geriatri fraktur kompresi
DESCRIPTION
Fraktur KompresiTRANSCRIPT
SEORANG WANITA USIA 68 TAHUN DENGAN KELUHAN
NYERI PINGGANG
KELOMPOK 13
CAROLINA ARIESTA ROMAULI 030.07.047
DEFRI RAHMAN 030.07.061
ALTAMA 030.08.019
AMANDA PRAHASTIANTI 030.08.020
DIAN ROSA ARI ZONA 030.08.081
DIAZ RAHMADI 030.08.082
M SYARIF HIDAYATULLAH 030.08.148
MARIA ASTIKA DEWI 030.08.153
SHANE TUTY CORNISH 030.08.223
SHANTI HANDAYANI 030.08.224
MOHD FIRDAUS BIN MOHD ISA 030.08.278
MUHAMMAD AZMUDDIN 030.08.282
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
Jakarta, 10 Desember 2010
1
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur kompresi vertebra sering terjadi akibat jatuh pada lansia, diderita oleh 200.000
lebih lansia di AS pertahun, sebagian besar wanita. Di estimasikan 1% lansia yang jatuh akan
mengalami fraktur vertebra, 5% akan mengalami fraktur tulang lain seperti colum femoris,
iga, humerus, pelvis dan lain-lain, 5% akan mengalami perlukaan jaringan lunak. Perlukaan
jaringan lunak yang serius seperti subdural hematom, hemarthroses, memar dan keseleo otot
juga sering merupakan komplikasi akibat jatuh (Kane et al, 1994).
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di dalamnya,
baik faktor intrinsik dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot
ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan dizzines, serta faktor ekstrinsik seperti lantai
yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang
terang, dan sebagainya.
BAB II
LAPORAN KASUS
2
STATUS PASIEN
Anamnesis:
Identitas :
Nama : Ny.Rumiyati
Umur : 68 tahun
Alamat : Jl. Kapuk Muara no 4, Jakarta Selatan
Pendidikan : SMA
Status : menikah
Suku : Jawa
Keluhan utama :
Nyeri pinggang sejak dua hari yang lalu
Riwayat penyakit sekarang :
- Dua hari yang lalu, sehabis mandi, ketika membuka pintu untuk keluar dari kamar
mandi, pasien kehilangan keseimbangan dan jatuh.
- Pasien jatuh pada posisi terduduk
- Saat jatuh, pasien sadar dan merasak an nyeri bokong dan pinggang.
- Setelah jatuh pasien tidak mampu bangkit sendiri.
- Pasien merasakan nyeri pada pinggang bila menggerakkan badannya yaitu saat
perubahan posisi dari berbaring keduduk, perubahan posisi dari duduk ke berdiri dan
saat berdiri dan jalan.
- Tidak ada penjalaran nyeri ke kaki.
3
- Nyeri terutama di pinggang, kadang kadang terasa sampai ke bokong dan paha
belakang.
- Pasien lebih banyak berdiri di tempat tidur.
Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien menderita kencing manis sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu.
- Berobat ke dokter dekat rumah dan mendapat obat:
metformin 3x 500 mg , glibenklamid 1x1/2 (obat untuk diabetes), kaptopril 3x12,5
mg(obat untuk hipertensi), neurobion 1x1.
- Riwayat operasi katarak 6 tahun lalu
- Sejak lima tahun terakhir pasien mengeluh kedua kakinya terasa kesemutan dan tebal
Riwayat penyakit keluarga :
- Kakak laki- laki pasien menderita kencing manis dan stroke 5 tahun lalu
Riwayat psikososial :
- Memiliki seorang suami dan 3 orang anak.
