gizbur tumbang fix
DESCRIPTION
ikmTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus gizi buruk menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu
dari tiga anak didunia meninggal setiap tahunnya akibat buruknya kualitas
gizi. Dari data Departemen Kesehatan menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak
meninggal karena masalah kekurangan gizi dan buruknya kualitas makanan,
didukung pula oleh kekurangan gizi selama masih dalam kandungan. Hal ini
dapat pada kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada saat anak beranjak
dewasa. Dr. Bruce Cogill, seorang ahli gizi dari badan PBB UNICEF
mengatakan bahwa isu global tentang gizi buruk saat ini merupakan problem
yang harus diatasi (Litbang,2008)
Gizi buruk pada balita tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi diawali
dengan kenaikan berat badan balita yang tida cukup. Perubahan berat badan
balita dari waktu ke waktu merupakan petunjuk awal perubahan status gizi
balita. Dalam periode 6 bulan, bayi yang berat badannya tidak naik 2 kali
berisiko mengalami gizi buruk 12,6 kali dibandingkan balita yang berat
badannya naik terus. Bila frekuensi berat badan tidak naik lebih sering, maka
berisiko akan semakin besar (Litbang,2007)
Upaya peningkatan status gizi untuk membangun sumber daya
manusia yang berkualitas pada hakikatnya harus dimulai sedini mungkin,
yaitu sejak manusia itu dalam kandungan. Pada bayi dan anak, kurang gizi
akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak
apabila tidak dapat diatasi secara dini akan berlanjut hingga dewasa. Usia 24-
59 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,
sehingga dapat diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kristis.
Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa bayi dan anak memperoleh
asupan gizi yang sesuai dengan tumbuh kembang yang optimal.sebaliknya
pada usia 24-59 bulan tidak memperoleh makanan yang sesuai dengan
kebutuhan gizi, maka periode emas ini akan berubah menjadi periode kritis
yang akan mengganggu tumbuh kembang balita saat ini maupun selanjutnya
(Asne,2006)
Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh
setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang diusia
balita didasarakan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini,
bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Data tahun 2007 memperlihatkan 4
juta balita Indonesia kekurangan gizi, 700.000 diantaranya mengalami gizi
buru. Sementara yang mendapat program makanan tambahan hanya 39 ribu
ana. Sedangakn bila ditinjau daro tinggi badan, sebanyak 25,8% anak balitra
Indonesia pende. Ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda gizi kurang
gizi yang berkepanjanga. Lebih jauh kekurangan gizi mempengaruhi
perkembangan otak anak (Khomsan,2008)
Penyebab gizi buruk dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling
terkait, antara lain asupan makanan yang kurang disebabkan karena tidak
tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup mendapat makanan
bergizi seimbang, pola makan yang salah, serta sering menderita sakit.
Kekurangan konsumsi makanan yang berlangsung lama, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan gizi anak, serta rendahnya
kondisi kesehatan lingkungan, selain itu juga dipengaruhi oleh masalah
ekonomi dan pelayanan kesehatan, serta pla asuh yang kurang memadai
sehingga berdampak pada maningkatnya jumlah balita dengan status gizi
buruk (Depkes,2000)
Hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
menunjukkan bahwa presentase anak balita gizi buruk di Indnesia sebesar
5,4%. Walaupun angka ini menurun dibandingkan hasil susenas tahun 2005
(8,8%), tetapi menunjukkan bahwa anak balita gizi buruk masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat utama jika di suatu daerah ditemukan gizi
buruk >1% maka termasuk maslah berat.
Berdasarkan data yang ada di wilayah kerja Puskesma Sedati terdapat –
kasus gizi buruk. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi angka
kejadian gizi buruk tersebut melalui penyuluhan maupun pemberian makanan
tambahan tetapi belum menunjukkan hasil yang menggembirakan
B. Tujuan :
1. Mengidentifikasi penyebab dasar terjadinya gizi buruk
2. Mengidentifikasi penyebab dasar terjadinya gangguan tumbuh kembang
3. Mengetahui penanggulangan gizi buruk dan gangguan tumbuh kembang
yang dilakukan oleh keluarga dan pemerintah
C. Manfaat :
1. Sebagai masukan evaluasi keberhasilan program penanggulangan gizi buruk
di Puskesmas Sedati khususnya dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
umunya.
2. Bahan pertimbangan gizi bagi petugas gizi dan petugas kesehatan lainnya,
berkaitan dengan metode promosi yang tepat sebagai upaya penanggulangan
gizi buruk di Puskesmas Sedati
3. Bagian perencanaan program kesehatan mendapat masukan dalam melakukan
tindakan penanggulangan gizi buruk yang tidak hanya tepat sasaran tapi juga
tepat manfaat.
BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari suami (Tn. AR 45 tahun ) yang merupakan
kepala keluarga dan bapak dari penderita, istri (Ny. A 42 tahun) ibu
kandung dari penderita, An.W merupakan anak pertama dari 4
bersaudara berusia 25 tahun, An. I anak kedua berusia 17 tahun, An. M
adalah anak ketiga berusia 10 tahun. Dan An. MF (penderita) adalah
anak bungsu berusia 4 tahun 7 bulan.
Keluarga pasien merupakan keluarga yang sadar mengenai
kesehatan. Saat penderita mengalami gizi buruk, sang ibu membawa
anak ke bidan, Puskesmas terdekat, dan sekarang rutin control ke
RSUD Sidoarjo.
2. Fungsi Psikologis
An. MF tinggal serumah dengan bapak, ibu, dan kakak
kandungnya. Mereka sangat menyayangi An. MF setiap hari berkumpul
dengan keluarganya. An. MF sering diajak bergurau oleh kakak-kakaknya.
3. Fungsi Sosial
Keluarga penderita baik bapak ataupun ibunya merupakan anggoa
masyarakat biasa, tidak memiliki kedudukan khusus dalam masyarakat
sekitar tempat tinggalnya. Keluarga ini mampu menempatkan diri dengan
baik didalam masyarakat bahkan tidak pernah terlibat masalah dengan
tetangga disekitar rumah. An. MF menghabiskan waktu sehari-hari
dirumah, hanya sesekali saja bisa berinteraksi dengan tetangga ketika
ibunya sudah tidak repot dengan pekerjaan rumah. An. MF tidak dapat
bermain dengan teman sebayanya.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga An. MF berasal dari penghasilan bapak dimana
tiap bulannya berpenghasilan rata-rata Rp.1.000.000,-. Penghasilan tersebut
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan membiayai anak
sekolah. Biaya pengobatan pasien di RS dan Puskesmas menggunakan BPJS.
Penghasilan tambahan saat ini dari An.W tetapi tidak menetap.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita masih belum mampu dalam memahami masalahnya
sendiri, tetapi selalu tampak bersemangat. Kemampuan beradaptasi
kurang.
B. FUNGSI FISIOLOGIS (A.P.G.A.R SCORE)
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R
SCORE dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0.
A.P.G.A.R SCORE disini akan dilakukan pada masing-masing anggota
keluarga dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis
keluarga secara keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 =
baik.
