gizi usia lanjut

65
LATAR BELAKANG GIZI USIA LANJUT 1. EPIDEMIOLOGI 1 Usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Kendali tersebut membawa dampak terhadap peningkatan jumlah populasi lanjut usia (Lansia) di Indonesia menurut World Health Organization (WHO) tahun 1998, angka harapan hidup orang Indonesia mengalami peningkatan dari 65 tahun pada tahun 1997 menjadi 73 tahun pada tahun 2005 . Lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun keatas, periode dimana manusia telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi.

Upload: victor-umbu

Post on 15-Dec-2015

72 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

nice to read

TRANSCRIPT

Page 1: Gizi Usia Lanjut

LATAR BELAKANG GIZI USIA LANJUT

1. EPIDEMIOLOGI1

Usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat seiring

dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Kendali

tersebut membawa dampak terhadap peningkatan jumlah populasi lanjut

usia (Lansia) di Indonesia menurut World Health Organization (WHO)

tahun 1998, angka harapan hidup orang Indonesia mengalami peningkatan

dari 65 tahun pada tahun 1997 menjadi 73 tahun pada tahun 2005 . Lanjut

usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun keatas, periode

dimana manusia telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi.

Selain itu lansia juga masa dimana seseorang akan mengalami

kemunduran dengan sejalannya waktu. Kelompok ini memerlukan

perhatian khusus, mengingat bahwa jumlahnya yang semakin

meningkat .Manusia dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya

berlangsung sepanjang masa hidup sejak bayi hingga dewasa sampai masa

tua. Dalam struktur anatomi proses menjadi tua terlihat sebagai

Page 2: Gizi Usia Lanjut

kemunduran dalam sel. Proses ini berlangsung secara alami, terus menerus

dan berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan

anatomi, fisiologi dan biokimia pada jaringan tubuh secara keseluruhan.

Umur manusia sebagai makhluk hidup terbatas maksimal 120 tahun,

namun pada kenyataannya banyak faktor yang menyebabkan manusia

tidak dapat mencapai usia tersebut (Depkes. RI, 2003). 1

Proses menua merupakan suatu proses normal yang ditandai dengan

perubahan secara progresif dalam proses biokimia, sehingga terjadi

kelainan atau perubahan struktur dan fungsi jaringan sel dan non sel.

Berbagai perubahan fisik dan psikologi akan terjadi sebagai akibat proses

menua. Dibawah ini adalah batas-batasan usia lanjut yang terbagi dalam 3

kelompok : 1

1. Kelompok Pra Usia Lanjut 45-59 tahun

2. Kelompok Usia Lanjut 60-69 tahun

3. Kelompok Usia Lanjut dengan risiko tinggi yaitu lebih dari 70 tahun

atau usia lanjut yang berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan

Page 3: Gizi Usia Lanjut

1.1 Ciri – ciri lansia

Menurut Hurlock (Hurlock, 1980, h.380) terdapat beberapa ciri-ciri orang

lanjut usia, yaitu :1

1. Usia lanjut merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor

psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia.

Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.

Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang

rendah, sebaliknya jikamemiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu

akan lama terjadi.

2. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas

Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari

sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan

diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia.

Pendapat-pendapat klise itu seperti: lansia lebih senang mempertahankan

pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain.

Page 4: Gizi Usia Lanjut

3. Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami

kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya

dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari

lingkungan.

4. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia

cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih

memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang

buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.

1.2 Perkembangan lansia 1

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan

manusia di dunia. Usia tahap ini dimulai dari 60 tahunan sampai akhir

kehidupan. Usia lanjut merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.

Semua orang akan mengalami proses menjadi tua, dan masa tua

merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini

seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi

Page 5: Gizi Usia Lanjut

sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Tahap

usia lanjut adalah tahap di mana terjadi penuaan dan penurunan, yang

penururnanya lebih jelas dan lebih dapat diperhatikan dari pada tahap usia

baya. Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup,

termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas

fungsional. Pada manusia , penuaan dihubungkan dengan perubahan

degenerative pada kulit, tulang jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf

dan jaringan tubuh lainya. Dengan kemampuan regeneratife yang terbatas,

mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan

dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk menjelaskan penurunan

pada tahap ini, teradapat berbagai perbedaan teori, namun para pada

umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak ditemukan oleh faktor

gen. Penelitian telah menemukan bahwa tingkat sel, umur sel manusia

ditentukan oleh DNA yang disebut telomere, yang beralokasi pada ujung

kromosom. Ketentuan dan kematian sel terpicu ketika telomere berkurang

ukuranya pada ujung kritis tertentu.

Page 6: Gizi Usia Lanjut

1.3 Perubahan yang terjadi pada lansia 2

Pada lansia terjadi banyak perubahan dalam dirinya, hal ini bisa disebut

perkembangan atau perubahan yang terjadi pada lansia, diantaranya yaitu :

