gizi buruk & tuberculosis.docx
TRANSCRIPT
REFLEKSI KASUS JULI 2014
“GIZI BURUK”
Nama : Richardo Marchel Manasye, S. Ked
No. Stambuk : N 111 13 035
Pembimbing : dr. Effendy Salim, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2014
BAB I
1
PENDAHULUAN
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.
Anak balita sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan
antara berat badan menurut umurnya, dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan .
Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan
masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0%
berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan
13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori
sangat pendek.1
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah
dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap kasus yang
ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi tatalaksana gizi
buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan dua pendekatan. Gizi buruk
dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi
dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas perawatan, Pusat
Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center (TFC), sedangkan gizi buruk tanpa
komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan.1,2
Penyakit-penyakit penyerta yang sering terjadi adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA), diare persisten, cacingan, tuberculosis, malaria, dan HIV/AIDS. Menurut WHO lebih
dari 50% kematian bayi terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah
gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.1
Berikut dilaporkan kasus gizi buruk pada seorang anak yang dirawat di paviliun Catelia
RSUD Undata Palu.
2
BAB II
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama: By. R
Usia: 4 bulan
Jenis kelamin: Laki-laki
Tanggal Masuk: 11-6-2014
Tanggal Lahir: 14-2-2014
B. Anamnesis:
a. Keluhan utama: Batuk
b. Riwayat penyakit sekarang
Batuk dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, berdahak warna putih. Keluhan disertai
dengan demam dan sesak. Demam dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, demam naik saat
malam hari dan turun saat siang hari. Sesak dirasakan 1 minggu muncul saat batuk.
Sebelumnya pasien sudah minum obat parasetamol dan obat batuk , kemudian
keluhan menghilang namun muncul kembali. Kejang (-), buang air besar dan buang
air kecil normal.
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Terdapat 2 orang di keluarga pasien yang mengalami gejala yang sama. Yang pertama
telah mengalami keluhan batuk lebih dari 3 bulan dan telah minum obat anti
tuberkulosis selama 6 bulan. Yang kedua telah batuk lebih dari 1 bulan dan belum
berobat.
e. Riwayat sosial ekonomi
Keluarga pasien memiliki status sosial ekonomi menengah kebawah
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
Pasien lahir di rumah sakit dibantu oleh bidan lewat persalinan normal. Lahir cukup
bulan.
g. Anamnesis makanan
3
Pasien minum ASI sejak lahir sejak umur 1 bulan. Dari umur 1 bulan sampai sekarang
pasien minum ASI dan susu formula.
h. Imunisasi: 1 kali saat umur 2 bulan yaitu Hep B, DPT dan polio 1
C. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: sakit sedang
b. Kesadaran: compos mentis
c. Berat badan: 2,5 kg
d. Panjang badan: 69 cm
e. Status gizi: Gizi buruk (Z-Score < -3)
f. Tanda-tanda vital
DJ: 120 x/menit T: 37 °C
R: 60 x/m CRT: < 2 detik
g. Kulit: sianosis (-), ikterik (-)
h. Kepala:
- Bentuk: bentuk normochepali
- Mata: sklera tidak ikterik , konjungtiva tidak anemis
- Hidung: bentuk normal, terdapat sekret warna jernih
- Telinga: bentuk normal, tidak ada sekret
- Lidah: bentuk normal
- Mulut: stomatitis (-), tonsil T1/T1 tidak hiperemis
i. Leher
- Pembesaran kelenjar getah bening (-)