ADAPTATION
Dalam kehidupan sehari-hari selama ini pasien selalu mendapatkan
kasih sayang dari keluarga. Penderita selalu tampak bersemangat
walaupun dengan keterbatasan yang dialaminya. Keluarga selalu
memberikan motivasi dan dukungan agar pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-sehari seperti anak sebaya yang lainnya.
PARTNERSHIP
Komunikasi dengan anggota keluarga lainnya dan teman sebayanya berjalan
kurang baik.
GROWTH
Penderita belum mampu menjalani aktivitasnya sehari-hari seperti teman
sebayanya.
AFFECTION
Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan ibu dan ayahnya
berjalan dengan lancar. Pasien juga sangat menyayangi keluarganya, begitu pula
sebaliknya.
RESOLVE
Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien cukup, baik dari keluarga
maupun dari saudaranya.
Tabel 2.1 Skor APGAR Tn. S
A.P.G.A.R Tn.AR Terhadap Keluarga Hampir
selalu
Kadang
-kadang
Hampir
tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 10
Tabel 2.2 Skor APGAR Ny. L
A.P.G.A.R Ny. A Terhadap Keluarga Hampir
selalu
Kadang
-kadang
Hampir
tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerimadan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 10
Tabel 2.3 Skor APGAR An. W
A.P.G.A.R An. D Terhadap Keluarga Hampir
selalu
Kadang
-kadang
Hampir
tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerimadan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan carakeluarga saya
dansaya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 8
Tabel 2.4 Skor APGAR An.I
A.P.G.A.R An. D Terhadap Keluarga Hampir
selalu
Kadang
-kadang
Hampir
tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan carakeluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 8
2.5 Skor APGAR An.M
A.P.G.A.R An. D Terhadap Keluarga Hampir
selalu
Kadang
-kadang
Hampir
tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerimadan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan carakeluarga saya
dansaya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 7
A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien = ( 10+10+8+8+7) = 43
Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga pasien baik
Secara keseluruhan total poin dari A.P.G.A.R keluarga pasien adalah 43,
sehingga rata-rata A.P.G.A.R dari keluarga pasien adalah 8,6. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien dalam
keadaan baik.
C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)
Fungsi patologis dari keluarga An. MF dinilai dengan menggunakan
S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
Tabel 2.6 Tabel SCREEM
SUMBER PATOLOGI KET
SocialInteraksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga
dengan saudara, partisipasi mereka dalam masyarakat
cukup meskipun banyak keterbatasan.
+
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal
ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam
keluarga maupun di lingkungan, banyak tradisi budaya
yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang
bersifat hajatan, sunatan, wetonan dll. Menggunakan
bahasa jawa, tata krama dan kesopanan.
+
Religion Pemahaman agama cukup. Namun penerapan ajaran
agama kurang, hal ini dapat dilihat dari penderita dan
-
orang tua hanya menjalankan sholat sesekali saja.
Sebelum sakit penderita rutin belajar mengaji di sore
hari di masjid dekat rumah.
Economic Ekonomi keluarga ini tergolong menengah kebawah,
untuk memenuhi kebutuhan primer sudah bisa
terpenuhi, meskipun belum mampu mencukupi
kebutuhan sekunder rencana ekonomi tidak memadai,
diperlukan skala prioritas untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
+
Education Pendidikan anggota keluarga kurang memadai.
Pendidikan dan pengetahuan orang tua masih rendah.
Kemampuan untuk memperoleh dan memiliki fasilitas
pendidikan seperti buku dan koran terbatas.
+
Medical Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan yang
lebih baik. Dalam mencari pelayanan kesehatan
keluarga ini biasanya menggunakan Jamkesmas
+
Keterangan :
Social (+) artinya keluarga An. MF cukup berperan dalam kegiatan
kemasyarakatan walaupun dalam keterbatasan
Cultural (+) artinya keluarga An. MF masih aktif dalam pergaulan
sehari-hari. Keluarga An. MF masih menganut tradisi jawa dan
menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan.
Religion (-) artinya keluarga An. MF memiliki pemahaman agama
yang cukup dan dalam penerapannya juga baik terutama dalam
melaksanakan sholat 5 waktu
Economic (+) artinya ekonomi keluarga pasien masih tergolong
rendah, pendapatan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer.
Education (+) artinya keluarga Tn.AR dan Ny. A masih memiliki
pengetahuan yang kurang, khususnya mengenai permasalahan kesehatan
gizi.
Medical (+) artinya keluara Tn.AR dan Ny. A belum mampu
membiayai pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Kesimpulan :
Dalam keluarga An. MF fungsi patologis yang positif adalah fungsi social,
cultur, ekonomi, edukasi dan medical.
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat : Gisik Cemandi RT 03/ RW 02 kecamatan Sedati kabupaten
Sidoarjo
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Diagram 1. Genogram Keluarga
Dibuat tanggal 13 September 2015
Tn. ARayah penderita Ny. A
Ibu penderita
Sdr. W Sdr.I An.M An.MF
Saudara Penderita Penderita
Sumber : Data Primer, 29 mei 2015
Keterangan :
Tn. AR : Ayah Penderita
Ny. A : Ibu Penderita
Sdr. W : Saudara Penderita
Sdr. I : Saudara Penderita
An. M : Saudara Penderita
An. MF : Penderita
E. Informasi Pola Interaksi Keluarga
Keterangan : : hubungan baik
: hubungan tidak baik
1. : Tn.AR
2. : Ny.A
3. : Sdr.W
4. : Sdr. I
5. : An. M
6. : An. MF
Sumber : Data Primer,Mei 2015
Kesimpulan :
2
1
3 4
6 5
Hubungan antara anggota keluarga di keluarga An.MF baik-baik saja,
harmonis dan saling mendukung.
F. PERTANYAAN SIRKULER
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh ibu penderita?
Jawab : membawanya ke bidan desa terdekat untuk memperoleh
pengobatan
2. Ketika ibu bertindak seperti itu apa yang dilakukan ayah penderita?
Jawab : Mendukung keputusan ibu dengan mengantar ke bidan desa dan
bergantian untuk merawat dan menjaga
3. Ketika ayah seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain?
Jawab : Mengikut apa yang telah diputuskan ayah, seperti menggantikan
membawa anak berobat ke bidan terdekat serta turut bergantian nmerawat
dan menjaga
4. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab : Ijin suami, jika berhalangan bisa diwakilkan ke ibu.
5. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab : ibu penderita
6. Selanjutnya siapa?
Jawab : ayah penderita.
7. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita?
Jawab : Tidak ada.
8. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien?
Jawab :Tidak ada.
9. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya?
Jawab :Tidak ada.