1. 3.1 Perkembangan jasmani

Penuaan terbagi atas penuaan primer ( primary aging) dan penuaan

sekunder (secondary aging). Pada penuaan primer tubuh mulai melemah

dan mengalami penurunan alamiah. Sedangkan pada proses penuaan

sekunder, terjadi proses penuaan karena faktor-faktor eksteren, seperti

lingkungan ataupun perilaku. Berbagai paparan lingkungan dapat dapat

mempengaruhi proses penuaan, misalnya cahaya ultraviolet serta gas

karbindioksida yang dapat menimbulkan katarak, ataupun suara yang

sangat keras seperti pada stasiun kereta api sehingga dapat menimbulkan

berkurangnya kepekaan pendengaran. Selain hal yang telah disebutkan di

atas perilaku yang kurang sehat juga dapat mempengaruhi cepatnya proses

penuaan, seperti merokok yang dapat mengurangi fungsi organ

pernapasan.Penuaan membuat sesorang mengalami perubahan postur

tubuh. Kepadatan tulang dapat berkurang, tulang belakang dapat memadat

Page 7: Gizi Usia Lanjut

sehingga membuat tulang punggung menjadi telihat pendek atau

melengkung. Perubahan ini dapat mengakibatkan kerapuhan tulang

sehingga terjadi osteoporosis, dan masalah ini merupakan hal yang sering

dihadapi oleh para lansia.Penuaan yang terlihat pada kulit di seluruh tubuh

lansia, kulit menjadi semakin menebal dan kendur atau semakin banyak

keriput yang terjadi. Rambut yang menjadi putih juga merupakan salah

satu ciri-ciri yang menandai proses penuaan. Kulit yang menua menjadi

menebal, lebih terlihat pucat dan kurang bersinar. Perubahan-perubahan

yang terjadi dalam lapisan konektif ini dapat mengurangi kekuatan dan

elasitas kulit, sehingga para lansia ini menjadi lebih rentan untuk

terjadinya pendarahan di bawah kulit yang mengakibatkan kulit mejadi

tampak biru dan memar. Pada penuaan kelenjar ini mengakibatkan

kelenjar kulit mengasilkan minyak yang lebih sedikit sehingga

menyebabkan kulit kehilangan kelembabanya dan mejadikan kulit kering

dan gatal-gatal. Dengan berkurangnya lapisan lemak ini resiko yang

dihadapi oleh lansia menjadi lebih rentan untuk mengalami cedera kulit.

Penuaan juga mengubah sistim saraf. Masa sel saraf berkurang

yang menyebabkan atropy pada otak spinal cord. Jumlah sel berkurang,

Page 8: Gizi Usia Lanjut

dan masing-masing sel memiliki lebih sedikit cabang. Perubahan ini dapat

memperlambat kecepatan transmisi pesan menuju otak. Setelah saraf

membawa pesan, dibutuhkan waktu singkat untuk beristirahat sehingga

tiidak dimungkinkan lagi mentrasmisikan pesan yang lain. Selain itu juga

terdapat penumpukan produksi buangan dari sel saraf yang mengalami

atropy pada lapisan otak yang menyebabkan lapisan plak atau noda .Orang

lanjut usia juga memiliki berbagai resio pada sitem saraf, misalnya

berbagai jenis infeksi yang diderita oleh seorang lansia juga dapat

mempengaruhi proses berfikir ataupun perilaku. Penyebab lain yang

menyebabkan kesulitan sesaat dalam proses berfikir dan perilaku adalah

gangguan regulasi glukosa dan metabolisme lansia yang mengidap

diabetes. Fluktuasi tingkat glukosa dapat menebabkan gangguan berfikir.

Perubahan signifikan dalam ingatan, berfikir atau perilakuan dapat

mempengaruhi gaya hidup seorang lansia. Ketika terjadi degenerasi saraf,

alat-alat indra dapat terpengaruh. Refleks dapat berkurang atau hilang.

Alat -alat indra menjadi kuranng tajam, dan orang dapat

mengalami kesulitan dalam membedakan sesuatu yang lebih detail,

misalnya ketika seorang lansia di suruh untuk membaca koran maka orang

Page 9: Gizi Usia Lanjut

ini akan mengalami kesulitan untuk membacanya, sehingga dibutuhkan

alat bantu untuk membaca berupa kacamata. Perubahan alat sensorik

memiliki dampak yang besar pada gaya hidup sesorang. Seseorang dapat

mengalami masalah dengan komunikasi, aktifitas, atau bahkan interaksi

sosial.Pendengaran dan pengelihatan merupakan indra yang paling banyak

mengalami perubahan, sejalan dengan proses penuaan indra pendengaran

mulai memburuk. Gendang telinga menebal sehingga tulang dalam telinga

dan stuktur yang lainya menjadi terpengaruh. Ketajaman pendengaran

dapat berkurang karena terjadi perubhan saraf audiotorik. Kerusakan

indara pendengaran ini juga dapat terjadi karena perubahan pada lilin

telinga yang biasa terjadi seiring bertambahnya usia.Struktur mata juga

berubah karena penuaan. Mata memproduksi lebih sedikit air mata,

sehingga dapat me,buat mata menjadi kering. Kornea menjadi kurang

sensitive. Pada usia 60 tahun, pupil mata berkurang sepertiga dari ukuran

ketika berusia 20 tahun. Pupil dapat bereaksi lebih lambat terhadap

perubahan cahaya gelap ataupun terang. Lensa mata menjadi kuning,

kurang fleksibel, dan apabila memandang menjadi kabur dan kurang jelas.

Bantalan lemak pendukung berkurang, dan mata tenggelam ke kantung

belakang. Otot mata menjadikan mata kurang dapat berputar secara

Page 10: Gizi Usia Lanjut

sempurna, cairan di dalam mata juga dapat berubah. Masalah yang paling

yang paling umum dialami oleh lansia adalah kesulitan untuk mengatur

titik focus mata pada jarak tertentu sehingga pandangan menjdi kurang

jelas.Perubahan fisik pada lansia lebih banyak ditekankan pada alat indera

dan sistem saraf mereka.

Sistem pendengaran, penglihatan sangat nyata sekali perubahan

penurunan keberfungsian alat indera tersebut. Sedangkan pada sistem

sarafnya adalah mulai menurunnya pemberian respon dari stimulus yang

diberikan oleh lingkungan. Pada lansia juga mengalami perubahan

keberfungsian organ-organ dan alat reproduksi baik pria ataupun wanita.