- Pasien tinggal di rumah bersama suami dan anak bungsunya
- Anak dan mantunya bekerja
- Dirumah pasien dan suaminya dibantu oleh dua orang pembantu.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum :
Raut wajah nampak menahan sakit, postur tubuh memungkuk. Perubahan posisi dari
duduuk ke berdiri sulit dilakukan karena nyeri pinggang
4
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital:
- Suhu :36.7° C
- TD : 140/90 mmHg Hipertensi Grade I
- N : 90 x /m
- RR : 20x/m
Antropometri
TB : 148 cm
BB : 64 kg
BMI = 29.2 (Overweight)
Konjungtiva : tidak anemis, slera tidak ikterik, visus baik
Jantung : BJ I dan II murni, murmur (-), gallop (-)
Paru : sonor, vesicular, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : hati dan limpa tidak teraba, bising usus normal
Punggung :
kifosis (+)
nyeri tekan pada daerah lumbal 4 dan 5 tanda fraktur
otot – otot pinggang spasme fraktur, imobilisasi
nyeri gerak (+) fraktur
Ekstremitas :
gerak ekstremitas atas dan bawah dapat digerakan
krepitasi +/+ degeneratif
lutut genu varus +/+
kulit kering dehidrasi
sensibilitas kaki berkurang
5
kekuatan otot dorsofleksi 4 plantarfleksi 5 degeneratif
refleks fisiologis ankle berkurang pada sisi kanan dan kiri degeneratif
BAK : normal
BAB : normal
Pemeriksaan Lab :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi hasil
Hb 11,8 mg/dl 12-16 mg/dl Sedikit menurun
Hematokrit 35,5 % 37-43% Menurun
Leukosit 8800/uL 5 ribu – 10ribu/uL Normal
Trombosit 286.000/uL 150 ribu – 450ribu u/L Normal
LED 18 mm/jam 0 – 15 mm/jam Meningkat
SGOT 42 U/L 5 ribu – 10ribu/uL Menurun
SGPT 46 U/L 150 ribu – 450ribu u/L Sedikit menurun
Ureum 32 mg/dL 10 – 50 mg/dL Normal
Kreatinin 1.2 mg/dL 0.6 – 1.3 mg/dL Normal
Asam urat 5.7 mg/dL 3.5 – 8.5 mg/dL Normal
Kolestrol total 208 mg/dL < 200 mg/dL Sedikit meningkat
LDL 132 mg/dL < 130 mg/dL Sedikit meningkat
HDL 36 mg/dL >65 mg / dL Menurun
Trigliserida 198 mg/dL <190 mg/dL (u >50 th) Meningkat
6
Gula darah sewaktu 167 mg/dL < 120 mg /dL Meningkat
Natrium 136 meq/l 135 – 145 meq/l Normal
Kalium 3.7 meq/l 3.5 – 5 meq/l Normal
Urinalisis :
Pemeriksaan Hasil Interpretasi hasil
BJ 1.035Meningkat (n =1,003-
1,030)
pH 7.5 Normal
Nitrit - Normal
Albumin +1 Normal
Glukosa - Normal
Keton - Normal
Bilirubin - Normal
Darah - Normal
Sedimen Urin :
Pemeriksaan Hasil Interpretasi hasil
Eritrosit 1/LBP Normal
7
Leukosit 4/LBP Normal
Silinder - Normal
Epitel 0-2/LBP Normal
Bakteri + normal
Kristal - Normal
Warna Kuning Normal
Kejernihan Jernih Normal
Pemeriksaan Penunjang :
X-Ray tulang belakang :
- tulang osteoporotik
- Fraktur kompresi pada os vertebra lumbal 5
Diagnosis
Fraktur kompresi os vertebra L5 et causa trauma
Tatalaksana :
Medikamentosa :
- Analgetik parasetamol
- AINS ibuprofen
8
- Obat-obatan sebelumnya untuk mengatasi DM, hipertensi, dan parestesi yaitu
metformin, glibenklamid, kaptopril, dan neurobion dilanjutkan pemakaiannya
dengan monitoring lebih lanjut.
Non medikamentosa :
- Tirah baring
- Imobilisasi
- Lumbal protection
- Edukasi
Fisioterapi untuk penguatan otot dan sendi
Prognosis:
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
BAB III
9
PEMBAHASAN
Anamnesis Tambahan
- Kapan haid pertama( menarche)?
- Kapan menoupause?
- Apakah ada riwayat keluarga dengan osteoporosis?
- Apakah ada pasien perokok berat / peminum alkohol?
- Apakah pasien dalam kesahariannya aktif bergerak/ tidak?
- Bagaimana dengan asupan kalsium?
- Apakah pernah mengkonsumsi obat- obat hormonal?
Daftar Masalah dan Hipotesis
Masalah Dasar Pemikiran Hipotesis
Jatuh Anamnesis penyakit yang diderita pasien
(DM, parestesi) kekuatan
otot berkurang hilang
keseimbangan
DM Anamnesis
GDS : 167 mg/dL
Riwayat keluarga
Hipertensi TD 140/90
10
Overweight BMI : 29,2
Osteoporosis X Ray : lesi porotik
Perjalanan Penyakit
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Immobilisasi
DEFINISI
Imobilisasi adalah ketidak mampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit
atau impairment (gangguan pada alat/ organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental.