FORM HASIL KEGIATAN HOME VISIT
LAPORAN HOME VISIT DOKTER KELUARGA
Berkas Pembinaan Keluarga
Puskesmas Sedati
Tanggal kunjungan pertama kali 29 – Mei - 2015
Nama pembimbing : dr. Fitri Ika Arde Yani
Nama pembina keluarga :
Nama DM Pembina : Siska Yunita Ratnaningtyas, S. Ked
Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali
selesai satu periode pembinaan )
Tanggal Tingkat
Pemahaman
Paraf
Pembimbing
Paraf Keterangan
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Kepala Keluarga : Tn. AR
2
Alamat lengkap : Kwangsan RT 8/RW 04 Kecamatan Sedati
Kabupaten Sidoarjo
Bentuk Keluarga :
Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No Nama Kedudukan
dalam
keluarga
L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien
Klinik
(Y/T)
Ket
1 Tn. AR Kepala
Keluarga
L 45 Tahun SD nelayan T -
2 Ny. A Istri P 42 Tahun SMP Ibu rumah
tangga
T -
3 Sdr. W Anak L 25 Tahun SMA swasta T -
4 Sdr. I Anak L 17 tahun SMA - T -
5. An.M Anak L 10 tahun SD pelajar T -
6. An.MF Anak L 4 tahun Belum sekolah - Y Gizi Kurang
Sumber: Keterangan Keluarga oleh Ny. A (Ibu)
BAB VI
PATIENT MANAGEMENT
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
a. Dukungan Psikologis
Dukungan psikologis perlu diberikan oleh keluarga pasien. Hal ini
berkaitan dengan penyakit gizi buruk yang membutuhkan waktu yang
cukup lama agar status gizi penderita menjadi baik. Pasien harus dipantau
serta dirawat ketat oleh kedua orang tua dengan penuh kedisiplinan agar
hasil optimal yang diharapkan bisa tercapai
b. Pengobatan
Medikamentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam
penatalaksanaan.
c. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi
kesehatan berupa perubahan pola hidup sehat, makan makanan yang
bergizi, istirahat yang cukup.
B. FAMILY CENTERED MANAGEMENT
Pada prinsipnya tujuan dari manajemen ini adalah untuk meminimalisir
jumlah penderita gizi buruk. Penanganannya dengan cara pemberian gizi yang
optimal dan memberikan pemahaman kepada keluarga tentang gizi buruk.
Dalam hal ini, menjelaskan bahwa gizi buruk bukan hanya karena faktor gizi
yang kurang tercukupi saja tetapi juga karena faktor lingkungan yang tidak
sehat. Keluarga pasien juga diberi pengertian bahwa gizi buruk akan cepat
tertangani jika pasien secara terus menerus dan teratur diberi gizi yang cukup
dan seimbang.
Dalam manajemen keluarga ini, diberikan pengertian kepada keluarga
mengenai gizi buruk secara menyeluruh baik dari faktor host, agent dan
lingkungan.
1. Faktor Host dan agent
a. Makan makanan yang sehat dengan gizi seimbang.
b. Jaga daya tahan tubuh untuk mencegah terjadinya kerentanan terhadap
penyakit infeksi.
c. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang gizi balita.
2. Faktor lingkungan
Mencukupi kebutuhan pangan, baik jumlah maupun kebutuhan
gizinya, bagi seluruh anggota keluarganya. Ketahanan pangan keluarga
terkait dengan ketersediaan pangan (baik hasil produksi maupun dari pasar
atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan
tentang gizi dan kesehatan. Serta menambahkan ventilasi dan pencahayaan
untuk menjadi rumah sehat.
C. PROGRAM GIZI BURUK DI PUSKESMAS
1. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK)
Salah satu usaha untuk mencapai tujuan program pangan dan
perbaikan gizi Repelita III ialah meningkatkan dan memperluas UPGK.
UPGK adalah suatu paket kegiatan yang terpadu guna menanggulangi
masalah gizi, terutama KEP dengan kegiatan-kegiatan penimbangan
secara berkala pada anak-anak di bawah usia lima tahun di Posyandu.
Usaha-usaha tersebut tidak akan berdaya guna dan berhasil guna tanpa
ditunjang oleh usaha-usaha di bidang lain secara terpadu. Oleh
karena itu, usaha-usaha penanggulangan masalah gizi memerlukan
kerjasama dan koordinasi yang mantap antar berbagai sektor
pembangunan. Lebih dari itu, keberhasilan penanggulangan masalah gizi
sangat tergantung pada partisipasi aktif dari masyarakat.
2. Program Pemberian Makanan
Program suplementasi makanan merupakan cara efektif untuk
meningkatkan status gizi anak yang kurang gizi. Tujuan utama program
suplementasi makanan adalah: 1) untuk meningkatkan status gizi anak, 2)
untuk mencegah memburuknya status gizi, 3) untuk membantu pengobatan
penyakit infeksi, dan 4) untuk memfasilitasi program KIE untuk orang tua
dan anak .
Penanggulangan kasus gizi buruk pada balita diwujudkan dalam
bentuk PMT. PMT diberikan untuk anak usia 6-11 bulan dalam bentuk
MP-ASI atau blended food. Bagi anak usia 12 – 59 bulan diberikan biskuit
sebanyak 75 gram/hari dan susu bubuk sebanyak 80 gram/hari. PMT ini
diberikan selama 90 hari dengan sasaran balita dari keluarga miskin.
3. Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
Selain Posyandu, maka dikembangkan juga Kadarzi sebagai
upaya agar keluarga mampu mengatasi masalah gizi yang dialaminya.
Keluarga dikatakan sadar gizi apabila telah mempraktekkan perilaku gizi
yang baik, seperti menimbang berat badan secara teratur, memberikan Air
Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI
eksklusif), makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, dan
minum suplemen gizi sesuai anjuran.
Sasaran dari Kadarzi adalah keluarga, karena pengambilan
keputusan dalam bidang pangan, gizi dan kesehatan dilaksanakan
terutama di tingkat keluarga. Selain itu, masalah gizi yang terjadi di
tingkat keluarga, erat kaitannya dengan perilaku keluarga, tidak semata-
mata disebabkan oleh kemiskinan dan ketidaktersediaan pangan.
4. Pemberdayaan Keluarga dan Masyarakat (post gizi)
Pemberdayaan adalah upaya meningkatkan kemampuan kelompok
sasaran sehingga kelompok sasaran mampu mengambil tindakan tepat
atas berbagai permasalahan yang dialami. Sasaran utama pemberdayaan
adalah masyarakat yang terpinggirkan, termasuk kaum perempuan,
karena kaum perempuan adalah orang yang paling menentukan dalam
pola asuh dan pola pemberian makanan pada anak. Pemberdayaan
adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada
masyarakat langsung. Tujuan pemberdayaan adalah membantu
masyarakat memperoleh kemampuan untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan yang akan dilakukan yang terkait dengan diri
mereka. Pemberdayaan dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan
rasa percaya diri untuk menggunakan kemampuannya. Bentuk
pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan, antara
lain: penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan
pengembangan masyarakat.
BAB VII
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gizi Buruk
A. Definisi Gizi Buruk
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan energi dan protein menahun pada balita. Penyakit Kurang
Energi Protein (KEP) atau Protein Energy Malnutrition (PEM)
merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang banyak mengenai
anak-anak di bawah lima tahun (balita).
Penyakit ini banyak diselidiki di Afrika karena di negara tersebut
ditemukan anak dengan rambut merah. Nama lokal yang diberikan
yaitu kwashiorkor yang berarti penyakit rambut merah. Di tempat
tersebut masyarakat menganggap kwashiorkor sebagai kondisi yang
biasa terdapat pada anak kecil yang sudah mendapat adik lagi, karena
perhatian orang tua telah beralih ke adik baru.
