan menurut PP 38/2007 adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi

hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus

fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi fungsi-fungsi tersebut

yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan dan

mensejahterakan masyarakat. Kebijakan nasional adalah serangkaian aturan yang dapat berupa norma,

standar, prosedur dan/atau kriteria yang ditetapkan Pemerintah sebagai pedoman penyelenggaraan

urusan pemerintah daerah.

Gambar 1.2 di bawah ini menunjukkan urusan pemerintahan menurut PP 38/2007. Urusan

tersebut dibagi menjadi: urusan wajib, urusan pilihan, dan urusan sisa di mana kesemuanya

membutuhkan NSPK (Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1)). Pelaksanaan urusan pemerintahan yang

terkait dengan pelayanan dasar harus berpedoman pada SPM (Pasal 7 ayat (1) dan pasal 8 ayat (1)).

Urusan wajib mencakup pelayanan dasar NSPK sebagai payung pembuatan SPM maka SPM juga

harus dibuatkan NSPK.

Page 11: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

Gambar 1.2. Posisi NSPK

Sumber: PP 38/2007 dan PP 65/2005, diolah

1.3. Lingkup dan Prinsip NSPK

Berdasarkan PP 38/2007, terdapat beberapa prinsip NSPK yang dapat dijabarkan, yaitu serangkaian aturan yang merupakan kebijakan nasional, dapat berupa NSPK yang ditetapkan Pemerintah sebagai pedoman untuk pemerintahan daerah. Pada pasal 9 ayat (1), dijelaskan bahwa penyelenggaraan yang dimaksud meliputi urusan wajib dan pilihan, serta penetapan untuk urusan sisa dijeaskan pada pasal 25 ayat (1). Dalam hal ini, penyelenggaraan tersebut merupakan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintahan daerah. Urusan wajib dan pilihan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah ditetapkan dalam peraturan daerah selambat-lambatnya satu tahun setelah ditetapkan Peraturan Pemerintah ini. Urusan wajib dan pilihan yang dimaksud, menjadi dasar penyusunan organisasi dan tata kerja perangkat daerah.

URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI

KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH

URUSAN WAJIB URUSAN PILIHAN

Pelayanan

Dasar

Urusan Sisa

Norma, Standar, Prosedur dan

Kriteria (NSPK) (PP 38/2007,

Penjelasan Pasal 9)

• Norma adalah aturan atau ketentuan

yang dipakai sebagai tatanan untuk

penyelenggaraan pemerintahan daerah.

• Standar adalah acuan yang dipakai

sebagai patokan dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah.

• Prosedur adalah metode atau tata cara

untuk penyelenggaraan pemerintahan

daerah.

• Kriteria adalah ukuran yang

dipergunakan menjadi dasar dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Standar Pelayanan Minimal

(PP 65/2005 Pasal 1 Ayat 6)

“Ketentuan tentang jenis dan mutu

pelayanan dasar yang merupakan urusan

wajib daerah yang berhak diperoleh setiap

warga secara minimal.”

Page 12: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

Gambar 1.3. Lingkup NSPK

Sumber: UU 32/2004, PP 65/2005 dan PP 38/2007, diolah

Penetapan NSPK dilakukan oleh menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen dan diberlakukan untuk seluruh Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Di dalam penetapan NSPK, memperhatikan keserasian hubungan Pemerintah dengan pemerintahan daerah dan antar pemerintah daerah sebagai satu kesatuan sistem dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penetapan NSPK juga harus melibatkan pemangku kepentingan terkait dan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. Dalam hal ini, penetapan NSPK dilakukan paling lambat dalam waktu dua tahun setelah ditetapkannya PP 38/2007.

Pada dasarnya NSPK bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau, dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga pelaksanaan urusan wajib, pilihan, dan sisa dapat berjalan secara sempurna. Dalam hal ini, NSPK sebagai pedoman disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan.

Berikut adalah garis besar substansi yang menjadi guideline bagi pembuatan NSPK:

1.3.1. Konsiderans

Konsiderans merupakan salah satu substansi dalam sebuah kerangka peraturan. Berikut

adalah beberapa hal terkait dengan konsiderans dalam pembuatan sebuah peraturan:

1. Konsiderans diawali dengan kata “Menimbang”. 2. Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi

latar belakang dan alasan pembuatan NSPK. 3. Pokok-pokok pikiran pada konsiderans NSPK memuat unsur filosofis, yuridis, dan

sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya.

Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Wewenang

Pemerintahan Daerah

Asas TugasPembantuan

NSPK

Asas Otonomi

Peraturan Lainnya

NSPK

PP 65/2005 TentangPedoman

Penyusunan danPenetapan SPM

Pelayanan Dasar

PP 38/2007 TentangPembagian urusan

Pemerintahan

Urusan Wajib

(Pasal 6-7)

NSPK

SPM

Urusan Pilihan

(Pasal 6-7)

NSPK

Urusan Sisa

(Pasal 15)

NSPK

UU 32/2004 Pasal10 Ayat (2) dan PP 38/2007 Pasal 9 Ayat(1)

UU 32/2004 Pasal10 Ayat 2

Page 13: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

4. Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa NSPK dianggap perlu untuk dibuat adalah kurang tepat karena tidak mencerminkan tentang latar belakang dan alasan dibuatnya NSPK tersebut.

5. Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian.

6. Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan tanda baca titik koma. Contoh: Permen Kementerian Pekerjaan Umum Nomor 4 tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan

Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Pada Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota,

dan Wilayah Sungai

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 87 ayat (5) Undang-Undang Nomor

7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum tentang Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi

Pengelolaan Sumber Daya Air pada Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan

Wilayah Sungai.

1.3.2. Mengingat

1. Mengingat diletakkan setelah Konsiderans yang berisi tentang Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, dan Keputusan Menteri. Perundang-undangan tersebut harus sesuai dengan urutannya, tetapi tidak wajib memiliki seluruhnya dalam pembuatan NSPK.

2. Seperti contoh pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria di Bidang Pendidikan adalah sebagai berikut: a. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

c. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

d. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

f. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II.

Page 14: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

1.3.3. Ketentuan Umum

1. Ketentuan umum diletakkan dalam bab kesatu. Jika dalam Peraturan Perundang-undangan tidak dilakukan pengelompokan bab, ketentuan umum diletakkan dalam pasal - pasal awal. Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal.