11
Hipertensi DM Osteoporosis
Parestesi Tulang rapuh
Riw. keluargaDiet? Lifestyle? Menopause
Hilang keseimbangan
Jatuh Fraktur Imobilisasi
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri.
Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di
rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada
jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus.
Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa
organ tubuh. Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system
respirasi, menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru)
dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh. (Lindgren et al. 2004)
PENYEBAB
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, sebagai contoh:
Gangguan sendi dan tulang:
Penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang tentu akan menghambat
pergerakan (mobilisasi)
Penyakit saraf:
Adanya stroke, penyakit Parkinson, dan gangguan sarap
Penyakit jantung atau pernafasan
Gangguan penglihatan
Masa penyembuhan
AKIBAT IMOBILISASI
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:
Infeksi saluran kemih
Sembelit
Infeksi paru
12
Gangguan aliran darah
Luka tekansendi kaku
- Menimbulkan penurunan kapsitas fungsional pada beberapa sistem tubuh
Immobility (imobilisasi), adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed rest)
selama 3 hari atau lebih. Kondisi ini sering dijumpai pada lansia akibat penyakit yang
dideritanya seperti infeksi yang berat, kanker, selain akibat penyakit yang diderita,
imobilisasi juga sering ditemukan pada lansia yang “dikekang” untuk melakukan
segalanya sendiri oleh keluarga yang merawatnya, sehingga ia hanya tidur dan duduk,
atau juga ditemukan pada lansia yang “manja”. Banyak gangguan yang dapat
ditimbulkan akibat imobilisasi seperti ulkus dekubitus (koreng pada punggung karena
luka tekan dan sulit disembuhkan) dan ulkus-ulkus di permukaan tubuh lainnya,
trombosis vena (bekuan darah pada pembuluh darah balik) yang dapat menyumbat
aliran darah (emboli) pada paru-paru yang berujung pada kematian mendadak.
2. Instability (instabilitas) dan jatuh, dapat terjadi akibat penyakit muskuloskeletal
(otot dan rangka) seperti osteoartritis, rematik, gout, dsb., juga dapat disebabkan oleh
penyakit pada sistem syaraf seperti Parkinson, sequellae (penyakit yang mengikuti)
stroke. Akibat dari instabilitas dan jatuh ini dapat berupa cedera kepala dan
perdarahan intrakranial (di dalam kepala), patah tulang, yang dapat berujung pada
kondisi imobilisasi.
3. Incontinence (inkontinensia) urine dan alvi. Inkontinensia adalah kondisi dimana
seseorang tidak dapat mengeluarkan “limbah” (urin dan feses) secara terkendali atau
sering disebut ngompol. Inkontinensia dapat terjadi karena melemahnya otot-otot dan
katup, gangguan persyarafan, kontraksi abnormal pada kandung kemih, pengosongan
kandung kemih yang tidak sempurna seperti yang terjadi pada hipertrofi (pembesaran)
prostat, sedangkan pada inkontinensia alvi dapat terjadi akibat konstipasi, penyakit
13
pada usus besar, gangguan syaraf yang mengatur proses buang air, hilangnya refleks
anal.
4. Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-) sehingga
menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi (sembelit). Penyebabnya tidak jelas,
tetapi pada beberapa kasus ditemukan gangguan pada otot polos usus besar, penyeab
lain yang mungkin adalah gangguan syaraf sensorik usus, gangguan sistem syaraf
pusat, gangguan psikologis, stres, fermentasi gas yang dapat merangsang syaraf,
kolitis.
5. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh), banyak hal yang
mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti atrofi
thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T) meskipun tidak begitu
bermakna (tampak bermakna pada limfosit T CD8) karena limfosit T tetap terbentuk
di jaringan limfoid lainnya. Begitu juga dengan barrier infeksi pertama pada tubuh
seperti kulit dan mukosa yang menipis, refleks batuk dan bersin -yang berfungsi
mengeluarkan zat asing yang masuk ke saluran nafas- yang melemah. Hal yang sama
terjadi pada respon imun terhadap antigen, penurunan jumlah antibodi. Segala
mekanisme tersebut berakibat terhadap rentannya seseorang terhadap agen-agen
penyebab infeksi, sehingga penyakit infeksi menempati porsi besar pada pasien lansia.
