graduasi dalam berdakwah...firman allah,”mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.”...

15
Graduasi Dalam Berdakwah (Tafsir Al-Baqarah : 219, Luqman : 13-17, Al-Hajj : 78, Al-Baqarah : 286) Makalah Disusun guna memenuhi tugas Mata kuliah : Tafsir Dosen pengampu : DR. KH. Fadlolan Musyaffa‟, Lc., MA Oleh: Dwi Setya Wahyu Kurniawan 1401026003 Hamidah Azzahro 1401026015 Ahmad Ghozali 1401026027 Ida Ariyani 1401026134 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN WALISONGO SEMARANG 2015

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

26 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Graduasi Dalam Berdakwah

    (Tafsir Al-Baqarah : 219, Luqman : 13-17,

    Al-Hajj : 78, Al-Baqarah : 286)

    Makalah

    Disusun guna memenuhi tugas

    Mata kuliah : Tafsir

    Dosen pengampu : DR. KH. Fadlolan Musyaffa‟, Lc., MA

    Oleh:

    Dwi Setya Wahyu Kurniawan 1401026003

    Hamidah Azzahro 1401026015

    Ahmad Ghozali 1401026027

    Ida Ariyani 1401026134

    JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

    FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

    UIN WALISONGO SEMARANG

    2015

  • 2

    I PENDAHULUAN

    Selama Nabi saw menjalankan tugas dakah, ada beberapa tahapan yang dilalui.

    Setiap tahapan dakwah memiliki metode tersendiri. Mulai dari dakwah individual atau

    dakwah diam-diam hingga dakwah terang-terangan dan dakwah yang dilakukan oleh

    ulama‟ sekarang ini.

    Selain metode, muatan dan substansi dakwah juga mempengaruhi pemahaman

    mad‟u sebagai obyek dakwah. Dalam QS. Al-Baqarah, Luqman, dan Al-Hajj

    menerangkan berbagai pemahaman keimanan dan himbauan untuk menjadi seorang yang

    benar-benar beriman. Berawal dari hal itu, makalah ini akan membahas “Graduasi dalam

    berdakwah”.

    II RUMUSAN MASALAH

    1. Bagaimana kandungan isi QS. Al-Baqarah (219), Luqman (13-17), Al-Hajj (78), dan

    Al-Baqarah (286)?

    2. Bagaimana graduasi dan relasi tafsir?

    III PEMBAHASAN

    A. Tafsir Surat al-Baqarah ayat 219

    Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada

    keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa

    keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang

    mereka nafkahkan. Katakanlah: "yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah

    menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.

    Firman Allah,”Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.” Khamar ialah

    seperti yang dikatakan oleh amrul mukminin Umar bin khattab r.a, yaitu segala perkara

    yang dapat menutupi (mengacaukan) akal sebagai mana hal itu akan dijelaskan dalam

    surat al-ma‟idah. Yang dimaksud al-maisir ialah al-qamar (segala bentuk judi).

    Firman Allah,” katakanlah,‟ Pada keduanya itu terhadap dosa besar dan beberapa

    manfaat bagi manusia.” Dosanya menyangkut agama dan manfaatnya menyangkut

    keduniaan, seperti memperjualbelikannya. Keuntungan yang diperoleh dari judi oleh

    sebagian orang digunakan untuk membiayai kehdupan diri dan keluarganya, namun

  • 3

    keuntungan ini tidak sebanding dengan kemudharatan dan kerusakannya yang nyata

    karena keuntungan itu berkaitan dengan akal dari pada manfaatnya.” Maka ayat ini

    merupakan pendahuluan bagi pengharaman khamar secara total. Pengharaman dalam

    ayat ini secara sindiran dan tidak secara jelas. Oleh karena itu, setelah umar bin khattab

    membaca ayat ini, ia berkata,” ya Allah, terangkanlah kepada kami ihwal khamar sejelas-

    jelasnya.” Kemudian turunlah penjelasan keharamannya dalam surat al-maidah yang

    berbunyi,” Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamar, berjudi,

    (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji

    termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat

    keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan

    dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan

    menghalangi kamu dari mengingati Allah an shalat, maka berhentilah kamu (dari

    mengerjakan perbuatan itu)” (surat al-ma‟idah 90-91). Dalam sebuah hadis dinyatakan,