KEP menyebabkan berbagai macam keadaan patologis pada
derajat yang sangat ringan sampai berat. Pada keadaan yang sangat
ringan tidak ditemukan kelainan biokimiawi maupun gejala klinisnya,
hanya terdapat pertumbuhan yang kurang. Pada keadaan yang berat
ditemukan 3 tipe yaitu kwashiorkor, marasmus, dan kwashiorkor-
marasmik, masing-masing dengan gejala yang khas. Pada semua derajat
maupun tipe KEP ini terdapat gangguan pertumbuhan di samping gejala-
gejala klinis maupun biokimiawi yang khas bagi tipe penyakitnya.
Gejala klinis untuk KEP pada tingkat kwashiorkor adalah anak
terlihat gemuk, ditemukan edema pada beberapa bagian tubuh yang
diiringi asites, anak apatis, adanya atrofi otot sehingga anak tampak
lemah dan berbaring terus-menerus, rambut mudah dicabut dan
mengalami pembesaran hati. Gejala klinis pada KEP tingkat marasmus
yaitu wajah anak tampak seperti wajah orang tua, anak terlihat sangat
kurus, kulit biasanya mengering, dingin dan mengendor serta turgor kulit
mengurang. Penderita marasmus lebih sering menderita diare atau
konstipasi. Pada kwashiorkor marasmik kondisi penderita
memperlihatkan gejala campuran yaitu adanya edema, kelainan
rambut, kelainan kulit dan kelainan biokimiawi.
Untuk menentukan status gizi balita, maka diperlukan
klasifikasi menurut derajat beratnya KEP. Klasifikasi yang dibuat oleh
Dep.Kes.RI (disahkan dengan SK Menkes RI No.
920/Menkes/SK/VIII/2002) tentang baku rujukan penilaian status gizi
anak perempuan dan anak laki-laki usia 0-59 bulan menurut Berat Badan
dan Umur (BB/U), adalah seperti terlihat pada Tabel 2.1:
Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi (BB/U) Menurut Dep.Kes.RI
(2002)
Status Gizi Berat Badan Menurut Umur
(BB/U)*) Gizi Lebih Z-Score : >+2
SD
Gizi Baik Z-Score : ≥-2 SD
s/d +2 SD Gizi Kurang Z-Score :
<-2 SD s/d ≥ - 3 SD
Gizi Buruk Z-Score : <-3 SD
*) Daftar Baku Rujukan Penilaian Status Gizi (BB/U) dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Sehubungan dengan semakin maraknya pemberitaan kasus gizi
buruk di media massa, serta untuk menyamakan persepsi dan upaya
penanggulangannya, maka Menteri Kesehatan Republik Indonesia
menerbitkan kembali SK No.
347/Menkes/IV/2008 tentang Penanggulangan Gizi Buruk dengan menetapkan
Baku Rujukan Penilaian Status Gizi menurut Berat Badan dan Tinggi Badan
(BB/TB). Penetapan indeks BB/TB menunjukkan keadaan gizi kurang yang lebih
jelas dan sensitif/peka jika dibandingkan penilaian prevalensi berdasarkan BB/U,
BB/TB dapat membedakan proporsi badan apakah gemuk, normal, dan kurus
(Atmarita, 2004: 9). Adapun penentuan status gizi berdasarkan BB/TB dapat
dilihat pada Tabel 2.2:
Tabel 2.2. Klasifikasi Status Gizi (BB/TB) Menurut Dep.Kes.RI
(2002)
Status Gizi Berat Badan Menurut Tinggi
Badan BB/TB*) Gemuk (Gizi Lebih) Z-Score : >2
SD
Normal (Gizi Baik) Z-Score : -2 SD s/d 2 SD
Kurus (Gizi Kurang) Z-Score : <-2 SD
s/d - 3 SD Kurus Sekali (Gizi Buruk) Z-
Score : <-3 SD
Status gizi buruk memberikan dampak yang dapat mengganggu proses
tubuh secara keseluruhan, seperti:
a. Mengganggu proses pertumbuhan, anak tidak tumbuh menurut
potensialnya sehingga terlihat lebih pendek dari seharusnya.
b. Kekurangan tenaga untuk bergerak dan melakukan aktivitas
sehari-hari.
c. Pembentukan sistem kekebalan tubuh yang tidak optimal.
d. Penurunan sistem imunitas dan antibodi, menyebabkan anak mudah
terserang infeksi seperti pilek, batuk dan diare yang dapat menyebabkan
kematian.
e. Perkembangan otak yang terhambat. Otak mencapai bentuk maksimal
pada usia dua tahun, terganggunya perkembangan otak mempengaruhi
tingkat kecerdasan dan perkembangan mental anak .
B. Faktor-Faktor Penyebab Gizi Buruk pada Balita
Gizi buruk dipengaruhi banyak faktor yang saling terkait.
Secara langsung gizi buruk dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu anak tidak
cukup mendapat makanan bergizi seimbang; dan anak mungkin
menderita infeksi. Kedua penyebab langsung tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
Anak Tidak Cukup Mendapat Makanan Bergizi Seimbang
Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi, dalam hal
ini makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu ASI, dan sesudah usia 6
bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang
tepat, baik jumlah dan mutunya. MP-ASI yang baik tidak hanya
cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung
berbagai vitamin dan mineral yang dibutuhkan balita dalam proses
tumbuh kembang.
MP-ASI yang tepat dan baik seharusnya dapat disiapkan sendiri di
rumah. Namun, dalam penyediaan MP-ASI yang sesuai dengan
kebutuhan balita, banyak hal yang mempengaruhinya. Tingkat
pendidikan dan pengetahuan gizi yang rendah pada ibu balita
seringkali menjadi penyebab balita mendapat makanan yang tidak
seimbang.
Makanan bergizi seimbang adalah makanan yang terdiri dari
beraneka ragam makanan dalam jumlah dan proporsi yang sesuai,
sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan,
perbaikan sel-sel tubuh, pertumbuhan dan perkembangan. Makan
makanan yang beranekaragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan
sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
Infeksi pada Balita
Gizi buruk merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada
beberapa faktor yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit
tersebut, antara lain faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk,
infeksi, kemiskinan, dan lain-lain. Infeksi memperburuk status gizi dan
sebaliknya gangguan gizi memperburuk kemampuan anak untuk mengatasi
penyakit infeksi, karena gizi kurang menghambat reaksi pembentukan
kekebalan tubuh, sehingga anak yang status gizinya buruk akan lebih mudah
terkena infeksi. Hubungan timbal balik antara infeksi dan gizi buruk atau
gizi buruk dengan infeksi pada balita seperti ‘lingkaran setan’ yang sulit
untuk diputuskan.
Faktor tidak langsung
faktor tidak langsung yang berkaitan dan mempengaruhi status gizi balita,
yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan
kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Asuhan gizi adalah praktek yang dilakukan di rumah tangga yang
diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta
sumber lainnya, untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan
anak.
Anak tidak hanya mendapat makanan yang bergizi seimbang, tetapi
anak juga harus mendapat perhatian dan kasih sayang. Dalam hal ini, peranan
ibu sangat kuat. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan sabar dan
penuh kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal
pentingnya ASI, manfaat Posyandu dan kebersihan, meskipun miskin akan
dapat mengasuh dan memberi makan anak dengan baik sehingga anaknya
tetap sehat. Lagi-lagi unsur pendidikan dan pengetahuan gizi serta kesehatan
pada perempuan mempengaruhi kualitas pengasuhan anak.