Dari perubahan-perubahan fisik yang nyata dapat dilihat membuat lansia

merasa minder atau kurang percaya diri jika harus berinteraksi dengan

lingkungannya (J.W.Santrock, 2002 :198). Dari penjelasan di atas dapat di

tarik kesimpulan berkenaan dengan cirri-ciri fisik lansia yaitu sebagi

berikut (1) postur tubuh lansia mulai berubah bengkok (bungkuk),(2)

kondisi kulit mulai kering dan keriput,(3) daya ingat mulai menurun,(4)

kondisi mata yang mulai rabun,(5) pendengaran yang berkurang.

Page 11: Gizi Usia Lanjut

1.3.2. Perkembangan Intelektual 2

Menurut david Wechsler dalam Desmita (2008) kemunduran

kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme

sacara umum, hampir sebagian besar penelitian menunjukan bahwa

setelah mencapai puncak pada usia antara 45-55 tahun, kebanyakan

kemampuan seseorang secara terus menerus mengalami penurunan, hal ini

juga berlaku pada seorang lansia.Ketika lansia memperlihatkan

kemunduran intelektualiatas yang mulai menurun, kemunduran tersebut

juga cenderung mempengaruhi keterbatasan memori tertentu. Misalnya

seseorang yang memasuki masa pensiun, yang tidak menghadapi

tantangan-tantangan penyesuaian intelektual sehubungan dengan masalah

pekerjaan, dan di mungkinkan lebih sedikit menggunakan memori atau

bahkan kurang termotivasi untuk mengingat beberapa hal, jelas akan

mengalami kemunduran dalam memorinya. Menurut Ratner et.al (2008)

penggunaan bermacam-macam strategi penghafalan bagi orang tua , tidak

hanya memungkinkan dapat mencegah kemunduran intelektualitas,

melainkan dapat menigkatkan kekuatan memori pada lansia tersebut.

Page 12: Gizi Usia Lanjut

Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan sesuatau

yang tidak dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor, seperti

penyakit, kecemasan atau depresi. Tatapi kemampuan intelektual lansia

tersebut pada dasarnya dapat dipertahankan. Salah satu faktor untuk dapat

mempertahankan kondisi tersebut salah satunya adalah dengan

menyediakan lingkungan yang dapat merangsang ataupun melatih

ketrampilan intelektual mereka, serta dapat mengantisipasi terjadinya

kepikunan.

1.3.3.Perkembangan Emosional 2

Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap

menghadapi dan menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan

para lanjut usia kurang dapat menyesuaikan diri dan memecahkan masalah

yang dihadapi (Widyastuti, 2000). Munculnya rasa tersisih, tidak

dibutuhkan lagi, ketidak ikhlasan menerima kenyataan baru seperti

penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan

sebagian kecil dari keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus

dihadapi lanjut usia. Hal – hal tersebut di atas yang dapat menjadi

Page 13: Gizi Usia Lanjut

penyebab lanjut usia kesulitan dalam melakukan penyesuaian diri. Bahkan

sering ditemui lanjut usia dengan penyesuaian diri yang buruk. Sejalan

dengan bertambahnya usia, terjadinya gangguan fungsional, keadaan

depresi dan ketakuatan akan mengakibatkan lanjut usia semakin sulit

melakukan penyelesaian suatu masalah. Sehingga lanjut usia yang masa

lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung menjadi semakin sulit

penyesuaian diri pada masa-masa selanjutnya. Penyesuaian diri pada

lanjut usia adalah kemampuan orang yang berusia lanjut untuk

menghadapi tekanan akibat perubahan perubahan fisik, maupun sosial

psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai keselarasan

antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan, yang

disertai dengan kemampuan mengembangkan mekanisme psikologis yang

tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan– kebutuhan dirinya tanpa

menimbulkan masalah baru.

Pada orang – orang dewasa lanjut atau lanjut usia, yang menjalani

masa pensiun dikatakan memiliki penyesuaian diri paling baik merupakan

lanjut usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif,

berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas termasuk diantaranya

teman – teman dan keluarga, dan biasanya merasa puas dengan

Page 14: Gizi Usia Lanjut

kehidupannya sebelum .Orang – orang dewasa lanjut dengan penghasilan

tidak layak dan kesehatan yang buruk, dan harus menyesuaikan diri

dengan stres lainnya yang terjadi seiring dengan pensiun, seperti kematian

pasangannya, memiliki lebih banyak kesulitan untuk menyesuaikan diri

dengan fase pensiun. Penyesuaian diri lanjut usia pada kondisi

psikologisnya berkaitan dengan dimensi emosionalnya dapat dikatakan

bahwa lanjut usia dengan keterampilan emosi yang berkembang baik

berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan,

menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka.

Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan

emosinya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan

mereka untuk berkonsentrasi ataupun untuk memiliki pikiran yang

jernih.Ohman & Soares (1998) melakukan penelitian yang menghasilkan

kesimpulan bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk

mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Dorongan yang

relevan dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan

terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi

datangnya hal tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara

Page 15: Gizi Usia Lanjut

otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin

terjadi bila muncul rasa takut.

Ketika individu memasuki fase lanjut usia, gejala umum yang

nampak yang dialami oleh orang lansia adalah “perasaan takut menjadi

tua”. Ketakutan tersebut bersumber dari penurunan kemampuan yang ada

dalam dirinya. Kemunduran mental terkait dengan penurunan fisik

sehingga mempengaruhi kemampuan memori, inteligensi, dan sikap

kurang senang terhadap diri sendiri.Ditinjau dari aspek yang lain respon-

respon emosional mereka lebih spesifik, kurang bervariasi, dan kurang

mengena pada suatu peristiwa daripada orang-orang muda. Bukan hal

yang aneh apabila orang-orang yang berusia lanjut memperlihatkan tanda-

tanda kemunduran dalam berperilaku emosional; seperti sifat-sifat yang

negatif, mudah marah, serta sifat-sifat buruk yang biasa terdapat pada

anak-anak.Orang yang berusia lanjut kurang memiliki kemampuan untuk

mengekspresikan kehangatan dan persaan secara spontan terhadap orang

lain. Mereka menjadi kikir dalam kasih sayang. Mereka takut

mengekspresikan perasaan yang positif kepada orang lain karena melalui

pengalaman-pengalaman masa lalu membuktikan bahwa perasaan positif

yang dilontarkan jarang memperoleh respon yang memadai dari orang-

Page 16: Gizi Usia Lanjut

orang yang diberi perasaan yang positif itu. Akibatnya mereka sering

merasa bahwa usaha yang dilakukan itu akan sia-sia. Semakin orang

berusia lanjut menutup diri, semakin pasif pula perilaku emosional

mereka.