    ”apabila iqamat, penyeru rasulullah saw. berkata,” jangan sekali-kali mendekati shalat

    bagi orang yang mabuk.” 1

    Firman Allah Ta‟ala : يسئهٕ َك “mereka bertanya kepadamu”. Mereka adalah orang

    yang beriman. Kata al khamr itu diambil dari khamar yang artinya satara (menutupi,

    menutupi akal). Mayoritas berpendapat segala sesuatu yang dapat memabukkan, maka

    sesuatu itu diharamkan (untuk dikonsumsi) baik dalam jumlah banyak maupun sedikit.

    Al maisir artinya judi.

    Firman Allah Ta‟ala : لم فيًٓب yakni pada keduanya khamer dan judi, إثىٌ كبيس yakni

    dosa yang keluar dari orang yang meminum khamer. ٔيُفع نهُّبش dan manfaat yang ada

    pada khamer adalah keuntungan niaga. ٌْعًٓبَّف Allah memberitahukan bahwa ٔإثًًْٓآ أْكبس يٍ

    dosa itu lebih besar daripada manfaatnya, serta lebih mendapatkan kemudharatan di

    akhirat.

    Al Qurthubi mengatakan, “Sebagian dari mereka berkata, „Dalam ayat ini terdapat

    dalil yang menunjukkan atas pengharaman khamer, sebab Allah menamakannya dosa (al

    itsm). Sedangkan Allah telah mengharamkan dosa dalam ayat yang lain, yaitu surat Al

    A‟raaf : 33 yang artinya : “Katakanlah, „Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang

    keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa”.

    Sebagian lain berkata : yang dimaksud dengan dosa (al itsm) tersebut adalah

    khamer. Dalilnya adalah ucapan penyair :

    1 Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm 426

  • 4

    “aku meminum dosa (khamer) hingga sesat akalku. Demikianlah dosa (khamer)

    menghilangkan akal”.

    Al Qurthubi mengatakan, “Pendapat ini pun tidak bagus. Sebab dalam ayat itu, Allah

    tidak menamakan khamer dosa. Akan tetapi, Allah berfirman, ٔإثًًْٓآ أْكبس يٍ َّْفعًٓب

    „Katakanlah, “Pada keduanyaitu terdapat dosa besar”.

    Qatadah berkata, “sesungguhnya dalam ayat ini hanya terdapat kecaman terhadap

    khamer. Adapun mengenai pengharamannya, hal ini dapat diketahui dari ayat yang lain,

    yaitu ayat dalam surat Al Maidah.2

    B. Tafsir Luqman Ayat 13-17

    “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi

    pelajaran kepadanya, ( Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah,

    sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar”.

    (Qs. Luqman [31] : 13)

    Mempersekutukan Allah dikatakan kedzaliman, karena perbuatan ini berarti

    menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, yaitu menyamakan sesuatu yang

    melimpahkan nikmat dan karunia dengan sesuatu yang tidak sanggup memberikan

    nikmat dan karunia itu. Dari ayat itu dipahami bahwa kewajiban seorang ayah kepada

    anak-anaknya ialah memberi nasihat dan pelajaran, sehingga anak-anaknya itu dapat

    menempuh jalan yang benar dan terhindar dari kemusyrikan.

    “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-

    bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah,

    dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu

    2 Al Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta : Pustaka Azzam. 2012. Hlm 115-133

  • 5

    bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.Dan jika keduanya memaksamu untuk

    mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka

    janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,

    dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah

    kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs. Luqman

    [31]: 14-15)

    Allah memerintahkan kepada manusia untuk berbakti kepada kedua orang tuanya,

    dengan mencontoh dan melaksanakan haknya. Selain itu, ayat ini hanya menjelaskan

    sebab seorang anak harus mentaati dan berbuat baik kepada ibunya, tidak disebutkan apa

    sebabnya harus mentaati ayah. Sebab penderitaan seorang ibu begitu berat terutama saat

    mengandung dan melahirkan.

    Kemudian Allah menjelaskan maksud dari “berbuat baik” yang diperintahkan adalah

    rasa syukur saat menerima nikmat-nikmat-Nya termasuk orang tua yang menannggung

    beban saat berada dalam kandungan hingga dapat berdiri sendiri.