Faktor kemiskinan dan pendidikan orangtua yang rendah serta
kurangnya pengetahuan soal gizi dan kesehatan, merupakan penyebab utama
tingginya angka penderita gizi buruk. Kemiskinan menyebabkan rendahnya
kualitas intake zat gizi, penyakit infeksi, buruknya pengetahuan dan
praktek keluarga berencana, yang pada akhirnya berpengaruh pada rendahnya
status gizi balita dan ibu hamil. Namun, selain disebabkan ketidakmampuan
ekonomi, kasus gizi buruk juga dapat disebabkan pola asuh ibu atau keluarga
yang salah. Dengan kata lain pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat
kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan balita.
Kemiskinan selalu didengung-dengungkan menjadi penyebab gizi
buruk, tetapi tidak semua keluarga miskin memiliki balita gizi buruk. Hal ini
dikuatkan oleh penelitian mengenai penyimpangan positif (positive
deviance), yang dilakukan oleh Jus’at, dkk (2000: 145-156) di DKI Jakarta
dan Kabupaten Bogor. Penelitian ini memberikan hasil bahwa status ekonomi
keluarga-keluarga yang relatif sama, belum tentu memiliki balita dengan
status gizi yang sama juga.
Mengapa keluarga dengan status ekonomi yang rendah tetapi
memiliki balita dengan status gizi baik. Hal ini ditentukan oleh pola
pengasuhan ibu, usaha ibu untuk ‘mengusahakan’ anak mau makan,
berdampak memiliki gizi lebih baik dibandingkan jika anak dibiarkan
mengikuti kemauannya saja yaitu tidak mau makan. Pengasuhan anak yang
berpindah ke tangan ‘kedua’ misalnya pembantu atau nenek, juga
mempunyai dampak pada keadaan gizi anak
C. Gejala Klinis
Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian
besar, yaitu kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali
ditemukan suatu kasus yang hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu
saja. Sering kali pada kebanyakan anak-anak penderita gizi buruk, yang
ditemukan merupakan perpaduan gejala dan tanda dari kedua bentuk malnutrisi
berat tersebut. Marasmus lebih sering ditemukan pada anak-anak dibawah usia
satu tahun, sedangkan insiden pada anak-anak dengan kwashiokor terjadi pada
usia satu hingga enam tahun. Pada beberapa negara seperti di Asia dan Afrika,
marasmus juga didapatkan pada anak yang lebih dewasa dari usia satu tahun
(toddlers), sedangkan di Chili, marasmus terjadi pada bulan pertama kehidupan
anak tersebutnya.1,2
Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan tumbuh
kembang. Pada kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama
sekali. Selain itu didapatkan penurunan aktifias fisik dan keterlambatan
perkembangan psikomotorik. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik, akan
ditemukan suara tangisan anak yang monoton, lemah, dan tanpa air mata, lemak
subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga menghilang sehingga
memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak menjadi tipis dan
halus, mudah terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang ikut
menyertai keadaan marasmus. Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot
lengan serta tungkai mengalami atrofi disertai lemak subkutan yang turut
menghilang. Pada pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang normal atau
sedikit meningkat. Selain itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya
lemak subkutan pada wajah. Akibatnya ialah wajah anak menjadi lonjong,
berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas.
Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang
dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan
penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik
atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan
pernafasan menjadi berkurang.
Pada kasus malnutrisi kwashiokor marasmik ditemukan perpaduan gejala
antara kwashiokor dan marasmus. Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang
makanan sehari-harinya tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada anak-anak penderita kasus ini disamping terjadi
penurunan berat badan dibawah 60% berat badan normal seusianya, juga
memperlihatkan tanda-tanda kwashiokor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada kwashiokor adalah
rambut menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita, warna
rambut menjadi lebih merah, ataupun kelabu hingga putih. Kelainan kulit yang
khas pada penyakit ini ialah crazy pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi
tampak bercak menyerupai petechiae yang lambat laun menjadi hitam dan
mengelupas di tengahnya, menjadikan daerah sekitarnya kemerahan dan
dikelilingi batas-batas yang masih hitam. Adanya pembesaran hati dan juga
anemia ringan dikarenakan kekurangan berbagai faktor yang turut mengiringi
kekurangan protein, seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan
tembaga. Selain itu juga ditemukan kelainan biokimiawi seperti albumin serum
yang menurun, globulin serum yang menurun, dan kadar kolesterol yang rendah.2,4
D. Diagnosis
Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk
mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan
anak serta riwayat penyakit yang lalu. Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan
berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,
dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar
karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir
yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal
sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar
dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat
hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism
basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian
menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat
muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.
Ciri dari marasmus antara lain:
- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
- Perubahan mental
- Kulit kering, dingin dan kendur
- Rambut kering, tipis dan mudah rontok
- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang
- Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas
- Sering diare atau konstipasi
- Kadang terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
- Kadang frekuensi pernafasan menurun
Selain itu marasmus harus dapat dibedakan dengan kasus malnutrisi
lainnya yaitu kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakkan diagnosa
yang dapat berpengaruh pada tindak lanjut kasus ini. Kwashiorkor merupakan
sindroma klinis akibat dari malnutrisi protein berat (MEP berat) dengan masukan
kalori yang cukup. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di
dunia saat ini terutama yang berada didaerah industri belum berkembang.
Kwashiorkor berarti “anak tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak lagi menghisap,
gejalanya dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun,
biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat
badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi
dan berat badan anak normal.3
Ciri dari Kwashiorkor menurut antara lain:
- Perubahan mental sampai apatis
- Sering dijumpai Edema
- Atrofi otot
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Perubahan rambut dan kulit
- Pembesaran hati
- Anemia
E. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik
bila penyebabnya diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan
prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
Beberapa diantaranya ialah:
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber
energi yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein
serta energi tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan
lingkungan dan kebersihan perorangan
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu
kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang
endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
8. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.
9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan
makanan
10. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan
penduduk.
F. Pentingnya Deteksi Dan Intervensi Dini
Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk
memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Tidak hanya dari
dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka
masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk
adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan “frekuen
feeding” ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet
( penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan
pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein
serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak. Pada
daerah endemis gizi buruk, diperlukan tambahan distribusi makanan yang
memadai.
Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining
atau deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus
gizi buruk saat ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan
tambahan di posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x
berturut-turut tidak naik timbangan berat badannya untuk segera mendapat akses
pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi
yang efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari
penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun
lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika
membantu dalam pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam
menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makan
pada anak.
G. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi
kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa
komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian
makanan yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta
dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam dua fase.
Pada fase initial, tujuan yan diharapkan adalah untuk menangani atau
mencegah hipoglikemia, hipotermi, dan dehidrasi. Tahap awal yaitu 24-48 jam
per-tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamat-kan jiwa,
antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan
intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat
Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula
diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya
diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.1,2,8
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada
keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau
orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode
Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.
Semua anak, menurut guideline dari WHO, diberikan antibiotic untuk
mencegah komplikasi yang berupa infeksi, namun pemberian antibiotic yang
spesifik tergantung dari diagnosis, keparahan, dan keadaan klinis dari anak
tersebut. Pada anak diatas 2 tahun diberikan obat anti parasite sesuai dari protocol
Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak
memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai
dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah
kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg
BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara
berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari
dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet
tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari. Cairan diberikan sebanyak
150 ml/kg BB/hari. Formula yang biasa diberikan dalam tahap ini adalah F-75
yang mengandung 75kcal/100ml dan 0,9 protein/100ml) yang diberika terus
menerus setiap 2 jam.
Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak
200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke
dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya
gejala defisiensi Vitamin A untuk mencegah terjadinya xeroftalmia karena pada
kasus ini kadar vitamin A serum sangat rendah. Mineral yang perlu ditambahkan
ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral 75-100
mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau magnesium
oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vitamin B (IC) dan 1 ml vit. C (IM),
selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet.
Fase rehabilitasi dimulai saat nafsu makan anak meningkat dan infeksi
yang ada berhasil ditangani. Formula F-75 diganti menjadi F-100 yang dikurangi
kadar gulanya untuk mengurangi osmolaritasnya. Jenis makanan yang memenuhi
syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu dan diberikan bergantian dengan
F-100. Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita.
Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan
untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang
dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak.
Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun,
dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.
Sepuluh langkah tatalaksana gizi buruk
No Tindakan Pelayanan Fase Stabilisasi Fase Rehabilitasi Fase
Tindak lanjut *)
H 1 - 2 H 3 - 7 Minggu ke 3 - 6 Minggu ke
7 -26
1. Mencegah dan mengatasi
hipoglikemia
2. Mencegah dan mengatasi
hipotermia
3. Mencegah dan mengatasi
dehidrasi
4. Memperbaiki gangguan
keseimbangan elektrolit
5. Mengobati infeksi
6. Memperbaiki zat gizi mikro Tanpa Fe Dengan Fe
7. Memberikan makanan
untuk stabilisasi dan
transisi
8. Memberikan makanan
untuk tumbuh kejar
9. Memberikan stimulasi
tumbuh kembang
10. Mempersiapkan untuk
tindak lanjut di rumah
*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala
(1minggu/ kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit.
Pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 2 fase yang harus dilalui yaitu
fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14), fase rehabilitasi (Minggu ke
3 – 6), ditambah fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26) seperti tampak pada tabel
diatas.
2.2 Tumbuh Kembang Anak
A. Definisi Tumbuh Kembang
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang
sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Sedangkan pengertian mengenai apa yang dimaksud
pertumbuhan dan perkembangan adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan (growth) adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel,
serta jaringan interseluler, yang berarti bertambahnya ukuran fisik dan
struktur tubuh dalam arti sebagian atau keseluruhan. Pertumbuhan
bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan menggunakan satuan
panjang dan berat.2
2. Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, sehingga bersifat
kualitatif, yang pengukurannya jauh lebih sulit dibanding dengan
pengukuran pertumbuhan.2 Disini menyangkut adanya proses
diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem
organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing
dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi,
intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya.
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak, yaitu faktor genetik dan lingkungan.1 Dan dapat diuraikan
faktor pokok tersebut menjadi berbagai macam faktor yang secara khusus
langsung berpengaruh terhadap tumbuh kembang walau beberapa faktor tersebut
dapat tumpang tindih, faktor-faktor tersebut diantaranya; pengaruh saraf,
pengaruh hormon, pengaruh gizi, pengaruh sosial ekonomi, pengaruh musim dan
iklim, penyakit emosi dll.
1. Faktor genetik (internal)
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir
proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di
dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas
pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat
sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya
pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai
faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa. Potensi
genetik yang bermutu hendaknya berinteraksi dengan lingkungan secara positif
sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal. Gangguan pertumbuhan di negara
maju lebih sering diakibatkan oleh faktor genetik ini. Sedangkan di negara
yang sedang berkembang, gangguan pertumbuhan selain diakibatkan oleh
faktor genetik juga oleh faktor lingkungan yang kurang memadai untuk
tumbuh kembang anak yang optimal bahkan kedua faktor ini dapat
menyebabkan kematian anak-anak sebelum mencapai usia balita. Di samping
itu banyak penyakit keturunan yang disebabkan oleh kelainan kromosom
seperti sindrom down, sindrom turner dan lain-lain.
2. Faktor lingkungan (eksternal)
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau
tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan
tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan
menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan “bio-fisiko-psiko-
sosial” yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai
akhir hayat, diantaranya:
a. Gizi ibu pada waktu hamil
Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada
waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR (berat badan
lahir rendah) atau lahir mati dan jarang menyebabkan cacat bawaan.
Disamping itu pula menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin,
anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah terkena infeksi, abortus
dan sebagainya.anak yang lahir dari ibu yang gizinya kurang dan hidup di
lingkungan miskin maka akan mengalami kurang gizi juga dan mudah
terkena infeksi selanjutnya akan menghasilkan wanita dewasa yang berat
dan tinggi badannya kurang pula.
b. Mekanis
Trauma dan cairan ketuban yang kurang menyebabkan kelaianan
bawaan pada bayi yang dilahirkan.
c. Infeksi
Infeksi yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH
(Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex). Sedangkan
infeksi lainnya yang juga menyebabkan penyakit pada janin adalah
varisela, Coxsackie, Echovirus, Malaria, lues, HIV, polio, campak,
listeriosis, leptospira, mikoplasma, virus influenza dan virus hepatitis.1
d. Toksin/ zat kimia
Masa organogenesis adalah masa yang sangat peka terhadap
teratogen. Misalnya obat-obatan seperti thalidomide, phenitoin,
methadion, obat-obat anti kanker dan lainnya. Demikian pula pada ibu
hamil perokok berat/peminum alkohol kronis sering melahirkan bayi
BBLR, lahir mati, cacat atau retardasi mental.1
e. Endokrin
Hormon-hormon yang mungkin berperan dalam pertumbuhan janin
adalah somatotropin, hormone plasenta, hormone tiroid, insulin dan
peptida-peptida lain dengan aktivitas mirip insulin (Insulin like growth
factors/IGFs).
f.Imunitas
Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan abortus, hidrops
fetalis, kern ikterus atau lahir mati.
g. Stress
Stres yang dialami ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi
kembang janin antara lain cacat bawaan,kelainan kejiwaan.
h. Radiasi
Radiasi pada janin sebelum umur 18 minggu dapat menyebabkan kematian
janin, kerusakan otak, mikrosefali atau cacat bawaan lainnya.
Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang, secara umum dibagi menjadi 3
kebutuhan dasar yaitu:
1. Kebutuhan fisik-biomedis (”ASUH”)
a. pangan/gizi
b. perawatan kesehatan dasar: imunisasi, pemberian ASI, penimbangan
yang teratur, pengobatan
c. pemukiman yang layak- kebersihan perseorangan, sanitasi lingkungan
d. pakaian
e. rekreasi, kesegaran jasmani dll
2. Kebutuhan emosi/kasih sayang (”ASIH”)
Kasih sayang dari orang tua akan menciptakan ikatan yang erat dan dasar
untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental atau
psikososial.
3. Kebutuhan akan stimulasi mental (”ASAH”)
Stimulasi mental mengembangkan perkembangan kecerdasan, kemandirian,
kreativitas, agama, kepribadian, moral-etika, produktivitas dan sebagainya
C. Tahap-Tahap Tumbuh Kembang
Anak yang mendapat ASUH, ASIH, dan ASAH yang memadai akan
mengalami tumbuh kembang yang optimal sesuai dengan potensi genetik yang
dimilikinya. Setiap anak akan melalui setiap tahapan tumbuh kembang yang
mempunyai ciri tersendiri, yaitu:
1. Masa prenatal
ii. Masa mudigah/embrio: dari konsepsi sampai 8 minggu di dalam
kandungan.
iii. Masa janin: mulai dari 9 minggu di dalam kandungan sampai lahir.
2. Masa bayi: usia 0 - 1 tahun
- Masa neonatal dini: usia 0-7 hari
- Masa nenonatal lanjut: usia 8-28 hari
- Masa pasca neonatal: usia 29 hari sampai 1 tahun
3. Masa pra-sekolah: usia 1 – 6 tahun
4. Masa sekolah: usia 6 – 18/20 tahun
- Masa pra-remaja: usia 6-10 tahun
- Masa remaja dini: wanita usia 8-13 tahun, pria usia 10-15 tahun
- Masa remaja lanjut: wanita usia 13-18 tahun, pria 15-20 tahun
Ciri-ciri pertumbuhan
Terdapat 4 indikator perubahan, yaitu: 1, 2
1. Perubahan ukuran
Tampak jelas pada perubahan fisik, yang dengan bertambahnya umur
anak akan terjadi perubahan tinggi, berat badan, lingkar kepala,
organ tubuh sesuai kebutuhannya.
2. Perubahan proporsi
Perubahan proporsi tubuh dimulai dari usia kehamilan dua bulan
sampai dewasa, terlihat seperti gambar berikut.
Gambar 2.1 Menunjukan proporsi tubuh dari janin sampai dewasa (dikutip
dari Behrman 1992, gambar dikutip dari Markum AH 1991)
3. Hilangnya ciri-ciri lama
Menghilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu, dan
menghilangnya refleks-refleks primitif.
4. Timbulnya ciri-ciri baru
Tumbuhnya cirri-ciri baru ini adalah akibat pematangan fungsi-
fungsi organ seperti munculnya gigi tetap, munculnya tanda-tanda
seks sekunder.
Jenis – jenis Perkembangan
1. Perkembangan Fisik
Pertumbuhan fisik pada masa ini lambat dan relatif seimbang.
Peningkatan berat badan anak lebih banyak dari pada panjang badannya.
Peningkatan berat badan anak terjadi terutama karena bertambahnya ukuran
sistem rangka, otot dan ukuran beberapa organ tubuh lainnya.
2. Perkembangan Motorik
a) Perkembangan Motorik Kasar
Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang
berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan
dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk,
berdiri, dan sebagainya. Perkembangan motorik pada usia ini
menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan dengan
masa bayi. Anak – anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan
pandai meloncat serta mampu menjaga keseimbangan badannya.
b) Perkembangan Motorik Halus
Untuk memperhalus ketrampilan – ketrampilan motorik,
anak – anak terus melakukan berbagai aktivitas fisik yang
terkadang bersifat informal dalam bentuk permainan. Gerak
halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi
memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu,
menjimpit, menulis, dan sebagainya. Disamping itu, anak – anak
juga melibatkan diri dalam aktivitas permainan olahraga yang
bersifat formal, seperti senam, berenang, dll.
c) Tahap Perkembangan Motorik
Berikut tahapan-tahapan perkembangannya:
Usia 1-2 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
• Merangkak
• berdiri dan berjalan beberapa
langkah
• berjalan cepat
• cepat-cepat duduk agar tidak
jatuh
• mengambil benda kecil dengan ibu
jari atau telunjuk
• membuka 2-3 halaman buku secara
bersamaan
• menyusun menara dari balok
• memindahkan air dari gelas ke
• merangkak di tangga
• berdiri di kursi tanpa pegangan
• menarik dan mendorong benda-
benda berat
• melempar bola
gelas lain
• belajar memakai kaus kaki sendiri
• menyalakan TV dan bermain
remote
• belajar mengupas pisang
Usia 2-3 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
• melompat-lompat
• berjalan mundur dan jinjit
• menendang bola
• memanjat meja atau tempat tidur
• naik tangga dan lompat di anak
tangga terakhir
• berdiri dengan 1 kaki
• mencoret-coret dengan 1 tangan
• menggambar garis tak
beraturan
• memegang pensil
• belajar menggunting
• mengancingkan baju
• memakai baju sendiri
Usia 3-4 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
• melompat dengan 1 kaki
• berjalan menyusuri papan
• menangkap bola besar
• mengendarai sepeda
• berdiri dengan 1 kaki
• menggambar manusia
• mencuci tangan sendiri
• membentuk benda dari plastisin
• membuat garis lurus dan lingkaran
cukup rapi
Usia 4-5 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
• menuruni tangga dengan cepat
• seimbang saat berjalan mundur
• melompati rintangan
• menggunting dengan cukup baik
• melipat amplop
• membawa gelas tanpa
• melempar dan menangkap bola
• melambungkan bola
menumpahkan isinya
• memasikkan benang ke lubang
besar
d) Fungsi Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam perkembangan individu secara
keseluruhan. Beberapa pengaruh perkembangan motorik
terhadap konstelasi perkembangan individu dipaparkan oleh
Hurlock (1996) sebagai berikut:8
1. Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya
dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa
senang dengan memiliki keterampilan memainkan boneka,
melempar dan menangkap bola atau memainkan alat-alat
mainan.
2. Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari
kondisi tidak berdaya pada bulan-bulan pertama dalam
kehidupannya, ke kondisi yang independent. Anak dapat
bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan dapat berbuat
sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan menunjang
perkembangan rasa percaya diri.
3. Melalui perkembangan motorik, anak dapat menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah atau
usia kelas-kelas awal Sekolah Dasar, anak sudah dapat dilatih
menulis, menggambar, melukis, dan barisberbaris.
4. Melalui perkembangan motorik yang normal memungkinkan
anak dapat bermain atau bergaul dengan teman sebayannya,
sedangkan yang tidak normal akan menghambat anak untuk
dapat bergaul dengan teman sebayanya bahkan dia akan
terkucilkankan atau menjadi anak yang fringer
(terpinggirkan).
5. Perkembangan keterampilan motorik sangat penting bagi
perkembangan selfconcept atau kepribadian anak.
D. Gangguan tumbuh kembang
Gangguan perkembangan dan pertumbuhna merupakan hal yang sering
luput dari pengamatan orang tua, terutama apabila gangguan yang terjadi
adalah gangguan perkembangan dan perilaku. Hal ini selain dikarenakan
rendahnya pengetahuan dari orang tua juga diakibatkan ketidakpekaan orang
tua. Pada saat ini utamanya dikalangan menengah keatas permasalahan tumbuh
kembang mendapat perhatian yang lebih. Ketika mengamati balita memasuki
ruang pemeriksaan bersama orang tuanya, sebenarnya kita sudah
mulai‘mendeteksi’ tumbuh kembangnya. Dengan memperhatikan penampilan
wajah, bentuk kepala, tinggibadan, proporsi tubuh, pandangan matanya, suara,
cara bicara, berjalan, perilaku, aktivitas dan interaksi denganlingkungannya
bisa didapatkan beberapa informasipenting berkaitan dengan tumbuh
kembangnya. Tetapideteksi dini gangguan tumbuh kembang balita
sebaiknyadilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisis danskrining
perkembangan yang sistematis agar lebihobyektif.3,4
Keluhan utama dari orangtua berupa kekhawatiranterhadap tumbuh
kembang anak dapat mengarah kepada kecurigaan adanya gangguan
tumbuhkembang, misalnya anaknya lebih pendek dari teman sebayanya, kepala
kelihatan besar, umur 6 bulan belum bisa tengkurap, umur 8 bulan belum bisa
duduk, umur 15 bulan belum bisa berdiri, 2 tahun belum bisa bicara dan lain
lain. melaporkan bahwa kecurigaan orangtua terhadapperkembangan anaknya
(dengan membandingkanterhadap anak-anak lain) mempunyai korelasi
yangcukup tinggi dengan gangguan perkembangantertentu (walaupun mereka
berpendidikan rendahdan belum berpengalaman mengasuh anak).
Penilaian orangtua pada perkembangan bicara anakny amempunyai
korelasi yang kuat dengan hasil kemampuan kognitif mereka. Namun orang tua
tidak selalu benar, karena 20-25% orang tua tidak mengetahui bahwa anaknya
terganggu perkembangannya, dan banyak orang tua yang khawatir pada
perkembangan anaknya padahal tidak terganggu.6 Oleh karena itu kita harus
melakukan pemeriksaan fisis dan skrining perkembangan untuk membuktikan
apakah kecurigaan orang tua itu benar. Selanjutnya anamnesis dapat diarahkan
untuk mencari faktor-faktor risiko atau etiologi gangguan tumbuh kembang
yang disebabkan oleh faktor intrinsik pada balita dan atau faktor lingkungan.
Faktor risiko yang harus ditanyakan antara lain retardasi pertumbuhan
intra uterin, berat lahir rendah, prematuritas, infeksi intra uterin, gawat
janin,asfiksia, perdarahan intrakranial, kejang neonatal,hiperbilirubinemia,
hipoglikemia, infeksi, kelainankongenital, temperamen, dan lain-lain.
Faktor risiko pada ibu antara lain umur, tinggi badan,pendidikan,
kesehatan ibu selama hamil dan persalinan(kadar Hb, status gizi, penyakit,
pengobatan), jumlahanak dan jarak kehamilan, pengetahuan, sikap
danketrampilan ibu dalam mencukupi kebutuhan biopsikososial(‘asuh’, ‘asih’,
‘asah’) untuk tumbuhkembang balitanya, penyakit keturunan, penyakitmenular,
riwayat pernikahan (terpaksa, tidak direstui,single parent, perceraian dan lain-
lain), merokok,alkoholism, narkoba, pekerjaan/penghasilan, dan lainlain.
Faktor resiko juga dapat muncul akibat perilaku dari lingkungan seperti
pada ayah dan anggota keluarga lain. Pada ayah yang perlu ditanyakan umur,
tinggi badan, pendidikan, pekerjaan/penghasilan, pengetahuan, sikap dan
ketrampilanayah dalam mencukupi kebutuhan bio-psikososial(‘asuh’, ‘asih’,
‘asah’) untuk tumbuh kembang balitanya, penyakit, riwayat pernikahan
(terpaksa,tidak direstui, perceraian dan lain-lain), komitmen perencanaan
kehamilan, hubungan ayah-ibu dananak dan lain-lain. Perhatikan pula pola dari
berbabagai faktor seperti Saudara kandung/tiri yang tinggal serumah: jumlah,
jarak umur, kesehatan (status gizi,imunisasi, kelainan bawaan, gangguan
tumbuhkembang, penyimpangan perilaku), pendidikan,hubungan dengan ayah-
ibu dan lain-lain.Anggota keluarga lain serumah (nenek, kakek,paman, bibi,
pengasuh anak, pembantu): pengetahuan,sikap dan ketrampilan mencukupi.
Pemeriksaan selanjutunya yang dilakukan pada penderita gangguan
perkembangan adalah melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik
dilakukan denngan mengukur tinggi , berat badan, ukuran kepala , status
neurologis dan berbagai pemeriksaan motorik. Sebagain besar dari
pemeriksaan fisik ini dibentuk dalam bentukan skrining cepat sebagai penanda
deteksi dini gangguan perkembangan karena pertumbuhan yang dihitung
secara kuntitatif merupakan bukti yang kuat terhadap kelaina tumbuh
kembang.
Terdapat beberapa Gangguan tumbuh kembang yang sering ditemukan,
hal ini akan membantu untuk pelaksana kesehatan untuk mendeteksi lebih dini
apabila mengetahu kecenderungan penyakit yang terjadi. Beberapa Gangguan
Tumbuh-Kembang Yang Sering Ditemukan.
1. Gangguan bicara dan bahasa.
Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh
perkembangan anak. Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap
keterlambatan atau kerusakan pada sistem lainnya, sebab melibatkan
kemampuan kognitif, motor, psikologis, emosi dan lingkungan sekitar
anak. Kurangnya stimulasi akan dapat menyebabkan gangguan bicara dan
berbahasa bahkan gangguan ini dapat menetap.
2. Celebral Palsy
Merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubh yang tidak
progresif, yang disebabkan oleh karena suatu kerusakan/gangguan pada
sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh/belum
selesai pertumbuhannya.
3. Sindrom Down.
Anak dengan Sindrom Down adalah individu yang dapat dikenal
dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi
akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih. Perkembangannya
lebih lambat dari anak yang normal. Beberapa faktor seperti kelainan
jantung kongenital, hipotonia yang berat, masalah biologis atau
lingkungan lainnya dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan
motorik dan keterampilan untuk menolong diri sendiri.
4. Perawakan Pendek.
Short stature atau Perawakan Pendek merupakan suatu terminologi
mengenai tinggi badan yang berada di bawah persentil 3 atau -2 SD pada
kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi tersebut. Penyebabnya
dapat karena varisasi normal, gangguan gizi, kelainan kromosom, penyakit
sistemik atau karena kelainan endokrin.
5. Gangguan Autisme.
Merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang
gejalanya muncul sebelum anak berumur 3 tahun. Pervasif berarti meliputi
seluruh aspek perkembangan sehingga gangguan tersebut sangat luas dan
berat, yang mempengaruhi anak secara mendalam. Gangguan
perkembangan yang ditemukan pada autisme mencakup bidang interaksi
sosial, komunikasi dan perilaku.
6. Retardasi Mental.
Merupakan suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensia yang
rendah (IQ < 70) yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk
belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan
yang dianggap normal.
7. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
Merupakan gangguan dimana anak mengalami kesulitan untuk
memusatkan perhatian yang seringkali disertai dengan hiperaktivitas.