- Pembesaran kelenjar tiroid (-)
j. Dada
Paru-paru
- Inspeksi: bentuk dada normal, ekspansi simetris kiri dan kanan, retraksi otot bantu
pernapasan (-)
- Palpasi: vokal fremitus normal kiri dan kanan
- Perkusi: bunyi sonor
- Auskultasi: bunyi paru bronkovesikuler, bunyi tambahan Ronkhi basah halus (+),
Wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
4
- Palpasi: ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi: batas jantung normal
- Auskultasi: Bunyi jantung S1/S2 murni reguler, bunyi tambahan (-)
k. Abdomen
- Inspeksi: permukaan cembung, distensi abdomen (+)
- Auskultasi: bunyi peristaltik usus (+) kesan normal
- Perkusi: bunyi timpani di seluruh kuadran abdomen
- Palpasi: nyeri tekan (-), organomegali (-)
l. Genitalia: bentuk normal
m. Ekstremitas:
- Atas: edema (-), akral hangat
- Bawah: edema (-), akral hangat,
n. Punggung: bentuk normal
o. Refleks: normal
p. Skoring TB:
Parameter Skor
Kontak TB 3
Uji Tuberkulin 0
Status Gizi 2
Demam tanpa sebab yang jelas 1
Batuk 0
Pembesaran kelenjar limfe koli, aksila, dan inguinal 0
Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, dan tulang 0
Foto thorax 0
Jumlah 6
D. Resume
Anak laki-laki usia 4 bulan masuk dengan keluhan batuk (+) sejak 1 minggu yang lalu,
febris (+) 1 bulan yang lalu, dan sesak (+) sejak 1 minggu yang lalu. Sianosis (-). Di
keluarga terdapat orang yang mengalami keluhan batuk lama.
Status gizi: Gizi buruk
Tanda-tanda vital
DJ: 120 x/menit T: 37 °C
R: 60 x/m CRT: < 2 detik
5
Pemeriksaan fisik:
Paru-paru: Auskultasi bunyi paru bronkovesikuler, bunyi tambahan Ronkhi basah halus
(+).
Abdomen: permukaan cembung, distensi (+)
Skoring TB: 6
E. Diagnosis
Bronchopneumonia DD Susp TB Paru + Gizi buruk (kwarsiorkor)
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap
WBC 20,94 x 103/uL 5 - 10/uL
LYM 30,33 % 20 - 50 %
MID 35,69 % 1 - 15 %
GRA 33,96 % 40 - 70 %
RBC 4,07 x 106/uL 3,6 – 6,5 x 106/uL
HB 9,5 g/dL 12 – 18 g/dL
HCT 33,95 % 35 – 52 %
PLT 599 x 103/uL 150 – 450 x 103/uL
GDS 55 mg/dl 70-200 mg/dl
G. Terapi
IVFD Dekstrosa 5% 8 tetes/menit
Inj. Ceftriaxone 75 mg /12 jam
Paracetamol drops 3 x 0,2 cc
Terapi gizi buruk rencana V
H. Anjuran Foto polos thorax posisi PA
6
BAB III
PEMBAHASAN
Gizi buruk merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kekurangan
asupan energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu yang lama. Anak disebut
gizi buruk apabila berat badan dibanding umur tidak sesuai (selama 3 bulan berturut-turut
tidak naik).
Kurang energi protein (KEP) adalah salah satu penyebab terjadinya gizi buruk dimana
keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kebutuhan gizi (AKG). KEP berat secara klinis
terdapat 3 tipe yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor. KEP ringan atau
sedang disertai edema yang bukan karena penyakit lain disebut KEP berat tipe kwashiorkor.
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar
penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak
sering sakit / terkena infeksi. Pada pasien ini terdapat beberapa factor yang menyebabkan
anak mengalami gizi buruk yaitu:2,3
a. Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain:
1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat
Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi
sosial ekonomi. Pasien ini berasal dari keluarga golongan menengah ke bawah.
Kebutuhan asupan nutrisi pada pasien ini tidak tersedia secara adekuat karena
keterbatasan ekonomi. Selain itu, kadang-kadang bencana alam, perang, maupun
kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan
hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat.
Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik
antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar
masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan.
Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan
gizi.2,4
2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang
Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6
bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik
jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. Pasien ini
mendapatkan ASI hanya sampai usia 4 bulan yang artinya tidak mendapakan ASI
7
eksklusif. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein,
tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan
mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada
keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya
harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita
karena ketidaktahuan.5
3. Pola makan yang salah
Dari suatu penelitian mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita
di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka
semuanya petani miskin. Dari penelitian ini diketahui pola pengasuhan anak
berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan
kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat
posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat.5
b. Sering sakit (frequent infection)
Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di Negara-negara
terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan
kebersihan/personal hygine yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit
tertentu, khususnya infeksi kronik seperti misalnya tuberkulosis (TB) masih sangat tinggi.
Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan,
karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan
menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk
pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.5,6
1. Malnutrisi protein (Malnutrisi protein-kalori (PCM), kwashiorkor)
Anak harus mengkonsumsi cukup makanan nitrogen untuk mempertahankan
keseimbangan positif (karena sedang dalam masa pertumbuhan). Walaupun defisiensi
kalori dan nutrient lain mempersulit gambaran klinik dan kimia, gejala utama malnutrisi
protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup bernilai biologis baik. Dapat juga
karena penyerapan protein terganggu, seperti pada diare kronis, kehilangan protein
abnormal seperti pada proteinuria atau nefrosis, infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan
gagal mensistensis protein seperti pada penyakit hati kronis. Kwashiorkor merupakan
sindroma klinis akibat dari malnutri protein berat (MEP berat) dan masukan kalori tidak
cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan
8
angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronis, akibat defisiensi vitamindan
mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut. Bentuk
malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama yang berada
didaerah industri belum berkembang. Kwashiorkor berarti “anak tersingkirkan”, yaitu
anak yang tidak lagi menghisap, dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar
usia 5 tahun, biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan
berat badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi
dan berat badan anak normal.2,3
Ciri dari Kwashiorkor menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004) antara lain:4
- Perubahan mental sampai apatis
- Sering dijumpai Edema
- Atrofi otot
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Perubahan rambut dan kulit
- Pembesaran hati
- Anemia
Tanda-Tanda Kondisi I Kondisi II Kondisi
III
Kondisi
IV
Kondisi V
Renjatan/Syok + - - - -
Letargi/tidak sadar + + - + -
Muntah/diare/dehidrasi + + + - -
9
Penatalaksanaan gizi buruk berdasarkan kondisi yang dialaminya. Menurut Depkes RI
pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang harus dilalui yaitu fase stabilisasi
( Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14), fase rehabilitasi (Minggu ke 3 – 6), fase tindak lanjut
(Minggu ke 7 – 26). Dimana tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sebagai
berikut:4,5
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
2. Mencegah dan mengatasi hipotermia
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi
4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
5. Mengobati infeksi
6. Memperaiki kekurangan zat gizi mikro
7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
10. Mempersiapkan diri untuk tindak lanjut dirumah.
Pasien dalam kasus ini mengalami gizi buruk kwarsiorkor dengan kondisi 5. Di mana
pasien mengalami gizi buruk dengan asites abdomen tanpa disertai tanda syok/renjatan,
letargi atau diare, muntah dan dehidrasi. Alur penatalaksanaan gizi buruk dengan kondisi
lima adalah sebagai berikut:
1. Fase stabilisasi
2. Fase transisi dan rehabilitasi
10
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat . Buku
Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jilid I. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2007.
2. Departemen Sosial Republik Indonesia. Balita Gizi Buruk. Disitasi dari
http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=280 pada tanggal
29 November 2013. Perbaharuan terakhir : 12 Oktober 2008.
3. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Textbook of Pediatrics. 15th Edition.
Philadelphia : W.B. Saunders Company; 2000.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I.
Jakarta : IDAI; 2004.
5. Lubis NU, Marsida AY. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita. Langsa : Bagian
Ilmu Kesehatan Anak RSU Langsa; 2002.
6. DEPKES RI. 2008. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta. Depkes RI
7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta. Penerbit Infomedika
8. IDAI. 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Jilid I. Jakarta. Badan
Penerbit IDAI.
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk,
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2011
12