    Pada akhir ayat 14, Allah menegaskan bahwa manusia akan kembali pada-Nya,

    bukan pada yang lain. Pada saat itu, Allah memberikan pembalasan yang adil kapada

    hamba-hambanya. Perbuatan baik akan dibalas dengan kenikmatan dalam syurga,

    sedangkan kejahatan akan dibalas dengan siksaan api yang menyala di neraka.

    Dalam ayat ini dibahas delapan masalah, yaitu:

    Pertama: Firman Allah SWT, ْيىَا اإِْلْوَسَه بَِىِلِدْيِه َوَوصَّ “Dan Kami perintahkan kepada

    manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya.” Dua ayat di atas merupakan

    selingan di antara wasiat Luqman. Namun ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya

    ini termasuk wasiat yang disampaikan oleh luqman kepada anaknya yang Allah

    beritakan.

    Kedua: Ketika Allah memberikan keistimewaan kepada ibu dengan suatu derajat,

    dia menyebutkan kehamilan dan derajat lain, Dia menyebutkan perihal menyusui.

    Dengan demikian, ibu mendapatkan tiga derajat sementara ayah hanya satu derajat.

    Rasulullah SAW hanya menjadikan untuk ayah seperempat dari kebaktian seorang anak

    sebagaimana yang terkandung dalam ayat ini.

    Ketiga: Firman Allah SWT, َعليي َوْهه ً -Dalam keadaan lemah yang bertambah“َوْهىا

    tambah.” Maksudnya adalah, ibu mengandungnya di dalam perut, sementara dia sendiri

    hari demi hari kian melemah. Adanya yang berpendapat bahwa maksdunya adalah

    kondisi (fisik) perempuan itu lemah, kemudian dibuat lemah lagi oleh kehamilan

  • 6

    Keempat: Para ulama sepakat tentang dua tahun masa menyusui bahwa ini terkait

    dengan hukum dan nafkah. Sedangkan terkait pengharaman karena ASI, maka suatu

    kelompok membatasi satu tahun, tidak lebih dan tidak kurang.

    Kelima: Firman Allah SWT, اْشُكْرِلي أَنِ “Bersykurlah kepada-Ku.” ِأَنdi sini berada

    pada posisi nashab, menurut pendapat Az-Zujaj. Maknanya adalah kami perintahkan

    kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tua ibu bapaknya, bersyukurlah

    kepada-Ku, menurut An-Nuhas, yang lebih baik dari itu bahwa ِأَنadalah an ufassirah.

    Maknanya adalah Kami katakan kepadanya bahwa bersyukurlah kepada-Ku dan kepada

    kedua orangtuamu.

    Keenam: Firman Allah SWT, (Qs. Luqman [31]: 15) Kami telah menjelaskan bahwa

    ayat ini dan ayat sebelumnya turun pada Sa‟ad bin Abu Waqqash. Tepatnya ketika dia telah

    memeluk agama Islam dan ibunya yang bernama Hamnah binti Abu Sufyan bin Umaiyah

    bersumpah tidak akan makan, sebagai yang telah di sapaikan dalam penjelasan ayat

    ssebelumnya.

    Ketujuh: Firman Allah SWT, َوَصا ِحْبُهَما فِي الدُّْويَا َمْعُروفًا“Dan pergaulilah keduanya di

    dunia dengan baik.” Lafazh َمْعُروفًا adalah na‟at kepada mashdar yang tidak disebutkan, yaitu

    pergaulan yang baik. Arti َمْعُروفًا sendiri adalah sesuatu yang bagus.Ayat ini merupakan dalil

    menyambung hubungan dengan kedua orangtua yang kafir dengan memberikan harta, jika

    keduanya fakir, mengucapkan kata-kata yang santun dan mengajak keduanya kepada Islam

    dengan lembut.

    Kedelapan: تَّبِع َسبِْيَل َمْه أَوَاَب إِلَيَّ َوا “Dan ikutilah jalan orang-orang yang bertobat

    kepada-Ku,” adalah wasiat kepada seluruh alam. Seakan-akan yang diperintahkan adalah

    manusia. َأَوَاب artinya condong dan kembali kepada sesuatu. Inilah jalan para nabi dan

    orang-orang shalih.