6. Infection (infeksi), salah satu manifestasi akibat penurunan sistem kekebalan tubuh
dan karena kemampuan faali (fisiologis) yang berkurang. Sebagai contoh, agen
penyebab infeksi saluran pernafasan dapat dikeluarkan bersama dahak melalui refleks
batuk, tetapi karena menurunnya kemampuan tubuh, agen tersebut tetap berada di
paru-paru. Selain itu, pada pasien usia lanjut, gejala-gejala infeksi yang tampak tidak
seperti pada orang dewasa-muda. Pada pasien lansia, demam sering tidak mencolok,
14
bahkan dalam keadaan sepsis beberapa menunjukkan penurunan temperatur -
hipotermia - bukan demam. Contoh lain pada pneumonia, gejala yang tampak bukan
demam, batuk, sesak nafas, dan leukositosis (jumlah sel darah putih meningikat)
melainkan nafsu makan turun, lemah, dan penurunan kesadaran, gejala inilah yang
umumnya tampak pada penyakit infeksi pada lansia, ditambah dengan inkontinensia
dan jatuh (akibat penurunan kesadaran). Sehingga terkadang pasien dengan infeksi
yang datang ke instalasi gawat darurat karena penurunan kesadaran atau jatuh disalah-
artikan sebagai serangan stroke.
7. Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu
multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu mengkonsumsi obat
yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan
efek dari interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat
pada lansia haruslah sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme di
hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga terkadang
terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan faal hati juga terjadi penurunan
faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana sebagaian besar obat dikeluarkan
melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan
dengan baik dan dapat berefek toksik.
8. Intellectual impairment (Intelektual menurun) dan demensia, banyak hal yang
terkait dengan terjadinya penurunan fungsi intelektual dan kognitif pada usia lanjut.
Mulai dari menurunnya jumlah sel-sel syaraf (neuron) hingga penyakit yang
berpengaruh pada metabolisme seperti diabetes melitus dan gangguan hati dimana
semua metabolisme terjadi disini. Otak adalah organ yang sangat tergantung pada
glukosa sebagai sumber energi sehingga pada diabetes melitus -terjadi gangguan
metabolisme glukosa- pasokan energi untuk otak terganggu. Selain diabetes,
15
hipertensi juga mempengaruhi fungsi otak karena sirkulasi darah ke otak terganggu,
gangguan respirasi seperti Chronic Obstructive Pulmonary Disease/ Penyakit Paru
Obstruktif Menahun (COPD/PPOM) juga dapat menurunkan jumlah oksigen ke otak.
Penyebab lain penurunan fungsi intelektual adalah iatrogenesis.
9. Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia lanjut adalah
kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak, bahkan binatang
peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan,
menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga yang mulai
mengacuhkan karena merasa direpotkan menyebabkan pasien akan merasa hidup
sendiri dan menjadi depresi. Beberapa orang dapat melakukan usaha bunuh diri akibat
depresi yang berkepajangan.
10. Impairment of vision and hearing (gangguan peglihatan dan pendengaran),
gangguan penglihatan disebabkan oleh mengendornya otot dan kuit kelopak mata,
perubahan sistem lakrimal (air mata), proses penuaan pada kornea (organ yang
menerima rangsang cahaya), penurunan produksi aqueous humor, perubahan refraksi,
perubahan struktur dalam bola mata, katarak, dan glaukoma. Sedangkan gangguan
fungsi pendengaran dapat terjadi karena, penurunan fungsi syaraf-syaraf pendengaran,
perubahan organ-organ di dalam telinga. Penurunan fungsi kedua panca indera ini
mengakibatkan sulitnya komunikasi bagi lansia, sehingga akibat lainnya adalah
penderita terisolasi atau mengisolasi diri.
11. Inanition (malnutrisi), diakibatkan oleh pengaruh perubahan faal organ-organ
pencernaan seperti air liur, atrofi kuncup kecap, penurunan syaraf-syaraf penciuman
dan pusat haus, gangguan menelan karena otot yang melemah, Gastro-Esophageal
Reflux Disease (GERD), sekresi HCl yang meningkat, penurunan aktivitas enzim,
dsb. Banyak penyakit yang dapat timbul akibat kurangnya asupan gizi atau lebihnya
16
asupan gizi, selain itu lansia juga perlu menjaga pola makan sehat dengan mengurangi
makanan-makanan yang dapat memperburuk keadaan lansia tersebut. Banyaklah
mengkonsumsi sayur, buah dan air, serta mineral-mineral seperti besi, yodium dan
kurangi konsumsi minyak, lemak dan kolesterol.