2. Ketentuan umum berisi: a. batasan pengertian atau definisi; b. singkatan atau akronim vang digunakan dalam peraturan; c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal - pasal berikutnya antara

lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan. 3. Frase pembuka dalam ketentuan umum undang-undang berbunyi -Dalam Undang-

Undang ini yang dimaksudkan dengan: 4. Frase pembuka dalam ketentuan umum Peraturan Perundang-undangan di bawah

Undang-Undang disesuaikan dengan jenis peraturannya. 5. Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi singkatan atau akrorim

lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab dan diawali dengan huraf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik.

6. Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata atau istilah yang digunakan berulangulang di dalam pasal - pasal selanjutnya.

7. Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun kata atau istilah itu diperlukan pengertiannya untuk suatu bab, bagian atau paragraf tertentu, dianjurkan agar kata atau istilah itu diberi definisi.

8. Jika suatu batasan pengertian atau definsi perlu dikutip kembali di dalam ketentuan umum suatu peraturan pelaksanaan, maka ramusan batasan pengertian atau definisi di dalam peraturan pelaksanaan harus sama dengan rumusan batasan pengertian atau definisi yang terdapat di dalam peraturan lebih tinggi yang dilaksanakan tersebut.

9. Karena batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim berfungsi, untuk menjelaskan makna suatu kata atau istilah maka batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim tidak perlu diberi penjelasan, dan karena itu harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda.

10. Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan lebih dahulu dari

yang berlingkup khusus; b. pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok yang diatur

ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu; dan c. pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya diletakkan

berdekatan secara berurutan. 11. Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum mengikuti ketentuan

sebagai berikut: a. pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan lebih dahulu dari

yang berlingkup khusus; b. pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok yang diatur

ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu; dan c. pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya diletakkan

berdekatan secara berurutan.

Contoh:

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota, Bab I pasal I tentang ketentuan umum, yang dimaksud dengan:

Page 15: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

a. Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan selanjutnya disebut SPM Kesehatan adalah tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Daerah Kabupaten/ Kota.

b. Pelayanan dasar kepada masyarakat adalah fungsi Pemerintah dalam memberikan dan mengurus keperluan kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat.

c. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Menteri Kesehatan. d. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

e. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

f. Pemerintah Daerah adalah Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

g. Pengembangan kapasitas adalah upaya meningkatkan kemampuan sistem atau sarana dan prasarana, kelembagaan, personil, dan keuangan untuk melaksanakan fungsi- fungsi pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan pelayanan dasar dan/atau SPM Kesehatan secara efektif dan efisien dengan menggunakan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik.

1.3.4. Maksud dan Tujuan

Pada bagian ini penyusunan peraturan harus mencakup maksud dan tujuan dalam pembuatan

peraturan tersebut. Jika peraturan perundang-undangan mempunyai materi yang ruang lingkupnya

sangat luas dan mempunyai banyak pasal, pasal (-pasal) tersebut dapat dikelompokkan menjadi: buku

(jika merupakan kodifikasi), bab, bagian, dan paragraf.

Contoh:

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis

Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota

Bab I Sub-Bab B tentang maksud dan tujuan bahwa petunjuk Teknis Standar Pelayanan

Minimal ini dimaksudkan guna memberikan panduan kepada daerah dalam melaksanakan

perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban

penyelenggaraan standar pelayanan minimal bidang kesehatan di Kabupaten/Kota.

Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota ini

bertujuan untuk menyamakan pemahaman tentang definisi operasional, indikator kinerja,

ukuran/satuan, rujukan (buku pedoman, standar teknis), target nasional untuk tahun 2010 dan

2015, cara perhitungan pencapaian kinerja/target/rumus satuan, pembilang dan penyebut,

rumus perhitungan, sumber data, langkah-langkah kegiatan dan kebutuhan Sumber Daya

Manusia untuk masing-masing indikator SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

1.3.5. Hal-hal yang akan diatur

Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika tidak

ada pengelompokkan bab, materi pokok yang diatur diletakkan setelah pasal – pasal ketentuan umum.

Page 16: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

Pembagian materi pokok ke dalam kelompok yang lebih kecil dilakukan menurut kriteria atau ruang

lingkup yang dijadikan dasar pembagian.

Contoh:

Permen Kementerian Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis

Pemeriksaan Berkala Bangunan Gedung

Pasal Pasal 2 ayat (3)

Lingkup pemeriksaan berkala meliputi:

a. Tata cara pemeriksaan berkala bangunan gedung; b. Daftar simak dan evaluasi hasil pemeriksaan berkala; dan c. Jenis-jenis kerusakan komponen bangunan gedung.

1.3.6. Persyaratan

Persyaratan adalah hal-hal yang harus dipenuhi dalam penyusunan peraturan. Dalam UU No

10 Tahun 2004 bagian penjelasan dijelaskan bahwa untuk membentuk peraturan yang baik,

diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata cara penyiapan dan

pembahasan, teknik, penyusunan maupun pemberlakuannya.

Contoh yang dapat diambil dari persyaratan adalah pada Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional RI Nomor 25 tahun 2007 tentang persyaratan dan prosedur bagi warga negara asing untuk

menjadi mahasiswa pada perguruan tinggi di Indonesia. Disebutkan pada Pasal 3 bahwa Persyaratan

bagi warga negara asing untuk menjadi calon mahasiswa pada perguruan tinggi di Indonesia meliputi:

a. memenuhi persyaratan akademik untuk mengikuti pendidikan tinggi di Indonesia; b. memiliki sumber pembiayaan untuk menjamin kelangsungan mengikuti pendidikan di

perguruan tinggi; c. diterima oleh perguruan tinggi sebagai mahasiswa; d. memiliki izin belajar dari Sekretariat Jenderal; e. memiliki visa atau izin tinggal di Indonesia; dan f. mematuhi peraturan perundang-undangan di Indonesia dan ketentuan perguruan tinggi

yang dituju.

1.3.7. Tata cara/Mekanisme

Tata cara/mekanisme secara umum mengatur mengenai perencanaan urutan, sistematika,

pelaksanaan secara teknis, dan sebagainya yang terkait dengan cara dasar penyusunan Peraturan

Daerah. Perencanaan tersebut disusun untuk membentuk kebijakan dan strategi dari Pemerintah Pusat

sebagai acuan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan urusan pada bidang yang bersangkutan. Tata

cara/mekanisme penyusunan perundang-undang dan peraturan dapat dilihat secara jelas pada UU

10/2004.