    “(Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)

    seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya

    Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus[1181]

    lagi Maha mengetahui.” (Qs. Luqman [31]: 16)

    Menurut saya (Al Qurthubi): Semakna dengan ini sabda Rasulullah SAW kepada

    Abdullah bin Mas‟ud RA, ٌٌَيَؤِْتْيك ٌتُْسَشُق َيب َٔ ٌ ٌُ ْٕ ٌَيُك ٌيُمَدُّز ٌَيب َك ًَّ َْ ٌ Janganlah terlalu“ الَتُْكثِْس

    dirisaukan. Apa yang ditakdirkan pasti akan terjadi dan apa yang diberikan pasti akan

    datang kepadamu.”

  • 7

    Ayat ini menuturkan bahwa ilmu Allah SWT meliputi segala sesuatu dan

    menghitung segala sesuatu. Maha suci Dia, tidak ada sekutu bagi-Nya. Diriwayatkan

    bahwa anak Luqman bertanya kepada ayahnya tentang sebuah biji yang jatuh ke dasar

    laut, apakah Allah mengetahuinya? Maka Luqman kembali membaca ayat ini. Ada yang

    berpendapat bahwa yang dimaksud adalah segala amal, kemaksiatan, dan ketaatan.

    Maksudnya, jika ada satu kebaikan atau satu kesalahan seberat biji pun, Allah pasti akan

    mendatangkannya. Artinya, seorang manusia yang telah ditakdirkan akan melakukan

    kebaikan atau kesalahan dimana dia tidak akan bisa mengelak darinya.

    “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan

    cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang

    menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan

    (oleh Allah).” (Qs. Luqman [31]: 17)

    Dalam ayat ini dibahas tiga masalah, yaitu :

    Pertama : Firman Allah SWT, يبُيٌّ ألى انّصهٕة “Hai anakku, diiknlah shalat.” Luqman

    berwasiat kepada anaknya dengan ketaatan-ketaatan paling besar, yaitu shalat,

    menyuruh kepada yang makruf dan melarang dari yang mungkar. Tentu saja

    maksud setelah dia sendiri melaksanakannya dan menjauhi yang mungkar.

    Inilah ketaatan dan keutamaan paling utama.

    Kedua : Firman Allah SWT, ٌَاْصبِْسٌَعهَيٌَيبأََصببَك َٔ “Dan bersabarlah terhadap apa yang

    menimpa kamu,” mengandung anjuran untuk merubah kemungkaran sekalipun

    Anda mendapatkan kemudharatan. Ini mengisyaratkan bahwa orang yang

    merubah terkadang akan disakiti. Ini semua hanya sebatas kemampuan dan

    kekuatan sempurna hanya milik Allah SWT. Bukan harus dan tidak bisa ditwar-

    tawar. Hal ini pun telah dijelaskan dengan lengkap dalam surah Ali Imran dan

    Al Ma‟idah.

    Ketiga : Firman Allah SWT, ٌِز ْٕ ٌاأْل ُي ٌَعْصِو ٍْ ٌِي ٌذَِنَك ٌَّ Sesungguhnya yang demikian ini“ إِ

    termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” Ibnu Abbas RA berkata, “Di

    antara hakikat keimanan adalah bersabar atas segala yang tidak diinginkan.”

    Ada yang berpendapat bahwa mendirikan shalat, menyuruh kepada yang makruf

    dan melarang dari yang mungkar termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh

    Allah). Demikian pendapat yang dikatan oleh ibnu Juraji.3

    C. Tafsir Surat Al-Hajj ayat 78

    3 Al Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta Jilid 14 : Pustaka Azzam. 2012. Hlm. 159-164

  • 8

    “dan berjihadlah kamu kepada jalan Allah dengan jihad yang sebesar-besarnya.

    Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama

    suatu kesempitan. (ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah memahami

    kamu sekalian orang-orang mulim dari dulu dan (begitu pula) dalam (al-Qur‟an) ini,

    supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi

    dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah

    shalat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu pada tali Allah, Dia adalah

    pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”.

    Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk berjihad (di jalan

    Allah) dengan sungguh-sungguh dan semata-mata karena Allah, sehingga tidak ada rasa

    takut atau khawatir dalam diri seorang muslim. Hafizh Dasuki dkk, mengklasifikasikan

    jihad dalam empat macam, yaitu :

    1. Jihad dalam arti mempertahankan diri dari serangan musuh, sebagaimana firman

    Allah (QS. Al-Baqarah : 266) : “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang

    yang memerangi kamu (tetapi) janganlah kamu melampaui batas”.

    2. Jihad dalam arti menegakkan agama Allah dan untuk meninggikannya (QS. Al-

    Baqarah : 267).

    3. Jihad dalam arti berusaha melepaskan diri dari golongan setan (QS. Al-Baqarah

    : 268).

    4. Jihad dalam arti melawan hawa nafsu sesuai hadist Nabi Saw,

    Dari Jabir, ia berkata: “Telah datang kepada Rasulullah saw suatu kaum

    yang baru datang dari peperangan. Maka beliau bersabda ((kamu datang

    dengan kedatangan yang baik, kamu telah datang dari jihad yang kecil dan

    akan memasuki jihad yang besar)) seseorang berkata ((apakah jihad yang besar

    itu?)) Rasulullah menjawab ((Perjuangan hamba melawan hawa nafsu))”

    Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak kaum muslim yang belum memahami

    tujuan Allah menurunkan syari‟at-Nya kepada Nabi saw sebagaimana perintah shalat

    agar manusia terhindar dari perbuatan keji dan mungkar, namun manusia masih berat

    melakukan shalat. Begitu pula yang terjadi dengan ibadah-ibadah lain.

  • 9

    Sebagian penafsir memaknai ayat ini, kaum muslim menjadi sanksi atas persaksian

    umat-umat sebelumnya . mereka tahu dari al-Qur‟an yang menerangkan bahwa Rasul

    dahulu telah menyampaikan agama yang berasaskan tauhid kepada mereka.4

    Firman Allah, ِٔجٓدٔا فى اللٌّ حكٌّ جٓبد “Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan

    jihad yang sebenar-benarnya.” Menurut satu pendapat, yang di maksud dengan jihad

    dalam ayat ini adalah memerangi orang kafir. Ibnu Athiyyah berkata: Muqatil berkata,

    “Ayat ini di-nasakh oleh firan Allah SWT, فبتّمٕا للااٌّ يب اْستطْعتى „Maka bertakwalah kamu

    kepada Allah menurut keanggupanmu‟.” (Qs. At-Taghaabun [64]: 16). Demikian pula

    pendapat yang dikemukakan oleh Hibatullah, sesungguhnya firman Allah, ِحكٌّ جٓبد

    „Dengan jihad yang sebenar-benarnya‟, dan firman Allah SWT dalam ayat yang lain,

    -Dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya‟, (Qs. Ali Imran [3]: 102) telah di„ حكٌّ تمبتّ

    nasakh (oleh ayat yang menyatakan adanya) keringanan untuk bertakwa kepada Allah

    pada semua perintah-Nya sesuai dengan kemampuan. Dalam hal ini, sebenarnya tidak

    diperlukan adanya nasakh. Sebab inilah yang dimaksud dari keputusan pertama. Sebab

    Dengan jihad yang sebenar-benarnya,‟ adalah sesuatu yang dapat„ حكٌّ جٓبدِ

    menghilangkan kesulitan.

    Dia telah memilih kamu,” maksudnya adalah, memilih kamu untuk“ ْٕ ٱجتبكى

    meindungi agama-Nya dan melaksanakan perintah-Nya. Ini merupaka penegasan

    perintah berjihad. Yakni, engkau diwajibkan untuk berjihad karena Allah telah

    memilihmu.

    ٌَحَسج ٌ ٍْ ٌِي ٍِ ْي َيبٌَجعََمٌَعهَْيك ىٌفِيٌاندِّ َٔ “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam

    agama suatu kesempitan.” Dalam firman Allah terdapat tiga masalah:

    Pertama: Firman Allah SWT, ٌ ٌَحَسج ٍْ ,Suatu kesempitan,” maksudnya adalah“ ِي

    kesempitan hal ini sudah dijelaskan pada surah Al An‟am. Ayat ini dapat masuk

    ke dalam berbagai bidang hukum, dan ayat ini pun termasuk sesuatu yang Allah

    berikan kepada umat secara khusus.