12. Insomnia, dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang menyebabkan
seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit juga dapat menyebabkan
insomnia seperti diabetes melitus dan hiperaktivitas kelenjar thyroid, gangguan
neurotransmitter di otak juga dapat menyebabkan insomnia. Jam tidur yang sudah
berubah juga dapat menjadi penyebabnya.
13. Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang menjadi kurang produktif
(bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan fisik untuk beraktivitas. Usia
pensiun dimana sebagian dari lansia hanya mengandalkan hidup dari tunjangan hari
tuanya. Pada dasarnya seorang lansia masih dapat bekerja, hanya saja intensitas dan
beban kerjanya yang harus dikurangi sesuai dengan kemampuannya, terbukti bahwa
seseorang yang tetap menggunakan otaknya hingga usia lanjut dengan bekerja,
membaca, dsb., tidak mudah menjadi “pikun” . Selain masalah finansial, pensiun juga
berarti kehilangan teman sejawat, berarti interaksi sosialpun berkurang memudahakan
seorang lansia mengalami depresi.
Osteoporosis
Definisi :
adalah penyakit tulang dimana terjadi penurunan kekuatan tulang sedemikian hingga
meningkatkan resiko patah tulang. Kekuatan tulang terdiri dari densitas tulang (kwantitatif)
dan kwalitas tulang.
17
Komposisi tulang terdiri dari matriks tulang 90% kolagen Tipe 1, 10% protein, Mineral
tulang (hydroxyapatite, kalsium dan posfat) dansel-sel tulang
(osteoklas,oseoblas,osteocyt.lining sel).
Tulang tumbuh sebagai akibat dari modeling :perubahan bentuk dan ukuran tulang selama
masa pertumbuhan (anak-anak). Tulang dewasa sehat setiap kali diperbaharui melalui proses
remodelling yakni penggantian tulang lama dengan tulang baru.
Siklus remodeling ialah aktifasi, resorpsi dan formasi. Proses ini dikerjakan oleh sel osteoklas
(berasal dari sumsum tulang) yang menghancurkan tulang tua (resorpsi) sedangkan osteoblas
(berasal dari sel mesenchym) menghasilkan bone matriks baru yang kemudian mengalami
mineralisasi (formasi). Kehilangan masa tulang terjadi apabila resorpsi lebih besar dari
formasi.
Puncak massa tulang adalah densitas tulang yang maksimal sepanjang hidup kita, hal ini
tercapai bila masa pertumbuhan tulang berhenti/stabil baik dalam bentuk ukuran maupun
jumlah mineral yang dikandungnya (konsolidasi).
Faktor-faktor yang menentukan puncak massa tulang adalah herediter (70-80%), sex dan ras,
gaya hidup (20-30%).
Densitas tulang meningkat luar biasa selama masa pubertas, puncaknya dicapai pada usia di
atas 10 hingga permulaan 20 tahun, kemudian mendatar , setelah usia 30 th terjadi kehilangan
massa tulang dengan kecepatan 0.5%-1% pertahun, kemudian masuk masa menopause turun
1%-2% pertahun berlangsung hingga 5-10 tahun.
Densitas tulang terus menurun karena usia hingga mencapai level seperti sebelum masa
pubertas. Umumnya massa tulang pria lebih tinggi daripada wanita dan ras hitam lebih tinggi
dari kulit putih
18
80% rangka manusia terdiri dari tulang kortikal namun luasnya hanya 20 %. Sekitar 3 %
tulang kortikal diperbaharui tiap tahunnya.Sisanya 20% terdiri tulang kanselaus namum
memiliki luas 80%, dan terjadi perbaharuan 25% setiap tahun. Berkurangnya tulang
kanselaus(Cancellous bone loss) cepat terjadi pada masa menopause, mengakibatkan resiko
patah tulang pergelangan tangan, kemudian proses ini berlanjut mengakibatkan resiko patah
tulang vertebra.
Pengurangan tulang kortikal berjalan lebih lambat, Meningkatnya resiko patah tulang
panggul sebagai akibat pengurangan kedua jenis tulang . Osteoporosis dapat terjadi akibat
puncak massa tulang yang rendah dan kehilangan tulang atau keduanya Wanita memiliki
puncak massa tulang lebih rendah dari pria, ras kulit putih lebih rendah puncak massa
tulangnya dibandingkan kulit hitam.
kehilangan massa tulang terjadi pada usia lanjut karena resorpsi lebih besar dari formasi, jika
terjadi pengurangan tulang(bone loss) terjadi pula penurunan kwantitas dan kwalitas tulang.
Tidak ada gejala klinis yang timbul akibat rendahnya densitas dan bone loss. Osteoporosis
dapat ditegakkan berdasarkan pada adanya riwayat trauma minimal atau fragility
fracture( fraktur akibat jatuh pada sikap berdiri atau keadaan dimana dalam keadaan normal
tidak akan terjadi
Penyebab osteoporosis
Primer, disebabkan karena defisiensi estrogen (tipe1), atau usia lanjut(tipe2)
Sekunder, karena berbagai penyakit, kondisi atau konsumsi obat2an tertentu
idiopathic (tidak diketahui)
19
Gejala Klinis Osteoporosis
Osteoporosis dapat terjadi tanpa gejala (silent disease) , kita tidak mengetahui sampai
terjadinya patah tulang.Patah tulang yang sering adalah vertebra, hip, wrist, dan tulang lain.
Patah tulang vertebra bisa bentuk wedge, biconcave atau crush. Keluhan bisa nyeri pinggang
tiba-tiba atau nyeri pinggang kronik. Kebanyakan terjadi secara spontan atau kegiatan sehari
–hari(mengangkat benda ,mendorong, menarik,dll).
Nyeri pinggang adalah keluhan yang paling banyak datang ke dokter dan kadang dirujuk ke
rumah sakit untuk di rawat.Umumnya nyeri pinggang datang pada serangan pertama , 10%
pasien mengeluh nyeri pinggang lebih 6 minggu, 5% mengeluh nyeri pinggang lebih dari 3
bulan.Hubungan antara osteoporosis fraktur dan nyeri pinggang masih dalam perdebatan.
Kesimpulan bahwa patah tulang vertebra akibat osteoporosis bukan merupakan penyebab
utama terjadinya nyeri pinggang. Gejala lain adalah tinggi badan berkurang, kyphosis, perut
membuncit, fungsi paru menurun,kwalitas hidup menurun,kehilangan percaya diri,
ketergantungan obat anti nyeri, depresi, tidak dapat hidup mandiri dan angka kematian
meningkat.
Diagnosis Fraktur Vertebra
Ditegakkan dengan pemeriksaan xray foto lateral view, lalu di ukur tinggi corpus vertebra
bagian depan dan belakang dan dibandingkan rationya, dikatakan fraktur bila terjadi
pengurangan tinggi lebih sama dengan 20 %, atau lebih atau sama dengan 4 mm atau rasio
lebih kecil sama dengan 0.8.
Kadang sebagian fraktur vertebra sulit tervisualisasi dengan foto xray, karena anatomi tulang
yang komplek seperti pada stress fraktur tulang sakral, depresi bagian tengah endplate. Untuk
itu dibutuhkan pemeriksaan lain (bone scanning, MRI). Tidak ada klassifikasi khusus untuk
20
fraktur vertebra akibat osteoporosis Ada 3 jenis fraktur vertebra ; kompressi, biconcave,
crush.
Pasien dengan patah tulang vertebra pertama kali beresiko 6,1 kali terjadi patah kembali.
Pasien dengan patah tulang vertebra lebih dari satu level resiko terjadi patah kembali selama
1 tahun 24,1 % -44%. Pada laporan C Roux dkk, (C Roux et al.Ann Rheum Dis 2007;66:81-
85) dilakukan pemeriksaan pada wanita post menopause yang didiagnosis osteoporosis
(klasifikasi WHO) dengan keluhan back pain oleh rheumatologis di dapat hasil 410 pasien
yang diperiksa, 215(52,4 %) didiagnosis minimal satu fraktur vertebra. 38,1% patah 1
vertebra, 27% patah 2 vertebra dan 14% patah 3 vertebra.
Lokasi patahnya yang satu vertebra paling sering L1 dan L2 sebanyak 18(22%) dan 12 pasien
(14%) pada level Th12. Dibandingkan dengan kelompok yang tidak fraktur, kelompok yang
fraktur vertebra didapatkan 3.1 tahun lebih tua, 1,9 cm lebih pendek dengan rata-rata
berkurang tinggi badan 6,1 cm lebih besar dari pasien tanpa fraktur 3,8 cm.