1.3.4.Perkembangan Spiritual 2

Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat

dengan agama menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan

hidup, harga diri dan optimisme. Kebutuhan spiritual (keagamaan) sangat

berperan memberikan ketenangan batiniah, khususnya bagi para Lansia.

Rasulullah bersabda “semua penyakit ada obatnya kecuali penyakit tua”.

Sehingga religiusitas atau penghayatan keagamaan besar pengaruhnya

terhadap taraf kesehatan fisik maupun kesehatan mental, hal ini ditunjukan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Hawari (1997), bahwa :

1. Lanjut usia yang nonreligius angka kematiannya dua kali lebih besar

daripada orang yang religius.

2. Lanjut usia yang religius penyembuhan penyakitnya lebih cepat

dibandingkan yang non religius.

Page 17: Gizi Usia Lanjut

3. Lanjut usia yang religius lebih kebal dan tenang menghadapi operasi

atau masalah hidup lainnya.

4. Lanjut usia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stres

daripada yang nonreligius, sehingga gangguan mental emosional jauh

lebih kecil.

5. Lanjut usia yang religius tabah dan tenang menghadapi saat-saat

terakhir (kematian) daripada yang nonreligius.

1.3.5.Perubahan Sosial 2

Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka,

walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang

memutuskan hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan.

Pernyataan tadi merupakan disaggrement theory. Aktivitas sosial yang

banyak pada lansia juga mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan

sosial lansia.

Page 18: Gizi Usia Lanjut

1.3.6. Perubahan Kehidupan Keluarga 2

Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang memuaskan

yang disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya antara lain :

kurangnya rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua, jauhnya jarak

tempat tinggal antara anak dan orang tua. Lansia tidak akan merasa

terasing jika antara lansia dengan anak memiliki hubungan yang

memuaskan sampai lansia tersebut berusia 50 sampai 55 tahun.Orang tua

usia lanjut yang perkawinannya bahagia dan tertarik pada dirinya sendiri

maka secara emosional lansia tersebut kurang tergantung pada anaknya

dan sebaliknya. Umumnya ketergantungan lansia pada anak dalam hal

keuangan. Karena lansia sudah tidak memiliki kemampuan untuk dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anaknya pun tidak semua dapat

menerima permintaan atau tanggung jawab yang harus mereka penuhi.

1.3.7. Hubungan Sosio-Emosional Lansia 2

Masa penuaan yang terjadi pada setiap orang memiliki berbagai macam

penyambutan. Ada individu yang memang sudah mempersiapkan

segalanya bagi hidupnya di masa tua, namun ada juga individu yang

Page 19: Gizi Usia Lanjut

merasa terbebani atau merasa cemas ketika mereka beranjak tua. Takut

ditinggalkan oleh keluarga, takut merasa tersisihkan dan takut akan rasa

kesepian yang akan datang. Keberadaan lingkungan keluarga dan sosial

yang menerima lansia juga akan memberikan kontribusi positif bagi

perkembangan sosio-emosional lansia, namun begitu pula sebaliknya jika

lingkungan keluarga dan sosial menolaknya atau tidak memberikan ruang

hidup atau ruang interaksi bagi mereka maka tentunya memberikan

dampak negatif bagi kelangsungan hidup lansia.

1.4 Masalah yang dihadapi oleh lansia 2

Lansia mengalami perubahan dalam kehidupannya sehingga menimbulkan

beberapa masalah dalam kehidupannya. Permasalahan tersebut

diantaranya yaitu :

1.4.1 Masalah fisik

Permasalahan yang hadapi oleh lansia dengan masalah pekembangan fisik

yang mulai melemah, diantaranya seringnya terjadi radang persendian

ketika melakukan aktivitas yang cukup berat, indra pengelihatan yang

Page 20: Gizi Usia Lanjut

mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang berfungsu dengan

baik serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga sering mengalami

sakit (masuk angin, flu)

1.4.2 Masalah kognitif ( Intelektual ) 2

Permasalahan yang hadapi oleh lansia yang terkait dengan masalah

pekembangan kognitif, ini dapat disimpulkan bahwa pada lansia mulai

melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun) dan sulit untuk

bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar

1.4.3 Masalah emosional 2

Permasalahan yang hadapi oleh lansia yang terkait dengan masalah

pekembangan emosional, adalah rasa ingin berkumpul dengan keluarga

sangat kuat, sehingga tingkat perhatian beliau menjadi sangat besar.

Apabila melihat rekan kerja kurang aktif dalam melakukan pekerjaanya,

maka tingkat emosi meningkat, terbukti bahwa beliau segera menegur

rekan kerjanya tersebut agar lebih cekatan. Sering marah apabila ada

sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stress

akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi

Page 21: Gizi Usia Lanjut

1.4.4 Perkembangan Spiritual 2

Permasalahan yang hadapi oleh lansia yang terkait dengan masalah

pekembangan spiritual, adalah kesulitan untuk menghafal kitab suci

karena daya ingat yang mulai menurun, merasa kurang tenang ketika

mengetahui anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa

gelisah ketika menemui permasalahan yang cukup serius.