    Kedua: Para ulama berbeda pendapat tentang kesempitan yang telah diangkat oleh

    Allah SWT.

    Ketiga: Para ulama berkata,”Diangkatnya kesempitan itu hanya bagi orang-orang

    yang istiqamah pada manhaj syara‟. Sedangkan orang-orang yang melakukan

    perampasan, pencurian, dan mereka yang berhak mendapatkan hukuman, pasti

    akan mendapat kesulitan. Sebab mereka telah menetapkan kesempitan itu atas

    4 Prof. H. Bustami A. Gani dkk, Al-Qur‟an dan Tafsirannya, (Yogjakarta: 1991) ,Hal 484

  • 10

    diri mereka sendiri, karena mereka telah menyimpang dari agama. Tidak ada hal

    yang lebih besar dalam agama daripada seseorang yang memantapkan dua orang

    (lainnya) di jalan Allah. Namun jika itu disertai dengan keyakinan yang benar

    dan keteguhan hati yang baik, itu bukanlah sebuah kesepitan.

    ٌأَبِْيُكىٌْ ,ikutilah) agama orang tuamu” Az-Zujaj berkata “Maknanya adalah)“ ِيهّتَ

    ikutilah agama orang tuamu.” Al Farra‟ berkata, “Lafazh Millata dibaca nashab karena

    memperkirakan adanya huruf kaf yang dibuang, seolah-olah Allah berfirman, Kamillata

    (seperti agama).”

    Menurut satu pendapat, maknanya adalah, lakukanlah kebaikan seperti yang

    dilakukan orang tuamu. Dalam hal ini, kata fi‟l menggantikan kata Al Millah (agama).

    Ibrahim adala nenek moyang bangsa Arab seluruhnya.

    ٌلَْبمٌُ ٍْ ٌِي ٍَ ْي ًِ ْسِه ًُ ٌاْن ُكُى ًّ ٌَس َٕ ُْ “Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang

    muslim dari fahulu.” Ibnu Zaid dan Al Hasan berkata, “Lafazh َُهى kembali kepada

    Ibrahim. Maknanya adalah, dia (Ibrahim) telah menamaimu kamu sekalian orang-orang

    yang muslim sebelum Nabi Muhammad SAW.

    َْرَا ٌ فِي َٔ “Dan (begitu pula) dalam (Al Qur‟an) ini,” maksudnya adalah, dan sama

    hukumnya, bahwa orang-orang yang mengikuti Muhammad adalah orang muslim.

    ٌَعهَْيُكىٌْ ْيدًا ِٓ ٌَش ُل ْٕ ُس ٌانسَّ ٌَ ْٕ Supaya Rasul ini menjadi saksi atas dirimu,” maksudnya” ِنيَُك

    adalah, dengan penyampaiannya kepada kalian.

    ٌانَُّبِضٌ ٌَعهَي دَآَء َٓ ٌُش تَُكَٕٕاْ َٔ “Dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap

    manusi,” bahwa raul-raul mereka telah menyampaikan kepada mereka. Hal ini

    sebagaimana yang telah di jelaskan dalam tafsir surah Al Barah.5

    D. Tafsir Al-Baqarah Ayat 286

    “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia

    mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari

    5 Al Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al Qurthubi Jilid. Jakarta : Pustaka Azzam. 2012. Hlm. 252-258

  • 11

    kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau

    hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau

    bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-

    orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa

    yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan

    rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang

    kafir."

    Firman Allah ta‟ala,” Alllah tidak membebani seseorang melainkan dengan

    kesanggupannya.” Maksudnya, Allah tidak membebani seseorang di luar

    kemampuannya. Hal ini merupakan kelembutan dan kebaikan Allah kepada hamba-Nya.

    Ayat inilah yang menash dan menghapus ayat yang menimbulkan kepanikan para

    sahabat, yait ayat,” Aapabila kamu menampakkan atau menyembunyikan apa yang ada

    pada dirimu, maka Allah akan memperhitungkan dan meminta pertanggungjawaban,

    namun dia tidak akan mengazab kecuali menurut kapasitas yang dapat diberikan oleh

    individu. Dan, kebencian kepada bisikan buruk merupakan keimanan.