Hasil lain didapat pada fraktur vertebra nyeri pinggang lebih sering dengan durasi lebih
pendek lebih sering terjadi tiba-tiba dan nyeri menetap pada malam hari dan nyeri lebih hebat
bila melakukan fleksi pada tulang belakang.Francis RM dkk melaporkan dari 1042 pasien
dengan nyeri pinggang tidak respon dengan pengobatan konservatif dilakukan pemeriksaan
MRI didapat 82 patah tulang vertebra osteoporosisterdiri 51 kasus baru dan 31 kasus lama .
Penatalaksanaan Fraktur Vertebra Osteoporosis
Management nyeri dengan memberikan obat-obatan (anagetik parasetamol, NSAID,COX-2
non-opioid,amitriptilin), terapi fisik, exercise, spinal orthosis, edukasi,mengurangi stress,
meningkatkan kemampuan untuk ADL.selain itu tetap diberikan obat2an untuk mengatasi
osteoporosisnya yaitu asupan cukup kalsium dan vit D3, serta pemberian HRT, SERM,
bifosfonat , calcitonin,teriparatide.
21
Pada penelitian Liritis dkk melaporkan bahwa calcitonin 100-200 IU secara signifikan
mengurangi nyeri memperbaiki mobilisasi dini pada pasien yang dirawat dengan fraktur
vertebra (crush). Pengurangan nyeri berefek pada minggu pertama sampai 4 minggu
kemudian. Bisphosphonate (Ibandronate) telah digunakan utuk mengobati nyeri tulang
disertai patah tulang vertebra akut.
Ibandronate menurunkan resiko terjadinya patah tulang vertebra 62%, . Penggunaan
ibandronate satu kali sebulan lebih efektif menurunkan resiko patah tulang pada tulang
vertebra dibandingkan dengan penggunaan satu minggu sekali, tapi relatif sama pada kasus
patah lainnya.Metode lain yaitu dengan cara vertebroplasty atau kyphoplasty, Tehnik ini
adalah memasukkan semen (PMMA), dengan cara disuntikkan ke vertebra yang patah karena
osteoporosis atau bisa juga karena tumor.
Kedua prosedur ini dilakukan secara lokal atau Anestesi umum. Selama prosedur ini
berlangsung semua dibantu dengan C-Arm.Keuntungan kedua prosedur di atas untuk
mengurangi nyeri secara cepat, sehingga memperbaiki mobilitas pasien, pasien dapat berdiri
dan berjalan 24 jam pertama.
22
BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus kali ini, kelompok kami mendiagnosa Ny. R mengalami Fraktur Kompresi
pada L-5 dikarenakan adanya trauma. Faktor resiko seperti Osteoporosis, Diabetes Mellitus
juga punya peran penting dalam terjadinya fraktur patologis yang terjadi pada Ny.R.
Perhatian dari keluarga sangat dibutuhkan bagi lansia untuk menjaga agar hal seperti ini tidak
terjadi lagi di kemudian hari.
23
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
2. Harrisson. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Ed 13. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2000
3. Sherwood, Lauralee., 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
4. Price, A. Sylvia, dan Wilson, Lorraine M., 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit Edisi 6 Volume 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
5. Guyton dan Hall, 2006, Medical Physiology 11th Edition, Elsevier, Philadelphia.
24
BAB VII
PENUTUPAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Demikian hasil diskusi kelompok kami yang telah kami sajikan dalam bentuk
makalah ini. Kesimpulan kelompok kami, Ny. N menderita fraktur vertebra akibat trauma
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah disajikan
pada kasus ini.
Terimakasih kepada Tuhan YME atas berkah dan rahmatnya sehingga kami dapat
merampungkan makalah ini. Terimakasih kepada tutor yang telah memberikan waktunya
untuk membimbing kami dan terimakasih kepada senmua anggota kelompok yang telah
berpartisipasi aktif dalam proses diskusi maupun pembuatan makalah ini.
Kami memohon maaf atas keterbatasan dan ketidaksempurnaan makalah ini, oleh
karena itu kami mengharapkan saran dari para dosen untuk menyempurnakan keterbatasan
kami serta memnambah wawasan kami selaku mahasiswa.
25