Contoh:

Pada Permen Kementerian Pekerjaan Umum Nomor 18 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), tata cara/mekanisme ditempatkan

pada bab terpisah, yaitu Kebijakan dan Strategi.

Pasal 4

Page 17: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

(1) Perencanaan pengembangan SPAM disusun mengacu pada Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM.

(2) Pemerintah Daerah wajib menyusun Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM Daerah mengacu pada Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan SPAM dan peraturan pemerintah yang berlaku.

(3) Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM Daerah antara lain memuat rencana strategis dan program pengembangan SPAM.

(4) Rencana strategis dan program pengembangan SPAM sebagaimana disebutkan pada ayat (4) memuat: a. Identifikasi potensi dan rencana alokasi air baku untuk wilayah pelayanan

sesuai perkembangannya; b. Garis besar sistem penyediaan air baku di wilayah administratif; c. Garis besar rencana pembagian wilayah administratif menjadi satu atau lebih

wilayah pelayanan sesuai potensi air baku dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) baik wilayah pelayanan dengan jaringan perpipaan maupun wilayah pelayanan dengan bukan jaringan perpipaan;

d. Indikasi program pengembangan untuk setiap rencana wilayah pelayanan berdasarkan urutan prioritas;

e. Kriteria dan standar pelayanan di wilayah administratif kabupaten atau kota; f. Indikasi keterpaduan program dengan pengembangan prasarana dan sarana

sanitasi yang merupakan dampak penggunaan air minum untuk wilayah pelayanan yang dianggap strategis dan merupakan wilayah pusat pertumbuhan;

g. Indikasi alternatif pembiayaan dan pola investasi untuk wilayah pelayanan yang dianggap strategis dan merupakan wilayah pusat pertumbuhan; serta

h. Indikasi pengembangan kelembagaan untuk wilayah pelayanan yang dianggap strategis dan merupakan wilayah pusat pertumbuhan.

(5) Dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM dan/atau Prasarana dan Sarana Sanitasi, Pemerintah Daerah mengutamakan kerjasama antar-daerah.

(6) Dalam hal penyusunan rencana strategi dan program pengembangan SPAM, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah harus mengikutsertakan penyelenggara SPAM dan para pemangku kepentingan dalam bentuk konsultasi publik.

1.3.8. Kriteria

Kriteria adalah hal-hal yang harus dipenuhi dan ukuran yang menjadi dasar penilaian atau

penetapan sesuatu. Dalam penyusunan peraturan, kriteria merupakan hal mendasar yang harus

dipenuhi.

Contoh untuk kriteria dapat dilihat dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11

Tahun 2009 tentang kriteria dan perangkat akreditasi Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI).

Penjelasan mengenai kriteria terdapat pada pasal 1 ayat (1), (2), dan (3) yang isinya sebagai berikut:

a. Kriteria dan perangkat akreditasi sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) meliputi instrumen akreditasi, petunjuk teknis pengisian instrumen akreditasi, instrumen pengumpulan data dan informasi pendukung akreditasi, serta teknik penskoran dan pemeringkatan hasil akreditasi.

b. Kriteria dan perangkat akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk penilaian kelayakan sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) yang diakreditasi.

Page 18: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

c. Kriteria dan perangkat akreditasi sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran I, II, III, dan IV Peraturan Menteri ini.

1.3.9. Kewenangan Provinsi dan Kabupaten/Kota

Kewenangan adalah hak dan kekuasaan yg dimiliki suatu instansi untuk melakukan sesuatu.

Oleh karena itu, urusan antara provinsi dan kabupaten/kota harus jelas sampai dimana batasan

wewenang masing-masing pihak. Bahasan kewenangan menjadi bab tersendiri dalam pembentukan

NSPK. Bahasan kewenangan ini meliputi kedudukan, tugas, dan fungsi dari Pemerintah Pusat sampai

Pemerintah Daerah pada suatu urusan tertentu.

Contoh:

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal di Kabupaten/Kota

1.3.10. Pendanaan

Pendanaan pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan jaminan kesejahteraan sosial di

provinsi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi. Pendanaan

Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Provinsi Pemerintah Daerah Kabupaten

Pasal 7 Pasal 8 Pasal 3

(2) Berdasarkan laporan

teknis tahunan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1)

Menteri Kesehatan melakukan

pembinaan dan pengawasan

teknis penerapan SPM

Kesehatan.

(3) Monitoring dan evaluasi

sebagaimana d imaksud pada ayat

(1) pasal 8 dilakukan oleh gubernur

sebagai wakil pemerintah di daerah

untuk Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota.

Di luar jen is pelayanan

sebagaimana d imaksud dalam

Pasal 2 ayat (2), Kabupaten/Kota

tertentu wajib menyelenggarakan

jenis pelayanan sesuai kebutuhan,

karakteristik, dan potensi daerah.

Pasal 8 Pasal 11 Pasal 5

(1) Menteri Kesehatan

melaksanakan monitoring dan

evaluasi atas penerapan SPM

Kesehatan oleh Pemerintah

Daerah dalam rangka

men jamin akses dan mutu

pelayanan dasar kepada

masyarakat.

(2) Pendanaan yang berkaitan

dengan penerapan, pencapaian

kinerja/target, pelaporan,

monitoring, dan evaluasi,

pembinaan dan pengawasan,

pembangunan sub-sistem informasi

manajemen, serta pengembangan

kapas itas, yang merupakan tugas

dan tanggung jawab pemerintahan

daerah dibebankan kepada APBD.

(1) Bupati/Walikota bertanggung

jawab dalam penyelenggaraan

pelayanan kesehatan sesuai SPM

Kesehatan yang dilaksanakan

oleh Perangkat Daerah

Kabupaten/Kota dan masyarakat;

(2) Penyelenggaraan pelayanan

kesehatan sesuai SPM Kesehatan

sebagaimana d imaksud pada ayat

(1) secara operasional

dikoordinasikan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten/ Kota; (3)

Penyelenggaraan pelayanan

kesehatan sesuai SPM Kesehatan

dilakukan oleh tenaga kesehatan

sesuai dengan kualifikasi dan

kompetensi yang dibutuhkan.