    Firman Allah ta‟ala,” ia mendapat pahala dari (kebajikan) yang diusahakannya dan

    ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. “ itulah konsekuensi dari taklif.

    Kemudian Allah ta‟ala berfirman sebagai bimbingan kepada hamba-Nya ihwal cara

    memohon kepadanya, “ Ya Tuhan kami, janganlah engkau hokum kami jika kami lupa

    atau Khilaf.” Yakni, jika kami meninggalkan kewajiban atau melakukan perbuatan

    haram karena lupa, atau kami khilaf lantaran tidak tahu, yang manakah amal yang benar

    menurut syari‟at. Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berakata bahwa

    Rasulullah bersabda,” Sesungguhnya Allah menghapuskan dosa umatku Yang

    ditimbukna karena kesalahan, lupa, atau dipaksa.” Hadis yang sama diriwayatkan pula

    oleh Ibnu Hibban, Auza‟i, dan Tabrani.

    Firman Allah Ta‟ala,” ya Tuhan kami, janganlah engkau bebankan kepada kami

    yang berati sebagaimana engka bebankan kepada orang-orang sebelum kami.”

    Maksudnya, janganlah engkau membebankan kepada kami amal-amal yang berat,

    meskipun kami sanggup melakukannya, seperti amal yang telah engkau syari‟atkan

    kepada umat-umat terdahulus sebelum kami, seperti rantai dan belenggu yang mengikat

    mereka. Dan engkau telah mengutus nabi Mu sebagai nabi rahmat, dengan

    dibebaskannya beban berat tersebut.

  • 12

    Dalam Shahih Muslim ditegaskan dari abu Hurairah, dari Rasulullah saw., beliau

    bersabda, “ Allah mengiyakan do‟a itu.” Dari Ibnu Abas dikatakan bahwa Rasulullah

    saw. Bersabda,” Allah berfirman, „ya aku telah melakukannya.‟”

    Dalam sebuah hadis yang diterima melalui berbagai jalan dari Rasulullah,

    bahwasannya beliau bersabda,” saya diutus membawa gama hanif yang kami apa yang

    kami tak sanggup kami memikulnya,” berupa kewajiban, musibah, dan cobaan.

    Janganlah engkau menguji kami dengan sesuatu yang tak dapat kami tahan. Firman

    Allah,” maafkanlah kami” dari kesalahan yang ada antar akmi dan engkau, serta

    keteledoran dan kekhilafan kami yang keu-ketahui. “Ampuni kami” atas kesalahan yang

    teradi atara kami. Janganlah kau perhatikan kejelekan dan keburukan kami kepada orang

    lain. Karenanya, ulama‟ mengatakan,” Pelaku dosa memerlukan tiga perkara: ampunan

    Allah atas dosa yang ada antara dia dan tuhannya, perahasiaan kesalahan dari orang lain

    dan tidak dipertontonkan kepada mereka, dan pemeliharaan agar dia tak terjerumus ke

    dalam dosa yang sama.” Telah dikemukakan dua hadis yang menyatakan bahwa Allah

    teleh menyetujui dan mengabulkan do‟a tersebut.

    Firman Allah,” Engkau penolong kami,” engkaulah pelindung kami dan pembantu

    kami. Kepada Engkaulah kami bertawakal. Engkau meminta pertolongan dan

    penyerahan diri. Tiada daya dan upaya melainkan atas pertolongan-Mu.” Maka tolonglah

    kami untuk mengalahkan mereka. Jadikanlah kami sebagai penghukum mereka di dunia

    dan di akhirat. Maka Allah mengiyakan do‟a itu.6

    Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ada

    juga yang menafsirkan dibawah kadar kemampuannya. Ia akan mendapat pahala untuk

    seluru perbuatan baiknya dan siksa (azab) untuk seluruh perbuatan buruknya.