Page 22: Gizi Usia Lanjut

1.1 PERMASALAHAN GIZI USIA LANJUT

ASUPAN KALSIUM, STATUS GIZI, TEKANAN DARAH DAN

HUBUNGANNYA DENGAN KELUHAN SENDI LANSIA 3,4

Gangguan gizi pada lansia 3

Gangguan gizi yang dapat muncul pada lansia dapat berupa gizi

kurang maupun gizi lebih. Gangguan ini dapat menyebabkan timbulnya

penyakit atau terjadi sebagai akibat adanya penyakit tertentu.Jika seorang

lansia memiliki penyakit degeneratif, maka asupan gizi sangat penting

untuk diperhatikan, serta disesuaikan dengan ketersediaan dan kebutuhan

zat gizi lansia. Pola penyakit lansia yang pernah diderita pada umumnya

adalah penyakit degeneratif seperti jenis penyakit hipertensi, reumatik,

diabetes

Status Gizi 3

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan

dan penggunaan zat-zat gizi, yang dapat dibedakan antara status gizi

Page 23: Gizi Usia Lanjut

buruk, kurang, baik, dan lebih. Keadaan gizi adalah keadaan tubuh

seseorang atau kelompok yang diakibatkan oleh konsumsi,penyerapan dan

penggunaan zat gizi makanan, sedangkan status gizi merupakan ekspresi

dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu atau

perwujudan dari keadaan gizi dalam bentuk variable tertentu .

Faktor-faktor

• Faktor status ekonomi sangat berperan dimana status ekonomi yang

cukup atau baik akan memudahkan mencari pelayanan kesehatan yang

lebih baik. Faktor ekonomi berkaitan erat dengan konsumsi makanan atau

dalam penyajian makanan keluarga. Kebanyakan penduduk dapat

dikatakan masih kurang mencukupi kebutuhan dirinya masing-masing.

Keadaan umum ini dikarenakan rendahnya pendapatan yang mereka

peroleh dan banyaknya anggota keluarga yang harus diberi makan dengan

jumlah pendapatan rendah.

• Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam

masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan

Page 24: Gizi Usia Lanjut

seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi,

gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya.

Status ekonomi kemungkinan besar merupakan pembentuk gaya hidup

keluarga. Pendapatan keluarga memadai akan menunjang tumbuh

kembang anak.Karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan

anak baik primer maupun skunder

• Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu bagi ibu-ibu

yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga .Seorang yang

memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan

yang dianggap penting dan memerlukan perhatian dengan adanya

pekerjaan. Masyarakat yang sibuk akan memiliki waktu yang sedikit untuk

memperoleh informasi, sehingga tingkat pendidikan yang mereka peroleh

juga berkurang, sehingga tidak ada waktu. Tingginya pengetahuan

seseorang akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku dengan benar.

Hal ini sesuai dengan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

bersifat langgeng (long lasting). Maka dari data tersebut untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama pada masyarakat

yang memasuki usia Lansia sangat diperlukan. Salah satu upaya

Page 25: Gizi Usia Lanjut

peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat, gizi yang

seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, pada seseorang yang

memasuki usia Lansia. Konsep gizi seimbang adalah suatu usaha untuk

mencapai keseimbangan antara kebutuhan tubuh (dinamis) akan zat gizi

dengan asupan yang didapat melalui makanan dan keseimbangan antara

berbaga macam zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi. Seluruh upaya

di atas memiliki kaitan erat dengan usaha program peningkatan gizi

masyarakat. Dalam hal ini lansia merupakan sasaran strategis perlunya

diberi pengetahuan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi status gizi

pada Lansia.Seperti tahapan-tahapan usia lainnya, dalam fase ini sesorang

dapat mengalami masalah gizi, baik gizi lebih maupun gizi kurang.

Berkaitan dengan hal tersebut, untuk menciptakan sumber daya manusia

yang tentunya banyak faktor. Faktor langsung yang berhubungan dengan

status gizi meliputi konsumsi makanan dan penyakit infeksi. Faktor tidak

langsung meliputi pengetahuan, pendidikan, status ekonomi, pendidikan

orang tua, dan besar keluarga. Usia lanjut merupakan salah satu fase

kehidupan yang akan dilalui oleh setiap individu. Fase ini dapat dilalui

dengan baik bila usia lanjut selalu berada dalam kondisi yang sehat. Salah

satu upayanya adalah dengan asupan gizi yang adekuat. Selain itu gizi

Page 26: Gizi Usia Lanjut

yang baik juga berperan dalam upaya menurunkan presentase timbulnya

penyakit karena usia lanjut merupakan populasi yang rentan terhadap

serangan penyakit yang merupakan konsekuensi adanya penurunan fungsi

tubuh .Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan nasional di

bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial antara lain meningkatnya angka

rata-rata usia harapan hidup penduduk yang ditandai dengan makin

bertambahnya jumlah lansia. Jumlah penduduk lansia di Indonsia

diperkirakan terus meningkat dari tahun ke tahun, bahkan Perserikatan

Bangsa-bangsa (PBB) memperkirakan bahwa Indonesia bersama dengan

Cina, Amerika Serikat dan India akan memiliki populasi lansia lebih dari

50 juta jiwa di tahun 2050. Menurut sensus penduduk tahun 2010, jumlah

penduduk lanjut usia atau lansia (umur 60 tahun ke atas) di Indonesia

adalah 18 juta jiwa atau sekitar 7.6% dari seluruh total populasi (Badan

Pusat Statistik, 2011). Lansia mengalami penurunan kondisi tubuh yang

merupakan bagian dari proses penuaan. Semakin bertambahnya usia maka

akan lebih mudah terserang berbagai penyakit degeneratif. Salah satu

penyakit degeneratif yang sering diderita lansia adalah penyakit sendi.

Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menyatakan

Page 27: Gizi Usia Lanjut

bahwa prevalensi nasional penyakit sendi adalah 30.3% dan prevalensi

berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 14% (Depkes 2008).

Semakin bertambahnya usia maka akan lebih mudah terserang

berbagai penyakit degeneratif. Salah satu penyakit degeneratif yang sering

diderita lansia adalah penyakit sendi. Penyakit sendi yang sering diderita

oleh lansia adalah osteoarthritis (radang sendi). Sebanyak 17.82% lansia

berusia >50 tahun di Yunani menderita osteoarthritis (Anagnostopoulos et

al. 2010). Penyakit sendi umumnya ditandai dengan keluhan-keluhan

terkait sendi. Penyakit atau keluhan sendi yang diderita oleh lansia dapat

disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah berat badan.

Asokan et al. (2011) menyatakan bahwa sebanyak 50% lansia wanita di

Bahrain dengan status gizi obesitas dan 30% dengan status gizi overweight

menderita osteoarthritis. Kejadian penyakit atau keluhan sendi dari segi

gizi dikaitkan dengan kebiasaan konsumsi kalsium yang berhubungan

dengan diet seseorang. Menurut Duncan (2004), penderita osteoarthritis

kurang mengonsumsi produk olahan susu, kalsium, dan vitamin D.

Hipertensi merupakan faktor risiko lain yang memengaruhi kejadian

Page 28: Gizi Usia Lanjut

penyakit atau ke-luhan sendi pada lansia. Sebanyak 13% lansia wanita di

Bahrain yang menderita osteoarthritis mempunyai tekanan darah tinggi

(hipertensi) (Asokan 2011).

Frekuensi konsumsi pangan sumber kalsium. Kebiasaan konsumsi

pangan sumber kalsium dikelompokkan menjadi: 1) tidak pernah jika

subjek tidak mengonsumsi pangan sumber kalsium selama satu bulan, 2)

≤3x dalam seminggu, 3) >3x dalam seminggu, 4) ≥1x dalam sehari.

Status gizi. Tinggi badan lansia diprediksi de-ngan menggunakan tinggi

lutut. Fatmah et al. (2008) merekomendasikan model prediksi tinggi badan

lansia, yaitu: 1) Laki-laki: Prediksi TB=56.343+2.102 tinggi lutut, 2)

Perempuan: Prediksi TB=62.682+1.889 tinggi lutut. Estimasi berat badan

berdasarkan ukur-an lingkar lengan atas menggunakan rumus sebagai

berikut 1) Laki-laki: Prediksi BB=2.592LLA–12.902, 2) Perempuan:

Prediksi BB=2.001LLA–1.223. Status gizi diukur dinilai dengan

menggunakan IMT, dengan rumus Berat Badan (kg)/(Tinggi Badan (m))2.

Penggolongan status gizi menggunakan cut off point IMT pada tahun 2005

menurut WHO (Gibson 2005). 4

Page 29: Gizi Usia Lanjut

Tekanan darah. Tekanan darah subjek dibedakan menjadi dua, yaitu

normal dan hipertensi berdasarkan cut off JNC-7.

Keluhan sendi. Penilaian tingkat keluhan sendi dilakukan dengan

menggunakan kuesioner RAPID3 yang terdiri dari tiga komponen yaitu

activity daily living, persepsi status kesehatan, dan persepsi rasa nyeri

sendi (Pincus et al. 2009). Activity daily living dinilai dengan cara subjek

diminta memilih jawab-an dari pernyataan aktivitas harian sesuai dengan

kondisi subjek. Pilihan jawaban terdiri atas 0) tanpa kesulitan, 1) sulit, 2)

banyak kesulitan, dan 3) tidak dapat melakukan.

Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara

frekuensi konsumsi pangan sumber kalsium dengan status gizi, tekanan

darah, dan tingkat keluhan sendi, hubungan antara status gizi dan tekanan

darah dengan tingkat keluhan sendi, dan hubungan antara usia dan keluhan

sendi.Bentuk keluhan sendi yang dirasakan oleh subjek bermacam-macam

antara lain, nyeri, kaku, sampai tidak bisa digerakkan. Sebanyak 50.6%

subjek menyatakan bahwa keluhan sendi hanya dirasakan di satu bagian

Page 30: Gizi Usia Lanjut

tubuh saja. Bagian tubuh yang sering dirasakan nyeri adalah lutut (33.3%)

dan kaki (12.4%). Sebanyak 47% wanita di Bahrain menderita

osteoarthritis lutut, 7% menderita osteoarthritis di pinggang dan

osteoarthritis gabungan antara lutut dan pinggang menempati urutan

pertama yaitu sebanyak 51% (Asokan et al. 2011). Penyakit sendi sering

memengaruhi sendi antar jari kaki, ibu jari, lutut, pinggang, pergelangan

kaki, dan tulang belakang yang bekerja menopang berat badan (Duncan

2004). Lama waktu subjek dalam merasakan keluhan sendi bervariasi.

Sebagian besar subjek (32.1%) menyatakan bahwa subjek merasakan

keluhan sendi selama <1 hari.Persepsi rasa nyeri yang dirasakan oleh

subjek paling banyak adalah rasa nyeri hebat. Persepsi rasa nyeri hebat

dirasakan oleh sebagian besar subjek (45.8%). Umumnya nyeri hebat yang

dirasakan oleh subjek bertahan lama dan akan sembuh setelah beberapa

hari. Subjek yang mempunyai persepsi rasa nyeri ringan hanya merasakan

nyeri di salah satu bagian tubuh saja. Subjek merasakan rasa nyeri hanya

beberapa jam dan akan hilang dengan istirahat atau mengolesi bagian

tubuh yang sakit dengan obat oles penghilang rasa nyeri. Rasa nyeri ringan

dirasakan oleh sebagian kecil subjek (18.8%).

Page 31: Gizi Usia Lanjut

Hasil korelasi Spearman menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi

kelima pangan sumber kalsium tidak berhubungan dengan status gizi.

Berbeda dengan hasil studi yang dilakukan oleh Varenna et al. (2007)

pada 1 771 perempuan postmenopause yang menunjukkan bahwa

konsumsi kalsium yang tinggi berhubungan terbalik dengan Indeks Massa

Tubuh (IMT). Frekuensi pangan sumber kalsium juga tidak berhubungan

dengan tekanan darah (p>0.05). Hal ini diduga ada faktor lain yang

memengaruhi terjadinya hipertensi pada subjek seperti faktor usia.

Kuswar-dhani (2006) dalam Widyaningsih dan Latifah (2008) menyatakan

bahwa semakin tua seseorang maka pengaturan metabolisme kalsium

Page 32: Gizi Usia Lanjut

terganggu sehingga banyak kalsium yang beredar bersama darah.

Bertambahnya usia juga menyebabkan elastisitas pembuluh darah arteri

berkurang sehingga volume darah yang mengalir sedikit dan kurang

lancar.Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi

pangan sumber kalsium dengan ada tidaknya penyakit sendi dan tingkat

keluhan sendi (p>0.05). Konsumsi kalsium dapat meningkatkan densitas

massa tulang dan mencegah osteoporosis (Nieves 2005). Tidak

terdapatnya hubungan yang signifikan diduga akibat kalsium tidak dapat

bekerja dengan baik apabila tidak ada bantuan dari zat gizi mikro lain

dalam pencegahan osteoporosis dan kaitannya dengan osteoarthritis.

Nieves (2005) menyatakan bahwa kalsium dapat memberikan manfaat

untuk massa tulang di semua umur, walaupun hasilnya tidak selalu

konsisten. Hipertensi dan status gizi tidak berhubungan dengan ada

tidaknya keluhan sendi dan tingkat keluhan sendi. 4

Page 33: Gizi Usia Lanjut

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEPADATAN TULANG PADA OSTEOPOROSIS LANSIA 5,6,7

Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang

ditandai dengan pengurangan massa tulang yang disertai kemunduran

mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat

menimbulkan kerapuhan tulang. Keadaan ini berisiko tinggi karena tulang

menjadi rapuh dan mudah retak bahkan patah. Osteoporosis lebih banyak

terjadi pada wanita daripada pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon

estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun

sedangkan pada pria hormon testoteron turun pada usia 65 tahun. Menurut

statistik dunia 1 dari 3 wanita rentan terkena penyakit osteoporosis.

Insiden osteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi

usia lanjut[. Pada tahun 2005 terdapat 18 juta lanjut usia di Indonesia,

jumlah ini akan bertambah hingga 33 juta pada tahun 2020 dengan usia

harapan hidup mencapai 70 tahun 6

Osteoporosis tidak hanya berhubungan dengan menopause tetapi

juga berhubungan dengan faktor-faktor lain seperti merokok, postur tubuh

Page 34: Gizi Usia Lanjut

kecil, kurang aktifitas tubuh, kurangnya paparan sinar matahari, obat-

obatan yang menurunkan massa tulang, asupan kalsium yang rendah,

konsumsi kafein, alkohol, penyakit diabetes mellitus tipe I dan II.

Pencegahan osteoporosis harus dilakukan sejak dini sampai usia dewasa

muda agar mencapai kondisi puncak massa tulang (peak bone mass)

dengan membudayakan perilaku hidup sehat yang intinya mengkonsumsi

makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan

unsur kaya serat, rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium

per hari), berolahraga secara teratur, tidak merokok dan tidak

mengkonsumsi alcohol.Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu

dilakukan penelitian tentang hubungan riwayat keluarga, aktifitas fisik,

status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi

dengan kepadatan tulang pada wanita postmenopause. 5

Kepadatan tulang didefinisikan sebagai perbandingan hasil densitas

mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang

seusia atau dewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi

(T-score). WHO menyatakan osteoporosis adalah keadaan dimana

kepadatan mineral tulang. 5

Page 35: Gizi Usia Lanjut

dibawah -2,5 SD, osteopenia adalah keadaan dimana kepadatan mineral -1

sampai -2,5 SD sedangkan dinyatakan normal adalah bila kepadatan

mineral tulang diatas -1 SD. Riwayat keluarga didefinisikan adanya

riwayat osteoporosis yang pernah dialami oleh keluarga subjek. Data

aktifitas fisik didefinisikan sebagai suatu bentuk aktifitas subjek yang

diukur melalui banyaknya frekuensi dan lamanya (durasi) olah raga yang

dilakukan oleh responden dalam satu minggu dalam 3 bulan terakhir.

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan

dan penggunaan zat – zat gizi yang diukur melalui penimbangan berat

badan (BB) dan pengukuran tinggi badan (TB) kemudian dikategorikan

dalam Index Massa Tubuh (IMT) menjadi status gizi kurus, normal, dan

gemuk.Kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi merupakan

frekuensi mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi responden yang

diukur dengan menggunakan Food Frequency Questionare yang

dinyatakan dalam skor. Pada tabel 4 menunjukkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dan aktifitas fisik

dengan kepadatan tulang, namun terdapat hubungan yang bermakna antara

status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi

dengan kepadatan tulang.. 5

Page 36: Gizi Usia Lanjut
Page 37: Gizi Usia Lanjut

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan kepadatan

tulang. Hal ini dapat dilihat bahwa subjek yang terdapat riwayat

osteoporosis dalam keluarganya sebanyak 6 orang (17,1%) sedangkan

yang tidak terdapat riwayat osteoporosis dalam keluarga sebanyak 29

orang (82,9%) sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek yang tidak

mempunyai riwayat keluarga berpeluang untuk memiliki kepadatan tulang

yang normal, dan tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor

aktifitas fisik dengan kejadian osteoporosis pada wanita postmenopause.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Recker dkk (2000) yang

membuktikan bahwa aktifitas fisik berhubungan dengan penambahan

kepadatan tulang spinal. Hal ini dikarenakan pengukuran aktifitas fisik

ditanyakan 3 bulan ke belakang sedangkan pembentukkan massa tulang

membutuhkan waktu yang relatif lama, sehingga tidak dapat mengukur

aktifitas fisik yang dilakukan pada saat masih muda.Usia yang semakin

menua akan mengakibatkan perubahan pola hidup, yaitu berkurangnya

aktifitas fisik sehari-hari. Oleh karena itu, olah raga merupakan kegiatan

yang sangat penting dalam mencegah osteoporosis. Jalan kaki secara

teratur kira – kira 4,5 km/jam selama 50 menit, 5 kali dalam seminggu

Page 38: Gizi Usia Lanjut

dapat mempertahankan kekuatan tulang. Selain itu latihan beban dan

senam juga dapat dilakukan pada penderita osteoporosis. 7

Hubungan status gizi dengan kepadatan tulang,berdasarkan hasil

penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

status gizi dengan kepadatan tulang. Osteoporosis lebih banyak diderita

oleh orang yang bertubuh kurus dan berkerangka kecil, namun pada

penelitian ini sebagian besar subjek mempunyai postur tubuh yang normal

dan gemuk dengan IMT >18 kg/m2. Hal ini disebabkan oleh asupan

makanan subjek sudah cukup, namun karena faktor usia penyerapan

kalsium mengalami penurunan. Kelebihan berat badan dapat

mempengaruhi massa tulang terutama melalui efeknya terhadap rangka

tubuh. Wanita yang kelebihan berat badan memberikan tekanan yang lebih

besar pada tulangnya, sehinggamerangsang terbentuknya tulang baru

sehingga penurunan kepadatan tulang dapat dikurangi. Hubungan

kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi dengan kepadatan

tulang bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan

mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi dengan kejadian osteoporosis

pada wanita postmenopause. Hal ini sejalan dengan pendapat Hiromi

Page 39: Gizi Usia Lanjut

Shinya yang mengemukakan bahwa terlalu banyak mengkonsumsi susu

akan mengakibatkan osteoporosis. Kadar kalsium dalam darah sebanyak

9-10 mg. Namun pada saat minum susu,konsentrasi kalsium dalam darah

tiba-tiba meningkat. Pada saat konsentrasi kalsium dalam darah tiba-tiba

meningkat, tubuh berusaha untukmengembalikan keadaan abnormal

menjadi normal kembali dengan membuang kalsium dari ginjal melalui

urine.Penyerapan kalsium membutuhkan peran sel osteoblas yang juga

berfungsi membentuk matriks tulang sedangkan pembuangan kalsium dari

tulang membutuhkan aktivitas osteoklas. Kalsium diserap secara normal

sesuai kebutuhan tubuh. Jumlah kalsium yang diserap ke dalam darah

hanya 200 mg. Selain disebablan karena terlalu banyak mengkonsumsi

makanan berkalsium, penyebab osteoporosis juga dapat disebabkan karena

terlalu banyak mengkonsumsi acid yang berasal dari daging, gula dan

bahan-bahan yang mengandung kimia. Untuk menetralisir acid tersebut,

tubuh mengambil kalsium dari tulang. Dengan demikian, mengkonsumsi

banyak kalsium bukan pencegahan osteoporosis jika tetap mengkonsumsi

bahan makanan yang mengandung acid. Solusi yang utama adalah

menghindari makanan pembentuk acid dan lebih banyak mengkonsumsi

sayuran.7

Page 40: Gizi Usia Lanjut

REFERENSI

1. Philip J. Garry, Ph.D., James S. Goodwin, M.D., William C. Hunt, M.A.,Elizabeth M .Nutritional status in a healthy elderly population :dietary and supplemental intakes. The American Journal of Clinical Nutrition. August 1992 pp. 319-331.

2. Walter C Willett Am J Clin Nutr.Weight loss in the elderly: cause or effect of poor health?.USA. American Society for Clinical Nutrition.l997;66:737-8.

3. Utomo M, Meikawati W, Putri Z K. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepadatan tulang pada wanita postmenopause. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang.2010; Vol 6(2):1-10

4. Triatmaja NT *, Khomsan A, Dewi1 M. Calcium Intake

Nutritional Status, Blood Pressure, and Relationship to Joint Pain among Elderly in Nursing Homes in Bandung. Departemen Gizi IPB. ISSN 1978 – 1059 Jurnal Gizi dan Pangan, Maret 2013, 8(1): 25—32. Nutritional status in a healthy elderl

5. Mette F Hitz, Jens-Erik B Jensen, and Peter C Eskildsen. Am J Clin Nutr. Bone mineral density and bone markers in patients with a recent low-energy fracture: effect of treatment with calcium and vitamin D. USA.American Society for Nutrition 2007;86:251–9.

Page 41: Gizi Usia Lanjut

6. Elizabeth J Johnson and Ernst J Schaefer. Am J Clin Nutr.. Potential role of dietary n_3 fatty acids in the prevention of

dementia and macular degeneration1–4 USA. American Society for Nutrition .2006;83;1494S– 8S.

7. Katherine L Tucker. Am J Clin Nutr. Vegetarian diets and bone status1–3 .USA. American Society for Nutrition 2014;100):329S–35S.