Pasal 10 Pasal 13

(1) Menteri Kesehatan

memfasilitasi pengembangan

kapas itas melalui peningkatan

kemampuan sistem,

kelembagaan, personal, dan

keuangan, baik di tingkat

pemerintah maupun

Kabupaten/Kota

(2) Gubernur selaku wakil

pemerintah di daerah dalam

melakukan pengawasan teknis atas

penerapan dan pencapaian SPM

Kesehatan, dibantu oleh Inspektorat

Provinsi berkoordinasi dengan

Inspektorat Kabupaten/Kota

Page 19: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan jaminan kesejahteraan sosial di kabupaten/kota

bersumber dari APBD kabupaten/kota. Pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan

pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan jaminan kesejahteraan sosial sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Seperti contoh pada Lampiran I Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 5 Tahun

2010, tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Pendidikan Tahun

Anggaran 2005, Bab II, Sub-bab C adalah sebagai berikut:

a. DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2010 disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (Pemerintah Pusat c.q Departemen Keuangan) ke Rekening Kas Umum Daerah (kabupaten/kota).

b. Mekanisme dan tata cara mengenai penyaluran DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2010 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Penyaluran dana diberikan secara penuh/utuh baik dari kas umum negara ke kas umum daerah maupun dari kas umum daerah ke rekening sekolah tanpa ada potongan dalam bentuk apapun.

d. Penyaluran dana dari Kas Umum Daerah ke rekening sekolah mempertimbangkan jangka waktu pelaksanaan kegiatan dengan batas waktu kegiatan, pelaporan, dan saat pemanfaatannya.

e. Kewajiban pajak atas penggunaan DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2010 diselesaikan oleh sekolah penerima DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2010 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

1.3.11. Pelaporan

Dalam setiap urusan yang dilakukan, Pemerintah Daerah wajib membentuk tim/unit khusus

untuk membuat laporan dari Satuan Kerja untuk urusan yang dilakukan. Tim/unit khusus tersebut

langsung dikepalai oleh Kepala Satuan Kerjadari urusan yang dilakukan. Pengawasan dari pelaporan

diawasi langsung oleh badan yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.

Contoh:

Permen Kementerian Pekerjaan Umum Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan

Kegiatan Departemen Pekerjaan Umum Yang Merupakan Kewenangan Pemerintah dan

Dilaksanakan Sendiri.

Pasal 10

(1) Setiap Unit Satuan Kerja wajib membentuk Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (UAKPA/UAKPB).

(2) Setiap Unit Eselon I yang mempunyai kegiatan di daerah wajib membentuk Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Wilayah (UAPPA-W/UAPPB-W) pada provinsi terkait.

(3) Setiap Unit Eselon I wajib membentuk Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Eselon I (UAPPA-E1/UAPPB-E1).

(4) Kepala Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran wajib menyusun dan menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Petunjuk Operasional Kegiatan.

(5) Kepala Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Barang wajib menyusun dan menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Petunjuk Operasional Kegiatan.

Page 20: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

(6) Penilaian kinerja Kepala Satuan Kerja salah satunya berdasarkan kepatuhan, yang akan menjadi pertimbangan dalam penentuan Kasatker selanjutnya.

(7) Mekanisme pelaporan Satuan Kerja dilakukan sebagaimana tercantum dalam lampiran 1.e yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Menteri ini.

Pasal 11

(1) Pengawasan eksternal pelaksanaan Satuan Kerja bidang pekerjaan umum dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI).

(2) Pengawasan internal pelaksanaan Satuan Kerja bidang pekerjaan umum dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Pekerjaan Umum atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

(3) Inspektorat Jenderal Departemen Pekerjaan Umum menyusun program pemeriksaan tahunan untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pemeriksaan.

1.3.12. Penataan dan Evaluasi

Penataan merupakan sebuah proses untuk penertiban, pengarahan, pengaturan, pengelolaan,

pengurusan, penyusunan, perancangan dan sistematika sebuah peraturan. Proses yang dilakukan

selanjutnya adalah proses evaluasi. Evaluasi dilakukan secara hierarki tingkat kekuasaan, misal

Pemerintah melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan

jaminan kesejahteraan sosial di provinsi. Gubernur sebagai wakil Pemerintah melakukan pemantauan

dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan jaminan kesejahteraan sosial di

kabupaten/kota.

Berikut beberapa hal yang terkait dalam hal penataan dan evaluasi.

(1) Untuk menjamin sinergi berkesinambungan dan efektifitas langkah-langkah secara terpadu dalam pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan jaminan kesejahteraan sosial, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota melakukan pemantauan.

(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan jaminan kesejahteraan sosial.

(3) Pemantauan dilakukan secara berkala melalui koordinasi dan pemantauan langsung terhadap SKPD yang melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan jaminan kesejahteraan sosial.

(4) Pemantauan dilakukan mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan jaminan kesejahteraan sosial.

Evaluasi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan jaminan kesejahteraan sosial

dilakukan minimal sekali dalam setahun. Hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan

jaminan kesejahteraan sosial digunakan sebagai bahan masukan bagi penyusunan kebijakan, program

dan kegiatan jaminan kesejahteraan sosial.

Contoh penataan dapat dijelaskan seperti pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57

Tahun 2007, tentang petunjuk teknis penataan organisasi perangkat daerah, yaitu pada pasal 2 yang

berbunyi Penataan organisasi perangkat daerah dilakukan melalui analisis jabatan dan analisis beban

kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara rinci pada Peraturan Menteri tersebut

menjelaskan tentang Penataan kelembagaan SKPD baik di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang

pembentukannya ditetapkan melalui peraturan daerah.

Untuk contoh evaluasi, seperti pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Nomor PER.11/MEN/V/2009 tentang tata cara pemantauan dan evaluasi pengelolaan data dan

Page 21: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

informasi ketenagakerjaan. Pada Bab III Pasal 7, disebutkan bahwa objek evaluasi pengelolaan data

dan informasi ketenagakerjaan meliputi hasil pemantauan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (1) yang berisikan sebagai berikut:

Objek pemantauan pengelolaan data dan informasi ketenagakerjaan meliputi:

a. Pengumpulan data dan informasi ketenagakerjaan; b. Pengolahan data dan informasi ketenagakerjaan; c. Penganalisisan data dan informasi ketenagakerjaan; d. Penyimpanan data dan informasi ketenagakerjaan; e. Penyajian data dan informasi ketenagakerjaan; dan f. Penyebarluasan data dan informasi ketenagakerjaan.

1.3.13. Pembinaan dan Pengawasan

Kementeri Dalam Negeri dan Kementerian/Lembaga terkait melakukan pembinaan dan

pengawasan atas pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan terkait NSPK kepada pemerintahan

daerah provinsi. Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan,

program, dan kegiatan jaminan kesejahteraan sosial kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota.

Contoh dari pembinaan dan pengawasan adalah pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

741/MENKES/PER/VII/2008 Bab IX Pasal 12 yang isinya sebagai berikut:

a. Menteri Kesehatan melakukan pembinaan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM Kesehatan.

b. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menyusun Petunjuk Teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan.

c. Menteri Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, dapat mendelegasikan pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah.

1.3.14. Ketentuan Penutup

Ketentuan penutup ditempatkan dalam bab terakhir. Berikut adalah beberapa hal mengenai

ketentuan penutup.

1. Jika tidak diadakan pengelompokan bab, ketentuan penutup ditempatkan dalam pasal (-pasal) terakhir. Pada umumnya ketentuan penutup memuat ketentuan mengenai: a. Penunjukan organ atau alat perlengkapan yang melaksanakan Peraturan

Perundangandangan; b. Nama singkat; c. Status peraturan perundang-undangan yang sudah ada; dan d. Saat mulai berlaku peraturan perundang-undangan.

2. Ketentuan penutup dapat memuat peraturan pelaksanaan yang bersifat:

a. Menjalankan (eksekutif), misalnya, penunjukan pejabat tertentu yang diberi kewenangan untuk memberikan izin, mengangkat pegawai, dan lain- lain;

b. Mengatur (legislatif), misalnya, memberikan kewenangan untuk membuat peraturan pelaksanaan.

Page 22: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

Contoh:

Permen Kementerian Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kebijakan dan Strategi

Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Pemukiman (KSNP-SPALP) pada

Bab IV memuat ketentuan penutup yang berisi:

Pasal 7

(1) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. (2) Peraturan Menteri ini disebarluaskan kepada para pihak yang bersangkutan untuk

diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

1.5. Asas-asas Pembentukan NSPK yang Terintegrasi dengan Guideline Pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia dirumuskan dan dituangkan dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal

5 Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan

harus berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang meliputi:

a. Kejelasan tujuan. b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan. d. Dapat dilaksanakan. e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan. f. Kejelasan rumusan. g. Keterbukaan.

Terdapat pula asas yang harus dikandung dalam peraturan perundang-undangan, yaitu materi

muatan yang terdapat pada Pasal 6 ayat 1 yang berisi:

a. Pengayoman. b. Kemanusiaan. c. Kebangsaan. d. Kekeluargaan. e. Kenusantaraan. f. Bhinneka Tunggal Ika. g. Keadilan. h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

1.6. Urgensi NSPK Secara umum pembentukan Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) dilandasi oleh sebuah

urgensi yang terjadi di setiap daerah dan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Berdasarkan

UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah menjadi

wewenang pemerintah daerah kecuali urusan-urusan yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

Dalam hal ini, penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantu.

Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, terdapat dua urusan yang dipegang oleh

pemerintah daerah, yaitu Urusan Wajib dan Urusan Pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang wajib

diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang terkait dengan pelayanan dasar bagi masyarakat, seperti

pendidikan dasar, kesehatan, lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan, dan sebagainya. Di

dalam Urusan Wajib, terdapat dua aturan yaitu Standar Pelayanan Minimum (SPM) dan NSPK.

Dalam hal ini SPM merupakan aturan yang mengatur pelayanan dasar yang wajib dilaksanakan oleh

Page 23: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

pemerintah daerah. Sedangkan NSPK, merupakan aturan yang juga harus dilaksanakan oleh

pemerintah daerah mengenai segala urusan wajib diluar pelayanan dasar. Urusan pilihan merupakan

urusan pemerintah yang diprioritaskan oleh pemerintahan daerah untuk diselenggarakan yang terkait

dengan upaya mengembangkan potensi unggulan yang menjadi kekhasan daerah. Di dalam urusan

pilihan, aturan yang digunakan sebagai acuan adalah NSPK.

Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, baik urusan wajib maupun pilhan,

keduanya membutuhkan NSPK. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Sehingga urgensi umum NSPK

adalah aturan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah di mana NSPK harus

dipenuhi sebagai prasyarat menyelenggarakan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya.

Adanya NSPK diharapkan dapat mengantar pemerintah daerah dalam menjalankan urusan wajib dan

pilihan secara sempurna.

1.7. NSPK dan Perencanaan Suatu perencanaan mutlak diperlukan dalam proses pembangunan suatu negara dalam hal ini

Indonesia karena terjadinya berbagai hal seperti kegagalan pasar, adanya bantuan luar negeri,

mobilisasi dan alokasi sumber daya, distribusi sumber daya yang kurang merata sehingga

menyebabkan kesenjangan. Definisi perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan masa depan

yang tepat melalui serangkaian pilihan. Secara umum pengertian perencanaan merupakan proses

penyusunan berbagai kegiatan maupun kebijakan/keputusan secara sistematis yang akan dilaksanakan

pada masa hadapan untuk mencapai tujuan tertentu.

Beberapa pakar juga menyatakan bahwa perencanaan merupakan proses pembuatan kebijakan

untuk mengendalikan masa depan yang ditentukan. Proses pembuatan perencanaan perlu

memperhatikan beberapa hal seperti pemilihan alternatif yang ada, alokasi sumber daya, target yang

akan dituju pada masa mendatang dan siapa yang akan menjalankannya. Perencanaan dapat dijadikan

sebagai pedoman bagi kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Perencanaan juga dapat berfungsi sebagai alat prediksi masa depan dan alat ukur untuk

melakukan evaluasi terhadap pencapaian tujuan tertentu.

Ruang lingkup perencanaan secara kewilayahan dapat dilakukan dalam skala nasional

maupun daerah. Perencanaan pembangunan nasional perlu dilakukan oleh suatu negara agar dapat

menjamin kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien dan bersasaran. Berdasarkan Instruksi

Presiden Nomor 7/1999 perencanaan strategis merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil

yang hendak dicapai instansi selama waktu 1-5 tahun dengan memperhitungkan segala aspek

termasuk potensi, peluang dan kendala yang ada dan yang mungkin muncul.

Perencanaan pembangunan dalam skala nasional dituangkan dalam dokumen perencaan

seperti RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang dilakukan 25 tahun), RPJMN

(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang dilakukan 5 tahun) dan RKP (Rencana

Kerja Pemerintah-tahunan). Pada tahun 2004 Pemerintah mengeluarkan UU Nomor 25/2004 tentang

sistem perencanaan pembangunan nasional yang dapat mendukung koordinasi antar pelaku

pembangunan, harmonisasi pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, sinergi

antar daerah dan antar instansi pemerintah seperti ditunjukkan oleh Gambar 7.7.

Sistem perencanaan pembangunan mengamanatkan konsistensi dari proses perencanaan,

penganggaran, pelaksanaan hingga proses pengawasan yang kesemuanya perlu melibatkan peran aktif

stakeholder yang ada. UU 25/2004 juga mewajibkan setiap daerah harus menyusun rencana

Page 24: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

pembangunan secara sistematis, terarah, terpadu dan tanggap terhadap perubahan (pasal 2 ayat 2). Hal

ini sejalan dengan UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah, pada Bab VII pasal 150 disebutkan

bahwa daerah wajib memiliki dokumen RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 25

tahun), RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 5 tahun) dan RKPD (Rencana

Kerja Pemerintah Daerah-tahunan).

Implikasi pelaksanaan desentralisasi di Indonesia dengan berbagai peraturan perundang-

undangan yang mengaturnya seperti UU 22/1999 dan UU 32/2004 adalah beberapa kewenangan

pemerintah tetap menjadi milik pemerintah pusat seperti politik internasional, pertahanan, keamanan

nasional, keadilan, moneter dan fiskal tetapi ada juga kewenangan yang dilimpahkan kepada

pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Berdasarkan UU 22/1999, kewenangan pemerintah pusat dan daerah diatur dengan Peraturan

Pemerintah (PP) 25/2000 kemudian peraturan tentang pemerintahan daerah direvisi dengan

dikeluarkannya UU 32/2004. Untuk melaksanakan UU 32/2004 maka pemerintah mengeluarkan PP

38/2007 yang mengatur tentang pembagian urusan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah

provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

Berdasarkan PP 38/2007 terdapat 31 urusan yang dikelola oleh pemerintah pusat dan daerah,

28 urusan dianggap sebagai urusan wajib dan 8 urusan pilihan. PP ini juga mengenalkan konsep

NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria) sebagai pedoman pelaksanaan fungsi dan kewenangan

pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah dalam memberikan pelayanan publik. Oleh sebab

itu pelaksanaan setiap urusan harus berpedoman pada NSPK. NSPK disusun oleh masing-masing

kementerian dan lembaga non kementerian terkait, dengan kata lain dalam hal perencanaan nasional

maupun daerah perlu memperhatikan kewenangan antara pusat dan daerah dengan berpedoman pada

NSPK sesuai dengan amanat PP 38/2007.

Pembagian urusan pemerintahan dalam bidang perencanaan pembangunan sesuai dengan PP

38/2007 (lampiran) sub bidang perencanaan dan pengendalian pembangunan daerah, sub sub bidang

perumusan kebijakan maka kewenangan pemerintah pusat adalah penetapan pedoman dan standar

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian daerah. Sedangkan kewenangan pemerintah provinsi

adalah penetapan petunjuk pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah pada skala pembangunan

provinsi dan pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah provinsi. Manakala pemerintah

kabupaten/kota memiliki 3 kewenangan yaitu :

1. Penetapan petunjuk pelaksanaan perencanaan dan pengendalian pembangunan daerah pada skala kabupaten/kota.

2. Pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah kabupaten/kota. 3. Penetapan pedoman dan standar perencanaan pembangunan daerah kecamatan/desa.

Berdasarkan UU 32/2004 pasal 150 ayat 1 menyatakan dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan daerah maka disusunlah perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam

sistem perencanaan pembangunan nasional. Bahkan dalam ayat 2 menyatakan bahwa perencanaan

pembangunan daerah disusun pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan

kewenangan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan

disini merujuk pada PP 38/2007 sebagai peraturan pelaksana dari UU 32/2004 dan selanjutnya sesuai

dengan UU 25/2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa keterpaduan dan sinergi pembangunan pusat dan

daerah mutlak diperlukan agar pembangunan dapat berjalan dengan efektif, efisien serta mencapai

Page 25: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

sustainability. Untuk mendorong sinergi pembangunan antara pusat dan daerah maka pemerintah

mengeluarkan PP 19/2010 tentang tata cara pelaksanaan tugas dan kewenangan serta kedudukan

keuangan Gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi. Kaitannya dengan NSPK, inti dari

pasal 3 ayat 1(bagian c) PP 19/2010 menyebutkan bahwa :

“Dilaksanakannya norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK)

dalam penyelenggaran urusan pemerintahan oleh pemerintah

provinsi dan kabupaten/kota serta meningkatkan akuntabilitas

pemerintah daerah melalui peran Gubernur melakukan fungsi

pengawasan.”

Kemendagri pada bulan September 2010 telah membahas isu-isu strategis sebagai masukan

revisi terhadap UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah. Isu-isu yang dihasilkan berkaitan dengan

hubungan antara pusat dan daerah adalah bahwa kebijakan publik di tingkat daerah tidak boleh

bertentangan dengan kebijakan publik di tingkat nasional dan diselenggarakan dalam koridor Norma,

Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang ditetapkan pusat selain itu masih banyak urusan

pemerintahan yang belum dilengkapi NSPK sehingga menimbulkan multi interprestasi dalam

pelaksanaannya. Dalam hal pembagian urusan kewenangan maka pemerintah pusat wajib menetapkan

NSPK sebagai acuan bagi daerah dalam melaksanakan kewenangannya dalam koridor NKRI

sedangkan pemerintah provinsi menetapkan kebijakan daerah untuk melaksanakan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangannya dalam NSPK yang ditetapkan oleh pusat, manakala

pemerintah kabupaten/kota menetapkan kebijakan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangannya dengan mengacu pada NSPK yang ditetapkan oleh pusat.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa NSPK dalam perencanaan yang dimaksud dalam

tulisan ini adalah perencanaan pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah hendaknya

memperhatikan kewenangan pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku baik itu UU 32/2004, PP 38/2007 dan juga UU 24/2005 sehingga

perencanaan pembangunan dapat berjalan sinkron dan harmonis di tingkat pusat maupun daerah.

Pelaksanaan perencanaan pembangunan juga perlu memperhatikan NSPK agar dapat berjalan dengan

efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan.

1.8. Kriteria NSPK: Eksternalitas, Akuntabilitas, Efisiensi dan Keserasian

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten /

Kota dalam ayat (1) dijelaskan bahwa Menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen

menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk melaksanakan Urusan Pemerintah yang

menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah (urusan yang bersifat konkuren) yaitu urusan wajib dan

urusan pilihan. Norma adalah aturan atau ketentuan yang dipakai sebagai tatanan untuk

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Standar adalah acuan yang dipakai sebagai patokan dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Prosedur adalah metode atau tata cara untuk penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Kriteria adalah ukuran yang dipergunakan menjadi dasar dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pada ayat (2) selanjutnya dijelaskan mengenai keserasian hubungan Pemerintah dengan

pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah sebagai satu kesatuan sistem dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Keserasian hubungan adalah pengelolaan bagian urusan pemerintah

yang dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda, bersifat saling berhubungan (interkoneksi),

Page 26: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

saling tergantung (interdependensi), dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem dengan

memperhatikan cakupan kemanfaatan.

Selanjutnya dalam ayat (3) disebutkan bahwa penetapan norma, standar, prosedur, dan

kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan pemangku kepentingan terkait dan

berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. Pemangku kepentingan di sini terdiri dari unsur

departemen/lembaga pemerintah non-departemen terkait, pemerintah daerah, asosiasi profesi, dan

perwakilan masyarakat.

Untuk mewujudkan pembagian urusan pemerintahan yang bersifat konkuren tersebut secara

proporsional antara Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah

kabupaten/kota maka ditetapkan kriteria pembagian urusan pemerintahan yang meliputi eksternalitas,

akuntabilitas dan efisiensi. Penggunaan ketiga kriteria tersebut diterapkan secara kumulatif sebagai

satu kesatuan dengan mempertimbangkan keserasian dan keadilan hubungan antar tingkatan dan

susunan pemerintahan. Sesuai dengan PP 38 Tahun 2007 Pasal 4 Ayat 1, ketiga kriteria tersebut

memiliki arti:

1. Eksternalitas adalah kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan dampak yang timbul sebagai akibat dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Sedangkan apabila dampaknya bersifat lintas kabupaten/kota dan/atau regional maka urusan pemerintahan itu menjadi kewenangan pemerintahan provinsi; dan apabila dampaknya bersifat lintas provinsi dan/atau nasional, maka urusan itu menjadi kewenangan Pemerintah.

2. Akuntabilitas adalah kriteria pembagian urusan Pemerintahan dengan memperhatikan pertanggungjawaban Pemerintah, pemerintahan daerah Provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan tertentu kepada masyarakat. Apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara langsung hanya dialami secara lokal (satu kabupaten/kota), maka pemerintahan daerah kabupaten/kota bertanggungjawab mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tersebut. Sedangkan apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara langsung dialami oleh lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi, maka pemerintahan daerah provinsi yang bersangkutan bertanggung jawab mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tersebut; dan apabila dampak penyelenggaraan urusan pemerintahan dialami lebih dari satu provinsi dan/atau bersifat nasional maka Pemerintah bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dimaksud.

3. Efisiensi adalah kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan daya guna tertinggi yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Apabila urusan pemerintahan lebih berdayaguna ditangani pemerintahan daerah kabupaten/kota, maka diserahkan kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota, sedangkan apabila akan lebih berdayaguna bila ditangani pemerintahan daerah provinsi, maka diserahkan kepada pemerintahan daerah provinsi. Sebaliknya apabila suatu urusan pemerintahan akan berdayaguna bila ditangani Pemerintah maka akan tetap menjadi kewenangan Pemerintah.

Kriteria eksternalitas didasarkan atas pemikiran bahwa tingkat pemerintahan yang berwenang

atas suatu urusan pemerintahan ditentukan oleh dampak jangkauan yang diakibatkan dalam

penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Untuk mencegah terjadinya tumpang tindih

Page 27: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

pengakuan atau klaim atas dampak tersebut, maka ditentukan kriteria akuntabilitas yaitu tingkat

pemerintahan yang paling dekat dengan dampak yang timbul adalah yang paling berwenang untuk

menyelenggarakan urusan pemerintahan tersebut.

Hal ini adalah sesuai dengan prinsip demokrasi yaitu mendorong akuntabilitas Pemerintah

kepada rakyat. Kriteria efisiensi didasarkan pada pemikiran bahwa penyelenggaraan urusan

pemerintahan sedapat mungkin mencapai skala ekonomis. Hal ini dimaksudkan agar seluruh tingkat

pemerintahan wajib mengedepankan pencapaian efisiensi dalam penyelenggaraan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangannya yang sangat diperlukan dalam menghadapi persaingan di

era global. Dengan penerapan ketiga kriteria tersebut, semangat demokrasi yang diterapkan melalui

kriteria eksternalitas dan akuntabilitas, serta semangat ekonomis yang diwujudkan melalui kriteria

efisiensi dapat disinergikan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan demokratisasi

sebagai esensi dasar dari kebijakan desentralisasi.

1.9. Proses Penyusunan NSPK Tahapan awal penyusunan NSPK dimulai identifikasi NSPK amanah PP 38/2007 atau adanya

usulan dari beberapa pihak yang terkait atau yang membutuhkan. Pihak-pihak tersebut dapat berasal

dari usulan dari unit kerja (direktorat di masing kementerian), ataupun adanya perintah yang

mengharuskan pembuatan NSPK selama masih berada di dalam koridor PP 38 Tahun 2007.

Selanjutnya usulan tersebut disampaikan dan dibahas lebih lanjut oleh Tim Pemrakarsa NSPK yang

terdiri dari unit-unit kerja yang bersangkutan dengan bidang usulan dan berkoordinasi dengan

Kementerian Dalam Negeri. Oleh Tim Kecil, usulan NSPK dikaji berdasar kriteria eksternalitas,

akuntabilitas, dan efisiensi sebagaimana pada pasal 4 ayat 1 PP 38 Tahun 2007. Hasil kajian tersebut

selanjutnya menjadi rekomendasi yang akan disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Non

Departemen untuk dikaji lebih lanjut. Setelah mendapatkan perbaikan dari Menteri/Pimpinan

Lembaga Non Departemen, usulan NSPK tersebut diserahkan kepada Biro Hukum kementerian untuk

dibuat peraturan. Berikut secara rinci mengenai tahapan dalam penyusunan NSPK:

1. Pembuatan NSPK berasal dari 2 sumber, yaitu amanat PP 38 tahun 2007, dan berasal dari usulan internal kementerian yang berasal dari direktorat atau unit kerja terkait.

2. Sinkronisasi usulan bertujuan untuk mengakomodasi semua usulan yang ada sehingga terjadi penyelarasan wewenang khususnya antara pusat dan daerah. Sinkronisasi usulan dapat berupa FGD yang melibatkan stakeholder yang terkait secara langsung maupun tidak langsung. Stakeholder yang dimaksud adalah kementerian yang menyusun NSPK (Pemerintah Pusat), Pemerintah Daerah, kementerian lain yang terkait, Kementerian Dalam Negeri, dan pihak lain.

3. Hasil Pengkajian diberikan kepada Biro Hukum. Selanjutnya Biro Hukum Ditjen membuat draft awal NSPK kepada Dirjen.

4. Ditjen menyampaikan draft awal kepada Bagian Hukum Sekjen untuk mendapatkan telaahan.

5. Rancangan yang telah dibahas dikembalikan kembali ke Tim Pemrakarsa dan bagian terkait yang menangani masalah hukum (biro hukum Sesditjen). Selanjutnya rancangan yang telah dibahas kemudian di paraf oleh tim pemrakarsa dari setiap unit (Sesditjen dan biro terkait)

6. Hasil draft yang telah dibahas kemudian diserahkan kepada Biro Hukum Sekjen untuk diproses lebih lanjut.

7. Biro Hukum Sekjen kemudian menyerahkan draft yang telah diproses kepada Dirjen/Kepala Badan.

Page 28: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

8. Setelah mendapat paraf dari Dirjen, kemudian draft tersebut di sampaikan kepada Sekjen untuk mendapat paraf.

9. Sekjen kemudian menyerahkan kepada Menteri untuk mendapat telaahan lebih lanjut.

10. Setelah mendapatkan telaahan dari Menteri, draft tersebut diserahkan kepada Biro Hukum Sekjen untuk diproses menjadi produk hukum.

11. Biro Hukum menyampaikan draft akhir kepada Menteri untuk mendapatkan penetapan dan penandatanganan.

12. Draft yang telah mendapatkan paraf persetujuan Menteri, diserahkan kepada Bagian Arsip.

13. Bagian Arsip menyerahkan arsip asli kepada tim pemrakarsa. 14. Pendistribusian dan Sosialisasi oleh Bagian Bagian Arsip.

Page 29: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

26

Berikut adalah Guideline pembuatan NSPK yang disusun dari hasil analisis peneliian yang dilakukan berdasarkan penyusunan NSPK di lembaga

kementerian/non-kementerian.

Tabel 1.4. Proses Pembuatan NSPK

NO PROSES

PIHAK YANG TERKAIT

PERATURAN

PERUNDANGAN

KEMENTERIAN

DALAM NEGERI

KEMENTERIAN/LEMBAGA NON DEPARTEMEN PEMERINTAH

DAERAH BAGIAN

ARSIP

BAGIAN

HUKUM

DIRJEN/KEPALA

BADAN SEKJEN MENTERI

1 USULAN

Amanat PP 38/2007 Dirjen terkait

mengusulkan pembuatan NSPK

sesuai dengan

bidangnya

Usulan daerah

akan urusan yang perlu

penetapan NSPK

2 SINKRONISASI

USULAN

Pemerintah Daerah dan Kementerian/Lembaga Non Departemen dikoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri melakukan sinkronisasi usulan dengan

berpedoman pada Lampiran PP 38/2007 dalam bentuk FGD (Focus Group Discussion) yang selanjutnya dibuat draft awal NSPK

3

PENYERAHAN

USULAN

KEPADA BIRO

HUKUM

Draft Awal

NSPK diterima

oleh Bagian

Hukum Ditjen

untuk diserahkan kepada Biro

Hukum Dirjen

4

PENGKAJIAN

DRAFT AWAL NSPK

Biro Hukum

Dirjen melakukan

penelaahan terhadap draft

awal NSPK

5

PEMBAHASAN

DRAFT AWAL

NSPK

Hasil telaahan dari Biro Hukum Dirjen dikembalikan kembali dan dibahas bersama Biro Hukum, Tim Pemrakarsa dan Biro Hukum Sesditjen terkait

Page 30: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

27

NO PROSES

PIHAK YANG TERKAIT

PERATURAN

PERUNDANGAN

KEMENTERIAN

DALAM

NEGERI

KEMENTERIAN/LEMBAGA NON DEPARTEMEN PEMERINTAH

DAERAH BAGIAN ARSIP

BAGIAN HUKUM

DIRJEN/KEPALA BADAN

SEKJEN MENTERI

6

PENYERAHAN

USULAN KEPADA BIRO

HUKUM

Hasil draft yang

telah dibahas

kemudian

diserahkan kepada Biro

Hukum Sekjen

untuk diproses

lebih lanjut.

7

PERSETUJUAN

ESELON I DAN

DIRJEN

Biro Hukum Sekjen

kemudian

menyerahkan

draft yang

telah diproses

kepada Eselon

1 yang

selanjutnya diserahkan

kepada

Sekjen/Kepala

Badan untuk

mendapat

persetujuan.

8 PENELAAHAN

MENTERI

Sekjen

kemudian

menyerahkan

kepada

Menteri untuk

mendapat

telaahan lebih lanjut

Page 31: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

28

NO PROSES

PIHAK YANG TERKAIT

PERATURAN

PERUNDANGAN

KEMENTERIAN

DALAM

NEGERI

KEMENTERIAN/LEMBAGA NON DEPARTEMEN PEMERINTAH

DAERAH BAGIAN ARSIP

BAGIAN HUKUM

DIRJEN/KEPALA BADAN

SEKJEN MENTERI

9

PENYERAHAN USULAN

KEPADA BIRO

HUKUM

Setelah

mendapatkan

telaahan dari

Menteri, draft tersebut

diserahkan

kepada Biro

Hukum Sekjen

untuk diproses

menjadi produk

hukum

Page 32: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

 

Page 33: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah

 

Page 34: Guideline Status NSPK Untuk Pelayanan Pemerintah Daerah