    Nabi SAW memohon agar umatnya tidak dihukum atas apa yang tidak diketahui

    ataupun yang diketahui dan sengaja dilakukan. Setelah terkabulkan, Beliau memohon

    lagi kepada Allah. Untuk tidak memberikan beban yang berat, yaitu pengaharaman atas

    mereka memakan makanan yang baik karena kelaliman mereka. Juga ketika mereka

    berbuat dosa di malam hari maka dosa mereka itu akan tertulis di depan pintu mereka

    pada malam harinya. Dan shalatpun diwajibkan atas mereka lima puluh waktu, seperti

    yang diwajibkan atas umat Islam sebelum Nabi meminta keringanan. Yakni : janganlah

    Engkau berikan beban berat untuk kami kerjakan, lalu kami tidak mampu mengerjakan

    dan Engkau pun mengadzab kami.

    6 Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm 496

  • 13

    Memohon maaf atas segala permintaan dan menghapuskan dari segala dosa.

    Selamatkan dari fitnah. Dan rahmat illahi. Tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.7

    E. Graduasi dan Relasi Tafsir

    Berdasarkan makna kata graduasi dakwah memerlukan tahapan guna memahami

    bagaimana seluk-beluk dakwah. Baik dalam metode maupun muatan isi yang

    disampaikan oleh seorang dai. Berdasarkan kajian sejarah, graduasi yang dilakukan oleh

    Nabi saw adalah metode dakwah saat di Makkah dan Madinah, yaitu dakwah yang

    dilakukan secara sembunyio-sembunyi dan terang-terangan.

    Adapun relasi graduasui dan tafsir QS. Al-baqarah, al-Hajj, dan Luqman

    menunjukkan bagaimana muatan isi dakwah yang diajarkan oleh umat. QS Al-Baqarah

    ayat 219 menunjukkan bagaimana kejahilan umat terbukti dengan isi yang menunjukkan

    pertanyaan tentang khamar (haram). Menuju pada ayat bselanjutnya QS. Luqman ayat

    13-17 yang berisi petunjuk kepada umat untuk bersyukur dengan pemberian Allah, cara

    berterimakasih kepada orang tua, dan bersyukur kepada Allah Swt. QS. Al-hajj ayat 78

    menujukkan keimanan yang diaplikasikan dengan bentuk jihat. Setelah itu pada

    ketentuan akhir dalam QS. Al-Baqarah 289 tentang do‟a yang ditujukkan kepada Allah

    sebagai bentuk penghambaan.

    IV KESIPULAN

    Dari penafsirah surah Al-Baqarah : 219, Luqman : 13-17, Al-Hajj : 78, Al-Baqarah :

    286, ayat tersebut menjelaskan bagaimana perjalanan dakwah yang diajarkan oleh

    Rasulullah kepada umatnya. QS Al-Baqarah ayat 219 menjelaskan bagaimana kejahilan

    para umat terdahulu, yang menunjukkan pertanyaan tentang khamar (haram). Menuju

    pada ayat bselanjutnya QS. Luqman ayat 13-17 yang menjelaskan petunjuk kepada umat

    muslim untuk senantiasa bersyukur dengan pemberian Allah, cara berterimakasih kepada

    orang tua, dan bersyukur kepada Allah Swt. QS. Al-hajj ayat 78 menjelaskan mengenai

    keimanan yang diterapkan dengan bentuk jihat. Setelah itu pada ketentuan akhir dalam

    QS. Al-Baqarah 289 tentang do‟a yang ditujukkan kepada Allah sebagai bentuk

    penghambaan.

    V SARAN

    Mempelajari tafsir tidak cukup hanya dibaca, melainkan dihafalkan, dipahami dan

    diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaiman telah tercantum dalam silabus mata

    7 Al Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta : Pustaka Azzam. 2012. Hlm 947-971

  • 14

    kuliah tafsir, setelah mengerti materi pembahasan, mahasiswa dapat menghafal minimal

    satu ayat yang menerangkan tahapan dakwah. Mahasiswa dapat menjelaskan sistem

    berdakwah sesuai reportase ayat tersebut.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Al Qurthubi, Syaikh Imam. 2012. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta : Pustaka Azzam.

    Dahlan, Zaini, dkk. 1990. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Jilid I. Yogjakarta: Verisa Yogya

    Grafika

    Dahlan, Zaini, dkk. 1990. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Jilid II. Yogjakarta: Verisa Yogya

    Grafika

    Nasib Ar-Rifa‟i, Muhammad. 1999. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani